LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO TAHUN 2011
PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO
i
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo Jalan Jamaluddin Malik No. 41 Kota Gorontalo Telp : 0435 – 828626 Fax
: 0435 – 828627
Pembina: Dr. Ir. Hi. Gusnar Ismail, MM Hi. Toni Uloli, SE
Pengarah: Dr. Rauf A. Hatu, M.Si
Penyusun: Ir. Rugaya Biki, M.Si; Nasruddin, S.Pd, SKM, M.Si , Abd. Alim Katili, ST, Arvana Bachmid, ST, Algamar S.Si, Yeyen Pakaya, S.Ap
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO 2011
Diterbitkan oleh: Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo i
GUBERNUR GORONTALO KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2011 dapat dilaksanakan dan disusun dengan baik. Laporan SLHD merupakan sarana publik untuk melakukan pengawasan
Tata
Praja
(Good
Lingkungan
Environmental
Governance) di daerah. SLHD sebagai landasan publik untuk berperan
dalam
menentukan
kebijakan
pembangunan
berkelanjutan bersama-sama dengan lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah pemerintah
terhadap
lingkungan
hidup
(SLHD) merupakan wujud kepedulian sebagai
akuntabilitas
publik
dengan
menggunakan pendekatan P-S-R (Pressure, State, Response). Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) merupakan amanat Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009 Lingkungan
Hidup,
melaksanakan
yang
penyusunan
mewajibkan laporan
Tentang Pemerintah
tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Pusat
pengelolaan
dan
Daerah
lingkungan
hidup
untuk dan
menyebarluaskannya kepada masyarakat. Saya yakin masih terdapat kekurangsempurnaan dalam laporan ini, namun demikian saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan terlibat dalam penyusunan laporan ini. Semoga kerja sama seperti ini dapat terus berlanjut di masa mendatang.
Wabillahi Taufik Walhidayah Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Gorontalo,
2011
Gubernur Gorontalo
DR. Ir. Hi. GUSNAR ISMAIL, MM
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................
i
KATA PENGANTAR ........................................................
ii
DAFTAR ISI ................................................................
iii
DAFTAR TABEL ............................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..........................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................
I-1
Gambaran Umum Provinsi Gorontalo .......................................................
I-2
BAB II KONDISI LINGUNGAN & KECENDERUNGANNYA .............
II-1
A.
LAHAN DAN HUTAN ...................................................................................
II-1
B.
KEANEKARAGAMAN HAYATI...................................................................
II-6
C.
AIR ....................................................................................................................
II-17
D.
UDARA ............................................................................................................
II-32
E.
LAUT, PESISIR DAN PANTAI ..................................................................
II-35
F.
IKLIM ...............................................................................................................
II-43
G.
BENCANA ALAM ...........................................................................................
II-45
BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN .........................
III-1
A.
KEPENDUDUKAN .........................................................................................
III-1
B.
PEMUKIMAN ..................................................................................................
III-2
C.
KESEHATAN .................................................................................................
III-2
D.
PERTANIAN ...................................................................................................
III-13
E.
INDUSTRI ......................................................................................................
III-13
F.
PERTAMBANGAN ..........................................................................................
III-13
G.
ENERGI ............................................................................................................
III-20
H.
TRANSPORTASI ...........................................................................................
III-21
I.
PARIWISATA ................................................................................................
III-22
J.
LIMBAH B3 .....................................................................................................
III-23
iii
BAB IV PENGELOLAAN LINGKUNGAN ..................................
IV-1
A.
REHABILITASI LINGKUNGAN ................................................................
IV-1
B.
AMDAL .............................................................................................................
IV-3
C.
PENEGAKAN HUKUM ...................................................................................
IV-4
D.
PERAN SERTA MASYARAKAT .................................................................
IV-5
E.
KELEMBAGAAN .............................................................................................
IV-7
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I PENDAHULUAN
Danau Limboto
Pemanasan global akan membuat dunia "berperang" melawan kenaikan muka air laut pada 2050. (Emil Salim)
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara sejak tanggal 16 Februari 2001. Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian Utara meliputi 1 kota dan 5 Kabupaten. Letak geografi berada di antara 121°23’ – 123°43’ Bujur Timur dan 0°19’ – 1°15’ Lintang Utara, mempunyai luas 12.215,44 km2 dengan jumlah penduduk tercatat 996.078 jiwa (2008) dengan batas-batas wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol dan Toli Toli (Sulawesi Tengah dan Laut Sulawesi). Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong (Sulawesi Tengah). Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara). Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.
Mengingat bahwa Provinsi Gorontalo merupakan Provinsi yang baru terbentuk tentunya banyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan visi dan misinya, yaitu pengembangan pendidikan, pengembangan pertanian melalui konsep agropolitan, dan pengembangan perikanan. Sector lain yang menjadi prioritas yaitu pembangunan perkebunan dan peternakan dan pembangunan infrastruktur pelayanan publik. Tentunya kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumber daya alam. Dapat dikatakan bahwa sumber daya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian daerah. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. I- 1 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dimana Pada beberapa tahun ini sumber daya alam yang ada di Provinsi Gorontalo menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin kuat. Hal ini ditunjukkan dari “Status Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo” sekarang ini. Yang mencoba mengungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah. Wilayah Kota Gorontalo, secara geologis terdiri atas endapan danau, batu gamping, deorit bone, dan batu gunung api. Di Kota Utara didominasi oleh endapan danau; di Kota Barat, disamping ditemukan endapan danau, juga terdapat batu gamping terumbu; di Kota Selatan terdapat diorit bone dan batuan gunung. Berdasarkan Peta Geologi dari Direktorat Geologi (Tjetje Appandi, 1977) di Kota Gorontalo dijumpai batuan gunung api (berupa breksi gunung api, tufa, dan lava yang mengandung batu apung berwarna kuning); batuan gamping koral berwarna putih, pejal pada perbukitan; batuan beku terobosan Granodiorit, dijumpai menerobos batuan gunung api maupun batu gamping terjal di wilayah Kota Selatan; dan alluvium berupa lumpur, pasir dan kerikil pada satuan morfologi daratan. Wilayah Kabupaten Gorontalo dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine dan fandefosit. Sementara, wilayah Kabupaten Pohuwato terdiri atas sedimen lepas yang banyak tersebar di Kecamatan Paguyaman, Kecamatan Tilamuta, dan Kecamatan Paguat bagian selatan. Sedimen padu banyak ditemukan di Kecamatan Paguyaman bagian utara, Kecamatan Tilamuta bagian tengah dan utara. Kecamatan Popayato umumnya memiliki banyak batuan beku malihan. Wilayah Kabupaten Boalemo dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine dan fandefosit. Sementara, wilayah Kecamatan Tilamuta banyak tersebar sedimen lepas, sedimen padu. Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara berdasarkan peta satuan lahan dan status lembar Atinggola skala 1:250.000, yang diterbitkan Pusat Penelitian Agroklimat Bogor, bahwa formasi geologi yang terdiri dari Breksi Wubudu, Diorite dan Vulkanik Bilungala.
I- 2 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh karenanya, provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang berbeda-beda. Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung yang tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut. Sedangkan Gunung Litu-Litu yang terletak di Kabupaten Gorontalo merupakan gunung terendah dengan ketinggian 884 m di atas permukaan laut. Di samping mempunyai banyak gunung, provinsi ini juga dilintasi banyak sungai. Sungai terpanjang adalah Sungai Paguyaman yang terletak di Kabupaten Boalemo dengan panjang aliran 99,3 km. Sedangkan sungai yang terpendek adalah Sungai Bolontio dengan panjang aliran 5,3 km yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara. Informasi menyangkut jenis tanah yang mencakup seluruh wilayah Provinsi Gorontalo saat ini hanya tersedia dalam skala Tanah Tinjau (skala 1 : 250.000) dengan sistem kelasifikasi Dudal dan Supratoharjo. Meskipun demikian, di lokasi tertentu, khususnya di Kabupaten Gorontalo, telah tersedia data sampai skala semi detail berdasarkan sistem Taxonomi Tanah. Informasi menyangkut kondisi tanah dalam skala Provinsi, terutama didasarkan pada Peta Tanah Tinjau yang ada. Informasi dari peta tanah semi detail dimanfaatkan jika terjadi keraguan dalam pengambilan keputusan peruntukan kawasan, khususnya untuk lokasi yang termasuk wilayah Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, di Provinsi Gorontalo ditemukan tanah yang diklasifikasikan sebagai Aluvial, Grumusol, Andosol, Latosol, Podsolik dan Litosol. Berdasarkan sifat-sifatnya, tanah-tanah ini mempunyai kemampuan lahan (potensi pengembangan sebagai kawasan atau lahan budidaya dan faktor penghambat) yang bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah Aluvial yang terbentuk pada topografi datar, sebagai contoh, memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan, walaupun di sejumlah lokasi tertentu mempunyai hambatan yang serius dalam hal drainase permukaan. Tanah Lithosol di lain pihak, selain tidak layak untuk dibudidayakan, karena dangkal dan berbatu, juga sangat peka terhadap erosi dan proses degradasi. Berdasarkan petunjuk teknis yang diberikan di dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980, tanah Lithosol (berdasarkan Peta Tanah Tinjau terdapat di Kabupaten Bualemo, berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tengah) dikategorikan sebagai sangat peka erosi dan diperuntukkan hanya sebagai kawasan hutan lindung. Sementara, tanah-tanah
I- 3 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO lainnya dinilai boleh dibudidayakan, tetapi dengan tetap memperhatikan pengendalian faktor-faktor pembatas masing-masing. Berdasarkan hasil survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau (skala 1 : 250.000) yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (1992), tanah di wilayah Kabupaten Gorontalo termasuk dalam ordo (menurut Taxonomi Tanah, USDA): Alfisols (dominan), Inceptisols, Entisols, Vertisols dan Mollisols. Kelas kemampuannya bervariasi dari Kelas I sampai Kelas VIII dengan faktor pembatas dominan berupa bahaya erosi dan di beberapa lokasi berupa drainase. Jika hanya didasarkan pada kondisi tanah, kebanyakan lahan di wilayah Provinsi Gorontalo dapat dibudidayakan, kecuali yang diklasifikasikan sebagai Lithosol, walaupun sebagian di antaranya memerlukan usaha pengelolaan yang spesifik, berdasarkan kendala masing-masing. Yang menjadi pembatas utama bagi pengembangannya adalah faktor kondisi lereng yang akan diuraiakan berikut ini. Provinsi Gorontalo dibangun terutama (69,7 % dari seluruh areal provinsi) oleh hamparan lahan dengan kemiringan lereng lebih dari > 40 %, disusul oleh kelas lereng datar (0 sampai 2 %) dan kelas-kelas lereng lainnya.
Jadi, jika digunakan kriteria yang
dikeluarkan di dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980, yang mensyaratkan bahwa lahan dengan lereng > 40 % harus menjadi kawasan lindung, maka 824.668 ha (69,7 %) dari lahan di Provinsi Gorontalo tidak boleh dibudidayakan. Kendalanya, tentunya, adalah bahaya erosi. Dan, demi kepentingan konservasi air dan sumberdaya alam lainnya, lahan dengan lereng terjal ini perlu dimasukkan ke dalam kawasan lindung. Dalam kenyataannya, sebagian dari areal dengan kemiringan lereng > 40% tetap dibudidayakan, atau tidak (belum) dibudidayakan tetapi juga tidak dipetakan sebagai kawasan lindung, meskipun menurut SK Menteri pertanian harus menjadi hutan lindung. Ini menjadi jelas jika kawasan budidaya dan kawasan lindung atau konservasi diplotkan bersama-sama dengan kawasan lahan dengan lereng > 40 %. Artinya, kriteria dan penetapan kawasan lindung dan budidaya di Provinsi Gorontalo merupakan salah satu dari agenda penting yang harus diselesaikan oleh pemerintah Provinsi maupun Kabupaten.
I- 4 -
QQ
BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP & KECENDERNGANNYA
Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan eceng gundog
“Jika engkau berpikir untuk satu tahun ke depan, semailah sebiji benih. Namun jika engkau berpikir untuk sepuluh tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon.”
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP & KECENDERNGANNYA A. Lahan dan Hutan Hutan dan atau lahan merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi, ekonomi, sosial maupun budaya, yang diperlukan untuk menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, karena itu perlu dilakukan pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup;
1. Lahan Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang dan atau kebun bagi masyarakat. Secara garis besar lahan yang ada di Provinsi Gorontalo merupakan kawasan hutan hal ini ditunjukkan dari hasil analisis luas wilayah menurut penggunaan lahan utama tahun 2009 bahwa 36% lahan atau daratan di Gorontalo merupakan kawasan hutan itupun tidak termasuk Kabupaten Gorontalo Utara. Non pertanian sebesar 32%, Lahan kering sebesar 18%, Perkebunan sebesar 9% dan Sawah sebesar 2% serta pengunaan lahan lainnya sebesar 3%. Grafik 2.1 Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan Utama
Sumber: Hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis luas lahan kritis yang ada di Provinsi Gorontalo seluas 1034,637 ha sedangkan dari perkiraan luas kerusakan hutan menurut penyebabnya seluas 6.956 yang terjadi di Kabupaten Bone Bolango. Untuk konversi hutan menurut peruntukan II- 1 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO hanya terdapat di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Pohuwato (120.060 ha) dan Kabupaten Bone Bolango (2472,17 ha). Sedangkan luas hutan tanaman industry hanya terdapat di Kabupaten Pohuwato sebesar 14673,68 ha. Dari seluruh luas lahan di Provinsi Gorontalo 1,02 juta Ha (282.295 ha) merupakan lahan pertanian yang sudah dimanfaatkan sebesar 115.884 Ha. Berdasarkan hasil analisis, Luas areal untuk perkebunan 86.831,02 Ha, yang tersebar di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango sebesar 38.228,07 Ha serta Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato sebesar 48.602,95 Ha. Dari areal tersebut yang sudah dimanfaatkan untuk pengembangan 12 komoditi perkebunan,
berupa komoditi kelapa (Cocos nucifera) yang
dikelola oleh 65.453 KK. Selain kelapa potensi tanaman perkebunan yang dikembangkan adalah : Kakao (Theobroma cacao), Jambu Mete, Kopi, Cassiavera, Pala, Vanili, Aren, Cengkeh, Lada, Tebu, Kemiri. Potensi kayu yang ada di Provinsi Gorontalo adalah 77,19 M³/Ha dan potensi rotan adalah 0,92 Ton/Ha. Luas lahan kritis di Provinsi Gorontalo pada hutan konservasi sebesar 92.353Ha (46,74%), Hutan lindung 59.434H (35,91%), Hutan produksi 52.915Ha (52,56%), hutan produksi terbatas 152.200Ha (44,44%), dan hutan konversi sebesar 14.683Ha (72,80%). Sebaran jenis penutup lahan bila ditinjau dari kondisi lereng adalah sebagai berikut : hutan tersebar pada kondisi lahan berlereng >15%; permukiman, tubuh air, sawah, lahan terbuka berada pada lahan datar dengan lereng <8%; sedang semak belukar dapat dijumpai pada lereng 8-45%, biasanya berupa lahan tandus yang kritis. Lahan kritis dan terbuka tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya banjir, seperti di Gorontalo bagian Utara, yang berdampak pada Daerah Danau Limboto. Kondisi DAS yang memiliki hutan yang baik, dapat memperkecil resiko terjadinya banjir. Penebangan hutan pada fungsi hutan adalah sbb : pada hutan produksi sebesar 483,1 Ha, pada hutan lindung, 165,4 Ha, dan pada hutan konservasi sebesar 197,6 Ha. Meluasnya lahan kritis di Gorontalo disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Perambahan dan penebangan hutan secara illegal (illegal logging) Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan Perladangan berpindah Pembakaran hutan dan lahan Penambangan Emas tanpa Izin (PETI) di areal hutan.
II- 2 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Dimana perluasan lahan kritis berdampak pada: Terjadinya banjir dibeberapa lokasi. Penurunan produktivitas lahan lahan. Menurunnya keanekaragaman hayati ditandai berkurangnya populasi hewan endemic Gorontalo seperti babi rusa, anoa, ayam hutan dll. Erosi tanah yang mengarah pada proses desertifikasi atau perubahan menjadi padang pasir. Menurunnya kualitas air sungai.
2. Hutan Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan; Berdasarkan data analisis areal hutan di Provinsi Gorontalo tahun 2010 tercatat seluas 824.668 Ha. Areal hutan ini terdiri atas hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas; dan sisanya merupakan hutan produksi tetap serta produksi konversi. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; Dari data yang ada menunjukkan bahwa luas kawasan hutan menurut fungsinya yaitu seluas 50% untuk taman hutan raya, hutan lindung sebesar 4% dan 41% merupakan hutan produksi serta 5% untuk hutan produksi terbatas. Peningkatan kerusakan hutan menyebabkan perluasan lahan kritis. Saat ini Provinsi Gorontalo telah kehilangan 1 persen hutannya. Jika setiap tahunnya terjadi areal hutan hilang maka diprediksi selang 20 tahun ke depan daerah ini akan kehilangan seluruh potensi hutan jika tidak ada usaha konservasi dan rehabilitasi. Status kawasan hutan di wilayah Provinsi Gorontalo Menurut Kepmen Kehutanaan RI berdasarkan SK. 324/Menhut-II/2010 tentang Perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas ± 22.605 Ha, Perubahan antar fungsi kawasan hutan seluas ± 55.553 Ha, dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas ± 3.787 Ha di kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo Utara. II- 3 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Menurut Dinas Kehutanan dan Pertambangan Provinsi Gorontalo (2010), Provinsi Gorontalo mempunyai luas kawasan hutan sebesar 824.668 Ha. Menurut fungsinya, hutan di Gorontalo meliputi hutan lindung (HL) seluas 204.608 Ha (24,8%); hutan suaka alam 196.653 Ha (23,8%); hutan produksi terbatas (HPT) 251.097 Ha (30,5%); hutan produksi tetap (HP) 89.879 Ha (10,9%) dan hutan produksi konversi (HPK) 82.431 Ha (10%). Kondisi lahan dan hutan umumnya bisa diwakili dengan melihat tutupan lahan yang ada diwilayah Gorontalo. Pada tahun 2009, data tutupan lahan tidak terlalu berubah dibandingkan kondisi pada tahun 2008. Lima puluh tiga persen dari kawasan hutan (453.526 hektar) tersebut merupakan kawasan hutan tetap, dan sisanya merupakan hutan yang dapat dikonversi. Dari kawasan hutan tetap tersebut, 8 % di antaranya mempunyai fungsi pokok terkait dengan pengelolaan lingkungan. Fungsi pokok tersebut tertuang dalam dua jenis kawasan hutan, yaitu kawasan hutan lindung sebesar 6% dan kawasan hutan konservasi sebesar 2 % dari total kawasan hutan tetap.
Gambar 2.1 Sebaran Tutupan Lahan Hutan dan Non Hutan di Provinsi Gorontalo Tahun 2009
II- 4 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Tabel 2.1 Luas Kawasan Hutan Provinsi Gorontalo 2010 Kawasan Hutan
Luas (Ha)
• Hutan Konservasi
± 196.653
• Hutan Lindung
± 204.608
• Hutan Produksi Terbatas
± 251.097 ± 89.879
• Hutan Produksi Tetap
± 82.431
• Hutan Produksi yang dapat dikonversi Jumlah
± 824.668
Sumber: SK Menhut No 325 Tahun 2010
Tabel 2.2 Luasan dan Lokasi Penutupan Lahan Per Kab/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun 2010 LOKASI
Kab.
Kab.
Kota
Kab
Kab.
Kab.
PENUTUPAN
Bone
Gorontalo
Gorontalo
Gorontalo
Pohuwato
Boalemo
LAHAN
Bolango
Total
Utara Ha
Airport
0
36
0
0
0
0
36
Belukar Rawa
0
867
0
174
91
9
1141
93566
22500
0
26434
128992
22331
293823
37016
37904
131
58698
211524
71685
416958
0
0
0
1956
1247
380
3583
0
0
0
1491
6539
2032
10062
0
0
0
0
3
7
10
Pemukiman
2141
4882
2063
1350
3645
1715
15796
Perkebunan
533
3148
0
303
14913
8253
27150
10161
27103
277
11053
7020
14463
70077 II-
Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Sekunder
Pertanian Lahan Kering
5-
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO B. KEANEKARAGAMAN HAYATI Tabel 2.3 Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi Provinsi Gorontalo No. 1.
Golongan Hewan menyusui
2.
Burung
3.
Reptil
4.
Amphibi
5.
Ikan
6.
Keong
7.
Serangga
8.
Tumbuh-tumbuhan
Keterangan Sumber
: :
Nama spesies Status 1. Babi Rusa Hewan Langka 2. Anoa Hewan Langka 3. Tarsius Hewan Langka 4. Musang (Paradoxurus Hermaproditus) Terancam 5. Primata Macaca hecki Terancam 6. Tikus Bunomys fratorum Endemic 7. Tikus Maxomys hellwaldii Endemic 8. kelelawar Rousettus Celebensis Terancam 1. Burung Maleo Hewan Langka 2. Burung Rangkong Hewan Langka 3. Burung Raja Udang Hewan Langka 4. Raja Udang Biru Endemic 5. Gosong Sula Terancam 6. Walik Manomiti Terancam 7. Kringkring Dada-Kuning Terancam 8. Serindit Paruh Merah Terancam 9. Udang Merah Sulawesi Terancam 10. Raja Udang Pipi-Ungu Terancam 11. Sikatan Leher-Merah Terancam 12. Kepundang Sungu Belang Terancam 13. Kuntul Besar Berlimpah 14. blekok Sawah Berlimpah 15. Elang Alap Ekor-Totol Berlimpah 16. Burung Madu Sepah Raja Berlimpah 17. Pelanduk Sulawesi Berlimpah 18. Kehicap Ranting Berlimpah 1. Penyu Tempayau Hewan Langka 2. Buaya Hewan Langka 3. Penyu Belimbing Hewan Langka 4. Bunglon Hewan Langka 5. Iguana Hewan Langka 6. Ular Phyton Reticulatus Hewan Langka 7. Biawak Varanus Salvator Hewan Langka 9. Ular Hitam Elaphe cf Euruthrea Terancam 10. Ular Rhabdophis Callitus Terancam 11. Tokek Gekko gecko Hewan Langka 1. Katak Bufo Celebensis Endemic 2. Katak Rana Celebensis Belimpah 3. Katak Limnonectes Modestus Berlimpah 1. Ikan Paus Hewan Langka 2. Ikan Duyung Hewan Langka 3. Ikan Lumba-lumba Hewan Langka 4. Payangga Terancam 5. Manggabai Terancam 1. Kepala Kambing Hewan Langka 2. Triton Hewan Langka 3. Batu Laga/Siput Hijau Hewan Langka 1. Kupu-kupu Raja Hewan Langka 2. Tawon Hewan Langka 3. Kalajengking Hewan Langka 1. Kantong Semar Terancam 2. Anggrek Bulan Terancam 3. Beringin Terancam 4. Tili Phylanthus Acidus Endemic 5. Takuti Antidesma Bunius Endemic 6. Srikaya Annona Squamosa Endemic 7. Amu Moraceae Endemic 8. Sterculiacea Endemic 9. Namu-namu Cyanometra Cauliflora Endemik 10. Belimbing Botol Averrhoa Bilimbi Endemic 11. Dulamayo Endemic 12. Rambutan Hutan Nephelium Muabile Endemic 13. Lobe-Lobe Flacourtia Inermis Endemic 14. Molahengo Eugenia Densiflora Endemic 15. Kikimoputio Zea Mays Endemic 16. Chionanthus Berlimpah 17. Gmelina Arborea Berlimpah Pilihan status adalah endemik, terancam, dan berlimpah Badan Lingkungan Hidup, Kab. Boalemo 2009
II- 6 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Keanekaragaman hayati ialah fungsi-fungsi ekologi atau layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan oleh satu spesies dan/atau ekosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat kepada spesies lain termasuk manusia. Keragaman hayati floristik di Provinsi Gorontalo diduga semakin menurun, disebabkan oleh perambahan hutan, perluasan areal pertanian, konversi lahan. Di Provinsi Gorontalo terdapat 16 flora khas yaitu (1) Gadung (Bitule, Ondote), Dioscorea Hispida Dennts, dari famili Dioscoreaceae, tanaman ini dapat dimakan umbinya, (2) nam nam, Namu namu , Cynometra Cauliflora L. famili
Caesalpiniaceae, ordo Rosales; (3) Belimbing Buluh, B. botol, Averrhoa Bilimbi L, famili Oxalidaceae; (4) Mangga embacang, Dulamayo, M angifera Caesia Jack ex W all, famili Anacardiaciae; (5) Nephelium
Ram boutan-ake (labill) (Ne-phelium
M utabile BI ), Kapulasan, Bolangaso
(Atinggola), famili Sapindaceae, (6) Durian, Duea, Durio Zibethinus M urr , famili Bombacaceae; (7) Rukem, Lobe-lobe; Flacourtia inerm is Rox b , famili Flacourtiaceae; (8) Molahengo,Eugenia Densi
Flora Duthie , famili Myrtaceae; (9) Buni, Takuti, Antidesm a Bunius Spreng , famili Euphorbiaceae; (10) Pisang Tanduk, M usa P aradisiaca , famili Musaceae; (11) Srikaya, Annona Squam osa L. famili Annonaceae; (12) Aren, Pohon saguer, Seho, Bagiso, Arenga P innata (W urm b) M err, f amili
Arecaceae; (13) Ceremai, Tili, Cerme, P hyllanthus Acidus (L.) Skeels , famili Euphorbiaceae; (14) Jagung, Binte, Zea M ays L.; (15) Padi lading, Oryza Sativa L. famili Poaceae; (16) Sukun, Amu,
Artocarpus famili Moraceae. Tamanan-tanaman tersebut sebagian mulai langka, akan tetapi masih dapat ditemukan di berbagai daerah. Kelangkaan tersebut selain disebabkan oleh populasinya yang rendah, juga disebabkan beberapa hal, sebagai berikut : (1) masuknya tumbuhan buah-buahan eksotis seperti mangga arumanis, manalagi dan golek yang rasanya enak serta berbuah cepat, (2) Terjadi pergeseran cita rasa terutama generasi muda yang lebih menyukai buah anggur daripada takuti atau lili, (3) Durian di Kecamatan Atinggola terancam punah,karena sebagian besar diserang hama (4) Program pemerintah seperti menanam jagung hibrida yang produksinya lebih menjanjikan dibandingkan dengan jagung lokal. Bagian hulu aliran Sungai Paguyaman terletak di kawasan Hutan Nantu yaitu kawasan hutan yang menjadi tempat penelitian dan penangkaran fauna Babirusa. Pada lokasi aliran sungai ini dijadikan perkebunan jagung rakyat dan tanaman tebu. Jenis tanaman pada bagian hulu masih terdapat kayu-kayuan : agatis, nantu, jati, rotan, kelapa, bambu, pisang, mangga, kemiri, kapuk, dan nangka. Jenis fauna yang dijumpai : buaya, ular, rangkong, kelelawar, kera, babirusa, ayam hutan. a. Kabupaten Bone Bolango Wilayah Kabupaten Bone Bolango, memiliki TNBNWB, yang merupakan wilayah pengelolaan hutan penting. Sejak Tahun 1982, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan perubahan status beberapa kawasan suaka alam menjadi taman nasional (cagar alam Ujung Kulon dan Baluran, statusnya diubah menjadi taman nasional). Menurut MacKinnon,dkk.(1993) menyatakan bahwa
II- 7 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO suatu kawasan ditetapkan menjadi kawasan lindung dan kawasan konservasi apabila memiliki ciriciri berikut: 1). memiliki karakteristik atau keunikan ekosistem (fauna endemik, ekosistem pegunungan tropika); 2). spesies khusus yang diminati, nilai kelangkaan, atau terancam, misalnya Badak dan burung; 3). memiliki keanekaragaman spesies; 4). landskap atau ciri geofisik yang bernilai estetika atau pengetahuan (glasier, mata air panas, air terjun); 5). fungsi perlindungan hidrologi; tanah, ,air dan iklim lokal; 6). fasilitas untuk rekreasi alam, wisata (pemandangan pegunungan, satwa liar yang menarik); 7). tempat peninggalan budaya. Berdasarkan kriteria tersebut maka suatu unit manajemen kawasan konservasi, baik yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) maupun kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Tahura, Taman Wisata Alam) secara berkelanjutan perlu ditinjau ulang kerangka pengelolaan, melalui system perencanaan yang memadai. Pengeloaan Taman Nasional sebagai salah satu bentuk kawasan pelestarian alam dengan berbagai fungsi memerlukan perencanaan yang baik. Taman Nasional merupakan aset bangsa dan menjadi bagian kawasan hutan yang memiliki strategi yang penting untuk dijaga kelestariannya. Ada beberapa kriteria kelestarian hutan yang tidak terlepas dari fungsi konservasi, produksi, sosial dan ekosistem, yaitu: status areal yang memiliki dasar hukum jelas; tegakan hutan yang memadai untuk suatu ekosistem; pengaturan pemanfaatan (apabila memang diperlukan tidak berlebihan dengan kemampuannya); dilakukan perlindungan, pemeliharaan dan rehabilitasi dibeberapa bagian kawasan tertentu yang diperlukan; dan memiliki organisasi personal yang efetif dan efisien. Tujuan penetapan hutan lindung yaitu untuk melindungi dan membina suatu kawasan yang karena kondisi wilayahnya (kelerengan, jenis tanah, dan intensitas curah hujan). Fungsi utama hutan lindung adalah untuk keperluan konservasi tanah dan air dalam kaitannya dalam pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah, di samping itu dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana rekreasi atau keperluan lainnya. Terkait dengan fungsi tersebut, TNBNW memiliki multi-manfaat sebagai berikut : 1). Perlindungan hidrologi; 2). Perlindungan kesuburan tanah dan produktivitas lahan; 3). Pengaturan stabilitas iklim, media penyerbukan alami bagi vegetasi dan tanaman; 4). Perlindungan sumberdaya genetik; 5). Laboratorium bagi penelitian dan pendidikan; 6). Obyek rekreasi dan wisata alam. Secara spasial ekologis, kawasan lindung di Kabupaten Bone Bolango seluas 134.156,83 Ha. Dari luasan tersebut termasuk kawasan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone luasnya sebesar ± 110.000 ha. Penetapan Kawasan ini menjadi kawasan konservasi, didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh ekosistem dari kawasan tersebut. Ekosistem yang memiliki karakteristik yang khas, dapat ditandai oleh ketinggian tempat dari muka laut yang tinggi, suhu yang sejuk, lereng yang curam, curah hujan yang relatif tinggi, rawan terhadap longsor dan bencana gunung api dan kekhasan satwa dan ekosistemnya. Kekhasan tersebut memberikan keterbatasan dalam pemanfaatan oleh manusia sehingga memerlukan suatu pola pengelolaan yang spesifik.
