PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION
Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ARIN NINGSIH SETIAWAN. Perencanaan Lanskap Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Berbasis Bioregion. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO. Bantaran sungai Ciliwung di Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor merupakan kawasan konservasi yang harus dilindungi. Penggunaan ideal dari kawasan ini adalah sebagai jalur hijau akan tetapi terjadi perubahan lahan menjadi kawasan terbangun. Perubahan ini menimbulkan kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas kesehatan. Tujuan dari studi antara lain (1) mengevaluasi struktur spasial lanskap permukiman dan aktivitas masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung di Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor (2) Menyusun rencana lanskap daerah bantaran sungai berdasarkan pendekatan bioregion sehingga tercipta lingkungan yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Studi dilakukan selama 6 bulan pada bulan Maret sampai Agustus 2007. Studi dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: tahap persiapan, survei, analisis, sintesis dan pengembangan rencana. Kondisi eksisting dibandingkan dengan kriteria standar untuk menghasilkan evaluasi lanskap permukiman bantaran sungai. Kondisi eksisting yang tidak sesuai dengan kriteria standar akan dilakukan upaya perbaikan atau pengendalian masalah tetapi pada kondisi yang sudah sesuai dengan kriteria standar akan dilakukan optimalisasi. Kondisi eksisting yang dianalisis menghasilkan sintesis, konsep perencanaan dan perencanaan lanskap. Berdasarkan hasil analisis survei lapang, tipe perumahan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tipe 1, tipe 2 dan tipe 3. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan kriteria tertentu yaitu Koefisien Dasar Bangunan (KDB), kepadatan, dominasi bangunan, jumlah bangunan per hektar, luas bangunan, pola bangunan dan lebar jalan lingkungan. Untuk menginventarisasi dan menganalisis karakteristik permukiman, ditentukan 35 sampel rumah yang mewakili tiap tipe klasifikasi permukiman. Pengambilan sampel rumah dilakukan secara acak (random sampling). Berdasarkan data hasil wawancara, pemakaian air untuk mandi dan cuci sebagian besar menggunakan air dari PDAM. Sisanya menggunakan air dari sungai dan sumur gali. Sebesar 50% rumah menggunakan septic tank dan 50 % rumah tidak menggunakan septic tank atau membuang langsung kotoran ke sungai dan gorong-gorong. Pembuangan sampah di lokasi studi dilakukan melalui tiga cara yaitu (1) pengangkutan langsung oleh kendaraan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (2) pengangkutan ke TPS terdekat (3) pembuangan langsung ke sungai. Adanya keterbatasan yang bersifat teknis dan non teknis dalam pengangkutan sampah mengakibatkan sebagian warga membuang sampah langsung ke sungai. Kondisi bioregion yang dipetakan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu ”baik” dan ”buruk”. Kategori baik jika sesuai dengan standard atau baku mutu yang telah ditetapkan atau sudah tersedia sarana penunjang. Kategori “ buruk” jika tidak sesuai dengan standar atau belum tersedia sarana penunjang. Permukiman yang didirikan di bantaran sungai termasuk dalam kategori ”buruk”. Area dengan kategori ”baik” memiliki kapasitas 30 rumah/ha sedangkan area dengan kategori ”buruk” memiliki kepadatan lebih dari 85 rumah/ha. Area dengan kategori ”baik” memiliki KDB kurang dari KDB maksimal yaitu 75-80%
sedangkan area dengan kategori ”buruk” memiliki KDB melebihi KDB maksimal. Fasilitas yang termasuk kategori ”baik” kondisinya sudah sesuai dengan kriteria standar dari segi lokasi dan luasan. Sedangkan fasilitas yang termasuk kategori ”buruk” kondisinya tidak sesuai dengan kriteria standar sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas secara fisik. Infrastruktur yang kondisi fisik nya baik termasuk dalam kategori ”baik” sedangkan infrastruktur yang kondisinya rusak termasuk dalam kategori ”buruk”. Area dengan kategori “baik” yaitu kelompok rumah yang memiliki septic tank sedangkan area dengan kategori “buruk” yaitu kelompok rumah yang tidak memiliki septic tank. Area dengan kategori ”baik ” tidak membuang sampah ke sungai atau membuang ke TPS terdekat dengan sistem koordinasi. Area dengan kategori ”buruk” masih membuang sampah ke sungai. Selain itu kategori ”baik” menunjukkan adanya koordinasi (kolektif) dalam pembuangan atau pengangkutan sampah sedangkan kategori ”buruk” menunjukkan tidak adanya koordinasi dalam pembuangan sampah. Bioregion secara etimologi diartikan sebagai “ruang kehidupan” yaitu kawasan yang unik yang dibatasi oleh alam dengan geografis, klimat, hidrologi dan karakter ekologi untuk mendukung komunitas manusia dan non manusia (Thayer, 2003). Konsep perencanaan berbasis bioregional dalam studi kasus ini memiliki tujuan meningkatkan kualitas hidup yang selaras antara alam dan aktivitas manusia melalui perbaikan dan optimalisasi lingkungan berkelanjutan dari segi ekologis,sosial dan ekonomi. Pendekatan bioregion merupakan pendekatan yang cakupannya tidak ditentukan oleh batas administrasi atau politik, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan sistem ekologinya. Lokasi studi merupakan bagian dari satu kesatuan bioregional DAS Ciliwung yang memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan daerah lainnya. Perencanaan berbasis bioregion yang diterapkan di lokasi ini akan memberikan kontribusi terhadap daerah lain terutama daerah yang dilalui DAS Ciliwung tengah dan hilir. Dari hasil sintesis dan pengembangan konsep perencanaan, lokasi studi dapat dibagi menjadi dua zona kesesuaian lahan yaitu zona konservasi dan zona non konservasi. Zona konservasi sebesar 20,7 % dan zona non konservasi sebesar 79,3 %. Alternatif pengendalian masalah yang dilakukan di zona konservasi yaitu konsep greenbelt dengan konstruksi bioengineering dan metode perlindungan air tanah. Sedangkan alternatif pengendalian masalah yang dilakukan di zona non konservasi antara lain: (1) pemindahan lokasi fasilitas yang didirikan di bantaran sungai (2) disediakan fasilitas evakuasi untuk menanggulangi bencana (3) perbaikan kualitas fisik infrastruktur (4) pembatasan akses menuju daerah rawan yang harus dilindungi (5) pembuatan jalan inspeksi untuk menanggulangi bencana (6) Instalasi Pengolahan Air Limbah (7) Biotoilet (8) Pengelolaan sampah ramah lingkungan (green management) dengan prinsip 5R yaitu reduce, reuse, recycle ,reform dan replant.
PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Perencanaan Lanskap Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Berbasis Bioregion
Nama
: Arin Ningsih Setiawan
NRP
: A34203031
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Qodarian Pramukanto, MSi NIP. 131 669 948
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Oktober 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak J.Setiawan dan Ibu Yuyun Yuningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SD Harjasari I pada tahun 1997. Penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 dan menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB). Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menulis karya tulis ilmiah tentang pembangunan berkelanjutan serta artikel ilmiah populer tentang tanaman obat yang diselenggarakan oleh Institusi dan LPM. Penulis juga menjabat sebagai anggota Divisi Kesekretariatan HIMASKAP pada tahun 2005 dan Sekretaris HIMASKAP pada kepengurusan selanjutnya. Penulis berkesempatan menjadi Asisten
Mata Kuliah Dasar-Dasar Arsitektur
Lanskap tahun ajaran 2007/2008. Untuk mengembangkan keahlian profesi, penulis mengikuti pendidikan AutoCAD di Pusat Pendidikan Komputer. Penulis juga pernah menjadi freelance drafter dan desainer untuk proyek renovasi taman kantor pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Adapun skripsi ini berjudul “Perencanaan Lanskap Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Berbasis Bioregion dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan laporan studi ini dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Qodarian Pramukanto, MS selaku dosen pembimbing skripsi 2. Dr.Ir. Bambang Sulistyantara M.Agr dan Dr.Ir.Nurhayati HSA.MS selaku dosen penguji 3. Ayah dan Ibu, atas dukungan dan doanya selama ini 4. Aditya Bambang Rochedi. Thanks for everything 5. Teman-teman yang membantu pelaksanaan skripsi dan turun lapang: Febby, Titan, Anggi, Icut dan Efita 6. Seluruh teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 38, 39 dan 40 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Thanks for unforgetable momment 7. Serta seluruh pihak yang telah membantu selama proses penyusunan laporan ini. Semoga hasil dari skripsi ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang baik secara langsung maupun tidak langsung bagi semua pihak yang membacanya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada. Sekian dan terima kasih.
Bogor, Januari 2008 Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI....................................................................................................... ii DAFTAR TABEL............................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... viii I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................... 1.3 Kegunaan .............................................................................................. 1.4 Kerangka Pemikiran..............................................................................
1 1 3 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2.1 Lanskap ................................................................................................. 2.2 Sungai.................................................................................................... 2.3 Permukiman .......................................................................................... 2.4 Perencanaan Lanskap ............................................................................ 2.5 Bioregional............................................................................................
5 5 5 6 7 8
III. METODOLOGI ........................................................................................... 11 3.1 Waktu dan Lokasi Studi ........................................................................ 11 3.2 Bahan .................................................................................................... 12 3.3 Metode Studi ......................................................................................... 13 IV. SURVEI DAN ANALISIS ........................................................................... 15 4.1 Komponen Proses Alami ...................................................................... 15 4.1.1 Topografi dan kemiringan............................................................. 15 4.1.2 Geologi dan Tanah ........................................................................ 17 4.1.3 Iklim .............................................................................................. 18 4.1.4 Hidrologi ....................................................................................... 19 4.1.4.1 Kualitas Air Sungai Ciliwung .............................................. 20 4.1.5 Vegetasi dan Satwa ....................................................................... 22 4.2 Komponen Aktivitas Manusia.............................................................. 22 4.2.1 Permukiman .................................................................................. 35 4.2.1.1 Fasilitas ................................................................................. 43 4.2.2 Infrastruktur .................................................................................. 43 4.2.2.1 Jalan ...................................................................................... 43 4.2.2.2 Jembatan................................................................................ 47 4.2.3 Utilitas ........................................................................................... 49 4.2.3.1 Sumber Air Minum ............................................................... 49 4.2.3.2 MCK...................................................................................... 51 4.2.3.2 Sampah.................................................................................. 56 4.2.4 Karamba ........................................................................................ 53
iii
Halaman 4.3 Aspek Sosial................................................................................................ 64 4.3.1 Jumlah Penduduk .......................................................................... 64 4.3.2 Jenis Pekerjaan Penduduk ............................................................. 66 4.3.3 Agama ........................................................................................... 67 V. SINTESIS...................................................................................................... 68 5.1 Permukiman .......................................................................................... 68 5.2 Fasilitas ................................................................................................. 71 5.2.1 Sarana Pendidikan......................................................................... 71 5.2.2 Sarana Kesehatan .......................................................................... 72 5.2.3 Sarana Ibadah ................................................................................ 72 5.3 Infrastruktur .......................................................................................... 75 5.4 Utilitas ................................................................................................... 77 VI. KONSEP PERENCANAAN ........................................................................ 79 6.1 Konsep Umum ...................................................................................... 79 6.2 Konsep Pengembangan ......................................................................... 79 6.2.1 Konsep Greenbelt.......................................................................... 80 6.2.2.1 Konsep Perbaikan Bantaran Sungai ..................................... 81 6.2.2.2 Konsep Perlindungan Bantaran Sungai................................ 81 6.2.2 Konsep Fasilitas ............................................................................ 82 6.2.3 Konsep Sirkulasi dan Infrastruktur ............................................... 82 6.2.4 Konsep Utilitas.............................................................................. 82 6.3 Zonasi Tapak......................................................................................... 83 VII. PERENCANAAN LANSKAP .................................................................... 88 7.1 Zona Konservasi.................................................................................... 88 7.1.1 Greenbelt ....................................................................................... 88 7.1.1.1 Konstruksi bioengineering ................................................... 88 7.1.1.2 Metode Perlindungan Air Tanah.......................................... 91 7.1 Zona Non Konservasi............................................................................ 91 7.2.1 Fasilitas ......................................................................................... 91 7.2.2 Infrastruktur .................................................................................. 92 7.2.3 Utilitas ........................................................................................... 93 7.2.3.1 IPAL dengan sistem terpusat atau kolektif .......................... 93 7.2.3.2 Biotoilet................................................................................ 93 7.2.3.3 Pengelolaan sampah ramah lingkungan ............................... 94 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 102 8.1 Kesimpulan ........................................................................................... 102 8.2 Saran...................................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 103 LAMPIRAN...................................................................................................... 106
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jenis, Bentuk dan Sumber Pengambilan Data dan Informasi ....................... 14 2. Temperatur, Kelembaban Relatif Maksimum, Minimum di Kota Bogor Tahun 2004............................................................................................................... 18 3. Jumlah curah hujan dan hari hujan per bulan................................................ 19 4. Kualitas air sungai Ciliwung dari berbagai parameter.................................. 21 5. Kriteria klasifikasi permukiman ................................................................... 32 6. Perbandingan standard dengan kondisi tipe klasifikasi permukiman .......... 33 7. Interpretasi data penduduk terhadap fasilitas ............................................... 36 8. Jenis fasilitas umum di lokasi studi............................................................... 36 9. Standard minimum penduduk pendukung sarana pendidikan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1983........................................................ 37 10. Standard minimum penduduk pendukung sarana kesehatan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1983...................................................... 38 11. Standard minimum penduduk pendukung sarana perniagaan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1983...................................................... 40 12. Luas kebutuhan taman dan kondisi eksisting ............................................. 43 13. Penggunaan air berdasarkan golongan........................................................ 49 14. Banyaknya penduduk, Rumah Tangga, luas wilayah dan kepadatan ......... 65 15. Perbandingan kepadatan penduduk di lokasi studi dengan Standar RTRW Kota Bogor .................................................................................................. 65 16. Karakteristik kategorisasi “baik” dan “buruk”............................................ 68 17. Pengkategorian sarana pendidikan di lokasi studi ...................................... 72 18. Pengkategorian sarana kesehatan di lokasi studi ........................................ 72 19. Pengkategorian sarana ibadah di lokasi studi.............................................. 74 20. Pengkategorian jembatan di lokasi studi..................................................... 75 21. Pengkategorian jalan di lokasi studi............................................................ 76 22. Alternatif pengendalian masalah................................................................. 79 23. Zonasi beberapa area................................................................................... 84 24. Peran stakeholder dalam menerapkan prinsip pengelolaan sampah ........... 97
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bagan alur studi ............................................................................................ 4 2. Lokasi studi ................................................................................................... 11 3. Administrasi lokasi studi............................................................................... 12 4. Bangunan yang didirikan di tebing sungai.................................................... 15 5. Peta topografi di lokasi studi......................................................................... 16 6. Peta kemiringan/lereng di lokasi studi .......................................................... 16 7. RTH di lokasi ................................................................................................ 23 8. Peta RTH dan Ruang Terbangun .................................................................. 23 9. Ilustrasi sempadan sungai berdasarkan PERMEN PU NO.63 /1993............ 24 10. Rumah-rumah yang didirikan di bantaran sungai ....................................... 24 11. Peta batas sempadan sungai berdasarkan PERMEN PU No.63/1993......... 25 12. Pagar pembatas perumahan......................................................................... 27 13. Rumah mewah di Kelurahan Babakan Pasar .............................................. 27 14. Permukiman yang didirikan di Pulo Geulis ................................................ 27 15. Peta eksisting permukiman ......................................................................... 29 16. Permukiman tipe 1 ...................................................................................... 30 17. Jalan lingkungan di permukiman tipe 1 ...................................................... 30 18. Permukiman tipe 2 di Jalan Suryakencana.................................................. 30 19. Permukiman tipe 3 ...................................................................................... 31 20. Jalan lingkungan di permukiman tipe 3 ...................................................... 31 21. Peta klasifikasi permukiman ....................................................................... 34 22. Peta sampel rumah ...................................................................................... 35 23. Sarana pendidikan di lokasi studi................................................................ 37 24. Sarana kesehatan di lokasi .......................................................................... 38 25. Mesjid yang terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar................. 39 26. Gereja yang terletak di Jalan Roda, Kelurahan Babakan Pasar .................. 39 27. Vihara yang terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar................. 39 28. Lapangan terbuka di lokasi studi................................................................. 41 29. Taman Riau sebagai bentuk RTH di lokasi studi........................................ 42 30. Peta fasilitas di lokasi studi ......................................................................... 43
vi
