PERANCANGAN INTERIOR GEDUNG KESENIAN “TEATER TANAH AIRKU” DI TMII – JAKARTA Ariani Windayu T. Sri Rachmayanti, S. Sn. , M. Des. dan Polin M. S., S. Sn. Desain Interior Universitas Bina Nusantara, Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan – Palmerah Jakarta Barat 11480, (021) 53696969 / (021) 53696999, ria_rokuonji@yahoo. com
ABSTRAK Perancangan yang dilakukan merupakan perancangan terhadap gedung kesenian yang ada di Jakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan perancangan tentang gedung kesenian yang dapat meningkatkan kinerja dan kualitas dari pertunjukan yang ditampilkan, bersamaan dengan menanamkan unsur budaya Indonesia. Metode penelitian dilakukan dengan cara survey dan wawancara. Studi mengenai akustik ruang, pencahayaan, penghawaan, dan lainnya dilakukan untuk menunjang syarat perancangan yang baik. Hasil pembahasan yang diperoleh adalah dengan menggunakan konsep “Essense of Indonesia” dimana karya tekstil Indonesia ditampilkan ke dalam bentuk interior yang modern, tanpa mengurangi fungsi utama bangunan sebagai gedung teater. Disimpulkan bahwa perancangan ini akan menghasilkan gedung kesenian yang berkualitas sebagai wahana rekreasi, wisata, dan pengetahuan budaya Indonesia yang ada di Jakarta. Kata Kunci : Kesenian, Teater, Budaya Indonesia, tekstil ABSTRACT The design is performed for design of an arts building in Jakarta. Research objective is to get a design of an arts building that can improve performance and quality of performances are shown, along with instilling elements of Indonesian culture. Method study done by surveys and interviews. The study of the acoustic space, lighting, moisture, and other terms are done to support good design. The research results is by using concept of “Essence of Indonesia” which is using Indonesian textiles as modern concept, without reducing the main function as a theatre. It is concluded that this design will produce a good quality building of performing arts as for recreation, tourism, and knowledge of Indonesian culture in Jakarta. Keywords : Arts, Theatre, Indonesian Culture, textile
PENDAHULUAN Menurut Leo Tolstoy, seni adalah ungkapan perasaan pencipta yang disampaikan kepada orang lain agar mereka dapat merasakan apa yang dirasakan pelukis. Seni dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu ciptaan manusia yang mengandung unsur keindahan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertunjukan berarti sesuatu yang dipertunjukkan; tontonan (bioskop, wayang, dsb),
ataupun pameran (barang – barang). Jika diartikan secara bersamaan, seni pertunjukan dapat diartikan sebagai karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan atau yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan Performance Art ini biasanya melibatkan empat unsur, yaitu waktu, ruang, tubuh si seniman, dan hubungan seniman dengan penonton. Kegiatan – kegiatan seni seperti teater, tari, musik termasuk di dalam seni pertunjukan. Seni pertunjukan tentunya memiliki tempat dan fasilitas tersendiri ketika melangsungkan pertunjukan. Dibutuhkan suatu wadah sebagai tempat untuk mengapresiasikan seni, yang berupa gedung pertunjukan. Gedung pertunjukan yang digunakan harus memenuhi segala syarat dan ketentuan baik dari segi arsitektur hingga ke perancangan interiornya. Perancangan yang baik akan menunjang segala aktifitas dan keperluan pengguna di dalamnya.
METODE PENELITIAN Metode penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi dan data. Teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua bagian berdasarkan : Data primer 1. Survey Lapangan Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai perancangan gedung pertunjukan yang baik. Informasi atau data yang dibutuhkan mencakup foto kegiatan, aktifitas pertunjukan dimulai dari persiapan pertunjukan sampai acara pertunjukan, fasilitas yang digunakan, dan kebutuhan khusus pertunjukan. 2. Wawancara Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai gedung pertunjukan yang disurvey. Informasi yang didapatkan berupa informasi yang dapat menunjang studi literatur seperti sejarah, peraturan gedung, aktifitas khusus pengguna gedung. Data sekunder 1.
