PERAN BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PROPINSI SUMATERA UTARA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Oleh : Berlian Evi Yenni Pakpahan NIM : 050200338 Departemen : Hukum Pidana
Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana
(Abul Khair, SH., M.Hum) Nip. 131 842 854
Dosen Pembimbing I
Nurmalawaty, SH., M.Hum Nip. 131 803 347
Dosen Pembimbing II
DR. Marlina, SH., M.Hum Nip. 132 300 072
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun tujuan penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Judul skripsi ini adalah “Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara” Kepada orang tuaku tercinta ayahanda Remon Pakpahan, BBA dan Ibunda Ir. Rohani Bakara, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kasih sayang, doa dan dukungan baik moril serta materil yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Buat adik-adikku Chandra Felix Pakpahan dan Jhonferi Sebastian Pakpahan terima kasih penulis ucapkan atas dukungan yang kalian berikan (“Sekarang giliran kalian yang harus belajar giat ya dek.”). Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dukungan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya kepada: 1. Bapak Prof.DR. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
2. Bapak Abul Khair, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memberikan masalah dan pandangan dalam mengerjakan skripsi ini; 3. Ibu Nurmalawaty, SH., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana dan Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai; 4. Ibu DR. Marlina, SH., M.Hum selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skripsi ini selesai; 5. Ibu Zaidar, SH., M.Hum selaku dosen wali penulis yang memberikan dukungan dan nasihat kepada penulis serta seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 6. Ibu Ir. Hj. Nurlisa Ginting, MSc selaku Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Utara yang memberikan izin kepada penulis untuk mencari bahan dan data yang dibutuhkan penulis dalam skripsi ini di Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Utara;
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
7. Ibu Emmy Suryana Lubis, SH, dan seluruh staf pegawai di Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Propinsi Sumatera Utara yang memberikan informasi bahan dan data mengenai masalah dalam skripsi ini; 8. Ibu Azmiati Zuliah, SH selaku koordinator PUSPA (Pusat Layanan Informasi dan Pengaduan Anak) PKPA yang membantu mmberikan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini; 9. Kepada keluarga besar Op.Berlian Pakpahan di Pangaribuan, Opung doli, uda Op. Riski, uda Elsa, uda Yogi, bou Toman, bou Mada, bou Rugun dan keluarga besar Op. Rooselyn Bakara, Opung boru, Tulang-tulangku dan nangtulang, tulang Sanggam SH Bakara, tulang J. Bakara , tulang Ronald Bakara, SH., MH (“terima kasih ya tulang buat pandangan yang diberikan”), dan tulang Ir. Parlin Bakara. Seluruh uda dan tante-tanteku yang cerewet dan mentel tapi tetap baik, Dra. Dumaris Bakara, tante Ir. Domdom Bakara, tante Renasti Bakara, SKM, tante Risma. Bakara, dan tante Ledis Bakara, SH (“terima kasih tan buat dukungan doa dan nasihat yang kalian berikan buat iyen..”) Para abang, kakak dan adek-adek sepupuku, keluarga A. Pakpahan/E. Gultom, Elsa yang centil, Yogi, Toman, Mada, Rugun dan keluarga L. Silaban, SE/ dr. Rooselyn Bakara, MARS, keluarga E. Bakara/R. Napitupulu, Amk., Aprilija Bakara, Tina, si kembar Karina dan Karini, Hezki,
Eva Lumban Batu, Stevi, Theresia,
Frans, kembaranku Grace, dan keponakan-keponakanku terima kasih buat dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini;
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
10. Kepada My Soulmate Tercinta Arsenal P. Nainggolan, SKG, terima kasih buat doa, dukungan dan bantuan yang abang berikan dari awal kuliah hingga selesainya skripsi ini; 11. Kepada sobat-sobatku Melda Idola, Kristina Natalia, Sri Maria, Nova Ratna, Sofianna yang banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis selama perkuliahan hingga selesainya skripsi ini dan seluruh teman-temanku stambuk 2005 khususnya grup D Tri Handayani, Meutia, Lola, Ocha, Freddy, Zulkifli, Dudy, Amelia, Lydia, dan anak-anak pidana Juita Citra, Bob, Segi, Grace,
Nove, Dewi, Agaventa, Anggrek, dll.
Teman-temanku di pelayanan NHKBP Sektor I Padang Bulan Medan Cici, Juwita, Friska, Frengky dll terima kasih buat doanya. Dan sobat lamaku Elfi Amalia. 12. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Oleh karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, maka penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharapkan saran ataupun masukan dari pembaca semua. Akhir kata dari Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Dan ilmu ang diperoleh Penulis dapat dipergunakan dan diterapkan oleh Penulis untuk Nusa dan Bangsa.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Harapan Penulis semoga Tuhan Yang Maha Kuasa tetap melindungi kita semua.
Medan,
Desember 2008 Penulis
Berlian Evi Yenni Pakpahan
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. vi ABSTRAKSI .................................................................................................. x BAB I
: PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................... 8 D. Keaslian Penulisan ................................................................. 9 E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................ 9 1. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang ................... 9 2. Peraturan Perundang-undangan mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang ........................................................... 12 a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ............ 12 b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusia ........................................................................ 13 c. Undang-Undang
No.
26
Tahun
2000
tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia ..................................... 13 d. Undang-Undang
No.
23
Tahun
2002
tentang
Perlindungan Anak ....................................................... 14
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
e. Undang-Undang
No.
21
Tahun
2007
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ....... 17 3. Dasar
Hukum
Pembentukan
Biro
Pemberdayaan
Perempuan ........................................................................ 29 4. Kedudukan Biro Pemberdayaan Perempuan ....................... 29 5. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Visi serta Misi Biro Pemberdayaan Perempuan ......................................... 30 F. Metode Penelitian................................................................... 32 G. Sistematika Penulisan ............................................................ 34
BAB II
: FENOMENA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA......................................... 37 A. Modus Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara ........................................................ 37 a. Janji-janji indah ................................................................ 38 b. Kekerasan atau paksaan ..................................................... 40 B. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang ................. 42 a. Penjualan Anak (Sale of Children) dan bayi ....................................................................... 42 b. Penyelundupan manusia (Smuggling of Person) ................ 43 c. Migrasi dengan tekanan ..................................................... 43 d. Prostitusi anak Perempuan dan Laki-laki ........................... 44 e. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi Seks di luar maupun di wilayah Indonesia .............................................................. 46
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
f. Pembantu Rumah Tangga (PRT) baik di luar ataupun di wilayah Indonesia .............................................................. 46 g. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya ............................ 47 h. Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan . 48 i. Jermal ............................................................................... 49 j. Perdagangan Narkoba Internasional................................... 50
BAB III
: PERAN BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PROPINSI SUMATERA
UTARA
DALAM
TINDAK
PIDANA
PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA ...................................................................................... 54 A. Kedudukan dan Tugas Biro Pemberdayaan Perempuan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang ............................. 54 B. Produk
Hukum yang
diterbitkan Biro
Pemberdayaan
Perempuan di Propinsi Sumatera Utara Tentang Perdagangan Orang ..................................................................................... 56 a. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. ......................................................................... 56 b. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak .................. 59 c. Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak ........................................................ 60 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
C. Program Biro Pemberdayaan Perempuan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara.......... 66 a. Upaya Pencegahan ............................................................ 67 b. Upaya Penanganan Kasus atau Pelayanan Korban ............. 68 c. Upaya Reintegrasi Korban ................................................. 69 d. Upaya Penataan Masa Depan Korban ................................ 69 e. Program Pembangunan Pemberdayaan Perempuan ............ 70
BAB IV
: UPAYA BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MENGATASI PIDANA
HAMBATAN
PERDAGANGAN
PENANGANAN ORANG
DI
TINDAK PROPINSI
SUMATERA UTARA ............................................................... 75 A. Hambatan yang Dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan Dalam Menangani Tindak Pidana
Perdagangan Orang di
Propinsi Sumatera Utara ........................................................ 75 B. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan yang Dilakukan Biro Pemberdayaan
Perempuan
Dalam
Tindak
Pidana
Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara .................... 79
BAB V
: PENUTUP................................................................................... 85 A. Kesimpulan............................................................................ 85 B. Saran ..................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 ............................................................................................................ 3 Tabel 2 ............................................................................................................ 3 Tabel 3 ............................................................................................................ 6 Tabel 4 ............................................................................................................ 44 Tabel 5 ............................................................................................................ 51
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Berlian Evi Yenni P.* Nurmalawaty, SH., M.Hum** DR. Marlina, SH., M.Hum** Kasus perdagangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak asasi manusia seseorang. Kejahatan ini terjadi hampir di seluruh dunia dan di Indonesia khususnya di Propinsi Sumatera Utara. Permasalahan yang diangkat yaitu fenomena Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara, peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara, dan posisi Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara mengatasi hambatan dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis yang dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan perdagangan orang dan selanjutnya serta melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat, dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara didalam tindak pidana perdagangan orang. Dimana metode pengumpulan data yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang berasal dari buku-buku literatur, makalah, internet dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian ke lapangan dengan metode analisis kualitatif yang memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya serta melihat kenyataankenyataan yang ada dalam masyarakat. Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku perdagangan orang yang didasarkan pada modus janji-janji indah seperti pekerjaan di luar negeri dengan gaji yang besar, pernikahan dengan orang asing maupun dengan paksaan seperti penculikan, hipnoptis dan lain-lain. Peraturan yang terkait dengan tindak pidana perdagangan orang ini meliputi KUHP, UU No 20 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 5 tahun 2004, Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 6 Tahun 2004 dan lain-lain. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang ini, peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara sangat dibutuhkan untuk pencegahan dan penanggulangan terjadinya kejahatan kemanusiaan ini lewat program-program yang dilakukan. ________________ * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah trafiking atau perdagangan manusia, khususnya pada perempuan dan anak hingga saat ini masih menjadi persoalan yang memprihatinkan dan angkanya semakin meningkat akhir-akhir ini. Perkembangan perdagangan orang khususnya perempuan tidak dapat dipisahkan dengan tubuh perempuan 1. Tubuh perempuan merupakan perdebatan yang amat kontroversial di berbagai bidang di sepanjang masa. Perdebatan itu ditemui dan diterjemahkan secara biologis, seksual, ekonomi, budaya maupun politik. Trafiking merupakan perbuatan ilegal, pelanggaran hak asasi manusia, menimbulkan gangguan fisik dan mental, mengakibatkan kerentanan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tidak dikehendaki, serta infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi dan menghapuskan tindak kejahatan hak asasi ini. Ikhtisar tersebut mulai dari sosialisasi untuk tujuan penyadaran dan pencegahan, penanganan korban, hingga advokasi lahirnya produk hukum yang dapat melindungi korban. Namun jika ditilik lebih jauh, persoalan trafiking di Indonesia sebenarnya bukan isu baru, karena praktik ini sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama. Hal ini dibuktikan dengan adanya Pasal
296-298
KUHP
dimana
Pasal
297
KUHP
yang
melarang
memperjualbelikan perempuan dan anak-anak dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Namun ketiga pasal ini hanya mampu menjerat perdagangan
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
perempuan untuk tujuan seksual. Sementara apabila dikaji secara mendalam, rumusan pasal di dalam KUHP tersebut masih bias gender, sehingga kurang dapat memberikan perlindungan dan keadilan hukum bagi perempuan dan anak 2. Trafiking yang panjang berawal dari rekrutmen, transportasi, transit dan penempatan di daerah tujuan, sering kali melibatkan jaringan kejahatan yang kuat, terorganisir, dan lintas daerah/negara. Wilayah propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menghadapi persoalan trafiking hingga saat ini. Mayoritas perempuan dan anak-anak yang menjadi korban trafiking berasal dari kelompok masyarakat miskin, berpendidikan rendah, tidak memiliki akses informasi yang benar, terpengaruh oleh peer groups (teman sepermainan), dan adanya penilaian yang rendah terhadap perempuan dan anak. Bentuk praktik trafiking yang berkembang dan ditangani di pekerjaan terburuk seperti buruh perkebunan, pekerja anak di sektor perikanan lepas pantai, pekerja rumah
tangga,
tempat
hiburan
malam,
pengemis
jalanan,
serta
penculikan/penjualan bayi. Korban trafiking ini pada umumnya berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dari pinggiran kota dan pedesaan. Kondisi keluarga dan sosial masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan, sumber pendapatan, ketidaktahuan akan hak dan informasi, gaya hidup konsumtif, ketidakadilan gender dan budaya patriarkhi atau kuatnya dominsai laki-laki dalam keluarga dan masyarakat, meningkatnya permintaan tenaga kerja perempuan dan anak, dorongan penyiaran dan tulisan pornografi di media massa, rendanhya kesadaran terhadap nilai anak dan faktor-faktor lain yang merupakan titik lemah 1
Sulistyowati Irianto, et al, Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 15. 2 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), USU press, Medan, 2005, hal. 51. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
ketahanan keluarga dan masyarakat dan pendidikan yang rendah merupakan faktor-faktor pendorong meningkatnya perempuan dan anak menjadi korban perdagangan. 3 Modus operandinya sebagian besar adalah bujukan atau imingiming, yang merupakan pembohongan atau penipuan. Adapun data yang menunjukkan daerah sumber, transit dan tujuan perdagangan orang di Sumatera Utara sebagai Propinsi Sumatera Utara sebagian besar untuk kepentingan prostitusi dan bentuk berikut 4 : Tabel 1. Daerah sumber, daerah transit, dan daerah penerima atau tujuan Daerah Sumber
Daerah Transit
Daerah
Penerima/
Tujuan Propinsi Sumatera Utara : Belawan, Medan, Deli Medan, Belawan, Deli Medan,
Deli
Serdang Simalungun,
Serdang, Serdang,
Serdang Serdang,
Serdang
Bedagai, Bedagai, Asahan, Batu Bedagai,
Tebing
Binjai, Bara,
Tanjung
Balai, Tinggi, Simalungun
Pematang Siantar, asahan, Labuhan Batu. Batu Bara, Tanjung balai, Langkat,
Tebing
Tinggi,
Labuhan Batu.
3
Edy Ikhsan et al, Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2005 tentang Rencana Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, Yayasan Pusaka Indonesia, Medan, 2005, hal 5. 4 Nurlisa Ginting, Kebijakan Pemprovsu Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Trafiking Di Sumatera Utara, hal 6, disampaikan pada acara Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang bagi Toga & Toma Kota pematang Siantar Tahun 2008 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Tabel 2. Jumlah korban trafiking di Sumatera Utara sebagai berikut 5 : NO
LEMBAGA
JUMLAH KORBAN YANG DITANGANI
2004
2005
2006
2007
s/d Mei Keterangan 2008
1.
Biro
1
3
11
6
78
Polda Sumatera -
9
36
7
24
Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu 2.
Utara 3.
Poltabes Medan
9
6
4
1
77
4.
Pusaka
37
30
21
19
18
Kajian 42
43
38∗
25
86
Indonesia 5.
Pusat
6.
∗26 korban
dan
rujukan
Perlindungan
dari
Anak (PKPA)
poldasu
KKSP
∗
∗
12
2
-
∗
Belum
Menangani 7.
Komisi Perlindungan
∗
∗
10
3
1
Belum Menangani
Anak Indonesia
5
Ibid. hal 7
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Daerah Sumatera Utara (KPAID-SU) 8
Cahaya
2
43
36
47
15
Perempuan Keterangan Tambahan : Data korban di atas pertahun, tidak dapat dijumlahkan besarannya karena ada beberapa korban yang merupakan data korban yang penangannya dilakukan 2 atau lebih dan dicata oleh kedua atau lebih lembaga yang menanganinya. Penanganan dilakukan secara menyeluruh, sementara kewenangan lembaga terbatas sehingga korban tersebut ditangani secara bersama-sama.
