PERGESERAN KONSUMSI PANGAN POKOK DARI NON BERAS MENJADI BERAS PADA RUMAH TANGGA MISKIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN NGARINGAN KABUPATEN GROBOGAN) Nurul Fitriana Buana Putri; Sugiharti Mulya H; Erlyna Wida R Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./ Fax.(0271) 637457 E-mail:
[email protected]. Telp. 085647520207 Abstract: This study is aimed to analyz the shift in staple food, to identify the factors that drive the shift of non-rice food consumption to rice, and to describe the diversification of staple foods in the District Ngaringan Grobogan Regency. The method used in this study is descriptive analytical method, case study method and survey techniques. The method of determination respondents used the purposive sampling. The data used are the primary and secondary data. The data collection methode used observation, interviews, written data and questionnaires. The data analysis method used interactive analysis of qualitative data which consists of data reduction, data presentation, and conclusions or verification. The conclusion of the study are: (1) There has been a shift in the consumption of non-rice staple food into rice on poor households in the District Ngaringan Grobogan Regency. (2) The Factors that supporting the shift of the consumption from non-rice staple food to rice is as much as 70 percent of respondents don’t have difficulty in obtaining income,100 percent ease of getting rice, 86,67 percent of respondents are not/not yet use yard, 36,66 percent less knowledge of diversification staple food and 40 percent of respondents considered the social value of rice. (3) The diversify of staple food in poor households are still not widely applied because of non-rice staple foods such as corn/maize and tubers only used as a snack. Keyword : shift consumption, rice, staple food, poor households Abstrak :Tujuan penelitian adalah mengetahui pergeseran konsumsi pangan pokok, mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong pergeseran konsumsi pangan non beras menjadi beras, dan mengetahui upaya rumah tangga miskin dalam melakukan diversifikasi pangan pokok di Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Metode dasar penelitian adalah metode deskriptif analitis, metode studi kasus dan teknik survey. Metode penentuan responden adalah metode purposive sampling. Data yang digunakan data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, pencatatan, dan kuesioner. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif secara interaktif yang terdiri dari reduksi data, sajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan (1) Telah terjadi pergeseran konsumsi pangan pokok dari non beras menjadi beras pada rumah tangga miskin di Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. (2) Faktor-faktor yang mendorong pergeseran konsumsi pangan pokok non beras menjadi beras adalah pendapatan yang cukup sebesar 70 persen, kemudahan dalam memperoleh pangan pokok beras sebesar 100 persen, pekarangan yang tidak dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan pokok non beras sebesar 86,67 persen, pengetahuan tentang diversifikasi pangan pokok yang sangat kurang dan kurang sebesar 36,66 persen dan 40 persen responden menganggap nilai sosial beras yang bergengsi. (3) Diversifikasi pangan pokok pada rumah tangga miskin belum banyak dilakukan karena pangan pokok non beras seperti jagung dan umbi-umbian hanya digunakan sebagai makanan selingan. Kata kunci: Pergeseran Konsumsi, Beras, Pangan Pokok, Rumah Tangga Miskin
PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu harus tersedia dalam jumlah yang cukup pada setiap waktu dan tempat serta dapat diakses (harganya terjangkau). Dengan kata lain, untuk negara berpenduduk besar maka swasembada pangan bukan hanya relevan dan logis tetapi wajib (Sumaryanto, 2009:93-108). Jumlah penduduk sebesar 237.641.326 jiwa pada tahun 2010 menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara dan terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hal tersebut berpengaruh pada kebutuhan pangan pokok di Indonesia yang juga sangat besar yaitu sekitar 33 juta ton beras per tahun. Menurut Almatsier (2004:281), makanan pokok yang digunakan di Indonesia adalah beras, jagung, umbi-umbian (terutama singkong dan ubi jalar), dan sagu. Penggunaan makanan pokok didasarkan atas ketersediaannya di daerah bersangkutan yang pada umumnya berasal dari hasil usahatani keluarga dan kemudian berkembang menjadi kebiasaan makan di daerah tersebut. Jenis bahan makanan pokok yang ditanam di suatu daerah banyak bergantung pada iklim dan keadaan tanah. Namun, secara berangsur berbagai jenis umbi-umbian (uwi, suweg, gadung, dan lain-lain), rimpang (ganyong, garut, dan lainlain), keladi, sorghum, dan beberapa jenis kacang-kacangan lokal (koro
benguk, koro pedang, dan sebagainya) semakin hilang dari lahan pertanian. Hal tersebut disebabkan karena memudarnya motivasi petani untuk mengusahakan sumber-sumber pangan alternatif beras. (Sumaryanto, 2009:98). Pola pangan pokok yang beragam sebetulnya sudah terjadi sejak dahulu, tetapi akibat terlalu dominan dan intensifnya kebijakan pemerintah di bidang perberasan secara berkelanjutan, mulai dari industri hulu sampai industri hilir mengakibatkan pergeseran pangan pokok dari pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian ke pangan pokok nasional yaitu beras (Ariani, 2010:65-73). Pergeseran konsumsi pangan pokok terjadi di semua daerah dan di semua kalangan masyarakat termasuk rumah tangga miskin. Rumah tangga miskin dengan pendapatan yang rendah akan menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi pangan. Dibawah ini merupakan data 5 Kabupaten/Kota dengan keluarga prasejahtera atau keluarga miskin tertinggi di Jawa Tengah.
Tabel 1. Keluarga Prasejahtera menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011 No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5
Kab. Grobogan Kab. Rembang Kab. Blora Kab. Demak Kab. Sragen
Jumlah Kepala Keluarga (KK) 421.082 185.863 261.774 319.269 271.006
Keluarga Prasejahtera Jumlah Presentase (%) 272.201 64,64 97.352 52,38 125.094 47,79 133.028 41,67 106.431 39,27
Sumber : BPS Jawa Tengah, 2012 Tabel 1. menunjukkan bahwa pada tahun 2011, Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten dengan jumlah keluarga prasejahtera tertinggi di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2011, kebutuhan konsumsi beras masyarakat Grobogan sekitar 215.000 ton per tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten Grobogan sebanyak 1.423.261 maka konsumsi beras per kapita per tahun di Kabupaten Grobogan adalah 151,06 kg. Konsumsi beras ini termasuk tinggi dan lebih tinggi dari konsumsi beras nasional yang sebesar 139 kg/kapita/tahun (BPS, 2011). Penelitian ini layak untuk dilaksanakan karena untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran pangan pokok pada rumah tangga miskin. Pergeseran konsumsi pangan pokok non beras menjadi beras menyebabkan konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat dan menjadi tertinggi di dunia. Apabila masyarakat Indonesia terus menerus mengkonsumsi beras maka ketahanan pangan akan sulit tercapai karena produksi beras Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan beras masyarakatnya. Selain itu, pangan pokok lokal menjadi tergantikan oleh beras. Namun,
adanya pergesaran pangan ini juga mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan maupun pengetahuan gizi pada rumah tangga miskin. METODE PENELITIAN Metode dasar pada penelitian adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis merupakan metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. Penelitian ini juga menggunakan studi kasus. Studi kasus adalah memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. (Surakhmad, 2004:143). Sedangkan teknik penelitian yang digunakan adalah teknik survey. Teknik survey adalah teknik penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Efendi, 2006:3). Penentuan lokasi secara purposive (sengaja) yaitu berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Lokasi penelitian adalah Kecamatan Ngaringan. Pertimbangan pengambilan lokasi di Kecamatan Ngaringan dikarenakan