Studi Literatur Studi literatur merupakan bentuk pengumpulan data yang berhubungan dengan gedung pertunjukan dan seni pertunjukan, sejarah, fungsi, tata cahaya dan suara, perancangan dan bentuk ruang yang selanjutnya dapat membantu proses perancangan gedung pertunjukan yang baik.
Perancangan interior gedung kesenian ini mendapatkan data berdasarkan hasil observasi yang dilakukan ke gedung kesenian yang ada di Jakarta, yaitu : Gedung Kesenian Jakarta
Gambar 1 Tampak Bangunan Gedung Kesenian Jakarta (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gedung Kesenian Jakarta berlokasikan di Jalan Gedung Kesenian no. 1, Jakarta Pusat. Gedung ini dibangun pada masa kolonial Belanda dan masih digunakan hingga kini. Gedung Kesenian Jakarta diresmikan pada tanggal 5 September 1987 oleh Gubernur R . Suprapto yang menjabat kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta pada periode tersebut dan digunakan sebagai teater yang mempergelarkan kesenian, serupa masa lampau. Penyelenggaraan pertunjukan kesenian di Gedung Kesenian Jakarta dilaksanakan oleh grup-grup yang terpilih berdasarkan inovasi dan kreatifitas yang mewakili kesenian lokal, nasional maupun internasional. Hal ini dilakukan agar Gedung Kesenian Jakarta dapat menjadi tempat pertunjukan yang representative, eksklusif dan bertaraf internasional disamping menjadi oase budaya bagi masyarakat Jakarta, persinggahan dan dialog budaya para seniman dan seniwati dalam dan luar negeri. Fasilitas / ruang Gedung Kesenian Jakarta : > Entrance
> Shop
> Auditorium
> Lobby
> Ruang rias
> Ruang Kontrol
> Ticket Box
> Green Room
> Storage
> Foyer
> Stage, etc
> Toilet
> Kantor
Gambar 2 Fasilitas / ruang Gedung Kesenian Jakarta (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Grand Theatre Taman Ismail Marzuki (TIM) Taman Ismail Marzuki merupakan sebuah tempat pusat kesenian dan kebudayaan yang berlokasikan di Jalan Cikini Raya No. 73. Di dalam lingkungan ini terdapat Institut Kesenian Jakarta, Planetarium, dan dilengkapi dengan galeri, gedung arsip, bioskop, dan enam teater modern yang termasuk Teater Besar atau Grand Theatre di dalamnya. TIM diresmikan pada tanggal 10 November 1968 oleh Gubernur Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta, Jenderal Marinir Ali Sadikin. TIM dibangun di atas tanah seluas Sembilan hektar yang dulunya dikenal sebagai ruang rekreasi umum “Taman Raden Saleh”. Pada hari jadi TIM yang ke-40, diresmikan sebuah gedung baru yang diyakini dapat meningkatkan antusiasme masyarakat terhadap seni dan budaya khususnya di wilayah TIM, dengan nama gedung Teater Jakarta. Gedung teater Jakarta memiliki dua buah teater di dalamnya, yaitu teater kecil yang berkapasitas 200 orang dan teater besar yang berkapasitas hingga 1240 orang. Fasilitas yang disediakan berstandar internasional dengan adanya mesin hidrolik sebagai efek pertunjukan, fasilitas
fly tower dengan ketinggian yang sama dengan panggung, dan sebagainya. Di dalam teater besar juga telah digelar sebuah pertunjukan drama musikal yang cukup besar, yang terdiri dari 250 seniman di dalamnya, diantaranya adalah pertunjukan “Langkah Bumi dan Matahari” serta “Laskar Pelangi”.
Gambar 3 Tampak Bangunan Grand Theatre (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Fasilitas / ruang Grand Theatre : > Entrance
> Lounge
> Auditorium
> Lobby
> Ruang rias
> Ruang Kontrol
> Ticket Box
> Rehearsal Room
> Storage
> Kantor
> Stage, etc
> Toilet
Gambar 4 Fasilitas / ruang Grand Theatre (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Gedung Bharata Purwa Gedung Bharata Purwa berlokasikan di Jalan Kalilio No. 15, Senen, Jakarta. Gedung ini merupakan gedung pertunjukan yang menampilkan kesenian khusus wayang orang Bharata dan merupakan gedung pertunjukan wayang orang pertama yang ada di Jakarta. Asal usul dari wayang orang di gedung Bharata Purwa ini mulanya merupakan sebuah kelompok yang dinamakan Pancamurti. Pada tahun 1962, Mayor Suyono memiliki gagasan untuk melakukan pementasan wayang di Komplek Siliwangi (lokasi gedung Bharata Purwa sekarang). Sejak saat itu pementasan wayang mulai dilakukan setiap hari.
