32
PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN ISTRI Work-Family Conflict and Family Typology based on Job Characteristic among Dual Earner Families Fitri Meliani, Euis Sunarti, Diah Krisnatuti Abstrak Keluarga dengan suami-istri bekerja menghadapi tantangan pembagian peran dalam rumah tangga dan pekerjaan. Adanya tuntutan dari dua peran penting disebut sebagai konflik kerja-keluarga dan kondisi ini dapat menimbulkan tekanan. Pola penanggulangan konflik pada setiap keluarga dapat diklasifikasikan dengan menggunakan tipologi keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan pada keluarga dengan suami-istri bekerja. Desain penelitian ini adalah deskriptif dan sampling dilakukan secara non-proportional stratified random sampling di Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Tengah berdasarkan jenis pekerjaan istri (sektor formal dan informal). Sampel yang dipilih adalah 120 orang istri bekerja. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik keluarga dan konflik kerja-keluarga antara keluarga istri dengan pekerjaan formal dan informal, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tipologi keluarga. Implikasi dari penelitian ini adalah bagi Lembaga Pendidikan dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk memberikan sosialisasi pada keluarga dengan suami-istri bekerja guna meningkatkan dan mengembangkan keterampilan istri yang bekerja di sektor informal untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Keluarga dengan suami-istri bekerja diharapkan untuk meningkatkan ketangguhan dan ikatan keluarga agar mampu mengurangi konflik kerja-keluarga. Kata kunci: fleksibilitas keluarga, ikatan keluarga, jenis pekerjaan, keluarga dengan suami-istri bekerja, ketangguhan keluarga, koherensi keluarga, konflik kerja-keluarga, sektor kerja formal, sektor kerja informal, tipe keluarga regenerative, tipe keluarga resilient, tipologi keluarga Abstract Dual-earner family faces challenge on dual role demand. This is called work-family conflict and could lead a family to stressfull condition. Stress regulation of each family could be classified by family typology. The purpose of this paper was to examined the differences of work-family conflict and family typology based on job characteristic among dual-earner families. The study was a descriptive cross sectional study design. Locations were selected purposively with non-proportional stratified random sampling at District of West and Central Bogor based on wife’s job characteristic (formal and informal sector). There 120 samples were randomly chosen among dual earner families. The findings showed, that there were noticable differences on family characteristics and work-family conflict among both samples (wifes work in formal and informal sector), but there was no noticeable difference on family typology. The implication of the study is
33 expected that Education Institution and NGO could help dual earner families by socializing to increased education attainment and developed a skill to raise family income especially for wifes who work in informal sector. Dual earner families were expected to increase family hardiness and bonding in order to reduced workfamily conflict. Keywords: dual earner family, family hardiness, family coherence, family bonding, family flexibility, family typology, formal sector, informal sector, job characteristic, regenerative family, resilient family Pendahuluan Menjadi ibu rumah tangga atau bekerja adalah sebuah pilihan. Dewasa ini, lebih banyak wanita yang memilih untuk bekerja. Hal ini dipertegas dengan data Sakernas (BPS 2014) yang menyatakan jumlah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) wanita terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan bekerja, wanita dapat berkontribusi lebih untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Namun keinginan wanita untuk bekerja seringkali tidak didukung oleh ketersediaan lapangan kerja karena tidak memiliki pendidikan tinggi. Maka mereka cenderung memilih bekerja di sektor informal yang peluangnya lebih luas. Sektor pekerjaan informal di wilayah kota merupakan angkatan kerja di luar pasar kerja yang terorganisir, tidak tersentuh kebijakan pemerintah dan meliputi kegiatan usaha yang sifatnya marjinal dengan waktu kerja yang tidak teratur, seperti usaha barang dan jasa. Di wilayah perdesaan, sektor informal didominasi oleh sektor pertanian. Sektor formal adalah usaha yang secara sah terdaftar dan mendapat izin dari pejabat berwenang. Kegiatannya terhimpun dalam instansi pemerintah, bentuk badan usaha seperti BUMN, BUMS, dan koperasi. Sedangkan pekerjaan sektor informal adalah sebuah lapangan kegiatan usaha yang bersifat mandiri (Triputrajaya, 2011). Dengan terbaginya peran wanita dalam pekerjaan dan rumah tangga, maka banyak waktu dan energi yang dituntut untuk memenuhi tanggung jawab pada kedua peran tersebut. Tuntutan ini dapat menimbulkan konflik yang mengganggu masing-masing peran sehingga terjadi konflik kerja-keluarga. Konflik yang terjadi dalam keluarga dapat mengakibatkan keluarga berada pada kondisi stres. Bagaimana suatu keluarga mengatasi setiap kejadian, tantangan, stres dan perubahan dalam hidup adalah kemampuan yang diperlukan agar menjadi keluarga yang berfungsi secara tepat (McCubbin et al. 1988). Setiap keluarga memiliki usaha yang berbeda-beda dalam menghadapi stres. Tipologi keluarga merupakan karakteristik atau ciri-ciri keluarga dalam menilai, beroperasi, dan atau berperilaku ketika menghadapi sumber stress (Sunarti 2012). Dengan mengukur tipologi keluarga, maka dapat menggambarkan bagaimana keluarga dengan suami-istri bekerja (dual earner) mengatasi tuntutan peran. Pemetaan keluarga berdasarkan tipologi keluarga dimaksudkan agar dapat melihat karakteristik keluarga dari berbagai dimensi, yaitu regenerative dan resilient. Kedua dimensi tersebut diharapkan dapat membantu keluarga dengan suami-istri bekerja untuk mencapai keseimbangan kerja dan keluarga (balancing work and family). Keluarga dengan dimensi tipologi yang baik akan memiliki pola adaptasi
