PERENCANAAN LANSKAP CANDI MUARA TAKUS SEBAGAI OBJEK WISATA BUDAYA DALAM UPAYA PELESTARIAN KAWASAN
WIWIEK DWI SERLAN H
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
3
RINGKASAN WIWIEK DWI SERLAN H., Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan. Dibimbing oleh SITI NURISJAH. Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman sejarah dan budaya. Warisan sejarah dan budaya tersebut mempengaruhi pola budaya yang ada dimasa lalu dan dimasa kini. Warisan sejarah dan budaya merupakan sesuatu yang perlu untuk dilestarikan serta dapat dikembangkan menjadi objek atau daya tarik wisata yang bernilai tinggi. Salah satu warisan sejarah dan budaya yang terdapat di Provinsi Riau adalah Candi Muara Takus yang berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar. Candi Muara Takus merupakan candi peninggalan agama Budha yang didirikan pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Candi tersebut telah dikenal dunia internasional dan banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara. Kawasan Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang memberi pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya sehingga meningkatkan apresiasi dan kecintaan terhadap warisan sejarah dan budaya bangsa. Namun, saat ini pengembangan dan pembangunan kawasan cenderung mengarah pada bentuk wisata rekreatif serta kurang memanfaatkan sumberdaya budaya sekitar kawasan. Keberadaan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ada pada sungai Kampar Kanan di sekitar kawasan Candi Muara Takus juga mengancam kelestarian kawasan tersebut. Bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan. Dengan kegiatan penelitian ini diharapkan nilai-nilai sejarah budaya dan kualitas lanskap pada kawasan tersebut dapat terus terjaga dan lestari keberadaannya sehingga Candi Muara Takus dapat menjadi unggulan tujuan wisata di Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang berbasis kepada sejarah dan kebudayaan lokal. Penelitian ini dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Luas kawasan perencanaan adalah 94,5 Ha dengan batasan fisik Sungai Kampar Kanan, hutan campuran, perkebunan penduduk dan rawa. Tahap perencanaan meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data dan informasi, analisis tapak, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder terkait aspek kesejarahan kawasan, aspek religi kawasan, aspek kepariwisataan dan aspek sosial budaya masyarakat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lapang, studi pustaka dan wawancara. Analisis dilakukan terhadap aspek kesejarahan kawasan, aspek religi, aspek kepariwisataan dan aspek sosial budaya masyarakat. Kegiatan analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif , tabular dan spasial. Analisis potensi lanskap kawasan Candi Muara Takus dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting kawasan dan peluang kawasan untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya. Analisis aspek kesejarahan berperan dalam membentuk zonasi arkeologis yang terdiri dari ruang yang diproteksi, direkonstruksi dan harus mendapat perbaikan.
4
Analisis aspek religi dilakukan untuk mengetahui ruang-ruang yang harus dijaga tingkat kesakralannya dan analisis aspek wisata menghasilkan zona yang potensial dan tidak potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. Aspek sosial budaya dianalisis untuk mengetahui penerimaan penduduk dan keinginan pengunjung dan peziarah Budhis dalam pengembangan kawasan. Zona dari aspekaspek tersebut diintegrasikan secara spasial dengan data aspek sosial budaya sehingga dihasilkan zona pemanfaatan dan sirkulasi terpadu yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. Perencanaan kawasan wisata budaya didasari oleh konsep menjaga kelestariannya melalui pengembangannya sebagai kawasan wisata budaya. Konsep tersebut bertujuan untuk melestarikan lanskap situs Candi Muara Takus, meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar candi, serta memberi kepuasan bagi wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Candi Muara Takus. Konsep ruang dalam pelestarian situs membagi kawasan Candi Muara Takus menjadi 2 ruang utama, yaitu ruang wisata budaya (9.32 Ha atau 9.86%) dan ruang pendukung wisata (85.18 Ha atau 90.14%). Ruang wisata budaya terbagi menjadi wisata budaya khusus (0.97 Ha atau 1.02%) dan wisata budaya umum (6.62 Ha atau 7.00%). Ruang pendukung wisata terbagi menjadi ruang penerimaan (3.81 Ha atau 4.03%), ruang transisi (29.90 Ha atau 31.64%), dan ruang pelayanan wisata (53.20 Ha atau 56.30%). Sementara konsep jalur wisata budaya yang direncanakan akan menggunakan dasar peringkat keutamaan dari tiap bangunan dalam ritual keagamaan Budha. Perjalanan wisata budaya akan dimulai dengan mengunjungi kawasan yang peringkat keutamaannya paling rendah kemudian meningkat sampai ke kawasan utama (daerah sakral). Wisatawan akan mendapat klimaks diakhir perjalanan yaitu kemegahan kompleks bangunan utama Candi Muara Takus. Hasil dari kegiatan perencanaan ini adalah rencana lanskap kawasan wisata budaya yang mendukung upaya pelestarian kawasan serta dapat meningkatkan kunjungan wisatanya.
5
PERENCANAAN LANSKAP CANDI MUARA TAKUS SEBAGAI OBJEK WISATA BUDAYA DALAM UPAYA PELESTARIAN KAWASAN
WIWIEK DWI SERLAN H
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan” adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Penulis
6
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seruruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
7
Judul Skripsi
: Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan.
Nama Mahasiswa
: Wiwiek Dwi Serlan H.
NRP
: A44062260
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus :
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampahan, Aceh Tengah, propinsi Nangroe Aceh Darusalam, pada tanggal 1 April 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. Hutajulu dan Ibu Emma S. Penulis menghabiskan masa kecilnya di Kota Takengon dan mulai mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1993 di Taman Kanakkanak Budi Dharma Katolik Takengon. Pada tahun 1999 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri No. 1 Takengon. Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Takengon. Mengikuti orang tua yang dipindah tugaskan, tahun 2000 penulis pindah ke Kota Bogor dan melanjutkan sekolahnya di SLTP Negeri 15 Bogor. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di SMA Negeri 3 Bogor dan berhasil menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada masa Tingkat Persiapan Bersama. Pada Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakulatas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis merupakan anggota dari Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) serta pernah menjadi asisten di Mata Kuliah Komputer Grafik dan Mata Kuliah Perencanaan Lanskap.
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan” dapat diselesaikan dengan baik. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Selain itu penulis terdorong oleh keinginan untuk memberikan kontribusi positif bagi Kabupaten Kampar untuk melestarikan situs-situs religi yang ada seperti Candi Muara Takus serta mengembangkannya melalui sektor kepariwisataan. Penulisan ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat Kabupaten Kampar pada umumnya dan khususnya masyarakat setempat di Desa Muara Takus untuk dapat mengetahui karakter kawasan Candi Muara Takus sehingga dapat menumbuhkan kepedulian dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat untuk melestarikan lanskap sejarah dan budaya yang ada. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, masukan dan nasehat kepada penulis selama penulisan skripsi serta memberikan perhatian dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap. 2. Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen penguji atas kritik, saran dan masukannya. 3. Kedua orang tua, mama, papa dan adikku Putri Ghita Caroline atas segala doa serta dukungan moril dan materil kepada penulis. 4. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. 5. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor. 6. Tim penyusun Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Wisata Terpadu Candi Muara Takus Kawasan Agropolitan Kecamatan
10
XIII Koto Kampar atas masukan dan bimbingannya kepada penulis selama pelaksanaan proyek RPIJM. 7. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis Vina Pratiwi, Purwanti Lukmanniah, Rosyidamayanti, Cici Nurfatimah, Priambudi Trie Putra, Pratitou Arafat, Yudha Kartana Putra, E. Junatan Muakhor dan Tati Supartini. 8. Teman-teman sebimbingan yaitu Dedi Ruspendi, Hanni Adriani, Wemby Novitasari, Ray Agung dan Irvan Nugraha. 9. Teman-teman seperjuangan Arsitektur Lanskap 43 (tenk-tonk). 10. Teman-teman Arsitektur Lanskap lainya dari angkatan 41, 42, 44, dan 45. 11. Pihak-pihak yang membantu selama penelitian yang tidak bisa disebutkan penulis satu-persatu. Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, Maret 2011
Penulis
11
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. i DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 Latar belakang ......................................................................................... 1 Tujuan ..................................................................................................... 2 Manfaat ................................................................................................... 3 Keragka Pikir Penelitian ......................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5 Lanskap Budaya ...................................................................................... 5 Pelestarian Lanskap Budaya ................................................................... 6 Metode Pelestarian Lanskap Budaya ...................................................... 6 Wisata Budaya ...................................................................................... 10 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya ................................... 11 Candi Muara Takus ............................................................................... 12 KONDISI UMUM ..................................................................................... 14 Batas Geografis dan Administratif ....................................................... 14 Situs Candi Muara Takus ...................................................................... 14 METODOLOGI ........................................................................................ 17 Lokasi Penelitian ................................................................................... 17 Waktu Penelitian ................................................................................... 18 Batasan Studi......................................................................................... 18 Metode dan Tahapan Penelitian ............................................................ 18 Tahap Persiapan .............................................................................. 19 Tahap Pengumpulan data dan Informasi ......................................... 20 Tahap Analisis Data ........................................................................ 21 Tahap Sintesis ................................................................................. 24 Tahap Konsep.................................................................................. 24 Tahap Perencanaan Lanskap ........................................................... 24
12
DATA DAN ANALISIS ............................................................................ 25 Aspek Kesejarahan Kawasan ................................................................ 25 Penelusuran Bentuk dan Fungsi Arsitektural Situs ......................... 25 Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs ............................ 37 Kondisi Peninggalan Situs Candi Muara Takus.............................. 39 Aspek Religi pada Situs Candi Muara Takus ....................................... 43 Filosofi Terkait Situs Candi Muara Takus ...................................... 43 Ritual Keagamaan dan Lokasi Pelaksanaannya .............................. 43 Aspek Kepariwisataan ........................................................................... 48 Potensi Lanskap Kawasan Candi Muara Takus .............................. 48 Topografi dan Kemiringan Tapak ............................................. 48 Tata Guna Lahan Kawasan ....................................................... 50 Hidrologi ................................................................................... 54 Potensi Visual Tapak................................................................. 55 Objek dan Atraksi Wisata ............................................................... 57 Aksesibilitas .................................................................................... 60 Infrastruktur Wisata ........................................................................ 64 Wisatawan ....................................................................................... 65 Peraturan Terkait Pengembangan Kawasan .................................... 67 Aspek Sosial Masyarakat ...................................................................... 67 Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat ........................................ 67 Penerimaan Penduduk Lokal........................................................... 67 Keinginan Pengguna Tapak (Pemeluk Agama Budha) ................... 68 Sintesis .................................................................................................. 68 PERENCANAAN LANSKAP .................................................................. 71 Konsep Dasar Pengembangan Lanskap ................................................ 71 Tata Ruang Wisata Budaya ................................................................... 71 Konsep Ruang Wisata ..................................................................... 71 Rencana Tata Ruang ....................................................................... 72 Jalur Wisata Budaya .............................................................................. 76 Konsep Sirkulasi ............................................................................. 76 Rencana Jalur Wisata ...................................................................... 76
13
Rencana Aktivitas dan Fasilitas Kawasan Wisata Budaya ................... 78 Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya ......................................... 78 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 85 Kesimpulan ........................................................................................... 85 Saran ...................................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 87 LAMPIRAN ............................................................................................... 89
14
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Jenis Data Pelestarian ......................................................................... 10 2. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data .......................... 21 3. Penggolongan Fitur Arsitektur Candi Muara Takus .......................... 22 4. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap ................ 22 5. Evaluasi Makna Keunikan dari Suatu Lanskap ................................. 23 6. Evaluasi Kondisi Arsitektur Candi Muara Takus .............................. 23 7. Identifikasi Fitur Arsitektur Candi Muara Takus ............................... 35 8. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap ................ 38 9. Evaluasi Makna Keunikan Sejarah dari Suatu Lanskap .................... 39 10. Evaluasi Kondisi Arsitektur Sejarah Candi Muara Takus ................. 41 11. Distribusi Kelas Lereng dalam Kawasan Candi Muara Takus .......... 48 12. Penggunaan Lahan dalam Kawasan Candi Muara Takus .................. 50 13. Permasalahan dan Solusi terkait Tata Guna Lahan Kawasan ............ 52 14. Objek dan Atraksi yang Akan Dikembangkan .................................. 58 15. Jumlah Pengunjung Candi Muara Takus (Januari – Maret 2010)...... 66 16. Tanaman yang memiliki makna religi dan filosofi Agama Budha .... 74 17. Rencana Pengembangan Wisata Candi Muara Takus ........................ 78
15
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 4 2. Kondisi Eksisting Kawasan Candi Muara Takus ............................... 15 3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus .............................. 16 4. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 17 5. Tahapan Penelitian ............................................................................. 19 6. Lokasi Peninggalan Arkeologi di Kawasan Candi Muara Takus ...... 26 7. Denah Bangunan Utama Candi Muara Takus .................................... 26 8. Pagar Keliling Kawasan Candi Muara Takus .................................... 27 9. Candi Utama di Kompleks Percandian Muara Takus ........................ 28 10. Candi Bungsu Memiliki Struktur Kepurbakalaan yang Unik ............ 29 11. Candi Mahligai Stupa dengan Kelengkapan Strukturnya .................. 30 12. Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi ...... 31 13. Bangunan Bersejarah yang Tidak Berbentuk Candi .......................... 32 14. Batas Tanggul Kuno yang Terbuat dari Tanah .................................. 34 15. Peta Kesakralan Kawasan .................................................................. 36 16. Peta Kondisi Candi Muara Takus Setelah Ada PLTA ....................... 40 17. Peta Kesejarahan Kawasan ................................................................ 42 18. Ritual Keagamaan di Candi Tua oleh Komunitas Budhis ................. 44 19. Ritual Air Berkah ............................................................................... 45 20. Peta Lokasi Ritual Keagamaan .......................................................... 46 21. Zonasi Religi Kawasan ...................................................................... 47 22. Peta Kemiringan Lahan Kawasan ...................................................... 49 23. Peta Tata Guna Lahan Kawasan ........................................................ 51 24. Penyimpangan Tata Guna Lahan Kawasan Candi Muara Takus ....... 53 25. Bentukan Hidrologis di Kawasan Candi Muara Takus ...................... 54 26. Peta Analisis Visual Kawasan Candi Muara Takus ........................... 56 27. Peta Objek dan Atraksi Wisata yang akan Dikembangkan ................ 59 28. Kondisi Jalan Menuju Candi Muara Takus ........................................ 60 29. Jalur Transpotrasi menuju Kawasan Candi Muara Takus.................. 61
16
30. Sirkulasi Jalan dalam Kompleks Candi Muara Takus ....................... 62 31. Peta Hasil Analisis Akses dan Sirkulasi dalam Kawasan .................. 63 32. Fasilitas Wisata Eksisting dalam Kompleks Candi Muara Takus ..... 64 33. Kegiatan Pengunjung di Kawasan Candi Muara Takus ..................... 66 34. Peta Komposit Wisata Kawasan Candi Muara Takus ....................... 70 35. Diagram Konsep Pembagian Ruang .................................................. 72 36. Rencana Tata Ruang Kawasan Wisata Budaya ................................. 75 37. Diagram Konsep Sirkulasi Kawasan .................................................. 76 38. Rencana Jalur Wisata Kawasan Candi Muara Takus ......................... 77 39. Blockplan Kawasan Wisata Budaya................................................... 79 40. Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya Candi Muara Takus ...... 80 41. Perspektif Total Kawasan .................................................................. 81 42. Ilustrasi Gerbang Masuk Kawasan .................................................... 82 43. Ilustrasi Children Playground ............................................................ 82 44. Ilustrasi Aktivitas Bersampan ............................................................ 83 45. Ilustrasi Dermaga Wisata ................................................................... 83 46. Ilustrasi Camping Ground ................................................................ 84 47. Ilustrasi Site Furniture ....................................................................... 84
17
PENDAHULUAN
Latar Belakang Setiap kawasan memiliki identitas dan ciri khas yang berbeda dengan kawasan lainnya. Identitas dan kekhasan yang ada akan meningkatkan serta menguatkan nilai dari sebuah kawasan. Oleh karena itu, rencana pengembangan kawasan yang baik harus dapat mengekspresikan waktu, teknologi dan cita-cita serta mengadaptasi kesatuan organik yang berakar pada masa lalu dan berorientasi terhadap masa depan (Simonds, 1983). Dalam pengembangan suatu kawasan haruslah diperhatikan sejarah pengembangan wilayah tersebut dimasa lalu. Hal lain yang juga penting adalah memperhatikan karakter lokal yang ada agar tercipta suatu kesatuan ruang dengan karakter yang khas. Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman sejarah dan budaya. Warisan sejarah dan budaya tersebut mempengaruhi pola budaya yang ada dimasa lalu dan masa kini. Warisan sejarah dan budaya merupakan sesuatu yang perlu untuk dilestarikan serta dapat dikembangkan menjadi objek atau daya tarik wisata yang bernilai tinggi. Warisan sejarah dan budaya secara fisik berupa bangunanbangunan peninggalan dengan karakter yang khas sesuai zamannya. Warisan sejarah dan budaya yang terdapat di Provinsi Riau adalah kompleks Candi Muara Takus yang berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar. Kompleks Candi Muara Takus adalah candi peninggalan agama Budha yang didirikan pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Pada masa itu kompleks candi berfungsi sebagai bangunan suci untuk sarana pemujaan dan ritual keagamaan dalam agama Budha. Kompleks Candi Muara Takus telah dikenal dunia internasional dan banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara, khususnya para peziarah Budhis. Ketertarikan para wisatawan tersebut disebabkan karena nilai artistik yang tinggi pada bangunan kompleks candi, kemiripan struktur dan tata ruang bangunan dengan Candi Asoka di India, serta karena kompleks candi tersebut merupakan salah satu tempat penting dalam penyampurnaan ritual para biksu komunitas Budhis.
