PERFORMA AYAM BROILER YANG MENDAPAT RANSUM BERSUPLEMEN Cr ORGANIK DAN DIPELIHARA PADA KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA
SKRIPSI ANGGI SUFI HAERUN NISA
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERFORMA AYAM BROILER YANG MENDAPAT RANSUM BERSUPLEMEN Cr ORGANIK DAN DIPELIHARA PADA KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA
ANGGI SUFI HAERUN NISA D24104053
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERFORMA AYAM BROILER YANG MENDAPAT RANSUM BERSUPLEMEN Cr ORGANIK DAN DIPELIHARA PADA KEPADATAN KANDANG YANG BERBEDA
Oleh ANGGI SUFI HAERUN NISA D24104053
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 2 April 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. NIP. 131 284 834
Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. NIP. 131 624 182
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531
RINGKASAN ANGGI SUFI HAERUN NISA. D24104053. Performa Ayam Broiler yang Mendapat Ransum Bersuplemen Cr Organik dan Dipelihara pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Kandang memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi lingkungan yang dibutuhkan ayam. Salah satu persyaratan penting dalam pengelolaan kandang adalah menentukan tingkat kepadatan ayam. Kepadatan kandang yang tinggi dapat memberikan keuntungan maksimal dari luas lantai yang digunakan, disamping membatasi pergerakan ayam yang dapat menghamburkan energi. Ayam yang berada dalam kondisi kandang yang padat cenderung mengalami penurunan pertumbuhan, konsumsi pakan dan kualitas karkas serta mudah mengalami cekaman. Kromium (Cr) diketahui dapat meningkatkan toleransi ayam terhadap stres, karena dapat memacu metabolisme karbohidrat melalui peningkatkan asupan glukosa ke dalam sel. Suplementasi Cr ke dalam pakan akan lebih menguntungkan apabila diberikan dalam bentuk komplek organik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji suplementasi Cr-organik dalam ransum terhadap performa ayam broiler yang dipelihara pada kepadatan kandang yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2007 bertempat di Laboratorium Nutrisi Perah, Laboratorium Lapang C Nutrisi Unggas dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan 210 ekor DOC (day old chicks) ayam broiler strain Ross. Ayam dipelihara selama lima minggu dalam 18 petak kandang sistem litter beralaskan sekam padi dengan ukuran 1m x 1m. Perlakuan dialokasikan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3 × 2), dengan tiga ulangan setiap perlakuannya. Penelitian ini mempelajari interaksi antara suplementasi Cr organik dengan kepadatan kandang. Perlakuan terdiri dari faktor ransum tanpa Cr dan dengan Cr 2 ppm, serta faktor kepadatan kandang yaitu 10, 12 dan 14 ekor /m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 ppm Cr organik dalam ransum meningkatkan (P<0,01) bobot badan dan pertambahan bobot badan serta memperbaiki konversi ransum (P<0,05) selama periode starter. Kepadatan kandang yang tinggi menurunkan (P<0,01) bobot badan dan pertambahan bobot badan baik selama periode starter maupun secara kumulatif, tetapi menurunkan (P<0,01) konsumsi ransum dan memperbaiki konversi pakan (P<0,05) pada periode grower. Tidak terjadi interaksi antara perlakuan terhadap konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu suplementasi Cr organik mampu meningkatkan bobot badan, pertambahan bobot badan, menurunkan konversi ransum dan mortalitas pada periode starter. Pengaruh positif dari suplementasi Cr organik terhadap performan broiler belum mampu untuk mengeliminasi pengaruh buruk dari peningkatan kepadatan kandang. Kata-kata kunci : Broiler, Cr-organik, Kepadatan Kandang, Performa
ABSTRACT Performance of Broiler Chick Offered Ration Supplemented with Organic-Cr and Reared at Different Cage Density A. S. H. Nisa, T. Toharmat, and Sumiati The experiment was conducted to evaluate the effect of dietary organic-Cr supplementation on broiler performances reared at different levels of cage densities. The total of 210 day old chicks of Ross strain were used in the experiment. The chicks were kept in a litter system for five weeks and offered a diet with or without Cr-organic at cage density level of 10, 12 or 14 chicks/m2. The treatments were allocated in a 2 x 3 factorial complete randomized design with 3 replications. The parameters observed were feed intake, body weight gain, final body weight, feed conversion and mortality. The data obtained were analyzed with the analysis of variance (ANOVA). The means were further compared using a contrast orthogonal. The results showed that 2 ppm Cr-organic supplementation increased (P<0.01) feed intake, increased body weight gain, and the feed conversion was significantly (P<0.05) improved at starter period. Cage density level of 12 and 14 chicks/m2 decreased (P<0.01) body weight and body weight gain at both starter and cumulative period. Cage density level of 12 chicks/m2 increased (P<0.05) the feed conversion at grower period. Cr-organic supplementation resulted in low mortality. Keywords: Broilers, Chromium Organic, Cage Density, Performances
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Anggi Sufi Haerun Nisa, dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1987 di Sumedang, Jawa Barat, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Harunnarasid dan Ibu Rd. Suskiarty. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Trisula Sumedang (1991-1992), Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1998 di MI Assalam Sumedang. Pendidikan Lanjutan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Sumedang dan Pendidikan Lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Sumedang. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI ) pada tahun 2004. Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dari tahun 2004-2008, seperti Omda Wapemala Sumedang dan Himasiter, selain itu penulis juga mengikuti kepanitiaan Feed Formulation Reguler & Training 2006 (Ms. Excel & Brill Formulation), Ketua Kepanitiaan Fieldtrip Himasiter 2007, Seminar Pakan Nasional 2007 serta Fieldtrip Nutrisi Angkatan 41. Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi Trainer Teknik Pencampuran Ransum Unggas dan Jerami Amoniasi pada Program Kegiatan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB tahun 2008 dan Asisten Praktikum pada mata kuliah Teknik Formulasi Ransum.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kuliah dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2007 bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas untuk pemeliharaan ayam broiler selama 5 minggu, Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah untuk produksi dan analisis proksimat Cr organik, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Performa Ayam Broiler yang Mendapat Ransum Bersuplemen Cr Organik dan Dipelihara pada Kepadatan Kandang yang Berbeda”. Penelitian ini merupakan bagian dari upaya pengembangan mineral organik pada Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan mendapat dukungan pembiayaan dari program Kegiatan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB tahun 2007. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, April 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobil`alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. sebagai Dosen Pembimbing Utama, dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing Anggota atas segala bimbingan, kemudahan, kesabaran untuk memberikan tuntunan, dan pengorbanan waktu serta pikirannya dari mulai penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Pilliang, M.Sc. dan Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Sc. yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Ir. Dwi Margi Suci, MS. sebagai Dosen Pembimbing Akademik terima kasih atas segala arahan, dukungan dan nasehatnya. Ucapan terimakasih yang
teramat
besar
kepada Ibu, Ayah, A’Acep,
A’Ilham, De Fahmi atas doa, dukungan moral, semangat serta kasih sayang selama ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabat-sahabat Penulis : Kenia, Dhika, Mitra, Zinuria, Dimar, teman-teman INTP’ 41, Tri Regina dan Feedlot yang telah menemani dalam suka maupun duka serta terima kasih atas jalinan persahabatan, persaudaraan diantara kita selama ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak atas kerjasamanya kepada Yusup, Julian, Keni, Mas Iwan, Mas Ilman, Bu Fauziah, Bu Lanjar, Adang yang telah membantu penulis selama penelitian di kandang. Sahabat-sahabat di Sumedang : Fani, Rianti, Irma, Sari terima kasih atas dukungan dan doanya. Seluruh staff dan karyawan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor terima kasih atas bantuannya kepada penulis. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu terimakasih semuanya.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN...................................................................................
Halaman ii
ABSTRACT......................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR.......................................................................
v
DAFTAR ISI.....................................................................................
vi
DAFTAR TABEL.............................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR........................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................
x
PENDAHULUAN.............................................................................
1
Latar Belakang........................................................................ Tujuan..................................................................................... Hipotesis..................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
3 3
Mineral Kromium................................................................... Sistem Pengangkutan dan Penyerapan Kromium.......... Hubungan Kromium dengan Stres................................. Suplementasi Cr dalam Pakan........................................ Ayam Broiler........................................................................... Stres pada Ayam Broiler......................................................... Kandang.................................................................................. Kepadatan Kandang................................................................ Pertumbuhan Ayam Broiler.................................................... Konsumsi Ransum.................................................................. Konversi Ransum.................................................................... Mortalitas................................................................................ METODE.......................................................................................... Waktu dan Tempat.................................................................. Materi...................................................................................... Ternak, Kandang, dan Peralatan..................................... Ransum........................................................................... Obat-obatan dan Vaksin................................................. Metode.................................................................................... Perlakuan........................................................................ Rancangan Percobaan.................................................... Peubah yang Diamati..................................................... Tahapan Pelaksanaan Percobaan............................................. Pembuatan Tepung Cr Organik...................................... Persiapan Kandang......................................................... Penanganan Anak Ayam................................................
4 5 5 6 6 7 7 8 10 10 10 12 12 12 12 12 14 14 14 14 14 15 15 17 17
HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................
19
Keadaan Lingkungan Lokasi Penelitian................................. Respon Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum...................... Respon Perlakuan terhadap Bobot Badan............................... Respon Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan......... Respon Perlakuan terhadap Konversi Ransum....................... Respon Interaksi Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler..................................................................................... Respon Perlakuan terhadap Mortalitas....................................
19 20 22 24 27 29
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
32 32
Kesimpulan............................................................................. Saran........................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH............................................................ DAFTAR PUSTAKA...................................................................... LAMPIRAN.....................................................................................
29
32 33 34 37
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Temperatur Udara Kandang...................................................................................
8
2.
Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu....................................................................................
10
3.
Respon Ayam Broiler terhadap Suhu Lingkungan..................
11
4.
Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Percobaan Ayam Broiler yang Dipelihara pada Kepadatan Kandang Berbeda...
13
5.
Kombinasi Perlakuan Suplementasi Cr organik dengan Kepadatan Kandang pada Ayam Broiler..................................
14
6.
Komposisi Kimia Tepung Suplemen Cr-organik yang digunakan dalam Penelitian.....................................................
16
7.
Rataan Suhu Kandang (oC) di Lokasi Penelitian Selama Lima Minggu Pemeliharaan...................................................
