KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
PERBEDAAN KEMAMPUAN SISWA MENJAWAB SOAL MATEMATIKA YANG DITULIS DALAM DWIBAHASA D.P.E. NILAKUSMAWATI1, KOMANG DHARMAWAN2 1
Jur. Matematika Universitas Udayana,
[email protected] Jur. Matematika Universitas Udayana,
[email protected]
2
Abstrak Pembelajaran matematika menggunakan Bahasa Inggris (bilingual) sudah berlangsung lebih dari tiga tahun di SMP Negeri 3 Denpasar. Kemajuan dari penyelenggaraan program ini dapat diketahui dengan melakukan evaluasi, terutama berkaitan dengan kualitas output. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dalam bahasa Inggris dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap metode pembelajaran ini. Lantas, model tes yang bagaimanakah dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan dari metode pembelajaran ini, terutama berkaitan dengan kualitas hasil belajar siswa? Dalam penelitian ini, diusulkan suatu model tes yang terdiri dari sepuluh pasang soal yang dibuat setara, sepuluh berbahasa Inggris dan sepuluh lagi ditulis dalam Bahasa Indonesia dan setiap pasang soal menguji pokok bahasan yang sama. Model tes diujicobakan pada siswa kelas VII yang terdiri dari 4 kelas masing-masing kelas terdiri dari 30-32 siswa. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan siswa dalam menjawab soal yang ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia maka uji-t dengan taraf signifikan 5% dilakukan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan siswa dalam menjawab soal yang ditulis dalam dwibahasa. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Bahasa Inggris bukan merupakan hambatan yang serius bagi siswa dalam menguasai konsep-konsep matematika. Kata Kunci: Pembelajaran Matematika, Uji Kompetensi, Soal Matematika Bilingual
1. Pendahuluan Salah satu misi pendidikan nasional adalah meningkatkan mutu pendidikan nasional sehingga mempunyai daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional. Misi dalam meningkatan mutu pendidikan nasional ke tingkat internasional mungkin yang akan mengalami tantangan yang paling besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, salah satunya adalah kendala Bahasa Inggris. Bahasa Inggris adalah bahasa kedua (second language) di negara kita. Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah juga sudah mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat 3, menyebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Layanan pendidikan berstandar
ISBN: 978-602-19590-2-2
1385
Nilakusmawati D.P.E., Dharmawan K.
Perbedaan Kemampuan Siswa…
internasional ini dituangkan dalam pembentukan rintisan SMA atau SMP Bertaraf Internasional (RSBI). Keberhasilan dari rintisan ini akan dipakai sebagai acuan dalam mengembangkan RSBI. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa. Pendidikan sebagai salah satu usaha mengembangkan sumber daya, penting karena merupakan basis dari pembangunan nasional. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 57 ayat 1 dan 2, menyebutkan bahwa (a) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dalam bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak yang berkepentingan, (b) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan. Demikian juga Pasal 58 ayat 1 dan 2, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, menyebutkan bahwa: (a) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan; (b) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Pembentukan rintisan SMA atau SMP Bertaraf Internasional (RSBI), dilatarbelakangi oleh pentingnya pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia unggul, respon terhadap era globalisasi, respons terhadap kebutuhan masyarakat mengenai persaingan terhadap kualitas pendidikan nasional, tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan yang kompetitif, perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan pendidikan. Penyelengaraan RSBI di Indonesia telah memasuki tahun ketiga sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap penyelengaraan tersebut, terutama berkaitan dengan kualitas output. Jika penyelengaraan RSBI selama ini berkualitas maka hasil ini dapat diimplementasikan secara lebih luas, sehingga kualitas pendidikan secara nasional akan meningkat, pada akhirnya, peningkatan kualitas pendidikan akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia secara nasional. Dalam evaluasi penyelenggaraan RSBI/SBI oleh Balitbang Kemendiknas, salah satu komponen yang menjadi bahan evaluasi adalah prestasi akademik, yang bertujuan untuk mengetahui prestasi akademik siswa dan guru RSBI. Bagaimana kualitas pendidikan di RSBI diukur? Apa acuannya bahwa pendidikan di RSBI berhasil. Ada anggapan bahwa pendidikan di RSBI lebih berkualitas dibandingkan di sekolah regular. Bagaimana kita membandingkan keadaan model pendidikan tersebut? Untuk mengetahui kualitas pendidikan di RSBI adalah melakukan uji kompetensi terhadap siswa. Salah satu bentuk uji dalam pendidikan adalah uji kompetensi yang biasanya disajikan dalam bentuk tertulis. Maksud dilaksanakanya uji kompetensi adalah untuk memperoleh data, baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Kemudian data hasil uji kompetensi ini diolah menjadi menjadi suatu informasi tentang siswa. Pembelajaran matematika menggunakan bahasa Inggris (bilingual) sudah berlangsung lebih dari 3 tahun di SMP Negeri 3 Denpasar. Untuk mengetahui kemajuan dari penyelenggaraan program ini perlu dilakukan evaluasi terutama terhadap kualitas output. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dalam bahasa Inggris dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap metode pembelajaran ini. Lantas, model tes yang bagaimanakah dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan dari metode pembelajaran ini, terutama berkaitan dengan kualitas hasil belajar siswa? Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1386
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan kemampuan siswa dalam menjawab soal matematika yang ditulis dalam dwibahasa?. Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan siswa dalam menjawab soal yang ditulis dalam dwibahasa.