Salah satu publikasinya, United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC), menyebutkan setidaknya 15 akar utama penyebab trafficking in person (perdaganngan orang atau manusia). Hanya satu penyebab dari 15 akar yang tidak secara langsung terkait dengan masyarakat atau kelompok komunitas, yakni failed and corrupt goverments (pemerintahan yang gagal dan korup). Keempat belas akar lainnya sangat berhubungan langsung dengan masyarakat antara lain: 6 1) Kekerasan berbasis gender; 2) Diskriminasi kerja; 3) Marginalisasi etnis, ras, da agama 4) Kehilangan status; 5) Kekuasaan;
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
6) Power dan pranata sosial; 7) Sejarah kerja paksa; 8) Perkawinan dini dan paksa; 9) Struktur sosial yang patriarki; 10) Jaringan keluarga yang rapuh; 11) Peran perempuan dan anak di keluarga; 12) Tinginya angka perceraian; 13) Peluang pendidikan yang terbatas, dan 14) Peluang ekonomi yang terbatas. Saat ini perdagangan manusia menjadi bisnis global yang memberikan keuntungan ketiga terbesar setelah perdagangan senjata dan obat-obat terlarang. Upaya memerangi kejahatan trafiking, harus ditingkatkan usaha-usaha yang lebih terencana dan terkoordinir yang memerlukan kebijakan, strategi dan program yang komprehensif, responsif gender, berbasis HAM, terintegrasi multisektor dan berkelanjutan. Upaya tersebut merupakan tugas bersama baik pemerintah, keluarga/ lingkungan terdekat dan masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh adat, LSM, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, dll), juga penyelenggara negara lainnya seperti legislatif dan yudikatif. Secara garis besar, trafiking dapat dikelompokkan menjadi trafiking domestik dan internasional yang melakukan perdagangan manusia untuk tujuan prostitusi, kerja paksa, perbudakan, penjualan bayi, dan kawin kontrak. Di samping itu, banyak bukti menunjukkan adanya kelompok terorganisir yang memperdagangkan anak-anak untuk dipaksa mengemis. Dalam konteks lintas-
6
Edy Ikhsan, Trafficking in Person: Refleksi atas Tanggung jawab Negara dan Peran
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
wilayah antar negara, pekerja rumah tangga dan eksploitasi seksual untuk pelacuran merupakan dua tujuan utama dari perdagangan perempuan dan anak perempuan
Indonesia.
Sementara
untuk
laki-laki,
mereka
terutama
diperdagangkan untuk diperkerjakan di perkebunan, perusahaan konstruksi, dan pabrik. Adapun data rute perdagangan orang di Indonesia digambarkan sebagai berikut: Tabel 3. Daftar Indikasi Rute Penting Perdagangan Trafiking di Indonesia 7 Tempat Tujuan/
Titik Embarkasi/
Digunakan oleh pelaku
Titik lintas perbatasan
Persinggahan
Trafiking dari
Penang Malaysia
Belawan
(Sumatera Sumatera Utara
Utara) Port
Klang,
Malaysia Tanjung Balai Asahan Sumatera bagian utara,
(untuk Kuala Lumpur)
(Sumatera Utara)
Port Dickson. Malaysia Dumai (Riau)
seluruhnya Jawa Sumatera bagian utara
(untuk Kuala Lumpur) Bengkalis,
Karimun,
Batam Singapura, Johor Baru Kualatungkal (Jambi)
Sumatera bagian barat,
(Malaysia)
seluruh Jawa, NTT dan
Batam, Karimun
NTB
Singapura,
Seluruh Jwa, NTT dan
Malaysia, Tanjung Priok (Jakarta)
Batam, Karimun
NTB
Masyarakatnya, Pusaka Indonesia, Medan, hal. 1 7 Abhijit Dasgupta, et al, Ketika Mereka Dijual Perdagangan Perempuan dan anak di 19 Propinsi di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC), Jakarta, hal. 57 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Surabaya (Jawa Timur)
Jawa
Tengah,
Jawa
Timur, NTT dan NTB Sarawak,
Malaysia Tanjung Priok (Jakarta), Sumatera Selatan, Jawa
(untuk Kuala Lumpur) Pontianak melalui Entikong
(Kalimantan Barat
Barat)
Sabah, Malaysia melalui Surabaya (Jawa Timur), Jawa Nurukan
Tengah,
Jawa
Balikpapan (Kalimantan Timur, NTT dan NTB Timur) Pare
Pare
(Sulawesi Seluruh Sulawesi
Selatan) Papua
Bitung (Sulawesi Utara) Ujung
Sulawesi Utara
Pandang Sulawesi Utara
(Makassar) Surabaya (jawa Timur)
Jawa, Nusa Tenggara
Kupang (NTT)
Nusa Tenggara Timur
Ternate (Maluku Utara)
Bitung (Sulawesi Utara)
Sulawesi Utara
Tobelo (Maluku Utara)
Bitung (Sulawesi Utara)
Sulawesi Utara
Banyak kasus trafiking yang tidak terlaporkan atau tidak dapat diusut merupakan keprihatinan terhadap penghormatan hak asasi manusia. Berbagai faktor yang menjadi penyebab fenomena kasus trafiking yang dirasakan banyak sekali oleh masyarakat tidak ditemukan atau sangat sedikit data yang tercatat. Panjangnya proses hukum yang harus dilalui korban trafiking sehingga membutuhkan beberapa kali perjalanan ke pengadilan atau ke pihak kepolisisan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
menjadi alasan pilihan kasus trafiking terpaksa tidak dilaporkan. Proses pengadilan ini dirasakan sebagai beban yang berat, karena biaya transport yang harus dikeluarkan korban untuk memenuhi proses tersebut. Selain itu publikasi yang dilakukan media terkadang melupakan kerahasiaan identitas korban, sehingga ada kekhawatiran jika masalahnya dilaporkan kepada polisi maka akan tercium oleh media dan akan dipublikasikan. Situasi ini dapat menempatkan korban sebagai korban baru dari tindakan kekerasan psikis yang dilakukan oleh media atau sanksi sosial yang diterima karena adanya pemberitaan tersebut.
B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana fenomena Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara? 2. Bagaimana peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara? 3. Bagaimana posisi Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara
mengatasi
hambatan
dalam
penanganan
Tindak
Pidana
Perdagangan Orang?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui : 1. Fenomena Tindak Perdagangan Orang yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
2. Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara. 3. Posisi Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara mengatasi hambatan dalam penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Manfaat Penulisan : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia. 2. Secara patriarkis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan perdagangan orang khususnya wanita dan anak di propinsi Sumatera Utara.
D. Keaslian Penulisan Penulisan ini tentang “Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara”. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat, penulis bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
1. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang Definisi perdagangan perempuan dan
anak yang tertuang dalam
Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, yang menyatakan : “Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku (trafficker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak, dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lai-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopilia), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh serta bentukbentuk eksploitasi lainnya.” Suatu langkah maju
Pemerintah
Propinsi
Sumatera
Utara
telah
melahirkan suatu Peraturan Daerah Trafiking disahkan pada tanggal 6 Juli 2004, oleh Gubernur Propinsi Sumatera Utara, T. Rizal Nurdin (alm) dan diundangkan pada tanggal 26 Juli 2004. 8 Dalam Pasal 1 huruf O Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak adalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih unsur-unsur perekrutan, penyerahterimaan perempuan dan anak
8
Chairul Bariah Mozasa, op.cit., hal. 48.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan atau penjeratan hutang untuk tujuan dan atau berakibat mengeksploitasi perempuan dan anak. Pasal 1 huruf i UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Perdagangan manusia yang menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media masa pada beberapa tahun terakhir ini, tentu saja sama sekali hal ini tidak dapat disimpulkan bahwa sebelumnya fenomena ini tidak terjadi. Komunitas internasional masih menenggarai adanya kegiatan setara dalam bentuknya yang lebih “modern” yang kemudian dinamakan sebagai bentukbentuk perbudakan kontemporer (comtemporary forms of slavery). Demikian seriusnya masalah ini, sehingga PBB melalui Office of The high Commissioner of Human Rights mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan judul yang sama,
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Comtemporary forms of Slavery. Perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah : 9 a. Perdagangan anak-anak b. Prostitusi anak c. Pornografi anak d. Eksploitasi pekeja anak e. Mutilasi seksual terhadap anak perempuan f. Pelibatan anak dalam konflik bersenjata g. Perhambaan h. Perdagangan manusia i.
Perdagangan organ tubuh manusia
j.
Eksploitasi untuk pelacuran, dan
k. Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan
2. Ketentuan Pidana Dalam Beberapa Peraturan Perundang-undangan a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
296
menyatakan
“Barangsiapa
yang
pencahariannya
atau
kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000,00“
9
http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefoxa&channel=s&rls=org.mozilla:enU S:official&sa=X&oi=spell&resnum=1&ct=result&cd=1&q=Unit+program+perlindungan+aksi&s pell=1 ICW-KOMNAS PEREMPUAN-ELSAM, Diakses pada tanggal 11 September 2008 Pukul 19.25 WIB Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Pasal
297
menyatakan
“Memperniagakan
perempuan
dan
memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.” Pasal 298 menyatakan dalam ayat (1) “Pada waktu menjatuhkan hukuman karena satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 281, 284-290 dan 292-297, maka dapat dijatuhkan hukuman penjatuhan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-5.” Dan dalam ayat (2) dikatakan “Kalau sitersalah melakukan salah satu kejahatan yang ditersangkakan dalam pasal 292-297 dalam pekerjaannya, dapat ia dipecat dari pekerjaannya.”
b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 20 Bagian Kelima Hak Atas Kebebasan Pribadi menyatakan : (1) Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba (2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang. Pasal 65 menyatakan : “Setiap perlindungan
dan
anak
berhak
untuk
memperoleh
kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,
perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya.”
c. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Pasal 9 menyatakan “ Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : a) pembunuhan; b) pemusnahan; c) perbudakan; d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f) penyiksaan; g) perkosa, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan lain yang setara; h) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik , ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasaan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i) penghilangan orang secara paksa; j) kejahatan apartheid.” Pasal
38 menyatakan “Setiap
orang
yang
melakukan
perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, dipidana dengan pidaana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 5 (lima) tahun.” Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Pasal 40 menyatakan “ Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, h atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.”
d. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pembentukan UU Perlindungan anak ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara perlindungan anak masa depan. Penyelenggaraan perlindungan anak ini dilakukan berasaskan pada: 10 1) Dasar Filosofis, Pancasila yang merupakan dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan berbegara dan merupakan dasar filosofis dalam pelaksanaan penegakan perlindungan anak di Indonesia; 2) Dasar Yuridis, Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan anak lainnya yang berlaku. Pnerapan dasar yuridis ini harus secara integratif yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan; 3) Dasar Etis, Prinsip-prinsip Dasar Konvensi Hak-hak anak, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika dan potensi yang berkaitan untuk mencegah pelaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Didalam Undang-Undang Perlindungan anak ini disebutkan bahwa anak wajib dilindungi dari perlakuan-perlakuan : a) Diskriminasi yakni perlakuan membeda-bedakan jenis kelamin, ras, agama, status hukum anak b) Eksploitasi yakni tindakan memperalat ataupun memeras anak c) Penelantaran yakni dengan sengaja
mengabaikan perawatan dan
pengurusan anak d) Kekejaman yakni tindakan yang keji, bengis, dan tidak menaruh belas kasihan pada anak e) Kekerasan dan penganiayaan yakni perbuatan mencederai, melukai anak baik fisik, mental, dan sosial f) Ketidakadilan yaitu kesewenang-wenangan terhadap anak g) Perlakuan salah lainnya yakni perbuatan cabul terhadap anak
Pasal
78
menyebutkan : “Setiap orang
yang
mengetahui dan
sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana
10
Yayasan Pusaka Indonesia, Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian Perlindungan Hukum, Penerbit YPI, Medan, 2005, hal. 63 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Pasal 83 menyatakan “ Setiap orang yang memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)” Pasal 85 ayat (1) menyatakan “Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”
e. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Undang-Undang No. 21 tahun 2007 merupakan produk hukum pemerintah yang khusus mengatur pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Undangundang ini sebagai alat negara untuk memberi upaya perlindungan hukum bagi warganya dan untuk memberi hukuman yang setimpal bagi para pelaku trafiking. Adapun unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang sebagai mana termaktub dalam Undang-Unang Pmberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau yang disingkat dengan UUPTPPO Pasal 2 ayat (1) dan (2) adalah : a) Setiap orang; Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. Sedangkan yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. b) Yang
melakukan
perekrutan,
pengangkutan,
penampungan,
pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang; Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa,
atau
memisahkan
seseorang
dari
keluarga
atau
komunitasnya. Yang dimaksud dengan pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. c) Dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasaan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain; Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan,
atau menimbulkan
terampasnya kemerdekaan seseorang. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik atau dengan tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
kebebasan hakiki seseorang. Yang dimaksud dengan penjeratan utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang. d) untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia. Adapun
ruang lingkup berlakunya UUPTPPO sebagaimana tercantum
dari pasal-pasal yang ada dalam UUPTPPO adalah terhadap tindak pidana sebagai berikut : 1.
Tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan baik di wilayah Indonesia maupun ke luar wilayah Indonesia diatur dalam pasalpasal UUPTPPO sebagai berikut : a) Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan “Setiap orang yang melakukan perekrutan,
pengangkutan,
penampungan,
pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). b) Pasal 3 menyatakan "Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). c) Pasal 4 menyatakan "Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). d) Pasal 5 menyatakan "Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan atau memberikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
e) Pasal 6 menyatakan "Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). f) Pasal 7 ayat (1) menyatakan "Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya,
maka
ancaman
pidananya
ditambah
1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6". Dan dalam ayat (2) menyatakan "Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). g) Pasal 8 ayat (1) menyatakan “Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. Dalam ayat 2 dinyatakan “Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya”. Pada ayat (3) dikatakan “Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan”. h) Pasal 9 menyatakan “Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah)”. i) Pasal 10 menyatakan “Setiap orang yang membantu atau melakukan
percobaan
untuk
melakukan
tindak
pidana
perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. j) Pasal 11 menyatakan “Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. k) Pasal 12 menyatakan “Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan
korban
tindak
pidana
perdagangan
orang,
mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. l) Pasal 13 ayat (1) menyatakan “Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama”. Dalam ayat (2) dinyatakan “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya”. m) Pasal 14 menyatakan “Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus”. n) Pasal 15 ayat (1) menyatakan “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”. Dalam ayat (2) dinyatakan “Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa : a. pencabutan izin usaha; b. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; c. pencabutan status badan hukum; d. pemecatan pengurus; dan/atau e. pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama”. o) Pasal 16 menyatakan “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga)”.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
p) Pasal 17 menyatakan “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)”. q) Pasal 18 menyatakan “Korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana”. 2.
Tindak pidana lainnya yang dilakukan berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, seperti pemalsuan dokumen; kesaksian palsu;
penyerangan
saksi
dan/ataupun
petugas;
merintangi
berjalannya proses penegakan hukum; membantu pelaku tindak pidana dalam pelarian; dan ataupun membocorkan informasi tentang saksi. Pengaturan tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut : a. Pasal 19 menyatakan “Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain untuk mempermudah terjdinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)”. b. Pasal 20 menyatakan “Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)”. c. Pasal 21 ayat (1) menyatakan “Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”. Dalam ayat (2) dinyatakan “Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Dalam ayat 3 (tiga) dinyatakan “Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
d. Pasal 22 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”. e. Pasal 23 menyatakan “Setiap orang yang membantu pelarian pelaku tindak pidana perdagangan orang dari proses peradilan pidana dengan : a.
memberikan atau meminjamkan uang, barang, atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku;
b.
menyediakan tempat tinggal bagi pelaku;
c.
menyembunyikan pelaku; atau
d.
menyembunyikan informasi keberadaan pelaku,
e. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”. f. Pasal 24 menyatakan “Setiap orang yang memberitahukan identitas saksi atau korban padahal kepadanya telah diberitahukan, bahwa identitas saksi atau korban tersebut harus dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta) dan paling banyak Rp 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)”. g. Pasal 25 menyatakan “Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda maka terpidana dapat dijatuhi pidana pengganti kurungan paling lama 1 (satu) tahun”. h. Pasal 26 menyatakan “Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang”. i.