II- 8 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Ada beberapa masalah yang mendasar yang terjadi secara faktual di kawasan TNBNW; (1) Pada Kawasan Konservasi dan hutan lindung sudah ada permukiman penduduk yang secara administrasi pemerintah daerah menetapkan sebagai bagian Desa di wilayahnya; (2) perambahan hutan/ perladangan; (3) penambang emas tanpa ijin (PETI) telah eksis melakukan kegiatan penambangan secara tradisional; (3) pembakaran hutan; (4) penebangan dan pemburuan liar. Perubahan kondisi taman nasional dengan adanya kerusakan dan pemanfaatan yang menyimpang dari fungsi utamanya perlu dilakukan perbaikan atau rehabilitasi. Namun informasi tentang kondisi taman nasional Bogani Nani Wartabone sampai saat ini belum banyak tersedia, utamanya kondisi ekosistem unik yaitu flora dan fauna endomik dikawasan tersebut. Tabel 2.3 Tipe Ekosistem Kawasan TNBNW No
Tipe Ekosistem
Uraian
1
Hutan lumut
Pada ketinggian di atas 1600 m dpl, disekitar puncak pegunungan
2
Hutan hujan pegunungan rendah
Pada ketinggian 1000-1600 m dpl, kanopi rendah dan sedikit terbuka. Pada ketinggian 1600 m ditemukan lumut yang menempel pada pohon. Vegetasi bawah cukup tebal, dengan jenis-jenis rotan, pandan, dan paku-pakuan
3
Hutan hujan dataran rendah (hutan pamah)
Ditemukan pada ketinggian 300-1000 m dpl, umumnya terletak di atas batuan vulkanis.
4
Hutan sekunder
Terdapat pada daerah bekas penambangan yang tidak terpelihara dan tidak terkena kebakaran
Keterangan: Jenis flora di dalam tipe hutan sekunder meliputi Piper adundum, Melastoma malabathricum; Lantana camara, dan Musa sp, serta tutupan rerumputan lebat.
Soerjani 1997, 2007 melakukan penelitian di lokasi penambangan dapat menemukan jenis flora yang perlu diselamatkan yaitu 1). Dyospyros cauliflora (Ebenaceae) kayu hitam; 2).
Pterospermum sp. (Sterculiaceae) kayu keras; 3). Pometia pinnata (Sapindaceae), dan jenis fauna yang perlu diselamatkan yaitu 1). Anoa kecil (Bubalus quarlesi); 2). Babirusa (Babirousa babirusa); 3). Tarsius (tarsius spectrum); 4). Babi hutan (sus celebensis); 5). Kera hitam (macaca nigra
nigrescens) . Schenkel dkk (1978) melakukan penelitian keadaan habitat badak di Taman Naional Ujung Kulon. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa beberapa bagian dari habitat badak cenderung didominasi oleh langkap (Arenga obtusifolia). Di dalam kawasan TNBNW terdapat 4 (empat) tipe ekosistem utama (tabel 2.3). Jenis-jenis flora yang khas dan memiliki nilai cukup tinggi dari segi konservasi maupun potensi pengembangannya antara lain : bunga bangkai; hanjuang hijau; berbagai jenis rotan dan
palem, peku-pakuan; beberapa jenis anggrek; beberapa jenis tumbuhan berkayu yang potensial untuk usaha kehutanan seperti; cempaka, kenanga, agathis, kayu hitam, kayu besi, eucalypthus,
II- 9 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO dan beberapa jenis bambu. Barrie, June 18th, 2007 reported that Corpse flowers or Titan Arum (amorphophallus titanum) have been found in Tulabolo village, Bone Bolango District, Gorontalo Province, northern Sulawesi Island. The flower, which looked like Rafflesia Arnoldii flower, usually bloomed in rainy season. “In the rainy season, local residents` plantation areas are usually covered fully by hundreds of `corpse flowers`, which produce bad smell,”. The local authorities could check the flowers to confirm their species and promote them for a tourist attraction.`Corpse` flowers are found only in Indonesia`s equatorial tropical rainforests of Sumatra, Kalimantan and Java islands. It was first discovered in Sumatra by Italian botanist Odoardo Beccari in 1878. Sebagai zona rimba di kawasan ini terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Jenis flora yang dapat ditemukan, di antaranya: sekitar 400 jenis pohon, 241 jenis tumbuhan tinggi, 120 jenis paku-pakuan, 100 jenis tumbuhan lumut, serta 90 jenis anggrek, termasuk famili Orrchide (anggrek putih). Sementara jenis fauna, di antaranya: 24 jenis mamalia, 125 jenis aves, 11 jenis reptilia, 2 jenis amfibia, 38 jenis kupu-kupu, 200 jenis kumbang, dan 19 jenis ikan. Keistimewaan TNBNW ini terletak pada keanekaragaman tumbuhan (flora) dan satwa (fauna) yang sebagian besar merupakan tumbuhan dan satwa khas (endemik) Pulau Sulawesi. Di kawasan ini, pengunjung dapat menemukan berbagai macam tumbuhan khas dan langka, seperti: Palem Matayangan (pholidocarpus ihur), kayu hitam (diospyros celebica), kayu besi (intsia spp.), kayu kuning (arcangelisia flava), dan bunga bangkai (amorphophallus companulatus). Pengunjung juga dapat menemukan satwa khas, seperti: monyet hitam / yaki (macaca nigra-nigra), monyet dumoga bone (macaca nigrescens), tangkasi (tarsius spectrum-spectrum), musang sulawesi (macrogalidia musschenbroekii-musschenbroekii), anoa besar (bubalus depressicornis), anoa kecil (bubalus quarlesi), babirusa (babyrousa babirussa celebensis). Tangkasi (tarsius spectrum-
spectrum). Selain satwa langka jenis di atas, di TNBNW terdapat berbagai jenis burung. Burung maleo (macrocephalon) adalah salah satu satwa khas (endemik) yang merupakan maskot kawasan ini. Burung ini sangat unik, ukuran badannya hampir sama dengan ayam, bahkan telurnya 6 kali lebih berat telur ayam. Burung ini meletakkan telurnya di dalam tanah atau pasir sedalam 30-40 cm di sekitar sumber air panas yang ada di kawasan ini. Pada saat telur maleo tersebut menetas, pengunjung dapat menyaksikan atraksi yang sangat menarik. Anak burung maleo yang baru berumur satu hari tersebut muncul dari dalam tanah atau pasir kemudian berlari di alam bebas dan mengintip induknya yang sedang menggali lubang. Burung maleo (macrocephalon) salah satu satwa khas (endemik) yang merupakan maskot kawasan ini. Selain menyaksikan atraksi burung maleo, pengunjung juga dapat menikmati berbagai obyek wisata lain yang ada di kawasan ini, seperti: air terjun, sumber air panas, danau, dan situs peninggalan sejarah. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan atraksi budaya di luar taman nasional ini, yaitu Budaya Baloong Mongondow dan Budaya Gorontalo. Kawasan taman ini juga sangat
II- 10 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO cocok untuk kegiatan berkemah, memancing, berenang, lintas alam, mendaki gunung, foto hunting, dan penelitian ilmu pengetahuan. Lokasi TNBNW secara administatif, terletak di antara dua provinsi, yakni di Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan di Kecamatan Suwawa dan Bonepantai, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Secara umum, curah hujan di kawasan TNBNW berkisar antara 1.700 hingga 2.200 mm/tahun dan temperatur udara berkisar antara 21,5 °C hingga 31 °C. Di kawasan ini terjadi musim penghujan antara bulan November hingga April, sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan April hingga November. Waktu baik untuk berkunjung ke kawasan ini, yaitu bulan April sampai dengan September. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terletak di 2 (dua) yaitu Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Utara. Secara keseluruhan pengelolaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdiri atas 3 Seksi yang membawahi 11 Resort, dan khusus wilayah Gorontalo dikelola oleh Seksi Konservasi Wilayah I Limboto yang terdiri atas : Resort Bone Pantai; Resort Bone; Resort Bolango; Resort Tulabolo-Pinogu. Kabupaten Bone Bolango mempunyai kawasan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Warta Bone dengan luas ± 110.000 ha, telah ditetapkan pemerintah melalui Surat Keputusan
Menteri
Kehutanan dan Perkebunan RI No. 542/Kpts-II/99 tentang Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Utara. Penetapan Kawasan ini menjadi kawasan didasarkan pada kekhasan yang dimiliki oleh ekosistem dari kawasan tersebut. Ekosistem yang memiliki karakteristik yang khas, dapat ditandai oleh ketinggian tempat dari muka laut yang tinggi, suhu yang sejuk, lereng yang curam, curah hujan yang relatif tinggi, rawan terhadap longsor dan bencana gunung api dan kekhasan satwa dan ekosistemnya. Kekhasan tersebut memberikan keterbatasan dalam pemanfaatan oleh manusia sehingga memerlukan suatu pola pengelolaan yang spesifik. Jenis flora yang dominan di kawasan TNBNW adalah jenis-jenis ficus. Jenis-jenis flora sesuai dengan tipe ekosistemnya dapat dirinci sebagai berikut. Jenis-jenis vegetasi di daerah hutan hujan dataran rendah antara lain adalah: a. Familia Lauraceae. contoh: Garcinia sp b. Familia Myristicacaae, c.
Familia Miliaceae. contoh Sandoricum sp, Dysoxylum sp
d. Familia Anacardiaceae, contoh Dracontomelon sp, Swintonia sp, dan Spondias sp, e. Familia Sapotaceae: Palaquium spp f.
Familia Sterculiaceae: Scephium sp, Ptersopermum sp dan Heritria sp.
II- 11 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Jenis-jenis lain yang tumbuh di hutan hujan dataran rendah pada tanah Alluvial, antara lain adalah:
Pometia pinnaca; Octomeles sumatrana; Duabanga moluccana; Ficus sp; Eugenia sp; Dischopia sp; Artocarpus sp. Jenis-jenis flora yang khas dan memiliki nilai cukup tinggi dari segi konservasi maupun potensi pengembangannya antara lain : bunga bangkai; hanjuang hijau; berbagai jenis rotan dan palem, peku-pakuan; beberapa jenis anggrek; beberapa jenis tumbuhan berkayu yang potensial untuk usaha kehutanan seperti; cempaka, kenanga, agathis, kayu hitam, kayu besi, eucalypthus, dan beberapa jenis bambu. Di dalam kawasan TNBNW terdapat jenis-jenis mamalia endemik dengan tingkat endemik dengan tingkat populasi yang tinggi, termasuk babi rusa dengan populasi terbesar yang tersisa di Sulawesi. Jenis-jenis burung di dalam kawasan juga sangat beraneka, bahkan hampir semua jenis endemik Sulawesi yang berjumlah sekitar 80 jenis dapat ditemukan. Jenis-jenis fauna lainnya: a. kelompok amfibi, reptil, dan invertebrata. b. Jenis-jenis mamalia yang ditemukan dalam populasi tinggi: c. Anoa besar (Bubalus depressicornis) d. Anoa kecil (Bubalus quarlesi) e. Babirusa (Babirousa babirusa). Jenis-jenis primata yang sering dijumpai dalam kelompok-kelompok yang relatif antara lain:
Macaca nigra; M. Nigriscens; M. Hecki. Sedangkan jenis-jenis lain yang umum ditemukan adalah: tupai (Prosciurs sp); tarsius (Tarsius spectrum); palm civet (Macrogalidia muschenbroekl) dan kuskus (Phalanger sp). Beberapa ragam jenis kelelawar juga ditemukan dan salah satu jenis di antaranya diduga sebagai jenis endemik Sulawesi. Diperkirakan terdapat 400 jenis pohon, dengan lebih kurang 24 jenis anggrek, 120 jenis epifit, dan 90 jenis tumbuhan obat yang tumbuh di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Jenis pepohonan khas dan langka antara lain adalah kayu hitam (Dyospiros spp), kayu besi (Intsia spp), kayu matayangan (Pholidocarpus ihur), dan pohon ara pencekik yang menyediakan buah berlimpah bagi banyak satwa. Buah pohon arah adalah makanan utama bagi kera yaki (Macaca nigra) dan julang sulawesi (Rhyticetos cassidix). Selain itu, terdapat beberapa jenis palem seperti palem sarai (caryota mitis), palem landak (Oncosperma horridum), palem tinggi berdaun kipas (Livistona
rotundifolia), dan palem liar penghasil gula (Arenga spp). Jenis lainnya adalah kantong semar (Nephenthes sp) dan kayu hitam (Dyospiros celebica). Fauna yang sudah diketahui di kawasan ini 24 jenis mamalia, 11 jenis reptilia, 2 jenis amfibia, 68 jenis aves, 36 jenis kupu-kupu, 200 jenis kumbang, dan 19 jenis ikan. Jenis-jenis mamalia endemik Pulau Sulawesi yang terdapat di kawasan ini adalah babirusa (Babyrousa babyrousa) yang bertumbuh
II- 12 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO seperti babi, mempunyai taring panjang yang melengkung ke atas dan tidak makan umbi-umbian, tetapi makan buah-buah yang jatuh; anoa besar (Bubalus depresicornus) dan anoa kecil (Bubalus
quar-lesi) sering disebut sebagai kerbau kerdil; musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) yang sulit sekali ditemui; serta kuskus beruang (Phalanger ursinus) dan kuskus kerdil (Phalanger
celebensis), satwa ini adalah mamalia bergantung. Jenis primata endemik adalah monyet yaki (Macaca nigra) dan tarsius atau tangkasi (Tarsius spectrum). Jenis aves yang paling unik adalah burung
maleo
(Macrosephalon
maleo),
burung
ini
tidak
mengerami
telurnya
melainkan
memendamnya di di dalam tanah dan dibiarkan menetas sendiri karena panas bumi atau pantai. Sedikitnya ada 125 jenis burung dengan 45 jenis di antaranya adalah endemik. Jenis endemik lainnya adalah julang sulawesi (Rhyticetos cassidix), burung berparuh besar yang memiliki warna bulu hitam, ekor dan paruh kuning, serta berjambul merah. Burung ini termasuk bertubuh paling besar dibandingkan dengan 54 jenis rangkong yang tersebar di daerah tropis Asia dan Afrika.
b. Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0019’ - 1015’ LU dan 121084’ – 123026’ BT, terbagi pada 17 kecamatan dengan 200 desa/kelurahan
(definitif 187 desa 12 Kelurahan, 1 desa UPT
(transmigrasi) di Kecamatan Tolinggula) dengan pusat pemerintahannya di Limboto. Luas Kabupaten Gorontalo 3.456,98 Km2 atau 28,30 % dari luas Provinsi Gorontalo. Sementara areal terbesar terletak di Kecamatan Sumalata 434,07 Km2 atau 12,67 % dari luas Kabupaten Gorontalo, sedangkan terkecil adalah Kecamatan Batudaa 73,12 Km2 atau 2,13 % dari Kabupaten Gorontalo. Sungai Bionga berada di Desa Biyonga Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo dengan Panjang Sungai 32,16 Km 2. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk (V). Sungai Bionga mempunyai kedalaman mencapai 30 cm pada bagian hulu dan bagian hilir 40 cm, lebar sungai bagian hulu 26,6 m dan bagian hilir 42 m. Kecepatan arus 0,50 m3/detik bagian hulu dan 0,71 m3/detik bagian hilir. Bagi masyarakat Kabupaten Gorontalo Sungai Bionga bermanfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pariwisata. Aliran Sungai
Bionga merupakan suatu kesatuan dari DAS LImboto. Jenis flora dan fauna yang terdapat di aliran Sungai Bionga berasal dari bagian hulu sampai hilir di Danau Limboto. Pada bagian hulu banyak didominasi oleh jenis kayu-kayuan, sedang bagian hilir banyak didominasi tanaman budidaya. Wilayah Kabupaten Gorontalo memiliki area berlereng datar hingga terjal, dengan jenis penutup lahan berupa hutan, kebun campuran, semak, belukar, lahan terbuka, permukiman, sawah, tubuh air dan rerumputan. Kekayaan floristic di kabupaten ini termasuk penting di wilayah provinsi. Berbagai vegetasi yang berada di wilayah provinsi sebagian
II- 13 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO besar dapat ditemukan di wilayah Kabupaten Gorontalo. Contoh jenis-jenis flora penting, antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Cyanometra Cauliflora (Caesalpiniaceae) atau Namu-namu, pohon
2.
Averrhoa Bilimbi L. (Oxalidaceae) atau Balimbing Botol, pohon
3.
Mangifera Caesia (Anacardiaceae) atau Dulamayo, pohon, ditemukan di Kecamatan Tapa.
4.
Nephelium Muabile (Sapindaceae) atau Rambutan Hutan, pohon,
5.
Flacourtia Inermis (Flacourtiaceae) atau Lobe-lobe, pohon
6.
Eugenia Densiflora (Myrtaceae) atau Molahengo, pohon
7.
Antidesma Bunius (Euphorbiaceae) atau Takuti, pohon
8.
Annona Squamosa (Annonaceae) atau Srikaya, pohon
9.
