Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
9 Pages
ISSN 2302-0180 pp. 116-124
KEWAJIBAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PROSES PERSIDANGAN PENGADILAN ANAK DI ACEH
1)
Eliyurita1, Mohd. Din2, Suhaimi2 Mahasiswa Magister Ilmu HukumFakultas Hukum Universitas Syiah Kuala 2) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Pursuant to Article 55 of the Act Number 3, 1997 regarding the Juvenile Court, penitentiary guide oblige to guide the child. However, in the process there are children that are not guided by the body. This research is aimed to know and describe the causes of penitentiary services is not guiding the child in the trial process and legal consequences if the child is not accompanied by the services. This is juridical empirical research by obtaining primary data in two ways that are interview and questionnaires. While secondary data is done through library research towards several statutes relating to the services of guidance and juvenile courti. The research shows that the officer providing guidance for the child is not conducting the duty in juvenile court because the officer faces some constraints relating facilities, and juridical constraint that the body must guide them in the trial, but the law does not rule the consequence if the service body failed to fulfill the obligation. It is recommended that the Ministry of Law and Human Rights should prioritize to increase supporting factors of implementing the roles of the services’ staff from the correctional office as this body is a part of juvenile court system. For the regulation makers should enact the law regulating sanctions or the consequence towards the correctional guidance staffs who are not conducting the obligation in the court. Keywords: Correctional Guidance, Juvenile Court
Abstrak: Menurut Pasal 55 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pembimbing Kemasyarakatan wajib mendampingi anak. Namun dalam kenyataannya di Pengadilan Anak masih ada anak yang tidak didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mengungkapkan penyebab pembimbing kemasyarakatan tidak mendampingi anak di persidangan dan akibat hukum apabila persidangan anak tidak didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan teknik pengumpulan data primer ditempuh melalui dua cara yaitu wawancara dan pengisian kuisioner. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap berbagai bahan peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan tidak melaksanakan kewajibannya di Pengadilan Anak karena disebabkan oleh beberapa kendala yang menyangkut sarana dan pra-sarana, dan kendala yuridis dimana undang-undang telah mewajibkan pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi anak di persidangan, akan tetapi di sisi lain undang-undang tidak mengatur tentang konsekuensi apabila Pembimbing Kemasyarakatan yang tidak melaksanakan kewajibannya. Kepada pihak-pihak dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, diharapkan dapat lebih memprioritaskan untuk peningkatan faktor-faktor pendukung pelaksanaan peran Pembimbing Kemasyarakatan dari Bapas. Kepada pembuat regulasi supaya membuat aturan yang mengatur tentang sanksi atau konsekuensi terhadap Pembimbing Kemasyarakatan yang tidak melaksanakan kewajibannya di Pengadilan Anak. Kata Kunci: Pembimbing Kemasyarakatan, Pengadilan Anak.
116 -
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala b. anak yang melakukan perbuatan yang
PENDAHULUAN
Anak adalah generasi penerus
dinyatakan terlarang bagi anak, baik
bangsa dan penerus pembangunan, yang
menurut peraturan perundang-undangan
dipersiapkan sebagai pemegang kendali
maupun menurut peraturan hukum lain
masa depan suatu negara. Oleh karena itu
yang masih hidup dan berlaku dalam
upaya-upaya perlindungan anak harus
masyarakat bersangkutan.
dimulai sedini mungkin agar kelak dapat berpatisipasi
secara
optimal
bagi
pembangunan bangsa.
Menyangkut anak yang melakukan kenakalan (anak nakal), menurut Maulana Hasan Wadong, pada hakekatnya meliputi
Menurut Abdul G. Nusantara,
dimensi pengertian sebagai berikut:
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyana W.
a. Ketidakmampuan
Kusumah, bahwa perlindungan terhadap
mempertanggung
anak pada suatu masyarakat bangsa,
pidana.
merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut,
karenanya
wajib
untuk jawabkan
tindak
b. Pengembalian hak-hak anak dengan
diusahakan
jalan mensubstitusikan hak-hak anak
sesuai dengan kemampuan nusa dan
yang timbul dari lapangan hukum
bangsa.
