• •
233 •
•
LEGISLASI DAN SISTEM KEMASYARAKATAN
Oleh: Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A.
PENGANTAR
lembagaan negara tingkat pusat adalah sebagai berikut (purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto 1985: 66 , 67). Legislasi atau "legislation" pada hakikatnya merupakan (Henry Campbell Black 1968 : 1045) "The act of giving or enacting laws ; the power to make laws ; the act of legislating; preparation . and enactment of laws; the making of laws by express decree". Dengan demikian dapatlah dikatakan
Masalah legislasi dan sistem kemasyarakatan akan dibicarakan dalam tulisan ini, oleh karen a legislasi merupakan proses yang berlangsung dalam masyarakat dan bertujuan untuk mengatur masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian ada proses saling pengaruh-mempengaruhi, apalagi dalam kehidupan bernegara . Menurut Hukum Tata Negara Republik Indonesia, maka struktur ke-
••
•
•
•
1
2
•
3 \
'. •
4
5
, I
I
I
L----
.-
8
,--- ~ l
: 10
I
I
7·
6
I •
I
I I
9
I I
•
L
.I
•
J
--~----~
•
Penjelasan: •
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat 2. Presiden/Kepala Negara 3 . . Presiden/ Kepala Pemerin tahan 4. Dewan Perwakilan Rakyat 5. Mahkamah Agung -
6. 7. 8. 9. 10.
Dewan Menteri Dewan Pertimbangan Agung Badan Pengawas Keuangan Kejaksaan Agung Badan Perancang Nasional
Catatan: 9 dan 10 merupakan lembaga non. konsti tusional. JUrli1986
•
Hukum dan Pembanguno·n
234 •
bahwa legislasi sebenarnya menyangkut perencanaan dan penyusunan hukum , misalnya, perundang-undangan (hukum positif tertulis). Oleh karena itu , maka fungsi legislatif adalah (Henry Campbell Black 1968:1046). "The determination of legislative policy and its formulation as a rule of conduc t". Dalam melaksanakan fungsi tersebut ada kekuatan legislatif, yakni (Henry Camp bell Black 1968: 1046). "The lawking power ; the department of government whose function is the forming and enactment of laws". Wadah proses tersebut di atas adalah badan legislatif (legislature) yakni (Henry Campbell Black 1968 : 1046) "The department , assembly , or body of men that wakes laws for state or nation" Dalam bahasa Belanda , legislasi disebut . " wetgevmg .". Juga Masalah legislasi tersebut , pernah dibahas oleh Montesquieu , yang antara lain mengemukakan beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pembuatan perundang-undangan , yakni (C.K. Allen 1958 : 46 7). " 1. The style should be both concise and simple: grandiose or rhetorical phrases are merely distracting surplusage. 2. The tenn"MllS chosen should , as far as possible, be absolute and not relative, so as to leave the minimum of opportunity for individual differences of opinion. 3. Laws should confine themselves to the real and the actual, avoiding the metaphorical or hypothetical. 4. They should not be subtle , for
they are made for people of mediocre understanding; they are not an exercise in logic , but in the simple reasoning of the average man. 5. They should not confuse the main issue by any exceptions, Iimita tions , or modifications, save such as are absolutely necessary. 6. They should not be argumentative, it is dangerous to give detailed reasons for laws, for this merely opens the door to controversy. 7. Above all , they should be maturely considered and of practical utility , and they should not shock elementary reason and justice". •
•
Prinsip-prinsip tersebut sebenarnya merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dakun merumuskan perundangundangan. Di balik hal itu , masih terdapat asas-asas perundang-undangan yang tidak boleh ditinggalkan , yang antara lain mengkaitkan proses legislasi dengan sistem kemasyarakatan.
•
Perundang-undangan BerIakunya .
dan
Landasan
Dewasa ini hampir tidak ada bidang-bidang kehidupan masyarakat yang tidak terjamah oleh huku m, baik sebagai kaidah maupun se bagai sikap tindak yang teratur (maupun yang unik). Hal ini terutama disebabkan , oleh karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup secara teratur, sehingga diperlukan kaidahkaidah yang mengatur kehidupan bersarna, agar tidak • terjadi pertentangan kepentingan. Walaupun manusia senantiasa mengharapkan agar hukum akan dapat mengatur kehidupannya dengan benar •
o
235
LeiiswBi. SiBtem KemasyarakatDn
maupun sekunder. Mengapa gejala itu sehingga akan tercapai kedamaian datimbul, padahal telah dilakukan penelam masyarakat, akan tetapi tidak gakan hukum yang seharusnya sejak mustahil bahwa hasilnya malahan sesemula diawasi dengan ketat? Mengabaliknya. Oleh karena faktor-faktor pa larangan menggoncengkan lebih datertentu yang semestinya dapat diper· ri satu orang pada sepeda motor, hitungkan sejak semula, hukum mengakibatkan terjadinya sikap tindak yang mendapatkan re~ksi negatif, oleh karena sepeda motor dianggap sebagai tidak serasi dengan hukum itu . Dalam , kebanyakan hal warga masyarakat me- kendaraan keluarga? Bukankah sepeda motor memang dirancang sebagai kenmatuhi hukum , akan tetapi di lain pidaraan untuk dua orang saja? Masalahhak tidak mustahil bahwa mereka menen tangnya secara terang-terangan , masalah demikian kadang-kadang ku, oleh karena ketertidak mengacuhkannya , atau berusaha rang diperhatikan , batasan pendekatan yang dipergunauntuk menghindarinya. kan. Kalau hukum dipatuhi warga maSebenarnya . perundang-undangan syarakat, maka biasanya dikatakan menyangkut segala sesuatu yang berbahwa hukum itu efektif, oleh karena tujuan hukum tercapai. Walaupun hubungan dengan undang-undang cialam arti materiiL Undang-undang dakepatuhan hukum mengenal derajatderajat tertentu , akan tetapi adanya lam arti materiil merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat suatu kepatuhan dapat diartikan sebaoleh Penguasa Pusat maupun Daerah gai keadaan di mana hukum berlaku yang sah. Contohnya adalah Undangsecara efektif (yang juga mengenal derajat-derajatnya). Apa.bila hal itu undang , Peraturan Pemerintah , Kepuyang terjadi , maka dapat pula dikata- tusan Presiden, Peraturan Menteri, Perkan bahwa hukum mempunyai penga- aturan Daerah, dan seterusnya. Dengan ruh positif, oleh karena mengakibat· demikian , maka perundang-undangan kan terjadinya kepatuhan. Akan teta- atau_Undang-undang dalam arti matepi , kalau hukum tidak mencapai tu- riiI dapat dibedakan antara Peraturan juannya oleh karena tidak mendapat· Pusat ( algemene verordening) dengan kan dukungan sosial, maka hukum Peraturan Setempat ( locale verordemempunyai dampak terhadap tingkah ning). Suatu peraturan pusat merupalaku warga masyarakat. kan peraturan tertulis yang dibuat Keadaan yang digambarkan secara oleh Pemerin tah Pusat, yang berlaku ringkas di atas , dapat ditelaall, kembali umum di seluruh atau sebahagian wiladengan meninjau peraturan-peraturan yah negara. Peraturan setempat memyang berkaitan dengan pungu tan liar pakan peraturan tertulis yang dibuat di jalan raya . Setelah masalah pungu t oleh penguasa setempat, dan hanya an liar di jalan raya diberantas dengan berlaku di tempat atau daerah yang seksama, maka di beberapa wilayah bersangkutan saja. terjadi gejala adanya kenaikan harga Perundang-undangan merupakan sebarang-barang tertentu , baik yang bahagian hukum tertulis (geschrevenberkaitan dengan kebutuhan primer recht), yang sebenarnya juga mens;a0
