SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
Menimbang
:
a. Bahwa
untuk
kepentingan
penyelenggaraan
pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan serta menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam Wilayah Daerah Tingkat II Badung, perlu mengatur lebih lanjut pelaksanaan pasal 43 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah mengenai Penunjuk Penyidik
sesuai
dengan
Peraturan
Perundang-
undangan yang berlaku;
b. Bahwa dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang
Hukum
Acara
Pidana
dan
Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1983 jo Peraturan Menteri Kehakiman No. M 05. PW.07.03 Tahun 1983 telah diatur syarat-syarat dan Tata Cara Pengusulan, pengangkatan dan pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut huruf a dan b di atas, maka Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung, perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok – Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
1974
Nomor
38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037);
2 2.
Undang
– Undang Nomor
69 Tahun 1958,
Tentang Pembentukan Daerah – Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah – Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3.
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 1971 No. 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3041); 4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3209 );
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 ); 6. Peraturan Menteri Kehakiman No. M-05.PW.07.03 Tahun
1984
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pengangkatan dan Pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil; 7.
Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04 PW.07.03 Tahun 1984 tentang Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
8.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 Tentang Ketentuan Umum mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
9.
Surat
Keputusan
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik Indonesia Nomor Pol. Skep/369/X/1985 tentang Mekanisme Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
3 Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a.
Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
b.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
c.
Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung;
d.
Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh Pasal 6 ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981;
e.
Penyidik POLRI adalah Pejabat yang diberikan wewenang untuk melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1981;
4 BAB II PERSYARATAN PENYIDIK
Pasal 2
Syarat-Syarat untuk dapat ditunjuk sebagai penyidik adalah :
a.
Pegawai Negeri Sipil berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I ( Golongan II/b)
b.
Berpendidikan serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau berpendidikan khusus dibidang Penyidikan atau khusus dibidang teknis operasional atau berpengalaman minimal 2 (dua) Tahun pada bidang teknis operasional.
c.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil(DP3) untuk selama 2 (dua) tahun berturut-turut harus terisi dengan nilai baik.
d.
Berbadan sehat yang dinyatakan dengan Keterangan Dokter.
e.
Berumur sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) Tahun.
Pasal 3
(1). Penyidik sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ditunjuk oleh Bupati Kepala Daerah atas usul unit organisasi yang bersangkutan.
(2). Pengangkatan dan Pemberhentian Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Bupati Kepala Daerah Kepada Menteri Kehakiman melalui Gubernur Kepala Daerah dan Menteri Dalam Negeri.
BAB III KEDUDUKAN PENYIDIK
Pasal 4 Penyidik dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada
Organisasinya.
Bupati
Kepala
Daerah
melalui
Pimpinan
Unit
5
BAB IV KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIK
Pasal 5
(1). Penyidik mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindakan pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka;
g. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut
bukan
merupakan
tindak
pidana
dan
selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hak tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
(2). Dalam melaksanakan tugasnya penyidik tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan.
6 Pasal 6
(1). Tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah :
a. Sejak
awal
wajib
memberitahukan/melaporkan
tentang
penyidikan yang dilakukan kepada penyidik POLRI ( Laporan dimulainya penyidikan );
b. Wajib
memberitahukan
perkembangan
penyidikan
yang
dilakukannya;
c. Meminta petunjuk dan bantuan penyidikan sesuai kebutuhan;
d. Wajib memberitahukan tentang penghentian penyidikan yang dilakukannya;
e. Menyerahkan berkas perkara hasil-hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI.
(2). Ruang lingkap tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
BAB V TATA KERJA
Pasal 7
Penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan tata kerja yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
(1). Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung disamping dilakukan oleh Penyidik POLRI dilakukan pula oleh penyidik.
7 (2). Penyidik didalam melaksanakan tugasnya harus menjaga hubungan kerjasama dan koordinasi yang sebaik-baiknya dengan Penyidik POLRI.
Pasal 9
Penyidik Pegawai Negeri Sipil menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik POLRI.
Pasal 10
(1). Penyidik wajib membuat laporan hasil penyidikan dan tindak lanjutnya sampai penyelesaian di Pengadilan Negeri kepada Bupati Kepala Daerah.
(2). Laporan dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan Unit Organisasi masing-masing untuk diteruskan kepada Bupati Kepala Daerah dan Kepala Kepolisian Resort Badung.
BAB VI PEMBINAAN
Pasal 11
Pembinaan
Penyidikan
dilakukan
oleh
Bupati
Kepala
Daerah
bekerjasama dengan Instansi Penegak Hukum.
BAB VII PEMBIAYAAN
Pasal 12
Biaya Pelaksanaan tugas penyidikan dan pembinaan penyidik dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tingkat II Badung.
8 BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung, yang belum secara tegas mengatur tentang Penyidikan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, maka penyidikannya disamping dilakukan oleh penyidik POLRI juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur oleh Bupati Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya.