keperdataan,
Kegiatan
perlindungan
anak
tata
negara,
dengan
merupakan suatu tindakan hukum yang
maksud untuk mensejahterakan anak.
berakibat hukum.(Mulyana W. Kusumah,
c. Rehabilitasi, yaitu anak yang berhak
1996 : 23). Kepastian hukum perlu
untuk memperbaiki mental spiritual
diusahakan demi kegiatan kelangsungan
akibat dari tindakan hukum pidana yang
perlindungan
dilakukan anak itu sendiri.
anak
dan
mencegah
penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan
perlindungan
anak.(Arief
Gosita, 1993 : 222). Persidangan merupakan
d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan. e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana.(Maulana Hasan Wadong,
pengadilan
bagian
integral
Anak
2000 : 22).
proses
Mengenai penanganan kasus anak
pembangunan nasional. Masalah yang
nakal, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997
dapat diperiksa dalam sidang Pengadilan
menentukan bahwa perkara Anak Nakal
Anak hanyalah menyangkut perkara Anak
harus
Nakal,sebagaimana
khusus, seperti:
disebutkan
dalam
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu:
oleh
pejabat-pejabat
a. Di tingkat penyidikan oleh penyidik anak. b. Di tingkat penuntutan oleh penuntut
a. anak yang melakukan tindak pidana; 117 -
ditangani
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
umum anak.
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala c. Di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak dan hakim kasasi anak.
di persidangan. Hal ini dimaksudkan mempertanggungjawabkan
litmas
yang
Selain ditangani oleh pejabat-pejabat
telah dibuatnya, dan untuk memberikan
khusus, di dalam Pasal 33 Undang-Undang
arahan kepada anak dalam hal anak merasa
No. 3 Tahun 1997 mengakui peranan dari:
bingung saat menjawab pertanyaan yang
a. Pembimbing
diajukan
Kemasyarakatan
dari
Departemen Kehakiman.
Hakim
atau
Jaksa,
serta
memberikan arahan kepada orang tua anak
b. Pekerja Sosial dari Departemen Sosial, dan
tentang proses sidang yang dijalani oleh anaknya. Namun dalam kenyataannya di
c. Pekerja Sosial Sukarela dan Organisasi Sosial Kemasyarakatan. Pembimbing
pengadilan anak masih ada anak yang tidak didampingi
Kemasyarakatan
oleh
Kemasyarakatan,
terutama
Pembimbing persidangan
merupakan jabatan teknis yang disandang
anak di Pengadilan Negeri yang berada di
oleh petugas pemasyarakatan di Balai
kabupaten yang letaknya jauh dari ibu kota
Pemasyarakatan
propinsi.
dengan
tugas
pokok
melaksanakan bimbingan dan penelitian terhadap warga binaan pemasyarakatan. Hal ini sebagaiman diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, yaitu: a. Membantu
memperlancar
tugas
penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan
membuat
laporan
hasil
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mengatur tentang kewajiban pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi anak di persidangan. Hal ini berkaitan dengan konsep/teori yang dipergunakan
dalam
pembahasan
penulisan ini yaitu :
penelitian kemasyarakatan. b. Membimbing, membantu, mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh
pembebasan
bersyarat
dari Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 55 Undang-Undang No.
3
Tahun
1997,
pembimbing
kemasyarakatan wajib mendampingi anak
Konsep Perlindungan Anak. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan
sebagai
upaya
perlindungan
hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms
of
children) serta
berbagai
kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. (Barda Nawawi Arief, 1998:155). Perlindungan terhadap anak yang melakukan melakukan tidak pidana atau Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 118
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala melakukan perbuatan yang dinyatakan
kesejahteraan anak yang pada dasarnya
terlarang bagi anak perlu ditangani dengan
merupakan
seksama melalui sistem peradilan pidana
kesejahteraan
anak. Menurut C.E.G. Sunaryati Harsono,
kesejahteraan
sebagaimana yang dikutip oleh Hosianna,
berada di bawah kepentingan masyarakat,
sistem yang dimaksud adalah sesuatu yang
tetapi
justru
harus
terdiri dari sejumlah unsur atau komponen
mendahulukan
atau
yang selalu saling mempengaruhi dan
kesejahteraan dan kepentingan anak itu
terkait satu sama lain oleh satu atau
pada hakikatnya merupakan bagian dari
beberapa asas, yang terdiri dari:
usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.
