Majalah Hukum Forum Akademika
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Oleh: Haryadi1 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menginginkan proses persidangan anak dilakukan dengan suasana kekeluargaan yang tidak akan membuat anak merasakan ketakutan sehingga menganggu kejiwaan dan sikap mental si anak nantinya. bahwa sesungguhnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak hendak mewujudkan sebuah penanganan terhadap anak yang terlibat tindak pidana, menjadi lebih baik dan penanganannya memperhatikan kepentingan anak sehingga anak tidak dirugikan secara fisik maupun mentalnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Anak dalam proses persidangan di Pengadilan.. Selain itu juga untuk mengetahui kendalakendala yang ditemui dalam perlindungan hukum terhadap anak dalam proses persidangan di Pengadilan.Dalama Pembahasana menunjukan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses persidangan belum semua terlaksana sesuai dengan Undang-Undang Pengadilan Anak dan Perlindungan Anak. Adapun yang belum terlaksana adalah:1. masalah tidak didampingi orang tua dan anak tidak didampingi penasihat hukum karena anak menira bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai penasihat hukum atau pengacara. 2. Belum terjalinnya kerjasama dengan berbagai pihak, seperti Departemen Sosial, Lembaga Sosial Kemasyarakatan lainnya, sehingga hakim Pengadilan kesulitan dalam penerapan pidana selain pidana penjara. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pelaku Tindak Pidana Anak.
A. Pendahuluan Anak Indonesia berhak atas pengembangan seluruh potensi yang dimilikinya dan berhak atas perlindungan dari segala macam ancaman, hambatan ataupun gangguan, termasuk juga jika seandainya anak tersebut melakukan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menginginkan proses persidangan anak dilakukan dengan suasana kekeluargaan yang tidak akan membuat anak merasakan ketakutan sehingga menganggu kejiwaan dan sikap mental si anak nantinya. Pemeriksaan dilakukan dengan pintu tertutup, sementara putusan 1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi
45
Majalah Hukum Forum Akademika
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum bersidang tanpa toga, dan perreriksaan dilakukan dengan kehadiran orang tua /wali/orang tua asuh. sedangkan untuk mengetahui latar belakang anak, hakim dapat menugaskan permbimbing kemasyarakatan dari Departemen Hukum Dan HAM untuk membuat Laporan Sosial Anak tersebut. Laporan itu mengenai keadaan anak, meliputi fisik, psikhis, sosial, ekonomi, keadaan rumah tangga orang tua wali/orang tua asuh dan penghuninya. Di samping itu juga berisi keterangan mengenai kelakuan anak: di sekolah atau dilingkungan tempat pekerjaan, dan hubungan (pergaulan) anak dengan lingkungan, rukun tetangga atau kepramukaan. Jadi tampak bahwa sesungguhnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tetntang Pengadilan Anak hendak mewujudkan sebuah penanganan terhadap anak yang terlibat tindak pidana, menjadi lebih baik dan penanganannya memperhatikan kepentingan anak sehingga tidak dirugikan secara fisik maupun mentalnya. Masalah perlakuan khusus terhadap anak juga diatur dalarn Pasal 17 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anakyang berbunyi sebagai berikut (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannva dipisahkan dari orang dewasa; b. mermperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. Dalam ketentuan pasal ini mengatur bahwa seorang anak yang berhadapan dengan hukum, anak harus dipisahkan dari orang dewasa termasuk dalam hal penahanan dan tidak digabung dengan orang dewasa. Di dalam pasal ini juga mengatur bahwa si anak harus mendapatkan bantuan hukum atau bantuan lainnya. Yang dimaksud dengan bantuan lainnya dalam penjelasan undang-undang ini adalah bimbingan sosial dari pekerja sosial, konsultasi dari psikolog dan psikiater, atau bantuan dari ahli bahasa. Akan tetapi faktanya, perlindungan hukum terhadap anak sering diabaikan. Pelaksanaan hak-hak anak dalam proses persidangan di Pengadilan belum berjalan sebagaimana mestinya seperti anak tidak didampingi oleh orang tua, anak masih ada yang ditahan dengan orang dewasa, dan semua putusan. Bertitik tolak dari uraian-uraian di atas. maka penulis tertarik untuk mengangkat perihal perlindungan terhadap anak
