PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN OBJEK WISATA PULAU MAHORO KABUPETAN SITARO Oleh : Stefanus C. Lombote Abstrak Potensi yang dimiliki obyek wisata di Kabupaten Sitaro belum dikelola secara optimal sehingga keberadaan aset wisata belum mendapat respon positif wisatawan dalam bentuk kunjungan wisatanya. Salah satu tolok ukur perkembangan pariwisata adalah pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan karena dengan peningkatan jumlah wisatawan yang datang secara langsung akan diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata, pembangunan wilayah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan bagi wisatawan. Permasalahan yang hendak diangkat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: Bagaiamana Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengembangkan Objek Wisata Di Kabupaten Sitaro. Hasil penelitian dengan pendekatan kualitatif menunjukan Pulau Mahoro merupakan objek wisata yang memiliki potensi yang luar biasa namun belum dikembangkan dengan baik. Masih kurangnya sarana-prasaran, pemasaran yang belum maksimal, dsb. Kata Kunci : Peranan, Pemerintah Daerah, Objek Wisata
PENDAHULUAN Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggung jawab dan tuntutan untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki daerah dalam rangka menopang perjalanan pembangunan di daerah. Dengan adanya UU tersebut pemerintah memiliki keleluasaan untuk mengembangkan obyek wisata. Potensi yang dimiliki obyek wisata di Kabupaten Sitaro belum dikelola secara optimal sehingga keberadaan aset wisata belum mendapat respon positif wisatawan dalam bentuk kunjungan wisatanya. Salah satu tolok ukur perkembangan pariwisata adalah pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan karena dengan peningkatan jumlah wisatawan yang datang secara langsung akan diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata, pembangunan wilayah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan bagi wisatawan. Dengan bertitik tolak dari latar belakang maka yang menjadi permasalahan yang hendak diangkat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: Bagaiamana Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengembangkan Objek Wisata Di Kabupaten Sitaro ? TINJAUAN PUSTAKA A. Pariwisata Istilah pariwisata terlahir dari bahasa Sansekerta yang komponen- komponennya terdiri dari : “Pari” yang berarti penuh, lengkap, berkeliling; “Wis(man)” yang berarti rumah, properti, kampung, komunitas; dan “ata” berarti pergi terus-menerus, mengembara (roaming about) yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah pariwisata, berarti : pergi secara lengkap meningggalkan rumah (kampung) berkeliling terus menerus dan tidak bermaksud untuk menetap di tempat yang menjadi tujuan perjalanan (Pendit, 2002 : 3) Konsep pariwisata menurut Burkart dan Medlik (1981 : 46 ). Wisatawan memiliki empat ciri, diantaranya adalah :
a. Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan dan tinggal diberbagai tempat tujuan. b. Tempat tujuan wisatawan berbeda dari tempat tinggal dan tempat kerjanya sehari-hari, karena itu kegiatan wisatawan tidak sama dengan kegiatan penduduk yang berdiam dan bekerja di tempat tujuan wisata. c. Wisatawan bermaksud pulang kembali dalam beberapa hari atau bulan- bulanan, karena perjalanan itu bersifat sementara dan berjangka panjang. d. Wisatawan melakukan perjalanan bukan untuk mencari tempat tinggal untuk menetap di tempat tujuan atau bekerja untuk mencari nafkah. B. Obyek Wisata Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/Negara karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjng ke suatu tempat/daerah/Negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi , 2001 :30). Dalam Undang-Undang No.9 tahun 190, obyek dan daya tarik wisata adalh segala yang menjadi sarana perjalanan wisata. Menurut Mappi (2001 : 30-33) Objek wisata dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu : a. Objek wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan lain-lain. b. Objek wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat istiadat lokal, museum dan lainlain. c. Objek wisata buatan, misalnya : sarana dan fasilitas olahraga, permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan lain- lain METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif artinya, penelitian yang menjelaskan ciri-ciri suatu gejala. Dalam penelitian jenis ini akan dilihat gambaran yang terjadi tentang suatu fenomena sosial. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Fokus penelitian adalah aspek-aspek yang digunakan sebagai garis besar penelitian dalam penelitian ini dan bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam menentukan data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Fokus dari penelitian ini didasarkan pada tinjauan pustaka yang adalah : Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam mengembangkan objek wisata di kabupaten sitaro., Peranan dalam meningkatkan dan mengembangkan promosi dan pemasaran, Peranan dalam meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan. Lokasi penelitian adalah tempat peneliti melaksanakan penelitian, dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di Kabupaten SITARO Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh sumber data : Data Primer merupakan data yang diperoleh dari tangan pertama dan diolah oleh suatu organisasi atau perorangan. Dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah, Pengelola Pulau Mahoro, Masyarakat. Sehingga informan yang akan diambil dalam penelitian ini adalah : Bupati Kabupaten SITARO, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. SITARO, Pengelolah Objek Wisata Pulau Mahoro, Organisasi kemasyarakatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Masyarakat setempat, Pengunjung. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh suatu organisasi atau perorangan
yang diperoleh dari pihak lain yang telah mengumpulkan dan mengolahnya. Dalam hal ini adalah melalui Kantor Pemerintah daerah, Pemerintah Desa, Kepustakaan Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah: 1. Observasi, Observasi nonparticipant yaitu peneliti tidak terlibat dalam kegiatan yang sedang diamatinya. 2. Wawancara, Peneliti memperoleh data atau keterangan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara subjek penelitian (peneliti) dan informan. 3. Analisis Dokumen, Pengumpulan data dengan cara kategorisasi dan klasifikasi bahanbahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, yakni berasal dari Dokumen-Dokumen, Buku-Buku dan surat kabar yang relevan dengan penelitian serta data-data yang berlaku sekarang sebagai pendukung kebenaran sumber data. Dalam setiap penelitian, Peneliti adalah alat pengumpul data yang utama dengan kata lain peneliti adalah Instrumen Penelitian,yakni dalam usaha pengumpulan data. Selain itu dalam penelitian ini digunakan Pedoman Wawancara, catatan lapangan dan koneksi internet sebagai Instrumen penelitian yang lain. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Objek Wisata Pulau Mahoro Dalam Buol (2009), Kabupaten Sitaro merupakan salah satu daerah otonom yang berada dalam wilayah administrasi provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten yang baru 4 tahun memisahkan diri dari Kabupaten Sangihe sebagai induknya ini, menyimpan potensi wisata yang perlu dikembangkan. Jika sampai saat ini ketersediaan sarana dan prasarana penunjang ke destinasi wisata itu belum tersedia secara memadai harap dimaklumi, karena Pemkab Sitaro sendiri masih berkonsentrasi terhadap pembangunan Infrastruktur lainnya. SITARO sendiri merupakan akronim dari Siau, Tagulandang dan Biaro. Nama 3 pulau terbesar di kabupaten kepulauan itu. Pulau Siau sendiri merupakan pusat pemerintahan sekaligus sebagai pulau yang dikenal dengan Komoditas Pala terbaik di dunia. Pulau Mahoro terletak di kabupaten Sitaro yang berada di lingkup Nusa Utara. Gugusan Pulau Mahoro dan pulau-pulau kecil diantaranya sering disebut dengan Cluster Buhias. Diantara gugusan pulau-pulau kecil ada sebagian pulau yang tidak berpenghuni, termasuk Pulau Mahoro dan berada di paling ujung gugusan Cluster buhias. Keindahan dan keunikan Pulau Mahoro untuk saat ini memang belum ada yang mengalahkan. View alamnya yang masih alami memanjakan mata memandang. Dari bibir pantai pasir putih yang belum tercampur dengan sampah, pemandangan dibawah laut yang dapat ditemukan tak jauh dari bibir pantai. Terumbu karang yang bisa kita temui di kedalam hanya 1 meter dan hanya berjarak