o
o
0
Juni 1986
236
•
-
.-
HUkum dan Pembangunan
wa perintahnya mungkin tidak sesuai kup traktat. Perbedaannya terletak, dengan keadaan, dimungkinantara lain , dalam cara pembuatannya kan terjadinya penyimpangan yang di mana perundang-undangan adalah serupa pengecualian (dispensasi). Oleh nasional dan trakta,t · adalah internasiokarena itu , maka perintah terse but nal. Walaupun demikian , perundanglebih banyak diartikan sebagai suatu undangan yang dibuat secara nasional petunjuk. Dengan demikian, maka dapat berisikan materi hukum interpada hukum fakultatif perintah ditujunasional, yakni hukum yang berhukan secara langsung kepada penegak bungan dengan peristiwa-peristiwa nahukum. Pada hukum imperatif perinsional. tah ditujukan baik kepada penegak Dari sudut sifatnya, maka perunhukum maupun kepada para pencari dang-undangan mungkin merupakan keadilan. hukum imperatif (hukum memaksa Landasan berlakunya perundangatau dwingendrecht) atau hukum fa· undangan, dapat dikembalikan pada kultatif (hukum mengatur atau hukum tiga hal, yaitu : pelengkap; regelendrech t atau aanvulI. Landasah berlakunya secara yuridis . lendrecht). Perbedaan tersebut did asarkan pada kekuatan sanksinya dan Menurut Zevenbergen , maka suatu kaidah hukum mempunyai kelapada segi ketaatannya, yang dapat . kuan yuridis, jikalau kaidah hukum dikaitkan dengan sifatnya yang memaksa dan kebolehan untuk memilih. tersebut terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan. Oleh karena itu lazim dikatakan , bahwa hukum -imperatif meiupakan hu- . 2. Landasah berlakunya secara sosiolokum yang secara a priori harus ditaati, gis yang intinya adalah efektivitas kaidah hllkum di dalam kehidupan sedangkan hukum fakultatif merupabersama. Artinya , kaidah hukum kan hukum yang tidak mengikat yang dipaksakan oleh penguasa tersecara a priori. Hal itu disebabkan , lepas dari apakah kaidah hukum oleh karena pada hukum fakultatif tadi diterima atau ditolak, dan kapembentuk undang-undang hanya merena kaidah hukum terse but diakui lengkapi kekurangan-kekurangan yang atau diterima. mungkin ada pada pengaturan hubung3 _ Landasan berlakunya secara moan-hubungan hukum. Adakalanya pemsofis , yakni apabila kaidah hukum bentuk undang-undang menyusun pertersebut sesuai dengan cita-cita aturan-peraturan tertentu; akan tetapi hukum sebagai nilai positif yang mengenai penerapannya diserahkan tertinggi dalam masyarakat. kepada para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Agar supaya berfungsi, maka perunPada hukum fakultatif pembentuk dang-undangan harus memenuhi ketiga undang-undang juga memberikan peunsur landasan berlakunya hukum , yarintah , sebagaimana halnya pada huitu secara yuridis, sosiologis dan filokum imperatif. Akan tetapi sifat sofis. Sebab , apabila suatu kaidah huperintah terse but berbeda , oleh karena kum hanya mempunyai landasan yuripembentuk undang-undang sadar bahdis belaka, maka kaidah terse but •
Legislasi, Sistem Kemasyarakatan
mungkin merupakan kaidah hukum yang mati (dode regel). Kalau suatu kaidah . hukum hanya mempunyai kelakuan sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah tadi menjadi aturan pemaksa (dwangmaatregel). Ak· hirnya, apabila suatu kaidah hukum hanya mempunyai kelakuan filosofis, maka kaidah hukum terse but hanya boleh disebut sebagai kaidah hukum yang diharapkan atau dicita·citakan
(ius constituendum ). Asas-asas Perundang-undangan Tentang berlakunya perundang-undangan atau undang-undang dalam arti materiil, dikenal adanya beberapa asas (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto 1979). Asas-asas terse but dimaksudkan , agar perundang-undangan mempunyai pengaruh positif, apabila benar·benar dijadikan pegangan dalam penerapannya. Apabila tidak , maka akan dapat diduga bahwa akan terjadi dampak , walaupun untuk hal itu masih diperlukan penelitian yang mendalam untuk mengungkapkan kebenarannya. Beberapa asas yang dikenal, adalah sebagai berikut: 1. Asas pertama: Undang-undang tidak berlaku surut , hal mana dapat ditelaah dalam Pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (selanjutnya disingkat AB) yang ounyinya sebagai berikut (terjemahannya secara be bas dan tidak resmi): "Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan yang berlaku surut". Hal itu juga diatur di dalam KUHP, khususnya Pasal 1 ayat 1 yang ter-
237 jemahan tidak resminya, adalah se· bagai berikut: "Tiada peristiwa dapat dipidana , kecuali atas dasar kekuatan suatu peraturan perundang·undangan pi· dana yang mendahuluinya" . 2. Asas kedua: Undang·undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi , mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. Hal ini mempu· nyai akibat·akibat sebagai berikut : a. Peraturan yang lebih tinggi tidak dapat diu bah atau dihapuskan oleh peraturan yang lebih reno dah, akan tetapi proses sebalik,nya adalah mungkin. . b. Hal-hal yang wajib diatur oleh peraturan atasan tidak mungkin diatur oleh peraturan rendahan, sedangkan sebaliknya adalah mungkin. c. lsi peraturan rendahan tidak boleh bertentangan dengan isi peraturan atasan. Keadaan sebaliknya adalah mungkin , dan kalau hal itu terjadi, maka IJeraturan rendahan menjadi batal. d. Peraturan yang lebih rendah dapat merupakan peraturan pelaksanaan peraturan atasan ; ~ebalik nya adalah tidak mungkin. 3. Asas ketiga menyatakan bahwa undang-un dang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum , jika pembuatnya sama (lex specia/is derogat lex generalis). Maksudnya adalah , bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diperlukan undang·undang yang menyebut peristiwa itu , walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlukan undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih . Juni 1986
238
•
•
HUkum dan Pembangunan
luas atau lebih umum yang dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut. 4. Asas keempat: Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogat lex a priori). Artinya adalah, bahwa undang-undang lain yang lebih dahulu berlaku di mana diatur suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi jika ada undang-undang baru (yang berlaku belakangan) yang mengatur pula hal tersebut. akan tetapi makna atau tujuannya berlainan at au berlawanan dengan undang-undang lama terse but. 5. Asas kelima menyatakan, bahwa undang-undang tidak dapat diganggu-gugat. 6. Asas keenam: Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat . maupun pribadi , dilakukan melalui pembaharuan atau pelestadan. Agar supaya pembeJ:ltuk undang-undang tidak sewenang-wenang, maka perlu dipenuhi syarat-syarat, sebagai beri kut: a. keterbukaan . b . memberikan hak kepada warga masyarakat untuk mengajukan usul-usul kepada penguasa. Pengaruh suatu perundang-undangan senantiasa tergantung pada dianut· nya atau disimpanginya asas-asas terse-
•
but di atas. Pengaruh positif tidak hanya dapat dicapai dengan. sematamata menciptakan kepastian hukum; di lain pihak juga diperlukan kesebandingan hukum. Selain itu, maka pengaruh positif tidak hanya dapat dicapai dengan mengadakan unifikasi, oleh karena di sam ping itu juga diperlukan kesederhanaan hukum.