2. Kajian Pustaka Istilah kompetensi mempunyai banyak makna, Munsyi (dalam Uno [8]), mengemukakan bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugastugas kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan. Performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati, tetapi juga meliputi perihal yang tidak tampak. Dalam terminologi yang berlaku umum, istilah kompetensi berasal dari Bahasa Inggris competence sama dengan being competent dan competent sama dengan having ability, power, authority, skill, knowledge, attitude, etc. Menurut Fullan [2], competence is broad capacities as fully human attribute. Competence is supposed to include all “qualities of personal effectiveness that are required in the workplace”; it is certain that we have here a very diverse set of qualities indeed: attitudes, motives, interests, personal attunements of all kinds, perceptiveness, receptivity, openness, creativity, social skills generally, interpersonal maturity, kinds of personal identification, etc. as well as knowledge, undersatandings, action and skills. Inti dari pengertian kompetensi menurut Fullan tersebut lebih cenderung pada apa yang dapat dilakukan seseorang/masyarakat daripada apa yang mereka ketahui (what people can do rather than what they know). Hal ini ditandaskan oleh Houston yang dikutip oleh Samana bahwa kompetensi adalah kemampuan yang ditampilkan guru dalam melaksanakan kewajibannya memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat (Samana [5]). Menurut Knezevich [4], kompetensi adalah kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan menurut Knezevich merupakan hasil penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa pengetahuan, keterampilan, kepemimpinan, kecerdasan, dan lain-lain yang dimiliki seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan dan kecakapan. Seseorang yang dinyatakan kompeten di bidang tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan. Spencer and Spencer [7] mendefinisikan kemampuan sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dan/atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. R.M. Guion (dalam Spencer & Spencer [7]) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berfikir, dalam segala situasi, dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. Lebih lanjut Spencer & Spencer [7] membagi lima karakteristik kompetensi sebagai berikut: (1) Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu. Contohnya, orang yang termotivasi dengan prestasi akan mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan, dan bertanggung jawab melaksanakannya; (2) Sifat, yaitu karakteristik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi
ISBN: 978-602-19590-2-2
1387
Nilakusmawati D.P.E., Dharmawan K.
Perbedaan Kemampuan Siswa…
atau informasi. Contoh penglihatan yang baik adalah sifat fisik bagi seorang pilot. Begitu halnya dengan kontrol diri emosional dan inisiatif adalah lebih kompleks dalam merespons situasi secara konsisten. Kompetensi sifat inipun sangat dibutuhkan dalam memecahkan masalah dan melaksanakan panggilan tugas; (3) Konsep diri, yaitu sikap, nilai, dan image diri seseorang. Contohnya, kepercayaan diri. Kepercayaan atau keyakinan seseorang agar dia menjadi efektif dalam semua situasi adalah bagian dari konsep diri; (4) Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. Contohnya, pengetahuan ahli bedah terhadap urat saraf dalam tubuh manusia; dan (5) Keterampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental. Contoh kemampuan fisik adalah keterampilan program computer untuk menyusun data secara beraturan. Sedangkan kemampuan berfikir analitis dan konseptual adalah berkaitan dengan kemampuan mental atau kognitif seseorang. Spencer & Spencer [7] juga mengaktegorikan kompetensi ke dalam dua bagian, yaitu threshold competences dan differentiating competences. Threshold competences adalah karakteristik esensial (biasanya pengetahuan atau keterampilan dasar, seperti kemampuan membaca) yang seseorang butuhkan untuk menjadi efektif dalam suatu pekerjaan, tetapi bukan untuk membedakan pelaku superior dari yang rata-rata. Contohnya, pengetahuan pedagang tentang produk atau kemampuan mengisi faktur. Differentiating competences membedakan pelaku yang superior dari biasanya. Contohnya, orientasi prestasi yang diekspresikan dalam tujuan seseorang adalah lebih tinggi dari yang dikehendaki oleh organisasi. Kompetensi menurut Spencer & Spencer [7] adalah karakter mendasar dari seseorang yang menyebabkannya sanggup menunjukkan kinerja efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakulan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaanya. Arti dari pendapat Spencer & Spencer [7], kompetensi merupakan faktor utama yang dimiliki individu the best performer (berprestasi unggul) yang membuatnya berbeda dengan average-performer (berprestasi biasa atau rata-rata). Idealnya uji kompetensi siswa adalah upaya untuk memperoleh siswa yang berprestasi unggul dan dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas pada bidang keahliannya. Implikasi dari pernyataan ini adalah seorang guru atau lembaga dimana guru itu bekerja harus mampu merancang suatu alat uji kompetensi murid sehingga dapat menghasilkan murid yang memiliki kompetensi profesional yang relevan dengan kebutuhan perguruan tinggi tempat siswa tersebut melanjutkan sekolah.