34 yang positif terhadap kondisi krisis, mengalami kepuasan perkembangan anak, kepuasan perkawinan, kepuasan komunitas, dan secara keseluruhan menjadi keluarga yang sejahtera (McCubbin et al. 1988). Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis ingin mengetahui perbedaan konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga pada keluarga dengan suami-istri bekerja. Tujuan Penelitian 1. Membedakan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga pada keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal dan informal. 2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga pada keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal dan informal. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai istri yang bekerja di sektor formal dan informal, perbedaan konflik kerja-keluarga yang dirasakan istri, dan menambah literatur mengenai tipologi keluarga guna memetakan kemampuan dan potensi keluarga dalam mengelola konflik kerjakeluarga. Bagi pemerintah dan instansi tenaga kerja, penelelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan acuan dalam menyusun program yang berkaitan dengan manajemen stress (berdasarkan tipologi keluarga) untuk keseimbangan peran dalam kerja dan keluarga (balancing work and family). Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kemampuan keluarga berbeda-beda dalam mengelola stres terkait kehidupan keluarga dengan suamiistri bekerja. Metode Penelitian Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Pemilihan lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu Kota Bogor di Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Pasir Jaya, Menteng, dan Cilendek Barat) dan Kecamatan Bogor Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan memiliki data kependudukan digital untuk kemudahan memperoleh data dan dilakukan pengacakan (random sampling). Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2014. Teknik Penarikan Contoh Penelitian ini mengacu pada penelitian payung dengan tema Keseimbangan Kerja dan Keluarga (Balancing Work and Family). Populasi penelitian ini adalah keluarga dengan suami-istri bekerja. Contoh dalam penelitian ini adalah istri bekerja di sektor formal dan informal yang memiliki salah satu anaknya berusia 0–6 tahun di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Tengah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara stratified non-proporsional random sampling
35 berdasarkan jenis pekerjaan, dengan istri bekerja di sektor formal sebanyak 60 orang dan di sektor informal 60 orang, maka jumlah contoh sebanyak 120 orang. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini terdapat data primer dan sekunder. Data sekunder adalah data dasar keluarga yang diperoleh dari kecamatan dan kelurahan terkait. Data primer diperoleh melalui wawancara dibantu dengan kuesioner terstruktur, yang meliputi faktor demografik, konflik kerja keluarga dan kepuasan perkawinan. Faktor demografik terdiri dari usia suami-istri, pendidikan suamiistri, pendapatan keluarga, pendapatan per kapita, lama pernikahan dan jumlah anggota keluarga. Kategori usia suami-istri yaitu: (1) 20-30 tahun, (2) 31-40 tahun, (3) 41-50 tahun, dan (4) >50 tahun. Kategori pendidikan suami-istri terdiri dari (1) ≤ 6 tahun (SD), (2) 7-9 tahun (SMP), (3) 10-12 tahun (SMA), (4) 12-16 tahun (Perguruan Tinggi), dan (5) > 16 tahun (Pasca Sarjana). Pendapatan Per kapita (GK Jawa Barat, September 2012) dikategorikan (1) sangat miskin (< Rp 278.530), (2) miskin (Rp 278.530- Rp 334.236), (3) mendekati miskin (Rp 334.237- Rp 417.795) dan tidak miskin (> Rp 417.795). Lama pernikahan dikategorikan (1) ≤ 5 tahun, (2) 6-10 tahun, (3) 11-20 tahun, dan (4) > 20 tahun. Besar keluarga (BKKBN 1998) dikategorikan (1) keluarga kecil (≤4 orang), (2) keluarga sedang (5-7 orang), dan (3) keluarga besar (≥ 8 orang). Konflik kerja-keluarga diukur dengan menggunakan alat ukur Netemeyer, McMurrian dan Boles (1996) yang terdiri dari sepuluh pernyataan, yaitu lima item yang mewakili dimensi konflik kerja mengganggu keluarga dan lima item yang mewakili dimensi konflik keluarga mengganggu kerja. Contoh pernyataan konflik kerja mengganggu keluarga adalah kegiatan di rumah sering tidak dapat diselesaikan karena adanya tuntutan pekerjaan. Contoh pernyataan konflik keluarga mengganggu kerja adalah adanya tuntutan di rumah, membuat harus sering menunda dalam menyelesaikan tugas di tempat kerja. Masing-masing pernyataan dinilai dengan sekala semantik (sangat tidak setuju hingga sangat setuju), dengan nilai minimal 1 dan maksimal 4. Reliabilitas menghasilkan nilai cronbach alpha, yaitu sebesar 0.855. Tipologi keluarga diukur dengan menggunakan alat ukur McCubbin dan Thompson (1988) yang dimodifikasi oleh Sunarti (2012), yaitu terdiri dari 10 pernyataan dari masing-masing empat indikator tipologi keluarga (family hardiness, family coherence, family flexibility, family bonding). Contoh item pernyataan family hardiness adalah sering memikirkan ulang tentang makna ikatan pernikahan. Contoh item pernyataan family coherence adalah mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga. Contoh item pernyataan family bonding adalah merasa mudah mendiskusikan masalah dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri. Contoh item pernyataan family flexibility adalah dalam keluarga, suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Masing-masing pernyataan dinilai dengan sekala ya (skor = 1) dan tidak (skor = 0). Perhitungan circumplex tipe keluarga regeneratif dan resilient dihitung menggunakan analisis crosstab di SPSS. Reliabilitas menghasilkan nilai cronbach alpha, yaitu sebesar 0,525.
36 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 16.0. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga (usia suami dan istri, pendidikan suami dan istri, pendapatan per kapita, pekerjaan suami dan istri, lama pernikahan, serta jumlah anggota keluarga) dan karakteristik pekerjaan istri. - Data rataan skor konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga dari seluruh contoh dihitung dengan cara: Y = Nilai minimum X
× 100
Nilai maksimum X
-
Kategori pengelompokkan untuk konflik kerja-keluarga terdiri dari tiga kategori berdasarkan nilai capaiannya yaitu rendah (0.00-33.33%), sedang (33.34-66.66%), dan tinggi (66.67-100.00). Kategori pengelompokan untuk tipologi keluarga dari dua kategori berdasarkan nilai capaiannya, yaitu rendah (0.00-50.00%) dan tinggi (50.01%-100.00%). Nilai capaian dari konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga didapatkan dari rumus yang disajikan sebagai berikut: Y =
X - Nilai minimum X
× 100
Nilai maksimum X - Nilai minimum X
Keterangan: Y = Skor dalam persen X = Skor yang diperoleh untuk setiap contoh 2. Uji hubungan (korelasi Spearman) untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga. 3. Uji beda (independent sample t-test) digunakan untuk menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan istri (formal dan informal). Hasil Karakteristik Keluarga Berdasarkan uji beda karakteristik keluarga (Table 9) berdasarkan jenis pekerjaan istri (formal dan informal), semua karakteristik keluarga memperlihatkan perbedaan bila dilihat dari nilai P-Value dengan nilai p<0.05. Rata-rata suami dan istri pada sektor informal berusia lebih tua dari suami dan istri di sektor formal. Rata-rata lama pendidikan suami dan istri dengan pekerjaan formal lebih tinggi (13.7 dan 14.5 tahun atau setingkat S1) dari pekerjaan informal (10.3 dan 9.3 tahun atau setingkat SMA). Rata-rata pendapatan keluarga dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi (Rp7 992 083) dari keluarga dengan jenis pekerjaan informal (Rp4 096 166). Rata-rata lama pernikahan keluarga informal lebih lama (13.5 tahun) dibanding keluarga formal (7.8 tahun).