31. Jalan Otista sebagai jalan kolektor di lokasi studi ...................................... 46 32. Jalan Bangka sebagai jalan kolektor di lokasi studi.................................... 46 33. Jalan lingkungan di lokasi studi .................................................................. 47 34. Jembatan konstruksi besi dengan alas kayu ................................................ 47 35. Jembatan dengan aspal beton ...................................................................... 48 36. Peta infrastruktur di lokasi studi ................................................................. 48 37. Layanan PDAM sudah menjangkau lokasi studi ........................................ 50 38. Pompa manual sebagai salah satu sumber air ............................................. 51 39. Sumur gali yang digunakan untuk MCK umum ......................................... 52 40. Peta distribusi sumur gali ............................................................................ 53 41. Sumur gali di sebelah mesjid digunakan untuk MCK umum ..................... 54 42. Penduduk mencuci pakaian di sungai ......................................................... 54 43. Jamban yang saluran pembuangannya ke sungai........................................ 55 44. Saluran pembuangan dari permukiman di Pulo Geulis............................... 55 45. Peta saniter di lokasi studi........................................................................... 56 46. Bak sampah di permukiman tipe 1.............................................................. 57 47. Gerobak sampah di permukiman tipe 1 ...................................................... 57 48. Tempat sampah di permukiman tipe 2 ........................................................ 58 49. Angkutan DLHK yang mengangkut sampah .............................................. 58 50. TPS di Jalan Riau ........................................................................................ 59 51. Incenerator di TPS Pasar Bogor.................................................................. 59 52. TPS di Jalan Roda ....................................................................................... 60 53. Sampah dibuang langsung ke sungai .......................................................... 60 54. Peta pembuangan sampah di lokasi studi.................................................... 61 55. Peta pengangkutan sistem sampah .............................................................. 62 56. Ikan yang dibudidayakan di karamba ......................................................... 63 57. Sawi hijau sebagai salah satu makanan ikan............................................... 64 58. Karamba di lokasi studi............................................................................... 64 59. Karamba menyebabkan penyumbatan sampah ........................................... 64 60. Peta evaluasi permukiman berdasarkan peraturan bantaran sungai............ 69 61. Peta evaluasi permukiman berdasarkan KDB dan kepadatan..................... 70 62. Peta evaluasi sarana pendidikan.................................................................. 71
vii
63. Peta evaluasi sarana kesehatan.................................................................... 73 64. Peta evaluasi sarana ibadah......................................................................... 74 65. Peta evaluasi infrastruktur........................................................................... 76 66. Peta evaluasi sistem saniter......................................................................... 77 67. Peta evaluasi sistem pembuangan sampah.................................................. 78 68. Block Plan ................................................................................................... 85 69. Rencana zona konservasi ............................................................................ 86 70. Rencana zona non konservasi ..................................................................... 87 71. Konstruksi bioengineering .......................................................................... 90 72. Site Plan ...................................................................................................... 98 73. Potongan-tampak hutan areal perlindungan air tanah di zona konservasi dan permukiman di zona non konservasi........................................................... 99 74. Potongan-tampak permukiman di zona non konservasi.............................. 100 75. Ilustrasi greenbelt di zona konservasi (sudut pandang menuju Jl.Otista) ... 101 76. Ilustrasi areal evakuasi di Jl.Roda (Nomer 3) ............................................. 101
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data hasil wawancara penduduk di tiap tipe permukiman............................ 106 2. Data utilitas hasil wawancara dengan penduduk .......................................... 109
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan bentukan lanskap alam yang dinamis dan hidup serta berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat menampung dan menyimpan air hujan yang jatuh di atasnya untuk mengalirkan ke laut dan unsur-unsur utama sumber daya alam, flora, fauna, tanah dan air serta manusia dengan segala aktivitas berinteraksi satu sama lain. Fungsi sungai bagi manusia adalah sebagai sumber air minum, pengendali kekeringan di musim kemarau, irigasi, drainase, pengembangan air tanah dan pengembangan pariwisata (Notodihardjo, 1989). Mengingat fungsi sungai yang sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan ekologis dan kehidupan makhluk hidup di dalamya, maka sungai harus dikonservasi dan dijaga keberadaannya. Penggunaan lahan yang terdapat di sekitar sungai Ciliwung adalah permukiman, perkantoran, pertokoan, fasilitas umum dan sebagainya. Perkantoran dan perdagangan terletak di tepi jalan besar mengikuti alur jalan (pola ribbon) sedangkan permukiman terletak di tepi sungai. Penggunaan lahan tepi sungai di Kota Bogor akan mempengaruhi kualitas lingkungan ekologis sungai. badan air ini umumnya memiliki tingkat pencemaran yang tinggi. Salah satu sumber pencemaran adalah limbah rumah tangga yang berasal dari permukiman. Permukiman di tepi sungai umumnya merupakan permukiman illegal. Permukiman illegal ini akan berkembang menjadi permukiman padat atau kumuh apabila dekat dengan pusat kota. Letak bangunan yang tidak teratur, utilitas (drainase, tempat sampah) yang tidak berfungsi baik, fasilitas pelayanan (MCK, tempat bermain, olahraga, pasar) yang minim, disertai kebiasaan penduduk yang kurang baik menyebabkan kualitas lingkungan pemukiman tepi sungai tersebut semakin buruk. Apabila keadaan tersebut dibiarkan maka akan menimbulkan berbagai masalah baik dari segi tata ruang maupun kualitas kesehatan dan kualitas lingkungan (Adriana, 1992). Pertambahan penduduk di kota Bogor mengakibatkan peningkatan akan kebutuhan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang memadai. Peningkatan pembangunan sarana kota cenderung mengurangi keberadaan Ruang Terbuka
2
Hijau dan lahan-lahan yang berada di sepanjang jalur sungai. Penduduk yang bertempat tinggal di bantaran sungai Ciliwung khususnya penduduk Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar Bogor, ada yang sudah mendiami daerah tersebut sejak dulu kala sebelum pembangunan Kota Bogor tetapi ada pula pendatang akibat migrasi. Proses migrasi menuju Kota Bogor diduga mempengaruhi karakteristik permukiman di daerah bantaran sungai. Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai besar di Jawa Barat. Sungai ini berhulu di Talaga Warna dan mengalir ke pantai utara Jawa melalui kota Bogor, Depok dan Jakarta. Daerah aliran Sungai (DAS) terdiri dari bagian hulu, tengah dan hilir. Antar bagian memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur merupakan salah satu tempat yang dilalui sungai Ciliwung dimana kondisinya saat ini dipengaruhi oleh perubahan karakteristik lingkungan sekitarnya dan turut mempengaruhi kota Bogor. Kenyataan yang terjadi pada saat ini bahwa sungai Ciliwung tidak lebih hanya berfungsi sebagai saluran tempat menampung sampah padat dan limbah cair akibat tata ruang sekitar sungai yang kurang baik. Untuk menciptakan keseimbangan ekologi dengan tetap mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial menuju sustainable environmentally dibutuhkan suatu perencanaan terpadu untuk menata lanskap daerah di bantaran sungai Ciliwung dengan berbasis bioregion. Lingkungan berkelanjutan dapat tercipta melalui keseimbangan dan kesebangunan antara proses alam dan aktivitas manusia. Perencanaan berbasis bioregion yang diterapkan dapat melindungi, memperbaiki dan memberikan kontribusi terhadap daerah lain dalam satu kesatuan bioregional. Tujuan dari pergerakan bioregional adalah untuk menciptakan suatu budaya manusia yang dapat memahami dan sejalan dengan pola alam (Traina, 1995). Konsep bioregion sebenarnya bukan merupakan pendekatan baru, namun belum banyak digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam penataan bantaran sungai. Bioregional merupakan salah satu pemikiran pertama pada awal gerakan lingkungan hidup modern yang memasukkan konsep ruang, tempat, wilayah. Bioregional menganjurkan agar pewilayahan (dalam tata pemerintahan maupun perencanaan) lebih didasarkan pada karakteristik alamiah daripada keputusan
3
politis yang dibuat manusia
1)
. Dalam perencanaan lanskap, pendekatan ini
merupakan usaha untuk mencari alternatif pemanfaatan potensi dan pemecahan masalah agar kondisi ekologis koridor terjaga baik dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhinya. 1.2 Tujuan 1. Mengevaluasi struktur spasial lanskap permukiman dan aktivitas masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung di kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor yang merupakan bagian dari bioregional Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. 2. Menyusun
rencana
lanskap
daerah
bantaran
sungai
berdasarkan
pendekatan Bioregion sehingga dapat tercipta lingkungan yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. 1.3 Kegunaan Dapat menjadi model sejenis bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam penataan lanskap daerah bantaran sungai. 1.4 Kerangka Pemikiran Bioregion terdiri dari karakteristik alam disertai proses alam dan karakteristik sosial budaya disertai manusia. Aktivitas manusia dan proses alam menyebabkan adanya penggunaan lahan di kawasan bantaran sungai. Beberapa bagian ruang dimanfaatkan untuk permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Permukiman terdiri dari unit perumahan, fasilitas (fasilitas umum dan sosial). Infrastruktur terdiri dari jalan,jembatan dan lain-lain. Utilitas terdiri dari MCK, air bersih, listrik, sampah dan limbah cair, saluran drainase dan lain-lain. Sedangkan kondisi lain-lain seperti adanya karamba dan sebagainya yang ada di tapak. Kondisi tersebut menciptakan kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Selanjutnya dilakukan evaluasi lanskap permukiman bantaran sungai terhadap kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lainnya sesuai dengan kriteria standard perencanaan. Jika kondisi eksisting melebihi kapasitas 1)
http: // www.mediaindonesia.com
4
rencana, maka dilakukan pengendalian masalah atau usulan perbaikan. Kondisi eksisting yang kurang dari kapasitas rencana maka dilakukan upaya optimalisasi untuk diterapkan dalam rencana lanskap bantaran sungai. Bioregion
Karakteristik alam
Karakteristik sosial-budaya
Proses alam
Manusia
Penggunaan lahan di bantaran sungai
Permukiman
Infrastruktur
Utilitas
Lain-lain
Tahap Survei
Unit perumahan
Fasilitas (Fasum,Fasos)
Kondisi Eksisting Permukiman
Tahap Analisis
Air bersih, MCK, sampah
Jalan, Jembatan
Kondisi Eksisting Infrastruktur
Kondisi Eksisting Utilitas
Karamba
Kondisi Eksisting Lain-lain
Kriteria Standard Perencanaan
Evaluasi Lanskap Permukiman Bantaran Sungai
Kapasitas Rencana Tahap Sintesis
< Kapasitas Rencana
Tahap Pengembangan Rencana
> Kapasitas Rencana
Usulan perbaikan/Pengendalian masalah
Rencana Lanskap Bantaran Sungai
Gambar 1. Bagan Alur Studi
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu, dimana elemen-elemennya dibagi menjadi elemen-elemen lanskap utama dan elemenelemen lanskap penunjang. Elemen lanskap utama adalah elemen yang tidak dapat diubah atau sukar sekali diubah seperti gunung, lembah, sungai, daratan, pantai, danau,lautan dan sebagainya. Dan elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap yang dapat diubah sesuai keinginan perencana atau pemakainya seperti bukit, anak sungai dan aliran air yang kecil (Simonds,1983). Siti Nurisjah dan Sandra Azis, (dalam,Adriana,1992) menyatakan bahwa berdasarkan campur tangan manusia, lanskap dapat berbentuk (1) Lanskap alami seperti lanskap pegunungan, rawa, sungai, riverscape; (2) Lanskap buatan seperti lanskap kota (urbanscape), lanskap pemukiman penduduk kota, lingkungan pabrik dan (3) Perpaduan harmonis antara lanskap alami dan buatan seperti suatu lanskap pedesaan dengan pemukiman manusia, terasering persawahan padi dengan pondok pelepas lelah dan sebagainya. 2.2 Sungai Sungai adalah satu elemen lanskap yang merupakan mata rantai hidrologi dengan segala komponen-komponennya dimana terjadi erosi, transportasi, desposisi yang membawa materi geologi bumi. Sungai sebagai suatu bentukan lanskap yang dinamis dan hidup memiliki kegunaan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Notodihardjo (1989) mengemukakan kegunaan sungai sebagai berikut: (1) lalu lintas air, (2) pengembangan rekreasi dan pariwisata, (3) pengembangan perikanan, (4) pembangkit listrik tenaga air, (5) persediaan air untuk keperluan rumah tangga dan industri, (6) pengendalian kekeringan, (7) irigasi, (8) drainase, (9) pengembangan air tanah, (10) pengendalian intrusi air laut. Sungai dan bantarannya merupakan habitat yang sangat kaya akan flora dan fauna sekaligus sebagai barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai yang masih alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga kandungan oksigen air sungai (Maryono, 2005). Dalam suatu sistem sungai terjadi lalu lintas rantai makanan dari bagian hulu ke hilir. Oleh sebab itu
6
dalam memahami dan menginvestigasi wilayah sungai untuk perencanaan pembangunan wilayah sungai tidak bisa secara isolatif di suatu areal tertentu saja (lokal), namun harus secara integral sesuai dengan jenis ekosistem wilayah sungai yang sifatnya tidak tertutup dan dipengaruhi oleh seluruh faktor baik dari hulu maupun dari hilir (Maryono, 2005). Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (PP No. 35 tahun 1991). Sempadan sungai sering disebut dengan bantaran sungai walau terdapat perbedaan. Bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir, sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, ditambah lebar bantaran ekologis dan lebar keamanan yang diperlukan kaitannya dengan letak sungai (misal areal permukiman-non permukiman). Sempadan sungai merupakan daerah ekologi dan hidraulis sungai yang penting (Maryono, 2005). Lebar sempadan pada sungai besar di luar permukiman minimal seratus meter dan pada anak sungai besar minimal 50 meter di kedua sisinya. Sedang di daerah permukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk dibangun jalan inspeksi (Kepres No.32/1990 dan PP No.47/1997). Sementara itu PP No.47/1997 menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul di luar daerah permukiman adalah lebih dari lima meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (PP No. 35 tahun 1991) 2.3 Permukiman Menurut UU RI no. 4 tahun 1992, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan atau perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan. Permukiman meliputi unit perumahan dan fasilitas. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
7
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana
dan
sarana
lingkungan.
Fasilitas
berfungsi
untuk
penyelenggaran dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Budiharjo (dalam,Adriana,1992) mengemukakan bahwa permukiman adalah sarana hunian yang berkaitan erat dengan tatacara kehidupan masyarakat. Lingkungan permukiman harus memenuhi persyaratan antara lain: tidak terganggu oleh polusi udara, air dan suara, tersedia air bersih, memberi kemungkinan untuk berkembang, mempunyai aksesibilitas yang baik, mudah dan aman mencapai tempat kerja, tidak di bawah air. Selain teknis atau fisik, permukiman berkaitan juga dengan dimensi sosial budaya, sumberdaya lokal dan selera masyarakat yang kesemuanya akan membentuk situasi apakah masyarakat akan berperan serta atau tidak. Eckbo (1964) menyatakan bahwa lingkungan fisik di kota yang tengah mengalami pertumbuhan adalah memaksimumkan struktur dan meminimumkan ruang terbuka. Ukuran permukiman terbagi menjadi enam yaitu permukiman tunggal (satu rumah), permukiman kecil (2-20 rumah), permukiman kecil-sedang (sampai dengan 500 penduduk), permukiman besar (2000-5000 penduduk), permukiman sangat besar (besar dari 5000 penduduk). Kerapatan permukiman diukur bedasarkan
jarak
antar
rumah-rumah
sepanjang
jalan
sehingga
dapat
dikategorikan sangat jarang, jarang, rapat, sangat rapat, rapat-kompak. Tipe permukiman dapat dibedakan menjadi tipe linear, tipe plaza, dan tipe permukiman dengan pengaturan area atau streetplan (Van der Zee, 1986). 2.4 Perencanaan Lanskap Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antar lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Mrass,1985). Proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang (Gold,1980). Perencanaan merupakan suatu pendekatan ke masa depan terhadap lahan dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak (Laurie,1984). Perencanaan adalah proses pemikiran dari suatu ide ke arah bentuk yang nyata. Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk menentukan keadaan awal, keadaan yang
8
diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut (Simonds, 1983). Perencanaan merupakan proses yang rasional secara umum untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa datang berdasarkan kemampuan Sumber Daya Alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien (Sutarjo, 1985). Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Tujuan perencanaan lanskap untuk menyelamatkan dan memperbaiki lanskap kolektif, membantu mempertemukan berbagai penggunaan yang berkompetisi dan menggabungkannya ke dalam suatu lanskap dimana tidak terjadi pengrusakan alam dan sumber daya cultural tempat lanskap dijumpai (Turner,1986). 2.5 Bioregional Bioregion yang berasal dari kata bio (hidup) dan region (teritorial) merupakan tempat hidup (life place) yaitu suatu lingkungan khas dimana batasbatasnya lebih ditentukan oleh tatanan alam yang mampu mendukung keunikan aktivitas komunitas biotik di dalamnya (Thayer,2003). Bioregion
secara
etimologi diartikan sebagai “ruang kehidupan” yaitu kawasan yang unik yang dibatasi oleh alam dengan geografis (landform,tanah dan lain-lain), klimat (curah hujan, pola hujan dan lain-lain), hidrologi (banjir, siklus air dan lain-lain) dan karakter ekologi untuk mendukung komunitas manusia dan non manusia. Bioregion didefinisikan bervariasi terdiri dari geografi Daerah Aliran Sungai , ekosistem tumbuhan dan hewan, landform serta budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam (Thayer, 2003). Bioregion merupakan daerah geografis dan daerah yang secara tidak langsung merupakan bagian dari daerah dan bagaimana dapat hidup. Dalam bioregion kondisi dipengaruhi oleh kehidupan yang serupa dan dipengaruhi oleh tindakan manusia (Berg and Dasmann, 1978). Bioregion merupakan suatu area geografi yang memiliki karakteristik umum dari tanah, sumber air, iklim, satwa dan vegetasi lokal yang hidup di seluruh biosfer bumi serta memilki kontribusi yang hakiki. Suatu bioregion didefinisikan ke dalam bentuk-bentuk yang unik dan memiliki berbagai pola dari
9
berbagai karakteristik alam yang ditemukan di suatu tempat yang spesifik (Berg, 2002). Komponen kritikal bioregion adalah budaya manusia yang dibangun di dalam dan terintegrasi dalam area tanpa batas yang kaku dan dibedakan oleh bentukan alami seperti flora, fauna, tanah, iklim, geologi dan area drainase (Traina,1995). Bioregion mengarah pada penampakan geografi secara nyata dimana suatu bioregion memiliki pengaruh besar terhadap manusia. Pengertian dasar bioregion yang lebih luas merupakan permukaan bumi yang batas perkiraannya dibedakan oleh karakteristik alam dan manusia, yang berbeda dengan area lain dengan kelengkapan khusus dari flora, fauna, air, iklim, tanah, landform dan permukiman manusia dan budaya (Sale, 2000). Menurut Scherch (1997) bioregionalism berkaitan dengan cara baru memandang secara menyeluruh dalam mendefinisikan dan memahami tempat dimana kita hidup, dan dapat hidup secara berkelanjutan dan peduli. Menurut Kurniawaty (2001), sepuluh pertanyaan sebagai langkah awal memahami keterkaitan kita dengan lingkungan antara lain: (1) Darimana datangnya air yang kita minum ini? (2) Kemana perginya sampah yang kita buang setiap hari? (3) Kemana perginya buangan hajat kita setiap hari? (4) Bagaimana rasanya kalau air minum kita selalu terkotori sampah? (5) Kemana perginya asap knalpot yang kita semburkan setiap hari? (6) Berapa jam setiap harinya waktu yang kita habiskan untuk duduk di dalam mobil? (7) Bagaimanakah rasanya jika udara yang kita hirup setiap hari berupa asap knalpot? (8) Darimana datangnya makanan yang kita makan setiap hari? (9) Tahukah akibatnya jika makanan tersebut datang dari tempat yang semakin jauh karena sawah atau kebun kita sudah menjadi lahan permukiman atau industri? (10) Tahukah kita paling sedikit lima tanaman asli di tempat tinggal kita yang bisa kita makan?. Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga komponen yaitu: (1) Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi alami.(2) Komponen ekonomi, yang mendukung usaha pendayagunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya, dengan pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat.(3) Kompoen sosial
10
budaya, yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi 2). Bioregion merupakan unit perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang tidak ditentukan oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografik, komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion, secara ekologis. Penelusuran dan penggambaran yang seimbang merupakan suatu cara untuk menjelaskan suatu bioregion (Berg,1991). Pendeskripsian dari bioregion spesifik adalah menggambarkan penggunaan informasi tidak hanya dari pengetahuan alam tetapi juga sumber lainnya. (Berg, 2002). Pengukuran bioregion bukan merupakan studi kuantitas tetapi bersifat subjektif dan kesesuaian kualitatif (Traina ,1995).
2)
http: // www.rudyct.topcities.com.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Studi Studi dilakukan selama 6 bulan pada bulan Maret sampai Agustus 2007. Batas bioregion merupakan batas alam bukan batas administrasi. Lokasi studi merupakan bagian dari bioregional DAS Ciliwung (Gambar 2). Akan tetapi untuk memudahkan dan memfokuskan pendataan awal maka lokasi studi hanya terbatas di kawasan permukiman bantaran sungai di SubDAS Ciliwung bagian tengah di Kota Bogor. Perencanaan yang akan dilakukan dapat memberikan kontribusi dan berpengaruh terhadap perbaikan kawasan lain di daerah yang merupakan bagian dari bioregion DAS Ciliwung terutama SubDAS Ciliwung bagian tengah dan hilir. Meskipun perencanaan dilakukan di Kota Bogor tetapi dapat berpengaruh ke daerah lain di luar administrasi Kota Bogor seperti Depok dan Jakarta.
gun
Gambar 2. Lokasi studi
12
Studi dilakukan di permukiman bantaran sungai Ciliwung di Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor. Cakupan lokasi studi meliputi empat RW di Kelurahan Baranangsiang , Kecamatan Bogor Timur dan sembilan RW di Kelurahan Babakan Pasar termasuk Pulo Geulis yang merupakan bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Bogor Tengah. Pulo Geulis merupakan kawasan permukiman bantaran sungai yang terletak di tengah-tengah percabangan Sungai Ciliwung yang terbagi menjadi dua bagian arus sungai (Gambar 3). Adapun batas-batas administratif lokasi studi antara lain: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kebun Raya Bogor (Kelurahan Paledang) b. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tegalega c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bondongan d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Gudang Kebun Raya Bogor (Kelurahan Paledang) Kelurahan Baranangsiang Kelurahan Tegalega Pulo Geuli Kelurahan Gudang Kelurahan Babakan Pasar
gun
Gambar 3.Administrasi lokasi studi 3.2 Bahan Bahan pengolahan menggunakan Geographic Information System (GIS) berupa hardware (komputer, scanner, printer) dan
software pengolahan data
spasial (ArcView GIS 3.2) serta software rancang bangun (AutoCAD 2005), Adobe Photoshop, Bryce 5. Sedangkan untuk analisis data spasial menggunakan citra ikonos tahun 2005 dan peta administrasi Kota Bogor tahun 2005.
