PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM MEMBUAT PENELITIAN KEMASYARAKATAN PADA PERSIDANGAN ANAK
TESIS
Oleh
LAMARTA SURBAKTI 077005015/HK
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM MEMBUAT PENELITIAN KEMASYARAKATAN PADA PERSIDANGAN ANAK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAMARTA SURBAKTI 077005015/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM MEMBUAT PENELITIAN KEMASYARAKATAN PADA PERSIDANGAN ANAK : Lamarta Surbakti : 077005015 : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Ketua
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM) Anggota Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus : 22 Juli 2009 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Telah diuji pada Tanggal 22 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS
Anggota
: 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH 2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
ABSTRAK Pembimbing Kemasyarakatan bertugas membuat suatu penelitian kemasyarakatan (Litmas) terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana. Di dalam penelitian kemasyarakatan tersebut tertulis mengenai data pribadi maupun keluarga anak yang melakukan pidana, kronologis terjadinya perbuatan pidana tersebut serta kesimpulan dan saran. Hasil penelitian masyarakat ini akan dijadikan dasar oleh hakim dalam proses sidang anak. Penelitian tentang Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak mencakup 3 (tiga) masalah, yaitu : 1) Bagaimanakah peranan penelitian kemasyarakatan dan pembimbing kemasyarakatan pada persidangan anak; 2) Faktor-faktor apakah yang menghambat dan mendukung pembinaan anak; 3) Upaya-upaya apakah yang dilakukan untuk menghadapi hambatan dalam pembinaan anak. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan hukum normatif yang bertujuan untuk menemukan peraturan dan asas-asas hukum yang mengatur tentang peranan penelitian kemasyarakatan dan pembimbing kemasyarakatan di pengadilan anak, hambatan-hambatannya, serta upaya dalam mengatasi hambatan tersebut yang dapat memberikan kontribusi dalam penanganan perkara tindak pidana anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika Pembimbing Kemasyarakatan dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa dari segi usia bahwa seorang anak nakal dinyatakan sah dikategorikan masih usia anak-anak yang disertai bukti-bukti hukum yang kuat (ijazah, akte lahir, kartu keluarga, surat lahir dari bidan/dokter, dan lain sebagainya), maka penelitian kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan akan bermanfaat bagi anak nakal tersebut di dalam sidang anak khususnya ditinjau dari aspek hukum dan tindakan yang diberikan kepada Anak Nakal tersebut. Dengan adanya hasil laporan tersebut, diharapkan hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dipergunakan untuk kepentingan pembinaan ada beberapa macam, misalnya untuk anak negara yang akan cuti liburan sekolah, lepas bersyarat (VO), anak asuh atau foter care pada keluarga atau perkumpulan sosial. Juga untuk narapidana dalam rangka pindah kepada Lembaga Pemasyarakatan lain, cuti pre-release treatment (PRT) atau lepas bersyarat bagi klien dewasa (VI), latihan kerja dan bimbingan lanjutan bagi klien yang membutuhkan. Jadi laporan penelitian kemasyarakatan itu sangat penting untuk sidang Tim Pembina Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga Pemasyarakatan. Peneliti menyarankan agar dalam menangani para pelanggar hukum oleh para penegak hukum, dalam penyelesaiannya jangan hanya melakukan pendekatan yuridis saja akan tetapi harus melihat aspek lain yang berhubungan dengan masalah itu. Kata Kunci : Penelitian, Pembimbingan, Anak. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
ABSTRACT Social Counsellor undertake to make a social research (Litmas) to a child doing in justice. In the social research written to hit the personal data and also child family [doing/conducting] crime, chronological the happening of the crime and also conclusion and suggestion. Result of this society research will be made by base judge in course of child conference. Research about Role of Social Counsellor In Making Social Research At Child Conference include; cover 3 problem, that is 1) What will be role of research of social and social counsellor at child conference 2) Factors whether pursuing and supporting child construction 3) Efforts whether done to face the resistance in child construction. This research is conducted with the approach punish the normatif which aim to to find the regulation and principle of justice arranging about role of research of social and social counsellor in child justice, its resistances, and also strive in overcoming the resistance which can give the contribution in handling of case of doing an injustice child. Result of research indicate that when Social Counsellor in its research result express that from age facet that a naughty child expressed by a validity categorized by a children age still accompanied [by] the strong law evidence (diploma, akte born, family card, letter born from midwife/doctor, and others), hence research of social of Hall Pemasyarakatan will be of benefit to the naughty child in child conference is specially evaluated from aspect punish and action which is passed to by a the Naughty Child. With the existence of the report result, expected by a judge can obtain; get the correct picture to give the decision which seadil-adilnya for pertinent child. report of social Research utilized for the sake of construction of there are some kinds of, for example for the child of state of vacation leave to school, conditional free (VO), child take care of or foter care at social bevy or family. Also for the convict of in order to moving to Institute Pemasyarakatan of[is other; dissimilar, leave of pre-release treatment (PRT) or release conditional for adult client (VI), grounding and continuation tuition for client requiring. Become the that social research report of vital importance for the conference of Team of Builder Pemasyarakatan (TPP) in Institute Pemasyarakatan. Researcher suggest that in handling all lawbreaker by all enforcer punish, in its solution don't only conduct the just approach yuridis however have to see the other related aspect with that problem. Key words : Research, Tuition, Child.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS; Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH dan Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian “Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak”. Peneliti turut mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setulustulusnya kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.. Chairuddin P. Lubis, DTM&Sp. A(K) atas dibukanya kerjasama Program beasiswa Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Universitas Sumatera Utara. 2. Direktur Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc atas pemberian kesempatan menjadi mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku Ketua Program Sudi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 4. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan sumbang saran dalam penelitian.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
5. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan ide-ide dalam penulisan dalam penelitian. 6. Pimpinan BAPAS Medan atas kesempatan memberikan waktu dan kesempatan berdiskusi sehingga akhir penelitian ini. 7. Teman-teman kuliah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan yang berkesempatan membagi waktu dalam suka dan duka. 8. Staf Administrasi Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan informasi Peneliti berterima kasih atas dukungan moril dari orangtua, kasih sayang istri tercinta, ananda yang selalu kusayangi sehingga memperoleh gelar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Dengan segala keterbatasan kekurangan yang ada, peneliti berharap semoga tesis ini bisa dimanfaatkan oleh pihak yang terkait.
Medan, 7 Juli 2009 Peneliti,
Lamarta Surbakti
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lamarta Surbakti
Tempat/Tgl. Lahir
: Medan/5 Oktober 1972
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Status
: Kawin
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Pemasyarakatan Komplek Aribawana Blok B No. III 6
PENDIDIKAN FORMAL a. Sekolah Dasar Inpres Guru Kinayan tahun 1987 b. Sekolah Menengah PertamaNegeri Tiga Serangkai tahun 1990 c. Sekolah Menengah Atas Kaban Jahe tahun 1993 d. Fakultas Hukum UNPAB tahun 2001 e. Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara 2009
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------------
i
ABSTRACT --------------------------------------------------------------------------------
ii
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------- iii RIWAYAT HIDUP ----------------------------------------------------------------------
v
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------
vi
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------------
viii
DAFTAR ISTILAH ---------------------------------------------------------------------
ix
DAFTAR SINGKATAN ----------------------------------------------------------------
x
BAB I
PENDAHULUAN-----------------------------------------------------------
1
A. Latar Belakang ---------------------------------------------------------------
1
B. Rumusan Masalah -----------------------------------------------------------
12
C. Tujuan Penelitian ------------------------------------------------------------
12
D. Manfaat Penelitian -----------------------------------------------------------
13
E. Keaslian Penelitian ----------------------------------------------------------
13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ---------------------------------------------- 14 G. Metode Penelitian ------------------------------------------------------------ 26
BAB II
PERAN PENELITIAN KEMASYARAKATAN DAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN PADA PERSIDANGAN ANAK--------------------------------------------------
30
A. Tinjauan Umum Pembimbing Kemasyarakatan-------------------------
30
B. Tinjauan Umum Tentang Penelitian Kemasyarakatan -----------------
43
C. Tinjauan Umum Tentang Kenakalan Anak ------------------------------
55
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB III
PEMANFAATAN PENELITIAN KEMASYARAKATAN BAGI PERSIDANGAN ANAK -----------------------------------------
72
A. Berdasarkan Hukum Pidana -----------------------------------------------
72
B. Bagi Hakim Dalam Menjatuhkan Vonis Terhadap Anak Nakal ------
78
C. Bagi Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Klas I
BAB IV
Medan-------------------------------------------------------------------------
79
HAMBATAN- HAMBATAN DALAM PEMBUATAN PENELITIAN KEMASYARAKATAN --------------------------------
87
A. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana----------------------------------------------------------------
87
B. Kendala Dalam Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana -----------------------------------
90
C. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Dalam Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan ------------------------------------------------
91
KESIMPULAN DAN SARAN ------------------------------------------
95
A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------------
95
B. Saran --------------------------------------------------------------------------
96
BAB V
DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------------- 97
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
DAFTAR TABEL No.
Judul
Halaman
1.
Perbandingan Batas Usia Minimal Tanggung Jawab Kriminal ...........
6
2.
Latar Belakang Pendidikan Pegawai BAPAS Klas I Medan Tahun 2009 ...........................................................................................
31
Keadaan Pegawai BAPAS Klas I Medan Tahun 2009 Berdasarkan Golongan .........................................................................
32
Keadaan Pegawai BAPAS Klas I Medan Tahun 2009 Berdasarkan Kepangkatan .....................................................................
32
3.
4.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
DAFTAR ISTILAH
The Olders Social Problems
: Masalah Sosial Yang Lama
Child Criminal Justice System
: Sistem Peradilan Anak
Labelling Theory
: Teori Pengecapan
Probation Officer
: Pembimbing Kemasyarakatan/PK
Case Study
: Studi Kasus
Pre Adjudication
: Sebelum Maju Ke Sidang Pengadilan
Juvenile
: Anak-anak
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
DAFTAR SINGKATAN
BAPAS
: Balai Pemasyarakatan
KUHAP
: Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
KUHP
: Kitab Undang-undang Hukum Pidana
LITMAS
: Penelitian Kemasyarakatan
LP
: Lembaga Pemasyarakatan
RKUHP
: Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
PK
: Pembimbing Kemasyarakatan
PRT
: Pre Release Treatment
SMPS
: Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial
SPSA
: Sekolah Pekerjaan Sosial Tingkat Atas
TPP
: Tim Pengamat Pemasyarakatan
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Benedict Alpert berpendapat bahwa kejahatan merupakan the olders social problems karena sampai tahun 1970 telah dibahas lebih dari 80 (delapan puluh) pertemuan atau konferensi internasional. 1 Pembangunan nasional yang merupakan bagian proses modernisasi membawa dampak positif maupun negatif. Salahsatu dampak negatif dari pesatnya perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkatkan kualitas serta kuantitas kejahatan. Disamping itu kemerosotan ekonomi juga sebagai faktor pemicu dominan terjadinya suatu kejahatan. Menurut beberapa ahli, masalah kejahatan bukan barang baru meskipun tempat dan waktunya berlainan, akantetapi modusnya dinilai sama karena kejahatan adalah suatu fenomena sosial yang terjadi pada setiap waktu dan tempat, kehadirannya di bumi dapat dikatakan setua dengan umur manusia. 2 Sedangkan mengenai perilaku menyimpang menurut Edwin Lemert bahwa karir pelaku penyimpang seringkali mengalami perubahan sesuai dengan perjalanan waktu dan tindakan pelaku penyimpang tersebut seringkali merupakan langkah ambil resiko yang bersifat coba-coba untuk pola perilaku yang dilarang. Tindakan ini menjadi sasaran reaksi sosial yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pengalaman karir pelaku selanjutnya. 3
1
Muladi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung : Alumni, 1992), hlm. 86. JE. Sahetapy, Victimologi Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta : Sinar Harapan, 1987), hlm. 35. 3 Mulyana W. Kusumah, Analisa Kriminologi Tentang Kejahatan Kekerasan, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 8 2
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa selama hidupnya manusia memiliki hasrat untuk hidup teratur, namun terkadang seseorang pernah melanggar hukum. Pelanggaran itu bisa disengaja ataupun tidak. Pelanggaran berat yang disengaja biasanya terjadi karena sebab-sebab tertentu. 4 Sebagai suatu kenyataan sosial bahwa yang berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, kejahatan itu sendiri tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa semata, namun juga telah dilakukan oleh anak-anak. Pemerintah tidak melihat anak-anak yang terlantar kelak akan menjadi penjahat atau pengangguran, makanya tenang-tenang saja karena belum nampak kejahatannya. Dibat ruamh penjara untuk mereka, padahal apabila hati-hati saja, sebenarnya dapar dicegah sebelumnya. Mahkamah dan Menteri Kehakiman goyang kaki saja sebelum menjadi penjahat dewasa; padahal mereka itu dapat dipengaruhi secara bijaksana dan mungkin besar jasanya bagi masyarakat. 5 Kecenderungan meningkatnya kualitas maupun kuantitas pelanggaran baik terhadap ketertiban umum maupun pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang dilakukan oleh pelaku-pelaku usia muda, atau dengan perkataan lain meningkatnya kenakalan remaja yang mengarah kepada tindakan kriminal mendorong kita untuk lebih banyak memberi perhatian akan penanggulangan serta penanganannya, khususnya di bidang hukum pidana (anak), beserta hukum acaranya. Hal ini erat hubungannya dengan perlakuan khusus terhadap pelaku tindak pidana anak-anak. Permasalahan pembinaan generasi muda merupakan bagian integral dari masalah pembangunan. Oleh sebab itu sebagian masalah pembinaan yaitu pembinaan
4
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah Sosial, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989), hlm. 7. 5 Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja (Etiologi Juvenile Delinquency) , (Bandung : Alumni, 1979), hlm. 97. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
yustisial terhadap generasi muda khususnya anak-anak perlu mendapat perhatian dan pembahasan tersendiri. Dalam proses perkembangan tidak jarang timbul peristiwa yang menyebabkan anak dalam keadaan terlantar maupun terjadinya perbuatan yang dilakukan oleh anakanak dibawah umur berupa ancaman atau pelanggaran terhadap ketertiban umum dalam masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan adanya penyalahgunaan anak bagi kepentingan tertentu yang justru dilakukan oleh para orangtua atau pembinanya. Oleh sebab itu anak nakal dan anak terlantar perlu diselesaikan melalui suatu badan yaitu lembaga peradilan khusus agar terdapat jaminan bahwa penyelesaian tersebut dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan dan kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan terlaksananya hukum. Oleh karenanya sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam memperhatikan kemajuan serta kesempurnaannya. Perhatian terhadap anak telah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri yang semakin berkembang. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang secara fisik, mental dan spiritualnya. Perumusan tentang hukum anak di Indonesia telah ada sejak tahun 1925 ditandai dengan lahirnya Stb. 1925 No. 647 jo. Ordonantie 1949 No. 9 yang mengatur pembatasan kerja anak dan wanita. Surat Edaran Kejaksaan Agung pada Mahkamah Agung No. P 1/20. tanggal 30 Maret 1951 menjelaskan tentang penjahat anak-anak adalah mereka yang menurut hukum pidana melakukan perbuatan yang dapat dihukum, belum berusia 16 (enam belas) tahun. 6 Jaksa Agung dalam hal ini menekankan bahwa menghadapkan penjahat anakanak ke muka pengadilan hanya sebagai langkah terakhir atau ultimum remedium.
