PERBANDINGAN ANTARA FUNGSI HISBAH DAN LEMBAGA PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E,Sy)
Oleh: ALVIAN MUSHAFY ABDULLAH 1110046100171
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/ 1436 H
i
PERBAI\DINGAN ANTARA FTJNGSI HISBAH DAh[ LEMBAGA PENGAWASAI\ PEREKONOMIAN MODERN SKRIPSI Diajukan Untuk Menenutri Sahh Satu Syarat Meraih
Gehr Sarjana Ekorpmi Slxariah (S.ESV) Olek
ALVIAN M.USIIAFT ABDULLAII I I 10046100171
Di Bawah Binibingan:
Dr.Dede AMUI Fatall M.Si
KONSENTRASI PERBAI\KAI\ SYARIAH PROGRAM STTJDI MUAMALAT (EKONOMI ISI,AM) FAKUTAS SYARIAH DAI\ H[]KT]M TIIN SYARIF HIDAYATT]LLAH
.
JAKARTA 201s
M/
1436
H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ll
n
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN Skripsi bedudul "PERBANDINGAI\ AIYTARA FUNGSI IIISBAH DAI{ LEMBAGA
PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN" telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif \
Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 31 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakartq 31 Maret 2015
Panitia Ujian Munaqasyah Ah.Azharuddin Lathif. M.Ag. MH
Ketua
NIP. 1 97425 Sekretaris
Penguji
2001
r2l00r
Abdunauf.Lc.MA NrP. 19?3
Pembimbing
07
121
520050
1
1002
Dr. Dede Abdul Fatah. M.Si
(..'........"
"t
I NrP. I 948 1 02019 66121001
Penguji
II
H.M. Fudhail Rahman. Lc. MA NrP. I 97508 I 02009
12 1 001
Ut
................{.
v,
u1
h
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Slaipsi ini merupakan hasil karya asfi saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E,Sy) di Fakuhas Syariah dan Hularm, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penuli.san ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di 'Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah iakarta.
3.
Jka di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Februari 2015
Iv
ABSTRAK
Alvian Mushafy Abdullah,1110046100171. “PERBANDINGAN ANTARA FUNGSI HISBAH DAN LEMBAGA PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN” Strata 1, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Hisbah merupakan lembaga pengawas yang sudah ada semenjak zaman Rasulullah, dan pengawasan yang dilakukan secara langsung ke tempat kejadian perkara, meminimalisirnya kejahatan yang terjadi di pasar. Banyaknya pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh para pedagang dikarenakan kurangnya pengawasan yang ketat. Lembaga pengawas Hisbah mempunyai fungsi utama pengawasan dan menyuruh dalam berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan yang khususnya dalam sektor ekonomi yang sedikit banyaknya terjadi di pasar. Di Indonesia pun terdapat lembaga pengawasan ekonomi modern seperti, BPOM, LPPOM, KPPU, dan terdapat DSN yang memang semuanya bergerak di bidang pengawasan, telah lama mengawasi kegiatan ekonomi yang berada di Indonesia dan fokus masing-masing pada bidangnya, namun skripsi ini memfokuskan pembahasannya pada fungsi Hisbah dan pasar karena disitulah terjadinya transaksi ekonomi yang memang dari segi isi dagangannya sering kali dicederai oleh para pedagang untuk mendapatkan untung yang lebih banyak. Ditemukan perbedaan antara kedua lembaga yang mencolok ini, antara lain pada fungsi yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut, karena Hisbah belum terlalu spesifik tidak seperti lembaga pengawasan perekonomian sekarang yang sudah dibagi-bagi berdasarkan spesifikasi masing-masing, seperti BPOM pada hal pangan dan persaingan usaha yang dalam skala makro ada lembaga KPPU dan lain-lain. Persamaannya tentu terletak pada tugas utama yang dipunyai oleh keduanya yaitu mengawasi khususnya dalam sektor ekonomi dari 3 aspek yaitu, produksi, distribusi dan konsumsi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, menggunakan data primer dan sekunder dari setiap lembaga yang telah disebutkan, yang diambil dari website resmi dan data yang valid dan bisa dipertanggung jawabkan.
Kata Kunci
: Hisbah, Lembaga Pengawas, Pasar, BPOM, LPPOM, KPPU, DSN.
Pembimbing
: Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur sangat dipanjatkan penulis atas anugerah yang tiada hingga dari Allah SWT yang memberikan berupa karunia, rahmat dan nikmat, sehingga skripsi dengan judul “PERBANDINGAN ANTARA FUNGSI HISBAH DAN LEMBAGA PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN”
ini dapat terselesaikan. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh dukungan, motivasi dan bantuan yang sangat berarti dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak tersebut sebagai berikut:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bapak Ah. Azharuddin Latif, M.Ag, M.H. selaku kepala Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. selaku dosen pembimbing penulisan skripsi saya yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan saran dan masukan yang sangat berarti bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Pengurus
perpustakaan
yang
mengadakan studi perpustakaan.
vi
telah
memberikan
Fasilitas
untuk
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis. 6. Ayahanda tercinta (H. Uyok Abdullah) dan ibunda tercinta (Hj. Dede Sakinah) yang terus memberikan motivasi baik dalam bentuk moril maupun materil serta doa yang tiada henti yang sangat berarti, karena beliau berdualah penulis bisa sampai titik ini, semoga sehat sejahtera selalu dan panjang umur untuk melihat kesuksesan putara-putrinya ini. Tak lupa juga untuk adik laki-laki yang sekarang sudah kuliah dan telah dewasa Muhammad Maudi Mauludi sedikit banyaknya telah membantu dalam penyelesaian proses tugas akhir skripsi ini dan kedua adik perempuan penulis yang tiada hentinya diganggu dan memberikan sedikit relaksasi atas kepenatan yaitu Tasya Nurul Badriah Kultsum dan Nazwa Zazkia Salsabila yang juga menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan segera membiayai mereka menjadi lebih baik lagi, semoga ketiganya menjadi lebih berguna bagi agama, Nusa dan Bangsa. 7. Adinda Pipit Nurpitamaya seorang wanita yang telah lama hilang dan merupakan seseorang pertama nan istimewa yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini serta selalu memberikan motivasi pada penulis. 8. Teman-teman DarusSunnah almamater pondok yang juga dikhususkan kepada Prof. Dr. KH.Ali Mustafa Ya’qub, MA sebagai guru besar sekaligus ayah yang menjadi sosok panutan karena dari beliau-lah penulis vii
mengetahui semua indahnya horizon wawasan ilmu Hadis yang tiada tara indahnya, semoga generasi setelahya baik dari kami ataupun dari yang lain bisa mengikuti jejak beliau yang sangat berarti dan bisa meneruskan apa yang beliau cita-citakan untuk anak muridnya kelak bermanfaat seperti beliau bagi agama, nusa dan bangsa. 9. Dan juga teman-teman Darsun (Darussunnah) angkatan ANTABENA yang telah banyak memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dan juga dalam memotivasi untuk Menikah segera, kepada saudara Ali Mahrus, bang Haji yang menemani perjalanan dengan kendaraan beliau yang penulis berterima kasih tiada tara, juga Firdaus Syahid sebagai teman sejawat dan sekelas juga seangkatan, ketua Antabena juga anggotanya yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-satu, pokoknnya semua teman Antabena terima kasih banyak. 10. Teman- teman seperjuangan PS.D Squad yang senantiasa mendukung dan memotivasi penulis dalam setiap langkah pengerjaan skripsi ini khususnya Aji Aison, Sebew Ibnu, Faqih, Harfi, Bagong Rizky, Kiting Hilmi, Uji Uye, Monyok Ryan, Adib, Bidin Bluetooth, Yordan, Adit, Bapet Fatih, Ari Norman, Tsamroh dan Lost Buchor juga Yasser yang menghilang dan Tamara dan para mahasiswi kawan PSD semuanya. 11. Semua pihak yang pernah singgah dan menjadi kawan baik yang baru maupun yang lama, seperti kosan Putra Bangka, kemudian Teman-teman Lisensi angkatan 2010, kawan-kawan eBI, almamater Daarul Uluum Lido viii
angkatan An-Najwa/2004, Alumni SDN Harjasari I, anak-anak Himabo dan seluruhnya yang pernah mengenal dengan penulis Terima Kasih yang sebesar-besarnya. 12. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini, semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat ganda dan kebaikan yang telah diberikan, balasannya takkan pernah tertukar karena Allah Maha Penyayang, Aamiin …
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................................i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...........................................................iii LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................................iv ABSTRAK ......................................................................................................................v KATA PENGANTAR...................................................................................................vi DAFTAR ISI...................................................................................................................x BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Pokok Permasalahan ........................................................................ 7 1. Identifikasi Masalah .................................................................... 7 2. Perumusan Masalah ..................................................................... 8 3. Pembatasan Masalah .................................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................................... 9 1. Tujuan Penulisan ......................................................................... 9 2. Manfaat Penulisan ....................................................................... 9 D. Review Studi Terdahulu ................................................................. 10 E. Metode Penelitian ........................................................................... 12 x
1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 12 2. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 13 3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 13 4. Teknik Analisis Data ................................................................. 15 5. Objek Penelitian ........................................................................ 16 E. Pedoman Penulisan .. ………………………………………………………16 F. Sistematika Penulisan ............................................................................ 16 BAB II LANDASAN TEORITIS INTERVENSI PEMERINTAH TERHADAP PASAR
A. Pasar sebagai Pusat Aktivtas Ekonomi ............................................ 18 B. Intervensi Pemerintah dalam Mekanisme Pasar .............................. 22 BAB III
FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA HISBAH
A. Al-Hisbah Sebagai Lembaga Pengawas ......................................... 31 1. Sejarah Lembaga Hisbah ..................................................... 31 a) Masa Rasulullah............................................................... 36 b) Masa Khulafa al-Rasyidin .............................................. 38 c) Masa Bani Umayyah ....................................................... 42 d) Masa Bani Abbasiyah ..................................................... 46 2. Pengertian Hisbah ............................................................... 49 3. Dasar Hukum ...................................................................... 55 4. Pertumbuhan dan Perkembangannya .................................. 63 xi
5. Wewenang dan Tugas ......................................................... 65 B. Lembaga Pengawasan dalam Islam dan Perbandingannya dengan AlHisbah ............................................................................................. 75 1. Wilayat al-qadhâ` ................................................................. 76 2. Wilâyat al-Mazâlîm .............................................................. 77 3. Wilâyât al-Hisbah ................................................................ 78 BAB IV
FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA
PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN DI INDONESIA
A. Profil dan Sejarah Lembaga Pengawas di Indonesia ..................... 80 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ................... 82 a) Pengertian dan Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ......................................................... 82 b) Fungsi dan Wewenang .................................................. 84 c) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan .................... 86 2.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) .......................... 92 a) Sejarah Berdiri Lembaga Pengakajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) ............................................................. 92
3.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) .................... 94 a) Sejarah dan Latar Belakang xii
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)............... 94 b) Tugas ............................................................................ 96 c) Wewenang .................................................................... 96 4. Dewan Syariah Nasional (DSN) .......................................... 98 BAB V
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FUNGSI PENGAWASAN
PASAR A. Persamaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern ........................................................................................... 108 B. Perbedaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern ........................................................................................... 111 BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 117 B. Saran.............................................................................................. 118 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................119 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 .................................................................................................................107 Tabel 1.1......................................................................................................................109 Tabel 1.2......................................................................................................................112
xiii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat vital dalam menjalankan roda ekonomi khusunya sebuah daerah, karena banyak yang terjadi dalam pasar khususnya transaksi jual beli masyarakat, melakukannya secara bebas yang kadang memang sama sekali tak ada pengawasnya. Dalam sejarah Islam ada sebuah lembaga ekonomi yang bertugas mengawasi pasar yang disebut Hisbah, dan lembaga ini tak boleh dikembangkan di luar masalah ekonomi, termasuk untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan moral, juga dalam mengawasi proyek-proyek sosial dan sipil. Melihat itu, maka kunci peranan Hisbah yang dikaji oleh banyak pemikir Islam contohnya Ibnu Taimiyah ini yang mencurahkan penuh perhatiannya terhadap subyek ini.1 Tak ada pembahasan mengenai
peranan Negara dalam kehidupan
ekonomi masyarakat dengan mengabaikan peranan sebuah institusi, bagaimanapun institusi ini penggerak kontrol sebuah program pemerintahan, dengan mana sejumlah besar kegiatan ekonomi bisa diawasi dan dikontrol. Juga, jika dibutuhkan bisa dilakukan intervensi.
1
A.A Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Penerjemah H Anshari Thayib (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997), h.236.
1
2
Dari apa yang telah disebutkan di atas bahwa memang pergulatan sebuah institusi lagi-lagi tak lepas dari sebuah peranan dan intervensi pemerintah. Agar berjalan maksimal, memang dibutuhkan adanya intervensi pemerintah dalam pengoptimalisasian sebuah institusi ini, kita khususkan dalam lembaga Hisbah yang di Indonesia memang tidak diterapkan sebagai sebuah institusi yang sama namun ada juga lembaga yang sama dan punya tugas dan peranan hamper sama terhadap perkembangan ekonomi juga pengawasan yang menjadi tanggung jawab dan tugas lembaga ini. Di Indonesia sendiri terdapat lembaga pengawasan perekonomian modern yang bertugas dalam mengawasi kegiatan ekonomi yang kurang lebih seperti Hisbah, seperti BPOM, LPPOM dan lain-lain. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai pertanggung jawaban dalam menangani kasus-kasus pelanggaran yang terjadi, yang banyaknya dilakukan oleh para pedagangpedagang curang. Dari sumber pertama dalam Islam yaitu Al-Qur’an yang telah dikatakan dan tertulis dalam Surat ke-4 ayat ke-29 yaitu Surat An-Nisa :
ْﯾَﺎ أَ ﱡﯾﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا َﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮا أَ ْﻣ َﻮاﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑَ ْﯿﻨَ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟﺒَﺎطِ ِﻞ إ ﱠِﻻ أَنْ ﺗَﻜُﻮنَ ﺗِ َﺠﺎ َرةً ﻋَﻦ ﷲَ َﻛﺎنَ ﺑِ ُﻜ ْﻢ رَ ﺣِ ﯿﻤًﺎ ض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َو َﻻ ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮا أَ ْﻧﻔُ َﺴ ُﻜ ْﻢ إِنﱠ ﱠ ٍ ﺗَ َﺮا Artinya: Wahai orang-orang beriman. Janganlah diantara kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil (tidak benar), kecuali diantara kalian melakukan perdagangan atas dasar suka sama suka dan meridhoi satu sama lain. Dan janganlah saling membunuh diantara kamu. Karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS :4 : 29)
3
Telah jelas bahwa memang ketika perdagangan dilakukan jika tidak ada dasar suka sama suka maka yang ada hanya sifat buruk yang muncul maka disitu sudah kerugian yang hadir satu sama lain dan tidak ada keridhoan disini berimplikasi cukup buruk yang jika dibiarkan maka akan menjadi gejala yang buruk khususnya bagi keberlangsungan ekonomi dan kesehatan dan lainlain. M.Quraish Shihab dalam karya tafsirnya “Al-Mishbah” menyatakan dalam ayat tersebut dikatakan bahwa : dalam konteks ekonomi menyebutkan beberapa prinsip penting yang Pertama : adalah kata
أﻣﻮاﻟﻜﻢyang dimaksud
harta disini adalah harta yang beredar di masyarakat. adalah
ﺑﺎﻟﺒﺎطﻞ
2
Dan yang kedua
yakni pelanggaran tertentu dalam agama atau persyaratan
yang telah disepakati. 3 Pada zaman Rasulullah pun kita sudah bisa lihat bahwa Rasulullah yang menginspeksi sendiri pasar yang menginspeksi para pedagang yang tidak taat dan sedikit membangkang agar mendapatkan keuntungan yang lebih, seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di bawah ini:
َْﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﺣ َﻤ ْﯿ ُﺪ ﺑْﻦُ َﻣ ْﺴ َﻌ َﺪةَ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ا ْﻟ ُﻤ ْﻌﺘَ ِﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ ُﺳﻠَ ْﯿﻤَﺎنَ ﻗَﺎل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ﻟَ ْﯿﺜًﺎ ﯾُ َﺤﺪﱢثُ ﻋَﻦ ﷲ إِﻧﱢﻲ ا ْﺷﺘَﺮَ ﯾْﺖُ ﺧَ ْﻤ ًﺮا ِﻲ ﱠ ﺲ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ طَ ْﻠ َﺤﺔَ أَﻧﱠﮫُ ﻗَﺎ َل ﯾَﺎ ﻧَﺒِ ﱠ ٍ َﯾَﺤْ ﯿَﻰ ْﺑ ِﻦ َﻋﺒﱠﺎ ٍد ﻋَﻦْ أَﻧ ( )رواه اﻟﺘﺮﻣﺬي. َﻷَ ْﯾﺘَﺎمٍ ﻓِﻲ ِﺣﺠْ ِﺮي ﻗَﺎ َل أَ ْھ ِﺮ ْق ا ْﻟ َﺨ ْﻤ َﺮ َوا ْﻛﺴِﺮْ اﻟ ﱢﺪﻧَﺎن Artinya: “Diriwayatkan dari Humaid bin Mas`adah, dari al-Mu`tamir bin Sulaiman berkata: Saya mendengar Laits berkata dari Yahya bin Abbad 2 3
Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h.412. Ibid,. h.413.
4
dari Anas dari◌ِAbū Thalhah Bahwa dia berkata: Wahai Nabi Allah! Saya telah membeli khamr dari harta anak yatim yang beradai di bawah lindunganku. Rasulullah saw. bersabda: Curahkanlah dan pecahkan wadahnya. (HR. al-Tirmiźi)”4 Dari hadis di atas kita bisa dapati bahwa Rasulullah sendiri yang turun tangan untuk memeriksa adakah kejanggalan yang terjadi di pasar, dan terbukti agar mendapatkan keuntungan yang lebih pedagang itu memperjual belikan khamr yang jelas-jelas dilarang oleh Rasulullah. Juga dari kasus yang terjadi di Negara kita, Hanya enam dari 169 pasar tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah memiliki peralatan penimbangan barang terstandardisasi. Keenamnya ialah Pasar Sambilegi di Kabupaten Sleman, Pasar Sentolo di Kabupaten Kulonprogo, Pasar Argosari di Kabupaten Gunungkidul, Pasar Imogiri di Kabupaten Bantul, serta Pasar Prawirotaman dan Pasar Lempuyangan di Kota Yogyakarta. "Baru pasar-pasar ini yang memiliki sertifikat bertanda sah atau sistem alat penimbangan barang pedagangnya sudah terstandardisasi oleh Balai Metrologi," ujar Kepala Balai Metrologi Dinas Perindustrian DIY, Sudaryono, di sela pembukaan Forum Metrologi Legal Asia Pasifik ke-20 di Hotel Royal Ambarukmo, Kamis, 7 November 2013. Sudaryono mengatakan, minimnya pasar tradisional yang memiliki predikat tertib ukur menandakan praktek kecurangan pedagang untuk
4
Abû Isya Muhammad bin Isya bin Sawrah al-Tirmidzi [selanjutnya disebut: Tirmidzi], AlJâmi’ al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000),Cet. Ke-1, Jilid 2, h. 309.
5
mengakali pembeli masih banyak terjadi. “Padahal praktek memanipulasi berat barang merupakan salah satu penyebab kenaikan harga barang," ujar dia. Kebanyakan praktek kecurangan di pasar tradisional, menurut Sudaryono, masih seputar memberi pengganjal di alat timbangan untuk menambah berat barang yang sebenarnya lebih ringan. “DIY masih butuh waktu lama untuk menjadi kawasan tertib ukur,” katanya. Direktur Metrologi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko, mengatakan belum banyak pemerintah daerah memberi perhatian terhadap perbaikan sistem alat ukur di kawasannya. Menurut dia, baru ada tujuh kota di Indonesia yang berstatus tertib ukur. "Baru Batam, Surakarta, Singkawang, Balikpapan, Bontang, Tarakan, dan Mojokerto," ujar Hari. Menurut Hari, sektor penting yang butuh standardisasi alat ukur di daerah ialah listrik, gas, air, dan pasar, serta perdagangan komoditas penting semacam minyak sawit. Dia berpendapat, penertiban alat ukur di pasar layak menjadi perhatian sebab praktek kecurangan penimbangan berpengaruh terhadap
inflasi.
"Akumulasi
kecurangan
dalam
menimbang barang
menyebabkan inflasi," ujar dia. Bahkan dalam pertemuan ini dibahas soal pengukuran nilai pulsa yang dikenakan oleh provider terhadap pemakai frekuensi selulernya. "Selama ini
6
pengukur pulsa belum ada, jadi metrologi bukan hanya bahas isu soal volume," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti.5 Kasus di atas mencerminkan bahwa kecurangan masih marak dan tidak terarah karena belum ada tindak tegas dari pemerintah. Campur tangannya masih diharapkan untuk perbaikan ekonomi yang lebih baik. Pasar yang merupakan tempat pusat bertransaksi pada masa dewasa ini sudah mulai tergerus dengan zaman yang banyak didatangi oleh system internetisasi dan semua transaksi yang bersifat online. Kemajuan dalam segala bidang, seperti ilmu pengetahuan, telekomunikasi, kemudahan sekarang hanya tinggal dalam genggaman, dunia pun bak sebuah dusun global (global village).
Batas-batas
geografis
maupun
Negara
sudah
tidak
lagi
signifikan.akibatnya, konsumen semakin terdidik, banyak menuntut, dan memiliki posisi tawar menawar, (bargaining position) yang semakin kuat. Kebutuhan mereka berkembang semakin kompleks.6 Di sini penulis menawarkan sebuah penelitian dan analisis yang bisa sedikit membantu untuk pemberian pilihan dan sedikit solusi dengan dimunculkan kembali isu-isu dan masalah sekitar Hisbah, dengan adanya Hisbah atau semacam lebaga pengawas pasar yang tugasnya memang hanya
5
Addi Mawahibun Idhom “Hanya Enam Pasar di Yogyakarta Punya Timbangan Jujur” Berita diakses 7 November 2013 dari http://www.tempo.co/read/news/2013/11/07/058527907/HanyaEnam-Pasar-di-Yogyakarta-Punya-Timbangan-Jujur. 6 Gregorious Chandra, dkk, Pemasaran Global : Internasionalisasi dan Internetiasi (Yogyakarta: ANDI, 2004), h.1.
7
untuk mengontrol dan mengawasi tindak-tanduk dan segala macam aktivitas yang terkait. Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dibahas secara detail dan mendalam dalam skripsi yang berjudul : “Perbandingan Antara Fungsi Hisbah dan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern”. B. Pokok Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Lembaga Hisbah ini sudah berdiri sekian lamanya dan permasalahan yang muncul pun tidak hanya berbatas pada satu batasan yang membahas kasus yang terjadi pada masa awal Islam dan seterusnya, namun, bagaimanapun permasalahan ini harus kita lebih kerucutkan agar terfokus dan lebih terarah dalam penelitian ini. Banyak sekali kasus yang terjadi dalam hal kecurangan dan ketidak jujuran yang terjadi di pasar khususnya, karena dalam pasar adalah suatu tempat yang memang bertukarnya uang dan barang yang bersifat transaksional. Kerugian salah satunya yang menjadi faktor utama yang menyebabkan pasar minim pembeli. Kecurangan ini akan berakibat fatal dan jika dibiarkan akan berimplikasi terhadap runtuhnya sistem ekonomi yang telah berjalan, oleh karena itu pembahasan yang luas ini agak sedikit penulis beri batasan dalam masalah pengawasan yang berjalan pada masa-masa awal Islam dan bagaimana persamaan dan perbedaan dengan lembaga pengawasan perekonomian modern di Negara kita.
