PERAN PERAWAT TERHADAP KETEPATAN WAKTU TANGGAP PENANGANAN KASUS CEDERA KEPALADI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Ruly ambar sekar 1), Wahyu Rima Agustin 2), Ika Subekti Wulandari 3) 1)
Mahasiswa Program Studi S – 1 STIKes Kusuma Husada Surakarta 2)
Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
3)
Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Pasien dengan cedera kepala memerlukan tindakan keperawatan yang cepat dan tepat. Keterlambatan tindakan keperawatan pasien cedera kepala dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Waktu tanggap dari perawat pada penanganan pasien gawat darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha penyelamatan pasien. Penelitian bertujuan mengidentifikasi peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis deskriptif. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan sample 5 Perawat IGD RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan tehnik indepth interview dan observasi, dengan menggunakan tujuh analisis model Colaizzi yang menghasilkan 8 tema yaitu gambaran kasus cedera kepala, initial assasment, pengelolaan prioritas pasien, perawat sebagai care giver, iklim kerja kondusif, kendala pelayanan, kebutuhan perbaikan manajemen dan kebutuhan peningkatan kualitas SDM. Gambaran kasus cedera kepala yang dipersepsikan oleh perawat yaitu penyebab cedera kepala, manifestasi klinis cedera kepala ringan, sedang dan berat. Tindakan keperawatan dalam melakukan ketepatan waktu tanggap yaitu initial assasment, pengelolaan prioritas pasien dan perawat sebagai care giver. Faktor yang mendukung perawat adalah iklim kerja kondusif. Faktor yang menghambat perawat adalah kendala pelayanan. Harapan perawat adalah kebutuhan perbaikan manajemen pelayanan, dan kebutuhan peningkatan kualitas SDM. Kata Kunci : Peran Perawat, Ketepatan Waktu Tanggap, Cedera Kepala Daftar pustaka : 79 (2000-2014).
1
Nurse’s Role in Response Time Accuracy of Head Injury Case Handling at the Emergency Room of Dr.Moewardi Local General Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Patients with head injury need quick and effective nursing interventions. The delay of interventions can lead to disablement and even death. The delayed emergency response of nurse to the emergency patient can also decrease the life-savings efforts. The research aims at investigating the nurse’s role on the accuracy of emergency treatment response time of head injury case at emergency room of local general hospital of Dr.Moewardi of Surakarta. This research used the descriptive qualitative phenomenological approach. The samples of research consisted of 5 nurses of the Emergency Room of Dr.Moewardi Local General Hospital of Surakarta. They were taken by using the the purposive sampling technique. The data of research were collected through in-depth interview and observation and analyzed with the Colaizzi’s method. The result of the analysis shows that there were 8 themes, namely: head injury case description, initial assessment, patient priority management, nurses as care givers, conducive work environment, constraints of services, need of management improvement of management, and need of quality improvement of human resources. The head injury cases perceived by the nurses included the cause of head injury, clinical manifestations of mild, moderate, and severe head injury. The nursing intervention in the emergency response time accuracy included initial assessment, patient priority management, and nurses as care givers. The supporting factor for nurses was the conducive work environment, and the inhibiting factor is the constraints of services. Thus, the nurse’s expectations included need of management improvement and that of quality improvement of human resources. Keywords : Nurse’s role, accuracy of emergency response time, head injury References : 79 (2000-2014).
2
38,8% dan lanjut usia (lansia) yaitu
PENDAHULUAN Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang (Japardi, 2005). Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan
gangguan
neurologis
Data insiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000 populasi. Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien per tahun (Irawan, 2010). Insiden cedera kepala di India setiap tahunnya adalah 160 per 100.000 (Critchley
et
al,
2009).
Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2
persen,
prevalensi
tertinggi
ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi. Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus cedera sebesar 7,7 %
(Depkes, 2013). Di negara berkembang seperti
Indonesia,
ekonomi
dan
dampak
frekuensi
perkembangan
industri
cenderung semakin
memberikan
cedera
kepala
meningkat, dan
merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit (Miranda, 2014). Instalasi
Gawat
Darurat
(IGD)
sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit
(Miranda, 2014).
populasi
13,3% dan anak – anak sekitar 11,3%
yang disebabkan oleh
kecelakaan sepeda motor sebesar 40,1 %. Cedera mayoritas dialami oleh kelompok umur dewasa yaitu sebesar
memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Standar IGD sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2009 bahwa indikator waktu tanggap di IGD adalah harus ≤ 5 menit. Waktu tanggap
dari perawat pada
penanganan pasien gawat darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha penyelamatan pasien. Yoon et al (2003) mengemukakan eksternal
faktor
yang
internal
dan
mempengaruhi
keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien, penempatan staf,
tandu dan petugas
kesehatan, waktu kedatangan pasien, pelaksanaan pemeriksaan dipilih.