18
Kompleks Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang memberi pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya sehingga dapat meningkatkan apresiasi dan kecintaan pengunjung terhadap warisan sejarah dan budaya bangsa. Kawasan ini pada awalnya dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata yang bersifat arkeologis. Namun, saat ini pengembangan dan pembangunan kawasan cenderung mengarah pada tempat tujuan wisata rekreatif serta kurang memanfaatkan sumberdaya budaya sekitar kawasan. Selain itu, keberadaan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ada pada sungai Kampar Kanan di sekitar kawasan Candi Muara Takus juga mengancam keberadaan dan kelestarian kawasan tersebut. Dimana, bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan. Tanpa adanya rencana penataan yang baik serta pemanfaatan sumberdaya sejarah dan budaya pada kawasan maka kualitas dan nilai dari lanskap budaya dan sejarah tersebut akan menurun. Dampak negatif yang muncul adalah degradasi fisik kawasan serta hilangnya salah satu akar budaya Indonesia yang sangat penting. Dengan kegiatan penelitian ini diharapkan nilai-nilai sejarah dan kualitas lanskap pada kawasan tersebut dapat terus terjaga dan lestari keberadaannya sehingga Candi Muara Takus dapat menjadi unggulan tujuan wisata di Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang berbasis pada sejarah dan kebudayaan lokal.
Tujuan Tujuan umum dari penelitian adalah menata lanskap kawasan Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar sebagai kawasan wisata budaya guna mendukung upaya pelestarian dan peningkatan kunjungan wisatanya. Tujuan khusus penelitian adalah untuk: 1. Mengidentifikasi karakter serta kondisi lanskap pada kompleks Candi Muara Takus. 2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi upaya pelestarian lanskap budaya di Kabupaten Kampar.
19
3. Merencanakan wisata interpretatif pada lanskap kawasan candi Muara Takus berbasis pada karakter lanskap budaya.
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bahan masukan bagi pemerintah daerah Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar dalam usaha pelestarian dan pengembangan situs sejarah di Kabupaten Kampar. 2. Meningkatkan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar. 3. Merencanakan Candi Muara Takus sebagai salah satu destinasi wisata budaya yang utama di Indonesia.
Kerangka Pikir Penelitian Kawasan Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan budaya yang berbentuk bangunan candi di Provinsi Riau. Candi ini merupakan situs peninggalan agama Budha yang berlokasi di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar dan terkait erat dengan masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu, keberadaan Candi Muara Takus perlu dilestarikan melalui pengembangannya sebagai kawasan wisata. Kegiatan pelestarian kompleks Candi Muara Takus didasarkan pada beberapa aspek yaitu aspek kesejarahan kawasan (Arkeologis), aspek religi, aspek kepariwisataan dan aspek sosial masyarakat. Dengan menganalisis aspek-aspek tersebut akan didapatkan zona pemanfaatan wisata dalam kawasan Candi Muara Takus. Zona pemanfaatan tersebut selanjutnya akan dikembangkan dalam bentuk rencana lanskap kawasan wisata berbasis budaya lokal.
20
Kompleks Candi Muara Takus di Desa Muara Takus, Kabupaten XIII Koto Kampar.
Lanskap/Situs Sejarah dan Budaya
Perlu dilestarikan dan dikembangkan
Kepentingan Pelestarian Lanskap
Aspek Kesejarahan Kawasan (Arkeologis)
Aspek Religi Kawasan
Kepentingan Pengembangan Wisata
Aspek Kepariwisataan
Aspek Sosial Masyarakat
Zona Pemanfaatan Wisata Candi Muara Takus
Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
21
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Budaya Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya. Karakteristik tersebut dapat digolongkan sebagai keindahan bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar komponen lanskapnya. Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang disekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus menerus disepanjang waktu dan seluruh ruang kehidupan manusia. Elemen lanskap dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu elemen lanskap makro, mikro dan buatan manusia (man made). Elemen lanskap makro meliputi iklim dan kualitas tapak. Elemen mikro meliputi topografi, jenis dan karakter tanah, vegetasi, satwa dan hidrologi. Sementara, elemen lanskap binaan (man made) meliputi jaringan transportasi, tata guna lahan, pola permukiman dan struktur bangunan (Gold, 1980). Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan lanskap budaya (cultural landscape) merupakan model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi manusia dan lingkungan yang ada disekitarnya. Lanskap budaya merefleksikan adaptasi manusia serta perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannnya. Bentuk dari refleksi adaptasi tersebut terlihat dalam pola permukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan struktur lainnya. Menurut Tisler dalam Nurisyah dan Pramukanto (2001), lanskap budaya adalah suatu kawasan geografis yang menampilkan ekspresi lanskap alami oleh suatu pola kebudayaan tertentu. Lanskap ini memiliki hubungan yang erat dengan aktivitas manusia, performa budaya dan nilai serta tingkat estetika. Kebudayaan adalah agen atau perantara dalam proses pembentukan suatu lanskap dan kawasan
22
alami/asli merupakan medium atau wadah pembentuknya. Lanskap budaya merupakan hasil atau produk yang dapat dilihat dan dinikmati keberadaannya baik secara fisik maupun psikis.
Pelestarian Lanskap Budaya Menurut Nurisyah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap budaya dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan sisa-sisa budaya dan sejarah yang terdahulu yang bernilai, dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda atau kawasan yang bernilai budaya dan sejarah pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tapi untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut. Kepentingan dari pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya dan sejarah secara lebih spesifik adalah untuk: 1. Mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan. 2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan. 3. Kebutuhan psikis manusia untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau - masa kini - dan masa depan yang tercermin dalam objek atau karya lanskap yang selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas dari suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. 4. Motivasi Ekonomi. Peninggalan budaya dan sejarah dapat mendukung perekonomian kota/ daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata (cultural and historical type of tourism). 5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu.
Metode Pelestarian Lanskap Budaya Tindakan pelestarian lanskap sejarah dan budaya dapat dilakukan dengan beragam bentuk dan kombinasi pendekatan. Pendekatan-pendekatan tersebut
23
dilakukan terhadap nilai, makna atau arti kesejarahan yang dimiliki suatu tatanan lanskap serta terhadap bentang alam tersebut secara fisik. Pendekatan umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam proses dinamika lanskap, meliputi aspek kesejarahan, aspek arkeologis, aspek etnografis, serta nilai-nilai desain yang dimilikinya. Ditegaskan oleh Haris dan Dines (1988) bahwa tindakan pelestarian lanskap sejarah tidak hanya untuk memenuhi persyaratan keindahan, tetapi juga persyaratan kultural dan teknologikal yang terdapat atau tersedia dikawasan yang dilestarikan. Kegiatan pelestarian menitik beratkan pada berbagai upaya guna menciptakan pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk warisan yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, melaksanakan analisis ekonomi serta berbagai kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan pelestarian tersebut. Dalam kondisi ini, masyarakat yang menghuni kawasan bersejarah merupakan komponen utama untuk dipertimbangkan dalam setiap kegiatan perencanaan dan pengelolaan (Nurisyah dan Pramukanto, 2001). Menurut Nurisyah dan Pramukanto, (2001) dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian lanskap terdapat beberapa metode/tindakan teknis yang umum dilakukan, diantaranya yaitu: 1. Adaptive use (Penggunaan Adaptif) Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasi berbagai penggunaan, kebutuhan dan kondisi masa kini. Untuk kegiatan model ini perlu pengkajian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan. Pengelolaan dan faktor lain yang berperan dalam pembentukan lanskap tersebut. Pendekatan ini memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan sejarah yang masih ada pada lanskap itu dan mengintegrasikannya dengan kepentingan, penggunaan, dan kondisi sekarang yang relevan. 2. Rekonstruksi Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap baik secara keseluruhan atau sebagian dari tapak asli, dilakukan pada kondisi:
Tapak yang tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau mulai hancur karena faktor alam.
24
Untuk menampilkan suatu babak sejarah tertentu.
Lanskap yang hancur sama sekali, tidak terlihat kondisi aslinya.
Karena alasan-alasan kesejarahan yang harus ditampilkan seperti arti, simbolis dan wisata.
3. Rehabilitasi Tindakan yang memperbaiki utilitas, fungsi atau penampilan suatu lanskap sejarah. Dalam kasus ini, maka keutuhan lanskap dan struktur/ susunannya secara fisik dan visual serta nilai-nilai yang terkandung harus dipertahankan. Tindakan/metode jenis ini digunakan dengan pertimbangan terhadap faktor kenyamanan lingkungan, sumberdaya alam, dan segi administratif.
4. Restorasi Suatu model pendekatan tindakan pelestarian yang paling konservatif yaitu pengembalikan penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi karya lanskap tetap ada. Hal ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan elemen-elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen-elemen tambahan yang menggangu. Hal ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni) atau hanya pada bagian-bagian tertentu.
5. Stabilisasi Suatu tindakan atau strategi dalam melestarikan karya atau objek lanskap yang ada melalui upaya memperkecil pengaruh negatif (gangguan iklim, deterioration, dan suksesi alami) terhadap tapak.
6. Konservasi Tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi suatu lanskap sejarah dari kehilangan atau pelanggaran atau pengaruh yang tidak tepat. Tindakan bertujuan hanya untuk melestarikan apa yang ada saat ini,
25
mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan perkembangan dimasa depan. Dasar tindakan yang dilakukan umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.
7. Interpretasi Merupakan usaha pelestarian yang mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha-usaha yang juga dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang. Interpretasi mancakup pengkajian terhadap tujuan desain dan juga lanskap sebelumnya. Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat intergritas nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikannya dengan program-program kegiatan tapak yang baru diintroduksikan.
8. Period setting, Replikasi, Imitasi Penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang non-original site. Usaha ini membutuhkan adanya data dan dokumentasi yang dikumpulkan dari tapak dan lain-lain yang sama serta berbagai pengkajian akan sejarah tapaknya sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya.
9. Release Merupakan strategi pengelolaan yang memperbolehkan adaya suksesi alam yang asli sejauh tidak merusak keutuhan atau merusak nilai historikalnya. Tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu dapat memberikan andil terhadap kemungkinan hilang atau terhapusnya arti dan nilai sejarah dari lanskap dalam sistem budaya.
10. Replacement (Penggantian) Subtitusi atas suatu komuniti biotik dengan lainnya. Contohnya adalah penggunaan jenis penutup tanah untuk menampilkan bentukan lahan.
26
Dalam melakukan kegiatan pelestarian lanskap budaya dibutuhkan data dan alat yang tepat untuk merencanakannya. Menurut Harris dan Dines (1988) data dan alat tersebut dikelompokkan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Data Pelestarian Tipe data
Informasi
Areal Studi yang terlihat
Untuk prediksi apa yang dapat dilihat dari titik pandang tertentu dalam tapak
Peta Tata Guna Lahan
Untuk pengembangan tata guna lahan tapak pada masa lalu dan saat ini
Vegetasi
Architectural features (non bangunan utama) Sumber : Harris dan Dines, 1988
Pertimbangan kondisi untuk digunakan Ruang terbuka potensial Keragaman topografi Fasilitas yang mengakomodasi kegiatan wisata
Areal yang terjadi perubahan tata guna lahan
Tapak dengan vegetasi penciri yang penting Pola vegetasi kaitannya dengan penggunaan lahan Tapak dengan bentukan arsitektur merupakan penciri yang penting
Aplikasi Untuk memproteksi lingkungan visual pada historical fabric Identifikasi area yang dapat dikembangkan tanpa mengganggu visual Identifikasi zona penyangga dan areal viewing Identifikasi pembatas zonasi Pemahaman lingkungan sejarah Identifikasi TGL saat ini serta kesesuaiannya dengan lingkungan sejarah Identifikasi kesesuaian lahan dengan zonasi Identifikasi kecenderungan penggunaan lahan disekitar tapak Identifikasi vegetasi secara ekologis dan historis memiliki nilai penting Identifikasi vegetasi yang perlu dilindungi/ diganti Untuk menunjukkan keterkaitan lanskap secara arsitektural
Wisata Budaya Menurut Nurisjah (2008), wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan diluar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa
27
bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Pendit (2002) mengemukakan wisata budaya adalah wisata yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke suatu tempat, mempelajari keadaan masyarakat, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup, budaya serta seni yang ada dalam kehidupan masyarakat. Perjalanan tersebut disatukan dengan kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan budaya seperti eksplorasi seni atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebaginya. Merencanakan kawasan wisata adalah menata dan mengembangkan area dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisatasehingga kerusakan lingkungan dampak dari pembangunan kawasan dapat diminimumkan. Pada saat yang bersamaan kepuasaan wisatawan dapat terwujud. Gunn (1994) menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kawasan wisata adalah ketersediaan obyek dan atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi pendukung. Obyek dan atraksi wisata merupakan andalan utama untuk mengembangkan kawasan wisata.
Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan pada suatu keadaan awal dan merupakan cara terbaik untuk mencapai suatu keadaan tersebut (Gold, 1980). Proses perencanaan biasanya bersifat holistik dan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya. Suatu proses perencanaan yang baik merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentuk fisik dan fungsi lahan/tapak/bentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah,2008) Perencanaan adalah kegiatan mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson, 1980). Sementara itu, Simonds (1983) menyatakan bahwa proses perencanaan terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap commission
28
(pemberian tugas), research (inventarisasi), analysis, synthesis, construction (pelaksanaan), dan operation (pemeliharaan). Perencanaan lanskap kawasan wisata adalah suatu proses untuk memperoleh tapak yang cukup serta mengembangkan tapak tersebut sehingga dapat memberi pengalamam yang tidak terlupakan bagi pengguna tapak. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan lanskap kawasan wisata, yaitu kebutuhan pengguna terhadap tapak dan konstruksi tapak yang diperuntukan bagi pengguna tapak (Blom dan Rohlfs, 1966). Menurut Gunn (1994) perencanaan wisata yang baik dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan peka terhadap lingkungan, dan dapat diintegrasikan antara komunitas dengan dampak negatif lingkungan yang minimal. Hal ini dapat tercapai dengan perencanaan yang baik yang mengintegrasikan semua aspek dalam pengembangan wisata.
Candi Muara Takus Candi adalah sebuah bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari agama Hindu-Buddha. Candi digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa. Namun demikian, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala dari masa Hindu-Buddha atau masa Klasik Indonesia yang berupa istana, pemandian/petirtaan, dan gapura juga disebut dengan istilah candi. Suatu candi di masa lampau biasanya berfungsi dan digunakan masyarakat dari latar belakang agamanya, yaitu Hindu-Saiwa, Budha Mahayana, Siwa Buddha dan Rsi. Candi merupakan bangunan suci yang dikembangkan sebagai sarana pemujaan bagi dewa-dewi agama Hindu maupun agama Buddha yang berasal dari India sehingga konsep yang digunakan dalam pendirian sebuah bangunan suci sama dengan konsep yang berkembang dan digunakan di India, yaitu konsep tentang air suci. Bangunan suci harus berada di dekat air yang dianggap suci. Air itu nantinya digunakan sebagai sarana dalam upacara ritual. Peran air tidak hanya digunakan untuk upacara ritual saja, namun secara teknis juga diperlukan dalam pembangunan maupun pemeliharaan dan kelangsungan hidup bangunan itu
29
sendiri. Didirikannya bangunan suci di suatu tempat memang tempat tersebut potensi untuk dianggap suci, dan bukan bangunannya yang potensi dianggap suci. Candi muara takus berasal dari dua kata “ muara “ dan “ takus “ . “muara” yaitu suatu tempat dimana anak sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar. “Takus” berasal dari bahasa China yaitu ta, ku dan se. Ta berarti besar, ku berarti tua sedangkan se berarti candi. Gabungan arti keseluruhan dari kata Muara Takus adalah : candi tua ( the old temple ) besar atau megah yang terletak di muara sungai (Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, 2010).
30
KONDISI UMUM
Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi tersebut dengan Kota Pekanbaru adalah ± 128 Km atau sekitar 1,5 Km dari pusat desa Muara Takus. Secara astronomi Candi Muara Takus terletak pada garis khatulistiwa koordinat 0°21 LU dan 100°39 BT. Luas situs Candi Muara Takus dalam batas pagar batu keliling adalah 5476 m². Namun, berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat batas terluar lain berupa tanggul kuno dengan ketinggian ± 87 mdpl. Penetapan batasan terluar tersebut berdasarkan pada penemuan bangunan pendukung di luar pagar tembok keliling. Dalam rencana pelestarian Candi Muara Takus, batas terluar yang digunakan adalah batas Tanggul Kuno (Arden Wall). Gambar 2 adalah gambaran dari kondisi eksisting kawasan Candi Muara Takus dalam batas Tanggul Kuno. Berdasarkan batas tersebut luas total kawasan adalah ± 94,5 Ha dengan batasan fisik kawasan yaitu : Sebelah Utara
: Danau PLTA Koto Kampar
Sebelah Timur
: Hutan rawa
Sebelah Barat
: Sungai Kampar Kanan
Sebelah Selatan
: Pusat Desa Muara Takus
Situs Candi Muara Takus Berdasarkan penelusuran sejarah kawasan Candi Muara Takus dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Penelitian arkeologi pada awal 1980-an menyatakan bahwa kawasan ini diyakini merupakan sebuah kota yang cukup besar dan menjadi pusat penyebaran agama Budha pada masa tersebut. Penelitian J.W. Yzerman menyatakan dalam kompleks candi terdapat beberapa bangunan utama, yaitu candi Tua, candi Bungsu, candi Mahligai Stupa, candi Palangka, bangunan I dan bangunan II (Gambar 3).
31
32
Gambar 3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus
Struktur dan lingkungan situs Candi Muara Takus dalam pagar batu pembatas saat ini cukup terawat dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pemugaran dan pemeliharaan yang dilakukan pihak pengelola. Jalan utama dalam kawasan situs telah diperkeras dengan aspal sehingga cukup mudah diakses oleh para pengunjung. Salah satu hal yang menarik dari kawasan ini adalah cerita dan nilai historikal yang terkandung dalam tiap-tiap bangunan candi. Hal tersebut manjadi pendukung utama dari keindahan alam dan nilai arsitektural bangunan candi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata budaya.
33
METODOLOGI
Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau (Gambar 4). Luas total kawasan adalah 94,5 Ha dengan batasan fisik Sungai Kampar Kanan, hutan campuran, perkebunan penduduk dan rawa.
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
34
Waktu Penelitian Penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan dilakukan selama 10 bulan mulai (April 2010 – Januari 2011), melalui 5 (lima) tahapan kegiatan yaitu persiapan, studi literatur, survei lapangan, pengolahan data dan proses perencanaan lanskap.
Batasan Studi Penelitian dilakukan sampai batas tahap perencanan untuk mendukung pelestarian kawasan. Penelitian mencakup perencanaan tata ruang (zonasi), sistem sirkulasi, jalur interpretasi wisata, fasilitas pendukung wisata, serta program wisata sejarah yang terkait objek dan atraksi. Keseluruhannya akan diintegrasikan dalam rencana lanskap wisata budaya. Produk dari penelitian ini adalah gambar arsitektur lanskap dalam bentuk Rencana Lanskap dan gambar-gambar penunjang lainnya serta program pendukung pengembangan wisata.
Metode dan Tahapan Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui dua cara yaitu studi pustaka dan studi lapang. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang terkait dengan tapak/situs arkeologis dan kesejarahannya. Melalui studi pustaka ditentukan kriteria yang akan digunakan untuk menentukan batas kawasan dan kepentingan atau makna dari situs, daerah tujuan wisata, konsep pengembangan, arahan dan strategi pengembangannya. Studi lapangan merupakan tahap kegiatan yang sangat penting, yaitu pengumpulan dan pemahaman data primer yang meliputi ber-bagai bidang terkait, pengambilan gambar/foto, serta melakukan wawancara. Dari berbagai data yang telah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis sesuai dengan kebutuhan dan tujuan studi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran sejarah terkait kompleks Candi Muara Takus secara deskriptif kuantitatif, spasial maupun tabular terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pelestarian dan pengembangan kawasan sebagai wisata budaya.
Pendekatan yang digunakan
35
dalam perencanaan lanskap kawasan candi adalah pendekatan ketersediaan sumberdaya objek dan atraksi wisata budaya yang dikemukan oleh Gunn (1994). Tahap perencanaan meliputi beberapa kegiatan diantaranya persiapan, pengumpulan data dan informasi secara primer maupun sekunder, analisis tapak, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Tahap proses studi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahapan Penelitian
Tahap Persiapan Tahap ini meliputi perumusan masalah, penetapan tujuan studi, penyusunan usulan studi, dan perizinan studi. Tahap tersebut merupakan langkah
36
awal untuk melakukan perencanaan lanskap kawasan Candi Muara Takus sebagai kawasan wisata sejarah. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi penelitian. Pengumpulan informasi awal ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan usulan penelitian.
Tahap Pengumpulan data dan Informasi Merupakan tahap pengumpulan kelompok data yang terkait dengan objek penelitian. Data untuk rencana pelestarian dan pengembangan kawasan Candi Muara Takus terdiri dari data aspek kesejarahan, data aspek religi dan data pengembangan wisata sejarah. Berkaitan dengan aspek kesejarahan kawasan maka dikumpulkan data alur kesejarahan dan signifikansi situs, data arsitektural Candi Muara Takus serta data makna keunikan dan kekhususan situs. Data aspek religi terdiri dari filosofi agama Budhis terkait situs candi serta data lokasi pelaksanaan ritual oleh komunitas Budhis. Sementara data aspek wisata berkaitan dengan potensi lanskap kawasan, objek dan atraksi serta aktivitas wisata yang dapat dilakukan dalam kawasan pelestarian, fasilitas pendukung wisata serta kebijakan terkait pengembangn situs sebagai kawasan wisata sejarah. Selain itu, untuk mendukung kegiatan pengembangan wisata dilakukan inventarisasi data sosial dan budaya masyarakat untuk mengetahui persepsi mereka terhadap rencana pengembangan tapak. Jenis data yang dikumpulkan dapat berupa data primer dan data sekunder (Tabel 2.) Pengumpulan data ini dilakukan untuk menentukan potensi, kendala yang terdapat pada lokasi penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lapang, studi pustaka dan wawancara. Wawancara (Lampiran) dilakukan dengan teknik purposive sampling atau pemilihan responden secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah pengguna lahan (stakeholders). Responden yang dipilih adalah responden yang terlibat langsung dan dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait Situs Candi Muara Takus. Responden terdiri dari komunitas Budhis, masyarakat setempat, tokoh masyarakat, dan dinas-dinas terkait untuk memperoleh informasi terkait dengan sejarah kawasan, kondisi lanskap, orientasi kawasan, elemen lanskap sejarah, pengelolaan, pengembangan serta kebijakan yang terkait dengan Kawasan Candi
37
Muara Takus. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap pengunjung untuk mengetahui keinginan dan harapan dalam pengembangan kawasan sebagai objek wisata budaya.
Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data No. 1
2
3
4
Kelompok Data Aspek Kesejarahan Kawasan
Aspek Religi pada Kawasan
Aspek Kepariwisataan
Aspek Sosial dan Budaya
Jenis
Bentuk
Kesejarahan dan signifikansi situs candi Arsitektural situs Candi Muara Takus Kekhususan dan keunikan situs candi Filosofi religi Budhis
Sekunder
Lokasi ritual pada situs Potensi lanskap kawasan Objek dan atraksi wisata (material dan non-material) Aksesibilitas dan sirkulasi Penerimaan penduduk
Sekunder
Primer Sekunder Primer
Tapak Bappeda Tapak
Keinginan penduduk
Primer
Tapak
Primer Sekunder Primer Sekunder Sekunder
Primer Sekunder Primer Sekunder
Sumber Dinas Kebudayaan dan pariwisata Dinas Purbakala Tapak dan Dinas Kebudayaan dan pariwisata Tapak dan Dinas Kebudayaan dan pariwisata Dinas Kebudayaan dan pariwisata Komunitas Budhis Dinas Kebudayaan dan pariwisata Tapak dan Bappeda Tapak dan Dinas Kebudayaan dan pariwisata
Cara Pengambilan Studi Pustaka Wawancara Survei Lapang Studi Pustaka Survei Lapang Studi Pustaka Studi Pustaka Wawancara Studi Pustaka Survei Lapang Studi Pustaka Survei Lapang Studi Pustaka
Survei Lapang Studi Pustaka Wawancara (purposive sampling) Wawancara (purposive sampling)
Tahap Analisis Data Kegiatan analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif , tabular dan analisis spasial. Tahap analisis dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar data yang diperoleh serta untuk menentukan potensi dan kendala yang terdapat pada lokasi penelitian. Aspek yang diutamakan dalam analisis penelitaan ini adalah aspek wisata sebagai upaya untuk pelestarian Candi Muara Takus. Hasil analisis kemudian digunakan sebagai dasar tahap lanjutan yaitu sintesis.
38
Analisis aspek kesejarahan meliputi penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dalam melakukan tindakan pelestarian lanskap sejarah. Faktorfaktor tersebut meliputi : 1. Penelusuran bentuk dan fungsi arsitektural situs. Meliputi pendataan jumlah dan tipe objek yang merupakan bagian utama (major features) dari suatu periode sejarah (Tabel 3). Korelasi antar objek sejarah akan menentukan tindakan teknis pelestarian yang akan dilakukan serta untuk menggambarkan integritas historik dari sumberdaya sejarah budaya yang akan terus bertahan.
Tabel 3. Penggolongan Fitur Arsitektur Candi Muara Takus Objek Sejarah Bangunan Utama Bangunan Pendukung Batas Ornamen Sumber : Harris dan Dines, 1988
Tipe/Gaya
Usia
Lokasi
2. Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs. Melalui evaluasi makna kekhususan dan keunikan lanskapnya. Evaluasi makna kekhususan sejarah (Tabel 3) dan evaluasi tingkat keunikan lanskapnya (Tabel 5) berperan dalam menentukan tindakan pelestarian pada suatu lanskap sejarah budaya.
Table 4. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap Tipikal Tata guna lahan Persepsi terhadap topografi Hubungan spasial Pola sirkulasi Tipe struktur Penempatan struktur Kualitas estetik Sumber : Harris dan Dines, 1988
Tinggi
Sedang
Rendah
Keterangan Tinggi
: Memikili karakter yang berbeda dengan lanskap lainnya dan terkait dengan nilai atau norma dalam ajaran tertentu
Sedang
: Memikili karakter yang berbeda dan hanya ada ditempat tersebut
Rendah
: Memiliki kesamaan karakter dengan beberapa tempat lainnya
39
Tabel 5. Evaluasi Makna Keunikan dari Suatu Lanskap Keunikan Kualitas estetik Inovasi teknologi Asosiasi kesejarahan Integritas Sumber : Harris dan Dines, 1988
Tinggi
Sedang
Rendah
3. Evaluasi kondisi peninggalan situs Candi Muara Takus Meliputi kondisi fisik struktur dan kondisi lanskap kawasan (Tabel 6). Analisis kondisi tersebut akan menentukan tindakan pelestarian yang dilakukan serta program-program pelestarian yang akan diajukan guna meningkatkan kualitas lanskap pada kawasan tersebut.
Tabel 6. Evaluasi Kondisi Arsitektur Candi Muara Takus Objek Sejarah
Baik
Kondisi Sedang
Rusak
Bangunan Utama Bangunan Pendukung Batas Ornamen Sumber : Harris dan Dines, 1988
Keterangan Baik
: Struktur bangunan baik dan lanskap kawasan tidak mengalami perubahan.
Sedang : Sebagian struktur bangunan hilang atau dipindah tempatnya tetapi bentuk asli banguanan belum berubah. Rusak
: Struktur bangunan mengalami degradasi fisik dan lanskap kawasan telah berubah dari kondisi aslinya.
Analisis aspek religi kawasan meliputi menelusuran filosofi agama Budha yang berkaitan dengan tata ruang lanskap pada situs Candi Muara Takus. Selain itu, juga dilakukan pendataan kegiatan ritual yang biasa dilakukan komunitas Budhi pada Candi Muara Takus serta lokasi pelaksanaannya. Hasil pemetaan tersebut akan membentuk zona religi situs yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan ruang wisata pada kawasan. Aspek kepariwisataan terdiri dari analisis data potensi lanskap kawasan, objek dan atraksi yang ada dalam kawasan, aksesibilitas tapak serta fasilitas
40
pendukung. Kegiatan analisis meliputi analisis deskriptif dan spasial. Analisis ini bertujuan untuk menentukan ruang wisata dalam kawasan. Analisis sosial budaya dilakukan terhadap data sosial hasil wawancara dengan pihak pengelola, masyarakat serta pengunjung situs Candi Muara Takus serta terhadap arak kebijakan pemerintah setempat terkait pengembangan dan pembangunan kompleks candi sebagai kawasan wisata. Hasilnya disampaikan secara deskriptif dan tabular untuk menjelaskan kondisi sosial budaya dan kebijakan pemerintah yang ada di Kecamatan XIII Koto Kampar serta bagaimana persepsi mereka terhadap tapak dan pengembangannya sebagai wisata sejarah.
