eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (3): 537-548 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2014
PERAN FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION (FAO) DALAM MENANGANI MASALAH KRISIS PANGAN DI REPUBLIK KONGO Lulu Anithasari Pramita1 0802045099
Abstract Food crisis that occurred in the Republic of Congo. Civil war in the 1990s triggered a food crisis is getting worse. As a result, residents of difficulty getting food assistance, can not buy food, and halt agricultural production so that the population undernourished. FAO program in addressing Food crisis in the Republic of Congo, among others, to help eliminate hunger, food insecurity and malnutrition, create and cultivate farmland, forestry and fisheries to become more productive and sustainable. Reduce the level of poverty in rural areas by providing jobs and Reactivate farming systems. FAO seeks to mitigate the food crisis by making improvements in agriculture, forestry, and fisheries changes look pretty good. The third sector can be seen tesebut improve food security in the Republic of Congo. Keywords : Role of FAO, Food Crisis, Republic of Congo Pendahuluan Republik Kongo termasuk salah satu negara yang miskin di dunia. Pendapatan per kapita penduduk Republik Kongo sebesar US$342 atau Rp3 juta pada tahun 2008. Tingkat Produk Domestik Bruto Republik Kongo hanya sebesar US$10,7 miliar dan bergantung pada sektor pertanian seperti kopi, produk kayu, serta sumber alam seperti permata, emas, dan minyak. Jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan sebanyak 74% dan sebagian besar hidup di pedesaan. Dengan usia harapan hidup hanya sampai umur 55 tahun (www.bisnis.news.viva.co.id). Yang memicu kemiskinan semakin parah disebabkan karena krisis keuangan akibat dari perang sipil tahun 1993, keuangan mikro yang hampir tidak ada di pedesaan, produktivitas pertanian masih menggunakan metode tradisional, kendaraan dan akses jalan dalam kondisi yang sangat buruk sehingga membuat transportasi tidak memadai, serta kesulitan dalam pemasaran produksi pertanian 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, Volume 2, Nomor 3: 537-548
(www.ruralpovertyportal.org). Kemiskinan inilah yang memicu terjadinya krisis pangan. Meskipun Republik Kongo memiliki sumber daya alam yang banyak, namun upaya selama ini untuk meningkatkan sektor pertanian, ketahanan pangan, dan gizi tidak berhasil. Potensi lahan pertanian yang luas tidak dimanfaatkan, hanya 200.000 hektar dari 8 juta hektar lahan pertanian yang dibudidayakan (www.irinnews.org). Selain kemiskinan, perang sipil merupakan faktor utama penyebab krisis pangan yang terjadi di Republik Kongo. Perang sipil di tahun 1990an memicu krisis pangan semakin parah. Akibatnya penduduk kesulitan mendapatkan bantuan pasokan makanan, tidak dapat membeli makanan, dan menghentikan produksi pertanian sehingga penduduk kekurangan pangan (http://survivingthesheep.com). Krisis pangan ini ditandai dengan adanya tingkat kelaparan. Prevalensi kekurangan makanan mencapai 43,8% pada tahun 2006 hingga 2008. Hal ini menandakan tingkat kelaparan di Republik Kongo cukup tinggi, di mana untuk asupan kalori dari 39% rumah tangga lebih rendah dari tingkat harian yang direkomendasikan minimal 2.000-2.500 kalori. Jumlah penduduk yang menderita kekurangan gizi di Republik Kongo pada tahun 20062008 mencapai 0,5 juta jiwa, dan sekitar 26% angka gizi buruk banyak terjadi pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kekurangan gizi kronis pada anak-anak dikarenakan kurangnya asupan makanan yang bergizi, 33% anak-anak di bawah umur 5 tahun menderita kekurangan zat besi, 51,8% anak-anak di bawah umur 5 tahun dan 44,4% ibu mengandung dan menyusui kekurangan vitamin A dan yodium. FAO merupakan lembaga perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang khusus menangani pangan dan pertanian yaitu Food and Agriculture Organization (FAO) organisasi ini didirikan oleh PBB pada bulan Mei 1943. Lembaga yang terletak di Roma, Italia sudah banyak mengurangi masalah krisis pangan di dunia. FAO bekerja untuk mewujudkan tingkat perbaikan nutrisi dan kehidupan penduduk, efisiensi produksi, dan distribusi semua bahan pangan. FAO juga bertugas memperbaiki kondisi pangan di perdesaan, sehingga dapat memajukan kondisi perekonomian dunia. Signifikansi kemajuan yang telah dilakukan FAO adalah meningkatkan produksi bahan pangan dan pertanian, terutama di negara yang sedang berkembang (Jack C Plano & Ray Olton, 267). Upaya Pemerintah Republik Kongo dalam mengurangi tingkat krisis pangan yaitu bekerjasama dengan Direktur Jendral FAO. Denis Sassou Nguesso sebagai Presiden Republik Kongo dan Jose Graziano De Silva sebagai Direktur Jendral FAO mendukung kegiatan Konfrensi Regional dalam membentuk sumbangan dana dari anggota-anggota FAO, agar kegiatan tersebut dapat mengurangi tingkat krisis pangan yang terjadi di Republik Kongo. Untuk itu pemerintah Republik Kongo berupaya dalam mengatasi krisis pangan. Sebagai pemerintah di negara berkembang, peran serta dari organisasi internasional sangat membantu untuk mengurangi krisis pangan di Republik Kongo (www.etvghana.com). Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengkaji Bagaimana peran Food and Agriculture Organization (FAO) dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo.
