Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
81
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERDESAAN MELALUI PENATAAN KELEMBAGAAN Ni Gusti.Agung Gde Eka Martiningsih1, Tri Djoko Setiyono2, I Ketut Widnyana1; I Gusti Ngurah Anom3 1
Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar
[email protected] 2 Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan Universitas Mahasaraswati Denpasar 3 Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Ringkasan Eksekutif Institusi atau lembaga merupakan satu elemen penting yang harus ada dalam sebuah negara. Lembaga dalam setiap proses pembangunan memiliki kewenangan dalam pembuat keputusan. Namun, dalam perkembangan teori ekonomi memang peran lembaga atau kelembagaan masih sering dilupakan, karena dianggap tidak berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan perkembangan teori ekonomi ternyata disadari bahwa kelembagaan berperan sebagai penjaga keterjaminan hak milik dan meminimalisasi biaya transaksi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam perkembangan ekonomi. Bagaimana pentingnya kelembagaan dalam mendukung pertumbuhan di negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia sangat perlu dikaji. Peran kelembagaan akan sangat penting, terutama peran yang diperlukan dalam penyelenggaraan kontrak dengan investor yang akan menanamkan modalnya di negara-negara tersebut. Lembaga tidak hanya sebagai pelengkap dalam suatu negara tetapi juga mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk itu lembaga perlu diberdayakan sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi. Dalam usaha pemberdayaan masyarakat pembentukan lembaga informal akan memiliki dampak yang sama pentingnya dengan lembaga formal. Karena pada dasarnya lembaga-lembaga yang terbentuk secara informal lebih memiliki kekuatan mengikat terutama untuk masyarakat di Bali yang masih terkenal dengan budaya yang masih sangat kuat. Dalam kegiatan pengabdian ini telah dibentuk beberapa kelompok tani, ternak dan industri rumah tangga (IRT). Melalui kelompok ini telah terjadi peningkatan kinerja kelompok seperti pemasaran hasil IRT 60 % mengalami peningkatan, anggota kelompok ternak 50% anggotanya telah mengkandangkan ternaknya dan memiliki kandang komunal untuk persiapan teknologi pengolahan kotoran ternak. Kelompok tani manggis dan sawo telah melakukan pemupukan organik bagi 500 tanaman manggis dan sawo untuk peningkatan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit tanaman yang selama ini masih menjadi momok bagi petani. Kata kunci: kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, pembangunan.
82
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
Executive Summary Institution is one of the important elements for development process. Institution authority is to make a decision for encouraging people to involve on development. Recently in economic area the role of institution is necessary needed. Some expert realized that the role of institution is being neglected, because for some people institution is not important. Todays when the economic theory expanded, institution is necessary indeed to be a guarantee for minimizing transaction cost and constructing a conducive situation at community level. In the third world (developed country) including Indonesia and Bali, the role of institution is very important. Especially for Bali where culture is very strong, and still have a useful influences for Balinese. In Bali, informal institutions have stronger influences than formal institution, that’s why through community engagement; community was facilitated to build a group to increase community capacity building. At Angkah Village and Bengkel Sari Village where some groups of community were already built, there were many empowerment rises. For example a half of veterinary members took their cows in communal cages. Sixty percents (60 %) of micro enterprises products sold to other villages. Farmer group activities on the land using organic farming to manage their plantation avoiding plant and diseases attack were rising. Knowledge transfer between group members is very useful for technology dissemination. Key words: institution, sustainable development, community engagement
A. PENDAHULUAN Pembangunan kalau diterjemahkan secara harfiah berarti suatu proses untuk mencapai tujuan agar kehidupan suatu kelompok, masyarakat maupun bangsa menjadi lebih baik secara ekonomi1. Jadi pembangunan semata-mata adalah untuk perbaikan ekonomi masyarakat dan merupakan satu-satunya alternatif sabagai sebuah cara untuk memecahkan masalah kemiskinan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembangunan memang merupakan cara untuk memecahkan berbagai masalah baik sosio-ekonomi, kesenjangan, dan pengangguran. Pembangunan hampir dilaksanakan oleh seluruh negara baik itu negara maju seperti AS dan Inggris, maupun negaranegara yang sedang berkembang (Dunia Ketiga) termasuk Indonesia. Akan tetapi ironisnya bagi Dunia Ketiga pembangunan yang