PERAN KOPERASI SEPATU SANDAL BOGOR (KOSSEBO) DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL ALAS KAKI DI KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR
MAMAN SULAIMAN DABIGI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peran Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) dalam Pengembangan Industri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Maman Sulaiman Dabigi NIM H34104037
ABSTRAK MAMAN SULAIMAN DABIGI. Peran Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) dalam Pengembangan Industri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA. Industri alas kaki di Kabupaten Bogor merupakan industri yang memiliki kontribusi terbesar pada sektor manufaktur dan didominasi oleh industri-industri kecil alas kaki yang tumbuh pesat di Kabupaten tersebut. Namun masalah utama yang dihadapi industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas adalah modal. Melakukan kerjasama dengan toko sepatu sandal menjadi solusi yang realistis untuk industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. Tetapi hal tersebut membuat daya tawar industri kecil alas kaki sangat lemah. Oleh karena itu, peran Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini. Tapi, seberapa besar peran KOSSEBO dalam menyelesaikan masalah industri kecil alas kaki, perlu penelitian untuk mengukur kinerja KOSSEBO. Pada Penelitian ini digunakan metode deskriptif untuk mempelajari keragaan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, analisis pendapatan dan R/C rasio untuk menganalisis perbandingan tingkat pendapatan industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan non-anggota dan Importance and Performance Analysis (IPA) untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kinerja KOSSEBO sebagai tolak ukur peran KOSSEBO. Kata kunci: Industri kecil alas kaki, kinerja, peran koperasi
ABSTRACT MAMAN SULAIMAN DABIGI. Role of Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) in Small Shoes Industries Development in Ciomas Bogor. Supervised by LUKMAN M BAGA. Shoes industry at Bogor is an industry who has the largest contribution in manufacturing sectorand it is dominated by small shoes industries are growing very fast. But the problem small shoes industries in Ciomas is capital. Cooperation with shoe stores to be a realistic solution for small shoes industries in Ciomas. But it makes small shoes industries’s bargaining power is so weak. Because of that, role of Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) is expected to resolve the problems. But, how big the role of KOSSEBO to resolve small shoes industries’s problem, need a study to measure the performance of KOSSEBO. This study are used a descriptive method to determine the variability of small shoes industries in Ciomas, revenue analysis and R/C ratio to analyze comparison of small shoes industries’s revenue KOSSEBO’s members and non-members and the Importance and Performance Analysis (IPA) to measure the level of KOSSEBO’s importance and the level of KOSSEBO’s performance as a measurement role of KOSSEBO. Keys words: Performance, role of cooperative, small shoes industry
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitiann, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERAN KOPERASI SEPATU SANDAL BOGOR (KOSSEBO) DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL ALAS KAKI DI KECAMATAN CIOMAS KABUPATEN BOGOR
MAMAN SULAIMAN DABIGI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi : Peran Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) dalam Pengembangan Industri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Nama : Maman Sulaiman Dabigi NIM : H3410403
Disetujui oleh
Ir Lukman M Baga. MA Ec Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi. MS Ketua Departemen Agribisnis
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Maret 2013 ini ialah koperasi, dengan judul Peran Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) dalam Pengembangan Industri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Lukman M Baga. MA Ec, Bapak Amzul Rifin. Ph D dan Bapak Rahmat Yanuar. SP. M Si selaku dosen pembimbing, penguji utama dan penguji komite akademik yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir Narni Farmayanti. MS selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Moch Yusuf Ali selaku ketua Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) yang telah membantu penulis selama penelitian dan seluruh Pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas anggota KOSSEBO maupun non anggota yang telah meluangkan waktu menjadi responden penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampakan kepada Orangtua dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan support yang telah diberikan selama ini, Teman-teman Agribisnis program Alih Jenis angkatan 1 atas kebersamaan selama kuliah dan seluruh anggota Forum Wacana Lembah Intelek (FWLI). Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Mei 2013
Maman Sulaiman Dabigi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Studi Terdahulu Studi Empiris Mengenai Industri Alas Kaki Studi Empiris Mengenai Peran Koperasi KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Industri Kecil Alas Kaki Koperasi Metode Deskriptif Analisis Pendapatan Importance and Performance Analysis (IPA) Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Atribut Pertimbangan Industri Kecil Alas Kaki Analisis Data Metode Deskriptif Analisis Pendapatan Importance and Performance Analysis (IPA) GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN Profil Indusri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Sejarah Indusri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Profil Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) Sejarah KOSSEBO Struktur Organisasi KOSSEBO Asset dan Sumberdaya KOSSEBO Lingkup Kegiatan KOSSEBO Program Kerja KOSSEBO HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Industri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Karakteristik Industri Kecil Alas Kaki Sistem Permodalan dan Sistem Kerjasama Tenaga Kerja dan Sistem Pengupahan Pemasaran Produk dan Sistem Pembayaran Analisis Pendapatan Industri kecil Alas Kaki
ii ii ii 1 1 4 5 6 6 6 6 6 7 10 10 10 11 13 14 14 16 19 19 19 19 19 20 20 20 21 23 23 23 24 24 25 26 26 27 28 28 28 30 32 33 34
ii
Perbandingan Pendapatan Pengrajin Modal Sendiri, Pinjaman KOSSEBO dan Kerjasama dengan Toko Analisis Kinerja Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) Kuadran I (Prioritas Utama) Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran III (Prioritas Rendah) Kuadran IV (Berlebihan) Rekomendasi Tindakan untuk Meningkatkan Kinerja KOSSEBO KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
37 38 40 41 42 43 44 44 46 49
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Data industri pengolahan di Kabupaten Bogor 2007-2011 Jumlah koperasi di Kabupaten Bogor tahun 2008-2012 Jenis kelamin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Usia industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Tingkat pendidikan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Tanggungan keluarga industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Pengalaman usaha industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Sumber modal industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO Sumber modal industri kecil alas kaki non-anggota Jenis kelamin tenaga kerja yang bekerja pada industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Jumlah dan upah tenaga kerja pada industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dalam 1 minggu Jumlah dan upah tenaga kerja pada industri kecil alas kaki nonanggota dalam 1 minggu Analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dalam 1 minggu Analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki non-anggota dalam 1 minggu Perbandingan tingkat pendapatan pengrajin industri kecil alas kaki berdasarkan sumber modal dalam 1 minggu Penilaian rata-rata IPA untuk kinerja KOSSEBO
1 4 28 29 29 30 30 31 31 32 32 33 35 35 37 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Diagram Importance dan Performance untuk harga Diagram Importance and Performance Matrix Kerangka pemikiran operasional Diagram Importance and Performance Analysis (IPA) Struktur organisasi KOSSEBO Diagram IPA untuk kinerja KOSSEBO
15 15 18 22 25 40
DAFTAR LAMPIRAN 1 Foto-foto kegiatan di lapangan 2 Analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas dalam 1 minggu
48 49
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengolahan kulit asli dan imitasi menjadi alas kaki merupakan salah satu bentuk pengolahan yang biasa dilakukan di Indonesia baik dalam skala industri kecil/rumah tangga maupun industri dalam skala besar. Kabupaten Bogor termasuk Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki industri pengolahan alas kaki paling menonjol dibandingkan dengan industri-industri pengolahan bidang lain. Tekstil, barang kulit dan alas kaki menduduki peringkat pertama kontribusinya terhadap industri pengolahan di Kabupaten Bogor, data lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data industri pengolahan di Kabupaten Bogor 2007-2011 Industri pengolahan Makanan, minuman dan tembakau Tekstil, barang kulit dan alas kaki Barang kayu dan hasil hutan lainnya Kertas dan barang cetakan Pupuk, kimia dan barang dari karet Semen dan barang galian nonlogam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan mesin dan peralatannya Barang lainnya Total
2007
Kontribusi terhadap industri pengolahan (Rp juta) 2008 2009 2010 2011
3484822
3971169
4641681
6188908
7736135
10174562
11301348
12878048
17170731
21463413
354340
405501
429767
573023
716278
2185698
2506608
2763591
3684788
4605985
2287822
2550189
2746192
3661589
4576987
1472871
1635361
1768975
2358633
2948292
3652802
4053612
4326402
5768536
7210670
8549571
9481910
10694995
14259993
17824992
141768
157400
178607
238143
297678
32304256
36063098
40428258
53904344
67380430
Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Bogor dalam Hermawan (2011)
Tabel 1 menunjukkan industri alas kaki menduduki peringkat pertama dan angka tersebut juga didominasi oleh industri-industri kecil yang tumbuh pesat di Kabupaten ini, sebagian besar industri kecil tersebut terkonsentrasi di 3 Kecamatan, yaitu Tamansari, Ciomas dan Dramaga. Dengan keadaan banyak industri kecil yang tumbuh pesat, maka industri kecil ini menghadapi ketatnya persaingan antar sesama pengrajin industri kecil alas kaki. Selain itu mereka juga harus menghadapi pengrajin dari daerah lain seperti industri alas kaki di Bandung dan bahkan produk alas kaki impor buatan Cina. Kebijakan Pemerintah Indonesia melakukan kerjasama dengan ACFTA (Asean Cina Free Trade Agreement) diharapkan tidak mempengaruhi apalagi memperburuk kondisi industri-industri kecil termasuk sektor industri kecil alas
2
kaki di Indonesia dan khususnya di Kecamatan Ciomas. Walau sebenarnya kerjasama ini dapat membuka potensi persaingan yang akan memudahkan masuknya produk alas kaki buatan Cina, sehingga akan mengancam industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas sebagai sentra produksi alas kaki di wilayah Kabupaten Bogor. Masuknya produk-produk alas kaki dari Cina dapat membahayakan industri kecil alas kaki lokal karena memiliki kelebihan dari segi harga yang lebih murah jika dibandingkan dengan harga alas kaki hasil produksi lokal. Membanjirnya produk alas kaki buatan Cina ini dikhawatirkan akan mengancam pengrajin-pengrajin industri kecil alas kaki lokal. Padahal menjadi pengrajin alas kaki merupakan mata pencaharian andalan masyarakat Kecamatan Ciomas. Menurut Hermawan (2011) dengan adanya penerapan ACFTA khususnya antara Indonesia dan Cina telah memberikan keuntungan yang sangat besar kepada Cina dan kerugian bagi negara Indonesia. Hal tersebut menyebabkan produk industri lokal akan sulit bersaing terutama dari segi harga. Selain kenyataan persaingan dengan produk impor dari Cina yang harus dihadapi industri kecil alas kaki Kecamatan Ciomas, industri-indutri kecil tersebut juga menghadapi masalah dalam bidang produksi. Mereka hanya memproduksi berdasarkan pesanan dari toko sepatu sandal (Ermayani 2009), adapun hal tersebut disebabkan mempertimbangkan besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan, jika memproduksi tanpa tergantung pesanan. Ditambah lagi produk yang dihasilkan ternyata belum bisa memasok ke industri besar dan juga perusahaan merk ternama. Menurut Hermawan (2011) industri alas kaki di Kabupaten Bogor masih didominasi oleh industri kecil yang sebagian kegiatan produksinya dilakukan di rumah tangga. Industri alas kaki yang tercatat di Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor adalah sebanyak 103 usaha. Kondisi pada industri tersebut banyak menghadapi tantangan diantaranya, yaitu ketergantungan dan keterikatan terhadap toko sepatu sandal sebagai penyedia modal, bahan baku dan juga pengumpul dalam pemasaran produk. Ketergantungan dan keterikatan kepada toko sepatu sandal sebagai pihak penyedia modal disebabkan industri alas kaki ini masih dalam skala kecil dan belum memiliki modal yang cukup. Selain itu, meminjam kepada pihak bank juga memiliki beberapa hambatan. Adapun hambatan-hambatan industri jika ingin meminjam modal kepada pihak bank (Barus 2002), yaitu sebagai berikut: 1 Hambatan-hambatan pada pengusaha sebagian besar adalah legalitas usaha tidak lengkap (akta pendirian, ijin-ijin usaha, NPWP dll), administrasi keuangan perusahaan tidak tertib bahkan belum ada, jaminan kredit yang tidak memadai, kurang mampu menjelaskan gagasan karena kurangnya informasi, kurang pemahaman tentang cara kerja bank, kurang teguh dalam memegang kepercayaan yang diberikan oleh bank; 2 Hambatan-hambatan dari pihak bank adalah sebagai berikut: penerapan prinsip kehati-hatian yang berlebihan (kaku), menekankan aspek jaminan secara ketat walaupun kelayakan usaha baik, lebih menekankan aspek laba sehingga lebih menyukai dan mengerjakan penyaluran kredit besar, lambat dalam pengambilan keputusan karena tidak lengkapnya data yang dibutuhkan, pejabat atau tenaga bank kurang memahami
3
seluk beluk usaha nasabah, penyelesaian kredit macet hanya melalui penjualan barang jaminan, adanya rasa keenganan untuk terus menerus melakukan bimbingan dan pengawasan karena instrumen pengawasan tidak berjalan (tidak ada laporan kegiatan usaha). Ermayani (2009) juga menyatakan faktor utama yang menghambat industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas meminjam kredit kepada bank, dikarenakan tidak adanya laporan keuangan dari pihak industri kecil, sehingga pihak bank sulit menganalisis usaha mereka untuk mencairkan dana. Penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa peminjaman kredit kepada pihak bank memiliki syarat-syarat yang cukup banyak dan prosedur yang rumit. Padahal, modal merupakan elemen yang sangat penting untuk keberlangsungan industri ini. Jika tidak dilakukan suatu upaya maka keberlangsungan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas akan terancam. Pada kondisi seperti ini, kerjasama dengan toko sepatu sandal sebagai pihak pemodal menjadi solusi yang saat ini dapat dilakukan oleh pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. Akibat dari ketergantungan modal dari toko sepatu sandal menjadikan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas sangat terikat dan menjadikan industri kecil memiliki kekuatan tawar menawar yang lemah karena hanya berperan sebagai price taker. Walaupun kerjasama dengan toko sepatu sandal memang memberikan jaminan pemasaran, tetapi pengrajin harus menunggu 1 sampai 3 bulan untuk pembayaran produk yang telah mereka setorkan ke toko sepatu sandal. Oleh karena itu penting untuk mencari upaya jalan keluar dari keadaan tersebut. Hal ini dianggap penting karena jumlah industri kecil ini berpotensi untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Masing-masing industri kecil memiliki jumlah tenaga kerja 3 sampai 5 orang, jika permintaan pasar meningkat kebutuhan akan tenaga kerja juga bertambah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa industri kecil tersebut mampu menciptakan prospek penyerapan tenaga kerja, baik dari industri kecil yang sudah terdaftar dan juga unit industri alas kaki yang belum terdaftar. Pamungkas (2011) juga menambahkan sektor industri memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Selain dapat meningkatkan perekonomian, sektor industri juga dapat menjadi sumber devisa negara, dapat memperluas kesempatan usaha dan memberikan lapangan pekerjaan. Melihat keadaan yang memiliki potensi untuk dikembangkan tersebut, Pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Bogor diharapkan dapat mendukung sektor industri ini. Selain itu keberadaan suatu lembaga seperti koperasi diharapkan bisa menaungi industri kecil tersebut, agar dapat menyaingi dominasi dari produk alas kaki impor buatan Cina dan ketergantungan dengan toko sepatu sandal sebagai pihak pemodal. Menurut Fadhli (2009), pengembangan ekonomi rakyat sangat identik dengan koperasi. Latar belakang sejarah perekonomian nasional maupun global menunjukkan bahwa koperasi adalah institusi yang diciptakan untuk melindungi masyarakat miskin dan lemah. Koperasi dapat berperan untuk mempercepat proses capital ownership reform (memperbaiki kepemilikan modal), karena koperasi muncul sebagai countervailing power (kekuatan penyeimbang) terhadap kapitalisme yang tidak terbendung, sehingga koperasi diyakini dapat menjadi alternatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sosial ekonomi Indonesia.