Phyllanthus Acidus (Euphorbiaceae) atau Tili, pohon
10. Artocarpus Altilis (Moraceae) atau Amu, pohon 11. Zea Mays (Poaceae) atau Kikimoputio, herba
Danau Limboto merupakan danau yang terletak dalam DAS Limboto yang merupakan salah satu DAS dalam Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone. Muka air Danau Limboto dapat dipengaruhi kondisi banjir Sungai Bolango dan bahkan banjir Sungai Bone. Ada 17 spesies ikan dari 12 famili, terdiri dari 9 jenis ikan asli dan 8 jenis ikan introduksi yang terdapat di danau tersebut. Produksi berbagai jenis ikan : Ikan Nila 66,2 ton/tahun, Ikan Mujair 31,4 ton/tahun,Ikan Payangga 18,3 ton/tahun, Ikan Manggabai 19,8 ton/tahun. Permukaan perairan danau ditumbuhi enceng gondok dan rerumputan, yang terjadi karena proses sedimentasi di dasar danau. Luas sebaran eceng gondok dan tanaman lainnya mencapai sekitar 70 % dari luasan danau. Eceng gondok terdapat dibagian tengah, barat, utara dan tenggara. Konsentrasi terbesar berada dibagian tengah. Penyebaran eceng gondok dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim. Eceng gondok bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pantai selatan Provinsi Gorontalo memiliki kondisi hutan mangrove yang relatif baik, dimana jenis yang paling dominan adalah Xylocarpus sp dan
Rhizopora mucronata, Ceriops, Brugeria gymnorhiza, Excocaria, Rhizopora stylosa, Rhizopora apiculata, Avicennia marina, dan Avicennia alba. Kawasan hutan mangrove di wilayah pantai selatan Kabupaten Boalemo seluas 9.570 ha dan di Pantai Utara Kabupaten Gorontalo seluas 1.717 ha. Di Kecamatan Anggrek, masyarakat juga telah mencoba untuk melakukan penanaman magrove dari jenis Rhizopora apiculata untuk mereboisasi kawasan pesisir yang dulu mangrovenya telah dibabat. Di Kecamatan Tilamuta, kondisi sebagian besar mangrove yang masih tersisa masih dalam kondisi baik, walaupun sudah mengalami pembabatan pada beberapa daerah. Jenis yang
II- 14 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO paling dominan adalah jenis Rhizophora mucronata, yang melindungi kawasan pantai dari abrasi. Jenis manggrove yang dominan di pantai utara adalah Rhizophora apiculata dan Aegiceras
corniculatum. Di Kecamatan Anggrek, dilakukan penanaman magrove, jenis Rhizopora apiculata untuk mereboisasi kawasan pesisir. Di Pulau Payunga dan Pulau Saronde, ditemukan ada beberapa jenis vegetasi lamun yang termasuk dalam kondisi yang sangat baik, yang pada umumnya didominasi oleh
Enhalus dan Thallasia. Di Pulau Saronde juga ditemukan jenis Cymodocea serrulata.
c. Kabupaten Gorontalo Utara Sungai Buladu berada di Desa Buladu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara dengan Panjang Sungai 13,7 Km2. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk (V). Sungai Buladu mengalir dari arah barat ke timur serta bermuara di Teluk Sumalata. Sungai ini selain mengalirkan air dari arah Utara, juga menerima debit tambahan dari beberapa anak-anak sungai. Sungai Buladu mempunyai kedalaman mencapai 50 cm pada bagian hulu dan bagian hilir 30 cm, lebar sungai bagian hulu 12 m dan bagian hilir 16,8 m. Debit sungai 0,64 m3/detik bagian hulu dan 0,29 m3/detik bagian hilir. Sungai Buladu merupakan sumber air bagi masyarakat di Desa Buladu dan sekitarnya. Sungai Buladu berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk memper-tahankan kondisi lingkungan Daerah Aliran sungai agar tidak terdegradasi, wilayah ini menyimpan air (debit), dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang memadai. Bagi masyarakat di Kecamatan Sumalata Sungai Buladu bermanfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, kebutuhan pertanian, air bersih, serta perikanan. Dalam penelitian tahun 2001 dilaporkan bahwa jenis flora yang terdapat di kawasan Sungai Buladu berupa kayu-kayuan, rotan, dan tanaman budidaya. Jenis-jenis kayu memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi seperti, kayu cempaka, besi, kayu merah, meranti dan nantu. Penebangan yang tidak terkontrol dari pohon tersebut dapat mengakibatkan penurunan nilai dari segi konservasi maupun potensi pengembangan. Dilokasi ini juga terdapat pos mengamatan dan perlindungan jenis tumbuhan dan hewan oleh dinas kehutanan. Pada lokasi ini ditemukan hampir 35 jenis pohon dengan jenis pohon yang dominan adalah Nantu (Palaquium obtusifolium Burck), Cempaka, Meranti dan Pangi (Panggium edule Reinw). Beberapa flora dan fauna yang ditemukan disepanjang bantaran Sungai Buladu diantaranya ; 21 jenis pohon diantaranya Bambu Biasa Bambu kuning Aren Kelapa Mangga Sukun Nangka, Ikan Gabus Belut Lele Payangga Huluu Mujair Nike, Mikrozoobentos Siput air Kepiting Udang Keong. d. Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo di bidang kehutanan, memiliki potensi seluas ± 824.668 hektar yang terdiri dari hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Hutan yang belum dimanfaatkan ± 82.431 ha. Investasi di bidang kehutanan yang prospektif adalah pengembangan hutan tanaman industri
II- 15 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO pada areal tertentu terutama untuk pengembangan kayu jati. Luas areal perkebunan 27.150 Ha, yang tersebar di Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango sebesar 3.681 Ha serta Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato sebesar 23.166 Ha. Dari luasan tersebut sudah dimanfaatkan untuk pengembangan 12 komoditi perkebunan : Kelapa, Kakao, Jambu Mete, Kopi, Cassiavera, Pala, Vanili, Aren, Cengkeh, Lada, Tebu, Kemiri. Kabupaten Boalemo memiliki wilayah wisata, misalnya di lokasi Pantai Boalemo Indah terletak di Kecamatan Batumoito pada jarak lebih kurang 30 Km dari kota Tilamuta. Wilayah ini memiliki pantai yang datar, pasir putih dan airnya yang jernih. Di pantai ini terdapat penginapan dan warung makan. Obyek lainnya, Pantai Marisa yang terletak di Desa Marisa, Kecamatan Marisa; 30 menit dari kota Marissa. Kondisi laut di tempat ini cukup bersih dengan ombak kecil dan air dangkal. Cagar alam juga menjadi daya tarik wisata Gorontalo yaitu Cagar Alam Tangole di desa Labanu, Kecamatan Tibawa di tepi jalan trans Sulawesi. Lokasinya mudah dijangkau dengan kendaraan umum roda empat. Di tempat ini terdapat bermacam pohon hutan tropis dan menjadi habitat berbagai hewan khas Sulawesi. Tempat yang menjadi lokasi penelitian flora dan fauna ini memiliki panorama alam yang indah. Cagar Alam Panua terletak di desa Libuo, Kecamatan Paguat di tepi jalan Trans Sulawesi. Cagar alam ini merupakan hutan alam yang memiliki pantai berpasir putih dengan airnya yang jernih. Selain untuk tempat wisata , tempat ini juga digunakan untuk penelitian burung maleo.
e. Kabupaten Pohuwato Sungai Taluduyunu berada di desa Buntulia Selatan Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato. Sungai ini termasuk pada tipe subsekuen yang bersifat Permanen berbentuk (U lebar) sampai (U) dengan pola aliran (Orientasi di Peta). Kondisi fisik sungai Taluduyunu mempunyai tingkat kedalaman pada bagian hulu dan hilir mencapai 100 cm, lebar sungai bagian hulu 90 m dan bagian hilir 20 m. Kecepatan arus 102,3 m3/detik bagian hulu dan 1,17 m3/detik bagian hilir, Debit air cukup besar yang mengalir dari wilayah hulu 102,3 m3/detik bagian hilir 23,4 m3/detik. Lokasi aliran sungai Taluduyunu lahan sudah di jadikan dialih fungsi menjadi perkebunan jagung rakyat dan tanaman tebu oleh masyarakat. Jenis tanaman pada bagian hulu masih terdapat kayu-kayuan : Agatis, Nantu, Jati, dan Rotan serta tanaman budidaya seperti kelapa, bambu, pisang, mangga, kemiri, kapuk, dan nangka. Sedang jenis fauna yang terdapat dikawasan aliran Sungai Taluduyunu seperti : Buaya, ular, rangkong, kelelawar, kera, babirusa, ayam hutan. Wilayah pertambangan Gunung Pani berada pada Kawasan Cagar Alam Panua, yang merupakan perlindungan burung maleo (panua). Kondisi di lapangan, kawasan bagian timur perbukitan Gunung Pani berupa hutan lebat, bagian barat sebagian tertutup hutan, perladangan dan sebagian berupa pemukiman.
II- 16 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Berdasarkan data yang diperoleh bahwa Provinsi Gorontalo secara keseluruhan kawasan hutannya menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang cukup tinggi meskipun kawasan-kawasan tersebut pernah dieksploitasi oleh perusahan kayu, namun kondisi vegetasi masih memungkinkan untuk proses regenerasi alami sehingga tegakan hutan menjadi pulih kembali. C. AIR Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apapun juga. Tanpa air manusia, hewan dan tanaman tidak akan dapat hidup. Berbicara air kita akan berbicara Wilayah Sungai/WS atau DAS dan Cekungan Air Tanah (CAT). Dimana, Air menjadi Isu dan Indikator Utama (Primer Indicators) Ekosistem DAS: Kualitas (Too Much Pollution) dan Kuantitas (Too Much Water or
Too Little Water). Air untuk berbagai keperluan di Provinsi Gorontalo bersumber dari air permukaan seperti sungai, danau, air hujan dan air tanah. Di Provinsi Gorontalo terdapat 3 (tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, masing-masing DAS Randangan, DAS Paguyaman dan DAS Limboto Bone-Paguyaman. Dari ketiga DAS ini ditemukan banyak DAS-DAS kecil lainnya sebanyak 21 sungai dan 2 danau yang berhubungan antara Kabupaten/Kota. 1. Sumberdaya Air Permukaan Di Provinsi Gorontalo terdapat tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, masing-masing DAS Randangan, DAS Paguyaman dan DAS Bone-Bolango. Air dari ketiga DAS utama ini bermuara di Teluk Tomini. Di luar dari ketiga DAS utama tersebut, juga ditemukan banyak DAS-DAS kecil lainnya yang umumnya terdapat di hampir seluruh wilayah pegunungan di pinggiran kawasan pantai. Air dari DASDAS kecil ini bermuara di Teluk Tomini (untuk DAS di bagian Selatan Provinsi) dan di Laut Sulawesi (untuk DAS di bagian Utara Provinsi). Sungai-sungai kecil yang bermuara di utara antara lain S. Bulontio, S. Boliohuto, S. Sumalata, S. Dulakapa, S. Buluto, S. Buluoka, S. Monano, S. Tolongio, S. Ilangata, S. Kwandang dan S. Bubode. Sungai-sungai yang bermuara di selatan antara lain S. Tamboo, S. Tombulilato, S. Sogisadaa, S. Taludaa, S. Sinabayuga, S. Potoila, S. Bobaa, S. Tumbihe dan Sungai Tilamuta. Dua sungai kecil lainnya, yaitu S. Taluhubongo dan S. Dutula Dua bermuara di Danau Limboto yang airnya selanjutnya mengalirkan airnya ke Teluk Tomini. Sungai-sungai kecil tersebut berasal dari jajaran Pegunungan Tilong Kabila, Perantanan, Bone, dan Loba serta jajaran gunung-gunung lain yang tingginya bervariasi dari 520 m (G. Pobolu) sampai 2.065 m (G. Boliohuto). Karena kepentingannya yang sangat vital, berikut ini akan diuraikan lebih jauh ketiga DAS utama di Provinsi Gorontalo.
II- 17 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO 1.1. Daerah Aliran Sungai Randangan DAS ini melintasi Kecamatan Popayato, Marisa dan Paguat dan bermuara di pantai Marisa. Luas DAS ini adalah sekitar 290.000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 115 km. Mayoritas (sekitar 80 %) dari wilayah DAS ini berada pada daerah dengan topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng > 40 %, sehingga seyogyanya harus diperuntukkan sebagai kawasan lindung. Karena pola aliran sungai DAS ini adalah denritik dan pararel, air yang dialirkan dengan cepat mencapai hilir. Akibatnya, wilayah hilir DAS menjadi rentan banjir. Dan, kerusakan lahan dan erosi di wilayah hulu, misalnya karena kegiatan penambangan atau pertanian, akan menghasilkan tingkat sedimentasi yang tinggi di wilayah hilir. Karena itu, pengelolaan lahan dan kegiatan usaha di wilayah hulu perlu dilakukan melalui program yang disusun berdasarkan perencanaan yang tepat dan dilaksanakan dengan konsekwen. Pengelolaan DAS Randangan secara tepat menjadi sangat penting karena tiga alasan. Pertama, karena di wilayah hulu DAS terdapat sumberdaya alam yang potensial, khususnya untuk pertanian, peternakan dan pertambangan, yang bila dikelola dengan tepat akan berguna bagi masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah hulu DAS, bila tidak dikelola dengan benar, akan memberi konflik bagi kepentingan keberadaan DAS lainnya, termasuk resiko banjir dan sedimentasi. Kedua, wilayah hilir DAS ini merupakan daerah potensial bagi pertanian dan perikanan. Ketiga, DAS Randangan merupakan sumber air utama untuk mendukung berbagai kegiatan pengembangan di Kabupaten Boalemo.
1.2. Daerah Aliran Sungai Paguyaman DAS ini melintasi wilayah Kecamatan Tilamuta, Paguyaman dan Tibawa, dan bermuara di Teluk Paguyaman. DAS dengan luas sekitar 250.000 ha ini merupakan DAS yang terbesar di Provinsi Gorontalo. Sungai utama DAS ini yang panjangnya sekitar 70 km, seolah membagi dua provinsi ini, di bagian Baratnya adalah wilayah Kabupaten Boalemo. Sedikitnya 70 % dari wilayah DAS mempunyai topografi bergunung sampai berbukit dengan kemiringan lereng > 40 %. Dengan topografi berbukit dan pegunungan ini, sungai utama DAS Paguyaman berbentuk lembah dalam, sehingga mampu menampung debit aliran air tinggi. Tidak diperoleh data debit sungai di provinsi ini, tetapi berdasarkan hasil pengukuran oleh PLN (1985) dan DPU (1987) Provinsi Sulut, Sungai Paguyaman adalah yang tertinggi kecepatan arusnya (23,4 sampai sampai 63,4 m/detik) dengan kedalaman
sungai mencapai 76 cm (Tabel 4.2). Dengan potensi seperti itu, Sungai
Paguyaman dinilai memiliki produktivitas air yang besar, sehingga dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanian dan kebutuhan lainnya. Namun, yang merisaukan adalah ada indikasi bahwa fluktuasi
II- 18 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO debit tahunannya terus menjadi lebih besar, mengindikasikan proses degradasi lahan di wilayah DAS ini yang terus berlangsung. Potensi kerusakan DAS Paguyaman memang besar karena beberapa alasan. Pertama, karena luas DAS yang besar, mencakup kawasan budidaya yang besar. Kedua, topografi wilayah hulu DAS yang kondusif bagi proses erosi. Ketiga, konflik pengelolaan di masa depan, karena wilayah DAS ini melintasi dua kabupaten berbeda, walaupun mayoritas berada di Kabupaten Boalemo. Dengan demikian, model pengelolaan DAS yang singkron dengan program pengembangan wilayah lintas kabupaten perlu dirumuskan dengan baik.
1.3. Daerah Aliran Sungai Bolango-Bone DAS Bolango-Bone sesungguhnya dibangun oleh dua DAS berbeda, DAS Bolango dan DAS Bone, keduanya bermuara di Teluk Gorontalo. DAS Bone jauh lebih besar dari pada DAS Bolango. Secara bersama-sama, DAS Bolango-Bone mempunyai luas sekitar 265.000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 100 km. Sama dengan kedua DAS utama lainnya di Provinsi Gorontalo, DAS BolangoBone juga didominasi (80 %) oleh wilayah dengan kemiringan lereng >40 %. Artinya, DAS ini juga rentan terhadap proses degradasi yang cepat jika kawasan hulu dari catchment areanya dikelola secara tidak tepat. DAS ini sangat rentan terhadap banjir. Ini terlihat jelas pada frekwensi banjir yang terjadi di Kota Gorontalo. DAS Bolango-Bone (terutama DAS Bolango) memberi kontribusi besar terhadap sedimentasi Danau Limboto yang saat ini lebih banyak berbentuk daratan dari pada perairan, karena sebagian besar dari mangkuk danau telah berubah menjadi daratan. Yang menggembirakan adalah, kualitas air Sungai Bone yang masih tampak jernih. Meskipun demikian, dari berbagai sumber, termasuk dari interpretasi gambar citra landsat (rekaman Oktober 2000), diketahui bahwa sebagian dari kawasan DAS ini telah mulai terbuka. Danau Limboto merupakan bagian penting dari ekosistem perairan Kota Gorontalo. Danau Limboto mempunyai banyak fungsi, seperti penyangga banjir (terutama dari Sungai Bolango), menstabilkan suplai air tanah wilayah sekitar, sumber perikanan air tawar, obyek wisata air, memberikan nilai estetika bagi kota Gorontalo dan sarana pendidikan. Fungsi-fungsi ini telah berkurang drastis dan nyaris hilang sama sekali. Rusaknya lingkungan DAS Bolango dan daerah tangkapan di pinggiran danau di kota Gorontalo merupakan penyebab utama pendangkalan dan penciutan areal danau. Berdasarkan kenampakan fisik sungai-sungai yang bermuara ke danau, maka sungai-sungai dibagian selatan (dengan topografi curam, lebih terganggu dan berhubungan langsung dengan danau) diperkirakan memiliki sumbangan sedimentasi lebih tinggi dibandingkan sungai-sungai bagian barat dan tengah. Penyuburan perairan danau turut yang mendorong tumbuhnya gulma air mempercepat proses pendangkalan danau.
II- 19 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Yang menarik adalah, meskipun luas danau berkurang cepat dan sedimentasi berlangsung cepat, fluktuasi kedalaman danau antara kedalaman maksimum dan minimum serta kedalaman ratarata tidak banyak berubah, khususnya antara periode 1988 sampai 1998. Data ini kontradik dengan kenyataan bahwa proses sedimentasi danau terus berlangsung dan dengan tampak kasak mata dan tampak juga pada citra landsat. Kemungkinan, pada lokasi tertentu dari danau (pada lokasi pengukuran kedalaman) perubahan kedalaman danau tidak banyak mengalami perubahan. Meskipun demikian, tetap tampak adanya kecenderungan peningkatan rasio kedalaman maksimum terhadap kedalaman minimum. Berdasarkan pengukuran tahun 1995, rata-rata sedimen tersuspensi dalam aliran rendah mencapai 8,2 ton/hari, sedangkan rata-rata sedimen tersuspensi dalam aliran tinggi 5300 ton/hari. Debit inlet dalam periode aliran terendah (8 bulan) adalah 2,8 m3/detik dan inlet dalam periode aliran tinggi (4 bulan ) sedikitnya 5,3 m3/detik. Dengan gambaran seperti itu, dan mengingat topografi lingkungan Danau Limboto yang datar, maka dapat dipastikan bahwa laju sedimentasi dan pendangkalan atau penciutan luas danau akan berlangsung dengan cepat. Di samping DAS dan danau, Provinsi Gorontalo juga mempunyai banyak jaringan irigasi yang terdistribusi di ketiga daerah tingkat II. Di Kabupaten Gorontalo, terdapat jaringan-jaringan irigasi Posso, Molalahu, Lomaya, Alo, Pilohayanga, Huludupitango, Hunggalua, Pohu, Alale, Bongo, Tolinggula, Mohiolo dan Potanga. Di Kabupaten Bualemo, terdapat jaringan irigasi Bunuyo, Bongotua, Karangetan, Taluduyunu, Lemito, Randangan Kiri, Paguyaman Kiri, Marisa IV, Molosipat dan Popayato. Mengingat air sungai, danau, air tanah dan air hujan sangat dibutuhkan oleh masyarakat maka perlu diperhatikan pemanfaatan maupun pemeliharaannya. Karena untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standart tertentu tidaklah mudah karena tergantung pada banyak factor penentu. Walaupun penetapan standart air yang bersih tidak mudah, namun ada kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Saat ini banyak keluhan dari masyarakat Gorontalo bahwa ada beberapa daerah yang memiliki PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) ataupun Industri-industri yang menimbulkan pencemaran di wilyah sungai. Untuk itu Badan Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo melakukan pemantauan terhadap kualitas air sungai, dan danau, untuk air hujan dan air sumur saat ini belum ada pemantauan dari Dinas yang terkait. Kualitas air sungai dan danau dapat di lihat pada tabel-tabel berikut. Saat ini pemantauan kualitas air sungai hanya di 5 Lokasi yang dipantau yaitu: Sungai Paguyaman, Sungai Bone, Sungai Buladu, Sungai Taluduyunu dan Sungai Bionga.
II- 20 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO a. Sungai P aguyam an Sungai Paguyaman merupakan sungai terbesar diwilayah propinsi Gorontalo yang menjadi batas geografi antara dua kabupaten, yaitu kabupaten Gorontalo dan kabupeten Boalemo. Aliran Sungai Paguyaman mencakup beberapa daerah di Gorontalo. Wilayah aliran Sungai Paguyaman mencakup Paguyaman, Boliyohuto, Wonosari, Tibawa,
Tilamuta,
dengan
total Panjang Sungai 37,082 Km2.
Kondisi
Dulupi
sempadan
dan
dan
Mananggu
bantaran
banyak
digunakan masyarakat untuk areal pemukiman dan
perkebunan.
Bagian
hulu
sungai
ini
terdapat di daerah kawasan hutan Nantu sebuah
kawasan
hutan
suaka
alam
serta
bermuara di Teluk Tomini. Sungai ini selain Gambar: Sungai Paguyaman
mengalirkan air dari arah barat, juga menerima debit
tambahan
dari
beberapa
anak-anak
sungai. Kawasan aliran sungai paguyaman merupakan suatu kawasan DAS Paguyaman. Kondisi fisik sungai Paguyaman Berdasarkan hasil pengukuran menunjukan bahwa tingkat kedalaman pada bagian hulu mencapai 70 cm dan bagian hilir 10 cm, lebar sungai bagian hulu 12 m dan bagian hilir 19 m. Kecepatan arus 1,38 m3/detik bagian hulu dan 0,79 m3/detik bagian hilir, Debit air cukup besar yang mengalir dari wilayah hulu 25,9 m3/detik pada bagian hilir berkurang hingga 4,85 m3/detik.
Status M utu Air Status Mutu Air Sungai Paguyaman hasil pemantauan pada tahun 2010 pada bagian Hulu, Tengah dan Hilir, sebagai berikut: Table 2.4 Status Mutu Air Sungai Paguyaman Lokasi Sampling
No
Status Mutu Kelas 1
Kelas 2
1
Bagian Hulu
Cemar Sedang
Cemar Ringan
2
Bagian Tengah
Cemar Ringan
Cemar Ringan
3
Bagian Hilir
Cemar Sedang
Cemar Sedang
Sumber: Balihristi 2010
II- 21 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Pengamatan sekilas menunjukkan bahwa sungai ini telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan di segmen hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah, padatnya pemukiman di daerah sempadan sungai menyebabkan peningkatan volume limbah domestik ke sungai melalui aliran permukaan. Selain faktor tersebut di atas, juga disekitar Sempadan Sungai Paguyaman terdapat Pabrik Gula dan kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Buladu yang Limbahnya masuk ke Sungai Totopo dan Sungai Totopo akan bermuara ke Sungai Paguyaman dan selanjutnya akan bermuara ke Teluk Tomini. Hasil penelitian Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Balitbangpedalda) Propinsi Gorontalo pada Tahun 2005 menyimpulkan bahwa Sungai Tatopo di Bumela telah tercemar logam berat Merkuri (Hg) yang diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada sampel air mencapai 0,010 mg/l. Angka ini melebihi ambang batas kandungan Merkuri yang dipersyaratkan pada PP 82 diakibatkan oleh kegiatan PETI. Kandungan Merkuri pada sampel air mencapai 0,002 mg/l. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2006 menyimpulkan bahwa 2 (dua) sungai lainnya di Propinsi Gorontalo, yaitu: Sungai Motomboto dan Mopuya di Kecamatan Suwawa dan Bone Pante juga telah tercemar logam Merkuri / air raksa (Hg). Upaya
yang
dapat
dilakukan untuk mengatasi
permasalahan pendangkalan sungai
diantaranya konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan ekosistem sungai untuk mengurangii sedimentasi yang ditimbulkan. Kegiatan lainnya;
Rehabilitasi hutan dan lahan di daerah kawasan hulu sungai paguyaman baik flora maupun fauna.
Penghijauan di daerah kawasan bantaran sungai.
Pengendalian pencemaran dengan melarang masyarakat penambangn illegal.
Membangun pos penjagaan di desa Pangea untuk menjaga aktifitas kayu dan rotan secara illegal.
Peningkatan peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan sungai terutama bagian hulu.
Memberikan bantuan bibit tanaman kepada masyarakat dan Pengawasan ketat dengan melibatkan aparat keamanan dan masyarakat.
b. Sungai Bone Sungai Bone mempunyai Panjang 119,13 Km2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk linier dan termasuk dalam kawasan DAS Bolango. Kondisi sempadan Sungai Bone bervariasi, Pada Bagian hulu sempadan sungai dalam kondisi sehat, arus air cukup deras dan berpotensi terjadinya infiltrasi dan ruang gerak air secara lateral. Sebaliknya, pada bagian Tengah dan Hilir kondisi sempadan sungai
II- 22 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO tidak sehat, tebing sungai rapuh, kondisi penampang sungai melebar, erosi relatif horisontal dan sering terjadinya Chanel bar yang cukup luas sehingga berpotensi terjadinya banjir. Kondisi Biofisik Sungai Bone. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kedalaman pada bagian hulu mencapai 50 cm dan bagian hilir 10 cm, lebar Gambar: Sungai Bone
sungai bagian hulu 9,90 m dan bagian hilir 18,10 m. Kecepatan arus 1,44 m/detik bagian hulu dan 0,95
m/detik bagian hilir.
Status M utu Air Sungai Bone Status mutu air Sungai Bone pada bagian Hulu, Tengah, dan Hilir pada pemantauan tahun 2010, adalah sebagai berikut: Table 2.5 Status Mutu Air Sungai Bone Lokasi Sampling
No
Status Mutu Kelas 1
Kelas 2
1
Bagian Hulu
Cemar Sedang
Cemar Ringan
2
Bagian Tengah
Cemar Sedang
Cemar Sedang
3
Bagian Hilir
Cemar Sedang
Cemar Sedang
Sumber: Balihristi, 2010
Berdasarkan hasil perhitungan Status mutu air Sungai Bone dengan menggunakan Metode Indeks Pencemaran didapatkan Nilai Indeks Pencemaran. Sungai Bone yang bermuara ke Teluk Tomini merupakan sumber air minum bagi masyarakat Kota Gorontalo. Pengamatan sekilas menunjukkan bahwa sungai ini telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan di segmen hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah, padatnya pemukiman di daerah sempadan sungai menyebabkan peningkatan volume limbah domestik ke sungai melalui aliran permukaan. Selain faktor tersebut di atas, juga disekitar Sempadan Sungai Bone terdapat Pemukiman penduduk dan kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Mohutango dan Mopuya yang Limbahnya masuk ke Sungai Bone dan Sungai Mopuya dan selanjutnya akan bermuara ke Teluk Tomini.
II- 23 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Sungai Bone dihadapkan berbagai permasalahan pendangkalan sungai akibat sedimentasi yang terjadi di bagian hulu hingga hilir. Pada bagian hulu terjadi penebangan kayu illegal dan pertambangan liar, akibatnya sering terjadinya banjir dikawasan rendah (Kota Gorontalo). Di bagian hilir terbentuknya delta meluas hingga menganggu aktifitas pelabuhan di kota Gorontalo. Bantaran Sungai Bone telah mengalami degradasi berat terutama pada bagian hulu. Praktek penambangan emas tanpa ijin dan pemukiman penduduk menjadi bagian yang memperburuk kondisi ini. Kondisi fisik air Sungai Bone bagian tengah sampai ke hilir telah tercemar oleh logam merkuri (Hg) meskipun demikian air ini masih digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Masyarakat yang tinggal dibantaran Sungai Bone juga pada umumnya membuang limbahnya ke Sungai Bone. Hal ini akan berakibat terhadap penurunan kualitas air sungai terutama pada peningkatan kadar BOD dan Colifom. Kriteria lingkungan berkaitan dengan lingkungan sekitar daerah prospek keterdapatan bahan galian. Prospek Cabang Kiri dan Motomboto terletak di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, sedangkan prospek Mopuya Mamungaa dan Moota terletak di kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan penyangga Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Dalam rangka penyelesaian masalah Sungai Bone maka upaya konservasi menjadi penting adanya. Hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan. Beberapa program yang telah dilaksanakan dan dalam perencanaan berupa:
Rehabilitasi hutan dan lahan di daerah kawasan hulu Sungai Bone,
Penghijauan di daerah kawasan bantaran sungai,
Pengendalian pencemaran melalui normalisasi Sungai Bone,
Pengembangan kawasan sungai menjadi objek wisata alam terutama dibagian hulu (objek wisata Lombongo) dan
Peningkatan peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan sungai terutama bagian hulu.
c. Sungai Buladu Sungai Buladu berada di Desa Buladu Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara dengan Panjang Sungai 13,7 Km2. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk (V). Kondisi sempadan sering terjadi erosi.
