PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
P – 22 Identifikasi Kemampuan Berpikir Matematis Rigor Siswa SMP Berkemampuan Matematika Sedang dalam Menyelesaikan Soal Matematika Harina Fitriyani Universitas Ahmad Dahlan
[email protected] Abstrak Berpikir matematis rigor (Rigorous mathematical thinking) merupakan suatu aktivitas berpikir matematis yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif dimana dalam penggunaanya berpikir matematis rigor dikategorikan dalam 3 level yaitu level 1 (level berpikir kualitatif), level 2 (level berpikir kuantitatif), dan level 3 (level berpikir relasional abstrak). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kemampuan berpikir matematis rigor siswa SMP berkemampuan matematika sedang dalam menyelesaikan soal matematika. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan pemberian tes dan wawancara. Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang siswa kelas VII SMPN 1 Lamongan yang kemampuan matematikanya termasuk dalam kategori sedang. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Sedangkan untuk mendapatkan data penelitian yang valid, dalam penelitian ini digunakan triangulasi waktu. Berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir matematis rigor siswa berkemampuan matematika sedang berada pada level 1 atau level berpikir kualitatif. Kata-kata Kunci: Berpikir matematis rigor, fungsi kognitif, kemampuan matematika.
1. Pendahuluan Setiap individu pernah melakukan aktivitas berpikir selama hidupnya. Dalam berpikir tentu melibatkan kehadiran fungsi kognitif. Kinard (2007) mendefinisikan fungsi kognitif sebagai sebuah proses mental yang memiliki makna khusus. Ketika seorang individu berpikir untuk menyelesaikan soal-soal berkaitan dengan matematika maka tidak menutup kemungkinan bahwa individu tersebut sedang melakukan aktivitas berpikir matematis. Sumarmo (2010) mendefinisikan berpikir matematis sebagai cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematika baik yang sederhana maupun yang kompleks. Di dalam belajar dan menyelesaikan soal matematika, perlu adanya ketepatan, sedangkan prasyarat untuk menjadi tepat dan logis adalah rigor. Kinard (2007) mengungkapkan bahwa berpikir matematis mensitesis dan memanfaatkan proses kognitif yang meningkatkan level abstraksi lebih tinggi, oleh karenanya ia haruslah rigor sifatnya. Berkaitan dengan keharusan adanya rigor dalam mensintesis dan
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”M Matematika dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran” pada tanggal 3 Desember 2011 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
memanfaatkan proses kognitif untuk meningkatkan level fungsi abstraksi maka diperlukan adanya berpikir matematis rigor. Teori tentang berpikir matematis rigor (rigorous mathematical thinking) pertama kali dicetuskan oleh James T. Kinard melalui sebuah naskah yang tidak dipublikasikan pada tahun 2000. Berpikir matematis rigor dicirikan dengan adanya tiga level fungsi kognitif diantaranya fungsi kognitif untuk berpikir kualitatif, fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif, dan fungsi kognitif untuk berpikir relasional abstrak (Kinard dan Kozulin, 2008). Ketiga level fungsi kognitif itu secara bersama-sama mendefinisikan proses mental dari keterampilan kognitif umum ke fungsi kognitif matematis khusus tingkat lebih tinggi. Ketiga level fungsi kognitif tersebut dipaparkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 : Tiga level fungsi kognitif berpikir matematis rigor Level Fungsi Kognitif fungsi kognitif Level 1: Pelabelan (Labeling) Berpikir kualitatif Visualisasi (visualizing)
Keterangan
memberi suatu nama bangun berdasarkan atribut kritisnya (misalnya simbol sejajar, sama panjang, siku-siku) menkonstruk gambar (bangun) dalam pikiran atau menghasilkan konstruk yang terinternalisasi dari sebuah objek yang namanya diberikan. Pembandingan mencari persamaan dan perbedaan (dalam hal ciri (Comparing) atau atribut kritisnya) antara dua atau lebih objek. Pencarian secara memperhatikan (misal gambar) dengan seksama, sistematis untuk terorganisir, dan penuh rencana untuk mengumpulkan dan mengumpulkan dan melengkapi informasi. melengkapi informasi (Searching systematically to gather clear and complete information) Penggunaan lebih dari bekerja secara mental dengan lebih dari satu satu sumber informasi konsep pada saat yang sama (warna, ukuran, (Using more than one bentuk atau situasi dari berbagai sudut pandang) source of information) Penyandian (Encoding) memaknai (objek) ke dalam kode/simbol Pemecahan kode mengartikan suatu kode/simbol suatu objek (Decoding) Level 2 : Pengawetan ketetapan mengidentifikasi apa yang tetap sama dalam hal Berpikir (Conserving constancy) atribut, konsep atau hubungan sementara beberapa kuantitatif lainnya berubah. dengan Pengukuran ruang dan menggunakan referensi internal/eksternal sebagai ketelitian hubungan spasial panduan untuk mengatur, menganalisis hubungan (Quantifying space and spasial berdasarkan hubungan keseluruhan ke
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 242
PROSIDING
spatial relatinships)
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
sebagian.
