Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Coping pada Single Mothers Faradina A. F. Fajrianthi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract. This research aimed to reveal the description of work family conflict of single mothers, also discover the coping they used. This research was using qualitative approach. It was done on 3 single mothers. It carried out interviews and field note as data collecting. The collected data were analyzed by thematic analysis technique. The result of this research showed that descriptions of work family conflict of single mothers were explained in 5 dimensions. There were time-based work interference with family, time-based family interference with work, strain-based work interference with family, behavior-based work interference with family, and behavior-based family interference with work. Work family decrease when the value was enjoy life, relax, and had good support system. Coping used to overcome work family conflict felt by single mothers are 3 kinds. There were direct action, help-seeking, and avoidance/resignation. The selection of coping didn't depend on the dimensions of work family conflict faced, but depends on the individual value, thinking, feeling, and action.
Keywords: work family conflict, coping, single mothers Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan deskripsi konflik pekerjaan-keluarga pada single mothers, sekaligus mengetahui coping yang dilakukan untuk menekannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada 3 orang tua tunggal wanita. Penggalian data dilakukan dengan teknik wawancara dan catatan lapangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan analisa tematik. Hasil penelitian ini menunjukkan deskripsi konflik pekerjaan-keluarga pada single mothers dijelaskan dalam 5 dimensi yakni time-based work interference with family, time-based family interference with work, strain-based work interference with family, behavior-based work interference with family, dan behavior-based family interference with work. Konflik pekerjaan-keluarga berkurang ketika memiliki prinsip hidup bahwa hidup harus dinikmati, dibuat santai, dan support system yang baik. Coping yang dilakukan untuk mengatasi work family conflict yang dirasakan single mothers ada 3 yaitu, direct action, help-seeking, dan avoidance/resignation. Pemilihan coping tidak tergantung dimensi konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan, tetapi tergantung individu yaitu nilai, pemikiran, perasaan, dan tindakan.
Kata kunci: konflik pekerjaan-keluarga, coping, single mothers Korespondensi: Faradina A. F., Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail:
[email protected]
94
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
Faradina A. F., Fajrianthi
Fenomena orang tua tunggal telah banyak dijumpai di berbagai negara. Berdasarkan data dari Census Bureau di tahun 2007 tercatat ada 14 juta keluarga orang tua tunggal di Amerika Serikat. 14 juta orang tua tunggal tersebut membesarkan 22 juta anak sendiri. Data statistik di Indonesia tahun 2002 menunjukkan jumlah orang tua tunggal yang menjadi kepala keluarga sebanyak 13,4% dari total rumah tangga. Angka-angka tersebut cenderung bertambah tiap tahunnya. Di Amerika terdapat 13% orang tua tunggal dari total jumlah keluarga pada tahun 1970, kemudian jumlah ini meningkat menjadi 25,7% pada tahun 1984 (Norton & Glick, 1986) dan 26,6% pada tahun 1994 (Blau, Ferber & Winkler, 1998). Hal ini menunjukkan suatu tren akan orang tua tunggal. Sebagian besar orang tua tunggal adalah wanita. Berdasarkan data dari Census Bureau tahun 2007 di Amerika Serikat, 83% orang tua tunggal adalah wanita. Data BPS tahun 2011 mencatat 8.926.387 wanita yang menjadi orang tua tunggal di Indonesia. Single mothers sebagai suatu fase yang tidak selalu dialami semua wanita, memiliki banyak permasalahan yang harus dihadapi. Permasalahan ini dapat dibagi dalam tiga segi, yaitu segi sosial, ekonomi, dan psikologis. Mahmudah (1999) menyatakan bahwa dari segi sosial, persoalan yang muncul biasanya berkaitan dengan anggapan umum yang masih menganggap negatif kehidupan single mothers. Penilaian masyarakat umum seperti ini membuat single mothers tertekan. Menurut