JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Studi Perhitungan Critical Clearing Time Pada Beban Dinamis Berbasis Controlling Unstable Equilbrium Point Angga Mey Sendra., Dr.Eng. Ardyono Priyadi, ST, M.Eng., Dr.Ir. Margo Pujiantara, MT Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak— Kestabilan transien menjadi acuan dan merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga listrik. Jika kesetimbangan terganggu maka terjadi perbedaan besar torsi mekanik masukan dan torsi elektris keluaran, sehingga mengakibatkan percepatan atau perlambatan putaran rotor generator. Jika gangguan tidak dihilangkan segera, maka percepatan atau perlambatan putaran rotor generator akan mengakibatkan hilangnya sinkronisasi dalam sistem tenaga listrik tersebut. Guna memperoleh kestabilan sudut rotor sistem ketika gangguan besar terjadi perlu adanya sebuah estimasi yang dapat menentukan Critical Clearing Time (CCT) atau waktu pemutus kritis agar pengaman dapat bekerja dalam waktu yang relatif aman sehingga sistem masih dalam keadaan stabil. Sebuah pendekatan alternatif untuk menganalisis kestabilan transien dapat menggunakan metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP). Metode ini dapat menentukan nilai Critical Clearing Time (CCT) secara langsung. Metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) ini akan dijadikan dasar dari pembahasan tugas akhir ini guna menentukan nilai Critical Clearing Time (CCT) yang dibutuhkan dengan memperhitungkan beban dinamis agar sistem tenaga listrik tetap stabil ketika mengalami sebuah gangguan. Kata Kunci— Kestabilan Transien, Critical Clearing Time, Controlling Unstable Equilibrium Point.
I. PENDAHULUAN dan kompleksitas dari sistem tenaga listrik yang UKURAN modern mengharuskan adanya pengembangan dari teknik analisis guna tetap terjaganya kestabilan sistem tenaga listrik tersebut. Kestabilan sistem tenaga listrik dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari sistem tenaga listrik tersebut untuk memperoleh keadaan kesetimbangan setelah sistem tenaga listrik mengalami kesalahan fisik, sehingga praktis seluruh sistem tetap utuh[1]. Kestabilan sistem tenaga listrik dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: kestabilan sudut rotor, kestabilan frekuensi dan kestabilan tegangan. Salah satu kestabilan yang perlu dijaga yaitu kestabilan sudut rotor. Dimana kestabilan sudut rotor terbagi menjadi dua yaitu small disturbance angle stability dan transient stability [1]. Kestabilan sudut rotor mengacu pada kemampuan mesin sinkron untuk mempertahankan kesinkronan setelah mendapatkan gangguan. Ketika gangguan yang terjadi cukup besar inilah yang disebut dengan kestabilan transien.
Analisis kestabilan transien merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga. Pada kondisi operasi normal terdapat kesetimbangan antara torsi mekanik masukan dan torsi elektris keluaran dari setiap generator, dan pada kecepatan yang konstan. Jika kesetimbangan terganggu maka terjadi perbedaan besar torsi mekanik masukan dan torsi elektris keluaran, sehingga mengakibatkan percepatan atau perlambatan putaran rotor generator. Jika gangguan tidak dihilangkan segera, maka percepatan atau perlambatan putaran rotor generator akan mengakibatkan hilangnya sinkronisasi dalam sistem tenaga listrik tersebut. Guna memperoleh kestabilan sudut rotor sistem ketika gangguan besar terjadi perlu adanya sebuah perkiraan yang dapat menentukan Critical Clearing Time (CCT) atau waktu pemutus kritis agar pengaman dapat bekerja dalam waktu yang relatif aman sehingga sistem masih dalam keadaan stabil. Sebuah pendekatan alternatif untuk menganalisis kestabilan transien dapat menggunakan metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP). Metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) ini akan dijadikan dasar dari pembahasan tugas akhir ini guna menentukan nilai Critical Clearing Time (CCT) yang dibutuhkan dengan memperhitungkan beban dinamis agar sistem tenaga listrik tetap stabil ketika mengalami sebuah gangguan. II. PERHITUNGAN CCT PADA BEBAN DINAMIS BERBASIS CUEP A. Metode Langsung[2] Sebuah pendekatan alternatif untuk menganalisis kestabilan transien dapat menggunakan metode langsung. Metode ini menentukan apakah sistem tenaga listrik tersebut dalam keadaan stabil atau tidak setelah gangguan hilang dengan cara membandingkan energi pada sistem dengan energi kritis. Metode langsung tidak hanya menghindari penggunaan waktu lama dari integrasi numerik dari sistem , tetapi juga metode langsung ini dapat menentukan nilai waktu pemutus kritis atau Critical Clearing Time (CCT) secara langsung. Critical Clearing Time (CCT) atau waktu pemutus kritis adalah waktu kritis yang dimiliki oleh sistem untuk memutuskan sistem agar sistem tetap berada dalam area kestabilan. Metode langsung mengasumsikan bahwa sistem setelah