II- 24 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Sungai Buladu mengalir dari arah barat ke timur serta bermuara di Teluk Sumalata. Sungai ini selain mengalirkan air dari arah Utara, juga menerima debit tambahan dari beberapa anakanak
sungai.
Sungai
Buladu
mempunyai
kedalaman mencapai 50 cm pada bagian hulu dan bagian hilir 30 cm, lebar sungai bagian hulu 12 m dan bagian hilir 16,8 m. Kecepatan arus 0,64 m3/detik bagian hulu dan 0,29 m3/detik bagian Gambar: Sungai Buladu
hilir.
Kondisi sempadan Sungai Buladu pada Bagian hulu dalam kondisi sehat, arus air cukup deras, memungkinkan terjadinya infiltrasi, ruang gerak secara lateral serta aliran dasar sungai relatif stabil. Sebaliknya, pada bagian Tengah dan Hilir kondisi sempadan sungai tidak sehat, tebing sungai rapuh, kondisi penampang sungai melebar, erosi relatif horisontal dan sering terjadinya Chanel bar yang cukup luas sehingga berpotensi terjadinya banjir.
Status M utu Air Status mutu air Sungai Buladu pada bagian Hulu, Tengah dan Hilir pada pemantauan tahun 2009, Berdasarkan hasil perhitungan Status mutu air Sungai Buladu dengan menggunakan Metode Indeks Pencemaran didapatkan Nilai Indeks Pencemaran, sebagai berikut: Tabel 2.6 Status Mutu Air Sungai Buladu No
Lokasi Sampling
Status Mutu Kelas 1
Kelas 2
1
Bagian Hulu
Cemar Sedang
Cemar Ringan
2
Bagian Tengah
Cemar Sedang
Cemar Ringan
3
Bagian Hilir
Cemar Sedang
Cemar Ringan
Sumber: Balihristi, 2010
Sungai Buladu merupakan sungai yang berada di wilayah Kabupaten Gorontalo Utara dan bermuara ke Laut Sulawesi. Pengamatan sekilas menunjukkan bahwa sungai ini telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan di segmen hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah, padatnya pemukiman di daerah sempadan sungai menyebabkan peningkatan volume limbah domestik ke sungai melalui aliran permukaan. Selain faktor tersebut di atas, juga disekitar Sempadan Sungai Buladu terdapat Pemukiman penduduk dan kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Buladu
II- 25 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO yang Limbahnya masuk ke Sungai Buladu dan selanjutnya akan bermuara ke Laut Sulawesi. Masyarakat yang tinggal dibantaran Sungai Buladu pada umumnya adalah masyarakat penambang dari berbagai wilayah di Provinsi Gorontalo dan bahkan berasal dari luar Gorontalo, seperti Makassar, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Masyarakat disekitar Sungai Buladu langsung membuang limbah rumah tangga dan limbah hasil proses pengolahan emas ke Sungai Buladu. Hal ini akan berakibat terhadap penurunan kualitas air sungai terutama pada peningkatan kadar Hg, BOD, COD, E.Coli dan Colifom. Permasalahan yang sering terjadi di Sungai Buladu adalah pembuangan limbah cair pertambangan emas tanpa izin, sedimentasi, erosi serta masalah sampah. Tumpukan sampah pada bagian hulu disebabkan oleh sisa-sisa kayu penebangan dan tumbang sedangkan pada Bagian hilir sampah bersumber dari Limbah Domestik (kertas, plastik, botol, besi, sisa-sisa makanan, dan lain sebagainya). Kondisi bantaran di sepanjang sungai Buladu mengalami degradasi berat, kondisi fisik air sungai Buladu bagian tengah sampai ke hilir sepanjang hari kondisinya keruh akibat logam merkuri (Hg), erosi dan limbah domistik. Untuk mengatasi permasalahan ini maka beberapa langkah yang dapat dilakukan :
Penanaman pohon di daerah bantaran sungai,
Melakukan sosialisasi di masyarakat pentingnya kelestarian sungai,
Memberdayakan masyarakat dalam pengawasan kawasan hutan serta
Menindak tegas pengambilan kayu secara illegal
d. Sungai Taluduyunu Sungai Taluduyunu berada di Desa Buntulia Selatan Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato. Sungai ini termasuk pada tipe subsekuen yang bersifat Permanen berbentuk (U lebar) sampai (U) dengan pola aliran (Orientasi di Peta). Kondisi fisik Sungai Taluduyunu mempunyai tingkat kedalaman pada bagian hulu dan hilir mencapai 100 cm, lebar sungai bagian hulu 90 m dan bagian hilir 20 m. Kecepatan arus 102,3 m3/detik bagian hulu dan 1,17 m3/detik bagian hilir, Debit air cukup besar yang mengalir
dari wilayah hulu
102,3 m3/detik bagian hilir 23,4 m3/detik. Kondisi sempadan sungai pada bagian hulu sangat lebar, endapan pasir dan batu di tengah Gambar: Sungai Taluduyunu
sungai serta potongan pohon yang tumbang
II- 26 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO banyak ditemui dibagian hulu sungai. Kondisi aliran dasar sungai relatif tidak stabil, tebing di sisi luar sempadan tidak terlindung dari pengikisan dan erosi. Pada bagian tengah kondisi sempadan sungai mempunyai batas yang jelas. Sempadan dipergunakan sebagai lahan perkebunan di sisi luar sempadan terlindung dari pengikisan dan erosi . Tebing relative kuat karena ditunjang oleh vegetasi yang cukup lebat, sempadan sungai dipakai sebagai pemukiman, erosi relatif horisontal, hanya sedikit terjadi endapan pada badan bagian pinggir sungai. Pada bagian hilir lebar sempadan tidak memadai terjadinya infiltrasi sehingga berpotensi banjir, tebing di sisi luar sempadan tidak terlindung dari pengikisan dan erosi. Tebing relative rapuh fungsi sempadan tidak dapat berjalan dengan baik.
Status M utu Air Sungai Taluduyunu Status mutu air Sungai Taluduyunu bagian Hulu, Tengah dan Hilir pada Pemantauan tahun 2009, Berdasarkan hasil perhitungan Status mutu air Sungai Buladu dengan menggunakan Metode Indeks Pencemaran didapatkan Nilai Indeks Pencemaran, sebagai berikut:
Tabel 2.7 Status Mutu Air Sungai Taluduyunu
Lokasi Sampling
No
Status Mutu Kelas 1
Kelas 2
1
Bagian Hulu
Cemar Sedang
Cemar Sedang
2
Bagian Tengah
Cemar Sedang
Cemar Sedang
3
Bagian Hilir
Cemar Sedang
Cemar Ringan
Sumber: Analisis Balihristi, 2010
Sedimentasi pasir dan batu pada badan sungai
disebabkan adanya Penambangan Emas
Tanpa Izin dibagian hulu dan penambangan bahan galian golongan C di bagian tengah sungai. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemulihan kualitas lingkungan di aliran Sungai Taluduyunu berupa :
Melakukan koordinasi dengan PEMDA dalam hal pengaturan penggunaan bahan galian C,
Melakukan rehabilitasi lahan di daerah bantaran sungai,
Menata sistem kelembagaan pengelolaan sungai,
Penyuluhan kepada masyarakat
II- 27 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO e. Sungai Bionga Sungai Bionga berada di Desa Biyonga Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo dengan Panjang Sungai 32,16 Km2. Sungai ini termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk (V). Sungai Bionga mempunyai kedalaman mencapai 30 cm pada bagian hulu dan bagian hilir 40 cm, lebar sungai bagian hulu 26,6 m dan bagian hilir 42 m. Kecepatan arus 0,50 m3/detik bagian hulu dan 0,71 m3/detik bagian hilir. Kondisi sempadan sungai pada bagian hulu dan tengah relatif
baik. Kondisi tebing sungai
relatif datar dengan sempadan sungai, batas sungai tidak jelas dengan sempadan sungai. Sempadan Gambar 2.7 Sungai Bionga
dipergunakan perumahan
sebagai Lebar
lahan
perkebunan
sempadan
tidak
dan
memadai
memungkinkan terjadinya infiltrasi, menimbulkan banjir, tebing di sisi luar sempadan terlindung dari pengikisan dan erosi Tebing relative tidak kuat karena tidak ditunjang oleh vegetasi. Pada bagian Hilir kondisi sempadan tidak berfungsi dengan baik akibat Pentaludan dan pemanfaatan bantaran untuk permukiman serta industri rumah tangga. Sungai Bionga memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat Kab Gorontalo. Sungai Bionga berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan Daerah Aliran Sungai agar tidak terdegradasi, wilayah ini menyimpan air (debit), dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang memadai. Bagi masyarakat kabupaten Gorontalo Sungai Bionga bermanfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, kebutuhan pertanian, air bersih, serta pariwisata. Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Bionga bagian Hulu tidak memenuhi syarat karena satu parameter sudah melebihi baku mutu yang dipersyaratkan, seperti kadar Timbal = 0,1579 mg/l dengan baku mutu 0,03 mg/l, sedangkan parameter Merkuri (Hg), BOD, COD, TSS, Total Coliform dan Coli Tinja
masih berada dibahwah baku mutu yang
dipersyaratkan.
Status M utu Air Sungai Bionga Status Mutu Air Sungai Bionga bagian Hulu, Tengah, dan Hilir pada pemantauan tahun 2009, Berdasarkan hasil perhitungan Status mutu air Sungai Bionga dengan menggunakan Metode Indeks Pencemaran, sebagai berikut:
II- 28 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Tabel 2.8 Status Mutu Air Sungai Bionga Lokasi Sampling
No
Status Mutu Kelas 1
Kelas 2
1
Bagian Hulu
Cemar Ringan
Cemar Ringan
2
Bagian Tengah
Cemar Sedang
Cemar Sedang
3
Bagian Hilir
Cemar Sedang
Cemar Sedang
Sumber: Balihristi, 2010
Daerah aliran Sungai Bionga merupakan sungai yang paling banyak meyumbang sedimentasi kearah Danau Limboto. Pembuatan talud dan pemanfaatan bantaran untuk pemukiman serta industri rumah tangga membuat sempadan tidak dapat berfungsi dengan baik dan Sempadan tidak mampu lagi berfungsi sebagai daerah infiltrasi, pemeliharaan aliran dasar sungai, serta ruang bagi sungai untuk bergerak secara lateral tidak memadai akibat pentaludan tebing sungai dan pembangunan konstruksi permanen di daerah bantaran. Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo melalui Dinas Kehutanan Kabupaten dan Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Bone Bolango telah melakukan upaya konsevasi berupa program GERHAN 2007. Selain itu dalam rangka pencegahan sedimentasi dan erosi tersebut dilakukan beberapa upaya :
Pemasangan tanda larangan untuk memasuki kawasan hutan,
Melakukan sosialisasi di masyarakat,
Memberdayakan masyarakat dalam program GERHAN dan pengawasan.
f. Danau Lim boto Perairan danau merupakan kekayaan alam yang tidak hanya memiliki peran fungsional bagi kawasan dan penduduk disekitarnya. Keindahan serta fenomena alam yang ada padanya menjadi aset bagi kawasan itu sendiri. Demikian pula halnya dengan Danau Limboto bagi provinsi gorontalo karena menjadi bagian yang tak terpisahkan dari detak kehidupan sekelilingnya. Danau ini dikelilingi oleh 5 (Lima) Kecamatan yaitu: Kecamatan Limboto, Telaga, Telaga Biru, Batu da’a dan Kota Barat yang merupakan wilayah Kota Gorontalo. Selain Sungai Bone Bolango, danau ini merupakan muara dari 4 sungai besar yaitu: Sungai Alo, Sungai Daena, Sungai Bionga dan Sungai Molalahu.
II- 29 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Danau Limboto ini terletak di DAS Sungai Bone Bolango yang terhampar di ketinggian 4,5 m diatas permukaan laut (dpl) dengan luas ± 3000 ha berdasarkan penelitian terakhir yakni tahun 2002 akan tetapi dari beberapa penelitian terdahulu yaitu tahun 1962 luas Danau Limboto sebesar 4250 ha. Ini merupakan sebuah degradasi ekosistem yang sangat memprihatinkan. Kondisi yang sangat Gambar 2.8 Danau Limboto
memprihatinkan dengan
ini
juga
kegiatan
diperparah
penduduk
lagi yang
memperlihatkan fenomena yang justru kontra produktif dengan upaya pelestarian danau itu sendiri. Perubahan kondisi Danau Limboto saat ini terlihat karena setiap tahun terjadi penyusutan luas dan pendangkalan
terutama
disebabkan
kurangnya
air
yang
tertahan
dan
sedimentasi
akibat
penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau juga ikut mempercepat seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat. Berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau juga mengancam dan memperburuk kelestarian fungsi danau hal ini ditunjukan dari hasil monitoring kualitas air danau menunjukan beban pencemaran organik yang tinggi seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut pada air danau berkisar 1,7 mg/l s/d 5,9 mg/l. Dari hasil pengukuran kualitas air Danau Limboto oleh BALIHRISTI bekerjasama dengan PUSARPEDAL-KNLH menunjukkan bahwa diperoleh tiga parameter kimia yang kadarn ya berada diatas baku mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001 di seluruh lokasi yang di pant au yaitu: sulfida, fenol,dan oksigen terlarut. Pada tahun 2009 kadar pospor menurun di bawah KMA. Hal ini memberi gambaran bahwa kualitas air Danau Limboto dari tahun ke tahun semakin menurun. Pencemaran kimiawi dan biologis (eceng gondok), okupasi wilayah danau oleh masyarakat, serta penangkapan dan budidaya ikan yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya fungsi-fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial dari danau tidak optimal. Meskipun terjadi penurunan kegiatan rumah tangga seperti mandi dan cuci yang menggunakan pospat yang dibuang langsung ke danau berkurang sedikit mengurangi pencemaran yang ada.
Upaya alternatif untuk menanggulangi tumbuhan air (enceng
gondok) mulai tampak akan tetapi cukupkah upaya tersebut untuk menanggulangi proses pendangkalan yang seperti berpacu dengan waktu?? Dan apabila masalah-masalah yang ada tidak segera ditangani maka akan diperkirakan kurang dari 25 tahun kedepan Danau Limboto akan punah dan tidak akan ada lagi sumberdaya perikanan air tawar bagi penduduk sekitarnya dan juga penyangga kehidupan dan tata air bagi masyarakat di bantaran sungai-sungainya. Meskipun danau ini memiliki multi fungsi baik bagi
II- 30 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO penduduk sekitarnya maupun kawasan Kabupaten Gorontalo umumnya karena merupakan pengendali banjir bagi sebagian besar kawasan kabupaten. Gambar 2.12 Peta Peyebaran Eceng Gondok di Danau Limboto
Ecen gondo Rump k gaja t h Plambung Seroj Terat i
Keterangan gambar • • • • •
Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 % dari luasan danau Eceng gondok terdapat dibagian tengah, barat, utara dan tenggara Konsentrasi terbesar berada dibagian tengah Penyebaran eceng gondok dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim Eceng gondok akan bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan.
2. Sumberdaya Air Tanah Mengacu pada Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Sulawesi Utara (1999), potensi air tanah Provinsi Gorontalo dibagi dalam dua kawasan, yaitu kawasan DAS BolangoBone dan kawasan Paguyaman-Randangan. 2.1. Daerah Aliran Sungai Bolango-Bone Kawasan ini tertutup oleh endapan aluvium, memiliki permukaan air tanah dangkal dan akifernya tergolong produktif sedang (debit sumur 10 L/detik). Air tanah di kawasan ini tidak terpengaruh oleh pergantian musim tahunan. Namun, rusaknya kawasan resapan air hujan diprediksi akan mereduksi derajat infiltrasi air, karena terjadi penyumbatan pori-pori lapisan tanah bagian atas. 2.2. Daerah Aliran Sungai Paguyaman-Randangan Kawasan ini terdiri dari formasi batuan gunung api (lava, lahar, tufa, breksi) dan batuan sedimen lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, dan lempung). Akifernya memiliki produktivitas yang
II- 31 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO tergolong rendah, bahkan di beberapa tempat tidak terdapat air tanah terutama di daerah hilir dan hulu, sedangkan di daerah muara menghasilkan air payau.
D. UDARA Timbulnya masalah pencemaran udara utamanya menyangkut masalah kualitas udara yang tidak dapat memenuhi kualitas udara yang dipersyaratkan. Dalam ketentuan peraturan yang ada, persyaratan kualitas udara meliputi kualitas udara emisi dan ambien. Dalam mencapai kualitas udara yang diinginkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara. Salah satu kegiatan pengendalian pencemaran udara adalah pengukuran dan pemantauan terhadap kualitas udara tersebut. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Provinsi Gorontalo pada Bulan April tahun 2009 menunjukkan bahwa kualitas udara di Provinsi Gorontalo baik karena masih berada di bawah baku mutu udara yang dipersyaratkan (Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional). Parameter
yang diukur/dianalisa dalam pemantauan tersebut adalah
parameter yaitu CO, SO2, NO2, O3 dan TSP. Pemantauan tersebut dilaksanakan pada setiap kabupaten/kota yang mewakili empat lokasi penting seperti jalur transportasi, perkantoran, dan permukiman.
Tabel 2.9 Parameter Pengukuran Udara di Provinsi Gorontalo
No
Parameter
1
Karbon Dioksida
Lama Pengukuran 1 jam
CO 2
Sulfur Dioksida
Baku Mutu
Metode
30.000
NDIR
µg/m3 1 jam
900 µg/m3
Pararosanilin
1 jam
400 µg/m3
Zalman
1 jam
235 µg/m3
Chemiluiminescent
SO2 3
Nitrogen Dioksida NO2
4
O3
Sumber: Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999
Berikut ini akan ditampilkan data-data hasil pengukuran di lapangan yang dilaksanakan BALIHRISTI Provinsi Gorontalo dan Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan (BTKL) Manado yang dilakukan di 5 Kabupaten / Kota di Provinsi Gorontalo.
II- 32 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
K abupaten P ohuw ato Tabel 2.10 Kualitas Udara Kabupaten Pohuwato
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2010
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambient di Kabupaten Pohuwato menunjukkan bahwa kualitas udara ambient masih memenuhi syarat.
K abupaten B oalem o Tabel 2.11 Kualitas Udara di Kabupaten Boalemo
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2010
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambient di Kabupaten Pohuwato menunjukkan bahwa kualitas udara ambient masih memenuhi syarat.
K abupaten B one B olango Tabel 2.12 Kualitas Udara di Kabupaten Bone Bolango
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2010
II- 33 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambient pada 3 (tiga) titik di Kabupaten Bone Bolango menunjukkan bahwa kualitas udara ambient masih memenuhi syarat karena 4 (empat) parameter yang dilakukan pemantauan berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa disekitar lokasi tersebut tidak ada aktivitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas udara ambient.
K abupaten Gorontalo Tabel 2.13 Kualitas Udara di Kabupaten Gorontalo
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2010
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambient pada 3 (tiga) titik di Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa kualitas udara ambient masih memenuhi syarat karena 4 (empat) parameter yang dilakukan pemantauan berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa disekitar lokasi tersebut tidak ada aktivitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas udara ambient.
K ota Gorontalo Tabel 2.14 Kualitas Udara di Kota Gorontalo
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2010
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambient pada 4 (empat) titik di Kota Gorontalo menunjukkan bahwa kualitas udara ambient masih memenuhi syarat karena 4 (lempat) parameter yang dilakukan pemantauan berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Hal ini menunjukkan
II- 34 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO bahwa disekitar lokasi tersebut tidak ada aktivitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas udara ambient.
K abupaten Gorontalo Utara
Tabel 2.15 Kualitas Udara di Kabupaten Gorontalo Utara
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2010
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambient pada 3 (tiga) titik di Kabupaten Gorontalo Utara menunjukkan bahwa kualitas udara ambient masih memenuhi syarat karena 4 (empat) parameter yang dilakukan pemantauan berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa disekitar lokasi tersebut tidak ada aktivitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas udara ambient.
E. LAUT, PESISIR DAN PANTAI Dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan, Provinsi Gorontalo merupakan salah satu Provinsi termuda di Indonesia dalam pembangunannya sehingga perlu dilindungi sumberdaya yang menjadi andalannya. Secara umum, Provinsi Gorontalo mempunyai dua wilayah pesisir dan laut, yaitu wilayah Selatan yang berhadapan langsung dengan perairan Teluk Tomini (panjang garis pantai 320 km dan luas territorial 7,4 km2), dan wilayah Utara Gorontalo yang berhadapan dengan perairan Laut Sulawesi (panjang garis pantai 270 km dan luas territorial 3,10 km2) (Anonym, 2006).
II- 35 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Gambar 2.14 Peta 23 DAS di Kawasan Teluk Tomini
Perairan Teluk Tomini mempunyai luas sekitar 59.500 Km2, secara geografis terletak pada 120º - 123º BT dan 0º30’ LS. Kawasan ekosistem teluk tomini yang tergolong sebagai perairan semi tertutup (semi enclosed) mencakup kawasan pesisir laut dan kawasan daerah aliran sungai (DAS). Kawasan pesisir laut Provinsi Gorontalo mencakup ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove serta pantai wisata dan pelabuhan laut. Sedangkan DAS yang mempengaruhi dan bermuara ke perairan teluk tomini berjumlah 23 daerah aliran sungai. Kawasan Teluk Tomini memiliki potensi sumberdaya yang sangat kaya dan unik. Aset sumber daya tersebut hadir dalam bentuk infrastuktur alami berupa ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove dan infrakstuktur buatan seperti kawasan pantai wisata bahari dan pelabuhan laut. Teluk tomini merupakan salah satu teluk terbesar di Indonesia dengan luas mencapai kurang lebih enam juta hektar dan berada dalam lintasan katulistiwa. terdapat tiga provinsi (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo) dan 14 Kabupaten/Kota bersinggungan langsung dengan teluk tomini.
Terum bu K arang di Teluk Tom ini Salah satu potensi pesisir di Provinsi Gorontalo adalah terumbu karang. Sumberdaya pesisir ini diperkirakan berada dalam ambang kerusakan. Tingkat kerusakan diperkirakan mencapai 40%. Apabila tidak dilakukan tindakan konservasi secepatnya maka kerusakan akan semakin meluas. Terumbu karang di bagian selatan Provinsi Gorontalo yang berada di Teluk Tomini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu terumbu karang tepian (fringing reef) dan terumbu karang cincin (atol). Terumbu karang di bagian tengah mencakup wilayah di selatan Boliohuto kemudian sebelah selatan Paguat hingga sebelah selatan Marisa. Jenis terumbu karang terdiri atas terumbu karang tepian (fringing reef), baik yang berada di tepian daratan (Pulau Sulawesi) maupun di pulau-pulau. Terumbu karang tepian daratan tersebar di sepanjang pantai selatan daratan Pulau Sulawesi.
II- 36 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Terumbu karang tepian terdapat akup hampir di semua pulau-pulau (lito) yaitu: Batade, Dulupi, Lahengo, Wulungiyo Ombulo, Wulungiyo Tambe, Wulungiyo Olikani, Libuiyo Tilamuta, Mohupombo Daa, Mohupombo Kiki, Molopinggulo, Lipo Biato, Montuli, Bitila, Puntu, Pomolia Kiki, Pomolia Daa, Lolahe, Taludahe, Dulawono, Tomelo. Di setiap pulau selain terumbu karang terdapat pula pasir yang cukup luas sedangkan lamun relatif sedikit. Secara umum kondisi terumbu karang di wilayah ini relatif masih baik. Terumbu karang di bagian barat mencakup wilayah di selatan Wulungiyo Wonggarasi kemudian sebelah selatan Lemito hingga sebelah selatan Wulungiyo Alumbanga. Terumbu karang tepian (fringing reef), terdapat di tepian daratan (Pulau Sulawesi) dan di pulau-pulau. Terumbu karang tepian daratan tersebar di selatan Wonggarasi hingga di selatan Yiliyala. Terumbu karang tepian pulau terdapat hampir di semua pulau (lito) yaitu: Limboku Kiki, Monji Kiki, Banggo Daa, Banggo Kiki, Puntu Daa, Molioto, Olinggobe, Imama, Keakease, Samauna, Huliahedaa, Payata, Lamua Kiki, Lamua Daa, Dudepo, Pasigiogo, Paniki, Ulipan, Putia, Ngeo, Burung, Maraati, dan Pajongge Daa. Disetiap pulau selain terumbu karang terdapat pula pasir yang cukup luas dan lamun relatif sedikit. Secara umum kondisi terumbu karang di wilayah ini juga relatif masih baik. Tabel 2.16. Kondisi Terumbu Karang di Provinsi Gorontalo Lokasi Terumbu Karang
Kondisi Tutupan
1.
Payunga
30 – 40
2.
Saronde
30 – 50
3.
Pulau Dulupi
50 – 70
4.
Pulau Asiangi
50 – 80
5.
Pulau Lamua Daa
50 – 80
6.
Pulau Raja
50 – 80
7.
Pulau Popaya
50 – 80
8.
Teluk Kwandang
10 -20
9.
TPI Tilamuta
10
10.
Torsiaje
10
11.
Pantai Massa
15 -30
12.
Taman Laut Olele
58
No.