Pasal 27 menyatakan “Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang atau perjanjian lainnya tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban”.
Adapun sanksi pidana yang diatur dalam UUPTPPO pada dasarnya terbagi atas 3 klasifikasi : 1) Pidana penjara Pidana penjara yang diatur pada pasal-pasal yang bervariasi dari mulai penjara selama 1 tahun hingga pidana seumur hidup sesuai dengan pelanggaran pasal-pasal yang ada dalam UUPTPPO. 2) Pidana denda Setiap pelanggaran terhadap pasal-pasal dalam UUPTPPO juga dikenakan pidana denda yang jumlahnya mulai dari Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). Mengenai besar kecilnya denda yang diterima pelaku adalah berdasarkan pasal yang dilanggarnya. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
3) Pidana tambahan Di dalam UUPTPPO juga diatur suatu mekanisme pemberatan hukuman yang dinyatakan sebagai pidana tambahan, dimana pemberatan tersebut ditujukan bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan kualifikasi sebagai berikut : a.
Bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang yang merupakan pejabat pemerintah maka hukumannya ditambahkan dengan sanksi pemberhentian secara tidak hormat (pemecatan), yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UUPTPPO.
b.
Bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang yang merupakan suatu korporasi maka hukumannya selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda dan korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, perampasan hasil tindak pidana, pencabutan ststus badan hukum, pemecatan pengurus, dan/atau pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama, yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2).
3. Dasar Hukum Pembentukan Biro Pemberdayaan Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Sumatera Utara yang termaktub dalam Bagian Keempatbelas Pasal 16. Dan daalam Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 35 Tahun 2002 Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061.1-855.K/ Tahun 2002 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara yang termaktub dalam Bab II bagian ketigabelas pasal 64.
4. Kedudukan Biro Pemberdayaan Perempuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara menyebutkan Biro Pemberdayaan Perempuan adalah unsur Staf Sekretariat Daerah, yang dipimpin oleh seorang Kepala Biro, berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretariat Daerah melalui Asisten Pembinaan Hukum dan Sosial.
5. Tugas,
Fungsi,
Struktur Organisasi
dan
Visi
serta
Misi
Biro
Pemberdayaan Perempuan
a. Tugas Dalam Pasal 16 ayat (2) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara menyatakan Biro Pemberdayaan perempuan mempunyai tugas membantu menyusun konsep kebijakan Kepala
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Daerah dalam rangka pemberdayaan perempuan, koordinasi dan pengendalian atas pelaksanaannya. b. Fungsi Dalam Pasal 16 ayat (3) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara dikatakan untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Biro Pemberdayaan Perempuan menyelenggarakan fungsi-fungsi : 1) Menyiapkan
konsep
kebijakan
Kepala
Daerah
dalam
rangka
pemberdayaan perempuan yang meliputi peningkatan kemandirian, peran dan perlindungan perempuan serta peningkatan peran masyarakat. 2) Melakukan koordinasi, kerjasama, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam Pemberdayaan Perempuan. c. Struktur Organisasi Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara dikatakan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang dimaksud, Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan dibantu oleh : a. Bagian Program dan Umum, terdiri dari : 1) Sub Bagian Program dan Evaluasi 2) Sub Bagian Tata Usaha Biro b. Bagian Peningkatan Peran Perempuan, terdiri dari : 1) Sub Bagian Sumber Daya dan Kemandirian 2) Sub Bagian Bantuan/Perlindungan Perempuan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
c. Bagian Peningkatan Peran Serta Masyarakat, terdiri dari : 1) Sub Bagian Kordinasi dan Kerjasama Pemberdayaan 2) Sub Bagian Peran Serta Masyarakat. d. Visi Pernyataan Visi adalah jawaban dari pertanyaan “Menjadi apa yang diinginkan” (What do we want to become). Pernyataan visi juga memikirkan tentang “Apa tugas atau misi dimasa datang” (What is our business or mission in the future). Secara sederhana visi adalah gambaran tentang masa depan yang realistis yang dipilih dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan batasan tersebut, visi Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu selama 4 (empat) tahun kedepan atau sampai tahun 2009 adalah: “Menjadi Penggerak Untuk Terwujudnya Kesadaran Aparat dan Publik Akan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam keluarga, Masyarakat dan Negara Tahun 2009.” e. Misi Untuk merealisasi Visi Biro Pemberdayaan Perempuan dan memberikan gambaran yang jelas tentang usaha dan upaya yang harus dilakukan untuk mencapai Visi tersebut maka dirumuskan misi Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu, sebagai berikut : 1) Mengembangkan
kapasitas
kelembagaan
Pengarusutamaan
Gender
(capacity building). 2) Meningkatkan kesadaran aparat dan masyarakat (public awearness). 3) Membangun jaringan kerja pemberdayaan perempuan (networking building). Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian
ini bersifat
deskriptif
analitis
yaitu
menggambarkan
dan menganalisis permasalahan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan secara konkrit tentang ruang lingkup perdagangan orang dan perkembangannya. Metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk meneliti sekelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. 11 Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan pendekatan sosiologis yang melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat.
2. Sumber Data Secara umum dalam penelitian yang dijadikan sebagai bahan dalam pengolahan data, bersumber dari : 12 a. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari: 1) Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
11
M.Manullang, Pedoman Teknis Menulis Skripsi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hal. 35 (Dikutip dari: Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalik Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 63). 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 52 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
2) Peraturan Dasar, i.
Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945
ii.
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3) Peraturan Perundang-undangan: i.
Undang-Undang dan Peraturan yang setaraf;
ii.
Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf;
iii.
Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf;
iv.
Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf;
v.
Peraturan-peraturan daerah.
4) Bahan hukum yang tidak dikodifikasi, seperti hukum adat, 5) Yurisprudensi, 6) Traktat, 7) Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, seperti misalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitan, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. Penelitian ini adapun yang menjadi bahan hukumnya adalah data sekunder sedangkan sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan empiris sedangkan bahan hukum primer
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
diperoleh dari penelitian lapangan yaitu dengan melalui wawancara pada Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara, korban serta LSM. 3. Analisis Data Dalam penulisan skripsi ini segala data yang telah diperoleh oleh penulis kemudian dianalisis secara analitis kualitif untuk menjawab segala permasalahan di dalam skripsi ini, yang kemudian analisis analitis kualitif tersebut akan membantu penulis membuat suatu kesimpulan yang benar. Analitis kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. 13
G. Sistematika Penulisan Bab I
: PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan serta gambaran singkat tentang isi skripsi.
Bab II
: FENOMENA PERDAGANGAN
TERJADINYA ORANG
DI
TINDAK PROPINSI
PIDANA SUMATERA
UTARA yang menjelaskan tentang: Modus terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara yaitu dengan janji-janji indah dan kekerasan atau paksaan. Dan
13
Burhan Ashsofa, Metode Penelitiaan Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal. 21
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
mengenai Bentuk-bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu penjualan anak dan bayi, penyelundupan manusia, migrasi dengan tekanan, prostitusi anak perempuan dan laki-laki, kerja paksa seks dan eksploitasi seks di luar maupun di wilayah Indonesia, Pembantu Rumah Tangga baik di luar ataupun di wilayah Indonesia, Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya, Perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan, Jermal dan Perdagangan narkotika Internasional. Bab III
: PERAN BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PROPINSI SUMATERA
UTARA
PERDAGANGAN
DALAM
ORANG
DI
TINDAK
PROPINSI
PIDANA
SUMATERA
UTARA yang berisikan tentang Kedudukan dan Tugas Biro Pemberdayaan
Perempuan
Dalam
Tindak
Pidana
Perdagangan Orang, Produk Hukum yang diterbitkan Biro Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Sumatera Utara Tentang Perdagangan Orang yaitu Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 tentang
Pencegahan
dan
Penanggulangan
Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, dan Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan
dan
Anak,
dan
mengenai
Program
Biro
Pemberdayaan Perempuan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara yaitu Upaya Pencegahan, Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Upaya Reintgrasi Korban, Upaya Penanganan Kasus atau Pelayanan Korban, Upaya Reintegrasi Korban, Upaya Penataan Masa Depan Korban, dan Program
Pembangunan
Pemberdayaan Perempuan. Bab IV
: UPAYA BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MENGATASI
HAMBATAN
PIDANA PERDAGANGAN
PENANGANAN ORANG
DI
TINDAK PROPINSI
SUMATERA UTARA yang berisikan tentang Hambatan yang dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan dalam menangani tindak pidana perdagangan orang di propinsi Sumatera Utara dan upaya dalam mengatasi hambatan yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan dalam tindak pidana perdagangan orang di propinsi Sumatera Utara. Bab V
: PENUTUP berisi kesimpulan dan saran.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
BAB II FENOMENA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA
A. Modus Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara
Modus yang dikembangkan sindikat, para calo, dan orang-orang yang terbiasa melakukan tindak kejahatan memperdagangkan orang (perempuan dan anak) cenderung sangat beragam. Pola umum yang berlaku biasanya adalah bujuk rayu dan tipu daya pada korban dan keluarganya. Para calo berhasil menipu banyak perempuan yang tergiur dengan berbagai pekerjaan dengan janji gaji dan pembayaran yang sangat memuaskan. 14 Di tengah makin langkanya kesempatan kerja yang tersedia di desa dan tekanan situasi krisis, memang tidak banyak pilihan yang dapat dikembangkan perempuan dan penduduk miskin di desa. Seorang calo yang sudah berpengalaman niscaya sudah tahu persis bagaimana menghadapai orang-orang yang kehidupan sehari-harinya sengsara seperti mereka. Para agen atau calo ini pada umumnya menawarkan bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan menyatu sebagai remaja yang sedang bersenang-senang. 15
14
http://www.google.com/seacrh?q:cache:64XC19hHs7UJ:groups:yahoo.com/group/berit alingkungan/message/6799+modus+menawarjan+pekerjaan+dalam+[erdagangan+orang&hl+id&c t+cin k&cd+7&91+id, diakses pada tanggal 1 November 2008 pukul 17.45 WIB. 15 http://www.iworkd.org/index.php?action+news.detail&idnews+73&judul=bisnis%20ha ram%20perdagangan%20manusia, diakses pada tanggal 1 November 2008 pukul 17.20WIB. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Para pelaku dalam melakukan aksi tindak pidana perdagangan orang menggunakan berbagai cara untuk merekrut korbannya baik itu dengan janji-janji indah maupun dengan paksaan. 1. Dengan Janji – janji indah Kasus - kasus perdagangan manusia dimana laki - laki dewasa menjadi korbannya berkarasteristik korbannya merupakan para pencari kerja yang tertipu oleh janji-janji indah dan giro pencari kerja. Kasus penjualan remaja di Sumatera Utara, didapati adanya dua model pola rekrutmen. Pertama, para anggota sindikat mendatangi desa-desa dan menawarkan pekerjaan di restoran atau pabrik, sementara nantinya anak-anak perempuan tersebut dijual ke lokasi prostitusi. Kedua, melakukan pendekatan personal dan bujuk rayu para remaja yang berada di pusat-pusat perbelanjaan, namun setelah itu mereka dijual. Setiap anak atau remaja yang dibawa ke tempat penampungan dipaksa untuk menanggung biaya sendiri atau dinyatakan sebagi hutang yang kadang tak terlunaskan meski mereka telah bekerja. 16 Kasus yang paling sering terjadi pada TKI dimana mereka mengalami baik pada saat pra penempatan ( di dalam negeri) maupun pada masa penempatan (di luar negeri). Keterlibatan aparat pada umumnya antara lain berkaitan dengan pembuatan akte lahir atau identitas asli tapi palsu bagi si korban. 17 Modus operandi pemberian janji juga terlihat dalam kasus : 1)
Anak-anak yang dibujuk dan dirayu dengan diberi makanan atau pakaian serta diajak pesiar oleh orang asing (bule).
16
Komnas Perempuan, Peta Kekerasan Perempuan di Indonesia, Lokakarya, Jakarta,
hlm. 142 17
www.humanrights.go.id/indexHAM.asp%3Dnews%26id%3D3404+Perdagangan+oran g+menurut+Komnas+HAM&hl=cink&cd=3&gl=id, diakses 29 Oktober 2008 pukul 16.05 WIB Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
2)
Anak-anak yang dibujuk dan dirayu serta dijanjikan menjadi anak asuh oleh orang asing.
3)
Janji kepada orang tua bahwa anaknya akan disekolahkan dan dipelihara dengan baik.
4)
Dijanjikan pekerjaan dan memperoleh gaji dan fasilitas yang menarik
5)
Dijanjikan untuk bekerja sebagai pelayan toko atau restoran dengan gaji pertama Rp 400.000,- / bulan namun bisa naik Rp 500.000,- / bulan dalam 1 tahun. Rekrutmen dilakukan ke desa-desa oleh oknum yang berpakaian rapi dengan dengan gelang dan kalung emas yang besar-besar.
6)
Dijanjikan bekerja sebagai TKW/ TKI. 18
7)
Ditawari dan dijanjikan kepada anak-anak untuk bekerja di restoran, karaoke, rumah tangga dan hotel.
8)
Para rekrutmen beroperasi di mall/ tempat hiburan lainnya, mendatangi daerah pinggiran, informasi disampaikan secara berantai.
9)
Menjanjikan pekerjaan tanpa harus melamar.
10) Anak yatim piatu pengungsi dijanjikan untuk memperoleh pekerjaan. 11) Para korban dijanjikan menjadi duta kesenian. 12) Menipu istrinya dengan menawarkan pekerjaan. 13) Dijanjikan untuk menjadi duta budaya atau budaya seni. 14) Adanya kotrak yang tidak jelas dan tidak diberikan copynya kepada pekerja. 18
AKP Feriana Gultom,SH Kanit PPA DIT Reskim Polda Sumut, Paparan tentang Penanganan Perdagangan Paska Berlakunya UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, disampaikan dalam acara Peringatan Hari Ibu ke-79 Propinsi Sumatera Utara di Aula Martabe, 5 Desember 2007, hal 6 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
15) Adanya pemalsuan KTP sampai paspor yang difasilitasi pejabat publik. Modus operandi yang terbaru adalah dengan kontak jodoh. Dimana pelaku lewat biro jodoh menjanjikan kepada para remaja gadis untuk dikenalkan dan dinikahkan kepada orang asing. Hal ini harus diwaspadai karena pada umumnya para remaja akan cepat tergiur apabila mereka dijanjikan untuk dinikahkan dengan orang asing.
2. Dengan Kekerasan atau Paksaan Modus
operandi
penggunaan
kekerasan/paksaan
dalam
rangka
perdagangan manusia terlihat dalam kasus-kasus : 1)
Istri yang dipaksa dan diancam suaminya untuk melacurkan diri demi memenuhi kebutuhan kelurga.
2)
Dipaksa ayah untuk bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
3)
Mencari remaja yang sedang berada di pusat perbelanjaan lalu menghipnotis korban dan membawanya ke tempat pelacuran.
4)
Membelinya dari orang tua mereka sendiri atau pihak lain.
5)
Sebagai alat pembayaran utang orang tua.
6)
TKI tidak mendapat kebebasan, istirahat, cuti, perawatan, dan hakhak lainnya.
