BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN
Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan masih lebih dari separuh atau 57% (supas 2005). Sebagian besar dari mereka memiliki mata pencaharian yang sangat erat kaitannya dengan pertanian yang merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga dalam pendapatan domestik bruto (PDB). Berdasarkan data dari Sakernas tahun 2007, sebanyak 61,2% pekerja produktif yang ada di perdesaan bekerja di sektor pertanian. Hal ini merupakan potensi yang besar dan seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan ekonomi yang sangat potensial. Namun, rendahnya pendapatan petani menyebabkan sebagian besar petani tersebut menjadi miskin. Dampaknya, kesejahteraan dan kualitas SDM di perdesaan menjadi rendah sehingga besarnya tenaga kerja pertanian di perdesaan tidak menjadi sebuah potensi, tetapi cenderung menjadi beban besar yang harus segera ditangani. Kawasan perdesaan pada saat ini dapat diidentikkan dengan kata “kemiskinan”. Pada kenyataannya, banyak masyarakat yang tinggal di perdesaan sangat akrab dengan kemiskinan. Penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di perdesaan, dan pada umumnya mereka hidup dalam keterbatasan, kemiskinan serta
ketidakberdayaan dalam menghadapi berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi. Ketidakberdayaan masyarakat perdesaan termasuk masyarakat miskin, di samping disebabkan oleh masalah ekonomi, juga kurangnya akses masyarakat untuk memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan masyarakat, termasuk informasi. Produk pertanian yang dihasilkan sebagian besar langsung dijual dalam bentuk mentah (raw material) sehingga kawasan perdesaan hanya berfungsi sebagai penghasil saja, bukan sekaligus sebagai pengolah. Keadaan tersebut menjadi salah satu penghambat sulit berkembangnya kawasan perdesaan. Selain permasalahan fungsi kawasan perdesaan yang hanya berorientasi pada eksploatasi sumber daya alam dan belum berorientasi kepada agroindustri, masih ada permasalahan lain yang berpengaruh terhadap kesejahteraan penduduk perdesaan yang masih tertinggal, yaitu kepemilikan lahan. Hampir setengah penduduk usia produktif yang bekerja pada sektor pertanian tidak berstatus sebagai pemilik lahan, hanya sebagai buruh kontrak yang menyebabkan mereka sulit untuk meningkatkan taraf hidupnya. Secara umum akses di kawasan perdesaan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Untuk mencapai suatu lokasi yang terletak di perdesaan biasanya cukup sulit, harus melintasi jalan yang kondisinya memprihatinkan dengan jarak yang jauh dari pusat kegiatan di kabupaten. Sulitnya akses tersebut menyebabkan potensi yang ada pada wilayah perdesaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, masih juga dirasakan keterbatasan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang bisa dinikmati oleh penduduk di kawasan perdesaan. Dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat, pendekatan yang dikembangkan adalah menempatkan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama dalam proses pengelolaan pembangunan serta mengefektifkan pelaksanaan fungsi lembaga masyarakat dalam menggerakkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan. Penempatan masyarakat sebagai subjek mengandung arti bahwa pengelolaan program pembangunan bertumpu pada masyarakat, masyarakat berperan aktif/berpartisipasi dalam seluruh proses pengelolaan 25 - 2
pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan pembangunan, serta dalam pemanfaatan dan pelestarian hasil pembangunan. Untuk itu, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) memberi peluang kepada masyarakat untuk merencanakan kebutuhannya. I.