46
Majalah Hukum Forum Akademika
dalam
proses
persidangan
”PERLINDUNGAN
kedalam
HUKUM
sebuah
TERHADAP
karya
ilmiah
ANAK
dengan
PELAKU
judul:
TINDAK
PIDANA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN "
B. Tinjauan Pustaka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, telah memberikan Perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melakukan suatu tindak pidana, baik dalam hukum acaranya maupun peradilannya. Hal ini terjadi, mengingat sifat anak dan keadaan psikologisnya dalam beberapa hal tertentu memerlukan perlakuan khusus serta perlindungan yang khusus pula, terutama terhadap tindakantindakan yang pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan mental maupun jasmani anak. Adapun prosedur pemeriksaan perkara Anak Nakal dimuka sidang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, adalah sebagai berikut 1. Disidangkan oleh hakim anak Pemeriksaan sidang anak nakal dilakukan oleh hakim khusus yaitu hakim anak. Pengangkatan hakim anak ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI dengan surat keputusan, dengan mempertimbangkan usul Ketua Pengadilan Tinggi tempat hakim bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi (Pasal 9 UndangUndang Pengadilan Anak). Pengangkatan hakim anak oleh Ketua 2. Hakim, penuntut umum dan penasihat hukum tidak memakai toga Dalam pemeriksaan sidang anak nakal, para pejabat pemeriksa tersebut yaitu hakim, penuntut umum dan penasehat hukum (khususnya advokat) tidak mengenakan toga. Juga panitera yang bertugas membantu hakim tidak memakai jas. Semua pakaian kebesaran tersebut tidak di pakai pejabat pemeriksa, dimaksudkan agar dalam persidangan tidak memberikan kesan menakutkan atau seram terhadap anak yang diperiksa. Selain itu agar dengan pakaian biasa dapat menjadikan persidangan dapat berjalan lancar dan penuh kekeluargaan. 3. Disidangkan dengan hakim tunggal Perneriksaan sidang anak dilakukan dengan hakim tunggal (Pasal 11 ayat (1)
47
Majalah Hukum Forum Akademika
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pcngadilan Anak). Dengan hakim tunggal tujuannya agar sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara pidana yang ancaman hukumannya lima tahun ke bawah dan Pembuktiannya mudah atau tidak sulit. Tindak pidana yang dimaksud antara lain adalah tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP, tindak pidana penggelapan Pasal 372 KUHP dan tindak pidana Pasal 378 KUHP. Apabila tindak pidananya diancam dengan hukuman penjara di atas lima tahun dan pembuktiannya sulit. Maka berdasarkan (Pasal 11 ayat (2) UndangUndang Pengadilan Anak) perkara diperiksa dengan hakim majelis. Namun dalam pasal l l ayat (2) tersebut selain dalam "hal tertentu" yaitu tentang ancaman hukuman dan pembuktian tersebut, juga "dipandang perlu". Namun undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan "dipandang perlu" tersebut. Sebab ada kemungkinan meskipun suatu perkara tergolong hal tertentu seperti tindak pidana pemalsuan surat Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara atau tindak pidana kekerasan Pasal 170 ayat (2) dengan ancaman hukuman maksinial tujuh tahun, tetapi tidak dipandang perlu diperiksa dengan hakim majelis, sehingga dalam praktek akan sulit untuk menentukan ukuran-ukuran "dipandang perlu" dalam pasal tersebut.