19
8.
Rataan Konsumsi Ransum (g/ekor) pada Periode Starter, Grower selama Lima Minggu Pemeliharaan...........................
20
9.
Rataan Bobot Badan Ayam Broiler pada Periode Starter, Grower selama Lima Minggu Pemeliharaan...........................
23
10.
Rataan Pertambahan Bobot Badan pada Periode Starter, Periode Grower serta selama Lima Minggu Pemeliharaan.....
25
11.
Rataan Konversi Ransum pada Periode Starter, Periode Grower serta selama Lima Minggu Pemeliharaan..................
27
12.
Data Mortalitas Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan...........................................................................
30
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Struktur Faktor Toleransi Glukosa (Linder, 1992)..................
3
2.
Proses Pembuatan Suplemen Cr-Organik................................
16
3.
Grafik Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler setiap Minggu selama Lima Minggu Pemeliharaan..........................
22
4.
Grafik Rataan Bobot Badan Ayam Broiler setiap Minggu selama Lima Minggu Pemeliharaan........................................
24
5.
Grafik Rataan Pertambahan Bobot Badan Mingguan Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan...........................
26
6.
Grafik Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler setiap Minggu selama Lima Minggu Pemeliharaan..........................
29
7.
Histogram Persentase Mortalitas Ayam Broiler selama Penelitian................................................................................
31
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Ayam Broiler Periode Starter.............................................................
38
2.
Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Ayam Broiler Periode Grower...........................................................
38
3.
Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan) ............
39
4.
Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter..................................................
39
5.
Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Bobot Badan Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan)
40
6.
Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter............................
40
7.
Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower......................................................................
41
8.
Anova RAL Faktorial Uji Kontras Orthogonal Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan).......................................................
41
9.
Sidik Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter......................................................................................
42
10.
Anova RAL Faktorial Uji Kontras Orthogonal Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower...................
42
11.
Sidik Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan) ......................................
43
12.
Tingkat Mortalitas Ayam Broiler selama 5 Minggu Pemeliharaan............................................................................
43
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk menghasilkan daging dan meningkatkan konsumsi protein bagi masyarakat. Ayam broiler tumbuh dengan cepat dan dapat dipanen dalam waktu yang singkat. Keunggulan genetik yang dimiliki ayam broiler dan pemberian ransum yang baik mampu menampilkan performa produksi yang maksimal. Selain faktor genetik dan pakan, lingkungan kandang mempunyai peran yang besar dalam menentukan performa broiler dan keuntungan yang diperoleh peternak. Kandang merupakan tempat pemeliharaan ayam yang memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi lingkungan yang dibutuhkan. Kandang berfungsi untuk menyediakan lingkungan fisik yang optimal bagi pertumbuhan, selain mempermudah sistem tatalaksana dalam pemeliharaan (Bell dan Weaver, 2002). Salah satu hal penting dalam pengelolaan kandang adalah menentukan tingkat kepadatan yang tepat. Kepadatan kandang pada pemeliharaan ayam broiler seringkali merupakan kompromi antara upaya menekan biaya kandang dan mendorong kemampuan ayam untuk menampilkan performa secara maksimal. Ayam yang berada dalam kondisi kandang yang padat dilihat dari performa yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan pertumbuhan, konsumsi pakan dan kualitas karkas yang dihasilkan. Secara fisiologis, ayam yang berada dalam kepadatan kandang yang tinggi akan mudah mengalami cekaman (stres) dibandingkan dengan ayam yang dipelihara dalam kandang dengan kepadatan yang rendah. Stres dapat menyebabkan berkurangnya pasokan glukosa ke dalam sel (Bestari, 2007). Secara alami, stres panas pada ayam dapat ditanggulangi dengan pemberian mineral. Mineral kromium (Cr) diketahui dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat melalui peningkatkan asupan glukosa ke dalam sel (Mertz, 1998). Mineral Cr merupakan komponen aktif dari GTF (glucose tolerance factor) dimana tanpa adanya Cr, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin. Unsur Cr dalam senyawa GTF memegang peranan penting dalam transpor glukosa, asam amino serta esensial dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Burton, 1995).
Suplementasi Cr ke dalam pakan akan lebih menguntungkan apabila diberikan dalam bentuk komplek organik dikarenakan tingkat penyerapannya tinggi sebesar 10-25 % (Pilliang dan Soewondo, 2006). Bentuk komplek anorganik tingkat penyerapannya rendah yaitu sebesar 1 % dan bersifat beracun (NRC, 1997).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Cr-organik dalam ransum terhadap performa ayam broiler yang dipelihara pada kepadatan kandang yang berbeda.
2
TINJAUAN PUSTAKA Mineral Kromium Kromium (Cr) dikenal merupakan mineral esensial untuk ternak sejak tahun 1959. Schwartz dan Mertz adalah orang pertama yang menemukan bahwa yeast mengandung suatu substansi yang mampu meningkatkan pengambilan glukosa dan meningkatkan potensi aktivitas insulin. Substansi ini kemudian diketahui sebagai faktor toleransi glukosa (glucosa tolerance factor, GTF) (Mertz, 1998). Unsur Cr dalam senyawa komplek yang disebut GTF terlibat dalam interaksi antara insulin dan sel reseptor yang memungkinkan banyak glukosa masuk ke dalam sel. Sel akan mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan untuk sintesis protein, pertumbuhan jaringan tubuh, pemeliharaan sel dan peningkatan fertilitas, meningkatkan imunitas dan pemulihan pasca stres, glikogenesis, lipogenesis, transpor dan pengambilan asam amino oleh sel, juga mempengaruhi sintesis asam nukleat dan memainkan peranan dalam ekspresi gen (Vincent dan Davis, 1997; NRC, 1997). Struktur GTF tersusun dari komplek antara Cr3+ dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam amino yang terkandung dalam glutation, yaitu glutamat, glisin dan sistein (Linder, 1992). Struktur GTF diperlihatkan pada Gambar 1. Unsur Cr merupakan komponen aktif di dalam struktur GTF, sehingga tanpa adanya Cr pada pusat atau intinya, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin (Burton, 1995).
Gambar 1. Struktur Faktor Toleransi Glukosa (Linder, 1992)
Cr mempunyai potensi penting dalam metabolisme karbohidrat, lipid, protein dan asam nukleat, karena itu Cr diduga mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan karbohidrat dan lipid sebagai sumber energi serta protein untuk pertumbuhan, sehingga mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan. Defisiensi Cr dapat menyebabkan hiperkolesterolemia, hiperglycemia dan glicosuria (Linder, 1992). Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mensintesis GTF. Sintesis GTF berlangsung oleh bakteri dalam usus halus atau dalam hati (Pilliang dan Soewondo, 2006). Hasil metabolisme protein yang diserap di usus dapat menghasilkan asam pikolinat atau nikotinat yang akan berikatan dengan Cr3+ dan 3 molekul glutation sehingga membentuk GTF (Linder, 1992). Beberapa bahan makanan yang mengandung Cr yaitu bir, organ hati, keju, daging sapi dan roti. Merica hitam juga mengandung Cr, namun sehubungan jumlah konsumsi yang sangat kecil dalam makanan, maka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Cr dalam tubuh (Pilliang dan Soewondo, 2006). Diantara logam pada golongan mikromineral, Cr merupakan logam yang bersifat paling kurang beracun. Hal tersebut dikarenakan : (a) kompleks Cr heksavalen segera diendapkan begitu mencapai usus halus dan hampir tidak diserap karena membentuk kompleks dengan bobot molekul besar (Groff dan Gropper, 2000) dan (b) akumulasi Cr dalam tubuh sangat jauh dibawah ambang bahaya karena homeostatis Cr bersifat negatif atau diatur dengan kurang baik dan cenderung menurun sejalan dengan peningkatan umur (Grevatt, 1998). Sistem Pengangkutan dan Penyerapan Kromium Linder (1992) melaporkan kemungkinan sistem pengangkutan Cr setelah diserap, Cr diangkut transferin atau protein pengangkut Fe (iron carrier protein) dari plasma darah. Namun demikian, belum diketahui apakah faktor toleransi glukosa yang diserap melalui usus akan masuk ke dalam darah tanpa perubahan bentuk atau juga terikat dengan transferin. Setelah melalui penyerapan di usus, hampir semua Cr masuk ke dalam hati dan akan digabungkan ke dalam faktor toleransi glukosa. Sejumlah faktor toleransi glukosa tertentu disekresi ke dalam plasma dan akan tersedia untuk membantu aktivitas insulin. Kadar gula darah yang meningkat, menyebabkan insulin akan disekresi dan peningkatan insulin akan meningkatkan aliran faktor toleransi glukosa atau Cr ke dalam plasma. Faktor toleransi glukosa 4
akan meningkatkan pengaruh insulin yang disekresi tersebut. Unsur Cr yang tidak digunakan lagi kemudian diekresikan melalui urin. Hubungan Kromium dengan Stres Kebutuhan Cr pada ternak yang mengalami stres akan meningkat. Selama kondisi stres terjadi peningkatan metabolisme glukosa secara cepat yang ditandai dengan meningkatnya sekresi hormon kortisol di darah. Kortisol memiliki aksi yang antagonistik dengan insulin karena keberadaannya mencegah masuknya glukosa ke dalam sel jaringan tubuh. Hormon kortisol yang meningkat pada saat stres menyebabkan glukosa yang masuk ke dalam sel menurun, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat yang disebut dengan hiperglycemia. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah yang merangsang mobilisasi Cr dari penyimpanannya di dalam tubuh. Unsur Cr yang telah di mobilisasi bersifat irreversible dan keluar melalui urine sehingga pada kondisi stres peluang terjadinya defisiensi Cr meningkat (Burton, 1995). Suplementasi Cr dalam Pakan Meskipun konsentrasi kromium dalam tubuh relatif kecil, toleransinya dalam pakan ternak cukup besar yaitu 3000 ppm dalam bentuk Cr2O3 dan 1000 ppm dalam bentuk CrCl3 (Pond et al., 1995). Efektifitas suplementasi kromium selain tergantung pada jenis ternak juga tergantung pada kondisi fisiologis dan bentuk kromium yang digunakan. Suplementasi Cr ke dalam pakan akan lebih menguntungkan apabila diberikan dalam bentuk komplek organik. Hal ini karena dalam bentuk an-organik, Cr bersifat racun terutama yang berbentuk heksavalen (Cr6+) walaupun tingkat penyerapannya di usus tinggi, sedangkan bentuk trivalen (Cr3+) yang tidak beracun sulit untuk diserap (Ohh et al., 2005). Suplementasi Cr anorganik memiliki beberapa kelemahan. Disamping sukar diserap karena kelarutannya rendah, bila Cr anorganik dalam bentuk garamnya terionisasi menjadi Cr3+ maka terjadi interaksi dengan mineral-mineral lain berbentuk ion baik secara sinergistik maupun antagonistik (NRC, 1997). Komplek Cr organik terdapat dalam bentuk Cr chelate, Cr proteinat (ragi) dan Cr pikolinat (Lindemann, 1996).