4
Koperasi dapat menjadi solusi menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi Rakyat Indonesia, sehingga wajar jika keberadaan koperasi di Indonesia sebagai lembaga ekonomi rakyat mengalami peningkatan dari segi jumlah unit koperasi dan jumlah anggota. Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (DISKOPERINDAG) mencatat jumlah koperasi di Kabupaten Bogor juga mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan data tahun-tahun sebelumnya. Data peningkatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah koperasi di Kabupaten Bogor tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah koperasi (unit) 1489 1536 1588 1588 1663
Status (unit) Aktif Tidak aktif 1188 301 889 647 943 645 1026 562 1103 560
Anggota (orang) 209951 210311 215071 217271 223318
Sumber: DISKOPERINDAG (2013)
Data Tabel 2 menunjukkan Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) merupakan salah 1 koperasi dari 1663 koperasi yang berada di Kabupaten Bogor dan berperan sebagai lembaga ekonomi dalam membantu menyelesaikan persoalan ekonomi khususnya pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. Mencari keuntungan bukanlah tujuan utama KOSSEBO, tetapi membantu meningkatkan kesejahteraan para pengrajin-pengrajin industri kecil alas kaki yang menjadi anggotanya. Pada penerapan kerjanya, KOSSEBO memberikan kekuatan kepada pengrajin industri kecil alas kaki di Kabupaten bogor untuk meningkatkan kekuatan tawar (bargaining power) terhadap toko sepatu sandal. KOSSEBO juga berperan sebagai badan penyalur dana kredit dalam rangka membantu permodalan industri kecil tersebut. Melalui kegiatan-kegiatan ini, KOSSEBO dapat menjamin kelancaran proses usaha industri kecil alas kaki, sehingga industri tersebut dapat menjalankan usahanya secara berkesinambungan dan meningkatkan pendapatan usaha pengrajin serta upah tenaga kerjanya. Dan kedepannya diharapkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas dapat lebih mengembangkan usahanya.
Perumusan Masalah Industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas kurang berkembang, karena memiliki kendala dalam hal permodalan dan faktor pemasaran (Ermayani 2009). Sehingga sebagian besar pengrajin industri kecil alas kaki melakukan kerjasama dengan toko sepatu sandal sebagai pihak penyedia modal yang mewajibkan pengrajin menjual produk alas kakinya kepada toko sepatu sandal. Walaupun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kerjasama dengan toko sepatu sandal
5
memang memberikan jaminan pemasaran, tetapi pengrajin harus menunggu 1 hingga 3 bulan untuk pembayaran produk yang telah disetorkan. Sehingga perputaran modal untuk kelancaran usaha mereka menjadi terganggu dan karena lemah dalam bargaining power industri kecil alas kaki hanya bisa pasrah. Akibat perputaran modal yang terganggu, tenaga kerja industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, hanya mendapatkan upah minimum dengan nilai hampir sama dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor yang berkisar sebesar Rp800 000 perbulannya. Dengan besar pendapatan seperti itu para tenaga kerja industri tersebut harus menafkahi keluarganya yang berjumlah minimal 4 orang bahkan ada yang lebih. Oleh karena itu diperlukan kajian untuk mempelajari keragaan dari industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, agar dapat diketahui gambaran keadaan dan hal-hal yang dihadapi industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. Dan dapat dicari jalan keluar yang bisa dijadikan solusi dalan menyelesaikan hal-hal tersebut. Kenyataan bahwa industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas sangat tergantung kepada toko sepatu sandal sebagai pihak penyedia modal memang tidak dapat dipungkiri. Hal ini disebabkan industri kecil tersebut kesulitan dalam hal pemasaran dan membutuhkan modal, sedangkan untuk meminjam kepada bank, para pengrajin industri kecil alas kaki belum mampu. Oleh sebab itu, KOSSEBO dengan unit usaha-usahanya sangat dibutuhkan oleh industri-industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. KOSSEBO dapat membantu dalam penyediaan bahan baku untuk pengrajin, serta permodalan dengan sistem yang lebih mudah. KOSSEBO juga dapat membantu mencarikan pesanan alas kaki, sehingga menjadi solusi kesulitan pemasaran yang dihadapi industri kecil alas kaki Kecamatan Ciomas. Tetapi, sejauh mana peran dan kiprah KOSSEBO di lapangan sebagai organisasi yang menaungi industri kecil alas kaki di Kabupaten Bogor khususnya Kecamatan Ciomas belum bisa dilihat secara jelas dengan kasat mata. Hal tersebut disebabkan sampai saat ini masih ada beberapa pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas yang belum menjadi anggota KOSSEBO. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang mengukur kinerja KOSSEBO. Dari hasil uraian diatas, adapun masalah yang akan dibahas dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1 Bagaimana keragaan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas? 2 Bagaimana perbandingan tingkat pendapatan industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan non anggota? 3 Bagaimana tingkat kepentingan dan kinerja KOSSEBO menurut anggota koperasi?
Tujuan Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah diatas, tujuan dari dilakukannya penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1 Mempelajari keragaan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. 2 Menganalisis perbandingan tingkat pendapatan indsutri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan non anggota.
6
3
Menganalisis tingkat kepentingan dan kinerja KOSSEBO menurut anggota koperasi.
Manfaat Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian tesebut adalah sebagai berikut: 1 Bagi Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO), diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam mengembangkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. 2 Bagi para pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, diharapkan semoga kedepannya dapat lebih mengembangkan usahanya dengan adanya penelitian ini. 3 Bagi Mahasiswa/i dimasa yang akan datang dapat dijadikan bahan referensi serta tambahan ilmu pengetahuan mengenai topik industri kecil alas kaki. 4 Bagi penulis sebagai proses belajar dan menambah wawasan sehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan penulis sebagai bekal di dunia kerja.
Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di KOSSEBO dan beberapa industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO maupun non-anggota di Kecamatan Ciomas. Alasan pemilihan Kecamatan Ciomas sebagai tempat penelitian, karena sentra industri kecil alas kaki Kabupaten Bogor berada di Kecamatan Ciomas.
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Studi Terdahulu Studi Empiris Mengenai Industri Alas Kaki Penelitian Widiatmoko (2007) yang berjudul Analisis strategi pemasaran produk sepatu pada CV. Mulia Ciomas, Bogor. Penelitian tersebut mengkaji tentang strategi pemasaran perusahaan yang telah dijalankan, keadaan lingkungan internal dan eksternal perusahaan dan menentukan strategi pemasaraan yang tepat dalam usaha meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun dalam kajian ini peneliti menggunakan metode analisis kualitatif untuk menggambarkan proses kegiatan usaha. Metode kuantitatif untuk mengkaji alternatif dan mencari prioritas strategi yang tepat bagi perusahaan, adapun tahapan metode-metode yang digunakan pada metode kuantitatif-nya, yaitu matriks IFE (Internal Factor Evaluation), matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation), matriks I-E, matriks SWOT dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Lokasi penelitian dilakukan secara purposive
7
dengan alasan perusahaan merupakan perusahaan terbesar di Kecamatan Ciomas. Penentuan responden menggunakan metode purposive sampling. Penelitian Ermayani (2009) yang berjudul Analisis pengembangan kluster bisnis sepatu (studi kasus industri sepatu di Kecamatan Ciomas). Mengkaji tentang kondisi industri sepatu di Kecamatan Ciomas, faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi industri sepatu dan strategi pengembangan industri sepatu di Kecamatan Ciomas. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran perbandingan industri kecil mandiri dengan pengrajin di Kecamatan Ciomas dan metode perumusan strategi menggunakan 3 tahapan analisis, yaitu Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), matriks I-E, analisis SWOT dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Penentuan responden menggunakan metode cluster sampling dengan jumlah responden ditentukan dengan persamaan slovin. Penelitian Wibowo (2009) yang berjudul Analisis kinerja dan strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor (studi kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas). Mengkaji tentang karakteristik usaha kerajinan sepatu, analisis kinerja usaha kerajinan sepatu dan analisis strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten tersebut, analisis pendapatan usaha, analisis Return on Investment (ROI) dan rasio R/C untuk menganalisis kinerja usaha kerajinan sepatu di kabupaten Bogor serta analisis SWOT untuk menjelaskan faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan usaha kerajinan sepatu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa CV. Anugerah Jaya memiliki usaha representatif sehingga dapat mewakili usaha alas kaki di Kabupaten tersebut. Adapun responden dalam penelitian ini adalah pemiliki CV. Anugerah Jaya untuk mengetahui kinerja usaha dari sisi pendapatan usaha, ROI dan Rasio R/C serta strategi pengembangan yang dilakukannya. Penelitian Hermawan (2011) yang berjudul Strategi pengembangan industri kecil alas kaki di Kabupaten Bogor. Mengkaji tentang keragaan industri kecil alas kaki, tingkat pendapatan usaha pelaku industri alas kaki berskala kecil dan rumusan strategi pengembangan industri kecil alas kaki di Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan pada kajian ini adalah metode deskriptif untuk memaparkan keragaan industri kecil alas kaki di Kabupaten Bogor, analisis pendapatan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan industri kecil tersebut dan metode perumusan strategi menggunakan 3 tahapan analisis, yaitu Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), analisis SWOT dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kabupaten Bogor memiliki letak geografis yang strategis dan potensi ekonominya besar. Penentuan responden peneliti juga menggunakan metode purposive sampling. Studi Empiris Mengenai Peran Koperasi Penelitian Pramudyani (2002) yang berjudul Analisis peran koperasi unit desa dalam peningkatan pendapatan anggota peternak sapi perah (studi kasus: KUD Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Jawa tengah). Mengkaji tentang kinerja KUD Mojosongo dalam usaha meningkatkan taraf kesejahteraan anggota. Pada
8
kajian ini peneliti mengkaji tentang keragaan KUD, menganalisis peran KUD dalam usaha peningkatan pendapatan anggota serta menganalisis kinerja keuangan KUD Mojosongo sebagai indikator keberhasilan manajemen KUD. Dalam mengkaji tentang keragaan KUD peneliti menggunakan analisis deskriptif, untuk menghitung tingkat pendapatan peternak peneliti menggunakan analisis pendapatan dan analisis R/C sedangkan analisis rasio, analisis trend serta analisis persentase perkomponen digunakan untuk mengukur kinerja keuangan KUD. Penentuan respondennya menggunakan stratifikasi terhadap peternak berdasarkan keanggotaan KUD, anggota dan non anggotoa. Jumlah responden ditentukan dari hasil perhitungan dengan metode alokasi sebanding. Adapun lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Penelitian Harahap (2008) yang berjudul Analisis peranan koperasi simpan pinjam terhadap pengembangan usaha mikro kecil menegah di Kota Padangsidimpuan (studi kasus: Koperasi Bersatu Kota Padangsidimpuan). Pada kajian ini peneliti menganalisis perkembangan KSP Bersatu di Kota Padangsidimpuan, latar belakang anggota meminjam dana di koperasi dibandingkan di perbankan dan peranan pinjaman yang disalurkan koperasi terhadap pendapatan anggota. Peneliti menggunakan metode deskriptif dan deduktif dengan menghitung seberapa pengaruh positif koperasi terhadap UMK dilihat dari perkembangan usaha anggota koperasi setelah mendapatkan pinjaman dari koperasi, perkembangan rumah tangga anggota koperasi setelah mendapatkan pinjaman dari koperasi dan Peningkatan omset anggota setelah melakukan pinjaman. Penelitian Situmorang (2008) yang berjudul Kinerja koperasi unit desa (KUD) dan dampaknya terhadap kesejahteraan anggota (studi kasus: KUD SAROHA Aek Natolu, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir). Metode yang digunakan untuk pemilihan sampel adalah dengan menggunakan Metode Simple Random Sampling (secara acak sederhana), dimana terdapat 1 koperasi yang diteliti dengan 30 orang yang menjadi responden. Pada kajian ini peneliti mengkaji tentang struktur dan pelaksanaan fungsi pengurus KUD, kinerja KUD, dampak kinerja KUD terhadap kesejahteraan anggota dari sudut ekonomi dan sosial, perkembangan KUD selama 3 tahun terakhir, masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan KUD dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah KUD. Adapaun Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Penelitian Munigar (2009) yang berjudul Peran koperasi dalam pengembangan sistem agribisnis Belimbing Dewa (studi kasus pusat koperasi pemasaran belimbing dewa Depok, Jawa Barat). Mengkaji tentang kinerja PKPBDD dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada sistem agribisnis belimbing dewa yang dihadapi oleh petani-petani belimbing dewa khususnya petani belimbing yang menjadi anggota PKPBDD. Pada kajian ini peneliti mengkaji 2 aspek, yaitu menganalisis sistem agribisnis belimbing dewa dan menganalisis kinerja PKPBDD. Dalam menganalisis sistem agribisnis belimbing dewa, peneliti menggunakan analisis kualitatif, penentuan responden menggunakan judgement sampling. Sedangkan untuk menganalisis kinerja PKPBDD, peneliti menggunakan impotance and Performance analysis (IPA) terhadap kualitas jasa reliability (keandalan), responsiveness (cepat tanggap), assurance (jaminan), emphaty (empati) dan tangibles (keberwujudan) yang telah
9
dilaksanakan PKPBDD selama ini, penentuan responden menggunakan purposive sampling, jumlah responden dihitung dengan menggunakan rumus Slovin. Adapun Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Penelitian Rizky (2011) yang berjudul Peranan koperasi unit desa (KUD) terhadap pengembangan usaha ternak sapi perah (studi kasus peternakan sapi perah KUD Mandiri Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut). Mengkaji tentang Peran KUD Mandiri sebagai salah satu pengembang sistem ekonomi kerakyatan berbasis peternakan khusunya sapi perah. Pada kajian ini peneliti mengkaji 2 aspek, yaitu menganalisis peranan KUD Mandiri terhadap pengembangan usaha ternak sapi perah dan menganalisis sistem pengelolaan usaha ternak sapi perah yang dilakukan KUD selama ini dengan menggunakan analisis deskriptif. Pengambilan sampel sebagai responden menggunakan metode purposive sampling, lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Penelitian Sari (2011) yang berjudul Peran koperasi simpan pinjam dalam perkembangan UMKM agribisnis di Bogor (studi kasus KOSPIN Jasa Bogor). Pada kajian ini peneliti mengkaji tentang sistem penyaluran kredit yang diterapkan KOSPIN Jasa kepada UMKM agribisnis dan menganalisis pendapatan UMKM agribisnis sebelum dan setelah mendapatakan penyaluran kredit dari KOSPIN Jasa. Dalam menganalisis sistem penyaluran kredit kepada UMKM agribisnis, peneliti menggunakan analisis kualitatif, sedangkan untuk menganalisis pendapatan UMKM agribisnis sebelum dan setelah mendapatkan kredit peneliti menggunakan analisis kuantitatif dengan menghitung pendapatan bersih atau laba dari selisih penerimaan total dengan biaya total, serta menghitung nilai R/C Ratio sebelum dan sesudah menerima kredit untuk mengetahui besar pengaruh kredit tersebut. Penentuan respondennya menggunakan purposive sampling, lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Penelitian Siagian (2012) yang berjudul Peranan koperasi serba usaha (KSU) Mangarahon Kecamatan Sigumpar Kabupaten Toba Samosir dalam pengembangan usaha kecil menegah (UKM). Pada kajian ini peneliti menganalisis bagaimana perkembangan KSU Mangarahon, menganalisis latar belakang nasabah meminjam dana di KSU serta menganalisis peranan pinjaman yang disalurkan KSU. Cara pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan kuisioner. Dalam penelitian ini penelti menggunakan metode deskriptif dan deduktif. Untuk mengetahui pengaruh positif koperasi terhadap UMK peneliti menggunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan beberapa indikator seperti peningkatan omset produksi UMKM dan peningkatan pendapatan rumah tangga pengusaha kecil dan menengah. Beberapa persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah tempat yang sama, yaitu penelitian dilakukan di Kecamatan Ciomas, seperti penelitian yang dilakukan widiatmoko (2007), Ermawani (2009) dan Wibowo (2009). Selain tempat, beberapa metode analisis juga memiliki persamaan, seperti penelitian yang dilakukan Pramudyani (2002), Hermawan (2011) dan Sari (2011) dengan analisis pendapatannya, Munigar (2009) dengan impotance and Performance analysis-nya, Harahap (2008), Situmorang (2008), Ermayani (2009), Wibowo (2009), Hermawan (2011), Rizki (2011) dan Siagian (2012) dengan metode deskriptifnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan keragaan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, jumlah responden yang
10
digunakan untuk metode deskriptif dan analisis pendapatan pada penelitian ini sebanyak 20 orang dan perbedaan lainnya adalah atribut yang digunakan dalam impotance and Performance analysis pada penelitian ini diperoleh berdasarkan 7 prinsip koperasi.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Industri Kecil Alas Kaki Hermawan (2011) memaparkan ada 3 subsektor dalam struktur perindustrian yaitu industri kecil, sedang dan besar. Perbedaan antara ke-3 subsektor industri tersebut dapat dibedakan berdasarkan modal, jumlah tenaga kerja, pengelolaan perusahaan, teknologi dan jenis produk yang dihasilkan. Jika dilihat dari jumlah tenaga kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam Hermawan (2011) mengklasifikasikan industri sebagai berikut: 1 Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah tenaga kerjanya berjumlah antara 1 sampai 3 orang, 2 Industri kecil adalah industri yang jumlah tenaga kerjanya berjumlah antara 4 sampai 19 orang, 3 Industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah tenaga kerja berjumlah antara 20 sampai 99 orang, 4 Industri besar adalah industri yang jumlah tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam Hermawan (2011) menggolongkan industri kecil adalah sebagai berikut: 1 Industri kecil pangan, yang meliputi makanan ringan, 2 Industri kecil kimia, agro non-pangan dan hasil hutan yang meliputi industri minyak atsiri, industri vulkansir ban, industri kayu, industri komponen karet dan lain-lain, 3 Industri kecil logam, mesin dan elektronik, meliputi industri pengolahan logam, industri komponen dan suku cadang, 4 Industri kecil sandang, kulit dan aneka meliputi konveksi/pakaian jadi, tenun adat, tenun ikat, border, industri alas kaki serta industri barang dan kulit, 5 Industri kerajinan dan umum, meliputi anyaman, industri kerajinan ukiran dan lain-lain. Hermawan (2011) menjelaskan bahwa produsen alas kaki dikategorikan kedalam 2 golongan industri, yaitu pertama, industri alas kaki skala besar. Industri skala besar umumnya dilengkapi dengan fasilitas produksi yang berteknologi tinggi dan bersifat padat modal dan juga orientasi penjualan produknya mayoritas untuk pasar ekspor. Padahal sebenarnya industri alas kaki skala ini merupakan subkontraktor memproduksi alas kaki ber-merk seperti Adidas, Nike, Reebok, Umbro dan lain-lain. Oleh karena itu produsen industri tersebut terikat kontrak produksi dengan perusahaan alas kaki multinasional yang terkenal tersebut.