manajemen, dan
Hal
ini
strategi
penanganan bisa
yang
menjadi
pertimbangan dalam menentukan konsep tentang
waktu
tanggap
penanganan
3
kasus di IGD rumah sakit. Salah satu
kepala itu belum sesuai yang diharapkan
indikator keberhasilan penanggulangan
karena
medik penderita gawat darurat adalah
perawat
kecepatan
operasional prosedur (SOP) itu masih
memberikan
pertolongan
untuk
menjalankan
sesuai
sulit,
darurat baik pada keadaan rutin sehari-
ditemui misalnya untuk berkomunikasi
hari atau sewaktu bencana.
dalam jam kerja saja sulit karena
suatu rumah sakit orang yang berperan dalam melakukan pertolongan pertama adalah perawat. Peran perawat sangat
kendala
standart
yang memadai kepada penderita gawat
Pada kasus cedera kepala di IGD
banyak
dengan
peran
yang
sering
banyaknya pasien dan banyak masalah lain yang akhirnya perawat tidak bisa menjalankan perannya dengan baik atau sesuai dengan SOP yang berlaku.
dominan dalam melakukan penanganan
Berdasarkan fenomena yang terjadi
kasus cedera kepala. Ketepatan waktu
di RSUD Dr. Moewardi, peneliti tertarik
tanggap
untuk melakukan penelitian kualitatif
adalah
suatu
bentuk
dari
penanganan kasus cedera kepala yang
tentang
dilakukan
dalam
ketepatan waktu tanggap penanganan
menangani kasus gawat darurat. Hasil
kasus cedera kepala di instalasi gawat
studi pendahuluan yang dilakukan pada
darurat RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
oleh
perawat
peran
perawat
terhadap
tanggal 30 Desember 2014 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, jumlah pasien
METODE
cedera kepala pada tahun 2014 yang
Penelitian ini menggunakan metode
dikategorikan pasien dengan cedera
penelitian kualitatif dengan pendekatan
kepala ringan sebanyak 143 pasien yang
fenomenologis deskriptif yang diarahkan
dirawat inap dan 59 pasien
yang di
untuk mengidentifikasi peran perawat
rawat jalan sedangkan pasien cedera
dan persepsi perawat mengenai kasus
kepala kategori cedera kepala berat
cedera
sebanyak 116 pasien yang dirawat inap
harapan,
dan 98 pasien yang dirawat jalan. Dari
mendukung dan menghambat
peran
hasil wawancara dengan salah satu
perawat
terhadap
waktu
perawat IGD RSUD Dr. Moewardi,
tanggap
penanganan
perawat
peran
kepala. Lokasi penelitian ini di IGD
perawat dalam melakukan ketepatan
RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan
waktu tanggap penanganan kasus cedera
jumlah
4
mengatakan
bahwa
kepala, faktor
partisipan
tindakan –
perawat,
faktor
ketepatan
5
kasus
perawat
yang
cedera
yang
bekerja di ruang IGD RSUD Dr.
pasien, perawat sebagai care giver, iklim
Moewardi Surakarta. Instrumen yang
kerja
digunakan dalam penelitian ini meliputi
kebutuhan perbaikan manajemen dan
peneliti sebagai instrumen inti dan
kebutuhan peningkatan kualitas SDM.
instrumen
penunjang
yaitu
kondusif,
kendala
pelayanan,
berupa
smartphone yang dilengkapi dengan perekam suara voice recorder, bolpoin,
1. Tema : Gambaran kasus cedera kepala
dan kertas untuk field note. Data
Tema gambaran kasus cedera kepala
dikumpulkan melalui indepth interview
yang dipersepsikan oleh perawat adalah
yang diolah menjadi transkip kemudian
gambaran kasus cedera kepala yang
dilakukan observasi untuk menyajikan
dilihat dari penyebab cedera kepala.
gambaran
atau
Penyebab cedera kepala merupakan
kejadian, untuk menjawab pertanyaan
faktor yang mempengaruhi perawat
dan untuk evaluasi. Analisis data pada
dalam melakukan penanganan kasus
penelitian
cedera
analisis
realistis
ini
perilaku
menggunakan
model
Colaizzi
tujuh dalam
kepala.
Trauma
kecelakaan
merupakan penyebab terjadinya cedera
memahami serta menginterprestasikan
kepala.
data.
mengatakan bahwa penyebab terjadinya
Penelitian ini telah melalui
pertimbangan
etik
dan
kriteria
Dua
orang
partisipan
cedera kepala adalah trauma kecelakaan.
keabsahan data yang harus dipenuhi “Cedera kepala ringan yaa, cedera kepala yang bisa disebabkan oleh kecelakaan ataupun trauma pada kepala..” (P2).
dalam penelitian kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan 8 tema berdasarkan hasil analisis tematik yang dilakukan. Analisis tema disusun mulai dari
pencarian
pengelompokkan
kata
kunci,
kategori
yang
kemudian
membentuk
sub
tema,
kemudian
dari
tema
akan
sub
membentuk sebuah tema dari hasil penelitian. Penelitian ini menemukan tema gambaran kasus cedera kepala, initial assasment, pengelolaan prioritas
“... kasus cedera kepala ringan itu yo, karena trauma, trauma itu bisa langsung, atau tidak langsung jadi ini menggangu..menganggu, keseimbangan, karena trauma kepala ya...” (P5). Hal tersebut telah sesuai dengan konsep teori penyebab cedera kepala Nurarif (2013) bahwa penyebab cedera kepala itu terjadi atas cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang bergerak (Misalnya, alat pemukul
menghantam
kepala
atau
5
peluru yang di tembakkan ke kepala),
pasien nampak gelisah. Nurarif (2013)
cedera deselerasi terjadi jika kepala yang
dan Mansjoer dkk (2000) pasien dengan
bergerak membentur obyek diam, seperti
cedera kepala sedang GCS 9 – 13,
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil
kehilangangan kesadaran, amnesia lebih
ketika ketika kepala membentur kaca
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam,
depan mobil.