Tahap Sintesis Data dan informasi disintesis dengan dua metode yaitu deskriptif tabular dan overlay spasial. Pada tahap ini dihasilkan alternatif pengembangan dan pemecahan masalah. Hasil dari tahap sintesis akan disajikan berupa pembagian dan rencana pengembangan ruang meliputi zona arkeologis, zona religi dan zona wisata. Gabungan dari ketiga zona tersebut akan menghasilkan zona pemanfaatan atau blockplan pelestarian dan pengembangan tapak sebagai kawasan wisata sejarah.
Tahap Konsep Tahap konsep merupakan dasar sebelum tahap perencanaan. Pada tahapan ini dibuat konsep perencanaan kawasan yang akan diterjemahkan dalam bentuk pengembangan ruang wisata dan jalur sirkulasi wisata sehingga dapat memenuhi tujuan pengembangan lanskap kawasan.
Tahap Perencanaan Lanskap Berdasarkan konsep perencanaan kawasan yang merupakan hasil integrasi antara data yang telah dianalisis maka konsep dan pengembangannya tersebut diterjemahkan dalam bentuk rencana tata ruang wisata budaya, rencana jalur wisata, dan rencana lanskap kawasan wisata budaya. Produk perencanaan lanskap ini akan menggambarkan pengembangan tapak sebagai suatu lanskap kawasan wisata budaya.
41
DATA DAN ANALISIS
Aspek Kesejarahan Kawasan
Penelusuran Bentuk dan Fungsi Arsitektural Situs Muara Takus berasal dari nama sebuah anak sungai bernama Takus yang bermuara di Batang Sungai Kampar Kanan. Nama Muara Takus berasal dari kata “Muara” dan “Takus”, dimana, kata “Muara” berarti suatu tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan “Takus” berasal dari bahasa Cina “takuse” yang artinya “TA”= besar, “KU”= tua, dan “SE”= candi. Jadi pengertian keseluruhan dari nama “Muara Takus” adalah candi tua besar yang terletak di muara sungai. Candi Muara Takus memiliki struktur bangunan yang terbuat dari bahan batuan merah. Bahan tersebut diyakini sebagai tempat para dewa bertahta oleh komunitas Budhis. Ciri utama yang menunjukkan bahwa Candi Muara Takus merupakan bangunan suci dalam agama Budha adalah dari keberadaan stupanya. Arsitektur bangunan stupa yang ada pada Candi Muara Takus sangat unik karena tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk stupa tersebut yaitu ornamen sebuah roda dan kepala singa. Bentuk stupa memiliki kesamaan dengan stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada periode Asoka. Berdasarkan hasil penelitian arkeologi tahun 1994, peninggalan arkeologi di kawasan Candi Muara Takus terdiri atas pagar keliling, Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai, Candi Palangka, Bangunan I, Bangunan II, Bangunan III, Bangunan IV, Bangunan VII, dan Tanggul kuno. Selain bangunan, bendabenda bersejarah lain juga ditemukan di dalam kawasan Candi Muara Takus yaitu berupa fragmen arca singa, fragmen arca gajah pada puncak candi Mahligai, inskripsi mantra dan pahatan vajra, serta gulungan daun emas yang juga dipahat mantra dan gambar vajra pada bagian permukaannya. Posisi dari peninggalan arkeologi Candi Muara Takus dapat dilihat pada Gambar 6 dengan denah bangunan utama candi pada Gambar 7.
42
Gambar 6. Lokasi Peninggalan Arkeologi di Kawasan Candi Muara Takus. (Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
Gambar 7. Denah Bangunan Utama Candi Muara Takus. (Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
43
Peninggalan arkeologis yang ada dalam kawasan Candi Muara Takus tidak semua dapat diidentifikasi fungsinya. Hal ini dikarenakan sebagian bangunan saja tidak memiliki kelengkapan struktur. Peninggalan-peninggalan yang masih dapat diketahui fungsinya adalah pagar keliling, Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai, Candi Palangka, bangunan I dan II, bangunan III, bangunan IV, bangunan V dan VI, bangunan VII, dan Tanggul Kuno (Arden Wall). Deskripsi tiap-tiap bangunan dijelaskan sebagai berikut.
1.
Pagar Keliling Pagar terbuat dari balok-balok batu pasir berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 74 m x 74 m dan berorientasi Barat Laut – Tenggara. Pagar tersebut mengelilingi bangunan Candi Muara Takus, dengan ketinggian 1 meter dan lebar + 1,20 meter (Gambar 8). Pada bagian utara pagar terdapat pintu masuk menuju kawasan utama Candi Muara Takus. Keberadaan pagar keliling dalam bangunan berperan sebagai batas pemisah sektor dalam suatu kawasan percandian yang memiliki beberapa kadar kesakralan atau kesucian yang berbeda dan bertingkat. Area di dalam batas pagar batu keliling merupakan bagian paling penting dan suci. Hal ini didukung pula dengan penemuan sisa stupa terbesar pada kawasan tersebut.
U
Gambar 8. Pagar Keliling Kawasan Candi Muara Takus (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
2. Candi Tua Candi Tua merupakan candi yang terbesar di kawasan Candi Muara Takus. Bangunan ini terbuat dari batu bata cetak dan batu pasir (tuff) dan terletak
44
sebelah utara Candi Bungsu. Candi Tua berukuran 32,80 m x 21,80 m dengan tinggi 8,50 m (Gambar 9). Pada sisi timur dan barat terdapat tangga yang menurut perkiraan dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam posisi duduk. Bangunan ini mempunyai 36 sisi dan terdiri dari bagian kaki I, bagian kaki II, bagian tubuh dan puncak. Namun, bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya banyak yang hilang. Volume Candi Tua adalah 2.235 m3 yang terdiri dari 2.028 m3 bagian kaki, 150 m3 bagian tubuh, dan 57 m3 bagian puncak. Berdasarkan sejarah kawasan, pada bagian atas candi diperkirakan berdiri sebuah stupa yang sangat besar. Namun, saat ini yang tersisa hanya bagian dasarnya saja sehingga tidak dapat memberi petunjuk yang berkaitan dengan bentuk dari stupa tersebut. Dilihat dari bentuk denah candi yang bertingkat dan memiliki ragam segi, susunan ini mengingatkan pada struktur sebuah “yantra”. Yantra adalah alat pembantu dalam ritual Tantrayana. Jenis “yantra” yang menjadi patokan dalam pembangunan candi ini belum dapat dipastikan. Tetapi, Ciri utama bangunan berupa ukuran yang sangat besar, adanya dua tangga masuk di sisi barat dan timur serta keberadaan selasar yang cukup memadai untuk melakukan ritual pradaksina menandakan bahwa bangunan candi tua adalah candi utama dalam kawasan ini. Pradaksina adalah ritual Buddhist yang dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi stupa dengan mengikuti arah jarum jam.
(a) Candi Tua
(b) Denah Candi Tua
Gambar 9. Candi Utama di Kawasan Percandian Muara Takus (Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
45
3. Candi Bungsu Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) pada bagian depan dan batu bata pada bagian belakang. Candi Bungsu berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 7,50 x 16,28 m, dan tinggi (setelah dipugar) 6,20 m dari permukaan tanah, serta volumenya 365,80 m3.
Candi bungsu memiliki
struktur kepurbakalaan yang unik, karena pada bangunan terdapat dua karakter susunan stupa yang terletak pada satu platform (Gambar 10a). Pada bagian selatan platform terdapat sisa bangunan menunjukan pada platform tersebut terdapat sebuah stupa besar yang dikelilingi oleh 8 stupa yang lebih kecil. Gambaran ini memiliki kesamaan konfigurasi dengan yantra dari India, salah satu pusat penyebaran agama Budha. Pada bagian selatan platform Candi Bungsu, terlihat denah stupa tunggal (Gambar 10b). Bagian kaki yang menopang stupa saat ini sudah tidak terlihat. Pada platform Candi Bungsu hanya terdapat satu tangga naik, yaitu di bagian utara candi. Hal ini diperkirakan terkait erat dengan runutan prosesi upacara ritual keagamaan yang pernah dilakukan dalam kawasan.
(a) Candi Bungsu
(b) Denah Dua Platform Candi Bungsu
Gambar 10. Candi Bungsu Memiliki Struktur Kepurbakalaan yang Unik (Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
4. Candi Mahligai Bangunan Candi Mahligai berbentuk bujur sangkar berukuran 10,44 x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m yang berdiri di atas pondamen
46
segi delapan (astakomas) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda. Di tengahnya menjulang menara. Berdasarkan penelitian Cornet De Groot (1860), pada bagian puncak candi diperkirakan terdapat makarel tetapi tidak ditemukan. Selain itu, De Groot menemukan patung singa dalam posisi duduk pada setiap sisi candi. Di sebelah timur terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dan di depannya terdapat sebuah tangga. Volume bangunan Candi Mahligai adalah 423,20 m3. Candi Mahligai adalah candi dengan kelengkapan struktur bangunan paling baik jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Keunikan candi terdapat pada bentuknya yang seperti menara. Ahli sejarah memperkirakan pada puncak menara terdapat stupa dan kelengkapan lainnya. Sedangkan, pada bagian dasarnya dengan mengacu pada struktur dasar stupa agama Budha candi Mahligai memiliki badan menara yang ditopang oleh pelipit berbentuk kelopak lotus. Candi Mahligai dengan kelengkapan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) Candi Mahligai
(b) Tampak Depan
(c) Tampak Atas
Gambar 11. Candi Mahligai dengan Kelengkapan Strukturnya. (Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
Bentuk fisik dari struktur Candi Mahligai stupa telah banyak mengalami perubahan, tetapi konsep yang disimbolkan oleh candi tersebut tidak berubah. Peran candi Mahligai sebagai stupa membuat tingkat peranan candi cukup penting tetapi belum sebanding dengan peranan dan fungsi candi utama. Hal ini didukung oleh fakta penggunaan figur minor dalam ikonografi Budha yang
47
ditempatkan di bagian puncak candi. Meskipun demikian, penemuan inskripsi yang berisi mantra berbingkai wajra pada bagian depan candi Mahligai menyatakan bahwa candi tersebut juga berperan dalam ritual-ritual keagamaan yang dilakukan masyarakat Budhis pada masa lampau, khususnya aliran Mahayana-Wajrayana,
atau aliran Tantrayan-Mantrayana
yang sering
melakukan ritual dengan banyak mantra.
5. Candi Palangka Bangunan Candi Palangka terletak 3,85 meter sebelah timur Candi Mahligai dan terbuat dari bata merah. Candi ini adalah candi terkecil di kawasan Candi Muara Takus. Di bagian sebelah utara terdapat tangga dalam keadaan rusak, sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Kaki candinya berbentuk segi delapan dengan sudut banyak berukuran panjang 6,60 m, lebar 5,85 m dan tinggi 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,90 m3. Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi dapat dilihat pada Gambar 12.
(a) Candi Palangka
(b) Kawasan Bangunan Utama
Gambar 12. Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi. (Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
Relung-relung penyusunan batu candi ini tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Sebelum dipugar bagian kaki Candi Palangka terbenam + 1 meter. Candi Palangka mulai dipugar pada tahun 1987 dan selesai tahun 1989.
48
Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi karena bagian puncaknya waktu ditemukan tahun 1860 sudah tidak ada lagi.
6. Bangunan I dan II Terdapat disebelah timur Candi Tua. Bangunan terdiri dari gundukan tanah yang menutup sisa-sisa reruntuhan bangunan. Bangunan I terbuat dari balok-balok batu pasir dan memiliki dua lubang dalam onggokan tanahnya. Bangunan ini diperkirakan berfungsi sebagai tempat pembakaran jenazah. Dimana, lubang pertama berfungsi sebagai pintu masuk bagi jenazah yang akan di kremasi sementara lubang kedua berfungsi untuk tempat mengeluarkan abu dari jenazah tersebut. Bangunan II terletak di sebelah selatan Bangunan I. Bangunan tersebut merupakan bekas pondasi bangunan yang terbuat batu pasir (tuff) berbentuk segi empat. Saat ini bangunan tersebut sudah tidak tersisa lagi, yang tampak hanya gundukan tanah. Kondisi struktur bangunan yang minim membuat fungsi bangunan sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Gambar 13. Menunjukan kondisi dari Bangunan I dan Bangunan II saat ini.
(a) Bangunan I
(b) Bangunan II
Gambar 13. Banguan Bersejarah yang Tidak Berbentuk Candi. (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
7. Bangunan III Bangunan ini terletak 135 m di sebelah barat Candi Mahligai dan berada di luar pagar keliling. Bangunan III ini berbentuk segi empat dengan ukuran 3 m
49
x 2,40 m, dikelilingi oleh pagar dari batu bata dengan ukuran 4,92 m x 5,94 m, dan tidak ada pintu masuk. Volume bangunan 12,90 m3 dan volume pagar 3,40 m3. Bagian tubuh bangunan rata, tidak memiliki pelipit. Bagian kaki mempunyai tonjolan di dua sisi sebelah barat laut dan barat daya. Bangunan ini selesai dipugar tahun 1983 bersamaan dengan selesainya pemugaran Candi Mahligai. Berdasarkan penelitian 1994 bangunan III belum diketahui fungsinya namun diperkirakan berkaitan dengan upacara pengambilan air yang digunakan dalam upacara keagaman di Candi Muara Takus.
8. Bangunan IV Bangunan ini terletak 298 m di sebelah barat laut Candi Mahligai dan berada di tengah hutan karet. Bangunan ini ditemukan pada eskavasi tahun 1983, dan disertai dengan penemuan fragmen tangkai cermin perunggu dan pecahan keramik Cina di sela-sela struktur lantai Bangunan IV yang terbuat dari susunan bata. Bangunan IV diduga adalah bekas lantai kolong dari sebuah rumah panggung yang penghuninya berasal dari kalangan atas. Kemungkinan bangunan ini adalah sisa permukiman, namun tidak menutup kemungkinan bahwa cermin perunggu yang ditemukan adalah cermin perunggu yang dipakai sebagai salah satu ritual pendeta Budha. Bangunan ini telah tertutup tanah sehingga tidak terlihat lagi.
9. Bangunan V dan VI Dua bangunan ini terletak 334 meter sebelah barat pusat Candi Mahligai dan berada di seberang Sungai Kampar. Dua bangunan ini ditemukan ketika dilakukan penggalian. Keadaannya hanya tinggal pondasi dan tubuh. Bagian puncak sudah rusak dan roboh.
10. Bangunan VII Bangunan VII terletak di sebelah utara Sungai Umpamo berupa struktur lantai bata. Menurut informasi Malik dan Hasmi, staf teknis pemugaran Candi Tua, di sebelah utara jembatan Sungai Umpamo pernah ditemukan struktur
50
lantai bata. tetapi tahun 1994 Bangunan VII sudah tidak dapat dilihat lagi karena rusak akibat kegiatan pembangunan jalan
11. Tanggul Kuno (Arden Wall) Tanggul kuno berjarak ± 20 m dari tepi timur Sungai Kampar Kanan. Berdasarkan penelitian tahun 1982, tanggul tersebut diperkirakan adalah pagar kedua yang melindungi kawasan situs dari luapan Sungai Kampar Kanan di saat hujan atau saat terkena pasang. Bentuk denah dari tanggul kuno adalah temu gelang dengan panjang keliling 4,19 Km. Struktur tanggul kuno terbuat dari gabungan tanah yang dipadatkan dengan rangkaian krikil dan batu bata (Gambar 14). Pada awal tahun 1992 Tokyo Electric Power Limited melaksanakan kegiatan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air, pembangunan tersebut merupakan program pemerintah yang bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Dalam pelaksanaannya, dibangun sebuah bendungan sehingga terbentuk waduk. Waduk tersebut telah menenggelamkan sejumlah desa di sekitar Muara Takus serta sisi utara tanggul kuno sepanjang 525,5 m.
