PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Oleh:
H. Muhammad Jusuf Kalla
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh 14 November 2015
Yth. Senat Guru Besar Universitas Syiah Kuala, Yth. Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Syiah Kuala, Yth. seluruh Civitas Akademika Universitas Syiah Kuala, Yth. seluruh tamu undangan,
PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Oleh:
H. Muhammad Jusuf Kalla
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh 14 November 2015
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allat SWT, atas perkenan-Nya kita semua diberikan kesehatan dan kedamaian, sehingga dapat bertemu di tempat yang baik dan mulia ini. Dengan segala kerendahan hati, ijinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih atas kepercayaan dari Universitas Syiah Kuala Aceh, beserta seluruh civitas akademika, yang telah berkenan menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepada saya. Semua pencapaian ini, pada intinya tidak terlepas dari dukungan dan kerja sama berbagai pihak. Untuk itu mari kita semua bersyukur, agar nikmat Allah SWT senantiasa tercurah kepada kita semua. Saya juga menyampaikan ucapan selamat dan rasa bangga saya, kepada seluruh masyarakat Aceh, atas kemajuan yang telah dicapai di berbagai bidang dalam 10 tahun terakhir, sejak kesepakatan Helsinki yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Hasil-hasil pembangunan sudah dapat dinikmati sekarang ini, dan yang terpenting bahwa hal tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat Aceh sendiri. Pembangunan bidang ekonomi yang telah berjalan, diharapkan telah mampu mendukung dan mempercepat sektor-sektor lainnya untuk berkembang, seperti pendidikan, kesehatan, dan sosial budaya. Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
1
Stabilitas keamanan yang terjadi saat ini, juga telah mampu menjadikan kinerja pelayanan umum meningkat dengan baik. Demokrasi lokal juga berjalan dengan lancar, terbukti dengan telah dilaksanakannya beberapa kali pemilihan kepala daerah langsung di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Makna perdamaian terefleksikan dalam data statistik kemiskinan. Pada tahun 1990 – sebelum konflik memuncak – Aceh adalah provinsi yang tingkat kemiskinannya terendah ke-4 di Indonesia yaitu 11,5%, jauh di bawah tingkat kemiskinan nasional saat itu yaitu 19,6%. Tiga tahun sebelum perdamaian tahun 2002, tingkat kemiskinan di Aceh meningkat hampir 3 kali lipat menjadi 29,8% dan termasuk salah satu provinsi yang paling tinggi tingkat kemiskinannya di Indonesia di luar Propinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT. Kemajuan telah banyak tercapai setelah proses perdamaian terwujud. Tingkat kemiskinan di Aceh menurut statistik terakhir September 2014 telah turun menjadi 17%. Begitu pula dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari 69,1 tahun 2005 menjadi 73,1 pada tahun 2013. Tingkat pengangguran turun dari 12 % pada tahun 2006 menjadi 8% pada tahun 2014. Kita patut bersyukur bahwa semua pencapaian yang telah dirasakan dan dinikmati masyarakat Aceh tersebut dimungkinkan karena adanya kondisi yang kondusif, kondisi yang damai. Pada prinsipnya semua manusia fitrahnya mendambakan kedamaian dan keselamatan, apapun agamanya. Ketika umat Islam mengatakan assalamu’alaikum; umat Kristiani mengatakan shaloom; atau umat Hindu mengatakan om swasti astu, maka itu semua dimaksudkan sebagai doa agar semua orang dalam keadaan selamat dan sejahtera. Karena itu, janganlah kita menyalahgunakan doa itu untuk memprovokasi, menciptakan 2
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