8
2.
Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini ialah bagaimana persamaan dan perbedan fungsi Hisbah dalam sejarah Islam dan lembagalembaga pengawasan perekonomian modern yang berada di Indonesia. Dari rumusan tersebut dapat dijabarkan menjadi 3 pertanyaan yaitu: a. Apa saja fungsi-fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga Hisbah dalam sejarah perekonomian Islam? b. Apa saja fungsi-fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga pengawasan perekonomian di Indonesia seperti: BPOM, LPPOM, KPPU dan DSN? c. Apa saja persamaan dan perbedaan fungsi antara kedua lembaga tersebut yaitu lembaga Hisbah dan lembaga pengawasan perekonomian modern?
3. Pembatasan Masalah Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami masalah yang akan dibahas, dirasa perlu adanya pembatasan masalah yang sesuai dengan judul yang dimaksud. Maka penulis memberikan batasan masalah dalam penelitian ini mengenai: a. Pasar, pasar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tentang ruang atau tempat berkumpul orang-orang yang menyediakan produk baik untuk didistribusikan ataupun dikonsumsi.
9
b. Hisbah, Hisbah yang dimaksud disini adalah lembaga pengawasan pasar yang telah berlangsung dalam sejarah Islam sampai kurang lebih sekitar abad-18 pada zaman Turki Utsmani. c. Lembaga pengawasan perekonomian modern yang dimaksud disini adalah lembaga pengawasan yang berada di Indonesia yang berkutat pada bidang ekonomi dan mempunyai tugas kepengawasan dalam hal ini, BPOM, LPPOM, KPPU dan DSN dengan DPS nya. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian yang bisa didapat adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui fungsi lembaga Hisbah yang berjalan sepanjang sejarah perekonomian Islam. 2. Untuk mengetahui fungsi lembaga pengawasan modern yang berada di Indonesia seperti yang telah disebutkan, diantaranya: BPOM, LPPOM, KPPU, dan DSN. 3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara keduanya, yaitu antara lembaga Hisbah dan lembaga pengawasan modern. Manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Untuk Penulis Menambah pengetahuan dan mengisi kekosongan kapasitas pengetahuan tentang mekanisme yang rapih yang diterapkan di masa keemasan Islam juga praktiknya di Indonesia. 2. Untuk Akademisi
10
Menambah informasi dan bahan literatur untuk bisa melakukan penelitian mengenai judul ini bagi yang berkecimpung di dalamnya. 3. Untuk Masyarakat Khususnya yang berada di pasar yang memang lebih bisa mendapatkan keuntungan dengan main bersih dan lebih cerdas. D. Review Studi Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang Hisbah dan lembaga pengawasan perekonomian modern diantaranya yaitu: Penelitian yang berasal dari saudara Ungki Miftahul Muttaqin, dengan judul: Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perspektif Hukum Islam, pada tahun 2009, kesimpulan dari penelitian ini adalah tentang pengawasan persaingan usaha yang dilakukan oleh KPPU, usaha KPPU yang mengawasi aktifitas ekonomi dan melakukan investigasi sampai pemberian sanksi bagi siapa saja dalam melakukan usahanya yang melanggar UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Usaha Tidak Sehat yang mana sangat relevan dengan hukum Islam. Perbedaan dan persamaan apa yang dia teliti dengan penelitian dalam skripsi ini sama-sama membahas tentang lembaga pengawasan perekonomian hanya saja Mas Ungki ini berfokus pada KPPU dan kasus-kasus yang diamatinya dalam pelanggaran UU No. 5 tahun 1999. Penelitian yang kedua dari saudara Zulfaqar bin Mamat, dengan judul Institusi Hisbah dan Peranannya dalam Mengawal Kegiatan Ekonomi Islam,
11
pada tahun 2010. Penelitian ini bersifat eksklusif dalam pembahasan lembaga pengawasan Islam yaitu Hisbah, dan hanya terfokus pada Negara islam, dan disitulah letak perbedaannya dan persamaannya lagi-lagi dalam bidang pengawasan perekonomian oleh suatu lembaga yaitu
Hisbah sendiri dan
dikhususkan pada Negara Islam dan tugasnya saja yang dibahas, karena penelitian ini dalam berbentuk jurnal. Penelitian yang ketiga hampir sama dengan penelitian yang sebelumnya yaitu yang dikhususkan tentang Hisbah dan secara singkat dalam pembahasannya karena dalam bentuk jurnal yang intinya lembaga Hisbah yang tidak bisa diterapkan kelembagaannya di Indonesia karena pertama Indonesia bukan Negara Islam dan yang kedua sudah ada lembaga yang mewakili tugasnya seperti, BPOM dan lain-lain. Persamaan hanya terletak pada objek penelitian yaitu Hisbah itu sendiri dan perbedaannya dalam letak kedetailannya dan juga pemaparan yang lebih luas. Penelitian yang ke-empat atau penelitian terakhir seperti penelitian yang pertama dalam bentuk skripsi hanya saja lembaganya yang berbeda, jika dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Ungki adalah tentang KPPU, jika penelitian ini adalah tentang BPOM. Penelitian yang dilakukan oleh saudara Andi Kurniasari, dengan judul: “Perlindungan Konsumen atas Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Produk Kopi, pada tahun 2013. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana peranan tangan panjang BPOM yaitu BBPOM atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan yang berada di setiap
12
daerah besar di ibukota provinsi masing-masing. Di daerah Jawa Timur yang memang menjadi tempat peneliti mengkaji kode izin edar Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) yang memang telah terdaftar di Dinas Kesehatan dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2001 tentang Standard Mutu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tentang kode izin produk yang berasal dari masyarakat yang harus dicek keabsahannya dan juga harus mengedepankan inovasi dalam pelaksanaannya sehingga bisa segera menindak lanjuti dalam mengetahui kode izin yang mana yang palsu atau tidak. Perbedaan penelitian ini dengan apa yang penulis teliti seperti apa yang tercantum dalam perbandingan studi terdahulu yang di penelitian yang pertama yaitu dalam spesifikasi lembaga dan tempat yang diteliti lebih khusus juga yaitu di daerah Jawa Timur. Ada jurnal dan juga skripsi lain yang menjadi studi terdahulu untuk penulis bisa menentukan bagaimana batas dan juga perumusan masalah yang bisa ditentukan untuk penelitian ke depannya aga bisa melengkapi satu sama lain. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang di teliti7. Analisis deskriptif yaitu metode yang menggambarkan data dan informasi yang diperoleh di lapangan. Selain itu peneliti juga akan 7
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Kencana 2011), h.166.
13
memberikan solusi atas kejadian dilapangan mengenai permasalahan yang melanggar aturan dalam hal ini adalah aturan hukum. Dan sifat penelitian ini bersifat deskriptif-analitik yang mana metode menggunakan pencarian data dengan interpretasi yang tepat dan juga analisisnya dengan terukur, terarah dan cermat. Dimana penulis berusaha memaparkan tentang tugas, landasan hukum, juga wewenang Hisbah, dan relevansinya terhadap praktik lembaga tersebut di Negara Indonesia. 2. Jenis dan Sumber Data a.
Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yaitu dengan melihat langsung dan mengaksesnya ke situsnya yang resmi serta mengonfirmasi kebenarannya.
b.
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diterima melalui studi kepustakaan yang berhubungan dengan materi skripsi ini. Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan dengan melakukan kunjungan ke beberapa perpustakaan guna mendapatkan data dari berbagai literatur.
3. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian kualitatif dan yang paling pokok adalah pengamatan atau
14
observasi dan wawancara mendalam atau in-depth interview8. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi dan analisis dokumen serta dibantu dengan kajian kepustakaan Pengumpulan data adalah proses pengadaan data primer dan data sekunder untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang objektif, yaitu data yang diperoleh berdasarkan data yang sebeanar-benarnya bukan atas karang-karangan. Ada tiga macam teknik yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data secara kualitatif9 : a. Wawancara Mendalam dan Terbuka Data yang diperoleh yaitu kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetauannya. Wawancara (interview) yaitu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden yang sekiranya mampu memnberikan informasi yang berguna bagi penelitian selanjutnya jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti
ingin
melakukan
studi
pendahuluan
untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila
8 9
Ibid., h.172. Ibid., h. 186.
15
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. 10 Wawancara dilakukan terutama jika peneliti menganggap bahwa hanya responden yang paling mengetahui dirinya sendiri sehingga informasi yang tidak dapat diamatinya atau tidak dapat diperoleh dengan cara lain akan diperoleh dengan cara wawancara. 11 b. Penelaahan Terhadap Dokumen Tertulis. Data yang diperoleh dari metode ini berupa cuplikan, kutipan, atau penggalan catatan-catatan dari organisasi, klinis, atau program; memorandum-memorandum atau korespondensi; terbuat dari laporan resmi; buku harin pribadi; dan jawaban terbuka terhadap kuesioner dan survey. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan studi dokumenter yaitu dengan membaca buku literatur yang relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini pengumpulan data juga dilakukan pada media informasi yang terkait pada penelitian ini. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisa Perbandingan
10
atau
Studi
Komparatif
yaitu
dengan
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2007),
h. 137. 11
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Jogjakarta: Gadjahmada Universiti Press, 1982), h. 117.
16
memperbandingkan antara Fungsi-fungsi Lembaga Hisbah dan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern yang ada di Indonesia. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa catatan-catatan sejarah dan dokumen-dokumen yang relevan juga valid tentunya. 5. Objek Penelitian Adapun objek penelitian yang dikaji dalam penelitian ini lembaga pengawasan yang ada pada zaman dahulu baik itu Hisbah maupun lembaga pengawasan perekonomian modern yang ada di Indonesia seperti, BPOM, LPPOM-MUI juga ada KPPU. F. Pedoman Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah menggunakan “ Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”. G. Sistematika Penulisan Pembatasan dalam penelitian ini akan disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika sebagaimana uraian di bawah ini. Bab I, Pendahuluan. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, pokok permasalaan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II, Landasan Teori Intervensi Pemerintah Dalam Mekanisme Pasar. Pada bab ini akan dipaparkan pembahasan mengenai intervensi pemerintah
17
terhadap pasar, asal-usul, sejarah Hisbah dan juga landasan hukum secara AlQur’an dan Sunnah, kemudian lembaga lainnya yang ada seperti Wilâyat lainnya, ada Wilâyat mazhalim juga Wilâyat al-qadhâ` sebagai pembanding dengan memaparkan apa perbedaannya untuk penerapannya dengan permasalahan yang terkait. Bab III, Fungsi-Fungsi Pengawasan Pasar oleh Lembaga Hisbah. Pada bab ini dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi lembaga Hisbah yang memang menjadi
lembaga
pengawasan
ekonomi
secara
khusus
dalam
sejarah
perekonomian Islam. Bab IV, Fungsi-Fungsi Pengawasan oleh Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern. Pada bab ini dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi lembaga perekonomian modern yang memang menjadi lembaga pengawasan ekonomi secara khusus di Negara Indonesia kita ini. Bab V, Pembahasan Inti. Pada bagian bab ini berisi tentang jawaban dari rumusan masalah yang telah disusun dengan paparan yang akan dibahas secara ilmiah dalam pembahasan inti ini. Bab VI, Penutup. Dan dalam bagian terakhir ini ditutup dengan kesimpulan yang menyeluruh dan kritik saran yang membangun dalam pembahasan dan penelitian ini.
BAB II LANDASAN TEORITIS INTERVENSI PEMERINTAH DALAM MEKANISME PASAR A. Pasar Sebagai Pusat Aktivitas Ekonomi Pasar adalah tempat bertemunya aktivitas ekonomi yang paling sering kita jumpai dalam ilmu ekonomi. Aktivitas permintaan dan penawaran, dan di dalam tempat ini pula inti dari ilmu ekonomi dipraktikkan, yaitu produksi, konsumsi dan distribusi. Sebagaimana dalam pembatasan masalah telah dipaparkan bahwa yang dimaksud pasar dalam penelitian ini adalah ruang/tempat berkumpulnya orang-orang yang menyediakan produk untuk didistribusikan atau dikonsumsi. Aktivitas ekonomi yang sudah dijelaskan di awal pembahasan bahwasanya terdiri dari produksi, distribusi dan konsumsi. Dengan adanya aktivitas ini maka sumberdaya yang telah ada dapat dimanfaatkan oleh setiap manusia melalui wujud barang dan jasa melalui aktivitas atau mekanisme pasar. Semuanya akan terjadi melalui transaksi yang terjadi berdasarkan mekanisme pasar dalam
segala
proses aktivitas
ekonomi
sehingga
semuanya
akan
berjalansendiri menuju keseimbangan pasar, yang mencerminkan kesejahteraan dan keadilan baik untuk para pelaku pasar, maupun siapa saja yang memanfaatkan pasar itu sendiri.
18
19
Masalah ekonomi sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Tetapi ilmu ekonomi baru muncul di abad 18, melalui buku adam Smith yang berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of the wealth of Nations (1776)” yang kemudian kita kenal sebagai The Wealth of Nation (1776). Itulah sebabnya Adam Smith dikenal dan dihormati sebagai Bapak Ilmu Ekonomi Modern. Namun bukan berarti sebelum masa itu tidak adanya pemikir yang tertarik dengan ilmu ekonomi atau pada masalah ekonomi. Plato, filsuf Yunani abad 4 SM
dan
Thomas Aquinas Rohaniawan abad 13 Masehi, adalah dua dari beberapa pemikir yang mendahului Adam Smith. Tetapi mengapa ilmu ekonomi belum muncul sampai pada masa Adam Smith? Jawabannya adalah baik Plato maupun Thomas mencoba memecahkan masalah dengan pendekatan teologis dan moral. Sedangkan Smith melihatnya dari sudut rasionalitas. Misalnya pada zaman dahulu gejala kemiskinan yang menimpa suatu kaum atau pada perseorangan dianggap sebagai sebuah takdir. Tetapi pada zaman modern yang disini sudah dimulai pada masa abad 18 kemiskinan dipandang ada kaitannya dengan ketidakmampuan bekerja produktif atau tidak memiliki tanah. Smith memandang perekonomian sebagai sebuah sistem seperti sama halnya alam semesta. Sebagai sistem, perekonomian memiliki kemampuan penstabil otomatis untuk menjaga keseimbangannya. Masalah-masalah ekonomi merupakan gangguan keseimbangan sistem dan masalah akan pulih jika keseimbangannya pun dipulihkan, kekuatan itu disebut dengan sistem ekonomi Invisible Hand atau tangan gaib. Analisis-analisis
20
semenjak masa Smith telah mewujudkan suatu analisa ekonomi yang memberikan gambaran tentang berbagai aspek segiatan ekonomi suatu Negara. Cara pandag Smith tentang perekonomian merupakan hasil pergaulan intensifnya dengan Quesnay, seorang dokter yang berkebangsaan Prancis. Quesnay merupakan tokoh utama Psyokrat, yaitu kelompok yang merintis analisis ekonomi dengan pendekatan ilmu pengetahuan alam/science. Pemikiran Adam Smith dikembangkan kembali oleh para ilmuwan setelahnya seperti Jean Baptiste Say, Thomas Maltinus, dan David Richardo, terbentuklah pemikiran pasar. Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan permintaan dan penawaran. Dalam pengertian ekonomi, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. 1 Tawar menawarkekuatan dalam sistem perekonomian itu seperti dikendalikan oleh “the invisible hand”. Dimana konsep invisible hand merupakan teori yang dikembangkan atau dipelopori oleh Adam Smith (tokoh klasik). Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya. Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-anyang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham.Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan
1
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2008) h. 23-24.
21
teori dalam bukunya General Theory ofemployment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumberdaya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian saling "bertarung" dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak jenis pemikiran dari keduanya seperti: new classical, neo klasik, neo keynesian, monetarist, aliran sisi penawaran, aliran rational expectations dan lain sebagainya. Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional. Sehingga disini kita dapat mengambil sebuah kesimpulam bahwa yang ingin dicapai oleh setiap individu adalah keadilan dan kesejahteraan, atau bisa dikatakan bahwa inilah tujuan akhir dari individu tersebut dalam sebuah kegiatan perekonomian. Namun apabila kita coba lihat kembali pada kenyataannya untuk mencapai tujuan akhir tersebut bisa dibilang sangat sulit untuk dicapai, bisa tercapai namun memerlukan waktu yang dapat kita pastikan sangat lama.2 Intervensi pemerintah menjadi hal yang sangat penting dalam pencapaian individual akan kesejahteraan nantinya, di penelitian kali ini akan dibahas, bagaimana dampaknya apakah memang sangat berpengaruh atau malah sebaliknya?.
2
http://www.academia.edu/9762939/pelaksanaan_intervensi_pemerintah_dalam_perekonomia n diakses pada tanggal 7-April-2015 pukul 10.00 WIB.
22
B. Intervensi Pemerintah dalam Mekanisme Pasar Ahli yang mengemukakan mengenai pentingnya intervensi pemerintah dalam perekonomian adalah Keynes. Munculnya teori ini bermula dari kritikan Keynes terhadap mekanisme pasar yang tidak memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian pada saat itu, hal ini dikemukakan oleh kaum klasik. Memang mekanisme pasar adalah suatu sistem yang cukup efisien didalam
mengalokasikan
faktor-faktor
produksi
dan
mengembangkan
perekonomian, tetapi pada keadaan tertentu ia menimbulkan beberapa akibat buruk, sehingga diperlukan campur tangan pemerintah untuk memperbaikinya. Kita juga tidak bisa menafikan bahwa mekanisme pasar adalah sistem perekonomian yang buruk namun mekanisme pasar juga memiliki beberapa kebaikan yang diantaranya: 1. Pasar dapat memberikan informasi yang tepat 2. Pasar mampu memberikan rangsangan bagi para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan usaha 3. Pasar memberikan kebebasan yang tinggi kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi, dari uraian diatas secara keseluruhan mekanisme pasar cukup baik, namun Keynes memiliki pandangan yang berbeda. Dalam sisi lain ia juga melihat beberapa kelemahan dari mekanisme pasar diantaranya :
23
1. Dengan adanya kebebasan yang diberikan kepada masyaraakat secara luas akan lebih membuat beberapa golongan menjadi tertindas. 2. Mekanisme pasar memicu timbulnya monopoli bagi beberapa golongan yang berkuasa. 3. Kegiatan konsumen dan produsen menimbulkan eksternalitas yang merugikan. Dari kebaikan dan keuntungan yang dikemukakan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kaum klasik analisisnya bertumpu pada masalah-masalah mikro. Dalam produksi saja misalnya yang mereka analisis adalah bagaimana menghasilkan barang dan jasa sebanyak-banyaknya dengan biaya serendah-rendahnya dengan memilih alternatif kombinasi faktor produksi terbaik. Dengan cara memilih alternatif tersebut mereka yakin akan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga mereka termotivasi untuk memproduksi barang sebanyak-banyaknya. Kaum klasik berpendapat dan percaya bahwa “penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri” dan pendapat inilah yang dikritik oleh Keynes habis-habisan, Keynes memandang hal ini adalah suatu hal yang salah, Keynes berpendapat bahwa dalam kenyataannya biasanya permintaan lebih kecil dari penawaran, karena sebagian dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat akan ditabung, dan tidak semuanya digunakan untuk konsumsi. Dengan demikian permintaan efektif biasanya lebih kecil daripada total produksi. Sehingga banyak kekurangan yang
24
harus dilengkapi oleh perusahaan dan jalan satu-satunya adalah dengan menurunkan harga barang namun konsekuensinya adalah pendapatan mereka akan turun dan akhirnya jumlah permintaan akan lebih kecil daripada penawaran, sehingga pada tahun 1930-an itu perusahaan berlomba-lomba untuk memproduksi sebanyak-banyaknya tanpa terkendali, sedangkan mereka tidak melihat bahwa daya beli masyarakat yang terbatas. Akibatnya banyak barang yang menumpuk. Sehingga akhirnya perusahaan melakukan hal yang rasional mulai dari mengurangi jumlah produksi dan mengurangi jumlah pekerja, ketika pekerja dikurangi akan menambah jumlah pengangguran. Daya beli masyarakat pun semakin turun, karena pendapatan juga turun. Dan puncaknya adalah kemerosotan ekonomi yang terjadi pada tahun 1930-an, dan biasanya disebut juga dengan depresi secara besar-besaran. Sehingga Keynes berpaendapat bahwa teori klasik yang menyatakan bahwa penawaran akan selalu menciptakan penawaran itu hanya berlaku pada perekonomian tertutup sederhananya yang terdiri dari sektor rumah tangga dan perusahaan saja, tapi memang benar logika dari Keynes ini pada tingkat perekonomian seperti ini semua pendapatan tidak digunakan seluruhnya untuk konsumsi tapi sebagian akan ditabung oleh masyarakat. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam perekonomian dari
kejadian depresi
ekonomi
membuat
Keynes
berkaca
menyarankan
atau
merekomendasikan agar perekonomian tidak diserahkan seluruhnya kepada mekanisme pasar. Boleh diberlakukan mekanisme pasar, namun sebaiknya
25
diberikan pembatasan. Setidaknya ada peran pemerintah disini, misalnya saja kalau kita lihat mengenai masalah pengangguran yang terjadi, pemerintah akan mengambil peran disana yaitu dengan memperbesar pengeluaran pemerintah (kebijakan fiskal) dan pengeluaran itu dialokasikan kepada program padat karya sehingga dari program ini akan banyak menyerap tenaga kerja, dan juga meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan di lain hal jika terjadi kenaikan harga maka hal yang melakukan program-program yang dapat meringankan yang dihadapi masyarakat miskin, misalnya pemerintah melakukan program ‘Program Inpres Desa Tertinggal’ atau IDT, pemberian kredit untuk para petani dan pengasuh kecil berupa ‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Program Kawasan Terpadu (PKT), Program Gerakan Orang Tua Asuh (GN-OTA), Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta program-program lainnya. Masalah Keterbelakangan Dilihat dari penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Indonesia masih dikategorikan sebagai negara sedang berkembang. Ciri lain dari negara sedang berkembang adalah rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya, rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan fasilitas umum/publik, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, rendahnya tingkat keterampilan penduduk, rendahnya tingkat
pendidikan formal,
kurangnya modal, dan rendahnya produktivitas tenaga kerja, serta lemahnya tingkat manajemen usaha. Untuk mengatasi masalah keterbelakangan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan program
26
pendidikan seperti wajib belajar 9 tahun dan mengadakan pelatihan- pelatihan seperti Balai Latihan Kerja (BLK). Selain itu, melakukan pertukaran tenaga ahli, melakukan transfer teknologi dari negara-negara maju. Masalah Pengangguran dan Keterbatasan Kesempatan Kerja Pengangguran merupakan suatu kondisi kurang produktif atau pasif sehingga kurang mampu menghasilkan sesuatu. Sedangkan keterbatasan kesempatan kerja merupakan suatu keadaan kekurangan peluang untuk mendapatkan pekerjaan karena tidak dapat masuk dalam kuota atau pekerjaan yang tersedia. Masalah pengangguran dan keterbatasan kesempatan Kerja saling berhubungan satu sama lainnya. Masalah pengangguran timbul karena adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini terjadi karena Indonesia sedang mengalami masa transisi perubahan stuktur ekonomi dari negara agraris menjadi negara industri. Untuk mengatasi masalah tersebut maka solusinya adalah dengan melaksanakan program pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai dengan lapangan yang tersedia, pembukaan investasi-investasi baru, melakukan program padat karya, serta memberikan penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai lapangan pekerjaan. Masalah kekurangan modal adalah salah satu ciri penting bagi setiap negara yang memulai proses pembangunan. Kekurangan modal tidak hanya mengahambat kecepatan pembangunan ekonomi yang dapat dilaksanakan tetapi dapat menyebabkan kesulitan negara tersebut untuk lepas dari kemiskinan.