Gambar 14. Batas Tanggul Kuno yang Terbuat dari Tanah (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Candi Muara Takus sebagai peninggalan arkeologis dari masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya dapat diklasifikasikan menjadi bangunan utama (major
51
features), bangunan pendukung (minor features), batas dan ornamen. Identifikasi feature arsitektur sejarah Candi Muara Takus dapat dilihat pada Tabel 7.
Table 7. Identifikasi Fitur Arsitektur Candi Muara Takus Objek Sejarah 1. Bangunan Utama Candi Tua Candi Bungsu Candi Mahligai Candi Palangka Bangunan I Bangunan II 2. Bangunan Pendukung Bangunan III Bangunan IV Bangunan VII 3. Batas Pagar Batu Keliling Tangul Kuno 4. Ornamen Stupa Fragmen arca Inskripsi mantra Pahatan vajra Pelataran Sumber : Hasil Analisis, 2010
Tipe/Gaya
Usia
Lokasi
Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik
Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya
Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Sakral
Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik
Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya
Ruang Sakral Ruang Madya
Arsitektur Klasik
Masa Klasik Madya
Ruang Profan
Vernakular Vernakular
Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya
Ruang Madya Ruang Madya
Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik Arsitektur Klasik
Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya Masa Klasik Madya
Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Sakral Ruang Profan
Berdasarkan penggolongan fitur arsitekturnya kawasan Candi Muara Takus memiliki tipe dan gaya arsitektur kalsik dengan pengaruh agama Budha yang kuat pada arca dan stupanya. Usia bangunan cukup tua karena diperkirakan dibangun pada masa klasik madya yaitu 900 M -1250 M (Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, 2010). Berdasarkan gaya arsitektur dan usianya diketahui bahwa kawasan Candi Muara Takus adalah bangunan suci yang menjadi pusat penyebaran agama Budha yang pendiriannya berkaitan erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini juga didukung oleh bukti bahwa selain Candi Muara Takus tidak ada lagi temuan kepurbakalaan Hindu-Budha di Sumatera yang menghadap arah timur laut sebagaimana filosofi dalam ajaran Budha. Penggolongan fitur arsitektur tersebut juga berperan dalam membentuk zona kesakralan dalam kawasan. Zona tersebut terdiri dari tiga ruang utama dengan tingkatan kesakralan yang berbeda yaitu ruang sakral, madya dan profan (Gambar 15).
52
53
Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs Candi Muara Takus pertama kali ditemukan oleh Cornet De Groot pada tahun 1860 yang ditulis dalam buku yang berjudul “Koto Candi”. Buku tersebut banyak menarik perhatian para ahli sehingga dilakukan beberapa penelitian. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa Candi Muara Takus adalah peninggalan abad XII yang berkaitan erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang ibukotanya selalu berpindah-pindah. Pemilihan suatu ibukota biasanya dikaitkan dengan masalah perdagangan, keamanan dan lain sebagainya. Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara dan diperkirakan berdiri dari abad 7–13 M. Wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya terbentang dari Thailand Selatan dan Semenanjung Melayu di utara, sampai ujung Selatan Pulau Sumatera, bahkan menyerang Pulau Jawa. Sejarah yang terkait dengan Kerajaan Sriwijaya menjadi polemik yang berkepanjangan diantara ahli sejarah dan arkeolog. Letak ibukotanya telah menjadi bahan perdebatan sejak awal abad 20 M. Sejarah mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tempat yang memiliki kemungkinan pernah menjadi ibukota Kerajaan Sriwijaya. Tempat tersebut diantaranya Palembang, Jambi dan Riau. Alasan ketiga tempat tersebut berpotensi menjadi ibukota Kerajaan Sriwijaya adalah letak geografis kawasan, keberadaan sungai besar sebagai jalur transportasi air, serta ditemukannya peninggalan arkeologis yang se-zaman dengan masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Analisis makna kekhususan dan keunikan pada kawasan Candi Muara Takus dilakukan untuk menentukan tindakan, perlakuan atau treatment pelestarian yang akan dilaksanakan (Tabel 8 dan Tabel 9). Semakin tinggi makna kekhususan sejarah dan tingkat keunikannya maka semakin penting dilakukan suatu tindakan pelestarian terhadap suatu lanskap budaya. Tindakan pelestarian merupakan upaya atau cara untuk mempertahankan serta mendukung keutuhan bentuk dan karakter lanskap budaya. Pelestarian berperan dalam melindungi nilai, warisan atau peninggalan masa lampau terhadap perubahan dan segala sesuatu yang membahayakan keberadaan serta kelestarian lanskap budaya. Suatu wilayah atau kawasan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat dikategorikan memiliki makna kekhususan dan keunikan yang tinggi. Harris
54
dan Dines (1988), menetapkan beberapa tipikal dasar yang dapat menentukan tingkat kekhususan dan keunikan suatu lanskap sejarah.
Tabel 8. Hasil Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap Tipikal Tata guna lahan Persepsi terhadap topografi Hubungan spasial Pola sirkulasi Tipe struktur Penempatan struktur Kualitas estetik
Tinggi √
Sedang
Rendah
√ √ √ √ √ √
Sumber : Hasil Analisis, 2010
Keterangan Tinggi
: Memikili karakter yang berbeda dengan lanskap lainnya dan terkait dengan nilai atau norma dalam ajaran tertentu
Sedang : Memikili karakter yang berbeda dan hanya ada ditempat tersebut Rendah : Memiliki kesamaan karakter dengan beberapa tempat lainnya
Berdasarkan tipikal makna kekhususannya dapat disimpulkan bahwa Kawasan Candi Muara Takus memiliki nilai historikal yang tinggi sehingga perlu dilestarikan keberadaannya. Pada kawasan percandian terdapat suatu aturan tatanan lanskap yang terkait dengan nilai dan norma dalam ajaran agama Budha. Aturan tersebut diaplikasikan pada perilaku terhadap topografi, tata guna lahan, pola sirkulasi serta penempatan struktur dalam lanskap sehingga tercipta hubungan spasial yang khas dan berbeda yaitu berdasarkan tingkat kesucian dan kepentingannya. Tipe struktur candi serta ornamen-ornamen pendukung yang dalam kawasan juga memiliki karakter khusus, dimana struktur dan ornamen dipengaruhi oleh aliran Budha Mahayana serta memiliki kemiripan dengan kawasan Angkor Wat, Kamboja. Karakter tersebut menyebabkan Candi Muara Takus berbeda dengan candi-candi lainnya yang ada di nusantara sehingga dilihat dari kekhususan maknanya Candi Muara Takus juga memiliki nilai kualitas estetik lanskap yang tinggi.
55
Tabel 9. Evaluasi Makna Keunikan Sejarah dari Suatu Lanskap Tipikal Kualitas estetik Inovasi teknologi Asosiasi kesejarahan Integritas Kawasan
Tinggi √ √ √ √
Sedang
Rendah
Sumber : Hasil Analisis, 2010
Berdasarkan tipikal makna keunikannya dapat disimpulkan bahwa Kawasan Candi Muara Takus memiliki tingkat keunikan yang tinggi. Bentukan arsitektur bangunan candi yang kawasan mencirikan bahwa pada masa pembuatannya masyarakat telah mengenal inovasi teknologi dan nilai estetika suatu kawasan atau lanskap. Berdasarkan penilaian faktor kekhususan dan keunikan diketahui bahwa kawasan Candi Muara Takus memiliki nilai yang tinggi. Oleh karena itu, penting dilakukan suatu tindakan pelestarian terhadap suatu lanskap sejarah budaya.
Kondisi Peninggalan Situs Candi Muara Takus Berdasarkan survei lapang (2010), diketahui bahwa jenis, jumlah dan lokasi struktur yang ditemukan dalam kawasan bangunan utama Candi Muara Takus sampai saat ini tidak mengalami perubahan dan tetap dipelihara dengan baik. Namun tidak demikian halnya dengan bangunan yang berada dalam batas wilayah tanggul kuno. Batas fisik tanggul kuno dan ornamen-ornamen yang ada dalam kawasan candi mulai mengalami kerusakan. Penyebabnya adalah pembangunan PLTA Koto Panjang yang telah menenggelamkan 1/3 bagian kawasan (Gambar 16) dalam batas tanggul kuno. Kondisi feature arsitektur sejarah yang ada dalam kawasan Candi Muara Takus dapat dilihat pada Tabel 10. Degradasi fisik peninggalan arkeologis dalam situs Candi Muara Takus tidak hanya disebabkan oleh PLTA Koto Panjang. Pemindahan fragmen dan arca-arca serta adanya pembangunan struktur pendukung yang tidak sesuai dengan tema arkeologis juga berperan dalam menurunkan integritas lanskap dalam kawasan situs tersebut.
56
57
Table 10. Evaluasi Kondisi Arsitektur Sejarah Candi Muara Takus Objek Sejarah 1. Bangunan Utama Candi Tua Candi Bungsu Candi Mahligai Candi Palangka Bangunan I Bangunan II 2. Bangunan Pendukung Bangunan III Bangunan IV Bangunan VII 3. Batas Pagar Batu Keliling Tangul Kuno 4. Ornamen Stupa Fragmen arca Inskripsi mantra Pahatan vajra Pelataran Sumber : Hasil Analisis, 2010
Baik
Kondisi Sedang
Rusak
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan Baik
: Struktur bangunan baik dan lanskap kawasan tidak mengalami perubahan.
Sedang : Sebagian struktur bangunan hilang atau dipindah tempatnya tetapi bentuk asli banguanan belum berubah. Rusak
: Struktur bangunan mengalami degradasi fisik dan lanskap kawasan telah berubah dari kondisi aslinya.
Analisis aspek kesejarahan menghasilkan peta kesejarahan kawasan yang terdiri dari ruang yang harus diproteksi karena nilai dan karakteristik kesejarahannya tinggi, kawasan yang mendapat perbaikan khususnya pada area terdapatnya peninggalan situs Candi Muara Takus serta kawasan yang nilai kesejarahannya rendah (profan) potensial sebagai pendukung wisata. Peta tersebut (Gambar 17) diperoleh dari overlay peta tingkat kesakralan kawasan dan kondisi kawasan setelah pembangunan PLTA Koto Panjang.
58
59
Aspek Religi pada Situs Candi Muara Takus
Filosofi Terkait Situs Candi Muara Takus Pada suatu kawasan percandian terdapat suatu aturan tatanan lanskap yang terkait dengan nilai dan norma dalam ajaran agama. Pada Candi Muara Takus, aturan tatanan lanskap tersebut diaplikasikan dengan adanya pembagian ruang berdasarkan tingkat kesucian yang juga mempengaruhi fungsi utama dari ruang tersebut. Area atau ruang yang dianggap suci biasanya diletakkan pada posisi paling belakang, posisi tengah atau posisi yang paling tinggi. Berdasarkan analisa peninggalan arkeologis maka dapat disimpulkan bahwa kawasan percandian merupakan areal utama dari seluruh kawasan. Hal ini ditandai dengan adanya pagar keliling yang melindungi kawasan serta bangunan utama yaitu Candi Tua. Pada kawasan percandian aliran Budha Mahayana biasanya terdapat bermacam-macam bangunan yaitu mandapa, perpustakaan, wihara, asrama biksu, stupa tanpa ruang dalam beragam ukuran serta bangunan utama berisai arca Budha dan Bodhisatwa. Bangunan tersebut menempati sebuah lahan yang dibagi secara seksama. Namun, saat ini kawasan percandian yang memiliki kelengkapan struktur tidak ditemukan di nusantara. Refrensi hanya dapat dilihat pada situs-situs yang menyebar di Asia Daratan. Pada kawasan Candi Muara Takus, sebagian besar bangunan peribadatan sudah tidak ditemukan lagi. Perubahan tatanan lanskap tersebut terjadi karena setelah keruntuhan kerajaan Sriwijaya areal tersebut dikuasai kerajaan-kerajaan lainnya. Masuk dan menyebarnya agama Islam juga memberi kontribusi dalam perubahan tatanan lanskap sekitar kawasan. Modernisasi dan status kepemilikan lahan kawasan oleh masyarakat juga merubah struktur tatanan lanskap kawasan sehingga keaslian dan integritasnya terdegradasi.
Ritual Keagamaan dan Lokasi Pelaksanaannya Agama Budha memilki empat perayaan utama yaitu Maghapuja, Asadha, Khatnia, dan Waisak. Pada saat perayaan utama, para pemeluk agama Budha biasanya melakukan ritual atau upacara keagamaan di vihara dan candi. Demikian halnya pada Candi Muara Takus. Saat jatuh tanggal perayaan utama para pemeluk
60
agama Budha akan datang dan melakukan kegiatan ritual dalam kawasan. Gambar 18 adalah gambaran ritual keagamaan yag dilakukan oleh pemeluk agama Budha di kawasan Candi Muara Takus.
Gambar 18. Ritual Keagamaan di Candi Tua oleh Komunitas Budhis (Sumber: Vihara Dharmaloka Pekanbaru Riau, 2010)
Ritual keagamaan dalam kawasan Candi Muara Takus diawali dengan posesi pengambilan air suci dari sumber mata air murni yang ada pada kawasan oleh para biksu majelis. Ritual tersebut dikenal sebagai ritual air berkah (Gambar 19). Sebelum melakukan pengambilan air suci para biksu tersebut akan melakukan puja bakti bersama di altar Candi Muara Takus. Kemudian secara bergantian para biksu tersebut membawa kendi ke mata air murni untuk diisi air dengan air suci. Air suci tersebut kemudian dibawa ke candi utama dalam kawasan Candi Muara Takus yaitu Candi Tua. Air suci akan didoakan dan dibagikan kepada umat Budha. Dalam agama Budha air adalah unsur alam utama dalam kehidupan manusia. Unsur alam membantu manusia membersihkan diri dari kotoran batin yaitu kebodohan, keserakahan, dan kebencian.
61
Gambar 19. Ritual Air Berkah (Sumber: Vihara Dharmaloka Pekanbaru Riau, 2010)
Setelah pengambilan ritual air suci maka dilakukan ritual Pindatapa, yaitu pemberian bahan makanan kepada para biksu oleh umat. Alansan utama dilakukannya ritual tesebut adalah para biksu agama Budha mengabdikan hidup mereka sepenuhnya tanpa memiliki mata pencaharian yang lain. Setelah pelaksanaan ritual Pindatapa, biksu dan umat bersemadi di pelataran bangunan utama sampai pada detik-detik bulan purnama. Penentuan bulan purnama dilakukan berdasarkan pada perhitungan falak. Puncak purnama bisa terjadi pada siang hari. Selain ketiga ritual pokok tersebut, perayaan utama juga diisi dengan pradaksina, pawai dan kesenian tradisional. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada ruang terbuka dalam kawasan candi. Lokasi pelaksanaan tiap-tiap ritual pada kawasan Candi Muara Takus dapat dilihat pada Gambar 20. Alur ritual keagamaan dan lokasi pelaksanaan ritual dalam analisis aspek religi berperan dalam memetakan tempat melakukan ritual utama dalam kawasan Candi Muara Takus. Ruang yang terbentuk terdiri dari ruang memiliki tingkat kesakralan (kesucian) yang tinggi sehingga perlu diproteksi/dilestarikan dan ruang yang tidak terkait langsung dengan kegiatan ritual keagamaan. Pengembangan ruang memiliki tingkat kesakralan tinggi dalam penelitian ini diarahkan untuk mengakomodasi ritual keagamaan yang dilakukan para pemeluk agama Budha pada kawasan. Sementara ruang yang tidak terkait dengan ritual keagamaan pengembangannya diarahkan sebagai area pengembangan wisata budaya. Peta yang terbentuk adalah peta religi kawasan (Gambar 21).