7)
Penculikan bayi, anak-anak, gadis remaja.
8)
Penahanan identitas/ paspor oleh majikan atau agen.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Dari hasil penelitian yaitu bahan kepustakaan dan wawancara dengan 4 orang korban yang penulis lakukan, dari modus-modus tersebut modus yang paling sering dilakukan para pelaku adalah: 1) Dijanjikan bekerja sebagai TKW/ TKI Pada umumnya korban ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Alasan kesulitan ekonomi dan membantu ekonomi keluarga menjadi alasan untuk menerima tawaran dari orang lain (trafficker) yang semula mereka tidak tahu akan dijual. 19 Sesampainya mereka di luar negeri mereka diserahkan kepada para germo. Para korban dipaksa untuk melayani tamu dan uangnya diserahkan kepada germo sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan germo kepada para calo. Seorang korban berinisial GDS warga Deli Serdang, selama sebulan di Malaysia ia telah melayani laki-laki sebanyak 105 orang. Sebelum akhirnya dipulangkan pelaku karena mengancam akan bunuh diri. 2) Dijanjikan pekerjaan dan memperoleh gaji dan fasilitas yang menarik. Para korban yang terjerat dengan rayuan pelaku biasanya dijanjikan akan bekerja sebagai pelayan kafe atau restoran, penjaga toko, maupun pembantu rumah tangga di wilayah negara Indonesia. Korban diajak bekerja di salah satu kafe sebaga pelayan, namun kenyataannya korban juga diharuskan untuk melayani laki-laki (PSK). 20 3) Menghipnotis korban lalu disetubuhi dan kemudian dijual ke tempat pelacuran. 19
Wawancara dengan korban MH, di Drop In Center PKPA pada tanggal 28 Nopember
20
Wawancara dengan korban My warga Medan Marelan pada tanggal 28 Nopember
2008. 2008. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Perempuan yang jadi korban biasanya dijerat di pusat-pusat perbelanjaan. Dimana pundak mereka ditepuk (dihipnotis) lalu mereka mengikuti perkataan pelaku. Selain itu korban sebut saja SH dijerat pacar mereka sendiri yang menghipnotis mereka lalu menyetubuhi korban dan menjual kepada orang lain. Saat ini korban masih berada di Drop In Center (DIC) PKPA.
B. Bentuk-Bentuk Perdagangan Orang Ada beberapa bentuk perdagangan manusia yang terjadi, yaitu: 1. Penjualan Anak (Sale of Children) dan Bayi Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapa pun atau kelompok, demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Dalam konteks penjualan anak-anak seperti yang didefinisikan pasal 2 dari Optional Protocol of CRC on the Sale of Children and Trafficking, Child Prostitution, and Child
Poronography:
menawarkan,
mengantarkan, atau menerima anak dengan berbagai cara untuk tujuan-tujuan: eksploitasi seksual anak, mengambil organ anak tubuh anak untuk mengambil suatu keuntungan, dan keterlibatan anak dalam kerja paksa. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melahirkan bayi ibu tersebut danm kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Penjualan bayi yang terkadang digunakan sebagai cara untuk menghindari persyaratan resmi adopsi, mencakup pemindahan seorang anak dengan paksaan atau bujukan, atau situasi di mana penipuan atau kompensasi berlebihan digunakan untuk mempengaruhi pelepasan seorang anak. Penjualan bayi bukan jalan adopsi yang bisa diterima dan melibatkan banyak hal yang sama dengan unsur
perdagangan orang
(trafiking). 21
Dari
laporan-laporan
yang
ada
menunjukkan bahwa penjualan bayi telah terjadi di Indonesia sejak tahun 1998. Batam menjadi tempat transit untuk banyak bayi yang secara gelap dijual ke pasangan-pasangan dari Singapura dan Malaysia. Bayi-bayi tersebut didapatkan dari banyak daerah di Indonesia. 22
2. Penyelundupan Manusia (Smuggling of Person) 23 Penyelundupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi ke dalam suatu kelompok negara dimana orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau warga negara tetap.
3. Migrasi dengan Tekanan Migrasi (migration), baik yang bersifat legal maupun ilegal adalah proses dimana orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan suatu tempat dan pergi ke tempat lain. Trafiking merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu orang yang diperdagangkan direkrut atau dipindahkan ke tempat
21
Abhijit Dasgupta, et al, Op. cit, hal 45 Ibid, hal 45 23 Chairul Bariah Mozasa, Op.cit., hal. 16 22
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
lain secara paksa, dengan ancaman kekerasan atau penipuan. Hal ini dapat terjadi baik dalam migrasi secara legal maupun ilegal. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), yang lainnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. Buruh migran dieksploitasi sepanjang proses migrasi, mulai dari perekrutan hingga proses prakeberangkatan, selama bekerja, dan setelah kembali. Sejumlah studi menunjukkan bahwa baik broker resmi maupun ilegal menggunakan metode perekrutan dan pengiriman yang sama.
4. Prostitusi Anak Perempuan dan Laki-laki (Prostitution of Child) Prostitusi anak adalah anak yang dilacurkan atau menggunakan seorang anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Pengertian tersebut meliputi menawarkan, mendapatkan, dan menyediakan anak untuk prostitusi. Tabel 4. Jumlah Perempuan dan Anak Perempuan dalam Prostitusi di Indonesia (Periode 1994 -1995 dan 2004) 24 Jumlah
Kenaikan
Perempuan dan dalan Anak
24
tahun
Kemungkinan
10 Jumlah Perekrutan
Jumlah kasar pelacuran
Abhijit Dasgupta, et al, Op. cit. hal 51
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Perempuan
Baru
antara di wilayah
dalam Prostitusi
1994
dan yang dapat
di
2004 dengan Diidentifik
Lokalisasi
dan
Nanggroe
Aceh
daerah-
memperhitung asi
daerah
kan
jumlah
Teridentifikasi
50%
Lainnya
digantikan
yang
149
193
44
118
25
Sumatera Utara
4850
5584
734
2159
10
Sumatera Barat
132
312
80
246
24
4277
6874
2597
4736
2
494
1220
726
973
17
7728
6117
-1611
2253
9
375
4247
3872
4059
5
Lampung
3512
3218
-294
1462
14
DKI Jakarta
9000
9515
515
5015
1
Jawa Barat dan
6175
7293
1118
4205
4
Jawa Tengah
8842
9018
176
4597
3
Daerah Istimewa
1307
1464
157
811
18
Darussalam
Riau
dan
Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu
dan
Bangka Belitung
Banten
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Yogyakarta Jawa Timur
14190
10733
-3457
3638
6
849
2129
1340
1765
11
Tenggara
758
389
-369
10
26
Tenggara
290
567
277
422
22
Kalimantan Barat
1656
2324
668
1496
13
Kalimantan
1088
1942
854
1398
15
826
1164
338
751
20
4449
3739
-710
2935
8
1106
860
-246
799
19
Sulawesi Tengah
400
735
335
535
21
Sulawesi Selatan
621
1427
806
1116
16
435
483
48
266
23
987
2047
1060
1553
12
Bali Nusa Barat Nusa Timur
Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi
Utara
dan Gorontalo
dan Barat Sulawesi Tenggara Maluku
dan
Maluku Utara
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Papua dan Irian
1047
3958
2884
3221
7
Jaya Barat
5. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi Seks di luar maupun di wilayah Indonesia 25 Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, beberapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki indusri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. Ada berbagai jalan masuk ke dalam industri seks di Indonesia khususnya di Sumatera Utara dan tidak semuanya merupakan perdagangan orang. Sebagian perempuan memasukinya secara sadar, karena merasa hanya sedikit pilihan yang tersedia bagi perempuan yang berpendidikan rendah dan hanya memiliki sedikit keterampilan seperti mereka. Meski sering kali tidak diakui, orang tua dapat memperdagangkan anak mereka dengan cara menyalahgunakan wewenang formal dan informal mereka sebagai orang tua.
25
Wawancara dengan Ibu Emmy Suryana Lubis, SH staf pegawai Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Utara yang menangani perdagangan orang pada tanggal 7 Oktober 2008. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
6. Pembantu Rumah Tangga (PRT) baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Pembantu Rumah Tangga (PRT) baik yang diluar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: a. jam kerja wajib yang sangat panjang; b. penyekapan ilegal; c. upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi; d.
kerja karena jeratan hutang;
e. penyiksaan fisik ataupun psikologis; f. penyerangan seksual; g. tidak diberi makan atau kurang makanan; h. dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya; dan i.
beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri. Karena profesi pembantu rumah tangga masuk dalam sektor informal,
profesi ini sering kali tidak diatur oleh pemerintah dan berada di luar jangkauan undang-undang ketenagakerjaan nasional. Beberapa studi melaporkan bahwa lebih dari 25% pembantu rumah tangga di Indonesia berusia di bawah 15 tahun (usia kerja minimum di Indonesia menurut hukum) sementara sejumlah studi lain menyatakan bahwa jumlah pembantu rumah tangga di bawah umur lebih dari 50 % dari jumlah keseluruhannya. 26
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
7. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing, Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.
8. Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan Pengantin pesanan merupakan manifestasi modern dari perjodohan dan dapat menjadi kasus perdagangan orang ketika seorang gadis menikah atas tekanan keluarganya (khususnya bila ia berumur di bawah 18 tahun) dan berakhir dalam kondisi perbudakan atau eksploitatif. Sepuluh tahun terakhir, telah terjadi peningkatan tajam arus perkawinan lintas wilayah antar Asia di antara Asia Tenggara dan Asia Timur. Perkawinan tersebut memiliki dua karasteristik, yaitu: 27 1) Ketidakseimbangan gender dan geografis, mayoritas prianya berasal dari negara-negara yang lebih kaya dan perempuannya dari negara yang ekonominya kurang berkembang; 2) Mayoritas pasangan dikenalkan dengan niat awal untuk dikawinkan dengan masa perkenalan yang singkat. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang berimigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus
26
Indrasari Tjandraningsih, Pemberdayaan Pekerja Anak, Studi Mengenai Pendampingan Pekerja Anak, Yayasan Akatiga, Bandung, 1995, hal 10 27 Abhijit Dasgupta, et al, Op. cit, hal. 34 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. Foto-foto mereka dipilih oleh para pria di luar negeri yang bermaksud untuk mendapatkan pengantin dari Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan yang terpilih tidak dapat melihat suami mereka sampai mereka sendiri tiba di Taiwan. Dalam beberapa contoh yang mengenaskan, para perempuan tersebut benar-benar dipaksa oleh suami mereka untuk memasuki industri seks atau langsung dijual ke rumah bordil.
9. Jermal Salah satu bentuk perdagangan anak laki-laki yang diketahui di Indonesia adalah jermal-jermal. Jermal adalah tempat pemancingan
di lepas pantai
sepanjang pantai timur Sumatera Utara. Meskipun secara signifikan telah berkurang karena upaya-upaya berkelanjutan Oranisasi Buruh Internasioanl (ILO), tetapi praktik mempekerjkan anak-anak kecil untuk bekerja di jermaljermal ini tetap berlanjut. Pekerjaan di jermal adalah pekerjaan yang berbahaya. Rutinitas harian di jermalterdiri dari mengangkat jaring berat yang berisi ikan teri, dengan gilingan tangan dalam suatu proses yang disebut menggiling. Jaring-jaring tersebut digiling dengan semua tangan menariknya bersama-sama, masing-masing tangan memegang satu giliran, setiap jermal memiliki 10-15 gilingan. Keselamatan seorang pekerja dalam proses ini sangat bergantung pada kerja sama dengan pekerja lain ketika sedang menggiling. Para pekerja menghadapi risiko jatuh ke Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
laut atau terantuk oleh gilingan yang mereka pegang. Di samping proses penggilingan yang dilakukan setiap 2 jam sekali, para pekerja harus memisahkan teri dari ubur-ubur dan ular laut yang menyengat, kemudia mereka harus merebus, menggarami dan menjemur setiap tangkapan. Lamanya jam kerja tidak tetap, tergantung pada musim dan arus. Pada saat pasang sedang tinggi misalnya, pekerjaan dapat dimulai pada jam 2 pagi dan terus berlanjut sampai tengah malam, sementara selama siklus pasang surut pekerjaan mungkin akan dimulai pada jam 7 pagi dan selesai pada jam 3 sore. Selama jam kerja, kecil kemungkinan untuk beristirahat. 28 Anak-anak yang bekerja di jermal tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah, bermain dengan teman, atau bertemu dengan keluarga. Isolasi seperti ini menempatkan anak-anak tersebut pada posisi di mana mereka mungkin akan menderita masalah kejiwaan dan dapat membuat mereka rawan terhadap kekerasan fisik. Di atas jermal, sering kali terjadi perkelahian antara anak-anak tersebut dan terkadang terjadi kekerasan mental, verbal, fisik dan bahkan seksual oleh para pekerja yang lebih tua atau mandor.
10. Perdagangan Narkoba Internasional 29 Sebuah fenomena lain yang mungkin merupakan bentuk perdagangan lain yang merupakan bentuk perdagangan lain yang belum terdokumentasi dengan baik adalah perdagangan perempuan untuk memaksa mereka menjual atau menyelundupkan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) (perdagangan
28
Jamie Davis, Perdagangan Perempuan dan Anak, International Catholic Migration Commission (ICMC), Jakarta, hal. 127 29 Ibid, hal. 132 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
narkoba). Temuan awal dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia mengindikasikan bahwa sejumlah perempuan Indonesia maupun asing telah ditipu atau dipaksa untuk membawa narkoba dari dan ke Indonesia. Tampaknya pelaku perdagangan narkoba internasional mulamula mengencani para perempuan yang kemudian akan dimanipulasi atau dipaksa untuk membawa narkoba ke tempat lain. Temuan awal mengindikasikan ada berbagai jenis metode yang digunakan oleh pelaku perdagangan, anatara lain penggunaan kekerasan atau intimidasi; membius perempuan dan memaksa mereka untuk menelan kapsul yang berisiskan narkoba lalu memaksa mereka untuk naik ke pesawat; dan menipu para perempuan tersebut sehingga mereka membawa narkoba tanpa sepengetahuan mereka sendiri, pada saat kembali dari apa yang mereka anggap sebagai liburan singkat di luar negeri. Aspek-aspek penting dari berbagai tujuan perdagangan orang yang sering terjadi di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 30 Tabel 5. Gambaran dasar untuk pemahaman lebih baik tentang bentuk-bentuk trafiking terhadap perempuan, laki-laki, dan anak-anak Indonesia. Tujuan Jaringan Pola Perekrut- Peminan dahan
PRT Tersebar di luar merata; negeri sangat terorgani sasi
30
Diawasi dengan ketat dan sering kali dikawal
Tujuan Akhir
Profil Orang yang Direkrut Sebagian Perembesar ke puan Malaysia dan tetapi anak juga ke peremSingapuan pura, Taiwan, Arab
Jumlah Korban
Resiko PrioTrafi- ritas king
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Abhijit Dasgupta, et al, Op. cit, hal. 49
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Prostitusi di luar negeri/ kerja di tempat hiburan
Perka winan dengan orang asing Pekerjaan di tempat konstruksi ,perke bunan, dsb
PRT di Indone sia
Agak tersebar dengan keberada an daerahdaerah kantong; terorgani sasi sering kali sama seperti di atas Lokal; terorgani sasi
Agak tersebar dengan keberada an daerahdaerah; terorgani sasi
Tersebar; sebagian besar informal dan melalui teman sebaya
Diawasi dengan ketat dan sering kali dikawal
Tidak diketahui
Saudi, dsb. Sebagian besar ke Malaysia tetapi juga ke Singapura, Jepang, dsb
Perempuan dan anak perempuan
Sebagian Perembesar ke puan Taiwan dan anak perempuan Diawasi Sebagian Sebagidengan besar ke an besar ketat Malaysia lakilaki, selebihnya adalah perempuan dan anak laki-laki Acak, Sebagian Peremsering besar di puan, tidak pulau anak terorgan yang peremisir dan sama. puan tidak Namun, dan dikawal PRT asal kadang Jawa anak juga laki-laki ditemukan di pulaupulau
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
SeSedang dang sampai dengan rendah
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Prostit usi dalam negeri
Terse bar; sangat terorgani sasi
Penjualan bayi
Agak tersebar; terorgani sasi
Lingka ran penge mis terorga nisasi Kawin kontrak
Lokal; terorgani sasi
Lokal; informal
Diawasi dengan ketat dan dikawal
lain Tersebar dengan beberapa pengecu alian
Perempuan dan anak perempuan Dikawal Sebagian Anakbesar ke anak Malaysia dan Singapura Dikawal Lokal Anakanak
Lokal
Sedang
Sangat tinggi
Tinggi
Rendah
Tidak berarti
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Lokal
Perem- RenTidak Renpuan ah ada dah dan anak perempuan Tabel di atas dapat membantu menkonseptualisasikan berbagai bentuk
trafiking yang dilakukan terhadap perempuan, laki-laki dan anak-anak di Indonesia dan kemana seharusnya fokus para pembuat kebijakan diarahkan agar dapat meraih hasil-hasil yang permanen. Bentuk-bentuk perdagangan orang yang paling banyak terjadi khususnya di propinsi Sumatera Utara berdasarkan penelusuran pustaka, internet dan wawancara adalah: 1) Pembantu Rumah Tangga (PRT) baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. 2) Prostitusi perempuan dan anak perempuan serta eksploitasi seks di luar maupun di wilayah Indonesia. 3) Penjualan anak dan bayi. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Kasus ini banyak terjadi pada anak-anak jalanan. Dimana mereka dipaksa untuk mengamen dan mengemis di perempatan jalan.