4. Penahanan paling lama 15 hari Hakim yang memeriksa perkara anak benvenang melakukan penahanan tcrhadap terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan terhadap terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila penahanan itu merupakan penahanan lanjutan, penahanannya dihitung sejak perkara anak dilimpahkan penuntut umum kepada pengadilan negeri. Sedang apabila bukan penahanan lanjutan karena terdakwa tidak pernah ditahan ditingkat penyidikan maupun penuntutan, maka tergantung kepada hakim kapan perintah penahanan itu dikeluarkan selama perkara belum dihapus. Jika waktu 15 hari tersebut pemeriksaan sidang belum selesai. Penahanan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi untuk kepentingan pemeriksaan sidang anak terdakwa dapat ditahan
48
Majalah Hukum Forum Akademika
maksimal 45 hari. Namun apabila jangka Nvaktu itu terlampaui, sedangkan perkara belum diputus oleh hakim, maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Terhadap tersangka atau terdakwa yang menderita gangguan fisik dan mental yang berat dan harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter untuk kepent;ngan pemcriksaan meskipun masa penahanan dan masa perpanjangan habis, maka dapat diperpanjang lagi untuk paling lama dua kali l5 hari. Dalam tingkat penyidikan dan penuntutan yang berwenang memperpanjang tahanan tersebut adalah Ketua Pengadilaii Negeri. Sedang dalam tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri perpanjangan penahanan untuk itu dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi. Terdakwa di tingkat pemeriksaar. pengadilan negeri dapat ditahan lebih lama dari pada di tingkat penyidikan maupun di tingkat peituntutan karma di tingkat pengadilan
berbagai
acara
pemeriksaan
di
depan
sidang
banyak
dilakukan seperti pembacaan surat dakwaan, keberatan penasihat hukum terdakwa, pendapat penuntut umum, putusan seta, pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terdakwa, tuntutan pidana, pembelaan replik, dan duplik, kemudian putusan hakim. Semua pemeriksaan itu membutuhkan waktu dan biasanya pemeriksaan sidang yang belum selesai, sidangnya diundur selama satu minggu, karma hakimnya juga banyak sidang perkara lain. Jadi cukup beralasan untuk kepentingan pemeriksaan sidang terdakwa dapat ditahan lebih lama dibandingkan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
5. Laporan pembimbing kemasyarakatan Sebelum
sidang
dibuka,
hakim
memerintahkan
agar
pembimbing
pemasyarakatan menyampaikan hasil laporan penelitian kemasyarakatan mengenai anak bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis. Dan kelak bila diperlukan pembimbing kemasyaraktan dapat memberikan kesaksian di depan Pengadilan Anak. Laporan Sebelum sidarg dibuka adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, melainkan beberapa waktu sebelumnya. Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas
49
Majalah Hukum Forum Akademika
hal-hal tertentu yang berhubungan dengan, perkara anak untuk mendapatkan data yang lengkap. Penjelasan ini diberikan di muka sidang Pengadilan Anak yang berisi a. Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak. b. Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak. 6. Persidangan dilaksanakan secara tertutup Hakim anak yang bertugas mengetokkan palu sebanyak tiga kali dengan yatakan "Sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum". Sidang pengadilan anak dilaksanakan secara tertutup, adalah sejalan dengan Pasal 153 KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak. Setelah pernyataan tersebut diucapkan, hakim memanggil masuk terdakwa orang tua, wali, atau orang tua asuh , penasihat hukum dan pembimbing Kemasyarakatan. Mereka duduk ditempat yang teiah disediakan diruang siding. Untuk terdakwa untuk sementara duduk di kursi pemeriksaan guna memberikann keterangan mengenai identitasnya. 