PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
Menimbang
:
a. bahwa dengan adanya kecenderungan semakin meningkatnya masyarakat untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata yang ada dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung maka dalam rangka mendorong dan mengembangkan Pengusahaan Obyek Wisata Daerah dipandang perlu untuk mengambil langkah – langkah guna meningkatkan pembangunan Obyek Wisata tersebut sebagai salah satu daya tarik wisatawan; b. bahwa dalam rangka pengusahaan obyek – obyek wisata yang meliputi : Penertiban, pelestarian dan pemeliharaan, mengadakan sarana dan prasarana, obyek wisata, diperlukan dana, sehingga dipandang perlu adanya pungutan retribusi terhadap wisatawan yang masuk ke Obyek Wisata yang ada dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung; c. bahwa sehubungan dengan Pengusahaan dan Pungutan Retribusi Obyek Wisata dimaksud huruf a dan b diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat
:
1. Undang – Undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 57; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1288 ); 2. Undang – Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah – Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah – Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2 3. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037); 4. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215); 5. Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1979 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dalam Bidang Kepariwisataan kepada Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 34 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3144); 7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969 tentang Pedoman dalam Melaksanakan Kebijaksanaan Pemerintahan Dalam Membina Pengembangan Kepariwisataan Nasional; 8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan; 9. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1969 tentang Penertiban Pungutan Daerah; 10. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 14 Tahun 1989 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali dibidang Kepariwisataan kepada Kabupaten Daerah Tingkat II (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 245 Tahun 1990 Seri D Nomor 242); 11. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 241 Tahun 1991 Seri C Nomor 2).
3 Dengan
Persetujuan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Badung.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. c. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung. d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. e. Dinas Pariwisata adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. f. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. g. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek wisata dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait dalam bidang tersebut. h. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. i. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
4 j. Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. k. Usaha Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyelenggarakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata. l. Tanda masuk adalah karcis yang diberikan kepada pengunjung obyek wisata yang dikeluarkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung. m. Petugas adalah orang yang ditunjuk dengan Keputusan Kepala Daerah untuk melakukan pungutan Retribusi Obyek Wisata. n. Retribusi Obyek Wisata adalah pungutan yang dikeluarkan kepada wisatawan yang masuk ke obyek wisata. o. Desa Adat sebagai Desa Dresta adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Hindu secara turun temurun dalam Ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai daerah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangga sendiri.
BAB II OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA
Pasal 2 (1) Obyek dan Daya Tarik Wisata terdiri dari :
a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna. b. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud musium, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata pertualangan alam, taman rekreasi, dan tempat hiburan kecuali diskotik.
5 (2) Penetapan Obyek dan Daya Tarik Wisata dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
Pasal 3
Pembangunan Obyek dan Daya Tarik Wisata dilakukan dengan memperhatikan :
a. Kemampuan
untuk
mendorong
peningkatan
perkembangan
kehidupan ekonomi dan sosial budaya; b. Nilai – nilai agama, adat istiadat serta pandangan dan nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat;
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup;
d. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
BAB III PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA
Pasal 4 Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola obyek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlakukan atau kegiatan mengelola obyek dan daya tarik wisata yang telah ada.
Pasal 5
(1) Pengusahaan obyek dan daya wisata dikelompokkan kedalam :
a. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam;
6 b. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya; c. Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus. (2) Pemerintah Daerah dapat menetapkan jenis pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang termasuk didalam tiap – tiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 6
(1) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Lembaga Adat, Badan Usaha atau perorangan. (2) Lembaga Adat, Badan Usaha atau perorangan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan ijin dari yang berwenang. (3) Syarat – syarat dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan pengusahaan obyek dan daya tarik wisata diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
Pasal 7
Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata wajib :
a. Memelihara dan mencegah terjadinya pengerusakan dan atau pencemaran oleh pengunjung dan masyarakat lingkungan setempat terhadap obyek dan daya tarik wisata; b. Melakukan pencegahan terhadap perbuatan yang dapat mengganggu dan merusak citra pariwisata.
BAB IV KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN SERTA MASYARAKAT TERHADAP OBYEK WISATA Pasal 8 (1) Pemerintah Daerah wajib memelihara mutu sumber daya wisata.
7 (2) Pemerintah
Daerah
wajib
memberi
perlindungan
menjaga
keselamatan dan memberi pelayanan sebaik – baiknya para wisatawan. (3) Pemerintah Daerah memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada masyarakat untuk berperan serta dalam menyelenggarakan usaha obyek dan daya tarik wisata. (4) Dalam rangka proses pengambilan keputusan Pemerintah Daerah mengikut sertakan masyarakat dalam pelaksanaan, pelaksanaan dan pengawasan. (5) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
BAB V PEMBINAAN
Pasal 9 (1) Pembinaan obyek dan daya tarik wisata diarahkan untuk mewujudkan dan memelihara kelestarian serta keutuhan obyek dan daya tarik wisata. (2) Pembinaan tersebut dimaksud ayat (1) pasal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut serta dalam pembangunan pengembangan dan pengelolaan obyek dan daya tarik wisata.
BAB VI SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 10 Setiap Wisatawan yang mengunjungi obyek dan daya tarik wisata dikenakan Retribusi.