kecamatan ini memiliki presentase mampu menjawab pertanyaan yang keluarga prasejahtera terbesar yaitu diajukan. 86,9 persen. Pemilihan desa Metode Analisis Data dilakukan dengan memilih desa Analisis data yang digunakan dalam yang presentase rumah tangga penelitian ini adalah analisis penerima raskin terbesar. Desa yang deskriptif. Aktivitas dalam analisis digunakan dalam penelitian adalah data kualitatif secara interaktif dan Desa Bandungsari dengan berlangsung secara terus menerus presentase rumah tangga miskin sampai tuntas, sehingga datanya penerima raskin sebesar 56,47 jenuh. Data dikatakan jenuh apabila persen. Metode penentuan sampel penambahan sampel atau responden respoden pada penelitian ini tidak memberikan informasi yang menggunakan metode purposive baru. Aktivitas dalam analisis data, sampling. Metode purposive yaitu data reduction, data display, sampling adalah teknik pengambilan dan conclusion drawing/verification sampel sumber data dengan (Sugiyono, 2011:246). pertimbangan tertentu sehingga akan HASIL DAN PEMBAHASAN memudahkan peneliti menjelajahi Karakteristik Rumah Tangga obyek/situasi sosial yang diteliti Miskin (Sugiyono, 2011:219). Populasi Karakteristik rumah tangga miskin merupakan penerima raskin merupakan gambaran umum sedangkan responden yang diambil responden di Kecamatan Ngaringan sebanyak 30 orang. Responden Kabupaten Grobogan. Dibawah ini ditentukan secara sengaja dengan merupakan karateristik rumah pertimbangan responden merupakan tangga miskin di Kecamatan penerima raskin (beras miskin) dan Ngaringan Kabupaten Grobogan Tabel 2. Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Ngaringan Tahun 2012 No. 1. 2. 3 4. 5.
Uraian Rata-Rata Umur Responden (Tahun) Rata-Rata Pendidikan Responden (Tahun) Rata-Rata Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Rata-Rata Jumlah Pendapatan (Rupiah)/Bulan Jenis Pekerjaan Pokok Responden (Presentase) a. Petani b. Berjualan c. Penjahit d. Buruh Tani e. Kuli Bangunan f. Pencari Gabah g. Pabrik h. Tidak Bekerja
Keterangan 51 5 3 653.700 46,67 6,67 3,33 23,33 10 3,33 3,33 3,33
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden adalah 51 tahun yang masih berada pada kisaran usia
produktif (15 tahun-64 tahun). Usia produktif akan mempengaruhi kinerja responden dalam melakukan pekerjaannya karena pada usia
produktif responden akan mampu pendapatan rumah tangga miskin bekerja dengan baik untuk yang ditetapkan oleh BPS (kurang memenuhi kebutuhan hidupnya dari Rp 600.000,00) dikarenakan terutama kebutuhan pangan. Rataada beberapa responden yang rata tingkat pendidikan responden mendapatkan kiriman dari anak adalah 5 tahun atau setara dengan mereka yang bekerja di luar kota. Sekolah Dasar (SD). Tingkat Rata-rata jenis pekerjaan pokok pendidikan yang rendah disebabkan pada rumah tangga miskin adalah karena keterbatasan biaya yang sebagai petani yaitu sebesar 46,67 dimiliki oleh responden. Tingkat persen. Responden yang bekerja pendidikan akan berpengaruh pada sebagai petani di Kecamatan terbatasnya jenis pekerjaan yang Ngaringan, ada yang mengelola dapat dilakukan dan inovasi yang lahannya sendiri dan ada yang akan dilakukan pada pekerjaannya. bekerja sebagai petani pesanggem Rata-rata jumlah anggota keluarga (Responden No.14, Bapak responden sebanyak 3 orang yaitu Suparman). ayah, ibu, dan satu anak. Jumlah Kondisi Pergeseran Konsumsi anggota keluarga akan berpengaruh Pangan Pokok pada Rumah pada jumlah pengeluaran untuk Tangga Miskin pangan maupun non pangan. Konsumsi pangan pokok pada Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga miskin yang biasanya keluarga maka pengeluaran juga berbasis pangan lokal sekarang akan semakin banyak. Rata-rata bergeser ke pangan pokok nasional jumlah pendapatan rumah tangga yaitu beras. Dibawah ini merupakan miskin di Kecamatan Ngaringan data konsumsi pangan pokok beras adalah Rp 653.700,00 per bulan. dan non beras di Kecamatan Rata-rata pendapatan tersebut lebih Ngaringan Kabupaten Grobogan tinggi dibandingkan kriteria Tabel 3. Kebiasaan Konsumsi Pangan Pokok di Kecamatan Ngaringan Tahun 2012 No. 1.
