i
PERENCANAAN LANSKAP WISATA PADA KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTAGEDE, YOGYAKARTA
YUMI NURSYAMSIATI RAHMI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi Perencanaan Lanskap Wisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Yumi Nursyamsiati Rahmi A44063086
iii
RINGKASAN YUMI NURSYAMSIATI RAHMI. Perencanaan Lanskap Wisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta. Dibimbing oleh INDUNG SITTI FATIMAH dan NURHAYATI H.S. ARIFIN. Kotagede terletak sekitar 10 kilometer di sebelah tenggara jantung kota Yogyakarta. Wilayah itu sekarang terkenal dengan nama Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kotagede yang merupakan sentra kerajinan perak di Yogyakarta. Sebagai kota tua bekas ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang di dalamnya terdapat makam raja-raja Mataram antara lain makam Panembahan Senopati (pendiri Mataram). Selain itu, Kotagede juga menyimpan sekitar 170 bangunan kuno yang didirikan pada tahun 1700 hingga 1930. Berdasarkan keberadaan lanskap sejarah tersebut maka KCB Kotagede ini penting untuk dilestarikan dan dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata sejarah. Tujuan studi ini adalah menyusun lanskap wisata pada KCB Kotagede untuk mendukung interpretasi sejarah awal Kerajaan Mataram Islam, kenyamanan wisata dan kesejahteraan masyarakat setempat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perencanaan lanskap menurut Gold (1980) dengan pendekatan potensi dari lanskap sejarah dan budaya untuk menjadi kawasan wisata. Data yang diinventarisasi meliputi data aspek sejarah, aspek biofisik, aspek sosial, budaya dan ekonomi, aspek wisata serta aspek pengelolaan dari lanskap KCB Kotagede. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif dan spasial. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesis dari hasil analisis untuk menentukan konsep pengembangan wisata yang kemudian dihasilkan rencana lanskap wisata. Saat ini KCB Kotagede lebih terkenal dengan pusat penghasil kerajinan peraknya daripada sejarah dari kawasannya. Selain pengunjung yang melakukan wisata belanja di pusat pertokoan perak, terdapat sebagian kecil pengunjung yang melakukan ziarah di Komplek Makam Raja-Raja Mataram. Jika dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya, kawasan ini berpotensi untuk dijadikan sebuah kawasan wisata sejarah dan budaya. Permasalahan yang terdapat pada KCB Kotagede ini adalah belum terlihatnya penentuan zonasi yang sesuai dengan ketentuan UU pemerintah terhadap peninggalan sejarah yang ada. Penyebab lainnya adalah kurangnya sosialisasi tentang nilai penting dari lanskap sejarahnya, dimana kawasan ini dahulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam. Maka diperlukanlah penentuan zonasi pada kawasan yang mengacu pada Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan KCB dan BCB bab IX pasal 28 ayat (2) mengatakan bahwa pengembangan KCB dapat berupa penataan zona inti, zona penyangga, dan pentaan zona penunjang. Kemudian untuk kebutuhan ruang wisata yang diperlukan dalam pengembangan kawasan ini mencakup ruang objek wisata, ruang transisi, ruang pelayanan dan ruang penerimaan. Dilihat dari hasil integrasi dua kebutuhan ruang dalam pengembangan kawasan sebagai lanskap wisata, yaitu kebutuhan ruang pelestarian dan kebutuhan ruang wisata, maka pembagian ruang yang diterapkan meliputi mintakat inti yang
iv di dalamnya termasuk ruang objek wisata utama. Kemudian dalam mintakat penyangga, ruang wisata yang termasuk di dalamnya adalah ruang transisi dan ruang objek wisata pendukung. Untuk mintakat pengembangan, di dalamnya terdapat ruang transisi, ruang objek wisata pendukung, ruang pelayanan dan ruang penerimaan. Dengan konsep ruang tersebut diharapkan pada kawasan dapat dilakukan kegiatan wisata yang nyaman bagi pengunjungnya serta tindakan pelestarian lanskap sejarah yang dapat melindungi keberadaan peninggalan sejarah. Konsep dasar pengembangan yang akan diterapkan pada KCB Kotagede ini adalah menciptakan lanskap wisata sejarah yang mendukung interpretasi pengetahuan tentang perkembangan KCB Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak, serta menciptakan suatu kawasan wisata yang memberikan kenyamanan kepada wisatawannya. Secara spasial, konsep pengembangan yang diterapkan diterjemahkan dalam rencana ruang wisata, rencana sirkulasi, rencana fasilitas, rencana jalur interpretasi dan rencana tata hijau. Ruang objek wisata utama/inti yang meliputi Komplek Makam Raja-Raja Mataram, Masjid Besar Mataram, komplek pemandian (sendang), Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng serta Cepuri merupakan elemen utama dari bukti sejarah tentang keberadaan Kerjaan Mataram Islam. Ruang penyangga pada kawasan ini berupa pemukiman penduduk setempat juga lokasi terdapatnya objek wisata pendukung. Ruang transisi merupakan ruang yang mengarahkan ke objek wisata berada. Ruang ini berada antara ruang inti dengan ruang penerimaan. Ruang penerimaan (welcome area) yang berada sebelah barat dari kawasan merupakan pintu masuk utama ke dalam kawasan. Selain itu juga terdapat ruang penerimaan pendukung yang berada sebelah utara dan timur dari kawasan. Jalur sirkulasi yang direncanakan berbentuk pola loop dan terdiri dari tiga jenis, yaitu jalur primer, jalus sekunder dan jalur tersier. Rencana fasilitas penempatannya dilakukan pada titik-titik yang diperkirakan wisatawan membutuhkan fasilitas tersebut, sehingga wisatawan nyaman selama melakukan aktivitasnya. Rencana interpretasi yang dibuat dalam bentuk jalur dan sarana interpretasi yang dapat membantu wisatawan untuk mengetahui mengenai perkembangan KCB Kotagede dari jaman Kerajaan Mataram Islam hingga terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak. Rencana tata hijau yang utama adalah sebagai penguat identitas yang akan menggunakan tanaman khas kraton jawa. Untuk tamanan lain yang digunakan adalah tanaman lokal yang akan difungsikan sebagai pembatas, peneduh, estetika, dan penyerap polusi. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa perencanaan lanskap wisata pada KCB Kotagede yang merupakan gabungan dari semua rencana yang telah dipaparkan. Kata Kunci: Perencanaan Lanskap Wisata, Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Kerajaan Mataram Islam
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tujuan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
vi
PERENCANAAN LANSKAP WISATA PADA KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTAGEDE, YOGYAKARTA
YUMI NURSYAMSIATI RAHMI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vii Judul Penelitian
:
PERENCANAAN LANSKAP WISATA PADA KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTAGEDE, YOGYAKARTA
Nama
:
Yumi Nursyamsiati Rahmi
NRP
:
A44063086
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Indung Sitti Fatimah, MSi
Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc
NIP. 19611111 198903 2 002
NIP. 19620121 198601 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus:
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya tanggal 10 September 1988, sebagai anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) Abdul Matin Rozaq dan Ibu (Alm) Siti Asyiah. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1993 dan menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Aisyiah 2 Benda. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Sukamanah 3 pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SLTP Negeri 2 Tasikmalaya, kemudian pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan dari SMA Negeri 2 Tasikmalaya. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan selama satu tahun menjalankan program Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi sebagai mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Pada tahun ajaran 2010-2011 penulis dipercaya sebagai Asisten Mata Kuliah Teknik Studio (semester ganjil). Penulis juga mengikuti kegiatan di luar akademik, seperti menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP), anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (Himalaya) dan pengurus Eco-Agrifarma divisi pemeliharaan periode 2008/2009. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Tasikmalaya pada tahun 2008. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar yang mendukung kegiatan akademis.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah mengajarkan dan mengajak umatnya ke jalan yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini berjudul “Perencanaan Lanskap Wisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta”. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ir. Indung Sitti Fatimah, MSi dan Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan skripsi ini. Selain itu, terima kasih juga ditujukan kepada pihak-pihak yang telah memberikan motivasi, saran, dan nasehat yang membantu penulis, Dr. Ir. Afra D.N. Makalew, MS selaku dosen pembimbing akademik, masyarakat Kotagede terutama Bapak Natsir yang telah membantu penulis selama penelitian, dan teman-teman ARL 43 juga temanteman penghuni Greenberry atas bantuan dan motivasinya. Terakhir yang tidak mungkin terlupakan adalah ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga besar Abdul Matin Rozaq yang terus memberikan semangat, dukungan, dan do’a kepada penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor, Januari 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR...............................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xii
DAFTAR TABEL.....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ............................................................................... . 1.2. Tujuan............................................................................................. 1.3. Manfaat ..........................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah ............................................................................. 2.2. Benda Cagar Budaya ....................................................................... 2.3. Pelestarian Lanskap Sejarah ............................................................ 2.4. Lanskap Sejarah Sebagai Obyek Wisata Sejarah ..................... ...... 2.5. Wisata Sejarah ................................................................................. 2.6. Perencanaan Kawasan Wisata .........................................................
5 6 8 13 13 15
III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian...... ............................................... .... 3.2. Metode Penelitian ...................................................................... ....
17 18
II.
IV. DATA DAN ANALISIS 4.1. Aspek Sejarah................................................................................ . 24 4.1.1. Sejarah Kawasan Cagar Budaya Kotagede…………….. .. 24 4.1.2. Lanskap Sejarah……………………………………….... . 28 4.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pelestarian .................... 36 4.2. Aspek Fisik.................................................................................... . 40 4.2.1. Letak Geografis................................................................. . 40 4.2.2. Aksesibilitas...................................................................... . 42 4.2.3. Topografi dan Jenis Tanah.................................................. 42 4.2.4. Hidrologi........................................................................... . 43 4.2.5. Iklim.................................................................................. . 44 4.2.6. Vegetasi dan Satwa............................................................. 45 4.2.7. Penggunaan Lahan ............................................................... 45 4.2.8. Fasilitas dan Utilitas.......................................................... . 47 4.3. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya............................................. . 49 4.3.1. Keadaan Sosial Ekonomi.................................................. . 49 4.3.2. Keadaan Sosial Budaya.................................................... .. 50 4.4. Aspek Wisata................................................................................. . 57 4.4.1. Objek Wisata..................................................................... . 57 4.4.2. Atraksi Wisata Kesenian dan Budaya............................... . 64 4.4.3. Pengunjung......................................................................... 66
xi 4.4.4. Fasilitas Pendukung Wisata............................................... 4.4.5. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Wisata .......................... 4.5. Aspek Pengelolaan dan Kebijakan................................................ . 4.5.1. Pengelolaan KCB Kotagede............................................... 4.5.2. Rencana dan Kebijakan Pengembangan........................... .
68 70 76 76 78
V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata................................................................... 5.2. Kebutuhan Ruang Pelestarian dan Wisata...................................... 5.2.1. Kebutuhan Ruang Pelestarian............................................ 5.2.2. Kebutuhan Ruang Wisata.................................................. . 5.3. Upaya Pelestarian Kawasan........................................................... 5.4. Konsep Pengembangan Lanskap................................................... 5.4.1. Konsep Ruang Wisata........................................................ 5.4.2. Konsep Sirkulasi................................................................ 5.4.3. Konsep Jalur Interpretasi................................................... 5.4.4. Konsep Fasilitas................................................................. 5.4.5. Konsep Tata Hijau............................................................. .
85 86 86 88 89 94 94 96 97 98 99
VI. PERENCANAAN LANSKAP 6.1. Rencana Ruang Wisata.................................................................. . 6.2. Rencana Sirkulasi......................................................................... .. 6.3. Rencana Jalur Interpretasi............................................................ .. 6.4. Rencana Fasilitas............................................................................ 6.5. Rencana Tata Hijau....................................................................... . 6.6. Rencana Lanskap Wisata Kawasan Cagar Budaya Kotagede….. ..
100 104 107 113 117 120
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan................................................................................... . 7.2. Saran...............................................................................................
127 128
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... ..... 129 LAMPIRAN............................................................................................. .. 131
xii
DAFTAR GAMBAR
1
Kerangka pikir...................................................................................
4
2
Peta Lokasi Studi .............................................................................. 17
3
Tahapan Penelitian ............................................................................ 23
4
Peta Wilayah Kerajaan Mataram ....................................................... 28
5
Masjid Besar Mataram ...................................................................... 29
6
Denah Komplek Makam ................................................................... 30
7 Wisatawan yang akan melakukan ziarah............................................ 31 8 Gerbang masuk makam Raja-Raja Mataram ..................................... 31 9
Komplek pemandian (sendang)......................................................... 31
10 Suasana Kampung Dalem ................................................................. 32 11 Watu Gilang ...................................................................................... 33 12 Watu Gatheng .................................................................................... 33 13 Sisa-sisa benteng keraton ................................................................... 33 14 Sisa-sisa benteng kota (baluwarti) .................................................... 34 15 Jagang yang telah direnovasi menjadi saluran drainase .................... 35 16 Suasana Pasar Gede........................................................................... 35 17 Analisis dan Sintesis untuk Pelestarian ............................................. 37 18 Kesesuian lahan untuk pelestarian .................................................... 39 19 Peta sekitar kawasan lokasi penelitian .............................................. 41 20 Gerbang masuk melalui Jalan Kemasan ........................................... 42 21 Gerbang masuk melalui Jalan Tegalgendu ........................................ 42 22 Lapang Karang .................................................................................. 47 23 RS PKU Muhammadiyah.................................................................. 47 24 Gardu listrik kuno ............................................................................. 48 25 Tiang listrik kayu .............................................................................. 48 26 Peta penggunaan lahan pada KCB Kotagede .................................... 52 27 Persebaran kerajinan KCB Kotagede ................................................ 53 28 Persebaran kesenian KCB Kotagede ................................................. 54 29 Persebaran pengolahan makanan tradisional KCB Kotagede ........... 55 30 Persebaran fasilitas umum KCB Kotagede ....................................... 56 31 Pintu Gerbang Gang Rukunan .......................................................... 58
xiii 31 Kondisi rumah Kalang .....................................................................
58
32 Langgar Tua ......................................................................................
59
33 Reruntuhan Rumah Prof. Kahar Muzakkir ....................................... 59 34 Salah satu Toko Kerajinan Perak yang cukup terkenal ..................... 60 35 Grafik jumlah pengunjung pada tahun 2008 ..................................... 66 36 Grafik jumlah pengunjung pada tahun 2009 ..................................... 67 37 Presentase keinginan masyarakat dalam pengembangan kawasan ... 70 38 Analisis dan Sintesis untuk Wisata ................................................... 72 39 Kesesuaian lahan untuk wisata.......................................................... 74 40 Lokasi potensi objek wisata .............................................................. 75 41 Kebutuhan ruang pelestarian ............................................................. 87 42 Ruang kebutuhan wisata ................................................................... 89 43 Zonasi Pelestarian ............................................................................. 92 44 Zonasi Wisata .................................................................................... 93 45 Konsep Ruang Wisata ....................................................................... 94 46 Konsep Sirkulasi pada kawasan ........................................................ 97 47 Rencana Ruang KCB Kotagede ........................................................ 103 48 Rencana Sirkulasi KCB Kotagede .................................................... 106 49 Ilustrasi tugu batas alun-alun ............................................................ 108 50 Rencana Interpretasi KCB Kotagede ................................................ 112 51 Ilustrasi gerbang masuk kawasan ...................................................... 113 52 Ilustrasi area parkir ............................................................................ 114 53 Ilustrasi Papan Informasi................................................................... 114 54 Ilustrasi panggung kesenian .............................................................. 115 55 Ilustrasi restaurant ............................................................................. 115 56 Ilustrasi site furniture ......................................................................... 116 57 Ilustrasi terminal becak dan andong.................................................. 117 58 Block Plan perencanaan lanskap KCB Kotagede ............................. 121 59 Site Plan ............................................................................................ 123 60 Detail Spot......................................................................................... 124 61 Ilustrasi pada objek wisata cepuri ..................................................... 125 62 Ilustrasi pada objek wisata pemandian (sendang) ............................. 125 63 Ilustrasi pada Jalan Kemasan ............................................................ 126 64 Ilustrasi area parkir ............................................................................ 126
xiv
DAFTAR TABEL 1
Jenis, bentuk dan sumber data yang diperlukan ................................
2
Skoring dan pembobotan terhadap kriteria yang dimiliki dari
19
lanskap sejarah ..................................................................................
20
3
Ringkasan perkembangan KCB Kotagede pada setiap periode ........
26
4
Penilaian terhadap Objek Sejarah untuk potensi pelestarian ............
38
5
Sifat fisik dan kimia tanah Kotagede ................................................
43
6
Nilai rata-rata unsur iklim Kota Yogyakarta tahun 2000-2008 .........
44
7
Daftar vegetasi pada KCB Kotagede ................................................
46
8
Luas wilayah dan jumlah penduduk KCB Kotagede ........................
50
9
Jenis mata pencaharian masyarakat KCB Kotagede .........................
51
10 Tingkat pendidikan masyarakat KCB Kotagede ...............................
51
11 Objek dan Atraksi Wisata dalam Kawasan .......................................
61
12 Atraksi Seni Budaya pada KCB Kotagede .......................................
65
13 Penilaian kawasan untuk potensi wisata berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana ....................................................
73
14 Penilaian kawasan untuk potensi wisata berdasarkan kondisi fisik dan lingkungan .........................................................................
73
15 Hasil Analisis Tapak ..........................................................................
82
16 Rencana Daya Dukung pada KCB Kotagede....................................
91
17 Matriks Hubungan Ruang Pelestarian dan Ruang Wisata.................
95
18 Hubungan Fungsi Tanaman dan Ruang ............................................
99
19 Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata ............................... 102 20 Rencana Interpretasi KCB Kotagede ................................................ 109 21 Paket Perjalanan Wisata .................................................................... 111 22 Fungsi dan Alternatif Tanaman ......................................................... 119 23 Program Wisata dan Pelestarian ........................................................ 122
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1
Kuesioner Persepsi Masyarakat Lokal terhadap KCB Kotagede............ 132
2
Kuesioner Persepsi Pengunjung terhadap KCB Kotagede...................... 137
1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan sejarah, kawasan Indonesia memiliki beberapa peninggalan kerajaan-kerajaan dahulu yang pernah berkuasa pada sebagian wilayah nusantara, seperti Kerajaan Kutai, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, dan masih banyak lagi kerajaan yang ikut berkembang sampai terbentuknya negara Indonesia. Khususnya pada kawasan Yogyakarta dahulu pernah berdiri sebuah kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Islam Mataram yang beribukota di Kotagede. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Kotagede terletak sekitar 10 kilometer di sebelah tenggara jantung kota Yogyakarta. Wilayah itu sekarang terkenal dengan nama Kawasan Cagar Budaya Kotagede yang diatur sesuai dengan Perda Prov DIY No. 11 tahun 2005 pasal 1 ayat 6, yaitu sebagai kota tua bekas Ibukota kerajaan Mataram Islam yang memiliki benda atau bangunan cagar budaya dan mempunyai karakteristik serta kesamaan latar belakang dalam batas geografis yang ditentukan dengan deliniasi fisik dan non fisik. KCB Kotagede juga merupakan kota warisan (heritage) yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Suasana tradisional masih sangat terasa di kota ini, misalnya terlihat di Komplek Mesjid Agung Kotagede yang terasa masih seperti di lingkungan Kraton, dimana lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi mesjid, pelataran yang luas dimana terdapat beberapa pohon sawo kecik, serta sebuah Bedug berukuran besar yang umurnya sudah sangat tua, setua Mesjid Agung Kotagede sendiri. Selain itu di Kotagede juga terdapat Makam Raja-Raja terdahulu Mataram antara lain makam Panembahan Senopati (pendiri Mataram). Namun kemudian makam Raja-Raja Mataram selanjutnya dipindahkan ke daerah Imogiri oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo (Raja Mataram yang menyerang Batavia). Selain itu, Kotagede juga menyimpan sekitar 170 bangunan kuno yang dibangun pada tahun 1700 hingga 1930. Keberadaan KCB Kotagede ini memiliki arti penting bagi penduduk sekitar. Selain sebagai sumber mata pencaharian yaitu melakukan aktivitas
2 ekonomi juga sebagai identitas wilayah tersebut bahwa dahulu kawasan tersebut merupakan sebuah kerajaan. Identitas ini memberikan rasa bangga tersendiri bagi penduduk sekitar. Peninggalan budaya dan sejarah akan memiliki nilai yang tinggi jika dipelihara dengan baik, terutama dapat mendukung perekonomian kota/daerah jika dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Sedangkan kegiatan wisata yang paling diminati oleh wisatawan pada KCB Kotagede saat ini adalah wisata belanja, yaitu pembelian berbagai kerajinan yang terbuat dari logam terutama perak. Dengan hanya melakukan kegiatan wisata belanja saja wisatawan tidak akan mengetahui nilai maupun kisah sejarah dari KCB Kotagede ini. Maka jika nilai sejarah dan budaya pada KCB Kotagede ini lebih dipelihara maupun dilestarikan lagi maka akan lebih menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Dilihat dari elemen–elemen sejarah dan budaya yang dimiliki KCB Kotagede ini maka keutuhan dan kelestariannya sebagai suatu lanskap sejarah yang memiliki nilai historis yang tinggi bagi keberlanjutan suatu sejarah perlu dijaga. Tindakan awal yang dapat diambil adalah melalui tindakan identifikasi dan inventarisasi obyek sejarah yang ada, sehingga dapat diketahui kondisi dan potensinya yang selanjutnya dapat ditentukan tindakan pelestarian dan pengembangan yang diperlukan. Kegiatan pelestarian yang dilakukan pada KCB Kotagede ini akan berorientasi pada UU Cagar Budaya dan Perda Prov DI Yogyakarta dimana didalamnya dikatakan bahwa salah satu cara pelestarian dapat berupa pengembangan sebagai kawasan wisata. Maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis potensi KCB Kotagede sebagai kawasan wisata yang kemudian akan disintesis sehingga menghasilkan sebuah perencanaan lanskap wisata.
3 1.2. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah : 1. Mengindentifikasi tatanan lanskap sejarah Kerajaan Islam Mataram pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta 2. Menganalisis potensi lanskap untuk diberdayakan sebagai kawasan wisata sejarah 3. Mengusulkan konsep pelestarian dan pemberdayaan lanskap sejarah Kawasan Cagar Budaya Kotagede sebagai kawasan wisata dengan tetap menjaga karakter lanskap sejarahnya 4. Merencanakan Kawasan Cagar Budaya Kotagede sebagai kawasan wisata dengan memanfaatkan potensi yang ada dan turut ikut mensejahterakan masyarakat sekitar kawasan.
1.3. Manfaat Manfaat dari studi ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang tatanan lanskap, sejarah Kerajaan Mataram Islam, nilai-nilai penting dari Kawasan Cagar Budaya Kotagede, serta tindakan pelestarian yang diperlukan. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemda setempat dalam upaya pelestarian lanskap sejarah yang memiliki nilai penting bagi penduduk sekitar dan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata. 3. Meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekitar kawasan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan wisata Kawasan Cagar Budaya Kotagede
1.4. Kerangka Pikir KCB Kotagede sebagai kota tua bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam meninggalkan lanskap sejarah yang memiliki beberapa bangunan sejarah maupun kebudayaan yang khas dan terdapat aktifitas yang dapat mendukung kegiatan wisata. Kedua faktor tersebut dapat dijadikan potensi dalam kegiatan pelestarian lanskap sejarah juga dalam pengembangan kawasan menjadi lanskap wisata (Gambar 1).
4
Gam mbar 1 Keraangka pikir
5 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara harmoni dan alami yang dapat memperkuat karakter lanskapnya (Simonds 1983). Eckbo (1964) menyatakan bahwa lanskap adalah ruang di sekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan dan merupakan pengalaman yang berkelanjutan sepanjang waktu dan dalam seluruh kehidupan manusia. Pada konteks lanskap sejarah, Nurisjah dan Pramukanto (2001) mengemukakan bahwa lanskap sejarah adalah bagian dari suatu lanskap yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Lanskap sejarah ini dapat mempunyai bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini. Waktu yang tertera dalam suatu lanskap sejarah yang membedakan dengan desain lanskap lainnya adalah keterkaitan pembentukan essential character dari lanskap ini pada waktu periode yang lalu yang didasarkan pada sistem periodikal yang khusus (seperti system politik, ekonomi, dan social). Oleh karena itu, lanskap sejarah akan memainkan peranan penting dalam mendasari dan membentuk berbagai tradisi budaya, ideological, dan etnikal dalam satu kelompok masyarakat. Sedangkan menurut Harris dan Dines (1988) lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau dimana di dalamnya terdapat bukti-bukti fisik yang menunjukkan keberadaan manusia pada lanskap tersebut. Goodchild (1990) mengatakan bahwa suatu lanskap dinyatakan memiliki nilai historis jika mengandung satu atau beberapa kondisi lanskap berikut ini: a. Merupakan contoh yang menarik dari tipe lanskap sejarah b. Memiliki bukti penting dan menarik untuk dipelajari yang terkait dengan tata guna lahan, lanskap dan taman, atau sikap budaya terhadap lanskap dan taman c. Terkait dengan sikap seseorang, masyarakat, atau peristiwa penting dalam sejarah d. Memiliki nilai sejarah yang berkaitan dengan bangunan, monument, atau tapak yang bersejarah.
6
2.2. Benda Cagar Budaya Lanskap sejarah termasuk ke dalam konteks cultural heritage. Di Indoneia lanskap dan benda-benda bersejarah yang dilindungi diartikan sebagai benda cagar budaya. Berdasarkan Undang-Undang N0. 5 tahun 1992, benda cagar budaya (BCB) adalah suatu benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisasisanya, berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Wujud BCB menurut Undang-Undang N0. 5 tahun 1992 pasal 1 (a) terbagi dua, yaitu benda bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak yaitu benda yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain, contohnya patung, alatalat upacara dan lain sebagainya. Benda tidak bergerak, yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain dan mempunyai kesatuan dengan situsnya, contoh masjid, rumah, dan lain sebagainya. Peraturan pelaksanaan dari UU tersebut dijelaskan dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1993 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang BCB. Dalam peraturan tersebut meliputi peraturan tentang kepemilikan, perlindungan, dam pemeliharaan, serta pembinaan dan pengawasan BCB. Kepemilikan BCB diantaranya dijelaskan dalam Bab 2 Pasal 2 sebagai berikut : 1. Perlindungan dan/atau pelestarian BCB, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya baik bergerak maupun tidak bergerak, dan situs yang berada di wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh negara. 2. Penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan terhadap
pemilikan,
pemeliharaan,
pendaftaran,
penemuan,
pencarian,
pengalihan, pemanfaatan,
perlindungan, pengelolaan,
perizinan, dan pengawasan. 3. Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diselenggarakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya diantaranya dijelaskan dalam Bab 4 Pasal 23 sebagai berikut :
7 1. Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran. 2. Kepentingan perlindungan cagar budaya dan situs diatur batas-batas situs dan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan. 3. Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan sistem pemintakatan (zoning) yang terdiri dari mintakat inti, penyangga, dan pengembang. Sistem pemintakatan (zoning) yang dimaksud adalah penentuan wilayah mintakat situs dengan batas mintakat yang penentuannya disesuaikan dengan kebutuhan benda cagar budaya yang bersangkutan untuk tujuan perlindungan. Sistem pemintakatan dapat terdiri dari mintakat inti atau mintakat cagar budaya yakni lahan situs, mintakat penyangga yakni lahan di sekitar situs yang berfungsi sebagai penyangga bagi kelestarian situs, dan mintakat pengembangan yakni lahan di sekitar mintakat penyangga atau mintakat inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situsnya. Hal mengenai pembinaan dan pengawasan diantaranya dijelaskan dalam Bab 6 Pasal 41 sebagai berikut : 1. Menteri bertanggung jawab atas pembinanaan terhadap pengelolaan BCB 2. Pembinaan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a) Pembinaan terhadap pemilik atau yang mengasai BCB berkenaan dengan tata cara perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya b) Pembinaan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian 3. Pembinaan dapat dilakukan melalui : a) Bimbingan dan penyuluhan b) Pemberian bantuan tenaga ahli atau bentuk lainnya c) Peningkatan peran serta masyarakat 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengelolaan BCB diatur oleh Menteri.