13
Pengambilan data lapang Ground Truth Check menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk meregistrasi koordinat posisi suatu tempat atau lokasi , peta jalan dan peta ikonos . Kamera digital untuk merekam situasi dan kondisi di lokasi studi. 3.3 Metode Studi Studi ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan terdiri dari penyusunan peta dasar, perumusan kriteria standard dan administrasi dan pengambilan data sekunder dari dinas-dinas terkait dan pemerintahan setempat. 2. Survei Survei dilakukan dengan pengamatan langsung di tapak dan sekeliling tapak untuk mengetahui kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Wawancara dilakukan kepada penduduk setempat dan sebanyak 35 sampel rumah yang mewakili tiap tipe klasifikasi permukiman . Pengambilan sampel rumah dilakukan secara acak (random sampling) sehingga semua memiliki peluang yang sama . Namun apabila
terdapat kendala dalam
pengambilan sampel rumah yaitu rumah yang sudah ditetapkan sebelumnya sebagai sampel tidak ada penghuninya sehingga sampel rumah digantikan oleh rumah yang letaknya berdekatan. Penentuan jumlah sampel rumah disesuaikan dengan proporsi luasan dari tiap tipe klasifikasi permukiman. Dari hasil wawancara dapat diketahui tipe klasifikasi permukiman, luas rumah, anggota keluarga, sumber air minum, MCK, sistem pembuangan sampah, dan penggunaan karamba. Kuisioner wawancara disajikan pada lampiran. Selain itu dilakukan verifikasi langsung kondisi eksisting tapak untuk mengecek kesesuaian data sekunder yang diperoleh dengan kondisi di lapang . Data yang diperoleh kemudian di transfer ke dalam peta dasar sehingga menghasilkan Peta Eksisting Permukiman, Peta Ruang Terbuka Hijau, Peta Fasilitas, Peta Infrastruktur, dan Peta Utilitas. 3. Analisis Analisis dilakukan untuk mengetahui potensi dan kendala yang ada di tapak baik kondisi biofisik maupun sosial ekonomi dan untuk menentukan kapasitas
14
rencana berdasarkan kriteria standar perencanaan. Selain itu dilakukan klasifikasi terhadap permukiman, sistem pembuangan sampah dan saniter. Output yang dihasilkan berupa Peta Analisis meliputi Peta Batas Sempadan Menurut UU, Peta
Klasifikasi Permukiman, Peta Sampel Rumah, Peta
Saniter, Peta Pembuangan Sampah dan Peta Sistem Pengangkutan Sampah. 4. Sintesis Dilakukan evaluasi terhadap kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Kondisi yang melebihi kapasitas rencana akan dilakukan alternatif pengendalian masalah atau upaya perbaikan. Sedangkan kondisi eksisting yang kurang dari kapasitas rencana akan dilakukan optimalisasi. 5. Pengembangan Rencana Berdasarkan sintesis di atas dilakukan usulan perbaikan atau pengendalian masalah melalui konsep perencanaan dan pengembangan rencana lanskap permukiman. Output yang dihasilkan berupa Block Plan, Rencana Zonasi, Site Plan, Gambar Potongan-Tampak dan Ilustrasi. Tabel 1.Jenis, Bentuk dan Sumber Pengambilan Data dan Informasi Domain Fisik
Sosial
Jenis Data Peta administrasi
Bentuk Data sekunder
Topografi (elevasi) Geologi dan tanah Iklim Hidrologi
sekunder sekunder sekunder sekunder
Kondisi permukiman, infrastruktur, utilitas dan karamba
primer,sekunder
Komposisi penduduk (jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan lain-lain) Aktivitas penduduk di tapak
sekunder
primer
Sumber Bapeda, Dinas Bina Marga dan Pengairan Bapeda Bapeda,literatur Bapeda,literatur Bapeda literatur,BPDAS Lapang, Bapeda, Dinas Bina Marga dan Pengairan Bappeda Kelurahan
Lapang
IV. SURVEI DAN ANALISIS Komponen utama bioregion adalah manusia dan alam (Traina, 1995). Bioregion merupakan bentangan alam disertai proses alami dan manusia disertai aktivitas manusia termasuk aktivitas di dalamnya. Sebagaimana dijabarkan dalam bagan alur studi (Gambar 1), proses buatan akibat aktivitas manusia bergantung dan dipengaruhi oleh proses alam. Komponen proses alami merupakan aspek biofisik yang terdiri dari: topografi dan kemiringan, geologi dan tanah, iklim, hidrologi dan lain-lain. Komponen aktivitas manusia merupakan aspek fisik kawasan terbangun yang terdiri dari: permukiman, infrastruktur, fasilitas, utilitas dan lain-lain. Selain itu aspek sosial masyarakat yang tinggal di dalamnya merupakan bagian dari komponen pembentuk bioregion. 4.1 Komponen Proses Alami 4.1.1 Topografi dan Kemiringan Secara umum lokasi studi berada pada ketinggian lebih dari 250 meter di atas permukaan laut yaitu pada ketinggian 250 m dpl, 262.5 m dpl dan 275 m dpl. (Gambar 5). Wilayah Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar memiliki topografi yang bervariasi mulai dari datar sampai dengan sangat curam. Hal ini dikarenakan adanya keragaman karakteristik bentang alam sebagai kawasan bantaran sungai. Secara keseluruhan wilayahnya didominasi
oleh
topografi landai. Bangunan yang didirikan pada lahan dengan kemiringan curam merupakan salah satu kendala (Gambar 4). Jika tebing sungai terkena longsor akan merusak konstruksi bangunan sehingga membahayakan penduduk yang tinggal di sekitarnya.
Gambar 4. Bangunan yang didirikan di tebing sungai
16
Legenda Gab_jalan.shp Jalan Sungai.shp Sungai Kontur 275 275.shp m dpl Kontur 262,5.shp 262,5 m dpl Kontur 250.shp
N
250 m dpl
0
200
400
600
800 Meters
Gambar 5. Peta topografi di lokasi studi p
Legenda Landai (0-2%) Curam (25%-40%) Sangat curam (>40%) 0
200
400
600
Gambar 6. Peta kemiringan/lereng di lokasi studi
800 m
17
4.1.2 Geologi dan Tanah Geologi wilayah Bogor merupakan batuan vulkanik kwarter sebagai hasil endapan yang disebut kipas alluvium. Jenis tanah terdiri dari latosol coklat kemerahan kecuali di bantaran Sungai
Ciliwung dan anak sungainya yang
berjenis tanah aluvial kelabu. Secara umum sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor berada pada geomorfologi satuan daerah pedataran kipas alluvial. Aliran sungainya berpola sejajar dengan lembah utama Lapisan batuan vulkanik berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari Daerah Aliran Sungai. Tanah di sepanjang sungai berupa tanah alluvial yang peka terhadap erosi dan banjir. Alluvial terjadi karena pencucian tanah oleh air dan penimbunan oleh lumpur secara terus menerus. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil hasil dari pelapukan endapan baik untuk vegetasi. Menurut BPN (1986), lapisan batuan vulkanik ini berada lebih dalam dari permukaan dan yang terdiri dari 3 jenis batuan vulkanik, antara lain: a. Alluvium (kal),dengan sifat: lanel, pasir, kerikil, bongkah batuan batu dan lanau b. Kipas alluvium (kpal), dengan sifat: lanel,pasir, kerikil bongkah, batuan beku dan lanau c. Satuan breksi tupaan (kpbb), dengan sifat: breksi coklat kekuningan, abu-abu kehitaman, komponen batuan beku, polimik berukuran 0,1-1 meter, bentuk menyudut tanggung, dasar tufa pasiran,kurang kompak. Sifat tanah latosol coklat kemerahan adalah memiliki solum tanah sedang sampai dalam, struktur remah sampai gumpal remah, tekstur halus, konsistensi gembur sampai agak teguh,permeabilitas dan drainase sedang sampai agak cepat, kadar fraksi liat agak tinggi sampai tinggi. Jenis tanah ini mempunyai material liat mulai dari tinggi hingga sangat tinggi, menurut Marsh (1991) tanah yang mempunyai material liat tinggi mempunyai batas kekuatan menahan beban struktur 2-4 ton/30 cm. Sifat tanah aluvial kelabu adalah berwarna kelabu sampai coklat, tekstur halus kadang-kadang berkerikil dan berbeda-beda pada tempat tertentu, batas antara lapisan-lapisan tidak tampak jelas, strukturnya remah sampai gumpal di lapisan atas sedangkan lapisan bawah pejal, konsistensinya agak lekat (basah)
18
sampai agak teguh (lembab), agak masam, kadar zat organik dan hara tanaman sedang sampai rendah dan cadangan mineralnya rendah. 4.1.3 Iklim Secara umum Kota Bogor beriklim sejuk, menurut klasifikasi Koppen termasuk tipe iklim Af (tropika basah). Berdasarkan data Bapeda 2005, Kota Bogor memiliki suhu udara rata-rata tahunan mencapai 27°C dengan suhu maksimum 29°C dan suhu minumum 23°C.
Perubahan tata guna lahan
menyebabkan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di sekitar lokasi studi. Vegetasi berfungsi sebagai pengatur iklim lingkungan, penyuplai oksigen dan penjaga keseimbangan ekologis. Keberadaan vegetasi dapat menurunkan suhu di sekitarnya. Vegetasi menyebabkan sebagian sinar matahari diteruskan, dibelokkan dan dipantulkan oleh tajuk pohon sehingga suhu udara di bawah tajuk akan lebih rendah karena terjadi pengurangan energi matahari. Tabel 2. Temperatur, Kelembaban Relatif Maksimum, Minimum di Kota Bogor Tahun 2004 Temperatur (° C) Bulan
Maksimum
Minimum
Kelembaban Relatif (%) Maksimum
Minimum
Januari
30,9
22,5
93
80
Februari
30,3
22,9
95
85
Maret
31,8
23,0
94
77
April
32,6
23,2
91
81
Mei
32,4
23,1
95
80
Juni
30,3
22,9
95
85
Juli
31,7
22,2
92
77
Agustus
32,5
21,4
80
72
September
32,5
22,3
88
76
Oktober
33,1
22,4
86
72
Nopember
32
26,1
96
79
Desember
30,7
23,1
94
75
Sumber: Bapeda, Kota Bogor Dalam Angka (2005)
Curah hujan di wilayah Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar rata-rata mencapai 4680 mm/tahun (Bapeda, 2005) Kecepatan angin ratarata/tahun adalah 2 km/jam dengan arah Timur Laut. Jumlah hari hujan 156 hari.
19
Pada bulan-bulan basah yaitu bulan Februari dan Juni, curah hujan sangat tinggi. Kondisi iklim di DAS bagian hulu mempengaruhi kuantitas air yang mengalir ke bagian tengah dan hilir. Jumlah air hujan yang melebihi kapasitas di hulu, maka kelebihan air akan dialirkan ke hilir. Keberadaan lahan terbangun di lokasi studi akan mengurangi kapasitas daerah resapan air seiiring dengan berkurangnya proporsi Ruang Terbuka Hujau. Hal ini mengakibatkan debit pengaliran sungai yang terjadi akan lebih besar daripada kapasitas alur sungai. Pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi disertai pengurangan kapasitas alur sungai akan menimbulkan banjir yang ditunjukkan dengan genangan-genangan air di kawasan tersebut. Tabel 3. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Per Bulan Bulan
Curah Hujan (mm)
Hari Hujan (hari)
Januari
410
13
Februari
599
20
Maret
519
15
April
271
13
Mei
412
10
Juni
985
20
Juli
228
11
Agustus
228
10
September
368
13
Oktober
373
13
Nopember
136
12
Desember
156
11
390
13
Rata-rata
Sumber: Bapeda, Kota Bogor Dalam Angka (2005)
4.1.4 Hidrologi Sungai Ciliwung berasal dari daerah pegunungan yang kemiringannya curam dan gaya tarik alirannya cukup besar, tetapi semakin ke hilir kemiringannya semakin landai. Sungai Ciliwung membelah kota Bogor dari arah Selatan ke Utara. Sungai Ciliwung yang melintasi kota Bogor panjangnya kurang lebih 21,498 km (Bappeda dan Dinas Pengairan, 1995).
20
Aliran sungai Ciliwung yang melintasi lokasi studi sepanjang 976 m. Ratarata lebar sungai yaitu 12 m. Sekitar 120 m dari batas Jalan Otista di sebelah utara lokasi studi, aliran sungai Ciliwung terbagi menjadi dua arus bagian membentuk Pulo Geulis. Percabangan sungai terpisah sejauh 530 m. Bentuk alur sungai berkelok pada percabangan arus sungai. Belokan tersebut menyebabkan aliran sungai mejadi lambat. Di beberapa tempat, sungai mengalami penyempitan karena proses alami dan pengaruh aktivitas manusia. Longsoran tanah dari tebing sungai dan endapan lumpur merupakan proses alami yang menyebabkan penyempitan alur sungai. Pengaruh aktivitas manusia dengan adanya bangunan yang berdiri di tebing sungai juga mengakibatkan penyempitan penampang sungai. Penyempitan dan pendangkalan sungai dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengaliran air sungai karena mempersempit bidang pengaliran air. Jika volume air yang mengalir tetap akan tetapi bidang pengaliran semakin sempit maka akan mengakibatkan banjir. 4.1.4.1 Kualitas Air Sungai Ciliwung Berdasarkan hasil uji Laboratorum Akademi Kimia Analisis tahun 2006 (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, 2006) diperoleh beberapa parameter kualitas air sungai yang melebihi standard atau baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan SK Gubernur No. 1608 tahun 1988, konsentrasi yang diperkenankan sebagai sumber baku air minum yaitu angka BOD air Ciliwung tidak boleh melebihi 10 mg/L dan angka COD air Ciliwung tidak boleh melebihi 20 mg/L. Konsentrasi BOD mencapai 1,5 mg/L dan konsentrasi COD mencapai 20,58 mg/L. Konsentrasi COD sudah melebihi batas yang ditentukan karena kondisi sungai sudah tercemar. Zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, pH air sungai, kandungan nitrat, klorida, besi dan Fecal Coliform masih berada di bawah ambang baku mutu. Temperatur air sungai mencapai 27,1
0
C melebihi baku mutu yaitu 30C.
Kandungan oksigen terlarut sebesar 5,21 mg/L melebihi baku mutu yaitu kurang 3 mg/L. Kandungan amonia sebesar 0,03 mg/L sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 0,02 mg/L.
21
Tabel 4. Kualitas air sungai Ciliwung dari berbagai parameter No.
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Hasil analisis
C
± 30C
27,1
0
1
Temperatur
2
Zat padat terlarut
mg/L
1000
70
3
Zat padat tersuspensi
mg/L
-
90
4
pH
6-9
7.27
5
Oksigen terlarut
mg/L
>3
5.21
6
Amoniak
NH3-N
mg/L
0.02
0.03
7
Nitrat
NO3-N
mg/L
10
2.45
8
Klorida
Cl-
mg/L
600
50.28
9
Besi
Fe
mg/L
5
0.14
10
Minyak & Lemak
mg/L
-
0.05
11
Deterjen
mg/L
-
tt
12
BOD
mg/L
-
1.5
13
COD
mg/L
-
20.58
14
Fecal Coliform
APM/mL
2000
200
Ket: Pengujian Laboratorium Akademi Kimia Analisis tahun 2006 yang diperoleh dari beberapa hasil analisis kualitas air sungai sub DAS Ciliwung Bagian Tengah yang dibandingkan baku mutu berdasarkan Kep.Gub Kepala Daerah Tk.1 Jawa Barat No. 38 tahun 1991 Lampiran 2, Gol. B,C,D tentang Peruntukkan Air dan Baku Mutu Air pada Sumber Air di Jawa Barat
Buangan saniter meliputi semua air dari toilet, dapur, restoran, rumah sakit dan lain-lain yang dibuang ke sistem drainase dan/atau sungai. Air buangan ini terutama terdiri dari bahan organik, termasuk bakteri yang berbahaya serta detergen. Bahan organik berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Pembuangan bahan organik ke dalam badan air seperti sungai dapat meningkatkan populasi mikroorganisme sehingga tidak tertutup kemungkinan dapat meningkatkan bakteri patogen. Zat pencemar di lokasi studi dapat berasal dari tempat atau kegiatan yang dirancang untuk membuang dan mengalirkan zat atau substansi seperti tangki septik dan kakus. Selain itu sumber kontaminan dapat bersifat alamiah atau terjadi secara alamiah tetapi terjadinya pengaliran atau penyebarannya disebabkan oleh aktivitas manusia seperti sampah rumah tangga. Adanya zat pencemar yang terkandung dalam air sungai tidak hanya mematikan tumbuhan dan hewan serta merusak keseimbangan ekologi tetapi juga dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia. Hal ini dikarenakan kandungan zat-zat kimia berbahaya yang
22
terkandung dalam polutan dapat mengganggu sistem kerja tubuh, merusak jaringan tubuh, mengurangi kekebalan tubuh dan gangguan-gangguan lain. 4.1.5 Vegetasi dan Satwa Rumah dengan pekarangan yang sempit dan terbatas tidak memungkinkan adanya penanaman pohon. Rumah yang memiliki pekarangan yang relatif luas ditanami berbagai macam pohon dan semak seperti palem, bougenvil, cemara, hanjuang, pisang, dan sebagainya. Vegetasi di tepi sungai pada umumnya berupa pohon seperti angsana, mahoni, bambu dan sebagainya. Jumlah vegetasi di lokasi studi sudah berkurang dan terbatas karena terjadinya perubahan tata guna lahan dari ruang terbuka menjadi ruang terbangun. Ikan merupakan salah satu jenis satwa yang dibudidayakan penduduk dengan menggunakan karamba. Jenis ikan yang banyak dibudidayakan adalah ikan mas, nila, lele dan koi. Satwa lain yang dibudidayakan penduduk adalah ayam. Jenis ternak ini cukup potensial untuk pemenuhan konsumsi rumah tangga. Jenis satwa liar yang terdapat di lokasi studi yaitu burung, serangga
dan
sebagainya. 4.2 Komponen Aktivitas Manusia 4.2.1 Permukiman Lokasi studi memiliki luas 53,6 ha. Kelurahan Baranangsiang seluas 15,7 ha atau sekitar 29,37 % dan Kelurahan Babakan Pasar seluas 37,8 ha atau sekitar 70,63 % dari luas wilayah studi. Daerah ini sudah di dominasi oleh ruang terbangun berupa permukiman sekitar 86,67 % dan Ruang Terbuka Hijau sekitar 13,33 % (Gambar 8). Permukiman ini didirikan secara illegal dan letaknya sudah melampaui batas lebar sempadan sungai yang ditentukan oleh pemerintah. Lokasi studi merupakan daerah permukiman bantaran sungai di kawasan perkotaan tanpa tanggul di sisi kiri kanan sungai. Secara umum lebar sempadan sungai yang dibutuhkan di lokasi studi sekurang-kurangnya 30 meter berdasarkan PERMEN PU NO. 63/1993 (Gambar 9). Pendirian permukiman tidak sesuai dengan peraturan dan merusak dari segi ekologis. Rumah-rumah yang didirikan di bantaran sungai rata-rata hanya berjarak 2 meter dari tepi sungai (Gambar 10).
