PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG
Oleh Mufidah Atho’Atun A34204020
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN MUFIDAH ATHO’ATUN. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang. Dibimbing oleh INDUNG SITTI FATIMAH dan SITI NURISJAH. Penelitian ini bertujuan untuk membuat perencanaan lanskap kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang sebagai kawasan pelestarian dan meningkatkan kunjungan wisata ke kawasan ini. Tujuan khusus perencanaan ini yaitu: (1) Melakukan identifikasi dan deskripsi sumberdaya kawasan untuk wisata dan pelestarian (2) Melakukan analisis terhadap
sumberdaya kawasan (3)
Membuat zonasi wisata dan zonasi pelestarian, (4) Merencanakan berbagai aktivitas dan fasilitas pendukung wisata dan pelestarian, dan (5) Merencanakan lanskap kawasan wisata untuk tujuan pelestarian kawasan budaya tersebut. Lanskap pada tapak penelitian memiliki nilai sejarah dan budaya sebagai kawasan penyebaran Agama Islam oleh Sunan Bonang. Kawasan penyebaran ini memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi sehingga perlu dilestarikan. Namun, belum adanya perencanaan kawasan yang optimal merupakan kendala dari upaya pelestarian tersebut. Untuk itu, diperlukanlah suatu konsep pengembangan kawasan yang terdiri dari upaya pelestarian dan pemanfaatan kawasan dalam bentuk wisata budaya Islam. Perencanan kawasan ini mencakup pembuatan zonasi wisata dan jalur interpretasi yang terintegrasi dalam suatu Perencanaan Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang. Lokasi pelaksanaan studi perencanaan lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang meliputi beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk wilayah yang berada di Jawa Timur meliputi Pulau Bawean, Kediri, Tuban, Lamongan, Ampel (Surabaya), dan untuk wilayah Jawa Tengah meliputi Kabupaten Rembang, Pati, Kudus, Batang, dan Demak. Metode perencanaan lanskap yang digunakan adalah dengan pendekatan sumberdaya dan pendekatan aktivitas untuk perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Tahapan perencanaan yang meliputi tahapan persiapan studi, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan yang meliputi deskripsi dan gambar-gambar perencanaan. Pada tahap analisis dilakukan dengan metode skoring, analisis spasial, dan analisis deskriptif.
Hasil penilaian menunjukkan bahwa lokasi yang memiliki nilai tinggi adalah Desa Bonang, Desa Kutorejo, dan Desa Ampel. Oleh karena itu Desa Bonang, Desa Kutoharjo, dan Desa Ampel merupakan lokasi referensi utama perencanaan lanskap wisata budaya Islam Sunan Bonang dan berada pada cluster tinggi. Lokasi yang berada pada cluster sedang yaitu; Desa Drajat, Desa Pekalongan, Desa Kauman, dan Desa Demak, sedangkan yang berada pada cluster rendah yaitu; Desa Singkal, Desa Kajen, dan Desa Blado Berdasarkan hasil analisis berbagai aspek yang terdapat di tapak referensi utama (cluster tinggi) dapat dilihat adanya potensi dan kendala pada tapak untuk pengembangan wisata budaya. Dari potensi dan kendala tersebut direncanakan suatu upaya pemanfaatan terhadap potensi dan solusinya. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan merencanakan pengembangan fisik, yaitu pembagian ruang wisata budaya berdasarkan objek dan atraksi terseleksi. Pembagian ruang wisata ini merupakan dasar dari pemanfaatan kawasan dan juga upaya untuk melakukan pelestarian kawasan agar tetap terjaga ketersediaannya. Keanekaragaman objek dan atraksi, baik dari segi fisik maupun sosial masyarakat yang terdapat pada tapak, memiliki potensi tinggi dalam pengembangan
wisata
budaya.
Pengembangan
ini
yaitu
dengan
cara
mempertahankan dan memperbaiki kondisi eksisting serta meningkatkan kunjungan wisatawan. Adanya pengembangan kegiatan wisata budaya juga bermanfaat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Hasil analisis terhadap berbagai data ini akan menghasilkan tatanan lanskap wisata budaya Islam Sunan Bonang. Perencanaan lanskap kawasan wisata budaya Islam ini menghasilkan suatu bentuk lanskap kawasan yang melingkup cerita perjalanan hidup serta penyebaran agama Islam di jawa oleh Sunan Bonang dan orang-orang terdekatnya. Cerita ini dijabarkan dalam bentuk jalur dan media interpretasi, serta kegiatan atraksi budaya. Perencanaan ini terdiri dari rencana induk kawasan dan contoh rencana pengembangan cluster tinggi yang terdiri dari rencana tata ruang, sirkulasi, aktivitas, dan fasilitas wisata, rencana daya dukung, serta rencana perjalanan wisata.
PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Mufidah Atho’Atun A34204020
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Penelitian
:
PERENCANAAN
LANSKAP
KAWASAN
WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG Nama
:
Mufidah Atho’Atun
NRP
:
A34204020
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Indung Sitti Fatimah, MSi
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
NIP. 131 846 876
NIP. 130 516 290
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Mufidah Atho’Atun dilahirkan di Rembang tanggal 26 Desember 1985. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Faozi dan Ibu Endang Suciati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SD Negeri I Gunem pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Rembang dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Rembang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui program Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI). Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menjadi Bendahara I Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (2007/2008) menjadi Asisten Mata Kuliah Teori Disain Lanskap tahun ajaran 2007/2008, dan magang selama dua bulan di Envirospace Consultans PTE LTD pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-NYA sehingga penyusunan laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul “Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang” dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Indung Sitti Fatimah, Msi dan Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku dosen pembimbing skripsi. 2. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr selaku dosen pembimbing akademik. 3. Bapak Faozi dan Ibu Endang Suciati selaku orang tua tercinta, atas doa dan dukungannya selama ini. 4. Orang-orang yang kusayangi, Mbak Yuni, Mas Nur, Mas Fais, Ayu, Dul, Nisa, Fahmi, dan Eza kecilku. 5. Andalusi, terima kasih atas bantuan, doa, semangat, dan kasih sayang yang diberikan. 6. Bapak, umi, para Aa dan Teteh di Situ Udik, terima kasih sudah menjadi seperti keluarga keduaku di Bogor. 7. Rahma, teman sekamarku selama empat tahun lebih, terima kasih atas bantuan, dan semangatnya. 8. Keluarga Pakdhe Rohmad, khususnya Mbak Hida, Mbak farid, Mas Bas, Mbak Esti, dan Mbak Ema. 9. Bapak dan Ibu Wakhid, Mbah Mad, dan para Juru Kunci Petilasan Sunan Bonang. 10. Para Staf Bappeda, Diparta, dan Kesbang Kabupaten Rembang. 11. Teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 41, khususnya Dina yang selalu menemani, Intan, Fuji, Diana, Fay, Dek Ita, Lintang, Mey-mey,
Dita, Yuni, Occy, Aini, Ria, Dian, Dita, dan Landscaper ‘41 lain yang tidak disebutkan satu persatu. 12. Mas Bagus, terima kasih atas doa dan semangat-semangat yang diberikan ketika masa-masa sulit penyusunan karya ini. 13. Sahabat-sahabatku; Yanti, Rita, dek Siti, dan Endah, terima kasih sudah menjadi teman cerita yang baik. 14. Nature Crew’s, Mang Adin, dan Bang Acep yang sudah membantu mengatasi masalah laptopku. 15. Para Staf Museum Kambang Putih Tuban dan staf Dinas Pariwisata Tuban. 16. Pengurus Masjid Ampel.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna. Namun penulis mengharapkan semoga studi ini bisa bermanfaat, Amin.
Bogor, Januari 2009 Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... ...ix PENDAHULUAN................................................................................................. .1 Latar Belakang ................................................................................................. .1 Tujuan .............................................................................................................. .2 Manfaat ............................................................................................................ .2 Kerangka Pemikiran......................................................................................... .2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... .4 Perencanaan Lanskap ....................................................................................... .4 Wisata dan Pariwisata ...................................................................................... .4 Lanskap Budaya ............................................................................................... .5 Lanskap Sejarah ............................................................................................... .5 Pelestarian Lanskap Sejarah............................................................................. .6 Benda Cagar Budaya........................................................................................ .8 Interpretasi ....................................................................................................... 9 Wisata Budaya .............................................................................................. ..10 Atraksi ........................................................................................................... ..11 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya ........................................... ..11 Metode Perencanaan Kawasan Wisata.......................................................... ..13 Penilaian Lanskap Kawasan Wisata.............................................................. ..13 METODOLOGI ................................................................................................... 14 Lokasi dan Waktu Studi ................................................................................... 14 Proses Perencanaan Lanskap ........................................................................... 15 KONDISI UMUM ................................................................................................ 21 Letak Geografis dan Astronomis ..................................................................... 21 Administrasi ..................................................................................................... 22 Penduduk.......................................................................................................... 22 Walisongo ........................................................................................................ 23 Wisata Ziarah Walisongo................................................................................. 24 DATA DAN ANALISIS....................................................................................... 26 Data Fisik Lokasi Studi................................................................................... 26 Lokasi Studi ............................................................................................ 26 Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Lokasi Studi ............................... 28 Iklim ........................................................................................................ 31 Data Kepariwisataan ........................................................................................ 31 Wisatawan dan Kunjungan Wisata ......................................................... 31 Sejarah Kawasan dan Sunan Bonang...................................................... 33 Potensi Objek dan Atraksi Wisata .......................................................... 37 Hasil Penilaian Objek dan Atraksi Wisata .............................................. 44
PENGEMBANGAN KAWASAN CLUSTER TINGGI ................................. 48 DATA DAN ANALISIS KAWASAN CLUSTER TINGGI............................... 48 Data Fisik Tapak ........................................................................................... 48 Lokasi dan Aksesibilitas Tapak ........................................................... 48 Iklim dan Kenyamanan Pada Tapak .................................................... 52 Data Kepariwisataan Tapak .......................................................................... 52 Potensi Objek dan Atraksi Wisata Tapak ........................................... 52 Wisatawan dan Aktivitas Wisata dalam Tapak.................................... 62 Fasilitas Wisata pada Tapak................................................................. 63 Organisasi dan Kelembagaan........................................................................ 67 Kondisi Kawasan Wisata .............................................................................. 68 SINTESIS........................................................................................................... 71 KONSEP MAKRO KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG............................................................................................................ 71 MODEL KONSEP PENGEMBANGAN CLUSTER TINGGI........................... 71 Konsep Dasar Perencanaan ........................................................................... 71 Konsep Ruang ...................................................................................... 72 Konsep Sirkulasi dalam Tapak............................................................. 73 Konsep Aktivitas Wisata...................................................................... 74 Konsep Fasilitas Wisata ....................................................................... 74 Konsep Pelestarian Kawasan ............................................................... 74 RENCANA INDUK KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG ........................................................................................................... 75 CONTOH RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN CLUSTER TINGGI.............................................................................................................. 77 Rencana Tata Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata................................... 77 Rencana Interpretasi ..................................................................................... 83 Rencana Perjalanan Wisata ........................................................................... 85 Rencana Daya Dukung.................................................................................. 87 Rencana Pelestarian Kawasan....................................................................... 87 Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang ............... 88 KESIMPULAN ................................................................................................. 99 Kesimpulan ................................................................................................... 99 Saran.............................................................................................................. 99 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 100
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Wilayah Administratif Lokasi Studi .................................................................. 15 2. Aspek, Jenis, dan Sumber Data........................................................................... 16 3. Kriteria Penilaian Potensi Lokasi Studi .............................................................. 17 4. Wilayah Adminstratif Lokasi studi ..................................................................... 22 5. Rata-rata Luas Cakupan Kawasan Sunan Bonang di Tiap Lokasi Studi ............ 26 6. Rata-rata Kunjungan Wisata ............................................................................... 33 7. Lokasi dan Objek Peninggalan Sunan Bonang ................................................... 41 8. Atraksi Budaya yang Terdapat di Lokasi Studi .................................................. 42 9. Penilaian Atraksi Budaya di Lokasi Studi terhadap Budaya Islam dan Sunan Bonang ..................................................................................................... 46 10. Penilaian Potensi Lokasi Studi Perencanaan Kawasan Wisata Sunan Bonang.................................................................................................................
47 11. Letak Geografis dan Luas Cakupan Tapak ......................................................... 49 12. Iklim dan Kenyamanan Tapak ............................................................................ 52 13. Objek dan Atraksi Wisata pada Tapak................................................................ 53 14. Fasilitas Wisata pada Tapak................................................................................ 63 15. Jumlah dan Kondisi Fasilitas pada Tapak........................................................... 67 16. Organisasi dan Lembaga Pengelola Masing-masing Kawasan........................... 67 17. Hasil Analisis Tapak ........................................................................................... 69 18. Luas Area yang Direncanakan pada Masing-masing Tapak............................... 77 19. Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata................................................. 79 20. Rencana Interpretasi pada Tapak ........................................................................ 85 21. Paket Perjalanan Wisata...................................................................................... 86 22. Rencana Daya Dukung........................................................................................ 87 23. Program Wisata dan Pelestarian.......................................................................... 89
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kerangka Pikir Studi........................................................................................3 2. Peta Lokasi Studi .......................................................................................... 14 3. Model Hasil Penilaian terhadap Lokasi Studi............................................... 18 4. Proses Perencanaan Lanskap......................................................................... 20 5. Peta Lokasi Studi .......................................................................................... 21 6. Delineasi Lokasi Studi .................................................................................. 27 7. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Lokasi Studi dari Jawa Timur ......... 29 8. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Lokasi Studi dari Jawa Tengah ....... 30 9. Ilustrasi Vegetasi Peneduh ............................................................................ 31 10. Perjalanan Hidup Sunan Bonang .................................................................. 39 11. Potensi Kegiatan Wisata di Lokasi Studi ...................................................... 40 12. Objek dan Atraksi Wisata Pada Lokasi Studi ............................................... 43 13. Ring Hasil Penilaian terhadap Lokasi Studi.................................................. 44 14. Sistem Cluster Hasil Penilaian Lokasi Studi ................................................ 48 15. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Tapak ................................................ 50 16. Tapak pengembangan pada Cluster Tinggi .................................................. 51 17. Lokasi Objek dan Atraksi di Desa Bonang ................................................... 59 18. Lokasi Objek dan Atraksi di Desa Kutorejo ................................................. 60 19. Lokasi Objek dan Atraksi di Desa Ampel..................................................... 61 20. Model Konsep Pembagian Ruang................................................................. 72 21. Model Konsep Sirkulasi................................................................................ 74 22. Rencana Induk Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang ................... 76 23. Block Plan Desa Bonang............................................................................... 80 24. Block Plan Desa Kutorejo............................................................................. 81 25. Block Plan Desa Ampel ................................................................................ 82 26. Landscape Plan Desa Bonang ...................................................................... 90
27. Touring Plan Desa Bonang........................................................................... 91 28. Landscape Plan Desa Kutorejo..................................................................... 92 29. Touring Plan Desa Kutorejo ......................................................................... 93 30. Landscape Plan Desa Ampel ........................................................................ 94 31. Touring Plan Desa Ampel` ........................................................................... 95 32. Ilustrasi Aktivitas Wisata pada Tapak........................................................... 96 33. Ilustrasi Fasilitas Wisata ............................................................................... 97 34. Ilustrasi Media Interpretasi ........................................................................... 98
PENDAHULUAN
Latar Belakang Lanskap sejarah dapat dinyatakan sebagai suatu kawasan geografis yang merupakan objek atau susunan (setting) atas suatu kejadian atau peristiwa interaksi yang bersejarah dalam keberadaan dan kehidupan manusia (Nurisjah dan Pramukanto,
2001).
Tishler
(dalam
Nurisjah
dan
Pramukanto,
2001)
mendefinisikan lanskap budaya sebagai suatu kawasan geografis yang menampilkan ekspresi lanskap alami oleh suatu pola kebudayaan tertentu. Lanskap sejarah dan budaya memiliki nilai yang penting sebagai jatidiri dan kebanggaan suatu bangsa. Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah harus dikonservasi karena: 1. Sesuatu yang penting dan merupakan bagian integral dari warisan budaya 2. Menyediakan fakta fisik dan arkeologi dari warisan sejarah dan budaya 3. Memberi kontribusi untuk kesinambungan perkembangan budaya 4. Memberi kontribusi pada keragaman pengalaman yang ada 5. Memberikan kenyamanan bagi masyarakat, beristirahat, bersenangsenang, menyegarkan jiwa, atau menemukan inspirasi 6. Bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kenyamanan masyarakat serta dapat meningkatkan dan mendukung kegiatan wisata Indonesia merupakan negara yang memiliki lanskap budaya (cultural landscape) dan lanskap sejarah (historical landscape) dengan nilai serta keragaman yang tinggi. Salah satunya adalah lanskap tempat-tempat berdakwah Sunan Bonang. Lanskap ini memiliki nilai tinggi sebagai kawasan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-14, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, saat ini kondisi lanskap ini cenderung tidak terpelihara dan rusak oleh berbagai faktor. Beberapa diantaranya adalah karena faktor alam, faktor tangan manusia (vandalisme), dan faktor kelembagaan yang kurang mendukung upaya pelestariannya. Oleh karena itu, lanskap ini memerlukan suatu perencanaan dan upaya pelestarian yang optimal. Salah satu bentuk upaya pelestarian adalah melalui pengembangan kegiatan wisata yang mendukungnya.
Tujuan Tujuan umum studi ini adalah membuat perencanaan lanskap kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang sebagai kawasan pelestarian. Tujuan khusus perencanaan ini yaitu: 1. Melakukan identifikasi dan deskripsi sumberdaya kawasan untuk wisata dan pelestarian. 2. Melakukan analisis terhadap sumberdaya kawasan. 3. Merencanakan zonasi wisata dan zonasi pelestarian. 4. Merencanakan berbagai aktivitas dan fasilitas pendukung wisata dan pelestarian. 5. Merencanakan lanskap kawasan wisata untuk tujuan pelestarian kawasan budaya tersebut.
Manfaat Hasil dari studi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan pikiran dan alternatif, serta sebagai bahan masukan bagi perencanaan, pengembangan, dan pelestarian lanskap kawasan Wisata Budaya Sunan Bonang.
Kerangka Pemikiran Lanskap pada tapak penelitian memiliki nilai sejarah dan budaya sebagai kawasan penyebaran Agama Islam oleh Sunan Bonang. Lanskap ini terletak di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lanskap ini bernilai tinggi sehingga perlu dilestarikan. Namun, belum adanya perencanaan kawasan yang optimal merupakan kendala dari upaya pelestarian tersebut. Untuk itu, diperlukanlah suatu konsep pengembangan kawasan yang terdiri dari upaya pelestarian dan pemanfaatan kawasan dalam bentuk wisata budaya Islam. Perencanaan ini mencakup pembuatan zonasi wisata, zonasi pelestarian, dan jalur interpretasi yang terintegrasi dalam suatu Perencanaan Kawasan Lanskap Wisata Budaya Islam Sunan Bonang.
Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur Kebudayaan Islam pada masa Walisongo
Konsep Pengembangan Kawasan
Pelestarian Kawasan
Pemanfaatan Kawasan sebagai Kawasan Wisata
KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG
Gambar 1. Kerangka Pikir Studi
Kondisi Eksisting
Perencanaan dan pelestarian lanskap kawasan belum optimal
Perencanaan Lanskap Kawasan
Kebudayaan Islam pada masa Sunan Bonang
Nilai tinggi penyebaran Agama Islam di Jawa oleh Sunan Bonang yang perlu dilestarikan
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2007) perencanaan adalah salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan Arsitektur Lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung
berbagai
kebutuhan
dan
keinginan
manusia
dalam
upaya
meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya. Simonds (2006) menyatakan perencanaan adalah suatu kemampuan untuk memahami dan menganjurkan adanya suatu perubahan dari yang mungkin atau tidak mungkin pada saat menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu proses perencanaan merupakan alat yang sistematis untuk menentukan keadaan awal, keadaan yang diharapkan, dan cara yang terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Tujuan perencanaan lanskap yaitu untuk memperbaiki dan menyelamatkan lanskap kolektif, membantu mempertemukan berbagai pengguna yang berkompetisi dan menggabungkannya ke dalam suatu lanskap dimana tidak terjadi kerusakan dan sumber daya cultural tempat masyarakat dijumpai. Selain itu tujuan utama perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung lahan dan keadaan umum masyarakat sekitar (Simonds, 2006).
Wisata dan Pariwisata Wisata adalah pergerakan sementara manusia untuk tujuan keluar dari tempat kerja dan tempat tinggal mreka, dimana mereka melakukan kegiatankegiatan selama mereka tinggal di tempat tujuan tersebut dan fasilitas-fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka (Gunn, 1993). Dalam ketetapan MPR NO. 11/MPR/1993 tentang GBHN menyatakan bahwa kepariwisataan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan wisata, pengusaha, objek dan daya tarik wisata serta usaha lain yang terkait. Pembangunan kepariwisataan pada
hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata yang terwujud dalam bentuk kekayaan alam yang indah, keanekaragaman flora dan fauna, kemajemukan tradisi dan seni budaya serta peninggalan sejarah purbakala.
Lanskap Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Makin jelas harmonisasi dan kesatuan antara seluruh elemen-elemennya, makin kuat karakter lanskap tersebut (Simonds, 2006). Lanskap budaya merupakan suatu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannya (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Lanskap budaya merefleksikan interaksi antara manusia dan lingkungan alaminya dalam ruang dan waktu. Alam dalam konteks ini adalah padanan dari kelompok manusia. Keduanya merupakan kekuatan dinamis yang membentuk lanskap. Pada beberapa kawasan di dunia, lanskap budaya adalah model interaksi antara manusia, sistem sosialnya dan cara mereka mengorganisasikan ruang (Plachter dan Rossler, 1995).
Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) yang secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of the past), merupakan bagian dari bentuk suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Lanskap sejarah ini dapat merupakan suatu bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini. Lanskap sejarah memainkan peranan penting dalam mendasari dan membentuk berbagai tradisi kultural/budaya,
ideologikal, dan etnikal satu kelompok masyarakat (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Lanskap sejarah juga dinyatakan sebagai suatu kawasan geografis yang merupakan objek atau susunan (setting) suatu kejadian atau peristiwa interaksi yang bersejarah dalam keberadaan dan kehidupan manusia. Lanskap sejarah ini umumnya dibentuk melalui perpaduan antara unsur alam dan unsur budaya dengan skala dan cakupan areal: tapak, distrik, ketetanggaan, komuniti, kota, wilayah, nasional, bahkan juga cakupan internasional (Nurisjah dan Pramukanto, 2001).
Pelestarian Lanskap Sejarah Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Pelestarian suatu benda dan juga suatu kawasan yang bernilai budaya dan sejarah ini, pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tetapi terutama untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut. Upaya ini bertujuan pula untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasar kekuatan aspek-aspek budaya lama, dan melakukan pencangkokan program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, serta merencanakan program partisipasi dengan memperhitungkan estimasi ekonomi. Selanjutnya menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), secara spesifik kepentingan dari pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya dan sejarah ini adalah untuk: 1. Mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan. 2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan. 3. Kebutuhan psikis manusia Untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini, dan masa depan yang tercermin dalam objek atau karya
taman atau lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, dan sebagai identitas diri suatu bangsa atau kelompok masyarakat. 4. Motivasi ekonomi Peninggalan budaya dan sejarah memiliki nilai yang tinggi apabila dipelihara baik, terutama dapat mendukung perekonomian kota atau daerah. 5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu. Upaya-upaya pelestarian dan konservasi warisan budaya yang diprakarsai oleh masyarakat internasional kerap bertentangan dengan masyarakat lokal (masyarakat adat). Menurut Wyasa dalam Artika (2002), pertentangan itu disebabkan oleh perbedaan-perbedaan di antara kedua masyarakat tersebut. Perbedaan-perbedaan itu ditemukan dalam beberapa hal, yaitu visi, pandangan fungsional, perlakuan dan bentuk perlakuan, perilaku pengembangan, semangat dan dasar perlakuan, dan praktik, sehubungan dengan atau terhadap warisan budaya. Goodchild (1990) menyatakan beberapa tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya yang terdiri dari satu tindakan atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Tindakan pelestarian tersebut diantaranya: 1. Rekonstruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu objek atau tempat yang pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang. 2. Pemberian informasi, hal ini sebagai pdoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak-pihak lain yang terkait, seperti perencana atau pemerintah. 3. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak. 4. Preservasi, merupakan tindakan menjaga suatu objek pada kondisi yang ada dengan mencegah kerusakan dan perubahan. 5. Perbaikan objek, yaitu memperbaiki atau menyelamatkan objek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan objek. 6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah.
7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan objek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan keutuhan sejarahnya. 8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah. 9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu penyesuaian suatu objek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki objek sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli tetap terpelihara.
Benda Cagar Budaya Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1992 Pasal 1, kriteria Benda Cagar Budaya (BCB) adalah sebagai berikut: 1.
(a) Benda buatan manusia, bergerak, atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. (b) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2.
Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamannya. Peraturan mengenai pelaksanaan Undang-Undang tersebut di atas
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik No. 10 Tahun 1993. Peraturan ini menjelaskan mengenai kepemilikan, perlindungan, dan pemeliharaan, serta pembinaan dan pengawasan Benda Cagar Budaya. Kepemilikan Benda Cagar Budaya dijelaskan pada Bab 2 Pasal 2: 1. Perlindungan dan atau pelestarian Benda Cagar Budaya, benda yang diduga Benda Cagar Budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya baik bergerak maupun tidak bergerak, dan situs yang berada di wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh Negara.
2. Penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan terhadap pemilikan, pendaftaran, pengalihan, perlindungan, pemeliharaan, penemuan, pencarian, pemanfaatan, pengelolaan, perizinan, dan pengawasan. 3. Pengaturan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(2)
diselenggarakan
berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dan atau peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Perlindungan dan pemeliharaan Benda Cagar Budaya diantaranya dijelaskan pada Bab 4 Pasal 23: 1. Perlindungan dan pemeliharaan Benda Cagar Budaya dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran. 2. Kepentingan perlindungan Benda Cagar Budaya dan situs diatur batas-batas situs dan lingkungannya sesuai kebutuhan. 3. Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan sistem pemintakatan (zoning) yang terdiri dari mintakat inti, penyangga, dan pengembangan. Peraturan Pemerintah Republik No. 10 Tahun 1993 pasal 23 ayat 3 juga menyebutkan tentang sistem pemintakatan untuk zonasi perlindungan benda cagar budaya yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. Mintakat inti, yaitu mintakat cagar budaya yang berupa lahan situs 2. Mintakat penyangga, yaitu lahan di sekitar situs yang berfungsi sebagai penyangga bagi kelestarian situs. 3. Mintakati pengembangan, yaitu area di luar mintakat inti dan penyangga yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situs.
Interpretasi Interpretasi adalah kegiatan edukatif yang sasarannya mengungkapkan makna dan pertalian dengan menggunakan ilustrasi media dan bukan sekedar mengemukakan keterangan-keterangan berdasarkan apa yang terlihat saja (Knudson, 1980). Dalam kegiatan interpretasi terdapat enam prinsip yang harus diperhatikan. Keenam prinsip dalam interpretasi tersebut adalah:
1. Suatu interpretasi yang tidak berkaitan dengan apa yang diuraikan atau yang diperagakan dengan apa yang dialami oleh pengunjung adalah hal yang siasia. 2. Interpretasi adalah mengungkapkan rahasia yang didasarkan pada informasiinformasi dan memasukkan semua informasi tersebut ke dalamnya. 3. Interpretasi adalah seni yang menggabungkan bermacam-macam seni, apakah materi interpretasi itu bersifat ilmiah, sejarah, arsitektur, atau bentuk kebudayaan lainnya. 4. Sasaran utama interpretasi adalah pancingan atau provokasi dan bukan perintah. 5. Interpretasi bermaksud menjelaskan atau mempertunjukkan seluruhnya, bukan sebagian-sebagian. 6. Interpretasi yang ditunjukkan pada anak-anak tidak dapat digunakan untuk orang dewasa karena mempunyai pendekatan yang berbeda. Untuk dapat melakukan suatu interpretasi dibutuhkan fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan interpretasi tersebut.
Wisata Budaya Menurut Yoeti (1996) wisata budaya adalah jenis pariwisata di mana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan dikarenakan adanya daya tarik seni budaya pada suatu tempat atau daerah. Obyek kunjungan berupa warisan nenek moyang dan benda-benda kuno. Seringkali perjalanan wisata semacam ini merupakan kesempatan untuk mengambil bagian dalam kegiatan kebudayaan di tempat yang dikunjungi. Perencanaan
memegang
peranan
penting
dalam
pengembangan
kepariwisataan. Tanpa perencanaan, dapat timbul masalah-masalah sosial budaya, terutama di daerah atau tempat dimana terdapat perbedaan tingkat sosialnya antara pendatang dan penduduk setempat (Yoeti, 1996), terutama bagi lanskap budaya yang pada mulanya tidak dirancang untuk penggunaan massal oleh wisatawan, maka perencanaan wisata perlu dilakukan untuk menghindari kerusakan sumberdaya budaya dan alam.
Atraksi Atraksi wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu (Yoeti, 1996). Atraksi ini tidak hanya berupa obyek yang dapat disaksikan tetapi juga termasuk aktivitas yang dapat dilakukan pada daerah tujuan wisata. Atraksi merupakan sumberdaya wisata yang merupakan kekuatan utama yang mengendalikan pariwisata dan menarik wisatawan. Menurut Marioti dalam Yoeti (1996), sumberdaya wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik bagi pengunjung, diantaranya adalah : 1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang dalam istilah pariwisata disebut dengan Natural Amenities seperti iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna, serta pusat-pusat kesehatan yang termasuk dalam kelompok ini. 2. Hasil ciptaan manusia, antara lain berupa benda-benda yang memiliki nilai sejarah, keagamaan dan kebudayaan. 3. Tata cara hidup masyarakat setempat.
Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Perencanaan yang baik merupakan proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang. Proses ini merupakan alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan tapak pada saat awal, keadaan yang diinginkan serta cara dan model terbaik yang diinginkan pada tapak (Nurisjah dan Pramukanto, 1993). Proses perencanaan dibagi menjadi enam tahap yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Proses perencanaan lanskap dimulai dengan tiap tahap persiapan dimana pada tahapan ini perencana harus dapat memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab berbagai kepentingan ke dalam produk yang direncanakan. Dengan kata lain proses persiapan merupakan tahap perumusan tujuan program dan informasi lain tentang keinginan pemakai atau pemilik (Gold, 1980). Menurut Nurisjah dan Pramukanto, tahapan inventarisasi merupakan proses pengumpulan data keadaan awal tapak. Inventarisasi dapat dilakukan
dengan melakukan survei lapang, wawancara, pengamatan dan sebagainya. Pada tahapan ini dikumpulkan data-data, antara lain: data fisik (topografi, fisiografi, data iklim, hidrologi, kemiringan, kualitas visual biota, dan tata ruang), data sosial (perilaku dan kebiasaan pengguna lanskap), dan data ekonomi. Tahapan analisis merupakan
suatu tahap mengidentifikasikan potensi
masalah dan kemungkinan pengembangan lain dari tapak berdasarkan data yang didapat (Rachman, 1984). Melalui analisis dapat diketahui hambatan, masalah, potensi, dan berbagai aspek dan faktor yang berperan dalam tapak. Sintesis merupakan tahapan yang dilakukan setelah semua hal telah diidentifikasikan dalam analisis. Pada tahapan ini ditentukan alternatif pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dengan menggunakan berbagai cara yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan (Rachman, 1984). Pada tahapan sintesis dibuat suatu konsep pengembangan tapak sesuai dengan tujuan serta fungsi yang telah ditetapkan. Pada tahapan sintesis hasil yang diperoleh dari tahap analisis dikembangkan sebagai input untuk mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai dengan tujuan dan program yang diinginkan serta merupakan alternatif-alternatif perencanaan, dari berbagai alternatif yang dihasilkan dipilih alternatif yang terbaik. Alternatif yang terbaik sesuai dengan syarat dasar, yaitu mungkin untuk dilaksanakan dan dipelihara. Perencanaan merupakan tahap penyusunan rencana seksama atas konsep dan hasilnya berupa rencana gambar dan administrasi (Rachman, 1984). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2007) hasil perencanaan lanskap dapat disajikan dalam bentuk gambar perencanaan lanskap yaitu: rencana lanskap utama, rencana tata letak, rencana tata hijau, rencana teknis konstruksi, dan rencana teknis lainnya. Perancangan merupakan tahap pengembangan dari perencanaan lanskap. Menurut
Rachman
(1984),
perancangan
merupakan
ilmu
dan
seni
pengorganisasian ruang dan massa dengan mengkomposisikan elemen lanskap alami dan non alami serta kegiatan yang ada di dalamnya, agar tercipta suatu karya tata ruang yang secara fungsional berdaya guna dan secara estetika bernilai indah, sehingga tercapai kepuasan jasmaniah dan rohaniah manusia serta makhluk hidup lain di dalamnya.
Metode Perencanaan Kawasan Wisata Terdapat berbagai metode atau pendekatan yang dapat digunakan dalam perencanaan kawasan wisata, yaitu: pendekatan sumberdaya, pendekatan aktivitas, pendekatan ekonomi, dan pendekatan tingkah laku (Gold, 1980). Pendekatan sumber daya adalah pendekatan yang mempertimbangkan kondisi dan situasi sumberdaya untuk menentukan bentuk dan aktivitas wisata. Pendekatan aktivitas merupakan pendekatan yang digunakan untuk menentukan bentuk rekreasi atau wisata berdasarkan aktivitas penggunaan agar kepuasan pengguna dapat tercapai. Sedangkan pendekatan ekonomi digunakan untuk menentukan jumlah, tipe dan lokasi dari kawasan wisata atau rekreasi dilihat dari sumber daya ekonomi masyarakat, sedangkan pendekatan tingkah laku, dilihat dari kebiasaan dan tingkah laku manusia dalam menggunakan waktu senggangnya. Pendekatan ini lebih mengutamakan alasan seseorang berekreasi serta manfaat yang diinginkan dari kegiatan rekreasi yang dilakukan.
Penilaian Lanskap Kawasan Wisata Perencanaan lanskap yang baik harus dapat melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumberdaya mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk aktivitas rekreasi dan suaka margasatwa, serta dapat melindungi tapak yang memiliki keindahan dan ekologis (Simonds, 2006). Sedangkan menurut Gunn (1993) perencanaan wisata yang baik dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan sensitif terhadap lingkungan, dan dapat diintegrasikan antara komunitas dengan dampak negatif lingkungan yang minimal. Hal ini dapat tercapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Dalam suatu pengembangan lanskap diperlukan penilaian yang mempertimbangkan aspek-aspek berikut: sistem atau ekosistem alami, kualitas dan kuantitas air, kualitas udara, tingkat kebisingan atau polusi suara, erosi, banjir, tapak sejarah, bentuk lanskap, flora dan fauna (adanya spesies langka), dan keterkaitan dari ruang terbuka ( Simonds, 2006).
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Studi Lokasi pelaksanaan studi Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang meliputi beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk wilayah yang berada di Jawa Timur meliputi Pulau Bawean, Kabupaten Kediri, Tuban, Lamongan, Ampel (Surabaya), dan untuk wilayah Jawa Tengah meliputi Kabupaten Rembang, Pati, Kudus, Batang, dan Demak. Pengamatan lapang dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli 2008. Untuk lebih jelasnya lokasi tapak dapat diperlihatkan pada Gambar 2 dan Tabel 1.
Gambar 2. Peta Lokasi Studi
Keterangan: Lokasi Studi
Tabel 1. Wilayah Administratif Lokasi Studi No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
Kabupaten/ Kotamadya Kediri Surabaya Gresik Lamongan Tuban Rembang Pati Kudus Demak Batang
Kecamatan Gampengrejo Semampir Tambak Paciran Tuban Lasem Margoyoso Kudus Demak Bismo
Desa Singkal Ampel Pekalongan Drajad Kutarejo Bonang Kajen Kauman Demak Blado
Proses Perencanaan Lanskap Metode perencanaan lanskap yang digunakan adalah dengan pendekatan sumberdaya dan pendekatan aktivitas yang dikemukakan oleh Gold (1980). Tahapan perencanaan yang meliputi tahapan persiapan studi, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan yang meliputi deskripsi dan gambar-gambar perencanaan. Uraian tahapan proses perencanaan adalah sebagai berikut: 1. Persiapan studi Tahap ini meliputi perumusan masalah dan tujuan perencanaan, pembuatan usulan studi, perijinan. Pada tahap ini juga dilakukan studi pustaka sebagai persiapan, untuk mengetahui lokasi-lokasi yang berkaitan dengan kehidupan Sunan Bonang. Lokasi-lokasi tersebut kemudian dijadikan sebagai lokasi studi. 2. Pengumpulan data Pengumpulan data meliputi data dan informasi mengenai tapak yang dikumpulkan dalam bentuk data primer maupun data sekunder. Metode yang digunakan meliputi observasi lapang, wawancara, dan studi pustaka. a. Observasi lapang, merupakan salah satu bentuk untuk memperoleh data primer, yaitu dilakukan dengan mengamati secara langsung kondisi tapak yang meliputi kondisi fisik lokasi, aksesibilitas, serta fasilitas penunjang wisata. b. Wawancara, merupakan salah satu bentuk untuk memperoleh data primer, yaitu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dari pihakpihak yang terkait mengenai keadaan objek studi yang meliputi keadaan
umum
kawasan,
peninggalan-peninggalan
Sunan
Bonang,
pihak
pengelola, dan kebijakan. c. Studi pustaka, merupakan bentuk kegiatan untuk memperoleh data sekunder, yaitu dilakukan dengan
mendapatkan data dan informasi-
informasi melalui pustaka. Aspek, jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Aspek, Jenis, dan Sumber Data Aspek dan Jenis Data
Bentuk Data
Tipe Data
Administrasi Tiap Daerah 1. Peta wilayah
Spasial
Sekunder
2. Pengelolaan kawasan
Deskriptif
Sekunder
Pelestarian Kawasan 1. Sumberdaya kawasan
Deskriptif
Primer
2. Sejarah kawasan
Deskriptif
Sekunder
Wisata 1. Potensi objek dan atraksi wisata
Deskriptif
Primer, sekunder
2. Kualitas lingkungan wisata 3. Kondisi fisik
Deskriptif
4. Aksesibilitas dan sistem transportasi 5. Fasilitas tersedia
Deskriptif
Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder
Deskriptif
Deskriptif
Sumber Data
Analisis Data
Pemda setempat Pengelola kawasan
Spasial
Survei dan wawancara Pengelola kawasan
Kualitatif
Survei, studi pustaka wawancara pengelola, pemda, pengunjung Survei, studi pustaka Survei, studi pustaka Survei, studi pustaka Survei, studi pustaka
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif, Kuantitatif
Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif, Kuantitatif
3. Analisis Tahap analisis yaitu pengolahan dan penyajian data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya yang meliputi metode skoring, analisis spasial, dan analisis deskriptif. a. Penilaian lokasi atau skoring yaitu suatu metode untuk menentukan titik lokasi yang memiliki nilai tertinggi dan objek-objek yang paling potensial untuk dijadikan sebagai referensi utama lokasi perencanaan Faktor penilaian yang digunakan antara lain: 1.