3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMPN 3 Denpasar, dengan pertimbangan sekolah ini merupakan salah satu sekolah RSBI di Kota Denpasar yang sudah menyelenggarakan pembelajaran matematika menggunakan Bahasa Inggris (bilingual) lebih dari 3 tahun. Campbell dan Stanley (dalam Arikunto [1]) membagi jenis-jenis rancangan penelitian berdasarkan atas baik dan buruknya eksperimen, atau sempurna tidaknya eksperimen. Secara garis besar mereka mengelompokkan menjadi: Pre Experimental Design (eksperimen yang belum baik) dan True Experimental Design (eksperimen yang dianggap sudah baik). Pre Experimental Design seringkali dipandang sebagai eksperimen
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1388
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
yang tidak sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan istilah “quasi experiment” atau eksperimen pura-pura. Disebut demikian karena eksperimen jenis ini belum memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu. Ada 3 jenis desain yang dimasukkan ke dalam kategori pre experimental design, yaitu: (1) One shot case study, (2) Pre test and Post Test, dan (3) Static Group Comparison. Penelitian ini menggunakan model rancangan penelitian pre experimental design dengan jenis desain One-shot case study. Menurut Arikunto [1] jenis desain One-shot case study, peneliti hanya mengadakan treatment satu kali yang diperkirakan sudah mempunyai pengaruh, kemudian dilakukan post test. Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari: pemberian perlakuan, kemudian dilaksanakan post test. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian materi pelajaran yang akan diujikan, setelah pemberian materi siswa diberikan post test, berupa model tes yang terdiri dari sepuluh pasang soal yang dibuat setara, sepuluh berbahasa Inggris dan sepuluh lagi ditulis dalam bahasa Indonesia dan setiap pasang soal menguji pokok bahasan yang sama. Model tes diujicobakan pada siswa kelas VII SMPN 3 Denpasar, yang terdiri dari 4 kelas masing-masing kelas terdiri dari 30-32 siswa, sehingga total sampel penelitian adalah 119 siswa. Persiapan metode dalam menguji hipotesis penelitian, variable-variabel penelitian diidentifikasikan terlebih dahulu. Variabel dalam penelitian ini adalah Skor hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dan Skor hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Indonesia. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Terdapat perbedaan perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dibandingkan dengan soal matematika dalam Bahasa Indonesia. Model uji kompetensi yang dihasilkan melalui pengembangan diharapkan dapat dipakai sebagai model untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa. Model uji kompetensi yang dirancang adalah sekumpulan pertanyaan yang disusun secara terencana guna memperoleh informasi tentang siswa. Perancangan model uji kompetensi melalaui beberapa tahapan antara lain adalah penyusunan kisi-kisi. Menurut Jihad and Haris [3] ada hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kisi-kisi, yaitu membuat daftar kompetensi dasar yang akan diuji, kemudian menentukan indikator, selanjutnya menentukan jenis tagihan, bentuk dan jumlah butir soal. Setelah rancangan uji kompetensi selesai dibuat, selanjutnya didiskusikan dengan tim pakar yang sudah berpengalaman dalam bidang ini untuk mendapatkan masukkan sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan dari rancangan ini. Tim pakar adalah orang yang memiliki kompetensi dibidang matematika dan menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan. Setelah diketahui kelemahan rancangan tersebut, maka dilakukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan oleh peneliti atau guru serta melibatkan tim ahli. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis statistika deskriptif dan inferensial, dengan bantuan SPSS versi 15.0 for Windows. Untuk melihat sebaran data variabel penelitian digunakan statistik deskriptif, untuk melihat keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya digunakan statistik inferensial. Hipotesis penelitian diuji dengan uji t untuk dua sampel bebas (independent sample t test), dengan taraf signifikansi sebesar 5%. Menurut Santoso, S. dan Tjiptono, F. [6], uji t dua sampel independent pada prinsipnya akan membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, dengan tujuan apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama ataukah tidak secara signifikan.