7. Pemeriksaan Saksi Pada azasnya setiap saksi yang di dengar di persidangarn dihadiri oleh terdakwa, dengan maksud agar terdakwa mengetahui apa yang diterangkan oleh saksi dalam mengungkapkan terjadinya peristiwa pidana dimana terdakwa yang didakwa sebagai pelakunya. Sehubungan dengan itu, terdakwa mempunyai kesempatan untuk menyanggah keterangan saksi tentang hal yang tidak benar dari keterangan itu. Orang yang diajukan sebagai saksi, terutama diambil dari orang-orang yang kebetulan berada di tempat kejadian, dengan tujuan agar mereka mudah mengungkapkan jalarmya peristiwa pidana. Sebelum memberikan keterangan di persidangan, saksi diwajibkan mengangkat sumpah terlebih dahulu, bahwa ia akan menerangkan dengan benar dari apa yang dilihat dan didengar atau dialami sendiri. 8. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak Menurut ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada :
50
Majalah Hukum Forum Akademika
a. Orang tua ; b. Wali ; atau c. Orang tua asuh. untuk mengemukakan segala hal-ikhwal yang bermanfaat bagi anak. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitor (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya penasehat hukum menyampaikan pula pledoi
9. Putusan Dalam putusannya hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan, dan putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan yang tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, adalah batal demi hukum. Putusan hakim dalam Sidang Pengadilan Anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa : a. Pidana Penjara ; P. Pidana Kurungan ; b. Pidana Denda ; atau c. Pidana pengawasan. Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa a. Perampasan barang tertentu ; dan/atau b. Pembayaran ganti kerugian. Sedangkan tindakan yang dijatuhkan kepada anak nakal dapat berupa: a. Mengembalikan anak kepada 1) Orang tua ; 2) Wali ; atau 3) Orang tua asuh. b. Menyerahkan anak kepada negara (anak negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja); atau c. Menyerahkan anak nakal kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial
51
Majalah Hukum Forum Akademika
kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Tindakan ini disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan hakim. Teguran dapat dilakukan secara langsung oleh hakim atau tidak langsung oleh orang tuaiwali/orang tua asuh (OTA). Teguran. ini berupa peringatan kepada anak untuk tidak melakukan tindak pidana lagi.
C. Hasil Dan Pembahasan Dalam pembahasan dari penelitian ini, akan dibahas pemenuhan beberapa hak anak sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Yaitu: 1.
Pelaksanaan mengenai penahanan anak Di dalam ketentuan Pasal 17 ayat I (a) Undang-Undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindurgan Anak mengatur bahwa seorang anak yang berhadapan dengan hukum, anak harus dipisahkan dari orang dewasa termasuk dalam hal penahanan yang tidak digabung dengan orang dewasa. Hal ini juga diatur dalam Pasal 45 ayat 3 UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyebutkan tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. Jika pelaku tindak pidana anak ini ditahan maka mereka dititpka di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut keterangan di atas, si anak dititipkan di LP Jambi dengan alasan bahwa di Pengadilan Negeri Jambi tidak ada ruang tahanan. Sementara hakim tidak mengetahui apakah mereka ditahan dengan ruangan terpisah dari orang dewasa atau tidak. Hakim mengetahui ketika hakim itu menanyakan pada anak tersebut pada saat persidangan. Mengenai hal penahanan si anak digabung dengan orang dewasa dalam satu ruangan tahanan atau tidak, penulis mengambil responder sebanyak 5 orang Anak Nakal di Lembaga Pemasyarakatan. Idealnya seorang anak yang harus ditahan maka dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Tetapi karena Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Ana terletak di Muara Bulian yang jaraknya cukup jauh dari Pengadilan Negeri Jambi, maka para tahanan anak ini dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambi. DiLembaga Pemasyarakatan Anak ini ditempatkan di Blok Khusus untuk Tahanan anak, jadi tidak digabungkan dengan tahanan dewasa.
52
Majalah Hukum Forum Akademika
2.