27
Pemerintah banyak melakukan program-program bantuan modal salah satunya yakni PNPM MANDIRI. Selain pemerintah, badan usaha juga membantu dalam masalah kekurangan modal seperti bank, koperasi, BUMN seperti PLN dan lain-lain. Masalah Pemerataan Pendapatan Pemerataan pendapatan bukan berarti pendapatan masyarakat harus sama. Pemerataan pendapat supaya keadaan masyarakat semakin membaik bukan semakinrendah. Pemerataan Pendapatan merupkan upaya untuk membantu masyarakat yang ekonominya rendah supaya tidak jauh terpojok. Artinya untuk menghindari dari adanya batas antara yang kaya dan yang miskin. Jadi supaya yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh suatu Negara dalam perekonomian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa adanya intervensi pemerintah itu memang sangat bagus keberadaannya, jika kita hanya melihat dari satu sisi saja lita akan berpikiran negative saja terhadap kebijakan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, tapi kalau kita tau apa tujuan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut bisa jadi kita mendukung dan ikut serta dalam menyukseskan pelaksanaan kebijakan tersebut jadi, pada intinya, pemerintah ikut serta dalam kegiatan perekonomian supaya menanggulangi kegagalan
pasar sehingga tidak adanya eksternalitas yang
merugikan banyak pihak. Adapun bentuk dari peran pemerintah yakni dengan melakukan intervensi baik secara langsung maupun tidak langsung.
28
Kesimpulan Intervensi pemerintah merupakan suatu kebijakan yang bagus pengaruhnya ketika kebijakan ini dilaksanakan, karena kalau pada zaman sekarang, jika mekanisme pasar atau semuanya diserahkan kepada pasar maka tak bisa kita pungkiri masalah-masalah seperti eksternalitas akan terjadi bayangkan saja ketika mekanisme pasar yang diberlakukan, misalnya apabila terjadi pencemaran terhadap suatu sungai yang dilakukan oleh perusahaanperushaan siapa yang akan bertanggung jawab atas pencemaran tersebut sehingga ketika hal ini terjadi ada pihak yang menjadi penengah antara masyarakat dengan perusahaan yakninya pemberlakuan sistem pajak. Pada intinya, masalah-masalah dalam bidang ekonomi yang dihadapi pemerintah bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi kita sebagai warga negara yang baik semestinya ikut membantu dalam mengatasinya. Banyak cara yang dapat diupayakan dimulai dengan melakukan programprogram serta kebijakan-kebijakan. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa kerja sama masyarakatnya. Untuk itu, masyarakat semestinya sudah dapat memposisikan dirinya untuk membantu supaya pembangunan yang dilakukan pemerintah tersebut berjalan dengan baik dengan cara tidak menjadi beban atau kendala bagi pemerintah.3 Ibnu Taimiyah, seperti halnya para pemikir lainnya menyatakan, pemerintahan 3
merupakan
institusi
yang
sangat
dibutuhkan.
Dalam
http://www.academia.edu/9762939/pelaksanaan_intervensi_pemerintah_dalam_perekonomia n diakses pada tanggal 7-April-2015 pukul 10.00 WIB.
29
menggambarkan dibutuhkannya sebuah Negara, ia menyatakan: “Patut dicatat bahwa mengatur segala urusan masyarakat itu, merupakan salah satu hal penting yang diperlukan dalam agama, dan agama-pun sesungguhnya dibangun atas dasar itu, dan tak bisa dibangun tanpa adanya hal tersebut. Seluruh manusia yang berada di muka bumi ini adalah cucu Adam yang tak bisa disempurnakan urusannya kecuali dengan organisasi yang baik, dan masyarakat sangat membutuhkan pemimpin dalam hal tersebut. Ada dua alasan yang Ibnu Taimiyah paparkan dalam menetapkan Negara dan kepemimpinan Negara itu sebagai kewajiban agama. 1. Sabda Rasulullah yaitu: “jika tiga orang melakukan perjalanan bersama, mereka harus mengangkat seorang di antara mereka sebagai pemimpin.”, dan beliau menjelaskan dalam pengutipannya itu, “jika seorang pemimpin dibutuhkan dalam sebuah perjalanan yang itu hanya dilakukan beberapa orang, sungguh untk mengatur dan memimpin dalam skala lebih besar sangat diperlukan. 2. Dalam skala yang lebih besar menyatakan beliau bahwa merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk mengajak berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat, dan tugas itu tidak dapat diwujudkan pelaksanaannya tanpa kekuatan dan sebuah otoritas kepemimpinan. Sama halnya dalam regulasi pasar Ibnu Tainiyah satu pendapat dengan pendapat Keynes yang telah dipaparkan di muka pembahasan tentang intervensi pemerintah dalam ekonomi khususnya regulasi pasar.
30
Negara mempunyai kewajiban mengatur harga juga mengurangi pengangguran dan hal-hal lain yang menyangkut ekonomi regulasi pasar beliau secara keseluruhan mempunyai pandangan yang searah, karena beliau tidak menyukai keadaan pasar dalam normal, dan jika ini terjadi akan menimbulkan hal yang negative dan dampaknya kembali kepada masyarakat yang juga akan menarik diri dari pasar karena tidak sesuainya harga distribusi dengan produksi yang mereka telah pertimbangkan sebelumnya.
BAB III FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA AL-HISBAH
A. Hisbah Sebagai Lembaga Pengawas 1. Sejarah Lembaga Hisbah Sejak penyebaran awal Islam datang pasar menjadi tempat sentral dan pusat peradaban perekonomian yang menjadi topangan para pelaku usaha mikro, dan Rasulullah yang memang bagian dari pelaku usaha tersebut, karena beliau adalah seorang pedagang. Dan rata-rata pedagang memang menjajakan dagangannya di tempat yang menjadi pusat pertemuannya antara Supply dan Demand. Seiring perkembangan pasar tersebut, bukan hal baru bila tempat itu banyak dijadikan tempat kecurangan dan keinginan para pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan lebih dengan cara yang tidak adil dan tidak sehat yang bahkan merugikan si pembeli dan ada yang bisa membahayakan yang hanya karena ingin mendapatkan keuntungan lebih tadi. Di Surat AlMuthaffifiin di ayat pertamanya Allah memperingatkan kita dalam firmannya:
(1:83/ َو ْﯾ ٌﻞ ﻟِ ْﻠ ُﻤﻄَﻔﱢﻔِﯿﻦَ )اﻟﻤﻄﻔﻔﯿﻦ Artinya: “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”(Surat Al-Muthaffifiin:1) Bukan tanpa alasan Allah memperingatkan dengan kata “celaka” yang memang banyak sekali bahaya apabila kita melakukannya. Dengan adanya banyak kejadian di atas maka harus ada intervensi dari pemerintah yang memang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan
31
32
memastikan keamanan juga menangkap mafia-mafia yang bisa mengganggu kenyamanan serta keamanan warganya. Dari situlah dibentuk lembaga Hisbah yang memang lembaga ini diperuntukkan untuk bisa meminimalisir bahkan menghilangkan
praktik-praktik
kecurangan
yang
terjadi,
seiring
pembentukannya bukan hanya aktifitas ekonomi saja yang diawasi juga yang akan ditindak lanjuti apabila tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, bahkan lembaga ini sudah merambah ke ranah individual dari segi ibadah dan hal-hal lain yang nanti akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini bagaimana kinerjanya. Kita termasuk penulis yang hidup di Indonesia yang mayoritas beragama Islam sudah barang tentu harus menerapkan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan juga apa yang telah disyariatkan oleh Nabi Muhammad
Shalallahu
Alaihi
Wa
Salaam
dengan
mematuhi
dan
melaksanakannya dalam kerangaka yang lebih luas dan implementasinya sesuai keadaan dan zaman. Fenomena kecurangan yang sering kali kita temukan di dalam pasar, menggugah keinginan si penulis umtuk meneliti lebih lanjut apakah hal ini tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah?, oleh karenanya penulis ingin meneliti dari segi kelembagaan yang memang akan ditinjau dari segi tugasnya sebagai sebuah kelembagaan yang ada di Indonesia apakah sesuai dengan yang telah dijalankan oleh Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi wa Salaam dan juga para pemimpin Islam setelahnya yang dalam hal ini penulis
33
mengkhususkan dengan menguji kecocokan atau kompatibilitas lembaga yang ada pada zaman sekarang di Indonesia dengan lembaga pengawas Hisbah yang sejak zaman Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Salaam sudah bertugas sebagai pengawas pasar yang lebih dahulu telah memakmurkan pasar dengan cara memakmurkannya lewat membebaskan dari praktik-praktik kecurangan yang ada di dalamnya. Sebelum beranjak kepada cara kerja penerapan yang telah dilakukan Hisbah pada masa awal islam, di sini penulis ingin memberi penjelasan lebih lanjut
tentang
sejarah
awal
terbentuknya
lembaga
Hisbah
dan
perkembangannya. Sejarah terbentuknya Hisbah ini pun beriringan dengan adanya agama ini sendiri, Wilâyat Hisbah sudah ada semenjak zaman Rasulullah Shallalahu alaihi wa salaam. Sejarah menunjukkan bahwa kewujudan institusi Hisbah berjalan dengan seiring perkembangan dan adanya agama ini seperti apa yang telah dikemukakan tadi oleh penulis. Kegiatan yang difokuskan dalam masalah ini mengenai tentang bagaimana mekanisme pengawasan pasar yang dilakukan pada zaman Rasulullah Shallaallahu Alaihi wa Salaam hingga seterusnya atau dalam singkat kata pada masa awal perkembangan Islam, salah satu aktifitas ekonomi yang akan disoroti disini adalah tentang bagaimana pengawasan pasar yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan dan diatur dalam intervensi pemerintah kedalam kelembagaan.
34
Pasar adalah sebuah tempat yang berjalannya mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan kegiatan ini memang telah dilakukan seiring perkembangan peradaban manusia itu sendiri dan pasar ini tidak lepas dari fungsi awalnya yaitu bagaimana semua kegiatan ekonomi berpusat di tempat ini yang khususnya dalam pertukaran barang atau jual beli, dan jual beli ini pun merupakan sendi yang penting dalam Islam bahkan dapat kita lihat dan telaah sendiri bagaimana Islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang telah tertuang dalam Surat Al-Baqarah ayat: 275 yang dimana Allah berfirman sebagai berikut:
اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺄْ ُﻛﻠُﻮنَ اﻟ ﱢﺮﺑَﺎ َﻻ ﯾَﻘُﻮﻣُﻮنَ إ ﱠِﻻ َﻛﻤَﺎ ﯾَﻘُﻮ ُم اﻟﱠﺬِي ﯾَﺘَﺨَ ﺒﱠﻄُﮫُ اﻟ ﱠﺸ ْﯿﻄَﺎنُ ﻣِﻦَ ا ْﻟﻤَﺲﱢ ُﷲُ ا ْﻟﺒَ ْﯿ َﻊ وَ َﺣ ﱠﺮ َم اﻟ ﱢﺮﺑَﺎ ﻓَﻤَﻦْ ﺟَ ﺎ َءه ﻚ ﺑِﺄَﻧﱠﮭُ ْﻢ ﻗَﺎﻟُﻮا إِﻧﱠﻤَﺎ ا ْﻟﺒَ ْﯿ ُﻊ ِﻣ ْﺜ ُﻞ اﻟ ﱢﺮﺑَﺎ َوأَﺣَ ﱠﻞ ﱠ َ َِذﻟ ُﻚ أَﺻْ َﺤﺎب َ ِﷲِ وَ ﻣَﻦْ ﻋَﺎ َد ﻓَﺄ ُوﻟَﺌ ﻣَﻮْ ﻋِ ﻈَﺔٌ ﻣِﻦْ َرﺑﱢ ِﮫ ﻓَﺎ ْﻧﺘَﮭَﻰ ﻓَﻠَﮫُ ﻣَﺎ َﺳﻠَﻒَ َوأَ ْﻣ ُﺮهُ إِﻟَﻰ ﱠ (275:2/ )اﻟﺒﻘﺮة. َاﻟﻨﱠﺎ ِر ھُ ْﻢ ﻓِﯿﮭَﺎ َﺧﺎﻟِﺪُون Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukkan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berpendapat bahwa sesungguhnya jual beli itu sama seperti riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan) dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Surat Al-baqarah:275) Pentingnya pasar seperti yang telah dikemukakan diatas adalah sebagai wadah aktifitas tempat jual beli yang tidak hanya dilihat fungsinya secara fisik, namun aturan dan norma dan yang terkait masalah pasar yang memang harus ditinjau kembali. Aturan yang memang telah dikatakan bahwa yang
35
dilarang adalah Riba dan yang diperbolehkan adalah Jual Beli tidak hanya semata-mata bahwa semua transaksi jual beli ini diperbolehkan secara keseluruhan, namun ada bagian-bagian dan tipe-tipe jual beli yang dilarang karena melanggar hak pembeli, begitu juga dengan penjual, pelanggaran ini jika dibiarkan dan terus dilakukan tanpa adanya pengawasan akan terus banyak merugikan, dan pasar adalah salah satu tempat banyak kecurangan itu terjadi, oleh karenannya pemerintah selaku pemimpin yang bisa mengatur urusan untuk kemaslahatan para rakyatnya harus ikut campur dalam pembinaan dengan pembentukan lembaga pengawas pasar. Lembaga ini sudah dibentuk pada zaman Rasulullah yang biasa kita kenal dengan “Wilâyat Hisbah”, lembaga ini sudah ada semenjak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salaam, kemudian diteruskan pada zaman khalifah al-Rāsyidīn (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Talib). Keberadaan Wilâyat Hisbah yang selanjutnya disebut dengan Hisbah, tetap berlanjut sampai pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Mereka menjaga agar amar ma`rûf dan nahy munkar tetap terjaga di muka bumi ini. Mereka mengelilingi pasar, menelusuri jalan-jalan umum, untuk memberi ganjaran orang-orang yang membuat kemungkaran, baik dari aspek aqidah, sosial, politik, maupun ekonomi. Mungkin istilah yang kita kenal sekarang adalah dengan Polisi namun bisa dikatakan dengan Polisi Syariah yang melaksankan SiDak (Inspeksi Dadakan). Selengkapnya, penulis mencoba menguraikan pertumbuhan dan perkembangan dengan membaginya
36
kepada empat masa, yaitu masa Rasulullah Shallallahu.alaihi wa Salaam, masa khulafả’ al-rasyidin, Bani Umayyah, dan Bani Abbasiyyah. a) Masa Rasulullah saw. Pada masa Rasulullah saw., seperti yang telah dikutip dalam sebuah artikel oleh saudara Novrizal dari kitab al-Hisbah fî al-Islam aw Wazî fah al-Hukûmah al-Islâmiyah, bahwa Wilâyat Hisbah belum terbentuk
menjadi sebuah lembaga, yang ada hanyalah praktek-praktek penegakan al-Amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw. Hal ini terlihat pada saat Rasulullah saw. berjalan-jalan di pasar Madinah. Ketika itu Rasulullah saw. melewati sederetan penjual makanan, tiba-tiba Rasulullah saw. memasukkan tangannya ke dalam gundukan gandum, lalu tangan Rasulullah saw. menemukan bagian yang basah. Rasulullah saw. menanyakan kepada penjual gandum tersebut kenapa gandumnya basah. Pedagang itu menjawab bahwa gandumnya ditimpa hujan. Selanjutnya Rasulullah saw. Berkata: “bahwa siapa yang menipu maka ia tidak termasuk dari golongan umatnya”.1 Berdasarkan hadis tersebut terlihat bahwa kegiatan Rasulullah saw. yang selalu keliling mengawasi pasar Madinah tersebut merupakan upaya beliau untuk mengontrol kegiatan perekonomian di pasar. Jangan sampai terjadi perlakuan yang menyimpang dari syari’at Islam di pasar
1
Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, al-Hisbah fî al-Islam aw Wazî fah al-Hukûmah alIslâmiyah [selanjutnya disebut: al-Hisbah] (T.th Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), h. 16.
37
tersebut. Nah, apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. tersebut merupakan cikal bakal lahirnya wilâyat al-Hisbah pada periode selanjutnya. Dan disini lah Rasulullah menjadi seorang inisiator dalam lahirnya lembaga Wilâyat Hisbah kelak nanti. Rasulullah pernah menumpahkan tumpukan khamar penduduk Ja’ranah yang sedang memperdagangkan khamar.2 Ini merupakan tindakan tegas Rasulullah saw. untuk mencegah masyarakat dari kebiasaan mabuk-mabukan. Tindakan Rasulullah saw. tersebut yang dianggap sebagai upaya Hisbah. Dalam hadis lain dijelaskan bahwa seorang laki-laki memperdagangkan harta anak yatim yang dibelikannya kepada khamar. Lalu Rasulullah saw. memerintahkan agar menumpahkan khamar tersebut. Laki-laki itu mengatakan bahwa modal dagangan itu berasal dari harta anak yatim. Akan tetapi Rasulullah saw. tetap memerintahkan agar menumpahkannya meskipun modalnya dari harta anak yatim. Kemudian khamar itu ditumpahkan, selengkapnya hadis tersebut berbunyi:
َُﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﺣ َﻤ ْﯿ ُﺪ ﺑْﻦُ َﻣ ْﺴ َﻌ َﺪةَ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ا ْﻟ ُﻤ ْﻌﺘَ ِﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ ُﺳﻠَ ْﯿﻤَﺎنَ ﻗَﺎل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ﻟَ ْﯿﺜًﺎ ﯾُ َﺤﺪﱢث ُﷲ إِﻧﱢﻲ ا ْﺷﺘَﺮَ ﯾْﺖ ِﻲ ﱠ ﺲ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ طَ ْﻠ َﺤﺔَ أَﻧﱠﮫُ ﻗَﺎ َل ﯾَﺎ ﻧَﺒِ ﱠ ٍ َﻋَﻦْ ﯾَﺤْ ﯿَﻰ ﺑْﻦِ َﻋﺒﱠﺎ ٍد ﻋَﻦْ أَﻧ ( )رواه اﻟﺘﺮﻣﺬي. ََﺧ ْﻤﺮًا ﻷَ ْﯾﺘَﺎمٍ ﻓِﻲ ﺣِ ﺠْ ﺮِي ﻗَﺎ َل أَ ْھ ِﺮ ْق اﻟْﺨَ ْﻤ َﺮ َوا ْﻛﺴِﺮْ اﻟ ﱢﺪﻧَﺎن Artinya: “Diriwayatkan dari Humaid bin Mas`adah, dari al-Mu`tamir bin Sulaiman berkata: Saya mendengar Laits berkata dari Yahya bin Abbad dari Anas dari◌ِ Abū Thalhah Bahwa dia berkata: Wahai Nabi Allah! Saya telah membeli khamr dari harta anak yatim yang beradai di
2
ِ◌Abû Ubaid al-Qasim bin Salam, Kitab al-Amwâl (T.th., Mesir: Dar al-Fikr), h. 133.
38
bawah lindunganku. Rasulullah saw. bersabda: Curahkanlah dan pecahkan wadahnya. (HR. al-Tirmiźi)”3 Pada awal pemerintahan Islam di Madinah, tugas Hisbah ini masih diemban langsung oleh Rasulullah saw, akan tetapi pada masa-masa berikutnya, setelah penaklukkan kota Mekkah, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, tugas Hisbah untuk mengawasi pasar beliau delegasikan sahabatnya. Seperti: Untuk pengawasan pasar Madinah beliau delegasikan kepada Umar bin al-Khattab. Sedangkan untuk mengawasi pasar Mekkah beliau delegasikan kepada Sa`ad bin Said bin Ash. Selain pengawasan terhadap pasar tersebut, Rasulullah juga pernah menyuruh Ali bin Abi Tâlib untuk menghancurkan seluruh berhala serta bangunan kuburan di Madinah.4 Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami, bahwa penerapan Hisbah pada masa Rasulullah saw. ini masih dipegang langsung oleh Rasul sebagai kepala negara. Beliau juga menugaskan sahabatnya untuk melaksanakan Hisbah dalam rangka pembelajaran bagi masa selanjutnya. b) Masa Khulafâ al-Rasyidin Pada awal pemerintahan khalifah, yaitu pada masa Abû Bakar alShiddiq, wewenang Hisbah dipegang langsung oleh khalifah (Abû Bakar). Bentuk pelaksanaan Hisbah yang dilakukan oleh Abū Bakar al3
Abû Isya Muhammad bin Isya bin Sawrah al-Tirmidzi [selanjutnya disebut: Tirmidzi], AlJâmi’ al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000),Cet. Ke-1, Jilid 2, h. 309. 4 Muhammad Abd al-Rahman al-Bakr, Al-Sultah Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah al-Qâdhi (Kairo: Al-Zukhra’ li A`lām al-Arabī, 1998), Cet. Ke-1, h. 49.
39
Shiddiq adalah: Ia terjun langsung memerangi orang-orang yang murtad, nabi palsu, dan orang-orang yang enggan membayar zakat.5 Meskipun demikian, ِ◌ Abū Bakar juga pernah mendelegasikan wewenang Hisbah kepada Umar bin al-Khattab. Setelah masa pemerintahan Abû Bakar al-Shiddiq berakhir dan dilanjutkan oleh Umar bin al-Khattab. Kekuasaan Hisbah masih dipegang langsung oleh khalifah. Hal ini bisa dilihat ketika Umar bin al-Khattab sedang mengawasi pasar Madinah. Tiba-tiba beliau melihat seorang pemilik kuda yang menaruh beban di punggung kudanya melebih beban yang sesuai dengan kemampuan kuda tersebut. Perilaku pemilik kuda yang sangat buruk terhadap kudanya tersebut langsung ditegur oleh Umar bin al-Khattab, seraya berkata: “Engkau bebani kudamu dengan beban yang sangat berat, yang tidak sanggup dibawanya”. 6 Kemudian Umar bin al-Khattab juga pernah menegur penjual susu yang mencampur susu dengan air untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
banyak.
