PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI (Studi Fenomenologi Pola Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta)
Disusun Oleh :
IIN PUSPITOSARI NIM D0306039
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
131
132
PERSETUJUAN Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Skripsi Untuk Dipertahankan Dihadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Hari
: Kamis
Tanggal
: 6 Mei 2010
Pembimbing
Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si NIP. 19631014 198803 2 001
133
PENGESAHAN Telah Diuji dan Disyahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
: Jum’at
Tanggal
: 14 Mei 2010
Panitia Ujian 1. Drs. Jefta Leibo, SU
(.............................................)
NIP. 19501229 199003 1 003
Ketua
2. Siti Zunariyah, S.Sos, M.Si
(.............................................)
NIP. 19770719 200801 2 016
Sekretaris
3. Dra.Hj.Trisni Utami, M.Si
(.............................................)
NIP. 19631014 198803 2 001
Penguji
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Drs. Supriyadi, SN, SU
134
NIP. 19530128 198103 1 001
MOTTO
Jika pepohonan dijadikan pena dan laut menjadi tinta Niscaya tak kan pernah cukup Tuk menuliskan semua nikmat-Nya
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.....seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.....Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.....seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada (Kahlil Gibran)
Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia berlarilah tanpa lelah sampai engkau meraihnya (Nidji)
135
PERSEMBAHAN
Terselesaikannya karya ini merupakan wujud dari Kuasa dan Kasih Sayang Allah SWT kepada umatnya
Sebuah karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Bapak dan Ibu yang telah berjuang mencarikan nafkah hingga aku bisa masuk di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan meraih gelar Sarjana
Kekuatan karya ini berkat dampingan nenekku tercinta dan adikku tersayang
Kelengkapan karya ini merupakan kumpulan semangat dari teman,sahabat, dan orang terkasih yang selalu setia dalam suka dan duka
Almamater Tercinta
136
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
hidayah,
petunjuk
serta
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perilaku Sosial Masyarakat Bantaran (Studi Kasus Pola Perilaku Masyarakat Bantaran Kali Premulung di Kelurahan Tipes Kecamatan Serengan Kota Surakarta)”. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Drs. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Priyanto Susiloadi, M.Si selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
137
3. Bapak DR. Drajat Tri Kartono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing serta Penguji Skripsi. 5. Bapak Drs. Jefta Leibo, SU selaku Ketua Penguji Skripsi. 6. Ibu Siti Zunariyah, S.Sos, M.Si selaku Sekretaris Penguji Skripsi. 7. Bapak Drs. Sudarsana, PGD,PD Selaku Dosen Pembimbing Kuliah Kerja Mahasiswa Sosiologi. 8. Bapak-bapak serta Ibu-ibu Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. 9. Bapak-bapak dan Ibu-ibu staff Tata Usaha, Pengajaran dan Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam mendapatkan berbagai kemudahan. 10. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup (FMLPLH) serta masyarakat Laweyan yang telah bersedia membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 11. Bapak dan Ibu, Nenek serta Adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat serta doa.
138
12. Teman-teman Sosiologi pada umumnya dan angkatan 2006 pada khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 13. Orang terkasih yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 14. Semua Pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Walaupun skripsi ini sudah disusun secara maksimal, namun penulis sadar bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala keterbatasan yang ada dan dengan kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata dengan harapan yang tinggi mudah-mudahan skripsi ini menjadi sebuah karya yang bermanfaat bagi pembaca. Sekian Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Surakarta, 6 Mei 2010
Penulis
139
Iin Puspitosari
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
...................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN
......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii HALAMAN MOTTO
.................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR
......................................................................v
.................................................................................vi
DAFTAR ISI
.............................................................................................ix
DAFTAR TABEL
.............................................................................................xi
DAFTAR MATRIK ............................................................................................xii DAFTAR BAGAN...............................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR
...............................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN
................................................................................xv
ABSTRAK
.......................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
140
A. Latar Belakang Masalah
......................................................................1
B. Perumusan Masalah ................................................................................11 C. Tujuan Penelitian
................................................................................11
D. Manfaat Penelitian
................................................................................12
E. Tinjauan Pustaka
................................................................................13
F. Definisi Konseptual ................................................................................29 G. Kerangka Berfikir
................................................................................33
H. Metode Penelitian
................................................................................35
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Surakarta
........................................................44
B. Gambaran Umum Laweyan ....................................................................47 BAB III HASIL PENELITIAN A. Profil Informan Masyarakat Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta ........................................................66 B. Gambaran Ekologi Laweyan ....................................................................70 C. Kepemilikan Fasilitas Kebersihan Masyarakat Laweyan
..................102
D. Keterlibatan Masyarakat Laweyan Dalam Kaitannya Dengan Lingkungan Hidup
..............................................................................105
E. Pengelolaan IPAL oleh Masyarakat ......................................................108 F. Penerapan Eko-efisiensi
..................................................................110
G. Pemakaian Pewarna Alami Berwawasan Lingkungan
..................128
BAB IV PEMBAHASAN A. Fungsi Sungai Bagi Masyarakat Bantaran yang Tinggal di Bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan
..............................131
B. Pola Perilaku Masyarakat Terhadap sungai Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan di Laweyan
..................139
141
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
..........................................................................................153
B. Implikasi B.1 Implikasi Teoritik ..............................................................................158 B.2 Implikasi Empiris ..............................................................................160 C. Saran ......................................................................................................161
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel 1
Tahapan dan Ciri Perkembangan Perilaku
Tabel 2
Penarikan Sampel
Tabel 3
Jumlah Penduduk Dalam Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
....................................................................39
Kelurahan Laweyan Tahun 2009 Tabel 4
............................................55
Penduduk menurut tingkat pendidikan umur 5 tahun keatas Kelurahan Laweyan tahun 2009
Tabel 5
................................31
............................................57
Mata Pencaharian Penduduk Laweyan Usia 10 tahun keatas tahun 2009
............................................58
Tabel 6
Sumber Air Minum masyarakat di Kelurahan Laweyan
........66
Tabel 7
Jumlah Prasarana Air Bersih Masyarakat Laweyan ....................66
Tabel 8
Jumlah Prasarana Air Bersih Masyarakat Laweyan Menurut Penggunanya ................................................................................64
Tabel 9
Kualitas Air Minum Masyarakat Kelurahan Laweyan
........69
Tabel 10
Profil Informan ..............................................................................66
Tabel 11
Masyarakat berdasarkan profesinya serta perilakunya………... 106
142
Tabel 14
Jenis tanaman sebagai pewarna alami
..............................129
DAFTAR MATRIK
Matrik 1 Pemaknaan Sungai Bagi Masyarakat
..........................................137
Matrik 2 Fungsi Sungai Jenes Bagi Masyarakat
..........................................138
Matrik 3 Pola Perilaku Masyarakat Terhadap Sungai dan Lingkungan
......151
Matrik 4 Dampak Perilaku Masyarakat terhadap Sungai dan Lingkungan ......152
143
DAFTAR BAGAN Bagan 1 Proses Terbentuknya Sikap ....................................................................35 Bagan 2 Proses Pengumpulan Data ....................................................................42 Bagan 3 Struktur Institusi/Badan Pengelola IPAL Kampoeng Batik Laweyan.....79 Bagan 4 Konsep Keluaran Bukan Produk (KBP)
..........................................113
Bagan 5 Manfaat GHK berupa “Tiga Keuntungan” ..........................................115 Bagan 6 Penerapan Eko-efisiensi
............................................................119
Bagan 7 Delapan Tahapan Siklus Eko-efisiensi
..........................................122
144
DAFTAR GAMBAR Gb.1 Rumah Jawa Gb.2 Rumah Indische
............................................................................................60 ................................................................................60
Gb.3 Jalan / Gang di Kampung Laweyan
........................................................62
Gb. 4 Kualitas air sungai yang keruh
........................................................64
Gb.5 Kondisi sungai yang tercemar
........................................................65
145
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian Lampiran 2 Pedoman Wawancara Lampiran 3 Jurnal Internasional Lampiran 4 Surat-Surat
146
ABSTRAK . Masalah pencemaran sungai merupakan bagian dari masalah lingkungan. Banyak pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri pabrik, limbah rumah tangga maupun sampah-sampah. Hal ini mengakibatkan kondisi ekosistem sungai semakin menurun dan berdampak buruk bagi manusia dan juga lingkungan. Pencemaran yang terjadi di sungai sebagai akibat dari perilaku manusia yang semakin mengabaikan lingkungan sekitar. Akibat perilaku manusia yang salah dalam memperlakukan lingkungan sungai akhirnya akan menjadi sebuah bencana yang merugikan manusia itu sendiri. Bencana yang sering melanda yakni bencana banjir. Masyarakat yang paling dekat dengan sungai adalah masyarakat bantaran sungai. Maka dari itu perilaku masyarakat sangat penting dalam menentukan kualitas dan keberlangsungan sebuah sungai. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan metode yang dipakai yakni fenomenologi. Dalam penelitian ini terdapat tujuh informan yang merupakan warga Laweyan dengan berbagai profesi yang berbeda. Teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi sedangkan pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik maksimum variations sampling. Analisa data yang digunakan adalah analisis
147
interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keempatnya dilakukan hampir bersamaan dan terusmenerus dengan memanfaatkan waktu yang tersisa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaknaan masyarakat terhadap sungai hampir semuanya sama yakni sungai dipandang sebagai front belakang. Fungsi sungai bagi masyarakat bantaran juga mengalami perbedaan seiring dengan perubahan kondisi sungai. Perubahan fungsi sungai tersebut berbeda berdasarkan kurun waktunya. Perubahan kondisi sungai ini ikut mempengaruhi perilaku masyarakat sekitar. Ada perilaku yang positif untuk menjaga ekosistem sungai dan juga kelestarian lingkungan hidup di Laweyan, namun ada juga masyarakat yang berperilaku tidak peduli terhadap lingkungan dan cenderung bersikap acuh dan masa bodoh. Perilaku tersebut yakni membuang sampah dan limbah rumah tangga langsung ke sungai. Dari perilaku yang dilakukan oleh masyarakat terdapat suatu dampak yang berakibat buruk terhadap lingkungan khususnya lingkungan sungai dan juga terhadap masyarakat yang tinggal di bantaran. Dampak buruk yang sering terjadi yakni banjir yang menggenangi jalan dan juga rumah warga. Perilaku masyarakat Laweyan tidak hanya berdampak negatif saja, namun juga memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan hidup dan juga kemajuan Laweyan sebagai salah satu daerah wisata budaya. Dampak positifnya yakni dengan adanya program-program yang dibuat oleh Tokoh masyarakat Laweyan membuat wilayah ini menjadi teduh, hijau dan tidak terlihat gersang lagi.
ABSTRACT Problem of river pollution is part of the environmental problems. Many of contamination caused by industrial waste plant, waste or household garbage. This resulted in declining condition of the river ecosystem and adversely affect humans and the environment. Pollution in the river as a result of human behavior are increasingly ignoring the surrounding environment. As a result of human behavior is wrong in treating the river environment will eventually become a disaster of adverse human themselves. Disasters that often hit the flood disaster. Communities closest to the river communities along the river is. Thus the behavior of the community is very important in determining the quality and sustainability of a river. This was a qualitative descriptive study used the phenomenological method. In this study there were seven informants who are citizens Laweyan with a variety of different professions. Engineering data collection through observation, interview and documentation of research conducted while sampling technique with a maximum sampling variations. Analysis of data is interactive analysis that includes data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The four are done almost simultaneously and continuously by utilizing the remaining time. The results of this study indicate that the meaning of society to the river almost all the same river which is seen as the front-rear. Function for the community bank of the river also experienced a difference in line with changes in
148
river conditions. Changes in river function differently based on the period of time. Changes in river conditions influence the behavior of the surrounding community. There is a positive attitude to maintain the river ecosystem and environmental conservation in Laweyan, but there are also people who behave do not care about the environment and tend to be indifferent and nonchalant. That behavior that is taking out the trash and household waste directly into rivers. Of behavior by people who have an adverse impact on the environment especially river environment and also against the people who live in the flood plain. Adverse effects that often occur floods inundated roads and also home residents. Laweyan community behavior not only negatively impacted, but also have a positive impact on the environment and also progress Laweyan as one area of cultural tourism. Namely the existence of the positive impact of programs made by community leader Laweyan make this area a calm, green and no longer looks barren.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang terdapat
149
disekitar manusia dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya udara, tempat tinggal, tanah sekitarnya, tempat bekerja, tempat berkumpul dan sebagainya. Permasalahan yang ada dilingkungan hidup sangatlah beragam, mulai dari mewabahnya penyakit, baik itu penyakit menular ataupun tidak menular, pencemaran (air dan udara) bahkan juga bencana seperti banjir dan lain sebagainya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar yang terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya. Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat . Masalah kerusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, harus ada penegakan hukum lingkungan. Selain itu, tak kalah penting adalah menumbuhkan kesadaran yang tinggi pada masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Setidaknya wawasan mengenai lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
150
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pada dasarnya, adanya perubahan kondisi lingkungan akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan akan mempengaruhi ekosistem di alam. Bentuk perusakan lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan menurunnya kualitas lingkungan akibat bencana alam, yakni banjir, longsor, kebakaran hutan, krisis air bersih bisa berdampak buruk pada lingkungan, khususnya bagi kesehatan manusia . Pencemaran lingkungan yang terjadi di masyarakat dewasa ini, dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara pengolalaan sampah yang sesuai sehingga sampah yang tiap hari terus meningkat tersebut tidak tertangani kemudian jadilah pencemaran dari sampah tersebut, dari pencemaran udara, tanah bahkan sampai airpun tercemar oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik. Untuk menangani hal ini semua perlu ditumbuhkannya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan limbah, baik limbah rumah tangga maupun
limbah
industri.
(http://eka548.blogspot.com/2009/01/pencemaran-
lingkungan-dalam-pandangan.html diakses 9 januari 2010 jam 14:15) Penyakit yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan khususnya lingkungan sungai adalah penyakit kulit dan juga diare. Kurangnya sarana air bersih juga menjadi penyebab merebaknya kedua penyakit ini. Berdasarkan laporan hasil pengamatan dari Dinas Kesehatan Kora Surakarta, selama tahun 2006 ditemukan kasus diare sebanyak 11.758 atau sebanyak 7,64% yang tersebar diseluruh wilayah Kota Surakarta. Dari jumlah tersebut sebanyak 3.923 diderita oleh balita. Dengan demikian penyakit diare yang menyerang balita sebesar
151
33,36%. Jika dilihat angkanya, kasus penyakit diare tergolong rendah. Ini dimungkinkan karena warga yang berkunjung ke puskesmas untuk memeriksakan penyakit diare memang sedikit. Kasus diare mempunyai korelasi dengan perilaku masyarakat, penyediaan kualitas air bersih dan kepemilikan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Jika dilihat kualitas air bersih maka hanya 63% yang memenuhi syarat. Sedangkan untuk kepemilikan jamban keluarga yang memenuhi syarat sebesar 84%. Dari seluruh total kasus diare yang ada maka yang menyerang penduduk di Kecamatan Laweyan sebesar 0,22% atau terdapat 878 kasus pada tahun 2006. Data tersebut berasal dari tiga puskesmas yang ada di Laweyan yakni Puskesmas Pajang, Puskesmas Penumping dan Puskesmas Purwosari. Kepemilikan sarana kesehatan lingkungan menjadi salah satu pendukung agar penyakit diare tidak menyerang warga. Sarana kesehatan tersebut meliputi kepemilikan Sarana Air Bersih (SAB) dan kepemilikan jamban. Dari 77.067 keluarga yang dilakukan pemeriksaan, yang memiliki sarana penyediaan air bersih sebesar 94,81%. Sedangkan keluarga yang memiliki jamban sebesar 92,22%. Data tersebut jika ditampilkan pada tiap kecamatan adalah sebagai berikut :
152
100 80 60 40 20 0 SAB Jamban
Laweyan
Serengan
Ps.Kliwon
Jebres
Bj.Sari
84,54
85,79
97,31
55,69
84,12
100
100
78,75
100
100
Disamping kasus diare terdapat penyakit lain yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan sungai yakni penyakit kulit. Dari data Dinas Kesehatan Kota Surakarta maka jumlah penyakit kulit akibat alergi sebanyak 17.079 atau sebesar 4,32% dan penyakit kulit karena infeksi sebanyak 13.176 atau sebesar 3,33%. (Profil Kesehatan Kota Surakarta:2007) Sungai merupakan salah satu bagian dari lingkungan, dimana keberadaan dari sungai sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Pada zaman dahulu sungai berfungsi sebagai sarana transportasi untuk menuju ke daerah lain, bahkan sungai juga sebagai tempat mencuci dan mandi, selain itu sungai juga dapat dimanfaatkan untuk irigasi. Sungai merupakan tempat pembuangan akhir limbah cair dari berbagai kegiatan manusia, sebelum akhirnya dialirkan ke danau atau laut. Sistem drainase kota dimulai dari permukiman, perdagangan dan drainase alami yang alirannya akan berakhir di sungai. Kondisi ini akan mengakibatkan semua bahan pencemar yang terlarut dalam bentuk limbah cair akan
masuk kedalam aliran sungai.
153
Besarnya bahan pencemar yang masuk ke sungai akan berpengaruh terhadap kualitas air sungai. Pada titik tertentu akan mengakibatkan terjadinya pencemaran. Untuk mencegah terjadinya pencemaran air sungai perlu dilakukan upaya pengendalian.
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran air
sungai adalah memelihara sungai agar tetap memiliki kemampuan untuk mereduksi dan membersihkan bahan pencemar yang masuk kedalamnya. Upaya ini diantaranya berupa pengaturan jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang ke sungai. Pengaturan jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang ke sungai didasarkan atas kajian ilmiah tentang daya tampung beban pencemaran pada sungai. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa bahan pencemar yang
dibuang ke sungai tidak melampaui kemampuan air sungai untuk membersihkan sendiri. Kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai swa pentahiran atau self purification. Penentuan
daya tampung beban pencemaran
sungai (badan air)
merupakan kewenangan pemerintah melalui keputusan Bupati / Walikota dan Gubernur atau Presiden,
sesuai
dari kondisi
sungai tersebut.
Pemerintah
Kabupaten / Kota memiliki kewenangan untuk menetapkan daya tampung beban pencemaran pada sungai yang berada di wilayahnya (Pasal 18 (3) dan Pasal 20 (a) PP No. 82 Tahun 2001). Sesuai UU No.7 Tahun 2004 Pasal 16 (b) dan Pasal 23 (1) Pemerintah Kabupaten / Kota memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam hal pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air (sungai) di wilayahnya.
154
Menurut Metcalf & Eddy, 1979 dalam estimasi beban pencemaran badan air, bahan pencemar dalam limbah cair
yang berasal dari
rumah tangga,
permukiman dan perkotaan pada umumnya berupa lebih dari 70% bahan organik. Bahan pencemar dalam limbah cair yang dapat didegradasi secara alamiah melalui peristiwa swa pentahiran adalah bahan organik juga. Atas dasar alasan ini, maka penentuan daya tampung beban pencemaran pada badan air (sungai) lebih dititik beratkan pada zat organik.(http://www.scribd.com/doc/17668167/Estimasi-BebanPencemaran-Badan-Air diakses 9 januari 2010 jam 15:02). Permukiman di tepi sungai atau yang sekarang sering disebut Stren Kali atau bantaran sungai bukanlah hal yang baru. Sungai tidak hanya merupakan sarana transportasi tetapi juga merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di jaman sekarang dimana biaya hidup menjadi semakin mahal, maka tidak sedikit orang yang melirik tanah-tanah dibantaran sungai untuk dijadikan tempat tinggalnya. Hal tersebut juga sebagaimana yang terjadi di bantaran sungai Jenes, dimana di daerah tersebut sangat padat dengan bangunan rumah-rumah. Kondisi sungai akan menetukan kualitas airnya untuk dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Jika melihat kondisi sungai sekarang sangat jauh berbeda dengan kondisi sungai jaman dahulu. Pola perilaku masyarakat bantaran sungai turut menjadi penentu dari kualitas air sungai tersebut. Manusia selalu berusaha untuk mencintai alam dan hidup selaras dengannya sehingga menganggap sungai memiliki kehidupan yang patut dihargai. Pada saat yang bersamaan, juga bisa menjadi sesuatu yang menakutkan bagi manusia. Alam itu
155
hebat dan kuat. Alam memiliki kekuatan yang dalam waktu singkat mampu mencabut dan melenyapkan hidup manusia. Pola perilaku manusia yang salah terhadap sungai akan menimbulkan banyak permasalahan. Masalah yang sering muncul terkait dengan sungai adalah banjir serta pencemaran. Efek samping dari hal tersebut adalah timbulnya suatu penyakit yang akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia itu sendiri. Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia, begitupun juga di Solo hampir setiap musim hujan banjir terjadi dan menggenangi daerah-daerah di Solo. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya). Banjir juga dapat terjadi dari adanya limbah-limbah industri yang dibuang ke sungai sehingga menyebabkan adanya penyumbatan di sungai. Selain itu limbah yang dibuang ke sungai akan menyebabkan kualitas air sungai menjadi menurun, bahkan dapat juga mendatangkan suatu penyakit. Sudarmadji, dosen kesehatan lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) tahun 2009. Menunjukkan, sekitar 40 persen bahan
156
pencemar sungai berasal dari limbah domestik warga yang berdiam di kawasan sungai. Limbah itu berasal dari buangan dapur, kamar mandi, dan sampah. Sebagian besar sampah yang dibuang itu adalah bahan organik. Secara langsung, itu menurunkan kualitas air. Sebab, mikroba dalam sungai menguraikan zat organik, padahal mikroba tersebut memerlukan oksigen. Semakin banyak bahan organik yang dibuang, semakin sedikit kandungan oksigen dalam sungai. Hal tersebut akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup dalam sungai terancam, sehingga sungai pun tidak layak lagi menjadi bahan baku air minum. Selain itu, tinja menjadi salah satu limbah domestik yang sangat berperan (sangat cepat membuat infeksi). Air yang tercemar tinja menyebabkan berbagai penyakit. Misalnya, gangguan pencernaan, penyakit kulit, dan penyakit mata. Penyakit itu bisa menjangkit warga yang memakai air sungai sebagai bahan baku air minum atau mandi. (jawapos.com diakses 9 Desember 2009 jam 12:32). Pencemaran juga terlihat di beberapa anak sungai, yakni di kali Pepe yang bermuara ke hilir Bengawan Solo, tepatnya di Kampung Sewu Kecamatan Jebres Surakarta, mengalirkan air yang berwarna ungu. Limbah itu berasal dari industri pengecatan dan pencetakan batik di Pasar Kliwon, Semanggi, Surakarta. (Sugino (59), warga setempat). Ahli lingkungan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Sulastoro, yang turut serta dalam ekspedisi, menjelaskan, limbah industri batik pada umumnya mengandung zat beracun, seperti Natrium (Na), Cadmium (Cd), dan Chrom (Cr). Di sejumlah tempat di sisi Bengawan Solo sejak Surakarta hingga Kabupaten Karanganyar, tim juga menyaksikan banyak ikan sapu-sapu (suckermouth) yang
157
mati. Ikan jenis itu biasanya bertahan pada air keruh atau kotor. Sebaliknya, ikan nila dan bader yang banyak ditangkapi masyarakat di bagian hulu tidak lagi ditemukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepekatan limbah yang ada di sungai sudah melampaui batas toleransi. Retno Rosariastuti, juga mengatakan, banyaknya populasi ikan sapu-sapu serta tiadanya ikan jenis lain menunjukkan penurunan kualitas air sungai. Ikan sapu-sapu tahan berada di air berkadar oksigen rendah dan tercemar, sedangkan ikan jenis lain tidak. Ini menunjukkan kualitas air Sungai Bengawan Solo sekitar Sukoharjo, Surakarta, dan Sragen sudah tercemar berat. (kompas 13 Juni 2007). Menurut Tim Ekspedisi Bengawan Solo, Pencemaran juga terlihat di sekitar Dusun Bacem Desa Langenharjo Kecamatan Serengan Surakarta. Limbah tersebut dari industri tekstil, industri rumah tangga pengecatan batik dan juga industri peternakan yang membuang limbah ke sungai secara mencolok. Akibat dari hal tersebut adalah air sungai tampak berwarna coklat kehitaman. Selain mencemari kali, limbah itu juga mencemari udara karena menebarkan bau yang tidak sedap. (Kompas 2007 diakses 9 Desember jam 14:01) Kepala Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah Kota (Pemkot) Solo Handartono mengatakan, daerah dengan tingkat pencemaran paling tinggi terdapat di Laweyan dan Pasar Kliwon. Kawasan yang terletak di sepanjang anak sungai Premulung itu dipenuhi oleh usaha jasa dan industri rumah tangga untuk penguatan warna tekstil. Sebagian besar usaha jasa itu tidak memiliki instalasi pengolah air limbah (IPAL) karena biaya pembuatan IPAL sangat besar. (kompas.com diakses 9 Desember 2009 jam 12:32).
158
Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Lembaga Swadaya Masyarakat di Surakarta, Jawa Tengah, menyoroti maraknya limbah industri batik di Laweyan yang langsung dibuang di sungai. Dari hasil penelusuran sepanjang 2008 , ternyata banyak industri batik yang membuang limbahnya ke sungai tanpa melewati proses pengolahan. Sungai yang biasa dijadikan tempat pembuangan limbah adalah Kali Premulung yang melewati sisi selatan Surakarta hingga berakhir di Sungai Bengawan Solo. Hasil akhirnya, sungai-sungai di Surakarta banyak yang tercemar hingga mengakibatkan kualitas air memburuk. Pada saat pagi dan sore hari, air sungai berubah menjadi hitam dan merah. Itu karena sungai tercemar oleh bahan kimia batik. Masyarakat sekitar Laweyan banyak yang mengeluhkan kualitas air sumur mereka. Ada penduduk yang gatal-gatal dan iritasi kulit. Adalah ironi, apabila berkembangnya sebuah kota justru menjadikan semakin rusaknya lingkungan. Kota terus melakukan sesuatu yang mengancam dirinya sendiri. Dan ini adalah sesuatu yang harus di bayar mahal. Suka atau tidak suka, demikianlah adanya. Namun demikian sungai bengawan solo masih tetap mengalir. Ia masih berusaha menghidupi dan melindungi banyak kehidupan di sekitarnya. Permasalahannya pada saat sekarang adalah tingkat kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan masih sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tempat pemukiman kumuh disekitar bantaran sungai, kurangnya sarana air bersih dan sanitasi, sikap dan perilaku masyarakat yang masih minim dalam pola hidup bersih dan sehat, endemisator beberapa penyakit
159
menular yang masih tinggi, sebagai sumber penularan/sumber infeksi, kualitas, kuantitas serta motivasi tenaga sektoral yang kegiatannya berkaitan dengan pengelolaan program kesehatan lingkungan juga masih kurang. Semuan permasalahan terkait dengan sungai tersebut tidak akan terjadi jika masyarakat berperilaku sesuai dengan aturan yakni tidak membuang sampah di sungai dan juga tidak membuang limbah industri ke sungai yang dapat menyebabkan air sungai tercemar.
B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah skripsi ini adalah: 1. Sejauhmana fungsi sungai bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai? 2. Bagaimana pola perilaku masyarakat terhadap sungai serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejauhmana fungsi sungai bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai? 2. Untuk mengetahui bagaimana pola perilaku masyarakat bantaran sungai terhadap sungai serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungannya.
160
D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian, diharapkan mampu untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang : 1. Sejauhmana fungsi sungai bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. 2. Bagaimana pola perilaku masyarakat bantaran sungai terhadap sungai serta dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungannya. 3. Dapat dijadikan dasar acuan pada penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menambah body of knowledge. 4. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai arti pentingnya pola perilaku masyarakat bantaran sungai terhadap kondisi sebuah sungai. 5. Sebagai syarat menyelesaikan S1 jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
E. Tinjauan Pustaka Masalah sungai merupakan salah satu bahan kajian dalam sosiologi lingkungan yaitu terkait dengan ekologi sungai. Bell dalam tulisan Mahmudi Siwi tahun 2009 menyebutkan bahwa sosiologi lingkungan merupakan kajian komunitas dalam arti yang sangat luas. Orang, binatang, lahan dan tanaman yang tumbuh di atasnya, air, udara semuanya memiliki hubungan kait mengait yang sangat erat. Bersama-sama mereka membentuk semacam solidaritas, yang kemudian kita sebut dengan ekologi. Seperti dalam banyak komunitas, mereka juga mengalami konflik ditengah-tengah hubungan tersebut. Sosiolog lingkungan
161
mengkaji komunitas terluas tersebut dengan maksud untuk memahami asal usul, dan solusi yang diusulkan dari seluruh konflik sosial dan biofisik yang sangat nyata. Masalah lingkungan tidak hanya berupa masalah teknologi dan industri, ekologi dan biologi, pengendalian polusi dan pencegahan polusi. Masalah lingkungan juga berupa masalah sosial. Masalah lingkungan adalah masalah bagi masyarakat merupakan masalah yang mengancam pola-pola organisasi sosial yang ada dalam masyarakat. Adalah manusia yang menciptakan masalah lingkungan,
dan
manusia
juga
yang
harus
mencari
jalan
keluarnya.