sekitar 3 meter dari bibir pantai membuat kita dengan mudah menikmatinya dengan snorkling. Air ombak yang begitu tenang seperti kolam membuat kita berenang tanpa khawatir terseret ombak bagi siapapun termasuk anak-anak. Begitu pula yang hobi diving, spot terumbu karang bisa dengan mudah ditemukan. Tak heran jika beberapa master dive menyebutnya dengan surga diving. Bukan hanya keindahannya, Pulau Mahoro masih banyak menyimpan aneka biota laut yang lengkap. Ikan purba salah satunya yang masyarakat sekitar masih kadang melihatnya dan hidup bebas disekitar Pulau Mahoro. Begitu pulau dengan penyu yang setiap bulan purnama masih banyak yang mendarat dan bertelur di pantai. Di Pulau Mahoro juga terdapat sebuah goa batu yang menjadi tempat bersarangnya burung walet yang dengan alami terbentuk. Apabila air laut sedang surut, terdapat semacam taman pasir putih buatan yang diatasnya terdapat banyak sarang walet dan lalu lalang burung kelelawar yang berterbangan. Selain goa batu, di Pulau Mahoro juga terdapat serpihan-serpihan beteng peninggalan portugis. Serpihan-serpihan tersebut menandakan Pulau Mahoro masih
menyimpan banyak sejarah. Nenek moyang kita memberikan nama Mahoro yang berarti terdahulu atau terdepan. Perjalanan ke Pulau Mahoro dapat dijangkau dengan menggunakan speed boat atau dengan perahu nelayan bermesin katinting. Dengan jarak jangkau ± 9,5 Mil dari pelabuhan Ulu Siau, maka waktu yang ditempuh hanya 15 – 45 menit pada saat laut tidak bergelombang sedangkan jika laut bergelombang waktu yang ditempuh ± 2 jam. Karena Pulau Mahoro merupakan pulau yang tidak berpenghuni, jadi bagi yang menginginkan untuk menginap dengan berkemah dan mempersiapkan makanan bekal selama berda di pulau tersebut karena tidak ada restaurant atau penjual makanan. Sebuah sajian eksotisme bahari terpendam di kumpulan pulau-pulau kecil dalam kluster Buhias. Sebuah kluster yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Klaster Buhias merupakan kumpulan dari rangkaian beberapa pulau yang seolah tercampakan di lautan yang mengepungnya. Beberapa pulau memang menjadi tempat kehidupan masyarakat seperti Pulau Buhias sendiri, Pulau Pahepa, Pulau Tapile. Namun beberapa pulau kecil lainnya hanya menjadi tempat singgah nelayan. Salah satu pulau yang tak berpenghuni adalah Palau Mahoro. Berada pada garis paling luar peta administrasi Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, Pulau Mahoro menjadi titik paling timur dari kabupaten yang baru berusia 2 tahun ini. Dengan perahu nelayan bermesin katinting, Pulau Mahoro dapat dijangkau dalam waktu sekitar 90 menit dari Pelabuhan Ulu Siau. Jika kita dapat menyewa speed boat, Pulau yang tersembunyi di balik Pulau Buhias ini dapat dijangkau hanya dalam waktu 15 menit. Lepas dari Pelabuhan Ulu Siau, perjalanan akan dilatar belakangi oleh Gunung Api Karangetang. The real volcano ini seolah menegaskan, bahwa anda berada di wilayah kekuasaannya. Seiring Gunung Adat orang Siau yang semakin mengecil, perjalanan akan mendekati Pulau Buhias. Mengambil jalur samping kiri, akan disuguhkan oleh pulau-pulau batu nan cantik. Seolah menyembul dari laut, pulau-pulau batu tersebut menjadi tempat ombak melepaskan keangkuhan buihnya. Batu-batu itu menjadi tebing yang menggoda untuk ditaklukan. Sediakan nyali saja, dan anda bisa mengexplore sepuasnya. Lepas dari Pulau Buhias, pemandangan sungguh tersaji dengan eloknya. Pulau-pulau terhampar membentuk setengah lingkaran dengan Pulau Mahoro berada paling ujung sebelah kiri. Perahu kami merapat di bagian baratnya. Terdapat sebuah goa sarang burung walet. Sayang air lagi pasang, sehingga saya tidak bisa masuk kedalamnya. Goa sarang burung walet ini juga menjadi salah satu daya tarik Pulau Mahoro. Setelah cukup puas menyaksikan Goa Sarang Burung Walet dari arah laut, perahu diarahkan ke samping kanan pulau. Dan tersajilah eksotisme pasir putih yang sangat cantik. Berbeda dengan pasir putih di pulau lainnya, Pasir putih di Pulau Mahoro menjadi spesial karena pulau ini tidak berpenghuni. Sehingga, saya sengaja membawa dua “bidadari” asli Siau untuk menambah indahnya suasana pantai. Mendekati pantai, anda akan disajikan dengan hamparan karang yang terhampar didangkalnya air. Hamparan karang ini menjadikan warna air laut disekitar Pulau Mahoro berwarna hijau. Tak heran, tempat ini menjadi salah satu tempat snorking favorit turis asing jika datang ke Siau. Perahu pun merapat ke pantai. Dan telapak kaki dimanjakan oleh halusnya pasir putih. Tak tahan oleh godaan pantai yang eksotis ini, saya langsung menelusuri pulau yang terbilang kecil ini. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat layak untuk dipromosikan. Sebab jika anda beristrirahat di pantai, akan tersaji di depan mata beberapa pulau kecil. Seolah pulaupulau tersebut membentengi laut yang ada disekitar Pulau Mahaoro. Keberadaan pulau-pulau tersebut, membuat perairan laut yang ada di depan pantainya menjadi tenang. Sehingga sangat cocok untuk dijadikan tempat bermain jet ski atau olahraga air lainnya. Atau jika anda memang tergoda untuk menikmati laut yang tenang tersebut,
sewalah alat pancing sejak dari Pulau Siau. Sebab keberadaan terumbu karang yang ada membuat banyak jenis ikan enggan pergi. Pulau Mahoro menyimpan potensi wisata yang sayang untuk tidak digarap. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Mey Welang memberi kepastian, “kami memang sedang mempersiapkan konsep pengelolaan sektor pariwisata di daerah ini. Hanya saja butuh waktu, karena Sitaro baru 2 tahun menjadi kabupaten.” Tegasnya. “Pulau Mahoro menjadi salah satu tempat yang akan menjadi prioritas dalam pengembangan kami.” Lanjut ibu cantik ini. Memang harus diakui pula, banyaknya perhatian pada sektor lain yang diberikan oleh Pemkab Sitaro menjadikan pengembangan sarana dan fasilitas pariwisata menjadi lambat. Namun demikian, instansi terkait seperti Bappeda dan Disperindag harus secara intens mempromosikan potensi industri wisata di Kab. Kepl. Sitaro. “Jika memang pemerintah daerah belum sanggup menyediakan dana dalam menggarap objekobjek wisata, sebaiknya undanglah investor untuk mengembangkannya.” Harapan Robby Lapasi salah seorang warga Siau. Pulau Mahoro memang sebuah nirwana. Tempat bermanja yang jauh dari kebisingan dan polusi. Disana hanya ada suara angin dan deru ombak. Yang ada hanya nyiur melambai memberi keteduhan dan pasir putih nan halus sebagai tikar alam tempat bermanja. Pulau Mahoro menggoda untuk didatangi kembali. Tapi semoga, dia tidak datangi oleh keserakahan budaya modern manusia. Biarlah Pulau Mahoro dan pulau-pulau “virgin” lainnya tetap menjadi surga dari warisan alam indonesia dan kaya ini. Kita boleh meng-eksplore-nya, tapi dengan konsep keseimbangan alam. B. Strategi Pengembangan Obyek Wisata Pulau Mahoro Kabupaten Sitaro memiliki berbagai macam obyek wisata diantaranya wisata alam, wisata buatan, dan wisata sejarah yang apabila dikelola dan dikembangkan dengan baik dan tepat maka akan menjadi daerah tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi. Selain itu, dengan meningkatnya wisatawan yang berkunjung maka secara langsung akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan masyarakat sekitar objek wisata. Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggung jawab dan tuntutan untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki daerah dalam rangka menopang perjalanan pembangunan di daerah. Dengan adanya UU tersebut pemerintah memiliki keleluasaan untuk mengembangkan obyek wisata. Kabupaten Sitaro khususnya sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang strategis dan potensial untuk dikelola, dikembangkan dan dipasarkan. Obyek Wisata Pulau Mahoro merupakan obyek wisata favorit yang mempunyai daya tarik tinggi dengan suasana dan pemandangannya yang masih asri. Obyek Wisata Pantai dan Laut Pulau Mahoro memiliki daya tarik dan potensi dalam peningkatan pendapatan daerah yang menjadi salah satu aset wisata alam di Kabupaten Sitaro. Potensi yang dimiliki obyek wisata di Kabupaten Sitaro belum dikelola secara optimal sehingga keberadaan aset wisata belum mendapat respon positif wisatawan dalam bentuk kunjungan wisatanya. Salah satu tolok ukur perkembangan pariwisata adalah pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan karena dengan peningkatan jumlah wisatawan yang datang secara langsung akan diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata, pembangunan wilayah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan bagi wisatawan. C. Kebijakan dan