37 Tabel 9 Hasil Uji beda karakteristik keluarga berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Formal Informal 36.07 40.60 33.17 36.58 13.78 10.18 14.53 9.37 4.20 4.87 7992.083 4096.166 1973.691 907.392
Karakteristik
Usia Suami (tahun) Usia Istri (tahun) Pendidikan Suami (tahun) Pendidikan Istri (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) Pendapatan Keluarga (ribu rupiah/bln) Pendapatan Per-kapita (ribu rupiah/bln) Lama Pernikahan (tahun) 7.8 Keterangan: ** Nyata pada p<0,01; * Nyata pada p<0,05
13.5
0.000** 0.003** 0.000** 0.000** 0.004** 0.004** 0.001**
Rataan Total 38.3 34.9 12 11.9 4.5 6 040 1 441
0.000**
10.6
P-Value
Karakteristik Pekerjaan Istri Table 10 memperlihatkan hasil uji beda karakteristik pekerjaan istri berdasarkan jenis pekerjaan. Lama pengalaman bekerja dan lama jam kerja (jam/hari), tidak ada perbedaan antara istri yang bekerja formal dan informal. Pengalaman pindah istri yang bekerja informal cenderung lebih banyak dari istri yang bekerja formal. Hal ini memperlihatkan juga derajat stabilitas pekerjaan informal lebih rentan dari pekerjaan formal. Uji beda lama perjalanan bekerja menunjukkan waktu yang dibutuhkan istri yang bekerja formal lebih lama dibanding istri yang bekerja informal, karena sebagian besar pekerjaan formal dilakukan di instansi atau lembaga yang letaknya jauh dari rumah, sedangkan pekerjaan informal cenderung dilakukan di luar kantor (seperti wiraswasta dan pekerja rumah tangga) yang letak tempat kerjanya lebih terjangkau dan cenderung dekat dengan rumah. Tabel 10 Hasil uji beda karakteristik pekerjaan istri berdasarkan jenis pekerjaan Karakteristik Pekerjaan Istri Lama pengalaman bekerja (tahun) Jumlah pindah kerja Lama jam kerja (jam/hari) Lama perjalanan bekerja (jam)
Jenis Pekerjaan Formal Informal 10.2 12.4 1.3 2.3 7.9 7.4 1.6 0.6
P-Value 0.063 0.012** 0.240 0.000**
Rataan Total 11.3 1.8 7.6 1.1
Konflik Kerja-Keluarga Konflik kerja-keluarga pada penelitian ini adalah keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara pekerjaan dengan keluarga dimana peran yang satu menuntut peran yang lain sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Dimensi konflik keluarga mengganggu pekerjaan (family to work conflict) adalah konflik peran akibat tuntutan umum dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga yang menganggu kemampuan isteri untuk melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi konflik kerja mengganggu keluarga (work to family conflict) adalah konflik antar peran yang terjadi sebagai hasil dari tuntutan dan tekanan umum dari pekerjaan yang mengganggu kemampuan isteri untuk melakukan tanggung jawab di keluarga.
38 Tabel 11 Hasil uji beda dimensi konflik kerja-keluarga berdasarkan jenis pekerjaan Dimensi Konflik-Kerja Keluarga
Total
Konflik Kerja-Keluarga Konflik kerja mengganggu keluarga (WFC) Konflik keluarga mengganggu kerja (FWC)
51.9 53.9
Jenis Pekerjaan Formal Informal 54,1 49,7 57,4 50,5
49,7
50,7
P-Value 0,041** 0,020**
48,8
0,289
Hasil analisis deskriptif (Tabel 11) konflik kerja-keluarga menunjukkan bahwa rata-rata capaian konflik kerja-keluarga 51.9 persen, dan dimensi yang paling tinggi capaiannya (53.9%) adalah konflik kerja mengganggu keluarga. Uji beda menyatakan, bahwa istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki capaian konflik kerja mengganggu keluarga lebih tinggi (57,4%) dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (50,5%) dan berbeda secara nyata, yang berarti tuntutan dari pekerjaan formal cenderung lebih menyita perhatian istri sehingga mengganggu kehidupan keluarga. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi konflik kerja mengganggu keluarga menurut jenis pekerjaan Kategori Konflik Kerja-Keluarga Rendah (0-33.3%) Sedang (33.4%-66.7%) Tinggi (66.8%-100%)
Jenis Pekerjaan Formal Informal n % n % 22 36,7 29 48,3 36 60 29 48,3 2 3,3 2 3,3
Total n 51 65 4
% 42,5 54,2 3.3
Capaian konflik keluarga mengganggu kerja tidak memperlihatkan perbedaan secara nyata antara istri yang bekerja formal dan informal, yang berarti bahwa istri cenderung dapat mereduksi konflik keluarga tanpa harus mengganggu peran di tempat kerja. Berdasarkan kategori konflik kerja-keluarga (Tabel 12), setengah (54.2%) dari istri bekerja memiliki konflik kerja keluarga yang sedang. Sebagian kecil (3.3%) istri yang tergolong dalam kategori konflik kerja-keluarga tinggi. Lebih dari setengah (60%) istri yang bekerja di sektor formal tergolong dalam kategori konflik kerja-keluarga sedang. Tabel 13 Hasil uji beda item rataan capaian konflik kerja mengganggu keluarga berdasarkan jenis pekerjaan No
Indikator konflik kerja mengganggu keluarga
1.