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 gangguan memiliki sebuah titik kesetimbangan. Metode langsung selanjutnya menentukan apakah trajektori on-fault terletak dalam batas kestabilan yang dapat diterima sistem. Jika tidak, metode langsung akan menghasilkan waktu pemutus kritis dimana sistem pengaman akan bekerja sehingga sistem tidak keluar dari kestabilan. Dasar dari metode langsung untuk penilaian stabilitas sistem setelah gangguan adalah pengetahuan mengenai batas wilayah kestabilan. Jika kondisi dari on-fault trajectory terletak di dalam wilayah stabilitas titik kesetimbangan yang diinginkan, maka dapat dipastikan sistem tersebut dalam keadaan stabil tanpa harus melakukan integrasi numerik dari postfault trajectory. Oleh karena itu, pengetahuan tentang batas area kestabilan memainkan peranan penting dalam metode langsung. B. Fungsi Energi Teori fungsi energi adalah salah satu yang digunakan pada metode langsung. Fungsi energi berhubungan dengan energi kinetik dan potensial. Sistem energi kinetik berhubungan dengan gerakan relatif dari rotor mesin dan tidak berhubungan dengan jaringan sistem. Sedangkan sistem energi potensial berhubungan dengan energi potensial dari elemen jaringan dan rotor mesin, dimana selalu ditetapkan untuk sistem setelah terjadi gangguan yang kestabilannya dianalisis. Ide pokok dari metode langsung adalah menemukan kestabilan transien sistem yang ditentukan secara langsung dengan membandingkan total energi sistem yang diperoleh selama gangguan terjadi dengan nilai energi kritis tertentu[3]. Fungsi energi telah banyak diaplikasikan pada kestabilan transien sistem tenaga untuk mengembangkan teori dasar metode langsung. Analisis kestabilan sistem tenaga berhubungan dengan apakah trajektori gangguan akan memastikan pada kondisi di dalam area kestabilan atau tidak [4]. Metode langsung untuk analisis kestabilan menggunakan aturan algoritma untuk memperkirakan gangguan yang terjadi tanpa menggabungkan sistem setelah gangguan. Kestabilan dari trajektori setelah gangguan didapatkan dengan membandingkan sistem energi pada kondisi awal setelah gangguan dengan nilai kritis dari energi. Gambaran mengenai fungsi energi ini dapat dilihat pada gambar 1.
2 C. Controlling Unstable Equilibrium Point [5] Metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) merupakan metode penyempurnaan dari metode closest UEP. Metode closest UEP menggunakan energi kritis konstan melalui closest UEP (δ1,0) untuk memperkirakan batas area kestabilan ( A (δs,0) (lihat gambar 2).
Gambar 2. Area kestabilan dengan closest UEP
Dari gambar di atas batas kestabilan dapat dihasilkan tanpa integrasi numerik trajektori. Metode ini yang disebut dengan closest UEP, meskipun sederhana, metode ini bisa memberikan penilaian stabilitas, khususnya on-fault trajectory yang melewati batas kestabilan seperti pada gambar 3.
Gambar 2. Area kestabilan dengan closest UEP
Gambar 1. Penggunaan fungsi energi[5]
Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai waktu pemutus kritis atau Critical Clearing Time (CCT) dapat ditentukan ketika trajektori on-fault melewati batas kestabilan. Namun metode closest UEP memiliki kelemahan. Sebagai contoh, trajektori pada titik P, dimana sebenarnya titik ini sebenarnya berada dalam area kestabilan, namun dengan metode ini dianggap tidak stabil. Sedangkan pada metode Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) menggunakan energi kritis yang melalui UEP (δ2,0) guna menghasilkan batas area kestabilan (lihat gambar 4). Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa trajektori pada titik P masih berada dalam area kestabilan sistem tenaga listrik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3 Setelah tahap persiapan, maka langkah selanjutnya yaitu melakukan pemodelan sistem. Pada pemodelan sistem kelistrikan dengan beban nonlinier terdapat parameter awal yang harus dicari yaitu arus injeksi (IGL) pada internal generator (lihat gambar 6)[6].
Gambar 4. Metode Controlling Unstable Equilibrium Point
III. METODOLOGI Proses perhitungan Critical Clearing Time (CCT) pada beban dinamis berbasis Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) dapat diselesaikan dalam diagram seperti gambar 5.