diasumsikan akan memberikan kesejahteraan yang lebih baik, dalam banyak hal justru realitasnya terbalik (kontradiktif). Negara-negara maju yang kebanyakan menganut paham pembangunan kapitalis dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi mulai melakukan ekspansi geografis untuk memperluas lahan produksi kapitalisnya. Yang menjadi sasaran ekspansi negara-negara maju tersebut adalah negara miskin (Dunia Ketiga). Hadirnya kapitalisme di negara-negara Dunia Ketiga akhirnya disadari bahwa hanya menyisakan kesengsaraan. Contohnya adalah Indonesia yang sudah terlanjur terikat dengan bantuan lunak negara-negara kapitalis akhirnya harus banyak mengorbankan sumber daya (kapital) yang dimiliki baik itu sumber daya manusia, sumber daya sosial dan sumber daya alam. Intervensi Lembaga Internasional seperti IMF pada negara-negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia melalui paket bantuan lunak tetapi sangat ketat, sehingga menyebabkan ketergantungan yang terus menerus terhadap
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
83
lembaga tersebut. Untuk mengimbangi hal tersebut maka pemerintah Indonesia mulai dari kepemimpinan Presiden Soeharto (Orba) mulai mencanangkan pembangunan ekonomi yang mengarah ke mekanisme sosialisme walaupun sebenarnya menurut Arif1 mekanisme yang diterapkan oleh Indonesia adalah diantara bayang-bayang sosialis dan kapitalis. Ketidakmenentuan mekanisme ekonomi yang dianut oleh Indonesia dan keterikatan Indonesia dengan negara-negara pemodal seperi IMF menyebabkan masyarakat Indonesia mengalami pahitnya hasil pembangunan. Misalnya saja pada era Orba bahkan sampai saat ini para petani sangat sulit bahkan tidak dapat menjual produknya (karena harga murah), dan bahkan tidak mampu berproduksi lagi karena kalah dalam kompetisi global. Arif1 mengistilahkan dengan diaspora cultural dimana masyarakat yang berpunya di Indonesia lebih menyukai produk-produk impor dibandingkan produk dalam negeri atau malahan prilaku generasi muda juga lebih menggandrungi cara-cara atau kebiasaan orang barat dibandingkan dengan budaya sendiri (sering diistilahkan dengan Luar Negeri Minded). Masyarakat Indonesia seolah-olah lebih bangga menggunakan maupun mengkonsumsi produk luar negeri dabandingkan menggunakan dan mengkonsumsi produk dalam negeri. Maka arus impor besarbesaran terjadi. Sebenarnya penomena ini sudah mulai disikapi oleh pemerintah dengan slogan-slogan ”cintailah produk Indonesia”, tetapi dalam kenyataannya wacana ini belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan. Yang lebih memprihatinkan lagi dengan diberlakukannya SAP (Stuctural Adjusment Programme) maka kebutuhan-kebutuhan dasar menusia yang menyangkut kepentingan perempuan dan anak-anak terabaikan. Kebijakan SAP ini adalah kebijakan yang diberlakukan bagi negara penghutang untuk mengurangi kebutuhankebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan pangan. Dengan kejadian seperti ini maka akan muncul pertanyaan apakah pembangunan kita telah gagal2. Menurut Crewe dan Elizabeth3 kegagalan dan keberhasilan suatu pembangunan akan bersifat subyektif tergantung dari perspektif penilaian kegagalan dan keberhasilan pembangunan tersebut. Crewe dan Elizabeth3 dalam bukunya menceritakan tentang pengelolaan projek perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan nutrisi masyarakat melalui proyek perikanan skala kecil di Roma. Pada kali pertama terlihat terjadi adopsi teknologi yang semakin meningkat diantara pengelola termasuk perempuan, dan karena pengelolaan yang kurang baik dan tidak adanya dukungan dari pihak pemerintah maka proyek tersebut akhirnya gagal. Projek kedua yang menjadi contoh untuk menunjukkan kegagalan dalam pembangunan adalah penggunaan kompor dengan teknologi sederhana. Pada kasus ini tujuan dari proyek ini adalah untuk mengurangi penggunaan kayu sebagai bahan bakar sehingga penebangan kayu hutan dapat dikurangi. Tetapi pada akhir proyek ini terjadi opsi yang berbeda antara pemberi dana dan pemerhati gender. Pemberi dana merasa tidak puas karena proyek ini menurut perspektif mereka tidak memberikan keuntungan kepada ekonomi nasional, hutan dan polusi global secara terukur. Sedangkan dari persepktif gender penggunaan kompor irit bahan bakar ini mampu mengurangi jumlah penganguran perempuan, mengurangi pekerjaan perempuan dan ramah lingkungan3. Lebih lanjut dinyatakan juga bahwa kegagalan pembangunan sering karena projek biasanya masih datang dari atas kebawah (dari pemegang kebijakan) ke masyarakat atau sering dikenal dengan proyek top down. Sehingga pada saat terjadi kegagalan seolah-olah lebih banyak disebabkan oleh ketidak becusan
84
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