62
63
64
Aspek Kepariwisataan
Potensi Lanskap Kawasan Candi Muara Takus 1. Topografi dan Kemiringan Lahan Kawasan situs candi Muara Takus terletak pada ketinggian < 500 meter dari permukaan laut dengan bentuk lahan relatif datar. Kemiringan lereng di situs Candi Muara Takus didominasi kategori kemiringan 3-8 %. Sebaran dari kelas lereng di dalam kawasan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 22.
Tabel 11. Distribusi Kelas Lereng dalam Kawasan Candi Muara Takus KELAS
KEMIRINGAN (%)
1. Datar 0–3 2. Landai 3–8 3. Agak Curam 8 – 15 JUMLAH Sumber : Hasil Survei Lapang, 2010
LUAS Ha 31.20 35.72 27.50 94.5
% 33.02 37.80 29.18 100.0
Berdasarkan segi visual tapak, topografi seperti ini biasanya memberikan kesan yang monoton. Namun, berdasarkan ketinggian topografinya, bangunan utama candi berada pada titik yang paling tinggi dalam kawasan, sehingga menjadi fokus utama yang dapat dilihat dari berbagai penjuru. Peletakan posisi candi tersebut berdasarkan sumber sejarah memiliki makna yaitu untuk mendekatkan diri dengan tempat para dewa bertahta atau tempat yang suci. Topografi kawasan erat kaitannya dengan kemiringan lahan. Kemiringan merupakan bentukan lahan suatu lanskap berdasarkan perbedaan tingkat ketinggian lahan. Berdasarkan analisis data lapangan diketahui bahwa kawasan perencanaan memiliki kelas lerengnya cenderung landai. Area yang datar mendominasi kawasan bangunan utama. Sementara, semakin mendekati muara sungai Kampar Kanan, lahan daratan semakin landai membentuk cekungan. Keragaman kemiringan sangat mendukung pengembangan kawasan sebagai kawasan wisata budaya. Kondisi topografi dan kemiringan lahan penting untuk diketahui karena menjadi dasar dalam pembangunan akses jalan utama, penempatan utilitas wisata dan untuk mendapatkan kawasan wisata yang nyaman bagi pengunjung.
65
66
2. Tata` Guna Lahan Kawasan Luas total dari kawasan Candi Muara Takus adalah berdasarkan survei lapangan tahun 2010 adalah ± 94,5 Ha. Penggunaan lahan dalam kawasan Candi Muara Takus terbagi dalam dua bagian utama, yaitu lahan darat ± 56.44 m² dan danau PLTA Koto Panjang ± 38.06 m². Persentasi dan luasan dari masing-masing fungsi penggunaan lahan yang terdapat pada kawasan Candi Muara Takus dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 23.
Tabel 12. Penggunaan Lahan dalam Kawasan Candi Muara Takus No
Peruntukan
1. Bangunan Situs Candi 2. Hutan Sekunder 3. Kebun Sawit dan Karet 4. PLTA Koto Panjang 6. Fasilitas Wisata Eksisting JUMLAH
Luas (m²) 3.26 34.21 17.25 38.06 1.72 94.5
(%) 3.45 36.21 18.25 40.27 1.82 100.0
Sumber : Hasil Survei Lapang, 2010
Berdasarkan penelusuran sejarah diketahui bahwa kawasan adalah pusat peribadatan agama Budha yang dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Pusat peribadatan biasanya tata guna lahan kawasan terdiri dari bangunan candi, pesanggrahan raja ketika berkunjung, kawasan pendeta, tempat pembakaran mayat, serta tempat penyimpanan harta kerajaan. Namun, sebagian bangunan yang ada pada kawasan tidak memiliki kelengkapan struktur sehingga menyulitkan proses identifikasi. Perkembangan zaman telah menyebabkan perubahan status kepemilikan lahan kawasan. Sejak keruntuhan kerajaan Sriwijaya kawasan tersebut dikuasai oleh beberapa kerajaan lain. Masuk dan menyebarnya agama Islam juga memberi kontribusi dalam perubahan tatanan lanskap dan status kepemilikan kawasan situs. Status kepemilikan sebagian kawasan situs saat ini dipengang oleh masyarakat setempat. Hal ini menyebabkan beberapa permasalahan karena beberapa alih fungsi lahan yang dilakukan masyarakat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai berpotensi merusak integritas lanskap sejarah, menghilangkan ciri khas eksisting serta mendegradasi nilai budaya dalam kawasan.
67
68
Permasalahan yang muncul akibat alih fungsi lahan kawasan tidak hanya disebabkan perubahan status kepemilikan kawasan yang dipegang masyarakat setempat. Modernisasi dan komersialisasi kawasan sebagai tempat wisata tanpa memperhatikan fungsi utama situs sebagai tempat peribadatan bagi pemeluk agama Budha serta nilai dan norma yang berlaku dalam ajaran Budha juga berpeluang mendegradasi kondisi lanskap kawasan. Permasalahan yang muncul akibat alih fungsi lahan kawasan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Permasalahan dan Solusi terkait Tata Guna Lahan Kawasan No Permasalahan 1 Dalam kawasan Candi terdapat beberapa pemukiman dan lahan perkebunan milik penduduk 2 Penduduk memanfaatkan lahan dalam kawasan (area fasilitas pendukung wisata) sebagai area pengembalaan ternak 3
4
5
6
Pembangunan infrastruktur wisata yang tidak memperhatikan nilai arkeologis pada kawasan Keberadaan PLTA Koto Kampar pada sungai Kampar Kanan yang berpotensi menenggelamkan kawasan Candi Muara Takus. Pembagian zona dalam kawasan tidak jelas sehingga beberapa bangunan candi diluar kawasan bangunan utama terbengkalai atau tidak terlindungi. Konflik kepemilikan lahan
Solusi Perencanaan Pembebasan lahan sekitar kawasan candi serta pemberian batas yang jelas dan area pengangga. Perbaikan batas fisik (Tanggul Kuno) pada kawasan untuk mencegah ternak penduduk masuk ke dalam kawasan Candi Muara Takus. Relokasi beberapa infrastruktur yang letaknya telalu dekat dengan situs candi Muara Takus Pengaturan standar tinggi muka air pada tanggul PLTA agar tidak merendam sebagian kawasan khusunya pada musim penghujan. Penataan zona dalam kawasan serta pembuatan protect area pada titik banguanan-banguanan pendukung kawasan Candi Muara Takus. Pembebasan lahan kawasan situs
Sumber : Hasil Analisis, 2010
Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada kawasan sejarah dan budaya erat kaitannya dengan konflik kepemilikan lahan. Maka, diperlukan suatu solusi yang dapat mengakomodasikan kepentingan ahli waris (masyarakat lokal pemilik lahan dalam situs Candi Muara Takus) dan tujuan pemerintah kota dalam
69
upaya merevitalisasi situs sejarah sehingga tetap lestari dan terjaga. Gambar 24 adalah tata guna lahan yang tidak mendukung situs arkeologis sehingga perlu ditata kembali guna mendukung ekosistem kawasan dan situs Candi Muara Takus.
(a) Kebun Sawit penduduk
(b) Warung Semi Permanen
(c) Playground dan Taman
(d) Ternak dalam Kawasan Situs
(e) Pembalakan Hutan Kawasan
(f) Danau PLTA Koto Panjang
Gambar 24. Penyimpangan Tata Guna Lahan Kawasan Candi Muara Takus (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
70
3. Hidrologi Sungai besar yang terdapat di kawasan Candi Muara Takus adalah sungai Kampar Kanan. Tahun 1992, pada sungai Kampar Kanan dilakukan pembangunan bendungan sehingga terbentuk waduk. Proyek ini merupakan proyek pembangkit Listrik Tenaga Air hasil kerjasama pemerintah kota Kabupaten Kampar dengan pihak Tokyo Electric Power Limited. Kondisi hidrologis, jumlah serta kualitasnya air di Situs Candi Muara Takus cukup baik. Sungai Kampar Kanan di bagian barat situs mengalir sepanjang musim. Pemanfaatan air sungai saat ini adalah untuk keperluan budidaya pertanian, wisata serta untuk kehidupan sehari-hari bagi masyarakat lokal. Selain itu, sungai juga dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik dan kegiatan transportasi bagi Kabupaten Kampar. Kondisi hidrologi dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Bentukan Hidrologis di Kawasan Candi Muara Takus (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Untuk melindungi situs Candi Muara Takus dari dampak negatif hidrologis pada kawasan maka dilakukan beberapa alternatif tindakan yang mendukung pelestarian, diantaranya yaitu:
Perbaikan dan perkuatan struktur Tanggul Kuno
Revitalisasi bagian Tanggul Kuno yang telah tenggelam
Pengaturan standar tinggi muka air PLTA Koto Panjang agar tidak melebihi tinggi struktur Tanggul Kuno. Badan air yang ada dalam kawasan situs Candi Muara Takus juga dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan wisata. Badan air berfungsi sebagai akses
71
penghubung antar objek dan atraksi wisata serta sebagai jalur interpretasi wisata dalam kawasan.
4. Potensi Visual Tapak Potensi visual yang ada pada tapak meliputi pemandangan ke arah dalam bangunan utama Candi Muara Takus (dalam pagar 74x74 m), pemandangan ke arah luar banguan utama kawasan candi namun masih di dalam tanggul kuno, dan pemandangan ke luar tanggul kuno. Pemandangan tersebut dapat dikategorikan sebagai good view dan bad view (Gambar 26). Pemandangan yang termasuk dalam kategori good view diantaranya yaitu pemandangan ke arah dalam kawasan Candi Muara Takus, pemandangan kearah Danau PLTA dan Bukit Suligi serta pemandangan pada area bekas jembatan Umpamo. Pemandangan ke arah kawasan Candi Muara Takus termasuk kategori baik karena pengunjung dapat melihat bentuk dan keindahan arsitektural bangunan utama yang masih terjaga keasliannya. Danau PLTA dan Bukit Suligi dengan keindahan alaminya serta area bekas jembatan Umpamo tempat pengunjung dapat menyaksikan aktivitas nelayan dan bongkar muat sawit. Good view yang ada dalam dikawasan perencanaan akan dikembangkan untuk mendukung pembangunan kawasan candi sebagai objek wisata budaya. Pemandangan yang termasuk dalam kategori bad view adalah view ke arah fasilitas wisata dalam kawasan yaitu warung-warung, toilet, children playground, taman. Hal ini disebabkan karena desain fasilitas yang bergaya melayu kurang sesuai dengan tema arkeologis pada kawasan Candi Muara Takus. Selain itu, posisi fasilitas wisata yang terlalu dekat (dalam radius 100 mater) dengan kawasan bangunan utama candi juga menjadi faktor pertimbangan dalam penentuan kategori bad view tersebut. Pemandangan yang termasuk dalam kategori bad view dalam pengembangan kawasan sebagai objek wisata budaya akan diminimalisasi dengan merelokasinya ke tempat yang lebih sesuai yaitu ruang pendukung wisata yang berjarak lebih dari radius 100 meter dari banguanan utama Candi Muara Takus.
72
73
Objek dan Atraksi Wisata Objek wisata utama yang ada dalam kawasan situs adalah bangunan Candi Muara Takus dengan karakter yang khas serta bernilai budaya tinggi. Kondisi bangunan candi saat ini cukup baik dan masih sangat alami. Pada kawasan tersebut dapat terlihat suatu karya lanskap sejarah dan budaya masa lampau dengan kekhasan dan keunikannya. Suasana paling menarik dapat dirasakan pada saat perayaan hari-hari besar dalam agama Budha. Perayaan tersebut adalah Maghapuja, Asadha, Khatnia, dan Waisak. Saat perayaan hari-hari besar peziarah lokal maupun internasional dari komunitas Budhis akan datang untuk berdoa dan melakukan ritual keagamaan di kawasan Candi Muara Takus. Perayaan biasanya diisi dengan ritual keagamaan, pawai serta kesenian tradisional. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada ruang terbuka dalam kawasan candi. Situs Candi Muara Takus sebagai objek wisata utama telah dilengkapi fasilitas pendukung wisata yaitu area playground, taman kering, dermaga wisata, panggung budaya, warung-warung dan toko souvenir. Namun, sebagai objek wisata utama, situs Candi Muara Takus belum cukup menarik minat pengunjung untuk datang ke dalam kawasan. Hal ini disebabkan dalam pengembangannya situs Candi Muara Takus belum memanfaatkan potensi lokal kawasan. Untuk menunjang kawasan wisata budaya Candi Muara Takus maka perlu dikembangkan beberapa objek dan atraksi wisata lainnya diluar objek dan atraksi yang telah ada saat ini. Objek dan atraksi yang akan dikembangkan disesuaikan dengan potensi lanskap pada kawasan. Objek wisata yang akan dikembangkan dalam kawasan dikelompokan menjadi objek material dan objek immaterial. Objek material terdiri dari bangunan utama situs Candi Muara Takus, bangunan pendukung candi, sumur mata air suci, sungai Kampar Kanan, bukit Suligi dan hutan sekunder kawasan. Sementara objek immaterial terdiri dari sejarah terkait kerajaan Sriwijaya, sejarah pendirian situs Candi Muara Takus serta legenda mengenai desa-desa yang hilang setelah pembanguana PLTA Koto Panjang. Atraksi wisata yang akan mendukung pengembangan situs candi adalah ritual keagamaan yang bersifat temporal dan berbagai atraksi khas Kampar yang dikelola oleh masyarakat setempat. Rincian dari objek dan atraksi yang akan dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 27.
74
Tabel 14. Objek dan Atraksi yang Akan Dikembangkan No A. 1.
2.
3. 4. 5. 6. B. 1. 2. 3.
C. 1.
2. 3. 4.
Objek dan Atraksi Wisata Objek Material Candi Muara Takus - Candi Tua - Candi Bungsu - Candi Mahligai - Candi Palangka Bangunan pendukung candi - Bangunan I dan II - Bangunan III - Bangunan VII - Tanggul Kuno Sumur Mata air suci Sungai Kampar Kanan Bukit Suligi Hutan Sekunder Kawasan Objek Immaterial Sejarah Kerajaan Sriwijaya Sejarah Candi Muara Takus Legenda desa-desa yang hilang setelah adanya PLTA Koto Panjang - Desa Pongkai - Desa Muara Takus - Desa Batu Bersurat Atraksi Wisata Budaya Ritual Keagamaan (Budha) - Maghapuja - Asadha - Khatnia - Waisak Seni musik Calempong Seni tari tradisional Kampar Dzikir gubano (semacam Rebana)
Sumber : Hasil Analisis, 2010
75
76
Aksesibilitas Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi jaringan jalan diketahui bahwa ketersediaan infrastruktur jalan di wilayah sekitar situs candi sudah cukup memadai. Kawasan Candi Muara Takus dapat dicapai melalui transportasi darat dan air (sungai Kampar Kanan). Jaringan infrastruktur transportasi darat menuju kawasan Candi Muara Takus terdiri dari beberapa jaringan jalan berdasarkan statusnya, yaitu jalan negara, jalan kabupaten dan jalan desa. Fisik jalan negara telah menggunakan perkerasan aspal dengan kondisi bagus. Sementara kondisi jalan kabupaten menuju lokasi Candi Muara Takus bisa dikatakan rusak dengan permukaan berlubang disebabkan oleh truk pengangkut dari perkebunan kelapa sawit. Jarak ± 300 meter menuju lokasi situs Candi Muara Takus dihubungkan oleh jalan desa dengan yang kondisi bagus. Gambar 28 adalah gambaran kondisi jalan menuju kawasan Candi Muara Takus saat ini.