Sistem Kemasyarakatan Sebagaimana dinyatakan di muka , maka legislasi berlangsung dalam suatu sistem kemasyarakatan, yang di satu pihak timbul dari sistem tersebut , dan di lain pihak mengatur sistem terse· but. Dengan demikian, maka di satu pihak legislasi harus mempunyai dasar kemasyarakatan, sedangkan di lain pihak , legislasi dapat mengatur masyarakat melalui proses yang disebut enjiniring sosial (social engineering). Suatu sis tern kemasyarakatan merupakan suatu kesatuan menyeluruh yang mencakup subsistem-subsistem terse but .harus ada hubungan fungsional , agar supaya sis tern tersebu t dapat berproses dengan baik dan benar. Ketimpangan -ketimpangan akan terjadi, apabila ada pertentangan yang mendasar an tara pelbagai subsistem yang ada. . Secara visual , maka gambaran sistern kemasyarakatan yang merupakan gejala universal , adalah sebagai bedkut :
LegislaBi, Sistem Kematr,larakatan
239 •
2
Hukum disebut sebagai inter sub-sistern , oleh karena dapat mengatur subsistem,subsistem lainnya. Justru di sinilah letak proses legislasi yang tampaknya mendapatkan masukan dari pelbagai subsistem serta mempengaruhi subsistem. Subsistem Sosial Oleh karena ruang lingkup tulisan ini hanya akan dibatasi pada subsistem sosial dan budaya, maka pembicaraan hanyalah anak dilakukan mengenai kedua subsistem tersebut . Di satu pihak akan dicoba untuk membahas pengaruh subsistem itu terhadap hukum, dan di lain pihak akim diusahakan untuk menguraikan pengaruh hukum terhadap 'subsistem tersebut. Untuk mudahnya, maka dalam tulisan ini istilah subsistem dianggap sarna dengan sistem. . Sistem so sial akari ditelaah melalui pendekatan sosiologis, dengan cara menggunakan konsep-konsep dasar s.osiologis untuk menelaah suatu gejala tertentu . Konsep -konsep dasar itu
3
menyangkut seluruh proses pergaulan hidup dalam wadah-wadah tertentu, misalnya , dalam suatu sis tern kemasyarakatan tertentu . Di dalam wadah itu berkembang bermacam-macam konsep dasar sosiologis seperti in te raksi sosial, kelompok sosial , kebudayaan , lembaga sosial , stratifJkasi sosial , kekuasaan dan wewenang , maupun perubahanperubahan sosial. Secara sosiologis pada se tiap sistem kemasyarakatan terjadi" hubungan antar pribadi, antar kelompok (maupun antara pribadi dengan kelompok (dan sebaliknya). Hubungan terse but dinamakan interaksi sosial, yang menyangkut proses saling pengaruh m.empengaruhi antara pihak-pihak yang berinteraksi itu. Pola interaksi akan menimbulkan perangkat nilai-nilai yang me rupakan pandangan-pandangan mengenai hal-hal yang buruk dan baik. Perangkat nilai-nilai ini mempunyai pengaruh terhadap pola berpikir manusia, yang selarijutnya menentukan sikapnya. Sikap yang merupakan kecen- . derungan-kecenderungan untuk berbuat terhadap manusia, keadaan atau •
Juni 1986 •
240
Hullum dan Pembangunan
•
benda, mempengaruhi sikap tindak manusia. Cara berperilaku yang berulang-ulang dilakukan menimbulkan pola-pola apabila diabstraksikan akan menjadi kaidah-kaidah . Proses interaksi so sial dengan segala akibatnya sebagaimana dijelaskan di atas , akan menimbulkan kelompokkelompok sosial. Kelompok sosial me rupakan himpunan atau kesatuan orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama yang sedemikian eratnya , sehingga masing-masing anggota kelompok merasa menjadi bagian dari kelompok so sial se bagai suatu kesatuan yang u tuh. Kehidupan berkelompok di dalam kelompok-kelompok so sial tersebut cenderung menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasH karya , hasH cipta dan hasil ra.sa yang kesemuanya didasarkan pada karsa. Hasil karya merupakan bagian kebudayaan yang dinamakan kebudayaan kebendaan at au materiil. Hasil cipta dan hasil rasa merupakan kebudayaan spiritual atau kebudayaan imateriil. Hasil cipta menimbulkan ilmu pengetahuan , sedangkan hasil rasa menimbulkan kesenian. Karsa yang menjadi dasar hasH karya, cipta dan rasa rrienghasilkan kaidah-kaidah . Kaidah-kaidah dalam masyarakat merupakan patokan untuk berperilaku secara pantas. Kaidah-kaidah itu merupakan patokan perilaku yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang kesemuanya mempunyai wadah tertentu , yang di dalam sosiologi dinamakan ·lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Kaidah-kaidah yang menjadi patokan perilaku manusia yang tergabung
dalam lembaga-Iembaga sosial, menimbulkan penilaian atau penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu pula. Penilaian atau penghargaan itu menimbulkan lapisan-Iapisan sosial dalam masyarakat. Artinya , pihak-pihak yang memiliki hal-hal yang dihargai oleh masyarakat , lazimnya menduduki posisi-posisi tertinggi di dalam sistem lapisan-lapisan sosial, yang dinamakan stratifikasi sosial itu. Orang-orang yang menduduki posisi-p.osisi tertinggi dalam sis tern stratifikasi sosial itu , adalah mereka yang biasanya mempunyai kekuasaan dan wewenang . Kekuasaan merupakan kemampuan yang ada pada pihak-pihak tertentu , sehingga dapat mempengaruhi pihak lain untuk melakukan halhal yang dikehendaki pemegang kekuasaan. Apabila kekuasaan itu diakui oleh masyarakat , maka kekuasaan tadi menjadi wewenang. Kelompok sosial , kebudayaan , lembaga sosial , stratifikasi, serta kekuasaan dan wewenang, merupakan struktur sosial. Suatu struktur sosial tidak mungkin kekal, walaupun merupakan aspek yang relatif stabil. Setiap struk. tur sosial pasti akan mengalami perubahan-perubahan , baik yang sifatnya luas maupun sempit. Demikianlah secara garis besarnya kehidupan bersama yang berproses dalam sua tu wadah yang dise bu t sis· tern sosial. Khusus mengenai kebudayaan yang merupakan (sub )-sistem budaya , akan dibicarakan tersendiri , sedangkan unsur-unsur lainnya akan dibicarakan dalam kaitannya dengan masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Sebagai wadah dan proses sistem
.