6
Lihat Pasal 45 KUHP
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Sedangkan bagi penjahat anak-anak yang dimungkinkan penyelesaian lain maka perlu dipertimbangkan manfaatnya. Sistem perundang-undangan di Indonesia belum terdapat adanya unifikasi tentang hukum anak, akan tetapi telah terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini seperti pada hukum perburuhan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu perlu dimaklumi sulitnya memahami hukum anak itu sendiri sehingga menurut Darwan Prinst, hukum anak adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur tentang anak. Adapun hal-hal yang diatur dalam hukum anak itu meliputi sidang pengadilan anak, anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana, kesejahteraan anak, hak-hak anak, pengangkatan anak, anak terlantar, kedudukan anak, perwalian, anak nakal, dan lain sebagainya. 7 Masalah tindak pidana anak sebenarnya telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menegaskan bahwa anak yang dapat di ajukan ke peradilan perkara pidana yaitu berumur 8 (delapan) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, namun belum menikah/kawin. Pandangan hukum melihat kenakalan anak selalu bisa dan dapat di ajukan ke dalam peradilan anak. Salah satu ketentuan dalam proses sistem peradilan anak (child criminal justice system) harus di laksanakan dengan adanya petugas BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai pembuat LITMAS (penelitian masyarakat) anak, yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses child criminal justice system. 7
Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 1.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Menurut pandangan ilmu viktimologi, anak yang masuk dalam perkara sistem peradilan pidana di saat pertama kali di tangkap oleh polisi, berarti anak yang awalnya mungkin menjadi tersangka berubah menjadi korban dalam proses peradilan pidana. Hal ini di sebabkan adanya proses viktimisasi terhadap anak, apalagi sampai masuk dalam penjara yang notabene merupakan tempat penjahat. Labelisasi atau cap sebagai penjahat terhadap anak akan membekas selama hidupnya. Pandangan kriminologis dalam teorinya labelling theory menyatakan bahwa ketika seseorang sudah di label akan sesuatu akan memiliki kecenderungan akan menjalankan apa yang telh di labelkan orang atau masyarakat kepadanya. Demikian pula halnya label sebagai penjahat ketika anak di masukkan ke dalam penjara. Oleh karena itu di perlukan adanya pencermatan terhadap proses peradikan pidana yang benar-benar terpadu (integrated) dengan memperhatikan perkembangan psikologis anak, namun juga tidak mengenyampingkan kepentingan secara umum (daad daderstrafrecht). Untuk dapat melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih memadai. Prakteknya di hukum kebiasaan internasional (international customary law), menetapkan usia pertanggungjawaban pidana minimal diatas 12 (dua belas) tahun, meskipun di tiap negara berbeda tentang usia minimal. Hal ini dapat dilihat tabel 1 pada halaman enam di bawah ini, yaitu:
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Tabel 1: Perbandingan Batas Usia Minimal Tanggung Jawab Kriminal Nama Negara Usia Minimal Tanggung Jawab Kriminal Inggris
10
Perancis
13
Jerman
14
Belanda
12
Sumber Data : Badan Pembinaan Hukum Nasional Tahun 2007 Sedangkan di Indonesia tidak terdapat kesamaan batas usia minimal, yang dapat dilihat dengan adanya pluralisme mengenai kriteria anak, yaitu : 1) Undang-Undang Pengadilan Anak. Pasal 1 ayat (2) merumuskan bahwa anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Jadi kriteria anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai dengan berumur 18 (delapan belas) tahun. Kriteria lainnya bahwa si anak belum pernah menikah. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun perkawinannya putus karena perceraian maka si anak dianggap sudah dewasa meskipun umurnya belum genap berusia 18 (delapan belas) tahun. 2) Anak dalam Hukum Perburuhan. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Perburuhan mendefinisikan anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas) tahun ke bawah. 3) Anak menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mendefiisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu apabila ia tersangkut dalam perkara pidana, hakim bisa memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orangtuanya, walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman. 4) Anak menurut Hukum Perdata. Pasal 330 KUH Perdata mengatakan bahwa orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua pulus satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. 5) Anak menurut Undang-Undang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang UndangUndang Pokok Perkawinan menyebutkan bahwa seorang pria hanya diizinkan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri. 8 Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan pidana yaitu terhadap anak sebagai pelaku kejahatan maksudnya adalah anak sebagai pelaku kejahatan bukanlah mendapatkan hak kekebalan hukum atau tidak tersentuh hukum, akan tetapi anak yang melakukan tindak kejahatan atau tindak kriminal berlaku ketentuan khusus dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, maupun pemidanaannya dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ (setengah) dari maksimum ancaman penjara bagi orang dewasa sehingga kekhususan penanganan peradilan pidana anak dapat mereduksi ketentuan dalam KUHP maupun KUHAP dengan berdasarkan asas lex spesialis derogat lex generalis. Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia berhadapan dengan hukum, yaitu : 9 1) Status Offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah; 2) Juvenile Delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. Sehubungan dengan hal ini, Muladi yang menyatakan bahwa criminal justice system memiliki tujuan untuk resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana;
8
Ibid., hlm. 3 Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen and Cliffford E. Simmonsen, dalam Correction in America 9
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
pemberantasan kejahatan; dan untuk mencapai kesejahteraan sosial. 10 Berangkat dari pemikiran ini, maka tujuan sistem peradilan pidana anak terpadu lebih ditekankan kepada upaya pertama (resosialiasi dan rehabilitasi) dan ketiga (kesejahteraan sosial). Kemudian fungsi yang seharusnya dijalankan oleh sistem peradilan pidana terpadu adalah: workers; indigenous peoples, children; dan women. Pelaksanaan sistem peradilan anak dilaksanakan demi mencapai kesejahteraan anak dengan berdasar prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Dengan kata lain, sistem peradilan pidana anak berdasarkan kepada perlindungan anak dan pemenuhan hakhak anak (protection child and fullfilment child rights based approuch). Salahsatu prinsip tentang hak-hak anak menyatakan bahwa anak-anak seharusnya menikmati perlindungan khusus dan dierikan kesempatan dan fasilitas melalui upaya hukum maupun upaya lain sehingga memungkinkan anak terbangun fisik, mental, moral, spiritual, dan sosial dalam mewujudkan kebebasan dan kehormatan anak. Pendekatan kesejahteraan dapat dijadikan sebagai dasar filosofi penanganan terhadap pelanggaran hukum usia anak, yaitu : 11 1) Anak-anak dianggap belum mengerti benar kesalahan yang telah diperbuat, sehingga sudah sepantasnya diberikan pengurangan hukuman, serta pembedaan pemberian hukuman bagi anak-anak dengan orang dewasa. 2) Bila dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak diyakini lebih mudah dibina dan disadarkan.
10
Mappi FHUI, Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2003) 11 Purnianti menyitir pendapat Stewart Asquish, Children and Young People in Conflict with the Law, hlm. 72 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Dengan adanya pendekatan kesejahteraan, maka peranan pembimbing kemasyarakatan sangat efektif dalam memberikan anak-anak motivasi dalam menjalani hukuman. Hal ini sesuai dengan tugasnya pembimbing kemasyarakatan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak adalah untuk memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan. 12 Pemasyarakatan yang dimaksud adalah bagian dari tata peradilan pidana dari segi pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara, dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik. Berdasarkan hal tersebut, perlakuan terhadap anak yang melakukan kejahatan tentu saja berbeda dengan orang dewasa baik dalam proses peradilan maupun dalam hal pemberian hukuman. Seorang anak yang menjalani proses peradilan mulai dari tahap pra ajudikasi sampai tahap purna ajudikasi harus selalu diperhatikan kepentingan anak dan harus dihindarkan dari hal-hal yang dapat merugikan anak. Di pelbagai negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan mencari bentuk-bentuk pidana lain di samping pidana perampasan kemerdekaan berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat non institusional dalam bentuk pidana bersyarat, dan pidana harta benda misalnya denda. 13 Perampasan kemerdekaan baik berupa penangkapan, penahanan dan pidana penjara terhadap anak merupakan upaya terakhir dan dalam jangka waktu yang singkat.Prinsip ini terkandung di dalam dokumen-dokumen internasional yang merupakan upaya perlindungan hukum pidana terhadap anak. Prinsipprinsip penjatuhan pidana terhadap anak antara lain terkandung di dalam Standard Minimum Rules For Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules), Un Rules For The Protection Of Juvenile Deprived Of Liberty dan Convention on The Right Of The Child, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Prinsip-prinsip penjatuhan pidana terhadap anak yang tertuang di dalam dokumen-dokumen internasional ini dan keinginan agar pidana penjara sejauh mungkin tidak dijatuhkan khususnya terhadap anak, yang telah dituangkan di dalam
12 13
Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung : Alumni, 1992), hlm. 5
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Rancangan KUHP (selanjutnya di singkat RKUHP) dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. 14 Menurut
Mardjono
Reksodiputro,
bahwa
beliau
lebih
cenderung
mempergunakan pembinaan di luar lembaga (treatment in community) sebagai langkah awal dalam pemidanaan anak pelanggar hukum. 15 Rancangan Kitab Undangundang Hukum Pidana pemikiran ini dapat dilaksanakan melalui pidana pengawasan. Apabila pidana pengawasan ini diberlakukan secara efektif, maka paling tidak ada tiga hal yang perlu disiapkan, yaitu : 1) Adanya pembatasan penjatuhan pidana penjara terhadap pelaku usia muda. 2) Dipersiapkannya tenaga-tenaga terdidik (melalui Akademi Ilmu Pemasyarakatan dan sekolah-sekolah tinggi ilmu kesejahteraan sosial atau melalui pendidikan di jurusan kriminologi) yang dapat menjadi pengawas dan pembimbing bagi para terpidana muda ini. 3) Mempersiapkan masyarakat untuk mendukung integrasi para pelaku ini dalam komunitas mereka, termasuk kesediaan mereka yang terpilih untuk menjadi pengawas atau pembimbing sukarela (voluntary probation officer). 16 Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang dimaksud dengan BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. 17 BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai unit pelaksana teknis dalam pelaksanaan tugas sehari-hari memiliki petugas khusus yang disebut Pembimbing Kemasyarakatan/PK (Probation Officer).
14
Pasal 66 huruf a RKUHP ditentukan “Pidana penjara sejauh mungkin tidak dijatuhkan jika dijumpai keadaan-keadaan sebagai berikut : a.Terdakwa berusia dibawah 18 tahun dan diatas 70 tahun 15 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum UI, 1997), hlm. 116 16 Mardjono Reksodiputro, Bunga Rampai Permasalahan dalam System Peradilan Pidana, (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum UI, 1997), hlm. 73 17 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 jo PP No. 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Pembimbing Kemasyarakatan inilah yang bertugas membuat suatu penelitian kemasyarakatan (Litmas) terhadap seorang anak yang melakukan tindak pidana. Di dalam penelitian kemasyarakatan tersebut tertulis mengenai data pribadi maupun keluarga anak yang melakukan pidana, kronologis terjadinya perbuatan pidana tersebut serta kesimpulan dan saran. Hasil litmas ini akan dijadikan dasar oleh hakim dalam proses sidang anak. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 telah mengatur bahwa hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan (Litmas) yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan. Keberadaan pembimbing kemasyarakatan sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian, seolah-olah peranan yang banyak tampil dalam penanganan anak bermasalah
itu
hanyalah
Penyidik,
Jaksa,
Hakim
dan
petugas
Lembaga
Pemasyarakatan. Begitu pentingnya keberadaan pembimbing kemasyarakatan dalam peradilan anak, hal ini tergambar dalam pernyataan dari Hawnah Schaft, seperti yang dikutip oleh Paulus Hadi Suprapto: “Suksesnya peradilan anak jauh lebih banyak bergantung pada kualitas dari probation officer (petugas Bapas) daripada hakimnya. Peradilan anak yang tidak memiliki korps pengawasan percobaan yang membimbing dengan bijaksana dan kasih sayang ke dalam lingkungan kehidupan anak dan memberikan petunjuk bagi standard pemikiran yang murni bagi anak mengenai hidup yang benar, hanyalah mengakibatkan fungsi pengadilan anak menjadi kabur kalau tidak ingin sia-sia”. 18 Maka dari itu begitu pentingnya penelitian kemasyarakatan terhadap anak dalam peradilan anak yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan sebagai bahan
18
Paulus Hadisuprapto, Juvenile DeliQuency, Pemahaman dan Penanggulangannya, (Bandung : Citra Aditya, 1998), hlm. 64 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
pertimbangan hakim dalam sidang anak. Penelitian kemasyarakatan ini juga dapat dipergunakan untuk menentukan terapi atau rencana pola pembinaan pada anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti akan membahas penelitian dengan judul ”Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan, yaitu : 1. Bagaimanakah peranan pembimbing kemasyarakatan dan manfaat penelitian kemasyarakatan pada persidangan anak ? 2. Bagaimanakah pemanfaatan penelitian kemasyarakatan dalam persidangan anak ? 3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan untuk menghadapi hambatan dalam pembuatan penelitian kemasyarakatan ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui peranan pembimbing kemasyarakatan dan manfaat penelitian kemasyarakatan dalam persidangan anak.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
2. Untuk mengetahui pemanfaatan penelitian kemasyarakatan dalam persidangan anak. 3. Untuk mengetahui upaya-upaya apakah yang untuk menghadapi hambatan dalam pembuatan penelitian kemasyarakatan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, diharapkan menjadi bahan masukan untuk perkembangan ilmu hukum pidana, khususnya dalam menangani pembinaan anak di persidangan anak. 2. Secara praktis, diharapkan memberikan masukan kepada petugas Lembaga Kemasyarakatan, khususnya pembimbing kemsyarakatan dalam memberikan pembinaan terhadap anak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
E. Keaslian Penelitian Agar tidak terjadi pengulangan suatu penelitian terhadap masalah yang sama, peneliti biasanya akan mengumpulkan data tentang masalah tersebut sebelum melakukan kegiatan ilmiah tersebut. 19 Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan (library research) belum terdapat penelitian khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan yang 19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 103
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
membahas tentang ”Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak” dengan judul dan permasalahan yang sama.
Dengan
demikian
penelitian
ini
dinyatakan
asli
serta
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori a. Teori Sistem Peradilan Anak Untuk mendukung pentingnya diadakan kajian yang menyangkut peranan penelitian kemasyarakatan dan pembimbing kemasyarakatan dalam persidangan anak, maka diperlukan adanya kerangka teori yang menjelaskan tentang sistem peradilan pidana, dan peradilan anak. Kontinuitas
perkembangan
ilmu
hukum,
selain
bergantung
kepada
metodologi, aktifitas penelitian, dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses
tertentu
terjadi, 20
dan
suatu
kerangka
teori
harus
diuji
untuk
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Sedangkan pengertian kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butirbutir pendapat, teori, tesis dari penulis dan ahli hukum di bidang hukum yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui yang merupakan masukan eksternal bagi penulisan tesis. 21 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Menyangkut soal 20 21
Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, (Bandung : Alumni, 1985), hlm. 96 M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
teori, dalam dunia keilmuan dikenal adanya teori panjang (grand theory), teori tengah (middle range theory) lalu yang terendah adalah teori biasa yang dihasilkan oleh suatu ilmu. Sedangkan teori hukum merupakan hasil karya pada pakar hukum tanpa mengacu pada mutu filasafat. 22 Anak yang diduga oleh pihak kepolisian telah melakukan tindak pidana, maka pihak kepolisian menyampaikan surat permintaan penelitian kemasyarakatan kepada Balai Pemasyarakatan. Setelah pembimbing kemasyarakatan balai kemasyarakatan menyelesaikan tugas pembuatan hasil penelitian kemasyarakatan, maka hasil penelitian kemasyrakatan tersebut diserahkan kepada pihak penyidik (polisi) untuk kelengkapan berkas perkara anak yang melakukan tindak pidana. Setelah pihak penyidik menganggap berkas perkara anak yang melakukan tindak pidana itu dianggap sudah lengkap, maka penyidik menyerahkan
berkas
perkara anak tersebut kepada pihak kejaksaan negeri (jaksa penuntut umum). Kemudian pihak kejaksaan negeri mengajukan persidangan perkara anak dan untuk menghadiri sidang anak tersebut, pihak pengadilan negeri menyampaikan surat untuk menghadiri sidang anak kepada pembimbing kemasyarakatan balai pemasyarakatan yang nantinya akan menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan perkara anak tersebut. Sebelum hakim memutuskan perkara anak nakal dalam sidang peradilan anak, hakim dalam pertimbangannya selalu menyebutkan hasil penelitian kemasyarakatan pembimbing kemasyarakatan balai pemasyarakatan sebagai salah satu dasar pertimbangan hakim. Hakim dalam memutuskan perkara anak nakal memiliki 22
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 12 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
pilihan-pilihan yakni apakah anak akan dikembalikan kepada orangtua, apakah anak diberikan orang tua asuh, apakah anak ditempatkan di lembaga pemasyarakatan khusus anak untuk menjalani pidananya dan apakah anak tersebut ditempatkan di badan-badan sosial atau lembaga-lembaga sosial baik itu milik pemerintah. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang telah berlaku di Indonesia merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak. Dalam Konvensi Hak Anak tersebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup perlindungan dari segala eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang tentang Pengadilan Anak. Beberapa pengertian yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Yang dimaksud dengan anak dalam perkara Anak Nakal adalah orang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 23 2) Anak Nakal adalah: a. anak yang melakukan tindak pidana, atau b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tahapan beracara dalam pengadilan anak pada dasarnya sama dengan peradilan umum, yaitu peradilan pidana. Namun mengingat bahwa subjeknya adalah anak yang berbeda dengan subjek peradilan umum lain, maka terdapat beberapa perbedaan dan perlakuan khusus yang dibuat untuk kepentingan anak. Perbedaan dan perlakuan khusus tersebut antara lain:
23
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Berdasarkan pemeriksaan : 1) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur yang telah ditentukan dalam batas umur Anak Nakal, dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak. 24 2) Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. 25 3) Apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak yang dimaksud dalam ayat 1 masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan kembali amak tersebut kepada orangtua, wali, atau orangtua asuhnya. 26 4) Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak dapat lagi dibina oleh orangtua, wali, atau orangtua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan. 27 Berdasarkan pemeriksaan di persidangan : 1) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa. 28 2) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke Sidang Anak, sedangkan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diajukan ke Mahkamah Militer. 29 3) Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. 30 4) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup. 31 5) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, pemeriksaan perkara anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam sidang terbuka. 32 6) Dalam hal sidang dilakukan dalam keadaan tertutup, maka yang dapat hadir dalam persidangan tersebut adalah orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. 33 24
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Pasal 4 ayat 1Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 26 Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 27 Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 28 Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 29 Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 30 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 31 Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 32 Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 33 Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 25
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