2.3. Pelestarian Lanskap Sejarah Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari
8 berbagai perubahan negatif atau merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Upaya ini bertujuan untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasarkan kekuatan aspek-aspek budaya lama, dan melakukan
pencangkokan
berkelanjutan,
serta
juga
program-program merencanakan
yang
menarik
program
dan
kreatif,
partisipasi
dengan
memperhitungkan estimasi ekonomi. Goodchild (1990) mengatakan bahwa lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting sebagai berikut : 1. Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya (cultural heritage) 2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari sejarah warisan budaya tersebut 3. Memberi
konstribusi
bagi
keberlanjutan
pembangunan
kehidupan
berbudaya 4. Memberi konstribusi bagi keanekaragaman pengalaman yang ada 5. Memberikan suatu kenyaman publik (public amenity) 6. Memiliki nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata Pelestarian lanskap sangat penting, menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) tujuan pelestarian lanskap terkait dengan aspek budaya dan sejarah secara lebih spesifik adalah untuk : 1. Mempertahankan warisan budaya/sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan 2. Menjamin terwujudnya ragam kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan tertentu yang relatif modern akan memiliki kesan visual dan sosial yang berbeda 3. Memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini, masa depan yang tercermin dalam obyek/karya taman/lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, percaya diri, dan sebagai identitas diri suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu 4. Menjadikan motivasi ekonomi, peninggalan budaya dan sejarah memiliki nilai yang tinggi apabila dipelihara dengan baik, terutama dapat mendukung perekonomian kota/daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata (cultural and historical type of tourism)
9 5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dan identitas dari suatu kelompok masyarakat tertentu Secara lebih spesifik dalam kaitannya dengan lanskap, Harris dan Dines (1988) mengajukan empat hal utama tujuan tindakan preservasi untuk pelestarian lanskap sejarah ini, yaitu : 1. Menyelamatkan karakter estetik dari suatu areal, wilayah, atau property 2. Mengkonservasi sumberdaya 3. Memfasilitasi pendidikan lingkungan 4. Mengakomodasi perubahan-perubahan keutuhan akan hunian, baik yang terdapat dalam kawasan perkotaan, di tepi kota, maupun di kawasan pedesaan. Selanjutnya Nurisjah dan Pramukanto (2001) juga mengemukakan beberapa pilihan bentuk tindakan teknis yang umumnya dilakukan dalam upaya pengelolaan lanskap bersejarah, yaitu sebagai berikut : 1. Adaptive use (penggunaan adaptif) Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasi berbagai penggunaan, kebutuhan, dan kondisi masa kini. Kegiatan model ini memerlukan pengakjian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan, pengelolaan dan faktor lain yang turut berperan dalam pembentukan lanskap tersebut. Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan sejarah yang terdapat pada lanskap itu dan mengintegrasikannya dengan kepentingan, penggunaan, dan kondisi sekarang yang relevan. 2. Rekonstruksi Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik secara keseluruhan atau sebagian dari tapak asli, yang dilakukan pada kondisi : •
Tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau mulai hancur karena faktor alam
•
Suatu babakan sejarah tertentu yang perlu untuk ditampilkan
•
Lanskap yang hancur sama sekali sehingga tidak terlihat seperti kondisi awalnya
•
Alasan kesejarahan yang harus ditampilkan
Pendekatan ini dapat diterapkan bila memenuhi syarat :
10 •
Tidak terdapat lagi peninggalan bersejarah, baik yang disebabkan karena hilang, hancur, rusak, atau berubah
•
Data sejarah, arkeologi, etnografis, dan lanskap memungkinkan pelestarian dapat dilakukan secara akurat dengan persyaratan minimal
•
Rekonstruksi dilakukan pada lokasi tapak asli (original site)
•
Tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya lain
•
Alternatif kebijakan dan studi kelayakan sudah dipertimbangkan dan pilihan alternatif dilakukan sejauh hanya untuk kepentingan tertentu, yaitu agar dapat memperlihatkan kepada masyarakat akan suatu makna sejarah dan meningkatkan apresiasi terhadap nilai tersebut.
3. Rehabilitasi Merupakan tindakan untuk memperbaiki utilitas, fungsi, atau penampilan suatu lanskap bersejarah. Pada kasus ini, keutuhan lanskap dan struktur/susunannya secara fisik dan visual serta nilai yang terkandung harus dipertahankan. Tindakan ini dilakukan dengan pertimbangan terhadap kenyamanan, lingkungan, sumber daya alam, dan segi administratif.
4. Restorasi Merupakan model pelestarian yang paling konservatif, yaitu pengembalian penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi terhadap karya lanskap ini tetap ada. Tindakan ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen tambahan yang mengganggu. Tindakan ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni) atau hanya sebagian. 5. Stabilisasi Merupakan tindakan dalam melestarikan lanskap atau objek yang ada dengan memperkecil pengaruh negatif terhadap tapak.
11 6. Konservasi Merupakan tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi suatu lanskap bersejarah dari kehilangan atau pelanggaran atau pengaruh yang tidak tepat. Tindakan ini bertujuan untuk melestarikan apa yang ada saat ini, mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan perkembangan di masa depan, tindakan ini juga bertujuan
untuk
memperkuat
karakter
spesifik
yang
menjiwai
lingkungan/tapak dan menjaga keselarasan antara lingkungan lama dan pembangunan baru mendekati perkembangan aspirasi masyarakat. Dasar tindakan yang dilakukan, umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan. 7. Interpretasi Merupakan usaha pelestarian mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha yang dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang. Pendekatan pelestarian dengan tindakan interpretasi ini mecakup pengkajian terhadap tujuan desain dan juga penggunaan lanskap sebelumnya. Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat integritas nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikannya dengan program kegiatan tapak yang diintroduksikan. 8. Period setting, replikasi dan imitasi Merupakan tindakan penciptaan suatau tipe lanskap pada tapak tertentu yang non original site. Tindakan ini memerlukan adanya data dan dokumentasi yang dikumpulkan dari tapak serta berbagai pengkajian akan sejarah tapaknya sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya (rencana baru). Penerapannya, umumnya tidak secara luas tetapi hanya untuk situasi atau kasus tertentu. 9. Release Merupakan tindakan pengelolaan yang memperbolehkan adanya suksesi alam yang asli. Misalnya adalah diperbolehkannya vegetasi menghasilkan suatu produk tertentu secara alami pada suatu lanskap sejauh tidak
12 merusak keutuhan atau merusak nilai historisnya. Tetapi tindakan ini memiliki
kekurangan
karena
dapat
memberikan
andil
terhadap
kemungkinan hilang atau terhapusnya arti dan nilai sejarah dari lanskap dalm sistem budaya tersebut. 10. Replacement Merupakan tindakan subtitusi atas suatu komuniti biotik dengan lainnya. Misalnya adalah penggunaan jenis tanaman penutup tanah (ground cover) yang dapat menampilkan bentukan lahan, contoh yang lain adalah subtitusi spesies dengan spesies yang berkarakter sama pada taman-taman barat. Hal yang sama tidak dapat dilakuan pada taman timur karena taman timur memiliki nilai spiritual sehingga tidak dapat disubtitusikan atau digantikan dengan spesies lain. Sedangkan menurut Harvey dan Buggey (1988), beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lankap bersejarah adalah : 1. Preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa memperkenankan adanya tindakan perbaikan dan perusakan pada obyek. Campur tangan rendah. 2. Konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih jauh dengan campur tangan secara aktif 3. Rehabilitasi, yaitu memperbaiki lanskap ke arah standar-standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarah 4. Restorasi, yaitu meletakkan kembali seakurat mungkin apa yang semula terdapat pada tapak 5. Rekonstruksi, yaitu menciptakan kembali apa yang dulunya ada tetapi sudah tidak ada lagi pada tapak 6. Meletakkan apa yang sesuai pada suatu periode, skala, penggunaan, dan seterusnya.
2.4. Lanskap Sejarah Sebagai Obyek Wisata Sejarah Upaya pelestarian lanskap/obyek sejarah dapat dilakukan dengan memanfaatkan lanskap sejarah tersebut untuk kesejahteraan masyarakat namun tetap menjaga karakter sejarahnya. Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah penting untuk dilestarikan karena keberadaan lanskap sejarah dapat dikunjungi, dipelajari, diteliti, dan didiskusikan serta dapat dimanfaatkan sebagai obyek
13 wisata sejarah. Keberadaannya dapat memberikan kesenangan bagi banyak orang. Lanskap sejarah dapat dijadikan tempat untuk bersantai, rileks, rekreasi dan membangkitkan semangat dan dalam kepentingan ekonomi dapat mendorong peningkatan kepariwisataan. Yoeti (1997) menyatakan bahwa obyek wisata berupa monument dan bangunan bersejarah serta tempat-tempat bersejarah dapat menjadi daya tarik bagi seseorang untuk berkunjung ke suatu tempat. Selanjutnya Yoeti juga menyatakan bahwa biaya yang besar untuk perbaikan, pemeliharaan, restorasi, dan pengembangn obyek serta atraksi wisata, dapat diperoleh dari kegiatan wisata.
2.5. Wisata Sejarah Wisata sejarah adalah suatu kegiatan wisata di kawasan bersejarah terutama menelusuri benda-benda hasil karya manusia pada masa lalu, baik benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Obyek peninggalan sejarah tidak hanya terbatas pada bentuk fisik tetapi juga termasuk di dalamnya aspek sosial masyarakat yang bersangkutan (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tk. I Bali dan Univ. Udayana, 1989, dalam Maryanti 2001). Dalam Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1990 Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata sedangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait disebut kepariwisataan dan yang dimaksud obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Pada Bab 3 Pasal 4 UU RI No. 9 Tahun 1990 dijelaskan bahwa obyek dan daya tarik wisata yang berkaitan dengan pengembangan wisata sejarah adalah hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, dan peninggalan sejarah. Sedangkan menurut Wiwoho, Pudjiwati, dan Himawati (1990), wisata adalah suatu proses berpergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Motivasi dari kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, kepentingan sosial, maupun kepentingan lain yang bersifat sekedar ingin tahu, menambah pengalaman,
14 maupun untuk belajar. MacKinnon et al (1986) dalam Wulandari (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang membuat suatu kawasan menarik bagi pengunjung, yaitu : 1. Letak/jarak kawaan terhadap kota 2. Aksesbilitas ke kawasan tersebut mudah dan nyaman 3. Keaslian, keistimewaan/kekhasan kawasan 4. Atraksi yang menonjol di kawasan tersebut, misalnya atraksi yang berkaitan dengan kegiatan religi dan budaya 5. Daya tarik dan keunikan serta penampilan kawasan 6. Fasilitas, sarana, dan prasarana di lokasi yang mendukung bagi wisatawan. Suatu daerah tujuan wisata yang berkembang baik akan memberikan dampak positif bagi daerah yang bersangkutan, hal ini terkait dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup luas bagi penduduk di sekitarnya (Yoeti, 1997).
2.6 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Menurut Nurisjah (2009) perencanaan merupakan proses pemikiran dari suatu ide ke arah suatu bentuk nyata. Perencanaan dapat diartikan pula sebagai suatu tindakan mengatur dan menyatukan berbagai tata guna lahan dalam suatu proses berdasarkan pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan, pembuatan, atau penggunaan dari fakta-fakta tersedia dan anggapan-anggapan yang berkenaan dengan pandangan ke masa depan serta perumusan aktivitas yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut Gold (1980), proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait, dan saling menunjang. Untuk itu, dibutuhkan berbagai pendekatan dalam proses perencanaan untuk menghasilkan hal tersebut. Proses perencanaan dan perancangan terdiri atas enam tahap, yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Proses perencanaan lanskap tersebut dapat didekati melalui empat cara yaitu : 1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
15 2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang. 3. Pendekatan
ekonomi,
yaitu
penentuan
jumlah,
tipe,
dan
lokasi
kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. 4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia. Perencanaan
kawasan
wisata
adalah
upaya
untuk
menata
dan
mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan tetapi pada saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan (Nurisjah, 2009). Nurisjah dan Pramukanto (2001) mengatakan bahwa perencanaan daerah kawasan bersejarah dan bangunan arsitektural harus dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan bagian-bagian lain dari kota atau lokasi dimana obyek tersebut berada, dan juga permasalahan fisik, ekonomi, dan sosial dari daerah tersebut. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan kawasan bersejarah, yaitu : 1. Mempelajari hubungan antara daerah bersejarah ini dengan daerah dan lingkungan sekitarnya. 2. Memperhatikan
keharmonisan
antar
daerah
dengan
tapak
yang
direncanakan. 3. Menjadi obyek yang menarik. 4. Merencanakan obyek sehingga menghasilkan suatu tapak yang dapat menampilkan masa lalunya. Pengembangan pemanfaatan potensi alam dan budaya serta lokasi wisata akan mempengaruhi kepuasan wisatawan serta pada aspek fisik alami dan visual/estetika lingkungan, dan jika dalam jangka panjang akan dapat mempengaruhi pula aspek ekonomi dan sosial di wilayah tersebut (Nurisjah, 2009).
16 III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, (Kelurahan Purbayan dan Kelurahan Prenggan) Kota Yogyakarta dan (Desa Jagalan) Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 2). Penelitian mencakup survei kondisi tapak, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan hasil studi yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2010. Gambar 2 menunjukkan lokasi penelitian.
Peta Prov. DI Yogyakarta
Peta KCB Kotagede Gambar 2 Peta Lokasi Studi
17 3.2.
Metode Penelitian Tahap kegiatan pada penelitian ini mengacu pada pendekatan sumberdaya
(lanskap sejarah) menurut Gold (1980), yaitu mulai dari inventarisasi tapak, analisis data yang dihasilkan, sintesis dari analisis data, dan yang terakhir adalah merencanakan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata (Gambar 3). Berikut penjelasan dari masing-masing tahap penelitian: 1. Inventarisasi Tapak Pada tahap inventarisasi tapak dilakukan kegiatan survei yang meliputi observasi lapang, wawancara, dan pengambilan data sekunder (studi pustaka). Kegiatan survei dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan kawasan lanskap sejarah dan dibutuhkan dalam proses penelitian (Tabel 1) mencakup: a. Observasi lapang, survei secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data tentang kondisi fisik kawasan lanskap sejarah, karakter lanskap yang ada pada kawasan beserta lingkungan sekitarnya, aksesbilitas kawasan lanskap sejarah, dan aspek wisata, yaitu fasilitas yang tersedia pada kawasan sebagai tempat wisata. b. Wawancara, dilakukan kepada masyarakat sekitar kawasan, pengelola, pedagang lokal pada kawasan wisata, dan pihak terkait lainnya bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi dan dukungan masyarakat terhadap kawasan serta tentang kebijakan pengelolaan kawasan. Selain dengan wawancara secara langsung informasi dapat dihasilkan melalui kuisioner yang diberikan kepada masyarakat lokal ataupun pengunjung. c. Studi pustaka, mempelajari tentang data sejarah dari tapak, aspek-aspek penting yang ada pada kawasan, dan proses pengembangan yang telah dilakukan pada kawasan lanskap sejarah. Hal ini dilakukan untuk menunjang data dari hasil observasi lapang juga untuk melengkapi data yang belum didapatkan dari observasi lapang dan wawancara.
18
Table 1 Jenis, bentuk dan sumber data yang diperlukan NO 1
JENIS DATA FISIK ALAMI • Kualitas visual luar • Iklim
• Topografi dan Hidrologi • Vegetasi dan Satwa FISIK NON ALAMI • Batasan kawasan
BENTUK DATA
SUMBER DATA
Good View, Bad View Curah hujan, arah dan kecepatan anginm suhu udara rata-rata dan kelembaban udara Peta topografi
Survey lapang BMG dan studi pustaka
Jenis dan pola penyebaran Deliniasi kawasan studi
• Land use
Peta tata guna lahan
2
LANSKAP SEJARAH • Sejarah perkembangan KCB Kotagede
• Inventarisasi BCB dan lanskap sejarah
3
ASPEK WISATA • Obyek wisata • Sirkulasi, aksesbilitas, dan transportasi • Fasilitas penunjang • Aktivitas • Wisatawan
aktivitas utama pada masa lalu
Peta tata guna lahan pada masa lalu, fungsi BCB pada masa lalu dan kondisi lanskap sejarah saat ini
Keragaman objek saat ini Aksesbilitas, sarana transportasi, konsep sirkulasi Eksisting fasilitas penunjang wisata Kegiatan wisata yang terdapat pada kawasan Jumlah dan karakter pengunjung
BPN, instansi terkait Litbang, survey lapang, studi pustaka Survey lapang, wawancara ahli, studi pustaka Survey lapang, Pemda, Bappeda, instansi terkait
Survey lapang, Pemda, Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, instansi terkait, narasumber (ahli) Survey lapang, Pemda, Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, instansi terkait, narasumber (ahli) Survey lapang,wawancara Survey lapang, Pemda, Bappeda, instansi terkait Survey lapang, Pemda, Bappeda, instansi terkait Survey lapang,wawancara Survey lapang,wawancara
19
JENIS DATA PERSEPSI DAN DUKUNGAN MASYARAKAT • Masyarakat sekitar kawasan • Pengunjung kawasan
4
5
KEBIJAKAN PENGELOLAAN • Pengelolaan BCB dan lanskap sejarah • Kebijakan pemerintah terkait pelestarian BCB dan lanskap sejarah • Kebijakan pemerintah terkait pengembangan kawasan wisata
BENTUK DATA
SUMBER DATA
persepsi pengguna terhadap kawasan tersebut persepsi pegunjung terhadap kawasan tersebut
wawancara
Peraturan dan perundangan yang terkait dengan pengelolaan BCB dan lanskap sejarah Peraturan dan perundangan yang mengatur dan berhubungan dengan pelestarian BCB dan lanskap sejarah Peraturan dan perundangan yang mengatur dan berhubungan dengan pengembangan kawasan bersejarah.
Pemda, bappeda, studi pustaka, instansi terkait
wawancara
Pemda, bappeda, studi pustaka, instansi terkait
Pemda, bappeda, studi pustaka, instansi terkait
2. Analisis Tahap berikutnya adalah melakukan analisis terhadap data hasil dari inventarisasi. Analisis dilakukan untuk dapat mengetahui kendala dan potensi dari kawasan lanskap sejarah dalam upaya pelestarian. Kegiatan analisis dilakukan metode analisis deskriptif (kuantitatif dan kulitatif) dan metode analisis spasial. a. Metode deskriptif kuantitatif, adalah metode analisis dengan pemberian skor nilai terhadap elemen-elemen sejarah yang ada. Prosedur dari metode ini yaitu penilaian masyarakat mengenai kondisi kawasan lanskap sejarah yang dilihat dari beberapa faktor yang terkait dengan tujuan dari penelitian (Tabel 2). Adapun faktor-faktor yang harus dinilai dari suatu lanskap sejarah adalah sebagai berikut : •
Keaslian lanskap atau objek yang ada
•
Keunikan dari lanskap sejarah
•
Nilai sejarah dari lanskap sejarah
•
Keutuhan lanskap atau objek yang ada
20 •
Estetika atau arsitekturnya
•
Kejamakan lanskap atau objek yang ada
•
Keistimewaan lanskap atau objek yang ada
Tabel 2 Skoring dan pembobotan terhadap kriteria yang dimiliki dari lanskap sejarah Penilaian Kriteria Keaslian
tiruan
Keunikan
Skala lokal
Sedang 15-25 Pemugaran tidak serasi atau rekonstruksi Skala regional
Nilai sejarah
Skala lokal
Skala regional
Keutuhan Estetika Kejamakan
20% Tidah indah Tidak mewakili suatu periode sejarah Tidak istimewa
20-60% Indah Mewakili beberapa periode sejarah
Tinggi 25-35 Murni atau pemugaran serasi Skala nasional dan internasional Skala nasional dan internasional 60-100% Sangat indah Mewakili satu periode sejarah
Istimewa
Sangat istimewa
Keistimewaan
Rendah 5-15
(Skoring berdasarkan standar pada buku Pedoman Obyek dan Daya Tarik Wisata Andalan 2001)
b. Metode deskriptif kualitatif, merupakan metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan potensi kawasan lanskap sejarah untuk mendapatkan hasil analisis data yang dapat menggambarkan upaya apa saja yang perlu diajukan dalam rangka melestarikan kawasan lanskap sejarah tersebut. Pada metode ini juga dapat menghasilkan cara atau upaya untuk memperbaiki kendala-kendala yang ada. Selain itu, ada beberapa faktor yang harus dianalisis pada metode deskriptif ini, diantaranya: •
Keberlanjutan lanskap sejarah
•
Upaya pelestarian yang telah dilakukan
•
Potensi dan kendala aspek penunjang wisata
•
Potensi aspek penunjang wisata
c. Metode analisis spasial, merupakan metode yang didalamnya terdapat kegiatan menganalisis tapak dengan memanfaatkan data-data spasial dari beberapa aspek. Setelah dianalaisis, data-data spasial tersebut kemudian dioverlay sehingga dihasilkan analisis spasial yang dapat diolah lagi pada tahap sintesis.
21 3. Sintesis Tahapan sintesis merupakan proses pencarian alternatif untuk penentuan satuan lanskap sejarah untuk pertimbangan pengembangan menjadi kawasan wisata serta interpretasi sejarah kawasan. Selain itu juga dihasilkan bentuk pengembangan lanskap wisata yang dapat diterapkan pada kawasan tersebut. Bentuk pengembangan tersebut disesuaikan dengan upaya pelestarian dan pengembangan kawasan sebagai lanskap wisata sejarah. 4. Konsep Pengembangan Hasil dari sintesis ditentukan konsep dasar yang mencakup pengembangan lanskap sebagai wisata sejarah. Penentuan konsep dasar dilakukan berdasarkan hasil analisis dan sintesis potensi keberlanjutannya yang meliputi: •
Konsep dasar
•
Konsep ruang
•
Pengembangan jalur interpretasi
•
Peningkatan pelestarian dan kualitas lanskap sejarah sebagai obyek wisata
•
Peningkatan fasilitas penunjang kegiatan wisata
5. Perencanaan Pada tahap terakhir ini, yaitu proses perencanaan yang didekati melalui pendekatan sumberdaya (penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya). Konsep yang telah disusun sebelumnya dikembangkan dalam bentuk tata ruang, tata hijau, tata letak fasilitas dan aktivitas wisata sejarah budaya. Hasil akhir berupa gambar siteplan, gambar rencana ruang (menggambarkan aktivitas dan fasilitas yang dikembangkan), gambar rencana sirkulasi, gambar rencana jalur interpretasi, dan gambar rencana tata hijau.
22
Lanskap Kawasan Cagar Budaya Kotagede
Kondisi Lanskap : • Kondisi fisik alami • Kondisi fisik nonalami
Aspek Lanskap Sejarah : • Sejarah perkembangan Kawasan Cagar Budaya Kotagede • Inventarisasi benda cagar budaya dan lanskap sejarah
Aspek Wisata : • Obyek wisata • Kegiatan wisata • Wisatawan • Sirkulasi, aksesibilitas, dan transportasi • Fasilitas penunjang wisata
Persepsi dan Dukungan Masyarakat : • Masyarakat sekitar kawasan • Pengunjung kawasan
Kebijakan Pengelolaan : • Pengelolaan benda cagar budaya dan lanskap sejarah • Kebijakan pemerintah terkait dengan pelestarian benda cagar budaya dan lanskap sejarah • Kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan wisata
• Karakter lanskap sejarah yang ada • Kondisi dan penyebaran obyek/lanskap sejarah • Faktor-faktor keberlanjutan sebagai lanskap sejarah • Potensi dan kendala dalam pengembangan wisata
Usulan Konsep Pelestarian dan Pengembangan Lanskap Sejarah Kawasan Cagar Budaya Kotagede : • Konsep dasar • Konsep ruang • Pengembangan jalur interpretasi • Peningkatan pelestarian dan kualitas lanskap sejarah sebagai obyek wisata • Peningkatan fasilitas penunjang kegiatan wisata
Siteplan Lanskap Wisata Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta
Gambar 3 Tahapan Penelitian
23 IV. DATA DAN ANALISIS
4.1 Aspek Sejarah 4.1.1 Sejarah Kawasan Cagar Budaya Kotagede Kotagede terletak sekitar 6 km dari pusat kota dan berada di bagian selatan Kota Yogyakarta, berdekatan dengan Ring Road Selatan dan Ring Road Timur Kota Yogyakarta. Kotagede merupakan salah satu tempat yang mempunyai nilai sejarah bagi Kota Yogyakarta, karena pada kawasan ini pernah dijadikan pusat pemerintahan ketika zaman pemerintahan Kerajaan Mataram Islam pada abad XVI M sebelum pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Diceritakan dalam Saujana Budaya Kotagede (Greenmap) tentang Kotagede dari masa ke masa (Tabel 3) yang diawali ketika Ki Ageng Pemanahan mendirikan sebuah pemukiman di wilayah hutan Mentaok, hadiah dari Sultan Hadiwijaya dari Pajang, atas jasanya dalam menumpas musuh Pajang yang dipimpin oleh Arya Penangsang. Wilayah ini kemudian disebut Mataram, dengan pusat pemukiman Kotagede. Ki Ageng Pemanahan bergelar Ki Ageng Mataram hingga wafatnya pada tahun 1584. Ketika pamor Pajang menurun, Sutawijaya, putra dan penggantinya, berkeinginan untuk memiliki kekuasaan sendiri dan menyusun kekuatan, lepas dari Pajang. Setelah Pajang dapat ditundukkan dengan bantuan Pangeran Banawa, Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram Islam dengan pusat pemerintahan di Kotagede. Ia bergelar Panembahan Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama. Selain berusaha memperluas daerah kekuasaannya, Panembahan Senapati juga membangun Kotagede, antara lain benteng kota, jagang (parit keliling), masjid agung, dan makam kerajaan di sebelah masjid agung. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di kompleks tersebut, berdekatan dengan makam ayahnya. Panembahan Senapati digantikan oleh salah satu putranya, Pangeran Anyakrawati
atau
Panembahan
Sedang
ing
Krapyak.