Allesandri (1992), single mothers biasanya terisolasi secara sosial dan kurang mendapat dukungan sosial dan emosional. Mereka biasanya memiliki teman yang lebih sedikit, organisasi yang diikuti lebih sedikit, dan kurang melakukan kegiatan rekreasional daripada wanita yang bersuami (Anspach, 1976 & Hetherington, dkk, 1977 dalam Allesadri, 1992) Permasalahan yang muncul dalam segi ekonomi yaitu single mothers harus memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Kebanyakan wanita di Indonesia menggantungkan suami dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga, tapi ketika menjadi single mothers mau tidak mau ia harus memenuhi kebutuhan tersebut sendiri. Kemampuan single mothers untuk menyediakan lingkungan rumah yang baik untuk anak-anaknya secara langsung dipengaruhi oleh Jurnal Psikologi Industri Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
sumber daya ekonomi (Lleras, 2008). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Burden dalam Martin dan Colbert (1997), penelitian tersebut menunjukkan 50% single mothers hidup dalam kemiskinan. Ketika mendapatkan pekerjaan, single mothers kesulitan untuk mencari pengawas anak-anaknya. Kurangnya kepedulian ibu dan pengawasan dianggap berpengaruh negatif pada anak-anak dan remaja (Gonzales, 2004). Setelah mendapat pekerjaan, single mothers mengalami kesulitan untuk menerima jadwal bekerja yang berubah-ubah dan mutasi ke daerah yang lain. Faktor-faktor kualitatif kehidupan kerja seperti work overload, job exhaustion, dan job insecurity juga mempengaruhi kehidupan keluarga (Kinnunen & Mauno dalam Boer & Ronka, 2004). Dari segi psikologis, persoalan yang muncul terkait bagaimana menciptakan figur pengganti dari pasangannya (Mahmudah, 1999). Proses menjadi single parent berkaitan dengan kehilangan pasangan, baik kematian suami dan perceraian. Proses tersebut tentu tidak mudah dan terasa berat. Single mothers merasa kehilangan akan masa-masa indah pernikahan. Dimana sebelumnya ada teman untuk berbagi berbagai hal dan selalu bersama, kini bertanggung jawab atas tugas rumah tangga, memikul beban, dan mengambil keputusan sendiri (Mitchell, 1996). Melihat masalah-masalah yang dihadapi single mothers, dapat dikatakan bahwa single mothers berada dalam situasi yang penuh tuntutan. Bila keadaan ini berlangsung terusmenerus, maka akan menimbulkan tekanan pada single mothers. Sebagai individu yang berusaha untuk menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, role strain, konflik, dan stres sering muncul pada single mothers yang bekerja (Robbins & McFadden, 2003). Pekerjaan mungkin melindungi single mothers melalui perbaikan finansial namun juga memberi tekanan konflik pekerjaan-keluarga yang muncul ketika tuntutan rumah berbenturan dengan tuntutan pekerjaan (George & Jones dalam Bull, 2009). Pekerjaan dan keluarga berpotensi untuk berkonflik satu sama lain dan sifat dua arah seperti konflik dengan pekerjaan yang dipandang berdampak pada keluarga dan begitu juga sebaliknya (Minnotte, 2011). Beberapa penelitian menunjukkan konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif pada
95
Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Coping pada Single Mothers
mentalitas dan fisiologi individu, termasuk terganggunya kesehatan, turunnya emosi dan tidak dapat berperan dengan baik dalam keluarga, menurunya kesejahteraan, dan menurunnya kepuasan hidup. Dalam ruang lingkup pekerjaan, konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh pada ketelatan, absenteeism, turn over, burn out, kepuasan kerja, produktivitas menurun, dan komitmen organisasi (Kossek & Ozzeki dalam Bull, 2009; Allen dan Sahibzada dalam Son & Bauer, 2009; Wei, dkk., 2009). Oleh karena itu, harus dilakukan sesuatu untuk mengatasi konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan. Usaha mengatasi ini dikenal dengan istilah coping. Menurut Lazarus (Sarafino, 2002) coping merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang menekan atau menimbulkan perubahan emosi. Masalah-masalah keluarga dan pekerjaan telah banyak dipelajari seiring meningkatnya angka perempuan dan orang tua tunggal dalam tenaga kerja (Son & Bauer, 2009). Penelitian yang ada menunjukkan konflik antara pekerjaan dan keluarga