konflik, saling berperang, apalagi saling membunuh. Doa suci itu tidak boleh dilanggar. Doa suci itu adalah untuk menjaga keselamatan diri kita dan orang lain, agar kita dapat tetap berada dalam kedamaian. Belajar Damai dari Aceh Apabila kita refleksi konflik berkepanjangn yang terjadi di Aceh selama 30 tahun, hal tersebut menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Untuk mengetahui penyebab dan akar masalah konflik yang sebenarnya, kita harus memahami sejarah Aceh secara mendalam. Hal ini menjadi sangat penting dalam rangka menyelesaikan konflik itu sendiri. Dalam beberapa kesempatan saya mengatakan, bahwa awal mula persoalan di Aceh adalah masalah ketidakadilan di bidang ekonomi, bukan semata-mata masalah ideologi dan politik. Untuk itu penyelesaian masalah Aceh harus memperhatikan betul pemenuhan keadilan ekonomi yang tujuannya untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat Aceh. Penyelesaian Aceh yang selama 30 tahun melalui pendekatan keamanan di era Orde Baru, bermula dari munculnya rasa ketidakadilan masalah ekonomi. Eksploitasi kekayaan alam di Aceh dirasakan tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh. Embrio ketidakadilan ini kemudian tumbuh menjadi kekecewaan dan kemarahan dan berujung pada perlawanan, yang berdiri kuat sebagai paradigma. Di sisi lain, Pemerintah memiliki tugas melaksanakan pertahanan dan keamanan negara, melihat masalah di Aceh dengan paradigma yang berbeda, yaitu menumpas berbagai bentuk perlawanan terhadap negara. Kedua paradigma berbeda ini terbukti menciptakan konflik vertikal yang lama dan menghasilkan pertumpahan darah, Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
3
serta kerugian moril dan materil yang yang tidak terhitung dan berkepanjangan. Karena itu harus ada upaya untuk melihat dari paradigma yang berbeda agar vicious circle atau lingkaran setan tersebut dapat diputus. Pada era reformasi, perubahan paradigma dari pendekatan keamanan menuju pendekatan kesejahteraan mulai dilakukan. Upaya untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai dimulai dari Pemerintahan Presiden B.J. Habibie yang ditandai dengan permintaan maaf kepada masyarakat Aceh. Pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Presiden Abdurrahman Wahid memberikan Otonomi Khusus kepada Aceh dan dengan difasilitasi LSM internasional Henry Dunant Centre (HDC) yang berlokasi di Swiss mulai tahun 2000 melakukan dialog dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Pemerintahan Presiden Megawati melanjutkan pendekatan dialog hingga pada akhir tahun 2002 kedua pihak menyepakati kerangka penghentian permusuhan atau lebih dikenal dengan sebutan COHA (Cessation of Hostilities Agreement), namun tidak lama kemudian konflik pecah kembali dan upaya damai tidak banyak mengalami kemajuan hingga pemerintahan berganti sesuai hasil Pemilu 2004. Momentum gempa dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 menyadarkan semua pihak, bahwa pada akhirnya yang harus diperjuangkan adalah masyarakat Aceh. Bagaimana mengangkat harkat dan martabat mereka yang selamat. Konflik dan kekerasan, terutama dengan senjata, sama sekali tidak akan membantu mengangkat harkat dan martabat saudara sebangsa kita yang selamat dari bencana. Fokus dan perhatian semua pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri hanya tertuju untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Aceh, yakni bagaimana melakukan recovery dan pembangunan di Aceh. 4
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Dalam kondisi demikian, mencapai perdamaian merupakan hal terpenting, terutama untuk menciptakan rasa aman yang akan memberikan kontribusi positif dalam pelaksanaan pembangunan. Pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal apabila kondisi tidak aman, masyarakat dalam keadaan cemas dan takut. Kondisi tidak aman juga berimplikasi pada terhambatnya upaya recovery dan pembangunan seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, politik, dan hukum. Muaranya kesejahteraan rakyat tidak tercapai. Karena itu, menciptakan damai adalah prioritas utama dan kewajiban kita semua, tidak perduli betapa sulitnya persoalan, betapa besarnya tantangan, dan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan. Ini semua layak diperjuangkan, karena damai itu indah, dan damai itu merupakan kebutuhan serta sifat dasar manusia. Bertolak dari pemikiran demikian, maka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (20042009) menjadikan penyelesaian konflik Aceh secara damai serta pemulihan kembali Aceh dari bencana tsunami sebagai prioritas utama di awal