ISBN: 979-95999-3-8
PUBLIKASI ILMIAH
PERENCANAAN ENERGI PROVINSI GORONTALO 2000 – 2015
EDITOR: Drs. Abubakar Lubis, MSc, APU Ir. Cecilya L.M. Sastrohartono, M.Sc
Jakarta, April 2004 PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
ISBN 979 – 95999 – 3 – 8
PUBLIKASI ILMIAH
PERENCANAAN ENERGI PROVINSI GORONTALO 2000 – 2015
EDITOR: Drs. Abubakar Lubis, MSc, APU Ir. Cecilya L.M. Sastrohartono, M.Sc
Jakarta, April 2004 PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Publikasi Ilmiah: Perancanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 – 2015 Editor: Lubis, Abubakar, Drs, MSc, APU. Sastrohartono, LM, Cecilya, Ir.,MSc - Jakarta Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT, 2004 vi, 82 halaman, 29 cm ISBN 979 – 95999 – 3 – 8
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 – 2015 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun tanpa izin sah dari penerbit. Disain cover oleh: M. Sidik Boedoyo Diterbitkan oleh: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8, Jakarta 10340, Telp. +62 (21) 316-9754 Fax. +62 (21) 316-9765
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Pada tahun 2001, diresmikan Provinsi Gorontalo yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara, yang terdiri dari dua Kabupaten yaitu kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan 1 Kota Madya yaitu Kodya Gorontalo. Dua tahun kemudian yaitu pada awal tahun 2003, provinsi tersebut mengalami pemekaran, dimana kabupaten Gorontalo dimekarkan menjadi kabupaten Gorontalo dan Bonebolango serta kabupaten Boalemo dimekarkan menjadi Boalemo dan Pahuwato. Sebagai provinsi yang baru berkembang, disadari bahwa kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumberdaya alam belum diselenggarakan secara optimal. Oleh karena itu dalam meningkatkan pembangunan serta pendapatan daerah perlu dilaksanakan pemacuan aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi yang selanjutnya akan berakibat pada peningkatan kebutuhan energinya, terutama dengan digulirkannya otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, sumberdaya alam yang terkandung di wilayah Gorontalo perlu untuk dikengbangkan dan dimanfaatkan secara berkesinambungan, oleh karena itu perencanaan energi Provinsi Gorontalo jangka panjang secara terintegrasi dan berkesinambungan sangat diperlukan. Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo Jangka Panjang sendiri bertujuan untuk memberikan gambaran tentang strategi penyediaan energi Provinsi Gorontalo secara menyeluruh, terintegrasi, ramah lingkungan dan berkesinambungan. Selanjutnya strategi serta hasil analisis lainnya dapat dimanfaatkan pemerintah daerah dalam menganalisis prioritas pengembangan energi berdasarkan kebutuhan dan penyediaan energi dengan mengutamakan pemanfaatan sumber daya energi setempat. Prioritas pengembangan energi tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif bagi pelaksanaan otonomi di daerah. Selain itu, hasil perencanaan energi ini juga dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam pemilihan jenis energi dan teknologi serta membantu para investor di bidang energi dan industri yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di wilayah Provinsi Gorontalo. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (P3TKKE), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang merupakan salah satu institusi yang telah berpengalaman dalam bidang perencanaan energi nasional dan daerah jangka panjang sejak tahun 1980, pada tahun 2003 telah membuat penelitian tentang Perencanan Energi Provinsi Gorontalo jangka panjang (2000 – 2015). P3TKKE- BPPT mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo yang sangat mendukung pada proses pencarian data, sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Hasil penelitian ini dipublikasi dalam bentuk buku oleh P3TKKE-BPPT dengan judul “Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015”. Penulisan dalam publikasi ilmiah ini terdiri dari beberapa makalah yang meliputi berbagai topik penelitian yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menentukan sistem penyediaan energi Provinsi Gorontalo. Tujuan dari Publikasi Ilmiah ini adalah untuk menampung dan mengkomunikasikan hasil penelitian serta menyebarluaskan ke berbagai lembaga penelitian, perguruan tinggi dan masyarakat energi lainnya agar dapat digunakan sebagai acuan bagi pengambil keputusan, peneliti, akademis dan bagi semua pihak yang berkepentingan.
i
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Dengan segala keterbatasan, kami menyadari bahwa publikasi ilmiah ini masih belum sempurna dan diharapkan sumbang saran berupa masukan dan informasi yang dapat mendukung dan menyempurnakan penelitian selanjutnya. Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Jakarta, April 2004 Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT Direktur,
Drs. Agus Salim Dasuki, M.Eng
ii
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
v
TOPIK PENELITIAN 1. Analisis Potensi Sumber Daya Energi Di Provinsi Gorontalo Indyah Nurdyastuti
1
2. Analisis Energy Balance Provinsi Gorontalo Tahun 2000 sampai dengan 2015 Erwin Siregar
9
9. Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Listrik Di Provinsi Gorontalo La Ode M. Abdul Wahid
17
3. Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga Di Provinsi Gorontalo Nona Niode
30
4. Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Sektor Komersial Provinsi Gorontalo Much. Muchlis
38
5. Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi Di Provinsi Gorontalo M. Sidik Boedoyo
45
6. Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri Di Provinsi Gorontalo Irawan Rahardjo
53
7. Analisis Kebutuhan Energi pada Sektor Pertanian Di Provinsi Gorontalo Endang Suarna
64
8. Analisis Kebutuhan Energi untuk Sektor Perikanan Di Provinsi Gorontalo Hari Suharyono
73
iii
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
RINGKASAN EKSEKUTIF Gorontalo merupakan provinsi termuda di Pulau Sulawesi. Sebagai provinsi termuda fasilitas yang ada dapat dirasakan belum mencukupi sehingga masih diperlukan pembangunan di segala sektor. Pembangunan di Gorontalo ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan perekonomian yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah. Peningkatan perekonomian secara tidak langsung akan memacu aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi. seperti sektor pertanian, kelautan, pertambangan&energi, kehutanan & perkebunan, serta perindustrian & perdagangan yang berakibat akan meningkatkan kebutuhan energi. Peningkatan kebutuhan energi harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara berkesinambungan dan terintegrasi agar aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi dapat tumbuh sesuai yang diharapkan. Dalam merencanakan kebutuhan dan penyediaan energi Provinsi Gorontalo. digunakan Model LEAP (Long-range Energy Planning System) dengan masukan data kebutuhan energi per sektor dan laju pertumbuhannya, potensi energi yang tersedia, serta teknologi transformasi dan konversi yang digunakan serta akan digunakan di kemudian hari. Berbagai masukan diperlukan dalam melaksanakan penelitian perencanaan energi Provinsi Gorontalo, dimana masukan serta hasil perencanaan tersebut diteliti dan dianalisis oleh penelitipeneliti di P3TKKE, BPPT secara mendalam dan dituangkan dalam tulisan, sebagai berikut: -
Potensi energi dilaksanakan Ir. Indyah Nurdyastuti, APU. Neraca energi dilaksanakan oleh Ir. Erwin Siregar Penyediaan Listrik dilaksanakan oleh Ir. La Ode M Abdul Wahid. Kebutuhan energi Rumah tangga dilaksanakan oleh Dra. Nona Niode Kebutuhan energi Komersial dilaksanakan oleh Ir. Mochamad Muchlis. Kebutuhan energi Transportasi dilaksanakan oleh Ir. M. Sidik Boedoyo, M.Eng, Kebutuhan energi Industri dilaksanakan oleh Ir. Irawan Rahardjo, M.Eng,. Kebutuhan energi Pertanian dilaksanakan oleh Ir. Endang Suarna. Kebutuhan energi Perikanan dilaksanakan oleh Dr. Hari Suharyono
Konsumsi energi sektor rumah tangga dapat dibagi menjadi memasak, penerangan dan penggunaan peralatan lain, Yang dimaksud peralatan lain adalah pendingin ruang (AC), lemari pendingin, rice cooker, kipas angin dan lain-lain. Gambaran konsumsi energi di sektor rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL1. KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA MEMASAK DAN PENERANGAN 2000 Jenis Energi Kayu (arang. sekam. batok kelapa dll) Listrik LPG Minyak Tanah Total
Memasak 1.169.300 16.000 525 60.200 1.246.025
Penerangan
Setara Barel Minyak (BOE) Peralatan Lain Total R.T
17.498
11.000
90.703 108.201
11.000
1.169.300 44.498 525 150.903 1.365.226
Pada tahun 2000, konsumsi energi sektor transportasi yang terdiri dari bensin dan minyak solar mencapai berturut-turut 52.180 Kiloliter dan 30.360 Kiloliter. Bahan bakar premium dipakai oleh semua jenis kendaraan sedan, 70% wagon, 60% pick up, mikrolet, opelet, ambulan, bentor (bendi motor) dan sepeda motor. Sedangkan sisa persentase dari jumlah wagon dan pick up, yaitu 30% wagon dan 40% pick up memanfaatkan bahan bakar minyak solar. Jenis kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar minyak solar adalah truk, bus, pemadam kebakaran dan angkutan berat. Dari semua jenis kendaraan yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang berfungsi sebagai angkutan umum utama, khususnya di Kota dan Kabupaten Gorontalo adalah bentor dan mikrolet.
v
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Pada sektor industri di Provinsi Gorontalo, industri menengah – kecil menggunakan energi jauh lebih besar dibanding dengan konsumsi energi industri besar dan sedang. Industri besar dan sedang terdiri dari industri makanan-minuman, tekstil, kayu serta bahan galian logam maupun bukan logam, sedangkan industri kecil menengah terdiri dari kerajinan, gula aren, aneka industri, meubel, pandai besi, gerabah, batubata dan lain-lain. Konsumsi sektor industri untuk kedua ketegori industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. TABEL 2
Kelompok Industri Industri Besar dan Sedang
KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2000 PER KELOMPOK
Premium
Minyak Tanah
Minyak Solar
LPG
43,2
204,9
10.258,0
211,82
Industri Kecil dan Menengah 450,1 3.130,2 39.105,0 Sumber: Hasil Olahan berdasarkan data dari Pertamina. PLN dan BPS
Setara Barel Minyak (BOE) Batok Kayu Sekam Kelapa Listrik 14.462,0
---
30.907,0
30.785,0 22.320.0 57.652,0
554,8 5.321,0
2
Sektor perikanan laut menunjukkan bahwa dengan luas total perairan laut adalah sekitar 50.500 km 2 dimana kira-kira seluas 10.500 km berupa perairan teritorial (12 mil dari pantai) dan seluas 40.000 2 km berupa perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan potensi ikan sebesar 82.200 ton ikan per tahun dan berupa rumput laut, ikan karang, teripang dan mutiara, terdapat potensi sebesar kira-kira 57.400 ton per tahun. Sedangkan dari budidaya perikanan darat terdapat potensi sebesar 12.200 ton ikan per tahun. Pemakaian energi pada sektor perikanan dapat dikelompokkan atas dua jenis, yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar. sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah. Konsumsi energi pada tahun 2000 diperhitungkan sebagai berikut: Premium sebesar 3885 Kilo liter. Solar sebesar 206 Kilo Liter dan minyak tanah sebeser 1281 Kilo Liter. Sektor komersial secara langsung maupun tidak langsung, memegang peranan yang cukup penting dalam pembangunan daerah. Sektor komersial terdiri dari perbankan. perhotelan. restoran dan perdagangan. Kebutuhan bahan bakar minyak pada sektor ini berkembang dengan laju yang relatif moderat yaitu 7,4% per tahun. Konsumsi energi dalam tahun 2000, berupa minyak solar sebesar 6 BOE, listrik sebesar 9063 BOE, minyak tanah sebesar 3261 BOE dan LPG sebesar 5 BOE. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting dalam pembangunan ekonomi Provinsi Gorontalo. karena sektor tersebut mempunyai sumbangan yang paling besar terhadap struktur ekonomi yang direpresentasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan harga konstan pada tahun 2000 lebih dari 30% PDRB Provinsi Gorontalo disumbang oleh sektor pertanian. Penggunaan energi di sektor ini adalah untuk traktor, RMU, Power Thresher, dan pompa air. Pada tahun 2000 diperkirakan konsumsi energi sektor pertanian adalah minyak solar sebagai bahan bakar traktor dan pengering; bensin untuk power sprayer dan minyak tanah juga dipakai untuk pengering. Konsumsi solar pada sektor pertanian tahun 2000 adalah sebesar 1196 KL, Minyak tanah sebesar 36 KL dan Premium sebesar 62 KL. Dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 1,7% pertahun, dimana sektor pertanian mempunyai pertumbuhan terbesar yaitu 26% pertahun selama 10 tahun, sektor transportasi 7,6%, komersian 7,4%, Perikanan 1,7% sedangkan rumah-tangga mempunyai pertumbuhan terendah yaitu 0.2% pertahun. Rendahnya pertumbuhan kebutuhan energi ini disebabkan meningkatnya efisiensi penggunaan energi, antara laian untuk memasak beralihnya penggunaan kayu bakar yang mempunyai efisiensi 12,5% dengan minyak tanah dengan efisiensi 30%, serta LPG dengan efisiensi 50% akan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kebutuhan. Proyeksi kebutuhan energi di Provinsi Gorentalo untuk setiap sektor pemakai di Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 3.
vi
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 3. PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI DI PROVINSI GORONTALO. Setara Barel Minyak (BOE)
2005
Sektor Rumah-tangga Komersial Transport Industri Pertanian Perikanan Total Kebutuhan
3.312.400,0 37,3 339.355,4 305.579,1 9573,2 32.657,1 4.293.516,0
2007
2009
2011
3.327.200,0 42,7 390.405,7 348.053,0 9.740,0 33.548.1 4.410.922,4
3.340.300,0 49,6 450.615,8 391.012,0 9.894.2 34.463.4 4.625.553,4
3.351.900,0 58,1 521.864,5 434.656,7 10.102,2 35.403.7 4.672.618,5
2013 3.361.800,0 66,4 606.447,7 478.886,3 10.165.2 36.369.6 4.912.548,4
2015 3.378.400,0 76,5 707.174,8 523.701,9 10.282.0 37.361.9 5.085.792,2
Sumber: Perhitungan sektoral
Energy balance atau neraca energi adalah suatu tabel yang menunjukkan seluruh aliran energi mulai dari produksi, ekspor, impor energi sampai dengan penggunaan sektoral. Dalam energy balance seluruh konsumsi energi harus dapat dipenuhi oleh penyediaan energi, baik berasal dari produksi sendiri maupun dari impor. Pada tahun 2000, semua pembangkitan listrik di Provinsi Gorontalo dihasilkan dari PLTD dengan bahan bakar minyak solar dan belum ada diversifikasi sumberdaya energi. Tahun 2005, merupakan tahun awal dimanfaatkannya tenaga hidro sebagai pembangkit listrik , sedangkan tahun 2009 merupakan tahun awal beroperasinya PLTU Batubara di provinsi ini. Batubara tersebut diimpor dari Kalimantan Timur yang relatif dekat dari Provinsi Gorontalo. Hal yang perlu diperhitungkan adalah belum adanya fasilitas penerimaan dan penyimpanan batubara. Sumberdaya panas bumi ada di bumi Gorontalo, tetapi baru dimanfaatkan pada akhir periode, hal ini karena teknologi panas bumi relatif cukup tinggi dan memerlukan investasi yang cukup besar pula. Hasil Model LEAP menunjukkan bahwa listrik panas bumi dapat memasuki jaringan kelistrikan di Provinsi Gorontalo pada tahun 2015. Neraca energi Provinsi Gorontalo tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel. 4 dibawah ini. TABEL 4. ENERGY BALANCE TABLE PROV. GORONTALO TAHUN 2015 Listrik
Prem
Produksi 0 0 Import 0 385 Eksport 0 0 Tot Pri Sup 0 385 Listrik 221 0 Distribusi -27 0 Tot Transf 195 0 Industri 43 2 Transport 0 358 R-tangga 122 0 Pertanian 0 0 Komersial 30 0 Perikanan 0 25 Tot Dmd 195 385 Sumber: Keluaran Model LEAP
Mnyk Tanah 0 241 0 241 0 0 0 3 0 215 1 11 11 241
Solar 0 713 0 713 -254 0 -254 98 350 0 9 0 2 458
LPG 0 6 0 6 0 0 0 0 0 5 0 0 0 6
Btbra 0 298 0 298 -298 0 -298 0 0 0 0 0 0 0
Kayu 1.346 0 0 1.346 0 0 0 110 0 1.236 0 0 0 1.346
Setara RibuBarel Minyak (Ribu BOE) Panas Hidro Bumi Batok Klp Sekam Total 10 23 218 50 1.647 0 44 0 0 1.686 0 0 0 0 0 10 67 218 50 3.333 -10 -67 0 0 -408 0 0 0 0 -27 -10 -67 0 0 -435 0 0 218 50 524 0 0 0 0 707 0 0 0 0 1.578 0 0 0 0 10 0 0 0 0 42 0 0 0 0 37 0 0 218 50 2.898
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari hasil perencanaan energi Provinso Gorontalo ialah: - Terdapat potensi energi yang cukup bervariasi di Provisnsi Gorontalo, baik berupa mini dan mikro hidro, panas bumi, kayu, dan berbagai energi terbarukan lainnya. - Sampai tahun 2004 jenis pembangkit listrik di Gorontalo masih tetap PLTD, sedangkan menginjak tahun 2005, minihidro mulai dikembangkan, dan sejak tahun 2009 batubara juga mulai memasuki jaringan dan pada tahun 2015 panasbumi akan dapat bersaing dengan jenis pembangkit lainnya.
vii
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA ENERGI Indyah Nurdyastuti Abstract Gorontalo Province has many energy resources, however the energy resources are not utilized optimally. In addition, the fossil fuels and renewable energy potential in the province is not researched yet. The energy resources potential can be developed, if the local government is willing to explore the potential intensively. The energy resources exploration has to be parallel with local government planning on energy potential development from source to market. Therefore, the energy resources development in Gorontalo Province has to be supported by local government Policy.
1
PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo terbentuk dari hasil pemekaran wilayah Sulawesi Utara, sehingga Provinsi Gorontalo merupakan provinsi termuda di Pulau Sulawesi. Sebagai provinsi termuda fasilitas yang ada dapat dirasakan belum mencukupi, sehingga masih diperlukan pembangunan disegala sektor. Pembangunan disegala sektor di Provinsi Gorontalo ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan perekonomiannya yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah. Peningkatan perekonomian secara tidak langsung akan memacu aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi, seperti sektor pertanian, kelautan, pertambangan&energi, kehutanan&perkebunan, serta perindustrian&perdagangan, yang berakibat akan meningkatkan kebutuhan energin. Peningkatan kebutuhan energi harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara berkesinambungan dan terintegrasi agar aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi dapat tumbuh sesuai yang diharapkan. Ketersediaan energi secara berkesinambungan dan terintegrasi dapat terlaksana apabila didukung dengan adanya Perencanan Energi Provinsi Gorontalo Jangka Panjang. Dengan adanya perencanaan energi jangka panjang di Provinsi Gorontalo tersebut, gambaran strategi penyediaan energi dalam memenuhi kebutuhan energi dapat diperoleh. Dengan demikian permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan konsumsi energi dan penyediaan energinya terbatas dapat dijawab. Selain itu perencanaan energi jangka panjang tersebut juga dapat menjawab permasalahan dampak lingkungan yang diakibatkan dari peningkatan pemakaian energi fosil dan kompetisi penyediaan energi impor dengan sumber daya energi setempat. Oleh karenanya dalam membuat strategi penyediaan energi tersebut harus didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti aspek ekonomi, sumber daya energi, dan alternatif penggunaan teknologi energi (kilang minyak, kilang gas, pembangkit listrik dan peralatan yang mengkonsumsi energi). Ketersediaan data potensi sumber daya energi setempat dan alternatif penggunaan teknologi energi sangat diperlukan guna mendukung keberhasilan dari hasil strategi penyediaan energi jangka panjang tersebut. Dengan adanya data potensi sumber daya energi setempat dapat diperkirakan apakah sumber daya energi setempat dapat dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan energi Gorontalo jangka panjang secara berkesinambungan tanpa diperlukan impor energi dari daerah lain atau bahkan dapat mengekspor energi ke daerah lain.
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
1
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Berdasarkan ulasan ini ternyata secara tidak langsung agar aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi dapat tumbuh sesuai yang diharapkan, ketersediaan data potensi sumber daya energi setempat sangat diperlukan guna menentukan penyediaan energi jangka panjang secara berkesinambungan. 2
SUMBER DAYA ENERGI
Gorontalo memiliki berbagai jenis energi, baik berupa energi fosil maupun energi terbarukan. Energi fosil dan energi terbarukan yang dimiliki Gorontalo adalah minyak bumi, gas bumi, biomasa (kayu, batok kelapa dan sekam), tenaga air, panas bumi, tenaga surya, dan tenaga angin. 2.1
Potensi Sumber Daya Minyak Bumi dan Gas Bumi
Gorontalo merupakan provinsi yang diduga memiliki potensi sumber daya minyak bumi dan gas bumi yang tersebar hampir di seluruh cekungan sebelah utara Kwandang di Kabupaten Gorontalo dengan 4 kedalaman laut kurang lebih 200 sampai 1000 meter . Sayangnya hingga saat ini belum pernah dilakukan usaha pencarian cadangan minyak bumi dan gas bumi tersebut, sehingga belum diketahui dengan pasti besarnya cadangan sumber daya minyak bumi dan gas bumi yang terdapat di Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo terletak di Indonesia bagian Timur yang selama ini pengembangan cadangan minyak buminya belum diperhatikan. Dengan ditemukannya cadangan minyak bumi yang potensial sebesar 40 juta Barrel di Papua membuat pemerintah lebih mengkonsentrasikan melakukan pencarian minyak bumi di Indonesia bagian Timur termasuk di Gorontalo. Usaha pencarian sumber daya migas di propinsi ini harus lebih intensif agar dapat meningkatkan jumlah cadangan minyak bumi, mengingat selama ini produksi minyak bumi Indonesia selalu lebih besar dari jumlah cadangan yang baru ditemukan. Berlainan dengan minyak bumi, cadangan gas bumi di Indonesia masih melimpah, tetapi biasanya dalam pencarian minyak bumi sering ditemukan gas bumi (associated). Dengan diintensifkannya usaha pencarian sumber daya minyak baru di Provinsi Gorontalo, khususnya di cekungan sebelah utara Kwandang di Kabupaten Gorontalo kemungkinan besar akan dapat menambah besarnya cadangan gas bumi Indonesia. 2.2
Potensi Sumberdaya Energi Terbarukan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Provinsi Gorontalo mempunyai sumber daya energi terbarukan yang beraneka ragam jenisnya, seperti tenaga air (hidro dan minihidro), panasbumi, tenaga surya, tenaga angin, dan biomasa yang terdiri dari kayu, limbah pertanian (sekam), dan limbah hutan (batok Kelapa). 2.2.1 Tenaga Air Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertambangan dan Energi, Provinsi Gorontalo, Juni 2003, total potensi tenaga air yang tersebar di wilayah Gorontalo adalah 32134 kW optimum dan 2 61114 kW maksimum . Potensi tenaga air tersebut belum dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM). Secara keseluruhan Gorontalo mempunyai potensi tenaga air (hidro dan minihidro) yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, apabila tenaga air tersebut dimanfaatkan melalui PLTA diperkirakan dapat menghasilkan listrik sebesar 166,96 GWh. Besarnya potensi tenaga air dan prakiraan energi listrik yang dapat diproduksi oleh PLTA ditunjukkan dalam Tabel 1.
2
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
2
TABEL 1 POTENSI TENAGA AIR DAN LISTRIK YANG DIBANGKITKAN PLTA Lokasi Tenaga Air di sekitar Sungai Bone 1. Bulawa 2. Bone-1 3. Bone-2 4. Bone-3 5. Bolango Total
Potensi (MW) Optimum Maksimum 6,94 9,74 14,9 24,74 2,71 9,91 4,93 13,67 2,52 2,99 32,00 61,05
Prakiraan produksi Listrik PLTA GwH 22,55 68,98 17,15 46,47 11,81 166,96
Hanya tenaga air yang berlokasi di sekitar Sungai Bone yang mempunyai potensi besar, yaitu maksimum 61,05 MW, sedangkan untuk tenaga air yang berlokasi di Kecamatan Tilamuta, Lemito, Paguat dan Suwawa potensinya hanya kecil, yaitu maksimum 264 kW sehingga hanya berpotensi untuk PLTM. Besarnya potensi dan lokasi tenaga air untuk PLTM ditunjukkan pada Tabel 2. 2
TABEL 2 TENAGA AIR YANG BERPOTENSI UNTUK PLTM Lokasi Tenaga Air Kec Tilamuta Kab Boalemo Ayuhulalo I Ayuhulalo Kec Lemito Kab Pohuwato Panca Karsa Sarambu Lembah Permai I Lembah Permai II Kec Paguat Kab Pohuwato Karya baru I Karya baru II Kec Suwawa Kab Bone Bolango Lombongo Lombongo I Dumbaya Bulan Total
Potensi Minimum kW
Potensi Maksimum kW
5 31
12 39
12 5 6 6
31 9 17 14
16 10
22 14
15 22 6 134
40 56 10 264
Belum dimanfaatkannya potensi tenaga air di provinsi ini, disebabkan pembangunan PLTA membutuhkan pembukaan lahan yang sangat besar dan kuranganya dukungan pemerintah daerah, sedangkan untuk PLTM belum menarik pemanfaatannya, karena kalah bersaing dengan PLTD. Besarnya total biaya untuk PLTA 30 MW dengan umur teknis lebih dari 50 tahun adalah US$ 0,024 per kWh dengan perincian biaya kapital sebesar 1700- 2300 US$ per kW, biaya operasi sebesar 0,004 US$ per kWh dan biaya perawatan sebesar 0,003 US$ per kWh. Sedangkan untuk instalasi minihidro diperlukan biaya sebesar 1500 - 2500 US$ per kW (PT Parikesit-BPPT). Dengan terjadinya krisis listrik di Indonesia, provinsi yang mempunyai potensi tenaga air (hidro dan minihidro) seperti Gorontalo, khususnya yang berdomisili di daerah pedesaan dapat membangkitkan listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro (PLTM). 2.2.2 Panas Bumi Di pulau Sulawesi karena sulitnya akses dari lapangan panas bumi ke konsumen menyebabkan potensi panas bumi yang telah dimanfaatkan hanya di daerah Lahendong sebesar 2,5 Mwe, sedangkan lapangan panas bumi yang berlokasi di Provinsi Gorontalo sama sekali belum diproduksi dan masih dalam tahap studi awal. Lapangan panas bumi di Provinsi Gorontalo tersebar di Lombongo Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango (25 MW), Pentadio Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo (15 MW) dan Mootilango Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo dengan total potensi panas bumi lebih dari
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
3
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
40 MW. Dari total tersebut hampir 62% berlokasi di Lombongo Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango (Dinas Pertambangan dan Energi). Agar dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi panas bumi, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo sebaiknya memberlakukan kebijakan pemanfaatan potensi energi setempat untuk pembangunan pembangkit listrik di masa datang, sehingga pemanfaatan energi terbarukan dapat maksimal. 2.2.3
Biomasa
Di Provinsi Gorontalo biomasa (kayu bakar, sekam dan batok kelapa) dimanfatkan sebagai sumber energi di sektor industri dan rumah tangga. Mengingat tidak adanya data yang mendukung besarnya potensi limbah biomasa di Gorontalo, perkiraan besarnya limbah dihitung berdasarkan luas dan produksi panen serta faktor konversi biomasa. Luas dan produksi panen dihitung berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001 tentang “Angka-Angka Luas Panen dan Produksi”, sedangkan faktor konversi biomasa dihitung berdasarkan asumsi dari masing-masing jenis biomasa. Potensi sekam dihitung dengan menggunakan angka konversi yang ditetapkan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG) dengan memperhatikan produksi padi yang ada di Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2001 berdasarkan data BPS dan hasil perhitungan, Provinsi Gorontalo dapat menghasilkan padi sebesar 158.871 ton, beras sebesar 0,082 juta ton, merang sebesar 0,037 juta ton dan sekam sebesar 0,039 juta ton(PT Parikesit-BPPT) . Pada tahun 1999/2000 data BPS menyebutkan bahwa Indonesia memproduksi kayu bulat sekitar 3 12,7 juta ton (20,6 juta m ) dan sekitar 18% dari produksi kayu bulat (ton) tersebut berupa Limbah kayu. Limbah kayu yang dihasilkan tersebut diperkirakan sebesar 2.2 juta ton. Sedangkan untuk Provinsi Gorontalo, khususnya sektor industri pada tahun tersebut data BPS menyebutkan output total biomasa sebesar Rp 10194 Juta, apabila diambil harga rata-rata biomasa sebesar Rp 141,67 per kg, besarnya konsumsi biomasa di sektor industri menjadi sebesar 71957,65 ton. Harga rata-rata biomasa sebesar Rp 141,67 per kg dihitung berdasarkan asumsi harga bahan bakar kayu sebesar Rp 125 per kg; harga sekam sebesar Rp 100 per kg dan harga batok kelapa sebesar Rp 250 per kg. Berdasarkan pangsa dari harga tersebut dan total konsumsi biomasa, konsumsi masing-masing biomasa dapat diperkirakan, yaitu limbah kayu sebesar 21164,01 ton, sekam sebesar 16931,21 ton dan batok kelapa sebesar 33862,42 ton. 2.2.4 Tenaga Surya Tenaga surya yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di Provinsi Gorontalo tersebar di Kecamatan Batudaa pantai Kabupaten Gorontalo, Kecamatan Lemito Kabupaten Pohuwato, Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato dan Marisa Kabupaten Pohuwato Popayato Kabupaten Pohuwato. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengukur besarnya potensi tenaga surya di provinsi ini. Berdasarkan pengukuran yang pernah dilakukan pada posisi geografis o o 1 32’ LU; 124 55’ BT, intensitas radiasi energi surya di provinsi ini pada kurun waktu 1991-1995 adalah sebesar 4911 kWh/m2. (PT Parikesit-BPPT). Tenaga surya dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik melalui penggunaan modul photovoltaic (PV), yang dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga, khususnya di daerah terpencil. Selain itu tenaga surya juga dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air (Solar water Heater) untuk memenuhi kebutuhan sektor rumah tangga, komersial dan pemerintahan di Provinsi Gorontalo. Peningkatan pemanfaatan energi surya sangat ditunjang adanya kebijakan pemerintah yang mencanangkan untuk melistriki rumah di daerah yang terpencil dan terisolasi. Walaupun sebagian kecil tenaga surya sudah dimanfaatkan di provinsi ini, akan tetapi belum ada data pasti yang memberikan informasi tentang lokasi desa yang memanfaatkan tenaga surya serta besar listrik yang dibangkitkan. Biaya pembangkitan listrik tenaga surya masih lebih mahal dibandingkan tenaga lainnya. Walaupun biaya pembangkitannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembangkitan dari energi lainnya berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan PV, besarnya biaya pembangkitan saat ini telah turun dibandingkan dengan biaya pembangkitan 6 sebelumnya. Biaya instalasi PV 50 Wp berkisar 300-500 US$ (Rp 3-5 juta) . Sedangkan untuk solar 4
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
thermal biaya yang diperlukan dengan menggunakan Parabolic through adalah sekitar 0,11-0,17 US$ per kWh(PT Parikesit-BPPT) . 2.2.5 Tenaga Angin Dibandingkan dengan tenaga surya, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLT Angin) di Indonesia tidak begitu pesat. Hal ini disebabkan potensi yang ada sebagian besar hanya untuk skala kecil atau menengah. Hanya di lokasi-lokasi tertentu saja terutama daerah pantai di Indonesia yang bisa dikembangkan untuk PLT Angin dengan skala besar. Baru ada beberapa PLT Angin yang sudah terpasang di Indonesia, salah satunya adalah di pantai selatan Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Potensi tenaga Angin di Provinsi Gorontalo tersebar di kecamatan Bone pantai Kabupaten Gorontalo, kecamatan Batudaa pantai Kabupaten Gorontalo, kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo, dan kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato yang sampai saat ini belum teridentifikasi.
3
ANALISIS PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI DI PROVINSI GORONTALO
Gorontalo merupakan provinsi yang memiliki sumber daya energi fosil (minyak bumi dan gas bumi) dan energi terbarukan (renewable), sayangnya potensi sumber daya tersebut sampai saat ini belum ada yang dimanfaatkan bahkan terhadap cadangan sumber daya energi fosil belum ada pencarian yang intensif. Sebaiknya dalam waktu dekat, pemerintah daerah mau mengintensifkan pencarian minyak bumi dan gas bumi agar dapat mengurangi impor. Seiring dengan semakin meningkatnya perekonomian di Provinsi Gorontalo, kebutuhan energinyapun akan meningkat, secara langsung akan meningkatkan pemakaian BBM dan listrik. Padahal hingga kini Provinsi Gorontalo mendapat pasokan BBM dari daerah lain (impor) dan pasokan listrik dari PLN Cabang Gorontalo serta impor dari PLN Wilayah Sulawesi Utara. PLN Cabang Gorontalo membangkitkan listrik dari PLTD, sehingga secara tidak langsung peningkatan produksi listrik PLN akan meningkatkan pasokan BBM impor. Untuk menekan laju pertumbuhan pasokan BBM impor, subsitusi pemakaian BBM dengan jenis energi lainnya merupakan pilihan yang paling tepat. Selain itu pasokan BBM impor dapat dikurangi apabila pemanfaatan BBM pada semua sektor dapat ditekan dengan jalan memanfaatkan peralatan yang efisien dan merubah pola pemakaian energi ke arah tidak boros energi. Subsitusi BBM dengan sumber energi lainnya harus didukung dengan adanya kebijakan pemerintah daerah. Selain itu untuk mendukung kebijaksanaan di bidang energi, pemerintah daerah diharapkan secara konsekuen membangun segala fasilitas yang diperlukan secara memadahi dari lokasi sumber energi sampai ke konsumen. Dengan demikian akan meningkatkan keyakinan dan minat masyarakat untuk memanfaatkannya tanpa takut akan terjadi resiko. Di sektor transportasi (kendaraan bermotor) misalnya, pemakaian BBM (premium dan minyak solar) dapat disubsitusi dengan jenis energi lainnya, seperti fuel cell, CNG dan LPG, sehingga akan dapat mengurangi impor premium dan minyak solar. Pemakaian BBM (minyak tanah) di sektor rumah tangga di Provinsi Gorontalo tidak begitu dominan, sehingga apabila di kemudian hari subsidi minyak tanah untuk sektor rumah tangga secara bertahap dihapuskan, tidak dapat diragukan rumah tangga yang bermukim di pedesaan atau di daerah terpencil di Provinsi Gorontalo akan lebih memilih biomasa, sedangkan rumah tangga perkotaan selain memilih biomasa juga dapat memilih LPG sebagai bahan bakar kompor. Berlainan dengan ke dua sektor tersebut, pemakaian energi di sektor industri sudah beranekaragam tergantung jenis produksi dan lokasi industri tersebut. Kebanyakan BBM yang dimanfaatkan di industri sudah disubsitusi dengan sumber energi lainnya, seperti biomasa dan gas. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan masih ada beberapa industri yang tetap memanfaatkan BBM dalam jumlah yang besar dengan catatan apabila pemanfaatan BBM masih dianggap lebih menguntungkan dari pada sumber energi lainnya.