Pasal 15
(1). Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi
(2). Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
Denpasar, 24 Maret 1988 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
KETUA t.t.d. I GUSTI KETUT ADHIPUTRA, Sm Hk
t.t.d. PANDE MADE LATRA
9 disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Dengan Keputusan Tanggal : 24 - 12 - 1988 Nomor : 458 Tahun 1988
Diundangkan Dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Nomor : 1 Pada tanggal : 25 Pebruari 1989 Seri
: D Nomor : 1
Pj. Sekretaris Wilayah / Daerah ttd.
( Drs. Sang Made Muka ) NIP : 010041214
10 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG.
I.
UMUM
Dalam rangka peningkatan tertib hukum di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung untuk menunjang kelancaran Pembangunan terutama dalam upaya penegakan hukum dipandang perlu mengatur pedoman penunjukan dan pembinaan penyidik yang bertugas menyelenggarakan penyidikan terhadap pelanggaran-pelanggaran Peraturan Daerah.
Landasan hukum bagi Aparat Daerah yang bertugas sebagai penyidik selama ini adalah Horziane Inlandsah Reglement (HIR ) atau Reglement Indonesia yang dibaharui (RIB). Akan tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Lainnya, maka wewenang dan kedudukan penyidik tersebut perlu disesuaikan.
Sejalan dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah kepada Daerah diberikan wewenang untuk menunjuk Penyidik dengan Peraturan Daerah.
Adanya Penyidik pada hakekatnya adalah dalam rangka usaha untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban dikalangan masyarakat sehingga kesinambungan Pembangunan dan kelancaran kegiatan Pemerintahan akan berjalan dengan baik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s.d 5 huruf h cukup jelas Pasal 5 huruf i
: yang dimaksud tindakan lain adalah tindakan dari Penyidik demi kepentingan Penyidikan dengan syarat ;
a.
Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b.
selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskannya tindakan jabatannya;
c.
tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d.
atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
e.
menghormati hak asasi manusia.
Pasal 6 s.d 10 :
Cukup jelas.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam hal ini meliputi kegiatan peningkatan
:
mutu penyidik melalui Pendidikan dan Latihan.
Pasal 12
:
Cukup jelas.
Pasal 13
:
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung yang telah berlaku dan belum mengatur Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Daerah tersebut adalah :
1.
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Daerah
Tingkat
II
Badung
Nomor
4/PERDA/1976 tentang Pajak Rumah Bola;
2.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 10 Tahun 1976 tentang Pajak Penerangan Jalan ;
11 3.
Peraturan
Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 6
Tahun 1977 tentang Uang Ijin Bangun-Bangunan;
4.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 1 Tahun 1978 tentang Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Perubahan Dalam Rangka Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk beserta perubahannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1982 dan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1984 (Perubahan Kedua);
5.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 2 Tahun 1979 tentang pembagian Wilayah Peruntukan Nusa Dua;
6.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 1 Tahun 1979 tentang Pembagian Wilayah Peruntukan Bukit;
7.
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Daerah
Tingkat
II
Badung
Nomor
5/PERDA/1979 tentang Terminal Kendaraan Bermotor;
8.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 9 Tahun 1980
tentang
Perubahan
Pertama
Kali
Peraturan
Daerah
Nomor
33/DPRD/1969 tentang Pajak Reklame;
9.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 10 Tahun 1980 tentang Retribusi Sampah;
10. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1981
tentang
Perubahan
Pertama
Kali
Peraturan
Daerah
Nomor
7/PERDA/1979 tentang Tempat dan Retribusi Parkir;
11. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Nomor 4 Tahun 1981 tentang Pajak Bangsa Asing;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 2 Tahun 1981 tentang Perusahaan Daerah Pasar Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1982 tentang Tata Cara Biaya Perijinan Bagi Perusahaan yang harus memiliki Ijin berdasarkan Hinder Hordonantie;
14. Peraturan
Daerah
Kabupaten
Daerah
Tingkat
II
Badung
Nomor
6/PERDA/1979 tentang Pemungutan Retribusi Pasar Hewan beserta Perubahannya Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1982;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 9/PERDAGR/1959 tentang Pajak Potong Hewan beserta Perubahannya Peraturan Daerah Nomor 4/DPRGR/1964 Perubahan pertama dan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 1982 Perubahan Kedua;
16. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 1 Tahun 1984 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Perusahaan Pengangkatan dengan Kendaraan Bermotor Umum;
17. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 4 Tahun 1982 tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan pada Jalan Sebelah Kiri dan atau Kanan sepanjang Jalan yang ditetapkan sebagai Daerah Jalur Hijau dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
12 18. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 4 Tahun 1984 tentang Retribusi Rumah Potong Umum dan Fasilitas Lainnya;
19. Peraturan
Darah
Kabupaten
Daerah
Tingkat
II
Badung
Nomor
7/PERDA/1976 tentang Pajak Pertunjukan dan Keramaian di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 11 Tahun 1976 tentang Pajak Kendaraan Tidak Bermotor.
Pasal 14 s.d. Pasal 15 :
Cukup jelas.