Setelah
itu
Umar
bin
al-Khattab
menyuruhnya
menumpahkah susu yang telah dicampur air tersebut.7 Ia juga merobek baju sutra yang dipakai oleh Ibnu Zubair.8 Selanjutnya sikap tegas Umar Jalāluddin al-Sayūti, Tārikh Khulafâ’ al-Rasyidin (T.th., Beirut: Dar al-Fikr), h. 67 – 71. Hasan Ibrahim Hasan, Al-Nuzmu al-Islâmiyah (Kairo: Mathba’ah Lajnah al-Ta’lif wa alTarjamah wa al-Nasyr, 1953), h. 73, lihat juga Muhammad Abd al-Rahman al-Bakr, Al-Sultah alqadhâ’iyah wa al-Syakhsiyah al-Qâdhi., h. 540. 7 Taimiyah, Al-Hisbah, h. 22. 8 Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah [selanjutnya disebut: Taimiyah, Majmu`ah alFatâwâ [selanjutnya disebut: al-Fatâwâ] (T.t., Dar al-Wafa’, 2001), Jilid, 28, h. 67. 5 6
40
bin al-Khattab terlihat ketika ia memerintahkan Muhtasib untuk membakar kedai-kedai (al-Hanut) yang memperjualbelikan khamar. Sikap tegas ini beliau lakukan sebagai sebuah tindakan preventif agar masyarakat terhindar dari meminum khamar yang sudah diharamkan secara tegas dalam syari’at Islam. Di samping itu, Umar juga pernah memukul pedagang-pedagang yang berjualan di sepanjang jalanan umum yang mengakibatkan terganggunya orang yang ingin melewati jalan umum tersebut. Untuk menjamin terjadinya persaingan sehat di pasar, Umar bin alKhattab juga pernah menegur Hatib bin Balta`ah yang menjual anggur di bawah harga normal, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Malik berikut ini:
َﺐ أَنﱠ ُﻋ َﻤ َﺮ ﺑْﻦ ِ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨِﻲ ﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚ ﻋَﻦْ ﯾُﻮﻧُﺲَ ْﺑ ِﻦ ﯾُﻮﺳُﻒَ ﻋَﻦْ َﺳﻌِﯿ ِﺪ ْﺑ ِﻦ ا ْﻟ ُﻤ َﺴﯿﱠ ق ﻓَﻘَﺎ َل ﻟَﮫُ ُﻋ َﻤ ُﺮ ِ ﺐ ﺑْﻦِ أَﺑِﻲ ﺑَ ْﻠﺘَ َﻌﺔَ َوھُﻮَ ﯾَﺒِﯿ ُﻊ َزﺑِﯿﺒًﺎ ﻟَﮫُ ﺑِﺎﻟﺴﱡﻮ ِ ب َﻣ ﱠﺮ ﺑِ َﺤﺎ ِط ِ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ 9 ( )رواه ﻣﺎﻟﻚ.ب إِﻣﱠﺎ أَنْ ﺗَﺰِﯾ َﺪ ﻓِﻲ اﻟ ﱢﺴ ْﻌ ِﺮ َوإِﻣﱠﺎ أَنْ ﺗُﺮْ ﻓَ َﻊ ﻣِﻦْ ﺳُﻮﻗِﻨَﺎ ِ ﺑْﻦُ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ Artinya: “Diriwayatkan dari Malik dari Yunus bin Yusuf dari Said al-Musayyab: “Bahwa Umar bin al-Khattab melewati Hatib bin Balta’ah ketika ia sedang menjual buah anggur kering (kismis) miliknya di pasar. Lalu Umar bin al-Khattab mengatakan kepadanya: “Kamu pilih untuk menaikkan harga atau kamu menariknya dari pasar kami. (HR. Malik) Dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, maka semakin bertambah pula pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang khalifah. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan Abû Bakar
9
Imam Malik bin Anas [selanjutnya disebut: Malik], Al-Muwaţţa` (T.t., Beirut: Al-Maktabah al-Taufiqiyah), Juz 1, h. 127.
41
al-Shiddiq, Umar bin Khattab juga mendelegasikan wewenang wilāyah Hisbah kepada beberapa orang sahabatnya, antara lain: Said bin Yazid, Abdullah bin Utbah, dan termasuk seorang wanita yang bernama Umm al-Syifa’. Umm al-Syifa’ ini khusus ditugaskan untuk mengawasi pasar Madinah. Berdasarkan catatan para ulama, pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khaţţab inilah untuk pertama kalinya pembagian secara jelas wewenang dari peradilan, yaitu antara Wilâyat Al-qadhâ`, Wilâyat almazalim, dan Wilāyat Hisbah.10 Setelah Umar bin al-Khattab meninggal dunia dan digantikan oleh Utsman bin Affan penerapan Hisbah di pasar Madinah tetap dilakukan. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, Utsman tidak terjun langsung untuk menerapkan Hisbah tersebut. Akan tetapi beliau menugaskan seseorang laki-laki dari Bani Lais yang bernama al-Hāris Ibn al-Hakkam untuk mengawasi pasar Madinah. Ketika itu pasar Madinah sering terjadi kekacauan-kekacauan serta praktek-praktek jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan kebatilan. Meskipun demikian Usman bin Affan pernah membakar mushaf-mushaf yang berbeda dengan mushaf milik Imam.11
Muhammad Salam Mażkur, Al-qadhâ` fi al-Islām (T.t., Kairo: Dar al-Nadwah alArabiyah), h. 148. 11 Taimiyah, Al-Fatâwâ, h. 65. 10
42
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, pelaksanaan Hisbah tetap berada langsung di bawah kendali khalifah. Namun tidak beberapa lama setelah itu beliau mengangkat al-Jamrah sebagai Muhtasib yang bertugas di daerah Ahwaz. Tugas ini dilaksanakan oleh al-Jamrah sampai pada masa awal Bani Umayyah. Keberadaan Hisbah pada masa Ali bin Abi Thalib ini bisa dilihat dari perbuatan Ali bin Abi Thalib yang menyuruh Muhtasib membubarkan tempat-tempat penjualan khamar. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa Wilâyat Hisbah pada periode khulafa` al-rasyidin sudah diterapkan di pasar-pasar. Namun belum menjadi sebuah lembaga seperti yang ada pada masa-masa berikutnya, yaitu pada Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Wilāyat Hisbah pada periode khulafa’ al-rasyidin ini masih dipegang langsung oleh khalifah dan sesekali juga didelegasikan kepada seseorang yang dianggap kredibel untuk melaksanakannya. c) Masa Bani Umayyah Pada masa pemerintahan Bani Umayyah ini, Muhtasib masih diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Sebagaimana Muawiyah mengangkat Qais bin Hamzah al-Mahdany sebagai Muhtasib. Namun kemudian dia dipecat oleh Muawiyah karena melakukan penyelewengan-
43
penyelewengan. Setelah memecat Qais bin Ĥamzah, Muawiyah menggantinya dengan Jamal bin Umarah al-Uzr.12 Pada masa ini, dalam pelaksanaan tugasnya, Muhtasib tidak lagi dicampuri oleh khalifah. Fungsi khalifah hanya menetapkan peraturan pelaksanaannya saja. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Abd alAziz, ia telah membuat aturan takaran dan timbangan untuk melindungi kepentingan masyarakat.13 Sementara istilah Sāhib al-sūq ( )ﺻﺎﺣﺐ اﻟﺴﻮقlebih akrab di telinga orang Andalusia dibandingkan dengan Wilāyah Hisbah. Istilah itu digunakan, karena kewenangannya yang paling banyak terkait dengan membimbing dan mengawasi pasar. Al-Maqr membatasi batas wilayah bagi pelaksanaan Hisbah hanya di Andalusia saja. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Hisbah diuraikan dan dirinci dengan baik, hingga harga barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dibatasi, kemaslahatan para pembeli sangat diperhatikan. Aturan yang diuraikan secara rinci tersebut adalah tentang permasalahan jual beli. Keberadaan Wilâyât al-Hisbah pada masa Bani Umayyah ini sudah menjadi lembaga tersendiri. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam kitab Târikh al-Daulah al-Arabiyah, yaitu pada masa pemerintahan
Ibn Hasan Aqi ibn al-walid al-Syaiban ibn Katsīr, Al-Kâmil fi al-Târikh (T.th., Beirut: Daral-Shadan), Juz 4, h. 11. 13 Hasan Ibrahim Hasan, Tārikh al-Islam; al-Siyâsy wa al-Dîny wa al-Saqafy wa al-Ijtihâdy (T.th., Kairo: al-Nadwah al-Hashriyah), Jilid 1, h. 489. 12
44
Bani Umayyah peradilan dibagi kepada dua bagian yaitu peradilan syari’ah yang hukum-hukumnya bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, Ijma’ dan Qiyas serta wilāyah Hisbah yang sebagian dari peraturanperaturannya bersumber dariijtiĥad para ulama.14 Ketentuan pelembagaan Hisbah ini pada masa Bani Umayyah juga diperkuat oleh Joseph Schacht dalam bukunya “an Introduction to Islamic Law”. Menurutnya lembaga ini diadopsi dari lembaga peradilan yang ada pada kerajaan Byzantium. Di mana lembaga ini merupakan bagian dari peradilan yang diberi nama Agoronomos dan dalam bahasa Arab disebut âmil al-sûq ( )ﻋﺎﻣﻞ اﻟﺴﻮقatau Sâhib al-sûq. Maksudnya adalah lembaga pengawas pasar.15 Tesis Joeseph Schacht tersebut ada benarnya dari satu sisi dan tidak sepenuhnya benar pada sisi yang lain. Dari aspek kelembagaan, pendapat Joeseph Schacht dapat diterima, namun dari aspek materi Hisbah itu sendiri tidak tepat dikatakan kalau Wilâyât al-Hisbah diadopsi dari Byzantium. Meskipun kerajaan Byzantium memiliki “spektor of market” tetapi tidak sama dengan Wilâyat Hisbah dalam sistem peradilan Islam. Hal tersebut akan terlihat secara jelas bila menelusuri kewenangan masing-masing lembaga. Spektor of market pada kerajaan Byzantium hanya bertugas sebagai pengumpul bayaran wajib para pedagang 14
Abd al-Aziz Salim, Târikh Daulah Arabiyah (Iskandariyah: Muassasah Sabab al-Jami’ah, 1997), h. 381. 15 Joeseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (T.th., Oxford: Clarendon Press), h. 25.
45
(collective obligation) atau pajak penjualan. Berbeda halnya dengan Wilâyat Hisbah, lembaga ini tidak menarik pajak penjualan dari pedagang, melainkan mengawasi mekanisme pasar supaya berjalan sesuai dengan tuntunan syari’at. Di samping itu, dari segi sejarah berdirinya pun, lebih mempertegas lagi bahwa adanya Wilâyat Hisbah merupakan produk Islam. Karena pada masa Rasulullah saw. gambaran tentang tugas ini sudah ada, walaupun belum menjadi sebuah lembaga khusus sebagaimana yang terdapat pada masa-masa sesudahnya. Kewenangan Wilâyat al-Hisbah pada masa Bani Umayyah, sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Jalal Syarif dan Ali Abd alMu’ţy Muhammad, adalah menindak pelanggaran-pelanggaran hukum syara’ secara segera, mengatur pasar, mengecek timbangan, takaran dalam pasar, dan lain sebagainya. Bahkan, antara Wilāyat al-Hisbah dan Wilâyat Al-qadhâ` saling berkaitan.16 Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa Hisbah pada masa ini sudah menjadi lembaga khusus dari lembaga peradilan yang ada. Akan tetapi pengangkatan dan pemberhentian Muhtasib masih menjadi wewenang khalifah. Kewenangan Muhtasib tetap mengatur dan mengontrol pasar-pasar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai
Muhammad Jalal Syarif dan Ali Abd al-Mu’thy Muhammad, Al-Fikr al-Siyâsy fi al-Islam; Syakhsiyah wa Madzâhib (Iskandariyah: Dar al-Jami’ah al-Mishriyah, 1978), h. 158. 16
46
dengan syari’at Islam. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bagi pelaksanaan Hisbah sudah disusun dengan baik. d) Masa Bani Abbasiyyah Pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, Wilâyat Hisbah sudah terlaksana dengan baik. Lembaga ini berada di bawah lembaga peradilan dan berfungsi untuk memperkecil timbulnya perkara-perkara peradilan yang harus diselesaikan oleh Wilâyat Al-qadhâ`. Hal ini dijelaskan oleh Joeseph Schacht, bahwa pada saat ketika hakim-hakim peradilan menghadapi perkara yang semakin banyak, ada keharusan untuk mengadakan akomodasi dengan Muhtasib. Menurutnya lembaga ini dilanjutkan oleh Islam sebagai perpanjangan tangan dari kerajaan Byzantium. Lebih lanjut Joeseph Schacht menjelaskan bahwa periode awal Abbasiyah tetap mempertahan fungsi ini dengan meng-Islamisasikannya, seperti penghentian pengumpulan pajak jual beli, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar, memperteguh sikap dan moral yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada masa pemerintahan khalifah al-Ma’mun Wilâyat Hisbah sudah terkoordinir dengan baik. Dengan mengemban tugas seperti pemeliharaan pasar, menertibkan dan mewujudkan kemaslahatan dalam jual beli. Keberadaan Hisbah sangat urgen sekali, karena selain berfungsi sebagai pengatur pasar juga pemeliharaan pasar dari masuknya bahan-
47
bahan makanan yang merusak masyarakat, melarang penipuan dalam bidang perdagangan, timbangan, takaran, menertibkan kegiatan para pedagang yang terlalu rakus dalam mengumpulkan keuntungan diri sendiri dengan cara melakukan ihtikar.17 Adapun tugas Muhtasib adalah melakukan inspeksi ke pasar-pasar sambil membawa timbangan dan takaran yang sah agar mereka dapat mengecek timbangan para pedagang dengan timbangan mereka, demikian juga takaran para penjual akan dibandingkan dengan takaran yang mereka bawa sebagai pedoman. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah ini, Muhtasib dipilih oleh para qâdhi dengan ketentuan bahwa orang tersebut mempunyai sifat iffah, jujur, dan terpercaya. Antara qâdhi dan Muhtasib saling bekerja sama. Dalam melaksanakan tugasnya, Muhtasib kadang-kadang dikawal oleh Sahib al-syurtah ( )ﺻﺎﺣﺐ اﻟﺸﺮطﺔmungkin sekarang bisa kita lebih kenal dengan petugas pengaman atau semacam polisi, agar masyarakat lebih berhati-hati dan tetap menjalankan hukum-hukum syari’at. Berdasarkan penjelasan yang telah penulis paparkan dapatlah dipahami bahwa Wilâyat Hisbah pada masa Bani Abbasiyah ini, sudah menjadi
lembaga secara mandiri, sebagaimana lembaga-lembaga
pemerintahan lainnya. Secara struktural, Wilâyat al-Hisbah berada di 17
143.
Ali Muhammad Radly, Asr al-Islam al-Dzahabi al-Ma’mun (T.th., Mesir: Dar al-Fikr), h.
48
bawah kewenangan Wilâyât al-qâdhi. Dengan begitu, pengangkatan dan pemberhentian
Muhtasib
juga
dilakukan
oleh
al-qâdhi.
Daerah
kewenangan Wilâyât al-Hisbah ini adalah di lingkungan pasar untuk mengatur para penjual dan pembeli agar tidak melakukan perbuatanperbuatan yang dilarang oleh syara’, baik yang terkait dengan jual beli, ibadah, dan akhlak, maupun yang terkait dengan penertiban-penertiban pasar. Hisbah tetap bertahan pada sebagian besar dunia Islam, sampai sekitar awal abad 18. Selama periode Dinasti Mamluk, lembaga ini mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini dibuktikan dengan hasil positif yang telah dicapai selama periode ini, yaitu sedikitnya perkara yang sampai ke meja hakim karena sudah bisa di tanggulangi oleh alMuhtasib. Di Mesir, institusi ini tetap bertahan sampai masa pemerintahan Muhammad Ali (1805 – 1849). Di Maroko, lembaga serupa masih ditemukan sampai awal abad ke-20. Di Romawi Timur, yang telah melakukan kontak dengan dunia Islam melalui perang Salib, telah mengadopsi lembaga ini, tetapi mereka menamainya dengan istilah mathessep yang berasal dari istilah Muhtasib.18 Seiring perkembangan ekonomi yang begitu pesat maka lembaga inipun
menyesuaikan,
yang
mana
bukan
hanya
pengembangan
perdagangan saja, ada dari segi industry pun menjadi salah satu fokusnya 18
A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah h. 238.
49
lembaga tersebut. Ketika Dinasti Mamluk, ada empat orang yang diangkat menjadi Muhtasib yang tersebar di empat kota, antara lain, Kairo, Fustat, Mesir Hilir dan Alexandria. Setiap Muhtasib bertanggung jawab atas seluruh kegiatan pasar yang ada di bawah wilayah yurisdiksinya. Muhtasib di Kairo memiliki peran tertinggi atau kedudukan yang setara dengan menteri keuangan.19 2. Pengertian Hisbah Wilâyât al-Hisbah ( )وﻻﯾﺔ اﻟﺤﺴﺒﺔsecara etimologi terdiri dari dua suku kata, yaitu wilâyâh ( )وﻻﯾﺔdan Hisbah ()اﻟﺤﺴﺒﺔ. Wilâyat berarti kekuasaan, dan kewenangan.20 Sedangkan Hisbah ( )اﻟﺤﺴﺒﺔberasal dari akar kata ( – ﺣﺴﺐ
)ﯾﺤﺴﺐ – ﺣﺴﺎبyang berarti menghitung (reckoning, computing), kalkulasi, berpikir (thinking) memberikan opini, pandangan, dan lain-lain. Sementara Hisbah ( )اﻟﺤﺴﺒﺔitu sendiri berarti imbalan, pengujian, melakukan suatu perbuatan baik dengan penuh perhitungan. 21 Dengan demikian, secara
19
A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah h. 236. AW. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap (Yogyakarta: alMunawwir, 1984), h. 919. 21 Muhammad Fuad Abd al-Bâqy, Al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’an (Kairo: Dar alHadis, 1987), h. 200-2001. Dalam al-Qur’an, kata-kata ﺣﺴﺐdalam bentuk masdar muncul sebanyak 11 kali, yaitu dalam surat al-Taubah: 60, 69, dan 130, al-Zumar: 38, al-Anfal: 63 dan 64, al-Thalaq: 3, alBaqarah: 206, Ali Imran: 173, al-Maidah: 107, dan al-Mujadalah: 8. Sedangkan dalam bentuk fiil madhi muncul sebanyak 13 kali baik dalam bentuk mufrad maupun jama’ yaitu dalam surat al-Kahfi: 9 dan 30, al-Ankabut: 2 dan 4, al-Jasiyah: 20, Muhammad: 29, al-Maidah: 74, al-Baqarah: 214, Ali Imran: 142, al-Taubah: 17, al-Mu’minun: 116, al-Naml: 44, dan al-Dahr: 19. Sedangkan dalam bentuk fiil mudhari` muncul sebanyak 31 kali yang mengandung makna mengira dan menyangka, yaitu dalam surat al-Humazah: 3, al-Qiyamah: 3 dan 36, al-Balad: 5 dan 7, Ali Imran: 78, 169, 178, 180, dan 188, al-Anfal: 60, al-Furqan: 44, Ibrahim: 42 dan 47, al-Nur: 11, 15, 39 dan 57, al-A’raf: 29, al-Zukhruf: 37 dan 80, al-Kahfi: 18 dan 105, al-Mu’minun: 56, al-Ahzab: 20, al-Mujadalah: 18, al-Munafiqun: 4, al20
50
harfiyah dapatlah dikatakan bahwa Hisbah itu adalah kewenangan melakukan suatu perbuatan baik dengan penuh perhitungan. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi Wilâyât al-Hisbah yang dikemukakan oleh para ulama’ sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini: a. Imam al-Mawardi22 23
. وﻧﮭﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ إذا ظﮭﺮ ﻓﻌﻠﮫ، إذا ظﮭﺮ ﺗﺮﻛﮫ،اﻟﺤﺴﺒﺔ ھﻲ أﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف “Hisbah merupakan wewenang untuk menjalankan amar ma`rūf ketika yang ma`rūf itu sudah jelas-jelas ditinggalkan orang dan mencegah yang mungkar ketika sudah terang-terang dikerjakan orang”. Definisi dengan redaksi yang sama dikemukakan juga oleh ِ◌ Abû Ya`la Muhammad bin al-Husain al-Fara`24 dalam kitabnya Al-Ahkam alSultâniyah.25 Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa suatu perkara akan menjadi wewenang Hisbah apabila yang ma`rûf ditinggalkan orang secara terang-terangan dan kemungkaran juga dilakukan secara terang-
Baqarah: 273, al-Naml: 88, al-Hasyr: 14. Sedangkan kata-kata yang muncul dalam bentuk lain yang berawalan dan berakhiran dari akar kata-kata ﺣﺴﺐsecara keseluruah muncul sebanyak 106 kali. 22 Al-Mawardi dilahirkan di Bashra tahun 356 H/975 M dan meninggal dunia di Baghdad tahun 450 H/1058 M). Nama lengkapnya adalah ِ◌ Abû Hasan Ali bin Muhammad bin Habib alMawardi. Ia seorang pejabat besar yang berpengaruh besar dalam pemerintahan Abbasiyah. Ia mempertahankan sistem politik Islam di tengah semakin menurunnya supremasi politik Dinasti Abbasiyah. Sebelumnya sejak abad ke-8 hingga ke-10, Dinasti Abbasiyah memiliki supremasi politik yang tinggi, Lihat Abdul Aziz Dahlan (ed),Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 4, h. 1161. 23 Al-Mawardi, Al-Ahkâm al-Sultâniyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah (T.th., Beirut: Dar alKutub al-Ilmiyyah), h. 299. 24 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin al-Husain bin Muhammad bin Khalaf bin Ahmad bin al-Faraa` Abû Ya`la. Dia adalah seorang ulama yang terkemuka pada zamannya. Ia dilahirkan pada tanggal 29 atau tanggal 28 pada dini hari bulan Muharram pada tahun 380 H dan minggal dunia pada malam Senin bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan tahun 458 H. Lihat Abû Ya’lâ Muhammad bin al-Husain al-Fara`[selanjutnya disebut: Ya`la], Al-Ahkâm al-Sultâniyah (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h. 14 dan 19. 25 Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultâniyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah, h.320.
51
terangan, seperti orang yang makan dan minum pada bulan Ramadan di tempat umum serta orang yang meminum minuman keras ditempat umum. Dengan demikian, dapat juga dipahami bahwa apabila yang ma`rûf ditinggalkan orang secara sembunyi-sembunyi/tidak terang-terangan dan kemungkaran juga dilakukan secara sembunyi-sembunyi/tidak secara nyata, maka tidak lagi menjadi wewenang Wilâyât al-Hisbah, melainkan menjadi wewenang peradilan biasa atau Wilâyât al-Qadhâ` (26)وﻻﯾﺔ اﻟﻘﻀﺎء. b. Ibnu Taimiyah27 Ibnu Taimiyah tidak menjabarkan secara langsung apa yang dimaksud
dengan
Wilâyât
al-Hisbah,
meskipun
demikian,
dapat
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan institusi Hisbah olehnya adalah:
ْﻲ ﻋَﻦْ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ ِﻣﻤَﺎ ﻟَﯿْﺲَ ﻣِﻦ ُ ﻓَﻠﮫَ ُ اﻷَ ْﻣ ُﺮ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفِ َواﻟﻨﱠ ْﮭ:َوأَﻣﱠﺎ اﻟْﻤﺤﺘِﺴْﺐ 28 .ْ َوأَ ْھ ِﻞ اﻟﺪﱢﯾ َﻮا ِن وَ ﻧَﺤْ ِﻮ ِھﻢ، ﻀﺎ ِة َ ُﺺ ا ْﻟﻮُﻻ ِة َوا ْﻟﻘ ِ ِﺼﺎﺋ َ َﺧ “Adapun yang dimaksud dengan Muhtasib adalah yang diberi wewenang untuk menjalankan amar ma`rûf dan mencegah yang mungkar, tidak termasuk wewenang peradilan, pejabat administrasi dan sejenisnya”.