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
5
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Listrik yang dipasok PLN Cabang Gorontalo berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) dengan bahan bakar minyak solar (disel). Dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah untuk menghilangkan subsidi BBM, tidak dapat diragukan pembangunan PLTD tidak akan menarik karena harga minyak solar menjadi mahal, sehingga pemerintah daerah perlu mengembangkan pembangkit lainnya yang lebih murah dengan tetap memperhatikan keandalan dan keamanan. Sayangnya untuk mensubsitusi PLTD dengan pembangkit lainnya, PLN masih menemui beberapa kendala, seperti ketidak tersedianya jaringan distribusi yang tersambung dengan grid PLN. Selain itu, kurangnya pemanfaatan energi renewable di pembangkit listrik PLN, karena pembangunan diesel generator untuk PLTD sangat mudah dan tidak side specific seperti pemanfaatan energi renewable yang sangat bergantung dari lokasi potensinya dan biasanya terletak jauh dari kebutuhan listriknya. Sampai dengan Mei 2003, jumlah desa yang terlistriki di Provinsi Gorontalo mencapai 379 desa, sedangkan total desa di provinsi ini adalah 403 (PLN Cabang Gorontalo). Berarti sekitar 94% desa di provinsi ini telah mendapatkan aliran listrik, sisanya sebesar 24 desa sama sekali belum mendapatkan suplai listrik PLN. 24 desa yang sama sekali belum mendapatkan suplai listrik PLN apabila mempunyai potensi sumber daya energi terbarukan, kebutuhan listriknya dapat dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar sumber daya energi terbarukan setempat. Pembangunan PLTA, PLTM dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di daerah yang memiliki potensi sumber daya energi terbarukan akan menjadi menarik seiring dengan dihapusnya subsidi BBM yang mempengaruhi terhadap besarnya biaya pembangkitan. Dengan dihapusnya subsidi BBM, biaya pembangkitan PLTA, PLTM dan PLTP akan dapat bersaing dengan PLTD. Menariknya pembangunan PLTA, PLTM dan PLTP bukan hanya disebabkan dari biaya pembangkitannya, juga jenis pembangkit listrik ini tidak menghasilkan polutan. Sebagai contoh untuk memperkirakan besarnya biaya pembangkitan dari berbagai jenis pembangkit listrik, perkiraan besarnya biaya investasi, biaya operasi dan biaya perawatan (FIXOM) serta biaya variable (Varom) untuk masing-masing pembangkit listrik diasumsikan sesuai dengan literature yang ada dan perhitungannya dengan mengambil discount rate sebesar 10% per tahun. Besarnya biaya pembangkitan dari masing-masing pembangkit listrik dengan harga minyak solar (disel) yang belum seluruhnya dihapuskan subsidinya ditunjukkan pada Tabel 3. Contoh perkiraan besarnya biaya pembangkitan dari berbagai jenis pembangkit listrik ini sebagai gambaran bagi masyarakat yang membaca dan diharapkan akan bermanfaat bagi investor yang berminat untuk membangun pembangkit listrik di Provinsi Gorontalo. Perlu diketahui perhitungan ini belum mempertimbangkan besarnya biaya transmisi dan distribusi. Berdasarkan hasil perkiraan tersebut (Tabel 3) ternyata untuk subsitusi PLTD di masa datang yang paling menguntungkan untuk dibangun secepatnya adalah PLTM, karena pembangunan PLTM tidak seperti PLTA yang memerlukan pembebasan tanah masyarakat yang sangat luas yang memungkinkan terjadinya keterlambatan ijin pembangunan serta adanya permintaan ganti rugi dari masyarakat yang sangat besar. Pembangunan PLTM tersebut sedapat mungkin tidak merugikan baik di pihak investor/ pemerintah daerah maupun di pihak konsumen. Oleh karenanya pembangunan PLTM di desa-desa yang berpotensi juga diikuti dengan jaminan dari pemerintah daerah pada konsumen atas kesinambungan pasokan listrik dengan harga terjangkau. Agar hal tersebut dapat terlaksana, sebaiknya sebelum melakukan pembangunan atau memilih jenis pembangkit listrik yang akan dibangun terlebih dahulu melakukan kajian tekno-ekonomi secara detail dari berbagai jenis pembangkit listrik yang berpotensi untuk dikembangkan di wilayah tersebut, sehingga penetapan harga jual listrik dari investor/pemerintah daerah tidak memberatkan masyarakat karena dapat bersaing dengan harga jual listrik PLN Cabang Gorontalo. Selain itu, sebelum pembangunan dilaksanakan sebaiknya ditentukan kontrak jual beli listrik yang harus disepakati bersama seperti besarnya penentuan harga yang berlaku dalam usaha penyediaan tenaga listrik yang mengacu pada perkiraan biaya modal pembangunan proyek secara sehat dan wajar, sehingga harga listrik yang terjual ke konsumen juga wajar atau paling tidak sama dan kalau memungkinkan dapat lebih murah dari harga jual listrik PLN.
6
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 3 BIAYA PEMBANGKITAN BERBAGAI JENIS PEMBANGKIT LISTRIK Variabel
PLTM
PLTM
PLTP
PLTS
Discount rate (%) Forced Outage (%) Scheduled Outage (minggu/tahun) Waktu Konstruksi (tahun) Kapasitas Terpasang (kW) Biaya investasi (US$/kW) • Luar Negeri • Dalam Negeri Disbursment (%/tahun) • Luar Negeri • Dalam Negeri Faktor Disbursment • Luar Negeri • Dalam Negeri Biaya investasi (US$/kW) Umur Peralatan (tahun) Faktor kontrol biaya kapital • Biaya Kapital/tahun (US$/kWy) • Biaya FIXOM/tahun (US$/kWy) • Biaya Varom/tahun (US$/kWy) -3 Harga bahan bakar (10 US$/kWh) Effisiensi (%) Availability -3 • Biaya kapital/tahun (10 US$/kWh) -3 • Biaya FIXOM/tahun (10 US$/kWh) -3 Biaya Pembangkitan (10 US$/kWh) Biaya Pembangkitan (Cent $/kWh)
10 9 6 2 15 700 484,9 215,1
10 9 6 2 15 2500 1731,8 768,2
10 5 6 5 15000-55000 1150 886,6 263,4
70; 30 50; 50
70; 30 50; 50
1,122 1,101 781,05 50 0,101 78,8 19,2 0,63 33 0,795 11,32 2,85 14,16 1,42
4
6
PLTD
10 7 4 3 0,05 6000 4784,8 1215,2
PLTU Biomas 10 9 6 5 50 600 415,6 184,4
24; 54; 14; 6; 2 27; 28; 36; 8; 1
20; 30; 50 40; 40; 20
70; 30 50; 50
40; 60 60; 40
1,122 1,101 2789,45 50 0,101 281,3 19,2 0,63
1,390 1,365 1592,14 25 0,101 175,4 39,62 48,38
1,124 1,179 6812,21 20 0,117 800,2 7,49
1,494 1,466 891,06 20 0,117 104,7 32,88 0,86
1,091 1,112 606,84 20 0,117 71,3 5,5 2,17
33 0,795 40,42 2,85 43,26 4,33
7,5 34,97 0,835 23,99 12,04 43,48 4,35
15 24,4 0,795 15,04 4,85 34,88 3,49
20 27 0,835 9,54 1,03 30,57 3,06
38,8 0,853 107,07 1,002 108,08 10,81
10 7 4 2 100 550 220 330
KESIMPULAN
1. Potensi cadangan sumber daya minyak bumi dan gas bumi di Provinsi Gorontalo belum diketahui dengan pasti, karena belum adanya usaha pencarian cadangan minyak bumi dan gas bumi secara intensif. Dengan intensifnya usaha pencarian cadangan minyak bumi dan gas bumi kemungkinan besar dapat ditemukannya, sehingga cadangan tersebut dapat dikembangkan yang selanjutnya dapat menekan pasokan BBM impor. 2. Pasokan BBM impor dapat dikurangi dengan menganeragamkan pemakaian sumber energinya dan seyogyanya pelaksanaannnya didukung dengan kebijakan pemanfaatan potensi sumber daya energi setempat oleh pemerintah daerah. 3. Berlainan dengan cadangan sumber daya minyak bumi dan gas bumi, potensi tenaga air telah diketahui dengan pasti, sayangnya potensi tenaga air tersebut belum dimanfaatkan. Belum dimanfaatkannya potensi tenaga air tersebut, disebabkan pembangunan tenaga air membutuhkan pembukaan lahan yang sangat besar dan kuranganya dukungan pemerintah daerah, sedangkan untuk PLTM belum menarik pemanfaatannya, karena kalah bersaing dengan PLTD. Pembangunan diesel generator untuk PLTD sangat mudah dan tidak side specific seperti pemanfaatan energi terbarukan (renewable). Pemanfaatan energi terbarukan di pembangkit listrik memerlukan pembangunan yang lebih lama dan sangat bergantung dari lokasi potensinya yang biasanya terletak jauh dari kebutuhan listriknya. Untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo sebaiknya memberlakukan kebijakan pemanfaatan potensi daerah untuk pembangunan pembangkit listrik di masa datang, sehingga pemanfaatan energi terbarukan tersebut dapat maksimal. 4. Energi terbarukan, yang berupa panas bumi walaupun lokasi dan potensinya telah diketahui akan tetapi masih diperlukan studi lebih lanjut agar untuk dapat dimanfaatkan. Sedangkan untuk energi biomasa, walaupun sudah banyak dimanfaatkan di sektor industri dan rumah tangga, akan
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
7
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
tetapi belum diketahui secara pasti besarnya potensinya. Begitupula dengan tenaga surya walaupun sebagaian kecil tenaga surya ini sudah dimanfaatkan di Provinsi Gorontalo akan tetapi belum ada data pasti yang meberikan informasi tentang potensi, lokasi desa yang memanfaatkannya serta besarnya listrik yang dibangkitkan. Tenaga angin sampai saat ini belum teridentifikasi, sehingga potensi tenaga angin belum dapat diperkirakan untuk dimanfaatkan. DAFTAR PUSTAKA 1.
Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo, Juli 2002.
2.
Dinas Pertambangan dan Energi. Informasi Potensi Sumber Daya Energi Provinsi Gorontalo. Juni 2003.
3.
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo. Gorontalo 2002, LAKIP-III.
4.
Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Potensi Sumber Daya Mineral Dan Energi Kabupaten Gorontalo. Paparan Bupati Gorontalo Dalam Rangka Kunjungan Komisi VIII DPR RI Di Kabupaten Gorontalo, Nopember 2001.
5.
PT Parikesit Indotama-BPPT. Laporan Hasil Studi Evaluasi dan Pengkajian Bidang Teknologi Energi. Tim Pelaksana studi PT Parikesit Indotama. Desember 2003.
6.
Yayasan Bina Usaha Lingkungan (YBUL)-BPPT. Tinjauan Ekonomi Alternative Pemanfaatan Renewable pada Pembangkit Listrik Kabupaten Wonosobo. 2003. Tidak dipublikasi
7.
P3T KKE-BPPT. Output model LEAP. Januari. 2004
8
Provinsi
Analisis Potensi Sumber Daya Energi
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS ENERGY BALANCE TAHUN 2000 SAMPAI DENGAN 2015 Erwin Siregar Abstract Energy Balance Table of Gorontalo Province that obtained from LEAP Model provides energy production, import, export and consumption by energy type in that province. From 2000 to 2015, Gorontalo does not have any refinery products; all of the refinery products consumption (gasoline, kerosene and diesel) and LPG are imported from other areas. While, electricity consumption in the province besides obtained from import is also supplied from Local Electricity Company (PLN cabang Gorontalo). However, the electricity supplied is not only generated fromm diesel power plant but also generated from other sources, such as hydro, minihydro, coal steam and geothermal. Biomass that consists of fire wood, coconut shell and paddy husk will be prioritized as energy source, because the biomass potential is big enough and cheap. Therefor biomass will be the main source of energy supply in Gorontalo.
1
PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo merupakan provinsi termuda dengan luas 12215,44 km2 atau 0,64% dari luas Indonesia. Provinsi ini, sebelumnya merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Utara, baru pada tahun 2001 memisahkan diri. Dua tahun kemudian yaitu pada awal tahun 2003, provinsi tersebut mengalami pemekaran. Sebelum mengalami pemekaran provinsi ini terdiri dari dua kabupaten (Boalemo dan Gorontalo) dan satu kotamadya (Gorontalo), selanjutnya kabupaten Gorontalo menjadi kabupaten Gorontalo dan Bonebolango serta kabupaten Boalemo mengalami pemekaran menjadi Boalemo dan Pahuwato. Provinsi Gorontalo terletak antara Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah disebelah timur dan barat, sedangkan disebelah utara dan selatan diapit oleh Laut Sulawesi dan Teluk Tomini. Secara geografis Provinsi Gorontalo terletak o o o o antara 0,19 – 1,15 LS dan 121,23 -123,43 BT dengan kondisi geografis berada pada ketinggian o o antara 0-1000 m dari permukaan laut. Suhu udara antara 20,8 C-34,0 C, kelembaban udara 78%o o 85%, arah angin 90 -360 dan kecepatan angin 0,2knot-27knot. Pada bulan Maret, Mei dan Oktober Provinsi Gorontalo mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu antara 160 mm-296 mm. Mengingat Provinsi Gorontalo terletak pada sebaran batuan gunung api yang berumur tersier menyebabkan provinsi ini kaya akan sumber alam seperti bahan balian mineral non logam, bahan galian mineral logam, panas bumi, minyak dan gas bumi. Pada tahun 2000, Gorontalo mempunyai total penduduk sebesar 840.386 jiwa dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku sebesar Rp 1,622 trilyun. Kemudian pada tahun 2001, jumlah penduduknya mencapai sekitar 850.798 jiwa. Peningkatan penduduk tersebut diiringi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 4,89% pada tahun 2000 menjadi 5,8% pada tahun 2001. Kontribusi dari pertumbuhan ekonomi yang besar pada tahun 2001 tersebut berasal dari sektor pertanian sebesar 33,7%, jasa-jasa dan perdagangan sebesar 16,26% dan dari hotel&restoran sebesar 16,01%. Kontribusi sektor pertanian yang sangat besar dikarenakan sektor ini sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Peningkatan perekonomian secara tidak langsung akan memacu aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi yang berakibat pada peningkatan kebutuhan energinya. Kebutuhan energi di Provinsi Gorontalo sampai saat ini sebagian besar dipenuhi dengan mengimpor dari daerah lain. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, khususnya untuk mengurangi ketergantungan pada
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
9
penyediaan energi dari daerah lain, pemerintah daerah perlu berupaya untuk mengembangkan potensi sumber daya energi yang dimiliki agar dapat mengurangi impor energi. Dalam melakukan upaya pengembangan potensi sumber daya energi yang dimiliki, pemerintah daerah perlu mengkaji potensi sumber daya energi yang ada serta mengkaji penyediaan dan pemenuhan kebutuhan energi ke seluruh sektor pengguna energi secara terencana dan berkesinambungan. Dengan mengkaji potensi sumber daya energi yang dimiliki serta mengkaji penyediaan dan pemenuhan kebutuhan energi, akan memudahkan dalam pemilihan prioritas penerapan jenis energi setempat atau penggunaan energi impor serta teknologi energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi secara berkesinambungan dan efisien. Pemenuhan kebutuhan energi harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara tepat, terintegrasi, dan berkesinambungan agar dapat memperlancar aktivitas di semua sektor pengguna energi, seperti sektor rumah tangga, transportasi, industri, komersial, pertanian dan perikanan. Kesetimbangan antara penyediaan energi dan kebutuhan energi perlu dianalisa agar dapat memberikan gambaran jenis sumber energi yang paling dominan digunakan pada setiap sektor, sehingga ketersediaan dari sumber energi tersebut perlu diperhatikan. Sampai saat ini, energi listrik yang dijual di Provinsi Gorontalo berasal dari PLN wilayah Sulawesi Utara dan sebagian dari PLN cabang Gorontalo. Pada tahun 2002, produksi listrik PLN Cabang Gorontalo mencapai 101.546.895 kWh dengan total penjualan listrik sebesar 83.982.124 kWh. Selama krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, total penjualan listrik di provinsi ini terus meningkat. Agar dapat memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Gorontalo, PLN Cabang Gorontalo dapat membangun pembangkit listrik dengan memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat. Hal tersebut mengingat Provinsi Gorontalo mempunyai sumber daya energi terbarukan yang beraneka ragam jenisnya, seperti tenaga air (hidro dan minihidro), panasbumi, tenaga surya, tenaga angin yang belum dimanfaatkan secara optimal. Energi listrik merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat dan akan terus meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi-sosial masyarakat. Tingkat pemakaian energi listrik per kapita dapat dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan majunya suatu negara. Sampai dengan Mei 2003, jumlah desa yang telah mendapat aliran listrik di Provinsi Gorontalo mencapai 379 desa sedangkan desa yang belum terlistriki tercatat sebanyak 24 desa atau sekitar 6% terhadap total desa yang ada di Provinsi Gorontalo. Pelanggan PLN yang tercatat sampai dengan Mei 2003 mencapai 48.788 pelanggan dengan rasio elektirifikasi baru sekitar 33%. 2
METODOLOGI
Analisis Energy Balance Table di Provinsi Gorontalo dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan Model LEAP. Model LEAP merupakan singkatan dari Long-range Energy Alternative Program merupakan suatu model suplai-demand energi dengan simulasi yang dikembangkan Stockholm Environment Institute (SEI), Boston Center, Tellus Institute, Boston, USA. Keluaran model LEAP antara lain adalah Reference Energy System (Diagram Alir Energi), Energy Balance Table yang berisi total penyediaan energi yang terdiri dari produksi, impor dan ekspor energi, total transformasi energi yang terdiri dari energi yang diproduksi per jenis pembangkit listrik dan energi listrik yang dialirkan melalui jaringan transmisi dan distribusi serta total demand per sektor pengguna energi. Berdasarkan Energy Balance Table yang dihasilkan dari keluaran model LEAP tersebut, selanjutnya dilakukan analisis penyediaan energi untuk memenuhi semua kebutuhan energi per sektor di Provinsi Gorontalo dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 guna mengetahui jenis energi yang dominan yang dimanfaatkan di setiap sektor. Hasil analisis tersebut, dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam menentukan prioritas pengembangan potensi energi terbarukan dan tak terbarukan yang ada di Provinsi Gorontalo. Prioritas pengembangan energi tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif bagi pelaksanaan otonomi masing-masing daerah. Aliran sistem energi menurut Model LEAP ditunjukkan pada Gambar 1.
10
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Gambar 1. Aliran Energi Provinsi Gorontalo menurut Model LEAP. 3
ENERGY BALANCE PROVINSI GORONTALO
Dari hasil analisis Energy Balance Table Provinsi Gorontalo tahun 2000 sampai dengan 2004 memperlihatkan bahwa walaupun Provinsi Gorontalo sebetulnya kaya akan sumber daya energi, sayangnya sampai tahun 2004 belum ada realisasi pencarian sumber daya energi tersebut, sehingga hampir seluruh sumber daya energi yang dimanfaatkan di impor dari daerah lain. 3.1
Analisis Sektoral Energy Balance Table Saat Ini
Energy Balance Table dari Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 memberikan gambaran produksi, impor dan ekspor serta konsumsi dari berbagai jenis energi yang dibutuhkan. TABEL 1 GORONTALO ENERGY BALANCE TABLE TAHUN 2000 Setara Ribu Barel Minyak (1000 BOE)
Listrik
Premium
M.Tanah
M.Solar
LPG
Batok Sekam Kelapa 1.214 89 22
Kayu
Total
Produksi
0
0
0
0
0
1.325
Import Eksport Total Primary Supply Listrik
0 0
145 0
165 0
270 0
1 0
0 0
0 0
0 0
580 0
0
145
165
270
1
1.214
89
22
1.906
51
0
0
-130
0
0
0
0
-79
Distribusi Total Transformasi Industri
-6
0
0
0
0
0
0
0
-6
45
0
0
-130
0
0
0
0
-85
6
0
3
48
0
45
89
22
214
Transportasi
0
123
0
83
0
0
0
0
206
30 0
0 0
150 0
0 8
1 0
1.169 0
0 0
0 0
1.350 8
Rumah-tangga Pertanian Komersial
9
0
3
0
0
0
0
0
12
Perikanan
0
21
8
1
0
0
0
0
30
45
145
165
140
1
1.214
89
22
1.821
Total Demand
Sumber: Keluaran Model LEAP
Pola penyediaan dan konsumsi energi di sektor rumah tangga, transportasi, industri, komersial, pertanian dan perikanan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 berdasarkan Energy Balance Table sesuai keluaran model LEAP tetap sama. Hal tersebut disebabkan empat tahun merupakan waktu yang sangat singkat untuk merubah pemahaman masyarakat agar mau mengefisiensikan pemakaian energi dengan menerapkan teknologi yang efisien. Sumber daya energi biomasa (kayu bakar, batok kelapa, dan sekam) di provinsi ini mempunyai potensi yang cukup dan mudah didapat
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
11
dengan harga yang terjangkau, sehingga biomasa menjadi tumpuan dalam memenuhi keburuhan energi di Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, Provinsi Gorontalo belum memproduksi bahan bakar minyak (BBM), sehingga seluruh konsumsi BBM (premium, minyak tanah, dan minyak solar) serta LPG diimpor dari daerah lain. Tabel 2 menunjukkan gambaran kesetimbangan penyediaan dan kebutuhan energi di Provinsi Gorontalo pada tahun 2004. TABEL 2 GORONTALO ENERGY BALANCE TABLE TAHUN 2004
Listrik
Produksi Import Eksport Total Primary Supply Listrik Distribusi Total Transformasi Industri Transportasi Rumahtangga Pertanian Komersial Perikanan Total Demand
Premium
Minyak Tanah
0 2 0
0 271 0
0 214 0
Minyak Solar
LPG
Setara Ribu Barel Minyak (1000 BOE) Batok Kayu Sekam Total Kelapa
0 490 0
0 2 0
1.231 0 0
123 0 0
28 0 0
1.383 979 0
2
271
214
490
2
1.231
123
28
2.363
81 -13
0 0
0 0
-216 0
0 0
0 0
0 0
0 0
-135 -13
67
0
0
-216
0
0
0
0
-149
13 0
1 247
2 0
55 209
0 0
62 0
123 0
28 0
285 457
45 0 12 0
0 0 0 22
198 1 6 9
0 9 0 1
2 0 0 0
1.169 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
1.414 9 17 32
69
271
214
275
2
1.231
123
28
2.214
Sumber: Keluaran Model LEAP
Berlainan dengan konsumsi BBM. listrik yang dikonsumsi di Provinsi Gorontalo. selain di impor dari daerah lain juga disuplai dari PLN cabang Gorontalo yang memproduksi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD). Pola pembangkitan tenaga listrik dari tahun 2001 sampai tahun 2004 di provinsi ini masih mengikuti pola tahun 2000. yaitu membangkitkan listrik hanya dari PLTD. Sementara itu total konsumsi listrik setiap tahunnya meningkat. sehingga apabila pola penyediaannya tetap sama dikhawatirkan impor minyak solar menjadi makin banyak. padahal subsidi minyak solar oleh pemerintah pusat sudah dihapuskan. Oleh sebab itu pola penyediaan energi di pembangkit listrik harus diupayakan berubah dengan memanfaatkan sumber daya energi yang dimiliki. Akan tetapi mengingat potensi sumber daya energi yang dimiliki oleh provinsi belum dikembangkan dan untuk pengembangannya dibutuhkan waktu. sehingga sampai tahun 2004 belum ada pemanfaatan potensi sumber daya energi yang dimiliki. Di sektor rumah tangga selain listrik. konsumsi minyak tanah dan kayu bakar juga sangat dominan. Minyak tanah di sektor rumah tangga sangat berperan karena adanya kebudayaan dari masyarakat di Provinsi Gorontalo untuk memadamkan listrik pada saat tertentu. yaitu tiga hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. sehingga akan dibutuhkan suplai minyak tanah yang berlebih baik sebagai bahan bakar memasak maupun penerangan. Sedangkan kayu bakar khusus untuk sektor ini terdiri dari arang. batok kelapa. sekam dan kayu yang sangat mudah diperoleh tanpa mengeluarkan biaya yang besar. sehingga konsumsi kayu bakar untuk sektor ini menjadi sangat besar terutama untuk konsumsi kayu bakar di pedesaan. Sebagian besar dari kendaraan yang beroperasi di Propinsi Gorontalo memanfaatkan premium dan hanya sebagian kecil kendaraan yang memanfaatkan minyak solar. karena sebagian besar dari jenis kendaraan yang dipertimbangkan beroperasi di provinsi ini adalah sedan. wagon. pick up. mikrolet. opelet. ambulans. bentor (Bendi Motor) dan sepeda motor yang memanfaatkan premium sebagai bahan bakar. Mengingat hal tersebut. konsumsi bahan bakar premium akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan konsumsi minyak solar.
12
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Berlainan dengan sektor transportasi. sektor industri (industri besar&sedang dan industri kecil&menengah) mengkonsumsi berbagai jenis energi. hanya saja konsumsi batok kelapa yang paling besar diikuti minyak solar. kayu bakar. sekam dan listrik. Hal tersebut disebabkan banyak kelompok industri ini yang berlokasi di desa ditempat yang jauh dari jaringan listrik PLN. sehingga untuk memenuhi kebutuhan listriknya harus membangkitkan sendiri (captive power). Sedangkan pemanfaatan sumber biomasa (batok kelapa. kayu bakar dan sekam) tinggi. disebabkan selain biomasa harganya murah dan mudah didapat juga ada beberapa industri yang sumber energi biomasanya tidak dapat digantikan dengan sumber energi lainnya. Sektor komersial mengkonsumsi listrik lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi energi lainnya. sayangnya tidak semua kebutuhan listrik di sektor ini dipenuhi oleh listrik PLN. Di sektor ini. minyak solar dimanfaatkan sebagai bahan bakar captive power untuk menghasilkan listrik guna menunjang listrik yang dikonsumsi dari PLN. Di sektor pertanian konsumsi minyak solar adalah yang paling dominan karena sebagian besar dari peralatan yang digunakan sebelum penanaman sampai dengan pasca panen banyak memanfaatkan solar sebagai bahan penggerak mesinnya. Berlainan dengan sektor pertanian yang banyak mengkonsumsi minyak solar. sektor perikanan di Gorontalo banyak memanfaatkan premium. karena jenis kapal ikan dengan daya jelajah jauh yang mengkonsumsi premium banyak digunakan. sehingga pemakaian premium di sektor ini menjadi tinggi. 3.2 Analisis Sektoral Energy Balance Table Perkiraan Pada tahun 2005 sampai dengan 2015 Provinsi Gorontalo belum berkeinginan untuk membangun kilang minyak. sehingga kebutuhan bahan bakar minyaknya (premium. minyak tanah. dan minyak solar) serta LPG masih tetap diimpor dari daerah lain dengan jumlah yang setiap tahunnya meningkat. Berlainan dengan BBM dan LPG yang diperoleh dari daerah lain. kayu bakar. batok kelapa dan sekam diperoleh dari masing-masing kabupaten yang termasuk dalam wilayah provinsi ini. Walaupun sekam telah dimanfaatkan di sektor industri. akan tetapi saat ini sudah dilakukan penelitian untuk meningkatkan efisiensi pemakaian sekam pada boiler industri. Pada tahun 2005 berdasarkan hasil keluaran model LEAP. pembangkit listrik tenaga air dapat berkompetisi dengan pembangkit listrik tenaga disel dengan catatan apabila studi kelayakan pemanfaatan tenaga air (mikro. mini hidro dan hidro) dapat diselesaikan pada awal tahun 2004. Walaupun Provinsi Gorontalo tidak mempunyai cadangan batubara. akan tetapi pengkajian pemanfaatan batubara termasuk fasilitas penampungan dan pengangkutannya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU Batubara) saat ini sudah dilakukan. akan tetapi mengingat jangka waktu pembangunannya yang cukup lama dibandingkan dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air. sehingga pembangunan PLTU Batubara pada tahun 2005 belum dapat terealisasi. Beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Air diharapkan akan dapat menghambat laju pengembangan PLTD. Tabel 3 menunjukkan gambaran komposisi energi yang diproduksi dari berbagai jenis pembangkit listrik pada tahun 2005.
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
13
TABEL 3 GORONTALO ENERGY BALANCE TABLE TAHUN 2005 Setara Ribu Barel Minyak (1000 BOE)
Listrik Premium
Minyak Tanah
Minyak Solar
LPG
Batok Sekam Kelapa
Kayu
Total
Produksi
0
0
0
0
0
1.241
132
30
1.404
Import
3
283
216
530
2
0
0
0
1.034
Eksport Total Primary Supply Listrik
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
283
216
530
2
1.241
132
30
2.438
90
0
0
-244
0
0
0
0
-154
-15
0
0
0
0
0
0
0
-15
75
0
0
-244
0
0
0
0
-169
15
1
2
59
0
66
132
30
306
0
259
0
216
0
0
0
0
475
Pertanian
51 0
0 0
200 1
0 9
2 0
1.175 0
0 0
0 0
1.428 10
Komersial
13
0
6
0
0
0
0
0
18
Perikanan
0
22
9
1
0
0
0
0
33
78
283
216
286
2
1.241
132
30
2.269
Distribusi Total Transformasi Industri Transportasi Rumah-tangga
Total Demand
Sumber: Keluaran Model LEAP
Apabila pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik sudah dipertimbangkan. pada tahun 2009 untuk mengurangi laju pertumbuhan impor listrik dan mengurangi pembangunan PLTD. pembangkit listrik berbahan bakar batubara (PLTU batubara) diperkirakan dapat bersaing. Pola penyediaan energi di sektor rumah tangga. transportasi. industri. komersial. pertanian dan perikanan pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 tetap sama begitupula dengan pola pembangkitan listrik. Potensi sumberdaya energi yang terdapat di Provinsi Gorontalo adalah panas bumi. Sampai tahun 2014 diperkirakan panas bumi belum dapat menggantikan PLTD. hal tersebut disebabkan selain biaya pembangkitan PLTP cukup tinggi. waktu enam tahun merupakan waktu yang sangat singkat untuk pengembangan pembangkit listrik panas bumi (PLTP). Pengembangan PLTP jauh lebih rumit dibandingkan pembangkit listrik tenaga air maupun diesel dan side specific (sangat tergantung dengan kondisi setempat) selain itu pembangunannya memerlukan waktu yang cukup lama. Tabel 4 merupakan gambaran dari Energy Balance Table Provinsi Gorontalo tahun 2009 PLTP di Provinsi Gorontalo baru dapat berkompetisi mulai tahun 2015. lihat Tabel 5. Dengan beroperasinya semua pembangkit listrik tersebut. impor listrik secara bertahap dapat dikurangi. Pola konsumsi energi sektoral masih tetap sama dengan dan pola pola konsumsi energi sektoral pada tahun-tahun sebelumnya. sedangkan pola penyediaan listrik di Provinsi Gorontalo pada tahun 2015 berbeda dengan pola penyediaan listrik tahun 2009. Walaupun pola penyediaan energi listrik dengan beroperasinay PLTU batubara telah berubah. namun masih ada peluang untuk meningkatkan pengembangan sumber energi terbarukan. Dengan beroperasinya PLTP di Provinsi Gorontalo Tahun 2015. maka pengembangan energi terbarukan di provinsi ini akan makin berkembang dan diharapkan akan mampu menggantikan PLTD.
14
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 4 GORONTALO ENERGY BALANCE TABLE TAHUN 2009 Setara Ribu Barel Minyak (1000 BOE)
Minyak Minyak Prem. LPG Tanah Solar
Listrik
Batubara
Kayu
Hidro
Batok Sekam Kelapa
Total
Produksi
0
0
0
0
0
0
1.287
9
167
38
1.501
Import
0
323
226
585
4
138
0
0
0
0
1.276
Eksport Total Primary Supply Listrik
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Distribusi Total Transformasi Industri Transportasi Rumah-tangga Pertanian Komersial Perikanan Total Demand
0
323
226
585
4
138
1.287
9
167
38
2.778
136
0
0
-234
0
-138
0
-9
0
0
-246
-18
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-18
118
0
0
-234
0
-138
0
-9
0
0
-264
24 0
1 298
2 0
75 266
0 0
0 0
84 0
0 0
167 0
38 0
391 564
76
0
206
0
3
0
1.203
0
0
0
1.489
0
0
1
9
0
0
0
0
0
0
10
18 0
0 23
7 10
0 2
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
26 34
118
323
226
351
4
0
1.287
0
167
38
2.514
Sumber: Keluaran Model LEAP
Berlainan dengan energi listrik. sampai saat ini pencarian dan pengembangan MIGAS belum ada apalagi untuk produksi. sehingga diasumsikan sampai dengan tahun 2015 di Provinsi Gorontalo masih tetap mengimpor untuk memenuhi kebutuhan MIGAS dari daerah lain. TABEL 6 GORONTALO ENERGY BALANCE TABLE TAHUN 2015 Setara RibuBarel Minyak (Ribu BOE)
Listrik Produksi Import Eksport Total Primary Supply Listrik Distribusi Total Transformi Industri
Premium
Minyak Tanah
Minyak Solar
Batubara
LPG
Kayu
Hidro
Panas Bumi
Batok Kelapa Sekam
Total
0 0
0 385
0 241
0 713
0 6
0 298
1.346 0
10 0
23 44
218 0
50 0
1.647 1.686
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
385
241
713
6
298
1.346
10
67
218
50
3.333
221
0
0
-254
0
-298
0
-10
-67
0
0
-408
-27
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-27
195
0
0
-254
0
-298
0
-10
-67
0
0
-435
43
2
3
98
0
0
110
0
0
218
50
524
Transport Rumahtangga Pertanian
0
358
0
350
0
0
0
0
0
0
0
707
122 0
0 0
215 1
0 9
5 0
0 0
1.236 0
0 0
0 0
0 0
0 0
1.578 10
Komersial
30
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
42
Perikanan
0
25
11
2
0
0
0
0
0
0
0
37
195
385
241
458
6
0
1.346
0
0
218
50
2.898
Total Dem and
Sumber: Keluaran Model LEAP
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
15
4
KESIMPULAN
1. Aktivitas produksi di semua sektor pengguna energi di Provinsi Gorontalo dapat diperlancar asalkan adanya kesetimbangan antara penyediaan energi dengan pemenuhan kebutuhan energi. 2. Analisis Energy Balance dari Provinsi Gorontalo bertujuan untuk memberikan gambaran pemakaian jenis energi yang dominan yang dimanfaatkan di setiap sektor pengguna. 3. Gambaran pemakaian jenis energi yang dominan di setiap sektor tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam memprioritaskan pengembangan potensi energi tak terbarukan dan terbarukan yang ada di Provinsi Gorontalo. 4. Prioritas pengembangan energi tersebut. diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif bagi pelaksanaan otonomi masing-masing daerah. walaupun sampai saat ini pengkajian potensi sumber energi hanya ditujukan pada pengkajian potensi tenaga air. panas bumi dan batubara untuk pembangkit listrik. sedangkan pencarian dan pengembangan MIGAS sama sekali belum dikaji. 5. Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 15 tahun (2000-2015) mempunyai pola konsumsi energi sektoral dan pola penyediaan yang sama. Pola penyediaan energi listrik masih mengikuti tahun 2000. yaitu listrik di suplai dari PLN yang memproduksi listrik dari PLTD dan impor. seharusnya dengan dioptimalkan pemanfaatan tenaga air dan tenaga panas bumi setelah tahun 2015 impor listrik dapat secara bertahap dihapuskan. Dengan dioptimalkan pemanfaatan tenaga air dan tenaga panas bumi pada pembangkit listrik diharapkan selain dapat mengurangi impor listrik juga dapat mengurangi impor minyak solar. DAFTAR PUSTAKA 1.
Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo. Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2001. Gorontalo. Agustus 2002.
2.
Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo. Juli 2002.
3.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2001. Limboto. Maret 2002.
4.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Boalemo - BAPPEDA Kabupaten Boalemo. Kabupaten Boalemo Dalam Angka 2000. Tilamuta. Juni 2001.
5.
P3T KKE-BPPT. Output model LEAP. Januari. 2004
16
Analisis Energy Balance Tahun 2000 Sampai Dengan 2015
ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK
La Ode Muhammad Abdul Wahid Peneliti Bidang Perencanaan Energi
Abstract Electricity sales increase with an average growth rate of 11.10% per year during 1997-2002 period. Household is the major consumer of PLN electricity supply with an electricity growth of 1.79% in 2000. Meanwhile, own use and transmission loss was about 17.3% of total electricity production in 2002. While, electification ratio in 2002 was 37.49%. Electricity demand is projected to increase with an average growth rate 10.21% per year for the next 11 year, thus additional of power plant capacity with proper load peak, capacity factor, reserve margin, and the other parameters is required. The additional power plant capacity requires preparation of fuel supply particuly diesel oil and coal. Futhermore, it also requires additional budget that can reach up to US$ 59.5 million for the next 11 year (2005-2115).
1.
PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan khususnya pada Pasal 5 Ayat 1 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah. Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah yang selanjutnya disebut sebagai RUKD adalah suatu rencana terpadu yang memiliki ruang lingkup daerah yang merupakan dokumen kebijakan Pemerintah Daerah di bidang ketenagalistrikan yang berisi antara lain tentang perkembangan kelistrikan daerah dan kebijakan sektor ketenagalistrikan serta rencana penyediaan tenaga listrik secara kedaerahan di masa yang akan datang. Peranan Pemerintah Daerah dalam penyuksesan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Sektor Ketenagalistrikan tersebut ditambah dengan lingkungan strategis yang berubah baik dalam lingkup nasional, regional dan internasional seperti perdagangan bebas regional, liberisasi, dan globalisasi dikaitkan dengan adanya perubahan dalam kebijakan Pemerintah, diantaranya otonomi daerah, deregulasi BUMN, debirokratisasi, swastanisasi, dan korporasi akan menjadikan peran RUKD semakin penting. RUKD sebagai kebijakan Pemerintah Daerah di sektor ketenagalistrikan akan menjadi salah satu pedoman dalam pelaksanaan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan yang saat ini tengah dijalankan Pemerintah. RUKD juga dapat dijadikan pedoman dalam pembangunan dan pengembangan sektor ketenagalistrikan di masa-masa yang akan datang. Dalam penyusunan RUKD diperlukan analisis tentang kebutuhan tenaga listrik masa datang termasuk kapasitas pembangkit yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik tersebut. Selain itu, investasi yang dibutuhkan untuk penambahan kapasitas pembangkit termasuk jaringan distribusi dan gardu juga diperlukan untuk membuka wawasan bagi investor dalam penyediaan tenaga listrik. Mengantisipasi hal tersebut, Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Listrik di Provinsi Gorontalo diarahkan semaksimal mungkin memenuhi persyaratan penyusunan RUKD sebagaimana diamanatkan dalam Pedoman Penyusunan RUKD. Diharapkan dengan Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Listrik ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Gorontalo s.d. tahun 2015.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
2.
METODOLOGI
Dalam analisis kebutuhan dan penyediaan listrik Provinsi Gorontalo digunakan Model LEAP’s (Long-Range Energy Alternatives Planning System) dengan metodologi analisis/perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada Bagan 1. Pertama-tama dilakukan perhitungan kebutuhan listrik ke depan (sesuai jangka waktu yang ditetapkan). Kebutuhan listrik dapat dibuat per sektor pemakai. Dalam perhitungan kebutuhan listrik digunakan pendekatan sesuai persamaan (1) dan (2). Berdasarkan kebutuhan listrik tersebut, diperlukan penyediaan listrik baik diproduksi sendiri maupun mempertimbangkan adanya pasokan listrik dari luar. Listrik yang diproduksi sendiri dicerminkan oleh kapasitas pembangkit yang diperlukan. Dalam perhitungan kapasitas pembangkit tersebut diperlukan beberapa parameter seperti ditunjukkan pada persamaan (3) s.d. (6). Dengan diketahuinya kapasitas pembangkit, model akan menghitung kebutuhan bahan bakar dari pembangkit yang diinginkan dengan mempertimbangkan efisiensi dari pembangkit tersebut. Selanjutnya, model akan menghitung investasi yang diperlukan untuk tambahan kapasitas pembangkit yang diharapkan. untuk setiap tahun
kebutuhan listrik
modul prakiraan
Menghitung kebutuhan listrik, ekspor, dan impor
Menghitung keperluan tambahan kapasitas
Proses dispacth: output listrik dan beban lingkungan
Menghitung pasokan listrik, ekspor, dan impor
Modul perhitungan kebutuhan solar dan batubara
Menghitung biaya
Menghitung kebutuhan sumberdaya energi
BAGAN 1. METODOLOGI PERHITUNGAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK SESUAI MODEL LEAP’s
Beberapa Persamaan yang diperlukan dalam perhitungan kebutuhan dan penyediaan listriak adalah sebagai berikut: Kebutuhan Listrik: ∑ (Rumah Tangga + Industri + Bisnis + Sosial + Pemerintah + Umum)
(1)
Pertumbuhan Kebutuhan Listrik = Fungsi ∑ (Elastisitas, PDRB, Penduduk, Rasio Elektrifikasi)
(2)
Penyediaan Listrik Load Factor, (LF)
= ∑ Produksi - ∑ (Own Use – Susut Distribusi) = Produksi / (Beban Puncak x 8760)
(3) (4)
Capacity Factor (CF)
= Produksi / (Daya Mampu x 8760)
(5)
Reserve Margin (RM)
= 100 x (Daya Mampu – Beban Puncak) / (Beban Puncak) = (LF / CF) – 1
(6)
18
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
3.
PERKEMBANGAN KETENAGALISTRIKAN
3.1.
Penduduk dan PDRB
Jumlah penduduk Provinsi Gorontalo mengalami pertambahan yang cukup signifikan selama tahun 1999 s.d. 2001 dengan laju peningkatan sebesar 4,1% pada tahun 2000 dan menurun menjadi 1,2% pada tahun 2001 atau rata-rata pertumbuhan penduduk dalam dua tahun adalah 2,7% per tahun. Pertambahan penduduk tersebut diikuti oleh meningkatnya jumlah rumah tangga. Pada tahun 1999 jumlah jiwa per rumah tangga mencapai 4,05 jiwa, namun pada tahun 2000 dan tahun 2001 menurun masing-masing mencapai 3,86 jiwa dan 3,78 jiwa. Penurunan tersebut menunjukkan berhasilnya program keluarga berencana di provinsi ini. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sesuai harga berlaku dalam dua tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan yang relevan dari 1.497.054 juta rupiah pada tahun 1999 menjadi 1.896.306 juta rupiah pada tahun 2001. Peningkatan PDRB tersebut juga diikuti oleh peningkatan pendapatan per kapita yang pada tahun 1999 baru mencapai 1,78 juta rupiah namun pada tahun 2001 sudah mencapai 2,13 juta rupiah atau rata-rata 177.381 rupiah per bulan. Adapun jumlah penduduk, rumah tangga, PDRB, dan pendapatan per kapita selama tahun 1999 s.d. tahun 2001 ditunjukkan pada Tabel 1. Konsumsi listrik per kapita per tahun rata-rata penduduk di Provinsi Gorontalo baru mencapai 100 kWh atau 4 kali lebih rendah dari konsumsi per kapita per tahun rata-rata nasional. Beberapa faktor penyebabnya adalah rendahnya pendapatan masyarakat dan rasio elektrifikasi yang masih terbatas. TABEL 1. JUMLAH PENDUDUK, RUMAH TANGGA, PDRB, DAN PENDAPATAN PER KAPITA PROVINSI GORONTALO TAHUN 1999 – 2001
3.2.
Tahun
Penduduk (jiwa)
Rumah Tangga (buah)
1999 2000 2001
807.244 840.386 850.798
199.248 217.864 224.864
PDRB (Juta Rupiah) 1.497.054 1.622.000 1.896.306
Pendapatan/kapita (Rupiah) 1.780.130 1.879.957 2.128.574
Desa dan Rumah Tangga Terlistriki
Jumlah desa berlistrik sampai dengan Mei 2003 mencapai 379 desa dari 403 desa yang terdapat di Provinsi Gorontalo atau sekitar 94% desa di provinsi ini telah mendapat aliran listrik. Jumlah desa yang belum terlistriki terbanyak terdapat di Kabupaten Gorontalo, yaitu sebanyak 11 desa, disusul oleh Kabupaten pohuwato (7 desa), dan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Boalemo masing-masing 3 desa. Sampai dengan Mei 2003, jumlah penduduk yang bermukim di desa belum terlistriki tersebut mencapai 34.450 atau sekitar 4% terhadap total penduduk di Provinsi Gorontalo. Adapun jumlah rumah tangga di desa belum terlistriki tersebut adalah sebanyak 6.684 atau sekitar 3% terhadap total rumah tangga yang terdapat di Provinsi Gorontalo. Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan antara jumlah rumah tangga terlistriki terhadap total rumah tangga. Rasio elektrifikasi di Provinsi Gorontalo terus meningkat dari 43,24% pada tahun 1998 menjadi 49,21% pada tahun 2001, kecuali untuk tahun 2002 yang rasio elektrifikasinya menurun menjadi 37,49%. Penurunan rasio elektrifikasi pada tahun 2002 disebabkan oleh percepatan pertambahan rumah tangga tidak sebanding dengan pertambahan rumah tangga terlistriki. Adapun rata-rata rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2000 mencapai sebesar 52,02%. 3.3.
Penjualan Tenaga Listrik
Selama tahun 1997 sampai dengan tahun 2002, total penjualan tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik pelanggan di Provinsi Gorontalo meningkat rata-rata 11,10% per tahun. Sampai dengan Juni 2003 penjualan listrik PLN sudah mencapai 46.247.268 kWh, sehingga penjualan listrik PLN tahun 2003 diperkirakan dapat meningkat lebih dari 11% karena beban puncak terjadi pada bulan Nopember dan Desember. Hal ini menunjukkan bahwa selama krisis, penjualan
19
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
tenaga listrik terus meningkat, kecuali penjualan tahun 2002 yang mengalami penurunan (lihat Tabel 2). Pelanggan listrik di Provinsi Gorontalo dikelompokkan dalam 6 (enam) kelompok pelanggan, yaitu Sosial, Rumah Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintahan, dan Penerangan jalan. Pada tahun 1997 terlihat bahwa kelompok pelanggan rumah tangga merupakan kelompok pelanggan yang terbanyak memperoleh suplai listrik PLN, disusul masing-masing oleh kelompok pelanggan industri, pemerintahan, bisnis, sosial, dan penerangan jalan. Penjualan tenaga listrik PLN ke kelompok pelanggan tersebut masing-masing adalah 64,74% untuk kelompok pelanggan rumah tangga, 11,29% untuk kelompok pelanggan industri, 10,46% (pemerintahan), 9,97% (bisnis), 3,37% (sosial), dan 0,17% bagi kelompok pelanggan penerangan jalan. Selanjutnya, pada tahun 2002, urutan pangsa penjualan tenaga listrik PLN terbesar ke masing-masing kelompok pelanggan tersebut mengalami perubahan menjadi pelanggan rumah tangga sebesar sebanyak 64,77%, industri sebanyak 16,11%, bisnis sejumlah 8,51%, pemerintahan sebesar 6,93%, sosial sejumlah 3,50%, dan penerangan jalan (0,18%). Pada tahun 1997, suplai tenaga listrik ke pelanggan sektor bisnis menduduki urutan ke empat dan pada tahun 2002 meningkat menjadi urutan ke tiga. Fenomena tersebut mencerminkan bahwa setelah Kabupaten Gorontalo diresmikan menjadi Provinsi Gorontalo, sektor bisnis meningkat cukup signifikan sehingga banyak sektor bisnis yang tumbuh dan memberi andil bagi pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan listrik masing-masing kelompok pelanggan selama tahun 1997 s.d. tahun 2002 mengalami pertumbuhan suplai listrik yang berbeda. Pelanggan sektor industri mengalami pertumbuhan yang lebih pesat disusul oleh sektor penerangan jalan, sosial, rumah tangga, bisnis, dan pemerintahan. Meskipun demikian, pertumbuhan suplai listrik per tahun untuk semua sektor pelanggan menunjukkan tingkat angka yang fluktuatif dari tahun ke tahun. Berfluktuasinya pertumbuhan suplai listrik tersebut disebabkan oleh belum menentunya kondisi perekonomian nasional pada umumnya dan Provinsi Gorontalo pada khususnya. TABEL 2. PENJUALAN TENAGA LISTRIK MENURUT GOLONGAN TARIF
Sektor
Penjualan Tenaga Listrik (kWh) 1999 2000 2001
1997
1998
1.672.99 2 32.115.7 43 4.948.26 9
1.804.41 3 +7,86% 35.591.9 46 +10,82% 5.522.60 3 +11,61% 7.806.19 8 +39,35% 6.065.23 2 +16,91%
1.863.85 2 +3,29% 40.468.6 04 +13,70% 5.607.48 5 +1,54% 9.434.76 0 +20,86% 6.206.63 0 +2,33%
2.256.22 7 +21,05% 48.579.3 61 +20,04% 6.240.17 7 +11,28% 9.974.17 0 +5,71% 5.993.63 0 -3,43%
2.797.32 9 +23,98% 56.221.1 56 +15,73% 6.941.34 9 +11,24% 13.026.7 88 +30,61% 5.721.38 5 -4,54%
2.939.87 8 +5,10% 54.391.6 20 -3,25% 7.148.89 1 +2,99% 13.530.5 13 +3,87% 5.823.77 9 +1,79%
80.170 48.464 -39,55% 49.607.4 56.838.8 22 56 - +14,58% Sumber: PLN Cabang Gorontalo
62.046 +28,02% 63.643.3 77 +11,97%
112.731 +81,69% 73.156.2 96 +14,95%
134.861 +19,63% 84.842.8 68 +15,97%
147.443 +9,33% 83.982.1 24 -1,01%
Sosial G.R R. Tangga G.R Bisnis G.R Industri G.R Pemerinta han G.R Peneranga n Jalan G.R Total G.R
3.4.
5.601.93 1 5.188.31 7 -
2002
s.d. 06 2003 1.715.054 30.032.767 4.147.310 6.649.705 3.631.501 70.931 46.247.268 -
Pert. (%) +11, 94 +11, 11 +7,6 4 +19, 29 +2,3 4 +12, 96 +11, 10
Pelanggan
Jumlah pelanggan menurut kelompok pelanggan ditunjukkan pada Tabel 3. Nampak bahwa kelompok pelanggan sektor bisnis mengalami pertumbuhan pertambahan pelanggan yang lebih tinggi dibanding dengan sektor lainnya, sedangkan kelompok pelanggan sektor industri justru
20
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
mengalami penurunan jumlah pelanggan, meskipun dalam beberapa tahun terakhir sudah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Penurunan jumlah pelanggan sektor industri sejalan dengan krisis ekonomi yang melanda negeri ini yang menyebabkan banyak industri gulung tikar atau menutup industrinya. TABEL 3. PELANGGAN PLN MENURUT KELOMPOK TARIF Golongan Jumlah Pelanggan Tarif 1997 1998 2000 2001 Rumah Tangga 62.019 66.394 72.874 75.631 Bisnis 2.055 2.541 3.044 2.876 Industri 96 71 70 74 Sosial & Pemerintahan 2.175 2.285 2.588 2.675 Total 66.345 71.291 78.576 81.256 Sumber: PLN Cabang Gorontalo
2002 78.878 2.921 77
GR (%) 6,20 9,19 -5,36
2.851 84.727
7,00 6,30
Mayoritas pelanggan tenaga listrik sektor rumah tangga di Provinsi Gorontalo adalah pelanggan R1 dengan daya terpasang s.d. 450 VA yang sejauh ini masih mendapat subsidi dari Pemerintah. Penjualan tenaga listrik ke kelompok pelanggan R1 pada tahun 2002 sekitar 97,75%. Di Provinsi Gorontalo belum terdapat pelanggan industri I-4. Dari 3 pelanggan industri, hanya pelanggan I-3 yang mengalami pertumbuhan penjualan tenaga listrik, sedangkan pelanggan I-1 dan I-2 mengalami penurunan penjualan tenaga listrik. Penurunan penjualan tenaga listrik ke pelanggan I-1 dan I-2, serta peningkatan penjualan tenaga listrik ke pelanggan I-3 menunjukkan bahwa dalam 5 tahun terakhir aktifitas industri di Provinsi Gorontalo semakin intensif dalam arti bahwa skala industri semakin besar. Pada tahun 1997, tenaga listrik terjual ke golongan tarif I-2 mencapai 78,44%, sedangkan golongan tarif I-3 baru mencapai 20,35%. Namun, pada tahun 2002 justru golongan tarif I-3 yang mendominasi sebesar 72,56% dan golongan tarif I-2 hanya tinggal 27,12%. Pelanggan Bisnis B-2 mengalami pertumbuhan tercepat dibanding dengan kedua pelanggan bisnis lainnya. Rata-rata tenaga listrik terjual ke kelompok pelanggan bisnis adalah masih rendah yakni 2050 kWh (tahun 2000) dan meningkat menjadi 2447 kWh pada tahun 2002. Bandingkan dengan rata-rata penjualan tenaga listrik pelanggan bisnis tahun 2000 untuk wilayah di luar Jawa yang mencapai 6953 kWh, sedangkan untuk wilayah Jawa hampir 2 kali lipat dari wilayah di luar Jawa. Pelanggan tenaga listrik PLN ke sektor pemerintahan adalah kantor pemerintah. Penjualan tenaga listrik ke kelompok pelanggan pemerintahan meningkat rata-rata 2,34% per tahun terutama diakibatkan oleh peningkatan penjualan tenaga listrik oleh pelanggan P-1 yang meningkat rata-rata 6,05%. Pada awal-awal krisis ekonomi (1997-1999) pangsa penjualan tenaga listrik ke pelanggan P-3 mengalami peningkatan yang cukup berarti. Namun, sejak berdirinya Provinsi Gorontalo, pelanggan dengan golongan tarif P-1 mengalami peningkatan yang sangat berarti. Hal ini merupakan konsekwensi logis dari pendirian Provinsi tersebut karena dengan demikian banyak didirikan kantor dinas pemerintahan yang tersebar di beberapa kecamatan yang mengalami pemekaran menjadi kabupaten. Pelanggan tenaga listrik golongan sosial adalah pelanggan yang bergerak di bidang sosial seperti rumah ibadah, panti asuhan, dan lainnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 11,94% per tahun. Semenjak adanya pelanggan sosial S-3, dominasi tenaga listrik terjual ke pelanggan sosial S2 semakin berkurang. Pada tahun 2001, tenaga listrik terjual ke pelanggan S-3 baru mencapai 2,67%, namun pada tahun 2002 tenaga listrik terjual ke palanggan S-3 meningkat lebih dari 3 kali lipat menjadi 8,26% terhadap total tenaga listrik terjual ke pelanggan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas sosial di Provinsi Gorontalo meningkat cukup tajam dalam 2 tahun terakhir dan peningkatan tersebut akan terus berlanjut seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat. 3.5.
Elastisitas Pertumbuhan Listrik
Perbandingan antara pertumbuhan kebutuhan listrik dengan pertumbuhan ekonomi biasanya dinyatakan dalam “elastisitas pertumbuhan listrik”. Pada negara-negara maju, elastisitas pertumbuhan listrik umumnya ≈ 1 yang berarti bahwa pertumbuhan kebutuhan listrik besarnya sama dengan pertumbuhan ekonomi. Untuk negara berkembang, seperti halnya Indonesia, elastisitas pertumbuhan listrik adalah > 1. Tingginya elastisitas pertumbuhan listrik tersebut disebabkan oleh
21
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
masih rendahnya konsumsi listrik per kapita apalagi belum semua masyarakat menikmati atau terhubung dengan listrik. Berdasarkan pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 dan pertumbuhan listrik pada tahun yang sama diperoleh elastisitas pertumbuhan listrik sebesar 1,79%. Nilai elastisitas tersebut cukup signifikan karena pemerintah memperkirakan elastisitas pertumbuhan listrik selama beberapa tahun ke depan berkisar antara 1,4 – 2,0. 3.6.
Susut Jaringan, Gardu dan Panjang Jaringan
Sebagaimana lazimnya, listrik yang dibangkitkan oleh PLTD yang terdapat di Provinsi Gorontalo tidak semua sampai ke konsumen. Sebagian listrik tersebut digunakan untuk kebutuhan PLN sendiri (penerangan kantor, untuk pembangkitan listrik, gardu induk/distribusi, dll), dan sebagian lainnya hilang selama distribusi listrik dari pembangkit ke konsumen baik karena susut jaringan ataupun karena terjadinya pencurian listrik oleh konsumen. Pada Tabel 3 ditunjukkan neraca listrik mulai dari produksi sampai ke konsumsi listrik di Provinsi Gorontalo selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 dalam satuan kWh. Nampak bahwa produksi listrik selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 meningkat lebih dari 2,2 kali lipat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 14,28% per tahun. Di sisi lain terlihat bahwa listrik yang dipakai oleh konsumen - sesuai dengan catatan kWh meter – menunjukkan peningkatan lebih dari 2,08 kali lipat pada kurun waktu yang sama atau dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebanyak 13,02% per tahun. Jumlah gardu listrik di Provinsi Gorontalo s.d. Mei 2003 minimal 516 buah dengan kapasitas sebesar 31,225 MW atau sekitar 1,053 terhadap daya mampu PLN tahun 2002. Panjang jaringan menengah dan rendah (SUTM dan SUTM) mencapai sekitar 2.000 kms. TABEL 4. PRODUKSI, OWN USE, JUAL, LOSSES, DAN KONSUMSI LISTRIK DI PROVINSI GORONTALO
Produksi Pakai sendiri Jual Susut jaringan Pakai konsumen
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 45.595.696 55.419.646 62.069.810 71.890.321 82.337.939 94.807.258 101.546.895 964.804 1.180.572 1.633.231 1.834.778 2.094.764 2.330.698 2.496.382 *) 44.630.892 54.239.074 60.436.579 70.055.543 80.243.175 92.476.560 99.050.513 4.329.538 4.631.652 3.597.721 6.412.166 7.086.879 7.633.692 15.068.389 40.301.354 49.607.422 56.838.858 63.643.377 73.156.296 84.842.868 83.982.124
Keterangan: pakai sendiri pangsanya dianggap sama dengan own use tahun 2001 Sumber: Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2001 dan PLN Cabang Gorontalo 3.7.
Pembangkitan
3.7.1.
Daya Terpasang dan Produksi Listrik
Daya terpasang pembangkit listrik PLN Cabang Gorontalo sejak Januari 2002 sampai dengan Januari 2003 relatif konstan sekitar 34 MW. Peningkatan daya terpasang yang cukup signifikan terjadi sejak Pebruari 2003 terutama disebabkan oleh penambahan kapasitas terpasang PLTD Telaga sebesar 8 MW. Penambahan kapasitas terpasang tersebut secara langsung berpengaruh terhadap daya mampu PLN Cabang Gorontalo yang mencapai kisaran 30 MW. Adapun neraca daya PLN Cabang Gorontalo ditunjukkan pada Tabel 5. PLN Cabang Gorontalo mempunyai 11 sentra produksi listrik yang kesemuanya berupa PLTD. Dari ke 11 sentra produksi listrik tersebut, baru 4 sentra produksi yang telah terkoneksi satu sama lainnya, yaitu PLTD Telaga, PLTD Buroko, PLTD Tontayuo, dan PLTD Lobuto. Dari 11 sentra produksi tersebut, sentra produksi PLTD Telaga berdaya mampu sebanyak 74% terhadap total daya mampu disusul oleh PLTD Marisa sebesar 12% dan PLTD Buroko sejumlah 5%. Sisa sekitar 10% terhadap total daya mampu lainnya tersebar hampir merata untuk 8 sentra PLTD lainnya.
22
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 5. NERACA DAYA PLN CABANG GORONTALO Daya Terpasang Daya Mampu Beban Puncak Cadangan Daya Keluar Unit Cadangan Pasti
1996 28.162 12.480 13.443 -963 2.500 -3.463
1997 18.568 12.220 11.796 424 2.700 -2.276
1998 19.688 15.350 15.258 92 2.600 -2.508
1999 35.308 29.800 20.860 8.940 4.300 4.640
2000 34.172 25.470 22.590 2.880 4.200 -1.320
2001 31.080 25.060 24.225 835 4.100 -3.265
2002 33.206 25.840 25.880 -40 3.900 -3.940
2003 38.695 30.575 25.450 5.125 2.860 2.260
TABEL 6. DAYA, PRODUKSI DAN LISTRIK DIJUAL, KONSUMSI BBM TAHUN 2002
Sentra PLTD
PLTD Telaga PLTD Tilamuta
Daya Daya Terpasan Mampu g (kW) (kW) 27.990 1.250
21.820 1.240
PLTD Marisa PLTD Manunggal Jaya PLTD Panca Karsa PLTD Buroko PLTD Lemito PLTD Sumalata PLTD Tolinggula PLTD Tontayuo PLTD Lobuto
4.036
3.400
240 180 1.538 1.260 200 250 100 100
217 160 1.360 830 190 245 100 100
Cabang Gorontalo
37.144
29.662
Produksi Konsumsi CF
Listrik BBM (kWh) (liter) 82.723.74 21.144.06 0,78 3 5 0,99 1.320.970 378.682 13.628.89 0,84 0 3.607.015
0,90 375.886 114.125 0,89 160.519 55.655 0,88 957.088 271.621 0,66 1.717.492 484.930 0,95 269.618 83.775 0,98 292.156 84.193 1,00 88.833 30.059 1,00 117.000 37.086 101.652.1 26.291.20 6 0,80 95
Eff
Jual
Losses
Listrik ownuse (kWh) (kWh) 68.343.98 14.379.76 39,13 1 2 34,89 1.091.347 229.623 11.259.79 37,79 7 2.369.093
(%)
32,94 310.546 65.340 28,85 132.616 27.903 35,25 790.719 166.369 35,43 1.418.943 298.549 32,19 222.751 46.867 34,71 241.371 50.785 29,56 73.391 15.442 31,56 96.662 20.338 83.982.12 17.670.07 4 1 38,67
Sumber: Diolah dari data PLN Cabang Gorontalo Produksi listrik ke 11 sentra PLTD tersebut mengalami peningkatan sebesar 7,2% selama tahun 2001-2002 dari 94.807.258 kWh pada tahun 2001 menjadi 101.652.195 kWh pada tahun 2002. Peningkatan produksi listrik tersebut tidak diikuti oleh peningkatan penyaluran tenaga listrik ke konsumen yang justru mengalami penurunan sebesar 860.744 kWh yang pada tahun 2001 mencapai sebanyak 84.842.868 kWh. Adapun total ownuse dan losses masing-masing adalah sekitar 10,51% pada tahun 2001 dan 17,38% pada tahun 2002. Total konsumsi minyak solar mencapai 24,2 juta liter pada tahun 2001 dan 26,3 juta liter pada tahun 2002. Dibanding terhadap produksi listrik pada tahun yang sama, rata-rata untuk 1 liter konsumsi minyak solar menghasilkan 3,92 kWh listrik dan 3,86 kWh listrik masing-masing untuk tahun 2001 dan 2002. Hal ini memperlihatkan bahwa efesiensi pengoperasian PLTD pada tahun 2001 lebih baik dibanding dengan tahun 2002 (Lihat Tabel 6). 3.7.2.
Kurva Beban Puncak
Pola penggunaan listrik sewaktu beban puncak selama 24 jam dalam rata-rata setahun di PLN Cabang Gorontalo menunjukkan bahwa kurva beban puncak tertinggi selama tahun 2002 mencapai sebesar 21.508 kW pada pukul 19:00 malam. Kurva beban ini hanya merupakan beban untuk PLTD yang terkoneksi dengan grid, yaitu PLTD Telaga, PLTD Buroko, PLTD Tontayuo, dan PLTD Lobuto. Kurva beban puncak sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1 merupakan pola kurva beban puncak yang berlaku di hampir seluruh tanah air, di mana beban puncak (peak load) berlangsung mulai pukul 18:00 s.d. pukul 23:00, sedangkan beban terendah (off peak) terjadi sepanjang siang hari. Tingginya beban listrik pada sore hari (18:00 s.d. 23:00) disebabkan karena sektor rumah tangga yang masih mendominasi pemakaian listrik di Indonesia memerlukan tenaga listrik untuk penerangan rumah. Pemakaian tenaga listrik tersebut akan menurun setelah penghuni rumah mulai beristirahat.
23
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
25000
Beban Puncak (KW)
20000
15000
10000
5000
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
GRAFIK 1. KURVA BEBAN PUNCAK RATA-RATA JAM
4.
HASIL
4.1.
Prakiraan Kebutuhan Listrik
Dalam memperkirakan kebutuhan listrik, parameter PDRB dianggap tumbuh sesuai kondisi saat ini, penduduk mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 1% per tahun terhadap tahun sebelumnya, dan rasio elektrifikasi meningkat secara bertahap menjadi 80% pada tahun 2015. Sesuai asumsi pertumbuhan PDRB, pertumbuhan penduduk, dan rasio elektrifikasi dan dengan memperhatikan berbagai kebijakan pemerataan pembangunan yang telah diberlakukan di Provinsi Gorontalo diperkirakan bahwa kebutuhan tenaga listrik pada tahun 2015 dapat naik 3,81 kali lipat dibanding tahun 2000. Dengan peningkatan kebutuhan tenaga listrik rata-rata sebesar 10,21% per tahun, pada tahun 2015 diperlukan tenaga listrik sebesar 314,8 GWh. Ringkasan kebutuhan tenaga listrik ditunjukkan pada Grafik 2 dan Tabel 7.
Sumber: Output Model LEAP GRAFIK 2. PRAKIRAAN KEBUTUHAN LISTRIK PER SEKTOR (GWH) Pada tahun 2000, kebutuhan listrik pelanggan rumah tangga mencapai 66,39% terhadap total kebutuhan listrik dan pada tahun 2015 diperkirakan menurun menjadi 62,48%. Penurunan pangsa kebutuhan listrik pelanggan rumah tangga karena dalam 15 tahun ke depan pelanggan industri diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan kebutuhan listrik yang lebih cepat dibanding pelanggan rumah tangga dan komersial (bisnis, pemerintahan, sosial, dan umum).
24
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 7. PRAKIRAAN KEBUTUHAN LISTRIK PER SEKTOR (GWH) Kebutuhan Listrik (Juta kWh) 2000 2001 2002 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 Industri 10,0 13,0 13,5 17,4 23,6 30,8 38,9 48,0 58,0 68,9 Rumah Tangga 48,6 56,2 54,4 63,4 82,7 101,8 122,5 145,1 169,9 196,7 Komersial *) 14,6 15,5 16,0 17,6 20,3 24,4 29,3 34,9 41,5 49,2 Total 73,2 84,8 83,9 98,3 126,6 157,0 190,6 228,0 269,4 314,8 Keterangan: *) termasuk Bisnis, Pemerintahan, Sosial, dan Umum Sumber: Hasil Run Model LEAP Sektor
4.2.
Prakiraan Penyediaan Listrik
4.2.1.
Kapasitas Pembangkit
Sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan listrik di Gorontalo yang diiringi oleh pertumbuhan beban puncak sebesar rata-rata 7,99% per tahun mengakibatkan beban puncak pada tahun 2015 diperkirakan dapat mencapai 71,6 MW atau 3,73 kali dibanding beban puncak tahun 2000 sebesar 19,2 MW. Dengan demikian, untuk mengimbangi kebutuhan tenaga listrik yang terus meningkat perlu direncanakan penambahan kapasitas pembangkit agar kebutuhan masyarakat akan listrik dapat terpenuhi. Dasar pertimbangan penambahan kapasitas pembangkit yaitu: 1) memanfaatkan potensi tenaga air yang cukup banyak tersedia yang lokasinya diperkirakan dekat jaringan distribusi; 2) memanfaatkan potensi panasbumi yang terdapat di Gorontalo; 3) memaksimalkan pemanfaatan PLTU Batubara; dan 4) untuk keseimbangan sistem dibangun PLTD guna mengisi beban puncak. Untuk penambahan kapasitas pembangkit diambil beberapa asumsi sebagai berikut: 1). Load factor dianggap meningkat secara bertahap dari 41,6% pada tahun 2000 menjadi 57% pada tahun 2015. 2). Reserve margin pembangkit berada pada kisaran antara 14,7% (2002) dan 34,4% (2015). 3). Own-use listrik dan susut jaringan diperkirakan menurun secara bertahap menjadi 12% pada tahun 2015 dari 17,3% pada tahun 2002. 4). Kapasitas faktor PLTU Batubara dianggap sebesar 65%. 5). Rencana penambahan pembangkit yang sudah ada dimasukkan sebagai prioritas pertama. 6). Sisa daya mampu PLTD yang sudah ada dipertimbangkan sesuai dengan umur PLTD. 7). Perlu tambahan kapasitas pembangkit untuk memenuhi kebutuhan listrik. Sesuai dengan asumsi tersebut, pada tahun 2015 diperlukan kapasitas (daya mampu) listrik sebesar 96,3 MW dengan beban puncak sebesar 71,6 MW. Adapun kapasitas pembangkit menurut jenis pembangkit dari tahun 2000 s.d. tahun 2015 ditunjukkan pada Grafik 3. Dari Grafik 3 nampak bahwa aktifitas PLTU Batubara 2 # 10 MW sudah dapat beroperasi pada tahun 2009. Penundaan pengoperasian PLTU Batubara akan meningkatkan kapasitas PLTD Baru yang berdampak terhadap peningkatan biaya pembangkitan listrik. Penambahan kapasitas PLTU 2#10 MW pada tahun 2009 menyebabkan peningkatan reserve margin menjadi sekitar 51,1%. Pada tahun 2015 perlu difikirkan pemanfaatan potensi renewable yang ada di Gorontalo diantaranya melalui pemanfaatan panasbumi. Seperti diketahui bahwa Provinsi Gorontalo mempunyai potensi panasbumi diantaranya terdapat di Lombongo dengan kapasitas 9 MW. Bila pemanfaatan PLTP tersebut tertunda, maka dapat digantikan dengan pembangkit jenis lainnya seperti PLTU batubara.
25
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
GRAFIK 3. PRAKIRAAN KAPASITAS PEMBANGKIT MENURUT JENIS (MW)
4.2.2.
Neraca Daya
Neraca daya Sistem Kelistrikan Provinsi Gorontalo ditunjukkan pada Tabel 8. Dengan asumsi peningkatan kebutuhan listrik yang dibahas sebelumnya, peningkatan beban puncak sistem ketenagalistrikan Provinsi Gorontalo diperkirakan memerlukan tambahan daya sekitar 6,24 MW pertahun. Tambahan kapasitas tersebut akan terus meningkat hingga pada tahun 2015 mencapai 74,9 MW terhadap kapasitas pembangkit tahun 2002. Tambahan kapasitas tersebut sesuai Grafik 3. Dengan penurunan kapasitas PLTD yang sudah beroperasi, penambahan PLTM Mongango pada tahun 2006 sesuai rencana saat ini, juga diperlukan pembangunan pembangkit lainnya yang dalam hal ini berupa PLTU Batubara kapasitas 10 MW dan PLTP kapasitas 9 MW. Pengoperasian PLTU Batubara kapasitas 2#10 MW dapat dimulai pada tahun 2009 ditambah 1 unit pada tahun 2012 dan 1 unit lagi pada tahun 2013. Disamping itu, pemanfaatan PLTP kapaitas 9 MW pada tahun 2015 dapat menjadi opsi yang menarik sejauh kondisi pemanfaatannya yang maksimal, namun jika tidak memungkinkan maka dapat digantikan dengan penambahan 1 unit PLTU Batubara kapasitas 10 MW lainnya. TABEL 8. PRAKIRAAN NERACA DAYA LISTRIK PROVINSI GORONTALO Spesifikasi Kebutuhan Listrik Netto Losses + Own use Pasokan Bruto Faktor Beban Beban Puncak Reserve Margin Total Kebutuhan Daya Kebutuhan Tambahan Kapasitas Sumber: Output Model LEAP’s
GWh % GWh % MW MW MW
2000 73,2 11,1 82,3 41,6 22,6 31,8 29,8
2002 83,9 17,3 101,4 44,8 25,9 14,7 29,7
Tahun 2005 126,6 15,3 145,6 47,0 36,6 17,1 42,8
2010 208,7 12,0 237,1 52,0 52,1 32,9 69,2
2015 314,8 12,0 357,7 57,0 71,6 34,4 96,3
MW
0
-0.1
12,1
47,4
74,9
Unit
Penambahan kapasitas pembangkit tersebut dapat ditekan selama PLTD yang ada saat ini pengoperasiannya dapat dipertahankan melebih umur ekonomis dari PLTD tersebut. Dalam perencanaan penyediaan listrik juga dibutuhkan tambahan PLTD baru terutama dibutuhkan untuk mengisi beban puncak maupun mendukung kapasitas PLTD tersebar. Maksimum kapasitas PLTD baru dapat mencapai 26,2 MW pada tahun 2015.
26
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
4.2.3.
Kebutuhan Energi Primer
Saat ini, semua pembangkit yang terdapat di Provinsi Gorontalo berupa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan menggunakan bahan bakar minyak solar. Total konsumsi bahan bakar pada tahun 2002 mencapai 26,3 juta liter minyak solar. Sejalan dengan peningkatan kapasitas PLTD, pada tahun 2015 diperlukan minyak solar sekitar 41,1 juta liter atau rata-rata 112,6 kiloliter per hari. Selain minyak solar, batubara juga dibutuhkan sebagai bahan bakar PLTU. Pada tahun 2009 diperlukan sekitar 33 ribu ton batubara untuk pengoperasian 2#10 MW pembangkit atau ratarata sekitar 90,4 ton per hari. Meningkatnya kapasitas PLTU batubara menyebabkan total kebutuhan batubara pada tahun 2015 tidak kurang dari 198 ton per hari (lihat Tabel 9). TABEL 11. KEBUTUHAN MINYAK SOLAR DAN BATUBARA UNTUK PLTD DAN PLTU Kebutuhan Minyak Solar (ribu kl) Batubara (ribu ton) 2000 20,96 0 2001 24,15 0 2002 26,28 0 2003 31,11 0 2004 34,86 0 2005 39,47 0 2006 44,05 0 2007 48,89 0 2008 54,00 0 2009 37,83 33,56 2010 39,90 38,34 2011 44,15 41,14 2012 41,02 56,07 2013 38,42 70,68 2014 42,09 75,79 2015 41,09 72,46 Sumber: Output Model LEAP’s Tahun
4.2.4.