538
Peran FAO dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo (Lulu Anithasari P)
Kerangka Konseptual 1. Peran Organisasi Internasional Organisasi Internasional merupakan suatu bentuk kerjasama internasional sebagai aktornya ialah negara-negara yang sepakat membuat kegiatan, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah mewakili negaranya sebagai pihak dari organisasi internasional tersebut (Sumaryo Suryokusumo, 2012:37). Dilakukan demi kesejahteraan negara tersebut dengan demikian dapat memecahkan persoalan bersama dan mengurangi tingkat pertikaian (Sumaryo Suryokusumo 2002:52). Organisasi internasional merupakan salah satu aktor politik internasional. Menurut Sumaryo Suryokusumo menjelaskan dalam buku yang berjudul Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Definisi dari organisasi internasional secara jelas diuraikan berikut ini: organisasi internasional adalah suatu proses kegiatan organisasi internasional juga menyangkut dalam aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai dalam jangka waktu tertentu. Sebuah organisasi internasional juga diperlukan dalam bentuk kerjasama menyesuaikan dan mencari solusi untuk menentukan kesejahteraan semua pihak. Dalam hal ini organisasi internasional terbagi dua tipe yaitu international governmental organizations (IGOs) anggotanya terdiri dari pemerintah yang mewakili secara resmi, dan international non governmental (INGOs) terdiri dari donor darah sedunia, organisasi di bidang kebudayaan, keagamaan, dan sosial. perbedaannya hanya pada keanggotaan organisasi, mitra kerjasama, serta ruang lingkup kegiatan organisasinya. Peranan organisasi internasional adalah: 1. Forum atau tempat untuk menjalin kerjasama serta untuk mencegah dan mengurangi intensitas konflik 2. Sebagai sarana untuk perundingan dan menghasilkan keputusan bersama yang saling menguntungkan dan ada kalanya bertindak sebagai, 3. Lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan antara lain kegiatan sosial kemanusiaan, pelestarian lingkungan hidup, peace keeping operation dan lain-lain. Sedangkan Fungsi organisasi internasional adalah : 1. Tempat berkumpul bagi negara-negara anggota bila organisasi internasional itu IGO (antar negara atau pemerintah) dan bagi kelompok masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat apabila organisasi internasional itu masuk dari kategori INGO (non pemerintah) 2. Untuk menghasilkan suatu kepentingan semua anggota 3. Penyediaan saluran untuk komunikasi bersama dengan non anggota dan bisa dengan organisasi internasional lainnya 4. Memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan bagi sesama anggota Dalam ulasannya Leroy Bennet tidak membedakan secara tegas antara peranan dan fungsi organisasi internasional. Dapat kita simpulkan fungsi dari organisasi internasional tidak termasuk pelaksanaan kedaulatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh negara hanya mencakup: sebagai sarana kerjasama antar negara-negara dalam bidang-bidang kerjasama yang dapat menguntungkan bagi sejumlah negara, sebagai tempat untuk menghasilkan suatu keputusan bersama, sebagai wujud dari
539
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, Volume 2, Nomor 3: 537-548
keputusan bersama agar menjadi tindakan yang nyata, menyediakan informasi antar pemerintah sehingga penyelesaiannya lebih mudah tercapai (T. May Rudy, 2005:4,27-28). Konsep organisasi internasional berfokus pada permasalahan suatu negara, kehadiran sebuah organisasi internasional di bidang kemanusiaan tidak lepas dari realitas masyarakat internasional yang selalu mengalami berbagai konflik dan permasalahan dengan berbagai motif atau sebab untuk membela kepentingannya sendiri-sendiri. Lahirnya organisasi internasional seperti FAO sangat dibutuhkan untuk menolong anak-anak bahkan penduduk yang mengalami krisis pangan akibat perang berkepanjangan dan kemiskinan negara tersebut. 