23
Gambar 7. RTH di lokasi studi
Legenda Ruang Hijau RuangTerbuka Terbuka Hijau
Ruang Terbangun Terbangun Ruang
Gambar 8. Peta Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbangun
24
GS
GS
H Ilustrasi: Arin N.S
Permukiman/Perkotaan L
L
H <3 M , L > 10 M 3 M < H < 20 M, L > 15 M H > 20 M, L > 30 M
Keterangan: H : Tinggi L : Lebar M : Meter
Gambar 9. Ilustrasi sempadan sungai berdasarkan PERMEN PU NO.63/1993
Gambar 10. Rumah-rumah yang didirikan di bantaran sungai Berdasarkan analisis peta digitasi citra ikonos, diketahui jumlah bangunan di lokasi studi sebanyak 1692 dengan persentase 20% bangunan di Kelurahan Baranangsiang dan 80% di Kelurahan Babakan Pasar. Perumahan yang terdapat di lokasi studi memiliki karakter yang bervariasi seperti: tipe, luasan, kepadatan dan lain-lain. Hal ini dikarenakan perbedaan tingkat perekonomian, latar belakang sosial budaya dan pengaruh karakteristik lingkungan. Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perumahan Rakyat (1994), terdapat tiga kriteria perumahan yaitu:
25
1. Rumah sederhana merupakan rumah yang memiliki luas tanah antara 54 200 m2 2. Rumah menengah memiliki luas tanah antara 200-600 m2 3. Rumah mewah memiliki luas tanah antara 600-2000m2
Legenda
Sungai.shp Buffer 3 of Sungai.shp Buffer 2 of Sungai.shp Buffer 1 of Sungai.shp Bangunan.shp
0
400
N
800
1200 Meters
Gambar 11. Peta batas sempadan sungai berdasarkan PERMEN PU NO. 63/1993
Perumahan yang terletak di Kelurahan Baranangsiang secara umum dapat dibedakan menjadi perumahan mewah dan perumahan sederhana. Berdasarkan data hasil wawancara dan pengamatan di lapang, luas halaman rumah mewah mencapai rata-rata 600 m2. Rumah ini memiliki fasilitas dan prasarana yang
26
memadai. Rumah juga memiliki taman di halaman depan dengan pagar rumah yang kokoh dan tinggi. Pemilik rumah mempunyai tingkat perekonomian yang tinggi dengan mata pencaharian sebagai pengusaha, pegawai swasta, dokter dan lain-lain. Pemilik rumah merupakan warga pendatang baik etnis pribumi maupunTionghoa. Rumah sederhana di Kelurahan Baranangsiang memiliki luas halaman rata-rata 200 m2 yang tersebar di tepi sungai Ciliwung dan daerah Babakan Pendeuy. Perumahan
ini memiliki kepadatan yang lebih tinggi
dibanding
perumahan mewah. Pada umumnya rumah memiliki halaman yang sempit sehingga tidak memadai untuk dibangun taman di halaman rumah. Pemilik rumah mempunyai tingkat perekonomian rendah sampai menengah dengan mata pencaharian sebagai pedagang, wiraswasta, Pegawai Negeri dan lain-lain. Pemilik rumah pada umumnya merupakan warga asli dan warga pendatang dari etnis pribumi. Perumahan yang terletak di Kelurahan Babakan Pasar didominasi oleh rumah menengah atau sederhana. Rumah yang tergolong rumah mewah berada di antara perumahan sederhana yang dipisahkan dengan pagar pembatas (Gambar 12). Luas rumah mencapai rata-rata 600 m2. Rumah ini memiliki fasilitas dan prasarana yang memadai. Rumah juga memiliki taman di halaman depan dengan pagar rumah yang kokoh dan tinggi.
Pemilik rumah mempunyai tingkat
perekonomian yang tinggi dengan mata pencaharian sebagai pengusaha, pegawai swasta, dan lain-lain. Pemilik rumah pada umumnya merupakan warga asli maupun pendatang dari etnis Tionghoa. Mayoritas rumah di Pulo Geulis merupakan bangunan semi permanen dan non permanen. Sebanyak 80% bangunan rumah sudah berupa tembok dan 20% rumah berupa bilik dan setengah bilik. Sebagian rumah kumuh dibangun dan disubsidi dengan bantuan pemerintah dengan harga sekitar 2,5 juta/rumah. Prosedur dilakukan melalui dana Block Grant yaitu dana yang bersifat kompetitif dengan pengajuan dari beberapa RT dimana kepentingan yang bersifat urgent akan didahulukan. Setiap tahunnya warga melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) mengajukan dana Block Grant ke Tata Kota atau Walikota untuk pembangunan jalan setapak dan rumah kumuh.
27
Gambar 12. Pagar pembatas perumahan
Gambar 13. Rumah mewah di Kelurahan Babakan Pasar
Gambar 14. Permukiman yang didirikan di Pulo Geulis
Selain rumah tinggal, di Kelurahan Babakan Pasar juga terdapat Rumah Toko atau Ruko. Ruko terdapat di sepanjang Jalan Roda dan Jalan Suryakencana Pasar Bogor sebagai kawasan perdagangan. Luas ruko relatif sama tetapi tidak
28
semua bangunan berupa ruko, sebagian hanya berupa toko dengan satu lantai. Ruko di daerah ini pada umumnya terdiri dari dua lantai. Lantai bawah digunakan sebagai dan tempat penyimpanan barang untuk dijual sedangkan lantai atas digunakan sebagai rumah tinggal. Bangunan ruko memanjang ke belakang dari arah depan jalan. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan ruang sehingga jumlah toko yang dibangun lebih banyak. Luas bangunan ruko relatif beragam antara 70400 m2. Pemilik ruko hampir seluruhnya merupakan warga etnis Tionghoa baik warga asli maupun pendatang. Tipe perumahan tersebut secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu tipe 1, tipe 2 dan tipe 3. Pembagian klasifikasi dilakukan berdasarkan kriteria tertentu yaitu Koefisien Dasar Bangunan (KDB), kepadatan, dominasi bangunan, jumlah bangunan per hektar, luas bangunan, pola bangunan dan lebar jalan lingkungan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas areal terbangun dengan luas areal tak terbangun yang dinyatakan dalam persen. Kepadatan bangunan (berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1997 dan Penmendagri Nomor 59 Tahun 1988) dikelompokkan dalam klasifikasi sebagai berikut: a. Kepadatan sangat tinggi dengan KDB > 75 % b. Kepadatan tinggi dengan KDB 50%-75% c. Kepadatan sedang dengan KDB 20%-50% d. Kepadatan rendah dengan KDB 0%-20% Perumahan tipe 1 terletak di sebagian Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar dengan dominasi rumah mewah (Gambar 16). Koefisien Dasar Bangunan sekitar 64,4 % dengan kepadatan tinggi. Dominasi bangunan berupa rumah tempat tinggal dengan luas 200 m2. Jumlah bangunan per hektar mencapai 30 rumah. Pola bangunan teratur dan cenderung berpola linier dan lebar jalan lingkungan sekitar 4-5 m (Gambar 17). Perumahan tipe 2 terletak di Kelurahan Babakan Pasar. Koefisien Dasar Bangunan sekitar 79,52 % dengan kepadatan sangat tinggi. Dominasi bangunan berupa rumah toko (ruko) dengan luas 70-400 m2. Jumlah bangunan per hektar mencapai 30 rumah. Pola bangunan teratur dan cenderung berpola linier dan lebar jalan lingkungan sekitar 4-5 m.
29
#
$$ #
$
# #
$
# # Legenda
$ #
#
$
#
Sarana kesehatan.shp Sarana ibadah.shp Tps.shp Taman.shp Sungai.shp Sumur gali.shp Sekolah .shp Pertokoan.shp Lapangan or.shp Kantor pemerintahan.shp Rumah.shp Jembatan.shp Jalan lingkungan.shp Jalan kolektor.shp Jalan arteri .shp
0
N
200
400
600
Gambar 15. Peta eksisting permukiman
800 Meters
30
Gambar 16. Permukiman tipe 1
Gambar 17. Jalan lingkungan di permukiman tipe 1
Gambar 18. Permukiman tipe 2 di Jalan Suryakencana
31
Perumahan tipe 3 terletak di sebagian Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar dengan dominasi rumah sederhana. Koefisien Dasar Bangunan sekitar 90,71 % dengan kepadatan sangat tinggi. Dominasi bangunan berupa rumah tempat tinggal dengan luas 70 m2. Jumlah bangunan per hektar mencapai 85 rumah. Pola bangunan tidak teratur dan lebar jalan lingkungan sekitar 1,5 m.
Gambar 19. Permukiman tipe 3
Gambar 20. Jalan lingkungan di permukiman tipe 3
32
Tabel 5. Kriteria klasifikasi permukiman Kriteria
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
KDB
64,4 %
79,52 %
90,71 %
Kepadatan bangunan
tinggi
sangat tinggi
sangat tinggi
Dominasi bangunan
rumah
ruko (rumah
rumah
toko) Jumlah bangunan/ha
30
30
85
Luas bangunan
600 m2
70 -400 m2
70 m2
Pola bangunan
teratur (linier)
teratur (linier)
tidak teratur
4-5 m
4-5 m
1,5 m
Lebar jalan lingkungan Sumber: Analisis data lapang, 2007
Untuk menginventarisasi dan menganalisis karakteristik permukiman, ditentukan 35 sampel rumah yang mewakili tiap tipe klasifikasi permukiman. Pengambilan sampel rumah dilakukan secara acak (random sampling) sehingga semua memiliki peluang yang sama. Namun terdapat kendala dalam pengambilan sampel rumah yaitu rumah yang sudah ditetapkan sebelumnya sebagai sampel tidak ada penghuninya sehingga sampel rumah digantikan oleh rumah yang letaknya berdekatan. Pada umumnya permukiman tersebut kurang memenuhi kriteria standar. Rumah yang terlalu padat disertai kondisi lingkungan yang kurang baik merupakan kendala yang perlu dipertimbangkan. Berdasarkan perhitungan menurut Standard Nasional Indonesia tahun 1983, dengan rumus: L per orang = U/Tp dimana L per orang adalah luas lantai per orang, U adalah kebutuhan udara segar/orang/jam dalam satuan m3 dan Tp adalah tinggi plafond dalam satuan meter. Jika kebutuhan udara segar/orang/jam rata-rata 15 m3, tinggi plafond ratarata 2,5 m, maka luas lantai yang dibutuhkan oleh setiap orang rata-rata 6 m2. Diasumsikan dalam 1 keluarga terdapat 4 orang anggota yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak. Maka luas minimum areal yang dibutuhkan untuk 1 unit rumah dengan 4 orang anggota keluarga adalah 24 m2. Berdasarkan data hasil wawancara, tiap tipe klasifikasi permukiman memiliki karakter yang bervariasi. Sampel dari tipe 1 diambil sebanyak 6 rumah, luas rumah antara 600-800 m2 dengan rata-rata 750 m2 . Sampel dari tipe 3 di ambil sebanyak 24 rumah , luas rumah antara 8-800 m2 dengan rata-rata 150 m2.
33
Sampel dari tipe 2 diambil sebanyak 5 rumah , luas ruko atau toko antara 600-800 m2 dengan rata-rata 105 m2. Secara umum luas rumah tipe 1 > tipe 2 > tipe 3. Luas lantai bangunan
tipe 1 > tipe 2 > tipe 2. Kebutuhan ruang
rata-rata
permukiman tipe 1 > tipe 2 > tipe 3. Permukiman tipe 1 dan tipe 2 memiliki kebutuhan luas lantai /orang yang relatif sama dan sudah sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kriteria standard. Permukiman tipe 3 memiliki kebutuhan luas lantai/orang yang relatif bervariasi. Hal ini dikarenakan adanya keragaman luas rumah, luas lantai bangunan dan jumlah anggota keluarga. Pada permukiman tipe 2, terdapat rumah yang sudah sesuai dengan kriteria standard dan belum sesuai dengan kriteria standard. Dari tabel lampiran terlihat bahwa sampel rumah 1 dan 2 kebutuhan luas lantai/ orang kurang dari 6 m2 sehingga tidak memenuhi kriteria standard sedangkan 33 sampel rumah lainnya sudah memenuhi kriteria standard. Tabel 6. Perbandingan standard dengan kondisi tipe klasifikasi permukiman No. 1 2 3 4
5
Indikator Permukiman teratur (menurut SNI tahun 1983) Permukiman padat: (SNI tahun 1983) Permukiman sangat padat: (menurut SNI tahun 1983) Kebutuhan minimum luas lantai/orang KDB maksimal Berdasarkan Keputusan Mentri PU No.640/Kpts/1997 dan Penmendagri No.59 tahun 1988 pengklasifikasian kepadatan bangunan
Standard
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
50 rumah/ha
30 rumah/ha -
-
50-100 rumah/ha
30 rumah/ha -
100 rumah/ha
-
-
85 rumah/ha -
6 m2
35 m2
164 m2
29 m2
75-80%
64,4 %
79,52 %
90,71 %
34
Legenda
TIPE TIPE1 1 TIPE TIPE2 3 TIPE3 2 TIPE
Gambar 21. Peta klasifikasi permukiman
35
Legenda
Sampel rumah.shp Rumah.shp Sungai.shp Jembatan.shp Jalan lingkungan.shp Jalan kolektor.shp Jalan arteri .shp
0
N
200
400
600
800 Meters
Gambar 22. Peta sampel rumah
4.2.1.1 Fasilitas Fasilitas merupakan salah satu komponen yang terdapat di dalam kawasan permukiman. Menurut UU RI No. 4 tahun 1992, fasilitas dapat menunjang dan berfungsi untuk penyelenggaran dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya meliputi sarana sosial ekonomi (sarana pendidikan, kesehatan,
36
peribadatan dan perniagaan), dan sarana umum (tempat rekreasi, sarana olah raga, tempat pemakaman umum, sarana pemerintahan dan lain-lain). Aspek sosial berpengaruh terhadap penyediaan fasilitas dalam suatu kawasan permukiman. Kuantitas penduduk berpengaruh dalam interpretasi daya dukung dan kapasitas rencana, luas kebutuhan ruang, kebutuhan fasilitas dan utilitas baik dalam penyebaran, jumlah dan jenis. Tabel 7. Interpretasi data penduduk terhadap fasilitas No. 1.
Jenis data Jumlah penduduk • Jumlah penduduk total • jumlah RT/RW • jumlah penduduk tiap RT/RW, • jumlah KK Kepadatan penduduk (Jumlah penduduk/luas daerah)
Interpretasi • Interpretasi luas kebutuhan ruang • Interpretasi kebutuhan fasilitas, utilitas dan lain-lain (penyebaran, jumlah, jenis)
3.
Mata pencaharian
• Penyediaan lapangan kerja • Distribusi penyebaran tenaga kerja • Fasilitas yang dapat meningkatkan kemampuan kerja
4.
Agama
• Mempengaruhi kebutuhan fasilitas ibadah (penyebaran, jumlah, jenis)
2.
• Interpretasi daya dukung dan kapasitas rencana
Tabel 8. Jenis fasilitas umum di lokasi studi No 1
Jenis Fasilitas
Keterangan
Fasilitas Pendidikan
Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Atas
2
Fasilitas Kesehatan
Apotik, Posyandu, Puskesmas
3
Fasilitas Peribadatan
Mesjid, Gereja, Vihara
4
Fasilitas Perniagaan
Toko, Ruko, Warung
5
Fasilitas Ruang Terbuka
Taman, Lapangan Olahraga
Sumber: Survei Lapang, 2007
Fasilitas
menjadi
salah
satu
kebutuhan
yang
penting
sehingga
keberadaannya diperlukan untuk menunjang kehidupan. Minimnya fasilitas di lokasi studi masih menjadi kendala, baik dari pengadaannya maupun kondisinya. Fasilitas umum yang terdapat di lokasi studi antara lain: lapangan olahraga dan taman, sekolah, posyandu, puskesmas,apotik, tempat ibadah, dan perbelanjaan.
37
1. Sarana pendidikan Sarana pendidikan merupakan fasilitas penunjang dalam suatu permukiman. Lokasi studi mempunyai 2 Taman Kanak-Kanak, 2 Sekolah Dasar dan 2 Sekolah Menengah Atas. Sekolah menyebar di beberapa lokasi dan relatif memenuhi standard minimum penduduk pendukung akan tetapi distribusinya tidak merata. Tabel 9. Standar minimum penduduk pendukung Sarana Pendidikan berdasarkan Standard Nasional Indonesia Tahun 1983 No
Sarana Pendidikan
Minimum Penduduk Pendukung
1
Taman Kanak-kanak
1000 penduduk atau 4 RT
2
Sekolah Dasar
1600 penduduk atau 6 RT
3
Sekolah Menengah Pertama
3600 penduduk atau 1 RW
4
Sekolah Menengah Atas
4800 penduduk 2 RW
Gambar 23. Sarana pendidikan di lokasi studi 2. Sarana kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di lokasi studi antara lain: apotik, posyandu dan puskesmas. Sarana kesehatan menyebar di beberapa lokasi dan relatif memenuhi standard minimum penduduk pendukung akan tetapi distribusinya tidak merata.
38
Tabel 10. Standar minimum penduduk pendukung sarana kesehatan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1983 No
Sarana Kesehatan
Minimum Penduduk Pendukung
1
Apotik
10.000 penduduk atau 4 RW
2
Posyandu
3000 penduduk atau 1 RW
3
Puskesmas
30.000 penduduk atau 1 lingkungan
Gambar 24. Sarana kesehatan di lokasi studi 3. Sarana peribadatan Agama yang dianut penduduk di lokasi studi antara lain: Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Sarana peribadatan yang terdapat di lokasi studi yaitu mesjid, gereja dan vihara. Di lokasi studi terdapat 7 mesjid atau mushola, 1 gereja dan 2 vihara (Gambar 30). Bangunan mesjid jumlahnya lebih banyak dibandingkan gereja dan vihara. Hal ini sesuai dengan kebutuhan dan komposisi penduduk. Penduduk paling banyak menganut agama Islam diikuti Kristen dan Budha. Mesjid atau mushola tersebar di Kelurahan Babakan Pasar termasuk 3 mesjid yang terletak di Pulo Geulis. Gereja terletak di Jalan Roda sedangkan 2 vihara terletak di Pulo Geulis dan Pasar Bogor. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia Tahun 1983, 1 mushola diperuntukkan bagi 2500 penduduk atau 1 RW dan 1 mesjid lingkungan diperuntukkan bagi 30.000 penduduk atau 1 lingkungan. Secara umum jumlah bangunan sarana peribadatan relatif sudah memenuhi kebutuhan sesuai standar. Akan tetapi perlu dilakukan upaya perbaikan dari segi kualitas.