(Mahmudisiwi.net diakses 9 januari 2010 jam 12:55). Hal ini sebagaimana fenomena yang ada dalam Journal of International Green Bussines Reuters tahun 2009 yang membahas tentang pencemaran lingkungan di sungai sebagai berikut: The past one hundred years have marked a period of incredible human advancement. However, these advancements have wrought enormous negative impacts on the environment. One such region that has been impacted is the Nile river. The Nile is a crucial resource for all of the surrounding communities, and the pollution of the area does not only affect the natural landscape, but the African people also. Another problem that the Nile ecosystem faces is that of pollution, and the majority of this comes from human activity. There are many sources of this pollution. In rural areas, sewage is dumped into the river as a result of poor sanitation conditions. This is a problem because citizens of Egypt, for example, "Consumed more animal protein during the second half of the 20th century than they did previously. As food is metabolized, phosphorus and nitrogen are released as waste products in feces and urine" (Nixon, 1). These increasing amounts of phosphorous and nitrogen, when dumped into the water can create algal blooms which can lead to the suffocation of fish. Many industrial establishments do not follow the law, and drain untreated wastewater into the river or even inject it into the groundwater. Usage of pesticides and fertilizers
162
also pollute the river, as agricultural practices near the river use a lot of chemicals. (Funannan:2009) Dalam jurnal tersebut diceritakan tentang pencemaran yang terjadi di Sungai Nil. Pencemaran yang terjadi sebagian besar berasal dari aktivitas manusia. Di daerah pedesaan, limbah dibuang ke sungai akibat dari kondisi sanitasi yang buruk. Selain itu limbah juga berasal dari industri di sekitar dan juga dari pertanian yang berada dipingir sungai sehingga pestisida dan pupuk yang digunakan juga menjadi penyebab pencemaran sungai ini. Dalam skripsi ini juga terjadi pencemaran di Sungai Jenes yang berasal dari limbah industri dan juga limbah rumah tangga. Namun hal yang membedakan dengan penemuan di jurnal tersebut adalah pencemaran yang ada di sungai Jenes bukan berasal dari pertanian karena daerah sekitar sungai sudah tidak ada lagi sawah atau area pertanian. Pencemaran sungai Jenes lebih diakibatkan oleh sampah-sampah yang dibuang langsung ke sungai sehingga menyebabkan penyumbatan di sungai dan hal ini akhirnya membuat aliran air sungai tidak lancar karena sungai tersumbat oleh tumpukan sampah yang berasal dari rumah warga yang tinggal di sekitar sungai.
E.1 Konsep yang digunakan Perilaku Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Ia membedakan adanya 2 respons, yakni :
163
a. Respondent Respons atau Reflexive Respons Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan
mata
tertutup,
dan
sebagainya.
Pada
umumnya
perangsangan-perangsangan yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulkan. Respondent respons (respondent behaviour) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behaviour. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkatjingkat karena senang dan sebagainya. b. Operant Respons atau Instrumental Respons Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat
164
belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Robert Kwick (1974) dalam tulisan Akhmad Sudrajat tentang perilaku soaial menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/perilaku-sosial) Masyarakat Beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia. Ø Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Ø Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
165
Ø Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya. Ø Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut. Faktor-Faktor / Unsur-Unsur Masyarakat Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini : 1. Berangotakan minimal dua orang. 2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan. 3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat. 4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat. Ciri / Kriteria Masyarakat Yang Baik Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat. 1. Ada sistem tindakan utama. 2. Saling setia pada sistem tindakan utama.
166
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota. 4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia. Bantaran Sungai Sungai adalah suatu daerah yang didalamnya terdapat air yang mengalir secara terus-menerus. Sungai merupakan suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia diseluruh dunia ini, yakni terdapat daerah-daerah subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai sumber kehidupan yang paling utama bagi kemanusiaan. Sungai juga dapat digunakan sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas serta komunikasi antar manusia. (Yusuf Gayo:1994). Bantaran sungai merupakan bagian dari daerah sungai yang bermanfaat untuk menampung dan mengalirkan sebagian dari aliran banjir. Drainase pada bantaran sungai perlu diperhatikan agar bantaran dapat berfungsi dengan baik. Segala sesuatu yang menjadi penghalang seperti bangunan hendaknya ditiadakan agar tidak mengganggu fungsi dari bantaran. (Yusuf Gayo:1994). Perubahan perilaku yang bersifat negatif akan menimbulkan tekanan terhadap lingkungan yang memiliki keterbatasan dikenal sebagai daya dukung lingkungan (DDL). Jika tekanan semakin besar maka daya dukung lingkungan pun akan menurun.
167
Kondisi
air
yang
tidak
bersih
karena
pencemaran
akan
menimbulkan dampak tersendiri bagi manusia seperti mewabahnya penyakit sebagaimana yang dituliskan dalam Jurnal Internasional “Water Pollution and Society” berikut: Pathogens are another type of pollution that prove very harmful. They can cause many illnesses that range from typhoid and dysentery to minor respiratory and skin diseases. Pathogens include such organisms as bacteria, viruses, and protozoan. These pollutants enter waterways through untreated sewage, storm drains, septic tanks, runoff from farms, and particularly boats that dump sewage. Though microscopic, these pollutants have a tremendous effect evidenced by their ability to cause sickness. (David Krantz dan Brad Kifferstein:2009) Pencemaran air yang terjadi menyebabkan penyakit diantaranya, tifus, disentri, kulit, penyakit pernafasan kecil yang disebabkan oleh organisme seperti bakteri, virus, dan protozoa. Polutan ini masuk dari saluran air yang tidak diobati, seperti septic tank, limbah dari peternakan, dan terutama perahu yang membuang limbah. Polutan ini mempunyai efek yang luar biasa yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka untuk menyebabkan penyakit. Jika dibandingkan dengan penelitian ini maka pencemaran yang ada di sungai Jenes belum sampai separah seperti pencemaran yang terjadi di Britania. Pencemaran yang ada di Sungai Jenes berasal dari limbah industri dan limbah rumah tangga. Namun pencemaran ini tidak sampai menimbulkan penyakit yang mengganggu warga sekitar. Meskipun ada warga yang terkena penyakit gatal dan juga diare namun itu bukan karena kondisi sungai yang tercemar namun lebih karena faktor
168
kurang hati-hati dalam memilih makanan sehingga menyebabkan diare dan alergi terhadap jenis makanan tertentu sehingga menyebabkan gatal-gatal. Menurut Miller (1991) terdapat 2 bentuk sumber pencemar, yaitu: a. Point Sources; merupakan sumber pencemar yang membuang efluen (limbah cair) melalui pipa, selokan atau saluran air kotor ke dalam badan air pada lokasi tertentu. Misalnya pabrik, tempat-tempat pengolahan limbah cair (yang menghilangkan sebagian tapi tidak seluruh zat pencemar), tempat-tempat penambangan yang aktif dan lain-lain. Karena lokasinya yang spesifik, sumber-sumber ini relatif lebih mudah diidentifikasi, dimonitor dan dikenakan peraturanperaturan. b. Non-point sources; terdiri dari banyak sumber yang tersebar yang membuang efluen, baik ke badan air maupun air tanah pada suatu daerah yang luas. Contohnya adalah limpasan air dari ladang-ladang pertanian, peternakan, lokasi pembangunan, tempat parkir dan jalan raya. Pengendalian sumber pencemar ini cukup sulit dan membutuhkan biaya yang tinggi untuk mengindentifikasi dan mengendalikan sumbersumber pencemar yang tersebar tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pendekatan terpadu dengan penekanan pada pencegahan pencemaran. Pencegahan tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui penataan ruang yang baik (Miller, 1991: 249).
169
Beberapa jenis kegiatan utama yang menimbulkan pencemaran sungai menurut Haslam, 1992 yang dikutip dari blogspot.com adalah: 1. Kegiatan domestik; termasuk di dalamnya kegiatan kesehatan (rumah sakit) dan food additives (seperti bahan pengawet makanan) serta kegiatan-kegiatan yang berasal dari lingkungan permukiman baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Efluen yang dibuang biasanya berupa pencemar organik, tapi ada juga berupa senyawa inorganik, logam, garam-garaman (seperti deterjen) yang cukup berbahaya karena bersifat patogen. 2. Kegiatan industri; mempunyai banyak sekali variasi; bisa berupa efluen organik (dari pabrik makanan dan dapat juga dari industri minyak dan petrokimia). Sedangkan efluen inorganik dihasilkan oleh pabrik-pabrik baja, mobil atau industri berat lainnya; partikel dan debu dapat dihasilkan oleh kegiatan industri pertambangan. Bisa juga berupa pencemaran panas, misalnya dari pembangkit tenaga listrik. 3. Kegiatan pertanian; terutama akibat penambahan pupuk dan pembasmi hama, di mana senyawa-senyawa yang terdapat di dalamnya tidak mudah terurai walaupun dalam jumlah yang sedikit, tetapi justru aktif pada konsentrasi yang rendah. Selain itu, sedimen termasuk pencemaran yang cukup besar ketika terjadi penebangan pohonpohonan, pembuatan parit-parit, perambahan hutan dan lain-lain. Belum lagi,
efluen
organik
yang
dihasilkan
menyebabkan pencemaran yang cukup serius.
oleh
peternakan
dapat
170
Menurut Haslam (1992: 13-14) dan Hayward (1992: 168-171), zat pencemar sungai dapat dibagi dalam 8 jenis utama, yaitu : 1. Organisme patogen (bakteri, virus dan protozoa) 2. Limbah organik biodegradable (limbah cair domestik, limbah pertanian, limbah perternakan, limbah rumah potong hewan, limbah industri). 3. Bahan inorganik yang larut dalam air (asam, garam, logam berat dan senyawa-senyawanya, anion seperti sulfida, sulfit dan sianida). 4. Zat hara tanaman (garam-garam nitrat dan fosfat yang larut dalam air), yang berasal dari penguraian limbah organik seperti limhah cair atau pelepasan pupuk nitrat, yang jika berlebihan dapat mengakibatkan eutrofikasi. 5. Bahan-hahan kimia yang larut dan tidak larut (minyak, plastik, pestisida, pelarut, PCB, fenol, formaldehida dan lain-lain). Zat-zat tersebut merupakan penyebab yang sangat beracun bahkan pada konsentrasi yang rendah (< 1 ppm). 6. Sedimen (suspended solid); merupakan partikel yang tidak larut atau terlalu besar untuk dapat segera larut. Kecenderungan sedimen untuk tinggal di dasar air tergantung pada ukurannya, rasio aliran (flow rate) dan besarnya turbulensi yang ada pada suatu badan air. Jumlah sedimen mempengaruhi turbiditas air, dan kualitasnya mempengaruhi warna. 7. Zat-zat / bahan-bahan radioaktif 8. Pencemaran termal; biasanya dalam bentuk limbah air panas yang berasal dari kegiatan suatu pembangkit tenaga. Pencemaran ini dapat
171
mengakibatkan
naiknya
temperatur
air,
meningkatkan
rasio
dekomposisi dari limbah organik yang biodegradable dan mengurangi kapasitas air untuk menahan oksigen. Menurut
Haslam
(1992)
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi dampak pencemaran sungai, yaitu : 1.
Kemampuan pengenceran pencemaran
2.
Konsentrasi terlarut pada sungai
3.
Jenis polusi
4.
Struktur fisik sungai Pencemaran, selain berdampak pada manusia, baik berupa limbah
maupun sedimentasi yang terjadi di kawasan pesisir, dapat pula mempengaruhi kegiatan perikanan diantaranya (Dahuri, 1996): a. Penurunan
kandungan
oksigen
dalam
perairan
(anoxic)
yang
menyebabkan pembatasan habitat ikan (khususnya ikan dasar dekat pantai), perubahan komunitas air dan dominasi proses dekomposisi anaerobik. b. Eutrofikasi perairan yang menyebabkan pertumbuhan alga tidak terkendali (blooming algae ), contohnya pada peristiwa red tide yang menimbulkan keracunan pada ikan. c. Terakumulasinya limbah logam berat beracun (Hg) yang menimbulkan kematian pada ikan.
172
Penurunan kualitas sungai yang mencapai kondisi tercemar banyak diakibatkan oleh ulah manusia. Secara alamiah memang terjadi juga penurunan kualitas sungai akan tetapi biasanya masih berada pada batas daya dukung lingkungan. Sedangkan yang diakibatkan oleh ulah manusia dapat melampaui batas daya dukung lingkungan sehingga perlu upaya agar hal tersebut tidak terjadi. (Blogspot.com:2009).
E.2 PARADIGMA DAN TEORI YANG DIGUNAKAN a. Paradigma yang digunakan Paradigma yang dipakai dalam penulisan ini adalah paradigma definisi sosial. Max Weber sebagai tokoh utama paradigma ini mengartikan Sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu. (Ritzer; 2008) Dalam mempelajari tindakan sosial itu, Weber menganjurkan melalui penafsiran dan pemahaman (interpretatie understanding) atau oleh
173
Weber
sendiri
disebut
verstehen.
Peneliti
harus
mencoba
mengintepretasikan tindakan subyek yang diteliti guna mengetahui motif tindakan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk menginterpretasikan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat bantaran sungai Jenes yang merupakan anak sungai dari bengawan solo dalam menjaga kelestarian lingkungan serta menjaga ekosistem sungai. b. Teori Yang Digunakan Teori perilaku sosial Konsep dasar dari teori ini adalah penguat / ganjaran (reward). Teori ini lebih menitikberatkan pada tingkah laku aktor dan lingkungan. Asumsinya adalah: ü Manusia pada dasaranya tidak mencari keuntungan maksimal, tetapi senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari intraksi tersebut. ü Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya, tetapi senantiasa berfikir untung rugi pada saat berinteraksi, walaupun manusia tidak memiliki info yang cukup untuk mengembangkan alternatif, tetapi dapat menggunkan info yang terbatas tersebut untuk mengembangkan alternatif guna memperhitungkan untung rugi. ü Manusia terbatas, tapi dapat berkompetisi untuk mendapat keuntungan. Walau manusia senantiasa berusaha mendapat keuntungan dari hasil interaksi, tapi mereka dibatasi oleh sumber-
174
sumber yang tersedia. Manusia berusaha memperoleh wujud materi tapi mereka melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang non materi (benci, suka, dll) Bentuk perilaku sosial (5 proposisi) v Proposisi keberhasilan Jika tindakannya sering mendapatkan ganjaran, maka semakin sering dilakukan. v Proposisi stimulus Jika stimulus merupakan kondisi dimana seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin besar kemungkina mengulangi seperti pada waktu lalu. v Proposisi nilai Semakin bermanfaat maka semakin sering kemungkinan tindakan tersebut diulangi. v Proposisi kejenuhan kerugian Semakin sering seseorang mendapatkan ganjaran yang isitimewa, maka bagian yang lebih mendalam dari ganjaran tersebut menjadi kurang bermakna bagi orang lain v Proposisi persetujuan dan perlawanan Jika tidak mendapat ganjaran atau hukuman yang tidak diharapkan, ia akan marah dan semakin besar kemungkinan orang tersebut akan melakukan perlawanan dan hasil tingkah lakunya makin berharga
175
bagi dirinya. Jika mendapat ganjaran atau lebih, maka akan menunjukan tingkah laku persetujuan. Dan hasil tingkah lakunya semakin berharga baginya Teori Etika Etika berarti adat-istiadat atau kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Kebiasaan hidup yang baik ini lalu dibakukan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma yang disebarluaskan, dikenal, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Kaidah, norma atau aturan ini pada dasarnya menyangkut baik buruk perilaku manusia. Kaidah ini menentukan apa yang baik harus dilakukan dan apa yang buruk harus dihindari. Etika sering dipahami sebagai ajaran yang berisikan atuaran tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia. Etika dipahami dengan pengertian yang berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret. Etika adalah filsafat moral atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi yang konkret.
176
Ada tiga teori etika : 1). Etika Deontologi Menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Sebaliknya suatu tindakan dinilai buruk secara moral karena tindakan itu memang buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk dilakukan. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Dalam perspektif itu, membuang limbah ke sungai akan dinilai buruk secara moral bukan karena akibatnya yang merugikan. Tindakan ini dinilai buruk karena tidak sesuai dengan kewajiban moral untuk hormat kepada alam (respect for nature). 2). Etika Teleologi Etika Teleologi menilai baik buruk suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan tersebut. Etika Teleologis digolongkan menjadi dua: a) Egoisme etis yang menilai suatu tindakan baik karena berakibat baik bagi pelakunya. Walaupun bersifat egoistis, tindakan ini dinilai baik secara moral karena setiap orang dibenarkan untuk mengejar kebahagiaan bagi dirinya. Oleh karena itu, setiap tindakan yang mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri akan dinilai baik secara moral. Sebaliknya, buruk kalau kita membiarkan diri kita menderita dan dirugikan. b) Utilitarianisme
177
menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan akibatnya bagi banyak orang. 3) Etika Keutamaan Etika Keutamaan lebih mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. (Sonny Keraf: 2005)
F. Definisi Konseptual Krech et. al. (1962:104-106) mengungkapkan bahwa untuk memahami perilaku sosial individu, dapat dilihat dari kecenderungan-kecenderungan ciri-ciri respon interpersonalnya, yang terdiri dari : (1) Kecenderungan Peranan (Role Disposition); yaitu kecenderungan yang mengacu kepada tugas, kewajiban dan posisi yang dimiliki seorang individu, (2) Kecenderungan Sosiometrik (Sociometric Disposition); yaitu kecenderungan yang bertautan dengan kesukaan, kepercayaan terhadap individu lain, dan (3) Ekspressi (Expression Disposition), yaitu kecenderungan yang bertautan dengan ekpresi diri dengan menampilkan kebiasaaan-kebiasaan khas (particular fashion). Lebih jauh diuraikan pula bahwa dalam kecenderungan peranan (Role Disposition) terdapat pula empat kecenderungan yang bipolar, yaitu : 1. Ascendance-Social Timidity, Ascendance yaitu kecenderungan menampilkan keyakinan diri, dengan arah berlawanannya social timidity yaitu takut dan malu bila bergaul dengan orang lain, terutama yang belum dikenal.
178
2. Dominace-Submissive Dominace yaitu kecenderungan untuk menguasai orang lain, dengan arah berlawanannya kecenderungan submissive, yaitu mudah menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain. 3. Social Initiative-Social Passivity Social initiative yaitu kecenderungan untuk memimpin orang lain, dengan arah yang berlawanannya social passivity yaitu kecenderungan pasif dan tak acuh. 4. Independent-Depence Independent yaitu untuk bebas dari pengaruh orang lain, dengan arah berlawanannya dependence yaitu kecenderungan untuk bergantung pada orang lain Dengan demikian, perilaku sosial individu dilihat dari kecenderungan peranan (role disposition) dapat dikatakan memadai, manakala menunjukkan ciriciri respons interpersonal sebagai berikut : (1) yakin akan kemampuannya dalam bergaul secara sosial; (2) memiliki pengaruh yang kuat terhadap teman sebaya; (3) mampu memimpin teman-teman dalam kelompok; dan (4) tidak mudah terpengaruh orang lain dalam bergaul. Sebaliknya, perilaku sosial individu dikatakan kurang atau tidak memadai manakala menunjukkan ciri-ciri respons interpersonal sebagai berikut : (1) kurang mampu bergaul secara sosial; (2) mudah menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain; (3) pasif dalam mengelola kelompok; dan (4) tergantung kepada orang lain bila akan melakukan suatu tindakan.
179
Kecenderungan-kecenderungan tersebut merupakan hasil dan pengaruh dari faktor konstitutsional, pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungan sosial tertentu dan pengalaman kegagalan dan keberhasilan berperilaku pada masa lampau. Sementara itu, Buhler (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan tahapan dan ciri-ciri perkembangan perilaku sosial individu sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1
Tahapan dan Ciri Perkembangan Perilaku
Tahap Kanak-Kanak Awal ( 0 – 3 ) Subyektif Kritis I ( 3 – 4 ) Trozt Alter Kanak – Kanak Akhir ( 4 – 6 ) Masa Subyektif Menuju Masa Obyektif Anak Sekolah ( 6 – 12 ) Masa Obyektif Kritis II ( 12 – 13 ) Masa Pre Puber Remaja Awal ( 13 – 16 ) Masa Subyektif Menuju Masa Obyektif Remaja Akhir ( 16 – 18 ) Masa Obyektif (Akhmad Sudrajat: 2008)
Ciri-Ciri Segala sesuatu dilihat berdasarkan pandangan sendiri Pembantah, keras kepala Mulai bisa menyesuaikan diri dengan aturan Membandingkan dengan aturan – aturan Perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji Mulai menyadari adanya kenyataan yang berbeda dengan sudut pandangnya Berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemampuan dirinya
Faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia Ada dua macam psikologi sosial. 1. Psikologi sosial dengan huruf P besar
180
2. Psikologi sosial dengan huruf S besar Kedua pendekatan ini menekankan faktor-faktor psikologis dan faktorfaktor sosial. Atau dengan istilah lain faktor-faktor yang timbul dari dalam individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar individu (faktor environmental). McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia. Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektif yang berpusat pada persona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia. . (Nanath:2008) Faktor Biologis Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut : a. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi. b. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling
181
penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya. 1. Faktor Sosiopsikologis Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen. Ø Komponen Afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Ø Komponen Kognitif Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Ø Komponen Konatif Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. (Kuliah komunikasi.com: 2009)
G. Kerangka Pikir Dari uraian paradigma, teori, dan definisi di atas dapat dijadikan dasar untuk melihat bagaimana pola perilaku masyarakat bantaran sungai dalam ikut menjaga ekologi sungai. Dimana dalam skripsi ini adalah masyarakat bantaran sungai Jenes yang ada di kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Dari situ juga dapat diketahui seberapa besar pengaruh pola perilaku masyarakat bantaran sungai terhadap eksistensi sebuah sungai atau dengan kata lain bagaimana perilaku masyarakat bantaran sungai terhadap
182
sungai serta dalam menjaga ekosistem sungai agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sebelum mengungkap pengertian tentang pola perilaku, maka terlebih dahulu
akan
dijelaskan
mengenai
sikap.
Perilaku
seseorang
akan
dilatarbelakangi oleh sikap yang ada pada orang yang bersangkutan. Menurut Myers (1983) memandang bahwa ada kaitan antara sikap dengan perilaku. Sebuah perilaku merupakan sesuatu yang mempunyai banyak pengaruh dari lingkungan. Demikian pula sikap yang diekspresikan (expressed attutudes) juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan expressed attutudes adalah perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang dapat diukur adalah sikap secara nampak dan sikap yang nampak adalah perilaku, maka dengan demikian sikap jelas bahwa sikap mempunyai kaitan dengan perilaku. Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dari pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa perilaku masyarakat bantaran sungai berhubungan dengan sikap yang dilakukan sehari-hari sehingga akan membentuk suatu pola pikir yang akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang berujung pada pola perilaku. Seperti telah dipaparkan diatas sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Untuk dapat menjelaskan bagaimana terbentuknya sikap akan dijelaskan pada bagan berikut :
183
Bagan 1 Proses Terbentuknya Sikap
-
Faktor internal fisiologis psikologis
Obyek sikap
sikap
-
Faktor eksternal pengalaman situasi norma-norma hambatan pendorong
reaksi
(Bimo Walgito:2002)
H. Metode Penelitian H.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam kategori penelitian kualitatif
berdasarkan
metode
utamanya
yang
dipakai
yaitu
Fenomenologi. Penelitian Fenomenologi dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak.
Dalam
arti
sempit,
ilmu
tentang
gejala-gejala
yang
menampakkan diri pada kesadaran kita. Dalam skripsi ini fenomena yang dilihat adalah Pola Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta yang sering
184
membuang sampah dan juga limbah ke sungai. Masyarakat sekitar bantaran sungai yang berpola perilaku menyimpang yakni perilakunya tidak sesuai dengan aturan yang semestinya, seperti membuang sampah ke kali atau membuang limbah rumah tangga lainnya ke sungai akan mengakibatkan kondisi sungai menjadi tercemar sehingga airnya menjadi keruh dan kotor. Selain itu juga banyaknya industri yang membuang limbah produksi batiknya ke sungai juga akan mempengaruhi kualitas dari air sungai yang semakin kotor dan menjadi keruh. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi kesehatan karena air yang tidak bersih akan meresap ke sumur-sumur warga dan akan dikonsumsi untuk memasak, air minum dan sebagainya. H.2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Alasan pemilihan tempat penelitian yaitu karena kondisi Sungai Jenes yang mengalir di Laweyan kondisinya sudah sangat parah. Apalagi Laweyan sebagai kompleks dari industri batik di Solo yang terkadang limbah-limbah batik dibuang ke sungai yang menyebabkan air sungai berwarna keruh. Selain itu rumah-rumah penduduk yang letaknya berdekatan sehingga tidak ada ruang lagi untuk membangun sebuah sanitasi yang baik. Dari hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti terkait dengan pola perilaku masyarakat bantaran sungai dalam upaya untuk menjaga ekosistem sungai.
185
H.3. Sumber Data a. Data Primer Sumber data primer diperoleh secara langsung dari lapangan melalui observasi dan wawancara dengan informan. Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi fisik sungai dan pemukiman bantaran sungai dan aktivitas-aktivitas masyarakat bantaran sungai (tindakan dan perilaku yang dilakukan) di Laweyan. Wawancara dilakukan secara langsung dari sumbernya yaitu informasi dari masyarakat bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari buku referensi, surat kabar, data-data dari Pemerintah Kota surakarta, internet dan berbagai dokumen yang terkait dengan sungai dan pola perilaku masyarakat bantaran sungai Jenes. H.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan hal sangat penting bagi peneliti yang sedang mengadakan penelitian karena menyangkut bagaimana cara yang digunakan untuk memperoleh data. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah: a. Observasi tidak berpartisipasi Observasi tidak berpartisipasi adalah kegiatan pengumpulan data yang bersifat nonverbal dimana peneliti tidak berperan ganda. Peneliti berperan sebagai pengamat, tidak turut serta sebagai aktor yang
186
melibatkan diri di dalam suatu kegiatan. (Y.Slamet; 2006; 86). Dari hasil pengamatan akan dituangkan dalam lembar observasi yang selanjutnya dijadikan data lapangan. b. Wawancara mendalam (Indepth Interview) Teknik wawancara yang dilakukan secara mendalam ini tidak dilakukan dengan ketat dan formal, hal ini dimaksudkan supaya informasi yang dikumpulkan memiliki kedalaman yang cukup. Kelonggaran yang didapat dengan cara ini akan mampu lebih banyak mengorek keterangan tentang apa yang dijadikan kajian dalam penelitian ini (pola perilaku) dan tingkat kejujuran informan. Wawancara
dilakukan
dengan
pedoman
panduan
wawancara
(interview guide) yang telah dibuat yang berkaitan dengan apa yang dijadikan kajian dalam penelitian ini. Selain itu dilakukan pendokumentasian baik berupa catatan, rekaman, maupun audiovisual dari percakapan, pertemuan yang dianggap unik dan penting. H.5. Teknik Pengambilan Sampel Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan memaksimalkan jumlah sampel (Maksimum Variation Sampling) yaitu dengan mencari variasi-variasi maksimal sampai semua data yang diperlukan terkumpul. Alasan memakai maksimum variation sampling karena peneliti ingin menginterpretasikan tindakan subyek yang diteliti terkait dengan motif dari perilaku yang dilakukan. Selain itu peneliti ingin membandingkan
187
perilaku masyarakat bantaran dilihat dari profesi sehingga diketahui latar belakang perilaku informan dengan mencari variasi maksimal. Dalam hal ini orang yang akan dijadikan sampel adalah produsen batik, tokoh masyarakat dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), tokoh lingkungan hidup, pedagang batik, usaha batik rumahan (skala kecil), masyarakat biasa (pegawai pabrik), pengurus IPAL, Pelajar, Wiraswasta (pedagang) serta ibu rumah tangga. · Besarnya Sampel Dari sekian banyak masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Jenes maka akan diambil beberapa sampel yakni produsen batik 1 orang, tokoh masyarakat 1 orang, tokoh lingkungan hidup 1 orang, pedagang batik 1 orang, usaha batik rumahan (skala kecil) 1 orang, masyarakat biasa (pegawai pabrik) 1 orang, pengurus IPAL 1 orang, pelajar 2 orang, pedagang atau wiraswasta 1 orang serta ibu rumah tangga 1 orang. Penarikan sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Penarikan Sampel Kategori masyarakat
Jumlah
Produsen Batik 1 orang Tokoh Masyarakat (FPKBL) 1 orang Tokoh Lingkungan Hidup 1 orang Pedagang batik 1 orang Usaha batik rumahan 1 orang Pegawai pabrik 1 orang Pengurus IPAL 1 orang Pelajar 2 orang Pedagang / wiraswasta 1 orang Ibu rumah tangga 1 orang Sumber : hasil observasi dan pra survey penelitian
188
H.6. Analisis Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data model interaktif yang memiliki tiga komponen, yaitu pemilihan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya masing-masing tahap (termasuk proses pengumpulan data) dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Pengumpulan data Data yang muncul berwujud kata-kata yang dikumpulkan dalam aneka cara yaitu observasi, wawancara mendalam serta data dokumentasi, kemudian data yang diperoleh melalui pencatatan di lapangan dianalisa melalui tiga jalur kegiatan yaitu pemilihan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Data-data tersebut diperoleh dari wawancara para informan yang berasal dari masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Semua hasil wawancara tersebut dikumpulkan tanpa mengalami penyaringan. b. Pemilihan data atau reduksi data Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul catatan-catatan tertulis di lapangan (field note). Pemilihan data sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan dan menyatakan bahwa tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan fenomena, pertanyaan yang diajukan dan tentang tata cara
189
pengumpulan data yang dipakai pada saat pengumpulan data berlangsung. Pemilihan data berlangsung terus-menerus selama penelitian kualitatif berlangsung dan merupakan bagian dari analisis. Reduksi data dilakukan agar data-data yang diperoleh dapat sejalan dengan masalah yang akan penulis sajikan. Sehingga akan terjadi pengurangan data yang tidak sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. c. Penyajian data Penyajian data meliputi berbagai jenis gambar atau skema, pola perilaku, keberkaitan kegiatan dan tabel yang dapat membantu satu rakitan informasi yang memungkinkan kesimpulan dapat dilakukan. Hal ini merupakan kegiatan yang dirancang untuk merakit secara teratur agar mudah dilihat dan dimengerti sebagai informasi yang lengkap dan saling mendukung. d. Penarikan kesimpulan Merupakan proses konklusi yang terjadi selama pengumpulan data dari awal sampai proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang perlu diverifikasi yang dapat berupa suatu penggolongan yang meluncur cepat sebagai pemikiran kedua yang timbul melintas dalam pikiran peneliti pada waktu penulis dengan melihat kembali sebentar pada field note.