7) Selain mereka yang disebutkan di atas, orang-orang tertentu atas izin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan tertutup. 34 8) Putusan pengadilan atas perkara anak yang dilakukan dalam persidangan tertutup, diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. 35 9) Apabila ketentuan dalam pasal 8 dan pasal 6 UU No 3 Tahun 1997 ridak dilaksanakan, maka putusan hakim dapat dinyatakan batal demi hukum. 36
b. Teori Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerjaan Sosial Pembimbing Kemasyarakatan merupakan pekerja sosial seperti diatur dalam Pasal 37, 38 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997. pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Pekerjaan sosial di Indonesia sebagai suatu profesi masih merupakan suatu profesi yang relatif baru, dalam pengertian baik sebagai keahlian maupun sebagai praktek. Hal itu menimbulkan berbagai macam interpretasi, yakni : 37 1) Pengertian awam yang cenderung mengidentikkan pekerjaan sosial sama dengan kegiatan-kegiatan sosial pada umumnya yang didorong oleh “kemauan baik” untuk menolong sesama manusia tanpa melihat motif, lembaga, metode, tenaga dan hasil yang dicapai. Pekerjaan sosial dan pekerjaan amal sering dianggap mempunyai pengertian yang sama. 2) Pengertian para administrator atau pimpinan lembaga atau organisasi swasta yang menyatakan bahwa usaha untuk melaksanakan program kesejahteraan sosial terlepas dari apakah para pelaksana terdidik atau tidak dalam profesi pekerjaan sosial, dianggap sebagai praktek pekerjaan sosial. Merekapun belum dapat membedakan dengan jelas antara pekerjaan sosial dan pelayanan sosial dan hal-hal apa yang merupakan prasyarat untuk melaksanakan pekerjaan sosial profesional dan non profesional. 3) Kecenderungan dari segolongan orang untuk menyempitkan pengertian pekerjaan sosial sebagai suatu kegiatan (profesional) yang hanya ditujukan kepada individu-individu yang mengalami disfungsi atau disorganisasi pribadi 34
Pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Pasal 8 ayat 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 36 Pasal 153 ayat 4 KUHAP. 37 Syarif Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), hlm. 8 35
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
tanpa menghiraukan “kondisi sosial” sebagai suatu pendekatan untuk mengatasi masalah individu dan masalah sosial. 4) Pandangan dari para pelaksana pekerjaan sosial sendiri dan orang-orang yang telah mempelajari atau melaksanakan praktek pekerjaan sosial yang memiliki keyakinan bahwa pekerjaan sosial profesional memiliki tujuan yang kompleks, tapi tertentu dimana teori, keterampilan dan prakteknya dapat dibedakan dengan profesi lainnya. Walaupun pekerjaan sosial seperti itu dianggap sama dengan profesi-profesi lainnya seperti halnya dokter dan ahli hukum dapat merupakan seorang ahli umum (generalis) atau seorang spesialis (specialist). Menurut Walter A. Friedlander (1961) yang dikutip oleh Syarif Muhidin, bahwa pekerjaan sosial adalah suatu pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan secara pribadi dan soial. 38 Social Work Year Book Tahun 1945 yang diterjemahkan oleh Syarif Muhidin menjelaskan bahwa pekerjaan sosial adalah suatu pelayanan profesional kepada orang-orang dengan tujuan untuk membantu mereka baik secara individu atau kelompok untuk mencapai relasi-relasi dan standard hidup yang memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka dan dengan masyarakatnya. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: 39 1) Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang bukan hanya merupakan tujuan praktis. Seorang pekerja sosial profesional mempunyai tanggungjawab yang besar kepada masyarakat terhadap kepentingan masyarakat terutama untuk mencapai tujuan sosial. Suatu perbedaan pokok antara praktek profesional dan non profesional adalah bahwa kegiatan-kegiatan profesional didasarkan pada pendidikan khusus dan karenanya seorang pekerja sosial mempunyai status profesional. 2) Pekerja sosial profesional mempunyai pemahaman tentang pribadi dan tingkah laku manusia serta lingkungan sosial atau kondisi sosial dimana manusia itu hidup. Karena itu, pekerja sosial mempelajari ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan alam yang relevan dan berusaha 38 39
Ibid, hlm.7 Op Cit, hlm 7
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3)
4)
5)
6)
menggunakannya secara terampil di dalam praktek. Dengan demikian pekerja sosial menggunakan ilmu pengetahuan dan seni dalam arti ia menggunakan metode-metode ilmiah dalam melaksanakan tugasnya. Keberhasilan selain ditentukan metode dan teknik yang dipergunakan, juga tergantung pada kemampuannya untuk menggunakan metode dan teknik tersebut secara terampil. Kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial adalah dua hal yang tidak sama, walaupun lembaga-lembaga sosial dan bidang praktek dimana keahlian pekerjaan sosial dilaksanakan. Sedangkan yang kedua mencakkup suatu kegiatan yang dapat dilaksanakan diberbagai bidang kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial memiliki proses, metode dan teknik tersendiri. Ia juga memiliki falsafah, pandangan tersendiri yang membedakannya dengan ilmu pengetahuan lain. Ia berangkat dari keyakinan bahwa walaupun konflik pribadi dan sosial tidak dapat dihindarkan dan sifatnya alamiah, perubahanperubahan sosial dapat diarahkan. Ia juga percaya bahwa kesejahteraan manusia merupakan fungsi utama dari organisasi atau lembaga sosial. Pekerjaan sosial sesuai dengan sifatnya dan kegiatannya dan keragaman bidang prakteknya mempunyai atau melaksanakan bentuk pelayanan yang berbeda-beda. Hal ini berarti ia harus cukup memperoleh informasi tentang sumber-sumber yang dapat dipergunakannya dalam melaksanakan tugastugasnya. Pekerja sosial harus dapat memahami kebutuhan individu dan lingkungannya yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah sosial. Manusia dan lingkungannya, atau lebih tepat interaksi antara manusia dan lingkungannya merupakan fokus dari pekerjaan sosial. Pekerjaan sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung
jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi diantara orang dengan lingkungan sosial sehingga orang ini memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupan mereka, mengatasi kesulitan-kesulitan serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka. Atas dasar pengertian ini, maka pekerjaan sosial mempunyai tujuan untuk : 40 1) Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas-tugas kehidupan dan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 40
Soetarso, Praktek Pekerjaan Sosial, (Bandung : Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial , 1992) , hlm.5 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
2) Mengaitkan orang dengan sistem yang dapat menyediakan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan kesempatan-kesempatan yang dibutuhkannya. 3) Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem tersebut secara efektif dan berperikemanusiaan. 4) Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial. Pekerjaan sosial meninjau suatu masalah bukannya sebagai atribut orang melainkan situasi sosial dimana orang itu berada atau terlibat. Permasalahannya bukan siapa yang mempunyai masalah tetapi bagaimana unsur-unsur di dalam situasi sosial, termasuk karakteristik orang-orang dalam situasi ini, saling berinteraksi sehingga mengganggu orang dalam pelaksanaan tugas-tugas kehidupan mereka. Usaha-usaha pencapaian tujuan pekerjaan sosial, pekerja sosial melaksanakan tugas-tugas untuk menyelesaikan satu atau lebih fungsi sebagai berikut : a) Pekerja sosial menentukan dan mengadakan hubungan dengan orang yang membutuhkan bantuan guna penyelesaian tugas kehidupannya. b) Pekerja sosial dapat memberikan pengertian, dukungan dan dorongan kepada orang-orang yang mengalami krisis. c) Pekerja sosial dapat memberikan kesempatan kepada orang untuk mengutarakan kesulitan-kesulitan mereka. d) Pekerja sosial dapat membantu orang untuk meneliti berbagai pilihan tentang cara menanggulangi masalah serta keterangan-keterangan mengenai pilihanpilihan itu untuk membantunya mengambil keputusannya. e) Pekerja sosial dapat mengkonfrontasikan orang dengan realitas situasi yang mereka hadapi dengan jalan memberikan keterangan yang dapat mengganggu keseimbangan pribadi orang ini untuk kemudian diberikan motivasi guna terjadinya perubahan tertentu. f) Pekerja sosial dapat mengajarkan keterampilan kepada orang untuk mewujudkan aspirasi mereka. 41
41
Ibid, hlm. 11
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
c. Teori Kenakalan Anak Masyarakat mempunyai kecenderungan untuk membagi lingkaran kehidupan dalam dua tahap yakni anak-anak dan dewasa. Perpindahan dari satu tahap ke tahap lainnya yang secara antropologis ditandai dengan adanya “rites de passage“, membawa sejumlah konsekuensi sosial dan hukum dengan sejumlah norma baru yang harus dipatuhi seseorang. Dikatakan Bob Franklin seperti yang dikutip Harkristuti Harkrisnowo : “.....being a child is not universal experience of any fixed duration, but is differently constructed expressing the divergent gender, class, ethnic or historical of particular’s individuals. Distinctive, as well as histories, construct different worlds of childhood....” (....menjadi seorang anak bukan pengalaman yang secara universal dari masa tertentu, tetapi dibentuk secara berbeda pengekspresian jenis kelamin, kelas, etnis atau kedudukan historis dari seseorang. Khususnya sejarah, membentuk dunia yang berbeda dari kehidupan anak-anak....). 42 Meskipun Pasal 1 Konvensi Hak Anak secara umum mendefinisikan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, namun negara-negara diberi kebebasan untuk menentukan batas usia sesuai dengan budaya dan tradisi. Perumusan batasan tentang anak ini terlihat ketidakseragaman di antara negara satu dengan negara lain. Di Amerika Serikat, di 27 negara bagian batas umur ditetapkan antara 8-18 tahun; sementara 6 negara bagian menentukan batas umur antara 8-17 tahun, ada pula negara bagian lain yang menentukan batas umur antara 8-16 tahun. Di Inggris ditentukan batas umur antara 12-16 tahun. Australia, di kebanyakan negara bagian menentukan batas umur antara 8-16 tahun. Negara Belanda menentukan batas umur antara 12-18 tahun. Negara-negara Asia, antara lain Srilanka menentukan batas umur antara 8-16 tahun, Iran menentukan batas umur 6-18 tahun, Jepang dan Korea menentukan batas umur antara 14-20 tahun, Kamboja menentukan 42
Harkristuti Harkrisnowo, Tantangan dan Agenda Hak-Hak Anak Pasca 2000, Suatu Usulan Pemikiran, Makalah dalam Deklarasi dan Peluncuran Indonesian Lawyers Ascociation For Children’s Rights (ILACR), 10 Juli 2000, Medan, hal.5 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
batas umur antara 15-18 tahun. Negara-negara Asean, antara lain Filipina menentukan batas umur antara 7-18 tahun, Singapura menentukan batas umur antara 7-16 tahun. 43 Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak disebutkan bahwa putusan hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Maksud dari Undang-Undang tersebut adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi mengakibatkan putusan batal demi hukum. Sidang anak memiliki kekhususan karena anak secara psikologis dan sosiologis belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara mutlak. Seorang anak yang melakukan kenakalan pada dasarnya disebabkan oleh faktor eksternal seperti dikatakan oleh Teori Sutherland bahwa anak dan para remaja menjadi delikuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delikuen tertentu dijadikan sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya karena itu semakin lama anak bergaul dan semakin intensif relasinya dengan anak-anak jahat lainnya, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya asosiasi diferensial tersebut dan semakin besar kemungkinan anak-anak remaja tadi benar-benar menjadi kriminal. 44 Tentang kenakalan anak juga disebutkan dalam Teori Kontrol Sosial yang dikemukakan oleh Alber J. Reiss yang telah menggabungkan hasil penelitian dari aliran Chicago dan telah menghasilkan Teori Kontrol Sosial. Reiss mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) komponen dari Kontrol Sosial di dalam menjelaskan kenakalan anak/remaja.
43
Sri Widowati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita dalam Hukum, (Jakarta : LP3ES, 1989),
hlm. 10 44
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2; Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raya Grafindo Persada, 1998), hlm. 30 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Ketiga komponen tersebut adalah: 45 a) Kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa anak-anak. b) Hilangnya kontrol tersebut c) Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud (di sekolah, orangtua, atau lingkungan terdekat). Kontrol internal adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri utnuk tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan Kontrol Eksternal adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif. Pembimbing Kemasyarakatan diatur dalam ketentuan Pasal 1, angka 11; Pasal 33 huruf a ; Pasal 34 ayat (1) huruf a, b ; Pasal 35 ; Pasal 36 dan Pasal 38 UU No.3/1997. Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan. Secara menyeluruh Petugas Kemasyarakatan mempunyai tugas sebagai berikut: a) Membantu memperlancar tugas: 1) Penyidik 2) Penuntut umum 3) Hukum baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan, data individu anak, keluarga dan kehidupan sosial anak, kesimpulan atau pendapat Petugas Kemasyarakatan. b) Membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi: 1) Pidana bersyarat 2) Pidana pengawasan 3) Pidana denda
45
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Jakarta : Eresco, 1999),
hlm.32 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
4) Diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja 5) Anak yang memperoleh Pembebasan Bersyarat (PB). 46 Pembimbing Kemasyarakatan juga merupakan pekerja sosial, menurut Pasal 37, 38 UU No.3/1997. Terhadap tugas, kewajiban dan syarat-syarat bagi pekerja sosial diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri Sosial dan harus mempunyai keterampilan teknis dan jiwa pengabdian di bidang usaha kesejahteraan sosial. Penelitian Kemasyarakatan atau Case Study ini salah satu hal yang penting sebagai metode pendekatan dalam rangka pembinaan pelaku tindak pidana. Penelitian Kemasyarakatan merupakan suatu metode penelitian yang khusus dan penting yang dilakukan oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan. Mengingat pentingnya dan kegunaannya dalam pembuatan penelitan kemasyarakatan atau case study dalam membantu hakim untuk membuat suatu putusan yang tepat dan seadil-adilnya, maka isi laporan penelitian kemasyarakatan ini harus bisa memberikan gambaran tentang latar belakang kehidupan klien baik di masa lalu maupun lingkungan sosialnya dapat dicakup dalam isi laporan penelitian kemasyarakatan.
2. Kerangka Konsepsional Berdasarkan defenisi dari berbagai istilah yang akan digunakan dalam penelitian ”Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak” adalah:
46
Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
1) Penelitian Kemasyarakatan adalah kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga Binaan Pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh BAPAS. 47 2) Pembimbingan Kemasyarakatan adalah untuk memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal baik di dalam maupun diluar sidang anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan. 48 3) Persidangan Anak adalah segala aktifitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. 49
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian tentang peranan pembimbing kemasyarakatan dalam pembuatan litmas guna persidangan anak yang merupakan penelitian yang bersifat deskriptif. Analisis yaitu menggambarkan peranan pembimbing kemasyarakatan dalam kaitannya membuat laporan penelitian kemasyarakatan dan kemudian dianalisis keterkaitan antara pembimbing kemasyarakatan dan hasil laporan penelitian kemasyarakatan yang dipergunakan dalam persidangan anak. Pendekatan yang digunakan yaitu :
47
Pasal 1 PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. 48 Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. 49 Soedarto, Pengertian dan Ruang Lingkup Peradilan Anak, Lokakarya Tentang Peradilan Anak, (Bandung : Bina Cipta, 1979), hlm. 80. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
a) Pendekatan hukum normatif, yaitu mengkaji kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan pembimbing kemasyarakatan dalam kaidah sidang anak. b) Pendekatan hukum empiris, yaitu melakukan pendekatan efektifitas penerapan perundang-undangan dan menggali fakta-fakta tentang pentingnya litmas dalam sidang anak.
2. Lokasi Penelitian Penelitian berlokasi di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan yang terletak di Jalan Asrama Gg. Jayak No.33 Medan dengan alasan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan sebagai lokasi penelitian karena Balai Pemasyarakatan Klas I Medan memiliki ruang lingkungan pekerjaan yang luas, wilayah kerja yang sangat luas untuk sidang peradilan anak yang mencakup Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai. Balai Pemasyarakatan Klas I Medan memiliki tenaga/petugas pembimbing kemasyarakatan yang cukup dengan latar belakang pendidikan yang memadai serta memiliki sarana dan prasarana penunjang tugas-tugas pembimbing kemasyarakatan yang cukup memadai. Di samping itu, alasan lain penulis memilih Balai Pemasyarakatan Klas I Medan menjadi lokasi penelitian karena selain peneliti yang sudah berpengalaman sebagai pembimbing kemasyarakatan juga untuk lebih memfokuskan kepada tujuan dalam rangka penulisan tesis ini, yaitu memberikan gambaran tentang peranan pembimbing kemasyarakatan dalam pembuatan litmas guna persidangan anak. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3. Sumber Data Penelitian Sumber data adalah sumber data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari pembimbing kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan yang terletak di Jalan Asrama Gg. Jayak No. 33 Medan.
4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan 1) Bahan buku primer berupa berbagai peraturan perundang-undangan tentang peradilan anak. 2) Bahan hukum sekunder, berupa literatur bahan bacaan berupa buku, artikel dan bahan-bahan seminar tentang pembimbing kemasyarakatan. 3) Bahan hukum tersier, bahan diambil dari majalah, surat kabar untuk penunjang informasi dalam penelitian. b. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh data dengan mengajukan pertanyaan
secara
langsung
kepada
pembimbing
kemasyarakatan
Balai
Pemasyarakatan Klas I Medan. c. Observasi Observasi adalah cara untuk memperoleh data dengan pengamatan langsung untuk
mengetahui
gambaran
peranan
pembimbing
kemasyarakatan
dalam
melaksanakan penelitian kemasyarakatan guna sidang anak di pengadilan negeri.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
5. Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif maupun data kuantitatif yakni ciri-ciri dari fakta-fakta sosial dengan menggunakan kalimat-kalimat yang logis dan cenderung empiris serta juga disajikan dalam angka-angka dalam bentuk tabel dengan menggunakan analisa data kualitatif. Pada tahap pengolahan data, peneliti melakukan analisa data yang mempunyai karakteristik sama. Klasifikasi data dilakukan dengan mengelompokkan data yang seragam, artinya mengelompokkan data dari hasil wawancara yang mempunyai ciri sama, selanjutnya penulis melakukan analisa berdasarkan kesamaan ciri tersebut. Tahap analisa berdasarkan kesamaan ciri tersebut. Tahap analisa selanjutnya adalah memadukan dengan teori yang digunakan.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB II PERAN PENELITIAN KEMASYARAKATAN DAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN PADA PERSIDANGAN ANAK
A. Tinjauan Umum Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kehakiman pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan ujung tombak dari pada proses tata peradilan, dimana dalam melakukan tugas di bidang Pemasyarakatan dengan
sistem
Pemasyarakatan
khususnya
pembinaan
di
luar
Lembaga
Pemasyarakatan pelaksana kegiatan teknis sehari-harinya dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Penelitian dilakukan di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 01-PR.07.03 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.03 Tahun 1987 tentang Organisasi dan Tata Tertib BISPA maka Balai Bispa yang ada di seluruh Indonesia resmi berganti nama menjadi Balai Pemasyarakatan/BAPAS. BAPAS Klas I Medan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara. Wilayah Kerja BAPAS Klas I Medan yang meliputi seluruh wilayah Propinsi Sumatera Utara tidak dapat terjangkau seluruhnya oleh petugas BAPAS Klas I Medan, maka berdasarkan Surat Dirjen Pemasyarakatan Nomor E.PK.04.10-23 tanggal 9 Maret 1998, maka dapat di angkat Pembimbing Kemasyarakatan yang berasal dari LAPAS/Rumah Tahanan/Cabang Rumah Tahanan pada daerah yang tidak dapat di jangkau yang berfungsi melaksanakan tugas BAPAS dalam wilayah hukum LAPAS/Rumah Tahanan/Cabang Rumah Tahanan. Dengan adanya pengangkatan pembimbing kemasyarakatan di daerah ini maka wilayah kerja BAPAS Klas I Medan yang melakukan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
bimbingan langsung meliputi Kota Medan sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) orang, Kota Binjai sebanyak 7 (tujuh) orang, Kab. Langkat sebanyak 10 (sepuluh) orang, Kab. Deli Serdang sebanyak 16 (enam belas) orang 50 . Namun pembimbing kemasyarakatan di daerah tetap melaporkan segala kegiatannya pada BAPAS Klas I Medan. BAPAS Klas I Medan memiliki 2 (dua) seksi yang melakukan bimbingan, yakni seksi bimbingan dewasa dan seksi bimbingan klien anak. Secara umum operasional pelaksanaan bimbingan BAPAS ini dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Petugas BAPAS Klas I Medan seluruhnya berjumlah 52 (lima puluh dua) orang di antaranya pembimbing kemasyarakatan anak berjumlah 25 (dua puluh lima) orang dan pembimbing kemasyarakatan
dewasa
sebanyak
15
(lima
belas)
orang.