39
Gambar 25. Mesjid yang terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar
Gambar 26. Gereja yang terletak di Jalan Roda, Kelurahan Babakan Pasar
Gambar 27. Vihara yang terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar
40
4. Sarana perniagaan Bagian wilayah lokasi studi merupakan salah satu pusat perdagangan di Kota Bogor. Pasar Bogor dan sepanjang Jalan Surken (Suryakencana) merupakan tempat dengan intensitas perdagangan yang tinggi. Hampir keseluruhan bangunan merupakan sarana perniagaan seperti warung, toko, dan Ruko (Rumah Toko) . Berdasarkan Standard Nasional Indonesia Tahun 1983, minimum penduduk yang mendukung warung adalah 250 penduduk atau 1 RT. Fungsi utama warung adalah menjual barang-barang keperluan sehari-hari seperti gula, sabun, minyak dan lain-lain. Lokasinya terletak di tempat pusat lingkungan yang mudah dicapai. Pertokoan lokasinya terletak di pusat dan tidak menyebrang jalan lingkungan. Minimum penduduk yang dapat mendukung pertokoan yaitu 2500 penduduk atau 1 RW. Toko atau Ruko di sekitar Pasar Bogor, Jalan Roda dan sepanjang Jalan Surken dan Plaza Bogor termasuk ke dalam pusat perbelanjaan dan niaga untuk 120.000 atau 480.000 penduduk. Fungsi utama juga sebagai pusat perbelanjaan di lingkungan yang menjual barang keperluan sehari-hari seperti sayur, daging, ikan, alat-alat rumah tangga dan sebagainya.Tokotoko tidak hanya menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari tetapi juga untuk toko-toko lainnya yang terdiri dari bengkel reparasi, service, tempat hiburan dan sebagainya. Tabel 11. Standar minimum penduduk pendukung Sarana Perniagaan berdasarkan Standard Nasional Indonesia Tahun 1983 No
Sarana Perniagaan
Minimum Penduduk Pendukung
1
Warung
250 penduduk atau 1RT
2
Pertokoan
2500 penduduk atau 1 RW
3
Pusat perbelanjaan
30.000 penduduk atau 1 lingkungan
4
Pusat perbelanjaan dan niaga
120.000- 480.000 penduduk
5. Ruang Terbuka Lapangan olahraga merupakan salah satu fasilitas umum yang berperan dalam pengembangan kehidupan masyarakat. Lapangan olahraga
41
berfungsi untuk mengembangkan kehidupan sosial budaya dan turut berperan dalam meningkatkan kualitas kesehatan penduduk. Lokasi studi memiliki 2 lapangan olahraga yang terletak di permukiman tipe 2 di Kelurahan Babakan Pasar. Luas lapangan olahraga sekitar 167 m2 dan 240 m2. Penduduk biasanya menggunakan lapangan ini untuk olahraga seperti badminton dan bola voli. Mayoritas pengguna adalah anak-anak dan remaja. Lapangan seringkali digunakan sebagai tempat berkumpul penduduk terutama usia remaja pada sore dan malam hari. Pada siang hari, lapangan digunakan sebagai tempat untuk menjemur. Intensitas penggunaan lapangan olahraga lebih tinggi pada pagi dan sore hari terutama libur.
Gambar 28. Lapangan terbuka di lokasi studi Selain lapangan olahraga, taman merupakan salah satu bentuk Ruang Terbuka Hijau yang memiliki fungsi dari segi ekologis, sosial dan ekonomi. Lokasi studi memiliki 1 taman yang terletak di permukiman tipe 1 (Gambar 27). Taman ini memiliki luas sekitar 1685 m2. Taman ini lebih dikenal dengan sebutan Taman Riau yang terletak di Jalan Riau, Kelurahan Baranangsiang. Selain fungsional, taman ini memiliki fungsi dari segi estetik. Kondisi taman sudah cukup terawat, akan tetapi dari segi luasan masih belum memadai jika dibandingkan standar luasan RTH menurut Kepmen PU No.378/KPTS/1987 (Tabel 12).
42
Gambar 29. Taman Riau sebagai bentuk RTH di lokasi studi
Legenda Sarana kesehatan.shp Sarana ibadah.shp Taman.shp Sungai.shp Sekolah .shp Pertokoan.shp Lapangan or.shp Kantor pemerintahan.shp Rumah.shp
0
N
200
400
600
Gambar 30. Peta fasilitas di lokasi studi
800 Meters
43
Tabel 12. Luas kebutuhan taman dan kondisi eksisting No.
1 2
Pendekatan
Kepmen PU No.378/KPTS/1987 Kondidi eksisting
Luas RTH (m2) 1900 1685
% wilayah
28,8 25,54
Per jiwa (m2/jiwa) 0,5 0,4
4.2.2 Infrastruktur Infrastruktur merupakan sistem fisik dalam penyediaan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lain untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Infrastruktur dapat berupa jalan dan jembatan sebagai pendukung sarana transportasi dan pergerakan manusia. 4.2.2.1 Jalan Berdasarkan UU RI No.38 tahun 2004 jalan dikelompokkan menurut peranannya menjadi tiga golongan yaitu: 1. Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah. Lokasi studi dibatasi oleh jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lingkungan (Gambar 36). Jalan Pajajaran merupakan jalan arteri yang membatasi lokasi studi di sebelah timur. Jalan Otto Iskandardinata merupakan jalan kolektor yang membatasi lokasi studi di sebelah utara. Sedangkan di sebelah selatan dibatasi
44
oleh jalan lingkungan. Jalan kolektor lain yang terdapat di lokasi studi antara lain: Jalan Roda, Jalan Bangka, Jalan Belitung, Jalan Sambu dan Jalan Taman Riau. Jalan Pajajaran di lokasi studi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bogor Timur. Panjang Jalan Pajajaran yang membatasi lokasi studi adalah 743 m atau sekitar 35 % dari panjang ruas jalan keseluruhan. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005, jalan ini memiliki 3 lajur jalan dengan 2 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 40 m dan jalur lalu lintas 18 m. Kondisi perkerasan baik, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan tidak berlubang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 4060 km/jam. Angkutan berat sering melintas di jalan ini . Trotoar di sebelah kiri dan kanan jalan selebar 2 m, jenis trotoar berupa conblock dan kondisinya baik. Saluran di kiri dan kanan jalan selebar 1 m, jenis nya berupa batu kali dan kondisinya baik. Jalan Otto Iskandardinata (Otista) termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Tengah. Panjang Jalan Otista yang membatasi lokasi studi adalah 730 m. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005, jalan ini memiliki 3 lajur jalan dengan 1 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 15 m dan jalur lalu lintas 9 m. Kondisi perkerasan rusak, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan berlubang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 10-20 km/jam . Angkutan berat sering melintas di jalan ini. Trotoar di sebelah kiri dan kanan jalan selebar 1,5 m, jenis trotoar berupa ubin/keramik dan kondisinya baik. Saluran di kiri dan kanan jalan selebar 1 m, jenis nya berupa batu kali dan kondisinya sedang. Jalan Roda termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Tengah. Panjang Jalan Roda yang membatasi lokasi studi adalah 879 m. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005, jalan ini memiliki 2 lajur jalan dengan 1 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 9 m dan jalur lalu lintas 8 m. Kondisi perkerasan baik, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan tidak berlubang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 40-60 km/jam . Tidak terdapat angkutan berat yang melintas di jalan ini dan tidak terdapat trotoar dan saluran di sebelah kiri dan kanan jalan.
45
Jalan Bangka termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Timur. Panjang Jalan Bangka yang membatasi lokasi studi adalah 399 m. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005, jalan ini memiliki 1 lajur jalan dengan 1 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 4 m dan jalur lalu lintas 4 m. Kondisi perkerasan sedang, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan berlubang dan agak bergelombang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 20-40 km/jam .Tidak terdapat angkutan berat yang melintas di jalan ini. Trotoar hanya terdapat pada bagian kanan jalan selebar 1,5 m, jenis trotoar berupa tanah dan kondisinya baik. Saluran di kiri dan kanan jalan selebar 0,4 m, jenisnya berupa batu kali dan kondisinya sedang. Jalan Belitung termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Timur. Panjang Jalan Bangka yang membatasi lokasi studi adalah 320 m. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005, jalan ini memiliki 1 lajur jalan dengan 2 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 6,5 m dan jalur lalu lintas 4 m. Kondisi perkerasan sedang, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan berlubang dan agak bergelombang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 20-40 km/jam .Tidak terdapat angkutan berat yang melintas di jalan ini. Trotoar hanya terdapat pada bagian kiri jalan selebar 1,8 m, jenis trotoar berupa tanah dan kondisinya baik. Saluran di kiri jalan selebar 0,5 m, jenisnya berupa batu kali dan kondisinya baik. Jalan Sambu termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Timur. Panjang Jalan Sambu yang membatasi lokasi studi adalah 483 m. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005, jalan ini memiliki 2 lajur jalan dengan 2 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 7,3 m dan jalur lalu lintas 6 m. Kondisi perkerasan baik, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan tidak berlubang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 40-60 km/jam .Tidak terdapat angkutan berat yang melintas di jalan ini. Tidak terdapat trotoar di kiri dan kanan jalan. Saluran di kiri jalan selebar 1,6 m, jenisnya berupa batu kali dan kondisinya sedang. Saluran di kanan jalan selebar 0,7 m, jenisnya berupa batu kali dan kondisinya sedang. Jalan Taman Riau termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bogor Timur. Panjang Jalan Taman Riau yang membatasi lokasi studi adalah 150
46
m. Berdasarkan Data Inventarisasi Jalan Kota Bogor tahun 2005,
jalan ini
memiliki 1 lajur jalan dengan 1 arah, lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) 4 m dan jalur lalu lintas 4 m. Kondisi perkerasan sedang, jenis perkerasan berupa aspal dengan tipe konstruksi hotmix. Perkerasan berlubang dan agak bergelombang, dapat dilalui kendaraan dengan kecepatan 20-40 km/jam .Tidak terdapat angkutan berat yang melintas di jalan ini. Tidak terdapat trotoar dan saluran di kiri dan kanan jalan. Jalan lingkungan yang terdapat di lokasi studi secara umum dibedakan berdasarkan klasifikasi permukiman. Permukiman tipe 1 dan tipe 2 memiliki jalan lingkungan selebar 4-5 m. Sedangkan jalan lingkungan di permukiman tipe 3 selebar 1,5 m. Jalan lingkungan dibuat dengan betonisasi. Jalan lingkungan di Pulo Geulis mendapat bantuan dari pemerintah setempat. Prosedur yang dilakukan yaitu tiap tahun warga melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) mengajukan dana ke Tata Kota/Walikota seperti dana Block Grant atau JPS untuk pembangunan jalan setapak atau rumah kumuh.
Gambar 31.Jalan Otista sebagai jalan kolektor di lokasi studi
Gambar 32. Jalan Bangka sebagai jalan kolektor di lokasi studi
47
Gambar 33. Jalan lingkungan di lokasi studi 4.2.2.2 Jembatan Lokasi studi memiliki 5 jembatan yang menghubungkan wilayah di Kelurahan Baranangsiang dengan Kelurahan Babakan Pasar. Jembatan tersebut menghubungkan Pulo Geulis, Kebon Jukut dan Pada Beunghar. Sebanyak 4 jembatan menghubungkan antar bagian wilayah melalui Pulo Geulis. Rata-rata jembatan memiliki panjang 10 m dan lebar 3 m. Jenis konstruksi jembatan berupa beton dan rangka baja. Kondisi jembatan sedang atau belum terjadi penurunan. 1 jembatan kondisinya kritis dan sudah terjadi penurunan. Jembatan hanya digunakan untuk pejalan kaki. Kendaraan bermotor tidak diperbolehkan melewati jembatan. Bahkan untuk beberapa jembatan, pengguna harus secara bergantian melewati jembatan agar menghindari kelebihan beban. Jembatan dengan alas kayu lebih beresiko mengalami kerusakan. Paku yang lepas dari kayu menyebabkan beberapa bagian potongan kayu alas jembatan tidak stabil. Kayu mudah rapuh dan rentan ketika diinjak. Hal ini dapat menimbulkan bahaya jika tidak ada perbaikan terhadap struktur jembatan yang rusak.
Gambar 34. Jembatan konstruksi besi dengan alas kayu
48
Gambar 35. Jembatan dengan aspal beton
Legenda
Sungai.shp Rumah.shp Jembatan.shp Jalan lingkungan.shp Jalan kolektor.shp Jalan arteri .shp
0
N
200
400
600
Gambar 36. Peta infrastruktur di lokasi studi
800 Meters
49
4.2.3
Utilitas Komponen lain yang sangat penting di kawasan permukiman bantaran
sungai adalah utilitas. Utilitas memiliki keterkaitan, ketergantungan dan pengaruh terhadap lingkungan terutama kondisi hidrologi sungai yang rentan terhadap kerusakan dan pencemaran. Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya seperti saluran drainase, sanitasi, air bersih, tempat sampah dan lain-lain. Komponen utilitas yang menjadi fokus dalam studi ini adalah sumber air minum, MCK dan sampah. 4.2.3.1 Sumber Air Minum Air minum (potable water) yang yang dikonsumsi harus aman dan berkualitas secara fisik, kimiawi dan biologi. 1. Kualitas fisik Kualitas fisik ditentukan oleh bahan padat keseluruhan, sumber sedimen, kekeruhan, warna, bau dan rasa, temperatur. Air minum yang dikonsumsi tidak berbau, tidak berwarna dan jernih. 2. Kualitas kimia Kualitas kimia ditentukan oleh pH, alkalinitas, dan tingkat kesadahan. Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia berbahaya bagi tubuh. 3. Kualitas biologi Kualitas biologi ditentukan oleh ditentukan oleh organisme yang membahayakan kesehatan. Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung alga, jamur, bakteri dan virus yang dapat menimbulkan penyakit. Tabel 13. Penggunaan air berdasarkan golongan Golongan A
air yang digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Golongan B
air yang digunakan sebagai air baku air minum.
Golongan C
air yang dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
Golongan D
air yang digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga air.
Sumber: Dirjen Pekerjaan Umum
50
Air sungai tidak dapat dikonsumsi sebagai air minum karena nilai COD melebihi standar. Kadar amonia juga melebihi batas sehingga berbahaya untuk dikonsumsi tetapi dapat digunakan untuk kegiatan perikanan (golongan C). Selain itu konsentrasi Fe atau besi menyebabkan noda karat pada pakaian dan porselen, menyebabkan air berwarna keruh dan rasa air yang tidak enak. Dapat disimpulkan bahwa air yang terdapat di Kota Bogor khususnya di kawasan permukiman bantaran sungai Ciliwung tidak termasuk golongan A dan B artinya air tersebut tidak dapat dikonsumsi sebagai air minum. Mayoritas
penduduk di lokasi studi menggunakan pelayanan PDAM
(Perusahaan Daerah Air Minum) untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Menurut data PDAM “Tirta Pakuan” Kota Bogor , sebanyak 92,8% rumah tangga di Kelurahan Baranangsiang mendapat pasokan air dengan berlangganan PDAM sedangkan Kelurahan Babakan Pasar sekitar 84,75%. Pelayanan PDAM sudah menjangkau dan memenuhi kebutuhan air bersih di permukiman tipe 1, 2 dan 3. Berdasarkan data hasil wawancara, sebanyak 33 sampel rumah atau 97 % menggunakan PDAM. Sedangkan 1 sampel rumah atau 3 % menggunakan sumur gali untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Sumur gali tersebut juga digunakan sebagai sumur umum. Sumber air bersih lain di lokasi studi adalah pompa manual. Jumlah pompa manual masih terbatas dan sedikit jumlahnya. Air tanah merupakan sumber air untuk pompa. Kondisi air tanah yang sudah tercemar di lokasi studi menyebabkan air dari pompa tidak digunakan untuk air minum, Air dari pompa digunakan untuk mandi, cuci dan lain-lain. Penduduk memanfaatkan air dari sumur gali untuk mandi, cuci, wudhu dan lain-lain.
Gambar 37. Layanan PDAM sudah menjangkau rumah di lokasi studi
51
Gambar 38. Pompa manual sebagai salah satu sumber air 4.2.3.2 MCK Berdasarkan data hasil wawancara, pemakaian air untuk mandi sebesar 92 % dari air PDAM, 6 % menggunakan air dari sungai dan 2 % menggunakan air dari sumur gali. Untuk mencuci menggunakan air dari PDAM sebesar 79,5 %, air dari sungai sebesar 14,7 % dan air dari sumur gali sebesar 5,8%. Sumur gali yang masih berfungsi sampai saat ini berjumlah 7 buah yang tersebar di permukiman tipe 3 (Gambar 40). Pada umumnya sumur gali digunakan di MCK umum dan mushola atau mesjid. Air dari sumur gali tidak layak untuk di konsumsi sebagai air minum karena airnya tidak jernih dan agak berbau. Bangunan MCK umum di lokasi studi merupakan bagian dari bangunan mesjid atau mushola. Pulo Geulis tidak memiliki MCK umum karena kendala lokasi. Sumber air MCK umum berasal dari sumur gali terdekat. Menurut Standard Nasional Indonesia tahun 1991 mengenai tata cara perencanaan bangunan umum, beberapa persyaratan dalam ukuran dan batasan minimum bangunan MCK guna perlindungan kesehatan dan pembinaan kesejahteraan masyarakat antara lain: 1. Persyaratan lokasi dan waktu tempuh dari rumah penduduk adalah 2 menit dengan jarak 100 m 2. Luas daerah pelayanan maksimum untuk MCK adalah 3 ha 3. Kapasitas pelayanan harus dapat melayani jam sibuk dan banyaknya ruang tergantung jumlah pemakai
52
4. Penyediaan air bersih dari PDAM, air tanah, sumur bor, sumur gali atau mata air 5. Kuantitas air untuk mandi 20 liter/orang/hari, cuci 15 liter/orang/hari, kakus 10 liter/orang/hari 6. Bahan bangunan menggunakan bahan setempat dengan spesifikasi sesuai standard bahan bangunan 7. Konstruksi sederhana tanpa perhitungan namun bila daya dukung tanah kurang perllu dilakukan perhitungan 8. Dilengkapi plambing untuk pipa air bersih, air kotor dan drainase. Dari beberapa persyaratan minimum tersebut, sistem plambing untuk pipa air bersih, air kotor dan drainase belum terpenuhi. Sumber air bersih umumnya berasal dari sumur gali sehingga tidak diperlukan pipa air bersih. Selain itu tidak ada sistem plambing untuk air kotor dan drainase. Air kotor dan drainase berada dalam satu aliran buangan langsung ke gorong-gorong atau sungai. Penduduk yang tinggal di tepi sungai memiliki kecenderungan untuk menggunakan sungai sebagai tempat untuk mencuci. Hal ini disebabkan tidak tersedianya sarana yang mendukung seperti tidak adanya kamar mandi atau kamar mandi yang tidak layak. Selain itu mencuci di sungai sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian penduduk dilokasi studi.
Gambar 39. Sumur gali yang digunakan untuk MCK umum
53
$$ #
$
# #
$ # # #
$
#
Legenda #
$
Sumur gali.shp Tps.shp Sungai.shp Rumah.shp
0
N
200
400
600
Gambar 40. Peta disribusi sumur gali
800 Meters
54
Gambar 41. Sumur gali di sebelah mesjid digunakan untuk MCK umum Deterjen yang digunakan untuk mencuci pakaian mengandung zat yang akan mencemari air sungai. Bahan deterjen dan sejenisnya seperti sabun, sampo, bahan pembersih lainnya yang berlebihan di dalam air ditandai dengan adanya buih-buih di permukaan air. Adanya kandungan detergen di dalam air akan (1) meningkatkan pH air sehingga mengganggu kehidupan mikroorganisme air (2) Detergen atau sabun yang mengandung antiseptik akan mematikan beberapa organisme air (3) dapat merusak lingkungan karena bahan-bahan tersebut sebagian tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme.