Keterkaitan lokasi dengan Sunan Bonang (Bobot = 10)
2.
Jumlah objek yang ada (Bobot = 5)
3.
Nilai objek (Bobot = 10 )
4.
Keragaman atraksi (Bobot = 5)
5.
Jumlah kunjungan wisata dalam kawasan (Bobot = 5)
6.
Kondisi fisik kawasan (Bobot = 5) Nilai komponen skoring meliputi: 1 = kurang; 2 = sedang; 3 = baik.
Peringkat potensi dilihat dari keseluruhan nilai total komponen-komponen yang dinilai, jumlah skor total 0 – 40 termasuk dalam kategori penilaian rendah, 41 – 80 termasuk dalam kategori penilaian sedang, 81 – 120 termasuk dalam kategori penilaian tinggi. Untuk kriteria penilaian tiap-tiap lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil penilaian di tiap lokasi studi dapat dimodelkan pada Gambar 3. Tabel 3. Kriteria Penilaian Potensi Lokasi Studi Nilai 2 (Sedang) Merupakan tempat Sunan Bonang melakukan kegiatan dengan Walisongo dan kegiatan dakwahnya di daerah-daerah Secara fisik ada dua objek peninggalan
No
Faktor
1
Keterkaitan lokasi dengan Sunan Bonang
2
Jumlah objek yang ada
Secara fisik minimal ada satu objek peninggalan
3
Nilai objek pada lokasi
Memiliki sedikit keterkaitan langsung terhadap keberadaan Sunan Bonang
Memiliki keterkaitan langsung terhadap keberadaan Sunan Bonang
4
Keragaman atraksi Jumlah kunjungan wisata dalam kawasan
Memiliki keterkaitan tidak langsung terhadap keberadaan Sunan Bonang Terdapat minimal satu atraksi Jumlah kunjungan wisata < 100 orang per hari
Terdapat dua atraksi
Terdapat lebih dari dua atraksi Jumlah kunjungan wisata > 300
Kondisi lanskap/ objek pada lokasi studi berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan (rusak, tidak terawat)
Kondisi lanskap/ objek pada lokasi studi berada pada kondisi terawat baik
5
6
Kondisi fisik kawasan
1 (Kurang) Merupakan tempattempat yang pernah dilewati dan hanya sejenak disinggahi oleh Sunan Bonang
100 < jumlah kunjungan wisata < 300
3 (Tinggi) Tempat lahir, belajar agama, tempat tinggal (kediaman) dan berdakwah secara intensif, tempat dimakamkan Secara fisik terdapat lebih dari dua objek peninggalan
Kondisi lanskap/ objek pada lokasi studi berada pada kondisi terawat sangat baik
Gambar 3. Model Hasil Penilaian terhadap Lokasi Studi Pada Gambar 3 terdapat tiga ring yang masing-masing memiliki tingkatan nilai pada lokasi studi, yaitu tinggi (ring 1), sedang (ring 2), dan rendah (ring 3). Kemudian hasil ring ini dispasialkan dengan sistem cluster. Ketiga jenis ring ini mewakili kedekatan hubungan tiap lokasi terhadap daerah inti. Adapun yang dimaksud dengan inti, ring 1, ring 2, dan ring 3 adalah: 1. Ring 1 (tinggi) Ring 1 merupakan lokasi utama yang memiliki nilai tertinggi berupa tempat yang paling erat hubungannya dengan kegiatan dakwah Sunan Bonang. Lokasi ini memiliki nilai keterkaitan yang tinggi dengan Sunan Bonang. Ring 1 merupakan tempat Sunan Bonang melakukan kegiatankegiatan selama hidupnya, seperti tempat lahir, belajar mendalami agama Islam, dan dimakamkan. Secara fisik di lokasi ini terdapat lebih dari dua objek peninggalan. 2. Ring 2 (sedang) Ring 2 adalah lokasi-lokasi yang memiliki keterkaitan sedang dengan Sunan Bonang, yaitu tempat Sunan Bonang melakukan kegiatan dakwahnya di daerah-daerah dan tempat berkegiatan dengan para Walisongo. Secara fisik lokasi ini memiliki dua atraksi dan objek, yaitu berupa makam, masjid, atau petilasan. 3. Ring 3 (rendah) Ring 3 adalah lokasi-lokasi yang memiliki keterkaitan rendah dengan Sunan Bonang, yaitu tempat Sunan Bonang melakukan kegiatan dakwahnya di daerah-daerah, tempat-tempat yang pernah dikunjungi
sejenak, atau tempat orang-orang yang memiliki kaitan erat dengan Sunan Bonang selama hidupnya. Selain penilaian potensi lokasi studi dilakukan juga penilaian terhadap atraksi budaya yang terdapat di lokasi studi. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui nilai keterkaitan atraksi yang ada di lokasi studi dengan Sunan Bonang. Nilai Komponen penilaian keterkaitan
atraksi dengan Sunan
Bonang ini terdiri dari: 0 = tidak terkait; 1 = kaitan rendah; 2 = kaitan sedang; 3 = kaitan tinggi. b. Analisis spasial dilakukan untuk menentukan tata ruang wisata dan tata ruang pelestarian. c. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui model lanskap dan atraksi budaya yang terdapat dalam kawasan studi. 4. Konsep Pada tahap ini dibuat suatu konsep untuk pengembangan kawasan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diinginkan, yaitu Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang. 5.
Sintesis Merupakan tahapan hasil analisis dari data-data yang diperoleh dengan konsep yang telah dikembangkan sehingga menghasilkan tata ruang pendukung lanskap dan titik-titik objek yang potensial untuk dikembangkan sebagai Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang, meliputi konsep dasar, konsep tata ruang dan sirkulasi dalam tapak, pengembangan jalur interpretasi, upaya pelestarian kawasan, serta peningkatan fasilitas penunjang wisata.
6. Perencanaan lanskap Menghasilkan rencana lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang yang mencakup rencana induk kawasan dan contoh rencana pengembangan cluster yang terdiri dari rencana tata ruang, sirkulasi, aktivitas, dan fasilitas wisata, rencana daya dukung, serta rencana perjalanan wisata. Urutanurutan proses perencanaan lanskap ditunjukkan pada Gambar 4.
Persiapan studi
Pengumpulan data
Perumusan masalah dan tujuan studi
Administrasi & geografis tiap daerah
- Peta wilayah - Visi dan misi pengelola kawasan
Pelestarian kawasan
- Sumberdaya kawasan - Sejarah kawasan
wisata
- Potensi objek dan atraksi wisata - Kualitas lingkungan wisata - Aksesibilitas dan sistem transportasi - Fasilitas tersedia
Analisis
Potensi, kendala, amenities, serta pola ruang dan sirkulasi wisata
Konsep
Konsep Makro Kawasan Wisata Budaya Islam
Konsep Pengembangan Contoh Cluster
Sintesis
Tata ruang dan sirkulasi wisata Pengembangan aktivitas wisata Tata letak fasilitas
Perencanaan
RENCANA LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG
Gambar 4. Proses Perencanaan Lanskap
KONDISI UMUM Letak Geografis dan Astronomis Secara geografis, lokasi studi tersebar di beberapa lokasi di Pulau Jawa, khususnya daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Secara administratif untuk wilayah yang berada di Jawa Timur meliputi Desa Singkal, Desa Ampel, Desa Pekalongan, Desa Drajat, dan Desa Kutorejo, sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah meliputi Desa Bonang, Desa kajen, Desa Kauman, Desa Demak, dan Desa Blado. Batas-batas kawasan dari lokasi studi ini terdiri dari: Timur
: Laut jawa
Selatan
: Kota Blitar dan Kota Tulung Agung
Barat
: Kota Pekalongan
Utara
: Laut Jawa Secara astronomis, tapak terletak antara 109º 40'- 112° 54' BT dan 5 o 47'
- 8o 0' LS. Lokasi tapak yang masuk dalam perencanaan ini meliputi lokasi-lokasi yang memiliki nilai tinggi sebagai tempat-tempat yang terkait dengan Sunan Bonang. Lokasi ini berupa tempat berdakwah, kediaman, masjid, makam serta benda-benda lainnya peninggalan Sunan Bonang. Lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Lokasi Studi (Sumber: www.wikimapia.com)
Administrasi Lokasi studi termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari Kabupaten Rembang, Pati, Kudus, Batang, dan Demak. Sedangkan untuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur terdiri dari Kabupaten Gresik, Kediri, Tuban, Lamongan, dan Kotamadya Surabaya Utara. Untuk lebih jelasnya wilayah administratif lokasi studi dapat diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4. Wilayah Administratif Lokasi Studi No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah
Kabupaten/ Kotamadya Kediri Surabaya Utara Gresik Lamongan Tuban Rembang Pati Kudus Demak Batang
Kecamatan Gampengrejo Semampir Tambak Paciran Tuban Lasem Margoyoso Kudus Demak Bismo
Desa Singkal Ampel Pekalongan Drajad Kutarejo Bonang Kajen Kauman Demak Blado
Penduduk Penduduk yang berada di lokasi studi sebagian besar merupakan penduduk beretnis Jawa dan sebagian kecil etnis lain, seperti Batak, Tionghoa, dan, Arab. Bahasa sehari-hari yang sering digunakan adalah bahasa Jawa dan sebagian lagi menggunakan bahasa Indonesia. Mata pencarian penduduk di lokasi studi beragam, diantaranya adalah sebagai petani, nelayan, buruh, pedagang, pegawai negeri, dan karyawan swasta. Mayoritas penduduk lokasi studi memeluk agama Islam. Penduduk di lokasi studi memiliki tingkat pendidikan yang beragam, dari mulai SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Di sektor kepariwisataan, kegiatan wisata di beberapa lokasi studi sudah berkembang dengan baik, yaitu di Desa Ampel (Surabaya), Drajad (Lamongan), Kutorejo, Kauman (Kudus) , Bonang (Rembang), dan Demak. Untuk lokasi lain seperti Desa Singkal (Kediri), Pekalongan (P. Bawean), Kajen (Pati), dan Blado (Batang), kegiatan pariwisata belum berkembang.
Walisongo Walisongo memiliki arti sembilan orang wali yang terdiri dari Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Maulana Malik Ibrahim adalah anggota Walisongo yang paling tua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti adalah sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal (Anonim, 2007). Para Walisongo tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada abad itu. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesehatan,
bercocok
tanam,
perdagangan,
kebudayaan
dan
kesenian,
kemasyarakatan, serta pemerintahan (Anonim, 2007). Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang (Anonim, 2007). Masa Walisongo adalah masa berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Para Walisongo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat sembilan wali ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Masing-masing tokoh Walisongo tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan
diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit, Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yaitu nuansa Hindu dan Budha.
Wisata Ziarah Walisongo Tradisi ziarah ke makam para wali merupakan salah satu alternatif wisata yang saat ini diminati oleh masyarakat luas, terutama tempat-tempat para Walisongo menyebarkan agama Islam di Jawa. Para wali itu di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Kudus. Enam dari 10 lokasi studi merupakan daerah tujuan wisata ziarah Walisongo, yaitu Desa Ampel, Desa Drajat, Desa Kutorejo, Desa Kauman, Desa Demak, dan Desa Bonang. Lokasi-lokasi ini memiliki peninggalan para wali dan hampir setiap hari dikunjungi oleh peziarah sebagai tanda kecintaan terhadap para walinya. Hal ini berdampak pada respon yang positif dari pemerintah daerah dan pihak swasta dengan mengembangkan tempat ziarah sebagai obyek wisata ziarah. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dalam pencanangan Tahun Kebangkitan Wisata Ziarah 2006 di Lamongan, Jawa Timur, akhir tahun 2006 menjelaskan bahwa wisata ziarah merupakan bagian dari wisata budaya yang berpotensi besar dari sisi jumlah dan daya tarik obyek yang tersebar di pelosok Tanah Air. Karena itu, wisata ziarah perlu terus dikembangkan sebagai salah satu program unggulan pariwisata nasional (Rachmawati, 2007). Wisata ziarah sebagai bagian dari wisata budaya berpotensi besar dari sisi jumlah dan daya tarik obyek yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. Selain dapat menarik minat para turis, wisata ziarah dapat menjadi sarana edukasi untuk meneladani nilai-nilai positif dari para tokoh. Pengembangan wisata ziarah dapat membawa serta nilai edukasi yang luhur dalam bentuk keteladanan, sekaligus penghargaan kepada para tokoh kehidupan keagamaan,
yang diziarahi karena jasa-jasanya terhadap
kemanusiaan dan kesalehannya. Hal ini bisa
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerap nilai- nilai positif dari para tokoh bangsa.
Pengelolaan obyek-obyek wisata ziarah Islam di seluruh Nusantara, pada dasarnya berada dalam pengelolaan lembaga formal-struktural (pemerintah), lembaga maupun organisasi nonformal (kerapatan adat), pengurus masjid, dan ahli waris. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata hanya memfokuskan perhatian pada pemugaran dan pelestarian peninggalan di dalam kompleks makam karena banyak makam di kompleks itu hanya terdiri dari tumpukan batu tanpa ada nisan. Pihak pemerintah daerah setempat mendapatkan pemasukan dari uang retribusi pengunjung. Pemda juga mengelola retribusi lahan usaha pedagang cenderamata, makanan, dan aneka produk lain (Rachmawati, 2007). Kendala dalam pengembangan wisata ziarah yaitu hingga saat ini sebagian besar peziarah yang berkunjung ke makam Walisanga masih bersifat tidak terorganisasi. Kendala lainnya yaitu masih rendahnya tingkat pengelolaan, aspek informasi latar belakang kesejarahan dari peninggalan-peninggalan itu, baik yang dimiliki agen perjalanan, para pemandu, dan juru kunci. Sebagian besar wisatawan ziarah tidak memiliki pengetahuan yang benar dan lengkap terhadap obyek-obyek yang dikunjungi, selain itu pihak penyelenggara biro wisata ziarah di lokasi kunjungan tidak dapat memberikan penjelasan dengan baik tentang objek. Hal ini menyebabkan nilai informasi yang disampaikan kepada wisatawan belum optimal.
DATA DAN ANALISIS Data Fisik Lokasi Studi Lokasi Studi Lokasi studi secara astronomis terletak antara 109º 40' - 112° 54' BT dan 5
o
47' - 8o 0' LS. Lokasi studi yang masuk dalam perencanaan ini meliputi
lokasi-lokasi yang memiliki nilai tinggi sebagai tempat-tempat yang berkaitan dengan Sunan Bonang. Lokasi ini berupa tempat kelahiran, berdakwah, kediaman (petilasan atau ndalem), masjid peninggalan, dan makam Sunan Bonang. Tapak berlokasi di beberapa tempat di Pulau Jawa, khususnya daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Untuk wilayah yang berada di Jawa Timur meliputi Pulau Bawean, Kabupaten Kediri, Tuban, Lamongan, Ampel (Surabaya). Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah meliputi Kabupaten Rembang, Pati, Kudus, Batang, dan Demak. Batas- batas kawasan dari lokasi studi ini terdiri dari: Timur
: Laut jawa
Selatan
: Kota Blitar dan Kota Tulung Agung
Barat
: Kota Pekalongan
Utara
: Laut Jawa Luas delineasi dari semua titik lokasi ini adalah 5014,37 Km², sedangkan
untuk luas cakupan kawasan di tiap lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 5. Delineasi tapak studi dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 5. Rata-rata Luas Cakupan Kawasan Sunan Bonang di Tiap Lokasi Studi No. Desa Luas (m²) Ampel 15.000 1 Drajad 20.000 2 Kutarejo 15.000 3 Singkal 1.000 4 Pekalongan 3.000 5 Kajen 1.000 6 Blado 1.000 7 Kauman 10.000 8 Bonang 50.000 9 Demak 1.000 10 117 Ha Total Luas Sumber: Survei dan Studi Pustaka
6
Lokasi tapak sebagian besar berada pada tempat yang strategis, yaitu berada pada Jalur Pantai Utara sehingga akan lebih memudahkan dalam proses interpretasi, yaitu dengan adanya infrastruktur jalan raya yang sering dilewati oleh kendaraan umum.
Aksesibilitas dan Sistem Transportasi Lokasi Studi Tapak yang direncanakan mudah dijangkau, baik itu dengan alat transportasi darat dan laut. Hal ini dikarenakan sebagian besar tapak berada di jalur Pantai Utara. Untuk akses dari Jawa Timur dapat ditempuh dari Terminal Bungurasih Surabaya dengan rute Ampel- Kediri- Batang- Demak- Kudus- PatiRembang- Tuban- Lamongan- Pelabuhan Gresik- Bawean- Pelabuhan GresikSurabaya (Terminal Bungurasih). Jalur darat ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum (Bus), sedangkan untuk akses dari Jawa Tengah dapat ditempuh dari Terminal Terboyo Semarang dengan rute Batang- Demak- Kudus- Pati- Rembang- Tuban- LamonganPelabuhan Gresik- Bawean- Pelabuhan Gresik- Ampel. Untuk akses menuju Pulau Bawean dapat ditempuh dengan jalur laut, yaitu naik kapal Express Bahari 8B melalui Pelabuhan Gresik dengan waktu tempuh antara 3-6 Jam. Kapal ini memiliki jadwal rute Gresik-Bawean hanya berangkat pada hari Sabtu dan Rabu, sedangkan rute Bawean-Gresik berangkat pada hari Minggu dan Kamis. Letak tapak yang strategis, yaitu berada di Jalur Pantai Utara merupakan suatu potensi bagi pengembangan perencanaan kawasan wisata ini. Adanya infrastruktur jalan dapat membantu dalam kegiatan interpretasi. Potensi lainnya yaitu, sudah banyaknya biro perjalanan yang melayani wisata ziarah ke petilasan ataupun makam-makam Walisongo. Adanya biro perjalanan tersebut, dapat mempermudah wisatawan untuk menuju ke lokasi objek. Lebih jelasnya, sistem transportasi dan akses dapat ditunjukkan dengan Gambar 7 dan 8.