5
Suplementasi Cr dengan menggunakan kapang (yeast) pada level 300 dan 600 µg kg-1 dalam ransum ayam dapat memperbaiki performa ayam broiler dan berat karkas (Hossain et al., 1997). Sahin et al. (2002) menyatakan bahwa suplementasi Cr-pikolinat sampai level 1200 ppb dalam ransum dapat mengurangi efek yang buruk terhadap stres panas pada ayam broiler. Penelitian Toghyani et al. (2007) menyatakan bahwa suplementasi Cr-pikolinat dengan level 1500 ppb pada ayam broiler dapat memperbaiki respon imun dalam keadaan stres panas. Ayam Broiler Strain Ross merupakan bibit broiler yang dirancang untuk memuaskan konsumen yang menginginkan performa yang konsisten dan produk daging yang beraneka ragam. Strain ini adalah produk hasil riset dalam jangka waktu yang cukup lama dengan menggunakan teknologi modern. Keunggulan yang dimiliki oleh strain Ross adalah sehat dan kuat, tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, kualitas daging yang baik, efisiensi pakan yang tinggi dan dapat meminimalkan biaya produksi (Ross Breeders, 2007). Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan (Amrullah, 2004). Broiler dipasarkan pada bobot hidup antara 1,3-1,6 kg per ekor ayam dan dilakukan pada umur 5-6 minggu karena ayam broiler yang terlalu berat sulit dijual (Rasyaf, 2003). Pertumbuhan ayam broiler dimulai sejak menetas sampai umur 8 minggu, setelah itu pertumbuhan akan menurun (Bell dan Weaver, 2002). Stres pada Ayam Broiler Pertumbuhan industri unggas sebagian besar bergantung kepada kemampuan ayam-ayam yang tahan terhadap suatu cekaman (stres), sehingga makanan yang diberikan dapat digunakan untuk pertumbuhan dan menghasilkan daging dan telur. Salah satu keberhasilan peternakan unggas dilihat dari kemampuan ayam-ayam yang
6
dipeliharanya terhindar dari stres. Cekaman (stres) dalam segala bentuk selalu menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam peternakan ayam (Wahju, 2004). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa ayam broiler termasuk hewan homeothermis yakni suhu tubuhnya relatif konstan sekalipun suhu lingkungan berubah-ubah, sehingga tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya penimbunan panas tubuh yang mutlak harus dikeluarkan. Pada unggas termasuk ayam broiler, pengeluaran panas tubuh akan dibatasi karena adanya bulu serta tidak aktifnya kelenjar keringat. Akibat utama dari cekaman panas tersebut, dapat menurunkan konsumsi ransum yang tentunya akan diikuti dengan rendahnya produksi (Cooper dan Washburn, 1998). Ayam broiler pada umur 1-2 minggu memerlukan suhu 32-35 oC, sedangkan umur 3-6 minggu ayam broiler akan tumbuh dengan optimal pada suhu 20-27 oC (Kuczynski, 2002). Hasil penelitian May dan Lott (2001) menunjukan bahwa ayam broiler jantan pada umur 7 minggu dengan suhu 18 oC menghasilkan bobot badan lebih tinggi yaitu 3407 gram dibandingkan pada suhu 30 oC yakni 2714 gram. Wahju (2004) menyatakan bahwa beberapa penyebab stres pada ayam broiler adalah penyakit, defisiensi salah satu zat makanan, kandang terlalu padat, kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pemindahan kandang, pemotongan paruh dan lain-lain. Peningkatan kepadatan kandang dapat mempengaruhi bobot badan akhir dan efisiensi penggunaan makanan (Riley, 2000). Kandang Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa kandang berperan sangat penting dalam menciptakan kondisi iklim mikro yang diinginkan agar proses-proses fisiologis dapat berjalan sempurna. Peran tersebut diantaranya : (1) menciptakan suasana tetap segar pada musim panas, (2) menciptakan suasana tetap hangat pada keadaan musim dingin, (3) menurunkan kelembaban yang terlalu tinggi, (4) menurunkan kandungan amonia yang terlalu tinggi dan (5) memberikan aliran udara yang baik melalui dinding kandang. Kepadatan Kandang Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan kandang akan menyebabkan berkurangnya konsumsi ransum, menurunnya
7
pertumbuhan, menurunkan efisiensi makanan, meningkatkan mortalitas dan meningkatkan kanibalisme.
Kepadatan kandang yang tinggi sangat diutamakan
untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari luas lantai yang digunakan, disamping membatasi pergerakan ayam yang dapat menghamburkan energi. Hasil penelitian Kususiyah (1992) menyatakan bahwa konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, serta bobot badan akhir dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Pada kepadatan kandang 10 ekor/m2 memiliki tingkat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan kandang 13 ekor/m2 dan kepadatan kandang 16 ekor/m2. Menurutnya hal ini disebabkan oleh kondisi kandang tidak nyaman karena kandang yang semakin padat menyebabkan suhu dan kelembaban kandang yang semakin meningkat. Pengaruh kepadatan terhadap temperatur udara kandang dan performan ayam broiler disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Temperatur Udara Kandang Temperatur Udara Kandang (oC)
Kepadatan Kandang
Pagi (07.00)
Siang (13.00)
Sore (17.00)
10 ekor/m2
26,30
31,28
28,84
13 ekor/m2
26,39
31,43
29,13
16 ekor/m2
26,48
31,56
29,36
Sumber : Kususiyah (1992)
Pertumbuhan Ayam Broiler Pertumbuhan merupakan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan sel-sel individual, pertumbuhan tersebut meliputi peningkatan lemak tubuh total di jaringan lemak, peningkatan skeleton, peningkatan berat otot, peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam (Rose, 1997). Menurut Bell dan Weaver (2002), pertumbuhan ayam pedaging sangat cepat dan pertumbuhan dimulai sejak menetas sampai umur 8 minggu, kemudian kecepatan pertumbuhan akan menurun. Pertumbuhan erat kaitannya dengan konsumsi ransum. Amrullah (2004) menjelaskan bahwa temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan ayam dalam kondisi stres, yang lebih jauh berakibat pada menurunnya pertumbuhan karena konsumsi ransum menurun. Pada temperatur lingkungan yang tinggi, ayam akan
8
lebih banyak melakukan aktivitas panting yang akan mengurangi aktivitas makan. Penurunan konsumsi ransum ini tentu saja akan mempengaruhi pertumbuhan. Selain itu, pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh kandungan zat nutrisi ransum dan kondisi ternak. Pertambahan bobot badan ini akan menentukan bobot badan akhir yang dihasilkan. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jumlah waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan zat makanan lain (Wahju, 2004). Menurut Bell dan Weaver (2002), konsumsi pakan tiap ekor ternak berbeda, hal ini dipengaruhi oleh bobot badan, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam pakan dan suhu lingkungan. Wahju (2004) menyatakan bahwa faktor genetik juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Secara umum, konsumsi meningkat dengan peningkatan bobot badan ayam karena ayam berbobot badan besar mempunyai kemampuan menampung makanan lebih banyak. National Research Council (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum setiap ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot tubuh ayam, jenis kelamin, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi yaitu semakin tinggi energi ransum akan menurunkan konsumsi. Ransum yang tinggi kandungan energinya harus diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar ayam tidak mengalami defisiensi protein, vitamin dan mineral (Wahju, 2004). Suhu sangat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum. Sebagian besar ransum akan digunakan untuk hidup pokok. Konsumsi ransum akan mengalami penurunan pada temperatur tinggi, misalnya konsumsi ransum sebanyak 130 gram pada suhu 34oC sedangkan pada suhu 24°C terjadi peningkatan konsumsi menjadi 170 gram. Hal tersebut dikarenakan pada suhu 34 oC ayam dalam kondisi stres sehingga mengurangi konsumsi ransumnya untuk menurunkan suhu tubuh (Leeson dan Summers, 2000). Bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi ayam broiler strain Ross disajikan pada Tabel 2.
9
Tabel 2. Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu Umur (Minggu)
Bobot Badan (g/ekor)
1
173
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) 132
2
429
3
Konsumsi Pakan Kumulatif (g/ekor)
Konversi Pakan
151
0,87
256
485
1,13
823
394
1065
1,30
4
1334
511
1921
1,44
5
1919
585
3039
1,59
Sumber : Ross Breeders (2007)
Konversi Ransum Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Angka konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas (Amrullah, 2004). National Research Council (1994) menyatakan bahwa konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur. James (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, temperatur, feed additive yang digunakan dalam ransum dan manajemen yang dilakukan. Menurut Rasyaf (2003), harapan yang dikehendaki para peternak adalah pertumbuhan yang relatif cepat dengan makanan yang lebih sedikit, yaitu jumlah ransum yang digunakan mampu menunjang pertumbuhan yang cepat. Hal ini akan mencerminkan efisiensi penggunaan pakan yang baik. Apabila memperhatikan sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah. Akan tetapi, angka itu berbeda dari masa awal ke masa akhir karena pada masa akhir pertumbuhan ayam menjadi lambat atau mulai menurun setelah usia empat minggu, sedangkan ransumnya akan semakin bertambah. Mortalitas Menurut Bell dan Weaver (2002), mortalitas adalah angka kematian ayam yang terjadi dalam satu kelompok kandang. Tingkat mortalitas dapat dipengaruhi
10
oleh beberapa faktor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu lingkungan, sanitasi peralatan, kandang dan penyakit. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan
peternakan
ayam.