BAB III PERAN BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PROPINSI SUMATERA UTARA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA
A. Kedudukan dan Tugas Biro Pemberdayaan Perempuan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang
Kedudukan Biro Pemberdayaan dalam tindak pidana perdagangan orang adalah sebagai vocal point atau koordinator dalam mengkoordinir instansi-instansi yang terkait dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang di Sumatera Utara. Biro Pemberdayaan Perempuan tidak secara langsung terjun untuk menangani kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi. Biro Pemberdayaan Perempuan menghubungi instansi-instansi ataupun LSM untuk memberikan pendampingan dalam bidang hukum dan pemulangan para korban ke daerah asal mereka. Biro Pemberdayaan Perempuan mempunyai tugas dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang, antara lain yaitu : a) Mengkoordinasikan stakeholders atau anggota tim kerja dalam implementasi Rencana aksi Propinsi. Biro Pemberdayaan
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
b) Mengusulkan pendanaan implementasi Gugus Tugas dan Program Rencana
Aksi
Propinsi
Penghapusan
Perdagangan
(trafiking)
Perempuan dan Anak dalam APBD setiap tahun. c) Sebagai sekretariat terhadap pelaksanaan Gugus Tugas dan Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (trafiking) Perempuan dan Anak di Sumatera Utara. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara No. 188.34/2240.K/Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (trafiking) Perempuan dan Anak, pasal 1 ayat (2) menetapkan pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2004 adalah Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Sumatera Utara. Atas dasar pertimbangan tersebut maka Sekretariat Gugus Tugas P3A Propinsi Sumatera Utara berada di Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu. Pemerintah Sumatera Utara akan menyediakan sarana prasarana operasional Gugus Tugas P3A Propinsi Sumatera Utara. 31 d) Biro
Pemberdayaan
Perempuan
ikut
mendampingi
korban
perdagangan (trafiking) perempuan dan anak. Misalnya menjemput para TKI korban perdagangan manusia dari luar negeri. e) Mengadvokasi korban perdaganagn perempuan dan anak. Dalam artian Biro Pemberdayaan Perempuan menemani para korban untuk melaporkan kejadian yang mereka alami ke pihak kepolisian, ataupun
31
Edy Ikhsan et al, Op.cit., hal 32
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
mencarikan pengacara untuk mendampingi korban dalam mejalani proses hukum yang mereka jalani. f) Menyebarluaskan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat tentang apa itu perdagangan manusia, bentuk-bentuk perdagangan manusia serta modus operandi yang digunakan trafficker dalam menjebak korbannya. Penyebarluasan informasi ini dilakukan melalui diskusi ilmiah, seminar-seminar yang bekerja sama dengan berbagai pihak, lewat media cetak dan elektronik, maupun penyebaran brosur dan pemasangan spanduk untuk menghindari perdagangan manusia.
B. Produk Hukum yang Diterbitkan Biro Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Sumatera Utara tentang Perdagangan Orang
Telah banyak kemajuan yang dicapai Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam bidang reformasi hukum dan kebijakan dalam upaya Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak (P3A). Berbagai instrumen hukum diantaranya Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. Terakhir Pemerintah Propinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
1.
Peraturan
Daerah
No.
5
Tahun
2004
tentang
Pencegahan
dan
Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Permasalahan anak yang paling menonjol adalah sebagai pekerja seks. Selain itu perdagangan anak untuk dipekerjkan dalam bentuk-bentuk lainnya seperti anak-anak di Pakistan yang dijual untuk menjadi joki unta di Dubai, anakanak di Meksiko yang diperdagangkan untuk menjadi pengemis di jalanan di New York, Amerika Serikat. 32 Pemerintah Sumatera Utara telah konsisten untuk melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Saat ini banyak anak-anak yang terjebak dalam situasi sulit yang dialami keluarga. Anak-anak dipaksa untuk ikut menanggung beban keluarga mereka dan orang tua mereka tidak dapat bertindak dan mencegah keadaan itu. Pada umumnya anak-anak itu bekerja di lingkungan yang membahayakan diri mereka. Seperti di perempatan jalan sebagai pengamen dan pengemis maupun pengecer koran, di emperan toko sebagai tukang semir sepatu, di jermal dan di tempat-tempat lain. Terkadang banyak orang yang memanfaatkan keadaan mereka dimana anak-anak ini dipaksa untuk mengemis dan uang yang didapat diserahkan kepada “induk semang” mereka. Orang tua pun dapat dikatakan sebagai pelaku apabila mereka menyuruh anak-anak mereka untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Di sisi lain, terkadang anak-anak menyadari kondisi keluarga yang miskin, kemudia ikut membantu memenuhi keluarga dengan cara bekerja, baik di jalanan atau tempat lainnya.
32
Arif Gosita,et al., Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan, Lembaga Advokasi Anak Indonesia, Medan, 2001, hal.10. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Anak-anak ini mendapatkan resiko yang fatal bagi mereka di tempat mereka bekerja. Sejauh ini ada beberapa macam resiko yang dialami anak jalanan, antara lain: a) korban operasi tertib sosial; b) korban kekerasan orang dewasa; c) kehilangan pengasuhan; d) resiko penyakit seperti penyakit menular; e) kehilangan kesempatan pendidikan; f) eksploitasi seksual; dan 33 g) berkonflik dengan hukum. Berbeda dengan anak jalanan laki-laki, anak jalanan perempuan mendapatkan resiko tambahan ketika memasuki gaya hidup jalanan, yakni kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada beberapa sebab yang membuat anak perempuan mengalami masalah kehamilan, yakni: 34 1) Kurangnya pengetahuan dan informasi yang benar tentang seksualitas; 2) Ketakberdayaan anak perempuan untuk memaksa pasangannya menggunakan cara aman dalam berhubungan seksual; 3) Kehamilan karena perkosaaan.
Dalam Pasal 3 Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 yang dimaksud dengan bentuk-bentuk pekerja terburuk anak, yaitu: 35
33
Aan T. Subhansyah, Anak Jalanan Di Indonesia Deskripsi Persoalan dan Penanganan, Yayasan Lembaga Pengakjian Sosial Humana, Yogyakarta, 2006, hal 24 34 Ibid, hal. 33 35 Chairul Bariah Mozasa, Op.cit., hal. 29 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
1)
Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, pembayaran hutang (debt bondage), dan penghambaan serta kerja paksa anak-anak dalam konflik bersenjata;
2)
Pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk pelacuran, produksi pornografi, atau pertunjukan pornografi;
3)
Pemanfaatan, penyediaan, atau penawaran anak dalam kegiatan ilegal
khususnya
pembuatan
atau
perdagangan
obat
bius
sebagaimana diattur dalam perjanjian intenasional yang relevan; 4)
Pekerjaan yang sifatnya atau dari lingkungan tempat bekerja dapat mengganggu kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini semakin menguatkan untuk menindak siapa saja yang masih mempekerjakan anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. 2.
Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (trafiking)
perempuan dan anak disahkan pada tanggal 6 Juli 2004. Selama ini, kendala utama penanganan perdagangan perempuan dan anak di Sumatera Utara adalah tidak adanya landasan hukum yang bisa melindungi korban trafiking yang dimulai dari proses pencegahan hingga penanganan. Sementara itu pada satu sisi perdagangan perempuan di Sumatera Utara kian tahun jumlahnya kian meningkat. Kondisi itulah yang memaksa sejumlah kelompok masyarakat di Sumatera Utara Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
yang peduli dengan masalah-masalah trafiking ini berinisiatif untuk menyusun dan mendesak pemerintah propinsi untuk mensahkan sebuah peraturan daerah tentang trafiking.
36
Ide memunculkan Perda trafiking ini dimulai pada tahun 2001 dimana banyak persoalan atau kasus-kasus trafiking yang terus mengalami peningkatan cukup signifikan di Sumatera Utara, terutama sejak dilakukan identifikasi tahun 1999. Banyak kelemahan dari sisi hukum untuk bisa melindungi perempuan dan anak yang menjadi korban terutama dari sisi preventif, rehabilitasi dan perlindungan sosialnya. Perda ini secara substansi untuk menutupi kelamahan dari undang-undang yang sudah ada (sebelum lahirnya UUPTPPO). Perda ini menjawab tentang rehabilitasi korban, artinya korban-korban anak dan perempuan yang sudah pernah menjadi atau sedang menjadi korban trafiking bisa diselamatkan dengan cara sistematis dan kemudian ada upaya perlindungan bagi mereka, untuk sampai kembali secara psikologis dan sosial. Karena selama ini tingkat keluarga, komunitas masyarakat dan juga institusi lembaga pendidikan belum bisa menerima korban-korban perdagangan (trafiking). Substansi Perda ini adalah bagaimana menguatkan fungsi koordinasi lintas sektoral antara institusi-institusi yang berkompeten, misalnya kepolisian, LSM, pemerintah, kejaksaan, dan pengadilan. Di dalam Perda tidak mencantumkan sanksi pidana bagi pelaku trafficker karena itu penjatuhan hukumannya diserahkan pada undang-undang. Namun di dalam perda itu dicantumkan bagi para institusi pemerintah maupun non
36
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Misran-Lubis-Perda-Trafiking-MempetegasPerlindungan-Perempuan-dan-Anak. Diakses pada tanggal 17 Nopember 2008 Pukul 19.25 WIB Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
pemerintah yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur di dalam perda. Misalnya di dalam perda itu dicantumkan bahwa kepala desa punya kewajiban untuk melakukan identifikasi bagi perempuan dan anakanak yang ingin bekerja ke luar negeri. Kepala desa perlu mengetahui kemana mereka bekerja dan apa bentuk pekerjaannya. Ini salah satu cara meminimalisir adanya penipuan terhadap perempuan dan anak. Jika identifikasi itu tidak dilakukan oleh kepala desa, maka di dalam Perda dijelaskan mereka akan dikenakan sanksi administratif. Misalnya pemecatan dan sebagainya, termasuk juga terkena pada institusi di atasnya, seperti camat dan sebagainya.
3.
Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi
Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak yang disahkan pada tanggal 22 November 2005 merupakan salah satu perangkat ampuh untuk mewujudkan
komitmen
Pemerintah
Propinsi
Sumatera
Utara
dalam
menghapuskan praktik sindikat perdagangan (trafiking) di Sumatera Utara. Peraturan Gubernur ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. 37 Lahirnya Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking)
37
Bappeda Propinsi Sumatera Utara, Kebijakan dan Strategi Program Pembangunan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara dalam Penanggulangan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, disampaikan dalam rangka Pertemuan Pelakasanaan Rencana aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan anak (RAP P2A) pada tanggal 12 Agustus 2008 bertempat di Hotel Royal Perintis Medan, hal. 1 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Perempuan dan Anak ini dilakukan melalui proses yang sangat partisipatif, melibatkan berbagai sektor pemerintah serta peran masyarakat/ organisasi masyarakat, praktisi hukum, organisasi perempuan dan akademisi. Rencana Aksi Propinsi ini merupakan landasan dan pedoman bagi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan masyarakat dalam melaksanakan dan mengembangkan program upaya penghapusan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak di tingkat propinsi selama periode 5 tahun. Berdasarkan struktur produk hukum perundang-undangan setingkat daerah, Rencana Aksi Propinsi (RAP) Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 2 (dua) bagian. Bagian pertama tentang Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak yang memuat Konsiderans, Dasar Yuridis, dan bagian kedua memuat 9 pasal yang mengatur tentang hakekat dan tujuan RAP P3A, Gugus Tugas RAP P3A serta pembiayaan pelaksanaan RAP P3A.
Yang menjadi kelompok sasaran program RAP P3A yaitu : a) Pemerintah Propinsi Sumatera Utara b) Anak-anak dan perempuan yang menjadi korban dan/atau yang berpotensial menjadi korban perdangangan (trafiking) perempuan dan anak c) Masyarakat Sumatera Utara, terutama daerah-daerah yang beresiko tinggi terjadinya praktik perdagangan (trafiking) perempuan dan anak.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Agar pencapaian hasil pelaksanaan Rencana Aksi Propinsi ini dapat optimal, maka diperlukan langkah-langkah strategis melalui: 1)
38
Membangun aliansi strategis dengan berbagai instansi atau sektor terkait, serta pemangku kepentingan (stakeholders) untuk membangun komitmen bersama. Sehingga Rencana Aksi Propinsi ini akan menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan di bidang ekonomi, sosial, ketenagakerjaan, pendidikan, kepariwisataan, kesehatan, dan lain sebagainya;
2)
Membentuk Gugus Tugas Propinsi dengan dilengkapi sekretariat di bawah koordinasi Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Propinsi untuk menjamin terlaksananya Rencana Aksi P3A di Propinsi Sumatera Utara ;
3)
Susunan Gugus Tugas Propinsi terdiri dari Tim Pengarah, Tim Pelaksana dan Kelompok Kerja Sekretariat. Struktur lengkap tentang Susunan Keanggotaan Gugus Tugas akan diatur dalam lampiran tersendiri dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2005 ini;
4)
Meningkatkan kesepakatan dengan pihak legislatif agar setiap pengambilan kebijakan daerah mempertimbangkan kepentingan perlindungan perempuan dan anak;
5)
Meningkatkan koordinasi dengan institusi pemerintah dan lembagalembaga non pemerintah, Kabupaten/Kota untuk berperan aktif dalam
38
Edy Ikhsan et al., Op.cit., hal. 19
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
aksi bersama penghapusan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak; 6)
Memberikan ruang partisipasi anak dalam perencanaan, implementasi, pengawasan dan evaluasi kebijakan khususnya yang menyangkut kepentingan perempuan dan anak;
7)
Menyusun Prosedur Standar Pelaksanaan (PSP) dalam penanganan korban perdagangan (trafiking) perempuan dan anak.