konkusi,
Persepsi perawat mengenai gambaran kasus cedera kepala juga dilihat dari manifestasi klinis cedera kepala ringan yaitu
pasien
cedera
kepala
ringan
dengan manifestasi klinis pasien yang
dapat
mengalami
fraktur
tengkorak, muntah, diikuti contusio cerebral, laserasi dan hematoma intra cranial,
tanda
kemungkinan
fraktur
kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebrospinal).
masih sadar nilai GCS 15-14, pasien merasakan mual, nyeri kepala, pusing
Sedangkan untuk manifestasi klinis
hal ini juga sesuai konsep teori dari
cedera
Nurarif (2013) dan Mansjoer dkk (2000)
menyebutkan bahwa pasien dengan
mengenai kasus cedera kepala ringan
cedera kepala berat itu sudah mengalami
dengan Skala Koma Glasgow (Glasglow
penurunan
Coma Scale, GCS) 14 – 15, dapat terjadi
kesadaran
kehilangan
tidak,
pasien dengan cedera kepala berat
amnesia, tetapi kurang dari 30 menit,
perawat menyebutkan bahwa pasien
tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada
cedera kepala berat adalah pasien yang
contusia cerebral dan hematoma, tidak
tingkat kesadaran koma dengan GCS 8 –
ada
obat
3, pasien juga tidak ada respon dan
terlarang, pasien dapat mengeluh nyeri
pasien mengalami nyeri hebat hal ini
kepala
kesadaran
intoksikasi
dan
menderita
dan
alkohol
pusing, abrasi,
atau
kepala
berat
kesadaran koma.
perawat
dengan
nilai
Manifestasi
klinis
pasien
dapat
sesuai dengan konsep kasus cedera
laserasi,
atau
kepala sedang dari Nurarif (2013) dan Mansjoer dkk (2000) yaitu GCS 3 – 8,
hematoma kulit kepala.
kehilangan kesadaran dan atau terjadi Perawat
juga
mengungkapkan
menifestasi klinis pasien dengan cedera kepala sedang yaitu pasien yang sudah mengalami penurunan kesadaran dengan nilai GCS 7 – 13, pasien mengalami mual muntah, adanya hematoma dan
6
amnesia lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio
cerebral,
laserasi,
atau
hematoma intra cranial, tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasiatau teraba fraktur
depresikranium.
Perawat
mengambarkan kasus cedera kepala dari
indikasi untuk intervensi. Perawat dalam
penyebab terjadinya cedera kepala dan
melakukan
primary
survey
ketika
manifestasi klinis kasus cedera kepala
berhadapan
dengan
pasien
yaitu
ringan, sedang dan berat yang telah
melakukan
diketahui selama menjalankan praktek
pengelolaan
klinik di rumah sakit dan pernyataan
kesadaran
tersebut juga telah sesuai dengan teori
tersebut telah sesuai dengan teori dari
selama ini.
jordan
pemeriksaan breathing pasien/
(2000)
airway,
dan
menilai
Disability.
bahwa
Hal
pengkajian
keperawatan gawat darurat meliputi 2. Tema : Initial assasment
pengkajian
Tindakan yang dilakukan dalam
melakukan
perawat
ketepatan
waktu
primer
dan
pengkajian
sekunder. Pengkajian primer merupakan pengkajian
yang
dilakukan
untuk
tanggap penanganan kasus cedera kepala
memperoleh data dasar tentang kondisi
yaang pertama dimulai dari initial
kegawatdaruratan
assasment yaitu perawat melakukan
pengkajian
tindakan
pengkajian
keperawatan
dimulai
dari
pasien
sekunder yang
sedangkan merupakan
dilakukan
untuk
menilai kondisi pasien dari melakukan
memperoleh data lanjut dari data dasar
pemeriksaan awal ketika menghadapi
untuk menemukan abnormalitas secara
pasien.
lebih menyeluruh (Jordan, 2000; Iyer & Camp, 2004; Depkes, 2005).
“...jadi pasien datang kita kondisinya....” (P1).
lihat Perawat ketika menghadapi pasien
“...yang pertama tau kondisi pasien kemudian...” (P2). “.. kita itu langsung tau dengan keadaan paling ndak itu ...” (P3).
cedera
kepala
melakukan
tindakan
primary survey dan melakukan tindakan secondary survey. Menurut Kartikawati (2013) setelah dilakukan primary survey
. Hal ini telah sesuai dengan konsep teori menurut Stevenson (2004) tujuan observasi
adalah
untuk
memantau
kemajuan pasien, sehingga memastikan deteksi cepat dari efek samping atau keterlambatan Neiderhauser
dalam dan
mengidentifikasi
pemulihan.