Gambar 42. Penduduk mencuci pakaian di sungai Berdasarkan data hasil wawancara, 5,9 % rumah di lokasi studi membuang tinja langsung ke sungai karena tidak memiliki kakus (WC). Sebesar 94,1 % rumah sudah mempunyai kakus baik WC jongkok maupun WC duduk. Sistem
55
pembuangan kotoran (tinja) menjadi hal yang harus dipertimbangkan. 50 % rumah menggunakan septic tank dan 50 % rumah tidak menggunakan septic tank. Keseluruhan rumah di Pulo Geulis tidak memiliki sistem septic tank karena terletak di formasi batuan sungai Ciliwung sehingga kesulitan dalam penempatan septic tank. Kotoran (tinja) dibuang langsung ke sungai atau melalui goronggorong yang akan mengalir ke sungai. Permukiman dengan tingkat kepadatan yang tinggi mempunyai kendala dalam penggunaan septic tank karena jarak antar rumah yang terlalu dekat. Hal ini menimbulkan potensi pencemaran terhadap ketersediaan air bersih terutama air tanah.
Gambar 43. Jamban yang saluran pembuangannya langsung ke sungai
Gambar 44. Saluran pembuangan dari permukiman di Pulo Geulis
56
Legenda
Sungai.shp Bangunan.shp Non septic tank.shp Septic tank.shp
0
N
200
400
600
800 Meters
Gambar 45. Peta saniter di lokasi studi 4.2.3.3 Sampah Pembuangan sampah di lokasi studi dilakukan melalui tiga cara yaitu: pengangkutan langsung oleh angkutan DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan), pengangkutan ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dan dibuang langsung ke sungai (Gambar 54). Berdasarkan data hasil wawancara, 27 % sampah rumah tangga diangkut langsung oleh kendaraan DLHK, 56,8 % diangkut ke TPS terdekat dan 16,2 % dibuang ke sungai. Sampah yang diangkut
57
secara koordinasi sebesar 74,3 % dan dibuang langsung ke sungai atau non koordinasi sebesar
25,7 %.
Sistem pembuangan sampah di permukiman tipe 1 dan tipe 2 dilakukan melalui pengangkutan langsung oleh kendaraan DLHK. Biaya pembuangan sampah dimasukkan ke dalam pembayaran tagihan PDAM setiap bulannya. Pada permukiman tipe 1, sampah rumah tangga ditampung di bak sampah berukuran 1,5 m x 1,5 m. Tiap rumah memiliki bak sampah yang diletakkan di depan rumah. Dalam kurun waktu 1 kali dalam satu minggu, truk sampah dari DLHK mengangkut sampah yang ditampung sementara di bak sampah tiap-tiap rumah atau gerobak sampah untuk diangkut
ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
Galuga.
Gambar 46. Bak sampah di permukiman tipe 1
Gambar 47.Gerobak sampah di permukiman tipe 1
Pada permukiman tipe 2, sampah rumah tangga ditampung dalam tempat sampah berukuran 50 cm x 100 cm. Satu tempat sampah diperuntukkan bagi 10 ruko atau toko. Setiap hari sampah diangkut oleh petugas DLHK dengan
58
menggunakan kendaraan bermotor gerobak sampah
untuk diangkut ke TPA
Galuga.
Gambar 48. Tempat sampah di permukiman tipe 2
Gambar 49. Angkutan DLHK yang mengangkut sampah Lokasi studi memiliki 5 TPS yaitu 2 TPS di Pasar Bogor, 2 TPS di Jalan Roda dan 1 TPS di Jalan Riau. Sistem pembuangan sampah dapat melalui koordinasi dan non koordinasi.
Berdasarkan data hasil wawancara, 32,4 %
sampah diangkut ke TPS Jalan Roda, 21,6 % diangkut ke TPS Jalan Riau dan 2,8 % diangkut ke TPS Pasar Bogor. Sampah dapat diangkut secara kolektif melalui koordinasi setiap RW (Rukun Warga) dengan menggunakan gerobak sampah. Permukiman tipe 3 yang meliputi
sebagian
wilayah
Kelurahan
Babakan
Pasar
dan
Kelurahan
Baranangsiang hampir keseluruhan membuang sampah ke TPS terdekat.
59
Permukiman tipe 3 di Kelurahan Baranangsiang yaitu di sekitar Jalan Riau dan Babakan Pendeuy membuang sampah ke TPS di Jalan Riau melalui koordinasi yang dikelola tiap RW. Akan tetapi pengangkutan dapat dilakukan langsung secara mandiri per unit rumah untuk beberapa rumah yang letaknya dekat TPS. Permukiman tipe 3 di sekitar daerah Pasar Bogor membuang sampah ke TPS terdekat yaitu TPS Pasar Bogor. Pengangkutan dilakukan secara kolektif setiap hari. Sampah di daerah ini tidak hanya sampah rumah tangga tetapi termasuk sampah pasar. Permukiman tipe 3 di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar sebagian membuang sampah ke TPS di Jalan Riau dan TPS di Jalan Roda.
Gambar 50. TPS di Jalan Riau
Gambar 51. Incenerator di TPS Pasar Bogor
60
Gambar 52. TPS di Jalan Roda Sampah dapat diangkut secara kolektif melalui koordinasi yang dikelola oleh Ketua Pemuda, Remaja Mesjid dan Sukarelawan. Pengangkutan dilakukan tiap RT (Rukun Tetangga), juga dapat dilakukan 2 RT sekaligus. Pada umumnya sampah diangkut door to door pada waktu malam hari oleh kelompok pemuda dan pagi hari oleh sukarelawan. Sampah dari rumah-rumah diangkut dalam karung untuk dipanggul atau dipikul. Dalam satu malam dapat menghasilkan 4-6 karung sampah untuk 2 RT. Pengangkutan sampah mendatangkan income bagi pemuda setempat. Akan tetapi masih terdapat kendala yaitu proses pengangkutan menjadi terhambat karena keterbatasan distribusi dan Sumber Daya Manusia. Adanya keterbatasan yang bersifat teknis dan non teknis dalam pengangkutan sampah mengakibatkan sebagian warga membuang sampah langsung ke sungai.
Gambar 53. Sampah dibuang langsung ke sungai
61
Keterlambatan dalam distribusi pengangkutan sampah menyebabkan sampah menumpuk dan akhirnya dibuang ke sungai. Akan tetapi untuk sebagian besar warga meskipun sudah disediakan jasa pengangkutan sampah, mereka tetap membuang langsung sampah ke dalam sungai. Rumah yang letaknya sangat dekat dengan sungai mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk membuang langsung sampah ke dalam sungai.
##
#
#
#
Legenda #
Tps.shp Bangunan.shp Dibuang ke sungai.shp Tps pasar bogor.shp Tps jalan roda.shp Tps jalan riau.shp Angkutan dlhk.shp Sungai.shp
0
N
200
400
600
Gambar 54. Peta pembuangan sampah di lokasi studi
800 Meters
62
Legenda
N
Bangunan.shp Non koordinasi.shp Koordinasi.shp Sungai.shp
0
200
400
600
800 Meters
Gambar 55. Peta sistem pengangkutan sampah Sampah yang dibuang ke sungai akan mengakibatkan penyempitan alur, pendangkalan atau kenaikan dasar sungai. Hal ini mengakibatkan muka air sungai menjadi lebih tinggi sehingga kemiringan pengaliran menjadi lebih kecil dan kecepatan pengaliran juga menjadi lebih kecil. Penurunan kecepatan ini mengakibatkan penurunan kapasitas pengaliran dan terjadinya pengendapan (sedimentasi) dan seterusnya.
63
Sampah membutuhkan oksigen dalam proses perombakannya untuk menjadi senyawa sederhana. Oksigen (O2) diambil dari udara sekitarnya. Ketersediaan oksigen menjadi berkurang. Jumlah oksigen yang menurun menyebabkan tanaman air akan mati. Hal ini akan akan menurunkan kualitas sungai dan menimbulkan gangguan secara ekologi. Gas-gas yang dihasilkan dalam degradasi sampah juga akan membahayakan kesehatan karena dapat menimbulkan penyakit. Selain menimbulkan bau yang tidak sedap, dari segi estetika sampah dapat mengurangi keindahan. Sampah yang menumpuk akan mengundang tumbuhnya bibit penyakit. Sampah yang dibiarkan berserakan dan menggunung di sekitar halaman rumah akan menimbulkan genangan pada musim hujan. Genangan ini dapat menjadi tempat berkembangnya nyamuk. Sanitasi lingkungan yang buruk akan memicu datangnya penyakit dan berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat.
4.2.4
Karamba Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung sebagian
memanfaatkan karamba untuk budidaya ikan. Karamba dibuat dari balok kayu atau bambu yang tertutup. Untuk keamanan, pemilik mengunci karamba dengan gembok. Karamba di lokasi studi berjumlah 25 buah dengan ukuran 2 x 1,2 m dan ditempatkan di aliran deras . Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain: ikan mas, lele, nila dan koi. Makanan ikan berupa nasi basi dari restoran, sisa sayuran seperti sawi hijau dan pelet. Akan tetapi penggunaan pelet sebagai makanan ikan jarang digunakan karena harga yang mahal. Makanan diberikan setiap hari terutama pagi hari.
Gambar 56. Ikan yang dibudidayakan di karamba
64
Gambar 57. Sawi hijau sebagai salah satu makanan ikan
.
Gambar 58. Karamba di lokasi studi
Gambar 59. Karamba menyebabkan penyumbatan sampah 4.3 Aspek Sosial 4.3.1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk menentukan tingkat kepadatan pada suatu wilayah. Lokasi studi memiliki luas 0,535 km2 yang terbagi menjadi 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar. Kelurahan
65
Baranangsiang memiliki luas wilayah 0,157 km2 yang terdiri dari 4 RW dengan 792 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Baranangsiang sebesar 5044,59 jiwa/ km2. Kelurahan Babakan Pasar memiliki luas wilayah 0,378 km2 yang terdiri dari 9 RW dengan 10,251 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Babakan Pasar sebesar 24344.7 jiwa/ km2. Tabel.14. Banyaknya penduduk, Rumah Tangga, luas wilayah dan kepadatan Data Luas wilayah (km2) RW Penduduk 2
Kepadatan penduduk (jiwa/ km )
Baranangsiang
Babakan Pasar
0,157
0,38
4
9
792
9,251
5044,59
24344.7
Sumber: Profil Kelurahan Baranangsiang dan Babakan Pasar tahun 2005
Tabel 15. Perbandingan Kepadatan Penduduk di Lokasi Studi dengan Standard RTRW Kota Bogor Indikator
Standard
Kondisi Eksisting Baranangsiang Babakan Pasar 50.44 jiwa/ha -
• Kepadatan rendah < 200 jiwa/ha • Kepadatan sedang 100-200 jiwa/ha • Kepadatan tinggi 200-250 jiwa/ha Sumber: Profil Kelurahan dan RTRW Kota Bogor tahun 2005 Kepadatan
-
-
-
244.7 jiwa/ha
Berdasarkan data kepadatan penduduk tersebut diketahui bahwa wilayah Kelurahan Babakan Pasar memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibanding Kelurahan Baranangsiang. Tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Babakan Pasar 5 kali lebih tinggi dibanding kepadatan penduduk di Kelurahan Baranangsiang. Kelurahan Baranangsiang di lokasi studi termasuk permukiman tipe 1 dengan mayoritas rumah menengah ke atas atau rumah mewah. Rumah memiliki luasan rata-rata 600 m2 dengan jumlah penghuni tiap rumah berjumlah 4 orang. Kelurahan Babakan Pasar di lokasi studi termasuk permukiman tipe 3 dan 2 dengan mayoritas rumah sederhana dan Rumah Toko. Berdasarkan data hasil
66
wawancara, rumah memiliki luasan rata-rata 235 m2 dengan jumlah tiap rumah berjumlah 5 orang. 4.3.2. Jenis Pekerjaan Penduduk Penduduk Kelurahan Baranangsiang mayoritas memilki mata pencaharian dalam sektor perdagangan atau jasa . Presentase jumlah penduduk yang bekerja di subsektor peternakan sebesar 7,3%, subsektor perikanan sebesar 5,69%, subsektor industri sebesar 8,94% dan sektor jasa atau perdagangan sebesar 78,07%. Mayoritas penduduk Kelurahan Babakan Pasar memiliki mata pencaharian sebagai buruh dan pedagang dalam sektor perdagangan atau jasa. Presentase jumlah penduduk yang bekerja di subsektor peternakan sebesar 5,42%, perikanan sebesar 7,35%, subsektor industri sebesar 26.7%, dan sektor jasa atau perdagangan sebesar 60,53%. Penduduk di lokasi studi bekerja di subsektor peternakan yaitu sebagai peternak ayam teru. Hasil ternak berupa telur dan daging ayam dijual ke pasar atau untuk dikonsumsi sendiri. Dalam subsektor perikanan, penduduk di lokasi studi memiliki karamba untuk budidaya ikan mas, nila, lele dan sebagainya. Selain itu penduduk juga bekerja dalam subsektor industri baik industri kecil/kerajinan maupun industri menengah. Industri kecil/kerajinan yaitu berupa industri pembuatan sepuhan (pewarna) dalam skala rumah tangga. Selain itu penduduk juga bekerja sebagai pembuat barong dan perlengkapannya. Hal ini berkaitan dengan komposisi penduduk di lokasi studi terutama Kelurahan Babakaan Pasar yang sebagian merupakan etnis Tionghoa. Mayoritas penduduk di lokasi studi memiliki pekerjaan dalam sektor jasa dan perdagangan. Sektor ini terdiri dari jasa pemerintahan atau non pemerintahan, jasa lembaga keuangan, jasa perdagangan, jasa angkutan, jasa pelayanan hukum, jasa keterampilan dan lain-lain. Jenis pekerjaan dalam subsektor jasa pemerintahan atau non pemerintahan yaitu Pegawai Negeri Sipil, Pensiunan ABRI/Sipil, Pegawai Swasta, Pegawai BUMN dan Pensiunan swasta. Jenis pekerjaan dalam subsektor jasa lembaga keuangan yaitu pegawai Bank. Jenis pekerjaan dalam subsektor jasa perdagangan yaitu pedagang di pasar, warung, kios dan toko. Wilayah Pasar Bogor dan sekitarnya merupakan bagian dari Kelurahan Babakan Pasar. Sebagian penduduk di lokasi studi bermata
67
pencaharian sebagai buruh dan pedagang di Pasar Bogor dan sekitarnya. Penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang sayur, ikan, barang-barang kerajinan dan lainnya. Selain itu penduduk di lokasi studi khususnya Kelurahan Babakan Pasar mempunyai toko atau ruko di Pasar Bogor dan sekitarnya. Selain itu di wilayah Kelurahan Baranangsiang terdapat terminal bis dan angkutan kota sehingga jenis pekerjaan di lainnya yaitu bergerak dalam subsektor jasa komunikasi dan angkutan sebagai supir angkutan umum dan kondektur. 4.3.3 Agama Penduduk di Kelurahan Baranangsiang memeluk agama Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Komposisi agama penduduk berpengaruh terdapat pengadaan fasilitas sarana peribadatan. Presentase penduduk yang memeluk agama Islam sebesar 96%, Kristen 3,6%, Budha 0,36% dan Hindu 0,03%. Di lokasi studi terutama Kelurahan Baranangsiang tidak terdapat sarana peribadatan. Akan tetapi di sebelah selatan beberapa meter dari lokasi studi terdapat Mesjid Raya Bogor yang terletak di Jalan Pajajaran. Mesjid ini dapat menampung jamaah dalam kapasistas yang besar sehingga kebanyakan penduduk yang beragama Islam di wilayah ini menggunakannya sebagai tempat peribadatan. Penduduk di Kelurahan Babakan Pasar memeluk agama Islam, Kristen dan Budha. Presentase penduduk yang memeluk agama Islam sebesar 52,23 %, Kristen sebesar 34,7%, dan Budha sebesar 12 %. Wilayah Kelurahan Babakan Pasar terdiri dari multietnis termasuk etnis Tionghoa atau warga keturunan Cina sehingga sebagian
penduduk yang memeluk agama Budha. Di lokasi studi
terdapat sarana peribadatan seperti mesjid, gereja dan vihara. Jumlah mesjid di Kelurahan Babakan Pasar lebih banyak secara kuantitas dibandingkan mesjid di Kelurahan Baranangsiang karena jumlah penduduk yang lebih banyak dan aksesibilitas. Penduduk yang tinggal di Kelurahan Babakan Pasar memiliki kesulitan dalam akses menuju fasilitas umum seperti tempat ibadah. Hal ini dikarenakan wilayahnya memiliki kepadatan tinggi, bangunan yang rapat, jalan lingkungan yang sempit dan berbelok-belok. Di lokasi studi juga terdapat 2 vihara yang terletak di Pulo Geulis dan Pasar Bogor. Proporsi penduduk yang beragama Kristen juga relatif besar sehingga adanya tempat ibadah seperti gereja juga diperlukan sesuai kebutuhan.
V. SINTESIS
Tujuan dari bioregional adalah untuk menciptakan suatu budaya manusia yang dapat memahami dan sejalan dengan pola alam (Traina,1995). Dalam rangka menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dengan konsep bioregion diperlukan evaluasi terhadap kondisi eksisting lanskap permukiman. Kondisi eksisting dibandingkan dengan kriteria standard atau baku mutu. Hal ini dilakukan untuk mengatur aspek-aspek pemanfaatan berdasarkan kaidah-atau pegangan agar sesuai dengan karakter bioregion. Kondisi bioregion yang dipetakan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu “baik” dan “buruk”. Pemberian kategori tersebut didasarkan pada kesesuaian standard dan ketersediaan sarana. Kategori “baik” jika sesuai dengan standard yang telah ditetapkan atau sudah tersedia sarana penunjang di. Kategori “buruk” jika tidak sesuai dengan standard yang telah ditetapkan atau belum tersedia sarana penunjang di lokasi tersebut. Pada kondisi eksisting yang “buruk” akan dilakukan upaya pengendalian masalah sedangkan pada kondisi eksisting yang “baik” akan dilakukan upaya optimalisasi.
Tabel 16. Karakteristik kategorisasi ”baik” dan ”buruk” Peta Evaluasi
Kategori ”Baik” Sesuai standard
Kategori ”Buruk”
Tersedia
Tidak sesuai
Tidak tersedia
standar Permukiman
√
√
Fasilitas
√
√
Infrastruktur
√
√ √
Sistem Saniter Sampah
√
√ √
5.1 Permukiman Bantaran sungai tidak layak untuk permukiman terutama dilihat dari segi keamanan. Area yang tidak sesuai kriteria standar pada peta ditandai dengan warna merah dimana kondisinya termasuk kategori ”buruk”. Kategori
ini
didasarkan pada salah satu ketentuan PERMEN PU No.63/1993 yaitu bantaran
69
sungai dibutuhkan sekurang-kurangnya 30 meter. Area diluar bantaran sungai termasuk area aman untuk permukiman yang ditandai dengan warna biru (Gambar 60). Berdasarkan Standard Nasional Indonesia tahun 1983, permukiman teratur memiliki kapasitas 50 rumah/ha sedangkan permukiman padat memiliki kapasitas 50-100 rumah/ha. Lokasi studi terdiri dari permukiman teratur dan permukiman padat. Permukiman teratur terletak pada tipe 1 dan 2 sedangkan permukiman padat terletak pada tipe 3. Warna biru pada peta menunjukkan kategori “baik” dan warna merah pada peta menunjukkan kategori ”buruk”(Gambar 61). Area dengan kategori “baik” didasarkan pada kepadatannya dengan kapasitas 30 rumah/ha. Hal ini berarti tidak melebihi kapasitas rencana dan sesuai dengan kriteria standard. Area dengan kategori ”buruk” didasarkan pada kepadatannya dengan kapasitas 85 rumah/ha. Area ini termasuk dalam permukiman padat dan melebihi kapasitas.