Kebutuhan Dana
Prakiraan kebutuhan dana untuk pengembangan pembangkit dimaksudkan untuk penambahan PLTD baru (500 KW), PLTU batubara (10 MW), dan PLTM Mongango (1,2 MW). Spesifikasi biaya investasi, fixom, dan varom yang dibutuhkan untuk penambahan kapasitas menurut jenis pembangkit ditunjukkan pada Tabel 9. Prakiraan biaya investasi, biaya fixom dan biaya varom diambil berdasarkan beberapa kasus yang serupa di beberapa provinsi. Biaya investasi dihitung dalam dollar dengan nilai tukar 1 US$ = Rp. 8.500 dengan harga minyak solar sebesar Rp. 1.650/liter dan harga batubara Rp. 200.000/ton. TABEL 10. PERKIRAAN BIAYA PEMBANGKITAN LISTRIK
Uraian
PLTM Mongango
Biaya Investasi (USD/kW) 1.240 Biaya Tetap O&M (USD/kW) 5 Biaya Var. O&M 0,2 (USD/MWh) Biaya Bahan Bakar 0 (USD/GJ) Sumber : Diolah dari berbagai sumber
PLTU Batubar a 975 26,52 0,546 0,983
PLTD 500 24 2 5,392
27
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Berdasarkan asumsi pada Tabel 10 dan total tambahan kapasitas pembangkit sesuai Tabel 8 dan Grafik 3, pada tahun 2005 diperkirakan dibutuhkan dana sekitar 6,05 juta dollar untuk pembangunan 12,1 MW PLTD. Keperluan dana tersebut terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2009 sewaktu dioperasikannya PLTU Batubara 2 # 10 MW dan 4 MW PLTD, lihat Tabel 11. Secara umum, apabila diasumsikan bahwa kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Gorontalo harus dipenuhi sendiri, maka pemerintah Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2015 paling tidak harus membangun pembangkit sebesar 61,6 MW. Untuk keperluan tersebut Pemerintah Provinsi Gorontalo (bersama-sama dengan pihak swasta) harus menyediakan investasi minimal sebesar US$ 59,5 juta dalam kurun waktu 11 tahun mendatang (2005 s.d. 2015). TABEL 11. PRAKIRAAN KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI PEMBANGKIT Kebutuhan Biaya Investasi Pembangkit (US $) 2005 2007 2009 2011 2013 2015 PLTD Baru 2.000.000 2.000.000 0 500.000 0 PLTM Mongango 0 1.200.000 0 0 0 PLTU Batubara 0 0 24.800.000 0 12.400.000 Total 2.000.000 3.200.000 24.800.000 500.000 12.400.000 Sumber: Output Model LEAP’s Jenis Pembangkit
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
0 0 0 0
1. Penduduk Provinsi Gorontalo mengalami pertambahan yang cukup signifikan selama tahun 1999 s.d. 2002 dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 2,7% per tahun. Pertambahan penduduk tersebut diikuti oleh meningkatnya jumlah rumah tangga dengan penduduk per rumah tangga mencapai 4,05 jiwa pada tahun 1999 dan menurun mencapai 3,78 jiwa pada tahun 2001. 2. PDRB harga berlaku dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari 1.497.054 juta rupiah pada tahun 1999 menjadi 1.896.306 juta rupiah pada tahun 2001. Peningkatan PDRB tersebut juga diikuti oleh peningkatan pendapatan per kapita yang pada tahun 1999 baru mencapai 1,78 juta rupiah namun pada tahun 2001 sudah mencapai 2,13 juta rupiah. 3. Jumlah desa berlistrik sampai dengan Mei 2003 mencapai 379 desa dari 403 desa yang terdapat di Provinsi Gorontalo. Sampai dengan Mei 2003, jumlah penduduk dan rumah tangga yang bermukim di desa belum terlistriki masing-masing mencapai 4% terhadap total penduduk dan sekitar 3% terhadap total rumah tangga yang terdapat di Provinsi Gorontalo. 4. Rasio elektrifikasi Provinsi Gorontalo tahun 2002 baru mencapai 37,49% dan rata-rata rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2000 mencapai sebesar 52,02%. 5. Penjualan tenaga listrik selama tahun 1997 s.d. 2002 meningkat rata-rata 11,10% per tahun dengan kelompok pelanggan rumah tangga merupakan kelompok pelanggan yang terbanyak memperoleh suplai listrik PLN, disusul masing-masing oleh kelompok pelanggan industri, pemerintahan, bisnis, sosial, dan penerangan jalan 6. Elastisitas pertumbuhan listrik terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 mencapai 1,79%. 7. Own use dan susut jaringan pada tahun 2002 mencapai 17,3% terhadap total produksi listrik. Adapun Produksi listrik selama tahun 1996 s.d. 2002 meningkat lebih dari 2,2 kali lipat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 14,28% per tahun. 8. PLN Cabang Gorontalo mempunyai 11 sentra produksi listrik yang kesemuanya berupa PLTD dimana 4 sentra produksi telah terkoneksi satu sama lainnya, yaitu PLTD Telaga, PLTD Buroko, PLTD Tontayuo, dan PLTD Lobuto. Sentra produksi PLTD Telaga mempunyai daya mampu terbesar yaitu sekitar 74% terhadap total daya mampu. 9. Total konsumsi minyak solar mencapai 24,2 juta liter pada tahun 2001 dan 26,3 juta liter pada tahun 2002 dengan konsumsi solar spesifik sebesar 3,92 kWh/liter (2001) dan 3,86 kWh/liter (2002). 10. Kebutuhan listrik s.d. tahun 2015 diperkirakan meningkat rata-rata 10,21% per tahun, sehingga total kebutuhan listrik pada tahun 2015 mencapai sebesar 314,8 GWh. Pertumbuhan kebutuhan listrik tersebut dihitung berdasarkan kondisi pertumbuhan PDRB sesuai kondisi saat ini, pertumbuhan penduduk mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 1% per tahun terhadap
28
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
11. 12.
13.
14. 15.
5.2.
tahun sebelumnya, dan rasio elektrifikasi meningkat secara bertahap menjadi 80% pada tahun 2015. Pertumbuhan kebutuhan listrik diiringi oleh pertumbuhan beban puncak sebesar rata-rata 9,44% per tahun mengakibatkan beban puncak pada tahun 2015 diperkirakan dapat mencapai 71,6 MW atau 3,73 kali dibanding beban puncak tahun 2000. Pertumbuhan kebutuhan listrik tersebut perlu diimbangi oleh peningkatan kapasitas pembangkit dengan mempertimbangkan pemanfaatan potensi tenaga air dan panasbumi setempat, pemaksimalan pemanfaatan PLTU Batubara, dan pemanfaatan PLTD sebagai beban puncak atau sistem terisolir. Asumsi yang digunakan sebagai dasar dalam penambahan kapasitas pembangkit adalah Load Factor meningkat bertahap dari 41,6% pada tahun 2000 menjadi 57% pada tahun 2015, Reserve Margin pembangkit berada pada kisaran antara 14,7% dan 34,4%, Own-Use listrik dan susut jaringan diperkirakan menurun secara bertahap menjadi 12% pada tahun 2015, Kapasitas Faktor PLTU Batubara dianggap sebesar 65%, rencana penambahan pembangkit yang sudah ada dimasukkan sebagai prioritas pertama. Kapasitas listrik pada tahun 2015 dapat mencapai 96,3 MW dengan beban puncak sebesar 71,6 MW, dimana PLTU Batubara 2 # 10 MW sudah dapat beroperasi pada tahun 2009 ditambah 1 unit pada tahun 2012 dan 1 unit lagi pada tahun 2013. Disamping itu, pemanfaatan PLTP kapaitas 9 MW pada tahun 2015 dapat menjadi opsi yang menarik sejauh kondisi pemanfaatannya yang maksimal, namun jika tidak memungkinkan maka dapat digantikan dengan penambahan 1 unit PLTU Batubara kapasitas 10 MW lainnya.Selain PLTU Batubara, juga diperlukan tambahan PLTD (500 kW) dengan total kapasitas pada tahun 2015 sekitar 26,2 MW. Dengan demikian tambahan daya diperkirakan mencapai 2,88 MW per-tahun. Total kebutuhan minyak solar sebagai bahan bakar PLTD dapat mencapai 41,1 juta liter pada tahun 2015, sedangkan kebutuhan batubara untuk PLTU adalah sekitar 16,8 ribu ton batubara untuk pengoperasian 10 MW pembangkit. Kebutuhan dana untuk pembangunan 26,2 MW PLTD adalah sekitar 13,1 juta dollar. Jika, seluruh kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Gorontalo harus dipenuhi sendiri, maka pemerintah Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2015 paling tidak harus membangun pembangkit sebesar 74,9 MW yang memerlukan investasi minimal sebesar US$ 59,5 juta dalam kurun waktu 11 tahun mendatang (2005 s.d. 2015). Saran
Sebaiknya dalam perencanaan ketenagalistrikan jangka panjang perlu dipikirkan pembangunan jaringan transmisi minimal kapasitas 75 MVA agar pemanfaatan pembangkit dapat dilakukan secara maksimal yang berdampak pada peningkatan kapasitas faktor yang pada gilirannya dapat mengurangi jumlah pembangkit yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
Dinas Pertambangan dan Energi. Energi dan Ketenagalistrikan Provinsi Gorontalo, Seminar Energi dan Ketenagalistrikan, Makassar, 3-4 Februari 2004. PLN Wilayah VII, Statistik PLN Tahun 2000, 2001, dan 2002. BPS. Gorontalo Dalam Angka. 2002. Dinas Pertambangan dan Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Gorontalo. 2003.
29
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS PENYEDIAAN DAN KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR RUMAH TANGGA DI PROVINSI GORONTALO Nona Niode Abstract An increase of the energy demand in household sector has made changes behavior of energy consumption pattern to be more efficient. As the people knowledge of energy increases, the people have more options on choosing more efficient and easier to operate energy technologies. The energy utilization is affected by the people income, the more income of the people, the more efficient and convenient energy sources will be chosen. As the firewood utilization for cooking stove decreases, the kerosene and LPG utilization for cooking increases. Development of electricity transmission until rural areas has made changes on energy use pattern for lighting. The people more use electricity instead of kerosene for lighting.
1
PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 masih masuk wilayah provinsi Sulawesi Utara dengan penduduk sekitar 840.386 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 218.872. Sekitar 75% (629.058 jiwa) dari penduduk Gorontalo pada saat itu tinggal di daerah pedesaan dan sisanya sekitar 25% (209.687 jiwa) tinggal di daerah perkotaan. Pada umumnya untuk kegiatan sehari-hari, penduduk di provinsi ini memerlukan energi untuk keperluan memasak, penerangan dan peralatan listrik. Jenis energi yang digunakan untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik berbeda, biasanya perbedaan pemakain jenis energi tergantung dari alat yang digunakan dan kemudahan mendapatkan jenis energi itu sendiri serta domisilinya. Jenis energi yang dominan yang digunakan untuk memasak di perkotaan adalah listrik, minyak tanah dan LPG, sedangkan biomasa lebih diutamakan untuk memasak di daerah perdesaan. Sedangkan jenis energi yang digunakan untuk penerangan baik di desa maupun di kota adalah listrik dan minyak tanah. Begitupula untuk peralatan listrik yang umumnya dimanfaatkan oleh penduduk kota. Listrik yang digunakan baik untuk memasak, penerangan maupun peralatan lain disuplai dari PLN Wilayah Sulawesi Utara dan PLN Cabang Gorontalo. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan pendapatan per kapita menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi. Hal tersebut disebabkan semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menganeragamkan jenis masakan dan penggunaan peralatan yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan energinya. Peningkatan kebutuhan energi akan membuat masyarakat merubah pola konsumsi energi yang dahulunya berperilaku boros menjadi efisien. Selain itu dengan semakin majunya pengetahuan masyarakat akan sumber daya energi, menyebabkan masyarakat lebih memilih energi yang praktis, nyaman digunakan dengan harga yang terjangkau serta penggunaan teknologi yang efisien dan mudah dioperasikan. Sehubungan dengan hal tersebut untuk memastikan perubahan pola hidup masyarakat di provinsi ini, perlu dilakukan analisis kebutuhan dan penyediaan energi di sektor rumah tangga di Provinsi Gorontalo pada kurun waktu lima belas tahun yaitu dari tahun 2000 sampai tahun 2015. Dalam
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
30
penelitian ini tidak dilakukan perhitungan secara terpisah antara rumah-tangga kota dan desa, karena sulitnya memprediksi perubahan desa menjadi kota serta arus urbanisasi dengan tingginya laju pertumbuhan, walaupun dala rumah-tangga ditampilkan terpisah. 2
METODOLOGI
Kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik dari tahun 2000 sampai dengan 2015 diperkirakan berdasarkan besarnya intensitas energi (IE) per jenis energi dan aktivitas yang mengkonsumsi energi dari masing-masing kelompok pengguna. Sebagai tahun dasar perhitungan intensitas energi diambil tahun 2000 dan diperkirakan intensitas energi ini konstan sampai tahun 2015. Persamaan yang digunakan dalam perkiraan intensitas energi adalah sebagai berikut. Konsumsi Energi Memasak l;mt;lpg,b IE Memasak l;mt;lpg,b = ------------------------------------------------------Jumlah Rumah Tangga Memasak l;mt;lpg,b
(1)
Konsumsi Energi Penerangan l;mt IE Penerangan l;mt = ------------------------------------------------------Jumlah Rumah Tangga Penerangan l;mt
(2)
Konsumsi Energi Peralatan Listrik IE Peralatan Listrik= --------------------------------------------------------Jumlah Rumah Tangga Peralatan Listrik
(3)
Keterangan: l;mt;lpg,b : Jenis energi yang dimanfaatkan l adalah listrik mt adalah minyak tanah lpg adalah LPG b adalah kayu bakar Besarnya perkiraan IE per jenis energi di masukkan ke dalam model LEAP untuk mengetahui penyediaan dan kebutuhan energi sampai tahun 2015.
3
PRAKIRAAN PENYEDIAAN DAN KEBUTUHAN ENERGI
Prakiraan penyediaan dan kebutuhan energi sektor rumah tangga yang akan dianalisis adalah prakiraan penyediaan dan kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan untuk peralatan listrik yang dibedakan atas keadaan saat ini dan proyeksi. 3.1
Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi Memasak, Penerangan dan Peralatan Listrik Saat Ini Analisis penyediaan dan kebutuhan energi memasak, penerangan dan peralatan listrik dibedakan atas analisis penyediaan dan kebutuhan energi untuk memasak, analisis penyediaan dan kebutuhan energi untuk penerangan, dan analisis penyediaan dan kebutuhan energi untuk peralatan listrik. 3.1.1 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi Memasak Saat Ini Konsumsi energi untuk memasak pada tahun 2000 diperkirakan berdasarkan asumsi kebutuhan 3 energi untuk memasak dengan kayu bakar sebesar 0,96 m kayu bakar per orang per tahun (Purnama, 1990 dan CSIS, 1983). -6
Jumlah kapita per rumah tangga diasumsikan 4, nilai kalor kayu bakar rata-rata sebesar 0,0135x10 3 PJ/kg dan berat jenis rata-rata kayu bakar sebesar 0,62 ton/m . Efisiensi kompor kayu bakar yang diperhitungkan adalah 12,5%, sehingga diperoleh ‘Useful energy’ rata-rata untuk memasak sebesar
31
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
-6
1,0044 x 10 PJ/kapita/tahun. Angka ‘Useful energy’ kayu bakar tersebut digunakan untuk memperkirakan besar konsumsi energi per jenis energi tahun 2000 dengan mempertimbangkan nilai kalor dan efisiensi dari masing-masing jenis kompor dan banyaknya rumah tangga memasak. Efisiensi kompor untuk berbagai jenis energi, seperti listrik, LPG, minyak tanah dan arang berturutturut adalah 65%, 50%, 30% dan 20%. Perhitungan jumlah rumah tangga per jenis bahan bakar untuk memasak tahun 2000 didasarkan pada jumlah rumah tangga (RT) memasak tahun 1995. Jumlah rumah tangga untuk memasak per jenis energi di Provinsi Gorontalo diperoleh dari Hasil Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1995 yang ditunjukkan pada Tabel 1. TABEL 1 JUMLAH RUMAH TANGGA MEMASAK 1995 Wilayah
Listrik Gas M. Tanah RT % RT % RT % Kota 424 1,12 0 0 16405 43,32 Desa 749 0,5 285 0,19 4977 3,33 Total 1173 0,63 285 0,15 21382 11,42 Sumber : Hasil Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1995
Gorontalo
Kayu RT % 21043 55,56 143275 95,98 164424 87,80
Jumlah RT % 37872 100 149392 100 187264 100
Pangsa jumlah rumah tangga memasak per jenis energi di desa dan kota yang diperoleh dari Tabel 2 dan jumlah penduduk di desa dan kota tahun 2000 digunakan untuk memperkirakan jumlah rumah tangga memasak per jenis energi pada tahun 2000. Pangsa jumlah rumah tangga yang menggunakan bahan bakar kayu dan minyak tanah berturut-turut adalah 87% dan 11,4%, sedangkan sisanya menggunakan bahan bakar listrik dan LPG. Berdasarkan pangsa jumlah rumah tangga memasak menurut bahan bakar tersebut, jumlah rumah tangga memasak per jenis energi di desa dan kota pada tahun 2000 dapat diperoleh (Tabel 2). TABEL 2 JUMLAH RUMAH TANGGA MEMASAK 2000 Wilayah Prov. Gorontalo
Kota Desa Total Sumber : Hasil Perhitungan
Listrik 1665 53 1718
Gas M. Tanah RT (Rumah Tangga) 389 23118 31 5289 420 28407
Biomasa
Jumlah
29546 158781 188327
54718 164154 218872
Besarnya konsumsi energi rumah tangga memasak per jenis bahan bakar ditunjukkan pada Tabel 3. TABEL 3 KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA MEMASAK PER JENIS BAHAN BAKAR 2000
Jenis Energi Kayu (arang, batok kelapa dan kayu bakar) Listrik LPG Minyak Tanah Total Sumber: Hasil perhitungan
Setara Barel Minyak (BOE) Kota Desa Total 183447.61 985852.39 1169300 15506.40 493.60 16000 486.25 38.75 525 58474.25 1725.75 60200 257914.52 988110.48 1246025
Di sektor rumah tangga, arang, batok kelapa dan kayu bakar dikatagorikan sebagai kayu dan merupakan sumber energi yang banyak dikonsumsi di sektor rumah tangga baik kota maupun desa. Dibanding dengan minyak tanah, LPG dan listrik, harga kayu relatif murah dan sampai saat ini masih mudah diperoleh. Konsumsi energi per jenis bahan bakar untuk memasak tahun 2000 tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan intensitas energi dari masing-masing jenis bahan bakar dengan memperhitungkan jumlah rumah tangga per jenis bahan bakar untuk memasak. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 1, besarnya intensitas energi untuk memasak per jenis bahan bakar dapat diperkirakan (Tabel 4). Dalam tabel 4, intensitas energi untuk memasak rumah tangga kota dan desa disamakan karena sulitnya menghitung intensitas energi memasak masing-masing jenis rumah-tangga secara terpisah.
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
32
TABEL 4 INTENSITAS ENERGI MEMASAK (2000) (BOE/rumah tangga) Daerah Listrik Kota+Desa 1,2 Sumber: Hasil Perhitungan
LPG 1,25
Minyak Tanah 2,5
Biomasa/Kayu 5,735
3. 1.2 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Penerangan Saat Ini Sumber energi yang diperlukan untuk penerangan adalah listrik, minyak tanah dan gas. Akan tetapi karena tidak ada informasi secara jelas mengenai penggunaan jenis energi gas untuk penerangan, sulit untuk memperkirakan nilai kalor dan intensitas energinya. Oleh karena itu jenis energi yang diperhitungkan untuk penerangan hanya listrik dan minyak tanah. Tabel 5 menunjukkan jumlah rumah tangga yang menggunakan bahan bakar untuk penerangan yang diambil dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1995. TABEL 5 JUMLAH RUMAH TANGGA UNTUK PENERANGAN Rumah Tangga (1995) Rumah Tangga (2000) Jenis Energi Kota Desa Total Kota Desa Total Listrik 32247 47982 80229 35478 56566 92045 M.Tanah 3738 84083 87821 5882 119091 124973 Total 35985 132065 168050 41360 175657 217018 Sumber : Hasil Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1995
Berdasarkan data yang diperoleh dari CSIS tahun 1983, besarnya konsumsi energi listrik untuk penerangan per orang per tahun adalah 98,55 kWh dan konsumsi energi minyak tanah untuk penerangan per orang per tahun adalah sebesar 16 liter. Dengan mengetahui banyaknya rumah tangga yang mengkonsumsi listrik dan minyak tanah untuk penerangan dan dengan mengambil dasar konsumsi listrik dan minyak tanah tersebut, dapat dikhitung besarnya konsumsi energi untuk penerangan per jenis energi pada tahun 2000 (Tabel 6). TABEL 6 KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA PENERANGAN 2000 Jenis Energi Listrik Minyak Tanah Total Sumber: Hasil Perhitungan
Ribu BOE Kota 5.94 6.73 12.67
Desa 11.56 83.07 94.63
Dengan menggunakan persamaan 2, besarnya intensitas energi listrik dan minyak tanah untuk penerangan tahun 2000 dapat diperkirakan (Tabel 7). Intensitas energi untuk penerangan rumah tangga kota dan desa disamakan karena sulitnya menghitung intensitas energi penerangan masingmasing jenis rumah-tangga. TABEL 7 INTENSITAS ENERGI RUMAH TANGGA PENERANGAN (2000) (BOE/rumah tangga) Gorontalo Listrik Kota + Desa 0,1896 Sumber: Hasil Perhitungan
Minyak Tanah 0,7186
3.1.3 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Peralatan Listrik Saat Ini Peralatan listrik seperti televisi, lemari es, radio, tape recorder, parabola dan pompa air yang hampir setiap hari digunakan merupakan peralatan yang banyak mengkonsumsi listrik. Karena tidak adanya informasi dan data mengenai jumlah rumah tangga di provinsi Gorontalo yang memiliki peralatan listrik, sehingga jumlah rumah tangga di provinsi Gorontalo yang memiliki peralatan listrik diasumsikan sekitar 68% dari rumah tangga kota dan sekitar 32% dari rumah tangga desa. Rumah tangga kota diasumsikan minimal memiliki satu peralatan listrik. Konsumsi listrik untuk peralatan
33
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
listrik tahun 2000 dihitung dengan cara mengurangi total konsumsi listrik provinsi dengan konsumsi listrik untuk memasak dan penerangan dan besarnya ditunjukkan pada Tabel 8. Seperti intensitas energi memasak dan penerangan, intensitas energi untuk peralatan listrik rumah tangga kota dan desa juga disamakan. TABEL 8 KONSUMSI ENERGI PERALATAN LISTRIK 2000 Jenis Energi Listrik Sumber: Hasil Perhitungan
Ribu BOE Kota + Desa 11
Selanjutnya dengan mengacu total konsumsi listrik pada tahun 2000 untuk peralatan listrik di sektor rumah tangga dan dengan mempertimbangkan jumlah rumah tangga yang memiliki peralatan listrik pada tahun yang sama, besarnya intensitas energi peralatan listrik tahun 2000 dapat diperkirakan (Tabel 9). TABEL 9 INTENSITAS ENERGI RUMAH TANGGA PERALATAN LISTRIK (2000) (BOE/rumah tangga) Provinsi Gorontalo Kota + Desa Sumber: Hasil Perhitungan
Listrik 0,07411
Konsumsi energi dan intensitas energi untuk memasak, penerangan serta peralatan listrik tahun 2000 tersebut digunakan sebagai dasar perkiraan kebutuhan energi sektor rumah tangga dari tahun 2000 sampai dengan 2015. Tabel 10 menunjukkan besarnya total konsumsi energi yang diperlukan pada sektor rumah tangga (RT) pada tahun 2000 sampai dengan 2004. TABEL 10 KONSUMSI ENERGI SEKTOR RUMAH TANGGA DI PROVINSI GORONTALO Setara Ribu Barel Minyak (BOE)
Jenis energi Listrik LPG Minyak Tanah Kayu
2000 30,10 0,51 150,00 1169,30
2001 34,80 0,79 194,90 1141,10
2002 33,70 1,06 181,30 1170,50
2003 39,30 1,35 196,00 1163,40
2004 45,10 1,65 197,80 1169,50
Sumber: Keluaran model LEAP
Seiring dengan peningkatan ekonomi-sosial masyarakat Provinsi Gorontalo, masyarakat akan cenderung memilih jenis energi yang nyaman untuk digunakan seperti energi listrik dan LPG. Hal ini menyebabkan konsumsi energi listrik dan LPG di sektor rumah tangga di provinsi ini pada tahun 2000 sampai tahun 2004 menunjukan peningkatan yang cukup berarti. Pada periode yang sama, konsumsi minyak tanah di sektor rumah tangga masih dominan karena adanya kebudayaan dari masyarakat di Provinsi Gorontalo untuk memadamkan listrik pada saat tertentu, yaitu tiga hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, sehingga dibutuhkan pasokan minyak tanah lebih banyak, baik sebagai bahan bakar memasak maupun untuk penerangan. Sedangkan kayu bakar khusus untuk sektor ini terdiri dari arang, batok kelapa, sekam dan kayu yang sangat mudah diperoleh tanpa mengeluarkan biaya yang besar, sehingga konsumsi kayu bakar untuk sektor ini menjadi sangat besar terutama untuk konsumsi kayu bakar di pedesaan. Pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar setiap tahunnya mengalami penurunan seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, karena kaju dianggap pemakaiannya kurang efisien.
3. 2
Analisis Proyeksi Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Memasak, Penerangan dan Peralatan Listrik Seperti halnya analisis kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik saat ini yang didasarkan atas jenis energi yang dipakai, analisis proyeksi kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik dimasa datang juga dibedakan atas analisis proyeksi kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik per jenis energi yang dipakai.
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
34
3.2.1 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi Memasak Dimasa Datang Konsumsi energi per jenis energi untuk memasak tahun 2000 tersebut dan intensitas energi per jenis energi pada tahun 2000, digunakan sebagai dasar dalam input model LEAP. Berdasarkan input data tersebut, prakiraan kebutuhan energi per jenis energi untuk memasak mulai tahun 2005 sampai dengan 2015 di pedesaan dan perkotaan secara total dapat diperkirakan berdasarkan hasil LEAP. Tabel 11 menunjukkan prakiraan kebutuhan energi per jenis energi untuk memasak mulai tahun 2005 sampai dengan 2015 di Provinsi Gorontalo. TABEL 11 PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI RUMAH TANGGA MEMASAK 2005-2015 Setara Ribu Barel Minyak (000 BOE)
Jenis Bahan Bakar Kayu
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
1175,1 1182,7 1190,0 1196,9 1203,5 1209,7 1215,7 1221,3 1226,5 1231,5 1236,1
LPG Listrik Minyak Tanah Total
2,0 2,3 2,6 2,9 3,3 3,6 4,0 4,3 4,7 5,1 5,5 6,5 7,0 7,6 8,1 8,6 9,2 9,7 10,3 10,9 11,5 12,1 91,5 96,1 100,7 105,4 110,2 115,1 120,1 125,2 130,4 135,7 141,1 1275,2 1288,1 1300,8 1313,3 1325,6 1337,7 1349,5 1361,2 1372,6 1383,8 1394,8
Sumber : Keluaran Model LEAP
Pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar kompor di Provinsi Gorontalo setiap tahunnya akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, karena kaju dianggap pemakaiannya kurang efisien. Sebagai pengganti dari penggunaan kayu sebagai bahan bakar memasak, masyarakat lebih memilih minyak tanah, LPG dan sebagian kecil listrik. 3. 2.2 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Penerangan Dan Peralatan Listrik Dimasa Datang Konsumsi energi per jenis energi untuk penerangan dan peralatan listrik tahun 2000 dan intensitas energi per jenis energi pada tahun 2000, digunakan sebagai dasar masukan model LEAP. Berdasarkan input tersebut diperoleh hasil prakiraan kebutuhan energi per jenis energi untuk penerangan dan peralatan listrik di Provinsi Gorontalo 2005 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel 12. TABEL 12 PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI PENERANGAN DAN PERALATAN LISTRIK TAHUN 2005-2015 Setara Ribu Barel Minyak (000 BOE)
Jenis Bahan Bakar Per Penggunaanr
2005
2006
2007
2008
22,7
24,3
26
27,7
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
29,5
31,4
33,3
35,3
37,3
39,4
41,6
96,1
92,7
89,3
85,6
81,9
78,0
74,0
125,6 124,1
122,5
120,9
119,2
117,5
115,6
46,8
51,8
56,9
62,3
68,0
Penerangan Listrik Minyak Tanah
108,0
105,3 102,3
99,3
Total
130,7
129,6 128,3
127
Peralatan Listrik Listrik
22,0
25,7
29,5
33,5
37,7
42,0
Sumber: Keluaran model LEAP
Dengan rencana pengembangan dan perluasan jaringan listrik sampai ke desa terpencil serta peningkatan kapasitas pembangkit listrik, akan menyebabkan adanya perubahan pola pemanfaatan energi untuk penerangan yang berangsur-angsur berubah dari energi minyak tanah serta bahan lain ke penggunaan lampu listrik. Dengan meningkatnya pembangunan serta kesejahteraan masyarakat, diperkirakan kebutuhan energi untuk peralatan listrik selama lima belas tahun akan meningkat dengan laju peningkatan yang cukup tinggi melebihi laju peningkatan kebutuhan energi untuk penerangan. Berdasarkan hasil prakiraan kebutuhan energi memasak, penerangan dan peralatan listrik di perkotaan dan pedesaan dapat ditentukan besarnya prakiraan kebutuhan energi di sektor rumah tangga per jenis bahan bakar yang digunakan di Provinsi Gorontalo (Tabel 13).
35
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 13 PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR RUMAH TANGGA DI PROVINSI GORONTALO Setara Ribu Barel Minyak (000 BOE)
Jenis energi Listrik LPG Minyak Tanah Kayu
2005 128,3 2,0 2007,0 1175,1
2007 125,6 2,6 2009,0 1190,0
2009 122,5 3,3 2011,0 1203,5
2011 119,2 4,0 2013,0 1215,7
2013 115,6 4,7 2015,0 1226,5
2015 121,7 5,5 2015,1 1236,1
Sumber: Keluaran model LEAP 2004
4
KESIMPULAN 1. Peningkatan pendapatan masyarakat akan memberi keleluasaan pada masyarakat dalam memilih jenis masakan, dan penggunaan peralatan yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan energinya. 2. Peningkatan kebutuhan energi akan dapat merubah prilaku konsumen energi yang dahulunya berperilaku boros menjadi efisien, sedangkan perubahan gaya hidup akan merubah prioritas pemilihan jenis energi yang akan mengarah pada jenis energi yang praktis, nyaman digunakan walaupun mempunyai harga yang lebih mahal dari jenis energi konvensional. 3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan kayu yang saat ini digunakan sebagai bahan bakar kompor di kota dan di desa dianggap penggunaannya kurang praktis dan efisien serta kurang bersih, sehingga konsumsi kayu setiap tahunnya diperkirakan akan mengalami penurunan dan akan digantikan bahan bakar lain seperti, minyak tanah, LPG dan listrik. 4. Begitupula untuk penerangan, perencanaan pengembangan jaringan listrik serta peningkatan kapasitas pembangkit listrik dengan target rasio elektrifikasi 70% pada tahun 2015, secara berangsur-angsur akan mengurangi dan mengubah pola penerangan dari minyak tanah ke listrik.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo. Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2001. Gorontalo, Agustus 2002.
2.
Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo, Juli 2002.
3.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2001. Limboto, Maret 2002.
4.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Boalemo - BAPPEDA Kabupaten Boalemo, Kabupaten Boalemo Dalam Angka 2000. Tilamuta, Juni 2001.
5.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Boalemo - BAPPEDA Kabupaten Boalemo. Kabupaten Boalemo Dalam Angka 2002. Tilamuta, April 2003.
6.
Biro Pusat Stastistik. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 1990 dan 1995.
7.
PERTAMINA U.PMS VII Depot Gorontalo.Laporan Bulanan Penyaluran BBM Persektor .
8.
PLN Pusat. Statistik PLN 2000-2001. Jakarta 2001.
9.
PERTAMINA U.PMS VII Depot Gorontalo. Data Realisasi Throughtput BBM pada Industri Tahun 1998/1999 –2002 serta Estimasi Tahun 2003.
10.
Soesastro, H.et.al.1983. Energi dan Pemerataan, CSIS.
Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga
36
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR KOMERSIAL PROPINSI GORONTALO Muchammad Muchlis Abstract Energy demand for the commercial sector is met by electricity, kerosene, gasoline, LPG and diesel. This energy demand is estimated from fuel consumption for hotel, restaurant, and bank activities. While analysis for the energy demand is based on some parameters such as energy consumption intensities, fuel consumption activities, and the share of fuel mix. Information on Gross Regional Domestic Product (PDRB); the energy consumption in trade, hotel, restaurant, and bank sectors; the growth rate of energy consumption; and electricity production are also needed for estimating the energy demand in the Gorontalo Province. Those data are used as input in LEAP Model to estimate the energy demand in the commercial sector in Gorontalo Province from 2000-2015.
1
PENDAHULUAN
Sektor komersial di Provinsi Gorontalo merupakan sektor yang sumbangannya terhadap pendapatan daerah tidak dapat diabaikan. Sektor komersial di provinsi ini terdiri dari Hotel, Restoran dan Bank (termasuk Perdagangan) yang kesemuanya merupakan sektor penunjang dalam aktivitas perekonomian di provinsi ini. Sebetulnya yang termasuk dalam sektor komersial bukan hanya Hotel, Restoran dan Bank, akan tetapi juga rumah sakit. Sehubungan tidak tersedianya data mengenai rumah sakit, sehingga dalam penelitian ini tidak diperhitungkan. Dengan tersedianya Hotel, Restoran dan Bank yang memadai dan tersebar ke seluruh Provinsi Gorontalo akan mempermudah pelaku ekonomi dalam menjalankan aktivitasnya yang selanjutnya akan dapat mempengaruhi terhadap pendapatan daerah. Pola pertumbuhan sektor komersial di Provinsi Gorontalo ini dapat menggambarkan indikasi perekonomian di provinsi tersebut apakah perekonomiannya bergerak dengan laju peningkatan yang cepat atau lambat. Pembangunan Hotel, Restoran dan Bank merupakan rangkaian aktivitas ekonomi yang tidak dapat dipisahkan, sehingga terhambatnya pembangunan Hotel, Restoran dan Bank akan dapat menghambat aktivitas perekonomian lainnya. Biasanya peningkatan aktivitas ekonomi diikuti dengan peningkatan kebutuhan energi dan hal tersebut juga berlaku pada peningkatan jumlah Hotel, Restoran dan Bank. Kebutuhan energi sektor komersial diprediksi berdasarkan besarnya konsumsi bahan bakar dan jenis energi yang dimanfaatkan pada Hotel, Restoran dan Bank (termasuk perdagangan). Kebutuhan ini diformulasikan sebagai pengalian antara konsumsi spesifik dari suatu peralatan yang mengkonsumsi energi dengan aktivitas pemakaian energi. Analisis kedua parameter tersebut yakni konsumsi spesifik dan aktivitas pemakaian energi dilakukan dengan membuat estimasi terhadap masingmasing jenis kegiatan. Untuk Hotel, aktivitas pemakaian energi dihitung berdasarkan jumlah kamar dan rata-rata kunjungan wisatawan. Sedangkan Restoran, aktivitas pemakaian energinya diasumsikan berdasarkan laju pertumbuhan pendapatan dan kebutuhan bahan bakar untuk memasak dan penerangan restoran. Selanjutnya untuk Bank, aktivitas pemakaian energi diasumsikan pada laju pertumbuhan jasa, perdagangan dan volume pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM).