Angka
mortalitas
tersebut
merupakan
perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara. Menurut Bell dan Weaver (2002), pemeliharaan ayam broiler secara komersial dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat umur pada saat terjadi mortalitas juga menunjukkan tingkat persentase mortalitas yang berbeda. Ayam broiler umur 6-8 minggu memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi daripada ayam broiler umur 2-4 minggu. Pada periode grower suhu optimal bagi ayam broiler berkisar 26-28 oC. Perubahan angka dari kisaran normal (terlebih bila terjadi secara mendadak/ekstrim) dapat berakibat fatal bahkan menyebabkan kematian (Muryanto, 2004). Respon ayam broiler terhadap suhu lingkungan dapat dilihat pada Tabel 3. Usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit yang dilakukan secara teratur merupakan suatu cara untuk mengurangi tingkat kematian. Kajian pada ternak sapi menunjukkan bahwa suplementasi Cr pikolinat dapat menurunkan kondisi stres akibat suhu lingkungan yang tinggi sehingga konsumsi pakan dan bobot badan meningkat (Bestari, 2007). Tabel 3. Respon Ayam Broiler terhadap Suhu Lingkungan Temperatur (oC)
Respon pada Ayam Broiler
20-25
Tampak kedinginan / bergerombol
25-30
Kisaran suhu optimal
30-40
Tampak gelisah / panting / heat stress
40- ke atas
Terjadi kematian akibat heat stroke
Sumber : Muryanto (2004)
11
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2007 bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Lapang C Nutrisi Unggas, Laboratorium Nutrisi Unggas, Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak, Kandang dan Peralatan Penelitian ini menggunakan ayam broiler DOC strain Ross sebanyak 216 ekor dari Cibadak Farm yang dipelihara selama 5 minggu. Ternak dibagi menjadi enam perlakuan dan tiga ulangan. Kandang yang digunakan berupa kandang dengan sistem litter beralaskan sekam padi. Kandang terdiri dari 18 petak dengan ukuran 1m x 1m untuk 10, 12 dan 14 ekor ayam setiap kandang. Setiap petak kandang dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat air minum serta lampu pijar 60 watt sebagai pemanas buatan. Peralatan lainnya yang digunakan yaitu seng sebagai lingkar pembatas dan termometer untuk mengukur suhu kandang. Ransum Ransum yang digunakan pada penelitian ini disusun dari campuran bahan pakan yang diperoleh dari pabrik pakan Indofeed-Bogor dan terdiri dari jagung kuning, dedak padi, pollard, bungkil kedelai, tepung ikan, meat bone meal (MBM), CPO, CaCO3, DL-methionin, L-lysin, premix dan tepung Cr-organik. Ransum dibuat dalam bentuk crumble. Ransum periode starter disusun dengan kandungan protein 22%, energi metabolis 3050 kkal/kg, sedangkan ransum
periode grower disusun agar
mengandung protein 20% dan energi metabolis 3100 kkal/kg sesuai rekomendasi Leeson dan Summers (2005). Kandungan nutrien bahan pakan dalam perhitungan penyusunan ransum didasarkan pada hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB tahun 2007 serta NRC (1994). Susunan dan kandungan nutrien ransum percobaan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Susunan Bahan Pakan dan Kandungan Nutrien Ransum Percobaan Ayam Broiler yang Dipelihara pada Kepadatan Kandang Berbeda Periode Bahan Makanan
Starter (umur 0-3 minggu)
Grower (umur 4-5 minggu)
------------------------------(%)----------------------------Jagung
55,53
59,53
Dedak Padi
2
3
Pollard
3
2
Bungkil Kedelai
19
17
8,50
7,50
MBM
7
5,50
CPO
3,60
40
Crude Cr Organik
0,47
0,47
CaCO3
0,10
0,10
DL-methionin
0,20
0,20
L-lysin
0,10
0,10
Premix
0,40
0,40
NaCl
0,10
0,20
Jumlah
100
100
Tepung ikan
Kandungan Nutrien Berdasarkan Perhitungan : Energi Metabolis (kkal/kg)
3054
3104
Protein Kasar (%)
22,35
20,27
Serat Kasar (%)
2,15
2,21
Kalsium (%)
1,34
1,13
Phospor tersedia (%)
0,49
0,42
Lysin (%)
1,31
1,19
Methionin (%)
0,52
0,48
Methionin+Cystine (%)
0,73
0,8
Obat-obatan dan Vaksin Vita Stress dosis 1 gram/liter diberikan pada DOC setelah datang untuk mencegah stres. Vaksin ND I diberikan melalui tetes mata pada umur 3 hari dengan cara melarutkan 13
satu tablet kedalam larutan dapar dosis 500. Vaksin gumboro diberikan pada umur 10 hari dan vaksin ND II pada umur 21 hari melalui air minum sesuai dosis. Dosis untuk 300 ekor dilarutkan pada air minum sebanyak 3 liter. Setelah kurang lebih dua jam vaksin diganti dengan air minum. Sebelum vaksin, ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama dua jam, sedangkan pakan tetap diberikan. Metode Perlakuan Perlakuan terdiri atas faktor suplementasi Cr dan kepadatan kandang. Faktor suplementasi Cr terdiri dari ransum tanpa Cr (kontrol) dengan suplementasi Cr organik 2 ppm. Kepadatan kandang terdiri atas 10, 12 dan 14 ekor/ m2. Kombinasi perlakuan suplementasi Cr organik dengan kepadatan kandang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kombinasi Perlakuan Suplementasi Cr organik dengan Kepadatan Kandang pada Ayam Broiler Kepadatan kandang (ekor/m2)
Suplementasi Cr 10
12
14
0 (kontrol)
K10 Cr0
K12 Cr0
K14 Cr0
2 ppm
K10 Cr2
K12 Cr2
K14 Cr2
Rancangan Percobaan Perlakuan dalam penelitian ini dialokasikan pada Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3 × 2) dengan 3 ulangan, menggunakan model matematis: Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk
= Nilai pengamatan unit percobaan ke-i, dengan kepadatan kandang ke-j dan suplementasi Cr ke-k
μ
= Nilai rataan umum
αi
= Pengaruh kepadatan kandang
βj
= Pengaruh suplementasi Cr organik 2 ppm
(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan
εijk
= Pengaruh galat percobaan
14
Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance / ANOVA) dan untuk rataan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati 1. Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu). Konsumsi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dalam seminggu dikurangi sisa ransum pada akhir minggu tersebut selama penelitian. 2. Bobot badan (g/ekor).
Bobot badan akhir rata-rata diperoleh dari penimbangan pada
akhir minggu penelitian. 3. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu). Pertambahan bobot badan diukur setiap seminggu sekali selama penelitian, dengan menghitung selisih bobot badan rata-rata pada minggu terakhir dengan bobot badan rata-rata pada minggu sebelumnya.. 4. Konversi Ransum. Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah konsumsi ransum rata-rata dibagi dengan pertambahan bobot badan rata-rata tiap minggu selama penelitian. 5. Mortalitas (%). Angka mortalitas dihitung dari pembagian jumlah ayam yang mati selama penelitian dengan jumlah ayam awal dikalikan 100%. Tahapan Pelaksanaan Percobaan Tahapan persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan percobaan adalah pembuatan Cr-organik, persiapan kandang dan penanganan DOC. Pembuatan Tepung Cr-organik Suplemen yang digunakan dalam percobaan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum penyusunan ransum. Media dasar yang digunakan dalam memproduksi CrOrganik adalah kacang kedelai rebus yang telah difermentasi dengan menggunakan kapang Rhizopus sp. Proses pembuatan suplemen Cr-organik disajikan pada Gambar 2. Analisis yang dilakukan terhadap tepung Cr Organik adalah analisis proksimat dan analisis Energi Bruto. Komposisi kimia dari Cr-organik yang telah diolah menjadi tepung disajikan pada Tabel 6.