11
Kedua, industri alas kaki menegah dan kecil, pada umumnya industri ini menerapkan teknologi yang sedang hingga sederhana dan kurang didukung dengan penelitian dan pengembangan yang memadai, sehingga sering mengalami kendala dalam hal desain. Desain yang digunakan cenderung meniru yang sedang ramai. Produk industri alas kaki menengah dan kecil dipasarkan dengan orientasi produk pada segmen pasar domestik dan sebagian besar industri ini merupakan industri rumah tangga (home industry) karena merk alas kaki industri ini dimiliki sendiri atau dengan kata lain merk tidak terkenal. Koperasi Pengertian koperasi menurut International Co-operative Alliance (ICA) pada buku Jati Diri terjemahan dari Soedjono (2001), koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. Menurut Undang-Undang No. 17 tahun 2012 tentang koperasi, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Pada buku Koperasi Asas-Asas, Teori dan Praktik, Hendrojogi (2007) pengertian koperasi menurut Dr. Fay, koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajiban sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi. Menurut Margono Djojohadikoesoemo seorang guru besar dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) dalam Hendrojogi (2007) menyatakan, koperasi ialah perkumpulan manusia seorang-seorang dengan sukanya sendiri hendak bekerjasama untuk memajukan ekonominya. Lain hal lagi menurut Prof. Marvin, A. Schaars, seorang guru besar dari University of Wisconsin, Madison USA, menyatakan koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nirlaba atau atas dasar biaya. Menurut ICA di dalam buku terjemahan Soedjono (2001) prinsip-prinsip koperasi adalah garis-garis penuntun yang digunakan oleh koperasi untuk melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek. Ada 7 prinsip koperasi yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1 Keanggotaan sukarela dan terbuka Koperasi adalah perkumpulan sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu menggunakan jasa-jasa perkumpulan dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi jender, sosial, politik dan agama. Kalimat “koperasi adalah organisasi sukarela.” Ini menegaskan arti penting yang mendasar dari orang-orang yang secara sukarela memilih untuk membuat komitmen terhadap koperasi mereka, selanjutnya kalimat “terbuka bagi semua orang yang mampu menggunakan jasa-jasa koperasi” menegaskan bahwa koperasi
12
diorganisir untuk tujuan-tujuan spesifik. Pada banyak keadaan, koperasi hanya dapat memberikan jasa secara efektif kepada jenis anggota-anggota tertentu atau jumlah terbatas anggota-anggota. 2 Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokratis Koperasi adalah perkumpulan demokratis yang dikendalikan oleh para anggota yang secara aktif berpatisipasi dalam penetapan kebijakankebijakan perkumpulan dan pengambilan keputusan-keputusan. Lakilaki dan perempuan mengabdi sebagai wakil-wakil yang dipilih dan bertanggungjawab kepada para anggota. Pada koperasi primer anggotaanggota mempunyai hak suara yang sama (1 anggota 1 suara) dan koperasi-koperasi pada tingkat lain juga diatur secara demokratis. 3 Partisipasi ekonomi anggota Anggota-anggota menyumbang secara adil bagi dan mengendalikan secara demokratis, modal dari koperasi mereka. Sekurang-kurangnya sebagian dari modal tersebut biasanya merupakan milik bersama dari koperasi. 4 Otonom dan kebebasan Koperasi bersifat otonom, merupakan perkumpulan yang menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh anggota-anggota. Jika melakukan kesepakatan dengan perkumpulan lain, harus memperhatikan persyaratan yang menjamin adanya pengendalian oleh anggota-anggota serta dipertahankannya otonomi koperasi. 5 Pendidikan, pelatihan dan informasi Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggotaanggotanya, para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, sehingga dengan adanya pendidikan dan pelatihan mereka dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi perkembangan koperasi. 6 Kerjasama diantara koperasi-koperasi Koperasi akan dapat memberikan pelayanan yang paling efektif kepada para anggota dan memperkuat gerakan koperasi dengan cara bekerjasama melalui struktur-struktur lokal, nasional, regional dan internasional. 7 Kepedulian terhadap komunitas Koperasi memiliki tanggung jawab khusus untuk menjamin bahwa pembangunan dari komunitasnya dalam arti ekonomi, sosial dan budaya dilakukan secara berkesinambungan. Koperasi mempunyai tanggung jawab untuk bekerja secara meyakinkan bagi perlindungan lingkungan dari komunitas yang bersangkutan. Menurut Hendrojogi (2007) pengkriteriaan yang digunakan untuk pengelompokkan koperasi dari suatu negara ke negara lain berbeda-beda, hal tersebut diperlukan mengingat karena terdapat banyak perbedaan-perbedaan yang ditemukan diantara sesama koperasi, baik menyangkut ciri, sifat, fungsi ekonomi, lapangan usaha, ataupun keanggotaannya. Berdasarkan ketentuan seperti dalam Peraturan Pemerintah 60/1959 dalam Hendrojogi (2007) terdapat 7 jenis koperasi (pasal 3) yaitu: 1 Koperasi desa 2 Koperasi Pertanian 3 Koperasi Peternakan
13
4 Koperasi Perikanan 5 Koperasi Kerajinan/Industri 6 Koperasi Simpan pinjam 7 Koperasi Konsumsi Menurut Ir Kaslan A Tohir dalam buku Hendrojogi (2007) menyebutkan adanya pengelompokan dari bermacam-macam koperasi menurut klasik hanya mengenal adanya 3 jenis koperasi, yaitu: 1 Koperasi konsumen/pemakaian (koperasi warung, koperasi sehari-hari, koperasi distribusi), tujuan dari koperasi ini ialah membeli barangbarang yang dibutuhkan anggota-anggotanya dan membagi barangbarang itu kepada mereka 2 Koperasi produsen/penghasil atau koperasi produksi, tujuan dari koperasi jenis ini ialah mengerjakan sesuatu pekerjaan bersama-sama. 3 Koperasi simpan pinjam, tujuan dari perkumpulan ini adalah memberi kesempatan kepada anggota-anggotanya untuk menyimpan dan meminjam uang. Undang-Undang No. 12 tahun 1967 tentang koperasi dalam Hendrojogi (2007) menjelaskan, sumber-sumber modal yang termasuk modal koperasi adalah sebagai berikut: 1 Simpanan pokok ialah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada saat seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. 2 Simpanan wajib ialah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada angggota untuk dibayarkan kepada koperasi pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat penjualan barang-barang atau pada saat anggota menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. 3 Simpanan sukarela ialah simpanan yang diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturanperaturan khusus. Metode Deskriptif Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1983). Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku di masyarakat, situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan dan prosesproses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Pada penelitian yang menggunakan metode deskriptif, peneliti juga bisa membandingkan fenomena-fenomena tertentu ini untuk menjadi suatu studi yang komparatif. Secara harfiah, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini hanya akan menggambarkan secara detail data dasar belaka. Namun jika dilihat dalam
14
konteks yang lebih luas penelitian deskriptif mencakup metode penelitian yang lebih luas dari metode-metode yang lain. Metode ini mengumpulkan data menggunakan teknik wawancara, kuisioner dan interview (Nazir 1983). Analisis Pendapatan Menurut Laswati dalam Hermawan (2011), total penerimaan atau total revenue (TR) didapat dari hasil perkalian antara jumlah output dengan harga output. Sedangkan total biaya atau total cost (TC) merupakan penjumlahan dari seluruh hasil kali input dengan jumlah input, apabila TR bernilai lebih besar dari TC berarti usaha yang dijalankan menguntungkan. Keuntungan merupakan tolak ukur keberhasilan dari suatu usaha yang dijalankan. Keuntungan merupakan selisih dari penerimaan usaha dengan biaya yang dikeluarkan (π = TR-TC). Manfaat keuntungan menurut Lipsey et al. dalam Hermawan (2011) merupakan dasar yang dibutuhkan untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan sumber dayanya secara optimal. Tingkat keuntungan yang diperoleh merupakan parameter tingkat efisiensi perusahaan dalam penggunaan sumber dayanya. Menurut Mulyadi dalam Hermawan (2011) besar keuntungan yang diperoleh perusahaan akan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu volume produk yang dijual, harga jual produk dan biaya produk. Pengukuran R/C rasio dihitung dengan cara TR dibagi dengan TC. Jika R/C rasio bernilai <1 berarti usaha yang dilakukan mengalami kerugian, jika R/C rasio bernilai 1 berarti usaha yang dilakukan tidak mendapat keuntungan maupun kerugian (impas/Break Event Point). Tetapi jika R/C rasio bernilai >1 berarti usaha yang dilakukan mendapatkan keuntungan. Importance and Performance Analysis (IPA) Importance and Performance Analysis (IPA) merupakan dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Analisis ini akan menghasilkan suatu matriks kartesius yang terdiri dari 4 kuadran (Munigar 2009). Menurut Rangkuti (2006) pengukuran tingkat kepentingan pelanggan (customer expection) merupakan hal yang harus dilakukan oleh perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Tetapi untuk menghindari kesalahan persepsi antara hal yang harus dilakukan perusahaan dengan tindakan yang diharapkan pelanggan. Maka, istilah expectation diganti dengan importance atau tingkat kepentingan menurut persepsi pelanggan. Dari berbagai persepsi tingkat kepentingan pelanggan dirumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan, sehingga dapat ditangkap variabel yang paling penting dan lebih jelas. Selanjutnya variabel yang penting tersebut dikaitkan dengan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan (Rangkuti 2006 dan Munigar 2009). Contoh: variabel harga dipersepsikan pelanggan sebagai variabel yang sangat penting, tetapi kenyataannya pelanggan merasakan harga sangat mahal, dari ke-2 persepsi tersebut (importance = high; performance = low) dapat diperoleh hubungannya pada Gambar 1.
15
Variabel harga
High
Importance
Low
Performance Gambar 1 Diagram Importance dan Performance untuk harga
High
Sumber: Rangkuti (2006)
Diagram pada Gambar 1 dapat direkomendasikan kepada perusahaan agar harga diturunkan untuk meningkatkan performance-nya atau perusahaan melakukan strategi lain yang berkaitan dengan variabel harapan, seperti meningkatkan superior customer value. Adapun diagram lengkap importance and performance matrix dapat dilihat pada Gambar 2.
High Prioritas Utama (I)
Pertahankan Prerstasi (II)
Prioritas Rendah (III)
Berlebihan (IV)
Importance
Low
Performance Gambar 2 Diagram Importance and Performance Matrix Sumber: Rangkuti (2006)
High
16
Strategi yang dapat dilakukan berdasarkan posisi masing-masing variabel pada ke-4 kuadran di Gambar 2 adalah sebagai berikut: 1 Kuadran I (Prioritas Utama) adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi pada kenyataannya faktorfaktor ini belum sesuai seperti yang diharapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan, dengan cara perusahaan melakukan perbaikan secara terus-menerus sehingga performance variable yang ada dalam kuadran ini akan meningkat. 2 Kuadran II (Pertahankan Prestasi) adalah wilayah yang memuat faktorfaktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan. 3 Kuadran III (Prioritas Rendah) adalah wilayah yang memuat faktorfaktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabelvariabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil. 4 Kuadran IV (Berlebihan) adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya. Dari hasil penjabaran ke-4 kuadran, pada intinya Importance and Performance Analysis (IPA) merupakan dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan demi meningkatkan kepuasan pelanggan (Rangkuti 2006).
Kerangka Pemikiran Operasional Industri alas kaki termasuk dalam klaster industri unggulan di Kabupaten Bogor, dari seluruh kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciomas merupakan sentra industri alas kaki. Industri alas kaki tersebut didominasi oleh industri kecil dan berpotensi untuk dikembangkan agar lebih banyak menyerap tenaga kerja. Namun keterbatasan modal dan faktor pemasaran menjadi kendala indutri kecil alas kaki tidak bisa mengembangkan usahanya. Beberapa pengrajin industri kecil alas kaki berupaya meminjam dana ke pihak bank, tetapi pihak bank memiliki syarat-syarat yang cukup banyak dan prosedur yang rumit sehingga banyak permohonan peminjaman dana dari industri tersebut tidak diterima. Karena upaya peminjaman dana ke bank memiliki kemungkinan yang sangat kecil dan dikhawatirkan keberlangsungan industri tersebut terancam. Oleh karena itu, alternatif lain adalah melakukan kerjasama
17
dengan toko sepatu sandal sebagai pihak pemodal. Tetapi dengan bekerjasama dengan toko sepatu sandal ternyata menyebabkan bargaining power industri kecil alas kaki menjadi lemah, karena indsutri kecil alas kaki hanya sebagai pihak penerima harga (price taker), dampaknya industri kecil alas kaki mendapatkan tingkat pendapatan yang kecil. Maka diperlukan suatu lembaga ekonomi kerakyatan yang dapat menyelesaikan masalah-masalah seperti ini. Disinilah peran KOSSEBO untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, KOSSEBO juga sekaligus sebagai fasilitator agar industri kecil alas kaki dapat mengembangkan usahanya. Meskipun begitu, ternyata belum semua industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas bergabung menjadi anggota KOSSEBO, oleh karena itu diperlukannya kajian untuk melihat seberapa besar peran KOSSEBO dalam mengembangkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas. Langkah-langkah penelitian ini adalah mengkaji bagaimana keragaan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, selanjutnya membandingkan tingkat pendapatan dan rasio penerimaan industri kecil alas kaki yang menjadi anggota KOSSEBO dengan non-anggota dan terakhir menganalisis kinerja KOSSEBO menurut anggota menggunakan Importance and Performance Analysis (IPA) yang dapat memberikan informasi tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja KOSSEBO. Atribut yang digunakan dalam IPA pada penelitian ini diperoleh berdasarkan 7 prinsip koperasi. Hasil ke-3 kajian tersebut akan menjadi tolak ukur sejauh mana peran KOSSEBO dalam mengembangkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
18
Kurangnya modal menjadikan industri kecil alas kaki terikat dan ketergantungan kepada toko sepatu sandal. Mengakibatkan lemahnya bargaining power, rendahnya tingkat pendapatan dan industri tersebut sulit mengembangkan usahanya.