Tuntutan pekerjaan mempengaruhi kehidupan keluarga. Jumlah waktu bekerja membuat sulit memenuhi tanggung jawab dalam keluarga. Kegiatan di rumah sering tidak dapat diselesaikan karena adanya tuntutan pekerjaan. Pekerjaan menghasilkan tekanan yang membuat sulit untuk memenuhi tugas keluarga. Tuntutan tugas pekerjaan mengharuskan membuat perubahan rencana bersama keluarga.
2. 3. 4. 5.
Formal
Informal
62,9
3,7
0,021**
58,3
57,5
50,4
0,100
53,9
55,8
49,2
0,080
52,5
50
45,8
0,029**
47,9
60,8
53,3
0,037**
57,1
P-value
Total
Hasil analisis deskriptif dimensi konflik kerja mengganggu keluarga (Tabel 13) menunjukkan bahwa capaian item dengan persentase terbesar adalah item dimana istri merasa tuntutan dari pekerjaan mempengaruhi kehidupan
39 keluarga dan rumah tangganya (58.3), dan harus membuat perubahan rencana kegiatan keluarga karena melaksanakan tugas pekerjaan (57.1). Indikator konflik kerja mengganggu keluarga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan informal pada tiga item pernyataan, yaitu tuntutan dari pekerjaan mempengaruhi kehidupan keluarga dan rumah tangga, pekerjaan menghasilkan tekanan yang membuat sulit memenuhi tugas keluarga, dan waktu bekerja membuat sulit memenuhi tanggung jawab keluarga. Tabel 14 Hasil uji beda item rataan capaian konflik keluarga mengganggu kerja berdasarkan jenis pekerjaan No
Indikator konflik keluarga mengganggu kerja
1.
Tuntutan keluarga mempengaruhi kegiatan pekerjaan. Adanya tuntutan di rumah, membuat harus sering menunda dalam menyelesaikan tugas di tempat kerja. Hal yang ingin dilakukan di tempat kerja tidak dapat dilakukan karena tuntutan keluarga. Kehidupan keluarga mengganggu tanggung jawab di tempat kerja, seperti tidak bisa tepat waktu untuk masuk kerja dan menyelesaikan tugas sehari-hari, dan tidak bisa bekerja lembur. Ketegangan yang terjadi dalam keluarga mengganggu kemampuan untuk melakukan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan.
2. 3. 4.
5.
Formal
Informal
P-value
Total
52,1
50
0,599
51,3
51,7
52,9
0,730
52,3
49,6
49,6
1,00
49,6
47,5
45
0,424
46,3
52,5
46,7
0,177
49,6
Hasil analisis deskriptif indikator konflik keluarga mengganggu kerja (Tabel 14) menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana istri merasa tuntutan di rumah membuatnya sering menunda melakukan hal-hal di tempat kerja (52.3) dan tuntutan keluarga mempengaruhi kegiatan pekerjaan (51.3). Hasil uji beda dimensi konflik keluarga mengganggu kerja menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan informal. Tipologi Keluarga Tipologi keluarga pada penelitian ini adalah sistem keluarga yang dibentuk dan dibedakan berdasarkan ketangguhan keluarga, koherensi keluarga, ikatan keluarga, dan fleksibilitas keluarga. Ketangguhan keluarga (family hardiness) adalah kekuatan dan ketahanan keluarga yang timbul oleh perasaan yang kuat sebagai suatu keluarga dalam mengontrol peristiwa serta kesulitan-kesulitan hidup, mampu melihat adanya potensi masalah dalam kehidupan berkeluarga, mampu bertahan saat menghadapi masalah keluarga yang besar, dan memandang penting makna ikatan keluarga dan hubungan antara anggota keluarga. Family coherence (koherensi keluarga) adalah sebuah hal yang mendasar dalam melakukan koping strategi dalam keluarga, dan dipakai dalam manajemen permasalahan keluarga. Family coherence dioperasionalkan sebagai penerimaan terhadap permasalahan dan perbedaan pendapat antara anggota keluarga, mampu
40 memaknai masalah keluarga secara positif, dan memandang masalah sebagai upaya untuk berkembang. Family bonding (ikatan keluarga) adalah derajat yang mengukur kelekatan emosi dan arti kebersamaan keluarga serta integrasi antar anggota keluarga. Family bonding dapat dijabarkan dalam keterbukaan untuk mendiskusikan masalah, merasa dekat dengan anggota keluarga lain, dan terlibat dalam kebersamaan keluarga sebagai bagian dari keluarga secara keseluruhan. Family flexibility (fleksibilitas keluarga) adalah kemampuan keluarga untuk merubah aturan, batasan, dan peran untuk mengakomodasi tekanan perubahan dari dalam maupun luar keluarga. Family flexibility dapat dijabarkan dalam keluwesan aturan keluarga, peran suami-istri dalam pengambilan keputusan dan pembagian tugas antar anggota keluarga. Tabel 15 Hasil uji beda capaian dimensi tipologi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan Karakteristik
Rataan Total
Keluarga regeneratif Family hardiness Family coherence Keluarga lenting (resilient) Family bonding Family flexibility
80.4 68.2 92.6 72.0 51.9 92.1
Jenis Pekerjaan Formal Informal 79,6 81,2 66,5 69,8 92,7 92,5 72,8 71,2 53,3 50,5 92,3 91,8
P-Value 0,359 0,188 0,934 0,375 0,430 0,845
Uji beda (Tabel 15) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dimensi dan indikator tipologi keluarga pada istri dengan pekerjaan formal dan informal. Istri dengan jenis pekerjaan informal memiliki rataan skor yang lebih tinggi pada dimensi keluarga regeneratif (81.2%), dan istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki rataan skor yang lebih tinggi pada dimensi keluarga lenting (resilient). Dimensi Keluarga Regeneratif Dimensi keluarga regeneratif dapat diidentifikasi menjadi empat sistem keluarga dengan memasukkan indikator ketangguhan (family hardiness) dan koherensi keluarga (family coherence): yaitu (1) vulnerable (rentan) ketika indikator ketangguhan dan koherensi sama-sama rendah, (2) secure (aman) ketika ketangguhan tinggi sementara koherensi rendah, (3) durable (tahan/awet) ketika koherensi tinggi dan ketangguhan keluarga rendah, dan (4) regenerative ketika indikator ketangguhan dan koherensi sama-sama tinggi. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi ketangguhan keluarga (hardiness) menurut jenis pekerjaan No
Kategori
1 Rendah (0-50.0%) 2 Tinggi (50.1%-100%) Total P-value
Formal n = 60 % 14 23.3 46 76.7 100.0
Informal n = 60 % 10 16.7 50 83.3 100.0 0.333
Hasil uji beda dimensi ketangguhan keluarga (Tabel 16) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki ketangguhan keluarga yang tinggi. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (83.3%) memiliki ketangguhan keluarga yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan
41 keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (76.7%). Hasil analisis deskriptif dimensi ketangguhan keluarga (Tabel 17) menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana istri sering memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak (98.3), dan memikirkan untuk meningkatkan keharmonisan suami istri (97.5). Tabel 17 Hasil uji beda item rataan capaian ketangguhan keluarga (hardiness) berdasarkan jenis pekerjaan No.