pemerintahan yang harus dituntaskan. Tantangan baru muncul kemudian, ketika pihak-pihak yang berkonflik harus merumuskan bagaimana caranya mewujudkan perdamaian tersebut. Diperlukan suatu kondisi sebagai prasyarat untuk menyelesaikan konflik yang ada, antara lain: Pertama, memahami akar utama dari konflik. Hal ini bisa dipelajari dari sejarah. Pada umumnya konflik terjadi karena adanya ketidakadilan, baik dalam bidang ekonomi, sosial atau politik. Kedua, melihat asal-usul masalah dalam rangka memecahkan konflik secara tepat dan efektif. Tidak ada satu pendekatan Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
5
yang cocok untuk semua konflik. Satu hal yang pasti adalah bahwa perdamaian harus dicapai dengan cara damai. Untuk itu negosiasi dan dialog harus menjadi mekanisme utama untuk menyelesaikan konflik. Ketiga, negosiasi untuk perdamaian juga memerlukan mediator yang dapat dipercaya, dan disepakati oleh kedua belah pihak. Lokasi mediasi harus dilakukan di daerah yang netral. Negosiator dari masing-masing pihak harus memiliki kapasitas dan otoritas penuh untuk mencapai kesepakatan. Keempat, perdamaian dan keamanan harus dicapai melalui upaya kolektif negara dan masyarakat secara keseluruhan. Proses perdamaian dilakukan secara inklusif. Belajar dari penyelesaian masalah di Aceh, pihak-pihak yang berkonflik pada prinsipnya memiliki kesamaan tujuan dan keinginan, yaitu untuk hidup damai. Hal ini menjadi modalitas dalam menyelesaikan konflik. Selanjutnya, kedua pihak perlu memiliki rasa saling percaya satu sama lain, yang dibangun melalui komunikasi langsung, dan dilandasi adanya kesamaan serta ikatan yang dimiliki, yaitu sebagai sesama bangsa. Membangun kepercayaan harus disusun berdasarkan pendekatan kemanusiaan, bukan formalitas politik, apalagi kekuasaan. Kunci kekuatan dari komunikasi langsung ini adalah kesediaan untuk mendengar dan memahami, sehingga selalu ada jalan keluar yang sebelumnya tidak terlihat. Melalui dialog langsung yang intensif antara Pemerintah dan GAM di Helsinki, dengan difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) yang dipimpin mantan Presiden Finlandia Martti Athtisaari, maka penyelesaian damai pada akhirnya dapat disepakati 10 tahun yang lalu dengan solusi yang bermartabat bagi kedua pihak yang bertikai. Setelah kesepakatan damai 6
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
dicapai, Pemerintah Indonesia untuk pertama kallinya dalam sejarah juga mengundang pihak asing, dalam hal ini perwakilan dari ASEAN dan Uni Eropa, untuk mengawasi bahwa kedua pihak mematuhi syarat-syarat perdamaian sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki, khususnya di bidang pengaturan keamanan. Karakteristik Konflik di Indonesia Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, telah terjadi 15 kali konflik besar dengan korban lebih dari 1000 jiwa dari kedua pihak pada setiap kejadian. Peristiwa tersebut antara lain RMS, peristiwa PKI/ Madiun, DI/TII, PRRI/Permesta, G 30S/PKI, Aceh, Poso, Ambon, Kalimantan, dan Timor Timur. Bila diteliti secara mendalam, maka 10 dari 15 konflik besar yang terjadi, akar persoalannya adalah ketidakadilan masalah ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Sistem politik Indonesia yang menganut asas demokrasi terbuka dewasa ini juga dapat menjadi potensi konflik apabila tidak dilakukan dengan berpedoman kepada tujuan berbangsa dan bernegara. Praktik demokrasi, terutama di tingkat lokal sangat dipengaruhi oleh dinamika kependudukan dengan berbagai implikasinya. Prinsip demokrasi terbuka ada kalanya diartikan secara sempit, yakni “the winners take all.” Hal ini dapat menjadi awal mula ketidaksetaraan dalam keberagaman yang kemudian dapat memicu konflik vertikal dan horizontal. Karena itu, dalam praktek demokrasi di Indonesia, prinsip inklusifitas yaitu keterwakilan semua kelompok kepentingan di masyarakat tidak boleh diabaikan agar tidak terjadi tirani mayoritas atas minoritas. Pelaksanaan demokrasi yang benar harus berlandaskan nilainilai dasar HAM, terutama terkait prinsip keadilan dan nondiskriminasi, bukan sekedar melakukan pemilihan secara berkala.
