PERENCANAAN LANSKAP WISATA KAWASAN BUDAYA BATIK TRUSMI CIREBON
ADE MAFTUHAH SA’ADAH
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.
Bogor, April 2012
Ade Maftuhah Sa’adah A44070018
Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon (Tourism Landscape Planning of Cultural Area Batik Trusmi Cirebon) Ade Maftuhah Sa’adah1, Nurhayati HS Arifin2 1 2
Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB
Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract One of tourism potential objects in Cirebon is Batik Trusmi located in Trusmi village, subdistrict Plered, Cirebon. Activities in this area in addition to batik shop, tourists can see various kinds of rituals that still has not been developed. The purpose of this study was to develop landscape planning in the area of cultural tourism Batik Trusmi Cirebon that tourist activities can be effectively, preserve local culture, providing social welfare and comfort. This study was conducted from March 2011 until December 2011. This study used landscape planning and design method by Gold (1980). Spatial analysis was used to define cultural spaces, space of tourist activity, space of attraction,and toursim supporting space. Quantitative descriptive analysis was used for the analysis of parking capacity and carrying capacity. While the qualitative descriptive analysis is used to analyze the physical-biophysical, historical, social, cultural, and economic aspects, as well as the analysis of management area. This basic concept of the tourism planning was exlpored cultural exotic of Batik Trusmi. The basic concept was derived into space plan, circulation plan, tourism activities and facilities plan, and greenery plan. The final result of this study is a landscape plan.
Keywords : Batik Trusmi Cirebon, Landscape Planning, Cultural Tourism, Tourism Planning
RINGKASAN
ADE MAFTUHAH SA’ADAH. Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon. Dibimbing oleh NURHAYATI HS ARIFIN. Cirebon merupakan salah satu kota yang banyak memiliki objek dan atraksi wisata di Jawa Barat. Salah satunya adalah wisata belanja batik. Wisata Batik Trusmi berada di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Di kawasan ini selain memiliki wisata belanja batik banyak tradisi yang potensial untuk dijadikan sebagai daya tarik pengunjung. Kawasan ini masih belum tertata untuk kenyamanan wisata dan mengekspose daya tarik wisata. Pada saat padat kunjungan wisata terjadi kesemrawutan kendaraan, kurangnya lahan parkir, dan kenyamanan wisatawan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penataan lanskap agar aktivitas wisata dapat efektif memberikan pengalaman/pengetahuan dan kenyamanan bagi wisatawan, memberdayakan potensi budaya lokal serta memberikan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun perencanaan lanskap wisata budaya pada kawasan Batik Trusmi Cirebon agar aktivitas wisata dapat efektif dan melestarikan budaya lokal serta memberikan kesejahteraan dan kenyamanan wisatawan. Penelitian perencanaan lanskap wisata kawasan budaya Batik Trusmi Cirebon ini dilakukan di Desa Trusmi, Desa Weru, dan Desa Panembahan Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pendekatan Gold (1980) yaitu pendekatan aktivitas dan pendekatan sumberdaya budaya. Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan terdiri dari tahap persiapan melalui perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pembuatan proposal penelitian, dan perijinan penelitian; inventarisasi melalui pengumpulan data primer dan data sekunder; analisis baik secara analisis spasial maupun deskriptif (kualitatif dan kuantitatif); sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Desa Trusmi merupakan desa batik di Kabupaten Cirebon. Selain memiliki budaya batik kawasan ini juga memiliki berbagai aktivitas budaya yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan memiliki area yang dikeramatkan oleh warga sekitar. Area yang dikeramatkan merupakan area yang pertama kali ada di desa ini, yaitu area keramat Ki Buyut Trusmi. Aktivitas budaya yang berada di kawasan ini adalah tradisi Muludan, Ruwahan, Syawalan, Saparan, Suroan, Memayu dan Ganti Sirap, serta upacara seputar kehidupan dan kematian. Aktivitas budaya tersebut berpotensi sebagai daya tarik wisata di kawasan Trusmi. Selain berbelanja batik, pengunjung dapat melihat berbagai tradisi dan kesenian di kawasan ini. Konsep dasar penelitian ini adalah mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi. Dengan pengembangan konsep ke dalam konsep ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, sirkulasi, dan tata hijau. Konsep ruang pada kawasan ini dibagi menjadi 3 ruang, yaitu ruang inti objek dan atraksi wisata, ruang transisi, dan ruang pelayanan. Ruang inti objek dan atraksi wisata adalah ruang wisata belanja batik dan ruang wisata sejarah dan budaya. Aktivitas pada ruang ini yaitu mempelajari berbagai hal tentang Batik Trusmi, berinteraksi dengan masyarakat pembuat batik, melihat area Keramat Ki Buyut Trusmi, dan berbelanja batik
dengan fasilitas penunjang yang dapat memberikan pengetahuan serta menambah pengalaman pengunjung. Ruang transisi merupakan ruang penghubung antara ruang inti objek dan atraksi wisata dan ruang pelayanan. Ruang ini mengantarkan pengunjung dari ruang pelayanan menuju ruang inti objek dan atraksi wisata. Aktivitas pada ruang transisi pengunjung mendapatkan fasilitas untuk menikmati keadaan desa dengan dihadirkan berbagai elemen hardscape yang berhubungan dengan motif batik untuk memperkuat karakter desa. Pada ruang pelayanan merupakan ruang yang berfungsi sebagai ruang penunjang wisata. Di dalam ruang pelayanan fasilitas berupa welcome area, parking area, rest area, panggung budaya, pos satpam, dan gerbang. Adapun aktivitas yang dilakukan lebih bersifat pasif. Fasilitas yang dibuat untuk memberikan kenyamanan dan kebutuhan pengunjung (tempat souvenir, information centre, tempat makan) dengan aktivitas yang lebih bersifat aktif. Konsep sirkulasi dibuat menjadi sirkulasi umum dan sirkulasi khusus wisata. Sirkulasi umum diperuntukan bagi masyarakat sekitar kawasan dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Sirkulasi khusus wisata diperuntukan bagi pengunjung yang datang ke kawasan tersebut. Pengunjung diarahkan pada ruang pengembangan melalui ruang transisi menuju ruang inti objek wisata. Rencana jalur sirkulasi wisata dibuat agar aktivitas wisata dapat efektif. Sehingga pengunjung dapat menjangkau seluruh objek dan atraksi wisata. Rencana perjalanan wisata ditawarkan dengan 2 paket, yaitu paket pertama mengenal terlebih dahulu asal mula Batik Trusmi lalu membeli batik. Kedua adalah mengajak pengunjung berkeliling untuk membeli batik lalu mengenal asal usul Batik Trusmi. Rencana tata hijau di kawasan ini menggunakan vegetasi dengan fungsi sebagai penguat identitas, estetika, peneduh, dan pergola. Dalam setiap ruangnya tata hijau memiliki fungsinya masing-masing. Hasil akhir dari perencanaan lanskap wisata kawasan budaya Batik Trusmi ini berupa block plan, jalur sirkulasi wisata, dan landscape plan.
® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERENCANAAN LANSKAP WISATA KAWASAN BUDAYA BATIK TRUSMI CIREBON
ADE MAFTUHAH SA’ADAH A44070018
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul skripsi
: Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon
Nama mahasiswa : Ade Maftuhah Sa’adah NRP
: A44070018
Departemen
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc. NIP. 19620121 198601 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat sehat, iman serta nikmat menuntut ilmu sehingga skripsi ini dapat berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tersampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, serta umatnya yang istiqomah di jalanNya. Tema yang dipiih dalam penelitian ini adalah lanskap wisata budaya, dengan judul “Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak dan Ibu yang memberikan do’a dan dukungan serta kasih sayangnya, Mas Aris, Mba Atiek, Mas Dudy, dan Mas Tofa yang selalu memberikan dukungan dan bantuan serta do’anya. 2. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar membimbing dan mendidik penulis serta memberikan arahan yang sangat berguna selama penyusunan skripsi. 3. Vera Dian Damayanti, SP, MLA dan Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc selaku Dosen Penguji Skripai yang telah memberikan arahan dan perbaikan yang berguna dalam penyusunan skripsi. 4. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama proses akademik di Departemen Arsitektur Lanskap. 5. Dinas
Pariwisata
dan
Kebudayaan
Kabupaten
Cirebon,
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon, Dinas Pertanahan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Cirebon atas bantuannya dalam pengumpulan data selama penelitian. 6. Bapak H. Ahmad selaku tetua Desa Trusmi dan Bapak Katura selaku sejarah dan budayawan batik, yang sudah meluangkan waktunya untuk wawancara dan diskusi.
7. Masyarakat Desa Trusmi Kulon dan Wetan, Desa Weru Lor, dan Desa Panembahan atas bantuan dan kesediaannya selama melakukan wawancara untuk pengumpulan data. 8. Teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 44 atas pertemanannya dengan sabar memberikan perhatian dan do’a serta dukungannya. 9. Kakak-kakak dan adik-adik Arsitektur Lanskap atas dukungannya serta semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam membantu penyusunan skripsi. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi Kabupaten Cirebon dan pihak yang terkait, serta dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian lain yang dilaksanakan pada masa yang akan datang.
Bogor, April 2012
Ade Maftuhah Sa’adah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 26 September 1989. Lahir dari rahim seorang ibu bernama Sri Wasri’ah dengan bapak bernama Mulyono Mulnadi Darmosusilo. Penulis merupakan putri ke empat dari empat bersaudara. Tahun 1995 penulis lulus dari TK Pertiwi Plumbon dan melanjutkan sekolahnya di SDN II Purbawinangun hingga lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Plumbon dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Cirebon dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian sebagai pilihan pertama. Alhamdulillah penulis diterima sebagai mahasiswi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan minor Komunikasi, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mengikuti beberapa kegiatan kampus. Penulis pernah menjadi Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi (PDD) dalam acara Training Pengantar Matematika tahun 2008. Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Penulis pernah menjadi Divisi Konsumsi dalam acara Shaum Station tahun 2008, Divisi Dana Usaha (Danus) pada acara Workshop Nasional Arsitektur Lanskap tahun 2010, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) periode 2009/2010, Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi (PDD) pada acara Masa Perkenalan Departemen (MPD) angkatan 45 tahun 2009/2010, Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi (PDD) pada acara fieldtrip angkatan 45 tahun 2009/2010, Divisi Konsumsi pada acara Hari Pelepasan Sarjana (HPS) angkatan 41 tahun 2009, Asisten Praktikum Mata Kuliah Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya (ARL 311) tahun 2011/2012.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1.2 Tujuan .......................................................................................................... 1.3 Manfaat ........................................................................................................ 1.4 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................
1 1 2 2 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1 Lanskap Budaya ........................................................................................... 2.2 Pelestarian Lanskap Budaya ........................................................................ 2.3 Wisata Budaya ............................................................................................. 2.4 Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya ......................................... 2.5 Batik Trusmi ................................................................................................
4 4 4 5 6 7
BAB III METODOLOGI ................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 3.2 Tahapan Penelitian ....................................................................................... 3.2.1 Persiapan ............................................................................................ 3.2.2 Inventarisasi ....................................................................................... 3.2.3 Analisis ............................................................................................... 3.2.4 Sintesis ............................................................................................... 3.2.5 Perencanaan ....................................................................................... 3.3 Bentuk Hasil Penelitian ................................................................................
11 11 12 12 12 14 19 19 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 4.1 Aspek Sejarah ............................................................................................... 4.1.1 Sejarah Kawasan ................................................................................ 4.1.2 Sejarah Batik di Kawasan Trusmi ...................................................... 4.1.3 Sejarah Perkembangan Batik di Kawasan Trusmi ............................. 4.1.4 Situs Sejarah Kawasan ....................................................................... 4.2 Aspek Fisik-Biofisik ................................................................................... 4.2.1 Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi ........................................................ 4.2.2 Jenis Tanah dan Topografi ................................................................. 4.2.3 Tata Guna Lahan ................................................................................ 4.2.4 Iklim ................................................................................................... 4.2.5 Vegetasi ............................................................................................... 4.2.6 Hidrologi ............................................................................................. 4.2.7 Kualitas Visual ................................................................................... 4.2.8 Elemen Fisik/Struktur Bangunan dan Arsitektur ................................ 4.2.9 Fasilitas Wisata ...................................................................................
20 20 20 23 24 28 38 38 44 44 48 48 50 50 51 53
4.3 Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi ........................................................... 54 4.3.1 Keadaan Penduduk dan Ekonomi ...................................................... 54 4.3.2 Aktivitas Budaya ................................................................................ 55 4.3.3 Kesenian ............................................................................................. 68 4.4 Aspek Wisata ............................................................................................... 70 4.4.1 Jumlah dan Karakter Pengunjung ...................................................... 70 4.4.2 Aktivitas Pengunjung ......................................................................... 70 4.4.3 Jenis dan Kondisi Objek Wisata ........................................................ 71 4.4.4 Keinginan Masyarakat dan Pengunjung ........................................... 73 4.5 Aspek Pengelolaan Lanskap ........................................................................ 77 4.6 Analisis ......................................................................................................... 78 4.6.1 Analisis Potensi Ruang Budaya dan Sejarah ..................................... 78 4.6.2 Analisis Potensi Daya Tarik Objek dan Atraksi Wisata .................... 78 4.6.3 Analisis Fasilitas Pendukung Wisata ................................................. 86 4.6.4 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata ................................................. 88 4.6.4.1 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Eksisting .................... 88 4.6.4.2 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Potensial ..................... 91 4.7 Sintesis ......................................................................................................... 97 4.8 Perencanaan Lanskap ................................................................................... 103 4.8.1 Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Wisata ........................ 104 4.8.2 Rencana Tata Hijau ............................................................................ 106 4.8.3 Rencana Jalur Sirkulasi Wisata .......................................................... 108 4.8.4 Rencana Perjalanan Wisata ................................................................ 109 4.8.5 Rencana Lanskap ............................................................................... 109 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 112 5.1 Simpulan ...................................................................................................... 112 5.2 Saran ............................................................................................................. 113
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 114
LAMPIRAN ........................................................................................................ 116
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jenis data dan sumber perolehannya .......................................................... 14 2 Kriteria penilaian potensi ruang budaya dan sejarah ................................. 15 3 Kriteria penilaian potensi daya tarik objek dan atraksi wisata.................... 16 4 Kriteria penilaian fasilitas pendukung wisata ............................................. 16 5 Kriteria penilaian ruang dan aktivitas wisata .............................................. 17 6 Jenis angkutan umum dan biaya menuju kawasan Batik Trusmi .............. 39 7 Data iklim kawasan dan perhitungan THI ................................................. 48 8 Aktivitas budaya kawasan Batik Trusmi ................................................... 68 9 Aktivitas pengunjung ................................................................................. 71 10 Atraksi wisata ............................................................................................. 81 11 Atraksi wisata potensial ............................................................................. 82 12 Sampel galeri .............................................................................................. 90 13 Analisis dan sintesis ................................................................................... 95 14 Vegetasi yang digunakan pada setiap ruang .............................................. 100 15 Luas tata ruang pada ruang pengembangan ............................................... 103 16 Luas, jam kunjungan yang diperkenankan, dan rata-rata waktu kunjungan 104 17 Daya dukung dan total pengunjung setiap ruang ....................................... 104 18 Rencana aktivitas dan fasilitas wisata ........................................................ 105 19 Rencana vegetasi yang digunakan ............................................................. 106
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pikir penelitian ..............................................................................
3
2 Peta lokasi penelitian .................................................................................... 11 3 Tahapan proses penelitian ............................................................................. 13 4 Peta pola ruang Desa Trusmi ........................................................................ 22 5 Silsilah keluarga Pangeran Cakra Buwana ................................................... 21 6 Motif batik di Cirebon ................................................................................... 27 7 Gerbang Candi Bentar ................................................................................... 29 8 Gapura Kori Agung ....................................................................................... 29 9 Paseban .......................................................................................................... 30 10 Pakuncen ...................................................................................................... 30 11 Hijab .............................................................................................................. 30 12 Lawang Kepundung dengan dua Padasan ..................................................... 31 13 Bangsal Jinem ............................................................................................... 32 14 Watu Padadaran ............................................................................................ 32 15 Pesalinan ....................................................................................................... 32 16 Masjid Trusmi tampak depan dan bagian dalam ........................................... 33 17 Masjid Trusmi tampak samping dan bagian dalam ...................................... 33 18 Pekuloan ........................................................................................................ 34 19 Witana ........................................................................................................... 34 20 Silsilah pimpinan Situs Ki Buyut Trusmi ..................................................... 34 21 Pakaian adat ................................................................................................. 35 22 Peta tata ruang Situs Keramat Ki Buyut Trusmi ........................................... 37 23 Aksesibilitas menuju kawasan ...................................................................... 38 24 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi bus ............ 40 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api (Stasiun) ........................................................................................................ 41 26 Suasana Jalan Trusmi ..................................................................................... 42 27 Suasana Pasar Pasalaran................................................................................. 42 28 Peta sirkulasi dan titik kritis macet ................................................................ 43
29 Peta kontur .................................................................................................... 45 30 Peta kemiringan lahan ................................................................................... 46 31 Peta tata guna lahan ....................................................................................... 47 32 Vegetasi yang dianggap keramat ................................................................... 49 33 Peta kualitas visual ......................................................................................... 52 34 Arsitektur rumah Desa Trusmi ..................................................................... 53 35 Genangan air di sepanjang Jalan Trusmi ....................................................... 53 36 Suasana di pasar malam ................................................................................. 56 37 Peta area pasar malam kawasan Batik Trusmi ............................................... 57 38 Pengunjung yang menceburkan dirinya di Pekuloan .................................... 58 39 Berbagai macam “jimat” ............................................................................... 59 40 Peta area panggung jimat kawasan Batik Trusmi ......................................... 60 41 Panggung jimat ............................................................................................. 61 42 Welit .............................................................................................................. 64 43 Sirap ............................................................................................................... 64 44 Peta arak-arakkan welit kawasan Batik Trusmi ............................................ 65 45 Peta galeri batik di kawasan Batik Trusmi ..................................................... 72 46 Diagram kependudukan dan pengetahuan tentang sejarah kawasan ............. 73 47 Diagram bentuk wisata yang cocok .............................................................. 74 48 Diagram bentuk partisipasi ........................................................................... 74 49 Diagram intensitas dan frekuensi kunjungan ................................................ 75 50 Penunjuk tempat kawasan Batik Trusmi ....................................................... 75 51 Diagram pengalaman pengunjung setelah berkunjung ................................. 76 52 Peta analisis potensi ruang budaya dan sejarah ............................................. 79 53 Peta analisis objek dan atraksi wisata ........................................................... 84 54 Peta hasil analisis daya tarik objek dan atraksi wisata .................................. 85 55 Peta hasil analisis fasilitas pendukung wisata ............................................... 87 56 Peta analisis ruang dan aktivitas wisata eksisting ......................................... 89 57 Peta analisis ruang dan aktivitas wisata potensial .......................................... 92 58 Peta hasil analisis ruang dan aktivitas wisata ................................................ 93 59 Peta potensi wisata kawasan Batik Trusmi ................................................... 94 60 Konsep ruang ................................................................................................ 98
61 Konsep sirkulasi khusus wisata ..................................................................... 100 62 Rencana blok (block plan) ............................................................................ 102 63 Peta jalur sirkulasi wisata ............................................................................... 108 64 Landscape plan ............................................................................................. 110 65 Gambar potongan dan ilustrasi suasana ........................................................ 111
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Form kuesioner keinginan pengunjung ........................................................... 117 2 Form kuesioner keinginan masyarakat ........................................................... 119 3 Daftar istilah ..................................................................................................... 121
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Jawa Barat memiliki beragam kebudayaan yang tersebar di beberapa kota.
Sebagai tujuan wisata di Jawa Barat, wisata budaya Cirebon tidak kalah menawarkan banyak pesona mulai dari wisata sejarah kejayaan kerajaan Islam, wisata kuliner, wisata batik, wisata sejarah wali, wisata kota ulama Cirebon, wisata masjid, wisata belanja, wisata keliling Kota Cirebon dan sentra kerajinan rotan. Wisata batik yang sangat berpotensi adalah wisata Batik Trusmi. Wisata Batik Trusmi berada di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Desa yang terletak sekitar lima kilometer dari pusat kota ini sejak puluhan tahun lalu telah menjadi sentra bisnis batik juga memiliki situs atau tempat yang dikeramatkan terbesar kedua setelah situs keramat makam Sunan Gunung Jati, yaitu makam Ki Gede atau Ki Buyut Trusmi (Casta dan Taruna, 2008). Batik yang berkembang di Trusmi diyakini penduduknya sebagai warisan dari leluhurnya, Ki Gede Trusmi. Batik Trusmi kini satu-satunya sentra batik Cirebon yang dalam perkembangannya sekarang sudah merangkum seluruh pertumbuhan dan perkembangan batik Cirebon. Bahkan di desa ini diproduksi juga motif-motif batik dari daerah lain seperti Indramayu, Lasem, dan Pekalongan. Hal yang menarik lainnya dari desa ini selain berbelanja batik adalah relatif banyaknya ritual-ritual yang masih dijalankan masyarakatnya dengan pengemasan islami. Ritual ini berupa tradisi-tradisi, yaitu tradisi Muludan, Ruwahan dan selametan puasa, Syawalan, Saparan, Suroan, Memayu dan Ganti Sirap, selametan seputar kehidupan dan kematian. Selain ritual budaya terdapat kesenian seperti lukis kaca dan tari Baksa serta dialek Bahasa Jawa Cirebon yang khas. Kesenian pertunjukkan yang masih tersisa akan tetapi hanya dimainkan pada saat-saat tertentu adalah kesenian Brai dan Tari Baksa. Potensi yang dimiliki desa ini dapat menjadi daya tarik wisata yang bermanfaat. Pertumbuhan Batik Trusmi tampak bergerak dengan cepat. Hal ini bisa dilihat dari munculnya galeri batik yang berada di sekitar jalan utama Desa
2
Trusmi. Namun, kawasan ini masih belum tertata untuk kenyamanan wisata dan mengekspose daya tarik wisata. Pada saat padat kunjungan wisata terjadi kesemrawutan kendaraan, kurangnya lahan parkir, dan kenyamanan wisatawan yang kurang. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penataan lanskap agar aktivitas wisata dapat efektif memberikan pengalaman/pengetahuan dan kenyamanan bagi wisatawan, memberdayakan potensi budaya lokal serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
1.2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun perencanaan lanskap
wisata budaya pada kawasan Batik Trusmi Cirebon agar aktivitas wisata dapat efektif. Penelitian ini juga diharapkan dapat melestarikan budaya lokal serta memberikan kesejahteraan dan kenyamanan wisatawan.
1.3
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang lanskap
wisata kawasan budaya Batik Trusmi yang memiliki nilai budaya tinggi dan memberikan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dan perencana dalam merencanakan dan mengembangkan kawasan wisata budaya Batik Trusmi Cirebon. Pengembangan terutama dalam sektor kepariwisataan berbasis budaya yang secara ekonomi memberikan manfaat yang besar.
1.4
Kerangka Pikir Penelitian Kerangka penelitian ini berawal dari daya tarik wisata yang ada di
Cirebon. Salah satu wisata yang berpotensi di Cirebon adalah kawasan Batik Trusmi. Saat ini, kawasan Batik Trusmi memiliki berbagai galeri dan toko yang batik yang sering dikunjungi. Di kawasan ini, selain berbelanja batik terdapat sejarah kawasan dan daya tarik wisata budaya serta sejarah Batik Trusmi yang masih belum dikembangkan. Sebagai tempat wisata kawasan ini masih belum memiliki fasilitas wisata yang lengkap. Oleh karena itu, diperlukan adanya perencanaan lanskap wisata agar aktivitas wisata dapat efektif (Gambar 1).