Strategi Pemerintah Pengembangan pariwisata Indonesia telah tercermin dalam rencana strategi yang dirumuskan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, yakni: (1) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta pemerataan pembangunan di bidang pariwisata; (2) mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkesinambungan sehingga memberikan manfaat sosial-budaya, sosial ekonomi bagi masyarakat dan daerah, serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup; (3) meningkatkan kepuasan wisatawan dan memperluas pangsapasar; dan (4) menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan pariwi-sata Indonesia sebagai berdayaguna, produktif, transparan, dan bebas KKN untuk melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat, dalam institusi yang merupakan amanah yang dipertanggungjawabkan (accountable). Demikianlah pandangan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, bahwa pengembangan pariwisata Indonesia harus didahului dengan pemahaman mengenai berbagai tantangan dan hambatan yang harus dihadapi dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan pariwisata di Indonesia. Dasar hukum pengembangan pariwisata yang sesuai dengan prinsip pengembangan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan tentang Pembangunan Kepariwisataan (Pasal 6: Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata, Pasal 8: 1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. 2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.) serta UUNo 10 tahun 2009 tentang Kawasan Strategis (Pasal 12: 1) Aspekaspek penetapan kawasan strategis pariwisata). Adapun beberapa faktor yang menjadi alasan kuat mengapa pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan pariwisata antara lain: 1) Semakin menurunnya peranan minyak dan gas bumi sebagai penghasil devisa dibanding yang lalu, 2) Merosotnya nilai ekspor di sektor non minyak, 3) Prospek pariwisata memperlihatkan kecenderungan meningkat secara konsisten, 4) Potensi alam maupun budaya yang dimiliki kaitannya sebagai modal dasar dalam perkembangan pariwisata. Kondisi ini secara faktual memposisikan sektor pariwisata menjadi penting peranannya dalam pembangunan nasional.Dimana tidak ada kegiatan ekonomi yang berdimensi luas ke semua sektor, tingkatan dan kepentingan seperti Pariwisata.Oleh karena itu adalah sangat vital untuk mengintegrasikan rencana pengembangan pariwisata dengan pembangunan nasional. Dengan semangat otonomi daerah yang pada dasarnya memberikan wewenang kepada daerah untuk mengatur dan mengurus setiap kepentingan masyarakat setempat, maka dalam rangka percepatan proses pembangunan daerah Kabupaten Sitaro, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata harus benar-benar menangkap pelimpahan tugas dan wewenang itu sebagai salah satu peluang yang menjadi andalan untuk memperoleh PAD dan memajukan masyarakat di daerah. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan daerah dan mempunyai peranan cukup penting dalam perekonomian baik sebagai sumber devisa atau pendapatan. Beberapa acuan normatif yang telah disusun untuk menunjang pengembangan kegiatan pariwisata daerah, antara lain: PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah. Secara umum pengelolaan pada Obyek dan Daya Tarik Wisata (DTW) telah diatur di dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 9 tahun 1999, yang menyatakan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri dari : Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna, Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Pada pasal lainnya disebutkan bahwa pemerintah menetapkan obyek dan daya tarik wisata selain butir pertama tersebut. Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya, nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai dalam masyarakat, kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup, kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. Dalam pelaksanaan pengelolaan usaha obyek wisata, melalui Keputusan Menteri No. KM. 98/PW. 102/MPPT-89 tentang “ketentuan usaha obyek wisata” telah ditetapkan ketentuan tentang : 1) bentuk usaha dan perusahaan, 2) pengusahaan, 3) penggolongan obyek wisata, 4) bentuk usaha dan pengusahaan, 5) pimpinan obyek wisata, 6) tata cara perijinan.
