1
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PENGHASIL BERAS ORGANIK (Kasus di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya)
1
Hepi Hapsari1, Endah Djuwendah1, Eliana Wulandari1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected]
Abstrak. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat perlu diimbangi dengan kualitas dan kuantitas bahan pangan pokok, setidaknya sama dengan laju pertumbuhan penduduk. Tuntutan ini mendorong munculnya sistem pertanian produktif yang berkelanjutan, dan ramah lingkungan seperti pertanian organik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan rumahtangga petani penghasil beras organik, dan untuk mengidentifikasi penguasaan lahan dalam mendukung ketahanan pangan rumahtangga petani. Metode penelitian desain kuantitatif dengan teknik survey cross sectional. Responden penelitian adalah rumahtangga petani penghasil beras organik yang tergabung dalam Kelompok Tani Jembar Karya dan Jembar II, Desa Margahayu, Kec. Manonjaya, Kab. Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (85,2 %) responden tergolong tahan pangan dan tidak miskin dengan rata-rata pendapatan Rp 462.500,- per kapita per bulan. Faktor-faktor determinan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah pendapatan, pengetahuan usahatani organik, produktivitas lahan, penguasaan lahan dan pengolahan limbah. Agar terpenuhi kebutuhan hidup minimal, maka luas penguasaan lahan tiap rumahtangga petani sekitar 9.492 m2. Agar terpenuhi kecukupan energi, maka luas penguasaan lahan tiap rumahtangga 1.740 m 2. Luas penguasaan lahan di tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan beras, dengan asumsi seluruh penduduk hanya mengkonsumsi beras yang dihasilkan wilayah setempat. Kata kunci : ketahanan pangan, petani, beras organik PENDAHULUAN Pertambahan penduduk yang melaju dengan cepat perlu diimbangi dengan kualitas dan kuantitas makanan sebagai bahan pokok, paling tidak sama dengan laju pertumbuhan penduduk. Tuntutan ini mendorong munculnya system pertanian modern yang memiliki ciri-ciri ketergantungan yang tinggi pada : (1) pupuk sintetis; (2) bahan kimia sintetis untuk pengendali hama, penyakit dan gulma; dan (3) varietas unggul untuk tanaman monokultur. Sistem pertanian modern tersebut memang terbukti ampuh dalam menjawab tantang tersebut.
Menurut FAO (1989) dalam Sutanto (2002),
penggunaan pupuk yang sepadan dan seimbang di Negara-negara yang sedang berkembang dapat meningkatkan hasil pangan 50 – 60 persen, bahkan pengamat pertanian dunia mengemukakan bahwa kenaikan produksi pangan dunia sejalan dengan penggunaan pupuk kimia.
2
Melihat kondisi tersebut, salah satu ancaman yang besar terhadap kualitas dan kuantitas pertanian adalah hilangnya kesuburan tanah karena cara-cara bertani yang tidak memperhatikan kesehatan lingkungan. Untuk itu diperlukan system pertanian yang sesuai dengan asas-asas lingkungan sehingga dapat menjamin kesehatan lingkungan dan berkelanjutan dalam pemanfaatn sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang. Ciri utama pertanian berkelanjutan yang berawwasan lingkungan adalah : (1) mampu meningkatkan hasil pertanian dan menjamin kebutuhan masyarakat; (2) mampu menghasilkan gizi dengan kualitas yang tinggi dengan minimalisasi bahan kimia yang membahayakan bagi yang mengkonsumsinya; dan (3) tidak mengurangi dan merusak terhadap kesuburan lahan pertanian, termasuk di dalamnya tidak menimbulkan erosi tanah (Saepurrohman, 2005). Salah satu tawaran solusi untuk menciptakan sistem pertanian yang ramah lingkungan adalah pertanian organik. Dengan biaya produksi yang menurun dan hasil yang cenderung meningkat maka petani organik memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatannya sehingga akses petani terhadap pangan juga meningkat. Jika dilihat definisi ketahanan pangan menurut Undang-undang No.7 tahun 1996, akses terhadap pangan sangat penting bagi rumah tangga petani karena hal itu diperlukan agar dapat hidup secara produktif dan sehat Penduduk Indonesia demikian tergantung pada beras, sedikit saja terjadi gangguan pasokan, harga jual beras meningkat. Pemerintah sangat berkeinginan untuk berswasembada beras. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil, pada tahun 1985, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Namun, untuk meningkatkan produksi hingga tercapai swasembada beras tersebut segala daya upaya ditempuh oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan intensifikasi pertanian di seluruh Indonesia.Para petani di Tasikmalaya pun hingga saat ini masih menerapkan kebijakan tersebut. Teknik bercocok tanam tradisional yang ramah lingkungan benar-benar ditinggalkan dan digantikan dengan cara bertani modern dengan penggunaan pupuk dan pestisida sintetis yang ternyata berdampak buruk terhadap kesuburan tanah. Menyadari hal tersebut, pada tahun 2002, Ketua Gapoktan Simpatik Tasikmalaya mencoba menerapkan cara bertani padi secara organik.