Luar daerah Jawa Timur
Terminal Bungurasih, Surabaya +14 Km (+ 0,5 jam) Ampel (Kawasan Sunan Ampel) +103 Km (+ 3 jam) Kediri, Singkal (Kawasan makam Sunan Bonang) + 265 Km (+ 7 jam) Batang (Kehidupan masyarakat dan Budaya Islam) + 96 Km (+ 2 jam) Demak (Kawasan Masjid Demak) + 25Km (+ 0,5 jam) Kudus (Kawasan Sunan Kudus) + 23 Km (+ 0,5 jam) Pati (Kehidupan masyarakat dan Budaya Islam) + 46 Km (+ 1 jam) Rembang (Kawasan Petilasan dan Pasujudan Sunan Bonang) + 71 Km (+ 2 jam) Tuban (Kawasan Astana Sunan Bonang) + 43 km (+ 1 jam) Lamongan (Kawasan Sunan Drajad) + 49 Km (+ 1 jam) Pelabuhan Gresik + 146 Km (+ 3 jam) Bawean (Kehidupan masyarakat dan Budaya Islam)
Gambar 7. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Lokasi Studi dari Jawa Timur
Luar daerah Jawa Tengah
Terminal Terboyo, Semarang +76 Km (+ 2 jam) Batang (Kehidupan masyarakat dan Budaya Islam) + 96 Km (+ 2 jam) Demak (Kawasan Masjid Demak) + 25Km (+ 0,5 jam) Kudus (Kawasan Sunan Kudus) + 23 Km (+ 0,5 jam) Pati (Kehidupan masyarakat dan Budaya Islam) + 46 Km (+1 jam) Rembang (Kawasan Petilasan dan Pasujudan Sunan Bonang) + 71 Km (+ 2 jam) Tuban (Kawasan Astana Sunan Bonang) + 46 Km (+ 1 jam) Lamongan (Kawasan Sunan Drajad) + 49 Km(+ 1 jam)
Pelabuhan Gresik + 146 Km (+ 3 jam) Bawean (Kehidupan masyarakat dan Budaya Islam)
+ 61 Km (+ 1,5 jam)
Ampel (Kawasan Sunan Ampel) +103 Km (+ 3 jam) Kediri
`
Gambar 8. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Lokasi Studi dari Jawa Tengah
Dua jenis rute akses dan transportasi menuju lokasi studi (Gambar 7 dan 8), baik dari Jawa Timur maupun Jawa Tengah, dapat dilihat rute yang paling potensial untuk jalur wisata. Rute yang paling potensial dan nyaman untuk jalur wisata adalah rute dari Jawa Tengah (Gambar 8). Hal ini disebabkan rute ini paling mudah dijangkau dan memiliki waktu tempuh yang lebih pendek, selain itu, rute dari Jawa Tengah mempunyai fasilitas infrastruktur jalan yang tersedia lebih baik daripada rute dari Jawa Timur.
Iklim Unsur iklim dalam perencanaan ini terdiri dari suhu, curah hujan, dan kelembaban. Suhu udara rata-rata minimum adalah 22,6 ºC dan suhu udara ratarata maksimum adalah 33 ºC. Curah hujan berkisar antara 183 – 200 mm/thn. Kelembaban udara rata-rata adalah 74% - 96% (Sumber: BMG Jakarta Tahun 1998), dari besarnya unsur iklim terutama kelembaban
rata-rata, secara
klimatologis tapak studi memiliki potensi yang cukup baik untuk kegiatan wisata. Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama penentu kenyamanan dan aktivitas manusia (Nurisjah dan Pramukanto, 2007). Kenyamanan juga dapat dicapai apabila angin dapat dirasakan kehadirannya, yaitu bila angin ini tidak terperangkap atau tidak terlalu kencang. Radiasi matahari pada lokasi studi cukup tinggi. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi manusia dan dapat mempengaruhi kegiatan wisata pada tapak. Radiasi matahari yang tinggi ini terasa panas dan terik, solusi untuk mengatasi masalah ini salah satunya adalah dengan penanaman dan penataan vegetasi peneduh dan pengadaan fasilitas pendukung sesuai dengan kondisi tapak. Vegetasi peneduh yang digunakan adalah tanaman yang memiliki tajuk lebar akan tetapi tidak menahan laju angin sehingga dapat mengurangi panas.
Gambar 9 . Ilustrasi Vegetasi Peneduh
Data Kepariwisataan Wisatawan dan Kunjungan Wisata Wisatawan yang berkunjung di lokasi studi terdiri dari wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Namun wisatawan luar negeri sangat sedikit dijumpai. Sebagian besar dari mereka berkunjung untuk tujuan ziarah ke makam Sunan Bonang, bahkan beberapa diantaranya ada yang berkunjung lebih dari satu hari.
Wisatawan ini menginap di masjid atau aula-aula yang terdapat di sekitar objek karena terbatasnya penginapan yang tersedia. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kawasan ini, pembangunan fasilitas penginapan sangat diperlukan. Kunjungan ini terjadi secara kontinyu setiap tahun, sehingga apabila tidak diatur dan dibatasi dapat menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan objek wisata. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu model kunjungan ke kawasan Sunan Bonang. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan terhadap kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu jumlah pengunjung per satuan luas areal objek wisata dengan waktu yang dibutuhkan harus sesuai dengan kapasitas daya dukung objek wisata Sunan Bonang, sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan dan objek wisata. Penghitungan daya dukung yang digunakan menekankan pada metode kesesuaian antara jumlah pengunjung total harian yang disesuaikan dengan daya dukung kawasan wisata. Dengan perhitungan menggunakan metode ini diharapkan adanya kelancaran dan kenyamanan yang akan didapatkan oleh pengunjung. Pendugaan Nilai daya dukung berdasarkan pada standar rata-rata dalam m²/ orang. Rumus pendugaan nilai daya dukung untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) yaitu: T= DD x K
DD = A
K= N
S
R
Keterangan: DD
= daya dukung (orang)
A
= area yang digunakan (m²)
S
= standar rata-rata individu (m²/ orang)
T
= total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan (orang)
K
= koefisien rotasi
N
= jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan
R
= rata-rata waktu kunjungan (jam)
Dari metode penghitungan daya dukung ini maka diperoleh kapasitas optimal untuk kawasan wisata budaya Sunan Bonang.
Lokasi yang paling banyak dan yang secara kontinyu sering dikunjungi adalah Desa Bonang, Desa Kutorejo, Desa Kauman-Kudus, Desa Demak, Desa Ampel, dan Desa Drajat, sedangkan Desa Pekalongan-Bawean, Desa Singkal-Kediri, dan Desa Blado-Batang, sangat jarang dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini dikarenakan lokasi ini belum dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Jumlah kunjungan wisata dapat ditingkatkan melalui perbaikan dan penataan kawasan. Jumlah ratarata kunjungan wisata per hari di tiap lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 6. Jumlah kunjungan wisata ini bermanfaat untuk melihat adanya kegiatan wisata di tiap kawasan sehingga dapat digunakan sebagai penilaian potensi wisata di tiap lokasi studi. Tabel 6. Rata-rata Kunjungan Wisata Kecamatan
Desa
Kunjungan rata-rata/hari (org) Hari Biasa
Hari tertentu (*)
Semampir
Ampel
300
2000
Paciran
Drajad
200
2000**
Tuban
Kutarejo
200
1200
Gampengrejo
Singkal
-
-
Tambak
Pekalongan
-
-
Margoyoso
Kajen
-
-
Bismo
Blado
-
-
Kudus
Kauman
300
1500***
Lasem
Bonang
300
1300
Demak
Demak
300
2000
Sumber: Hasil survei, wawancara, dan studi pustaka * Pelaksanaan kegiatan atraksi budaya dan peristiwa-peristiwa tertentu ** http//:www.lamongan-Online.go.id *** http//:www.kudus.go.id
Sejarah Kawasan dan Sunan Bonang Agama Islam lahir di Jazirah Arabia pada awal abad ke-7 Masehi dan dibawa oleh Rosul utusan Allah SWT yang bernama Muhammad SAW. Agama Islam ini masuk ke Nusantara (Indonesia) sekitar pada abad ke-13 dibawa oleh para pedagang yang datang dari Persia, Gujarat, dan Timur Tengah. Mereka berdagang di pelabuhan-pelabuhan yang terdapat di pesisir Nusantara, salah satunya adalah pesisir Jawa Tengah dan Jawa timur. Karena sering bergaul dengan para pedagang itu, banyak masyarakat pesisir pribumi yang melakukan
perkawinan dengan mereka. Pada akhirnya hal ini tidak hanya dilakukan oleh rakyat biasa dan kaum pedagang saja, tetapi kaum bangsawan pribumi juga, misalnya Maulana Ishaq (orang Timur Tengah) menikah dengan putri raja Blambangan melahirkan Sunan Giri, Raden Rahmat (Sunan Ampel) menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Wilatikta kemudian melahirkan Sunan Bonang (Simon, 2003). Sunan Bonang adalah putera dari Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Ageng Manila, puteri Tumenggung Wilatikta. Nama kecil Sunan Bonang adalah Raden Makdum Ibrahim. Sunan Bonang diperkirakan lahir antara tahun 1440 atau 1465 di Tuban (Simon, 2003). Saat masih kecil Raden Makdum Ibrahim berguru pada ayahnya sendiri di pesantren Ampel Denta bersama dengan sepupunya Raden Paku (Sunan Giri). Setelah selesai menuntut ilmu dengan ayahnya, Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku kemudian berniat menunaikan haji di Tanah Suci Mekah. Namun sebelumnya mereka menuntut ilmu ke Samudra Pasai, pusat pengajaran ilmu sufi di Nusantara. Sunan Bonang tidak pernah menikah dan tidak mempunyai putera sehingga sering juga disebut Sunan Wadat Anyakra Wati (Simon, 2003). Setelah pulang dari Mekah, Sunan Bonang kemudian berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha (Intisari, 2007). Namun dakwahnya di Kediri kurang berhasil, kemudian Ia pergi dari Kediri dan meneruskan kegiatan dakwahnya ke daerah lain. Ia
juga
berdakwah ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Kudus, Rembang, Batang, maupun Pulau Bawean. Setelah berdakwah ke daerah-daerah terpencil itu, Sunan Bonang kemudian menetap di Bonang, sebuah desa kecil di Lasem, Jawa Tengah, sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Selama hidupnya Sunan Bonang menggunakan pendekatan kultural sebagai metode untuk menyiarkan Agama Islam kepada masyarakat Jawa. Pendekatan tersebut yaitu berupa dakwah melalui seni dan aktivitas budaya untuk menarik penduduk Jawa memeluk agama Islam. Misalnya menciptakan beberapa gending (lagu Jawa) misalnya gending Dharma yang sarat dengan nilai-nilai Islam, mengubah arah estetika gamelan yang semula bercorak Hindu menjadi
bercorak Islam yang kontemplatif dan meditatif. Sunan Bonang juga menambahkan instrumen baru pada gamelan, yaitu bonang (diambil dari gelarnya sebagai wali yang membuka pesantren pertama di Desa Bonang, bonang adalah alat musik dari Campa, yang dibawa dari Campa sebagai hadiah perkawinan Prabu Brawijaya dengan Putri Campa, yang juga saudara sepupu Sunan Bonang. Instrumen lain yang ditambahkan pada gamelan ialah rebab, alat musik Arab yang memberi suasana syahdu apabila dibunyikan (Hadi, 2003). Sunan Bonang pernah menjabat sebagai Imam pertama Masjid Demak. Sebagai Imam, Sunan Bonang bersama wali lain, terutama murid dan sahabatnya Sunan Kalijaga, telah memberi warna lokal pada upacara-upacara keagamaan Islam seperti Idul Fitri, perayaan Maulid Nabi, peringatan Tahun Baru Islam (1 Muharram atau 1 Asyura) dan lain-lain. Dengan memberi warna lokal maka upacara-upacara itu tidak asing dan akrab bagi masyarakat Jawa (Hadi, 2003). Dengan demikian, Islam semakin mudah diresapi oleh masyarakat Jawa. Menurut Sunan Bonang, kebudayaan Islam tidak harus kearab-araban. Menutupi aurat tidak harus memakai baju arab, tetapi cukup dengan memakai kebaya dan kerudung. Contoh upacara keagamaan yang dikemas dalam budaya Jawa, yang sampai kini masih diselenggarakan ialah upacara Sekaten dan Grebeg Maulid. Beberapa lakon carangan pewayangan yang bernapas Islam juga digubah oleh Sunan Bonang bersama-sama Sunan Kalijaga. Di antaranya Petruk Jadi Raja dan Layang Kalimasada (Hadi, 2003). Setelah berselisih paham dengan Sultan Demak I, yaitu Raden Patah, Sunan Bonang mengundurkan diri sebagai Imam Masjid Kerajaan pada tahun 1503 (Hadi, 2003). Ia pindah ke desa Bonang, dekat Lasem, sebuah desa yang tandus dan miskin. Di desa ini ia mendirikan pesantren kecil, mendidik muridmuridnya dalam berbagai keterampilan di samping pengetahuan agama. Di desa itu ia membangun Masjid Bonang, pasujudan (tempat beribadah), serta ndalem (rumah kediaman dan pesantren) yang masih ada hingga sekarang. Di sini pula Sunan Bonang banyak mendidik para mualaf menjadi pemeluk Islam yang teguh. Suluk-suluknya seperti Suluk Wujil, menyebutkan bahwa ia bukan saja mengajarkan ilmu fikih dan syariat serta teologi, melainkan juga kesenian, sastra, seni kriya, dan ilmu tasawuf (Hadi, 2003).
Keahliannya di bidang geologi dipraktekkan dengan menggali banyak sumber air dan sumur untuk perbekalan air penduduk dan untuk irigasi pertanian lahan kering (Hadi, 2003). Beberapa diantara sumur peninggalan Sunan Bonang masih ada hingga sekarang, yaitu Sumur Brumbung di daerah Tuban dan Sumur Kotak di Desa Bonang. Sunan Bonang wafat di Bawean pada 1525. Saat akan dimakamkan, ada perebutan antara warga Tuban, Bawean dan warga Bonang. Warga Bawean ingin Sunan Bonang dimakamkan di pulau mereka, karena Sunan Bonang pernah berdakwah di Pulau itu. Pada malam kematiannya, sejumlah murid dari Tuban dan Bonang mencuri jenazah Sunan Bonang. Akan tetapi ketika dilakukan pemakaman jenazah Sunan Bonang tetap ada, baik di Tuban maupun di Bawean (Simon, 2003). Karena itu, sampai sekarang masyarakat percaya bahwa makam Sunan Bonang berada lebih di satu tempat. Lokasi pertama adalah makam di belakang Masjid Agung Tuban, desa Kutarejo, Tuban . Ketika berkunjung ke sana akan terlihat suatu kontras, yaitu antara Mesjid Agung Tuban yang arsitekturnya megah dan berwarna-warni, dengan Astana Sunan Bonang di belakangnya yang sederhana. Di dekat astana itulah terletak makam Sunan Bonang. Untuk mencapai tempat itu harus menyusuri jalan kecil di samping Masjid Agung Tuban. Lokasi kedua adalah sebuah petilasan di sebuah bukit di pantai utara Jawa, yaitu di Desa Bonang, Rembang. Di kaki bukit itu juga terdapat makam Sunan Bonang, tanpa cungkup dan tanpa nisan, hanya ditandai oleh tanaman bunga melati. Namun objek utama justru berada di atas bukit, tempat terdapatnya batu yang digunakan sebagai alas untuk sholat. Di batu itu terdapat jejak kaki Sunan Bonang, kesaktiannya membuat batu itu terdapat bekas yang membentuk kaki Sunan Bonang. Situs ini berdampingan dengan makam Putri Cempo (Campa) dan ini dijelaskan oleh cerita tutur bahwa Sunan Bonang adalah putra Sunan Ngampel Denta yang berasal dari Cempa. Sunan Bonang telah memindahkan makam putri Darawati atau Andarawati yang merupakan maktuanya tersebut dari makam lama di Citra Wulan (bertarikh Jawa 1370 alias 1448 Masehi, kemungkinan maksudnya di wilayah ibukota Majapahit) ke Karang Kemuning, Bonang (Graaf dan Pigeaud, 1989).
Lokasi ketiga adalah makam Sunan Bonang di Tambak Kramat, Pulau Bawean. Di desa itu terdapat dua makam di tepi pantai, dan belum dapat dipastikan makam Sunan Bonang yang sebenarnya. Salah satu makam memang tampak lebih terurus, karena dibuatkan rumah dan diberi kelambu (Intisari, 2006). Lokasi keempat adalah sebuah tempat bernama Singkal di tepi Sungai Brantas di Kediri. Namun di lokasi keempat ini tidak terdapat bukti fisik makam Sunan Bonang. Dari tempat itu, seperti dituturkan dalam Babad Kedhiri, Sunan Bonang melancarkan dakwah tetapi gagal mengislamkan Kediri. Ketika laskar Belanda-Jawa pada 1678 menyerang pasukan Trunajaya di daerah itu, mereka menemukan mesjid yang digunakan sebagai gudang mesiu. Menurut Graaf dan Pigeaud (1989), adanya mesjid yang cukup penting di Singkal pada abad ke-17 menyebabkan legenda yang mengisahkan tempat itu sebagai pusat propaganda agama Islam pada permulaan abad ke-16. Perjalanan hidup Sunan Bonang secara spasial dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan potensi kegiatan wisata yang dapat dilakukan di masing-masing tapak studi dapat dilihat pada Gambar 11.
Potensi Objek dan Atraksi Wisata Atraksi wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu (Yoeti, 1996). Atraksi ini tidak hanya berupa obyek yang dapat disaksikan tetapi juga termasuk aktivitas yang dapat dilakukan pada daerah tujuan wisata. Atraksi merupakan sumberdaya wisata yang merupakan kekuatan utama yang mengendalikan pariwisata dan menarik wisatawan. Setiap objek yang ada di dalam kawasan dan yang berhubungan dengan Sunan Bonang memiliki latar belakang sejarah, budaya, dan legenda masyarakat. Objek-objek ini memiliki potensi untuk dapat menarik wisatawan. Beberapa elemen fisik yang dapat dijadikan objek wisata budaya utama adalah bangunanbangunan peninggalan Sunang Bonang, sedangkan yang dapat dijadikan sebagai atraksi wisata budaya antara lain kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, upacara adat keagamaan, dan kesenian yang bertema Islam. Elemen-elemen tersebut merupakan satu kesatuan lanskap yang keberadaannya saling melengkapi.