3
Daya Tarik Wisata Cirebon
Kawasan Batik Trusmi Cirebon
Galeri batik
Sejarah,
Fasilitas wisata
Potensi Daya Tarik Budaya dan Sejarah Batik Trusmi
Saat ini banyak dikunjungi
Belum
Belum memadai
dikembangkan
Perencanaan Lanskap Wisata yang mempertimbangkan kenyamanan wisata dan mengeksplorasi daya tarik budaya dan eksotika Batik Trusmi
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lanskap Budaya Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam yang
memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia. Lanskap juga dinyatakan sebagai suatu lahan yang memiliki elemen pembentuk, komposisi, dan karakteristik tertentu sebagai pembedanya. Lanskap budaya merefleksikan interaksi antara manusia dan lingkungan alaminya dalam ruang dan waktu. Alam dalam konteks ini adalah padanan dari kelompok manusia. Keduanya merupakan kekuatan dinamis yang membentuk lanskap. Pada beberapa kawasan di dunia, lanskap budaya adalah model interaksi antara manusia, sistem sosialnya dan cara mereka mengorganisasikan ruang. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) lanskap budaya (cultural landscape) merupakan satu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan kelompok-kelompok masyarakat ini dalam bentuk dan pola permukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan, dan struktur serta lainnya.
2.2
Pelestarian Lanskap Budaya Budaya merupakan aset utama karena sifatnya yang unik dan berbeda.
Indonesia memiliki lebih dari dari ratusan seni budaya yang patut dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas hidup. Budaya dan pariwisata kadang dianggap sebagai dua aktivitas yang penuh dengan konflik. Di satu pihak karena adanya kepercayaan bahwa budaya sifatnya statis dan tradisonal. Sedangkan di lain pihak pariwisata relatif dianggap lebih modern dan
5
dinamis. Budaya dan pariwisata dapat beriringan dengan adanya pelestarian. Pelestarian yang memiliki arti nilai-nilai tradisional yang masih harus dilestarikan dengan aktivitas yang dinamis yaitu pariwisata yang dapat berkembang sangat cepat penuh kreasi dan inovasi (Adnyana, 1999). Daya tarik budaya adalah pengalaman dengan pendukungnya yaitu manusia dan wilayah. Wisatawan dengan minat budaya, memilih untuk tinggal lebih lama dengan maksud untuk dapat menikmati budaya yang berbeda. Berbeda sekali dengan mereka yang hanya ingin menikmati budaya sebagai tontonan yang menarik semata. Maka pelestarian budaya memberi pencerahan bagi wisatawan yang ingin belajar lebih banyak lagi tentang budaya. Dalam Bab Sosial dan Budaya, mengenai Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata dinyatakan bahwa menjadikan kesenian dan kebudayaan tradisional Indonesia sebagai wahana bagi pengembangan pariwisata nasional dan mempromosikannya keluar negeri secara konsisten sehingga dapat menjadi wahana persahabatan bangsa. Kegiatan pelestarian merupakan usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian tersebut tidak hanya memberi manfaat pada obyek yang dilestarikan, namun juga memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasarkan kekuatan aset-aset budaya lama dan melakukan pencangkokan program-program yang
menarik, kreatif, berkelanjutan serta
merencanakan program partisipatif dengan memperhitungkan estimasi ekonomi. (Nurisjah dan Pramukanto, 2001).
2.3
Wisata Budaya Wisata menurut Pendit (2002) adalah kegiatan perjalanan atau sebagian
dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut World Tourism Organization (WTO) tahun 1991, wisata adalah aktivitas seseorang melakukan perjalanan meninggalkan/keluar dari lingkungan yang biasa selama periode tertentu dengan tujuan perjalanannya bukan untuk melakukan kegiatan yang mendapatkan imbalan. Wisata merupakan kumpulan aktivitas, layanan, industri
6
yang menyediakan pengalaman dalam perjalanan/travel yaitu transportasi, akomodasi, makanan-minuman, toko-toko, hiburan, fasilitas kegiatan dan layanan ramah lain yang tersedia bagi perorangan maupun kelompok yang melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya (Sani, 2008). Menurut Gunn (1994), wisata adalah pergerakan sementara manusia untuk tujuan keluar dari tempat kerja dan tempat tinggal mereka, dimana mereka melakukan kegiatan-kegiatan selama mereka tinggal di tempat tujuan tersebut dan fasilitas-fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhaan mereka. Kegiatan wisata itu merupakan suatu sistem yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yang harus dianalisis dan direncanakan dengan baik, antara lain sumber daya alami, sumber daya budaya, pengusaha, keuangan, tenaga kerja, persaingan, masyarakat, kebijaksanaan pemerintah dan organisasi atau kepemimpinan. Menurut Yoeti (2001) wisata budaya adalah jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan dikarenakan adanya daya tarik seni budaya suatu tempat atau daerah.
2.4
Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah kegiatan mengumpulkan
dan
menginterpretasikan
data,
memproyeksikannya
ke
masa
depan,
mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai suatu keadaan tersebut (Gold, 1980). Perencanaan lanskap wisata disusun berdasarkan komponen-komponen yang mencakup rencana ruang wisata, rencana sirkulasi, rencana interpretasi, rencana fasilitas dan rencana tata hijau. Perencanaan lanskap bertujuan untuk menciptakan lanskap budaya yang dapat mendukung interpretasi dan memberikan kenyamanan wisata secara optimal (Sani, 2008). Proses perencanaan dibagi menjadi enam tahap yaitu : persiapan, inventarisasi,
analisis,
sintesis,
perencanaan,
dan
perancangan.
Proses
perencanaan lanskap dimulai dengan tahap persiapan dimana pada tahapan ini perencana harus dapat memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab berbagai
7
kepentingan ke dalam produk yang direncanakan. Dengan kata lain proses persiapan merupakan perumusan tujuan program dan informasi lain tentang keinginan pemakai atau pemilik. Ada beberapa metode atau pendekatan yang dapat dilakukan untuk membuat perencanaan kawasan wisata, yaitu : pendekatan sumberdaya, pendekatan aktivitas, pendekatan ekonomi, dan pendekatan tingkah laku (Gold, 1980). Pendekatan sumberdaya adalah pendekatan yang mempertimbangkan kondisi dan situasi sumberdaya sebagai dasar penentuan bentuk dan aktivitas wisata. Pendekatan aktivitas adalah pendekatan yang digunakan untuk menentukan bentuk rekreasi/wisata berdasarkan aktivitas penggunaan. Pendekatan ekonomi digunakan untuk jumlah, tipe, dan lokasi dari kawasan wisata dilihat dari sumberdaya ekonomi masyarakat, sedangkan pendekatan tingkah laku dilihat dari kebiasan dan tingkah laku manusia dan menggunakan waktu senggangnya pendekatan tingkah laku lebih mengutamakan alasan seseorang berekreasi serta manfaat yang dinginkan dari kegiatan rekreasi yang dilakukan. Menurut Gunn (1994) perencanaan wisata yang baik dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan sensitif terhadap lingkungan, dan dapat diintegrasikan antara komunitas dengan dampak lingkungan yang minimal. Hal ini dapat tercapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Dalam mengembangkan kawasan wisata terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi pendukung. Atraksi wisata merupakan andalan
utama
untuk
mengembangkan
kawasan
wisata.
Wisata
harus
direncanakan untuk memastikan bahwa wisatawan dapat dengan bebas memperkaya diri dengan mendapatkan sesuatu yang baru, petualangan dan penghargaan terhadap diri sendiri dengan mencapai obyek yang diinginkan.
2.5
Batik Trusmi Batik merupakan warisan leluhur yang tak terpisahkan dari budaya bangsa
Indonesia. Dengan keindahan berbagai corak, mutu warna alami serta motif yang menarik membuat kain tradisional batik sangat populer dan diterima banyak masyarakat lokal dan juga masyarakat internasional. Batik memberi makna yang
8
sarat akan seni dan representasi budaya dari masing-masing daerah tanah air. Tiap daerah memiliki ciri motif maupun cara pembuatan batik yang berbeda-beda. Banyak hal yang bisa digali dari sehelai kain batik, tidak hanya digunakan untuk pakaian saja tetapi perkembangan saat ini sudah ke arah household dan interior, tidak heran apabila dikatakan bahwa batik adalah sebuah karya cipta peninggalan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia (Casta dan Taruna, 2008). Batik
sangat
identik
dengan
suatu
teknik
(proses)
dari
mulai
penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu ciri khas batik adalah cara penggambaran motif pada kain yang menggunakan proses pemalaman, yaitu menggoreskan malam (lilin) yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan cap. Secara garis besar proses pembuatan batik, bahan-bahan yang digunakan, peralatan produksi dan produser pembuatannya sebagai berikut : 1. Bahan baku utama dan bahan penolong : -
bahan baku : kain mori dari bahan katun maupun sutra dan bahan dasar lainnya
-
bahan penolong : lilin batik/malam, pewarna alami maupun sintetik, gondorukem, minyak kacang, soda abu, soda api, minyak tanah, dan tepung kanji.
2. Peralatan : -
Kenceng, yaitu wadah berbentuk tempayan terbuat dari bahan tembaga
-
Kayu/kemplongan dan pemukulnya
-
Papan landasan pengemplongan
-
Gawangan, terbuat dari tembaga dan kayu
-
Bak, terbuat dari batu dan semen
-
Bak dari kayu
-
Plorodan, terbuat dari logam
-
Gawang jemuran, terbuat dari bambu
-
Solder, terbuat dari besi dan kayu
-
Wajan, terbuat dari besi cor dan tembaga
-
Kompor
9
-
Dingklik/bangku kayu
-
Kelender dan alat pres
3. Prosedur Pembuatan Batik Secara garis besar proses pembuatan batik terdiri dari tiga tahapan, yaitu persiapan, pembuatan pola, dan penyelesaian.
Persiapan -
Kain mori dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian bagian ujungnya dijahit agar serat kain tidak lepas
-
Merendam kain mori dan mencucinya untuk menghilangkan tepung kanji kemudian dijemur sampai kering
-
Mengetel kain mori yang telah dicuci dan dikeringkan, direndam dalam bahan pemolong, diremas-remas berulangulang agar kanji yan gmasih ada hilang sempurna
-
Kain dicuci dengan larutan soda abu untuk menghilangkan bahan penolong dalam proses ketelan
-
Kain dilapisi kanji secara tipis dan merata
-
Mengeplong, yaitu memukul-mukul kain yang telah dikanji tersebut berkali-kali agar bahan menjadi lebih halus permukaannya.
Pembuatan pola -
Merengreng, yaitu membuat motif di atas kain dengan menggunakan canting bermata sedang
-
Isen-isen, mengisi bagian tengah dari motif dengan canting bermata kecil
-
Menembok, yaitu menutup bagian yang dikosongkan dengan lilin menggunakan canting bermata besar
Kain diangin-anginkan kemudian direndam dalam air.
Penyelesaian -
Kain yang telah direndam air ditiriskan, kemudian dimasukkan ke dalam pewarna naphtol (warna dasar) kemudian diangkat dan ditiriskan.
10
-
Setelah tiris, masukkan ke dalam pewarna positif
-
Kain dicuci dengan air sampai bersih dan kemudian ditiriskan
-
Dilarot, dengan cara direndam dan diremas-remas dalam air mendidih menggunakan kayu, kemudian dicuci dan terakhir jemur sampai kering.
Perbatikan Trusmi pada mulanya merupakan awal dari orang pertama yang tinggal di daerah tersebut. Orang pertama yang tinggal adalah Ki Buyut Trusmi yang mempunyai hubungan dengan Sunan Gunung Jati. Ki Buyut Trusmi inilah yang membawa batik ke Desa Trusmi ini. Sehingga desa ini terkenal dengan desa batik di wilayah Cirebon.
11
BAB III METODOLOGI
3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2011 hingga bulan Desember
2011. Tapak penelitian ini terletak di kawasan Batik Trusmi yang berada di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon bagian Utara, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kecamatan Plered merupakan salah satu kecamatan yang berada di pusat Kabupaten Cirebon terletak di antara 06039’10”-06044’08” LS dan 108028’20”- 108031’28” BT dengan luas wilayah 919 ha. Lokasi penelitian meliputi Desa Trusmi Kulon dan Wetan, Desa Panembahan, Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon (Gambar 2).
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
12
Desa Trusmi Kulon berbatasan dengan Desa Wotgali di sebelah Utara, di sebelah Selatan dengan Desa Weru Lor, di sebelah Timur dengan Desa Trusmi Wetan, dan sebelah Barat dengan Desa Wotgali. Desa Trusmi Wetan berbatasan dengan Desa Kalitengah di sebelah Utara, di sebelah Selatan dengan Desa Weru Lor, di sebelah Timur dengan Desa Panembahan, dan di sebelah barat dengan Desa Trusmi Kulon.
3.2
Tahapan Penelitian Metode penelitian yang digunakan berdasarkan pendekatan Gold (1980),
dengan penekanan pendekatan aktivitas dan pendekatan sumberdaya budaya. Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan. Tahapan proses penelitian yang akan dilaksanakan dilihat pada Gambar 3.
3.2.1
Persiapan Tahap persiapan merupakan tahap awal pada penelitian ini. Tahap
persiapan ini berupa kegiatan perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pembuatan proposal penelitian, dan perijinan penelitian.
3.2.2
Inventarisasi Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Data yang didapat berupa
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan : a.
Pengamatan langsung di lapang.
b.
Wawancara Wawancara dilakukan kepada narasumber yang terkait tentang budaya dan sejarah Batik Trusmi serta pengelola kawasan tersebut, yaitu Bapak H. Ahmad sebagai sesepuh desa dan Bapak Katura sebagai sejarahwan dan budayawan batik.
13
Persiapan
Inventarisasi
-
Data Primer dan Data Sekunder -
-
-
,
Analisis
Perumusan masalah Tujuan penelitian Pembuatan proposal penelitian Perijinan penelitian
Aspek sejarah (sejarah kawasan, sejarah batik di kawasan Trusmi, sejarah perkembangan batik di kawasan Trusmi, situs sejarah kawasan) Aspek fisik-biofisik (aksesibilitas dan jalur sirkulasi, jenis tanah dan topografi, tata guna lahan, iklim, kualitas visual, elemen fisik/struktur bangunan dan arsitektur, fasilitas, vegetasi, hidrologi) Aspek sosial, budaya, dan ekonomi (keadaan penduduk dan ekonomi, aktivitas budaya, kesenian) Aspek wisata (jumlah dan karakter pengunjung, aktivitas pengunjung, jenis dan kondisi objek wisata keinginan masyarakat dan pengunjung) Aspek Pengelolaan lanskap
Analisis Potensi Ruang Budaya dan Sejarah Analisis Daya Tarik Objek/Atraksi Analisis Fasilitas Pendukung Wisata Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata (Eksisting dan Potensial)
Peta komposit
Sintesis
Konsep Dasar Mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi Konsep Pengembangan (Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Wisata, Sirkulasi, dan Tata Hijau) Rencana Blok (block plan)
Perencanaan
Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon
Gambar 3 Tahapan proses penelitian
14
c.
Kuesioner Sasaran dari kuesioner ini adalah pengunjung dan masyarakat setempat. Kuesioner dibagikan kepada 30 pengunjung dan 30 masyarakat sekitar. Dari informasi pengunjung yang akan diperoleh adalah keinginan pengunjung terhadap kawasan ini. Sedangkan dari masyarakat diharapkan mendapatkan informasi tentang ketersediaan masyarakat sekitar untuk mendukung aktivitas wisata. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui sumber-sumber terkait, studi
pustaka yang mendukung. Data yang akan dikumpulkan tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data dan sumber perolehannya No 1
2
3
4
5
Jenis Data Aspek Sejarah a. Sejarah kawasan b. Sejarah batik di kawasan Trusmi c. Sejarah perkembangan batik di kawasan Trusmi c. Situs sejarah kawasan Aspek Fisik-Biofisik a. Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi b. Jenis tanah dan topografi c. Tata Guna Lahan d. Iklim e. Kualitas visual f. Elemen fisik/struktur bangunan dan arsitekturnya g. Fasilitas g. Vegetasi h. Hidrologi Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi a. Keadaan penduduk dan ekonomi b. Aktivitas budaya c. Kesenian Aspek wisata a. Jumlah dan karakter pengunjung b. Aktivitas pengunjung c. Jenis dan kondisi objek wisata d. Keinginan masyarakat dan pengunjung Aspek Pengelolaan Lanskap
3.2.3
Bentuk Data
Sumber Data
Deskripsi Deskripsi Deskripsi, foto
Wawancara dan studi pustaka Wawancara dan studi pustaka Wawancara dan studi pustaka
Deskripsi, foto
Wawancara dan studi pustaka
Deskripsi, peta Deskripsi, peta Deskripsi, peta Deskripsi, tabel Deskripsi, foto Deskripsi, foto
Dinas Perhubungan dan survei langsung Bappeda Dinas Pertanahan BMKG Survei langsung Survei langsung dan studi pustaka
Deskripsi Deskripsi, foto Deskripsi, foto
Survei langsung dan studi pustaka Wawancara dan survei langsung Bappeda
Deskripsi Deskripsi, foto Deskripsi
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Wawancara dan studi pustaka Wawancara dan studi pustaka
Deskripsi, tabel Deskripsi Deskripsi Deskripsi
Wawancara dan survei langsung Wawancara dan survei langsung Wawancara dan survei langsung Kuesioner dan wawancara
Deskripsi
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Analisis Tahap analisis dilakukan terhadap berbagai aspek berdasarkan data dan
informasi yang dikumpulkan. Analisis yang dilakukan berupa analisis spasial dan deskriptif (kualitatif dan kuantitatif). Analisis spasial digunakan pada analisis
15
potensi ruang budaya dan sejarah, analisis daya tarik objek/atraksi, analisis pendukung wisata, dan analisis ruang serta aktivitas wisata (eksisting dan potensial). Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk analisis kenyamanan manusia, kapasitas parkir dan daya dukung. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk analisis aspek fisik-biofisik, aspek sejarah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, serta analisis pengelolaan kawasan. Data dari berbagai analisis tersebut di overlay dan menjadi peta komposit merupakan hasil analisis yang akan digunakan untuk tahap berikutnya yaitu sintesis. Analisis spasial dilakukan dengan unit analisis berdasarkan desa. Analisis potensi ruang budaya dan sejarah bertujuan untuk mengetahui desa yang masih memiliki budaya dan sejarah di kawasan Batik Trusmi. Kriteria penilaian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria penilaian potensi ruang budaya dan sejarah Kriteria penilaian Nilai sejarah
Nilai budaya
Tinggi (3) Terdapat elemen lanskap sejarah yang berkaitan dengan Batik Trusmi Terdapat elemen lanskap budaya yang berkaitan dengan Batik Trusmi
Skor Sedang (2) Terdapat elemen lanskap sejarah yang bukan BCB Terdapat aktivitas budaya membatik
Rendah (1) Tidak terdapat elemen lanskap sejarah yang berkaitan dengan Batik Trusmi Tidak terdapat aktivitas dan elemen lanskap budaya membatik
Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : •
Potensi ruang budaya dan sejarah tinggi (3) = Desa yang memiliki nilai sejarah dan budaya yaitu adanya elemen sejarah dan elemen budaya yang berkaitan dengan Batik Trusmi.
•
Potensi ruang budaya dan sejarah sedang (2) = Desa yang terdapat elemen sejarah yang bukan BCB dan adanya aktivitas budaya membatik.
•
Potensi ruang budaya dan sejarah rendah (1) = Desa yang tidak terdapat elemen lanskap sejarah dan tidak adanya kegiatan membatik. Analisis daya tarik objek/atraksi bertujuan untuk mengetahui desa yang
mempunyai objek dan atraksi wisata di kawasan Batik Trusmi. Kriteria untuk analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3.
16
Tabel 3 Kriteria penilaian potensi daya tarik objek dan atraksi wisata Kriteria penilaian Objek dan Atraksi wisata Jumlah Objek dan Atraksi wisata
Tinggi (3) Terdapat lebih dari sama dengan 5 jenis objek dan atraksi wisata Terdapat lebih dari 10 objek dan atraksi wisata
Skor Sedang (2) Terdapat 3-4 jenis objek dan atraksi wisata
Rendah (1) Terdapat 1-2 jenis objek dan atraksi wisata
Terdapat 3-9 objek dan atraksi wisata
Terdapat 1-2 objek dan atraksi wisata
Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : •
Potensi daya tarik objek dan atraksi wisata tinggi (3) = Desa yang memiliki lebih dari sama dengan lima jenis dan lebih dari 10 objek dan atraksi wisata
•
Potensi daya tarik objek dan atraksi wisata sedang (2) =
Desa yang
memiliki 3-4 jenis objek dan atraksi wisata dengan jumlah lebih dari 10 atau terdapat 3-9 jumlah objek dan atraksi wisata. •
Potensi daya tarik objek dan atraksi wisata rendah (1) = Desa yang memiliki 1-2 jenis dan jumlah objek serta atraksi wisata. Analisis fasilitas pendukung wisata bertujuan untuk mengetahui desa yang
memiliki fasilitas pendukung wisata yang dibutuhkan untuk kawasan Batik Trusmi. Kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria penilaian fasilitas pendukung wisata Kriteria penilaian Aksesibilitas dan sirkulasi Fasilitas pendukung wisata
Tinggi (3) Akses jalan sangat mendukung Terdapat lebih dari 2 fasilitas pendukung wisata (gerbang, lahan parkir, information centre, toilet papan interpretasi)
Skor Sedang (2) Akses jalan cukup mendukung Terdapat 1-2 fasilitas pendukung wisata (gerbang, lahan parkir, information centre, toilet papan interpretasi)
Rendah (1) Akses jalan kurang mendukung Tidak ada fasilitas pendukung wisata (gerbang, lahan parkir, information centre, toilet papan interpretasi)
Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : •
Fasilitas pendukung wisata tinggi (3) = Desa yang memiliki aksesibilitas dan sirkulasi yang sangat mendukung menuju kawasan tersebut dengan adanya lebih dari 2 fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk wisata.
17
•
Fasilitas pendukung wisata sedang (2) = Desa yang memiliki aksesibilitas dan sirkulasi yang cukup mendukung menuju kawasan tersebut dengan adanya 1-2 fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk wisata.
•
Fasilitas pendukung wisata rendah (1) = Desa yang memiliki aksesibilitas dan sirkulasi yang kurang mendukung menuju kawasan tersebut dengan tidak adanya fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk wisata. Analisis ruang dan aktivitas wisata dibagi menjadi dua yaitu eksisting dan
potensial. Analisis ruang dan aktivitas wisata eksisting dilakukan berdasarkan fakta yang ada di lapangan dengan kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel 5. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ruang dan aktivitas wisata eksisting di kawasan Batik Trusmi.
Tabel 5 Kriteria penilaian ruang dan aktivitas wisata Kriteria penilaian Ruang wisata potensial
Aktivitas wisata
Kunjungan wisata
Tinggi (3) Terdapat lebih dari sama dengan 5 ruang potensial untuk dijadikan ruang wisata Terdapat lebih dari sama dengan 2 jenis aktivitas wisata Kunjungan wisatawan banyak
Skor Sedang (2) Terdapat 3-4 ruang potensial untuk dijadikan ruang wisata Terdapat 1 jenis aktivitas wisata
Rendah (1) Terdapat 1-2 ruang potensial untuk dijadikan ruang wisata Tidak ada jenis aktivitas wisata
Kunjungan wisatawan sedikit
Kunjungan wisatawan tidak ada
Analisis ruang dan aktivitas wisata potensial dilakukan berdasarkan potensi yang ada di kawasan Batik Trusmi dan rencana pembangunan oleh pemerintah. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ruang dan aktivitas wisata yang potensial di kawasan Batik Trusmi. Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : •
Ruang dan aktivitas wisata tinggi (3) = Desa yang memiliki lebih dari sama dengan 5 ruang potensial dan atau 3-4 ruang untuk dijadikan ruang wisata dengan lebih dari 2 jenis aktivitas wisata yang memiliki kunjungan wisatawan banyak.