lebih besar dialami orang tua tunggal daripada orang tua lain (Forma & Winslow dalam Minnote, 2011) dan tingkat konflik pekerjaankeluarga single mothers yang tertinggi (Minnote, 2011). Penelitian yang dilakukan Ciabattari (Minnotte, 2011) menemukan bahwa tingkat konflik pekerjaan-keluarga yang tinggi dialami orang tua tunggal dan mengganggu kemampuan untuk meraih dan mengelola pekerjaan. Namun hasil penelitian yang dilakukan Bull (2009) terhadap wanita yang memiliki pasangan dan single mothers di Eropa Selatan menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki perbedaan tingkat konflik pekerjaan-keluarga yang tidak signifikan. Fenomena yang terjadi di atas melatarbelakangi peneliti untuk mengkaji lebih lanjut tentang konflik pekerjaan-keluarga yang dialami single mothers khususnya di Indonesia karena berkaitan dengan segi sosial yang dihadapi single mothers yaitu anggapan negatif kehidupan single mothers (Mahmudah, 1999) dan support system yang berbeda seperti pendapat Ibrahim (2008, dalam Miranti, 2009) yang mengatakan pada umumnya ibu rumah tangga di negara maju, seperti Amerika Serikat atau Inggris, memiliki support system yang berbeda dengan Indonesia.
96
Di Indonesia, keluarga masih ikut membantu mengurus anak, misalnya nenek atau tante. Hal ini mengakibatkan stres yang dialami ibu di Indonesia dalam mengasuh anak dan m e n ge r j a k a n p e ke r j a a n r u m a h t a n g g a tingkatannya lebih rendah dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat atau Inggris. Penelitian secara mendalam dirasa perlu untuk mendapatkan gambaran konf lik pekerjaankeluarga pada single mothers dan coping yang dilakukan.
METODE PENELITIAN Metode pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mendapat gambaran yang menyeluruh dan mendalam mengenai konflik pekerjaan-keluarga pada single mothers. Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma interpretif. Paradigma interpretif memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis atas socially meaningful action melalui pengamatan langsung terhadap aktor sosial dalam setting yang alamiah agar dapat memahami dan menafsirkan bagaimana aktor sosial mencipta dan memelihara lingkungan sosial (Salim, 2001). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Karakteristik dari penelitian deskriptif menurut Neuman (2000) adalah memberikan detail dan gambaran yang akurat, menempatkan data baru yang bisa jadi berlawanan dengan data lama, menciptakan kategori dan tipe klasifikasi, mengklarifikasi ko n s e k u e n s i d a r i t a h a p a t a u l a n gk a h , mendokumentasikan proses atau mekanisme sebab akibat, dan melaporkan pada background atau konteks dari sebuah situasi. Subjek dalam penelitian kali ini diambil menurut prosedur penentuan sampel berdasarkan variasi maksimum. Pengambilan subjek dengan variasi maksimum dilakukan jika subjek menampilkan banyak variasi dan penelitian bertujuan menangkap dan menjelaskan tematema ditampilkan sebagai akibat keluasan cakupan subjek penelitian. Prosedur ini mencoba memanfaatkan adanya perbedaan-perbedaan yang ada untuk menampilkan kekayaan data
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
Faradina A. F., Fajrianthi
(Poerwandari, 2011). Penelitian ini menggunakan 3 orang subjek. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Penelitian ini menggunakan wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, penulis dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan. Selain wawancara, digunakan juga metode catatan lapangan. Catatan lapangan berisi deskripsi tentang hal-hal yang diamati, apapun yang oleh penulis dianggap penting (Poerwandari, 2011). Analisis yang digunakan dalam mengolah informasi kualitatif adalah analisis tematik. Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan pola yang mungkin tidak dilihat pihak lain (Poerwandari, 2011). Upaya peningkatan kredibilitas yang dilakukan dalam penelitian kali ini menurut Denzin (dalam Patton 2002) adalah penggunaan triangulasi data. Triangulasi data yaitu penggunaan berbagai macam sumber data dalam penelitian. Sumber data didapat dari hasil pengumpulan data berupa hasil wawancara baik dengan partisipan maupun dengan significant other-nya serta data pelengkap lainnya.