Permasalahan yang Dihadapi
Pembangunan perdesaan dalam rangka memperbaiki kondisi perdesaan sebagai kawasan ekonomi produktif dan permukiman yang relatif tertinggal, pada tahun 2008 ini, masih menghadapi beberapa kendala dan tantangan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, antara lain: (1) masih rendahnya koordinasi dan keterpaduan kegiatan antarpelaku pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan swasta) dan antarsektor dalam rangka mendukung diversifikasi kegiatan ekonomi perdesaan yang memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, industri, dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara kawasan perdesaan dan perkotaan; (2) masih rendahnya peran lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan, termasuk fasilitator pembangunan dalam menggerakkan perekonomian di perdesaan; (3) masih kurangnya kapasitas pemerintah daerah dalam mendorong pengembangan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat perdesaan yang menjadi kewenangannya; dan (4) terbatasnya penyediaan dan kualitas infrastruktur perdesaan secara merata di seluruh tanah air. Dalam hal prasarana dan sarana perdesaan, yang menjadi masalah tidak hanya kuantitas dan kualitas ketersediaan prasarana dan sarana yang belum memadai, tetapi juga tingkat persebarannya yang belum merata. Sebagai contoh, rasio elektrifikasi desa di luar Pulau Jawa masih rendah dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Sampai saat ini yang telah mendapat aliran listrik di Pulau Jawa mencapai 24.488 desa (97,5%) dari jumlah desa di Pulau Jawa (25.116 desa), sedangkan untuk luar Pulau Jawa jumlahnya baru mencapai 29.426 desa (71,6%) dari jumlah desa di luar Pulau Jawa (41.098 desa). Secara nasional masih terdapat 18,6% atau sebanyak 12.317 desa yang belum mendapat aliran listrik.
25 - 3
Kawasan perdesaan menghadapi permasalahan internal dan eksternal yang menghambat perwujudan kawasan permukiman perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman sebagaimana diuraikan dalam butir-butir berikut: (1) terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas, akibat terbatasnya kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah hasil pertanian maupun industri kerajinan, serta jasa penunjang lainnya; (2) lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi, baik secara sektoral maupun spasial, tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dan sektor industri (pengolahan) dan jasa penunjang, dan keterkaitan pembangunan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan; (3) timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antardaerah, sebagai pengaruh otonomi daerah; (4) tingginya risiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan karena sangat bergantung pada alam; (5) rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan; (6) rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan; (7) rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah (unskilled labor); (8) meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain; (9) meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; (10) lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat; (11) lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan. II.
Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Pembangunan perdesaan diharapkan ikut berperan sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan yang didukung oleh meningkatnya ketersediaan infrastruktur di kawasan permukimannya, serta meningkatnya akses dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan pembangunan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Upaya pencapaian sasaran tersebut akan dilakukan melalui enam langkah kebijakan pokok, yaitu (1) mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis dan partisipatif, (2) memantapkan peran lembaga kemasyarakatan dan mengembangkan partisipasi dan keswadayaan masyarakat, (3) 25 - 4
mewujudkan kesejahteraan keluarga dan sosial budaya masyarakat yang dinamis, (4) mewujudkan produktivitas dan usaha ekonomi produktif masyarakat yang maju, mandiri, dan beroreintasi pasar yang didukung lembaga keuangan mikro perdesaan, (5) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna berwawasan lingkungan, (6) terus mengupayakan peningkatan ketersediaan prasarana dan sarana perdesaan secara lebih merata. Keenam langkah kebijakan pokok tersebut menjadi acuan utama dalam mengarahkan program pembangunan yang meliputi: Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan, Program Pengembangan Ekonomi Lokal; Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Perdesaan, Pengembangan, Pemerataan dan Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Pos dan Telematika; Program Peningkatan Kualitas Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Ketenagalistrikan; Program Peningkatan Ketahanan Pangan; dan Program Pengembangan Agribisnis. Langkah kebijakan untuk peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan dilakukan