Arnold
(2004)
pentingnya
menilai
dan masalah yang terkait dengan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, dan status kesadaran
telah
selesai
dilakukan
tindakan, maka tahapan selanjutnya adalah
secondary
secondary
survey
survey.
Tindakan
yang
dilakukan
perawat dalam melakukan penanganan kasus cedera kepala yaitu full set of vital
status resiko kesehatan pasien, dan
7
sign dalam hal ini perawat melakukan
melihat kondisi secara keseluruhan yang
pemeriksaan tekanan darah, nadi, five
dialami oleh pasien cedera kepala.
intervensions untuk 5 intervensi perawat mengungkapakan melakukan monitoring kepada pasien dan pemeriksaan CTScan, and facilitation of family presence disini
perawat
selalu
3. Tema
:
Pengelolaan
prioritas
pasien Melakukan tindakan ketepatan waktu
melibatkan
tanggap penanganan kasus cedera kepala
keluarga dalam hal yang menyangkut
perawat juga melakukan pengelolaan
kepentingan
pasien
pasien.
Give
comfort
cedera
kepala
tindakan
ini
measure perawat selalu memberikan
dilakukan oleh perawat karena berkaitan
posisi yang nyaman dan aman kepada
dengan pengelompokkan pasien cedera
pasien.
kepala guna menentukan kegawatan dan
Pada secondary survey pemeriksaan lengkap dari head to toe. History and head – to – toe examination
untuk
history perawat melakukan pengkajian pada
pasien
dengan
menanyakan
keluhan jika pasien masih kooperatif. Dan untuk head – to – toe examination pemeriksaan mulai dari kepala sampai kaki, perawat melakukan tindakan head – to – toe examination kepada pasien cedera kepala memeriksa kondisi pasien, luka pasien dari kepala sampai kaki walaupun
terkadang
perawat
tidak
melakukan dengan detail tetapi perawat selalu melakukan pemeriksaan head – to
penanganan
pasien,
perawat
juga
mengungkapakan dalam hal melakukan pengelolaan
pasien,
perawat
menggunakan triage sebagai alat untuk menilai kegawatan pasien cedera kepala dan untuk menentukan penanganannya. “..Yaaa, ituu untuk Triageee nya kita harus tepatt! tepat dalam arti kita eee nrima pasienn, lihat kondisinyaa..” (P1). “... kalau di IGD ngeeh (ya),masalahnya kalau Triage itukan kami konsepnya Triage kan, untuk pemilihan ngehh (ya)..” (P3). “..misalnya Triage itu langsung, memeriksaa, dan menentukan, kemana, kalau ke kalau itu cedera kepala otak berat itu langsung ke resusitasi...” (P4).
– toe examination pada pasien cedera kepala. Inspect the posterior surface yaitu memeriksa permukaan bagian belakang pasien, hal ini perawat tidak melakukan dengan detail perawat hanya
8
“..kita harus tanggap, dia ini di Triage kan ke garis mana, apakah dia, ke hijau atau kuning, atau merah, itu secepat mungkin kita harus, bisa mengambil, sikap!, karena itu akan menentukan..” (P5).
Hal ini didukung konsep teori Oman
sebagai care giver yaitu terdiri dari
(2008) triage mempunyai tujuan untuk
perawat
memilih atau menggolongkan semua
keperawatan dan melalukan tindakan
pasien yang memerlukan pertolongan
keperawatan
dan
maupun berkolaborasi dengan tenaga
menetapkan
prioritas
mendokumentasikan
baik
asuhan
secara
mandiri
penanganannya triage memiliki fungsi
medis
penting di IGD terutama apabila banyak
penanganan kasus cedera kepala.
pasien datang pada saat yang bersamaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan kegawatannya
untuk
keperluan
intervensi. Triage juga diperlukan untuk penempatan pasien ke area penilaian dan penanganan yang tepat serta membantu untuk menggambarkan keragaman kasus di IGD (Gilboy, 2005). Perawat selama ini
melakukan
waktu
tanggap
penanganan rata – rata waktu yang dibutuhkan adalah kurang dari 5 menit waktu tanggap pasien cedera kepala. Hal ini sesuai dengan teori dari Standar IGD sesuai Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2009 bahwa indikator waktu tanggap di IGD adalah harus ≤ 5 menit. Waktu
tanggap
yang
dibutuhkan
lain
dalam
melakukan
“..kalau disini yang pertama memberi asuhan keperawatan...” (P2). “..ya.. kita mencatat, termasuk mencatat, kejadian, terus, jam, terus apa yang kita laksanakan, apa yang kita berikan..” (P5). “..kemudian nursing treatment, apa yang bisa kita lakukan untuk perawat paling kita lakukan posisi, mengatur posisi...” (P2). “..yaa, kita mengamankan, pasien, situasi lingkungan, kita berikan tempat, tempat yang tepat, artine tepat, sesuai posisi nyaman , aman, aman, itu yoo, terbebas dari jatuh, ee, dari apa itu namanya, dari privacy..” (P5). “..yaa, kita mengamankan pasien situasi lingkungan, kita berikan tempat , tempat yang tepat, artine tepat, sesuai posisi, nyaman, aman, aman, itu yoo, terbebas dari jatuh, ee, dari apa itu namanya, dari privacy..” (P5).