Kondisi objek dan atraksi Sunan Bonang di lokasi studi sampai saat ini belum dikembangkan dan dikelola dengan optimal, oleh karena itu diperlukan upaya perencanaan untuk pengembangan dan pelestarian kawasan melalui kegiatan wisata yang mendukung. Semua objek peninggalan Sunan Bonang memiliki sejarah dan cerita rakyat yang masih ada hingga saat ini. Sejarah dan cerita rakyat ini merupakan objek imaterial yang perlu dilestarikan dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata. Objek imaterial yang berupa sejarah dan cerita rakyat dalam perencanaan ini dapat dikembangkan dalam bentuk buklet, sign board untuk interpretasi, dan audio untuk diperdengarkan pada wisatawan yang berkunjung Potensi objek dan atraksi wisata pada lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 12, Tabel 7, dan Tabel 8. Objek-objek yang ada terdiri dari objek utama dan objek pendukung tapak. Objek utama merupakan objek yang kuat kaitannya dengan Sunan Bonang dan dakwahnya, sedangkan objek pendukung tapak adalah objek yang tidak memiliki kaitan yang kuat terhadap kegiatan Sunan Bonang. Namun objek ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam kawasan perencanaan. Pada Tabel 7, terlihat bahwa Desa Bonang memiliki objek utama peninggalan Sunan Bonang yang paling beragam dibandingkan dengan lokasi yang lain. Objek dan atraksi ini dinilai untuk melihat keterkaitannya dengan Sunan Bonang.
11
Tabel 7. Lokasi dan Objek Peninggalan Sunan Bonang Kabupaten/ Kotamadya Surabaya
Kecamatan
Objek Utama
Keterangan
Atraksi
Dibesarkan, belajar
Peringatan haul Sunan
agama
Ampel, seni hadrah Peringatan Haul Dunan
Bawean
Pati
Margoyoso
Kajen
Batang
Bismo
Blado
Pesantren Kajen Masjid (Masjid Al-Huda), Petilasan Sunan Bonang
Kudus
Kudus
Kauman
Masjid menara kudus
Makam Sunan Kudus
Rembang
Lasem
Bonang
Makam Sunan Bonang, Petilasan/ ndalem, Pasujudan, Bende Becak, Watu Layar, Lapangan Adon Ayam, Anjir, Masjid, Mimbar masjid, Sumur Kotak, makam Putri Campa (Maktua Sunan Bonang), Beduk Sunan Bonang Masjid Agung Demak
Pantai Binangun Indah, Wana Berdakwah, mendirikan Penjamasan Bende
Tuban
Kediri
Demak
Demak
Ampel
Objek Pendukung Tapak/ Objek Alam pasar Ampel
Kawasan Ampel: Masjid Ampel, Makam Sunan Ampel (Ayah Sunan Bonang) Paciran Drajad Kawasan Sunan Drajad: Makam Sunan Drajad (Adik Sunan Bonang), Pesantren Paciran, Museum Sunan Drajad, Tuban Kutorejo Makam Sunan Bonang, Gerabah Sunan Bonang, Museum Kambang putih (menyimpan benda peninggalan Sunan Bonang) Gampengrejo Singkal Masjid Sangkal Daha, Makam Sunan Bonang Tambak Pekalongan Makam Sunan Bonang
Lamongan
Semampir
Desa
Demak
Gua Maharani, Pantai Tanjung
Kodok, Masjid Agung Tuban
Lahir, Berdakwah,
Drajat, seni hadrah Haul Sunan Bonang,
dibesarkan, dimakamkan Sungai Brantas Pantai Pamasaran
wayang klithik, seni hadrah
Berdakwah Berdakwah, meninggal
Peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, Pencak Bawean
Berdakwah Berdakwah Berdakwah
Buka Luwur, Dhandangan
pesantren pertama,
Becak, Haul Sunan
tempat tinggal,
Bonang, peringatan Maulid
Wisata Watu Layar, Tempat
pelelangan Ikan Bonang bertafakur, dimakamkan Nabi, seni Jedor Makam Sunan Kalijaga (murid Menjadi Imam pertama Grebeg Besar, Selamatan
Sunan Bonang)
Masjid Demak, tempat
Tumpeng Sanga,
berkegiatan dengan
Pameran Lukisan Kaligrafi,
Walisongo yang lain
Ruwatan, Syawalan
Tabel 8. Atraksi Budaya yang Terdapat di Lokasi Studi No 1
2
Atraksi Budaya Buka Luwur
Waktu 10 Muharram
Lokasi
Keterangan
Area Makam Sunan Kudus Kudus Kantor Kecamatan Tambak
Kegiatan penggantian kelambu makam Sunan Kudus
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw Haul Sunan Ampel
Bulan Rabiul Awwal
Bulan Sya'ban
Masjid Ampel, Surabaya
Kegiatan peringatan meninggalnya Sunan Ampel. Banyak peziarah yang datang dari berbagai daerah untuk menyaksikan acara ini
4
Dhandangan
Masjid Al-Aqsa Kudus
Tradisi menyambut bulan puasa
5
Pameran lukisan kaligrafi Haul Sunan Bonang
sebelum Ramadhan (Sya'ban) lima hari menjelang Bulan Puasa (Sya'ban) Bulan Dzulkaidah
Kantor Dinas Pariwisata Kota Demak Astana Sunan Bonang, Tuban
Pameran lukisan kaligrafi hasil karya seniman Demak
3
6
Kegiatan yang dilakukan tiap tahun untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW (**)
7
Haul Sunan Bonang
Rabu Pahing/ Jumat Legi bulan Dzulkaidah
Rumah juru kunci Petilasan,Desa Bonang
Kegiatan peringatan meninggalnya Sunan Bonang yang diperingati dengan beberapa kegiatan yaitu: khataman dan hafalan Al-Quran, serta seni Hadrah Kegiatan peringatan meninggalnya Sunan Bonang. Kegiatan ini diiringi dengan khataman Al-Quran
8
Penjamasan Bende Becak
10 Dzulhijjah (Hari raya Idul Adha)
Rumah Juru Kunci Petilasan , Desa Bonang
Acara memandikan Bende Bacak (gamelan bonang) peninggalan Sunan Bonang
9
Grebeg Besar
10
Penjamasan pusaka Sunan Kalijogo Pasar malam rakyat
10 Dzulhijjah (Hari raya Idul Adha) 10 Dzulhijjah
Pendopo Kabupaten Demak Kadilangu, Demak
Kegiatan perayaan hari raya Idul Adha yang ditandai dengan peyembelihan hewan kurban (*) Kegiatan penjamasan pusaka Sunan kalijogo (*)
10 hari menjelang Idul Adha(Dzulhijjah)
Alun-alun Kota Demak
Kegiatan pasar yang menjual berbagai macam barang dagangan sehari-hari dan kerajinan masyarakat (*) Kegiatan mengarak tumpeng yang berjumlah sembilan dari pendopo Kabupaten Demak menuju Masjid Agung Demak(*) Kegiatan peringatan meninggalnya Sunan Drajad. Banyak peziarah yang datang dari berbagai daerah untuk menyaksikan acara ini
11
12
Selamatan Tumpeng Sanga
Menjelang Idul Adha(Dzulhijjah)
Masjid Agung Demak
13
Haul Sunan Drajad
Bulan Syawal
Kawasan Sunan Drajad
Sumber: Survei dan Studi Pustaka (*) http://www.DemakKab.go.id, (**) http://www.Kudus.go.id
12
Hasil Penilaian Objek dan Atraksi Wisata Lanskap kawasan Sunan Bonang pada masing-masing tapak studi memiliki nilai potensi yang berbeda-beda, oleh sebab itu dilakukan penilaian untuk menentukan titik lokasi yang memiliki potensi tinggi, sedang, dan rendah untuk pengembangan kawasan. Penilaian terhadap objek dan atraksi dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Tabel 9 merupakan penilaian atraksi budaya di lokasi studi terhadap budaya Islam dan Sunan Bonang. Penilaian ini menggunakan empat kategori nilai keterkaitan dengan Sunan Bonang, yaitu tinggi, sedang, rendah, dan tidak terkait. Tabel 10 merupakan hasil penilaian potensi lokasi studi perencanaan kawasan wisata Sunan Bonang. Pada Tabel 10 diperoleh hasil penilaian potensi tiap titik sebagai berikut: 1. Ring 1 (tinggi)
: Desa Ampel, Desa Kutorejo, Desa Bonang
2. Ring 2 (sedang)
: Desa Drajat, Desa Pekalongan, Desa Kauman, dan Desa Demak
3. Ring 3 (rendah)
: Desa Singkal, Desa Kajen, dan Desa Blado
Hasil penilaian dapat digambarkan dengan model ring pada Gambar 13.
Gambar 13. Ring Hasil Penilaian terhadap Lokasi Studi Keterangan: Bo
: Desa Bonang
D
: Desa Demak
K
: Desa Kutorejo
Ka
: Desa Kauman
A
: Desa Ampel
S
: Desa Singkal
Dr
: Desa Drajad
Kj
: Desa Kajen
P
: Desa Pekalongan
B
: Desa Blado
Dari hasil penilaian, terdapat tiga lokasi yang memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Lokasi tersebut adalah Desa Bonang, Desa Kutorejo, dan Desa Ampel. Oleh karena itu tiga lokasi ini merupakan lokasi referensi utama untuk dikembangkan sebagai kawasan perencanaan wisata budaya Islam Sunan Bonang, sedangkan lokasi lain yang memiliki nilai sedang dan rendah dapat dikembangkan sebagai lokasi pendukung dalam perencanaan lokasi referensi utama. Hasil penilaian ini dapat dispasialkan dengan menggunakan sistem cluster yang terdiri dari: 1. Cluster tinggi; yaitu lokasi-lokasi yang berada pada ring 1 2. Cluster sedang; yaitu lokasi-lokasi yang berada pada ring 2 3. Cluster rendah; yaitu lokasi-lokasi yang berada pada ring 3 Sistem cluster hasil penilaian dari 10 lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 14.
Tabel 9. Penilaian Atraksi Budaya di Lokasi Studi terhadap Budaya Islam dan Sunan Bonang Nilai Keterkaitan No
Atraksi Budaya
Lokasi Tinggi
Sedang
Rendah
Tidak Terkait
1
Buka Luwur
Area Makam Sunan Kudus Kudus
2
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw
Kantor Kecamatan Tambak
3
Haul Sunan Ampel
Masjid Ampel, Surabaya
4
Dhandangan
Masjid Al-Aqsa Kudus
V
5
Pameran lukisan kaligrafi
Kantor Dinas Pariwisata Kota Demak
V
6
Haul Sunan Bonang
Astana Sunan Bonang, Tuban
V
7
Haul Sunan Bonang
Rumah juru Kunci Ndalem Sunan Bonang, Rembang
V
8
Penjamasan Bende Becak
Rumah juru Kunci Ndalem Sunan Bonang, Rembang
V
9
Grebeg Besar
Pendopo Kabupaten Demak
V
10
Penjamasan pusaka Sunan Kalijogo
Kadilangu, Demak
V
11
Pasar malam rakyat
Alun-alun Kota Demak
V
12
Selamatan Tumpeng Sanga
Masjid Agung Demak
V
13
Haul Sunan Drajad
Kawasan Sunan Drajad
V
V V V
Tabel 10. Penilaian Potensi Lokasi Studi Perencanaan Kawasan Wisata Sunan Bonang Kabupaten/ Kotamadya Surabaya Lamongan Tuban Kediri Bawean Pati Batang Kudus Rembang Demak
Kecamatan
Desa
Semampir Paciran Tuban Gampengrejo Tambak Margoyoso Bismo Kudus Lasem Demak
Ampel Drajad Kutarejo Singkal Pekalongan Kajen Blado Kauman Bonang Demak
Keterkaitan lokasi dengan Sunan Bonang 30 10 30 20 20 10 10 10 30 20
Jumlah Objek yang ada
Nilai Objek
Keragaman Atraksi
10 10 15 5 5 10 15 5
30 10 30 10 10 10 30 20
10 10 10 5 5 10 15 5
Jumlah kunjungan Wisata dalam Kawasan 15 15 15 5 5 15 15 15
Kondisi fisik kawasan
Total Penilaian
15 10 15 5 5 5 5 15 15 15
110 65 115 25 50 15 40 70 120 80
1
PENGEMBANGAN KAWASAN CLUSTER TINGGI
DATA DAN ANALISIS KAWASAN CLUSTER TINGGI Data Fisik Tapak Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Berdasarkan hasil penilaian menurut objek utama dan kegiatan Sunan Bonang, kaitan atraksi budaya yang terdapat di tiap lokasi dengan Sunan Bonang, serta potensi tiap titik lokasi studi secara keseluruhan, tapak perencanaan yang terpilih terdiri dari tiga referensi lokasi utama (Cluster tinggi), yaitu Desa Bonang, Desa Kutarejo, dan Desa Ampel. Secara astronomis tapak perencanaan berada pada 111˚ 00” - 112° 54' BT dan 06˚ 30” - 07° 21' LS. Secara geografis, lokasi yang berada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Desa Bonang dan yang berada di Provinsi Jawa Timur yaitu Desa Tuban dan Desa Ampel. Adapun letak geografis dan luas cakupan lokasi utama perencanaan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Letak Geografis dan Luas Cakupan Tapak
1
Jawa Timur
Kabupaten/ Kotamadya Surabaya Utara
Semampir
Ampel
22,27
2
Jawa Timur
Tuban
Tuban
Kutarejo
10,20
3
Jawa Tengah
Rembang
Lasem
Bonang
22,23
No.
Provinsi
Total Luas
Kecamatan
Desa
Luas (Ha)
54,7 Ha
Tapak ini dilalui oleh jalur pantai utara jurusan Surabaya-Semarang. Jalan Pantura merupakan jalur jalan provinsi yaitu berupa jalan aspal dengan lebar jalan 6 m. Kondisi jalan Semarang- Surabaya di beberapa titik mengalami kerusakan. Akses untuk mencapai tapak tidak sulit, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum berupa bus besar jurusan SemarangSurabaya. Akses menuju Desa Bonang dapat ditempuh dengan bus besar jurusan Semarang-Surabaya dengan waktu tempuh + 3 jam. Kemudian dari Desa Bonang ke Desa Kutorejo dapat ditempuh dengan bus jurusan Semarang- Surabaya dengan waktu tempuh + 2 jam. Dari Desa Kutorejo menuju Desa Ampel dapat ditempuh dengan menggunakan bus jurusan Semarang- Surabaya turun di Terminal Wanangun atau di Terminal Bungurasih. Jika turun di terminal
Wanangun lama perjalanan adalah + 2,5 jam. Dari terminal Wanangun menggunakan angkot menuju kawasan Jembatan Merah Surabaya dengan waktu tempuh + 15 menit, kemudian dari jembatan merah naik becak menuju Desa Ampel selama + 10 menit. Jika menggunakan bus Semarang- Surabaya dan turun di terminal Bungurasih lama perjalanan adalah + 3 jam. Dari Terminal Bungurasih naik angkot menuju kawasan Jembatan Merah dengan waktu tempuh + 30 menit. Kemudian dari kawasan Jembatan Merah naik becak menuju Desa Ampel selama + 10 menit. Dari dua akses menuju Desa Ampel ini yang paling efektif adalah melewati Terminal Wanangun, karena memiliki jarak dan waktu tempuh yang lebih pendek. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Tapak dapat dilihat pada Gambar 15. Terminal Terboyo + 117 Km (+ 3 jam)
+ 71 Km (+ 2 jam)
Desa Bonang
Desa Kutorejo
+ 107 Km
+ 127 Km
(+ 2,5jam)
(+ 3 jam) Terminal Wanangun
Terminal Bungurasih
+ 2 Km
+10 Km
(+ 10 menit)
(+ 30 menit) Desa Ampel
Gambar 15. Akses dan Jalur Transportasi Menuju Tapak
16
Iklim dan Kenyamanan Tapak Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama penentu kenyamanan dan aktivitas manusia (Nurisjah, 2004). Dari faktor suhu rata-rata dan kelembaban, maka dapat dihitung besarnya kenyamanan thermal, yaitu dengan menggunakan rumus: THI
= 0,8 T + (RH x T)/500
Pada nilai THI, jika THI < 27, maka dapat dinyatakan bahwa tapak nyaman untuk pengguna, sedangkan jika nilai THI > 27, maka tapak tidak nyaman untuk penguna. Besarnya nilai tiap unsur iklim dan kenyamanan pada masing-masing tapak dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Iklim dan Kenyamanan Tapak Unsur iklim Lokasi Desa Bonang Desa Kutorejo Desa Ampel
kelembaban rata-rata 75,7 72,0 72,0
Curah hujan 1702 183,2 183,2
sinar matahari 64,2 68,4 68,5
suhu rata2 27,8 27,5 27,5
THI 26,4 26,0 26,0
Kenyamanan Nyaman Nyaman Nyaman
Data Kepariwisataan Tapak Potensi Objek dan Atraksi Wisata Tapak Semua objek fisik dan objek non fisik yang ada pada tapak merupakan objek pelestarian yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisatawan. Objekobjek tersebut memiliki kaitan latar belakang sejarah, budaya, dan legenda masyarakat tentang Sunan Bonang. Beberapa elemen fisik yang dapat dijadikan objek wisata budaya utama di tapak perencanaan adalah bangunan-bangunan peninggalan Sunang Bonang, sedangkan yang dapat dijadikan sebagai atraksi wisata budaya antara lain kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, upacara adat, dan kesenian masyarakat yang bertema Islam. Elemenelemen tersebut merupakan satu kesatuan lanskap yang keberadaannya saling melengkapi. Objek dan atraksi yang terdapat di tapak perencanaan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Objek dan Atraksi Wisata pada Tapak Objek dan Atraksi 1. Desa Bonang a. Fisik Makam Sunan Bonang
Petilasan/ Ndalem
Masjid Sunan Bonang (Masid Tiban)
Mimbar Masjid Sunan Bonang
Kondisi Eksisting
Keterangan
Makam Sunan Bonang berada di sisi sebelah selatan petilasan dan dibatasi oleh dua buah pintu kayu. Makam Sunan Bonang yang ada di kompleks petilasan ini tanpa cungkup dan kelambu danhanya ditumbuhi dengan bunga melati diatasnya.
Petilasan ini berupa bekas kediaman Sunan Bonang yang dahulu juga berfungsi sebagai tempat tinggal dan pesantren untuk mengajar muridmuridnya. Bangunan rumah yang asli itu sendiri secara fisik sudah tidak ada di kawasan petilasan. Yang tertinggal hanya tembok pagar setinggi + 2m . Masjid peninggalan Sunan Bonang ini terletak berdekatan dengan Petilasan atau ndalem Sunan Bonang. Tahun berdirinya masjid ini dan sejarah pembuatannya tidak diketahui dengan jelas. Masyarakat sekitar mempercayai bahwa masjid ini secara tiba-tiba terbangun (Masjid Tiban) bersamaan dengan datangnya Sunan Bonang di Desa Bonang. Mimbar ini merupakan tempat Sunan Bonang memberikan khotbah dan pelajaran kepada jamaah masjid dan murid-muridnya. Mimbar ini masih asli kondisinya sampai sekarang, hanya di cat ulang dengan warna hijau.
Beduk Masjid Sunan Bonang
Beduk Sunan Bonang merupakan alat pemanggil masyarakat di sekitar masjid untuk menjalankan ibadah Sholat. Beduk di Masjid Sunan Bonang ini dilengkapi dengan pemukul beduk yang kondisinya masih asli.