8
BAB VII BESARNYA RETRIBUSI
Pasal 11 (1) Besarnya Retribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Peraturan Daerah ini ditetapkan sebagai berikut : a. Anak – anak Rp. 500,- (Lima ratus rupiah) b. Dewasa Rp. 1.000,- (Seribu rupiah). (2) Wisatawan yang dikenakan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat 1 pasal ini diberikan tanda masuk berupa karcis dan dipinjamkan selendang apabila diperlukan. (3) Tanda masuk berlaku untuk satu kali.
Pasal 12
Setiap
Pengusahaan
obyek
dan
daya
tarik
wisata,
Pengusaha/Penanggung jawab wajib menyetor Retribusi Obyek Wisata ke Kas Daerah sebesar 25% sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku.
BAB VIII PELAKSANAAN
Pasal 13 (1) Pungutan Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Petugas yang ditunjuk untuk itu, sesuai dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
9
(2) Petugas dimaksud ayat (1) pasal ini wajib menyetor pungutan retribusi ke Kas Daerah sesuai ketentuan Hukum yang berlaku. (3) Petugas pungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diberikan uang perangsang/upah pungut sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku.
BAB IX PENGAWASAN
Pasal 14 Pengawasan terhadap Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Bupati Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
BAB X KETENTUAN PIDANA
Pasal 15 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini diancam dengan hukuman kurungan selama – lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah). (2) Tindak Pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah Pelanggaran. BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 16 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang betugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah
10
Tingkat II Badung yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. melakukan penyitaan benda dan atau surat. e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang. f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara. h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya.
BAB XI KETENTUAN LAIN - LAIN Pasal 17 Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
11
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
PASAL 18 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
supaya
setiap
orang
dapat
mengetahuinya
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
Ditetapkan di :
Denpasar
Pada Tanggal :
15 Desember 1994
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
KETUA, T.T.D.
T.T.D.
I KETUT GARGA
I.G.B. ALIT PUTRA
Disahkan oleh : Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali dengan Keputusan Tanggal 14 Maret 1993 Nomor 96 Tahun 1996
Diundangkan Dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Nomor Seri
: 17 : B
Tanggal Nomor
: 2 Mei 1995 : 1
Sekretaris Wilayah/Daerah Tk. II Badung T.T.D Drs. Ida Bagus Yudara Pidada Pembina Tk. I Nip. 010045843
12
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA
I.
UMUM : Bertitik tolak dari Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Pemerintahan di Daerah dalam menuju otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab, sudah sewajarnya Pemerintah Daerah tahap demi tahap mengambil langkah – langkah untuk melaksanakan tugas sesuai dengan wewenangnya, khususnya dalam menggali sumber – sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menikmati keindahan alam/obyek wisata maka untuk meningkatkan usaha membangun dan pengembangan kepariwisataan, memelihara dan melestarikan obyek – obyek wisata yang ada di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung maka sewajarnyalah kepada wisatawan yang mengunjungi obyek wisata dikenakan Retribusi Daerah.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
: Cukup Jelas
Pasal 2
: Cukup Jelas
Pasal 3
: Cukup Jelas
Pasal 4
: Cukup Jelas
Pasal 5 ayat (1)
: Yang dimaksud pengusahaan obyek dan daya tarik wisatawan
minat
khusus
adalah
merupakan
usaha
pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sarana wisata. Yang termasuk ke dalam kelompok pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus antara lain : 1. Pengelolaan wisata agro, antara lain perkebunan coklat, perkebunan kopi dan perkebunan bunga; 2. Pengelolaan obyek wisata petualangan alam antara lain mendaki gunung dan menelusuri sungai air deras;
13 3. Pembangunan dan pengelolaan wisata goa, antara lain goa lawah dan goa perlindungan; 4. Pemanfaatan pusat – pusat dan tempat budaya, kerajinan, antara lain Desa Wisata.
Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Yang dimaksud Lembaga Adat adalah Lembaga – lembaga adat yang ada lembaganya seperti desa adat, banjar, dan subak serta lembaga – lembaga lainnya yang hidup dalam tatanan masyarakat adat seperti sekaa – sekaa, pengemong, pengempon. Pasal 6 ayat (3)
: Cukup Jelas
Pasal 7
: Cukup Jelas
Pasal 8
: Cukup Jelas
Pasal 9
: Cukup Jelas
Pasal 10
: Cukup Jelas
Pasal 11 ayat (2)
: Yang dimaksud dipinjamkan selendang apabila diperlukan adalah sesuai dengan agama, kepercayaan dan adat setempat untuk masuk ke obyek wisata mempergunakan selendang. Selendang tersebut disediakan dan dipinjamkan oleh pengusaha/pengelola obyek wisata. Untuk masuk ke tempat obyek wisata tersebut wisatawan dipinjamkan dan wajib mempergunakan selendang.
Pasal 12
: Cukup Jelas
Pasal 13
: Cukup Jelas
Pasal 14
: Cukup Jelas
Pasal 15
: Cukup Jelas
Pasal 16
: Cukup Jelas
Pasal 17
: Cukup Jelas
Pasal 18
: Cukup Jelas