1). Substansi Hukum (Legal Substance)
(Muladi, 1992 : 11).
berkenaan dengan isi/materi
integral
sosial. atau
dari
Bahwasanya
kepentingan
dilihat
anak
bahwa
mengutamakan
hukum
yang mengatur tentang peradilan anak. 2). Struktur Hukum (Legal Structure)
Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
yang
Istilah sistem dalam bahasa Yunani
yang
“systema” yang berarti suatu keseluruhan
Peradilan,
yang tersusun dari sekian banyak bagian
Lembaga
whole compounded of several parts. Secara
Pemasyarakatan, Penasehat Hukum,
sederhana sistem ini merupakan sekumpulan
Pembimbing
unsur-unsur yang saling berkaitan untuk
menyangkut menangani terdiri
badan/lembaga peradilan
dari:
Kejaksaan,
anak,
Badan
Kepolisian,
Kemasyarakatan,
mencapai tujuan bersama, yang tersusun
Lembaga Sosial Masyarakat. 3).
bagian
Culture)
secara teratur dan saling berhubungan dari
berkaitan dengan resepsi dan aspirasi
yang rendah sampai yang tinggi (Tatang M.
masyarakat
Amirin, 1986: 5).
Budaya
Hukum
(Legal
tentang
hukum
yang
sangat ditentukan oleh tata nilai,
Menurut Muladi, sistem peradilan
keyakinan atau sistem sosial, politik,
pidana sesuai dengan makna dan ruang
dan ekonomi yang hidup dalam
lingkup sistem dapat bersifat fisik dalam arti
masyarakat. (Hosianna M. Sidabalok,
sinkronisasi struktural, dapat pula bersifat
2012 : 50).
substansial dan dapat pula bersifat kultural tersebut
(Romli Atmasasmita, 1995: 13). Dalam hal
merupakan satu sistem yang saling terkait
sinkronisasi struktural keserempakan dan
satu sama lainnya dalam hal penanganan
keselarasan
terhadap anak yang berhadapan dengan
administrasi
hukum. Tujuan dan dasar pemikiran dari
kerangka hubungan antar lembaga penegak
peradilan anak jelas tidak dapat di lepaskan
hukum. Dalam hal sinkronisasi substansial
dari tujuan utama untuk mewujudkan
maka keserempakan ini mengandung makna
Ketiga
119 -
komponen
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
dituntut
dalam
peradilan
mekanisme
pidana
dalam
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala baik vertical maupun horizontal dalam
Penasihat Hukum. Pemeriksaan tersebut
kaitannya dengan hukum positif yang
dilakukan dengan penuh kekeluargaan dan
berlaku. Sedangkan sinkronisasi kultural
bersifat memberi nasihat kepada anak yang
mengandung makna usaha untuk selalu
sedang diperiksa dalam persidangan.
serempak dalam menghayati pandanganpandangan, sikap-sikap dan falsafah secara menyeluruh
mendasari
jalannya
Teori Penegakan Hukum
sistem
Secara konsepsional, maka inti dan
peradilan pidana (Romli Atmasmita, 1995 :
arti
14).
kegiatan menyelesaikan hubungan nilaiPeradilan pidana dikatakan sebagai
penegakan
hukum
terletak
pada
nilai yang dijabarkan di dalam kaedah-
sistem karena didalam sistem tersebut
kaedah
bekerja
yang
mengejawantahkan sikap tindak sebagai
mendukung jalannya peradilan pidana
rangkuman penjabaran nilai tahap akhir,
(Marjono Reksodiputro, 1994: 22).