Bahan rujukan untuk Koperasi Sepatu Sandal Bogor
Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) dalam pengembangan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas
Keragaan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas
Tingkat pendapatan Industri kecil alas kaki non-anggota
Tingkat pendapatan Industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO
Perbandingan analisis pendapatan (π = TR – TC) dan analisis R/C rasio
Analisa Kinerja Koperasi Sepatu Sandal Bogor
Importance and performance Analysis (IPA)
Tolak ukur peran KOSSEBO dalam mengembangkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di KOSSEBO dan industri-industri kecil alas kaki yang berdomisili di Kecamatan Ciomas. Pemilihan lokasi di Kecamatan Ciomas dipilih secara sengaja (purposive) dengan alasan karena Kecamatan Ciomas merupakan sentral industri alas kaki dan industri alas kaki di Kecamatan Ciomas merupakan klaster industri unggulan di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2013 sampai Maret 2013.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu data primer dan sekunder baik yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer merupakan referensi utama bagi penulis yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dengan para pengrajin industri kecil sebagai responden dalam penelitian ini, dengan cara wawancara langsung dan juga menggunakan alat bantu kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur baik buku-buku, makalah, jurnal, koran, skripsi atau sumber lainnya yang sesuai dengan kajian penelitian ini. Berfungsi sebagai referensi yang akan menunjang, menguatkan dan mendukung isi dari penelitian ini.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) karena responden terkait langsung dengan penelitian dan dianggap mewakili kelompoknya. Pada kajian ini responden dibagi menjadi 2, yaitu responden industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan non-anggota. Responden yang digunakan untuk memperoleh data tentang keragaan industri kecil alas kaki dan tingkat pendapatan, sebanyak 20 orang yang terdiri dari 10 responden industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan 10 responden non-anggota. Sedangkan responden yang digunakan untuk memperoleh data tentang kinerja KOSSEBO sebanyak 30 orang industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO.
Atribut Pertimbangan Industri Kecil Alas Kaki Atribut yang digunakan dalam Importance and Performance Analysis (IPA) pada penelitian ini diperoleh berdasarkan 7 prinsip koperasi yang wajib dilaksanakan oleh setiap koperasi, dengan alasan karena prinsip-prinsip tersebut merupakan kerangka kerja atau pedoman bagi koperasi dalam melaksanakan nilai-
20
nilai koperasi dalam praktek (Baga et al. 2009). Adapun ke-7 prinsip koperasi tersebut adalah sebagai beriku: 1 Keanggotaan yang sukarela dan terbuka, 2 Pengawasan demokrasi oleh anggota, 3 Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi, 4 Otonomi dan kemandirian (Independen), 5 Pendidikan, pelatihan dan penerangan, 6 Kerjasama antar koperasi, 7 Kepedulian terhadap masyarakat. Kemudian atribut-atribut dari 7 prinsip tersebut dijabarkan dan disesuaikan dengan program-program kerja yang telah dilaksanakan KOSSEBO selama ini.
Analisis Data Metode Deskriptif Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan data keragaan industri kecil alas kaki yang berhasil didapat di lapangan untuk kemudian dipersentasikan. Sehingga dapat dideskripsikan fakta-fakta tentang gambaran mengenai industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas, sebagai sentra industri kecil alas kaki di Kabupaten Bogor secara sistematis, faktual dan aktual. Analisis Pendapatan Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan dan keuntungan yang diperoleh industri kecil alas kaki dalam menjalankan usahanya. Pengukuran dilakukan dengan menganalisis nilai keuntungan (π) dan rasio penerimana atas biaya (R/C rasio). Nilai keuntungan diperoleh dengan menyelisihkan total penerimaan dengan total biaya, sedangkan rasio penerimaan atas biaya diperoleh dengan membagi total penerimaan dengan total biaya. Total revenue (TR) diperoleh dari jumlah kodi produksi alas kaki perminggu (1 kodi = 20 pasang) dikalikan dengan harga jual alas kaki perkodi. Total cost (TC) diperoleh dari penjumlahan biaya sewa alat, biaya bahan baku, upah tenaga kerja, biaya listrik, biaya bongkar muat dan biaya lain-lain dalam satuan minggu juga. Model pengukurannya dapat dilihat sebagai berikut:
π
= TR - TC
R/C rasio = TR / TC Keterangan: π : Nilai keuntungan R/C rasio : rasio penerimaan atas biaya TR : Total Revenue (total penerimaan) TC : Total Cost (total biaya) Apabila nilai keuntungan (π) bernilai positif (+) berarti usaha yang dijalankan industri kecil alas kaki mendapatkan keuntungan, jika nilai keuntungan (π) bernilai nol (0) berarti usaha yang dijalankan tidak mendapatkan keuntungan
21
maupun kerugian (impas). Tetapi jika nilai yang dihasilkan negatif (-) berarti usaha yang dijalankan industri kecil alas kaki tersebut mendapatkan kerugian. Apabila nilai rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) bernilai >1 berarti usaha yang dijalankan industri kecil alas kaki mendapatkan keuntungan, jika nilai rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) bernilai 1 berarti usaha yang dijalankan tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian (impas). Tetapi jika nilai yang dihasilkan <1 berarti usaha yang dijalankan industri kecil alas kaki mendapatkan kerugian. Importance and Performance Analysis (IPA) Importance and Performance Analysis (IPA) digunakan untuk menganalisis tingkat kepentingan dan kinerja KOSSEBO menurut anggota koperasi. Penentuan tingkat kepentingan menggunakan 5 tingkatan untuk memudahkan responden memberikan penilaian pada setiap atribut, adapun ke-5 tingkatan penilaian tersebut beserta bobotnya adalah sebagai berikut: 1 Jawaban sangat penting diberi bobot 5 2 Jawaban penting diberi bobot 4 3 Jawaban cukup penting diberi bobot 3 4 Jawaban tidak penting diberi bobot 2 dan 5 Jawaban sangat tidak penting diberi bobot 1 Sedangkan penentuan tingkat kinerja menggunakan 5 tingkatan juga, untuk memudahkan responden memberikan penilaian pada setiap atribut, adapun ke-5 tingkatan penilaian tersebut beserta bobotnya adalah sebagai berikut: 1 Jawaban sangat baik diberi bobot 5 2 Jawaban baik diberi bobot 4 3 Jawaban cukup baik diberi bobot 3 4 Jawaban tidak baik diberi bobot 2 dan 5 Jawaban sangat tidak baik diberi bobot 1 Pada Munigar (2009) sumbu Y menyatakan tingkat kepentingan dan sumbu X menyatakan tingkat kinerja, selanjutnya sumbu mendatar ( ̅ ) diisi oleh skor rata-rata tingkat kinerja dan sumbu tegak ( ̅ ) akan diisi oleh skor rata-rata tingkat kepentingan. Skor-skor dari tiap-tiap atribut diletakkan di sebuah bangun yang dibagi 4 bagian yang dibatasi oleh 2 buah garis yang berpotongan tegak lurus ( ̿ dan ̿ ) dan merupakan rata-rata dari total rataan bobot tingkat kinerja dan tingkat kepentingan. Adapun model rumus dari skor rata-rata dan rata-rata dari total rataan bobot adalah sebagai berikut:
Keterangan: n k ̅ ̅
̅̅̅ =
∑
; ̅̅̅ =
∑
̿̿̿ =
∑ ̅̅̅
; ̿ =
∑ ̅̅̅
: Jumlah responden : Jumlah atribut : Skor rata-rata tingkat kinerja : Skor rata-rata tingkat kepentingan
22
̿ : Rata-rata dari total rataan bobot tingkat kinerja ̿ : Rata-rata dari total rataan bobot tingkat kepentingan Selanjutnya skor rata-rata baik tingkat kinerja dan tingkat kepentingan, serta rata-rata dari rataan bobot tingkat kinerja dan kepentingan dimasukkan dalam diagram Importance and Performance Analysis (IPA) yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Tingkat kepentingan
̅̅̅ Prioritas Utama (I)
Pertahankan Prestasi (II)
̿
Prioritas Rendah (III)
Berlebihan (IV)
̿̿̿
̅̅̅
Tingkat kinerja
Gambar 4 Diagram Importance and Performance Analysis (IPA)
Adapun upaya yang dapat dilakukan berdasarkan posisi masing-masing atribut dari skor antara tingkat kinerja dan tingkat kepentingan pada ke-4 kuadran tersebut adalah sebagi berikut: 1 Kuadran I (Prioritas Utama) menyatakan bahwa atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki tingkat kinerja yang rendah, tetapi memiiki tingkat kepentingan yang tinggi. Atribut-atribut pada kuadran ini dianggap penting oleh anggota KOSSEBO, tetapi pada kenyataannya atribut-atribut tersebut memiliki kinerja yang rendah. Sehingga anggota KOSSEBO cenderung belum mendapatkan kepuasan seperti yang diharapkan. Upaya yang dapat dilakukan adalah memperbaiki dan meningkatkan kinerja terhadap atribut-atribut pada kuadran ini, agar kepuasaan yang diperoleh anggota KOSSEBO terhadap atribut-atributnya sesuai dengan harapan dari tingkat kepentingannya. 2 Kuadran II (Pertahankan Prestasi) menyatakan bahwa atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki tingkat kinerja yang tinggi dan memiliki tingkat kepentingan yang tinggi pula. Dengan kata lain
23
atribut-atribut pada kuadran ini memiliki kinerja yang dianggap oleh anggota KOSSEBO sudah sesuai dengan tingkat kepuasaan yang diperoleh anggota KOSSEBO. Upaya yang dilakukan adalah tetap mempertahankan kinerja yang telah dilakukan pada atribut tersebut, agar kepuasan yang diterima anggota KOSSEBO selalu sesuai yang diharapkannya. 3 Kuadran III (Prioritas Rendah) menyatakan bahwa atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki tingkat kinerja yang rendah dan memiliki tingkat kepentingan yang rendah pula. Atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki kinerja yang tidak terlalu baik dan juga anggota KOSSEBO tidak terlalu mengharapkan kepuasaan dari atribut tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah mempertimbangkan kembali atribut-atribut yang berada di kuadran ini karena manfaat yang dirasakan anggota KOSSEBO sangat kecil. 4 Kuadran IV (Berlebihan) menyatakan bahwa atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki tingkat kinerja yang tinggi tetapi memiliki tingkat kepentingan yang rendah. Kinerja atribut-atribut yang berada di kuadran ini dianggap terlalu berlebihan dibandingkan harapan anggota KOSSEBO terhadap atribut-atribut tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengurangi atribut-atribut ini.
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN Profil Indusri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Sejarah Indusri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Keberadaan industri alas kaki di wilayah Bogor khususnya Kecamatan Ciomas sudah dikenal sejak zaman Belanda, saat itu industri tersebut masih merupakan pekerjaan yang dilakukan secara individu dan masih berjumlah sedikit. Para tukang alas kaki tersebut awalnya mempelajari keahlian ini dari buruh di bengkel-bengkel sepatu di Jakarta, setelah mempunyai keahlian mereka mencoba membuka usaha sendiri. Keadaan seperti ini mendorong sejumlah masyarakat lain ikut berbondong-bondong menjadi pengrajin alas kaki. Pada akhir tahun 1960, usaha alas kaki tersebut mulai berkembang. Beberapa pengrajin membuka bengkel yang memperkerjakan buruh, pada masa itu beberapa industri mulai menerapkan transaksi keuangan menggunakan cek mundur, giro. Budaya ini terus bertahan hingga mengiringi perkembangan industri alas kaki di Kecamatan Ciomas hingga sekarang. Sehingga mulai terjadi masalah dalam hal pengadaan bahan baku karena ketergantungan kepada toko sepatu sandal sebagai penyedia modal dan pengumpul.
24
Profil Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) Sejarah KOSSEBO Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) resmi didirikan pada tanggal 1 Februari 2010 berdasarkan akta pendirian No. 1 tanggal 1 Februari 2012 sebagai notaris Indria Shinta Maharani, SH. KOSSEBO merupakan Koperasi yang bergerak dalam bidang usaha sepatu dan sandal yang meliputi penyediaan bahan baku dan bahan pembantu pembuatan/produksi sepatu sandal termasuk pemasaran produk. Kantor KOSSEBO bertempat di Jl. Cibalagung No. 136 Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat. Pembentukan KOSSEBO dilatarbelakangi karena semakin tinggi kesadaran pengrajin bergabung ke dalam Kelompok Usaha Bersama Persatuan Sepatu Sandal Bogor (KUB-PPSB), agar mereka memiliki suatu badan usaha yang dapat menaungi usaha mereka secara bersama-sama, selain itu diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar mereka yang lemah dimata para pengumpul. Selain itu, pendirian KOSSEBO juga didasari adanya kenyataan bahwa Kecamatan Ciomas adalah sentra industri alas kaki di Kabupaten Bogor dengan pengrajin yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya dalam memproduksi sepatu maupun sandal. Bahkan bagi sebagian masyarakat di Kecamatan Ciomas menjadi pengrajin sudah menjadi mata pencaharian utama mereka. Melihat sumberdaya manusia yang tersedia dan didukung iklim usaha yang memiliki potensi untuk dikembangkan maka 2 hal tersebut menjadi faktor penting berdirinya KOSSEBO. Pada awal pembentukan, KOSSEBO hanya beranggotakan sebanyak 25 orang pengrajin dan terus mengalami peningkatan hingga sekarang, tercatat anggota KOSSEBO sekarang berjumlah 117 orang pengrajin. Adapun KOSSEBO memiliki Visi dan Misi sebagai berikut: Visi KOSSEBO: “Menjadi Koperasi Sepatu dan Sandal terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan kesejahteraan angggota dan masyarakat sekitarnya melalui usaha yang berakar kuat, tangguh, profesional dan mandiri.” Misi KOSSEBO: 1 Memproduksi sepatu dan sandal dengan kualitas yang terjamin; 2 Menciptakan produk yang sesuai dengan perkembangan mode dan selera konsumen dengan melakukan inovasi dan diversifikasi serta tepat waktu; 3 Berupaya mendidik dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan sumberdaya manusia dibidang sandal dan sepatu; 4 Membangun dan memperluas jaringan pemasaran produk sepatu dan sandal produksi Kabupaten Bogor; 5 Mengembangkan kemitraan dengan lembaga/institusi pendukung persepatuan, baik dengan pemerintah, lembaga perbankan, perusahaan swasta, LSM dan lain-lainnya; 6 Mendorong berkembangnya kreatifitas dan inovasi baru dalam bidang sepatu dan sandal.
25
Struktur Organisasi KOSSEBO Pelaksanaan tugas harian KOSSEBO dipimpin oleh ketua koperasi dan dibantu oleh wakil ketua, sekretaris dan bendahara dan diawasi oleh badan pengawas. Pengurus KOSSEBO maupun badan pengawas dipilih berdasarkan banyak pengalaman di bidang perkoperasian, dilihat dari pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti atau orang-orang yang berpendidikan serta dipercaya dan disetujui oleh anggota untuk mengelola KOSSEBO, selama masa bakti 5 tahun. Adapun struktur organisasi KOSSEBO dapat dilihat pada Gambar 5.