penganalisisan (Analyzing) Pengintegrasian (Integrating) penggeneralisasian (Generalizing)
memecahkan keseluruhan atau menguraikan kuantitas ke dalam atribut kritis atau susunannya. membangun keseluruhan dengan menggabungkan bagian-bagian atau atribut kritisnya mengamati dan menggambarkan sifat suatu objek tanpa merujuk ke rincian khusus ataupun atribut kritisnya ketelitian (Being menyimpulkan/ memutuskan dengan fokus dan precise) tepat menghimpun pengetahuan sebelumnya untuk Level 3 : Pengaktifan menghubungkan dan menyesuaikan aspek yang Berpikir pengetahuan sedang dipikirkan dengan aspek pengalaman relasional matematika abstrak sebelumnya (Activating sebelumnya. prior mathematically related knowledge) Penyediaan bukti memberikan rincian pendukung, petunjuk, dan matematika logis bukti yang masuk akal untuk membuktikan (Providing kebenaran suatu pernyataan. mathematical logical evidence) Pengartikulasian membangun dugaan, pertanyaan, pencarian (pelafalan) kejadian jawaban, dan mengkomunikasikan penjelasan yang matematika logis sesuai dengan aturan matematika. (Articulating mathematical logical evidence) Pendefinisian masalah mencermati masalah dengan menganalisis dan (defining the problem) melihat hubungan untuk mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan secara matematis. Berpikir hipotesis membentuk proposisi matematika atau dugaan dan (Hypothetical thinking) mencari bukti matematis untuk mendukung atau menyangkal proposisi atau dugaannya tersebut. Berpikir inferensial mengembangkan generalisasi dan bukti yang valid (Inferential thinking) berdasarkan sejumlah kejadian matematika. Pemroyeksian dan perestrukturisasian membuat hubungan antara objek atau kejadian hubungan (Projecting yang tampak dan membangun kembali keberadaan and restructuring hubungan antara objek atau kejadian untuk relationships) memecahkan masalah baru. menetapkan hubungan kuantitatif yang menghubungkan konsep A dan konsep B dengan Pembentukan hubungan menentukan beberapa banyaknya konsep A dan kuantitatif proporsional hubungannya dengan konsep B. (forming proportional quantitative relationships) Berpikir induktif mengambil aspek dari berbagai rincian matematis matematis yang diberikan untuk membentuk pola, (mathematical inductif mengkategorikan ke dalam hubungan atribut
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 243
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
thinking)
umum dan mengatur hasilnya untuk membentuk aturan matematika umum, prinsip, panduan.
Berpikir deduktif matematis (mathematical deductive thinking) Berpikir relasional matematis (mathematical relational thinking)
menerapkan aturan umum atau rumus untuk situasi khusus.
mempertimbangkan proposisi matematika yang menyajikan hubungan antara dua objek matematika, A dan B, dengan proposisi matematika kedua yang menyajikan hubungan antara konsep A dan C dan kemudian menyimpulkan hubungan antara B dan C. merefleksikan dan menganalisis aktivitas aktivitas matematika. melalui kognitif
Penjabaran matematika kategori (elaborating mathematical activity through cognitive categories)
Berdasar pada paparan fungsi kognitif untuk berpikir matematis rigor di atas, maka dapat ditarik pengertian bahwa berpikir matematis rigor dalam penelitian ini yaitu suatu aktivitas berpikir matematis yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif dimana dalam penggunaannya berpikir matematis rigor dikategorikan dalam tiga level yaitu level satu (level berpikir kualitatif), level dua (level berpikir kuantitatif) dan level tiga (level berpikir relasional abstrak). Setiap individu bisa dipastikan memiliki kemampuan yang berbeda-beda, karena setiap individu
sudah
terlahir
dengan
keunikan
dan
karakteristik
tersendiri
yang
membedakannya dengan individu lainnya meskipun keduanya terlahir secara kembar sekalipun. Begitu juga dengan siswa di kelas, pada umumnya kemampuan matematika siswa di kelas dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu kelompok kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan pemikiran yang diuraikan diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir matematis rigor siswa SMP berkemampuan matematika sedang dalam menyelesaikan soal matematika.