18
•
Ruang dan aktivitas wisata sedang (2) = Desa yang memiliki 3-4 ruang potensial untuk dijadikan ruang wisata dengan 1 jenis aktivitas wisata yang memiliki kunjungan wisatawan banyak.
•
Ruang dan aktivitas wisata rendah (1) = Desa yang memiliki 1-2 ruang potensial yang dijadikan untuk ruang wisata dan tidak adanya aktivitas wisata
Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis kebutuhan parkir dengan perhitungan kapasitas parkir didapatkan dari banyaknya kendaraan per hari x dimensi kendaraan. Dimana dimensi kendaraan (Neufert, 1980) : Mobil = 3m x 5m = 15m2; Motor = 2m x 1m = 2m2; Bus = 12m x 3m =36 m2. Analisis kenyamanan manusia bertujuan untuk mengetahui tingkat kenyamanan di kawasan Batik Trusmi. Analisis ini menggunakan perhitungan rumus tingkat kenyamanan manusia, yaitu : THI = 0,8T + (RHxT)/500. Dimana : T : Suhu; RH : Kelembaban. Analisis daya dukung di kawasan Batik Trusmi bertujuan untuk mengetahui kapasitas pengunjung agar kawasan ini nyaman. perhitungan daya dukung untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, Wibowo (2003) yaitu : DD = A/S ; T = DD x K ; K = N/R. Dimana : DD : Daya Dukung (orang) A : Area yang digunakan S : Standart rata-rata individu (m2/orang) K : Koefisien rotasi T : Total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan (orang) R : Rata-rata waktu kunjungan (jam) N : Jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan. Dari analisis spasial yang telah dilakukan kemudian dioverlay untuk mendapatkan hasil analisis berupa peta komposit. Hasil analisis yang diperoleh dalam bentuk peta spasial dan deskriptif. Hasil analisis ini dilanjutkan ke tahap
19
selanjutnya yaitu tahap sintesis. Berdasarkan penilaian overlay hasil analisis peta spasial didapatkan peta potensi wisata dengan ruang: •
Potensi wisata tinggi (3) = Desa yang memiliki potensi ruang budaya dan sejarah tinggi, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata tinggi, fasilitas pendukung wisata sedang, ruang dan aktivitas wisata tinggi.
•
Potensi wisata sedang (2) = Desa yang memiliki potensi ruang budaya dan sejarah rendah, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata sedang, fasilitas pendukung wisata tinggi, ruang dan aktivitas wisata sedang.
•
Potensi wisata rendah (1) = Desa yang memiliki potensi ruang budaya dan sejarah rendah, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata rendah, fasilitas pendukung wisata tinggi, ruang dan aktivitas wisata rendah.
3.2.4
Sintesis Tahap ini bertujuan untuk mencari solusi terbaik dari setiap kendala serta
mengangkat potensi yang ada pada kawasan. Konsep dasar yang akan dibuat adalah mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi yang ada sebagai daya tarik wisata dengan mempertimbangkan kenyamanan wisatawan. Konsep dasar tersebut dikembangkan ke dalam konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas wisata, konsep sirkulasi, dan konsep tata hijau. Hasil pengembangan konsep ini berupa rencana blok (block plan).
3.2.5
Perencanaan Tahap perencanaan merupakan tahap untuk mengembangkan tapak sesuai
dengan rencana blok (block plan) yang telah dibuat. Perencanaan yang akan dihasilkan adalah rencana lanskap yang dilengkapi dengan tata ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, tata hijau, serta rencana tertulis pada kawasan yang meliputi jalur sirkulasi wisata, dan perjalanan wisata.
3.3
Bentuk Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah perencanaan lanskap wisata kawasan
budaya Batik Trusmi Cirebon. Dengan produk berupa jalur sirkulasi wisata, perjalanan wisata, dan rencana lanskap (landscape plan).
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Aspek Sejarah
4.1.1
Sejarah Kawasan Nama Trusmi berasal dari kata Terusemi. Kata ini mempunyai 2 versi
yang berbeda. Versi pertama kata Terusemi berarti tanaman yang sudah habis kemudian tumbuh kembali. Terdapat 2 cerita dibalik arti ini, cerita yang pertama menurut Bapak H. Ahmad, sesepuh di Desa Trusmi ini, berawal dari Putra Sunan Gunung Jati yang dititipkan kepada Ki Buyut Trusmi di pesantrennya. Ketika membersihkan taman yang berada di pesantren tersebut Putra Sunan Gunung Jati pun ikut membersihkan. Tanaman yang ada di taman tersebut dipotong habis oleh Putra Sunan Gunung Jati. Putra Sunan Gunung Jati merasa bersalah dengan kejadian itu. Lalu melakukan tafakur menghadap Yang Maha Kuasa meminta agar tanaman itu langsung tumbuh kembali. Do’a Putra Sunan Gunung Jati ini ternyata dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Seketika itu juga tanaman di taman itu kembali subur. Cerita kedua, menurut buku Ceritera Rakyat : Asal-Usul Desa di Kabupaten Cirebon, berawal dari ulah Pangeran Trusmi putra pasangan Pangeran Carbon Girang dengan Nyi Cupluk. Nyi Cupluk adalah putri Ki Gede Trusmi sedangkan Pangeran Carbon Girang adalah putra Ki Kuwu Cirebon. Pangeran Trusmi atau Bung Cikal dikisahkan memiliki kebiasaan senang memangkas tanaman yang ditanam kakeknya. Namun, setiap kali tanaman itu dipangkas, saat itu pula tanaman itu tumbuh kembali, begitu seterusnya. Dari perbedaan cerita di atas bukanlah hal yang aneh. Akan tetapi intinya adalah Terusemi yang berarti tanaman yang sudah habis kemudian tumbuh kembali. Versi keduanya adalah kata Trusmi berarti terus kelihatan ke bawah. Maksud dari kalimat ini berasal dari kolam yang sangat jernih airnya sampai dasar dari kolam ini terlihat (terus terlihat ke bawah). Menurut Bpk H.Ahmad dalam Adimuryanto (2001), Desa Trusmi yang pertama dibangun adalah komplek masjid Keramat Ki Buyut Trusmi. Di wilayah inilah awal dari Desa Trusmi. Wilayah ini disebut sebagai Tanah Keramat. Tanah Keramat ini terdiri dari dua blok utama yaitu blok Jero dan blok Pasarean yaitu
21
makam Ki Buyut Trusmi. Blok Jero berada di sebelah Barat, Pasarean di pusat sebagai bagian paling utama, alun-alun di sisi Selatan Pasarean. Batas antara pusat desa ditandai oleh jalan lingkungan dan khusus pada Pasarean ditandai oleh dinding keliling dari batu bata setinggi 2 m. Pada blok Pasarean terdapat Bale Gede Nesan yang merupakan Bale Gede pertama di Trusmi setelah Omah Gede didirikan. Blok Jero dibagi atas Jero Dalem di Utara dan Jero di sisi Selatan. Jero Dalem adalah hunian Ki Buyut Trusmi, sedangkan blok Jero adalah hunian untuk masyarakat umum. Pola tata ruang Desa Trusmi (Gambar 4) berpusat di area makam Ki Buyut Trusmi. Perkembangan pemukiman secara fisik di desa ini mengikuti sebaran dari area makam Ki Buyut Trusmi. Secara administrasi Desa Trusmi sudah mengalami pemekaran menjadi dua desa, yaitu Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan.
22
22
23
4.1.2
Sejarah Batik di Kawasan Trusmi Nama Trusmi dan batiknya memang tidak terlepas dari keberadaan Ki
Buyut Trusmi. Menurut buku Babad Tanah Sunda/Babad Cirebon, Ki Buyut Trusmi
yang
bernama
asli
Pangeran
Cakra
Buwana
atau
Pangeran
Walangsungsang merupakan anak ke-1 dari Prabu Siliwangi dengan Nyimas Subangkeranjang (Gambar 5). Prabu Siliwangi + Nyimas Subangkeranjang
Pangeran Cakra Buwana
Nyimas Rarasantang
Pangeran Raja Sengara
Gambar 5 Silsilah keluarga Pangeran Cakra Buwana Asal nama Pangeran Cakra Buwana menurut buku Babad Sunda/Babad Cirebon adalah Walangsungsang. Saat Walangsungsang pergi ke Gunung Jati untuk belajar agama Islam, Walangsungsang bertemu dengan Ki Syekh Nurjati. Kemudian oleh Ki Syekh Nurjati, Walangsungsang diberi nama Somadullah. Pada hari ahad tanggal 1 Suro (1445 M) Ki Syekh Nurjati menugaskan Somadullah membangun dukuh/pemukiman. Somadullah beristirahat di rumah Ki Gedeng Alang-Alang dan diberi nama Cakra Buwana, karena menganggap Somadulloh sebagai anaknya. Di daerah inilah Cakra Buwana membuat pemukiman yang disebut Cirebon. Nama Ki Buyut Trusmi diterima Pangeran Walangsungsang ketika Cirebon diserahkan kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang mengembara
dari
Keraton
Pajajaran
sampai
di
Cirebon.
Pangeran
Walangsungsang pindah ke Trusmi dan merupakan orang pertama yang berada di wilayah itu. Sehingga Pangeran Walangsungsang dijuluki Ki Buyut Trusmi. Ki Buyut Trusmi mendirikan pesantren dan mengasuh anak Sunan Gunung Jati. Menurut Bapak H.Ahmad, seorang sesepuh di desa ini yang masih merupakan keturunan langsung dari Ki Buyut Trusmi, selain menjadi orang yang pertama berada di wilayah Trusmi, Ki Buyut Trusmi memang mempunyai keterkaitan dengan keberadaan Batik Trusmi. Pada awalnya Sunan Gunung Jati
24
mempunyai batik yang sudah agak lusuh. Sunan Gunung Jati meminta Ki Buyut Trusmi untuk pindon kain batiknya yang lusuh. Ki Buyut Trusmi pun menyanggupinya dan mengerjakannya. Ternyata batik yang dibuat oleh Ki Buyut Trusmi sama persis dengan batik yang lusuh milik Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, di kawasan ini masyarakatnya lebih mengerti tentang batik.
4.1.3 Sejarah Perkembangan Batik di Kawasan Trusmi Dalam buku Batik Nusantara, secara terminologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, “amba” yang berarti lebar, luas, kain: dan “titik” yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah “batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori. Dalam bahasa Jawa, “batik” ditulis dengan “bathik”, mengacu pada huruf “tha” yang menunjukkan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Berdasarkan etimologi tersebut, sebenarnya “batik” tidak dapat diartikan sebagai satu atau dua kata, maupun satu padanan kata tanpa penjelasan lebih lanjut. Ada yang mengatakan bahwa batik berasal dari kata “tik” yang terdapat di dalam kata titik, yang berarti juga tetes. Ada juga ahli yang mencari asal kata batik dihubungkan dengan kata tulis atau lukis. Pada tanggal 2 Oktober 2009, badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya (UNESCO) mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia. Sejak itulah, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai “Hari Batik” di Indonesia. Beberapa alasan yang menyatakan bahwa batik adalah hasil budaya asli Indonesia, adalah sebagai berikut : 1. Teknik dasar batik, yaitu menutup bagian kain tidak berwarna, tidak hanya dikenal di daerah-daerah yang langsung terkena kebudayaan Hindu (Jawa dan Bali), tetapi juga dikenal di Toraja, Flores, dan Papua. 2. Pemberian zat warna dengan atau dari bahan-bahan tumbuhan setempat dikenal di seluruh wilayah Nusantara. 3. Penggunaan malam sebagai penutup dalam pembatikan asli dari Indonesia berasal dari Palembang, Sumbawa, dan Timor.
25
4. Teknik mencelup dengan cairan merah yang dingin beda dengan teknik pencelupan panas yang dilakukan di India. 5. Pola geometris sudah dikenal di seluruh wilayah Nusantara, jauh sebelum terjadi interaksi antara pedagang Nusantara dengan pedagang dari India. 6. Menurut sejarah, batik di Nusantara sudah dikenal dan berkembang pada masa Kerajaan Majapahit di Jawa pada abad XIII. Padahal perkembangan teknik celup di Insia baru mulai abad XVII. Pada masa ini (abad XVII), batik Nusantara telah menjadi bagian budaya, baik di kalangan kerajaan maupun rakyat Nusantara. Artinya, jauh sebelum abad tersebut, batik telah hidup dan berkembang subur di wilayah Nusantara dengan adanya Kerajaan Majapahit. 7. Penggunaan batik sebagai busana pada saat itu membuat batik mengalami banyak perkembangan bentuk dan pola. Pola yang ada memiliki perbedaan tersendiri antara batik yang berkembang di keraton dan di luar keraton yang disebut juga batik pesisiran. Selain kedua jenis batik ini, ada juga batik-batik lain yang berkembang dengan bentuk dan pola khas yang berbeda dengan batik keraton atau pesisiran, yang disebut batik pedalaman. Batik telah menjadi bagian keseharian masyarakat Indonesia yang sangat berarti. Batik telah menjadi aset kekayaan Nusantara. Keberadaan batik menjadi sangat penting bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Industri batik di Nusantara telah menampung jutaan tenaga kerja, terutama perempuan dengan industri-industri skala rumah tangga yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Belum terhitung pada jumlah mereka yang menjadi pedagang batik, baik skala kecil, menengah, maupun besar. Kabupaten Cirebon memiliki potensi industri kerajinan batik yang telah dikenal oleh masyarakat luas sejak abad ke-10 Masehi yang merupakan warisan budaya keraton di Cirebon. Pusat pertumbuhan sentra industri kerajinan batik tersebut adalah di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, terletak ± 5 km ke arah Barat dari Kota Cirebon. Pada awalnya batik merupakan produk seni, kemudian berkembang lebih luas lagi menjadi produk sandang yang memiliki nilai seni. Di Desa Trusmi terdapat motif batik klasik dan modern yang secara garis besar dapat
26
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kategori Keraton dan kategori Pesisiran. Batik pesisiran adalah batik yang umumnya berkembang di Pantai Utara Pulau Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Pekalongan, Lasem, Tuban, Gresik, dan Madura. Batik Pesisiran ditandai dengan visualisasi yang lebih dinamis, meriah dengan banyak warna yang sangat ditentukan oleh permintaan pasar. Genre batik ini pada dasarnya adalah batik yang tumbuh dan berkembang dari daerah di luar benteng keraton Motif batik yang dibuat oleh para pengrajin di Trusmi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti lingkungan alam dan keadaan flora dan fauna. Setiap goresan dalam motif batik memiliki makna yang tinggi berupa filosofifilosofi hidup antara lingkungan dengan masyarakat maupun hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Motif batik Cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk hiasan yang mendatar, seperti lukisan ragam hias khas mega dan wadasan dalam megamendung dan wadasan. Beberapa motif batik klasik yang telah dikenal oleh masyarakat secara luas, baik di dalam maupun di luar negeri antara lain adalah motif Mega Mendung, Wadasan, Gedongan, Liris, Peksi Naga Liman, Cerita Panji, dan Singa Barong (Gambar 6). Didesain dengan corak kondisi alam di lingkungan keraton maupun kondisi pesisir pantai, kondisi dua lingkungan yang saling menunjang. Salah satu motif batik yang terkenal di Cirebon adalah batik Mega Mendung. Mega Mendung melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi dengan warna biru, mulai dari biru muda hingga biru tua. Warna biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan. Sedangkan biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan. Batik Trusmi saat ini telah berkembang pesat ke berbagai desa di sekitarnya yang berada di kecamatan Plered, Weru, Tengah Tani bahkan hingga Kecamatan Ciwaringin yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka dan telah menjadi usaha pokok bagi sebagian masyarakat di beberapa desa tersebut. Dengan berkembangnya kerajinan batik di Kabupaten Cirebon, terutama di sentra Trusmi, maka Trusmi pada saat ini dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata industri bagi wisatawan domestik maupun wisatawan dari mancanegara.
27
(a) Mega Mendung
(b) Peksi Naga Liman
(c) Cerita Panji
(d) Wadasan
(e) Singa Barong
(f) Liris
Gambar 6 Motif batik di Cirebon Pewarnaan pada Batik Trusmi awalnya menggunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti dari Pohon Mengkudu untuk warna merah dari buahnya, warna coklat dari batangnya, dan hijau dari daunnya. Pewarnaan alami pada batik ini sudah lama tidak dipakai setelah mengenal pewarna sintetis
28
dan sudah berkurangnya bahan untuk membuat warna alami ini. Menurut Bapak Katura, seorang sejarah dan budayawan batik, pewarnaan alami memiliki beberapa kekurangan, seperti kualitas pewarnaan kurang dan sulit dalam menghasilkan warna yang sesuai dengan permintaan pasar. Oleh karena itu, pewarnaan pada Batik Trusmi sudah menggunakan pewarna sintetis yang disinyalir dapat mengatasi kekurangan pewarna alami, seperti tahan luntur dan warna yang dihasilkan dapat diproduksi kembali serta sesuai dengan permintaan pasar.
4.1.4
Situs Sejarah Kawasan Pada kawasan ini, terdapat situs yang dianggap keramat oleh masyarakat
setempat. Situs ini dinamakan Situs Keramat Ki Buyut Trusmi karena di dalamnya terdapat makam Ki Buyut Trusmi, tokoh yang memiliki andil yang besar di kawasan ini. Selain itu, masyarakat menganggap tempat ini memiliki nilai sakral. Situs ini hingga mendatangkan pengunjung dari berbagai daerah. Makam Buyut Trusmi adalah salah satu makam tokoh penyebar agama Islam yang dibangun pada abad 15. Berdasarkan sejarah Cirebon, desa pada era Kasultanan Cirebon tersebut merupakan sebuah Kadipaten atau kesatuan pemerintahan setingkat di bawah Kerajaan. Desa Trusmi memiliki kekayaan budaya berupa tradisi - tradisi ritual seperti penggantian atap welit dan atap sirap yang dilakukan tiap tahunnya dan berbagai tradisi unik lainnya yang dilaksanakan di Makam Buyut Trusmi karena objek tersebut dianggap memiliki nilai paling sakral dan dianggap sebagai pusat desa oleh masyarakat Trusmi (Adimuryanto, 2001). Dalam buku Batik Cirebon : Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya, komplek situs keramat Ki Buyut Trusmi merupakan komplek bangunan yang dibatasi oleh pagar tembok batu bata merah. Lokasi situs ini ± 75 m ke arah Utara dari balai Desa Trusmi Wetan. Memasuki areal situs ini baik dari arah Barat maupun arah Timur terdapat sebuah Gerbang Candi Bentar pada Gambar 7. Menurut Soekmono (1986) dalam Casta dan Taruna (2008), Gapura Kori Agung pada Gambar 8 adalah gapura dalam khasanah kebudayaan Islam di Indonesia pada zaman madya dengan ciri-ciri fisik memiliki atap dan berdaun pintu serta ukurannya kecil (orang yang masuk ke dalamnya harus sambil
29
berjongkok) sebagai simbol agar siapa pun yang masuk dengan cara berhormat yaitu menundukkan kepala. Di samping kanan dan kiri gapura terdapat padasan sebagai simbol saat memasuki wilayah ini dengan keadaan suci lahir batin.
Gambar 7 Gerbang Candi Bentar
Gambar 8 Gapura Kori Agung Melewati gapura kori agung ini terdapat tembok hijab yang berbentuk persegi dengan lengkungan di puncak dan di ujungnya terdapat hiasan memolo. Di sebelah Utara hijab terdapat Paseban (Gambar 9) dan Pakuncen (Gambar 10). Hijab (Gambar 11) ini berfungsi sebagai pemisah alur masuk, yang ke kiri arah menuju Pakuncen dan alur yang ke kanan akan menuju tempat wudhu untuk memasuki masjid. Komplek masjid Trusmi ini terbagi dua bagian besar yang dibatasi oleh tembok keliling dari susunan batu bata dengan ketinggian kurang lebih 120 cm. Bagian Utara tembok pemisah itu pada dasarnya dibagi dua pula yakni pemakaman Angsana yang terletak di bagian Barat dan petilasan keramat
30
Buyut Trusmi yang juga dikelilingi oleh makam-makam terletak di bagian Timur. Dapur terletak di komplek Angsana. Terdapat pintu berbentuk kori agung di dekat dapur yang menghubungkan dengan Pakuncen.
Gambar 9 Paseban
(a) Pakuncen tampak depan ; (b) Pakuncen bagian dalam Gambar 10 Pakuncen
Gambar 11 Hijab Pada bagian petilasan keramat Buyut Trusmi terdapat bangunan beratap limas cukup besar yang disambung dengan atap cungkup untuk menaungi peziarah di depan bangunan petilasan tersebut. Bangunan petilasan keramat itu
31
selalu terkunci rapat sementara para peziarah duduk bersila di hadapan bangunan petilasan hingga tembok hijab di hadapan bangunan petilasan tersebut. Pintu untuk memasuki halaman petilasan juga berbentuk gapura kori agung. Bagian Selatan komplek situs keramat Masjid Trusmi memiliki bangunan dan artefak yang penting. Di sebelah Utara tembok hijab adalah deretan tiga buah bangunan cungkub dengan atap welit yang merupakan bangunan Paseban dan Pakuncen. Di sebelah Timur bangunan ini merupakan lokasi kuburan yang dibatasi tembok dengan pintu terbuka dengan sebutan Lawang Kepundung. Kepundung adalah nama sebuah tanaman. Pintu ini diberi nama Lawang Kepundung (Gambar 12) karena di dekatnya terdapat Pohon Kepundung. Di kiri dan kanan Lawang Kepundung terdapat dua padasan.
Gambar 12 Lawang Kepundung dengan dua Padasan Di sebelah Timur kuburan Kepundungan salah satu daerah yang juga berbatas tembok dengan daun pintu berbentuk kori agung adalah daerah yang menghubungkan dengan petilasan keramat Buyut Trusmi. Di dalam daerah ini terdapat beberapa bangunan seperti : Bangsal Jinem (Gambar 13), Watu Padadaran pada Gambar 14, digunakan untuk menyimpan ajaran perintah melaksanakan sholat lima waktu yang 17 raka’at, Pesalinan pada Gambar 15.
32
Gambar 13 Bangsal Jinem
Gambar 14 Watu Padadaran
Gambar 15 Pesalinan
Ke arah Selatan dari alur kanan tembok hijab sebelah barat akan dijumpai bangunan atap joglo yang merupakan bangunan pendopo. Di sebelah pendopo terdapat bangunan masjid keramat Trusmi. Masjid ini (Gambar 16) memiliki tiga ruang/serambi yang masing-masing beratap limas. Ruang inti masjid terletak pada bagian Barat dengan atap berbentuk tumpang. Serambi tengah hanya memiliki satu atap limas, sedangkan serambi depan juga beratap tumpang dengan tiga tingkatan tetapi lebih rendah dari pada atap tumpang pada bagian inti masjid tersebut (Gambar 17). Bangunan masjid memiliki atap sirap. Bangunan yang menyatu dengan masjid adalah sumur dan tempat untuk wudhu. Bangunan yang menyatu masjid tetapi dengan atap sendiri adalah Pewadonan. Di samping bangunan tersebut terdapat sebuah ceruk yang merupakan tempat menyimpan katil.