Selama
masa
pemerintahannya, beliau menyempurnakan pembangunan makam kerajaan, membangun Taman Danalaya di sebelah barat kraton, mendirikan lumbung Gading, menanam pohon-pohon lada, kemukus, dan kelapa, serta membuat krapyak (hutan perburuan) di Beringan.
24 Pangeran Anyakrawati jatuh sakit dan wafat di Krapyak pada tahun 1613. Panembahan Sedang ing Krapyak digantikan oleh salah satu putranya, Pangeran Rangsang yang bergelar Sultan Agung. Pada masa pemerintahannya, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kerta, tidak jauh dari Kotagede. Walaupun begitu, sifat kekotaan Kotagede tetap terpelihara. Profesi-profesi yang dulu menjadi bagian dari kehidupan istana seperti kerajinan, pertukangan, dan perdagangan berjalan terus. Jadi, fungsi politik Kotagede berubah menjadi fungsi pasar. Sejak saat itulah muncul sebutan Pasar Gede untuk menyebut Kotagede. Kotagede dapat tetap bertahan karena mempunyai dua keistimewaan. Pertama, wilayah Kotagede dianggap sebagai tanah pusaka karena terdapat makam leluhur Kerajaan Mataram Islam. Sikap orang Jawa yang menghormati leluhur dan berorientasi pada lingkungan kerajaan menjadikan makam kerajaan tersebut selalu dijaga dan diziarahi, baik oleh pihak kraton maupun masyarakat umum. Kedua, Kotagede sendiri sejak menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam telah dikenal sebagai pusat industri dan perdagangan pribumi. Fungsi pasar ini tetap hidup setelah tidak lagi menjadi ibukota kerajaan. Akibat perjanjian Giyanti 1755, separuh wilayah Kotagede timur dikuasai oleh Surakarta dan separuh wilayah barat dikuasai oleh Yogyakarta. Hanya wilayah makam kerajaan, masjid agung, dan pasar yang dikelola secara bersamasama. Pada sekitar tahun 1910, empat kerajaan Jawa bagian selatan, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegara, dan Pakualaman sepakat mengadakan pembaharuan terhadap sitem kepemilikan tanah dan sistem pemerintahan. Dalam sistem kepemilikan tanah, sistem kepatuhan diganti menjadi sistem kalurahan, dimana setiap penduduk desa memiliki hak atas tanah, sehingga secara bersamasama masyarakat dapat membentuk desa. Kotagede yang semula merupakan tanah lungguh bagi abdi dalem Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta diubah menjadi enam kelurahan dan berubah masuk wilayah DI Yogyakarta pada 1950 dan pada 1990-an dibagi lagi antara Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Pada tahun 1960-an, yaitu pada jaman PKI perokonomian Kotagede cukup merosot. Kehidupan masyarakat tidak lagi sebaik pada masa munculnya perindustrian, sampai Kotagede ini disebut sebagai kota miskin. Hal ini diperburuk dengan terjadinya inflasi mata uang yang semakin menurunkan tingkat
25 perekonomian Kotagede. Tetapi setelah pada 1990 industri perak mulai diminati kembali yang kemudian ikut meningkatkan kembali taraf kehidupan masyarakat setempat. Sempat terjadi bencana gempa bumi pada tahun 2006. Banyak bangunan tua yang memang telah rapuh mengalami ambruk parah. Tetapi pemerintah dan masyarakat dapat kembali membenahi kerusakan yang terjadi. Terdapat beberapa bangunan tua yang tidak direhabilitasi kembali dikarenakan biaya yang dibutuhkan cukup besar, sehingga hanya dilakukan pembenahan sampai bangunan tersebut dapat ditinggali kembali, tidak sama dengan bentuk bangunan yang sebelumnya. Sampai saat ini, Kotagede telah menjelma sebagai kawasan berkarakter urban dengan permasalahan yang umum dihadapi bersifat spasial-arsitektural, selain masalah sosial-budaya, terutama sejak akhir abad XIX M ketika mulai banyak pedagang bermodal besar menetap. Kenyataan yang muncul adalah bahwa banyak lahan yang mengandung potensi sejarah berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk yang padat, karena kebutuhan akan ruang. Selain itu, terjadi pula penurunan kualitas bangunan yang diasumsikan mengubah wajah arsitektur tradisional Kotagede. Faktor usia dan masalah biaya perawatan juga menjadi masalah dalam pelestarian bangunan-bangunan yang menjadi karakter Kotagede (Saujana Budaya Kotagede (Greenmap), 2005). Tabel 3 Ringkasan perkembangan KCB Kotagede pada setiap periode Periode
Tahun 1577
Keterangan Mataram didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan
1586 1587 1592
Ki Ageng Pemanahan Mangkat, Panembahan Senapati membangun tembok keliling kraton Kotagede dijadikan tempat kedudukan kraton Kotegede menjadi pusat Kerajaan Mataram Tembok keliling selesai dibangun
Awal Periode Mataram 1584 Islam
Periode
Tahun Awal Periode 1606 Mataram 1613-1645 Islam 1618 1633 Periode 1755 Zaman Penjajahan Belanda
Keterangan Makam Kotagede selesai dibangun Masa pemerintahan Sultan Agung, raja lebih banyak tinggal di Kerta, Kotagede tetap menjadi makam raja-raja Raja berkraton di Kerta, Ibusuri di Kotegede Diberlakukan sistem kalender baru (Hijriyah) Perjanjian Giyanti, terjadi pembagian kekuasaan, Kotagede dibagi menjadi Kotagede Surakarta (Ska) dan Kotagede Yogyakarta (Yk)
26 1903 <1910
1910-1920 >1920 1922 1920-1930 1925 1934
Masa Kemerdekaan RI
1935-1938 1945
1942-1950 1950-1960 1960-1990 1990-2010
2006
Kotagede bergerak dari kota para abdi dalem karya-tukangkraton menjadi pusat industry dan perdagangan pribumi Golongan Kalang terbagi 2 sub-kelompok, Yogyakarta (Yk) dan Surakarta (Ska). Kalang Ska diberi gelar mantra Kalang bertugas menyediakan dan mengawasi pelayanan pekerjaan kayu. Kalang Yk mengurusi transportasi dengan kuda. Sub Kalang Ska memperoleh lisensi dari kraton untuk membuka rumah gadai di seluruh wilayah Perubahan pemilikan tata guna lahan kerajaan, menjadikan wibawa kraton merosot Muhammadiyah lahir sebagai pembaharuan Islam dan tradisi Kotagede Jaman batik/periode batik awal industri rakyat Jaman perak, Kotagede sebagai kota saudagar/pedagang Jaman keemasan umat Islam Kotagede-ekonomi rakyat Pembangunan makan Hastana Rangga oleh Hamengku Buwono VIII Masa perak telah mencapai puncaknya-ekonomi rakyat Kasultanan Yogayakarta bergabung dengan RI dan secara resmi diakui tahun 1952, Kotagede Ska masuk Bantul, Kotagede Yk masuk Kota Yogyakarta Jepang berkuasa, perak bangkit lagi namun tidak sejaya masa sebelumnya Jaman PKI, Kotagede sebagai kota miskin Inflasi mata uang, perekonomian memburuk Perak mulai diminati kembali, Kotagede mulai tumbuh sebagai daerah wisata perpaduan kawasan komersial dan historis Terjadi bencana gempa bumi, telah merobohkan beberapa bangunan tua yang ada di Kotagede dan telah dilakukan rehabilitasi pada sebagian bangunan yang memungkinkan untuk diperbaiki
Sumber: Saujana Budaya Kotagede (Greenmap), 2005
27 4.1.2 Lanskap Sejarah KCB Kotagede adalah salah satu kota kuno di Propinsi DI. Yogyakarta yang tetap hidup dan semakin berkembang, baik dalam segi kehidupan masyarakat maupun keruangannya. KCB Kotagede sebagai kota pusat pemerintahan meninggalkan warisan arkeologis berupa keraton atau kedhaton, alun-alun, baluwarti, jagang, cepuri, masjid, makam, dan pasar (Gambar 4). Komponen-komponen itu turut membentuk dan mencerminkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pendukungnya.
Sumber: Jogja Heritage Society, 2007
Gambar 4 Peta Wilayah Kerajaan Mataram
28 Komplek Kerajaan Mataram Islam dibangun sebagaimana komplek keraton kerajaan di Jawa pada umumnya, yaitu dengan menggunakan alun-alun sebagai pusat kota (Catur Gatra Tunggal). Komplek keraton ditempatkan sebelah selatan alun-alun dan Masjid Gede di sebelah barat alun-alun. Kemudian pasar yang digunakan sebagai pusat kegiatan ekonomi ditempatkan di sebelah utara alun-alun. Berikut adalah elemen sejarah yang terdapat pada komplek Kerajaan Mataram Islam dan masih dipelihara dan dilestraikan pada KCB Kotagede: a. Kompleks Masjid Besar Mataram Terletak di sebelah barat alun-alun dan dikelilingi oleh tembok setinggi 2.5 m. Dalam Babad Momana disebutkan bahwa masjid kerajaan ini selesai dibangun pada tahun 1511 Jawa (1589 M) atas perintah Panembahan Senopati. Pernah dipugar beberapa kali akibat gempa tahun 1867 dan kebakaran tahun 1919. Pemugaran terakhir dilakukan pada akhir tahun 2002 di bawah koordinasi Pemda DI Yogyakarta. Masjid ini memiliki bentuk arsitektur yang khas (beratap tajug tumpang), memiliki serambi dan pawestren, serta dikelilingi kolam (Gambar 5). Pada dinding tembok keliling di sebelah selatan terdapat gapura yang menghubungkan kompleks masjid dengan kompleks makam kerajaan. Kompleks makam kerajaan ini juga dibangun bersamaan dengan pembangunan kompleks masjid.
Gambar 5 Masjid Besar Mataram
29 b. Komplek makam kerajaan Kompleks makam kerajaan berada di belakang masjid dan untuk mencapainya harus melewati beberapa halaman (Gambar 8). Di sini dimakamkan para peletak dasar Kerajaan Mataram Islam, diantaranya Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senapati, dan Panembahan Sedang ing Krapyak. Selain itu juga terdapat makam Sri Sultan Hamengku Buwono II, Pangeran Adipati Pakualaman I, serta sejumlah besar makam keluarga raja Mataram lainnya (Gambar 6). Terdapat pula jirat makam Ki Ageng Mangir Wanabaya yang berada separuh di dalam dan di luar kompleks makam sebagai tanda bahwa dia adalah menantu sekaligus musuh Panembahan Senapati. Keterangan makam: 1. Nyai Ageng Nis 2. Kanjeng pangeran Jayaprana (Inggih Mijil Ing Kadilangu, Putranipun Kanjeng Sunan Kalijaga) 3. Sinuwun Datuk Palembang (Sultan Pajang, Ingkang Kala Taksih Timur Asma Jaka Tingkir) 4. Kyai Ageng Mataram, Inggih Kyai Ageng Pamanahan 5. Nyai Ageng Mataram 6. Nyai Ageng Pati 7. Kyai Ageng Jurumartani, Inggih Kyai Ageng Mandaraka 8. Kanjeng Panembahan Senapati 9. Kanjeng Pangeran Gagakbani 47. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I 76. Nyai Wirakerta, Mangir 80. Kyai Ageng Wanabaya, Mangir Anggota keluarga kerajaan lainnya
Gambar 6 Denah Komplek Makam Pada tembok kelir menuju halaman makam terdapat beberapa buah prasasti yang menjelaskan bahwa Bangsal Duda di halaman itu dibangun pada masa Sultan Agung (1644 M) dan penjelasan mengenai perbaikan makam akibat gempa bumi pada tahun 1867. Adapun kegiatan pada tempat ini adalah berziarah yang dilakukan oleh pengunjung yang harus mengikuti ritual khusus dan menggunakan pakaian khusus (Gambar 7).
30
Gambar 7 Wistawan yang akan melakukan ziarah
Gambar 8 Gerbang masuk makam Raja-Raja Mataram
c. Kompleks pemandian (sendang) Terdapat dua kompleks sendang di tempat ini, yaitu kompleks Sendang Saliran dan kompleks Sendang Kemuning. Sendang Saliran memiliki empat buah kolam, masing-masing dua kolam untuk pria/kakung (utara) (Gambar 9) dan wanita/putri (selatan). Air di kolam pria dipercaya berasal dari makam Panembahan Senapati. Di kolam mini dipercaya terdapat beberapa ikan lele dan kura-kura putih kekuning-kuningan bernama Kyai Duda, Kyai Joko, dan Mbok Rara Kuning. Sendang ini disebut saliran karena berasal dari makam (badan=salira) panembahan Senapati. Pada kedua kolam terdapat sengkalan berangka tahun 1867. Kompleks Sendang Kemuning berada di sebelah barat luar tembok makam. Sendang ini dipercaya dibuat oleh Sunan Kalijaga.
Gambar 9 Komplek pemandian (sendang)
31 d. Keraton Di sebelah selatan kompleks Masjid Agung dan Kampung Alun-alun terdapat kampung bernama Kedhaton dan Dalem yang berada di dalam lingkupan reruntuhan cepuri. Dugaan kuat, Keraton Mataram dulu berada di tempat ini. Di tengah-tengah lokasi ini terdapat sebuah bangunan kecil yang di dalamnya terdapat Watu Gilang dan Watu Gatheng yang dikeramatkan dan dipercaya berasal dari masa Panembahan Senopati (Gambar 10). Hingga awal abad XX M tidak ada yang berani menempati tanah yang dahulu dikenal dengan nama siti sangar. Pada tahun 1934, atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, dibangunlah kompleks makam bernama Hastorenggo yang digunakan sebagai tempat untuk memakamkan keluarga raja yang tidak biasa dimakamkan di Imogiri.
Gambar 10 Suasana Kampung Dalem e. Watu Gilang dan Watu Gatheng Watu Gilang adalah lempengan batu andesit yang dipercaya sebagai bekas singgasana Panembahan Senapati (Gambar 11). Pada permukaannya terdapat prasati berhuruf cetak dalam bahasa latin, Perancis, Belanda dan Italia. Pada salah satu sisinya terdapat cekungan yang dipercaya sebagai bekas benturan kepala Ki Ageng Mangir Wanabaya, musuh sekaligus menantu Panembahan Senapati. Watu Gatheng sendiri berupa tiga buah batu kalsit bulat berdiameter 31 cm, 27 cm dan 15 cm (Gambar 12). Ketiga batu tersebut dipercaya sebagai alat permainan Raden Rangga, putra Panembahan Senapati. Selain itu, masih terdapat tempayan (gentong) dari batu andesit. Seluruh benda
32 itu saat ini berada dalam sebuah bangunan kecil tertutup yang berada di tengah tanah lapang dengan dinaungi beberapa pohon beringin besar.
Gambar 11 Watu Gilang
Gambar 12 Watu Gatheng
f. Cepuri (benteng keraton) Cepuri adalah tembok benteng yang dibuat mengelilingi kompleks kraton. Cepuri Kotagede ini dibangun oleh panembahan Senapati dan selesai pada tahun 1592/1593 M. Keseluruhan cepuri sudah tidak utuh lagi dan hanya berupa reruntuhan yang ada di beberapa tempat. Tembok yang tersusun atas bata dan batu putih ini tebalnya mencapai 120 cm dan pada beberapa tempat
(a) (b) Gambar 13 Sisa-sisa benteng keraton (a) utara, (b) selatan. ada yang tingginya mencapai 2 m. Cepuri ini sangat spesifik karena ternyata denahnya tidak simetris. Tembok keliling ini melengkung di sudut tenggara, sehingga masyarakat menyebutnya Bokong Semar (Gambar 13b). Daya tarik lainnya, pada sisi utara terdapat lubang selebar 1 m yang dipercaya masyarakat sebagai Bobolan Raden Rangga (Gambar 13a). Situs ini erat
33 kaitannya dengan legenda raden Rangga yang dihempaskan oleh ayahnya, Panembahan Senapati, hingga tubuhnya menjebol dinding cepuri. g. Baluwarti (benteng kota) Baluwarti adalah benteng yang mengelilingi kota, dibangun dengan mempertimbangkan kondisi alam Kotagede, antara lain tampak pada sisi barat dan timur yang masing-masing dibangun mengikuti alur Sungai Gajah Wong dan Sungai Manggisan. Saat ini, keberadaannya secara keseluruhan hanya bisa diketahui dari sumber sekunder. Sisa benteng hanya terdapat beberapa tempat dalam bentuk reruntuhan (Gambar 14). Beberapa sisa batu putih penyusun baluwarti ada yang dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai bahan bangunan rumah mereka.
Gambar 14 Sisa-sisa benteng kota (baluwarti) h. Parit keliling (jagang) Kotagede dilengkapi pula dengan jagang (parit keliling), di sekeliling cepuri dan baluwarti yang dibangun pertama. Jagang dalam yang mengelilingi cepuri dibuat selebar 20-30 cm dengan dalam sekitar 1-3 m. Sisa jagang dalam hanya tampak di beberapa tempat, antara lain di sisi barat dan selatan. Jagang luar dibuat mengikuti alur baluwarti dengan ukuran yang hampir sama dengan jagang dalam. Khusus untuk baluwarti sisi barat dan timur tidak memiliki jagang buatan karena sudah memanfaatkan jagang alami berupa aliran Sungai Gajah Wong dan Sungai Manggisan. Sisa jagang saat ini hanya bisa dilihat di beberapa tempat dan sebagian besar telah berubah wajah menjadi persawahan dan pemukiman penduduk di sebelah timur Kompleks Masjid Agung dan mengisyaratkan bahwa di lokasi kampung itu berada dahulu merupakan sebuah alun-alun Kraton Kotagede (Gambar 15). Namun, tidak ada tanda-
34 tanda fisik lagi yang tersisa dan berganti dengan pemukiman penduduk yang cukup padat.
Gambar 15 Jagang yang telah direnovasi menjadi saluran drainase i. Pasar Gede Pasar Kotagede ini sudah ada sejak wilayah ini dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan pada abad XVI M dan diduga kuat masih berada di tempatnya yang asli sejak dulu. Pasar Kotagede adalah salah satu wilayah yang diurus bersama-sama oleh pihak Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta sejak Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Pasar ini telah mengalami beberapa kali renovasi, sehingga wajahnya telah berubah menjadi seperti pasar pada umumnya (Gambar 16a dan 16b). Pasar Kotagede dibuka setiap hari dan puncaknya pada hari pasaran Legi. Pada hari pasaran Legi, situasi di pasar macet total, karena banyaknya pedagang dari beberapa tempat yang berjualan hingga ke badan jalan, terutama pedagang burung.
(a) (b) Gambar 16 Suasana Pasar (a) timur, (b) barat
35 4.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pelestarian Hasil analisis secara skoring (Tabel 4) menilai setiap elemen sejarah menurut beberapa kriteria yang dapat menunjukkan nilai kepentingan elemen tersebut
untuk
dilestarikan.
keunikan/kelangkaan,
nilai
Kriteria
sejarah,
tersebut
keutuhan,
terdiri estetika,
dari
keaslian,
kejamakan
dan
keistimewaan. Hasil analisis secara spasial (Gambar 17) mencari pembagian kawasan untuk pelestarian berdasarkan hasil overlay antara peta KCB Kotagede dengan peta kawasan Kerajaan Mataram Islam. Dari hasil kedua analisis di atas maka kesesuaian kawasan untuk kegiatan pelestarian dibagi menjadi tiga zona yaitu kawasan yang bernilai tinggi, sedang dan rendah (Gambar 18). Pembagian zona ini didasarkan pada letak keberadaan elemen sejarah. Zona yang bernilai tinggi adalah kawasan yang di dalamnya terdapat elemen utama kerajaan yang disebut Catur Gatra Tunggal, yaitu Komplek Makam Raja-Raja Mataram, Pasar Gede, Kampung Alun-Alun dan Kampung Dalem (tapak yang dahulu pernah didirikan keraton). Zona yang bernilai sedang merupakan kawasan yang dahulunya adalah kawasan kerajaan yang dikelilingi oleh baluwarti (benteng kota). Sedangkan zona yang bernilai rendah merupakan kawasan yang dahulunya bukan termasuk pada kawasan kerajaan (di luar baluwarti).
36
Gambar 17 Analisis dan Sintesis untuk Pelestarian
37
Gambar 18 Kesesuian lahan untuk pelestarian 38
39
4.2 Aspek Fisik 4.2.1 Letak Geografis Kotagede merupakan sebuah kecamatan yang memiliki tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Rejowinangun, Kelurahan Purbayan, dan Kelurahan Prenggan. Secara administratif batas wilayah Kecamatan Kotagede adalah sebagai berikut; •
Utara : Banguntapan Kabupaten Bantul
•
Timur : Banguntapan Kabupaten Bantul
•
Selatan : Banguntapan Kabupaten Bantul
•
Barat : Umbulharjo Kota Yogyakarta Kecamatan Kotagede terletak sekitar 6 kilometer di daerah pinggir sebelah
tenggara Kota Yogyakarta. Wilayah ini juga berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul. Jarak dengan pusat kota dapat dikatakan dekat karena luas wilayah Kota Yogyakarta relatif kecil (Gambar 19). Kawasan yang menjadi batas penelitian ini mempunyai luasan wilayah sekitar 209 ha. Kawasan Cagar Budaya Kotagede yang terdiri dari dua kelurahan pada Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta dan satu desa pada Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, yaitu Kelurahan Prenggan, Kelurahan Purbayan, dan Desa Jagalan (Saujana Budaya Kotagede (Greenmap)). Adapun batas wilayah dari Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini adalah: •
Utara : Kelurahan Rejowinangun/Kec. Kotegede
•
Timur : Kelurahan Singosaren/Kec. Banguntapan
•
Selatan : Kelurahan Singosaren/Kec. Banguntapan
•
Barat : Kelurahan Giwangan/Kec. Umbulharjo Kawasan Cagar Budaya Kotagede sudah cukup dikenal oleh wisatawan
lokal maupun mancanegara sebagai pusat kerajinan perak. Selain itu pada kawasan ini terdapat banyak bangunan kuno dan beberapa Benda Cagar Budaya.
40
Gambar 19 Peta sekitar kawasan lokasi penelitian
41
4.2.2 Aksesbilitas Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini mempunyai tiga akses masuk utama, yaitu melalui gerbang pada Jalan Kemasan (Gambar 20), Jalan Tegalgendu (Gambar 21), dan Jalan Karanglo. Tetapi untuk intensitas pemakaian, Jalan Kemasan merupakan jalan yang memiliki intensitas pemakaian yang cukup tinggi. Karena selain digunakan oleh wisatawan, jalan ini juga digunakan sebagai jalan utama oleh masyarakat setempat.
Gambar 20 Gerbang masuk melalui Jalan Kemasan
Gambar 21 Gerbang masuk melalui Jalan Tegalgendu
Jika akan masuk melalui gerbang Jalan Kemasan maka alat transportasi yang dapat digunakan adalah bis kota Jalur 9 yang memakan waktu sekitar 20 menit dari pusat kota. Untuk memasuki gerbang Jalan Tegalgendu dapat menggunakan alat tranportasi Trans Jogja Jalur 3A (sekitar 10 menit dari Terminal Giwangan). dan untuk menuju Jalan Karanglo dapat digunakan bis kota Jalur 4 yang melewati Ring Road Timur dan memakan waktu sekitar 30 menit dari pusat kota. Ketiga bis tersebut dapat dinaiki di Terminal Giwangan, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kawasan KCB Kotagede ini. 4.2.3 Topografi dan Jenis Tanah Kawasan KCB Kotagede terletak pada ketinggian 110-115 m dpl dan memiliki kemiringan lereng 0-4 % ke arah selatan dengan garis kontur melintang dari arah timur ke barat. Pada kawasan ini tidak terlalu banyak memiliki kelas kelerengan, maka dapat dikatakan sebagian besar kawasan ini memiliki topografi yang datar.
42
Jenis tanah yang terdapat pada kawasan KCB Kotagede ini adalah regosol kelabu dari abu intermedir dan tuff serta regosol coklat kelabu dari abu intermedir. Berikut adalah tabel sifat fisik dan kimia untuk kawasan KCB Kotagede Tabel 5 Sifat fisik dan kimia tanah Kotagede Uraian Jenis
Warna Tekstur Struktur Konsistensi Permeabilitas Porositas Daya menahan air Derajat erosi Ketebalan solum pH Kandungan unsur hara
Sifat Regosol kelabu sampai dengan coklat keabuan (bahan induknya merupakan abu vulkan dan Regosol kelabu sampai dengan coklat keabuan (bahan induknya merupakan abu vulkan dan tuff vulkanik dari Gunung Merapi yang berada di sebelah utara Yogyakarta) Kelabu coklat Pasir Remah Lemah hingga teguh Sedang sampai dengan tinggi Kecil Kecil Peka terhadap erosi Tipis 6-7 Cukup akan unsur P dan K yang masih segar dan belum siap diserap tanaman, akan tetapi kekurangan unsur N, sehingga produktivitasnya sedang hingga tinggi
Sumber: Soeroso, 2000
4.2.4 Hidrologi Pemanfaatan aliran air sungai Gajah Wong telah dilakukan sejak dulu. Aliran sungai ini oleh masyarakat digunakan untuk mengairi areal pertanian mereka. Sempat juga dibangun sebuah dam yang diberi nama dam Gajah Wong untuk mempermudah pengairan, tetapi pada tahun 2001 dam ini jebol akibat banjir dan direnovasi pada tahun 2004. Sekarang ini di tepian sungai banyak terdapat sampah akibat pencemaran lingkungan. Pada areal pemukiman, sumber air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yaitu berasal dari sumur yang umumnya terletak di area pribadi. Sumber air bersih dari PDAM juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama yang rumahnya terletak di pinggir jalan utama. Aliran air kotor yang berasal dari limbah dari kamar mandi, dapur, dan air cucian disalurkan ke bak control dan langsung dibuang ke sumur resapan. Untuk air kotor yang berasal dari WC disalurkan ke tangki septic tank dan selanjutnya juga dialirkan ke sumur resapan.