melalui (1) pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan; (2) peningkatan kapasitas fasilitator pembangunan perdesaan; (3) penyelenggaraan diseminasi informasi bagi masyarakat desa; (4) peningkatan kapasitas aparat pemda dan masyarakat dalam pembangunan kawasan perdesaan; dan (5) pemantapan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan. Langkah kebijakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi lokal dilakukan melalui upaya (1) memfasilitasi pengembangan diversifikasi ekonomi perdesaan, (2) mengoordinasi dan memfasilitasi pengembangan usaha ekonomi lokal, (3) membina lembaga keuangan perdesaan, (4) membina pengembangan prasarana dan sarana berbasis masyarakat, (5) menyelenggarakan diseminasi teknologi tepat guna bagi kawasan perdesaan, (6) memfasilitasi pengembangan pasar lokal, (7) memfasilitasi pengembangan kerja sama ekonomi daerah, (8) memfasilitasi pengembangan promosi daerah, (9) memfasilitasi pengembangan kelembagaan ekonomi daerah, (10) mengoordinasi pengembangan ekonomi daerah, (11) fasilitasi pengembangan potensi perekonomian daerah, (12) mengoordinasi pengembangan ekonomi daerah, (13) memfasilitasi
25 - 5
pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah, (14) memfasilitasi pengembangan produk unggulan daerah; dan (15) membangun prasarana dan sarana kawasan agropolitan. Untuk mengembangkan sarana dan prasarana pos dan telematika di perdesaan, langkah kebijakan yang dilakukan adalah (1) penyusunan/pembaruan kebijakan; regulasi, dan kelembagaan untuk mendukung penyediaan infrastruktur pos dan telematika; (2) peningkatan pembangunan infrastruktur dan kualitas layanan pos dan telematika; (3) penyediaan infrastruktur pos dan telematika di daerah yang secara ekonomi kurang menguntungkan, termasuk wilayah perbatasan, daerah terisolasi, dan pulau-pulau kecil terluar melalui program kewajiban pelayanan umum /public service obligation (PSO) atau universal obligation (USO); dan (4) pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur pos dan telematika. Di samping itu, untuk mengembangkan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi di perdesaan dilakukan langkah kebijakan seperti (1) penyusunan/pembaruan kebijakan, regulasi dan kelembagaan untuk mendukung pengembangan teknologi informasi dan komunikasi; (2) peningkatan literasi masyarakat terhadap teknologi informasi dan komunikasi (e-literacy); dan (3) peningkatan pengembangan dan pemanfaatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. Langkah kebijakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang semakin dirasakan mendesak oleh penduduk perdesaan dilakukan melalui (1) penambahan pembangkit tenaga listrik, termasuk pembangkit skala kecil dengan memanfaatkan energi terbarukan seperti PLT piko/mikro/mino hidro dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan (2) pembangunan jaringan tegangan menengah dan tegangan rendah serta gardu distribusi. Untuk meningkatkan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan dilakukan langkah-langkah kebijakan yang meliputi (1) pembinaan dalam mendorong swasta, koperasi, pemda dan masyarakat (sebagai pelaku) agar dapat membangun pembangkit dan penyalurannya sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk daerah yang belum dilistriki, dengan memanfaatkan potensi energi setempat untuk pembangkit listrik termasuk pembangkit skala kecil dengan sumber energi terbarukan dan (2) 25 - 6
pengembangan pola kerja sama Pemerintah Pusat dan daerah dalam pembangunan listrik perdesaan. Dalam mengembangkan sistem pendukung usaha bagi UMKM, langkah kebijakan yang dilakukan meliputi penyediaan skim penjaminan kredit UKM, terutama kredit investasi pada sektor agrobisnis dan industri, sedangkan untuk pemberdayaan usaha skala mikro langkah kebijakan yang dilakukan meliputi pembiayaan produktif dengan pola bagi hasil dan konvensional. Untuk peningkatan prasarana dan sarana perdesaan langkahlangkah kebijakan yang dilakukan meliputi (1) pembangunan prasarana desa pusat pertumbuhan dan kawasan desa agropolitan dan (2) pembangunan infrastruktur perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat (skala komunitas). Pada Tahun 2008, kebijakan pembangunan perdesaan diarahkan untuk (1) mendorong perluasan kegiatan ekonomi nonpertanian yang memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, industri dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara kawasan perdesaan dan perkotaan, antara lain melalui pengembangan kawasan agropolitan dan pengembangan UMKM di bidang usaha unggulan daerah yang memiliki keterkaitan kuat ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages); (2) meningkatkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat perdesaan untuk dapat menangkap peluang pengembangan ekonomi lokal serta memperkuat kelembangaan dan modal sosial masyarakat perdesaan yang antara lain berupa budaya gotong-royong dan jaringan kerja sama, untuk memperkuat posisi tawar dan efisiensi usaha; (3) meningkatkan penyediaan infrastruktur perdesaan secara merata di seluruh tanah air, berupa jalan desa, jaringan irigasi, prasarana air minum, dan penyehatan lingkungan permukiman (sanitasi), listrik perdesaan, pasar desa, serta pos dan telekomunikasi. Dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan, setiap tahun secara bertahap telah dilakukan upaya peningkatan peran lembaga dan organisasi masyarakat dalam memfasilitasi pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan pembangunan perdesaan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan
25 - 7
pemerintah desa dalam pengelolaan pembangunan perdesaan dengan hasil-hasil yang dicapai adalah sebagai berikut: (1) pemantapan peran kelembagaan masyarakat di perdesaan dan kader pemberdayaan masyarakat dengan melalui pelatihan bagi pelatih kader pemberdayaan masyarakat desa, pembentukan komite standar pelatihan, dan pelaksanaan bulan bhakti gotong-royong yang dilaksanakan setiap tahun, untuk menggugah semangat kegotongroyongan dan berswadaya masyarakat, terutama membantu sesama yang terkena musibah; (2) peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga serta pemberdayaan perempuan melalui (a) pilot project pengembangan cadangan pangan masyarakat, pengembangan desa mandiri energi di 10 provinsi, 10 kabupaten, dan 10 desa, penguatan kelembagaan adat dan sosial budaya masyarakat, pemberdayaan kesejahteraan keluarga melalui Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Hari Kesatuan Gerak PKK, (b) penyelenggaraan kejuaraan desa dan kelurahan teladan tingkat nasional, gelar teknologi tepat guna dan penguatan kelembagaan adat dan sosial budaya masyarakat serta kelembagaan organisasi masyarakat perdesaan, (c) penguatan peran Gerakan PKK dalam memfasilitasi pengembangan kualitas kehidupan keluarga melalui 10 Program Pokok PKK, (d) memfasilitasi penguatan fungsi dan kinerja Posyandu dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi balita dan kaum ibu di desa dan kelurahan, e) fasilitasi penguatan peran masyarakat dalam penanganan masalah kesehatan, meliputi penanggulangan penyakit menular seperti polio, DBD, flu burung dan HIV/AIDS di daerah (Permendagri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Daerah), (f) membina dan mengendalikan PNPM-PPK di 32 provinsi 366 kabupaten, dan memfasilitasi penguatan kelembagaan dan pemantauan unit pengaduan masyarakat penanganan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka pemantapan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan desa, telah dilakukan pengangkatan sekretaris desa (sekdes) menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 202 ayat 3, dengan dasar pertimbangan bahwa pemerintah desa merupakan tumpuan dan jajaran terdepan 25 - 8
dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan secara nasional, dan dalam upaya meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan itu, untuk pelaksanaannya telah diterbitkan (1) PP 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, (2) Permendagri Nomor 50 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007, (3) Peraturan Kepala BKN Nomor 32 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007, (4) Permendagri Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007, (5) Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/326/M.PAN/12/2007 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil Untuk Sekretaris Desa Tahun Anggaran 2007. Hasil perkembangan dari proses pengangkatan sekertaris desa menjadi pegawai negeri sipil saat ini dapat disampaikan bahwa dari jumlah desa seluruh Indonesia sebanyak 63.819 desa, terdapat jumlah sekretaris desa sebanyak 61.862 orang. Dari jumlah tersebut, yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi PNS adalah 42.376 orang atau 68.5%,dan akan diangkat secara bertahap. Pada tahun 2008 ini (tahap I) akan diangkat menjadi PNS sebanyak 49,75% atau 21.083 orang sekretaris desa. Dalam rangka pengembangan ekonomi lokal, secara bertahap, walaupun belum secara menyeluruh di semua kawasan perdesaan telah dicapai hasil sebagai berikut: (1) terlaksananya pengembangan penunjang kegiatan ekonomi produktif keluarga dan manajemen pengelolaan pemasaran serta penggerak TTG di perdesaan; (2) terlaksananya fasilitasi kapasitas kelembagaan usaha mikro, agribisnis, lumbung pangan masyarakat desa (LPMD), usaha kecil serta kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan; (3) terlaksananya fasilitasi penguatan lumbung pangan masyarakat, lembaga keuangan mikro perdesaan dalam penyediaan kredit modal usaha mikro yakni usaha ekonomi desa simpan pinjam (UED-SP), badan kredit desa, dan badan usaha milik desa; (4) terlaksananya pelatihan fasilitator penggerak pelestarian dan pengembangan prasarana perdesaan; (5) terlaksananya fasilitasi penguatan kelembagaan TTG, kemitraan TTG dan kelembagaan pos pelayanan
25 - 9
teknologi perdesaan (posyantekdes); (6) pengembangan kapasitas kelembagaan pasar desa.