untuk
subsistem-subsistem
Ada beberapa model di dalam sistem peradilan
pidana
diantaranya
adalah
family model dan sepertinya model itulah
yang
mantap
menciptakan,
mempertahankan
dan
memelihara
kedamaian
dan
pergaulan
hidup (Soerjono Soekanto, 1983: 7). Menurut
Satjipto
Rahardjo,
yang diterapkan di dalam sistem peradilan
penegakan hukum merupakan suatu usaha
anak, di mana khusus untuk pemeriksaan
untuk
terhadap
Model
menjadi kenyataan. Penegakan hukum
yang
adalah suatu proses untuk mewujudkan
perkara
kekeluargaan
(Family
anak. Model),
mewujudkan
ide
dan
konsep
diperkenalkan oleh John Griffith ini,
keinginan-keinginan
menempatkan pelaku tindak pidana tidak
kenyataan (Satjipto Rahardjo, 1983 : 24).
sebagai musuh masyarakat, melainkan
Bertolak
dari
hukum
menjadi
pandangan
hukum
dipandang sebagai anggota keluarga yang
progresif yang dikemukakan oleh Satjipto
harus
mengendalikan
Rahardjo
control pribadinya, tetapi tidak boleh
Wahyudi
ditolak atau diasingkan. Semua dilandasi
mengimplementasikan ke dalam kerangka
oleh semangat cinta kasih (Muladi,1992:1-
pikir penegakan hukum Sistem Peradilan
2). Hal tersebut diwujudkan di persidangan
Anak, sebagai berikut:
dimarahi
guna
anak dengan cara pemeriksaan yang
tersebut,
a. Asumsi
selanjutnya
mencoba
dalam
Setya untuk
Sistem
Peradilan
bersifat kekeluargaan, di mana terdakwa
Pidana Anak (SPPA). Penegakan
wajib didampingi oleh orang tua dan
hukum
pembimbing
berpandangan
kemasyarakatan.
Hakim
peradilan
pidana
bahwa
penegakan
dalam bersidang tidak memakai toga
hukum
begitu
menekankan untuk kepentingan anak,
juga
dengan
Jaksa
maupun
peradilan
anak
pidana
adalah
Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 120
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala bukan semata-mata untuk kepentingan
menjadi (law in the making) untuk
hukum peradilan anak. Peraturan
menuju
perundang-undangan sistem peradilan
kesejahteraan
pidana anak, bukan sebagai hukum
manusia/anak.
yang mutlak dan final, tetapi selalu
penegakan sistem peradilan pidana
dalam proses menjadi (law as a
anak dilakukan karena di dalam
process, law in the making).
proses penegakan hukum harus peka
b. Tujuan
penegakan
hukum sistem
pada
terhadap
tujuan dan
untuk
kebahagiaan Progresivitas
perkembangan
dan
peradilan pidana anak. Penegakan
perubahan yang terjadi di masyarakat
hukum sistem peradilan pidana anak
baik lokal, nasional dan global tentang
dengan
progresif
isu perlindungan anak. Progresivitas
bertujuan untuk kesejahteraan dan
penegakan hukum sistem peradilan
kebahagiaan anak.
pidana anak ditunjukkan pula dengan
c. Spirit
pendekatan
dalam
penegakan
sistem
menolak
status-quo
manakala
peradilan pidana anak. Penegakan
menimbulkan kerugian bagi anak dan
hukum sistem peradilan pidana anak
sangat merugikan kepentingan anak
dilakukan dengan spirit atau semangat
nakal.
pembebasan
terhadap
tipe,
cara
e. Karakter penegakan hukum sistem
berpikir, asas dan teori yang selama
peradilan
ini dipakai (mendominasi) dalam
mengalihkan titik berat kajian yang
implementasi dan aplikasi Undang-
semula menggunakan optik hukum
Undang Pengadilan Anak selama ini.
menuju ke perilaku. Oleh karena itu
Dengan
penegakan
dalam penegakan sistem peradilan
hukum sistem peradilan anak terdapat
pidana anak menitik beratkan pada
semangat untuk dapat melakukan
tindakan-tindakan penegakan hukum
kreatifitas atau pembebasan terhadap
lebih menitik beratkan pada tujuan
kultur
menuju
demikian
di
penegakan
(administration
of
hukum
justice)
dalam
pidana
anak,
kepentingan
berusaha
perlindungan
anak. Karakter penegakan hukum
menyelesaikan perkara anak dengan
progresif
titik tolak pada tujuan kesejahteraan
kehadirannya dalam hubungan erat
dan kebahagiaan anak.