HASIL DAN BAHASAN Di dalam penelitian ini konflik pekerjaankeluarga dilihat dari teori Carlson, Kacmar, dan Williams (2000) yang menyebutkan enam dimensi, yaitu: 1) Time-based work interference with family, 2)Time-based family interference with work, 3)Strain-based work interference with family, 4) Strain-based family interference with work, 5) Behavior-based work interference with family, 6) Behavior-based family interference with work. Berdasarkan analisa terhadap data yang diperoleh, lima dimensi konf lik pekerjaankeluarga dirasakan 2 dari 3 single mothers. Dimensi tersebut meliputi time-based work interference with family, time-based family interference with work, strain-based work interference with family, behavior-based work interference with family, dan behavior-based family interference with work. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap ketiga subjek yang merupakan single mothers.
Jurnal Psikologi Industri Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
Dimensi time-based work interference with family muncul ketika waktu yang dihabiskan untuk bekerja menyulitkan untuk melakukan kegiatan bersama keluarga (Carlson, Kacmar, & Williams, 2000). Dimensi ini ditandai dengan waktu yang kurang yang diberikan pada anak, anak yang masih kecil ditinggal sendirian ketika bekerja, dan ketidakmampuan mengasuh anak dengan baik karena waktu yang digunakan untuk bekerja. Dimensi time-based family interference with work muncul ketika waktu yang dihabiskan bersama keluarga menyulitkan untuk bekerja (Carlson, Kacmar, & Williams, 2000). Dimensi ini dirasakan ketika subjek meminta ijin pada atasan agar tidak bekerja sementara untuk mengantarkan anak sakit, tetapi masih mengerjakan pekerjaan sembari menjaga anak. Jika pekerjaan tidak diselesaikan dengan baik akan mengancam status pekerjaannya. Dimensi strain-based work interference with family merujuk pada ketegangan yang dialami di tempat kerja menganggu berpartisipasi dalam kegiatan bersama keluarga (Carlson, Kacmar, & Williams, 2000). Dimensi ini dirasakan ketika subjek pulang dari kerja merasa capek karena pekerjaan yang banyak dan macet di perjalanan. Rasa capek membuat subjek mudah emosi atau marah ketika di rumah. Dimensi behavior-based work interference with family muncul ketika perilaku khusus yang diperlukan di tempat kerja tidak sesuai dengan ekspektasi perilaku dalam keluarga (Carlson, Kacmar, & Williams, 2000). Dimensi ini muncul ketika penyelesaian masalah yang efektif ketika dilakukan di tempat kerja ketika dilakukan di rumah menjadi tidak efektif atau tidak bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Dimensi behavior-based family interference with work muncul ketika perilaku khusus yang diperlukan dalam keluarga tidak sesuai dengan ekspektasi perilaku di tempat kerja (Carlson, Kacmar, & Williams, 2000). Subjek merasakan dimensi ini ketika karakter atau perilaku subjek di rumah dibawa ke tempat kerja membuat pekerjaan tidak terselesaikan dengan baik, sehingga subjek berperilaku atau berkarakter yang berbeda, tapi perlu usaha ekstra bagi subjek. Usaha ekstra tersebut menjadi tekanan tersendiri bagi subjek karena berbeda dengan karakternya di rumah.