43
4.2.5 Iklim Salah satu faktor alam atau lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan suatu kawasan adalah iklim. Data iklim diperlukan untuk dapat memperhitungkan tingkat kenyamanan pengguna dalam kawasan tersebut. Adapun unsur-unsur iklim yang dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna adalah suhu udara, kelembaban udara, lama penyinaran matahari, dan pergerakan angin. Secara umum, pada Kecamatan Kotagede rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2008 terjadi pada bulan Desember, yaitu sebanyak 524 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli (20 mm). Rata-rata hari hujan per bulan adalah 7,67 hari. Tabel 6 Nilai rata-rata unsur iklim Kota Yogyakarta tahun 2000-2008 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Curah hujan (mm) 135.44 169.63 219.44 92.22 54.33 27.67 20
30.43 85.2 164
Kelembaban udara (%) min max rata‐rata 60.33 96.11 84.56 58.11 96.44 85.11 69.11 93.67 85.44 64.78 93.33 82.78 54.67 92.22 80.11 52.78 93.56 79 58 88 76.22 52.89 86 73.22 49 84.11 74.56 55.56 87.44 75 83 94 81.22 65 92.22 81.78
Tekanan udara (mb) min max rata‐rata 1007.16 1012.09 1009.62 1006.72 1011.87 1009.28 1006.28 1012.13 1009.28 1007.37 1011.99 1009.64 1007.94 1012.6 1010.53 1008.41 1013.41 1010.92 1009.8 1012.84 1011.71 1010.63 1013.34 1012.32 1011.23 1014.08 1012.64 1009.11 1014.61 1011.72 1008.38 1012.59 1010.26 1007.76 1012.6 1009.92
Suhu udara (oC) Kecepatan angin min max rata‐rata (knot) 23.77 31.19 26.63 5.22 23.42 31.32 26.08 5 23.31 30.6 26.48 4.89 23.5 31.19 26.93 4.11 22.96 32.46 26.69 3.78 22.03 31.72 26.01 3.92 20.27 32.13 25.3 3.67 22.34 32.57 26.67 4.67 22.01 32.52 26.49 5.04 22.86 34.31 28.46 4.73 24.52 32.52 27.73 4.67 23.83 31.94 26.96 5.33
Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2000-2008
Jumlah curah hujan tertinggi pada kawasan terjadi pada bulan Maret, yaitu sebanyak 219,44 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli (20 mm). Untuk kelembaban udara rata-rata cukup tinggi, terjadi pada bulan Maret sebesar 85,44% dan terendah pada bulan Agustus sebesar 73,22% (Tabel 6). Sedangkan tekanan udara yang terjadi pada kawasan ini rata-rata 1010,4 mb dengan suhu udara ratarata 26oC. Untuk suhu rata-rata tertinggi terjadi pada siang hari yaitu sekitar 32 oC dan suhu rata-rata terendah terjadi pada malam hari yaitu sekitar 22oC. Dari faktor suhu rata-rata dan kelembaban udara, maka dapat dihitung besarnya kenyamanan thermal (Temperature Humidity Index), yaitu dengan menggunakan rumus : THI
= 0,8 T + (RH x T)/500
RH : kelembaban nisbi udara (%) T : suhu udara (oC)
44
Dari hasil perhitungan tersebut, jika didapatkan nilai THI < 27, maka dapat dikatakan tempat tersebut nyaman bagi pengguna dan sebaliknya, jika nilai THI > 27 maka dapat dikatakan tempat tersebut kurang nyaman bagi pengguna. Sedangkan dari hasil perhitungan didapatkan nilai sebesar 25,63 dimana nilai kelembaban nisbi yang digunakan sebesar 79,9% (rata-rata dari bulan JanuariDesember pada tahun 2000-2008) dan suhu udara sekitar 26,7 oC (rata-rata dari bulan Januari-Desember pada tahun 2000-2008). Dengan demikian kawasan KCB Kotagede dapat dikategorikan nyaman. Tetapi untuk meningkatkan kenyamanan pada kawasan diperlukan upaya penanaman vegetasi yang dapat menurunkan suhu pada kawasan. 4.2.6 Penggunaan Lahan Lahan di kawasan KCB Kotagede adalah pemukiman, penggunaan campuran (mixed use), perdagangan, sarana peribadatan, sekolah dan fasilitas umum, seperti poliklinik, jembatan dan jalan (Gambar 26). Penggunaan lahan pada kawasan sebagian besar merupakan pemukiman penduduk lokal. Ruang tata hijau pada kawasan sangat sedikit bahkan dapat dikatakan kurang. Area persawahan hanya terdapat pada perbatasan sebelah timur, sedangkan perbatasan sebelah barat merupakan sungai Gajah Wong yang juga merupakan salah satu elemen pembatas pada masa kerajaan. Pengembangan pembangunan pada kawasan ini belum terlalu dibatasi. Hal ini terbukti dengan banyaknya penambahan bangunan rumah maupun toko pada zona yang termasuk mintakat inti. Maka diperlukan peraturan dari pihak pemerintah yang dapat menindak tegas bagi masyarakat yang melakukan perluasan area bangunan mereka sehingga akan mengganggu ataupun mengurangi nilai sejarah yang ada. 4.2.7 Vegetasi dan Satwa Jenis tanaman yang terdapat pada KCB Kotagede cukup beragam. Sebagian besar jenis tanaman termasuk pada tanaman budidaya yang sengaja ditanam oleh masyarakat setempat. Selain tanaman budidaya, terdapat juga jenis tanaman yang memiliki nilai sejarah, yaitu tanaman yang telah tumbuh sejak masa lampau dan juga telah menjadi tanaman ciri khas pada kawasan ini. Berikut adalah tabel nama-nama tanaman yang terdapat pada KCB Kotagede :
45
Tabel 7 Daftar vegetasi pada KCB Kotagede No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Nama lokal Sawo kecik Sawo manila Jeruk nipis Melinjo Belimbing wuluh Pisang Tanjung Cempaka Beringin Nagasari Asem Kapuk randu Kelapa gading Kepel Mundu Mindi Pace Jambu biji Mangga Nangka Pacar cina Melati Soka Ceplok piring Sri rejeki Teh-tehan Bunga sepatu Beluntas Puring Mangkokan Mahkota dewa Sirih merah Pohon gayam
Nama latin Manilkara kauki Dup. Achras zapota Citrus sp. Gnetum gnemon Averrhoa bilimbi Musa domestica Mimusoph elengi L. Michelia champaca L. Ficus benjamina L. Mesua fernea L. Tamarindus indica L. Ceiba petandra Cocos nucifera Stelechocarpus burahol Garcinia dulcis Melia azedarach L. Morinda citrifolia L. Psidium guajava Mangifera indica L. Arthocarpus integra Impatiens sp. Jasminum sp. Ixora sp. Gardenia jasminoides Aglaonema sp. Acalypha macrophylla Hibiscus sp. Pluchea indica Codiaeum sp. Nothopanax scutellarium Phaleria macrocarpa Piper Betle L. Var rubrum Inocarpus edulis
Sumber: Survei dan Pedoman Pelestarian bagi Pemilik Rumah Kawasan Pusaka Kotagede
Satwa liar yang terdapat pada KCB Kotagede ini antara lain burung Derkuku (Streptopelia chinensis) dan Throtokan (Picnonotus griafier). Selain itu terdapat juga beberapa jenis serangga. Sedangkan untuk satwa yang dibudidayakan masyarakat adalah satwa jenis ternak seperti ayam bekisar, ayam negeri, ayam hutan hijau jantan, itik, kambing, sapi biasa, sapi perah, dan kuda.
46
4.2.8 Fasilitas dan Utilitas Fasilitas yang tersedia pada KCB Kotagede ini cukup memadai. Pada kawasan ini terdapat sarana pendidikan, sarana ibadah, sarana olahraga, dan pelayanan kesehatan (Gambar 30) . Sarana pendidikan umum yang tersedia, yaitu 14 Taman Kanak-kanak, 15 Sekolah Dasar, 3 SMP/SLTP, 2 SMA/SLTA. Semua sarana pendidikan tersebut ada yang terdaftar sebagai sekolah negeri dan ada juga yang terdaftar sebagai sekolah swasta. Untuk sarana pendidikan khusus terdapat 3 Pondok pesantren dan 5 Madrasah. Sebagian besar masyarakat di kawasan ini menganut agama Islam. Fasilitas ibadah yang tersedia adalah masjid sebanyak 30 buah dan musholla sebanyak 36 buah. Bagi masyarakat yang menganut agama Kristen terdapat fasilitas gereja sebanyak satu buah. Selain itu, terdapat juga masyarakat yang menganut agama Hindu, tetapi bagi mereka belum tersedia fasilitas untuk ibadah di kawasan ini.
Gambar 22 Lapang Karang
Gambar 23 RS PKU Muhammadiyah
Sarana olahraga yang terdapat pada kawasan ini terdiri dari beberapa fasilitas untuk berbagai bidang olahraga. Fasilitas tersebut adalah lapangan sepak bola satu buah (Gambar 22), lapangan basket 3 buah, lapangan voli 8 buah, lapangan bulutangkis 36 buah, lapangan tenis meja 11 buah, lapangan tenis 2 buah, dan sanggar senam sebanyak satu buah. Pelayanan kesehatan yang tersedia berupa Poliklinik Balai Pelayanan Masyarakat (Gambar 23), Rumah Sakit Bersalin, Laboratorium, dan beberapa buah apotek. Pelayanan yang diberikan oleh poliklinik sudah cukup memadai, karena poliklinik tersebut menyediakan dokter dalam berbagai bidang spesialis.
47
Terdapat beberapa jenis sarana komunikasi pada kawasan ini. Sebagian besar masyarakat menggunakan pesawat telepon untuk saling berkomunikasi. Tetapi masyarakat juga masih menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, seperti ORARI dan INTERCOM. Untuk fasilitas komunikasi umum terdapat pemancar radio, telepon umum, dan TV umum. Jaringan listrik pertama kali masuk KCB Kotagede pada tahun 1923. Pemanfaatan listrik oleh masyarakat digunakan untuk penerangan juga untuk penunjang fasilitas yang ada. Pelayanan listrik saat ini telah ditangani oleh PLN. Selain itu, terdapat beberapa sisa jaringan listrik kuno berupa gardu distribusi listrik kuno yang berada di pojok barat laut Pasar Kotagede dan beberapa tiang listrik kuno yang terbuat dari batang kayu. Gardu listrik kuno (Gambar 24) tersebut dibangun pada tahun 1922 dan dikenal dengan sebutan Babon Aniem oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk tiang listrik kayu (Gambar 25) masih dapat dijumpai di wilayah Selokraman, Celenan, Toprayan, dan Jalan Mondorokan.
Gambar 24 Gardu listrik kuno
Gambar 25 Tiang listrik kayu
Saluran drainase pada kawasan KCB Kotagede berupa gorong-gorong maupun selokan. Semua aliran selokan diarahkan ke Sungai Gajah Wong. Namun, beberapa selokan tersebut kondisinya dalam keadaan buruk, sehingga selalu menjadi penyebab banjir pada beberapa ruas jalan.
48
4.3 Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Keadaan Sosial Ekonomi Kawasan Pasar Gede dahulu belum seluas seperti sekarang dan aktivitas jual beli dilakukan di bawah pohon-pohon yang rindang. Komoditi yang diperdagangkan adalah hasil pertanian yang berasal dari pedesaan. Selain bertani, mereka juga berprofesi sebagai abdi dalem karya, pengrajin kerajaan atau tukang kraton. Para pengrajin ini didatangkan dari Gunung Kidul dan Bantul. Pada awalnya mereka dikumpulkan untuk melayani kebutuhan istana dan para pejabat. Hingga pertengahan abad XIX M, produksi dan distribusi barang-barang itu tidak diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen umum. Setelah perang Diponegoro berakhir, ekonomi lokal Kotagede mulai tumbuh dengan munculnya kelompok pedagang yang mengkhususkan produksi dan distribusi kebutuhan pokok kaum tani, sebagai salah satu usaha untuk menyelamatkan pedagang lokal dari serbuan pengusaha asing. Selain kerajinan emas dan perak, ada juga kerajinan tembaga dan tekstil. Kerajinan tembaga di Kotagede sangat terbatas jumlahnya dan hanya memproduksi alat-alat rumah tangga. Sementara kerajinan tenun di Kelurahan Jagalan dan Kampung Alun-Alun memproduksi kain lurik yang ditenun manual. Industri tekstil yang berkembang adalah industri batik. Pada tahun 1920-an disebut zaman batik karena jaringan perdagangannya hingga seluruh pelosok Jawa. Untuk saat ini hanya beberapa kerajinan yang masih bertahan, terutama pengrajin perak dan untuk persebaran dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 27. Pasar Gede pada hari-hari biasa menjual hasil pertanian dan kebutuhan pangan. Ketika pasaran Legi tiba, kain cap (batik), barang-barang besi dan tembaga, kayu arang, gamping, burung, hingga bunga untuk ziarah turut dijual. Para pedagang dari seluruh penjuru Jawa berkunjung kesana setiap hari. Industri Kotagede, terutama reputasi barang-barang emas dan peraknya terkenal di seluruh penjuru Jawa. Salah satu pendukung ekonomi Kotagede adalah keberadaan orang-orang Kalang yang berpusat di Tegalgendu. Mereka adalah penyedia kayu dan ahli
49
bangunan kraton. Kelompok ini sangat eksklusif, hal ini dapat dilihat dari ciri rumah mereka yang berarsitektur campuran antara Jawa dan Eropa dengan interior yang mewah. Kotagede juga mempunyai industri makanan kecil, yaitu yangko dan kipa (baca: kipo). Keduanya merupakan industri rumah tangga yang cukup populer di berbagai kota di Jawa. Persebaran usahanya industri makanan ini pun cukup banyak dalam kawasan (Gambar 29). Namun usaha kipa tidak begitu berkembang karena makanannya yang cepat basi. Kemerosotan ekonomi akibat situasi politik yang tidak stabil pada 1950-1960-an membuat perindustrian di Kotagede menggantungkan hidupnya pada usaha pakaian jadi dan perhiasan emas imitasi yang tidak banyak memerlukan keahlian dan pengalaman. Saat ini, aktivitas perekonomian di Kotagede tidak seramai dulu, kebanyakan hanya untuk kepentingan pariwisata dan kebutuhan sehari-hari. Industri perak yang menjadi kekhasan Kotagede saat ini lebih banyak berbentuk industri kecil dan artshop. 4.3.2 Keadaan Sosial Budaya Jumlah penduduk pada KCB Kotagede ini adalah 24462 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 7039. Jika dibandingkan dengan luas kawasan, rata-rata dalam satu ha terdapat jumlah penduduk sebanyak 117 jiwa (Tabel 8). Kelurahan yang paling padat peduduknya adalah pada Kelurahan Purbayan, dimana dalam luasan satu ha rata-rata terdapat jumlah penduduk sebanyak 116 jiwa. Tabel 8 Luas wilayah dan jumlah penduduk KCB Kotagede Uraian Luas wilayah (ha)
Prenggan 98,7
Purbayan 83,456
Jagalan 26,822
Total
Jumlah penduduk Rerata jumlah penduduk (jiwa/ha)
11.402 115,52
9.663 115,79
3.397 126,67
24.462 117,05
209
Sumber: Data Monografi Kelurahan Prenggan, Purbayan dan Jagalan
Mata pencaharian penduduk KCB Kotagede sebagian besar adalah karyawan PNS. Pekerjaan sebagai petani pada kawasan ini tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan areal pertanian yang terpadat pada kawasan ini tidak terlalu luas, sebagian besar kawasan digunakan penduduk untuk areal pemukiman dan perdagangan (Tabel 9).
50
Tabel 9 Jenis mata pencaharian masyarakat KCB Kotagede Uraian Karyawan PNS Karyawan ABRI Karyawan Swasta Pedagang Petani Pertukangan Buruh tani Pensiunan Pemulung Jasa Total
Prenggan 700 47 2.278 1.788 12 60 15 249 2 4 5.155
Purbayan 297 32 4.097 354 18 142 10 107 2 76 5.135
Jagalan 116 14 136 405 0 24 0 36 0 44 775
Total 1113 93 6.511 2.547 30 226 25 392 4 124 11.065
Sumber: Data Monografi Kelurahan Prenggan, Purbayan dan Jagalan
Tingkat pendidikan penduduk pada KCB Kotagede ini cukup tinggi. Sebanyak 74.82% dari jumlah penduduk telah sempat lulus pendidikan, baik itu melalui pendidikan umum maupun pendidikan khusus. Lulusan SMA/SLTA merupakan jumlah penduduk yang terbanyak pada kawasan ini (Tabel 10). Tabel 10 Tingkat pendidikan masyarakat KCB Kotagede Status pendidikan Taman kanak-kanak Sekolah Dasar SMP/SLTP SMA/SLTA Akademi/D1-D3 Sarjana (S1-S3) Pondok Pesantren Madrasah Pendidikan Keagamaan Sekolah Luar Biasa Kursus/Keterampilan Total
Prenggan 596 1.351 1.468 1.256 620 1.910 59 162 285 2 26 7.735
Purbayan 1.293 1.754 1.395 2.587 374 1.057 0 278 167 0 19 8.924
Sumber: Data Monografi Kelurahan Prenggan, Purbayan dan Jagalan
Jagalan 106 298 345 547 60 288 0 0 0 0 0 1.644
Total 1.995 3.403 3.208 4.390 1.054 3.255 59 440 452 2 45 18.303
51
Gambar 26 Peta penggunaan lahan pada KCB Kotagede
52
Gambar 27 Persebaran kerajinan KCB Kotagede
53
Gambar 28 Persebaran kesenian KCB Kotagede
54
Gambar 29 Persebaran pengolahan makanan tradisional KCB Kotagede
55
Gambar 30 Persebaran fasilitas umum KCB Kotagede
56
4.4 Aspek Wisata 4.4.1 Objek Wisata Objek wisata yang terdapat pada KCB Kotagede berupa wisata sejarah dan wisata belanja (Tabel 10). Kedua jenis wisata inilah yang saat ini dilakukan oleh wisatawan yang datang berkunjung. Untuk wisata sejarah, objek wisata yang selalu dikunjungi adalah Komplek Makam Raja-Raja Mataram yang di dalamnya terdapat Masjid Besar Mataram, Komplek Makam Raja Mataram, dan komplek pemandian (sendang) serta Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng. Sedangkan untuk wisata belanja, lokasi yang dikunjungi adalah komplek pertokoan kerajinan perak, yang memang sudah terkenal di berbagai daerah. Adapun beberapa objek sejarah-budaya dan objek lainnya yang terdapat pada KCB Kotagede berpotensi untuk dijadikan objek wisata, diantaranya adalah: a. Cepuri Tembok batas kraton ini sudah tidak utuh sepenuhnya. Tetapi masih ada pada beberapa lokasi yang masih tersisa, walaupun itu tidak sesuai dengan yang aslinya. Benteng yang tersisa tersebut berupa tumpukan batu yang dulu merupakan bahan untuk membangun benteng tersebut, ada juga yang oleh pemerintah telah direkonstruksi tapi hanya pada beberapa sudut saja. Dengan menggunakan cepuri sebagai objek wisata, diharapkan wisatawan dapat menginterpretasikan batasan wilayah komplek kraton pada masa lalu. b. Gang rukunan Gang rukunan adalah tipe pemukiman yang bersifat kolektif. Pada lokasi ini terdapat rumah yang dikelilingi oleh tembok dan menghasilkan jalan yang terbentuk dari ruang yang memisahkan antara dalem dan pendapa (pringgitan) atau terbentuk dari emperan rumah. Gang rukunan yang tersisa terdapat di Kampung Alun-Alun yang dikenal dengan Between Two Gates, terdiri dari Sembilan rumah yang berderet dari barat ke timur milik saudagar Atmosoeprobo (Gambar 31). Rata-rata rumah tersebut dibangun pada pertengahan abad XIX M. Tata ruangnya masih terjaga dengan deretan rumah menghadap selatan juga terdapat ornament yang berbeda masing-masing Jawa-Hindu, Jawa-Islam dan Kolonial. Tempat ini dapat menginformasikan
57
kepada wisatawan bagaimana model bangunan asli rumah penduduk Kotagede yang masih dipertahankan oleh pemiliknya juga dapat menikmati keunikan perpaduan gaya arsitektur dan ornament Jawa-Hindu-Islam-Kolonial.
Gambar 31 Pintu Gerbang Gang Rukunan c. Rumah Kalang Masyarakat Kalang sejak lama dikenal sebagai kelompok minoritas yang hidup di tepi-tepi hutan di seluruh wilayah Jawa sebagai tukang kayu. Pada masa Mataram Islam, masyarakat Kalang muncul dalam beberapa pemberitaan. Pada tahun 1640, Sultan Agung mengumpulkan beberapa orang Kalang untuk menetap karena kemahiran mereka dalam bidang pertukangan sangat diperlukan oleh kerajaan. Di Kotagede, masyarakat Kalang bertempat tinggal di Tegalgendu. Peran mereka semakin meningkat pada akhir abab XIX M dan awal abad XX M ketika berhasil menjadi pengusaha dan pedagang yang sukses.
(a) (b) Gambar 32 Kondisi rumah (a) tidak terawat, (b) terawat
58
Rumah-rumah mereka yang mirip istana dibangun selama awal abad XX M (Gambar 32b). Rumah-rumah tersebut menitipkan kisah masyarakat Kalang pada masa itu yang secara berlebihan memamerkan kekayaan mereka. Mereka hidup secara eksklusif, anti politik, serta mengabaikan pendidikan, agama, dan kehidupan sosial. Seiring berjalannya waktu, saat ini masyarakat Kalang telah membaur dengan masyarakat umum. Beberapa rumah Kalang sempat ada yang tidak terurus dan rusak sia-sia karena mahalnya biaya perawatan yang diperlukan (Gambar 32a). Ada pula beberapa rumah yang kemudian dimanfaatkan oleh warga untuk berbagai aktivitas. d. Langgar tua dan rumah Prof. Kahar Muzakkir Langgar tua ini salah satu bangunan tua khas yang tersisa di Kotagede. Konsep bangunan ini berorientasi pada arsitektur Jawa-Hindu (Gambar 33). Langgar merupakan bagian yang tersuci dari keseluruhan bangunan rumah, maka diletakkan di bagian depan-atas. Wisatawan dapat menikmati keunikan dari gaya arsitektur langgar ini dan mendapatkan interpretasi tentang kehidupan masyarakat Kotagede yang cukup taat beragama sejak dulu.
Gambar 33 Langgar Tua
Gambar 34 Reruntuhan Rumah Prof. Kahar Muzakkir
Prof. Kahar Muzakkir merupakan salah satu tokoh utama Muhammadiyah Kotagede yang pernah menjadi Wakil Kepala Kantor Urusan Agama di Jakarta dan kemudian mengabdikan diri untuk mendirikan sebuah Universitas Islam serta menjadi salah satu tokoh penanda tangan Piagam Jakarta. Bung Hatta dan Syahrir pernah datang ke rumah ini. Tetapi sekarang rumah ini hanya berupa reruntuhan saja karena tidak mendapatkan perhatian apapun (Gambar 34), baik dari keluarga Prof. Kahar Muzakkir maupun dari pemerintah, juga disebabkan oleh bencana gempa bumi pada tahun 2006. Rumah ini dapat direkonstruksi ulang oleh pihak pemerintah yang dapat
59
bekerja sama dengan pihak keluarga. Karena jika dilihat dari nilai sejarahnya, pada rumah ini dapat menggambarkan dan menginformasikan kepada wisatawan perjuangan seorang Prof. Kahar Muzakkir pada masanya yang patut untuk dikenang. e. Pedagang Makanan khas Kotagede di sekitar Lapang Karang Sepanjang pinggiran Lapang Karang ini terdapat deretan penjual makanan khas Kotagede, yaitu sate karang, yangko, kipo, dan makanan khas lainnya. Tempat ini biasa dikunjungi pembeli karena jenis makanan yang dijual serta lokasinya yang di pinggir lapang, dimana selain dapat menikmati makanannya pembeli juga dapat melihat pertandingan bola juga bermain-main di lapang tersebut. Lokasi ini biasanya mulai ramai ketika sore hari hingga malam hari. Potensi dari lokasi ini adalah sebagai tempat wisata kuliner yang menyediakan berbagai macam makanan khas Kotagede maupun makanan tradisional jawa lainnya. f. Home industry (handycraft) Terdapat beberapa tempat pada KCB Kotagede ini yang digunakan oleh masyarakat sebagai rumah industri hasil kerajinan tangan. Kerajinan tangan tersebut dibuat dari berbagai macam bahan baku, seperti logam (tembaga, perak, kuningan, dsb), kulit, tanduk, dan penyu. Pada lokasi ini wisatawan dapat menyaksikan penbuatan kerajinan tersebut secara langsung, dapat juga diadakan atraksi pelatihan pembuatan kerajinan tangan untuk menambah pengalaman bagi wisatawan.
Gambar 35 Salah satu Toko Kerajinan Perak yang cukup terkenal
60
Tabel 11 Objek dan Atraksi Wisata Berdasarkan Periode Pembangunannya Objek dan Daya Kondisi Eksisting Tarik Awal periode Mataram Islam Masjid Besar Mataram (BCB)
Makam Raja-Raja Mataram (BCB)
Keterangan
Masjid ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, karena keberadaan masjid ini telah ada sejak jaman pemerintahan Kerajaan Mataram Islam. Komplek makam ini adalah tempat dimakamkannya para raja Mataram terdahulu. Keberadaannya masih dalam satu komplek dengan Masjid Besar Mataram
Komplek pemandian (sendang) (BCB)
Tempat pemandian keluarga kerajaan pada masanya. Konon sendang ini dipercaya telah dibuat oleh Sunan Kalijaga
Watu Gatheng (BCB)
Tiga buah batu kalsit yang berbentuk bulat, dipercaya digunakan Raden Rangga sebagai alat permainannya
61
Objek dan Daya Tarik Watu Gilang (BCB)
Kondisi Eksisting
Keterangan Lempengan batu andesit ini adalah bekas singgasana Panembahan Senopati (Raja Mataram pertama)
Cepuri
Cepuri ini merupakan benteng dalam yang mengelilingi kraton. Sudah tidak utuh lagi, hanya ada pada spot tertentu saja.
Pasar Gede
Pasar Gede ini telah menjadi pusat kegiatan perekonomian masyarakat Kotagede sejak Kerajaan Mataram Islam sampai sekarang.
Periode jaman penjajahan Belanda Rumah Kalang
Langgar Dhuwur
Rumah orang Kalang dengan gaya arsitektur JawaEropa. Kemegahannya menunjukkan tingkat ekonomi pemiliknya.
Langgar Dhuwur merupakan langgar tertua yang masih bertahan sampai sekarang. Merupakan bagian tersuci dari keseluruhan bangunan.