Gambar 6. Model generator pada beban nonlinier
Nilai dari IGL ini akan mempengaruhi nilai daya elektris, dimana nilai daya elektris untuk beban nonlinier sebesar :
Pel ' Pel Ei I GL cos(i v ) Keterangan : Pel’ = Daya elektris pada beban nonlinier Pel = Daya elektris pada beban linier Ɵi = Sudut rotor Ɵ v = Sudut dari tegangan hasil aliran daya Sehingga didapatkan persamaan ayunan[7]:
d 2 m M M Pm Pe i PCOA 2 dt MT Langkah selanjutnya yaitu mencari nilai fungsi energi pada on-fault trajectory. Secara umum persamaan fungsi energi terdiri dari 3 energi yaitu: Energi kinetik pada rotor
Vk
1 n M ii2 2 i 1
Energi potensial pada rotor n
V p Pi (i is )
Gambar 5. Diagram metodologi penelitian
Tahap persiapan dalam perhitungan ini yaitu aliran daya dan reduksi matriks. Aliran daya dilakukan untuk mendapatkan nilai magnitude dan sudut phasa dari tegangan pada setiap bus. Sedangkan reduksi matriks dibutuhkan karena dalam sistem tenaga listrik terdapat matriks admitansi yang sangat kompleks. Untuk mengurangi kompleksitas tersebut perlu adanya reduksi matriks. Dalam tugas akhir ini tidak menggunakan infinite bus, sehingga reduksi matriks yang digunakan untuk sistem yang tidak memiliki infinite bus. Dalam hal ini dapat digunakan formulasi reduksi Kron. Formulasi reduksi Kron mereduksi bus beban dari matriks admitansi, karena pada analisis kestabilan transien ini berkaitan dengan persamaan ayunan generator.
i 1
Energi magnetik tersimpan n 1
Vm i 1
n
VV Bi (cos i
j
j
ij
cos ijs )
j 11
Sehingga nilai total dari fungsi energi yaitu:
V Vk V p Vm Setelah nilai fungsi energi pada on-fault trajectory didapatkan, langkah selanjutnya yaitu mencari nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP), dengan didaptkannya nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP), maka batas kestabilan dapat diperoleh dengan menggunakan fungsi energi kritis.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Dengan adanya fungsi energi pada on-fault trajectory dan batas area kestabilan, maka nilai Critical Clearing Time (CCT) dapat diperoleh dengan mencari titik potong antara onfault trajectory dan batas area kestabilan. IV. SIMULASI DAN ANALISA Pada tugas akhir ini diperlukan adanya sistem kelistrikan yang digunakan untuk mengaplikasikan metode perhitungan Critical Clearing Time (CCT) berbasis Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP). Sistem kelistrikan yang digunakan yaitu sistem kelistrikan 30 bus dengan 6 generator (IEEE sistem 6 generator) seperti terlihat pada gambar 7. Pada sistem kelistrikan 30 bus dengan 6 generator tersebut diasumsikan terdapat 10 titik gangguan yaitu pada titik A hingga titik J (lihat gambar 6). Beban nonlinier berada pada bus 2, dimana batasan masalah pada tugas akhir ini yaitu, generator yang berpengaruh terhadap beban nonlinier dibatasi pada generator pada bus yang sama dengan beban dan berhubungan langsung dengan beban pada satu line. Sehingga beban nonlinier yang berada pada bus 4, hanya akan mempengaruhi kinerja dari generator pada bus 2,1, dan 5.