ISBN: 978-602-19590-2-2
1389
Nilakusmawati D.P.E., Dharmawan K.
Perbedaan Kemampuan Siswa…
4. Hasil dan Pembahasan Deskripsi Perolehan Hasil Belajar Siswa Deskripsi hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris, diperoleh rata-rata 5,966, sedangkan rata-rata skor hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal matematika dalam Bahasa Indonesia adalah 5,756. Rata-rata hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris lebih tinggi dari rata-rata skor dalam Bahasa Indonesia. Rata-rata skor hasil belajar siswa dengan soal Bahasa Indonesia adalah 5,756 dengan standar deviasi 1.75618. Nilai standar deviasi skor siswa untuk soal dalam Bahasa Inggris yang lebih besar dari nilai standar deviasi skor siswa untuk soal dalam Bahasa Indonesia, menunjukan bahwa skor siswa pada soal dalam Bahasa Inggris lebih beragam, artinya ada siswa yang mendapat nilai sangat tinggi, ada juga siswa yang mendapat nilai sangat kecil. Sedangkan nilai standar deviasi untuk soal matematika dalam Bahasa Indonesia yang lebih kecil (1,75618) menunjukkan bahwa skor siswa pada soal dalam Bahasa Indonesia tidaklah begitu beragam. Tingkatan perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam dwibahasa, dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu siswa berprestasi unggul dan siswa berprestasi rendah. Pengkategorian siswa kedalam prestasi unggul dan rendah didasarkan pada nilai rata-rata hasil belajar siswa untuk soal dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, yaitu 5.9664 untuk soal dalam Bahasa Inggris dan 5.7563 untuk soal dalam Bahsa Indonesia. Deskripsi data pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada jenis soal matematika dalam Bahasa Inggris, dari 119 siswa terdapat 58,8% siswa yang memiliki hasil belajar dalam kategori unggul (di atas nilai rata-rata) dan 41,2% masuk dalam kategori rendah. Sedangkan untuk jenis soal matematika dalam Bahasa Indonesia, terdapat 51,3% hasil belajar siswa dalam kategori Unggul dan 48,7% dalam kategori rendah. Lebih tingginya persentase hasil belajar siswa yang berada pada kategori unggul untuk soal matematika dalam Bahasa Inggris dibandingkan Soal dalam Bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap soal dalam Bahasa Inggris lebih baik dibandingkan dengan soal matematika dalam Bahasa Indonesia. Disamping karena karakteristik siswa yang menjadi sampel penelitian sudah mempunyai pengusaan Bahasa Inggris dari sejak di Sekolah Dasar dan sekolah ini sendiri merupakan sekolah unggulan. Hal tersebut di atas juga dapat dijelaskan karena penulisan soal matematika dalam Bahasa Inggris lebih mudah dicerna atau ditebak oleh siswa, karena soal-soal dalam Bahasa Inggris menggunakan struktur yang baku dibandingkan soal matematika dalam Bahasa Indonesia. Tabel 1. Kategori Hasil Belajar Siswa Menurut Jenis Soal Soal Dwibahasa Kategori Hasil Belajar Siswa Jumlah Rendah Unggul N % Soal dalam Bahasa Inggris 49 (41.2%) 70 (58.8%) 119 100,0 Soal dalam Bahasa Indonesia 58 (48.7%) 61(51.3%) 119 100,0 Total (N) 107 131 238 100,0 % 45,0 55,0 Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2012 Perbedaan Perolehan Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Jenis Soal Pengujian Hipotesis penelitian, yaitu: Terdapat perbedaan perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dibandingkan dengan soal matematika dalam Bahasa Indonesia, menggunakan uji hipotesis beda dua mean sampel
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1390
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
independent, yaitu uji t (independent sample t test). Pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata antara dua populasi, dengan melihat rata-rata sampelnya. Sebelum melakukan uji t, perlu diperiksa asumsi yang melandasinya yaitu asumsi kenormalan dan kehomogenan varian. Pengujian kenormalan dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov dengan hipotesis: Ho = Data menyebar normal H1 = Data tidak menyebar normal Berdasarkan nilai output minitab di bawah (gambar 1) didapat nilai p = 0,150 yang lebih besar dari nilai α = 0,05, artinya Ho diterima yang menunjukkan bahwa data menyebar normal, sehingga asumsi kenormalan terpenuhi. Probability Plot of Skor Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
95 90
5.861 1.943 238 0.038 >0.150
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
0
2
4
6 Skor
8
10
12
Gambar 1. Plot Normal dari Hasil Belajar Siswa Menjawab Soal Matematika dalam Dwibahasa Pengujian kehomogenan ragam dilakukan dengan Lavene’s Test. Uji F untuk menguji apakah varian populasi kedua kelompok data mempunyai varian yang homogen atau tidak, menggunakan Hipotesis: Ho = Kedua varians populasi homogen H1 = Kedua varian populasi tidak homogen Output analisis pada tabel 2 menunjukkan bahwa F hitung untuk skor hasil belajar siswa dengan diasumsikan kedua varians sama (Equal variances assumed) adalah 1,257 dengan nilai signifikansi 0,40. Oleh karena nilai signifikansinya lebih besar dari α = 0,05, maka Ho diterima, atau kedua varian adalah homogen. Tabel 2. Independent Samples Test Skor Equal variances Equal variances assumed not assumed Levene’s Test for F Equality of Variances Sig. t-test for Equality of t Means
ISBN: 978-602-19590-2-2
1.257 .400 .834
.834
1391
Perbedaan Kemampuan Siswa…
Nilakusmawati D.P.E., Dharmawan K.