Pembimbing
kemasyarakatan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Tidak semua petugas BAPAS adalah pembimbing kemasyarakatan karena untuk menjadi pembimbing kemasyarakatan harus dipenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yakni telah mengikuti kursus dalam bidang pemasyarakatan. Tabel 2: Latar Belakang Pendidikan Pegawai BAPAS Klas I Medan Tahun 2009 Pendidikan
Pria
Wanita
Jumlah
Sarjana Sarjana Muda SPSA/SMPS SMA SMP SD
7 2 9 8 1 -
6 1 8 10 -
13 3 17 18 1 -
Total: 27 25 52 Sumber: Urusan Kepegawaian BAPAS Klas I Medan Bulan Maret Tahun 2009 50
Wawancara dengan Pegawai Urusan Umum BAPAS Klas I Medan pada 18 Maret 2009
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Tabel 3: Keadaan Pegawai BAPAS Klas I Medan Tahun 2009 Berdasarkan Golongan No Golongan Jumlah 1. IV 1 2. III 39 3. II 12 Total: 52 Sumber: Urusan Kepegawaian BAPAS Klas I Medan Bulan Maret Tahun 2009 Tabel 4: Keadaan Pegawai BAPAS Klas I Medan Kepangkatan No Kepangkatan 1. Pembina 2. Penata TK. I 3. Penata 4. Penata Muda TK. I 5. Penata Muda 6. Pengatur TK. I 7. Pengatur 8. Pengatur Muda TK. I 9. Pengatur Muda
Tahun 2009 Berdasarkan Jumlah 1 3 9 17 11 5 2 3 1
Sumber: Urusan Kepegawaian BAPAS Klas I Medan Bulan Maret Tahun 2009 Pembimbing
Kemasyarakatan
adalah
petugas
teknis
pada
Balai
Pemasyarakatan yang melakukan pembuatan penelitian kemasyarakatan dan pembinaan terhadap Klien Pemasyarakatan. Adapun syarat untuk menjadi Pembimbing Kemasyarakatan adalah minimum lulusan Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial (SMPS). Sekolah tersebut dulu disebut Sekolah Pekerjaan Sosial Tingkat Atas (SPSA), dengan jurusan pelayanan sosial. Setelah diterima melalui ujian masuk harus mengikuti kursus selama 6 (enam) bulan khusus tentang tugas pembinaan luar Lembaga Pemasyarakatan.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Pembimbing Kemasyarakatan selain fungsinya sebagai pembimbing juga membuat laporan penelitian kemasyarakatan terhadap klien yaitu orang-orang yang tersangka melakukan pelanggaran hukum, ataupun mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana oleh hakim. Putusan hakim yang diberikan kepada pelanggar hukum tersebut bisa merupakan pidana penjara yang harus dijalani di dalam Lembaga Pemasyarakatan atau pidana dengan bersyarat (voorwaardelijke veroordelling). Pidana dengan bersyarat tersebut dijalankan tetap di tengah-tengah lingkungan masyarakatnya. Pembimbing Kemasyarakatan atas permintaan atau pemberitahuan Kejaksaan dan atau Pengadilan. Telah diketahui bahwa yang dihadapi Pembimbing Kemasyarakatan adalah manusia yang setiap saat selalu berubah dan tidak statis sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian praktis seorang Pembimbing Kemasyarakatan harus mempunyai kecakapan berkomunikasi dan menyesuaikan diri sesuai dengan fungsinya sebagai Pembimbing Kemasyarakatan yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat. 51 Sebagai garis besar tugas Pembimbing Kemasyarakatan adalah sebagai berikut: a. Penyajian Laporan Penelitian Kemasyarakatan Penyajian laporan penelitian kemasyarakatan berdasarkan surat permintaan atau pemberitahuan pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pengadilan Negeri, Lembaga Pemasyarakatan, BAPAS sendiri dan instansi lain yang oleh petugas pendaftaran dicatat dalam buku daftar sebagai berikut:
51
Lihat Penjelasan Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Tuna Warga Departemen Kehakiman No.DPP.2.1/1/3 tentang tugas-tugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
a) Buku A1: untuk sidang Pengadilan Negeri bagi klien dewasa. b) Buku B1: untuk bahan program bimbingan narapidana dewasa dan anak dalam Lembaga Pemasyarakatan. c) Buku A2: untuk sidang Pengadilan Negeri bagi klien anak. d) Buku B2: untuk bahan program bimbingan anak negara di Lembaga Pemasyarakatan Anak Negara. e) Buku C1: untuk bahan program bimbingan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan yang bersangkutan terhadap klien dewasa. f) Buku C2: untuk bahan program bimbingan klien Pemasyarakatan anak di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan yang bersangkutan. g) Buku D: untuk program pelayanan klien di instansi lain misalnya Departemen Tenaga Kerja. Setelah semua surat-surat permintaan laporan penelitian kemasyarakatan di daftar, maka Pembimbing Kemasyarakatan melaksanakan tugas tersebut dengan menempuh usaha-usaha sebagai berikut : a) Pengumpulan data dengan cara memanggil atau mengunjungi rumah dan tempattempat lain yang berhubungan permasalahan klien. b) Untuk memperoleh data tersebut, Pembimbing Kemasyarakatan menggunakan teknik-teknik: pengamatan, wawancara, psikotes, mempelajari dokumendokumen yang berhubungan dengan permasalahan klien dan teknik-teknik lainnya.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
c) Setelah
memperoleh
data
yang
lengkap,
Pembimbing
Kemasyarakatan
menganalisa dan menyimpulkan serta memberikan pertimbangan atau saran sehubungan dengan permasalahannya yang selanjutnya dituangkan dalam laporan penelitian kemasyarakatan. b.
Keikutsertaan Dalam Persidangan Dengan adanya surat pemberitahuan dari Pengadilan Negeri atau Kejaksaan,
Pembimbing Kemasyarakatan diperintah oleh Kepala Balai Pemasyarakatan untuk mengikuti sidang di Pengadilan Negeri, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, pada Pasal 55 disebutkan bahwa “dalam perkara anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2, Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orang Tua, Wali atau orang tua asuh dan saksi wajib hadir dalam sidang anak. Dalam sidang tersebut, Pembimbing Kemasyarakatan harus dapat mempertanggungjawabkan dan memberikan penjelasan tentang isi laporan penelitian kemasyarakatan yang disajikan kepada hakim. Pembimbing Kemasyarakatan disamping mengikuti sidang di Pengadilan Negeri juga mengikuti sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan dan di BAPAS untuk menentukan rencana pembinaan terhadap klien baik di Lembaga Pemasyarakatan maupun di Balai Pemasyarakatan sendiri. c.
Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Pekerja Sosial Pembimbing Kemasyarakatan adalah seseorang yang memiliki ijazah
(lulusan) minimal SMPS/SPSA atau sejenisnya ditambah pendidikan/kursus di bidang teknis pembinaan luar Lembaga Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Pemasyarakatan selama 6 (enam) bulan.
Dalam tugas sehari-harinya dikaitkan
dengan hakekat manusia sebagai makhluk sosial maka dapat penulis kemukakan sebagai berikut: Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai perasaan, kemauan dan kebutuhan yang saling berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Dimana manusia saling berinteraksi satu dengan lainnya guna pemenuhan jasmani dan rohani sesuai dengan nilai dan norma yang ada. Adapun akibat dari perkembangan yang begitu pesat, maka kebutuhan manusiapun semakin meningkat sedangkan sumber yang ada terbatas. Hal ini mengakibatkan manusia atau masyarakat berupaya menghalalkan berbagai macam cara untuk pemenuhan kebutuhannya tersebut, yaitu tidak mau mengindahkan lagi nilai dan norma serta peraturan yang sudah disepakati. Hal inilah yang dapat mendorong masyarakat untuk melakukan pelanggaran hukum akibat kurang mampunya orang meyesuaikan dirinya dan fungsi sosialnya dalam masyarakat secara wajar sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju serta kompleks. Untuk pemecahan masalah akibat disfungsi sosial ini memerlukan seorang Pembimbing Kemasyarakatan yang memahami masalah sosial dan kemanusiaan secara mendalam dan professional, dengan cara mengadakan pendekatan dan penelitian. Dalam penyelesaian masalah-masalah, pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai pekerja sosial yang menggunakan pendekatan, metode dan teknik-teknik pekerja sosial yang mempunyai sifat-sifat dan prinsip sebagai berikut:
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
a) Keyakinan akan martabat dan harga diri setiap individu. b) Keyakinan diri sebagai pekerja sosial bahwa kliennya berhak untuk menentukan nasibnya sendiri, sedang pekerja sosial harus berperan membantu mencari pemecahan masalah yang dihadapi. c) Keyakinan akan adanya persamaan kesempatan bagi tiap individu (klien), hal ini hanya dibatasi oleh kemampuan diri klien tersebut yang dibawanya sejak lahir dan faktor situasi dan kondisi yang ada di sekelilingnya. d) Keyakinan bahwa hak manusia untuk dihormati martabatnya, menentukan nasibnya sendiri dan persamaan kesempatan mempunyai kaitan yang erat dengan tanggungjawab klien sebagai warga negara yang mentaati hukum (law abiding citizenship). Dalam
mengadakan
penelitian
kemasyarakatan
seorang
Pembimbing
Kemasyarakatan mempunyai prinsip yaitu: a) Prinsip untuk menerima dan menghormati kliennya sebagai manusia di dalam keterlibatannya dengan masalah dan kondisi dewasa ini. b) Prinsip untuk menjalin hubungan yang baik dengan klien dalam rangka usaha pembinaan. c) Prinsip pemahaman bahwa individu itu mempunyai struktur kepribadian yang berbeda. d) Prinsip keikutsertaan klien dalam menanggulangi masalah yang dideritanya. e) Prinsip merahasiakan segala sesuatu yang menyangkut prikehidupan klien dan masalah yang sedang dialaminya. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
f) Prinsip kesadaran diri pembimbing kemasyarakatan itu adalah petugas yang dipercaya untuk menyelesaikan masalah kliennya. Jadi hendaknya seorang Pembimbing Kemasyarakatan terlibat secara profesional, bukan secara emosional. Dari uraian di atas jelaslah bahwa Pembimbing Kemasyarakatan dalam melaksanakan tugasnya berhadapan langsung dengan masyarakat yang bermasalah sosial atau pelanggar hukum yang harus ditangani dengan menggunakan teori pendekatan dan metode ilmu pekerjaan sosial secara professional. Begitu pula yang dikatakan oleh Made P. Swande menyatakan bahwa: Pekerjaan sosial (sosial work) ialah suatu pelayanan yang sifatnya professional, dilandasi oleh pengetahuan serta keterampilan dalam hubungan kemanusiaan, guna menolong individu-individu, keluarga-keluarga dan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang memerlukan pertolongan bagi pencapaian kebahagiaan dalam hidupnya. 52 d.
Pembimbing Kemasyarakatan Kemasyarakatan
Sebagai
Pelaksana
Penelitian
Jauh sebelum umat manusia bersosialisasi, telah menunjukkan adanya tandatanda pengelompokkan untuk hidup bersama-sama. Ini berarti manusia sejak dulu kala mempunyai hasrat bermasyarakat atau keinginan untuk hidup berkumpul satu sama lainnya. Sangatlah langka jika ada manusia yang ingin hidup seorang diri tanpa seorangpun dilakukannya. Kalaupun ada itu keanehan-keanehan yang terdapat di dunia.
Kalaupun ada itu keanehan-keanehan yang terdapat di dunia.
Hal ini
dikemukakan oleh Aristoteles seorang ahli filsafat bangsa Yunani bahwa:
52
Made P. Swande, Diktat Pekerjaan Sosial, Kutipan dari Buku II B Repelita Tahun Kedua 1974/11975, hlm 11 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Manusia itu “zoon politicon” yaitu manusia sebagai mahluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya (makhluk bermasyarakat). 53 Untuk mewujudkan ketertiban, ketentraman dan keadilan masyarakat menciptakan peraturan ataupun hukum. Maksud diciptakannya peraturan atau hukum agar kelompok masyarakat dalam bertingkah laku sesuai dengan hukum yang telah disepakati bersama. Jika seseorang dalam kelompok masyarakat melanggar hukum yang telah disepakati maka konsekuensinya harus diberikan ganjaran hukuman. Padahal sebenarnya warga masyarakat yang melanggar hukum itu sendiri terhadap warganya yang tertinggal dalam mengikuti derap kehidupan yang semakin kompleks dan ini adalah tanggungjawab masyarakat. Seperti yang dikatakan R.P. Bahruddin Surjobroto bahwa: Terpidana harus dipandang sebagai seorang yang melakukan pelanggaran hukum, tidak karena ia ingin melanggar hukum, melainkan karena ia tertinggal dalam mengikuti derap kehidupan masyarakat yang semakin lama semakin kompleks. 54 Manusia hidup bermasyarakat, berinteraksi satu dengan lainnya, teranglah bahwa individu melakukan pelanggaran hukum akibat dari kesenjangan hidup masyarakat itu sendiri. Maka seharusnya untuk mengetahui sebab musabab seseorang itu melakukan pelanggaran hukum baik dewasa maupun anak-anak dibuatkan suatu laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan proses peradilan mulai dari
53
J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), (Jakarta : Gunung Agung, 1982), hlm. 1 54 R.P. Bahruddin Surjobroto, Manusia dan Kejahatan, (Jakarta : Majalah Prisma, 1982) , hlm.62 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan serta Balai Pemasyarakatan sendiri untuk pembinaan selanjutnya. Orang atau anak-anak dalam bertingkah laku sesuai dengan pengalaman yang dilihatnya sehari-hari dari keluarga dan masyarakat lingkungannya. Bapak pendidikan di Indonesia Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa: Jika anak-anak sehari-harinya mendapat pengaruh kesucian, besarlah kemungkinan ia akan dapat menjadi orang yang bertabiat suci pula, sebaliknya jika ia dalam rumah terus-menerus melihat serta mengalami kerusakan dan kemaksiatan, tentulah sekali ia akan jatuh ke jurang kejahatan juga. Pelanggaran hukum oleh klien yang diakibatkan karena ketinggalannya dalam mengikuti derap kehidupan yang semakin kompleks dalam masyarakat, maka petugas pembimbing kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan bukan saja hanya mengadakan
wawancara
terhadap
klien
tetapi
juga
terhadap
masyarakat
lingkungannya maupun keluarganya sendiri agar memperoleh data dan fakta-fakta selengkap mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jenis-jenis laporan penelitian kemasyarakatan adalah: a) Model L1: laporan Litmas untuk sidang Pengadilan Negeri terhadap klien dewasa dan anak. b) Model L2: laporan Litmas untuk bimbingan Balai Bispa lain untuk klien dewasa dan anak. c) Model L3: laporan Litmas untuk bimbingan dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk klien anak dan dewasa. d) Model L4: laporan Litmas untuk calon anak asuh. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
e) Model L5: laporan Litmas untuk orangtua atau wali dari anak asuh. f) Model L6: laporan Litmas untuk keluarga asuh. g) Model L7: laporan Litmas untuk calon pengasuh oleh Balai Bispa. h) Model L8: laporan Litmas untuk instansi lain. e.