Rapat Anggota Tahunan Pengawas Ketua Koperasi Ket: : Garis komando Wakil Ketua : Garis koordinasi
Sekretaris
Bendahara
Gambar 5 Struktur organisasi KOSSEBO Sumber: KOSSEBO (2013)
Berdasarkan Gambar 5 dapat dirinci mengenai tugas dari masing-masing jabatan tersebut sebagai berikut: 1 Rapat Anggota Tahunan merupakan kekuasaan tertinggi dalam KOSSEBO, Rapat Anggota Tahunan (RAT) ini dilakukan setahun sekali dan paling lambat 3 bulan setelah tutup buku tahunan. RAT merupakan bentuk pertanggung jawaban pengurus KOSSEBO terhadap semua anggota. 2 Ketua koperasi bertanggung jawab terhadap seluruh aktifitas dan kegiatan operasional KOSSEBO. 3 Wakil ketua merupakan pengganti apabila ketua tidak berada ditempat atau berhalangan karena ada sesuatu hal. Adapun tugasnya sama seperti ketua koperasi, yaitu bertanggung jawab terhadap seluruh aktifitas dan kegiatan operasional KOSSEBO. 4 Sekretaris bertugas mencatat seluruh aktifitas yang dilakukan KOSSEBO dan juga mencatat pembukuan (arsip) serta sebagai media informasi. 5 Bendahara bertugas mencatat laporan keuangan secara teratur sehingga posisi keuangan KOSSEBO dapat dipertanggungjawabkan pada Rapat
26
Anggota Tahunan (RAT), bendahara juga bertugas menyimpan uang KOSSEBO. 6 Pengawas adalah orang yang ditunjuk oleh anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan KOSSEBO, pemilihan pengawas dilakukan pada saat Rapat Anggota Tahunan (RAT). Badan pengawas terdiri dari 3 orang, yaitu ketua dan anggota sebanyak 2 orang. Adapun susunan pengurus dan pengawas KOSSEBO periode 2011 sampai 2015 adalah sebagai berikut: Pengurus: Ketua : Moch. Yusuf Ali Wakil ketua : H. Achmad Subandi Sekretaris : Ir. Adam Purnomo Bendahara : Abdul Rahman Pengawas: Ketua : Syafrudin Anggota : Moh. Ilyas Amran dan Asep Abdullah Asset dan Sumberdaya KOSSEBO KOSSEBO memiliki bangunan yang dijadikan sebagai kantor pusat yang beralamat di Jl. Cibalagung No. 136 Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor dimana letak kantor tersebut bersebelahan dengan Kantor Unit Pelayanan Teknik (UPT) Pengembangan Kulit, sehingga letak kantor tersebut sangat menguntungkan bagi anggota KOSSEBO. KOSSEBO juga memiliki anggota sebanyak 117 orang yang masing-masing memiliki keterampilan membuat sepatu ataupun sandal. Modal utama KOSSEBO hanya berasal dari anggota, yaitu simpanan pokok, wajib dan sukarela, tercatat saat ini KOSSEBO memiliki simpanan pokok sebesar Rp11 600 000 dan Rp69 000 000 untuk simpanan wajib. Selain itu KOSSEBO juga memiliki piutang barang baik sandal maupun sepatu yang bernilai Rp116 000 000 dari anggota yang melakukan pinjaman tapi membayar kewajibannya dengan produk mereka. Lingkup Kegiatan KOSSEBO 1 Perdagangan Bahan Baku a. Melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen bahan baku alas kaki, seperti perusahaan kulit, bahan imitasi, sol, lem dll. Sehingga dapat memperoleh harga beli yang lebih rendah dan kualitas dari bahan baku tersebut dapat dijamin karena membeli secara langsung. b. Membeli bahan baku dalam jumlah yang besar agar dapat menekan biaya sehingga profit yang diterima bisa lebih besar. c. Menjual bahan baku dengan sistem yang tidak memberatkan anggota KOSSEBO 2 Produksi Sepatu dan Sandal a. Memproduksi sepatu dan sandal baik kulit maupun imitasi b. Membangun kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengrajin anggota KOSSEBO c. Memproduksi sepatu dan sandal yang akan dijadikan sampel untuk ditawarkan kepada calon pembeli
27
d. Mengembangkan sistem produksi sepatu dan sandal dengan prinsip-prinsip manajemen produksi yang efisien. 3 Pemasaran Produk Sepatu dan Sandal a. Melakukan kajian perilaku pasar dan memetakan target market sesuai dengan spesifikasi produk sepatu dan sandal hasil produksi KOSSEBO baik untuk pasar eceran, pengumpul, pasar grosir baik lokal maupun ekspor. b. Melakukan promosi produk sandal sepatu KOSSEBO melalui penyebaran brosur, pemasangan iklan di berbagai media, serta pameran-pameran. c. Menjalin kerjasama dengan pedagang pasar kecil serta koperasi perdagangan untuk memperluas jaringan. d. Membuka peluang kerjasama dengan lembaga-lembaga lain baik pemerintah maupun swasta. e. Membangun dan mengembangkan fasilitas outlet pemasaran di daerah-daerah yang dianggap memiliki potensi tinggi penjualan alas kaki. f. Membina hubungan baik dengan konsumen dengan selalu memberikan kualitas produk yang tinggi. Program Kerja KOSSEBO Adapun program kerja KOSSEBO yang dilakukan 1 tahun terakhir, dapat dijabarkan sebagai berikut: 1 Bidang Organisasi a. Meningkatkan jumlah anggota b. Melaksanakan pendidikan anggota c. Meningkatkan pelayanan pada anggota d. Membina anggota inti e. Melengkapi pengurus dengan fasilitas yang mendukung kinerja f. Mengikutsertakan LATPEN pengurus koperasi g. Meningkatkan koordinasi kerja h. Melakukan pleno i. Melaksanakan evaluasi laporan secara berkala j. Mengikutsertakan LATPEN badan pemeriksa k. Menyusun laporan yang dilakukan badan pemeriksa l. Penyesuaian sistem pembukuan m. Menyimpan arsip dengan baik 2 Bidang Usaha a. Meningkatkan jumlah order b. Meningkatkan kualitas dan mutu produksi c. Memperluas jaringan kerjasama kemitraan 3 Bidang Permodalan a. Meningkatkan simpanan pokok, wajib dan sukarela b. Pengalokasian dana untuk modal dari sisa hasil usaha Program Kerja paling utama yang dilakukan KOSSEBO untuk saat ini adalah berusaha mencarikan order yang nantinya diberikan kepada anggota agar penjualan produk alas kaki anggota KOSSEBO meningkat. Salah 1 order yang
28
pernah diambil oleh KOSSEBO paling besar adalah program pengadaan sepatu untuk PNS yang diberikan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor. Selain itu KOSSEBO juga melakukan unit usaha pengadaan bahan baku untuk diperuntukkan khusus pengrajin industri kecil alas kaki yang menjadi anggota KOSSEBO dengan harga jual yang lebih murah dibandingkan membeli langsung di supplier bahan baku. Untuk mempermudah negosiasi dalam mencari order, KOSSEBO juga memproduksi sepatu dan sandal untuk dijadikan sampel demi keperluan negosiasi tersebut. Agar KOSSEBO dapat lebih meningkatkan mutu SDM dan pelayanan anggota. Anggota, pengurus dan badan pengawas juga aktif mengikuti undangan pelatihan maupun seminar yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi UKM Peran dan Perdagangan Kabupaten Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Industri Kecil Alas Kaki di Kecamatan Ciomas Karakteristik Industri Kecil Alas Kaki Karakteristik industri kecil alas kaki diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 20 pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas yang terdiri dari, 10 pengrajin industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan 10 pengrajin non-anggota. Adapun dari 20 pengrajin yang menjadi responden, pada Tabel 3 menunjukkan seluruh pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas berjenis kelamin laki-laki. Kondisi tersebut dikarenakan sebagian besar mata pencaharian laki-laki di Kecamatan Ciomas adalah pengrajin alas kaki. Selain itu sebagian besar mereka telah menikah dan sebagai kepala keluarga maka mereka bertugas mencari nafkah.
Tabel 3 Jenis kelamin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Rataan
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (orang) 20 0 20
Persentase (%) 100 0 100
Sumber: Data primer (2013)
Jika dilihat dari variabel usia pada Tabel 4, pengrajin industri kecil alas kaki berusia 20 hingga 29 tahun sebanyak 2 orang atau 10 %, 5 orang atau 25 % berusia 30 hingga 39 tahun, 8 orang atau 40 % berusia 40 hingga 49 tahun dan sisanya sebanyak 5 orang atau 25 % berusia 50 tahun keatas. Karena pengrajin yang berusia 40 hingga 49 tahun memiliki persentase paling besar, dapat dinyatakan bahwa sebagian besar pengrajin industri alas kaki di Kecamatan Ciomas berada pada usia produktif.
29
Tabel 4 Usia industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Rataan
Usia (tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 ≥ 50 Jumlah
Jumlah (orang) 2 5 8 5 20
Persentase (%) 10 25 40 25 100
Sumber: Data primer (2013)
Selanjutnya, jika dilihat dari variabel tingkat pendidikan terakhir pada Tabel 5. Responden pengrajin industri kecil alas kaki yang tamat SD berjumlah 12 orang atau 60 %, responden yang tamat SMP berjumlah 4 orang atau 20 % dan responden yang tamat SMA berjumlah 4 orang atau 20 %. Penyebab pengrajin yang hanya tamat SD memiliki persentase terbesar, karena kurangnya kesadaran pengrajin industri kecil alas kaki akan pentingnya pendidikan. Sehingga karena keterampilan yang mereka kuasai sejak kecil adalah membuat alas kaki, maka mereka lebih memilih berfokus kepada keterampilan tersebut dengan menjadi pengrajin alas kaki dari pada melanjutkan pendidikan formal mereka. Hermawan (2011) juga menyatakan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat pengrajin industri kecil alas kaki pada pentingnya pendidikan, menyebabkan potensi anak putus sekolah pada usia dini masih cukup tinggi.
Tabel 5 Tingkat pendidikan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Pendidikan terakhir Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Jumlah
Rataan Jumlah (orang) 12 4 4 20
Persentase (%) 60 20 20 100
Sumber: Data primer (2013)
Karakteristik pengrajin jika dilihat dari variabel status perkawinan, seluruh responden industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas telah menikah dengan tanggungan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Jumlah Anak yang dimiliki pengrajin yang menjadi responden beragam, 1 hingga 4 anak. Maka wajar tidak ada responden pada variabel tanggungan keluarga yang memiliki beban tanggungan 1 hingga 2 orang, selanjutnya responden yang memiliki beban tanggungan 3 hingga 4 orang sebanyak 11 orang atau 55 % dan responden yang memiliki beban tanggungan 5 hingga 6 orang sebanyak 9 orang atau 45 %. Untuk lebih jelas data variabel tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 6.
30
Tabel 6 Tanggungan keluarga industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Tanggungan keluarga (orang) 1–2 3–4 5–6 Jumlah
Rataan Jumlah (orang) 0 11 9 20
Persentase (%) 0 55 45 100
Sumber: Data primer (2013)
Pengrajin memiliki pengalaman usaha yang berbeda-beda seperti yang tertera pada Tabel 7, pengrajin yang telah melakukan usaha kurang dari 5 tahun sebanyak 4 orang atau 20 %, pengrajin yang telah melakukan usaha 6 hingga 10 tahun sebanyak 7 orang atau 35 %, pengrajin yang telah melakukan usaha 11 hingga 20 tahun sebanyak 6 orang atau 30 %, pengrajin yang telah melakukan usaha 21 hingga 30 tahun sebanyak 2 orang atau 10 % dan pengrajin yang telah melakukan usaha lebih dari 30 tahun sebanyak 1 orang atau 5 %. Penjabaran tersebut menyatakan bahwa sebagian besar pengrajin telah melakukan usaha sudah sejak lama, hal ini disebabkan mereka telah memiliki keterampilan membuat alas kaki sudah sejak mereka kecil dan usaha tersebut turun temurun. Sehingga ketika mereka beranjak dewasa, mereka menggunakan keterampilan mereka meneruskan usaha orangtuanya atau membuka industri kecil alas kaki yang baru.
Tabel 7 Pengalaman usaha industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Pengalaman usaha (tahun) ≤5 6 – 10 11 – 20 21 – 30 ≥ 31 Jumlah
Rataan Jumlah (orang) 4 7 6 2 1 20
Persentase (%) 20 35 30 10 5 100
Sumber: Data primer (2013)
Sistem Permodalan dan Sistem Kerjasama Dilihat dari Karakteristik variabel sistem permodalan, pengrajin industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO pada Tabel 8. Pengrajin yang modalnya milik sendiri sebanyak 4 orang atau 40 %, pengrajin yang modalnya berasal dari kerjasama dengan toko sepatu sandal sebanyak 4 orang atau 40 % dan pengrajin yang modalnya berasal dari KOSSEBO sebanyak 2 orang atau 20 %.
31
Tabel 8 Sumber modal industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO Sumber modal Sendiri Toko Sepatu Sandal KOSSEBO Jumlah
Rataan Jumlah (orang) 4 4 2 10
Persentase (%) 40 40 20 100
Sumber: Data primer (2013)
Sedangkan, sistem permodalan pengrajin industri kecil alas kaki nonanggota pada Tabel 9. Pengrajin yang modalnya milik sendiri sebanyak 7 orang atau 70 %, pengrajin yang modalnya berasal dari kerjasama dengan toko sepatu sandal sebanyak 3 orang atau 30 % dan pengrajin yang modalnya berasal dari KOSSEBO tidak ada, karena pengrajin tidak diperbolehkan meminjam dana disebabkan bukan anggota KOSSEBO.
Tabel 9 Sumber modal industri kecil alas kaki non-anggota Sumber modal Sendiri Toko Sepatu Sandal KOSSEBO Jumlah
Rataan Jumlah (orang) 7 3 0 10
Persentase (%) 70 30 0 100
Sumber: Data primer (2013)
Keuntungan apabila modal milik sendiri yaitu pengrajin industri kecil alas kaki bisa membeli bahan di toko manapun, sehingga mereka bisa secara bebas memilih bahan baku yang dibutuhkan dengan harga yang lebih murah. Selain itu pengrajin juga bisa bisa menjual barang ke toko mana saja dengan sistem pembayaran tunai. Pengrajin yang modalnya berasal dari kerjasama dengan toko sepatu sandal, akan diberikan modal dalam bentuk giro. Giro tersebut bisa dijual atau ditukarkan dengan bahan baku di toko bahan, yang sebelumnya telah ditentukan oleh pihak toko sepatu sandal dan giro tersebut tidak berlaku di toko lain. Pengrajin juga diwajibkan menjual produk alas kaki mereka kepada pihak toko sepatu sandal dengan harga jual yang sudah ditentukan toko. Pengrajin yang modalnya berasal dari KOSSEBO adalah pengrajin anggota KOSSEBO yang proposal peminjaman dana mereka disetuju oleh pengurus KOSSEBO. Syarat-syarat meminjam dana di KOSSEBO adalah pengrajin merupakan anggota KOSSEBO, lancar membayar simpanan wajib, rutin membeli bahan baku di KOSSEBO dan hadir dalam rapat bulanan maupun RAT. Besar bunga pinjaman di KOSSEBO adalah 6 % pertahun. Tujuan KOSSEBO mengadakan unit usaha ini adalah untuk membantu pengrajin industri kecil alas kaki agar tidak tergantung dengan pihak toko sepatu sandal lagi.