dengan manusia dan masyarakat. Oleh
d. Progresivitas
dalam
penegakan
menyadari
menempatkan
karena itu penegak hukum ketika
hukum sistem peradilan pidana anak,
mengimplementasikan
dalam bentuk memandang perundang-
peradilan pidana anak tidak dapat
undangan sistem peradilan pidana
dilepaskan
anak
kepentingan
121 -
selalu dalam proses untuk
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
sistem
(merespon) atau
untuk
kebutuhan-
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala kebutuhan anak. Karakter penegakan
Bahan hukum primer adalah segala
hukum progresif memandang hukum
peraturan
tidak dipandang dari kacamata hukum
peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan
itu sendiri, melainkan dilihat dan
langsung
dinilai dari tujuan sosial yang ingin
diteliti. Bahan hukum skunder, merupakan
dicapai dan akibat yang timbul dari
bahan hukum yang memberikan petunjuk
bekerjanya hukum. Hukum progresif
dan penjelasan terhadap bahan hukum
berbagi paham dengan legal realism
primer, seperti hasil karya dari kalangan
karena hukum tidak dipandang dari
pakar
kacamata
sendiri
dokumen lainnya yang berkaitan dengan
melainkan dilihat dan dinilai dari
permasalahan yang diteliti. Bahan hukum
tujuan sosial yang ingin dicapai dan
tertier, bahan hukum penunjang yang
akibat yang timbul dari bekerjanya
memberikan
hukum.
terhadap bahan hukum skunder dan hukum
hukum
Berdasarkan
itu
dengan
dan
permasalahan
hukum serta
petunjuk
bahan
dan
yang
dokumen-
penjelasan
hukum
primer yaitu kamus-hukum, majalah/jurnal
progresif yang dikemukakan oleh Satjipto
atau surat kabar sepanjang mengenai
Rahardjo , maka dalam menerapkan sistem
informasi yang relevan dengan materi
peradilan pidana anak, penegak hukum
penelitian.
melihat tujuan yang ingin dicapai dalam
dilakukan untuk memperoleh data Primer,
sistem peradilan pidana tersebut. Dengan
dengan teknik melakukan wawancara yang
demikian maka dalam penegakan hukum
mendalam dengan informan dan responden
perkara anak nakal, diharapkan penegak
yang telah peneliti tetapkan. Wawancara
hukum
dengan informan dan responden tersebut
akan
pandangan
perundang-undangan
menekankan
pada
kepentingan perlindungan anak.
dimaksudkan
Studi
penelitian
untuk
lapangan
mengetahui
dan
mendapatkan penjelasan yang kongkrit METODE PENELITIAN
terhadap permasalahan penelitian.
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode
pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga berusaha menelaah kaidah–kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari bahan
Sedangkan memperoleh data dengan melalui
wawancara
langsung
dengan
pihak-pihak terkait sebagai berikut : 1. Hakim Anak dari tiga pengadilan yang diteliti masing-masing 2 orang; 2. Pembimbing
Kemasyarakatan
dari
Bapas banda Aceh2 orang: 3. Kepala Balai Pemasyarakatan Banda Aceh.
hukum primair, sekunder, dan tersier. Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 122
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 4. Jaksa dari tiga Kejaksaan yang diteliti masing-masing 2 orang; 5. Panitera
Pengganti
Pengadilan
Negeri
penegak hukum lainnya, selain itu juga kendala dari masyarakat/keluarga klien,
dari yang
tiga
kendala lainnya dalam hal keahlian dari
diteliti
pembimbing kemasyarakatan yang belum
masing-masing 2 orang.
memenuhi
standar
yang
ditetapkan
Undang-Undang, dan kendala lainnya adalah kendala yuridis dimana Undang-
HASIL PENELITIAN
Data penelitian
terhadap perkara
Undang telah mewajibkan pembimbing
anak yang disidangkan di Pengadilan
kemasyarakatan untuk mendampingi anak
Negeri Banda Aceh, Pengadilan Negeri
dipersidangan, akan tetapi disisi lain
Jantho dan Pengadilan Negeri Sabang
Undang-Undang tidak mengatur tentang
sejak bulan Januari 2011 sampai dengan
konsekuensinya
bulan Maret 2013, menunjukkan bahwa di
kemasyarakatan tidak mendampingi anak
Pengadilan Negeri Banda Aceh seluruh
di persidangan.