df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
236 .405
228.286 .405
.21008
.21008
.25201
.25201
-.28639
-.28648
.70656
.70665
Lower
Upper Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2012
Tidak adanya perbedaan kedua varians, membuat penggunaan varians untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t test menjadi valid. Analisis menggunakan t test dengan asumsi varians sama, hipotesisnya adalah: Ho = Rata-rata perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia adalah sama H1 = Rata-rata perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia adalah berbeda. Hasil analisis pada Tabel 2 diperoleh t hitung 0,834 dengan probabilitas 0,405. Karena probabilitas > 0,05 maka Ho diterima. Sehingga keputusan adalah Ho diterima, berarti bahwa kedua rata-rata perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia adalah sama. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan siswa dalam menjawab soal yang ditulis dalam dwibahasa. Dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam kemampuan siswa dalam menjawab soal dalam dwibahasa menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Bahasa Inggris bukan merupakan hambatan yang serius bagi siswa dalam menguasai konsep-konsep matematika. Hasil penelitian ini dapat merupakan informasi penting bagi penyelenggara RSBI mengenai kualitas output dari penyelenggaraan program ini, sehingga merupakan tolok ukur bagi keberlanjutan RSBI, untuk diimplementasikan secara lebih luas. Pembelajaran di sekolah dengan menggunakan Bahasa Inggris memberikan dampak yang positif, sehingga perlu diperhatikan keberlanjutannya, salah satunya dibarengi dengan peningkatan kualitas guru RSBI dalam hal mengajar dalam Bahasa Inggris, terutama penguasaan bahan ajar dalam Bahasa Inggris, serta sebaiknya pembelajaran matematika diajarkan lebih dominan dalam pengajaran dengan Bahasa Inggris.
5. Kesimpulan Hasil analisis untuk skor siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris, diperoleh rata-rata 5,966, sedangkan rata-rata skor hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal matematika dalam Bahasa Indonesia adalah 5,756. Rata-rata hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris lebih tinggi dari rata-rata skor dalam Bahasa Indonesia. Hasil pengujian hipotesis penelitian dengan menggunakan uji t, diperoleh nilai t hitung = 0,834 dengan p = 0,405, sehingga H0 diterima. berarti bahwa kedua rata-rata perolehan hasil belajar siswa dalam menjawab soal matematika dalam Bahasa Inggris dan
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1392
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
Bahasa Indonesia adalah sama, atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan siswa dalam menjawab soal yang ditulis dalam dwibahasa. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan bahasa Inggris bukan merupakan hambatan yang serius bagi siswa dalam menguasai konsep-konsep matematika.
Daftar Pustaka [1] Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Bumi [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
Aksara. Jakarta. Fullan. 2001. The Meaning of Educational Change. Teachers College Press. New York. Jihad A. dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Multi Presindo. Yogyakarta Knezevich, S.J. 1990. Administration of Public Education: A Source Book for the Leadership and Management of Educational Institution. Prentice-Hall. New Jersey. Samana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Kanisius. Yogyakarta. Santoso, S dan Tjiptono F. 2001. Riset Pemasaran, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Spencer, Lyle M & Signe M. Spencer. 1993. Competence at Work: Models for Superior Perpormance. John Willey & Sons, Inc. Canada. Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
ISBN: 978-602-19590-2-2
1393