15
Disiapkan kacang kedelai fermentasi sebanyak 15 kg dengan kadar BK 35%
Ditambahkan larutan mineral Cr, sehingga campuran subtrat mengandung 1000 mg Cr/kg bahan kering
Proses fermentasi selama 6 hari
Kedelai fermentasi dipotong-potong kecil
Pengeringan hasil fermentasi di bawah sinar matahari selama tiga hari dengan intensitas cahaya selama 6 jam
Penggilingan Hasil Fermentasi
Tepung Cr Organik sebanyak 3 kg dengan kadar BK 83,65 %
Gambar 2. Proses Pembuatan Suplemen Cr-Organik Tabel 6. Komposisi Kimia Tepung Suplemen Cr-organik yang digunakan dalam Penelitian* Komponen Bahan Kering Abu Protein Kasar
Jumlah (%) 83,65 2,65 52,12
Serat Kasar
4,66
Lemak Kasar
8,49
Beta-N
15,75
Energi Bruto (kkal/kg)
4238
Keterangan: *Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB tahun 2008
16
Persiapan Kandang Sebelum anak ayam datang, terlebih dahulu seluruh bagian kandang dibersihkan dengan sapu dan disiram dengan air deterjen. Air deterjen ini berfungsi untuk melarutkan sisa-sisa kotoran kandang. Kandang diberi kapur dengan dosis 150 g/m2 dan diberi lingkar pembatas berdiameter 85 cm yang dipasang di tengah ruangan. Pengapuran kandang bertujuan untuk mengurangi kelembaban dan mencegah tumbuhnya jamur. Selanjutnya kandang disucihamakan dengan desinfektan Dextan dengan cara disemprotkan untuk membunuh bibit penyakit dan bakteri pathogen yang ada dalam kandang. Dosis desinfektan adalah sebanyak 1 sendok takar (10 ml) dalam 5 liter air. Kandang ditaburi sekam dengan ketebalan 5-7 cm kemudian pemasangan tirai di sekeliling kandang. Kandang yang sudah disucihamakan dibiarkan selama dua minggu sambil menunggu anak ayam datang. Peralatan kandang yang dipersiapkan sebelum anak ayam datang adalah tempat makan dan tempat air minum. Sebagai pemanas digunakan lampu pijar 60 watt yang dipasang pada setiap petak kandang. Pemanas digunakan hingga anak ayam berumur 0-2 minggu dengan cara menyalakan lampu pijar selama 24 jam. Pada periode ayam umur 35 minggu lampu pijar dinyalakan hanya pada malam hari. Penentuan kelompok ayam dan penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Penanganan Anak Ayam Anak ayam yang baru datang diberi minum air gula yang telah disiapkan selama dua jam pertama sebagai sumber energi untuk memulihkan kondisi DOC akibat stres pengangkutan. Anak ayam kemudian ditimbang dan dikelompokan dengan cara pengacakan berdasarkan bobot badan awal. Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang perlakuan, pastikan brooder sudah dipasang dan lampu pijar sudah dinyalakan Setelah itu, anak ayam yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam kandang perlakuan dan air gula segera diganti dengan air minum yang dicampur dengan Vita Stress, untuk menghilangkan stres selama perjalanan dan penimbangan. Beberapa jam kemudian, anak ayam diberi ransum perlakuan sedikit demi sedikit yang ditaburkan di atas koran selama tiga hari agar anak ayam mulai mengenal ransum. Sampai dengan umur satu minggu (7 hari) pakan diberikan melalui nampan. Pakan diberikan ad libitum (sesuai kebutuhan) dengan pola pemberian bertahap (sedikit demi 17
sedikit). Menginjak minggu kedua, ayam sudah mulai dilatih menggunakan tempat pakan gantung. Pemberian air minum dilakukan ad libitum dan air minumnya diganti setiap tiga kali sehari. Setiap penggantian air minum, tempat minum dibersihkan kemudian ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh ayam dan terhindar dari kotoran.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Lokasi Penelitian Rataan suhu kandang selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 7. Pada penelitian ini, suhu kandang selama percobaan berkisar antara 24,57-32,86 o
C. Selama minggu pertama suhu kandang pada pagi, siang dan sore hari mencapai
kisaran 25,86-32,86
o
C dan minggu kedua berkisar 27,00-34,00
o
C. Selama
penelitian berlangsung, di minggu pertama dan kedua sering terjadi pemadaman listrik sehingga lampu pijar yang seharusnya dipakai sebagai penghangat anak ayam menjadi tidak berfungsi. Kendala yang dihadapi selama penelitian tidak terlalu berpengaruh negatif terhadap kondisi anak ayam. Selama minggu ketiga sampai minggu kelima, suhu kandang selama percobaan berkisar antara 24,57-32,00 oC. Kisaran suhu tersebut menunjukkan suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal bagi pertumbuhan ayam broiler yang artinya ayam sudah mulai terkena cekaman panas. Tabel 7. Rataan Suhu Kandang (oC) di Lokasi Penelitian Selama Lima Minggu Pemeliharaan Minggu keI II III IV V
Temperatur Udara Kandang (oC) Pagi (07:00) Siang (13:00) Sore (17:00) 25,86 32,86 26,71 27,00 34,00 30,14 24,57 30,14 27,14 25,14 31,28 26,14 24,71 32,00 24,86
Umumnya ayam broiler pada umur 1-2 minggu memerlukan suhu lingkungan yang lebih tinggi yaitu 32-35 oC, sedangkan umur 3-6 minggu ayam broiler akan tumbuh dengan optimal pada suhu 20-27 oC (Kuczynski, 2002). Cekaman dapat terlihat dari tingkah laku ayam broiler, salah satunya adalah panting (bernafas cepat dengan paruh terbuka). Panting merupakan salah satu respon ayam broiler sebagai akibat dari cekaman panas dan merupakan mekanisme evaporasi melalui saluran pernafasan. Ayam broiler mulai panting pada kondisi suhu lingkungan 29oC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42oC (Bell dan Weaver, 2002). Menurut Bonnet et al. (1997), temperatur lingkungan yang tinggi (32oC) pada ayam broiler menyebabkan energi termetabolis, retensi nitrogen dan kecernaan nutrien termasuk protein, lemak dan pati berkurang. Cooper dan Washburn (1998)
melaporkan bahwa cekaman panas nyata menurunkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta meningkatkan FCR (feed convertion ratio). Respon Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan perlakuan terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 8. Suplementasi Cr-organik dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum baik pada periode starter, grower maupun kumulatif. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, pemberian Cr organik 2 ppm dapat meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan dengan Cr0 sebesar 8,38% (periode starter), 0,83% (periode grower) dan 2,59% (kumulatif). Kecenderungan peningkatan konsumsi ransum dengan kadar Cr organik 2 ppm disebabkan karena pemberian Cr organik dalam ransum dapat mengatasi kondisi stres pada ayam broiler akibat kepadatan kandang yang tinggi ataupun peningkatan temperatur kandang. Mineral kromium (Cr) telah lama diketahui perannya dalam metabolisme karbohidrat, khususnya dalam meningkatkan asupan glukosa ke dalam sel melalui peningkatan potensi aktivitas insulin karena selama kondisi cekaman terjadi peningkatan metabolisme glukosa secara cepat yang ditandai dengan meningkatnya sekresi hormon kortisol pada darah (Mertz, 1998). Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum (g/ekor) pada Periode Starter, Grower selama Lima Minggu Pemeliharaan Periode Starter (0-3 minggu)
Grower (3-5 minggu)
Suplementasi Cr Cr0 Cr2 Rataan
Kepadatan Kandang (ekor/m2) K10 K12 K14 538 ± 49 488 ± 31 452 ± 75 549 ± 27 557 ± 98 506 ± 25 543 ± 9 522 ± 49 478 ±36
Cr0 Cr2 Rataan
1786 ± 51 1810 ± 70 1798±17A
1680 ± 66 1707 ± 35 1694 ± 19B
1528 ±20 1520 ±13 1524 ± 5C
Rataan 492 ± 42 537 ± 27
1665±130 1679±147
Kumulatif ( 5 minggu pemeliharaan)
Cr0 2709 ± 98 2520± 104 2328 ±92 2519±190 Cr2 2763 ± 46 2625± 116 2369 ±15 2586±200 A B C Rataan 2736 ± 38 2573 ± 74 2349±29 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan (p<0,01), Cr0 = Ransum kontrol; Cr2 = Ransum kontrol + Cr-organik (Cr 2 ppm); K10= Kepadatan kandang 10 ekor/m2; K12 = Kepadatan kandang 12 ekor/m2; K14 = Kepadatan kandang 14 ekor/m2
20
Kepadatan kandang yang tinggi (12 dan 14 ekor/m2) pada periode starter tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, tetapi kepadatan kandang tersebut menurunkan konsumsi ransum (p<0,01) pada periode grower maupun kumulatif. Kepadatan kandang tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum selama periode starter. Hal ini disebabkan karena kondisi ayam yang masih kecil sehingga luasan kandang masih mencukupi untuk mengkonsumsi pakan. Perbedaan konsumsi ransum pada kepadatan kandang selama periode grower diduga berhubungan dengan semakin berkurangnya luas lantai kandang yang tersedia per ekor ayam. Sementara persaingan untuk mendapatkan pakan dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrien yang cukup guna menunjang proses pertumbuhan optimum semakin meningkat. Kondisi kandang yang terlalu padat menurunkan kesempatan ayam untuk mendapatkan jumlah pakan yang cukup. Bell dan Weaver (2001) melaporkan bahwa semakin sempit luas lantai kandang, maka jumlah pakan yang dikonsumsi juga semakin berkurang. Konsumsi pakan yang berkurang pada kepadatan kandang tinggi disebabkan juga oleh adanya kenaikan temperatur kandang yang dapat mencapai kisaran 31-35 0
C, sehingga mengakibatkan stres pada ayam. Menurut Cooper dan Washburn
(1998), kepadatan kandang yang tinggi akan menyebabkan kenaikan temperatur kandang yang disebabkan oleh panas yang dihasilkan ayam dari proses metabolisme. Jika panas rata-rata yang dikeluarkan tubuh relatif rendah daripada yang diterima, maka akan terjadi peningkatan suhu tubuh dan ternak akan mengalami stres panas yang diikuti dengan penurunan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan peningkatan konsumsi air minum. Pola konsumsi ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan diilustrasikan pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan bahwa rataan konsumsi pakan per ekor per minggu setiap perlakuan mengalami peningkatan hingga minggu akhir pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pola konsumsi standar dan kebutuhan yang diperlukan oleh seekor ayam sejalan dengan bertambahnya umur dan ukuran tubuh ayam (Bell dan Weaver, 2002). Menurut Amrullah (2004), tubuh ayam yang semakin besar akan lebih banyak membutuhkan zat-zat makanan yang dikonsumsinya untuk hidup pokok dan pertumbuhan.