2. Food Security Ketahanan pangan didefinisikan sebagai termasuk akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang memenuhi kebutuhan makanan rakyat serta preferensi makanan mereka. Di banyak negara, masalah kesehatan yang berhubungan dengan kekurangan bahan makanan merupakan ancaman yang semakin meningkat dan menjadikan seseorang kekurangan gizi. Ketahanan pangan adalah masalah yang sering terjadi dalam pembangunan berkelanjutan terkait dengan kesehatan melalui gizi. tetapi juga untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, lingkungan, dan perdagangan (www.who.int). Maxwell dan Frankenberger mengidentifikasikan bahwa ketahanan pangan adalah akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat. Sub sistem ketahanan pangan terdiri dalam tiga sub sistem utama yaitu, ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan. Ketiga sub sistem tersebut harus dipenuhi secara utuh. Jika salah satu sub sistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan tidak berhasil. Poin, definisi, dan ukuran berikut mengenai ketahanan pangan: (1). Food availability: tersedianya jumlah yang cukup dari makanan yang berkualitas, dipasok melalui produksi dalam negeri ataupun di impor (termasuk bantuan pangan). (2). Food access: akses oleh individu untuk sumber daya yang memadai, hak untuk memperoleh makanan yang tepat dan bergizi. hak-hak yang dapat dipenuhi didefinisikan sebagai himpunan di mana seseorang dapat menjalankan perintah yang diberikan, pengaturan politik, ekonomi dan sosial hukum masyarakat di mana mereka bisa hidup lebih baik. (3). Utilization: memanfaatkan pangan melalui makanan yang memadai, air bersih, sanitasi dan perawatan kesehatan untuk mencapai keadaan gizi yang bermutu, kesejahteraan di mana setiap kebutuhan fisiologis terpenuhi. (4). Stability: untuk adanya makanan yang terjamin, populasi, rumah tangga atau individu harus memiliki akses ke makanan yang cukup setiap saat. Mereka tidak harus mendapat resiko kehilangan akses terhadap pangan sebagai konsekuensinya (misalnya krisis ekonomi atau iklim) atau kejadian siklus (misalnya kerawanan pangan yang terjadi musiman). Ini
540
Peran FAO dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo (Lulu Anithasari P)
merupakan konsep dari stabilitas, oleh karena itu dapat mengarah pada ukuran ketersediaan dan akses ketahanan pangan (FAO, 2006:1). Menurut Pinstrup-Andersen tantangan dalam ketahanan pangan ialah masalah utama dari ketahanan pangan adalah tantangan terhadap kekurangan gizi atau malnutrition yang akan terus ada didalam ketahanan pangan. meskipun sering terkonsep sebagai kelaparan, kekurangan gizi, sebenarnya termasuk masalah yang khusus (sering disebut dalam tiga pokok dari malnutrisi) kurangnya daya tahan tubuh, kekurangan nutrisi, dan kurangnya asupan gizi yang masuk dalam tubuh (Bryan L McDonald, 2010:4). 3. Food Crisis Food crisis atau krisis pangan adalah suatu proses penurunan asupan gizi kepada masyarakat. Krisis pangan hampir sama dengan kelaparan, karena kelaparan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan energi karena adanya masalah daya beli ataupun ketersediaan pangan. Krisis pangan pada wilayah yang terkena dampak kelaparan terjadi dikarenakan berbagai hal misalnya masalah kekeringan, konflik, serta meningkatnya harga pangan di pasaran (www.library.upnvj.ac.id). Berdasarkan publikasi PBB, (United Nations, Juli 1996, How Nutrition Improves) penyebab gizi buruk dapat dilihat dari beberapa tingkatan yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung merupakan faktor utama yang langsung berhubungan dengan kejadian gizi buruk yaitu kekurangan asupan makanan, kelaparan, konsumsi makanan yang tidak bergizi dan penyakit yang diderita oleh anak yang akan memperkuat status gizi anak bahkan dapat menyebabkan kematian, sedangkan penyebab tidak langsung faktornya seperti akses mendapatkan bahan pangan yang kurang, perawatan dan pola asuh anak, pelayanan kesehatan, serta lingkungan (Irianton Aritonang & Endah Priharsiwi, 2006:18). Metodologi Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dimana penulis mendeskripsikan peran FAO dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo. Datadata yang disajikan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh langsung dari buku, jurnal, artikel, dan hasil menelaah studi kepustakaan. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah data kualitatif fokus pada sejumlah kasus yang dianalisis secara mendalam dengan menjelaskan dan menganalisis secara relevan dari sumber dan fokus pada permasalahan ini. Hasil Penelitian Perang sipil pertama kali antara pemerintah dan oposisi pecah pada tahun 1993 setelah diadakannya pemilu legislatif, akibat dari ketegangan politik. Ketika terjadi penolakan oposisi yang berkembang menjadi kekerasan dan menewaskan sebanyak 3.000 jiwa. Perjanjian damai antara pemerintahan dan oposisi ditandatangani pada tahun 1994 dan setelah itu perang sipil kedua kalinya terjadi kembali selama 4 bulan dalam kurun waktu antara 5 juni sampai dengan 15
541
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, Volume 2, Nomor 3: 537-548
oktober 1997 yang menghancurkan kota Brazzavile. Karena perang sipil terus terjadi Republik Kongo dibantu para militer dari Angola. Akibat dari perang tersebut membuat masyarakat negara miskin ini merasa ketakutan dan menewaskan kurang lebih 10.000 ribu jiwa (www.hikmat.web.id). Pada bulan maret 2002 Presiden Denis Sassou Ngueso terpilih menjadi Presiden dalam jangka waktu 7 tahun. Tetapi sisa-sisa milisi perang sipil yang disebut sebagai kelompok ninja masih aktif di wilayah selatan Pool, dengan melakukan penyerangan terhadap pemerintah dikarenakan masing-masing pihak berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan cadangan minyak negara. Dampak buruknya ialah kemiskinan, krisis pangan serta ancaman kelaparan dan kekurangan gizi menjadi masalah bagi penduduk Republik Kongo. Hingga akhirnya pada bulan Mei 2003 pihak pemerintah dan pemberontak resmi menandatangani perjanjian damai. Faktor Penyebab Krisis Pangan di Republik Kongo (1). Kelangkaan pangan terjadi karena meningkatnya harga pangan. Sehingga membuat Republik Kongo harus mengimpor pangan. Kenaikan harga pangan bukanlah yang pertama di Republik Kongo pada tahun 1994, devaluasi (menurunnya nilai mata uang) 50% nilai mata uang menurun dan menyebabkan harga pangan impor menjadi meningkat (www.irinnews.org). (2). Kemiskinan di Republik Kongo ini juga diperparah dengan tidak tersedianya transportasi umum, pasokan listrik yang tidak cukup stabil, atau pelayanan kesehatan yang layak. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2002 sebanyak 32% penduduk mengalami kelaparan, meskipun situasi sedikit membaik tetapi Republik Kongo masih mengimpor bahan pangan sebanyak 130 miliar Franc (US$ 260 juta) senilai makanan setiap tahun (www.irinnews.org). (3). Beberapa tahun selama perang mengakibatkan perpindahan penduduk, kekurangan pangan, dan meningkatnya gizi buruk pada anak-anak dan orang dewasa di Brazzaville antara bulan Juni dan November 1999. Anak-anak usia 0-5 bulan mengalami kekurangan gizi yang parah sebanyak 17,5%. Awal tahun 1990 hingga 2000, serangkaian konflik maupun perang telah menghancurkan situasi sosial ekonomi dan kurangnya produksi hasil pertanian. Sebagai negara yang mengalami konflik, Pemerintah meminta bantuan PBB, LSM, dan Organisasi Internasional seperti FAO dan lain sebagainya dalam menangani masalah darurat gizi buruk (www.irinnews.org). (4). Saat konflik melanda banyak penduduk yang mengungsi ke negara Gabon, akan tetapi di tahun 2001 Republik Kongo dan UNHCR menandatangani penandatangan perlindungan, sebanyak 2.609 penduduk telah kembali. Tingkat pertumbuhan penduduk Republik kongo telah meningkat pesat, pertumbuhan penduduk dari 2,5 juta pada tahun 1990 hingga 1992 menjadi 3,9 juta antara tahun 2008 hingga 2010. Tingkat pertumbuhan penduduk akan meningkat sedikit demi sedikit pertumbuhan yang cepat ini, bersama dengan faktor negatif lainnya seperti sistem ekonomi yang berbahaya, konflik dan kemiskinan. Karena lajunya pertumbuhan penduduk tidak didasari dengan pendapatan per kapita dan peningkatan persediaan makanan, inilah menyebabkan kemiskinan dan terjadi krisis pangan (www.fao.org).