Sikap dan Pribadi Pembimbing Kemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan yang identik dengan pekerja sosial, dalam
melaksanakan tugas menghadapi manusia dan permasalahannya, harus bersikap dan berperilaku tidak menyinggung perasaan orang lain, cakap dalam mengadakan relationship, berkomunikasi dan dapat menerima individu apa adanya. Untuk mengadakan penelitian kemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan perlu menjaga dan memelihara hubungan baik dengan klien. Dengan terjadinya hubungan yang baik antara Pembimbing Kemasyarakatan dengan klien maka diharapkan klien dapat mengemukakan masalah dengan terus terang tanpa curiga terhadap Pembimbing Kemasyarakatan. Pembimbing Kemasyarakatan pun harus dapat memahami dan menjungjung tinggi harkat dan martabat klien sebagai manusia. Muhammad Isom Sumhudi dalam bukunya mengatakan bahwa: .....client harus diterima oleh seorang pekerja sosial atau case worker dengan semestinya, artinya ia sebagai case worker tidak boleh memandang ringan atau remeh kepada klien. 55 Dalam mengadakan wawancara, Pembimbing Kemasyarakatan harus ingat bahwa yang dihadapi itu adalah seorang manusia yang harus dihormati sebab
55
Muhammad Isom Sumhudi, Social Case Work, Cetakan VII, (Jakarta : Universitas Muhammadiyah, 1990), hlm.10. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
mempunyai sifat-sifat yang khas. antara
keduanya
menjadi
Yang demikian itu akan membawa hubungan
hubungan
yang
berpengaruh,
dan
Pembimbing
Kemasyarakatan tidak boleh memojokkan atau memberi suatu putusan, artinya Pembimbing Kemasyarakatan haruslah non judgemental mengenai yang baik atau buruknya tindakan maupun kejadian yang dialami oleh klien. Pembimbing Kemasyarakatan perlu menunjukkan kesungguhan dalam mendengarkan segala apa yang diutarakan oleh klien. Disamping itu Pembimbing Kemasyarakatan harus mengadakan hubungan yang baik dan sifatnya disengaja, maksudnya jika Pembimbing Kemasyarakatan akan mengadakan wawancara dengan klien, keluarga klien dan masyarakat di lingkungan guna pembuatan laporan Litmas tersebut, harus terlebih dahulu membuat suatu perjanjian agar diketahui bahwa pertemuan yang dilaksanakan adalah pertemuan yang disengaja dan telah ditentukan mengenai waktu dan tempat bertemu. Dengan harapan semua informasi yang dibutuhkan dalam pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan terungkapkan. Walaupun diketahui bahwa sebenarnya Pembimbing Kemasyarakatan adalah orang yang asing bagi klien tetapi Pembimbing Kemasyarakatan harus dapat menciptakan hubungan yang “mesra” dengan klien. Dengan adanya hubungan yang mesra ini diharapkan klien merasa tenang dan ia dapat menceritakan segala penderitaan bahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Isom Sumhudi bahwa:
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
“ Hubungan antara case worker dengan client-pun hendaknya diwajarkan seakan-akan keduanya dalam keadaan seperti yang dialami oleh si client dengan masalah penderitaannya. 56
B. Tinjauan Umum Tentang Penelitian Kemasyarakatan Ciri-ciri dan tingkah laku individu susah dimengerti apabila tidak diselidiki saling hubungannya dengan individu lainnya di dalam kelompok masyarakat yang mempunyai struktur dan sifat-sifat yang khas. Sejak dilahirkan individu itu sudah berinteraksi sosial dengan orang lain yaitu dengan orangtuanya, dan cara-cara bertingkah lakunya pada waktu itu dan kelak justru sangat dipengaruhi oleh cara-cara saling hubungannya dengan orang tuanya, antara kakak dan adiknya dalam keluarga, antara kawan-kawan sepermainannya, lingkungan sekolah dari mulai Sekolah Dasar hingga Universitas. Seorang ahli sosiologi Charles H. Cooley yang dikutip oleh W. A. Gerungan yang mengatakan bahwa : Terutama pandangan dan penghargaan terhadap diri sendiri, self conceptnya seorang individu merupakan suatu repleksi dari konsep-konsep orang lain terhadap dirinya sendiri itu. 57 Manusia dalam bertingkah laku selain kekuatan dari dalam dirinya sendiri juga dipengaruhi oleh lingkungan kelompok masyarakatnya. Dimana proses sosial merupakan suatu proses yang didasarkan pada kegiatan pengaruh mempengaruhi antara sesamanya. Astri S. Susanto mengatakan sebagai berikut:
56 57
Ibid, hlm. 10 Gerungan W, Psikologi Sosial, (Bandung : Eresco, 1986), hlm. 39
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
“Permulaan interaksi sosial ialah adanya kegiatan yang melibatkan sikap, nilai maupun harapan masing-masing individu. Karena inilah proses sosial merupakan suatu proses yang didasarkan pada kegiatan pengaruh mempengaruhi, merupakan proses yang dinamik. Pengaruh-mempengaruhi tadi, melibatkan system nilai maupun sikap yang akhirnya akan menyebabkan (sering dengan sendirinya) modifikasi dari sikap maupun tindakan masingmasing pesertanya. 58
1. Dasar Hukum Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan Secara garis besar Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dapat dibagi menjadi dua golongan: a. Penelitian Kemasyarakatan yang dipergunakan sebelum terdakwa dijatuhi hukuman pada persidangan di Pengadilan Negeri yaitu Pre-Adjudication. C. M. Maryanti Soewandi mengatakan bahwa: Dalam suatu negara yang telah maju sebelum hakim melakukan sidang di Pengadilan Negeri dalam tugasnya mengadili pelanggar hukum (terdakwa), Hakim tersebut wajib mempelajari case study atau sosial study yang dibuat oleh pekerja sosial (Probation Officer) atau PK sehingga case study tersebut disebut pula Precentence Report 59 b. Penelitian kemasyarakatan atau case study yang dipergunakan sesudah adanya putusan (vonis) dan tindakan (beschikking) hakim yaitu adjudication, seperti yang dikemukakan oleh C. M. Maryanti bahwa: Kegunaan case study sesudah adanya putusan (vonis) dan tindakan (beschikking) hakim adalah dalam rangka penentuan terapi pembinaan terhadap klien baik yang berada dalam LP, LP Pemuda, LPAN dan pada Balai Bapas bahkan juga untuk tahanan yang mengalami kasus-kasus tertentu.60 58
Astrid. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Cetakan V Oktober, (Bandung : Bina Cipta, 1985), hlm. 16 59 Maryanti C.M, Fungsi Sosial Case Study dalam proses peradilan dan Pembinaan terhadap para pelanggar hukum, Pusdiklat Departemen Kehakiman RI, hlm. 16 60 Ibid, hlm 17 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Dasar hukum Penelitian Kemasyarakatan atau case study berdasarkan kedua golongan tersebut adalah: a) Keputusan Preseidium Kabinet Ampera tanggal 3 Nopember 1966 No. 75/U/Kep/11/1966 tentang struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Direktorat Bispa dan yang terbaru Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 2 Mei 1987 No. M.02.PR.07.03 tentang struktur organisasi dan Tata kerja Balai Bispa dengan pengesahan 12 Balai Bispa yang baru. b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 1. Pasal 14d (2) dan (3) 2. Pasal 15a (3) dan (5) 3. Pasal 16 (1) dan (2) yang menunjuk tentang Probation Board. 4. Pasal 45 butir (a) dan Pasal 46 (1) c) Ordonansi pelaksanaan VV dan VI Stbl tahun 1926 No. 251, 4 Mei 1926 d) Dwang Opeding Regeling (DOR) Stbl. Tahun 1917 No. 741. e) Standard Minimum Rules Implementation of Standard Minimum Rules for The Treatment of Prisoners f) Peraturan MENKEH RI No. M.06-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Tertib ruang sidang tanggal 16 Desember 1983. g) Nopember 1987 No.MA.KUMDI.1/10348/XI/87.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
h) SE Hakim Agung Sri Widowati Wiranto Sukito SH tanggal 4 Januari 1971 No. MA/Pemb/04.8/1971 tentang Sidang Perkara Anak. i) SKB Para Penegak Hukum DKI Jakarta Raya Tanggal 15 Juli 1974 dan Banjarmasin Tanggal 28 Januari 1982 No. 01/SKB/I-2/PT.Bjm/1982 tentang Keikutsertaan Petugas Balai Bispa Pada Pelaksanaan Peradilan Anak. j) SE Jaksa Agung Muda Bidang Operasi tentang Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat Untuk Dibina di Balai Bispa tanggal 27 Februari 1982 No. B.122/O/E/2/1982.
Yang diikuti SE dari Kepala Kejaksaan Tinggi, akan
tetapi ada susulan Keputusan Jaksa Agung tanggal 24 Maret 1982 No. Kep023/JA/3/1982 tentang Administrasi Perkara yang sifatnya mengahambat tugas Balai Bispa karena dalam Keputusan Jaksa Agung tersebut dalam FK 30 tentang pemberitahuan pemidanaan bersyarat tembusannya diserahkan pada Lembaga Pemasyarakatan, bukan kepada Balai Bispa. k) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman tanggal 29 November 1984 No. D-KP.08-10-54-84 tentang menjalin kerja sama dalam menangani anak pelanggar hukum kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di tempat yang ada Balai Bispa seluruh Indonesia. SE tersebut menanggapi surat Dirjen PAS tanggal 8 Agustus 1984 No. E.3.PR.08.10-920 tentang hal tersebut. l) SE Jaksa Agung RI tanggal 5 Januari 1986 dengan Nomor Rahasia : R-001/AS/1/1986 tentang Penuntutan Perkara Tindak Pidana Narkotika Dengan Pelaku Muda Usia/Pelajar (Litmas, Psikiater) dan sebagainya. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
2.
Arti dan Tujuan Penelitian Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis dari
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang dalam tugas sehari-harinya sebagai pelaksana Sistem Pemasyarakatan di luar Lembaga Pemasyarakatan, satu diantara tugas tersebut adalah membuat Penelitian Kemasyarakatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor. E.39-PR.05.03 Tahun 1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Klien Pemasyarakatan bahwa format penelitian kemasyarakatan (Litmas) untuk Sidang Peradilan Anak berdasarkan Petunjuk Pelaksana (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis): a) Data identifikasi (Identifying Data) Data ini berisi atau menyangkut data pribadi individu yang bersangkutan antara lain: 1) Nomor file (case file number) 2) Nomor register (dapat pula berisi nomor daftar seperti narapidana B1) 3) Nama klien. 4) Tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, status perkawinan. 5) Status klien, bagi klien yang sudah diputus pidana bersyarat (VV), AKOT/Wali, lepas bersyarat (VI, VO) dan lain-lain. 6) Putusan atau ketetapan Pengadilan Negeri, tanggal, nomor (bagi klien yang telah diputus).
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Ciri-ciri khusus: 1. Data orang tua atau wali anak dan bagi orang dewasa dengan status kawing harus diberi data isteri atau suami. 2. Susunan keluarga yang terdiri atas orang tua, anak dan tanggungan lain yang disusun berurutan dengan penjelasan umur dan pendidikannya. a) Masalah Dalam masalah ini berisi data informasi antara lain: 1) Apakah klien ditahan, sejak kapan penahanan itu 2) Latar belakang perbuatan pelanggar hukum termasuk faktor penyebab terjadinya masalah itu, yang diuraikan secara kronologis dan lengkap 3) Uraikan tentang akibat yang ditimbulkan perbuatannya terhadap dirinya, keluarga, korban (victim) dan masyarakat lingkungannya b) Riwayat hidup klien 1) Sejak kelahiran mulai pre-natal, fase perkembangan fisik dan mental serta sikap jiwanya 2) Perkembangan kesehatannya 3) Riwayat pendidikan formal dan non formal 4) Riwayat pekerjaan klien (bagi yang sudah bekerja), berisi pekerjaan apa, bagaimana prestasi kerjanya, dan bagaimana tanggung jawab yang diberikan kepada dia (klien)
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
5) Riwayat perkawinan (bagi klien yang sudah kawin) meliputi sejarah perkawinan, atas dasar suka sama suka, kawin paksa, kawin muda dan situasi perkawinan itu sendiri. c) Pandangan masa depan 1) Bagaimana bakat dan interest-nya, cita-cita, dan rencana-rencana klien 2) Tanggapan klien terhadap masa yang dialami. d) Keadaan Keluarga (Family) 1) Keadaan rumah tangganya, bagi yang sudah kawin. 2) Riwayat orang tua, bagi yang belum kawin. 3) Interaksi sosial antar keluarga dan antar masyarakat. Disini diuraikan antara hubungan suami istri, orang tua dengan klien, klien dengan saudaranya dan keluarga dengan masyarakat. 4) Keadaan sosial ekonomi keluarga. Apakah berasal dari keluarga mampu, sedang, kurang mampu dan kira-kira penghasilan rata-rata perbulan. 5) Keadaan rumah. Letak rumah, apakah milik pribadi, sewa dan lain-lain, apakah bangunan permanen atau darurat bahkan mungkin mewah dan bagaimana penerangan lampunya, listrik atau bukan (nature of home). e) Keadaan lingkungan masyarakat 1) Dijelaskan strata kehidupan sosialnya, apakah termasuk daerah yang mendukung perkembangan pribadinya atau tidak misalnya daerah hitam. 2) Apakah lingkungan ABRI, pegawai negeri, pedagang, petani, nelayan dan lain-lain. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
f) Tanggapan pihak keluarga, korban, masyarakat dan pemerintah setempat. g) Kesimpulan dan saran-saran (recommendation) Kesimpulan dan saran-saran ini berisi tentang analisa dan evaluasi atau pragnosa, bukannya ringkasan laporan.
Saran harus memperhatikan kepentingan
klien, keluarga masyarakat yang dikaitkan dengan Undang-undang. Penelitian kemasyarakatan atau case study ini adalah salah satu hal yang penting sebagai metode pendekatan dalam rangka pembinaan “Pelanggar hukum”. Hal ini merupakan suatu metode penelitian yang “khusus” dan penting yang harus dilakukan oleh petugas Balai Pemasyarakatan yakni Pembimbing Kemasyarakatan. Mengingat penting dan besarnya kegunaan pembuatan membantu hakim untuk membuat suatu putusan yang tepat dan seadil-adilnya serta untuk menentukan terapy harus bisa memberikan gambaran tentang latar belakang kehidupan klien baik dimasa lalu maupun setelah menjadi klien, sehingga segala masalah yang terkandung di dalam kehidupan serta lingkungan sosialnya dapat dicakup dalam isi laporan Penelitian Kemasyarakatan. 3. Klien Dalam Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan Klien yang dibuatkan Penelitian Kemasyarakatannya meliputi : a. Para pelanggar hukum anak-anak atau orang dewasa baik yang masih status tahanan maupun yang sudah mendapat putusan (vonis) hakim dan anak nakal yang orangtuanya tidak sanggup lagi mengasuhnya dan memohon kepada hakim agar pengasuhnya diserahkan kepada negara, ini disebut sebagai anak sipil.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
b. Terpidana yang akan diusulkan lepas dengan bersyarat yang berlaku bagi anakanak disebut Voorwaardelijke Onslag (VO) dan bagi orang dewasa disebut Voorwaardelijke Invrijheidstelling (VI) serta terpidana yang akan diusulkan cuti menjelang bebas yang disebut cuti Pre Release Treatment (PRT).
Hal ini
diterangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 30 Juli 1968 No.KP.9.12/4166 (orang dewasa), tanggal 23 April 1969 No.DB.1.2/4/1 (anak-anak). Peranan Pembimbing Kemasyarakatan di dalam memberikan pendampingan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sangatlah penting, dan hal ini merupakan suatu tanggung jawab bagi Pembimbing Kemasyarakatan dalam menangani perkara anak nakal.
Peranan Pembimbing Kemasyarakatan sangat
dirasakan baik oleh anak nakal itu sendiri, anggota keluarga maupun anggota masyarakat dimana masyarakat sangat terbantu di dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia maupun perlindungan hukum terhadap anak-anak mereka dan atau terhadap anak yang melakukan pelanggaran hukum/anak yang berkonflik dengan hukum. 4.
Kegunaan dan Manfaat Penelitian Kemasyarakatan Diatas telah diuraikan akan kepentingan laporan Penelitian Kemasyarakatan,
sebagai bahan pertimbangan dalam mengatasi serta usaha untuk memperbaiki kembali fungsi sosialnya para pelanggar hukum. Dengan tujuan secara minimal bisa kembali ke arah yang wajar dan dapat berfungsi sebagaimana anggota masyarakat lainnya, maksimal menjadi manusia berguna serta ikut berpartisipasi secara aktif, dan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
kreatif dalam pembangunan. Dengan mengingat tujuan tersebut, maka penanganan terhadap pelanggar hukum perlu mendapat perlakuan sebaik mungkin dan penelitian secara seksama agar tujuan tersebut bisa dicapai, baik sebelum maju ke sidang pengadilan maupun sesudahnya. Dengan demikian kegunaan dan manfaat laporan Penelitian Kemasyarakatan ini dapat kita golongkan dalam 2 (dua) kategori sebagai berikut: a. Sebelum maju ke sidang Pengadilan (Pre Adjudication) Para pelanggar hukum ini sebelum maju ke sidang pengadilan harus mengalami atau melalui beberapa proses pemeriksaan dari instansi yang tercakup dalam proses tata peradilan, dengan harapan untuk memperoleh hasil yang baik. Hal ini tentunya diperlukan penelitian terhadap beberapa segi, sehingga langkah keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak yang positif bagi pelanggar hukum itu sendiri maupun terhadap pihak yang dirugikan serta untuk menegakkan keadilan dan menjaga wibawa hukum. Pemeriksaan terhadap orang atau anak-anak yang disangka melakukan pelanggar hukum oleh pihak kepolisian adalah merupakan penanganan para pelanggar hukum untuk yang pertama kali sehingga dalam membuat proses perkara memerlukan penelitian secara cermat dan teliti, dengan tujuan agar nantinya hasil pemeriksaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pada Pasal 42 (2) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak dengan jelas dikatakan bahwa: “dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan dan apabila perlu juga Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
dapat meminta pertimbangan dan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas Pemasyarakatan lainnya. Sehingga pihak Kepolisian dapat mempertimbangkannya apakah berkas perkaranya (BAP) perlu diteruskan kepada pihak Kejaksaan untuk dituntut di depan sidang Pengadilan Negeri atau tidak. Seperti yang dikatakan oleh Suedi Husein, Direktur Reskrim Polda NAD: ” Anak yang bermasalah dengan hukum diupayakan semaksimal mungkin tidak diproses secara hukum formal atau terhindar dari penjara, karena berdasarkan hasil penelitian disebutkan pemenjaraan anak tidak menyelesaikan masalah....... ia menjelaskan penyelesaian kasus anak tidak melalui hukum formal, itu dilakukan dengan musyawarah atau disebut dengan diversi atau restoratif justice”. 61 Dengan demikian, kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai latar belakang kehidupannya dan lingkungan sosial, ekonomi serta hal-hal lain yang ada kaitannya dengan si tersangka tersebut. Penelitian disini paling tidak harus dapat mengungkapkan mengenai apakah seseorang itu melakukan perbuatan itu hanya karena terpaksa atau akibat paksaan orang lain atau situasi dan kondisi lingkungan yang memungkinkannya untuk berbuat kejahatan serta faktor viktim (korban) yang juga dapat mendorong orang untuk melakukan pelanggar hukum dan faktor lain yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan bagi proses perkaranya. Dalam hal pemeriksaan oleh pihak kejaksaan terhadap tersangka pelanggar hukum perlu memperhatikan segi psikologis. Jadi tidak hanya dipandang dari segi yuridisnya saja. Dalam hal ini agar pihak Kejaksaan dapat menentukan suatu tuntutan
61
Suedi Husein, Harian Waspada, 19 Juni 2007, hlm. 21
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
terhadap tersangka pelanggar hukum itu tidak saja dari segi yuridis, maka pihak kejaksaan
dapat
mempergunakan
dan
memperhatikan
laporan
Penelitian
Kemasyarakatan. Karena jika berdasarkan laporan Penelitian Kemasyarakatan ini pihak kejaksaan dapat mempertimbangkan apakah perkara tersebut diajukan ke depan persidangan, kalaupun diajukan ke persidangan tentunya dengan tuntutan yang wajar dan bijaksana tanpa mengurangi hak-hak dari pihak kejaksaan itu sendiri. Hakim dapat menjatuhkan putusannya atau tindakannya terhadap perkara yang diajukan jaksa ke sidang pengadilan harus bijaksana dan adil. Dimana hakim harus dapat memberikan suatu putusan yang mempunyai arti dalam usaha perbaikan para pelanggar hukum maupun kewibawaan hukum. Jika hakim memandang perlu disertakannya laporan Penelitian Kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusannya memungkinkan berhasilnya usaha tersebut.