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 244
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
2. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya adalah satu orang siswa kelas VII SMPN 1 Lamongan yang termasuk dalam kategori kelompok kemampuan matematika sedang dengan kriteria pengelompokkannya adalah jika skor tes kemampuan matematika yang diperolehnya : 66 ≤ skor tes < 86. Selain dengan memperhatikan skor tes yang diberikan, penulis juga mempertimbangkan informasi dari guru terkait dengan kemampuan komunikasi dan kemampuan matematika siswa seharihari. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan instrumen bantunya berupa soal tes kemampuan matematika, tes matematika dan pedoman wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Sedangkan untuk mendapatkan data penelitian yang valid, dalam penelitian ini digunakan triangulasi waktu.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Soal matematika yang diberikan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Soal 1 : Perhatikan kedua gambar bangun berikut ini! /// // =
=
= =
/// Gambar 1
// Gambar 2
Berdasarkan ciri yang dimiliki oleh kedua gambar bangun di atas; a) Menurut pendapat Kamu, disebut apakah bangun geometri yang ada di gambar 1? b) Menurut pendapat Kamu, disebut apakah bangun geometri yang ada di gambar 2? c) Apakah ada ciri-ciri yang sama dari kedua bangun di atas? Jelaskan jawabanmu! Soal 2 : Bolehkah persegi disebut persegi panjang? -
Jika boleh, berikan alasannya!
-
Jika tidak, mengapa?
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 245
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
Berdasarkan hasil tes tertulis dan wawancara berbasis tugas untuk soal di atas diperoleh bahwa : Selama menyelesaikan soal matematika yang diberikan, subjek telah menggunakan fungsi kognitif yang termasuk dalam kriteria fungsi kognitif level 1 (berpikir kualitatif), diantaranya: pelabelan yakni subjek memberi nama kedua bangun yang tersaji pada soal berdasarkan ciri-ciri yang teramati dari gambar; visualisasi yakni subjek mengkonstruk gambar persegipanjang berdasar ukuran yang telah ditentukan; pembandingan yakni subjek mencari ciri-ciri yang sama antara bangun persegi dan persegipanjang yang selanjutnya ciri-ciri yang sama/beda tersebut digunakannya untuk menentukan hubungan antara kedua bangun; pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yakni subjek memperhatikan gambar yang tersaji pada soal dengan seksama untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan soal serta subjek mengamati gambar belah ketupat yang dibuat peneliti dengan seksama untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yang diperlukan dalam mendefinisikan persegi; penggunaan lebih dari satu sumber informasi yakni subjek menggunakan konsep sisi dan sudut dalam mencari ciri-ciri yang sama antara persegi dan persegipanjang; penyandian yakni subjek mencantumkan simbol “/” dan “//” untuk menyandikan sisi-sisi yang sama panjang pada saat mengkonstruk gambar persegipanjang; pemecahan kode yakni subjek mampu mengartikan simbol “/”, “///” , serta “∟”yang tercantum pada dua gambar yang tersaji pada soal. Fungsi kognitif pada level 2 berpikir matematis rigor yang telah digunakan oleh subjek diantaranya: pengawetan ketetapan yakni subjek mampu mengidentifikasi apa yang tetap sama dari suatu gambar bila digeser posisinya/arah orientasinya; analisis yakni subjek menguraikan keseluruhan bangun geometri pada gambar di soal (dalam hal ini gambar persegi dan persegipanjang) ke dalam susunannya; integrasi yakni subjek membangun keseluruhan nama bangun pada kedua gambar yang tersaji di soal dengan menggabungkan ciri-ciri atau bagian-bagiannya; penggeneralisasian yakni subjek menggeneralisasikan besar sudut yang tidak ada simbol “∟” pada gambar yang terdapat pada soal yaitu 900 karena kaki-kaki sudutnya saling tegak lurus; ketelitian yakni subjek memutuskan dengan fokus dan tepat dalam menjawab soal. Fungsi kognitif pada level 2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 246
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