Indikator family hardiness
1.
Sering memikirkan ulang tentang makna ikatan pernikahan. 2. Memikirkan adanya potensi/kemungkinan masalah dalam kehidupan keluarga 3. Memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak 4. Memikirkan untuk meningkatkan keharmonisan suami istri 5. Merasa yakin akan mampu bertahan jika menghadapi permasalahan keluarga yang besar 6. Merasa tidak perlu merencanakan masa depan keluarga karena tidak yakin bisa mencapainya 7. Merasa tidak yakin dengan usaha yang dilakukan akan berhasil 8. Lebih senang tinggal di rumah dibanding pergi keluar rumah 9. Merasa bosan karena melakukan aktivitas/kegiatan yang sama berulang kali 10. Percaya bahwa hidup ini bukan sebuah kebetulan dan keberuntungan semata
Jenis Pekerjaan Formal Informal 53,3 46,7
P-value
Total
0,469
50
68,3
80
0,147
74,7
98,3
98,3
1,000
98,3
96,7
98,3
0,563
97,5
93,3
93,3
1,000
93,3
15
30
0,050
22,5
18,3
26,7
0,278
22,5
83,3
80
0,640
81,7
58,3
61,7
0,712
60
80
83,3
0,640
81,7
Hasil uji beda dimensi ketangguhan keluarga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan informal. Istri dengan jenis pekerjaan informal memiliki capaian yang lebih tinggi pada hampir semua item. Hasil uji beda dimensi koherensi keluarga (Tabel 18) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki koherensi keluarga yang tinggi. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (98.3%) memiliki koherensi keluarga yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (76.7%). Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi koherensi keluarga menururt jenis pekerjaan No 1 Rendah (0-50.0%) 2 Tinggi (50.1%-100%) Total P-value
Kategori
Formal n = 60 % 2 3.3 58 96.7 100.0
Informal n = 60 % 1 1.7 59 98.3 100.0 0.342
42 Tabel 19 Hasil uji beda item rataan capaian koherensi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan No.
Indikator family coherence
1.
Mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga 2. Mampu menerima perbedaan pendapat antara anggota keluarga 3. Mampu melihat kelebihan pada setiap anggota keluarga 4. Mampu memahami cara berfikir anggota keluarga yang berbeda pandangannya 5. Memaknai masalah keluarga secara positif 6. Memandang masalah sebagai upaya/cara untuk berkembang 7. Percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan keluarga 8. Percaya bahwa manusia sepenuhnya dapat mengendalikan kehidupan sebagaimana yang diinginkan 9. Merasa yakin bahwa setiap anggota keluarga tidak mungkin mengharapkan adanya kesulitan 10. Memandang bahwa kesulitan seorang anggota keluarga merupakan kesulitan bagi seluruh anggota keluarga lainnya
Jenis Pekerjaan Formal Iinformal 98,3 96,7
P-value
Total
0,563
97,5
96,7
93,3
0,406
95
96,7
95
0,651
95,8
96,7
90
0,146
93,3
96,7
93,3
0,406
95
95
93,3
0,407
94,7
100
100
0,700
100
66,7
78,3
0,155
72,5
90
96,7
0,146
93,3
90
88,3
0,771
89,7
Hasil analisis deskriptif (Tabel 19) dimensi koherensi keluarga menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item istri percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan keluarga (100.0), dan mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga (97.5).
Rendah
Rendah Vulnerable Family Formal 0 (0.0%)
Tinggi Secure Family
Informal 0 (0.0%)
Formal 2 (3.33%)
Durable Family Tinggi
Family Coherence
Family Hardiness
Formal 14 (23.3%)
Informal 1 (1.67%)
Regeneretive Family
Informal 10 (16.7%)
Formal 44 (73.3%)
Informal= 49 (81.67%)
P-Value = 0,359 Keterangan: F (Formal); IF (Informal)
Gambar 6 Sebaran keluarga (%) berdasarkan model kuadran circumplex tipe keluarga regeneratif berdasarkan jenis pekerjaan Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak ada (0.0%) keluarga yang tergolong dalam keluarga rentan (vulnerable family). Lebih dari setengah keluarga dengan
43 istri bekerja di sektor formal (73.3%) dan informal (81.67%) memiliki tipe keluarga regeneratif. Keluarga regeneratif adalah keluarga yang memiliki tujuan yang ingin dicapai, memiliki rencana dan nilai dalam setiap usahanya, dan merasa bahwa hidup sangat berarti. Sebagian keluarga dengan istri bekerja di sektor formal (23.3%) dan informal (16.7%) tergolong dalam keluarga tahan lama (durable family), yaitu keluarga yang menunjukkan perasaan yang lemah terhadap tujuan, menganggap hidup tidak berarti, dan kurang mengapresiasi sesuatu yang dilakukan anggota keluarga. Durable family memiliki kontrol yang lemah terhadap sesuatu yang terjadi dalam keluarga, kurang aktif dan tidak mendorong anggota keluarga untuk berusaha belajar sesuatu yang baru. Secara umum durable family menunjukkan dasar kekuatan internal yang lemah, namun keluarga cenderung menggantinya dengan mengoptimalkan kemampuan strategi koping dengan ciri-ciri yaitu, memiliki kepedulian, penghormatan, kepercayaan dan kemampuan mengelola dan kestabilan emosi (McCubbin dan Thompson, 1988). Dimensi Keluarga Lenting Keluarga lenting (resilient family) dapat diidentifikasi dengan indikator ikatan (bonding) dan fleksibilitas keluarga, yaitu (1) fragile (rapuh) ketika indikator ikatan dan fleksibilitas rendah, (2) bonded (terikat) ketika ikatan tinggi sementara fleksibilitas rendah, (3) pliant (lunak/mudah berubah) ketika ikatan rendah dan fleksibilitas tinggi, dan (4) resilient (lenting) ketika indikator ikatan dan fleksibilitas tinggi. Tabel 20 Hasil uji beda item rataan capaian ikatan keluarga berdasarkan jenis pekerjaan No. 1.