62
Objek dan Daya Tarik Rumah Prof. Kahar Muzakkir
Kondisi Eksisting
Gang Rukunan
Periode setelah Kemerdekaan RI Toko kerajinan perak
Home Industry/(handycraft)
Keterangan Pada rumah ini perlu dilakukan rekonstruksi sehingga dapat dijadikan salah satu objek wisata sejarah yang dapat menceritakan seorang tokoh yang bernama Prof. Kahar Muzakkir. Suatu kawasan yang terkenal dengan sebutan ‘Between Two Gates’ dengan deretan tipe rumah yang berbeda gaya ornamentnya.
Toko kerajinan perak yang merupakan ciri khas Kotagede, sampai terkenal ke mancanegara karena kualitasnya yang bagus
Keberadaan rumah industri kerajinan tangan ini menunjukkan ciri khas kegiatan perekonomian masyarakat Kotagede yaitu sebagai pengrajin berbagai bahan baku (logam, kulit, tanduk).
63
4.4.2 Atraksi Wisata Kesenian dan Budaya Kotagede sejak dulu merupakan salah satu pusat kebudayaan Jawa. Kesenian sebagai salah satu unsur dari budaya masyarakat tumbuh dengan baik. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kesenian yang pernah berkembang tidak luput dari pergeseran orientasi budaya. Akibatnya, hanya ada beberapa kesenian tradisional yang masih bertahan hidup di Kotagede yang sebagian besar hanya bersifat musiman. Kesenian tradisional yang dihidupkan oleh masyarakat ini pada akhirnya menjelma sebagai atraksi budaya Kotagede yang sangat potensial dalam mendukung perkembangan Kotagede sebagai salah satu kawasan wisata budaya (Tabel 12). Berikut adalah beberapa macam kesenian yang masih bertahan di Kotagede : a. Karawitan Atraksi kesenian ini dapat dijumpai di beberapa tempat di Kotagede dan para pemainnya biasanya tergabung dalam paguyuban kesenian. Dalam kegiatan karawitan, kadang-kadang juga memainkan tari tradisional, macapatan, hingga ketoprak atau srandul. Karawitan bisa disaksikan di Gedung Kesenian Kotagede pada setiap hari Selasa dan Jumat malam atau datang ke Kampung Bumen, Kelurahan Purbayan yang memiliki banyak potensi kesenian tradisional. b. Macapatan Macapatan adalah seni membaca syair berbahasa Jawa. Selain dapat dijumpai di kelompok-kelompok karawitan, macapatan juga dapat dinikmati di Kampung Basen, Kelurahan Purbayan. c. Shalawatan Kesenian bernafaskan Islam ini menampilkan puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW yang dilagukan oleh sekitar 20 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jenis nada yang dikuasai. d. Srandul Srandul adalah seni tradisi semacam ketoprak yang tidak memiliki pakem cerita tertentu, misalnya memainkan lakon yang berlatar belakang kiah seribu satu malam atau kisah para nabi. Kesenian ini sekarang agak sulit
64
dijumpai dan biasanya tampil pada acara-acara tertentu, seperti di Festival Kotagede atau di acara peringatan Kemerdekaan RI. e. Paguyuban Seni Gejog Lesung Ngudi Wirama Kotagede Gejog Lesung adalah atraksi kesenian yang memakai lesung (tempat untuk menumbuk padi) sebagai alat musik yang dimainkan oleh 20 orang yang sudah lanjut usia selama 15-20 menit dengan memainkan lagu-lagu dolanan yang dirangkai dengan sekar macapatan. f. Keroncong Terdapat banyak grup keroncong yang aktif di Kotagede, terutama di Desa Jagalan. Mereka biasanya tampil dalam acara-acara tertentu, seperti di Festival Kesenian Kotagede dan peringatan kemerdekaan RI. g. Wayang Thingklung Awalnya wayang yang digunakan berbahan dari kertas karton, tapi sekarang ada yang memakai wayang kulit. Tokoh-tokohnya memakai tokoh pada kisah wayang kulit purwa. Pertunjukan ini tidak diiringi oleh gamelan melainkan bunyi mulut dalang. Jadi, dalang wayang thingklung dituntut memiliki keahlian ganda, yaitu keahlian memerankan tokoh wayang dan keahlian menirukan bunyi gamelan pengiring pertunjukan. Tabel 12 Atraksi Seni Budaya pada KCB Kotagede No. Atraksi Budaya Waktu 1 Karawitan Selasa dan Jum’at malam
2
Macapatan
Acara-acara khusus dan saat Karawitan
3
Shalawatan
Acara-acara khusus
Tempat Panggung kesenian Kotagede dan kampung Bumen
Keterangan Atraksi kesenian yang terdirib dari tari tradisional, macapatan, srandul. Panggung Seni membaca kesenian Kotagede syair dalam dan kampung bahasa Jawa. Basen. Kampung Bumen, Seni yang Basen, Pilahan, menampilkan Sayangan. puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW
65
No. Atrraksi Budaya W Waktu 4 Sranndul Festivaal Kotageede dan acara HUT H RI
5
Gejoog Lesung
6
Keroncong
7
Wayyang Thinngklung
Tempat Keterang gan Kampung Bumen, T Tradisi semaacam Basen. kkethoprak yaang tiidak memiliki ccerita pakem m teertentu. Acara--acara Kampung Tinatan A Atraksi seni khususs yyang memak kai leesung sebag gai aalat music sselama 15-20 m menit oleh 20 2 oorang yang telah t laanjut usia. Festivaal kesenian Hampir setiap A Atraksi keseenian Kotageede, acara kampung ada a m musik HUT RI, R dan trradisional khas k acara-aacara K Kotagede khususs Acara--acara Kampung Karang A Atraksi way yang khususs Duren kkulit tanpa irringan gamelan, m melainkan bunyi b m mulut dalang g.
4.4.3 Penggunjung Sebagian besaar pengunjuung yang daatang meruppakan wisattawan lokall, dan m wisatawan mancanegaara. Pada setiap s bulannnya kunju ungan sisanya merupakan wisatawann cukup baanyak. Padaa tahun 20 008 (Gambaar 36) kunj njungan terttinggi terjadi padda bulan Deesember, tetapi pada 2009 2 (Gambbar 37) kunnjungan terttinggi terjadi padda bulan Aggustus.
Gambaar 36 Grafik jumlah peng gunjung padaa tahun 20088
66
Gambbar 37 Grafikk jumlah pengunjung padda tahun 20099
Unntuk rata-raata jumlahh pengunju ung, tiap tahunnya t ddapat dikaatakan meningkatt. Seperti dapat dilihatt dari grafik k, pada tahuun 2008 jum mlah pengun njung sebanyak 15.513 wisaatawan dan pada tahun n 2009 sebannyak 18.7099 wisatawan n. Daari kedua gaambar grafikk dapat dilih hat begitu minimnya m juumlah wisattawan mancaneggara pada KCB K Kotagede ini. Haal ini dapatt terjadi dikkarenakan lokasi l kawasan ini i agak jauuh dari pussat kawasan n wisata Koota Yogyakkarta, yaitu Jalan Malioboroo yang selaalu menjadi tujuan utaama para wisatawan w m mancanegaraa jika berkunjunng ke Kota Yogyakartaa. Selain itu u, informassi tentang kkeberadaan KCB Kotagede yang mem mpunyai nilaai sejarah kurang k disosialisasikann kepada mereka m dan bagi yang telahh mengetaahui pun, mungkin m h hanya sebaggian kecil yang memiliki minat m untukk berkunjunng pada kaw wasan ini. Sebagian besaar aktivitas yang y dilaku ukan pengunnjung adalaah wisata belanja, yaitu mem mbeli berbaagai kerajinnan, terutam ma yang beerbahan darri perak. Karena K memang telah lamaa kawasan KCB Kotagede ini terkenal dengan keraajinan peraknya, dibandingkkan dengan nilai sejarah h yang dim milikinya. Haanya pengun njung tertentu yang mengettahui tentanng sejarah berdirinya Kotagede iini dan mem miliki kemauan untuk berkkunjung padda objek wiisata sejarah seperti K Komplek Makam M y menguunjungi kom mplek makaam ini Raja-Rajaa Mataram. Adapun pengunjung yang biasanya memang m m memiliki tujuan utama untuk berzziarah kepaada Panemb bahan Senapati, yaitu y pendirri sekaliguss Raja Matarram Islam pertama. p
67
4.4.4 Fasilitas Pendukung Wisata Kegiatan pariwisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede sudah cukup meningkat. Untuk mendukung kegiatan pariwisata tersebut diperlukan beberapa fasilitas yang dapat mendukung segala aktivitas wisata yang dilakukan oleh pengunjung. Hal ini diperlukan agar pariwisata pada kawasan ini dapat tetap berlanjut tanpa ada penurunan pengunjung, dan diharapkan dengan adanya fasilitas wisata yang dapat menunjang akan lebih mendorong masyarakat setempat untuk lebih kreatif lagi dalam menciptakan atraksi wisata yang baru. Adapun beberapa fasilitas pendukung wisata yang terdapat pada KCB Kotagede ini adalah sebagai berikut: a. Jalur Sirkulasi Terdapat berbagi jenis jalur sirkulasi pada kawasan KCB Kotagede ini, yaitu jalur utama, jalur rukunan, jalur setapak, dan jalur privat. Bentuk jalur yang ada sampai sekarang masih tidak banyak berubah sejak saat pertama kali dibangun. Adapun bentuk jalur tersebut adalah berbentuk bujur sangkar (grid) yang saling memotong. Bagi pejalan kaki terdapat pedestrian di sepanjang pinggiran jalur utama. Kekurangan dari jalur sirkulasi yang ada adalah terlalu sempit, karena yang memakai jalur ini tidak hanya wisatawan, tetapi masyarakat setempat juga sibuk hilir mudik untuk melakukan kegiatan mereka sehari-hari. Jika terdapat wisatawan yang datang secara rombongan memakai bus besar maka akan terjadi kemacetan. Tetapi jika akan dilakukan pelebaran jalan maka akan terjadi penggusuran terhadap bangunan-bangunan kuno yang berada sepanjang jalur utama. b. Sarana interpretasi Dalam kawasan wisata diperlukan petunjuk yang dapat mengarahkan wisatawan menjangkau objek wisata yang ada. Keberadaan sarana interpretasi merupakan salah satu fasilitas wisata yang termasuk penting. Dengan begitu dalam kegiatan wisatanya wisatawan akan terarahkan sesuai dengan konsep wisata yang telah dibuat. Sarana interpretasi pada kawasan KCB Kotagede masih belum memadai untuk sebuah kawasan wisata. Sarana tersebut hanya berupa gapura pada setiap jalur akses masuk utama dan name sign pada setiap objek wisata. Main sign maupun peta kawasan belum ada sama sekali.
68
c. Restoran dan kios makanan Restoran maupun kios makanan dapat dengan mudah ditemukan pada beberapa tempat sepanjang jalur utama. Jenis makanan yang disediakan bermacam-macam, mulai dari makanan yang umumnya dijual di tempat lain sampai dengan makanan khas Yogyakarta maupun Kotagede. Makanan khas Yogyakarta yang tersedia seperti gudeg, bakpia, angkringan, dan lainnya. Biasanya makanan tersebut dijual di kios-kios khusus yang hanya menjual makanan jenis tersebut saja. Sedangkan makanan khas Kotagede yaitu berupa kipo, sate karang, roti Mba Waru, dan yangko. Semua jenis makanan tersebut dapat dijadikan sebagai oleh-oleh bagi wisatawan. d. Transportasi Jenis transportasi umum yang tersedia dalam KCB Kotagede ini berupa becak dan andong. Biasanya para pemilik transportasi tersebut menawarkan jasa secara paket. Jadi bagi wisatawan tidak memakai kendaraan pribadi dan juga baru pertama kali datang berkunjung dapat memanfaatkan jasa ini. Karena selain mengantarkan ke tempat-tempat objek wisata, mereka juga bersedia untuk menjadi guide yang siap untuk memberikan informasi tentang objek wisata yang dikunjungi. e. Gedung kesenian Gedung kesenian Kotagede ini mewadahi segala aktivitas seni budaya masyarakat Kotegede. Gedung ini sering dipakai untuk berbagai kegiatan seni, seperti pentas seni yang diadakan setiap penyelenggaraan Festival Kotegede pada bulan Desember. Kegiatan seni yang juga sering memakai gedung ini adalah latihan karawitan dan wayang kulit yang rutin diadakan pada setiap hari Selasa dan Jumat malam. Tetapi ketika terjadi bencana gempa pada tahun 2006, gedung ini roboh dan kemudian oleh masyarakat setempat pada lahan bekas Gedung Kesenian ini dibangunlah sebuah panggung kesenian sebagai pengganti untuk tempat mereka latihan. f. Toko cinderamata Cinderamata yang paling terkenal dari Kotagede adalah kerajinan perak. Toko kerajinan perak terdapat pada sepanjang jalur utama. Dapat dikatakan
69
toko yang y terdappat di KCB Kotagede sebagian besar b adalahh toko keraajinan perak. Bentuk keerajinan perrak yang diitawarkan sangat s beraagam, mulaii dari untuk perhiasan, hiasan dinnding, hiasan berupa figure, minniature berrbagai benda maupun baangunan dann sebagainy ya. Selain keerajinan darri perak, terrdapat juga tooko yang menyediakan m n cinderam mata yang teerbuat dari bahan kayu u dan kulit. Untuk U jeniss bentuk prooduksinya tidak jauh berbeda b dengan bentuk yang diciptaakan oleh paara pengrajiin perak. Selain keterssediaan berrbagai fasiilitas di attas, dukunngan dari pihak p bangkan daalam pengeembangan KCB masyarakaat setempatt pun perluu dipertimb Kotagede ini sebagaai kawasan wisata. Berdasarkan hasil h kuisiooner, masyaarakat setempat sebagian beesar menginnginkan KC CB Kotagedde ini untukk dikemban ngkan menjadi kawasan k wiisata budayya dan wissata sejarahh (Gambar 38). Selain n itu, mereka puun akan beerpartisipasii dalam keg giatan wisaata tersebut sebagai teerlibat aktif dalam m pengelolaaan maupunn menjadi ob byek wisataa itu sendiri.
Gambaar 38 Presenntase keinginnan masyarrakat dalam pengembanngan kawassan 4.4.5 An nalisis Keseesuaian lah han untuk Wisata W Annalisis secaara skoring pada kawaasan dilakuukan untuk melihat po otensi kawasan untuk u dikem mbangkan sebagai lansskap wisata.. Analisis ddilakukan deengan menilai kaawasan berddasarkan keetersediaan sarana dan prasarana juuga kondisii fisik dan lingkuungan pada setiap kelurrahan (Tabeel 13 dan 144, Gambar 339). Beerdasarkan hasil analissis tersebutt terdapat tiga t pembaagian zona pada
70
kawasan yaitu zona tinggi, zona sedang dan zona rendah. Zona tinggi merupakan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang sangat mendukung. Zona sedang adalah kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang mendukung. Sedangkan zona rendah merupakan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang tidak mendukung (Gambar 40). Kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang sangat mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana yang menunjang kegiatan wisata, memiliki fasilitas khusus, sikap mata pencaharian masyarakat yang mendukung, menyediakan variasi kegiatan wisata dan memiliki keindahan. Kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana dan kondisi fisik kurang lengkap daripada kelurahan yang sangat mendukung kegiatan wisata. Sedangkan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang kurang mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana dan kondisi fisik kurang lengkap daripada kelurahan yang mendukung kegiatan wisata.
71
Gambar 39 Analisis dan Sintesis untuk Wisata
72
73
Gambar 40 Kesesuaian lahan untuk wisata
74
Gambar 41 Lokasi potensi objek wisata
75
4.5 Aspek Pengelolaan dan Kebijakan 4.5.1 Pengelolaan KCB Kotagede Pengelolaan KCB Kotagede ini dari pihak pemerintah dipegang oleh Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan BP3 tingkat Provinsi DI Yogyakarta. Hal ini dikarenakan KCB Kotagede berada dalam dua wilayah yang berbeda, yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pengelolaan yang dilakukan adalah melakukan penyuluhan pada masyarakat setempat tentang pentingnya nilai-nilai sejarah dan budaya lingkungan mereka. Selain itu dilakukan restorasi maupun konservasi pada bangunan tua atau kuno untuk mempertahankan keberadaan bangunan tersebut tanpa harus menghilangkannya. Usaha tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengendalian pembangunan disertai rekomendasi bentuk pembangunan atau renovasi yang seharusnya diterapkan pada bangunan tua tersebut. Dalam hal pariwisata pihak pemerintah telah memfasilitasi kawasan dengan penempatan papan informasi tentang KCB Kotagede dalam ruangan maupun luar ruangan. Pengelolaan dari pihak swasta terdapat dua yayasan, yaitu Yayasan Kanthil dan Yayasan Pusdok. Yayasan Kanthil dalam pengelolaan KCB Kotagede berperan sebagai penampung aspirasi masyarakat yang kemudian disampaikan kepada pihak pemerintah. Selain itu juga yayasan ini ikut berperan dalam pelestarian kawasan ini seperti pengawasan perombakan bangunan tua yang dilakukan dari pihak pemerintah. Pengawasan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pada bahan-bahan bangunan yang digunakan, karena pengurus yayasan ini merupakan penduduk asli kawasan ini. Metode dan cara pendekatan yang dilakukan Yayasan Kanthil kepada masyarakat pun tampak memiliki karakter sendiri. Pegiat Kanthil tidak terbiasa mengumpulkan warga secara khusus untuk menerima presentasi program-program lembaga. Pegiatnya justru langsung masuk ke masyarakat, dengan mendatangi kelompok-kelompok perajin atau kelompok kesenian ketika Kanthil akan menggelar event tertentu. Kadang mereka masuk ke pertemuan-pertemuan warga. Begitu cair memang karena pegiat yayasan itu adalah warga lokal sendiri, saudara, atau tetangga mereka yang biasa mereka temui sehari-hari.
76
Sejak tahun 1999, Yayasan Kanthil mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pariwisata
Kodya
Yogyakarta
dengan
didapatkannya
dana
subsidi
penyelenggaraan Festival Kotagede. Yayasan Kanthil juga telah menjadi mitra dekat beberapa lembaga pelestarian pusaka, seperti Jogja Heritage Society (JHS), Center for Heritage Conservation (CHC) Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada, pegiat Green Map Yogyakarta, dan beberapa lainnya. Kanthil pun juga dipercaya oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) sebagai salah satu perintis berdirinya Organisasi Pengelola Kawasan Pusaka (OPKP) Kotagede pada tanggal 17 Agustus 2006. Yayasan Kanthil dan Yayasan Pusdok bekerjasama dalam mengadakan program wisata yang diberi nama Rambling Trough Kotagede (Tlusap-Tlusup Kotagede) yang didalamnya terdapat kegiatan wisata: 1. Wisata Spiritual yaitu mengunjungi makam raja Kotagede I yang merupakan pendiri kerajaan mataram Islam Kotagede (ada keharusan memakai pakaian traditional Jawa berupa kemben untuk perempuan dan beskap untuk laki-laki). Dalam waktu-waktu tertentu dapat juga mengikuti upacara caos, yaitu persembahan doa kepada penghuni makam yang merupakan raja dan keturunannya yang dipercayai dapat mengabulkan segala permohonan kemakmuran dan kekayaan. 2. Wisata Lorong dimana kita diajak untuk menyusuri lorong-lorong sempit yang ada ditengah perkampungan Kotagede. Akan banyak ditemui rumah-rumah traditional Kotagede yang berumur sekitar abad ke 18 dengan nuansa kekunoannya. Juga bisa dilihat reruntuhan kerajaan Mataram Islam pada abad ke 16 yang masih tersisa hingga sekarang. Seperti apa yang pernah kita mendengar Rumah Kalang yang melegenda karena dasar lantainya adalah mata uang. Kita akan melihat dan mendengar cerita tersebut langsung di area yang masih menjadi selimut tebal pada cerita-cerita mistis dan keanehan lainnya. Untuk kawasan Makam Raja-Raja Mataram terdapat pengelola khusus, yaitu para Abdi Dalem yang ditunjuk langsung dari pihak kraton. Abdi Dalem yang bertugas dalam kawasan ini berasal dari dua kraton, yaitu Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Dari pihak Kraton Yogyakarta menugaskan lima orang Abdi Dalem per harinya, jika dari pihak Kraton Surakarta biasanya
77
menugaskan 3 orang Abdi Dalem per harinya. Setiap Abdi Dalem mengalami pergiliran dalam bertugas, jika dari pihak Kraton Yogyakarta mereka bertugas enam hari sekali, sedangkan dari pihak Kraton Surakarta para Abdi Dalem ditugaskan setiap empat hari sekali. Komplek Makam Raja-Raja Mataram ini telah ditetapkan sebagai Benda Cagar
Budaya
sesuai
dengan
Peraturan
Menbudpar
No
PM.25/PW.007/MKP/2007 dan dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1992. Untuk objek sejarah peninggalan lainnya masih dalam proses pengajuan untuk ditetapkan sebagai BCB. Begitu juga dengan sebutan Kawasan Cagar Budaya Kotagede, sebutan ini belum ada penetapan secara resmi dari pihak pemerintah, seperti halnya Komplek Makam Raja-Raja Mataram. Tapi sebutan ini telah lazim digunakan sampai wisatawan mancanegara pun mengetahuinya. Kebudayaan yang berkembang di KCB Kotagede merupakan warisan kebudayaan Mataram, tetapi setelah terjadi palihan negari (pembagian Kerajaan Mataram menjadi Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian Giyanti), terjadi perkembangan budaya khas Yogyakarta baik yang menyangkut perilaku, sosial-ekonomi, kesenian, bahasa, dan tradisi. Kawasan Kotagede menjadi masih menjaga warisan kebudayaan Mataram tersebut. Di kawasan ini banyak dijumpai berbagai peninggalan bernilai sejarah dan budaya Mataram Islam yang masih terjaga dan terpelihara dengan baik. Tata
kehidupan
masyarakat
Kotagede
yang
non-agraris
yakni
mengandalkan usaha kerajinan, pertukangan dan usaha sejenis yang dahulu memang menjadi bagian dari kehidupan istana masih tetap terpelihara sampai kini dan memberikan atmosfer kehidupan budaya (living culture) yang unik serta memberikan warna khas bagi kebudayaan Yogyakarta. Karena semua potensi tersebutlah maka Kotagede ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya. 4.5.2 Rencana dan Kebijakan Pengembangan Menurut BAPPEDA Kota Yogyakarta, Kotagede merupakan kawasan tua peninggalan sejarah Kraton Mataram hingga kini mempunyai entitas dan peran spasial spesifik kawasan sendiri dan pada skala kota. Untuk mempertahankan kondisi tersebut dibutuhkan kebijakan juga tindakan pengembangan yang dapat
78
melindungi dan melestarikan berbagai BCB yang ada serta mendukung kehidupan masyarakat pada kawasan tersebut. Pengembangan yang dilakukan oleh BAPPEDA pada KCB Kotagede ini berorientasi pada ketentuan spasial yang terdapat pada Perda 6/1994 mengenai Rencana Umum Tata Ruang Kota Yogyakarta dan sudah ditetapkan sebagai Perda baru tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kepwal 41/2002 yang mengatur tentang penjabaran status kawasan pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan tatanan fisik bangunan. Kemudian jika dari segi implementasi tata ruang, pihak BAPPEDA memiliki beberapa kendala, diantaranya yaitu : 1. Perda tata ruang sangat sulit diterapkan di kota secara ideal sesuai ketentuan yang diharapkan seperti masalah peruntukan kawasan sulit terwujud karena pada kenyataannya fungsi mixed land use yang akhirnya terjadi sebagai upaya kompromi di lapangan. Juga ketentuan
baku
normatif dimensi spasial sulit dipedomani karena berkaitan dengan hak milik persil pribadi, misal ketentuan tentang sempadan bangunan pada luasan lahan yang terbatas. 2. Perda tentang kawasan lindung di daerah sesuai amanat Keppres No.32/1990 belum ada, sehingga pemerintah kota mengalami hambatan dalam mengatur dan mengelola kawasan lindung tertentu tersebut apakah melalui kebijakan budidaya, preservasi, ataukah konservasi. 3. Ketentuan tentang zoning regulation sangat sulit diterapkan karena dinamika ruang suatu kota yang keberadaannya telah lama, utamanya menggunakan pola arah dominasi pemanfaatan ruang kawasan. Artinya kawasan tidak seutuhnya peruntukkannya untuk fungsi tertentu, tetapi arah pengembangan
kawasan
disesuaikan
dengan
fungsi
utama
yang
merupakan dominasi fungsi pada area tersebut. Tindakan pengembangan yang telah direncanakan oleh BAPPEDA terhadap KCB Kotegede ini secara umum, yaitu melakukan rekayasa dan pengembangan seluruh aspek sosial, ekonomi, budaya, fisik dan spasial agar tetap mampu menjadi entitas spesifik yang optimal bagi kawasan sendiri maupun skala kota. Selain itu, pihak BAPPEDA (dalam Lokakarya Temu Pemangku
79
Kepentingan Sinkronisasi Program Pelestarian dan Pengelolaan KCB Kotagede di Gedung PIP2B Prov DIY 19 Agustus 2009) memiliki konsep pengembangan bahwa KCB Kotagede ini akan direncanakan sebagai ‘ikon’ Pusat Seni dan Kerajinan Yogyakarta di Kawasan Selatan Yogyakarta dan dalam merealisasikan rencana tersebut dibutuhkan beberapa program yang dapat mendukung perencanaan tersebut, yaitu: City Beautification 1. Revitalisasi kawasan Kotagede dilakukan dengan pengembalian rancangan fasade Pasar Kotagede pada desain masa lalu. Upaya ini sebagai pengungkapan ekspresi kawasan ‘tempo doeloe’ yang tetap eksis dan tetap mempunyai fungsi ekonomi hingga saat kini. 2. Potensi genious loci karakter kawasan ini dipertegas dengan pembangunan landmark (tetenger) berupa rancangan gate (pintu masuk) kawasan yang memberi impresi kawasan khas bersejarah yang mempunyai nilai sosialkultural-historis. Rancangan gate dipadu dengan penerangan (lighting) yang atraktif serta papan informasi penunjuk entry kawasan untuk mempertegas batas delineasi kawasan dan atmosfir spasial kawasan. Pembangunan Kewilayahan yang dikaitkan dengan Strategi Kebijakan 1. Meningkatkan fungsi kampung sebagai tempat berinteraksi masyarakat melalui penyediaan ruang terbuka, penghijauan dan pertamanan. 2. Meningkatkan kerjasama dengan daerah tetangga dalam pengembangan kawasan perkotaan. 3. Kerjasama antar kota – kabupaten dalam kebijakan perencanaan spasial dan
fisik
(infratsruktur)
pengembangan
kawasan
perbatasan
(Kawasan Kotagede) Pembangunan Kewilayahan Berbasis Kampung 1. Pada aspek sejarah, pembentukan kewilayahan dimulai dari keberadaan kampung 2. Dalam setiap penyelenggaraan pembangunan keberadaan kampung tetap dipertahankan 3. Menjadikan kampung sebagai tempat interaksi yang utuh bagi warganya
80
Meningkatkan Peran Masyarakat 1. Komitmen warga masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lain untuk secara strategis dan terpadu mengembangkan kawasan Kotagede sebagai pusaka budaya dan spasial. 2. Komitmen untuk mempertahankan keberadaan kawasan Kotagede khususnya dan Kota Yogyakarta sebagai kota budaya dan menjadi bagian warisan kebudayaan dunia.