4 Dari nilai daya mekanis yang terlihat di atas, tampak bahwa generator 1 memiliki daya mekanis yang paling besar, hal ini dikarenakan generator 1 merupakan generator swing/slack. Sedangkan untuk mencari nilai daya elektris, pembebanan nonlinier pada bus 2 memberikan arus injeksi pada generator 1, 2, dan 3. Hal ini dikarenakan batasan masalah pada tugas akhir ini yaitu beban nonlinier hanya berpengaruh pada generator yang berada pada bus yang sama dengan beban tersebut dan generator yang berada pada bus yang yang berbeda satu line dari bus beban nonlinier. Nilai Pe tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Nilai daya elektris (pu) pada setiap titik gangguan. Titik Gangguan Titik A Titik B Titik C Titik D Titik E Titik F Titik G Titik H Titik I Titik J
Gen1
Gen 2
Gen 3
Gen 4
Gen 5
Gen 6
0.4516 0.4517 0.4509 0.4524 0.4503 0.4517 0.4537 0.4158 0.4432 0.4419
0.2906 0.2906 0.2904 0.2907 0.2903 0.2906 0.2910 0.2906 0.2891 0.2888
0.1156 0.1156 0.1154 0.1157 0.1153 0.1156 0.1160 0.1156 0.1141 0.1138
0.2050 0.2050 0.2050 0.2051 0.2049 0.2051 0.2053 0.2051 0.2041 0.2039
0.2050 0.2050 0.2050 0.2051 0.2049 0.2051 0.2053 0.2051 0.2040 0.2039
0.2050 0.2050 0.2050 0.2051 0.2049 0.2051 0.2053 0.2051 0.2040 0.2039
Pada tabel 2 di atas, terlihat bahwa nilai daya elektris (Pe) pada setiap gangguan berbeda. Hal ini dikarenakan nilai admitansi saluran yang berbeda-beda sebab adanya gangguan pada titik tertentu akan merubah nilai admitansi saluran. B. Fungsi Energi Pada On-Fault Trajectory Guna mendapatkan fungsi energi saat gangguan terjadi, perlu diketahui terlebih dahulu nilai sudut rotor Ɵi dan kecepatan putaran rotor ωi. On-fault trajectory untuk setiap gangguan berbeda-beda kaena nilai admitansi jaringan yang berbeda pula. Dimana dihasilkan nilai Ɵi dan ωi sebagai berikut:
Gambar 7. IEEE sistem 30 bus dengan 6 generator[8]
A.
Pencarian Nilai Daya Mekanis dan Daya Elektris Adapun parameter yang digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai daya mekanis (Pm) antara lain tegangan (V) dan daya total (S) pada bus generator, dan nilai tegangan dalam generator (E). Dengan nilai-nilai parameter yang ada maka nilai daya mekanis dapat diperoleh. Nilai Pm yang dihasilkan pada setiap generator berbeda. Nilai Pm tersebut adalah sebagai berikut: Pm generator 1 = 0.4096 pu Pm generator 2 = 0.283 pu Pm generator 3 = 0.108 pu Pm generator 4 = 0.2 pu Pm generator 5 = 0.2 pu Pm generator 6 = 0.2 pu
Gambar 8. Nilai delta pada titik gangguan A
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5 Pada tabel 4, nilai CUEP pada generator kritis yang digunakan yang menjadi nilai delta pada batas area kestabilan, sedangkan omega bernilai nol. . Tabel 3 Nilai CUEP (rad)
Dengan cara yang sama dengan gangguan di titik A, maka nilai delta dan omega pada titik gangguan yang lain dapat dicari. Dari tahap ini dapat dilihat generator kritis dari setiap gangguan, yaitu: Tabel 2. Generator kritis pada setiap gangguan Titik Generator Kritis Gangguan Titik A Generator 1 Titik B Generator 1 Titik C Generator 2 Titik D Generator 2 Titik E Generator 2 Titik F Generator 3 Titik G Generator 4 Titik H Generator 4 Titik I Generator 5 Titik J Generator 6
Setelah nilai Ɵi dan ωi didapatkan, maka fungsi energi dapat dihasilkan seperti terlihat pada gambar 10.
Titik Gangguan Titik A Titik B Titik C Titik D Titik E Titik F Titik G Titik H Titik I Titik J
Gen1
Gen 2
Gen 3
Gen 4
Gen 5
Gen 6
1.3361 1.3411 1.3177 1.3424 1.33 -0.3319 -0.2254 -0.2475 -0.2515 -0.2653
-1.635 -1.607 0.0006 -0.0523 -0.0363 -0.1857 -0.0577 -0.0256 -0.0179 -0.0149
-1.9752 -1.9874 -2.5101 -2.62 -2.5158 2.924 -0.385 -0.3703 -0.2348 -0.2464
-1.9124 -1.931 -2.4481 -2.4467 -2.4659 -0.4544 2.9649 2.9703 -0.1396 -0.153
-1.8851 -1.9067 -2.3553 -2.3433 -2.374 -0.4205 -0.1638 -0.1032 2.8161 -0.153
-1.9216 -1.9463 -2.4123 -2.3882 -2.415 -0.4665 -0.2589 -0.211 -0.2018 2.8847
D. Mencari Nilai Critical Clearing TIme Untuk mendapatkan nilai Critical Clearing Time (CCT) perlu diketahui batas area kestabilan sistem tenaga listrik tersebut. Dengan didapatkannya nilai CUEP pada sub bab sebelumnya, maka fungsi energi pada batas kestabilan dapat dicari. Berikut fungsi energi batas kestabilan untuk setiap titik gangguan: Tabel 5 Nilai fungsi energi (pu) pada batas kestabilan Titik Gangguan Fungsi Energi Titik Gangguan Fungsi Energi Titik A 4.7269 Titik F 5.2145 Titik B 4.9356 Titik G 6.3733 Titik C 7.1976 Titik H 6.7973 Titik D 7.0083 Titik I 2.5400 Titik E 7.0982 Titik J 3.1970