Stakeholders Rencana Aksi Propinsi penghapusan (trafiking) perempuan dan anak adalah elemen institusi/lembaga (pemerintah, organisasi profesi, organisasi
agama,
akademisi/perguruan
organisasi tinggi
dan
pemuda, praktisi)
lembaga potensial
swadaya
masyarakat,
dalam
mendukung
implementasi program Rencana Aksi Propinsi Penghapusan (trafiking) perempuan dan anak. Peran Stakeholders dalam upaya penghapusan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak adalah bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan program-program yang signifikan dalam mendukung Rencana Aksi Propinsi Penghapusan (trafiking) perempuan dan anak sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Stakeholders potensial dalam mendukung RAP P3A adalah : a.
Gubernur Sumatera Utara
b.
Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu
c.
Biro Bina Sosial Setdapropsu
d.
Biro Hukum Setdapropsu
e.
Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara
f.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
g.
Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara
h.
Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Pemerintah di Propinsi Sumatera Utara
i.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara
j.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sumatera Utara
k.
Badan Informasi dan Komunikasi
l.
Instansi Bidang Hukum dan HAM
m.
Kanwil Departemen Agama Sumatera Utara
n.
Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sosial lainnya
o.
Perguruan Tinggi
p.
Pihak Imigrasi, Petugas Bandara, dan Pelabuhan
q.
Media Massa, Organisasi Media dan Insan Media, serta
r.
Instansi Lintas Sektor lainnya. Gugus Tugas Propinsi Sumatera Utara No. 6 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Perdagangan (trafiking) perempuan dan anak memiliki peranan strategis dalam mengkoordinsasikan instansi terkait dan stakeholders di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Peran dan tanggung jawab Gugus Tugas Propinsi yang selanjutnya menjadi kebijakan institusi adalah : a) Menentukan
dan
menetapkan
arah
kebijakan
penghapusan
perdagangan (trafiking) perempuan dan anak di Sumatera Utara; Penentuan arah kebijakan dilakukan melalui pemetaan dan kajian yang cermat serta laporan perkembangan dengan mempertimbangkan besaran dan kompleksitas masalah. Hasil pemetaan, kajian dan laporan perkembangan ini selanjutnya ditetapkan sebagai tahapan program untuk jangka pendek menengah, dan jangka panjang. Kebijakan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Tahapan Program yang tersusun untuk selanjutnya didistribusikan kepada masing-masing instansi terkait dan stakeholders. b) Mengkoordinasikan instansi terkait dan stakeholders di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota; Instansi
Pemerintahan,
Aparat
penegak
hukum,
Lembaga/Organisasi Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta pihak-pihak dan elemen masyarakat lainnya tidak akan mampu menyelesaikan masalah perdagangan (trafiking) perempuan dan anak secara parsial dan sektoral. Akan tetapi dibutuhkan adanya kolaborasi yang terpadu dan terkoordinasi dengan baik. Oleh karena itu, Gugus Tugas Propinsi memiliki peranan yang sangat penting dalam mengkoordinasi dan mensinergikan program-program dan kebijakankebijakan yang dimiliki oleh instansi/lembaga terkait. c) Membangun kerjasama dan bantuan teknis dengan lembaga-lembaga di tingkat lokal, nasional dan internasional; Menyadari berbagai keterbatasan sumber dan kemampuan dalam mewujudkan
program
penghapusan
perdagangan
(trafiking)
perempuan dan anak, maka kerja sama dan bantuan teknis dari berbagai lembaga diperlukan untuk mendukung terlaksananya program-program aksi. Dengan segenap kemampuannya Gugus Tugas dapat menggalang berbagai lembaga yang potensial sebagai mitra dalam mewujudkan program-programnya. d) Advokasi kebijakan politik
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Gugus Tugas Propinsi berperan sebagai leading sektor dalam mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan penghapusan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak di tingkat lokal. Selain itu juga berperan mensinkronisasikan kebijakan nasional, regional dan internasional
ke
dalam
kebijakan
lokal,
sehingga
mampu
mengoptimalkan pelaksanaan program aksi secara komprehensif.
e) Penguatan kapasitas institusi Untuk meningkatkan kapasitas stakeholders dalam menjalankan fungsi masing-masing institusi atau lembaga Gugus Tugas berkewajiban untuk memfasilitasi penguatan kapasitas institusi stakeholder terkait. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyuluhan, diskusi, pelatihanpelatihan dan sosialisasi berbagai kebijakan yang terkait dengan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak, sehingga secara bertahap tingkat kemampuan dan pemahaman stakeholders semakin terarah dan sinergis. f) Melakukan koordinasi dan pertemuan berkala Dalam upaya meningkatkan pencapaian tujuan pelaksanaan Rencana Aksi Propinsi, Gugus Tugas Propinsi dapat melakukan koordinasi dan pertemuan berkala dengan instansi terkait dan para stakeholder. Upaya ini dilakukan baik melalui pertemuan/rapat koordinasi berkala sesuai ketetapan bersama untuk mengetahui perkembangan implementasi Rencana Aksi Propinsi yang dilakukan oleh Gugus Tugas Propinsi dan Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
para stakeholder minimal 1 kali pertriwulan (3 bulan), maupun koordinasi sesuai dengan kebutuhan.
C. Program Biro Pemberdayaan Perempuan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara.
Secara menyeluruh kegiatan penanganan trafiking di Sumatera Utara dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat dan lembaga donor, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam satu rangkaian program atau kegiatan yang disusun secara terpadu. Kegiatan yang dilaksanakan dapat dikelompokkan dalam 3 pilar yang saling berlaitan, yaitu peningkatan kapasitas, penyadaran masyarakat dan penguatan jaringan kerja. Seluruh kegiatan diarahkan untuk upaya: pencegahan, penanganan kasus atau pelayanan korban (hukum, psikis dan medis), reintegrasi korban dan paska kasus atau masa depan korban. 39 Upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan, antara lain: 1)
Penerbitan Peraturan Daerah No. 5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak.
2)
Penerbitan
Peraturan Daerah No. 6 tahun 2004 tentang Penghapusan
Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. 3)
Penerbitan Peraturan Gubernur No. 24 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak; serta pembentukan Gugus Tugas Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.
39
Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Utara, Perdagangan Orang (Trafiking) dan Upaya Pempropsu dalam Penanggulangannya, hal. 7 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
4)
Sosialisasi Peraturan Daerah tersebut dan peraturan yang berkaitan seperti prosedur bekerja ke luar negeri, dan lain-lain kepada aparat dan masyarakat.
5)
Sosialisasi dan kampanye trafiking ke dan melalui tokoh agama, tokoh masyarakat, oranisasi kemasyarakatan/LSM dan masyarakat luas secara langsung atau tatap muka.
6)
Penyebarluasan informasi melalaui leaflet dan poster.
7)
Dialog interaktif baik langsung maupun melalui radio dan televisi.
8)
Publikasi di berbagai event dan media, baik langsung maupun mendorong insan pers untuk melakukannya melalui himbauan, pelibatan, pendekatan personal hingga perlombaan.
9)
Membuat
pola
koordinasi
penanganan
trafiking
dan
mengimplementasikannya. 10)
Membentuk dan mengoperasikan Tim Pengarusutamaan Gender dan Tim Pengendalian Pemberangkatan dan Pemulangan TKI.
11)
Melakukan rapat-rapat koordinasi antar stakeholders/anggota tim dalam rangka upaya pencegahan, termasuk dalam penigngkatan pemeriksaan dan proses dokumen dan keberangkatan.
12)
Melakukan kerjasama kegiatan dan memperkuat sinergitas serta penyamaan persepsi dalam upaya pencegahan.
13)
Mendorong Kabupaten/Kota dan pihak berwenang dalam pemantuan aktivitas keluar masuk orang atau barang baik pada jalur-jalur resmi maupun tidak resmi/tradisional, terutama pada sepanjang selat Malaka.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
14)
Memeperluas jaringan kerja ke luar daerah atau negara untuk koordinasi, konsultasi dan kerjasama.
15)
Melaksanakan dan mengikuti berbagai pertemuan dalam dan luar daerah atau negara untuk peningkatan pengetahuan dan perluasan jaringan kerja.
16)
Melakukan kegiatan pengembangan ketrampilan atau pelatihan bagi anak/remaja putus sekolah.
17)
Meningkatkan kegiatan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil serta upaya peningkatan angka partisipasi sekolah. Upaya yang dilakukan dalam rangka penanganan kasus atau pelayanan
korban, antara lain : 1)
Penegakan hukum (penindakan pelaku, peneyelamatan, perlindungan dan pendampingan korban).
2)
Pelayanan bantuan hukum, psikologis dan medis.
3)
Perlindungan dan penampungan sementara.
4)
Pelatihan/simulasi penanganan korban bagi stakeholders/anggota tim.
5)
Sosialisasi, seminar, kampanye, konferensi, dan lain-lain, guna mengajak partisipasi masyarakat dan semua pihak untuk menanggulangi masalah trafiking (melaporkan, membantu aparat, membantu korban, dan lain-lain).
6)
Melakukan koordinasi antar stakeholders dalam dan luar daerah atau negara dalam upaya penanganan kasus dan pelayanan korban. Upaya yang dilakukan dalam rangka reintergrasi korban, antara lain :
1)
Penguatan terhadap korban.
2)
Sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka upoaya penerimaan korban kembali ke masyarakat atau keluarga.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
3)
Pendekatan terhadap keluarga korban untuk kesiapan keluarga untuk menerima korban kembali.
4)
Melakukan pemulangan korban ke daerah asal atau keluarga.
5)
Melakukan kerja sama antar stakeholders dalam upaya reintegrasi korban. Upaya yang dilakukan dalam rangka penataan masa depan korban, antara
lain : 1)
Pelatihan ketrampilan bagi korban.
2)
Bantuan modal usaha/peralatan.
3)
Melakukan koordinasi dan kerja sama dalam upaya membantu korban untuk menata kehidupannya Kegiatan-kegiatan tersebut di atas semuanya telah dilakukan, namun
belum mampu menjangkau semua masyarakat dan semua korban, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada di berbagai bidang, baik SDM maupun dana, sarana dan prasarana. Oleh karena itu Propinsi Sumatera Utara terus berupaya mengembangkan jaringan lebih luas lagi agar dapat melakukan kegiatan penangannan trafiking dengan lebih luas pula. Guna mencapai harapan kaitannya dalam menanggulangi dan penghapusan perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak, maka telah disusun beberapa program pembangunan terkait yang terhimpun di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2006-2010 Pemerintah Sumatera Utara. 40 Dimana program pembangunan Pemberdayaan Perempuan ini mempunyai sasaran yang hendak dicapai, antara lain:
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
a.
Menurunnya kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan;
b.
Menurunnya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak;
c.
Meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan dan anak. Program Pembangunan Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Sumatera
Utara, yaitu: 41 1) Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan; dan meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Sasaran program adalah meningkatnya kualitas hidup, peran, dan kedudukan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan; dan meningkatnya upaya perlindungan perempuan terhaap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi di tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan program ini dilakukan lewat kegiatan-kegiatan sebagai berikut :42 a. Pelaksanaan pembinaan penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan kualitas hidup perempuan di Kabupaten/Kota. b. Operasional Gugus Tugas Propinsi Pengahpusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
40
Bappeda Propinsi Sumatera Utara, Op. cit., hal. 5 Biro Pemberdayaan Propinsi Sumatera Utara, Kebijakan Pemberdayaan Perempuan di Sumatera Utara, 2007, hal 7 41
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
c. Fasilitasi
pelaksanaan
Rencana
Aksi
Propinsi
Penghapusan
Perdagangan Perempuan dan Anak. d. Pembekalan peningkatan kualitas hidup perempuan (pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, lingkungan hidup, politik, dan lain-lain). e. Fasilitasi atau bantuan untuk pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
2) Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anak dan mewujudkan anak Indonesia yang sehat, cerdas dan ceria dan melindungi anak terhadap berbagi bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Sasaran program adalah meningkatnya kualitas hidup, peran, dan meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan anak sebagai bentuk pemenuhan hak-hak anak, terutama dibidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan dan meningkatnya kesempatan penuh bagi anak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sesuai usia dan tahapan perkembangan anak. Pelaksanaan dari program ini dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang sama dengan program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan. 3) Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak
42
Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu, Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara, Medan, 2006, hal. 6 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Program ini bertujuan untuk memperkuat kelembagaan dan jaringan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan anak (PUA) di berbagai bidang pembangunan, di tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota. Sasaran program adalah menguatnya sistem dan mekanisme kelmbagaan dan jaringan Pengarusutamaan Gender dan anak, termasuk ketersediaan data gender dan profil anak; dan meningkatnya peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan anak dan Pemberdayaan Perempuan di berbagai pembangunan, di tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan lewat program ini antara lain: a. Operasional peningkatan Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan. b. Kerja sama/kemitraan kegiatan pemberdayaan perempuan dengan instansi pemerintah, organisasi masyarakat dan LSM. c. Kerja sama kegiatan penelitian, pengembangan pengkajian dan penyuluhan masalah-masalah gender. d. Fasilitasi penyuluhan/kampanye kesetaraan dan keadilan gender kepada masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. e. Fasilitasi
pemberian
penghargaan
bagi
penggerak
kegiatan
pemberdayaan perempuan di Kabupaten/Kota. f.
Pelatihan manajemen dan kepemimpinan bagi pejabat dan pengurus organisasi perempuan.
g. Operasional Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2). h. Peringatan hari Ibu. 4) Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Perempuan dan Anak Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian di berbagai bidang pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas perempuan dan anak, di tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota. Sasaran program adalah terciptanya kebijakan yang terintegrasi dalam rangka peningkatan kualitas anak dan perempuan di berbagai bidang pembangunan, di tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan dari program ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Sosialisasi gender budgeting dan pengarusutamaan gender. b. Pelaksanaan pembinaan program pemberdayaan perempuan di Kabupaten/Kota. c. Pembuatan materi pembelajaran gender (modul, VCD, film, gingle, dan lain-lain). d. Pengembangan
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
pemberdayaan perempuan (pembuatan, penyebarluasan, perbanyakan, sosialisasi, penyerasian, dan lain-lain). e. Rapat koordinasi pemberdayaan perempuan nasional, regional dan lokal. f.
Pengembangan data/referensi/profil gender.
g. Evaluasi pelaksanaan PUG (CEDAW Beijing Platform, MDGs, Inpres, Parahita, dan lain-lain).
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Strategi yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan Sumatera Utara untuk pelaksanaan kebijakan Propinsi dan Kabupaten/Kota, antara lain: 43 a)
Melibatkan semua pihak dan membangun kepedulian, partisipasi masyarakat.
b)
Mengembangkan jaringan hukum, kapasitas SDM, Penegak Hukum dan Pengelola.
c)
Kerjasama dengan legislatif agar produk hukum (Perda) dan peraturan lainnya, memperhatikan kepentingan perempuan dan anak.
d)
Harmonisasi instrumen hukum internasional, nasional ke dalam Peraturan Daerah.
e)
Dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan sumber daya, sarana dan prasarana.
f)
Melakukan kerjasama secara nasional, propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota.
g)
Memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat, antar propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota.
h)
Menjadikan gerakan anti perdagangan manusia sebagai gerakan nasional.
i)
Membangun kemitraan dan jaringan kerja (LSM, Organisasi Kemasyarakatan, Perguruan Tinggi, Media Massa dan dunia usaha), untuk pencegahan dan penanggulangan trafiking serta penguatan pemberdayaan masyarakat terhadap ekonomi dan pendidikan.