terlaksananya
Dalam pelaksanaan Program Pengembangan, Pemerataan, dan Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Pos dan Telematika, hasil yang dicapai pada tahun 2005 hingga 2007, antara lain (1) pelaksanaan kewajiban umum pelayanan umum sektor pos (Public Service Obligation) di 2.341 kantor pos cabang luar kota; (2) penyelesaian peraturan pelaksana kewajiban pelayanan universal telekomunikasi (USO), yaitu pembentukan balai telekomunikasi dan informatika perdesaan pada tahun 2006 sebagai badan layanan umum yang mengelola dana USO, Peraturan Menkominfo No. 5 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Pelayanan Universal, Peraturan Menkominfo No 11 Tahun 2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal beserta perubahannya (Peraturan Menkominfo No. 38 Tahun 2007), Peraturan Menkominfo No. 145 Tahun 2007 tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi. Dalam pelaksanaan Program Penguasaan serta Pengembangan Aplikasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi, hasil yang dicapai pada tahun 2005 hingga 2007 antara lain meliputi: pembangunan community access point (CAP) dan warung masyarakat informasi sebagai pusat informasi masyarakat berbasis TIK melalui kerja sama dengan BUMN yang meliputi pembangunan CAP di 40 lokasi, mobile CAP di 8 lokasi, pemberdayaan masyarakat bidang TIK di 3 lokasi daerah perbatasan, dan warmasif di 79 kabupaten/kota. Hasil yang dicapai sepanjang semester pertama tahun 2008 antara lain persiapan pelaksanaan proyek model pusat informasi masyarakat berbasis TIK (community access point) melalui kerja sama dengan swasta dan berbasis service-based contract di 222 kecamatan. Dalam rangka peningkatan kualitas jasa pelayanan prasarana dan sarana ketenagalistrikan, pada tahun 2007 telah dilakukan persebaran kelistrikan sampai dengan 97,5% untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan 71,6% untuk luar Jamali. Dalam rangka peningkatan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi, dan masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan, telah dilaksanakan peningkatan partisipasi 25 - 10
masyarakat, koperasi, dan pemda dalam penyediaan tenaga listrik di perdesaan, serta peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam pembangunan ketenagalistrikan perdesaan di daerahnya. Dalam rangka pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM, pada tahun 2007 telah dilakukan peningkatan jangkauan layanan lembaga keuangan kepada UMKM. Untuk pemberdayaan usaha skala mikro, telah dilaksanakan peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha mikro. Pada tahun 2005 telah dilakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana (PS) perdesaan antara lain melalui kegiatan: (1) pengembangan PS desa pusat pertumbuhan (DPP/KTP2D) di 204 desa/kawasan; (2) pengembangan PS kawasan desa agropolitan di 74 kawasan; (3) PKPS-BBM bidang infrastruktur perdesaan di 12.834 desa. Melanjutkan kegiatan tahun sebelumnya, pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan untuk meningkatkan prasarana dan sarana perdesaan antara lain melalui: (1) pengembangan PS pesa pusat pertumbuhan (DPP/KTP2D) di 319 desa/kawasan; (2) pengembangan PS kawasan desa agropolitan di 91 kawasan; (3) peningkatan infrastruktur desa tertinggal rural infrastructure support program (RISP) di 1.840 desa. Untuk mendorong diversifikasi dan pertumbuhan ekonomi serta penanggulangan kemiskinan, pada tahun 2007 telah dibangun prasarana dan sarana desa pusat pertumbuhan (DPP/KTP2D) di 149 kawasan, dan 83 kawasan desa agropolitan, serta pembangunan/peningkatan infrastruktur desa–desa tertinggal melalui pemberdayaan masyarakat (skala komunitas) di 2.289 desa. Dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan, pada tahun 2008 diprogramkan kegiatan antara lain: (1) peningkatan peran posyandu, program pamsimas, pasar desa, pengembangan profil desa/kelurahan, dan grand strategis pembangunan perdesaan dalam penanggulangan kemiskinan; (2) penguatan lembaga kemasyarakatan dan lembaga pemerintah desa; (3) peningkatan kapasitas fasilitator dalam pembangunan desa, aparat pemda dan masyarakat; (4) pemantauan kegiatan unit pengaduan masyarakat;
25 - 11