32
Tenaga Kerja dan Sistem Pengupahan Tenaga kerja yang bekerja pada 20 pengrajin yang menjadi responden penelitian ini adalah berjumlah 143 orang, sebagian besar tenaga kerja tersebut berasal dari sekitar industri. Pada Tabel 10, tenaga kerja yang bekerja di industri kecil alas kaki didominasi oleh tenaga kerja laki-laki dengan jumlah 119 orang atau 83 %, sedangkan tenaga kerja perempuan hanya berjumlah 24 orang atau sebesar 17 %.
Tabel 10 Jenis kelamin tenaga kerja yang bekerja pada industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas Rataan
Jenis kelamin
Jumlah (orang) 119 24 143
Laki-laki Perempuan Jumlah
Persentase (%) 83 17 100
Sumber: Data primer (2013)
Jumlah tenaga kerja laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, karena tenaga kerja yang memiliki kemampuan untuk menjadi tukang atas dan tukang bawah adalah laki-laki. Tenaga kerja perempuan ditugaskan pada proses packing, dipilih karena perempuan memiliki kemampuan ketelitian yang tinggi dan juga rapih. Untuk rincian jumlah dan upah tenaga kerja yang digunakan industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dan non-anggota dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.
Tabel 11 Jumlah dan upah tenaga kerja pada industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dalam 1 minggu Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Tukang atas (org) 3 1 5 1 1 2 2 2 2 3 22
Tenaga kerja Tukang Tukang bawah packing (org) (org) 2 0 1 0 3 0 1 0 1 0 2 1 2 0 2 0 4 0 3 1 21 2
Tukang atas (Rp/org) 220 000 300 000 350 000 200 000 200 000 525 000 330 000 250 000 100 000 500 000
Upah perminggu Tukang bawah (Rp/org) 220 000 300 000 417 500 200 000 200 000 525 000 440 000 350 000 112 500 667 500
Tukang packing (Rp/org) 0 0 0 0 0 50 000 0 0 0 200 000
Sumber: Data primer diolah (2013) Keterangan: Upah dihitung dan disesuaikan dengan jumlah alas kaki yang diproduksi perminggu
33
Industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO, sebagian besar menggunakan anggota keluarga untuk tugas packing tanpa diberi upah. Sedangkan industri kecil alas kaki non-anggota, tugas packing menggunakan tenaga kerja wanita diluar anggota keluarga dengan dibantu anggota keluarga mereka. Karena bersifat membantu, dalam kajian ini anggota keluarga tidak dimasukkan kedalam perhitungan jumlah tenaga kerja industri alas kaki non-anggota.
Tabel 12 Jumlah dan upah tenaga kerja pada industri kecil alas kaki non-anggota dalam 1 minggu Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Tenaga kerja Tukang Tukang Tukang atas bawah packing (orang) (orang) (orang) 3 1 2 7 2 1 5 1 2 7 2 3 6 3 3 8 3 3 4 3 2 3 2 2 5 4 2 4 3 2 52 24 22
Tukang atas (Rp) 167,500 144,000 150,000 442,900 300,000 156,250 218,750 180,000 312,000 168,750
Upah Tukang bawah (Rp) 225,000 240,000 150,000 875,500 300,000 190,000 175,000 150,000 210,000 125,000
Tukang packing (Rp) 80,000 120,000 150,000 46,350 225,000 66,700 93,750 85,000 180,000 68,750
Sumber: Data primer diolah (2013) Keterangan: Upah dihitung dan disesuaikan dengan jumlah alas kaki yang diproduksi perminggu
Sistem pengupahan yang berlaku untuk tenaga kerja atas dan tenaga kerja bawah, upah dibayar sesuai banyak sepatu atau sandal yang dihasilkan dengan satuan kodi (1 kodi = 20 sepatu), sedangkan untuk tenaga kerja packing, upah dibayar borongan setiap pengiriman barang. Karena pengiriman barang ke toko sepatu sandal satu minggu sekali, upah tenaga kerja juga dibayar dengan hitungan perminggu. Pemasaran Produk dan Sistem Pembayaran Sebagian besar pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas memasarkan produk sepatu sandal mereka ke grosir di Pasar Anyar, sebagian lain memasarkannya ke Bandung, Tangerang, Jakarta bahkan luar Jawa Barat. Selain itu, beberapa pengrajin ada yang memasarkan produk mereka lebih dari 1 tempat. Bagi pengrajin yang tidak memiliki kerjasama dengan toko sepatu sandal, mereka dapat melakukan negosiasi harga dengan toko grosir. Namun bagi pengrajin yang melakukan kerjasama, karena sudah terikat mereka hanya bisa menjual kepada toko yang telah memberikan mereka modal dengan harga yang telah ditetapkan pihak toko. Sistem pembayaran bagi pengrajin industri kecil alas kaki yang tidak melakukan kerjasama dengan pihak toko, mereka dibayar dengan uang tunai. Namun bagi pengrajin yang melakukan kerjasama dengan toko sepatu sandal,
34
mereka dibayar dalam bentuk bon putih/gijon. Bon putih ini baru bisa diuangkan 1 sampai 3 bulan kemudian, namun bon putih ini bisa digunakan untuk membeli bahan baku. Tetapi jika pengrajin membeli bahan baku dengan bon putih, mereka akan dikenakan pajak potongan sebesar 10 % dari total keseluruhan nilai bon putih.
Analisis Pendapatan Industri Kecil Alas Kaki Pada penelitian ini analisis pendapatan dilakukan kepada 20 responden pengrajin industri kecil alas kaki, yang terdiri dari 10 orang pengrajin anggota KOSSEBO dan 10 orang pengrajin non-anggota. Tiap model sepatu atau sandal yang dipesan toko sepatu sandal bisa berbeda-beda tiap minggunya, sesuai model yang sedang trend dan banyak diminati konsumen pada minggu itu. Pengrajin juga diberi waktu 1 minggu untuk menyelesaikan pesanan tersebut. Oleh karena itu, analisis pendapatan kajian ini dihitung menggunakan satuan minggu. Sama seperti Hermawan (2011) yang menyatakan satuan minggu ini lebih disebabkan grosir biasanya memesan produk yang harus jadi dalam waktu 1 minggu, karena model yang sedang marak bersifat temporer, bertahan hanya jangka pendek. Data produksi kajian ini diambil pada waktu kondisi normal, karena jika menjelang hari raya idul fitri, natal dan tahun baru, biasanya permintaan order baik sepatu maupun sandal akan meningkat 2 sampai 3 kali lipat dari kondisi normal. Berbeda dengan yang dilakukan Hermawan (2011), data produksi kajian Hermawan (2011) diambil pada waktu 1 minggu menjelang hari raya idul fitri dengan alasan karena permintaan pasar dalam posisi maksimal. Total revenue (TR) pada kajian ini merupakan hasil perkalian jumlah kodi produksi perminggu dengan harga jual alas kaki perkodi. Total cost (TC) merupakan penjumlahan dari biaya bahan baku, upah tenaga kerja, biaya listrik dan biaya bongkar muat yang dikeluarkan pengrajin dalam 1 minggu. Karena bengkel atau tempat produksi alas kaki biasanya adalah ruangan rumah pengrajin, untuk memudahkan menghitung pengeluaran biaya listrik selama seminggu. Biaya listrik dihitung dengan cara, penggunaan listrik setiap rumah selama sebulan dibagi 4 (diasumsikan sebulan = 4 minggu), sehingga didapat biaya listrik untuk 1 minggu. Data analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas dalam 1 minggu dapat dilihat secara lengkap di Lampiran 2. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, melalui wawancara menggunakan kuesioner. Diperoleh hasil untuk tingkat pendapatan anggota KOSSEBO dapat dilihat pada Tabel 13 dan data lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
35
Tabel 13 Analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO dalam 1 minggu TR TC R/C π π/kodi Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(Rp) 7 200 000 3 300 000 8 750 000 4 500 000 3 500 000 9 600 000 8 140 000 13 000 000 3 500 000 16 000 000
(Rp) 6 163 000 2 668 750 8 070 000 3 415 000 2 506 250 8 216 250 7 640 000 10 305 000 2 780 000 11 120 000
(Rp) 1 037 000 631 250 680 000 1 085 000 993 750 1 383 750 500 000 2 695 000 720 000 4 880 000
(Rp) 51 850 63 125 27 200 72 333 99 375 46 125 22 727 134 750 72 000 97 600
rasio 1.168 1.237 1.084 1.318 1.397 1.168 1.065 1.262 1.259 1.439
Sumber: Data primer diolah (2013)
Jumlah total revenue (TR) pada Tabel 13, menunjukkan pengrajin anggota KOSSEBO yang mendapatkan total revenue paling tinggi adalah responden 10 dan pengrajin anggota KOSSEBO yang mendapatkan total revenue paling rendah adalah responden 2. Jika dilihat dari total cost (TC) pada Tabel 13, pengrajin anggota KOSSEBO yang mengeluarkan total cost paling tinggi adalah responden 10 dan pengrajin anggota KOSSEBO yang mengeluarkan total cost paling rendah adalah responden 5. Dari sisi keuntungan (π) pada Tabel 13, keuntungan yang paling tinggi diperoleh pengrajin anggota KOSSEBO responden 10 dan keuntungan yang paling rendah diperoleh pengrajin anggota KOSSEBO responden 7. Sedangkan untuk hasil kajian analisis tingkat pendapatan non-anggota dapat dilihat pada Tabel 14 dan data lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 14 Analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki non-anggota dalam 1 minggu TR TC R/C π π/kodi Responden 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
(Rp) 5 875 000 12 000 000 7 500 000 24 720 000 22 500 000 11 250 000 7 500 000 7 400 000 15 600 000 8 500 000
Sumber: Data primer diolah (2013)
(Rp) 4 020 000 6 205 000 5 875 000 10 731 000 8 550 000 9 881 250 6 563 500 6 644 000 13 701 000 7 526 500
(Rp) 1 855 000 5 795 000 1 625 000 13 989 000 13 950 000 1 368 750 936 500 756 000 1 899 000 973 500
(Rp) 74 200 144 875 54 167 135 816 139 500 27 375 37 460 37 800 47 475 38 940
rasio 1.461 1.934 1.277 2.304 2.632 1.139 1.143 1.114 1.139 1.129
36
Jumlah total revenue (TR) pada Tabel 14, menunjukkan pengrajin nonanggota yang mendapatkan total revenue paling tinggi adalah responden 14 dan pengrajin non-anggota yang mendapatkan total revenue paling rendah adalah responden 11. Jika dilihat dari total cost (TC) pada Tabel 14, pengrajin non-anggota yang mengeluarkan total cost paling tinggi adalah responden 19 dan pengrajin nonanggota yang mengeluarkan total cost paling rendah adalah responden 11. Dari sisi keuntungan (π) pada Tabel 14, keuntungan yang paling tinggi diperoleh pengrajin non-anggota responden 14 dan keuntungan yang paling rendah diperoleh pengrajin non-anggota responden 18. Berdasarkan data pada Lampiran 2, memperlihatkan jumlah produksi paling tinggi pengrajin anggota KOSSEBO adalah sebanyak 50 kodi/minggu (responden 10) dan jumlah produksi paling rendah adalah sebanyak 10 kodi/minggu (responden 2, 5 dan 9) dengan rata-rata produksi adalah sebanyak 21 kodi/minggu. Sedangkan jumlah produksi paling tinggi pengrajin non-anggota adalah sebanyak 103 kodi/minggu (responden 14) dan jumlah produksi paling rendah adalah sebanyak 20 kodi/minggu (responden 18) dengan rata-rata produksi adalah sebanyak 45 kodi/minggu. Menurut Hermawan (2011) pada saat kondisi normal, jumlah produksi antara 20 sampai 30 kodi/minggu. Rata-rata produksi pengrajin non-anggota lebih besar dari pada pengrajin anggota KOSSEBO, karena perbedaan jumlah order yang diterima dan jumlah modal yang dimiliki pengrajin. Sebagian besar modal pengrajin non-anggota milik sendiri, sehingga memiliki cukup modal untuk membeli bahan baku, memperkerjakan tenaga kerja dan memproduksi alas kaki yang lebih banyak. Dilihat dari harga jual pada Lampiran 2, harga jual alas kaki paling tinggi pengrajin anggota KOSSEBO adalah sebesar Rp650 000/kodi (responden 8) dan harga jual alas kaki paling rendah adalah sebesar Rp300 000/kodi (responden 4) dengan rata-rata sebesar Rp370 000/kodi. Sedangkan harga jual alas kaki paling tinggi pengrajin non-anggota adalah sebesar Rp390 000/kodi (responden 19) dan harga jual alas kaki paling rendah adalah sebesar Rp225 000/kodi (responden 15 dan 16) dengan rata-rata sebesar Rp287 500/kodi. Menurut Hermawan (2011) pada saat kondisi normal, harga jual alas kaki biasanya kisaran Rp200 000/kodi sampai Rp450 000/kodi, sedangkan menurut Ermayani (2009) harga jual alas kaki berada pada kisaran Rp200 000/kodi sampai Rp300 000/kodi. Perbedaan harga jual alas kaki disebabkan pengrajin menjual ke toko sepatu sandal yang berbeda, sehingga mereka mendapatkan harga jual alas kaki yang berbeda-beda, tergantung model alas kakinya. Jika dari keuntungan/kodi (π/kodi) pada Lampiran 2, keuntungan/kodi yang paling tinggi diperoleh pengrajin anggota KOSSEBO adalah Rp134 750/kodi (responden 8) dan keuntungan/kodi yang paling rendah adalah Rp22 727/kodi (responden 7). Sedangkan keuntungan/kodi yang paling tinggi diperoleh pengrajin non-anggota adalah Rp144 875/kodi (responden 12) dan keuntungan/ kodi yang paling rendah adalah Rp27 375/kodi (responden 16). Menurut Ermayani (2009) pengrajin industri kecil alas kaki memperoleh keuntungan berada pada kisaran Rp30 000/kodi sampai Rp 50 000/kodi. Untuk analisis R/C rasio pada Lampiran 2, pengrajin anggota KOSSEBO mendapatkan nilai R/C rasio paling tinggi sebesar 1.439 (responden 10) dan nilai R/C rasio paling rendah sebesar 1.065 (responden 7) dengan rata-rata sebesar
37
1.232; artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1.232. Sedangkan analisis R/C rasio pengrajin non-anggota mendapatkan nilai paling tinggi sebesar 2.632 (responden 15) dan nilai R/C rasio paling rendah sebesar 1.114 (responden 18) dengan rata-rata sebesar 1.541; artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1.541. Hasil perhitungan R/C rasio pada Lampiran 2, menyatakan bahwa usaha yang dijalankan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas anggota KOSSEBO dan non-anggota memperoleh keuntungan, karena nilai R/C rasio ke-20 responden mendapatkan nilai >1. Tetapi besar nilai R/C rasio-nya cenderung kecil, dari ke20 responden hanya responden 12, 14 dan 15 yang nilai R/C rasio-nya melebihi angka 1.5 dan ke-3 responden tersebut merupakan pengrajin industri kecil alas kaki non-anggota. Perbandingan Pendapatan Pengrajin Modal Sendiri, Pinjaman KOSSEBO dan Kerjasama dengan Toko Jika digolongkan berdasarkan sumber modal, pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: pengrajin modal milik sendiri, pengrajin modal dari kerjasama dengan toko dan pengrajin modal dari pinjaman KOSSEBO. Perbandingan pendapatan dari ke-3 pengrajin tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Perbandingan tingkat pendapatan pengrajin industri kecil alas kaki berdasarkan sumber modal dalam 1 minggu Sumber modal Sendiri Toko sepatu sandal KOSSEBO
TR (Rp) 7 200 000
TC π kotor Potongan π bersih (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 6 163 000 1 037 000 0 1 037 000
7 200 000
6 163 000 1 037 000
616 300
420 700
1.062
7 200 000
6 163 000 1 037 000
136 100
900 900
1.143
R/C rasio 1.168
Sumber: Data primer diolah (2013) Keterangan: Data yang dipakai dan diolah adalah data pengrajin responden 1
Responden yang digunakan untuk membandingkan ke-3 pengrajin berdasarkan sumber modalnya adalah responden 1, data responden 1 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Diasumsikan ke-3 pengrajin tersebut memiliki jumlah produk, harga jual, total revenue dan total cost yang sama, agar mempermudah melihat perbedaannya. Sehingga dapat dilihat sumber modal yang mana yang lebih menguntungkan pengrajin. Pada Tabel 15 dapat dilihat, pengrajin modal milik sendiri mendapatkan keuntungan kotor Rp1 037 000/minggu dan karena tidak ada potongan apapun, pengrajin modal milik sendiri mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp1 037 000/minggu dengan nilai R/C rasio sebesar 1.168. Pengrajin modal dari kerjasama dengan toko mendapatkan keuntungan kotor sebesar Rp1 037 000/minggu (sebelum dikurangi potongan). Karena kerjasama dengan toko maka pengrajin tersebut diberi modal dalam bentuk giro sebesar Rp6 613 000, giro tersebut diasumsikan ditukarkan pengrajin dengan
38
bahan baku di toko bahan. Sehingga pengrajin dikenakan pajak potongan sebesar 10% dari total keseluruhan nilai giro, yaitu sebesar Rp616 300. Setelah dikurangi dengan potongan tersebut, pengrajin modal dari kerjasama dengan toko hanya mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 420 700/minggu dengan nilai R/C rasio sebesar 1.062. Sedangkan pengrajin modal dari pinjaman KOSSEBO mendapatkan keuntungan kotor sebesar Rp1 037 000/minggu (sebelum dikurangi potongan). Karena modal berasal dari pinjaman KOSSEBO, maka pengrajin diwajibkan membayar angsuran pinjaman pokok beserta bunganya. Jika dimisalkan pengrajin meminjam dana sebesar total cost Rp6 163 000 dengan suku bunga 6 % pertahun untuk jangka waktu 1 tahun. Maka total angsuran pengrajin tersebut kepada KOSSEBO adalah Rp6 163 000 dikalikan 106 % dibagi 1 tahun = Rp6 532 780 atau Rp544 398/bulan selama 12 bulan atau Rp136 100/minggu selama 48 minggu (diasumsikan 1 bulan = 4 minggu). Setelah dikurangi dengan potongan angsuran pinjaman tiap minggu, pengrajin modal dari pinjaman KOSSEBO hanya mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp900 900/minggu dengan nilai R/C rasio sebesar 1.143. Dari penjabaran diatas dapat dinyatakan bahwa, pengrajin modal milik sendiri lebih menguntungkan dari pada pengrajin yang lain. Jika pengrajin tidak memiliki modal sendiri, pengrajin lebih baik meminjam dana kepada KOSSEBO. Karena pengrajin modal dari pinjaman KOSSEBO lebih menguntungkan dari pada pengrajin modal dari kerjasama dengan toko.