Indikator family bonding
Mudah mendiskusikan masalah dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri 2. Merasa anggota keluarga lebih dekat dengan orang lain di luar keluarga 3. Menempatkan keluarga diurutan pertama 4. Memiliki sedikit waktu kebersamaan 5. Merasa perlu memberitahukan anggota keluarga dalam mengambil sebuah keputusan yang besar 6. Merasa sulit untuk melakukan kegiatan bersama-sama 7. Sulit merencanakan kegiatan bersama keluarga sebagai bentuk kebersamaan 8. Merasa anggota keluarga saling menjauh satu sama lain ketika berada di rumah 9. Merasa penting, calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga 10. Memendam masalah untuk menghindari konflik/pertengkaran dan ketegangan keluarga
Jenis Pekerjaan Formal Informal 21,7 28,3
P-value
Total
0,403
25
18,3
20
0,818
19,2
98,3
95
0,314
96,7
51,7 88,3
38,3 73,3
0,145 0,37
45 80,3
38,3
35
0,734
36,7
36,7
35
0,864
35,8
15
25
0,236
20
88,3
93,3
0,347
90,8
76,7
61,7
0,76
69,2
44 Hasil analisis deskriptif (Tabel 20) dimensi ikatan keluarga menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana istri menempatkan keluarga diurutan pertama dan menempatkan kepentingan pribadi diurutan kedua (96.7), dan merasa penting bahwa calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga (90.8). Istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki capaian yang lebih tinggi pada enam item dibanding istri dengan pekerjaan informal. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi ikatan keluarga berdasarkan jenis pekerjaan No
Formal n = 60 % 36 60 24 40 100.0
Kategori
1 Rendah (0-50.0%) 2 Tinggi (50.1%-100%) Total P-value
Informal n = 60 % 39 65 21 35 100.0 0.320
Hasil uji beda dimensi ikatan keluarga (Tabel 21) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki ikatan keluarga yang rendah. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (35%) memiliki indeks persentase ikatan keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (40%). Ikatan keluarga merupakan protective factor agar keluarga dapat bertahan ketika menghadapi masalah (Bogenschneider et al. dalam Siliman). Hal ini dapat menduga bahwa keluarga dengan istri bekerja memiliki ikatan keluarga yang cenderung rendah. Tabel 22 Hasil uji beda item rataan capaian fleksibilitas keluarga berdasarkan jenis pekerjaan No. 1.
Indikator family flexibility
Dalam keluarga, suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan 2. Dalam keluarga, aturan keluarga yang telah disepakati dapat diubah sepanjang ada alasan yang jelas 3. Dalam keluarga, tugas suami-istri dimungkinkan diubah sepanjang ada alasan yang jelas 4. Dalam keluarga. anggota keluarga bebas mengungkapkan ide, pemikiran, dan pertimbangannya 5. Dalam keluarga, ide dan saran anggota keluarga dihormati dan dihargai 6. Dapat merubah prioritas keluarga jika ada hal yang lebih penting 7. Dapat mengubah kegiatan bila ada pertimbangan yang dapat diterima 8. Dapat merubah rencana pengeluaran bila ada hal yang lebih penting 9. Dapat mengubah rencana kegiatan jika ada agenda yang lebih penting 10. Dalam keluarga, anggota keluarga fleksibel dapat berbagi tugas
Jenis Pekerjaan Formal Informal 85 75
P-value
Total
0,174
80
95
90
0,302
92,5
90
91,7
0,754
90,8
100
100
0,313
100
95
98,3
0,573
96,7
90
86,7
0,468
88,3
91,7
95
0,700
93,3
93,3
95
0,347
94,2
88,3
93,3
0,700
90,8
95
93,3
0,430
94,2
45 Hasil analisis deskriptif (Tabel 22) dimensi fleksibilitas keluarga menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana anggota keluarga bebas mengungkapkan ide, pemikiran, dan pertimbangan (100.0), dan ide dan saran anggota keluarga selalu dihormati dan dihargai (96.7). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi fleksibilitas keluarga menururt jenis pekerjaan No
Formal n = 60 % 3 5 57 95 100.0
Kategori
1 Rendah (0-50.0%) 2 Tinggi (50.1%-100%) Total P-value
Informal n = 60 % 2 3.3 58 96.7 100.0 0.209
Hasil uji beda dimensi fleksibilitas keluarga (Tabel 23) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki fleksibilitas keluarga yang tinggi. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (96.7%) memiliki indeks persentase koherensi keluarga yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (76.7%).