Namun demikian permasalahannya
adalah penguasaan lahan oleh petani tidak memadai. Rumah tangga petani di Kabupaten Tasikmalaya hanya menguasai lahan rata-rata 0,34 ha (BPS, 2010).
3
Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis tingkat ketahan pangan rumah tangga petani penghasil beras organik dan mengidentifikasi penguasaan lahan dalam mendukung ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk semakin meningkatkan ketahanan pangan petani dan semangat mengembangkan budaya pertanian organik.
METODE PENELITIAN Metode penelitian menggunakan desain kuantitatif dengan teknik survey cross sectional. Populasi penelitian adalah rumahtangga petani penghasil beras organik yang tergabung dalam Kelompok Tani Jembar Karya dan Jembar II Desa Margahayu, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Sampel dipilih secara acak dengan ukuran 30 rumahtangga dengan pertimbangan agar nilai-nilai terdistribusi normal. Data diolah menggunakan SPSS 11.5 dan SAS for Windows. Untuk melihat hubungan antar variabel digunakan analisis korelasi dan untuk menentukan faktorfaktor determinan dari variabel-variabel bebas yang memperoleh ketahanan pangan digunakan analisis regresi linear berganda. Persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = β0+ β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4+ β5 X5+ β6 X6+ β7 X7+ β8 X8+ β9 X9+ β10 X10+E
Y Β X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 E
= peubah tidak bebas (ketahanan pangan yang diukur berdasarkan Tingkat kecukupan Energi. = koefisien regresi = peubah bebas pertama (penguasaan lahan) = peubah bebas kedua (modal kerja) = peubah bebas ketiga (kerjasama) = peubah bebas keempat (pendidikan formal kepala keluarga) = peubah bebas kelima (pendidikan non formal kepala keluarga) = peubah bebas keenam (tujuan penerapan pertanian organik) = peubah bebas ketujuh (pengelolaan limbah) = peubah bebas kedelapan (pengetahuan bertani secara organik) = peubah bebas kesembilan (produktivitas beras organik) = peubah bebas kesepuluh (pendapatan) = galat
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji regresi : Y = 46,870 + 2,7E-0,5X1 + 0,146X2 +0,103X3 + 1,963X4 + 5,794X5 + 2,173X6 Tabel 1. Sebaran rumah tangga menurut kategori peubah yang menentukan Ketahanan pangan (UNICEF 1997; Yambi & Kavishe 2002) Peubah Penguasaan lahan Gurem ( < 0,5 ha, dengan rasio luas/anggota rumah tangga 0,0014 – 0,125) Menengah ( 0,5 – 0,9 ha, dengan rasio luas/anggota rumah tangga 0,125 – 0,175) Total Modal kerja Rendah (Rp.6.003.000,00 – Rp.7.975.066,00) Sedang (Rp.7.975.067,00 – Rp.9.948.332,00) Tinggi (Rp.9.948.333,00 – Rp.11.921.000,00) Total Kerjasama Pasif (nilai 1) Agak aktif (nilai 2) Aktif (nilai 3) Total Pendidikan formal kepala keluarga Tidak sekolah SD Total Pendidikan non formal kepala keluarga Tidak pernah (nilai 1) Pernah sedang (nilai 2) Pernah baik (nilai 3) Total Tujuan penerapan pertanian organik Tidak berkelanjutan (nilai 3,0 – 4,9) Kurang berkelanjutan (nilai 5,0 – 6,9) Berkelanjutan (nilai 7,0 – 9,0) Total Pengelolaan limbah Kurang menyokong pertanian organik (nilai 3,0 – 4,9) Menyokong pertanian organik (nilai 5,0 – 6,9) Sangat menyokong pertanian organik (nilai 7,0 – 9,0) Total Pengetahuan bertani secara organik Rendah (nilai < 60 )