241
Ugi,ltssi, Sistem Kemasyarakatan .
sosial mempunyai beberapa unsur pokok, sebagai berikut: .-
9. Kelestarian dan kelangsungan hidup. 10. Keserasian antara kualitas kehidupan dengan kualitas lingkungan.
1. Kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai - Secara makro unsur-unsur pokok tersebut di atas juga akan dijj.lmpai pada suatu kebenaran mutlak. bentuk-bentuk atau wadah-wadah ke2. Perasaan dan pikiran, yakni suatu hidupan lainnya, misalnya , di dalam keadaan kejiwaan manusia yang suatu keluarga batih (nuclear family) menyangkut keadaan sekelilingnya, yang penjabarannya adaIah, sebagai baik yang bersifat alamiah maupun berikut : sosial. 1. Adanya kepercayaan bahwa ter3. Tujuan, yang merupakan suatu citacita yang harus dicapai dengan cara bentuknya keluarga batih merupamerubah sesuatu atau mempertakan kodrat alamiah. hankannya. 2. Adanya perasaan dan pikiran ter· 4 _ Kaidah atau norma yang merupatentu dari seorang anggota keluarkan pedoman untuk berperilaku ga batih terhadap anggota lainnya pantas. yang mungkin terwujud dalam rasa 5. Kedudukan dan peranan; keduduksaling menghargai, bersaing , dan se· an atau status adalah posisi-p osisi terusnya. tertentu secara vertikal , sedangkan 3 Tujuan adanya keluarga batih adaperanan adalah hak·hak dan kewa· Iah, antara lain , agar manusia mejiban-kewajiban baik secara struk· ngalami sosialisasi dan mendapattural maupun prosesual. kan jaminan akan ketenteraman 6. Pengawasan yang merupakan proses hidupnya. yang bertujuan untuk mengajak , 4_ Setiap keluarga batih mempunyai mendidik atau bahkan memaksa kaidah-kaidah yang mengatur huwarga masyarakat untuk mematuhi bungan antara suami dengan istri, kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang anak-anak dengan ayah dan ibuberlaku dalam masyarakat. nya , dan seterusnya. 7. Sanksi, yakni persetujuan atau pe5. Setiap anggota keluarga batih memnolakan terhadap perilaku tertentu . punyai kedudukan dan peranan maPersetujuan terhadap perilaku tersing-masing, baik secara internal tentu dinamakan sanksi positif, semaupun eksternal. dangkan penolakannya dinamakan 6 . Di dalam setiap keluarga batih sanksi negatif yang mencakup peIazimnya terdapat proses pengawasmulihan keadaan, pemenuhan kean tertentu yang semuia datang dari adaan dan hukuman dalam arti orang tua yang dipengaruhi oleh luas. pola pengawasan yang ada di dalam 8. Fasilitas yang merupakan sarana unmasyarakat yang bersangkutan. tuk mencapai tujuan yang hendak 7. Sanksi-sanksi terten tu juga dikemdicapai, yang telah dit~ntukan terbangkan di dalam keluarga batih, lebih dahulu . yang diterapkan kepada me-reka
•
•
Juni1986
-
Hukum dan Pembangunan
242
. sung. Pembicaraan. mengenai kelom. yang berbuat benar at au salah. pok sosial yang teratur akan diarahkan 8. Sarana-sarana tertentu juga ada pada gejala yang sudah ada, yang secapada setiap keluarga batih, misalnya , sarana untuk mengadakan pera langsung maupun tidak langsung ngawasan , sosialisasi, dan seterusdiatur oleh produk-produk legislatif. Salah satu bentuk kelompok sosial nya . 9. Setiap keluarga batih mempunyai teratur yang timbul dengan sendirinya konsep kelestarian dan kelangsungadalah apa yang dahulu disebut maan hid up_ Kelestarian tidak mungsyarakat hukum adat. Mengenai gejala kin berdiri sendiri, oleh karena ini, Hazairin , Gurubesar Hukum Adat senantiasa berpasangan dengan perpada Fakultas Hukum Universitas Inkembangan , dalam hal ini kelangdonesia berpendapat, sebagai berikut sungan hidup. Kelestarian merupa(Hazairin 1970: 44). kan aspek stabilitas kehidupan ma"Masyarakat-masyarakat Hukum nusia , sedangkan kelangsungan hiAdat seperti desa di Djawa, marga dup merupakan pencenninan dinadi Sumatera Selatan, nagari di mika. Minangkabau, kuria di Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan, ada10. Keserasian an tara kuantitas dengan lah kesatuan-kesatuan kemasjarakatkualitas hidup juga ada pada keluaran jang mempunjai kelengkapanga batih, oleh karena kuantitas kelengkapan untuk sanggup berdiri merupakan pencerminan nilai kesendiri, jaitu mempunjai kesatuan bendaan, sedangkan kualitas meruhukum , kesatuan penguasa dan pakan pencerminan nilai keahlakan. berdakesatuan lingkungan hidup Demikianlah penerapan unsur-unsur sarkan hak bersama atas tanah dan makro pada hal-hal yang bersifat air bagi semua anggotanja. Bentuk mikro. hukum kekeluargaannja (patrilineal, matrilineal, atau bilaterlkah) memKelompok So sial pengaruhi sis tern pemerintahannja dan sistem umum kemasjarakatanSecara teoretis dapat dibedakan nja. Sistem perekonomiannja terantara kelompok sosial yang teratur u tama berlandaskan atas pertanian, dengan yang tidak teratur. Kelompok peternakan , perikanan dan pemusosial teratur ada yang terbentuk dengutan hasil hutan dan hasil air , ngan sendirinya dan ada yang dibenditambah sediikit dengan perburuan tuk dengan sengaja. Kelompok sosial binatang liar, pertambangan dan tidak teratur pada umumnya terbenkerajinan tangan. Semua anggotanja tuk dengan sendirinya, antara lain, sarna dalam hak dan kewadjiban_" oleh karena secara kebetulan berada di tempat yang sarna dengan tujuan yang Selanjutnya Hazairin mengatakan, bahsarna. Kelompok sosial tidak teratur wa (Hazairin 1970: 44, 45) tidak akan dibicarakan dalam tulisan "Penghidupan mereka bertjiri communal, di mana gotong-rojong, toini, walaupun relevansinya tetap ada long-menolong, serasa da semalu bagi proses legislasi, secara tidak lang•
-
•
•
•
•
•
•
Legis/aBi. Sistem Kemasyarakatan
mempunjai peranan jang besar. Masjarakat-masjarakat hukum adat itu dari dulu sampai sekarang menjadi landasan bagi mendirikan keradjaan-keradjaan asli, kekuasaan kolonial dan djuga · bagi Negara Republik Indonesia. Kekuasaan keradjaan-keradjaan boleh lenjap, kekuasaan kolonial boleh tumbang, demikian djuga Negara Republik Indonesia dapat terhapus , tetapi masjarakat-masjarakat hukum adat itu ilkan terus-menerus melandjutkan hidupnja. Djelaslah bahwa masjarakat-masjarakat hukum adat itu lebih bersifat asasi dan lebih berurat berakar di atas pangkuan ibu pertiwi. Se bab itu kewadjiban bagi Negara Republik Indonesia untuk memelihara , menjuburkan dan meningkatkan hal ihwal pedesaan itu". Pada tanggal 1 Desember 1979 telah diundangkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 ten tang Pemerintahan Desa. Dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang terse but adalah, sebagai berikut (CST Kansil . 1984: 19,20). " a. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 ten tang Desapraja (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 84) , tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan karenanya perlu diganti. b. Sesuai dengan sifat Negara Ke • satuan Republik Indonesia maka kedudukan pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat-istiadat yang masih berlaku untuk memperkuat pemerintah-
243 an Desa agar makin mampu menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi Desa yang kian meluas dan efektif. e. Berhubung dengan itu, dipandang perlu segera mengatur bentuk dan susunan pemerintahan Desa dalam suatu undang-undang yang dapat memberikan arah perkembangan dan kemajuan masyarakat yang berasaskan Demokrasi Paneasila sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945". Oleh karena undang-undang terse but menyangkut masyarakat-masyarakat hukum adat yang tumbuh dengan sendirinya sebagai kelompok-kelompok sosial , apakah kelompok-kelompok itu akan dihapus? Secara yuridisfOllllal tampak adanya ketidaksesuaian dengan Undang-Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya, yang isinya , sebagai berikut : "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan keeil , dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan un dang-un dang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara , dan hak-hak asal-u sul dalam daerahdaerah yang bersifa t istimewa" . "LOleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat , maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat Staat juga_ Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula . Juni 1986
Hukum dan Pembangunan
244
dalam daerah yang lebih keci1. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka , semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah , oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. II . Dalam territoir Negara Indonesia te rdapa t lebih kurang 250 Zelfbesturende landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti di J awa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerahdaerah itu mempunyai susunan asli , dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah·dae· . rah istimewa tersebut dan segal a peraturan negara yangmengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak·hak asal·usul daerah tersebu t" .