berpikir matematis rigor yang belum tampak digunakan oleh subjek adalah fungsi kognitif pengukuran ruang dan hubungan spasial. Fungsi kognitif pada level 3 berpikir matematis rigor yang telah digunakan oleh subjek antara lain: pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya yakni subjek mampu menghimpun
dan
menggunakan
pengetahuan
matematika
sebelumnya
untuk
menyelesaikan soal; penyediaan bukti matematis logis yakni subjek mampu memberikan rincian pendukung untuk membuktikan kebenaran pernyataannya; pendefinisian masalah yakni subjek membaca soal berulang-ulang dan mencermati soal dengan menganalisis dan melihat hubungan untuk mengetahui secara tepat langkah apa yang digunakan untuk menyelesaikan soal; berpikir hipotesis-inferensial yakni subjek mampu membentuk dugaan (bahwa persegi tidak boleh disebut persegipanjang) dan mencari bukti untuk mendukung kebenaran dugaannya tersebut dan kemudian mengembangkan generalisasi berdasarkan sejumlah bukti yang ada; pembentukan hubungan kuantitatif proporsional yakni subjek mampu menetapkan hubungan antara banyaknya sisi dan sudut pada bangun persegi dan persegipanjang; berpikir deduktif matematis yakni subjek menggunakan rumus luas persegi dan persegipanjang untuk membuktikan pernyataannya bahwa persegi tidak boleh disebut persegipanjang meskipun penjelasannya hanya menyatakan bahwa rumus untuk menghitung luas kedua bangun itu berbeda; berpikir relasional abstrak secara implisit sudah ada dengan ditandai oleh kemampuannya mempertimbangkan hubungan antara persegi dan ciricirinya dengan persegipanjang dan ciri-cirinya untuk menyimpulkan hubungan antara persegi dengan persegipanjang, namun secara eksplisit fungsi kognitif ini masih belum nampak; penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif yakni subjek mampu merefleksikan dan menganalisis aktivitas matematika pada jawabannya. Fungsi kognitif pada level 3 berpikir matematis rigor yang belum tampak digunakan oleh subjek antara lain: pengartikulasian kejadian matematis logis; pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan; berpikir induktif matematis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek menggunakan fungsi kognitif pelabelan, yaitu memberi suatu nama bangun berdasarkan atribut kritisnya. Nama bangun yang diberikan oleh subjek yaitu persegipanjang untuk bangun pada gambar 1 dan persegi
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 247
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
untuk bangun pada gambar 2 pada soal. Interpretasi garis menurut subjek masih bergantung pada arah atau posisi garis tersebut didepannya. Ketika suatu garis diletakkan dengan arah miring jika dilihat dari sudut pandang subjek, maka ia menyatakan bahwa garis tersebut serong, bukan garis lurus lagi. Tapi jika posisinya diubah mendatar atau tegak maka ia bisa menyatakan bahwa garis tersebut lurus. Sehingga menurutnya suatu garis itu bisa serong ataupun lurus tergantung arah orientasinya. Hal ini menunjukkan terjadi konflik dalam pikiran subjek akan makna garis dalam geometri. Di dalam buku-buku geometri, suatu garis lurus cukup dinyatakan dengan istilah garis karena ia memiliki ciri lurus sempurna. Artinya jika garis tersebut diubah arah orientasinya, maka ia tetaplah garis dalam artian garis lurus. Subjek juga telah menggunakan fungsi kognitif analisis dan pemecahan kode dalam menjelaskan ciri bangun gambar 2 pada soal sehingga ia menamainya dengan persegi. Ciri yang dinyatakan oleh subjek untuk bangun gambar 2 pada soal adalah keempat sisisisinya sama panjang. Secara eksplisit ciri yang diungkapkan oleh subjek memiliki interpretasi bias karena ciri tersebut juga bisa cenderung kearah belahketupat karena bangun tersebut juga memiliki empat sisi yang sama panjang. Interpretasi seperti inilah yang mungkin menyebabkan konflik dalam pikiran subjek tentang nama suatu bangun jika gambar 2 pada soal dirubah arah orientasinya, antara persegi dan belahketupat. subjek kurang mencermati ciri-ciri lainnya dari bangun gambar 2 pada soal yakni berkaitan dengan besar sudut-sudutnya, padahal pada soal telah tersaji simbol “∟” yang bermakna sudutnya siku-siku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek hanya menganalisis susunan dari kedua gambar yang diberikan tanpa melakukan pengamatan secara lebih cermat dan seksama lagi serta tanpa menggunakan fungsi kognitif pemecahan kode untuk memaknai simbolsimbol yang ada pada kedua gambar bangun. Dalam menentukan hubungan antara persegi dan persegipanjang, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek menyatakan bahwa persegi tidak boleh disebut persegipanjang karena menurutnya kedua bangun memiliki ciri yang berbeda. Syarat suatu bangun boleh disebut bangun lain menurutnya ciri-ciri kedua bangun tersebut haruslah sama persis, termasuk cara untuk menghitung