perawat dalam melakukan penanganan
Hal ini sesuai dengan teori Susanto
pasien cedera kepala lebih lama dari
(2012) peran perawat sebagai care giver
standart waktu tanggap.
atau pemberi asuhan keperawatan yaitu Perawat
4. Tema : Perawat sebagai Care giver Peran perawat dalam melakukan
memberikan
asuhan
keperawatan profesional kepada pasien meliputi
pengkajian,
ketepatan waktu tanggap penanganan
intervensi,
kasus
peran
evaluasi. Selain itu, perawat melakukan
perawat sebagai care giver, perawat
observasi yang kontinu terhadap kondisi
cedera
kepala
adalah
implementasi
diagnosa, hingga
9
pendidikan
Motivasi internal perawat adalah
kesehatan, memberikan informasi yang
salah satu faktor yang mendukung
terkait
perawat dalam melakukan ketepatan
pasien,
melakukan
dengan
kebutuhan
pasien
sehingga masalah pasien dapat teratasi.
waktu
Menjaga keamanan dan kenyamanan
berkaitan dengan ilmu yang dimiliki
pasien ditujukan agar pasien terbebas
perawat, amanah dan tujuan menolong
dari jatuh dan pasien merasa aman serta
pasien hal ini sesuai dengan teori faktor-
nyaman sehingga dapat mendukung
faktor
proses penanganan pasien hal ini sesuai
kerja, menurut Mangkunegara (2007)
dengan fungsi independen perawat yaitu
faktor-faktor tersebut antara lain: Faktor
merupakan fungsi mandiri dan tidak
kemampuan
tergantung pada orang lain, dimana
Motivasi
perawat dalam melaksanakan tugasnya
keinginan didalam diri seseorang yang
dilakukan
mendorongnya untuk bertindak (Depkes
secara
mandiri
dengan
keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Widyawati, 2012).
waktu
tanggap penanganan kasus cedera kepala yaitu iklim kerja kondusif yang di dukung
oleh
motivasi
dan
Faktor
merupakan
prestasi
motivasi.
kemauan
atau
RI, 2002). Kerjasama TIM baik
dapat ketepatan
mempengaruhi
karena
dipengaruhi
dan kerja tim baik. Komunikasi efektif
Faktor yang mendukung perawat melakukan
yang
penanganan
oleh dua hal yaitu komunikasi efektif
5. Tema : Iklim kerja kondusif
dalam
tanggap
internal,
kerjasama tim baik dan pemanfaatan sarana dan prasarana. “... kalau saya, perawat ya, inii, jadi ilmu yang sudah kita dapat kita terapkan ke pelayanan ke pasien itu aja...” (P1). “..yaa sebagai tadi amanah tadi yang paling anu, membuat saya itu, apa, itu, namanya, ee, memotivasi, memotivasi saya bisa memberikan yang terbaik..” (P5).
mendukung
perawat
dalam
melakukan penanganan kasus cedera kepala dimana komunikasi yang baik antar anggota tim, perawat dengan anggota tim sesama perawat maupun perawat dengan anggota tim medis lain akan meningkatkan kerjasama tim yang baik dan akan membantu perawat dalam menjalankan perannya serta
guna
memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada setiap pasien. Amriany dkk (2004) Karyawan akan merasa bahwa iklim organisasi menyenangkan apabila suatu pekerjaan benar-benar dihargai, karyawan merasa diperlakukan secara
10
pantas, memperoleh pekerjaan yang
mengenai
menantang
berkaitan dengan birokrasi rumah sakit
dan
memuaskan
secara
intrinsik, serta karyawan memperoleh
kendala
pelayanan
yang
pendidikan.
kesempatan untuk maju. Pemanfaatan sarana dan prasarana tentunya bisa diaplikasikan oleh perawat karena
terpenuhinya
prasarana
yang
sarana
memadai
dan
sehingga
perawat
dapat
memanfaatkan
tersebut
ketika
berhadapan
hal
dengan
pasien. Sebagai perawat IGD juga harus siap
dalam
kondisi
apapun
untuk
melakukan pelayanan gawat darurat kepada setiap pasien sesuai dengan teori Widiasih (2008) dalam memberikan bantuan
pelayanan
gawat
darurat
petugas harus mempunyai 3 unsur
“.. namanya juga rumah sakit pendidikankan itu terbentur pada residence disini...harus lapor ke senior ke seniornya lagi, baru ke staf...” (P1). “.. Jadi, untuk prosedur-prosedur rumah sakit pendidikan tadi, jadi kita kendalanya atau waktunya mungkin mundur, untuk laporan...” (P1). “..yaa, komunikasi sama prosedur e, untuk, inii, penanganan selanjutnya...” (P1). “..kita kadang kita itu mau bertindak, bingung maksud’e bingung, kalau belum ada, gedhok (keputusan yang sah), kalau belum ada hitam diatas putih, kadang kita ndak berani..” (P4). Green
dkk
(2006)
yang
kesiapan, antara lain adalah kesiapan
mengemukakan bahwa bahkan pada
pengetahuan dan keterampilan karena
perubahan
erat
sederhana dalam penempatan staf sangat
kaitannya
dengan
upaya
penyelamatan langsung terhadap pasien.