(a) Jalan Negara
(b) Jalan Kabupaten
(c) Jalan Desa
Gambar 28. Kondisi Jalan Menuju Candi Muara Takus. (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Selain jaringan jalan, transportasi juga menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kawasan wisata. Sarana transportasi yang dapat diakses menuju situs Candi Muara Takus adalah kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Kendaraan umum yang beroperasi di daerah ini adalah jenis minibus. Dalam sehari, tiap kendaraan umum hanya beroperasi satu trip perjalanan dengan jumlah armada yang beroperasi berjumlah + 15 armada minibus (Masterplan Kawasan Agropolitan Kecamatan XIII Koto Kampar, 2009). Sementara, sarana transportasi air dapat ditempuh melalui Sungai Kampar. Saat ini yang menggunakan jalur
77
transportasi air adalah masyarakat nelayan desa setempat dan sekitarnya yang bertujuan untuk mencari ikan. Jalur transportasi air untuk keperluan wisata menuju Situs Candi Muara Takus belum dimanfaatkan. Pemandangan alam yang ditawarkan oleh jalur transportasi air ini tidak kalah indahnya dari jalur transportasi darat. Bahkan kelebihannya adalah dapat digunakan sebagai jalur interpretasi wisata untuk “menceritakan” bekas-bekas situs yang saat ini sebagian telah tenggelam di dalam Danau PLTA Koto Kampar. Oleh karena itu, jalur ini potensial untuk dikembangkan. Jalur Transpotrasi menuju Kawasan Candi Muara Takus dapat dilihat pada Gambar 29.
(a) Jalur Transpotrasi Darat
(b) Jalur Transportasi Air
Gambar 29. Jalur Transpotrasi menuju Kawasan Candi Muara Takus. (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Sirkulasi dalam kawasan Candi Muara Takus dibagi menjadi dua yaitu jalur sirkulasi primer dan jalur sirkulasi sekunder (Gambar 30). Jalur primer merupakan jalur yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dengan kapasitas dua kendaraan. Sementara jalur sekunder adalah jalan setapak yang melingkar dalam tapak sebagai penghubung fasilitas-fasilitas wisata eksisting dan hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Kondisi fisik dari jalur sirkulasi primer saat ini cukup baik dan terawat. Namun, pada sisi bahu jalan dibutuhkan jalur pedestrian untuk mengakomodasi aktivitas para pejalan kaki saat berada dalam kawasan. Sementara, jalur sirkulasi sekunder yang permukaannya terbuat dari batuan koral, berdasarkan hasil pengamatan ternyata tidak cukup nyaman bagi pejalan kaki. Hal ini dikarenakan
78
bebatuannya tidak yang tidak masif sering menyulitkan pengunjung saat berjalan diatas permukaannya. Selain itu, lebar badan jalannya ± 1 m terlalu kecil untuk digunakan dua arah sekaligus. Jalur sirkulasi sekunder yang ada pada kawasan candi saat ini belum dapat menghubungkan tiap objek dalam satu rangkaian interpretasi sejarah yang tepat. Jalur sirkulasi tersebut hanya berfungsi sebagai penghubung antar fasilitas pengukung wisata dalam kawasan. Penataan viewing dan stoping area di area-area yang dilalui jalur sirkulasi sekunder juga belum terencana dengan baik sehingga waktu kunjungan relatif lebih singkat.
(a) Jalur primer
(b) Jalur sekunder
Gambar 30. Sirkulasi Jalan dalam Kawasan Candi Muara Takus. (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Berdasarkan hasil analisis, sirkulasi primer dan sekunder yang ada pada kawasan akan mengalami perubahan pola dan struktur. Dimana, jalur sirkulasi primer yang ada saat ini akan diubah menjadi sirkulasi sekunder bagi pejalan kaki yaitu jalan pedestrian. Hal ini dikarenakan sirkulasi primer yang ada saat ini posisinya terlalu rapat dengan zona inti kawasan. Pemindahan pintu akses tersebut dimaksudkan agar pengunjung masuk dari jalur darat berada di pintu depan kawasan bukan area samping sebagaimana eksisting kawasan saat ini. Sementara, jalur sirkulasi sekunder yang berfungsi menghubungkan fasilitas pendukung wisata eksisting dalam kawasan akan direlokasi mengikuti jalur interpretasi wisata yang direncanakan pada kawasan. Rencana perubahan pola dan struktur pada sirkulasi primer dan sirkulasi sekunder dalam kawasan Candi Muara Takus dalap dilihat pada Gambar 31.
79
80
Infrastruktur Wisata Selain bangunan situs arkeologis, di luar pagar batu keliling dalam kawasan Candi Muara Takus telah dibangun beberapa bangunan fasilitas wisata. Fasilitas tersebut terdiri dari gerbang kawasan, pos jaga, lapangan parkir, bangunan UPTD, rumah genset, dermaga, musholla, KM, bak air, warung, kios suvenir, panggung seni, pendopo, pagar keliling tanggul kuno, children play ground, dan taman candi (Gambar 32). Bangunan-bangunan tersebut dibangun oleh Pemda Kabupaten Kampar antara tahun 2008–2009. Berikut adalah fasilitas wisata eksisting yang terdapat dalam kawasan perencanaan.
(a) Gerbang Kawasan
(d) Pos Jaga
(b) Taman
(c) Dermaga
(e) Play Ground
(f) Bangunan UPTD
Gambar 32. Fasilitas Wisata Eksisting dalam Kawasan Candi Muara Takus (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Berdasarkan pengamatan lapang (2010), faktor perencanaan yang kurang baik membuat beberapa bangunan tersebut belum difungsikan atau tidak berfungsi dengan baik (misalnya: bangunan UPTD, KM, kios souvenir), bahkan ada yang dihentikan pembangunannya oleh pihak BP3 Batusangkar karena potensial merusak situs sejarah (misalnya: dermaga). Secara arsitektural, fasilitas wisata yang ada saat ini menggunakan gaya arsitektur Melayu. Hal ini kurang sesuai
81
dengan konteks tapak sebagai situs arkeologis. Bahan bangunan yang digunakan pada fasilitas wisata yang ada juga tidak mencerminkan karakter dan tema tapak perencanaan. Oleh karena itu, untuk menciptakan integritas lanskap dalam kawasan situs sebaikanya fasilitas-fasilitas pendukung wisata yang tidak sesuai dengan tema arkeologis sebaiknya direlokasi atau dibongkar dari kawasan.
Wisatawan Wisatawan adalah faktor penting dalam pengembangan wisata. Potensi wisata tidak akan memberikan banyak arti terhadap pengembangan wilayah apabila tidak ada wisatawan yang berkunjung. Pengembangan wisatawan adalah pengembangan pariwisata dari sisi permintaan yang melingkup jumlah wisatawan, kelompok wisatawan (lokal, nusantara, dan mancanegara), lama kunjungan, dan jumlah pengeluaran. Semakin banyak jumlah wisatawan, makin lama kunjungan, dan tingkat pengeluaran yang semakin banyak, maka makin berkembang kepariwisataan di wilayah itu. Berdasarkan pendataan wisatawan yang datang ke situs Candi Muara Takus sampai saat ini terdiri dari pelajar dan mahasiswa, masyarakat umum, tamu dinas serta wisatawan asing. Aktivitas yang biasa dilakukan oleh pengunjung terbagi dalam 3 kategori yaitu : 1. Kegiatan ritual agama Budha 2. Rekreasi, piknik , bermain, melihat candi dan acara ritual serta berfoto. 3. Penelitian yang umumnya dilakukan oleh arkeolog, mahasiswa UNRI.
Pengunjung yang melakukan ritual keagamaan adalah komunitas Budhis. Pada pelaksanaan upacara Waisak tahun 2010 terdapat ± 300 orang pengunjung yang melakukan ritual keagamaan. Sementara, jumlah pengunjung lain yang datang untuk menyaksikan Waisak ada ± 335 orang. Total pengunjung saat perayaan Waisak tersebut ± 635 orang. Gambaran tentang jumlah kunjungan dan kegiatan pengunjung pada kawasan Candi Muara Takus dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 33. Tabel 15. Jumlah Pengunjung Candi Muara Takus Periode Januari – Maret 2010
82
Pengunjung No.
Bulan
1. Januari 2. Februari 3. Maret Jumlah
Pelajar
Mahasiswa
Umum
413 503 711
433 475 410
209 266 371
Tamu dinas 42 36 15
Turis asing 11 -
Luas
Jumlah
74x74 74x74 74x74
1097 1291 1507 3898
Sumber : Survei Lapangan, 2010
(a) Ritual Keagamaan Budhis
(b) Bermain
(c) Berfoto
Gambar 33. Kegiatan Pengunjung di Kawasan Candi Muara Takus (Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Berdasarkan pengamatan dan wawancara, jumlah kunjungan wisata pada kawasan dapat ditingkatkan apabila situs tersebut dikembangkan menjadi objek wisata yang unik, eksklusif dan kompetitif. Untuk dapat memiliki nilai kompetitif yang relatif tinggi maka perencanaan dan pengembangan kepariwisataan harus berbasis pada potensi lokal kawasan yaitu situs budaya, alam yang berbasis air serta legenda-legenda terkait masa kejayaan kerajaan Sriwijaya.
83
Peraturan Terkait Pengembangan Kawasan Candi Muara Takus telah terdaftar menjadi Benda Cagar Budaya Tahun 2000. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pengembangan dan pemanfaatan kawasan cagar budaya diperbolehkan
oleh
undang-undang
apabila
dapat
mengakomodasi
dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan cagar budaya tentunya harus tetap mempertahankan aspek kelestariannya. Pelestarian cagar budaya dapat dilakukan dengan menetapkan sistem zonasi pada kawasan baik secara vertikal maupun horizontal. Dalam pasal 37 diterangkan bahwa sistem zonasi tersebut terdiri atas zona inti, zona penyangga, zona pengembangan dan zona penunjang. Dimana, batas keruangan tiap zona yang disesuaikan dengan kebutuhan dan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Aspek Sosial Masyarakat Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat Desa Muara Takus didominasi oleh masyarakat Melayu “Occu” dan beragama Islam. Pola kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh budaya Islami dan hukum adat. Kehidupan masyarakat terkait erat dengan kegiatan pertanian, seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Penerimaan Penduduk Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat, pihak aparatur desa Muara Takus, dan pengelola kawasan saat ini dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut : 1. Masyarakat setempat sangat mendukung pengembangan Candi Muara Takus sebagai tempat tujuan wisata. Hal ini berkaitan dengan peningkatan tingkat perekonomian masyarakat setempat. 2. Masyarakat mendukung dibangunnya fasilitas-fasilitas seperti penginapan, atau home stay tetapi jangan disalahgunakan ke arah negatif. Keinginan Pengguna Tapak (Pemeluk Agama Budha) Keinginan masyarakat Budhis dalam pengembangan Candi Muara Takus :
84
1. Adanya peraturan yang menjaga kesakralan Candi Muara Takus meskipun dikembangkan sebagai objek wisata. Aturan tersebut terdiri dari : a) Ketentuan untuk berpakaian sopan/rapi b) Larangan untuk mencoret-coret/vandalisme c) Larangan untuk membuang sampah sembarangan d) Larangan untuk memanjat sampai atas puncak candi e) Larangan untuk berbicara tidak sopan di atas candi 2. Perlu dibuat papan larangan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh di lakukan dalam lokasi situs. 3. Adanya pemandu yang jujur dan mengetahui ajaran Budha untuk mengelola kawasan Candi Muara Takus sebagai objek wisata. 4. Melibatkan pihak komunitas Budhis dalam merencanakan, mendesain dan mengelola Candi Muara Takus 5. Penataan lanskap yang nyaman bagi pengunjung dan peziarah, penempatan infrastruktur wisata yang tepat yang mampu mengakomodasi kegiatan pengunjung dan peziarah. Fasilitas yang diharapkan adalah penginapan bagi peziarah yang datang dari tempat yang jauh dari Candi Muara Takus serta fasilitas semacam pendopo untuk meditasi.
SINTESIS Analisis data kesejarahan kawasan menyatakan bahwa situs Candi Muara Takus adalah peninggalan arkeologi yang penting dan harus dilestarikan. Hal ini dikarenakan makna kekhususan dan keunikan yang dimiliki arsitektur bangunannya. Tindakan pelestarian yang tepat untuk lanskap Candi Muara Takus adalah kegiatan restorasi yaitu tindakan pelestarian dengan cara mengembalikan penampilan lanskap pada kondisi aslinya khususnya pada area yang terdapat struktur situs sejarah budaya. Teknis pelestarian yang akan dilakukan adalah penggantian atau pengadaan elemen yang rusak serta menghilangkan elemen tambahan yang menggangu. Secara spasial, berdasarkan hasil overlay peta kesejarahan, peta religi kawasan, dan aspek kepariwisataan maka dihasilkan zona pemanfaatan kawasan yang terdiri dari ruang wisata budaya dan ruang pendukung wisata budaya
85
(Gambar 34). Ruang wisata budaya adalah ruang utama dalam kawasan dengan nilai dan makna sejarah budaya yang tinggi. Ruang ini berfungsi sebagai pusat peribadatan yang penting dan sakral. Ruang ruang pendukung wisata budaya merupakan ruang pengembangan. Ruang tersebut adalah area yang dimanfaatkan untuk penataan dan pengembangan yang mengakomodasi beragam fungsi dan aktivitas wisata tetapi tetap selaras dengan prinsip pelestarian situs Candi Muara Takus. Ruang pendukung wisata juga terdiri dari area diluar batasan Tanggul Kuno yaitu kawasan Bukit Suligi dan Sungai PLTA Koto Kampar.
86
87
PERENCANAAN LANSKAP
Konsep Dasar Pengembangan Kawasan Konsep dasar pengembangan Candi Muara Takus sebagai situs arkeologis adalah menjaga kelestariannya melalui pengembangannya sebagai kawasan wisata budaya. Konsep tersebut bertujuan untuk melestarikan lanskap situs Candi Muara Takus, meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar candi, serta memberi kepuasan bagi wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Candi Muara Takus.
Tata Ruang Wisata Budaya
Konsep Ruang Wisata Konsep ruang merupakan gagasan dalam mengalokasikan dan menata fungsi yang dikembangkan dalam tapak. Dalam kegiatan ini berdasarkan konsep dasar pelestarian melalui pengembangannya sebagai objek wisata maka kawasan Candi Muara Takus akan dibagi menjadi 2 ruang utama, yaitu ruang wisata budaya dan ruang pendukung wisata. Rincian dari ruang-ruang tersebut, diantaranya yaitu : 1. Ruang Wisata Budaya Ruang wisata budaya luasnya 9.32 Ha atau 9.86% dari luas total kawasan Candi Muara Takus. Ruang ini merupakan ruang tempat elemen objek dan atraksi utama. Dalam tapak diidentifikasi sebagai kompleks bangunan utama Candi Muara Takus dan bangunan pendukung candi dalam radius 100 meter. Ruang wisata budaya terdiri dari ruang wisata umum yang dapat diakses oleh pengunjung serta ruang wisata khusus yang hanya dapat diakses para biksu saat melaksanakan ritual keagamaan. Pada ruang wisata budaya, intensitas penggunaan tapak tidak terlalu tinggi. Aktivitas wisata utama adalah ritual keagamaan bagi komunitas Budhis, menikmati keindahan arsitektural situs Candi Muara Takus serta viewing atraksi-atraksi budaya dan ritual keagamaan Budhis yang bersifat temporal.