Legenda
Bangunan.shp Sungai.shp Baik.shp Buruk.shp 0
N
200
400
600
800 Meters
Gambar 60. Peta evaluasi permukiman berdasarkan peraturan bantaran sungai
70
Selain itu untuk mendefinisikan kategori ”baik” dan ”buruk” didasarkan pada parameter Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Berdasarkan Keputusan Mentri PU No.640/Kpts/1997 dan Penmendagri No.59 tahun
1988 tentang
pengklasifikasian kepadatan bangunan, KDB maksimal sebesar 75-80%. Area dengan kategori ”baik” memiliki KDB 64,4 % dan 79,52 % atau sudah sesuai dengan kriteria standard. Area dengan kategori ”buruk” memiliki KDB 90,71 % atau tidak sesuai dengan kriteria standard.
Legenda
N
Bangunan.shp Baik.shp Buruk.shp 0
200
400
600
800 Meters
Gambar 61. Peta evaluasi permukiman berdasarkan KDB dan kepadatan
71
5.2 Fasilitas 5.2.1 Sarana Pendidikan Sarana pendidikan di lokasi studi terdiri dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas. Lokasi nya tidak merata dan beberapa sekolah perlu dilakukan upaya pengendalian atau perbaikan. Sekolah yang termasuk kategori ”baik” kondisinya sudah sesuai dengan kriteria standard dari segi lokasi dan luasan. Sedangkan sekolah yang termasuk kategori ”buruk” kondisinya tidak sesuai dengan kriteria standard sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas secara fisik. Sekolah yang termasuk kategori “buruk” yaitu TK Al Mukhlisin ( No.4 gambar 62). Sekolah ini memiliki luasan yang relatif sempit dan lokasinya dekat dengan bantaran sungai.
1
6 2 3 4 Legenda Legenda Bangunan. Bangunan.shp Bangunan. Baik.shp Baik.shp Baik.shp Buruk.shp Buruk.shp
5 N
Buruk.shp
0
200
400
600
Gambar 62. Peta evaluasi sarana pendidikan
800 Meters
72
Tabel 17. Pengkategorian sarana pendidikan di lokasi studi No.
Nama Sekolah
Lokasi Permukiman
Kategori
1
SD Bangka
Tipe 1
Baik
2
SMKN 1 Bogor
Tipe 1
Baik
3
MAN 2 Bogor
Tipe 1
Baik
4
TK Al Mukhlisin
Tipe 3
Buruk
5
TPA Al Kharyah
Tipe 3
Baik
6
SD Roda
Tipe 2
Baik
Sumber: Survei Lapang ( 2007)
5.2.2 Sarana Kesehatan Sarana kesehatan di lokasi studi meliputi apotik, posyandu dan puskesmas. Secara umum keberadaannya sudah memenuhi standard minimum pendukung akan tetapi distribusi letaknya tidak merata. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menjangkau lokasi sehingga diperlukan adanya penambahan sarana atau pemindahan lokasi. Sarana kesehatan yang terdapat di lokasi studi termasuk ke dalam kategori “baik” (Gambar 63). Tabel 18. Pengkategorian sarana kesehatan di lokasi studi No.
Nama Sarana Kesehatan
Lokasi
Kategori
1
Puskesmas Belong
Tipe 3
Baik
2
Apotik Garuda
Tipe 3
Baik
3
Apotik Berbhakti
Tipe 2
Baik
4
Posyandu Kenari
Tipe 3
Baik
5
Posyandu Kenanga
Tipe 3
Baik
6
Posyandu Melati
Tipe 3
Baik
Sumber: Survei Lapang ( 2007)
5.2.3 Sarana Ibadah Sarana ibadah di lokasi studi terdiri dari mesjid, gereja dan vihara. Secara umum keberadaan sarana ibadah sudah memenuhi standard minimum penduduk pendukung. Sarana yang sudah memenuhi kriteria standard minimum dan aspek lokasi termasuk dalam kategori “baik”. Sedangkan sarana ibadah yang tidak layak dari aspek lokasi termasuk dalam kategori “buruk”. Sarana ibadah yang termasuk dalam kategori ”buruk” terletak di Pulo Geulis dan lokasinya relatif dekat dengan
73
sungai (No.2,3,4 gambar 64). Lokasi ini berpengaruh terhadap sarana lingkungan atau utilitas. Hal ini dikarenakan di beberapa sarana ibadah seperti mesjid juga terdapat MCK umum.
3
1
2
6 5 4
Legenda
Bangunan. Bangunan.shp Baik.shp Baik.shp Buruk.shp Buruk.shp
0
N
200
400
600
Gambar 63. Peta evaluasi sarana kesehatan
800 Meters
85
tangga
Air Limbah),
Non
Biotoilet
Konservasi
b. Pembuangan
TPS
Permukiman
sampah
(eksisting)
tipe 1,2,3
c. Pengelolaan
Ruang terbuka
Permukiman
sampah
sebagai areal
tipe 1,3
pembuatan kompos
Legenda
Sungai.shp Zona konservasi.shp Zona non konservasi.shp
0
200
N
400
Gambar 68. Block Plan
600
800 Meters
LEGENDA Sungai Akses Batas zona konservasi Konstruksi bioengineering Areal perlindungan air tanah Vegetasi
Keterangan: 1. Jembatan Kebon Jukut 2. Jembatan Pulo Geulis 3. Jembatan Pulo Geulis
3
2
1
86
Gambar 69. Rencana zona konservasi
LEGENDA Jalan Batas zona konservasi Batas permukiman tipe 2 Jalur evakuasi Zona konservasi Area evakuasi Sarana kesehatan Sarana pendidikan Sarana ibadah TPS
10 17
Biotoilet Tempat pembuatan kompos dan Pos areal evakuasi Keterangan: 1. Area evakuasi Jl. Taman Riau
9 3
2. Area evakuasi Kebon Jukut 3. Area evakuasi Jl. Roda 4,5,6. Tempat pembuatan kompos dan pos areal evakuasi 7. TPS Jl.Riau
6
8,9.TPS Jl.Roda 10. TPS Pasar Bogor 11,12,13,14,15,16,17. Biotoilet
7 4 1
16 15
14
2
5 11
8
13 12
87
Gambar 70. Rencana zona non konservasi
88
VII. PERENCANAAN LANSKAP
7.1 Zona Konservasi 7.1.1 Greenbelt Greenbelt
yang
direncanakan
memiliki
fungsi
ekologis
untuk
memperbaiki kualitas lingkungan. Greenbelt pada daerah konservasi direncanakan dengan ketebalan maksimum sesuai dengan kondisi tapak untuk dapat melindungi dan memperbaiki badan sungai yang rawan dan berdaya dukung rendah. Batas minimum ketebalan tersebut mencapai 30 m pada sisi kiri dan kanan sungai sesuai dengan rekomendasi yang disarankan oleh Binford dan Buchenau (dalam, Pribadi, 1999) tebal lapisan greenbelt tersebut direncanakan sebagai daerah konservasi. Greenbelt di lokasi studi meliputi keseluruhan wilayah Pulo Geulis dan kiri kanan sungai sejauh 30 m. Greenbelt di lokasi studi sebesar 20,7 % dari keseluruhan lokasi studi. Wilayah kiri kanan sungai yang sebelumnya berupa permukiman dijadikan kawasan konservasi. Untuk memperbaiki kerusakan di wilyah ini, diperlukan adanya upaya perbaikan dengan konstruksi bioengineering . Pulo Geulis dijadikan sebagai hutan areal perlindungan air tanah dimana semua bangunan di dalamnya direlokasi ke luar lokasi studi. Kombinasi tumbuhan yang terdiri dari pepohonan, rumput, tanaman liar ditanam dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. Kriteria tanaman dan tumbuhan untuk zona konservasi ini adalah yang dapat: (1) Memperbaiki kualitas air, tanah dan udara (2) memperbaiki fungsi hidrologis (3) mencegah erosi (4) memperkaya keragaman hayati. Konservasi tanah dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos sebagai hasil daur ulang sampah di lokasi studi. Antara zona konservasi dengan daerah sekitarnya dibatasi dengan tanaman pembatas yang ditempatkan pada sisi terluar zona konservasi yang berfungsi juga sebagai pembatas akses.
7.1.1.1 Konstruksi Bioengineering Konstruksi bioengineering diterapkan di kiri kanan sungai yang mengalami kerusakan struktur. Wilayah ini sebagian besar memiliki kerusakan berupa longsoran tebing, erosi pada dinding penahan tanah dan tanggul yang jebol
89
sebagai efek dari meningkatnya kecepatan air dan debit air yang melewati suatu daerah tertentu di sungai. Patt, Jurging dan Krauss ( dalam, Maryono, 2005 ) mengusulkan beberapa metode penahan tebing dengan tanaman tebing dan kombinasi tanaman antara pasangan batu kosong. Penanaman vegetasi di bantaran dan tebing sungai akan meningkatkan retensi air banjir dan menjamin stabilitas tebing sungai. Pemilihan jenis tanaman untuk perbaikan longsoran dan perlindungan tebing yang tepat adalah dengan menggunakan vegetasi setempat. Kriteria pemilihan tanaman sebagai elemen bioengineering adalah: (1) tahan terhadap kondisi air sungai yang tercemar, (2) dapat menyerap/menetralisir zat-zat pencemar air (3) memiliki struktur perakaran yang dapat memperbaiki konsistensi tanah (4) dapat menambah kadar organik tanah. Tanaman tebing dapat digunakan untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal .Tanaman yang digunakan adalah jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar . Panjang batang sekitar 60 cm masuk ke dalam tanah dengan diurug diatasnya dan sekitar 20 cm yang di luar. Dengan cara pengurugan ini didapatkan kondisi tanah yang gembur dan memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60 cm ke dalam tanah maka akan didapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai. Jenis bambu yang dapat digunakan antara lain: Gigantochloa apus (bambu apus), Denrocalamus asper (bambu wulung). Zona perakaran di pinggir sungai secara hidraulik dapat menahan gerusan atau erosi tebing sungai sekaligus sebagai pemecah energi sungai. Budinetro (dalam, Maryono,2005) mengusulkan salah satu jenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk perlindungan tebing yaitu Vetiveria zizaniodes (rumput vetiver atau rumput akar wangi). Rumput vetiver merupakan tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver kuat dan dapat mengikat tanah di sekitarnya. Selain itu akarnya tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 meter) sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dengan tanaman lain. Rumput vetiver tidak akan berkembang liar di luar daerah rencana, tidak mengganggu tanaman sekitarnya, bau akarnya menyebabkan tikus tidak menembus barisan akarnya, umurnya
90
panjang, dapat bertahan selama puluhan tahun, daun relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Satu jalur vetiver sepanjang kontur akan berfungsi mengikat tanah serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air sehingga dapat terbentuk bangku terasering yang stabil. Tebing sungai yang memiliki kemiringan curam biasanya tertutup oleh tumbuhan merambat. Tumbuhan merambat dapat menstabilkan tebing sungai dengan memecah energi mekanik tetesan dan aliran hujan. Ruang diantara daun, batang dan akar tumbuhan merambat di tebing sungai dapat menjadi tempat hidup dan tempat berlindung berbagai jenis fauna dari golongan Annelida, Athropoda, Amphibia, Reptila dan Mamalia kecil. Jenis tanaman merambat yang dapat digunakan yaitu Wedelia biflora (Seruni jalar). Untuk perlindungan tebing yang tergerus juga dapat menggunakan kombinasi pasangan batu kosong dengan Vetiveria zizaniodes (rumput vetiver atau rumput akar wangi). Pasangan batu kosong akan lebih kuat jika celahcelahnya ditanami tumbuhan yang sesuai. Dengan adanya tumbuhan tersebut, batu akan semakin kokoh terikat pada tebingnya.
Kerusakan tebing sungai
Gambar 71. Konstruksi bioengineering
91
7.1.1.2 Metode Perlindungan Air Tanah Areal yang dijadikan kawasan perlindungan air tanah yaitu Pulo Geulis. Pulau di tengah sungai merupakan komponen abiotik sungai yang fungsinya sebagai komponen retensi sungai terhadap percepatan air dan banjir serta erosi. Pulau atau delta ini merupakan habitat bagi flora dan fauna. Struktur pulau terbentuk di alur sungai yang relatif datar (<2%) dan terletak pada lembah yang lebar dengan material halus. Fungsi ekologis pulau di lokasi studi sudah tidak sesuai karena keseluruhan wilayahnya sudah menjadi permukiman padat. Untuk mengembalikan fungsi ekologis pulau tersebut maka areal tersebut dijadikan kawasan lindung sebagai daerah resapan air hujan ke dalam tanah sekaligus sebagai bagian penting dari komponen drainase suatu kawasan. Areal perlindungan air tanah ini ditanami dengan tanaman lokal yang disesuaikan termasuk beberapa jenis tanaman buah. Vegetasi sungai yang hidup di daerah perbatasan antara zona akuatik dan zona darat sangat penting kaitannya dengan tahanan terhadap erosi di kaki tebing sungai. Kriteria pemilihan tanaman untuk perlindungan air tanah adalah tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Jenis tanaman dan tumbuhan yang dapat dipilih sebagai alternatif yang memenuhi kriteria tersebut antara lain: Ficus elastica (beringin), Garcinia mangostana (manggis), Lagerstroemia speciosa (bungur) dan Dillenia indica (sempur). 7.2 Zona Non Konservasi 7.2.1 Fasilitas Fasilitas yang didirikan di zona konservasi akan dihilangkan sedangkan sarana lain yang secara lokasi sudah sesuai, dipertahankan dan dilakukan perbaikan jika terdapat kerusakan. Beberapa sarana ibadah yang semula didirikan di daerah yang akan direlokasi akan dipindahkan ke lokasi baru. Hal ini dikarenakan sarana ibadah tersebut juga digunakan oleh masyarakat di luar Pulo Geulis. Lokasi baru berada di zona non konservasi dan letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi semula. Fasilitas lain yang dibutuhkan yaitu fasilitas untuk evakuasi dalam menanggulangi bencana seperti kebakaran, gempa dan lain-lain. Fasilitas ini membutuhkan areal yang relatif luas untuk menampung warga yang terkena
92
bencana. Fasilitas ini dapat berupa Ruang Terbuka Hijau di sekitar lokasi studi. Ruang Terbuka Hijau yang terdapat di lokasi studi berupa taman di Jalan Riau dan kebun kosong di permukiman tipe 3. Selain itu dilakukan penambahan areal RTH di permukiman tipe 3 untuk mengakomodir kebutuhan evakuasi. Ruang terbuka yang dijadikan sebagai areal evakuasi berjumlah 3. Areal evakuasi berupa hamparan rumput dan ditanami pepohonan. Selain itu dibangun pos di tiap areal sebagai tempat penyimpanan alat-alat evakuasi dan kebutuhan darurat jika terjadi bencana kebakaran dan lain-lain. 7.2.2 Infrastruktur Jalan dan jembatan yang termasuk kategori buruk dilakukan perbaikan fisik. Kondisi jalan yang perkerasan dan saluran drainase nya tergolong buruk dilakukan perbaikan secara fisik. Jalan lingkungan di Pulo Geulis tidak digunakan lagi karena keselurahan wilayahnya dijadikan hutan sebagai areal perlindungan air tanah. Untuk menghubungkan areal evakuasi di lokasi studi maka dibangun jalur evakuasi atau jalan inspeksi selebar 6,5 m. Jalan ini terhubung langsung dengan jalan kolektor di sekitarnya yaitu Jalan Roda dan Jalan Riau. Jalan inspeksi juga berfungsi untuk memudahkan petugas kebersihan dalam pengangkutan sampah menuju TPS. Jembatan yang menghubungkan Pulo Geulis dengan wilayah sekitarnya dibatasi jumlahnya. Pengurangan tersebut bertujuan untuk membatasi akses menuju zona konservasi. Jembatan di Pulo Geulis yang semula berjumlah 4 dikurangi menjadi 2. Sedangkan 1 jembatan di luar Pulo Geulis yang menghubungkan dua kelurahan dipertahankan keberadaannya dengan perbaikan kondisi fisik. Jembatan yang semula dibangun dengan konstruksi kayu dan rangka baja diganti menjadi jembatan beton. Hal ini dikarenakan kondisi kayu sebagai alas jembatan yang sudah rapuh. Selain itu diperlukan konstruksi yang lebih kuat karena jembatan ini menghubungkan 2 kelurahan dan 2 areal evakuasi di lokasi studi.