yang
berdampak
sangat
pada
kecil
dan
keterlambatan
penanganan di IGD. Hal ini dapat terjadi 6. Tema : Kendala pelayanan
karena
Faktor yang menghambat perawat
pada
IGD
Bedah,
terdapat
tambahan staf residen bedah umum dan
waktu
pada IGD Non-Bedah, penanganan awal
tanggap penanganan kasus cedera kepala
sepenuhnya dilakukan oleh dokter dan
di instalasi gawat darurat yaitu kendala
perawat triase. American College of
pelayanan, kendala pelayanan terdiri
Emergency
dari birokrasi rumah sakit pendidikan,
menuliskan bahwa pada IGD yang
kedisplinan SDM, tidak ada penanggung
mengalami permasalahan berlimpahnya
jawab pasien, pasien melebihi kapasitas,
jumlah pasien yang ingin mendapatkan
keterbatasan
prasarana.
pelayanan, menempatkan seorang dokter
Berikut pernyataan dari 2 partisipan
di wilayah triage dapat mempercepat
dalam
11
melakukan
sarana
ketepatan
dan
Physician
(2008)
proses
pemulangan
pasien
atau
Muninjaya (2004) dukungan peralatan
discharge untuk pasien minor dan
untuk
membantu memulai penanganan bagi
bertujuan untuk meningkatkan kinerja
pasien yang kondisinya lebih sakit.
mereka.
Kedisiplinan SDM juga salah satu faktor yang menghambat perawat dalam melakukan
tugas
dan
perannya
mengingat perawat memberikan jasa pelayanan
kesehatan
yang
akan
berpengaruh pada kelangsungan hidup pasien.
Menurut
mengatakan
(Nursalam,
disiplin
2011),
adalah
setiap
perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah
dan
berinisiatif
melakukan
suatu
diperlukan
seandainya
untuk
tindakan
yang
tidak
ada
perintah. Faktor penghambat karena kurangnya sarana dan prasarana yang diungkapkan mengakibatkan
oleh
perawat
telatnya
yang
dengan teori Canadian of Association Physician
:
pegawai
rumah
Kebutuhan
sakit
perbaikan
manajemen Harapan perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap
penanganan
kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat RSUD Dr.Moewardi Surakarta yaitu kebutuhan perbaikan manajemen. Dalam hal ini perawat mengungkapkan kebutuhan perbaikan manajemen yang diharapkan oleh perawat yaitu perbaikan dari segi manajemen pelayanan yang mencakup pelayanan pasien, birokrasi dan manajemen. “...untuk pelayanan aja, jadi kita mungkin waktu tanggap darurat ke penerimaan pasien tepat..” (P1).
pemberian
pelayanan kepada pasien ini juga sesuai
Emergency
7. Tema
staf
(2012)
“..untuk manajemen disini, ya, itu aja pelayanan dan penanganan pasien itu lebih ditingkatkan lagi...” (P1).
menuliskan bahwa kejadian kurangnya
Selain perbaikan dari manajemen
stretcher untuk penanganan kasus yang
palayanan pasien perawat juga berharap
akut
terhadap
dari segi Birokrasi dapat diperbaiki
kedatangan pasien baru yang mungkin
karena sistem birokrasi yang ada selama
saja dalam kondisi yang sangat kritis.
ini dinilai terlalu panjang oleh perawat.
Notoatmodjo (2003) dimana sarana dan
Harapan perawat dalam hal perbaikan
prasarana yakni suatu alat penunjang
manajemen agar manajemen pelayanan
yang mendukung pelayanan kesehatan.
kepada
pasien
Dimana hal tersebut sesuai dengan teori
dengan
baik
berdampak
serius
dapat
ditingkatkan
sehingga
pasien
12
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik pula. Kebutuhan perbaikan manajemen akan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan
kepada
pasien
rumah sakit. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standart profesi
yang baik dengan
pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien,
efektif
dalam
keterbatasan
secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Bustami, 2011). 8. Tema
:
Kebutuhan
peningkatan
kualitas SDM Harapan
“...ya, kan, ilmu itu berkembang , ya, tidak ada salahnya untuk selalu ditambah untuk pelatihannya..” (P3). “..Pelatihan, pelatihan itu juga, soal’e sinikan, berkembang terus, terus, pelatihan-pelatihan..” (P4). “...ya, kan yang namanyan pelayanan pendidikan, kan berkembang ilmu kesehatan kan berkembang, ya, kita, selalu meningkatkan, meningkatkan..” (P5). “..dari segi pendidikan dan pelatihan yaa, Itu memang sangat penting sekali, dan itu tidak bisa lepas ya, antara pelatihan pendidikan, dan pengalaman..” (P5). Hal ini sesuai dengan teori Irmayanti et all (2007) bahwa ada beberapa faktor
perawat
mengenai
kebutuhan peningkatan kualitas SDM terdiri dari harapan akan kompetensi perawat, kerjasama antar TIM, dan etos kerja. Kompetensi perawat yang harus ditingkatkan
“...jadi yang untuk pendidikan pelatihan harus di update terus...” (P2).