43
Emmy Suryana Lubis, Biro Pemberdayaan Perempuan Setdapropsu, Kebijakan Pempropsu dalam Pencegahan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara, disampaikan pada acara Seminar Terkait Masalah Trafiking di Hotel Garuda Plaza, Medan 19 Juli 2008, hal. 25 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV UPAYA BIRO PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MENGATASI HAMBATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI PROPINSI SUMATERA UTARA
A. Hambatan yang Dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan dalam Menangani Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara Alangkah baiknya gagasan dunia untuk melibatkan masyarakat dalam memerangi perdagangan manusia. Hampir dalam semua gerakan anti perdagangan manusia,
kelompok
masyarakat
disebut-sebut
mempunyai
fungsi
yang
fundamental untuk mengurangi jatuhnya korban dan pada saat yang sama memberikan penguatan bagi korban. Bahwa negara tidak akan mampu melakukan peperangan terhadap kejahatan kemanusiaan ini tanpa melibatkan masyarakat. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Dan sebaliknya masyarakat membutuhkan tangan negara (pemerintah) untuk berani menghapus jaringan dibalik eksploitasi manusia ini. Dalam
rangka
penghapusan
dan
pencegahan
kegiatan
trafiking
(perdagangan manusia) haruslah dilakukan secara berkesinambungan dan komprehensif. Biro Pemberdayaan Perempuan yang berkoordinasi dengan institusi-institusi baik pemerintah, LSM maupun sektor lainnya terus melakukan kegiatan-kegiatan dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang. Namun, upaya penanganan ini tidaklah semudah yang dibayangkan. Biro Pemberdayaaan Perempuan juga menghadapi hambatan dan kendala. Hambatan dan kendala yang dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang antara lain: 44 1.
Belum tersosialisasikannya dengan baik UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maupun UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak
Pidana
Perdagangan
Orang,
kepada
masyarakat khususnya para aparat penegak hukum; 2.
Trafiking merupakan masalah yang kompleks, menyangkut bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain;
3.
Korban pada umumnya bukan warga masyarakat Sumatera Utara melainkan dari pulau Jawa dan propinsi lainnya;
4.
Kondisi geografis Sumatera Utara yang merupakan daerah transit, daaerah sumber, dan daerah tujuan atau penerima;
44
Elisabeth Juniarti, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, disampaikan dalam acara Peringatan Hari Ibu ke-79 Propinsi Sumtera Utara di Aula Martabe 5 Desember 2007, Pusaka Indonesia, hal. 9 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
5.
Para korban maupun keluarga yang mudah dipengaruhi oleh pelaku untuk tidak melanjutkan perkara sampai ke pihak kepolisian dan berakhir di pengadilan;
6.
Korban merasa tabu ataupun malu untuk melaporkan, mengungkap kejadian yang mereka alami karena menganggap masalah itu adalah masalah keluarga atau domestik;
7.
Masih tingginya budaya patriarkhi di masyarakat dan menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai masyarakat kelas 2 dan tidak perlu dipertimbangkan pendapatnya;
8.
Sulitnya alat bukti terutama bagi korban kekerasan ataupun trafiking ke luar negeri, jika kasusnya akan diproses secara hukum. Pada umumnya para korban ini adalah para TKI yang berada di luar negeri;
9.
Masih adanya aparat penegak hukum dan masyarakat yang belum responsif terhadap korban trafiking;
10.
Masih banyaknya masyarakat yang belum mau menerima korban perdagangan (trafiking) kembali ke komunitasnya (cenderung membebankan kesalahan kepada korban sendiri);
11.
Permintaan pasar terus meningkat, terutama terhadap anak-anak oleh karena daya beli meningkat, lemahnya moral, dan adanya asumsi bahwa anak-anak masih bersih dari penyakit, hal ini membuat sebagian orang tua sendiri tergiur pada bisnis ini; 45
45
Bappeda Propinsi Sumatera Utara, Op. cit., hal. 2
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
12.
Meningkatnya pekerja ke luar negeri merupakan masalah yang sangat rentan dengan trafiking;
13.
Berkembangnya jaringan trafiking internasional yang makin kuat dan canggih;
14.
Globalisasi dan percepatan teknologi informasi, kemudahan mengakses di berbagai belahan dunia bagi operasionalisasi organisasi kriminal trafiking perempuan dan anak;
15.
Kemajuan di bidang transportasi memudahkan pemindahan korban dari kasus satu tempaat ke tempat lain, antar wilayah maupun antar negara;
16.
Masih belum efektifnya penanganan dan pengawasaan perdagangan manusia (trafiking) di lapangan;
17.
Semakin lemahnya fungsi lembaga ketahanan keluarga dan lembaga masyarakat;
18.
Kurangnya keberpihakan atau keterlibatan dunia usaha untuk penguatan pemberdayaan masyarakat terhadap pendidikan dan ekonomi sebagai upaya antisipasi atau pencegahan terjadinya trafiking;
19.
Isu trafiking dalam hal alokasi anggaran pendanaannya belum terintegrasi dan belum dianggap penting;
20.
Kurangnya keterlibatan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat di dalam upaya pencegahan dan penanggulangan trafiking;
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
21.
Kurangnya keberpihakan atau keterlibatan media massa dalam memperkuat, memperluas intensitas penyebaran informasi (edukasi) permasalahan trafiking pada masyarakat.
Dari permasalahan tersebut belum tersedia data secara akurat untuk dijadikan referensi, hal ini disebabkan sifat dari permasalahan tersebut yang cenderung tersembunyi dan terjadi secara ilegal. Meskipun ada sejumlah catatan dari berbagai lembaga, namun hal ini hanyalah sebuah fenomena gunung es artinya fenomena kasus jauh lebih besar daripada data yang terungkap. Untuk trafiking (perdagangan manusia) masalahnya tidak terlepas dari modus operandi yang dipraktekkan oleh jaringan atau sindikat traafiking yang sangat rahasia, terselubung, rapi dan sulit untuk diidentifikasikan. 46
B. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan yang Dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang di Propinsi Sumatera Utara Pemerintah Propinsi Sumatera Utara terus berupaya mengembangkan jaringan lebih luas lagi agar dapat melakukan kegiatan penanganan trafiking dengan lebih luas lagi. Sejak dikumandangkannya perang terhadap perdagangan manusia Biro Pemberdayaan Perempuuan dan instansi yang terkait serta LSM sampai saat ini masih menghadapi hambataan. Namun demikian Biro Pemberdayaan Perempuan juga melakukan kegiatan-kegiatan sebagai upaya dalam mengatasi hambatan tersebut.
46
Nurlisa Ginting, Op.cit, hal. 13
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Upaya-upaya yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan dalam mengatasi hambatan tersebut antara lain: 47 1.
Sosialisasi,
kampanye
dialog
interaktif
secara
intensitas
(penyebaran, pengembangan media informasi) tentang bahaya trafiking dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak
Pidana
Perdagangan
Orang
kepada
masyarakat; 2.
Implementasi Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan Gubernur no. 24 Tahun 2005 tentang Rancangan Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak;
3.
Pembentukan Gugus Tugas Trafiking dan Rencana Aksi Daerah Penghapusaan Perdagangan (Trafiking) Perempuaan dan Anak di Kabupaten/Kota yang daerahnya rawan trafiking;
4.
Memperkuat daann memperluas jaaringan kerja terpadu antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di tingkat daerah, nasional dan internasional;
5.
Memperluas akses untuk peningkatan pendidikan khususnya bagi anak perempuan;
6.
Meningkatkan
upaya
pengentasan
kemiskinan,
memperluas
kesempatan kerja, mengurangi pengangguran; 7.
Memperkuat peran aktif Gugus Tugas melakukan tindakan serius dalam
47
upaya
pencegahan,
penaanganan,
penindakaan
dan
Ibid, hal. 14
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
penegaakan hukum secara tegaas, konsisten dan terus menerus terhadap pelaku trafiking dan pihak yang mendukung; 8.
Mempersiapkan sumber daya finansial daan intelektual untuk penanganan masalah trafiking ini daan penanganan korban trafiking melalui
kegiatan
rehabilitasi,
konseling, dan
pemberdayaan
ekonomi; 9.
Menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat, LSM dan media;
10.
Memberdayakan dan membiayai lembaga-lembaga yang melakukan pengawasan, penangaanan dan pelayaanan;
11.
Pemetaan yang lebih serius terhadap permasalahan trafiking ini;
12.
Melakukan kerja sama lintas sektor dan lintas batas propinsi dan Kabupaten/Kota;
13.
Alokasi dana atau
anggaran pada
APBD
untuk
trafiking
dialokasikan secara khusus pada instansi terkaait daan diintegrasikan pada kegiatan masing-masing instansi terkait sebagai implementasi Rencana Aksi Daerah P3A di Kabupaten/Kota. 14.
Melakukan kegiatan lewat program peningkatan kualitas dan produktivitas
tenaga
kerja.
Program
ini
bertujuan
untuk
meningkatkan ketrampilan, keahlian, dan kompetenssi kerja dan penyelenggaraaan pelatihan kerja berbasis kompetensi; 48
48
Bappeda Propinsi Sumatera Utara, Op.cit., hal.9
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
15.
Melakukan pembekalan yaang terus menerus kepada aparat pemerintah yang terlibat
dalam penanganan korban tindak
kekerasan; 16.
Melakukan upaya kerja sama lintas sektoral dalam melakukan perubahan struktural yang
menyangkut pada akar permasalahan
munculnya persoalan trafiking. 17.
Mengembangkan model pencegahan melalui penguatan institusi lokal membangun Early Warning System (Sistem Peringatan Dini); 49
18.
Memobilisasi keluarga dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya trafiking daan mampu memberi dukungan sosial bagi korban yang kembali ke masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Biro Pemberdayaan Perempuan baik dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan maanusia (trafiking) memerlukan dukungan dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri agar tetap berkelanjutan. Hambatan dan upaya dalam mengatasi hambatan penanganan trafiking yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan diharapkan dapat memberantas tindak pidana ini khususnya di Sumatera Utara. Sebagai bahan perbandingan dengan kinerja Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara, di Propinsi Sulawesi Utara sejak merebaknya kasus Timika (Puluhan anak-anak dieksploitasi secara seks, dimana
49
Elisabeth Juniarti, Op.cit., hal 10
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
setelah anak-anak ini mendapat pemeriksaan ternyata satu diantaranya menderita HIV/AIDS, lainnya menderita penyakit kelamin dan ada yang hamil) Pemerintah, Tim Penggerak PKK, BKOW dan LSM Peduli Gender memberi perhatian yang khusus terhadap masalah trafiking. Sehinga pada tanggal 6 Januari 2004 terbit Perda No. 1 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia terutama Perempuan dan Anak. Sejak itu upaya-upaya signifikan dari Pemerintah, Tim Penggerak PKK, BKOW dan LSM bahkan Tokoh Agama dan perguruan tinggi terus bergulir untuk mengantisipasi trafiking perempuan dan anak. Sejalan dengan terbitnya Perda tersebut, kasus-kasus trafiking yang sebelumnya tersembunyi, kini bermunculan dan ditangani secara serius oleh kepolisian, kejaksaan dan para hakim yang menangani kasus tersebut. Kasuskasus didampingi oleh LSM yang memberi diri untuk menolong kaum perempuan yang menjadi korban. 50 Hambatan yang dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sulawesi Utara dalam penanganan trafiking perempuan dan anak yaitu: 51 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Pendapatan daerah yang masih rendah; Masyarakat dalam hal ini orang tua dan anak gadis sangat rentan terhadap godaan dan iming-iming bekerja dengan gaji yang besar; Belum efektifnya pengawasan dan penanganan tindak pidana ini di dalam masyarakat; Alokasi dana untuk penanganan trafiking masih kecil, padahal masalah yang dihadapi begitu banyak dan kompleks; Masih tingginya permintaan pasar terhadap perempuan dan anakanak dalam industri seks baik lokal maupun internasional; Masih kuatnya jaringan perdagangan orang (trafiking) di Sulawesi khususnya di propinsi Sulawesi Utara.
50
L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Pemberdayaan Komunitas Lokal Melawan Trafiking Perempuan dan Anak di Sulawesi Utara, Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal. 133 51 Ibid, hal 141 Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada, Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sulawesi Utara melakukan upaya-upaya antara lain: 52 1)
2)
3)
4)
5)
6)
7) 8)
Penerbitan dan pemberlakuan Perda No. 1 ahun 2004 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Mausia (Trafiking) terutama Perempuan dan Anak yang disponsori oleh Ketua TP PKK Sulawesi Utara/ Ketua Umum BKOW Sulawesi Utara serta semua komponen perempuan Sulawesi Utara bekerja sama dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Propinsi Sulawesi Utara. Pelaksanaan Konferensi Daerah Pencegahan dan Pemberantasan Trafiking Perempuan dan Anak yang menghasilkan Rencana Aksi Daerah 2004-2008. Pembentukan Satuan Tugas Anti Trafiking Perempuan dan Anak di propinsi Sulawesi Utara yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara dan mendapat fasilitas ruangan. Penanganan kasus trafiking melalui Shelter (Rumah Aman) TP PKK Sulawesi Utara dan PIPPA (Pusat Informasi dan Perlindungan Perempuan dan Anak) asuhan BKOW Sulawesi Utara difasilitasi Pemerintah Daerah. Pembentukan Jaringan Anti Trafiking (oleh LSM) dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara (Biro Pemberdayan Perempuan Setda Propsulut). Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak kerja sama Biro Pemberdayaan Perempuan, TP PKK, dan BKOW dan pesertanya membentuk Jaringan Tamang Anak dengan Perampuang (J.TAP) dibiayai Pemerintah Daerah. Pelatihan hakim (Mahkamah Agung), pelatihan jaksa dan penegak hukum (Convention Watch UI). Pemberdayaan Komunitas Lokal oleh LSM Peduli Gender (Suara Perampuang, PKBI, Yayasan PEKA, Yayasan Sofia, Convention Watch), TP PKK Sulawesi Utara di semua tingkatan.