81
Tabel 15 Hasil Analisis Tapak Analisis Data Sejarah Kondisi lanskap
Pelestarian lanskap sejarah
Fisik Lokasi dan aksesibilitas
Iklim
Sintesis Pemanfaatan Pemecahan Potensi Kendala
Potensi
Kendala
Elemen utama pembentuk keraton Kerajaan Mataram Islam masih ada, kecuali alunalun yang sudah menjadi sebuah kampung dan cepuri, hanya terdapat pada beberapa tempat saja. Komplek Makam RajaRaja Mataram terlah terdaftar sebagai BCB
KCB Kotagede telah menjadi kawasan pemukiman yang cukup padat, suasana sebuah ibukota kerajaan sudah tidak ada.
Memanfaatkan peninggalan tersebut sebagai objek wisata tanpa mengadakan aktivitas yang dapat mengganggu atau merusak keberadaan objek tersebut
Melakukan restorasi, renovasi, rehabilitasi, maupun konservasi pada kondisi lanskap untuk memperkuat bukti kesejarahan kawasan sebagai ibukota kerajaan
Masih terdapat beberapa objek sejarah yang bernilai penting tetapi belum termasuk BCB
Menentukan zonasi untuk pelestarian BCB yang terdiri dari mintakat inti, penyangga, dan pengembangan
Memberikan penilaian terhadap objek sejarah lainnya agar dapat diajukan sebagai BCB, karena objek tersebut masih dalam satu kesatuan dengan BCB yang ada.
Akses yang telah ada tetap dipertahankan dan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk jalur wisata Jika dilihat dari Radiasi matahari Mempertahankan kondisi saat ini kondisi pada kawasan juga mencari mikroklimatnya, terasa sangat potensi lainnya kawasan dapat terik karena dari kawasan dikatakan masih untuk dapat nyaman dan kurangnya menambah dapat vegetasi yang kenyamanan dapat direncanakan sebagai lanskap dimanfaatkan sebagai peneduh wisata Lokasi mudah dijangkau dan memiliki aksesbilitas dari beberapa arah
Pada salah satu akses memiliki kesulitan dalam angkutan umum (jarang lewat)
Dapat memanfaatkan akses yang yang mudah dalam hal angkutan umum
Menambah penanaman pohon peneduh yang dapat menurunkan suhu juga menambah kenyamanan pengguna
82
Kepariwisataan Wisatawan Kunjungan wisatawan cukup tinggi, terutama pada hari libur atau musim liburan
Kunjungan wisata saat ini tetap dipertahankan dan mengoptimalkan pemanfaatan kawasan dengan memperhitungka n daya dukungnya Belum adanya Melakukan Objek dan Lanskap perencanaan zonasi pada Atraksi wisata peninggalan wisata yang kawasan yang Kerajaan bertujuan untuk Mataram Islam, optimal sehingga dapat menjaga dan objek sejarah melestarikan nilai pendukung, dan menyatukan atraksi kesenian potensi-potensi sejarahnya, wisata yang ada, sehingga akan masyarakat setempat terutama yang didapatkan terkait dengan program wisata wisata sejarah serta pelestariannya Fasilitas Fasilitas wisata Belum terdapat Fasilitas wisata sarana wisata yang telah ada yang ada agar berupa sign, alat interpretasi yang lebih ditata lagi transportasi, dan memadai dan hingga dapat layanan umum kurangnya dimanfaatkan wisata lainnya jumlah layanan oleh wisatawan umum wisata secara optimal yang dapat mengakomodasi pengunjung
Aktivitas wisata
Aktivitas wisata yang dilakukan pengunjung masih sesuai dengan tujuan utama dalam konsep pariwisata kawasan
Jalur sirkulasi
Terdapat fasilitas berupa jalan aspal, pedestrian,
Masih kurangnya pengetahuan wisatawan mengenai objek wisata sejarah
Kurang beragamnya aktivitas wisata sejarah karena kurangnya informasi tentang potensi tempat yang jarang dikunjungi Ketika pengunjung yang datang cukup banyak,
Menambah pengetahuan wisatawan melalui media informasi berupa buklet yang berisi tentang objek dan atraksi wisata sejarah
Menghubungkan keterkaitan antara beberapa objek wisata juga dengan atraksi keseniannya, sehingga akan dihasilkan perencanaan wisata dalam satu program
Menciptakan sarana interpretasi pada kawasan juga menambah jumlan layanan umum wisata yang disesuaikan dengan jenis aktivitas wisata yang dilakukan pengunjung, serta diimbangi dengan pengelolaan yang baik Mengembangkan Mengarahkan aktivitas wisata wisatawan untuk yang ada dengan melakukan tetap berorientasi berbagai macam pada tujuan aktivitas wisata utama konsep dengan cara wisata sejarah membuat paket wisata yang dapat diminati Pengelolaan jalur sirkulasi lebih dikembangkan lagi agar
Membuka jalur alternatif khusus untuk wisatawan sehingga tidak
83
maupun jalan setapak
Dukungan dari Organisasi pemerintah dan dan Kelembagaan masyarakat lokal dalam melakukan pengembangan kawasan
pengunjung biasanya mengakibatkan merasa nyaman kemacetan lokal dalam melakukan aktivitas wisata Terdapat Kerjasama antar kendala dalam pemerintah juga kerjasama dengan pengembangan masyarakat lokal kawasan antara lebih pemerintah Kota ditingkatkan lagi Yogayakarta dan Kabupaten Bantul, yaitu perbedaan prioritas
menggangu jalur sirkulasi masyarakat umum Melakukan musyawarah antara pemerintah, pengelola dan masyarakat untuk memecahkan kendala yang ada
84
V. KONSEP PENGEMBANGAN
5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya (BCB) bab IX pasal 28 ayat (1) bahwa pada dasarnya setiap KCB dan BCB dapat diarahkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, ilmu pengetahuan, dan atau kebudayaan. Kemudian setelah dilakukan analisis pada KCB Kotagede ini, potensi pengembangan yang akan direncanakan dalam penelitian ini adalah pengembangan pada bidang pariwisata, khususnya sebagai wisata sejarah dan budaya. Pada pengembangan wisata sejarah dapat dilakukan aktivitas wisata berupa pemahaman mengenai sejarah kawasan, mulai sejak pembentukannya hingga perkembangan kawasan yang telah menjadi pusat penghasil kerajinan perak. Pemahaman tersebut dapat wisatawan lihat dari objek wisata yang berupa bangunan peninggalan yang masih ada/utuh ataupun sisa-sisa dari bangunan yang telah rusak. Untuk lebih memantapkan pemahaman wisatawan maka diperlukan pula fasilitas interpretasi yang memadai. Jika dari segi wisata budaya, aktivitas wisata yang dapat dilakukan adalah memahami kebudayaan kawasan dengan melihat gaya arsitektur bangunan, pola pemukiman, budaya masyarakat setempat melalui pertunjukkan seni yang dimiliki sejak masa lalu, juga adat istiadat yang berlaku di kawasan sejak dulu. Diharapkan setelah melihat budaya kawasan secara keseluruhan, pengetahuan dan pengalaman wisatawan dapat bertambah. Pengembangan wisata pada kawasan saat ini dari pihak pemerintah masih belum optimal, yaitu kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya nilai sejarah dan budaya yang dimiliki KCB Kotagede ini terhadap masyarakat umum dan lokal juga pengelolaan secara langsung pada kawasan. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat umum mengenai nilai sejarah kawasan, sehingga ketika melakukan aktivitas wisata pada kawasan, wisatawan hanya mengunjungi objek wisata tertentu saja. Jika hanya seperti itu saja, maka akan
85
sangat disayangkan, karena sebenarnya kawasan masih mempunyai potensi wisata yang lebih menarik lagi. Sedangkan untuk masyarakat lokal, masih banyak yang belum mengetahui bahwa kawasan maupun bangunan (Rumah Joglo) yang mereka miliki bernilai sejarah maupun budaya, jadi ada beberapa diantara mereka merubah dan kurang merawat keaslian bangunan tersebut. Selain itu, pihak pemerintah masih kurang kerjasama dengan yayasan pengelola kawasan dalam melestarikan kawasan, sehingga masih terdapat BCB yang kurang diperhatikan karena terlalu besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh yayasan. Untuk dapat menyelaraskan pengembangan wisata, diperlukan pula upaya pelestarian dari kawasan tersebut. Upaya pelestarian ini dilakukan agar dapat tetap menjaga keaslian maupun keamanan dari objek wisata itu sendiri, kesejahteraan masyarakat akan meningkat, dan lingkungan pun tidak akan terganggu. Jika pengembangan wisata berorientasi pada upaya pelestarian tersebut, maka aktivitas wisata pada kawasan ini akan berkembang secara berkelanjutan.
5.2. Kebutuhan Ruang Pelestarian dan Wisata KCB Kotagede yang memiliki nilai sejarah dan budaya ini cukup penting untuk dilestarikan. Pelestarian yang dapat dilakukan adalah mengembangkan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata sejarah. Hal ini dapat dilihat dari potensi kawasan yang memiliki bangunan bersejarah peninggalan jaman Kerajaan Mataram Islam. Dalam upaya pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata sejarah, maka dibutuhkan pembagian ruang yang dapat membedakan antara kawasan perlindungan dan aktivitas wisata. Dengan begitu, diharapkan dalam pengembangan kawasan tidak terjadi kesalahan yang tidak sesuai dengan konsep pelestarian KCB maupun BCB. 5.2.1. Kebutuhan Ruang Pelestarian Konsep pelestarian KCB maupun BCB lebih menitikberatkan pada upaya perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya. Maka dalam pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata sejarah akan mengambil salah satu konsep pelestarian, yaitu pemanfaatan kawasan. Tetapi hal ini tidak dapat mengabaikan kedua konsep lainnya, karena dalam
86
pemanfaatan tersebut tetap harus dilakukan upaya perlindungan dan pemeliharaan juga untuk menjaga nilai sejarah yang dimiliki kawasan tersebut. Dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan KCB dan BCB bab IX pasal 28 ayat (2) mengatakan bahwa pengembangan KCB dapat berupa penataan zona inti, zona penyangga, dan pentaan zona penunjang. Penataan area tersebut dikelompokkan menjadi tiga gradasi (Gambar 42 dan 44) agar memiliki fungsi sebagai berikut : a. Berfungsi sebagai ruang pengaman inti (mintakat inti). Area ini merupakan tempat beradanya BCB yang memiliki nilai penting dan objek utama yang harus dilestarikan. b. Berfungsi sebagai ruang penyangga (mintakat penyangga). Area ini merupakan kawasan yang memperkuat karakteristik mendekati zona inti dan atau dapat berfungsi sebagai penyangga untuk mencegah kerusakan zona inti akibat tekanan dari luar. c. Berfungsi sebagai ruang penunjang (mintakat pengembangan) untuk mengakomodasi kegiatan pendukung. Area ini dimanfaatkan untuk kawasan pendukung mintakat inti dan mintakat penyangga yang dapat dilakukan kegiatan pengembangan wisata.
Gambar 42 Kebutuhan ruang pelestarian Adapun tujuan dari pelaksanaan penataan ruang KCB atau area BCB yang sesuai dengan Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan KCB dan BCB bab X pasal 29 ayat (1) adalah : a. Mengamankan keberadaan dan kelestarian KCB dan BCB
87
b. Memudahkan pemantauan dan pengendalian c. Memudahkan isolasi terhadap bahaya kebakaran d. Memudahkan dalam pencapaian mobil pemadam kebakaran e. Menyediakan ruang pandang dan tampil pajang f. Menyediakan dan mengatur ruang kegiatan pendukung penyajian dan penikmatan objek. 5.2.2. Kebutuhan Ruang Wisata Dalam pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata, maka diperlukan pula pembagian ruang untuk aktivitas wisata itu sendiri. pada umumnya pembagian ruang untuk aktivitas wisata (Gambar 43 dan 45) adalah sebagai berikut : 1. Ruang objek wisata, yaitu ruang yang menunjukan keberadaan objekobjek wisata yang dapat dinikmati 2. Ruang transisi, yaitu ruang yang mengarahkan wisatawan terhadap keberadaan objek wisata 3. Ruang pelayanan, yaitu ruang yang menyediakan berbagai fasilitas juga pelayanan yang dapat menunjang kegiatan wisata 4. Ruang penerimaan, yaitu ruang yang berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam kawasan juga area penyambut wisatawan. KCB Kotagede memiliki beberapa tempat yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata. Selain itu, terdapat pula beberapa tempat yang memungkinkan untuk dijadikan ruang fasilitas dan pelayanan. Diupayakan kegiatan perencanaan lanskap dapat diterapkan pada seluruh kawasan agar semua potensi objek wisata dapat dinikmati oleh wisatawan. Unntuk ruang objek wisata dibagi lagi menjadi tiga , yaitu ruang objek utama, ruang objek pendukung 1 dan ruang objek pendukung 2. Ruang objek utama yaitu ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata utama/inti (peninggalan sejarah yang termasuk dalam zona mintakat inti). Ruang objek pendukung 1 merupakan ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata yang termasuk pada zona mintakat penyangga. Sedangkan ruang objek pendukung 2 adalah ruang yang di dalamnya terdapat objek wisata di luar zona mintakat inti dan mintakat penyangga.
88
Gambar 43 Ruang kebutuhan wisata
5.3. Upaya Pelestarian Kawasan Pelestarian KCB Kotagede diperlukan untuk melindungi kawasan dari kerusakan yang mungkin terjadi akibat aktivitas wisata pengunjung. Oleh karena itu, aktivitas wisata pada kawasan inti maupun penyangga perlu sangat diperhatikan agar dapat memperkirakan aktivitas wisata apa saja yang dapat diterapkan tanpa merusak kondisi dan kepekaan dari objek wisatanya. Pemeliharaan pada ruang inti harus tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi. Disertai dengan adanya aktivitas wisata, maka diperlukan media interpretasi yang dapat mengajak wisatawan untuk lebih menghargai dan memahami arti nilai sejarah yang terkandung pada objek tersebut. Dengan begitu, setelah wisatawan mengetahuai betapa pentingnya kawasan tersebut, maka akan menurunkan niat wisatawan untuk melakukan pengrusakan, bahkan mungkin wisatawan justru akan ikut andil dalam upaya pelestariannya. Pengelolaan pada ruang penyangga dilakukan untuk mendukung pelestarian ruang inti. Hal ini terjadi karena pada pengelolaan tersebut dilakukan pemeliharan area sekitar ruang inti yang dapat melindungi keberadaan objek wisata pada ruang inti. Selain itu, ruang ini dapat pula dijadikan area pendukung aktivitas wisata. Maka diperlukan pemeliharaan lingkungan untuk kenyamanan wisatawan serta penyediaan fasilitas yang dapat mengakomodasi aktivitas wisata di dalamnya. Dalam kegiatan pelestarian diperlukan pula perhitungan nilai daya dukung sebagai pencegah terjadinya aktivitas wisata yang berlebihan dan juga dapat
89
menyebabkan terjadinya kerusakan dari sumber daya dan lingkungan yang ada. Perhitungan nilai daya dukung berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam m2/orang (Tabel 16). Rumus perhitungan nilai daya dukung untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) yaitu : DD = A S
T = DD x K
K=N R
Keterangan : DD
= daya dukung (orang)
A
= area yang digunakan (m2)
S
= standar rata-rata individu (m2/orang)
T
= total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan (orang)
K
= koefisien rotasi
N
= jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan
R
= rata-rata waktu kunjungan (jam) Perhitungan nilai data dukung pada KCB Kotagede dilakukan pada setiap
ruang. Untuk Ruang Objek Utama (19,22 ha) dan Ruang Penyangga (122,71 ha) diberlakukan standar standar ruang individu 12 m2 (untuk aktivitas wisata outdoor) dan area yang digunakan hanya pada lokasi yang terdapat objek wisata dengan luas ruang masing-masing 7,68 ha (40%x19,22 ha) dan 24,54 ha (20%x122,71 ha), jam kunjungan per hari 8 jam, rata-rata waktu kunjungan 4 jam (sesuai dengan simulasi perjalanan wisata yang telah dilakukan ketika survey) dan koefisien rotasi 2. Setelah melakukan perhitungan didapatkan hasil daya dukung pada Ruang Objek Utama sebanyak 12.800 orang/hari dan pada Ruang Penyangga sebanyak 40.900 orang/hari. Pada Ruang Pelayanan (20,13 ha) yang memiliki area untuk aktivitas sebesar 5,03 ha (25%x20,13 ha) dan Ruang Penerimaan (13,79 ha) sebesar 5,52 ha (40%x13,79 ha) diberlakukan standar ruang individu 12 m2 (untuk aktivitas di luar ruangan) dengan hasil perhitungan daya dukung masing-masing sebesar 8.383 dan 9.200 orang/hari pada setiap ruangnya. Sehingga jika ditotalkan maka daya dukung KCB Kotagede adalah sebanyak 71.283 orang/hari.
90
Tabel 16 Rencana Daya Dukung pada KCB Kotagede Ruang
Luas (ha)
(%)
Ruang Objek Utama/Inti Ruang Penyangga Ruang Pelayanan Ruang Penerimaan
7,68
3,7
Standar ruang (m2) 12
Daya Dukung/hari 12.800
24,54
11,7
12
40.900
5,03
2,4
12
8.383
5,52
2,6
12
9.200
Jumlah Total
71.283
91
Gambar 44 Zonasi Pelestarian
92
Gamabar 45 Zonasi Wisata
93
5.4. Konsep Pengembangan Lanskap Pada kegiatan pengembangan KCB Kotagede ini memiliki konsep dasar, yaitu menciptakan lanskap wisata sejarah yang mendukung interpretasi pengetahuan tentang perkembangan KCB Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak, serta menciptakan suatu kawasan wisata yang memberikan kenyamanan kepada wisatawannya. Oleh karena itu diperlukan pengembangan konsep yang dapat mendukung konsep dasar tersebut, seperti konsep ruang wisata, konsep sirkulasi, konsep interpretasi, konsep fasilitas, dan konsep tata hijau. 5.4.1. Konsep Ruang Wisata Untuk mengefektifkan serta mengefesiensikan keberadaan KCB Kotagede maka penataan ruang yang dilakukan harus dapat mengoptimalkan kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata. Untuk mendukung pengembangan tersebut maka perlu dilakukan pengintegrasian antara kebutuhan ruang pelestarian dengan kebutuhan ruang wisata (Gambar 46 dan Tabel 17). Maka diharapkan aktivitas wisata dapat dilakukan tanpa mengganggu kegiatan pelestarian kawasan.
Gambar 46 Konsep Ruang Wisata
94
Tabel 17 Matriks Hubungan Ruang Pelestarian dan Ruang Wisata M. Pelestarian R. Wisata
M. Inti
M. Penyangga
M. Pengembangan
R. Objek wisata utama R. Transisi R. Objek pendukung R. Fasilitas dan Pelayanan R. Penerimaan
Pembagian ruang yang dihasilkan dari integrasi antara kebutuhan ruang pelestarian dengan kebutuhan ruang wisata adalah sebagai berikut : 1. Ruang objek wisata utama Ruang ini merupakan tempat beradanya objek wisata utama yang dilestarikan. Pada ruang ini terdiri dari Masjid Besar Mataram, Makam Raja-Raja Mataram, komplek pemandian (sendang), situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, Rumah Kalang, Pasar Gede dan Langgar tertua. Pada ruang ini intensitas penggunaan relatif tinggi karena banyaknya macam aktivitas wisata yang dapat dilakukan, seperti melihat, mengamati, dan mempelajari objek, menginterpretasikan objek, merasakan suasana, serta mengabadikan objek dan atraksi dengan foto, serta aktivitas lainnya yang tidak merusak atau mengganggu objek. 2. Ruang objek wisata pendukung Ruang objek wisata pendukung merupakan tempat beradanya objek wisata yang tidak termasuk dalam objek utama. Ruang objek pendukung sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu ruang objek wisata pendukung 1 yang didalamnya terdapat area toko perak, home industry perak, atraksi seni pada panggung kesenian Kotagede dan kehidupan masyarakat Kotagede yang memiliki budaya khas. Kemudian ada ruang objek wisata pendukung 2 yang di dalamnya terdapat objek wisata pendukung yang dapat dikembangkan secara bebas karena tidak termasuk zona mintakat inti dan mintakat penyangga. Adapun aktivitas wisata yang dapat dilakukan, seperti
95
melihat, mengamati, dan mempelajari objek, menginterpretasikan objek, merasakan suasana, serta mengabadikan objek dan atraksi dengan foto, serta aktivitas lainnya yang tidak merusak atau mengganggu objek. 3. Ruang transisi Ruang transisi adalah ruang yang berfungsi untuk mengantarkan wisatawan ke tempat objek utama berada, juga sebagai pembatas antara ruang inti dengan ruang penyangga maupun dengan ruang pengembangan. Ruang ini ada yang terdapat pada ruang penyangga dan ruang pengembangan, yaitu pengarah antara objek satu ke objek lainnya. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini, seperti berjalan menuju objek, mengambil foto, istirahat singkat, melihat bangunan tua sepanjang jalan. Pada ruangan ini intensitas penggunaan dapat dikatakan rendah. 4. Ruang fasilitas Ruang ini merupakan ruang yang menyediakan segala fasilitas wisata yang dapat menunjang aktivitas wisata yang dilakukan oleh wisatawan. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas interpretasi serta fasilitas pendukung atraksi, seperti pusat layanan informasi, kantor pengelola, pusat toko cinderamata, pusat jajanan, area parker, area istirahat, toilet, dan sebagainya. Ruang ini termasuk pada mintakat pengembangan. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini bersifat intensif, antara lain mendapatkan informasi, menikmati atrkasi pendukung, istirahat, makan, belanja, dan sebagainya. 5. Ruang penerimaan Ruang penerimaan (welcome area) ini merupakan ruang penyambutan terhadap
kedatangan
wisatawan
dan
termasuk
pada
mintakat
pengembangan paling luar. Ruang ini merupakan tempat paling depan yang merupakan pintu gerbang masuk utama pada kawasan yang dapat menghubungkan akses ke dalam sirkulasi dalam kawasan. 5.4.2. Konsep Sirkulasi Pengembangan konsep sirkulasi yang dilakukan berfungsi sebagai penghubung antar ruang dalam kawasan wisata. Selain sebagai penghubung,
96
jalur sirkulasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai jalur interpretasi yang menggambarkan perjalanan sejarah Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak.
Jalur
sirkulasi
yang
dikembangkan
sedapat
mungkin
dapat
memberikan kenyamanan terhadap wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata dalam kawasan. Efisiensi dan efektivitas diperlakukan dalam pengembangan ini agar perjalanan wisatadapat dilakukan secara optimal. Jalur sirkulasi yang direncanakan berbentuk pola loop (Gambar 47) dan terdiri dari tiga jenis, yaitu jalur primer yang merupakan akses utama untuk masuk ke dalam kawasan. Sedangkan jalur sekunder merupakan jalur penghubung antar ruang yang ada, dan yang terakhir adalah jalur tersier, merupakan jalur shortcut yang dapat menghubungkan tiap ruang secara keseluruhan, mulai dari ruang objek wisata utama, yang berupa BCB dan atraksi kesenian, hingga ruang fasilitas dan pelayanan wisata.