Karang (%)
Sumber: Balihristi, 2010
II- 37 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di sekitar pulau-pulau masih relatif baik dibandingkan dengan di daerah pesisir yang berdekatan dengan massar daratan utama. Kondisi karang di Pulau Payunga dan Pulau Saronde misalnya, menunjukkan kondisi karang yang termasuk sedang dengan tingkat penutupan karang hidup berkisar 30-60%. Kondisi karang di teluk Kwandang tingkat sedimentasinya relatif cukup tinggi. Hal ini menunjukkan nilai penutupan karang hidup yang relatif rendah sekitar 10-20%. Dari analisis dan tabulasi (dapat dilihat pada Gambar 2.15) bahwa aset sumber daya pesisir dan laut teluk tomini mulai menyusut atau tergerus. Dimana penyusutan terjadi karena dibeberapa lokasi infrastruktur alami berupa ekosistem terumbu karang sudah banyak mengalami kehancuran akibat perbuatan’tangan-tangan manusia’.
Terum bu K arang di Laut Sulaw esi Terumbu karang di Bagian Utara Provinsi Gorontalo yaitu yang berada di Laut Sulawesi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu terumbu karang tepian (fringing reef) dan terumbu karang cincin (atol). Terumbu karang di bagian timur mencakup wilayah sekitar Pelabuhan Kwandang). Jenis terumbu karang yaitu terumbu karang tepian (fringing reef). Terumbu karang tersebar di pantai pulau-pulau yang ada di sebelah utara Pelabuhan Kwandang maupun di sepanjang pantai daratan Pulau Sulawesi. Terumbu karang antara lain terdapat di pulau-pulau (lito): Botubotuo, Limboso-1, Limboso 2, Kamposo, Manggala, Bohu, Otilade, Saaronde, Bogisa, Mohinggito, Huliahu Daa, Huliahu Bunggu, dan Huha. Selain terumbu karang terdapat pula material pasir dalam sebaran sedang dan lamun seagrass) dalam sebaran relatif sedikit. Berdasarkan sebaran pasir yang merupakan pecahan karang yang hanya sedang, maka diperkirakan kondisi terumbu karang di wilayah ini relatif sedang hingga baik.
II- 38 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Gambar 2.15 Kondisi Terumbu karang di Provinsi Gorontalo
Terumbu karang di utara bagian barat mencakup wilayah di utara Bolontio Barat. Jenis terumbu karang terdiri atas terumbu karang tepian (fringing reef) dan terumbu karang cincin (atol). Terumbu karang tepian tersebar di sepanjang pantai daratan Pulau Sulawesi dalam luasan relatif sempit. Adapun terumbu karang cincin (atol) dijumpai jauh dari pantai sebanyak 2 buah. Material pasir yang cukup luas terdapat di sekitar atol tersebut, sedangkan lamun (seagrass) dalam jumlah relatif sedikit. Di sekitar karang dekat dengan pantai hampir tidak terdapat lamun. Hal ini karena laut di sekitar pantai tersebut cukup curam dan dalam. Secara umum kondisi terumbu karang di wilayah utara bagian barat ini relatif masih baik.
Hutan M angrove Infrastuktur alami lainnya yang berupa ekosistem mangrove juga bernasib sama dengan terumbu karang. Berdasarkan hasil pengukuran penutupan tajuk dan kerapatan pohon mangrove dibeberapa lokasi pemantauaan di Gorontalo kondisi hutan mangrove dalam keadaan rusak. Sebagian dari wilayah Provinsi Gorontalo di diarahkan untuk kawasan hutan mangrove. Kawasan hutan mangrove ditetapkan berdasarkan penyebaran hutan mangrove saat ini ditambah dengan areal-areal yang dinilai layak dan sebaiknya ditumbuhi mangrove. Tahun 2010, berdasarkan SK Menhut No 325 Tahun 2010 Hutan Mangrove di Provinsi Gorontalo seluas 13.645 ha. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pantai selatan Provinsi Gorontalo masih memiliki kondisi hutan mangrove yang relatif baik, dimana jenis yang paling dominan adalah xylocarpus sp dan Rhizopora mucronata.
II- 39 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Berdasarakan hasil kajian kerapatan jenis untuk tingkat pohon adalah 10.294 ind/ha. Jenisjenis mangrove lainnya yang ditemukan adalah Ceriops, Brugeria gymnorhiza, Excocaria, Rhizopora stylosa, Rhizopora apiculata, Avicennia marina, dan Avicennia alba. Plot kawasan hutan mangrove ini selain dikaitkan dengan kebutuhan konservasi dan sejalan dengan rencana pengembangan tambak. Kawasan hutan mangrove terutama menyebar di wilayah pantai selatan Kabupaten Boalemo seluas 2.412 ha, di Kabupaten Pohuwato 7.786 ha dan sebagian di pantai Utara Kabupaten Gorontalo seluas 3.447 ha. Luas total area hutan mangrove di seluruh Gorontalo sekitar 13.645 ha. Kawasan mangrove ini sangat penting untuk mendukung Pengembangan perikanan tambak yang akan menjadi salah satu andalan perekonomian Provinsi Gorontalo. Kawasan mangrove ini juga diperlukan untuk menjaga kelestarian potensi wilayah pantai dan meredam proses abrasi pantai. Kondisi mangrove di daerah kwandang masih relatif baik khususnya pada kawasan green belt, walaupun sebagian telah dibabat menjadi tambak. Masyarakat setempat juga masih memanfaatkan pohon bakau sebagai bahan bangunan untuk rumah, pagar dan juga digunakan sebagai kayubakar. Beberapa daerah seperti di Kecamatan Anggrek, masyarakat juga telah mencoba untuk melakukan penanaman magrove dari jenis Rhizopora apiculata untuk mereboisasi kawasan pesisir yang dulu mangrovenya telah dibabat. Dampak aktivitas pembangunan di kawasan pantai utara ini perlu diantisipasi agar tidak selalu mengorbankan ekosistem pesisir yang ada. Di Kecamatan Tilamuta, kondisi sebagian besar mangrove yang masih tersisa masih dalam kondisi baik, walaupun sudah mengalami pembabatan pada beberapa daerah. Jenis yang paling dominan adalah jenis Rhizophora mucronata, yang secara nyata melindungi kawasan pantai dari hempasan gelombang yang kemungkinan menyebabkan abrasi. Kondisi mangrove di Torsiaje juga masih relatif baik khususnya pada kawasan green belt, walaupun sebagian telah dibabat menjadi tambak. Masyarakat setempat juga masih memanfaatkan pohon bakau sebagai bahan bangunan untuk rumah, pagar dan juga digunakan sebagai kayu bakar. Kondisi mangrove di Pantai Utara juga sebagian masih relatif baik, namun pembukaan tambak nampaknya semakin meluas dan perlu segera diatur dengan kebijakan yang ketat agar tidak menyebabkan kerusakan yang semakin parah. Jenis manggrove yang dominan di pantai utara adalah Rhizophora apiculata dan Aegiceras corniculatum. Beberapa daerah seperti di Kecamatan Anggrek, masyarakat juga telah mencoba untuk melakukan penanaman magrove dari jenis Rhizopora apiculata untuk mereboisasi kawasan pesisir yang dulu mangrovenya telah dibabat. Dampak aktivitas pembangunan di kawasan pantai utara ini perlu diantisipasi agar tidak selalu mengorbankan ekosistem pesisir yang ada.
P adang Lam un Lamun (sea grass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk di bawah permukaan air laut. Tumbuhan ini hidup diperairan dangkal agak berpasir, dan sering juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh sinar matahari
II- 40 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO dengan tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh tegak, berdaun tipis yang bentuknya seperti pita dan berakar jalar. Tunas-tunas tumbuh dari rhizoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah permukaan dasar laut. Berdasarkan hasil pengamatan secara umum, kondisi pada lamun di Provinsi Gorontalo masih tergolong cukup baik, terutama di daerah pulau-pulau dimana kondisi kualitas airnya masih relatif baik. Misalnya di Pulau Payunga dan Pulau Saronde, ditemukan ada beberapa jenis vegetasi lamun yang termasuk dalam kondisi yang sangat baik, yang pada umumnya didominasi oleh Enhalus dan Thallasia. Di Pulau Saronde juga ditemukan jenis Cymodocea serrulata. Di Desa Bajo dan di Desa Torsiaje ditemukan padang lamun dalam bentuk hamparan yang cukup luas dengan kerapatan yang masih relatif baik. Namun demikian pada lokasi seperti teluk di Kwandang dan sekitar TPI Tilamuta kondisi padang lamunnya sudah termasuk kategori jelek dengan kepadatan rendah. Suspensi parikel-partikel yang cukup tinggi di perairan pada kawasan ini bukan hanya mengurangi tingkat kecerahan perairan, tetapi juga secara langsung menutupi permukaan daun vegetasi lamun sehingga menyebabkan lamun tersebut mengalami kematian atau tidak bisa berkembang dengan baik.Di wilayah perairan Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 species lamun, antara lain marga Hydrocharitaceae dengan spesiesnya Enhalus Acoroides. Penyebaran ekosistem padang lamun di Indonesia mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Di dunia, secara geografis lamun ini tampaknya memang terpusat di dua wilayah yaitu Indo Pasifik Barat & Karibia.
S t a t u s M u t u A i r L a u t Te l u k To m i n i Kualitas lingkungan pesisir laut teluk tomini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi kualitas lingkungan DAS yang ada di sekitarnya. Berikut Status Mutu Air Laut berdasrkan hasil pemantauan kualitas air laut Teluk Tomini tahun 2011.
Tabel 2.17. Status Mutu Air Laut Teluk Tomini Status Mutu Air Lokasi
Kota Gorontalo
Kab. Bone Bolango
Titik Pantau
Nilai Indeks Pencemaran
Keterangan
1
1,64
Cemar Ringan
2
1,32
Cemar Ringan
1
8,03
Cemar Sedang
2
6,32
Cemar Sedang
II- 41 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Kab. Gorontalo
Kab. Boalemo
Kab. Pohuwato
1
6,96
Cemar Sedang
2
6,35
Cemar Sedang
1
6,55
Cemar Sedang
2
6,32
Cemar Sedang
1
6,05
Cemar Sedang
2
6,77
Cemar Sedang
Sumber: Hasil perhitungan status mutu air sesuai dengan pedoman yang tercantum dalam keputusan MENLH No.115 tahun 2003
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air laut di wilayah Teluk Tomini di Provinsi Gorontalo tahun 2010 menunjukkan bahwa Jumlah Coliform total untuk lokasi Pelabuhan Kota Gorontalo sebesar 2500 MPN/100 mL, nilai tersebut melebihi baku mutu Kep Men LH No. 51 tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut untuk kualitas air laut untuk perairan pelabuhan yaitu 1000 MPN/100 mL, konsentrasi DO di lokasi Muara Sungai Bone, daerah wisata olele dan di muara Sungai Paguyaman yaitu masing-masing 4,8 mg/L, 4,5 mg/L dan 4,5 mg/L, tidak memenuhi baku mutu Kep Men LH No. 51 tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Gambar 2.16 Lokasi-Lokasi Pemantauan Kualitas Air Laut di Kawasan Pesisir Laut Teluk Tomini yang terdapat di Provinsi Gorontalo
Laut untuk kualitas air laut untuk wisata bahari yaitu > 5 mg/L, sedangkan konsentrasi BOD di masing-masing lokasi tersebut adalah 11,5 mg/L, 12,5 mg/L dan 10,5 mg/L, dimana nilai-nilai
II- 42 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO tersebut diatas baku mutu Kep Men LH No. 51 tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut untuk kualitas air laut untuk wisata bahari yaitu 10 mg/L. Kadar pH, warna, kekeruhan dan TSS untuk semua lokasi terdeteksi, dimana nilai pH berkisar 7,5 – 7,8, warna 5,5 – 16,7, kekeruhan 2,5 – 3,8 dan TSS 17,5 – 19,5 mg/L, tetapi nilai-nilai tersebut masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan (pH=6,5 – 8,5, warna = 30 mg/L, kekeruhan = 5 dan TSS = 5 mg/L). Nilai TSS erat kaitannya dengan kekeruhan, untuk lokasi titik 5 yang mempunyai nilai TSS tinggi (19,5 mg/L) ternyata mempunyai nilai kekeruhan 3,8 NTU. Konsentrasi DO dan BOD di semua lokasi di daerah wisata bahari terdeteksi. Kadar DO terendah dan BOD 5 tertinggi adalah di lokasi titik 3, 4 dan 5 dengan kadar DO berkisar antara 4.5 mg/L sampai 4.8 mg/L dan kadar BOD 5 berkisar antara 10.5 mg/L sampai 12.5 mg/L. Konsentrasi DO untuk lokasi tersebut tidak memenuhi persyaratan baku mutu yaitu > 5 mg/L dan konsentrasi BOD untuk ke 3 lokasi tersebut diatas baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 10 mg/L. F. IKLIM Untuk kepentingan pengembangan wilayah, semua faktor iklim, khususnya hujan, suhu, angin dan kelembaban udara, adalah penting. Namun, karena keterbatasan data yang diperoleh dari stasiun-stasiun yang ada di Provinsi Gorontalo, maka uraian kondisi iklim (sebagai potensi dan pembatas) terutama hanya didasarkan pada informasi curah hujan. Klasifikasi iklim yang didasarkan atas data curah hujan diperoleh dari sumber yang telah ada. Menyangkut kelasifikasi iklim ini, pada tempat tertentu, terutama di sekitar Kota Gorontalo informasi yang diperoleh dinilai akurat, karena data diperoleh dari banyak stasiun-stasiun yang tersebar cukup merata. Namun, di bagian lain dari provinsi, karena data yang tersedia lebih sedikit, perlu diinterpretasi secara lebih hati-hati. Meskipun
Temperatur Udara (oC)
demikian, informasi yang diperoleh tetap dapat memberi gambaran kondisi iklim secara makro, yang 36.0 34.0 32.0 30.0 28.0 26.0 24.0 22.0 20.0
Jan
Temp maks (oC) 31.7
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
31.5 32.3 32.5 32.6 31.8
31.1
31.7 33.0 33.4 32.9 32.3
Temp rata (oC) 26.8 26.6 26.8 26.9 27.2 26.6 26.4 26.8 27.2 27.9 27.1 27.0 Temp min (oC)
23.8 23.6 23.6 23.8 23.1 23.5 Bulan22.9 22.9 22.5 23.3 23.6 23.7
Gambar 2.17. Temperatur Udara Rata-rata di Provinsi Gorontalo 2005 – 2009 (Sumber: Stasiun Meteorologi Bandara Jalaludin, Gorontalo, 2010)
II- 43 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO untuk kepentingan penentuan penataan ruang tingkat wilayah provinsi dianggap cukup memadai. Berdasarkan peta iklim menurut kelasifikasi Oldeman dan Darmiyati, Provinsi Gorontalo secara rata-rata beriklim yang relatif kering. Wilayah terkering (iklim E2 dengan rata-rata kurang dari 3 bulan per tahun bercurah hujan lebih dari 200 mm) meliputi seluruh kawasan pantai Selatan Kabupaten Boalemo dan sebagian Kota Gorontalo. Sementara, wilayah yang relatif lebih basah (iklim C1 dan C2, dengan 5 sampai 6 bulan basah per tahun) ditemukan di sepanjang wilayah Utara Provinsi Gorontalo. Iklim memberi implikasi signifikan pada perumusan kebijakan alokasi penggunaan ruang, misalnya dalam penentuan kawasan lindung dan budidaya serta kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Untuk kabupaten-kabupaten di Provinsi Gorontalo, kebijakan pengelolaan sumberdaya air, misalnya,
adalah
aspek
yang
harus
mendapat
prioritas
tinggi.
Jika
hasil
optimal
dan
berkesinambungan hendak dicapai, rumusan kebijakan ini harus menjadi dasar bagi arah pengembangan wilayah. Data suhu udara rata-rata bulanan di Provinsi Gorontalo berkisar antara 26,4 - 27,9OC, dengan suhu udara rata-rata bulanan maksimum dan minimum masing-masing 31,1 – 33,4OC dan 22,5 – 23,8 OC. Berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jalaludin Gorontalo, curah hujan untuk periode 5 (lima) tahun terakhir, yaitu dari tahun 2005 hingga 2009 berkisar antara 1.226 – 2.289mm/tahun, dengan hari hujan per tahun berkisar 157 – 248 hari hujan, dengan rata-rata curah hujan 126,5 mm/tahun dan 15 hari hujan.
Sumber: BMKG Prov. Gorontalo
Menurut
klasifikasi
iklim
yang
dikemukakan
schmidt
Fergusson
diperoleh
nilai
Q
(perbandingan rata-rata bulan kering dengan bulan basah) sebesar 25 % sehingga daerah ini
II- 44 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO termasuk tipe iklim B yaitu beriklim basah. Pada tabel 2.25 disajikan data curah hujan dan hari hujan di Provinsi Gorontalo. G. BENCANA ALAM Kejadian bencana alam yang sering terjadi di Provinsi Gorontalo adalah banjir. Lokasi yang terparah adalah wilayah Kota Gorontalo. Masalah utama terjadi bencana banjir setiap tahun di Kota Gorontalo adalah sebagian besar yang dulunya merupakan danau, akibat penyusutan dan pendangkalan di Danau Limboto yang telah dialih fungsikan menjadi pemukiman dan lahan pertanian sebagaimana Danau Limboto sebagai daerah tanggapan air hujan serta kerusakan dari DAS, ini terlihat dari bentukan delta di muara teluk Gorontalo yang terdapat di Kelurahan Talumolo Kecamatan Kota Timur dan Kelurahan Pohe Kecamatan Kota Selatan. Berkurangnya lahan resapan tanggapan air hujan dikarenakan pesat pertumbuhan pembangunan dan masyarakat disekitar aliran sungai untuk mengambil bahan galian c berupa pasir dan batu kerikil sebagai mata pencahariannya dan juga sistem drainase Kota Gorontalo yang berlum terencana secara sistematis dan menyuluh serta agradasi dan penyimpitan oleh berbagai aktivitas kota, seperti permukiman, pasar, dan lain-lain terhadap Sungai Bone, Bolango dan Tamalate. Dengan menurunnya kapasitas saluran - saluran drainase kota maka apabila hujan turun dengan periode 1 tahun saja sudah terjadi overtopping di saluran sehingga saluran sekunder dari dalam kota mengalami kesulitan dalam mengalirkan air menuju Delta tiga sungai besar yang menuju laut. Aliran sungai Tamalate bermuara di Sungai Bone. Apabila level Sungai Bone tinggi menyamai level di Sungai Tamalate, maka aliran air sungai tersebut tidak dapat mengalir secara normal dan mengakibatkan penumpukan air yang akhirnya meluap ke area permukiman penduduk dan sebagiannya kembali ke anak-anak sungai dan saluran-saluran drainase dalam kota yang mengakibatkan genangan di sekitar lingkungan permukiman. Kali Serdadu adalah anak sungai yang bermuara di Sungai Tamalate. Aliran Kali Serdadu ini akan mengalami kendala apabila level air di Sungai Tamalate tingginya menyamai level air di Kali Serdadu, hingga aliran airnya tidak dapat mengalir secara normal di kali tersebut dan mengakibatkan penumpukan air yang akhirnya melimpah ke jalan kota, karena Kali Serdadu ini berada ditengah kota. Permasalahan lain adalah genangan air yang mengenangi Kota Gorontalo disebabkan oleh luapan banjir dari sungai dan hujan setempat (lokal) 1. Akibat luapan banjir dari sungai Tiga buah sungai yang melintasi Kota Gorontalo memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap permasalahan banjir dan genangan di Kota Gorontalo. Akibat banjir di sungai, kawasankawasan yang terletak disisi sepanjang sungai-sungai tersebut rawan terkena luapan air, bahkan ada kawasan secara periodik menerima luapan banjir dari sungai.
II- 45 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Pada sebagian kawasan permukiman di sisi Sungai Bone, Tamalate dan Bolango telah dibangun talud/tanggul penahan air dengan pintu air yang bisa ditutup tetapi terjadi rembesan air sungai melalui celah-celah sekeliling pintu. 2. Akibat hujan setempat (lokal) Air hujan setempat (hujan di suatu kawasan) merupakan masalah yang relatif mudah diatasi dibandingkan dengan mengatasi akibat luapan banjir dari sungai. Akibat kurang baiknya saluransaluran drainase, maka hujan lokalpun sudah cukup untuk menimbulkan genangan . Dampak yang ditimbulkan akibat banjir adalah rusaknya beberapa sarana infrastruktur daerah sehingga menyebabkan saluran distribusi mengalami kendala. Disamping itu, harga bahan bangunan yang sebagian besar dipasok dari luar daerah dimana sebelum bencana memang sudah mengalami kenaikan harga, diperkirakan akan terus merambat naik terkait pengerjaan rekonstruksi pembangunan sarana infrastruktur yang rusak baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat. Di bidang energi, distribusi BBM pasca banjir juga mengalami kendala. Pasokan BBM hanya 18,98% dari total kebutuhan BBM Gorontalo dalam keadaan normal, persentase tersebut merupakan rata-rata yang terjadi pada semua jenis BBM yakni 25,78 persen premium; 8,05 persen minyak tanah dan 23,12 persen solar. Kendala dalam pendistribusian ke sejumlah daerah merupakan penyebab kelangkaan dimaksud, karena praktis kendaraan dengan kapasitas diatas 10 ribu ton tidak dapat melalui jalan dan jembatan yang mengalami kerusakan akibat terendam banjir. Masyarakat menderita penyakit bawaan air, kehilangan harta, kelaparan, dan hilangnya tempat berteduh. Bahkan, banjir di Kota Gorontalo sudah merenggut korban jiwa. Kerugian akibat banjir ini merupakan biaya lingkungan dan sosial mahal yang harus ditanggung masyarakat akibat kesalahan tata ruang yang kian parah. Sedankan pasca banjir bagi daerah yang terkena banjir seperti wabah penyakit dan rusaknya fasilitas umum serta terkendalanya pendidikan. Setelah banjir reda, bukan tidak mungkin berbagai penyakit menular akan menjangkiti masyarakat seperti demam berdarah, malaria dan diare," pasca banjir biasanya banyak genangan air di lingkungan tempat tinggal masyarakat yang dapat menjadi sarang nyamuk menyebarkan penyakit.
II- 46 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Gambar 2.18 Daerah Banjir di Kota Gorontalo
Musibah banjir tidak hanya dialami oleh para korban yang rumahnya terendam banji, warga yang rumahnya tidak terendam juga mengalami dampaknya. Di antaranya pemadaman listrik, tidak tersedianya air bersih, dan terbatasnya pasokan makanan. Hal itu terutama dialami oleh warga di seputar banjir.
II- 47 -
BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN
untuk memperoleh kehidupan dan penghidupan yang layak dan kondisi jasmani serta rohani yang sehat, diperlukan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Hanya dengan kondisi lingkungan seperti itu kita mampu bekerja sepenuhnya untuk mencapai kesejahteraan
Pemantauan kualitas air laut teluk tomini
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN A. KEPENDUDUKAN Jumlah Penduduk ada tahun 2011, penduduk Provinsi Gorontalo berjumlah 1,152,494 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 80 Jiwa/Km². Menurut wilayah (Kabupaten/Kota), sekitar 34,60 % dari penduduk Provinsi Gorontalo ini bertempat tinggal di Kabupaten Gorontalo, yaitu sejumlah 354,857 jiwa dan merupakan persentase terbesar. Sementara Kota Gorontalo sebagai ibukota Provinsi didiami oleh 17,32% dari total penduduk Provinsi Gorontalo atau sejumlah 182,861 jiwa. Kabupaten Gorontalo Utara sebagai kabupaten termuda jumlah penduduknya mencapai 119,213 jiwa atau 9,81 % dari jumlah penduduk Provinsi Gorontalo. Dilihat dari kepadatan penduduk masing-masing kabupaten/kota, maka Kota Gorontalo adalah wilayah yang terdapat penduduknya, rata-rata 2.413 orang untuk setiap km². Sedangkan 4 kabupaten lainnya hanya memiliki kepadatan sekitar 100 orang per km². Ini menggambarkan bahwa ketersediaan lahan dibandingkan jumlah penduduk masih relatif cukup besar. Hal ini berarti pula bahwa potensi untuk pengembangan sektor-sektor usaha termasuk aktifitas pertanian masih terbuka lebar. Bila dilihat menurut daerah tempat tinggal, terlihat bahwa angka ketergantungan di kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo yang masih berstruktur pedesaan lebih besar dibandingkan perkotaan yaitu Kota Gorontalo. Besar kecilnya angka ketergantungan dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah, karena jika tanggungan semakin besar maka makin sedikit penduduk usia produktif yang berpartisipasi dalam pembangunan. Penduduk Gorontalo mayoritas beragama Islam (97,81%) dan agama lainnya (2,19%). Masyarakat Gorontalo merupakan masyarakat yang berbudaya dengan Adat istiadatnya yang masih kental, ini dibuktikan dengan semboyan “Adat bersendikan Syara dan Syara bersendi Kitabullah”. Filosofi hidup ini selaras dengan dinamika masyarakat yang semakin terbuka, modern, dan demokratis. Dalam proses sosoialisasi dan komunikasi keseharian masyarakat Gorontalo, selain Bahasa Indonesia digunakan pula Bahasa Gorontalo (hulondalo).
III- 1 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO B. PERMUKIMAN Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian adan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman). Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Dengan keterbatasan data yang ada untuk mengungkapkan kondisi permukiman masyarakat Gorontalo yaitu dengan
melihat lokasi yang dihuni oleh penduduk terbesar.