apabila
pembimbing
perkara anak didampingi oleh pembimbing
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997
Kemasyarakatan, di Pengadilan Negeri
tidak mengatur tentang akibat hukum
Jantho jumlah perkara anak yang tidak
apabila persidangan anak yang tidak
didampingi lebih banyak dibandingkan
didampingi
dengan jumlah perkara yang dimapingi
Kemasyarakatan. Akan tetapi undang-
oleh
Kemasyarakatan,
undang tersebut mengatur tentang akibat
sedangkan di Pengadilan Negeri Sabang
hukum apabila putusan Hakim tidak
tidak ada satupun perkara anak yang
mempertimbangkan
didampingi
Pembimbing
Pembimbing
oleh
Pembimbing
Kemasyarakatan.
oleh
Pembimbing
Litmas
dari
Kemasyarakatan
yaitu
mengakibatkan putusan Hakim batal demi
Penyebab
Pembimbing
hukum. Hal tersebut memberi peluang
melaksanakan
kepada Pembimbing Kemasyarakatan di
tugasnya di persidangan anak disebabkan
Aceh untuk tidak hadir di persidangan
oleh beberapa kendala yaitu: jumlah balai
anak, akan tetapi mereka tetap membuat
pemasyarakatan di Aceh hanya ada dua,
Litmas berdasarkan BAP Penyidik, yang
wilayah yang harus dijangkau oleh kedua
tujuannya hanya untuk melengkapi berkas
balai pemasyarakatan tersebut sangat luas
perkara.
yaitu seluruh kabupaten/kota di Aceh,
dipergunakan
jumlah
pembimbing
pertimbangan putusannya untuk memenuhi
kemasyarakatan anak masih sangat kurang,
persyaratan formal putusan supaya tidak
rasio persidangan yang sulit untuk diikuti,
batal demi hukum.
Kemasyarakatan
tidak
personil
tidak maksimalnya koordinasi dengan 123 -
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
Litmas oleh
tersebut Hakim
kemudian dalam
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala melaksanakan kewajibannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Pembimbing kemasyarakatan tidak melaksanakan
kewajibannya
di
pengadilan anak karena disebabkan oleh beberapa kendala baik kendala yang
menyangkut
sarana
dan
prasarana, maupun kendala yuridis dimana
Undang-Undang
mewajibkan
telah
pembimbing
kemasyarakatan untuk mendampingi anak dipersidangan. 2. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tidak mengatur tentang akibat hukum persidangan
anak
didampingi
oleh
kemasyarakatan. tersebut
hanya
yang
tidak
pembimbing Undang-undang
mengatur
akibat
hukum terhadap putusan hakim yang tidak mempertimbangkan Litmas dari pembimbing
kemasyarakatan
yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum. Saran Kepada pihak-pihak dari Kementerian Hukum
dan
Hak
Asasi
DAFTAR KEPUSTAKAAN Arief, G.,1993. Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademi Presindo. Barda, N.A., 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hosiana M. S., 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Tindak Pidana Pemerkosaan yang Dilakukan oleh Anak. Majalah Hukum Varia Peradilan. No. 325. Hal: 50. Maulana, H.W., 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PT. Grasindo. Muladi,1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Mulyana, W.K., 1996. Hukum dan Hak-Hak Anak. Jakarta: Rajawali. Romli, A., 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Bandung: Mandar Maju. Satjipto, R., 1983. Masalah penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Soerjono, S., 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Persada. Tatang, M.A., 1986. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: Rajawali. Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Manusia
diharapkan dapat lebih memprioritaskan untuk
peningkatan
faktor-faktor
pendukung pelaksanaan peran pembimbing kemasyarakatan dari Bapas, karena Bapas merupakan bagian integral dalam peradilan anak.Kepada pembuat regulasi supaya membuat aturan yang mengatur tentang sanksi
atau
konsekuensi
terhadap
Pembimbing Kemasyarakatan yang tidak Volume 2, No. 1, Agustus 2013 - 124