Pelaksanaan tentang anak selain didampingi oleh penasihat hukum juga didampingi oleh orang tua, wali atau orang tua asuh dan pembimbing kemasyarakatan dalam sidang anak Sesuai dengan Pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ada beberapa pihak yang mendampingi anak dalam proses persidangan yaitu ; a. penasihat hukum; b. orang tua atau wali atau orang tua asuh; dan c. pembimbing kemasyarakatan. Berikut penjabaran pelaksanaan pihak-pihak yang mendampingi anak sesuai dengan ketentuan Pasal 57 ayat 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Mengenai pendampingan penasehat hukum atau tidak, Nurhidayati mernberi
keterangan sebagai berikut :" Terdakwa anak tidak semua didampingi penasihat hukum dengan alasan finansial. Tetapi pengadilan menyediakan penasihai hukum terhadap anak yang tidak mampu jika ancaman hukumannya 5 tahun atau lebih sesuai dengan Pasal 56 KUHAP. Berdasarkan keterangan di atas bahwa tidak semua terdakwa didampingi penasihat hukum dengan alasan keuangan atau finansial Sementara untuk anak dengan ancaman hlikumannya lebih dari 5 tahun pengadilan menyediakan penasihat hukum bagi mereka yang tidak mampu karena alasan finansial (keuangan) sesuai ketentuan Pasal 56 KUHAP. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa setiap anak sejak ditangkap atau ditahan, berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum. Bantuan hukum itu diberikan selama dalam waktu dan pada setiap pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan. Untuk itu pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan (penyidik, penuntut umum atau hakim) wajib memberitahukan kepada tersangka/terdakwa, orang tuanya, walinya, atau orang tua asuhnya mengenai hak memperoleh bantuan hukum itu. Untuk itu si anak bebas mencari sendiri penasihat hukumnya. Ini artinya tersangka/terdakwa harus membayar sendiri biaya untuk penasihat hukum itu. Tetapi faktanya tidak semua terdakwa anak mampu membayar biaya itu atau mencari penasihat hukumnya. Karena Undang-Undang Pengadilan Anak tidakmengatur adanya kewajiban
53
Majalah Hukum Forum Akademika
didampingi penasihat hukum pada sernua tingkat pemeriksaan maka ketentuan Pasal 56 KUHAP diberlakukan. bahwa terdakwa yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, yang tidak mempunyai penasihat hukumnya senairi, maka pejabat yang bersanbkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib untuk menunjuk panasihat hukum bagi mereka. Panasehat hukum yang ditunjuk itu memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. Kemudian terdasarkan wawancara dengan anak pelaku tindak pidana bahwa mereka tidak ingin didampingi penasihat hukum atau pengacara karena mereka beranggapan Pembimbing Kemasyarakatan dari BAPAS Jambi adalah penasihat hukum atau pengacara mereka. padahal menurut penulis fungsi pembimbing kemasyarakatan hanya menyampaikan laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) saja mengenai latar belakang anak, keadaan lingkungan si anak serta menyampaikan kesimpulan dan saran saja, bukan sebagai pembela kepentingan terdakwa seperti mengajukan keberatan terhadap surat dakwaan, bertanya kepada saksi, dan melakukan pledoi. Hal ini merupakan fungsi penasihat hukum di persidangan yang membela kepentingan hukum terdakwa. Jadi menurut terdakwa anak bahwa mereka merasa cukup jika telah didampingi Pembimbing Kemasyarakatan 3.
Orang Tua/Wali/orang Tua Asuh Mengenai pelaksanaan terdakwa anak juga didampingi orang tua, tidak semua
dilaksanakan. Ada beberapa terdakwa yang tidak didampingi oleh orang tua atau wali atau orang tua asuh. Ada beberapa terdakwa anak yang tidak dihadiri oleh orang tua atau wali atau orang tua asuh. Hal ini di sebabkan orang tuanya tidak mau hadir padahal sudah dipanggil. juga karena terdakwa itu anak jalanan yang tidak rnempunyai alamat vang jelas sehingga susah menghubungi orang tuanya. Walaupun demikian sidang
tetap
dilanjutkan. Dari keterangan diatas jelas ada beberapa anak yang tidak didampingi oleh orang tua padahal Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 mengatur bahwa orang tua wajib hadir selama dalam persidangan. Adapun ketidak hadiran orang taa ini karena alamat si anak tidak jelas dan orang anak tersebut tidak mau hadir walaupun sudah dipanggil oleh pengadilan. Mengenai orang tua tidak mau hadir dalam mendampingi anak jelas ketidak pedulian orang tua terhadap anak tersebut dan tidak menyadari betapa pentingnya
54
Majalah Hukum Forum Akademika
peranan orang tua terhadap si anak terutama dalam proses persidangan. Padahal tujuan kehadiran orang tua adalah agar tercipta persidangan dengan suasana kekeluargaan, perasaan tenang, aman, terlindungi bagi anak dan menjadi pertimbangan hakim ketika hakim memberikan kesempatan kepada orang tua menyampaikan hal ihwal yang bermanfaat bagi anak. Jika hakim menunggu sampai orang tua hadir dalam persidangan anak jelas akan memakan waktu, sementara persidangan anak harus dilaksanakan sedini mungkin untuk kepentingan si anak itu sendiri. 4.