Pada tahun 1971, kepemilikan Gedung diambil kembali oleh Pemda DKI yang menyebabkan wayang Pancamurti mulai terbagi menjadi 2 kelompok. Pada saat itu kelompok wayang terpisah menjadi Bharata dan Pancamurti, kelompok Bharata merupakan kelompok saat ini melakukan pementasan di gedung Bharata yang berlokasikan di Senen, Jakarta dan Pancamurti merupakan kelompok yang beralih lokasinya ke Tanjung Priok. Namun pada akhirnya kelompok Pancamurti tidak mampu bertahan dan mulai memecah, bubar. Awal pembangunan gedung ini dilakukan pada jaman Belanda sebagai tempat penyimpanan logistik. Kemudian sekitar kurang lebih tahun 1950 mulai direnovasi dan digunakan sebagai tempat pemutaran film yang dikenal dengan nama Bioskop Rialto. Setelah gedung ini digunakan sebagai pertunjukan wayang orang, telah dilakukan renovasi gedung selama 4 tahun dari awal tahun 2000an. Wayang orang Bharata ini dianggap sebagai pewarisan budaya sejak 5 Juli 1972 dan hingga kini telah mencapai generasi yang ke – 5. Pementasan dilakukan setiap hari Sabtu malam tiap minggunya.
Gambar 5 Tampak Bangunan Gedung Bharata Purwa (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Fasilitas / ruang Gedung Bharata Purwa : > Entrance
> Shop
> Auditorium
> Lobby
> Ruang rias
> Ruang Kontrol
> Ticket Box
> Waiting Room
> Storage
> Kantor
> Stage, etc
> Toilet
Gambar 6 Fasilitas / ruang Gedung Bharata Purwa (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
HASIL DAN BAHASAN Bangunan yang akan digunakan sebagai tempat perancangan adalah Gedung Kesenian “Teater Tanah Airku” yang ada di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Gedung ini berlokasikan di dalam kawasan TMII yang memiliki letak yang strategis, berdekatan dengan akses transportasi yang ada di wilayah tersebut.
Gambar 7 Tampak Bangunan Teater Tanah Airku (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Peta 1 Site Plan Teater Tanah Airku (Sumber : Google Maps)
Gambar 8 Layout Bangunan Teater Tanah Airku (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Konsep perancangan yang diterapkan pada Teater Tanah Airku didasarkan pada pentingnya menampilkan suatu citra atau gambaran khusus akan sebuah teater yang mampu memvisualisasikan sebuah ide, inti dari sebuah perancangan, serta maksud dan tujuan dari sebuah pementasan teater yang tidak terlepas dari segi fungsionalnya sebagai media perantara antara penampil dan penonton. Teater ini sendiri menampilkan sebuah seni dan budaya yang beragam dari berbagai daerah dan bersatu menjadi sebuah hasil karya yang dapat dinikmati oleh penontonnya. Dilihat dari kegiatan yang ditampilkan beserta lokasinya yang sangat strategis di TMII, maka perancangan ini mengambil sebuah konsep yang bertemakan Essence of Indonesia, dimana berbagai jenis budaya di Indonesia disatukan menjadi sebuah ide yang mampu menciptakan esensi baru dari sebuah karya. Esensi yang ingin ditampilkan, diambil dari karya Indonesia yang menunjukan ciri khas seni dan budaya di Indonesia, yaitu karya tekstil. Hasil karya tekstil merupakan sebuah ide yang diangkat dari warisan budaya Indonesia, baik dari segi geografis wilayah, flora dan fauna, hingga ke filosofi daerah. Dalam perancangan Teater Tanah Airku ini diharapkan dapat mengulas kembali berbagai budaya yang ada di Indonesia sebagai sebuah karya yang sama, yaitu karya Indonesia.