93
7.2.3 Utilitas 7.2.3.1 IPAL dengan Sistem Terpusat atau Kolektif Pada pengolahan limbah secara kolektif atau terpusat (off-site), pengolahan air limbah dilakukan di luar kawasan permukiman warga. Semua limbah rumah tangga seperti: limbah kamar mandi, kakus, dapur diproses menjadi satu secara alamiah yang pengalirannya sebagian menggunakan perpompaan. Limbah cair dari rumah-rumah disalurkan menjadi satu di IPAL terpusat dengan saluran Kota Bogor. Teknologi IPAL menggunakan pengelolaan secara hayati dengan proses kimiawi, biologis dan fisik pada limbah cair dari rumah-rumah ketika memasuki IPAL. Pada akhir proses pengolahan, air yang keluar sudah memenuhi standar baku mutu untuk dikembalikan ke tanah atau sungai. 7.2.3.2 Biotoilet MCK umum di lokasi studi dapat menggunakan teknologi WC kering atau biotoilet. Biotoilet merupakan desain toilet sistem kering yang menggunakan matrik serbuk kayu atau bahan lainnya sebagai media penangkap dan pengurai tinja dan urine. Pada biotoilet tidak terdapat saluran pipa untuk menyalurkan kotoran ke selokan atau septic tank. Komponen biotoilet terdiri dari lubang WC, serbuk kayu, lubang udara, pengaduk dan pemanas (jika diperlukan). Selain serbuk kayu, bahan lainnya yang dapat digunakan yaitu serbuk gergaji, sekam, jerami kering atau bonggol jagung. Serbuk kayu yang dibutuhkan sekitar 0,25 m3 untuk 25 orang pengguna biotoilet atau sekitar 25 kali buang air kecil dan besar. Serbuk dapat diganti sekitar seminggu sekali. Jika tempat sudah penuh, kotoran dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman. Lubang udara diperlukan untuk mengalirkan bau akibat proses degradasi. Pengaduk diperlukan untuk memberi asupan udara ke dalam wadah untuk proses degradasi. Pemanas diperlukan untuk mematikan bakteri. Kotoran ditampung oleh kotak berisi serbuk gergaji di bawah kloset atau lubang reaktor) WC. Sifat serbuk tersebut dapat mengabsorbsi bau dan dan menyerap dan mengolah kotoran secara biologis. Serbuk juga memiliki selulosa yang tidak mudah terurai oleh bakteri sehingga relatif awet. Tombol yang dipijit akan menggiling kotoran bersama serbuk karena bilah berbentuk spiral yang digerakkan oleh rotor. Mesin dapat digerakkan oleh tenaga listrik atau
94
penggilingan manual. Proses penggilingan akan mengubah kotoran menjadi gas dan air. Terdapat pula cerobong di kotak penggilingan. Dalam tempo 3 jam, sebanyak 40% bakteri patogen sudah mulai terurai. Proses penguraian sempurna memerlukan waktu sekitar 8-10 jam. Air yang terdapat di biotoilet dapat melalui selang untuk membersihkan sisa-sisa kotoran pada tubuh atau lubang WC. Penggunaan air diminimalkan. Jika terlalu basah, fungsi pengurai tidak akan berjalan dan tabung penampung akan cepat penuh. Kebutuhan air bilas pada biotoilet dijatah sekitar 300 mililiter per orang atau kurang dari sebotol air mineral ukuran sedang. Bentuk toilet mudah dikonstruksikan dengan bahan yang mudah didapat. Tabung biotoilet dirancang dari bahan stainless steel untuk mencegah kebocoran dan tidak berkarat. Secara teknis, pembuatan biotoilet dapat dilakukan di bengkel. Bahan yang digunakan sebagai badan alat yaitu baja, bahan serat atau polimer kuat lainnya. Motor
pengaduk dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa
menggerakkan pengaduk dengan kecepatan rendah. Selain itu, dipergunakan alat pengontrol elektronik untuk mengatur pergerakan pengaduk secara periodik dalam waktu tertentu. Pipa sirkulasi udara bisa dibuat dari pipa plastik PVC atau batang bambu. Pembuatan ruang untuk tempat kotak biotoilet dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat. Biotoilet dapat ditempatkan di MCK umum di lokasi studi. MCK umum tersebut menggunakan sumur gali sebagai sumber air. Beberapa bangunan MCK umum merupakan bagian dari bangunan mesjid atau musola. MCK umum di lokasi studi berjumlah 7 sehingga jumlah biotoilet yang diperlukan yaitu 7 unit. 7.2.3.3 Pengelolaan sampah ramah lingkungan Pengelolaan sampah terpadu memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan pemerintah daerah. Wujud partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan lima prinsip pengelolaan sampah ramah lingkungan (green management) yaitu 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Reform dan Replanting) a. Reduce Reduce yaitu mengurangi jumlah sampah yang dibuang. Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan menghemat penggunaan sampah, mengurangi bungkus yang tidak diperlukan dan mengetahui sumber yang menghasilkan
95
sampah berbahaya (toksik). Pada level individu dan skala rumah tangga dapat pula dilakukan dengan cara: (1) penghematan dalam menggunakan barang, (2) memilah jenis bungkus atau packing yang lapisannya tidak terlalu banyak, tidak terlalu massif, tidak terlalu banyak dibandingkan volume barang yang dibungkus, (3) membeli produk yang tersedia reffil nya (4) memperhatikan sumber-sumber yang menghasilkan sampah berbahaya atau toksik yang terdapat di sekitar rumah. b. Reuse Reuse yaitu menggunakan ulang wadah-wadah atau barang-barang bekas. Penggunaan sampah diubah atau diulang-ulang namun bentuknya tidak diubah. Pada level individu dan skala rumah tangga dapat pula dilakukan dengan cara: (1) menggunakan kembali wadah, kantong plastik, kaleng dan sejenisnya (2) merawat produk atau barang yang dapat digunakan ulang (3) menggunakan produk atau barang yang dapat digunakan ulang. Wadah makanan atau minuman harus higenis dan terbebas dari toksin. Wadah bahan yang mengandung toksin seperti pestisida dan oli tidak disarankan untuk digunakan ulang sebagai wadah makanan atau minuman. Sampah yang dapat digunakan ulang antara lain: kaleng minuman, wadah kopi, kaleng biskuit, kardus sepatu, dan lain-lain dapat digunakan kembali dan diubah menjadi tempat pinsil, wadah bumbu, tempat mainan anak dan lainlain. c. Recycle Recycle yaitu mendaur ulang bahan-bahan yang dapat di daur ulang atau membuat kompos. Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi (peruraian secara biokimiawi atau pembusukan). Mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan (1) memilih produk dan wadah yang dapat didaur ulang dan mendaur ulangnya (2) memilih produk yang terbuat dari bahan-bahan yang mudah di daur ulang (3) mengomposkan sampah rumah tangga dan sampahsampah organik. Sampah dari bahan anorganik yang dapat di daur ulang antara lain: kantong plastik, steroform, bahan dari kaca, keleng dan bahan mika. Sampah dari bahan anorganik yang tidak dapat di daur ulang antara lain: Bahan buangan berbahaya (B3) seperti aki bekas, barang elektronik bekas, baterei bekas, kosmetik sprayer dan lain-lain. Sampah bahan organik yang dapat dibuat kompos atara lain:
96
sampah dapur (sisa makanan, sayuran, tulang ikan dan lain-lain), sampah pekerjaan rumah (kertas-kertas bekas dan lain-lain), sampah pekarangan (daun kering, batang tanaman herba, potongan rumput). Sampah bahan organik yang tidak dapat dibuat kompos antara lain: berbagai bahan dari batang, cabang dan ranting tanaman berkayu. Kompos digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah yaitu: (1) memperbaiki struktur (cara bagaimana butiran tanah terikat satu sama lain) tanah sehingga pori-pori tanah lebih baik, udara tanah menjadi tersedia bagi perakaran tanaman dan tanah lebih ringan diolah. (2) memperbaiki daya pegang air tanah sehingga tanah dapat menyimpan air ketika musim kering (3) memperbaiki daya tukar kation sehingga tanah berfungsi sebagai penyangga hara, saat hara berlebih hara dapat disimpan sehingga terjadi penyelamatan hara terhadap pencucian sebaliknya saat akar memerlukan dan keadaan tanah cukup basah hara dapat tersedia. Kompos dapat diolah dalam skala komuniti. Jika dilakukan dalam skala rumah tangga atau individu sulit dilakukan karena keterbatasan lahan. Kompos dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman pekarangan. Kompos yang dihasilkan dapat memberikan income tambahan bagi masyarakat. d. Reform Reform yaitu mengubah bentuk sampah menjadi barang-barang lain yang lebih berguna yang berbeda bentuknya dengan bentuk aslinya. Usaha ini dapat dilakukan untuk memberikan pendapatan tambahan skala rumah tangga. Sampah dapat dikumpulkan ke pengumpul barang bekas untuk dijadikan sebagai barang kerajinan. Sampah plastik dapat diubah menjadi tas, bunga hias, taplak meja dan lain-lain. e. Replant Replant yaitu menanam tanaman dengan menggunakan kompos sebagai produk daur ulang sampah. Kompos hasil daur ulang sampah domestik dapat digunakan untuk menanam dan menyuburkan tanaman pekarangan dan tanaman yang digunakan untuk greenbelt.
97
Tabel 24. Peran stakeholder dalam menerapkan prinsip pengelolaan sampah No. 1
Prinsip Reduce
Pelaku
Tindakan/program perencanaan
Individu dan rumah
(1) penghematan dalam menggunakan barang,
tangga
(2) memilah jenis bungkus atau packing yang lapisannya tidak terlalu banyak, tidak terlalu massif, tidak terlalu banyak dibandingkan volume barang yang dibungkus (3) membeli produk yang tersedia reffil nya (4) memperhatikan sumber-sumber yang menghasilkan sampah berbahaya atau toksik yang terdapat di sekitar rumah.
2
Reuse
Individu dan rumah
(1) menggunakan kembali wadah, kantong
tangga
plastik, kaleng dan sejenisnya (2) merawat produk atau barang yang dapat digunakan ulang (3) menggunakan produk atau barang yang dapat digunakan ulang.
3
Recycle
Komuniti
Pembuatan kompos
(RT/RW/Kelurahan) 4
Reform
Pengrajin dan
Pembuatan barang kerajinan dari sampah
pengumpul barang bekas 5
Replant
Komuniti (RT/RW/Kelurahan), Pemerintah Daerah, LSM
Penanaman dengan pupuk kompos
sungai
sungai Hutan areal perlindungan air tanah Zona konservasi
Zona non konservasi
Zona non konservasi
Gambar 73. Potongan-tampak hutan areal perlindungan air tanah di zona konservasi dan permukiman di zona non konservasi
99
Gambar 74. Potongan-tampak permukiman di zona non konservasi
100
101
Gambar 75. Ilustrasi greenbelt di zona konservasi (sudut pandang menuju Jl. Otista)
Gambar 76. Ilustrasi areal evakuasi di Jl. Roda (Nomer 3)
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, N. 1992. Perencanaan Lansekap Daerah Pemukiman Sepanjang Jalur Sungai Ciliwung (Studi Kasus Kampung Melayu-Bukit Duri, Jakarta). (Skripsi). Program Studi Arsitektur Pertamanan.Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian.IPB:Bogor. Amzu, E. 2003. Pengembangan Tumbuhan Obat Berbasis Konsep Bioregional (Aplikasi Azas Keunikan Sistem Kedirian). http://rudyct.topcities.com. Diakses Tanggal 22 Agustus 2007. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Berg, P. 1991. What Is Bioregionalism. Trumpter 8:1 Winter 1991. _________. 2002. Putting “Bio” In Front Of “Regional”. Landscape Architecture _________. and R. Dasmann. 1978. Reinhabiting California. In: P. Berg, Reinhabiting A Separate Country, A Bioregional Anthology of Northern California. California: Planet Drum Foundation. Budinetro, H.S. Bio-engineering pengendali erosi bantaran dan tebing sungai. Di dalam: Maryono, Agus. Eko Hidraulik Pembangunan Sungai. Edisi ke-2. 2005. Jakarta: Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Budihardjo, E. 1984. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Alumni. Bandung. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air. 2006. Resume Pemantauan Kualitas Air Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Sungai Cileungsi, Sungai Citeureup, Sungai Cikeas, Kali Bekasi dan Kali Cikarang. Bogor: Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane. Dodge, J.1995. Living By Life: Some Bioregional Theory and Practice. In: Triana, F and S.D Hill. (editor). Perspective in Bioregional Education. North America Association for Environmental Education (NAAEE). Dwi, S. 2006. WC Biotoilet, Tak Perlu Air Untuk Menyiram. http://suaramerdeka .com. Diakses Tanggal 27 November 2007. Eckbo, E. 1984. Urban Landscape Design. McGraw. Hill Book Company. New York. Effendi, M.I.N, 2000. Perancangan Pedestrian Walk Di Lingkar Luar Kebun Raya Bogor. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB
104
Gold, S.M. 1980.Recreation and Design. McGraw Hill Book Co. New York. Hadiwiyato, S . 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: Yayasan Idayu. Laurie, M.1986. Pengantar Aritektur Pertamanan (Terjemahan). Intermedia. Bandung. Marsh,1991 Maryono, A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. _______.2005. Eko Hidraulik Pembangunan Sungai. Edisi ke-2. Jakarta: Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Masaharu, W. 2006. Biotoilet, Solusi Jitu BAB di Daerah Sulit Air. http:// www.suarapembaruan.com. Diakses Tanggal 27 November 2007. Knudson, D.M. 1980. Outdoor Recreation. Mac Millan Publishing Co.New York. Kurniawaty. 2001. Meningkatkan Kesadaran Bioregional. www.mediaindonesia .com. Diakses Tanggal 6 April 2007.
http:
//
Notodarmodjo, S. 2005. Pencemaran Tanah Dan Air. Bandung: ITB Press. Notodihardjo, M. 1989. Pengembangan Wilayah di Indonesia. Departemen Pekerjaaan Umum. Jakarta. Patt,H., P.Jurging, and W. Kraus.1999. Naturanaher Gewsserausbau. Di dalam: Maryono, Agus. Eko Hidraulik Pembangunan Sungai. Edisi ke-2. 2005. Jakarta: Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pribadi, R.M. 1999. Perencanaan Greenbelt Sepanjang Sungai (Dengan Strategi Identifikasi Tebal Koridor Hijau dan Manajemen Tapak-Studi kasus Sungai Mookevart, Jakarta) (Skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sale, K. 2000. Dwellers in the Land, The Bioregional Vision. Athens: The Univ. of Georgia Press. Scherch, J.M. 1997. Living Responsibly: A Study of Sustainable Living in East Tennessee and the Southern Appalachian Bioregion. Dissertation. The University of Tennessee, Knoxville.
105
Simonds, J.O. 1983. Earthscape A Manual Of Environmental Planning. McGrawHill Company. New York. Sosrodarsono, S. dan K.Takeda . 2003. Hidrologi untuk pengairan. (Terjemahan). Jakarta: Pradnya Paramita. Sutarjo, D. 1985. Beberapa Pengertian Tentang Perencanaan Fisik. Bharata Karya Aksana. Jakarta. Thayer, R.L., Jr. 2003. Life Place, Bioregional Thought and Practice. Berkeley: Universitas Of California Press. Tim Sampoerna Hijau. 2007. Sampoerna Hijau Kotaku Hijau. Buku Panduan Penataan Taman Umum, Penanaman Tanaman, Penanganan Sampah dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Sampoerna Hijau. Turner, T. 1986. Landscape Planning. Nichols Publishing Co. New York . Traina, F. 1995. What Is Bioregionalism. In: Traina, F. and S.D. Hill, editor. Perspective in Bioregional Education. North America Association for Environmental Education (NAAEE). Untermann, R. dan Robert Small. 1986. Perencanaan Tapak Untuk Perumahan (Terjemahan). Intermatra. Bandung. Van der Zee, D. 1986. Human Settlement Analysis. International Institute For Aerospace Survey And Earth Sciences. Netherlands.
Tabel 25. Data hasil wawancara penduduk di tiap tipe permukiman Tipe Klasifikasi Permukiman
Luas rumah ( m2 )
Anggota (orang)
Kebutuhan luas lantai/orang (m2)
Kebutuhan rata-rata per tipe permukiman (m2/orang)
No.
Nama Responden
1
Jakarya
3
21
21
5
4,2
Kebutuhan luas lantai/orang menurut SNI (m2) 6
2
Yani
3
8
8
4
2
6
29
3
Aming
3
228
228
4
57
6
29
4
Sutisna
3
136
136
4
34
6
29
5
Rusnani
3
200
200
5
40
6
29
6
Santa
3
105
105
8
13,1
6
29
7
Agus
3
100
100
8
12,5
6
29
8
Khodijah
3
94
94
6
15,7
6
29
9
Kosasih
3
72
72
5
14,4
6
29
10
Djunaedi
3
800
800
4
200
6
29
Luas lantai bangunan (m2)
29
11
Maah
3
50
50
3
16,7
6
29
12
Cece
3
30
30
3
10
6
29
13
Bram
3
800
650
13
50
6
29
14
Jaja
3
230
230
5
46
6
29
15
Wawang
3
108
108
9
12
6
29
16
Enta
3
104
208
5
69,3
6
29
17
David
2
100
200
3
33,3*
6
35
18
Linawati
2
97
194
3
32,3*
6
35
19
Hendra
2
86
86
-
-
20 21
Lisha Dandi
2 2
120 120
240 120
3 -
40* -
6
35 35
22
Ayu
3
200
200
6
33,3
6
29
23
Ajat
3
320
320
4
80
6
29
24
Usman
3
24
24
5
4,8
6
29
25
Ocah
3
30
30
1
30
6
29
35
26
Sunardi
3
48
48
6
8
6
29
27
Heni
3
40
80
6
13,3
6
29
28
Ratiman
3
50
150
7
21,4
6
29
29
Yarohmah
3
60
60
4
15
6
29
30
Subiyanto
1
730
730
15
48.6
6
164
31
Ahong
1
690
690
4
172,5
6
164
32
Yudha
1
660
660
5
132
6
164
33
Soekowiono
1
710
710
2
355
6
164
34
Handoko
1
800
800
6
133,3
6
164
35
Lusi
1
700
700
5
140
6
164
Ket: * Perhitungan kebutuhan ruang/orang untuk kasus Ruko (Rumah Toko) dengan 2 lantai dimana lantai bawah sebagai toko dan lantai atas sebagai rumah
Tabel 26. Data utilitas hasil wawancara dengan penduduk No. Nama Responden 1
Jakarya
Sumber air minum PDAM
Mandi
Cuci
Kakus
Pembuangan Kakus
Listrik
Pembuangan Sampah
PDAM
sungai
WC jongkok
sungai
Ada
Sistem Pengangkutan Sampah non koordinasi
Karamba
2
Yani
sumur gali
sungai
sungai
sungai
sungai
Ada
3
Aming
PDAM PDAM
WC jongkok WC jongkok
Ada
Sutisna
sumur gali PDAM
gorong-gorong
4
sumur gali PDAM
TPS Jl.Riau dan Sungai TPS Jl.Riau dan Sungai TPS Jl.Riau
Tidak Ada
non koordinasi
Tidak Ada
non koordinasi
Tidak Ada
septic tank
Ada
TPS Jl.Riau
non koordinasi
Tidak Ada
5
Rusnani
PDAM
PDAM
PDAM
WC duduk
septic tank
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
6
Santa
PDAM
PDAM
PDAM
WC jongkok
septic tank
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
7
Agus
PDAM
PDAM
PDAM
septic tank
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
8
Khodijah
PDAM
PDAM
PDAM
gorong-gorong
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
9
Kosasih
PDAM
PDAM
PDAM
WC jongkok WC jongkok WC jongkok
gorong-gorong
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
10
Djunaedi
PDAM
PDAM
PDAM
WC
septic tank
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
duduk 11
Maah
PDAM
sungai
sungai
WC jongkok WC jongkok WC jongkok
sungai
Ada
sungai
non koordinasi
Tidak Ada
12
Cece
PDAM
PDAM
PDAM
sungai
Ada
sungai
non koordinasi
Tidak Ada
13
Bram
PDAM
PDAM
PDAM
sungai
Ada
koordinasi
Tidak Ada
sungai
WC jongkok
sungai
Ada
TPS Jl.Roda (sampah organik dijadikan pupuk kompos) TPS Jl.Roda
14
Jaja
PDAM
PDAM
non koordinasi
Ada
15
Wawang
PDAM
PDAM
PDAM
sungai
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Ada
PDAM
PDAM
PDAM
septic tank
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
David
PDAM
PDAM
PDAM
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
18
Linawati
PDAM
PDAM
PDAM
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
19
Hendra
-
-
-
WC duduk WC duduk WC duduk WC jongkok -
16
Enta
17
-
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
20
Lisha
PDAM
PDAM
PDAM
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
21
Dandi
PDAM
PDAM
PDAM
septic tank
Ada
TPS Pasar
koordinasi
Tidak Ada
22
Ayu
PDAM
PDAM
PDAM
WC duduk WC duduk WC jongkok
gorong-gorong
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
23
Ajat
PDAM
PDAM
PDAM
24
Usman
PDAM
PDAM
sungai
25
Ocah
PDAM
PDAM
PDAM
26
Sunardi
PDAM
PDAM
PDAM
27
Heni
PDAM
PDAM
PDAM
28
Ratiman
PDAM
PDAM
PDAM
29
Yarohmah
PDAM
PDAM
PDAM
30
Subiyanto
PDAM
PDAM
31
Ahong
PDAM
PDAM
Sumur gali PDAM
32
Yudha
PDAM
PDAM
PDAM
33
Soekowiono
PDAM
PDAM
PDAM
34
Handoko
PDAM
PDAM
PDAM
35
Lusi
PDAM
PDAM
PDAM
WC duduk sungai
sungai
Ada
TPS Jl.Roda
koordinasi
Tidak Ada
sungai
Ada
TPS Riau
koordinasi
Tidak Ada
WC jongkok WC jongkok WC jongkok WC jongkok WC jongkok WC jongkok WC duduk WC duduk WC duduk
sungai
Ada
TPS Riau
koordinasi
Tidak Ada
sungai
Ada
TPS Riau
koordinasi
Tidak Ada
sungai
Ada
Sungai
non koord
Tidak Ada
sungai
Ada
Sungai
non koord
Tidak Ada
septic tank
Ada
TPS Riau
koordinasi
Tidak Ada
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
WC duduk WC duduk
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada
septic tank
Ada
Truk DLHK
koordinasi
Tidak Ada