Pada Daerah Kota Gorontalo dengan 6 wilayah Kecamatan jumlah penduduk pada tahun 2009 seluruhnya 162.438 jiwa. Dari
6 wilayah Kecamatan tersebut terdapat 3 wilayah
Kecamatan berpenduduk terbesar yakni Kecamatan Kota Timur, Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Utara. Dari ketiga Kecamatan ini, Kota Selatan yang memiliki kepadatan cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Kelurahan Bugis dan Biawao, penduduk yang tinggal dekat bantaran sungai rata-rata masih menggunakan bantaran sungai sebagai tempat pembuangan limbah domestik dan juga tempat untuk BAB (buang air besar). Kebutuhan akan air bersih masyarakat Gorontalo untuk daerah perkotaan banyak menggunakan PDAM tetapi ada juga yang menggunakan sumur bor.
C. KESEHATAN 1. Angka Kematian Bayi (AKB) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Grafik 3.1 Jumlah Bayi mati di Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
III- 2 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Berdasarkan tabel diatas, jumlah bayi yang mati di Provinsi Gorontalo selang Tahun 2006-2010 cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2006 jumlah bayi mati sebanyak 162 bayi, namun tahun 2010 jumlah bayi yang mati sebanyak 283 kasus kematian, angka ini mengalami penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebanyak 333 kasus di tahun 2009 atau sebesar 15,2 per 1000 KLH. Tahun 2010 sebanyak 283 kasus atau 12,5 per 1000 KLH angka ini mengalami penurunan dari tahun 2009 tetapi sudah lebih rendah dari target nasional yang menargetkan
penurunan
angka
kematian
bayi
sejumlah
26
per
1000
KLH,
Kabupaten/Kota yang melaporkan kematian bayi tahun 2010 tertinggi adalah kabupaten Gorontalo sebanyak 93 kasus. 2. Angka Kematian Balita (AKABA) Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). Grafik 3.2 Jumlah Balita Mati di Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
Langka kematian balita (AKABA) di Provinsi Gorontalo tertinggi dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 142 kemudian mengalami penurunan pada Tahun 2009 sebanyak III- 3 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO 112 atau 5,1 per 1000 KLH.
Pada tahun 2010 mengalami kenaikan kematian Balita
sejumlah 126 kasus atau 5,5 per 1000 KLH, jumlah ini sudah jauh lebih rendah dibandingkan dengan target nasional menurut SDKI tahun 2007 yang menargetkan penurunan angka kematian balita sejumlah 44 per 1000 KLH. Kabupaten/Kota yang melaporkan tertinggai yaitu Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara masing-masing 43 kasus kematian Balita. 3. Angka Kematian Ibu (AKI) Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll per 100.000 kelahiran hidup.(Budi, Utomo. 1985). Di Provinsi Gorontalo belum dapat menghitung Angka kematian Ibu dikarenakan Rasio kematian Ibu tidak mencapai 100.000 KLH. Yang digunakan oleh Kabupaten/Kota hanyalah merupakan asumsi AKI Kabupaten/Kota untuk melihat kondisi kesehatan ibu dan di gunakan dalam pengambilan kebijakan oleh Stakeholder. Tahun 2010 jumlah kematian ibu mencapai 40 Ibu (176/100.000 KLH) mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 50 (223/100.000 KLH) kematian penurunan capaian ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan serta semakin meningkatnya kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya, selengkapnya dapat dilihat sebagai berikutt : Grafik 3.3 Jumlah Kematian Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
III- 4 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Jumlah kematian ibu nifas, ibu melahirkan dan ibu hamil di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 5 tahun mengalami fluktuasi, jumlah kematian tertinggi dilaporkan terjadi pada tahun 2006 sebanyak 60, mengalami penurunan pada tahun 2007 sebanyak 49 kemudian pada tahun 2009 sebanyak 50 kasus atau 227,8 per 100.000 KLH dan menurun pada tahun 2010 menjadi 40 atau sebanyak 177, per 100.000 KLH. Kasus yang tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 11 Kasus. AKI juga berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Kematian ibu maternal di Provinsi Gorontalo terdiri dari kematian ibu hamil (15%), kematian ibu bersalin (57%), dan kematian ibu nifas (28%). Gambar : 3.4 Trend Jumlah Kematian Bayi, Balita dan Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010
Grafik diatas menggambarkan tren kematian bayi, balita dan ibu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 di Provinsi Gorontalo. Untuk kematian bayi yang dilaporkan tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan tren yang meningkat hampir setiap tahun dengan jumlah kematian bayi di tahun 2006 mencapai 162 bayi, 2007 meningkat menjadi 179 bayi, bertambah lagi untuk 2008 menjadi 196 bayi, hingga kemudian meningkat dengan jumlah kematian bayi yang cukup signifikan di tahun 2009 sebanyak 333 bayi, sampai akhirnya mengalami penurunan ditahun 2010 menjadi 283 bayi. III- 5 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Namun lain halnya dengan jumlah kematian ibu dan balita di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 5 tahun terakhir kematian Balita di tahun 2006 adalah 68 kasus, tertinggi tahun 2008 142 kasus dan mengalami penurunan di tahun 2010. Tren angka kematian Ibu dari tahun 2006-2010 tidak mengalami kenaikan atau penurunan yg berarti dari tahun ke tahun hingga tahun 2010 kasus kematian Ibu menurun hingga 40 kasus dari kasus tertinggi di tahun 2006 dan 2008 yang mencapai 60 kasus. 4. Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Tabel : 3.1 Capaian Usia Harapan Hidup Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2009 Indikator
2006
2007
2008
2009
Usia Harapan Hidup
65,6
65,9
66,2
66,2
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Dari tabel diatas menunjukkan Usia harapan Hidup di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berarti UHH di Provinsi Gorontalo masih jauh dibawah target RPJMD Program Kesehatan yang menargetkan UHH ditahun 2009 mencapai 69,5 dan di tahun 2010 target 70,6 tahun. 5. Angka Kesakitan (Morbiditas) Tingkat kesakitan mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Gorontalo, beberapa indikator morbiditas penyakit tertentu merupakan keterkaitan dengan komitmen global dalam MDGs. Angka kesakitan di Provinsi Gorontalo diperoleh dari data berbasis masyarakat baik ditingkat Rumah Sakit ataupun Puskesmas melalui sistim pencatatan dan pelaporan yang disajikan dalam bentuk buku Profil kesehatan III- 6 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Kabupaten/Kota Tahun 2010. Program utama untuk menekan angka kesakitan adalah dengan
mengembangkan
sistem
surveilans
epidemiologi
berbasis
masyarakat,
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan vektor penyakit lainnya, pengawasan pemeriksaan kualitas air dan lingkungan, perbaikan sarana air bersih dan sanitasi dasar, pengembangan program desa sehat, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dan revitalisasi Posyandu. a.
Penyakit TB – Paru Berdasarkan analisis kohort tahun 2001 sebanyak 85,7% penderita TB-Paru di
Indonesia menyelesaikan pengobatan (pengobatan lengkap dan sembuh). Sedangkan menurut Indikator Indonesia Sehat 2010 mengharapkan angka kesembuhan TB Paru tahun 2010-2015 mencapai 85 %. Prosentase TB paru sembuh pada tahun 2010 mencapai 1058 kasus sebanyak 66,59% angka ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya 2009 yaitu 1036 kasus atau 70,79%. Angka kesembuhan tertinggi di Kota Gorontalo dan Kabupaten Boalemo sebesar 99%. Angka kesembuhan TB Paru terendah di kabupaten Gorontalo hanya 29%. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut : Grafik : 3.5 Persentase TB Paru Sembuh Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Dari grafik di atas dapat dilihat perbandingan cakupan persentase kesembuhan TB Paru tahun 2010 mencapai 62%, hal ini menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2009 yang mencapai kesembuhan 71%. Hal ini disebabkan di tahun 2010 III- 7 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Kabupaten Gorontalo tidak memasukkan data kesembuhan penyakit TB Paru sehingga mempengaruhi fluktuasi tingkat kesembuhan penyakit TB Paru.
b. Penyakit HIV/AIDS Salah satu komitmen global dibidang kesehatan adalah memerangi penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya yang tedapat dalam Goal ke 6 Millenium development Goals 2000-2015. HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penderita penyakit mematikan ini. Penularan penyakit ini terjadi karena ada transfer cairan tubuh dari penderita ke orang lain.
Grafik : 3.6 Jumlah Kasus HIV/AIDS per Kabupaten/Kota Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS Kabupaten/Kota tahun 2010 yang melaporkan tertinggi adalah Kabupaten Boalemo dengan 5 kasus prevalensi mencapai 3,8 per 100.000 penduduk. Total kasus Provinsi Gorontalo sebanyak 9 kasus dengan prevalensi 0,9 per 100.000, hal ini menunjukkan bahwa III- 8 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO prevalensi penurunan HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo belum mencapai target Renstra 2010 yang harus mencapai 0,2 per 100.000 penduduk. Sedangkan Kabupaten/Kota yang tidak ada kasus HIV/AIDS adalah Kabupaten Pohuwato, Bone Bolango dan Gorontalo Utara. Dari ke 9 kasus diatas semuanya mendapat terapi ARV mencapai 100% dari jumlah kasus, hal ini sudah melebihi target Nasional hanya 30% yang harus di terapi. Grafik : 3.7
Sumber : Program P2M-PL Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
Grafik diatas menunjukkan angka kumulatif jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 2001-2010. Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2001 sampai dengan 2010 menunjukkan tren yang meningkat. Distribusi kasus HIV/AIDS pertama kali yang ditemukan tahun 2001 sebanyak 2 orang, tahun 2002 dan 2003 hanya terdapat 1 kasus dimana 1 penderita di tahun 2001 telah meninggal karena penyakit ini. Tahun 2004 bertambah 1 kasus lagi, yang kemudian meningkat drastis pada tahun 2005 dan 2006 menjadi 13 kasus. Tahun 2007 menurun lagi menjadi 7 kasus, tapi itu bukan suatu penurunan kasus karena dari 13 kasus di tahun 2005 dan 2006 5 penderita meninggal karena penyakit yang sama. Yang kemudian meningkat lagi menjadi 12 kasus di tahun 2008, 2009 menurun lagi menjadi 7 kasus. Dan yang paling mengejutkan lagi tahun 2010
kemarin jumlah kasus penderita HIV/AIDS yang
dilaporkan mencapai 18 kasus, sebanyak 9 kasus yg mendapat terapi ARV (50%). Dimana distribusi kasus HIV/AIDS berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2001-2010 III- 9 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO diperoleh yang paling banyak adalah laki-laki. Dengan presentase perbandingan kasus HIV dan AIDS yaitu 23% untuk HIV dan 77% AIDS. c. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Gorontalo terus meningkat dari tahun kemarin. Jumlah kasus DBD tahun 2009 sebanyak 93 kasus dengan angka kesakitan mencapai 9,19 per 100.000 penduduk. Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebanyak 59 kasus sebesar 61,29 per 100.000 penduduk. Kabupaten Pohuwato memiliki jumlah kasus paling rendah yaitu 3 kasus dengan angka kesakitan DBD 2,5 per 100.000. Sedangkan untuk tahun 2010 jumlah kasus penyakit DBD meningkat drastis dengan jumlah kasus 480 dengan angka kesakitan mencapai 45,4 per 100.000 penduduk. d. Penyakit Diare Angka kesakitan Diare pada tahun 2009 di Provinsi Gorontalo mencapai 7,3 per 1.000 penduduk. Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebesar 7165 dengan angka kesakitan 41 per 1.000 penduduk. Kabupaten Gorontalo utara memiliki angka kesakitan diare terendah yaitu 0,1 per 1.000 penduduk. Tahun 2010 angka kesakitan diare Provinsi Gorontalo mencapai 33 per 1000 penduduk, Kabupaten/Kota yang melaporkan kasus tertinggi adalah Kabupaten Gorontaalo sebanyak 13.409 kasus dengan angka kesakitan 37,8 per 1000 penduduk. Terendah yaitu Kabupaten Boalemo sebanyak 1920 kasus dengan angka kesakitan 14,9 per 1000 penduduk. Cakupan angka kesakitan penyakit diare per 1.000 penduduk di Kabupaten/kota se Provinsi Gorontalo. e. Penyakit Malaria Provinsi Gorontalo, upaya untuk mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus malaria menjadi setengahnya pada tahun 2015.terus dilakukan, Angka kejadian malaria pada tahun 1990 adalah sebesar 4,68 per 1000 penduduk, yang pada tahun 2015 ditargetkan akan turun menjadi <1 per 1000 penduduk. Pada tahun 2010 jumlah kasus penderita malaria positif adalah sebanyak 1709 kasus dengan angka kesakitan adalah 1,8 per 1000 penduduk (yang berarti telah terjadi penurunan angka kejadian secara nasional sebesar >50%). Kasus tertinggi dilaporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 1579 kasus dan terendah Kabupaten Gorontalo utara dengan 12 kasus. Untuk Kota Gorontalo tahun 2010 tidak terdapat kasus malaria. Pencapaian ini
III- 10 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO adalah pencapaian secara nasional yang bila dilihat pada pencapaian daerah (Provinsi, Kabupaten maupun Kota Gorontalo) angka kesakitan malaria sebagai berikut : Grafik : 3.8 Angka Kesakitan Malaria Positif Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Dari grafik di atas dapat di lihat perbandingan cakupan angka kesakitan
penyakit
malaria di Provinsi Gorontalo. Data tersebut menunjukkan kecenderungan yang sama dari tahun sebelumnya. Menurut data profil kesehatan Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo tahun 2010 yang melaporkan paling tinggi yaitu Kabupaten Gorontalo jumlah kasus sebanyak 1579 kasus dengan angka kesakitan 4,4 per 1000 penduduk, Kabupaten yang melaporkan terendah/tidak ada kasus yaitu Kota Gorontalo. Grafik : 3.9 Persentase Penderita Malaria Diobati Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
III- 11 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Grafik di atas menunjukkan persentase penderita malaria diobati tahun 2009 Provinsi mencapai 82% sedangkan di tahun 2010 menurun hingga 31,5%. Hal ini di antaranya karena Kota Gorontalo tahun 2010 tidak melaporkan data penderita malaria posotif dan penderita yang diobati, sedangkan data penderita klinis mencapai 4309 jiwa. Sedangkan penderita klinis malaria tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo mencapai 5389 tetapi persentase yang diobati Begitu juga dengan Kabupaten Boalemo dan Pohuwato yang masing – masing hanya 0,5% dan 5% yang diobati. Dari table di atas yang menunjukkan persentase tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo Utara yang mencapai pengobatan hingga 100%. f. Penyakit Campak Jumlah kasus campak di provinsi Gorontalo Tahun 2010 mencapai 219 kasus angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 149 kasus, jumlah kasus campak pada tahun 2010 terbanyak dilaporkan dari Kabupaten Gorontalo sebanyak 141 kasus disusul Kota Gorontalo sebanyak 60 kasus. Kemudian Kabupaten Pohuwato dan Bone Bolango masing - masing sebanyak 9 kasus. Sedangkan Kabupaten Boalemo dan Gorontalo Utara tidak dilaporkan adanya kasus campak. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ; Gambar : 3.10 Jumlah Kasus Campak di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 - 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2008 – 2010
Gambar di atas menunjukkan tren jumlah kasus campak mengalami fluktuasi dari tahun 2008 sebanyak 381, menurun ditahun 2009 menjadi 149 kasus dan di tahun 2010 kembali meningkat sebanyak 219 kasus. Tertinggi di tahun 2008 Kota Gorontalo sebanyak
III- 12 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO 191 kasus dan terendah di tahun 2010 Kabupaten Boalemo dan Gorontalo utara tidak ada kasus.
D. PERTANIAN Tanaman bahan makanan terdiri dari padi dan palawija. Tanaman padi dan palawija yang dibudidayakan di Provinsi Gorontalo meliputi padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah. Luas panen padi sawah tahun 2009 adalah 47.733 hektar dengan produksi mencapai 256.217 ton. Dengan demikian, rata-rata produksinya 53,68 kuintal per hektar. Luas panen jagung di Provinsi Gorontalo adalah seluas 124.798 hektar dengan produksi mencapai 569.110 ton, atau rata-rata produksinya sebesar 45,60 kuintal per hektar. Untuk produksi jagung terbesar beraada di Kabupaten Pohuwato dengan 42,01 Persen dari total produksi jagung provinsi. Sedangkan tanaman lainnya hanya berproduksi kurang dari 10.000 ton per tahun.
E. INDUSTRI Industri pengolahan besar dan sedang di Provinsi Gorontalo pada tahun 2009 tercatat sebanyak 33 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 9.286 orang. Total nilai output mencapai 106.673 milyar Rupiah, sedangkan biaya input 51.633 milyar Rupiah. Sehingga nilai tambah yang diperoleh dari industri besar/sedang adalah 55.045 milyar Rupiah. Sedangkan untuk industri kecil dan menengah, pada tahun 2009 tercatat sebanyak 8.569 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 27.003 orang. Industri yang terbanyak adalah industri pangan yang jumlah perusahaannya mencapai 40,56 persen. Dari jumlah usaha atau kegiatan tersebut yang memiliki dokumen pengelolaan lingkungan (AMDAL, UKL-UPL) baru berkisar 35%. Oleh karena itu, sekitar 65 persen kegiatan/usaha belum melakukan upaya pengelolaan dan upaya pemantauan lingkungan sehingga diindikasikan akan memberikan pencemaran terhadap lingkungan baik terhadap perubahan kualitas air maupun terhadap perubahan kualitas udara. F. PERTAMBANGAN Perut bumi Provinsi Gorontalo mengandung sejumlah bahan tambang dan mineral yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti emas, perak, tembaga, batu gamping, toseki, batu granit, sirtu, zeolit, kaolin, pasir kuarsa dan lempung yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti untuk meningkatkan kemakmuran rakyat Gorontalo. Potensi III- 13 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO bahan tambang tersebar di kabupaten Gorontalo dan Boalemo. Lokasi penambangan tersebut berada di Desa Bumela Kecamatan Boliyahuto Kabupaten Gorontalo yang pernah dieksplorasi oleh PT. New Crest (Kanada). Lokasi penambangan terletak di daerah perbukitan dengan jarak tempuh sekitar 10 km dari jalan raya (jalan kaki sekitar 3 jam perjalanan) dan apabila menggunakan kendaraan beroda dua (ojek) dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam, dengan biaya Rp. 75.000 PP/ojek dan harus melintasi sungai Totopo sebanyak 29 kali. Lokasi tambang terdapat di 2 (dua) tempat, yaitu Batu Tiga (lokasi I) dan Tangga 2000 (lokasi II). Di areal penambangan utama (lokasi II) terdapat sekitar 20 kelompok penambang. Tiap kelompok terdiri dari 10 - 15 orang. Secara keseluruhan Mereka membuat terowongan-terowongan untuk menggali batuan yang mengandung emas. Tiap kelompok penambang mempunyai 1 (satu) unit tromol yang berfungsi untuk menghancurkan/ menggiling batuan. Dalam proses penggilingan di tromol tersebut, para penambang menggunakan air raksa/merkuri (Hg). Menurut Muktar Kiat (penambang dan ex karyawan New Crest); jumlah merkuri yang digunakan untuk penggilingan tersebut sekitar 1 kg untuk 5 kali proses dalam 1 unit tromol (10 tabung). Hasil dari penggilingan tersebut (dalam bentuk bubur) dimasukkan ke dalam Tong untuk proses mendapatkan emas. Pemisahan emas dengan lumpur batuan dilakukan di dalam tong berbentuk silinder (Tinggi + 6 m dan Diameter + 2,5 m) menggunakan Sianida (CN) dan karbon Aktif. Merkuri (Hg) dan Cyanida (CN) yang telah selesai digunakan langsung dibuang ke Sungai Tatopo tanpa melalui proses pengolahan/treatment, sehingga mencemari sungai dan biota (ikan, udang, kepiting, dll) yang hidup di dalamnya. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa bukit-bukit yang telah rusak akibat penggalian dan sungai yang tercemar berwarna keruh akibat pembuangan limbah penambangan emas. Sungai tersebut digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan MCK, sehingga sangat berbahaya bagi masyarakat. Logam berat dalam jumlah yang melebihi ambang batas sangat berbahaya bagi manusia. Keberadaan logam berat yang berlebih dalam tubuh dapat merusak sistem syaraf, ginjal, paru-paru, dan otak. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan (konsumsi ikan dan kerang yang terkontaminasi); air minum, melalui udara, atau absorbsi langsung melalui kulit. Logam berat menjadi berbahaya karena adanya bioakumulasi. Bioakumulasi merupakan proses peningkatan konsentrasi logam berat tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai tingkatan piramida makanan. Semakin tinggi piramida makanan, semakin besar kadar logam berat yang dikandungnya. III- 14 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Di Kabupaten Gorontalo Utara daerah pertambangan emas berada di Desa Buladu terdiri dari 4 (empat) dusun. Daerah ini dibatasi oleh di bagian utara dengan Laut Sulawesi, di bagian timur oleh Desa Deme.II, di bagian selatan oleh Kabupaten Boalemo dan pada bagian barat dibatasi oleh Desa Wobudu. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi emas di daerah Buladu oleh Pemerintah Hindia Belanda yang
dimulai sejak Zaman
Hindia Belanda (abad ke-18). Bukti sejarah yang terdapat di daerah ini antara lain 3 buah kuburan Belanda di Pantai Buladu yang meninggal tahun 1899, lubang-lubang tambang dengan rel dan lori, alat pengolahan bijih emas berupa belanga berukuran besar, dan tailing padat yang terdapat di sekitar lokasi tambang. Sekitar tahun 1970an, Kegiatan eksploitasi tersebut dilanjutkan dengan model pertambangan rakyat. Lokasi pertambangan dibuka kembali oleh masyarakat setempat, pada saat itu aktivitas pencarian emas dilakukan secara tradisional dengan cara mendulang endapan-endapan pasir dan batuan di sepanjang Sungai Buladu. Sekitar Tahun 1990an, daerah ini merupakan wilayah pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Sistem Penambangan mulai dilakukan dengan menggunakan mekanisasi sederhana. Pembuatan lubang-lubang tambang baru dan meneruskan lubang-lubang tambang bekas Pemerintah Belanda dilakukan oleh penduduk setempat dengan menggunakan alat-alat belincong, pahat dan palu. Pengolahan bijih emas hingga saat ini dilakukan dengan cara amalgamasi Pada saat ini penambangan berkembang cukup pesat dengan jumlah penambang sebanyak 500 orang dan merupakan salah satu Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang ramai di daerah Gorontalo. Kegiatan penambangan dilakukan pada urat-urat yang mengandung mineralisasi emas dan mineral ikutan dengan cara membuat terowongan atau sumuran. Tambang terowongan (adit) sebanyak 4 buah, Lobang tambang vertikal sebanyak 40 sumur dengan pemakaian air raksa sebanyak 1000 kg/bulan serta produksi rata-rata 8 kg emas per bulan Jenis bahan galian yang terdapat di Desa Buladu adalah bijih emas dan mineral ikutan lainnya seperti perak dan logam dasar yang terdapat pada batuan beku berkomposisi asam dan intermediet yang terbentuk karena proses hidrotermal dan metasomatik. Kegiatan penambangan emas yang diakukan oleh masyarakat setempat terbagi ke dalam 4 lapangan yang sedang aktif dikerjakan dengan luas area 125 Ha. Berdasarkan hasil wawancara dan data di lapangan yang dicatat oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo, perolehan rata-rata dalam pengolahan 1 gram emas setiap 15 kg batuan yang diperoleh dari core vein (200 gr/ton), sehingga jumlah produksi emas (bullion) rata-rata sebanyak 8 kg/bulan atau 96 kg/tahun. Untuk produksi tersebut diperlukan bahan baku batuan vein (rep) 120 kg/bulan atau 1.440 III- 15 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO ton/tahun. Penggunaan air raksa (Hg) rata-rata untuk amalgamasi sebanyak 1 Kg air raksa untuk 120 kg batuan. Banyaknya air raksa yang terbuang setiap bulannya adalah 30 kg/bulan atau 360 kg/tahun. Harga emas rata-rata di daerah pengolahan Buladu adalah Rp. 80.000/gr. Apabila produksi emas rata-rata 8 kg/bulan, maka pendapatan tambang sebesar Rp. 640.000.000/bulan atau Rp. 7.680.000.000/tahun. Dengan jumlah pekerja tambang 500 orang, maka pendapatan per kapita pekerja tambang tersebut rata-rata Rp. 1.280.000/bulan atau Rp. 15.360.000/tahun. Kegiatan pertambangan tersebut juga menghasilkan limbah padat yang dikenal sebagai tailing. Pada saat ini penanganan tailing hanya dilakukan dengan membuat kolam-kolam penampungan dengan ukuran yang bervariasi dan kedalaman sekitar 2 meter. Selanjutnya tailing tersebut dimasukkan ke dalam karung dengan ukuran berat rata-rata 15 kg/karung. Sebagian kecil tailing diolah kembali untuk mendapatkan bulion emasnya dengan cara amalgamasi pada gelundung yang digerakkan oleh kincir air, kemudian tailing dari pengolahan tahap kedua tersebut didulang kembali di Sungai Buladu untuk didapatkan air raksanya. Sebagian besar tailing hasil pengolahan emas tahap pertama, diusahakan oleh beberapa pengusaha tailing untuk diperjualbelikan. Harga satu karung tailing dengan berat sekitar 15 kg adalah Rp.6.000. Umumnya tailing tersebut dijual kepada para pengusaha tertentu untuk diproses dengan cara sianidasi. Di Kabupaten Pohuwato lokasi Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) berada di daerah Gunung Pani. Secara administratif lokasi kegiatan tersebut berada sebagian besar di wilayah Desa Hulawa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Secara geografis lokasi pertambangan terletak di antara : 121° 59' 36" & 122° 00'08" BT, 0° 33' 17"& 0° 33' 50"LU. Untuk mencapai lokasi kegiatan dapat ditempuh dari Kota Gorontalo menuju ke Kota Marisa dengan menggunakan kendaraan darat yang berjarak sekitar 200 km. Selanjutnya dari Kota Marisa menuju lokasi G. Pani dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan khusus lapangan atau sepeda motor atau ojek dengan jarak ± 15 km dan waktu tempuh sekitar 3-4 jam. Wilayah pertambangan Gunung Pani berada pada Kawasan Cagar Alam Panua, yang merupakan perlindungan burung maleo (panua). Kondisi di lapangan, kawasan bagian timur perbukitan Gunung Pani berupa hutan lebat, bagian barat sebagian tertutup hutan, perladangan dan sebagian berupa pemukiman. Di daerah perbukitan Gunung Pani banyak dijumpai lokasi kegiatan penambangan emas. Penambangan dengan dua sistim, yaitu tambang dalam dan tambang permukaan. Tambang dalam dengan mangambil urat-urat kuarsa mengandung emas, tambang permukaan dengan sistem semprot dan penambangan III- 16 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO pada aliran sungai dengan cara mengalirkan aliran air melewati sluice box untuk menangkap emas yang hanyut.