33
Gambar 16 Masjid Trusmi tampak depan dan bagian dalam
Gambar 17 Masjid Trusmi tampak samping dan bagian dalam Di sebelah Barat masjid terdapat bangunan beratap limas merupakan tempat menyepinya kaum perempuan dengan beratap welit. Di sebelah Barat terdapat bangunan pertama yang dibuat di komplek keramat masjid Trusmi adalah Balong Pekuloan (Gambar 18). Di sebelah barat yang digunakan untuk tempat istirahat dan segala aktivitas dibangun Witana (Gambar 19). Di sebelah Utara masjid dibangun Pesekaran/pesalinan. Pada area Pasarean (keramat) hanya bisa dimasuki oleh Juru Kunci. Syarat menjadi seorang Juru Kunci adalah seseorang yang masih mempunyai keturunan dari Ki Buyut Trusmi dan sudah berumur 17 tahun, kecuali Kemit. Juru Kunci ini terdapat 17 orang laki-laki yaitu :1 pimpinan, 4 Kuncen Sepuh (Kiyai), 4 Kuncen Muda, 4 Kaum, dan 4 Kemit. Pimpinan ini dipegang oleh Bapak H. Ahmad sendiri karena beliau merupakan keturunan ke 11 dari Ki Buyut Trusmi (Gambar 20).
34
Gambar 18 Pekuloan
Gambar 19 Witana
Berikut adalah silsilah pimpinan Masjid Ki Buyut Trusmi : Ki Buyut Trusmi Ki Sucia Ki Ratnawi Sasmita Kusuma Rapudin Saidin Tolapudin Kitolaha Malawi Mahmud
Hj. Ahmad Abdurrohim Mahmud Gambar 20 Silsilah pimpinan Situs Ki Buyut Trusmi
35
Seorang Kuncen Sepuh bertugas untuk menerima tamu, Kuncen Muda bertugas untuk membersihkan di lingkungan keramat, Kaum bertugas untuk mengurus masjid, dan Kemit bertugas untuk membantu semua pekerjaan Pimpinan, Kuncen Sepuh, Kuncen Muda, dan Kaum. Pemilihan Kuncen atau Kiyai dilakukan seperti pemilihan kuwu di desa apabila ada Kuncen atau Kiyai yang meninggal dunia. Sementara posisi Pimpinan dipilih oleh para Kuncen atau Kiyai atas dasar siapa yang paling tinggi keilmuannya dan akhlak yang bagus. Saat ini jabatan Pimpinan tidak dipilih lagi, harus dari keturunan yaitu keturunan tertua. Apabila keturunan tertua tidak sanggup menjadi Pimpinan, maka akan diserahkan kepada keturunan berikutnya. Selama bertugas, Kuncen Sepuh, Kuncen Muda, Kaum, dan Kemit memakai pakaian yang khas. Setiap Kemit (Gambar 21 c dan d) menggunakan iket (ikat kepala) yang terbuat dari batik Trusmi Cirebon, mengenakan sarung dengan dada terbuka. Sementara kain berbentuk bujur sangkar dilipat menjadi dua lalu diselempangkan di dada. Dalam bertugas seorang Kemit tidak menggunakan sandal dan menggunakan kain dengan 4 warna berbeda yaitu kuning, hijau, merah, dan putih. Pergantian kain tersebut dilakukan pada hari Jum’at setiap minggunya. Berbeda dengan Kemit, seorang Kuncen atau Kiyai (Gambar 21 b) dan Kaum (Gambar 21 a) memakai ikat kepala, sarung batik dengan motif Mega Mendung, berjas pantalon, dan mengenakan sandal trumpa.
(a) Pakaian Kaum ; (b) Pakaian Kuncen ; (c dan d) Pakaian Kemit Gambar 21 Pakaian adat
36
Pembangunan masjid pada waktu itu dibangun oleh Malawi atau Buyut dari Bapak H. Ahmad, sedangkan kolam dan serambi dibangun oleh Mahmud atau Kakek dari Bapak H.Ahmad. Dalam pesantren ini terdapat Paseban, Bale Malang tempat untuk para Kuncen Sepuh, dan Bale Pakuncen untuk para Kuncen Muda. Secara keseluruhan tata ruang Situs Keramat Ki Buyut Trusmi dapat dilihat pada Gambar 22.
37
37
38
4.2
Aspek Biofisik
4.2.1
Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi Aksesibilitas menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Barat dari
dan Timur. Jalur Barat merupakan jalur dari arah Jakarta/Jawa Barat sedangkan jalur Timur merupakan jalur dari arah Brebes/Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dapat dilihat Gambar 23 Aksesibilitas menuju kawasan ini.
Gambar 23 Aksesibilitas menuju kawasan Jalur sirkulasi menuju kawasan Batik Trusmi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan berukuran kecil hingga sedang, karena jalan menuju kawasan ini hanya cukup untuk 2 mobil berukuran sedang. Untuk bus mini tidak bisa masuk ke dalam kawasan ini. Kondisi jalan menuju kawasan ini sangat padat dikarenakan adanya Pasar Pasalaran sebelum memasuki kawasan ini. Terlebih lagi kondisi jalan yang berlubang sehingga menambah ketidaknyamanan pengunjung. Namun, kondisi jalan seperti ini hanya ditemui saat akan memasuki kawasan ini. Setelah berada di kawasan ini kondisi jalan sudah beraspal dan tidak berlubang. Bagi pengunjung dari luar daerah Cirebon yang tidak menggunakan kendaraan pribadi dapat menggunakan transportasi darat berupa bus (terminal) atau kereta api (stasiun). Kemudian dilanjutkan dengan angkutan umum menuju
39
kawasan. Untuk pengunjung yang menggunakan transportasi bus (terminal) dari arah Timur (Jawa Tengah dan Jawa Timur) maka dapat dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil mini bus (ELF) yang menuju arah Rajagaluh/Majalengka/Kadipaten. Sedangkan untuk arah dari Barat ditawarkan 3 alternatif untuk menuju kawasan ini. Alternatif pertama adalah jika bus tersebut masuk ke dalam Terminal Harjamukti, yaitu terminal Cirebon. Maka dapat dilanjutkan dengan dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil mini bus (ELF) yang menuju arah Rajagaluh/Majalengka/Kadipaten. Alternatif kedua adalah jika bus masuk terminal dan tidak ingin memutar maka dapat meminta bus tersebut untuk turun di daerah Tegal Karang kemudian dilanjutkan dengan angkutan umum AP (Arjawinangun – Plered) berwarna kuning karena jalur ini lebih mempersingkat waktu.
Alternatif ketiga adalah jika bus tersebut tidak
melalui Terminal Harjamukti melainkan melalui Palimanan. Bus akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Namun, jarang dinemui bus yang melalui Palimanan. Alternatif ketiga adalah alternatif yang paling efisien dibandingkan dengan kedua alternatif yang lain dengan petimbangan biaya yang cukup murah (Tabel 6). Dapat dilihat pada Gambar 24 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi bus. Tabel 6 Jenis angkutan umum dan biaya menuju kawasan Batik Trusmi No 1
Jenis Angkutan Umum Mini bus (Elf)
2 3 4 5
AP D6 GP Dokar (Delman)
Jalur Cirebon - Rajagaluh Cirebon - Majalengka Cirebon - Kadipaten Arjawinangun - Plered Perum - Karanggetas Gunung Sari - Plered Sepanjang jalan kawasan
6
Becak
Sepanjang jalan kawasan
7
Becak
Keluar dari stasiun
Biaya (Rp) 2000 2000 2000 4000 2000 3000 dekat 1000 jauh 5000 - 10000 dekat 2000 - 3000 jauh 5000 - 10000 5000 - 10000
Bagi pengunjung yang menggunakan transportasi kereta api terdapat 3 alternatif menuju kawasan ini. Alternatif pertama adalah dengan dilanjutkan menggunakan angkutan umum D6 (Perum – Karanggetas) berwarna biru, turun di
40
depan SMAN 2 Cirebon dan dilanjutkan dengan menggunakan GP (Gunung Sari – Plered) berwarna biru. Angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Alternatif kedua adalah dilanjutkan berjalan kaki ke arah masjid At-Taqwa kemudian naik angkutan umum GP (Gunung Sari –Plered) dan sedikit memutar. Transportasi bus
Dari Arah Timur
Dari Arah Barat
(Jawa Tengah dan Jawa Timur)
Alternatif 1
(Pantura)
Alternatif 2
Terminal Harjamukti
Alternatif 3
Turun Tegal Karang
Melalui Palimanan
Elf
AP
(Cirebon-Rajagaluh)
(Arjawinangun – Plered)
(Cirebon-Majalengka) (Cirebon-Kadipaten)
Turun Tepat Depan Jalan Masuk Kawasan Batik Trusmi
Gambar 24 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi bus Alternatif ini hanya menggunakan satu kali angkutan umum saja kemudian angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Alternatif yang ketiga adalah naik becak hingga Grage Mall, salah satu mall terbesar di Cirebon. Kemudian dilanjutkan dengan naik angkutan umum GP
41
(Gunung Sari – Plered) berwarna biru. Angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar (delman) atau becak. Dapat dilihat pada Gambar 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api (stasiun). Transportasi Kereta Api Stasiun Kejaksan Cirebon
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
D6
Jalan menuju
(Perum – Karanggetas)
Masjid At-Taqwa
Becak
Turun di Depan
Turun di Depan
SMAN 2 Cirebon
Grage Mall
GP (Gunung Sari – Plered)
Turun Tepat Depan Jalan Masuk Kawasan Batik Trusmi
Gambar 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api (stasiun) Untuk pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi dari arah Jakarta, akses yang digunakan tidak masuk tol Cirebon melainkan melalui jalan daerah yaitu daerah Palimanan-Klangenan-Jamblang-Plumbon-Plered. Jalan masuk kawasan Batik Trusmi langsung ditemukan di sebelah kiri jalan. Adapun dari arah Timur (Jawa Tengah dan Jawa Timur) masuk Kabupaten Cirebon melalui akses jalur Pantai Utara (Pantura) tanpa melalui tol Cirebon. Jalan masuk kawasan Batik Trusmi berada di sebelah kanan jalan. Jalan yang sempit dengan berbagai macam jenis kendaraan (Gambar 26) di dalamnya (mobil, motor, sepeda, dokar /delman, becak) dan pejalan kaki
42
menyebabkan jalur sirkulasi menuju kawasan Batik Trusmi mengalami kemacetan. Titik kritis macet yang terjadi diantaranya di saat memasuki kawasan dari arah Barat karena terdapat pasar (Pasar Pasalaran) yang selalu padat di pagi hari (Gambar 27). Pasar ini berada tepat di samping jalan masuk kawasan Batik Trusmi. Titik kritis macet selanjutnya adalah saat memasuki kawasan Batik Trusmi. Titik kritis macet dapat dilihat pada Gambar 28. Dengan meningkatkan penggunaan kendaraan tradisional seperti dokar (delman) untuk memasuki kawasan ini akan berpengaruh terhadap tambahan pemasukan dan tenaga kerja bagi penduduk sekitar. Hal ini juga berpengaruh terhadap pergerakan pengunjung dan tidak menimbulkan kemacetan di beberapa titik.
Gambar 26 Suasana Jalan Trusmi
Gambar 27 Suasana Pasar Pasalaran
43
43
44
4.2.2
Jenis Tanah dan Topografi Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bappeda Kabupaten
Cirebon, tanah yang berada di kawasan ini terdiri dari Mediteran Coklat yang memiliki struktur tanah gembur yang baik sekali untuk areal persawahan dan perkebunan, Grumosol yang memiliki struktur keras yang baik untuk pembangunan kawasan perumahan, perkantoran, maupun gedung bangunan lainnya. Kondisi geologi di kawasan ini terdiri dari Endapan Alluvial dan Produk Erupsi Muda Termal. Topografi pada kawasan Batik Trusmi sebagian besar adalah datar (Gambar 29) dengan kemiringan kemiringan tersebut dianalisis menggunakan
0-8 % (Gambar 30). Dengan analisis kemiringan untuk area
rekreasi menurut Widiatmaka (2001) kawasan ini sesuai untuk pengembangan wisata.
4.2.3
Tata Guna Lahan Desa Trusmi Kulon memiliki luas 58,53 ha dan Desa Trusmi Wetan
memiliki luas 54,03 ha. Penggunaan lahan di wilayah ini dibagi menjadi persawahan (36,74 ha atau 41,35 %), pemukiman (70,81 ha atau 79,71 %), dan sisanya untuk fasilitas umum. Berdasarkan Dinas Pertanahan Kabupaten Cirebon untuk tata guna lahan keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 31. Perkembangan di wilayah ini lebih condong terhadap kedekatannya dengan Jalan Trusmi yang merupakan pusat dari galeri-galeri batik. Masyarakat di sepanjang Jalan Trusmi memiliki perubahan yang lebih cepat dibanding masyarakat yang jauh dari jalan. terlihat dari rumah-rumah mewah yang terpampang di sepanjang Jalan Trusmi. Sebagian besar dari rumah mewah ini milik developer bukan milik penduduk asli. Masyarakat asli banyak tinggal jauh dari Jalan Trusmi.
45
45
46
46
47 Sumber : Dinas Pertanahan Kabupaten Cirebon
47
48
4.2.4 Iklim Berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, iklim yang terdapat di kawasan ini adalah iklim tropis dengan rata-rata per bulan pada tahun 2010 temperatur rata-rata 27,9 oC, curah hujan rata-rata 210,7 mm. Dengan menggunakan rumus tingkat kenyamanan manusia (THI), kawasan ini tergolong nyaman1 dengan nilai THI rata-rata 26,9 (Tabel 7). Tabel 7 Data iklim kawasan dan perhitungan THI No
Bulan
1
Curah Hujan
Temperatur Rata-Rata o
Kelembaban Rata-Rata
THI
(mm)
( C)
(%)
Januari
357.1
26.7
88
26
2
Februari
353.5
26.7
79
26
3
Maret
263.5
27.8
84
27
4
April
241.5
28.1
81
27
5
Mei
211.5
27.9
88
27
6
Juni
138.6
28.4
86
28
7
Juli
158
28.4
84
27
8
Agustus
60.5
28.6
82
28
9
September
144.1
27.4
68
26
10
Oktober
133.9
29.1
81
28
11
November
256.5
28.3
79
27
12
Desember
209.5
27.9
79
27
Jumlah
2528.2
335.3
979
323
Rata-Rata
210.7
27.9
82
26.9
Pada kawasan ini tergolong nyaman di bulan Januari, Februari, dan September. Selain bulan tersebut kawasan ini memiliki tingkat kenyamanan manusia yang tidak nyaman.
4.2.5
Vegetasi Kawasan Batik Trusmi termasuk ke dalam kawasan yang sedikit memiliki
vegetasi lebih banyak didominasi oleh bangunan-bangunan. Vegetasi yang berada di kawasan ini berupa vegetasi kebun campuran dan beberapa vegetasi peneduh serta groundcover. Pada kebun campuran dari halaman rumah masyarakat penduduk Desa Trusmi banyak ditemui Pohon Mangga (Magnifera indica). Pohon 1
pada nilai THI, jika THI < 27 maka dinyatakan nyaman, sedangkan jika nilai THI > 27 maka dinyatakan tidak nyaman.
49
Mangga ini juga banyak ditemui di Cirebon. Selain vegetasi yang umum dalam kawasan Situs Ki Buyut Trusmi terdapat vegetasi yang dianggap keramat seperti Pohon Jambe dan Pohon Kepundung. Pohon Jambe (Gambar 32.a) ini seperti Pohon Palem namun tinggi pohon ini melebihi tinggi Pohon Palem pada umumnya. Pohon ini memiliki ketinggian ± 20m. Pohon Kepundung (Gambar 32.b ) berada di sebelah pintu masuk komplek pemakaman umum. Kepundung merupakan nama lain dari Menteng. Menteng atau Kepundung merupakan pohon dengan tinggi antara 15-25 m dengan diameter 25-70 cm, berkulit kasar, dan berwarna keputihan. Daunnya lebih banyak terkumpul di ujung ranting, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan ujung yang lancip. Daun Menteng mempunyai panjang 7-20 cm dengan lebar 3-7,5 cm. Buahnya berdiameter 2-2,4 cm, berwarna hijau kekuningan atau kemerahan. Kulit buah berwarna hijau dan kekuningan saat masak. Tanaman ini memiliki 2 tipe, berdaging buah putih dan berdaging buah warna merah. Kedua tipe ini berasa asam dan manis. Pohon ini dijadikan nama pintu dari pintu masuk area pemakaman umum dan sudah ada sejak kawasan Keramat Masjid Ki Buyut Trusmi. Namun, sekarang pohon ini sudah ditebang dan diganti dengan pohon yang baru dengan jenis yang sama.
(a) Pohon Jambe (Areca pumila) ; (b) Pohon Kepundung (Baccaurea racemosa) Gambar 32 Vegetasi yang dianggap keramat
50
4.2.6 Hidrologi Sumber air berasal dari air permukaan dan air tanah, yang digunakan untuk kebutuhan air bersih, irigasi, dan industri. Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan tanah, termasuk air sungai, kali, danau. Desa Trusmi memiliki sungai yang diperuntukan sebagai bagian dari sistem irigasi setengah teknis yang mengairi sawah-sawah milik masyarakat Trusmi dan sebagian dialirkan ke Pekuloan. Seiring dengan perubahan peruntukan lahan maka sungai ini kurang memperoleh suplai air. Akibatnya sungai menjadi dangkal, bahkan fungsinya lebih sebagai sarana pembuangan limbah batik atau pabrik kue, sehingga menyebabkan bau yang menyengat dengan warna air keruh dan sampah yang bertumpukan. Air tanah adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah, mengisi rongga-rongga batuan. Tinggi permukaan air tanah di berbagai tempat tidak sama bergantung pada daya resap air ke dalam tanah. Air tanah ini dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan akan air umumnya sudah memakai air perpipaan dan sebagian kecil masih ada yang memanfaatkan air sumur untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
4.2.7
Kualitas Visual Desa Trusmi yang terkenal dengan pembuatan batiknya memiliki
karakteristik view yang terpendam . Desa ini tertutup dengan adanya pasar yang tumpah ruah di depan jalan masuk desa. Padahal pemandangan masyarakat menjemur batik dan membuat batik membuat nilai tambah di desa ini. Gerbang masuk kawasan ini adalah sebuah pasar yang memakan jalan masuk kawasan batik ini. Median jalan pun digunakan sebagai tempat menjajakan barang dagangan. Di sebelah kanan dan kiri jalan masih didominasi toko-toko kebutuhan sehari-hari. Setelah memasuki kawasan Batik Trusmi yang terlihat adalah deretan berbagai macam galeri batik di sepanjang Jalan Trusmi. Di sepanjang Jalan Trusmi galeri batik ini ada yang berupa rumah-rumah yang merupakan rumah masyarakat desa ini. Namun, ada pula berupa galeri yang dibangun oleh investor luar yang menanam saham dengan membangun galeri batik tersebut. Berbeda dengan galeri batik yang berada di Jalan Panembahan yang berada di Desa
51
Panembahan, galeri di sepanjang jalan ini berupa rumah-rumah mewah yang dijadikan tempat untuk menjual batiknya. Peta kualitas visual dapat dilihat pada Gambar 33.
4.2.8 Elemen fisik/struktur bangunan dan arsitekturnya Kawasan Batik Trusmi sudah mengalami banyak perubahan. Dari mulai bermunculannya pemukiman hingga galeri-galeri di sepanjang Jalan Trusmi dan Jalan Panembahan. Saat masuk kawasan ini yang terlihat adalah jejeran galerigaleri batik. Memasuki lebih dalam Desa Trusmi rumah-rumah masyarakat Desa Trusmi masih ada yang beralaskan tanah untuk lantai di dalam rumah. Namun, banyak juga yang sudah beralaskan keramik untuk lantainya. Tatanan halaman luas yang dijadikan kebun campuran warga masih ada di desa ini. Fasilitas desa seperti kantor desa masih menggunakan arsitektur lama. Kantor Desa Trusmi Wetan yang masih menggunakan bangunan lama. Sedangkan untuk kantor Desa Trusmi Kulon sudah menggunakan bangunan baru. Untuk masjid sudah mengadopsi arsitektur modern. Area keramat Ki Buyut Trusmi yang masih menjaga keaslian bangunannya. Atap yang berbahan dari welit dan sirap serta bangunannya berbahan dasar kayu dengan tembok dari batu bata merah. Beberapa bangunan di Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan masih menggunakan bahan dasar kayu. Bangunan ini merupakan rumah penduduk di desa ini. Namun, hanya beberapa saja yang masih mempertahankan bangunan ini sebagai tempat tinggal (Gambar 34). Pada jalan masuk kawasan Batik Trusmi terdapat beberapa bangunan peninggalan Cina. Menurut sejarah masyarakat Trusmi, ada beberapa keturunan Cina yang sempat tinggal di daerah ini. Keturunan Cina ini sempat mendominasi daerah Trusmi sehingga membangun beberapa bangunan yang mencirikan khas Cina. Namun, sekarang sedikit masyarakat keturunan Cina yang masih tinggal di daerah ini. Hal ini disebabkan adanya konflik antara keturunan Cina dan pribumi pada saat itu. Bangunan peninggalan Cina ini dibiarkan terbengkalai dan rapuh. Bangunan ini tertutup oleh pedagang di sekitar jalan masuk kawasan Batik Trusmi.
52
52
53
Gambar 34 Arsitektur rumah Desa Trusmi
4.2.7
Fasilitas Wisata Kawasan Batik Trusmi kurang memiliki fasilitas wisata. Jalan Trusmi
yang menjadi pusat menuju kawasan Batik Trusmi berukuran kurang lebih dari 3 meter ini dipakai oleh berbagai jenis kendaraan, seperti mobil, motor, dokar, becak, dan pejalan kaki. Seluruh pengguna jalan masuk di dalamnya. Berbeda dengan Jalan Panembahan yang merupakan jalan lain memasuki kawasan Batik Trusmi memiliki lebar jalan 2x dari Jalan Trusmi. Saluran drainase yang berada di sepanjang Jalan Trusmi ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini dibuktikan dengan adanya genangan air di saat hujan turun (Gambar 35). Genangan air ini hampir menutupi seluruh jalan yang dapat menghambat pergerakan pengunjung. Pengunjung menjadi kesusahan dalam mobilitas dari satu galeri ke galeri lain.
Gambar 35 Genangan air di sepanjang Jalan Trusmi
54
4.3
Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi
4.3.1 Keadaan penduduk dan ekonomi Masyarakat Desa Trusmi tergolong masyarakat pekerja yang memiliki mobilitas tinggi. Pada umumnya masyarakat terpusat di bidang industri batik. Hampir di setiap rumah terdapat tempat pembuatan batik. Menurut Bapak H.Ahmad, seorang sesepuh yang berada di desa ini, membuat batik di desa ini sudah pak-paknya masyarakat Trusmi. Selain di bidang industri batik ada juga yang bergerak di bidang pertanian tanaman pangan dengan jumlah yang tidak begitu signifikan. Hal ini dikarenakan lahan pertanian yang letaknya jauh dari pemukiman. Wilayah Trusmi memiliki susunan pemerintahan yang relatif tidak berbeda dengan wilayah lain di Jawa, namun dalam tata negaranya terdapat gelar-gelar pemerintahan yang lebih spesifik. Gelar-gelar tersebut telah diseragamkan oleh Sunan Gunung Jati. Contohnya adalah dalam strata kepemimpinan wilayah dimana pemerintahan kepala masyarakat terkecil yang penduduknya paling banyak 20 somah dipimpin oleh Ki Buyut, beberapa Kabuyutan yang merupakan sebuah dukuh/desa dipmpin oleh Kuwu dipimpin oleh Ki Gede, beberapa Ki Gede dipimpin oleh Adipati atau Tumenggung. Para pejabat ini bersama Patih, Mantri, Jagabaya, Jaksa, putra-putra dan kerabat Sunan Gunung Jati memiliki kewajiban seba atau menghadap raja tiap Jum’at Kliwon yang disebut seba kliwonan di ibukota kerajaan (pusat pemerintahan). Semua pejabat memiliki hak atas sebidang tanah yang disebut Kalungguhan dan luasnya bervariasi sesuai tingkat jabatannya (Sunardjo dalam Adimuryanto, 2011). Namun, saat ini sistem pemerintahan yang demikian sudah tidak digunakan dalam pemerintahan di wilayah Trusmi. Seiring dengan perkembangan politik dan pemerintahan di negara Indonesia, Trusmi sudah tidak menganut pemerintahan yang disebutkan di atas. Hal ini diperkuat dengan sudah tidak adanya lagi pemilihan pemimpin desa dan pemimpin di Situs Keramat Masjid Ki Buyut Trusmi. Pemilihan desa sudah dilakukan secara umum yaitu dengan pemilihan suara. Sedangkan untuk pemilihan pemimpin masjid sudah tidak memakai cara tersebut.