26
Wilâyât Al-qadhâ` ialah lembaga peradilan dengan kekuasaan menyelesaikan berbagai kasus, disebut juga dengan peradilan biasa. Lihat Muhammad Abd al-Rahman al-Bakr, Al-Sulţāh Alqadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah al-Qâdhi (Kairo: Al-Zukhra’ li A`lām al-Arabī, 1998), Cet. Ke-1, h. 49. 27 Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama yang ahli tafsir, hadis, dan fikih. Nama lengkapnya Taqiyuddin ِ◌ Abû Abbas Ahmad bin Abd al-Salam bin Taimiyah. Lahir di Harran, Turki, pada tanggal 10 Rabi’u al-awal 661 H/ 22 Januari 1263 dan meninggal dunia di Damaskus pada tanggal 20 Dzul Qai’dah tahun 728 H/26 September 1328. Ia hidup ketika di dunia Islam tengah terjadi pergolakan sosial, politi, serta mengalami kemunduran, baik karena perpecahan intern sesama dinasti Islam sendiri, maupun karena permusuhannya dengan bangsa Barat (Kristen) dan karena serbuan tentara Tartar (Mongol). Lihat Abdul Aziz Dahlan (ed), Jilid-2, h. 623. Lihat juga A.A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Penerjemah: Anshari Thayib, judul asli “Economic Concept of Ibn Taimiyah” (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), Cet. Ke-1, h. 15. 28 Ibnu Taimiyah, al-Hisbah, h. 16.
52
Berdasarkan pengertian inilah dapat ditangkap makna bahwa yang dimaksud oleh Ibnu Taimiyah adalah sebuah institusi yaitu Wilâyât alHisbah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Hisbah menurutnya adalah lembaga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan amar ma`rūfdan nahy an al-munkar selain dari wewenang peradilan, pejabat administrasi dan yang sejenis dengan itu. c. Ibnu Khaldun29 Menurut Ibnu Khaldūn Wilâyât al-Hisbah adalah:
أﻣﺎ اﻟﺤﺴﺒﺔ ﻓﮭﻲ وظﯿﻔﺔ دﯾﻨﯿﺔ ﻣﻦ ﺑﺎب اﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف واﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ ، ﯾﻌﯿﻦ ﻟﺬﻟﻚ ﻣﻦ ﯾﺮاه أھﻼ ﻟﮫ،اﻟﺬي ھﻮ ﻓﺮض ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﺄﻣﻮر اﻟﻤﺴﻠﻤﯿﻦ ، وﯾﺒﺤﺚ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮات، وﯾﺘﺨﺬ اﻷﻋﻮان ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ،ﻓﯿﺘﻌﯿﻦ ﻓﺮﺿﮫ ﻋﻠﯿﮫ وﯾﺤﻤﻞ اﻟﻨﺎس ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺼﺎﻟﺢ اﻟﻌﺎﻣﺔ ﻓﻲ،وﯾﻌﺰر وﯾﺆدب ﻋﻠﻰ ﻗﺪرھﺎ 30 .اﻟﻤﺪﯾﻨﺔ “Hisbah ialah kewajiban keagamaan yang berkaitan dengan menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar yang merupakan kewajiban pemerintah untuk menentukan (mengangkat) orang yang melaksanakan tugas tersebut. Batas-batas kewenangannya ditentukan oleh pemerintah demikian juga pembantunya untuk melaksanakan tugas tersebut. Ia menyelidiki kemungkaran, menta’zir dan mendidik orang yang melakukan kemungkaran tersebut dan membimbing masyarakat untuk memelihara kemaslahatan umum di perkotaan”.
Ibnu Khaldun memiliki nama asli, yaitu ِ◌ Abû Zaid Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun Wali al-Din al-Tunisi al-Hadrami. Ia lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan (732 H (7 Mei 1332 M). Dia meninggal dunia pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406 M).Ibnu Khaldun dididik oleh keluarga yang terkemuka dalam ilmu pengetahuan maupun politik. Para kakeknya, Banu Khaldun, yang tertua Khaldun bin al-Khattab, pindah ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-18, dengan demikian dia menyaksikan pertumbuhan dan kemunduran kekuasaan Islam di Spanyol. Lihat Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), Cet. Ke-1, h. 9-13. 30 Abd al-Rahman bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), Cet. Ke-1, h. 176. 29
53
Pengertian yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun ini menerangkan bahwa Hisbah di sini merupakan tugas-tugas dari Muhtasib yang ditunjuk langsung oleh pemerintah dan bukannya kewajiban setiap muslim. Definisi inilah yang mengindikasikan perlunya sebuah lembaga yang khusus menangani pelanggaran terhadap al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an almunkar. Beradasarkan ketentuan ini dapatlah dibedakan antara personal yang melaksanakan amar ma`ruf dan nahy munkar yang dikenal dengan istilah al-mutatawwi’ ()اﻟﻤﺘﻄﻮع31 dengan sebuah lembaga khusus yang menangani perkara tersebut. d. Nicola Ziadeh, sebagaimana yang dikutip oleh A. A. Islahi, mendefinisikan Hisbah sebagai “sebuah kantor atau lembaga yang berfungsi untuk mengontrol pasar dan moral secara umum”. 32 Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Ziadeh ini terlihat dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan Hisbah olehnya adalah sebuah lembaga yang mempunyai tugas khusus untuk mengawasi pasar. Bila dilihat dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama’ di atas 31
ternyata
tidak
terdapat
perbedaan
yang
mencolok
dalam
Al-Mutaţawwi’ adalah orang yang melaksanakan al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an almunkar yang tidak mendapatkan ketetapan tugas tersebut dari penguasa. Ia tidak terikat dengan aturanaturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika ia melalui tugas ini, ia tidak mendapat tindakan dari pemerintah. Ia tidak berhak menerima pengaduan. Ia juga tidak berhak menyelidiki kemungkaran yang terjadi. Ia tidak memiliki pembantu dalam tugasnya. Ia tdak boleh memberikan ta’zir. Ia juga tidak menadapatkan gaji tetap dari pemerintah. Lihat Al-Mawardi, h. 240. 32 Lihat A.A. Islahi, h. 236.
54
menyampaikan maksud dari Wilâyat al-Hisbah tersebut dalam hal al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar. Namun terdapat perbedaan penekanan terhadap aspek-aspek tertentu, seperti al-Mawardi mengungkapkan wewenang Wilâyât al-Hisbah terhadap pelanggaran agama yang terangterangan, Ibnu Khaldūn menganggapnya sebagai kewajiban pemerintah, dan Ibnu Taimiyah juga menganggapnya sebagai sebuah kewajiban pemerintah di luar wewenang peradilan, serta Nicola Ziadeh yang lebih menekankan kepada sebuah lembaga yang diberi wewenang khusus untuk mengawasi pasar. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Wilâyât al-Hisbah tersebut adalah suatu lembaga yang khusus menangani persoalan-persoalan moral di tengah-tengah masyarakat, sehingga wewenangnya lebih luas dari dua peradilan lainnya, yakni wilāyah Al-qadhâ` (peradilan biasa) dan wilāyah al-maźālim (peradilan khusus kejahatan para penguasa dan keluarganya).33 Hisbah adalah satu institusi yang sudah ada sejak zaman pemerintahan Rasulullah S.A.W. di Madinah, walaupun pada waktu itu nama Hisbah tidak dikenal secara resmi. Umpamanya, bagi mereka yang bertugas mengawasi perjalanan perniagaan di pasar dikenal sebagai ‘Pengawas Pasar’ (Sâhib al-sûq) atau ‘Petugas di Pasar’ (al-âmil fi al-Sûq).
33
Wilâyah al-Mazâlim adalah lembaga peradilan yang menangani kasus kelaliman para penguasa dan keluarganya terhadap hak-hak rakyat. Lihat Al-Mawardi, h. 242.
55
Keberadaan Wilâyât al-Hisbah ini diteruskan oleh pemerintahan Islam selanjutnya dengan peranan yang lebih luas. Ada di antara pemerintah menamainya dengan Hisbah, tetapi terdapat juga nama lain yang digunakan sebagaimana nama-nama yang telah penulis sebutkan di atas. Biar apa pun nama yang diberikan, Wilâyât al-Hisbah ini tetap eksis dalam pemerintahan Islam karena ia adalah salah satu sendi utama pemerintahan Islam yang berdiri dengan konsep al-amr bi al-ma`rûf wa al-nahy an al-munkar. 3. Dasar Hukum Pada dasarnya dalam ajaran Islam, setiap muslim berkewajiban melaksanakan amar ma`rūf dan nahy munkar. Namun dalam masalah-masalah tersebut ada suatu badan yang secara khusus menanggulanginya. Dalam Islam badan tersebut dikenal dengan sebutan Wilâyât al-Hisbah. Adapun dasar hukum dibentuknya lembaga tersebut sangat banyak sekali terdapat dalam alQur’an dan Sunnah, di antaranya firman Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 104 berikut ini:
َو ْﻟﺘَﻜُﻦْ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ أُ ﱠﻣﺔٌ ﯾَ ْﺪﻋُﻮنَ إِﻟَﻰ ا ْﻟ َﺨ ْﯿ ِﺮ َوﯾَﺄْ ُﻣﺮُونَ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفِ وَ ﯾَ ْﻨﮭَﻮْ نَ َﻋ ِﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ (104:3/ )ال ﻋﻤﺮان.ﻚ ھُ ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔﻠِﺤُﻮن َ َِوأُوﻟَﺌ Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)” Kata ( )وﻟﺘﻜﻦpada ayat di atas dalam bentuk perintah, sedangkan hakikat perintah itu adalah mengacu kepada kewajiban, tetapi perintah di sini menurut Ibnu Khaldun bukanlah merupakan fardhu ain, melainkan fardhu
56
kifayah. Dengan demikian jika telah dilakukan oleh seseorang maka gugurlah kewajiban bagi kaum muslim yang lain.34 Quraish Shihab menafsirkan kata ( )ﻣﻨﻜﻢpada ayat di atas dengan sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan. Kata ( )ﻣﻨﻜﻢdisesuaikan artinya dengan membandingkannya dengan ayat lain pada surat al-Asr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh serta saling mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.35 Kalimat di atas juga menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah dakwah. Pertama (“ )ﯾﺪﻋﻮنmengajak” dan kedua ()ﯾﺄﻣﺮون “memerintahkan”. Kata mengajak ( )ﯾﺪﻋﻮنdikaitkan dengan ()اﻟﺨﯿﺮ, sedangkan perintah untuk tidak melakukan, yakni melarang ( )ﯾﻨﮭﻮنdikaitkan dengan ()اﻟﻤﻨﻜﺮ. Kata ( )اﻟﺨﯿﺮadalah nilai universal yang diajarkan oleh alQur’an dan Sunnah. Al-Khair menurut Rasulullah saw., sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Kaśir adalah mengikuti al-Qur’an dan Sunnahku.36 Sedang ( )اﻟﻤﻌﺮوفadalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat selama sejalan dengan ()اﻟﺨﯿﺮ. Adapun ( )اﻟﻤﻨﻜﺮadalah sesuatu
34
Abd al-Rahman bin Khaldun, h. 225-226. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2005), Cet. Ke-3, Jilid 2, h. 172-175. 36 ﻗﺮأ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ "وﻟﺘﻜﻦ ﻣﻨﻜﻢ أﻣﺔ ﯾﺪﻋﻮن إﻟﻲ اﻟﺨﯿﺮ" ﺛﻢ ﻗﺎل "اﻟﺨﯿﺮ اﺗﺒﺎع اﻟﻘﺮآن وﺳﻨﺘﻲ" )رواه اﺑﻦ )ﻣﺮدوﯾﮫ. Lihat Abû al-Fadâ’ al-Hâfiz Ibnu Katsir al-Damsyîqî, Tafsir Al-Qur’an al-Azîm (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. Ke-1, Jilid 1, h. 372. 35
57
yang dinilai buruk oleh masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.37 Jadi urutan yang mesti dilakukan adalah mengajak kepada kebajikan, kemudian memerintahkan kepada yang ma`rūf, dan mencegah dari kemungkaran. Demikian juga halnya firman Allah swt. dalam surat al-A’rāf ayat 157 yang berbunyi:
ﻲ اﻟﱠﺬِي ﯾَ ِﺠﺪُوﻧَﮫُ َﻣ ْﻜﺘُﻮﺑًﺎ ﻋِ ْﻨ َﺪھُ ْﻢ ﻓِﻲ اﻟﺘﱠﻮْ َرا ِة ﻲ ْاﻷُ ﱢﻣ ﱠ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺘﱠﺒِﻌُﻮنَ اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َل اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ ت وَ ﯾُ َﺤ ﱢﺮ ُم ِ اﻹﻧْﺠِ ﯿ ِﻞ ﯾَﺄْ ُﻣ ُﺮھُ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفِ َوﯾَ ْﻨﮭَﺎھُ ْﻢ َﻋ ِﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َوﯾُﺤِ ﻞﱡ ﻟَﮭُ ُﻢ اﻟﻄﱠﯿﱢﺒَﺎ ِ ْ َو ﻀ ُﻊ َﻋ ْﻨﮭُ ْﻢ إِﺻْ َﺮھُ ْﻢ َو ْاﻷَﻏ َْﻼلَ اﻟﱠﺘِﻲ ﻛَﺎﻧَﺖْ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ْﻢ ﻓَﺎﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا َ ََﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ُﻢ اﻟْﺨَ ﺒَﺎﺋِﺚَ وَ ﯾ ﻚ ھُ ُﻢ َ ِﺼﺮُوهُ َواﺗﱠﺒَﻌُﻮا اﻟﻨﱡﻮ َر اﻟﱠﺬِي أُ ْﻧ ِﺰ َل َﻣ َﻌﮫُ أُوﻟَﺌ َ َﺑِ ِﮫ وَ َﻋ ﱠﺰرُوهُ وَ ﻧ (157:7/ )اﻷﻋﺮاف. َا ْﻟ ُﻤ ْﻔﻠِﺤُﻮن Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’raf: 157)” Surat al-A’râf ayat 157 di atas menegaskan bahwa orang yang mengikuti Rasulullah saw. dan menyuruh mengerjakan yang ma`rūf dan melarang dari kemungkaran, sebagai tugas Hisbah, adalah orang-orang yang beruntung. Ayat ini juga membantah anggapan orang-orang Yahudi pada masa Nabi Muhammad saw. yang beranggapan bahwa mereka termasuk yang akan
37
M. Quraish Shihab, h. 175.
58
memperoleh janji Allah sebagaimana yang disebutkan pada ayat sebelum ini (ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya yang menyebutkan bahwa “rahmat Allah itu meliputi segala sesuatu”). Untuk meluruskan kekeliruan itu ayat ini menegaskan bahwa, bukan kalian yang akan mendapat rahmat itu, tetapi yang akan meraihnya adalah orang-orang yang terus menerus dan tekun mengikuti Nabi Muhammad saw, yang merupakan Rasulullah saw. Nabi yang ummi.38 Selanjutnya firman Allah swt. dalam surat Luqman ayat 17 yang menyatakan:
ﻚ َ َﺻﺎﺑ َ َﯾَﺎ ﺑُﻨَ ﱠﻲ أَﻗِﻢِ اﻟﺼ َﱠﻼةَ َو ْأﻣُﺮْ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفِ َوا ْﻧﮫَ َﻋ ِﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َواﺻْ ﺒِﺮْ َﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ أ (17:31/ )ﻟﻘﻤﺎن.ﻚ ﻣِﻦْ ﻋَﺰْ مِ ْاﻷُﻣُﻮ ِر َ ِإِنﱠ َذﻟ Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman: 17)” Surat Luqman ayat 17 menjelaskan tentang tiga amal yang diutamakan yaitu: Mendirikan shalat dengan sempurna syarat, rukun, dan sunnahsunnahnya. Memerintahkan kepada yang ma`rūf dan mencegah dari kemungkaran, serta sabar terhadap segala macam cobaan. Menyuruh mengerjakan ma`rūf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu
38
M. Quraish Shihab, h. 268-269.
59
mencegah dirinya. Memang, dalam melaksanakan tuntunan Allah akan menghadapi banyak tantangan dan rintangan, karena itu ayat ini juga mengajarkan untuk bersabar terhadap apa yang menimpa dalam melaksanakan tugas menyuruh kepada yang ma`rûf dan mencegah dari kemungkaran.39 Ayat-ayat di atas, di samping menunjukkan kewajiban dakwah secara umum, juga menjadi landasan bagi kewajiban suatu badan yang khusus dalam tugas tersebut. Selain dari tiga ayat di atas masih terdapat ayat-ayat lain yang menjadi dasar dari Wilâyat al-Hisbah ini, seperti surat Ali Imran ayat 110 yang mengungkapkan bahwa ada sebagian kecil dari Ahli Kitab yang beriman dan melaksanakan amar ma`rūf dan nahy munkar, surat al-Maidah ayat 78 – 79 yang mengemukakan tentang laknat yang diberikan oleh Allah terhadap Bani Isrâ’il dan orang kafir karena mereka membiarkan berlakunya perbuatan mungkar di antara mereka. Kemudian Surat al-Taubah ayat 71 – 72 111 – 112 yang mengungkapkan orang-orang beriman akan mendapatkan rahmat Allah swt. karena mereka melaksanakan amar ma`rûf dan nahy munkar, serta surat al-Hâjj ayat 41 yang menyatakan bahwa Allah telah memberikan keteguhan hati bagi orang yang melaksanakan amar ma`rûf dan nahy munkar. Adapun dasar hukum dibentuknya Hisbah dari Sunnah dapat dilihat dari hadis-hadis berikut ini:
َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْﻦُ أَﺑِﻲ َﺷ ْﯿﺒَﺔَ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ وَ ﻛِﯿ ٌﻊ ﻋَﻦْ ُﺳ ْﻔﯿَﺎنَ و َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦُ ا ْﻟ ُﻤﺜَﻨﱠﻰ ِق ﺑْﻦ ِ ﺲ ْﺑ ِﻦ ُﻣ ْﺴﻠِﻢٍ ﻋَﻦْ طَﺎ ِر ِ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦُ ﺟَ ْﻌﻔَ ٍﺮ ﺣَ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔُ ﻛ َِﻼھُﻤَﺎ ﻋَﻦْ ﻗَ ْﯿ 39
M. Quraish Shihab, h.136-137.
60
ﻄﺒَ ِﺔ ﯾَﻮْ َم ا ْﻟﻌِﯿ ِﺪ ﻗَ ْﺒ َﻞ اﻟﺼ َﱠﻼ ِة ْ ب َوھَﺬَا َﺣﺪِﯾﺚُ أَﺑِﻲ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ ﻗَﺎ َل أَ ﱠو ُل ﻣَﻦْ ﺑَ َﺪأَ ﺑِﺎ ْﻟ ُﺨ ٍ ِﺷﮭَﺎ ﻚ ﻓَﻘَﺎ َل أَﺑُﻮ َ ِك ﻣَﺎ ھُﻨَﺎﻟ َ ﻄﺒَ ِﺔ ﻓَﻘَﺎ َل ﻗَ ْﺪ ﺗُ ِﺮ ْ ﻣَﺮْ َوانُ ﻓَﻘَﺎ َم إِﻟَ ْﯿ ِﮫ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَﻘَﺎ َل اﻟﺼﱠﻼةُ ﻗَ ْﺒ َﻞ ا ْﻟ ُﺨ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﻘُﻮ ُل ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ َﺳﻌِﯿ ٍﺪ أَﻣﱠﺎ ھَﺬَا ﻓَﻘَ ْﺪ ﻗَﻀَﻰ ﻣَﺎ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َرﺳُﻮلَ ﱠ ﻣَﻦْ َرأَى ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُﻣ ْﻨ َﻜﺮًا ﻓَ ْﻠﯿُﻐَﻲ ﱢرْ هُ ﺑِﯿَ ِﺪ ِه ﻓَﺈِنْ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ ﻓَﺒِﻠِﺴَﺎﻧِ ِﮫ ﻓَﺈِنْ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺴﺘَ ِﻄ ْﻊ 40 ( )رواه ﻣﺴﻠﻢ.ِاﻹﯾﻤَﺎن ِ ْ ُﻚ أَﺿْ ﻌَﻒ َ ِﻓَﺒِﻘَ ْﻠﺒِ ِﮫ َو َذﻟ Artinya: “Dari Abū Bakar bin Abi Syaibah Waki’ menceritakan kepada kami dari Abû Sufyan, Muhammad bin al-Matsani juga menceritakan kepada kami,◌ِAbû Bakar bercerita kepada kami dari Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah, kedua-duanya berkata hadis ini dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab, ini adalah hadis dari ◌ِ Abû Bakar berkata, ia berkata: Orang yang pertama kali melakukan khutbah `ied sebelum shalat adalah Marwan, lalu seseorang berdiri dan berkata: Shalat `ied itu sebelum khutbah, lalu ia berkata: telah ditinggalkan apa yang telah ditetapkan. Maka Abû Said berkata: Adapun hal ini telah ditetapkan, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa di antara kamu yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu mencegahnya dengan tangannya, maka dengan perkataannya, jika ia tidak mampu mencegahnya dengan perkataannya, maka hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Dan itulah yang selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)” Penjelasan Yusuf al-Qaradhawi tentang hadis ini adalah bahwa hadis tersebut menjadi dalil yang kuat untuk menetapkan adanya kewajiban setiap muslim untuk melarang kemungkaran apabila ia melihatnya. Hal ini didasarkan pada lafaz ( )ﻣﻦyang terdapat dalam hadis tersebut merupakan lafaz umum. Para ulama ushul berpendapat bahwa lafaz umum ini mencakup setiap orang Islam yang melihat kemungkaran. Karena Rasulullah saw. tidak menyisipkan lafaz istitsna’ (pengecualian) dalam hadis tersebut.41 Dengan demikian kewajiban nahy munkar itu ada pada setiap orang. Meskipun
40 41
Imam ِ◌ Abû al-Husain Muslim bin al-Hujjâj al-Qusyairî al-Naisâbūrî, h. 69. Yusuf al-Qaradhawi, Min Fiqh al-Daulah fi al-Islam (Kairo: Dar al-Syuruq, 1997), h. 19.