terus
sesuai
dengan
kemajuan dan perkembanagan ilmu keperawatan baik dari segi pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan.
yang
mempengaruhi
seseorang
yaitu
pengetahuan
pendidikan,
keterpaparan
informasi,
dan
lingkungan.
juga
media,
pengalaman, Pelatihan
merupakan metode yang terorganisir untuk
memastikan
bahwa
individu
memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam mengerjakan kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan yang lebih baik (Marquis & Huston, 2006).
Pendidikan dan pelatihan perawat
Harapan
perawat
selanjutnya
yaitu
berharap agar selalu diperbaharui sesuai
perawat dapat meningkatkan etos kerja,
dengan perkembangan ilmu keperawatan
perawat
baik untuk pendidikan maupun untuk
meningkatkan
pelatihannya. Berikut pernyataan dari 4
didapatkan dari dua hal yaitu jujur dan
partsisipan.
profesional sebagai seorang perawat. Etos
13
menyebutkan
kerja
ethos
perawat
pentingnya kerja
juga
yang
dapat
meningkatkan kualitas SDM dalam hal ini perawat menungkapkan ingin jujur
2. Saran Pada penelitian ini didapatkan hasil
dan profesional dalam bekerja hal ini
mengenai
sudah sesuai dengan konsep teori Suatu
ketepatan waktu tanggap penanganan
pandangan dan sikap terhadap kerja
kasus cedera kepala di instalasi gawat
dikenal
darurat, diharapkan rumah sakit dapat
dengan
istilah
etos
kerja
(Anoraga, 2001).
peran
perawat
terhadap
memberikan pendidikan dan pelatihan yang spesifik mengenai manajemen
SIMPULAN DAN SARAN
emergency cedera kepala. Melengkapi sarana prasarana ruangan untuk dapat
1. Kesimpulan
membantu dalam upaya penanganan Peran perawat terhadap ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala
di
instalasi
gawat
darurat
menghasilkan 8 tema dari 5 tujuan khusus yaitu Gambaran kasus cedera kepala yang dipersepsikan oleh perawat. yaitu gambaran kasus cedera kepala. Tindakan keperawatan dalam melakukan ketepatan waktu tanggap ada tiga yaitu initial assasment, pengelolaan prioritas pasien dan perawat sebagai care giver. Faktor yang mendukung perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap adalah iklim kerja kondusif. Faktor yang menghambat perawat dalam melakukan ketepatan waktu tanggap adalah kendala pelayanan.
Harapan
perawat
dalam
melakukan ketepatan waktu tanggap
pasien. Menggunakan hasil penelitian ini sebagai
masukkan
mengembangkan
kualitas
dalam pelayanan
kepada pasien. Memberikan reward kepada perawat IGD atas usaha yang maksimal dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagai upaya meningkatkan motivasi penelitian
kerja
perawat
selanjutnya
IGD.untuk dibutuhkan
pengembangan secara luas mengenai ketepatan waktu tanggap penanganan kasus cedera kepala terkait dengan time waiting for physician initial assessment (waktu tunggu penilaian awal) dan length of stay (waktu tinggal pasien di IGD), yang dilakukan di tempat yang berbeda serta perbedaan partisipan dan fenomena yang terjadi.
penanganan kasus cedera kepala di instalasi gawat darurat adalah kebutuhan perbaikan manajemen dan kebutuhan peningkatan kualitas SDM.
DAFTAR PUSTAKA 1. American College of Emergency Physician. Department
(2008).
Emergency
Crowding:
High-
14
Impact
Solutions.
(On
Line),
ources/download/general/Hasil%2
(http://ebookbrowse.com/emergen
0Riskesdas%202013.pdf, Diakses
cy-department-crowdinghigh-
tanggal 10 Desember 2014
impact-solutions-acep-task-force-
8. Departemen kesehatan RI, 2002
on-boarding-april-2008-pdf-
Standar Tenaga Keperawatan Di
d319291546,
Rumah
2. Amriany
dkk.
Organisasi
(2004).
Yang
Iklim
Pelayanan
Kondusif
Direktoral
Sakit,
Keperawatan Jenderal
Meningkatka Kedisiplinan Kerja.
Medik.
Jurnal Indonesia Psikologi Anima.
november 2014.
Hal. 179-193
Direktorat
Diakses
9. Departemen
Pelayanan tanggal
kesehatan
24
(2005).
3. Anoraga, Pandji. 2001. Psikologi
Pedoman Pelayanan Keperawatan
Kerja. Jakarta: Penerbit Rineka
Gawat Darurat Di Rumah Sakit.
Cipta.
Direktoral
Keperawatan
Pelayanan
Medik,
4. Bustami, 2011. Penjamin Mutu Pelayanan
Kesehatan
Askeptabilitasnya
:
&
Penerbit
Erlanggan, Jakarta.