38
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
2
METODOLOGI
Prakiraan kebutuhan energi sektor komersial dianalisis berdasarkan tiga parameter, yaitu intensitas energi, aktivitas pemakaian energi dan besarnya pangsa pemakaian energi untuk energi mix. Parameter tersebut dimasukkan ke dalam Model LEAP (Long-range Energy Program), yaitu suatu Model Energi yang dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute. Dalam Model ini kebutuhan energi pada setiap sektor dapat diekspresikan sebagai aktivitas pemakaian energi per jenis teknologi energi dikalikan dengan intensitas energi pada masing-masing kelompok dalam sektor komersial. Atau dirumuskan sebagai : E = Eci x Ica x SoF
(1)
Keterangan: E = Total kebutuhan energi (BOE) Ec1 = Intensitas energi per jenis energi per jenis teknologi Ica = Jumlah pemakai energi SoF = Pangsa pemakaian energi untuk energi mix. 3
DATA YANG DIBUTUHKAN DALAM PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI
Beberapa data yang dibutuhkan untuk memperkirakan besarnya kebutuhan energi sektor komersial adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Gorontalo, besar rasio penggunaan energi Propinsi Gorontalo terhadap Propinsi Sulawesi Utara, data konsumsi energi sektor perdagangan, hotel, restoran dan Bank serta data laju pertumbuhan pemakaian energi dan produksi listrik PLTD. Data tersebut dapat diperoleh dari data primer hasil survei DJLPE, Data Statistik BPS, Data penjualan Pertamina dan Data Statitistik PLN. Kondisi data tersebut biasanya bersifat umum dan harus dipisahkan serta disusun menurut keperluan, baru kemudian dievaluasi dan dianalisis. 3.1
Kompilasi Data
Instansi terkait yang berkompeten untuk dapat memberikan data serta jenis data yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut. 1) Kantor Badan Pusat Statistik dan Kantor Perwakilan BPS di Propinsi Gorontalo diperoleh data: ! Pendapatan Regional; ! Propinsi Gorontalo dalam Angka 2001; dan ! Produk Domestik Bruto dan Regional Bruto (PDB dan PDRB) menurut lapangan usaha atas harga berlaku dan harga konstan per tahun. 2) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral diperoleh data: ! Jumlah Hotel, Bank dan Restoran yang menggunakan diesel untuk keperluan energi Listrik; ! Jumlah Hotel dan Restoran yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dan LPG; dan ! Konsumsi energi rata-rata per jenis bahan bakar per bulan. 3) Pertamina diperoleh data: ! Suplai BBM ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU); ! Suplai BBM dan LPG ke industri/komersial; ! Suplai minyak tanah dan LPG ke agen, dan ! Total suplai BBM dan LPG. 4) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Gorontalo diperoleh data: ! Masterplan pembangunan jangka panjang
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
39
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
5) PLN diperoleh data: ! Statistik PLN yang berisi data kelistrikan, seperti Jumlah rumah tangga yang terlistriki, neraca daya, beban puncak, kurva beban Listrik PLN, jumlah dan kapasitas terpasang PLN dan Non PLN, Produktifitas listrik per unit pembangkit (PLN dan Non PLN) dan Biaya pembangkitan untuk semua jenis pembangkit, Pola pembangkitan dan distribusi listrik, Jumlah pelanggan per jenis pelanggan (PLN dan Non PLN), serta Total energi terjual per jenis pelanggan (PLN dan Non PLN). 3.2
Teknis Analisis Data
Data yang telah tersedia akan dianalisis dengan metoda kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan perkembangan data serta analisis secara deskriptif, sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk memaparkan data kebutuhan energi di semua sektor pengguna dalam bentuk tabel sesuai kebutuhan perangkat lunak (software). Sedangkan untuk penyediaan energi, analisis peluang pemanfaatan energi setempat diperoleh berdasarkan data tekno-ekonomi per jenis penambangan, proses, pembangkitan dan demand teknologi. Selanjutnya analisis strategi penyediaan energi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak. Beberapa perangkat lunak yang umum digunakan dalam bentuk model adalah energy system model. Energy system model yaitu model yang dimanfaatkan untuk membuat prakiraan kebutuhan dan penyediaan energi mix dari semua sumber energi. Model ini merupakan model yang sangat sulit, karena penerapan model ini harus didukung adanya metodologi dan perencanaan. Ada tiga konsep dasar pada energy modelling, yaitu kesetimbangan energi atau pendekatan perhitungan, jenis teknologi serta pendekatan sistem energi berdasarkan acuan. Energy system model yang telah dimanfaatkan untuk memperkirakan kebutuhan energi di sektor komersial adalah Model LEAP. Diagram alir dari pemakaian energi di sektor komersial dengan menggunakan model LEAP ditunjukkan pada Gambar 1. Bank termasuk perdagangan
Premium
LPG IMPOR BBM
Minyak Solar
Hotel
Minyak Tanah
PLTD Listrik
Restoran
Impor Listrik
Gambar 1. Diagram Alir Pemakaian Energi Sektor Komersial dengan menggunakan Model LEAP Model LEAP merupakan model simulasi dan membutuhkan berbagai parameter input agar dapat memperkirakan kebutuhan energi jangka panjang, dalam hal ini kurun waktu ditentukan selama 15 tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015. Tahun 2000 dipakai sebagai tahun dasar dalam menentukan intensitas energi dan pangsa pemakaian energi mix. Parameter yang diperlukan sebagai masukan model LEAP guna memperkirakan besarnya kebutuhan energi sektor komersial adalah PDRB, data histories konsumsi energi di sektor komersial (hotel, restoran dan bank), pemakaian listrik termasuk captive, intensitas energi per jenis energi per jenis pemakai.
40
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Dalam parameter PDRB ini terdapat sumbangan sektor komersial terhadap PDRB yang dinyatakan dalam rupiah, sedangkan data histories konsumsi energi tahun 2000 diperhitungkan berdasarkan konsumsi rata-rata per bulan untuk hotel dan restoran dikalikan jumlah aktivitas pemakai energi (hotel, dan restoran) selanjutnya untuk bank diperkirakan dari sumbangannya terhadap PDRB dengan memperhatikan sumbangan dari hotel, dan restoran serta jumlah bank. Berdasarkan konsumsi energi per jenis energi tahun 2000 dan jumlah pemakai energi per jenis energi diperkirakan besarnya intensitas energi per jenis energi tahun 2000 dan nilai intensitas energi ini diasumsikan tetap sampai tahun 2015. Parameter pemakaian listrik termasuk captive pada tahun 2000 diperhitungkan berdasarkan besarnya pangsa pemakaian listrik sektor komersial di Provinsi Gorontalo terhadap Sulawesi Utara. Mengingat data pemakaian listrik dari PLN Sulawesi Utara pada tahun 2000 hanya berupa total, sehingga perkiraan pangsa pemakaian listrik Provinsi Gorontalo diambil dari pangsa PDRB Gorontalo terhadap PDRB Sulawesi Utara. Intensitas pemakaian listrik di hotel, restoran dan bank tahun 2000 diperhitungkan berdasakan konsumsi pemakaian listrik per pemakai dibagi jumlah pemakai. Nilai intensitas listrik ini diasumsikan tetap sama sampai tahun 2015. Mengingat pada tahun 2000, Propinsi Gorontalo masih menjadi salah satu kabupaten dalam Provinsi Sulawesi Utara, perhitungan besarnya konsumsi energi diambil dari data konsumsi energi dari masing-masing usaha yang termasuk dalam sektor komersial di Sulawesi Utara. Berdasarkan data tersebut dan dengan mempertimbangkan pendapatan daerah dari masing-masing usaha, diperkirakan intensitas energi per jenis energi dari masing-masing usaha di Provinsi Gorontalo yang hasil perhitungannya ditunjukkan dalam Tabel 1. TABEL 1 INTENSITAS ENERGI SEKTOR KOMERSIAL DI PROVINSI GORONTALO Jenis
Listrik (kwh/rupiah) 0,2223 0,2215 0,2215
1. Hotel 2. Bank 3. Restoran 4. Perdagangan Sumber: Hasil pengolahan
4
LPG (Kg/rupiah) -7 2*10 3,9*10
-5
M. Tanah (liter/rupiah) -2 3,78*10
Premium (liter/rupiah)
M. Solar (liter/rupiah) -6 2,2*10 -5 3,2*10
-2
3,78*10
-6
2*10
ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR KOMERSIAL
Analisis kebutuhan energi sektor komersial dibedakan atas analisis kebutuhan energi saat ini dan analisis kebutuhan energi di masa datang. 4.1
Analisis Kebutuhan Energi Saat Ini
Jenis energi yang dimanfaatkan di sektor komersial adalah listrik, minyak tanah, premium, LPG dan minyak solar. Tidak semua jenis energi tersebut digunakan dalam sektor komersial, tergantung dari aktivitas masing-masing. Hotel yang aktivitas pemakaian energinya bukan hanya untuk memasak dan penerangan, akan tetapi juga untuk peralatan listrik lainnya, sehingga jenis energi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energinya beraneka ragam, sedangkan bank tidak membutuhkan energi untuk memasak. Berlainan dengan hotel dan bank, kebutuhan energi untuk memasak sangat dominan digunakan pada restoran. Untuk perdagangan kebutuhan energi lebih ditekankan pada energi yang diperlukan untuk alat pengangkut barang perdagangan. Oleh karena itu jenis energi premium diperlukan pada sub-sektor perdagangan. Tabel 2 menunjukkan besarnya total konsumsi energi yang diperlukan pada sektor komersial pada tahun 2000 sampai dengan 2004.
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
41
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 2 KONSUMSI ENERGI SEKTOR KOMERSIAL DI PROVINSI GORONTALO Jenis energi
2000
2001
Diesel 6 Electricity 9.063 Gasol.Perdag 0 Kerosene 3.261 LPG 5 Sumber: hasil estimasi Keterangan: *) Bisnis, Sosial dan Publik
2002
6 9.656 0 4.417 5
11 10.074 0 5.062 5
Setara Barel Minyak (BOE) 2003 2004 13 13 10.877 11.709 0 0 5.293 5.528 5 5
4.1.1 Permintaan Energi Listrik Pada Sektor Komersial Permintaan energi listrik pada sektor komersial adalah permintaan akan daya listrik bagi kebutuhan bisnis, publik dan sosial untuk keperluan memasak, penerangan (termasuk jalan dan rumah ibadah), serta peralatan listrik. Pangsa pemakaian listrik di sektor ini menduduki peringkat terbesar karena listrik diperlukan di semua sub-sektor komersial dan penyediaannya diantisipasi agar mampu memenuhi peningkatan kebutuhan listrik di sektor tersebut. Total pemakaian listrik di sektor komersial di Propinsi Gorontalo ini jauh lebih besar dibandingkan dengan total pemakaian listrik di industri, karena selain dalam sektor ini sudah termasuk publik dan sosial juga saat ini industri yang banyak terdapat di provinsi ini adalah industri kecil&sedang. Apabila dalam sektor komersial hanya diperhitungkan konsumsi listrik pada bisnis ternyata pangsanya lebih rendah dibandingkan dengan rumah tangga dan industri. Hal tersebut disebabkan konsumsi publik khususnya untuk penerangan jalan sangat besar. Pada tahun 1999, pangsa pemakaian listrik bisnis terhadap total pemakaian listrik di Propinsi Gorontalo adalah sekitar 8,9%. Selanjutnya walaupun total pemakaian listrik bisnis meningkat akan tetapi pangsa pemakaian listriknya terhadap total pemakaian listrik menurun, yaitu pada tahun 2000 pangsanya menjadi 8,53 %, tahun 2001 menjadi 8,18 % dan pada tahun 2002 menjadi 8,51%. Tabel 3 menunjukkan perkembangan konsumsi energi listrik di Propinsi Gorontalo. TABEL 3 PERKEMBANGAN KONSUMSI ENERGI LISTRIK DI PROPINSI GORONTALO Setara Barel Minyak (BOE)
Sektor Pemakai Sosial Bisnis Rumah Tangga Industri Publik Total Sumber : PLN
1999 1097,81 3339,35 23836,01 5557,07 3655,71
2000 1294.,94 3581,28 27875,98 5724,24 3525,14
2001 1644,34 4087,64 33048,03 7657,43 3442,43
2002 1541,12 3747,52 28512,63 7092,83 3130,18
37485,94
42001,58
49879,87
44024,27
4.1.2 Permintaan Minyak Tanah dan LPG Pada Sektor Komersial Permintaan minyak tanah dan LPG di sektor komersial lebih diperuntukkan memenuhi kebutuhan hotel dan restoran. Pada tahun 2000, Gorontalo masih menjadi salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, sehingga kunjungan wisatawan dan pelaku bisnis lebih terkonsentrasi di Sulawesi Utara. Oleh karena itu pada saat itu di Gorontalo belum tersedia restoran dan hotel dalam jumlah yang besar, hal ini terlihat dari besarnya konsumsi minyak tanah dan LPG di sektor ini. Setelah tahun 2001, Gorontalo berubah menjadi provinsi dan terjadi peningkatan laju pendapatan yang memungkinkan terjadinya peningkatan kunjungan wisata dan bisnis di provinsi ini. Besarnya pendapatan dan kunjungan turis di Propinsi Gorontalo ditunjukkan Tabel 4.
42
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 4. PENDAPATAN DAN KUNJUNGAN TURIS DI PROVINSI GORONTALO Tahun 2000
Tahun 2001
863.396 14.332
907.306 20.718
Pendapatan (juta Rupiah) Kunjungan Turis (orang) Sumber : BPS
Selanjutnya akan berakibat terhadap peningkatan pemakaian minyak tanah dan LPG baik di hotel maupun di restoran. Pada kurun waktu tersebut, total konsumsi minyak tanah di sektor komersial meningkat dengan pesat, akan tetapi peningkatan pemakaian LPG tidak sebegitu besar dibandingkan dengan minyak tanah. Walaupun LPG juga dimanfaatkan di hotel dan restoran untuk keperluan memasak akan tetapi minyak tanah lebih dominan karena dapat dimanfaatkan pada semua jenis restoran dan hotel Melati yang ada di provinsi ini. Permintaan LPG dipengaruhi oleh adanya kenaikan pendapatan hotel dan restoran, PDRB dan pangsa pemakaian LPG terhadap total pemakaian energi. Permintaan ini diasumsikan tumbuh dengan adanya intensitas pemakaian yang besar dalam kegiatan memasak pada hotel dan restoran. 4.1.3 Permintaan Minyak Solar Pada Sektor Komersial Permintaan minyak solar pada sektor komersial di Propinsi Gorontalo meliputi permintaan minyak solar pada bank dan hotel. Minyak solar baik pada bank maupun hotel diperuntukkan mensuplai bahan bakar generator listrik (Genset), mengingat bank dan hotel selain mengkonsumsi listrik dari PLN juga membangkitkan listrik sendiri (captive). Oleh karena itu pemakaian minyak solar pada sektor komersial tidak terlalu besar. 4.1.4 Permintaan Premium Pada Sektor Komersial Pada sektor ini premium hanya digunakan sebagai bahan bakar alat pengangkut barang perdagangan, sedangkan untuk alat pengangkutan lainnya sudah tercakup di dalam sektor transportasi. Pemakaian bahan bakar premium pada sektor ini menjadi kurang menarik karena tidak begitu berarti. 4.2
Analisis Kebutuhan Energi Di Masa Datang
Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Energi Sektor Komersial dibedakan sesuai aktivitas usahanya dan pemakaian jenis energinya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak semua usaha yang termasuk dalam sektor komersial memanfaatkan semua jenis energi tersebut, oleh karena itu analisis didasarkan atas jenis energi yang digunakan. Berdasarkan hasil keluaran model LEAP, perkiraan kebutuhan energi untuk masing-masing aktivitas pada sektor komersial mulai tahun 2000 sampai dengan 2015 dapat diketahui (Tabel 6). Pendekatan perkiraan kebutuhan energi sektor komersial yang dihasilkan dari keluaran model LEAP merupakan hasil perkalian dari aktivitas dari masingmasing jenis usaha dengan intensitas energinya per jenis energi yang digunakan. TABEL 6. PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR KOMERSIAL DI PROVINSI GORONTALO Jenis energi 2005 Listrik*) 12.572 Minyak Solar 13 Minyak Tanah 5.766 LPG 6 Premium 0 Sumber: Keluaran Model LEAP Keterangan: *) Bisnis, Sosial dan Publik
2007 15.126 15 6.568 6 0
2009 18.119 17 7.481 7 0
Setara Barel Minyak (BOE) 2011 2013 2015 21.621 25.712 30.484 19 21 24 8.52 9.7 11.043 8 9 10 1 1 1
Kebutuhan energi di sektor komersial hasil keluaran model LEAP dalam kurun waktu lima belas tahun (2000-2015) diperkirakan akan meningkat sebesar 8,44% per tahun. Peningkatan terbesar pada pemakaian minyak solar yang sebesar 9,68 % per tahun dan diikuti oleh pemakaian listrik yang peningkatannya sebesar 8,42% per tahun. Sedangkan peningkatan dari pemakaian LPG, dan
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
43
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
minyak tanah masing-masing adalah 4,73, dan 8,47 % per tahun. Hal tersebut dipacu dengan adanya keinginan pemerintah daerah untuk mengembangkan usaha di wilayah Provinsi Gorontalo dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Sehingga banyak investor yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di provinsi ini yang mengakibatkan bukan hanya sektor komersial yang berkembang dengan pesat, akan tetapi semua sektor pelaku ekonomi juga akan meningkat dengan pesat di provinsi ini. Khusus untuk sektor komersial yang merupakan sektor yang menunjang aktivitas dari sektor lainnya, dipastikan akan dapat terus berkembang agar dapat meningkatan perekonomian daerah. Peningkatan usaha perhotelan, perbankan, perdagangan dan restoran akan meningkatkan pemakaian energinya. Peningkatan energi per jenisnya tergantung dari peruntukkannya dan perkembangan dari usaha yang termasuk sektor komersial yang dominan memanfaatkan jenis energi tersebut. Berdasarkan laju pertumbuhan konsumsi energi tersebut, terlihat bahwa usaha perhotelan dan perbankan yang sangat besar menggunakan minyak solar sebagai bahan bakar Genset untuk menunjang kebutuhan listrik yang meningkat dengan pesat. Peningkatan kebutuhan energi listrik menyebabkan peningkatan impor listrik dari daerah lain. 5
KESIMPULAN
1
Sektor komersial merupakan sektor penunjang yang dalam aktivitasnya akan dapat menggairahkan aktivitas dari sektor lainnya yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan daerah
2
Sumbangan sektor komersial (Hotel, Restoran dan Bank termasuk Perdagangan) di Provinsi Gorontalo terhadap pendapatan daerah tidak dapat diabaikan, oleh karenanya dikemudian hari sektor ini diharapkan dapat berkembang.
3
Sektor ini dapat tumbuh terus apabila ditunjang dengan masuknya investor pada infrastruktur jaringan tenaga listrik dan program penyediaan usaha pembangkitan.
4
Perkembangan dari sektor ini akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi termasuk energi listrik. Peningkatan energi listrik secara tidak langsung akan meningkatkan pemakaian minyak solar, sehingga penggunaan minyak solar pada sektor ini mengalami kenaikan terbesar.
5
Peningkatan kebutuhan listrik sebagian akan dipasok dari jaringan dan sebagian dapat dibangkitkan sendiri, sehingga menekan listrik impor dari daerah lain
DAFTAR PUSTAKA 1.
Biro Pusat Statistik. Propinsi Gorontalo Dalam Angka 2001
2.
Pertamina UPMS VII Depot Gorontalo. Laporan Bulanan Penjualan BBM per-sektor Konsumen 2002 dan 2003
3.
PT PLN.Statistik PLN 2000/2001
4.
P3T KKE-BPPT. Output Model LEAP. Januari. 2004
44
Analisis Kebutuhan Energi Sektor Komersial
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN BAHAN BAKAR MINYAK DI SEKTOR TRANSPORTASI DI PROVINSI GORONTALO M. Sidik Boedoyo Abstract Economic development in Gorontalo province will increase requirement vehicles and infrastructure of transportation. Availability of fuels for transpotation should be secured and maintained in order to provide the optimal operation of the transpotation sector due to supporting the regional development. Research on the Gorontalo’s transportation sector have been conducted, included identification of transportation modes, type of fuels use, and transport distance per each type of vehicle to reach an optimal demand and supply of energy for this province. Study result indicated that during the periode of next 15 years, until the year of 2015 growth rate of premium consumption is about 4.3% per annum, while growth rate of automotive diesel oil (Solar) consumption is about 4.9% per annum. That is mean, the public transportation indicated will develop faster than the private transportation. While, based on infrastructure condition of the land transportion, small and medium vehicles that mainly use premium gasoline as fuels can not be substitued with big cars that mainly use diesel oil.
I
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu provinsi yang baru dan sedang berkembang, pembangunan perekonomian Provinsi Gorontalo akan meningkat dengan cepat. Wilayah, sektor atau potensi yang pada saat masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara dulu belum berkembang secara optimal, dengan pembentukan Provinsi Gorontalo akan lebih mendapat perhatian untuk dikembangkan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi ini sehingga dapat menunjang percepatan pembangunan daerah. Pertumbuhan sektor perekonomian seperti perdagangan, industri, pertanian serta perikanan secara langsung akan meningkatkan kebutuhan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang, seperti perumahan, sawah, gedung, jalan raya, sarana transportasi (barang dan orang), listrik, bahan bakar serta air bersih. Dalam pembangunan perekonomian, sarana transportasi merupakan bagian integral dan tidak dapat dipisahkan, sehingga terhambatnya penyediaan sarana transportasi akan dapat menghambat aktifitas perekonomian lainnya. Hal ini karena sarana transportasi mencakup sarana pengangkutan manusia dan pengangkutan barang di wilayah Provinsi Gorontalo juga sarana pengangkutan baik dari wilayah lain ke Provinsi Gorontalo maupun dari Provinsi Gorontalo ke wilayah lain. Pertumbuhan dan perkembangan sektor transportasi di Gorontalo sampai saat ini sulit diprediksi karena semenjak tahun 2001 sampai saat ini Provinsi Gorontalo sedang berkembang dengan pemekaran kabupaten-kabupaten baru. Bila pada awal pembentukannya tahun 2001, Provinsi Gorontalo hanya terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Madya, yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kodya Gorontalo, pada awal tahun 2003 dibentuk 2 kabupaten baru, yaitu Kabupaten Bone Bolango yang merupakan pemekaran Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Pahuato sebagai pemekaran Kabupaten Boalemo. Sehingga data sektoral untuk setiap kabupaten-kabupaten baru di Provinsi Gorontalo belum tersedia dan data-data tersebut masih menjadi satu dengan kabupaten induknya. Mengingat kondisi tersebut, untuk dapat memberikan gambaran strategi penyediaan energi di sektor transportasi secara menyeluruh, Tim Perencanaan Energi BPPT memandang perlu untuk melakukan penelitian di sektor transportasi. Penelitian sektor transportasi ini meliputi penelitian terhadap modus transportasi, pertumbuhan per jenis alat transportasi serta konsumsi bahan bakarnya.
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
45
2
METODOLOGI
Penelitian kebutuhan dan penyediaan BBM (Bahan Bakar Minyak) di sektor transportasi, dilaksanakan melalui pengumpulan dan analisis data transportasi, perhitungan intensitas energi untuk setiap kendaraan, perhitungan pertumbuhan sektor transportasi, perhitungan proyeksi jenis kendaraan di sektor transportasi, dan proyeksi kebutuhan bahan bakar di sektor transportasi selama 15 tahun dari tahun 2000 sampai 2015 dengan menggunakan model LEAP (Long-range Energy Alternative Planning System). Hubungan antara sub-sistem, dalam penelitian energi di sektor transportasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Data Konsumsi Bahan Bakar
Analisis Teknologi Transportasi
Jumlah & Jenis Kendaraan
Intensitas Energi
Pertumb. Sektor Transpor -tasi
Ind. Manufaktur, Pertanian & Komersial
Proy. Jumlah per Jenis Kendaraan
Proyeksi Kebutuhan Energi
Kependudukan
Gambar 1. Hubungan Antar Sub-Sistem Dalam Penelitian Kebutuhan Energi Sektor Transportasi Untuk memperoleh neraca keseimbangan energi antara kebutuhan dan penyediaan energi secara terintegrasi dan berkesinambungan antara sektor transportasi dengan sektor pemakai energi lain dilaksanakan dengan menggunakan model LEAP yang ditunjukkan pada Gambar 2.
INVENTARISASI DATA DAN INVENTARISASI INFORMASI, DATA DAN INVENTARISASI JENIS INFORMASI, DATA DAN KENDARAAN JENIS INFORMASI, KENDARAAN SEKTOR TRANSPORTASI
IDENTIFIKASI KONDISI SEKTOR SEKTOR R-TANGGA SEKTOR TRANSPOR TASI
SOFTWARE LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM (LEAP)
Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Transportasi
-
Data SDE, Sarana, Teknologi, biaya invest&op Dan lain-lain
PERENCANAAN ENERGI
ANALISIS TEKNOEKONOMI PELUANG PEMANFAATAN ENERGI SETEMPAT
NERACA PENYEDIAAN DAN KEBUTUHAN ENERGI
Gambar 2. Integrasi Sektor Dalam Model Leap Proyeksi kebutuhan yang dihasilkan dari model LEAP merupakan hasil perkalian antara intensitas energi per jenis bahan bakar per jenis kendaraan per tahun dan banyaknya kendaraan per jenis kendaraan per tahun yang formulanya ditunjukkan pada persamaan 1. IE = KE X JK X HT
46
(1)
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Keterangan: IE KE JK HT
= Intensitas Energi per kendaraan per tahun (Liter/Tahun), = Konsumsi Energi Bahan Bakar per Km jarak tempuh (Liter/km),, = Jarak Tempuh Kendaraan per hari (Km/Hari), = Jumlah hari kerja dalam satu tahun (Hari/Tahun).,
Faktor dan parameter yang mempengaruhi dalam memperkirakan besarnya intensitas energi bahan bakar, adalah kajian konsumsi bahan bakar untuk 1 km jarak tempuh kendaraan, jarak tempuh dalam satu hari, serta hari operasi kendaraan dalam satu tahun (Hari/Tahun). 2.1
Analisis Data Umum Sektor Transportasi
Data umum sektor transportasi diperoleh melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Metoda pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan jalan kunjungan ke lapangan dan diskusi dengan instansi terkait, seperti Bappeda, Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten Gorontalo, Kantor Samsat, Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo, dan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Gorontalo. Tujuan dari kunjungan ke lapangan dan diskusi dengan instansi terkait adalah untuk memperoleh gambaran nyata kondisi sektor transportasi yang meliputi jumlah dan jenis kendaraan, jam operasi per tahun, jarak tempuh kendaraan dalam satu hari, serta konsumsi energi per km jarak tempuh. Data realisasi sektor transportasi yang telah terkumpul, kemudian dianalisis, dievaluasi dan selanjutnya diolah sesuai dengan kebutuhan model. 2.2
Analisis Intensitas Energi Sektor Transportasi
Intensitas energi sektor transportasi merupakan bagian kebutuhan energi sektor transportasi. Keakuratan keakuratan data yang tersedia, sedangkan besarnya kondisi wilayah penelitian. Oleh karena itu besarnya setiap wilayah biasanya sangat spesifik.
yang sangat penting dalam memperkirakan intensitas energi sangat tergantung dari intensitas energi sangat dipengaruhi oleh intensitas energi sektor transportasi untuk
Karena survei yang dilakukan pada penelitian sektor ini, tidak dilakukan dengan jumlah responden yang memadai, sehingga untuk memperkirakan jarak tempuh kendaraan diperlukan tambahan data dari hasil studi yang telah dilaksanakan pada daerah mempunyai karakteristik yang kurang lebih sama dengan Provinsi Gorontalo. Selanjutnya, konsumsi energi per jarak tempuh, diperkirakan berdasarkan kontour daerah, umur rata-rata kendaraan serta jenis kendaraan dan penggunaannya. Sebagai contoh, untuk Gorontalo yang relatif datar dapat diambil angka yang sama dengan Jakarta, dengan pertimbangan umur kendaraan relatif lebih tua sehingga diperkirakan sedikit lebih boros, tetapi di Jakarta kemacetan dijalan menyebabkan pemakaian bahan bakar tidak efisien, sehingga dapat diambil konsumsi per jarak tempuh yang relatif sama. 2.3
Proyeksi Jumlah Kendaraan
Proyeksi jumlah kendaraan di Provinsi Gorontalo lebih rumit dianalisis, karena sebagai daerah yang sedang berkembang antara tahun 2001 – 2002, pertumbuhan jumlah kendaraan sangat tinggi yaitu hampir mencapai 40% per tahun. Bila angka pertumbuhan ini dipakai sebagai acuan perhitungan, dalam tiga tahun akan diperoleh kenaikan jumlah kendaraan sebesar 100%. Penelitian terhadap pertumbuhan sektor transportasi tidak hanya didasarkan pada pertumbuhan secara histortis, tetapi juga mempertimbangkan laju kebutuhan akan sektor transportasi di Provinsi Gorontalo. 3
KONDISI SEKTOR TRANSPORTASI SAAT INI
Sektor transportasi di Provinsi Gorontalo dibedakan atas transportasi darat (mobil, bus dan truk), transportasi laut dan udara. Bahan bakar yang dimanfaatkan di sektor transportasi darat adalah premium dan minyak solar, sektor transportasi udara adalah avtur dan sektor transportasi laut adalah minyak solar. Seluruh kebutuhan bahan bakar pada transportasi darat disediakan oleh SPBU yang di distribusi dari Depo di Gorontalo. Untuk transportasi Laut dan udara, mengingat kapal pengangkut antar pulau maupun pesawat udara yang berlabuh di Gorontalo tidak terdaftar di Gorontalo, dan Gorontalo hanya merupakan satu pelabuhan transit pada rute pelayaran maupun penerbangan, penyediaan BBM untuk angkutan laut dan udara dalam penelitian ini tidak diperhitungkan.
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
47
3.1
Modus Transportasi
Modus transportasi di Provinsi Gorontalo terdiri dari angkutan pribadi yang terdiri dari sedan, wagon, jeep, dan sepeda motor, angkutan umum terdiri dari bus, mikrolet, opelet, bentor, angkutan barang yang terdiri dari truk barang, pick up, dan truk tangki, sedangkan angkutan lain terdiri dari ambulan, alat berat dan pemadam kebakaran. Bentor merupakan suatu jenis kendaraan angkutan umum pengganti becak yang merupakan ciri khas Provinsi Gorontalo, walaupun saat ini juga dibuat bentor untuk keperluan provinsi lain. Kendaraan ini merupakan modifikasi sepeda motor dengan menambah 2 tempat duduk penumpang di tempat roda depan. Walaupun perlu dilaksanakan evaluasi teknis lebih lanjut, tetapi untuk daerah Gorontalo dan wilayah lain dengan karakteristik sama modus transportasi umum ini layak untuk diketengahkan. Bus terdiri dari mikrobus dan mini bus, dan sampai 15 tahun mendatang diperkirakan bus besar belum akan beroperasi di dalam Provinsi Gorontalo dan antara Provinsi Gorontalo dengan Sulawesi Utara, sampai kondisi jalan sudah semakin baik.
3.2 Jumlah Kendaraan Angkutan Darat Jumlah kendaraan di Provinsi Gorontalo diambil berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Gorontalo (Tabel 1). TABEL 1. JUMLAH KENDARAAN TAHUN 2001 – 2002 DI PROV GORONTALO
Tahun
Sedan Wagon Mikrolet Opelet Pick Up Jeep Ambulan Truk Tangki Truk Mid/Light Pemadam Alat Berat Mini/light Bus Mid/Mikro Bus Roda Tiga Sepeda Motor Total Prov. Gorontalo
Jumlah Pangsa Kendaraan Thd Total (unit) (%) 2001 152 0,81 1029 5,50 1022 5,46 86 0,46 1423 7,60 285 1,52 11 0,06 36 0,19 1122 5,99 10 0,05 5 0,03 183 0,98 117 0,63 295 1,58 12942 69,14 18718 100,00
Jumlah Pangsa Kendaraan Thd Total (unit) (%) 2002 179 0,68 1356 5,18 1252 4,78 22 0,08 1796 6,86 365 1,39 34 0,13 39 0,15 1300 4,97 10 0,04 5 0,02 340 1,30 108 0,41 305 1,16 19070 72,84 26181 100,00
Pertumbuhan (%/Tahun) 17,76 31,78 22,50 -74,42 26,21 28,07 209,09 8,33 15,86 0,00 0,00 85,79 -7,69 3,39 47,35 39,87
Data jumlah kendaraan untuk seluruh provinsi yang dipakai adalah data tahun 2001 dan 2002, sedangkan data angkutan darat untuk Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo hanya dipakai sebagai acuan. Hal tersebut disebabkan data kabupaten lainnya tidak dapat diperoleh. Mengingat tahun dasar proyeksi jumlah kendaraan yang diambil adalah tahun 2000, sedangkan data 200 tidak tersedia, sehingga untuk perhitungan jumlah kendaraan tahun 2000 diperkirakan berdasarkan data jumlah kendaraan tahun 2001.
48
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Dari data yang ada terlihat bahwa sedan mempunyai jumlah yang agak kecil tetapi kendaraan jenis wagon mempunyai jumlah yang cukup besar. Jenis kendaraan lainnya yang jumlahnya cukup besar adalah kendaraan mikrolet, pick up dan truk ringan. Dari kondisi ini dapat diketahui bahwa penyediaan kendaraan di Provinsi Gorontalo lebih diutamakan sebagai sarana produksi atau sebagai barang modal, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Hal ini dapat dijumpai pada wilayah lain dengan aktifitas ekonomi yang meningkat atau sedang tumbuh. Tabel 1 memperlihatkan laju pertumbuhan untuk setiap jenis kendaraan antara tahun 2001-2002 yang besarnya sangat bervariasi, hal ini disebabkan karena Provinsi Gorontalo saat ini sedang berkembang. Pada tahun 2002 jumlah opelet dan mikro bus terjadi penurunan yang diperkirakan karena adanya perubahan modus angkutan umum. Berlainan dengan ke dua jenis kendaraan tersebut, jumlah sepeda motor sangat dipengaruhi oleh kondisi jalan raya serta pendapatan penduduk. Hal tersebut disebabkan kondisi jalan raya serta pendapatan penduduk mempengaruhi prosentase kepemilikan sepeda motor. Sehingga apabila diasumsikan daerah di wilayah propinsi Gorontalo makin berkembang maka rasio jumlah sepeda motor terhadap total akan makin menurun. Dalam beberapa tahun mendatang dapat diperkirakan laju peningkatan jumlah sepeda motor akan berubah sesuai dengan pencapaian keseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan sarana transportasi. 2.4
Konsumsi Energi
Bahan bakar yang digunakan pada sektor transportasi adalah premium dan minyak solar. Premium dan minyak solar selain disalurkan langsung ke industri, pool konsumen dan TNI oleh Pertamina, juga disalurkan ke SPBU/PSPD dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sektor transportasi. Pada prinsipnya seluruh hasil penyaluran premium dan minyak solar ke SPBU dan PSPD diperuntukkan hanya untuk memenuhi keperluan sektor transportasi, tetapi pada kenyataan di lapangan ketentuan tersebut agak sulit dipenuhi. Selain kendaraan bermotor, usaha kecil berhak pula untuk memperoleh minyak solar dari SPBU, namun sulit untuk memantau bahwa industri atau usaha yang sebenarnya tidak berhak tetapi memperoleh kebutuhan minyak solar dari SPBU. Hal ini juga berlaku untuk premium dan bahan bakar lainnya seperti minyak tanah. Data penyaluran bahan bakar premium dan minyak solar dari Pertamina tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 yang ditunjukkan pada Tabel 2 adalah data realisasi penyaluran premium dan minyak solar yang dilaksanakan oleh 6 SPBU dan 3 PSPD. TABEL 2 PENYALURAN PREMIUM DAN MINYAK SOLAR PADA SPBU/PSPD Pelanggan
Premium (KL)
99/00 2000 *) 2001 SPBU 74.962.27 8905 7350 9337 SPBU 74.982.23 6555 5050 6681 SPBU 74.962.26 4050 3300 4580 SPBU 74.962.28 5250 4300 5585 SPBU 74.962.29 4265 3650 4380 SPBU 74.981.30 2940 PSPD KWANDANG 1640 1350 1430 PSPD B PANTAI 775 640 675 PSPD BINTAUNA 455 450 385 Total SPBU/PSPD 31895 26090 35993 *) Tahun 2000 hanya 8 bulan dari April 2000 – Desember 2002
Minyak. Solar (KL) 99/00 3425 3510 3470 3085 2615 1075 265 975 18420
2000 *) 2800 2900 2880 2540 2150 890 220 800 15180
2001 3095 3028 2715 2820 2565 1410 795 270 890 17588
Bahan bakar premium dipakai oleh semua jenis kendaraan sedan, 70% wagon, 60% pick up, mikrolet, opelet, ambulan, bentor (bendi motor) dan sepeda motor. Sedangkan sisa persentase dari jumlah wagon dan pick up, yaitu 30% wagon dan 40% pick up memanfaatkan bahan bakar minyak solar. Jenis kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar minyak solar adalah truk, bus, pemadam kebakaran dan angkutan berat. Dari semua jenis kendaraan yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang berfungsi sebagai angkutan umum utama, khususnya di kota dan Kabupaten Gorontalo adalah bentor dan mikrolet. Sayangnya sebagian besar bentor belum terdaftar sebagai angkutan umum, sehingga agak sulit untuk mem peroleh data bentor. Selanjutnya perkiraan jumlah
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
49
bentor diasumsikan sama dengan seluruh jumlah angkutan roda tiga (3) ditambah dengan 40% jumlah sepeda motor. Prosentase jumlah angkutan pemakai premium dan minyak solar digunakan sebagai acuan dasar dalam memperkirakan penggunaan bahan bakar premium dan minyak solar pada setiap jenis kendaraan. Faktor-faktor yang menjadi dasar dari perhitungan intensitas energi sektor transportasi diperoleh dari hasil diskusi dengan pihak terkait serta mengambil data dari wilayah lain. Hasil perhitungan intensitas energi dituangkan dalam Tabel 3. TABEL 3 PERHITUNGAN INTENSITAS ENERGI Jenis Kendaraan
Intensitas Energi (Km/Hari) (Liter/Hari) (Liter/Tahun)
(Km/Liter)
(Liter/Km)
9,0 9,0
0,111 0,111
17,50 17,50
1,94 1,94
700 700
Mid/Light Truck Pick Up Mikrolet Opelet Ambulan Jeep Bentor Sepeda Motor Minyak Solar Wagon
11,0 11,0 11,0 11,0 9,0 5,0 20,0 30,0
0,091 0,091 0,091 0,091 0,111 0,200 0,050 0,033
150 30 183,33 152,78 10 13,89 88,17 35
13,64 2,73 16,67 13,89 1,11 2,78 4,41 1,17
4909 982 6000 5000 400 1000 1587 420
7,0
0,143
18,06
2,58
929
Mid/Light Truck
6,0
0,167
158,33
26,39
9500
Truk Tangki
6,0
0,167
158,33
26,39
9500
Alat Berat *) Pick Up Mid/Mikro Bus Mini/light Bus
0 11,0 8,0 9,0
4,000 0,091 0,125 0,111
6,61 107,77 214,80 244,50
26,44 9,80 26,85 27,17
9520 3527 9666 9780
Bensin Sedan Wagon
KeKeterangan:*) : pemadam dimasukkan dalam alat berat dan intensitas energinya diperhitungkan dengan jam kerja per hari dan konsumsi energi perjam kerja.