Dengan didapatkannya nilai fungsi energi batas kestabilan sistem tersebut maka waktu pemutus kritis dapat dicari dengan menemukan titik perpotongan antara nilai fungsi energi saat gangguan terjadi dengan nilai fungsi energi batas kestabilan sistem. Grafik perpotongan antara fungsi energi dari on-fault rajectory dengan energi kritis sistem dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 10. Nilai fungsi energi untuk setiap titik gangguan
Pada gambar 10 didapatkan grafik fungsi energi saat gangguan terjadi, dimana fungsi untuk setiap titik gangguan berbeda-beda. Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai energi ketika gangguan sedang terjadi cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan energi kinetik, energi potensial dan energi magnetik akan terus meningkat selama gangguan masih terjadi pada sistem tenaga listrik tersebut. C. Mencari Controlling Unstable Equilibrium Point Nilai Controlling Unstable Equilibrium Point (CUEP) seperti yang dijalaskan pada bagian 2.4 dibutuhkan untuk mendapatkan batas area kestabilan. Nilai CUEP yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.
Gambar 11. Nilai critical clearing time Critical Clearing Time (CCT) Berikut hasil perhitungan pada beban linier dan nonlinier : Tabel 6 Nilai CCT pada beban linier dan non-linier Titik Gangguan Beban Linier (s) Beban Non-Linier (s) Titik A 0.8058 0.8093 Titik B 0.8127 0.8153
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Titik C Titik D Titik E Titik F Titik G Titik H Titik I Titik J
0.7320 0.7250 0.7300 1.1359 0.8223 0.8247 0.9124 0.9523
0.7327 0.7267 0.7304 1.1373 0.8244 0.8277 0.9198 0.9592
Pada hasil perhitungan Critical Clearing Time (CCT) seperti terlihat pada tabel di atas terlihat perbedaan antara beban linier dan beban non-linier sebesar 0.001 hingga 0.007 detik. Sedangkan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk running program setiap gangguan yaitu 0.05794 detik. V.KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil yang didapatkan dari simulasi serta pembahasan dapat disimpulakan bahwa: 1. Metode Controlling Ustable Equilibrium Point (CUEP) dengan memanfaatkan energy function dapat digunakan untuk menentukan Critical Clearing Time (CCT) dalam analisa kestabilan transien. 2. Metode Controlling Ustable Equilibrium Point (CUEP) dengan memanfaatkan energy function mampu memberikan nilai Critical Clearing Time (CCT) secara langsung dan membutuhkan waktu yang relatif cepat yaitu rata-rata 0.05794 detik untuk setiap titik gangguan. 3. Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) dengan memperhitungkan beban dinamis menghasilkan nilai yang berbeda yaitu berkisar 0.001 hingga 0.007 detik dibandingkan dengan menganggap semua beban statis. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5] [6]
[7] [8]
IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, “Definition and Classification of Power System Stability,” IEEE Transaction on Power System, Vol.19, No.2, (2004,May). Chiang, H.D, Chu, C.C dan Cauley, G, “Direct Stability Analysis of Electric Power System Using Energy Functions:Theory, Applications, and Perspective”, Proc. of The IEEE, Vol.83, No.11, (1995,Nov). Athay,T, Podmore, R, dan Virmani, S, “ A Practical Method For The Direct Analysis Of Transient Stability”, IEEE Transaction on Power Apparatus and System, Vol. PAS-98, No. 2, (1979,Mar-Apr). Chiang, H.D, Wu, F.F, Varaiya, P.P, “A BCU Method for Direct Analysis of Power System Transient Stability”, IEEE Transaction on Power System, Vol.9, No.3, (1994,Aug), Chiang, H.D, “Direct Methods for Stability Analysis of Electric Power System”, John Wiley & Sons, Inc, Canada (2011), Chapter 8. Samanmit, U, Thawatchai, P, Chusanapiputt, S, dan Phoomvuthisarn, S, “An Application of Energy Function with Nonlinier Load Models for Calculation of Critical Fault Clearing Time”, IEEE, Singapura, (2004,Nov). Saadat, Hadi, “Power System Analysis (Second Edition)”, McGraw-Hill, NewYork (1999), Chapter 11, Appendix – A, Data For IEEE-30 Bus Test System.
6