masyarakat sasaran pembangunan (proyek). Dengan adanya kecenderungankecenderungan hasil pembangunan yang lebih banyak mendatangkan kesengsaraan dan kerusakan lingkungan maka sudah saatnya dipikirkan orientasi pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan lebih beretika. Di samping itu kegagalan negaranegara yang menerapkan kesejahteraan bagi masyarakatnya (welfare state) dan terjadinya krisis di negara-negara tersebut, melahirkan banyak pemikiran untuk mencari solusi dengan membuat model yang berbasis komunitas. Berdasarkan hal tersebut maka ditengah kesuksesan pencapaian masyarakat negara industri modern, ternyata tersirat bahwa ada kebutuhan lain dipandang dari sisi sosial, ekonomi dan politik bagi masyarakat yaitu ; kebutuhan manusia untuk hidup dalam keharmonisan dengan lingkungan dan kebutuhan akan hidup nyaman dengan sesama. Jika kedua kebutuhan dasar manusia ini tidak mampu dicapai maka kesuksesan pencapaian kemajuan dan keuntungan di negara (masyarakat) modern tidak akan kekal. Memang sudah banyak bukti bahwa tidak tercapainya kedua kebutuhan dasar di masyarakat modern telah menyebabkan disharmoni dan ketidakstabilan baik dibidang lingkungan, ekonomi, politik yang semakin lama semakin memburuk. Ife4 menambahkan bahwa pemberdayaan masyarakat seharusnya tetap mempertahankan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Pemberdayaan masyarakat perdesaan merupakan salah satu fokus penting yang harus menjadi prioritas pembangunan suatu daerah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Sampai saat ini kemiskinan di wilayah Indonesia masih terkonsentrasi di daerah perdesaan sehingga dipandang perlu untuk mendorong Pemerintah Daerah memprioritaskan program-program untuk masyarakat di daerah perdesaan. Dalam rangka memetakan program-program di tingkat Pemerintah Kabupaten disusun apa yang disebut dengan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dan RJPP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). Pada kenyataannya pembangunan yang pada saat ini seolah hanya pada penekanan kemajuan ekonomi, lebih banyak menunjukkan kegagalan terutama dalam bidang pelestarian lingkungan dan pembangunan karakter manusia. Hal ini dapat dilihat dari semakin maraknya perusakan lingkungan dengan alasan ekonomi dan juga semakin menurunnya kesadaran untuk saling menghormati sesama sehingga banyak keteganganketegangan yang timbul di masyarakat. Walaupun saat ini pemerintah sebenarnya sudah melakukan beberapa program bantuan langsung kepada masyarakat, akan tetapi program tersebut akhirnya seakan membuat semakin terpuruknya kondisi masyarakat. Kabupaten Tabanan yang merupakan salah satu kabupaten dari delapan kabupaten yang ada di Provinsi Bali merupakan kabupaten yang sangat terkenal dengan julukan lumbung beras. Memang kondisi geografis Kabupaten Tabanan yang terletak lebih kurang 20 km dari pusat ibu kota provinsi sangat subur dan hampir 75 % penduduknya merupakan petani (baik tegalan maupun sawah)5. Sebagian besar dari penduduknya terkonsentrasi di daerah perdesaan. Kecamatan Selemadeg Barat merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan pilot projek oleh Kabupaten sebagai Kecamatan yang Mandiri Energi, dan Desa Angkah serta Bengkel Sari merupakan 2 (dua) desa hasil pemekaran yang menjadi sasaran projek kabupaten Tabanan untuk RPJM (5 tahun ke depan). Untuk tujuan tersebut maka Pemda Kabupaten Tabanan telah menfokuskan pembangunan masyarakat di dua desa tersebut dan telah melakukan pembinaan secara berkelanjutan melalui dinas-dinas terkait6. Untuk lebih
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
85
memperkuat pemberdayaan masyarakat, maka pihak Pemda melakukan kerjasama dengan beberapa elemen terkait termasuk dengan LP2M Universitas Mahasaraswati melalui program Ipteks bagi Wilayah (IbW). B. SUMBER INSPIRASI Sesuai dengan visi misi Universitas Mahasaraswati Denpasar untuk menjadi Universitas Unggulan baik dalam bidang Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi civitas akademika untuk melaksanakan visi dan misi tersebut. Melalui program IbW yang difasilitasi oleh Direktorat Pendidikan Tinggi, Universitas Mahasaraswati Denpasar ikut berperan dalam hal transfer teknologi untuk pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Berdasarkan analisis situasi 2 (dua) desa sasaran program IbW (Desa Angkah dan Desa Bengkel Sari), maka untuk tahun pertama (tahun 2010) program yang akan dilaksanakan adalah memberdayakan masyarakat untuk mengorganisir diri melalui pembentukan kelompok-kelompok tani, ternak dan industri rumah tangga (IRT). Melalui pembentukan kelompok ini diharapkan masyarakat lebih memiliki kekuatan (capacity building) baik dalam pemasaran produk, penguatan kelembagaan dan pemanfaatan teknologi secara bersama. Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa masyarakat di 2 (dua) desa sasaran diperoleh informasi bahwa selama ini hasil produksi baik produksi ternak, produksi pertanian dan produk IRT masih dipasarkan secara tradisional, mandiri dan kadang melalui pengepul sehingga petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Untuk mengatasi permasalahan ini maka program IbW untuk tahun pertama (tahun 2010) lebih menekankan pada percepatan pembentukan kelompok dan mengarahkan kegiatan-kegiatan secara berkelompok.