190
Untuk lebih jelasnya, proses analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut Bagan 2 Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian data
Penarikan Kesimpulan
(Y.Slamet:2002) H.7. Validitas Data Data yang diperoleh selama proses penelitian akan diuji kembali dengan melakukan pengujian validitas data melalui penggunaan trianggulasi data. Tringgulasi data
adalah teknik pemeriksaan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi ada empat macam, yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyelidik, teori.
191
Untuk mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi dengan trianggulasi sumber dapat dengan cara : a)
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara.
b)
Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi
c)
Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi peneliti, dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu
d)
Membandingkan keadaan perspektif seseorang dalam berbagai pendapat dan pandangan orang lain, seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, serta orang pemerintah.
e)
Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. (Lexy J. Moleong;2002; 176)
BAB II DESKRIPSI LOKASI
192
A. Gambaran Umum Kota Surakarta Surakarta dimasa lalu, Surakarta Hadiningrat yang juga dikenal dengan nama Solo merupakan ibukota kerajaan Surakarta Hadiningrat serta pusat pemerintahan dan kebudayaan. Sekarang peninggalan budaya zaman dulu itu telah menjadi salah satu aset yang bisa dijual sehingga tidak salah jika saat ini Kota Solo memiliki slogan “Solo the Spirit of Java”. Berkunjung ke Surakarta tidak lengkap rasanya jika tidak melihat keraton Surakarta yang dibangun pada tahun 1745 oleh Raja Paku Buwono II. Di keraton Surakarta ini wisatawan masih bisa melihat sisa-sisa keagungan zaman raja-raja dahulu. Selain itu juga bisa dilihat berbagai peninggalan zaman dahulu yang menjadi koleksi di museum Keraton Surakarta seperti kuda kereta, senjata kuno serta keris dan benda-benda antik lainnya. Tempat lainnya yang masih berhubungan dengan raja-raja zaman dahulu adalah pura Mangkunegaran. Selain menyimpan benda-benda kuno bersejarah, di Poro Mangkunegaran ini juga terdapat perpustakaan Reksopustoko yang menyimpan ribuan naskah kuno berisi filsafat, babad tanah jawa, serta keagamaan yang masih meggunakan bahasa jawa kuno maupun yang sudah diterjemahkan baik kedalam bahasa Indonesia maupun bahasa Belanda. Di Pura Mangkunegaran ini pengunjung bisa menikmati tarian-tarian karena setiap sore pendopo Pura Mangkunegaran digunakan untuk latihan menari. Lepas dari wisata budaya belum cukup juga rasanya jika wisatawan tidak melakukan wisata belanja sekaligus wisata di Kampung Batik di daerah Laweyan. Berbagai macam jenis batik, mulai dari kain batik sutera hingga batik yang
193
harganya hanya puluhan ribu juga bisa diperoleh di Kelewer yang letaknya tidak jauh dari Keraton Surakarta. Sementara di Kampoeng Batik Laweyan wisatawan akan dibawa bernostalgia di zaman dahulu di dalam kampung yang dulunya dikenal sebagai kampung saudagar batik. Bangunan kuno dengan halaman yang luas serta pagar tembok yang tinggi masih banyak ditemukan disana. Kota Solo selain dikenal dengan sebutan kota budaya, tampaknya juga layak untuk disebut sebagai kota kuliner. Banyak menu tradisional yang rasanya tidak kalah lezat dengan makanan modern. Pada saat ini Kota Solo sedang giatgiatnya melakukan pembangunan, baik dari segi ekonomi maupun budaya. Berbagai atraksi seni budaya juga terus digelar untuk meningkatkan pengunjung maupun wisatawan yang datang ke Kota Solo. Acara yang telah digelar adalah Sekaten dan Gunungan Maulud Nabi, Selain itu juga akan digelar karnaval batik tingkat Internasional dengan mengambil tema batik. Acara yang digelar tersebut bertujuan untuk mengenalkan Solo akan batiknya dan ingin mengenalkan batik ke dunia Internasional. Dengan hal tersebut pembangunan tidak harus melupakan budaya khas Solo. (www.Surakarta.online.com) Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki kegiatan industri yang beragam, diantaranya berupa kegiatan produksi batik, keris gamelan, dan busana jawa serta aktivitas lainnya yang telah ada sejak dulu. Perjalanan sejarah kegiatan perekonomian tersebut dipengaruhi oleh budaya dari Kerajaan Mataram Islam dan pemerintahan Belanda serta budaya sebagai kota dagang. Dengan demikian, aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat tersebut tentunya menjadi salah
194
satu bagian peninggalan sejarah tersendiri, baik dalam bentuk tangible yang berupa sarana pewadahan aktivitasnya maupun yang berbentuk intangible yang berupa aktivitas itu sendiri beserta instrumen dan produknya. Pusaka budaya tersebut atau dapat disebut dengan pusaka industri mampu memberikan bagian alur cerita sejarah perkembangan kota dari sisi perekonomian dan menjadi bagian dari nilai sosial catatan kehidupan keseharian masyarakat, dan memberikan sense of identity yang penting. Oleh karena itu, pusaka industri yang dimiliki perlu dilestarikan dalam rangka mampu mempertahankan eksistensi aktivitas ekonomi masyarakat yang telah ada sejak dulu serta mampu mempertahankan bangunanbangunan sejarah perkembangan ekonomi bagi Kota Surakarta. Kota Surakarta dikenal identik dengan kerajinan batik yang sudah terkenal pada tingkat nasional hingga internasional dengan jumlah pengusaha batik mencapai 200 lebih industri yang didominasi oleh pengusaha UKM. Jenis usaha batiknya pun beragam mulai dari hanya pemotifan, hingga yang sudah komplit dalam satu usaha. Banyaknya usaha batik ini memberikan efek positif dalam perekonomian, disamping itu ternyata industri batik masih menyisakan persoalan lingkungan terkait dengan pencemaran akibat limbah cair yang masih belum diolah atau belum optimal diolah. Biaya pengolahan limbah cair industri batik yang mahal masih menjadi kendala terbesar bagi UKM Batik. Banyaknya event yang digelar di Kota Surakarta ini menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah Kota Surakarta benar-benar ingin mengangkat eksistensi masyarakat Solo dengan citra batiknya yang khas sehingga mampu bersaing
195
dengan masyarakat Luar Solo atau bahkan dengan masyarakat Internasional. Salah satu tempat yang menjadi sentra batik di kota Solo adalah Laweyan.
B. Gambaran Umum Laweyan 1. Sejarah Laweyan Kelurahan Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Desa Laweyan (kini wilayah Kelurahan Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah kawasan Laweyan baru berarti setelah Kyai Ageng Henis bermukin di desa Laweyan pada tahun 1500 an M, Kyai Ageng Henis adalah putra dari Kyai Ageng Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituaning nagara kerajaan Pajang senasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M. Dari beliaulah seni membatik diperkenalkan kepada santri-santrinya yang berguru kepadanya di Laweyan dan di kampoeng inilah Ki Ageng Henis dimakamkan, dan salah satu peninggalannya adalah masjid Laweyan yang dibangun tahun 1546. Laweyan tumbuh sebagai pusat perdagangan, terutama perdagangan Lawe atau benang untuk bahan tenun. Lawe berasal dari pinilan kapas yang saat itu dihasilkan oleh petani Pedan, Juwiring dan Gawok. yang terletak di selatan pusat Kerajaan Pajang. Lawe inilah yang kemudian melahirkan nama Laweyan (pakar sejarah UNS, Drs. Sudarmono.SU). Lawe dan tenun pasar kemudian dijual keberbagai daerah dengan memanfaatkan angkutan sungai karena didekat Pasar Laweyan juga terdapat
196
bandar atau pelabuhan yang bernama Bandar Kabanaran. selain itu juga terdapat kampung Lor (utara) pasar dan kampung kidul (selatan) pasar. Dari pelabuhan ini barang dagangan diangkut dengan rakit ke pelabuhan yang lebih besar di Nusupan, di tepi Bengawan Semanggi yang kini dikenal dengan Bengawan Solo. Di Utara Pasar Laweyan bermukim Sutowijoyo (cucu Ki Ageng Henis) anak Ki Gede Pemanahan. Ia populer dengan sebutan Raden Mas Ngabehi Loring Pasar, karena bermukim di Lor (Utara) pasar. Anak dan Bapak inilah yang berhasil menyingkirkan musuh Hadiwijoyo, yakni Adipati Jipang, Aryo Panangsang. Atas jasa ini maka Sultan Pajang memberikan hadiah berupa tanah di Mentaok untuk Sutowijoyo. Mentaok yang semula hutan ditangan Sutowijoyo berubah menjadi pedesaan, dan akhirnya menjadi Kota Gede (Imogiri) dan disinilah Kerajaan Mataram I berdiri dengan Rajanya Sutowijoyo, yang bergelar Panembahan Senopati. Seiring berkembangnya Solo sebagai pusat kerajaan, popularitas Laweyan pun mulai surut. Pasar Laweyan makin berkurang kumandangnya, dan bandar Kabanaran mulai kehilangan fungsi, setelah transportasi beralih memakai jalan darat dan kereta api, Kampoeng Laweyan berkembang sebagai pemukiman yang sebagian besar warganya menggeluti industri tenun lalu menjadi industri batik. Laweyan kembali tenar di awal abad ke 20, pada masa itu industri batik tumbuh dengan pesat, sehingga melahirkan para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan keraton. Di tahun 1930 an jumlah industri batik di Solo mencapai 230 an dan sebagian besar berada di Laweyan. Setiap tahun Laweyan memproduksi batik tidak kurang dari 60.400 potong batik.
197
Masyarakat Laweyan terdiri dari beberapa kelompok, yakni kelompok saudagar (pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (muslim) dan priyayi (bangsawan). Saudagar yang paling dominan adalah saudagar batik. Mereka memiliki usaha batik dengan jaringan pemasaran yang sangat luas. Kaum saudagar menjadi kelas menengah, bukan kelas atas seperti bangsawan, namun memiliki kekuatan ekonomi yang tidak kalah dengan bangsawan. Kelas menengah tidak hanya eksis secara ekonomi tetapi juga secara politis. Mereka melibatkan diri dalam pergerakan menuju Indonesia Merdeka. Ini dibuktikan dengan didirikannya Sarekat Dagang Inslam tahun 1911 oleh seorang saudagar batik, KH. Samanhudi yang kemudian menjadi Sarekat Islam. Selain itu juga berdiri Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra Soerakarta (PPBBS) tahun 1935. Hebatnya, usaha batik ini justru lebih banyak dikendalikan oleh kaum perempuan. Mereka adalah perempuan-perempuan yang terampil mengelola usaha, mulai dari proses membatik, memasarkan, mengelola keuangan hingga mengembangkan usaha. Sebutan untuk mereka adalah Mbok Mase, dan suami adalah Mas Nganten. Peran Mbok Mase dalam industri Batik Laweyan sangat dominan, sedangkan peran Mas Nganten hanya 25%. Keberhasilan perempuan mengangkat batik sebenarnya juga merupakan keberhasilan mereka dalam mengangkat status, bukan lagi perempuan yang terpinggirkan melainkan telah memperoleh posisi secara proporsional. Mereka tetap menghormati suami sebagai kepala rumah tangga, dan memberikan kebebasan. Mas Nganten boleh melakukan apa saja asalkan jangan foya-foya dan poligami.
198
Gaya hidup saudagar memiliki kelas tersendiri. Penghasilan saudagar bisa mencapai 60.000 gulden setiap tahunnya dan penghasilan tersebut jauh melebihi penghasilan kaum ningrat di keraton. Mereka membangun rumah-rumah mewah dengan arsitektur art deco dan dikelilingi tembok tinggi layaknya benteng. Mereka memiliki kuda, bahkan kereta hingga mobil. Pada saat Keraton Kartasura diduduki pemberontak China (1741), Paku Buwono II melarikan diri ke Ponorogo. Raja Mataram tersebut bermaksud meminjam kuda para saudagar untuk kepentingan pelarian, tetapi para saudagar menolaknya. Hal ini merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap kaum ningrat yang suka foya-foya dan poligami. Penolakan tersebut jelas membuat Paku Buwono II kecewa, kemudian ia bertitah bahwa keturunan ningrat tidak boleh menikah dengan keturunan saudagar Laweyan. Namun mitos ini semakin memudar. Hubungan saudagar dan bangsawan tetap berjalan dengan baik, karena bagaimanapun batik sulit dipisahkan dengan keraton. Mbok Mase menyiapkan anak-anak perempuannya menjadi penerus usaha. Anak perempuan yang disebut Mas Roro ini sejak kecil sudah dilibatkan dalam industri
batik.
Kemudian
dinikahkan,
membina
rumah
tangga
dan
mengembangkan usaha batik hingga akhirnya menjadi pasangan Mbok Mase dan Mas Nganten. Alih generasi semacam ini berlangsung hingga beberapa keturunan, namun memasuki tahun 1970 an industri batik di Laweyan mulai goyah dan surut diterpa oleh teknologi-teknologi modern dengan pemain-pemain baru yang lebih
199
bermodal kuat dengan industri tekstil printing. Mbok Mase ternyata tidak berhasil menyiapkan Mas Roro untuk memasuki industri yang lebih modern. Sisa-sisa kejayaan saudagar Laweyan hingga kini masih bisa dinikmati, bangunan Ndalem Cokrosumarto misalnya, rumah ini dibangun tahun 1915 dan masih utuh dan terawat dengan bagus. Pada masa lalu rumah ini sering dipergunakan untuk pertemuan kaum pergerakan. Perundingan antar Gerilyawan RI dengan Belanda berlangsung juga dirumah ini pada tanggal 12 November 1949. Bangunan rumah saudagar terdiri dari pendopo, ndalem, senthong, gandok, pavilion, pabrik, regol dan halaman depan cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-selatan. Hampir tiap rumah memiliki pintu kecil sebagai butulan. Pintu ini menghubungkan dengan rumah lainnya agar akses silaturahmi selalu terjaga. Selain pintu butulan, beberapa rumah saudagar terdapat Bunker bawah tanah yang berfungsi untuk bersembunyi dari serangan-serangan maupun untuk menyimpan kekayaan. Bunker tersebut ada yang tembus ke rumah tetangga yang dihubungkan dengan lorong bawah tanah, namun ada juga yang buntu. Bunker yang tembus terdapat pada bangunan sebelum abad ke 20 atau pada jaman kerajaan Pajang. Peninggalan ini masih dapat kita lihat pada kediaman Bp. Harun Muryadi di Setono Rt.02/II Laweyan. Menurut Harun Muryadi rumah tersebut peninggalan Hangabehi Kertayuda seorang abdi dalem kerajaan Pajang yang diberikan kepada ayahnya (R. Wilasdi Wiryosupadmo) yang tidak lain adalah keturunan ketujuh dari Hangabehi Kertayuda. Akses Bunker yang tembus ketempat lain banyak yang ditutup setelah pemberontakan PKI tahun 1948 karena sering disangka sebagai tempat persembunyian orang PKI.
200
Memasuki tahun 1990 an industri batik di Laweyan kian memprihatinkan, namun walau demikian Laweyan masih bisa mengumandangkan batik dengan pembatiknya yang semakin susut. Sekarang setelah ditetapkan sebagai Kampoeng Batik Laweyan dan menjadi salah satu icon batik di Kota Solo maka semakin banyak pecinta batik yang berkunjung ke Laweyan mencari atau memesan batik yang eksklusif apalagi para kolektor batik. Laweyan sebagai salah satu kawasan bersejarah di Kota Surakarta memiliki banyak potensi. Selain menyimpan banyak sejarah, Laweyan yang telah dikenal sejak zaman kerajaan pajang memiliki tradisi yang unik. Sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pembatik. Umumnya mereka memproduksi batik-batik hasil olahan mereka sendiri atas permintaan masyarakat menengah kebawah. Hampir sebagaian besar penduduk di Kelurahan Laweyan berprofesi sebagai pengrajin batik, baik sebagai pengusaha maupun sebagai buruh atau pekerja. Karena tidak ingin Laweyan tenggelam diterpa jaman, maka pada tanggal 25 September 2004 dicanangkan Laweyan menjadi Kampoeng Batik dan sekaligus sebagai daerah tujuan wisata di Kota Solo. Pada saat yang bersamaan terbentuklah Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan. Forum ini memiliki visi “ menjadikan Laweyan sebagai kawasan wisata dan cagar budaya melalui pengembangan dan pelestarian potensi serta keunikan lokal sehingga menjadi salah satu identitas Kota Surakarta.” Sedangkan misinya adalah “ memberikan arahan pengembangan/ penataan kawasan dari segi fungsi, struktur ruang, fasilitas pelayanan dan infrastruktur yang bertumpu pada industri batik dan
201
non batik, situs bersejarah, arsitektur khas Laweyan, lingkungan serta sosial budaya”. Sejak itulah Laweyan dianggap sebagai orang “tertidur” yang mulai bangkit dan berbenah dengan mengandalkan keunikan-keunikan kawasan dan industri batik yang dikemas dengan nuansa wisata “ Tiga Zaman”, yaitu zaman keemasan kerajaan Pajang, zaman kejayaan batik dan zaman kehancuran dan kebangkitan batik era sekarang. (Suyono:2009) 2. Sosial dan Budaya Masyarakat Menurut Sarsono dan Suyatno (Widayati, 2002) terdapat pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat Laweyan, yaitu : kelompok wong saudagar (pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim ulama) dan wong priyayi (bangsawan atau pejabat). Selain itu dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik. Sebagian
masyarakat
Laweyan
masih
tampak
aktif
nguri-uri
(melestarikan) kesenian tradisional, seperti musik keroncong dan karawitan yang biasanya ditampilkan atau dimainkan sebagai pengisi acara hajatan, seperti mantenan, sunatan, tetakan dan kelahiran bayi. Dalam bidang keagamaan, sebagian besar penduduk penduduk Laweyan yang beragama Islam dan terlihat aktif
menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan
keagamaan
seperti
pengajian,
tadarusan dan aktivitas keagamaan lainnya baik secara terjadwal maupun insidental. 3. Kondisi Geografis
202
a) Letak Wilayah dan Batas Desa Kelurahan Laweyan termasuk pada Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta yang terletak pada barat daya kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukoharjo. Kelurahan Laweyan terdiri dari 8 kampung kecil yaitu : ·
kampung kwanggan
·
kampung sayangan kulon
·
kampung sayangan wetan
·
kampung kramat
·
kampung sentono
·
kampung lor pasar
·
kampung kidul pasar
·
kampung klaseman
Secara administratif Kelurahan Laweyan berbatasan dengan : Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bumi Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pajang Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sondakan
b) Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan Luas wilayah kelurahan Laweyan adalah 0,248 km2, dengan luas pemukiman hampir mendominasi seluruh lahan yang ada yaitu sekitar 91,9% atau 0,228 km2. Sedangkan lahan yang digunakan untuk prasarana umum dan lainnya hanya 0,02 km2 atau sekitar 8% saja.
203
4. Kondisi Demografi a) Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur, Tenaga Kerja dan Pendidikan Penduduk Laweyan tersebar pada 8 kampung dengan tingkat kepadatan yang hampir sama di tiap-tiap kampung. Dengan jumlah penduduk 2565 jiwa, perbandingan jumlah antara laki-laki dan wanita tidak begitu mencolok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3 Jumlah Penduduk Dalam Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kelurahan Laweyan Tahun 2009 Kelompok Laki-laki Perempuan Umur 0-4 55 45 5-9 63 84 10 - 14 113 194 15 - 19 149 152 20 - 24 144 154 25 - 29 145 148 30 - 39 155 161 40 - 49 146 162 50 - 59 161 161 60 + 73 95 Jumlah 1204 1361 Sumber : Data monografi kelurahan Laweyan tahun 2009
Jumlah 100 147 307 301 298 293 316 308 322 168 2565
Laweyan menyimpan potensi tenaga kerja yang belum dikembangkan secara maksimal. Penduduk usia produktif memang mempunyai ragam pekerjaan yang berbeda, namun potensi yang jelas terlihat pada sektor tenaga kerja adalah kemampuan membatik yang diwariskan secara turun temurun. Hal tersebut terutama terlihat pada wanita yang sudah sejak dahulu mengelola batik dan jika dikembangkan akan akan mampu menjadi usahawan dengan bisnis batiknya yang
204
lebih besar lagi. Namun karena stereotype dan beban ganda yang dilekatkan pada wanita, menyebabkan wanita ini hanya bekerja sebatas lingkungan rumahnya, sedangkan untuk urusan pemasaran dan hubungan dengan pihak luar lebih didominasi oleh kaum laki-laki. Distribusi penduduk 5 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan menunjukkan hasil baik. Dari data yang ada menunjukkan bahwa angka tamat sekolah memang beragam mulai dari tamat SD hingga Strata 2. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa penduduk Laweyan sudah banyak yang mengenyam pendidikan tinggi dengan jumlah lulusan Sarjana sebanyak 258 orang. Jika dilihat dari distribusi pendidikan memang masyarakatnya cukup baik dan terbuka dalam hal pendidikan. Hal ini memang sangat dibutuhkan mengingat Laweyan sebagai salah satu pusat industri batik di Kota Solo yang memang membutuhkan orang-orang yang pandai dan terampil serta mempunyai pengetahuan yang luas sehingga diharapkan mampu untuk mengembangkan industri batik di Laweyan pada khususnya dan industri batik di Solo pada umumnya.
Tabel 4 Penduduk menurut tingkat pendidikan umur 5 tahun keatas Kelurahan Laweyan tahun 2009 Tingkat Pendidikan
Jumlah
Tidak/belum sekolah
140
Belum Tamat SD
155
Tidak Tamat SD
102
205
Tamat SD
187
SLTP/Sederajat
288
SLTA/Sederajat
771
Diploma III
118
Diploma IV/S1
235
Strata 2
23 Jumlah
2019
Sumber : Bank Data Kelurahan Laweyan tahun 2009 b) Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Jumlah Kepala Keluarga yang mendiami wilayah ini sebanyak 609 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk Kelurahan Laweyan bermata pencaharian sebagai buruh industri, terutama industri batik. Selain dikenal sebagai sentra batik, Laweyan juga dikenal sebagai pemukiman islam dan merupakan bekas poros keraton Mataram di Kartasura yang masih kental dengan adat dan budaya Jawa. Selain buruh industri juga masih banyak lagi mata pencaharian penduduk Laweyan diantaranya adalah nelayan, pengusaha, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, pensiunan dan lain-lain. Untuk dapat jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5 Mata Pencaharian Penduduk Laweyan Usia 10 tahun keatas tahun 2009 No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
1.
Petani Sendiri
-
2.
Buruh Tani
-
206
3.
Nelayan
-
4.
Pengusaha
60
5.
Buruh Industri
200
6.
Buruh Bangunan
150
7.
Pedagang
50
8.
Pengangkutan
75
9.
Pegawai NegeriSipil/ ABRI
20
10.
Pensiunan
28
11.
Lain-lain
1111 Jumlah
1694
Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Laweyan 2009 Sebagai jantung kecamatan Laweyan, Kelurahan Laweyan mempuyai potensi yang cukup menonjol sebagai sentra industri batik Surakarta. Selain sebagai pegiat ekonomi rakyat, Laweyan juga berpotensi membangkitkan kepariwisataan di kota Surakarta sebagai Kota Batik. 5. Sarana dan Prasarana Penunjang a) Sarana dan Prasarana Perekonomian Sebagai salah satu kawasan wisata dan sentra batik di Kota Surakarta, Laweyan mempunyai sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi masyarakatnya terutama yang mendukung jalannya kegiatan membatik sebagai kegiatan utama penduduk Laweyan. Sarana penunjang kegiatan perekonomian di Laweyan berupa sarana pendukung kegiatan produksi batik seperti drainase atau saluran pembuangan limbah sisa produksi batik, namun karena kurangnya perhatian dari pemerintah kota, sarana drainase ini kurang memadai untuk mencukupi kebutuhan bagi industri-industri rumahan yang semakin berkembang disana. Hal ini terlihat dari keruhnya air sungai yang melintasi Laweyan dan tidak
207
jarang juga berwarna karena pewarna pakaian yang sering digunakan dalam industri ini. b) Sarana dan Prasarana Perumahan Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan bangsawan, tetapi karena mempunyai hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik serta didukung dengan kekayaan yang ada, maka corak pemukiman khususnya milik para saudagar batik banyak dipengaruhi oleh corak pemukiman bangsawan Jawa . Bangunan rumah saudagar biasanya terdiri dari Pendopo, ndalem, sentong, gandok, pavilion, pabrik, beteng, regol, halaman depan rumah yang cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-selatan. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap limasan bukan joglo karena bukan keturunan bangsawan (Widayati, 2002). Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch (Jawa-Eropah) dengan façade sederhana, berorientasi ke dalam, fleksibel, berpagar tinggi lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas Timur Tengah. Keberadaan “beteng” tinggi yang banyak memunculkan gang-gang sempit merupakan ciri khas Laweyan selain untuk keamanan juga merupakan salah satu usaha para saudagar untuk menjaga privacy dan memperoleh daerah “kekuasaan” di lingkungan komunitasnya.
208
Gb.1 Rumah Jawa
Gb.2 Rumah Indische Permukiman Tradisional Permukiman tradisional biasanya banyak dicirikan dengan munculnya massa bangunan yang mempunyai tampak berupa dinding – dinding tertutup menghimpit dan dikelilingi oleh gang atau jalan sempit (Cobusier dalam Carmona dkk. 2003). Massa bangunan dalam permukiman tradisional saling berhimpitan antara satu dengan lainnya, muka bangunan berhimpit dengan jalan, tampak bangunan menyerupai dinding. (Carmona dkk.,2003). Menurut Rowe dan Kotter dalam Carmona dkk. (2003) massa bangunan dalam kota tradisional atau kuno biasanya berhubungan satu dengan lainnya membentuk blok bangunan atau urban block. Antara urban block satu dengan lainnya dipisahkan oleh jalan berpola grid dan ruang umum sehingga membentuk butiran – butiran urban blocks yang relatif kecil. Masih menurut Rowe dan Kotter dalam Carmona dkk. (2003) ketinggian
209
bangunan di kawasan tradisional relatif rendah dan hampir mempunyai ketinggian sama antara satu dengan yang lainnya, perkecualian di beberapa bangunan umum dan peribadatan mempunyai massa yang lebih tinggi dan menonjol. Sedangkan untuk kota modern , massa bangunan biasanya membentuk blok – blok dengan butiran blok yang besar. Massa bangunan membentuk super blocks dan dikelilingi oleh taman di sekitarnya. Super blocks biasanya dibatasi oleh jalan – jalan berpola grid yang merupakan jalan utama penghubung antar kawasan. Kampung Laweyan sebagai permukiman tradisional, elemen kawasannya dibentuk oleh butiran massa yang saling berdekatan membentuk jalan lingkungan yang relatif sempit. Massa bangunan milik juragan batik sebagian besar terdiri dari massa bangunan besar dan sedang. Bangunan tersebut biasanya dilengkapi dengan pagar tinggi yang menyerupai “beteng”. Adapun massa bangunan kecil jumlahnya lebih sedikit dan sebagian besar merupakan milik pekerja batik.