Sumur Kotak
Sumur Kotak adalah sumur yang dibuat oleh Sunan Bonang untuk memenuhi kebutuhan air bagi ratusan santri dan penduduk sekitar. Sumur ini memiliki keunikan yaitu bentuknya yang empat persegi panjang, meskipun berjarak sekitar + 200 meter dari pantai, air dari sumur ini berasa tawar. Selain itu, air sumur itu juga tidak pernah kering meskipun musim kemarau panjang.
Objek dan Atraksi Anjir
Kondisi Eksisting
Keterangan Anjir adalah kail Sunan Bonang yang juga berfungsi sebagai tonggak untuk menentukan arah kiblat. Anjir ini terletak di pinggir jalan Pantura menuju ke arah Surabaya.
Pasujudan
Merupakan batu yang dipakai oleh Sunan Bonang untuk duduk dan bersujud kepada Allah SWT. Batu ini berupa batu dengan bentuk tidak beraturan dan berwarna hitam. Terdapat empat buah batu yang disusun sedemikian rupa yaitu: dua batu sebagai gapura, satu batu tempat kepala sujud, dan satu batu tempat bertumpu kaki. Pada batu ini terdapat bekas telapak kaki yang dipercayai sebagai milik Sunan Bonang yang diperlihatkan dengan bentuk batu yang melesak ke dalam.
Makam Putri Campa (Maktua Sunan Bonang)
Putri Campa (Dewi Indrawati) adalah maktua (bibi) Sunan Bonang. Makam Putri Campa ini berjarak + 50 m dari pasujudan. Keunikan dari bangunan yang melindungi makam (cungkup) adalah pada tiang pondasinya yang terbuat tulang ikan yang besar.
Lapangan Adon Ayam
Lapangan adon ayam adalah sebuah lapangan yang menurut legenda masyarakat digunakan untuk mengadu ayam antara ayam Sunan Bonang dan musuhnya, hal ini dilakukan agar musuhnya masuk Islam, yaitu dengan menuruti tantangan mengadu ayam.
Watu Layar
Watu layar adalah suatu tebing yang berbentuk seperti layar. Menurut legenda masyarakat, tebing ini dulunya adalah layar dari kapal seorang pedagang asing yang bernama Dampo Awang. Karena suatu perselisihan dengan Sunan Bonang, maka kapal itu di sabda menjadi Watu (batu). Kapalnya terdampar di sebelah selatan Kecamatan Lasem tertelungkup menjadi bukit, layarnya berubah jadi Watu (Watu Layar), dan jangkarnya hanyut sampai di Rembang. Merupakan sebuah alat musik pelengkap gamelan jawa yang digunakan Sunan Bonang dalam dakwahnya.
Gamelan Bonang (Bende Becak)
Objek dan Atraksi b. Non Fisik
Kondisi Eksisting
Keterangan
Penjamasan Bende Becak
Merupakan acara memandikan gamelan bonang peninggalan Sunan Bonang, diadakan setiap tanggal 10 Dhulhijjah (Hari Raya idul Adha) setiap pukul 09.00 yang diadakan di rumah juru kunci Sunan Bonang.
Haul Sunan Bonang
Merupakan acara peringatan meninggalnya Sunan Bonang, dilakukan setiap setahun sekali yaitu pada bulan Dzulkaidah (Kalender Islam) pada hari Rabu Pahing. Jika tidak ada hari Rabu Pahing di bulan Dzulkaidah, maka diganti dengan hari Jumat Legi.
Jedor
Pertunjukan ini pada umumnya diadakan pada acara pernikahan, yaitu dalam acara penganten pria memakai tombak ules dan payung serta diiringi dengan musik jedor (mirip hadrah). Merupakan legenda masyarakat yang menceritakan tentang dakwah Sunan Bonang dalam meng-Islamkan Dampo Awang, Blancak Ngilo, dan Brahmana India dengan kesaktian yang dimilikinya. Merupakan lagu-lagu yang diciptakan Sunan Bonang untuk berdakwah kepada masyarakat Jawa yang saat itu memeluk agama Hindu dan suka mendengarkan gendhing (lagu).
Kisah Sunan Bonang dalam meng-Islamkan Dampo Awang, dan Blancak Ngilo
Gending Dharma (salah satu dari macapat)
Peringatan Maulid Nabi
Kegiatan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan acara pengajian.
Tahun Baru Hijriah
Kegiatan memperingati tahun baru Hijriah dengan acara pengajian. Pada malam tahun baru banyak peziarah yang datang untuk berdoa.
2. Desa Ampel a. Fisik Masjid Ampel
Masjid Ampel didirikan pada tahun 1421 M oleh Raden Rahmad (ayah Sunan Bonang) beserta muridmuridnya. Masjid ini dibangun dengan gaya arsitektur jawa kuno dan nuansa arab islami yang sangat lekat. Masjid Ampel yang merupakan masjid terbesar kedua di Surabaya. Di Ampel inilah Sunan Bonang belajar mendalami Islam dan berguru kepada ayahnya sendiri.
Objek dan Atraksi Makam Sunan Ampel (Ayah Sunan Bonang)
Pasar Ampel
b. Non Fisik Haul Sunan Ampel (ayah Sunan Bonang)
Hadrah
Peringatan Maulid Nabi
Tahun Baru Hijriah
3. Desa Kutorejo a. Fisik Makam Sunan Bonang
Gerabah Sunan Bonang
Kondisi Eksisting
Keterangan Merupakan kompleks makam ayah Sunan Bonang dan keluarganya, serta santri-santri pesantren Ampel Denta. Komplek makam ini terletak di sebelah barat Masjid Ampel dan hampir setiap hari ramai dikunjungi oleh peziarah
Pasar ini terletak di sebelah selatan masjid Ampel. Pasar ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu di pasar Ampel dapat dijumpai tempat-tempat penjualan cindera mata khas timur tengah seperti, minyak wangi, buah kurma, sajadah, jilbab-jilbab dengan warna yang beraneka ragam, permadani, makanan, dan sebagainya berupa barang untuk keperluan ibadah. Kegiatan peringatan meninggalnya Sunan Ampel. Banyak peziarah yang datang dari berbagai daerah untuk menyaksikan acara ini. Acara ini dilaksanakan pada bulan sya’ban. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada saat haul Sunan Ampel yaitu: khataman, hafalan Al-Quran, pengajian akbar,serta seni Hadrah. Menyanyikan shalawat nabi dan lagulagu islami dengan diiringi alat musik seperti marawis. Kegiatan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan acara pengajian. Kegiatan memperingati tahun baru Hijriah dengan acara pengajian. Pada malam tahun baru banyak peziarah yang datang untuk berdoa.
Merupakan salah satu makam yang dipercayai sebagai makam Sunan Bonang.
Menurut juru kunci, gerabah ini merupakan peralatan makan para santri Sunan Bonang.
Objek dan Atraksi Sumur Brumbung
Museum Kambang Putih
b. Non Fisik Haul Sunan Bonang
Kondisi Eksisting
Keterangan Sumur Brumbung adalah sumur peninggalan Sunan Bonang. Terletak di Tuban, tidak jauh dari Astana Sunan Bonang. Sumur ini memiliki keunikan, yaitu airnya yang masih tetap tawar walaupun letaknya tepat berada di garis pantai Laut Jawa. Merupakan museum yang menyimpan benda-benda arkeologi yang ditemukan di sekitar komplek makam Sunan Bonang, seperti Al-Quran tulisan tangan dari kulit lembu, tasbih biji pisang, sandal bakiak, nisan, genthong, tempayan, wajan gongseng, ukiran kayu, sarkofagus yang difungsikan sebagai tempat wudhu, dan rehal.
Kegiatan peringatan meninggalnya Sunan Bonang yang diperingati dengan beberapa kegiatan yaitu: khataman, hafalan Al-Quran, pengajian akbar, khitanan massal, serta seni Hadrah. Pada saat diadakan haul banyak wisatawan yang datang berziarah dan mengikuti acara pengajian.
Wayang Klithik
Pertunjukan wayang yang dibuat dari kayu yang diukir, dan tangan terbuat dari kulit. Dalam pementasannya mengambil cerita menak, yaitu cerita tentang penyebaran (si’ar) agama Islam di Jawa.
Kisah Sunan Bonang dan Sumur Brumbung Seni Hadrah
Kisah Sunan Bonang dalam mengIslamkan Brahmana India. Menyanyikan shalawat nabi dan lagulagu islami dengan diiringi alat musik seperti marawis. Kegiatan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan acara pengajian. Kegiatan memperingati tahun baru Hijriah dengan acara pengajian. Pada malam tahun baru banyak peziarah yang datang untuk berdoa.
Peringatan Maulid Nabi
Tahun Baru Hijriah
Kondisi objek dan atraksi di tapak perencanaan sampai saat ini belum dikembangkan dan dikelola dengan optimal, oleh karena itu diperlukan upaya perencanaan untuk pengembangan dan pelestarian kawasan. Semua objek peninggalan Sunan Bonang memiliki sejarah dan cerita rakyat yang masih ada
hingga saat ini. Sejarah dan cerita rakyat ini merupakan objek immaterial yang perlu dilestarikan dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata. Objek immaterial yang berupa sejarah dan cerita rakyat dalam perencanaan ini dapat dikembangkan dalam bentuk buklet, sign board untuk interpretasi, atraksi pementasan yang menceritakan tentang dakwah Sunan Bonang, dan audio untuk diperdengarkan pada wisatawan yang berkunjung. Atraksi budaya dan kesenian masyarakat memiliki potensi untuk dapat menarik minat wisatawan dalam mengunjungi kawasan wisata lebih dari satu hari. Adanya jadwal atraksi wisata yang dibuat dengan jadwal-jadwal tertentu di hari yang berbeda dapat memberikan kemungkinan agar wisatawan dapat tinggal lebih lama di kawasan wisata. Semakin lama wisatawan tinggal di kawasan wisata, maka akan semakin besar pendapatan yang akan diperoleh oleh pemerintah daerah setempat, pemilik usaha penunjang wisata (restoran dan penginapan), serta masyarakat sekitar tapak (sebagai pemandu atau menjual cenderamata). Letak titik objek dan atraksi secara spasial pada masing-masing lokasi referensi perencanaan dapat dilihat pada Gambar 17, 18, dan 19.
17
a 1
7 b 2
c 3
4
d
5
e
6
j
i
h
g
f
18 19
Wisatawan dan Aktivitas Wisata dalam Tapak Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk membuat perencanaan lanskap kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang sebagai kawasan pelestarian. Upaya perencanaan dan pengembangan wisata ini tidak terlepas dengan adanya wisatawan yang mengunjungi kawasan. Wisatawan yang berkunjung di tapak terdiri dari wisatawan lokal dari berbagai daerah di Indonesia dan wisatawan asing. Sebagian besar dari mereka berkunjung untuk tujuan ziarah, dan sebagian kecil untuk tujuan penelitian. Jumlah kunjungan wisatawan terbesar pada tiga tapak terjadi pada bulan Sya’ban (sebulan sebelum Ramadhan), bulan Ramadhan, serta bulan diadakannya kegiatan Haul Sunan Bonang (Dzulkaidah). Beberapa diantara wisatawan tersebut ada yang berkunjung lebih dari satu hari. Wisatawan ini menginap di masjid atau aula-aula yang terdapat di sekitar objek karena sedikitnya penginapan yang tersedia di sekitar kawasan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kawasan ini, pembangunan fasilitas penginapan sangat diperlukan. Untuk wisatawan yang hanya berkunjung dalam waktu satu hari dapat diperpanjang masa kunjungnya yaitu dengan membuat paket wisata lebih dari satu hari. Beragamnya objek dan atraksi menarik yang terdapat di tapak merupakan potensi dalam pengembangan tapak sebagai kawasan wisata budaya Islam Sunang Bonang. Pada tiga tapak perencanaan aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung hampir sama, yaitu berziarah, beribadah (sholat, membaca Al-Quran, mabit, dan i’tikaf), jalan-jalan, melihat-lihat objek peninggalan, berfoto, istirahat, melihat atraksi budaya, serta membeli oleh-oleh. Selain itu, ada sebagian kecil dari pengunjung yang melakukan meditasi untuk mencari ilmu kebatinan yang mengarah pada kemusyrikan. Aktivitas ini dapat dicegah dan diminimalisir dengan merencanakan berbagai fasilitas interpretasi Islami serta zonasi pada bangunan-bangunan yang berpotensi menjadi penyebab kemusyrikan. Berbagai aktivitas yang dilakukan pada tapak memerlukan suatu penataan dan pengaturan, serta pengembangan fasilitas yang dapat menunjang sesuai dengan kebutuhan pengunjung. Pengaturan aktivitas ini dimaksudkan agar kegiatan wisata pada tapak kawasan dapat terkendali sehingga tidak merusak sumberdaya dan objek
objek pelestarian yang berada pada tapak. Pengaturan aktivitas ini salah satunya yaitu dalam bentuk paket wisata.
Fasilitas Wisata pada Tapak Fasilitas yang terdapat di tiga tapak kondisinya hampir sama, yaitu belum diadakan secara optimal dan masih kurang memenuhi kebutuhan wisatawan. Hal ini dapat diatasi dengan adanya perencanaan pembangunan fasilitas- fasilitas yang dibutuhkan wisatawan. Upaya pembangunan fasilitas harus cukup memadai serta tata letak keberadaannya tidak merusak kondisi lingkungan, dan secara visual estetis. Kondisi eksisting fasilitas wisata yang terdapat pada tapak dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Fasilitas Wisata pada Tapak Fasilitas 1. Desa Bonang Pintu gerbang
Kondisi Eksisiting
Keterangan Pintu gerbang ini berfungsi sebagai area penerimaan. Kondisi pintu gerbang area pasujudan ini sudah cukup baik.
Kantor pengelola dan pusat informasi
Kantor ini berfungsi untuk memberikan informasi dan sebagai tempat pengelolaan kawasan.
Tangga menuju objek pasujudan
Tangga ini berada di area pasujudan. Kondisi tangga ini rusak.
Aula untuk beristirahat
Aula ini biasa dipakai untuk tempat menginap para pengunjung yang berkunjung lebih dari satu hari.
Fasilitas Toilet
Kondisi Eksisiting
Keterangan Toilet ini dipisahkan antara toilet laki-laki dan perempuan. Kondisi toilet cukup baik, akan tetapi peletakannya kurang sesuai.
Musholla
Musholla ini memiliki ukuran yang kecil sehingga masih belum bisa menampung jumlah pengunjung yang datang.
Aula pertunjukan
Aula ini berada di area petilasan dan biasa digunakan untuk pertunjukan hadrah atau acara khataman Al-Quran ketika haul Sunan Bonang. Papan peraturan ini ditujukan untuk mengingatkan pengunjung agar tidak berbuat kemusrikan.
Papan peraturan berkunjung
Jalan setapak menuju objek
2. Desa Kutorejo Pintu gerbang
Papan peraturan berkunjung
Merupakan akses jalan menuju objek, terbuat dari beton cor
Pintu gerbang ini merupakan tempat masuk menuju area makam Sunan Bonang dan sebagai pembatas antara kompleks makam dan permukiman. Papan peraturan ini ditujukan agar pengunjung memakai pakaian yang sopan ketika berziarah ke makam Sunan Bonang.
Fasilitas Kotak amal
Kondisi Eksisiting
Keterangan Kotak amal ini untuk pengumpulan dana sebagai biaya pengelolaan kawasan.
Jalan setapak
Jalan setapak ini berada di dalam objek menuju makam Sunan Bonang.
Tempat wudhu dan toilet
Tempat wudhu dan ini menyatu dengan toilet digunakan untuk membersihkan diri sebelum pengunjung melakukan sholat atau berziarah ke makam Sunan Bonang. Kantor pengelola ini juga berfungsi sebagai pusat informasi dan untuk mendapatkan pemandu, yaitu juru kunci.
Kantor pengelola
3. Desa Ampel Pintu gerbang
Pintu gerbang ini sudah dipugar 3 kali,sehingga kondisinya cukup baik.
Kantor pengelola
Selain berfungsi sebagai kantor pengelola, gedung ini juga berfungsi sebagai pusat informasi yang memberikan informasi tentang kawasan Ampel.
Tempat wudhu
Tempat wudhu ini peletakannya kurang sesuai, yaitu terletak di depan masjid.
Fasilitas Ruang audio dan aula istirahat
Tempat minum pengunjung
Kondisi Eksisiting
Keterangan Ruang audio ini berfungsi untuk mengumumkan informasi peraturan berkunjung dalam kawasan. Bersebelahan dengan aula untuk tempat istirahat sejenak pengunjung. Tempat minum ini berupa genthong yang airnya mengalir dari sumber air yang dipercayai masyarakat memiliki khasiat untuk kesehatan. Peletakan genthong2 ini kurang sesuai.
Papan peraturan berkunjung
Papan peraturan ini diletakkan di beberapa titik bertujuan untuk mengingatkan pengunjung untuk mentaati peraturan yang ada.
Toilet
Toilet ini dipisahkan antara toilet laki-laki dan perempuan. Kondisi toilet cukup baik, akan tetapi peletakannya kurang sesuai.
Tempat sampah
Kondisi dan pemanfaatan tempat sampah oleh pengunjung sudah cukup baik.
Jumlah fasilitas yang belum seimbang dengan jumlah pengunjung, tidak memenuhi kebutuhan pengunjung, serta kondisinya yang tidak dikelola dengan baik, menyebabkan ketidaknyamanan pada wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata. Untuk itu, pengembangan dan penataan fasilitas yang dapat mengakomodasikan kebutuhan wisatawan pada tapak sangat diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan. Jumlah dan kondisi fasilitas pada tapak dapat dilihat pada Tabel 15. Pengembangan fasilitas yang diperlukan antara lain fasilitas penginapan bagi wisatawan yang berkunjung lebih dari satu hari, restoran, kios cenderamata, shelter, tempat duduk, aula istirahat, serta toilet. Penataan fasilitas
harus menyesuaikan dengan kondisi tapak sehingga tidak mengganggu keberadaan objek pelestarian. Tabel 15. Jumlah dan Kondisi Fasilitas pada Tapak Lokasi Desa Bonang
Desa Kutorejo
Desa Ampel
Fasilitas
Jumlah Total (unit)
Pintu gerbang Kantor pengelola dan pusat informasi Aula istirahat Toilet Musholla Area pertunjukan Tangga menuju pasujudan
2 2
Kondisi Baik (unit) 1 1
4 7 1 1 1
2 2 1 0 0
Pintu gerbang Kantor pengelola dan pusat informasi
2 1
0 1
Aula istirahat Toilet Jalan setapak menuju objek Pintu gerbang Kantor pengelola dan pusat informasi Aula istirahat Toilet
1 4 3
1 0 1
2 1
1 1
2 12
0 4
Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan sehari-hari masing-masing lokasi pada tapak dikelola oleh yayasan mandiri yang pengurusnya adalah masyarakat sekitar kawasan. Adapun lembaga pengelolaan di masing-masing tapak dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 . Organisasi dan Lembaga Pengelola Masing-masing Kawasan
Desa Bonang
Pengelola sehari-hari Yayasan Sunan Bonang Rembang
Desa Kutorejo Desa Ampel
Yayasan Mabarrot Sunan Bonang Tuban Pengurus Masjid Sunan Ampel
Lokasi
Dinas yang membina
Pendanaan
Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kab.Rembang Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kab.Tuban Pemerintah Daerah Tingkat 1 Jawa Timur
Infak pengunjung, Pemda Kab. Rembang Infak pengunjung, Pemda Kab. Rembang Infak pengunjung, Pemda Tingkat 1 Jawa Timur
Dukungan
pemerintah
daerah
merupakan
hal
penting
dalam
pengembangan perencanaan kawasan Sunan Bonang. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa pemerintah daerah pada masing-masing lokasi memiliki perhatian terhadap kawasan. Hal ini merupakan potensi dalam upaya pengembangan dan perencanaan kawasan sebagai kawasan wisata budaya Islam.