Pembimbing Kemasyarakatan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
memberikan peran yang sangat strategis pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk membantu memperlancar tugas penyidik penuntut umum dan hakim dalam perkara anak, terutama dalam sidang anak nakal dengan membuat laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang akan menjadi bahan pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan perkara-perkara anak yang berhadapan dengan hukum. Peran strategis petugas Bapas sudah memberikan kontribusi dalam sidang anak dan sudah terlaksana sesuai dengan semestinya. Ini dibenarkan oleh Bapak Firdaus, yang memberi keterangan sebagai berikut Sesuai dengan Pasal 56 dan Pasal 57 ayat 2 undang-undang pengadilan anak, kami dari pembimbing kemasyarakatan berkewa;ihan untuk menyampaikan basil laporan Penelitiar. Kernasyarakatan (Litmas) kemasyarakatan sebelum sidang dibuka dan mendampingi anak tersebut selama dalam proses nersidangan sampai diputus oleh hakim". Jadi jelas bahwa anak harus didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan selama proses persidangan anak sudah terlaksana dengan semestinya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Undang-Undang Pengadilan Anak. 5.
Pelaksanaan sebelum menjatuhkan putusan, hakim Memberikan kesempatan kepada tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
menyebutkan bahwa sebelum menjatuhkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak. Pelaksanaan pasal ini berdasarkan basil pengamatan penulis sudah
55
Majalah Hukum Forum Akademika
dilaksanakan sebagaimana mestinya dimana menurut penulis, kesempatan yang diberikan kepada orang tua, wall, atau orang tua untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak sebelum mengucapkan putusan adalah sangat penting karena merupakan salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan. Sebelum menjatuhkan putusan; hakim yang menangani perkara anak tersebut mernberikan kesempatan kepada orang tua,wali atau orang tug asuh untuk mengemukakan hal. ihwal yang bermanfaat bagi anak tersebut. Hal ihwal salah satunya berupa rencana kedepan si anak setelah is keluar dari penjara. Hal ihwal ini akan berpengarah dalam mengambil keputusan nantinya. Ketentuan ini jelas berkaitan dengan kehadiran orang tua atau wali atau orang tua asuh dalam persidangan karena dengan radirnya orang tua maka hakim dapat memberikan kesempatan kepada orang tua atau wali atau orang tua asuh untuk mengemukakan hal ihwal yang bermanfaat bagi anak. Jika orang tua tidak mau hadir seperti penulis uraikan sebelumnya mengenai pelaksanaan kehadiran orang tua dalam mendampingi anak selama persidangan, maka akan berpengaruh terhadap si anak terutama dalam penjatuhan putusan. Karena hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan hal ihwal yang bermanfaat bagi anak. Jadi jelas disini bahwa orang tua mempunyai peranan penting terhadap si anak yang membutuhkan kehadiran orang tug di saat si anak berhadapan dengan proses peradilan pidana.
6.
Pelaksanaan hakim dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian dari pembimbing kemasyarakatan Pasal 59 ayat 2 Undanng-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
menyebutkan bahwa hakim dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan laporan Penelitian
Kemasyarakatan
(Litmas)
dari
pembimbing
kemasyarakatan
telah
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Setiap hakim anak daiam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan laporan Penelitian Kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan ketentuan undangundang. Adapun yang dipertimbangkan adalah mengenai latar belakang dan keadaan lingkungan si anak yang dilaporkan oleh Pembimbing kemasyaraktan.