Pengolahan emas dilakukan dengan dua cara, yaitu
menggunakan tromol dan dengan pendulangan. Penggunaan tromol untuk mengolah endapan emas primer maupun sekunder, sedangkan pendulangan untuk mengolah endapan emas aluvial. Kedua cara pengolahan tersebut menggunakan proses amalgamasi, yaitu memakai merkuri sebagai media untuk menangkap emas. Wilayah pertambangan Gunung Pani merupakan daerah perbukitan dengan struktur geologi berupa kubah. Aliran sungai umumnya berhulu di sekitar puncak Gunung Pani, Ilota, Baginite dan Kolokoa. Pola aliran berbentuk radier, dengan arah aliran seluruhnya bermuara dan mengumpul di Sungai Marisa yang mengalir melewati tengah Kota Marisa, Ibukota Kabupaten Pohuwato.
Daerah kegiatan, secara umum disusun oleh empat
formasi batuan yaitu Formasi Tinombo, granodiorit Bumbulan, Batuan Gunung Api Pani dan Batuan Breksi Wobudu. Bahan galian berupa endapan emas yang ada di wilayah pertambangan Gunung Pani terdiri dari dua tipe, yaitu endapan emas primer dan endapan emas sekunder. Endapan emas primer antara lain menempati daerah puncak Gunung Pani, Ilota, Baginite, Dam, Kolokoa, berupa endapan emas epitermal tersebar, dan sebagian berupa urat-urat kuarsa halus. Endapan emas sekunder berupa tanah lapukan (residual soil) dari endapan emas primer, endapan emas koluvial pada lerenglereng puncak bukit dan pada kaki tebing, serta endapan aluvial yang berada pada sepanjang lembah sungai yang berhulu di sekitar Puncak Gunung Pani menerus ke arah hilir sampai Sungai Taluduyunu, Batudulanga dan Sungai Marisa. Kegiatan penambangan emas di daerah Gunung Pani Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato berlangsung intensif sejak awal tahun sembilan puluhan dengan kedatangan para penambang tradisionil dari Daerah Minahasa. Puncak kegiatan penambangan berlangsung pada kurun waktu menjelang akhir tahun sembilan puluhan, dimana ribuan penambang beroperasi di sekitar puncak perbukitan Gunung Pani. Keterdapatan sebaran endapan emas, mulai dari daerah puncak-puncak bukit sebagai endapan primer, menerus ke arah lereng-lereng tebing perbukitan dan lembah aliran sungai sebagai endapan emas sekunder (aluvial), menyebabkan kegiatan penambangan relatif meluas, mengikuti sebaran endapan emas tersebut. Dua tipe endapan emas, yaitu tipe urat dan tersebar (diseminated), maka sistim penambangan yang dilakukan juga dua macam, yaitu tambang dalam dan permukaan. Begitu juga pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan tromol dan pendulangan. Kedua cara pengolahan tersebut menggunakan proses amalgamasi, yaitu menggunakan merkuri sebagai media untuk menangkap emas. III- 17 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Pembakaran amalgam untuk menghasilkan bulion emas dilakukan di dekat instalasi tromol, sedangkan pengolahan menggunakan sistim pendulangan tidak terdapat tempat pembakaran khusus, umumnya amalgam yang dihasilkan dibawa ke kampung untuk dibakar. Di Kabupaten Bone Bolango lokasi kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) berada di daerah Tapadaa. Didaerah Tapadaa terdapat beberapa lokasi prospek bahan galian, yakni Mopuya, Mamungaa, Moota, Cabang Kiri dan Motomboto. Tipe mineralisasi di Mopuya dan Mamungaa adalah epithermal low sulphidation. Terdapat 5 zonasi urat kuarsa di prospek Mopuya, yakni urat Kiri, urat Umum, urat Tenggorak, urat Beringin dan urat Mundur. Estimasi jumlah sumber daya tereka di prospek Mopuya adalah 321.445 ton bijih dengan kadar rata-rata 29.5 ppm Au dan 6.84 ppm Ag. Di prospek Mamungaa terdapat 3 zonasi urat kuarsa, yakni urat Mamungaa Kiki 1, urat Mamungaa Kiki 2 dan urat Mamungaa Daa. Estimasi jumlah sumber daya tereka di prospek Mamungaa adalah sebesar 190.005 ton bijih dengan kadar rata-rata 10,65 ppm Au dan 19.8 ppm Ag.Adanya kegiatan PETI di daerah prospek Mopuya dan Mamungaa sejak tahun 1990, mengakibatkan berkurangnya jumlah sumber daya. Pengamatan lapangan mengasumsikan bahwa PETI di prospek Mopuya telah mengambil sekitar 50% dan di prospek Mamungaa sekitar 10%. Sehingga estimasi jumlah sumber daya tereka yang tersisa di prospek Mopuya adalah sebesar 160.722,5 ton bijih dengan kadar rata-rata 29.5 ppm Au dan 6.84 ppm Ag, sedangkan jumlah sumber daya tereka yang tersisa di prospek Mamungaa adalah sebesar 171.004,5 ton bijih dengan kadar rata-rata 10,65 ppm Au dan 19.8 ppm Ag. Dengan bentuk cebakan yang berupa urat dan memperhatikan aspek lingkungan maka sistem penambangan yang layak di kedua prospek tersebut adalah sistem tambang dalam. Di daerah Mamungaa Kiki terdapat batuan termineralisasi membentuk morfologi bukit berketinggian 200 m dengan luas sekitar 2 ha. Diintepretasikan tipe mineralisasi di Mamungaa Kiki adalah adalah epithermal low sulphidation dengan estimasi jumlah sumber daya tereka sebesar 10.600.000 ton bijih @ 2,536 ppm Au dan 2,3 ppm Ag. Dengan memperhatikan bentuk cebakan dan kualitas endapan, maka sistem penambangan yang layak untuk prospek Mamungaa Kiki adalah sistem tambang terbuka.Tipe mineralisasi di Moota adalah epithermal low sulphidation. Sebaran batuan termineralisasi di prospek ini yang cukup luas tetapi hanya berkadar 0.118 ppm Au dan 1 ppm Ag, sehingga saat ini prospek Moota belum layak untuk diusahakan.Tipe mineralisasi di prospek Cabang Kiri adalah tipe porfiri sedangkan di prospek Motomboto adalah epithermal high sulphidation. Di kedua III- 18 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO prospek tersebut meskipun sebaran batuan termineralisasinya cukup luas tetapi berkadar rendah, sehingga sistem pertambangan yang layak di kedua prospek tersebut adalah sistem tambang terbuka. Morfologi lokasi pertambangan berupa perbukitan curam dengan kemiringan lereng 40o hingga 70o dan sebagian besar merupakan wilayah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Daerah kegiatan beriklim tropis, musim penghujan umumnya pada bulan Februari - Juli, dan musim kemarau pada bulan Agustus - Januari. Curah hujan rata-rata 129 mm/bulan dengan suhu rata-rata 26,5oC. Batuan penyusun daerah Tapadaa Kabupaten Bone Bolango terdiri dari satuan batuan gunung api Bilungala yang berumur Miosen Akhir–Pliosen Awal, satuan batuan gunung api Motomboto berumur Pliosen Akhir dan satuan batuan gunung api Pinogu yang berumur Pleistosen. Di bagian atas satuan batuan tersebut terendapkan batugamping Hulapa. Batuan gunung api Bilungala didominasi batuan gunung api berkomposisi asam dan basa dengan sisipan tipis batuan sedimen, terdapat tiga anggota batuan gunung api Bilungala yakni Anggota Bawah, Anggota Tengah dan Anggota Atas. Anggota Bawah tersingkap di bagian utara daerah kegiatan, terdiri dari lapisan tebal dan masif batuan basalt toleitik bawah laut, basalt spilitik, andesit basaltik, aliran andesit, aliran breksi vulkanik dengan perselingan lapisan batuan gunung api klastik. Anggota Tengah tersingkap di bagian tengah daerah kegiatan, dengan karakteristik perulangan aliran breksi andesit dan tuf dengan lapisan dasitik, riodasitik dan riolitik. Di beberapa tempat batuan gunung api felsik berselingan dengan greywacke, konglomerat, rijang tufaan dan batu gamping. Anggota Atas tersingkap di bagian selatan daerah kegiatan, terdiri dari batuan gunung api andesitik fragmental dengan sisipan tipis batuan gunungapi klastik dan aliran lava. Satuan ini umumnya berkomposisi tuf lapilli, breksi piroklastik dengan fragmen batuan piroklastik. Batuan Gunung api Motomboto menutupi secara tidak selaras batuan gunung api Bilungala. Batuan ini umumnya berkomposisi asam hingga menengah, tersingkap di bagian utara dan tengah daerah kegiatan, termasuk diantaranya aliran lava dan batuan piroklastik dengan sisipan lapisan batuan gunung api klastik. Batuan gunung api Motomboto juga meliputi perlapisan tebal dan masif batuan dasitik, dengan komposisi dari andesitik hingga riolitik. Batuan Gunung api Pinogu menutupi secara tidak selaras batuan gunung api Motomboto Batuan ini merupakan batuan gunung api –sedimenter, tersingkap di bagian utara dan selatan daerah kegiatan. Batuan gunung api Pinogu berkomposisi andesit basaltik – riolit dan aliran breksi gunung api serta breksi piroklastik yang massif dan tebal serta endapan breksi laharik umum dijumpai pada satuan batuan ini. Pada bagian utara daerah kegiatan, umum dijumpai perlapisan tebal endapan III- 19 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO sedimen fasies alluvial, fluvial dan lakustrin yang berukuran butir pasir hingga kerikilan. Batuan terobosan di daerah kegiatan, yaitu batuan terobosan porfiri berkomposisi andesitik-dasitik dan batuan terobosan berkomposisi granodioritik–dioritik yang berbutir kasar. Batuan terobosan umumnya berupa stock dan dike yang dikontrol struktur regional yang berarah utara yang berumur Pliosen Akhir. Di daerah kegiatan terdapat 3 tipe mineralisasi, yakni tipe porphyry Cu-Au yang terdapat di Sungai Mak, punggungan Kayubulan, Cabang Kanan dan Cabang Kiri; mineralisasi epitermal high sulphidation Cu – Au – Ag yang terdapat di Motomboto dan mineralisasi epithermal low sulphidation Au – Ag yang terdapat di Mopuya, Moota. Daerah Mopuya tersusun oleh batuan gunung api berkomposisi andesitik–dioritik yang masif dan tebal yang dapat dikorelasikan sebagai satuan batuan gunung api Bilungala, diatasnya terendapkan satuan batuan gunung api yang berkomposisi andesit basaltik–riolit yang masif dan tebal yang dapat dikorelasikan sebagai satuan batuan gunung api Pinogu, dan endapan alluvial pantai yang terletak di pesisir pantai selatan. Mineralisasi terdapat pada urat kuarsa yang memotong batuan gunung api, berarah timur laut dan barat laut dengan kemiringan urat berkisar 70o hingga 90o, mengisi rekahan yang terbentuk akibat struktur sesar yang berarah relatif utara – selatan. Ukuran zona urat antara 0,3 m hingga 0,5 m dengan ukuran individu urat berkisar 5 cm hingga 20 cm. Hasil korelasi menunjukkan adanya 5 zonasi urat kuarsa, yakni urat Kiri dengan lebar 0,4 m dan panjang 420 m; urat Umum dengan lebar 0,5 m dan panjang 680 m; urat Tengkorak dengan lebar urat 0,5 m dan panjang 380 m; urat Beringin dengan lebar 0,4 m dan panjang 875 m; urat Mundur dengan lebar 0,3 m dan panjang 550 m Tekstur urat kuarsa yang berkembang banded, coloform, crustiform,
sugary, open vug dengan pertumbuhan kristal kuarsa halus–sedang, silika berbentuk kristal dan di beberapa tempat berbentuk amorf, kalsedon jarang hadir, pirit berukuran halus 5 – 10 % terbentuk pada sisi-sisi urat dan di beberapa tempat hadir oksida mangan. Ubahan yang terbentuk hanya disekitar urat, umumnya argillik dan silifikasi, dengan lebar ubahan berkisar 1 - 2 m.
G. ENERGI Pasokan energy terbesar dilihat berdasarkan banyaknya jumlah kendaraan di Provinsi Gorontalo yaitu premium dengan jumlah kendaraan 516 kendaraan. Dari analisis data menunjukkan ada
100 SPBU untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar kendaraan.
III- 20 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Sedangkan untuk bahan bakar kebutuhan rumah tangga kebanyakan mengggunakan bahan bakar minyak tanah. Kebutuhan konsumsi energy yang tinggi saat ini mengakibatkan pengurasan sumber daya fosil terutama minyak bumi, yang jauh lebih cepat dibanding kecepatan untuk menemukan cadangan baru, sehingga diperkirakan dalam waktu yang tidak lama lagi cadangan energi fosil akan habis. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa energy yang tersedia tersebut masih belum dapat dimanfaatkan secara efisien. Konservasi energi dengan penggunaan energi secara efisien dan rasional diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir, dengan menggunakan teknologi dan budaya pola hidup hemat energi. Menyangkut sub sektor energi dapat digambarkan bahwa secara umum kebutuhan listrik hanya mengharapkan pasokan dari PT. PLN Wilayah VII Gorontalo. Kebutuhan listrik di Provinsi Gorontalo dipenuhi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pada tahun 2009, total daya yang tersambung sebesar 101.356.870 VA dengan produksi listrik terjual sebesar 188.619.211 KWh. Pelanggan listrik yang tercatat di Provinsi Gorontalo pada tahun 2008 sebanyak 108.628 pelanggan dengan pendapatan penjualan listrik mencapai 124.416 milyar Rupiah.
H. TRANSPORTASI Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat. Status jalan menurut kewenangannya dan sumber pembiayaannya dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota. Di tahun 2009, panjang jalan negara di Provinsi Gorontalo tercatat sepanjang 616,24 km, sedangkan panjang jalan provinsi adalah sejauh 401,28 km. Persentase panjang jalan provinsi berdasarkan kondisi jalan di Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa rusak berat 12,24%, rusak 4,75%, rusak sedang 13,05%, belum terbuka 9,15% dan kondisi dalam keadaan baik sebesar 60,81%. Di Provinsi Gorontalo terdapat 4 (empat) pelabuhan, yaitu Pelabuhan Gorontalo di Kota Gorontalo, Pelabuhan Anggrek dan Kwandang di Kabupaten Gorontalo Utara, serta Pelabuhan Tilamuta di Kabupaten Boalemo. Tetapi dari 4 (empat) pelabuhan tersebut, hanya Pelabuhan Gorontalo yang digunakan untuk angkutan penumpang. Tercatat pada tahun 2009, terdapat 12.188 penumpang naik dan 10.280 penumpang turun, dengan jumlah kapal III- 21 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO sebanyak 333 buah. Sedangkan pelabuhan lainnya hanya dilalui oleh kapal barang, yaitu 310 kapal untuk Pelabuhan Kwandang, 105 kapal untuk Pelabuhan Tilamuta, dan 117 kapal untuk Pelabuhan Anggrek. Jumlah pesawat yang berangkat dan tiba di Bandara Jalaludin Gorontalo pada tahun 2009 sebanyak 1.069 pesawat berangkat dan 1.071 pesawat tiba. Sedangkan jumlah penumpang yang berangkat dan tiba masing-masing tercatat sebanyak 115.292 orang dan 115.889 orang. Pada tahun 2009, volume kargo adalah 962.586 kg (bongkar) dan 559.023 kg (muat), sedangkan volume bagasi yang dibongkar tercatat sebanyak 1.631.271 kg dan bagasi yang dimuat sebanyak 1.252.950 kg.
I. PARIWISATA Provinsi
gorontalo
memiliki
sumber
daya
alam
potensial
untuk
dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata seperti keanekaragaman flora dan fauna dengan ekosistem yang sangat beragam, tentunya menjadi daya tarik khusus untuk dijadikan tujuan ekoturisme. Namun demikian pemanfaatannya harus hati-hati karena jumlah populasi setiap individu tidak besar dan distribusinya sangat terbatas. Dengan demikian
pengembangan
sistem
pemanfaatannya
pun
tampaknya
harus
berbeda.
Pengembangan sumberdaya alam yang nonekstraktif dan nonkonsumtif seperti ekoturisme harus menjadi pilihan utama. Kegiatan ekoturisme dapat memberikan konstribusi dan menghasilkan sebuah mekanisme dana untuk kegiatan konservasi. Selain itu kawasan hutan untuk konservasi yang memiliki ciri-ciri sebagai wakil dari ecotipe tertentu dapat dimanfaatkan pula untuk pengembangan ekoturisme. Di dalam kawasan konservasi ini biasanya kaya akan antraksi alam seperti air terjun, sungai, telaga, goa yang dapat dikembangkan untuk kegiatan ekoturisme. Gorontalo mempunyai obyek wisata yang tersebar di lima kabupaten/kota dengan karakter, keindahan alam yang masih asli serta keanekaragaman adat dan budaya. Potensi obyek wisata Gorontalo antara lain: •
Benteng Otanaha, Kolam renang Potanga dan Lahilote, Pantai Pohe di Kota Gorontalo. Pentadio Resort, Pendaratan Soekarno Iluta, Danau Limboto, Rumah Adat Batanyo Poboide, Kerajinan Kerawang dan Benteng Oranye di Kabupaten Gorontalo Utara;
•
Air Terjun Ayuhulalo, Pantai Boalemo Indah dan Pulau Bitila di Kabupaten Boalemo, kemudian, Pantai Bumbulan Indah, Cagar Alam Panoa, Perkampungan Suku Bajo di Kabupaten Pohuwato;
III- 22 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO •
Pemandian Air Panas Lombongo, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Taman Laut Olele di Kabupaten Bone Bolango. Pada tahun 2009, di Provinsi Gorontalo tercatat ada 72 tamu diving, yang terdiri dari
25 orang tamu domestik dan 47 orang tamu asing. Sementara itu, untuk mendukung pariwisata, pada tahun 2009 ada 9 restoran, 125 rumah makan, dan 24 cafe. Jumlah hotel di Provinsi Gorontalo pada tahun 2009 adalah sebanyak 68 hotel dengan total kapasitas kamar yang tersedia 1.081 kamar dan jumlah tempat tidur sebanyak 1.572 buah. Keberadaan hotel terbanyak ada di Kota Gorontalo, yaitu 39 hotel atau sekitar 57,35 persendari keseluruhan hotel yang ada. Sedangkan di Kabupaten Boalemo terdapat 6 hotel, di Kabupaten Gorontalo terdapat 7 hotel, di Kabupaten Pohuwato terdapat 14 hotel, dan di Kabupaten Gorontalo Utara terdapat 2 hotel. Jumlah tamu yang menginap selama tahun 2009 adalah sebanyak 93.646 orang, meningkat 47,05 persen jika dibandingkan dengan tahun 2008. Dari total tamu, hanya 1,08 persen atau sejumlah 1.412 orang yang merupakan tamu asing (luar negeri).
J. LIMBAH B3 Di Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2010 berbagai hal yang menjadi permasalahan pengelolaan limbah B3 adalah sebagai berikut: o
Pengetahuan masyarakat tentang bahaya limbah B3 masih rendah karena dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan tidak terlihat langsung melainkan berjangka panjang.
o
Di Daerah Gorontalo, belum terdapat perusahaan yang memiliki izin pemusnahan Limbah B3.
o
Fasilitas pengelolaan terpadu limbah B3 masih terbatas. Saat ini Bone Bolango belum memiliki fasilitas pengelolaan limbah B3 cair dan fasilitas pengelolaan terpadu limbah B3 dengan landfill kelas I.
o
Timbul sumber limbah B3 yang baru. Sebagai contoh adalah limbah B3 yang dihasilkan dari pembakaran batu bara berupa fly ash dan bottom ash. Kenaikan harga BBM menyebabkan pengusaha beralih menggunakan batu bara dan mengakibatkan peningkatan jumlah timbulan fly ash dan bottom ash.
III- 23 -
BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Mengatasi persoalan pemanasan global bukanlah hal yang mudah, tapi menyepelekannya hanya akan menjadikan persoalaan tersebut bertambah parah…
Pabrik Gula PT. Rajawali Tolangohula
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan nasional, seperti ditetapkan dalam pasal 28H dan 33 UUD 1945. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 Amandemen ke-2 menyatakan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” serta pasal 33 ayat (4) UUD 1945 Amandemen ke-4 menyatakan “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan
lingkungan,
kemandirian,
serta
dengan
menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengemukakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, keberlanjutan, dan manfaat mempunyai tujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, secara jelas dinyatakan bahwa Pemerintah mempunyaii kewajiban menjaga kelestarian lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada seluruh masyarakat, melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan hidup secara baik dan harmonis.
A. Rehabilitasi Lingkungan Program rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah bertujuan untuk merehabilitasi lahan kritis serta melindungi, meningkatkan dan mempertahankan kemampuan lahan agar dapat berfungsi dan berdaya guna secara optimal, baik sebagai unsur produksi maupun sebagai media pengatur tata air dan perlindungan lingkungan alam. Pemerintah juga telah melakukan upaya pemulihan yang juga secara berkala, salah satu diantaranya adalah rehabilitasi terhadap hutan dan lahan
IV- 1 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Rehabilitasi lingkungan yang telah dilakukan berupa: 1) Melakukan rehabilitasi lahan yang sudah terdegradasi tutupan lahannya seperti penanaman di sekitar mata air yang sudah terdegradasi tutupan lahan dan melakukan perlindungan terhadap sumber-sumber mata air yang berada pada lokasi-lokasi rawan air. 2) Melakukan perlindungan dan rehabilitasi terhadap lokasi-lokasi pasca tambang galian C dengan melakukan penanaman. 3) Rahabilitasi juga terjadi pada lokasi-lokasi kawasan mangrove seperti di Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato. Beberapa program dan kegiatan yang telah dilakukan pada tahun 2010 dalam perbaikan kondisii lingkungan di Provinsi Gorontalo, antara lain: 1. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup 2. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 3. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Beberapa upaya pemerintah baik kabupaten, provinsi maupun dari pusat sudah dirasakan cukup besar hal ini terlihat dari Program Gerhan yang digulirkan pusat melalui Pemerintah Provinsi maupun yang langsung ke Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Pada tahun 2009 Pemerintah pusat menggulirkan program bantuan kepada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten berupa Program Gerakan Rehabilitas Lahan (Gerhan). Beberapa prestasi yang diperoleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gorontalo seperti terlihat pada table berikut. Tabel 4.1 Penerima Penghargaan Lingkungan No.
Nama Orang/Kelompok/Organisasi
Nama Penghargaan
Pemberi Penghargaan
1
Pemda Kab. Gorontalo
Piala Adipura 2011
KLH
2
Pemda Kab. Boalemo
Piala Adipura 2011
KLH
3
SDN 1 Limehe Timur
KLH
4
SMPN 2 Limboto
5
SMAN 1 Limboto
6
Gubernur
Sekolah Adiwiyata Nasional 2011 Sekolah Adiwiyata Nasional 2011 Sekolah Adiwiyata Nasional 2011 IGRA 2009
KBR 68H & Majalah SWA
7
Pemkab. Gorontalo
Piala Adipura 2011
KLH
8
Pemprov
Sertifikat Calon Model Sekolah Adiwiyata
KLH
KLH KLH
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo 2011
IV- 2 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO B. AMDAL Berdasarkan pasal 22 UU 32 Tahun 2009 menegaskan bahwa setiap usaha dan/ atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib amdal. Salah satu upaya pengendalian lingkungan hidup adalah dengan memperketat kewajiban melaksanakan Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang selama ini sudah diberlakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Hal tersebut juga merupakan salah satu penilaian keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajibannya, yaitu menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagai bagian dari pelaksanaan tata kelola kepemerintahan yang baik (good environmental governance atau GEG). Di Provinsi Gorontalo berdasarkan data tahun 2010 ada sekitar 31,69 % yang sudah memiliki dokumen Amdal dan UKL-UPL, dimana dalam pelaksanaan izin lingkungan belum optimal yang kendalanya tidak ada kejelasan regulasi dan belum memiliki lisensi sehingga komisi AMDAL Provinsi Gorontalo belum ada tugas pelaksanaan. Tabel 4.2 Rekomendasi Amdal/UKL/UPL yang Ditetapkan oleh Komisi Amdal Daerah No.