••
(Sumber: Dndang·Undang Dasar. Pe· doman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Ketetapan MPR No. II/MPR/1978. Garis-garis Besar Haluan Negara. Ketetapan MPR No. II/MPR/ 1983. Sekretariat Negara Republik Indonesia, tanpa tahun, halaman 4 dan 16). Walaupun belum diadakan penelitian yang menyeluruh dan mendalam, na-
mun penerapan Undang~undang Nbmor 5 Tahun 1979 akan mengalami kesulitan besar , oleh karena produk legislatif itu bertentangan dengan struktur sosial masyarakat setempat yang dihormati oleh Undang·Undang Dasar 1945. Hal ini merupakan salah satu contoh, betapa proses legislasi seyogianya didasarkan pada apa yang hid up dalam masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Pembicaraan mengenai kelompok sosial yang ter bentuk dengan se ngaja akan dilakukan dengan membahas suatu con toh yang mempunyai nilai sejarah. Masyarakat Indonesia sebenarnya merupakan suatu masyarakat yang pernah dijajah (paling lama oleh Belanda). Kelompok·kelompok sosial tertentu yang ada dewasa ini yang timbul dengan sendirinya, tidaklah dapat dile· paskan dari pengaruh aspek poll tik , ekonomi dan so sial zaman penjajahan dahulu . Salah sa tu ciri khas pada kelompok sosial yang ada adalah , bahwa tidak ada kelompok sosial prib umi yang secara ekonomis dominan , kecuali kelompok asing dan Cina . Walaupun demikian, kelompok asing maupun Cina yang secara ekonomis dominan, sebenarnya tidak terlalu penting bagi percaturan dunia poli tik ( dalam arti , tidak mempunyai pengaruh yang langsung). Dengan demikian, maka kelompok sosial yang menonj ol dal;1 sudah ada semenjak zaman dahulu adalah birokrasi , yang merupakan kelompok sosial yang terorganisasi. Menurut Benda , maka sejak tahun tigapuluhan birokrasi negara kolonial telah terbentuk dan lebih menonjol daripada kekuatan-kekuatan di luar pemerintah pada waktu itu. Timbulnya p'artai-
Leiislasi. 8istem Kemasyarakatan
partai politik, misalnya, merupakan tanggapan masyarakat dalam usahanya untuk dapa! berpartisipasi dalam sektor-sektor pemerintahan yang dikuasai birokrasi. Oleh karena itu dapat dikatakan , bahwa konflik-konflik yang timbul sekitar tahun limapuluhan di Indonesia, sedikit banyaknya juga disebabkan karen a kegiatan-kegiatan memperebutkan kekuasaan di sektor pemerintahan yang selama itu dikuasai oleh birokrasi. Proses legislasi yang an tara lain juga bertujuan untuk mengatur kehidupan kelompok-kelompok sosial melalui perundang-undangan , perlu mengetahui mengenai gejala tersebut. Dengan demikian masalah-masalah yang diatur dalam perundang-undangan akan dapat memberikan proyeksi jauh ke muka, atas dasar gejala-gejala yang ada pada masa lampau dan dewasa ini. Lembaga Sosial Suatu lembaga sosial (social institution) merupakan himpunan kaidahkaidah yang berkisar pada kebutuhan dasar manusia dalam masyarakat. Kebutuhan dasar manusia mencakup: 1. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan 2. Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda 3. Kebutuhan akan harga diri 4. Kebutuhan akan kesempatan untuk mengembangkan potensi 5. Kebutuhan akan kasih sayang. •
Lembaga sosial yang ada dalam masyarakat timbul sebagai akibat suatu keinginan yang kuat untuk menghimpun dan mengadakan sinkronisasi terhadap kaidah-kaidah yang mengatur kebutuhan tadi. Hal ini disebabkan;
245 oleh karena manusia pada dasamya mempunyai hasrat yang kuat untuk hidup teratur. Masalah yang timbul kemudian adalah bahwa kehidupan teratur itu tidak sama bagi semua orang, sehingga timbul kaidah-kaidah yang merupakan patokan untj.lk bersikap tindak secara pantas. Lembaga-Iembaga so sial akan timbul sesuai dengan bidang-bidang kehidupan masyarakat yang ada, yang pada hakikatnya merupakan subsistem (yang menjadi bagian suatu sistem). Ada lembaga so sial di bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial, hukum , dan seterusnya. Akan tetapi, tidak semua kaidah dengan sendirinya menjadi bagian suatu lembaga sosial. Agar menjadi bagian suatu lembaga sosial, maka suatu kaidah harus . mengalami proses pelembagaan terlebih dahulu. Proses pelembagaan itu mencakup tahp-tahap tertentu , di mana kaidah-kaidah yang mengalami proses itu mulamula diketahui, dimengerti, ditaati dan kemudian dihargai. Dengan dihargainya suatu kaidah, maka berarti bahwa kaidah itu telah menjadi bagian suatu lembaga sosial tertentu . Walaupun lembaga sosial terdapat pada setiap bidang kehidupan yang merupakan subsistem dan inter subsistem , namun penghargaan yang diberikan oleh masyarakat maupun pemim pin-pemimpinnya kadang-kadang berbeda. Pada suatu waktu, misalnya, masyarakat lebih menghargai lembaga sosial di bidang politik; namun para pemimpin lebih menghargai lembaga sosial di bidang ekonomi , dan seterusnya. Kalau hal itu terjadi dalam jangka waktu lama, maka tidak mustahil terjadi disorganisasi dalam masyarakat Juni 1986
Hukum dan Pembangunan
246