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
7
Indonesia dengan ideologi Pancasila, adalah bangsa yang berketuhanan. Kebebasan memeluk dan menjalankan agamanya dijamin oleh Konstitusi. Tujuan beragama diantaranya untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian, dan keadilan. Namun demikian, ajaran dan pemahaman agama kerap kali dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang justru tidak terkait dengan tujuan beragama itu sendiri. Isu agama menjadi dominan mewarnai alasan konflik, karena dianggap sebagai cara paling cepat dan mudah dalam membina solidaritas. Agama menjadi bernilai rendah di tangan orangorang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karenanya, beragama yang benar adalah yang memberikan rasa damai dan adil bagi pemeluknya maupun pemeluk agama lain. Keragaman adalah anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang beragama, bila mengingkari keberagaman artinya sama dengan mengingkari anugerah Tuhan. Pluralitas, keragaman suku, agama, ras, dan budaya, merupakan kekuatan bangsa yang mempunyai perbedaanperbedaan kemudian menjadi satu kekuatan. Hidup damai dalam perbedaan dan keragaman adalah suatu keniscayaan, bukan kesalahan. Runtuhnya bangsa-bangsa besar seperti Uni Soviet dan Yugoslavia, terbukti karena mengingkari keragaman dan mempertajam perbedaan. Sementara persamaan juga belum tentu menjamin kedamaian. Misalnya di Timur Tengah, meskipun memiliki kesamaan budaya, agama, warna kulit, dan bahasa, namun negara-negara di dalamnya masih mengalami konflik internal satu sama lain. Pembicaraan tentang konflik di Indonesia, pada akhirnya tidak bisa dilepaskan dari berbagai kebijakan yang dilakukan untuk menata negeri ini, supaya lebih adil dari sisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu seluruh Pemimpin negeri 8
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
ini, baik di tingkat Pusat maupun Daerah, harus konsisten dalam memperjuangkan keadilan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kita semua akan memetik hasil dari apa yang telah kita kerjakan di masa lalu. Memahami Konflik Global Abad ke-20 diwarnai konflik-konflik besar yang mengubah tatanan dunia. Perang Dunia I dan II diantara negara-negara besar menimbulkan korban yang luar biasa, sehingga melahirkan PBB yang bertekad untuk memelihara keamanan dan stabilitas internasional. Namun berbagai konflik tetap terjadi. Dekolonisasi telah melahirkan negara-negara baru yang banyak diantaranya sangat majemuk dan harus berjuang dalam melaksakan proses “Nation and State Building” . Setelah Perang Dunia II berakhir, lahir Perang Dingin, dimana negara-negara adikuasa menggunakan negara-negara berkembang sebagai teater konflik ataupun perang terbuka, seperti perang Vietnam. Setelah Perang Dingin berakhir dunia tidak bertambah aman. Berbagai konflik intranegara justru bermunculan yang diwarnai genosida atau ethnic cleansing seperti yang terjadi di Yugoslavia, karena menguatnya primodialisme, sehingga negara tersebut pecah menjadi beberapa bagian. Demikian pula kawasan Timur Tengah, hampir tidak pernah luput dari konflik. Masalah Israel-Palestina yang tidak kunjung selesai dan menyebabkan penderitaan panjang rakyat Palestina, telah menimbulkan rasa saling curiga antara masyarakat Muslim dunia terhadap Israel dan Negara-negara Barat pendukungnya. Pada saat bersamaan, sesama masyarakat Muslim juga saling berkonflik, baik konflik antar-negara maupun di dalam banyak Negara Timur Tengah, karena perbedaan antara Sunni dan Syiah, perbedaan aliran dalam madzhab, konflik antar elit serta konflik Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
9