Analisis Kinerja Koperasi Sepatu Sandal Bogor (KOSSEBO) Kehadiran KOSSEBO di Kecamatan Ciomas berusaha membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi industri kecil alas kaki, seperti menyediakan pinjaman dana yang dapat digunakan anggota KOSSEBO untuk memperlancar proses produksinya, menyediakan unit usaha pengadaan bahan baku yang diusahakan harga jual yang ditawarkan lebih rendah dari harga jual di toko-toko bahan dan membantu mencarikan order untuk anggota agar dapat meningkatkan pendapatan anggota KOSSEBO. Adapun tujuan dari semua itu agar pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas khususnya anggota KOSSEBO mampu mandiri dan tidak bergantung kepada toko sepatu sandal yang sering merugikan industri kecil. Tetapi sejauh mana keberhasilan peran KOSSEBO dalam membantu mengembangkan usaha mereka selama ini, maka perlu dikaji kinerja dari KOSSEBO sebagai tolak ukurnya. Pada penelitian ini metode analisis yang digunakan untuk mengkaji kinerja KOSSEBO adalah Importance and Performance Analysis (IPA). Metode ini dapat melihat atribut yang dianggap penting bagi anggota KOSSEBO dan sejauh mana kinerja yang dilakukan KOSSEBO terhadap atribut yang dianggap penting tersebut. Hasil penilaian atribut ini dapat memberikan informasi tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja KOSSEBO. Sehingga dapat dilihat bagaimana peran KOSSEBO dalam mengembangkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas.
39
Atribut yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan 7 prinsip koperasi yang wajib dilaksanakan oleh setiap koperasi, adapun hasil dari penilaian rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada tiap-tiap atribut dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Penilaian rata-rata IPA untuk kinerja KOSSEBO Atribut Syarat-syarat menjadi anggota Koperasi tidak mempersulit calon anggota (A1) Keanggotaan tidak dibatasi berdasarakan gender, ras, sosial, politik dan agama (A2) Koperasi mendahulukan pelayanan kepada anggota dari pada nonanggota (A3) Rapat Anggota Tahunan (RAT) dilaksanakan rutin tiap tahun (B1) Anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota satu suara) (B2) Pengurus dan pengawas Koperasi dipilih oleh anggota (B3) Kebijakan/keputusan yang disepakati anggota tidak bisa diganggu gugat (B4) Anggota membayar simpanan wajib, pokok dan sukarela (C1) Unit usaha yang dibutuhkan anggota disediakan Koperasi (C2) Anggota membeli bahan baku di unit usaha Koperasi (C3) Anggota menjual alas kaki ke unit usaha Koperasi (C4) Anggota meminjam dana di unit usaha Koperasi (C5) Koperasi bekerjasama dengan industri alas kaki yang telah memiliki merk, dengan syarat Pihak luar tidak bisa mengintimidasi Koperasi atupun keputusan anggota (D1) Koperasi memiliki otonomi dalam setiap pengambilan keputusan (D2) Koperasi mengadakan pendidikan dan pelatihan perkoperasian tiap tahun kepada anggota (E1) Koperasi memberikan pembekalan terhadap manajer dan karyawan yang bertanggung jawab di unit usaha Koperasi (E2) Koperasi mengadakan pelatihan usaha bagi anggota untuk memperluas wawasan kecil alas kaki agar lebih dapat mengembangkan usahanya (E3) Koperasi menjalin kerjasama dengan Koperasi lain (F) Koperasi berkontribusi pada upaya penyelesaian masalah di lingkungan masyarakat sekitar (G) Total Rata-rata ( ̿ , ̿ ) Sumber: Data primer diolah (2013)
Tingkat kepentingan (̅)
Tingkat kinerja ( ̅)
4.17
3.83
3.33
3.67
4.23
3.70
3.93
3.93
3.73
3.93
3.90
3.93
3.87
3.87
3.83
3.87
4.00
3.97
3.77 3.80 3.80
3.90 3.90 4.00
3.60
3.60
3.67
3.80
3.70
3.80
3.83
3.57
4.00
3.63
3.57
3.40
3.83
3.77
72.57 3.82
72.01 3.79
40
Gambar 6 Diagram IPA untuk kinerja KOSSEBO Sumber: Data primer (2013)
Hasil dari penilaian rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada tiap-tiap atribut yang berada pada Tabel 16, dimasukkan kedalam diagram yang terbagi 4 kuadran. Adapun pembagian diagram menjadi 4 kuadran dengan cara membuat perpotongan sumbu X (tingkat kinerja) dengan sumbu Y (tingkat kepentingan) dari rata-rata dari total rataan bobot tingkat kinerja dan kepentingan ( ̿ , ̿ ). Perpotongan sumbu tersebut akan menentukan di kuadran mana posisi tiap atribut. Berdasarkan Gambar 6 posisi masing-masing atribut pada ke-4 kuadran adalah sebagai berikut: Kuadran I (Prioritas Utama) Pada kuadran I terdapat 4 atribut, yaitu: 1 KOSSEBO mendahulukan pelayanan kepada anggota dari pada non anggota (A3), 2 KOSSEBO memberikan pembekalan terhadap manajer dan karyawan yang bertanggung jawab di unit usaha koperasi (E2), 3 KOSSEBO mengadakan pelatihan usaha bagi anggota untuk memperluas wawasan industri kecil alas kaki agar lebih dapat mengembangkan usahanya (E3), 4 KOSSEBO berkontribusi pada upaya penyelesaian masalah di lingkungan masyarakat sekitar (G). Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini menurut anggota KOSSEBO memiliki tingkat kepentingan yang tinggi namun tingkat kinerjanya yang dirasakan anggota KOSSEBO masih rendah. Untuk itu kinerja pada atributatribut ini harus ditingkatkan agar bisa masuk ke kuadran II (pertahankan prestasi).
41
Anggota menilai kinerja atribut KOSSEBO mendahulukan pelayanan kepada anggota dari pada non anggota (A3), masih rendah, untuk itu KOSSEBO perlu meningkatkan pelayanannya kepada anggota. Karena anggota merupakan pemilik sekaligus pelanggan KOSSEBO, sehingga anggota dapat merasakan peningkatan kesejahteraan dari kelebihan mereka menjadi anggota KOSSEBO. Pengrajin industri kecil yang menjadi anggota KOSSEBO juga menilai kinerja atribut KOSSEBO memberikan pembekalan terhadap manajer dan karyawan yang bertanggung jawab di unit usaha koperasi (E2), perlu ditingkatkan. Agar manajer dan karyawan dapat memahami sepenuhnya tugas-tugas mereka, sehingga unit usaha yang dimiliki KOSSEBO dapat terus berkembang dengan baik. Begitu juga dengan atribut KOSSEBO mengadakan pelatihan usaha bagi anggota untuk memperluas wawasan industri kecil alas kaki agar lebih dapat mengembangkan usahanya (E3). Anggota KOSSEBO menilai kinerja untuk atribut ini dapat lebih ditingkatkan karena dengan adanya pelatihan ini anggota KOSSEBO bisa memanfaatkan pengetahuannya hasil pelatihan tersebut pada kegiatan usaha mereka. Atribut KOSSEBO berkontribusi pada upaya penyelesaian masalah di lingkungan masyarakat sekitar (G), kinerjanya juga dinilai masih rendah oleh anggota KOSSEBO. Untuk itu ada baiknya KOSSEBO juga lebih aktif terlibat dalam kegiatan sosial di daerah sekitar seperti semisal kerja bakti atau memberikan donasi kepada pengrajin yang sedang terkena musibah. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki tingkat kinerja yang tinggi dan memiliki tingkat kepentingan yang tinggi pula. Adapun atribut yang berada pada kuadran II ada 6, yaitu: 1 Syarat-syarat menjadi anggota KOSSEBO tidak mempersulit calon anggota (A1), 2 Rapat Anggota Tahunan (RAT) dilaksanakan rutin tiap tahun (B1), 3 Pengurus dan pengawas KOSSEBO dipilih oleh anggota (B3), 4 Kebijakan/keputusan yang disepakati anggota tidak bisa diganggu gugat (B4), 5 Anggota membayar simpanan wajib, pokok dan sukarela (C1), 6 Unit usaha yang dibutuhkan anggota disediakan KOSSEBO (C2). Anggota KOSSEBO menilai kinerja atribut syarat-syarat menjadi anggota KOSSEBO tidak mempersulit calon anggota (A1), sudah sangat baik dilakukan oleh KOSSEBO dan sesuai yang mereka harapkan. Untuk menjadi anggota KOSSEBO, calon anggota hanya cukup memenuhi beberapa syarat saja, seperti: a. Berprofesi sebagai pengrajin alas kaki, b. Mengisis formulir pendaftaran, c. Menyerahkan fotocopy KTP dan pas foto ukuran 3x4, d. Membayar simpanan pokok sebesar Rp50 000, e. Membayar simpanan wajib sebesar Rp10 000/bulan, f. Mau bekerjasama dan mematuhi segala peraturan yang berlaku di KOSSEBO. Atribut Rapat Anggota Tahunan (RAT) dilaksanakan rutin tiap tahun (B1), juga dinilai sudah sangat baik kinerjanya, RAT selalu dilaksanakan rutin tiap
42
tahun, biasanya dilakukan pada bulan Februari. Hal-hal yang dibahas pada waktu RAT adalah laporan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas kepada anggota mengenai program kerja yang mereka lakukan selama 1 tahun dan pengesahan rencana program kerja pengurus 1 tahun kedepan. Kinerja atribut pengurus dan pengawas KOSSEBO dipilih oleh anggota (B3), juga dinilai oleh anggota KOSSEBO sudah sangat baik. Pemilihan pengurus dan pengawas baru dilakukan 1 kali, Pemilihan dilakukan pada waktu RAT tetapi hanya dilakukan 5 tahun sekali, karena masa jabatan pengurus dan pengawas adalah 5 tahun. Anggota juga menilai atribut kebijakan/keputusan yang disepakati anggota tidak bisa diganggu gugat (B4), sangat penting dan kinerja yang dilakukan KOSSEBO juga sangat baik. Hal ini dapat dilihat saat RAT, rapat rutin tiap bulan selalu lancar, belum ada protes dalam bentuk apapun. Atribut anggota membayar simpanan wajib, pokok dan sukarela (C1), dinilai anggota sangat penting dan kinerja yang dilakukan KOSSEBO untuk atribut ini juga sangat baik. Ketika mendaftar calon anggota membayar simpanan pokok dan anggota juga selalu membayar simpanan wajib setiap bulan. Atribut unit usaha yang dibutuhkan anggota disediakan KOSSEBO (C2), juga dinilai sangat baik, hal ini dapat dilihat dari unit usaha yang disediakan KOSSEBO untuk anggota-anggotanya, yaitu unit usaha pengadaan bahan baku, dan unit usaha peminjaman dana dengan bunga pinjaman sebesar 6 %. KOSSEBO memang belum membuka unit usaha agar anggota bisa menjual produk alas kaki mereka ke KOSSEBO, tetapi KOSSEBO selama ini mencari order untuk anggotanya agar pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan adanya order tersebut. Karena ke-6 atribut tersebut berada di kuadran II, maka kewajiban KOSSEBO adalah tetap mempertahankan kinerjanya, agar kepuasaan yang diterima anggota KOSSEBO selalu sesuai yang diharapkannya. Kuadran III (Prioritas Rendah) Atribut-atribut yang berada pada kuadran III sebanyak 3 atribut, yaitu: 1 keanggotaan tidak dibatasi berdasarkan gender, ras, sosial, politik dan agama (A2), 2 KOSSEBO bekerjasama dengan industri alas kaki yang telah memiliki merk, dengan syarat pihak luar tidak bisa mengintimidasi KOSSEBO ataupun keputusan anggota (D1), 3 KOSSEBO menjalin kerjasama dengan koperasi lain (F). Anggota menilai atribut-atribut yang berada di kuadran ini memiliki kinerja yang rendah dan atribut ini juga dirasakan anggota KOSSEBO tidak terlalu penting. Upaya yang dapat dilakukan adalah mempertimbangkan kembali atribut-atribut yang berada di kuadran ini karena manfaat yang dirasakan anggota KOSSEBO sangat kecil. Anggota KOSSEBO menilai atribut keanggotaan tidak dibatasi berdasarkan gender, ras, sosial, politik dan agama (A2), dinilai sudah cukup tidak perlu ditingkatkan kinerjanya karena tidak terlalu dianggap penting oleh anggota. Selanjutnya, atribut KOSSEBO bekerjasama dengan industri alas kaki yang telah memiliki merk dengan syarat pihak luar tidak bisa mengintimidasi KOSSEBO ataupun keputusan anggota (D1), juga dinilai tidak terlalu penting bagi anggota
43
dan kinerja yang dilakukan selama ini oleh KOSSEBO juga tidak terlalu baik. Atribut D1 ini perlu dipertimbangkan karena dianggap akan sangat berguna bagi anggota KOSSEBO, karena bekerjasama dengan industri alas kaki yang telah memiliki merk akan meningkatkan order-an produk alas kaki. Dan nantinya akan meningkatkan pendapatan serta memicu industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO agar bisa mengembangkan usahanya. Anggota KOSSEBO juga menilai atribut KOSSEBO menjalin kerjasama dengan koperasi lain (F), tidak terlalu penting dan kinerjanya juga rendah. Tetapi atribut ini perlu dipertimbangkan lagi untuk ditingkatkan kinerjanya, karena dengan bekerjasama dengan koperasi lain akan dapat memaksimalkan kinerja KOSSEBO, contoh: KOSSEBO dapat menanggulangi masalah pendanaan jika bekerjasama dengan Koperasi simpan pinjam, KOSSEBO dapat lebih mengembangkan wawasan tentang industri alas kaki jika bekerjasama dengan koperasi alas kaki di daerah lain. Kuadran IV (Berlebihan) Pada kuadran IV terdapat 6 atribut, yaitu: 1 Anggota memiliki hak suara yang sama (1 anggota 1 suara) (B2), 2 Anggota membeli bahan baku di unit usaha KOSSEBO (C3), 3 Anggota menjual alas kaki ke unit usaha KOSSEBO (C4), 4 Anggota meminjam dana di unit usaha KOSSEBO (C5), 5 KOSSEBO memiliki otonomi dalam setiap pengambilan keputusan (D2), 6 KOSSEBO mengadakan pendidikan dan pelatihan perkoperasian tiap tahun kepada anggota (E1). Anggota KOSSEBO menilai Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini, memiliki tingkat kinerja yang tinggi tetapi memiliki kepentingan yang rendah, sehingga dianggap terlalu berlebihan. Karena anggota KOSSEBO tidak terlalu mengharapkan manfaat dari atribut-atribut tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengurangi kinerjanya bahkan bisa dihilangkan saja sehingga sumberdaya yang dimiliki dapat dialokasikan ke atribut-atribut yang lain. Pengrajin alas kaki anggota KOSSEBO menilai kinerja atribut KOSSEBO mengadakan pendidikan dan pelatihan perkoperasian tiap tahun kepada anggota (E1), terlalu berlebihan. Padahal pendidikan dan pelatihan perkoperasian sangat penting demi kemajuan KOSSEBO dan program pendidikan kader-kader KOSSEBO. Anggota KOSSEBO juga menilai kinerja atribut anggota memiliki hak suara yang sama (1 anggota 1 suara) (B2), terlalu berlebihan. Padahal hak suara sebenarnya akan sangat penting, ketika anggota KOSSEBO melakukan voting saat rapat bulanan dan RAT. Hal ini dapat terjadi karena kurang pahamnya anggota KOSSEBO dalam bidang perkoperasian. Atribut anggota membeli bahan baku di unit usaha KOSSEBO (C3), anggota menjual alas kaki ke unit usaha KOSSEBO (C4) dan anggota meminjam dana diunit usaha KOSSEBO (C5), kinerjanya juga dinilai terlalu berlebihan oleh anggota KOSSEBO. Hal ini disebabkan KOSSEBO belum bisa membantu mereka dalam masalah permodalan sehingga kerjasama dengan toko sepatu sandal masih dilakukan. Dengan adanya kerjasama ini, anggota KOSSEBO membeli bahan baku di toko bahan baku yang telah ditentukan pihak toko, membuat model sepatu sandal sesuai pesanan toko dan menjualnya dengan harga yang ditentukan