4
PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI
Proyeksi kebutuhan energi sektor transportasi di Provinsi Gorontalo dengan menggunakan model LEAP merupakan hasil dari analisis dan evaluasi untuk seluruh sektor terhadap kondisi-kondisi masa sekarang dan masa mendatang. Hasil penelitian ini merupakan suatu bagian yang sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan daerah, khususnya dalam rangka penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi yang makin meningkat. Hasil keluaran model LEAP, khususnya sektor transportasi yang akan dianalisis antara lain proyeksi jumlah kendaraan untuk setiap jenis kendaraan dan setiap pemakaian bahan bakar, serta proyeksi kebutuhan energinya dari tahun 2000 sampai 2015. 4.1
Laju Pertumbuhan dan Proyeksi Jumlah Kendaraan
Secara umum dapat diperkirakan bahwa populasi penduduk akan berkembang dengan laju sekitar 2 persen per tahun, demikian juga sektor komersial, industri, pertanian, kehutanan dan perikanan juga akan berkembang sesuai dengan tuntutan pasar. Di provinsi ini industri yang berbasis pertanian akan terus berkembang, diantaranya adalah perkebunan kelapa dan kelapa sawit, rotan, mebel dan lain-lain. Oleh karena itu, jenis kendaraan seperti wagon, pick up, truk akan lebih berkembang walaupun dengan laju yang makin mengecil sepanjang periode penelitian dibanding dengan kendaraan pribadi. Dalam angkutan umum, opelet diperhitungkan akan digantikan oleh mikrolet serta bentor. Bentor merupakan ciri khas alat angkut di Gorontalo di masa datang diasumsikan bentor akan terus berkembang baik dari segi penggunaan maupun dari segi disain dan pengembangan teknologi. Laju pertumbuhan dan proyeksi jumlah kendaraan per jenis bahan bakar selama 15 tahun periode penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
50
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 4 LAJU PERTUMBUHAN DAN PROYEKSI JUMLAH KENDARAAN Jenis Kendaraan
Bahan Bakar
Premium Sedan Wagon
7 5
6 5
6 5 6 0 5 5 4 4
5 5 5 0 4 4 4 3
M. Solar
3
4
Mid/Light Truck
M. Solar
7
Truk Tangki
M. Solar
3
Mid/Light Truck Pick Up Mikrolet Opelet Ambulan Jeep Bentor Sepeda Motor Minyak Solar Wagon
Premium Premium Premium
Laju Pertumbuhan (% per tahun) 00-05 05-10 11-15
Premium Premium Premium Premium Premium Premium Premium
Alat Berat M. Solar 5 Pick Up M. Solar 6 Mid/Mikro Bus M. Solar 0 Mini/light Bus M. Solar 4 Sumber: Hasil perhitungan dan estimasi
4.2
5 4 4
2000
Jumlah Kendaraan (unit) 2005 2010
2015
152 617
212 788
284 1006
363 1224
3
449 569 1022 86 11 285 4177 9059 16426 412
601 727 1367 86 13 364 4977 11022 20156 477
767 927 1745 86 16 443 5929 12777 23980 567
933 1128 2123 86 19 513 6874 14456 27718 657
7
6
673
944
1293
1731
3
2
36
42
47
52
5 6 1 4
5 5 2 3
15 854 117 183
19 1143 117 223
24 1494 123 264
31 1907 136 307
4 4 0 3 3 3 3
Proyeksi Kebutuhan Energi
Seperti telah diterangkan sebelumnya, kebutuhan energi diperhitungkan berdasarkan jumlah kendaraan per jenis kendaraan dikalikan dengan intensitas energinya. Untuk mempermudah perhitungan intensitas energi diambil dengan nilai tetap sepanjang periode penelitian. Walaupun terjadi perubahan efisiensi penggunaan bahan bakar, tetapi diperkirakan peningkatan efisiensi tersebut tidak akan terlalu besar. Hal ini disebabkan kendaraan yang umurnya cukup tua dengan efiensi yang makin menurun tetap dioperasikan. Proyeksi kebutuhan bahan bakar premium dan minyak solar dari tahun 2000 sampai 2015 hasil model LEAP ditunjukkan pada Tabel 5 dan 6. TABEL 5 PROYEKSI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR PREMIUM Jenis Kendaraan 2000 Sedan Wagon Mid/Light Truck Pick Up Mikrolet Opelet Ambulan Jeep Bentor Sepeda Motor Total Premium
Kebutuhan Premium (KL) 2005 2010 2015
109,07 515,06
327,99 1424,89
449,01 1764,76
1720,63 858,92 6275,12 435,77 4,23 290,52 8868,62 3335,75 22413,69
3706,72 1825,44 11409,28 628,12 12,67 844,58 16035,84 10953,09 47168,64
4937,09 2253,80 14960,75 606,16 16,09 1046,10 16398,76 13702,29 56134,82
2000
Kebutuhan Premium (BOE) 2005 2010 2015
588,47 598,14 2097,11 2824,45 6274,71 2689,28 18796,11 584,80 19,66 1250,98 16389,82 16504,75 65195,69
9435,55 4710,14 34411,33 2389,68 23,17 1593,12 48633,52 18292,51 122911,6
1798,63 7813,78
2462,28 9677,57
3227,06 11500,07
20326,83 10010,31 62565,93 3444,48 69,49 4631,47 87936,93 60064,29 258662,1
27073,9 12359,34 82041,37 3324,02 88,24 5736,58 89927,1 75140,27 307830,7
34409,11 14747,38 103073,6 3206,92 107,83 6860,08 89878,07 90508,31 357518,4
Sumber: Keluaran Model LEAP
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
51
TABEL 6 PROYEKSI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK SOLAR Jenis Kendaraan Wagon
Kebutuhan Minyak Solar (KL) 2000 2005 2010 2015 301,14 1569,34 1943,67 2309,70
Mid/Light Truck
7799,66 22360,61 29782,75 37851,89 47139,38 135142,5 180000,2 228768,2
Truk Tangki Alat Berat Pick Up Mid/Mikro Bus Mini/light Bus Total M. Solar
363,69
1108,48
1211,05
1368,87
Kebutuhan Minyak Solar (BOE) 2000 2005 2010 2015 1820,02 9484,74 11747,1 13959,33 2198,08
6699,43
7319,33
8273,12
156,20 8,38 84,77 608,38 944,02 50,63 512,35 3676,94 2114,12 5479,11 7340,09 9495,55 12777,26 33114,49 44361,82 57388,96 1186,59 1943,67 1943,15 1945,80 7171,47 11747,08 11743,96 11759,97 1877,84 3343,03 3864,67 4273,79 11349,21 20204,5 23357,21 25829,83 13799,23 35812,61 46170,16 57853,98 83399,44 216443,3 279042 349656,4
Sumber: Keluaran Model LEAP
5
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada sektor transportasi di provinsi Gorontalo dapat dikemukakan sebagai berikut. 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Modus transportasi khas Gorontalo yaitu bendi motor (bentor) sebagai angkutan kota bersama sama mikrolet diperkirakan dapat menjawab tantangan masalah angkutan dimasa mendatang, sehingga bukan hanya dimanfaatkan di Kabupaten dan Kotamadya Gorontalo, tetapi juga di kabupaten lain di wilayah provinsi ini; Teknologi kendaraan angkutan bendi motor ini masih harus diteliti dan dikembangkan lebih lanjut, dengan teknologi dan material yang lebih baik agar diperoleh jenis kendaraan yang layak secara ekonomi serta mampu memenuhi persyaratan teknis, khususnya sebagai angkutan umum; Penambahan tempat duduk penumpang pada bendi motor akan memerlukan tambahan kekuatan pada rangka dan bantalan (bearing) depan serta tambahan daya pengereman yang saat ini hanya mengandalkan roda belakang; Laju pertumbuhan rata-rata kendaraan yang dimanfaatkan di provinsi ini selama lima belas tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015 adalah sekitar 5% per tahun dengan laju pertumbuhan terkecil mid/micro bus; Laju pertumbuhan konsumsi bahan bakar premium selama 15 tahun kedepan mencapai 7,38% per tahun, pada periode yang sama sedangkan pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak solar adalah sebesar 10,03% per tahun; Angka pertumbuhan minyak solar yang lebih tinggi dari premium ini menunjukkan bahwa jumlah kendaraan umum dan barang diperkirakan akan meningkat dengan cepat. Sedangkan selisih laju pertumbuhan yang cukup kecil juga menunjukkan bahwa kondisi jalan antar kota yang relatif agak sempit belum memberi kesempatan untuk penggantian secara besar-besaran kendaraan angkutan umum kecil yang banyak menggunakan premium dengan kendaraan angkutan besar yang biasanya menggunakan minyak solar.
DAFTAR PUSTAKA 1.
BPS Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Juli 2002.
2.
Pertamina UPMS VII, Depot Gorontalo. Laporan Bulanan Penyaluran BBM Persektor, Perkonsumen Tahun 2002.
3.
Kantor Dinas Pajak dan Pendapatan Provinsi Gorontalo.2002. Rekapitulasi Kendaraan Bermotor Menurut Plat Nomor dan Pembayaran BBN-KB dan PKB Tahun 2002.
4.
DSDM-ITB. Study on the Assessment of Oil Fuel Consumption in Indonesia. Pusat Informasi Energi.
52
Analisis Kebutuhan Dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak Di Sektor Transportasi.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI GORONTALO Irawan Rahardjo Abstract Energy demand projection has very important role to support industrial development in Gorontalo Province. As the energy demand in the industrial sector continues to increase, while the energy source potential in the province is not utilized optimally yet, an analysis on the energy demand projection in industrial sector needs to be conducted. Gasoline demand growth rate is high, even though, the share of gasoline demand is small compared to electricity, diesel, kerosene, LPG and biomass demand in the industrial sector. Gasoline is used fuel in transporting industrial products. While, electricity, diesel, kerosene, and biomass are used for fuels in production process. Many industries in Gorontalo consume biomass as the energy source for industrial process, because it can be not substituted by other energy sources.
1
PENDAHULUAN
Industri pengolahan yang termasuk dalam sektor Industri di Provinsi Gorontalo dikelompokkan menjadi dua (2) kelompok industri yaitu kelompok industri besar&sedang dan kelompok industri kecil&menengah. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya pekerja yang terlibat didalamnya tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksinya ataupun besarnya modal yang ditanamkan. Sumbangan sektor industri dalam pembentukan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Gorontalo pada tahun 2001 mencapai 11,27% dari PDRB. Meskipun sumbangan sektor industri tidak sebesar sektor lain, misalnya sektor pertanian yang memberi andil sekitar 31,19% dari PDRB, akan tetapi keberadaan sektor industri dalam menunjang pertumbuhan ekonomi provinsi ini tidak dapat diabaikan. Salah satu penyebab dari pertumbuhan perekonomian di provinsi ini adalah berkembangnya sektor industri yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan energinya. Sehingga dengan meningkatnya kebutuhan energi disektor industri tersebut perlu dipikirkan kelangsungan ketersediaan pemasokan energi dengan harga yang terjangkau. Mengingat Provinsi Gorontalo masih baru terbentuk, sehingga pembangunan sektor industri masih akan terus berlanjut sebagai upaya untuk peningkatan perekonomian yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan daerah semua sektor pelaku ekonomi termasuk sektor industri, khususnya industri pengolahan akan mengalami pertumbuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kebutuhan energinya. Di sektor ini energi terutama diperlukan untuk proses produksi dan alat angkut hasil produksinya dan pada saat ini pasokan energi diperoleh dari sumber energi setempat dan impor dari daerah lain. Dimasa datang pasokan energi diupayakan agar dapat dipasok dari sumber energi setempat, oleh sebab itu diperlukan adanya analisis kebutuhan dan penyediaan energi di sektor industri. Tujuan analisis kebutuhan dan penyediaan energi di sektor industri ini adalah agar dapat menggambarkan intensitas energi per jenis industri, kemudian dengan menggunakan perangkat lunak dapat dianalisis proyeksi kebutuhan energi dan gambaran pasokan energi per jenis energi yang dimanfaatkan.
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
53
2
METODOLOGI
Proyeksi kebutuhan energi sektor industri dimasa mendatang diperkirakan berdasarkan data historis kebutuhan energi per kelompok per jenis industri pengolahan tahun 2000. Total kebutuhan energi per kelompok per jenis industri pengolahan tahun 2000 diasumsi berdasarkan data dari Pertamina, PLN dan BPS. Jenis energi yang digunakan di industri pengolahan ini, diasumsikan berdasarkan hasil dan proses produksinya, dengan catatan tidak semua industri pengolahan menggunakan energi sejenis. Selain data historis, untuk memperkirakan kebutuhan energi per jenis industri diperlukan juga intensitas energi dan produksi per jenis industri. Asumsi yang diambil untuk memperkirakan intensitas energi adalah setiap jenis industri yang sama yang memanfaatkan peralatan sejenis serta mempunyai kapasitas produksi yang tidak terlalu berbeda pada umumnya akan mempunyai intensitas energi per jenis energi yang relatif sama. Perkiraan besarnya intensitas energi (IE) untuk masing-masing jenis energi pada berbagai jenis industri dapat dihitung dengan cara membagi besarnya kebutuhan energi (KE) pada setiap jenis industri dengan jumlah unit usaha (JU), yang ditunjukkan pada Persamaan 1. IE l;mt;ms,p,lp,k;bk;s per jenis industri =
KE l;mt;ms,p,lp,,k;bk;s per jenis industri --------------------------------------------------J U l;mt;ms,p,lp,,k;bk;s per jenis industri
(1)
Keterangan: l; mt; ms; p; lp; k, bk, s: Jenis energi yang dimanfaatkan l adalah listrik; mt adalah minyak tanah; ms adalah minyak solar; p adalah premium; lp adalah LPG; k adalah kayu bakar; bk adalah batok kelapa; dan s adalah sekam. Beberapa parameter yang digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan industri dari masingmasing kelompok industri pengolahan adalah pertumbuhan PDRB per sektor pengguna energi, pertumbuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di sektor industri dan pertumbuhan listrik terjual ke industri. Selanjutnya proyeksi kebutuhan energi sektor industri sebagai keluaran model Longrange Energy Alternative Planning System (LEAP), dianalisis untuk memberikan gambaran pasokan dalam memenuhi kebutuhan energi sektor industri, khususnya industri pengolahan 3
PRAKIRAAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI SEKTOR INDUSTRI
Prakiraan kebutuhan energi dibedakan atas prakiraan di dua kelompok industri, yaitu kelompok industri besar&sedang dan dan kelompok industri kecil&menengah. Kelompok industri besar&sedang terdiri dari beberapa jenis industri, seperti: industri makanan/minuman, industri tekstil, industri kayu/barang-barang kayu, industri barang galian non-logam (kecuali minyak bumi) dan industri barang dari logam dan peralatannya. Sedangkan kelompok industri kecil&menengah terdiri dari beberapa jenis industri, antara lain: industri kerajinan, industri gula aren, industri aneka industri, industri meubel&moulding, industri pandai besi, industri kasur bantal, industri gerabah, industri batubata, industri kapur tembok dan industri meubel rotan. 3.1
Kelompok Industri Besar&Sedang
Ditinjau berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai tambah per unit usaha, jenis industri makanan, minuman dan tembakau dapat dikatagorikan sebagai industri besar. Jenis industri makanan/ minuman memanfaatkan beragam jenis energi sebagai bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pada proses produksinya. Beragamnya jenis energi yang dimanfaatkan disebabkan industri makanan/minuman ini terdiri dari berbagai industri yang memproduksi beranekaragam jenis makanan/minuman dengan perbedaan rentang omset yang sangat jauh. Disamping itu juga disebabkan adanya perbedaan keadaan lokasi industri, seperti adanya industri makanan/minuman yang berlokasi di tempat yang sulit untuk mendapatkan jenis energi lain selain energi biomasa. Profil berbagai jenis industri yang termasuk kelompok industri besar&sedang ditunjukan pada Tabel 1.
54
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 1 PROFIL INDUSTRI BESAR&SEDANG TAHUN 2001 Kelompok Industri Jumlah Tenaga Nilai Nilai Besar&Sedang Perush. Kerja Nilai Output Biaya input Tambah/Unit Output/Unit (unit)
(orang)
(Rp.000)
(Rp.000)
(Rp.000/Unit)
(Rp.000/Unit)
Biaya input/Unit (Rp.000/Unit)
Makanan, minuman dan tembakau 47 2495 154375 94789 1267,79 3284,57 2016,79 Tekstil, pakaian jadi dan kulit 15 552 2428 1291 75,80 161,87 86,07 Kayu, barang-barang 21 2114 60285 45290 7,09 2870,71 2156,67 kayu termasuk mebel Barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi 1 29 318 139 179 318,00 139,00 Barang dari logam, mesin dan peralatannya 1 37 726 161 565 726,00 161,00 Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal, Prov. Gorontalo 2002, LAKIP-III
Jenis energi yang digunakan pada kelompok industri besar&sedang saat ini adalah premium, minyak tanah, minyak solar, LPG, kayu bakar, batok kelapa, dan listrik. Sedangkan sekam walaupun berpotensi sebagai sumber energi akan tetapi sampai saat ini belum ada industri yang memanfaatkan. Besarnya kebutuhan energi pada kelompok industri besar&sedang per jenis industri pada tahun 2000 diasumsi berdasarkan data dari Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo (Laporan Bulanan Penyaluran BBM ke Konsumen), PLN dan BPS dengan mempertimbangkan profil industri yang ditunjukkan pada Tabel 2. Data penjualan Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo per jenis BBM memberikan data secara rinci ke berbagai jenis industri, sehingga pangsa dari data ini dapat dipakai sebagai dasar dalam memperhitungkan besarnya konsumsi BBM per jenis industri per jenis BBM pada tahun 2000 dan tahun-tahun selanjutnya. TABEL 2 KEBUTUHAN ENERGI PADA KELOMPOK INDUSTRI BESAR&SEDANG PER JENIS ENERGI TAHUN 2000 Setara Barel Minyak (BOE)
Kelompok Industri
Industri Besar &Sedang
Jenis Industri Makanan, minuman dan tembakau Tekstil, pakaian jadi dan kulit Kayu, barang-barang kayu termasuk meubel Barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi Barang dari logam, mesin dan peralatannya Total Kebutuhan Energi
Minyak Minyak Premium Tanah Solar
LPG
Kayu
Batok Sekam Kelapa
Listrik
0,79
5,31 10258,00 211,82 14462,00
---
30907,00
8,36
17,21
80,98
---
---
---
---
---
215,32
21,86
118,58
---
---
---
---
---
287,90
1,57
---
---
---
---
---
---
20,59
1,72 43,15
--------204,87 10258,00 211,82 14462,00
-----
--22,65 30907,00 554,82
Sumber: Hasil Olahan berdasarkan data dari Pertamina, PLN dan BPS
3.2
Kelompok Industri Kecil&Menengah
Seperti halnya kelompok industri besar&sedang, jenis energi yang digunakan pada kecil&menengah saat ini juga bervariasi tergantung proses produksinya, yaitu premium, tanah, minyak solar, kayu bakar, sekam, batok kelapa, dan listrik. Dalam kelompok kecil&menengah, jenis industri kerajinan merupakan industri yang paling banyak jumlahnya, yang paling besar nilai tambah per unit usaha adalah aneka industri. Profil berbagai jenis yang termasuk kelompok industri besar&sedang ditunjukan pada Tabel 3.
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
industri minyak industri sedang industri
55
TABEL 3 PROFIL INDUSTRI KECIL&MENENGAH TAHUN 2001 Nilai Kelompok Industri Jumlah Tenaga Nilai Nilai Nilai Kecil&Menengah Perush. Kerja Investasi Nilai Produksi Tambah/Unit Investasi/unit Produksi/unit (unit) (orang) (Rp.000) Rp.000 (Rp000/unit) (Rp000/unit) (Rp000/unit) Kerajinan 363 819 4179673 6956546 7649,79 11514,25 19164,04 Gula Aren
45
77
102178
352260
5557,38
2270,62
7828,00
Aneka Industri Meubel & Moulding Pandai Besi
10 79 40
35 760 48
6822800 6191754 91000
8316105 17505161 390600
149330,50 143207,68 7490,00
682280,00 78376,63 2275,00
831610,50 221584,32 9765,00
Kasur Bantal 27 68 18500 149300 4844,44 685,19 5529,63 Gerabah 13 13 2600 39000 2800,00 200,00 3000,00 Batubata 31 79 102500 237000 4338,71 3306,45 7645,16 Kapur Tembok 19 38 21750 165000 7539,47 1144,74 8684,21 Meubel Rotan 5 25 42500 81000 7700,00 8500,00 16200,00 Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal, Prov, Gorontalo 2002, LAKIP-III
Pada kelompok industri kecil&menengah tidak ada satupun jenis industri yang memanfaatkan semua jenis energi, karena jenis produksi dan jenis bahan baku dari kelompok industri ini beranekaragam. Total kebutuhan energi per kelompok per jenis industri kecil&menengah pada tahun 2000 juga diasumsi sama dengan kelompok industri besar&sedang (Tabel 4). TABEL 4 KEBUTUHAN ENERGI PADA KELOMPOK INDUSTRI KECIL&MENENGAH PER JENIS ENERGI TAHUN 2000 Setara Barel Minyak(BOE)
Kelompok Industri
Jenis Industri Kerajinan Gula Aren
Minyak Premium Tanah 326,23 3107,68 0,47 4,29
Minyak Kayu Solar ----4072,00 12217,00
Sekam -----
Batok Kelapa --29688,00
----Aneka Industri 0,47 ----------Industri Meubel & Moulding 90,36 ------Kecil & ----Pandai Besi 1,64 15,12 35033,00 --Menengah ----Kasur Bantal 30,35 --------Gerabah 0,18 1,85 --5847,00 9936,00 Batubata 0,26 ----7278,00 12384,0 15381,00 --Kapur Tembok 0,13 1,22 --4102,00 9046,00 --Meubel Rotan 0,05 0,07 --1341,00 3537,00 Total Kebutuhan Energi 450,14 3130,23 39105,00 30785,00 22320,0 57652,00 Sumber: Hasil Olahan berdasarkan data dari Pertamina, PLN dan BPS
Listrik 3812,00 6,00 5,00 1110,00 18,00 362,00 2,00 3,00 2,00 1,00 5321,00
Berdasarkan total kebutuhan energi di kelompok industri besar&sedang (Tabel 2) dan total kebutuhan energi di kelompok industri kecil&menengah (Tabel 4) dapat diperkirakan besarnya kebutuhan energi tahun 2000 sektor industri yang ditunjukkan pada Tabel 5. TABEL 5 KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2000 Setara Barel Minyak (BOE)
Minyak Kelomp Industri Premium Tanah Besar&Sedang Kecil&Menengah Total
56
43,15 450,14 493,29
Minyak Solar
204,87 10258,00 3130,23 39105,00 3335,10 49363,00
LPG 211,82 --211,82
Kayu
Sekam
Batok Kelapa
Listrik
14462,00 --30907,00 554,82 30785,00 22320,00 57652,00 5321,00 45247,00 22320,00 88559,00 5875,82
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
3.3
Intensitas energi
Intensitas energi diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan energi per jenis industri. Perkiraan besarnya intensitas energi untuk masing-masing jenis energi pada berbagai jenis industri dapat dihitung berdasarkan Persamaan 1. Satuan intensitas energi untuk semua jenis energi di sektor industri yang memanfaatkan energi adalah BOE/Unit. 3.3.1.
Intensitas Energi Industri Besar&Sedang
Intensitas energi pada kelompok industri besar&sedang dibedakan berdasarkan jenis energi yang dimanfaatkan, seperti bahan bakar minyak (premium, minyak tanah, minyak solar), bahan bakar gas (LPG) dan bahan bakar biomasa (kayu bakar dan batok kelapa), serta listrik. Setiap jenis industri pada kelompok industri besar&sedang diasumsikan menggunakan premium dalam usahanya. Premium dibutuhkan untuk bahan bakar alat angkut hasil produksi kelompok industri besar&sedang. 3.3.1.1 Bahan Bakar Minyak dan LPG Intensitas energi per jenis BBM pada kelompok industri besar&sedang diperkirakan berdasarkan konsumsi BBM dari Laporan Bulanan Penyaluran BBM (Pertamina U, PMS VII Depot Gorontalo) Tahun 2002 ke Sektor Industri dan Data Realisasi Throughput BBM pada Industri tahun 1998/19992002, serta Estimasi Tahun 2003 (Tabel 6) dengan banyaknya unit usaha tahun 2000. Sedang intensitas energi penggunaan LPG pada kelompok industri ini diperkirakan berdasarkan data kondisi energi dan ketenaga listrikan dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo. TABEL 6 REALISASI THROUGHPUT UNTUK SEKTOR INDUSTRI 1998/1999- 2002 SERTA ESTIMASI TAHUN 2003 (KL) Jenis Bahan Bakar Premium Minyak Tanah Minyak Solar Sumber: Pertamina ) * Angka Sementara
98/99 120 310 9918
99/00 120 695 9635
2000 90 570 7950
2001 110 530 6635
2002 140 340 4510
2003*) 170 205 2160
Data banyaknya unit usaha tahun 2000 tidak tersedia, sehingga sebagai acuan diambil dari Profil Industri Besar&Sedang dan Industri Kecil&Menengah Tahun 2001, kemudian baru diperkirakan jumlah unit usaha tahun 2000 dengan mengacu pada besarnya sumbangan sektor industri dalam pembentukan PDRB tahun 2000 dan 2001. Intensitas energi per jenis BBM dan LPG ditunjukkan pada Tabel 8. 3.3.1.2 Kayu dan Batok Kelapa Intensitas energi kayu bakar dan batok kelapa per kelompok industri besar&sedang diperkirakan berdasarkan besarnya konsumsi kayu bakar dan batok kelapa serta jenis usaha yang menggunakan kayu bakar dan batok kelapa. Konsumsi energi kayu bakar dan batok kelapa pada kelompok industri besar&sedang dihitung berdasarkan data output pembelian biomasa yang terdiri dari kayu bakar, sekam dan batok kelapa yang dikeluarkan BPS. Besarnya output pembelian biomasa tahun 1999 berdasarkan data yang diambil dari BPS yaitu Rp. 10.194 Juta Rupiah. Output pembelian biomasa tahun 1999 tersebut diasumsikan sama dengan output pembelian tahun 2000. Berdasarkan perkiraan harga beli rata-rata kayu bakar sebesar Rp 125/kg, harga beli sekam sebesar Rp 100/kg, dan harga beli batok kelapa sebesar Rp 200/kg, dapat diperkirakan konsumsi kayu bakar, sekam dan batok kelapa. Banyaknya unit usaha yang memanfaatkan energi kayu bakar dan batok kelapa di kelompok industri besar&sedang diasumsikan berdasarkan jenis produksinya, sehingga hanya jenis industri makanan, minuman dan tembakau yang dianggap menggunakan energi kayu bakar dan batok kelapa. Besarnya intensitas energi kayu bakar dan batok kelapa di industri makanan, minuman dan tembakau adalah 1.150 BOE/Unit dan 1.140 BOE/Unit seperti ditunjukkan pada Tabel 8.
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
57
3.3.1.3. Listrik Setiap kelompok industri besar&sedang memerlukan energi listrik dalam usahanya. Konsumsi energi listrik di sektor industri tersebut diperkirakan berdasarkan data jumlah pelanggan, daya tersambung, dan listrik terjual (kWh) pada sektor industri mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 (Tabel 7). TABEL 7 JUMLAH PELANGGAN, DAYA TERSAMBUNG DAN LISTRIK TERJUAL KE INDUSTRI 1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Jumlah Pelanggan
75 77 88 96 71 74 70 74 77 Pendapatan (Ribu Rp) 637134 814112 996465 1174286 Daya Tersambung 3103300 3128500 3831500 5281700 (VA) Listrik Terjual (kWh) 3830038 4486592 4932084 5910096 7806198 9434760 9974170 13026788 13530513 Sumber: PLN
Mengingat tidak tersedianya data konsumsi listrik per jenis industri tahun 2000, besarnya listrik pada tahun tersebut diasumsi. Asumsi perkirakan besarnya konsumsi energi listrik per jenis industri di dasarkan pada pangsa nilai investasi dan nilai produksi per unit usaha. Dengan mempertimbangkan besarnya total listrik terjual ke industri dan besarnya pangsa tersebut, total konsumsi listrik pada kelompok industri besar&sedang dapat diperkirakan. Dengan membagi konsumsi listrik dengan total unit usaha per jenis industri pada kelompok tersebut, intensitas energi listrik dapat diperkirakan (Tabel 8). TABEL 8 INTENSITAS ENERGI DI INDUSTRI BESAR&SEDANG TAHUN 2000 (BOE/unit) Jenis Industri Makanan, minuman
Premi -um
Minyak Tanah
Minyak Solar
LPG
Kayu
Sekam
Batok Kelapa
Listrik
28,00
30,00
650,05
1109,00
1150,00
---
1140,00
25,23
22,84 20,79
12,50 21,54
-----
-----
-----
-----
-----
25,23 24,18
20,84 20,84
-----
-----
-----
-----
-----
-----
24,18 24,18
Tekstil, pakaian jadi Kayu, brg dari kayu Barang galian non logam Brg, dari logam Sumber: Hasil Perhitungan
3.3.1.
Intensitas Energi Industri Kecil&Menengah
Intensitas energi industri kecil&menengah diperhitungkan berdasarkan jenis energi yang dimanfaatkan, seperti bahan bakar minyak (premium, minyak tanah, minyak solar), dan bahan bakar biomasa (kayu bakar, sekam, batok kelapa), serta listrik. Seperti halnya industri besar&sedang, setiap kelompok industri per jenis industri kecil&menengah diasumsikan juga menggunakan premium dalam usahanya. Premium dibutuhkan untuk bahan bakar alat angkut hasil produksi kelompok industri kecil&menengah. 3.3.2.1 Bahan Bakar Minyak Intensitas energi per jenis BBM pada kelompok industri kecil&menengah yang ditunjukkan pada Tabel 8, diperkirakan berdasarkan total kebutuhan BBM per jenis industri (Tabel 4) dengan banyaknya unit usaha tahun 2000. Mengingat tidak tersedianya data banyaknya unit usaha tahun 2000, perhitungan banyaknya unit usaha tahun 2000 didasarkan pada banyaknya unit usaha tahun 2001. 3.3.2.2. Kayu, Sekam dan Batok Kelapa Intensitas energi kayu bakar, sekam dan batok kelapa per kelompok industri kecil&menengah diperkirakan berdasarkan besarnya konsumsi kayu bakar, sekam dan batok kelapa per kelompok
58
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
industri kecil&menengah dibagi dengan banyaknya unit usaha yang memanfaatkan energi kayu bakar, sekam dan batok kelapa (Tabel 9). Konsumsi energi kayu bakar, sekam dan batok kelapa pada industri kecil&menengah dihitung berdasarkan data output pembelian biomasa tahun 1999 dari BPS, sedangkan banyaknya unit usaha tahun 2000 juga didasarkan pada banyaknya unit usaha tahun 2001. Berdasarkan jenis produksi per jenis industri diperkirakan industri gula aren, gerabah, batubata, kapur tembok dan meubel rotan memanfaatkan kayu bakar, industri gerabah dan batubata memanfaatkan sekam serta industri gula aren, batubata, kapur tembok dan meubel rotan memanfaatkan batok kelapa. Asumsi tersebut diambil berdasarkan anggapan bahwa lokasi industri ini berdekatan dengan sumber energinya. 3.3.2.2 Listrik Setiap kelompok industri kecil&menengah memerlukan energi listrik dalam usahanya, berdasarkan data nilai investasi dan nilai produksi per unit usaha kelompok industri kecil&menengah dapat diperkirakan pangsa pemakaian listrik per jenis industri. Pangsa tersebut digunakan untuk memperkirakan besarnya konsumsi energi listrik per jenis industri dengan mempertimbangkan besarnya total listrik terjual ke industri. Dengan membagi konsumsi energi pada tahun 2000 dengan total usaha untuk setiap jenis industri per kelompok industri kecil&menengah dan total unit usaha per kelompok industri kecil&menengah, intensitas energi listrik dapat diperkirakan (Tabel 9).
TABEL 9 INTENSITAS ENERGI DI INDUSTRI KECIL&MENENGAH TAHUN 2000 (BOE/unit) Premium
Minyak Tanah
Minyak Solar
Kayu
Sekam
Batok Kelapa
Listrik
17,69 17,50 18,50 18,00 16,00 14,45 16,00 17,00 16,00 15,50
19,60 18,00 ----17,50 --18,50 --16,50 16,50
--267,47 ----617,29 -----------
--1000,00 --------1150,00 1148,98 1100,00 920,00
---
--1135,00
18,25 17,55 17,34 19,52 15,50 15,24 16,82 17,34 17,34 17,40
Jenis Industri Kerajinan Gula Aren Aneka Industri Meubel & Moulding Pandai besi Kasur bantal Gerabah Batu bata Kapur Tembok Meubel Rotan
--------1162,86 1162,86 -----
--------1134,00 1133,00 1132,88
Sumber: Hasil Perhitungan
4
ANALISIS PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR INDUSTRI
Proyeksi kebutuhan energi sektor industri hasil keluaran model LEAP merupakan hasil perkalian dari intensitas energi dan jumlah industri dari masing-masing kelompok industri. Pertumbuhan industri dari masing-masing kelompok industri diperkirakan berdasarkan pertumbuhan PDRB per sektor, pertumbuhan konsumsi BBM dan LPG di sektor industri dan pertumbuhan listrik terjual ke industri. 4.1
Proyeksi Kebutuhan Energi Industri Besar&Sedang
Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, kelompok industri besar&sedang tidak menggunakan bahan bakar sekam sebagai sumber energinya. Pemacuan aktivitas di sektor ini akan diikuti dengan meningkatkan kebutuhan BBM dan energi lainnya, hal tersebut terbukti dari keluaran model LEAP yang ditunjukkan pada Tabel 10 dan 11.