61
kewajiban nahy munkar ada pada setiap orang namun kewenangan khusus dan secara terlembaga dibebankan kepada Wilâyât al-Hisbah. Selanjutnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Tamim:
َْﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ُﺪ ﺑْﻦُ َﻋﺒﱠﺎ ٍد ا ْﻟ َﻤﻜﱢﻲﱡ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﯿَﺎنُ ﻗَﺎ َل ﻗُﻠْﺖُ ﻟِ ُﺴﮭَ ْﯿ ٍﻞ إِنﱠ َﻋ ْﻤﺮًا َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻋَﻦ ﻚ ﻗَﺎ َل َورَ ﺟَﻮْ تُ أَنْ ﯾُ ْﺴﻘِﻂَ َﻋﻨﱢﻲ رَ ﺟُﻼ ﻗَﺎ َل ﻓَﻘَﺎ َل َﺳ ِﻤ ْﻌﺘُﮫُ ﻣِﻦْ اﻟﱠﺬِي َ ع ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِ ا ْﻟﻘَ ْﻌﻘَﺎ ِﺻﺪِﯾﻘًﺎ ﻟَﮫُ ﺑِﺎﻟﺸﱠﺎمِ ﺛُ ﱠﻢ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﯿَﺎنُ ﻋَﻦْ ُﺳﮭَ ْﯿ ٍﻞ ﻋَﻦْ َﻋﻄَﺎ ِء ﺑْﻦ َ ََﺳ ِﻤ َﻌﮫُ ِﻣ ْﻨﮫُ أَﺑِﻲ ﻛَﺎن ْﺼﯿ َﺤﺔُ ﻗُ ْﻠﻨَﺎ ﻟِﻤَﻦ ِ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل اﻟﺪﱢﯾﻦُ اﻟﻨﱠ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ﻲ ي أَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ ﯾَﺰِﯾ َﺪ ﻋَﻦْ ﺗَﻤِﯿﻢٍ اﻟﺪﱠا ِر ﱢ 42
Artinya: “Dari Muhammad bin Abbad al-Makkî, dari Sofyân, ia berkata: Saya berkata kepada Suĥail: Sesungguhnya Amar yang telah menyampaikannya kepada kami, dari al-Qa`qa`, dari Bapakmu. Ia berkata saya mengharapkan didatangkan kepadaku seseorang. Lalu ia berkata: Ia berkata saya mendengarnya dari apa-apa yang telah engkau dengarkan dari bapakku yang telah menemaninya ketika berada di Syam, kemudian Sofyan menyampaikan kepada kami dari Suhail dari Atha’ bin Yazid dari Tamim alDaari, bahwa Nabi saw. bersabda: Agama itu adalah nasehat, kami berkata bagi siapa ya Rasulullah? Lalu Nabi menjawab: Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslim, dan umat-umatnya. (HR. Muslim)” Berdasarkan hadis di atas dapatlah dipahami bahwa keberadaan agama sebagai nasehat merupakan penuntun kepada kemaslahatan masyarakat. Hal ini terdapat dalam lafaz ( )ﻋﺎﻣﺘﮭﻢkarena di dalam lafaz tersebut mengandung bimbingan mereka terhadap kemaslahatan masyarakat untuk dunia dan akherat. Cara yang dilakukan adalah menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka berbuat mungkar dan yang diberi wewenang secara terstruktur adalah Wilâyât al-Hisbah.
42
Imam Abû al-Husain Muslim bin al-Hujjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, h.74.
62
Yusuf al-Qaradhawi menguraikan syarat-syarat dalam mengubah kemungkaran sebagai berikut:43 Kemungkaran tersebut harus disepakati sebagai sesuatu yang diharamkan, kemungkaran itu harus tampak dan juga mengubah kemungkaran dengan kekuatan harus diukur menurut kesanggupan dan tidak dikhawatirkan akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Berdasarkan kepada dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang telah penulis kemukakan di atas, menurut pendapat yang terkuat, para ulama sepakat mengatakan bahwa hukum Hisbah adalah fardhu kifayah. Dengan demikian jika salah seorang dari umat Islam telah melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban tersebut bagi umat Islam lainnya. Meski demikian, jika ternyata tak ada seorang pun yang mampu menunaikannya, maka perintah tersebut menjadi fardhu ‘ain bagi pihak yang mampu melakukannya dan pihak yang paling mampu untuk itu adalah pemegang kekuasaan dan kekuatan, yaitu pemerintah. 4. Pertumbuhan dan Perkembangannya. Kegiatan ekonomi yang bersifat transaksional dan dalam hal ini kita meneliti bagian transaksi langsung, dengan bertemunya antara penjual dan pembeli yang dipertemukan di pasar. Sorotan utama penulis disini adalah halhal yang tidak seharusnya terjadi dalam pasar yang kemudian menjadi kecurangan, dan dampak kerugian akan dirasakan oleh para pembeli. Ibnu 43
Yusuf al-Qaradhawi, h. 169 – 176.
63
Taimmiyah dala hal ini beliau mengatakan bahwa seluruh kantor publik dalam Islam bertujuan untuk menyeru masyarakat dalam kebaikan dan meninggalkan keburukan, Hisbah melindungi para konsumen dari para pedagang yang hanya mengincar keuntungan
yang berlebih namun dalam
hal
ini tidak
dihiraukannya aspek kebaikannya yang meliputi seperti kesehatan kemudian kelayakan yang memang ini seharusnya yang ada pada semua pedagang, yang tidak hanya mengincar keuntungan belaka namun harus memperhatikan kesejahteraan para pembeli.44 Beliau mengutip sejumlah ajaran dalam bukunya sendiri “Hisbah Fi al-Islam”, mengenai soal perdagangan dan kontrak yang jujur. Seperti hadis yang telah dikutip di atas bahwa Rasullah Shalallahu Alaihi wa Salaam yang mendapatkan seorang pedagang yang curang dan bersabda bahwa barang siapa yang melakukan dengan kecurangan dia bukan bagian dari umat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salaam. Telah dikemukakan dalam bagian sejarah lahirnya lembaga ini bahwa adanya seiring dengan munculnya agama Islam ini sendiri, yang telah kita ketahui bahwa tujuan lembaga ini diadakan adalah apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, adalah untuk memerintahkan apa yang sering disebut sebagai kebaikan (al-ma’rûf) dan mencegah apa yang kita ketahui sebagai keburukan (al-munkar) di dalam wilayah yang telah menjadi ranah atau wilayah pemerintah untuk mengaturnya, mengadili dalam wilayah urusan umum khusus lainnya, yang mana urusan ini tidak sembarang yang 44
A.A Islahi, h.237.
64
kejangkauannya tidak bisa dilakukan oleh institusi biasa. 45 Telah diinisiasi sejak adanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salaam dan terus berkembang sampai Khulafau al-rasyidiin yang mana belum dijadikan lembaga seutuhnya, hanya saja dilakukan oleh para pemimpin pemerintah atau ditunjuk seseorang yang memang kompatibel dalam penugasan dalam bidang ini. Barulah pada masa Dinasti Bani Umayyah, dalam pelaksanaan tugasnya, Muhtasib tidak lagi dicampuri oleh khalifah. Fungsi khalifah hanya menetapkan peraturan pelaksanaannya saja. Dalam kutipan yang dikutip oleh penulis, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Abd al-Aziz, ia telah membuat aturan takaran dan timbangan untuk melindungi kepentingan masyarakat.46 5. Wewenang dan Tugas Fuqaha’ telah menyepakati bahwa wewenang Wilâyat al-Hisbah meliputi seluruh pelanggaran terhadap prinsip amar ma`rūf dan nahy munkar yang berada di luar wewenang Wilâyât al-Qadhâ` dan Wilâyât al-Mazâlim, baik yang berkaitan dengan pelanggaran sosial maupun pelaksanaan ibadah. Pengawasan adalah menjadi tugas terpenting Hisbah. Namun begitu Wilâyât al-Hisbah juga mempunyai kekuasaan yang lain, yaitu meliputi kekuasaan pengawasan, mendengar tuduhan, mendengar dakwaan, menasihati atau menegur dan menghukum. Bagaimana pun kekuasaan tersebut terbatas kepada hal-hal tertentu saja, untuk mencegah terjadinya tumpang tindih antara 45
A.A Islahi h.238. Hasan Ibrahim Hasan, Târikh al-Islâm; al-Siyâsy wa al-Dîny wa al-Tsaqafy wa al-Ijtihâdy (Kairo: al-Nadwah al-Hashriyah, [t.th]), Jilid 1, h. 489. 46
65
tugas Muhtasib dengan hakim. Umpamanya, berbeda dengan Wilâyat Alqadhâ`, Wilâyat al-Hisbah hanya boleh mengendalikan kemungkaran yang nyata dan terbuka serta adanya tuntunan yang jelas. Bagi kejahatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta perkara yang mengandung dakwaan dan membutuhkan kesaksian, maka perkara itu diserahkan kepada Wilâyat Al-qadhâ`. Akan tetapi, Muhtasib boleh bertindak tanpa permintaan, atau pengaduan, sangat berbeda sekali dengan wilāyah Al-qadhâ` yang hanya boleh bertindak jika ada pengaduan atau dakwaan.47 Tegasnya, Institusi Hisbah adalah elemen pelengkap dalam menjaga syari`at Islam. Kekuasaan dan hukuman secara langsung yang dilakukan oleh Muhtasib merupakan sebahagian dari ajaran Islam yang mengarahkan umatnya mencegah kemungkaran dengan ‘tangan’ atau kekuasaan apabila terdapat maksiat yang terjadi di depan mata, terdakwa langsung dikenakan tindakan tanpa perlu dibawa ke hadapan hakim. Tindakan yang diambil olehMuhtasib dilakukan secara berperingkat berawal dengan nasihat. Jika cara nasihat tidak diindahkan, barulah Muhtasib mengambil langkah seterusnya berbentuk hukuman. Pelaksanaan hukuman secara langsung ini berlaku jika kesalahan yang dilakukan adalah kesalahan kecil dan ini tidak berlaku bagi yang melakukan kesalahan yang berat atau besar. Lebih jelasnya al-Ghazali
47
al-Mawardi, h. 301 – 302.
66
memaparkan tingkatan dalam mengambil tindakan yang dilakukan oleh Muhtasib:48 a.
Menyadarkan atas buruk baiknya suatu perbuatan, metode yang digunakan adalah nasehat,
b.
Memperingatkan agar mengerjakan perbuatan yang ma`rūf dan menjauhi perbuatan yang mungkar,
c.
Mengancam dengan hukuman, baik dengan menyebutkan hukumanhukuman Tuhan maupn hukuman-hukuman negara,
d.
Berkata keras kalau perlu menghardiknya supaya ia sadar atas kesalahannya,
e.
Menyuruh atau melarang sesuatu dengan tangan, jika pihak yang bersalah masih tidak dapat disadarkan dengan ancaman. Muhtasib bisa juga menggunakan tangan atau kekuasaan (al-tagyir bi al-yad). Tindakan menggunakan tangan ini bukanlah bermaksud memukul tetapi cara menggunakan tangan sekiranya perlu seperti menumpahkan arak yang sedang diminum, melepaskan baju sutera yang dipakai oleh seorang lelaki, menyegel tempat hiburan yang menyesatkan masyarakat, memusnahkan buku-buku yang menyesatkan, membuang tanda salib yang dipakai oleh orang Islam, memulangkan harta orang yang dirampas.
Imam ِ◌ Abû Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihyâ` Ulûm al-Dîn (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), Jilid 2, h. 357 – 360. 48
67
f.
Memberikan hukuman prefentif untuk menyadarkannya seperti melarang berjualan di pasar, mengusir penghuni rumah yang tidak memiliki izin resmi, dan sebagainya.
g.
Menggunakan sebatan/cambuk dan menahan (al-jild wa al-habs). Tindakan ini dilakukan sekiranya nasehat dan peringatan tidak membuat orang yang bersalah berhenti dari mengulangi kesalahannya atau orang yang bersalah secara terang-terangan melakukan kesalahan tanpa menghormati larangan yang ditetapkan, seperti mengulangi makan secara terbuka pada bulan Ramadhan, memperlihatkan aurat, dan meminum minuman keras secara terbuka. Kesemuanya dilakukan tanpa adanya rasa segan pada orang banyak. Tindakan ini baru boleh dilakukan apabila segala upaya lain tidak berhasil. Pemukulan tersebut juga dilakukan dengan tidak membahayakan anggota tubuhnya.
h.
Menggunakan para aparat keamanan atau kekuatan senjata. Tindakan ini perlu dilakukan jika orang yang melanggar undang-undang itu orang yang kuat atau berkuasa dan mencoba melawan dengan menggunakan kekerasan.
i.
Mengenakan pelbagai bentuk hukuman ta`zir, Hukuman ta`zir ini boleh dilaksanakan dengan pelbagai bentuk baik itu memukul, memenjarakan, menyingkirkan, menjatuhkan atau mengumumkan kesalahan orang tersebut di khalayak ramai. Kekuasaan ta`zir ini diserahkan kepada
68
Muhtasib dan hukuman yang dijatuhkan setimpal dengan kesalahan yang dilakukan. Di samping itu, sejarah Islam menunjukkan bahwa Wilâyât al-Hisbah juga diberikan beberapa peranan yang khusus menangani wilayah dan sektorsektor tertentu. Umpamanya terdapat anggota Wilâyât al-Hisbah yang khusus menjaga pasar dan pusat perniagaan (umana` al-sûq) dan Muhtasib yang mengawasi perencanaan dan industri (‘urafâ` al-hirâi wa al-sinâ`at). Mereka berperanan untuk mengawasi segala bentuk penipuan, pemalsuan, dan penyelewengan yang terjadi dalam perjanjian perniagaan dan industri. Terdapat juga anggota wilāyah Hisbah yang menjadi wakil di tempat-tempat strategis dari segi ekonomi dan keamanan seperti pelabuhan, kawasan perairan dan sepanjang pantai. Terdapat juga anggota Hisbah yang dikenal sebagai petugas-petugas pengamanan (al-a’awân, al-gulâm wa al-syurtah) yang berperanan membantu Wilâyat Al-qadhâ` dalam usaha mengawasi peraturan baik secara lembut atau keras. Secara umum wewenang Wilâyât al-Hisbah dapat dibagi kepada tiga bagian yang dikaitkan dengan al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar, yaitu: 1) Perkara-perkara yang berkaitan dengan hak-hak Allah swt. a) Al-Amru bi al-ma`rûf Memerintahkan kepada perbuatan baik ini meliputi semua jenis ibadah seperti shalat wajib lima waktu secara berjamaah, shalat Jum’at,
69
puasa, zakat, haji, dan lain-lain.49 Muhtasib bertanggungjawab untuk memastikan perintah Allah swt. ini dijalankan oleh orang-orang Islam yang berada di kawasannya. b) Al-Nahy an al-Munkar Melarang manusia dari melakukan kemungkaran (al-nahy an almunkar) seperti: 1) Dalam hal aqidah: mencegah munculnya aqidah-aqidah batil yang bertentangan dengan aqidah Islam, seperti: beribadah kepada Allah swt. melalui wasilah kepada pohon-pohon besar, batu-batuan, kuburan-kuburan, dan lain sebagainya.50 Dalam hal ibadah: mencegah orang melakukan ibadah tidak mengikut syari`at Islam, orang yang tidak memperhatikan kesehatan, tubuh, pakaian dan tempat sembahyang, orang yang berbuka puasa pada siang hari bulan Ramadhan tanpa ada uzur syar`i, orang yang tidak membayar zakat, orang yang mengajar dan memberi fatwa tanpa ada ilmu, dan lain sebagainya. 2) Berkaitan dengan larangan-larangan syara’. Mencegah orang banyak berada di tempat-tempat yang meragukan dan yang bisa mendatangkan fitnah serta tuduhan orang, seperti percampuran antara lelaki dan
49 50
al-Mawardi, h. 303. Abdu al-Qadir Zaidan, Uşul al-Aqidah (Beirut: Dar al-Babair, 1998), Cet. Ke-3, h. 193.
70
perempuan yang bukan mahram di tempat-tempat yang bisa menimbulkan fitnah 3) Berkaitan dengan mu’amalah. Hal ini berkaitan dengan transaksitransaksi yang mungkar dari sudut syara’ seperti jual beli yang tidak sah dan segala urusan jual beli yang dilarang oleh syara’ walaupun di kalangan mereka saling ridla, seperti penipuan dalam harga, timbangan dan sukatan. 2) Perkara-perkara yang berkaitan dengan hak-hak manusia, dapat dibagi kepada dua bentuk, yaitu hak umum dan hak khusus.51 a. Al-Amru bi al-ma`rûf 1) Hak Umum, mencakup semua perkara yang berkaitan dengan keperluan manusia seperti persediaan air minum di dalam sebuah negeri atau kemudahan-kemudahan dalam masyarakat. Perkara ini tergantung kepada keadaan keuangan negeri atau bait al-māl dan pemerintah bertanggungjawab memperbaiki keadaan tersebut. Kalau tidak ada harta baitulmal, hendaklah diarahkan orang-orang Islam yang kaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. 2) Hak Khusus, mencakup hak-hak yang berkaitan dengan individuindividu, seperti pinjam meminjam, utang piutang, dan lain-lain. Dalam keadaan ini, Muhtasib hendaklah memerintahkan kepada orang-orang yang berutang supaya membayar utang-utang mereka 51
al-Mawardi, h. 350.
71
dengan ketentuan bahwa yang berutang tersebut mempunyai kemampuan untuk membayar utangnya. b. Al-Nahy an al-Munkar 1)
Hak Tetangga, hal ini mencakup seseorang yang berbuat zhalim terhadap tetangganya. Walaupun begitu, Muhtasib tidak boleh mengambil tindakan selagi tidak ada pengaduan dari tetangga tersebut.
2) Di pusat-pusat perniagaan dan di perindustrian. Terdapat tiga keadaan yang perlu diperhatikan. (1) Kesempurnaan dan kekurangan. Contoh: pengobatan yang dilakukan oleh para medis atau dokter, karena jika terjadi kecerobohan dalam tugasnya bisa berakibat fatal bagi pasien. (2) Amanah dan khianat. Contoh: Pekerjaan tukang jahit yang tidak menepati janji. (3) Kualitas atau mutu terhadap
yang telah
dikerjakannya. 3. Perkara-perkara yang menjadi hak bersama antara Allah dengan manusia.52 a. Al-Amru bi al-ma`rûf 1) Mengarahkan para orang tua untuk menikahkan anak-anak perempuan mereka apabila anak-anak perempuannya dan calon suami dari anak perempuanya tersebut telah memenuhi segala rukun dan syarat untuk sebuah pernikahan, serta tidak menghalang-halangi mereka untuk itu. 2) Mewajibkan para wanita mematuhi iddah mereka baik itu iddah wafat maupun iddah talaq. 52
al-Mawardi, h. 319.
72
3) Mengarahkan para pemilik jasa pengangkutan supaya tidak memberikan muatan secara berlebihan atas kendaraan mereka dan mendesak pemilik hewan ternak agar memberikan makanan yang mencukupi bagi hewan ternak mereka tersebut. 4) Memelihara barang temuan seperti mengembalikan barang orang yang hilang kepada yang berhak dan sebagainya. b. Al-Nahy an al-Munkar Antaranya ialah pencegahan terhadap perbuatan mengintip atau merekam secara diam-diam, baik menggunakan kaset maupun kamera video pada rumah orang lain,53 mencegah imam-imam masjid dari memanjangkan bacaan dalam shalat dan mencegah para hakim yang tidak melayani orang-orang yang bersengketa, mencegah pemilik alat-alat pengangkutan dari membawa lebih dari ketentuan angkutan dan lain lain. Muhtasib
hendaklah
melaksanakan
segala
tugas
yang
dipertanggungjawabkan kepada mereka oleh pihak yang berkuasa selain dari perkara-perkara yang disebut di atas. Selain itu, Seorang Muhtasib mempunyai kewajiban untuk menghentikan semua bentuk tindakan meminta-minta dan mengemis dengan cara memaksa para pengemis yang masih mampu bekerja untuk mencari lapangan kerja. Bahkan Muhtasib memiliki wewenang untuk
53
Yusuf al-Qaradhawi, h. 173.
73
menjatuhkan hukuman dan sanksi bagi pengemis yang sengaja tidak mematuhi perintahnya.54 Muhtasib juga harus bisa menjaga semua perilaku para pedagang saat mereka sedang melakukan transaksi dengan konsumen para wanita. Jika dia melihat ketidak senonohan dalam tingkah mereka, maka Muhtasib harus memperingatkannya atau menghentikan transaksi tersebut. Ia juga harus memperhatikan hak para budak. Apakah hak-hak mereka sudah dipenuhi dan diperlakukan dengan cara yang adil oleh tuannya, dan tidak dibebeni dengan tugas-tugas di luar kemampuan mereka. Seorang yang dipercaya sebagai Muhtasib haruslah memiliki integritas moral yang tinggi dan kompeten dalam masalah hukum pasar dan industrial. Melalui Hisbah, negara menggunakan lembaga itu untuk mengontrol kondisi sosio-ekonomi secara komprehensif atas kegiatan perdagangan dan praktek-praktek ekonomi, yang lebih penting lagi adalah mengawasi industri, jasa profesional, standarisasi produk, mencek penimbunan barang, praktek riba, dan perantara. Muhtasib juga perlu mengawasi perilaku sosial penduduk, kinerja mereka dalam melakukan kewajiban agama dan kerja untuk pemerintah.
54
Ahmad Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Penerjemah: Samson Rahman, Judul Asli “Business Ethics in Islam” (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), Cet. Ke-1, h. 166.
74
B. Lembaga Pengawasan dalam Islam dan Perbandingannya dengan Hisbah Ketika abad pertengahan dimulai para ulama yang hidup pada masa tersebut seperti diantaranya, Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim al-Jauziyah, dan juga Ibnu Khaldun, telah melakukan kajian yang mendalam dan mendetail dalam bahasan praktik monopoli yang perbuatan curang ini memang erat kaitannya dengan pengawasan. Ibn Taimiyah misalnya dalam buku beliau Hisbah yang menyatakan bahwa islam tidak melarang apapun transaksi ekonomi yang terjadi selama itu tidak bertentangan dengan norma dan hukum-hukum yang berlaku dalam agama Islam. Ketika ada transaksi yang bertentangan, maka Negara lah yang punya tanggung jawab dalam penyelesaiannya. Dengan menciptakan keadilan ekonomi, dengan memberikan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Karena itu Ibn Taimiyah menekankan keberadaan pentingnya lembaga pengawas seperti Hisbah dan lain-lain yang akan dibahas dalam lanjutan bab ini. Lembaga pengawas tadi sebagai organ Negara yang memang mempunyai tugas khusus dalam memonitori pasar dan seluruh kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Dan ketika terjadi hal yang tidak seharusnya maka dari situlah pengawas ini mengambil tindakan. Rasulullah pun dalam hal ini memang sering turun untuk menginspeksi pasar jika tidak sesuai dengan syariah Islam dengan memberi nasihat, memberi peringatan juga kadangkala memberi pelajaran.