Rendah
Rendah Fragile Family Formal 0 (0.0%)
Tinggi Bonded Family
Informal 2 (3.3%)
Formal 3 (5.0%)
Pliant Family Tinggi
Family Flexibility
Family Bonding
Formal 36 (60.0%)
Informal 0 (0.0%)
Resilient Family
Informal 37 (61.7%)
Formal 21 (35.0%)
Informal 21 (35.0%)
P-Value = 0,375 Keterangan: F (Formal); IF (Informal)
Gambar 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan model kuadran circumplex tipe keluarga lenting berdasarkan jenis pekerjaan Gambar 7 menunjukkan bahwa tidak ada (0.0%) keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal tergolong dalam keluarga rapuh (fragile family) dan sebagian kecil (3.3%) keluarga dengan istri bekerja di sektor informal tergolong dalam keluarga rapuh. Sebagian besar keluarga dengan istri bekerja di sektor formal (60%) dan informal (61.7%) memiliki tipe keluarga lunak (pliant family). Pliant family menunjukkan bahwa keluarga memiliki kemungkinan yang besar untuk melakukan perubahan. Keluarga ini menunjukkan bahwa setiap anggota keluarga dapat mengatakan yang mereka inginkan sebagai masukan dalam keputusan yang besar, dapat membentuk peraturan dan praktek dalam keluarga, serta dapat berkompromi. Hal ini menunjukkan kurang ikatan (family bonding) dalam keluarga. Anggota keluarga menunjukkan keraguan untuk bergantung pada keluarga, baik dalam mendukung maupun mengerti satu sama lain, dan lebih
46 mempercayai orang di luar keluarga, menghindari anggota keluarga lain, dan memiliki kesulitan dalam melakukan sesuatu dalam keluarga (McCubbin dan Thompson, 1988). Hubungan Antar Indikator Tipologi keluarga Hasil analisis hubungan antar indikator tipologi keluarga (Tabel 24) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara ikatan keluarga dan fleksibilitas keluarga dengan koherensi keluarga. Di samping itu, terdapat hubungan antara ikatan keluarga dengan fleksibilitas keluarga. Tabel 24 Koefisien korelasi antar indikator tipologi keluarga Indikator Tipologi Keluarga X1: Ketangguhan keluarga X2: Koherensi keluarga X3: Ikatan keluarga X4: Fleksibilitas keluarga
X1 1 .149 .119 .094
X2
X3
X4
1 .204* .345*
1 .270*
1
Hubungan Antara Karakteristik Keluarga dan Konflik Kerja-Keluarga dengan Indikator Tipologi keluarga Hasil analisis (Tabel 25) menunjukkan bahwa usia istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi keluarga, dan pendidikan istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi dan fleksibilitas keluarga. Lama jam kerja istri berhubungan negatif secara signifikan dengan ikatan keluarga. Konflik kerja mengganggu keluarga berhubungan negatif secara signifikan dengan koherensi, ikatan, dan fleksibilitas keluarga. Tabel 25 Koefisien korelasi antar karakteristik keluarga, konflik kerja keluarga, dan indikator tipologi keluarga Variabel Karakteristik Keluarga Usia Istri Pendidikan Istri Pendapatan Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Lama Pernikahan Karakteristik Pekerjaan Istri Jenis pekerjaan (formal atau informal) Lama jam kerja Lama pengalaman kerja Pengalaman pindah kerja Konflik kerja keluarga Konflik kerja mengganggu keluarga Konflik keluarga mengganggu kerja
Hardiness
Indikator Tipologi Keluarga Coherence Bonding
Flexibility
.026 .153 .129 -.053 .063
.235* .203* .020 -.187 .044
.146 .127 .167 -.208* .360*
.180 .274* .080 -.095 .018
-.121
-.008
-.051
-.018
-.135 .166 -.035
-.101 .005 -.048
-.215* .171 -.018
-.190 .161 -.033
-.122 -.025
-.205* -.067
-.231* -.138
-.278* -.189
47
Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa konflik dari lingkungan kerja yang tidak dapat diselesaikan oleh istri dapat mengurangi koherensi, ikatan (bonding) dalam keluarga dan fleksibilitas keluarga dalam menghadapi permasalahan keluarga. Hal ini berarti situasi kerja sangat mempengaruhi istri dalam menghadapi permasalahan keluarganya. Berdasarkan karakteristik keluarga dan karakteristik pekerjaan, rata-rata keluarga istri dengan jenis pekerjaan informal lebih tua dalam usia, lebih rendah dalam pendidikan dan pendapatan keluarganya, lebih lama dalam pernikahan, serta lebih sering berpindah kerja (stabilitas pekerjaan) dibandingkan dengan keluarga istri dengan jenis pekerjaan formal. Hasil ini mendukung penelitian Sunarti (2013a), bahwa keluarga dengan pekerjaan yang stabil akan memiliki kondisi sosial ekonomi (pendapatan dan pendidikan) yang lebih baik dibandingkan keluarga dengan pekerjaan tidak stabil. Konflik kerja-keluarga adalah variabel yang menggambarkan bagaimana kemampuan istri bekerja menjalankan dual role (peran ganda) di dunia kerja dan rumah tangga. Terdapat perbedaan nyata antara istri dengan pekerjaan formal dan informal dalam menjalankan peran gandanya, yang dinyatakan dari data bahwa istri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi capaiannya dalam dimensi konflik kerja mengganggu keluarga. Hal ini berarti peran dari pekerjaan formal cenderung lebih menuntut peran istri dalam rumah tangga sehingga menimbulkan konflik. Sedangkan capaian dimensi konflik keluarga mengganggu kerja tidak memperlihatkan perbedaan nyata antara istri yang bekerja formal dan informal. Hasil ini mendukung penelitian Lu et al. (2006), bahwa dalam masyarakat kolektif seperti di Indonesia, pekerjaan dianggap sebagai kontribusi untuk kesejahteraan keluarga sehingga konflik keluarga mengganggu kerja (FWC) mereka juga lebih rendah dibanding masyarakat individualist, karena memandang dan memaknai hal ini sebagai kewajiban dalam keluarga. Hasil uji beda menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan pada empat indikator tipologi keluarga antara istri dengan pekerjaan formal dan informal. Hal ini berarti bahwa baik keluarga dengan jenis pekerjaan istri formal maupun informal memiliki kemampuan yang sama dalam mengelola sumber stress dalam kehidupan keluarga. Hasil ini berbeda dengan penelitian Sunarti (2012), yang menyatakan bahwa keluarga dengan pekerjaan yang tidak stabil (informal) memiliki pencapaian indikator dan tipologi keluarga yang lebih rendah dibandingkan keluarga dengan pekerjaan stabil (formal). Perbedaan ini dapat disebabkan karena kurangnya keberagaman (heterogen) contoh dalam penelitian ini. Berdasarkan kategori indikator tipologi keluarga, keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal tergolong dalam ketangguhan (hardiness), koherensi (coherence) dan fleksibilitas (flexibility) keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal. Hal ini diduga berkaitan dengan konflik kerja-keluarga yang lebih tinggi dialami oleh istri yang bekerja di sektor formal, sehingga mengganggu keluarga dalam mengelola sumberdaya secara efektif dalam menghadapi konflik dari tempat kerja.