Kondisi Kawasan Wisata Tapak memiliki kualitas lingkungan yang cukup potensial dikembangkan untuk wisata. Berdasarkan hasil analisis berbagai aspek yang terdapat pada tapak, dapat dilihat adanya potensi dan kendala pada tapak untuk pengembangan wisata budaya. Dari potensi dan kendala tersebut dibuatlah suatu upaya pemanfaatan terhadap potensi dan solusi dari kendala-kendala tersebut. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan dilakukan pengembangan fisik, yaitu pembagian ruang wisata budaya berdasarkan objek dan atraksi. Pembagian ruang wisata ini merupakan dasar dari pemanfaatan kawasan sekaligus upaya untuk melakukan pelestarian kawasan agar tetap terjaga keberadaannya. Keanekaragaman objek dan atraksi baik dari segi fisik maupun non fisik yang terdapat pada tapak memiliki potensi tinggi dalam pengembangan wisata budaya. Pengembangan ini yaitu dengan mempertahankan dan memperbaiki kondisi eksisting. Hasil analisis terhadap berbagai data ini akan menghasilkan tata ruang kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang. Keseluruhan hasil analasis dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Analisis Tapak Analisis Data Fisik Lokasi dan Aksesibilitas
Iklim
Kepariwisataan Wisatawan
Objek dan Atraksi Wisata
Potensi
Kendala
Lokasi strategis dan aksesibilitas tinggi
Sintesis Pemanfaatan Pemecahan Potensi Kendala Akses yang ada dipertahankan, membuat jalur wisata
Secara klimatologis tapak perencanaan memilki kenyamanan dan sesuai untuk kegiatan wisata
Radiasi matahari yang tinggi dapat mengurangi kenyamanan pengguna
Mempertahankan kondisi yang ada dengan pengaturan tata letak dan jumlah vegetasi dalam tapak
Penanaman tanaman peneduh yang dapat menurunkan suhu berfungsi menambah kenyamanan pengguna tapak
Jumlah kunjungan wisatawan cukup tinggi
Adanya kunjungan wisata yang tinggi menyebabkan rawannya kerusakan lingkungan wisata
Membatasi kunjungan sesuai daya dukung, membuat zonasi wisata
Peninggalan Sunan Bonang dan atraksi kesenian masyarakat yang bertema Islam, upacara adat
Belum adanya perencanaan yang optimal, pemeliharaan dan informasi yang kurang tentang objek dan atraksi
Mempertahankan kunjungan wisata dengan promosi wisata yang lebih optimal dan tetap menjaga kelestarian kawasan melalui penghitungan daya dukung wisata Melakukan zonasi terhadap objek peninggalan agar tetap terjaga kelestariannya, membuat program wisata dan pelestarian
Pengembangan kawasan dengan membuat program wisata dan pelestarian, pemugaran beberapa objek fisik, membuat media-media informasi tentang objek dan atraksi dalam bentuk buklet.
Analisis Data
Potensi
Fasilitas Wisata
Kendala Jumlah dan jenis fasilitas belum menunjang dan mengakomodasikan kebutuhan wisatawan
Aktivitas Wisata
Beberapa aktivitas yang telah ada mendukung keberadaan kawasan
Organisasi dan Kelembagaan
Dukungan pemerintah dalam pengembangan kawasan
- Belum adanya perencanaan dan paket wisata sehingga aktivitas di kawasan belum terarah - Beberapa aktivitas yang tidak sesuai dengan syariat Islam Dukungan pemerintah belum sepenuhnya terealisasi
Sintesis Pemanfaatan Pemecahan Potensi Kendala Pengadaan fasilitas wisata yang sesuai dengan aktivitas yang dikembangkan dalam kawasan wisata diimbangi dengan pengelolaan yang baik untuk menunjang kegiatan wisata Dipertahankan dan dikembangkan
- Dibuat paket wisata dengan aktivitas wisata yang dapat menarik pengunjung - Zonasi wisata, sign board
Pengembangan kawasan melalui wisata budaya
Pengembangan kawasan melalui wisata budaya
SINTESIS
KONSEP MAKRO KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG Konsep ini merupakan konsep makro dari Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang secara keseluruhan yang berupa rencana induk untuk mengintegrasikan kawasan cluster tinggi, cluster sedang, dan cluster rendah. Konsep makro ini didasarkan pada penyebaran dakwah oleh Sunan Bonang yang melahirkan kebudayaan Islam pada masyarakat jawa yang berada pada kawasan delineasi tapak studi.
MODEL KONSEP PENGEMBANGAN CLUSTER TINGGI Konsep Dasar Perencanaan Perencanaan kawasan ini didasarkan pada konsep Wisata Budaya Islam Sunan Bonang, yaitu untuk meningkatkan fungsi tapak agar dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata budaya Islam, memberikan pengalaman yang menarik bagi wisatawan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat muslim, serta melestarikan objek-objek peninggalan Sunan Bonang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan aktivitas dan pendekatan sumberdaya. Konsep ini akan diintegrasikan dengan adanya jalur interpretasi pada masing-masing tapak referensi utama (cluster tinggi) yang berdasarkan pada kehidupan Sunan Bonang yang terdiri dari: a. Representasi tempat kelahiran Sunan Bonang (Desa Kutorejo) b. Representasi tempat Sunan Bonang belajar dan mendalami agama Islam (Desa Ampel) c. Representasi tempat Sunan Bonang yang mengajar dan menerapkan dakwahnya (Desa Bonang) Konsep
Wisata
Budaya
Islam
Sunan
Bonang
kemudian
akan
dikembangkan menjadi konsep ruang, sirkulasi, aktivitas, dan fasilitas wisata. Konsep ruang yang akan dikembangkan ditentukan oleh kondisi tapak, yaitu adanya jenis dan kekuatan objek dalam kaitannya dengan Sunan Bonang. Konsep ruang ini kemudian diturunkan menjadi konsep aktivitas wisata yang di dalamnya terdapat pengembangan fasilitas untuk menunjang kegiatan wisata pada tapak.
Konsep Ruang Konsep ruang bertujuan untuk menata dan mengalokasikan fungsi-fungsi yang akan dikembangkan dalam tapak, yaitu pemanfaatan sebagai kawasan wisata budaya dan pelestarian kawasan sehingga dalam penerapannya, fungsi-fungsi tersebut tidak saling mengganggu. Konsep ruang ini merupakan model tata ruang wisata dan tata ruang pelestarian yang dapat diterapkan di tiap lokasi tapak perencanaan. Konsep pembagian ruang terdiri dari dua zonasi, yaitu zonasi wisata budaya dan zonasi pelestarian. Kedua zonasi ini kemudian di overlay. Konsep pembagian ruang ini dapat dilihat pada Gambar 20. Zonasi Pelestarian
Zonasi Wisata Budaya
Ruang Pengembangan
Ruang Wisata Budaya
Ruang Penyangga Ruang Transisi Ruang Pelayanan Ruang Inti Ruang Penerimaan
Ruang Penyangga Ruang inti/ wisata budaya
Ruang Pengembangan Ruang Pelayanan Ruang Penerimaan
Gambar 20. Model Konsep Pembagian Ruang
Pembagian ruang yang dihasilkan dari overlay antara zonasi pelestarian dan zonasi wisata adalah sebagai berikut: 1. Ruang Inti dan Wisata Budaya Ruang inti merupakan lokasi objek dan atraksi utama berada dan dilestarikan. Terdiri dari kawasan hunian, objek-objek peninggalan Sunan
Bonang, serta semua kehidupan yang ada di dalamnya. Pada ruang ini intensitas penggunaan relatif tinggi. 2. Ruang Penyangga Ruang penyangga merupakan ruang transisi yang berfungsi untuk membatasi ruang inti dan wisata dengan ruang pengembangan agar dalam pembangunan di ruang pengembangan tidak merusak atau mengganggu objekobjek pelestarian di ruang inti. Pada ruang penyangga intensitas penggunaan rendah. 3. Ruang pengembangan Ruang pengembangan adalah ruang yang ditujukan untuk pengembangan fasilitas penunjang wisata dan pengelolaan kawasan. Ruang ini terdiri dari dua sub ruang, yaitu: a. Ruang penerimaan Ruang penerimaan merupakan ruang di bagian terdepan dan berfungsi sebagai registrasi pengunjung dan pintu gerbang kawasan wisata budaya. b. Ruang pelayanan Ruang pelayanan merupakan ruang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan untuk melayani semua kebutuhan pengunjung wisata, baik berupa barang dan jasa. Ruang pengembangan terdiri dari pusat informasi, kantor pengelola, restoran, penginapan, kios cenderamata, toilet, dan area parkir.
Konsep Sirkulasi dalam Tapak Konsep sirkulasi terdiri dari jalur yang menghubungkan objek dalam satu tapak. Sirkulasi yang diterapkan pada tiap lokasi perencanaan terbagi menjadi sirkulasi primer, sekunder, dan tertier. Sirkulasi primer adalah jalur utama menuju tapak. Sirkulasi sekunder adalah jalur yang menghubungkan tiap ruang. Sirkulasi tertier adalah jalur yang menghubungkan antar objek dan atraksi, serta fasilitas dalam satu ruang. Konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 21.
Keterangan: Sirkulasi Primer Sirkulasi Sekunder Sirkulasi Tertier Jalur penghubung 3 tapak utama
Gambar 21. Model Konsep Sirkulasi
Konsep Aktivitas Wisata Konsep aktivitas wisata adalah pengembangan aktivitas wisata yang sesuai dengan sumberdaya yang ada pada tapak. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas interpretasi wisata budaya, yaitu dilakukan dengan menikmati keadaan fisik peninggalan Sunan Bonang dan kehidupan masyarakat yang mencerminkan kehidupan budaya masyarakat sehari-hari dalam menjalankan ibadah Islam. Konsep Fasilitas Wisata Konsep fasilitas adalah pembangunan dan pengaturan tata letak fasilitas yang mendukung kegiatan wisata secara umum. Konsep fasilitas yang digunakan sedapat mungkin tidak mengganggu fungsi pelestarian kawasan. Fasilitas yang akan diakomodasikan adalah fasilitas yang dapat menunjang aktivitas wisata di kawasan perencanaan, terutama dalam menginterpretasikan nilai budaya yang ada pada tapak. Konsep Pelestarian Kawasan Pelestarian ini salah satunya diwujudkan dengan upaya pemanfaatan kawasan untuk wisata yang memperhatikan kondisi dan kepekaan objek pelestarian. Upaya pelestarian kawasan dilakukan secara eksternal dan internal. Secara eksternal yaitu melalui kebijakan dan dukungan pemerintah dalam penetapan zonasi pelestarian (UU no. 5 tahun 1992). Upaya secara internal yaitu dukungan dari masyarakat sekitar tapak dan upaya dari pihak pengelola kawasan dalam pemeliharaan elemen-elemen peninggalan Sunan Bonang dan pemulihan karakter yang hilang atau rusak.
RENCANA INDUK KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG
Rencana ini merupakan rencana makro dari Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang secara keseluruhan yang berupa rencana induk untuk mengintegrasikan kawasan cluster tinggi, cluster sedang, dan cluster rendah. Konsep makro ini didasarkan pada penyebaran dakwah oleh Sunan Bonang yang melahirkan kebudayaan Islam pada masyarakat jawa yang berada pada kawasan delineasi tapak studi. Pada masing-masing cluster ini memiliki tema pengembangan berdasarkan letak geografis lokasi anggota cluster dan karakteristik dominan yang dimiliki oleh masing-masing cluster, meliputi: 1. Cluster tinggi (Desa Ampel, Desa Kutorejo, Desa Bonang), yaitu berbasis pada perjalanan hidup Sunan Bonang. 2. Cluster sedang (Desa Drajat, Desa Pekalongan, Desa Kauman, dan Desa Demak ), yaitu berbasis pada kehidupan budaya Islam masyarakat pesisir. 3. Cluster rendah (Desa Singkal, Desa Kajen, dan Desa Blado), yaitu berbasis pada kehidupan budaya Islam masyarakat pedalaman. Rencana induk ini dapat dilihat pada Gambar 22.
CONTOH RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN CLUSTER TINGGI Perencanaan lanskap kawasan wisata budaya Islam ini merupakan perencanaan untuk kawasan cluster tinggi, terdiri dari rencana tata ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, rencana interpretasi dan jalur wisata, rencana sirkulasi dalam tapak, serta rencana perjalanan wisata.
Rencana Tata Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata Rencana tata ruang diperoleh berdasarkan pada potensi dan tata letak objek wisata yang ada di tiap tapak, serta hasil overlay zona wisata dan pelestarian. Rencana tata ruang ini merupakan model tata ruang wisata dan pelestarian yang dapat diterapkan pada ketiga tapak. Luas masing-masing area yang direncanakan pada tiga tapak dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Luas Area yang Direncanakan pada Masing-masing Tapak Ruang Ruang inti dan wisata budaya Ruang penyangga Ruang pengembangan Sub Ruang pelayanan Sub Ruang penerimaan Total
Desa Bonang Luas (%) (Ha)
Desa Kutorejo Luas (%) (Ha)
Desa Ampel Luas (%) (Ha)
5,78 8,37
26,00 37,65
1,50 3,00
14,71 29,41
1,60 10,88
7,18 48,85
7,34 0,74 22,23
33,02 3,33 100,00
5,50 0,20 10,20
53,92 1,96 100,00
9,17 0,62 22,27
41,18 2,78 100,00
Ruang inti dan wisata budaya merupakan lokasi objek dan atraksi utama berada dan dilestarikan. Aktivitas yang dikembangkan di ruang inti ini yaitu berziarah, beribadah (sholat, membaca Al-Quran, mabit, dan i’tikaf), interpretasi, melihat-lihat objek peninggalan, mengamati objek (penelitian), photo hunting, dan melihat atraksi budaya. Fasilitas yang terdapat di ruang inti yaitu fasilitas interpretasi, sign board, aula istirahat bagi yang beri’tikaf, jalan, tempat duduk, dan tempat wudhu. Ruang penyangga merupakan ruang transisi yang berfungsi untuk membatasi ruang inti dan wisata dengan ruang pengembangan agar dalam pembangunan di ruang pengembangan tidak merusak atau mengganggu objek-
objek pelestarian di ruang inti. Pada ruang penyangga intensitas penggunaan rendah. Ruang penyangga ini berupa permukiman, jalan, dan ruang terbuka hijau yang berfungsi untuk menahan tekanan pembangunan di luar kawasan. Aktivitas yang dikembangkan di ruang penyangga adalah aktivitas bersifat terbatas, yaitu melihat-lihat pemandangan, jalan-jalan, duduk-duduk, photo hunting, dan istirahat singkat. Fasilitas yang terdapat di ruang penyangga yaitu jalan, tempat duduk, sign board, dan shelter. Ruang pengembangan adalah ruang yang ditujukan untuk pengembangan fasilitas penunjang wisata dan pengelolaan kawasan. Pada ruang pengembangan terdapat dua sub ruang, yaitu sub ruang penerimaan dan sub ruang pelayanan. Sub ruang penerimaan merupakan ruang di bagian terdepan dan berfungsi sebagai tempat registrasi pengunjung, area parkir, dan pintu gerbang kawasan wisata budaya. Pada ruang penerimaan aktivitas yang ada yaitu registrasi pengunjung, melihat papan informasi, dan memarkir kendaraan. Fasilitas yang ada yaitu loket, pintu gerbang, dan papan informasi. Sub ruang pelayanan merupakan ruang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan untuk melayani semua kebutuhan pengunjung wisata, baik berupa barang dan jasa. Pada ruang pelayanan wisatawan dapat memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan kawasan wisata budaya Islam, yaitu sehubungan dengan kegiatan-kegiatan wisata, kegiatan keagamaan masyarakat sehari-hari, jadwaljadwal pertunjukan atraksi budaya, dan sebagainya. Aktivitas lainnya yaitu beristirahat, makan-minum, jalan-jalan, membeli cenderamata, dan menginap. Fasilitas yang terdapat di ruang pelayanan yaitu information center, kantor pengelola, restoran, tempat duduk, penginapan, kios cenderamata, dan toilet. Rencana ruang, aktivitas, dan fasilitas wisata dapat dilihat pada Tabel 19.
Rencana sirkulasi Rencana sirkulasi dalam satu tapak perencanaan adalah sirkulasi yang diterapkan pada tiap lokasi perencanaan, terbagi menjadi sirkulasi primer, sekunder, dan tertier. Sirkulasi primer adalah jalur utama menuju tapak. Sirkulasi sekunder adalah jalur yang menghubungkan tiap ruang dalam satu tapak perencanaan. Sirkulasi tertier adalah jalur yang menghubungkan antar objek dan
atraksi, serta fasilitas dalam satu ruang. Model pembagian ruang (block plan) untuk tiga tapak perencanaan dapat dilihat pada Gambar 23, 24, dan 25. Tabel 19. Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata Ruang Inti dan wisata budaya
Sub ruang
Penyangga
Pengembangan
Penerimaan
Pelayanan
Fungsi Wisata dan pelestarian
Rekreasi, transisi menuju ruang inti dan wisata budaya Welcome area
Memberikan pelayanan pada wisatawan
Aktivitas Berziarah, beribadah (sholat, membaca AlQuran, mabit, dan i’tikaf), interpretasi, melihat-lihat objek peninggalan, mengamati objek (penelitian), photo hunting, dan melihat atraksi budaya Melihat-lihat pemandangan, jalanjalan, duduk-duduk, photo hunting, dan istirahat singkat
Fasilitas Fasilitas dan media interpretasi, sign board, aula istirahat bagi yang beri’tikaf, jalan, area pertunjukan atraksi budaya, tempat duduk, dan tempat wudhu.
registrasi pengunjung, melihat papan informasi, dan memarkir kendaraan Memperoleh informasi, beristirahat, makanminum, jalan-jalan, membeli cenderamata, dan menginap
loket, pintu gerbang, dan papan informasi.
Jalan,tempat duduk, sign board, dan shelter.
Information center, kantor pengelola, restoran, penginapan, tempat duduk, kios cenderamata, dan toilet
Ilustrasi aktivitas, media interpretasi, serta fasilitas wisata yang dikembangkan pada tapak dapat dilihat Gambar 32 , 33, dan 34.