Kedua propinsi ini memiliki kesamaan dalam penanganan perdagangan orang (trafiking) di daerahnya. Masalah yang dihadapi juga hampir sama yaitu masalah perdagangan orang (trafiking) adalah masalah yang kompleks dan jaringannya terorganisir kuat di dalam masyarakat. Semua sektor baik pemerintah, para penegak hukum, LSM dan masyarakat berkoordinasi dalam penanganan dan
52
Ibid, hal 142
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
pemberantasan perdagangan orang (trafiking). Pemerintah kedua daerah dapat melakukan kerja sama dan bertukar informasi yang diperlukan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Perdagangan orang (trafiking) merupakan masalah multikompleks yang harus melibatkan semua pihak dan semuaa lapisan daalam menanganinya. Oleh karena itu pola koordinasi dann mekanisme kerja yangg efektif di antara stakeholders dalam bekerja sama melalui sinergitas adalah hal yang sangat pokok Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
untuk mendapatkan perhatian dan kesepahaman antar pihak, untuk membuahkan hasil yang komprehensif, terpadu, terintegrasi dalam membangun strategi bersama untuk mempercepat proses penanganan masalah trafiking agar penanganan trafiking ini simultan dan sinergi sehingga dapat memberikan manfaat maksimal. Masyarakat menjadi unsur yang fundamental dalam memerangi tindak perdagangan orang yang bekerja sama dengan pemerintah. Masyarakat mengawasi peristiwa yang terjadi di sekeliling mereka dan jika terjadi tindak pidana ini melaporkan kepada aparat kepolisian. Dan negara lewat aparat penegak hukumnya memberikan sanksi yang tegas baik pidana penjara dan denda kepada pelaku (trafficker) yang terbukti melakukan tindak pidana ini. Upaya pencegahan dan penanggulangan trafiking yang dilakukan di Sumatera Utara telah dan terus dilakukan. Penegakan hukum secara tegas dan konsisten perlu penguatan kapasitas, jaringan koordinasi dan tindakan serius, menjadi komitmen bersama daan diharapkan lebih banyak lagi simpul-simpul jaringan yang dapat dibangun dengan semakin banyaknya pihak yang bersedia dan berkomitmen untuk terlibat di dalamnya. Upaya pencegahan yang dilakukan adalah Penerbitan Peraturan Daerah No. 5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak, Penerbitan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, Penerbitan Peraturan Gubernur No. 24 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak; serta pembentukan Gugus Tugas Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak,
Sosialisasi
Peraturan Daerah tersebut dan peraturan yang berkaitan seperti prosedur bekerja Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
ke luar negeri, dan lain-lain kepada aparat dan masyarakat, Sosialisasi dan kampanye trafiking ke dan melalui tokoh agama, tokoh masyarakat, oranisasi kemasyarakatan/LSM dan masyarakat luas secara langsung atau tatap muka, Penyebarluasan informasi melalaui leaflet dan poster, Dialog interaktif baik langsung maupun melalui radio dan televisi,Publikasi di berbagai event dan media, baik langsung maupun mendorong insan pers untuk melakukannya melalui himbauan, pelibatan, pendekatan personal hingga perlombaan, Membuat pola koordinasi penanganan trafiking dan mengimplementasikannya, Membentuk dan mengoperasikan
Tim
Pengarusutamaan
Gender
dan
Tim
Pengendalian
Pemberangkatan dan Pemulangan TKI, Melakukan rapat-rapat koordinasi antar stakeholders/anggota tim dalam rangka upaya pencegahan, termasuk dalam penigngkatan pemeriksaan dan proses dokumen dan keberangkatan, Melakukan kerjasama kegiatan dan memperkuat sinergitas serta penyamaan persepsi dalam upaya pencegahan, Mendorong Kabupaten/Kota dan pihak berwenang dalam pemantuan aktivitas keluar masuk orang atau barang baik pada jalur-jalur resmi maupun tidak resmi/tradisional, terutama pada sepanjang selat Malaka, Memeperluas jaringan kerja ke luar daerah atau negara untuk koordinasi, konsultasi dan kerjasama, Melaksanakan dan mengikuti berbagai pertemuan dalam dan luar daerah atau negara untuk peningkatan pengetahuan dan perluasan jaringan kerja, Melakukan kegiatan pengembangan ketrampilan atau pelatihan bagi anak/remaja putus sekolah, dan Meningkatkan kegiatan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil serta upaya peningkatan angka partisipasi sekolah.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Upaya yang dilakukan dalam rangka penanganan kasus atau pelayanan korban, antara lain : Penegakan hukum (penindakan pelaku, peneyelamatan, perlindungan dan pendampingan korban), Pelayanan bantuan hukum, psikologis dan medis, Perlindungan dan penampungan sementara, Pelatihan/simulasi penanganan korban bagi stakeholders/anggota tim, Sosialisasi, seminar, kampanye, konferensi, dan lain-lain, guna mengajak partisipasi masyarakat dan semua pihak untuk menanggulangi masalah trafiking (melaporkan, membantu aparat, membantu korban, dan lain-lain), dan
Melakukan koordinasi antar
stakeholders dalam dan luar daerah atau negara dalam upaya penanganan kasus dan pelayanan korban. Upaya yang dilakukan dalam rangka reintergrasi korban, antara lain : Penguatan terhadap korban, Sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka upoaya penerimaan korban kembali ke masyarakat atau keluarga, Pendekatan terhadap keluarga korban untuk kesiapan keluarga untuk menerima korban kembali, Melakukan pemulangan korban ke daerah asal atau keluarga, Melakukan kerja sama antar stakeholders dalam upaya reintegrasi korban.
Upaya yang dilakukan dalam rangka penataan masa depan korban, antara lain : Pelatihan ketrampilan bagi korban, Bantuan modal usaha/peralatan, dan Melakukan koordinasi dan kerja sama dalam upaya membantu korban untuk menata kehidupannya. Program pembangunan pemberdayaan perempuan dilakukan antara lain: Program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, Program Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
peningkatan
kesejahteraan
dan
perlindungan
anak,
Program
Penguatan
Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak, Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Perempuan dan Anak. Hambatan dan kendala yang dihadapi Biro Pemberdayaan Perempuan dalam penanganan tindak pidana perdagangan orang antara lain: Belum tersosialisasikannya dengan baik UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maupun UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, kepada masyarakat khususnya para aparat penegak hukum;Trafiking merupakan masalah yang kompleks, menyangkut bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain; Korban pada umumnya bukan warga masyarakat Sumatera Utara melainkan dari pulau Jawa dan propinsi lainnya; Kondisi geografis Sumatera Utara yang merupakan daerah transit, daaerah sumber, dan daerah tujuan atau penerima; Para korban maupun keluarga yang mudah dipengaruhi oleh pelaku untuk tidak melanjutkan perkara sampai ke pihak kepolisian dan berakhir di pengadilan; Korban merasa tabu ataupun malu untuk melaporkan, mengungkap kejadian yang mereka alami karena menganggap masalah itu adalah masalah keluarga atau domestik; Masih tingginya budaya patriarkhi di masyarakat dan menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai masyarakat kelas 2 dan tidak perlu dipertimbangkan pendapatnya; Sulitnya alat bukti terutama bagi korban kekerasan ataupun trafiking ke luar negeri, jika kasusnya akan diproses secara hukum. Pada umumnya para korban ini adalah para TKI yang berada di luar negeri; Masih adanya aparat penegak hukum dan masyarakat yang belum responsif terhadap korban trafiking; Masih banyaknya masyarakat yang belum mau menerima korban perdagangan (trafiking) Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
kembali ke komunitasnya (cenderung membebankan kesalahan kepada korban sendiri); Permintaan pasar terus meningkat, terutama terhadap anak-anak oleh karena daya beli meningkat, lemahnya moral, dan adanya asumsi bahwa anakanak masih bersih dari penyakit, hal ini membuat sebagian orang tua sendiri tergiur pada bisnis ini; Meningkatnya pekerja ke luar negeri merupakan masalah yang sangat rentan dengan trafiking; Berkembangnya jaringan trafiking internasional yang makin kuat dan canggih; Globalisasi dan percepatan teknologi informasi, kemudahan mengakses di berbagai belahan dunia bagi operasionalisasi organisasi kriminal trafiking perempuan dan anak; Kemajuan di bidang transportasi memudahkan pemindahan korban dari kasus satu tempaat ke tempat lain, antar wilayah maupun antar negara; Masih belum efektifnya penanganan dan pengawasaan perdagangan manusia (trafiking) di lapangan; Semakin lemahnya fungsi lembaga ketahanan keluarga dan lembaga masyarakat; Kurangnya keberpihakan atau keterlibatan dunia usaha untuk penguatan pemberdayaan masyarakat terhadap pendidikan dan ekonomi sebagai upaya antisipasi atau pencegahan terjadinya trafiking; Isu trafiking dalam hal alokasi anggaran pendanaannya belum terintegrasi dan belum dianggap penting; Kurangnya keterlibatan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat di dalam upaya pencegahan dan penanggulangan trafiking; dan Kurangnya keberpihakan atau keterlibatan media massa dalam memperkuat, memperluas intensitas penyebaran informasi (edukasi) permasalahan trafiking pada masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan Biro Pemberdayaan Perempuan dalam mengatasi hambatan tersebut antara lain: Sosialisasi, kampanye dialog interaktif secara intensitas (penyebaran, pengembangan media informasi) tentang bahaya Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
trafiking dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang kepada masyarakat; Implementasi Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan Gubernur no. 24 Tahun 2005 tentang Rancangan Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak; Pembentukan Gugus Tugas Trafiking dan Rencana Aksi Daerah Penghapusaan Perdagangan (Trafiking) Perempuaan dan Anak di Kabupaten/Kota yang daerahnya rawan trafiking; Memperkuat daann memperluas jaaringan kerja terpadu antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di tingkat daerah, nasional dan internasional; Memperluas akses untuk peningkatan pendidikan khususnya bagi anak perempuan;
Meningkatkan
upaya
pengentasan
kemiskinan,
memperluas
kesempatan kerja, mengurangi pengangguran; Memperkuat peran aktif Gugus Tugas melakukan tindakan serius dalam upaya pencegahan, penaanganan, penindakaan dan penegaakan hukum secara tegaas, konsisten dan terus menerus terhadap pelaku trafiking dan pihak yang mendukung; Mempersiapkan sumber daya finansial daan intelektual untuk penanganan masalah trafiking ini daan penanganan korban trafiking melalui kegiatan rehabilitasi, konseling, dan pemberdayaan ekonomi; Menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat, LSM dan media; Memberdayakan dan membiayai lembaga-lembaga yang melakukan pengawasan, penangaanan dan pelayaanan; Pemetaan yang lebih serius terhadap permasalahan trafiking ini; Melakukan kerja sama lintas sektor dan lintas batas propinsi dan Kabupaten/Kota; Alokasi dana atau anggaran pada APBD untuk trafiking dialokasikan secara khusus pada instansi terkaait daan diintegrasikan pada kegiatan masing-masing instansi terkait sebagai implementasi Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Rencana Aksi Daerah P3A di Kabupaten/Kota, Melakukan kegiatan lewat program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan, keahlian, dan kompetenssi kerja dan penyelenggaraaan pelatihan kerja berbasis kompetensi; Melakukan pembekalan yaang terus menerus kepada aparat pemerintah yang terlibat dalam penanganan korban tindak kekerasan; Melakukan upaya kerja sama lintas sektoral dalam melakukan perubahan struktural yang
menyangkut pada akar permasalahan
munculnya persoalan trafiking; Mengembangkan model pencegahan melalui penguatan institusi lokal membangun Early Warning System (Sistem Peringatan Dini); dan Memobilisasi keluarga dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya trafiking daan mampu memberi dukungan sosial bagi korban yang kembali ke masyarakat.
B. Saran Saran yang dapat penulis berikan terhadap penanganan perdagangan manusia (trafiking) khususnya di Sumatera Utara yaitu: 1.
Untuk mengatasi dan meminimalisir masalah perdagangan orang (trafiking) tersebut sangat diharapkan fungsi dan peranan dari seluruh lapisan masyarakat terutama kepada para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam membina sikap mental dari warganya agar tidak terjerumus dalam kasus trafiking.
2.
Kesepahaman tentang program pemberantasan trafiking dan pembagiaan tugas yang jelas dan sinergis.
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
3.
Menjadikan upaya pemberantasan trafiking sebagai gerakan nasional seperti Gerakan KB, Pemberantasan narkoba, Pemberantasan Teroris, dan lain-lain.
4.
Dana yang digunakan untuk trafiking menjadi DAK; sebagai wujud dari pencantuman dalam RPJM Perintah Sumatera Utara tahun 2006-2010 bahwa bidang Pembangunan Pemberdayaan Perempuan sebagai “Urusan Wajib Pemerintah”.
5.
Harapan semua lapisan masyarakat melalui sinergitas tersebut membuahkan hasil yang komprehensif, terpadu, terintegrasi dalam membangun strategi bersama untuk mempercepat proses penanganan masalah trafiking. Disamping itu juga diharapkan dapat membangun koordinasi dan mekanisme dan mekanisme kerja yang efektif di antara para pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Ashsofa, Burhan, SH, 2001, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Propinsi Sumatera Utara, 2005, Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, Medan. ______________, 2006, Kebijakan Pembangunan Pemeberdayaan Perempuan di Propinsi Sumatera Utara, Medan .
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
______________, 2007, Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Di Sumatera Utara, Medan. Dasgupta, Abhijit, et.al, 2006, Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC), Jakarta Selatan. Davis, Jamie, 2003, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic Migration Commission (ICMC), Jakarta Selatan. Gosita, Arif, et.al., 2001, Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan, Lembaga Advokasi Anak Indonesia, Medan. Hamin, Aris dan Agutinanto, Fatimana, 2006, Mencari Solusi Keadilan Bagi Perempuan Korban Perdagangan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Haris, Abdul, 2002, Gelombang Migrasi dan Konflik Kepentingan Regional dari Perbudakan ke Perdagangan Manusia, LESFI, Yogyakarta. _____________, 2005, Gelombang Migrasi dan Jaringan Perdagangan Manusia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ikshan, Edy, et.al., 2005, Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2005 tentang Rencana Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, Yayasan Pusaka Indonesia, Medan. Irianto, Sulistyiowati, et.al, 2005, Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hardani, Syafira, 2004, Pentingnya Peran Negara Dalam Proses Pemulihan Korban, SMKG Dera Putra, Jakarta. Komnas Perempuan, Peta Kekerasan Perempuan di Indonesia, Lokakarya, Jakarta. Lapian, Gandhi, L, M, SH dan Geru, A, Hetty, Dra, MSi, 2006, Pemberdayaan Komunitas Lokal Melawan Trafiking Perempuan dan Anak di Sulawesi Utara, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Mozasa, Bariah, Chairul, 2005, Aturan-Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), USU Press, Medan. Murniati, Kompol, Dra, 2006, Upaya Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Termasuk Trafiking, Pusaka Indonesia, Medan. Soekanto, Soerjono, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Subhansyah, T, Aan, 2006, Anak Jalanan di Indonesia Deskripsi Persoalan dan Penanganan, YPLS Humana, Yogyakarta. Tjandraningsih, Indrasari, 1995, Pemberdayaan Pekerja Anak, Studi Mengenai Pendampingan Pekerja Anak, Yayasan Akatiga, Bandung. Yayasan Pusaka Indonesia, 2005, Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian Perlindungan Hukum, Penerbit YPI, Medan.
Makalah Bappeda Propinsi Sumatera Utara, 12 Agustus 2008, makalah, Kebijakan dan Strategi Program Pembangunan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara dalam Penanggulangan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak, Medan. Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Propinsi Sumatera Utara, 28 Agustus 2005, makalah, Perdagangan Orang (Trafiking) dan Upaya Pempropsu dalam Penanggulangannya, Medan. Ginting, Nurlisa, Ir, Hj, MSc, 2008 , makalah, Kebijakan Pemprovsu Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Trafiking Di Sumatera Utara, Pematang Siantar. Gultom, Feriana, AKP, SH, 12 Agustus 2008, Paparan tentang Penanganan Kasus Perdagangan Orang Paska Berlakunya UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, Medan. Juniarti, Elisabeth, SH, 5 Desember 2007, makalah, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Yayasan Pusaka Indonesia, Medan. Ikhsan, Edy, makalah, Trafficking in Person: Refleksi atas Tanggung jawab Negara dan Peran Masyarakatnya, Yayasan Pusaka Indonesia, Medan Lubis, Suryana, Emmy, SH, 19 Juli 2008, makalah, Kebijakan Pempropsu dalam Pencegahan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara, Medan.
Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara No. 2 Tahun 2001 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak
Internet http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefoxa&channel=s&rls=org.mozil la:enUS:official&sa=X&oi=spell&resnum=1&ct=result&cd=1&q=Un it+program+perlindungan+aksi&spell=1 ICW-KOMNAS PEREMPUAN-ELSAM http://www.google.com/seacrh?q:cache:64XC19hHs7UJ:groups:yahoo.com/group /beritalingkungan/message/6799+modus+menawarjan+pekerjaan+dala m+Perdagangan+orang&hl+id&ct+cin k&cd+7&91+id http://www.iworkd.org/index.php?action+news.detail&idnews+73&judul=bisnis %20haram%20perdagangan%20manusia http://www.humanrights.go.id/indexHAM.asp%3Dnews%26id%3D3404+Perdaga ngan+orang+menurut+Komnas+HAM&hl=cink&cd=3&gl=id http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Misran-Lubis-Perda-TrafikingMempertegas-Perlindungan-Perempuan-dan-Anak
Berlian Evi Yenni Pakpahan : Peran Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Sumatera Utara Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Propinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009