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
59
TABEL 10 KEBUTUHAN ENERGI DI INDUSTRI BESAR & SEDANG TAHUN 2001 - 2015 Setara Barel Minyak (BOE)
Jenis Energi Premium M. Tanah
M. Solar LPG Kayu Batok. Klp
Listrik
2001 57,5 276,4 7452,9 203,2 15583,4 33675,9 804,3
2003 92,5 105,4 5145,1 207,0 18985,7 40627,7 1141,6
2005 105,2 147,6 7258,2 238,1 21837,9 46731,0 1551,0
2007 118,9 166,9 8206,2 269,2 24690,1 52834,3 2022,6
2009 132,7 186,2 9154,1 300,3 27542,2 58937,7 2556,4
2011 146,4 205,5 10102,1 331,4 30394,4 65041,0 3152,3
2013 160,1 224,8 11050,0 362,5 33246,5 71144,3 3810,4
Pertmb. (%/th) 8,2 -0,9 3,5 4,8 6,2 6,1 13,1
2015 173,9 244,0 11998,0 393,6 36098,7 77247,7 4530,6
Sumber: Keluaran Model LEAP
TABEL 11 KEBUTUHAN ENERGI PER JENIS INDUSTRI DALAM KELOMPOK INDUSTRI BESAR & SEDANG TAHUN 2001 - 2015 Setara Barel Minyak (BOE) Jenis 2003 2005 2007 Industri/ 2001 Energi Makanan, minuman dan tembakau Premium 1,4 2,4 2,8 3,1 M. Tanah 4,7 3,9 4,6 5,2 M. Solar 7452,9 5145,1 7258,2 8206,2 LPG 203,2 207 238,1 269,2 Kayu 15583,4 18985,7 21837,9 24690,1 Batok.Klp 33675,9 40627,7 46731 52834,3 Listrik 13,4 19,2 26,1 34 Tekstil, pakaian jadi dan kulit Premium 23,4 42,5 47,7 53,9 M. Tanah 80 39,3 56,2 63,6 Listrik 311,4 445 604,6 788,5 Kayu, barang-barang kayu, termasuk Meubel Premium 28,8 43 49,5 56 M. Tanah 191,7 62,2 86,8 98,1 Listrik 415,3 598,2 812,8 1059,9 Barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi Premium 1,9 2,3 2,6 3 Listrik 32,1 39,6 53,8 70,1 Barang dari logam, mesin dan peralatannya Premium 1,9 2,3 2,6 3 Listrik 32,1 39,6 53,8 70,1 Sumber: Keluaran Model LEAP
2009
Pertmb. (%/th)
2011
2013
2015
3,5 5,8 9154,1 300,3 27542,2 58937,7 43
3,9 6,4 10102,1 331,4 30394,4 65041 53
4,2 7 11050 362,5 33246,5 71144,3 64,1
4,6 7,6 11998 393,6 36098,7 77247,7 76,2
8,9 3,5 3,5 4,8 6,2 6,1 13,2
60,1 70,9 996,5
66,4 78,3 1228,8
72,6 85,6 1485,4
78,8 93 1766,1
9,1 1,1 13,2
62,4 109,4 1339,6
68,9 120,8 1651,9
75,4 132,1 1996,7
81,8 143,5 2374,2
7,7 -2,0 13,3
3,3 88,6
3,6 109,3
4 132,1
4,3 157,1
6,0 12,0
3,3 88,6
3,6 109,3
4 132,1
4,3 157,1
6,0 12,0
Pada kelompok industri besar&sedang, semua jenis BBM banyak dimanfaatkan dan setiap tahunnya mengalami pertumbuhan. Walaupun premium mengalami pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 8,2% per tahun, akan tetapi total kebutuhan premium setiap tahunnya masih lebih rendah dibanding dengan kebutuhan jenis BBM lainnya. Rendahnya kebutuhan premium dikarenakan premium hanya digunakan sebagai menunjang aktivitas produksi yang tumbuh dengan pesat, yaitu sebagai bahan bakar alat angkut hasil produksi, sedangkan jenis BBM lainnya digunakan dalam proses produksi. Laju pertumbuhan pemakaian minyak solar tidak sebesar laju pertumbuhan pemakaian premium, karena minyak solar yang digunakan sebagai bahan bakar PLTD (captive) hanya untuk menunjang penyediaan listrik PLN., hal tersebut terlihat dari laju pertumbuhan pemakaian listrik di sektor ini yang cukup besar. Lain halnya dengan laju pertumbuhan kebutuhan minyak tanah yang menurun, karena minyak tanah hanya berpotensi untuk industri yang sudah ada, sedangkan untuk mengembangkan produksi industri tersebut sudah selayaknya apabila dipilih bahan bakar yang efisien, handal dan ramah lingkungan, seperti LPG. Pada Tabel 10, terlihat bahwa energi biomasa yang dimanfaatkan di industri makanan, minuman dan tembakau pertumbuhannya masih relatif tinggi yaitu lebih dari 6% per tahun, sebab beberapa industri dalam kelompok ini yang memanfaatkan biomasa tidak ingin menggantikan biomasa dengan energi
60
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
lainnya karena adanya alasan yang spesifik. Di samping itu sumber energi biomasa di Provinsi Gorontalo belum dimanfaatkan secara optimal. 4.2 Proyeksi Kebutuhan Energi Industri Kecil&Menengah Beberapa jenis industri yang termasuk dalam kelompok industri kecil&menengah menggunakan semua jenis energi. Besar proyeksi kebutuhan energi dari berbagai jenis energi yang digunakan di sektor industri kecil&menengah menurut keluaran model LEAP ditunjukkan pada Tabel 12 dan Tabel 13.
TABEL 12 KEBUTUHAN ENERGI DI INDUSTRI KECIL & MENENGAH TAHUN 2001 - 2015 Setara Barel Minyak (BOE) Jenis Energi 2001 2003 Premium 545.4 927.0 M. Tanah 2897.4 1379.0 M. Solar 32674.3 34423.2 Kayu 34843.5 38660.6 Sekam 25300.0 26400.0 Batok. Klp 67925.8 74155.0 Listrik 7260.9 9610.1 Sumber: Keluaran Model LEAP
2005 1066.3 1586.2 51837.5 44468.4 30400.0 85295.1 13056.6
2007 1205.6 1793.4 58607.7 50276.3 34400.0 96435.1 17026.7
2009 1344.8 2000.5 65378.0 56084.1 38300.0 107575.1 21519.9
2011 1484.1 2207.7 72148.3 61891.9 42300.0 118715.1 26536.5
2013 1623.4 2414.8 78918.5 67699.7 46300.0 129855.1 32076.2
2015 1762.6 2622.0 85688.8 73507.6 50300.0 140995.2 38139.2
Pert. (%/th) 8.7 -0.7 7.1 5.5 5.0 5.4 12.6
Seperti halnya kelompok industri besar&sedang, kelompok industri kecil&menengah juga diharapkan aktivitasnya terpacu, sehingga sumbangannya terhadap pendapatan daerah akan menjadi lebih besar. Pemacuan aktivitas di sektor ini akan diikuti dengan meningkatkan kebutuhan BBM dan energi lainnya, hal tersebut terbukti dari keluaran model LEAP yang ditunjukkan pada Tabel 12 dan 13. Terpacunya aktivitas tersebut selain meningkatkan pemakaian BBM juga memacu industri untuk mengembangkan pemanfaatan biomasa yang potensinya sangat besar, sehingga dapat menekan pertumbuhan minyak tanah yang subsidinya secara bertahap akan dihilangkan dan juga mengurangi ketergantungan impor minyak tanah. Seperti halnya industri besar&sedang, pertumbuhan kebutuhan premium juga mengalami pertumbuhan paling tinggi, walaupun total kebutuhannya setiap tahunnya masih lebih rendah dibanding dengan kebutuhan jenis BBM lainnya. Kegunaan premium pada kelompok industri kecil&menengah sama dengan kegunaan premium pada kelompok industri besar&sedang yaitu sebagai bahan bakar alat angkut hasil produksi. Laju pertumbuhan pemakaian minyak solar di kelompok industri ini cukup tinggi (Tabel 13), hal ini dikarenakan banyak industri kecil&menengah berlokasi ditempat yang jauh dari jaringan listrik PLN, sehingga dibutuhkan penambahan kapasitas PLTD (captive) yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan minyak solar.
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
61
TABEL 13. KEBUTUHAN ENERGI PER JENIS INDUSTRI DALAM KELOMPOK INDUSTRI KECIL & MENENGAH TAHUN 2001-2015 Jenis Industri/ Energi Kerajinan Premium
Setara Barel Minyak (BOE) Pertmb. 2013 2015 (%/th)
2001
2003
2005
2007
2009
2011
429,2 2869,4 5404,6
756,9 1355,8 7399,8
870,6 1559,5 10053,9
984,3 1763,2 13110,9
1098 1966,8 16570,8
1211,7 2170,5 20433,6
1325,4 2374,2 24699,4
1439,2 2577,9 29368
9,0 -0,8 12,9
0,8 1 3,8 1,7 M. Solar 3021,3 1600,8 Kayu 13871,3 16601,6 35830,2 40348,8 Batok Klp Listrik 6,4 8,9 Aneka Industril Premium 0,5 0,6 Listrik 6,3 7,5 Meubel & moulding Premium 79,5 115,5 Listrik 1331,1 1567,8 Pandai besi Premium 2,9 6 21,4 20,7 M. Tanah M. Solar 29653 32822,4 Listrik 56,7 115 Kasur / Bantal Premium 31,4 46,2 Listrik 446,2 500,9 Gerabah Premium 0,3 0,3 1,7 0,5 M. Tanah Kayu 6468,6 6718,5 Sekam 11,1 11,4 Listrik 2,7 2,8 Batubata Premium 0,4 0,4 Kayu 8364,2 8829,2 Sekam 14,2 15 17754,4 18653,8 Batok Klp Listrik 3,7 4,2 Kapur tembok Premium 0,2 0,2 1 0,3 M. Tanah Kayu 4398,8 4670,6 9731,5 10299,6 Batok Klp Listrik 2,2 2,1 Meubel rotan Premium 0,1 0,1 0,1 0 M. Tanah Kayu 1740,7 1840,6 4609,8 4852,8 Batok Klp Listrik 1 1 Sumber: Keluaran Model LEAP
1,1 1,9 3006,2 19095,6 46410,3 12,1
1,3 2,2 3398,8 21589,6 52471,7 15,8
1,4 2,4 3791,4 24083,6 58533,2 20
1,6 2,6 4184,1 26577,6 64594,6 24,7
1,7 2,9 4576,7 29071,6 70656,1 29,8
1,9 3,1 4969,3 31565,6 76717,5 35,4
6,4 -1,4 3,6 6,0 5,6 13,0
0,7 10,2
0,8 13,4
0,9 16,9
0,9 20,8
1 25,2
1,1 29,9
5,8 11,8
132,8 2130,1
150,2 2777,8
167,5 3510,8
184,8 4329,3
202,2 5233
219,5 6222,2
7,5 11,6
6,9 23,8 48831,3 156,3
7,8 26,9 55208,9 203,8
8,6 30 61586,6 257,6
9,5 33,1 67964,2 317,6
10,4 36,2 74341,9 383,9
11,3 39,3 80719,5 456,5
10,2 4,4 7,4 16,1
53,1 680,6
60 887,5
67 1121,7
73,9 1383,2
80,8 1671,9
87,8 1987,9
7,6 11,3
0,3 0,6 7727,8 13,1 3,9
0,4 0,7 8737,1 14,8 5
0,4 0,8 9746,4 16,6 6,4
0,4 0,8 10755,6 18,3 7,9
0,5 0,9 11764,9 20 9,5
0,5 1 12774,2 21,7 11,3
3,7 -3,7 5,0 4,9 10,8
0,4 10155,6 17,3 21456,1 5,3
0,5 11482 19,5 24258,4 6,9
0,6 12808,4 21,8 27060,6 8,7
0,6 14134,8 24 29862,9 10,7
0,7 15461,1 26,3 32665,2 12,9
0,7 16787,5 28,6 35467,5 15,4
4,1 5,1 5,1 5,1 10,7
0,2 0,4 5372,3 11846,9 2,9
0,3 0,4 6073,9 13394,1 3,8
0,3 0,5 6775,6 14941,4 4,8
0,3 0,5 7477,2 16488,7 5,9
0,3 0,6 8178,9 18035,9 7,1
0,4 0,6 8880,5 19583,2 8,5
5,1 -3,6 5,1 5,1 10,1
0,1 0 2117,1 5581,8 1,4
0,1 0 2393,6 6310,9 1,8
0,1 0 2670,1 7039,9 2,3
0,1 0 2946,7 7768,9 2,8
0,2 0 3223,2 8497,9 3,4
0,2 0 3499,7 9226,9 4,1
5,1 -100,0 5,1 5,1 10,6
M. Tanah
Listrik Gula Aren Premium M. Tanah
Dengan berkembangnya sentra-sentra industri yang menggunakan captive sebagai sebagai sumber energi listrik, akan banyak kelebihan listrik yang dapat dijual ke industri yang ada di sekitarnya. Hal ini akan berdampak positif pada pengurangan pemakaian minyak tanah, khususnya untuk penerangan..
62
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
5
KESIMPULAN
1.
Baik pada kelompok industri besar&sedang maupun kelompok industri industri kecil& menengah, walaupun total kebutuhan premium dimasa mendatang setiap tahunnya masih lebih rendah dibandingkan jenis BBM lainnya, akan tetapi premium mengalami pertumbuhan kebutuhan yang paling tinggi. Berlainan dengan jenis BBM lainnya yang dimanfaatkan untuk proses produksi, premium diperlukan untuk menunjang aktivitas produksi sebagai bahan bakar alat angkut hasil produksi.
2.
Pada kelompok industri besar&sedang, pertumbuhan kebutuhan minyak solar dimasa mendatang tidak sebesar premium, karena PLTD (captive) yang menggunakan minyak solar hanya digunakan sebagai penunjang penyediaan listrik PLN. Sedang pada kelompok industri kecil&menengah, pertumbuhan kebutuhan minyak solar cukup besar karena banyak industri yang berlokasi jauh dari jaringan listrik PLN sehingga memerlukan PLTD (captive) yang akan meningkatkan kebutuhan minyak solar.
3.
Pertumbuhan kebutuhan energi biomasa dimasa mendatang relatif tinggi mengingat pada beberapa industri pengguna energi biomasa tidak berminat untuk menggantikan biomasa dengan energi lain, contohnya industri makanan khas Gorontalo. Selain itu, Provinsi Gorontalo kaya akan sumber energi biomasa yang belum dimanfaatkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo. Juli 2002
2.
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Provinsi Gorontalo, Provinsi Gorontalo 2002. LAKIP-III
3.
Pemerintah Provinsi Gorontalo. Peta Industri dan Perdagangan Gorontalo. Oktober 2002
4.
Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo, Laporan Bulanan Penyaluran BBM per Sektor per Konsumen.
5.
Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo, Data Realisasi Throughput BBM pada Industri tahun 1998/1999-2002 serta Estimasi Tahun 2003.
6.
PLN Pusat. Statistik PLN 2000 – 2001. Jakarta 2001
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi Sektor Industri.
63
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO Endang Suarna
Abstract Energy demand in the agricultural sector consists of diesel, gasoline, and kerosene for fuel of agricultural machinery (tractor, rice milling unit, motor sprayer, and water pump) in the sector. The energy demand for this sector is relatively small, but it has a very important role in the economy structure, because it contributes to the most of the Gross Regional Domestic Product (PDRB) in the Province of Gorontalo. As diesel, kerosene, and gasoline supplies are limited, while the demand of those oil products continues to increase, the oil products supply to meet the energy demand for agricultural sector in the province needs to be estimated in order to anticipate or avoid a disturbancy on economic development in the province. The energy demand projection for the agricultural machinery in Gorontalo Province is projected from 2000 to 2015 by using LEAP Model. The most of fuels for agricultural machinery is supplied from diesel, while the rests are supplied from gasoline and kerosen. Total energy demand for this sector is projected slightly to increase until 2015, because is affected by social, technical, and economical factors such as land topography, land size ownership by a farmer, and the existing conventional tool for agricultural cultivation.
1
PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting dalam pembangunan ekonomi Provinsi Gorontalo, karena sektor tersebut mempunyai sumbangan yang paling besar terhadap struktur ekonomi yang direpresentasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan harga konstan pada tahun 2000 lebih dari 30% dari PDRB Provinsi Gorontalo disumbang oleh sektor pertanian. Meskipun sebagian atau tidak sampai 12% dari sumbangan tersebut dipenuhi dari sektor peternakan dan perikanan, sumbangan sektor yang berbasis tanaman pangan, kehutanan, dan perkebunan masih merupakan sektor yang paling dominan. Sektor pertanian diperkirakan akan tetap merupakan sektor yang paling dominan sampai beberapa tahun yang akan datang, meskipun akan mengalami penurunan pangsa dalam struktur ekonomi Gorontalo karena pesatnya peranan sektor-sektor lainnya. Dalam mendukung peranan sektor pertanian untuk pembangunan ekonomi, penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor pertanian menjadi masalah penting yang meliputi penyediaan energi untuk alat mesin pertanian (alsintan) yang meliputi traktor untuk mengolah tanah, pompa air (untuk mengairi lahan pertanian) dan power sprayer (penyemprot hama bermesin) untuk pemeliharaan tanaman, dan rice milling unit (RMU) untuk mengolah hasil pertanian. Jenis energi yang dipergunakan sebagai bahan bakar untuk mengoperasikan alat mesin pertanian tersebut adalah seperti minyak solar, premium, dan minyak tanah. Ketiga jenis bahan bakar minyak (BBM) untuk alsintan tersebut mempunyai peranan penting dalam mendukung sektor pertanian sebagai tulang pungggung ekonomi Provinsi Gorontalo, sehingga penyediaannya perlu dipertimbangkan sejak dini dalam perencanaan energi di provinsi tersebut. Penyediaan BBM untuk sektor pertanian tidak mempunyai alokasi khusus, namun BBM untuk sektor pertanian tersebut diperoleh dari pasokan untuk sektor-sektor lainnya bergantung pada jenis BBM seperti minyak solar dan premium diperoleh dari SPBU untuk sektor transportasi, dan minyak tanah diperoleh dari APMT (Agen Penyalur Minyak Tanah) untuk sektor rumahtangga melalaui pangkalan dan pengecer minyak tanah. Terbatasnya pasokan BBM, sedangkan kebutuhan BBM pada setiap
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
64
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
sektor semakin meningkat, sehingga analisa kebutuhan BBM pada semua sektor untuk menghindari terganggunya penyediaan BBM perlu dilakukan. Sementara itu, analisa kebutuhan BBM untuk alat mesin pertanian perlu dilakukan, sehingga diharapkan dapat menghindari terganggunya penyediaan BBM untuk sektor tersebut yang dapat berdampak pula pada terganggunya produksi pertanian yang diperkirakan akan berdampak pulapada terganggunya pembangunan ekonomi provinsi tersebut. 2
METODOLOGI
Pengkajian kebutuhan energi pada sektor pertanian didasarkan pada jumlah BBM yang dipergunakan oleh alat mesin pertanian untuk mengolah lahan pertanian, memelihara tanaman, dan mengolah hasil pertanian. Kebutuhan energi tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berkut. E = T*Ie
(1)
Ie= O*F
(2)
Keterangan: E= Total konsumsi bahan bakar (liter/tahun) T= Jumlah unit alat mesin pertanian (unit) Ie= Intensitas energi dari setiap alat (liter/alat/tahun) O= waktu pengoperasian (jam/tahun) F= konsumsi bahan bakar dari setiap alat (liter/jam) Dalam membuat proyeksi kebutuhan energi untuk alat mesin pertanian sampai 15 tahun yang akan datang dipergunakan sebuah model yang bernama LEAP (Long Range Energy Alternative Planning System). Proyeksi kebutuhan energi untuk alat mesin pertanian adalah merupakan bagian dari proyeksi kebutuhan energi pada semua sektor pemakai energi di Provinsi Gorontalo. 3
JUMLAH ALAT MESIN PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO
Pengolahan lahan pertanian di Provinsi Gorontalo umumnya dilakukan dengan menggunakan alat pertanian tradisional dan alat mesin pertanian. Semakin meningkatnya kebutuhan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, sedangkan lahan pertanian semakin terbatas, mengakibatkan perlunya intensitikasi pertanian yang memerlukan alat mesin pertanian dalam produksi pertanian. Namun tidak semua proses produksi pertanian dapat digunakan alat mesin pertanian, karena terbentur beberapa kendala seperti harga alat mesin pertanian lebih mahal daripada harga alat konvensional dan pengoprasiannya memerlukan biaya BBM; kepemilikan lahan oleh setiap petani relatif kecil sehingga kurang ekonomi atau efisien bila digunakan alat mesin pertanian; serta kondisi topografi tanah di Gorontalo umumnya berbukit sehingga menyulitkan pengolahan tanah dengan menggunakan alat mesin pertanian. Sementara itu hal yang menguntungkan dari penggunaan alat mesin pertanian adalah pengerjaan bisa dilakukan lebih singkat dengan hasil pengerjaannya yang lebih banyak. Alat mesin pertanian yang biasa dipergunakan di Provinsi Gorontalo antara lain traktor untuk mengolah tanah; motor sprayer dan power sprayer untuk menyemprot hama; pompa air untuk mengairi tanaman; serta thresher dan rice milling unit (RMU) untuk mengolah hasil pertanian. Perkembangan jumlah alat mesin pertanian di provinsi tersebut dari tahun ke tahun mengalami perubahan bergantung dari adanya alsintan baru dan alsintan yang rusak tidak berfungsi. Berdasarkan data jumlah alsintan dari tahun 1994 sampai dengan 2000, jumlah komulatif dari alsintan pada tahun 1998 merupakan jumlah yang paling banyak, sehingga untuk melihat perkembangan jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo pada periode tersebut dapat dilihat dari data jumlah alsintan tahun 1994, 1998, dan 2000 seperti diperlihatkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.
65
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 1 JUMLAH ALAT MESIN PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO 1994 Kabupaten/ Kodya
Traktor Roda 2 (unit)
Traktor Roda 4 Mini Medium Big (unit) (unit) (unit)
Kodya Gorontalo 6 10 0 Kab. Gorontalo 151 82 11 Total 157 92 11 Sumber: BPS. Survei Pertanian. 1994.
2 31 33
Power Threshe (unit)
Pompa Air (unit)
13 269 282
0 13 13
RMU (unit) 34 71 105
Dryer Motor&Powe Sprayer (unit) (unit) 10 0 10
22 40 62
Tabel 1 memperlihatkan jumlah alat mesin pertanian di Kota Madya dan Kabupaten Gorontalo pada tahun 1994. Kedua daerah tersebut merupakan cikal bakal Provinsi Gorontalo yang baru terbentuk pada tahun 2001. Alat mesin pertanian tersebut terdiri atas traktor roda 2 dan traktor roda 4 untuk mengolah tanah; power thresher, RMU, dan dryer untuk mengolah hasil pertanian terutama padi; pompa air untuk mengairi lahan pertanian; serta motor dan power sprayer untuk membasmi hama atau pemeliharaan tanaman. Traktor roda empat terdiri atas 3 jenis, yaitu traktor mini yang berdaya kuda 20 PK, traktor medium 25 PK, dan traktor besar (big) 50 PK. Dalam proses produksi pertanian tersebut, selain dipergunkan alat mesin pertanian, juga dipergunakan alat tradisional atau alat konvensional yang pengoperasiannya tidak memerlukan bahan bakar minyak. Oleh karena itu, kebutuhan energi pada sektor pertanian tersebut hanya terdiri atas kebutuhan bahan bakar minyak yang dipergunakan untuk mengoperasikan alsintan. Sementara itu jumlah alat mesin pertanian pada tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2 JUMLAH ALAT MESIN PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO 2000 . Kabupaten/ Kodya Kodya Gorontalo Kab. Gorontalo Kab. Boalemo Kab. Pohuwato Total Provinsi
Traktor Roda 2 (unit) 57 16 120 70 263
Traktor Roda 4 Mini Medium Big (unit) (unit) (unit) 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
2 17 7 9 35
Power Pompa Air Tresher (unit) (unit) 35 16 153 116 320
24 30 95 41 190
RMU
Dryer
(unit)
(unit)
Motor&Power Sprayer (unit)
17 8 55 48 128
2 8 3 4 17
7 16 15 7 45
Sumber: Dinas Pertanian Kodya Gorontalo 2003.
Tabel 2 memperlihatkan jumlah alat mesin pertanian di Provinsi Gorontalo pada 2000. Jumlah alat mesin pertanian di provinsi tersebut sebenarnya merupakan data tahun 2002, namun mengingat terbatasnya ketersediaan data pada tahun 2000 yang akan dipakai sebagai tahun dasar, data jumlah alsintan tahun 2000 diasumsikan sama dengan data jumlah alsintan 2002. Provinsi Gorontalo pada tabel tersebut telah mengalami pemekaran menjadi 3 kabupaten dan 1 kotamadya, sehingga data jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo hanya dapat diperoleh dengan menggabungkan data tersebut dari tiga kabupaten yaitu Kodya Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Boalemo. Secara umum jumlah alsintan di provinsi tersebut telah mengalami peningkatan, namun ada juga yang mengalami penurunan jumlah seperti traktor roda 4 dan motor & power sprayer. Penurunan jumlah alsintan dari tahun 1994 sampai tahun 2000 tersebut disebabkan banyak alsintan dan tidak ada peremajaan penambahan alsintan baru yang disebabkan oleh krisis ekonomi. Sementara itu penurunan jumlah traktor roda 4 kemungkinan disebabkan mobilitas jenis traktor tersebut sangat luas dan kemungkinan traktor roda 4 tersebut dimiliki oleh perusahaan perkebunan, sehingga mudah berpindah tempat hingga ke luar provinsi bergantung pada tempat perusahaan pemilik traktor memiliki lahan garapan. Sementara itu menurunnya jumlah motor & power sprayer tahun 1994 dan 2000 di provinsi tersebut kemungkinan disebabkan terdesak oleh keberadaan alat penyemprot hama yang dapat dioperasikan secara mekanis (pompa) yang tidak memerlukan bahan bakar minyak. Pada periode waktu tersebut, beberapa jenis alsintan lainnya seperti traktor roda 2, power thresher, RMU, dryer, dan pompa air mengalami peningkatan dalam jumlah. Peningkatan jumlah jenis alsintan tersebut menunjukkan bahwa di provinsi tersebut terjadi peningkatan intensifikasi pertanian terutama
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
66
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
pertanian padi. Oleh karena itu secara komulatif jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo dari tahun 1994 sampai 2000 relatif tidak mengalami peningkatan yang berarti. Rendahnya pertumbuhan jumlah komulatif alsintan tersebut selain disebabkan oleh kecilnya kepemilikan lahan per petani dan topografi tanah, juga kemungkinan disebabkan oleh faktor sosial, yaitu petani yang sudah terbiasa menggunakan alat konvensional sukar beralih ke alat mesin pertanian untuk menggarap sawahnya. Namun berdasarkan data yang tersedia selama periode tahun 1994 sampai dengan 2000, jumlah komulatif alsintan di provinsi tersebut mencapai jumlah puncak maksimum pada tahun 1998 seperti dapat dilihat pada Tabel 3. TABEL 3 JUMLAH ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO 1998 Kabupaten/ Kodya
Traktor Roda 2 Mini (unit) (unit)
Traktor Roda 4 Medium Big (unit) (unit)
Kodya Gorontalo 33 3 0 Kab. Gorontalo 254 21 12 Total 287 24 12 Sumber: BPS. Survei Pertanian. 1998.
Power Tresher (unit)
0 6 6
Pompa Air
RMU
Dryer
(unit)
(unit)
(unit)
Motor&Power Sprayer (unit)
5 160 165
26 75 101
15 61 76
0 65 65
50 375 425
Jumlah alat dan alsintan di Provinsi Gorontalo pada tahun 1998 merupakan jumlah komulatif alsintan terbanyak di provinsi tersebut selama periode tahun 1994 sampai 2000, sehingga jumlah alsintan pada tahun tersebut dapat dipergunakan sebagai acuan untuk memperkirakan jumlah alsintan pada tahun-mendatang, kecuali ada rencana pembukaan lahan pertanian baru di provinsi tersebut. Oleh karena itu jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo pada tahun 1998 dapat dipergunakan sebagai perkiraan kisaran kemampuan maksimum dayadukung Provinsi Gorontalo untuk menggunakan alat mesin pertanian di masa datang. Dalam waktu yang akan datang atau 15 tahun yang akan datang, jumlah alat mesin pertanian seharusnya diperkirakan akan meningkat terus sesuai dengan pesatnya populasi penduduk yang menuntut pesatnya produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Oleh karena itu intensifikasi pertanian melalui penyediaan alat mesin pertanian di Gorontalo untuk meningkatkan produksi pertanian perlu dipertimbangkan, karena penyediaan lahan pertanian di provinsi tersebut diperkirakan akan semakin terbatas. Namun tanpa mengenyampingkan aspek teknis dan ekonomis yang meliputi topografi dan kecilnya kepemilikan lahan yang dapat mempengaruhi pengembangan penggunaan alat dan mesin pertanian di Gorontalo. Berdasarkan hasil perkiraan Model LEAP perkiraan jumlah alat dan mesin pertanian di Gorontalo pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4 TABEL 4 PERKIRAAN JUMLAH ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO 2015. Kabupaten/ Kodya
Traktor Roda 2 (unit)
Traktor Roda 4 Big Mini Medium (unit) (unit) (unit)
Kodya Gorontalo 43 3 Kab. Gorontalo 58 17 Kab. Boalemo 122 4 Kab. Pohuwato 72 3 Total Provinsi 295 27 Sumber: Keluaran Model LEAP.
0 3 5 2 10
3 5 3 4 15
Power Tresher (unit) 37 22 161 120 340
Pompa Air
RMU
Dryer
(unit)
(unit)
(unit)
Motor& Power Sprayer (unit)
12 33 91 42 178
20 11 58 49 138
5 15 23 7 50
5 20 19 10 54
Berdasarkan hasil Model LEAP, jumlah alat dan mesin pertanian pada tahun 2015 diperkirakan akan sedikit meningkat dibandingkan jumlah alsintan pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan secara kumulatif jumlah semua jenis alsintan diperkirakan mengalami kenaikan sedikit lebih besar daripada jumlah alsintan pada tahun 1998. Rendahnya peningkatan jumlah alsintan tahun 2015 tersebut diperkirakan dipengaruhi aspek-aspek teknis, ekonomis, dan sosial. Sebagai contoh, topografi tanah Gorontalo adalah berbukit sehingga secara teknis relatif sulit dipergunakan alat mesin pertanian; kepemilikan lahan garapan per petani relatif kecil, sehingga akan mempengaruhi efisiensi atau
67
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
keekonomian penggunaan alat mesin pertanian; serta para petani yang biasa menggunakan alat tradisional secara turun temurun relatif sulit mengubah alat yang biasa digunakannya ke alat bermesin. Selain itu, adanya pilihan alat pertanian lain yang lebih murah seperti keberadaan alat pertanian mekanis seperti alat penyemprot hama yang dioperasikan dengan pompa yang tidak memerlukan bahan bakar minyak juga akan mempengaruhi rendahnya jumlah pemakai motor dan power sprayer. 4
ANALISIS KEBUTUHAN BBM UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN
Dalam memperkirakan kebutuhan bahan bakar minyak untuk alat alsintan di Provinsi Gorontalo dipergunakan asumsi bahwa setiap alat mesin pertanian yang ada dioperasikan secara maksimal sesuai dengan peruntukkannya. Perkiraan kebutuhan bahan bakar minyak untuk alat mesin pertanian tidak didasarkan pada luas lahan yang diolah dengan menggunakan alsintan (covering area), karena tidak adanya data luas lahan pertanian yang diolah dengan menggunakan alat mesin pertanian, maupun tidak ada data luas lahan yang diolah dengan menggunakan alat tradisional atau konvensional. TABEL 5 PERKIRAAN KEMAMPUAN OPERASI DAN INTENSITAS ENERGI ALAT MESIN PERTANIAN Jenis Alat
Traktor Roda 2 Traktor Roda 4 Power Thresher Power Sprayer Pompa Air RMU Dryer
Bahan Bakar
Jam Operasi (jam/tahun)
M. Solar M. Solar M. Solar Premium M. Solar M. Solar M.Solar & M.Tanah
600 - 750 1440 - 1800 750 1000 750 1800 600 600
Konsumsi 2 Energi Rata (liter/jam) 1,1 2,8 1,1 1,0 1,1 1,3 1,1 6
Hari Kerja/ Musim (hari/musim) 50 - 60 100 - 120 25 15 50 50 30
Covering Area (Ha/musim) 20 - 30 40 - 60 33 21 - 26 4 - 60 60 13
Sumber: Direktorat Alat dan Mesin, Ditjen. Bina Sarana Pertanian. 29 Juni 2001. Keterangan: Traktor roda empat: 0,11 liter per PK per jam (Wage, M. 2001)
Informasi data yang diperlukan untuk membuat perkiraan kebutuhan BBM untuk alsintan tersebut selain data jumlah unit alat mesin pertanian, juga data intensitas energi dari setiap jenis alat mesin pertanian yang meliputi konsumsi bahan bakar dari setiap jam pengoperasian dan jam operasi setiap tahun seperti dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan data tersebut kebutuhan bahan bakar setiap tahun dari setiap jenis alat pertanian dapat diperkirakan. Sementara itu informasi lainnya pada tabel tersebut seperti covering area dapat dipergunakan untuk mengetahui perkiraan luas areal pertanian yang dapat diolah dan atau dikerjakan oleh alat mesin pertanian. Tabel 5 memperlihatkan kemampuan operasi dan konsumsi bahan bakar dari berbagai jenis alat mesin pertanian. Sebagian besar dari alat mesin pertanian tersebut menggunakan jenis bahan bakar minyak solar, dan sisanya adalah premium. Sementara itu minyak tanah hanya dipergunakan sebagai bahan bakar untuk pemanas pada dryer. Dryer tersebut juga menggunakan minyak solar untuk bahan bakar motor penggeraknya. Berdasarkan tabel tersebut kebutuhan bahan bakar dari setiap jenis dapat dihitung yang hasilnya seperti berikut. 1) Traktor roda dua kebutuhan bahan bakarnya adalah 660 liter/tahun. 2) Traktor roda empat yang terdiri atas; ! Mini (20 PK) kebutuhan bahan bakarnya 3168 liter/tahun. ! Medium (25 PK) kebutuhan bahan bakarnya 3969 liter/tahun ! Big (50 PK) kebutuhan bahan bakarnya 7920 liter/tahun 3) Power thresher dan pompa air kebutuhan bahan bakarnya 825 liter/tahun 4) RMU (Rice Milling Unit) kebutuhan bahan bakarnya 2340 liter/tahun 5) Motor/Power Sprayer kebutuhan bahan bakarnya 1000 liter/tahun. 6) Dryer kebutuhan bahan bakarnya terdiri atas minyak solar 660 liter/tahun, dan minyak tanah 3600 liter/tahun.