55
4.3.2
Aktivitas Budaya Masyarakat Trusmi merupakan suatu masyarakat di Kabupaten Cirebon
yang juga memiliki upacara ritual dengan spirit Islam. Berbagai selametan masih tetap dilakukan oleh penduduk Trusmi dengan sungguh-sungguh. Mengingkari selametan bagi mereka adalah pengingkaran terhadap leluhur dan itu berarti akan terkena “bendu”. Melakukan berbagai selametan dengan berbgai ketentuan yang telah ditetapkan saat dan terbentuknya akan semakin mengukuhkan eksistensinya sebagai wong Trusmi. Beberapa ritual yang dilakukan masyarakat Trusmi dibedakan berdasarkan ritual tentang hari besar Islam, ritual tentang siklus diri manusia, dan upacara yang bersifat penghormatan terhadap alam. Ritual tentang hari besar Islam seperti Tradisi Muludan, Tradisi Ruwahan dan Selametan Puasa, Tradisi Syawalan, Tradisi Saparan, dan Tradisi Suroan. Ritual tentang siklus diri manusia seperti Selametan
Seputar
Kehidupan
dan
Kematian.
Upacara
yang
bersifat
penghormatan terhadap alam seperti Memayu dan Ganti Sirap. Berikut adalah penjelasan ritual-ritual yang berlangsung di masyarakat Trusmi: 1. Tradisi Muludan Muludan adalah sebuah istilah masyarakat Cirebon untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai hari lahirnya. Muludan di kawasan ini merupakan rangkaian acara yang dilakukan oleh Keraton Kasepuhan dan Kanoman Cirebon untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Pertama, muludan dilakukan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Acara ini berlangsung selama satu minggu. Acara berupa pasar malam yang diadakan di sekitar Keraton Kasepuhan dengan malam puncak yang terjadi pada malam tanggal 12 bulan Maulud disebut dengan Panjang Jimat. Panjang Jimat adalah acara arak-arakkan yang dilakukan oleh abdi dalem Keraton Kasepuhan. Panjang Jimat berisi segala macam barang yang berada di Museum Keraton Kasepuhan dan terdapat sego kuning yang berukuran besar. Menurut masyarakat setempat, cara pembuatan sego kuning tersebut harus dengan perempuan yang masih gadis (perawan sunti) tidak boleh perempuan yang sudah menikah. Pembuatannya pun
56
dilakukan beberapa bulan sebelumnya dikarenakan membuka biji padinya harus menggunakan tangan dengan cara dibuka satu-satu tidak boleh menggunakan mesin. Untuk barang-barang dari Museum Keraton sebelum diarak harus dibersihkan terlebih dahulu oleh air yang sudah diberi do’a oleh abdi dalem. Menurut masyarakat setempat, air sisa dari membersihkan barang-barang mempunyai khasiat untuk kesehatan dan kebaikan bagi yang mengambilnya. Banyak masyarakat yang menunggu air sisa dari membersihkan barang tersebut dan sego kuning. Prosesi Panjang Jimat berlangsung dari Keraton terus bergerak menuju Langgar Agung di kompleks Keraton Kasepuhan yang diakhiri dengan pembacaan Kitab Barzanji. Kedua, setelah di Keraton Kasepuhan dan Kanoman muludan di laksanakan di Desa Kajengan, Klangenan dengan puncak tanggal 15 Maulud selama 3 hari. Ketiga, di Desa Tuk, Kecamatan Cirebon Barat dengan puncaknya pada tanggal 19 Maulud. Keempat, di Desa Gegesik pada tanggal 21 Maulud. Kelima, acara muludan ini terjadi di Desa Trusmi tepatnya di Situs Keramat Buyut Trusmi dengan puncaknya pada tanggal 25 Maulud. Peringatan Maulud Nabi Muhammad di Trusmi hampir sama dengan peringatan yang diadakan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Terdapat pasar malam dan hiburan rakyat yang dilaksanakan dari pagi hingga malam (Gambar 36). Pasar malam ini berlangsung dari perempatan Plered (Desa Weru Lor) hingga pertigaan Desa Panembahan (Gambar 37).
Gambar 36 Suasana di pasar malam
57
57
58
Pasar malam ini berlangsung selama satu minggu setelah pasar malam di Keraton Kasepuhan bubar. Para pengunjung yang berasal dari masyarakat Trusmi dan sekitarnya memanfaatkan pasar malam ini dari sekedar menikmati keramaian pasar malam hingga membeli berbagai macam kebutuhan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di hari biasa. Para pedagang memanfaatkan halaman kosong di depan galeri batik. Banyak galeri batik yang tertutup oleh pedagang kaki lima selama pasar malam berlangsung. Pemanfaatan waktu pasar malam berbeda dengan pengunjung yang berasal dari luar daerah, seperti Indramayu, Majalengka, Subang, Karawang, Kapetakan, Bondet, dan lainnya. Kehadiran para pengunjung tersebut biasanya untuk mengharapkan berkah dari Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Para pengunjung biasanya singgah terlebih dahulu di rumah Kunci atau Kiyai, baru kemudian berziarah ke makam Ki Buyut Trusmi. Selain berziarah, berdo’a dan melakukan tahlil di makam Keramat Ki Buyut Trusmi, pengunjung juga seringkali melakukan ritual lain seperti mandi di sumur atau di kolam Pekuloan seperti pada Gambar 38. Sepulang dari ziarah pengunjung berebut oleh-oleh bawaan semacam “jimat” (Gambar 39) di samping membawa beberapa botol air yang diyakini memiliki berkah tertentu dan juga sebagian lainnya ada yang membawa oleh-oleh berupa batik khas Trusmi. Oleholeh yang diyakini memiliki berkah adalah minyak jelantah, abu, gabah, dan batang daun kelapa (lidi). Benda-benda ini diperoleh dari sisa kegiatan yang telah berlangsung di kompleks masjid Trusmi.
Gambar 38 Pengunjung yang menceburkan dirinya di Pekuloan
59
Gambar 39 Berbagai macam “jimat” Minyak jelantah adalah minyak yang merupakan sisa lampu-lampu tradisional yang dinyalakan setiap malam di komplek masjid Trusmi. Begitu juga dengan abu adalah sisa pembakaran untuk pemenuhan kebutuhan kegiatan di kompleks masjid. Oleh sebagian orang benda-benda ini diyakini bertuah. Selain minyak benda-benda itu akan digunakan untuk ikhtiar pada saat menyemai bibit padi di sawah. Gabah dan abu disatukan dengan bibit padi lalu disemaikan bersama, sedangkan lima batang lidi ditancapkan di sudut-sudut petak sawah. Harapan dan keyakian akan meningkatkan penghasilan dalam bertani. Menurut Bapak H.Ahmad, pemilihan tanggal 25 Maulud diadakan peringatan ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang ke-25. Para Kunci, Kiyai, Merbot, dan Kaum diwajibkan membuat berkat pontang untuk selametan. Selain nasi dan masakan ikan yang bermacam-macam, juga terdapat juwadah yang diletakkkan pada pontang (wadah) terbuat dari anyaman sederhana daun kelapa. Pada malam puncaknya tanggal 25 Maulud terdapat acara seperti Panjang Jimat yang dilaksanakan di Keraton Kasepuhan. Namun, di Trusmi ini acara tersebut dinamakan Panggung Jimat. Dinamakan Panggung Jimat karena yang diarak adalah 2 panggung yang diusung oleh orang-orang dari komplek Ki Buyut Trusmi. Arak-arakkan ini dimulai dari rumah Bapak H. Ahmad dan berakhir di komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi (Gambar 40). Panggung 1 (Gambar 41 a) berisi sego tumpeng / sego salam / nasi mulya. Sego tumpeng / sego salam / nasi mulya adalah nasi yang hanya diberi salam dan garam. Tempat pembuatan
60
60
61
nasi ini adalah di rumah Bapak H. Ahmad. Panggung kedua (Gambar 41 b) berisi Kitab Barzanji untuk dibacakan di Masjid Kompleks Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Awal mulanya perayaan Muludan ini hanya berziarah. Namun, seiring perkembangan zaman acara Muludan berkembang menjadi perayaaan pasar malam sebelum malam puncaknya.
(a) Panggung Jimat 1 ; (b) Panggung Jimat 2 Gambar 41 Panggung Jimat
2. Tradisi Ruwahan dan Selametan Puasa Bulan Ruwah adalah satu bulan menjelang datangnya bulan Ramadhan (bulan puasa). Masyarakat Trusmi melakukan Selametan Ruwahan dalam bentuk bersedekah makanan ketan putih yang di atasnya diberi kelapa. Tujuan dari selametan ini adalah untuk lebih mengikat hubungan (iketan, Jawa Cerbon) dengan sesama. Hubungan ketan dengan “iketan” adalah arti dari kata ketan yaitu sejenis nasi yang cenderung kenyal dan lengket. Pada bulan puasa setiap malamnya ada berkat caratan, yaitu berkat yang dibuat oleh orang dalam masjid secara bergantian. Caratan artinya penunjukkan secara bergantian. Bentuk dari berkat ini adalah makanan berbuka puasa. Malam tanggal ganjil setelah tanggal 20 bulan puasa, para petugas dan parat termausk kepala desa membuat berkat maleman. Bentuknya adalah nasi dan lauk pauk serta kue atau buah seadanya.
62
3. Tradisi Syawalan Tradisi Syawalan bagi masyarakat Cirebon merupakan hari raya ke dua setelah Idul Fitri. Mereka menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal (biasanya berturut-turut setelah Idul Fitri) dan setelah itu mereka berziarah ke Makam Sunan Gunung Jati dan para leluhur mereka (Ki Gede desanya masing-masing, seperti Ki Gede Trusmi bagi masyarakat Desa Trusmi). Pada beberapa desa tradisi ini dipimpin oleh kepala desanya masing-masing selepas shalat shubuh dengan berjalan kaki dari desanya menuju Astana Gunung Jati. Para pendahulu Cirebon memberikan anjuran untuk melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal yang pahalanya seperti puasa satahun. Anjuran seperti ini tampaknya harus terus dilestarikan untuk masa sekarang. Pada masyarakat Trusmi acara Syawalan dilaksanakan dalam bentuk acara tahlilan di masjid Kompleks Situs Keramat Ki Buyut Trusmi pada hari ketujuh setelah Idul Fitri. Usai tahlilan berkat selametan Syawalan dibagi-bagikan kepada anak-anak. Berkat ini berbentuk makanan yang terdiri dari nasi dan telur. 4. Tradisi Saparan Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati bulan Shafar. Bulan ini diyakini oleh masyarakat Cirebon sebagai bulan yang sering terjadi kecelakaan, bencana, dan kerugian. Oleh karena itu, kemudian di msyarakat Cirebon mengenal tiga tradisi yang populer pada bulan ini, yaitu ngapem, ngirap, dan rebo wekasan. Tradisi ini lebih banyak berbuat baik, banyak bersedekah, dan banyak menyucikan diri adalah pangkal dari segala penolak bencana. Ritual ngapem merupakan bentuk ajaran untuk senang bersedekah kepada fakir miskin seperti wasiat Sunan Gunung Jati, “Ingsun titip tajug lan fakir miskin”. Ritual ngapem adalah bersedekah kue apem. Tradisi ngirap merupakan simbolis dari ajaran untuk menyucikan diri. Tradisi rebo wekasan ditandai dengan malam untuk berbagi harta kekayaan dengan menyantuni fakir miskin. Ada tawurji, doa-doa yang dilantunkan dengan irama tertentu “tawurji tawur selamet dawa umur”. Masyarakat Trusmi secara umum bagi yang mampu melakukan Selametan Saparan, yaitu membagi-bagikan kue apem kepada tetangga dan handal tolan (sedulur parek lan sedulur adoh). Kata apem dari kata dalam Bahasa Arab
63
yaitu afuun yang artinya ampunan. Makna simbolik dari selametan apem adalah sebuah harapan untuk memperoleh pengampunan dari sesama dan Allah SWT. 5. Tradisi Suroan Upacara Suroan di Cirebon ditandai dengan selametan bubur suro, yaitu bubur yang diracik dari berbagai bahan makanan. Pembuatan bubur seperti ini mengingatkan kepada peristiwa banjir besar yang menimpa umat Nabi Nuh AS. Di samping itu selametan bubur suro ini dimaksudkan sebagai selametan tahun baru Islam. Bagi masyarakat Cirebon termasuk juga masyarakat Trusmi pada umumnya melakukan selametan suroan ini juga memperingati peranan Pangeran Walangsungsang mendirikan pedepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon. Pada malam satu Syuro di Trusmi selalu berlangsung peringatan sekaligus dengan rembugan tetua desa dan tetua adat untuk membicarakan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi di tahun depan. Rembugan ini dilaksanakan di Witana. Bagi masyarakat Trusmi peringatan satu Syuro dianggap sebagai peringatan atas cikal bakal pendukuhan Trusmi. Konon masyarakat Trusmi meyakini bahwa leluhurnya yakni Ki Buyut Trusmi pada tanggal itu mendirikan Witana dan Pekuloan yang berada di Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Rembugan ini membahas dua hal, pertama adalah membahas pekerjaan yang telah dilakukan selama satu tahun yang lalu dan kedua adalah membahas rencana-rencana kegiatan untuk tahun depan, seperti : penentuan jatuhnya Memayu, Ganti Sirap, dan lainnya. Acara ini dihadiri oleh tokoh masyarakat, sesepuh, Kunci atau Kiyai, mantan Masbok, dan masyarakat yang berminat menyumbangkan pemikiran. 6. Memayu dan Ganti Sirap Ritual Memayu adalah mengganti atap bangunan di Situs Keramat Ki Buyut Trusmi yang terbuat welit (Gambar 42). Ritual ini dilaksanakan setiap musim hujan. Perhitungan musim hujan ini berdasarkan Mangsa Jawa (Kalender Jawa). Satu tahun yang lalu ritual ini berlangsung di bulan Syawal sedangkan pada tahun ini diperkirakan berlangsung di bulan Dzulhijjah. Ritual ini di musyawarahkan pada malam 1 Muharram di Witana.
64
Pada saat yang sama diadakan Ritual Ganti Sirap (Gambar 43). Dahulu Ganti Sirap prakteknya diadakan setiap 8 tahun sekali. Namun, sekarang Ganti Sirap dalam pelaksanaannya setiap 4 tahun sekali dengan melakukannya setengah-setengah. Melihat gotong-royong masyarakat Trusmi pada acara ini, pengunjung dari luar Trusmi banyak yang ikut membantu.
Gambar 42 Welit
Gambar 43 Sirap Pengunjung dari luar Trusmi seperti Indramayu sangat tertarik dengan acara ini. Pengunjung berebut atap welit bekas karena diyakini memiliki tuah. Pengurus Koperasi Batik Budi Tresna mengadakan arak-arakkan yang dimulai dari Masjid Ki Buyut Trusmi menuju Desa Weru, Desa Panembahan, dan berakhir di alun-alun Trusmi (Gambar 44). Arak-arakkan ini selalu dilaksanakan pada hari
65
65
66
Minggu pagi. Keesokan harinya barulah dimulai penggantian atap welit bangunan di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. 7. Selametan Seputar Kehidupan dan Kematian Selametan seputar kelahiran seseorang bagi masyarakat Trusmi berbentuk selametan : ngupati, mitui/ngrujaki, nglolosi, puputan, bebersih, nyukur, dan mudun lemo. Selametan yang berhubungan dengan kematian seseorang berbentuk selametan : nelung dino, mitung dino, patang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo, dan nyewu. Selametan ini berupa pembacaan doa dan pemberian berkat yang diwadahi pontang yang berisi juwadah, sebungkus nasi, dan sudi. Berkat untuk selametan kehidupan memiliki perbedaan dengan berkat untuk selametan kematian. Perbedaan terletak di susunan lauk dan masakan pada sudi. Berkat selametan kehidupan Ikan Petek berhadapan lurus dengan tahu, sedangkan pada berkat untuk selametan kematian Ikan Petek berhadapan lurus dengan cemplung. Tetangga dan kerabat turut terlibat dalam selametan ini. masyarakat menyebutnya dengan istilah ngobeng atau rerewang. Orang yang melakukannya disebut pengobeng. Pengobeng di Trusmi memiliki ciri khas tersendiri, baik pengobeng laki-laki atau pengobeng perempuan. Pengobeng ini memakai lapisan kain batik dan tidak bersandal. Lapisan kain batik sebagai pelapis pakaian dalam sedangkan tidak bersandal sebagai simbol bahwa pengobeng itu trengginas. Selametan ngupati yang merupakan selametan tentang kehidupan adalah selametan yang ditujukan kepada ibu hamil yang menginjak usia kehamilan empat bulan. Selametan ini berupa sedekah ketupat dan pisang raja serta dilengkapi dengan lauk berkuah atau masakan pelengkap lainnya. Ngupati ini dilaksanakan pada usia kehamilan empat bulan karena pada usia ini mulai ditiupkan ruh dan ditentukannya jodoh, pati, rejeki, dan musibah seseorang. Oleh karena itu, berharap semua yang diperoleh kelak adalah kebaikan. Ketika usia kehamilan menginjak tujuh bulan maka dilangsungkan selametan mitui/ngrujaki. Selametan ini dilaksanakan pada hari-hari dengan tanggal 7, 17, atau 27. Waktu pelaksaaan selametan dipilih pada jam 7. Selametan ini diyakini karena bayi dalam usia 7 bulan di dalam kandungan sudah memiliki bentuk yang
67
sempurna. Acara ini dimulai dengan pembacaan doa-doa kemudian dilanjutkan dengan memandikan sang ibu dengan air khusus dari tempayan selama tujuh kali ganti kain panjang batik. Memandikan ini dilakukan di halaman depan rumah di dalam sebuah tempat yang berbentuk joglo sederhana. Setelah itu tempayan yang berisi air dan perlengkapan lainnya dipecahkan di perempatan jalan. Beberapa anak kecil biasanya mengikuti acara pemecahan tempayan ini karena diikuti dengan curakan sebagai bentuk shodaqoh dan ungkapan rasa suka cita. Berkat selametan Mitui ini berisi nasi, juwadah, buah, Ikan Petek, makanan, secangkir rujak buah delima, cermin kecil, jarum, dan benang jahit. Selametan nglolosi dilakukan saat usia kehamilan menginjak bulan ke delapan. Selametan ini membagi-bagikan bubur lolos abang puti. Bubur lolos adalah bubur yang terbuat dari beras ketan, manis, dikemas ke dalam bentuk gulungan daun pisang yang sebelumnya diolesi minyak kelapa sehingga saat ingin memakannya licin. Selametan ini dimaksudkan agar dalam proses kelahiran bayi berlangsung dengan mudah. Beberapa hari setelah puput (memutuskan tali pusar), orang tua akan melangsungkan selametan ketan dan serabi abang puti kepada tetangga terdekat. Selameran bebersih dilakukan setelah 40 hari pasca melahirkan dan diikuti dengan aqiqah bagi yg mampu dan pada sore hari dibacakan kidungang (kidung rararoga). Selametan berikutnya adalah nyukur pisan dan pindo (waktunya tergantung keputusan keluarga). Selametan in berupa pembuatan bubur merah dan bubur putih. Selametan mudun lemo dilakukan pada saat bayi menginjak umur 9 bulan, seorang bayi mulai boleh menginjak tanah untuk belajar berjalan.Semua ritual yang berada di Trusmi ini penghubung antara dunia dan akhirat. Ritual ini merupakan ungkapan tertentu yang berhubungan dengan bermacam-macam peristiwa yang penting bagi suatu komunitas dan dapat berlangsung secara turun-temurun. Tradisi ini memiliki nilai lebih untuk kegiatan wisata. Berbagai tradisi dapat dijadikan objek wisata yang menarik wisatawan domestik maupun luar kota atau pun luar negeri. Kecenderungan manusia untuk meneliti budaya yang tidak mereka miliki menjadikan manusia ingin lebih mengetahui budaya tersebut (Yoeti, 1985). Tradisi yang berada di kawasan Batik Trusmi yang memiliki kegiatan yang dapat digunakan sebagai atraksi wisata di kawasan Batik Trusmi
68
dengan kurun waktu yang ditentukan sesuai tradisi itu berlangsung. Seperti pada Tabel 8 disediakan bahwa tradisi dengan kegiatannya dapat dijadikan sebagai objek dan atraksi wisata yang berpotensi di kawasan Batik Trusmi. Tabel 8 Aktivitas budaya kawasan Batik Trusmi No
Upacara Ritual
1
Tradisi Muludan
Aktivitas Budaya a. Panjang Jimat b. Pasar Malam
2
Tradisi Ruwahan
Membagi-bagikan berkat
3
Tradisi Syawalan
Selepas sholat shubuh dipimpin kepada Desa Trusmi ke Astana Gunung Jati
4
Tradisi Saparan
Membuat makanan yang disebut apem
5
Tradisi Suroan
a. Membuat bubur suro b. Memperingati peranan Pangeran Walangsungsang dalam mendirikan padepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon c. Adanya 2 musyawarah antara tetua desa
6
Memayu dan Ganti Sirap
a. Pergantian atap di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi b. Arak-arakkan atap (welit) yang baru
7
Seputar Kehidupan dan Kematian
a. Seputar Kehidupan : Selametan ngupati, mitui/ngrujaki, nglolosi, puputan, bebersih, nyukur, dan mudun lemo b. Seputar Kematian : Selametan nelung dino, mitung dino, patang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo, dan nyewu
Perbedaan waktu yang ditawarkan oleh tradisi ini memang sangat tidak disadari oleh masyarakat di luar kawasan Batik Trusmi. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya tradisi tersebut. Jalan keluar dari permasalahan ini adalah dibuatnya papan interpretasi dimana terdapat informasi tentang keberadaan tradisi ini. Keberadaan papan interpretasi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih dari para pengunjung yang hanya bertujuan membeli batik pada awalnya. Papan interpretasi ini akan ditempatkan di area selamat datang atau di tempat-tempat yang dapat dilihat pengunjung dengan jelas.