Karena di
dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan mencakup data mengenai penelitian sosial dan penelitian kasus serta hal-hal lain yang sifatnya memberikan informasi tentang latar belakang kehidupan dan sikap terdakwa sebelum dan setelah melanggar hukum. Keputusan laporan Penelitian Kemasyarakatan sesudah adanya putusan (vonis) dan tindakan (beschikking). Hakim adalah merupakan bahan untuk menentukan rencana terapi pembinaan terhadap klien baik yang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan Pemuda, Lembaga Pemasyarakatan Anak, dan pada BAPAS maupun para anak negara yang pengasuhannya diserahkan kepada orang tua asuh atau instansi lain.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
C. Tinjauan Umum Tentang Kenakalan Anak 1. Pengertian Kenakalan Anak Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke-19, dimana anak dijadikan sebagai “objek” yang dipelajari secara ilmiah. Pelopornya adalah Wilhelm Preyer dalam bukunya die seele des kindes (jiwa anak) pada tahun 1882, kemudian disusul oleh berbagai ahli yang meneliti anak dan menulis psikologi anak, antara lain William Sterm menulis buku psychologie der fruhen kindheit (psikologi Anak pada tahun 1989 dan bukunya kindheit fund jugend (masa kanakkanak dan masa muda) yang ditulis bersama istrinya bernama Charlotte Buhler, buku ini sangat masyhur. Di Amerika Serikat tokoh-tokoh terkenal yang mempelajari masalah anakanak, antara lain ialah Tracy, G. Stanly Hall dari Clark University, menulis Adolescence. Di Inggris antara lain Sully dan Balwim. Di Prancis dikenal nama Compayre dan Claparade dan lain-lain kemudian Heinrich Pestalozzi (1746-1582) dari Italia meneliti masalah kejiwaan anak dan mengembangkan satu metode mengajar yang berprinsip pada auto-education. Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa sejak dahulu para tokoh pendidikan dan para ahli sudah memperhatikan perkembangan kejiwaan anak, karena anak adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. Anak memiliki sistem penelitian Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
kanak-kanak yang menampilkan martabat anak sendiri dan kriteria norma tersendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. Hal ini disebabkan oleh karena taraf perkembangan anak itu memang selalu berlainan dengan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya, dimulai pada usia bayi, remaja, dan usia lanjut, akan berlainan psikis maupun jasmaninya. Sistem penilaian anak-anak ini dengan bantuan usaha pendidikan harus bisa dikaitkan atau disesuaikan dengan sistem penilaian manusia dewasa. Namun demikian adalah salah apabila menerapkan kadar nilai orang dewasa pada diri anakanak. Untuk memudahkan dalam mengerti tentang anak dan menghindari salah penerapan kadar penilaian orang dewasa terhadap anak, maka perlu diketahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu: 1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan
mental,
pengembangan
fungsi-fungsi
tubuh,
perkembangan
kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (trozalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
2) Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 (tujuh) sampai dengan 14 (empat belas) tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan ke dalam 2 periode, yaitu: a. Masa anak Sekolah Dasar dimulai dari usia 7-12 tahun adalah periode intelektual. Periode intelektual ini adalah masa belajar awal dimulai dengan memasuki masyarakat di luar keluarga, yaitu lingkungan sekolah kemudian teori pengamatan anak dengan hidupnya perasaan, kemauan serta kemampuan anak dalam berbagai macam potensi, namun masih bersifat tersimpan atau masa latensi (masa tersembunyi). b. Masa remaja/pra-pubertas atau pubertas awal yang dikenal dengan sebutan periode pueral. Pada periode ini, terdapat kematangan fungsi jasmaniah ditandai dengan berkembangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah yang menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, berandal, kurang sopan, liar dan lain-lain. Sejalan dengan berkembangnya fungsi jasmaniah, perkembangan intelektual pun berlangsung sangat intensif sehingga minat pada pengetahuan dan pengalaman baru pada dunia luar sangat besar terutama yang bersifat konkrit, karenanya anak puber disebut sebagai fragmatis atau utilitas kecil, dimana minatnya terarah pada kegunaan-kegunaan teknis.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun, yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase puberitas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Masa remaja atau masa pubertas bisa dibagi dalam 4 (empat) fase, yaitu: a) Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral/prapubertas b) Masa menentang kedua, fase negatif, trozalter kedua, periode verneinung. c) Masa pubertas sebenarnya, mulai kurang lebih 14 tahun. Masa pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari pada masa pubertas anak laki-laki. d) Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai sekitar 19 hingga 21 tahun. Fase ketiga ini mencakup point c dan d di atas, di dalam periode ini terjadi perubahan-perubahan besar. Perubahan besar yang dialami anak akan membawa pengaruh pada sikap dan tindakan ke arah lebih agresif sehingga pada periode ini banyak anak-anak dalam bertindak dapat digolongkan ke dalam tindakan yang menunjukkan ke arah gejala kenakalan anak. Kenakalan anak ini diambil dari istilah asing juvinile deliquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam Pasal 489 KUH Pidana. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan deliquency artinya doing wrong, terabaikan/mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat,
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada bahan peradilan di Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-undang Peradilan bagi anak di negara tersebut. Paul Moedikno memberikan perumusan, mengenai pengertian juvenile deliquency, yaitu sebagai berikut : a) Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan deliquency. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh dan sebagainya. b) Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang menimbulkan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki tidak sopan, mode “you can see” dan sebagainya. c) Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial, termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain. Menurut Kartini Kartono yang dikatakan juvenile delinquency adalah: 62 Perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabdian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. Menurut Fuad Hassan, yang dikatakan juvenile deliquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dikualifikasikan sebagai kejahatan. Sedangkan menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan Anak Nakal adalah: a. Anak yang melakukan tindakan pidana, atau; b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 62
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 1998), hlm. 6 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Tim proyek juvenile deliquency Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Desember 1967 memberikan perumusan mengenai juvenile deliquency sebagai berikut: “suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela”. Romli Atmasasmita memberikan pula perumusan Juvenile Deliquency, yaitu sebagai berikut: 63 “setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Juvenile Deliquency adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggar norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh angka-anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak daripada kejahatan anak, terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh tidak setiap manusia harus mengalami kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya. Dalam KUH Pidana di Indonesia, jelas terkandung makna bahwa suatu perbuatan pidana (kejahatan) harus mengandung unsur-unsur: 63
Kartini Kartono, Ibid., hlm. 7
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
a) Adanya perbuatan manusia.; b) Perbuatan tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum; c) Adanya kesalahan; d) Orang yang berbuat harus dapat dipertanggungjawabkan; Batasan-batasan tersebut belum berarti sama dengan batas usia pemidanaan anak. Apalagi dalam KUHPidana ditegaskan bahwa seseorang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya diisyaratkan adanya kesadaran diri yang bersangkutan. Ia harus mengetahui bahwa perbuatan itu terlarang menurut hukum yang berlaku, sedangkan predikat anak disini menggambarkan usia tertentu, dimana ia belum mampu dikategorikan orang dewasa yang karakteristiknya memiliki cara berpikir normal akibat dari kehidupan rohani yang sempurna, pribadi yang mantap menampakkan rasa tanggung jawab sehingga dapat mempertanggungjawabkan atas segala tindakan yang dipilihnya karena ia berada pada posisi dewasa. Tetapi anak dalam hal ini adalah anak yang di Amerika Serikat dikenal dengan istilah juvenile deliquency, memiliki kejiwaan yang labil, proses kemantapan psikis yang sedang berlangsung menghasilkan sikap kritis, agresif dan menunjukkan kebengalan yang cenderung bertindak mengganggu ketertiban umum. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan karena tindakannya lahir dari kondisi psikologis yang tidak seimbang, disamping itu pelakunyapun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya merupakan menifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada maksud merugikan orang lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
suatu perbuatan kejahatan (KUH Pidana), yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakunya mampu bertanggungjawab. Tingkah laku yang menjurus kepada masalah juvenile deliquency ini menurut Adler adalah : 1) Kebutuhan-kebutuhan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri dan orang lain; 2) Perilaku ugal-ugalan, berandal, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitarnya. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitive yang tidak terkendali serta kesukan menteror lingkungan; 3) Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa; 4) Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindakan a-susila; 5) Kriminalitas anak, remaja dan adolensens antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, mencuri, mengganggu, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya; 6) Berpesta-pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukan yang menimbulkan keadaan kacau-balau) yang mengganggu sekitarnya; 7) Perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan dengan motif sosial, atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan investor, menuntut pengakuan diri, depresi, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain; 8) Kecanduan dan ketagihan narkoba; 9) Tindakan-tindakan moral seksual secara terang-terangan tanpa “tedeng alingaling”, tanpa malu dengan cara kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali yang didorong oleh hiperseksualitas, dorongan menuntut hak, dan usahausaha kompensasi lainnya yang sifatnya kriminal; 10) Homoseksualitas, erotisme anak dan oral serta gangguan seksualitas lainnya pada anak remaja disertai dengan tindakan-tindakan sadis; 11) Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga menimbulkan akses kriminalitas-kriminalitas seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen dan pembunuhan bayi-bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin; 12) Tindakan radikal dan ekstrim dengan jalan kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja; Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
13) Perbuatan a-sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, neurotic dan menderita gangguan jiwa lainnya;’ 14) Tindakan kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur dan ledakan maningitis serta post-encephalitics, juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan control diri; 15) Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya organ-organ yang inferior. 64 2. Identifikasi Gejala Kenakalan Anak Gejala kenakalan anak akan terungkap apabila kita meneliti bagaimana ciriciri khas atau ciri umum yang amat menonjol pada tingkah laku dari anak-anak puber tersebut di atas, antara lain: 1) Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu besar serta kebutuhan untuk memamerkan diri, sementara lingkungan masyarakat dewasa ini sedang demam materiil dimana orang mendewa-dewakan kehidupan lux atau kemewahan, sehingga anak-anak muda usia yang emosi dan mentalnya belum matang serta dalam situasi labil, maka dengan mudah ia ikut terjangkit nafsu serakah dunia materiil. 2) Energi yang berlimpah-limpah memanifestasikan diri dalam bentuk keberanian yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri, misalnya terefleksi pada kesukaan anak muda untuk kebut-kebutan di jalan raya. 3) Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkna diri, misalnya dengan jalan mabuk-mabukan minuman keras.
64
www.google.co.id dengan penelusuran juvenile deliquency, diakses pada tanggal 20 September 2008 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
4) Sikap hidupnya bercorak anti sosial dan keluar dari pada dunia objektif ke arah dunia subjektif, sehingga ia tidak lagi suka pada kegunaan-kegunaan teknis yang sifatnya fragmatis, melainkan lebih suka bergerombol dengan kawan sebaya. Dengan demikian mereka merasa lebih kuat, aman dan lebih berani untuk berjuang dalam melakukan eksplorasi dan eksperimen hidup dalam dunianya yang baru, maka banyak kita temui pemuda-pemuda yang mempunyai geng-geng tersendiri. Akibatnya timbul kericuhan, perkelahian antar geng dimana-diman. 5) Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri dari identitas maupun identifikasi lama dan mencari aku “ideal” sebagai identitas baru serta substitusi identifikasi yang lama. Hal-hal tersebut di atas, bisa dimengerti, fase-fase remaja dan adolescent adalah suatu proses transisi dimana tingkah laku anti sosial yang potensial disertai banyak pergolakan hati dan kekisruhan hati membuat anak remaja/adolesens kehilangan control, kendali emosi yang meletup menjadi boomerang baginya. Apabila dibiarkan tanpa adanya pembinaan dan pengawasan yang tepat, cepat serta terpadu oleh semua pihak, maka gejala kenakalan anak ini akan menjadi tindakantindakan yang mengarah kepada tindakan yang bersifat kriminalitas Untuk lebih memperjelas kajian tentang gejala kenakalan anak seperti yang telah diuraikan di muka, perlu diketahui sebab-sebab timbulnya kenakalan anak atau faktor-faktor yang mendorong anak melakukan kenakalan atau dapat juga dikatakan
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
latar belakang dilakukannya perbuatan itu. Dengan perkataan lain, perlu diketahui motifasinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa yang dikatakan motivasi itu adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu perbuatan dengan tujuan tertentu. Motifasi sering juga diartikan sebagai usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok tertentu tergerak untuk melakukan suatu perbuatan karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Bentuk dari motivasi itu ada 2 (dua) macam, yaitu: Motivasi intrinsik dan motivasi eksterinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsic adalah dorongan atau keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu disertai perangsang dari luar, sedangkan motivasi eksterinsik adalah dorongan yang datang dari luar diri seseorang. Berikut ini Romli Atmasasmita mengemukakan pendapatnya mengenai motivasi insterinsik dan eksterinsik dari kenakalan anak: 1. Yang termasuk motivasi interinsik daripada kenakalan anak adalah: a. Faktor Intelegentia Intelegentia adalah kecerdasan seseorang, menurut pendapat Wundt dan Eisler adalah kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan. Anak-anak delinquent ini pada umumnya mempunyai intelegensia verbal lebih rendah dan ketinggalan dan pencapaian hasil-hasil skolastik (prestasi sekolah lebih rendah). Dengan kecerdasan yang rendah dan wawasan sosial yang kurang Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
tajam, mereka mudah sekali terseret oleh ajakan buruk untuk menjadi delikuen jahat. 65 b. Faktor Usia Stephen Hurwitz mengungkapkan “age is importance factor individu the causation of crime” (usia adalah factor yang paling penting dalam sebab-musabab timbulnya kejahatan). Apabila pendapat tersebut kita ikuti secara konsekuen, maka dapat pula dikatakan bahwa usia seseorang adalah factor yang penting dalam sebabmusabab timbulnya kenakalan. c. Faktor Kelamin Di dalam penyelidikannya Paul. W. Tappan mengemukakan pendapatnya, bahwa kenakalan anak dapat dilakukan oleh anak laki-laki maupun oleh anak perempuan, sekalipun dalam prakteknya jumlah anak laki-laki yang melakukan kenakalan jauh lebih banyak dari pada anak perempuan pada batas usia tertentu. 66 Adanya perbedaan jenis kelamin, mengakibatkan pula timbulnya perbedaan, tidak hanya dalam segi kuantitas kenakalan semata-mata akan tetapi juga segi kualitas kenakalannya. Sering kali kita melihat atau membaca dalam mass media, baik cetak maupun media elektronik bahwa perbuatan kejahatan banyak dilakukan oleh anak laki-laki seperti pencurian, penganiayaan, perampokan, pembunuhan, perkosaan dan lain sebagainya.
Sedangkan perbuatan pelanggaran banyak dilakukan oleh anak
perempuan, seperti pelanggaran terhadap ketertiban umum, pelanggaran kesusilaan
65 66
Wagiati Soedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung : Refika Aditama, 2006), hlm. 17 Ibid, hlm. 19
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
misalnya melakukan persetubuhan di luar perkawinan sebagai akibat pergaulan bebas. d. Faktor Kedudukan Anak dalam Keluarga Yang dimaksud kedudukan anak dalam keluarga adalah kedudukan seorang anak dalam keluarga menurut urutan kelahirannya misalnya anak pertama, kedua, dan seterusnya. 67 2. Motivasi Ekstrinsik Kenakalan Anak Motivasi Ekstrinsik dari kenakalan anak meliputi: a. Faktor keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapat pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak. Sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif. Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan untuk seterusnya sebagian besar waktunya adalah di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya delinguency itu sebagian juga berasal dari keluarga. 68
67 68
Ibid, hlm.19 Ibid. hlm.21
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Adapun keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya delinguency dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home) dan keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan. Menurut Moelyatno bahwa menurut pendapat umum pada broken home ada kemungkinan besar bagi terjadinya kenakalan anak, dimana terutama perceraian atau perpisahan orang tua mempengaruhi perkembangan si anak. 69 Dalam broken home pada prinsipnya struktur keluarga tersebut sudah tidak lengkap lagi yang disebabkan adanya hal-hal: b) Salah satu dari kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia. c) Perceraian orang tua. d) Salah satu dari kedua orang tua atau keduanya tidak hadir secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup lama. Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home, akan tetapi dalam masyarakat modern sering pula terjadi suatu gejala adanya broken home semua ialah kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing-masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat memberikan perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya. Pada dasarnya kenakalan anak yang disebabkan karena broken home dapat diatasi atau ditanggulangi dengan cara-cara tertentu.