88
2. Ruang Pendukung Wisata Merupakan ruang yang menyediakan fasilitas pendukung wisata dan pengelolaan tapak. Luasan dari ruang ini adalah 85.18 Ha (90.14%) dari luas total kawasan Candi Muara Takus. Ruang ini ditujukan untuk mengakomodasi kebutuhan pengunjung dan masyarakat sekitar tapak. Ruang ini terdiri dari pintu masuk kawasan, ruang penerimaan, ruang pelayanan wisata, dan ruang transisi yang berfungsi sebagai pembatas fisik dan visual pada tapak serta sebagai pelindung ruang-ruang wisata yang ada didalam kawasan. Ruang transisi memberi efek psikologis bagi pengunjung sebagai ruang peralihan sebelum dan sesudah memasuki ruang wisata. Diagram konsep pembagian ruang dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Diagram Konsep Pembagian Ruang
Rencana Tata Ruang Berdasarkan hasil analisis sintesis dan konsep yang telah dikembangkan maka kawasan Candi Muara Takus akan terbagi menjadi ruang wisata budaya dan ruang pendukung wisata budaya. Ruang wisata budaya terbagi menjadi wisata budaya khusus dan wisata budaya umum. Sementara ruang pendukung wisata terbagi menjadi ruang penerimaan, ruang transisi, dan ruang pelayanan wisata
89
(Gambar 36). Pengembangan fisik yang dilakukan pada tiap ruang berbeda disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Rincian perencanaan tiap ruang, diantaranya yaitu: 1. Ruang Wisata Budaya Khusus Ruang wisata budaya khusus (0.97 Ha atau 1.02%) adalah area tempat bangunan utama candi dan bangunan lain yang terkait secara langsung dengan ritual keagamaan yang dilaksanakan dalam tapak. Ruang ini tidak mengalami tambahan atau pengurangan elemen dari situs yang sudah ada. Kondisinya dijaga sesuai dengan aslinya saat ditemukan. Ruang wisata budaya khusus hanya dapat diakses para biksu dan umat Budha saat melaksanakan ritual keagamaan. Pada ruang ini akan disediakan papan informasi yang memuat latar belakang sejarah dan budaya masing-masing bangunan candi serta korelasi fungsinya dalam ritual agama yang dilakukan pada tiap bangunan.
2. Ruang Wisata Budaya Umum Ruang wisata budaya umum (6.62 Ha atau 7.00%) terdiri kawasan sekitar bangunan utama candi (batas 74x74 meter) dan bangunan pendukung candi dalam
radius
100
meter.
Ruang
tersebut
merupakan
ruang
yang
mengakomodasi pengunjung untuk menikmati keindahan arsitektur Candi Muara Takus, atraksi-atraksi budaya serta ritual keagamaan Budhis yang bersifat temporal. Pada ruang wisata umum disediakan fasilitas wisata berupa panggung gelar budaya, shelter, tempat duduk dan site museum.
3. Ruang Penerimaan Merupakan bagian dari ruang pendukung wisata budaya. Ruang penerimaan (3.81 Ha atau 4.03%) berfungsi sebagai pintu masuk utama untuk memasuki kawasan wisata budaya Candi Muara Takus atau sebagai penyambut bagi para wisatawan yang datang ke kawasan ini. Penetapan ruang ini ditujukan sebagai identitas awal memasuki kawasan wisata sehingga memudahkan pengunjung untuk masuk dan keluar dari kawasan. Selain itu dengan adanya ruang penerimaan, pengunjung yang datang ke kawasan dapat teridentifikasi dengan baik.
90
4. Ruang Transisi Ruang transisi berfungsi sebagai perlindungan dan pengendalian pengunjung agar tidak terkonsentrasi pada halaman utama candi. Ruang transisi (29.90 Ha atau 31.64%) terdiri dari jalur sirkulasi dan penyangga. Penataan pada ruang transisi bertujuan untuk memulihkan lingkungan hijau kawasan yang mendukung kegiatan pelestarian lingkungan. Penataan dilakukan dengan penanaman kembali pohon-pohon asli kawasan, tanaman historik, tanaman penahan angin serta tanaman penghias. Jenis tanaman (Tabel 16) yang dapat digunakan untuk kegiatan penghijauan adalah tanaman yang memiliki makna religi dan filosofi bagi agama Budha. Selain tata hijau juga dilakukan pengembangan fasilitas pendukung yang memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Fasilitas yang akan dibangun harus memperhatikan estetika, karakter situs dan bersifat edukatif. Fasilitas pendukung yang ada pada zona penyangga diantaranya yaitu papan informasi, papan petunjuk arah, shelter dan bangku sebagai tempat istirahat dengan orientasi visual ke arah pemandangan candi.
Tabel 16. Tanaman yang memiliki makna religi dan filosofi Agama Budha. No 1. 2.
Nama Tanaman Asam (Tamarindus Indica) 7. Kemuning (Aglaia odorata) Asoka (Polyathia logofolia var. pendulata) 8. Lontar (Borassus flabelifer)
3. Bambu (Bambusa bamboos) 4. Beringin (Ficus benjamina) 5. Bodhi (Ficus religiosa) 6. Jati (Tectona grandis) Sumber : Suwito dalam Wulandari, 2004
9. 10. 11. 12.
Maja (Aegle marmelos) Sawo kecik (Manikara kauki) Sawo manila (Achras zapotaf) Tanjung (Mimusops elengi)
5. Ruang Pelayanan Wisata Ruang pelayanan wisata (53.20 Ha atau 56.30%) merupakan ruang yang menyediakan fasilitas pendukung wisata dan pengelolaan tapak. Pada zona pengembangan akan dibangun fasilitas-fasilitas yang direlokasi dari zona penyangga. Selain itu, pada zona pengembangan juga disiapkan fasilitas pendukung wisata tambahan sehingga menjadi tempat yang menarik sebagai pusat sejarah budaya dan rekreasi.
91
92
Jalur Wisata Budaya Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi berperan menggambarkan pergerakan yang direncanakan dalam kawasan wisata. Dalam pengembangannya sirkulasi yang direncanakan akan menggunakan dasar alur sirkulasi dengan melihat peringkat keutamaan dari tiap bangunan. Perjalanan dimulai dengan mengunjungi bangunan yang peringkat keutamaannya paling rendah kemudian meningkat sampai ke bangunan utama. Diagram konsep sirkulasi dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Diagram Konsep Sirkulasi Kawasan
Rencana Jalur Wisata Berdasarkan konsep jalur wisata yaitu melihat peringkat keutamaan dari tiap-tiap bangunan, perjalanan akan dimulai dengan mengunjungi bangunan yang peringkat keutamaannya paling rendah kemudian meningkat sampai ke bangunan utama (daerah sakral). Jalur ini merupakan suatu jalur interpretasi yang menghubungkan objek dan atraksi dalam satu jalur perjalanan. Jalur wisata akan ditunjang dengan adanya media informasi sejarah budaya. Jalur wisata (Gambar 38) ditata senyaman mungkin dengan memaksimalkan view kearah struktur candi dan pemandangan disekitarnya yang potensial. Pengunjung akan mendapat klimaks diakhir perjalanan yaitu kemegahan kompleks bangunan utama Candi Muara Takus.
93
94
Rencana Aktifitas dan Fasilitas Kawasan Wisata Budaya Berdasarkan alokasi ruang dan sirkulasinya, direncanakan kegiatan atau aktivitas pada ruang-ruang yang terbentuk serta fasilitas pendukung yang dibutuhkan untuk tiap aktifitas dan pengelolaannya. Aktivitas pada ruang akan berbeda tergantung fungsi dari tiap ruang. Sementara, fasilitas pendukung wisata yang dikembangkan disesuaikan dengan aktivitas pada tiap-tiap ruang. Rincian fasilitas dan aktifitas wisata yang akan dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rencana Pengembangan Wisata Candi Muara Takus Ruang Penerimaan (3.81 Ha/4.03%)
Aktifitas Wisata Interpretasi Parkir Istirahat
Transisi (29.90 Ha/31.64%)
Mengamati dan menikmati kaindahan candi Fotografi Menyaksikan pertunjukan Ritual Ibadah Tur interpretasi kesejarahan Mengamati dan menikmati keindahan candi Tur interpretasi kesejarahan Ritual Ibadah Menyaksikan pertunjukan budaya Istirahat Fotografi
Wisata Budaya Khusus (0.97 Ha/1.02%) Wisata Budaya Umum (6.62 Ha/7.00%) Pelayanan Wisata Dan Rekreasi (53.20 Ha/56.30%)
Bersampan Memancing, Bersampan Berkemah Rekreasi
Fasilitas Pendukung Wisata Gerbang masuk, Pos jaga Loket tiket, Papan informasi Area parkir, Kantor Pengelola Toko Souvenir Papan informasi Jalur interpretasi Gazebo/Shelter Tempat & bangku duduk
Papan informasi Signed Candi Jalur interpretasi Tempat & bangku duduk Lapangan terbuka Gazebo/Shelter Restoran (darat, apung) Darmaga/dek, Pelampung pembatas Dermaga Wisata, Perahu wisata Camping Ground dan Mess Menara pandang, Playground area
Sumber : Hasil Analisis, 2010
Rencana Lanskap Kawasan Wisata Rencana lanskap merupakan produk akhir dari penelitian ini. Rencana lanskap dikembangkan berdasarkan rencana tata ruang dan rencana jalur wisata yang menghasilkan blockplan kawasan wisata (Gambar 39) yang diintegrasikan dalam bentuk rencana lanskap (Gambar 40).
95
96
97
98
Gambar 42. Ilustrasi Gerbang Masuk Kawasan
Gambar 43. Ilustrasi Children Playground
99
Gambar 44. Ilustrasi Aktivitas Bersampan
Gambar 45. Ilustrasi Dermaga Wisata
100
Gambar 46. Ilustrasi Camping Ground
Gambar 47. Ilustrasi Site Furniture
101
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kawasan Candi Muara Takus saat ini merupakan tempat tujuan wisata yang cenderung bersifat rekreatif. Sebenarnya kawasan ini memiliki potensi yang tinggi menjadi sumber pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya bagi pengunjung. Tanpa rencana penataan yang baik, maka akan terjadi penurunan kualitas lanskap sejarah Candi Muara Takus tersebut. Pengembangan Candi Muara Takus sebagai objek wisata sejarah adalah salah satu cara untuk menjaga kelestariannya. Aspek yang menjadi pertimbangan dalam upaya pelestarian tersebut adalah aspek kesejarahan kawasan, aspek religi, aspek kepariwisataan serta aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hasil dari perencanaan ini adalah tata ruang kawasan dan jalur interpretasi wisata. Jalur tersebut menghubungkan tiap-tiap bangunan candi berdasarkan peringkat kesakralannya. Perjalanan akan dimulai dengan mengunjungi bangunan yang peringkat keutamaannya paling rendah kemudian meningkat sampai ke bangunan utama (bagian sakral). Pengunjung akan mendapat klimaks diakhir perjalanan yaitu kemegahan kompleks bangunan utama Candi Muara Takus.
Saran Hal
utama
yang
harus
diperhatikan
dalam
pembangunan
dan
pengembangan kawasan Candi Muara Takus sebagai objek wisata sejarah, yaitu: 1. Pembebasan lahan dalam kawasan Candi Muara Takus. 2. Perkuatan Tanggul Kuno dan perbaikan drainase dalam kawasan. 3. Penataan lingkungan zone inti diluar pagar batu kuno. 4. Dukungan kebijakan dan aturan serta konsistensi membangun dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah baik Tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten). 5. Peningkatan pemahaman dan peran serta masyarakat dalam mengelola kepariwisataan Candi Muara Takus. 6. Pengendalian kualitas lingkungan alam untuk menjaga keutuhan nilai Candi Muara Takus mendekati bentuk asli atau bentuk arkeologisnya.
102
7. Adanya danau PLTA diakomodasi dalam rancangan teknis yang tidak merusak dan tetap menjaga nilai keaslian dan nilai arkeologis dari candi. 8. Pembangunan fisik untuk memfasilitasi pengunjung sebaiknya mengikuti gaya dan material yang sesuai dengan arsitektur dari Candi Muara Takus sehingga suasana arkeologis kawasan dapat terjaga.
103
DAFTAR PUSTAKA
Blom H dan Rohlfs G. 1966. Landscape and Recreation. Di dalam: Kaneko K, Mitchell M, editor. Landscape and Human Life. Netherlands: Djambatan N.V. hlm 35-60 BPS Kabupaten Kampar. 2006. Kabupaten Kampar dalam Angka. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar. 2007. Gugusan Candi Muara Takus. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. Eckbo, G. 1964. Urban Landscape Design. Mc Graw-Hill Book Co.,Inc. New York. 284p Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. Mc Graw-Hill Book Co.,Inc. New York. 322p Gunn, CA. 1994. Tourism Planning. Third Edition, Taylor and Francis Ltd, London. 460p Knudson, DM. 1980. Outdoor Recreation. Mac Millan Publishing Co., Inc. London. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dan P4W. 2009. Masterplan Kawasan Agropolitan Kecamatan XIII Koto Kampar. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. Pendit Nyoman S. 2002. Ilmu Pariwisata. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Nurisjah, S dan Q. Pramukanto. 2001. Perencanaan Kawasan Untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB (tidak dipublikasikan). Bogor. --------------2008. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian IPB(tidak dipublikasikan). Bogor.
104
Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. 2010. Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Wisata Terpadu Candi Muara Takus Kawasan Agropolitan Kecamatan XIII Koto Kampar. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. Simonds, JO. 1983. Landscape Architecture: A Manual of Environment Planning and Design. McGraw-Hill Bok Co. New York.
105
Lampiran
KUISONER PENELITIAN RENCANA PELESTARIAN LANSKAP CANDI MUARA TAKUS DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU SEBAGAI KAWASAN WISATA SEJARAH
Identitas Narasumber Kategori
: Wisatawan/Penduduk Setempat
Nama
: …………………………………………
Umur
: …………………………………………
Pekerjaan
: …………………………………………
PERSEPSI TERHADAP TAPAK 1. Bagaimana pendapat anda jika kawasan Candi Muara Takus dijadikan sebagai kawasan wisata (Sejarah)? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 2. Bentuk kegiatan wisata apa yang diinginkan untuk menunjang kawasan Candi Muara Takus sebagai kawasan wisata sejarah? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 3. Bentuk atraksi sejarah dan budaya lokal seperti apa yang terdapat pada kawasan ini? Bagaimana menurut anda jika atraksi tersebut ditampilkan di kawasan Candi Muara Takus ini? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 4. Menurut anda, sejauh mana batasan yang diinginkan untuk perencanaan kawasan Candi Muara Takus sebagai kawasan wisata sejarah ini? ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
106
5. Sejauh mana peran penduduk lokal dalam perencanaan kawasan wisata sejarah ini? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 6. Apa harapan yang ingin dicapai dalam perencanaan kawasan Candi Muara Takus ini? (bagi masyarakat lokal) ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 7. Kondisi lingkungan yang perlu diperbaiaki pada kawasan ini? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… 8. Aktivitas wisata apa saja yang diinginkan pada perencanaan kawasan Candi Muara Takus ini? (boleh lebih dari 1) a. Penjelasan Sejarah Kawasan (Interpretasi) b. Berziarah c. Melihat - lihat d. ………………………….. e. ………………………….. 9. Fasilitas pendukung apa saja yang diinginkan pada kawasan wisata Candi Muara Takus ini? (boleh lebih dari 1) a. Bangku b. Pusat informasi c. Toilet umum d. Jalur Interpretasi e. Media interpretasi f. Gazebo g. ………………………….. h. …………………………..