Direktoral
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan
RI.
Jakarta.
5. Canadian Association emergency
10. Green L.V., Soares J., Giglio J.F.,
Physician.(2012).overcrowding.
Green
(On
Queueing Theory to Increase the
Line),
R.A.,.(2006).
(http://www.caep.ca/advocacy/ov
Effectiveness
ercrowding).
Department
6. Critchley
G,
Memon
A.
of
Using
Emergency
Provider
(On
Staffing, Line),
Epidemiology of Head Injury in
(http://www.hbs.edu/units/tom/se
head injury: a multidisciplinary
minars/2007/docs/lgreen3.pdf,
approach, ed. Peter C. Whitfield,
diakses tanggal 20 Juli 2012)
Elfyn
O.
Thomas,
Fiona
11. Gilboy, N. (2005). Australasian
Summers, Maggie Whyte and
triage scale.Australia: Emergency
Peter J. Hutchinson. Cambridge
Department.
University Press. 2009. P 1-9. 7. Departemen Kesehatan RI. Riset
15
Dan
12. Irawan H, Setiawan F, Dewi, Dewanto
G.
Perbandingan
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Glasgow Coma Scale dan Revised
2013.http://www.depkes.go.id/res
Trauma
Score
dalam
Memprediksi Disabilitas Pasien
Standar Instalasi Gawat Darurat
Trauma Kepala di Rumah Sakit
(IGD)Rumah
Atma Jaya. Majalah Kedokteran
Menteri
Indonesia. 2010. Available from
Indonesia. Diakses tanggal 26
http://indonesia.digitaljournals.org
November 2014
/index.php/idnmed/article/downlo
Sakit.
Jakarta:
Kesehatan
19. Oman,
Kathleen
Republik
S.
(2008).
ad/.../745. Diakses tanggal 24
Panduan
November 2014.
emergensi. Jakarta : EGC.
13. Irmayanti et al, 2007. MPKT
belajar
20. Mangkunegara,
keperawatan
A.
P,
2007.
Modul 1. Lembaga Penerbitan
Evaluasi Kinerja Sumber Daya
FEUI : Jakarta.
Manusia,
14. Iyer, P. W. dan Camp, N. H. (2004).
Dokumentasi
Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan.
Jakarta:
EGC
Cetakan
Bandung : Penerbit PT Refika Adi tama. 21. Mansjoer
dkk,2000.
Kepala Secara Operatif. 2005. Available
from
Kapita
Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2.jakarta:media
15. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera
ketiga.
aesculapius
fakultas kedokteran universitas indonesia. 22. Marquis, B.L. & Huston, C.J.
http://library.usu.ac.id/download/f
2006.
k/bedah-
management functions in nursing:
iskandar%20japardi61.pdf.
theory
Diakses tanggal 25 November
Philidelphia: Lippincott William
2014.
& Wilkins.
16. Jordan. K,S (2000). Emergency
Leadership
and
roles
and
application.
23. Miranda,dkk.2014. Gambaran Ct
Nursing Core Curriculum. Fiftth
Scan
Edition.
Cedera Kepala Ringan Di BLU
Saunders
Company.
USA. P 356 – 358.
–
Dasar
Keperawatan
Gawat Darurat. Salemba Medika. Jakarta 18. Keputusan Republik
Pada
Penderita
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
17. Kartikawati, 2013. Buku Ajar Dasar
Kepala
Manado periode 2012 – 2013. Diakses tanggal 24 November 2014. 24. Muninjaya, A. A. Gde. 2004.
Mentri
Kesehatan
Indonesia.(2009).
Manajemen Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
16
25. Neiderhauser, V., Arnold, M. (2004) Assess health risk status for intervention
departments,
and risk reduction. Nurse Practitioner;
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
29: 2, 35–42.
7472779,)
26. Notoadmojo,
Soekidjo.
2003.
Ilmu
Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Pasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta 27. Nurarif,2013.aplikasi keperawatan
asuahan
berdasarkan
diagnosa
medis dan NANDA NIC – NOC, edisi revisi
jilid
1
&
2.media
action
publishing .yogyakarta. 28. Nursalam
(2011),
Manajemen
Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional
Edisi
3.
Salemba Medika, Jakarta. 29. Oman, Kathleen S. (2008). Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta : EGC. 30. Susanto, Tantut. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media. 31. Stevenson, T. (2004) Achieving best practice
in
routine
observation
of
hospital patients. Nursing Times; 100: 30, 34. 32. Widiasih, Ni Luh (2003), Peran Perawat Anastesi
Dalam
Kegawatdaruratan,
Surabaya (Makalah disampaikan pada Seminar
Kursus
Penyegaran
Keperawatan Anastesi). (hal 27 – 34). Penulis adalah Staf Pengajar STIKES Muhammadiyah Lamongan. 33. Widyawati,2012.Konsep
Dasar
Keperawatan, jakarta: prestasi pustaka. 34. Yoon,
P.,
Steiner,
I.,
Reinhardt,
G.(2003). Analysis of factos influencing
17
length of stay in the emergency (Online).
Diakses
November 2014.
tanggal
26