97
Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Coping pada Single Mothers
Lama-kelamaan membuat tidak betah bekerja pada pekerjaan yang sekarang dijalani dan ada keinginan untuk berganti pekerjaan. Coping yang dibahas dalam penelitian ini adalah macam coping menurut Havlovic & Keenan (1991, dalam Rotondo, Carlson, & Kincaid, 2003). Menurut mereka, coping ada 4 yaitu direct action, help-seeking, avoidance/resignation, dan positive thinking. Coping yang dilakukan untuk mengatasi konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan single mothers ada 3 yaitu, direct action, help-seeking, dan avoidance/resignation. Direct action coping menunjukkan sebuah pendekatan problem focused coping dimana individu mengambil tindakan spesifik untuk menghilangkan stresor (Havlovic & Keenan, 1991, dalam Rotondo, Carlson, & Kincaid, 2003). Coping ini berupa perilaku yang dilakukan subjek untuk menyelesaikan konf lik yang dirasakan dan dilakukan tanpa adanya bantuan dari orang lain. Help seeking adalah sebuah pendekatan problem focused coping yang berusaha untuk mengerahkan tindakan dan membuat perubahan dalam hubungannya dengan orang lain dan merupakan manifestasi perilaku dari dukungan sosial (Havlovic & Keenan, 1991, dalam Rotondo, Carlson, & Kincaid, 2003). Help-seeking coping dilakukan ketika subjek tidak bisa menyelesaikan konf lik yang dialami sendirian lalu ketika bercerita pada orang lain, subjek merasa lebih lega dan menemukan solusi untuk menyelesaikan konflik. Avoidance/resignation coping adalah sebuah pendekatan emotion focused coping dan menggunakan proses meloloskan diri secara kognitif dan atau usaha pasif untuk mengabaikan stresor (Havlovic & Keenan, 1991, dalam Rotondo, Carlson, & Kincaid, 2003). Avoidance/resignation coping dilakukan ketika subjek merasa perlu penyegaran emosi. Avoidance/resignation coping dilakukan dengan mengabaikan stresor sementara, yaitu tidur atau jalan-jalan, setelah merasa segar baru menghadapinya kembali. Subjek tidak melakukan coping yang sama pada tiap dimensi konflik pekerjaan-keluarga tergantung dari tekanan yang dirasakan pada dimensi tersebut. Tiap subjek melakukan coping yang berbeda, meskipun menghadapi dimensi konflik pekerjaan-keluarga yang sama. Hal ini terkait dengan nilai, pemikiran, perasaan, dan
98
tindakan yang dilakukan tiap subjek. Ketika prinsip hidup adalah tidak bisa menggantungkan pada orang lain dan harus tetap menjalani hidup walaupun sendiri, lalu menghadapi anak yang nakal menjadi mengurangi kenakalan anak yaitu dengan kadang-kadang anak perlu dimarahi kadang tidak. Yang dilakukan adalah ketika masih bisa mengatasinya sendiri yaitu direct action dan ketika tidak bisa mengatasinya sendiri ia melakukan help-seeking. Ketika tindakan yang dilakukan yaitu berusaha maksimal dalam mengerjakan pekerjaannya, nilai hidup untuk bertanggung jawab, dan pemikiran ketika sudah berusaha semaksimal mungkin lalu pasrah, coping yang dilakukan berupa avoidance/resignation. Ketika pemikiran yaitu sesuatu yang ada dalam hatinya harus dikeluarkan kepada siapa pun orang yang menanyakan, lalu merasa senang ketika ada orang untuk berkeluh dan kesah. Coping yang dilakukan yaitu help-seeking.
SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, simpulan yang dapat penulis rumuskan adalah konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan single mothers digambarkan dalam dimensi time-based work interference with family, time-based family interference with work, strain-based work interference with family, behavior-based work interference with family, dan behavior-based family interference with work. Konf lik pekerjaankeluarga berkurang ketika memiliki prinsip hidup bahwa hidup harus dinikmati, dibuat santai, dan support system yang baik. Coping yang dilakukan untuk mengatasi konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan single mothers ada 3 yaitu, direct action, help-seeking, dan avoidance/resignation. Direct action coping berupa perilaku yang dilakukan untuk menyelesaikan konf lik yang dirasakan dan dilakukan tanpa adanya bantuan dari orang lain. Help-seeking coping dilakukan ketika diri sendiri tidak bisa menyelesaikan konflik yang dialami lalu ketika bercerita pada orang lain merasa lebih lega dan menemukan solusi untuk menyelesaikan konflik. Avoidance/resignation coping dilakukan ketika merasa perlu penyegaran emosi. Avoidance/resignation coping dilakukan dengan
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
Faradina A. F., Fajrianthi
mengabaikan stresor sementara setelah merasa segar baru menghadapinya kembali. Pemilihan coping tidak tergantung dimensi konf lik pekerjaan-keluarga yang dirasakan, tetapi tergantung individu yaitu nilai, pemikiran, perasaan, dan tindakan.