21
Selama periode starter (umur 0-3 minggu), pemberian ransum kontrol dan ransum Cr-organik pada umur 0-2 minggu menghasilkan konsumsi ransum yang masih seragam pada masing-masing perlakuan, namun pada umur 2-3 minggu terlihat bahwa konsumsi ransum tiap perlakuan sudah memberikan hasil yang berbeda terutama pada perlakuan K10Cr2 yang menghasilkan konsumsi ransum paling tinggi dan perlakuan K14Cr0 menghasilkan konsumsi ransum paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rataan konsumsi ransum selama periode grower (umur 3-5 minggu) memberikan hasil yang sangat berbeda antar masingmasing perlakuan. Perlakuan K10Cr0 dan K10Cr2 menghasilkan konsumsi ransum lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan konsumsi ransum paling rendah dicapai oleh perlakuan K14Cr0. Hal tersebut menandakan bahwa suplementasi Cr organik 2 ppm pada ransum belum mampu untuk memperbaiki konsumsi ransum pada kepadatan kandang yang tinggi. 1000 900
konsumsi ransum (g/ekor)
800 700 600 500
K10 Cr0
400
K12 Cr0 K14 Cr0
300
K10 Cr2 200
K12 Cr2 K14 Cr2
100 0 1
2
3 minggu ke-
4
5
Gambar 3. Grafik Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler setiap Minggu selama Lima Minggu Pemeliharaan Respon Perlakuan terhadap Bobot Badan Bobot badan ayam yang dipelihara turut menentukan keberhasilan dari usaha ayam broiler karena nilai penjualan diukur berdasarkan berat ayam yang dihasilkan. Pertumbuhan ayam yang diperoleh dari penimbangan bobot badan mingguan sejak DOC sampai minggu kelima dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. 22
Tabel 9. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler pada Periode Starter, Grower selama Lima Minggu Pemeliharaan Periode Starter (0-3 minggu)
Suplementasi Cr Cr0 Cr2 Rataan
Faktor Kepadatan Kandang K10 K12 K14 545 ± 42 506 ± 3 492 ± 12 610 ± 51 552 ± 22 519 ± 29 A B 577 ± 46 529 ± 33 506 ± 19B
Rataan 514 ± 27B 560 ± 46A
Grower (3-5 minggu)
Cr0 1358 ± 59 1262 ± 46 1237 ±38 1285 ± 64 Cr2 1382 ± 53 1292 ± 20 1252 ± 47 1309 ± 67 1277±21B 1245±10B Rataan 1370±17A Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan (P<0,01) Cr0 = Ransum kontrol; Cr2= Ransum kontrol + Cr-organik 2 ppm; K10= Kepadatan kandang 10 ekor/m2; K12 = Kepadatan kandang 12 ekor/m2; K14 = Kepadatan kandang 14 ekor/m2
Suplementasi Cr-organik 2 ppm pada ransum meningkatkan (p<0,01) bobot badan pada periode starter, tetapi pemberian Cr organik selama pemeliharaan ayam umur 3-5 minggu tidak nyata meningkatkan bobot badan, walaupun cenderung terjadi perbaikan peningkatan bobot badan sebesar 1,83% dibandingkan dengan kontrol (Cr0). Suplementasi Cr organik dapat menghasilkan bobot badan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Keberadaan Cr dalam darah menyebabkan glukosa dapat segera dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan energi metabolis (Subandiyono, 2003). Unsur Cr mempunyai potensi penting dalam metabolisme karbohidrat dan lipid sebagai sumber energi serta protein untuk pertumbuhan sehingga mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan (Linder, 1992). Semua aktivitas ayam broiler membutuhkan energi sehingga unsur gizi ini merupakan unsur utama disamping protein. Unggas membutuhkan energi untuk pertumbuhan, jaringan tubuh dan produksi (pembentukan daging atau pembentukan telur) (Leeson dan Summers, 2001). Kepadatan kandang yang tinggi (12 dan 14 ekor/m2) menurunkan bobot badan (p<0,01) pada periode starter maupun grower sehingga kepadatan kandang 10 ekor/m2 cukup baik sebagai kompromi untuk mendapatkan bobot badan ayam yang optimum dan menekan biaya kandang. Pengaruh kepadatan kandang terhadap bobot badan yang menurun disebabkan karena selama proses pertumbuhan berlangsung seiring bertambahnya umur, terjadi kenaikan bobot badan yang dapat menyebabkan
23
ruang gerak ayam yang semakin terbatas. Apabila kondisi tersebut berlangsung hingga batas umur tertentu, tanpa tersedia luas kandang yang cukup, maka dapat mengganggu proses pertumbuhan ayam (Bell dan Weaver, 2002). Pola
perkembangan
bobot
badan
selama
5
minggu
pemeliharaan
diilustrasikan pada Gambar 4. Selama periode starter (umur 0-3 minggu), K10Cr2 menghasilkan bobot badan tertinggi pada minggu ketiga dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, begitu juga pada periode grower (umur 3-5 minggu), perlakuan K10Cr2 menghasilkan bobot badan paling tinggi dan perlakuan K14Cr0 menghasilkan bobot badan paling rendah. Hal tersebut menandakan bahwa suplementasi Cr-organik 2 ppm belum mampu memperbaiki bobot badan ayam broiler pada kepadatan kandang yang tinggi. 1600 1400
Bobot Badan (g/ekor)
1200 1000 800
K10 Cr0 K12 Cr0
600
K14 Cr0 400
K10 Cr2 K12 Cr2
200
K14 Cr2 0 0
1
2
3
4
5
minggu ke-
Gambar 4. Grafik Rataan Bobot Badan Ayam Broiler setiap Minggu Selama Lima minggu Pemeliharaan Respon Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Rataan perlakuan terhadap pertambahan bobot badan disajikan pada Tabel 10. Suplementasi Cr-organik sebanyak 2 ppm dalam ransum memberikan hasil yang positif terhadap pertambahan bobot badan (p<0,01) dibandingkan dengan R0 pada periode starter. Pemberian Cr-organik pada periode grower dan kumulatif tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan. Suplementasi Cr organik 2 ppm belum mampu untuk memperbaiki pertambahan bobot badan selama periode grower maupun kumulatif. Hal ini kemungkinan disebabkan pemberian dosis Cr yang masih 24
kurang dan hanya efektif untuk periode starter saja sehingga perlu peningkatan dosis Cr lebih dari 2 ppm untuk periode grower. Tabel 10. Rataan Pertambahan Bobot Badan pada Periode Starter, Periode Grower serta selama Lima Minggu Pemeliharaan Periode Starter (0-3 minggu)
Grower (4-5 minggu)
Suplementasi Cr Cr0 Cr2 Rataan Cr0 Cr2 Rataan
Kepadatan Kandang (ekor/m2) K10 K12 K14 502 ± 42 464 ± 2 451 ± 13 568 ± 50 510 ± 22 479 ± 28 535 ± 46A 487 ± 32B 465 ± 20B 813 ± 60 772 ± 82 793 ± 29
757 ± 49 740 ± 3 748 ± 12
745 ± 42 732 ± 75 739 ± 9
Rataan 472±27B 519±45A
772 ± 36 748± 21
Kumulatif ( 5 minggu pemeliharaan)
1196 ±55 1244 ± 63 Cr0 1315 ± 58 1221 ± 47 Cr2 1340 ± 54 1250 ± 20 1211 ±47 1267 ± 66 Rataan 1328±17A 1235±20B 1204±11B Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan (p<0,01) Cr0 = Ransum kontrol; Cr2 = Ransum kontrol + Cr-organik 2 ppm; K10= Kepadatan kandang 10 ekor/m2; K12 = Kepadatan kandang 12 ekor/m2; K14 = Kepadatan kandang 14 ekor/m2
Suplementasi Cr organik sebesar 2 ppm pada periode starter dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler. Sesuai dengan hasil penelitian Mowat (1998), penambahan mineral Cr dapat meningkatkan pertambahan bobot badan hingga 30% pada sapi perah tergantung pada tingkat stres termasuk keadaan nutrisi, lingkungan dan penyakit. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa respon terhadap Cr organik lebih tinggi pada ayam broiler periode starter dibanding periode grower. Kepadatan kandang yang tinggi (12 dan 14 ekor/m2) menurunkan PBB (P<0,01) dibandingkan dengan K10 selama periode starter dan kumulatif. Pemberian Cr-organik pada periode grower tidak mempengaruhi PBB, namun cenderung menurunkan PBB sebesar 5,63% (K12) dan 6,82% (K14) dibandingkan dengan K10. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan PBB ayam semakin kecil dibandingkan dengan kepadatan kandang yang rendah. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa luas lantai kandang merupakan faktor yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan dan konversi pakan. Semakin tinggi tingkat kepadatan kandang
25
per satuan luas, maka pertumbuhan dan konversi pakannya semakin buruk. Kepadatan kandang yang terlalu padat akan menyebabkan cekaman pada ayam sehingga akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan bobot badan. Cooper dan Washburn (1998) menunjukkan bahwa suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan meningkatnya suhu tubuh pada ayam broiler yang ditandai dengan menurunnya pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum. Gambaran pertambahan bobot badan selama penelitian diilustrasikan pada Gambar 5.
500 450
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
400 350 300 250 200
K10 Cr0 K12 Cr0
150
K14Cr0 K10 Cr2
100
K12 Cr2 K14 Cr2
50 0 1
2
3 minggu ke-
4
5
Gambar 5. Grafik Rataan Pertambahan Bobot Badan Mingguan Ayam Broiler Selama Lima Minggu Pemeliharaan Selama periode starter (umur 0-3 minggu), perlakuan K10Cr2 memberikan rataan pertambahan bobot badan cenderung paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bobot badan cenderung menurun jika kepadatan ditingkatkan menjadi 14 ekor/m2 tanpa suplementasi Cr organik (K14Cr0), yang artinya selama periode starter suplementasi Cr organik hanya mampu untuk memperbaiki pertambahan bobot badan pada kepadatan kandang 10 ekor/m2. Pada periode grower (umur 3-5 minggu), perlakuan K10Cr0 cenderung menghasilkan pertambahan bobot badan tertinggi di minggu keempat dan K12Cr0 di minggu kelima. Pertumbuhan tersebut menandakan bahwa pada periode grower, suplementasi Cr organik 2 ppm belum mampu untuk memperbaiki pertambahan bobot badan ayam broiler.