4.3.3 Kesenian Masyarakat Trusmi memiliki kesenian yang khas, unik, dan berbeda dari desa lainnya. Kesenian yang masih ada yaitu kesenian Brai, lukisan kaca, dan tari
69
baksa. Namun, sekarang kesenian Brai sudah jarang ditemui hanya dimainkan pada saat tertentu saja. Kesenian ini khusus dipentaskan untuk upacara sedekah bumi atau Ganti Sirap. Kesenian Brai adalah beberapa orang membaca dengan menggunakan genjring yang besar. Lukisan kaca yang berkembang di Trusmi memang belum lama. Diperkirakan lukisan kaca ini mulai ada pada tahun 50an di Trusmi dan mulai kebangkitannya pada tahun 80an dengan pelopor Raden Sugro. Raden Sugro merupakan seorang keturunan dari Keraton Kasepuhan Cirebon yang tinggal di Trusmi. Raden Sugro belajar melukis kaca secara otodidak dengan melihat dan mempelajari karya pamannya yaitu Raden Saleh yang merupakan pujangga dan pengukir dari Keraton Kasepuhan. Karya lukisan pada generasi Raden Sugro adalah serabad, insan kamil, banteng windu, macan ali, dan sebagainya. Kesenian di desa ini dirasakan hampir punah karena sudah jarang dijumpai. Dikhawatirkan desa ini tidak lagi mempunyai kekhasan dan kepribadian sendiri. Kemerosotan ini terjadi disebabkan oleh masyarakat pendukung kesenian ini sudah semakin sedikit. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern, kesenian-kesenian tradisional yang ada dinilai masih dirasakan ada kekurangan dibanding seni modern yang mulai melanda masuk desa (Yoeti,1985). Salah satu usaha untuk menarik kedatangan wisatawan pada suatu negara adalah dengan jalan memelihara dan membina seni budaya yang dimiliki. Untuk menunjang agar menarik wisatawan dapat berhasil, kiranya perlu diberikan sarana pendukung, misalnya : 1. Tersedianya pusat-pusat informasi bagi wisatawan, tempat mereka dapat memperoleh penjelasan tentang sesuatu obyek budaya yang hendak dikunjunginya dengan dilengkapi leaflets atau brosur yang menerangkan masing-masing obyek secara terperinci. 2. Museum hendaknya dapat menggugah wisatawan yang datang untuk menghargai benda-benda seni budaya dan ikut serta menjaga warisan budaya yang langka tersebut. 3. Pramuwisata yang memandu para wisatawan harus dapat berfungsi sebagai juru penerang yang baik, sehingga para wisatawan dapat menghayati betapa pentingnya memelihara seni budaya bangsa, karena
70
selain disaksikan untuk mengagumi keindahannya juga dapat sebagai obyek penelitian yang tidak habis-habisnya. 4. Biro Perjalanan hendaknya dapat memberikan penjelasan kepada wisatawan yang dibawanya tentang segala sesuatunya seperti sejarah, latar belakang atau kepercayaan masyarakat di sekitarnya mengenai bendabenda purbakala atau candi yang akan disaksikannya. Dengan penjelasan itu diharapkan sifat vandalisme dan suka mencuri dapat dihindarkan.
4.4
Aspek Wisata
4.4.1
Jumlah dan Karakteristik Pengunjung Kawasan Batik Trusmi yang memiliki banyak galeri batik di sepanjang
Jalan Trusmi ini banyak dikunjungi di hari Sabtu dan Minggu, hari libur, mudik lebaran (Idul Fitri dan Idul Adha), dan hari besar keagamaan. Setiap galeri setidaknya ± 100 pengunjung bergiliran keluar-masuk. Terkadang beberapa bus rombongan masuk ke Jalan Trusmi yang hanya 3 meter lebarnya. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi berasal dari berbagai daerah seperti Indramayu, Kuningan, Jakarta, Bandung, bahkan ada pengunjung dari luar Indonesia. Pengunjung kawasan Trusmi mempunyai keanekaragaman yang besar. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua.
4.4.2
Aktivitas Pengunjung Pengunjung di kawasan Batik Trusmi memiliki aktivitas yang berbeda
(Tabel 9). Pada hari biasa atau hari libur pengunjung yang datang dari luar daerah Cirebon atau dari dalam Cirebon bertujuan untuk membeli beberapa batik untuk keperluan
sehari-hari
ataupun
kebutuhan
untuk
berdagang.
Sedangkan
pengunjung yang datang di hari-hari tertentu, seperti pada peringatan hari Maulid Nabi Muhammad. Pengunjung datang bukan untuk berbelanja batik, bahkan beberapa galeri batik tutup untuk beberapa hari kemudian. Pengunjung ada yang berziarah ke makam Ki Buyut Trusmi dan ada yang memberikan hasil panen mereka kepada orang-orang yang berada di Kompleks Keramat Ki Buyut Trusmi.
71
Tabel 9 Aktivitas pengunjung No
Hari
Aktifitas Pengunjung
1
Hari Biasa, Hari Libur
Berbelanja batik
2
Hari Keagamaan
Mengunjungi pasar malam, berbelanja batik,
(Maulid Nabi Muhammad khususnya)
ziarah ke makam Ki Buyut Trusmi, menanti malam puncak (Panggung Jimat)
4.4.3 Jenis dan Kondisi Objek Wisata Objek wisata yang berada di kawasan Batik Trusmi hanya berupa galerigaleri batik. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon galeri yang berada di kawasan ini sebanyak 60 galeri. Wisata yang dihadirkan di kawasan ini adalah wisata belanja batik. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang seni budaya dan sejarah di kawasan ini. Terdapat 60 galeri batik di kawasan ini mulai dari Jalan Trusmi hingga Jalan Panembahan. Namun, di beberapa jalan pintas di kawasan Batik Trusmi Cirebon masih banyak galeri batik yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Galeri batik yang didominasi oleh rumah-rumah penduduk setempat memberikan kesan nyaman bagi para pengunjung karena seperti berada di rumah sendiri2. Tidak hanya rumah-rumah sederhana yang menjadi galeri batik, rumah mewah pun menjadi galeri batik. Di dalam rumah mewah ini memakai Air Conditioner (AC) dan terdapat ruangan untuk belajar membatik. Beberapa galeri batik memajang atraksi membatik di depan galeri sebagai penarik pengunjung. Galeri yang diambil pada penelitian ini sebanyak 41 galeri (Gambar 45). 2
Wawancara dengan salah satu pengunjung
72
72
73
4.4.4 Keinginan Masyarakat dan Pengunjung Kuesioner untuk masyarakat sebanyak 30 responden terdiri dari 9 laki-laki dan 21 perempuan dengan tingkatan usia mulai 15 hingga lebih dari 48 tahun. Usia ini dianggap sudah dapat menjawab isi kuesioner. Dari 30 responden ini sebagian besar berpendidikan terakhir SMP (48%) dengan pekerjaan karyawan swasta sebanyak 33%. Terlihat bahwa masyarakat di desa ini masih kurang di bidang pendidikan. Masyarakat yang tinggal di desa ini sebanyak 70% adalah penduduk asli dan 30% adalah pendatang dari desa lain. Masyarakat di Desa Trusmi sebanyak 73% sudah tinggal selama lebih dari 5 tahun dan sisanya kurang dari 5 tahun. Alasan dari masyarakat yang tinggal di kawasan ini adalah dikarenakan keluarga mereka yang sudah dari dulu tinggal di desa ini dan merasakan nyaman tinggal di desa ini. Namun, pengetahuan masyarakat di desa ini tentang sejarah kawasannya masih kurang. Sebanyak 57% responden yang mengetahui sejarah kawasan ini. Padahal penduduk asli dari responden ini sebanyak 70%. Berarti sebanyak 13% dari responden tidak mengetahui sejarah kawasannya walaupun penduduk asli (Gambar 46). Sumber sejarah banyak diperoleh masyarakat dari keluarganya sendiri. Kependudukan
Pengetahuan tentang sejarah kawasan
Gambar 46 Diagram kependudukan dan pengetahuan tentang sejarah kawasan Menurut masyarakat sekitar objek yang paling menonjol di desa ini adalah kerajinan batiknya (67%) dan Situs Keramat Ki Buyut Trusmi (33%). Kuliner daerah Cirebon kurang ditonjolkan di desa ini. Masyarakat di desa ini sangat mendukung adanya kegiatan wisata. Kegiatan wisata yang dirasakan cocok oleh masyarakat di desa ini adalah wisata belanja (Gambar 47) yang mempunyai perbedaan tipis dalam presentasenya dengan wisata budaya. Sebanyak 63%
74
masyarakat di desa ini berpartisipasi langsung dalam kegiatan wisata ini. Bentuk partisipasi mereka adalah sebagai penjual batik, terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan Batik Trusmi, dan menjadi objek/atraksi wisata budaya (Gambar 48). Hal ini memberikan asumsi bahwa masyarakat masih ingin menonjolkan budaya yang ada di daerahnya.
Gambar 47 Diagram bentuk wisata yang cocok
Gambar 48 Diagram bentuk partisipasi Kuesioner untuk pengunjung sebanyak 30 responden terdiri dari 13 lakilaki dan 17 perempuan. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi sebanyak 53% adalah berpendudukan asli Cirebon sedangkan sisanya merupakan pendatang dari luar Cirebon. Dari 30 responden, pengunjung yang pertama kali datang ke kawasan Batik Trusmi ini adalah sebanyak 53%. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi yang lebih dari 5 kali dengan frekuensi kunjungan lebih dari 1 kali dalam satu bulan (Gambar 49). Mayoritas tujuan
75
pengunjung adalah membeli batik untuk kebutuhan pribadi dan untuk dijual kembali3. Sumber keberadaan kawasan Batik Trusmi didapatkan pengunjung dari teman pengunjung.
Gambar 49 Diagram intensitas dan frekuensi kunjungan Aktivitas pengunjung di kawasan Batik Trusmi ini sebanyak 93% dari 30 responden yang dipilih secara acak adalah berbelanja batik dan sisanya adalah kuliner masakan khas. Mengenai kawasan Batik Trusmi pengunjung mempunyai kesan yang nyaman dengan kondisi yang bersih. Pengunjung merasakan tidak nyaman saat memasuki kawasan Batik Trusmi melalui jalur Pantura (Pantai Utara) tanpa memasuki tol. Ketidaknyamanan ini dikarenakan pasar dan lampu merah yang berada di perempatan jalan. Bagi yang pertama kali melewati jalur ini kawasan Batik Trusmi memang tidak terlalu kelihatan. Tanda penunjuk tempat (Gambar 50) masih kurang terlihat dari jalan utama.
Gambar 50 Penunjuk tempat kawasan Batik Trusmi 3
Menurut wawancara kepada salah satu pengunjung di galeri batik.
76
Fasilitas galeri batik yang terdapat di kawasan Batik Trusmi ini dirasa cukup lengkap. Sebanyak 57% pengunjung merasa kelengkapan fasilitas galeri batik di kawasan Batik Trusmi baik, 33% sangat baik, 7% cukup baik, dan 3 % kurang baik. Pengunjung kurang merasakan fasilitas seperti tempat makan, tempat parkir, dan kios cinderamata. Tempat makan-makanan kuliner khas Cirebon diinginkan pengunjung. Pengunjung suka merasa kebingungan saat menunggu istri atau keluarganya berbelanja atau setelah berbelanja pengunjung ingin mendapatkan tempat istirahat yang nyaman4. Pengunjung mendapatkan sarana interpretasi dari brosur/leaflet. Pengunjung kurang mendapatkan sarana interpretasi yang berada di dalam kawasan Batik Trusmi ini. Banyak dari pengunjung yang tidak mengetahui sejarah kawasan di kawasan Batik Trusmi. Namun, setelah berkunjung pengunjung merasa pengetahuannya bertambah, pengunjung mengetahui budaya dan kesenian masyarakat, tempat pembuatan batik, tempat-tempat yang terkait dengan sejarah Batik Trusmi, dan tentang sejarah Batik Trusmi (Gambar 51). Pengunjung mengetahui tempat-tempat yang ada kaitannya dengan Batik Trusmi tanpa melakukan ritual-ritual yang dilakukan oleh pengunjung yang sengaja datang ke kawasan ini dengan tujuan ingin melakukan berbagai macam ritual. Pengunjung sangat mengharapkan kawasan Batik Trusmi untuk dilestarikan. Pengunjung bersedia kembali ke kawasan ini dikarenakan pengunjung ingin berbelanja batik kembali.
Gambar 51 Diagram pengalaman pengunjung setelah berkunjung
4
Menurut wawancara kepada salah satu pengunjung di galeri batik.
77
4.5
Aspek Pengelolaan Lanskap Kawasan Batik Trusmi dahulu dikelola oleh Koperasi Batik Budi Tresna
yang berada di Jalan Trusmi. Koperasi Batik Trusmi memberikan modal awal dan bahan baku batik kepada masyarakat yang ingin membuka galeri batik sendiri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu banyak investor yang membuka galeri batik di kawasan ini. Sehingga galeri di batik ini tidak lagi bergabung dalam Koperasi Budi Tresna. Hal ini menyebabkan banyaknya galeri batik yang menjamur di jalan Trusmi mendesak beberapa toko yang berada di ujung jalan ini dengan penghasilan yang tidak tinggi, karena jarang dikunjungi oleh pengunjung. Pengunjung lebih banyak mengunjungi galeri batik yang berada di awal masuk kawasan ini. Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon
berencana
mengelola
kembali
kawasan
Batik
Trusmi
untuk
menyeimbangkan antara penjual batik dengan pembuat batik. Tujuannya adalah : 1. Melestarikan batik 2. Mengakomodir aspirasi masyarakat Trusmi sebagai pengrajin 3. Mengaspirasi masyarakat sekitar 4. Membuka peluang usaha dengan menambah sentra batik lagi Rencana ini sudah masuk ke dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi yang berawal dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan -> Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten -> Bappeda Provinsi -> Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi.
78
4.6
Analisis
4.6.1
Analisis Potensi Ruang Budaya dan Sejarah Kawasan Batik Trusmi merupakan kawasan yang masih memiliki nilai-
nilai budaya. Analisis ini dikategorikan dalam tiga kategori yaitu tinggi (skor 3), sedang (skor 2), dan rendah (skor 1). Hasil dari analisis ini mengetahui potensi ruang budaya dan sejarah di kawasan ini. Potensi ruang budaya tinggi yaitu Desa Trusmi Wetan yang memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi. Pada nilai sejarah dan budaya Desa Trusmi Wetan memiliki elemen sejarah dan budaya yang berkaitan dengan Batik Trusmi yaitu terdapat area situs keramat Ki Buyut Trusmi. Potensi ruang budaya dan sejarah sedang ditentukan oleh adanya kegiatan membatik yang merupakan budaya yang sudah mengakar di Desa Trusmi dan terdapat elemen lanskap sejarah yang bukan BCB yaitu Koperasi Budi Tresna. Kegiatan membatik masih ditemui di Desa Trusmi Kulon. Sedangkan untuk potensi ruang budaya rendah yaitu tidak memiliki memiliki nilai sejarah dan nilai budaya yang berkaitan dengan batik. Potensi ruang budaya rendah didominasi pada Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan. Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, Desa Panembahan sudah tidak ditemukan adanya kegiatan membatik. Pada Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan sudah berkembang menjadi daerah perdagangan dan sekolah. Analisis tersebut dapat dilihat pada Gambar 52.
4.6.2 Analisis Potensi Daya Tarik Objek dan Atraksi Wisata Kawasan Batik Trusmi memiliki daya tarik wisata yang beragam. Selain untuk wisata berbelanja batik, kawasan ini juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang masih dijalankan oleh masyarakat setempat. Masih adanya Sumber Daya Manusia yang masih melakukan budaya secara turun-temurun dan merupakan keturunan langsung dari Ki Buyut Trusmi. Objek yang berada di kawasan Batik Trusmi ini didominasi oleh galerigaleri batik di sepanjang Jalan Trusmi dan di sepanjang Jalan Panembahan. Galeri ini bermacam-macam bentuk, ada yang menyatu dengan rumah pemilik ada yang hanya merupakan tempat untuk menjual berbagai produk batik dan tempat belajar
79
79
80
proses pembatikan. Galeri ini ada yang berupa rumah lama dan ada yang berupa bangunan baru dengan gaya
modern dan mewah. Selain galeri batik yang
tersebar di sepanjang jalan tersebut ada satu galeri yang sudah ternama dan terlama yaitu Batik Katura. Galeri batik ini selain menjual berbagai produk batik, galeri ini mempunyai koleksi batik yang sudah berumur ratusan tahun. Galeri ini mempunyai tempat untuk membuat batik dari proses awal hingga akhir. Selain itu juga, galeri ini banyak melakukan pembelajaran membatik bagi siswa SD hingga perguruan tinggi. Objek lainnya yang potensial adalah rumah masyarakat sekitar yang masih memproduksi batik, Situs Keramat Ki Buyut Trusmi, rumah tetua desa, dan Koperasi Batik Budi Tresna. Rumah masyarakat yang membatik ini memiliki potensi yang bagus untuk dikunjungi pengunjung. Objek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi ramai dikunjungi hanya saat tradisi ritual-ritual tertentu di hari tertentu. Pengunjung yang mempunyai tujuan untuk berbelanja batik jarang yang mengetahui bahwa di kawasan Batik Trusmi terdapat situs bersejarah yang mempunyai kaitan dengan batik. Pengunjung yang berasal dari luar daerah hanya mengetahui keberadaan galaeri batik yang berada di sepanjang jalan tersebut. Koperasi Batik Budi Tresna yang merupakan pencetus pengelolaan batik di kawasan Batik Trusmi semakin tersisihkan. Pengunjung hanya mengunjungi galeri batik yang berada di depan kawasan Batik Trusmi sehingga Koperasi Batik Budi Tresna kurang mendapatkan perhatian dari pengunjung. Di Koperasi Batik Budi Tresna selain berbelanja batik dapat memperoleh pengetahuan tentang pengelolaan kawasan Batik Trusmi. Rumah tetua desa ini juga memiliki arsitektur tradisional yang khas. Rumah tetua desa ini masih menggunakan bahan dasar kayu sebagai dinging dan lantai rumah. Objek-objek tersebut mempunyai potensi yang besar untuk dikunjungi oleh pengunjung. Pengunjung tidak hanya mendapatkan batik namun, mendapatkan pengetahuan tentang sejarah kawasan Batik Trusmi dan berbagai informasi yang menyangkut batik di kawasan Batik Trusmi. Kawasan Batik Trusmi memiliki atraksi wisata yang berpotensi. Selain atraksi membatik yang dipertontonkan di depan galeri batik atau di dalam galeri batik, kawasan ini juga memiliki ritual budaya yang masih dijalankan oleh
81
masyarakat setempat. Ritual budaya yang sudah ada dan masih rutin dijalankan adalah Panggung Jimat, Pasar Malam, dan Memayu dan Ganti Sirap (Tabel 10). Tabel 10 Atraksi wisata No 1
Atraksi Wisata Tradisi Muludan a. Panggung Jimat b. Pasar Malam
2
Memayu dan Ganti Sirap a. Pergantian atap di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi b. Arak-arakkan atap (welit) yang baru
Waktu Pelaksanaan Malam hari pada tanggal 25 Maulud menurut kalendar Islam Selama satu minggu sebelum tanggal 25 Maulud menurut kalendar Islam Setiap musim hujan menurut Kalendar Jawa Setiap 4 tahun sekali Pada hari minggu
Atraksi lain yang berpotensi (Tabel 11) lainnya namun, belum tergali dan sudah jarang dipertontonkan adalah Tradisi Ruwahan, Tradisi Syawalan, Tradisi Saparan, Tradisi Suroan, Tradisi seputar kehidupan dan kematian, Tari Brai, dan Lukis Kaca. Tradisi yang disebutkan di atas adalah tradisi yang dilakukan di dalam rumah penduduk Desa Trusmi. Tradisi ini sudah turun-temurun dari dahulu. Tradisi ini kurang diketahui oleh pengunjung yang berbelanja batik baik berasal dari dalam Kota Cirebon sendiri dan luar Kota Cirebon. Tradisi ini mempunyai ciri yang khas sehingga berpotensi untuk menarik daya tarik wisatawan. Keunikan tradisi ini terletak di tatanan pembungkus dan isi dari kegitan tradisi tersebut. Kesenian tari Brai dan tari Baksa yang merupakan tari khas Desa Trusmi sekarang sudah jarang dipertontonkan. Tarian Bari berupa tarian dengan beberapa orang membaca syair-syair lagu yang dilakukan untuk upacara sedekah bumi dan ganti sirap. Tarian ini menggunakan alat musik yang disebut genjring yang besar. Sekarang sudah jarang ditemukan Sumber Daya Manusia yang bisa dan mau belajar tarian Brai. Lukis Kaca yang berasal dari tahun 50an di Desa Trusmi sekarang sudah tidak ditemukan lagi. Sudah tidak ada galeri lukis kaca yang menyediakan berbagai produk lukis kaca dan tempat pembelajaran lukis kaca. Tempat pembelajaran lukis kaca malah ditemukan di desa yang berada di luar kawasan Batik Trusmi. Objek dan atraksi yang berada di kawasan Batik Trusmi (Gambar 53) dapat memberikan daya tarik wisata bagi para pengunjung selain
82
untuk berbelanja batik. Objek dan atraksi wisata yang dikelola dengan bagus akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat setempat. Tabel 11 Atraksi wisata potensial No 1
2
3 4
5
Atraksi Wisata Potensial Tradisi Ruwahan Membagi-bagikan berkat
Tradisi Syawalan Selepas sholat shubuh dipimpin Kepala Desa Trusmi ke Astana Gunung Jati Tradisi Saparan Membuat makanan yang disebut apem Tradisi Suroan a. Membuat bubur suro untuk Upacara Suroan b. Memperingati peranan Pangeran Walangsungsang dalam mendirikan padepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon c. Adanya 2 musyawarah antara tetua desa Seputar Kehidupan dan Kematian a. Seputar Kehidupan : a.1 Selametan Ngupati a.2 Selametan Mitui/ngrujaki, do'a-do'a, memandikan ibu hamil dari air tempayan dan mengganti 7 kali kain batik a.3 Selametan Nglolosi, membagikan bubur lolos a.4 Selametan Puputan
6
a.5 Selametan Bebersih a.6 Selametan Nyukur, membuat bubur merah dan bubur putih a.7 Selametan Mudun lemo b. Seputar Kematian : b. 1 Selametan nelung dino b. 2 Selametan mitung dino b. 3 Selametan patang puluh dino b. 4 Selametan nyatus b. 5 Selametan mendak pisan b. 6 Selametan mendak pindo b. 7 Selametan nyewu Tari Brai
7 8
Tari Baksa Lukis Kaca
Waktu Pelaksanaan Setiap tanggal ganjil setelah tanggal 20 di Bulan Ramadhan Enam hari setelah Idul Fitri Menyambut bulan Shafar Satu Suro menurut Kalendar Islam Malam satu Suro
Malam satu Suro
Ibu hamil 4 bulan Ibu hamil 7 bulan, pukul 7 pada tanggal 7, 17 atau 27 Ibu hamil 8 bulan Setelah memutuskan tali pusar 40 hari pasca melahirkan Tergantung keluarga Bayi umur 9 bulan 3 hari setelah meninggal 7 hari setelah meninggal 40 hari setelah meninggal 100 hari setelah meninggal Satu tahun meninggal Dua tahun meninggal 1000 hari setelah meninggal Pada upacara sedekah bumi dan Pada acara memayu
83
Hasil analisis daya tarik objek dan atraksi wisata ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu tinggi (skor 3), sedang (skor 2), dan rendah (skor 1). Kategori tinggi yaitu memiliki jenis dan jumlah dari objek serta atraksi wisata yang beragam. Desa Trusmi Kulon memiliki galeri batik yang lebih dari 10, rumah warga yang masih membatik, Batik Katura, dan Koperasi Budi Tresna sehingga desa ini berada pada kategori daya tarik objek dan wisata tinggi. Pada kategori sedang yaitu Desa Trusmi Wetan dan Desa Panembahan. Di Desa Trusmi Wetan hanya terdapat 3-4 objek dan atraksi wisata diantaranya Situs Keramat Ki Buyut Trusmi, rumah tetua desa, dan 3-9 galeri batik. Pada Desa Panembahan terdapat lebih dari 10 galeri batik. Namun, hanya terdapat 1-2 jenis objek dan atraksi wisata yaitu arak-arakkan welit dan galeri batik. Kategori rendah yaitu Desa Weru Lor dan Desa Weru Kidul. Desa Weru Lor hanya terdapat area atraksi arak-arakkan welit, pasar malam, dan terdapat 1-2 galeri batik. Pada Desa Weru Kidul hanya terdapat area atraksi arak-arakan welit. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 54.