Jurnal Psikologi Industri Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
99
Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Coping pada Single Mothers
PUSTAKA ACUAN Allesandri, S. M. (1992). Effects of Maternal Work Status in Single-Parent Families on Children's Perception of Self and Family and School Achievement. Journal of Experimental Child Psychology, 54, 417-433. Biro Pusat Statistik Indonesia. Hasil Survey Penduduk Antar Sensus. Jakarta: BPS. Blau, F.D., Ferber, M.A., Winkler, A.E. (1998). Economics of Women, Men, and Work. New Jersey: Prentice Hall. Boer, H. W. & Ronka, A. (2004). 'I Wished My Mother Enjoyed Her Work: Adolescents' Perceptions of Parents' Work and Their Links Adolescents Psychosocial Well Being. Nordic Journal of Youth Research, 12, 317-335. Bull, T. (2009). Work Life and Mental Well Being: Single and Coupled Employed Mothers in Southern Europe and Scandinavia. Global Health Promotion, 16, 6-16. Carlson, D. S., Kacmar, K. M., & Williams, L. J. (2000) Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Behavior 56, 249-276. Gonzalez, L. (2004). Single Mothers and Work. IZA Discussion Paper No. 1097. Lleras, C. (2008). Employment, Work Conditions, and the Home Environment in Single-Mother Families. Journal of Family Isuues, 29, 1268-1297. Mahmudah, E.D. (1999). Karakteristik Sosial Ekonomi dan Strategi Kelangsungan Hidup Single Parent. Surabaya: Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya. Martin, C. A., & Colbert, K. K. (1997). Parenting: A Life Span Perspectives. USA: McGrawHill. Minnote, K. L. (2011). Family Structure, Gender, and the Work-Family Interface: Work-to-Family Conflict Among Single and Partnered Parents. Department of Sociology, 33, 95-107. Miranti, R.G. (2009). Self-Management pada Orang Tua Tunggal Wanita yang Bekerja. Skripsi. Diakses pada tanggal 11 April 2011 dari www.digilib.ui.ac.id. Mitchell, A. (1996). Dilema Perceraian. Alih bahasa: Budinah Joesoef. Jakarta: Arcan. Neuman, W. L. (2000). Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approach (4th ed). Boston: Pearson Education Inc. Patton, M. Q. (2002). Qualitative Research and Evaluation Methods. California: Sage Publication. Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Golongan Umur dan Status Perkawinan, Indonesia (2011). Data Statistik Indonesia [on-line]. Diakses pada tanggal 11 April 2011 dari http://www.datastatistikindonesia.com/component/option,com_supas/task,/Itemid,952/. Poerwandari, K. (2011). Pendekatan Kualitatif untuk Perilaku Manusia. Depok: LPSP3.
100
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
Faradina A. F., Fajrianthi
Robbins, L. R. & McFadden, J.R. (2003). Single Mothers: The Impact of Work on Home and The Impact of Home on Work. Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 21, No. 1. Rotondo, D.M., Carlson, D.S., & Kincaid, J. F. (2003). Coping with Multiple Dimensions of Work Family Conflict. Personnel Review, 32 (3), 275-296. Salim, A. (2001). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Son, S. & Bauer, J.W. (2009). Employed Rural, Low-Income, Single Mothers' Family and Work Over Time. Family Social Science, 31, 107-120. Wei, F., Ying, F., & Liangliang W. (2009). The Stressors in Professional Women's Work Family Conflict: A Chinese Study. Canadian Social Science, 5, 62-67. www.census.gov diakses pada tanggal 11 April 2011.
Jurnal Psikologi Industri Organisasi Vol. 1 No. 02, Juni 2012
101