26
Respon Perlakuan terhadap Konversi Ransum Konversi pakan merupakan salah satu indikator keberhasilan usaha bagi perternak. Perbandingan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan akan menghasilkan angka sebagai dasar perhitungan ekonomis. Perhitungan nilai konversi yang dicapai selama penelitian disajikan pada Tabel 11. Suplementasi Cr-Organik 2 ppm pada periode starter memperbaiki (p<0,05) konversi ransum dibandingkan dengan ransum kontrol (Cr0), akan tetapi penambahan Cr-organik 2 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap konversi ransum pada periode grower maupun kumulatif. Tabel 11. Rataan Konversi Ransum pada Periode Starter, Periode Grower serta selama Lima Minggu Pemeliharaan Periode Starter (0-3 minggu)
Grower (4-5 minggu)
Suplementasi Cr Cr0 Cr2 Rataan Cr0 Cr2 Rataan
Kepadatan kandang (ekor/m2) K10 K12 K14 1,77 ± 0,08 1,76 ± 0,04 1.78 ± 0,02 1,63 ± 0,06 1,71 ± 0,12 1,73 ± 0,07 1,70 ± 0,10 1,73 ± 0,03 1,76 ± 0,03 2,20 ± 0,1 2,39 ± 0,21 2,29 ± 0,13ab
2,30 ± 0,13 2,38 ± 0,17 2,34 ± 0,05a
2,06 ± 0,10 2,18 ± 0,11 2,12 ± 0,08b
Rataan 1,77 ± 0,01a 1,69 ± 0,05b
2,19 ± 0,12 2,32 ± 0,12
Kumulatif ( 5 minggu pemeliharaan)
Cr0 1,94 ± 0,02 1,98 ± 0,06 1,89 ± 0,03 1,93 ± 0,04 Cr2 1,94 ± 0,06 1,97 ± 0,01 1,91 ± 0,01 1,94 ± 0,03 Rataan 1,94 ± 0,00ab 1,97 ± 0,01a 1,9 ± 0,01b Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (p<0,05) Cr0 = Ransum kontrol; Cr2 = Ransum kontrol + Cr-organik 2 ppm; K10= Kepadatan kandang 10 ekor/m2; K12 = Kepadatan kandang 12 ekor/m2; K14 = Kepadatan kandang 14 ekor/m2
Pemberian Cr organik 2 ppm selama periode starter ternyata lebih efektif untuk memperbaiki konversi ransum dibandingkan dengan ransum kontrol. Hal ini menandakan bahwa ayam yang diberi Cr organik 2 ppm dalam ransum lebih efisien dalam penggunaan pakan. Unsur Cr mempunyai potensi penting dalam metabolisme karbohidrat dan lipid sebagai sumber energi serta protein untuk pertumbuhan sehingga mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan (Linder, 1992). Konversi ransum menunjukkan ukuran efisiensi dalam penggunaan ransum. Semakin rendah konversi ransum maka semakin efisien, karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. 27
Pemberian Cr organik 2 ppm pada periode grower dan kumulatif cenderung memperburuk nilai konversi ransum dibandingkan dengan ransum kontrol. Hal ini tidak akan menguntungkan karena biaya produksi setiap kenaikan bobot badan per gramnya akan semakin besar. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan konversi ransum pada ayam terjadi seiring bertambahnya ukuran tubuh dan meningkatnya konsumsi ransum selama penelitian. Hal ini berarti bahwa suplementasi Cr pada periode grower tidak efektif meningkatkan efisiensi metabolisme pada ayam broiler. Kepadatan kandang yang tinggi (12 dan 14 ekor/m2)
tidak berpengaruh
terhadap konversi ransum pada periode starter. Kepadatan kandang pada periode grower dan kumulatif menghasilkan konversi ransum yang tinggi (p<0,05) pada K12 dibandingkan dengan K14, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan K10, sehingga kepadatan kandang 14 ekor lebih efisien dalam penggunaan pakan. Konversi yang meningkat pada kepadatan yang tinggi menyebabkan tidak efisennya proses produksi karena upaya untuk menaikan bobot badan per gramnya akan semakin besar. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan peningkatan temperatur kandang yang disebabkan oleh panas yang dihasilkan ayam dari proses metabolisme. Konversi ransum yang tinggi dihasilkan oleh ayam broiler yang mengalami stres panas akibat temperatur kandang yang tinggi (Al-Batshan, 2002). Konversi ransum yang rendah merupakan tujuan utama dalam pemeliharaan ayam yang menunjukkan efisiensi penggunaan pakan yang tinggi per unit pertambahan bobot badan. Cooper dan Wasburn (1998) menyatakan konversi ransum akan meningkat dan menurunkan efisiensi produksi pada ayam broiler yang mendapat cekaman panas pada suhu 32oC. Gambaran perubahan konversi ransum selama penelitian diilustrasikan pada Gambar 6. Berdasarkan gambar dapat dijelaskan bahwa selama periode starter (umur 0-3 minggu) K14Cr0 menghasilkan konversi ransum tertinggi terutama di minggu kedua, akan tetapi pada minggu ketiga konversi ransum untuk semua perlakuan menurun bila dibandingkan pada minggu kedua. Pada periode grower, konversi ransum tertinggi di minggu keempat yaitu pada perlakuan K10Cr2 dan terendah yaitu pada perlakuan K14Cr0 dan K14Cr2, sedangkan di minggu kelima konversi ransum tertinggi yaitu pada perlakuan K12Cr2 dan terendah pada perlakuan K14Cr2.
28
3
2.5
konversi
2
1.5 K10 Cr0 K12 Cr0
1
K14 Cr0 K10 Cr2
0.5
K12 Cr2 K14 Cr2
0 1
2
3
4
5
minggu ke-
Gambar 6. Grafik Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler setiap Minggu selama Lima Minggu Pemeliharaan Respon Interaksi Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler Secara keseluruhan, tidak terdapat pengaruh interaksi antara suplementasi Cr organik sebesar 2 ppm dengan kepadatan kandang selama periode starter, grower maupun kumulatif terhadap performa ayam broiler. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi Cr organik 2 ppm belum mampu untuk memperbaiki performa ayam broiler yang dipelihara pada kepadatan kandang yang berbeda. Respon Perlakuan terhadap Mortalitas Persentase kematian merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk bahan evaluasi pemeliharaan tiap minggu dan sekaligus sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam usaha ternak ayam broiler. Persentase kematian mingguan setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Mortalitas ayam secara keseluruhan tidak dipengaruhi oleh perlakuan kepadatan kandang. Pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa ayam yang mati selama pemeliharaan berjumlah 17 ekor dari 216 ekor total ayam penelitian. Mortalitas hasil penelitian ini lebih disebabkan oleh serangan penyakit. Hasil analisis secara laboratoris menunjukkan bahwa penyakit Chronic Respiratory Disease
(CRD)
kompleks banyak ditemukan pada ayam yang mati. Penyakit CRD menyerang ayam broiler pada masa pertumbuhan umur antara 3-5 minggu. Sebagian besar kematian ayam diakibatkan oleh penyakit, karena bibit penyakit sudah berada di sekitar ayam 29
bahkan ada yang sudah terdapat di dalam tubuh ayam. Bibit-bibit penyakit itu baru akan membuat masalah bagi ayam bila terjadi kondisi yang tidak baik (Rasyaf, 2003). Tabel 12. Data Mortalitas Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan Minggu 1 2 3 4 5 ∑(ekor) ∑ (%)
K10 Cr0 0 0 0 3 2 5 2,38
K12 Cr0 0 0 0 2 4 6 2,86
Perlakuan K14 Cr0 K10 Cr2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 2 1 0,95 0,48
K12 Cr2 0 0 0 0 1 1 0,48
K14 Cr2 0 0 0 2 0 2 0,95
Retno et al. (1998) menyatakan penyakit CRD disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum. Kasus penyakit pernapasan ini umumnya akibat fluktuasi temperatur dari waktu ke waktu. Penyakit CRD akan menyebabkan penurunan jumlah yang nyata pada populasi sel-sel limfosit ayam. Efek terhadap populasi sel limfosit ini tentu saja akan mengakibatkan respon kekebalan ayam menurun, khususnya terhadap respon vaksinasi yang diberikan dan juga terhadap tantangan mikroorganisme lingkungan. Total kematian yang tertinggi selama penelitian berlangsung terjadi pada minggu kelima. Pada minggu kelima daya tahan tubuh ayam menurun sehingga mudah terserang penyakit. Data mortalitas yang terjadi pada setiap perlakuan dapat dinyatakan masih pada tingkat normal, yaitu tidak lebih dari 5% (Bell dan Weaver, 2002). Pola mortalitas ayam broiler diperlihatkan pada Gambar 7. Mortalitas lebih banyak terjadi pada perlakuan K10Cr0, K12Cr0 dan K14Cr0 dibanding perlakuan lainnya. Pemberian Cr-organik 2 ppm ternyata mampu mengurangi kematian pada ayam. Spears (1999) melaporkan bahwa kromium berpengaruh baik pada pembentukan respon kekebalan dan perlawanan terhadap penyakit. Hasil penelitian Toghyani et al. (2007) menyatakan bahwa suplementasi Cr-pikolinat level 1500 ppb pada ayam broiler dapat memperbaiki respon imun dalam keadaan cekaman panas. Suplementasi Cr pada ternak sapi dapat mengurangi morbidity selama pengangkutan (Mowat et al., 1993)
30
3.00
Mortalitas (%)
2.50 2.00
1.50
1.00
C r2 K 14
C r2 K 12
C r2 K 10
C r0 K 14
C r0 K 12
K 10
0.00
C r0
0.50
Gambar 7. Histogram Persentase Mortalitas Ayam Broiler selama Penelitian
31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Suplementasi Cr organik hanya mampu meningkatkan bobot badan, pertambahan bobot badan, memperbaiki konversi ransum pada periode starter dan pemberian Cr dapat menurunkan mortalitas. Suplementasi Cr organik 2 ppm belum mampu mengeliminasi pengaruh buruk dari peningkatan kepadatan kandang terhadap performa ayam broiler. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemberian Cr-oganik dengan taraf lebih dari 2 ppm dalam ransum ayam broiler dan dalam skala yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA Al-Batshan, H.A. 2002. Performance and heat tolerance of broilers as affected by genotype and high ambient temperature. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15 (10) : 1502-1506. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga Gunung Budi. Bogor. Bell, D. D. and W. D. Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5 th Ed. Springer Science+Business Media, Inc. Spring Street. New York. Bestari, J. 2007. Suplementasi kromium pikolinat murni dalam ransum sapi perah dara yang dipelihara di dataran rendah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bonnet, S., P.A. Geraert, M. Lessire, B. Carre and S. Guillaumin. 1997. Effect of high ambient temperature on feed digestibility in broilers. Poultry Sci. 76 (6) : 857-863. Burton, J.L. 1995. Suplementasi chromium : its benefits to the bovine immune system. Anim Feed Sci Tech 53 : 117-133. Cooper, M. A. and K. W. Washburn. 1998. The relationship of body temperature to weight gain, feed consumption, and feed utilization in broiler under heat stress. Poultry Sci. 77 : 237-242. Grevatt, P.C. 1998. Toxicological review of hexavalent chromium. U.S. Environmental Protection Agency. Washington, D.C. Groff, J.L. and S.S. Gropper. 2000. Advanced Nutrition an Human Metabolism. Third Edition. Wadsworth Thomson Learning. Belmont, CA. Hossain, S.M., L.B. Sergio and G.S.Carlos. 1997. Growth performance and carcass composition of broilers fed suplemental chromium from chromium yeast. An. Feed Sci Tech 71 : 217-228. James, R. G. 1992. Livestock and Poultry Production. 4th Ed. The Avi Publishing Co. Inc., Wesport. Connecticut. Kuczynski, T. 2002. The application of poultry behavior responses on heat stress to improve heating and ventilation systems efficiency. Electr.J Pol Agric univ.http://www.ejpau.media.pl/series/volume5/issue1/engineering/art.01.html. [ 3 Februari 2008]. Kususiyah. 1992. Pengaruh penggunaan zeolit dalam litter terhadap kualitas lingkungan kandang dan performans broiler pada kepadatan kandang yang berbeda. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lindemann, M.D. 1996. Organic chromium-the missing lin in farm animal nutrition. In : Proccedings of the 12th Annual Symphosium on Biotechnology in The Feed Industry. Nottingham University Press. Linder, M. C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Dalam : Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis. UI-Press. Jakarta.