Konsumsi Pangan Pokok Sebelum terjadi pergeseran
Presentase
Alasan
3,33 96,67
menyukai beras dan mampu membeli beras sulit didapatkan, beras harganya lebih mahal dan banyak yang mengkonsumsi jagung
Sesudah terjadi pergeseran a. Beras
90
b.
10
beras mudah didapatkan, tersedia dalam jumlah banyak dan rasanya lebih enak, adanya kemajuan jaman dan jagung lebih sulit untuk diolah. sudah terbiasa sejak kecil dan harga jagung lebih murah.
a. b.
2.
Beras Non Beras
Non Beras
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa telah terjadi pergeseran konsumsi pangan pokok dari non beras menjadi beras pada
rumah tangga miskin di Kecamatan Ngaringan. Responden yang semula lebih banyak mengkonsumsi pangan pokok non beras bergeser menjadi
pangan pokok beras. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Ariani (2010 : 65-73) yaitu Pola konsumsi pangan pokok masyarakat di Indonesia telah bergeser dari pola beragam menjadi pola tunggal yaitu beras. Pola konsumsi tunggal beras terjadi pada semua tingkatan pendapatan, dari masyarakat miskin sampai masyarakat kaya. Adanya pergeseran konsumsi pangan pokok menjadi tunggal yaitu beras menyebabkan kebutuhan beras semakin meningkat. Sebanyak 96,67 persen responden dulunya mengkomnsumsi pangan pokok non beras. Pangan pokok non beras yang dikonsumsi berupa jagung, ganyong, dan singkong yang diolah menjadi nasi, olahan lain maupun dicampur dengan beras. Olahan pangan pokok non beras yang dikonsumsi adalah gaplek, tiwul, sledrek (beras yang dicampur singkong), dan gethuk. Responden mengkonsumsi pangan pokok non beras karena beras yang sulit didapatkan, dan mengkonsumsi pangan pokok non beras merupakan suatu kebiasaan di masyarakat. Beras sulit didapat karena pengetahuan petani tentang penanaman padi berumur pendek belum ada sehingga panen padi hanya sekali dalam setahun dan lebih banyak menanam jagung, teknologi pertanian belum maju sehingga belum mengenal pupuk anorganik maupun pestisida, petani kadang juga mengalami gagal panen, pengairan yang tidak memadai, dan beras harganya yang cukup mahal dibandingkan pangan pokok non beras sehingga menjadi barang mewah. Beras juga belum
banyak dijual di pasar maupun warung yang dekat dengan rumah. Sedangkan responden yang sejak dulu mengkonsumsi beras karena menganggap bahwa rasa beras lebih enak dibandingkan dengan pangan pokok lain sehingga mereka lebih menyukai beras dan sudah mampu membeli. Setelah terjadi pergeseran atau sekarang,responden mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok dikarenakan beras tersedia dalam jumlah yang banyak, mudah diperoleh dan memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan pangan pokok non beras. Beras mudah diperoleh di sekitar responden seperti di warung atau toko dan pasar terdekat bahkan pemerintah pun memberikan bantuan berupa beras dengan harga yang lebih murah (beras raskin). Selain itu, mengkonsumsi beras merupakan suatu kebiasaan masyarakat sekarang dan pengolahan beras menjadi pangan yang siap dimakan lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan jagung yang membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memproses menjadi nasi. Jenis beras yang dikonsumsi responden adalah beras jenis IR64, Ciherang dan Raskin dengan kualitas sedang sampai dengan baik. Semua responden mengkonsumsi raskin untuk pangan pokok. Pangan pokok non beras yang masih dikonsumsi berupa jagung putih. Cara mengkonsumsi jagung putih dengan dijadikan nasi jagung maupun dicampur dengan beras. Konsumsi jagung putih dilakukan secara bergantian atau selang-seling dengan beras karena responden tidak mempunyai cukup beras untuk
dikonsumsi setiap hari tetapi ada juga respoden yang setiap hari mengkonsumsi nasi jagung campur beras (Bapak Sukarso, responden no. 1). Responden yang masih mengkonsumsi jagung dengan alasan bahwa memang sejak kecil sudah mengkonsumsi jagung dan harganya lebih murah dibandingkan beras.