Gambar 47 Konsep Sirkulasi pada kawasan
5.4.3. Konsep Jalur Interpretasi Konsep jalur interpretasi dikembangkan dengan tujuan untuk memberi pengetahuan ataupun pemahaman mengenai makna dari keberadaan objek wisata. Karena interpretasi dapat diartikan sebagai persepsi atau gambaran yang ditangkap wisatawan setelah melakukan perjalanan wisata pada kawasan tersebut. Maka diperlukan konsep jalur interpretasi yang dapat mewadahi
97
sarana interpretasi dalam rangka mendukung juga menunjang aktivitas wisata yang dapat dilakukan oleh wisatawan dalam kawasan. Pengembangan konsep jalur interpretasi yang dilakukan pada KCB Kotegede ini adalah tentang interpretasi perkembangan kawasan dari jaman awal pembentukan Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak melalui kunjungan terhadap objek-objek bangunan sisa peninggalan yang masih ada. Bentuk interpretasi tersebut dibagi dalam tiga periode perjalanan yaitu pada periode awal Kerajaan Mataram Islam, periode penjajahan Belanda, dan periode setelah kemerdekaan RI. Selain itu, terdapat juga pengenalan budaya masyarakat melalui pertunjukkan seni yang ditampilkan oleh masyarakat lokal. Setelah pengenalan wisatawan terhadap objek wisata tersebut diharapkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan menghargai objek peninggalan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Hal ini merupakan tujuan utama dalam pengembangan konsep wisata maupun konsep interpretasi dalam KCB Kotagede ini. 5.4.4. Konsep Fasilitas Penyediaan fasilitas pada sebuah kawasan wisata sangat penting. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan aktivitas wisata yang dilakukan pengunjung kualitasnya tetap terjaga. Secara umum fasilitas disediakan untuk memberi kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitas selama berada dalam kawasan. Tujuan lain dari penyediaan fasilitas adalah meningkatkan apresiasi wisatawan dari interpretasi yang didapat. Terdapat banyak jenis fasilitas yang dianjurkan tersedia dalam sebuah kawasan wisata. Untuk jenis fasilitas umum pada kawasan dapat menyediakan area parkir, pos pelayanan wisatawan, kios makanan, kios cinderamata, toilet, temapat sampah, tempat ibadah, lampu, gazebo, bangku, pos jaga dan sebagainya. Selain itu untuk jenis fasilitas yang dibutuhkan dalam interpretasi maka dapat menyediakan papan informasi, pemandu/guide, pamflet, sign yang berupa arahan rute perjalanan wisata, dan lainnya. Penempatan fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan fasilitas pada tiap ruangnya. Fasilitas untuk interpretasi sebagian besar ditempatkan
98
pada ruang inti. Sedangkan untuk ruang penyangga fasilitas yang disediakan sebaiknya fleksibel, dan untuk ruang pengembangan untuk fasilitas yang disediakan sebagian besar merupakan pelayanan untuk aktivitas wisata. Desain fasilitas pun perlu diperhatikan, sebaiknya desain yang digunakan disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan setempat agar wisatawan dapat merasakan keharmonian selama berada dalam kawasan. 5.4.5. Konsep Tata Hijau Keberadaan vegetasi diperlukan dalam kawasan untuk menunjang dan mendukung aktivitas wisata. Vegetasi yang digunakan memiliki fungsi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap ruang (Tabel 18). Adapun fungsi-fungsi vegetasi yang dibutuhkan adalah sebagai pembatas, peneduh, penguat identitas, estetika, dan penyerap polusi. Selain itu terdapat juga tanaman lokal yang telah berada pada kawasan, dan vegetasi tersebut merupakan ciri khas dari kawasan yang dapat difungsikan sebagai penguat identitas. Dengan penanaman vegetasi ini maka kenyamanan wisatawan akan meningkat dan kualitas lingkungan kawasan pun ikut diperbaiki. Tabel 18 Hubungan Fungsi Tanaman dan Ruang Ruang
Inti Objek Wisata
Fungsi Tanaman Penguat identitas Estetika Pembatas Peneduh Penyerap polusi
Penyangga Transisi
Objek Pendu kung
Pengembangan Transisi
Objek Pendu kung
Pelayanan dan Fasilitas
Penerima
99
VI. PERENCANAAN LANSKAP
6.1. Rencana Ruang Wisata Rencana ruang yang berdasarkan konsep ruang wisata akan dibagi dalam lima ruang. Pembagian ruang tersebut berdasarkan fungsi dan kebutuhan dalam aktivitas wisata pada kawasan (Tabel 19 dan Gambar 48), yaitu : 1. Ruang objek wisata utama/inti merupakan ruang yang utama dalam rencana ruang ini. Karena di dalamnya terdapat objek wisata sejarah yang dalam konsep pelestarian termasuk dalam ruang mintakat inti. Oleh karena itu penentuan ruang ini harus diperhatikan secara seksama karena berhubungan dengan keberadaan objek sejarah yang harus dilestarikan. Adapun objek wisata yang terdapat dalam ruang inti ini adalah Rumah Kalang, Pasar Gede, Gardu Listrik Tua, Komplek Makam Raja-Raja Mataram, Masjid Besar Mataram, komplek pemandian (sendang), Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, Cepuri, Gang Rukunan, reruntuhan rumah Prof. Kahar Muzakkir dan Langgar Tertua. Adapun aktivitas wisata yang dapat dilakukan pada ruang ini adalah melihat, mengamati, mempelajari objek, menginterpretasikan objek, ziarah, ibadah, foto, belanja, dan kegiatan lainnya yang tidak mengganggu ataupun merusak keberadaan objek tersebut. Luas ruang ini adalah sekitar 19,22 ha atau 9,2% dari luas seluruh KCB Kotagede ini. 2. Ruang objek wisata pendukung, pada kawasan ini berupa pemukiman penduduk setempat juga lokasi terdapatnya objek wisata. Ruang ini mengelilingi kawasan dan berada pada lapisan paling luar dari KCB Kotagede. Untuk ruang objek wisata pendukung 1 direncanakan dalam pengembangannya agak dibaatasi, yaitu fasade maupun gaya arsitektur bangunannya tidak terlepas dari konsep Kerajaan Mataram Islam yang memadukan gaya Jawa-Hindu-Islam. Sedangkan untuk ruang objek wisata pendukung 2 dalam rencana pengembangannya tidak terlalu dibatasi, fasade maupun gaya arsitektur bangunannya dapat mengalami modifikasi. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan dalam ruang ini adalah melihat
100
beberapa rumah Joglo yang berada dalam komplek pemukiman penduduk, juga dapat mengamati keseharian hidup masyarakat setempat. Luas ruang penyangga ini sekitar 122,71 ha atau 58,7% dari luas keseluruhan KCB Kotegede. 3. Ruang transisi merupakan ruang yang mengarahkan ke objek wisata berada. Ruang ini berada antara ruang inti dengan ruang penerimaan, tepatnya pada tempat-tempat sebelum objek wisata yang akan dikunjungi. Pada ruang ini wisatawan dapat beristirahat sejenak, melihat, foto, mengamati bangunan sekitar, dan kegiatan lainnya yang dapat dilakukan wisatawan selama tidak mengganggu aktivitas masyarakat setempat. Adapun luas dari ruang transisi ini adalah 15,9% dari luas KCB Kotagede atau sekitar 33,15 ha. 4. Ruang fasilitas dan pelayanan wisata yang terletak pada mintakat pengembangan ini di dalamnya memiliki beberapa fasilitas yang dapat menunjang aktivitas wisatawan yang berupa musholla, toilet, kios makan, pos pelayanan umum, pos jaga. Dalam ruang ini wisatawan dapat melakukan aktivitas yang berupa makan, ibadah, istirahat, belanja, dan kegiatan lainnya yang masih dapat ditunjang oleh fasilitas yang telah disediakan. Luas ruang ini sekitar 20,13 ha atau 9,6% dari luas KCB Kotagede. 5. Ruang penerimaan (welcome area) yang berada sebelah barat dari kawasan merupakan pintu masuk utama ke dalam kawasan. Dalam ruang ini terdapat fasilitas gerbang masuk, area parkir, terminal becak dan andong, papan informasi dan interpretasi utama, pos pelayanan umum, dan sebagainya. Luas ruang ini sekitar 13,79 ha atau sekitar 6,6% dari luas KCB Kotagede.
101
Tabel 19 Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas Wisata Ruang Pelestarian Mintakat Inti
Ruang Wisata Ruang Objek Utama/Inti
Ruang Pelestarian Mintakat Penyangga
Ruang Wisata Ruang objek wisata pendukung
Ruang Transisi
Mintakat Ruang Pengembangan Pelayanan
Ruang Transisi
Ruang Penerimaan
Fungsi
Aktivitas
Fasilitas
Interpretasi, ziarah, ibadah, melihat objek, mengamati objek, foto-foto Aktivitas
Papan informasi, pusat informasi, fasilitas interpretasi, bangku, toilet Fasilitas
Pelindung ruang Melihat objek, inti, wisata, dan mengamati objek, pelestarian foto-foto, berinteraksi dengan masyarakat setempat Pengarah ke Istirahat, fotoruang inti foto, berjalan, melihat-lihat, merasakan suasana. Menyediakan Istirahat, makan, pelayanan dan belanja, jalanfasilitas bagi jalan, wisatawan mendapatkan informasi dan layanan Pengarah ke Istirahat, fotoruang inti foto, berjalan, melihat-lihat, merasakan suasana. Menyambut Mendapatkan wisatawan informasi, memarkirkan kendaraan, menaiki becak atau andong
Papan informasi, jalan, shelter, bangku, jalur sirkulasi
Pelestarian dan Wisata
Fungsi
Bangku, shelter, papan informasi, jalan, main sign, name sign Pos jaga, kios makan, toko cinderamata, musholla, toilet
Bangku, shelter, papan informasi, jalan, main sign, name sign Papan informasi dan interpretasi, pos pelayanan umum, area parkir, terminal becak dan andong
102
Gambar 48 Rencana Ruang KCB Kotagede
103
6.2. Rencana Sirkulasi Rencana sirkulasi yang akan diterapkan pada KCB Kotagede merupakan penyesuaian dari hasil sintesis, yaitu konsep sirkulasi. Sebagaimana telah diterangkan bahwa konsep sirkulasi yang digunakan berpola loop. Jalur sirkulasi yang direncanakan merupakan penghubung antar ruang maupun setiap ruang secara keseluruhan (Gambar 49). Jalur sirkulasi yang direncanakan terdapat dalam tiga jenis, yaitu jalur sirkulasi primer, jalur sirkulasi sekunder, dan jalur sirkulasi tersier. Jalur primer merupakan jalur yang dibuat pada ruang penerimaan, khusus untuk wisatawan yang baru memasuki kawasan. Jalur sirkulasi ini dibuat mulai dari gerbang masuk kawasan hingga ruang transisi, yaitu sepanjang Jalan Tegalgendu hingga jembatan Sungai Gajah Wong dan berbatasan dengan Jalan Mondorokan. Selain itu jalur primer ini juga berlaku pada ruang penerimaan pendukung yaitu pada Jalan Kemasan akses masuk dari Jalan Gedong Kuning dan Jalan Karanglo akses masuk dari Ring Road Timur. Jalur ini direncanakan dapat digunakan oleh alat transportasi dalam berbagai ukuran. Jalur sekunder adalah jalur yang menghubungkan tiap ruang dalam kawasan dan sesuai dengan jalur interpretasi yang direncanakan. Pada urutan pertama jalur ini dimulai dari Jalan Mondorokan-Jalan Canteng-Kampung DalemKampung
Alun-Alun-Gang
Prof.
Kahar
Muzakkir-Jalan
Karanglo-Jalan
Kemasan-Jalan Nyi Pembayun. Jalur tersebut akan mengarahkan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata secara berurutan tentang perkembangan KCB Kotagede hingga saat ini. Jalur ini dapat digunakan oleh pengguna kendaraan roda empat. Jenis jalur terakhir merupakan jalur pelengkap, yaitu jalur tersier. Jalur ini dibuat bagi wisatawan yang menginginkan melakukan aktivitas secara bebas, tidak mengikuti arahan dalam jalur interpretasi. Jalur ini merupakan jalur pintas yang dapat digunakan wisatawan untuk menuju objek yang ingin mereka yang ingin mempersingkat kegiatan wisatanya. Jalur ini hanya dapat digunakan bagi pejalan kaki dan kendaraan roda dua, karena jalur ini berupa gang-gang kecil. Rencana jalur sirkulasi ini hanya memanfaatkan jalan/gang eksisting pada kawasan yang memang sudah tidak memungkinkan untuk menciptakan jalur baru
104
ataupun memperlebar jalan. Hal ini terjadi dikarenakan kawasan sudah terlalu padat oleh pemukiman penduduk dan sepanjang pinggir jalan yang terdapat bangunan bersejarah dan telah dimanfaatkan sebagai pertokoan.
105
Gambar 49 Rencana Sirkulasi KCB Kotagede
106
6.3. Rencana Jalur Interpretasi Rencana interpretasi yang dibuat dalam bentuk jalur dan sarana interpretasi yang dapat membantu wisatawan untuk mengetahui ataupun memahami mengenai perkembangan KCB Kotagede dari jaman Kerajaan Mataram Islam hingga terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak (Tabel 20). Jalur interpretasi telah disesuaikan dengan rencana jalur sirkulasi yang telah direncanakan. Jalur interpretasi dimulai dari ruang penerimaan yang memiliki beberapa Rumah Kalang yang telah dirubah menjadi toko kerajinan perak maupun restaurant. Pada ruang ini wisatawan diajak berkenalan terlebih dahulu terhadap karakter bangunan yang sebagaian besar terdapat dalam kawasan. Selanjutnya adalah jalur Jalan Mondorokan yang pada permulaannya memiliki beberapa Rumah Kalang. Wisatawan dapat melihat gaya khas arsitektur Rumah Kalang ini yang berupa campuran antara gaya Eropa dan Jawa. Orang Kalang merupakan orang khusus yang ditunjuk dari pihak kerajaan dan dipercaya untuk mengabdi kepada kerajaan sebagai ahli kayu dalam lingkungan kraton. Sampai ujung Jalan Mondorokan ini wisatawan dapat mengunjungi Pasar Gede yang merupakan pusat ekonomi masyarakat sejak jaman Kerajaan Mataram Islam. Kemudian sepanjang Jalan Canteng wisatawan juga dapat mengunjungi Komplek Makam Raja-Raja Mataram yang merupakan objek utama dalam kawasan ini. Pada komplek ini pun terdapat Mesjid Besar Mataram dan komplek pemandian (sendang), setelah itu sebelum mengunjungi situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, wisatawan akan menemukan cepuri terlebih dahulu yang merupakan benteng dalam kraton pada masa lalunya. Sampai di Kampung Dalem wisatawan dapat melihat situs Watu Gilang dan Watu Gatheng. Pada lokasi inilah dahulu tempat berdirinya keraton kerajaan. Selain berupa papan informasi, media interpretasi yang disediakan adalah berupa maket yang memberikan informasi kawasan kerajaan pada masanya, sehingga pengunjung dapat membayangkan kondisi kawasan tersebut pada zaman dulunya. Di sebelah selatan kampung juga terdapat cepuri yang telah di rekonstruki oleh pihak BP3. Untuk menginterpretasikan luas kawasan keraton pada masa lalu maka di sepanjang lokasi yang dulunya merupakan cepuri akan ditanami tanaman khas kraton, seperti pohon kepel (Stelechocarpus burahol). Begitu juga untuk
107
penginterpretasian luasan kerajaan, penanaman tanaman khas keraton akan dilakukan pada sepanjang jalur baluwarti pada masa lalunya. dengan demikian pengunjung dapat membayangkan luas kawasan kerajaan pada masa lalunya hanya dengan melihat patokan penanaman tanaman tersebut. Setelah dari kampung Dalem wisatawan diarahkan ke lokasi Gang Rukunan yang merupakan ciri khas komplek pemukiman dalam kawasan. Gang Rukunan ini berada pada kawasan kampung Alun-Alun yang dahulunya merupakan sebuah alun-alun kerajaan. Saat ini bukti sejarah alun-alun hanya tinggal namanya saja, karena telah berubah menjadi kampung yang padat pemukiman penduduk lokal. Adapun untuk memperlihatkan batas kawasan alunalun pada masa lalu akan ditempatkan empat buah tugu pada setiap sudutnya (Gambar 50). Hal ini dilakukan untuk membantu interpretasi pengunjung untuk membayangkan lokasi dan luas alun-alun. Sampai objek ini interpretasi yang diberikan kepada wisatawan adalah pada periode jaman Kerajaan Mataram Islam.
Gambar 50 Ilustrasi tugu batas alun-alun
Kemudian perjalanan dilanjutkan memasuki Gang Prof. Kahar Muzakkir yang di dalamnya terdapat rumah Prof. Kahar Muzakkir yang merupakan tokoh utama Muhammadiyah pada jamannya, yaitu jaman penjajahan Belanda. Dekat dari rumah tersebut terdapat Langgar Tertua yang masih milik saudara dari Prof. Kahar Muzakkir. Keluar dari gang tersebut, kemudian wisatawan akan melewati Jalan Karanglo dimana sepanjang jalannya terdapat pertokoan, dan langsung wisatawan
108
akan diarahakan ke Jalan Kemasan yang merupakan pusat toko kerajinan perak. Sebelum ke pertokoan perak tersebut pengunjung dapat terlebih dahulu mengunjungi pusat home industry handycraft yang berada pemukiman penduduk di belakang pusat pertokoan perak. Hal ini menunjukkan kondisi KCB Kotagede saat ini yang terkenal dengan penghasil kerajinan peraknya, yaitu setelah Kemerdekaan RI. Jalur interpretasi terakhir merupakan Jalan Nyi Pembayun yang sepanjang jalannya terdapat pusat penjual makanan khas Kotagede, seperti kipo, yangko, sate karang, dan lainnya. Selain dapat menikmati makanan khas, wisatawan pun dapat menikmati pertunjukkan kesenian tradisional masyarakat Kotagede yang berlokasi di Panggung Kesenian Kotagede. Tabel 20 Rencana Interpretasi KCB Kotagede No Lokasi Rencana Interpretasi Representasi Kotagede 1 Rumah Kalang, Pasar Gede, Komplek Makam ketika masa Kerajaan Mataram Islam Raja-Raja Mataram, Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng, Cepuri 2
Langgar Tua dan Rumah Representasi Kotegede Prof. Kahar Muzakkir ketika jaman penjajahan Belanda
No Lokasi Rencana Interpretasi 3 Pusat toko kerajinan Representasi Kotagede perak dan home industry setelah kemerdekaan RI handycraft
Media Interpretasi Papan interpretasi, jalur sirkulasi, buklet kisah perkembangan Kerajaan Mataram Islam dan arti dari keberadaan masing-masing objek. Papan interpretasi, jalur sirkulasi, buklet kisah kehidupan Prof. Kahar Muzakkir semasa hidupnya. Media Interpretasi Papan interpretasi, jalur sirkulasi, tempat untuk menunjukkan proses pembuatan kerajinan perak, alat untuk membuat kerajinan perak.
Selain dari pintu masuk Jalan Tegal Gendu, kegiatan wisata dapat juga dimulai dari Jalan Kemasan. Pintu gerbang dari jalan ini merupakan penanda gerbang masuk pada masa kerajaan dan bentuk pintu gerbangnya dibuat dengan gaya arsitektur Jawa-Hindu-Islam. Jalan masuk ini merupakan jalur wisata alternatif, dimana urutan jalur interpretasinya dibalik, yaitu dengan rute Jalan Kemasan-Jalan Karanglo-Gang Prof. Kahar Muzakkir-Jalan Canteng-Jalan Mondorokan-Jalan Nyi Pembayun-Jalan Kemasan. Interpretasi yang dimulai dari pusat toko kerajinan perak dan diakhiri dengan mengunjungi Rumah Kalang (Tabel 21 dan Gambar 51).
109
Terutama untuk penambahan suasana dan kesan ciri khas kraton dalam perjalanan interpretasi pada jaman Kerajaan Mataram Islam, sepanjang jalur akan dilakukan penambahan fasilitas dan utilitas dengan desain khas kraton jawa. Untuk bangunan yang berada disepanjang jalur interpretasi (fasade) akan dilakukan penambahan furniture bangunan yang memberikan ciri khas kraton jawa. Adapun untuk contoh media interpretasi dapat berupa papan informasi dimana di dalamnya diterangkan tentang sejarah objek juga dilengkapi dengan foto jaman dulu dan sekarang. Pada elemen-elemen sejarah yang telah mengalami kerusakan ataupun sudah tidak utuh lagi akan dilakukan rekonstruksi dan restorasi. Adapun kegiatan rekonstruksi dan restorasi tersebut akan mengacu pada Peraturan Gubernur DI Yogyakarta Nomor 75 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya Bab IX (Pemugaran dan Perawatan BCB) Pasal 15 yang mengatakan bahwa dalam upaya rehabilitasi BCB mempunyai ketentuan sebagai berikut: a. Bangunan dilarang dibongkar b. Apabila kondisi fisik bangunan rusak, roboh, terbakar atau tidak layak berdiri dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengna aslinya c. Pemugaran bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan (fasade), atap dan warna, serta dengan mempertahankan ornamen bangunan yang penting d. Untuk rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan atau ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan e. Dalam persil atau lahan bangunan dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
110
Tabel 21 Paket Perjalanan Wisata Paket Rute 1 Jalan Tegalgendu-Jalan Mondorokan-Jalan Canteng-Gang Prof. Kahar Muzakkir-Jalan Karanglo-Jalan Kemasan-Jalan Nyi Pembayun-Jalan Tegalgendu
2
Jalan Kemasan-Jalan Karanglo-Gang Prof. Kahar Muzakkir-Jalan Canteng-Jalan Mondorokan-Jalan Nyi Pembayun-Jalan Kemasan
Objek Rumah Kalang Pasar Gede Komplek Makam Raja-Raja Mataram Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng Cepuri Gang Rukunan Langgar tua dan Reruntuhan rumah Prof. Kahar Muzakkir Home industry handycraft Pusat toko kerajinan perak Pusat makanan khas Panggung Kesenian Pusat toko kerajinan perak Home industry handycraft Langgar tua dan reruntuhan rumah Prof. Kahar Muzakkir Gang Rukunan Cepuri Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng Komplek Makam Raja-Raja Mataram Pasar Gede Rumah Kalang Panggung Kesenian Pusat makanan khas
Aktivitas Wisata sejarah dan foto Wisata belanja Interpretasi dan wisata sejarah Interpretasi Interpretasi dan foto Wisata budaya Wisata sejarah Wisata Budaya Wisata belanja Wisata kuliner Wisata budaya Wisata belanja Wisata Budaya Wisata sejarah Wisata budaya Interpretasi dan foto Interpretasi Interpretasi dan wisata sejarah Wisata belanja Wisata sejarah dan foto Wisata budaya Wisata kuliner
111
Gambar 51Rencana Interpretasi KCB
112
6.4. Rencana Fasilitas 1. Gerbang Pintu masuk yang berupa gerbang ini merupakan pembatas KCB Kotagede dengan kawasan luar. Pintu gerbang ini akan dibuat dua macam, yaitu pintu gerbang utama dan pintu gerbang pendukung. Untuk pintu gerbang utama akan ditempatkan pada ruang penerimaan yang berada di Jalan Tegalgendu. Sedangkan untuk pintu gerbang pendukung akan ditempatkan di Jalan Kemasan dan Jalan Karanglo. Desain pintu gerbang yang akan digunakan berupa gaya arsitektur Jawa-Hindu-Islam yang bertujuan untuk memberi kesan terhadap wisatawan tentang suasana kawasan yang akan mereka masuki (Gambar 52).
Gambar 52 Ilustrasi gerbang masuk kawasan 2. Area parkir Penyediaan area parkir akan dilakukan pada setiap ruang, kareana seperti yang telah diketahui jarak antar ruang yang terdapat objek wisata lumayan jauh. Maka dengan begitu ketika wisatawan mengunjungi salah satu objek dapat menggunakan kendaraan mereka ataupun alat transportasi yang biasa tersedia dalam kawasan juga dapat memarkirkan kendaraan mereka selama mereka melakukan aktivitas wisata pada objek yang mereka kunjungi. Area parkir yang dibuat dapat menampung berbagai jenis kendaraan, mulai dari sepeda, sepeda motor, becak, andong, mobil, bis, dan lain-lain. Untuk masingmasing jenis kendaraan akan dibuat area parkir tersendiri (Gambar 53).
113
Gambar 53 Ilustrasi area parkir 3. Pusat informasi dan pelayanan wisata Pusat informasi merupakan fasilitas yang bertujuan memberi informasi kepada wisatawan tentang perjalanan wisata yang akan mereka lakukan. Pusat informasi ini akan ditempatkan pada ruang penerimaan agar wisatawan sebelum memasuki kawasan wisatawan akan mendapat gambaran mengenai objek wisata yang terdapt dalm kawasan dan aktivitas apa saja yang dapt dilakukan. 4. Papan informasi Keberadaan papan informasi dalam kawasan sangatlah penting dalam setiap ruangnya. Papan informasi ini berfungsi sebagai penunjang dalam kegiatan aktivitas wisata. Papan informasi dapat berisi tentang peta kawasan secara keseluruhan, penunjuk arah jalan menuju objek wisata, interpretasi objek wisata, dan sebagainya (Gambar 54). Dengan adanya papan informasi ini diharapkan wisatawan dapat melakukan aktivitas wisata secara mandiri juga dapat mengetahui makna dari keberadaan objek wisata dalam kawasan.
Gambar 54 Ilustrasi Papan Informasi
114
5. Panggung kesenian Panggung kesenian berfungsi sebagai tempat atraksi kebudayaan lokal dipertunjukkan. Pada panggung kesenian ini wisatawan dapat menyaksikan berbagai macam kesenian yang dipertunjukkan oleh masyarakat setempat. Disini juga wisatawan dapat mencoba memainkan alat musik ataupun belajar tarian yang ada (Gambar 55). Dengan begitu, selain dapat mengetahui atraksi kesenian yang terdapat pada kawasan wisatawan juga dapat menambah pegalaman dengan mencoba atrkasi kesenian tersebut.
Gambar 55 Ilustrasi panggung kesenian 6. Toko cinderamata dan kios makanan Toko cinderamata dan kios makanan ini akan ditempatkan dalam satu lokasi yaitu di kawasan Jalan Nyi Pembayun. Karena di lokasi ini terdapat pusat penjual makanan khas Kotagede. Jadi, selain dapat membeli cinderamata, wisatawan juga dapat beristirahat sambil menikmati makanan khsa Kotagede. Desain kios maupun gazebo disesuaikan dengan gaya arsitektur khas kawasan, yaitu Jawa-Hindu-Islam (Gambar 56).
Gambar 56 Ilustrasi restaurant
115
7. Musholla dan Toilet Penyediaan musholla dan toilet juga penting dalam kawasan. Musholla akan ditempatkan dekat dengan kios cinderamata dan makanan, yang merupakan area istirahat. Jika toilet akan dibuat beberapa dalam kawasan, diusahakan dalam tiap ruang toilet tersedia. Hal ini dilakukan untuk kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitasnya dan dapat dengan santai melanjutkan perjalanan wisatanya kembali. 8. Pos keamanan Pos keamanan akan disediakan di sudut pada setiap ujung jalan. Jadi setiap nama jalan akan memiliki pos keamanan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kriminalitas dalam kawasan dan juga untuk memberi rasa aman sehingga kenyamanan wisatawan akan meningkat. Selain untuk keamanan, pos ini juga berfungsi sebagai tempat wisatawan untuk bertanya kepada petugas yang berjaga jika mereka kebingungan ketika berada dalam kawasan. 9. Site furniture (lampu, bangku, sign, tempat sampah, shelter) Fasilitas pelengkap lainnya adalah site furniture. Penempatannya akan dilakukan pada setiap ruang dan disesuaikan dengan jenis site furniture yang dibutuhkan dalam ruang tersebut. Desainnya pun akan diharmonikan dengan suasana maupun gaya arsitektur dimana site furniture tersebut ditempatkan (Gambar 57a dan 57b).
(a)
(b)
Gambar 57 Ilustrasi site furniture (a) shelter, (b) bangku
116
10. Terminal becak dan andong Terminal ini akan ditempatkan pada ruang penerimaan. Keberadaan terminal becak dan andong ini bertujuan untuk membantu wisatawan yang mengunjungi kawasan dengan angkutan umum/tidak membawa kendaraan pribadi (Gambar 58). Dengan menaiki becak ataupun andong, interpretasi wisatawan tentang KCB Kotagede ini akan lebih berkesan. Angkutan ini juga dapat dinikmati oleh para wisatawan yang membawa kendaraan pribadi dan kendaraan mereka dapat diparkirkan di area parkir ruang penerimaan.
Gambar 58 Ilustrasi terminal becak dan andong
6.5. Rencana Tata Hijau Rencana tata hijau pada KCB Kotagede disesuaikan dengan konsep tata hijau yang berorientasi pada fungsi tanaman tersebut terhadap aktivitas wisatawan dalam setiap ruangnya (Tabel 22). Dalam ruang objek utama tanaman yang digunakan sebagai penguat identitas adalah Beringin (Ficus benjamina L), Kelapa gading (Cocos nucifera), Kepel (Stelechocarpus burahol), Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Sirih merah (Piper Betle L. Var rubrum) dan Pohon gayam (Inocarpus edulis) . Jika masih terdapat ruang objek utama yang belum memiliki pohon ini maka akan dilakukan penanaman. Untuk tanaman estetika pada ruang ini akan menggunakan pohon Sawo kecik (Manilkara kauki Dup), untuk semaknya bunga sepatu (Hibiscus sp) yang akan ditanam sekitar ruang objek utama. Penggunaan tanaman teh-tehan (Acalypha macrophylla) sebagai tanaman pembatas pada ruang ini akan menambah kenyamanan wisatawan juga membatasi aktivitas wisatawan agar tidak terlalu mengganggu objek.