542
Peran FAO dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo (Lulu Anithasari P)
Program FAO dalam Penanganan Krisis Pangan di Republik Kongo 1. Pada tahun 2001 FAO dan WFP bekerjasama memberikan 575 ton makanan untuk 70.000 penerima di wilayah Cuvette, Pool, Lekoumou, Bouenza dan Niari. Program ini mengalokasikan makanan untuk para pekerja food for work (FFW), program perlindungan bibit pertanian, dan juga untuk program pemberian makanan darurat. Kerjasama FAO dan WFP ini menyelesaikan distribusi makanan, bibit dan alat pertanian untuk 12.500 keluarga di bawah program perlindungan bibit pertanian di daerah Pool, Lekoumou, Bouenza dan Niari. Program perlindungan bibit pertanian selanjutnya diberikan pada akhir September, FAO dan WFP melakukan peninjauan dan memberikan 50 ton pasokan makanan darurat ke daerah Pool karena 10.000 penduduknya mengalami rawan pangan. FAO dan WFP melakukan pengeriman makanan darurat untuk daerah yang mengalami rawan pangan (www.irinnews.org). 2. FAO bekerjasama dengan UNICEF dalam mengatasi kekurangan gizi, Program UNICEF dalam mengatasi kekurangan gizi di Republik Kongo disebut program Improving Child Nutrition: The achievable imperative for global progress (Meningkatkan Gizi Anak: Pencapaian global imperatif untuk kemajuan) ini menegaskan bahwa kunci keberhasilan dalam melawan stunting adalah dengan memfokuskan perhatian pada kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan seorang anak. Terhambatnya pertumbuhan, bukan hanya menyebabkan balita menjadi lebih pendek dari pada usianya, tapi hal ini juga bisa berarti anak tersebut menderita pengembangan terhambat dari otak dan kapasitas kognitif (Kemampuan bereksplorasi atau bergerak) (www.unicef.org). Republik Kongo dan FAO berupaya mengurangi jumlah balita yang ukuran badannya pendek / terhenti pertumbuhan (stunt) dari 31,2% di tahun 2005 tingkatnya turun pada tahun 2008 menjadi 30% dan pravalensi di tahun 2008 jumlah anak-anak balita yang kekurangan berat badan di pedesaan mencapai 15% sedangkan anak-anak balita di perkotaan hanya 8% ini menyatakan bahwa anak balita di pedesaan banyak yang kurang dari berat badan normal. Selanjutnya tindakan FAO mengenai program gizi dan pangan yang dibentuk oleh Menteri pertanian Republik Kongo, Rigobert Maboundou. Dengan dana dari uni eropa sebanyak 39 miliar Franc atau US$ 78 juta. Proyek ini dibentuk untuk mengurangi kemiskinan dan kekurangan gizi terutama di daerah Pool, daerah ini merupakan daerah yang terkena dampak konflik paling parah di Republik Kongo. Terdapat tiga unsur dalam program ini yakni pertanian, ketahanan pangan, dan gizi. Yang akan bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization (FAO), World Food Programme (WFP), dan dana anak-anak PBB United Nations Emergency Children’s Fund (UNICEF). Dana ini akan dialokasikan selama enam tahun sesuai perjanjian Menteri Pertanian Republik Kongo dengan uni eropa pada tahun 2008. Kerjasama ini akan mengerjakan penanaman sayuran, menyediakan 460 hektar dari perikanan yang akan menghasilkan 4.600 ton ikan per tahun, dan menanam 1.000 hektar budidaya padi disawah (www.irinnews.org).