Gambar 9 Konsep Perancangan Auditorium (Sumber : Penulis)
Gambar 9 Konsep Perancangan Function Room & Lobby (Sumber : Penulis)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jakarta sebagai ibukota negara memiliki peranan penting dalam memrepresentasikan kebudayaan di Indonesia. Jalinan kerja sama berupa pertunjukan wisata maupun budaya dengan negara lain dapat memperkenalkan wilayah Jakarta sekaligus kekayaan Indonesia. Pertunjukan seni yang dilakukan tentunya membutuhkan suatu tempat atau gedung pertunjukan yang mampu memenuhi kebutuhan pariwisata dan kebudayaan di Jakarta dan memperlihatkan budaya yang ada di Indonesia. Dalam perancangan ini, Teater Tanah Airku dirancang dengan memadukan unsur budaya yang ada di Indonesia melalui kekayaan kerajinan tekstil yang ada di Nusantara, yang bersifat sebagai pendukung gedung teater yang memiliki fungsi untuk menyampaikan visualisasi dan unsur lainnya bagi panca indra penonton terutama dalam segi akustiknya. Dengan demikian, para pengunjung yang hadir ke dalam Teater Tanah Airku dapat menikmati pertunjukan dengan baik ataupun mempelajari budaya Indonesia sekaligus sebagai sarana rekreasi dan wisata. Perancangan interior ini dimaksudkan sebagai usaha untuk menyediakan gedung kesenian atau teater yang modern dan mampu menampilkan karakteristik dari budaya Indonesia. Dalam hal ini secara tidak langsung juga berfungsi untuk menunjang aktifitas di sektor bidang pariwisata. Saran Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan agar pihak Universitas Bina Nusantara dan jurusan Desain Interior yang ada di dalamnya lebih memperhatikan prosedur pembuatan laporan Tugas Akhir beserta dengan pengadaan jadwal yang tepat untuk pelaksanaan penulisan dan sidang akhir. Penulis juga berharap agar penulisan perancangan ini dapat menjadikan sebuah edukasi dan pembelajaran bagi pihak – pihak yang terkait dengan gedung kesenian maupun desain interior tentang hasil budaya yang ada di Indonesia, khususnya budaya tekstil.
REFERENSI Suptandar, J. Pamuji. (2004). Faktor Akustik Dalam Perancangan Disain Interior. Jakarta: Djambatan Retno Sri Ambarwati, D. (2010). TINJAUAN AKUSTIK PERANCANGAN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN: ACCOUSTICAL TREATMENT IN DESIGNING STAGE INTERIOR. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni FBS UNY Santosa, Eko. Dkk. 2008. Seni Teater Jilid I Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Sedar. (2000). Teater Epidaurus. Publikasi Bahasa Indonesia, diakses 23 Maret 2014 dari http://wol. jw. org Harris, (2000). Base Theater Design Standards. New York: WBDG Crotty, Kelly. (2011). The Theater Experience. New York: TA Ambarwati, Dwi Retno Sri. (2010). Tinjauan Akustik Perancangan Interior Gedung Pertunjukan, Jurnal Imaji. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Doelle, Leslie E. (1990). Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga. Appleton, Ian. (2008). Buildings for the Performing Arts. London: Architectural Press Neufert, Ernst. (2003). Data Arsitek. Jakarta: Erlangga Guna Yuyun Angkadjaj, Catur. 21 Maret (2010). Serunya Malam Minggu Nonton Wayang Orang Bharata di Senen Jakarta. Wisata Indonesia, diakses 26 Maret 2014 dari wisataseru. com Ebdi, Sadjiman. (2005). Dasar – Dasar Tata Rupa dan Desain. Yogyakarta : Arti Bumi Intaran Egan, M. David. (2002). Architectural Lighting. New York : McGraw-Hill Setiawan, Ebta. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi. web. id/tunjuk, (diakses 31 Agustus 2014) Mill, Edward D. 1976. Planning, London: Newness-Butterworth
RIWAYAT PENULIS Ariani Windayu T. lahir di Bogor pada tanggal 17 April 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang desain interior pada tahun 2015.