Dari Penjelasan tersebut jelaslah bahwa kewajiban hakim untuk mempertimbangkan
56
Majalah Hukum Forum Akademika
laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) pembimbing kemasyarakatan, karena laporan tersebut memuat rnengenai Iatar belakang si anak, keluarga, dan lingkungan, seperti yang dikatakan oleh Bapak Firdaus, yang memberikan keterangan sebagai berikut " Laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) memuat latar belakang si anak, ketuarga, lingkungan dan pendikan serta kesimpulan dan saran dari kami. Karena dari latar belakang ini dapat diketahui apa yang menjadi faktor yang membuat si anak itu melakukan tindak pidana. "al ini yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dan laporann tersebut sangat berpengaruh sekali terhadap putusan yang akan dijatuhkan hakim nantinya terhadap si anak". Laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang dipertimbangkan hakim adalah latar belakang si anak, latar belakang keluarga, lingkungan serta kesimpulan dan saran dari pembimbing kemasyarakatan. Jadi jelas hal ini telah sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Undang-Undang Pengadilan Anak dan terlaksana sebagaimana mestinya. 7.
Putusan Jenis putusan yang sering dijatuhakan oleh Pengadilan Negeri Jambi adalah
Pidana Penjara. Dimana jumlah seluruhnya yaitu 165 perkara, sedangkan putusan hakkim yang berupa pengembalian kepada orang tua sebanyak 7 orang . Sementara diputus bebas 6 orang. Jadi jelas jenis putusan yang sering diberikan kepada perkara anak nakai adalah pidana penjara. Didalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 24 diatur mengenai sanksi terhadap nakal berupa tindakan seperti diserahkan ke Departemen Sosial untuk mengikuti pendidikan pembinaan dan latihan kerja. Hal ini tidak terjadi di Pengadilan Negeri Jambi dimana pidana penjara yang paling dominan. Pertimbangan hakim tidak memberi tindakan seperti yang disebutkan diatas adalah tidak adanya fasilitas berupa lembaga atau panti dari Departemen Sosial yang khusus bagi anak nakal di Provinsi Jambi.
D. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah paparkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jambi belum semua terlaksana sesuai dengan Undang-Undang Pengadilan Anak dan Perlindungan Anak. Adapun yang belum terlaksana adalah
57
Majalah Hukum Forum Akademika
masalah tidak didampingi orang tua dan anak tidak didampingi penasihat hukum karena anak mengira bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai penasihat hukum atau pengacara sehingga mereka memilih tidak perlu memiliki pengacara padahal sebenarnya fungsi pembimbing kemasyarakatan adulah hanya sebatas menyampaikan laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litrrias) mengenai si anak 2. Belum terjalinnya kerjasama dengan berbagai pihak, seperti Departemen Sosial, Lembaga Sosial Kemasyarakatan lainnya, sehingga hakim Pengadilan kesulitan dalam penerapan pidana selain pidana penjara.
58
Majalah Hukum Forum Akademika
Daftar Pustaka
Barda Nawawi Arief, 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung. Arief,
Barda Nawawi, 2000, Masalah Penegakan Penaggulangan Kejahatan, Semarang.
Hukum
dan
Kebijakan
-------------------------------, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung. Departemen Kehakiman., 1993. Naskah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional”. Jakarta. Fanggida, Abraham, 2000, Tindakan Politik untuk Kesejahteraan Anak. Infosocieta. Com. Kusuma W, Mulyana. 1983, Kejahatan, Penjahat dan Reaksi Sosial, Alumni Bandung. Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni Bandung. Muladi, 1995. kapita selekta Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Muladi dan Barda Nawawi Arif, 1992, Bandung
Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni
Reksodiputro, mardjono, 1994, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana. Universitas Indonesia. Jakarta Sahetapy,JE.1992. Teori Kriminologi suatu Pengantar. Citra aditya Bakti. Bandung.
Setiadi, Edi. 2000. Perlindungan Anak Dlam Proses Peradilan Pidana. InfoSocieta.com.
59