210
Gb.3 Jalan / Gang di Kampung Laweyan (Alpha Febela Priyatmono:2004) c) Sumber Daya Air Sumber Daya Air di Laweyan yang digunakan sebagai air minum berasal dari banyak sumber, yakni sumur gali, sumur pompa, bahkan juga hidran umum, PAM dan sebagainya. Jumlah sumur gali yang ada di Laweyan mencapai 142, Sumur pompa 25 dan sumur hidran sebanyak 3 dengan kondisi yang bermacammacam mulai dari kondisi yang baik hingga kondisi yang rusak atau kurang baik. Sebagian besar masyarakat Laweyan masih menggunakan air PAM sebagai konsumsi air minum rumah tangganya. Hal tersebut terbukti dari jumlah pengguna air PAM sebanyak 305 KK. Untuk kondisi paling sedikit adalah keluarga yang menggunakan Hidran umum yakni sebanyak 50 KK.
Tabel 6 Sumber Air Minum masyarakat di Kelurahan Laweyan Sumber air
Jumlah (unit)
Pengguna
Mata Air
-
-
Sumur gali
142
100 KK
Sumur pompa
25
55 KK
Hidran umum
3
50 KK
PAM
-
305 KK
Pipa
-
-
Sungai
-
-
Sumber : Daftar Potensi Kelurahan Laweyan 2009
211
Sedangkan untuk jumlah prasarana air bersih yang ada di Kelurahan Laweyan ada dari berbagai sumber yakni dari sumur pompa, sumur gali dan juga hidran umum, selain itu juga ada dari fasilitas rumah tangga yang berupa MCK. Tabel 7 Jumlah Prasarana Air Bersih Masyarakat Laweyan Prasarana Air Bersih
Jumlah
Keterangan
Sumur pompa
18
Ada
Sumur Gali
98
Ada
Hidran Umum
4
Ada
MCK
6
Ada
Sumber : Daftar Potensi Kelurahan Laweyan 2009 Untuk ketersediaan sarana air bersih sebagian besar juga berasal dari sumber air sumur gali yang ada di tiap-tiap rumah penduduk. Banyaknya kepala keluarga yang menggunakan air bersih dari sumur gali ada sebanyak 215 KK. Selain itu penduduk juga banyak yang memilih menggunakan pipa-pipa untuk mendapatkan air bersih yakni sebanyak 260 KK. Masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai konsumsi air bersih mereka tidak ada karena memang air sungai yang mengalir di Laweyan sangat kotor dan bahkan tak jarang juga sudah tercemar oleh bahan-bahan pewarna dari industri rumah tangga maupun industri batik yang ada di daerah tersebut. Sehingga masyarakat enggan untuk menggunakan air sungai untuk konsumsi sehari-hari. Sungai hanya digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, maka dari itu sangatlah wajar jika kondisi sungai keruh dan banyak bahan pencemar.
212
Gb. 4 kualitas air sungai yang keruh Tabel 8 Jumlah Prasarana Air Bersih Masyarakat Laweyan Menurut Penggunanya Prasarana Air Bersih Jumlah Pengguna (KK) Air sumur gali 215 Air sungai Hidran umum 75 Sumur pompa 50 Perpipaan 260 PAM MCK 50 Sumber : Daftar Potensi Kelurahan Laweyan 2009 Kualitas air minum yang berasal dari sumur baik itu sumur gali ataupun sumur pompa kondisinya masih baik. Begitu juga dengan Hidran umum yang tersedia dan juga PAM dan pipa. Sedangkan untuk sungai memang sangat tercemar. Pencemaran sungai yang ada di Laweyan sedikit banyak juga atas perilaku dari masyarakat yang ada di Laweyan. Dengan perilaku mereka yang salah misalnya membuang sampah, baik itu sampah padat maupun cair ke sungai akan ikut mempengaruhi kualitas dari air sungai terebut. Banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai pengusaha batik juga menjadikan sungai tercemar jika limbah pewarna batiknya dibuang ke sungai.
213
Gb.5 kondisi sungai yang tercemar Tabel 9 Kualitas Air Minum Masyarakat Kelurahan Laweyan Sumber Air Kualitas Air Mata air Sumur gali Baik Sumur pompa Baik Hidran umum Baik PAM Baik Pipa Baik Sungai Tercemar Sumber : Daftar Potensi Kelurahan Laweyan 2009
BAB III HASIL PENELITIAN
214
A. Profil Informan Masyarakat Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Dari keseluruhan jumlah penduduk di Laweyan dengan berbagai macam mata pencaharian, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 11 orang yang dipilih berdasarkan keragaman mata pencaharian atau profesi, jenis kelamin, usia, jarak rumah atau tempat tinggalnya dengan sungai Jenes dan juga asal daerah. Hal tersebut dipilih agar dapat dibandingkan pola perilakunya dalam menjaga kelestarian sungai serta dampak yang dirasakan dari kondisi sungai yang kualitas airnya semakin keruh. Gambaran tentang profil informan akan dijabarkan secara ringkas melalui tabel-tabel dibawah ini, dimana tabel-tabel ini bersumber dari hasil wawancara:
No
Masyarakat berdasar profesi
Jenis kelamin
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Produsen Batik Tokoh Masyarakat (FPKBL) Tokoh Lingkungan Hidup Pedagang batik Usaha batik rumahan Pegawai pabrik Pengurus IPAL Pelajar Pelajar Pedagang/wiraswasta Ibu Rumah Tangga Sumber : Data primer
Laki-laki Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Laki-Laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan
Tabel 10 Profil Informan Usia Jarak Asal (th) rumah daerah dengan sungai 40 ±100 m Laweyan 42 ±300 m Laweyan 40 ±300 m Laweyan 47 ±5m Wonogiri 45 ±5m Laweyan 36 ±5m Wonogiri 50 ± 10 m Laweyan 4 ±5m Laweyan 7 ± 15 m Laweyan 45 ± 15 m Laweyan 28 ± 20 m Yogyakarta
Dari tabel diatas dapat digambarkan bahwa jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 11 orang dengan berbagai profesi yang berbeda.
215
Dari keragaman profesi tersebut maka akan dilihat bagaimana profesi tersebut mempengaruhi pola perilaku serta kontribusi yang berbeda pula dalam mewujudkan lingkungan hidup yang aman, nyaman dan bebas dari penyakit dimana dalam hal ini adalah lingkungan sungai Jenes, bagaimana ekologi serta ekosisem yang ada didalamnya sebagaimana yang kita tahu bersama bahwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidaklah mungkin lepas dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan lingkungan hidup merupakan ekologi terapan dengan tujuan agar manusia dapat menerapkan prinsip dan konsep pokok ekologi dalam lingkungan hidupnya. Manusia banyak menentukan corak kehidupan dan mempunyai peran yang sangat dominan terhadap ekosistem bumi. (Pramudya Sunu: 2001: 10) Dari kesebelas informan tersebut ada laki-laki sebanyak 6 orang dan 5 orang perempuan. Banyaknya informan laki-laki dikarenakan dari segi pengusaha, pengurus IPAL itu sendiri adalah kaum laki-laki walaupun juga ada perempuan namun untuk penggerak di bidang lingkungan hidup di Laweyan masih terhitung sedikit. Selain itu juga tokoh masyarakat yang ada di Laweyan juga sebagian besar adalah kaum laki-laki sehingga informan yang ditemui lebih banyak lakilaki daripada perempuan. Dengan jumlah informan yang hanya terpaut satu saja antara laki-laki dan perempuan juga dijadikan sebagai pembanding antara tingkat
216
kepedulian terhadap lingkungan apakah lebih peduli laki-laki atau lebih peduli perempuan. Jika dilihat dari usia informan maka jaraknya ada yang terpaut jauh yakni mulai dari 4 tahun sampai 36 tahun. Dengan usia yang terpaut cukup jauh akan dijadikan pembanding dari perilakunya. Perilaku yang mereka lakukan yang berkaitan dengan keberadaan dari Sungai Jenes juga dapat dikatakan merupakan suatu kebiasaan. Baik itu perilaku yang positif maupun negatif dalam memperlakukan sebuah sungai yang berada disekitar lingkungan tempat tinggalnya. Dengan usia yang masih kecil dan masih duduk di bangku sekolah dasar dan juga Taman Kanak-kanak (TK) akan menjadi suatu hal yang menarik jika diteliti. Apakah yang melatarbelakangi seorang anak dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk usia informan yang sudah 30-an tahun ketas merupakan usia yang sudah cukup matang, sehingga dapat diamati bagaimana kondisi Sungai Jenes dari tahun ke tahun atau kondisi sungai tempo dulu dan tempo sekarang. Apa yang membuat Sungai Jenes sekarang menjadi tercemar dan kondisi airnya keruh serta dampak yang mereka rasakan. Selain dilihat dari jenis pekerjaan, informan dalam penelitian ini juga dilihat berdasarkan jarak tempat tinggal dan tempat usaha atau produksi batiknya dari sungai Jenes yang alirannya melewati Laweyan. Dari kesebelas informan yang ada dalam penelitian ini maka dapat diketahui jarak rumah atau tempat produksi batik yang tidak begitu jauh dari keberadaan sungai Jenes. Jarak rumah juga sedikit banyak mempengaruhi kegiatan sehari-hari masyarakat dalam hubungannya dengan perubahan kondisi
217
sungai yang ada di Laweyan. Sungai dapat dimanfaatkan sebagai front depan dan fron belakang bagi masyarakat yang tinggal disekitar sungai. Jika tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan tinggi maka sudah tentu masyarakat akan memperlakukan sungai sebagai front depan yang akan selalu dijaga dan dirawat sehingga kondisinya akan selalu baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun jika masyarakat dengan tingkat kepedulian terhadap lingkungan rendah maka dengan mudahnya mereka akan memperlakukan sungai semena-mena sebagai front belakang dan tak jarang sungai digunakan sebagai tempat pembuangan sampah atau limbah rumah tangga yang akibatnya kondisi air sungai menjadi keruh dan kotor. Jarak rumah informan tersebut beragam mulai dari yang paling dekat dengan sungai sampai yang paling jauh dengan sungai. Jarak rumah informan berkisar antara ± 5 m sampai dengan ± 300 m. Dengan jarak yang berbeda akan menggambarkan perilaku masyarakat yang berbeda pula. Tidak hanya itu saja, walaupun jarak rumah mereka kurang lebih sama maka perilaku mereka juga berbeda antara informan yang satu dengan informan yang lain. Informan yang ada dalam penelitian tidak semuanya merupakan penduduk asli Laweyan melainkan ada juga penduduk yang datang dari wilayah lain. Asal daerah informan yang berbeda juga akan menjadi pembanding terhadap pola perilaku yang mereka lakukan selama ini dalam partisipasinya menjaga kebersihan lingkungan hidup yang ada di Laweyan khususnya perilaku mereka yang berhubungan dengan menjaga kualitas sungai Jenes yang mengalir di
218
Laweyan. Dengan asal daerah yang berbeda juga dapat dilihat tingkat kepedulian informan terhadap lingkungan tempat tinggalnya.
B. Gambaran Ekologi Laweyan Ekologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang berarti habitat atau lingkungan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Ekologi adalah merupakan suatu ilmu mengenai hubungan saling ketergantungan antara makhluk atau organisme hidup dengan lingkungannya, secara fisik maupun biologik. Dalam perkembangannya, ekologi juga mempelajari penyebaran manusia dalam hubungannya dengan sumber kekayaan alam serta sosial budaya sebagai akibat adanya hubungan saling ketergantungan tersebut. Salah satu komponen dari ekologi manusia adalah penduduk yang cenderung semakin meningkat, sehingga semakin banyak pula kekayaan alam yang harus di eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ledakan penduduk yang tidak terkendali akan mempersulit dalam upaya melestarikan lingkungan. Hal tersebut dapat dihindari, bila semua pihak memiliki kesadaran, berperan dan berbuat untuk melestarikan lingkungan. (Pramudya Sunu: 2001: 9). Dari uraian diatas maka dalam penelitian ini yang terkait dengan ekologi lingkungan di Laweyan dapat ditinjau dari beberapa segi yakni : 1. Pengelolaan Limbah Adanya limbah dilihat dari segi sifat maupun jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan atau mencemari lingkungan hidup dan juga dapat membahayakan kesehatan manusia. Limbah dapat berasal
219
dari berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah kegiatan industri. (Pramudya Sunu: 2001: 11). Laweyan merupakan salah satu daerah industri batik yang terkenal di Kota Surakarta. Industri tidak lepas dengan yang namanya limbah. Seperti halnya dengan industri-industri yang ada maka industri batik di Laweyan juga menghasilkan limbah yang jumlahnya tidak sedikit. Untuk mengelola limbah tersebut agar tidak mencemari lingkungan dan tidak mengganggu masyarakat maka di Laweyan terdapat Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). IPAL – UKM Batik di Kampoeng Batik Laweyan Kota Surakarta merupakan bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Pro-LH – GTZ melalui Pemerintah Kota Surakarta dan dukungan Bapeda Provinsi Jawa Tengah sebagai implementasi dari Program Produksi Bersih dan Pengendalian Pencemaran Air Limbah Industri kecil Batik di Kampoeng Batik Laweyan Kota Surakarta. a. Teknologi IPAL DEWATS-Plus 1) Konsep Teknologi DEWATS-Plus DEWATS
(Decentralized
Wastewater
Treatment
System)
merupakan sebuah sistem pengelolaan limbah cair secara terdesentralisasi, terdiri dari modul-modul pengolahan yang sesuai untuk aplikasi dan desiminasi yang mudah dalam pengoperasian dan perawatan. Teknologi DEWATS dikembangkan oleh Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta, teruji untuk pengolahan air limbah organik dan sanitasi yang berbasis pada masyarakat. Teknologi DEWATS
220
banyak diaplikasikan sebagai pengolahan limbah peternakan, industri pengolahan makanan, limbah domestik (sanimas), limbah rumah sakit dan hotel. Teknologi DEWATS - Plus merupakan pengembangan dari Teknologi DEWATS yang di desain untuk pengolahan limbah batik dan printing kalangan UKM (Usah Kecil dan Menengah) seperti di Kampoeng Batik Laweyan Kota Surakarta. Konsep Teknologi DEWATS – Plus memanfaatkan energi gravitasi secara bejana berhubungan dengan proses biologis, yang tidak perlu input energi listrik dan bahan kimia. Penggunaan Teknlogi DEWATS – Plus diperoleh keuntungan, selain mudah operasional dan perawatan, juga murah. 2) Sistem IPAL Kampoeng Batik Laweyan Teknologi DEWATS – Plus adalah sebuah sistem yang merupakan interaksi dan interdependensi diantara subsistem yang mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dengan kedudukan komponen-komponen secara individual. Sebuah sistem sebagai suatu seri interelasi dan interdependensi bagian-bagian sehingga interaksi atau saling pengaruh mempengaruhi setiap bagian akan mempengaruhi keseluruhan. Bekerjanya seluruh
komponen
atau
sub
sistem
tersebut
akan
menjamin
keberlangsungan dan keberhasilan dalam mengatasi permasalahan limbah batik.
221
Limbah cair batik ditampung di bak penampungan air limbah yang terdapat pada masing-masing pabrik dan dialirkan melalui scum trap yang diukur volumenya. Setelah melalui instrumentasi, air limbah dialirkan kedalam saluran jaringan air limbah. Dalam jarak tertentu, di dalam saluran jaringan air limbah dibangun bak kontrol serta di dua titik persimpangan dipasang bak intake yang sekaligus berfungsi sebagai scum trap. Setelah melewati scum trap air limbah ditampung pada bak equalisasi aerob (A), melalui pipa disalurkan kedalam bak anaerob dan sedimentasi serta netralisasi/septictank (B). Dari bak B, air limbah masuk ke bak C (baffle reaktor). Di dalam bak B sudah terjadi proses pengendapan (sedimentasi) awal, netralisasi dan proses homogenitas dari limbah yang berasal dari beberapa pabrik. Air limbah mengalir masuk kedalam bak C (baffle reaktor) sebagai bak utama untuk proses dekomposisi air limbah. Di dalam baffle reaktor dipasang media penambat tempat berbiaknya mikroba. Setelah diproses pada bak C, air limbah menuju ke bak D (anaerob stabilisasi) dan ke E (anaerob filter) kemudian diabsorb dalam bak F dan G (kolom aerob). Air yang keluar dari pengolahan ini dialirkan ke H (kolam kontrol) untuk dibuang ke saluran/sungai.
222
3) Komponen Teknologi IPAL Kampoeng Batik Laweyan (a) Komponen Bangunan IPAL v Equalisasi Aerob (A) Dalam Equalisasi Aerob terdapat proses homogenitas air limbah serta tempat untuk mengantisipasi terjadinya fluktuasi volume air limbah dan memisahkan partikel/komponen besar, malam, minyak atau lemak. Selain itu, juga sebagai tempat pengambilan sampel air limbah yang belum diolah. v Equalisasi Anaerob (B) Dalam bak ini merupakan tempat memasukkan nutrient (tinja), dan menumbuhkan proses homogenitas. Konstruksi bangunan juga dibuat tertutup agar tidak menimbulkan bau yang dapat mengganggu masyarakat sekitar. v Pengolahan primer sedimentasi/netralisasi model septictank (B) Terdapat empat ruang untuk pengendapan serta stabilisasi proses anaerob. Ruang I berfungsi memisahkan tiga bagian air limbah. Bagian atas berbentuk busa, bagian tengah supernatan yaitu limbah yang dialirkan pada bak selajutnya, lumpur yang berat jenisnya lebih besar secara perlahan mengendap pada bagian bawah. Ruang II tempat menampung supernatan aliran dari ruang I dan berfungsi sama dengan ruang I tetapi besaran lumpur dan busa sudah berkurang. Kegiatan serupa terus berulang hingga melalui ruang III dan
ruang
IV.
Proses
pada setictank
berlangsung
tanpa
223
udara/oksigen (anaerob) atau ruangan tertutup, sehingga bakteri anaerob tumbuh dan berkembangbiak. v Pengolahan sekunder anaerob model Buffel Reaktor (C) Proses yang ada disini adalah proses sedimentasi padatan yang melalui kontak lumpur. Didalamnya dipasang batu vulkanik dan filter polyuretan sebagai media penambat microorganisme agar tidak mudah hanyut namun mudah berkembangbiak. Bagian atas bangunan dipasang man hole untuk menyedot lumpur dan perawatan v Pengolahan tersier anaerob stabilisasi (D) Merupakan tahap lanjutan dari baffle reaktor sebagai pengendapan dan tempat stabilisasi dari reaktor sebelumnya. v Pengolahan tersier anaerob dengan model media filter aluvial (E) Didalamnya berisi batu berpori untuk penambat bakteri agar memakan limbah yang tidak terolah pada reaktor sebelumnya. v Pengolahan sekunder aerob/filter absorbsion karbon aktif (F) Sebagai filter terbuka agar terjadi kontak dengan udara. Media filter menggunakan ijuk dan karbon aktif untuk diserapnya zat warna atau kimiawi serta mengurangi bau. v Pengolahan tersier aerasi dengan model kolam nabati (G) Untuk proses aerasi ditanami tumbuhan air seperti enceng gondok dan teratai yang menghasilkan oksigen dan untuk mengikat sebagian logam berat yang tersisa.
224
v Bak kontrol akhir (H) Pada bak ini digunakan untuk menguji kualitas hasil akhir dari proses pengolahan limbah. Sebagai indikator maka pada kolam dipelihara ikan serta tempat untuk mengambil sampel air limbah setelah diolah. (b) Sistem Jaringan Air Limbah v Air limbah dari masing-masing pabrik dialirkan menggunakan pipa 4” (jaringan tersier) menuju bak intake (bak pengambilan) dan disalurkan menuju bangunan IPAL menggunakan pipa 6” (jaringan sekunder). Kemiringan saluran tersier maupun saluran sekunder adalah 0,9% dan jaringan pipa harus bersih atau bebas dari genangan air. Pada saluran tinja dipasang jaringan pemipaan 4”. Tinja berasal dari 2 atau 3 rumah tangga yang berdekatan dengan lokasi IPAL dan disalurkan langsung masuk ke bak equalisasi anaerob untuk menghindari timbulnya bau. v Scum Trap (Penangkap Kotoran) Air limbah batik dari masing-masing produsen pengguna IPAL, sebelum masuk ke jaringan tersier disaring terlebih dahulu. Setiap saluran pembuangan di dalam pabrik dipasang alat penangkap kotoran untuk menjaring material yang berpartikel besar sisa produksi seperti malam, minyak, dan material lain.
225
v Bak Intake Bangunan ini merupakan tempat pengumpulan air limbah dari pabrik dan dari tempat lain dialirkan ke bak equalisasi aerob. v Bak Kontrol Untuk melakukan kontrol dan perawatan jaringan pemipaan, setiap 3 pipa atau 12 meter dipasang bak kontrol. Bangunan bak kontrol tertutup rapat untuk menghindari masuknya sampah lain yang bukan air limbah. v Bak Penampung Air Limbah di Pabrik Sebagai penampung awal dari air limbah di masing-masing pabrik dan untuk mengendalikan volume air limbah sebelum dialirkan kedalam saluran tersier. Bak penampungan juga berfungsi untuk proses sedimentasi awal sebelum dialirkan melalui scum trap. v Flow meter Merupakan alat untuk mengukur volume air pompa di masingmasing pabrik, dipasang pada air yang akan dialirkan ke bak/kolam produksi. b. Kelembagaan 1) Stakeholder Program
pembangunan
IPAL
batik
merupakan
bantuan
Kementerian Lingkungan Hidup dan GTZ ProLH yang diusulkan oleh Pemerintah Kota Surakarta atas usulan masyarakat Kampoeng Laweyan dalam hal ini FKKB (Forum Pengembangan Kampoeng Batik) Laweyan.
226
Dengan demikin IPAL batik diserahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan GTZ ProLH kepada Pemerintah Kota Surakarta untuk selanjutnya diserahkan kepada masyarakat Kelurahan Laweyan dalam hal ini diwakili oleh FPKB Laweyan. Karena itu menjadi tanggung jawab FPKB Laweyan untuk mengoperasikan dan merawat bantuan tersebut dengan membentuk sebuah institusi atau badan yang secara khusus mengelola IPAL. 2) Struktur Organisasi Pengelola IPAL Untuk menjalankan atau mengoperasionalkan, merawat dan memperbaiki serta mengelola administrasi pelanggan dan keuangan, diperlukan sebuah institusi atau badan yang mengelola IPAl. Badan tersebut bersifat mandiri dalam mengelola sumber keuangan dan membelanjakan sesuai dengan rencana anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran disusun berdasarkan standart manajemen keuangan dan menganut prinsip acountabilitas dan transparasi, semua transakasi (pemasukan dan pengeluaran) disertai bukti dan dicatat dalam pembukuan. Adapun jenis instrumen administrasi yang diperlukan yaitu kartu anggota pelanggan dan catatan pemakaian, buku bulanan pelanggan dan catatan pemakaian, buku kas dan buku tabungan atau rekening. Susunan pengurus institusi/Badan Pengelola IPAL Kampoeng Batik Laweyan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa seksi. Pengurus tersebut merupakan sukarelawan karena niat dan kepeduliannya, namun dalam pelayanan operasional sehari-harinya mengangkat beberapa tenaga kerja yang diber honor antara lain tenaga
227
operator dan tenaga administrasi. Adapun susunan pengurus tersebut digambarkan dalam bagan berikut : Bagan 3 Struktur Institusi/Badan Pengelola IPAL Kampoeng Batik Laweyan Kepala Kelurahan Laweyan
LPMK Kelurahan Laweyan
FPKBL
Ketua
Wakil Ketua
Bendahara
Sekretaris
Seksi IPAL
Seksi Pelanggan
Seksi Pengawas
Sumber : Data Sekunder (panduan operasional IPAL di Laweyan) 3) Tugas dan Tanggung Jawab Badan Pengelola IPAL Badan Pengelola IPAL berasal dari FPKBL yang membentuk sebuah badan untuk menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup di Kampoeng Batik Laweyan yang secara khusus didirikan sebagai pegelola IPAL industri Batik di Kampoeng Batik Laweyan. Bertujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat di Kampoeng Batik Laweyan.
228
Berbentuk
sebuah
badan
yang
bersifat
independent,
keanggotaannya bersifat sukarela (volunteer) yang berasal dari unsur masyarakat yag aktif dan peduli terhadap lingkungan hidup serta unsur pengusaha pengguna IPAL. Pembiayaan diperoleh dari kontribusi pengusaha pengguna IPAL, iuran warga masyarakat dan usaha-usaha lain yang menurut norma agama dan hukum yang berlaku. Badan tersebut mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : (a) Seksi IPAL bertugas sebagai operator untuk menjalankan dan merawat seluruh bangunan dan sistem IPAL ; Seksi Pelanggan bertugas sebagai operator untuk melayani administrasi pelanggan, mulai dari pencatatan pemakaian,
menagih
kontribusi/iuran
pelanggan,
dan
mengadministrasikanya ; Seksi Pengawas bertugas sebagai operator untuk memeriksa seluruh jaringan pemipaan IPAL, kewajiban pelanggan terutama dalam ketaatan pembuangan air limbah pada tempatnya, tepat jadwal, memastikan tidak ada air hujan yang masuk kedalam jaringan saluran limbah dan mengecek segel pengaman flow meter air bersih. (b) Mendinamisir
penyusunan
peraturan-peraturan
berskala
lokal
mengenai pengelolaan Lingkungan Hidup dengan persetujuan warga Laweyan dan disyahkan oleh Pemerintah Kota Surakarta. 4) Tugas dan Tanggung Jawab Operator IPAL Operator IPAL adalah tenaga terlatih yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, operasional dan perawatan sehingga sistem jaringan air
229
limbah maupun IPAL berfungsi dengan baik. Tenaga operator IPAL berjumlah 2 orang dan berasal dari warga Kampoeng Batik Laweyan. Rekruitmen operator dilakukan oleh FPKBL dan Badan Pengelola Lingkungan Kampoeng Batik Laweyan bersama Akademi Teknik Adiyasa Surakarta. Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah : (a) Merawat dan mengawasi kelancaran aliran air limbah yang masuk ke scum trap melalui pipa hingga masuk ke Equalisasi Aerob. (b) Merawat semua penutup bak kontrol agar tidak kemasukan air hujan. (c) Memastikan semua air hujan yang terdapat di UKM/pabrik tidak masuk ke jaringan pipa air limbah. (d) Mencatat secara tertib dan teratur volume air yang digunakan untuk produksi oleh pengusaha pengguna IPAL melalui flow meter. (e) Menjaga
keamanan,
ketertiban
dan
kebersihan
IPAL
dan
lingkungannya. (f) Menguras dan menyedot lumpur jika bangunan IPAL sudah mulai terpenuhi oleh lumpur. Bisanya dilakukan setiap 6 bulan sekali. (g) Memberi nutisi secara periodik 2 bulan sekali dan atau masa pabrik libur panjang. (h) Mengatasi keadaan darurat yang disebabkan oleh over flow sesuai dengan prosedur yang ditentukan dan segera mengaktifkan kembali proses pengolahan limbah. (i) Menyampaikan
temuan
kepada
Badan
Pengelola
Lingkungan
Kampoeng Batik Laweyan apabila terjadi ketidaksesuaian dan atau
230
terjadi pelanggaran Pengusaha Pengguna IPAL terhadap surat pernyataan dan peraturan-peraturan lokal mengenai pengelolaan lingkungan hidup. 5) Hak dan Kewajiban Pengguna IPAL (a) Mendukung sepenuhnya program produksi bersih (eko-efisiensi) dan program pembangunan IPAL bersama industri kecil batik di Kampoeng Batik Laweyan. (b) Melaksanakan penerapan produksi bersih bagi industri kecil batik didalam setiap tahapan proses produksi berlangsung. (c) Melaksanakan pembangunan/pemasangan pipa saluran pemisah air limbah industri batik dengan air limbah rumah tangga yang berada di area usaha sampai ke bak scum trap jaringan pemipaan air limbah batik. (d) Memanfaatkan IPAL bersama tersebut dengan menyalurkan air limbah hasil
usaha
untuk
konsekuensinya
diproses/diolah
di
IPAL
bersama
dengan
berdasarkan hasil musyawarah bersama antara
pengusaha dan pengelola IPAL maupun dengan Pemerintah Kota Surakarta. (e) Bertanggung jawab atas pemeliharaan jaringan pemipaan air limbah dan bersedia membiayai operasional dan pemeliharaan IPAL bersama tersebut. (f) Melakukan perawatan/pembersihan bak scum trap yang berada di area perusahaan secara berkala.