(5) pembinaan dan pengendalian PNPM-PPK di 32 provinsi 349 kabupaten. Dalam rangka pengembangan ekonomi lokal, pada tahun 2008 akan dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) fasilitasi pengembangan usaha ekonomi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan; (2) pembinaan usaha ekonomi masyarakat melalui penguatan BUMDes, penguatan kelembagaan usaha ekonomi desa simpan pinjam (UEDSP) dan BKD; (3) diseminasi teknologi tepat guna bagi kawasan perdesaan; (4) harmonisasi kebijakan pemberdayaan usaha ekonomi keluarga (UEK), pengembangan usaha ekonomi produktif, dan pengembangan pemasaran produksi perdesaan; (5) pengembangan prasarana dan sarana di 236 desa pusat pertumbuhan dan 90 kawasan desa agropolitan, serta di 2.060 desa tertinggal melalui pemberdayaan masyarakat (skala komunitas). Dalam meningkatkan prasarana dan sarana perdesaan, pada tahun 2008 telah diprogramkan pembangunan sistem pembangkit listrik alternatif (solar home system) pada desa-desa tanpa jaringan listrik di 81 kabupaten tertinggal. Dalam rangka meningkatkan pengembangan, pemerataan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pos dan telematika, pada tahun 2008 telah diprogramkan sebagai berikut: (1) penyelesaian proyek pengembangan infrastruktur penyiaran RRI di 138 kabupaten/kota blank spot yang tersebar di 28 provinsi; (2) dimulainya pembangunan pemancar TVRI di 14 lokasi terpencil, perbatasan, dan blank spot; (3) pelaksanaan verifikasi pelaksanaan program PSO PT Pos untuk 2.350 kantor pos cabang luar kota. Dalam rangka penguasaan serta pengembangan aplikasi dan teknologi informasi dan komunikasi, pada tahun 2008 dilakukan persiapan pelaksanaan proyek model pusat informasi masyarakat berbasis TIK (community access point) melalui kerja sama dengan swasta dan berbasis service-based contract di 222 kecamatan. Dalam meningkatkan kualitas jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan, pada tahun 2008 ditargetkan peningkatan rasio elektrifikasi menjadi sebesar 64,3% (elektrifikasi PT. PLN dan non PT. PLN) dan rasio elektrifikasi perdesaan menjadi 91,9%.
25 - 12
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Untuk melanjutkan langkah kebijakan dan kegiatan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan kemiskinan, secara umum pembangunan perdesaan diarahkan pada upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, pengembangan ekonomi masyarakat, pemantapan kelembagaan masyarakat dan sosial budaya masyarakat, pendayagunaan teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas serta peningkatan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan akan dilakukan melalui pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan, peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam pembangunan kawasan perdesaan, pemantapan kelembagaan pemerintah desa dalam pengelolaan pembangunan, penyelenggaraan diseminasi informasi bagi masyarakat desa, peningkatan kapasitas fasilitator pembangunan perdesaan, percepatan pembangunan sosial ekonomi daerah tertinggal (P2SEDT), fasilitasi penguatan kelembagaan, serta pemantauan unit pengaduan masyarakat. Dalam meningkatkan ekonomi masyarakat perdesaan melalui peningkatan ekonomi lokal akan dilakukan fasilitasi pengembangan diversifikasi ekonomi perdesaan, pembinaan lembaga keuangan perdesaan, penyelenggaraan diseminasi teknologi tepat guna bagi kawasan perdesaan, koordinasi pengembangan usaha ekonomi lokal dan fasilitasi pengembangan pasar lokal, pengembangan prasarana dan sarana desa agropolitan, percepatan pembangunan pusat pertumbuhan daerah tertinggal, percepatan pembangunan kawasan produksi daerah tertinggal, fasilitasi pengembangan potensi perekonomian daerah dan pengembangan produk unggulan daerah, serta fasilitasi pengembangan promosi ekonomi daerah dan sarana dan prasarana perekonomian daerah. Guna mengatasi ketertinggalan penyediaan infrastruktur di perdesaan, berdasarkan pagu indikatif 2009, direncanakan kegiatan, antara lain, (1) peningkatan infrastruktur perdesaan skala kawasan (eks. DPP/KTP2D dan kawasan eks transmigrasi) di 32 kawasan; (2) pengembangan prasarana dan sarana di 60 kawasan desa agropolitan dan 3.200 desa tertinggal melalui pemberdayaan masyarakat (skala komunitas), serta kegiatan peningkatan sarana dan prasarana lainnya.
25 - 13