84
84
85
85
86
4.6.3 Analisis Fasilitas Pendukung Wisata Analisis pendukung wisata berdasarkan aksesibilitas menuju objek wisata, sirkulasi, dan fasilitas pendukung wisata. Fasilitas pendukung wisatanya seperti gerbang, area parkir, mushola/masjid, toilet, tempat makan, papan informasi, tempat tiket, dan tempat untuk istirahat (menikmati keadaan Desa Trusmi). Kawasan Batik Trusmi telah memiliki 60 galeri batik dengan fasilitas pendukung wisata yang berbeda-beda. Tidak semua galeri memiliki tempat makan, mushola, toilet, dan area parkir yang luas. Desa Weru Lor, Weru Kidul, dan Panembahan merupakan desa yang berada tepat di pinggir jalan utama sehingga memiliki aksesibilitas yang tinggi untuk menjangkau kawasan Batik Trusmi. Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan yang berada lebih dalam dari jalan utama. Hasil analisis pada analisis pendukung wisata adalah Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan berada dikategori tinggi. Kategori sedang Desa Trusmi Wetan dan Desa Trusmi Kulon. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 55.
87
87
88
4.6.4 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Ruang wisata batik yang berada di kawasan Batik Trusmi berpusat di sepanjang Jalan Trusmi dan sepanjang jalan Panembahan. Aktivitas wisata yang berada di kawasan Batik Trusmi adalah berbelanja batik. Analisis ruang dan aktivitas wisata dibagi menjadi dua, yaitu analisis ruang dan aktivitas wisata berdasarkan eksisting dan analisis ruang dan aktivitas wisata yang potensial.
4.6.4.1 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Eksisting Analisis ruang dan aktivitas berdasarkan eksisting dilakukan dengan melihat fakta yang berada di kawasan Batik Trusmi. Terdapat aktivitas tinggi dan aktivitas rendah di kawasan Batik Trusmi (Gambar 56). Aktivitas wisata tinggi yaitu galeri-galeri yang banyak dikunjungi oleh pengunjung. Selain banyak dikunjungi, galeri-galeri ini memiliki fasilitas pendukung wisata yang lengkap seperti lahan yang luas, area parkir yang luas, tempat makan, tempat souvenir, tempat ibadah, dan pos satpam. Sedangkan untuk aktivitas rendah yaitu galerigaleri yang jarang dikunjungi oleh pengunjung. Dari 60 galeri hanya 41 galeri yang diambil (Tabel 12). Pengambilan contoh dilakukan secara acak dengan perwakilan di setiap Jalan Trusmi dan Panembahan. Pengambilan contoh ini juga dilakukan berdasarkan galeri yang banyak dikunjungi dan dikenal oleh masyarakat serta yang jarang dikunjungi. Dari 41 galeri yang didata, 12 galeri yang banyak dikunjungi dan 29 galeri yang jarang dikunjungi. Beberapa faktor luar yang mempengaruhi kepadatan pengunjung adalah sebagai berikut : 1. akses menuju galeri lebih menjorok dalam dari jalan masuk kawasan Batik Trusmi 2. sarana untuk belajar membatik 3. desain produk dari batik 4. mempunyai kualitas yang bagus 5. kualitas bagus dengan harga murah 6. nyaman
89
*Galeri yang banyak dikunjungi
89
90
Tabel 12 Sampel galeri No Nama Galeri Batik No Nama Galeri Batik No 1 IBR Raja Batik * 16 Batik Naufal 31 2 Batik Lia 17 Batik Dua Putri 32 3 Batik Hanny 18 Batik Imad 33 19 Batik Halus 34 4 Batik Salma* 5 Batik Hafiyan* 20 Batik Cirebonan Family 35 6 Wisma Batik 21 Batik Lisa 36 7 Batik Cirebonan 22 Batik Hadi 37 23 Batik KATURA * 38 8 Batik Asofa * 9 Batik Anira 24 Koperasi Batik Budi Tresna 39 40 10 Batik Ike 25 Batik Nofa * 11 Baitk Irna 26 Batik Aria 41 12 Batik Retno Rahayu 27 Batik Elfrisa 13 Batik Oman 28 Batik EB * 14 Batik Annur * 29 Kampung Wisata Batik * 15 Batik IBR * 30 Batik Selsa Keterangan : yang bertanda * adalah galeri yang banyak dikunjungi
Nama Galeri Batik Batik Nadine Batik Alega Batik Fresa Batik Herry Putra Batik Hilma Batik Khaeriyah Batik Karisma Patra Batik Rizky Batik Batik Mahkota * Batik Daffa *
4.6.4.2 Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Potensial Analisis ruang dan aktivitas wisata potensial ditentukan berdasarkan rencana pemerintah dan beberapa fasilitas lain yang berpotensi sebagai ruang dan aktivitas wisata (Gambar 57). Rencana pemerintah adalah membuat pasar batik di Desa Weru Lor yang lahannya masih dimiliki oleh pemerintah. Pasar Batik ini dibuat untuk menyetarakan galeri-galeri yang ada di sepanjang Jalan Trusmi agar galeri yang berada menjorok dalam desa tersebut dapat dikunjungi oleh pengunjung dan mempunyai persaingan yang sama dengan galeri yang berada di depan. Fasilitas lain yang berpotensi adalah jalur jalan yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas penduduk Desa Trusmi yang sedang melakukan proses pembatikan dan mempelajari berbagai hal tentang Batik Trusmi. Selain itu, terdapat beberapa galeri yang belum dikembangkan sehingga pengunjung kurang mengetahui keberadaannya. Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan memiliki ruang wisata potensial 34 ruang. Desa Panembahan, Weru Kidul, dan Weru Lor memiliki ruang potensial 1-2 ruang. Desa Trusmi Kulon dan Desa Panembahan terdapat 1 jenis aktivitas wisata yaitu wisata belanja sedangkan Desa Trusmi Wetan terdapat lebih dari sama dengan dua jenis aktivitas wisata yaitu wisata belanja dan wisata budaya.
91
Desa Weru Lor, Weru Kidul, dan Panembahan tidak memiliki aktivitas wisata. Desa Trusmi Kulon, Trusmi Wetan, dan Panembahan merupakan desa yang banyak dikunjungi wisatawan. Desa Weru Lor dan Weru Kidul sedikit didapat kunjungan wisatawan karena di desa ini hanya terdapat atraksi wisata yaitu arakarakkan welit dan pasar malam dengan waktu tertentu. Hasil analisis dari analisis ruang dan aktivitas wisata eksisting dan potensial menghasilkan ruang dan aktivitas wisata tinggi, rendah, dan sedang. Ruang dan aktivitas wisata tinggi berada di Desa Trusmi Wetan dan di Desa Trusmi Kulon, sedang pada Desa Panembahan, dan rendah di Desa Weru Lor dan Desa Weru Kidul. Gambar 58 merupakan hasil analisis dari analisis ruang dan aktivitas wisata. Hasil analisis yang diperoleh dalam bentuk peta spasial dan deskriptif. Hasil analisis peta spasial merupakan hasil overlay dari analisis-analisis spasial tersebut dan menghasilkan peta potensi wisata yang terdiri dari potensi tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil analisis, potensi tinggi berada di Desa Trusmi Kulon dan Desa Trusmi Wetan. Potensi sedang yaitu Desa Panembahan. Potensi rendah yaitu Desa Weru Lor dan Desa Weru Kidul. Peta potensi kawasan Batik Trusmi dapat dilihat pada Gambar 59. Sedangkan untuk hasil analisis deskriptif disajikan pada Tabel 14.
92
92
93
93
94
94
95
Tabel 13 Analisis dan Sintesis No 1
2
Data Aspek Sejarah a. Sejarah Kawasan
Analisis Potensi
Kendala
Memiliki toponimi yang jelas
Belum ada bukti yang otentik sehingga banyak versi
b. Sejarah Batik di kawasan Trusmi
Mempunyai alur sejarah yang jelas
c. Sejarah Perkembangan Batik di kawasan Trusmi
Mempunyai alur sejarah yang jelas
Masih ada yang belum mengetahui tentang sejarah batik di kawasan ini Tidak ada bukti otentik perkembangan batik dari masa ke masa
d. Elemen Sejarah Kawasan
Situs masih terawat dengan baik
Di dalam kawasan banyak masyarakat sekitar yang memintaminta uang receh kepada pengunjung
Akses menuju kawasan mudah dengan angkutan dan kendaraan pribadi
Sirkulasi jalan yang sempit dengan kendaraan yang banyak
Aspek Fisik-Biofisik a. Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi
Sintesis Pemanfaatan Potensi dan Pemecahan Kendala Meskipun memiliki banyak versi namun mengerucut pada satu kesamaan dan mempertahankan karakter desa sesuai dengan toponiminya Memberikan informasi pengunjung tentang asal-usul batik di kawasan ini Memberikan infromasi pengunjung tentang perkembangan batik di kawasan ini dan menggali batik dari masa ke masa sebagai daya tarik Situs dijadikan sebagai daya tarik pengunjung
Mempertahankan akses menuju tapak dan mengembangkan jalur sirkulasi pada tapak agar pengunjung merasa nyaman di dalam tapak
b. Jenis Tanah dan Topografi
Kawasan yang relatif datar
Pengunjung dapat berjalan kaki mengelilingi kawasan
c. Tata Guna Lahan
Masih terdapat lahan terbuka dan kosong
Mengembangkan lahan terbuka sebagai area interpretasi dan welcome area menuju kawasan
d. Iklim
Memiliki iklim yang nyaman
d. Kualitas Visual
Borrowed landscape Gunung Ciremai
Akibat kurangnya peneduh menjadi panas Tertutup oleh pasar dan kurangnya karakter desa batik pada kawasan
Diperlukan vegetasi peneduh Dikembangkan dengan axis untuk melihat gunung tersebut dan ditambah desain sesuatu yang berhubungan dengan batik
95
96
Tabel 14 Lanjutan No No
Data e. Elemen Fisik/Struktur Bangunan dan Arsitektur f. Fasilitas g. Vegetasi
h. Hidrologi 3
4
Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi a. Keadaan Penduduk dan Ekonomi b. Aktivitas Budaya
Kendala
Masih terdapat bangunan dengan arsitektur yang unik dan terawat Memiliki vegetasi yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat dan memiliki vegetasi penguat identitas Sebagai pengairan
Kurangnya fasilitas wisata Pada jalan kawasan Batik Trusmi vegetasinya sedikit memiliki vegetasi sebagai fungsi estetika Sungai yang sudah menjadi pembuangan sampah Pendidikan yang rendah
c. Keinginan Masyarakat dan Pengunjung
Banyak aktivitas budaya yang masih dijalankan Kawasan harus dilestarikan dengan budaya yang masih dijaga
Kurang ruang untuk menikmati dan sudah jarang dimainkan Fasilitas wisata yang masih kurang
Aspek Wisata a. Jumlah dan Karakter Pengunjung
Pengunjung berasal dari luar dan dalam negeri
c. Jenis dan Kondisi Objek Wisata Aspek Pengelolaan Lanskap
Selain berbelanja batik, pengunjung melakukan ziarah pada waktu tertentu, dan melakukan ritual tradisi desa tersebut Beberapa galeri sudah memiliki fasililtas wisata yang memadai Sudah ada dukungan dan tindakan pemerintah untuk mengurangi terjadinya kesenjangan
Sintesis Pemanfaatan Potensi dan Pemecahan Kendala Menjadi daya tarik pengunjung
Banyak jumlah penduduk produktif
b. Aktivitas Pengunjung
5
Analisis Potensi
Perlu ditambahkan fasilitas wisata Mempertahankan vegetasi keramat dan penguat identitas serta perlu adanya vegetasi sebagai fungsi estetika dalam penataan vegetasi pada tapak Membersihkan sungai agar lebih baik Memberikan pengetahuan untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan wisata Membuat ruang untuk menikmati Adanya tindakan pelestarian dan daya dukung kawasan agar dapat menampung pengunjung dan kegiatan wisata bisa efektif
Kegiatan yang sama pada tempat yang sama sehingga terjadi penumpukkan pengunjung
Memberikan informasi tentang sejarah dan budaya yang berada di kawasan kepada masyarakat setempat dan mancanegara Mengembangkan lahan kosong sebagai tempat atraksi wisata dan mempertahankan aktivitas budaya
Beberapa galeri belum memiliki fasililtas wisata yang memadai Kurangnya kerjasama pengelola dengan masyarakat sekitar untuk mengembangkan kawasan
Membuat fasilitas wisata yang memadai untuk kawasan ini Adanya realisasi dalam mengembangkan kawasan dan memberdayakan masyarakat asli dalam pengelolaan kawasan
96
97
4.7
Sintesis Dari hasil peta komposit, diperlukan adanya ruang-ruang yang dapat
memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk mengeksplorasi dirinya menjelajahi kawasan Trusmi. Berdasarkan hasil analisis, maka kawasan perencanaan terbagi menjadi dua zona wisata, yaitu zona pengembangan wisata, zona budaya tinggi. Zona pengembangan wisata meliputi Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan. Desa Weru Lor dan Weru Kidul termasuk dalam ruang potensi rendah namun, desa ini memiliki fasilitas pendukung wisata yang tinggi. Desa Weru Lor terdapat lahan yang dapat digunakan untuk lahan parkir yang memadai agar pengunjung nyaman memarkirkan kendaraannya dan welcome area dengan gerbang utama menuju kawasan Batik Trusmi. Selain itu, merupakan lahan yang direncanakan pemerintah Kabupaten Cirebon. Area ini dapat dikembangkan sebagai ruang pelayanan. Desa Weru Kidul dan Panembahan dapat dijadikan jalur alternatif keluar masuk dari kawasan Batik Trusmi. Zona pengembangan wisata dapat dikembangkan dengan konsep yang menunjang dan mendukung kawasan Batik Trusmi. Zona budaya tinggi meliputi Desa Trusmi Kulon dan Desa Trusmi Wetan. Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan memiliki ruang budaya dan sejarah tinggi, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata tinggi, fasilitas pendukung wisata sedang, ruang dan aktivitas wisata tinggi sehingga dapat dikembangkan sebagai ruang wisata belanja batik dan ruang wisata sejarah serta budaya batik. Konsep awal dari kawasan Batik Trusmi adalah wisata belanja batik di Kabupaten Cirebon. Namun, setelah melalui tahap analisis di desa inilah awal dari batik itu muncul di Kabupaten Cirebon dan merupakan desa yang masih memiliki adat dan tradisi yang masih dijalankan hingga sekarang. Oleh karena itu, diusulkan konsep dasar yaitu mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi yang ada sebagai daya tarik wisata dengan mempertimbangkan kenyamanan wisatawan. Mengeksplorasi budaya dengan mendapatkan pengetahuan tentang sejarah kawasan ini, sedangkan eksotika Batik Trusmi adalah mengapresiasikan setelah mengetahui budaya dan sejarahnya. Kawasan Batik Trusmi yang tidak hanya menghadirkan wisata belanja batik, namun dibalik itu ada sebuah sejarah dan budaya yang unik sehingga dapat dijadikan daya tarik wisata yang menarik.
98
Dari konsep dasar tersebut, untuk implementasinya dijabarkan dalam pengembangan konsep sebagai konsep ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, sirkulasi, dan tata hijau. Berikut adalah penjabaran dari pengembangan konsep :
1. Konsep Ruang Untuk mengeksplorasi budaya dan sejarah serta mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi di kawasan Batik Trusmi yang berada di beberapa tempat, diperlukan adanya ruang-ruang yang bisa mengakomodir hal tersebut. Oleh karena itu, ruang yang direncanakan di kawasan Batik Trusmi dibagi menjadi tiga ruang (Gambar 60), yaitu : 1.
Ruang inti objek dan atraksi wisata pada zona budaya tinggi
2.
Ruang pelayanan pada zona pengembangan wisata
3.
Ruang Transisi Ruang inti objek dan atraksi wisata terbagi menjadi dua yaitu ruang wisata
belanja batik dan ruang wisata sejarah dan budaya batik. Ruang wisata belanja batik yaitu ruang yang berisi galeri-galeri batik yang sudah ada. Sedangkan untuk ruang wisata sejarah dan budaya adalah area Ki Buyut Trusmi dan area yang masih dominan digunakan masyarakat untuk membuat batik di rumahnya. Ruang transisi adalah ruang penghubung antara ruang pengembangan dengan ruang objek wisata inti tanpa mengganggu fungsi masing-masing dari ruang tersebut. Ruang transisi ditandai dengan adanya tempat pangkalan dokar untuk memasuki kawasan Batik Trusmi. Ruang pelayanan berupa welcome area, rest area, parkir, panggung budaya, information centre, kios cinderamata, tempat kuliner, dan pasar batik.
Gambar 60 Konsep ruang
99
2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Wisata Dalam mengeksplorasi budaya dan mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi aktivitas diarahkan pada interaksi langsung dengan masyarakat yang membuat batik di desa ini dan mempelajari tentang berbagai hal Batik Trusmi serta melihat berbagai tradisi serta kesenian di Desa Trusmi. Tradisi yang berupa ritual-ritual berlangsung dengan waktu tertentu, tidak diadakan setiap hari. Tak hanya menikmati, pengunjung juga dapat berinteraksi dan mencoba langsung membuat batik. Berbagai fasilitas wisata didesain dengan menggunakan pola batik dan berhubungan dengan pembuatan batik dalam mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi, seperti alat yang digunakan saat membuat batik dan motif batik. Kawasan Batik Trusmi dihadirkan dengan desain yang menonjolkan bahwa kawasan tersebut adalah kawasan batik. Elemen hardscape akan dibuat dengan mengikuti pola batik dan menambahkan beberapa elemen yang merupakan peralatan untuk membatik.
3. Konsep Sirkulasi Kawasan Batik Trusmi merupakan kawasan yang penuh dengan kendaraan. Selain kawasan Batik Trusmi terdapat pasar tradisional, pasar kue, dan kawasan ini berada di perempatan jalan. Hal ini juga dipacu dengan lebar jalan yang hanya 3meter. Jalan desa yang dilewati oleh berbagai macam kendaraan, seperti dokar, becak, mobil, motor, dan sepeda. Sirkulasi yang dibuat adalah sirkulasi umum dan khusus wisata. Sirkulasi umum adalah sirkulasi yang digunakan oleh masyarakat Desa Trusmi dalam melakukan seluruh kegiatannya. Sedangkan sirkulasi khusus wisata adalah sirkulasi yang digunakan untuk wisatawan yang datang ke daerah kawasan Batik Trusmi. Sirkulasi umum ditujukan langsung menuju ruang inti. Sedangkan sirkulasi khusus wisata (Gambar 61) harus memasuki ruang pengembangan terlebih dahulu sebelum memasuki ruang inti. Sirkulasi khusus wisata untuk dokar yang telah disediakan. Pada kegiatan budaya yang berlangsung pada waktu tertentu sirkulasi yang digunakan sama dengan sirkulasi yang lain. Oleh karena itu, perlu adanya sirkulasi isidental. Sirkulasi isidental berlaku untuk kegiatan budaya yang
100
dilakukan pada waktu tertentu digunakan sistem satu arah. Sistem ini dibuat agar tidak ada penumpukan kendaraaan di dalam kawasan Batik Trusmi.
Gambar 61 Konsep sirkulasi khusus wisata 4. Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau ini meliputi penataan vegetasi yang akan ditujukan untuk fungsi penguat identitas, estetika, peneduh, dan pergola. Fungsi vegetasi sebagai penguat identitas diberikan untuk mengeksplorasi budaya Batik Trusmi dengan menghadirkan tanaman yang ada kaitannya dengan keberadaan Batik Trusmi. Fungsi vegetasi estetika, peneduh, dan pergola diberikan untuk mengapresiasikan eksotika Batik Trusmi dengan bermacam warna-warni bunga yang dihasilkan. Pada ruang pelayanan, lebih diutamakan vegetasi penguat identitas agar pengunjung lebih mengetahui bahwa kawasan ini memiliki vegetasi sebagai ciri khas kawasan ini. Pada ruang transisi lebih ditekankan pada vegetasi estetika dan pergola. Sedangkan pada ruang inti objek dan atraksi wisata digunakan vegetasi penguat identitas, estetika dan pergola. Tabel 14 menyajikan fungsi vegetasi yang akan digunakan di setiap ruang. Tabel 14 Vegetasi yang digunakan pada setiap ruang No
Fungsi
Ruang
Vegetasi
Inti Objek dan Atraksi Wisata
1
Penguat identitas
√
2
Estetika
√
3
Peneduh
4
Pergola
Transisi
Pelayanan √
√
√ √
√
√
√
101
Dari hasil pengembangan konsep tersebut, diusulkan rencana blok (block plan). Dalam rencana blok (block plan) terdapat zona pengembangan wisata (Desa Weru Lor, Weru Kidul, dan Panembahan) dan zona budaya tinggi (Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan) dibagi lagi berbagai ruang. Pada zona pengembangan wisata terdapat ruang pelayanan dan ruang transisi serta ruang inti atraksi wisata yang berlangsung pada waktu tertentu. Dalam zona pengembangan wisata terlihat adanya ruang inti objek dan atraksi wisata yang berada di luar zona budaya tinggi, yaitu berada di Desa Panembahan. Zona budaya tinggi terdapat ruang inti objek dan atraksi wisata serta ruang transisi. Sirkulasi yang dibuat terdiri dari sirkulasi pejalan kaki, sirkulasi kendaraan beroda dua dan empat serta dokar (angkutan tradisional). Pada zona budaya tinggi terdapat sirkulasi satu arah agar tidak terjadi penumpukkan pengguna jalan. jalur alternatif disediakan mengelilingi desa. Namun, dengan tidak membuang-buang waktu tanpa pengalaman/pengetahuan yang didapat. Rencana blok (block plan) dapat dilihat pada Gambar 62. Berdasarkan rencana blok (block plan) tersebut dibuat perencanaan lanskap dalam bentuk landscape plan.
102
102
103
4.8
Perencanaan Lanskap
4.8.1
Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Wisata Rencana ruang yang dicapai terbagi atas tiga, yaitu ruang pelayanan, ruang
transisi, dan ruang inti objek dan atraksi wisata. Luas pada ruang inti inti objek dan atraksi wisata 7.1 ha, ruang transisi 0.4 ha, dan ruang pelayanan 4.4 ha. Ruang transisi dan ruang pelayanan diharapkan akan mendukung ruang inti objek wisata tanpa mengganggu fungsi-fungsi ruang tersebut. Ruang inti objek dan atraksi wisata tidak mengalami banyak perubahan untuk menjaga keasliannya. Ruang pelayanan yang dibagi lagi menjadi beberapa ruang dengan peruntukkan luas lahan ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Luas tata ruang pada ruang pelayanan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ruang Welcome area Panggung Budaya Pasar Batik Parkir Tempat makan Tempat cinderamata Toilet Information centre Shelter Total
Luas (ha) 0.5 0.1 1.2 0.606 0.25 0.25 0.005 0.04 0.04 2.991
Luas ruang pelayanan adalah 4.4 ha dengan luas terbangun 2.991, sisanya merupakan jalan dan lahan terbuka. Perhitungan daya dukung bertujuan untuk mempertahankan kelestarian, keberadaan atau optimisasi manfaat dari suatu sumber daya alam, sumberdaya lanskap, dan lingkungan (Nurisjah, Pramukanto, Wibowo 2003). Perhitungan daya dukung memerlukan faktor luas, jam kunjungan yang diperkenankan, dan rata-rata waktu kunjungan. Faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Sedangkan perhitungan daya dukung dan total pengunjung setiap ruang pada kawasan Batik Trusmi dapat dilihat pada Tabel 17.