117
Pada ruang penyangga tanaman yang digunakan sebagai penguat identitas adalah pohon cempaka (Michelia champaca L), Kepel (Stelechocarpus burahol), Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dan Sirih merah (Piper Betle L. Var rubrum). Sedangkan untuk tanaman estetika akan menggunakan puring (Codiaeum sp) dan melati (Jasminum sp). Sebagai pembatas tanaman yang akan digunakan adalah tanaman Soka (Ixora sp). Pohon tanjung (Mimusoph elengi L) dan pohon mangga (Mangifera indica L) akan digunakan sebagai tanaman peneduh pada ruang ini. Untuk pohon penyerap polusi akan digunakan pohon asam (Tamarindus indica L). Semua tanaman tersebut akan ditanam pada seluruh kawasan ruang penyangga ini, khusus pada lokasi yang memang masih membutuhkan tanaman untuk memberi kenyamanan kepada wisatawan maupun masyarakat setempat. Ruang transisi merupakan jalur yang mengarahkan ke lokasi objek wisata berada. Tanaman penguat identitas yang akan digunakan adalah cempaka (Michelia champaca L) dan Pohon gayam (Inocarpus edulis) sedangkan untuk estetika yang digunakan pada ruang ini disamakan dengan tanaman yang ada pada ruang objek utama, yaitu sawo kecik (Manilkara kauki Dup) dan kembang sepatu (Hibiscus sp). Tanaman yang akan digunakan sebagai peneduh adalah tanjung (Mimusoph elengi L) dan yang dijadikan sebagai pembatas adalah tanaman bugenvil (Bougainvillea sp). Untuk tanaman pembatas ini akan ditanam pada planter box di sepanjang jalur. Penggunaan tanaman sesuai fungsinya pada ruang pelayanan dan ruang penerimaan akan disamakan. Tanaman yang digunakan sebagai penguat identitas adalah beringin (Ficus benjamina L), cempaka (Michelia champaca L), Kelapa gading (Cocos nucifera), Kepel (Stelechocarpus burahol) dan Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Sedangkan untuk pembatas akan digunakan beberapa tanaman, yaitu teh-tehan (Acalypha macrophylla), soka (Ixora sp), dan bugenvil (Bougainvillea sp) untuk menambah kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktivitasnya. Tanaman puring (Codiaeum sp), melati (Jasminum sp), mangkokan (Nothopanax scutellarium), ceplok piring (Gardenia jasminoides) dan sri rejeki (Aglaonema sp) akan digunakan sebagai penambah estetika pada kedua ruang ini. Dan untuk tanaman yang akan digunakan sebagai penyerap polusi pada kedua
118
ruang ini adalah pohon asam (Tamarindus indica L), nangka (Arthocarpus integra), dan jambu biji (Psidium guajava). Tanaman penyerap polusi tersebut akan ditempatkan pada area parkir.
Tabel 22 Fungsi dan Alternatif Tanaman Fungsi Penguat identitas
Estetika
Inti Objek utama Transisi Beringin Cempaka (Ficus (Michelia benjamina L), champaca L), ), Kelapa Kepel gading (Cocos (Stelechocarp nucifera), us burahol) Kepel (Stelechocarpu s burahol), Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Sirih merah (Piper Betle L. Var rubrum), Pohon gayam (Inocarpus edulis) kecik Sawo kecik Sawo (Manilkara (Manilkara Dup), kauki Dup), kauki kembang kembang sepatu sepatu (Hibiscus sp) (Hibiscus sp)
Pembatas teh-tehan (Acalypha macrophylla)
Peneduh
Penyangga Penyangga Cempaka (Michelia champaca L), Kepel (Stelechocarpus burahol), Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Sirih merah (Piper Betle L. Var rubrum)
Pengembangan Pelayanan Penerimaan Beringin (Ficus Beringin (Ficus benjamina L), benjamina L), cempaka cempaka (Michelia (Michelia champaca L), champaca L), Kelapa gading Kelapa gading (Cocos (Cocos nucifera), nucifera), Kepel Kepel (Stelechocarpus (Stelechocarpu burahol), s burahol), Mahkota dewa Mahkota dewa (Phaleria (Phaleria macrocarpa) macrocarpa)
puring (Codiaeum sp), melati (Jasminum sp)
puring (Codiaeum sp), melati (Jasminum sp), mangkokan (Nothopanax scutellarium), ceplok piring (Gardenia jasminoides), sri rejeki (Aglaonema sp)
bugenvil Soka (Ixora sp) teh-tehan (Bougainvillea (Acalypha sp) macrophylla), soka (Ixora sp), bugenvil (Bougainvillea sp) tanjung tanjung Beringin (Ficus (Mimusoph (Mimusoph benjamina L), elengi L) elengi L), cempaka
puring (Codiaeum sp), melati (Jasminum sp), mangkokan (Nothopanax scutellarium), ceplok piring (Gardenia jasminoides), sri rejeki (Aglaonema sp) teh-tehan (Acalypha macrophylla), soka (Ixora sp), bugenvil (Bougainvillea sp) Beringin (Ficus benjamina L), cempaka
119
mangga (Mangifera indica L) Asam (Tamarindus indica L)
Penyerap polusi
(Michelia champaca L)
(Michelia champaca L)
Asam (Tamarindus indica L), nangka (Arthocarpus integra), jambu biji (Psidium guajava).
Asam (Tamarindus indica L), nangka (Arthocarpus integra), jambu biji (Psidium guajava).
6.6. Rencana Lanskap Wisata Kawasan Cagar Budaya Kotagede Untuk mendapatkan pengembangan konsep sehingga menghasilkan sebuah rencana lanskap maka hasil dari pengembangan konsep dari aspek-aspek rencana, yaitu rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana jalur interpretasi, rencana fasilitas dan rencana tata hijau dioverlay dan didapatlah sebuah blockplan (Gambar 59). Produk akhir dari kegiatan penelitian tentang perencanaan lanskap wisata pada KCB Kotagede ini adalah gambar rencana lanskap. Gambar ini merupakan pengembangan dari block plan yang di dalamnya terdapat pengembangan rencana tata ruang, rencana sirkulasi, rencana jalur interpretasi, rencana fasilitas, dan rencana tata hijau (Gambar 60). Masing-masing rencana yang dikembangkan tersebut saling melengkapi satu sama lain sehingga terbentuklah suatu lanskap wisata.
120
Gambar 59 Block Plan perencanaan lanskap KCB
121
Tabel 23 Program Wisata dan Pelestarian Program Pelestarian Implementasi peraturan perlindungan kawasan cagar budaya Penyuluhan dan sosialisasi tentang pelestarian kawasan
Restorasi dan rekonstruksi situs maupun bangunan sejarah pada kawasan Wisata Promosi dan informasi tentang wisata pada kawasan
Tujuan Menertibkan segala aktivitas pelestarian kawasan dengan peraturan dan kebijakan yang ada Masyarakat setempat dan wisatawan dapat menyadari pentingnya dari keberadaan kawasan Melestarikan situs maupun bangunan sejarah yang telah rusak untuk menambah nilai interpretasi
Menarik minat dan kunjungan wisatawan yang banyak dengan menginformasikan nilai keberadaan kawasan dan aktivitas wisata yang dapat dilakukan Pemahaman Penyuluhan dan masyarakat setempat pelatihan tentang tentang peluang peluang ekonomi dari aktivitas wisata ekonomi dalam aktivitas wisata pada pada kawasan kawasan yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka Pelatihan pemandu Menambah kualitas wisata aktivitas wisatawan selama berada dalam kawasan serta menambah peluang pekerjaan bagi masyarakat setempat
Pelaksana
Sasaran
Pemprov setempat Seluruh pengguna kawasan dan para stake holder
Pemprov dan Masyarakat setempat yayasan pengelola dan wisatawan
Pemprov setempat Objek sejarah dan budaya
Dinas pariwisata, yayasan pengelola, dan masyarakat setempat
Wisatawan lokal dan mancanegara
Dinas pariwisata dan yayasan pengelola
Masyarakat setempat
Dinas pariwisata dan yayasan pengelola
Masyarakat setempat
122
Gambar 60 Site Plan
123
Gambar 61 Detail Spot
124
Gambar 62 Ilustrasi pada objek wisata cepuri
Gambar 63 Ilustrasi pada objek wisata pemandian (sendang)
125
Gambar 64 Ilustrasi pada Jalan Kemasan
Gambar 65 Ilustrasi area parkir
126
VII . KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Pada KCB Kotagede dapat diidentifikasi tatanan lanskap sejarah pada masa Kerajaan Mataram Islam. Hal ini dapat dilihat dari bukti fisik yang berupa sisa-sisa elemen tatanan kerajaan, seperti Masjid Besar Mataram, Komplek Makam Kerajaan, Komplek pemandian, Pasar Gede, benteng keraton (cepuri), dan benteng keliling kerajaan (baluwarti). Letak elemen-elemen pada lanskap Kerajaan Mataram Islam seperti tatanan kerajaan di Pulau Jawa pada umumnya, yaitu memusatkan kota pada sebuah alun-alun (Catur Gatra Tunggal). Adapun kondisi dari elemen-elemen sebagian besar masih terjaga dengan baik, kecuali cepuri dan baluwarti, kondisi benteng ini sudah tidak utuh lagi, hanya berupa reruntuhan ataupun potongan. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap kondisi kawasan secara keseluruhan, maka potensi untuk pengembangan suatu kegiatan wisata dapat dilakukan pada KCB Kotagede ini. Terdapat banyak objek sejarah maupun budaya yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. Objek wisata tersebut berupa bangunan peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam yang dapat dimanfaatkan untuk wisata sejarah, atraksi kesenian khas Kotagede yang dapat mewakili wisata budaya dan pusat pertokoan kerajinan perak untuk melakukan wisata belanja. Masih terdapat pula objek wisata yang belum dikembangkan potensinya, seperti keberadaan elemen pembentuk Kraton Kerajaan Mataram Islam lainnya, Rumah Kalang, dan Langgar Tua yang dapat menyatukan interpretasi dalam kegiatan wisata sejarah, yang mengakibatkan wisatawan belum mengetahui daya tarik dari objek wisata tersebut, sehingga mereka tidak mengunjunginya. Pada kawasan ini belum memiliki zonasi untuk pelestarian lanskap sejarah, maka dibutuhkan konsep pengembangan untuk pelestarian dan kegiatan wisata yang dapat diterapkan pada kawasan ini. Adapun
konsep
pengembangan
kawasan
yang
diusulkan
adalah
menciptakan lanskap wisata sejarah yang mendukung interpretasi pengetahuan tentang perkembangan KCB Kotagede sejak jaman Kerajaan Mataram Islam sampai terbentuknya KCB Kotagede sebagai pusat penghasil kerajinan perak, serta menciptakan suatu kawasan wisata yang memberikan kenyamanan kepada
127
wisatawannya. Konsep tersebut kemudian dikembangkan dengan penentuan zonasi untuk pelestarian dan zonasi untuk wisata. Zonasi pelestarian area yang diciptakan untuk melindungi keberadaan objek sejarah yang ada pada kawasan. Zonasi wisata diciptakan untuk membagi ruang pada kawasan sesuai dengan aktivitas wisata yang dapat dilakukan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa perencanaan lanskap wisata pada KCB Kotagede. Perencanaan lanskap tersebut mencakup rencana ruang, rencana interpretasi, rencana sirkulasi, rencana fasilitas, dan rencana tata hijau.
7.2 Saran 1. Disarankan adanya studi lebih lanjut pada KCB Kotagede ini untuk menghasilkan perancangan lanskap yang lebih detail agar perencanaan lanskap ini dapat diimplementasikan. 2. Peningkatan kerjasama yang lebih efektif antara yayasan pengelola, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, serta peran masyarakat setempat dalam meningkatkan pelestarian kawasan sebagai lanskap sejarah dan budaya. 3. Perencanaan lanskap ini dapat direkomendasikan kepada pemerintah daerah untuk bahan pertimbangan dalam kegiatan pengembangan KCB Kotagede sebagai kawasan wisata.
128
DAFTAR PUSTAKA
Eckbo G. 1964. Urban Landscape Design. New York: Mc Graw-Hill Book Co [Depbudpar] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2001. Pedoman Obyek dan Daya Tarik Wisata Andalan. Direktorat Jenderal Pengembangan Produk Pariwisata. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Gold SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: McGraw-Hill Book Co, Inc Goodchild PH. 1990. Some Principle For the Conservation of Historic Landscapes. University of New York. 58p Gubernur DI Yogyakarta. 2008. Peraturan Gubernur Daerah DI Yogyakarta Nomor 75 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DI Yogyakarta Harris CW, Dines NT. 1988. Time Saver Standard for Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Inc Harvey, R. R. and S. Buggey. 1988. Historic Landscape section 630. Di dalam : C. W. Harris and N. T. Dines, editor. Time Saver Standards For Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Co Ismail Alwi. 2005. Saujana Budaya Kotagede. Yogyakarta: Green Map Jogja Heritage Society. 2007. Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah. Jakarta: UNESCO MacKinnon JK, G.C. MacKinnon, and J. Thorsell. 1986. Managing Protected Areas in the Tropic. Switzerland: Internasional Union for the Concervation of the Nature and Resuorces. Maryanti, E.S. 2001. Pemberdayaan Lanskap Bersejarah dalam Menunjang Pariwisata Kota Bukit Tinggi. Skripsi. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. (tidak untuk dipublikasikan) Nurisjah S, Pramukanto Q. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor: Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. (tidak untuk dipublikasikan) Nurisjah S. 2009. Penuntun Perencanaan Lanskap. Bogor. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB. (tidak untuk dipublikasikan) Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. 2005. Peraturan Daerah Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya dan Penjelasannya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DI Yogyakarta Pemerintah Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Direktorat
129
Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dan Direktorat Jendral Kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Co,Inc Soeroso Amiluhur. 2000. Penilaian Ekonomi untuk Pengembangan Ekowisata Kotagede. Tesis. Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan, Jurusan Antar Bidang, Fakultas Geografi, UGM Wiwoho, B., R. Pudjiwati dan Y. Himawati. 1990. Pariwisata Citra dan Manfaatnya. Jakarta: PT. Bina Rena Prawira Wulandari, R.K. 2002. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Kampung Sade di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Program Pasca Sarjana Arsitektur Lanskap, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. (tidak untuk dipublikasikan) Wikipedia Indonesia. 2010. Kotagede, Yogyakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Kotagede, Yogyakarta. [24 Januari 2010] Yoeti, O.A. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 211 hal Yoeti, O.A. 2006. Pariwisata Budaya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 346 hal
130
LAMPIRAN
131
1. Kuesioner Persepsi Masyarakat Lokal terhadap KCB Kotagede LEMBAR KUESIONER Selamat pagi/siang/sore/malam. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian saya. Perkenalkan nama saya Yumi Nursyamsiati Rahmi. Saya mahasiswi semester 8, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Wisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta. Saya mengharapkan partisipasi Saudara/Saudari untuk menjadi responden dari kuesioner penelitian saya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sebenar-benarnya. Terima kasih.
Data Pribadi Responden Jenis Kelamin : a. Laki-laki Umur
b. Perempuan
: a.18-22 thn b.23-30 thn c.31-40 thn d.41-50 thn e.51-60 thn
f.>60 thn Pekerjaan
:
a. Pelajar
d. Karyawan swasta
b. Mahasiswa
e. Wiraswasta
c. PNS
f. Lainnya
Kependudukan
:
a. Asli Pendidikan terakhir
b. Pendatang dari ……………. :
a. Tidak sekolah
d. SMA
b. SD
e. Akademik
c. SMP
f. Sarjana
Berapa lama Anda tinggal di kawasan ini
:
a. <5 thn
c. 11-15 thn
e. 21-30 thn
b. 5-10 thn
d. 15-20 thn
f. 31-40 thn
Apakah Anda betah tinggal di kawasan ini : (ya/tidak)
g. >40 thn
132
Alasan:……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… Apakah Anda masih mengikuti adat budaya pada kawasan ini : (ya/tidak) Contohnya:………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… Pertanyaan Sejarah Kawasan Apakah Anda mengetahui sejarah kawasan ini a. Tahu
b. Sedikit
Jika jawaban Anda tahu
:
c. Tidak tahu
:
Dari mana Anda mengetahui tentang sejarah kawasan ini
:
……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… 1. Mengapa Anda tinggal di kawasan ini? a. Keluarga di Kotagede
c. Suasananya nyaman
b. Pekerjaan
d. Murah
e. Lainnya,…..
2. Apakah kawasan ini telah berubah dibanding waktu pertama tinggal? a. Tidak berubah
c. Sedikit berubah
b. Banyak berubah
d. Sangat banyak berubah
3. Jika berubah, apakah perubahan tersebut? a. Menjadi sangat nyaman
c. Menjadi tidak nyaman
b. Menjadi sedikit lebih nyaman
d. Menjadi sangat tidak nyaman
4. Perubahan apa yang paling terasa/terlihat? a. Lingkungan/lanskap kawasan
f. Aktivitas wisata
b. Aktivitas masyarakat
g. Jumlah wisatawan
c. Sarana dan prasarana
h. Model bangunan
d. Jumlah pohon
i. Jumlah bangunan
e. Jumlah penduduk
j. Lainnya,…………………
5. Bagaimana situasi Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini menurut Anda? (pilih salah satu jawaban dari setiap poin) a. Indah/Tidah indah b. Unik/Tidak unik
133
c. Menarik/Tidak menarik d. Membanggakan/Tidak membanggakan e. Bernilai budaya tinggi/Tidak bernilai budaya f. Bernilai sejarah tinggi/Tidak bernilai sejarah g. Sesuai/Tidak sesuai untuk wisata h. Terjaga/Tidak terjaga kelestariannya 6. Apakah Anda mengetahui bentuk kawasan ini di masa lampau (masa Kerajaan Mataram Islam)? a. Ya
b. Tidak
7. Jika ya, apakah karakteristiknya? a. Permukiman
d. Industri
b. Pertanian
e. Hutan alam
c. Perdagangan
f. Lainnya,……………………
8. Apakah anda mengetahui karakter budaya kawasan ini di masa lampau? a. Ya
b. Tidak
9. Jika ya., apa karakteristiknya? a. Budaya Jawa secara umum
e. Campuran (Keraton dan Eropa)
b. Budaya Jawa khas Yogyakarta
f. Campuran (Kalang dan Eropa)
c. Budaya Keraton
g. Campuran (Kalang dan Keraton)
d. Budaya Eropa
h. Lainnya,………………………
10. Apa yang menentukan karakter kawasan ini, dilihat dari sisi : (coret yang tidak perlu) a. Masyarakat
: tradisional/semi modern/modern/lainnya,………………
b. Bangunan
: tradisional/semi modern/modern/lainnya,………………
c. Aktivitas
: perdagangan/pertanian/pariwisata/lainnya,…………….
d. Alam
: sungai/pemandangan/cuaca/lainnya,…………………...
e. Lainnya,…………………………………………………………………… 11. Apa yang paling menonjol pada kawasan ini? a. Makam
d. Budaya masyarakat lokal
b. Kerajinan perak
e. Bangunan sejarah
c. Kuliner
f. Lainnya,………………
12. Apakah peningkatan dan pengembangan kawasan ini berpengaruh terhadap kehidupan soaial-ekonomi Anda? a. Ya
b. Tidak
134
13. Jika ya, seperti apa pengaruhnya? a. Meningkatkan kesejahteraan dan penghasilan b. Meningkatkan kesejahteraan tanpa meningkatkan penghasilan c. Menigkatkan penghasilan tanpa meningkatkan kesejahteraan d. Lainnya,………………………………………………………………… 14. Apakah kawasan ini perlu dilestarikan? a. Ya
b. Tidak
15. Jika ya, mengapa harus dilestarikan? .............................................................................................................................. ..................................................................................................................... 16. Siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan kawasan ini? a. Pemerintah Daerah (Pemda) b. Masyarakat c. Pemda dan masyarakat d. Lainnya,……………………………………………………………… 17. Konstribusi apa yang akan Anda berikan untuk pelestarian tersebut? a. Mendukung secara pasif b. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran c. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang tenaga d. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran dan tenaga e. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang financial f. Lainnya,…………………………………………………………………. 18. Apakah Anda sudah pernah berpartisipasi? a. Ya
b. Tidak
19. Jika ya, melalui Media
:
:…………………………………………………………………..
Aktivitas :………………………………………………………………….. Lainnya,…………………………………………………………………….. 20. Komentar dan saran Anda terhadap Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
135
Rencana Pengembangan Kawasan Wisata 1. Setujukah Anda dengan kegiatan wisata pada kawasan ini? a. Ya
b. Tidak
2. Apakah bentuk wisata yang paling anda inginkan?(pilih salah satu jawaban dari setiap poin) a. Wisata Budaya b. Wisata Sejarah c. Wisata Belanja d. Wisata Pendidikan e. Wisata …………… 3. Bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat yang diharapkan dalam kegiatan wisata di kawasan ini? a. Terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan b. Menjadi obyek wisata c. Penyedia jasa wisata d. Menjadi penjual (makanan khas, cinderamata, pakaian khas, dll) *Terima Kasih atas Kerjasamanya*
136
2. Kuesioner Persepsi Pengunjung terhadap KCB Kotagede LEMBAR KUESIONER Selamat pagi/siang/sore/malam. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian saya. Perkenalkan nama saya Yumi Nursyamsiati Rahmi. Saya mahasiswi semester 8, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Wisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta. Saya mengharapkan partisipasi Saudara/Saudari untuk menjadi responden dari kuesioner penelitian saya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sebenar-benarnya. Terima kasih.
Data Pribadi Responden Jenis Kelamin : a. Laki-laki Umur
b. Perempuan
: a.18-22 thn b.23-30 thn c.31-40 thn d.41-50 thn e.51-60 thn
f.>60 thn Pekerjaan
:
d. Pelajar
d. Karyawan swasta
e. Mahasiswa
e. Wiraswasta
f. PNS
f. Lainnya
Alamat (Kecamatan/Kelurahan):…………………………………………………………… Pendidikan terakhir
:
a. Tidak sekolah
d. SMA
b. SD
e. Akademik
c. SMP
f. Sarjana
Frekuensi mengunjungi kawasan ini dalam setahun : a. Seminggu 1 kali
d. 6 bulan sekali
b. 2 minggu sekali
e. setahun sekali
c. sebulan sekali Tujuan datang ke kawasan ini :
137
……………………………………………………………………………………… ……………………………….…………………………………………………….. Mengunjungi kawasan ini: a. Sendiri
b. Keluarga
c. Kelompok
d.
Lainnya,…………………………....... Aktivitas yang dilakukan selama berada di kawasan : a. Aktivitas sendiri, seperti………………………………………………….. b. Mengikuti program yang ada, seperti……………………………………. Aktivitas yang paling disukai: ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… Waktu mengunjungi kawasan ini: a. Hari libur
b. Hari kerja
Berapa lama anda menghabiskan waktu di kawasan ini: a. <2 jam/hari
b. 2-5 jam/hari
c. >5 jam/hari
d. >1 hari
Pertanyaan Sejarah Kawasan Apakah Anda mengetahui sejarah kawasan ini b. Tahu
b. Sedikit
Jika jawaban Anda tahu
:
c. Tidak tahu
:
Dari mana Anda mengetahui tentang sejarah kawasan ini
:
……………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… 1. Apakah kawasan ini telah berubah dibanding waktu pertama datang? a. Tidak berubah
c. Sedikit berubah
b. Banyak berubah
d. Sangat banyak berubah
2. Jika berubah. apakah perubahan tersebut? c. Menjadi sangat nyaman
c. Menjadi tidak nyaman
d. Menjadi sedikit lebih nyaman
d. Menjadi sangat tidak nyaman
3. Perubahan apa yang paling terasa/terlihat? f. Lingkungan/lanskap kawasan
f. Aktivitas wisata
138
g. Aktivitas masyarakat
g. Jumlah wisatawan
h. Sarana dan prasarana
h. Model bangunan
i. Jumlah pohon
i. Jumlah bangunan
j. Jumlah penduduk
j. Lainnya,………………………
4. Bagaimana situasi Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini menurut Anda? (pilih salah satu jawaban dari setiap poin) i. Indah/Tidah indah j. Unik/Tidak unik k. Menarik/Tidak menarik l. Membanggakan/Tidak membanggakan m. Bernilai budaya tinggi/Tidak bernilai budaya n. Bernilai sejarah tinggi/Tidak bernilai sejarah o. Sesuai/Tidak sesuai untuk wisata p. Terjaga/Tidak terjaga kelestariannya 5. Apakah Anda mengetahui bentuk kawasan ini di masa lampau (masa Kerajaan Mataram Islam)? b. Ya
b. Tidak
6. Jika ya, apakah karakteristiknya? d. Permukiman
d. Industri
e. Pertanian
e. Hutan alam
f. Perdagangan
f. Lainnya,…………………………………
7. Apakah anda mengetahui karakter budaya kawasan ini di masa lampau? b. Ya
b. Tidak
8. Jika ya, apa karakteristiknya? e. Budaya Jawa secara umum
e. Campuran (Keraton dan Eropa)
f. Budaya Jawa khas Yogyakarta
f. Campuran (Kalang dan Eropa)
g. Budaya Keraton
g. Campuran (Kalang dan Keraton)
h. Budaya Eropa
h. Lainnya,…………………………
9. Apa yang menentukan karakter kawasan ini, dilihat dari sisi : (coret yang tidak perlu) f. Masyarakat
: tradisional/semi modern/modern/lainnya,……………….
g. Bangunan
: tradisional/semi modern/modern/lainnya,……………….
h. Aktivitas
: perdagangan/pertanian/pariwisata/lainnya,……………..
i. Alam
: sungai/pemandangan/cuaca/lainnya,……………………
139
j. Lainnya,…………………………………………………………………….. 10. Apa yang paling menonjol pada kawasan ini? d. Makam
d. Budaya masyarakat lokal
e. Kerajinan perak
e. Bangunan sejarah
f. Kuliner
f. Lainnya,…………………………
11. Apakah kawasan ini perlu dilestarikan? b. Ya
b. Tidak
12. Jika ya, mengapa harus dilestarikan? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 13. Siapa yang bertanggung jawab? e. Pemerintah Daerah (Pemda) f. Masyarakat g. Pemda dan masyarakat h. Lainnya,………………………………………………………………….. 14. Konstribusi apa yang akan Anda berikan untuk pelestarian tersebut? g. Mendukung secara pasif h. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran i. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang tenaga j. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran dan tenaga k. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang financial l. Lainnya,………………………………………………………………… 15. Apakah Anda sudah pernah berpartisipasi? b. Ya
b. Tidak
16. Jika ya, melalui Media
:
:……………………………………………………………………
Aktivitas :…………………………………………………………………… Lainnya, ……………………………………………………………………… 17. Komentar dan saran Anda terhadap Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini : ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… *Terima Kasih atas Kerjasamanya*