sekali tercapai apabila aspek kekuasayang bersangku tan. Hal ini disebabkan, an, wewenang dan kehidupan materiiloleh karena kekuatan kaidah-kaidah yang menjadi bagian suatu lembaga ekonomis tidak diletakkan pada prososial tertentu akan pudar. porsi yang sejajar. Gejala yang ada seDi Indonesia, misalnya, lembaga karang adalah, bahwa hubungan antara sosial di bidang kehidupan hukum sekekuasaan , wewenang , faktor mate_riil cara formal mendapatkan prioritas, dan hukum tidak menempati kedudukhalmana tercantum dalam Garis-garis an yang sejajar , sehingga terjadi distorBesar Haluan Negara . Akan tetapi dasi dalam masing-masing peranannya. lam kenyataannya , lembaga sosial di Stratifikasi So sial bidang kehidupan hukum tidak akan mungkin dapat diterapkan apabila tiStra tifika si sosial merupakan pelapisan golongan-goJongan dalam · suadak didukung oleh kekuasaan dan tu masyaraka:t ke dalam kelas-kelas wewenang tertentu yang terJetak di so sial tertentu se cara vertikal. Pelapisbidang kehidupan politik. Sebaliknya, kekuasaan dan wewenang akan menjaan itu mungkin terjadi dengan sendidi sewenang-wenang apabila tidak rinya, atau dibentuk dengan sengaja. Terjadinya stratifikasi adalah, oleh kadibatasi oleh hukum . Kalau proporsi rena setiap masyarakat atau bagianini tidak tercapai , maka akibatnya bagiannya mempunyai penghargaan adalah bahwa hukum yang ada haterhadap aspek-aspek tertentti. Pengnya merupakan "huruf mati" belaka. Di samping itu , penegakan hukum . hargaan terhadap aspek-aspek tertentu itu menimbulkan gejaJa, bahwa yang juga memerlukan biaya besar , halmemiliki aspek yang dihargai itu akan mana menjadi cakupan bidang kehidupan ekonomi. Kalau penegakan humendapatkan posisi yang lebih tinggi kum tidak didukung oleh aspek daripada yang tidak mempunyainya. ekonomis , maka tidak akan mungkin Aspek-aspek tertentu itu mungkin mepenegakannya berlangsung se cara sirupakan kekuasaan/ wewenang , kekanambung. yaan materiil , kehormatan , pendidik- · Prioritas yang diletakkan pada leman/latar belakang akademis , dan setebaga sosial di bidang hukum sebenarrusnya. Walaupun demikian , memang nya mempunyai tujuan akhir menada stratifikasi yang terbentuk karecapai kehidupan yang damai yang dina faktor keJahiran , sebagaimana hallandaskan pada tugas untuk mencapai nya di Bali yang mengenal sistem kaskeadilan. Keadilan tersebut memputao nyai dua asas pokok, yaitu: Masing-masing aspek yang menda1. Apa yang tidak ingin dilamai , japatkan penghargaan tinggi dari masyanganlah menyebabkan orang lain rakat, mungkin berdiri sendiri atau mengalaminya. saling berkaitan. Misalnya , seseorang 2 . Apayang dapat diperoleh , biaryang mempunyai kekuasaan besar, lebih mudah mendapat kekayaan makanlah orang lain berikhtiar untuk teriil. Seseorang yang kaya lebih juga mendapatkannya. mudah mendapatkan kekuasaan darilelas bahwa keadilan semacam itusulit •
•
•
Legi6lasi, SiBtem KemlUyarokatan
•
pada yang tidak kaya. Sese orang yang mempunyai kehormatan tertentu lebih mudah mendapatkan kekuasaan, kekayaan mater!il dan pendidikan yang tinggi, dan seterusnya. Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda , orang-orang Belanda menduduki posisi tertinggi; demikian pula orang-orang Indonesia (pribumi) yang menjadi bagian golongan bangsawan. Ada kecenderungan besar untuk menempatkan . pegawai negeri (kemudian disebut priyayi) pada kedudukan yang relatif tinggi pula. Mereka yang bergerak di bidang perdagangan , kira-kira menduduki kedudukan menengah ' walaupun masyarakat kadang-kadang menempatkan mereka pada kedudukan yang Ie bih rendah lagi. Dalam perkembangan selanju tnya kalangan agama juga mendapatkan kedudukan yang relatif tinggi , oleh karen a dianggap mempunyai potensi untuk mengintegrasi kan masyarakat. Apa yang telah terjadi dalam zaman kolonial dahulu, masih tampak hingga kini , walaupun kadang-kadang dalam bentuk yang agak berbeda, oleh karena sistem politiknyapun telah berubah. Dewasa ini yang menduduki posisi-posisi tertinggi adalah pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan dan kekayaan materiil, oleh karena masyarakat memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal itu. Masyarakat mempunyai pandangan demikian, oleh karena panutan dalam masyarakat yang membentuk pandangan demikian itu. Kekuasaan dan kekayaan materiil itu harus tampak dari lambang-Ia:mbang fisik yang sedikit banyaknya bersifat konsumtif, seperti misalnya , tanda-tanda tertentu dan upacara-upacara
•
•
247
yang dilakukan secara berkala dan menghabiskan biaya yang relatif besar. Agaknya gejala ini merupakan feodalisme gaya baru yang mem berikan tekanan pacta nilai materialisme yang . seringkali berlebihan, sehingga diperlukan seruan-seruan untuk hidup sederhana. Penghargaan yang tinggi terhadap kekuasaan dan kekayaan materiil mengakibatkan bahwa tingkat kehidupan sehari-hari diukur atas dasar haJ-hal itu. Gejala yang sudah meJembaga itu seJanju tnya ditambah dengan munculnya kaJangan cendekiawan yang tampaknya ingin ikut serta men---. --duduki posisi-posisi yang dianggap tinggi. Dengan demikian muncuJ gejaJa Jain; mereka yang telah menduduki posisi-posisi yang reJatif tinggi, ingin pula mendapatkan geJar-gelar akademis untuk mengimbangi kaJangan cendekiawan yang kebanyakan mempunyai geJar akademis. Masyarakat pun memberikan penilaian yang tinggi terhadap penyandang geJar-gelar akademis , sehingga timbul kegairahan yang besar untuk meraih gelar-geJar tadi. Kegairahan terse but kebanyakan tidak dilandaskan pada nilai spiritual, akan tetapi Jebih banyak didasarkan pada nilai materiilnya, sehingga tujuan meraih geJar menghalalkan setiap usaha ke arah itu. ---
-