C. METODE Pendekatan yang digunakan untuk pemberdayaan ini adalah melalui observasi di lapangan, wawancara baik dengan aparat pemerintah di tingkat Kabupaten, Kecamatan, Desa, masyarakat petani, peternak dan ibu-ibu rumah tangga. Melalui pendekatan-pendekatan ini akhirnya diperoleh kondisi eksisting Desa Angkah dan Desa Bengkel Sari, yang kemudian ditindaklanjuti dengan metode pendidikan masyarakat melalui penyuluhan dan pendampingan untuk meningkatkan kesadaran measyarakat tentang perlunya pembentukan kelembagaan dalam hal ini kelompok. Setelah kelompok terbentuk kemudian dilakukan pelatihan melalui kegiatan sanitasi kebun sawo, manggis dan kakao dengan memberikan perlakukan pemupukan organik dan hormon organik untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Khusus untuk kelompok ternak diberikan substitusi ipteks dengan memperkenalkan kandang komunal dan cara pengolahan kotoran sapi menjadi kompos. Industri rumah tangga yang khusus memproduksi jajanan upakara diberikan pelatihan dalam penguasaan cara-cara berproduksi yang lebih higienis dan bernilai pasar lebih tinggi.
86
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
D. KARYA UTAMA Karya utama dari pelaksanaan IbW tahun pertama adalah (1) terbentuknya kelompok tani, kelompok ternak dan IRT di Desa sasaran, (2) adanya transfer teknologi terutama pada cara-cara penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman sawo, manggis dan kakao melalui kegiatan sanitasi dan pemupukan organik, (3) terbentuknya jiwa kewirausahaan masyarakat, sehingga kemauan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga juga meningkat. E. ULASAN KARYA Diakui oleh banyak pihak bahwa pemberdayaan masyarakat perdesaan merupakan ujung tombak bagi percepatan pembangunan, sehingga fokus pemberdayaan masyarakat sebenarnya harus tetap mempertahankan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial4. Akan tetapi kadang kala pemberdayaan yang dilakukan melalui program-program pemerintah sering membuat masyarakat terjerumus dalam situasi yang apatis. Seperti misalnya program bantuan langsung tunai (BLT), beras untuk masyarakat miskin (RASKIN) menjebak masyarakat miskin semakin miskin dan masyarakat kaya senang untuk menjadi miskin karena iming-iming bantuan-bantuan langsung pemerintah. Menyikapi hal tersebut maka pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan kelembagaan diharapkan mampu mendorong semangat masyarakat untuk mengetahui masalah secara mandiri dan mengatasi masalah secara mandiri pula. Namun untuk mewujudkan kemandirian tersebut diperlukan usaha pendampingan yang berkesinambungan dengan pembentukan kader-kader pembangunan di perdesaan. F. KESIMPULAN Pembangunan berkelanjutan yang beretika adalah pembangunan yang memiliki tujuan konkrit untuk kepentingan masyarakat tanpa melupakan suku, budaya,agama, gender dan ramah terhadap lingkungan. Pembangunan beretika adalah pembangunan dimana pelaku-pelakunya bertindak dengan penuh kearifan dan bertanggung jawab. Pembangunan yang beretika dan berkelanjutan harus memiliki orientasi hidup yang positif, dinamis dan progresif yaitu (1) orientasi kepada perbuatan (action oriented), (2) orientasi kepada kualitas (quality oriented), (3) orientasi kepada tujuan (goals oriented) dan (4) orientasi kepada masa depan (Future oriented)7. Dari semua uraian di atas maka yang perlu dibenahi dalam pembangunan di Indonesia agar beretika dan berkelanjutan adalah dengan memperhatikan beberapa konsep yang selama ini seolah dilupakan yaitu: 1. Konsep kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan arah pembangunan. Masyarakat yang memiliki kebebasan untuk menentukan tujuannya pasti akan bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dilaksanakan. 2. Konsep budaya. Seperti telah dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan beragam budaya, maka dengan mengangkat kearifan loka yang menjadi ciri khas suatu daerah akan mendorong masyarakat tersebut menghormati dan melakukan pembangunan dengan arif.