Leeson, S. and J. D. Summers. 2000. Broiler Breeder Production. University Books, Canada. Leeson, S. and J. D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. University Books, Canada. Leeson, S. and J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Production. 3rd Ed. University Books, Canada. May, J. D. and B. D. Lott. 2001. Relating weight gain and feed : gain of male and female broilers to rearing temperature. Poultry Sci. 80 : 581-584 Mertz, W. 1998. Chromium research from a distance : from 1959 to 1980. Review Article. J. American College of Nutrition 17 : 544-547. Mowat, D. N., X. Change and W. Z. Yang. 1993. Chelated chromium for stressed feeder calves. Can. J. Anim Sci. 73 : 49-55. Mowat, D. N. 1998. Supplemental Organic Chromium for Beef and Dairy Cattle. University of Guelph, Canada. Muryanto, S. A. 2004. Sukses beternak broiler dari A sampai Z. Majalah Infovet, Desember 2004. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press Washington. National Research Council. 1997. The Role of Chromium in Animal Nutrition. Executive Summary. http://www.nap.edu./html/chromium. [24 Oktober 2007] Ohh, S. J. and Y. L. Joon. 2005. Dietary chromium-methionine chelate supplementation and animal performance. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18 (6) : 898-907 Piliang, W. G, D. A. Soewondo. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. IPB-Press. Bogor. Pond, W. G, D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fourth Edition. John Wiley & Sons, New York. Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Retno, F.D, J. Jahja dan Tatik S. 1998. Penyakit-Penyakit Penting pada Ayam. Edisi 4. Medion, Bandung. Riley, R. P. and I. Estevez. 2000. Effects of density on perching behaviour of broiler chikens. Appl. Anim. Behav. Sci. 71 : 127-140. Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International. New York. Ross
Breeders. 2007. Ross 708 broiler http://www.rossbreeders.com. [14 Maret 2008].
performance
objectives.
Sahin, K., Sahin N., Onderci M., F. Gursu and G. Cikim. 2002. Optimal dietary concentration of chromium for alleviating the effect of heat stress on growth, carcass qualities, and some serum metabolites of broiler chickens. Bio Trace Element Research 89 : 53-64 (12)
35
Spears JW. 1999. Reevaluation of the metabolic essentiality of the minerals review. Asian Australian J. Anim. Sci. 12 : 1002. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumantri. Gramedia. Jakarta. Subandiyono, Mokoginta, I. dan Sutardi, T. 2003. Pengaruh kromium dalam pakan terhadap kadar glukosa darah, kuosien respiratori, ekskresi NH3-N dan pertumbuhan ikan gurami. Jurnal Hayati 10(1) : 25-29. Toghyani, M., Sayedhamid Z., S. Mahmoud and G. Abbasali. 2007. Immune responses of broiler chicks fed chromium picolinate in heat stress condition. Poultry Sci. 44 : 330-334. Vincent, J.B. and C.M. Davis. 1997. Chromium in carbohydrate and lipid metabolism. J.Bio. Sci. 2:675-679. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Ayam Broiler Periode Starter SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
52529.16
10505.83
2.93
3.11
5.06
Faktor A
1
12176.04
12176.04
3.39
4.75
9.33
2 vs 0
1
12176.04
12176.04
3.39
4.75
9.33
Faktor B
2
38542.55
19271.27
5.37
3.89
6.93
*
10 vs 12, 14
1
28047.24
28047.24
7.81
4.75
9.33
*
12 vs 14
1
10495.31
10495.31
2.92
4.75
9.33
Interaksi AxB
2
1810.57
905.28
0.25
3.89
6.93
Galat
12
43095.95
3591.33
Total
17
95625.11
5625.01
Keterangan : * nyata (P<0,05)
Lampiran 2. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Ayam Broiler Periode Grower SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
230948.61
46189.72
20.31
3.11
5.06
Faktor A
1
947.02
947.02
0.42
4.75
9.33
2 vs 0
1
947.02
947.02
0.42
4.75
9.33
Faktor B
2
228943.29
114471.64
50.34
3.89
6.93
**
10 vs 12, 14
1
196506.87
196506.87
86.42
4.75
9.33
**
12 vs 14
1
32436.42
32436.42
14.26
4.75
9.33
**
Interaksi AxB
2
1058.30
529.15
0.23
3.89
6.93
Galat
12
27287.06
2273.92
Total
17
258235.66
15190.33
**
Keterangan : * * sangat nyata (P<0,01)
38
Lampiran 3. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan) SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
476236.55
95247.31
12.82
3.11
5.06
Faktor A
1
19914.53
19914.53
2.68
4.75
9.33
2 vs 0
1
19914.53
19914.53
2.68
4.75
9.33
Faktor B
2
452865.96
226432.98
30.47
3.89
6.93
**
10 vs 12, 14
1
373032.73
373032.73
50.19
4.75
9.33
**
12 vs 14
1
79833.23
79833.23
10.74
4.75
9.33
Interaksi AxB
2
3456.07
1728.03
0.23
3.89
6.93
Galat
12
89185.06
7432.09
Total
17
565421.62
33260.10
**
Keterangan : ** sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 4. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
26582.57
5316.51
5.47
3.11
5.06
**
Faktor A
1
9612.68
9612.68
9.88
4.75
9.33
**
2 vs 0
1
9612.68
9612.68
9.88
4.75
9.33
**
Faktor B
2
15898.04
7949.02
8.17
3.89
6.93
**
10 vs 12, 14
1
14296.00
14296.00
14.70
4.75
9.33
**
12 vs 14
1
1602.04
1602.04
1.65
4.75
9.33
Interaksi AxB
2
1071.85
535.92
0.55
3.89
6.93
Galat
12
11673.16
972.76
Total
17
38255.73
2250.34
Keterangan : ** sangat nyata (P<0,01)
39
Lampiran 5. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Bobot Badan Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan) SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
58704.88
11740.98
5.67
3.11
5.06
Faktor A
1
3381.29
3381.29
1.63
4.75
9.33
2 vs 0
1
3381.29
3381.29
1.63
4.75
9.33
Faktor B
2
55297.41
27648.71
13.34
3.89
6.93
**
10 vs 12, 14
1
50646.95
50646.95
24.44
4.75
9.33
**
12 vs 14
1
4650.46
4650.46
2.24
4.75
9.33
Interaksi AxB
2
26.18
13.09
0.01
3.89
6.93
Galat
12
24868.26
2072.35
Total
17
83573.14
4916.07
**
Keterangan : * * sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 6. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
26179.71
5235.94
5.48
3.11
5.06
**
Faktor A
1
9657.96
9657.96
10.10
4.75
9.33
**
2 vs 0
1
9657.96
9657.96
10.10
4.75
9.33
**
Faktor B
2
15451.06
7725.53
8.08
3.89
6.93
**
10,12 vs 14
1
8493.16
8493.16
8.88
4.75
9.33
**
10 vs 12
1
6957.90
6957.90
7.28
4.75
9.33
**
Interaksi AxB
2
1070.68
535.34
0.56
3.89
6.93
Galat
12
11475.88
956.32
Total
17
37655.59
2215.03
Keterangan : ** sangat nyata (P<0,01)
40
Lampiran 7. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
13163.80
2632.76
0.78
3.11
5.06
Faktor A
1
2450.76
2450.76
0.73
4.75
9.33
Faktor B
2
10008.24
5004.12
1.48
3.89
6.93
Interaksi AxB
2
704.80
352.40
0.10
3.89
6.93
Galat
12
40470.64
3372.55
Total
17
53634.44
3154.97
Lampiran 8. Sidik Ragam dan Uji Kontras Orthogonal Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan) SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
52586.14
10517.23
4.49
3.11
5.06
Faktor A
1
2378.50
2378.50
1.01
4.75
9.33
Faktor B
2
50062.17
25031.08
10.68
3.89
6.93
**
10 vs 12,14
1
47091.48
47091.48
20.09
4.75
9.33
**
12 vs 14
1
2970.69
2970.69
1.27
4.75
9.33
Interaksi AxB
2
145.47
72.74
0.03
3.89
6.93
Galat
12
28127.00
2343.92
Total
17
80713.14
4747.83
*
Keterangan : * nyata (P<0,05) ** sangat nyata (P<0,01)
41
Lampiran 9. Sidik Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
0.05
0.01
1.69
3.11
5.06
Faktor A
1
0.03
0.03
5.83
4.75
9.33
Faktor B
2
0.01
0.00
0.68
3.89
6.93
Interaksi AxB
2
0.01
0.00
0.63
3.89
6.93
Galat
12
0.06
0.01
Total
17
0.11
0.01
*
Keterangan : * nyata (P<0,05)
Lampiran 10. Sidik Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
0.25
0.05
2.47
3.11
5.06
Faktor A
1
0.08
0.08
3.68
4.75
9.33
Faktor B
2
0.17
0.08
4.06
3.89
6.93
Interaksi AxB
2
0.01
0.01
0.26
3.89
6.93
Galat
12
0.24
0.02
Total
17
0.50
0.03
*
Keterangan : * nyata (P<0,05)
42
Lampiran 11. Sidik Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Kumulatif (5 Minggu Pemeliharaan) SK
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Perlakuan
5
0.019
0.004
2.253
3.106
5.064
Faktor A
1
0.00001
0.00001
0.008
4.747
9.330
Faktor B
2
0.018
0.009
5.508
3.885
6.927 *
Interaksi AxB
2
0.000
0.000
0.120
3.885
6.927
Galat
12
0.020
0.002
Total
17
0.039
0.002
Keterangan : * nyata (P<0,05)
Lampiran 12. Tingkat Mortalitas Ayam Broiler selama 5 Minggu Pemeliharaan Perlakuan
Minggu non Cr
Cr
10
12
14
10
12
14
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
3
2
0
0
0
2
5
2
4
2
1
1
0
Jumlah (ekor)
5
6
2
1
1
2
Jumlah (%)
2.38
2.86
0.95
0.48
0.48
0.95
43