231
(g) Menyampaikan informasi secara terbuka kepada pengelola IPAL bersama jika terjadi kelebihan produksi usaha sebagai upaya optimalisasi IPAL yang ada. (h) Menerima sanksi apabila melanggar ketentuan tersebut diatas maupun hasil-hasil kesepakatan bersama antara pengusaha dan pengelola IPAL maupun dengan Pemerintah Kota Surakarta. c. Perawatan Sistem IPAL 1) Perawatan Proses Pengolahan Limbah Faktor terpenting dalam pengolahan limbah adalah bagaimana cara merawat dan menjaga kondisi limbah yang ideal sehingga proses dekomposisi limbah oleh mikroba dapat berlangsung efektif dan maksimal. Dalam hal ini yang dilakukan adalah : (a) Mengoptimalkan waktu tinggal Mengoptimalkan waktu tinggal yaitu menjaga agar limbah-limbah sisa produksi ditampung dalam bangunan IPAL minimal selama 48 jam (2 hari) serta mengatur pembuangan air limbah pabrik agar tidak berlangsung secara bersamaan yang akan mengakibatkan munculnya over flow (air yang masuk ke IPAL berlebihan). (b) Penambahan nutrisi Penambahan
nutrisi
dilakukan
secara
rutin
dengan
pemberian TSP dan urea dengan ukuran yang telah ditentukan yakni 200 ppm dan dilakukan setiap 3 bulan sekali. Selain itu juga ada penambahan bekatul yang dilakukan setiap 6 bulan sekali. Apabila
232
terjadi kondisi darurat seperti air yang masuk ke IPAL berlebihan yang mengakibatkan rusaknya pembiakan mikro maka tindakan yang dilakukan adalah membuang air limbah ke selokan dengan terlebih dahulu meminta ijin kepada Kantor Lingkungan Hidup Kota Surakarta atau dapat juga dengan menghentikan pembuangan selama beberapa hari (biasanya 1 atau 2 minggu). Penambahan nutrisi juga dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali dengan melakukan penggantian arang aktif (arang tempurung kelapa) dengan kantong yang baru. Setiap 6 bulan sekali juga dilakukan uji hasil pengolahan limbah dengan mengambil sampel pada bak kontrol yang dibuang ke sungai. 2) Perawatan Lingkungan dan Bangunan IPAL Dalam melakukan perawatan terhadap bangunan dan lingkungan di sekitar IPAL maka ada beberapa larangan seperti berjalan kencang bagi kendaraan berat yang melintasi tengah bangunan IPAL, meletakkan barang-barang atau material bangunan di atas IPAL, serta berlarian dan bermain diatas bangunan IPAL. Selain larangan juga terdapat beberapa anjuran untuk melakukan perawatan seperti membersihkan lumut, jamur, tanaman paku-pakuan yang tumbuh pada tembok bangunan IPAL dan membersihkan sampah yang masuk ke bangunan. Perawatan juga dilakukan pada saluran pipa pemasukan dan pipa pengeluaran yang dijaga agar tetap terbuka sehingga air limbah dapat
233
mengalir lancar, selain itu juga ada perawatan untuk WC dan kamar mandi, Tempat Pembuangan Sampah (TPS) serta tanaman hias dan peneduh yang ada di lokasi bangunan IPAL. 3) Perawatan Jaringan Pemipaan Air Limbah dan Bak Kontrol Air limbah yang harus disalurkan kedalam IPAL adalah air limbah yang kadar atau beban pencemarannya sangat tinggi, yaitu air limbah penghilang pati, laseman, pemutih dan setiap baceman serta air bekas cuaian plankan. Sedangkan untuk air bekas pencucian pewarnaan yang kadar pencemarannya rendah dan air bekas kamar mandi tidak dimasukkan ke saluran IPAL. Proses pengelolaan IPAL ini mengandalkan bakteri yang hidup di dalam IPAL dan perlu masa tinggal limbah di dalam IPAL minimum 2 hari. Masing-masing unit pengelola limbah memiliki keterbatasan kapasitas. Jika aliran yang masuk ke IPAL terlalu banyak akan mempengaruhi masa tinggal dalam IPAL yang menjasdi kurang dari 48 jam. Karena itu perlu adanya pengeturan debit/keluaran dari masingmasing pabrik dengan cara dilakukan penjadwalan/giliran pembuangan limbah. Jadwal tersebut disusun dan disepakati bersama oleh pengguna IPAL yaitu dengan membagi menjadi 2 kelompok dengan jadwal pembungan air limbah yang berbeda. Dengan demikian setiap pabrik harus memiliki kolam penampungan air limbah untuk kapasitas minimal 2 hari. Perawatan dilakukan dengan melakukan pengecekan kelengkapan jaringan pemipaan air limbah, perawatan saluran dan bak kontrol serta
234
perawatan sarana bak scum trap. Dalam perawatan terkadang ditemukan penyumbatan saluran karena adanya sampah-sampah yang masuk, selain itu juga penyumbatan akibat endapan lumpur. d. Kontribusi 1) Ketentuan Kontribusi dan Volume Air Limbah Biaya kontribusi terdiri atas biaya pelanggan, biaya pemakaian, baiaya perawatan dan biaya keterlambatan. Besaran biaya kontribusi ditetapkan berdasarkan biaya operasional, biaya perawatan dan biaya pengembangan yang dalam kurun waktu tertentu dapat berubah. Dalam kontribusi digunakan prisip insentif dan disinsentif bagi pelanggan dengan tahapan pelaksanaannya yakni (1) pada tahun-tahun awal dilakukan prinsip kebersamaan sebagai upaya edukasi pada pelanggan dengan menerapkan 3 golongan tarif, yaitu besar (A), sedang (B) dan kecil (C). Semakin besar jumlah volume air limbah maka harga tarifnya semakin kecil. Pada tahun-tahun berikutnya diterapkan prinsip insentif disinsentif dengan menerapkan 3 golongan tarif yaitu besar (A), sedang (B) dan kecil (C), semakin kecil jumlah volume air limbah maka harga tarifnya juga semakin kecil. Prinsip ini terkait dengan kinerja pelanggan yang mampu melaksanakan clean production dan eco effisiensi, yaitu jika melaksanakan produksi bersih dan mampu meminimalisasi limbah akan memperoleh penghargaan dengan dikenai tarif yang lebih rendah. Semua pembukuan pemasukan yang diperoleh dari biaya kontribusi pelanggan maupun dari usaha-usaha lain serta pembukuan
235
seluruh biaya pembelanjaan yang meliputi biaya operasional, biaya perawatan dan perbaikan serta biaya pengembangan akan dipertanggung jawabkan kepada pelanggan. Sedangkan dalam penyusunan baseline volume air limbah dilakukan dengan memasang flow meter air bersih pada jaringan pipa yang dialirkan ke bak atau kolam penampungan air produksi pada semua pelanggan. Hasil pencatatan secara periodik dari flow meter setiap bulan merupakan informasi untuk mengetahui besaran air bersih yang digunakan pelanggan. 2) Rencana Biaya Operasional dan Perawatan IPAL Biaya operasional terdiri dari biaya operasional tetap dan biaya operasional tidak tetap. Adapun biaya operasional tetap yang harus dikeluarkan setiap bulan adalah untuk tenaga kerja (operator) IPAL. Sedangkan biaya operasional tidak tetap dikeluarkan secara periodik 3 atau 6 bulan sekali dalam satu tahun yang meliputi penambahan nutrisi, material filter, bensin untuk mesin pompa penyedot lumpur. Apabila pompa mesin ini menggunakan energi listrik PLN maka diperlukan biaya tetap untuk ongkos PLN. Namun jika menggunakan penggerak motor maka tidak ada biaya tetap karena hanya memerlukan beberapa liter bensin. 3) Metode Penentuan Tarif/Biaya Kontribusi Besarnya kontribusi ditentukan berdasarkan bebarapa kategori biaya, yaitu biaya tetap yang meliputi biaya pelanggan, dan biaya tidak tetap yang meliputi biaya perawatan serta biaya keterlambatan.
236
Biaya pelanggan merupakan biaya tetap yang harus dibayar oleh setiap pelanggan dengan jumlah rata-rata sama. Meskipun pelanggan tidak produksi tetap akan dikenai biaya ini. Biaya pelanggan ini untuk mendukung keberlangsungan dan operasionalisasi lembaga pengelola IPAL. Nilainya harus disepakati oleh pengguna IPAL yakni Rp. 15.000,tiap pelanggan per bulan. Biaya pemakaian merupakan biaya yang dibayar berdasarkan jumlah volume air limbah yang dibuang. Biaya perawatan digunakan unutuk merawat bangunan IPAL maupun jaringan pemipaan air limbah, sifatnya bisa tetap dan jumlahnya rata-rata sama. Besarnya ditentukan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan untuk perawatan dan perbaikan yakni sekitar 10% dari biaya operasional. Biaya keterlambatan bertujuan untuk mentaati kedisiplinan dan ketertiban dalam membayar kontribusi. Jumlahnya disepakati oleh pengguna IPAL minimal 1% sampai dengan 3% dari jumlah yang harus dibayar pada bulan yang sudah berjalan. 4) Rencana Penerimaan dan Rencana Belanja Dalam menghitung rencana penerimaan dan pengeluaran maka harus diketahui komponen-komponen biaya pengeluaran yang meliputi biaya tenaga kerja dan biaya treatment. Biaya treatment ini meliputi biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan-bahan nutrisi, material penambat dan bensin untuk mesin penyedot lumpur. Setelah diketahui biaya pengeluaran maka baru bisa dibuat estimasi biaya pemasukan dan pengeluaran. Apabila terdapat saldo maka akan
237
dialokasikan untuk biaya rehabilitasi jika harus melakukan perbaikan dan dana cadangan serta pengembangan organisasi.
2. Kondisi Sungai Sungai yang mengalir di Laweyan adalah sungai Jenes, dimana kondisi sungai tersebut mengalami perkembangan setiap tahunnya. Namun sayangnya perkembangan tersebut bukanlah perkembangan ke arah positif melainkan perkembangan ke arah yang negatif. Kondisi sungai Jenes sekarang dapat dikatakan sangat tercemar baik itu oleh sampah maupun limbah lainnya yang berasal dari hasil kegiatan industri dan juga limbah rumah tangga. Sungai Jenes tempo dulu sekitar tahun 1980-an keadaannya masih baik yakni airnya masih jernih dan juga airnya tidak bercampur dengan limbah. Bahkan kegiatan penduduk selalu berhubungan dengan sungai. Sebagian besar dari masyarakat Laweyan menggunakan sungai Jenes sebagai tempat untuk mencuci kain batik yang telah dibuatnya. Walaupun masyarakat mencuci batiknya di sungai, namun keadaan sungai masih tetap jernih karena limbah hasil pencucian batik dapat langsung mengalir terbawa oleh arus sungai sehingga tidak menimbulkan pencemaran air. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang informan dalam wawancara sebagai berikut : “..... kalau dulu ya sekitar tahun 80-an itu sungai Jenes sangat bermanfaat, saya dan juga banyak masyarakat lain selalu pergi ke sungai untuk mencuci batik-batik yang dibuat. Tetapi dulu tidak ada limbah seperti sekarang karena pewarna dari batik yang dicuci disungai langsung ikut hanyut bersama arus sehingga tidak ada limbah dan airnya juga tetap jernih dan kondisi sungai juga masih aman....” Sumber : Hasil Wawancara
238
Selain sebagai tempat mencuci sungai juga digunakan sebagai tempat mandi dan juga bermain. Dahulu di sungai tersebut setiap harinya sangat ramai oleh penduduk sekitar. Selain mencuci batik mereka juga terkadang bersendau gurau dengan penduduk lain dan saling bertukar pikiran serta pengalaman dalam menjalankan usahanya. Dengan cara demikian maka penduduk menjadi lebih akrab dan saling mengenal satu dengan yang lainnya sehingga hubungan yang tercipta diantara mereka sudah seperti hubungan keluarga. “......Dulu waktu saya masih kecil, sungai Jenes itulah yang menjadi tempat favorit saya untuk bermain bersama teman-teman. Saya bisa nglangi sepuasnya tanpa harus merasa takut kalau hanyut terbawa arus karena memang alirannya masih kecil dan airnya tenang serta jernih tidak banyak limbah seperti sekarang....” Sumber : Hasil Wawancara Sungai Jenes tempo dulu juga digunakan sebagai tempat untuk mengambil air serta mandi. Penduduk sekitar tidak merasa takut jika terkena penyakit kulit jika mandi disungai karena memang kualitas airnya masih sangat jernih dan belum terkontaminasi oleh limbah-limbah pabrik dan industri-industri yang besar. Pada zaman dahulu masyarakat Laweyan dapat dikatakan sangat bersahabat dengan lingkungan dan sungai Jenes adalah salah satunya. Sungai tersebut menjadi salah satu tempat favorit bagi mereka dan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “.......sebelum tercemar limbah seperti sekarang ini, sungai Jenes ramai mbak, tapi itu sekitar tahun 70-an. Masyarakat Laweyan sering mandi disana dengan membuat “belik” (sumur kecil dipinggir sungai) dan itu air yang keluar sangat jernih sehingga masyarakat menggunakannya untuk mandi bahkan juga untuk mencuci......” Sumber : Hasil Wawancara
239
Semakin
banyaknya
industri-industri
besar
yang
mulai
bermunculan tidak dapat dipungkiri juga ikut andil dalam menyumbangkan limbah di sungai Jenes. Meskipun banyak industri yang berasal dari luar Kota Solo seperti Sukoharjo dan sekitarnya, namun limbah yang dihasilkan masih saja melewati Kota Solo dan salah satunya ke sungai Jenes. Hal ini juga dikatakan oleh informan dalam wawancara sebagai berikut : “....... sebenarnya limbah yang ada di sungai Laweyan ini bukan berasal dari masyarakat Laweyan tetapi dari industri-industri besar yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Biasanya pabrik tersebut membuang limbahnya pada waktu malam hari dan juga pagi hari sekitar pukul sepuluh malam dan empat pagi. Jika dilihat pada jam-jam tersebut air sungai menjadi keruh dan berwarna hitam pekat bahkan juga mengeluarkan bau yang tidak sedap....” Sumber : Hasil Wawancara Kondisi sungai Jenes memang mengalami banyak perubahan dari tahun ke tahun. Dengan semakin majunya zaman dan kecanggihan teknologi yang digunakan pada industri-industri besar yang menggeser home industri juga berdampak yang buruk pada lingkungan sekitar. Limbah yang dihasilkan dari industri tersebut jika tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan pencemaran yang pada akhirnya akan berdampak juga pada masyarakat. Untuk mengatasi kondisi sungai Jenes yang semakin parah maka di tepi sungai tersebut dibangun talut untuk menjaga sungai agar tanah dipinggir sungai tidak ikut hanyut jika banjir datang. Walaupun demikian tetap saja banjir selalu melanda jika hujan turun dan bahkan sampai menggenangi jalanjalan. Selain itu ada juga rumah warga yang sampai kemasukan air hujan akibat banjir yang kerap datang jika sungai Jenes meluap.
240
Sebagaimana yang kita tahu bahwa Laweyan telah menjadi sebuah Kampoeng Batik dan tentunya setiap harinya pengusaha batik di Laweyan selalu
memproduksi
batik.
Batik
yang
diproduksi
tidak
semuanya
menggunakan pewarna yang alami dan ramah lingkungan. Produsen batik mengaku bahwa memang dulu sebelum industri maju dalam pewarnaan masih menggunakan yang alami, dengan jumlah produksi yang masih sedikit maka industrinya dapat berjalan. Namun sekarang sudah banyak yang beralih menggunakan pewarna buatan. Hal tersebut dilakukan karena semakin banyaknya pesanan dan untuk memenuhi pangsa pasar yang menuntut produsen untuk lebih cepat dalam melakukan produksi. Semakin banyaknya permintaan konsumen membuat produsen harus secara cepat membuat motif baru dengan perpaduan warna-warna yang lebih berani. Selain itu, pewarna alami jarang digunakan karena prosesnya lebih lama jika dibandingkan dengan pewarna buatan. Dengan penggunaan pewarna batik yang buatan membuat industri tidak ramah terhadap lingkungan sekitar karena limbahnya lebih banyak. Namun demikian hal tersebut disikapi dengan membuang limbah batiknya ke IPAL agar mampu diproses terlebih dahulu sebelum akhirnya memang juga dibuang ke sungai. Dengan adanya proses penyaringan di IPAL maka paling tidak kadar pencemaran yang mengalir ke sungai jauh lebih ringan dibandingkan jika produsen harus langsung membuang limbahnya ke sungai.
241
3. Tata Lingkungan Lingkungan merupakan suatu sistem kompleks yang berada diluar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkambangan organisme. Lingkungan bersifat dinamis yang dapat berubah-ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan yang terjadi akan berbeda-beda menurut waktu. (Zoer’aini, Djamal Irwan :2003 :108-109). Manusia tidak pernah akan mampu hidup tanpa tergantung pada lingkungan dimana ia hidup. Interaksi manusia dengan lingkungan merupakan gambaran ketergantungan hidup manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan generasinya. Apabila lingkungan baik, maka hidup manusia yang ada didalamnya pun juga akan baik. Namun sebaliknya apabila lingkunganya buruk, maka hidup manusia akan penuh kesulitan dan bahkan menuai bencana, seperti kesakitan, banjir dan sebagainya. Penyakit, manusia dan lingkungan mempunyai interaksi yang sangat kuat. Bahkan oleh Gordon, interaksi tersebut dimodelkan pengungkit dengan agent (penyakit) dan host (populasi beresiko tinggi) sebagai dua kutub serta lingkungan adalah penyeimbangnya. Lingkungan yang sehat merupakan kebutuhan, disamping hak setiap orang, baik mencakup fisik maupun mental (Declaration of Human Right). Disamping hak tersebut, manusiapun punya kewajiban dan tanggung jawabun untuk kesehatan dan juga untuk mewariskan kepada generasi penerus sumberdaya alam yang tidak berkurang dengan sistem-sistem alam yang telah rusak. Ada sinergi yang kuat antara
242
kesehatan, perlindungan atas lingkungan dan penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan (WHO,2001). Pola penyakit berbasis lingkungan semakin hari semakin bervariasi. Sebagaimana disebutkan oleh Kusnoputranto, 2000 bahwa akan ada pola penyakit di Indonesia yaitu penyakit infeksi yang memang akan terus ada dan penyakit-penyakit non infeksi yang disebabkan oleh non living organism atau non living contaminants seperti zat-zat kimia, debu, panas, logam berat, tekanan mental serta perilaku hidup tak sehat. Fenomena sosial ini memicu keprihatinan hati dengan munculnya berbagai jenis penyakit yang diakibatkan oleh buruknya kualitas lingkungan. Merujuk hal-hal tersebut maka diperlukan upaya nyata untuk mewujudkan mata rantai penularan penyakit tersebut melalui peningkatan kualitas lingkungan dan perilaku hidup sehat masyarakat. Fenomena bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi seharusnya semakin menyadarkan kita akan pentingnya upaya memelihara alam dan lingkungan ini agar kualitas hidup kita menjadi lebih baik dan sehat. (Wahyu:2007). Kota Surakarta yang dikenal identik dengan kerajinan batik yang sudah terkenal pada tingkat nasional hingga internasional dengan jumlah pengusaha batik mencapai 200 lebih industri yang didominasi oleh pengusaha UKM. Untuk jumlah pengusaha batik di Laweyan hingga tahun 2009 tercatat sebanyak 51 pengusaha. Jenis usaha batiknya pun beragam mulai dari hanya pemotifan, hingga yang sudah komplit dalam satu usaha. Banyaknya usaha
243
batik ini memberikan efek positif dalam bidang ekonomi, budaya dan pariwisata. (data monografi kelurahan Laweyan: 2009). Selain efek positif tersebut diatas, ternyata industri batik masih menyisakan persoalan lingkungan terkait dengan pencemaran akibat limbah cair yang masih belum diolah atau belum optimal diolah. Biaya pengolahan limbah cair industri batik yang mahal masih menjadi kendala terbesar bagi UKM batik (Buletin Lingkungan Hidup Kota Surakarta). Seperti halnya di Laweyan, banyaknya industri batik juga menyisakan persoalan tersendiri terkait dengan limbah. Walaupun sudah ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri namun hanya bisa untuk menampung sebagian industri saja. Sehingga belum sepenuhnya UKM batik yang ada di Laweyan mampu ditampung limbah produksinya oleh IPAL. Mengingat sifatnya yang masih terbatas hanya pada beberapa industri saja maka masih ada juga masyarakat yang membuang limbah batiknya secara langsung ke sungai. Jumlah industri yang tertampung dalam IPAL sebanyak 8 industri batik dan sisanya belum menggunakan pengolahan limbah dengan IPAL dan masih secara langsung dibuang ke sungai melalui pipa-pipa pralon. Disamping masalah limbah batik dan pencemaran sungai, ternyata masyarakat Laweyan juga memperhatikan lingkungan hidup yang ada disekitarnya. Dengan ciri khas kawasan Laweyan yang berupa gang-gang sempit membuat lokasi tersebut kurang leluasa jika harus ditanami pohonpohon besar. Untuk menyiasati hal tersebut maka masyarakat Laweyan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup
244
mengadakan suatu kegiatan-kegiatan untuk menyelamatkan lingkungan disana agar terlihat indah, tidak gersang dan mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke Kampoeng Batik tersebut. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup adalah dengan mengadakan lomba lingkungan yang bersih, indah dan teduh. Latar belakang diadakannya acara tersebut karena Laweyan merupakan kawasan bersejarah yang sekaligus sebagai daerah tujuan wisata di Surakarta yang unik dan spesifik. Sejak zaman kerajaan Pajang tahun 1954 sampai sekarang, dikenal sebagai kawasan bersejarah dan penghasil batik. Seiring dengan berjalannya waktu, maka Laweyan menjadi daerah tujuan wisata dengan obyek rumah-rumah kuno yang berarsitektur Jawa, Indisch dan Gedong yang didukung oleh lingkungan yang khas juga merupakan daya tarik tersendiri. Kebersihan dan keteduhan merupakan fenomena fisik yang menunjukkan budaya masyarakat yang ramah terhadap lingkungan. Hiruk pikuknya perkotaan dan sibuknya urusan perekonomian telah melupakan diri kita bahwa kita semua adalah bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan dengan alam termasuk juga tumbuhan, masyarakat dan sumber daya di sekitarnya. Sebagai wujud dari insan yang secara fitrah merupakan kafilah untuk menjaga dan memelihara lingkungan karunia Tuhan YME. Sudah saatnya kita selalu menyempatkan diri memelihara lingkungan kita dimulai dengan mewujudkan kebersihan dan keteduhan di sekitar.
245
Tujuan dari kegiatan lomba tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan yang bersih, indah dan teduh serta ingin menunjang Kampoeng Batik Laweyan sebagai icon pariwisata Kota Surakarta. Harapan dari Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup dari kegiatan lomba yang dibuat adalah agar masyarakat lebih peduli akan kelestarian lingkungan, khususnya masalah penghijauan yang bisa berdampak pada pemanasan global dan ketingaersediaan air tanah yang akan diwariskan pada anak cucu kelak. Lomba yang digelar oleh Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup (FMLPLH) juga merupakan kerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan teduh sehingga lingkungan di Laweyan ditata sedemikian rupa agar terlihat indah dan mampu menarik wisatawan yang hendak berkunjung. Bentuk dari kegiatan tersebut adalah lomba menanam pohon disekitar rumah, gang-gang maupun pinggir jalan raya sekitar Laweyan. Mengingat jalan di Laweyan adalah berupa gang-gang sempit maka media yang digunakan dapat berupa pot yang diletakkan ditanah atau juga pot yang digantung. Selain itu jika memungkinkan juga dapat langsung menanam di tanah pekarangan. Peserta terdiri dari seluruh warga Laweyan tanpa terkecuali yang terbagi dalam masing-masing RT, dimana setiap RT mengajukan 2 kelompok untuk lomba tersebut.
246
Disamping lomba penghijauan atau menanam pohon juga ada lomba pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari dirumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah ini bersumber dari rumah per rumah atau kompleks perumahan (Buletin Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta). Pengelolaan sampah rumah tangga terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang sampah dan atau pemanfaatan kembali sampah. Penanganan sampah meliputi : a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesua dengan jenis, jumlah dan atau sifat sampah, b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, c. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi dan jumlah sampah, d. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan atau residu pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Lomba yang diadakan oleh Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup tersebut merupakan suatu bentuk langkah lanjutan yang digelar oleh FMLPLH, dimana dulunya merupakan suatu wacana dikalangan masyarakat Laweyan yang kemudian sekarang direalisasikan dalam suatu
247
bentuk lomba. Realisasi tersebut terlebih dahulu diawali dengan membentuk suatu kepanitiaan yang terdiri dari LPPM dan Lingkungan Hidup dengan beberapa tahapan rapat yakni rapat pra untuk membicarakan lingkungan yang bersih dan nyaman serta penetapan hari, tanggal dan peserta lomba. Selanjutnya adalah rapat-rapat kecil yang dilaksanakan untuk persiapan lomba dan sosialisasi lomba kepada masyarakat Laweyan. Dalam sistem penilaian yang ditetapkan oleh panitia, patokannya adalah dari segi keasrian, kebersihan, keteduhan serta keterlibatan masyarakat. Dalam perjalanan lomba sampai dengan sekarang sudah ada 25 kelompok masyarakat yang mengikuti lomba tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat Laweyan sudah antusias dan mempunyai ketertarikan untuk menjadikan lingkungan Laweyan menjadi sebuah kawasan yang teduh dan nyaman baik untuk masyarakat maupun untuk wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut. Jika dilihat dari segi partisipasi masyarakatnya juga dapat dikatakan baik karena kerjasama yang terjalin cukup akrab dan rasa kebersamaan dalam mengikuti lomba juga ada. Jika dilihat lebih jauh lagi ternyata lomba yang digelar tersebut merupakan lanjutan juga dari upaya masyarakat Laweyan yang ingin menjadikan kawasan ini menjadi hijau dan tidak gersang. Dahulu pernah ada program di Laweyan yakni “Kampoengku Hijau” yang juga merupakan kerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup. Latar belakang dari program Kampoengku Hijau adalah karena di Laweyan daerahnya terdiri dari temboktembok yang tinggi dan sulit untuk ditanami sehingga menjadikan kawasan
248
ini menjadi gersang. Berawal dari keadaan itulah maka dari Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup ingin membuat suasana yang berbeda di Laweyan agar terlihat teduh dan tidak panas sehingga jadilah program Kampoengku Hijau di Laweyan. Langkah awal yang dilakukan oleh FMLPLH adalah dengan melakukan survei terhadap tanaman-tanaman yang tidak merusak tembok atau bangunan rumah. Awalnya terpilih tanaman dari jenis akar serabut seperti pohon kantil dan saputangan. Program ini ada pada tahun 2007 dengan lokasi awal yang ditanami pohon yakni di bantaran sungai dan di sumbersumber resapan untuk menyeimbangi pencemaran. Kegiatan ini melibatkan semua masyarakat Laweyan terutama kaum ibu-ibu. Untuk menjalankan program ini tidaklah mudah karena harus melalui proses yang panjang untuk mampu mengajak dan meyakinkan masyarakat terkait dengan ide ini. Pola pikir masyarakat yang masih terbawa dengan kultur zaman dulu serta adanya ketakutan-ketakutan jika adanya pohon dan tanaman justru akan membuat pencuri mudah masuk ke rumah dan menjadikan tempat tinggal menjadi tidak aman merupakan suatu tantangan tersendiri bagi forum untuk mampu mengubah pola pikir yang demikian serta mampu untuk mengajak masyarakat agar berpartisipasi dalam program ini. Walaupun mendapatkan tantangan-tantangan
yang demikian
namun tidak membuat forum mengurungkan niatnya. Justru sebaliknya hal ini manjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Dengan tahapan awal yang dilakukan yakni melakukan pendekatan-pendekatan sehingga lama-kelamaan
249
masyarakat juga mau terbuka dan akhirnya masyarakat peduli dan mau berpartisipasi akan program ini. Penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan untuk menarik masyarakat adalah dengan memasukkan unsur pariwisata dengan cara mengadakan pemberdayaan. Dengan demikian masyarakat akan lebih mudah untuk diajak bekerjasama mengingat latar belakang masyarakat Laweyan sebagian besar adalah sebagai pengusaha batik. Ketika masyarakat sudah siap untuk menjalankan program Kampoengku Hijau maka selanjutnya FMLPLH segera mengadakan rapatrapat untuk mematangkan program dengan melihat kebutuhan dari masyarakat dan potensi daerah. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat dimana pelatihan yang diberikan mengarah pada nilai ekonomi. Pemberdayaan yang diberikan kepada masyarakat yakni yang nantinya mempunyai nilai jual yang tinggi. Tidak sembarang tanaman yang bisa ditanam oleh masyarakat hanya jenis tanaman yang tidak merugikan dan juga tidak mengganggu yang diperbolehkan ditanam oleh masyarakat. Selain itu berbagai jenis bunga juga dapat ditanam karena untuk memberikan warna tersendiri dan juga tanaman-tanaman bungan mampu memberikan nilai jual tersendiri dan masyarakat dapat memperoleh keuntungan dengan hal ini. Ketika program telah berjalan maka ada suatu pemantauan yang dilakukan. Dengan jadwal yang telah ditentukan yakni ada suatu perawatanperawatan terhadap tanaman. Pemeriksaan dan pengecekan
terhadap
parameter-parameter pencemaran limbah dilakukan setiap 3 bulan sekali.