Dalam broken home, cara
mengatasi agar anak tidak menjadi delikuen ialah orang tua yang bertanggungjawab dalam memelihara anak-anaknya hendaklah mampu memberikan kasih sayang 69
Ibid. hlm.21
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
sepenuhnya sehingga anak tersebut merasa seolah-olah tidak pernah kehilangan ayah dan ibunya. Di samping itu, keperluan anak secara jasmani harus dipenuhi pula sebagaimana layaknya sehingga anak tersebut terhindar dari perbuatan yang melanggar hukum. b. Faktor Pendidikan dan Sekolah Sekolah adalah sebagai media atau perantara bagi pembinaan jiwa anak-anak atau dengan kata lain, sekolah ikut bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak, baik pendidikan keilmuan maupun pendidikan tingkah laku.
Banyaknya atau
bertambahnya kenakalan anak secara tidak langsung menunjukkan kurang berhasilnya sistem pendidikan di sekolah-sekolah. Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak. Selama mereka menempuh pendidikan di sekolah terjadi interaksi antara anak dengan sesamanya, juga interaksi antara anak dengan guru. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak sehingga anak menjadi delikuen. Menurut Zakiah Darajat bahwa pengaruh negative yang menangani langsung proses pendidikan antara lain, kesulitan ekonomi yang dialami guru dapat mengurangi perhatiannya terhadap anak didik. Guru sering tidak masuk akibatnya anak-anak didik terlantar, bahkan sering terjadi guru marah pada muridnya. Biasanya guru melakukan hal demikian bila terjadi sesuatu yang menghalangi keinginannya. Dia akan marah, apabila kehormatannya direndahkan, baik secara langsung maupun Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
tidak langsung atau aktivitas bisnis lainnya terganggu, sebagian atau seluruhnya atau lain dari itu. c. Faktor Pergaulan Anak. Harus disadari betapa besar pengaruh yang dimainkan oleh lingkungan anak, terutama sekali disebabkan oleh konteks kulturalnya.
Dalam situasi sosial yang
menjadi semakin longgar, anak-anak kemudian menjauhkan diri dari keluarganya untuk kemudian menegakkan eksistensi dirinya yang dianggap sebagai tersisih dan terancam. Mereka lalu memasuki satu unit keluarga baru dengan subkultur baru yang sudah delikuen sifatnya. Dengan demikian, anak menjadi delikuen karena banyak dipengaruhi oleh berbagai tekanan pergaulan, yang semuanya memberikan pengaruh yang menekan dan memaksa pada pembentukan perilaku buruk, sebagai produknya anak-anak tadi suka melanggar peraturan, norma sosial dan hukum formal. Anak-anak ini menjadi delikuen/jahat sebagai akibat dari transformasi psikologis sebagai reaksi terhadap pengaruh eksternal yang menekan dan memaksa sifatnya. Sehubungan dengan peristiwa ini, Sutherland mengembangkan teori association differential yang menyatakan bahwa anak menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Dalam hal ini peranan orang tua untuk menyadarkan dan mengembalikan kepercayaan anak tersebut serta harga dirinya sangat diperlukan. Perlu mendidik Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
anak agar bersikap formal dan tegas supaya mereka terhindar dari pengaruh-pengaruh yang datang dari lingkungan yang kurang baik. d. Pengaruh Media. Pengaruh media tidak kalah besarnya terhapad perkembangan anak. Keinginan atau kehendak yang tertanam pada diri anak untuk berbuat jahat kadangkadang timbul karena pengaruh bacaan, gambar-gambar dan film. Bagi anak yang mengisi waktu senggangnya dengan bacaan-bacaan yang buruk, maka hal itu akan berbahaya dan dapat menghalang-halangi mereka untuk berbuat hal-hal yang baik.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB III PEMANFAATAN PENELITIAN KEMASYARAKATAN BAGI PERSIDANGAN ANAK
A. Berdasarkan Hukum Pidana Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Dalam berbagai hal, upaya perlindungan dan pembinaan tersebut, dihadapkan pada permasalahan dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Di samping itu, terdapat pula anak, yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh perhatian baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau berperilaku yang dapat merugikan dirinya dan atau masyarakat. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Perbedaan perlakuan dan ancaman yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dimaksudkan untuk lebih melindungi anak dan mangayomi anak tersebut agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang.
Selain itu, perbedaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab dan berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pembimbing Kemasyarakatan dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa dari segi usia bahwa seorang anak nakal dinyatakan syah dikategorikan masih usia anak-anak yang disertai bukti-bukti hukum yang kuat (Ijazah, Akte Lahir, Kartu Keluarga, Surat Lahir dari Bidan/Dokter, dan lain sebagainya), maka penelitian kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan akan bermanfaat bagi anak nakal tersebut di dalam sidang anak khususnya ditinjau dari aspek Hukum dan tindakan yang diberikan kepada Anak Nakal tersebut. Aspek hukum dan tindakan ini, dapat kita lihat pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pada BAB III: PIDANA DAN TINDAKAN, Pasal 22 sampai dengan Pasal 32. adapun bunyi Pasal-Pasal tersebut adalah sebagai berikut: 70 Pasal 22: Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini Pasal: (1)
Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan
70
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia, Teori, Praktik dan Permasalahannya. Penerbit. CV. Mandar Maju Bandung, 2005, hal. 196-200 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
(2)
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah: a. Pidana penjara; b. Pidana kurungan; c. Pidana denda; dan d. Pidana pengawasan
(3)
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhkan tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
(4)
Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24: (1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah: a. Mengembalikan kepada orangtua, wali, atau orangtua asih; b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihann kerja; atau c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial; atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. (2) Tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Pasal 25: (1) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, hakim menjatuhkan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. (2) Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b, Hakim menjatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 26: (1)
Pidana penjaraan dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
(2)
Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(3)
Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b.
(4)
Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
tidak diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 27: Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa. Pasal 28: (1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa. (2) Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja. (3) Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari. Pasal 29: (1) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. (2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
(3) Syarat umum ialah bahwa Anak Nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat. (4) Syarat khusus ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. (5) Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat bagi syarat umum. (6) Jangka waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun. (7) Selama menjalani masa pidana bersyarat, jaksa melakukan pengawasan, dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan bimbingan agar Anak Nakal menepati persyaratan yang telah ditentukan. (8) Anak Nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan dan berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan. (9) Selama Anak Nakal berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan dapat mengikuti pendidikan sekolah. Pasal 30: (1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. (2) Apabila terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan. (3) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 31: (1) Anak Nakal yang oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara, ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai Anak Negara. (2) Demi kepentingan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat mengajukan izin kepada Menteri Kehakiman agar Anak Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan di lembaga pendidikan anak yang diselanggarakan oleh pemerintah atau swasta. Pasal 32: Apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c, Hakim dalam putusannya sekaligus menentukan lembaga tempat pendidikan, pembinaan dan latihan kerja tersebut dilaksanakan.
B. Bagi Hakim Dalam Menjatuhkan Vonis Terhadap Anak Nakal Manfaat penelitian kemasyarakatan dalam sidang anak bagi Hakim adalah bahwa dalam menyelesaikan perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang dihimpun oleh Pembimbing Kemasyarakatan mengenai data pribadi maupun keluarga dari anak yang Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
bersangkutan.
Dengan adanya hasil laporan tersebut, diharapkan Hakim dapat
memperoleh gambaran yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan. Putusan Hakim mempengaruhi kehidupan selanjutnya dari anak yang bersangkutan, oleh sebab itu Hakim harus yakin benar, bahwa putusan yang diambil akan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya, sebagai warga yang bertanggungjawab bagi kehidupan keluarga, bangsa dan negara. 71
C. Bagi Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan 1. Gambaran Tentang Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan Penelitian kemasyarakatan yang merupakan suatu kasus dengan objek tertentu dari seseorang yang mengalami masalah sosial khususnya menyangkut pelanggar hukum yaitu penelitian terhadap tahanan baik orang dewasa atau anak-anak dan mereka yang telah mendapat putusan ataupun tindakan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penelitian kemasyarakatan merupakan syarat mutlak yang dilakukan secara sadar, bertujuan dan berencana serta sistematis, berarti setiap tahap diarahkan pada tujuan dan kebutuhan subjek atau klien tertentu dalam situasi yang riel. Objek dari penelitian ini adalah individu, keluarga dan kelompok sosial yang kecil dengan cara mengadakan pendekatan untuk mengetahui dan mendalami objek atau klien tertentu untuk mencari data yang lengkap dengan mengungkapkan masalah pribadinya, keluarga maupun lingkungan yang melatar belakangi perbuatannya. 71
Ibid, hal. 220
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa penelitian kemasyarakatan itu dipergunakan untuk keperluan pada pre-adjudication dan adjudication serta penentuan suatu program pembinaan. Penelitian kemasyarakatan memiliki bentuk dan isi yang berbeda, hal ini tergantung kebutuhan dan penggunaan dari instansi yang memintanya.
Demikian pula bentuk laporan penelitian kemasyarakatan yang
dipergunakan untuk bahan pembinaan baik di Lembaga Pemasyarakatan maupun di Balai Pemasyarakatan memerlukan bentuk dan isi tersendiri sesuai dengan keperluan pembinaan klien. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dipergunakan untuk kepentingan pembinaan ada beberapa macam, misalnya untuk anak negara yang akan cuti liburan sekolah, lepas bersyarat (VO), anak asuh atau foter care pada keluarga atau perkumpulan sosial. Juga untuk narapidana dalam rangka pindah kepada Lembaga Pemasyarakatan lain, cuti pre-release treatment (PRT) atau lepas bersyarat bagi klien dewasa (VI), latihan kerja dan bbimbingan lanjutan bagi klien yang membutuhkan. Jadi laporan penelitian kemasyarakatan itu sangat penting untuk sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga Pemasyarakatan. Isi yang terkandung dalam laporan penelitian merupakan ungkapan tentang masalah pribadi klien maupun keluarganya. Jadi laporan penelitian kemasyarakatan memiliki sifat yang harus dijaga kerahasiaannya karena antara lain: 1) Menyangkut masalah yang sangat pribadi 2) Menyangkut rahasia hidup klien yang bersangkutan yang harus dihormati, tidak boleh dibuka pada umum tanpa izin yang bersangkutan. Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3) Tidak boleh disiarkan dalam pers khususnya yang menyangkut anak-anak (minimal dengan singkatan nama) 4) Ini merupakan hak asasi manusia, yang mendapat perlindungan per undangundangan. Jika ditelaah dengan seksama isi yang terkandung dalam laporan penelitian kemasyarakatan tersebut sangat lengkap dan membantu sekali dalam menentukan langkah-langkah para penegak hukum yang terkait dalam proses tata peradilan untuk bertindak sesuai dengan wewenang masing-masing dalam melaksanakan tugas secara tepat dan efektif. Dari uraian diatas, laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan itu tidak terbatas untuk anak-anak saja. Alangkah baiknya apabila diberlakukan pula terhadap remaja dan orang dewasa yang akan disidangkan perkaranya. Setiap orang yang
melakukan pelanggar hukum itu mempunyai latar
belakang yang saling berbeda dan harus diungkapkan dan disajikan dalam laporan penelitian, agar para penegak hukum tidak ragu dan keliru dalam bertindak atau membuat suatu putusan. Setiap orang yang melakukan pelanggar hukum itu mempunyai latar belakang yang saling berbeda dan harus diungkapkan dan disajikan dalam laporan penelitian kemasyarakatan, agar para penegak hukum tidak ragu dan keliru dalam bertindak atau membuat suatu putusan.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Dewasa ini pelanggar hukum anak-anak diperhatikan sekali tentang hal-hal yang mempengaruhi dan melatar belakangi perbuatannya.
Kemudian dibuatkan
laporan penelitian kemasyarakatannya karena anak-anak dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukan seperti yang dikatakan oleh Sri Widoyati Wiratmo Soekito bahwa : “ Penilaian psikis seorang anak tentulah berbeda dari pada pelanggar hukum orang dewasa. Anak-anak belum dapat sepenuhnya membedakan yang baik dan yang buruk, jika lingkungan tidak pernah mengajarkan dan memberikan contoh ciri-ciri kehidupan yang demikian, seseorang belum dapat seratus persen mempertanggung jawabkan kesalahannya, karena lingkungan bisa memberikan peluang kepadanya untuk melakukan pelanggar hukum.” 72 Jadi anak-anak yang melanggar hukum dianggap tidak pantas untuk dipidana dengan alasan harus dipikirkan masa depan si anak sebagai tunas muda bangsa. Tetapi mengapa hingga saat ini terhadap remaja dan orang dewasa tidak terpikirkan masalah penelitian kemasyarakatan tersebut pada waktu pra-adjudication, sedangkan mereka yang melanggar hukum tersebut juga menjadi tanggung jawab semua aparat, yang perlu dipikirkan bagaimana jalan keluarnya untuk dapat diperbaiki dan menentukan masa depannya. Bahruddin Surjobroto mengatakan bahwa: Dikatakan asas pemasyarakatan harus sudah tercermin sejak dimulainya pemeriksaan oleh polisi. Sehingga sebetulnya saat itu bukan hanya advokat yang bisa mendampingi tertuduh, tetapi juga petugas bimbingan sosial. 73 Pada hakekatnya laporan penelitian kemasyarakatan sangat membantu para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya masing-masing tanpa mengurangi hak
72
Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita dalam Hukum, (Jakarta : LP 3 ES, 1983), hal pengantar 73 R.P. Bahruddin Surjobroto, Kompas, tanggal 11 Oktober 1982, hal IV Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
dan wewenangnya. Namun sehubungan dengan hal tersebut, seperti yang sudah penulis singgung sebelumnya bahwa laporan penelitian kemasyarakatan dituntut pula keobjektifannya. 2.
Metode dan Teknik Melaksanakan Penelitian Kemasyarakatan Dalam rangka pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan harus dilakukan
pengumpulan data klien secara lengkap, meliputi data pribadinya, keluarga, sekolah atau pekerjaan, lingkungan masyarakat. Untuk mencari data yang diperlukan metode pendekatan memerlukan keahlian serta teknik-teknik ilmu pengetahuan pekerjaan sosial, sehingga dengan data yang diperoleh tersebut dapat disusun dan dikembangkan menjadi sebuah laporan penelitian kemasyarakatan. Adapun metode untuk pengumpulan data tersebut antara lain: 1. Dengan teknik umum yaitu: a. Observasi langsung b. Observasi partisipasi 2.
Dengan teknik wawancara yaitu: a. Wawancara bebas b. Wawancara mendalam
3. Dengan buku harian atau surat menyurat 4. Dengan pertanyaan (formulir kwesioner) 5. Dengan survei
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Dengan metode dan teknik pendekatan tersebut, penelitian yang berpengalaman akan dapat: 1. Membuka aspek-aspek kehidupan yang biasanya tersembunyi dan dirahasiakan. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab “integrasi” 3. Menyoroti kejadian dalam kehidupan klien 4. Memahami dinamika sosial dalam kelompok Dalam mengadakan pencarian data perlu adanya pencatatan atau dengan alatalat tertentu misalnya: 1. Catatan dengan menggunakan alat-alat tulis. 2. Perekaman pita (Audio casset). 3. Tustel atau slide film (visual). Sehubungan dengan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan kemasyarakatan terhadap klien yang selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian segala tindakan dan perilaku Pembimbing Kemasyarakatan tidak pernah lepas dari control sosial dan control dalam dirinya sendiri. 3. Pemanfaatan penelitian di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Pada bab sebelumnya sudah diuraikan maksud dan kegunaan daripada penelitian kemasyarakatan dalam proses tata peradilan dari mulai pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pada lembaga Pemasyarakatan serta Balai Pemasyarakatan sendiri yang dipergunakan sebagai rencana pembinaan klien.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Penelitian kemasyarakatan yang merupakan suatu kasus dengan objek tertentu dari seseorang yang mengalami masalah sosial.
Khususnya yang menyangkut
pelanggar hukum yaitu penelitian terhadap tahanan baik orang dewasa atau anak-anak dan mereka yang telah mendapat putusan ataupun tindakan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penelitian kemasyarakatan merupakan syarat mutlak yang dilakukan secara sadar, bertujuan dan berencana serta sistematis, berarti setiap tahap diarahkan pada tujuan dan kebutuhan atau klien tertentu dalam situasi yang sebenarnya. Objek dari penelitian ini adalah individu, keluarga dan kelompok sosial yang kecil dengan cara mengadakan pendekatan untuk mengetahui dan mendalami objek atau klien tertentu untuk mencari data yang lengkap dengan mengungkapkan masalah pribadinya, keluarga maupun lingkungan yang melatarbelakangi perbuatannya. Penelitian kemasyarakatan itu dipergunakan untuk keperluan pada pre adjudication dan adjudication serta penentuan suatu program pembinaan. Penelitian kemasyarakatan memiliki bentuk dan isi yang berbeda, hal ini tergantung kebutuhan dan penggunaan dari instansi yang memintanya. Demikian pula bentuk laporan penelitian kemasyarakatan yang dipergunakan untuk bahan pembinaan baik di lembaga pemasyarakatan maupun di BAPAS memerlukan bentuk dan isi tersendiri sesuai dengan keperluan pembinaan klien. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dipergunakan untuk kepentingan pembinaan ada beberapa macam, misalnya untuk anak negara yang akan cuti liburan sekolah, lepas bersyarat, anak asuh atau voter care pada keluarga atau perkumpulan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
sosial, juga untuk narapidana dalam rangka pindah ke lembaga Pemasyarakatan lain, cuti pre release treatmen (PRT) atau pembebasan bersyarat bagi klien dewasa, latihan kerja dan bimbingan lanjutan bagi klien yang membutuhkan. Jadi laporan penelitian kemasyarakatan itu sangat penting untuk sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga Pemasyarakatan.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PEMBUATAN PENELITIAN KEMASYARAKATAN
A.