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
87
3. Konsep profesionalisme. Melalui pendidikan yang cukup dan terus menerus maka masyarakat akan melaksanakan pembangunannya secara profesional dan bertanggung jawab. 4. Konsep agama. Agama akan menekankan moral bgi penganutnya. Dengan melibatkan ajaran agama yang benar maka semoga pembangunan yang dilaksanakan akan bermoral. 5. Konsep Kelembagaan. Penguatan kelembagaan agar masyarakat lebih memiliki posisi tawar dalam penentuan tujuan dan kepentingan bersama. G. DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN Dampak awal dari kegiatan ini adalah semakin eratnya hubungan antar individu di Desa sasaran. Telah terjadi transfer teknologi dari satu kelompok ke kelompok lainnya antar dua desa, misalnya kelompok ternak sapi di Desa Bengkel Sari melakukan studi banding (kunjungan) ke Desa Angkah mengenai cara-cara pengolahan limbah kotoran sapi demikian juga dengan kelompok industri kecil (IRT) di Desa Angkah melakukan kunjungan ke Desa Bengkel Sari untuk melakukan praktek pengolahan limbah pura menjadi briket. Untuk kelompok IRT jajanan upakara, sebelum adanya kegiatan pengabdian IbW masih memasarkan produknya hanya untuk masyarakat sekitar. Setelah dibentuk kelompok ”Mekar Sari” pemasaran produk hampir 60 % telah dilakukan diluar desa. Anggota kelompok ternak sapi ”Dhina Tirta” yang sebelumnya tidak mengkandangkan ternaknya, setelah kegiatan pengabdian telah mengkandangkan ternaknya dalam kandang komunal. Kandang komunal ini ada yang dibangun atas bantuan program IbW, tetapi sebagian besar anggota akhirnya berinisitif secara mandiri membangun kandang komunal. Kelompok petani Sawo ”Wana Sabo” akhirnya telah melakukan sanitasi dan pemupukan organik terhadap 500 pohon sawo dan tanaman manggis yang sebelumnya tidak pernah diberikan pemupukan. Secara umum dampak yang paling menonjol adalah menggeliatnya kegiatan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat khususnya kelompok-kelompok yang sudah terbentuk. H. DAFTAR PUSTAKA (1) Arif, S. 2000. Menolak Pembangunanisme. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. p.356. (2) Suwondo, K. Etika Pembangunan Berkelanjutan. Makalah Seminar pada Forum Orasi Ilmiah pada Dies Natalis STT-BNKP SUNDERMANN, 27 September 2008. (3) Crewe, E., Elizabeth H. 2005. Whose Development? An Ethnography of Aid. Sage Publication. 107 p. (4) Ife, J. 2002. Community development. Community-based alternatives in an age of globalisation. Pearson Education Australia. 309 p. (5) Martiningsih, E. 2008 The Role of Women In Comunity Management of Biosecurity. Journal Kritis Edisi Khusus Pengelolaan Ketahanan Hayati Berbasis Masyarakat. Hal 110-130.. (6) Bappeda. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Kabupaten Tabanan.
88
Eka Martiningsih,et. al., Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 1(1), 2010, 81-88
(7) Sastrapratedja,M., J. Riberu., Frans M. Parera. 1986. Menguak Mitos-Mitos Pembangunan (Telaah Etis dan Kritis). Jakarta: PT. Gramedia, Jakarta. 402 hal. I. PERSANTUNAN Melalui tulisan ini kami mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar melalui LP2M Unmas, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan melalui SKPD terkait yang telah memfasilitasi pelaksanaan program IbW ini baik melalui bantuan moril dan materiil. Demikian juga kepada aparat Desa Angkah dan Desa Bengkel Sari, masyarakat Desa dan Tim IbW serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah aktif mengikuti dan melaksanakan program dengan baik sehingga semua program yang dilaksanakan dapat berlangsung dengan lancar.