250
Selain itu untuk menjaga agar program ini tetap ada dan diminati oleh masyarakat maka diangkat isu-isu terkait dengan Kampoengku Hijau dalam sebuah forum pertemuan seperti PKK dan lainnya. Kepedulian Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup tidak hanya berhenti sampai disitu saja tetapi juga ada kegiatan lain yang dilakukan yakni lomba-lomba pelatihan eko-efisiensi dengan tujuan untuk membuka jejaring antara masyarakat, pemerintah serta akademisi dalam dunia usaha tentunya untuk mengembangkan Kampoeng Laweyan sebagai kawasan wisata agar lebih diminati oleh wisatawan. Selain ingin menjadikan Laweyan menjadi teduh dan tidak gersang, maka tujuan lain yang ingin dicapai adalah untuk menjaga ekosistem. Dengan adanya suatu pendampingan pada tiap-tiap RT menjadikan program ini berjalan hingga sekarang dan Laweyan sekarang sudah jauh berbeda dengan semakin banyaknya pohon dan tanaman lain yang menghiasi jalan-jalan disana. Tindakan yang sudah berjalan adalah pembuatan sumur-sumur resapan, Good Housekeeping (GHK) serta Prokasih (Program Kali Bersih).
C. Kepemilikan Fasilitas Kebersihan Masyarakat Laweyan Laweyan merupakan suatu daerah yang berada di pinggiran Kota Solo. Laweyan juga merupakan salah satu daerah dengan industri batiknya. Dengan ciri khas tempat yang khas dengan gang-gang yang sempit juga ikut mempengaruhi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu mengalirnya sebuah sungai di Laweyan juga membuat masyarakat yang tinggal disana harus berhati-
251
hati jika harus membuang limbah baik limbah industri ataupun limbah rumah tangga dalam bentuk sampah cair maupun padat. Jika masyarakat salah berperilaku atau dengan kata lain tidak berperilaku hidup sehat maka lingkungan yang Laweyan akan tercemar. Padahal Laweyan merupakan salah satu daerah tujuan wisata batik juga di Kota Solo. Dengan tetap menjaga lingkungan maka akan menambah daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut. Untuk menjaga dan menunjang itu semua maka diperlukan peran serta seluruh masyarakat Laweyan agar tercipta lingkungan yang bersih dan nyaman serta bebas dari penyakit. Fasilitas kebersihan yang dimiliki masyarakat Laweyan menjadi salah satu sarana untuk mengetahui apakah masyarakat menjunjung tinggi kebersihan lingkungan atau malah justru tidak peduli terhadap lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan sungai. Kepemilikan fasilitas kesehatan tersebut berupa sarana MCK, kepemilihan serta kesediaan tempat sampah, pembuangan limbah, serta kepemilikan sarana air bersih dan aksesnya. Dalam kehidupan sehari-hari ternyata sebagian besar masyarakat Laweyan sudah mempunyai sarana tersebut. Semua masyarakat sudah memiliki sarana MCK di rumah masing-masing sehingga tidak ada masyarakat yang masih menggunakan sungai untuk mandi, mencuci atau sekedar membuang hajat. Dengan kondisi sungai yang sudah sangat tercemar maka tidak heran jika masyarakat sudah tidak tergantung lagi pada sungai dalam kehidupan sehari-hari mereka. Meskipun rumah mereka hanya berjarak beberapa meter saja dari sungai namun untuk urusan MCK mereka selalu menjaga dan mempunyai sarana tersendiri. Selain perkembangan jaman yang sudah semakin maju, kepemilikan
252
MCK juga menjadi kebutuhan masyarakat bahkan dapat dikatakan sudah menjadi kebutuhan pokok yang wajib ada di tiap-tiap rumah. Dengan kepemilikan MCK sendiri maka sudah ada kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan bersih. Selain sarana MCK, tempat sampah juga dirasakan penting. Dengan adanya tempat sampah ditiap-tiap rumah menjadikan masyarakat terbiasa untuk tidak membuang sampah sembarangan yang dapat mengotori lingkungan. Setiap harinya ada petugas sampah yang datang kerumah untuk mengambil sampah dan mengangkutnya ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang lokasinya tidak jauh dari sungai juga. Dengan membayar iuran kepada petugas sampah maka masyarakat tidak perlu repot lagi untuk membuang sampahnya. Jika masalah limbah, jika itu limbah industri batik ada yang telah ikut dalam program IPAL namun ada juga yang belum tertampung dalam IPAL. Untuk masyarakat yang belum tertampung dalam IPAL maka limbahnya masih dibuang di sungai bersamaan dengan limbah rumah tangganya. Adanya sarana tempat sampat juga ternyata masih belum merupakan jaminan bagi masyarakat untuk tertib dalam membuang sampah ke tong yang telah ada. Apalagi untuk masyarakat yang rumahnya sangat dekat dengan dengan sungai atau masyarakat bantaran sungai lebih tak jarang lebih memilih membuang sampahnya ke sungai. Selain lebih praktis juga dirasakan sudah terbiasa dengan hal yang demikian. Meskipun masyarakat sadar bahwa tindakannya tersebut salah namun masyarakat masih sulit untuk mengubahnya karena sudah menjadi suatu kebiasaan. Posisi rumah yang memang sangat dekat dengan sungai, bahkan dapat dikatakan halaman belakang mereka adalah sungai maka tidak heran jika dengan
253
mudahnya sampah-sampah serta limbah yang mereka hasilkan langsung dibuang begitu saja ke sungai tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Untuk urusan air bersih masyarakat Laweyan mengandalkan sumur-sumur mereka sendiri. sumur yang berasal dari galian air tanah malah justru mengeluarkan air yang jernih dan bersih. Walaupun ada juga warga yang menggunakan air PAM tetapi untuk urusan air bersih sudah tersedia.
D. Keterlibatan
Masyarakat
Laweyan
Dalam
Kaitannya
Dengan
Lingkungan Hidup Masalah lingkungan hidup adalah masalah moral, persoalan perilaku manusia. Lingkungan hidup bukan semata-mata persoalan teknis. Tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, baik pada lingkungan global maupun lingkup nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan lingkungan. Menurut Arne Naess, krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan adalah sebuah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya orang per orang tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntun manusia untuk berinteraksi secara baru dalam alam semesta.
254
Dalam kaitannya dengan masalah lingkungan hidup ada berbagai macam kegiatan yang dilakukan dan itu masing-masing berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Kegiatan tersebut yang dilakukan adalah sebagai berikut : Tabel 11 Masyarakat berdasarkan profesi serta pola perilakunya No
Masyarakat berdasar
Kegiatan yang dilakukan
profesi 1. Produsen Batik
-
Memproduksi batik
-
Mengikuti pertemuan guna mamajukan
lingkungan
hidup di Laweyan -
Berpartisipasi
dalam
pengelolaan IPAL 2. Tokoh Masyarakat (FPKBL) 3. Tokoh Lingkungan Hidup
-
Mengelola IPAL
-
Mempromosikan batik
-
Mensosialisasikan
kepada
masyarakat tentang kegiatan lingkungan hidup -
Membuat kegiatan-kegiatan terkait dengan lingkungan hidup
4. Pedagang batik
5. Usaha batik rumahan
-
Menjual batik
-
Ada partisipasi dalam IPAL
-
Membuat batik
-
Partisipasi
dalan
kegiatan
lingkungan hidup yang ada. 6. Pegawai pabrik
-
Bekerja bakti membersihkan
255
lingkungan sekitar tempat tinggal 7. Pengurus IPAL
-
Memeriksa saluran air
-
Membersihkan agar
pipa-pipa
lubangnya
tersumbat
tidak
sehingga
air
limbah bisa mengalir dengan lancar -
Menguras bak penampungan limbah
-
Memberi
makan
bakteri-
bakteri pengurai 8.
Pelajar TK
-
9.
Pelajar SD
Membuang sampah pada bak sampah
10. Pedagang/wiraswasta
-
Mengikuti yang
lomba-lomba
terkait
dengan
lingkungan hidup 11. Ibu rumah tangga
-
Sumber : Data Primer
Dari kesebelas informan yang ditemui maka memiliki kegiatan yang berbeda-beda antar satu dengan yang lain sesuai dengan profesi atau pekerjaan masing-masing. Walaupun ada juga kegiatan antara informan tersebut yang sama misalnya jika ada pertemuan-pertemuan di Kelurahan untuk membahas lomba kebersihan atau kegiatan lain yang memang melibatkan sebagian besar masyarakat.
256
E. Pengelolaan IPAL oleh Masyarakat Intalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang ada di Laweyan dalam penanganannya sepenuhnya sudah diserahkan kepada Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL). Dalam perawatan setiap harinya FPKBL menunjuk salah seorang warga yang bertugas untuk merawat bangunan IPAL. Warga yang rumahnya tidak jauh dari lokasi IPAL dan hanya berjarak beberapa meter dari pendirian bangunan IPAL tersebut mendapatkan imbalan yang ia terima setiap bulannya. Imbalan yang ia terima merupakan sebagian dari iuran warga yang ikut tergabung dalam pengelolaan limbah. Lokasi IPAL yang berdekatan dengan TPS dan juga berada di pinggir sungai tersebut terdiri dari 2 bak besar yang digunakan sebagai tempat penampungan air limbah dan juga sebagai tempat untuk mengendapkan lumpur. Namun dalam perjalanannya hingga sekarang hanya ada satu bak saja yang digunakan sedangkan bak yang satunya masih dibiarkan kosong. Menurut petugas yang mengelola rencananya bak yang masih kosong tersebut akan digunakan jika ada pengusaha yang mendaftarkan diri sebagai anggota IPAL. Karena jika ada tambahan pengusaha lagi maka bak penampungan yang selama ini digunakan tidak muat untuk menampung debit air limbah sehingga disiapkan bak cadangan. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh petugas dalam wawancara sebagai berikut : “ ....dalam sistem IPAL ada dua bak besar yang satu disini dan satunya lagi disana. Dalam bak pertama limbah yang masuk masih sangat kental maka harus disaring dulu dengan proses yang panjang dan biasanya limbah baru bisa keluar setelah diproses selama 2 hari. Untuk bak yang disana memang masih kosong rencana awalnya akan digunakan sebagai tempat pengendapan lumpur namun dengan penyaringan yang sudah sangat panjang maka bak yang masih
257
kosong tersebut akan digunakan sebagai cadangan jika debit limbah sudah tidak mampu lagi tertampung dalam bak pertama.....” Sumber : Hasil wawancara Jika menurut peraturan maka satu bak hanya cukup digunakan untuk 6-8 pengusaha saja, namun kini bak tersebut sudah digunakan untuk menampung 10 pengusaha. Mengingat lokasi dan tempat juga terbatas maka dalam pengelolaan IPAL selama ini sudah diusahakan semaksimal mungkin. Misalnya hal yang rutin dilakukan oleh petugas adalah setiap dua hari sekali mengecek lubang-lubang air dan membersihkannya supaya tidak tersumbat. Selain itu pada bak setiap minggunya diberikan TSP dan juga urea agar bakteri-bakteri dapat makan dan mampu bekerja dengan baik. Kegiatan lain yang dilakukan adalah melakukan pengurasan bak penampungan limbah agar terjaga kebersihannya dan tidak menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit dan yang terlebih lagi tidak berbau menyengat yang akhirnya akan mengganggu warga sekitar. Untuk pemberian TSP dan Urea dilakukan setiap dua minggu sekali yang secara rutin diberikan. Pemberian TSP dan urea tersebut dilakukan pada minggu pertama dam minggu ketiga yang masing-masing sudah ada jadwalnya. Sedangkan untuk pemberian konsentrat dilakukan setiap dua bulan sekali. Dari jadwal yang telah dilakukan maka pemberian konsentrat tersebut dilakukan pada bulan Februari, April, Juni, Agustus, Oktober dan Desember dimana pada masingmasing diberikan setiap akhir bulan atau minggu ke empat pada bulan yang bersangkutan. Untuk pemberian arang aktif setiap enam bulan sekali, jadi setiap tahunnya hanya dua kali pemasukan arang aktif yang dilakukan oleh petugas. Hal serupa juga dilakukan untuk pemasukan kantong-kantong pasir dan batu serta
258
penyedotan lumpur yang masing-masing juga dilakukan setiap enam bulan sekali. Untuk pemasukan kantong-kantong pasir dan batu sesuai jadwal juga dilakukan pada bulan Mei dan November sedangkan untuk sedot lumpur dilakukan pada bulan Januari dan Juli. Selain hal tersebut masih ada pemberian nutrisi plus yang dilakukan setiap minggu sekali sehingga setiap tahunnya dilakukan pemberian nutrisi sebanyak 48 kali. Untuk pemberian TSP sebesar ¼ kg per 2 minggu atau setiap minggu pertama dan minggu ketiga sehingga untuk kebutuhan tiap tahunnya adalah 6 kg. Sedangkan untuk urea sebesar ½ kg per 2 minggu juga yakni setiap minggu pertama dan minggu ketiga, jumlah kebutuhan adalah 12 kg per tahun. Pemberian konsentrat adalah 10 kg per 2 bulan yakni pada minggu ke empat sehingga jumlah kebutuhan adalah 60 kg per tahun. Untuk pemberian nutrisi plus takarannya adalah ½ liter per minggu sehingga per tahunnya memerlukan 24 liter nutrisi plus. Masing-masing treatment tersebut sudah terjadwal dan harus rutin dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjaga sistem IPAL yang telah dibuat serta untuk perawatan agar IPAL dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
F. Penerapan Eko-Efisiensi Sebagai Upaya Ramah terhadap Lingkungan Eko-efisiensi (EE) menurut Kamus Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia didefinisikan sebagai suatu konsep efisiensi yang memasukkan aspek sumber daya alam dan energi atau suatu proses produksi yang meminimumkan penggunaan bahan baku, air dan energi serta dampak lingkungan per unit produk.
259
Eco-efisiensi menurut The Federal Ministry for the Environment, Nature Conservations and Nuclear Safety (2002) disefinisikan sebagai rasio antara nilai tambah yang diperoleh melalui sisi ekonomi (monetary) dengan nilai tambah yang diperoleh dari sisi fisik (ecological). Eco-efisiensi (EE) merupakan strategi yang menggabungkan konsep efisiensi ekonomi berdasarkan prinsip efisiensi penggunaan sumber daya alam. Eko-efisiensi dapat diartikan sebagai suatu strategi yang menghasilkan suatu produk dengan kinerja yang lebih baik, dengan menggunakan sedikit energi dan sumber daya alam. Dalam bisnis, eko-efisiensi dapat diartikan sebagai strategi bisnis yang mempunyai nilai lebih karena sedikit menggunakan sumber daya alam serta mengurangi jumlah limbah dan pencemaran lingkungan. Tujuan EE adalah untuk mengurangi dmpak lingkungan per unit yang diproduksi dan dikonsumsi. Dengan mengurangi sumber daya yang diperlukan bagi terbentuknya produk serta pelayanan yang lebih baik, maka akan diperoleh keuntungan karena mempunya daya saing. Konsep EE pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam publikasinya “Changing Course”. WBCSD adalah sebuah lembaga independen, berkedudukan di Jenewa yang beranggotakan sekitar 200 perusahaan dari 20 sektor industri yang terkenal didunia dari 35 negara dan mempunyai komitmen pada pembangunan berkelanjutan.
260
Ada tujuh faktor kunci dalam eko-efisiensi, yaitu : 1. Mengurangu jumlah penggunaan lahan 2. Mengurangi jumlah penggunaan energi 3. Mengurangi pencemaran 4. Memperbesar daur ulang lahan 5. Memaksimalkan penggunaan SDA yang dapat diperbaharui 6. Memperpanjang umur pakai produk 7. Meningkatkan intensitas pelayanan Produksi Bersih (Cleaner Production) diperkenalkan oleh UNEP (United National Environmental Program) yang merupakan salah satu organisasi yang berada dibawah bendera PBB yang berkecimpung di bidang lingkungan dan berkedudukan di Perancis. Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang dilakukan secara terus menerus terhadap proses produksi, produk maupun jasa yang bertujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan, sekaligus meningkatkan efisiensi secara menyeluruh. Pada prinsipnya eko-efisiensi dan produksi bersih hampir sama. Perbedaannya adalah orientasinya, dimana produksi bersih lebih berorientasi pada strategi pencegahan pencemaran lingkungan baik akibat proses produksi pada daur hidup produknya maupun pada aspek pelayanan (jasa) yang kemudian memiliki keuntungan secara ekonomi. Sedangkan eko-efisiensi berorientasi pada strategi peningkatan efisiensi ekonomi pada proses produksi dan peningkatan pelayanan yang berimplikasi pada pengurangan penggunaan sumber daya alam maupun pengurangan penggunaan bahan beracun.
261
Sebelum menerapkan konsep eko-efisiensi terdapat suatu langkah awal yang harus dilakukan yakni melakukan pemahaman atas Keluaran Bukan Produk (KBP) atau Non Product Output (NPO) yang merupakan keseluruhan materi, energi, dan air yang digunakan dalam proses produksi namun tidak terkandung dalam proses akhir. Total biaya KBP merupakan penjumlahan biaya KBP dan input, biaya KBP dari proses produksi dan biaya KBP dari output. Secara umum, total biaya KBP berkisar antara 10-30% dari total biaya produksi. Bagan 4 Konsep Keluaran Bukan Produk (KBP) Masukan
Proses
Bahan baku
Keluaran Produk akhir yang digunakan
Energi Air 10-30% dari total biaya produksi
+
+
=
Sumber : Eimer, hal 74 F.1. Perangkat Eko-efisiensi F.1.1. Good Housekeeping (GHK) Good Housekeeping (Tata Kelola yang Apik) berkaitan dengan sejumlah langkah praktis berdasarkan pertimbangan umum yang dapat dilaksanakan oleh UKM atas inisiatif sendiri untuk meningkatkan kinerja
262
operasional, menyempurnakan prosedur pembelajaran dalam organisasi serta meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. GHK memiliki tiga manfaat, yaitu : 1). Penghematan biaya Penerapan GHK dapat membantu mewujudkan keuntungan yang lebih nyata bagi perusahaan. 2). Kinerja lingkungan hidup lebih baik Penerapan GHK dapat mengurangi dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh UKM. Semakin efisiensi penggunaan sumber daya untuk proses produksi akan semakin kecil KBP yang dihasilkan, sehingga kinerja lingkungan pun menjadi lebih baik. Dengan demikian, UKM dapat memperbaiki citranya dan citra produknya terhadap para konsumen, supplier dan masyarakat sekitar. 3). Pembelajaran dalam organisasi Penerapan GHK memerlukan komunikasi internal untuk memotivasi karyawan dan menetapkan tanggungjawab yang jelas. Semua aspek ini harus ditangani sehingga mampu menimbulkan manfaat organisasi yang membantu meningkatkan kinerja UKM dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilihat sebagai segi tiga dengan efek sinergisitas yang memungkinkan UKM memanfaatkan opsi “tiga keuntungan” atau “triple win” yang dapat menghasilkan proses perbaikan secara kontinu.
263
Bagan 5 Manfaat GHK berupa “Tiga Keuntungan” Efisiensi Ekonomi
Mengurangi limbah, racun, dan emisi udara
Kinerja Lingkungan
Pembelajaran Organisasi Sumber : Eimer, hal 6 F.1.2. Environment oriented Cost Management (EoCM) EoCM (Manajemen Biaya Berorientasi Lingkungan) bertujuan untuk memberikan informasi atas pengambilan keputusan untuk perbaikan kinerja lingkungan, ekonomi dan orfanisasi. Perhitungan ekonomi dilakukan terhadap setiap langkah proses yang melibatkan materi, energi, tenaga kerja dan peralatan. Pada setiap langkah proses, biaya produksi dan besarnya biaya KBP dihitung dalam kurun waktu 1 tahun. Dari hasil perhitungan tersebut akan teridentifikasi langkah proses yang mempunyai nilai KBP dan menyebabkan dampak lingkungan yang tingi.
264
Pendekatan EoCM secara garis besar dilakukan dengan enam tahap yaitu : 1). Mengidentifikasikan langkah proses yang mempunyai KBP dan dampak lingkungan yang dominan 2). Menganalisis pengaruh terkait dengan biaya resiko dan bahaya dampak lingkungan 3). Menganalisis sebab timbulnya KBP 4). Mengembangkan upaya-upaya alternatif untuk meminimunkan KBP 5). Melaksanakan rencana aksi yang terpilih 6). Mengintegrasikan dalam stuktur di perusahaan F.1.3. Chemical Management (CM) Chemical Management (Pengelolaan Bahan Kimia) merupakan upaya perbaikan pengelolaa bahan kimia agar dapat memperoleh penghematan biaya, mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja serta meningkatkan daya saing. Pendekatan CM dilakukan dengan dua tahap yaitu : 1). Mengenali daerah rawan (bot spot) Pada tahap ini dilakukan identifikasi kehilangan bahan kimia dan bahaya bahan kimia bagi karyawan dan lingkungan, untuk selanjutnya dilakukan penanganan terhadap permasalahan tersebut. Dalam CM dikenal empat prinsip dasar penanganan bahan kimia berdasarkan prioritasnya, yaitu : a). Menghilangkan bahan kimia berbahaya dengan menggantinya dengan bahan yang bahayanya lebih rendah.
265
b). Memberi jarak antara bahan kimia dengan pekerja c). Membuat ventilisasi untuk menghilangkan atau mengurangi kadar asap, gas dan uap d). Adanya perlindungan pekerja misalnya dengan menyediakan peralatan perlindungan diri. 2). Inventarisasi bahan kimia Pada tahap ini dilakukan identifikasi menyeluruh terhadap bahan kimia yang disimpan dan digunakan di UKM serta membentuk informasi terstruktur untuk
mengidentifikasi
dan
melakukan
upaya
peningkatan
secara
berkesinambungan. F.2. Penerapan Eko-efisiensi Dalam penerapan eko-efisiensi di suatu UKM terdapat komponen non teknis, diantaranya adalah : 1) Pengambilan keputusan Pengambilan keputusn mutlak diperlukan dalam penerapan eko-efisiensi karena merupakan awal dari adanya perubahan. Pengambilan keputusan merupakan hak penuh dari pemilik usaha, dan jika diperlukan akan dibantu dengan konsultan. Keputusan yang diambil disesuaikan dengan besarnya skala prioritas suatu rencana aksi dan kemampuan finansial dari pemilik usaha. 2) Motivasi Motivasi untuk terus melakukan perbaikan perlu dimiliki oleh para pemilik usaha dan didukung oleh para karyawan. Sehingga penerapan
266
eko-efisiensi tidak dirasakan sebagai beban, namun sebagai sutau kebutuhan. 3) Komitmen Pemilik usaha dan karyawan harus memiliki komitmen yang besar dalam mensukseskan suatu perubahan yang disepakati. Rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membantu menumbuhkan komitmen dalam menentukan perbaikan. 4) Kebiasaan (habbit) Perubahan-perubahan yang telah disepakati sebelumnya perlu dijadikan suatu kebiasaan bagi karyawan. Pemilik usaha perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penentuan eko-efisiensi secara berkala untuk menjamin karyawan melakukan perubahan itu sebagai suatu kebiasaan. 5) Hubungan pemilik usaha dan karyawan (team work/kebersamaan) Kebersamaan antara pemilik usaha dan karyawan sangat diperlukan dalam menerapkan suatu perubahan. Rasa kebersamaan dan komunikasi yang intensif antara kedua belah pihak akan memudahkan dalam penyampaian masukan dan kritik terhadap perubahan, sehingga bisa diambil tindakan yang lebih cepat (win-win solution). Dari hasil penerapan eko-efisiensi tidak hanya dinikmati oleh pemilik usaha, namun juga karyawan dan masyarakat, baik dari segi finansial, lingkungan dan juga organisasional.
267
Bagan 6 Penerapan eko-efisiensi Pengambilan keputusan
Kunci sukses penerapan ekoefisiensi
Team Work
Kebiasaan
Motivasi
Komitmen
Sumber : Panduan Penerapan Eko-efisiensi Dalam penelitian ini penerapan eko-efisiensi diterapkan pada proses pewarnaan batik. Dimana dalam menggunakan pewarna dalam batik yang dibuat harus diperhatikan segi keuntungan dan juga resiko dan dampaknya baik terhadap karyawan maupun lingkungan. Adapun penerapan eko-efisiensi dalam industri batik adalah sebagai berikut : v Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan dilakukan ketika ada suatu ide baru yakni dalam penerapan pewarna alami yang lebih ramah lingkungan. Pemilik usaha mengambil keputusan untuk menggunakan pewarna alami. Namun demikian pemilik usaha juga membuat suatu keputusan yang jelas yakni pewarna yang alami hanya digunakan untuk jenis
268
batik tertentu dan masih dalam skala yang minim. Hal tersebut dilakukan mengingat bahan untuk pewarna yang sulit didapat dan juga harus diperhatikan dampak positif dan juga negatifnya terhadap lingkungan. v Motivasi Motivasi untuk mengembangkan usaha yang dimiliki oleh pemilik usaha harus mendapatkan dukungan dari karyawan. Dengan adanya suatu keputusan untuk mencoba menggunakan suatu pewarna yang alami maka diperlukan suatu kesabaran karena proses pembatikan akan lebih lama jika dibandingkan dengan penggunaan pewarna kimia. Adanya motivasi yang kuat antara pemilik dan juga dukungan karyawan maka dirasakan limbah sisa produksi dengan penggunaan pewarna alami lebih sedikit dan lebih bersih. v Komitmen Adanya suatu komitmen yang kuat antara pemilik usaha dengan karyaean ditunjukkan ketika ada suatu kasus yakni bahan pewarna batik yang digunakan menimbulkan suatu iritasi kulit pada tangan karyawan. Dengan adanya kejadian yang demikian maka karyawan melaporkan hal ini kepada pemilik usaha dan dicari jalan keluar bersama antara karyawan dengan pemilik yakni mengganti zat pewarna yang digunakan dengan merek lain agar proses produksi juga tidak terhambat. Selain itu karyawan juga tidak akan berhenti bekerja
269
karena masalah ini karena sudah merasa memiliki suatu komitmen dengan pemilik. v Kebiasaan Dengan penggunaan pewarna alami yang prosesnya berbeda dan jauh lebih lama dibandingkan dengan pewarna sintetis maka karyawan harus membiasakan diri dengan hal ini dan dapat menyesuaikan dengan kandungan dari bahan pewarna yang memang terkadang tidak cocok dengan kulit sehingga menimbulkan suatu iritasi dan juga gatal-gatal pada tangan karyawan. v Hubungan pemilik usaha dan karyawan Hubungan antara pemilik usaha dengan karyawan terlihat dari adanya keputusan yang diambil oleh pemilik yang memerlukan masukan dari karyawan. Dengan adanya kasus iritasi kulit yang dialami oleh karyawan yang berkaitan dengan penggunaan pewarna maka pemilik harus mempertimbangkan masukan dari karyawan dalam pemilihan pewarna agar lebih aman untuk kesehatan karyawan dan juga lebih ramah terhadap lingkungan. Dalam menerapkan eko-efisiensi terdapat siklus pengelolaan dengan delapan tahapan sebagai berikut: a. Identifikasi potensi optimal b. Analisis dampak c. Analisis sebab d. Alternatif langkah
270
e. Analisis manfaat f. Rencana aksi g. Penerapan rencana aksi h. Evaluasi langkah Untuk membantu mengidentifikasi potensi optimalisasi, melakukan analisis dampak maupun analisis sebab dapat digunakan daftar periksa (checklist) yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan bahan, limbah, penyimpanan dan penanganan bahan, air dan air limbah, energi serta perlindungan keselamatan dan kesehatan. Delapan tahapan pengelolaan siklus eko-efisiensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Bagan 7 8 Tahapan Siklus Eko-efisiensi 8. Evaluasi langkah
1. Identifikasi potensi optimalisasi
7. Penerapan rencana aksi
2. Analisis dampak
6. Rencana aksi
3. Analisis sebab
5. Analisis manfaat
Sumber : Panduan Penerapan Eko-efisiensi
4. Alternatif langkah
271
Tahap 1. Mengidentifikasi Potensi Optimalisasi Untuk melakukan identifikasi, harus memahami tata urutan proses produksi batik, dimulai dari tahapan pengadaan bahan, penyimpanan, penanganan, proses pembuatan batik hingga pembuangan limbah cair, padat maupun gas. Dalam penerapannya, yang jelas terlihat adalah dalam upaya pembuangan limbah cair sisa produksi batik. Sebelum ada pengolahan limbah IPAL di Laweyan maka limbah cair batik langsung dibuang ke sungai dengan menggunakan pipa pralon. Tahap 2. Melakukan Analisis Dampak Analisis dampak ini terkait dengan biaya, resiko, potensi bahaya dan dampak lingkungan. Hal ini dilakukan dengan menganalisis atas jumlah bahan dan biaya yang harus dikeluarkan pada setiap tahapan proses maupun yang terbuang. Selain itu juga dilakukan analisis pada potensi tingkat bahaya jika bahan kimia yang digunakan tercecer diareal kerja maupun dampaknya terhadap lingkungan. Ketika limbah cair batik yang dibuang langsung ke sungai, maka akan mencemari sungai dan membuat kondisi dari air sungai menjadi keruh dan berwarna karena terkena limbah batik. Banyaknya pengusaha yang membuang limbah cair batik ke sungai menyebabkan penduduk yang tinggal disekitar bantaran mengeluh karena baunya yang menyengat dan mengganggu warga sekitar.
272
Tahap 3. Menganalisis Penyebab Menganalisis
penyebab
adanya
ketidakefisienan.