543
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, Volume 2, Nomor 3: 537-548
Program Budidaya Mengembangkan Sektor Kehutanan, Pertanian, dan Perikanan Agar Lebih Produktif 1. Pada sektor kehutanan FAO bekerjasama dengan UN-REDD, UNDP, dan UNEP Kegiatan kerjasama tersebut memberikan dana sebanyak US$ 8 juta dalam pendanaan untuk Republik Kongo. Pendanaan ini guna mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan REDD+, memberikan dana menjadi US$ 67.300.000 untuk program nasional UN-REDD dana tersebut akan mendukung kapasitas pemerintah nasional untuk mempersiapkan dan menerapkan strategi REDD+ dengan keterlibatan aktif dari para kepentingan lokal, termasuk masyarakat adat dan masyarakat yang hidupnya bergantung langsung pada sumber daya hutan. Karena hutan Republik Kongo merupakan hutan topis kedua di dunia. Sehingga perlu dirawat dan dijaga kelestariannya. Program REDD+ dan UNREDD dapat berhasil dilaksanakan apabila didukung oleh lingkungan yang mencakup unsur-unsur Ekonomi Hijau seperti tata kelola yang baik, penegakan hukum, melindungi ekosistem alam, mekanisme pendanaan dan distribusi manfaat yang adil. Kegiatan REDD+ harus dirancang dengan sepenuhnya agar tidak terjadi kerusakan alam guna mempertimbangkan tujuan pembangunan nasional dan ketahanan pangan (www.un-redd.org). 2. Untuk sektor pertanian, FAO membantu sistem pangan yang aman dan efisien, bahwa pertanian dapat mengurangi krisis pangan, kemiskinan dan kelaparan. Selama tahun 1991-2001, investasi dalam penelitian pertanian di Republik Kongo mengalami penurunan akibat konflik antara pemerintah dan kaum pemberontak. Banyak laboratorium DGRST (Delegation of Scientific and Technical Research) mengalami kerusakan, dan negara menjadi semakin terisolasi dari masyarakat ilmiah internasional. Tahun 1996 yang didukung oleh FAO merekomendasikan pembentukan sebuah lembaga penelitian pertanian nasional tunggal untuk menggantikan berbagai lembaga penelitian negara dan mengadakan pendanaan dari investasi (www.asti.cgiar.org). Sejak bulan Juli 1996, karena rekomendasi dari FAO lembaga delegasi penelitian pertanian dibentuk kembali di Republik Kongo. FAO mempersiapkan dana dengan uang bantuan sebesar US$ 473.000 dari Amerika Serikat untuk memungkinkan menyediakan bibit dan alat pertanian untuk sekitar 20.000 petani. juga menyediakan bibit untuk antara 7.000 dan 8.000 peneliti pertanian di wilayah Niari (www.irinnews.org). 3. Sedangkan sektor perikanan, Rehabilitasi peternakan ikan di kota Brazzaville, ibukota Republik Kongo. merupakan langkah yang penting dalam menggerakkan negara ini menuju ketahanan pangan yang lebih baik. Pada tahun 2002 Program Food and Agriculture Organization (FAO) ialah dengan rehabilitasi budidaya perikanan, di kota Djoumouna sekitar 23 km sebelah selatan dari ibukota, dicapai dengan sumbangan dana yang diberikan pemerintah Italia sekitar 37 juta franc CFA (US$ 57.000). Dengan dukungan tambahan dari LSM lokal dan proyek aksi dari organisasi United Nations Development Programme (UNDP), membuat
544
Peran FAO dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo (Lulu Anithasari P)
delapan kolam budidaya perikanan dan berbagai saluran telah direhabilitasi dan diisi dengan ikan dan bangunan sekitarnya, termasuk laboratorium dan gudang untuk kesehatan dan produksi perikanan yang diperbaharui. Sehingga budidaya perikanan yang akan digunakan sebagai lembaga penelitian dan pelatihan untuk mendukung kegiatan produksi perikanan dan pertanian dari pemeliharaan perikanan di pedesaan dari seluruh daerah di Republik Kongo. Penelitian ini akan bertujuan untuk menyederhanakan dan menyesuaikan teknik budidaya perikanan untuk meningkatkan produksi dan perdagangan perikanan. Tempat pemeliharaan perikanan dari Djoumouna, yang pertama kali didirikan pada tahun 1952 merupakan salah satu budidaya perikanan terbesar di Afrika Tengah, dengan luas permukaan dari 6,2 ha. Akan tetapi hancur saat perang saudara yang terjadi di Republik Kongo. Sebelum perang sipil di Republik Kongo pada bulan Juni 1997, pasar Brazzaville dan berbagai tempat di wilayah Pool merupakan pusat perikanan yang dipasok secara teratur perdagangan ikan yang harganya terjangkau. Dengan demikian FAO dan lembaga lainnya berupaya membuat perikanan Republik Kongo agar produksinya meningkat dan memenuhi kebutuhan pangan penduduk (www.irinnews.org). Peranan FAO dalam Program Bantuan Untuk Mengurangi Kemiskinan di Pedesaan Republik Kongo telah membentuk proyek "desa pertanian" untuk meningkatkan swasembada pangan, dengan yang pertama diresmikan di daerah Nkouo, sekitar 80km utara dari Brazzaville, ibukota Republik Kongo. 