Pokok pada Rumah Tangga Miskin Adanya pergeseran konsumsi pangan pokok pada rumah tangga miskin didorong oleh beberapa faktor. Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong pergeseran konsumsi pangan pokok non beras menjadi beras pada rumah tangga miskin di Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan.
Faktor-Faktor Pendorong Pergeseran Konsumsi Pangan Tabel 4. Faktor-Faktor Pendorong Pergeseran Konsumsi Pangan Pokok Non Beras menjadi Beras di Kecamatan Ngaringan Tahun 2012 No. 1.
2. 3.
Faktor-Faktor Pendapatan Cukup
5.
Keterangan
70
pendapatan responden mencukupi untuk membeli beras pendapatan tidak mencukupi untuk membeli beras dan hanya membeli dengan jumlah terbatas Mudah memperoleh pangan pokok beras
Tidak Cukup
30
Kemudahan Cara Memperoleh Pemanfaatan Pekarangan Tidak atau belum memanfaatkan
100
Sudah memanfaatkan
4.
Presentase
Pengetahuan Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Nilai Sosial Beras Bergengsi Tidak bergengsi atau biasa saja
86,67
13,33
Tidak memanfaatkan pekarangan untuk menanam tanaman pangan pokok non beras Memanfaatkan pekarangan untuk menanam tanaman pangan pokok non beras
3,33 33,33 56,67 6,67
Pengetahuan tentang diversifikasi pangan
40 60
Menentukan nilai sosial beras pada responden
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong responden dalam melakukan pergeseran konsumsi pangan pokok non beras menjadi beras.
Pendapatan.Adanya peningkatan pendapatan mendorong responden untuk mengkonsumsi pangan pokok beras. Peningkatan pendapatan menyebabkan daya beli rumah tangga miskin semakin meningkat. Terdapat 70 persen responden memiliki pendapatan cukup, mereka mampu membeli beras sesuai
dengan kebutuhan rumah tangga meskipun dengan kualitas yang kurang baik dan harga yang murah. Selain itu kebutuhan beras rata-rata dipenuhi dari beras miskin sebanyak 51,87 persen sedangkan sisanya dipenuhi dari hasil pertaniannya maupun membeli di warung atau pasar. Hanya 30 persen responden yang pendapatannya tidak cukup dikarenakan penghasilan yang kurang dan kiriman yang terlambat dari anak. Kemudahan Memperoleh. Faktor yang mendorong pergeseran konsumsi pangan pokok non beras menjadi beras adalah adanya kemudahan dalam memperoleh beras dibandingkan pangan pokok non beras. Pangan pokok non beras seperti uwi, gembili dan ganyong sulit diperoleh karena masyarakat (petani) sudah jarang bahkan tidak ada lagi yang menanam. Pangan pokok non beras yang paling mudah diperoleh adalah jagung. Pemanfaatan Pekarangan. Pekarangan yang tidak dimanfaatkan mendorong terjadinya pergeseran konsumsi pangan pokok menjadi beras (pangan pokok satu jenis). Berdasarkan Tabel 4. 86,67 persen responden tidak atau belum memanfaatkan pekarangan. Hal tersebut disebabkan oleh tanah pekarangan yang sulit ditanami atau jika ditanami tanaman tidak hidup karena kondisi tanah yang kering dan berpasir sehingga ada juga yang hanya ditumbuhi sedikit rumput. Berdekatannya jarak antar rumah juga menjadi penyebabkan pekarangan tidak ditanami. Sedangkan responden yang