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Setiap usaha untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan tidak terlepas dari
permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi dan diatasi merupakan hambatan baik yang datang dari dalam maupun yang berasal dari luar. Demikian pula halnya pembahasan
dalam
tesis
ini,
para
petugas
Pembimbing
Kemasyarakatan
melaksanakan tugasnya juga tidak luput dari permasalahan-permasalahan yang menjadi
penghambat,
khususnya
dalam
rangka
melaksanakan
penelitian
kemasyarakatan guna persidangan dan menentukan rencana terapi pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan serta di BAPAS apabila putusan merupakan pembebasan bersyarat. Dalam rangka menyelenggarakan salah satu tugas pokok dan fungsi BAPAS yaitu mengenai pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan, diperlukan banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pembimbing Kemasyarakatan guna menjaga mutu dan keobyektifan dari pada laporan penelitian kemasyarakatan. Pekerjaan melakukan penelitian kemasyarakatan terhadap seseorang serta pengaruh lingkungannya adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Banyak segi-segi
kehidupan harus diketahui dan dipahami serta cara-cara pendekatan yang akan
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
dipakai dalam melaksanakan penelitian tersebut diperlukan personil yang terdidik, penuh rasa tanggungjawab serta professional. Dewasa ini para petugas Pembimbing Kemasyarakatan, umumnya pada BAPAS di seluruh Indonesia dan BAPAS Klas I Medan khususnya, ternyata belumlah memadai untuk menyelenggarakan pembuatan penelitian kemasyarakatan, baik dilihat dari segi kuantitas maupun kualitas para personil. Masalah ini dirasakan sebagai penghambat dalam menyelenggarakan tugas tersebut diatas. Hambatan yang ditimbulkan akibat personil ini meliputi sebagai berikut: 1. Jumlah Petugas Jumlah petugas yang ada pada BAPAS Klas I Medan belumlah proporsinal/memadai berdasarkan data yang didapat penulis. Untuk itu diperlukan penambahan jumlah petugas Pembimbing Kemasyarakatan dengan tujuan agar dapat mengimbangi frekuensi pelanggaran hukum yang akan dibuatkan laporan penelitian kemasyarakatannya di wilayah kerjanya. 2. Kemampuan Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan yang ada di BAPAS Klas I Medan maupun yang ada di Indonesia mempunyai dasar pendidikan Sekolah Pekerjaan Sosial Atas (SPSA), dasar pendidikan tersebut dapat dikatakan sudah memadai, akan tetapi mengingat tugas yang dihadapi adalah manusia serta persoalannya maupun pengaruh lingkungannya yang semakin lama semakin kompleks sesuai dengan perkembangan zaman dan banyak klien yang dihadapi dewasa ini para sarjana.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Berarti dalam melakukan penelitian kemasyarakatan disamping berpendidikan yang cukup juga harus memiliki keterampilan khusus untuk berkomunikasi dengan klien. Seperti menguasai teknik-teknik interview, mendalami ilmu pekerjaan sosial, psikologi, tata bahasa yang baik dan lain sebagainya, sehingga dalam pembuatan suatu laporan penelitian kemasyarakatan tidak terjadi kesalahfahaman dalam menafsirkan
suatu
masalah
serta
dalam
menyajikan
laporan
penelitian
kemasyarakatan dapat terlaksana dengan baik dan obyektif, baik mengenai isi maupun redaksinya. Faktor pendidikan belumlah cukup untuk menjamin apakah petugas itu mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan mantap, maka sehubungan dengan hal tersebut setiap petugas Pembimbing Kemasyarakatan perlu mendapatkan pendidikan yang sifatnya khusus mengenai pembinaan luar lembaga Pemasyarakatan dan pelaksanaan penelitian kemasyarakatan serta menyusunnya ke dalam bentuk laporan penelitian kemasyarakatan yang terdidik tapi juga trampil dan professional. Disamping
itu
semua,
seorang
Pembimbing
Kemasyarakatan
harus
mempunyai daya tarik, simpati dan rasa cinta kepada tugas yang dibebankan pada dirinya serta mempunyai kecakapan dalam menafsirkan suatu masalah, menganalisa dan menyimpulkan data yang diperoleh agar laporan penelitian kemasyarakatan yang disajikan kepada Jaksa ataupun Hakim benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
B.
Kendala Dalam Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Seorang pelanggar hukum atau klien pada umumnya sering dijadikan obyek,
dalam arti seorang yang disangka melanggar hukum selalu dijadikan tumpuan tindakan bahkan caci maki dari masyarakat ataupun para aparat penegak hukum dari mulai ditangkap, diperiksa oleh polisi mereka sering dicerca dengan kata-kata kasar dan tidak jarang pula dengan kekerasan bahkan siksaan agar mereka mau mengakui semua tuduhan yang ditujukan terhadap dirinya. Disinilah suatu kekeliruan yang sangat prinsip dan dapat mengakibatkan kurang berhasilnya sistem tata peradilan dalam hal menanggulangi para pelanggar hukum di Indonesia. Sebab kita harus menyadari bahwa orang yang disangka melanggar hukum harus dibina dan dibimbing hingga adanya putusan Hakim, setidak-tidaknya nasibnya lebih baik dari keadaan sebelum ia dibina di dalam lembaga Pemasyarakatan. Masyarakat sering tidak menyadari bahwa jika salah seorang dari warganya melanggar hukum adalah akibat dari kurang perhatiannya masyarakat itu sendiri.
Disamping itu para penegak hukumpun kurang
memperhatikan adanya suatu asas praduga tak bersalah sebelum adanya putusan hakim, dalam arti harus dijunjung tinggi hak asasi manusia. Akibat-akibat inilah membuat
klien
menjadi
orang
yang
frustasi
dan
apatis
serta
merasa
didiskriminasikan, sehingga menyulitkan Pembimbing Kemasyarakatan mengadakan pendekatan untuk mengungkapkan sebab-musabab terjadinya pelanggar hukum. Untuk mengatasi masalah ini seorang Pembimbing Kemasyarakatan harus berperan Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
sesuai dengan missinya secara professional dengan penuh kesabaran menjelaskan maksud dari pada penelitian kemasyarakatan, agar klien mau menyadari dan berbicara dengan terus terang masalah pribadinya.
C. Upaya Dalam Mengatasi Kemasyarakatan
Hambatan
Dalam
Pembuatan
Penelitian
1. Untuk memperlancar peran BAPAS Medan maka kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaannya harus diatasi. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala ini antara lain : Peningkatan dana (anggaran) operasional pelaksanaan tugas BAPAS Medan. Tersedianya dana yang cukup merupakan salah satu faktor yang menunjang pelaksanaan peran BAPAS Medan. Menyangkut masalah dana ini, Soedarto dalam lokakarya tentang peradilan anak mengemukakan, bahwa tiap lembaga negara yang dibentuk membutuhkan keuangan (negara). Terlaksananya peradilan anak yang meliputi juga pelaksanaan pidana atau tindakan yang dijatuhkan hakim membutuhkan biaya yang memadai. 74 Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, menginginkan peradilan anak dijalankan dengan mengutamakan kepentingan anak seharusnya diikuti dengan ditingkatkannya dana bagi BAPAS. Setelah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 berlaku efektif, permintaan melakukan penelitian kemasyarakatan anak pada BAPAS Medan sangat meningkat. Namun kenyataannya, anggaran yang diberikan kepada BAPAS lebih besar ketika Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 belum lahir. Anggaran yang diberikan kepada BAPAS Klas I Medan (untuk anak dan
74
Soedarto, Pengertian dan Ruang Lingkup Peradilan Anak, Lokakarya Peradilan Anak, (Bandung : BPHN, 1979), hlm. 91 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
dewasa) sebelum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 lahir sebesar ± Rp 40 juta dan sesudah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 lahir sebesar ± Rp 39 juta. Keinginan untuk melaksanakan peradilan pidana khusus bagi anak seharusnya didukung dengan dana yang memadai. BAPAS merupakan lembaga yang mempunyai peranan yang sangat penting baik dalam proses pengadilan pidana anak maupun bimbingan
terhadap
klien
pemasyarakatan
anak,
seperti
halnya
lembaga
pemasyarakaratan anak. Namun saat ini, perhatian terhadap pembinaan anak di lembaga pemasyarakatan yang juga membutuhkan dana sangat besar. Agar BAPAS dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat melakukan bimbingan kepada anak seharusnya dana cukup sehingga dapat dilakukan evaluasi keberhasilan bimbingan yang dilakukan BAPAS. Upaya yang dilakukan BAPAS Medan sendiri yakni mengajukan permohonan penambahan dana kepada Kanwil Hukum dan HAM Sumut. 2. Peningkatan sarana dan prasarana. Sarana merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Berbeda dengan lembaga pemasyarakatan yang melakukan pembinaan di dalam lembaga, maka BAPAS sebagai pelaksana teknis di luar lembaga lebih banyak melakukan aktivitasnya di lapangan. Salah satu sarana penunjang adalah transportasi agar petugas BAPAS dapat melakukan tugasnya semaksimal mungkin.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3. Realisasi kerjasama dengan instansi lain. BAPAS dalam melakukan tugasnya tentu saja sangat memerlukan kerjasama dengan instansi lain. Khusus untuk melakukan bimbingan klien pemasyarakatan anak, BAPAS memerlukan sarana penunjang, misalnya sekolah dan panti-panti sosial. Keputusan bersama Menteri Kehakiman RI, Menteri Tenaga Kerja RI dan Menteri Sosial selama ini sudah ada namun realisasinya pada BAPAS Medan tidak berjalan sama sekali. Untuk memperlancar peran pembimbing kemasyarakatan, peran pekerjapekerja sosial sukarela dapat diberdayakan. Jika ditinjau dari pelaksanaan pembinaan di luar lembaga, para petugas BAPAS dapat menggunakan fasilitas yang ada di masyarakat. Seperti yang dikemukakan Muladi, pembinaan di luar lembaga mempunyai keuntungan karena pembinaan dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas yang ada di masyarakat untuk mengadakan rehabilitasi. Fasilitas ini dapat berupa bantuan pembinaan dari masyarakat setempat, jasa-jasa pengadaan lapangan pekerjaan pemerintah ataupun swasta dan sebagainya di samping itu pembinaan di luar lembaga biayanya lebih murah bila dibandingkan pembinaan di dalam lembaga. 75 4. Peningkatan koordinasi antara penegak hukum dalam sub sistem peradilan pidana dengan BAPAS. Dalam proses peradilan pidana anak, koordinasi antar aparat penegak hukum harus dilaksanakan, mengingat permasalahan kejahatan anak merupakan tanggung jawab bersama dalam penyelesaiannya. Koordinasi antara aparat penegak hukum khususnya dengan BAPAS hanya terjadi pada saat permohonan penelitian kemasyarakatan dan persidangan anak. Seharusnya BAPAS dalam peradilan pidana anak diposisikan sebagai mitra/partner bagi aparat sistem peradilan pidana lainnya. 75
Muladi, Op-Cit, hlm. 154
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Koordinasi antara penegak hukum, Ichususnya dalam masalah kejahatan anak seharusnya dilakukan sesering mungkin karena peradilan anak ini sebaiknya dilihat sebagai suatu lembaga peroecahan masalah anak daripada penghukuman anak. Dengan adanya koordinasi antara penegak hukum dalam proses peradilan anak tidak hanya benindak terlalu yuridis normatif, tetapi harus mempertimbangkan faktorfaktor non hukum yang erat kaitannya dengan permasalahan anak.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan, yaitu: 1. Peranan Pembimbing Kemasyarakatan adalah memberikan informasi yang dapat digunakan hakim bagi penegakkan hukum terutama dalam persidangan anak dan untuk menentukan terapi apa yang sesuai digunakan untuk anak, sedangkan laporan
Penelitian
Kemasyarakatan
yang
dibuat
oleh
Pembimbing
Kemasyarakatan merupakan syarat mutlak bagi hakim untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat suatu keputusan. 2. Pemanfaatan
pembimbing
kemasyarakatan
membuat
hasil
penelitian
kemasyarakatan harus dilakukan dengan mengetahui identitas klien secara lengkap dan jelas. 3. Upaya
untuk
mengatasi
melaksanakan tugas berupa
hambatan
pembimbing
kemasyarakatan
dalam
penelitian kemasyarakatan berupa peningkatan
sarana dan prasarana, realisasi kerjasama dengan instansi lain, peningkatan koordinasi antara penegak hukum dalam sub sistem peradilan pidana dengan BAPAS.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
B. Saran 1. Agar dalam menangani para pelanggar hukum oleh para penegak hukum, dalam penyelesaiannya jangan hanya melakukan pendekatan yuridis, akan tetapi harus dilakukan pendekatan psikologis serta aspek-aspek lain yang berhubungan dengan klien. 2. Sebaiknya laporan penelitian kemasyarakatan tidak hanya terbatas untuk pelanggar hukum anak-anak saja, tetapi semua pelanggar hukum tanpa terkecuali, sebab setiap orang melanggar hukum mempunyai latar belakang kejahatan yang harus diungkapkan. 3. Penelitian kemasyarakatan sebaiknya juga dipergunakan bagi orang dewasa, karena secara umum yang menjadi penyangga kehidupan rumah tangga adalah seorang bapak (laki-laki dewasa), maka dalam proses hukumnya harus diperhatikan latar belakang sosial sehingga apabila di pidana terlalu lama akan menimbulkan dampak kemiskinan dalam keluarga, rentan terciptanya tindak pidana baru yang dilakukan oleh anak dan isterinya.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku Arief Barda, Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998 ---------------, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996 Arrasjid, Chainur, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, KSHM FH : USU, 1998 Attasasmita, Romli, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1997 ---------------,Problema Kenakalan Anak-Anak kriminologis), Bandung : Armico, 1985
dan
Remaja
(yuridis
sosio
Bawengan, GW, Pengantar Psikologi Kriminal, Jakarta : Pradnya Paramita, 1991 Daidi, Salman, Peranan Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Guna Persidangan dan Penentuan Terapi Pembinaan Klien, Jakarta, Skripsi AKIP, 1988 Dirjosisworo, Soejono, Penanggulangan Kejahatan, Bandung : Alumni, 1983 Gosita, Arief, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta : Akademi Pressindo,1983 Gunarsa Singgih, 1993, Psikologi Praktis Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta : Gunung Mulia, 1993 Hadisuprapto, Paulus, Juvenile Deliquency Pemahaman dan Penanggulangannya, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997 Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta : Sinar Grafika, 2002 Hermawati, Istiana, Metode dan Teknik dalam Praktik Pekerjaan Sosial,Yogyakarta : Adi Citra, 2001
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Kartono, Kartini, Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998 ---------------,Psikologi Anak, Bandung : Mandar Maju, 1995 Meliala, Kejahatan Anak : Suatu Tinjauan Dari Psikologi dan Hukum, Yogyakarta : Liberty, 1985 Muhidin Syarif, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung : Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1992 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung : Alumni, 1992 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1992 ---------------, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1992 Mulyadi Lilik, Pengadilan Anak di Indonesia, Teori, Praktik dan Permasalahnnya, Bandung : Mandar Maju, 2005 Prinst, Darwan, Hukum Anak Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997 Reksodiputro, Mardjono, Kriminologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian UI, 1992 ---------------,Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Universitas Indonesia, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian UI, 1997 Sahetapy, J.E, Paradoks Dalam Kriminologi, Jakarta : Rajawali Press, 1989 Simanjuntak, B, Kenakalan Remaja, Bandung : Alumni, 1984 Soekito, Sri Widowati Wiratmo, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta : LP3ES, 1989 Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung : Sinar Baru, 1983 ---------------, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1986 Suparmono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Bandung : Djambatan, 2000 Soedjo, Wagiati, Hukum Pidana Anak, Bandung : Refika Aditama, 1996 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Soetarso, Praktek Pekerjaan Sosial, Bandung : Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1995 Tappan, Paul. W, Juvenile Delinquency, Mc Graw Hill Book Co Inc, New York : Toronto-London, 1949 Wahjono, Agung, dan Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1993
B. Majalah, Jurnal, Buletin Ilmiah Arifin. Mawi, Pertimbangan Faktor Sosial Budaya Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Delinquency Oleh Hakim, Majalah Argapura, Vol. 8 No. I dan 2, 1998 Harkrisnowo, Harkristuti, Tantangan dan Agenda Hak-hak Anak Pasca 2000, Suatu Usulan Pemikiran, Makalah dalam Deklarasi dan Peluncuran Indonesian Lawyers Associaton for Children’s Right (ILACR), Medan : 2000 Ikhsan, Edy, Orientasi Humanistis dalam Penanganan Anak yang Berkonflik Dengan Hukum, Makaiah pada Semiloka Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Jakarta : 1998 Karim, Sumarsono, Laporan Penelitian Kemasyarakatan Sebagai Bahan Pembinaan Sebelum dan Sesudah Keputusan Hakim, Lokakarya Evaluasi BISPA, Bina Cipta, 1975 Koesnoen, RA, Peradilan Anak di Negara-Negara Yang Telah Maju, Lokakarya Peradilan Anak, Bandung : BPHN, 1979 Soegondo, R, Kebutuhan Biologis Bagi Narapidana Ditinjau dari Segi Hukum, Agama dan Psikologi, Makalah pada diskusi Panel GEMA Kosgoro, 1982 Sudarto, Suatu Dilema Pembaharuan Dalam Sistem Pidana Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar, UNDIP, 1974 ---------------, Pengertian dan Ruang Lingkup Peradilan Anak, Lokakarya tentang Peradilan Anak, Bandung : BPHN, 1979 Sutarman, Hs, Sarana Penunjang Penyelenggaraan Peradilan Anak, Peranan Pantipanti dan Petugas Kemasyarakatan, Lokakarya Tentang Pengadilan .Anak, Bandung : BPHN, 1979 Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
C. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Jakarta, 1995 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak, Jakarta, 2002 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta, 2002 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak Anak, 1999 Petunjuk Pelaksana Menteri Kehakiman RI Nomor : E.39-PR.05.03 tentang Pembimbing Klien Pemasyarakatan, 1987
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009