40 rumah tangga dari berbagai daerah di negara ini. 40 rumah ternak ayam, gudang, pusat penyortiran dan ruang penyimpanan berpendingin telah tersedia. Setiap keluarga menerima 792 ayam petelur dan 2 hektar untuk budidaya, Menurut Menteri Pertanian, Rigobert Maboundou produk akan dijual oleh negara dan sebagian dari pendapatan kembali ke petani. Selain itu diberikan bibit singkong untuk daerah Nkouo yang akan menghasilkan dua juta kilogram singkong per tahun. yang akan memberikan kontribusi untuk swasembada pangan di Brazzaville. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemandirian pangan dan tahan impor bagi negara. Selain desa-desa pertanian baru ada inisiatif lain : melengkapi kembali ternak, mekanisasi pertanian dan distribusi benih unggul, Kondisi di sini adalah cocok untuk pertanian skala besar (www.irinnews.org). FAO terus berupaya membantu pedesaan yang miskin untuk mendapatkan akses ke sumber daya dan layanan yang dibutuhkan, termasuk lapangan pekerjaan di pedesaan dan perlindungan sosial untuk mendapat solusi dari kemiskinan. Di tahun 2008 program pembangunan pedesaan untuk daerah di Likouala, Pool dan Sangha. Untuk membiayai usaha-usaha untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan masyarakat miskin pedesaan di wilayah proyek secara berkelanjutan. Rumah tangga yang terlibat dalam program ini mewakili sekitar sepertiga dari penduduk pedesaan dari tiga daerah pedesaan (www.operation.ifad.org). Sebagian besar rumah tangga terlibat dalam sistem pertanian berbasis singkong lokal. Program ini akan menyediakan layanan
545
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, Volume 2, Nomor 3: 537-548
pelatihan dan penyuluhan pertanian untuk memberikan pengetahuan petani skala kecil. Program ini juga akan membiayai rehabilitasi jalan pedesaan. Program ini dilakukan beberapa mitra termasuk kelompok asosiasi petani dan peternak, organisasi sektor swasta, LSM, pelayanan pemerintah lokal dan nasional dan donor bilateral dan multilateral. Termasuk organisasi internasional seperti International Fund for Agricultural Development (IFAD) dan untuk pembangunan pertanian yang didanai oleh World Bank serta proyek membangun ketahanan pangan dari Food And Agriculture Organization. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk kemajuan pedesaan seperti, mekanisme untuk mempromosikan dan mempraktekan sistem pertanian baru dan penggunaan ponsel dan internet oleh para petani skala kecil untuk menyampaikan informasi tentang pengetahuan mengenai pertanian dan harga pasar. Pada tanggal 7 Juni 2003, Pemerintah Republik Kongo dan FAO menyetujui kerjasama Technical Cooperation Programme TCP/PRC/2904. Tujuannya adalah mempromosikan ditingkat desa pengembangbiakan dalam jangka siklus pendek ternak (domba, kambing, dan unggas) di enam lokasi selama 1 tahun. Dukungan diberikan kepada peternak untuk membuat unit pembibitan, dan membangun sebanyak 58 kandang domba dan 60 kandang unggas kecil dibangun dengan menggunakan bahan-bahan lokal. Di tahun 2004 strategi implementasi tersebut berguna untuk memperkenalkan daerah pinggiran kota di Brazaville ataupun pedesaan. Kerjasama pemerintah ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk perempuan dan kaum muda. Sehingga dapat mengurangi kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan dan mencapai reintegrasi ekonomi pasca konflik. 20% dari penduduk miskin di pedesaan Republik Kongo menerima bantuan langsung. Semua unit didirikan sejak tahun 2004 di lokasi pinggiran kota Brazzaville dan pedesaan dan masih terus beroperasi. Untuk ternak Domba dan kambing jumlahnya meningkat. Sedangkan untuk ternak spesies unggas dapat beradaptasi dengan baik dan menghasilkan unggas yang bermutu. Program khusus yang di bentuk oleh FAO ini berdampak baik terhadap kehidupan penduduk Republik Kongo, sedikit demi sedikit perkembangan program ketahanan pangan ini mulai meningkat dan berupaya mengurangi tingkat kemiskinan. Hasil dari pelaksanaan komponen diversifikasi SPFS di Republik Kongo. Ialah inovasi dalam ketahanan pangan dirancang untuk meningkatkan kinerja penegmbangbiakan pertain skala kecil dan meningkatkan kontribusinya untuk memerangi kemiskinan dan kerawanan pangan. Penerapan teknik cara sederhana membantu para petani skala kecil untuk mengintensifkan produksi petani dan menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan penduduk untuk melawan kemiskinan dan kerawanan pangan yang lebih efektif dan dengan secara berkelanjutan. Program SPFS dari FAO juga memberikan efek positif pada ketahanan pangan bagi rumah tangga. (FAO, 2011:18). Kesimpulan Program FAO dalam menangani krisis pangan di Republik Kongo antara lain membantu menghilangkan kelaparan, rawan pangan dan kekurangan gizi, membuat dan mengolah lahan pertanian, kehutanan dan perikanan agar menjadi