antara rezim penguasa yang otoriter melawan rakyat yang menginginkan perubahan. Isu terhangat dewasa ini adalah terbentuknya ISIS (Islamic State of Iraq and Al-Syam) pada April 2013 yang lebih radikal dan ekstrim lagi dari Al-Qaedah, organisasi teroris yang mengatasnamakan agama Islam dan menggunakan kekerasan dan aksi-aksi terror untuk mencapai tujuannya. Semula ISIS merupakan kelompok jihad yang memerangi pasukan pemerintah di Suriah dan membangun kekuatan militer di Irak. Selanjutnya ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan kepemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia. ISIS bergeser menjadi gerakan global yang berciri terorisme ekstrim dengan menyalahgunakan agama Islam, menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi, yang melakukan pendudukan wilayah melalui cara-cara kekerasan. Baik Al-Qaedah di Afghanistan maupun ISIS di Iraq dan Syria memberikan pelajaran berharga bahwa terorisme dan ekstremisme muncul di negara-negara yang gagal menerapkan keadilan di dalam negerinya sendiri. Hal ini menyebabkan perlawanan bersenjata dan kemudian mengundang intervensi kekuatan asing yang justru semakin memperlemah legitimasi pemerintahan di negara-negara tersebut. Dalam situasi seperti tersebut, pemikiran-pemikiran radikal dan gerakan-gerakan ekstrim yang destruktif akan menemukan lahan yang subur. Kembali Meraih Cita-cita Kemerdekaan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea kedua menyebutkan: “Dan perjuangan pergerakan 10
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Bangsa Indonesia harus mensyukuri bahwa kita semua berada dalam ikatan Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang sepakat untuk mendahulukan kesetaraan dalam keragaman. Menyatukan kekuatan hanya bisa didapat dari terwujudnya stabilitas, dan stabilitas hanya bisa dicapai dengan adanya perdamaian. Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu diwarnai dengan permasalahan yang muncul silih berganti. Berbagai upaya untuk membangun bangsa dan negara ini akan berhadapan dengan tantangan yang ada kalanya menyebabkan instabilitas keamanan dan upaya memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Saat ini kita tidak lagi menghadapi ancaman konvensional yang menjadi ancaman keutuhan NKRI. Ancaman non-konvensional justru menjadi tantangan terberat seperti kemiskinan, pengangguran yang meluas, kesenjangan ekonomi, kerusakan lingkungan, dan intoleransi terhadap perbedaan yang semuanya dapat memicu konflik sosial. Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan hasil perjuangan dari seluruh bangsa Indonesia. Aceh memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Bahkan Bireuen pernah menjadi Ibu Kota RI ketiga, ketika jatuhnya Yogyakarta tahun 1948. Presiden Soekarno hijrah dari Ibu Kota RI kedua, yakni Yogyakarta ke Bireuen pada 18 Juni 1948. Selama seminggu Bireuen menjadi tempat untuk mengendalikan Republik Indonesia yang saat itu dalam keadaan darurat. Jasa masyarakat Aceh juga tercatat dalam sejarah, yakni membeli sebuah pesawat angkut jenis Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
11
Dakota yang diberi nama Seulawah, sebagai pesawat ke-2 milik Republik Indonesia. Oleh karena itu Aceh dan masyarakatnya memiliki sejarah penting bagi Indonesia. Catatan sejarah bagi Aceh juga bertambah, melalui keberhasilan yang telah dicapai dalam penyelesaian konflik secara damai. Pengalaman Aceh menjadi rujukan banyak pihak, baik di dalam maupun di luar negeri. Model penyelesaian tersebut juga pernah diseminarkan di Universitas Syiah Kuala ini, dan direkomendasikan sebagai alternatif penyelesaian bagi konflik-konflik di wilayah lain. Keberhasilan Indonesia tersebut juga mendapat apresiasi dari mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisari, yang mengatakan bahwa penyelesaian konflik di Aceh merupakan salah satu contoh menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan mandat UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berbagai kewenangan secara khusus telah ditambahkan kepada Pemerintah Aceh. Tujuannya untuk efisiensi dan efektifitas pemerintahan, yang diharapkan berimplikasi pada percepatan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor. Pemberian kewenangan ini harus dapat dimanfaatkan betul oleh pemerintah daerah dan masyarakat Aceh untuk merasakan keadilan dan kesejahteraan. Selain itu, transformasi konflik vertikal masa lalu ke dalam situasi damai, harus menjadi momentum untuk mempertahankan kondisi damai antar masyarakat Aceh sendiri. Mencegah Konflik di Masa Depan Banyak negara masih menderita oleh konflik, sehingga menghambat pembangunan yang telah direncanakan. Sedangkan perdamaian sangat penting dan menjadi prasyarat 12