44
toko. Sehingga unit-unit usaha ini menjadi sia-sia, karena mereka tidak bisa menggunakannya. Atribut KOSSEBO memiliki otonomi dalam setiap pengambilan keputusan (D2), juga dinilai anggota KOSSEBO terlalu berlebihan. Padahal atribut ini akan bermanfaat ketika KOSSEBO melakukan kerjasama dengan industri alas kaki, perusahaan swasta sektor lain dan pemerintah. Dengan tujuan agar instansi tersebut tidak bisa mengintimidasi dan mengintervensi keputusan atau kebijakan KOSSEBO. Hal ini dapat terjadi karena kurang pahamnya anggota KOSSEBO dalam bidang perkoperasian. Rekomendasi Tindakan untuk Meningkatkan Kinerja KOSSEBO Berdasarkan analisis kinerja KOSSEBO menggunakan IPA, diperoleh beberapa tindakan yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja KOSSEBO, agar peran KOSSEBO dalam mengembangkan industri kecil alas kaki semakin maksimal. Beberapa tindakan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1 KOSSEBO diharapkan dapat memberikan pembekalan kepada manajer dan karyawan yang bekerja di unit usaha KOSSEBO dengan lebih baik lagi, agar kinerja mereka bisa lebih maksimal. 2 KOSSEBO diharapkan dapat mengadakan pelatihan usaha bagi anggota untuk memperluas wawasan industri kecil alas kaki dengan lebih baik lagi, agar industri kecil anggota KOSSEBO dapat mengembangakan usahanya. 3 KOSSEBO diharapkan dapat lebih aktif terlibat dalam kegiatan sosial di Kecamatan Ciomas. 4 KOSSEBO diharapkan dapat mempertahankan kinerjanya terhadap atribut yang berada di Kuadran II. 5 KOSSEBO diharapkan dapat bekerjasama dengan koperasi simpan pinjam, agar dapat memberikan pinjaman modal untuk anggota KOSSEBO. Sehingga mereka bisa terlepas dari ketergantungan dan keterikatan terhadap kerjasama dengan toko sepatu sandal. 6 KOSSEBO diharapkan dapat mengadakan pendidikan dan pelatihan perkoperasian dengan lebih baik lagi, agar dapat meningkatkan pemahaman industri kecil anggota KOSSEBO tentang perkoperasian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Seluruh pengrajin industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas yang menjadi responden kajian ini berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar pengrajin tersebut berada pada usia produktif, tetapi sebagian besar pengrajin tersebut merupakan tamatan SD yang memiliki tanggungan sebanyak 3 hingga 4 orang anggota keluarga.
45
2. Pengrajin industri kecil alas kaki anggota KOSSEBO maupun nonanggota, sebagian besar masih memiliki ketergantungan dan keterikatan dengan toko sepatu sandal, yang mengakibatkan mereka tidak memiliki bargaining power yang kuat. 3. Hasil analisis pendapatan dari ke-20 responden, dapat disimpulkan bahwa usaha yang dijalankan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas anggota KOSSEBO dan non-anggota memperoleh keuntungan. Tetapi sebagian besar nilai keuntungannya cenderung kecil. Selain itu, pengrajin modal milik sendiri lebih menguntungkan dari pada pengrajin yang lain. Jika pengrajin tidak memiliki modal sendiri, pengrajin lebih baik meminjam dana kepada KOSSEBO. Karena pengrajin modal dari pinjaman KOSSEBO lebih menguntungkan dari pada pengrajin modal dari kerjasama dengan toko. 4. Berdasarkan hasil Importance and Performance Analysis (IPA) atribut yang menjadi prioritas utama, yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah atribut KOSSEBO mendahulukan pelayanan kepada anggota dari pada non anggota (A3), KOSSEBO memberikan pembekalan terhadap manajer dan karyawan yang bertanggung jawab di unit usaha koperasi (E2), KOSSEBO mengadakan pelatihan usaha bagi anggota untuk memperluas wawasan industri kecil alas kaki agar lebih dapat mengembangkan usahanya (E3) dan KOSSEBO berkontribusi pada upaya penyelesaian masalah di lingkungan masyarakat sekitar (G). Sedangkan atribut yang kinerjanya harus tetap dipertahankan oleh KOSSEBO adalah atribut syarat-syarat menjadi anggota KOSSEBO tidak mempersulit calon anggota (A1), Rapat Anggota Tahunan (RAT) dilaksanakan rutin tiap tahun (B1), pengurus dan pengawas KOSSEBO dipilih oleh anggota (B3), kebijakan/keputusan yang disepakati anggota tidak bisa diganggu gugat (B4), anggota membayar simpanan wajib, pokok dan sukarela (C1) dan unit usaha yang dibutuhkan anggota disediakan KOSSEBO (C2).
Saran Saran yang bisa diberikan kepada KOSSEBO dalam kegiatannya mengembangkan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas adalah sebagai berikut: 1. KOSSEBO sebaiknya lebih mengutamakan pada sektor unit usaha peminjaman dana dari pada unit usaha yang lain. Sehingga anggota KOSSEBO bisa terlepas dari ketergantungan dan keterikatan dengan toko sepatu sandal. 2. Pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi anggota KOSSEBO perlu ditingkatkan, sebagai bekal kader-kader KOSSEBO dalam memahami perkoperasian, demi perkembangan KOSSEBO pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Baga LM, Yanuar R, Karo-karo FW, Aziz K. 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Barus SW. 2002. Strategi Memajukan Usaha Kecil dan Menengah, editor. Bekasi (ID): Pustaka Sora Mido. [DISKOPERINDAG] Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan. 2013. Data Keragaan dan Perkembangan Koperasi di Kabupaten Bogor. Bogor (ID): DISKOPERINDAG. Ermayani D. 2009. Analisis pengembangan kluster bisnis sepatu (studi kasus industri sepatu di Kecamatan Ciomas) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fadhli A. 2009. Strategi pengembangan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Institut Pertanian Bogor “Teko Sumodiwirjo.” [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harahap LS. 2008. Analisis peranan koperasi simpan pinjam terhadap pengembangan usaha mikro dan kecil di Kota Padangsidimpuan (studi kasus Koperasi Bersatu Kota Padangsidimpuan) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera utara. Hendrojogi. 2007. Koperasi Asas-Asas, Teori dan Praktik. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Hermawan R. 2011. Strategi pengembangan industri kecil alas kaki di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KOSSEBO] Koperasi Sepatu Sandal Bogor. 2013. Profil Koperasi Sepatu Sandal Bogor. Bogor (ID): KOSSEBO. Munigar ES. 2009. Peran koperasi dalam pengembangan sistem agribisnis Belimbing Dewa (studi kasus Pusat Pemasaran Belimbing Dewa, Depok, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Pamungkas WP. 2011. Analisis struktur perilaku dan kinerja industri alas kaki di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pramudyani S. 2002. Analisis peran koperasi unit desa dalam peningkatan pendapatan anggota peternak sapi perah (studi kasus: KUD Mojongsongo, Kabupaten boyolali, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2006. Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan dan Analisis Kasus PLN-JP. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Rizki C. 2011. Peranan koperasi unit desa (KUD) dalam pengembangan usaha ternak sapi perah (studi kasus peternakan sapi perah KUD Mandiri Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sari SF. 2011. Peran koperasi simpan pinjam dalam perkembangan UMKM agribisnis di Bogor (studi kasus Kospin Jasa Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siagian JC. 2012. Peranan koperasi serba usaha (KSU) Mangarahon Kecamatan Sigumpar Kabupaten Toba Samosir dalam pengembangan usaha kecil menengah (UKM) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
47
Situmorang E. 2008. Kinerja koperasi unit desa (KUD) dan dampaknya terhadap kesejahteraan anggota (studi kasus KUD Saroha Aek Natolu, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera utara. Soedjono I. 2001. Jatidiri Koperasi Prinsip-Prinsip Koperasi untuk Abad ke-21, penerjemah. Jakarta (ID): LSP2I. Terjemahan dari: ICA Co-operative Identity Statement. Pemerintahan Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Wibowo A. 2009. Analisis kinerja dan strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor (studi kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widiatmoko A. 2007. Analisis strategi pemasaran produk sepatu pada CV. Mulia Ciomas, Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN Lampiran 1 Foto-foto kegiatan di lapangan
49
Lampiran 2 Analisis tingkat pendapatan industri kecil alas kaki di Kecamatan Ciomas dalam 1 minggu Revenue Responden
Produksi (kodi)
Anggota KOSSEBO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Rata-rata Non-anggota 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total Rata-rata
P - jual (Rp)
Costs TR (Rp)
Bahan baku (Rp)
TK (Rp)
Listrik (Rp)
Bongkar muat (Rp)
TC (Rp)
π
π/kodi
(Rp)
(Rp)
R/C rasio
20 10 25 15 10 30 22 20 10 50 212 21.2
360,000 330,000 350,000 300,000 350,000 320,000 370,000 650,000 350,000 320,000 3,700,000 370,000
7,200,000 3,300,000 8,750,000 4,500,000 3,500,000 9,600,000 8,140,000 13,000,000 3,500,000 16,000,000 77,490,000 7,749,000
5,000,000 2,000,000 5,000,000 3,000,000 2,000,000 6,000,000 6,000,000 9,000,000 2,000,000 7,000,000 47,000,000
1,100,000 600,000 3,000,000 400,000 400,000 2,150,000 1,540,000 1,200,000 650,000 3,700,000 14,740,000
13,000 18,750 20,000 15,000 6,250 16,250 10,000 5,000 30,000 20,000 154,250
50,000 50,000 50,000 0 100,000 50,000 90,000 100,000 100,000 400,000 990,000
6,163,000 2,668,750 8,070,000 3,415,000 2,506,250 8,216,250 7,640,000 10,305,000 2,780,000 11,120,000 62,884,250 6,288,425
1,037,000 631,250 680,000 1,085,000 993,750 1,383,750 500,000 2,695,000 720,000 4,880,000 14,605,750 1,460,575
51,850 63,125 27,200 72,333 99,375 46,125 22,727 134,750 72,000 97,600 687,086 3,241
1.168 1.237 1.084 1.318 1.397 1.168 1.065 1.262 1.259 1.439 12.396 1.232
25 40 30 103 100 50 25 20 40 25 458 45.8
235,000 300,000 250,000 240,000 225,000 225,000 300,000 370,000 390,000 340,000 2,875,000 287,500
5,875,000 12,000,000 7,500,000 24,720,000 22,500,000 11,250,000 7,500,000 7,400,000 15,600,000 8,500,000 122,845,000 12,284,500
3,000,000 4,500,000 4,250,000 5,500,000 5,000,000 7,500,000 4,881,000 5,544,000 10,816,000 6,245,000 57,236,000
885,000 1,600,000 1,200,000 4,981,000 3,375,000 2,025,000 1,587,500 1,010,000 2,760,000 1,187,500 20,611,000
35,000 45,000 25,000 150,000 75,000 56,250 20,000 15,000 25,000 19,000 465,250
100,000 60,000 400,000 100,000 100,000 300,000 75,000 75,000 100,000 75,000 1,385,000
4,020,000 6,205,000 5,875,000 10,731,000 8,550,000 9,881,250 6,563,500 6,644,000 13,701,000 7,526,500 79,697,250 7,969,725
1,855,000 5,795,000 1,625,000 13,989,000 13,950,000 1,368,750 936,500 756,000 1,899,000 973,500 43,147,750 4,314,775
74,200 144,875 54,167 135,816 139,500 27,375 37,460 37,800 47,475 38,940
1.461 1.934 1.277 2.304 2.632 1.139 1.143 1.114 1.139 1.129 15.270 1.541
737,607 1,610
50
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lubuk Linggau pada tanggal 25 Februari 1990. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak H. Yusep Mubarok, S.P, M.Pd dan Ibunda Hj. Mesayu Mardalena, S.Ag. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 30 Lubuk Linggau pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Negri 2 Lubuk Linggau. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Lubuk Linggau diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Pertanian Universitas Andalas melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Selama kuliah di pendidikan diploma (D3) Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai staf departemen kerjasama dan ekspansi jaringan periode kepengurusan 2008-2009. Penulis juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai aktifitas mahasiswa terbaik Politeknik Pertanian Universitas Andalas periode 2008-2009. Selain di BEM, penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers SICRED sebagai staf editor periode kepengurusan 2008-2009 dan sebagai pimpinan umum periode kepengurusan 2009-2010. Penulis pernah mengikuti kegiatan musyawarah nasional Aliansi Pers Mahasiswa Politeknik se-Indonesia (APMPI) III di Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang tahun 2009 dan dipilih sebagai bendahara umum APMPI periode kepengurusan 2009-2010. Setelah menyelesaikan pendidikan diploma (D3) pada tahun 2010, penulis melanjutkan studinya di Pendidikan Sarjana (S1) melalui program Alih Jenis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.