48 Berdasarkan circumplex dimensi keluarga regeneratif, dapat disimpulkan bahwa masih ada sebagian keluarga yang tidak tergolong dalam keluarga regeneratif (tipe keluarga terbaik), yaitu keluarga yang tersebar dalam tipe durable family (tahan lama). Hal ini diduga karena rendahnya ketangguhan keluarga. Berdasarkan circumplex dimensi keluarga lenting (resilient), dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keluarga (> 50%) yang tergolong dalam tipe pliant family (keluarga lunak). Hal ini mengindikasikan rendahnya ikatan keluarga sehingga keluarga mudah berubah. Dapat disimpulkan, bahwa keluarga dengan istri bekerja perlu meningkatkan indikator ketangguhan dan ikatan keluarga. Temuan ini menambah khasanah penelitian mengenai tipologi sebelumnya, bahwa ketangguhan keluarga lebih tinggi dimiliki oleh keluarga yang bekerja di wilayah perkotaan (Sunarti, 2013b). Hasil tersebut menggambarkan bahwa ketangguhan keluarga berkaitan dengan lingkungan kerja keluarga yang tinggal di wilayah perkotaan yang jauh lebih tinggi sumber stresnya, sehingga menuntut lebih banyak ketangguhan keluarga. Uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara koherensi keluarga (family coherence) dengan ikatan keluarga (family bonding) dan fleksibilitas keluarga (family flexibility). Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Sunarti dan Ginanjarsari (2013), bahwa keluarga yang memiliki kelekatan emosi sebagai kekuatan internal sebuah keluarga cenderung memiliki kemampuan dasar untuk melakukan koping strategi yang baik. Penerimaan terhadap tekanan, loyalitas dan kemampuan dalam berbagi nilai di keluarga dapat dibentuk bila keluarga memiliki kelekatan emosi yang baik. Fleksibilitas keluarga menciptakan situasi keluarga yang lentur dalam menghadapi permasalahan dan perubahan-perubahan hidup dalam keluarga sehingga memungkinkan keluarga untuk menghadapi situasi stres dengan lebih terbuka. Kemampuan koherensi dapat membantu seseorang untuk mengatasi konflik yang ditimbulkan peran di tempat kerja yang mengganggu keluarga. Kemampuan koherensi dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang dalam membangun lingkungan kerja yang memungkinkan seseorang untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga (Takeuchi dan Yamazaki, 2010). Sering timbulnya konflik dalam keluarga tidak akan menjadi masalah selama keluarga memiliki ikatan yang kuat. Ikatan (bonding) yang berperan penting dalam hal ini adalah adanya cinta, respek, pertemanan, dan komitmen yang terjalin di antara anggota keluarga. Suatu keluarga dapat berfungsi dengan baik bila memiliki ikatan yang tinggi (Gottman, 1995). Fleksibilitas keluarga dalam lingkungan kerja dan keluarga dibutuhkan oleh setiap pasangan suami-istri bekerja untuk mengelola konflik kerja-keluarga, seperti dapat bernegosiasi mengenai tugas atau memiliki kontrol dalam mengatur waktu kerja mereka tanpa merasa takut didiskriminasi atau mendapat skorsing. Semakin fleksibel seseorang dalam mengelola jam kerja dan penyelesaian tugas maka semakin berkurang konflik kerja-keluarga dan semakin meningkat kepuasan hidupnya (Boushey, 2011). Hubungan antara ikatan keluarga (family bonding) dengan fleksibilitas keluarga (family flexibility) menunjukkan ikatan emosional yang kuat antara anggota keluarga dapat menjadi dasar kepercayaan dalam keluarga, sehingga keluarga memiliki pola komunikasi yang terbuka, kebijaksanaan dalam melakukan kompromi, dan masing-masing anggota dapat berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan (McCubbin dan Thompson 1988).
49 Hubungan antara karakteristik keluarga dengan indikator tipologi keluarga memperlihatkan usia istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi keluarga (family coherence). Semakin bertambah usia istri, maka semakin matang dan bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan, sehingga cenderung lebih dapat mengatasi situasi stres dalam keluarga. Pendidikan istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi keluarga (family coherence) dan fleksibilitas keluarga (family flexibility). Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan istri maka semakin bijaksana menghadapi permasalahan dan situasi stres, dan cenderung lebih mampu kompromi dan menghormati pendapat serta partisipasi anggota keluarga yang lain dalam memecahkan masalah dalam keluarga. Glenn dan Weaver (1988) menjelaskan bahwa perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan individu semakin jelas wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan pernikahannya menjadi semakin baik. Hubungan antara karakteristik pekerjaan istri dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan bahwa lama jam kerja istri berhubungan negatif secara signifikan dengan ikatan keluarga (family bonding). Istri yang lebih aktif dalam dunia kerja akan memiliki kecenderungan sedikit waktu untuk melakukan berbagai kegiatan bersama keluarganya sehingga dapat meregangkan hubungan antara anggota keluarga. Simpulan Suami dan istri dengan jenis pekerjaan informal berusia lebih tua dibandingkan keluarga dengan pekerjaan formal. Pendidikan suami dan istri, pendapatan keluarga, dan pendapatan per kapita keluarga berdasarkan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga dengan pekerjaan informal. Lama pernikahan keluarga dengan jenis pekerjaan informal rata-rata lebih lama dibanding keluarga pekerja formal. Istri dengan jenis pekerjaan formal cenderung mengalami konflik kerja mengganggu keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri dengan jenis pekerjaan informal. Berdasarkan tipologi keluarga, istri yang bekerja di sektor formal maupun informal tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada semua dimensi dan indikator tipologi keluarga. Kelompok terbesar keluarga tegolong dalam keluarga regeneratif, namun masih ada keluarga yang tersebar dalam tipe durable family. Uji hubungan antar indikator tipologi keluarga menunjukkan bahwa semakin baik koherensi dan fleksibilitas keluarga, maka semakin baik ikatan keluarga. Uji hubungan antara karakteristik keluarga dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan, semakin bertambah usia istri maka semakin baik koherensi keluarga, dan semakin tinggi pendidikan istri maka semakin baik koherensi dan fleksibilitas keluarga. Uji hubungan antara karakteristik pekerjaan istri dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan, berarti semakin lama jam kerja istri maka semakin rendah ikatan keluarga. Uji hubungan antara dimensi konflik kerja mengganggu keluarga dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan bahwa semakin tinggi konflik kerja mengganggu keluarga