n
%
59
96,7
2 61
3,3 100,0
44 9 8 61
72,1 14,8 13,1 100,0
7 35 19 61
11,5 57,4 31,1 100,0
23 38 61
37,7 62,3 100,0
9 36 16 61
14,8 59,0 26,2 100,0
6 31 24 61
9,8 39,3 50,9 100,0
7
11,5
37
60,7
17 61
27,9 100,0
9
14,8
5
Sedang (nilai 60 – 80) Tinggi (Nilai > 80) Total
32 20 61
52,5 32,8 100,0
Total
8 6 49 61
9,8 9,8 80,3 100,0
9 52
14,8 85,2
Total
61
100,0
Total
9 17 35 61
14,8 27,9 57,4 100,0
Produktivitas beras organik Rendah (30.00 – 49,62 kw/Ha/th) Sedang ( 49,63 – 69,25 kw/Ha/th) Tinggi (69,26 – 88,89 kw/Ha/th) Pendapatan Miskin (< Rp.300.000,00/kapita/bulan Tidak miskin ( > Rp.300.000,00/kapita/bulan
Tingkat Kecukupan Energi (TKE) < 70% (tidak tahan pangan) 70 – 90% (tahan pangan) > 90% (tahan pangan)
Sebagian besar (85,2 %) rumahtangga petani tergolong tidak miskin dan tahan pangan. Uji regresi menunjukkan bahwa ketahanan pangan dipengaruhi positif sangat nyata oleh penguasaan bertani organik, produktivitas beras organik, penguasaan lahan, tujuan bertani organik dan pengolahan limbah. Semakin banyak pengolahan limbah untuk pupuk organik tersedia, semakin besar produktivitas beras dan semakin tinggi ketahanan pangan rumahtangga. Rumahtangga yang tidak tahan pangan, menguasai lahan lebih kecil daripada rumahtangga yang tahan pangan. Karena lahannya sempit maka sember pangan dan pendapatan juga rendah. Rumahtangga ini harus mencari sumber pendapatan tambahan untuk meningkatkan ketahanan pangannya. Tabel 2. Keragaan rumah tangga petani berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata. Peubah
Rata-rata
SD
Min
Max
462.374
160.843
127.600
660.675
7.453.656
1.749.247
6.003.000
11.921.000
10.992.861
1.883.810
4.500.000
13.333.500
-/B/C ratio
1,54
0,40
0,51
2,20
Pengetahuan usahatani organik (nilai)
76,74
9,04
59
89
Pendapatan (Rp/kapita/bulan) - Biaya usahatani (Rp/Ha/musim tanam) - Hasil penjualan beras (Rp/Ha/musim tanam)
6
Produktivitas beras organik (ku/Ha/th) Produksi beras organik (ku/th) Tujuan penerapan pertanian Organik (nilai) Penguasaan lahan (Ha) Pengelolaan limbah (nilai)
Tabel 3.
73,29
12,56
30
88,89
18,25
8,75
4,50
40
2,30
0,64
1,00
3,00
0,244 2,16
0,106 0,61
0,125 1,00
0,525 3,00
Keragaan unsur-unsur penentu luas lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal Ideal
Unsur-unsur Rata-rata tangga 18,25
Produksi beras rumah (kwintal/tahun) Produksi beras rumah tangga (kwintal/Ha/tahun) Jumlah anggota keluarga (orang)
SD 8,75
Min 4,5
73,29
12,56
30
88,89
5,4 318
1,9 84
2 251
12 744
1.740
789
627
3.718
Penguasaan lahan per kapita (m2) Penguasaan lahan per rumah tangga (m2)
Tabel 4.