75
Bahkan tidak hanya itu Rasulullah pun memperkerjakan Sa’id bin Sa’id bin ‘Ash bin Umayyah untuk memantau dan mengawasi pasar. 55 Pada awal kepemerintahan Islam, lembaga yang mengawasi aktifitas masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk lembaga kekuasaan kehakiman Islam yaitu : 1. Wilayat al-qadhâ` Secara harfiah al-qadhâ` berarti menyelesaikan. Pengertian al-qadhâ` menurut istilah fikih adalah lembaga hukum. Pengertian al-qadhâ` dalam perspektif disepadankan dengan pengertian pengadilan menurut ilmu hukum Petugas lembaga al-qadhâ` disebut dengan al-qâdhi`.56 Lembaga al-qadhâ` mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan kasus-kasus perdata termasuk masalah keluarga dan juga menyelesaikan masalah dalam perkara tindak pidana. Sejarah Islam mencatat bahwa lembaga ini pernah ditugasi untuk menikahi wanita yang tidak mempunyai wali sebagai tugas tambahan. Selain diberikan kewenangan absolut untuk memeriksa, memutus dan menghkum perkara perdata dan pidana, lembaga al-qadhâ` juga mempunyai kewenangan yang bersifat kewilayahan.57 Pada permulaan pemerintahan Islam pengangkatan seseorang menjadi hakim harus melengkapi syarat-syarat yang telah ditentukan antara lain:
55
Yusuf Qaradhawi, Peran Nilai dan Moral, hal. 462. A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif (Bandung, PT Citra Adiya Bakti, 2002), h.30. 57 Ibid, h.33. 56
76
1. Laki-laki yang merdeka 2. Berakal (mempunyai kecerdasan) 3. Beragama Islam 4. Mampu berlaku adil 5. Mengetahui pokok-pokok hukum dan juga cabang-cabangnya 6. Sempurna penglihatan, pendengaran dan tidak bisu.58 2. Wilâyat al-Mazâlîm Lembaga ini dibentuk oleh pemerintah secara khusus yang diberi kewenangan dalam menyelesaikan perkara untuk membela penganiayaan dan kesewenangan pihak lain. Seperti, bisa saja kesewenangan ini datang dari penguasa atau Negara kepada rakyatnya.59 Petugas al-mazhâlîm seperti hakim juga disebut qâdhi` al-mazhâlîm. Menurut al-Mawardi dalam kitabnnya alahkâm as-sultâniyah, setidaknya ada 10 macam yang menjadi kewenangan lembaga ini dalam melakukan pemeriksaan, yaitu: 1. Penganiayaan penguasa, baik terhadap perorangan maupun golongan 2. Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dan harta kekayaan Negara, seperti di Negara kita ini orangorang yang bekerja di Instansi pajak 3. Melakukan pengawasan terhadap pejabat
58 59
Ibid, h. 34. Ibid, h. 31.
77
4. Apabila lembaga al-mâzhalîm telah mengetahui adanya kecurangna atas tiga perkara yang telah disebutkan di atas maka harus segera melakukan pemeriksaan tanpa menunggu adanya pengaduan terlebih dahulu. 5. Menerima pengaduan tentara yang telat menerima gaji atau gaji mereka dikurangi tanpa alasan yang masuk akal dan dilakukan secara sepihak 6. Mengembalikan kepada rakyat harta-hartanya yang telah dirampas oleh penguasa yang zhalim 7. Memperhatikan dan menjaga harta-harta wakaf 8. Melaksanakan putusan hakim yang dimana hakim tidak dapat dilaksanakan oleh hakim sendiri 9. Meneliti dan memeriksa perkara-perkara mengenai kemaslahatan umum yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga Hisbah 10. Memelihara hak-hak Allah yaitu ibadah-ibadah nyata seperti shalat di hari Jum’at dan juga hari raya 3. Wilâyât al-Hisbah Untuk peranan dan juga fungsi sekaligus tugas lembaga ini sudah dijelaskan di awal bab ini. Ketiga lembaga ini mempunyai peran, fungsi juga tugas masingmasing yang memang telah dibedakan, perbedaan yang terletak dalam tugasnya yang mana jika Hisbah hanya mengawasi dan memeriksa dan juga
78
al-mazhâlîm bisa melaksanakan putusan yang tidak bisa dilaksanakan oleh hakim / al-qâdhi` dan al-qadhâ` yang memutuskan.
BAB IV FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA PEREKONOMIAN MODERN DI INDONESIA A. Profil dan Sejarah Lembaga Pengawas di Indonesia Masyarakat yang semakin berkembang menginginkan Negara yang memiliki struktur organisasi yang lebih responsif atas permasalahan baik itu yang pelik maupun kompleks sekalipun. Sebagai jawaban atas tuntutan mereka berdirilah lembaga-lembaga baru yang dapat berupa dewan (council), komisi (commission), komite (committee), badan (board) atau otoritas (authority). Dalam konteks Indonesia, kecenderungan munculnya lembaga-lembaga Negara baru, terjadi sebagai konsekuensi dilakukannya perubahan terhadap UUD Negara 1945. Lembaga tersebut dikenal dengan istilah state auxiliary organs/state auxiliary institutions yang dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai lembaga Negara yang bersifat penunjang. 1 Lembaga pengawas di Indonesia terbagi menjadi dua, ada yang di bawah naungan pemerintah dan ada juga yang bersifat independent. Setelah penulis memaparkan apa yang dibahas dalam bab II, yang mana dalam bab ini menerangkan tentang bagaimana landasan teoritis itu menggambarkan apa itu Hisbah dari mulai sejarahnya dan juga perkembangan lembaga Hisbah itu sendiri dari masa ke masa ketika awal perkembangan Islam lahir, dan juga gambaran 1
Jimly as-Shiddiqie, “Struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan keempat UUD tahun 1945”, Makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum Nasional VIII di Denpasar 1418 Juli 2003, hal, 40.
80
81
fungsi lembaga Hisbah itu sendiri, bagaimana tugasnya dan peranannya dalam mengawasi kegiatan yang mencakup tentang amar ma’ruf dan nahi munkar, dan yang penulis khususkan disini tentang bagaimana pengaruhnya dari tugas Hisbah itu sendiri. Di awal penulis sudah menjelaskan bahwa dalam bab III ini akan memberi gambaran tentang lembaga pengawas di Indonesia yang mana akan menjadi bahan perbandingan dengan Hisbah pada zaman Rasulullah dan awal perkembangan Islam, dan penulis menawarkan solusi berupa kritik dan saran untuk bagaimana lembaga pengawas seharusnya berkerja dan menjadi lembaga yang memang bisa membawa perubahan besar dalam pertumbuhan kembang ekonomi Indonesia. Lembaga pengawas yang akan dipaparkan profilnya dalam bab III ini ada 4 yang masing-masing punya orientasi yang sama yaitu dalam bidang perekonomian, yaitu: BPOM, LPPOM, KPPU, dan yang terakhir DPS yang di bawah DSN. Kenapa empat lembaga tersebut yang penulis inginkan menjadi bahan paparan dan penelitian dalam skripsi ini? selain karena lembaga-lembaga tersebut berkutat dalam bidang pengawasan dan juga berorientasi ekonomi, juga keempat lembaga tersebut mempunyai korelasi dan keterkaitan dalam skripsi yang sedang penulis jalani. BPOM dan LPPOM mempunyai peranan dalam pengawasan makanan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, bukan hanya dari segi kebersihan makanannya saja namun juga dari segi kehalalan dan kelaikan untuk
82
dikonsumsi karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Lembaga ketiga KPPU, adalah lembaga pengawas juga yang mana sudah disinggung oleh penulis bahwa Hisbah pun tidak hanya berkutat dalam pengawasan pasar saja, juga ada pengawasan yang skala lebih besar yaitu di pengawasan industry yang mana disebut dengan urafâ` al-hirâi wa al-sinâ’at dan dipengawasan pasar dan pusat perniagaan disebut dengan umanâ’ al-sûq. Dan yang terakhir adalah DPS atau Dewan Pengawas Syariah yang disini adalah lembaga pengawas yang fokusnya lembaga ini adalah pada bank-bank syariah, DPS ini di bawah naungan DSN (Dewan Syariah Nasional) dan lembaga ini sedikit disinggung karena lembaga pengawasan ini yang memfokuskan pada Bank Syariah dan itu adalah konsentrasi jurusan penulis dalam menyusun skripsi ini. Dalam bab III, penulis akan memberikan profil singkat lembaga yang sudah penulis sebutkan dengan memaparkan sejarah, fungsi dan peran lembaga masing-masing yang akan penulis berikan dalam bab ini. Diantaranya: 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) a) Pengertian dan Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), yaitu sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari presiden serta bertanggung jawab langsung kepada presiden. Latar belakang terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
83
adalah dengan melihat kemajuan teknologi telah membawa perubahanperubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan kemajuan teknologi tersebut produk-produk dari dalam dan luar negeri dapat tersebar cepat secara luas dan menjangkau seluruh strata masyarakat. Semakin banyaknya produk yang ditawarkan mempengaruhi gaya hidup masyarakat dalam mengonsumsi produk. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan risiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat. Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan yang memiliki jaringan nasional dan
84
internasional
serta
kewenangan
penegakan
hukum
dan
memiliki
kredibilitas profesional yang tinggi.2 b) Fungsi dan Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu:3 1) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan. 2) Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan. 3) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. 4) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan. 5) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Diatur pula dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 Pasal 69 tentang wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu: a) Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
2
http://pom.go.id/profile/latar_belakang.asp. diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05
WIB. 3
http://pom.go.id/profile/fungsi_badan_POM.asp. diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB.
85
b) Perumusan
kebijakan
di
bidangnya
untuk
mendukung
pembangunan secara makro. c) Penetapan sistem informasi di bidangnya. d) Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan. e) Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. f) Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat. Khusus untuk standar keamanan, mutu dan gizi pangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pasal 41 ayat (4), yaitu menteri bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, atau kepala badan berkoordinasi dengan kepala badan yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional untuk mengupayakan saling pengakuan pelaksanaan penilaian kesesuaian dalam memenuhi persyaratan Negara, tujuan, sedangkan dalam hal pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan juga mengatur yaitu, dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran
86
sebelum 26 diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang ditetapkan
oleh
Kepala
Badan,4apabila
suatu
produk
melakukan
pelanggaran yakni tidak sesuai dengan syarat standar mutu pangan atau terbukti mengandung bahan tambahan berbahaya, badan pengawas obat dan makanan mempunyai kewenangan untuk menarik secara langsung produk tersebut dari peredaran. c) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Balai
Besar
Pengawas
Obat
dan
Makanan
merupakan
“perpanjangan tangan” dari Badan Pengawas Obat dan Makanan yang terletak di Ibu Kota Provinsi di seluruh Indonesia. Sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan BPOM, maka BBPOM terdiri dari: 1.
Bidang Pengujian Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, dan Produk Komplimen yang mempunyai tugas: Melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu bidang di bidang produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetika dan produk komplimen.
4
Badan adalah badan yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat dan makanan. Pasal 1 angka (27) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
87
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya yang mempunyai tugas: Melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya. 3. Bidang Pengujian Mikrobiologi yang mempunyai tugas: Melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi. 4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan yang mempunyai tugas: Melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja serta evaluasi dan
penyusunan
laporan
pelaksanaan
pemeriksaan
setempat,
pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hokum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kometika, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas maka bidang Pemeriksaan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsi: a)
Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan.
88
1) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi, instansi kesehatan di bidang terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, dan produk komplimen. 2) Melaksanakan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana distribusi di bidang pangan dan bahan berbahaya. 3) Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan. b) Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari: 1) Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya. 2) Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya. 3) Bidang sertifikasi dan Layanan Konsumen melaksanakan penyusunan
rencana
dan
program
serta
evaluasi
dan
89
penyusunan laporan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu dan layanan konsumen. c) Bidang sertifikasi dan layanan konsumen terdiri dari: 1) Seksi sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu. Seksi layanan informasi konsumen mempunyai tugas melakukan layanan informasi konsumen. 2) Sub bagian tata usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi dalam lingkungan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. 3) Pengawasan Obat dan Makanan di pelabuhan dan perbatasan dilakukan oleh satuan kerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan melalui bidang pemeriksaan dan penyidikan. d) Kewenangan BBPOM ada 2, yaitu: 1) Kewenangan Preventif yaitu kewenangan yang biasa juga disebut kewenangan pre market adalah kewenangan BBPOM untuk memeriksa setiap produk obat dan makana sebelum beredar dan dipasarkan ke masyarakat dengan melalui tahap sertifikasi dan registrasi produk, sarana produksi serta distribusi produk tersebut. 2) Kewenangan represif yaitu kewenangan yang biasa juga disebut kewenangan post market adalah kewenangan BBPOM untuk
90
mengadakan pemeriksaan terhadap produk obat dan makanan yang beredar di masyarakat, dengan proses: a. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan atau makanan. b. Melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produk yang dicurigai mengandung bahan berbahaya atau produk yang tidak mempunyai produksi serta produk yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Apabila dari hasil pemeriksaan sampling uji laboratorium terbukti bahwa produk obat atau makanan tersebut tidak memenuhi syarat maka BBPOM berwenang untuk menarik produk tersebut dari peredaran, member peringatan kepada pelaku usaha dan distribusi
produk
tersebut
untuk
tidak
mengulangi
perbuatannya, serta memberi peringatan kepada masyarakat tentang produk yang tidak memenuhi syarat tersebut. e) Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan Definisi kode dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu, sedangkan BPOM sendiri sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kondisi setiap produk obat, makanan dan minuman yang beredar di
91
Indonesia. Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan khususnya untuk makanan dan minuman terdapat 4 (empat) jenis, dimana setiap kodememiliki maksud tertentu, yaitu: 1) MD merupakan kode untuk produk yang dibuat di Indonesia atau merupakan merek nasional atau dalam negeri. 2) ML merupakan kode untuk produk yang berasal dari luar negeri kemudian diimpor masuk ke dalam negeri atau merek dari luar negeri. 3) SP merupakan Surat Penyuluhan yang diberikan kepada perusahaan menengah yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP). 4) PIRT merupakan Pangan Industri Rumah Tangga yang diberikan pihak Dinas Kesehatan sesuai aturan yang dikeluarkan oleh BPOM kemudian diberikan kepada Industri atau Jenis Usaha Rumah Tangga. Kode MD dan ML diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makan kepada produk perusahaan yang sudah besar.Sedangkan, kode SP dan PIRT diberikan oleh Dinas Kesehatan untuk produk perusahaan yang masih dilakukan dengan sederhana dan modal yang
92
menengah dan telah memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan.5 2. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) a. Sejarah berdiri lembaga LPPOM MUI Pembentukan
LPPOM
MUI
didasarkan
atas
mandat
dari
Pemerintah/negara agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif dalam meredakan kasus lemak babi di Indonesia pada tahun 1988. LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal. Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan fungsi sertifikasi halal, maka pada tahun 1996 ditandatangani Nota Kesepakatan
Kerjasama
antara
Departemen
Agama,
Departemen
Kesehatan dan MUI. Nota kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Keputusan Menteri Agama (KMA) 518 Tahun 2001 dan KMA 519 Tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga sertifikasi halal serta melakukan pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat halal. Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LPPOM MUI melakukan kerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, Kementerian
5
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090420070830AALY0QB. Tanggal 24 Januari 2015. Pukul 14.35 WIB.
Diakses
93
Koperasi
dan
Perindustrian,
UKM,
Kementerian
Kementerian
Kelautan
Perdagangan, dan
Perikanan,
Kementerian Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta sejumlah perguruan Perguruan Tinggi di Indonesia antara lain Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka, Universitas Djuanda, UIN, Univeristas Wahid Hasyim Semarang, serta Universitas Muslimin Indonesia Makasar. Sedangkan kerjsama dengan lembaga telah terjalin dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN), Kadin Indonesia Komite Timur Tengah, GS1 Indonesia, dan Research in Motion (Blackberry). Khusus dengan Badan POM, sertifikat halal MUI merupakan persyaratan dalam pencantuman label halal pada kemasan untuk produk yang beredar di Indonesia. Kini, dalam usianya yang ke-25 tahun, LPPOM MUI semakin menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sertifikasi halal yang kredibel, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sistem sertifikasi dan sistem jaminan halal yang dirancang serta diimplementasikan oleh LPPOM MUI telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri, yang kini mencapai 39 lembaga dari 23 negara. 6 Visi LPPOM adalah menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketenteraman bagi umat Islam serta
6
http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/2/31/page/1 diakses: 22 Januari 2015 16.45 WIB.
94
menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Misi LPPOM sendiri adalah menetapkan dan mengembangkan standar halal dan standar audit halal, melakukan sertifikasi produk pangan, obat dan kosmetika yang beredar dan dikonsumsi masyarakat, melakukan edukasi halal dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal, menyediakan informasi tentang kehalalan produk dari berbagai aspek secara menyeluruh.7 3.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) a. Sejarah dan latar belakang Berdasarkan perkembangan perekonomian nasional di Indonesia selama 3 dasawarsa ini sebelum tahun 1999 menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan dibidang perekonomian kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahkan cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistic. Keadaan tersebut yang terjadi dilatar belakangi para pelaku usaha yang mempunyai hubungan khusus dengan para elite penguasa sehingga mendapat kemudahan yang berlebihan dan itu berdampak pada kesenjangan sosial. Efek kesenjangan sosial itu sendiri kita rasakan 7
http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/3/32/page/1
22/Januari/2015 16.45 WIB.
diakses:
95
dengan hadirnya krisis moneter yang memaksa semuanya merasakan dampak buruk kemerosotan keaadaan ekonomi tersebut. Hal ini yang mendorong pemerintah untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Agar tercipta iklim ekonomi yang sehat dan terkendali tanpa adanya kesenjangan sosial yang berlebihan maka perlu adanya UU yang mengatur persaingan usaha sehat nan kondusif yang memberikan perlindungan hukum yang sama bagi setiap pelaku usaha. Salah satu lembaga yang dibentuk itu pada era reformasi adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu agenda pemerintah untuk menciptakan stabilitas ekonomi pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia waktu itu. Pembentukan komisi ini merupakan amanat dari ketentuan pasal 30 undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan usaha secara monopoli dan praktik usaha yang tidak sehat. UU tersebut sekaligus menjadi dasar hukum pembentukan komisi pengawas persaingan usaha tadi, yang selanjutnya disebut dengan komisi yang berarti suatu lembaga independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah maupun pihak lain. Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
96
b. Tugas Tugas yang dilakukan KPPU adalah melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24, melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28, mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36, memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini, memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. c. Wewenang Wewenang yang dimiliki oleh KPPU yaitu menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
97
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya, menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini, memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini, meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi, meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini, mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan, memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat, memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
98
tidak sehat, menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. Visi dan misi yang dimiliki oleh KPPU adalah sebagai lembaga independen yang mengemban amanat UU No. 5 Tahun 1999 adalah: “Terwujud Ekonomi Nasional yang Efisien dan Berkeadilan untuk Kesejahteraan Rakyat”. Misi KPPU sendiri adalah untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka dirumuskan misi KPPU seperti: Pencegahan dan Penindakan, Internalisasi Nilai-nilai Persaingan Usaha, Penguatan Kelembagaan. 4. Dewan Syariah Nasional (DSN) Sejarah Berdirinya yaitu di mulai ketika Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syari’ah yang diselenggarakan MUI Pusat pada tanggal 29-30 Juli 1997 di Jakarta merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah (LKS), setelah itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) pada tanggal 14 Oktober 1997, barulah Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional MUI. Dewan Pimpinan MUI mengadakan acara ta’aruf dengan Pengurus DSN-MUI tanggal 15 Februari 1999 di Hotel Indonesia, Jakarta. Pengurus DSN-MUI untuk pertama kalinya mengadakan Rapat Pleno I DSN-MUI tanggal 1 April
99
2000 di Jakarta dengan mengesahkan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI. Susunan Pengurus DSN-MUI saat ini berdasarkan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No : Kep487./MUI/IX/2010 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), Periode 2010 – 2015. Adapun pimpinan DSN-MUI secara ex-officio dijabat oleh Ketua Umum MUI, Dr. K.H. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz (semoga Allah mengasihinya) selaku ketua dan Sekretaris Jenderal MUI, Drs.H.M. Ichwan Sam selaku sekretaris, serta DR. K.H. Ma’ruf Amin selaku ketua pelaksana. Latar belakang berdirinya Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam, pembentukan DSNMUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi
isu-isu
yang
berhubungan
dengan
masalah
ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah, untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSNMUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi
100
perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan. Visi dan misi yang dimiliki oleh DSN sendiri adalah: Memasyarakatkan
ekonomi
syariah dan mensyariahkan ekonomi
masyarakat, dan misinya itu sendiri yaitu menumbuhkembangkan ekonomi
syariah
dan
lembaga
keuangan/bisnis
syariah
untuk
kesejahteraan umat dan bangsa. Adapun tugas dan fungsinya ialah mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator, menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga keuangan dan bisnis syariah, melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan Pengawas Syariah. Wewenang yang dimiliki DSN adalah mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait, mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah, mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
101
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri, memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.8 Sampai saat ini, Dewan Syariah Nasional atau DSN telah mengeluarkan fatwa sejumlah kurang lebih 95 fatwa yang penulis dapatkan dari berbagai sumber, termasuk mengakses langsung ke website resmi
DSN-MUI
itu
sendiri:
http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=fatwa. Di sini penulis mencoba mengklasifikasikan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan dan dikelompokan berdasarkan fungsi fatwa itu untuk dikeluarkan. Diantaranya fatwa-fatwa yang dikeluarkan adalah, Fatwa tentang Simpanan : Fatwa No.1: Giro, Fatwa No.2: Tabungan, Fatwa No.3: Deposito. Fatwa
tentang
Mudharabah:
Fatwa
No.7:
Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh), Fatwa No.38: Sertifikat Investasi Mudharabah
8
WIB.
http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas Diakses 22-Januari-2015 pukul 15.45
102
Antarbank
(Sertifikat
IMA),
Fatwa
No.50:
Akad
Mudharabah
Fatwa
No.8:
Pembiayaan
Musytarakah. Fatwa Musyarakah,
tentang
Musyarakah:
Fatwa No.55: Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Musyarakah, Fatwa No.73: Musyarakah Mutanaqishah. Fatwa tentang Murabahah: Fatwa No.4: Murabahah, Fatwa No.13: Uang Muka Murabahah, Fatwa No.16: Diskon dalam Murabahah, Fatwa No.23: Potongan Pelunasan dalam Murabahah, Fatwa No.46: Potongan Tagihan Murabahah, Fatwa No.47: Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar, Fatwa No.48: Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah, Fatwa No. 49: Konversi Akad Murabahah, Fatwa No. 84: Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah. Fatwa tentang Salam dan Istishna': Fatwa No. 5: Jual Beli Salam, Fatwa No. 6: Jual Beli Istishna', Fatwa No. 22: Jual Beli Istishna' Paralel. Fatwa tentang Ijarah: Fatwa No. 9: Pembiayaan Ijarah, Fatwa No. 27: Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT), Fatwa No. 56: Ketentuan Review Ujrah pada LKS. Fatwa tentang Hutang dan Piutang: Fatwa No. 19: Qardh, Fatwa No. 17: Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran, Fatwa No. 31: Pengalihan Hutang, Fatwa No. 67: Anjak Piutang Syariah, Fatwa No. 79: Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah.