Bisa
dikarenakan beberapa hal yakni kualitas bahan baku kain yang sering berubah-ubah,
kondisi
tempat
penyimpanan
yang
lembab,
cara
penimbangan yang kurang hati-hati, atau juga karena bentuk bahan kimia yang ditangani dalam bentuk serbuk yang mudah terhambur, kurangnya kedisiplinan pekerja yang membatik atau mengecap dengan merokok, cairan bahan kimia berceceran ketika dibawa dan sebagainya. Ketika limbah cair batik yang dibuang ke sungai dan ternyata menimbulkan bau yang tidak enak dan mengganggu warga sekitar maka dengan ini pemilik usaha malakukan identifikasi penyebab limbah yang bau. Bau yang keluar akibat limbah disebabkan karena tingkat kepekatan limbah karena bahan pewarna yang digunakan. Dengan diketahuinya penyebab dari bau limbah tersebut maka pemilik akan dapat menentukan langkah yang akan diambil untuk mengatasinya. Tahap 4. Menentukan beberapa Alternatif Langkah Jika sumber penyebab ketidakefisienan sudah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah mencari beberapa alternatif cara untuk mengurangi resiko kehilangan, kerusakan atau resiko bahaya. Alternatif yang terpilih biasanya berdasarkan pertimbangan beberapa pihak, yaitu pemilik dan pekerja. Namun jika diperlukan juga meminta bantuan tenaga ahli (konsultan) untuk memberikan pertimbangan teknis maupun non teknis.
273
Masalah yang dihadapi pemilik adalah berhubungan dengan limbah cair batik, maka dengan kesepakatan bersama antara para pemilik usaha timbullah suatu ide untuk membangun suatu pengolahan limbah di Laweyan agar limbah yang batik tidak lagi mengganggu warga. Rencana pembangunan IPAL yang ada di Laweyan merupakan bentuk kerjasama Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), Badan Lingkungan Hidup serta GTZ ProLH sebagai penyumbang dana pembuatan IPAL. Tahap 5. Melakukan Analisis Manfaat Memberikan analisis manfaat dari berbagai alternatif yang dipilih secara realistis, baik dari segi teknis, maupun ekonomi. Memilih alternatif yang memberikan penghematan optimal dengan aspek teknis yang sederhana dengan cara menemukan indikator utama yang sesuai untuk memantau hasil yang dicapai. Dengan pembangunan IPAL yang ada di Laweyan, maka dapat dilihat manfaatnya. Manfaat yang kini dirasakan adalah limbah yang masuk ke sungai sudah tidak pekat lagi karena telah melalui proses pengolahan yang cukup lama yakni semala 2 hari. Manfaat yang dirasakan oleh pemilik usaha adalah adanya penghematan listrik dan juga air karena limbah sudah langsung masuk ke saluran pipa yang sudah terhubunga dengan IPAL sehingga tidak diperlukan banyak air untuk melarutkan limbah sampai ke sungai.
274
Tahap 6. Persiapan Rencana Aksi Merupakan persiapan implementasi semua rencana yang ada berdasarkan atas identifikasi yang terpilih pada masing-masing tahapan proses. Pada tahap ini diputuskan langkah-langkah apa yang akan diambil dan memprioritaskan langkah-langkah tersebut. Rencana yang telah disusun bersama antara FPKBL, Badan Lingkungan Hidup dan juga GTZ ProLH terkait dengan pembangunan IPAL maka terkait dengan ini segera dipersiapkan segala hal yang diperlukan, mulai dari penentuan lahan dan juga material yang digunakan serta biaya pemeliharaan serta mempersiapkan orang untuk merawat IPAL jika prosesnya sudah berjalan. Tahap 7. Penerapan Rencana Aksi Pada tahap ini dilakukan implementasi semua langkah penerapan eko-efisiensi yang telah disepakati. Hasil penerapan rencana aksi dapat didiskusikan pada suatu pertemuan jejaring antara pengusaha atau pekerja untuk saling berbagi kisah sukses dan pembelajaran dalam penerapan eko-efisiensi serta memotivasi untuk persiapan dan perbaikan yang berkelanjutan. Setelah semua yang hal yang dipersiapkan untuk pembuatan IPAL selesai dipersiapkan, maka langkah selanjutnya adalah memulai membangun IPAL. Setelah melalui percobaan dan juga pengukuran terkait dengan lokasi dan kemiringan tanah, maka akhirnya IPAL dibangun di tanah milik umumyang letaknya di tengah tanah makam dan
275
dipinggir sungai jenes. Selain kemiringan tanah yang sesuai juga lokasinya
dekat
dengan
sungai
sehingga
memudahkan
proses
pembuangan. Tahap 8. Evaluasi Langkah (Perbaikan) Dilakukan pemantauan atas rencana aksi yang telah dilakukan kemudian dilakukan evaluasi tingkat keberhasilannya. Setelah itu melakukan langkah perubahan internal baik menyangkut prosedur kerja maupun
penetapan
penanggungjawaban
setiap
pekerjaan
agar
mendapatkan hasil yang diharapkan. Evaluasi selalu dilakukan untuk memantau apakah program yang berjalan memberikan manfaat atau tidak. Ketika IPAL sudah jadi dan sudah digunakan juga ada suatu evaluasi dari Forum yang tentunya juga melibatkan masyarakat. Evaluasi dilakukan untuk mengadakan langkah perbaikan atas apa yang telah dikerjakan. Setelah adanya IPAL ternyata ada suatu manfaat yang dirasakan pemilik usaha dan juga masyarakat tidak lagi terganggu karena bau yang sangat menyengat. Dengan masih banyaknya pengusaha yang masih belum mampu tertampung dalam IPAL maka dengan evaluasi ini akan dibangun suatu bak penampungan lagi sehingga akan lebih banyak pengusaha yang limbahnya masuk dalam IPAL untuk diproses untuk menghasilkan limbah yang lebih bening.
276
G. Pemakaian Pewarna Alami Berwawasan Lingkungan Dalam suatu proses pembuatan batik, baik itu batik cap maupun batik tulis tidak dapat lepas dari yang namanya pewarnaan. Banyaknya kombinasi warna yang digunakan serta proses dari pewarnaan tersebut akan menjadi suatu ciri khas tersendiri dari masing-masing produsen batik. Semakin majunya jaman serta semakin banyaknya masyarakat yang menggemari produk-produk batik akan menjadi suatu tantangan tersendiri bagi produsen-produsen batik dalam mengkombinasikan berbagai warna agar mampu menjadi daya tarik dan juga ciri khas untun industrinya. Semakin banyak masyarakat yang menggemari batik membuat produsen batik harus mampu memproduksi batik dengan cara yang cepat namun tetap memperoleh keuntungan. Maka dari itu tidak jarang juga yang banyak menggunakan pewarna sintetis daripada pewarna alami yang lebih ramah lingkungan. Selain prosesnya yang cepat juga dirasakan lebih praktis dan juga lebih mudah untuk mengejar target pasar. Hal serupa juga terjadi di Laweyan yang merupakan salah satu tempat wisata batik di Kota Solo. Dengan banyaknya produsen batik disana dan juga pesanan yang semakin banyak pula membuat pengusaha batik di Laweyan juga menggunakan pewarna sintetis. Namun demikian pewarna alami juga masih digunakan dalam skala yang kecil. Biasanya pewarna alami digunakan untuk produk-produk tertentu yang memang harus diwarnai dengan pewarna yang alami. Dalam proses pewarnaan membutuhkan campuran air untuk melarutkan pewarna tersebut. Kebutuhan air untuk memproses kain mori menjadi kain batik
277
dengan 1-3 warna adalah 25-50 liter air untuk setiap 1 m kain. Hal ini dapat diartikan bahwa diperlukan air lebih sedikit jika proses pewarnaannya hanya satu kali. Untuk kebutuhan energi diperlukan sekitar 5-15 watt per jam per meter kain. Kebutuhan zat warna diperoleh dari pewarna alami dan sintetis. Pewarna alami diperoleh dari daun, kulit kayu, dan akar berbagai tanaman. Tidak ada dosis dan formula yang tepat ketika zat warna yang digunakan berasal dari tanaman, mengingat umur tanaman, jenis tanaman dan jenis kombinasinya sangat bervariasi. Sebelum menggunakan pewarna alami maka hal yang pertama dilakukan adalah melakukan percobaan awal agar diperoleh kombinasi warna yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Untuk mendapatkan jenis warna yang diinginkan dapat dipilih tanaman sebagai berikut : Tabel 11 Jenis tanaman sebagai pewarna alami Jenis tanaman
Warna
Kayu secang
Merah / oranye
Jawale
Kuning
Daun nila, tom, indigo
Bitu tua/ wedelan
Daun jati, kulit kayu jambal
Merah kecoklatan
Kulit kayu tegeran, kulit kayu mahoni
Sogan
Kayu manis, kulit akar mengkudu, kulit Coklat buah jengkol, kayu tingi Kulit kayu bulian
Merah hati
Buah mengkudu
Krem
Sumber : Data Sekunder Panduan Penerapan Eko-efisiensi
278
Pewarna dari beberapa tanaman lainnya adalah akar temu lawak, kayu samak merah, kulit batang daun salam, daun salam, daun alpukat, daun mangga, daun bougenvile, akar dan batang mangrove, kunyit dan pasak bumi. Semua zat warna alami dari tumbuh-tumbuhan diperoleh dengan cara ekstraksi (perebusan dalam air mendidih), kecuali untuk nila yang harus difermentasi terlebih dahulu. Ekstrak larutan digunakan untuk mencelup kain. Kain yang telah dibatik, dicelup dalam larutan ekstrak zat warna alam kemudian dikeringkan ditempat yang teduh setelah itu kain tersebut dicelup kembali. Cara pencelupan tersebut dilakukan sebanyak 5-30 kali kemudian difiksasi dengan cara direndam dalam larutan kapur, larutan tawas (alumunium sulfat) atau larutan tunjung (ferro sulfat) selama 15 menit. Proses selanjutnya adalah dicuci dan dikeringkan. Keuntungan jika menggunakan zat warna alami adalah ramah lingkungan karena
tidak
termasuk
bahan
berbahaya
dan
beracun.
Namun
dalam
pelaksanaannya juga ada beberapa kendala yaitu variasi warna yang sangat sedikit, kesulitan untuk memperoleh bahan baku jika dalam jumlah banyak, harga yang relatif mahal dan kesulitan untuk mendapatkan warna yang sama persis walaupun dengan dosis yang sama.
279
BAB IV PEMBAHASAN
A. Fungsi Sungai Bagi Masyarakat yang Tinggal di Bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan Sungai Jenes yang merupakan anak dari sungai Bengawan Solo ini tidaklah begitu besar. Sungai ini mengalir di tengah-tengah perkampungan yang ada di Laweyan dan merupakan perbatasan wilayah antara Solo dengan Sukoharjo. Aliran sungai Jenes memiliki dua cabang, dimana oleh masyarakat Laweyan disebut sebagai tempuran. Kedua cabang itu berasal dari aliran sungai yang ada di Solo dan juga aliran sungai dari wilayah Sukoharjo dan sekitarnya.
280
Fungsi sungai Jenes berbeda antara zaman dahulu sebelum tahun 1980-an dengan setelah tahun 1980-an dimana sebelum tahun 1980-an kondisi sungai masih terlihat sangat bening dan jernih sedangkan setelah tahun 1980-an kondisi sungai menjadi semakin kotor dan tercemar karena semakin banyaknya industri yang ada disekitar daerah tersebut. Pada waktu kondisi sungai Jenes masih baik dan airnya masih sangat jernih maka masyarakat Laweyan menggunakan sungai tersebut sebagai sarana transportasi air. Hal tersebut dilakukan karena sejak zaman dahulu pada waktu kerajaan Pajang, Laweyan sudah merupakan daerah penghasil batik. Dengan komoditi batiknya yang khas maka untuk perdagangan jual beli dan sebagainya masyarakat masih menggunakan sarana transportasi air yakni melalui sungai Jenes ini. Transportasi dilakukan melalui sungai untuk kegiatan jual-beli batik dan transaksi penjualan lainnya yang berupa bahan baku pembuatan batik juga. Selain sebagai sarana transportasi, dahulu Sungai Jenes juga digunakan sebagai tempat mencuci kain batik bagi masyarakat Laweyan. Dapat dikatakan dahulu masyarakat Laweyan kehidupannya sangat bergantung pada sungai ini. Sebagian besar masyarakat Laweyan berprofesi sebagai pembatik sehingga daerah ini
sekarang
disebut
sebagai
Kampoeng
Batik
Laweyan.
Masyarakat
menggunakan sungai sebagai tempat mencuci kain batik buatannya karena dahulu batik yang dibuat masih dalam jumlah yang relatif sedikit dan itu juga sebagian besar masih digunakan untuk kebutuhan pribadi sehingga walaupun kain-kain batik dicuci di sungai tetap saja tidak begitu banyak mempengaruhi sungai dan airnya pun juga masih dalam kondisi yang baik dan tidak keruh. Limbah pewarna
281
kain batik yang dicuci akan ikut hanyut bersama dengan arus sungai sehingga setelah proses pencucian selesai tidak aka lagi pewarna bekas kain yang ada di sungai. Fungsi sungai yang lain adalah sebagai tempat bermain bagi anak-anak, tempat mandi bagi penduduk serta sebagai tempat untuk berkumpul dan bertukar pikiran antar penduduk khususnya ibu-ibu yang mencuci pakaian disungai ataupun yang sedang melakukan aktivitas lainnya. Bermain dan mandi disungai merupakan suatu hal yang sangat menyenangkan bagi anak-anak. Mereka tidak takut akan sakit ataupun tenggelam karena kondisi sungai Jenes tempo dulu sangatlah dangkal dan jernih bahkan isi dalam sungai masih dapat dilihat dan dirasakan benar manfaatnya oleh penduduk. Dengan kondisi yang demikian maka tak heran kehidupan sehari-hari penduduk sulit dipisahkan dari sungai ini. Kondisi sungai yang memberikan manfaat yang demikian banyaknya pada penduduk di Laweyan dan sekitarnya itu lama-lama berubah fungsinya. Setelah tahun 1980-an yakni tepatnya ketika industri-industri besar mulai banyak bermunculan maka sedikit demi sedikit air sungai yang dulunya begitu bening dan sangat jernih itu berubah menjadi coklat dan bahkan sampai hitam dan berwarna karena terkontaminasi oleh limbah-limbah industri. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju dengan berbagai peralatan yang canggih dan modern selain memberikan dampak yang positif dan kemudahan bagi manusia ternyata disisi lain juga memberikan efek atau dampak yang negatif pada lingkungan sekitar dan akhirnya jika hal ini dibiarkan terusmenerus maka akan berdampak buruk pada manusia. Hal yang paling sering
282
terjadi dan itu berhubungan dengan sungai adalah banjir. Musim hujan yang turun secara terus-menerus juga terkadang menyebankan sungai jenes meluap dan membanjiri jalan bahkan rumah-rumah penduduk sekitar daerah bantaran sungai. Semakin maraknya industri besar baik itu yang berada di Solo maupun Sukoharjo yang merupakan perbatasan dengan Solo membuat limbah yang dihasilkan dari proses produksi tersebut dibuang ke sungai. Ketika daerah sekitar sungai masih berupa sawah maka jarang sekali atau bahkan tidak pernah mengalami banjir namun kini setelah ladang-ladang sawah berubah menjadi pabrik-pabrik besar maka sungai sering banjir jika hujan datang dan juga sering bau karena pengaruh limbahnya. Apalagi sungai jenes yang juga merupakan pertemuan dari dua anak sungai yakni dari Solo dan Sukoharjo membuat masyarakat sulit membedakan limbah yang ada berasal dari Solo atau dari daerah di luar Solo. Sungai yang telah beralih fungsi tersebut sekarang oleh sebagian masyarakat Laweyan yang tinggalnya di bantaran sungai dengan jarak rumah yang hanya beberapa meter saja terkadang juga dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Baik itu sampah rumah tangga yang berwujud cair maupun sampah lainnya yang berwujud padat. Sampah rumah tangga yang dihasilkan dibuang begitu saja ke sungai tanpa melalui proses penyaringan terlebih dahulu. Dengan menggunakan pipa pralon yang langsung terhubung ke sungai membuat penduduk lebih mudah dan praktis untuk membuang ke sungai dari pada ke tempat penampungan lainnya.
283
Tidak hanya sampah cair saja yang membuat warna sungai menjadi semakin keruh, namun juga banyak sampah yang berupa plastik yang ada disungai hingga membuat aliran di sungai menjadi tersumbat dan banyak juga yang menumpuk di tengah dan pinggir sungai. Tumpukan sampah-sampah tersebut dapat dilihat dengan jelas ketika air sungai sedang surut atau kecil sehinnga pendangkalan akibat sampah sangat jelas terlihat. Selain sungai yang digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah rumah tangga bagi penduduk sekitar bantaran, ternyata sungai jenes juga berfungsi sama untuk masyarakat Laweyan yang jarak rumahnya agak jauh dari sungai. Hal ini terutama terlihat pada kelompok pembuat batik dimana sungai digunakan sebagai tempat untuk membunag limbah batik mereka namun sebelum limbah tersebut dibuang ke sungai terlebih dahulu diproses dengan menggunakan sisten IPAL yang ada di Laweyan. Setelah melalui berbagai proses di IPAL dan melalui pengujian oleh bidang yang ahli maka akhirnya sisa limbah hasil olahan tersebut berujung di sungai juga sebagai tempat pembuangan akhirnya. Walaupun memang limbah yang sudah diproses tersebut sudah layak untuk dibuang ke sungai karena tidak mengandung zat berbahaya lagi atau kandungannya sudah jauh berkurang tetapi dengan demikian akan mengganggu fungsi utama sungai sehingga sungai tersebut sudah tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya lagi. Hal tersebut sebagaimana pendapat Miller (1991) yakni sumber pencemar sungai berasal dari Point Sources yang merupakan sumber pencemar dengan membuang limbah cair melalui pipa, selokan atau saluran air kotor kedalam badan
284
air pada lokasi tertentu, seperti pabrik dan juga tempat pengolahan limbah cair yang dalam hal ini adalah IPAL yang hanya menghilangkan sebagian tetapi tidak seluruh zat cair. Semakin banyaknya limbah yang ada di Sungai Jenes juga merupakan pencemaran akibat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang dapat berupa kegiatan rumah tangga maupun kegiatan industri. Hal tersebut sebagaimana menurut Haslam (1992) dapat dirinci sebagai berikut : 1. Kegiatan domestik : kegiatan yang berasal dari lingkungan pemukiman baik yang berasal dari daerah perkotaan ataupun pedesaan. Limbah yang dibuang seperti deterjen, pencemar organik dan lain sebagainya. Dengan demikian masyarakat bantaran baik itu yang berada di Laweyan ataupun sekitarnya yang menggunakan pipa-pipa pembuangan ke sungai sisa pencucian dan sebagainya merupakan salah satu limbah yang berasal dari kegiatan domestik dan hal itu akan turut menyumbangkan limbah ke sungai. 2. Kegiatan industri : banyaknya industri yang berada di Laweyan dan sekitarnya juga ikut mempengaruhi kualitas sungai tersebut. Industri batik yang ada di Laweyan menggunakan sistem pengolahan limbah IPAL dengan tahapan proses penyaringan yang sangat lama juga menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan akhirnya. Selain itu industri-industri lain yang ada di luar Laweyan seperti Sukoharjo dan membuat sisa produksinya mengalir ke sungai walaupun itu hanya sebagian kecil dari limbah pabrik namun tetap saja warnanya akan mempengaruhi kualitas
285
sungai dan juga terkadang baunya yang sangat menyengat membuat warga bantaran sungai menjadi terganggu.
Matrik 1 Pemaknaan Sungai Bagi Masyarakat No. Masyarakat berdasar profesi dan asal daerah Pemaknaan sungai 1. Produsen batik/pengusaha, Laweyan Sungai sebagai front belakang 2. Tokoh masyarakat, Laweyan Sungai masih dipandang sebagai front belakang yang digunakan sebagai tempat pembuangan akhir dan juga pembuangan limbah, baik limbah rumah tangga maupun limbah industri yang berasal dari Solo, Sukoharjo dan sekitarnya. 3. Tokoh lingkungan hidup, Laweyan Sungai sebagai front depan yang perlu dijaga dan dipelihara agar ekosistem yang ada tetap terjaga dengan baik. 4. Pedagang batik, Wonogiri Sungai sebagai front belakang 5. Usaha/pembuat batik rumahan (home industri), Sungai sebagai front belakang Laweyan 6. Pegawai pabrik, Wonogiri Sungai sebagai front belakang 7. Pengurus IPAL Sungai sebagai front belakang 8. Pelajar Sungai sebagai front belakang 9. Pelajar Sungai sebagai front belakang 10. Wiraswasta/Pedagang Sungai sebagai front belakang 11. Ibu Rumah tangga Sungai sebagai front belakang
137
No. 1.
2.
3.
Matrik 2 Fungsi Sungai Jenes Bagi Masyarakat Masyarakat berdasar profesi dan asal Dulu daerah (sebelum tahun 1980-an) Produsen batik/pengusaha, Laweyan Sebagai tempat mencuci kain batik, sebagai sarana transportasi air yang berguna untuk perdagangan. Tokoh masyarakat, Laweyan Sebagai tempat mandi, dan bermain bagi anak-anak serta tempat untuk mencuci dan ngrumpi bagi kaum ibuibu. Tokoh lingkungan hidup, Laweyan Sebagai arena bermain dan juga mandi
4. Pedagang batik, Wonogiri 5. Usaha/pembuat batik industri), Laweyan
rumahan
(home Tempat mencuci kain batik
6. Pegawai pabrik, Wonogiri
-
7. Pengurus IPAL, Laweyan
Sebagai tempat mandi dan bermain, berkumpul bersama warga lain. Sebagai tempat bermain anak-anak -
8. 9. 10. 11.
Pelajar, Laweyan Pelajar, Laweyan Wiraswasta/Pedagang, Laweyan Ibu Rumah Tangga, Yogyakarta
Sekarang (sesudah tahun 1980-an) Sebagai tempat pembuangan akhir dari IPAL Sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga.
Sebagai salah satu target program yakni penanaman pohon dipinggir sungai untuk mencegah longsor dan juga banjir. Sebagai tempat pembungan sampah dan juga limbah rumah tangga. Sebagai tempat pembuangan sampah, limbah rumah tangga dan juga limbah industri. Sebagai tempat pembungan sampah dan limbah rumah tangga. Sebagai tempat akhir dari proses IPAL. Sebagai tempat membuang sampah Sebagai tempat membuang sampah Sebagai tempat sampah Sebagai tempat sampah 138
B.Pola Perilaku Masyarakat Terhadap Sungai Serta Dampaknya Terhadap Lingkungan di Laweyan Tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, baik pada lingkungan global maupun lingkup nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Perilaku masyarakat Laweyan dalam kaitannya dengan sungai dan juga lingkungan hidup sangat beragam. Perilaku masyarakat didasarkan pada adanya manfaat yang dapat diperoleh dan disarakan oleh masyarakat sehingga perilaku yang demikian diimbangi dengan cara pandang dari masing-masing masyarakat yang kuat menjadikan perilaku mereka menjadi terpola dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk diubah. Perilaku yang demikian sedikit banyak akan berdampak pula pada lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Seperti perilaku yang sudah menjadi wajar dilakukan oleh masyarakat adalah membuang sampah ke sungai. Di Laweyan sudah ada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang letaknya ada di dekat sungai dan juga disebelah bangunan IPAL serta di masing-masing rumah sudah ada keranjang sampah yang setiap dua hari sekali ada petugas sampah yang mengambil untuk kemudian dibuang ke TPA. Dengan membayar biaya kebersihan perbulannya maka masyarakat tidak usah repot untuk mengurusi sampah-sampah yang mereka hasilkan setiap harinya. Namun walaupun demikian masih ada juga masyarakat yang lebih memilih untuk membuang sampah
139
140
langsung ke sungai karena dirasakan lebih dekat dan juga lebih praktis daripada harus berjalan dahulu menuju ke tempat pembuangan sampah. Selain alasan tersebut juga karena sampah yang sudah menumpuk banyak tetapi masih belum juga diambil oleh petugas. Hal ini membuat masyarakat bantaran memilih untuk langsung membuang sampah ke sungai. Dengan jarak yang sangat dekat atau bahkan dapat dikatakan halaman belakang masyarakat bantaran adalah sungai maka tak heran jika masyarakat sekitar bantaran memilih hal itu dilihat dari segi kepraktisan dan kecepatannya. Masyarakat sadar dan tahu kalau membuang sampah ke sungai merupakan suatu kebiasaan yang buruk karena dapat menyebabkan banjir dan juga merusak pemandangan sungai dan membuat sungai tidak mampu lagi berfungsi sebagaimana mestinya, namun kebiasaan membuang sampah ke sungai tetap saja dilakukan karena sudah terbiasa atau orang jawa menyebutnya sudah kulino sehingga mereka santai-santai saja melakukan hal itu. Pemaknaan masyarakat terhadap sungai Jenes adalah sungai sebagai front belakang sehingga tak heran jika selama ini digunakan sebagai tempat pembuangan limbah industri baik itu rumah tangga maupun pabrik-pabrik sekitar. Perilaku masyarakat yang demikian sulit untuk dirubah selain kurangnya kesadaran masyarakat akan pemeliharaan lingkungan juga karena tidak adanya peraturan yang secara jelas mengatur hal itu. Sehingga masyarakat sekitar cenderung untuk mengabaikan dan juga bersikap acuh tak acuh. Sebagian masyarakat yang berperilaku tidak peduli terhadap lingkungan sungai adalah berasal dari kampung atau desa tetangga yang memang jaraknya
141
sangat dekat dengan sungai. Sungai yang sekaligus menjadi pembatas antar daerah tersebut hanya terdapat sebuah jembatan penghubung sehingga sangatlah mudah jika hanya sekedar membuang sampah ke sungai. Kebiasaan masyarakat tersebut jelas terlihat pada waktu sore hari sekitar pukul 4 sore dan hal itu hampir berlangsung setiap harinya. Untuk masyarakat Laweyan sendiri terkait dengan perilakunya dalam menjaga kualitas lingkungan hidup yang ada disana dapat dikatakan sudah cukup baik. Walaupun juga masih ada warga yang menyalahi aturan. Hal ini kembali lagi pada kepribadian pada tiap-tiap individu. Meskipun sudah ada penyuluhan dan aturan tetapi jika pada dasarnya individu tidak mempunyai rasa kepedulian yang tinggi tetap saja akan melanggar aturan yang ada. Perilaku masyarakat yang demikian jika ditafsirkan melalui pemahaman Weber yakni interpretatie understanding atau yang lebih sering disebut vestehen maka dari hasil penelitian yang ada dapat bahwa motif masyarakat dalam berperilaku setiap harinya yakni membuang sampah dan juga limbah rumah tangga langsung ke sungai karena memang sudah merupakan suatu kebiasaan dan sudah kulino dan juga tidak adanya aturan yang jelas yang ada dimasyarakat, selain itu pemaknaan masyarakat terhadap sungai yang sudah mulai berubah yakni sungai dimaknai sebagai front belakang yang berfungsi sebagai tempat pembuangan. Perilaku masyarakat tersebut dalam kaitannya dengan Teori Perilaku Sosial adalah masyarakat dalam berperilau setiap harinya memperhitungkan adanya reward atau ganjaran yang akhirnya diwujudkan dalam suatu bentuk
142
tingkah laku pada lingkungan dimana ia tinggal. Reward yang diperoleh dapat berupa keuntungan maksimal yang dapat dirasakan oleh individu dan juga pertimbangan akan untung dan rugi yang diterima. Masyarakat dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari dapat digambarkan sebagai berikut : · Mendapatkan keuntungan maksimal Rumah
Sungai 1-2 meter
Dengan jarak yang demikian dekatnya antara rumah dengan sungai membuat masyarakat mudah untuk membuang sampah. Baik itu sampah padat maupun sampah cair yang dihasilkan oleh limbah rumah tangga seperti deterjen sisa pencucian maupun limbah cair lainnya. Proses pembuangan limbah yang hampir terjadi setiap harinya tersebut terjadi melalaui pipa-pipa pralon yang langsung dihubungkan ke sungai. Tidak membutuhkan pipa yang panjang karena jarak dengan sungai begitu dekat. Dengan kemudahan inilah maka dapat dikatakan masyarakat akan mendapatkan keuntungan maksimal karena tidak harus berjalan jauh untuk membuang sampah dan juga tidak perlu ikut dalam IPAL karena biaya yang dikeluarkan mahal yakni dengan membuat pipa perpanjangan sendiri dari tempat pembuangan limbah IPAL sampai dengan jarak rumah masing-masing. Selain itu dalam ikut menjadi anggota IPAL juga harus membayar iuran setiap bulannya untuk biaya perawatan dan juga untuk membayar petugas perawatan di IPAL. Dengan saluran pipa yang dibuat
143
langsung dihubungkan ke sungai maka tidak perlu terlalu panjang pipanya dan juga setiap bulannya tidak harus membayar biaya apapun sehingga lebih praktis. Hal inilah yang menjadi pola pikir dari masyarakat yang tinggal di bantaran sungai sehingga dengan demikian akan diperoleh keuntungan maksimal. · Pertimbangan untung rugi Untuk pertimbangan untung rugi dalam berperilaku didasarkan pada letak atau jarak rumah dengan sungai sehingga warga pembuat batik yang rumahnya bantaran sungai dan tepat disisi sungai menjadi keuntungan tersendiri karena limbah batik buatannya tidak memerlukan penyaringan dalam proses pengolahan limbah, dimana yang dalam masyarakat Laweyan tergabung dalam IPAL. IPAL yang dibangun di Laweyan digunakan oleh sebagian pengusaha batik dengan skala industrinya yang besar. Dengan pembuatan batik dengan jumlah yang banyak untuk setiap harinya maka jumlah limbah yang dihasilkannya pun juga banyak. Jika masing-masing pengusaha tidak mempunyai tempat penampungan limbah sendiri maka limbah yang dihasilkan akan menjadi masalah yang sangat mengganggu. Pembuatan IPAL dan juga saluran pipanya membutuhkan biaya yang besar. Masyarakat Laweyan yang tinggal di bantaran adalah dengan produksi batik yang hanya sedikit. Kebanyakan adalah industri batik rumahan dengan modal yang kecil dan juga tenaga kerja adalah anggota
144
keluarga sendiri. Dengan omset penjualan yang tidak begitu banyak dan juga tempat tinggal berdekatan dengan sungai maka dipilih pembuangan limbah batiknya langsung dialirkan ke sungai. Tanpa melalui proses yang lama dan panjang maka mereka juga dirasakan lebih irit dan praktis. Perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat juga tidaklah lepas dari etika yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adanya suatu etika akan membuat manusia berperilaku sesuai aturan atau tidak. Dengan demikian perilaku mereka juga dapat dinilai baik atau buruk. Dalam teori etika disebutkan bahwa suatu tindakan dipengaruhi oleh kemajuan intelektual dan juga budaya serta cara pikir. Hal ini terlihat dalam perilaku yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini. Masyarakat Laweyan terdiri dari golongan pengusaha dan juga golongan rakyat biasa. Pada kelompok pengusaha batik yang sudah mempunyai nama dan juga produknya sudah terkenal tentu saja akan berperilaku yang berbeda dengan pembatik rumahan biasa yang memang produksi batiknya hanya secara manual dengan hasil per harinya yang tidak lah terlalu banyak. Selain itu faktor usia juga mencerminkan perilaku yang berbeda. Jika dibandingkan antara kedua pembuat batik ini maka akan jelas terlihat pola perilakunya yakni : -
Pembatik rumahan (bukan pengusaha) : Dalam proses pembuatan batik yang hanya berjumlah sedikit tentunya dalam proses pewarnaan juga akan ada limbah sisa bahan pewarna. Sisa bahan pewarna
145
tersebut dibuang ke sungai secara langsung melalui pipa pembuangan tanpa melalui proses penyaringan atau pengolahan terlebih dahulu. -
Pembatik yang punya pabrik (pengusaha) : Membuat batik dalam jumlah yang besar untuk setiap harinya. Hasil akhirnya akan samasama menghasilkan limbah sisa pewarnaan. Sisa pewarnaan juga akan dibuang ke sungai tetapi tidak secara langsung, namun melalui proses penyaringan terlebih dahulu dalam IPAL yang ada di Laweyan. Dengan demikian walaupun sama-sama membuang limbah pewarna batik ke sungai namun terlihat jelas berbeda cara dan juga metode yang digunakan sehingga kadar limbah yang dibuang juga akan dirasakan lebih sedikit zat berbahayanya.