KESIMPULAN DAN SARAN Peran pemerintah daerah Kabupaten Sitaro dalam dalam mengembangkan Objek Wisata Di Kabupaten Sitaro melalui pengembangn pariwisata, khusunya Panorama Pulau Mahoro, Kec. Siau Timur dilakukan melalui; a). Optimalisasi Informasi Pariwisata; belum maksimal karena promosi baru dilaksanakan melalui seni budaya, festifal lokal dan serta melalui SIM yang belum efektif. b). Optimalisasi Objek Wisata; pembangunan Pariwisata Khususnya Panorama Pulau Mahoro Kec. Siau Timur Kabupaten SItaro dihadapkan pada berbagai permasalahan, tantangan, peluang dan juga hambatan baik berskala global maupun nasional dan lokal. Seringkali dinyatakan, bahwa pariwisata berperan penting sebagai penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi suatu negara, namun pada kenyataannya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas. c). Mobilisasi Masyarakat; kurangnya apresiasi pemerintah terhadap peran serta masyarakat, dimana masyarakat lokal serta pengusaha kecil menengah belum dimaksimalkan terlibat sebagai pelaku industri usaha jasa pariwisata. d). Optimalsiasi manajemen peneglolaan pariwisata; penanganan pariwisata yang bersifat dinamis, multidimensional dan kompleks belum didukung/berlandaskan kesamaan visi oleh aparat pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten/kota), kalangan industri pariwisata dan masyarakat, menyebabkan timbulnya egoisme sektoral, kesalahan pemahaman terhadap substansi inti. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata Panorama Pulau Mahoro Kec. Siau Timur kabupaten SItaroa yaitu antara lain aspek promosi dan aspek masyarakat. Dalam hal Promosi selama ini dilakukan tidak terarah & tidak fokus disebabkan oleh faktor dana untuk pengembangan pariwisata masih minim. Kemudian belum dimilikinya pedoman yang komprehensif dalam upaya pengembangan strategi/program pembangunan pariwisata berbasis masyarakat baik dilihat dari aspek kriteria, konsep model (karakteristik daerah) maupun pedoman, mencakup: produk, market, pedoman, pelatihan SDM dan perencanaan bisnis (statement operational prosedur) menyebabkan tersendatnya upaya peningkatan peran serta masyarakat di bidang pariwisata
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Burkart, A. J. dan Medlik, S. 1981. Tourism: Past, Present and Future. London: Heinemann.
Cohen, Erik. 1974. Who Is A Tourist? A Conceptual Clarification1. The Sociological Review, 22. The Hebrew University Pendit, Nyoman. 2002. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : PT Pradnya Paramiata Pitana, I Gede.2005.Sosiologi Pariwisata.Yogyakarta : ANDI Mappi, Sammeng, Andi. 2001. Cakrawala Pariwisata. Jakarta : Balai Pustaka Setianingsih,Wahyu.2005.Pengembangan Obyek Wisata Serulingmas Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banjarnegara. Skripsi Universitas Negeri Semarang Suwantoro, G. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta : ANDI Handoko, T. Hani. 1996, Manajemen Perencanaan dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : PT. BPFE. Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta : ANDI Wahab, Salah. 2003. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : PT Pradnya Paramita Yuningsih, N. 2005. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pengembangan Potensi Obyek Wisata Pantai Pangandaran di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Universitas Negeri Semarang. Yuwana, Deva Milian S. 2010. Analisis Permintaan Kunjungan Objek Wisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara. Universitas Diponegoro BPS Kabupaten Sitaro. 2007-2011. Sitaro Dalam Angka. Sitaro Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2000. Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Jakarta Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah. Jakarta Undang-Undang RI No.9 Tahun 1990. Tentang Kepariwisataan.Jakarta