103
Fatwa tentang Hawalah: Fatwa No. 12: Hawalah, Fatwa No. 58: Hawalah bil Ujrah. Fatwa tentang Rahn (Gadai): Fatwa No. 25: Rahn, Fatwa No. 26: Rahn Emas, Fatwa No. 68: Rahn Tasjiliy, Fatwa No. 92: Pembiayaan yang Disertai Rahn (al-Tamwil al-Mautsuq bi al-Rahn). Fatwa tentang Sertifikat Bank Indonesia: Fatwa No. 36: Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Fatwa No. 63: Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Fatwa No. 64: Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju'alah. Fatwa tentang Kartu (Card): Fatwa No. 42 : Syariah Charge Card, Fatwa No. 54 : Syariah Card. Fatwa tentang Pasar Uang: Fatwa No. 28: Jual Beli Mata Uang (al-Sharf), Fatwa No. 37: Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa No. 78: Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah Fatwa tentang Asuransi Syariah: Fatwa No. 21: Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa No. 39: Asuransi Haji, Fatwa No. 51: Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52: Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah, Fatwa No. 53: Akad Tabarru' pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 81: Pengembalian Dana Tabarru' bagi Peserta Asuransi yang Berhenti Sebelum Masa Perjanjian Berakhir.
104
Fatwa tentang Pasar Modal Syariah: Fatwa No. 20: Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah, Fatwa No. 40: Pasar Modal & Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Fatwa No. 65: Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah, Fatwa No. 66: Waran Syariah, Fatwa No. 80: Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Fatwa tentang Obligasi Syariah: Fatwa No. 32: Obligasi Syariah, Fatwa No. 33: Obligasi Syariah Mudharabah, Fatwa No. 41: Obligasi Syariah Ijarah, Fatwa No. 59: Obligasi Syariah Mudharabah Konversi. Fatwa tentang Surat Berharga Negara, Fatwa No. 69: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Fatwa No. 70: Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Fatwa No. 72: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ijarah Sale and Lease Back, Fatwa No. 76: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ijarah Asset to Be Leased, Fatwa No. 95: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Wakalah, Fatwa No. 94: Repo Surat Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan Prinsip Syariah. Fatwa tentang Ekspor / Impor: Fatwa No. 34: Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, Fatwa No. 35: Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah, Fatwa No. 57: Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafalah bil Ujrah, Fatwa No. 60: Penyelesaiann Piutang dalam Ekspor, Fatwa No. 61: Penyelesaian Utang dalam Impor.
105
Fatwa tentang Multi Level Marketing (MLM): Fatwa No. 75: Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS), Fatwa No. 83: Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah. Fatwa tentang Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS): Fatwa No. 14: Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS, Fatwa No. 15: Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS. Fatwa
tentang
Pembiayaan:
Fatwa
No.
29:
Pembiayaan
Pengurusan Haji LKS, Fatwa No. 30: Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Fatwa No. 44: Pembiayaan Multijasa, Fatwa No. 45: Line Facility (at-Tashilat as-Saqfiyah), Fatwa No. 89: Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah, Fatwa No. 91:
Pembiayaan
Sindikasi
(al-
Tamwil al-Mashrifi al-Mujamma‘). Fatwa tentang Penjaminan: Fatwa No. 11: Kafalah, Fatwa No. 74: Penjaminan Syariah. Fatwa Lain: Fatwa No. 10: Wakalah, Fatwa No. 18: Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS, Fatwa No. 24: Safe Deposit Box, Fatwa No. 43: Ganti Rugi (Ta'widh), Fatwa No. 62: Akad Ju'alah, Fatwa No. 71: Sale and Lease Back, Fatwa No. 77: Jual Beli Emas secara tidak tunai, Fatwa No. 82: Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi, Fatwa No. 85: Janji (Wa'ad) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis
Syariah,
Fatwa
No.
86:
Hadiah
dalam
106
Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah9, Fatwa No. 87: Metode Perataan Penghasilan (Income Smoothing) Dana Pihak Ketiga, Fatwa No. 88: Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa No. 93: Keperantaraan (Wasathah) dalam Bisnis Properti. Itulah kategori-kategori yang diklasifikasikan penulis dari 95 fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI agar lebih memudahkan pembaca, apa fungsi fatwa itu sendiri. Jika ingin lebih jelas dan mendetail silahkan langsung mendownload masing-masing dari fatwa itu sendiri. Dewan Pengawas Syariah (DPS ) yang memang menjadi lembaga pengawasnya tersebar di seluruh LKS atau lembaga keuangan syariah di Indonesia. Dewan Pengawas Syariah (DPS) mengawasi operasional bank secara independen. DPS ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), sebuah badan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seluruh pedoman produk, jasa layanan dan operasional bank telah mendapat persetujuan DPS untuk menjamin kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Tugas
dan
tanggung
jawab
Dewan
Pengawas
Syariah:
Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah, menilai dan memastikan
9
http://alminist.blogspot.com/2010/08/fatwa-dsn-mui.html Diakses tanggal 9-Februari-2015 pukul 18.45 WIB.
107
pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank, mengawasi proses pengembangan produk baru Bank, meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya, melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank, meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Gambaran tugas DPS di secara umum yang ada di setiap bank untuk tugas dan wewenang yang dimiliki sama hanya saja orang atau seseorang yang ditugaskan untuk mengawasinya berbeda di setiap bank. 10 Contoh formasi DPS di bank Mandiri Syariah: Prof. DR. Komaruddin Hidayat Ketua
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, MEc
Drs. H. Mohamad Hidayat,
Anggota
MBA. Anggota
10
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/pimpinan/dewanpengawas-syariah/ Diakses pada tanggal 22-Januari-2015 pukul 15.45 WIB.
BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FUNGSI PENGAWASAN PASAR A. Persamaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern Tentu yang pertama terlintas dipikiran kita adalah lembaga pengawasan yaitu tentang bagaimana lembaga ini mengawasi sesuatu dengan cara mereka masing-masing, dan Hisbah adalah salah satu lembaga pengawasan ekonomi yang dimiliki oleh Islam sepanjang sejarahnya. Fungsi pengawasan ini tidak lepas dari gambaran tugas dan wewenangnya yang telah dipaparkan oleh penulis di bab III. Sebagaimana kita telah ketahui bahwa dalam bagian ilmu ekonomi ini ada tiga aspek pengawasan yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi. Untuk mengetahuinya lebih detail dalam persamaan antara lembaga Hisbah dengan lembaga pengawasan perekonomian modern, penulis akan memaparkannya dengan memberi table tentang persamaan antara Hisbah dengan lembaga pengawasan perekonomian modern
.
108
109
Tabel 1.1: Persamaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawsan Perekonomian Modern. Nomor
Hisbah
Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern
1
Sama-sama
mengawasi
dalam Sama-sama
mengawasi
dalam
bidang perekonomian UMKM yang bidang perekonomian UMKM yang terletak di pasar. 2
Sama-sama
terletak di pasar.
menindak
lanjuti, Sama-sama
menindak
lanjuti,
apabila mendapati salah satu dari apabila mendapati salah satu dari pedagang yang mencederai akad pedagang yang mencederai akad atau
merugikan
salah
satu atau
merugikan
salah
satu
konsumennya, namun hanya tindak konsumennya, namun hanya tindak lanjut dalam bentuk laporan, nanti lanjut dalam bentuk laporan, nanti ada pihak yang berwajib dalam ada pihak yang berwajib dalam melakukan tindak hukumannya. 3
melakukan tindak hukumannya.
Sama-sama menegakkan amr ma’ruf Sama-sama menegakkan amr ma’ruf nahi
munkar
lembaganya
ke
dalam
masing-masing,
fungsi nahi
munkar
jika lembaganya
ke
dalam
masing-masing,
fungsi jika
Hisbah dalam bentuk lembaganya lembaga pengawasan perekonomian sendiri.
modern dalam lembaga yang telah dibagi sesuai fungsinya masing-
110
masing,
seperti
BPOM,
KPPU,
LPPOM-MUI dan DPS. 5
Hukuman yang diberikan sama- Hukuman yang diberikan samasama dalam bentuk preventif atau sama dalam bentuk preventif atau pencegahan karena seperti yang pencegahan karena seperti yang telah dikemukakan bahwa lembaga telah dikemukakan bahwa lembaga ini hanya mengawasi, aka nada ini hanya mengawasi, aka nada lembaga
khusus
yang lembaga
menghukumnya. 6
khusus
yang
menghukumnya.
Disamping
lembaga
mengawasi
juga
Hisbah Disamping
lembaga
pengawasan
sama-sama perekonomian modern mengawasi
menunggu laporan dari masyarakat juga sama-sama menunggu laporan pada ketika itu, juga di samping itu dari masyarakat pada ketika itu, juga seperti
mendengar
mendengar
dakwaan,
tuduhan, di samping itu seperti mendengar menasihati tuduhan,
atau menegur dan menghukum yang menasihati
mendengar atau
dakwaan,
menegur
dan
bersifat prefentif tadi, fungsi ini agar menghukum yang bersifat prefentif tidak terjadinya tumpeng tindih tadi, fungsi ini agar tidak terjadinya antara hakim.
tugas
Muhtasib
dengan tumpeng
tindih
antara
tugas
pengawas dari pihak terkait dengan hakim dan lembaga penegak hukum
111
yang lainnya. 7
Sama-sama
boleh
bertindak Sama-sama
boleh
bertindak
langsung tanpa adanya menunggu langsung tanpa adanya menunggu laporan dari masyarakat.
laporan dari masyarakat.
Persamaannya antara lembaga Hisbah dengan lembaga pengawasan perekonomian modern seperti itu yang dalam garis besarnya
sama-sama
mengawasi kegiatan perekonomian yang terjadi di masyarakat dan menegur apabila terjadi dan jika mengandung dakwaan dan membutuhkan kesaksian, maka perkara itu diserahkan kepada Wilâyat Al-qadhâ` dan kejaksaan yang berada di Negara kita. B. Perbedaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern Jika sebelumnya penulis telah menyinggung persamaannya, maka sekarang adalah perbedaannya antara Hisbah dengan lembaga pengawasan perekonomian modern yang sudah dipaparkan ada 4 lembaga antara lain: BPOM, LPPOM, KPPU dan DPS. Untuk lebih mudah dalam pemaparannya maka penulis membuat table perbedaan seperti berikut ini:
112
Table 1.2: Perbedaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern Nomor
Hisbah
Lembaga Pengawas Perekonomian Modern
1
Perbedaan
yang
mencolok Jika dalam lembaga pengawasan
tentu dalam spesifikasi, jika perekonomian modern, semua Hisbah
hanya
lembaga,
dalam
walaupun
satu lembaga telah dispesisifikasikan
seiring masing-masing
kedalam
perkembangannnya ada tugas fungsinya, seperti BPOM yang khusus seperti bukan hanya mengawasi mengawasi
perniagaan
dan perniagaan
pasar namun ada tugas juga pangan,
khusus
dalam
yang menyangkut
obat
dan
kosmetik,
mengawasi perencanaan dan kemudian LPPOM, yang hanya industri yang disebut dengan mengawasi (‘urafa` sinâ’at).
al-hirâi
wa
status
kehalalan
al- dalam produk pangan, KPPU yang mengawasi dalam aspek ekonomi persaingan usaha skala Makro
dalam
pelanggaran
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, dan terakhir lembaga DPS yang mengawasi
113
produk
bank
atau
lembaga
keuangan syariah apakah sesuai atau
tidaknya
seperti
yang
tercantum dalam fatwa. 2
Jika Hisbah selain menindak Jika
lembaga
lanjuti dalam bentuk hukuman perekonomian preventif
dan
juga
pengawasan modern
hanya
bisa dalam bentuk pengawasan dan
memberikan hukuman berupa mencegah langsung jika terjadi ta’zir.
pelanggaran dalam kasus berat akan dilaporkan ke pihak yang berwajib seperti polisi untuk menangkapnya dan diadili.
3
Dalam Hisbah, pengawas atau Dalam
lembaga
biasa yang disebut dengan perekonomian
pengawasan
modern
para
Muhtasib tersebar di semua petugas ditempatkan hanya di pasar
agar
lebih
terawasi kota besar dan jarang langsung
secara teratur dan tertata.
turun ke tempat kejadiannya, pemeriksaan
dan
fungsi
pengawasan hanya berjalan jika hari-hari besar seperti menjelang Idul Fitri dan lain-lain.
114
4
Hisbah dalam pengawasannya Jika dalam lembaga pengawasan hanya dalam aspek distribusi perekonomian modern, masingdan produksinya saja.
masing mempunyai kekhususan walaupun rata-rata hampir sama dalam
aspek
distribusi,
produksi
karena
lembaga
tidak
yang
mengawasi
dan ada
khusus
dalam
aspek
konsumsinya. 5
Jika Hisbah dijalankan dalam Jika
lembaga
pengawasan
Negara Islam yang dimulai perekonomian
modern
semenjak zaman Rasulullah, dijalankan di Indonesia dalam dan itu dalam bentuk Negara bentuk republik dan Negara Islam
sampai
kekhalifahan yang
setelahnya. 6
menganut
dan
Pancasila bukan Negara islam.
Institusi Hisbah adalah elemen Lembaga pelengkap
UUD
dalam
syaaria’t Islam.
menjaga perekonomian
pengawasan modern
juga
elemen pelengkap dalam tugas Negara
menyejahterakan
masyarakatnya dalam
yang
tertuang
Undang-undang
No.5
115
tahun
1999
yang
berbunyi:
“Terwujud Ekonomi Nasional yang Efisien dan Berkeadilan untuk Kesejahteraan Rakyat. 7
Fungsi
Hisbah
dijalankan Lembaga
pengawasan
sesuai tuntunan al-Quran dan perekonomian Hadis.
modern
dijalankan sesuai dengan UUD Negara
dan
peraturan
perundangan lain yang berada di bawahnya dan telah dibuat oleh masing-masing lembaga. 8
Peran Hisbah bisa maksimal Minimnya kualitas pengawasan karena distribusi petugasnya lembaga perekonomian modern yang
menyeluruh
penugasannya tempat.
di
dalam yang berada di Indonesia karena setiap masih
kurangnya
merata
distribusi pegawai atau petugas lembaga yang ditugaskan, jadi masih banyak kasus yang luput dan itulah yang seringkali bisa dimanfaatkan segelintir
orang
oleh yang
para tidak
116
bertanggung
jawab
dan
merugikan orang lain.
Perbedaan yang umum kita ketahui tentu dalamtugas dan fungsi masingmasing lembaga yang dijalankan, namun terlepas dari segala perbedaanya fungsi dan tugas lembaga yang sekarang sudah berjalan maka harus dimaksimalkan agar bisa mewujudkan ekonomi sejatera dan berkeadilan sesuai dengan apa yang telah tertera dalam undang-undang tadi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Fungsi yang dimiliki Hisbah fokus pada distribusi yang dilakukan oleh para pedagang yang berada di pasar, Hisbah memilikii fungsi pengawasan, fungsi tersebut merupakan fungsi khusus karena ia adalah lembaga pengawasan yang bergerak dalam aspek distribusi dalam hal dagangan di pasar. Wewenang dan tugas yang dimiliki oleh Hisbah adalah wewenang yang berada di luar wilayat al-Mazhâlîm dan wilayat al-qadhâ. Bukan hanya di dalam pengawasan, tugas Hisbah pun meliputi seperti mendengar tuduhan, mendengar dakwaan juga menasihati dan menghukum. Dua fungsi terakhir ini dilaksanakan setelah adanya pengawasan tersebut. Lembaga pengawasan ekonomi modern yang sudah dipaparkan ada 4 lembaga antara lain: BPOM, LPPOM, KPPU dan DPS. Lembaga pertama adalah lembaga BPOM, lembaga pemerintah non departemen atau LPND yang memang bertanggung jawab atas pengawasan dari aspek produksi dan distribusinya juga. LPPOM lembaga pengawasan yang fokus pada produksi baik pra maupun paska. KPPU hanya fokus pada distribusi yang dilakukan pada perjanjian dari para distributornya dan produsen, dan yang terakhir DPS yang sama-sama mengawasi produk dari LKS (Lembaga Keuangan Syariah).
117
118
Persamaan antara lembaga pengawasan Hisbah dan lembaga pengawasan perekonomian modern diantaranya, dalam aspek tugas utama yaitu, pengawasan, hanya bersifat menindak lanjuti tidak untuk menghukum, tindakan lanjutan sama-sama hanya bersifat preventif dan bertindak dengan atau tanpa adanya laporan dari masyarakat. Perbedaannya antara lembaga pengawasan Hisbah dan lembaga pengawasan perekonomian modern diantaranya, tentu dalam spesifikasi penugasan, hukuman, petugas pengawas dan dijalankan dalam sistem kepemerintahan yang berbeda.
B. Saran-saran 1. Dalam kasus ini dan tugas lembaga kepengawasan tidak akan terwujud secara sempurna tanpa adanya partisipasidari masyarakat yang harus peka dan lebih teliti dan diupayakan dari lembaga itu sendiri harus bisa mengupayakannya dengan banyak mensosialisasikan dengan masyarakat agar bisa mensinergikan tujuan dengan seimbang dan terkendali. 2. Penulis sadar bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan salah satunya yaitu di penindak lanjutan yang akan terus harus diawasi dan dievaluasi agar hasilnya maksimal. 3. Penulis mengharapkan agar
penelitian selanjutnya bisa difokuskan pada
kasus-kasus yang terjadi dan diteliti kuantitatif atau pada sistem online yang bisa dimaksimalisasi dengan ketentuan yang ada.
119
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Afifi Fauzi. Metodologi Penelitian. Ciputat: Adelina Bersaudara, 2010. Abd al-Baqy, Muhammad Fuad. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’an. Kairo: Dar al-Hadis, 1987. Al-Bakr, Muhammad Abd al-Rahman. Al-Sultâh Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah alQâdhi. Kairo: Al-Zukhra’ li A’lâm al-Arabī, 1998. Al-Damsyîqî, Abû al-Fadâ` al-Hafiz Ibnu Katsir. Tafsir Al-Qur’an al-Azîm. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999. Al-Gazali, Imam ِ◌ Abū Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihyâ` Ulum al-Dîn. Beirut: Dar al-Fikr, 1991. al-Harits, Jaribah Bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar Bin Al-Khathab. Saudi Arabia: Dar Al Andalus Al Khadara- Jeddah, 1424 H/2003 M. Al-Hujjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Imam ِ◌ Abû al-Husain Muslim. [selanjutnya disebut: Muslim], Shahih Muslim bi Syah al-Nawâwî. Indonesia: Maktab Dahlan, [t.th]. Al-Mawardi. Al-Ahkâm al-Sultâniyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah. Beirut: Dar alKutub al-Ilmiyyah, [t.th]. Al-Qaradhawi, Yusuf. Min Fiqh al-Daulah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Syuruq, 1997. Al-Qasim bin Salam, Abû Ubaid. Kitab al-Amwâl. Mesir: Dar al-Fikr, [t.th]. Al-Rahman al-Bakr, Muhammad Abd. Al-Sultâh Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah alQâdhi. Kairo: Al-Zukhra’ li A`lâm al-Arabî, 1998.
120
Al-Sayûti, Jalâluddin. Târikh Khulafâ` al-Râsyidin. Beirut: Dar al-Fikr, [t.th]. Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publishing, 2010. Anas, Imam Malik. [selanjutnya disebut: Malik], Al-Muwatta’. ([t.t]: Al-Maktabah alTaufiqiyah, [t.th]. As-Shiddiqie, Jimly. “Struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan keempat UUD tahun 1945”, Makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum Nasional VIII di Denpasar 14-18 Juli 2003, hal, 40. Baali, Fuad dan Ali Wardi. Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989. Chandra, Gregorious dkk. Pemasaran Global: Internasionalisasi dan Internetisasi. Yogyakarta: ANDI, 2004. Dahlan, Abdul Aziz. (ed),Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Halim bin Taimiyah, Ahmad bin Abdul. Hisbah fî al-Islam aw Wazîfah al-Hukûmah al-Islâmiyyah, [selanjutnya disebut: Hisbah]. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, [t.th]. Hamzah al-Husein al-Hanafi al-Damsyq, Ibnu. Asbab al-Wurud; Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadits Rasul. Penerjemah: M. Suwarta Wijaya dan Jafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia, 1991. Hasan, Hasan Ibrahim. Al-Nuzmu al-Islâmiyah. Kairo: Mathba’ah Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1953.
121
Islahi, A.A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Penerjemah H Anshari Thayib, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997. Katsir, Ibn Hasan Aqi ibn al-walid al-Syaiban. Al-Kâmil fi al-Târikh. Beirut: Dar-alShadan, [t.th]. Khaldun, Abd al-Rahman. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, 1993. Mazkur, Muhammad Salam. Al-qadhâ` fi al-Islâm. Kairo: Dar al-Nadwah alArabiyah, [t.th]. Munawir, AW. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Yogyakarta: alMunawwir, 1984. Mustaq, Ahmad. Etika Bisnis dalam Islam, Penerjemah: Samson Rahman, Judul Asli “Business Ethics in Islam”. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001. Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: Gadjahmada Universiti Press, 1982. Radly, Ali Muhammad. Asr al-Islam al-Dzahabi al-Ma’mun. Mesir: Dar al-Fikr, [t.th]. Rosyadi, A. Rahmat dan Ngatino. Arbitrase Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif. Bandung, PT Citra Adiya Bakti, 2002. Salim, Abd al-Aziz. Târikh Daulah al-Arabiyah. Iskandariyah: Muassasah Sabab alJami’ah, 1997. Sawrah al-Tirmidzi, Abû Isya Muhammad bin Isya. [selanjutnya disebut: Tirmidzi]. Al-Jâmi’ al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000.
122
Schacht, Joeseph. An Introduction to Islamic Law. (Oxford: Clarendon Press, [t.th]. Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2005. Shihab, Muhammad Quraisy. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002. Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2007. Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: kencana, 2011. Syarif, Muhammad Jalal dan Ali Abd al-Mu’thy Muhammad. Al-Fikr al-Siyâsy fî alIslâm; Syakhsiyah wa Madzahib. Iskandariyah: Dar al-Jami’ah al-Mishriyah, 1978. Syarifuddin, Amir. Garis Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2005. Taimiyah, Ahmad bin Abd al-Halim. [selanjutnya disebut: Taimiyah], Majmu`ah alFatâwâ, [selanjutnya disebut: al-Fatâwâ]. T.t: Dar al-Wafa’, 2001. Zaidan, Abdu al-Qadir. Usul al-Aqîdah. Beirut: Dar al-Babair, 1998. Internet: “Latar Belakang BPOM”. diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari http://pom.go.id/profile/latar_belakang.asp. “Fungsi BPOM” diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari http://pom.go.id/profile/fungsi_badan_POM.asp. “Kode Pengawasain Makanan BPOM” diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari
123
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090420070830AALY0Q B. “Tentang DSN-MUI” diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/2/31/page/1 “Tentang DSN-MUI” Diakses 22-Januari-2015 pukul 15.45 WIB dari http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas “Tentang DPS” Diakses 22-Januari-2015 pukul 15.45 WIB dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/infoperusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-pengawas-syariah/ www.kbbi-online.com/arti-relevansi Addi Mawahibun Idhom “Hanya Enam Pasar di Yogyakarta Punya Timbangan Jujur” Berita
diakses
7
November
2013
dari
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/07/058527907/Hanya-Enam-Pasardi-Yogyakarta-Punya-Timbangan-Jujur “Tentang fatwa-fatwa DSN” Diakses 9 Februari 2015 pukul 18.45 WIB dari http://alminist.blogspot.com/2010/08/fatwa-dsn-mui.html http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=fatwa