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
dalam pembangunan suatu bangsa. Indonesia menyadari bahwa tidak ada skema tunggal untuk membangun perdamaian, sehingga perdamaian yang ada dan telah dicapai saat ini harus dijaga serta disantuni. Statistik kemiskinan di Aceh yang saya sampaikan pada awal pidato ini – memberikan makna penting yaitu konflik yang terjadi di tingkat elite selalu akan berakhir pada penderitaan masyarakat miskin. Kelompok “the have” akan menghindari konflik – misalnya hijrah ke daerah lain seperti yang dialami di Aceh dengan migrasi dalam jumlah besar ke Medan atau kota-kota di Jawa. Masyarakat miskin tidak punya kemampuan dan tidak bisa menghindar dari akibat konflik. Karenanya mencegah berulangnya konflik sama pentingnya dengan menyelesaikan konflik secara damai. Untuk itu upaya simultan dan berkesinambungan sangat diperlukan sebagai langkah strategis ke depan guna menjaga dan merawat perdamaian. Hal ini dilakukan dengan menjaga hubungan baik dengan para pemimpin konflik, baik melalui tokoh agama, tokoh adat atau tokoh masyarakat. Mempertahankan martabat para pihak sangat penting dilakukan dalam pembentukan maupun pelestarian perdamaian, karena itu adalah milik bersama dan harus dilestarikan bersama-sama. Kohesi sosial tersebut akan mampu mengeliminasi munculnya isu-isu baru yang berpotensi merusak perdamaian. Sikap saling percaya adalah kunci utama dalam interaksi sosial dan perdamaian. Substansi terpenting dari perdamaian dan pencegahan konflik di masa depan adalah upaya-upaya tiada henti untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan. Konstitusi secara tegas mengamanatkan kita untuk memajukan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
13
Muaranya tertuju kepada kesejahteraan dan keadilan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Secara umum, kesejahteraan yang ingin dicapai harus mencakup pengertian yang luas dengan ukuran yang jelas. Pemerintahan diukur dari sisi ekonomi, karena tidak ada bangsa yang sejahtera tanpa pertumbuhan ekonomi yang baik. Pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup, karena pertumbuhan harus ada pemerataan, ukurannya adalah pendapatan perkapita. Untuk mengetahui apakah pendapatan perkapita sudah lebih baik, maka ukurannya adalah daya beli. Apabila daya beli sudah baik, maka secara umum kondisi masyarakat dalam keadaan sejahtera. Namun demikian, kita tidak boleh berhenti dalam tahapan tersebut. Upaya untuk mensejahterakan masyarakat harus terus dilakukan melalui kegiatan ekonomi, agar masyarakat memiliki kekuatan daya saing. Kesinambungan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi hanya bisa tumbuh dengan adanya investasi dari Pemerintah, masyarakat, dan pengusaha. Bila ingin meningkatkan kesejahteraan secara umum, maka investasi harus ditingkatkan, yang didukung oleh lingkungan yang ramah, ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas, regulasi yang baik, dan pelayanan publik yang terukur. Pembicaraan tentang isu-isu pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, atau apapun juga, tanpa dilandasi oleh ekonomi yang kuat dan kondisi damai, maka pembicaraan ada batasannya. Oleh karena itu ekonomi yang kuat dan lingkungan yang damai menjadi prasyarat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keadilan dalam penegakan hukum juga menjadi isu penting untuk perdamaian dan pencegahan konflik. Aparat penegak 14
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