104
Tabel 16
Luas, jam kunjungan yang diperkenankan, dan rata-rata waktu
kunjungan No 1 2 3
Jam kunjungan yang diperkenankan (jam per hari) 1 5 5
Luas (m2)
Ruang Area pasar malam Area panggung jimat Galeri batik
9377.38 10099.36 201.57
Rata-rata waktu kunjungan (jam per hari) 1 2 2
Tabel 17 Daya dukung dan total pengunjung setiap ruang No.
Ruang
Daya Dukung
Total pengunjung yang
(orang)
diperkenankan (orang/hari)
5.937
14.843
365
365
3.661
9.153
1
Inti Objek dan Atraksi Wisata
2
Transisi
3
Pelayanan
4
Galeri batik
100
250
5
Area pasar malam
781
781
6
Area panggung jimat
841
2104
Ruang pelayanan merupakan ruang yang pertama kali dimasuki oleh pengunjung. Pada ruang pelayanan pengunjung yang membawa kendaraan akan memarkirkan kendaraannya terlebih dahulu. Pengunjung dapat mendapatkan informasi di information centre tentang kegiatan apa yang akan berlangsung pada hari tersebut. Dari information centre pengunjung dapat menuju ke panggung budaya yang sudah disediakan. Pengunjung juga dapat menuju langsung ke dalam pasar batik yang berisi kumpulan dari berbagai galeri di kawasan Batik Trusmi. Di samping pasar batik terdapat tempat makan yang menyediakan masakan khas Cirebon, tempat souvenir, pangakalan dokar dan toilet. Memasuki kawasan Batik Trusmi
pengunjung
menggunakan
dokar.
Dengan
menggunakan
dokar
pengunjung dibawa menuju ruang inti. Tindakan ini akan mengurangi padatnya kendaraan yang masuk dan keberadaan area Keramat Ki Buyut Trusmi dapat terlindungi dan terjaga. Aktivitas dan fasilitas dilihat pada Tabel 18. Sirkulasi yang baik akan lebih baik jika didukung oleh street furniture yang sesuai. Sehingga membuat kesan yang khas kepada pengunjung saat memasuki kawasan batik tersebut. Street furniture yang akan digunakan lebih
105
dominan menggunakan desain yang berhubungan dengan pola dan alat yang digunakan untuk membatik, seperti pada lampu jalan, kap lampu, gerbang masuk, shelter dokar, pedestrian, papan informasi, dan singage. Tabel 18 Rencana aktivitas dan fasilitas wisata No 1
Ruang
Aktivitas
Fasilitas
Ruang Pelayanan (43934,56 m2 / 36,74%) • Ruang Penerimaan
memarkir mobil,
welcome area,
menonton atraksi
parking area,
budaya,duduk-duduk,
rest area, panggung
mengobrol, makan-makan
budaya, toilet,
membeli souvenir,
pos satpam, tempat sampah, penanda arah, penanda tempat, souvenir, Information centre, tempat makan,
2
Ruang Transisi 2
(4384,83 m / 3,67%)
menunggu dokar,
pangkalan dokar,
jalan-jalan,
shelter dokar,
Melihat motif-motif batik
tempat sampah, jalur pedestrian, penanda tempat, penanda arah
3
Ruang Inti Objek dan Atraksi Wisata (71247,92 m2 / 59,59%) • Ruang Wisata Belanja Batik
berbelanja batik,
galeri batik,
belajar membuat batik
tempat duduk, tempat sampah, penanda tempat, penanda arah,
• Ruang Wisata Sejarah dan Budaya
melihat ritual-ritual,
papan interpretasi,
melihat bangunan
tempat sampah,
bersejarah melihat,
tempat duduk,
kehidupan masyarakat,
penanda tempat,
berfoto
penanda arah,
106
4.8.2
Rencana Tata Hijau Rencana tata hijau yang dibuat terbagi di tiga ruang. Pada ruang tersebut
akan ditata vegetasi yang dapat memberikan nilai estetika dan kenyamanan kepada pengunjung. Pada ruang transisi dan sepanjang jalan yang merupakan tempat galeri tersebut penataan vegetasi lebih kepada tanaman gantung, planter box atau tanaman hias dalam pot, dan pergola yang terbuat dari tanaman merambat. Tanaman merambat yang akan digunakan adalah tanaman merambat yang tidak memiliki buah, perawatan yang tidak terlalu susah, dan tahan terhadap panas. Rencana vegetasi yang akan digunakan tersaji dalam Tabel 19. Tabel 19 Rencana vegetasi yang digunakan Fungsi No
1
Vegetasi Penguat
Ruang Inti objek dan atraksi wisata
Transisi
√
Pelayanan √
identitas
Contoh Vegetasi
Mangga (Mangifera indica) Pohon Jambe (Areca pumila)
2
Estetika
√
√
√
Pilodendron (Philodendron sp) Begonia Stepanot (Stephanotis sp) Alamanda (Alamanda sp)
3
Peneduh
√
Flamboyan (Delonix regia)
4
Pergola
√
√
√
Thunbergia sp
Sumber vegetasi : Lestari dan Kencana (2008) dan pengamatan langsung
4.8.3 Rencana Jalur Sirkulasi Wisata Jalur wisata yang dibuat adalah mengelilingi kawasan Batik Trusmi menggunakan dokar. Agar kawasan ini dapat lebih mudah dalam pergerakannya. Selain menggunakan dokar, pengunjung juga dapat berjalan kaki dengan
107
menggunakan jalur yang sudah disediakan. Pada jalur pejalan kaki disediakan juga tempat duduk agar pengunjung tidak merasakan lelah yang berkepanjangan. Pengunjung dapat istirahat dengan melihat aktivitas masyarakat Desa Trusmi dan berbagai motif-motif batik yang terdapat pada dinding-dingidng bangunan di samping jalur pedestrian. Berbagai fasilitas penanda yang dapat mempermudah mobilitas pengunjung tanpa bingung arah. Kendaraan yang memasuki kawasan ini berupa bus, mobil, dan motor. Untuk bus, harus masuk melalui gerbang utama. Jalur sirkulasi wisata yang dibuat menjadi 3 alternatif. Alternatif ini berdasarkan sirkulasi yang mampu memberikan pengalaman/pengetahuan pada pengunjung walau dengan gerbang masuk yang berbeda. Alternatif pertama adalah melalui gerbang utama (main gate) kawasan Batik Trusmi untuk kendaraan bus, mobil, dan motor. Khusus untuk bus harus masuk dari gerbang ini dikarenakan pada gerbang ini terdapat area parkir yang luas untuk bus berhenti. Pengunjung akan disambut dengan gerbang utama yang memberikan karakter kuat kawasan batik tersebut. Terdapat information centre yang dapat diakses dengan mudah oleh pengunjung dengan panggung budaya yang berada di tengah area. Selain panggung budaya, terdapat pasar batik, tempat souvenir, dan kuliner yang dengan mudah pengunjung dapat membeli batik tanpa harus masuk ke dalam desa. Dengan menggunakan dokar pengunjung akan diarahkan menuju tempat pembuatan batik dan berinteraksi dengan masyarakat serta memberi pengetahuan tentang asal-usul batik di kawasan ini, mengenal situs peninggalan jaman dulu dan melihat atraksi wisata yang diselenggarakan. Alternatif kedua adalah memberikan kebebasan kepada pengunjung yang sudah mengetahui kawasan ini untuk langsung memasuki kawasan batik untuk membeli batik. Selain membeli batik, pengunjung juga dapat melihat masyarakat sekitar yang sedang melakukan proses membatik di rumah-rumahnya. Alternatif ketiga adalah memasuki kawasan yang memiliki galeri batik dengan fasad rumah mewah. Setelah itu pengunjung dapat melihat kegiatan membatik oleh masyarakat sekitar. Jalur sirkulasi wisata disajikan pada Gambar 63.
108
108
109
4.8.4 Rencana Perjalanan Wisata Perjalanan wisata diharapkan dapat menunjang perekonomian di kawasan Batik Trusmi dengan melibatkan peranan langsung masyarakatnya. Perjalanan wisata ini dikemas dalam 2 paket. Paket ini akan ditawarkan saat pengunjung akan memasuki area kawasan Batik Trusmi. Paket pertama adalah dari gerbang pertama membawa pengunjung ke area Keramat Ki Buyut Trusmi untuk mengetahui sejarah dan budaya kawasan Batik Trusmi. Setelah itu mengajak pengunjung ke area pemukiman masyarakat sekitar yang masih membuat batik di rumahnya. berakhir di galeri-galeri batik yang berada di sepanjang Jalan Trusmi. Sedangkan untuk paket kedua dari gerbang kedua, pengunjung akan diajak untuk mengelilingi pemukiman masyarakat Trusmi membuat batik. Setelah itu memberikan informasi tentang sejarah dan budaya kawasan Batik Trusmi dan berakhir pada area galeri batik.
4.8.5 Rencana Lanskap Rencana lanskap adalah produk hasil akhir dari penelitian ini. Produk berupa gambar landscape plan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik Trusmi Cirebon. Landscape plan disajikan pada Gambar 64 dengan gambar potongan dan ilustrasi suasana pada Gambar 65.
110
110
111
111
112
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Kawasan Trusmi di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, memiliki
potensi yang besar sebagai kawasan wisata budaya. Selain memiliki objek wisata belanja batik yang ada saat ini, kawasan ini memiliki budaya dan sejarah yang masih terkait dengan budaya batik dan dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Dari hasil analisis didapatkan zona budaya tinggi yaitu Desa Trusmi Wetan dan Trusmi Kulon, dan zona pengembangan wisata meliputi Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, dan Desa Panembahan. Konsep dasar dalam perencanaan adalah mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi. Dalam pengembangan konsep dijabarkan ke dalam konsep ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, sirkulasi, dan tata hijau. Rencana lanskap tersebut disusun dari rencana tata ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, tata hijau, dan jalur wisata. Pada rencana tata ruang terbagi menjadi 3 ruang, yaitu ruang inti objek dan atraksi wisata pada zona budaya tinggi, ruang transisi, dan ruang pelayanan pada zona pengembangan wisata. Ruang inti objek dan atraksi wisata terbagi menjadi dua yaitu ruang wisata belanja batik, dan ruang wisata sejarah dan budaya. Ruang wisata belanja batik yaitu ruang yang berisi galeri-galeri batik yang sudah ada. Sedangkan untuk ruang wisata sejarah dan budaya adalah area Ki Buyut Trusmi dan area yang masih digunakan untuk tempat membatik. Ruang transisi adalah ruang penghubung antara ruang pelayanan dengan ruang inti objek dan atraksi wisata tanpa mengganggu fungsi masing-masing dari ruang tersebut. Ruang transisi ditandai dengan adanya tempat pangkalan dokar untuk memasuki kawasan Batik Trusmi. Ruang pelayanan mencakup welcome area/entrance (gerbang masuk kawasan) dan fasilitas pelayanan wisata. Sedangkan ruang pengembangan disediakan untuk pengembangan kawasan yang mendukung aktivitas wisata budaya. Fasilitas, jalur wisata, dan tata hijau direncanakan untuk memberikan kenyamanan wisata. Secara keseluruhan rencana lanskap yang diusulkan ditujukan agar aktivitas wisata di kawasan Trusmi dapat efektif, melestarikan
113
budaya lokal, serta memberikan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, rencana lanskap yang telah disusun dapat dijadikan dasar agar aktivitas wisata dapat efektif dan melestarikan budaya lokal serta memberikan kesejahteraan dan kenyamanan wisatawan.
5.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Trusmi, terdapat
beberapa saran, antara lain: 1. Perlu kebijakan dan dukungan Pemerintah Daerah yang lebih nyata dan berlanjut untuk mewujudkan kawasan Trusmi menjadi kawasan wisata budaya. 2. Perlu pembinaan kepada masyarakat, terutama pada zona budaya tinggi, agar siap menerima kunjungan wisata dan menyajikan atraksi membatik. 3. Untuk mengimplementasikan rencana lanskap yang diusulkan, perlu dibuat rancangan/desain lanskap yang lebih detil dengan mengeksplorasi ragam desain yang menunjukkan seni budaya lokal, terutama seni Batik Trusmi.
114
DAFTAR PUSTAKA
Adimuryanto, E. 2001. Thesis : Pola Tata Ruang Makam Buyut Trusmi di Cirebon. Program Pascasarjana Magister Teknikk Arsitektur UNDIP (Universitas Diponegoro). Semarang. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPEDDA) Kabupaten Cirebon. 2010. Rencana Umum Tata Ruang. Casta dan Taruna. 2008. Batik Cirebon : Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya. Badan Komunikasi, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon. Sumber. Gold, SM. 1980. Recreation planning and design. Mc. Graw-Hill Book Co., Inc. New york. 322p. Gunn, CA. 1994. Tourism Planning. Third Edition, Taylor and Francis Ltd, London. 460p. Knudson, DM. 1980. Outdoor Recreation. Mac Millan Publishing Co., Inc. London. Lestari, G. dan Kencana, IP. 2008. Galeri Tanaman Lanskap. Penebar Swadaya. Jakarta. Manuaba, A. 1999. Seminar Pariwisata : Pelestarian Kebudayaan Bangsa Sebagai Modal Utama Pariwisata Nasional Indonesia. Neufert, E. 1980. Archiect’s Data, Second (International) English Edition. Granada. New York. Nurisjah, S. dan Pramukanto, Q. 2001. Perencanaan Kawasan Untuk Pelestarian Lanskap Dan Taman Sejarah. Program Studi Arsitektur Pertanaman. Jurusan
Budi
Daya
Pertanian,
Fakultas
Pertanian,
IPB
(tidak
dipublikasikan). Bogor. Nurisjah, S. dan Pramukanto, Q. 2003. Daya Dukung dalam Perencanaan Tapak. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pendit, NS. 2002. Ilmu pariwisata. PT Pradnya paramita. Jakarta. Sani, M. 2008. Perencanaan Lanskap Wisata Sejarah Dan Budaya Komplek Candi Gedong Songo, Kabupaten Semarang (Skripsi). Jurusan Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Arsitektur
115
Simonds, JO. 2006. Landscape architecture. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. Sulendraningrat, PS. 1984.Babad Tanah Sunda/Babad Cirebon. Sunardjo, U. 1996. Masa Kejayaan Cirebon, Kajian dari Aspek Politik dan Pemerintahan. Yayasan Keraton Kasepuhan Cirebon. Cirebon. Widiatmaka, SH. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Wulandari, A. 2011. Batik Nusantara : Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik. Andi Offset. Yogyakarta. Yoeti, A. 1985. Melestarikan Seni Budaya yang Nyaris Punah. Pradnya Paramita. Jakarta. Yoeti, A. 2001. Pengantar Ilmu Pariwisata. Pradnya Paramita. Jakarta.
116
LAMPIRAN
117
Lampiran 1 Form kuesioner keinginan pengunjung IDENTITAS PENGUNJUNG Jenis Kelamin : Usia : Pendidikan :
Pekerjaan
:
Kependudukan :
a. Laki-Laki
b. Perempuan
a. SD b. SMP c. SMA a. Pelajar b. Mahasiswa c. PNS a. Asli b. Pendatang dari...
d. D3 e. S1 f. Lainnya... d. Karyawan swasta e. Wiraswasta f. Lainnya...
PENDAPAT PENGUNJUNG Berilah tanda (X) pada jawaban yang anda anggap sesuai. 1. Berapa kali anda berkunjung ke tempat ini : a. Pertama kali c. <5 kali b. <3 kali d. >5 kali 2. Bagi yang menjawab d, berapa frekuensi kunjungan anda : a. 2 kali/tahun c. 1 kali/bulan b. 3 kali/tahun d. >1 kali/bulan 3. Darimana anda mengetahui keberadaan tempat wisata ini : a. Teman c. Media elektronik b. Keluarga d. Lainnya... 4. Aktifitas yang anda lakukan di kawasan ini : a. Berbelanja batik c. Ziarah b. Kuliner makanan khas d. Lainnya... 5. Bagaimana kesan anda terhadap kenyamanan kawasan ini : a. Sangat nyaman c. Tidak nyaman b. Nyaman d. Sangat tidak nyaman 6. Bagaimana kondisi kawasan ini : a. Sangat bersih c. Kotor b. Bersih d. Sangat kotor 7. Bagaimana kelengkapan fasilitas di kawasan ini : a. Sangat baik c. Cukup baik b. Baik d. Kurang baik 8. Fasilitas apa yang anda inginkan : a. Tempat makan c. Kios cindera mata b. Tempat parkir d. Lainnya...
118
9. Apakah selama berkunjung anda mendapatkan sarana interpretasi/informasi : a. Ya b. Tidak 10. Bagi yang menjawab ya, sarana interpretasi apa yang anda dapatkan : a. Papan informasi c. Brosur/leaflet b. Tour guide d. Lainnya... 11. Apa anda mengetahui sejarah kawasan ini sebelum anda berkunjung : a. Mengetahui b. Tidak mengetahui 12. Setelah berkunjung di kawasan ini, apakah anda mengetahui tentang : a. Sejarah Batik Trusmi b. Tempat-tempat yang terkait dengan sejarah Batik Trusmi c. Tempat pembuatan batik d. Budaya/kesenian masyarakat 13. Apakah kawasan ini perlu dilestarikan : a. Perlu b. Tidak perlu 14. Apakah bersedia kembali lagi untuk berkunjung : a. Ya b. Tidak 15. Bagi anda yang menjawab ya, apa yang membuat anda ingin kembali berkunjung : a. Berbelanja batik b. Lainnya... 16. Saran anda untuk pelestarian dan pengembangan kawasan ini : ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... Terima Kasih Atas Partisipasi Anda
119
Lampiran 2 Form kuesioner keinginan masyarakat
IDENTITAS RESPONDEN Jenis Kelamin : Usia : Pendidikan :
Pekerjaan
:
Kependudukan :
a. Laki-Laki
b. Perempuan
a. SD b. SMP c. SMA a. Pelajar b. Mahasiswa c. PNS a. Asli b. Pendatang dari...
d. D3 e. S1 f. Lainnya... d. Karyawan swasta e. Wiraswasta f. Lainnya...
PENDAPAT RESPONDEN Berilah tanda (X) pada jawaban yang anda anggap sesuai. 1. Berapa lama anda tinggal di kawasan ini : a. <5 tahun b. >5 tahun 2. Mengapa anda tinggal di kawasan ini : a. Keluarga c. Lainnya... b. Pekerjaan 3. Apakah anda merasa nyaman tinggal di kawasan ini : a. Ya b. Tidak 4. Bagi yang menjawab ya, apa yang membuat anda nyaman : ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... 5. Bagi yang menjawab tidak, apa yang membuat anda tidak nyaman : ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... 6. Apakah terjadi banyak perubahan pada kawasan ini selama anda tinggal : a. Ya b. Tidak 7. Bagi yang menjawab ya, apakah perubahan yang terjadi : a. Menjadi sangat nyaman b. Menjadi sedikit nyaman c. Menjadi tidak nyaman d.Menjadi sangat tidak nyaman 8. Apa perubahan tang sangat terlihat : a. Lingkungan/lanskap kawasan b. Aktivitas masyarakat c. Sarana dan prasarana d. Lainnya... 9. Apakah anda masih mengikuti budaya di kawasan ini : a. Ya b. Tidak 10. Bagi yang menjawab ya, budaya apa yang masih anda lakukan : .........................................................................................................................
120
......................................................................................................................... 11. Alasan apa yang membuat anda masih menjalankan budaya tersebut : ......................................................................................................................... ......................................................................................................................... 12. Apa anda mengetahui sejarah kawasan ini : a. Mengetahui b. Tidak mengetahui 13. Darimana anda mengetahui sejarah kawasan ini : a. Teman c. Media elektronik b. Keluarga d. Lainnya... 14. Apa yang paling menonjol pada kawasan ini : a. Situs Ki Gede Trusmi b. Kerajinan batik c. Budaya masyarakat lokal d. Kuliner e. Lainnya... 15. Setujukah anda dengan kegiatan wisata pada kawasan in : a. Ya b. Tidak 16. Menurut anda bentuk wisata seperti apa yang cocok/diinginkan pada kawasan ini : a. Wisata belanja c. Wisata budaya b. Wisata sejarah d. Lainnya... 17. Apa bentuk keterlibatan masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata di kawasan ini, selain sebagai pengrajin dan penjual batik : a. Terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan ini b. Menjadi objek/atraksi wisata budaya c. Sebagai jasa wisata d. Penjual cinderamata
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda
121
Lampiran 3 Daftar Istilah
Bahasa Jawa Abang puti Abdi dalem Adoh Apem
: : : :
Bale
:
Balong Bangsal Bebersih Bendu Bubar Cemplung
: : : : : :
Curakan Dalem Dino Gede Hijab Ingsung titip tajug lan fakir miskin Jero Jinem
: : : : :
Juwadah Kabuyutan Kalungguhan Katil Kitab Barzanji Kliwonan Kuwu Lan Lawang Mitui/ngrujaki Mega Memolo Mendak pindo
Bahasa Indonesia Merah putih Orang Keraton Jauh Sejenis kue surabi yang dicocol dengan kinca (cairan gula) Balai, biasa digunakan sebagai tempatnya orang Keraton rapat Kolam Ruang Syukuran setelah ibu bersih, 40 hari Kualat Selesai Lauk yang terbuat dari parutan kelapa dan dibentuk elips lalu digoreng Menaburkan uang receh Dalam Hari Besar pemisah
: Saya titip mushollah dan fakir miskin : Dalam (ke bawah) : Tempat nyepi/semedinya para peziarah laki-laki : Bermacam-macam kue untuk selametan kelahiran : Ki Buyut : Sopan santun : Keranda : Kitab yang berisi syalawat : Pengajian setiap malam jumat kliwon : Kepala desa : Dan : Pintu : Tujuh bulanan dengan membuat rujak : Awan : Hiasan : Dua tahun
122
Bahasa Jawa
Bahasa Indonesia
Mitung Mudun lemo Nelung Ngapem Nglolosi Ngobeng Ngupati Nyatus Nyewu Nyukur Padasan Pakuncen Parek Pasarean Paseban Patang puluh Pati Pekuloan Pesalinan/Pesekaran
: : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Tujuh Tradisi turun tanah Tiga Membuat apem Membuat bubur lolos Bantu-bantu Membuat kupat Seratus Seribu Memotong rambut bayi Guci tempat menyimpan air untuk bersuci Tempat para kuncen berkumpul Dekat Makam Tempat seba/musyawarah Empat puluh Kematian Air yang disucikan Tempat salin/ganti baju bagi para Kuncen/Kiyai yang akan bebirat/membersihkan bagian dalam petilasan Ki Buyut Trusmi Sejenis ikan asin, berbadan pipih Tempat sholat bagi kaum wadon/perempuan Dua kali Diulang dua kali Satu kali Syukuran setelah melahirkan, ari-ari lepas Hari rabu pertama di awal bulan Musyawarah Sejenis pohon Musyawarah Saudara Nasi Syukuran Genteng yang terbuat dari kayu jati Kepala keluarga Tempat makanan yang terbuat dari daun pisang
Petek Pewadonan Pindo Pindon Pisan Puputan Rebo wekasan Rembugan Salam Seba Sedulur Sego Selametan Sirap Somah Sudi
: : : : : : : : : : : : : : : :
Tawurji tawur selamet dawa umur
: Menaburkan uang akan selamat panjang umur
123
Bahasa Jawa Trengginas Tumpeng Wadasan Watu Watu Padadaran Welit Witana
Bahasa Indonesia : : : :
Cekatan Nasi yang berbentuk kerucut Motif batik Cirebon Batu Batu berjumlah 17 buah dengan ukuran yang : semakin mengecil, disusun menyerupai tapak kaki kuda : Genteng yang terbuat dari tebu : Tempat pertama dibuat