23
24
25
Rencana Interpretasi Rencana interpretasi merupakan interpretasi pada masing-masing tapak yang menggambarkan perjalanan hidup Sunan Bonang. Rencana interpretasi pada masing- masing tapak ini meliputi: 1. Representasi tempat kelahiran Sunan Bonang (Desa Kutorejo) Desa Kutorejo merupakan kawasan yang dapat merepresentasikan kelahiran dan masa kecil Sunan Bonang karena di desa inilah Sunan Bonang dilahirkan. Objek yang terdapat di kawasan ini adalah Masjid Astana Sunan Bonang, museum Kambang Putih, Sumur Srumbung, dan kompleks makam. Atraksi budaya yang dikembangkan yaitu Wayang Klithik yang menceritakan tentang penyebaran Islam di Jawa, serta seni hadrah yang diadakan secara massal oleh masyarakat setempat. Tema interpretasi yang diangkat di Desa ini adalah kelahiran dan masa kecil Sunan Bonang. Tema ini diwujudkan dengan adanya sebuah desa wisata yang mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat muslim di sekitar kawasan. Untuk dapat membantu interpretasi, dibuatlah sarana yang dapat membantu dalam proses interpretasi. Sarana tersebut berupa papan interpretasi, papan silsilah Sunan Bonang, buklet kisah hidup Sunan Bonang, jalan setapak, serta media audio.
2. Representasi tempat Sunan Bonang belajar dan mendalami agama Islam (Desa Ampel) Desa Ampel merupakan kawasan yang dapat merepresentasikan Sunan Bonang belajar dan mendalami agama Islam kepada ayahnya sendiri, Sunan Ampel. Tema interpretasi yang diangkat adalah kehidupan masa remaja Sunan Bonang ketika belajar mendalami agama Islam di pesantren Ampel Denta. Tema ini diwujudkan dengan adanya sebuah lingkungan pesantren di kawasan masjid Ampel. Lingkungan pesantren ini merupakan atmosfir para santri dalam memperoleh pendidikan agama Islam dan mendalami tentang dakwah Islam. Objek utama yang terdapat di kawasan ini adalah Masjid Ampel, makam Sunan Ampel dan keluarga, dan pesantren Ampel. Sarana yang dapat membantu proses interpretasi di kawasan ini adalah berupa papan interpretasi,
jalan, buklet kisah hidup Sunan Bonang, lingkungan pesantren sebagai tempat belajar agama Islam, serta media audio.
3. Representasi tempat Sunan Bonang yang mengajar dan menerapkan dakwahnya (Desa Bonang) Desa Bonang merupakan kawasan yang dapat merepresentasikan kegiatan Sunan Bonang dalam berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat jawa. Tema interpretasi yang diangkat adalah kehidupan Sunan Bonang ketika mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Dalam dakwahnya, Sunan Bonang menggunakan pendekatan kultural kepada masyarakat Jawa, yaitu melalui kesenian dan Gendhing (lagu). Tema ini diwujudkan dengan mengangkat kembali kesenian-kesenian yang digunakan untuk dakwah Sunan Bonang, yaitu kesenian gamelan yang sudah dimodifikasi dengan adanya instrumen bonang dan rebab, pentas pewayangan dengan lakon Petruk Jadi Raja dan Layang Kalimasada, serta pementasan lagu-lagu macapat (Gendhing Dharma), suluk-suluk (semacam puisi) yang merupakan ciptaan Sunan Bonang. Objek utama yang terdapat di kawasan ini adalah petilasan, pasujudan, anjir, watu layar, Masjid Bonang, Bende Becak, dan lapangan Adon Ayam. Kegiatan interpretasi yang lainnya yaitu didukung dengan adanya beberapa objek yang memiliki nilai legenda dakwah Sunan Bonang, misalnya Watu Layar, Lapangan Adon Ayam, Anjir, Pasujudan, dan Masjid Tiban. Sarana yang dapat membantu proses interpretasi di kawasan ini adalah berupa papan interpretasi, jalan, area pertunjukan, buklet kisah hidup Sunan Bonang, media audio, serta adanya Pusat Dakwah Islam yang mengkaji tentang perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Pada gedung Pusat Dakwah Islam ini terdapat perpustakaan yang menyimpan buku-buku hasil penelitian tentang Sunan Bonang, buku suluk-suluk Sunan Bonang, serta karya-karya lain yang berkaitan dengan Sunan Bonang. Lokasi rencana interpretasi serta media yang menunjang dalam proses interpretasi dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Rencana Interpretasi pada Tapak No 1.
Lokasi Desa Kutorejo
Rencana Interpretasi Representasi tempat kelahiran Sunan Bonang
2.
Desa Ampel
Representasi tempat Sunan Bonang belajar dan mendalami agama Islam
3.
Desa Bonang
Representasi tempat Sunan Bonang mengajar dan menerapkan dakwahnya
Media Interpretasi Papan interpretasi, buklet peninggalan Sunan Bonang, buklet kisah hidup Sunan Bonang, papan silsilah keluarga, jalan setapak, desa wisata, area pertunjukan, serta media audio. Papan interpretasi, jalan, buklet kisah hidup Sunan Bonang, lingkungan pesantren sebagai tempat belajar agama Islam, serta media audio. Papan interpretasi, jalan, area pertunjukan, buklet kisah hidup Sunan Bonang, buklet peninggalan Sunan Bonang, Gedung Pusat Dakwah Islam, perpustakaan, serta media audio.
Rencana Perjalanan Wisata Rencana perjalanan wisata merupakan paket perjalanan wisata yang dilakukan di tiga lokasi perencanaan. Paket wisata ini bertujuan untuk memudahkan wisatawan dalam menikmati seluruh objek wisata yang ada dalam tapak perencanaan, serta membatasi jumlah pengunjung pada batas tertentu agar tidak mengganggu keberadaan kawasan. Paket perjalanan ini terdiri dari paket perjalanan wisata selama satu hari dan dua hari. Paket ini disusun berdasarkan objek, atraksi, serta aktivitas wisata yang dilakukan. Paket perjalanan wisata ini dapat dilihat pada Tabel 21. Paket perjalanan wisata ini didukung dengan adanya rencana jalur wisata (Touring Plan) pada masing-masing tapak, yaitu Desa Bonang, Desa Kutorejo, dan Desa Ampel.
Tabel 21. Paket Perjalanan Wisata Waktu Wisata Satu Hari
Rute Desa Bonang-Desa KutorejoDesa Ampel
Objek Pasujudan Sunan Bonang Petilasan Sunan Bonang Makam Sunan Bonang Anjir Bende Becak Makam putri Campa Lapangan Adon Ayam Watu Layar Masjid Tiban Astana Sunan Bonang Makam Sunan Bonang di Desa Kutorejo Museum Kambang Putih Sumur Brumbung Masjid Ampel Makam Sunan Ampel dan keluarga Pesantren Ampel Pasar Ampel
Dua Hari
Hari pertama: Desa BonangDesa Kutorejo
Aktivitas Wisata budaya Wisata belanja Interpretasi Melihat pemandangan Photo hunting Jalan-jalan Rekreasi Wisata sejarah Wisata budaya Wisata belanja Interpretasi Melihat pemandangan Photo hunting Jalan-jalan Wisata sejarah
Wisata budaya Pasujudan Sunan Bonang Petilasan Sunan Bonang Makam Sunan Bonang di Desa Bonang Anjir Bende Becak Makam putri Campa Lapangan Adon Ayam Watu Layar Masjid Tiban Astana Sunan Bonang
Wisata belanja Interpretasi Melihat pemandangan Photo hunting Jalan-jalan Wisata sejarah Menginap
Makam Sunan Bonang di Desa Kutorejo Hari kedua: Desa KutorejoDesa Ampel
Wisata budaya Museum Kambang Putih Sumur Brumbung Masjid Ampel Makam Sunan Ampel dan keluarga Pesantren Ampel Pasar Ampel
Wisata belanja Interpretasi Melihat pemandangan Photo hunting Jalan-jalan Wisata sejarah
Rencana Daya Dukung Rencana daya dukung kawasan ini terdiri dari daya ruang inti-wisata budaya dan ruang penyangga. Daya dukung ini dihitung dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas pengunjung yang diperbolehkan untuk mengunjungi ruang inti/ wisata budaya. Penghitungan ini dimaksudkan agar sumberdaya objek di area inti dan wisata budaya terlindung. Daya dukung pada kawasan wisata dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rencana Daya Dukung Ruang Inti dan Wisata budaya Penyangga
Standar Ruang (m²)
Desa Bonang Luas Daya (m²) Dukung
Desa Kutorejo Luas Daya (m²) Dukung
Desa Ampel Luas Daya (m²) Dukung
20
57800
2890
15000
750
16000
800
20
83700
4185
30000
1500
108800
5440
Rencana Pelestarian Kawasan Rencana pelestarian kawasan meliputi tindakan pelestarian terhadap lanskap budaya dan peninggalan Sunan Bonang. Tindakan ini dilakukan dengan prinsip mempertahankan dan melestarikan kesatuan kawasan lanskap sejarah dari peninggalan-peninggalan Sunan Bonang dan budaya Islam masyarakat di sekitar kawasan. Pelestarian ini salah satunya diwujudkan dengan upaya pemanfaatan kawasan untuk wisata yang memperhatikan kondisi dan kepekaan objek pelestarian. Upaya pelestarian kawasan dilakukan secara eksternal dan internal. Secara eksternal yaitu melalui kebijakan dan dukungan pemerintah dalam penetapan zonasi pelestarian (UU no. 5 tahun 1992). Upaya secara internal yaitu dukungan dari masyarakat sekitar tapak dan upaya dari pihak pengelola kawasan dalam pemeliharaan elemen-elemen peninggalan Sunan Bonang dan pemulihan karakter yang hilang atau rusak. Selain itu, upaya lainnya yaitu dibuat program pelestarian kawasan. Upaya pelestarian kawasan memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pihak pengelola, dan masyarakat. Untuk melindungi kawasan Sunan Bonang ini, pemerintah harus menetapkan land use yang sesuai. Salah satu bentuk tindakan pelestarian yang dilakukan adalah adanya zonasi yang
bertujuan untuk melindungi kawasan budaya Islam dan objek-objek peninggalan Sunan Bonang berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik No. 10 Tahun 1993 pasal 23 ayat 3, yaitu terdiri dari zona inti, penyangga, dan pengembangan.
Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya Islam Sunan Bonang Rencana lanskap kawasan Sunan Bonang sebagai kawasan wisata budaya ke-Islaman pada masa dakwah Sunan Bonang memiliki berbagai objek wisata berupa peninggalan Sunan Bonang dan atraksi kebudayaan Islam yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di sekitar kawasan. Objek dan atraksi ini tersebar di beberapa daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rencana lanskap ini merupakan pengembangan dari block plan yang telah dibuat dengan penataan ruang, sirkulasi , aktivitas, dan fasilitas yang dikembangkan serta dilengkapi dengan rencana program wisata dan program pelestarian untuk menjaga agar rencana lanskap ini dapat terus berkelanjutan. Rencana program wisata dan pelestarian dapat dilihat pada Tabel 23. Rencana lanskap pada masingmasing tapak dapat dilihat pada Gambar 26, 28, 30, sedangkan jalur interpretasi wisata pada masing- masing tapak dapat dilihat pada Gambar 27, 29, 31.
Tabel 23. Program Wisata dan Pelestarian Program Pelestarian Penetapan peraturan perlindungan kawasan budaya
Penyuluhan dan pendidikan untuk pelestarian kawasan Pemulihan dan pemugaran situs peninggalan Sunan Bonang
Wisata Promosi dan Informasi wisata
Penyuluhan dan pelatihan peluang ekonomi pada kegiatan wisata yang berada di kawasan Pelatihan pemandu wisata
Jangka waktu
Tujuan
Pelaksana
Sasaran
Untuk melindungi dan melestarikan kawasan melalui peraturan dan kebijakan
Pemda setempat
Panjang
Masyarakat lokal menyadari pentingnya kawasan budaya
Pemda setempat
Masyarakat umum, masyarakat lokal, pengguna tapak, dan seluruh stake holders Masyarakat sekitar kawasan
Untuk melindungi dan melestarikan kawasan melalui tindakan teknis
Pengelola kawasan dan Dinas setempat yang terkait (Dinas Pariwisata)
Objek peninggalan
Pendek
Memperkenalkan kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang kepada masyarakat luas, menyusun informasiinformai tentang objek-objek peninggalan Sunan Bonang
Pengelola kawasan dan Dinas setempat yang terkait (Dinas Pariwisata)
Wisatawan lokal, nasional, dan internasional
Pendek
Masyarakat lokal memahami adanya peluang ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka Melatih masyarakat lokal menjadi pemandu wisata sehingga dapat menambah pendapatan dari kegiatan wisata
Pengelola kawasan dan Dinas setempat yang terkait (Dinas Pariwisata) pengelola kawasan dan Dinas setempat yang terkait (Dinas Pariwisata)
Masyarakat lokal sekitar kawasan
Pendek
Masyarakat lokal sekitar kawasan
Pendek
Pendek
1
2
3
5
6
7
8
11
12
9
10
4
Keterangan: (1) Memperoleh informasi, (2) Melihat papan informasi, (3) Melihat atraksi hadrah, (4) Haul Sunan Bonang, (5) I’tikaf, (6) Sholat, (7) Melihat suasana pesantren, (8) Mengaji, (9) Duduk-duduk, (10) Photo hunting, (11) Melihat atraksi wayang, (12) Wisata belanja
Gambar 32. Ilustrasi Aktivitas Wisata pada Tapak
3 5 1 7
2
4
6
8
Keterangan: (1) Kios cenderamata, (2) Tempat wudhu, (3) Tempat duduk, (4) Area pertunjukan, (5) Shelter, (6) Restoran, (7) Sign board, (8) Penginapan
Gambar 33. Ilustrasi Fasilitas Wisata
Keterangan: 1. Buklet wisata budaya 2. Batu prasasi berisi informasi tentang objek 3. Papan informasi 4. Buku kisah Sunan Bonang 5. Peta kawasan wisata 6. Silsilah keliarga Sunan Bonang
1
4
2
3
5
Gambar 34. Ilustrasi Media Interpretasi
6
KESIMPULAN
Kesimpulan Keragaman objek dan atraksi yang tersebar di lokasi studi merupakan bagian dari sumberdaya kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Setelah dilakukan penilaian terhadap 10 lokasi studi, didapatkan tiga cluster yaitu; (1) tinggi, (2) sedang, (3) rendah. Lokasi yang berada pada cluster tinggi dijadikan sebagai lokasi referensi utama perencanaan yang merupakan contoh pengembangan kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang. Lokasi tersebut meliputi Desa Bonang, Desa Kutorejo, dan Desa Ampel. Contoh pengembangan wisata budaya pada tapak referensi (cluster tinggi) dilakukan dengan penataan lanskap yang meliputi penataan ruang dan sirkulasi wisata yang di dalamnya dikembangkan berbagai aktivitas dan fasilitas wisata yang menunjang kegiatan wisata, akan tetapi tidak mengganggu fungsi pelestarian pada tapak. Rencana jalur wisata dikembangkan untuk menunjang kegiatan interpretasi pada tapak, sehingga diharapkan pengunjung wisata dapat menikmati objek dan atraksi yang ada dan menambah pengalaman tentang budaya Islam. Perencanaan lanskap kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang ini diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan kepuasan bagi wisatawan dalam berwisata serta melestarikan kebudayaan Islam dan objek-objek peninggalan Sunan Bonang.
Saran 1. Hasil studi perencanaan kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang ini dapat dilanjutkan dengan rencana pengembangan pada cluster yang lainnya (cluster sedang dan rendah). 2. Contoh pengembangan tapak pada cluser tinggi dapat dilanjutkan dengan rancangan detail. 3. Perlu adanya peningkatan pelestarian kawasan wisata melalui peran serta masyarakat sekitar, pengelola, dan pemerintah daerah dengan kebijakannya 4. Perencanaan ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan wisata budaya Islam Sunan Bonang.
100
DAFTAR PUSTAKA Abufais. 2004. Sunan Bonang. http://www.oase-islam.com. (12 Juli 2008) Anonim. 2007. Walisongo. http://www.pesantren.net/sejarah/wali-index.shtml. (12 Juli 2008) Artika, I Wayan. 2002. Penekatan Partisipatif dalam Konservasi Warisan Budaya. http://www. Sinarharapan.com. (12 November 2008) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rembang. 2002. Kelayakan dan Detail Engineering di Pantai Bonang, Kecamatan Lasem. Rembang: Bappeda Kabupaten Rembang. De Graft, HJ dan Pigeaud. 1989. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa (Terjemahan).Yogyakarta: Grafitipers. 339 hal. Gold. 1980. Recreational Planning and Design. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. 332 p. Goodchild, P. H. 1990. Some Principles for The Conservation of Historic Landscapes. Presented to ICOMOS (UK) Historic Gardens and Landscapes Comitte. 58 p. Gunn, C. A. 1995. Tourism Planning Basics, Concepts, and Cases.Third edition, Taylor and Francis Publishers. Hadi, Abdul. 2007. Sunan Bonang dan Peranan Pemikiran Sufistiknya. http://www.learnerdiggest.com. (4 Fabruari 2008) .2007. Sastra Pesisir Jawa Timur: Suluk-suluk Sunan Bonang. http://www.learnerdiggest.com. (4 Fabruari 2008) Intisari. 2002. Kisah Empat Lokasi. http://www.intisari-mediatama.com. (12 Juli 2008) Knudson, D.M. 1980. Interpretation of Cultural and Natural Resources. Mac Millan Publ. Co. Inc. New York. 356 p. Laurie. 1984. Pengantar Arsitektur Pertamanan (Terjemahan). Intermedia. Bandung. 130 hal. Nurisjah, Siti dan Q. Pramukanto. 2007. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Arsitektur Lanskap.
101
Nurisjah, Siti dan Q. Pramukanto. 2001. Perencanaan Kawasan Untuk Pelestarian Lanskap dan Kawasan Taman Sejarah. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Arsitektur Lanskap. Nursyamsiah. 2005. Perencanaan Lanskap Situ dan Candi Cangkuang sebagai Kawasan Wisata Sejarah dan Budaya. Skripsi Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Kudus.http//:www.kudus.go.id. (12 Juli 2008).
2008.
Kabupaten
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan. 2008. Kabupaten Lamongan. http//:www.lamongan-Online.go.id. (12 Juli 2008). Pemerintah Republik Indonesia. 1995. Undang-undang No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya . Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah Republik Indonesia. 1995. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1992. Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Plachter, H. Dan Rossler M. 1995. Cultural Landscapes Reconnecting Culture and Nature dalam B.Von Droste, H. Plachter dan M. Rossler (ed), Cultural Landscapes of Universal Values: Components of Global Strategy. New York, Stutgart: Gustav Fischer Verlag Jena bekerjasama dengan UNESCO. Hlm: 15-18. Rachman, Z. 1984. Proses Berfikir Lengkap Merencana dan Melaksana dalam Arsitektur Lanskap. Makalah dalam Festival Tanaman VI- Himagron. Bogor. 20 hal. Rachmawati, Evy. 2007. Menanti Kebangkitan Wisata http://www.Kompascetak-Humaniora .com. (12 Juli 2008)
Ziarah.
Simon, Hasanu. 2003. Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Walisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa. Jakarta: Pustaka Pelajar. 363 hal. Simonds, J.O. 2006. Landscape Architecture. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. Yoeti, H. Oka A, dkk. 1996. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 343 hal.