Dari kedua perbandingan diatas maka jelas terlihat bahwa pola perilaku yang dilakukan oleh masyarakat terutama untuk pembungan limbah batik yang ada di Laweyan juga berbeda dan dipengaruhi oleh intelektual, budaya serta cara pikir pada tiap individu. Suatu tindakan dinilai baik dan buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Sebaliknya suatu tindakan dinilai buruk secara noral karena tindakan itu memang buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk dilakaukan. Hal ini dalam teori etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut baik atau buruk.
146
Dalam perspektif ini, membuang limbah ke sungai akan dinilai buruk secara moral bukan karena akibatnya yang merugikan. Tindakan ini dinilai buruk karena tidak sesuai dengan kewajiban moral untuk hormat kepada alam. (respect for nature). Perbedaan perilaku antara masyarakat juga dapat dibedakan berdararkan usianya. Informan yang masih duduk di bangku TK yakni masih berumur 4 tahun dalam berperilaku sehari-hari lebih meniru pada kebiasaan orang tua. Anak belum bisa membedakan apakah perilaku tersebut baik atau buruk yang jelas apa yang dilakukan oleh orang tuanya itulah yang ditiru olehnya. Hal yang berbeda ditemukan pada informan yang berusia 7 tahun yakni yang duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar. Informan ini adalah perempuan. Dalam berperilaku tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang tua, namun lebih pada apa yang dipandangnya benar. Pelajaran yang diberikan oleh orang tua dan juga oleh guru yang ada di sekolah digabungkan sehingga perilakunya terhadap lingkungan lebih terkendali. Walaupun keduanya sama-sama masih anak, Namun terdapat sedikit perbedaan. Mereka sama-sama masih membuang bungkus makanan atau es ke sungai namun dengan frekuensi yang berbeda. Informan yang duduk di bangku SD hanya kadang-kadang membuang bungkus makanannya ke sungai karena terkadang mengingat akan pelajaran yang diberikan di sekolah yakni membuang sampah ke sungai dilarang karena dapat menyebabkan banjir. Sedangkan anak yang masih duduk dibangku TK masih belum begitu memperhatikan aturan-aturan dan larangan yang diberikan di sekolah.
147
Kecenderungan perilaku individu dalam masyarakat Laweyan juga dapat dilihat dari : v Kecenderungan Peranan (Role Disposition) Kecenderungan ini mengacu pada tugas, kewajiban serta posisi yang dimiliki. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut : Produsen Batik : Kegiatan utama yang dilakukan tentunya adalah membuat batik. Dalam Hal lingkungan hidup, partisipasi terbesarnya terlihat dari keikutsertaannya dalam IPAL. Pembuangan limbah yang diproses melalui IPAL merupakan suatu perilaku yang diperlihatkan tentang kepeduliannya terhadap lingkungan. Tokoh Masyarakat (FKKBL) : Tugas serta peranan terbesar dari FPKBL ini adalah mempromosikan batik dan membuat kawasan Laweyan semakin diminati oleh wisatawan. Dengan demikian forum melakukan tindakan yang dapat memajukan lingkungan hidup untuk menunjang promosi batiknya. Dengan lingkungan yang nyaman dan bersih maka diharapkan akan semakin banyak wisatawan yag berkunjung ke Kampoeng Batik Laweyan ini. Tokoh Lingkungan Hidup : Masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Laweyan Peduli Lingkungan Hidup secara otomatis akan melakukan kegiatan-kegiatan dan membuat suatu program-program untuk memajukan lingkungan di kawasan Laweyan. Tindakan yang secara nyata sudah dilakukan adalah membuat program kampoengku hijau di Laweyan dengan penanaman pohon-pohon yang mampu
148
menjadikan sumber resapan air sehingga akan membuat Laweyan lebih hijau dan juga teduh. Program tersebut sekarang ditindak lanjuti dengan lomba penanaman pohon juga yang berlokasi di gang-gang dan juga pinggir jalan dengan tujuan membuat keindahan di Laweyan dan juga keteduhan dan menarik wisatawan agar mau berkunjung di Laweyan. Sosialisasi-sosialisasi pun juga dilakukan agar warga Laweyan semakin antusias untuk mengikuti lomba ini. Pengurus IPAL : Kegiatan yang secara nyata dilakukan adalah mengurus jalannya proses IPAL agar proses penyaringan lancar dan tidak tersumbat. Perilaku inilah yang setiap harinya dilakukan dalam partisipasinya terhadap lingkungan hidup di Laweyan. v Kecenderungan Sosiometrik (Sociometric Disposition) Di Laweyan juga ada hubungan antar kelembagaan yang saling menopang untuk kemajuan Laweyan yakni terlihat dari FPKBL dan juga dari
FMLPLH
dimana program
yang dijalankan
juga
berhubungan dan saling menopang. v Ekspresi (Expressi Disposition) Hal ini terlihat dari kebiasaan masyarakat dalam ikut serta menjaga sungai yang dilakukan dengan cara-cara yang berbeda. Masyarakat biasa melakukannya dengan membuang sampah pada tempat sampah, sedangkan tokoh masyarakat yang ada di Laweyan dengan membuat program yang berkaitan dengan sungai dan juga lingkungan yakni program kali bersih (prokasih) dengan menanam pohon-pohon di
149
pinggir sungai dan juga membuat sumur-sumur resapan agar sungai tidak banjir. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Laweyan, perilaku individu ditentukan oleh faktor personal yang ada pada tiap-tiap individu sehingga dalam bertindak sesuai dengan kemauan masing-masing individu. Hal ini juga sebagaimana diungkap oleh McDougall yang menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Selain itu perilaku yang diperlihatkan oleh masyarakat Laweyan juga berhubungan dengan kebiasaan atau pakulinan yang menurut Edward E Sampson ada suatu komponen kognitif yakni perilaku yang berhubungan dengan kebiasaan dan juga kemauan bertindak. Dari perilaku masyarakat yang sebagian besar sudah merupakan suatu kebiasaan tersebut maka sering kali juga menimbulkan suatu dampak. Dampak yang terjadi dapat berupa dampak yang positif dan juga dampak negatif. Dampak negatif yang dialami masyarakat Laweyan adalah seringnya terjadi banjir jika hujan datang dan tak jarang juga banjir tersebut menggenangi jalan-jalan Laweyan dan juga airnya msuk ke rumah-rumah warga. Hal ini terutama dialami oleh masyarakat yang rumahnya dekat dengan sungai atau masyarakat bantaran. Jalanan juga menjadi becek akibat banjir melanda. Selain dampak negatif juga terdapat dampak positif akibat perilaku yang dilakukan oleh masyarakat terutama yang tergabung dalam sebuah forum yang ada di Laweyan yakni FPKBL dan juga FMLPLH. Dari kegiatan dan juga program yang dibuat menghasilkan Kampoeng Laweyan kini menjadi teduh, hijau dan juga nyaman tidak seperti dulu yang
150
terlihat sangat gersang. Dengan suasana Laweyan yang demikian juga menjadikan pengunjung atau wisatawan lebih tertarik untuk mengunjungi Laweyan sebagai tempat wisata dan belanja batik.
151
No. 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7. 8. 9. 10.
11.
No.
Matrik 3 Pola Perilaku Masyarakat Terhadap Sungai dan Lingkungan Masyarakat berdasar Concern Non Concern profesi dan asal daerah Produsen batik/pengusaha, Berpartisipasi dalam Membuang sampah ke Laweyan IPAL, penggunaan tempat sampah pewarna alami Tokoh masyarakat, Laweyan Berpartisipasi dalam Membuang sampah ke IPAL, Program tempat sampah, Kampoeng Laweyan membersihkan Hijau, Sosialisasi lingkungan sekitar penggunaan pewarna alami Tokoh lingkungan hidup, Berpartisipasi dalam Membuang sampah ke Laweyan Kampoeng Laweyan tempat sampah, kerja Hijau, Mengadakan bakti membersihkan lomba lingkungan yang lingkungan teduh dan hijau, Membuat sumur resapan, dan juga program prokasih (program kali bersih) Pedagang batik, Wonogiri Membuang sampah ke sungai Usaha/pembuat batik - Membuang sampah, rumahan (home industri), limbah rumah tangga Laweyan dan juga limbah industri ke sungai Pegawai pabrik, Wonogiri - Membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai Pengurus IPAL Merawat, menbersihkan Membuang sampah ke bangunan IPAL tempat sampah Pelajar, Laweyan - Membuang sampah ke sungai Pelajar, Laweyan - Membuang sampah ke sungai Wiraswasta/Pedagang, Partisipasi dalam lomba- Membuang sampah ke Laweyan lomba yang diadakan sungai oleh forum Ibu Rumah Tangga, - Membuang sampah ke Yogyakarta sungai Matrik 4 Dampak Perilaku Masyarakat terhadap Sungai dan Lingkungan Perilaku
Dampak
152
1. Pengolahan melalui IPAL 2. Pemakaian alami
Positif limbah Limbah lebih terkontrol (kadar zat berbahaya berkurang) pewarna Lebih ramah lingkungan, mengurangi limbah
3. Membuang sampah ke tempat sampah 4. Menjalankan program Kampoeng Laweyan Hijau 5. Mengadakan lomba lingkungan yang teduh dan hijau 6. Membuat sumur-sumur resapan 7. 8. 9. 10.
11.
Lingkungan menjadi bersih Laweyan menjadi tidak gersang dan panas sehingga terasa lebih indah Lingkungan menjadi teduh dan juga semakin hijau
Negatif Bau yang menyengat disekitar bangunan IPAL Pemakaian yang berlebihan dalam jumlah yang besar akan merusak lingkungan -
-
Mengurangi kemungkinan banjir dan meresap air limbah Membuat program kali Pinggiran kali lebih tertata bersih (prokasih) dan mengurangi longsor Mengadakan kerja Lingkungan menjadi bersih bakti dan rapi Membuang sampah ke - Sungai menjadi kotor, sungai sering banjir Membuang limbah - Air sungai menjadi keruh rumah tangga ke dan tercemar sungai Membuang limbah - Air sungai tercemar, industri langsung ke keruh dan merusak sungai ekosistem sungai
153 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pemaknaan dan fungsi sungai bagi masyarakat bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan berbeda berdasarkan waktunya a. Sebelum tahun 1980-an Sebelum tahun 1980-an sungai dianggap sangat bermanfaat bagi masyarakat Laweyan. Keberadaan sungai Jenes memberikan arti tersendiri bagi masyarakat. Sungai digunakan sebagai sarana transportasi air yang membantu saudagar-saudagar batik untuk melakukan pengangkutan batik. Selain itu pengusaha batik mendatangkan bahan baku batiknya yang berupa kain dan pewarna juga melawati sungai ini. Selain sebagai sarana perdagangan, sungai juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat. Setiap harinya masyarakat datang ke sungai untuk mencuci kain batik buatannya. Dengan demikian masyarakat lebih sering bertemu dan suasana keakraban masih dapat terjalin dan masih mampu dirasakan oleh masyarakat Laweyan. Pada zaman dahulu masyarakat membuat batik masih dengan skala yang kecil dan kebanyakan dari mereka membuat batik tersebut untuk keperluan sendiri. Fungsi sungai lainnya adalah sebagai tempat bermain dan juga tempat mandi bagi masyarakat sekitar. Dengan kondisi air yang masih jernih dan masih segar maka sungai menjadi tempat bermain yang sangat diminati oleh penduduk terutana oleh anak-anak. Dengan senangnya mereka berenang dan juga bercanda di sungai tanpa harus merasa
154 takut dan was-was karena memang kondisi sungai pada waktu itu yang masih dangkal dan tidak membahayakan. Tepatnya di pinggir-pinggir sungai banyak terdapat lubang galian seperti sumursumur kecil yang oleh masyarakat biasanya disebut belik yang akan keluar airnya dan digunakan sebagai tempat mandi bagi penduduk. Di samping belik banyak terdapat batubatu yang biasanya digunakan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat terutama ibuibu untuk mencuci atau juga hanya sekedar ngomong-ngomong dengan masyarakat lain. b. Sesudah tahun 1980-an Seiring dengan semakin banyaknya pabrik dan juga industri besar yang ada di Laweyan dan daerah sekitarnya membuat kondisi sungai juga semakin berubah. Air sungai yang semakin keruh dan kotor karena terkena limbah dari industri tersebut dan juga kondisi kedalaman sungai yang mejadi semakin dalam membuat masyarakat sekitar juga berpandangan lain dan mengartikan sungai yang jauh berbeda dengan zaman dahulu. Sekarang sungai dipandang sebagai front belakang. Pada zaman dulu ketika kondisi sungai masih jernih maka masyarakat juga menghormati sungai dengan cara tidak membuang sampah ke sungai. Sampah-sampah yang mereka hasilkan dibakar, namun sekarang cara pandang masyarakat sudah jauh berubah. Sungai digunakan sebagai tempat pembuangan sampah bagi masyarakat bantaran yang memang jarak tempat tinggalnya dengan sungai hanya 1-2 meter saja atau dapat dikatakan bahwa sungai sebagai halaman belakang rumah-rumah warga yang memang posisinya tepat dibantaran. Warga yang masih membuang sampah rumah tangganya ke sungai memberikan alasan karena lebih praktis dengan hanya melempar saja maka sampah-sampah tersebut sudah masuk ke sungai dan hanyut terbawa arus sungai. Dengan demikian warga merasa tidak perlu repot
155 dan juga tidak usah menunggu sampah petugas sampah mengambil sampah-sampah mereka. Dengan halaman belakang mereka adalah sungai maka sampah yang mereka buang ke sungai juga tidak akan kelihatan karena masih tertutup oleh rumah mereka sehingga tetangga atau masyarakat lain tidak akan mengetahui kalau mereka membuang sampahnya ke sungai. Selain karena faktor kedekatan atau jarak rumah dengan sungai masih ada faktor lain yang menjadi motif mengapa meraka membuang sampah ke sungai yakni karena kebiasaan atau menurut bahasa jawa adalah kulino. 2. Pola perilaku masyarakat terhadap sungai serta dampaknya terhadap lingkungan di Laweyan Perilaku masyarakat sangat beragam jenisnya. Baik itu perilaku yang menyangkut kepentingan individu maupun perilaku yang menyangkut kepentingan masyarakat atau orang banyak. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku tersebut juga berbeda ada yang berdampak pada diri sendiri dan juga ada yang berdampak pada lingkungan sekitar. Dari penelitian yang dilakukan, maka perilaku masyarakat Laweyan dalam kaitannya dengan menjaga ekosistem sungai dan juga lingkungan sekitarnya berbeda antar satu dengan yang lainnya. Perbedaan perilaku masyarakat tersebut selain dikarenakan faktor kebudayaan dan juga pola pikir juga dikarenakan faktor profesi atau pekerjaan yang dimiliki. Produsen atau pengusaha batik akan berperilaku yang berbeda dengan pembuat batik rumahan atau home industri walaupun sama-sama membuat batik. Hal ini terlihat dari perilakunya dalam hal membuang sisa produksi yang berupa limbah cair dari batik. Seorang pengusaha dalam memperlakukan limbah batiknya dengan ikut dalam IPAL
156 yang ada di Laweyan. Dengan demikian limbah batik sisa produksinya akan diolah terlebih dahulu dengan sistem IPAL dan kemudian baru dibuang ke sungai. Setelah melewati proses pengolahan yang panjang maka limbah batiknya akan lebih berkurang zat-zat berbahayanya dan lebih aman jika walaupun dibuang ke sungai. Sedangkan untuk home industri sisa limbah batiknya langsung dibuang ke sungai dengan membuat pipa yang menghubungkan tempat produksinya dengan sungai sehingga ketika limbah tersebut masuk ke sungai maka akan jelas terlihat kondisi air sungai yang menjadi berubah merah dan hitam atau juga berubah warna karena limbah tersebut. Perbedaan pola perilaku juga terlihat dalam masyarakat dengan profesi sebagai pegawai pabrik, pengurus IPAL dan juga tokoh masyarakat dan tokoh lingkungan hidup yang ada di Laweyan. Dalam kehidupan sehari-hari tokoh masyarakat dan tokoh lingkungan hidup akan lebih berperan banyak terhadap lingkungan sekitar jika dibandingkan dengan pegawai pabrik. Pola perilaku dari tokoh masyarakat dan tokoh lingkungan hidup akan lebih banyak memberikan manfaat atau dampak yang positif terhadap lingkungan daripada perilaku masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai pabrik yang cenderung tidak bersahabat dengan lingkungan. Perilaku yang tercermin dari tokoh masyarakat dan tokoh lingkungan hidup yang lebih bersahabat dengan alam yakni dengan membuat program-program terkait dengan lingkungan seperti pengelolaan limbah melalui IPAL, Kampoeng Laweyan Hijau, lomba lingkungan teduh dan hijau, pembuatan sumur resapan, sosialisasi pemakaian pewarna alami, program kali bersih (prokasih). Sedangkan perilaku yang dilakukan oleh masyarakat yang sebagai pegawai pabrik adalah membuang sampah dan juga limbah
157 rumah tangganya ke sungai. Hal ini jelas akan semakin cepat merusak ekosistem sungai dan menambah pencemaran di sungai. Disamping itu perilaku yang berbeda juga dibedakan menurut usia informan. Informan yang masih duduk di sekolah dasar dan taman kanak-kanak dalam menentukan perilakunya lebih meniru pada perilaku dari orang tuanya. Walaupun juga tidak sepenuhnya demikian. Perilku yang diperlihatkan oleh anak SD juga didasari atas pelajaran yang diberikan oleh guru disekolah sehingga anak terkadang menurut jika dilarang untuk membuang sampah ke sungai karena akan mengakibatkan banjir. Dari berbagai perilaku masyarakat tentunya akan berujung pada dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari pola perilaku masyarakat tersebut adalah Laweyan sekarang menjadi sebuah kawasan yang lebih hijau dan tidak gersang. Semakin banyak pohon dan tanaman membuat Laweyan semakin banyak dikunjungi sebagai kawasan wisata. Selain itu kampung ini juga terasa lebih nyaman dan teduh. Dengan adanya tempat pembuangan sampah dan petugas sampah yang mengangkut membuat lingkungan di Laweyan menjadi bersih dan tertata rapi. Selain dampak positif diatas juga ada dampak negatif yakni dengan pembuangan sampah ke sungai membuat sungai tersumbat karena banyaknya tumpukan sampah. Adanya limbah batik yang langsung dibuang ke sungai juga membuat air sungai ini menjadi keruh dan berwarna. Jika musim hujan datang sering terjadi banjir di kawasan bantaran. Rumah-rumah yang dibangun tepat dibantaran sungai selalu terkena banjir jika musim penghujan datang. Banjir juga menggenangi jalan sehingga jika sudah surut akan mengakibatkan jalan becek dan lingkungan menjadi kotor.
158 B. Implikasi B.1. Implikasi Teoritik Penelitian tentang “Pola Perilaku Sosial Masyarakat Bantaran Sungai Jenes di Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta” menggunakan teori perilaku sosial dimana konsep dasarnya adalah adanya ganjaran atau reward yang akan diterima, selain itu juga teori etika lingkungan yang mengedepankan adanya moral dalam melakukan suatu tindakan terhadap lingkungan. Dalam melakukan suatu tindakan sosial Weber menganjurkan melalui penafsiran dan pemahaman (interpretatie understanding) atau oleh Weber sendiri disebut Verstehen. Dalam teori perilaku sosial manusia pada dasarnaya mencari keuntungan maksimal dari perilakunya dan berfikir untung rugi pada saat melakukan sesuatu. Hal tersebut jika dalam teori etika terdapat sebuah sistem etik yang menggerakkan tindakan atau keputusan dan akan sangat dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang dialami oleh sang pelaku. Sementara itu, frame budaya dimana sang pelaku membina kehidupan akan sangat mempengaruhi cara berpikir yang dianut oleh sang pelaku. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa karakteristik etika yang dikembangkan oleh setiap pelaku (manusia) akan sangat ditentukan oleh derajat kemajuan atau capaian budaya (peradaban) dalam sistem masyarakatnya. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pola perilaku masyarakat bantaran sungai terhadap lingkungan merupakan senuah perilaku yang menginginkan adanya suatu ganjaran tersendiri dan juga perilaku tersebut didasarkan pula pada kemajuan intelektual pada masing-masing individu. Perilaku masyarakat juga berdasarkan budaya yang telah lama melekat dan sulit untuk dilepaskan yaitu budaya kulino walaupun masyarakat sadar bahwa tindakannya salah dan tidak baik untuk dilakukan tetapi dianggap sebagai sesuatu
159 yang wajar karena memberikan keuntungan tersendiri bagi pelaku. Perilaku yang paling jelas terlihat dan merupakan suatu bentuk pakulinan masyarakat adalah membuang sampah ke sungai. Hal ini dianggap wajar karena masyarakat yang melakukan hal tersebut merasa lebih mudah, praktis dan tidak repot serta cepat untuk mengaksesnya.
B.2. Implikasi Empiris Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah pola perilaku selalu didasari oleh sifat kulino dan juga karena masyarakat menginginkan adanya reward dari perilakunya. Secara empiris kesimpulan ini didapat dari adanya pemaparan bahwa sifat kulino dan reward akan mempengaruhi perilaku individu yang ada di Laweyan. Sifat kulino tersebut dapat dilatarbelakang oleh budaya, moral dan juga intelektual pada masing-masing individu. Sedangkan reward muncul dari segi kemudahan, kepraktisan, dan kecepatan serta manfaat yang diinginkan. Setelah melakukan penelitian muncul pemahaman bahwa: 1. Ganjaran/ reward mempunyai pengaruh yang kuat untuk seseorang berperilaku. 2. Perilaku sosial yang dilakukan masyarakat juga didasari sifat kebiasaan atau kulino. 3. Adanya perilaku yang peduli terhadap lingkungan didasari oleh moral dan intelektual dari individu yang bersangkutan.
160
C. Saran Mengacu pada hasil dan kesimpulan di atas, penulis merekomendasikan saran sebagai alternatif dan tindakan sebagai berikut: 1. Tokoh Masyarakat Laweyan harus lebih sering membuat program dan memunculkan ide-ide baru terkait dengan lingkungan agar masyarakat semakin terbiasa dan menjadi semakin sadar untuk berperilaku yang bersahabat terhadap lingkungan. 2. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengeluarkan suatu peraturan. Dalam hal ini peraturan yang terkait dengan IPAL agar pengelolaannya berjalan dengan baik dan juga terkontrol sehingga perlu adanya suatu monitoring dan evaluasi secara langsung dari pemerintah untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dari sistem yang telah dibuat. 3. Bagi Forum dan Pemerintah harus lebih sering lagi membuat program terkait dengan lingkungan hidup dan penanganan limbah serta memberikan pemberdayaan atau keterampilan kepada masyarakat untuk mendaur ulang sampah dengan cara memberikan reward agar masyarakat lebih tertarik untuk berpartisipasi.
161 DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Dahuri, R. 2000. Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Pesisir , Journal Ekologi dan Pembangunan No.4 Agustus 2000, PPSDAL -LP Unpad. David Krantz dan Brad Kifferstein. 2009. Water Pollution and Society. online (http://www.umich.edu/~gs265/society/waterpollution.htm). Djamal Irwan, Zoer’aini. M.Si. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasai Ekosistem, Komunitas dan Lingkungan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Dwiyatmo B, Kus. 2007. Pencemaran Lingkunagn dan Penanganannya. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama. Eka. 2009. Pencemaran Lingkungan. online (http://eka548.blogspot.com/2009/01/pencemaran-lingkungan-dalampandangan.html) Funannan. 2009. Relations The Oil Trade Between China and Angola. online. ( http://www.focusire.com/archives/203.html). Gayo, Yusuf. 1994. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta: PT Pradnya Paramita.. Keraf, Sonny. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. Linsley, RK dan Franzini, JB. 1995. Tehnik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III. terjemahan Djoko Sasongko, Jakarta: Penerbit Erlangga. Moleong, Lexy. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
162 Nanath.2008.PsikologiKomunikasi.online(http://kuliahkomunikasi.com/2008/06/ diakses 9 januari 2009 jam 17:26) Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. Petra, Eimer. Pengelolaan Internal yang Baik (Good Housekeeping). GTZ. Priyatmono, Alpha Febela. 2004. Studi Kecenderungan Perubahan Morfologi Kawasan di Kampung Laweyan Surakarta. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Ritzer, George dan Goodman, Douglas. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Siwi,
Mahmudi.
2009.
Ekologi
Manusia:
Sosiologi
Lingkungan.
online.
(http://mahmudisiwi.net/ekologi-manusia-sosiologi-lingkungan diakses 9 Januari 2010). Slamet, Yulius. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press. Soerjono, Soekanto dan Brotosusilo, Agus. 1986. Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Rajawali. Sudrajat,Akhmad.2008.PerilakuSosial.online(http://akhmadsudrajat.wordpress. com/2008/01/24/perilaku-sosial) Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Suyono. 2009. Profil Kelurahan Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Surakarta: Panitia Dana Pembangunan Kelurahan. Syamsuddin Makmum, Abin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.
163 Ting, Sajogyo. 1982. Ekologi Pedesaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Wahyu. 2007. Media Informasi Lingkungan Jawa Tengah edisi Januari. Jawa Tengah: Bappedal Propinsi Jawa Tengah. Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Widayati, Naniek. 2002. Permukiman Pengusaha Batik di Laweyan Surakarta. Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun 2007 Data Monografi Kelurahan Laweyan tahun 2009 Panduan Penerapan Eko-Efisiensi Usaha Kecil Menengah sektor Batik http://kuliahkomunikasi.com/2008/06/faktor-personal-yang-mempengaruhi-perilakumanusia