Salah satu akibat yang timbul dari gejala itu adaJah, adanya kelas sosial baru yang dilandaskan pada kekuasaan, kekayaan materiil dan pendidikan tinggi/ akademis. Lazimnya, · mereka yang sudah mempunyai kekuasaan dan kekayaan materiil , akan lebih mudah meraih gelar-gelar akademis terse but, sehingga menempatkan mereka pada Jun/1986
Hu k u m dan Pembang'lnan
248 •
ke·audukan yang lebi.l} kokoh. Kelas sosial ini dianggap baru oleh karena secara materiil dilandaskan pada nilainilai lama, namun secara formal mendapatkan ciri-ciri pengokoh yang berupa gelar akademis terse but. Faktor· faktor kekuasaan , kekayaan materiil dan pendidikan tinggi kemudian menjadi saling berkaitan dan saling pengaruh·mempengaruhi. Kelas sosial lainnya yang baru adalah organisasi-organisasi formal yang sengaja dibentuk, akan tetapi tidak bersifat struktural. Walaupun tidak bersifat struktural (dan non-anggaran), namun mempunyai pengaruh yang relatif kuat terhadap stratifikasi struktural formal yang sengaja dibentuk, misalnya, dalam kalangan pemerintah· an. GejaJa kehidupan lapisan-Iapisan yang ada dalam masyarakat yang dijelaskan di muka, merupakan sekedar rekaman sejenak yang memang nyata. Pihak-pihak yang menjalankan proses legislasi s.eyogianya peka terhadap gejala-gejala tersebut, yang tidak mus· tahil mempunyai pengaruh negatif terhadap perundang-undangan. •
•
Kekuasaan dan Wewenang Dalam setiap masyarakat pasti ada kekuasaan dan wewenang, yang meru· p_akan salah satu faktor pemersatu masyarakat. Kekuasaan merupakan suatu kemampuan yang bertujuan agar pihak lain patuh pada pemegang ke· kuasaan . Apabila kekuasaan itu diakui oleh masyarakat, maka kekuasaan tadi menjadi wewenang. Walaupun kekuasaan dan wewenang ada dalam setiap masyarakat, akan tetapi yang menjadi masalah adalah jus·
tru siapa atau pihak-pihak manakah yang memegang kekuasaan dan wewe· nanga tersebut. Pihak-pihak yang me· megang kekuasaan dan wewenang tersebut, lazimnya disebut pemimpin atau pimpinan (dad sudut ilmu politik disebut penguasa). Perlu diakui, bahwa kekuasaan dan wewenang mempunyai hubungan erat dengan stratifikasi so· sial. Di satu pihak kekuasaan dan wewenang dapat menjadi landasan pela. pisan dalam masyarakat, dan di lain pihak sistem stratifikasi memberikan kedudukan-kedudukan tertentu pada pemegang kekuasaan dan wewenang. Selanjutnya, pemegang kekuasaan dan wewenang itu menjadi panutan masyarakat, oleh karena mereka dianggap sebagai pihak yang berpengaruh, sehingga sikap tindaknya seyogianya dianut sebagai keteladanan yang baik. Dalam masyarakat senantiasa diadakan pembedaan antara pemegang kekuasaan dan wewenang secara resmi atau formal dan yang tidak resmi atau informal. Yang formal diangkat secara resmi oleh pemegang kekuasaan dan wewenang yang lebih tinggi , sedang· kan yang informal Ie bih cenderung menjadi pemegang kekuasaan dan wewenang karena pengakuan masyarakat. Secara ideal peniegang kekuasaan dan wewenang. yang benar adalah yang sekaJigus diangkat secara resmi dan diakui (tanpa paksaari) oleh masyarakat. Dahulu pemegang kekuasaan dan wewenang' yang diakui oleh masyarakat, secara nyata didukung oleh masyarakat. Wujud dukungan itu berupa tunjangan hidup bagi pemimpin terse· but, misalnya, dalam bentuk penye· rahan sebidang tanah (tanah lungguh •
"
..
•
249
!A,t.lDsl, SiBtem KemOByarakatan •
patkan fasilitas-fasilitas tertentu dari negara yang melaksanakan tugas. Padahal, diangkatnya seseorang secara resmi sebagai pemegang kekuasaan dan wewenang, belum tentu diakui oleh masyarakat (walaupun hal itu biasanya terjadi secara diam-diam). Apabila ditinjau dasar dan proses kekuasaan di Indonesia, yang dilandaskan pada . kategQrisasi masyarakat atas dasar tingkat struktur dan kebudayaannya, maka diperoleh gam baran, sebagai berikut:
(Ii Jawa Tengah) yang boleh dikerjakan sendiri dan dinikmati hasilnya. Di samping itu masyarakat juga memberikan sumbangan-sumbangan in natura. Gejala ini dianggap sebagai hal yang biasa, oleh karena menjadi adatistiadat untuk menunjukkan rasa hormat kepada seorang pemimpin. Dewasa ini timbul pelbagai kesulitan, oleh . karena adat,istiadat terse but ingin tetap dipertahankan, padahal biasanya pemegang kekuasaan dan wewenang diangkat secara resmi. Pengangkatan secara resmi berarti mendaT
Madya
Bersahaja
Masyarakat
.
Mudern
Faktur •
Tanah
Industri
Pengetahuan .
Pusat Sosial
Pertanian
Bisnis
Penelitian
Tokoh
Pemilik tanah kalangan militer
Kalangan bisnis
Ilmuwan
Saran a
Penguasaan dengan Pengaruh tak lang- Keserasian kekekua ta n fisi k sung terhadap po- kuatan poJitik Jitik dan ilmiah Harta dan kekua t- Harga, organisasi Teknologi an militer poJitik
Sumber
.
I
•
•
Basis Cara •
Kewarisan Konviskasi
Kewarisan Magang Pendidikan
Subsistem Budaya Subsistem budaya berin tilean pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Nilai merupakan pandangan-pandangan atau konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai itulah yang kemudian menimbulkan . etika yang merupakan anggapan-anggapan mengenai apa yang benar dan salah. Etika •
Pendidikan Mobilisasi
dikonkretkan menjadi kaidah-kaidah yang berisikan suruhan, larangan dan kebolehan. Suatu kenyataan asasi dan kodrati dalam kehidupan manusia adalah bahwa manusia hidup dengan membawa alam-kodrat (nature) serta mengalami pemeliharaan (nurture). Alam kodrat dalam kenyataan mengruami perwujudan dalam bentuk tipe somato maupun tipe-tipe psiko. Pemeliharaan mencaJuni 1986 ..
•
•
250
Hukum dan Pembangunan
.
kup lingkup ekstem-sosia1 dan internmental. Lingkup eksternal-sosial manusia pad a dasarnya terisi me1alui 1angkah pendidikan (education ) maupun peniruan sikap tindak orang lain yang dijadikan te1adan (imitation ). Lingkup intern-mental terisi melalui tiga pendayaan , yakni (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto 1985: 41 dan seterusnya). 1. Pendayaan kognitif at au asah cipta yang berdasarkan logika. 2 . Pendayaan konatif at au asuh karsa yang berdasarkan etika. 3. Pendayaan afektif atau asih rasa yang berdasarkan estetika . Di samping itu dengan pembawaan dan pengalaman, manusia dalam hidupnya baik secara menyendiri maupun berkelompok, mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapainya ialah keserasian dalam kehidupan pribadi · dan kehidupan antara pribadi. Dalam dimensi kehidupan pribadinya sendiri, tujuan yang ingin dicapainya pada dasarnya ialah: 1. Keserasian antara dirinya sebagai tercipta dengan Pencipta-Nya dalam bidang keimanan. 2. Keserasian antara dirinya sebagai individu dengan hati nuraninya dalam bidang keakhlakan. Dalam dimensi kehidupan antar pribadi atau kehidupannya dalam pergaulan dengan sesamanya , tujuan yang ingin dicapainya pada dasarnya ialah: 1. Keserasian dalam bidang sopan-santun , yaitu kesedapan hidup. 2. Keserasian dalam bidang hukum yaitu kedamaian. Keserasian yang menjadi tujuan hidup manusia tersebut bersifat hakikimanusiawi dalam konstitusi keutuhan
somatologis-jasmaniah maupun dalam konstruksi kebulatan psikologis-rohaniah. Mengenai faktor psikologis, menurut Sigmund Freud diri manusia itu dihayatkan oleh tiga asas, yaitu: 1. "The pleasure principle" yang membentuk kecenderungan manusia untuk mencari atau mendapatkan kesukaan sebanyak mungkin bagi dirinya dan juga menghindarkan kedukaan 2. "The reality principle" yang mengarahkan manusia untuk menghadapi dunia luar atau kenyataan kehidupan yang tidak mungkin dapat dihindarinya . . 3. "The principle of constancy" yakni prinsip yang berfungsi sebagai penjalin keserasian atau harmonisator atas kedua prinsip tersebut di atas. Prinsip kenikmatan ( the pleasure principle) dan prinsip re alit as ( the reality principle) merupakan dua prinsip yang berpasangan dan bertegangan atau dua prinsip yang bersifat antinomis, yakni bersifat saling mendesak antara satu sarna lain, akan tetapi tidak saling menghilangkan. Hal itu disebabkan, oleh karena antara dua prinsip terse but terdapat prinsip konstan ( the principle of constancy) yang merupakan penjamin dan penjaga antara prin· sip kenikmatan dengan prinsip realitas. Dengan demikian terjalin keserasian atau harmoni yang mencegah terjadi· nya kemungkinan terdominasinya batin orang yang bersangkutan oleh salah satu prinsip terse but. Jadi dengan adanya prinsip konstan yang berdaya. sebagai hannonisator , . kehidupan batin manusia sebagai suatu proses yang panjang menempatkan jiwa manusia seakan-akan sebagai se-
Lelialasi• Sistem Kemasyaraka tan
251
buah bandul atau pendulum jam yang bergerak ulang terus-menerus ke kiri dan ke kanan tertarik oleh kutub-kutub yang berlawanan. namun pola gerak terse but bersifat konstan dan teratuL Dengan demikian dalam oimensi kehidupan rohani setiap orang pada dasarnya merupakan proses ikhtiar mencapai keserasian antara hasrat kebebasan (the pleasure principle) dan hasrat ketertiban ( the reality principle) melalui has rat keserasian (th e principle of constancy ) sebagai daya penyerasi atau harmonisatornya_ Akan tetapi , di samping adanya hasrat keserasian rohani dalam dimen si kehidupan rohaniah , manusia pun dalam keadaan hidupnya yang wajar memiliki kodrat keserasian jasmani dalam dimensi kehidupan jasmaninya sebagai suatu organisme yang termulia dan tersempurna ciptaan Tuhan Yang Serba Maha Kuasa_ Karena itu dalam keadaan yang sadar , setiap orang pun pada dasarnya juga akan berusaha untuk mencapai keserasian antara aspek kehidupan jasmani materiil dengan aspek kehiduparr rohani spiritualnya sebagai suatu keharmonisan dwitunggal. Di .samping itu , manusia pada umumnya akan tetap berusaha untuk . mencapai pelampauan dalam · arti keadaan yang lebih dari yang sebelumnya telah dicapainy a, baik dalam ukuran secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif, setiap ~erkembangan yang berupa pelebihan Jelas berarti sebagai penambahan segala hal atau unsur yang sudah ada sebelumnya. OIeh karen a itu secara kuantitatif suatu perkembangan bersifat pelestarian atau pertahanan segala
,
sesuatu yang sudah ada di. samping adanya hal tersebut. Dengan perkataan lain , dalam setiap perkembangan secara kuantitatif terproseslah unsur pelestarian (conservation ) kehidupan manusia. Lain halnya dengan perkembangan secara kualitatif yang 'pada hakikatnya menumbuhkan pembaharuan (innovatio n) kehidupan manusia. Melalui jalan pandangan ini dapat dibuktikan bahwa perkembangan secara kuantitatif dan secara kualitatif merupakan dua unsur yang eksis· tensinya bersifat antinomik atau saling berpasangan dan bertegangan , sebagaimana halnya dengan pasangan unsurunsur kepentingan pribadi dan kepentingan antar pribadi maupun materiil dan spiritual. . Berdasarkan pokok pikiran ini dapatlah dibuktikan bahwa manusia itu sendirilah yang merupakan sumber nilai , dalam arti sebagai pencari , pendapat dan sekaligus penimbul berbagai macam nHai dalam kehidupannya. Dari uraian di at as saja telah dapat dilihat adanya 3 pasangan nilai pokok yang bersumber dari unsur hakiki manusia, yakni: 1. Hasrat keserasian rohani dan kodrat keserasian jasmani (spiri tualisme dan materialisme ) . 2. Kesendirian/kebebasan dan kebersamaan/ketertiban (individualisme dan kolektivisme). 3. Kelestarian dan kebaruan (konservatisme dan inovatisme). Bagaimanakah hubungann ya dengan penyusunan hukum dalam prose s legislasi? Berdasarkan pasangan nil ainilai terse but, maka pasangan nHainilai yang sey ogy anya menjadi land asan hukum atau perundang-undangan Ju ni 1986
•
Hukum dan Pem bangunan.
252 .
•
adalah, sebagai berikut:
•
PENUTUP
1. Kebebasan (Ketertiban). 2. Kepentingan pribadi (Kepentingan antar pribadi). 3. Proteksi hukum (Restriksi hukum). 4. Keluwesan hukum (Keketatan hukum) . . '.. 5. Kesebandinganhukum (Kepastian hUkum).
•
Di atas telah diuraikan beberapa pokok sistem kemasyarakatan yang di· kaitkan dengan proses legislasi. Mak· sudnya ad~ah untuk memberikan rna· sukan kepada mereka yang akan ber· fungsi dalam proses legislasi. Proses legislasi tersebut harus mempunyai basis sosial·budaya, dan pad a akhir· . nya . akan . menjadi ' patokan . untuk . mengatur sistem kemasyarakatan. •
•
.
Daftar Kepustakaan Allen , C.K., Law in the Making. (Oxford: Clarendon Press, 1958). Black , Henry Campbell, Black's Law Dictionary. Revised Fourth Edition. (St. Paul, Minn: West Publishing Co., 1968). Hazairin , Demokrasi Pancasila. (Jakarta: Tintamas, 1970) . . Kansil , C.S.T., Desa Kita. (Jakarta: Ghalia Indonesia , 1984). Purnadi Purbacarakadan Soerjono Soekanto, Pernndang-undangan dan Yurisprndensi. (Bandung: Penerbit Alumni; 1979). Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi·sendi Ilmu Hurum dan Tatahukum. Cetakan Ketiga. (Bandung: Penerbi t Alumni, 1985).
•
•
• .
.
•
•
•
• •
•
•