546
Peran FAO dalam menangani masalah krisis pangan di Republik Kongo (Lulu Anithasari P)
lebih produktif dan berkelanjutan. Mengurangi tingkat kemiskinan dipedesaan dengan memberikan lapangan pekerjaan. Mengaktifkan kembali sistem pertanian. FAO berupaya mengurangi krisis pangan dengan melakukan peningkatan pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan perubahan terlihat cukup baik. Ketiga sektor tesebut dapat meningkatkan ketahanan pangan di Republik Kongo. Saran Seharusnya FAO, Lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan pemerintah Republik Kongo berusaha bersama-sama mendata penduduk yang mengalami tingkat kelaparan kronis dan kekurangan gizi. Terutama pada anak-anak dan ibu yang mengandung agar dapat menekan angka kematian akibat dari kelaparan dan terus konsisten dalam mengembangkan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan agar terus produktif karena ketiga sektor tersebut dapat mengurangi krisis pangan dan meningkatkan ketahanan pangan di Republik Kongo. Referensi Buku Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2006. Food security issue 2 policy brief. Rome, Italy. Food and Agriculture Organization. 2011. Lesson learned on diversification experiences in the special programmes for food security in sub sahara African. Rome, Italy. Irianton Aritonang dan Endah Priharsiwi. 2006. Busung Lapar. Yogyakarta : Media Pressindo. Mcdonald, Bryan L. 2010. food security, Polity Press, United Kingdom. Plano, Jack C and Roy Olton. diterjemahkan oleh Wawan Juanda. Kamus Hubungan Internasional. Sumaryo Suryokusumo. 2002. Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Penerbit: Tatanusa. Sumaryo Suryokusumo. 2012. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Bandung : PT. Alumni. Teuku May Rudy. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung : Reflika Aditama. Internet African nations discuss creation of an African Food Security Trust Fund, http://www.etvghana.com/index.php?option=com_content&view=article& id=1842:african-nations-discuss-creation-of-an-african-food-security-trustfund&catid=120&Itemid=530 Daftar negara paling miskin di dunia http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/178787-daftar-negara-palingmiskin-di-dunia BAB 1 Pendahuluan – perpustakaan UPN Veteran Jakarta, http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1hubunganinternasional/207613035/ BAB%20I.pdf Congo:”Civil war cause of massive displacement, food shortage”
547
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, Volume 2, Nomor 3: 537-548
http://www.irinnews.org/report/56838/congo-civil-war-cause-of-massivedisplacement-food-shortage Congo:“Farming villages to boost food output” http://www.irinnews.org/report/90848/congo-farming-villages-to-boostfood-output Congo:“improving nutritions means new priorities” http://www.irinnews.org/report/3142/congo-improving-nutrition-meansnew-priorities CONGO:“Poverty in the midst of natural wealth” http://www.irinnews.org/report/55381/congo-poverty-in-the-midst-ofnatural-wealth Congo:”Restored fish farm to help fight food insecurity” http://www.irinnews.org/report/35403/congo-restored-fish-farm-to-helpfight-food-insecurity Congo:”Seeking a way out of food insecurity” http://www.irinnews.org/report/84198/congo-seeking-a-way-out-of-foodinsecurity Congo; “WFP carries out delivery” http://www.irinnews.org/report/25005/congo-wfp-carries-out-deliveries Food Crisis http://survivingthesheep.com/how-to-prepare-for-the-coming-food-crisis/ Program Gizi Internasional http://www.unicef.org/indonesia/id/media_20795.html Rural Poverty in Congo http://www.ruralpovertyportal.org/country/home/tags/congo Rural development project in the likouala, pool, and sangha departments http://operations.ifad.org/web/ifad/operations/country/project/tags/congo/1 438/project_overview Sejarah Republik Kongo http://www.hikmat.web.id/sejarah-dunia/sejarah-negara-kongo/ Trade, Foreign Policy, diplomacy, and health (food Security), http://www.who.int/trade/glossary/story028/en/ Total Population http://www.fao.org/economic/ess/ess-fs/ess-fadata/en#.U2ceqoWgPEM UNREDD programme in the Republic Congo http://www.un-redd.org/PB8_Press_Release/tabid/78557/Default.aspx
548