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 248
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
rumusnya juga harus sama. Subjek membedakan antara sisi dengan panjang ataupun lebar pada suatu bangun dimana pada persegi tidak memiliki panjang atau lebar. Secara keseluruhan selama mengerjakan soal yang diberikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir matematis rigor subjek hanya mampu memenuhi level 1 (berpikir kualitatif) dan telah menggunakan sebagian fungsi kognitif pada level 2 (berpikir kuantitatif) dan level 3 (berpikir relasional abstrak) berpikir matematis rigor. Pada level 2 (level berpikir kuantitatif) berpikir matematis rigor, hasil penelitian telah menunjukkan bahwa subjek belum menggunakan fungsi kognitif pengukuran ruang dan hubungan spasial. Sedangkan pada level ketiga (level berpikir relasional) berpikir matematis rigor, hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek masih belum menggunakan fungsi kognitif pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan, berpikir induktif matematis, berpikir relasional meskipun secara implisit telah digunakannya namun secara eksplisit masih belum.
4. Simpulan dan Saran Berdasarkan proses yang dilakukan dalam menyelesaikan soal matematika yang diberikan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan kemampuan berpikir matematis rigor subjek berkemampuan sedang berada pada kategori level 1 (berpikir kualitatif). Berdasarkan simpulan hasil penelitian tersebut maka disarankan untuk didesain suatu pembelajaran matematika yang melibatkan intervensi paradigma berpikir matematis rigor.
7. Daftar Pustaka Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Evans, J.S.B.T. 2007. Hypothetical Thinking: dual processes in reasoning and judgement. New York: Psychology Press. Buku online diakses pada 20 April 2011 dari http://books.google.co.id/. Fitriyani, H. 2011. Profil Berpikir Matematis Rigor Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika. Tesis : Unesa Surabaya
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 249
PROSIDING
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3
Kinard, J.T. 2001.Creating Rigorous Mathemaical Thinking: A Dynamic that Drives Mathematical and Science Conceptual Development. Retrieved on October 21, 2009 from www.umanitoba.ca/unevoc/conference/ papers/ kinard .pdf. ___________. 2007. Method and Apparatus for Creating Rigorous Mathemaical Thinking. Retrieved on 24 March 2010 from http://www.freepatentsonline.com Kinard, J. T., & Kozulin, A. 2008. Rigorous Mathematical Thinking : Conceptual Formation in the Mathematics Classroom. New York : Cambridge University Press. _______________________. 2005. Rigorous Mathematical Thinking: Mediated Learning and Psychological Tools. Focus on learning Problem in Mathematics 27.3 (Summer, 2005) :1(29). Academic OneFile. Gale. Universitas Negeri Surabaya. Retrieved on 20 Oct. 2009 from http://find.galegroup.com Ratumanan, T.G dan Laurens, T. (2003). Evaluasi Hasil Belajar yang Relevan dengan Kurikulum Berbeasis Kompetensi. Surabaya : Unesa University Press. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D). Bandung : Alfabeta Sumarmo, U. 2010. Berpikir dan Disposisi Matematika : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FMIPA UPI. Dunduh pada 1 April 2011 dari http://math.sps.upi.edu Sunardi, 2011. Pembelajaran Geometri Sekolah dan Problematikanya. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan pendidikan matematika di Universitas Jember pada tanggal 23 Juli 2011.
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Yogyakarta, 3 Desember 2011
MP ‐ 250