Jenis Dokumen
Kegiatan
Pemerakarsa
1
Amdal 2010
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Sawindo Cemerlang
2
Amdal 2010
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Wira Sawit Mandiri
3
Amdal 2010
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Sawit Tiara Nusa
4
Amdal 2010
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Banyan Tumbuh Lestari
5
Amdal 2010
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Inti Global Laksana
6
Amdal 2010
Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Wira Mas Permai
7
Amdal 2010
Pengelolaan Sedimen Danau Limboto
PT. Satya Karsa Muda Tama
8
Amdal 2010
Pembangunan TPA Polohungo
PT. Konsalta Kuatorial
9
Amdal 2010
Pembangunan TPA Pohuwato
PT. Tranadi Tata Utami
10
Amdal 2010
Pembangunan Pelabuhan Laut
PT. Kostindo
11
Amdal 2010
Pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan
PT. Gamma Teknik Konsultan
12
Amdal 2010
Pembangunan Bandara Udara Pohuwato
PT. Bermuda Konsultan
13
Amdal 2009 Amdal 2009
Hutan Tanaman Industri Pembangunan Long Storage
PSL UNG PT. Duta Teknik
Amdal 2009
Banjir Kanal
PT. Duta Teknik
Amdal 2009 UKL-UPL UKL-UPL
Pembangunan Transmisi Line T/L 150 KV Pembangunan Tower Excelindo Pembangunan Tower BTS Telkomsel Tipe 42 M
PSL UNG PT. Exelcomindo Pratama Tbk PT. Telkomsel
14 15 16 17 18 19
UKL-UPL
Pembangunan Tower BTS Telkomsel Tipe 45 M
PT. Telkomsel
20
UKL-UPL
Pembangunan Tower BTS Telkomsel Tipe 55 M
PT. Telkomsel
21
UKL-UPL
Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut
PSLH UNG
22
UKL-UPL
Gudang
Bapak Haris
23 24
UKL-UPL AMDAL
Penambangan Galian C Pembangunan PLTD
PT. Cahaya Nusa Sulutarindo PT. PLN Suluttenggo
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2011
IV- 3 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Tabel 4.3 Pengawasan UKL/UPL No. 1. 2. 3. 4. 5 6 7 8
Waktu (tgl/bln/thn) Juni 2011 Juni 2011 Juni 2011 Juni 2011 Juni 2011 7 Mei 2010 8 Mei 2010 2009
Nama Perusahaan/Pemrakarsa PT PG Tolangohula RS Toto RS Aloei Saboe RS Tani Nelayan Boalemo Perusahaan Rumput Laut PT Gorontalo Fitrah Mandiri PT PG Tolangohula PT. Hasrat Abadi
Hasil Pengawasan UKL -
UPL -
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2011
Salah satu kendala pelaksanaan Amdal pada tingkat kabupaten/kota adalah konflik kepentingan bupati/walikota sebagai pemberi izin yang kadangkala sebagai pemprakarsa kegiatan dan bupati/walikota sebagai pemberi persetujuan Amdal. Rekomendasi sebagai masukan bagi perencanaan pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, termasuk pengendalian pencemaran dan penanggulangan kerusakan lingkungan hidup.
C Penegakan Hukum Berbagai kasus penyimpangan dan konflik pemanfaatan ruang serta meningkatnya laju kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi dalam kurun dua decade belakangan memberi petunjuk bahwa operasionalisasi kebijakan penataan ruang masih belum efektif mewujudkan tujuan penataan ruang yang digariskan. Penegakan hukum (Command & Control) merupakan salah satu perangkat penaatan. Perangkat lainnya adalah penaatan secara sukarela (voluntary compliance) melalui pendayagunaan pendekatan perilaku (melalui pendidikan/penyuluhan/bantuan teknis) dan pendekatan ekonomi (instrument ekonomi). Perangkat penaatan lainnya adalah tekanan publik (public pressure). Salah satu hak dan juga kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lngkungan hidup adalah mengadukan permasalahan lingkungan hidup kepada instansi yang berwenang. pengaduan
Selama tahun 2011 terdapat
empat
masalah lingkungan yang masuk ke Pusat Pengaduan Lingkungan Hidup, Badan
Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi. Fungsi kontrol tersebut terlihat dari masuknya beberapa kasus pengaduan ke POS Pengaduan Lingkungan di Provinsi Gorontalo seperti seperti terlihat pada tabel berikut.
IV- 4 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Table 4.4 Jumlah Pengaduan Masalah Lingkungan menurut Jenis Masalah No. 1.
Masalah Yang Diadukan
Status Dilakukan pemantauan
PETI
2.
Ilegal logging
3.
Limbah domestic
Penyuluhan ke masyarakat sekitar Pengawasan
4
Banjir
Pengawasan
Sumber: Balihristi, 2011
Dari table tersebut terlihat bahwa selama tahun 2011 terdapat
tujuh
pengaduan dengan
empat masalah lingkungan yang masuk ke Pusat Pengaduan Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi. Dengan rincian masalah 1 dilakukan pemantauan, 1 penyuluhan kemasyarakat sekitar, dan 2 sedang dalam pengawasan.
D. Peran Serta Masyarakat Menurut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat mempunyai peranan penting, agar hukum pengelolaan lingkungan benar-benar dapat ditegakkan. Masyarakat yang peduli (concerned public) terhadap masalah pengelolaan lingkungan, sebagai bagian dari peran sertanya dalam hal pengawasan social (social control) berperan dalam penegakan hukum melalui kegiatan pemantauan pelaksanaannya. Table 4.5 Kegiatan Fisik Perbaikan Kualitas Lingkungan Oleh Masyarakat Tahun 2011 No.
Nama Kegiatan
1.
Pembersihan eceng gondok
2.
Bersih Pantai
Lokasi Kegiatan Danau Limboto Kel. Leato
Pelaksana Kegiatan Masyarakat & Balihristi Prov. Gorontalo Masyarakat & Balihristi Prov. Gorontalo
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo 2011
Perkembangan gerakan
lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo tidak terlepas dari peran
lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Lembaga swadaya
masyarakat berperan sebagai kontrol,
motivator dan fasilitator dalam pengelolaan lingkungan. Fungsi penting LSM adalah membentuk opini masyarakat, menumbuhkan
sikap dan prilaku peduli terhadap lingkungan. Di Provinsi
Gorontalo
terdapat beberapa LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup, seperti disajikan pada Tabel 4.5.
IV- 5 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Tabel 4.6 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan No. 1
Nama LSM
Alamat
INSI
Tilamuta
2
Boalemo Karya
Tilamuta
3
Cut Nyak Dien
Tilamuta
4
Mahardika
Tilamuta
5
Cakra Budaya
Mananggu
6
Mpp (Maha Putera Persada)
Paguyaman
7
Peduli Kesejahteraan Masyarakat (Pikkat)
Tilamuta
8
Kami Ingin
Tilamuta
9
Suara Cinta Rakyat
Tilamuta
10
Forum Peduli Amanat Demokrasi
Mananggu
11
Tilamuta Indah
Tilamuta
12
Peduli Lestari
Paguyaman
13
Telik Sandi
Wonosari
14
Pembangunan Umat Madani
15 16
Lembaga Advokasi Alam(Lapesda) Maju Bersama
17
Hijau
Wonosari
18
Hidayatullah
Botumoito
19
Partisipasi Pembangunan
Paguyaman
20
Payulimo
Jl. Limboto Raya No.7 Desa Bulila Kec. Telaga
21
Insan Cita
Kec. Telaga Biru
Pengolola
Paguyaman Pantai Sumber
Daya
Mananggu Tilamuta
22
Bina Persada
Jl. Beringin Ii Limboto
23
Tamu Olabu
Kab. Gorontalo
24
Peduli Rakyat Gorontalo
25 26
Pemerhati Gorontalo Boliyohuto
27
Dian Sejahtera
Jl. A.Yani Kel. Hunggaluwa Kec. Limboto
28
LP2G
Kec. Telaga
29
Semut Hitam
30
Ayumolingo
Jl.Kihajar Dewantoro No.215 Desa Tunggolo Kec. Limboto Desa Datahu Kec. Tibawa
31
Pemuda Gorontalo
Kel Hunggaliuwa Kec Limboto
32
Gerakan Masa Peduli Uang Rakyat
Kel.Kayubulan Kec Limboto
33
Lembaga Pengkajian & Pengembangan Partisipasi Rakyat (Patriot) Cosmos
Jl.Mujair Limboto
34 35
Masalah
Desa Labanu Kec. Tibawa Sosial
Kemasyarakatan
Desa Labanu Kec. Tibawa Desa Sidodadi Kec. Boliyohuto
Jl. Ilomata Gedung Pemuda
36
Ikatan Kerukunan Keluarga Flambora Pengurus Provinsi Gorontalo Solidaritas Pemuda Anti Korupsi
Desa Luhu Kec Telaga
37
Yayasan Bulalo Lolimutu
Jl. Raya Limboto
38
Lembaga Inovasi Bangun Daerah
39
Payulimo
Jl. Hos Cokroaminoto No.529 Kel Kayubulan Kec Limboto Jl. Limboto Raya No.7 Desa Bulila Kec. Telaga
Gedung Pemuda Kel Kayubulan Kec Limboto
Keterangan : dari tiap kab/kota Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo 2011 dan Direktori LSM
IV- 6 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO E. Kelembagaan Dalam rangka meningkatkan status kelembagaan lingkungan di daerah, telah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut mengatur antara lain kedudukan, tugas dan fungsi perangkat daerah provinsi, kabupaten/kota, kriteria besaran organisasi perangkat daerah, susunan organisasi, eselon perangkat daerah dan pengendalian organisasi. Penguatan kelembagaan dalam upaya melakukan perlindungan lingkungan dilakukan melalui 4 pendekatan yaitu: 1) Melengkapi dengan piranti payung hukum 2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil lingkungan hidup 3) Pendanaan dan sarana prasarana yang memadai 4) Program Kerja yang continue dan berbasis pada isu strategis.
Table 4.7 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan No. 1 2
Jenis Produk Hukum Perda Provinsi Perda Provinsi Gorontalo Perda Provinsi Gorontalo
Nomor 4
Tahun 2004
5
2004
Perda Provinsi Gorontalo 3
Perda Provinsi Gorontalo
1
Tentang Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan dan Pencemaran Air
2008
Pengelolaan Terumbu Karang
2009
Pengelolaan Limboto
Ekosistem
Danau
Sumber: Balihristi Provinsi Gorontalo, 2011
Organisasi Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah PERDA Nomor 07 Tahun 2007 tanggal 16 Juli 2007 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Lembaga-lembaga Teknis Daerah Provinsi Gorontalo (Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi). Dalam penyelenggraan tugas tersebut diatas Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo mempunyai fungsi: 1.
Perumusan kebijakan teknis dalam bidang lingkungan hidup, riset dan teknologi informasi serta manajemen pemerintah daerah (SIMDA / TELEMATIKA).
2.
Penyusunan rencana dan evaluasi program pembangunan dibidang lingkungan hidup, riset dan teknologi informasi serta pengembangan sistem informasi pemerintah daerah (SIMDA/ TELEMATIKA).
3.
Pembinaan kelembagaan dan SDM bidang lingkungan hidup, riset dan teknologi informatika.
IV- 7 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Dengan kedudukan tugas pokok dan fungsi tersebut maka BALIHRISTI merupakan lembaga yang memegang peranan yang sangat penting dalam proses Pembangunan Provinsi Gorontalo, khususnya dalam ”Penyediaan Data” dan informasi serta sarana untuk perumusan kebijakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan didaerah ini. Hal ini merupakan kekuatan bagi BALIHRISTI
dalam
menjalankan
tugas
dan
fungsinya
dalam
rangka
mewujudkan
tujuan
pembangunan daerah.
Visi dan Misi SKPD Visi BALIHRISTI dalam mendukung tercapainya visi Pemerintah Provinsi Gorontalo adalah
“Good Environmental Governance 2015, Kemandirian Teknologi Spesifik 2015, Electronic Government 2012 (Gorontalo, Pemerintahan yang amanah berwawasan lingkungan) (GEG 15 + KTS 15 + E-GOV 12)”. Misi BALIHRISTI dalam mendukung tercapainya Misi Pemerintah Provinsi Gorontalo yaitu:
Mewujudkan Pemerintahan yang berwawasan lingkungan tahun 2015 (Good Environmental Governance 2015) melalui inovasi pengelolaan lingkungan hidup
Menghasilkan inovasi-inovasi pemerintahan dan pembangunan daerah melalui riset dan pengembangan.
Mewujudkan Electronic Government 2012 Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo merupakan salah
satu SKPD yang membantu tugas Gubernur dalam bidang pengendalian dampak lingkungan hidup, riset dan pengembangan teknologi informasi sesuai visi dan misi yang diembannya dalam rangka mewujudkan Visi Misi Provinsi Gorontalo. Sehubungan dengan hasrat untuk mewujudkan visi misi yang diembannya, telah banyak program kegiatan dibidang pengendalian dampak lingkungan, pengembangan riset dan teknologi informasi yang telah dilaksanakan namun diakui hasilnya belum optimal, hal ini terjadi sebagai akibat dari kondisi SKPD BALIHRISTI Provinsi Gorontalo dewasa ini, yang secara umum dapat dikemukakan antara lain pengaruh aspek-aspek sebagai berikut: a. Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan BALIHRISTI Provinsi Gorontalo termasuk pengembangan teknologi dan model kelembagaan sangat dibutuhkan ketersediaan sumber daya manusia aparatur yang cukup dan handal dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki kemampuan profesional dalam menunjang tugas yang diembannya.
IV- 8 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO Jumlah dan kualitas personil pada BALIHRISTI belum memadai untuk melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan, riset dan pengembangan teknologi informasi. Secara keseluruhan personil yang ada saat ini berjumlah 61 orang. Walaupun hanya berupa bidang, Pengelolaan Lingkungan ini didukung oleh 15 personil dengan tingkat pendidikan Pasca Sarjana 5 orang, Sarjana 8 orang, dan SMA sederajat 2 orang.
Dari jumlah PNS tersebut diatas melihat tugas dan fungsi BALIHRISTI
dimensinya begitu luas maka kualifikasi sumber daya manusia secara kualitatif maupun kuantitatif belum memenuhi harapan. b. Sumberdaya Finansial Faktor yang dominan dalam pelaksanaan kegiatan organisasi adalah adanya dukungan sumber daya finansial untuk melakukan kegiatan operasional baik kegiatan rutin maupun pembangunan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BALIHRISTI Provinsi Gorontalo menggunakan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dimasa yang akan datang diharapkan pelaksanaan kegiatan bersumber dari dana APBD, APBN, Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, kerjasama antar instansi, pihak swasta dan sumber-sumber lainnya yang sah. Pendanaan pada tahun 2010 sebesar 5.180.000.000 rupiah dan dari DAK (500.000.000 Juta) sedangkan tahun 2011 terjadi penurunan anggaran yaitu 4.000.000.000 rupiah, sebetulnya tidak memadai untuk upaya
melakukan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan di Provinsi
Gorontalo. Namun Bidang Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo sebagai bidang koordinasi tidak melakukan upaya tersebut sendiri. Melalui koordinasi dan program kerja yang diarahkan untuk meningkatkan peran serta pemerintah daerah, masyarakat, instansi terkait serta swasta telah menghasilkan berbagai penghargaan baik yang diperoleh perusahaan, masyarakat maupun pemerintah daerah seperti tahun 2010 dan tahun 2011 mendapat piala ADIPURA yang dterima langsung oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota di Istana Negara di Jakarta. Program yang dikembangkan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut : 1. Pemberdayaan Masyarakat Bidang Lingkungan Hidup
Sasaran yang ingin dicapai adalah peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo.
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan sampai pada triwulan II dalam peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo adalah: -
Pelatihan bagi aparatur, guru-guru/Dosen Kab/Kota dalam pemantauan kualitas air sungai sebanyak 40 orang selama 3 (tiga) hari di Hotel Citra Kota Gorontalo
-
Pelatihan bagi aparatur, guru-guru
dan masyarakat Kab/Kota dalam pengelolaan
sampah sebanyak 40 orang selama 3 (tiga) hari di Hotel Citra Kota Gorontalo
IV- 9 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO -
Pelatihan bagi masyarakat dalam pengelolaan limbah plastik, eceng gondok menjadi kerajinan tangan
sebanyak 50 orang (Kerjasama dengan PKK Kota Gorontalo) di
Kecamatan Talumolo Kota Gorontalo -
Sosialisasi bagi para pemrakarsa Kegiatan dan Instansi Lingkungan Hidup kab/Kota dalam pengelolaan lingkungan hidup sebanyak 40 orang
Dokumentasi hasil pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut:
2. Pemantauan Kualitas Lingkungan
Tujuan pemantauan kualitas lingkungan adalah untuk mengetahui kondisi kualitas lingkungan di Provinsi Gorontalo
Sasaran dari kegiatan tersebut adalah tersedianya database trend kualitas air sungai dan udara ambient di Provinsi Gorontalo dari tahun ketahun dan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan pencemaran air dan udara di provinsi Gorontalo
Pemantauan kualitas lingkungan terdiri dari pemantauan kualitas air sungai, pemantauan kualitas udara ambient, dan pemantauan ketaatan pemrakarsa dalam pelaksanaan RKL & RPL (Pengelolaan dan Pemantauan lingkungan)
Pemantauan kualitas air sungai dilaksanakan pada 5 (lima) sungai terdiri dari 15 titik pantau yaitu:
-
Sungai Bone 3 titik pantau
-
Sungai Paguyaman 3 titik pantau
-
Sungai Bionga 3 titik pantau
-
Sungai Buladu 3 titik pantau
-
Sungai Taluduyunu 3 titik pantau
Pemantauan kualitas udara dilaksanakan pada 6 Kab/kota terdiri dari 18 titik pantau, yaitu: -
Kawasan Pemukiman
-
Kawasan Transtportasi
-
Kawasan Industri
Pemantauan
ketaatan
pemrakarsa
kegiatan
terhadap
pelaksanaan
RKL
dan
RPL
dilaksanakan pada 11 lokasi kegiatan, yaitu:
IV- 10 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
-
PT. Multi Nabati
-
Rumah Sakit Toto Kabila
-
Rumah Sakit Tani dan Nelayan
-
Irigasi Paguyaman
-
Pembangunan Kanal
-
PT. Nata De Coco
-
Pelabuhan Anggrek
-
Pabrik Gula Tolanguhula
-
SPBU Marisa
-
Rumah Sakit Dunda
-
TPI Boalemo
-
Pabrik Pengolahan rumput laut
Hasil pemantauan kualitas air sungai menunjukkan bahwa sungai Bone, Sungai Buladu, Sungai Paguyaman dan Sungai Bionga belum memenuhi syarat kualitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, karena beberapa parameter masih berada diatas baku mutu, seperti BOD, COD, TSS dan coliform
Hasil pemantauan kualitas udara menunjukkan bahwa kualitas udara ambient di Provinsi Gorontalo masih memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Hasil pemantauan ketaatan pemrakarsa kegiatan dalam pelaksanaan RKL dan RPL menunjukkan bahwa 50% pemrakarsa belum melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pihak pemrakarsa tidak mengetahui kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan dan tidak mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Dokumentasi kegiatan pemantauan kualitas lingkungan adalah sebagai berikut:
IV- 11 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO 3. Progres Penyelamatan Danau Limboto
Kegiatan yang telah dilaksanakan terkait dengan penyelamatan Danau Limboto sampai triwulan II adalah penyediaan bibit tanaman Trambesi sebanyak 1.894 pohon dan pohon bambu sebanyak 1.894 pohon
Kegiatan penanaman yang awalnya direncanakan disempadan danau mengalami perubahan lokasi karena BWS II belum selesai melakukan kajian lokasi green belt, sehingga penanaman akan dipindahkan ke bantaran sungai yang bermuara ke Danau Limboto
Kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan adalah pembuatan model sempadan Danau karena masih menunggu hasil kajian studi AMDAL yang dilaksanakan oleh BWS II melalui anggaran APBN-P 2010.
4. Pengembangan Desa Puspa
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yang berada diwilayah Kecamatan IPM rendah berbasis konservasi.
Sasarannya adalah mendorong masyarakat dalam memanfaatkan lahan yang kurang produktif
menjadi
lahan
produktif
dalam
rangka
meningkatkan
pendapatan
dan
kesejahteraan masyarakat
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan sampai triwulan II adalah: - Sosialisasi pelaksanaan kegiatan di 4 Desa yang baru ditetapkan sebagai Desa Puspa diantaranya: 1). Desa Bongo II Kecamatan Wonosari Kab. Boalemo 2). Desa Kayubulan Kecamatan Suwawa Timur Kab. Bone Bolango 3). Kelurahan Limba U1 Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo 4). Kelurahan Bongohulawan Kec. Limboto Kab. Gorontalo
Pelaksanaan kegiatan desa puspa dimulai pada awal bulan Maret 2010, diawali dengan koordinasi desa penerima yang baru dengan pemerintah setempat sekaligus persiapan pembentukan kelompok di masing-masing desa/kelurahan calon desa puspa.
Penyerahan bibit tanaman buah sebanyak 2.400 pohon, bunga sebanyak 2.500 pohon, pot bunga 2000 lusin, dan polibeg 50.000 lembar kepada masing-masing kelompok yang telah dibentuk yang dihadiri oleh Badan/Kantor Lingkungan Hidup disetiap Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo, unsur kecamatan, unsur desa, dan unsur PKK.
Hasil dari kegiatan ini disepakati bahwa yang akan melakukan kegiatan penanaman sampai pada pemeliharaan adalah semua anggota kelompok yang dikoordinir oleh pihak pemerintah desa/kelurahan maupun pemerintah kecamatan setempat.
Jenis tanaman dan bahan penunjang yang serahkan oleh Balihristi Provinsi Gorontalo kepada masyarakat di setiap desa/kelurahan calon desa puspa adalah sebagai berikut:
IV- 12 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
Table 4.7 Jumlah Pohon Buah dan Jenis Bunga Pohon Buah JUMLAH
NO 1
Pohon Buah Rambutan
1000
2
Pohon Buah Matoa
700
3
Pohon Buah Mangga
700
Jumlah
2400
No.
Jenis Bunga
JUMLAH
1.
Sansiviera Lorenti
300
2.
Sansiviera Tiger
300
3.
Sansiviera California
300
4.
Anggrek Denrobium
400
5.
Gelombang Cinta
400
6.
Adenium
400
7.
Puring
400
Jumlah
2500
No.
Jenis Bahan
JUMLAH
1.
Pot Bunga
2000 lusin
2.
Polibeg
50.000 lembar
Jumlah
52.000
Dokumentasi hasil pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut:
IV- 13 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO 5. Pengembangan sekolah Adiwiyata
Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah membuat Calon sekolah ADIWIYATA sebagai wahana untuk pembelajaran dan penyadaran warga belajar (jalur formal) dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya model sekolah ADIWIYATA sebanyak 19 (sembilan belas) sekolah masing-masing SD/MI,SLTP,MTs dan SMU/MA se provinsi Gorontalo
Kegiatan yang sudah dilaksanakan sampai triwulan II adalah penyusunan Draf Kurikulum Lingkungan Hidup tingkat Sekolah Dasar oleh PSL Universitas Negeri Gorontalo.
Melakukan pembinaan pada 19 sekolah SD, SMP, SMA/SMK menjadi sekolah adiwiyata dan SMK Negeri 1 Kota Gorontalo berhasil meraih penghargaan Adiwiyata Mandiri tingkat Nasional pada hari Lingkungan Hidup sedunia tanggal 5 Juni 2010.
Dokumentasi hasil pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.4 Sosialisai Model Sekolah adiwiyata
IV- 14 -
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
6. Data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Laporan SLHD merupakan sarana publik untuk melakukan pengawasan dan penilaian Tata Praja Lingkungan (Good Environmental Governance) di daerah
Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Gorontalo adalah buku yang menyajikan informasi Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah dan kumpulan data lingkungan Hidup Daerah dan Index Kualitas Lingkungan Provinsi Gorontalo
Beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan sampai triwulan II adalah sebagai berikut:
Pengumpulan data penunjang SLHD di Kabupaten/Kota
Sosialisasi penyusunan SLHD bagi Instansi Lingkungan Hidup di Kabupaten/Kota
Penyusunan draf Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)
Dokumentasi hasil Pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.5 Sosialisasi Pemanfaatan data dan Informasi untuk Penyusunan SLHD Sedangkan Program Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2011 sebagai berikut: REALISASI NO
PROGRAM DAN KEGIATAN
B
BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
1
Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
2
KEUANGAN
FISIK
(%)
%
a
Pemantauan Kualitas Lingkungan (Air Sungai, Air Laut, Udara dan MIH, B3,Limbah Cair, Limbah B3, AMDAL, UKL/UPL)
68,97
75
b
Adipura dan Desa Puspa
93.24
98
c
Peningkatan kapasitas Aparatur dan masyarakat kab/kota dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan
45,01
50
79,26
98
Program Peningkatan Kualitas`dan Askes Informasi Sumber Daya Alam dan LH a
Edukasi, komunikasi dan pemberdayaan masyarakat dalam PLH
IV- 15 -
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat statistic, 20010, Gorontalo Dalam angka , Gorontalo Badan Pusat Statistik, 2010, Bone Bolango Dalam angka , Gorontalo Badan Meteorologi Klimaologi dan Geofisika Provinsi Gorontalo 2011 Presentasi K ondisi
dan Dinam ika Iklim W ilayah BALIHRISTI, 2010, Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Gorontalo , Gorontalo Diknas Provinsi Gorontalo, 2009, Profil Pendidikan Provinsi Gorontalo , Gorontalo Keputusan Menteri Kehutanan R.I Nomor: SK.324/Menhut-II/2010 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjapi Bukan Kawasan Hutan Seluas ±22.605 (Dua Puluh Dua Ribu Enam Ratus Lima) Hektar & Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan Seluas± 55.553 (Lima Puluh lima ribu Lima Tarus Lima Puluh Tiga) Hektar Dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±3.787 (Tiga Ribu Tujuh Ratus Delapan Puluh Tujuh) Hektar Di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango Dan Kabupaten Gorontaloutara Wilayah Provinsi Gorontalo KNLH-RI, 2010, Pedom an Um um penyusunan Status lingkungan Hidup daerah Provinsi dan kabupaten/ Kota , Jakarta PPLH Sumapapua, 2009, Potret Kualitas Lingkungan Teluk Tom ini , Makassar