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
68
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Berdasarkan informasi tersebut, kebutuhan energi atau bahan bakar minyak untuk alat dan mesin pertanian di Provinsi Gorontalo dapat diperkirakan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8. TABEL 6 KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 1994 (KL) Kabupaten/ Traktor Power Pompa RMU Dryer Traktor Roda 4 Kodya Roda 2 Mini Med. Big Thresher Air Solar M. Tanah Kodya 10,73 0,00 79,56 6,60 36,00 Gorontalo 3,96 31,68 0,00 15,84 Kab. Gorontalo 99,66 259,78 43,56 245,52 221,93 10,73 166,14 0,00 0,00 Total 103,62 291,46 43,56 261,36 232,65 10,73 245,70 6,60 36,00
Motor& Power Sprayer 22,00 40,00 62,00
Sumber: Hasil perhitungan.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar dari bahan bakar yang dipergunakan untuk alat mesin pertanian di Provinsi Gorontalo pada tahun 1994 adalah minyak solar yang mencapai total sekitar 1196 kiloliter. Sebagian besar dari minyak solar tersebut dipergunakan oleh traktor roda 4, terutama traktor roda 4 mini (20 PK) yang mencapai 24%, dan traktor roda 4 big (50 PK) yang mencapai 22%, sedangkan RMU dan power thresher masing-masing menggunakan 21% dan 19% dari total minyak solar yang dikonsumsi oleh alsintan. Traktor roda 4 tersebut penggunaannya sangat luas, sehingga bukan saja dipergunakan untuk pertanian saja, tetapi juga untuk perkebunan besar, sehingga lebih aktifnya penggunaan traktor roda 4 bukan saja menunjukkan meningkatnya sektor pertanian saja, tetapi juga meningkatnya sektor perkebunan di Gorontalo. Sementara itu premium yang semuanya dipergunakan hanya oleh motor dan power sprayer, sedangkan minyak tanah semuanya dipergunakan untuk pemanas pada dryer. Penggunaan bahan bakar alsintan diperkirakan masih tetap akan didominansi oleh minyak solar seperti diperlihatkan pada Tabel 7. TABEL 7 KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 1998 (KL) Kabupaten/ Traktor Traktor Roda 4 Power Kodya Roda 2 Mini Med. Big Thresher Kodya 0,00 0,00 41,25 Gorontalo 21,78 9,50 Kab. Gorontalo 167,64 66,53 47,52 47,52 309,38 Total 189,42 76,03 47,52 47,52 350,63 Sumber: Hasil perhitungan.
Pompa Air
RMU
Dryer Motor&Power Solar M. Tanah Sprayer
4,13 60,84 9,90 132,00 175,50 40,26 136,13 236,34 50,16
54,00 219,60 273,60
0,00 65,00 65,00
Tabel 7 menunjukkan bahwa kebutuhan energi untuk alsintan di Gorontalo pada tahun 1998 mencapai 1134 kiloliter minyak solar, 274 kiloliter minyak tanah, dan 65 kiloliter premium. Sebagian besar dari atau sekitar 30% minyak solar tersebut dipergunakan untuk bahan bakar power thresher atau mesin perontok padi. RMU (Rice Milling Unit) menggunakan sekitar 21%, sedangkan traktor roda dua mengkonsumsi sekitar 17% minyak solar dari total minyak solar untuk alsintan pada tahun 1998. Besarnya penggunaan minyak solar untuk alsintan tersebut menunjukkan meningkatnya kegiatan penggilingan padi yang menunjukkan pula meningkatnya produksi padi pada tahun 1998. Bila konsumsi BBM untuk alsintan pada tahun 1998 tersebut dibandingkan dengan konsumsi BBM pada tahun 1994, total konsumsi minyak solar mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak tanah mengalami peningkatan sampai lebih tujuh kali lipat, sedangkan konsumsi premium relatif tetap. Secara komulatif, konsumsi BBM tahun 1998 tersebut lebih tinggi daripada konsumsi BBM tahun 1994.
69
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 8 KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 2000 (KL) Kabupaten/ Kodya
Traktor Roda 2 Mini
Traktor Roda 4 Med. Big
Power Pompa RMU Thresher Air
Dryer Solar M. Tanah
Motor& Power Sprayer
Kodya Gorontalo
37,62
0,00
0,00
15,84
28,88
19,80
39,78
1,32
7,20
7,00
Kab. Gorontalo
10,56
0,00
0,00
134,64
13,20
24,75
18,72
5,28
28,80
16,00
Kab. Boalemo
79,20
0,00
0,00
55,44
126,23
78,38
128,70
1,98
10,80
15,00
Kab. Pohuwato
46,20
0,00
0,00
71,28
95,70
33,83
112,32
2,64
14,40
7,00
173,58
0,00
0,00
277,20
264,00
156,75
299,52
11,22
61,20
45,00
Total
Tabel 8 memperlihatkan kebutuhan BBM untuk alsintan tahun 2000 yang dipergunakan sebagai tahun dasar untuk memperkirakan kebutuhan BBM pada masa yang akan datang. Bila dibandingkan dengan penggunaan BBM tahun 1994, secara kumulatif total kebutuhan BBM untuk alsintan pada tahun 2000 relatif menurun, minyak solar meskipun tetap mendominasi kebutuhan bakar untuk alsintan, mengalami penurunan dari 1.196 kiloliter menjadi 1.182 kiloliter. Demikian juga penggunaan bensin atau premium untuk motor/power sprayer mengalami penurunan dari 62 kiloliter menjadi 45 kiloliter, sedangkan penggunaan minyak tanah pada periode tahun tersebut meningkat dari 36 kiloliter menjadi 61 kiloliter. Penurunan komulatif penggunaan bahan bakar minyak tersebut kemungkinan disebabkan adanya krisis ekonomi, sehingga para petani lebih suka memilih alat pertanian tradisional atau konvensional yang relatif lebih murah. Dalam periode waktu tahun 1994 sampai dengan 2000, total kebutuhan BBM untuk alsintan 1998, merupakan puncaknya. Minyak solar untuk alsintan pada tahun 2000 sebagian besar dipergunakan untuk bahan bakar RMU, yaitu 25%. Minyak solar untuk traktor 4 roda big (50 PK) dan power thresher juga cukup besar pangsanya, yaitu masing-masing 23% dan 22%. Meningkat dan besarnya konsumsi bahan bakar untuk power thresher dan RMU tersebut menunjukkan peningkatan produksi padi di Provinsi Gorontalo. Besarnya kegiatan penggilingan padi tersebut kemungkinan juga adanya produksi padi yang diolah dari hasil sawah atau ladang yang diolah dengan menggunakan alat konvensional seperti bajak dan cangkul. Sementara itu perkiraan kebutuhan BBM untuk alsintan di provinsi tersebut untuk tahun-tahun yang akan datang sampai tahun 2015 diproyeksikan dengan menggunakan Model LEAP. Kebutuhan BBM pada tahun 2015 tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. TABEL 9 PERKIRAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 2015 (KL) Kabupaten/
Traktor
Traktor Roda 4
Power
Pompa
RMU
Dryer
Motor&Power
Big
Thresher
Air
Solar
M. tanah
Kodya Gorontalo
28,38
9,50
0,00
23,76
30,53
9,90
46,80
3,30
18,00
5,00
Kab. Gorontalo
38,28
53,86
11,88
39,60
18,15
27,23
25,74
9,90
54,00
20,00
Kab. Boalemo
80,52
12,67
19,80
23,76
132,83
75,08
135,72
15,18
82,80
19,00
Kab. Pohuwato
47,52
9,50
7,92
31,68
99,00
34,65
114,66
4,62
25,20
10,00
194,70
85,54
39,60
118,80
280,50
146,85
322,92
33,00
180,00
54,00
Kodya
Total
Roda 2 Mini Medium
Sprayer
Sumber: Keluaran Model LEAP
Berdasarkan Model LEAP, kebutuhan BBM untuk alat dan mesin pertanian di provinsi Gorontalo menunjukkan peningkatan, yaitu kebutuhan minyak solar meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 0,22 % per tahun, kebutuhan minyak tanah meningkat dengan pertumbuhan 7,45% per tahun, dan kebutuhan premium meningkat dengan pertumbuhan 1,22% per tahun, sehingga menjadi 1.222 kiloliter, minyak tanah menjadi 180 kiloliter, dan premium menjadi 54 kiloliter. Sebagian besar dari minyak solar dipergunakan untuk bahan bakar RMU (26%), power thresher (23%), dan traktor roda dua (16%). Dari tahun 1994 sampai tahun 2015, secara umum konsumsi BBM untuk alat mesin pertanian diperkirakan relatif kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan BBM untuk sektor-sektor lainnya. sehingga tidak perlu pasokan atau penyediaan khusus untuk memenuhi kebutuhan BBM pada sektor
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
70
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
pertanian. Sebagai contoh pada tahun 2000, kebutuhan BBM yang paling besar adalah minyak solar yang kebutuhannya untuk alsintan mencapai 1.182 kiloliter atau hanya sekitar 7,80% dari total pasokan minyak solar untuk SPBU dari Pertamina di Gorontalo pada tahaun yang sama. Sementara itu kebutuhan minyak tanah dan premium untuk sektor pertanian dapat dikatakan tak berarti bila dibandingkan pasokan bahan bakar minyak tersebut dari Pertamina. Kebutuhan minyak tanah untuk sektor tersebut hanya 61 kiloliter atau sekitar 0,23% dari total pasokan minyak tanah untuk rumah tangga dari Pertamina, sedangkan kebutuhan premium untuk sektor pertanian hanya 45 kiloliter atau 0,16% dari pasokan premium untuk SPBU di provinsi tersebut. 5
KESIMPULAN. 1. Kebutuhan energi pada sektor pertanian diperkirakan berdasarkan jumlah alat mesin pertanian (alsintan) dan intensitas energi dari setiap alat mesin pertanian tersebut. Alsintan tersebut terdiri atas alat mesin pengolah tanah, pemelihara tanaman, dan pengolah hasil pertanian yang meliputi traktor roda 2, traktor roda 4, power thresher, rice milling unit (RMU), pompa air, dryer, dan motor/power sprayer, sedangkan intensitas energi merupakan konsumsi bahan bakar per satuan waktu dari alsintan yang diperoleh berdasarkan perkalian antara konsumsi bahan bakar (minyak solar, premium, dan minyak tanah) per satuan waktu dengan waktu pengoperasian per tahun dari alsintan. 2. Jumlah alat mesin pertanian di Provinsi Gorontalo dari tahun 1994 sampai 2000 secara komulatif tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dalam periode tahun tersebut, jumlah umlah komulatih alsintan terbanyak terjadi pada tahun 1998. Jumlah alsintan pada periode tahun tersebut dipergunakan sebagai pasokan data untuk Model LEAP untuk diperkirakan jumlah alsintan di provinsi tersebut dari 2000 sampai dengan 2015. Kecilnya pertumbuhan jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo diperkirakan disebabkan oleh beberapa kendala antara lain adanya alat pertanian konvensional yang relatif murah, kepemilikan lahan oleh setiap petani relatif kecil, dan keadaan topografi tanah di Gorontalo berbukit. 3. Pertumbuhan kebutuhan energi yang terdiri atas minyak solar, premium, dan minyak tanah untuk alsintan pada sektor pertanian adalah berbanding lurus atau sejalan dengan peningkatan jumlah alsintan, karena intensitas energi dari setiap jenis alsintan dari tahun ke tahun diasumsikan konstan. Kebutuhan BBM untuk alsintan relatif kecil bila dibandingkan dengan pasokan BBM dari Pertamina. Seperti pada tahun 2000; kebutuhan minyak solar untuk alsintan adalah sekitar 7,8% dari total pasokan minyak solar untuk sektor transportasi yang disalurkan melalui SPBU, kebutuhan minyak tanah untuk alsintan 0,23% dari pasokan minyak tanah untuk sektor rumahtangga yang disalurkan melalui APMT (Agen Penyalur Minyak Tanah); dan kebutuhan premium untuk alsintan adalah 0,16% dari pasokan premium untuk sektor transportasi yang disalurkan melalui SPBU. 4. Meskipun jumlah maupun pangsa kebutuhan BBM untuk alsintan tersebut relatif kecil, namun pemenuhan kebutuhan BBM untuk alsintan tersebut tidak dapat diabaikan, karena mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan ekonomi melalui pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo, yaitu sebagian besar dari struktur ekonomi atau PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) provinsi tersebut disumbang oleh sektor pertanian. 5. Terbatasnya pasokan BBM baik untuk sektor transportasi maupun untuk sektor rumahtangga akan berdampak terhadap penyediaan BBM untuk sektor pertanian, sedangkan kebutuhan BBM pada semua sektor semakin meningkat, sehingga untuk menjamin kelancaran pasokan BBM perlu perencanaan energi untuk yang akan dating. Berdasarkan perkiraan kebutuhan energi jangka panjang dengan menggunakan Model LEAP, kebutuhan BBM atau energi untuk alat mesin pertanian dari tahun 2000 sampai dengan 2015 diperkirakan akan meningkat dan sebagian besar dari BBM yang dipergunakan adalah minyak solar, disusul oleh minyak tanah dan premium.
71
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
6. Dari tahun 2000 sampai 2015 tersebut, kebutuhan minyak tanah untuk alsintan diperkirakan akan mempunyai peningkatan yang paling pesat dengan pertumbuhan rata-rata 7,48% per tahun atau meningkat dari 61 kiloliter menjadi 180 kiloliter, kebutuhan premium akan meningkat dari 45 kiloliter menjadi 54 kiloliter atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 1,22% per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar akan meningkat dari 1.182 kiloliter menjadi 1222 kiloliter atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 0,22% per tahun. Analisis kebutuhan energi pada sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam mengantisipasi besarnya kebutuhan energi yang akan datang untuk menghindari terganggunya pasokan energi atau BBM untuk sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi Provinsi Gorontalo. DAFTAR PUSTAKA. 1.
BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia. 1994. Desember 1995.
2.
BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia. 1995. Desember 1996.
3.
BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia. 1996. Februari 1998.
4.
BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia. 1997. April 1999
5.
BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia. 1998. Agustus 2000
6.
BPS. Survei Pertanian. Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia. 1999. Desember 2000.
7.
BPS Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Juli, 2002.
8.
Dinas Pertanian Kabupaten Boalemo. Data Jumlah Alat Mesin Pertanian Kabupaten Boalemo tahun 2002. 2003.
9.
Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo. Data Jumlah Alat Mesin Pertanian Kabupaten Gorontalo tahun 2002. 2003.
10.
Dinas Pertanian Kodya Gorontalo. Data Jumlah Alat Mesin Pertanian Kota Madya Gorontalo tahun 2002. 2003.
11
Direktorat Alat dan Mesin, Ditjen. Tanaman Pangan. Himpunan Hasil Pengujian Alat Pengolahan Tanah. 1992.
12.
Direktorat Alat dan Mesin, Ditjen. Tanaman Pangan. Data Perkiraan Penggunaan Bahan Bakar untuk Alat Mesin Pertanian. 2001.
13.
Pertamina UPMS VII. Depot Gorontalo, Laporan Bulanan Penyaluran BBM Menurut Sektor 2002-2003. 2003
14.
Wage, M. PT. BERKHA. Komunikasi Pribadi. 2001.
Analisis Kebutuhan Energi Pada Sektor Pertanian
72
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the current rate of fishery production is relatively low. In the future, it is expected that more powered engine fishery ship is available, eventhough the other traditional types of fishery equipment remain dominant tool for fishing Based on the current fishery equipment used, energy consumption in fishery sector can be calculated. Then, LEAP model is used to estimate future energy demand of fishery sector in Gorontalo Province.
1
PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo yang terletak dibagian utara Pulau Sulawesi dengan luas 12.215,44 km2 memiliki total panjang garis pantai kira-kira 590 km. Pantai tersebut merupakan batas sebelah utara Provinsi Gorontalo dengan Laut Sulawesi dan batas sebelah selatan Provinsi Gorontalo dengan Teluk Tomini. 2 2 Luas total perairan laut adalah sekitar 50.500 km , dimana kira-kira seluas 10.500 km berupa 2 perairan teritorial (12 mil dari pantai) dan seluas 40.000 km berupa perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dari perairan laut tersebut, diperkirakan terdapat potensi ikan sebesar 82.200 ton ikan per tahun. Sementara itu dari budidaya laut, berupa rumput laut, ikan karang, teripang dan mutiara terdapat potensi sebesar kira-kira 57.400 ton per tahun, sedangkan dari budidaya perairan Danau 1 Limboto maupun perikanan darat terdapat potensi sebesar 12.200 ton ikan per tahun . Sektor perikanan berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan bagian dari kelompok pertanian. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Gorontalo, sektor perikanan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) rata-rata sekitar 3,5% berdasarkan harga konstan 1999-2001. Upaya meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB akan mendorong aktivitas di sector tersebut dan selanjutnya akan meningkatkan pemakaian energinya. Pemakaian energi pada sektor perikanan dapat dikelompokan atas dua jenis yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar sebagai bahan bakar sarana penangkapan ikan, sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Proyeksi kebutuhan energi dimasa mendatang dianalisis dengan menggunakan Model Long-range Energy Alternative Planning System (LEAP). Model LEAP dalam memperkirakan kebutuhan energi di masa mendatang didasarkan pada riwayat perkembangan pemakaian energi di masa lalu, jenis peralatan yang menggunakan energi tersebut dan intensitas energinya. Makalah penelitian ini menganalisis kebutuhan energi sektor perikanan, melalui diskusi dengan instansi terkait, survei dan pengamatan terhadap keadaan sektor perikanan di Provinsi Gorontalo pada saat ini, seperti jumlah hasil penangkapan ikan, sarana dan peralatan penangkapan ikan yang digunakan, intensitas pemakaian energi pada sarana dan peralatan penangkapan ikan serta menganalisis proyeksi kebutuhan energi di sektor perikanan dimasa mendatang.
Analisis Kebutuhan Energi Untuk Sektor Perikanan
73
2
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang digunakan dalam penelitian kebutuhan energi untuk sektor perikanan di Provinsi Gorontalo adalah dengan mengambil tahun dasar 2000. Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan dan evaluasi data sarana dan peralatan penangkap ikan. Data sarana dan peralatan penangkap ikan yang diperoleh dari provinsi ini adalah data tahun 2001, data tersebut kemudian dievaluasi untuk menentukan jumlah sarana maupun peralatan pada tahun 2000. Jumlah sarana maupun peralatan pada tahun 2000 didapat dari hasil ekstrapolasi terhadap data tahun 2001. 2) Pengumpulan dan evaluasi data hasil penangkapan ikan. Berdasarkan data hasil penangkapan ikan di Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo dan Provinsi Gorontalo yang dikeluarkan oleh BPS selama jangka waktu 12 tahun dari tahun 1989-2001, dapat diperkirakan pertumbuhan rata-rata jumlah hasil penangkapan ikan di Provinsi Gorontalo. Selanjutnya, dengan mengacu laju pertumbuhan penduduk dan hasil penangkapan ikan dapat ditetapkan proyeksi peningkatan jumlah sarana maupun peralatan yang diperlukan untuk menangkap ikan. 3) Pengumpulan dan evaluasi data intensitas pemakaian energi untuk sarana dan peralatan penangkap ikan. Intensitas pemakaian energi untuk sarana dan peralatan penangkap ikan dibedakan berdasarkan jenis sarana dan peralatan penangkap ikan serta kegunaannya. Karena tidak tersedianya data intensitas pemakaian energi, maka diasumsikan sama dengan intensitas energi dari “Study on the Assessment of Oil Fuel Consumption in Indonesia on 2002” dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di Provinsi Gorontalo. Kemudian intensitas pemakaian energi ini diasumsikan tetap selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015. 4) Analisis konsumsi energi (KE) pada saat ini dan proyeksi kebutuhan energi di masa mendatang dengan menggunakan model LEAP. Analisis konsumsi energi saat ini didasarkan pada jumlah sarana maupun peralatan penangkap ikan per jenis energi per kegunaannya (JS&P) dikalikan dengan intensitas pemakaian energi (IE) per jenis energi dikalikan dengan aktivitas penggunaannya per tahun (AP). Sedangkan proyeksi kebutuhan bahan bakar di sektor perikanan dianalisis dengan menggunakan model LEAP yang bekerja atas dasar perkiraan jumlah sarana maupun peralatan hingga tahun 2015 dan intensitas energi per jenis energi tahun 2000 dengan menggunakan persamaan 1 dan 2. K E BBM mt;p,s = IE l;mt;lpg,b x JS&P x AP
(1)
K E Penerangan;mt = IE Penerangan mt x JS&P x AP
(2)
Keterangan: mt = minyak tanah p = premium s = minyak solar 3
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pembahasan hasil penelitian dibedakan atas keadaan sektor perikanan saat ini dan dimasa datang. Keadaan sektor perikanan saat ini didasarkan dari hasil diskusi dengan instansi terkait, survei dan pengamatan terhadap jumlah hasil penangkapan ikan, sarana dan peralatan penangkapan ikan, intensitas pemakaian energi pada sarana dan peralatan penangkapan ikan. Sedangkan keadaan di masa datang dianalisis berdasarkan hasil keluaran model LEAP, seperti proyeksi kebutuhan energi selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015.
74
Analisis Kebutuhan Eneregi Untuk Sektor Perikanan
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
3.1
Hasil Penangkapan Ikan
Perikanan di Provinsi Gorontalo berdasarkan asal penangkapannya terbagi atas perikanan laut dan perikanan darat. Pada perikanan laut, secara umum ikan diperoleh dengan melakukan penangkapan di laut lepas. Jenis tangkapannya adalah ikan, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak dan binatang air lainnya. Komposisi hasil penangkapan dari perikanan laut pada tahun 2001 ditunjukkan pada Tabel 1. TABEL 1 KOMPOSISI HASIL PENANGKAPAN PERIKANAN LAUT TAHUN 2001 Jenis Ikan Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Binatang air lainnya Total
Jumlah (Ton) (%) 22079,0 98,5 188,3 0,8 96,4 0,4 49,3 0,2 22413,0 100,0
Sumber: Pustaka 2
Pada perikanan darat, ikan diperoleh dari dua sumber, yaitu penangkapan di perairan umum dan hasil budidaya. Penangkapan ikan di perairan umum di provinsi ini biasanya dilakukan di Danau Limboto, sedangkan hasil budidaya berasal dari tambak, kolam, karamba dan sawah. Komposisi hasil perikanan darat pada tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2 KOMPOSISI HASIL PENANGKAPAN PERIKANAN DARAT TAHUN 2001 Jenis Perairan umum Tambak Kolam Karamba Sawah Total
Jumlah (Ton) (%) 815,0 62,5 127,5 9,8 36,3 2,8 317,3 24,3 8,5 0,7 1304,6 100,0
Sumber: Pustaka 2
Berdasarkan data hasil penangkapan ikan dari perikanan laut (Tabel 1) dan perikanan darat (Tabel 2) dapat dikatakan bahwa kira-kira 94,5% hasil penangkapan ikan di Provinsi Gorontalo berasal dari perikanan laut, sedangkan sisanya sebesar 5,5% berasal dari perikanan darat. Beberapa jenis utama ikan yang ditangkap adalah layang, kebung, selar, tembang, teri, tongkol/cakalang dan tengiri. Data hasil penangkapan ikan di Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo yang dikeluarkan oleh BPS merupakan acuan dalam menghitung jumlah hasil tangkapan ikan diseluruh Provinsi Gorontalo. Total hasil perhitungan jumlah ikan yang ditangkap, baik perikanan laut maupun darat, dari seluruh Provinsi Gorontalo selama 12 tahun, yaitu 1989-2001 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel ini memperlihatkan laju pertumbuhan rata-rata jumlah hasil penangkapan ikan di Provinsi Gorontalo selama jangka waktu 1989-2001 adalah sebesar 1,3%.
Analisis Kebutuhan Energi Untuk Sektor Perikanan
75
TABEL 3 TOTAL HASIL PENANGKAPAN IKAN Produksi (ton) 20.104 20.202 20.249 20.391 18.319 21.191 21.521 22.536 21.745 19.699 20.740 21.424 23.538 1,3%
Periode 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Pertumbuhan
Sumber: Diolah dari Pustaka 2 dan 3
Apabila dibandingkan dengan potensi perikanan laut sebanyak 82.200 ton ikan per tahun yang terdapat di perairan sekitar Provinsi Gorontalo, jumlah hasil perikanan laut hanyalah berkisar antara 18 - 27% dari potensi perikanan laut yang ada. Sementara itu bila dibandingkan dengan potensi perikanan darat sebanyak 12.200 ton ikan per tahun, jumlah hasil perikanan darat hanyalah berkisar antara 7 - 10% dari potensi yang ada. 3.2 Sarana dan Peralatan Penangkap Ikan Sarana yang dimaksud untuk kegiatan penangkapan ikan adalah perahu motor, motor tempel, perahu tanpa motor, sedangkan peralatan yang dimaksud untuk keperluan penangkapan ikan adalah, payang, pukat, pukat cincin, jaring insang, bagan pancing dan serok. Secara umum, sarana yang dimaksud dalam kajian ini adalah alat penangkap ikan yang memiliki energi baik bahan bakar maupun tenaga manusia untuk berpindah. Sementara itu peralatan lebih bersifat statis dan tidak memiliki energi sendiri untuk berpindah. Jumlah sarana maupun peralatan yang digunakan pada tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data tahun 2001, Provinsi Gorontalo masih terdiri dari Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo dan Kotamadya Gorontalo. Pada saat ini Kabupaten yang ada di Provinsi Gorontalo telah dimekarkan, sehingga Kabupaten Boalemo telah berkembang menjadi Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pahuwato, sedangkan Kabupaten Gorontalo telah berkembang menjadi Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Meskipun demikian, pemekaran ini tidak berpengaruh terhadap hasil analisa, karena analisa ini bersifat menyeluruh untuk Provinsi Gorontalo, tidak mengkaji secara rinci di Kabupaten mana sesungguhnya sarana maupun peralatan penangkapan ikan tersebut berada. TABEL 4 JUMLAH SARANA DAN PERALATAN PENANGKAPAN IKAN TAHUN 2001 Nama Sarana Kapal motor < 5GT Kapal motor 5-10 GT Kapal motor 15GT Perahu motor tempel Perahu tanpa motor
76
Kab. Boalemo
693 509
Kab. Gorontalo (unit) 6 32 15 1171 2162
Kota Gorontalo
24 535 1095
Analisis Kebutuhan Eneregi Untuk Sektor Perikanan
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 4 JUMLAH SARANA DAN PERALATAN PENANGKAPAN IKAN TAHUN 2001 Sambungan Nama
Kab. Boalemo
Peralatan Payang Pukat Purse Seine Pukat pantai Jaring insang tetap Jaring insang Bagan Pancing Serok Seser Jala lempar Bubu Lain-lain
Kab. Gorontalo (unit)
0 0 9 51 301
Kota Gorontalo
54 21 47 0 0 711 52 8139 280 267 134 323 547
134 931
33 1 43 47 52 0 1590 65
35
Sumber: Pustaka 4, 5, 6 dan 7
3.2
Intensitas Pemakaian Energi
Untuk keperluan proyeksi kebutuhan energi disektor perikanan, hanya sarana dan peralatan penangkap ikan yang menggunakan energi yang akan diteliti lebih lanjut. Berdasarkan pemakaian energinya, pemakaian energi pada sektor perikanan dikelompokan atas dua jenis kegiatan yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa untuk keperluan mesin penggerak, seluruh kebutuhan premium digunakan untuk perahu motor tempel, sedangkan seluruh kebutuhan minyak solar digunakan untuk kapal motor. Intensitas pemakaian premium maupun minyak solar dihitung berdasarkan jumlah perjalanan per perahu per tahun dan jumlah pemakaian bahan bakar per perjalanan sesuai dengan data rata-rata di 8 Indonesia yang diperoleh dari hasil survey BPPT maupun ITB . Data tentang spesifik pemakaian premium dan minyak solarl pada sarana penangkapan ikan ditunjukkan pada Tabel 5. TABEL 5 KONSUMSI BBM DAN JUMLAH PERJALANAN PER TAHUN Konsumsi Premium Perahu motor tempel Minyak Solar Kapal motor < 5GT Kapal motor 5-10 GT Kapal motor 15GT
Lt/perjalanan
Perjalanan/th
8
200
20
150
24 36
125 70
Sumber: Pustaka 8
Untuk keperluan penerangan digunakan lampu petromak, dimana lampu tersebut menggunakan minyak tanah sebagai sumber energinya. Asumsi dalam pemakaian minyak tanah untuk lampu petromak adalah 2 liter minyak tanah per lampu petromak per hari dengan waktu pemakaian 20 hari 8 per bulan selama 10 bulan setiap tahunnya . Jenis sarana dan peralatan penangkap ikan serta jumlah lampu petromak yang digunakan per sarana maupun per peralatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Analisis Kebutuhan Energi Untuk Sektor Perikanan
77
TABEL 6 LAMPU PETROMAK PADA SARANA DAN PERALATAN PENANGKAP IKAN Sarana/Perasarana Perahu tanpa motor Purse seine Jaring insang tetap (gillnet) Bagan
Jumlah Petromak (unit) 1 6 1 4
Sumber: Diolah dari Pustaka 8.
3.4
Analisis Proyeksi Kebutuhan Energi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, untuk memproyeksikan kebutuhan energi di sektor perikanan digunakan model LEAP dengan mengambil tahun dasar tahun 2000. Masukan yang diperlukan model LEAP pada sektor perikanan adalah jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan per jenis alat, lamanya pemakaian sarana dan peralatan penangkapan ikan serta intensitas energi per jenis energi per aktivitas. Mengingat data jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan yang tersedia adalah untuk tahun 2001, perhitungan jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan yang ada pada tahun 2000 diperkirakan berdasarkan hasil ekstrapolasi terhadap data tahun 2001. Selanjutnya dengan menentukan beberapa parameter seperti tingkat pertumbuhan jumlah hasil tangkapan ikan dan laju pertumbuhan penduduk dapat diperkirakan besarnya laju pertumbuhan jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan. Tingkat pertumbuhan jumlah hasil penangkapan ikan dihitung berdasarkan hasil penangkapan dari tahun-tahun yang telah lalu (lihat Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, diperkirakan selama kurun waktu 12 tahun yaitu dari 1989 sampai 2001 tingkat pertumbuhan hasil tangkapan ikan rata-rata adalah sebesar 1,3%. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Gorontalo dalam jangka waktu 10 tahun yaitu mulai 1990 hingga 2000 meningkat sebesar 1,74%2. Berdasarkan laju pertumbuhan kedua parameter tersebut, dapatlah ditetapkan peningkatan jumlah sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menangkap ikan. Diperkirakan peningkatan jumlah kapal motor berbahan bakar minyak solar sebesar 3,0% per tahun. Perkiraan tersebut juga didasarkan pada asumsi bahwa kapal jenis ini akan dimiliki oleh nelayan yang bermodal kuat. Keuntungan dari kapal jenis ini adalah daya jelajahnya yang lebih jauh dan dapat lebih lama tinggal dilaut, sehingga dapat diperoleh hasil penangkapan ikan yang lebih banyak. Berlainan dengan kapal motor, terbatasnya jarak tempuh perahu motor tempel merupakan salah satu kendala yang membatasi laju pertumbuhan jumlah perahu tersebut, karena jumlah kapal yang berlebihan untuk wilayah yang sama akan mengurangi hasil tangkapan per perahu. Sementara itu, bila perahu jenis ini beroperasi dekat pantai, hasil tangkapannya juga berkurang karena harus bersaing dengan sarana dan peralatan penangkap ikan yang lain, seperti perahu tanpa motor, purse seine, gillnet dan bagan. Perahu motor tempel umumnya dimiliki oleh para nelayan dan jumlah perahu motor tempel ini diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,0% per tahun. Dalam kegiatan penangkapan ikan menggunakan perahu tanpa motor, purse seine, gillnet dan bagan dibutuhkan lampu petromak. Pemakaian lampu petromak akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah sarana dan peralatan penangkap ikan yang menggunakan lampu jenis tersebut, seperti perahu tanpa motor, purse seine, gillnet dan bagan. Jumlah lampu petromak yang diperlukan oleh masing-masing sarana maupun peralatan penangkap ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Pemakaian sarana dan peralatan penangkap ikan jenis ini cukup intensif dimasa mendatang, mengingat sarana dan peralatan jenis ini relatif murah biayanya sehingga dapat terjangkau oleh para nelayan umumnya. Sesuai dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk, maka diperkirakan jumlah sarana dan peralatan penangkap ikan jenis ini akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,5% per tahun.
78
Analisis Kebutuhan Eneregi Untuk Sektor Perikanan
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Selanjutnya jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan pada tahun 2000 serta perkiraan laju pertumbuhan sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan sebagai masukan dalam model LEAP untuk dapat diperkirakan jumlah sarana dan peralatan yang diperlukan di Provinsi Gorontalo hingga tahun 2015. Jumlah sarana dan peralatan penangkap ikan berdasarkan hasil keluaran model LEAP hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 7. TABEL 7 SARANA DAN PERALATAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN (unit) Sarana/Peralatan Perahu Motor Tempel Kapal Motor - Kapal Motor < 5GT - Kapal Motor 5-10GT - Kapal Motor 15GT
2000 2372 75 6 15 54
6 15 57
7 17 64
7 18 66
8 20 73
8 20 75
8 21 78
9 23 87
Lampu Petromak - Perahu Tanpa Motor - Purse Seine - Gillnet - Bagan
5036 3712 98 1043 183 7483
5269 3884 102 1092 192 7795
5421 3995 105 1123 197 8007
5573 4107 108 1155 203 8207
5725 4219 111 1186 208 8407
5901 4349 114 1223 215 8639
6099 4495 118 1264 222 8904
6298 4642 122 1305 229 9177
Total
2003 2448 78
2005 2498 88
2007 2544 90
2009 2581 101
2011 2635 104
2013 2698 107
2015 2760 119
Sumber: Keluaran Model LEAP
Kemudian dengan memasukkan intensitas energi per jenis energi per jenis sarana dan peralatan penangkap ikan kedalam model LEAP, dapatlah diperkirakan jumlah kebutuhan energi yang diperlukan untuk sektor perikanan seperti ditunjukkan pada Tabel 8. TABEL 8 PERKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR PERIKANAN Jenis BBM
2000
2005
2010
2015
KL
BOE
KL
BOE
KL
BOE
KL
BOE
Premium Minyak Solar Minyak Tanah
3885.09 205.77 1281.43
21300.00 1260.90 7500.00
4085.73 237.79 1503.54
22400.00 1457.10 8800.00
4268.13 273.69 1657.31
23400.00 1677.10 9700.00
4523.48 320.17 1811.08
24800.00 1961.90 10600.00
Total
5372.28
30060.90
5827.05
32657.10
6199.13
34777.10
6654.73
37361.90
Sumber: Keluaran Model LEAP
Jumlah kebutuhan BBM per jenisnya pada sektor perikanan dari tahun 2000 hingga tahun 2015 setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal tersebut disebabkan hasil penangkapan ikan di Provinsi Gorontalo saat ini dapat dikatakan masih belum optimal. Untuk mengoptimalkan penangkapan ikan dibutuhkan peningkatan sarana dan peralatan yang akan mempengaruhi terhadap kebutuhan bahan bakarnya. Premium merupakan jenis BBM yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan BBM di sektor perikanan, khususnya untuk motor tempel, karena jumlah motor tempel di sektor ini sangat besar. Sedangkan minyak tanah hanya digunakan sebagai penerangan sarana dan peralatan penangkap ikan. Pemakaian bahan bakar yang paling kecil di sektor ini adalah minyak solar, meskipun minyak solar mempunyai laju pertumbuhan pemakaian yang paling besar. Minyak solar adalah jenis BBM yang hanya digunakan untuk bahan bakar kapal motor yang jumlahnya pada saat ini relatif sedikit.
Analisis Kebutuhan Energi Untuk Sektor Perikanan
79
4
KESIMPULAN 1.
Secara umum sarana dan peralatan penangkap ikan yang ada pada saat ini masih bersifat tradisional. Hal ini mengakibatkan terbatasnya wilayah dan ruang jelajah penangkap ikan yang ada, sehingga membatasi jumlah ikan yang dapat diperoleh para nelayan.
2.
Masih rendahnya hasil penangkapan dari perikanan laut bila dibandingkan potensi ikan yang ada di daerah perairan Gorontalo merupakan suatu peluang untuk menanamkan investasi di sektor perikanan.
3.
Meningkatnya jumlah perahu motor dimasa mendatang akan mengatasi keterbatasan ruang jelajah para nelayan dalam menangkap ikan. Hal ini akan meningkatkan hasil tangkapan ikan, yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan para nelayan.
Daftar Pustaka : 1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Penanaman Modal, Pemerintah Provinsi Gorontalo. Peta Industri dan Perdagangan, Oktober 2002 2. BPS Provinsi Gorontalo, Provinsi Gorontalo Dalam Angka, 2001 3. BPS Provinsi Gorontalo, Provinsi Gorontalo Dalam Angka, 2002 4. BPS Kota Gorontalo, Kabupaten Gotontalo Dalam Angka, 2001 5. Dinas Perikanan dan Kelautan, Pemerintah Kabupaten Boalemo, Laporan Tahunan, Kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Boalemo Tahun Anggaran 2002 6. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gorontalo 2002, Profil Perikanan Tangkap 7. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gorontalo 2002, Profil Danau Limboto 8. Institut Teknologi Bandung. Strudy on the Assessment of Oil Fuel Comsumption in Indonesia on 2002, Center for Research on Material and Energy, September 2001
80
Analisis Kebutuhan Eneregi Untuk Sektor Perikanan