Max 40
Luas lahan (Ha) yang diperlukan keluarga untuk dapat memenuhi Kebutuhan hidup minimal menurut jumlah anggota rumah tangga
Klasifikasi jumlah Anggota rumah tangga Kecil 2-3 Sedang 4-5
Besar 6 – 12
2
Luas lahan yang diperlukan dengan rumus N x 0,17 Ha 0,34
3
0,51
4
0,68
5 6 7 8 9 10 11 12
0,85 1,02 1,19 1,36 1,53 1,70 1,87 2,04
Jumlah anggota rumah tangga (n)
7
Luas penguasaan lahan untuk memenhi kebutuhan hidup minimal diartikan sebagai penguasaan lahan oleh rumahtangga petani yang luasnya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal. Oleh karena kebutuhan hidup manusia tidak hanya makan, maka kebutuhan hidup minimal di sini sudah termasuk kebutuhan kehidupan lainnya. Untuk menghitung luas lahan yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan hidup minimal tersebut, diasumsikan bahwa seluruh hasil panen beras organik digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal, yaitu sebesar Rp 10.000,- per orang/hari menurut standar BPS atau US$ 1,00 perkapita per hari menurut standar Bank Dunia.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Rumah tangga petani penghasil beras organik yang termasuk tahan pangan sebesar 85,2 % dan yang tidak tahan pangan 14,8 %. 2. Faktor-faktor determinan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah pendapatan, pengetahuan bertani secara organik, produktivitas beras organik, tujuan penerapan ketentuan dalam pertanian organik, penguasaan lahan, dan pengelolaan limbah. 3. Agar rumah tangga petani penghasil beras organik terpenuhi kebutuhan: a. Hidup minimal maka luas lahan tiap anggota rumah tangga sekitar 1.735 m 2 dan tiap rumah tangga sekitar 9.492 m2. b. Rata-rata kecukupan energi maka luas penguasaan lahan tiap anggota rumah tangga sekitar 318 m2 dan tiap rumah tangga sekitar 1.740 m2. 4. Luas penguasaan lahan oleh rumah tangga petani penghasil beras organik yang tergolong tahan pangan, tidak mencukupi untuk memnuhi kebutuhan hidup manusia seutuhnya, mulai dari pangan, sandang, dan papan, sekali pun pada taraf minimal (dengan asumsi Rp 10.000,00 per kapita per hari) 5. Luas lahan sawah baik di tingkat Kecamatan Manonjaya, maupun di tingkat Kabupaten Tasikmalaya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan beras.
8
Saran Berdasarkan simpulan tersebut maka disarankan agar : 1) Pemberian subsidi lahan bagi petani miskin dengan memperhitungkan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, dengan dasar perhitungan 318 m 2 untuk tiap anggota rumah tangga; 2) Terjadinya defisit penguasaan lahan baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten, maka perlu dilakukan pengendalian alih fungsi lahan pertanian dari lahan pertanian yang tersisa ditetapkan sebagai lahan abadi.
DAFTAR PUSTAKA Andoko A. 2004. Budidaya Padi Secara Organik. Jakarta : Penebar Swadaya. Anonim. 2010. Laporan Tahunan dan Rencana Strategis. Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya. [FAO] Food Agriculture Organization. 2007. FAO Statistical Yearbook. Rome: FAO, The United Nation.. Manguniat IJ. 2005. Penentuan Sampel dalam : Masri Singarimbun, Effendi S, editor. Metode Penelitian Survey. Jakarta LP3ES. Hlm 171. Purwasasmita, M. 2012. Padi SRI Organik Indonesia. Jakarta : Penebar Swadaya. Rachman HPS, Ariani M. 2002. Ketahanan Pangan: Konsep, Pengukuran, dan Strategi. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol 20, No. 1, Juli 2002: 12-24. Sukandar D, Briawan D, Heryanto Y, Ariani M, Andrestian MD. 2001. Kajian Indikator Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga di Propinsi Jawa Tengah. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Sutanto R. 2012. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. UU RI No.7 th. 1996. Undang-undang Pangan. Jakarta: Sinar Grafika.