memanfaatkan pekarangan dengan cara ditanami maupun untuk memelihara ternak sapi. Pemanfaatan pekarangan oleh respon den dengan ditanami kacang koro, ketela, pisang, jeruk nipis, dan terong. Responden memanfaatkan pekarangan untuk mengurangi pengeluaran rumah tangga. Masyarakat di Desa Bandungsari yang masih memiliki pekarangan biasanya menanami dengan tanaman perdu sebagai pembatas rumah. Hal tersebut semakin mendorong terjadinya pergeseran konsumsi ke pangan pokok beras karena pekarangan tidak ditanami dengan tanaman pangan. Pengetahuan. Pengetahuan tentang gizi beras yang lebih tinggi dibandingkan pangan pokok non beras mendorong responden untuk mengkonsumsi pangan pokok beras. Berdasarkan Tabel 4. sebagian besar responden atau 56,67 persen responden memiliki pengetahuan tentang diversifikasi pangan yang cukup yaitu pengetahuan mengenai kandungan gizi terbatas pada 2 jenis pangan pokok, 2 jenis pangan pokok yang mereka ketahui adalah beras dan jagung. Pengetahuan mengenai diversifikasi pangan pokok terbatas pada 3 jenis pangan pokok, diversifikasi pangan pokok yang diketahui responden adalah ganyong, singkong, dan ubi. Pengetahuan mengenai diversifikasi pangan pokok olahan terbatas pada 3 macam. Pengetahuan responden tentang olahan pangan pokok adalah ketela atau singkong yang dibuat gaplek, tiwul, dan gethuk. Pengetahuan tentang diversifikasi pangan yang cukup berpotensi untuk
melakukan diversifikasi pangan, tetapi kebijakan pemerintah dan pengetahuan tentang gizi beras yang lebih tinggi mendorong responden untuk tetap mengkonsumsi beras.
menganggap bahwa beras memiliki nilai sosial beras yang tinggi. Diversifikasi Pangan Pokok pada Rumah Tangga Miskin Diversifikasi konsumsi pangan pokok adalah penganekaragaman Nilai Sosial Beras. Nilai sosial beras konsumsi pangan pokok yang dapat mencerminkan pandangan berbasis pada pangan pokok lokal responden terhadap beras. Nilai sehingga dapat mengurangi sosial beras dapat bergengsi atau kerawanan pangan yang mungkin dinilai lebih prestise dibandingkan terjadi pada rumah tangga miskin. pangan pokok lain dan dapat juga Dibawah ini merupakan dinilai tidak bergengsi atau biasa diversifikasi pangan pokok rumah saja. Sebanyak 40 persen responden tangga miskin di Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan Tabel 5. Diversifikasi Pangan Pokok Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Ngaringan Tahun 2012 No. 1.
Faktor-Faktor Konsumsi Jagung
Presentase 10
2.
Konsumsi Umbi-umbian
23,3
3.
Pengganti Beras Jika Beras Tidak Ada Jagung Ketela Jagung/Ketela Jagung/Mi Instan Mi Instan Makan seadanya/ tidak makan
100
Keterangan Mengkonsumsi jagung putih dibuat nasi jagung atau dicampur dengan beras selain mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok Mengkonsumsi ketela rambat atau singkong tetapi hanya untuk makanan selingan selain mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok Pangan pokok yang dapat menggantikan beras apabila beras tidak ada
60 3,33 6,67 3,33 16,67 10
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 5. dapat dijelaskan bahwa : (1) Responden yang masih mengkonsumsi jagung selain mengkonsumsi beras sebanyak 10 persen. Apabila tidak ada beras, sebanyak 60 persen responden juga memilih jagung sebagai pangan pokok pengganti beras. Jenis jagung yang dikonsumsi untuk pangan pokok adalah jagung putih tetapi jika untuk direbus atau untuk makanan selingan saja menggunakan jagung kuning, (2) Responden yang masih mengkonsumsi umbi-umbian selain
mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok adalah 23,3 persen. Jenis umbi-umbian yang masih dikonsumsi adalah ketela rambat dan singkong tetapi tidak digunakan sebagai pangan pokok hanya digunakan untuk makanan selingan, (3) Apabila tidak ada beras responden akan memilih untuk mengkonsmsi jagung, ketela, dan mi instan sebagai pangan pokok. Namun ada juga respoden yang menjawab makan seadanya atau bahkan tidak makan apabila tidak ada beras sebesar 10 persen. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian dari Ariani (2010:65-73) yaitu bukti empiris menunjukkan beras telah menjadi pangan pokok utama dan cenderung tunggal di berbagai propinsi termasuk propinsi yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok sagu, jagung, atau umbi-umbian. Pangan lokal telah ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih ke pangan nasional berupa beras bahkan ke mi instan. Diversifikasi pangan dilakukan dengan tujuan agar masyarakat mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi, dan berimbang. Namun, diversifikasi pangan pokok lebih ditujukan agar konsumsi beras masyarakat dapat berkurang. Diversifikasi pangan pokok yang dilakukan berbasis pada potensi lokal sehingga ketahanan pangan dapat tercapai. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian adalah telah terjadi pergeseran konsumsi pangan pokok dari non beras menjadi beras pada rumah tangga miskin di Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan, faktor-faktor yang mendorong pergeseran konsumsi pangan pokok non beras menjadi beras adalah pendapatan yang cukup sebesar 70 persen, kemudahan dalam memperoleh pangan pokok beras sebesar 100 persen, pekarangan yang tidak dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan pokok non beras sebesar 86,67 persen, pengetahuan tentang diversifikasi pangan pokok yang sangat kurang dan kurang sebesar 36,66 persen dan 40 persen responden menganggap nilai sosial
beras yang bergengsi, dan diversifikasi konsumsi pangan pokok yang dilakukan pada rumah tangga miskin adalah mengkonsumsi pangan pokok jagung sebagai pengganti pangan pokok beras dan umbi-umbian yang digunakan sebagai makanan selingan. Saran Sebaiknya dilakukan penyuluhan sampai ke tingkat desa tentang diversifikasi pangan pokok yang berbasis pada potensi lokal karena Kecamatan Ngaringan mempunyai potensi berbagai pangan pokok non beras terutama jagung seperti memberikan bantuan alat-alat pengolahan yang memudahkan dalam mengolah jagung menjadi beras jagung sehingga dapat dilakukan program SARGUNG (Sarapan Jagung), Sebaiknya pemerintah memberikan pengetahuan dan pelatihan tentang berbagai cara mengolah pangan pokok non beras yang mudah, bervariasi, dan bergizi kepada ibuibu rumah tangga melalui Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) atau dawis sehingga mereka mudah untuk mengaplikasikannya seperti mengolah singkong menjadi cake atau mi dan mengolah ubi jalar menjadi egg roll, dan sebaiknya perangkat desa dan masyarakat bersama-sama kembali memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman pangan pokok non beras seperti ubi kayu (singkong) dan ubi jalar DAFTAR PUSTAKA Ariani, Mewa. 2010. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada
Beras. Prosiding Pekan Serealia Nasional ISBN : 978979-8940-29-3. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. hal 65-73 BPS. 2011. Konsumsi Beras. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2012. BPS. 2011. Kabupaten Grobogan dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan. BPS. 2012. Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2012. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2012. Kecamatan Ngaringan. 2012. Data RTM Penerima Raskin Tahun 2012. Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 2006. Metode Penelitian Survai. Pustaka LP3ES. Jakarta Barat. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung Sumaryanto. 2009. Diversifikasi sebagai Salah satu Pilar Ketahanan Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 27 (2):93-108. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Surakhmad, Winarno. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. PT. Tarsito. Bandung. Widowati, Sri. 2011. Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Ubi Jalar. Majalah Pangan Vol.20(1):49-61. Divisi Research dan Development BULOG. Jakarta Selatan.