hukum dan hukum itu sendiri harus mampu memberikan perlindungan hak-hak semua orang. Penegakan hukum hendaknya bukan hanya sekedar menjalankan undangundang, tetapi harus mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Keadilan dari aspek politik juga harus melihat keterwakilan yang inklusif. Sebagai negara demokrasi, keputusan diambil sesuai kehendak mayoritas rakyat (majority rule), namun keputusan tersebut harus menghormati hak-hak minoritas (minority rights). Pada era otonomi daerah saat ini, mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat menjadi tugas kita semua, mulai dari Pimpinan Negara sampai dengan pimpinan daerah. Semua pemimpin, pusat dan daerah harus mampu menjadi teladan, memiliki integritas, amanah, dan mengayomi. Tata kelola pemerintahan harus dijalankan dengan baik, transparan, akuntabel, dengan dukungan birokrasi yang melayani serta bebas KKN. Demikian juga lembaga perwakilan harus produktif, membuat kebijakan yang berkualitas, sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Meskipun konflik-konflik besar sudah dapat diatasi, kita semua perlu mewaspadai semakin seringnya terjadi gesekan di tengah masyarakat yang menyebabkan konflik sosial. Perlu adanya peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini sebagai upaya preventif untuk mencegah terjadinya konflik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam mandat UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan turunannya PP No.2 tahun 2015 yang memberikan kewenangan serta tanggung jawab yang besar kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan serangkaian kegiatan yang pada intinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memelihara kerukunan sosial. Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penutup Setiap orang dan bangsa selalu menginginkan perdamaian. Konflik dan peperangan selalu meninggalkan warisan kebencian, rasa bersalah, ketakutan, dan balas dendam. Kondisi tersebut sangat kontraproduktif dengan upaya untuk mengatasi perpecahan dan perselisihan di masa lalu. Rekonsiliasi sebagai bentuk dari resolusi konflik, merupakan suatu cara untuk menuntaskan konflik. Rekonsiliasi diperlukan agar persoalanpersoalan pasca konflik dapat dituntaskan, sehingga terjadi suatu perdamaian. Rekonsiliasi pengertiannya identik dengan upaya transformasi konflik, yaitu bagaimana mengubah konflik menjadi damai. Proses transformasi membuka kemungkinan untuk memperbaharui hubungan yang pernah buruk di masa lalu. Afrika Selatan telah mengajari kita semua untuk memaafkan namun tidak untuk melupakan, forgiven but not forgotten. Artinya sesuatu yang telah terjadi harus diikhlaskan dan selanjutnya bersama-sama melihat ke depan, dengan masa lalu sebagai pelajaran. Demikian pidato ini disampaikan. Semoga memberikan inspirasi dan karya nyata kita semua untuk selalu menjaga dan mengupayakan perdamaian. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
: H. MUHAMMAD JUSUF KALLA Tempat dan tanggal lahir : Watampone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942 Agama : Islam Alamat : Jl. Brawijaya Raya No. 6 Jakarta Selatan Pendidikan : Sarjana Ekonomi, lulus pada tahun 1967 Universitas Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan JABATAN N a m a
2014 – 2019 2004 – 2009 2001 – 2004
1999 – 2000 1968 – 2001 16
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
: Wakil Presiden Republik Indonesia : Wakil Presiden Republik Indonesia : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia : Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia : Presiden Direktur, PT Hadji Kalla
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
17
ORGANISASI 2014 – sekarang : Ketua Umum Palang Merah Indonesia 2012 – sekarang : Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia 2010 – sekarang : Ketua, The Centrist Asia Pacific Democrats International 2010 – sekarang : Koordinator, The Red Cross and Red Crescent for South East Asia 1994 – sekarang : Ketua Harian Yayasan Al Markaz 1992 – sekarang : Ketua Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin 1982 – sekarang : Ketua Yayasan Hadji Kalla untuk Pendidikan dan Kesejahteraan PENGHARGAAN 2004 Bintang Republik Indonesia Adipradana 2007 Doktor Kehormatan dari Universitas Malaka 2007 Doktor Kehormatan dari Universitas Soka, Jepang 2009 Commander de I’Order de Leopold , Belgia 2011 Doktor Kehormatan dari Universitas Pendidikan, Indonesia 2011 Doktor Kehormatan dari Universitas Hasanuddin, Indonesia 2011 Doktor Kehormatan dari Universitas Brawijaya, Indonesia 2013 Doktor Kehormatan dari Universitas Indonesia, Indonesia
18
Pidato Pada Upacara Penganugerahan Gelar DR. (HC) Dalam Bidang Perdamaian Dan Kemanusiaan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala