PERAN BERBAGAI SUMBER SERAT PANGAN PADA PERBAIKAN PROFIL LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA
HERNAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peran Berbagai Sumber Serat Pangan pada Perbaikan Profil Lipid Darah Mencit Hiperkolesterolemia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Hernawati NIM B161070021
ABSTRACT HERNAWATI. Roles of Various Dietary Fiber Sources on Improvement Blood Lipid Profiles of Hypercholesterolemic Mice. Under direction of WASMEN MANALU, AGIK SUPRAYOGI, DEWI APRI ASTUTI Dietary fiber is widely used as a functional food and recommended to reduce blood lipid levels to prevent hypercholesterolemia. Agar, carrageenan, and rice bran, are examples of foods with high fiber content. These experiments were designed to study the effects of agar, carrageenan, and rice bran supplementations on blood lipid profiles of hypercholesterolemic male mice. The study was divided into three experiments. The first experiment was designed to formulate diet that could induce hypercholesterolemia in male mice as animal models in this study. The second experiment was designed to improve blood lipid profiles of hypercholesterolemic male mice by using agar, carrageenan, and rice bran as sources of dietary fiber. The third experiment was designed to study the effectiveness of dietary fiber as compared to standard drugs in lowering blood lipid profiles in hypercholesterolemic male mice. The experiments were conducted at Faculty of Veteriner Medicine, Bogor Agricultural University and Physiology Laboratory, Indonesia University of Education, in January 2011 until March 2012. The parameters measured were body weight, cholesterol concentrations in serum, liver, and feces, serum triglyceride, cholesterol high density lipoprotein (HD-c), cholesterol low density lipoprotein (LDL-c), and glucose concentrations. The first experiment showed that feeding a high-fat diet (12%) for 30 days could produce hypercholesterolemic conditions in male mice. The second experiment showed that supplementation of 18% agar, 46% carrageenan, and 57% rice bran (equivalent to insoluble dietary fiber content of 14%) in hypercholesterolemic mice fed with hypercholesterolemic diets could improve blood lipid profiles. Carrageenan as a source of dietary fiber showed the best effect on improvement of blood lipid profile in hypercholesterolemic male mice as compared to agar and rice bran, as indicated by the lower serum total cholesterol and triglyceride concentrations, higher serum HDL-c concentrations, and higher removal of cholesterol in feces. The third experiment showed that the effects of dietary fiber supplementation by agar, carrageenan and rice bran on lowering blood lipid profiles in hypercholesterolemic mice were lower than those of simvastatin and atorvastatin. Carrageenan as a source of functional dietary fiber had a potenstial to decrease LDL-c concentration, to increase HDL-c concentration, and to increase fecal cholesterol excretion with the final reduction in total serum cholesterol concentrations similar to simvastatin and atorvastatin. It was concluded that supplementation of agar, carragenan, and rice bran as a source of dietary fiber decreased body weight, serum and liver cholesterol concentrations, serum triglyceride and LDL-c concentrations, but increased serum HDL-c concentrations, and increased cholesterol excretion through feces, without a significant effect on blood glucose consentrations. Agar, carrageenan, and rice bran supplementation as sources of dietary fibers could improve lipid profiles in hypercholesterolemic mice. Key words: Blood lipid, dietary fiber, hypercholesterolemia, mice, rice bran
RINGKASAN HERNAWATI. Peran Berbagai Serat Pangan pada Perbaikan Profil Lipid Darah Mencit Hiperkolesterolemia. Dibimbing oleh WASMEN MANALU, AGIK SUPRAYOGI, DEWI APRI ASTUTI Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian orang di seluruh dunia, dan juga mempengaruhi kesehatan jutaan orang di negara-negara maju dan berkembang. Kandungan konsentrasi kolesterol darah yang tinggi atau hiperkolesterolemia telah diketahui meningkatkan risiko aterosklerosis yang berlanjut ke arah penyakit jantung koroner (PJK). Hiperkolesterolemia dapat terjadi gaya hidup yang tidak sehat, mulai dari pola makan yang tidak seimbang sampai kurangnya aktivitas olah raga. Pola makan tidak seimbang meliputi konsumsi makanan yang tinggi lemak, karbohidrat, dan garam namun rendah serat pangan. Tingginya kolesterol dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis kolesterol dan penyerapan kolesterol yang tinggi. Penurunan kolesterol darah ke tingkat normal dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu mengurangi konsumsi lemak atau kolesterol yang berasal dari makanan dan menghambat penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen dengan penggunaan obat. Salah satu upaya menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah ialah dengan cara memperbanyak konsumsi serat pangan. Serat pangan yang berpotensi menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah antara lain adalah agar, karagenan, dan bekatul. Tujuan penelitian yaitu pertama, untuk mengevaluasi induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit sebagai hewan model hiperkolesterolemia. Kedua, menganalisis perbaikan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan penggunaan agar, bekatul, dan karagenan sebagai suplemen sumber serat. Ketiga, mengevaluasi efektivitas obat dan serat pangan dalam menurunkan profil lipid darah pada mencit hiperkolesterolemia. Penelitian pertama, dilakukan pada mencit normokolesterolemia yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 0, 8%, 10%, dan 12% dengan waktu pemberian diet 0, 10, 20, dan 30 hari. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Rancangan penelitian menggunakan RAL factorial. Mencit dipelihara di dalam kandang berupa kotak plastik (30x22x12 cm3) yang dilengkapi tempat makan dan botol air minum. Selama penelitian, mencit diberikan penerangan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Pemberian pakan diberikan secara ad libitum. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap satu minggu sekali. Pada akhir masa percobaan, mencit dipuasakan selama 12 jam. Selanjutnya sampel darah diambil dari pembuluh vena caudalis bagian ekor mencit. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serumnya, yang kemudian dianalisis konsentrasi kolesterol total serum, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa dengan metode enzimatis kolorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer. Induksi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% dapat meningkatkan bobot badan sebesar 12,57%, konsentrasi kolesterol total serum 29,88%, konsentrasi trigliserida 19,90%, konsentrasi HDL-c 8,27%, konsentrasi LDL-c 59,72%, dan konsentrasi glukosa 10,79%. Apabila dilihat berdasarkan waktu pemberian pakan hari ke-30, bobot badan mencit meningkat sebesar 17,75%, konsentrasi kolesterol serum 30,63%, konsentrasi trigliserida 15,01%, konsentrasi HDL-c tidak
mengalami perubahan, konsentrasi LDL-c 60,63%, konsentrasi glukosa 20,30%. Simpulan hasil penelitian pertama bahwa induksi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% yang diberikan selama 30 hari dapat menyebabkan mencit jantan mengalami hiperkolesterolemia. Penelitian kedua, dilakukan sebagai lanjutan penelitian pertama. Mencit model hiperkolesterolemia dikondisikan dengan cara diberi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% selama satu bulan. Setelah mengalami hiperkolesterolemia, selajutnya mencit diberikan diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi dengan serat pangan agar, karagenan, dan bekatul. Diet perlakuan dibuat menjadi tiga macam yaitu A, diet yang disuplementasi serat pangan agar; B, diet yang disuplementasi serat pangan karagenan; C, diet yang disuplementasi serat pangan bekatul. Kadar serat pangan dalam tiga jenis diet tersebut adalah 16%, 18%, dan 20%. Diet diberikan selama 30 hari. Penimbangan bobot badan dilakukan satu minggu sekali. Pada akhir masa percobaan, mencit dipuasakan selama 12 jam Selanjutnya dengan metode yang sama pada penelitian pertama, serum darah mencit dianalisis untuk mengetahui konsentrasi total kolesterol, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa. Sampel organ hati dan feses diekstraksi dengan menggunakan dietil eter, untuk mengetahui konsentrasi kolesterol dengan metode enzimatis kolorimetri menggunakan Kit Boehringer. Hasil penelitian : (A) Suplementasi serat pangan agar 22% dalam diet hiperkolesterolemik (atau setara dengan kadar serat pangan diet 20%) menurunkan bobot badan mencit hiperkolesterolemia sebesar 10,64%; konsentrasi kolesterol total serum 17,24%, konsentrasi LDL-c 83,47%, konsentrasi glukosa 33,81%, dan konsentrasi kolesterol hati 18,49%. Suplementasi serat pangan agar 18% dalam diet hiperkolesterolemik meningkatkan konsentrasi trigliserida 6,77%, konsentrasi HDL-c 40,40%, dan konsentrasi kolesterol feses 56,80%. (B) Suplementasi serat pangan karagenan 10% dalam diet hiperkolesterolemik (atau setara dengan kadar serat pangan diet 20%) menurunkan bobot badan mencit hiperkolesterolemia sebesar 7,99%; konsentrasi kolesterol total serum 18,78%, konsentrasi trigliserida 17,53%, konsentrasi LDL-c 71,33%, konsentrasi glukosa 5,37%, dan konsentrasi kolesterol hati sebesar 38,46%. Suplementasi serat pangan karagenan 46% dalam diet hiperkolesterolemik meningkatkan konsentrasi HDL-c sebesar 15,59% dan konsentrasi kolesterol feses 132,93%. (C) Suplementasi serat pangan bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik (atau setara dengan kadar serat pangan diet 20%) menurunkan bobot badan mencit hiperkolesterolemia sebesar 10,31%, konsentrasi kolesterol total serum 10,31%, konsentrasi trigliserida sebesar 28,63%, konsentrasi LDL-c 79,18%, dan konsentrasi kolesterol hati 57,46%. Suplementasi bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik meningkatkan konsentrasi HDL-c sebesar 19,61%, konsentrasi glukosa 8,01%, dan konsentrasi kolesterol feses 28,47%. Simpulan penelitian suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul mempunyai peran yang sama dalam menurunkan konsentrasi total serum, trigliserida, LDL-c, dan kolesterol hati, serta meningkatkan konsentrasi HDL-c dan kolesterol feses. Berdasarkan hasil penurunan konsentrasi kolesterol total serum dan peningkatan pengeluaran kolesterol melalui feses, maka serat pangan karagenan dipilih untuk diperbandingkan dengan simvastatin dan atorvastatin pada penelitian ketiga.
Metode penelitian untuk mengevaluasi efektivitas obat dan serat pangan dalam menurunkan parameter lipid pada mencit hiperkolesterolemia dilakukan sebagai berikut. Mencit percobaan dibagi menjadi lima kelompok yaitu (1) mencit yang diberikan pakan standar (normokolesterol); (2) mencit yang diberikan pakan hiperkolesterol; (3) mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin; (4) mencit hiperkolesterolemia yang diberikan atorvastatin; (5) mencit jantan hiperkolesterolemia suplementasi serat pangan karagenan dengan kandungan serat pangan diet 14%. Pemberian perlakuan dilakukan selama 30 hari. Pada akhir masa percobaan, mencit dipuasakan selama 12 jam. Selanjutnya dengan metode yang sama pada penelitian pertama, serum darah mencit dianalisis untuk mengetahui konsentrasi total kolesterol, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa. Sampel organ hati dan feses diekstraksi untuk mengetahui konsentrasi kolesterol pada dua sampel tersebut. Bobot badan mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (9,43%) dan atorvastatin (12,58%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,16%). Konsentrasi kolesterol total serum mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (32,00%) dan atorvastatin (39,11%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,27%). Konsentrasi trigliserida mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (30,23%) dan atorvastatin (33,17%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (6,01%). Konsentrasi HDL-c mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (15,51%) dan atorvastatin (0,05%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (38,79%). Konsentrasi LDL-c mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (75,24%) dan atorvastatin (69,66%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (76,02%). Konsentrasi glukosa mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (21,50%) dan atorvastatin (17,93%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (35,67%). Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (50,61%) dan atorvastatin (50,84%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (128,24%). Konsentrasi kolesterol hati mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (45,28%) dan atorvastatin (35,16%), namun sebaliknya serat pangan karagenan meningkat sebesar 10,98%. Simpulan hasil penelitian di atas simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan dapat menurunkan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Simpulan umum dari penelitian ini ialah suplementasi diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dapat menurunkan konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, LDL-c, dan kolesterol hati, serta meningkatkan konsentrasi HDL-c dan kolesterol feses. Serat pangan agar, karagenan, dan bekatul mempunyai peran yang sama dalam memperbaiki profil darah mencit jantan hiperkolesterolemia. Simvastatin, atorvastatin dan serat pangan karagenan efektif mampu menurunkan lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan mekanisme yang berbeda. Kata kunci: Agar, bekatul, hiperkolesterolemia, karagenan, lipid darah, atorvastatin, simvastatin,
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERAN BERBAGAI SUMBER SERAT PANGAN PADA PERBAIKAN PROFIL LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA
HERNAWATI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Departemen Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak FAPET IPB Dr. drh. Sus Derthi Widhiari, M.S. Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH IPB
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. Departemen Gizi Masyarakat, FEM IPB Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto, M.S. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian Bogor
PRAKATA Puji syukur senantiasa penulis
panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2011−Maret 2012 ini ialah Peran Berbagai Sumber Serat Pangan pada Perbaikan Profil Lipid Darah Mencit Hiperkolesterolemia. Banyak pihak yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini perkenankan penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Rektor Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi S3 di Institut Pertanian Bogor. 2. Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa sekolah pascasarjana pada program studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) di Fakultas Kedokteran Hewan. 3. Prof. Ir. Wasmen Manalu, Ph.D. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr. drh. Agik Suprayogik, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, kepercayaan, kesabaran, bimbingan, arahan, wawasan ilmu yang diberikan, kritik, saran, tenaga, serta waktu yang disediakan selama penulisan proposal, sidang komisi, prelim, pelaksanaan penelitian, penulisan disertasi, mempersiapkan seminar dan ujian, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya disertasi ini serta menyelesaikan studi program doktor di Institut Pertanian Bogor. 4. Dr. Dra. Nastiti Kusumorini, Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) di Fakultas Kedokteran Hewan yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi pengarahan dan dukungan moril selama pendidikan. 5. Prof. Dr. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. dan Dr. drh. Sus Derthi Widhiari, M.S. sebagai penguji luar komisi pada ujian siding tertutup,
Prof. Dr. Ir. Ali
Khomsan, MS., dan Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto, MS. selaku penguji luar
komisi pada sidang terbuka yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan saran-saran untuk kesempurnaan karya ilmiah disertasi ini. 6. Teman-teman seperjuangan Dr. Ir. Heni Syawal M.Si., dan Dr. Sunarno, SSi., M.Si., dan Dr. Wahyu Surakusumah, MSi. yang telah menjadi teman dalam suka dan duka dalam menjalani studi di program studi Pascasarjana IPB. Tidak lupa Bu Safrida, Pak Adri dan teman-teman IFO, serta Bu Esti, Bu Mimi, Bu Yulintine teman-teman dari Program Studi Akuakultur Fakultas Perikanan, yang selalu memberikan semangat, walaupun kedekatan kita di akhir-akhir studi namun berkesan buat penulis. 7. Bu Ida, Bu Sri, dan Pak Edi yang dengan sabar dan telaten telah banyak membantu penelitian di laboratorium maupun di kandang. 8. Bapak Drs. H. Mas Hidayat dan Ibu Hj. Nani Sumarni, orang tua tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan telah mengasuh, membesarkan, mendidik, dan menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab, serta memberikan dorongan, bantuan moral maupun material untuk penyelesaian studi S3 penulis. 9. Suami tercinta, Erik Hajana yang telah banyak membantu, terutama dalam menyelesaikan penelitian saya, serta kesabaran dan kesetiaannya mendampingi penulis dalam penyelesaian studi. Karya ini
penulis persembahkan untuk
kedua orang tua dan suami tercinta. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis bangga dan merasa terhormat menjadi salah satu dari Keluarga Besar Alumni Institut Pertanian Bogor. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan Dosen-dosen kami di Institut Pertanian Bogor, serta semoga Allah SWT selalu berkenan memberikan berkat dan rahmat Nya kepada kita semua. Amin.
Bogor, Agustus 2012
Hernawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 31 Maret 1970 sebagai anak keempat dari pasangan Drs. H. Mas Hidayat dan Hj. Nani Sumarni. Pendidikan sarjana di Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Biologi sub program Fisiologi di Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Direktorat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Penulis mendapat bantuan dana penelitian dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pendidikan Indonesia dalam kegiatan Penelitian Hibah Bersaing tahun 2009. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia sejak tahun 1997 sampai saat ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xviii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xx PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………. Tujuan Penelitian ……………………………………………………. Manfaat Penelitian …………………………………………………… Hipotesis ……………………………………………………………... Kerangka Pemikiran ………………………………………………….
1 4 5 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Sintesis Kolesterol …………………………………………………… Metabolisme Kolesterol ……………………………………………… Hiperkolesterolemia ………………………………………………….. Telur sebagai Sumber Kolesterol ………………………………….. Minyak Kelapa sebagai Sumber Lemak Jenuh ………………………. Serat pangan …………………………………………… Agar ………………………………………………………………….. Karagenan ……………………………………………………………. Bekatul ………………………………………………………………..
9 11 14 17 18 20 25 34 37
INDUKSI DIET HIPERKOLESTEROLEMIK PADA MENCIT JANTAN SEBAGAI HEWAN MODEL HIPERKOLESTEROLEMIA Abstrak ……………………………………………………………... Abstract ……………………………………………………………… Pendahuluan …………………………………………………………. Bahan dan Metode …………………………………………………... Hasil …………………………………………………………………. Pembahasan …………………………………………………………. Simpulan …………………………………………………………….. Daftar Pustaka ……………………………………………………….
43 43 44 46 49 54 58 59
PERBAIKAN PARAMETER LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA DENGAN PENGGUNAAN SERAT PANGAN AGAR, BEKATUL, DAN KARAGENAN SEBAGAI SUPLEMEN SUMBER SERAT Abstrak ……………………………………………………………... Abstract ……………………………………………………………… Pendahuluan …………………………………………………………. Bahan dan Metode …………………………………………………... Hasil …………………………………………………………………. Pembahasan …………………………………………………………. Simpulan …………………………………………………………….. Daftar Pustaka ……………………………………………………….
62 62 63 66 72 83 87 87
EFEKTIVITAS OBAT DAN SERAT PANGAN DALAM ENURUNKAN PARAMETER LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA Abstrak ……………………………………………………………... Abstract ……………………………………………………………… Pendahuluan …………………………………………………………. Bahan dan Metode …………………………………………………... Hasil …………………………………………………………………. Pembahasan …………………………………………………………. Simpulan …………………………………………………………….. Daftar Pustaka ……………………………………………………….
92 92 93 95 98 101 105 105
PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………….
109
KESIMPULAN DAN SARAN ….…………………………………………
120
DAFTAR PUSTAKA ..……………………………………………………..
122
LAMPIRAN ……………………..………………………………………….
142
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komposisi kimia telur
17
2
Komposisi asam lemak minyak kelapa (CO) dan minyak kelapa sawait (PKO) ………………………………………………..…..
20
3
Standar mutu agar-agar menurut Food Chemical Codex ……………
31
4
Standar mutu agar-agar tepung menurut SNI 01-2802 1995 ……
32
5
Persyaratan mutu agar-agar ekspor Jepang ……………………..
32
6
Kandungan agar-agar tepung ……………………………………
30
7
Komposisi kimia bekatul ……………………………………….
39
8
Komposisi asam amino pada dedak dan bekatul…………………
40
9
Komposisi vitamin dari fraksi-fraksi giling padi pada kadar air 14% …………………………………………………………..
41
10
Kandungan serat pangan pada bekatul …………………………..
41
11
Komposisi diet hiperkolesterolemik …………………………….
47
12
Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik …………………..
47
13
Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik (asfed) ……………………………………………………………
48
Rerata bobot badan (g) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda …………………………………………………………..
49
Rerata konsentrasi kolesterol total serum (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ………….……………………………….
50
Rerata konsentrasi trigliserida (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda …………….…………………………..
51
Rerata konsentrasi HDL (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ………………………………………………………….
52
14
15
16
17
18
Rerata konsentrasi LDL (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda …………………………………………………………..
53
Rerata konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda …………………………………..…………………..
54
20
Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi agar ...
67
21
Komposisi nutrien diet percobaan dengan suplementasi agar ….
68
22
Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi agar ………………………………………………..
68
Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan ………………………………………………………..
68
Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan …………………………………………………...….
69
Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan .......……………………………………
69
Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi bekatul …………………………………………………………...
69
Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi bekatul …………………………………………………………...
70
Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi bekatul …………………………………………….
70
Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar ……....
67
Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan agar ………………………...……...
69
Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan karagenan...
70
Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan karagenan ….……………………..
72
19
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia
34
35
36
37
38
39
40
41
setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan bekatul …..
74
Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan bekatul .…………………………...
76
Komposisi pakan percobaan untuk pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ………….…………..
96
Komposisi nutrien pakan percobaan untuk pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ……........
96
Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ………………………………………………………..
99
Perbandingan profil lipid darah, bobot badan, glukosa, kolesterol hati, dan kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan …………………………………………………………………..
103
Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% ……………………..................................
110
Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik selama 30 hari …………..…………………..................................
111
Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah, konsentrasi glukosa, kolesterol hati, dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul.…
115
DAFTAR GAMBAR 1
Halaman Skema kerangka pemikiran penelitian ……………………………… 7
2
Skema alur penelitian ………………………………………………..
8
3
Jalur metabolisme kolesterol endogen dan eksogen ………………...
12
4
Jalur Eksogen pada metabolisme kolesterol …………………………
13
5
Klasifikasi serat pangan ……………………………………………..
21
6
Struktur agar-agar ……………………………………………………
27
7
Struktur agarosa (1,4) -3,6 anhidro L-galaktosa dan (1,3) Dgalaktosa dan agaropektin …………………………………………...
28
8
Pembentukan gel agar-agar ………………………………………….
29
9
Rangkaian monomer galaktosa dan anhidrogalaktose pada karagenan ……………………………………………………………
35
10
Struktur molekul kappa, iota, and lambda karagenan ………………
35
11
Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar …………………………………...
72
Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar …..……………...
74
Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan karagenan ……………………………...
76
Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan karagenan …………….
77
Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan bekatul ………………………………...
79
Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan bekatul ……………….
81
Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ……………...
98
Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ….
100
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Konsentrasi kolesterol hati (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ... …………………………………………………………
101
Konsentrasi kolesterol feses (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan ………................................................................................
101
Diagram mekanisme statin menurunkan tingkat kolesterol total darah ………………………………………………………………..
104
Mekanisme penurunan kolesterol total serum darah oleh serat pangan ……………………………………………………………….
105
Metabolisme dan transportasi lipid …………………………………
113
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
2
3
4
Hasil analisis statistik RAL faktorial bobot badan mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ……………………......…………………….
141
Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ………………...………….
141
Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ………………………………………..
142
Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ……………………………………..…….. 142
5
6
7
8
9
Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda ………………….…………...…………….
143
Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda …………………………...…………..
143
Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) …………………..……………….….….
144
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) …….………….….….
144
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) ……………………………….……
145
10
11
12
13
14
15
16
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) …………………………………..….….
145
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) ……………………..…………..….…...
146
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) ……..……………….………………….
146
Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) ……………..…….………..…………….
147
Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14) ……………………….……………….….
147
Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ……………………….…...
148
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………………………………..…………………………….
148
17
18
19
20
21
22
23
24
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) …………..
149
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………………..……..
149
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ……………......……...
150
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………….....................
150
Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ………….……….………..
151
Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14) ……………………..
151
Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………………………………………
152
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ……………….
152
25
26
27
28
29
30
31
32
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………………………..……
153
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ……………..………………
153
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………………..……………
154
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) …………………..…………
154
Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ……………………………..……….
155
Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14) ………………….………..
155
Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ………….
156
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ……………………………………………………
156
33
34
35
36
37
38
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ………….
157
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ………….
157
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ………….
158
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ………..
158
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol hati mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) …..……..
159
Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol feses mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3) ………..
159
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Saat ini telah terjadi pergeseran atau perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas di kalangan masyarakat; ditandai dengan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik. Sebuah analisis terbaru menunjukkan bahwa 40% tren kematian yang terjadi di negara-negara berkembang, terutama yang mengalami transisi cepat (misalnya Brazil, Cina, Jepang, dan India) disebabkan penyakit tidak menular (Non Communicable Diseases) atau penyakit-penyakit degeneratif, sedangkan di negara-negara maju lebih dari 75% (Murray dan Lopez 1994). Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi polemik bagi masyarakat di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Catatan terakhir melaporkan bahwa tingginya angka kematian sekitar 80% di negara-negara maju dan 86% di negara-negara sedang berkembang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Tingginya persentase kematian akibat penyakit kardiovaskuler merupakan refleksi dari perubahan yang signifikan dalam kebiasaan pola makan, tingkat aktivitas fisik, dan merokok di seluruh dunia sebagai akibat dari industrialisasi, perkembangan urbanisasi, ekonomi, dan globalisasi pasar makanan. Di negara-negara berkembang orang dapat terkena faktor-faktor risiko untuk waktu yang lebih lama dan proporsi yang tinggi penyakit kardiovaskuler terjadi pada orang usia produktif (Subbulakshmi 2005). Pola hidup di perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobile dan sibuk, cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji. Pola makan tersebut cenderung mengikuti diet orang-orang Barat ialah makanan yang dikonsumsi rendah serat, namun tinggi kandungan lemak, sukrosa, protein hewani, dan sodium (Tsuji dan Kuzuya 2004). Orang-orang di Jepang, misalnya, diketahui hidup lebih lama daripada orang lain di dunia. Namun, orang Jepang di Amerika Serikat yang telah mengadopsi pola makan Barat ditemukan memiliki insiden yang lebih tinggi NCD dibandingkan dengan orang-orang yang ada di Jepang (Brown 1999). Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke konsumsi rendah karbohidrat, tinggi lemak dan protein, serta kurang serat. Hal inilah yang
2 menyebabkan munculnya penyakit-penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, hipertensi, obesitas, diabetes tipe dua, dan hiperkolesterolemia. Kandungan kolesterol serum yang tinggi di dalam tubuh atau hiperkolesterolemia telah diketahui meningkatkan risiko aterosklerosis yang mendasari penyakit jantung koroner (Milias et al. 2006). Tingginya kolesterol dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis kolesterol dan penyerapan kolesterol yang tinggi, juga karena asupan diet lemak dan karbohidrat yang tinggi (Sudha et al. 2009). Telah diketahui bahwa kolesterol merupakan substansi lemak hasil metabolisme yang banyak ditemukan dalam struktur tubuh manusia maupun hewan. Keberadaan kolesterol di dalam tubuh sangat esensial untuk kebutuhan hidup sel dan berfungsi sebagai bahan baku sintesis fosfolipid yang merupakan komponen dalam membran sel. Meskipun mempunyai peranan penting, kelebihan kolesterol berdampak buruk bagi kesehatan. Oleh karena itu, penurunan kolesterol darah ke tingkat normal dapat ditempuh dengan dua cara, ialah mengurangi konsumsi lemak atau kolesterol yang berasal dari makanan, dan menghambat penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen dengan penggunaan obat. Pengurangan konsumsi lemak dan kolesterol secara ketat tetap tidak dapat menurunkan keadaan hiperkolesterolemia ke keadaan normal pada individu dan usia tertentu. Salah satu upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah adalah mengkonsumsi serat pangan (dietary fiber) (Anderson et al. 2009). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa serat pangan terutama serat larut dapat meningkatkan pengeluaran asam empedu sehingga mengurangi total serum dan kolesterol LDL (Story et al. 1997). Hasil fermentasi serat dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek, khususnya propionat, telah terbukti dapat menghambat sintesis kolesterol (Amaral et al. 1993). Serat pangan menunjukkan kemampuan untuk mengatur asupan energi sehingga meningkatkan penurunan bobot badan atau pemeliharaan bobot badan yang sehat (Latimmer dan Haub 2010). Baik melalui kontrol glikemik atau absorpsi energi berkurang, serat makanan telah terbukti dapat menurunkan risiko diabetes tipe dua (Latimmer dan Haub 2010). Serat pangan telah terbukti menurunkan pro-inflamasi sitokin, seperti interleukin18 yang mungkin memiliki efek pada stabilitas plak (Esposito et al. 2003).
3 Konsumsi serat pangan yang meningkat telah dilaporkan mengurangi tingkat sirkulasi C-reaktif protein (CRP), penanda peradangan dan prediktor penyakit jantung koroner (Ma et al. 2006). Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitianpenelitian yang berhubungan dengan serat pangan telah banyak dilakukan, sehingga serat pangan direkomendasikan untuk menjaga agar kolesterol tetap normal. Serat pangan adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau analog karbohidrat yang resisten terhadap pencernaan dan penyerapan di usus kecil manusia dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar. Serat pangan meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin, dan zat tumbuhan lainnya yang terkait (AACC, 2001; Mongeau 2003). Komponen serat pangan terdiri atas komponen yang larut (Soluble Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF) (Harland dan Oberleas 2001; Esposito et al. 2005). Sekitar sepertiga dari serat pangan total (Total Dietary Fiber, TDF) adalah serat pangan yang larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (IDF) (Wong dan Jenkins 2007). Serat yang tidak larut dalam air terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang dapat ditemukan pada serelia, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan; sedangkan yang larut dalam air ialah pektin, agar, karagenan, musilase, dan gum (Carvalho et al. 2009). Sumber serat pangan yang menarik untuk dikaji perannya sebagai penurun kolesterol pada hewan model hiperkolesterolemia adalah bekatul, karagenan, dan agar. Bekatul padi yang merupakan hasil samping penggilingan padi yang sampai saat ini belum optimal pemanfaatannya sebagai bahan pangan fungsional bagi kesehatan. Bekatul telah diketahui mengandung nutrisi yang sangat baik, seperti kandungan lemak kasar yang didominasi oleh oleat dan linoleat, protein yang bermutu baik, vitamin B dan E, dan serat pangan yang mudah larut (Luh et al. 1991). Bekatul selain dapat menurunkan lipida darah dan meningkatkan HDL, juga dapat menurunkan tingkat glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Rumput laut merupakan salah satu hasil kelautan yang potensial sebagai bahan pangan yang kaya akan serat pangan. Secara umum, serat pangan rumput laut adalah sekitar 33-50% bobot kering (Benjama dan Masniyom 2011). Komponen
4 serat dari rumput laut ialah agar, karagenan, dan alginat. Ketiga komponen serat rumput laut tersebut tergolong jenis serat pangan yang larut dalam air. Hasil penelitian dilaporkan bahwa agar-agar dapat menurunkan kolesterol darah sebesar 5% (Ren et al. 1994), alginat dapat mempunyai potensi tinggi dalam menurunkan kolesterol darah melalui penghambatan absorpsi di usus (Suzuki et al. 1993), sedangkan
karagenan
memiliki
efek
hipoglikemik,
karena
kemampuan
penyerapan asam empedu dalam lumen usus (Jiao et al. 2011). Induksi diet tinggi lemak dan kolesterol merupakan salah satu faktor penyebab hiperkolesterolemia. Hal tersebut sangat perlu dikaji karena pengaruh serat pangan pada penurunan kolesterol endogen maupun eksogen, dan dampaknya pada kesehatan prosesnya tidak sederhana. Salah satu kesulitan membuka tabir misteri pengaruh serat pangan pada kesehatan adalah fakta bahwa serat pangan merupakan campuran substansi yang kompleks, sehingga proses pencernaannya pun tidak mudah. Di samping itu, tidak semua komponen serat pangan memiliki efek-efek fisiologis yang sama, bergantung pada sifat fisik dan kimia dari serat tersebut. Atas dasar hal tersebut di atas, dilakukan penelitian tentang “ Peran Berbagai Sumber Serat pada Perbaikan Profil Lipid Darah Jantan Hiperkolesterolemia.“
Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ialah untuk menganalisis peran berbagai sumber serat pangan pada profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Hal tersebut diimplementasikan dalam tujuan khusus ialah pertama, untuk mengevaluasi induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit sebagai hewan model hiperkolesterolemia. Kedua, menganalisis perbaikan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia dengan penggunaan agar, bekatul, dan karagenan sebagai suplemen sumber serat pangan. Ketiga, mengevaluasi efektivitas obat dan serat pangan dalam menurunkan profil lipid darah pada mencit hiperkolesterolemia.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang peran berbagai sumber serat pangan sebagai agen penurun kolesterol. Hal tersebut
5 dapat mempopulerkan peran serat pangan sebagai komponen non-gizi dari bahan pangan fungsional yang berpotensi sebagai produk kesehatan. Pada akhirnya, penggunaan berbagai serat pangan dapat dimanfaatkan bagi masyarakat umum dan atau khususnya penderita hiperkolesterolemia sebagai pencegahan dan terapi yang alami dengan memanfaatkan bahan yang murah dan mudah didapat.
Hipotesis Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian yang diajukan adalah : (1) Diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak tinggi dapat meningkatkan parameter lipid darah mencit normokolesterolemia. (2) Suplementasi diet dengan berbagai sumber serat pangan dapat menurunkan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia. (3) Obat komersil penurun lipid dan serat pangan dapat menurunkan parameter lipid darah mencit hiperkolesterolemia.
Kerangka Pemikiran Makanan umumnya terdiri atas nutrien dan nonnutrien. Serat pangan termasuk dalam komponen nonnutrien yang perannya dalam menunjang kesehatan manusia masih banyak diperdebatkan. Bahkan karena beberapa alasan, perhatian terhadap serat pangan menurun. Penyebab menurunnya perhatian tersebut terutama disebabkan perubahan pola makan (diet) akibat kehidupan kota (urban) yang meningkat. Di samping itu, perhatian para ahli banyak terserap pada masalah-masalah menarik dalam bidang gizi dengan adanya penemuan asam amino esensial, asam lemak, vitamin, dan unsur-unsur mikro, sehingga perhatian terhadap masalah serat menjadi berkurang. Seiring dengan meningkatnya prevalensi kejadian penyakit degeneratif, maka serat pangan mulai menjadi perhatian para ahli gizi dan kesehatan. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko penyebab penyakit degeneratif yang disebabkan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi atau kolesterol tinggi. Upaya untuk menurunkan kolesterol darah dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi lemak dan/atau kolesterol dari makanan, atau dengan meminum obat penurun kolesterol yang dapat menghambat
6 penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen. Berkaitan dengan
upaya
penurunan
kolesterol,
saat
ini
serat
pangan
banyak
direkomendasikan untuk lebih banyak dikonsumsi, baik dalam makanan secara utuh, seperti buah-buahan dan sayuran maupun dalam sediaan berbagai olahan makanan. Bahan pangan yang dikategorikan sebagai sumber serat pangan secara umum tidak hanya mengandung serat pangan, namun di dalamnya terdapat perpaduan yang unik dari berbagai komponen bioaktif, seperti pati, vitamin, mineral, fitokimia, dan antioksidan. Oleh karena adanya komponen bioaktif, maka serat pangan menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Bagaimana potensi serat pangan dapat menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah masih perlu dipelajari mekanismenya. Serat pangan memiliki beberapa sifat yang tidak dimiliki komponen nutrisi lainnya, seperti dapat meningkatkan viskositas substrat di dalam usus yang dapat mengganggu penyerapan kolesterol di usus, menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama karena sifat amba (bulky), serta meningkatkan emulsifikasi lemak di dalam usus dengan menarik banyak asam empedu ke dalam usus. Oleh karena sifat-sifat itu, maka diharapkan dengan semakin banyak menkonsumsi serat pangan akan semakin banyak pula kolesterol yang ditarik keluar oleh serat dan terbawa terbuang melalui feses. Penurunan kolesterol di dalam serum darah akibat peran serat pangan diduga melalui dua mekanisme, ialah penghambatan penyerapan kolesterol melalui jalur eksogen dan penghambatan sintesis kolesterol melalui jalur endogen. Pertama, penghambatan penyerapan kolesterol secara eksogen terjadi karena serat pangan akan menarik kolesterol yang berasal dari makanan dan asam empedu yang akan dikeluarkan bersama-sama feses. Keberadaan serat pangan dalam usus mengganggu proses penyerapan kolesterol yang berasal dari makanan yang seharusnya dibawa ke hati. Kedua, penghambatan sintesis kolesterol secara endogen yang terjadi sebagai akibat terganggunya penyerapan kolesterol dalam usus sehingga proses sintesis kolesterol yang terjadi di hati menurun. Hal tersebut terjadi karena ketersediaan kolesterol yang berasal dari penyerapan makanan terganggu. Upaya untuk tetap menjaga ketersediaan asam empedu maka hati akan menarik kolesterol dalam dalam darah dan membran sel pada jaringan-jaringan.
7 Akibatnya kolesterol darah dalam tubuh akan berkurang. Kerangka pemikiran di atas disederhanakan dalam bentuk skema yang disajikan pada Gambar 1.
Pola makan yang kurang sehat (makanan berlemak/berkolesterol tinggi, dan kurang asupan serat HIPERKOLETEROLEMIA (Problematik Utama)
Penurunan konsentrasi kolesterol
Arterosklerosis, jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi
Eksogen Penghambatan prekursor
Endogen
Menghambat sintesis kolesterol
♠ Mengurangi konsumsi diet berlemak dan/atau kolesterol tinggi ♠ Meningkatkan asupan serat pangan
penghambatan sintesis di hati
Obat (simvastatin, atorvastatin)
* Menghambat sintesis kolesterol di hati * Menghambat penyerapan kolesterol di usus * Meningkatkan pengeluaran kolesterol
Bagaimana peran berbagai sumber serat pada perbaikan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia ?
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis peran berbagai macam serat pangan (agar, karagenan, dan bekatul) pada perbaikan profil darah mencit hiperkolesterolemia. Upaya menjelaskan tujuan tersebut di atas penelitian dilakukan menjadi tiga tahap seperti yang dapat dilihat pada alur penelitian di bawah ini (Gambar 2).
8
Tahap Penelitian 1
Mencit hiperkolesterolemia
Membuat model hewan hiperkolesterolemia
Induksi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 0, 8, 10, dan 12%
Konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, HDL, LDL, dan glukosa, serta bobot badan
Waktu pemberian diet 0, 10, 20, dan 30 hari
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahap Penelitian 2
Serat pangan yang terbaik penurun kolesterol
Suplementasi serat pangan pada mencit hiperkolesterolemia
Konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, HDL, LDL, dan glukosa ,kolesterol dalam hati dan feses, konsentrasi glukosa, dan bobot badan
Serat pangan agar, karagenan, dan bekatul diberikan selama 30 hari
Kadar serat pangan diet : 10, 12, 14%
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahap Penelitian 3
Efektivitas obat dan serat pangan pada mencit hiperkolesterolemia
Konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, HDL, LDL, dan glukosa, kolesterol dalam hati dan feses, konsentrasi glukosa, dan bobot badan
Gambar 2. Skema alur penelitian
Pemberian simvastatin, atorvastatin dan serat pangan pada mencit hiperkolesterolemia
Perlakuan selama 30 hari
9 TINJAUAN PUSTAKA
Sintesis Kolesterol Kolesterol merupakan sterol utama dalam jaringan manusia yang mempunyai formula C27H45OH, dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi-5,6 kolesten karena hanya mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C 3 dan ikatan rangkap pada C5 dan C6 serta percabangan pada C10, C13 dan C17 (Mayes 1995). Kolesterol disintesis dari asetil-KoA yang dapat berasal dari perombakan karbohidrat, asam amino, dan lemak. Hati merupakan tempat utama sintesis kolesterol, di samping usus dan kelenjar-kelenjar yang memproduksi hormon steroid, seperti korteks adrenal, testis, dan ovarium. Semua reaksi sintesis berlangsung dalam kompartemen sitoplasma sel (Montgomery et al. 1993). Selanjutnya asam empedu merupakan produk akhir dari metabolisme kolesterol yang disintesis di dalam sel-sel hati. Sintesis asam empedu primer dari kolesterol dimulai dengan reaksi hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim 7α-hidroksilase yang diaktifkan oleh vitamin C dan membutuhkan oksigen, NADPH, serta sitokrom P-450. Kolesterol bebas akan diubah menjadi 7α-hidroksikolesterol. Selanjutnya ikatan rangkapnya mengalami reduksi dan terjadi hidroksilasi tambahan sehingga dihasilkan dua asam empedu yang berbeda, ialah asam kenodeoksikolat, yang memiliki gugus Ahidroksi pada posisi 3, 7, dan 12. Asam kolat merupakan jenis asam empedu yang terbanyak di dalam tubuh (Marks et al. 1996). Garam empedu tersebut mengandung kalium dan natrium dalam jumlah yang cukup banyak dan mempunyai pH alkalis sehingga dapat disebut sebagai garam empedu (Mayes 1995). Garam empedu yang diproduksi disimpan di dalam kantung empedu dan dilepaskan ke dalam usus pada saat makan. Senyawa tersebut berfungsi sebagai emulsifier untuk membantu pencernaan lemak makanan (Almatsier 2002). Sintesis mevalonat merupakan langkah kunci dalam pengaturan sintesis kolesterol. Mekanisme sintesis kolesterol dimulai dari Asetat(C2) − Mevalonat (C30) − Isopentenil pirofosfat (C5) − Skualen (C30) − Kolesterol (C27). Enzim 3hidroksi-3-metil-glutaril koenzim-A (HMG-CoA) sebagai kontrol penting di dalam biosintesis kolesterol. Sintesis kolesterol terdiri atas tiga tingkat. Tingkat
10 pertama, asetil CoA diubah menjadi senyawa triester enam karbon, HMG-CoA. Dalam uraian reaksi tersebut, asetil CoA diubah menjadi HMG-CoA. Tingkat kedua, melibatkan perubahan HMG-CoA menjadi skualen, suatu hidrokarbon asiklik yang mengandung 30 atom karbon. Tingkat ketiga, skualen dijadikan siklik dan diubah menjadi sterol dengan 27 atom karbon (kolesterol). Semua reaksi skualen menjadi kolesterol berlangsung dalam retikulum endoplasma (Stryer 2000). Tubuh manusia mampu menghasilkan kebutuhan harian kolesterol dan karena itu tidak perlu kolesterol dari makanan sebagai sumber tambahan. Namun, pemasukan kolesterol dari makanan sangat efisien, pada saat pasokan makanan kolesterol tinggi, kelebihan kolesterol dapat disimpan sebagai kolesterol ester dalam hati. Kolesterol tidak dapat didegradasi, tetapi apabila tingkat kolesterol tinggi dapat memberikan sinyal umpan balik negatif untuk menghambat sintesis de novo, upaya mencegah kolesterol berlebih (Engelking et al. 2005). Biosintesis empedu mewakili utama lintasan katabolisme kolesterol. Sekitar 90% dari kolesterol yang diambil dari makanan atau yang dihasilkan de novo akhirnya diubah menjadi asam empedu, dengan cara tersebut, kolesterol berlebih dapat dihilangkan dari tubuh. Kolesterol dapat juga langsung dikeluarkan melalui jalur yang melibatkan transintestinal langsung ke sistem ekskresi (Kruit et al. 2005; van der Velde et al. 2007). Keseimbangan kolesterol dalam tubuh dapat dipertahankan oleh peranan hati. Bergantung pola makan, manusia umumnya mengkonsumsi sekitar 300-700 mg kolesterol setiap hari. Sekitar 1000 mg disekresikan ke dalam empedu dan selanjutnya masuk ke usus. Oleh karena itu, manusia memetabolisme sekitar 1300-1700 mg kolesterol setiap hari dalam usus (Sherperd 2001). Dalam kondisi normal, bergantung pada spesies, sekitar 50% kolesterol adalah diserap (Wang et al. 2001). Asam empedu memainkan peran dalam penyerapan kolesterol dengan cara mengemulsifikasi lemak yang dibawa dalam aliran lumen usus ke membran “brush border” enterosit. Asam empedu tidak hanya berperan sebagai deterjen fisiologis dalam usus, tetapi berperan pula dalam mengatur ekspresi gen penting dalam homeostasis lipid, glukosa, kolesterol, dan sintesis asam empedu (Scotti et al. 2007; Thomas et al. 2008; Zimber dan Gespach 2008). Selain itu, asam
11 empedu berperan untuk mengatur energi homeostasis setidaknya pada tikus (Houten et al. 2006). Empedu dibentuk oleh hati dan terdiri atas asam empedu, kolesterol, fosfolipid, dan produk-produk yang tidak terpakai. Setelah sintesis, asam empedu akan disimpan di kandung empedu. Hal ini terjadi pada spesies seperti tikus dan manusia. Ketika makanan tertelan masuk ke dalam aliran usus kecil, asam empedu membantu pencernaan. Pada akhir ileum, asam empedu direabsorpsi kembali melalui mekanisme transpor aktif dan kembali ke hati. Siklus enterohepatik asam empedu sangat efisien dan dapat berlangsung dua sampai tiga kali selama makan. Namun, sekitar 5% hilang diserap dalam usus dan terbuang dalam feses. Biosintesis asam empedu
melibatkan berbagai enzim dalam
retikulum endoplasma, mitokondria, sitosol dan sel (Hofmann dan Hagey 2008)
Metabolisme Kolesterol Metabolisme kolesterol mengikuti beberapa jalur dari metabolisme lipoprotein. Secara garis besar ada tiga jalur metabolisme lipoprotein yang terjadi di dalam tubuh, yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport atau jalur balik kolesterol. Kedua jalur pertama lipoprotein berhubungan dengan metabolism LDL-c (low density lipoprotein cholesterol) dan trigliserida, sedangkan jalur terakhir berhubungan dengan metabolisme HDL-c (high density lipoprotein cholesterol) (Kwiterovich 2000). Sintesis kolesterol melalui jalur metabolisme endogen, kolesterol bersama dengan trigliserida yang disintesis oleh hati dan jaringan ekstrahepatik, akan dibawa ke dalam sirkulasi sebagai komponen lipoprotein atau disekresikan ke dalam empedu. Kedua produk ini disekresikan ke dalam sirkulasi dalam bentuk lipoprotein VLDL (very low density lipoprotein) (Gambar 3). Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) sehingga VLDL berubah menjadi IDL (intermediate density lipoprotein). IDL sebagian kembali ke hati dan sebagian lainnya akan dihidrolisis kembali oleh LPL sehingga berubah menjadi LDL, lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya, seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang memiliki reseptor untuk LDL.
12 Sebagian lainnya akan dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SRA) di makrofag dan akan menjadi sel busa. Jika kosentrasi LDL dalam plasma banyak, maka makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag (Kwiterovich 2000).
Gambar 3. Jalur metabolisme kolesterol endogen dan eksogen. HDL= highdensity lipoprotein; VLDL = very lowdensity lipoprotein; IDL= intermediatedensity lipoprotein; LDL= low density lipoprotein; LDLR=low-density lipoprotein receptor. (Sumber : Shepherd 2001).
Sintesis kolesterol melalui metabolisme eksogen (Gambar 4), pada metabolisme ini trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan berlemak masuk ke usus dan dicerna. Selain itu, dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal dari hati yang disekresikan bersama dengan empedu ke usus halus. Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dan hati yang terdapat di usus halus disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida diserap dalam bentuk asam lemak bebas, sedangkan kolesterol diserap sebagai kolesterol. Setelah melewati mukosa usus halus, asam lemak bebas diubah kembali menjadi trigliserida dan kolesterol diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kedua jenis
13 molekul ini bersamaan dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang disebut kilomikron (Shepherd 2001). Kilomikron ini kemudian masuk ke saluran limfe dan akhirnya menuju ke aliran darah. Dalam aliran darah, kilomikron dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas diserap oleh endotel pembuluh darah dan dapat disimpan sebagai trigliserida kembali pada jaringan adipose. Namun, bila terdapat dalam jumlah yang banyak, sebagian akan diambil oleh hati untuk membentuk trigliserida hati. Kilomikron sisa yang kaya kolesterol ester disebut kilomikron remnan dan akan dibawa ke hati. Apabila jumlah kilomikron sisa cukup kecil, maka akan menembus permukaan endotelium dari dinding arteri yang dapat menyebabkan pembentukan plak (Shepherd 2001).
Gambar 4. Jalur eksogen pada metabolisme kolesterol. ACAT=acyl CoA: cholesterol acyltransferase; CE=cholesteryl ester; FC=free cholesterol. (Sumber : Shepherd 2001).
Jalur Reverse Cholesterol Transport Jalur ini berkaitan dengan metabolisme HDL. HDL dilepaskan sebagai partikel kecil yang miskin kolesterol dan mengandung apolipoprotein (apo) A, C, dan E, selanjutnya disebut HDL nascent. HDL ini berasal dari usus halus dan hati. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag dan kemudian berubah menjadi HDL dewasa (Gambar 3).
14 Kolesterol yang telah diambil HDL akan diesterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester ini kemudian ditranspor dalam dua jalur. Pertama, jalur ke hati dan ditangkap oleh reseptor HDL. Jalur kedua, kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transferase protein (CETP). Fungsi HDL sebagai pembersih kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur, ialah langsung ke hati atau tidak langsung melalui VLDL dan IDL yang akan kembali ke hati (Kwiterovich 2000).
Hiperkolesterolemia Jumlah kolesterol dalam tubuh diatur dalam suatu perimbangan yang tetap, terutama antara penyerapan kolesterol dari diet, sintesis kolesterol endogen, dan ekskresi dalam feses berupa steroid dan asam empedu. Pada dasarnya, jumlah kolesterol dalam serum juga diatur melalui proses regulasi di atas, walaupun pengambilan dan pembebasan kolesterol jaringan sangat mempengaruhi kolesterol serum. Kadar kolesterol plasma ditentukan oleh berbagai faktor, seperti hormon tiroid, hormon estrogen, penyumbatan aliran empedu, hiperkolesterolemia herediter, dan diabetes mellitus yang tidak terkendali. Diet yang banyak mengandung lemak netral meningkatkan kolesterol plasma, memperpendek masa pembekuan dan menurunkan fibronolitik. Bila lemak jenuh dalam makanan diganti dengan lemak tidak jenuh, kolesterol darah akan menurun dan mempengaruhi terbentuknya pencegahan pembekuan darah (Guyton 1982). Kolesterol merupakan prekursor semua steroid, seperti kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Murray et al. 2003). Kolesterol dalam jumlah yang cukup sangat diperlukan manusia karena fungsinya sebagai lipid amfipatik dan kompomen strukural esensial yang membentuk membran sel serat lapisan eksterna lipoprotein plasma (Murray et al. 2003). Kolesterol yang berasal dari makanan memberikan kontribusi sekitar 50% dari kolesterol yang beredar dalam tubuh pada manusia dan sekitar 30% yang beredar pada tikus (Dawson dan Rudel 1999; Osono et al. 1995). Jumlah kolesterol dalam tubuh bergantung pada keadaan individu, dalam masa pertumbuhan atau tidak. Selama masa pertumbuhan, kolesterol banyak terdapat
15 dalam jaringan baru dan konsentrasi kolesterol tersebut meningkat sesuai dengan pertumbuhan tubuh. Bila pertumbuhan telah mencapai puncak, jumlah kolesterol tubuh ditentukan oleh kesetimbangan antara kolesterol yang masuk dan keluar. Kolesterol yang masuk ke dalam tubuh bersumber pada penyerapan dari usus dan sintesis kolesterol dari berbagai organ tubuh. Kolesterol yang keluar dari tubuh melalui beberapa jalan, ialah kolesterol hati membentuk cairan empedu, dikeluarkan ke dalam usus kemudian dibuang lewat feses, hilang mukosa usus dan kulit, bergabung dengan hormon-hormon steroid, dan dikeluarkan dari tubuh bersama urin (Bijln 2009). Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan kadar kolesterol di dalam darah melebihi batas yang diperlukan dengan meningkatnya kadar LDL dan kolesterol total. Menurut Herbey et al. (2005) tingginya total kadar kolesterol di dalam serum darah disebabkan perubahan dinding pembuluh darah, peningkatan hipoksia pada jaringan usus besar, perubahan homeostasis sel-sel, umur, hereditas, kesalahan pola makan, gaya hidup, polusi lingkungan, penggunaan alkohol, dan rokok dalam waktu lama. Kadar kolesterol normal dalam plasma orang yang dewasa sebesar 3,1 sampai 5,7 mmol/L atau 120 sampai 220 mg/dL. Adapun keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi kolesterol total lebih dari 240 mg/dL dan LDL-c lebih dari 160 mg/dL (Montgomery et al. 1993). Konsentrasi kolesterol dalam plasma darah berkorelasi positif dengan risiko terbentuknya aterosklerosis. Konsentrasi kolesterol yang diinginkan untuk menurunkan risiko terbentuknya atersoklerosis pada manusia adalah kolesterol total<200 mg/dL, LDL-c<130 mg/dl dan HDL-c 50-60 mg/dL. Kisaran konsentrasi kolesterol total 200-239 mg/dl dan LDL-c 130-159 mg/dL adalah batas antara keadaan berisiko rendah dan tinggi untuk terbentuknya aterosklerosis (Grundy 1991). Nisbah kolesterol LDL-c/HDL-c dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahtui tingkat aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner (Sitepoe 1993). Nisbah kolesterol LDL-c/ HDL-c yang berisiko tinggi mengidap penyakit jantung koroner adalah ≥ 5 pada pria dan ≥ 4,4 pada wanita. Oleh karena itu, dalam merekomendasikan suatu diet aterogenik lebih ditekankan pada penurunan kadar LDL-c daripada menghindari penurunan HDL-c, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah kolesterol
16 tidak hanya menurunkan LDL-c tetapi juga menurunkan HDL-c dan demikian pula sebaliknya (Wolf 1994). Pada penderita hiperkolesterolemia upaya menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh harus dilakukan secara sinergis melalui aktivitas olah raga, diet makanan rendah lemak, penggunaan obat penurun kolesterol, serta pencegahan dan penurunan terjadinya penumpukan kolesterol dengan pangan fungsional penurun kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol oleh obat maupun pangan fungsional ada tiga, yaitu melalui penghambatan terhadap aktivitas enzim pembentuk kolesterol, menghambat pembentukan kolesterol melalui regulasi fungsi garam empedu, serta entrapping kolesterol dengan serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan 10 g serat pangan ke dalam pola makan, risiko penyakit jantung koroner mengalami penurunan sebesar 17-35% (Pereira et al. 2004; Streppel et al. 2008). Faktor risiko penyakit jantung koroner termasuk hiperkolesterolemia, hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus tipe dua. Apabila dengan terapi pengaturan makanan tidak memberikan respons positif, maka diperlukan bantuan dengan terapi obat (Simatupang 1997). Namun, bila mengkonsumsi diet yang mengandung kolesterol dikombinasikan dengan minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mengurangi kolesterol dalam darah (Murray et al. 2003). Baik manusia maupun hewan yang memperoleh diet kolesterol baik yang tinggi maupun rendah mengekskresikan steroid-steroid dan asam empedu yang berbeda-beda. Tidak semua hewan dapat menstimulasi ekskresi asam empedu yang berasal dari kolesterol yang ada dalam dietnya. Manusia, babi, kelinci dan primata tidak dapat menstimulasi asam empedu dari kolesterol dietnya. Sebaliknya, tikus dan anjing dapat mengekskresikan dengan baik. Efisiensi penyerapan kolesterol pada manusia bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya dengan mengkonsumsi makanan yang sama (Sehayek et al. 1998). Penyerapan kolesterol pada manusia dan primata masing-masing adalah 45% dan 51% (Beynen 1988).
17 Telur sebagai Sumber Kolesterol Telur merupakan salah satu bahan makanan produk ternak unggas yang lengkap, serbaguna, dan tersedia. Telur terdiri atas tiga bagian, yaitu kulit telur (egg shell), putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) dengan struktur dan komposisi kimia yang berbeda-beda (Leeson dan Summer 1991). Perbedaan komponen telur tersebut disebabkan oleh jenis dan jumlah yang dikonsumsi, umur unggas, suhu lingkungan, laju produksi telur, dan penyakit (Coutts dan Wilson 1990). Komposisi kimia telur dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia telur Komponen Kulit Telur Berat (g) 6,2 Air (%) 1,6 Padatan (%) 98,4 Protein (%) 3,3 Karbohidrat (%) Lemak (%) 0,03 Mineral (%) 95,1 Sumber : Leeson dan Summer 1991.
Albumen 10,6 0,9 0,6
Kuning Telur 18,7 48,7 51,3 16,6 1,0 32,6 1,1
Kuning telur segar mempunyai kadar air 77,44%, kolesterol 66,12% bahan kering, dan β-karoten 0,04%, lebih tinggi dibadingkan dengan telur bubuk kering air 4,55%, kolesterol 5,62%, dan β-karoten 0,04% (Indratiningsih 1991). Perbedaan ini karena kolesterol sangat mudah teroksidasi baik oleh sinar, oksigen dan pemanasan. Oleh karena itu, akan terbentuk senyawa kolesterol oksida sebanyak 5 buah dan salah satu di antaranya adalag 5,5-epoksida (Morgan dan Armstong 1987). Kuning telur tidak saja sebagai sumber lemak (35%), tetapi juga sebagai sumber protein yang berkisar antara 15-16% dan vitamin A (40.000 IU per 100 g). Lipid dalam kuning telur tidak bersifat bebas, tetapi terikat dalam bentuk partikel lipoprotein. Lipoprotein kuning telur terdiri atas 85% lemak dan 15% protein. Lemak dari lipoprotein mengandung 20% fosfolipid, 60% trigliserida, dan 5% kolesterol ester (Burley 1987). Komposisi kimia kuning telur terdiri atas air 48,66%, bahan padat 51,34%, bahan organik 50,27%, protein
18 16,58%, lemak 32,62%, karbohidrat 1,07%, bahan organik 1,07% (Romanoff dan Romanoff 1963). Kolesterol kuning telur merupakan komponen lemak yang terdiri atas 65,5% trigliserida, 5,2% kolesterol, dan 28,3% fosfolipid (Sirait 1986). Kolesterol yang terdapat pada kuning telur 84% dalam bentuk bebas dan sisanya dalam bentuk ester. Lebih kurang 20% kolesterol dalam bentuk ester pada ayam karena diberikan makanan komersial (Noble 1987). Ayam petelur putih menghasilkan kolesterol telur yang berbeda dibandingkan dengan ayam petelur coklat. Ayam petelur cokelat menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol 17,08 mg/g telur atau 308.29 mg/g kuning telur dengan bobot kuning telur sebesar 18,05 g, sedangkan untuk ayam petelur putih menghasilkan telur dengan kandungan kolesterol sebesar 17,41 mg/g telur atau sekitar 316.34 mg/g kuning telur dengan bobot kuning telur 18,17 g ( Han dan Lee 1992). Hati dan ovarium adalah tempat utama dari biosintesis kolesterol pada ayam petelur. Sejumlah kolesterol yang ditemukan dalam kuning telur disintesis dalam hati ayam petelur, ditranspor oleh darah dalam bentuk lipoprotein dan dideposisi untuk perkembangan folikel. Konsentrasi kolesterol plasma secara tidak langsung berhubungan dengan konsentrasi kolesterol telur (Nimpf dan Schneider 1991). Penambahan lemak dalam ransum (minyak nabati dan hewan, kolesterol dan β-sitosterol) nyata meningkatkan kolesterol hati, serum, dan kuning telur pada ayam petelur (Han et al. 1993). Kolesterol kuning telur dipengaruhi oleh lipoprotein kaya trigliserida dari ransum yang dikonsumsi dan saat sintesis kuning telur berlangsung (Griffin 1992). Lebih dari 95% kolesterol dari kuning telur bergabung dalam lipoprotein kaya trigliserida, sisanya mengelilingi lipovitelin sebagai protein atau lemak kompleks yang terdiri atas lebih kurang 20% lemak dan 4% kolesterol (Noble 1987).
Minyak Kelapa sebagai Sumber Lemak Jenuh Sampai saat ini, hasil utama dari tanaman kelapa adalah kopra atau minyak. Komposisi bahan organik dari daging kelapa segar adalah : air (55%), minyak (34%), abu (2,2%), serat (3,0%), protein (3,0%), dan karbohidrat (7,3%) (Banzon dan Velasco 1982). Minyak kelapa merupakan senyawa organik yang
19 terdiri atas gliserol dan asam lemak yang disebut gliserida, serta larut dalam pelarut minyak atau lemak. Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga asam lemak jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4% trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh. Trigliserida terdiri atas 96% asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut, maka sifat fisikokimia minyak dapat ditentukan dari sifat fisikokimia asam lemaknya. Asam lemak yang menyusun minyak kelapa terdiri atas 80% asam lemak jenuh dan 20% asam lemak tidak jenuh. Hal tersebut menyebabkan minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif dibandingkan minyak lainnya yang mengandung asam lemak jenuh lebih sedikit (Canapi et al. 1996). Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya yang paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu 45,4−46,4% sehingga sifat fisik dan kimia minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimia dari asam laurat (Tabel 2). Berdasarkan tingkat kejenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod, maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oil, karena bilangan Iod minyak kelapa tersebut berkisar 7,5−10,5% (Ketaren 2005).
Sifat-sifat minyak, terutama titik lelehnya bergantung pada
susunan asam lemaknya. Tidak seperti minyak lainnya, minyak kelapa mempunyai titik leleh yang tinggi, yaitu 24,4−25,5 °C, karena kandungan asam lemak berberat molekul rendah yang tinggi dibandingkan panjang rantainya (Lawson 1995). Lipida yang paling banyak terkandung dalam bahan makanan adalah trigliserida atau triasilgliserol. Gliserida ini adalah senyawa ester antara gliserol dan asam lemak. Asam lemak merupakan asam organik berantai panjang dengan atom karbon C4 sampai C24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal yang terikat pada ujungnya dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Perbedaan asam lemak yang satu dengan yang lainnya terdapat pada panjang rantai hidrokarbon dan dalam jumlah serta letak ikatan rangkapnya. Jika jumlah atom C umumnya genap, maka C16 dan C18 biasanya dominan. Asam lemak jenuh dari C12 sampai C24 bersifat padat, dan mempunyai konsistensi seperti lilin. Sebaliknya asam lemak tidak jenuh pada suhu tubuh bersifat cairan berminyak.
20 Asam lemak jenuh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh. Asam lemak yang berasal dari minyak kelapa dan kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis minyak tumbuh-tumbuhan lainnya. Minyak kelapa termasuk minyak/lemak jenuh, dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa minyak kelapa memiliki asam lemak jenuh sekitar 92% mulai dari C6 (kaproat) sampai C18 (stearat). Hanya sekitar 8% berupa asam lemak tak jenuh berupa oleat dan linoleat (Gervajio 2005).
Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa (CO) dan minyak inti sawit (PKO) No Asam Lemak Formula Minyak Kelapa Palm Kernel (Coconut Oil-%) Oil (%) 1 Kaproat C6H12O2 0,2 - 0,8 0-1 2 Kaprilat C8H16O2 6-9 3-5 3 Kaprat C10H20O2 6 - 10 3-5 4 Laurat C12H24O2 46 - 50 44 - 51 5 Misistat C14H28O2 17 - 19 15 - 17 6 Palmitat C16H32O2 8 - 10 7 - 10 7 Stearat C18H36O2 2-3 2-3 8 Oleat C18H34O2 5-7 12 - 19 9 Linoleat C18H32O2 1 - 2,5 1-2 Sumber: Gervajio 2005.
Serat Pangan Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat pangan terdiri atas total serat pangan (total dietary fiber), yang mencakup serat pangan larut (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber). Serat yang tidak larut dalam air terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang dapat ditemukan pada serelia, kacangkacangan, sayuran dan buah-buahan; sedangkan yang larut dalam air ialah pektin, agar, karagenan, musilase, dan gum (Carvalho et al. 2009; Viuda-Martos et al. 2010). Klasifikasi serat pangan berdasarkan kelarutannya dalam air dapat dilihat pada Gambar 5.
21
Serat pangan
Serat pangan larut Gum
Pati resisten
Inulin
Serat pangan tidak larut
Pektin
Musilage
Hemiselulosa s
Selulo sa
Lignin
Frukto-oligosakarida
Gambar 5. Klasifikasi serat pangan Nilai gizi dari serat pangan semula dianggap tidak menyumbangkan energi karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencerna manusia. Akan tetapi, karena serat pangan difermentasikan di dalam kolon dan menghasilkan hidrogen, metana, karbon dioksida, serta asam lemak rantai pendek, seperti propionat, butirat yang dapat diserap, dan menghasilkan sejumlah energi maka serat pangan dapat menghasilkan energi 0-3 kalori per gram (Muir 1999; Silalahi 2000; Lo et al. 1991). Serat pangan dapat memberikan efek fisiologis dan metabolis karena sifatnya yang dapat larut dalam air, kemampuan mengikat air, viskositas, kemampuan mengikat molekul organik dan inorganik, dan daya cerna atau daya fermentasinya oleh bakteri (Groff dan Gropper 1999). Serat berperan dalam menghambat absorpsi kolesterol yang akhirnya berpengaruh pada penurunan konsentrasi kolesterol plasma, peningkatan sintesis kolesterol hepatik, sintesis empedu, dan ekskresi kolesterol feses (Hundermer et al. 1991; Horigome et al. 1992; Jonnatagadda et al. 1993). Hasil penelitian pada hewan dan manusia bahwa terdapat hubungan antara peningkatan serat pangan dan perbaikan profil plasma lipid, termasuk penurunan konsentrasi LDL-c (Fernandez 2001). Serat pangan dapat mempengaruhi keberadaan asam empedu dalam usus. Asam empedu efektif dalam pelarutan, pencernaan, dan penyerapan lemak makanan dan vitamin yang larut dalam lipid sepanjang usus kecil. Konsentrasi asam empedu yang tinggi dipertahankan pada bagian usus duodenum, jejunum,
22 dan ileum bagian proksimal di mana lemak pencernaan dan penyerapan terjadi (Ridlon et al. 2006). Secara normal, asam empedu diserap kembali di bagian ileum (Hofmann 1994). Beberapa serat pangan dapat berinteraksi dengan asam empedu di usus kecil, yang mengakibatkan penurunan reabsorpsi, peningkatan transportasi menuju usus besar, dan akhirnya, ekskresi asam empedu lebih tinggi (Dongowski et al. 2003). Beberapa serat larut dapat membentuk lapisan tebal pada dinding lumen usus yang dapat bertindak sebagai penghalang, yaitu mengurangi penyerapan lemak, termasuk kolesterol dan asam empedu.
Hal ini akan mengakibatkan
pengeluaran kolesterol dan asam empedu terbuang bersama feses semakin meningkat mengurangi jumlah yang akan diserap kembali (reabsorbsi) melalui sirkulasi enterohepatik. Akibat asam empedu banyak terbuang, maka proses sintesis kolesterol endogen dalam hati meningkat yang akan menkonversi kolesterol menjadi asam empedu untuk menggantikan kekurangan yang terjadi. Mekanisme ini merupakan jalur utama yang terjadi pada individu atau hewan hiperkolesterolemia untuk mencapai hipokolesterolemia (Garc´ıa-Diez et al. 1996; Theuwissen dan Mensink 2008). Mekanisme lain dalam pengurangan penyerapan lemak, kolesterol dan asam empedu, dengan dapat mengubah pembentukan misel dan mengurangi kemampuan kolesterol bergabung ke dalam misel-misel (Carr dan Jesch 2006). Serat larut dapat membentuk suatu masa kental di usus kecil. Hal ini diyakini bahwa peningkatan viskositas menghambat gerakan kolesterol, asam empedu, dan lipid lain dan menghalangi pembentukan misel, dengan demikian mengurangi penyerapan kolesterol dan mempromosikan kolesterol ekskresi dari tubuh (Carr dan Jesch 2006). Pektin, β-glucans, fructans, dan gum telah diidentifikasi sebagai agen yang dapat bekerja melalui produksi matriks kental yang menghalangi gerakan kolesterol dan asam empedu ke misel serta penyerapan berikutnya miselmisel ke enterosit (Jones 2008). Serat terlarut akan memperlambat waktu transit dari mulut ke usus dengan mengurangi kecepatan pengosongan lambung, tetapi meningkatkan waktu transit di usus. Peningkatan viskositas isi usus akan mengurangi kecepatan transportasi zat gizi dan menghalangi kontak antara zat gizi dengan permukaan mukosa.
23 Dengan demikian, peristaltik pengadukan menurun, kontak antara substrat dengan enzim dan pembentukan misel berkurang, sehingga penyerapan diperlambat. Serat tidak larut, seperti selulosa, akan menambah volume dan memperlunak feses, serta mengurangi waktu transit isi kolon. Serat larut yang difermentasikan hanya sedikit mempengaruhi volume feses di kolon (Muir 1999; Silalahi 2000; Kritchevsky, 1999). Serat terlarut mengurangi kadar gula sesudah makan dan memperbaiki profil insulin. Serat larut bersifat hipoglikemik melalui beberapa mekanisme. Peningkatan viskositas dalam saluran pencernaan dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi kecepatan penyerapan glukosa (Lattimer dan Haub 2010). Keberadaan serat dapat memperlambat waktu transit dari lambung ke usus, sehingga dapat mengurangi absorpsi zat gizi (makronutrien) seperti pati dan gula, akibatnya glukosa dalam darah menurun. Hasil penelitian cenderung menunjukkan adanya penurunan kanker kolon dengan konsumsi serat pangan tidak terlarut yang tinggi, sedangkan serat terlarut belum dapat dipastikan pengaruhnya. Banyak mekanisme yang dikemukakan, tetapi mekanisme yang utama ialah bahwa serat pangan akan menambah volume feses. Dengan demikian, akan mengencerkan isi usus sehingga interaksi mukosa dengan karsinogenik berkurang (Kritchevsky 1999; Ferguson dan Harris 1999). Rekomendasi jumlah serat pangan yang dikonsumsi pada orang dewasa yaitu dalam kisaran 20 sampai 30 g/hari. Rekomendasi lain untuk jumlah konsumsi serat pangan yaitu berdasarkan jumlah energi 10 sampai 13 g serat pangan per 1000 kkal. Anak usia 3-18 tahun perlu serat kurang dari orang dewasa, artinya kebutuhan serat pangan berbeda pada usia yang berbeda (Subbulakshmi, 2005). Beberapa lembaga kesehatan memberikan rekomendasi berkaitan dengan asupan serat, seperti United of State Food Drug Administration menganjurkan Total Dietary Fiber (TDF) 25 g/2000 kalori atau 30 g/2500 kalori. The American Cancer Society, The American Heart Association dan The American Diabetic Association menyarankan 25-35 g serat/hari dari berbagai bahan makanan. Konsensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia menyarankan 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita diabetes mellitus. Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI) menyarankan 25-30 g/hari untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. American Academy of Pediatrics menyarankan kebutuhan TDF
24 sehari untuk anak adalah jumlah umur (tahun) ditambah dengan 5 g (Nainggolan dan Adimunca 2005). Serat pangan yang diperoleh dari tanaman dapat digunakan sebagai bahanbahan fungsional (Fern´andez-L´opez et al. 2007; Sendra et al. 2008) karena serat dapat berinteraksi secara fisiologis untuk memberikan banyak manfaat yang mendukung pengaturan dalam usus. Manfaat tersebut tidak hanya untuk kesehatan pencernaan, tetapi manajemen bobot badan, kesehatan jantung, dan juga kesehatan secara umum. Bagi penderita hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, mengkonsumsi diet tinggi serat dapat memberikan efek fisiologis, seperti (i) peningkatan kesehatan saluran pencernaan; (ii) peningkatan toleransi glukosa dan respons insulin; (iii) pengurangan risiko kanker; dan (iv) pengaturan pencernaan lemak dan dan bobot badan (Lunn dan Buttriss 2007). Jenis, sumber, dan jumlah serat mempengaruhi fungsi usus dalam cara yang berbeda. Secara umum, serat yang resisten terhadap fermentasi di kolon, seperti kulit gandum, sebagian besar meningkatkan volume isi usus (Border´ıas et al. 2005). Peranan serat dianggap penting karena mempunyai efek perlindungan bagi beberapa penyakit. Serat larut memiliki dampak positif pada kesehatan kolon dengan meningkatkan tingkat produksi sel crypt, atau penurunan atrofi epitel kolon dibandingkan dengan makanan non serat (Slavin et al. 2009). Serat pangan dapat mengurangi risiko kanker kolorektal dengan meningkatkan kecepatan transit bahan makanan melalui usus besar, fermentasi di usus besar, dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) yang tinggi (Sharma et al. 2008; Topping et al. 2008). Asam butirat dapat mempromosikan diferensiasi sel, mendorong apoptosis, dan/atau menghambat produksi asam empedu sekunder dengan mengurangi pH luminal (Nagengast et al. 1995; Potter 1999). Peneliti lain melaporkan asam butirat dapat mengurangi risiko ganas perubahan dalam sel. Tikus yang mengalami gangguan pencernaan diberikan serat pangan memperlihatkan massa feses meningkat, pH feses rendah, dan produksi SCFA meningkat. Hal tersebut berhubungan dengan insiden penurunan kanker usus besar, akibat efek peran serat pangan larut (Tharanathan dan Mahadevamma 2003). Serat pangan dapat menjaga total energi yang masuk ke dalam tubuh, dimana diet dengan kombinasi total energi dan asupan serat pangan tinggi,
25 menyebabkan jumlah energi yang diserap lebih rendah dibandingkan dengan serat pangan rendah (Pereira dan Ludwig 2001). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan pati dalam diet sebagai komponen bioaktif fungsional makanan alami, secara endogen meningkatkan sekresi hormon usus yang efektif dalam mengurangi asupan energi. Hal tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan alami pengobatan obesitas (Keenan et al. 2006). Diet yang kaya serat pangan dapat meningkatkan mobilisasi dan penggunaan lemak sebagai akibat langsung dari pengurangan sekresi insulin (Tapsell 2004). Ada beberapa alasan mengapa diet tinggi serat pangan dapat menyebabkan asupan makanan lebih rendah. Pertama, tinggi serat pangan dalam diet dapat memicu rangsangan indra di mulut membutuhkan peningkatan untuk mengunyah. Kedua, tinggi serat pangan dalam diet juga menyebabkan pengosongan lambung menjadi lebih lambat dan tingkat penyerapan gizi yang lebih lambat. Ketiga, tinggi serat pangan dalam diet mengurangi pemasukan energi diakibatkan penghambatan penyerapan makronutrien. Berkaitan dengan alasan tersebut serat pangan dapat menimbulkan rasa kenyang dalam waktu yang lama sehingga memberikan kontribusi untuk manajemen bobot badan (Hill dan Peters 2002; Sharma et al. 2008; MikuˇSOV´a et al. 2009).
Agar-agar Agar-agar merupakan komoditas yang sudah lama dikenal di Indonesia. Kata agar yang di Asia dikenal dengan nama agar-agar merupakan bahasa Melayu yang artinya rumput laut, khususnya rumput laut merah. Agar-agar diproduksi dari rumput laut yang tergolong dalam kelas Rhodophyceae, namun sebaliknya tidak semua ganggang merah dapat digunakan untuk memproduksi produk berupa agar-agar. Berdasarkan kemampuannya memproduksi agar-agar ganggang merah digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu Agarophyte dan Agaroidophyte (Imeson 2010). Rumput laut dari kelompok Agarophyte umumnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar. Kelompok ganggang merah yang mempunyai sifat seperti agar-agar, tetapi dengan gaya gelasi dan viskositas yang berbeda ditemukan pada kelompok Agaroidophyte (Winarno 2008). Agar-agar
26 adalah senyawa poligalaktosa yang diperoleh dari pengolahan rumput laut kelas Agarophyte. Aga-agar tepung didefinisikan sebagai produk berupa tepung yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut agarophyte, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan, bersifat koloid bila dilarutkan dalam air panas (Badan Standardisasi Nasional 1995). Molekul agar-agar terdiri atas rantai linear galaktan yang merupakan polimer dari galaktosa (Imeson 2010; Luxtor 1977 dalam Winarno 2008).
Jenis rumput laut yang banyak digunakan sebagai bahan baku
untuk pengolahan agar-agar tepung adalah Gelidium sp., Gracillaria sp., Pterocladia sp., Hypnea sp., Plerodadia sp., Acanthopelus sp., dan Ceramium sp (Winarno 1996). Struktur kedua jenis galaktan penyusun agar-agar dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Struktur agar-agar (Luxtor 1977 dalam Winarno 2008). Keterangan : (a) Agar-agarosa (netral) ; (1,3) D-galaktosa dan (1,4) Anhidro L-galaktosa (b) Agar-agarosa (metil) ; (1,3) 6-0 metil-D-galaktosa dan (1,4) anhidro Lgalaktosa (c) Piruvat agarosa, (1,3) 4,6 0-1 karboksimetil D-galaktosa dan (1,4) anhidro Lgalaktosa (d) Sulfat galaktan, (1,3) D-Galaktan dan (1,4) L galaktosa-6-sulfat
27 Susunan senyawa agar-agar dapat berupa rantai linear galaktan yang netral ataupun sudah terekstraksi dengan metil atau asam sulfat. Galaktan yang sebagian monomer galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarosa, sedangkan galaktan yang teresterkan dengan asam sulfat dikenal dengan agaropektin (Imeson 2010). Struktur agar-agar terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa dan agaropektin. Agarosa merupakan suatu polimer netral dan agaropektin merupakan suatu polimer sulfat. Agarosa adalah suatu polisakarida netral yang terdiri atas rangkaian D-galaktosa dengan ikatan β-1,3 dan L-galaktosa dengan ikatan α-1,4. Agaropektin bersifat lebih kompleks dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat bervariasi dan persentase agarosa dalam ekstrak agar-agar berkisar antara 50% sampai 80% (FAO 2003). Secara umum struktur agarosa dan agaropektin dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur agarosa (1,4) -3,6 anhidro L-galaktosa dan (1,3) D-galaktosa dan agaropektin Jenis dan asal rumput laut menentukan kandungan agarosa dan agaropektin ganggang yang digunakan. Kekuatan gel agar-agar sangat bergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin (deMan 1997). Perbandingan agarosa dan agaropektin pada genus Gracilaria sekitar 20:1, jauh lebih besar daripada genus Gelidium yang mempunyai perbandingan 1:5. Oleh karena itu, umumnya gel agar-agar dari Gracilaria lebih kuat dan kokoh (Winarno 1996). Di samping daya gelasi dan viskositas, beberapa sifat agar-agar lainnya, seperti setting point dan melting point, juga ditentukan oleh jenis ganggang dan karakteristik perairan serta habitat rumput laut itu tumbuh.
28 Agar dalam bentuk kering mempunyai karakteristik fisik berwarna putih hingga kuning pucat dan berbau khas agar-agar. Karakteristik kimia dari agar-agar meliputi kandungan gizi, sifat kelarutan dan daya cerna. Agar-agar larut di dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air dingin. Agar-agar berbentuk padat pada suhu 32 ºC-39 ºC dan tidak dapat mencair pada suhu lebih rendah dari 85 ºC. Agar-agar kaya akan karbohidrat dan kalsium, namun sedikit mengandung lemak dan protein (Takano et al. 1995). Walaupun begitu, karbohidrat dalam agar-agar tersusun dari beberapa polisakarida dan turunannya yang sukar dicerna. Berdasarkan kandungan esternya, agar-agar dapat dibedakan dengan karagenan. Agar-agar memiliki kandungan ester sulfat lebih rendah (2-5%) sedangkan karagenan mempunyai kandungan ester sulfat 20-50% (Venugopal 2009). Kualitas agar ditentukan oleh kekuatan gel yang terbentuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat gel ialah suhu, konsentrasi agar-agar, pH, gula, dan ester sulfat. Gel agar-agar bersifat reversible terhadap suhu. Peningkatan konsentrasi agar-agar akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan gel. Kandungan gula juga besar pengaruhnya pada pembentukan gel dari agar-agar. Peningkatan kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi teksturnya kurang kohesif. Pengaruh pH pada kekuatan gel ialah semakin turun pH hingga pH 2,5 akan menghasilkan kekuatan gel yang semakin lemah. Pengaruh ester sulfat pada kekuatan gel bahwa semakin tinggi kandungan ester sulfat akan dapat menurunkan kekuatan gel agar-agar. Kualitas agar-agar dipengaruhi pula oleh teknik ekstraksi, jenis rumput laut, kondisi musim, letak atau wilayah asal rumput laut, dan parameter lingkungan lainnya. Beberapa tahun terakhir telah banyak penelitian untuk melihat aspek penyimpanan atau penanganan rumput laut pascapanen, karena terbukti turut mempengaruhi kualitas dan kuantitas ekstrak agar-agar yang dihasilkan (Romero et al. 2008). °
Agar-agar dengan kemurnian tinggi pada suhu 25 C tidak larut dalam air °
dingin tetapi larut dalam air panas, etanol amida, dan formida. Pada suhu 32-39 C, agar-agar berbentuk padatan yang tidak mencair lagi pada suhu lebih rendah dari °
°
80 C. Agar-agar yang dilarutkan pada suhu 35-50 C sudah cukup untuk membuat °
gel yang kuat dengan titik cair 80-100 C. Larutan 1% dan 1,5% agar-agar pada
29 °
suhu 45 C, serta keadaan kering bersifat sangat stabil (Imeson 2010). Hal yang terpenting dari agar-agar adalah sifat gelling agentnya dan aplikasinya dalam range suhu yang cukup luas. Agarosa memiliki kekuatan gel lebih tinggi dibandingkan agaropektin. Agarose memiliki struktur double helix, struktur tersebut beragregasi membentuk rangka tiga dimensi, yang berikatan dengan molekul air sehingga menghasilkan gel yang thermoreversible (Venugopal 2009). Informasi sifat rheologi dari hidrokoloid menjadi hal penting dalam efisiensi serta optimasi proses panas dan formulasi dari bahan pangan. Ilmu yang mempelajari perubahan atau deformasi dan aliran suatu bahan dikenal dengan Rheologi. Pengukuran rheologi akan sangat membantu dalam memahami proses gelasi dari agar (Labropoulus et al. 2002). Proses pembentukan gel agar-agar dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pembentukan gel agar-agar (Imeson 2010).
Rangkaian kejadian pembentukan struktur heliks terjadi dalam tiga tahap, yaitu : (a) Dalam larutan atau fase sol, pada suhu di atas titik cair gel, rantai polimer berada dalam formasi coil random. Dengan pendinginan, larutan akan dikonversi menjadi gel apabila struktur heliks yang cukup telah dibentuk sehingga agar-agar bisa saling bertautan (cross link) untuk membentuk jaringan yang kontinyu. (b) Pada pendinginan selanjutnya, gel menjadi bertautan lebih erat dan pada saat itulah menjadi rigid akibat bertambahnya struktur heliks yang kemudian membentuk gabungan super junction. (c) Bila dibiarkan dalam waktu yang agak
30 lama, gel akan membentuk gabungan yang kontinu, dan jaringan gel mengecil dengan diikuti terbebasnya sejumlah air dari dalam jaringan (Labropoulus et al. 2002). Mikrostruktural, mekanikal, dan sifat rheologi dari gel agar-agar dapat dideskripsikan sebagai crosslinked network, dalam bentuk ini agar-agar cair yang homogen berubah menjadi elastis dan berwarna keruh saat pendinginan. Perubahannya bersifat reversible, namun bergantung dari beberapa faktor antara lain adalah sifat histeresis dari agar (Labropoulus et al. 2002). Peningkatan kekuatan gel agar-agar dapat dihubungkan dengan peningkatan kadar agarose atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan kadar 3,6 anhidro galaktosa. Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6 anhidro L-galaktosa yang kemudian memaksa molekul-molekul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi antara struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel. Pergantian senyawa 3,6 anhidro-Lgalaktosa dengan senyawa Lgalaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam struktur heliks dan dalam keadaan seperti ini gel yang terbentuk memiliki kekuatan gel yang rendah (Glicksman 1983). Agar-agar tidak larut di dalam air dingin serta membentuk ikatan silang dan acak selama pemasakan, gelasinya bergantung pada formasi atom hidrogen, di mana ikatan acak berasosiasi dengan heliks tunggal dan double helix. Terdapat tiga sisi heliks yang stabil dengan adanya molekul air sehingga membentuk ikatan yang berlubang (Labropoulus et al. 2002), dan grup hidroksil terluar mengalami agregasi gel menjadi bentuk kecil heliks yang sperikal (Boral et al. 2008). Rheologi dari selai buah dipengaruhi oleh suhu pemasakan, proses pengolahan buah, komposisi selai buah dan jenis hidrokoloid yang digunakan, pH dan juga waktu pemasakan (Endan dan Javanmard 2010). Sifat gel agar-agar dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu, pH dan kandungan gula. Larutan agar-agar dengan konsentrasi 1,5% dapat membentuk gel pada suhu 32-39°C, dan tidak meleleh di bawah suhu 85°C. Nilai pH mempengaruhi kekuatan gel agar-agar. Penurunan pH menyebabkan kekuatan gel melemah. Kandungan gula yang semakin tinggi menyebabkan gel menjadi keras dengan kohesivitas tekstur yang rendah. Namun, agar-agar masih dapat berinteraksi atau bersinergi dengan gula
31 hingga 60% (Imeson 2010). Kandungan sulfat agar-agar yang rendah cukup kontras dengan karagenan yang memiliki kandungan sulfat sangat tinggi, biasanya agar-agar kurang dari 4,5% dan pada umumnya 1,5-2,5% (Phillips 2009). Secara umum, agar-agar diaplikasikan pada berbagai bidang, yaitu 91% untuk kebutuhan pangan dan 9% untuk kebutuhan bacteriological dan biotechnology. Agar-agar telah dinyatakan aman oleh FDA atau dikenal dengan istilah Generaly Recognized As Safe (GRAS), dan Acceptable Daily Intake (ADI), yaitu agar-agar dinyatakan not limited (tidak dibatasi) (WHO/FAO 1974, Imeson 2010). Oleh karena itu, aplikasi penggunaan agar-agar dalam bidang pangan menjadi sangat luas. Agar-agar merupakan koloid hidrofilik yang di dunia perdagangan agar- agar komersil harus memiliki syarat mutu. Standar mutu agaragar telah ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) (Tabel 3). Indonesia juga telah menetapkan standar mutu agar-agar yang dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) (Tabel 4).
Tabel 3. Standar mutu agar-agar menurut Food Chemical Codex Spesifikasi
Persyaratan FCC
Kandungan arsen maks. 3 ppm (0,003%) Kandungan abu total maks. 6,5 % bobot kering Kandungan abu tak larut asam maks. 0,5 % bobot kering Kandungan gelatin tidak ada Kandungan protein maks. 3% Bahan tidak larut 1-4% Sumber : Glicksman (1983) ; Venugopal (2009)
Agar-agar digunakan secara luas dalam berbagai industri, antara lain industri makanan, obat-obatan, tekstil, kertas, susu, mikrobiologi, dan kosmetika. Dalam bidang mikrobiologi, agar-agar digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroorganisme lain yang berukuran mikroskopis, termasuk sel-sel tanaman dan hewan. Dalam industri makanan, agar-agar digunakan sebagai bahan pengental, misalnya pada pembuatan permen. Selain itu, agar-agar juga berfungsi sebagai bahan penstabil dalam pembuatan makanan, serta sebagai bahan
32 penjernih dalam pembuatan bir (Winarno 1996). Adapun syarat mutu agar-agar tepung ekspor Jepang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Standar mutu agar-agar tepung menurut SNI 01-2802 1995 No 1
2 3 4 5 6
Kriteria Uji Organoleptik (kenampakan, bau dan konsisten) air Kelarutan (lolos ayakan 80 mesh) Abu tidak larut asam Uji pati (kualitatif) Absorpsi air
Satuan
Persyaratan Normal atau dengan skor minimal 7
% b/b % b/b
Maks. 17 Maks. 80
% b/b -
Maks. 0,5 Negatif Minimal 5 kali bobot agaragar
7
Bahan tambahan Sesuai SNImakanan 0222-1987* 1 pewarna tambahan 2. bahan tambahan lain 8 Cemaran logam Timbal (Pb) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Seng (Zn) mg/kg Timah (Sn) mg/kg Raksa (Hg) mg/kg 9 Cemaran Arsen (As) mg/kg Sumber : BSN (1995) * atau revisinya
2,0 30,0 40,0 40,0 0,03 1,0
Tabel 5. Persyaratan mutu agar-agar ekspor Jepang Spesifikasi
Mutu I
Mutu II
Mutu III
Kandungan air (maks)
20%
20%
20%
Kadar protein (maks)
1,5%
2%
3%
2%
2%
4%
Bahan tidak larut (maks)
Sumber : (Winarno 1996) ; (Angka dan Suhartono 2000)
Sifat gel dari agar-agar menjadikannya sesuai dengan kebutuhan media bakteri, karena sifat melting dan membekunya yang baik, resisten terhadap enzim dan mikrob, serta masih mampu membentuk larutan pada suhu 40 oC, yang dapat menjadikan distribusi mikroorganisme seragam selama pengkulturan (Venugopal
33 2009). Agar-agar masih tetap kuat pada suhu 37oC (suhu pada inkubator). Agaragar bersifat lebih baik daripada gelatin bila digunakan sebagai bahan media mikrob, karena bakteri tidak dapat mencairkan gel agar-agar. Persyaratan mutu internasional (standar) untuk agar-agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba ialah kadar abu maksimum 5%, kadar organik asing maksimal 1%, dan kadar abu tak larut asam maksimum 1% (Winarno 1996). Agar-agar digunakan juga sebagai gel elektroforesis, kromatografi, immunologi, dan immobilisasi enzim. Selain itu digunakan sebagai thickener, gelling agent, stabilizier, lubricant, emulsifier, dan absorbant (Venugopal 2009). Agar-agar kaya akan karbohidrat, tetapi sedikit mengandung lemak dan protein, kandungan kalsium agar-agar paling tinggi dibanding mineral lainnya. Kandungan gizi agaragar dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan gizi agar-agar tepung Parameter Kalori (kkal) Protein (g) Lemak (g) Total karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Sumber : Yunizal (2000)
Agar-agar 55,0 2,0 0,1 15,0 0,1 0,4 11,9 5 2,9 10 20 0,01 0,04 0,1
Dalam industri kulit, agar-agar digunakan pada proses akhir untuk memantapkan permukaan yang halus dan kekuatan kulit. Dalam industri polywood, agar-agar diperlukan dalam pembuatan perekat tingkat tinggi. Sementara dalam industri obat-obatan, dan farmasi, agar-agar telah lama digunakan dalam pembedahan atau operasi (Winarno 1996). Selama ini, bahan pengental yang banyak digunakan adalah gum Arab, gelatin, pektin komersil,
34 agar-agar, dan karagenan. Semua bahan pengental ini berperan sebagai hidrokoloid yang masing-masing memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Gum Arab, memiliki kemampuan pembentukan gel yang optimum pada konsentrasi tinggi, yaitu 40-50% sehingga kurang efisien untuk diaplikasikan (Fardiaz 1989). Gelatin dalam pembentukan gel sangat baik, tetapi kekuatan gelnya menurun secara nyata pada pH kurang dari 4, dan sedikit menurun pada pH diatas 8 sedangkan pH selai pada umumnya adalah dibawah 4 sehingga jika gelatin digunakan akan kurang optimal. Pektin komersil, walaupun kemampuan gelnya optimum pada konsentrasi 0,75-1,5%, kurang stabil terhadap suhu tinggi dan bersifat labil setelah suhu diturunkan. Derajat keasaman untuk pektin adalah 2-4 dan menurun drastis diluar pH optimumnya tersebut (Suryani et al.2004).
Karagenan Karagenan merupakan salah satu produk primer dari rumput laut yang yang berasal dari ganggang merah (Rhodophyta) yang bersifat hidrokoloid dalam air. Karagenan dapat ditemukan di berbagai wilayah dunia, termasuk bagian Utara Amerika Serikat, Filipina, Indonesia, Chili, Argentina, Maroko, dan Perancis. Spesies yang paling umum menghasilkan karagenan adalah Chondricus Kripsus, Eucheuma, dan Gigartina (Fisher 2009). Eucheuma cottonii merupakan salah satu kelompok rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Adapun jenis karagenan yang dihasilkan Eucheuma cotonii terutama adalah kappa karagenan (Distantina et al. 2011). Karagenan adalah senyawa polisakarida yang tersusun dari unit β-D-galaktosa dan α-L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik yang setiap unit galaktosa mengikat gugusan sulfat (Goncalves et al. 2002). Rangkaian monomer galaktosa dan anhidrogalaktose pada karagenan dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan jumlah dan posisi sulfatnya, serta ada atau tidak adanya kelompok 3,6 anhidro pada B monomer karagenan dibedakan menjadi kappa, iota, dan lambda (Fisher 2009). Kappa karagenan kalau mengandung sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan jika lebih dari 30% (Doty 1987). Struktur molekul kappa, iota, and lambda karagenan dapat dilihat pada Gambar 10.
35
Gambar 9. Rangkaian monomer galaktosa dan anhidrogalaktose pada karagenan
Gambar 10. Struktur molekul kappa, iota, dan lambda karagenan
Karagenan
dapat digunakan untuk mengontrol kandungan kolesterol
dalam makanan karena kemampuannya untuk meniru tekstur dan kualitas sensorik lemak, mengurangi jumlah total lemak dalam makanan (Panlasigui et al. 2003). Karagenan
lebih
banyak
digunakan
daripada
agar-agar
sebagai
emulsifier/stabilisator dalam banyak makanan, terutama produk makanan berbasis susu, seperti
susu coklat, es krim, susu evaporasi, puding, jeli, selai, salad
dressing, gel pencuci mulut, produk daging, dan makanan hewan peliharaan (Tobacman, 2001; Cardozo et al. 2007). Karagenan merupakan sumber serat pangan yang baik bagi kesehatan. Telah dilaporkan bahwa kandungan serat pangan rumput laut adalah sekitar 33-
36 50% bobot kering (Benjama dan Masniyom 2011). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa karagenan memiliki efek hipoglikemik, karena kemampuan penyerapan asam empedu dalam lumen usus (Jiao et al. 2011). Eucheuma cottoni mampu
menurunkan
dan
menormalkan
kadar
kolesterol
darah
tikus
hiperkolesterolemia bergantung pada konsentrasi dan bentuknya. Rumput laut bentuk gel lebih cepat dalam menurunkan dan menormalkan kadar kolesterol darah daripada bentuk larutan (Hardoko, 2008). Eucheuma cottoni juga mampu menurunkan kadar gula darah tikus Wistar yang mengalami diabetes dengan cepat bergantung pada kosentrasi yang diberikan (Hardoko, 2007). Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karagenan adalah sifat hidrofilik molekul, yaitu pada kelompok ester sulfat dan unit galaktopironosa, sedangkan unit 3,6 anhidrogalaktosa bersifat hidrofobik. Kappa karagenan memiliki ester-sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3,6 anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik, seperti kalium. Keseimbangan antara ion-ion yang larut dengan yang tidak larut akan terganggu, seperti terbentuknya gel. Kappa dan lambda karagenan larut dalam larutan gula jenuh dalam keadaan panas. Iota karagenan lebih sukar larut dibandingkan dengan kedua karagenan tersebut, karena iota karagenan mempunyai sifat gel yang bersifat elastik dan reversible sehingga lebih mudah larut dalam air dingin dan larutan garam natrium (Fisher 2009). Kemampuan membentuk gel adalah sifat-sifat penting kappa karagenan. Kosistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis dan tipe karagenan, konsentrasi, dan adanya ion-ion. Hal lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi gel kappa karagenan ialah letak gugus sulfat pada struktur molekulnya. Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus 3,6anhidrogalaktosa. Proses ini bersifat reversible. Artinya, gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali. Adanya perbedaan jumlah, tipe, dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu, seperti K+, Rb+, dan Cs+. Kappa karagenan sensitif terhadap ion kalium dan akan membentuk gel yang kuat
37 dengan adanya garam kalium, diikuti ion kalsium dan ion natrium (Lai et al. 2000). Karagenan merupakan gum yang membentuk gel secara reversible (Venugopal 2009). Pada konsentrasi rendah 0,01-0,05%, karagenan sudah mampu membentuk gel yang sangat baik (FAO 2003). Karagenan merupakan salah satu gum yang sangat optimum dalam proses pembentukan gel, dengan Acceptable daily intake (ADI) sebesar 0-75 mg/kg bw (SCF 2003, WHO 2008). Namun karagenan memiliki kandungan ester sulfat yang cukup tinggi, yaitu 20-50% (Winarno 1996) yang akan mempengaruhi tingkat viskositasnya, serta bersifat sineresis dan mudah terdegradasi pada pH asam. Secara umum, selai memiliki pH yang asam. Selain itu, karagenan membentuk gel yang optimum jika terdapat ion monovalen, yaitu K+, NH4+, Rb-, dan Cs-.
Bekatul Kedudukan bekatul dalam ekonomi Indonesia tidak sepenting beras. Beras merupakan makanan pokok dan menyumbangkan 40-80% kalori dan 45-55% protein bagi masyarakat Indonesia (Siwi dan Damardjati 1986). Meskipun bekatul padi sebagai hasil penggilingan padi yang bersifat limbah, sebenarnya bekatul dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan dan industri farmasi. Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, yang terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul (rice polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul saja (Hadipernata 2007). Bekatul mengandung 25,5−40,0% total serat pangan dan 2,3−4,3% serat pangan larut (Abdul-Hamid dan Luan 2000; Sudha et al. 2007). Bekatul mengandung serat pangan total lebih rendah (6−14,4 g/100 g) dibandingkan dengan tepung oat (15−22 g/100 g), dan juga kandungan serat larutnya lebih rendah (1,8−2,7 g/100 g) dibandingkan dengan oat (5,3−8,4 g/100 g). Berdasarkan kandungan serat larut bekatul mempunyai efek hipolipidemik lebih rendah dibandingan dengan sumber serat pangan lainnya (Gerhardt dan Gallo 1998).
38 Sebutir gabah terdiri atas pembungkus pelindung luar, sekam dan karyopsis atau buah (beras pecah kulit). Beras pecah kulit terdiri atas lapisan luar atau perikarp, seed coat, dan nucellus, lembaga, dan endosperm. Endosperm terdiri atas kulit ari (aleuron) dan endosperm sesungguhnya yang terdiri atas lapisan subaleuron dan endosperm pati. Lapisan aleuron sendiri berbatasan dengan lembaga. Sekam terdapat sekitar 20% dari berat padi dengan kisaran 16-28%. Penyebaran bobot beras pecah kulit adalah perikarp 1-2%,aleuron + nucellus dan pembungkus biji 4-6%, lembaga 1%, scutellum 2%, endosperm 90-91% (Juliano, 1993).
Gambar 11. Bagian lapisan butir gabah dan lapisan bekatul
Proses penyosohan bagian perikarp, tegmen, lapisan aleuron, dan lembaga dipisahkan dari beras sosoh (giling). Pada penggilingan padi di Indonesia yang menggunakan satu tahap, dedak merupakan hasil penyosohan pertama dan bekatul sebagai hasil penyosohan kedua atau akhir. Dedak lebih sesuai sebagai bahan baku pakan, sedangkan bekatul sangat baik untuk bahan pangan. Dedak terdiri atas lapisan dedak sebelah luar dari butiran-butiran padi dengan sejumlah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapisan dedak sebelah dalam dari butiran padi termasuk sebagian kecil endosperm berpati (Darmadjati, 1990). Komposisi kimia bekatul sangat beragam, bergantung pada varietas, proses penggilingan, keadaan lingkungan tempat padi tumbuh, penyebaran kandungan kimia dalam butir padi, ketebalan lapisan luar, ukuran dan bentuk butir, ketahahan butir terhadap kerusakan, dan teknik analisa yang digunakan (Houston 1972).
39 Komponen kimia bekatul terdiri atas protein 12,0-15,6%, lemak 15-19,7%. Karbohidrat 34,1-52,3%, abu 6,6-9,9%, dan serat kasar 7,0-11,4% (Luh, 1991). Komposisi kimia bekatul dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan lemak bekatul yang relatif tinggi menyebabkan bekatul kurang tahan lama, cepat berbau, dan menjadi tengik. Reaksi ketengikan diakibatkan oleh hidrolisis enzimatik lipase dan ketengikan oksidatif. Pada bekatul, ketengikan terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton, dan aldehid sehingga bekatul menjadi tengik. Ketengikan yang tinggi berpengaruh pada penerimaan organoleptik bekatul sebagai bahan pangan (Juliano, 1985). Lipase yang terdapat di dalam bekatul termasuk golongan triasilgliserol lipase, terdiri atas dua jenis lipase dengan bobot molekul 40.000 dan 33.000. Lipase bekatul memiliki sifat yang sama dengan lipase lapisan terluar biji padi tanpa sekam (Mukherjee dan Hills 1994). Tabel 7. Komposisi kimia bekatul Komponen Jumlah Protein (%) 12,0−15,6 Lemak (%) 12,0−19,7 Serat kasar (%) 7,0−11,4 Karbohidrat (%) 34,1−52,3 Abu (%) 6,6−9,9 Kalsium (mg/g) 0,3−1,2 Magnesium (mg/g) 5,0−13,0 Fosfor (mg/g) 11,0−25,0 Silika (mg/g) 5,0−11,0 Seng (µg/g) 43,0−258,0 Thiamin/ B1 (µg/g) 12,0−24,0 Riboflavin/B2 (µg/g) 1,8−4,0 Tokoferol/E (µg/g) 149−154 Nilai gizi bekatul sangat baik, kaya akan vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, protein, oryzanol, dan asam ferulat. Komposisi fitokimia bekatul sangat bervariasi, bergantung kepada faktor agronomis, varietas padi, dan proses penggilingannya (derajat sosoh). Fraksi tak tersabunkan dari minyak bekatul terdapat sampai 5% dari bobot minyak, dengan kandungan utamanya sterol. Sterol yang terdapat dalam jumlah banyak adalah beta-sitosterol yang
40 jumlahnya 50% dari total sterol. Komponen penting lainnya adalah senyawa tokol (tokotrienol dan tokoferol). Tokoferol adalah vitamin E yang bersifat antioksidan yang kuat sehingga penting dalam menjaga kesehatan manusia. Kandungan lainnya yang juga memberikan pengaruh kesehatan sangat menguntungkan adalah oryzanol dan asam ferulat (Champagne et al. 1994). Protein dedak padi mengandung asam amino yang lengkap. Komposisi asam amino esensial bekatul sedikit lebih baik dibandingkan dengan beras giling. Komposisi asam amino bekatul dapat dilihat pada Tabel 8. Komposisi vitamin dari fraksi-fraksi giling padi pada kadar air 14% dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 8. Komposisi asam amino pada dedak dan bekatul ________________________________________________________________ Asam Dedak (g/16 g of N) Bekatul (g/16g of N) ________________________________________________________________ Alaninea 6,5-7,0 6,5-6,6 Arginina 8,6-9,1 8,9-9,0 Asam Aspartat 10,0-11,0 9,7-10,7 Sistina 2,5-2,8 2,6-2,8 Asam glutamat 14,6-15,0 16,1-17,6 Glisina 5,8-6,2 5,6-5,7 Histidina 2,9-3,7 2,8-2,9 Isoleusina 2,9-4,5 2,9-4,2 Leusina 7,6-8,4 7,2-8,4 2,4-3,0 Lisina 1,9-2,5 Metionina 1,9-2,5 2,4-3,0 Fenilalanina 4,9-5,3 4,6-5,0 Prolina 4,6-6,1 4,2-5,7 Serina 5,1-6,0 4,9-5,9 Treonina 4,2-4,6 3,9-4,4 Triptofan 0,6-1,4 1,4 Tirosina 3,5-3,8 3,8-4,3 Valina 5,4-6,6 4,8-6,2 Ammonia 1,9-7,6 2,2-6,5 _____________________________________________________________ Sumber : Juliano (1985) Bekatul mengandung zat antigizi dan bahan toksik yang dapat menghambat pertumbuhan dan atau menurunkan efesiensi makanan.
Faktor-
faktor antigizi tersebut adalah fitin, serat pangan, antitripsin, hemaglutinin atau lektin, dan lain-lainnya. Bekatul beras mengandung fitin lebih tinggi daripada bekatul terigu, bekatul jagung, dan bekatul kedelai. Fitin yang terdapat pada
41 lapisan aleuron merupakan garam fitin-fosfor sebanyak 2,2–2,6%, sedangkan fitinnya 1,8% (Juliano, 1985). Kandungan serat pangan pada bekatul mencapai empat kali kandungan serat kasar (Champagne et al. 1994). Kandungan serat bekatul dari berbagai jenis beras dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Komposisi vitamin dari fraksi-fraksi giling padi pada kadar air 14% Jenis Vitamin Beras Pecah Beras Giling Bekatul (µg/g) (µg/g) (µg/g) Retinol 0-0,11 0-0,4 0-3,6 Thiamin (B1) 2,9-6,1 0,2-1,1 12-24 Riboflavin (B2) 0,2-0,6 1,8-4,3 0,4-1,4 Niasin 35-53 13-24 282-499 Piridoksin (B6) 5-9 0,4-1,2 8-28 9-15 3-7 20-61 Asam Pentotenat Biotin 0,04-0,10 0,01-0,06 0,2-0,5 Inositol, total 1000 9-110 4000-8000 Kholin, total 950 390-880 920-1460 Asam p-amino Benzoat 0,3 0,12-0,14 0,4-1,4 Asam folat 0,1-0,5 0,03-0,14 0,4-1,4 Sianokobalamin (B12) 0-0,004 0-0,0014 0-0,004 α-Tokoferol (E) 9-25 0-3 28-130 (Sumber : Champagne et al. 1994) Tabel 10. Kandungan serat pangan pada bekatul Jenis bekatul Serat Pangan Serat Kasar In Vivo in Vitro Bekatul 1 41,8 12,5 Bekatul 2 36,2 9,5 Bekatul3 32,5 31,3 7,6 Bekatul tanpa lemak 38,1 8,4 Sumber : Champagne et al. 1994 Apabila dilihat dari nilai gizi, bekatul mengandung nutrisi yang sangat baik seperti kandungan lemak kasar yang didominasi oleh oleat dan linoleat, protein yang bermutu baik, vitamin B dan E, dan serat pangan yang mudah larut (Luh et al. 1991). Di samping itu, bekatul menghasilkan energi, kaya serat, serta mengandung protein tertinggi, bahkan mengandung asam amino yang lebih tinggi dibandingkan beras. Zat gizi lain yang berperan sebagai komponen bioaktif yang terdapat dalam bekatul, yaitu tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan pangamic acid (vitamin 15). Tokoferol, tokotrienol, dan oryzanol merupakan
42 komponen penyusun minyak bekatul padi, yang jumlahnya sekitar 2-5% dari minyak bekatul padi kasar, bergantung pada varietas padi. Komponen ini bersifat sebagai antioksidan dan memberikan manfaat bagi kesehatan manusia. Serat pangan dan senyawa antioksidan dalam bekatul berguna antara lain sebagai zat hipokolesterolemik, mencegah kanker, dan memperlancar sekresi hormone (Kahlon et al. 1994). Efek hipokolesterolemik bekatul dan beberapa fraksinya (neutral detergent fiber), hemiselulosa, minyak bekatul padi, dan bahan tak tersabunkan telah banyak diobservasi baik pada hewan percobaan maupun manusia (Kahlon et al. 1996; Cheng 1993). Minyak bekatul padi menurunkan secara nyata kadar kolesterol total darah, LDL, dan VLDL serum dibandingkan dengan ransum minyak kacang tanah 10%, dan dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol darah. Penambahan oryzanol 0,5% ke ransum mengandung minyak bekatul padi menurunkan kadar kolesterol total, dikarenakan adanya oryzanol dan kemampuan lainnya dari bahan yang tidak tersabunkan (Seetharamaiah dan Chandrasekhara 1989. Komponen-komponen bioaktif bekatul seperti senyawa tokol (tokotrienol dan tokoferol), oryzanol dan asam ferulat telah diteliti dapat melindungi tubuh dari terkena penyakit dan berperan dalam menjaga kesehatan tubuh. Potensi bioaktif bekatul tersebut mendorong pengembangan bekatul menjadi pangan fungsional yang berperan sebagai produk kesehatan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa bekatul dapat menurunkan kadar kolesterol plasma darah (efek hipokolesterolemik) (Seetharamalah dan Chandrasekhara 1989;
Kritchevsky
1997; Kahlon dan Chow 1997). Saat ini telah dilaporkan bahwa bekatul mengandung γ-oryzanol suatu ester asam ferulat dari triterpen alkohol yang terdapat di dalam minyak. Di Jepang γ-oryzanol telah dijual sebagai makanan dan medical antioxidant dalam kombinasi dengan α-tokoferol (vitamin E). Telah dilaporkan pula bahwa oryzanol dapat berperan sebagai antitumor (Jariwalla 2002).
43
INDUKSI DIET HIPERKOLESTEROLEMIK PADA MENCIT JANTAN SEBAGAI HEWAN MODEL HIPERKOLESTEROLEMIA ABSTRAK Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting dalam pengembangan dan perkembangan aterosklerosis yang menyebabkan penyakit kardiovaskular. Faktor makanan yang tinggi lemak jenuh dan kolesterol diyakini secara langsung berhubungan dengan hiperkolesterolemia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit jantan sebagai hewan model hiperkolesterolemia. Mencit percobaan ditempatkan dalam suatu rancangan acak lengkap faktorial 4x4. Faktor pertama ialah diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak berbeda, yaitu 0, 8, 10, dan 12%. Faktor kedua ialah waktu pemberian diet hiperkolesterolemik, yaitu 0, 10, 20, dan 30 hari. Parameter yang diukur adalah konsentrasi kolesterol total serum, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa yang dianalisis dengan metode enzimatis kolorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% yang diberikan selama 30 hari dapat meningkatkan bobot badan, konsentrasi kolesterol total serum, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa. Diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% dapat meningkatkan bobot badan sebesar 12,59%, konsentrasi kolesterol total serum sebesar 30,05%, konsentrasi trigliserida sebesar 15,66%, konsentrasi HDL-c sebesar 5,31%, konsentrasi LDL-c sebesar 56,98%, dan konsentrasi glukosa sebesar 24,54%. Apabila dilihat berdasarkan waktu pemberian pakan hari ke-30, bobot badan mencit meningkat sebesar 17,87%, konsentrasi kolesterol serum sebesar 21,55%, konsentrasi trigliserida sebesar 19,30%, konsentrasi HDLc sebesar 2,00%, konsentrasi LDL-c sebesar 49,78%, dan konsentrasi glukosa sebesar 5,56%. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa induksi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% yang diberikan selama 30 hari menyebabkan mencit jantan mengalami hiperkolesterolemia. Kata kunci: Hiperkolesterolemia, HDL-c, kolesterol total serum, LDL-c, trigliserida. ABSTRACT Hypercholesterolemia is one of the most important risk factors in the development and progression of atherosclerosis which causes cardiovascular disease. Foods with high saturated fat and cholesterol are believed to be directly associated with hypercholesterolemia. An experiment was conducted to study the influence of hypercholesterolemic diet to induce in hypercholesterolemia in male mice as an animal model. The experimental mice were assigned into a completely randomized factorial design. The first factor was hypercholesterolemic diet with different fat levels (0, 8, 10, and 12%), and the second factor was the duration of feeding of hypercholesterolemic diet (0, 10, 20, and 30 days). The parameters measured were serum concentrations of total cholesterol, HDL-c, LDL-c,
44 triglycerides, and glucose that were analyzed by enzymatic colorimetric methods, using Boehringer kit. The results showed that diet with 12% fat given for 30 days could increase body weight, serum concentrations of total cholesterol, HDL-c, LDL-c, triglycerides, and glucose. Hypercholesterolemic diet with 12% fat increased body weight, total serum cholesterol concentration, triglycerides concentration, HDL-c concentration, LDL-c concentration, and glucose concentration by 12.59, 30.05, 15.66, 5.31, 56.98, and 24.54%, respectively. Feeding of cholesterolemic diet for 30 days increased body weight, total serum cholesterol concentration, triglyceride concentration, HDL-c concentration, concentration of LDL-c, and glucose concentration of by 17.87, 21.55, 19.30, 2.00, 49.78, and 5.56%, respectively. It was concluded that feeding the experimental mice with hypercholesterolemic diet with 12% fat content for 30 days induced hypercholesterolemia. Keywords: Hypercholesterolemia, HDL-c, cholesterol total serum, LDL-c, triglyceride.
PENDAHULUAN Diet hiperkolesterolemik adalah diet yang sengaja dibuat untuk meningkatkan konsentrasi kolesterol darah pada hewan percobaan. Beberapa penelitian sebagai upaya untuk merangsang hiperkolesterolemia pada tikus antara lain adalah dengan memberikan pakan yang mengandung kolesterol dan trigliserida tinggi (Lichtman et al. 1999). Terdapat hubungan yang sangat erat antara kadar kolesterol diet dan kadar kolesterol dalam darah. Peningkatan kolesterol dalam darah bersifat sinergis, apabila makanan mengandung kolesterol dikonsumsi bersama lemak yang tinggi, maka kadar kolesterol darah akan meningkat (Milo 2005). Perubahan yang terlihat pada hewan model setelah diinduksi dengan pakan kolesterol dan atau lemak tinggi ialah pengurangan konsentrasi HDL-c tanpa apo-E, peningkatan HDL-c dengan apo-E, peningkatan LDL-c dan VLDL (Dhanya dan Hema 2008). Mengkonsumsi lemak berlebihan mengakibatkan hiperlipidemia dengan meningkatnya Apo-B kolesterol dan kadar LDL-c. Meningkatnya Apo-B kolesterol dihubungkan dengan berkurangnya fungsi reseptor LDL (Verd et al. 1999). Konsentrasi
kolesterol tinggi
dalam darah dapat
terjadi
karena
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak atau kolesterol tinggi secara terus menerus. Telur merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi dan disukai masyarakat, namun mempunyai faktor pembatas yang dikhawatirkan akan
45 mengganggu kesehatan, yaitu peningkatan konsentrasi kolesterol. Setiap telur mempunyai kadar kolesterol yang bervariasi antara 200-250 mg (Griffin 1992). Kuning telur segar mempunyai kadar air 77,44%, kolesterol 66,12%, bahan kering, dan β-karoten 0,04%, lebih tinggi dibadingkan dengan telur bubuk kering dengan kandungan air 4,55%, kolesterol 5,62%, dan β-karoten 0,04% (Indratiningsih 1991). Kuning telur merupakan komponen lemak yang terdiri atas 65,5% trigliserida, 5,2% kolesterol, dan 28,3 % fosfolipid (Sirait 1986). Minyak kelapa merupakan salah satu sumber lemak nabati yang mengandung lemak jenuh tinggi mencapai 93% (Seneviratne et al. 2011). Minyak kelapa mengandung asam laurat (C12:0) dan asam miristat (C14:0), total asam lemak jenuhnya mencapai 91% (Banzon dan Velasco 1982). Asam lemak miristat berpotensi lebih tinggi menyebabkan hiperkolesterolemia, diikuti asam palmitat dan laurat (Cox et al. 1995). Diet yang mengandung asam lemak jenuh dapat meningkatkan kolesterol total plasma dan LDL-c, dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh ganda (Kris-Etherton dan Shaomei 1997; Seneviratne et al. 2011). Pengurangan lemak jenuh dalam diet sebesar 7% akan menurunkan LDL-c (National Heart Foundation of Australia, 1999). Asam lemak jenuh menyebabkan dislipidemia atherogenik yang ditandai dengan peningkatan LDL-c, penurunan HDL-c, dan peningkatan trigliserida, yaitu faktor tersebut merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular (Feinman 2010). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk di bidang biomedis, telah menggunakan hewan coba sebagai model untuk mengobservasi perkembangan suatu penyakit tertentu. Hewan model merupakan hewan bukan manusia yang menderita penyakit dengan kondisi patologis dan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan manusia (Dhanya dan Heman 2008). Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan hewan model dapat memperjelas patogenesis penyakit pada manusia. Hal tersebut sangat membantu dalam evaluasi proses patogenesis, serta usaha pencegahan dan pengobatan penyakit. Salah satu tahap penelitian zat (obat, makanan) atau alat baru adalah bahwa zat atau alat baru tersebut sebelum diujikan pada manusia terlebih dahulu diuji pada hewan coba dan diperoleh hasil kesimpulan yang cukup aman. Hewan
46 model yang sering digunakan ialah ayam, burung, babi, monyet, kelinci, anjing, kucing, tikus, marmot, hamster, dan mencit (Moghadasian et al. 2001; Moghadasian 2002; Matos et al. 2005; Dhanya dan Heman 2008). Hewan coba yang paling banyak digunakan adalah mencit dan tikus karena mudah diperoleh dalam jumlah banyak, mempunyai respons yang cepat, memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia dan harganya relatif murah (Sihombing dan Raflizar 2010). Faktor lain yang menyebabkan mencit dan tikus dipilih sebagai hewan model ialah dapat dikorbankan setelah proses penyakit seluruhnya dipelajari, karena masa hidupnya yang pendek dan cepat berkembang biak (Dhanya dan Heman 2008). Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis induksi diet hiperkolesterolemik pada hewan model mencit jantan agar mengalami hiperkolesterolemia.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2011. Penelitian telah dilaksanakan di kandang hewan Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Analisis lipid darah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis proksimat pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Alat dan Bahan Hewan yang digunakan ialah mencit jantan dewasa strain Swiss Webster yang telah berumur tiga bulan dengan bobot badan awal rerata 30 g sebanyak 20 ekor. Mencit diperoleh dari Laboratorium Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung. Mencit dipelihara di dalam kandang berupa kotak plastik (30x22x12 cm3) yang dilengkapi tempat makan dan botol air minum. Selama penelitian, mencit diberikan penerangan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Bahan pakan yang dipakai ialah tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, kuning telur, CaCO3, premix, garam, dan minyak kelapa. Kit Boehringer
47 digunakan untuk menganalisis konsentrasi lipid (kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida), serta glukosa dalam serum darah mencit.
Komposisi Diet Komposisi diet percobaan dihitung berdasarkan bahan kering dari masingmasing bahan diet (Tabel 11). Kandungan nutrisi diperoleh berdasarkan hasil analisis proksimat
dan hasil perhitungan (Tabel 12). Jumlah konsumsi diet
hiperkolesterolemik dihitung berdasarkan jumlah diet segar yang diberikan dikalikan dengan persentase nutrien hasil proksimat (Tabel 13).
Tabel 11. Komposisi diet hiperkolesterolemik Bahan Diet Kadar Diet D0 D1 D2 Tepung jagung (%) 66 65 64 Tepung ikan (%) 8 8 8 Bungkil kedelai (%) 20 20 20 Kuning telur (%) 0 3 3 Minyak kelapa (%) 2 1 3 Premiks (%) 1 1 1 Garam (%) 1 1 1 CaCO3 (%) 1 1 1 Total (%) 100 100 100
D3 60 8 20 3 6 1 1 1 100
Keterangan : D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
Tabel 12. Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik Nutrien Kadar Diet D0 D1 D2 Air (%) 9,39 8,50 6,14 Abu (%) 8,49 9,04 8,36 Protein (%) 21,92 23,49 23,36 Lemak (%) 4,11 8,08 10,34 * BETN(%) 56,09 58,97 62,14 Serat pangan(%)* 6,99 6,84 6,77 Ca(%)* 1,23 1,23 1,23 P (%) 0,53 0,59 0,61 Energi (kkal/kg) 3812 4311 4297 Kolesterol (mg/g) 0,052 0,084 0,118 Keterangan: * Hasil perhitungan.
D3 8,38 7,84 23,62 12,05 60,16 6,48 1,23 0,58 4421 0,154
48 Tabel 13. Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik (asfed) Konsumsi Bahan segar Protein kasar Lemak kasar BETN Serat pangan Kolesterol Energi
D0 10,00 2,19 0,41 5,61 0,70 0,01 381,20
Kadar Diet D1 D2 10,00 10,00 2,35 2,34 0,81 1,03 5,90 6,21 0,68 0,68 0,01 0,01 431,10 429,70
D3 10,00 2,36 1,21 6,02 0,65 0,02 442,10
Metode Penelitian Penelitian
pertama
bertujuan
untuk
mengevaluasi
induksi
diet
hiperkolesterolemik pada mencit sebagai hewan model hiperkolesterolemia. Diet hiperkolesterolemik dibuat dengan menambahkan kuning telur sebagai sumber kolesterol dan minyak kelapa sebagai sumber lemak jenuh yang dicampurkan dengan bahan-bahan diet lainnya, selanjutnya dibentuk pellet. Diet diberikan sebanyak 10 g/ekor/hari selama 30 hari. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap satu minggu sekali. Pengambilan sampel darah mencit dilakukan pada hari ke-0,10, 20, dan 30. Sebelum pengambilan sampel darah mencit dipuasakan selama 12 jam. Selanjutnya sampel darah diambil dari pembuluh vena caudalis bagian ekor mencit. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serumnya, yang kemudian digunakan untuk analisis konsentrasi total kolesterol, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa dengan metode enzimatis kolorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer.
Analisis Statistik Rancangan penelitian tahap pertama dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 4x4. Faktor pertama adalah jenis diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak berbeda (4, 8, 10, 12%). Faktor kedua adalah waktu lamanya pemberian diet hiperkolesterolemik (hari ke-0, 10, 20, 30). Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Data kuantitatif parameter lipid darah (kolesterol total serum, trigliserida, HDL-c, dan LDL-c), konsentrasi glukosa, dan bobot badan dianalisis dengan menggunakan analysis of variance
49 (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test. Analisis secara keseluruhan dilakukan dengan software Statistical Analysis System (SAS ) 9.1.3.
HASIL Mencit yang diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% (D3) mempunyai bobot badan lebih tinggi (p<0,05) sebesar 12,57% dibandingkan dengan kelompok yang diberi diet normokolesterol. Apabila dilihat berdasarkan waktu pemberian diet hiperkolesterolemik peningkatan bobot badan pada hari ke30 terlihat meningkat paling tinggi (p<0,05) sebesar 17,75% dibandingkan pada awal penelitian (H0) (Tabel 14). Hasil analisis statistik pada taraf nyata p<0,05% menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara lamanya waktu pemberian diet hiperkolesterolemik dengan kadar diet, dimana seiring dengan bertambahnya waktu pemberian diet dan asupan diet hiperkolesterolemik yang semakin tinggi menghasilkan bobot badan mencit yang semakin meningkat. Tabel 14. Rerata bobot badan mencit jantan (g) yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. Hari Kadar Diet Hiperkolesterolemik Rerata D0 D1 D2 D3 FG FG FG 0 33,52 32,95 33,15 32,01G 32,91c ±2,24 ±1,72 ±1,67 ±2,41 ±0,77 10
20
30 Rerata
34,66EFG
35,77DEF
37,90CDE
41,37AB
±2,59
±2,10
±2,87
±2,37
35,77DEF
38,10CDE
40,77BC
41,74BC
±2,10
±2,74
±2,89
±1,81
35,47EF
38,84BCD
41,37AB
44,38A
±1,98
±1,97
±2,37
±1,74
34,86
s
r
36,41
38,30
q
37,43b ±1,78 39,09a ±0,99 40,01a ±1,21
39,87p
±2,24 ±3,09 ±4,05 ±5,18 Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript kecil pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
50 Konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan kadar diet hiperkolesterolemik lainnya. Peningkatan konsentrasi kolesterol pada mencit yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% ialah sebesar 29,58% dibandingkan dengan mencit yang diberikan diet normokolesterolemik. Apabila
dilihat
berdasarkan
waktu pemberian
diet
hiperkolesterolemik,
konsentrasi kolesterol total serum meningkat (p<0,05) pada hari ke-20 dan ke-30 (Tabel 15). Peningkatan konsentrasi kolesterol paling tinggi pada hari ke-30 sebesar 30,63% dibandingkan kolesterol awal pada hari pertama (H0). Hasil analisis statitik pada taraf nyata p<0,05 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara waktu pemberian diet hiperkolesterolemik dengan tingkat kadar lemak diet dalam meningkatkan konsentrasi kolesterol mencit jantan. Artinya, seiring dengan bertambahnya waktu pemberian diet dan asupan diet hiperkolesterolemik yang semakin tinggi menghasilkan konsentrasi kolesterol mencit yang semakin tinggi pula. Tabel 15. Rerata konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan (mg/dL) yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan waktu pemberian diet berbeda Hari Kadar Diet Hiperkolesterolemik Rerata KeD0 D1 D2 D3 D D D 0 95,59 91,53 93,33 99,57D 95,07d ±8,85 ±7,01 ±13,69 ±15,50 ±6,27 10
100,79D ±9,76
93,33D ±11,81
106,19CD ±14,79
131,75B ±8,25
108,15c ±4,53
20
106,44CD ±12,84
118,42BC ±10,28
122,71BC ±8,36
167,91A ±15,59
128,87b ±7,54
30
105,93CD ±12,07 102,19r ±10,97
128,14B ±14,79 107,85qr ±19,27
132,88B ±7,31 113,78q ±18,81
181,24A ±14,85 145,12p ±35,15
137,05a ±4,51
Rerata
Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
51 Konsentrasi
trigliserida
mencit
jantan
yang
diberikan
diet
hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% terlihat lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan mencit yang diberikan diet dengan kadar lemak yang lainnya. Peningkatan konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% ialah sebesar 15,01%. Konsentrasi trigliserida mencit jantan pada hari ke-30 terlihat lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan hari sebelumnya (Tabel 16). Pada hari ke-30, konsentrasi trigliserida meningkat sebesar 19,90% dibandingkan konsentrasi trigliserida awal pada hari pertama (H0). Konsentrasi trigliserida meningkat seiring dengan waktu pemberian dan kadar diet hiperkolesterolemik. Tabel 16. Rerata konsentrasi trigliserida mencit jantan (mg/dL) yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan waktu pemberian diet berbeda Hari Kadar Diet Hiperkolesterolemik Rerata KeD0 D1 D2 D3 C BC ABC 0 61,77 73,61 78,91 85,99AB 75,07 b ±15,94 ±5,53 ±19,53 ±8,99 ±8,43 10
73,61BC ±5,53
81,63AB ±15,87
82,99AB ±18,05
88,44AB ±15,87
81,63 ab ±11,32
20
76,33BC ±10,19
78,10ABC ±11,41
86,26AB ±11,73
91,70AB ±17,75
83,10 ab ±10,46
30
79,05ABC ±10,59 72,69 r ±12,29
88,71AB ±5,72 80,51qr ±11,22
88,71AB ±14,12 84,22 pq ±15,30
96,87A ±11,76 90,75 p ±13,53
88,33 a ±4,85
Rerata
Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
Konsentrasi HDL-c mencit jantan yang diberikan diet hiperkolesterolemik tidak
menunjukkan
perbedaan
dengan
mencit
yang
normokolesterolemik (Tabel 17). Namun, apabila dilihat
diberikan
diet
berdasarkan waktu
pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi HDL-c meningkat. Pada hari ke-
52 30 konsentrasi HDL-c terlihat paling tinggi 8,27% bila dibandingkan hari pertama (H0). Tabel 17. Rerata konsentrasi HDL-c mencit jantan (mg/dL) yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan waktu pemberian diet berbeda Hari Kadar Diet Hiperkolesterolemik Rerata KeD0 D1 D2 D3 AB AB AB 0 57,51 56,55 59,07 58,13AB 60,63±7,40 ±3,60 ±2,66 ±5,68 ±7,64 10
61,60AB ±10,71
52,61B ±3,87
58,53AB ±3,48
59,22AB ±3,08
59,24±7,99
20
60,61AB ±5,12
59,07A ±6,22
58,03AB ±3,38
57,69AB ±7,65
58,92±4,67
30
62,29A ±9,32 57,82 ±3,12q
58,13A ±10,69 57,91 ±2,88q
60,03AB ±6,72 59,91 ±2,20pq
64,50A ±10,86 63,03 ±4,23p
59,88±7,69
Rerata
Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
Konsentrasi LDL-c mencit jantan meningkat (p<0,05) seiring dengan pemberian diet
hiperkolesterolemik pada kadar lemak berbeda. Peningkatan
konsentrasi LDL-c pada diet hiperkolesterolemik dengan lemak 12% terlihat lebih tinggi 59,72% dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi LDL-c mencit jantan pada hari ke-30 terlihat lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan hari sebelumnya (Tabel 18). Pada hari ke-30, konsentrasi LDL-c meningkat sebesar 60,63% dibandingkan konsentrasi trigliserida awal pada hari pertama (H0). Hasil analisis statistik pada taraf nyata p<0,05 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara waktu dan kadar pemberian diet hiperkolesterolemik, yaitu konsentrasi LDL-c terlihat semakin meningkat sejalan dengan pemberian diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak berbeda dan waktu pemberian diet.
53
Tabel 18. Rerata konsentrasi LDL-c mencit jantan (mg/dL) yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan waktu pemberian diet berbeda Hari Kadar Diet Hiperkolesterolemik Rerata KeD0 D1 D2 D3 E E E 0 25,73 20,25 18,48 24,24E 22,18c ±8,09 ±6,74 ±15,58 ±2,45 ±2,46 10
24,47E ±9,82
20,22E ±10,66
23,48DE ±10,39
54,83B ±10,76
33,77b ±4,41
20
30,57DE ±9,56
20,74CD ±8,68
47,43BC ±9,51
91,88A ±15,26
52,34a ±5,34
30
37,33DE ±7,55 27,02r ±8,41
24,24BC ±7,00 32,51r ±13,16
55,11B ±6,31 38,02q ±17,74
97,37A ±5,50 67,08p ±31,98
56,35a ±2,73
Total
Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
Konsentrasi glukosa mencit jantan meningkat (p<0,05) seiring dengan pemberian diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak berbeda. Konsentrasi glukosa kelompok mencit yang diberikan diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% meningkat sebesar 20,30% dibandingkan kelompok mencit yang diberikan diet normokolesterolemik (Tabel 19). Apabila dilihat berdasarkan waktu pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi glukosa terlihat meningkat dan pada hari ke-30 menunjukkan peningkatan 10,79%. Konsentrasi glukosa terlihat semakin meningkat sejalan dengan pemberian diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan waktu pemberian berbeda. Hal tersebut diduga lemak yang tinggi dapat menyebabkan resistensi insulin sehingga glukosa dalam darah tidak dapat diserap oleh sel, akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat.
54 Tabel 19. Rerata konsentrasi glukosa mencit jantan (mg/dL) yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan waktu pemberian diet berbeda Hari Kadar Diet Hiperkolesterolemik Rerata KeD0 D1 D2 D3 D D D 0 48,59 50,53 50,40 51,81D 50,96c ±3,55 ±4,69 ±6,21 ±7,09 ±2,50 10
59,75CD ±9,79
55,25D ±6,54
53,79CD ±8,86
66,52B ±5,60
58,83b ±4,61
20
60,00CD ±3,15
56,25BC ±5,09
56,02BC ±5,41
67,82AB ±8,70
60,02ab ±4,01
30
62,81CD ±5,97 57,79 q ±7,98
58,94B ±5,35 55,87 q ±5,46
61,06B ±7,74 55,32 q ±7,70
72,97A ±6,79 64,78 p ±10,39
63,94a ±4,37
Rerata
Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
PEMBAHASAN Bobot badan mencit jantan setelah diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% meningkat dari 34,86±2,24 g menjadi 39,87±5,18 g atau meningkat sebesar 12,57%. Dalam waktu satu bulan pemberian diet hiperkolesterolemik mampu meningkatkan bobot badan mencit sebesar 17,75% dari 32,91±0,77 g menjadi 40,01±1,21 g (Tabel 14). Hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa lemak merupakan sumber energi yang efesien di dalam tubuh, dimana kelebihan lemak dalam makanan akan disimpan dalam bentuk penimbunan energi yang berdampak pada peningkatan bobot badan atau terjadinya obesitas (Wang 2001). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka massa jaringan adiposa akan meningkat. Proses penyimpanan lemak disebut dengan lipogenesis. Akumulasi trigliserida terdapat dalam adiposit. Bagian gliseril dari trigliserida berasal dari glukosa yang disalurkan ke adiposit melalui darah. Pengangkutan glukosa ke dalam adiposit dirangsang oleh insulin.
55 Beberapa asam lemak yang tergabung dalam trigiserida disintesis dari glukosa di dalam adiposit. Sisanya berasal dari darah dalam bentuk trigliserida yang terkandung dalam kilomikron atau VLDL. Pada kedua kejadian trigliserida lipoprotein harus dihidrolisis oleh lipase lipoprotein (LPL), sehingga kandungan asam lemaknya dapat memasuki sel adipose. Insulin juga mempermudah terjadinya proses tersebut dengan cara merangsang produksi lipase lipoprotein (Montgomery et al. 1993). Konsentrasi kolesterol total serum darah mecit jantan meningkat sebesar 29,58% diberikan
dari
102,19±10,97 mg/dL menjadi 145,12±35,15mg/dL
setelah
diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12%. Dalam waktu satu
bulan pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi kolesterol total serum darah meningkat sebesar 30,63% dari 95,07±6,27 mg/dL menjadi 137,05±4,51 mg/dL (Tabel 15). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa diet hiperkolesterolemik yang dibuat dengan penambahan kuning telur dengan total kadar lemak 12% selama 30 hari dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol mencit percobaan mencapai rerata 181,24 mg/dL. Konsentrasi kolesterol yang diperoleh
menunjukkan
bahwa
mencit
percobaan
telah
mengalami
hiperkolesterolemia. Telah diketahui bahwa konsetrasi kolesterol plasma bergantung pada integrasi keseimbangan metabolisme kolesterol secara eksogen dan endogen (Sherperd 2001). Pada manusia, pemberian asam lemak jenuh terutama C12:0, C14:0, C16:0 nyata meningkatkan kolesterol total dan LDL-c (Yu et al. 1995) Hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa lemak yang berasal dari makanan mengalami pemecahan menjadi asam lemak bebas, trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol di usus. Kemudian diolah dan diserap ke dalam darah dalam bentuk kilomikron. Trigliserida disimpan dalam jaringan lemak di seluruh tubuh, sedangkan sisa pemecahan kilomikron akan diuraikan menjadi kilomikron remnant, yang beredar menuju hati. Di dalam hati pula, trigliserida dan kolesterol disintesis dari karbohidrat. Sebagian kolesterol ini akan di buang ke dalam empedu sebagai asam empedu dan sebagian lagi bersama-sama dengan trigliserida, akan bergabung dengan apoprotein B membentuk VLDL. Selanjutnya, VLDL ini dipecah oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL yang
56 bertahan selama 2-6 jam, kemudian berubah menjadi LDL. Jika banyak mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi kolesterol, maka kadar kolesterol dalam hati akan meningkat, sehingga hati mempunyai kadar kolesterol yang cukup dan akan menghentikan pengambilan kolesterol LDL, sehingga membuat kadar kolesterol darah meningkat (Barness 1992).
Terdapat hubungan yang
sangat erat antara kadar kolesterol pakan dan kadar kolesterol dalam darah. Peningkatan kolesterol dalam darah bersifat sinergis, apabila makanan mengandung kolesterol dikonsumsi bersama lemak yang tinggi, maka kadar kolesterol darah akan meningkat (Milo 2005). Konsentrasi trigliserida dalam serum darah mecit jantan meningkat sebesar 15,01% dari 72,69±12,29 mg/dL menjadi 90,75±13,53 mg/dL setelah diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12%. Dalam waktu satu bulan pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi trigliserida dalam serum darah meningkat sebesar 19,90% dari 75,07±8,43 mg/dL menjadi 88,33±4,85 mg/dL (Tabel 16). Hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan. Hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida. Trigliserida dibawa melalui aliran darah dalam bentuk VLDL, yang kemudian akan dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL. Melalui serangkaian proses, IDL akan berubah menjadi LDL yang kaya akan kolesterol. Kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL yang tinggi, yang bertugas menghantarkan kolesterol dari hati ke jaringan tubuh. Kolesterol yang tidak diperlukan pada jaringan akan dilepaskan ke dalam darah, dan berikatan dengan HDL untuk dibawa kembali ke hati. Organ hati kemudian akan mensintesis kolesterol tersebut yang selanjutnya akan disekresikan dalam bentuk asam empedu, kemudian diekskresikan melalui feses (Smaolin dan Grosvenor 1997). Konsentrasi HDL dalam serum darah mencit tidak mengalami perubahan setelah diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12%. Namun waktu satu bulan pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi HDL dalam serum darah sebesar meningkat 8,27% dari 57,82±3,12 mg/dL menjadi
63,03±4,23
mg/dL (Tabel 17). Hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa fungsi HDL
57 yang berlawanan dengan LDL, yaitu mengangkut kolesterol dari jaringan periferal
menuju ke hati sehingga mencegah terjadinya pengapuran. Sebaliknya, fungsi LDL antara lain mengirim kolesterol dari hati ke jaringan periferal dan ditimbun dalam jaringan tersebut, sehingga dapat menyebabkan pengapuran pada pembuluh koroner (atherogenik). Peningkatan konsentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap pengembangan flak atherosklerotik, yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor kolesterol, dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati (Lewis dan Rader 2005). Fungsi HDL inilah yang mengasumsikan bahwa HDL disebut juga dengan kolesterol baik karena memiliki efek antiatherogenik, yaitu mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati, kemudian organ hati mengsekresikannya melalui empedu (Dorfman et al. 2004). Usaha untuk meningkatkan HDL dalam darah tidak mudah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan kadar LDL darah. Terjadinya penurunan LDL, maka HDL akan lebih banyak diperlukan demi memenuhi kekurangan kolesterol dalam hati untuk membentuk asam empedu. Kondisi demikian akan merangsang sintesis HDL dalam hati, sehingga kadar HDL dalam darah meningkat. Konsentrasi LDL dalam serum darah mecit jantan meningkat sebesar 59,72% dari 27,02±8,41 mg/dL menjadi 67,08±31,98 mg/dL setelah diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12%. Dalam waktu satu bulan pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi LDL dalam serum darah meningkat sebesar 60,63% dari 22,18±2,46 mg/dL menjadi 56,35±2,73 mg/dL (Tabel 18). Hasil pengamatan tersebut dapat dijelaskan bahwa fungsi LDL ialah membawa kolesterol ke jaringan perifer, juga dinding pembuluh darah dan sebagian lagi dimanfaatkan oleh hati untuk diolah kembali. Kolesterol LDL yang tinggi dalam darah sangat mudah berubah bentuk dan sifatnya sehingga akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh dan akan difagositosis oleh sel-sel mafrofag yang berperan untuk mengeluarkan zat-zat yang sudah tidak berguna lagi atau berbahaya bagi tubuh. Sel makrofag ini kemudian akan berubah menjadi sel-sel busa (foam cell) yang dapat mengendap pada lapisan dinding pembuluh darah arteri dan membentuk sumbatan-sumbatan. Proses penyumbatan ini dikenal sebagai aterosklerosis yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung
58 koroner (Kwiterovich 2000). Perubahan yang terlihat pada hewan model setelah diinduksi dengan pakan kolesterol dan atau lemak tinggi ialah pengurangan konsentrasi HDL tanpa apo-E, peningkatan HDL dengan apo-E, peningkatan LDL dan VLDL (Danya dan Hema 2008). Mengkonsumsi lemak berlebihan mengakibatkan hiperlipidemia dengan meningkatnya Apo-B kolesterol dan kadar LDL. Meningkatnya Apo-B kolesterol dihubungkan dengan berkurangnya fungsi reseptor LDL (Verd et al. 1999). Konsentrasi glukosa dalam serum darah mecit jantan meningkat sebesar 10,79% dari 57,79±7,98 mg/dL menjadi 64,78±10,39 mg/dL setelah diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12%. Dalam waktu satu bulan pemberian diet hiperkolesterolemik, konsentrasi glukosa dalam serum darah meningkat 50,96±2,50 mg/dL menjadi 63,94±4,37 mg/dL sebesar 20,30% dari (Tabel
19).
Hal
tersebut
menunjukkan
diet
hiperkolesterolemik
dapat
menimbulkan dampak hiperglikemik yang berakibat sekresi insulin menurun yang dapat menyebabkan penghambatan penyerapan glukosa ke dalam sel. Hasil ini sesuai dengan studi sebelumnya, dimana diet lemak tinggi dapat menyebabkan resistensi insulin (Spicer, 2002; Woods et al. 2003). Penelitian pemberian diet lemak tinggi pada tikus selama 2 minggu tidak mempengaruhi kadar glukosa dan insulin (Iossa et al. 2003).
SIMPULAN Induksi
mencit
jantan
normokolesterolemia
dengan
diet
hiperkolesterolemik pada kadar lemak diet sebesar 12% selama 30 hari dapat meningkatkan parameter lipid darah, yaitu konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL. Kompisisi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% yang diberikan selama 30 hari dapat menyebabkan mencit jantan mengalami hiperkolesterolemia. Hasil penelitian pada tahap ini, yaitu kadar lemak diet sebesar 12% dengan waktu pemberian diet selama 30 hari digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya, dimana
mencit jantan hiperkolesterolemia akan
diberi suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul.
59 DAFTAR PUSTAKA Barnes LA. 1992. Nutrition and nutritional disorder. Di dalam: Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatric, 14th Ed. Philadephia. hlm. 133−134 Banzon JA, Velasco JR. 1982. Coconut Production and Ulilization. PCRDF, Manila. hlm. 349 Cox C, Mann J, Sutherland W, Chisholm A, Skeaff M. 1995. Effects of coconut oil, butter and saf¯ower oil on lipids and lipoproteins in persons with moderately elevated cholesterol levels. J Lipid Res. 36:1787−1795. Dorfman SE, Wang S, Lopez SV, Jauhiainen M, Lichtenstein H. 2004. Dietary fatty acids and cholesterol differentially modulate HDL cholesterol metabolism in Golden-Syrian hamsters. J Nutr. 135 (3):492–497. Dhanya SP, Hema CG. 2008. Small animal models atherosclerosis. Calicut Med J. 6(4):e4. Feinman RD. 2010. Saturated fat and health: recent advances in research. Lipids 45:891–892. Griffin HD. 1992. Manipulation of egg yolk cholesterol: a physiologist view. World’s Poultry Sci. 48:101−112. Indratiningsih. 1991. Kandungan kolesterol bubuk telur pada perbedaan metode pembuatannya. Buletin Peternakan UGM 2:38-41. Iossa S, Lionetti L, Mollica MP, Crescenzo R, Botta M, Barletta A, Liverini G. 2003. Effect of high-fat feeding on metabolic efficiency and mitochondrial oxidative capacity in adult rats. British J Nutr. 90:953–960. Kris-Etherton PM, Shaomei Y. 1997. Individual fatty acid effects on plasma lipids and lipoproteins: human studies. Am J Clin Nutr. 65(Suppl): 1628S1644S. Kwiterovich PO Jr. 2000. The metabolic pathways of high-density lipoprotein, low-density lipoprotein, and triglycerides: a current review. Am J Cardiol. 86(suppl):5L–10L. Lewis GF, Rader DJ. 2005. New Insights Into the Regulation of HDL Metabolism and Reverse Cholesterol Transport. Circulations Res. 96:1221-1232. Lichtman AH, Clinton SK, Iiyama K, Connelly PW, Libby P, Cybulsky MI. 1999. Hyperlipidemia and atherosclerotic lesion development in LDL receptordeficient mice fed defined semipurified diets with and without cholate arterioscler. Thromb Vasc Biol. 19:1938-1944.
60 Matos SL, de Paula H, Pedrosa ML, dos Santos RC, de Oliveira EL, Chianca DA, Silva ME. 2005. Dietary Models for Inducing Hypercholesterolemia in Rats. Brazilian Archives Bio Tech. 48(2): 203-209 Milo L.OHR. 2005. Functional fatty acids. J Food Tech. 59:63-65 Moghadasian MH. 2002. Experimental atherosclerosis: a historical overview. Life Sci. 70:855-865. Moghadasian MH, Frohlich JJ, McManus BM. 2001. Advances in experimental dyslipidemia and atherosclerosis. Lab. Invest. 81:1173-1183. Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2, Edisi 4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. National Heart Foundation of Australia. 1999. A review of the relationship between dietary fat and cardiovascular disease. Nutr Dietetics. 56: S1-S22. Seneviratne KN, Kotuwegedara RT, Ekanayake S. 2011. Serum cholesterol and triglyceride levels of rats fed with consumer selected coconut oil blends. Int Food Res J. 18(4): 1303-1308. Shepherd J. 2001. The role of the exogenous pathway in Hypercholesterolaemia. European Heart J Supp. 3 (Supplement E): E2–E5. Smaolin, L.A, and M.B. Grosvenor. 1997. Nutrition: Science and Applications, 2nd edition. New York: Saunders College Publishing. Spicer. 2002. Effect of high-fat diet on body composition and hormone responses to glucose tolerance tests. Endocrinology. 19: 327–332. Sihombing M, Raflizar. 2010. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit (Galur CBS_Swiss) dan Tikus Putih (Galur Wistar) di Laboratorium Hewan Percobaan Puslitbang Biomedia dan Farmasi. Media Litbang Kesehatan, 10(1):33-40 Sirait
CH. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pengembangan Peternakan Bogor.
Bogor:
Pusat
Penelitian
Verd JC, Peris C, Alegret M, Díaz C, Hernández G, Vázquez M, Adzet T, Laguna JC, Sánchez RM. 1999. Different effect of simvastatin and atorvastatin on key enzymes involved in VLDL synthesis and catabolism in high fat/cholesterol fed rabbits. British J Pharmacol. 127: 1479−1485. Wang Y. 2001 Croos-National comparison of chihood obesity : The epidemic and the relationship between obesity and socioeconomic status. Int J Epidemiol. 30:1129−1136
61
Woods SC, Seeley RJ, Rushing PA, D’Alessio D, Tso P. 2003. A controlled highfat diet induces an obese syndrome in rats. J Nutr. 133:1081–1087. Yu SJ, Derr J, Etherton TD, Kris-Eltherton PM. 1995. Plasma cholesterol predictive equations demonstrate that stearic acid is neutral and mono unsaturated fatty acids are hypocholesterolemia. Am J Clin Nutr. 61:1129−1139.
62 PERBAIKAN PROFIL LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA DENGAN PENGGUNAAN SERAT PANGAN AGAR, BEKATUL, DAN KARAGENAN SEBAGAI SUPLEMEN SUMBER SERAT
ABSTRAK Serat pangan banyak digunakan dan direkomendasikan untuk menurunkan konsentrasi kolesterol darah dan mencegah hiperkolesterolemia. Agar, karagenan, dan bekatul merupakan bahan pangan yang mengandung serat yang tinggi. Tujuan penelitian ialah menganalisis pengaruh suplementasi agar, karagenan, dan bekatul pada profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Sumber serat yang digunakan sebagai perlakuan pada penelitian ini adalah agar, karagenan, dan bekatul. Hewan percobaan dikelompokkan dalam suatu rancangan acak lengkap. Kelompok kontrol dibagi menjadi kontrol negatif yang diberi diet standar dan kontrol positif diberikan diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%. Kelompok perlakuan dibedakan berdasarkan kadar serat pangan 10, 12, dan 14%. Setiap kelompok perlakuan diulang sebanyak lima kali. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serumnya, untuk kemudian dianalisis konsentrasi kolesterol total serum, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa dengan metode enzimatis kolorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer. Sampel organ hati dan feses diekstraksi dengan menggunakan dietil eter, untuk mengetahui konsentrasi kolesterol dengan metode enzimatis kolorimetri menggunakan Kit Boehringer. Suplementasi agar, karagenan, dan bekatul sebagai sumber serat pangan meningkatkan konsentrasi HDL-c serum dan kolesterol feses, tetapi menurunkan konsentrasi kolesterol total, trigliserida, LDL-c dalam serum, dan kolesterol hati mencit hiperkolesterolemia. Agar, karagenan, dan bekatul mempunyai pengaruh yang sama pada konsentrasi kolesterol total, trigliserida, HDL-c, LDL-c dalam serum, kolesterol hati, dan feses mencit hiperkolesterolemia. Berdasarkan hasil penurunan konsentrasi kolesterol total serum dan peningkatan pengeluaran kolesterol melalui feses, maka serat pangan karagenan dipilih untuk diperbandingkan dengan obat simvastatin dan lipitor pada penelitian selanjutnya. Kata kunci: Agar, bekatul, hiperkolesterolemia, karagenan
ABSTRACT Dietary fiber is widely used and recommended to reduce blood cholesterol and to prevent hypercholesterolemia. Agar, carrageenan, and rice bran are examples of foods with high fiber contents. An experiment was conducted to study the effects of agar, carrageenan, and rice bran supplementations on serum lipid profiles of hypercholesterolemic mice. The source of dietary fiber was used as treatment in these experiment i.e. agar, carragenan, and rice bran. The experimental mice were assigned into a completely randomized design. The control group was divided into negative control group, that was fed with a
63 standard diet and the positive control group was fed with a hypercholesterolemic diet. The treatment was the dosage of food that are differentiated into 10%, 12%, and 14% based on the level of dietary fiber. Each treatment group was repeated five times. Blood samples were collected and then centrifuged to obtain serum, and then analyzed for concentrations of total serum cholesterol, HDL-c, LDL-c, triglycerides, and glucose by enzymatic colorimetric methods respectively using Boehringer kit. Liver and feces samples were extracted with diethyl ether, to determine the concentration of cholesterol by enzymatic colorimetric method using a Boehringer kit. Supplementation of agar, carrageenan, or rice bran as a source of dietary fiber increased serum concentration of HDL-c and fecal cholesterol, but lowered serum concentrations of total cholesterol, triglycerides, LDL-c and liver cholesterol of hypercholesterolemic mice. Agar, carrageenan, and rice bran dietary fiber have the same effect on the serum concentrations of total cholesterol, triglycerides, HDL-c, LDL-c, liver and feces cholesterol concentrations of hypercholesterolemic mice. Based on the decrease in serum total cholesterol concentration and increase in cholesterol excretion in the feces, the carrageenan was selected to be used in the next experiment to compare with simvastatin and lipitor drug. Key Words: Agar, carrageenan, cholesterol, hypercholesterolemia, rice bran
PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian orang di seluruh dunia, dan juga mempengaruhi kesehatan jutaan orang di negara-negara maju dan berkembang. Secara khusus, di sebagian besar negara Eropa, penyakit kardiovaskuler menyumbang sekitar 40% untuk semua penyebab kematian (Kromhout 2001). Kandungan kolesterol dalam plasma darah yang tinggi atau hiperkolesterolemia telah diketahui meningkatkan risiko aterosklerosis yang berlanjut pada penyakit jantung koroner (Milias et al. 2006, Sudha 2009). Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena gaya hidup (life style) yang tidak sehat; mulai dari pola makan yang tidak seimbang sampai kurangnya aktivitas olah raga. Pola makan tidak seimbang meliputi konsumsi makanan yang tinggi lemak dan karbohidrat, konsumsi makanan yang rendah serat, serta kebiasaan merokok dan minum alkohol (Milias et al. 2006). Tingginya kolesterol dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis kolesterol dan penyerapan kolesterol yang tinggi, dan juga karena konsumsi makanan yang tinggi lemak dan karbohidrat (Sudha 2009). Oleh karena itu, penurunan kolesterol darah ke tingkat normal dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu mengurangi konsumsi lemak atau
64 kolesterol yang berasal dari makanan, dan menghambat penyerapan kolesterol atau menghambat sintesis kolesterol endogen dengan penggunaan obat. Pengurangan konsumsi lemak dan kolesterol secara ketat tetap tidak menurunkan keadaan hiperkolesterol ke keadaan normal pada individu atau usia tertentu. Salah satu upaya untuk menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah ialah dengan cara memperbanyak konsumsi serat pangan (dietary fiber) (Anderson et al. 2009). Serat pangan menghambat absorpsi kolesterol dalam usus halus
yang
akhirnya
menurunkan
konsentrasi
kolesterol
plasma,
dan
meningkatkan sintesis kolesterol oleh hati, sintesis empedu, dan ekskresi kolesterol melalui feses (Jonnalagadda et al. 1993). Oleh karena itu, serat pangan telah banyak digunakan dan direkomendasikan untuk menjaga konsentrasi kolesterol darah supaya tetap normal. Salah satu bahan pangan nabati yang berpotensi sebagai penurun kolesterol ialah agar. Agar merupakan salah satu produk primer dari rumput laut yang yang berasal dari ganggang merah (Rhodophyta) yang dikenal sebagai agarofita (Praiboon et al. 2006). Di dalam taksonomi, agarofita diklasifikasikan pada kelas Florideophyceae yang terdiri atas tiga kelompok, yaitu Gelidiaceae (Gelidium, Gelidiella, Pterocladia). Gracilariales (Glacilaria) dan Ahnfeltiacea (Ahnfeltia) (Marinho-Soriano 2001, Raine dan Trono 2002, Ahmad et al. 2011). Produksi agar di dunia saat ini banyak dihasilkan Gracilaria dan Gelidium masing-masing sebesar 53% dan 44%, sedangkan agarofita lain, seperti Gelidiella dan Pterocladia hanya menghasilkan agar dalam jumlah kecil sekitar 3%. Oleh karena itu, Gracilaria saat ini merupakan pengganti yang baik agar Gelidium dalam industri makanan (Ahmad et al. 2011). Secara umum, serat pangan rumput laut adalah sekitar 33-50% bobot kering (Benjama dan Masniyom 2011). Sumber serat yang berpotensi dapat menurunkan konsentrasi kolesterol darah selain agar ialah karagenan. Karagenan merupakan salah satu produk primer dari rumput laut yang berasal dari ganggang merah (Rhodophyta). Eucheuma sp. merupakan salah satu kelompok rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Adapun jenis karagenan yang dihasilkan Eucheuma sp. terutama adalah kappa karagenan (Winarno 1996). Karagenan adalah senyawa polisakarida yang tersusun dari unit β-D-galaktosa
65 dan α-L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik dan setiap unit galaktosa mengikat gugusan sulfat (Golcalves et al. 2002). Karagenan dapat digunakan untuk mengontrol kandungan kolesterol dalam makanan karena kemampuannya untuk meniru tekstur dan kualitas sensorik lemak, mengurangi jumlah total lemak dalam makanan (Panlasigui et al. 2003). Karagenan
lebih
banyak
digunakan
daripada
agar-agar
sebagai
emulser/stabilisator dalam banyak makanan, terutama produk makanan berbasis susu, seperti
susu cokelat, es krim, susu evaporasi, puding, jeli, selai, salad
dressing, gel pencuci mulut, produk daging, dan makanan hewan peliharaan (Tobacman 2001; Cardozo et al. 2007) Karagenan merupakan sumber serat pangan yang baik bagi kesehatan. Telah diketahui bahwa kandungan serat pangan rumput laut adalah sekitar 33-50% bobot kering (Benjama dan Masniyom 2011). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa karagenan memiliki efek hipoglikemik, karena kemampuan penyerapan asam empedu dalam lumen usus (Jiao et al. 2011). Eucheuma cottoni mampu
menurunkan
dan
menormalkan
kadar
kolesterol
darah
tikus
hiperkolesterolemia bergantung pada konsentrasi dan bentuknya. Rumput laut dalam bentuk gel lebih cepat menurunkan dan menormalkan kadar kolesterol darah daripada bentuk larutan (Hardoko 2008). Eucheuma cottoni juga mampu menurunkan kadar gula darah tikus Wistar yang hyperglycemic diabetic (dependence diabetic mellitus) dengan cepat bergantung pada kosentrasi yang diberikan (Hardoko 2007). Salah satu bahan pangan nabati yang berpotensi sebagai penurun kolesterol adalah bekatul padi yang merupakan hasil samping penggilingan padi. Telah diketahui bahwa bekatul mengandung nutrisi yang sangat baik, seperti kandungan lemak kasar yang didominasi oleh oleat dan linoleat, protein yang bermutu baik, vitamin B dan E, dan serat pangan yang mudah larut (Luh 1991). Bekatul sebagai sumber serat dapat menurunkan konsentrasi kolesterol plasma darah (Kritchesky 1997, Kahlon dan Chow 1997). Potensi bioaktif bekatul tersebut mendorong pengembangan bekatul menjadi pangan fungsional yang berperan sebagai produk kesehatan. Bekatul sudah banyak diproduksi secara komersil sehingga mudah
66 didapat dengan harga yang relatif murah. Adanya diversifikasi pangan, maka produk agar, karagenan, dan bekatul dapat dijadikan produk yang menyehatkan karena berserat tinggi. Hasil penelitian tahap pertama telah diperoleh hasil bahwa induksi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% selama 30 hari telah menyebabkan mencit jantan mengalami hiperkolesterolemia. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi kolesterol total serum yang dapat dicapai sebesar 181,24±14,25 mg/dL. Komposisi diet hiperkolesterolemik ini dijadikan diet standar kelompok kontrol positif mencit hiperkolesterolemia, dan diet yang disuplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi agar, karagenan, dan bekatul sebagi sumber serat pangan pada perbaikan profil lipid darah mencit jantan hiperkolesterolemia.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011–Januari 2012. Penelitian telah dilaksanakan di kandang hewan Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia. Analisis lipid darah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Alat dan Bahan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dewasa strain Swiss Webster yang telah berumur tiga bulan dengan bobot rerata 30 g sebanyak 75 ekor yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 25 ekor diberi suplementasi agar, 25 ekor diberi suplementasi karagenan, dan 25 ekor diberi suplementasi bekatul. Mencit diperoleh dari Laboratorium Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung. Mencit dipelihara di dalam kandang berupa kotak plastik (30 x 22 x 12 cm3) yang dilengkapi tempat makan dan botol air minum. Selama penelitian, mencit diberikan penerangan; 12 jam terang dan 12 jam gelap.
67 Bahan pakan yang dipakai adalah agar, karagenan, bekatul, tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, kuning telur, CaCO3, premix, telur, garam, dan minyak kelapa. Serat pangan agar, karagenan, dan bekatul masing-masing secara terpisah dicampurkan dengan bahan-bahan diet lainnya sesuai komposisi diet percobaan yang telah dihitung untuk kemudian dibentuk menjadi pellet. Kit Boehringer digunakan untuk menganalisis konsentrasi lipid (kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida), serta glukosa dalam serum darah mencit.
Komposisi Diet Komposisi diet hiperkolesterolemik dihitung berdasarkan bahan kering dari masing-masing bahan diet. Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik diperoleh dari hasil analisis proksimat dan hasil perhitungan. Konsumsi diet dihitung berdasarkan jumlah diet segar yang diberikan dikalikan persentase hasil proksimat nutrien. Komposisi diet hiperkolesterolemik yang diberi suplementasi agar (Tabel 20), karagenan (Tabel 23), dan bekatul (Tabel 26). Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik yang diberi suplementasi agar (Tabel 21), karagenan (Tabel 24), dan bekatul (Tabel 27). Jumlah konsumsi diet hiperkolesterolemik yang diberi suplementasi agar (Tabel 22), karagenan (Tabel 25), dan bekatul (Tabel 28).
Tabel 20. Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi agar Bahan Diet Kadar Diet AG(-) AG(+) AG10 AG12 AG14 Tepung jagung (%) 66 60 55 50 45 Tepung ikan (%) 8 8 8 8 8 Bungkil kedelai (%) 20 20 20 18 18 Telur (%) 0 3 3 3 3 AGAR (%) 0 0 5 12 18 Minyak kelapa (%) 2 6 6 6 5 Premiks (%) 1 1 1 1 1 Garam (%) 1 1 1 1 1 CaCO3 (%) 1 1 1 1 1 Total (%) 100 100 100 100 100
68 Tabel 21. Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi agar Komposisi Nutrien Kadar Diet AG(-) AG(+) AG10 AG12 AG14 Air (%) 9,39 9,17 9,49 8,13 7,88 Abu (%) 8,49 8,84 17,99 15,13 15,48 Protein (%) 21,92 23,62 21,15 20,56 21,65 Lemak (%) 4,11 13,56 15,04 14,40 13,18 BETN (%)* 56,09 44,81 36,33 41,78 41,81 * Serat pangan (%) 6,99 8,74 10,20 12,19 14,01 Ca (%)* 1,23 1,23 1,30 1,38 1,47 P (%) 0,53 0,58 0,43 0,42 0,33 Energi (kkal/kg) 3812 4421 4395 4392 4029 Kolesterol (mg/g) 0,052 0,154 0,151 0,150 0,150 Keterangan: * Hasil perhitungan
Tabel 22. Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi agar* Konsumsi Kadar Diet AG(-) AG(+) AG10 AG12 AG14 Bahan segar 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 Protein kasar 2,19 2,36 2,12 2,06 2,17 Lemak kasar 0,41 0,14 0,15 0,14 0,13 BETN 5,61 4,48 3,63 4,18 4,18 Serat pangan 0,70 0,88 1,02 1,22 1,40 Kolesterol 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 Energi 381,20 442,10 439,50 439,20 402,90 Keterangan: * Hasil perhitungan
Tabel 23. Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan Bahan Diet Kadar Diet KR(-) KR(+) KR10 KR12 KR14 Tepung jagung (%) 66 60 47 32 17 Tepung ikan (%) 8 8 8 8 8 Bungkil kedelai (%) 20 20 18 18 18 Kuning telur (%) 0 3 3 3 3 KARAGENAN (%) 0 0 15 30 46 Minyak kelapa (%) 2 6 6 6 7 Premiks (%) 1 1 1 1 1 Garam (%) 1 1 1 1 1 CaCO3 (%) 1 1 1 1 1 Total (%) 100 100 100 100 100
69 Tabel 24. Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan Komposisi Nutrien Kadar Diet KR(-) KR(+) KR10 KR12 KR14 Air (%) 9,39 9,17 9,74 9,59 9,66 Abu (%) 8,49 8,84 13,93 11,34 12,81 Protein (%) 21,92 23,62 14,94 11,66 12,25 Lemak (%) 4,11 13,56 10,51 12,79 13,02 * BETN (%) 56,09 44,81 50,88 54,62 52,26 Serat pangan (%)* 6,99 8,75 10,48 12,27 14,05 Ca(%)* 1,23 1,23 1,31 1,43 1,51 P (%) 0,53 0,58 0,31 0,30 0,27 Energi (kkal/kg) 3812 4421 4396 4698 4654 Kolesterol (mg/g) 0,052 0,154 0,152 0,151 0,152 Keterangan: * Hasil perhitungan
Tabel 25. Jumlah konsumsi (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi karagenan* Konsumsi Kadar Diet KR(-) KR(+) KR10 KR12 KR14 Bahan segar 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 Protein kasar 2,19 2,36 1,49 1,17 1,23 Lemak kasar 0,41 0,136 1,05 1,28 1,30 BETN 5,61 4,48 5,09 5,46 5,26 Serat pangan 0,70 0,88 1,05 1,23 1,40 Kolesterol 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 Energi 381,20 442,10 439,60 469,80 465,40 Keterangan: * Hasil perhitungan
Tabel 26. Komposisi diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi bekatul Bahan Diet Kadar Diet BT(-) BT(+) BT10 BT12 BT14 Tepung jagung (%) 66 60 41 28 17 Tepung ikan (%) 8 8 8 8 4 Bungkil kedelai (%) 20 20 20 16 13 Kuning telur (%) 0 3 3 3 3 BEKATUL (%) 0 0 16 38 57 Minyak kelapa (%) 2 6 5 4 3 Premiks (%) 1 1 1 1 1 Garam (%) 1 1 1 1 1 CaCO3 (%) 1 1 1 1 1 Total (%) 100 100 100 100 100
70 Tabel 27. Komposisi nutrien diet hiperkolesterolemik bekatul Komposisi Nutrien Kadar Diet BT(-) BT(+) BT10 Air (%) 9,39 9,17 7,88 Abu (%) 8,49 8,84 16.06 Protein (%) 21,92 23,62 14,00 Lemak (%) 4,11 13,56 16,35 * BETN (%) 56,09 44,81 45,71 Serat pangan (%)* 6,99 8,75 10,28 Ca (%)* 1,23 1,23 1,51 P (%) 0,53 0,58 0,82 Energi (kkal/kg) 3812 4421 4194 Kolesterol (mg/g) 0,052 0,154 0,153
dengan suplementasi
BT12 7,86 14,72 14,00 17,41 46,01 12,28 1,74 0,81 4339 0,151
BT14 9,52 13,93 13,00 17,54 46,01 14,30 1,70 0,77 4217 0,150
Keterangan: * Hasil perhitungan
Tabel 28. Jumlah konsumsi nutrien (g/ekor/hari) diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi bekatul* Kosumsi Kadar Diet BT(-) BT(+) BT10 BT12 BT14 Bahan segar 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 Protein 2,19 2,36 1,40 1,40 1,30 Lemak 0,41 1,36 1,64 1,74 1,75 BETN 5,61 4,48 4,57 4,60 4,60 Serat pangan 0,70 0,88 0,10 0,12 0,14 Kolesterol 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 Energi 381,20 442,10 419,40 433,90 421,70 Keterangan: * Hasil perhitungan
Metode Penelitian Penelitian kedua dilakukan secara simultan dengan menggunakan 75 ekor mencit jantan hiperkolesterolemia yang terbagi atas tiga pengamatan, yaitu (1) 25 ekor diberi suplementasi serat pangan agar, (2) 25 ekor diberi suplementasi serat pangan karagenan, dan (3) 25 ekor diberi suplementasi serat pangan bekatul. Rancangan penelitian untuk ketiga pengamatan tersebut menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima kelompok perlakuan yang diulang sebanyak lima kali. Kelompok pertama (K-) ialah mencit normokolesterolemia yang diberikan diet standar tanpa suplementasi serat pangan (agar, karagenan, dan bekatul). Kelompok kedua(K+) ialah mencit hiperkolesterolemia yang diberi diet hiperkolesterolemik tanpa suplementasi serat pangan (agar, karagenan, dan
71 bekatul) dengan kandungan serat pangan diet
sebesar 8%. Kelompok ketiga
(AG10/KR10/BT10) ialah mencit hiperkolesterolemia yang diberikan diet hiperkolesterolemik disuplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dengan kadar serat pangan diet sebesar 10%. Kelompok keempat (AG12/KR12/ BT12) ialah mencit hiperkolesterolemia yang diberikan diet hiperkolesterolemik disuplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dengan kadar serat pangan diet sebesar 12%. Kelompok kelima (AG12/KR14/BT14) ialah mencit hiperkolesterolemia disuplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dengan kadar serat pangan diet sebesar 14%. Setiap kegiatan penelitian dilakukan masing-masing selama tiga bulan. Selama bulan pertama, mencit percobaan diberikan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% sehingga diperoleh mencit hiperkolesterolemia. Setelah mengalami hiperkolesterolemia, mencit diberikan perlakuan dengan pemberian diet yang mengandung serat pangan berbeda (agar, karagenan, dan bekatul). Diet percobaan diberikan sebanyak 10 g/ekor/hari selama satu bulan setelah kondisi hiperkolesterolemia. Penimbangan bobot badan dilakukan satu minggu sekali. Pada akhir masa percobaan, mencit dipuasakan selama 12 jam. Selanjutnya sampel darah diambil dari pembuluh vena caudalis bagian ekor mencit. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serumnya, yang kemudian digunakan untuk analisis konsentrasi total kolesterol, HD-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa dengan metode enzimatis kolorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer. Sampel organ hati dan feses diekstraksi dengan menggunakan dietil eter (Wiradimadja 2007), untuk mengetahui konsentrasi kolesterol pada dua sampel tersebut dan dianalisis dengan menggunakan Kit Boehringer.
Analisis Statistik Suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dalam diet hiperkolesterolemik dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data kuantitatif parameter lipid darah (kolesterol total serum, trigliserida, HDL-c, dan LDL-c), konsentrasi glukosa, konsentrasi kolesterol feses dan hati, serta bobot badan dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA)
72 dan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test. Analisis secara keseluruhan dilakukan dengan software Statistical Analysis System (SAS ) 9.1.3.
HASIL Hasil Suplementasi dengan Serat Pangan Agar Mencit jantan hiperkolesterolemia yang tidak diberikan suplementasi serat pangan agar mempunyai bobot badan lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok mencit yang diberikan suplementasi serat pangan agar (Gambar 11). Bobot badan mencit yang diberikan suplementasi serat pangan agar pada kadar serat pangan diet 14% terlihat mengalami penurunan sebesar 10,64%. Suplementasi agar sebesar 18% mampu menurunkan bobot badan mencit hiperkolesterolemia.
Gambar 11. Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar Suplementasi agar sampai kadar 18% terbukti menurunkan konsentrasi kolesterol total serum dan LDL, serta meningkatkan konsentrasi HDL (p<0,05) mencit
hiperkolesterolemia, namun tidak berpengaruh pada
konsentrasi
trigliserida (Tabel 29). Suplementasi agar 18% (atau setara dengan kadar serat pangan 14%) memberikan penurunan yang paling tinggi, yaitu untuk konsentrasi kolesterol sebesar 17,24%, dan LDL sebesar 83,47%. Hasil ini menunjukkan
73 bahwa suplementasi agar sampai 14% menghasilkan persentase penurunan terbesar untuk LDL dengan peningkatan konsentrasi HDL paling tinggi, yaitu sebesar 44,40%.
Penurunan LDL pada mencit hiperkolesterolemia ini bisa
menyamai konsentrasi LDL pada mencit normokolesterolemia. Sementara itu, penurunan kolesterol dan trigliserida serum mencit hiperkolesterolemia yang diberikan
suplementasi
agar
masih
belum
bisa
menyamai
mencit
normokolesterolemia. Tabel 29. Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet yang disuplementasi serat pangan agar Parameter Kadar Serat Diet K(-) K(+) AG10 AG12 AG14 Kolesterol total 104,55± 221,16± 199,37± 194,29± 188,57± (mg/dL) 10,11c 13,74a 8,97b 11,66b 11,72b Trigliserida (mg/dL)
107,28± 10,38b
152,26± 25,19a
172,17± 14,72a
165,53± 10,86a
163,32± 12,54a
HDL-c (mg/dL)
66,99± 8,14d
91,53± 20,15c
119,74± 12,93b
124,67± 16,83b
139,52± 9,50a
LDL-c (mg/dL)
16,99± 8,14c
99,18± 10,59a
45,19± 7,45b
36,52± 7,92b
16,39± 5,49c
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang nyata (p<0,05). Mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-). Mencit hiperkolesterolemia yang tidak diberikan suplementasi agar (K+), Mencit hiperkolesterolemia setelah diberikan suplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14)
Serat pangan agar dapat menurunkan (p<0,05) konsentrasi glukosa dalam serum darah mencit jantan hiperkolesterolemia (Gambar 12). Konsentrasi glukosa darah mencit hiperkolesterolemia yang diberikan suplementasi agar dengan kadar serat pangan 18% menurun paling tinggi sebesar 33,81%. Penurunan konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberikan suplementasi agar tersebut menyamai konsentrasi
glukosa
mencit
normokolesterolemia.
Hal
tersebut
dapat
menunjukkan bahwa serat pangan agar mampu menjaga kadar glukosa dalam darah dengan tidak menggangu penyerapan energi yang berasal dari diet.
74 Mencit yang diberi diet hiperkolesterolemik tidak diberi suplementasi agar mempunyai kadar kolesterol hati
paling tinggi (p<0,05) dibandingkan
dengan kelompok mencit yang diberikan diet standar dan yang diberi diet dengan suplementasi agar (Tabel 30). Mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi agar 18% (atau yang setara dengan kandungan serat pangan diet 14%) mengalami penurunan kandungan kolesterol hati sebesar 18,49%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa serat pangan agar dapat menarik asam empedu ke saluran pencernaan sehingga mestimulasi hati mengeluarkan kolesterol untuk pembentukan kembali asam empedu, sehingga konsentrasi kolesterol di hati pun menurun.
Gambar 12. Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan agar Mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi agar pada kadar serat berbeda memperlihatkan peningkatan (p<0,05) konsentrasi kolesterol feses dibandingkan dengan mencit hiperkolesterolemia tanpa diberi suplementasi serat pangan agar dan mencit yang diberi diet standar (Tabel 30). Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia yang diberi diet dengan suplementasi agar 5, 12, dan 18% (atau yang secara berurutan setara dengan kandungan serat pangan diet 10%, 12%, dan 14%) meningkat
sebesar 56,29%, 57,80%, dan
56,80%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan agar pada
75 kadar serat berbeda dapat mengikat kolesterol bersama asam empedu yang berada di saluran pencernaan yang kemudian diekskresikan melalui feses.
Tabel 30. Rerata konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan agar Kadar serat diet Kolesterol hati Kolesterol feses (mg/g) (mg/g) b K(-) 0,92±0,17 0,65±0,14b K(+) 1,46±0,26a 0,73±0,13b a AG10 1,39±0,23 1,67±0,28a AG12 1,33±0,24a 1,73±0,18a ab AG13 1,19±0,20 1,69±0,18a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), Mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), Mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14).
Hasil Suplementasi Serat Pangan Karagenan Bobot badan mencit yang diberikan diet hiperkolesterolemik dengan suplementasi serat pangan karagenan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan mencit yang diberikan diet standar dan diet hiperkolesterolemik (Gambar 13). Namun demikian, kelompok mencit hiperkolesterolemia yang disuplementasi serat pangan karagenan 46% (setara dengan serat pangan 14%) mempunyai bobot badan paling rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan
karagenan
dapat
menurunkan
bobot
badan
mencit
jantan
hiperkolesterolemia sebesar 7,99%. Mencit hiperkolesterolemia yang tidak diberikan suplementasi serat pangan karagenan mempunyai konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL-c serum tertinggi dengan HDL-c terendah (p<0,05) dibandingkan dengan mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi serat pangan karagenan (Tabel 31) Suplementasi serat pangan karagenan 46% (atau yang setara dengan serat pangan diet 14%) menghasilkan penurunan tertinggi untuk kolesterol sebesar 18,78%, trigliserida 17,53%, dan LDL-c 71,33%. Hasil ini menunjukkan bahwa suplementasi karagenan sampai 46% menghasilkan persentase peningkatan HDL-
76 c paling tinggi sebesar 15,59%. Hasil ini membuktikan bahwa serat pangan karagenan
dapat
memperbaiki
parameter
lipid
serum
mencit
jantan
hiperkolesterolemia.
Gambar 13. Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan karagenan.
Tabel 31. Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik suplementasi serat pangan karagenan Parameter Kadar Serat K(-) K(+) KR10 KR12 KR14 Kolesterol total 105,83± 217,57± 193,86± 185,61± 176,72± (mg/dL) 8,22c 22,36a 14,88b 17,53b 15,79b Trigliserida (mg/dL)
76,89± 8,74c
143,04± 8,74a
136,77± 11,09ab
122,40± 16,72b
117,97± 14,86b
HDL-c (mg/dL)
59,36± 5,61c
110,20± 10,45b
138,57± 18,31a
136,90± 9,77a
130,55± 13,37a
LDL-c (mg/dL)
31,09± 8,33b
78,75± 11,36a
27,94± 4,41b
24,23± 7,48b
22,58± 8,52b
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Mencit yang diberi diet standar (normokolesterol) tanpa suplementasi karagenan (K-). Mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+). Mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14).
77 Serat pangan karagenan tidak mempengaruhi konsentrasi glukosa dalam serum darah mencit jantan hiperkolesterolemia (Gambar 14). Namun, terlihat bahwa konsentrasi glukosa darah mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplemetasi serat pangan karagenan 15 dan 30% (atau yang setara dengan serat pangan diet 10% dan 12%) meningkat, walaupun peningkatan tersebut masih berada dalam
kisaran normal. Sementara pada
kelompok
mencit diberi
suplementasi serat pangan karagenan 46% (atau yang setara dengan serat pangan diet 14%) menurun kembali. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan karagenan tidak mengganggu proses penyerapan glukosa pada mencit hiperkolesterolemia.
Gambar 14. Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan karagenan
Mencit yang diberi diet hiperkolesterolemik tanpa pemberian karagenan mempunyai kadar kolesterol hati yang paling tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok mencit yang diberikan diet standar dan yang diberikan diet dengan suplementasi karagenan (Tabel 32). Mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi karagenan 46% (atau yang setara dengan kandungan serat pangan diet 14%) mengalami penurunan konsentrasi kolesterol hati terbesar
78 sebesar 38,46%, yang diikuti oleh kelompok mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi karagenan 30% (atau yang setara dengan serat pangan diet 12%) sebesar 28,40%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa serat pangan
karagenan dapat menarik asam empedu ke saluran pencernaan sehingga menstimulasi hati mensekresikan kolesterol untuk pembentukan kembali asam empedu, sehingga konsentrasi kolesterol di hati pun menurun. Mencit hiperkolesterolemia yang diberikan suplementasi karagenan sebesar 30% dan 46% (atau yang setara dengan kandungan serat pangan diet 12% dan 14%) mempunyai kadar kolesterol feses yang paling tinggi
(p<0,05)
dibandingkan mencit yang diberikan diet standar dan tanpa diberi suplementasi karagenan (Tabel 32). Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi karagenan 46% meningkat sebesar 132,93%. Demikian pula konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi karagenan 15% dan 30% (atau yang setara dengan kandungan serat pangan diet 10% dan 12%) meningkat sebesar 60,97% dan 121,17%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan karagenan pada kadar serat berbeda dapat mengikat kolesterol bersama asam empedu yang berada di saluran pencernaan yang kemudian diekskresikan melalui feses. Tabel 32. Konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan karagenan. Kadar serat diet Kolesterol hati Kolesterol feses (mg/g) (mg/g) b K(-) 1,00±0,31 0,62±0,04c K(+) 1,69±0,21a 0,82±0,20c a KR10 1,64±0,29 1,32±0,23b KR12 1,21±0,22b 1,83±0,16a b KR14 1,04±0,18 1,91±0,12a Keterangan : Superskrip yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Mencit yang diberi diet standar (normokolesterol) tanpa suplementasi karagenan (K-). Mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+). Mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14).
79 Hasil Suplementasi Serat Pangan Bekatul Bobot badan mencit yang diberikan diet hiperkolesterolemik tanpa suplementasi serat pangan bekatul lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok yang diberi diet normokolesterol dan mencit hiperkolesterol yang diberi suplementasi bekatul (Gambar 15). Seiring dengan tingkat suplementasi serat pangan bekatul 16%, 38%, dan 57% (atau yang setara kadar serat pangan diet 10,12, dan 14%) bobot badan mencit hiperkolesterolemia menurun sebesar 7,73%, 11,98%, dan 10,31%. Artinya, suplementasi serat pangan bekatul dapat menurunkan bobot badan mencit jantan hiperkolesterolemia menjadi normal kembali.
Gambar 15. Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan bekatul. Mencit hiperkolesterolemia yang tidak diberikan suplementasi serat pangan bekatul mempunyai kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL-c serum tertinggi
dengan
hiperkolesterolemia
kadar yang
HDL-c
terendah
diberikan
dibandingkan
suplementasi
dengan
bekatul
(Tabel
mencit 33).
Suplementasi bekatul sampai level 57% (atau yang setara dengan kadar serat pangan diet 14%) terbukti menurunkan konsentrasi kolesterol, trigliserida, dan LDL-c, tapi menaikkan konsentrasi HDL-c dalam serum darah mencit hiperkolesterolemia (p<0,05). Suplementasi bekatul 57% memberikan penurunan yang paling tinggi, yaitu untuk konsentrasi kolesterol sebesar 17,28%, trigliserida
80 sebesar 28,63%, dan LDL-c sebesar 79,18%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi bekatul sampai 57% menghasilkan persentase penurunan terbesar untuk LDL-c dengan peningkatan konsentrasi HDL-c paling tinggi, yaitu sebesar 19,61%. Penurunan LDL-c pada mencit hiperkolesterolemia ini bisa menyamai konsentrasi LDL-c pada mencit normokolesterolemia. Sementara itu, penurunan kolesterol dan trigliserida serum mencit hiperkolesterolemia yang diberikan suplementasi bekatul masih belum bisa menyamai mencit normal.
Tabel 33. Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan bekatul Parameter Kadar Diet Hiperkolesterolemik K(-) K(+) BT10 BT12 BT14 Kolesterol total 115,42± 203,39± 198,10± 174,82± 168,25± c a a b (mg/dL) 10,27 21,51 9,97 11,08 10,34b Trigliserida (mg/dL)
80,24± 6,83c
177,70± 19,45a
154,84± 25,91ab
136,41± 27,43b
126,82± 27,14b
HDL-c (mg/dL)
72,24± 5,89c
104,33± 11,67b
118,63± 14,87ab
136,90± 9,77a
129,78± 9,67a
LDL-c (mg/dL)
26,13± 9,09c
63,52± 15,03a
48,50± 10,73b
20,96± 5,70c
13,12± 4,40c
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Mencit jantan yang diberi diet normokolesterolemik tanpa suplementasi bekatul (K-). Mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+). Mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 16% (BT10), 38% (BT12), dan 57% (BT14).
Serat pangan bekatul tidak mempengaruhi konsentrasi glukosa dalam serum darah mencit jantan hiperkolesterolemia (Gambar 16). Namun, terlihat bahwa konsentrasi glukosa darah mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplemetasi serat pangan bekatul 15 dan 38% (yang setara dengan serat pangan 10% dan 12%) meningkat, walaupun peningkatan tersebut masih berada dalam kisaran normal. Sementara pada
kelompok
mencit diberi suplemetasi serat
pangan bekatul 57% (yang setara dengan serat pangan 14%) menurun kembali.
81 Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan bekatul tidak mengganggu proses penyerapan glukosa pada mencit hiperkolesterolemia.
Gambar 16. Konsentrasi glukosa mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan bekatul Mencit yang diberi diet hiperkolesterolemik tanpa pemberian serat pangan bekatul mempunyai konsentrasi
kolesterol hati yang paling tinggi (p<0,05)
dibandingkan dengan mencit yang diberi diet normokolesterolemik dan diberi suplementasi serat pangan bekatul (Tabel 34). Mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi bekatul 57% (yang setara dengan kandungan serat pangan sebesar 14%) mengalami penurunan konsentrasi kolesterol hati paling tinggi sebesar 57,76%. Penurunan parameter lipid dalam darah dan kolesterol hati kelihatannya terkait dengan peranan serat diet dalam meningkatkan pembuangan kolesterol melalui feses. Konsentrasi kolesterol dalam feses mencit yang diberi diet hiperkolesterolemik disuplementasi serat pangan bekatul 57% (atau yang setara dengan kadar serat pangan diet 14%) mengalami peningkatan (p<0,05) sebesar 28,41% dibandingkan dengan mencit hiperkolesterolemia tanpa suplementasi serat pangan bekatul (Tabel 34). Hasil tersebut menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan bekatul pada mencit hiperkolesterolemia meningkatkan pengeluaran kolesterol di dalam feses.
82 Tabel 34. Konsentrasi kolesterol hati dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi diet hiperkolesterolemik yang disuplementasi serat pangan bekatul Kadar serat diet Kolesterol hati Kolesterol feses (mg/g) (mg/g) K(-) 0,87±0,146 bc 0,51±0,12 c K(+) 1,61±0,185 a 0,63±0,10 bc BT10 0,84±0,189 bc 0,79±0,11 ab b BT12 0,97±0,154 0,83±0,23 ab BT3 0,68±0,169 c 0,88±0,17 a Keterangan : Superskrip yang diikuti oleh huruf kecil (abcd) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05). Mencit jantan yang diberi diet standar (normokolesterol) tanpa suplementasi bekatul (K-). Mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+). Mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 16% (BT10), 38% (BT12), dan 57% (BT14).
Suplementasi serat pangan agar 18%, karagenan 46%, dan karagenan 57% (atau yang setara dengan kadar serat pangan 14%) dalam diet hiperkolesterolemik menunjukkan hasil paling baik dalam memperbaiki profil lipid darah mencit. Jenis serat pangan karagenan memperlihatkan peran yang lebih baik (p<0,05) dalam memperbaiki profil lipid darah pada mencit jantan hiperkolesterolemia dibandingkan serat pangan agar dan bekatul. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai konsentrasi trigliserida karagenan lebih rendah 21,49% dibandingkan agar dan 11,67% dibandingkan bekatul. Konsentrasi HDL serat pangan karagenan lebih tinggi 5,92% dibandingkan agar dan 4,00% dibandingkan bekatul. Konsentrasi kolesterol feses
serat pangan karagenan lebih tinggi 11,51% dibandingkan
dengan agar dan 53,93% dibandingkan bekatul. Meskipun bekatul menghasilkan konsentrasi kolesterol total serum dan LDL lebih rendah, namun untuk nilai konsentrasi trigliserida masih tinggi dan pengeluaran konsentrasi kolesterol feses paling rendah. Pembuangan kolesterol melalui feses menunjukkan bahwa serat pangan karagenan dapat menarik kolesterol yang ada dalam saluran pencernaan, dan menarik kolesterol dari peredaran darah dengan meningkatkan sekresi asam empedu ke saluran pencernaan. Oleh karena itu, jenis serat karagenan digunakan untuk membandingkan efektivitas serat pangan dengan obat penurun lipid (simvastatin dan atorvastatin).
83 PEMBAHASAN Bobot badan mencit hiperkolesterolemia yang diberi suplementasi serat pangan agar menurun (39,66±1,55 menjadi 35,44±1,34 g) atau sebesar 10,64%; karagenan (39,07±1,34 menjadi 35,95±2,99 g) atau sebesar 7,99%; dan bekatul (38,69±0,37 menjadi 34,70±1,04 g) atau sebesar 10,31% selama 30 hari pada kadar serat diet 14%. Penurunan bobot dapat terjadi karena makanan yang mengandung serat tinggi akan lebih lama untuk dicerna sehingga menyebabkan peningkatan waktu untuk memakan makanan berserat, yang berdampak pada pemunculan rasa kenyang (Slavin 2005, Babio et al. 2010). Di samping itu, serat pangan menunjukkan kemampuannya untuk mengatur asupan energi sehingga meningkatkan penurunan bobot badan atau pemeliharaan bobot badan yang sehat (Slavin 2005, Lattimer dan Haub 2010). Dalam usus, reaksi antara substrat dan pencernaan enzim dengan serat tidak mudah sehingga dapat memperlambat penyerapan nutrien (Babio et al. 2010). Efek konsumsi serat pangan pada bobot badan diduga berhubungan dengan hormon, asupan energi dan/atau fungsi pankreas (Aleixandre dan Miguel 2008). Hasil penelitian ini juga menambahkan informasi bahwa serat pangan agar, karagenan, dan
bekatul sangat efektif
digunakan untuk menurunkan bobot badan Konsentrasi kolesterol total serum darah mencit hiperkolesterolemia menurun seiring dengan peningkatan kandungan serat pangan agar (18%), karagenan (46%), dan bekatul (57%) yang masing-masing setara dengan kadar serat pangan 14% dalam diet hiperkolesterolemik. Konsentrasi kolesterol total mengalami penurunan paling tinggi pada mencit hiperkolesterolemia yang diberikan diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14%. Serat pangan agar menurunkan konsentrasi kolesterol total serum dari 221,16±13,74 menjadi 188, 57±11,72 mg/dL (17,24%), serat pangan karagenan 217,57±22,36 menjadi 176,72±15,79 mg/dL (18,78%), dan serat pangan bekatul 203,39±21,51 menjadi 168,25±10,34 mg/dL (10,31%). Penurunan konsentrasi kolesterol dalam serum darah mencit erat hubungannya dengan peran serat pangan yang terkandung pada agar, karagenan, dan bekatul yang dapat menghambat pencernaan dan penyerapan lemak, termasuk kolesterol (Schneeman 1999). Aksi utama penurunan penyerapan kolesterol pada diet berserat tinggi disebabkan oleh peningkatan ekskresi lemak,
84 asam empedu, dan kolesterol (Anderson et al. 1994). Akibatnya, penurunan pengiriman kolesterol makanan dalam bentuk kilomikron berakibat langsung pengurangan kolesterol dalam hati (Fernandez 2001). Serat pangan diduga dapat meningkatkan aktivitas enzim kolesterol-7α-hidroksilase yang berkontribusi pada pengurangan kolesterol hati (Roy et al. 2002). Pengurangan kolesterol di hati, mengarah ke efek stimulasi pada aktivitas enzimatik dari HMG-CoA reduktase dalam meningkatkan sintesis kolesterol endogen (Babio et al. 2005, Rideout et al. 2008). Peningkatan ekskresi asam empedu melalui hati berakibat jumlah asam empedu dalam enterohepatik menurun. Hati akan memproduksi asam empedu dengan cara menarik kolesterol dalam darah lebih banyak, sehingga konsentrasi kolesterol dalam darah menurun (van Bannekum et al. 2005). Suplementasi serat pangan karagenan 46%, dan bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik (yang masing-masing setara dengan kadar serat pangan 14%) dapat menurunkan konsentrasi trigliserida. Akan tetapi, untuk serat pangan agar 18%
belum
dapat
menurunkan
konsentrasi
trigliserida.
Kadar
diet
hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14% memberikan pengaruh yang paling tinggi pada peningkatan konsentrasi trigliserida. Serat pangan karagenan menurunkan konsentrasi trigliserida dari 143,04±8,74 menjadi 117,97±14,86 mg/dL (17,53%), dan serat pangan bekatul 177,70±19,45 menjadi 126,82±27,14 mg/dL (28,63%). Penurunan konsentrasi trigliserida diduga akibat penurunan absorpsi lemak dalam usus halus (Zhang et al. 1994). Hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa dengan mengkonsumsi 10g bekatul selama 8 minggu dapat menurunkan kolesterol total serum, LDL dan trigliserida (Qureshi et al. 2002). Suplementasi serat pangan agar 18%, karagenan 46%, dan bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik (yang masing-masing setara dengan kadar serat pangan 14%) dapat menurunkan kadar LDL. Kadar diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14% memberikan pengaruh yang paling baik pada peningkatan konsentrasi LDL. Serat pangan agar menurunkan konsentrasi LDL dari 99,18±10,59 menjadi 16,39±5,49 mg/dL (83,47%), serat pangan karagenan 78,75±11,36 menjadi 22,58±8,52 mg/dL (71,33%), dan serat pangan bekatul 63,52±15,03 menjadi 13,12±4,40 mg/dL (79,18%). Penurunan konsentrasi trigliserida dan LDL berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol total.
85 Hubungan penurunan tersebut bersifat searah, yaitu apabila kadar kolesterol total serum mengalami penurunan maka konsentrasi trigliserida dan LDL serum juga akan menurun. Adanya suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul kebutuhan
kolesterol dalam hati dapat terpenuhi dengan meningkatnya
penyerapan kolesterol bebas yang terikat dalam lipoprotein plasma, pelepasan kolesterol bebas dari penyimpanan intraseluler dalam bentuk ester kolesterol dan membran kolesterol atau dengan sintesis kolesterol hati (Fernandez 2001; Rideout 2007). Konsumsi berbagai jenis serat larut telah terbukti meningkatkan tingkat katabolik fraksi LDL (Vergara-Jimenez et al. 1998) dan ekspresi LDL hati (Fukushima et al. 2001; Han et al. 2004). Penurunan LDL sangat diharapkan karena mengurangi risiko aterosklerosis. Konsentrasi HDL mencit hiperkolesterolemia meningkat seiring dengan peningkatan kandungan serat pangan agar 18%, karagenan 46%, dan bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik (yang masing-masing setara dengan kadar serat pangan 14%). Kadar diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14% memberikan pengaruh yang paling tinggi pada peningkatan konsentrasi HDL. Serat pangan agar meningkatkan konsentrasi HDL dari 91,53±20,15 menjadi 139,52±9,50 mg/dL (40,40%), serat pangan karagenan 110,20±10,45 menjadi 130,55±13,37 mg/dL (15,59%), dan serat pangan bekatul 104,33±11,67 menjadi 129,78±9,67 mg/dL (19,61%). Hal tersebut diduga seiring dengan pengurasan kolesterol dalam darah oleh hati, maka sintesis HDL pun meningkat untuk memenuhi kebutuhan kolesterol. HDL sering disebut kolesterol “baik” karena merupakan lipoprotein yang mengangkut lipid dari perifer menuju ke hepar. Oleh karena molekulnya yang relatif kecil dibanding lipoprotein lain, HDL dapat melewati sel endotel vaskuler dan masuk ke dalam intima untuk mengangkut kembali kolesterol yang terkumpul dalam makrofag, di samping HDL juga mempunyai sifat antioksidan sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi LDL. Rendahnya konsentrasi HDL di dalam darah akan meningkatkan risiko aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Moeliandari dan Wijaya 2002). Suplementasi
serat pangan agar 18% (atau setara dengan kadar serat
makanan pangan 14%) dalam diet
hiperkolesterolemik dapat menurunkan
konsentrasi glukosa. Akan tetapi, untuk serat pangan karagenan 46% dan bekatul
86 57% tidak mempengaruhi konsentrasi glukosa. Kadar diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14% memberikan pengaruh yang paling tinggi pada peningkatan konsentrasi glukosa. Serat pangan agar menurunkan konsentrasi glukosa dari 66,51±7,27 menjadi 44,02±9,03 mg/dL (33,81%). Pemberian serat pangan simultan dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan tingkat glikemik dalam serum, yaitu dengan cara memperlambat penyerapan kolesterol hati melalui efek pengosongan lambung dan viskositas hati; serta menurunkan respon insulin. Serat pangan larut memiliki efek menghambat difusi kolesterol hati dan menunda penyerapan dan pencernaan karbohidrat (Ou et al. 2001; Galisteo et al. 2008), akibatnya konsentrasi glukosa menurun. Karagenan jenis Eucheuma cottoni
mampu menurunkan kadar gula darah tikus Wistar yang
hyperglycemic diabetic (dependence diabetic mellitus) dengan cepat bergantung pada kosentrasi yang diberikan (Hardoko 2007). Konsentrasi kolesterol hati mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberi suplementasi serat pangan agar 18%, karagenan 46%, dan bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik (yang masing-masing setara dengan kadar serat pangan 14%. Kadar diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14% memberikan pengaruh yang paling tinggi pada penurunan konsentrasi kolesterol hati. Serat pangan agar menurunkan konsentrasi kolesterol hati dari 1,39±0,23 menjadi 1,19±0,20 mg/dL (18,49%), serat pangan karagenan 1,69±0,21 menjadi 1,04±0,18 mg/dL (38,46%), dan serat pangan bekatul 1,61±0,19 menjadi 0,68±0,17 mg/dL (57,46%). Penurunan konsentrasi kolesterol hati dapat disebabkan diet yang mengandung serat pangan yang tinggi memiliki pengaruh pada proses sintesis kolesterol di dalam hati (Ytialo et al. 2002). Salah satu interpretasi yang mungkin dari fenomena ini adalah bahwa kolesterol ditarik dari hati untuk menggantikan diet kolesterol dan/atau asam empedu yang dikeluarkan dari saluran pencernaan oleh komponen serat larut (Martiniez et al. 1992). Penurunan konsentrasi kolesterol dalam hati disebabkan oleh kolesterol yang disintesis oleh hati langsung digunakan untuk mengkompensasi asam empedu yang hilang (Panlasigui et al. 2003). Serat pangan dapat mengurangi laju penyerapan kolesterol hati, sehingga tubuh tidak akan mengalami kelebihan kolesterol hati (Lyly et al. 2004).
87 Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberi suplementasi serat pangan agar 18%, karagenan 46%, dan bekatul 57% dalam diet hiperkolesterolemik (yang masing-masing setara dengan kadar serat pangan 14%). Kadar diet hiperkolesterolemik dengan serat pangan 14% memberikan pengaruh yang paling tinggi pada peningkatan konsentrasi kolesterol feses. Serat pangan agar menurunkan konsentrasi kolesterol feses dari 0,73±0,13 menjadi 1,69±0,18 mg/dL (56,80%), serat pangan karagenan 0,82±0,20 menjadi 1,91±0,12 mg/dL (132,93%), dan serat pangan bekatul 0,63±0,10 menjadi 0,88±0,17 mg/dL (28,47%). Peningkatan kolesterol feses diduga berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol dalam tubuh yang terbuang bersama hati. Keberadaan serat yang tinggi dalam diet akan meningkatkan ekskresi lemak melalui hati (Zhou et al. 2006) termasuk kolesterol. Secara normal makanan yang mengandung lemak atau kolesterol akan diemulsifikasikan di dalam usus halus supaya air dan enzim dapat bekerja mencerna lemak sehingga dapat dapat tercampur dengan baik dan partikelnya menjadi lebih kecil. Pada waktu lemak memasuki usus halus, hormon kolesistokinin memberi signal kepada kandung empedu untuk mengeluarkan cairan empedu yang berperan sebagai bahan emulsi. Namun, karena adanya serat pangan agar, karagenan, dan bekatul terjadi penghambatan absorpsi dan reabsorpsi kolesterol dan asam empedu disertai dengan peningkatan ekskresi asam empedu yang dikeluarkan dari tubuh bersama feses (Wilson et al. 2004).
SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dapat menurunkan bobot badan, konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, LDL-c, glukosa, dan kolesterol hati mencit jantan hiperkolesterolemia, serta meningkatkan konsentrasi HDL-c dan kolesterol feses. Serat pangan agar, karagenan, dan bekatul mempunyai peran yang sama dalam memperbaiki parameter lipid darah mencit jantan hiperkolesterolemikemia. Namun, berdasarkan konsentrasi trigliserida yang lebih rendah, konsentrasi HDLc yang lebih tinggi dan pengeluaran konsentrasi kolesterol feses yang lebih
88 banyak, maka serat pangan karagenan digunakan sebagai pembanding dengan obat simvastatin dan atorvastatin pada penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad R, Surif M, Ramli N, Yahya N, Nor ARM, Bekbayeva L. 2011. A preliminary study on the agar content and agar gel strength of gracilaria manilaensis using different agar extraction processes. World Appl Sci J. 15 (2): 184−188. Aleixandre A, Miguel M. 2008. Dietary fiber in the prevention and treatment of metabolic syndrome. Crit Rev Food Sci Nutr. 48(1):905−912. Anderson JW, Jones AE, Riddell-Mason S. 1994. Ten different dietary fiber have significantly different effects on serum and liver lipid of cholesterol fed rats. J Nutr. 124(1):78−83. Anderson JW, Baird P, Davis RH Jr, Ferreri S, Knudtson M, Koraym A, Waters V, William CL. 2009. Health benefits of dietary fiber. Nutr Review. 67(4):188−205. Babio R, Balanza J, Basulto M, Bulló, Salas-Salvadó J. 2010. Dietary fibre: influence on body weight, glycemic control and plasma cholesterol profile. Nutr Hosp. 25(3):327−340. Benjama O, Masniyom P. 2011. Nutritional composition and physicochemical properties of two green seaweeds (Ulva pertusa and U. intestinalis) from the Pattani Bay in Southern Thailand. Songklanakarin J Sci Technol. 33(5):575−583. Cardozo KHM, Guaratini T, Barros MP, Falcão VR, Tonon AP, Lopes NP, et al. 2007. Metabolites from algae with economical impact. Comp Biochem Physiol. Part C 146:60–78. Fernandez ML. 2001. Soluble fiber and indigestible carbohydrate effects on plasma lipids and cardiovascular risks. Curr Opin in Lipidol 12(1):35–40. Fukushima M, Ohashi T, Fujiwara Y. 2001. Cholesterol-lowering effects of maitake (Grifola frondosa) fiber, shiitake (Lentinus edodes) fiber, and enokitake (Flammulina velutipes) fiber in rats. Exp Biol Med. 226(8):758– 765. Galisteo M, Duartea J, Zarzueloa A. 2008. Effects of dietary fibers on disturbances clustered in the metabolic syndrome. J Nutr Biochem. 19(2):71−84.
89
Goncalves, AG, Ducatti, DR, Duarte, ME, Noseada, MD. 2002. Sulfated and pyruvylated disaccharide alditols obtained from a red seaweed galactan: ESIMS and NMR approaches. Carbohydrate Res. 337(24):2443–2453. Han KH, Sekikawa M, Shimada K. 2004. Resistant starch fraction prepared from kintoki bean affects gene expression of genes associated with cholesterol metabolism in rats. Exp Biol Med. 229 (8):787–792. Hardoko. 2008. Pengaruuh Konsumsi Gel dan Larutan Rumput Laut (Eucheuma cottoni) Terhadap Hiperkolesterolemia Darah Tikus Wistar. J Teknologi dan Industri Pangan 19(2):97−104. Hardoko. 2007. Studi Penurunan Glukosa Darah Diabet dengan Konsumsi Rumput Laut Euceuma cottoni. J Perikanan 11(1):116−124. Jiao G, Yu G, Zhang J, Ewart HS. 2011. Chemical Structures and Bioactivities of Sulfated Polysaccharides from Marine Algae. Marine Drugs. 9(2):196−223. Jonnalagadda SS, Thye FW, Robertson JL. 1993. Plasma total and lipoprotein cholesterol liver cholesterol and fecal cholesterol excreation in hamsters fed fiber diets. J Nutr. 123:1377−1382. Kahlon TS, Chow FI. 1997. Hypercholesterolemic effects of oat, rice, and barley dietary fiber and fractions. Cereal Foods World. 42(2): 86−92. Kritchevsky D. 1997. Cereal fiber and lipidemia. Cereal Foods World. 42(2):81−85. Kromhout D. 2001. Epidemiology of cardiovascular diseases in Europe. Public Health Nutr. 4(2B):441−457. Lattimer JM, Haub MD. 2010. Effects of dietary fiber and its components on metabolic health. Nutrients. 2(12):1266−1289. Lyly M, Soini E, Rauramo U, Bjorck ME. 2004. Perceived role of fibre in healthy diet among Finnish consumers. J Human Nutr. 126(3):458−461. Luh BS, Barber S, dan Barber CB. 1991. Rice bran : Chemistry and Technology. Di dalam Luh BS, editor. Vol.II Utilization. Ed ke-2 New York: Van Nostrand Reinhold. Marinho-Soriano E. 2001. Agar polysacharides from Gracilaria species (Rhodophyta, Gracilariaceae). J Biotech. 89:81−84. Martinez V, Newman R, Newman W. 1992. Barley diets with different fat sources have hypocholesterolemic effects in chicks. J Nutr. 122(5):1070−1076.
90
Milias GA, Panagiotakos DB, Pitsavos C, Xenaki D, Panagopoulos G, Stefanadis C. 2006. Prevalence of self-reported hypercholesterolaemia and its relation to dietary habits, in Greek adults; a national nutrition & health survey. Lipids Health Diseases. 5:5. Moeliandari F, Wijaya A. 2002. Metabolism and anti-atherosclerotic mechanisms of HDL, a new perspective. Prodia. Jakarta. [Indonesia].Ou S, Kin-Chor K, Li Y and Fu L. 200. In vitro study of possible role of dietary fiber in lowering postprandial serum glucose. J Agri Food Chem. 49 : 1026−1029. Ou S, Kin-Chor K, Li Y and Fu L. 2001. In vitro study of possible role of dietary fiber in lowering postprandial serum glucose. J Agri Food Chem. 49(2): 1026−1029. Panlasigui LN, Baello OQ, Dimatangal JM, Dumelod BD. 2003. Blood cholesterol and lipid-lowering effect of carrageenan on human volunteers. Asia Pacific J Clin Nutr. 12(2):209−214. Praiboon JJ, Chirapart A, Akakabe Y, Bhumibhamond O, Kajiwarac T. 2006. Physical and Chemical Characterization of Agar Polysaccharides Extracted from the Thai and Japanese Species of Gracilaria. Sci Asia. 32 Supplement 1:11−17. Qureshi AA, Sami SA, Khan FA. 2002. Effects of stabilized rice bran, its soluble and fiber fractions on blood glucose levels and serum lipid parameters in humans with diabetes mellitus Types I and II. J Nutr Biochem. 13: 175−187. Reine WFP, Trono 2002. Plant Resources of South-East Asia. Bibliografy 15 : Cryptogams : Algae. Bagian ke-1 [bibliografi]. Bogor : Prosea Foundation. Rideout TC, Yuan Z, Bakovic M. 2007. Guar gum consumption increases hepatic nuclear SREBP2 and LDL receptor expression in pigs fed an atherogenic diet. J Nutr. 137(3):568–5372. Rideout TC, Harding SV, Jones PJH, Fan MZ. 2008. Guar gum and similar soluble fibers in the regulation of cholesterol metabolism: Current understandings and future research priorities. Vasc Health Risk Mgmt. 4(5) 1023–1033. Roy S, Freake HC, Fernández ML. 2002. Gender and hormonal status affect the regulation of hepatic cholesterol 7alpha-hydroxylase activity and mRNA abundance by dietary soluble fiber in the guinea pig. Atherosclerosis 163(1): 29−37. Schneeman BO. 1999. Fiber, inulin and oligofructose: similarities and differences. J Nutr 129(7):1424S–1427S.
91
Slavin JL. 2005. Dietary fiber and body weight. Nutrition. 21:411−418. Sudha MR, Chauhan P, Dixit, Babu S, Jamil K. 2009. Probiotics as complementary therapy for hypercholesterolemia. Biol Med. 1(4): Rev4. Tobacman JK. 2001. Review of Harmful Gastrointestinal Effects of Carrageenan in Animal Experiments. Enviromen Health Perspect. 109(10):983–994. van Bennekum AM, Nguyen DV, Schulthess G. 2005. Mechanisms of cholesterol-lowering effects of dietary insoluble fibres: relationships with intestinal and hepatic cholesterol parameters. British J Nutr. 94(3):331– 337. Vergara-Jimenez M, Conde K, Erickson SK. 1998. Hypolipidemic mechanisms of pectin and psyllium in guinea pigs fed high fat-sucrose diets: alterations on hepatic cholesterol metabolism. J Lipid Res. 39(7):1455–1465. Wilson T, Nicolosi R, Delaney B, Chadwell K, Moolchandani V, Kotyla T, et al. 2004. Reduced and high molecular weight barley-glucans decrease plasma total and non-HDLcholesterol in hypercholesterolemic Syrian golden hamsters. J Nutr.134: 2617−2622. Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. hlm. 58−71. Wiradimadja R. 2007. Dinamika status kolesterol puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) diberi daun katuk (Sauropus androgynus L Merr) dalam ransum. Bogor. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Tidak dipublikasi. Ylitalo R, Lchtinen S, Wuolijoki E, Ylitalo P. 2002.Cholesterol lowering properties and safety of chitosan. Arzneimittelforschung. 52(1):1−7. Zhou K, Xia W, Zhang C, Yu L. 2006. In vitro binding of bile acids and triglycerides by selected chitosan preparation and their physicochemical properties LWT. Food Sci Technol. 39(10): 1087−1092. Zhang JX, Lundin E, Hallmans G, Adlercreutz H, Andersson H, Bosaeus I, Aman P, Stenling R, Dahlgren S. 1994. Effect of Rye Bran on Excretion of BileAcids, Cholesterol, Nitrogen, and Fat in Human-Subjects with Ileostomies. Am J Clin Nutr.59:389−394.
92 EFEKTIVITAS OBAT DAN SERAT PANGAN DALAM MENURUNKAN PROFIL LIPID DARAH MENCIT HIPERKOLESTEROLEMIA ABSTRAK Hiperkolesterolemia merupakan salah satu gangguan metabolisme lipoprotein yang ditandai dengan konsentrasi kolesterol dan LDL-c yang tinggi dalam darah. Simvastatin dan atorvastatin adalah kelompok obat statin yang dapat menurunkan kolesterol darah pada penderita hiperkolesterolemia. Serat pangan karagenan telah diteliti dapat menurunkan konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL-c, serta meningkatkan konsentrasi HDL-c. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas obat dan serat pangan karagenan dalam menurunkan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Mencit percobaan ditempatkan dalam suatu rangcangan acak lengkap dengan lima kelompok perlakuan yang diulang sebanyak lima kali. Kelompok kontrol dibagi menjadi kontrol negatif, yaitu mencit yang diberi diet standar dan kontrol positif, yaitu mencit yang diberi diet hiperkolesterolemik. Kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mencit yang diberi simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan. Parameter yang diukur adalah konsentrasi kolesterol total, HDL-c, LDL-c, trigliserida, dan glukosa dalam serum yang dianalisis dengan metode enzimatis kolorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer. Sampel organ hati dan feses diekstraksi dengan menggunakan dietil eter, untuk mengetahui konsentrasi kolesterol dengan metode enzimatis kolorimetri menggunakan Kit Boehringer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kolesterol total serum menurun setelah diberikan simvastatin (32,00%), atorvastatin (39,11%), karagenan (11,25%). Konsentrasi trigliserida menurun setelah diberikan simvastatin (30,23%), atorvastatin (32,17%), karagenan (6,01%). Konsentrasi HDL-c meningkat setelah diberikan simvastatin (15,51%), atorvastatin (5,00%), karagenan (38,79%). Konsentrasi LDL-c serum menurun setelah diberikan simvastatin (75,24%), atorvastatin (69,66%), karagenan (76,02%). Konsentrasi kolesterol dalam feses meningkat setelah diberikan simvastatin (50,61%), atorvastatin (50,84%), karagenan (128,24%). Konsentrasi kolesterol hati menurun setelah diberikan simvastatin (42,28%), atorvastatin (35,15%), sedangkan karagenan meningkat (10,98%). Kesimpulan penelitian ini adalah simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan efektif menurunkan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Kata kunci : hiperkolesterolemia, karagenan, atorvastatin, simvastatin.
ABSTRACT Hypercholesterolemia is a metabolic disorder characterized by the increased blood lipoprotein cholesterol and LDL-c concentrations. Simvastatin and atorvastatin are statin drugs that could lower blood cholesterol in patients with hypercholesterolemia. The carrageenan dietary fiber was investigated and lowered serum concentrations of total cholesterol, triglycerides, and LDL-c, and increased serum concentrations of HDL-c. An experiment was conducted to analyze the
93 effectiveness of drugs and carrageenan dietary fiber in decreasing blood lipid profiles of hypercholesterolemic mice. The experimental mice were assigned into a completely randomized design with five treatment groups and each group was repeated five times. The control group was divided into negative control group that was fed with a standard diet and a positive control group that was fed with a hypercholesterolemic diet. The treatment group was divided into three groups that were given simvastatin, atorvastatin, and carrageenan dietary fiber, respectively. The parameters measured were serum concentrations of total cholesterol, HDL-c, LDL-c, triglycerides, and glucose that were analyzed by enzymatic colorimetric methods using Boehringer kit. Liver and feces samples were extracted with diethyl ether, to determine the concentrations of cholesterol by enzymatic colorimetric method using a Boehringer kit. The results showed that serum total cholesterol concentration decreased after the administration of simvastatin (32.00%), atorvastatin (39.11%), and carrageenan (11.25%). Serum triglyceride concentrations decreased after the administration of simvastatin (30.23%), atorvastatin (32.17%), and carrageenan (6.01%). Serum HDL-c concentrations increased after the administration of simvastatin (15.51%), atorvastatin (5.00%), and carrageenan (38.79%). Serum concentrations of LDL-c decreased after the administration of simvastatin (75.24%), atorvastatin (69.66%), and carrageenan (76.02%). Cholesterol concentration of feses increased after the administration of simvastatin (50.61%), atorvastatin (50.84%), and carrageenan (128.24%). Cholesterol concentration of liver decreased after the administration of simvastatin (42.28%), atorvastatin (35.15%), whereas carrageenan increased (10.98%). Conclusion of this study is that simvastatin, atorvastatin, and carrageenan dietary fiber effectively lowered blood lipid profile of hypercholesterolemic mice. Keywords: Carrageenan, hypercholesterolemia, atorvastatin, simvastatin.
PENDAHULUAN Hiperlipidemia adalah salah satu faktor risiko yang dapat diubah dan menentukan perkembangan serta progresivitas dari penyakit jantung koroner. Identifikasi dan intervensi pasien hiperlipidemia berperan penting dalam pencegahan PJK (Kumar et al. 2007). Intervensi yang sering dilakukan adalah dengan pemberian obat golongan statin, salah satunya simvastatin (Ma et al. 2005), atorvastatin. Obat golongan statin dapat menginduksi peningkatan kerja reseptor LDL, sehingga meningkatkan katabolisme fraksional dari LDL dan ekstraksi precursor LDL oleh hati atau VLDL sisa (Katzung 2002). Statin sebagai penghambat 3-hidroksi 3-metylglutaryl koenzim A (HMGCoA) reduktase dianggap obat yang paling efektif dalam pengobatan hiperkolesterolemia dan pencegahan aterosklerosis (Vaughan et al. 2000; Cortese
94 dan Liberatoscioli 2003).
Statin adalah inhibitor selektif dari HMG KoA
redutase, membatasi tingkat aktivitas enzim biosintesis kolesterol, mengurangi low density lipoprotein, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), dan trigliserida (Lutgens et al. 2004). Selain penurun lipid, statin memiliki efek tambahan pada penyakit aterosklerosis pembuluh darah, yang meliputi antiinflamasi (Sparow et al. 2001), anti-trombotik properti (Halcox dan Deanfield, 2004), dan meningkatkan fungsi endotel (Wassmann et al. 2003 ). Statin bersifat kompetitif menghambat HMG-CoA reduktase, membatasi tingkat enzim dari jalur mevalonate, sehingga mengurangi sintesis kolesterol intraselular. Penurunan ini mengakibatkan peningkatan ekspresi reseptor LDL hati (Lutgens et al. 2004), yang berakibat proses katabolisme LDL terganggu. Penggunaan obat simvastatin mempunyai kecenderungan meningkat (Ma et al. 2005). Ini dikarenakan meningkatnya jumlah pasien hiperlipidemia oleh karena pola hidup tidak sehat dan keunggulan simvastatin sebagai obat penurun kadar lemak darah (Genest 2007). Keunggulan simvastatin adalah pertama simvastatin telah mempunyai sediaan generik di Indonesia, yang berarti obat lebih murah dan sudah teruji di masyarakat lebih dari 20 tahun. Kedua, simvastatin menurunkan 20% kadar total kolesterol dan penurunan risiko penyakit pembuluh darah sebanyak 24% dengan dosis 40mg/hari (Genest 2007). Upaya pencegahan hiperkolesterolemia dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan komponen makanan (Ros 2000; Thomsen et al. 2004). Obatobatan dan dan diet (serat pangan) telah terbukti efektif dalam mengurangi kadar kolesterol dan risiko PJK dan kematian Lin et al. 2004; Jenkins et al. 2006). Obat statin memberikan terapi yang efektif menurunkan kolesterol dan banyak diresepkan, tetapi obat statin dapat menyebabkan efek samping yang besar (McKinney et al. 2006). Saat ini, tingginya biaya obat-obatan adalah keterbatasan untuk adhesi terapi farmakologis. Oleh karena itu, strategi alternatif untuk pencegahan penyakit kardiovaskuler, seperti terapi diet, telah menerima banyak perhatian dari masyarakat ilmiah (Sudha et al. 2009). Menurunkan plasma LDL-c dengan menggunakan obat bukan suatu pilihan yang baik, dengan memilih komponen makanan tertentu seperti serat pangan, tanaman sterol, kacangkacangan, dan protein kedelai (Ramunsen et al. 2006; Teixeira et al. 2000) lebih
95 banyak direkomendasikan untuk upaya menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian untuk mengevaluasi peran serat pangan karagenan dalam menurunkan parameter lipid darah dibandingkan dengan simvastatin dan atorvastatin.
BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai April 2012. Penelitian telah dilaksanakan di kandang hewan Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Analisis lipid darah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis proksimat pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Alat dan Bahan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dewasa strain Swiss Webster yang telah berumur tiga bulan dengan bobot rerata 30 g sebanyak 20 ekor. Mencit diperoleh dari Laboratorium Pusat Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung. Mencit dipelihara di dalam kandang berupa kotak plastik (30x22x12 cm3) yang dilengkapi tempat makan dan botol air minum. Selama penelitian, mencit diberikan penerangan 12 jam terang dan 12 jam gelap. Bahan pakan yang dipakai serat pangan karagenan, tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, kuning telur, CaCO3, premix, garam, dan minyak kelapa. Simvastatin dan atorvastatin digunakan sebagai penurun kolesterol. Kit Boehringer digunakan untuk menganalisis konsentrasi lipid (kolesterol, high density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL) dan trigliserida, serta glukosa dalam serum darah mencit. Komposisi diet percobaan dan hasil analisis kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36.
96 Tabel 35. Komposisi pakan percobaan untuk pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan Bahan Pakan Jenis Pakan Standar Hiperkolesterol Serat Pangan Tepung jagung (%) 66 60 17 Tepung ikan (%) 8 8 8 Bungkil kedelai (%) 20 20 16 Telur (%) 0 3 3 Karagenan (%) 0 0 46 Minyak kelapa (%) 2 6 7 Premiks (%) 1 1 1 Garam (%) 1 1 1 CaCO3 (%) 1 1 1 Total (%) 100 100 1 Tabel 36. Komposisi nutrien pakan percobaan untuk pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan. Nutrien Standar Hiperkolesterol Serat Pangan Air (%) 9,39 8,38 9,66 Abu (%) 8,49 7,84 12,81 Protein (%) 21,92 23,62 12,25 Lemak (%) 4,11 12,05 13,02 BETN (%)* 56,09 8,75 52,26 * Serat pangan (%) 9,84 14,35 14,05 Ca (%)* 1,23 1,23 1,51 P (%) 0,53 0,58 0,27 Energi (kkal/kg) 3812 4421 4654 Kolesterol (mg/g) 0,052 0,154 0,152 Keterangan : *Hasil perhitungan
Metode Penelitian Sebanyak 20 ekor mencit jantan digunakan dalam suatu rancangan acak lengkap (RAL) untuk menganalisis efektivitas obat dan serat pangan karagenan dalam memperbaiki profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Mencit jantan dibagai menjadi lima kelompok perlakuan yang diulang sebanyak lima kali. Kelompok
pertama
(K-)
ialah
mencit
yang
diberikan
pakan
standar
(normokolesterol). Kelompok kedua (K+) ialah mencit yang diberikan pakan hiperkolesterol. Kelompok ketiga (P1) ialah mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin. Kelompok keempat (P2) ialah mencit hiperkolesterolemia yang
diberikan
atorvastatin.
Kelompok
kelima
(P3)
ialah
mencit
hiperkolesterolemia yang diberikan serat pangan karagenan. Penelitian dilakukan
97 selama dua bulan, bulan pertama mencit percobaan diberikan pakan hiperkolesterol sehingga diperoleh mencit hiperkolesterolemia. Bulan kedua mencit yang telah mengalami hiperkolesterolemia diberikan simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan. Pemberian perlakuan dilakukan selama 30 hari. Pemberian simvastatin dan atorvastatin dilakukan dengan cara dicekok melalui mulutnya dengan menggunakan gavage. Konversi dosis simvastatin dan atorvastatin dihitung perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan (Paget dan Barnes, 1964). Dosis obat statin yang digunakan
untuk orang
hiperkolesterolemia dengan bobot badan 50 kg adalah 10 mg/hari. Bila dihitung berdasarkan bobot badan manusia 70 kg = 14 mg/70 kg BB. Dosis obat statin dikonversikan ke mencit = 0,0026 x 14 mg = 0,0364 mg/ 20 g BB mencit. Rerata bobot badan mencit 30 g = 0,0546 mg dilarutkan dalam 1 mL aquades. Pada akhir masa percobaan, mencit dipuasakan selama 12 jam. Selanjutnya sampel darah diambil dari pembuluh vena caudalis bagian ekor mencit. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serumnya, yang kemudian digunakan untuk analisis konsentrasi total kolesterol, HDL, LDL, trigliserida, dan glukosa dengan metode enzimatis kalorimetri masing-masing menggunakan Kit Boehringer. Sampel organ hati dan feses diekstraksi dengan menggunakan dietil eter (Wiradimadja 2007), untuk mengetahui konsentrasi kolesterol pada dua sampel tersebut dan dianalisis dengan menggunakan Kit Boehringer.
Analisis Statistik Efektivitas obat dan serat pangan karagenan dalam memperbaiki profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data kuantitatif
parameter lipid darah (kolesterol total
serum, trigliserida, HDL-c, dan LDL-c), konsentrasi glukosa, konsentrasi kolesterol feses dan hati, serta bobot badan dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test. Analisis secara keseluruhan dilakukan dengan software Statistical Analysis System (SAS ) 9.1.3.
98 HASIL Mencit hiperkolesterolemia mempunyai bobot badan lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan
dengan
kelompok
mencit
normokolesterolemia,
mencit
hiperkolesterolemikemia yang diberik simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan (Gambar 17). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa bobot badan mencit hiperkolesterolemia dapat mengalami penurunan setelah diberikan simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan dan kembali pada bobot badan normal.
Gambar 17. Bobot badan (g) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan
Mencit hiperkolesterolemikemia mempunyai konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL-c (p<0,05),
lebih tinggi, namun HD-c yang lebih rendah
dibandingkan dengan mencit hiperkolesterolemia yang diberikan
simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan (Tabel 37). Meskipun sudah terlihat menurun, konsentrasi kolesterol total serum dan trigliserida mencit hiperkolesterolemia yang diberi serat pangan karagenan masih tetap lebih tinggi (p<0,05),
dibandingkan
dengan
mencit
hiperkolesterolemia
yang diberi
simvastatin dan atorvastatin. Hasil yang baik terlihat dari kelompok mencit yang diberi serat pangan karagenan, konsentrasi HDL-c lebih tinggi dibandingkan
99 dengan mencit hiperkolesterolemia yang diberi simvastatin dan atorvastatin dan konsentrasi LDL-c menyamai mencit hiperkolesterolemia yang diberi simvastatin dan atorvastatin, serta normokolesterolemia. Tabel 37. Rerata konsentrasi lipid darah mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan Parameter lipid Perlakuan darah K(-) K(+) P1 P2 P3 Kolesterol total 120,19± 199,16± 135,41± 121,26± 176,72± (mg/dL) 15,38c 16,93a 5,80c 15,60c 15,78b Trigliserida (mg/dL)
89,46± 14,06b
125,51± 21,78a
87,57± 20,30b
85,14± 27,94b
117,97± 14,86a
HDL (mg/dL)
74,27± 9,52c
79,91± 14,85bc
94,58± 7,93b
75,68± 9,45c
130,55± 13,37a
LDL (mg/dL)
28,03± 12,63b
94,14± 11,61a
23,31± 8,40b
28,56± 9,97b
22,58± 8,52b
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang nyata (p<0,05). Mencit jantan normokolesterolemia (K-). Mencit hiperkolesterolemia (K+). Mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), atorvastatin (P2), serat pangan karagenan (P3).
Mencit hiperkolesterolemia mempunyai konsentrasi glukosa lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan (Gambar 18). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa mencit hiperkolesterolemia
mengalami
penurunan
setelah
diberikan
simvastatin,
atorvastatin, dan serat pangan karagenan. Mencit hiperkolesterolemia yang diberi serat pangan karagenan mengalami penurunan konsentrasi glukosa lebih tinggi dibandingkan mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin dan atorvastatin. Hal tersebut menunjukkan bahwa serat pangan karagenan dapat menghambat penyerapan makronutrien (seperti lemak, protein, dan karbohidrat) yang menyebabkan konsentrasi glukosa darah menurun. Mencit hiperkolesterolemia dan mencit hiperkolesterolemia yang diberi serat pangan karagenan mempunyai konsentrasi kolesterol hati lebih tinggi
100 (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok mencit normokolesterolemia, mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin dan atorvastatin (Gambar 19). Hasil tersebut menunjukkan bahwa simvastatin dan atorvastatin dapat menghambat sintesis kolesterol di hati lebih tinggi dibandingkan dengan serat pangan karagenan.
Gambar 18. Konsentrasi glukosa (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan
Gambar 19. Konsentrasi kolesterol hati (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan
101 Mencit hiperkolesterolemia yang diberikan serat pangan karagenan mempunyai konsentrasi kolesterol feses lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan kelompok mencit normokolesterolemia, mencit hiperkolesterolemia, serta mencit hiperkolesterolemia yang diberikan simvastatin dan atorvastatin (Gambar 20). Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa serat pangan karagenan dapat meningkatkan penghambatan absorpsi kolesterol di usus dan sintesis kolesterol di hati, serta menghambat reabsorpsi asam empedu. Akibatnya, kolesterol dan asam empedu, secara bersama diekskresikan keluar terbawa feses, sehingga konsentrasi kolesterol feses pun meningkat.
Gambar 20. Konsentrasi kolesterol feses (mg/dL) mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan
PEMBAHASAN Pemberian serat pangan dan obat
merupakan
upaya untuk menjaga
kondisi kolesterol dalam tubuh tetap dalam standar normal atau untuk menurunkan
konsentrasi
kolesterol
bila
dalam
keadaan
berlebih
atau
hiperkolesterolemia. Simvastatin dan atorvastatin tampak mampu menurunkan konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida dan LDL-c lebih baik dibandingkan dengan serat pangan karaganen. Simvastatin menurunkan lipid dengan cara menghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl koenzim A (HMG-CoA) reduktase.
102 HMG-CoA reduktase melepaskan prekursor kolesterol asam mevalonik dari koenzim A. Kompetitif inhibisi oleh simvastatin menimbulkan respon kompensasi selular seperti peningkatan enzim HMG-CoA reduktase dan reseptor LDL. Dikarenakan peningkatan HMG-CoA reduktase, sintesis kolesterol seluler hanya menurun sedikit, tetapi penghambatan kolesterol melalui mekanisme reseptor LDL meningkat secara signifikan (Page et al. 2006). Simvastatin menurunkan 20% kadar total kolesterol dan penurunan resiko penyakit pembuluh darah sebanyak 24% dengan kadar 40 mg/hari (Genest 2007). Penelitian lain melaporkan bahwa pemberian simvastatin pada tikus diperoleh hasil konsentrasi kolesterol total serum menurun sebesar 28,8%, LDL-c menurun 28%, dan HDL-c meningkat sebesar 16% (Harini dan Astirin 2009). Kelompok
obat
statin
(simvastatin
dan
atorvastatin)
merupakan
hipolipidemik yang paling efektif dan aman. Pada dosis tinggi statin juga dapat menurunkan trigliserida yang disebabkan peningkatan VLDL. Statin bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati, dengan menghambat enzim HMG-KoA reduktase. Akibat penurunan sintesis kolesterol ini, maka SREBP yang terdapat pada membran dipecah oleh protease, lalu dibawa ke nukleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen reseptor LDL, sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL. Peningkatan jumlah reseptor LDL pada membran sel hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih tinggi lagi. Selain LDL, VLDL, dan IDL juga menurun, sedangkan HDL meningkat (Suyatna 2009). Perbandingan efektivitas simvastatin dan atorvastatin dengan serat pangan karagenan menunjukkan bahwa simvastatin dan atorvastatin terbukti lebih baik dalam menurunkan kadar kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL mencit jantan hiperkolesterolemia. Namun, serat pangan karagenan punya kemampuan meningkatkan konsentrasi HDL dan pengeluaran kolesterol melalui feses (Tabel 38). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa mekanisme penurunan kolesterol total serum antara simvastatin dan atorvastatin berbeda dengan serat pangan karagenan (Gambar 21 dan 22).
103 Tabel 38. Perbandingan profil lipid darah, bobot badan, glukosa, kolesterol hati, dan kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia setelah pemberian simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan Parameter yang diukur Bobot badan Kolesterol total Trigliserida HDL LDL Glukosa Kolesterol feses Kolesterol hati Kolesterol hati
Kondisi fisiologis Menurun Menurun Menurun Meningkat Menurun Menurun Meningkat Meningkat Menurun
Simvastatin (%) 9,43 32,00 30,23 15,51 75,24 21,50 50,61 45,28
Atorvastatin (%) 12,98 39,11 32,17 5,00 69,66 17,93 50,84 35,16
Karagenan (%) 11,16 11,27 6,01 38,79 76,02 35,67 128,24 10,98 -
Berdasarkan Gambar 21, dapat dijelaskan bahwa semua sel dalam tubuh manusia memerlukan kolesterol agar dapat berfungsi dengan baik. Pembentukan kolesterol dalam tubuh terjadi terutama di hati. Tidak adanya terapi dengan statin (sisi kiri gambar), sel-sel hati tidak hanya membuat kolesterol untuk disimpan di hati, tetapi disekresikan ke sirkulasi darah atau dibawa ke sel-sel lain dalam tubuh. Dalam darah, kolesterol diangkut dalam berbagai bentuk, yang paling berbahaya salah satunya delam bentuk dinding arteri
LDL-c, yang dapat menyimpan kolesterol pada
membentuk plak yang mengakibatkan penyempitan pembuluh
darah. Sel-sel hati menyerap sebagian LDL-c dari darah dan membawanya di dalam sel hati dengan cara khusus dengan pengaturan pengikatan kolesterol pada reseptor LDL. Sel- sel hati menggunakan LDL-c untuk keperluan sendiri. Proses penyerapan partikel LDL-c oleh sel hati membantu menjaga konsentrasi LDL-c, tapi sel-sel hati tidak bisa mengikuti jika konsentrasi LDL-c dalam darah terlalu tinggi. Ketika seorang pasien membutuhkan statin (sisi kanan diagram) enzim kunci dalam sel hati yang bertanggung jawab untuk pembentukan kolesterol akan diblokir. Kebutuhan kolesterol untuk sel-sel dengan cara menghambat sebagian reseptor LDL pada permukaan membran dan dan menyerap lebih banyak LDL-c dari darah yang mengarah pada penurunan dramatis konsentrasi kolesterol jahat dalam darah (Sherperd 2001, Gotto 2002).
104
Gambar 21. Diagram mekanisme statin menurunkan tingkat kolesterol darah Mekanisme penurunan kolesterol total dalam darah disebabkan oleh serat pangan karagenan dapat dijelaskan sebagai berikut (Gambar 22). Serat pangan karagenan, sebagi sumber serat larut dapat membentuk lapisan tebal pada dinding lumen usus yang dapat bertindak sebagai penghalang, yaitu mengurangi penyerapan lemak, termasuk kolesterol dan asam empedu. Hal ini akan mengakibatkan pengeluaran kolesterol dan asam empedu terbuang bersama feses semakin meningkat mengurangi jumlah yang akan diserap kembali (reabsorbsi) melalui sirkulasi enterohepatik. Akibat asam empedu banyak terbuang, maka proses sintesis kolesterol endogen dalam hati meningkat yang akan mengkonversi kolesterol menjadi asam empedu untuk menggantikan kekurangan yang terjadi. Mekanisme ini merupakan jalur utama yang terjadi pada individu atau hewan hiperkolesterolemia untuk mencapai hipokolesterolemia (Garc´ıa-Diez et al. 1996; Theuwissen dan Mensink 2008). Mekanisme lain dalam pengurangan penyerapan lemak, kolesterol dan asam empedu, dengan dapat mengubah pembentukan misel dan mengurangi kemampuan kolesterol bergabung ke dalam misel-misel (Carr dan Jesch 2006). Serat larut dapat membentuk suatu masa kental di usus kecil. Hal ini diyakini bahwa peningkatan viskositas menghambat gerakan kolesterol, asam empedu, dan lipid lain, dan menghalangi pembentukan misel, dengan
105 demikian mengurangi penyerapan kolesterol dan mempromosikan kolesterol ekskresi dari tubuh (Carr dan Jesch 2006).
Gambar 22. Mekanisme penurunan kolesterol total serum darah oleh serat pangan.
SIMPULAN Hasil analisis perbandingan efektivitas simvastatin dan atorvastatin dengan serat pangan karagenan dapat diperoleh hasil bahwa simvastatin dan atorvastatin terbukti lebih baik dalam menurunkan kadar kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL-c mencit jantan hiperkolesterolemia. Namun, serat pangan karagenan dapat menurunkan LDL-c dan meningkatkan konsentrasi HDL, serta pengeluaran kolesterol melalui feses lebih tinggi dibandingkan dengan simvastatin dan atorvastatin. Hal tersebut menggambarkan bahwa serat pangan karagenan berpotensi mempunyai efektivitas mendekati kerja obat penurun kolesterol sehingga dapat berperan sebagai suplemen sumber serat pangan yang dapat menurunkan kolesterol.
DAFTAR PUSTAKA Carr TP, Jesch ED. 2006. Food components that reduce cholesterol absorption. Advance Food Nutr Res. 51:165–204. Cortese C, Liberatoscioli L. 2003. Effects of statins on lipoprotein fractions. Int Congress Series 1253:247-252
106
Garc´ıa-Diez F, Garc´ıa-Mediavilla V, Bayon JE, Gonz´alez-Gallego J. 1996. Pectin feeding influences fecal bile acid excretion, hepatic bile acid synthesis and serum cholesterol in rats. J Nutr. 126:1766–71. Genest J, Libby P. 2007. Clinical trials of drugs affecting lipid metabolism. Di dalam: Libby, Bonow, Mann, Zipes, editor. Braunwald’s heart disease. Saunders Elsevier. Goodman, Gilmans. 2001. The Pharmacological Basic of Therapeutics. 10 th edition. USA: Mc Graw-Hill. Gotto AM. 2002. Statins: Powerful Drugs for Lowering Cholesterol : Advice for Patients. Circulation. 105:1514−1516. Halcox JPJ, Deanfield JE. 2004. Beyond the laboratory clinical implications for statin pleiotropy. Circulation. 109(21 Suppl I):II42-II48. Harini M. Astirin OP. 2009. Kadar kolesterol darah tikus putih (Rattus norvegicus) hipokolesterolemik setelah perlakuan VCO. Bioteknologi. 6(2):55-62 Jenkins D, Kendall C, Faulkner D, Nguyen T, Kemp T, Marchie A, Wong J, Souza R, Emam A, Vidgen E, Trautwein E, Lapsley K, Holmes C, Josse R, Leiter L, Connelly P, Singer W. 2006. Assessment of the longer-term effects of a dietary portfolio of cholesterol-lowering foods in hypercholesterolemia. Am J Clin Nutr. 83(3):582−591 Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed ke-8. Jakarta: Salemba Medika. Kumar V, Abbas A, Fausto N, Mitchell R. 2007. Robin’s Basic Pathology. 8th ed. Saunders Elsevier. hlm. 388–390. Lin Y, Meijer GW, Vermeer MA, Trautwein EA. 2004. Soy protein enhances the cholesterollowering effect of plant sterol esters in cholesterol fed hamsters. J Nutr. 134: 143−148. Lutgens E, Daemen MJAP. 2004. HMG-CoA reductase inhibitors: lipidlowering and beyond. Drugs Discovery Today: Therapeutics Strategist. 1:189−194. Ma J, Sehgal NL, Ayanian JZ, Stafford RS. 2005. National Trends in Statin Use by Coronary Heart Disease Risk Category. PLoS Med 2(5): e123. doi:10.1371/journal.pmed.0020123 McKinney JM, Davidson MH, Jacobson TA, Guyton JR. 2006. Final conclusions and recommendations of the National Lipid Association. Statin Safety Assessment Task Force. Am J Cardiol. 97: 89S-94S.
107
Page C, Curtis M, Walker M, Hoffman B. 2006. Integrated Pharmacology 3rd ed. Mosby Elsevier. hlm. 325–326. Rasmussen, H, Guderian D, Wray C, Dussault P. 2006. Reduction in cholesterol absorption is enhanced by stearateenriched plant sterol esters in hamsters. J Nutr. 136: 2722−2727. Ros E. Intestinal absorption of triglyceride and cholesterol. 2000. Dietary and pharmacological inhibition to reduce cardiovascular risk. Atherosclerosis. 151:357−379. Shepherd J. 2001. The role of the exogenous pathway in Hypercholesterolaemia. European Heart J Supp. 3 (Supplement E): E2–E5. Sparow CP, Burton CA, Hernandez M, Mundt S, Hassing H, Patel S, Rosa R, Hermanowski-Vosatka A, Wang P-R, Zhang D, Peterson L, Detmers PA, Chao Y-S, Wright SD. 2001. Simvastatin has anti-inflammatory and antiatheosclerotic activities independent of plasma cholesterol lowering. Arterioscl Thromb Vasc Biol. 21:115−121. Sudha MR, Chauhan P, Dixit, Babu S, Jamil K. 2009. Probiotics as complementary therapy for hypercholesterolemia. Biol Med. 1(4): Rev4. Suyatna FD. 2009. Hipolipidemik. Di dalam Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Edisi kelima. Jakarta: Universitas Indonesia Pr. hlm.373−388. Vaughan CJ, Goto AM and Basson CT. 2000. The evolving role of statins in the management of atheosclerosis. J Am Col Cardiol. 35:1−10 Teixeira SR, Potter SM, Weigel R, Hannum S, Erdman JWJ Hasler CM. 2000. Effects of feeding 4 levels of soy protein for 3 and 6 week on blood lipids and apolipoproteins in moderately hypercholesterolemic men. Am J Clin Nutr. 71: 1077−1084. Theuwissen E, Mensink RP. 2008. Water soluble dietary fibers and cardiovascular disease. Phys Behav. 94:285–92. Thomsen A, Hansen H, Christiansen C, Green H, Berger A. 2004. Effect of free plant sterols in low-fat milk on serum lipid profile in hypercholesterolemic subjects. Eur J Clin Nutr. 58: 860−870. Wassmann S, Faul A, Hennen B, Scheller B, Bohm M, Nickenig G. 2003. Rapid effect of 3-hidroxy-3-methylglytaryl Coenzime A reductase inhibition on coronary endothelial function. Circulation. 93:e98−e103.
108 Wiradimadja R. 2007. Dinamika status kolesterol puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) diberi daun katuk (Sauropus androgynus L Merr) dalam ransum. Bogor. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Tidak dipublikasi.
109 PEMBAHASAN UMUM
Di masa sekarang ini telah terjadi pergeseran atau perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas di kalangan masyarakat; ditandai dengan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik. Kecenderungan kenaikan kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, hipertensi, stroke, kolesterol, dan diabetes semakin tinggi. Hal tersebut tidak hanya semata-mata akibat usia lanjut, tetapi juga menyerang orangorang yang usianya lebih muda. Salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebabnya adalah perubahan gaya hidup (life style); mulai dari pola makan yang tidak sehat sampai kurangnya aktivitas olah raga. Pola makan tidak sehat meliputi antara lain diet tinggi lemak dan karbohidrat, makanan dengan kandungan
garam
sodium
yang tinggi,
rendahnya
konsumsi
makanan
mengandung serat serta kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Pola hidup di perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobile dan sibuk, cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji. Padahal diketahui makananmakanan tersebut adalah makanan rendah serat dan mengandung banyak garam. Makin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang biasanya makin tinggi korelasinya dengan konsumsi makanan tinggi lemak, protein, dan gula. Di masyarakat golongan menengah ke atas, terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke konsumsi rendah karbohidrat, tinggi lemak dan protein serta kurang serat. Hal inilah yang menyebabkan pergeseran pola penyakit dari pola infeksi ke penyakit-penyakit degeneratif. Timbulnya penyakit-penyakit degeneratif dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditandai dengan konsentrasi kolesterol dalam darah dan LDL-c serum yang tinggi. Gangguan ini lebih dikenal dengan hiperkolesterolemia (Otunola et al. 2010). Telah dilaporkan bahwa hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting dalam pengembangan dan perkembangan aterosklerosis yang menyebabkan penyakit kardiovaskular (Rerkasem et al. 2008). Faktor makanan, seperti konsumsi terus menerus dalam jumlah yang tinggi lemak jenuh dan
110 kolesterol, diyakini secara langsung berhubungan dengan hiperkolesterolemia dan kerentanan terhadap aterosklerosis (Asashina et al. 2005). Sumber lemak dalam diet dapat diperoleh dari lemak hewani dan nabati. Lemak hewani mengandung dua komponen yang dapat mengakibatkan terjadinya atherosklerosis, yaitu asam-asam lemak jenuh dan kolesterol, sedangkan lemak nabati lebih banyak mengandung lemak tidak jenuh. Hampir semua lemak hewani, contohnya yang berasal dari daging, susu, telur, relatif kaya akan asamasam lemak jenuh dan sedikit mengandung asam lemak tidak jenuh. Di samping lemak jenuh, produk-produk hewani mengandung kolesterol dalam jumlah yang tinggi, khususnya kuning telur, lemak mentega, dan daging (Lehninger 1994). Lemak telur terdapat pada kuning telur, sebesar 30% pada kuning telur segar dan 60% pada materi kuning telur kering (Lekanish dan Noble 1997). Minyak kelapa merupakan salah satu sumber lemak nabati yang mengandung lemak jenuh tinggi mencapai 93% (Seneviratne et al. 2011). Hewan hiperkolesterolemia adalah model yang berguna untuk studi tentang homeostasis kolesterol dan uji obat dengan tujuan untuk lebih memahami hubungan antara gangguan dalam metabolisme kolesterol (Pellizon 2008; Jang dan Wang 2009). Mencit dan tikus sering digunakan sebagai model hiperkolesterolemia dengan diberikan diet lemak tinggi dan kolesterol tinggi. Sumber lemak yang digunakan untuk perlakuan pada hewan-hewan model bervariasi dari lemak babi, minyak kanola, kedelai, atau kelapa (Doucet 1987). Meskipun hewan model tidak menunjukkan gangguan aterosklerosis sama sempurna seperti manusia, namun hewan model seperti kelinci, tikus, mencit, hamster dapat dijadikan fitur model yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi diet hiperkolesterolemik pada mencit jantan normokolesterolemia dengan kadar lemak 12% dapat meningkatkan bobot badan, kolesterol total, trigliserida,
HDL-c,
LDL-c,
dan
glukosa
(Tabel
39).
Induksi
diet
hiperkolesterolemik pada mencit jantan normokolesterolemia selama 30 hari (Tabel 40) dapat meningkatkan bobot badan mencit, konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, HDL-c, LDL-c, dan glukosa.
111 Tabel 39. Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak 12% Parameter D0 D1 D2 D3 Bobot badan (g) 34,86±2,24w 36,41±3,09r 38,30±4,05q 39,87±5,18p r qr q Kolesterol total 102,19±10,97 107,85±19,27 113,78±18,81 145,21±35,15p (mg/dL) Trigliserida 72,69±12,29r 80,51±11,22qr 84,22±15,30pq 90,75±13,53p (mg/dL) HDL-c (mg/dL) 57,82±3,12q 57,91±2,88q 59,91±2,20pq 63,03±4,23p r r q LDL-c (mg/dL) 27,02±8,41 32,51±13,16 38,02±17,74 67,08±31,98p q q q Glukosa (mg/dL) 57,79±7,98 55,87±5,46 55,32±7,70 67,78±10,39p Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). D0=diet standar atau normokolesterolemia, D1= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 8%, D2= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak10%, D3= diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12%.
Tabel 40. Bobot badan, kolesterol total serum, trigliserida, HDL-c, LDL-c, dan glukosa mencit normokolesterolemia setelah diinduksi diet hiperkolesterolemik selama 30 hari Parameter H0 H10 H20 H30 Bobot badan (g) 32,91±0,77c 37,43±1,78b 39,09±0,99a 40,01±1,21a d c b Kolesterol total 95,07±6,27 108,15±4,53 128,87±7,54 137,05±4,51a (mg/dL) Trigliserida 75,07±8,43b 81,63±11,32ab 83,10±10,46ab 88,33±4,85a (mg/dL) HDL-c (mg/dL) 60,63±7,40 59,24±7,99 58,92±4,67 59,88±7,69 LDL-c (mg/dL) 22,18±2,47c 33,77±4,41b 52,34±5,34a 56,35±2,73a c b b Glukosa (mg/dL) 50,96±2,50 58,83±4,61 60,02±4,01 63,94±4,37a Keterangan: Data disajikan dalam rataan dan standar deviasi. Superskript pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). H0= pemberian diet hiperkolesterolemik hari pertama, H10= pemberian diet hiperkolesterolemik hari ke-10, H20= pemberian diet hiperkolesterolemik hari ke-20, H30= pemberian diet hiperkolesterolemik hari ke-30.
Adanya induksi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak tinggi terbukti mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah. Telah diketahui bahwa kolesterol di dalam tubuh dapat bersifat endogen dan eksogen. Sifat endogen terjadi bila kolesterol disintesis oleh hati dan eksogen bila kolesterol berasal dari makanan yang dimakan. Mekanisme penyerapan lemak di dalam tubuh (Gambar 23) dapat dijelaskan sebagai berikut: lemak yang diperoleh melalui makanan setelah sampai di usus dua belas jari akan dicernakan. Cairan empedu yang
112 berasal dari kantung empedu dan enzim pemecah lemak, yaitu lipase yang dikeluarkan oleh pancreas, akan memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak dan gliserol tersebut setelah melalui dinding usus disintesis kembali menjadi trigliserida masuk ke dalam aliran darah melalui vili-vili getah bening dan akhirnya sampai ke hati, bersamaan dengan trigliserida diangkut pula kolesterol dan fosfolipid, yaitu senyawa lemak dan fosfor. Dalam perjalanan menuju hati, kolesterol dan trigliserida dari makanan bergabung dan membentuk ikatan protein menjadi partikel lipoprotein yang besar yang disebut kilomikron. Di dalam hati, kolesterol ester akan diubah menjadi VLDL oleh enzim acyl-CoA cholesterol acyltransferase (ACAT). Demikian pula trigliserida dari hasil lipogenesis akan diubah menjadi VLDL. Selanjutnya VLDL ini bersama aliran darah dibawa ke seluruh tubuh dan selama dalam perjalanan tersebut VLDL melepaskan trigliserida dari ikatannya untuk keperluan energi atau untuk disimpan dalam jaringan tubuh sebagai cadangan lemak. Kolesterol yang dibawa HDL akan diesterifikasi menjadi kolesterol bebas oleh enzim lecithin-kolesterol acyltransferase (LCAT), membentuk inti dari molekul HDL yang baru disintesis. Kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transferase protein (CETP), sedangkan lipoprotein lipase (LPL) akan menghidrolisis trigliserida di VLDL, sehingga molekul LDL padat diserap oleh jaringan ekstrahepatik dan / atau hati. Lipid yang kaya HDL akan diambil kembali oleh hati dalam proses yang dikenal sebagai RCT (reverse cholesterol transport). Kolesterol juga dapat digunakan untuk mensintesis asam empedu dan / atau mendapatkan dikeluarkan. HDL-c dan LDL-c mempunyai fungsi yang bertolak belakang. HDL-c merupakan partikel lipoprotein yang sangat kecil dan dibuat di dalam hati, mengandung Apo A yang memiliki efek anti-aterogenik sehingga disebut kolesterol baik. Fungsi utama HDL-c mengambil kolesterol dari jaringan perifer sehingga mencegah penimbunan lemak dan aterosklerosis. Dengan demikian, penimbunan kolesterol di perifer berkurang. HDL-c dianggap sebagai pembersih kolesterol dari dinding arteri, kolesterol yang sudah diangkut tersebut masuk ke hati, diproses menjadi asam empedu dan dikeluarkan usus untuk mengaktifkan
113 absorpsi lemak. Pembentukan HDL-c merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga keseimbangan lemak dalam tubuh.
Gambar 23. Metabolisme dan transportasi lipid (Sumber : Flock et al. 2011) LDL-c merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar untuk mengedarkan kolesterol ke seluruh tubuh yang diperlukan untuk pembentukan sel tubuh. Sel-sel jaringan tubuh mempunyai alat penerima kolesterol yang disebut kolesterol reseptor. LDL disebut kolesterol jahat karena efeknya yang aterogenik, yaitu mudah melekat pada dinding pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan penumpukan lemak dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan penumpukan lemak dan terjadi penyempitan pembuluh darah. Kadar LDL-c dalam darah sangat bergantung pada lemak yang masuk dan kemampuan kolesterol reseptor untuk mengikat kolesterol. Fungsi LDL-c membawa kolesterol ke jaringan perifer. Apabila kadar LDL-c meningkat dalam darah, maka akan menyebabkan penumpukan kolesterol dalam jaringan, sel-sel, dan organ tubuh. Walaupun demikian, kemampuan kolesterol reseptor untuk menyerap kolesterol ada batasnya. Kolesterol yang tidak bisa diserap oleh kolesterol reseptor akan tetap tinggal pada pembuluh darah dan membentuk plak. Jika keadaan ini terjadi terus-menerus pembuluh darah tersebut akan tersumbat.
114 Sumbatan ini dapat menjadi fatal jika terjadi pada pembuluh darah penting seperti di otak dan jantung. Konsumsi lemak berlebihan dapat menyebabkan hiperkolesterolemia yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Timbulnya penyakit jantung koroner berkaitan erat dengan proses terjadinya aterosklerosis dimana proses ini diawali dengan disfungsi endotel. Telah diketahui bahwa endotel mempunyai fungsi sebagai pengatur tonus pembuluh darah dan stukturnya, begitu juga dalam mencegah adhesi trombosit dan monosit. Oleh karena endotel tidak berfungsi secara normal maka terjadi penetrasi kolesterol LDL kecil dan padat (small dense LDL) ke dalam dinding pembuluh darah yang selanjutnya mengalami oksidasi, kolesterol LDL teroksidasi ini bersifat atherogenik. Monosit juga akan berpenetrasi ke dinding pembuluh darah yang kemudian menjadi makrofag. Selanjutnya makrofag ini memfagosit kolesterol LDL yang telah teroksidasi dan melalui reseptor khusus (scavenger reseptor) akan menjadi sel busa. Akumulasi sel busa akan membentuk pecahan-pecahan lemak (fatty streak) akibatnya terjadi aktivasi makrofag dan deposisi kolesterol (Lyndorf et al. 2001). Secara bersamaan, sel-sel otot polos bermigrasi dari tunika media ke tunika intima (pengaruh PDGF= platelet derived growth factor) dan berproliferasi (pengaruh FGF= fibroblast growth factor) (WHO 2000). Bila proses migrasi dan proliferasi ini terjadi terus menerus, maka akan mengakibatkan dinding tunika intima menjadi menebal, akibatnya lumen pembuluh darah akan menyempit. Proses selanjutnya adalah penimbunan lipid ekstraseluler yang akan membentuk plak ateroskelerosis. Akibat menyempitnya lumen pembuluh darah koroner, maka terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai dari miokardium terhadap oksigen, aspek klinis yang timbul disebut sebagai angina pectoris dan dikategorikan sebagai penyakit jantung koroner. Apabila plak atherosklerosis ini mengalami rupture maka akan timbul aspek klinis dari penyakit kardiovaskuler (Hanafiah 1996). Pengurangan konsumsi lemak dan kolesterol secara ketat tetap tidak dapat menurunkan keadaan hiperkolesterol ke keadaan normal pada individu atau usia tertentu. Salah satu upaya untuk menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah ialah dengan cara memperbanyak konsumsi serat pangan (dietary fiber)
115 (Anderson et al. 2009). Serat pangan adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau analog karbohidrat yang resisten terhadap pencernaan dan penyerapan di usus kecil manusia dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar. Serat pangan meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin, dan zat tumbuhan lainnya yang terkait (AACC 2001). Serat pangan terbagi dalam dua kelompok, yaitu serat makanan tidak larut dan serat makanan larut. Serat pangan tidak larut dapat diperoleh dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang ditemukan pada serelia, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan, sedangkan serat pangan larut dapat diperoleh dari pektin, agar, karagenan, alginat, gum, dan musilage (Carvalho et al. 2009). Komponen serat pangan memiliki sifat-sifat fisiologis yang tidak sama, bergantung pada sifat fisik dan kimia dari serat tersebut. Suplementasi
serat
pangan
agar,
karagenan,
dan
bekatul
dalam
diet
hiperkolesterolemik pada kadar lemak tinggi disajikan pada Tabel 41.
Tabel 41. Rerata bobot badan, konsentrasi lipid darah, konsentrasi glukosa, kolesterol hati, dan feses mencit hiperkolesterolemia setelah diberi suplementasi serat pangan agar, karagenan, dan bekatul. Parameter Bobot badan (g) Kolesterol total serum (mg/dL) Trigliserida (mg/dL) HDL (mg/dL) LDL (mg/dL) Glukosa (mg/dl) Kolesterol hati (mg/dL) Kolesterol feses (mg/dL)
Agar 35,44±1,34 10,64% menurun 188,57±11,72 17,24% menurun 163,32±12,54 6,77% menurun 139,52±9,50 40,40% meningkat 16,39±5,49 83,47% menurun 44,02±9,03 33,81% menurun 1,19±0,20 18,49%) menurun 1,69±0,18 56,80% meningkat
Karagenan 35,95±2,99 7,99% menurun 176,72±15,79 18,78% menurun 117,97±14,86 17,53% menurun 130,55±13,37 15,59% meningkat 22,58±8,52 71,33% menurun 38,76±4,17 5,37% menurun 1,04±0,18 38,46% menurun 1,91±0,12 132,93% meningkat
Bekatul 34,70±1,04 10,31% menurun 168,25±10,34 10,31% menurun 126,82±27,14 28,63% menurun 129,78±9,67 19,61% meningkat 13,12±4,40 79,18% menurun 45,46±8,65 0,08% meningkat 0,68±0,17 57,46% menurun 0,88±0,17 28,47% meningkat
Peranan serat dalam penatalaksanaan kesehatan mempunyai mekanisme tersendiri baik pada saluran pencernaan maupun pada proses metabolisme di hati. Mekanisme kerja serat makanan dalam menurunkan kadar kolesterol terjadi
116 melalui beberapa cara. Pertama, serat makanan dapat menunda pengosongan lambung sehingga rasa kenyang bertahan lebih lama akibatnya masukan kalori menjadi berkurang. Pada keadaan ini, sekresi insulin berkurang yang diikuti dengan penghambatan kerja enzim HMG-KoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun (Lampe 1999; Lupton dan Turner 2000). Kedua, serat makanan mengikat lemak, protein, dan karbohidrat yang mengakibatkan proses pencernaan dan penyerapan lemak menjadi terganggu (Lupton dan Turner 2000). Ketiga, serat yang larut dalam air mengikat asam kenodeoksikolat ini menghambat kerja enzim HGM-KoA reduktase, sehingga pembentukan mevalonat juga dihambat pada akhirnya sintesis kolesterol menjadi berkurang (Groff dan Gropper 2000). Serat yang larut dalam air juga mengikat asam empedu dan membentuk formasi misel yang selanjutnya diekskresi bersama feses (Lupton dan Turner 2000). Keempat, serat yang larut dalam air bercampur dengan formasi misel di usus halus akan mengganggu kerja enzim pencernaan dalam menghidrolisis lemak, protein, dan karbohidrat (Lupton dan Turner 2000). Kelima, serat makanan di kolon akan difermentasi menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat, dan butirat. Setelah masuk sirkulasi darah dan sampai di hati, propionat dapat menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase yang pada akhirnya sintesis kolesterol menjadi berkurang (Lupton dan Turner 2000). Penggunaan obat untuk membantu dalam penurunan lipid darah perlu dilakukan. Peran obat pada umumnya ditujukan untuk menurunkan produksi lipoprotein oleh jaringan, meningkatkan perombakan (katabolisme) lipoprotein dalam plasma, dan mempercepat pengeluaran kolesterol dari tubuh. Obat penurun kolesterol yang umum digunakan ialah dari kelompok statin, seperti lofastatin, simvastatin, fluvastatin, atorvastatin (lipitor), rosuvastatin, dan pravastatin. Simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan mempunyai peran yang sama dalam menurunkan profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Efektivitas simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan dapat dijelaskan sebagai berikut. Bobot badan mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan
simvastatin
(9,43%)
dan
atorvastatin
(12,58%)
lebih
tinggi
dibandingkan serat pangan karagenan (11,16%). Konsentrasi kolesterol total
117 serum mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (32,00%) dan atorvastatin (39,11%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (11,27%). Konsentrasi trigliserida mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (30,23%) dan atorvastatin (33,17%) lebih tinggi dibandingkan serat pangan karagenan (6,01%). Konsentrasi HDL mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (15,51%) dan atorvastatin (0,05%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (38,79%). Konsentrasi LDL mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (75,24%) dan atorvastatin (69,66%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (76,02%). Konsentrasi glukosa mencit hiperkolesterolemia menurun setelah diberikan simvastatin (21,50%) dan atorvastatin (17,93%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (35,67%). Konsentrasi kolesterol feses mencit hiperkolesterolemia meningkat setelah diberikan simvastatin (50,61%) dan atorvastatin (50,84%) lebih rendah dibandingkan serat pangan karagenan (128,24%). Konsentrasi kolesterol hati mencit hiperkolesterolemia menurun
setelah diberikan simvastatin (45,28%) dan atorvastatin (35,16%),
namun sebaliknya serat pangan karagenan meningkat sebesar 10,98%. Simvastatin menurunkan lipid dengan cara menghambat 3-hydroxy-3methylglutaryl koenzim A (HMG-CoA) reduktase. HMG-CoA reduktase melepaskan prekursor kolesterol asam mevalonik dari koenzim A. Kompetitif inhibisi oleh simvastatin menimbulkan respon kompensasi selular seperti peningkatan enzim HMG-CoA reduktase dan reseptor LDL-c. Akibat terjadi peningkatan HMG-CoA reduktase, sintesis kolesterol seluler hanya menurun sedikit, tetapi penghambatan sintesis kolesterol melalui mekanisme reseptor LDL meningkat secara signifikan (Page et al. 2006) Setiap obat pasti mempunyai efek samping. Efek samping yang terjadi akibat obat statin adalah adanya miositis yang ditandai dengan nyeri otot dan meningkatnya kadar creatinin fosfatkinase. Efek samping lainnya ialah menimbulkan gangguan fungsi hati. Efek samping dari simvastatin adalah peningkatan serum aminotransferase pada beberapa pasien dan peningkatan minor plasma keratin kinase (Katzung 2002). Penurunan memori jangka pendek telah dilaporkan berkaitan dengan penggunaan simvastatin, baik yang berderajat ringan
118 sampai berat (Wagstaff et al. 2003). Tetapi hal ini belum ada penelitian lebih lanjut. Cara kerja simvastatin sesuai golongannya adalah sebagai inhibitor kompetitif dari HMG KoA reduktase sehingga paling efektif dalam mengobati kondisi hiperlipidemia (Goodman dan Gilmans 2001). Obat golongan statin juga dapat menginduksi peningkatan kerja reseptor LDL sehingga meningkatkan katabolisme fraksional dari LDL dan ekstraksi prekursor LDL oleh hati atau VLDL sisa (Katzung 2002). Ada empat golongan obat antikolesterol yang beredar di pasaran, yaitu golongan resin yang mampu mengikat empedu dan meningkatkan pembuangan LDL-c dari darah, golongan penghambat sintesis lipoprotein yang mampu mengurangi sintesis VLDL dan meningkatkan HDL-c, golongan derivate asam fibrat yang mampu meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase, dan golongan statin yang dapat menghambat HMG-KoA reduktase (Dalimartha 2005). Lovastatin dan simvastatin merupakan lactone yang tidak aktif yang dihidrolisis dalam saluran cerna menjadi turunan hidroksil-β yang aktif, sedangkan pravastatin mempunyai satu cincin lakton terbuka. Atorvastatin, cerivastatin, dan fluvastatin mengandung fluorine, yang aktif ketika dicerna. Absorpsi penghambat/inhibitor reduktase terhadap dosis pemberian dapat berbeda dari sekitar 40% hingga 75% dengan pengecualian fluvastatin, yang hampir diabsorpsi dengan sempurna. Sebagian besar dosis yang diabsorpsi diekskresi dalam empedu; sekitar 5-20% diekskresi di dalam urin. Waktu paruh plasma obat tersebut berkisar dari 1 hingga 3 jam kecuali atorvastatin yang waktu paruhnya adalah 14 jam (Katzung 2002). Penggunaan simvastatin dan atorvastatin perlu diperhatikan dosis dan waktu pemakaiannya. Hal tersebut berkaitan dengan efek samping yang ditimbulkan simvastatin dan atorvastatin terhadap kompleksitas metabolisme didalam tubuh. Bagi penderita hiperkolesterolemia penggunaan obat penurun lipid darah cukup efektif sebagai upaya tindakan kuratif atau pengobatan. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serat pangan mampu memperbaiki profil lipid darah mencit hiperkolesterolemia. Penggunaan serat pangan sebagai tindakan preventif dipandang lebih aman dibandingkan dengan obat penurun lipid
119 darah, karena tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh. Oleh karena itu, sebagai upaya tindakan preventif dan kuratif penggunaan serat pangan agar, karagenan, dan bekatul lebih banyak direkomendasikan, yaitu dengan cara mengkonsumsi setiap hari secara simultan dengan kadar yang telah ditentukan.
120 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Induksi mencit jantan normokolesterol dengan diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak diet sebesar 12% selama 30 hari dapat meningkatkan parameter lipid darah yaitu konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, dan LDL. Kompisisi diet hiperkolesterolemik dengan kadar lemak 12% yang diberikan selama
30
hari
dapat
menyebabkan
mencit
jantan
mengalami
hiperkolesterolemia. 2. Suplementasi serat pangan agar (18%), karagenan (46%), dan bekatul (57%) dalam diet hiperkolesterolemik dapat menurunkan bobot badan, konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida, LDL, glukosa, dan kolesterol hati mencit jantan hiperkolesterolemia, namun meningkatkan konsentrasi HDL dan kolesterol feses. Serat pangan agar, karagenan, dan bekatul mempunyai peran yang sama dalam memperbaiki parameter lipid darah mencit jantan hiperkolesterolemia. Namun, berdasarkan konsentrasi trigliserida yang lebih rendah, konsentrasi HDL lebih tinggi dan pengeluaran konsentrasi kolesterol feses yang lebih banyak serat pangan karagenan dinilai lebih baik dalam menurunkan lipid darah mencit hiperkolesterolemia. 3. Simvastatin, atorvastatin, dan serat pangan karagenan mempunyai peran yang sama dalam menurunkan profil lipid darah mencit jantan hiperkolesterolemia. Namun, serat pangan karagenan dengan waktu relatif singkat (30 hari) dapat menurunkan konsentrasi kolesterol, trigliserida, LDL, serta meningkatkan konsentrasi HDL lebih tinggi dibandingkan dengan simvastatin dan atorvastatin mengindikasikan bahwa serat pangan karagenan berpotensi sebagai sumber serat pangan fungsional penurun kolesterol.
Saran 1. Penelitian dapat dilanjutkan dengan melihat dinamika berbagai sumber serat pangan
pada
profil
hiperkolesterolemia.
lipid
darah
pada
individu
yang
mengalami
121 2. Penggunaan berbagai sumber serat pangan lainnya dengan waktu pemberian lebih lama. 3.
Kadar serat pangan dalam diet dapat ditingkatkan lebih tinggi dari yang sudah dilaksanakan agar lebih terlihat nyata dalam penurunan kolesterol total serumnya.
4. Penggunaan serat pangan agar, karagenan, dan bekatul dapat diaplikasikan dengan dibuat suatu panganan yang menarik sehingga dapat dikonsumsi setiap hari sebagai makanan sehat.
122 DAFTAR PUSTAKA Abdul-Hamid A, Luan SY. 2000. Functional properties of dietary fiber prepared from defatted rice bran. Food Chem. 68: 15−9. Ahmad R, Surif M, Ramli N, Yahya N, Nor ARM, Bekbayeva L. 2011. A preliminary study on the agar content and agar gel strength of gracilaria manilaensis using different agar extraction processes. World Appl Sci J. 15 (2): 184−188. Aleixandre A, Miguel M. 2008. Dietary fiber in the prevention and treatment of metabolic syndrome. Crit Rev Food Sci Nutr. 48: 905−912. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Amaral L, Morgan D, Stephen AM, Whiting S. 1992. Effect of Propionate on Lipid-Metabolism in Healthy-Human Subjects. FASEB J. 6: A1655. American Association of Cereal Chemists (AACC). 2001. The definition of dietary fiber. Cereal Foods World. 46 (3):112−129. Anderson JW, Jones AE, Riddell-Mason S. 1994. Ten different dietary fiber have significantly different effects on serum and liver lipid of cholesterol fed rats. J Nutr. 124:78−83. Anderson JW, Baird P, Davis RH Jr, Ferreri S, Knudtson M, Koraym A, Waters V, Williams CL. 2009. Health benefits of dietary fiber. Nutr Review. 67(4):188−205. Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor. hlm. 52−63. Anggadiredja TJ. Zatrika A. Purwoto H, Istini S. 2007. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya. Asashina M, Sato M, Imaizumi K. 2005. Genetic analysis of diet induced hypercholesterolemia in exogenously hypercholesterolemic (ExHC) rats. J Lipid Res. 46: 2289−2294.doi:10.1194/jlr.M500257-JLR200. Azain, M. J. 2004. Role of fatty acids in adipocyte growth and development. J Anim Sci. 82 : 916−924. Barnes LA. 1992. Nutrition and nutritional disorder. Di dalam Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatric, 14th edition. Philadephia. hlm. 133−134
123 Babio R, Balanza J, Basulto M, Bulló, Salas-Salvadó J. 2010. Dietary fibre: influence on body weight, glycemic control and plasma cholesterol profile. Nutr Hosp. 25(3):327−340. Banzon JA, Velasco JR. 1982. Coconut Production and Ulilization. PCRDF, Manila. hlm. 349. Benjama O, Masniyom P. 2011. Nutritional composition and physicochemical properties of two green seaweeds (Ulva pertusa and U. intestinalis) from the Pattani Bay in Southern Thailand. Songklanakarin J Sci Technol. 33(5):575−583. Beynen AC. 1988. Animal model for cholesterol metabolism studies, Di dalam: Beynen AC, editor. New Developments in Biosciences : Their Implications for laboratory animal science. Boston: Martinus Nijhoff Pub. hlm. 279−294. Bijln N, van der Velde A, Groen AK. 2009. Bile Acids and Their Role in Cholesterol Homeostasis. Di dalam: Ehnholm C, editor. Cellular Lipid Metabolism, Berlin: Springer-Verlag Heidelberg. hlm.107−124. Boral S, Saxena A, Bohidar HB. 2008. Universal growth of microdomains and gelation transition in agar hydrogels. J Physical Chem. 112(12):3625– 3632. Border´ıas AJ, S´anchez-Alonso I, P´erez-Mateos M. 2005. New applications of fibres in foods: addition to fishery products. Trends Food Sci Technol. 16:458–65. Brown L, Rosner B, Willett WW, Sacks FM. 1999. Cholesterol lowering effects of dietary fiber: a meta-analysis. Am J Clin Nutr. 69:30−42. Burley RW. 1987. Recent advances in the chemistry of egg yolk. CSIRO Food Res Quaterly. 35:1−5. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1995. Agar-agar Tepung. SNI 01-2802 : 1995. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional. hlm.1−2. Canapi EC, Agustin YTV, Moro EA, Pedrosa Jr.E, Bendan ML. 1996. Coconut oil. Di dalam : Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Edible Oil and Fat Products: Oil and Oilseeds. 5th edition volume 2. New York: John Wiley & Son Inc. Cardozo KHM, Guaratini T, Barros MP, Falcão VR. 2007. Metabolites from algae with economical impact. Comp Bioch Phys. Part C 146:60–78.
124 Carvalho AFU, Portela MCC, Sousa MB, Martins FS, Rocha FC, Farias DF, Feitosa JPA. 2009. Physiological and physico-chemical characterization of dietary fibre from the green seaweed Ulva fasciata Delile. Braz J Bio. 69(3): 969−977. Carr TP, Jesch ED. 2006. Food components that reduce cholesterol absorption. Adv Food Nutr Res. 51:165–204. Champagne ET, Wood DF, Juliano BO. Bechtel. 1994. The rice grain and its gross composition. Di dalam L Champagne ET, editor. Rice: Chemistry and Technology. 3rd Edition. Minessota St. Paul: The American Assosiation of Cereal Chemistry Inc. Cheng HH. 1993. Total dietary fiber content of polished, brown, and bran types of Japonica and Indica rice in Taiwan : resulting physiology effects of comsumption. Nutr Res. 13(1):93−101. Cortese C, Liberatoscioli L. 2003. Effects of statins on lipoprotein fractions. Intern Congress Series. 1253:247−252. Coutts JA dan Wilson GC. 1990. Egg Quality Handbook. 1 st edition. Brisbane: Queensland Departement of Primary Industries. Cox C, Mann J, Sutherland W, Chisholm A, Skeaff M. 1995. Effects of coconut oil, butter and saf¯ower oil on lipids and lipoproteins in persons with moderately elevated cholesterol levels. J Lipid Res. 36:1787−1795. Dalimartha S. 2005. 36 Resep Tumbuhan Oba untuk menurunkan Kolesterol. Surabaya: Penebar Swadaya. Dhanya SP, Hema CG. 2008. Small animal models atherosclerosis. Calicut Med J. 6(4):e4. Darmadjati DS, Santosa, BA, Munarso J. 1990. Studi kelayakan dan rekomendasi teknologi pabrik pengolahan bekatul. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Subang. Dawson PA, Rudel LL. 1999. Intestinal cholesterol absorption. Curr Opin Lipidol. 10:315−320. deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Bandung : ITB. hlm. 175−348. Distantina S, Wiratni, Moh. Fahrurrozi, Rochmadi. 2011. Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academic Sci Engine Tech. 78:738−742.
125 Dongowski G, Huth M, Gebhardt E. 2003. Steroids in the intestinal tract of rats are affected by dietary fibre-rich barley-based diets. British J Nutr. 90:895–906. Dorfman SE, Wang S, Lopez SV, Jauhiainen M, Lichtenstein H. 2004. Dietary fatty acids and cholesterol differentially modulate HDL cholesterol metabolism in Golden-Syrian hamsters. J Nutr. 135(3):492–497. Doucet C, Flament C, Sautier C, Lemonnies D. 1987. Effect of an hypercholesterolemic diet on the level of several serum lipids and apolipoproteins in nine rat strains. Reprod Nutr Dev. 27:897−906. Doty MS. 1987. The Production and Uses of Eucheuma. Di dalam: Doty MS Caddt JF, Santelices B. Studies of Seven Comemercial Seaweeds Resouces. Rome: FAO Fish Technology Paper No 281. hlm.213−161. Elleuch M, Bedigian D, Roiseux O, Besbes S, Blecker C, Attia H. 2011. Dietary fibre and fibre-rich byproducts of food processing: Characterisation, technological functionality and commercial applications: A review. Food Chem. 124:411–421. Engelking LJ , Liang G , Hammer RE , Takaishi K , Kuriyama H , Evers BM , Li WP , Horton JD , Goldstein JL , Brown MS. 2005. Schoenheimer effect explained – feedback regulation of cholesterol synthesis in mice mediated by Insig proteins . J Clin Invest. 115 :2489 – 2498. Endan J and Javanmard M. 2010. A survey on rheological properties of fruit jams. J Chem Engin Appl. 1 (1):221−226. Esposito K, Nappo F, Giugliano F, Di Palo C, Ciotola M, Barbieri M, Paolisso G, Giugliano D. 2003. Meal modulation of circulating interleukin 18 and adiponectin concentrations in healthy subjects and in patients with type 2 diabetes mellitus. Am J Clin Nutr.78:1135−1140. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. hlm. 56. Feinman RD. 2010. Saturated fat and health: recent advances in research. Lipids 45:891–892. Fernandez ML. 2001. Soluble fiber and indigestible carbohydrate effects on plasma lipids and cardiovascular risks. Curr Opin in Lipidol. 12:35–40. Ferguson LR, Harris JP. 1999. Wheat bran and cancer: The role of dietary fibre. Asia Pacific J Clin Nutr: 8(Suppl.): S41−S46. Ferguson LR, Chavan RR, Harris PJ. 2001. Changing concepts of dietary fiber: Implications for carcinogenesis. Nutr Cancer. 39:155−169.
126
Fern´andez-L´opez J, Viuda-Martos M, Sendra E, Sayas-Barber´a E, Navarro C, P´erez-Alvarez JA. 2007. Orange fibre as potential functional ingredient for dry-cured sausages. Eur Food Res Technol. 226(1–2):1–6. Fisher G. 2009. Carrageenan effect on the water retention and texture in Processes turkey breast. New Jersey: New Brunswick. hlm.17−24 Flock MR, Green MH, Kris-Etherton PM. 2011. Effects of adiposity on plasma lipid response to reductions in dietary saturated fatty acids and cholesterol. American Society for Nutrition. doi:10.3945/an.111.000422. Adv. Nutr. 2: 261–274. Food and Agriculture Organization (FAO). 2003. A Guied to Seaweed Industry. Fisheries and Aquacultures Departement. hlm. 9−16. Food and Agriculture Organization (FAO). 1974. Toxicological evaluation of some food additeves including anticaking agents, antimicrobials, antioxidants, emulsifiers and thickening agents. WHO Geneva series 5. hlm.1−2. Fukushima M, Ohashi T, Fujiwara Y. 2001. Cholesterol-lowering effects of maitake (Grifola frondosa) fiber, shiitake (Lentinus edodes) fiber, and enokitake (Flammulina velutipes) fiber in rats. Exp Biol Med. 226:758– 765. Galisteo M, Duartea J, Zarzueloa A. 2008. Effects of dietary fibers on disturbances clustered in the metabolic syndrome. J Nutr Biochem. 19:71−84. Garc´ıa-Diez F, Garc´ıa-Mediavilla V, Bayon JE, Gonz´alez-Gallego J. 1996. Pectin feeding influences fecal bile acid excretion, hepatic bile acid synthesis and serum cholesterol in rats. J Nutr. 126:1766–71. Gerhardt AL, Gallo NB. 1998. Full-fat rice brand and oat bran similarly reduce hypercholesterolemia in Humans. J Nutr. 128:865−869 Genest J, Libby P. 2007. Clinical trials of drugs affecting lipid metabolism. Di dalam: Libby Bonow, Mann Zipes, Editor. Braunwald’s heart disease. New York: Saunders Elsevier. Gervajio GC. 2005. Fatty Acid and Derivatives from Coconut Oil. Dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Shahidi F editor. 6 th edition, volume 6. New York: John Wiley & Sons Inc. Glicksman M. 1983. Gum Technology in The Food Industry. New York: Academic Pr. hlm. 21−37.
127
Goncalves, AG, Ducatti, DR, Duarte, ME, Noseada, MD. 2002. Sulfated and pyruvylated disaccharide alditols obtained from a red seaweed galactan: ESIMS and NMR approaches. CarbohydrateRes. 337:2443–2453. Goodman, Gilmans. 2001. The Pharmacological Basic of Therapeutics. 10th edition. USA: Mc Graw-Hill. Gotto AM. 2002. Statins: Powerful Drugs for Lowering Cholesterol : Advice for Patients. Circulation. 105:1514−1516. Griffin HD. 1992. Manipulation of egg yolk cholesterol: a physiologist view. World’s Poult Sci 48:101−112. Groff JL, Gropper SS. 2000. Dietary Fiber Advanced Nutrition and Human Metabolism. 3rd edition. Australia :Wadsworth. 106−122 Grundy SM. 1991. Multyfactorial ethiology of Arteriosclerosis and Trombosis. 11:1619−1635.
hypercholesterolemia.
Guyton AC. 1982. Human physiology and mechanisms of disease. Third Edition. Philadelphia: WB Saunders Company. Imeson A. 2010. Food Stabilisers, Thickeners, and Gelling Agent. United Kingdom : Willey Blackwell Publishing Ltd. hlm. 31−47. Indratiningsih. 1991. Kandungan kolesterol bubuk telur pada perbedaan metode pembuatannya. Bull Peternakan UGM 2:38−41. Iossa S, Lionetti L, Mollica MP, Crescenzo R, Botta M, Barletta A, Liverini G. 2003. Effect of high-fat feeding on metabolic efficiency and mitochondrial oxidative capacity in adult rats. British J Nutr. 90:953–960 Hadipernata M. 2007. Mengolah Dedak menjadi Minyak (Rice Bran Oil). Warta Penelitian Pengembangan Pertanian. 29(4):1−3. Halcox JPJ, Deanfield JE. 2004. Beyond the laboratory clinical implications for statin pleiotropy. Circulation 109(21 Suppl I):II42-II48. Hanafiah A. 1996. Pengobatan Dislipidemia. J Kardiol Ind. 21(1):35−58 Han CK, Lee NH. 1992. Yolk Cholesterol content in egg tran the mayor domestic strain of breeding. AJAS. 44:17−29. Han CK, Sung KS, Yon CS, Lee NH, Kim CS. 1993. Effect of dietary liquids on liver, serum, and egg yolk cholesterol contents of laying hen. AJAS 6(2):243−248.
128 Han KH, Sekikawa M, Shimada K. 2004. Resistant starch fraction prepared from kintoki bean affects gene expression of genes associated with cholesterol metabolism in rats. Exp Biol Med. 229:787–792. Hardoko. 2008. Pengaruuh Konsumsi Gel dan Larutan Rumput Laut (Eucheuma cottoni) Terhadap Hiperkolesterolemia Darah Tikus Wistar. J Teknologi dan Industri Pangan. 19(2):97−104. Hardoko. 2007. Studi Penurunan Glukosa Darah Diabet dengan Konsumsi Rumput Laut Euceuma cottoni. J Perikanan. 11(1):116−124. Harini M, Astirin OP. 2009. Blood Cholesterol Levels of Hypercholesterolemic Rat (Rattus Norvegicus) After VCO Treatment. Bioscince. 1(2):53−58. Harland BF, Oberleas D. 2001. Effects of dietary fiber and phytate on the homeostasis and bioavailability of minerals. Di dalam: G.A. Spiller, editors. CRC Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition, 3 rd edition. Boca Raton: CRC Press. Herbey II, Ivankova NV, Katkoori VR, Mamaeva OA. 2005. Colorectal cancer and hypercholesterolemia: Review of current research. Exp Oncology. 27(3): 166−178. Hill JO, Peters JC. 2002. Biomarkers and functional foods for obesity and diabetes. British J Nutr. 88(2):213–218. Hofmann AF , Hagey LR. 2008. Bile acids: chemistry, pathochemistry, biology, pathobiology, and therapeutics . Cell Mol Life Sci. 65:2461–2483. Horigome BTE, Sakaguchi, Kishimoto C. 1992. Hypocholesterolemic effect of banana (Musa saentum L Var Cavendishii) pupl in the rat fed on a cholesterol containing diet. British J Nutr. 68:1360−1365. Houten SM , Watanabe M , Auwerx J. 2006 Endocrine functions of bile acids . EMBO J. 25:1419–142. Houston DF. 1972. Rice Bran and Polish. Di dalam Houston DF, editor. Rice: Chemistry and Technology. St Paul:The American of Cereal Chemistry Inc. Minessota. Hundermer JK, Nabar SP, Shriver BJ, Forman LP. 1991. Dietary sources lower blood cholesterol in C 57 BL/6 Mice. J Nutr. 121:1360−1365. Jang MJ, Wang MH. 2009. Effect of fermented soybean-derived chung koo kjang on diet-induced hyperlipidemia in Bio FIB hamsters. Food Biotechnol. 23(1): 74−82. doi:10.1080/08905430802672020.
129 Jariwalla RJ. 2002. Add some rice to your life. Advances in rice-based products with potential benefits to health. Summary of Symposium. http://www.thehormoneshop.com/oryzanol.html. (14 Februari 2002). Jenkins D, Kendall C, Faulkner D, Nguyen T, Kemp T, Marchie A, Wong J, Souza R, Emam A, Vidgen E, Trautwein E, Lapsley K, Holmes C, Josse R, Leiter L, Connelly P, Singer W. 2006. Assessment of the longer-term effects of a dietary portfolio of cholesterol-lowering foods in hypercholesterolemia. Am J Clin Nutr. 83:582−591. Jiao G, Yu G, Zhang J, Ewart HS. 2011. Chemical Structures and Bioactivities of Sulfated Polysaccharides from Marine Algae. Marine Drugs. 9:196−223 Jones PJH. 2008. Dietary agents that target gastrointestinal and hepatic handling of bile acidsand cholesterol. J Clin Lipid .2(2):4–10. Jonnalagadda SS, Thye FW, Robertson JL. 1993. Plasma total and lipoprotein cholesterol liver cholesterol and fecal cholesterol excreation in hamsters fed fiber diets. J Nutr. 123:1377−1382. Juliano BO. 1985. Rice Bran. Di dalam : Juliano BO, editor. Rice: Chemistry and Technology. 2nd Ed. St. Paul: The American Assosiation of Cereal Chemistry Inc. Minessota. Juliano BO. 1993. Rice in Human nutrition. Roma : Food and Agriculure Organization of The United Nations. Kahlon TS, Chow FI, Sayre RN. 1994. Cholesterol-lowerng properties of rice bran. J Cereal Food World. 39(2):99−102. Kahlon TS, Chow FI. 1997. Hypercholesterolemic effects of oat, rice, and barley dietary fiber and fractions. Cereal Foods World. 42(2):86−92. Kahlon TS, Chow FI, Chiu MM, Hudson CA, Sayre RN. 1996. Cholesterol – lowering by rice bran and rice bran oil unsaponifiable matter in hamsters. Cereal Chem. 73(1):69−74. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. 2007. 10th edition. New York: McGraw Hill Lange. hlm. 566−568. Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Pr. Keenan MJ, Zhou J, McCutcheon KL, Raggio AM, Bateman HG, Todd E, Jones CK, Tulley RT, Melton S, Martin RJ, Hegsted M. 2006. Effects of resistant starch, a non-digestible fermentable fiber, on reducing body fat. Obesity (Silver Spring)14:1523−1534.
130
Kris-Etherton PM, Shaomei Y. 1997. Individual fatty acid effects on plasma lipids and lipoproteins: human studies. Am J Clin Nutr. 65(Suppl): 1628S−1644S. Kritchevsky D. 1997. Cereal fiber and lipidemia. Cereal Foods World. 42(2):81−85. Kritchevsky D. 1999. Dietary fibre in health and disease: An overview. Asia Pasific J Clin Nutr. 8(Suppl.):S1−S2. Kromhout D. 2001. Epidemiology of cardiovascular diseases in Europe. Public Health Nutr. 4(2B):441−457. Kruit JK , Plosch T , Havinga R , Boverhof R , Groot PH , Groen AK , Kuipers F (2005) Increased fecal neutral sterol loss upon liver X receptor activation is independent of biliary sterol secretion in mice. Gastroenterology. 128:147–156 Kumar V, Abbas A, Fausto N, Mitchell R. 2007. Robin’s Basic Pathology. 8th edition. New York: Saunders Elsevier. hlm. 388–390. Kwiterovich PO Jr. 2000. The metabolic pathways of high-density lipoprotein, low-density lipoprotein, and triglycerides: a current review. Am J Cardio. 86(suppl):5L–10L Labropolus KC, Niesz DE, Danfotrh SC, Kevrekidis PG. 2002. Dynamic rheology agar gels : theory and experiments. Part I. Development of a rheological model. Carbohydrate Polymer. Elsevier. hlm. 393−406. Lai VMF, Wong PA-L, LII C-Y. 2000. Effects of cation properties on sol-gel transition and gel properties of �-carrageenan. J Food Sci. 65(8): 1332− 1336. Lampe JW. 1999. Health effect of vegetable and fruit : Assassing mechanism of action in human experimental studies. Am J Clin Nutr. 70(3)475S−490S. Lattimer JM, Haub MD. 2010. Effects of dietary fiber and its components on metabolic health. Nutrients.2:1266−1289. Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology, Ulilization, and Nutrition. New York: Champan and Hall. Leskanish CO, Noble RC. 1997. Manipulation of the n-3 polyunsaturated fatty acid composition of avian meat. World’s Poult Sci J. 53:156−182. Leson S, Summers JD. 1991. Commercial Poultry Nutrition. Canada: University Books Published.
131
Lehninger AL. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 2. M. Thenawijaya Penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lewis GF, Rader DJ. 2005. New Insights Into the Regulation of HDL Metabolism and Reverse Cholesterol Transport. Circ Res. 96:1221−1232 Lin Y, Meijer GW, Vermeer MA, Trautwein EA. 2004. Soy protein enhances the cholesterollowering effect of plant sterol esters in cholesterolfed hamsters. J Nutr. 134:143−148. Lichtman AH, Clinton SK, Iiyama K, Connelly PW, Libby P, Cybulsky MI. 1999. Hyperlipidemia and atherosclerotic lesion development in LDL receptordeficient mice fed defined semipurified diets with and without cholate/ Arterioscler Thromb Vasc Biol. 19:1938−1944. Lo GS, Moore WR, Gordon DT. 1991. Physiological effects and Functional Properties of Dietary Fibre Sources. Di dalam: Goldberg I, Williams R, editor. Biotechnology and Food Ingredients. New York: Van Nostrand. hlm. 153−191. Luh BS, Barber S, Barber CB. 1991. Rice bran : Chemistry and Technology. Di dalam: Luh BS, editor. Utilization Rice Bran. Vol. II. 2nd edition. New York: Van Nostrand Reinhold. Lunn J, Buttriss JL. 2007. Carbohydrates and dietary fibre. British Nutrition Foundation. Nutr Bul. 32:21–64. Lupton JR, Turner D. 2000. Dietary Fiber. Di dalam: Biochemical and Physiological Aspects of Human Nutrition. London: WB Sounders Company. Lutgens E, Daemen MJAP. 2004. HMG-CoA reductase inhibitors: lipidlowering and beyond. Drugs Discovery Today: Therapeutics Strategist. 1:189−194. Lyly M, Soini E, Rauramo U, Bjorck ME. 2004. Perceived role of fibre in healthy diet among Finnish consumers. J Hum Nutr. 126:458−461. Lyndorf LG, Korsholm TL, Falk E. 2001. The Concept of Atherosclerotic Plaque Destabilization. Di dalam: Occlusive Arterial Disease: The Interface among Dyslipidemias, Hypertension and Diabetes mellitus. Vol. 4. Schattauer, Sttugart. hlm. 75−92. Ma J, Sehgal NL, Ayanian JZ, Stafford RS. 2005. National Trends in Statin Use by Coronary Heart Disease Risk Category. PLoS Med 2(5): e123. doi:10.1371/journal.pmed.0020123
132 Ma YS, Griffith JA, Chasan-Taber L. Olendzki BC, Jackson E, Stanek EJ, Li WJ, Pagoto SL, Hafner AR, Ockene IS. 2006. Association between dietary fiber and serum C-reactive protein. Am J Clin Nutr. 83:760−766. Marks DB, Marks AD, Smith CM. 1996. Basic Medical Biochemistry. Baltimore: William & Walkins A Waverly Company. Marinho-Soriano E. 2001. Agar polysacharides from Gracilaria species (Rhodophyta, Gracilariaceae). J Biotech. 89:81−84 Martinez V, Newman R, Newman W. 1992. Barley diets with different fat sources have hypocholesterolemic effects in chicks. J Nutr. 122: 1070−1076. Matos SL, de Paula H, Pedrosa ML, dos Santos RC, de Oliveira EL, Chianca DA, Silva ME. 2005. Dietary Models for Inducing Hypercholesterolemia in Rats Brazilian. Arch BioTech. 48(2): 203−209 Mayes PA. 1995. Biokimia Harper. Edisi 22. Hartono A, penerjemah. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Terjemahan dari : Harper’s Biochemistry. McKinney JM, Davidson MH, Jacobson TA, Guyton JR. 2006. Final conclusions and recommendations of the National Lipid Association. Statin Safety Assessment Task Force. Am J Cardiol. 97: 89S−94S. Milias GA, Panagiotakos DB, Pitsavos C, Xenaki D, Panagopoulos G, Stefanadis C. 2006. Prevalence of self-reported hypercholesterolaemia and its relation to dietary habits, in Greek adults; a national nutrition & health survey. Lipids in Health and Disease. 5:5. Mikuˇsov´a L, ˇSturd´ık E, Moˇsovsk´a S, Brindzov´a L, Mikulajov´a A. 2009. Development of new bakery products with high dietary fibre content and antioxidant activity for obesity prevention. Di dalam: Proceedings of 4th International Dietary Fibre Conference. Vienna, Austria: International Association for Cereal Science and Technology. hlm. 185−193. Milo L.OHR. 2005. Functional fatty acids. J Food Technol 59:63−65 Moeliandari F, Wijaya A. 2002. Metabolism and anti-atherosclerotic mechanisms of HDL, a new perspective. Jakarta: Prodia. Moeliandari F, Wijaya A. 2002. Metabolisme dan mekanisme anti-aterosklerotik dari HDL, suatu pandangan baru. Tersedia http:/www.Prodia.co.id/files/FD/f diag.4.2002.pdf. (23 Mei 2012) Moghadasian MH. 2002. Experimental atherosclerosis: a historical overview. Life Sci. 70:855−865.
133 Moghadasian MH, Frohlich JJ, McManus BM. 2001. Advances in experimental dyslipidemia and atherosclerosis. Lab. Invest. 81:1173−1183. Mongeau R. 2003. Dietary fiber. Di dalam: Macrae R, Robinson RK, Sadler MJ, editor. Encyclopedia of food science and nutrition. New York: Academic Press. hlm. 1362–1387. Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2, Edisi 4. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Morgan JH dan Armstrong DJ. 1987. Formation of cholesterol-5,5 epoxides during spray drying of egg yolk. J Food Sci. 52:1224−1227. Muir JG.1999. Location of colonic fermentation events: Importance of combining resistant starch with dietary fibre. Asia Pacific J Clin Nutr. 9: 8(Suppl.): S14−S21. Murray, RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VM. 2003. Biokimia Harper. Alexander dan Andry Hartono, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry. Murkerjee KD, Hills. 1994. Lipase from Plants. Di dalam: Wooley P, editor. Lipases : Their Structures. Cambridge : Cambridge University Pr. Murray CJL, Lopez AD. 1994. Global Comparative Assessments in the Health Sector. Geneva: World Health Organization. Nainggolan O, Adimunca C. 2005. Diet sehat dengan serat. Cermin Dunia Kedokteran. 147:43-46. Nagengast FM, Grubben MJ, van Munster IP. 1995. Role of bile acids in colorectal carcinogenesis. Eur J Cancer. 31(a):1067–70. National Heart Foundation of Australia. 1999. A review of the relationship between dietary fat and cardiovascular disease. Nutr Dietetics. 56: S1−S22. Nimpf J dan Schneider WJ. 1991.Receptor-mediated lipoprotein transport in laying hens. J Nutr. 121:1471−1474. Noble RC. 1987. Egg lipids. Dalam Egg Quality-Current Problems and Recent Advances. Wells RG dan Belyavin CJ editor. London: Butterworths. Osono, Y., L. A. Woollett, J. Herz, and J. M. Dietschy. 1995. Role of the low density lipoprotein receptor in the flux of cholesterol through the plasma and across the tissues of the mouse. J Clin Invest. 95:1124−1132.
134 Ou S, Kin-Chor K, Li Y, Fu L. 2001. In vitro study of possible role of dietary fiber in lowering postprandial serum glucose. J Agri Food Chem. 49:1026−1029. Page C, Curtis M, Walker M, Hoffman B. 2006. Integrated Pharmacology 3rd ed. Mosby Elsevier. hlm. 325–326. Otunola GA, Oloyede OB, Oladiji AT, Afolayan AA. 2010. Effects of dietinduced hypercholesterolemia on the lipid profile and some enzyme activities in female Wistar rats. Africa J Biochem Res. 4(6):149−154. Page C, Curtis M, Walker M, Hoffman B. 2006. Integrated Pharmacology 3rd ed. Mosby Elsevier. hlm. 325–326. Paget GE, Barnes JM. 1964. Toxicity Tests. Di dalam Laurence DR, Bacharach AL., editor. Evaluation of Drug Activities : Pharmacometrics. Vol. 1. London: Academic Pr. hlm. 135−165. Panlasigui LN, Baello OQ, Dimatangal JM, Dumelod BD. 2003. Blood cholesterol and lipid-lowering effect of carrageenan on human volunteers. Asia Pacific J Clin Nutr. 12(2):209−214. Pellizon MA . 2008 . Diet-induced atherosclerosis/hypercholesterolemia in rodent models. Brief scientific literature review. Tersedia : www.researchdiets.com/pdf/product/atherosclerosis_3%page.pdf. (5 April 2012) Pereira MA, O’Reilly E, Augustsson K, Fraser GE, Goldbourt U, Heitmann BL, Hallmans G, Knekt P, Liu SM, Pietinen P, Spiegelman D, Stevens J, Virtamo J, Willett WC Ascherio A. 2004. Dietary fiber and risk of coronary heart disease - a pooled analysis of cohort studies. Arch Intern Med. 164:370−376. Pereira MA, Ludwig DS. 2001. Dietary fiber and body weight regulation: observations and mechanisms. Pediatr Clin Nor Am. 48:969–980. Philips GO, Williams PA. 2009. Handbook of Hydrocolloids. Cambridge England: Woodhead Pub Lmtd. hlm. 82-105. Potter JD. 1999. Colorectal cancer: molecules and populations. J Natl Cancer Invest. 91:916–32. Praiboon JJ, Chirapart A, Akakabe Y, Bhumibhamond O, Kajiwarac T. 2006. Physical and Chemical Characterization of Agar Polysaccharides Extracted from the Thailand and Japanese Species of Gracilaria. Sci Asia. 32 Supplement 1:11−17.
135 Qureshi AA, Sami SA, Khan FA. 2002. Effects of stabilized rice bran, its soluble and fiber fractions on blood glucose levels and serum lipid parameters in humans with diabetes mellitus Types I and II. J Nutr Biochem. 13:175−187. Rasmussen, H, Guderian D, Wray C, Dussault P, Schlege V, Carr T. 2006. Reduction in cholesterol absorption is enhanced by stearateenriched plant sterol esters in hamsters. J Nutr.136: 2722−2727. Raggio AM, Bateman HG, Todd E, Jones CK, Tulley RT, Melton S, Martin RJ, Hegsted M. 2006. Effects of resistant starch, a non-digestible fermentable fiber, on reducing body fat. Obesity (Silver Spring). 14: 1523−1534. Ren D, Noda H, Amano H, Nishino T, Nishizawa K. 1994. Study on antihypertensive and hyperlipidemic effects of marine algae. J Fish Sci. 60:83−88. Reine WFP, Trono 2002. Plant Resources of South-East Asia. Bibliografy 15 : Cryptogams : Algae. Bagian ke-1 [bibliografi]. Bogor : Prosea Foundation. Rerkasem K, Gallagher PJ, Grimble RF, Calder PC, Shearman CP. 2008. Managing hypercholesterolemia and its correlation with carotid plaque morphology in patients undergoing carotid endoterectomy (A Review). Vasc Health Risk Mgmt. 4(6):1259−1264. Rideout TC, Yuan Z, Bakovic M. 2007. Guar gum consumption increases hepatic nuclear SREBP2 and LDL receptor expression in pigs fed an atherogenic diet. J Nutr. 137:568–5372. RideoutTC, Harding SV, Jones PJH, Fan MZ. 2008. Guar gum and similar soluble fibers in the regulation of cholesterol metabolism: Current understandings and future research priorities. Vasc Health Risk Mgmt. 4(5):1023–1033. Ridlon JM, Kang DJ, Hylemon PB. 2006. Bile salt biotransformations by human intestinal bacteria. J Lipid Res. 47:241–59. Romanoff AL, Romanoff AJ. 1963. The Avian Egg. 2nd edition. New York: John Willey & Sons Inc. Romero JB, Villanueva RD, Montano MNE. 2008. Stabillity of agar in the seaweed Gracilaria eucheumatoides (Gracilariales, Rhodophyta) during postharvest storage. Biores Tech. 99: 8151−8155. Ros E. Intestinal absorption of triglyceride and cholesterol. 2000. Dietary and pharmacological inhibition to reduce cardiovascular risk. Atherosclerosis. 151:357−379.
136 Roy S, Freake HC, Fernández ML. 2002. Gender and hormonal status affect the regulation of hepatic cholesterol 7alpha-hydroxylase activity and mRNA abundance by dietary soluble fiber in the guinea pig. Atherosclerosis, 2002 163: 29−37. Scotti E , Gilardi F , Godio C , Gers E , Krneta J , Mitro N , De FE , Caruso D , Crestani M. 2007 Bile acids and their signaling pathways: eclectic regulators of diverse cellular functions. Cell Mol Life Sci. 64:2477–2491. Schneeman BO. 1999. Fiber, inulin and oligofructose: similarities and differences. J Nutr. 129:1424S–1427S. Scientific Comittee on Food (SCF). 2003. Opinion of the Scientific Committee on Food on Carrageenan. expressed on 5 March 2003. Health & Consumer Protection Directorate-General. European Commission. hlm.5−6. Seetharamaiah GS, dan Chandrasekhara N. 1989. Studies on hypocholesterolemic activity of rice bran oil. Atherosclerosis 78(2-3): 219−223. Sehayek E, Ono JG, sarah Shefer S, Nguyen LB, Wang N, Batta AK, Salen G, Smith JD, Tall AR, Breslow JL. 1998. Biliary cholesterol excretion: A novel mechanism that regulates dietary cholesterol absorption. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 95:10194−10199 Sendra E, Fayos P, Lario Y, Fernandez-Lopez J, Sayas-Barbera E, Perez-Alvarez JA. 2008. Incorporation of citrus fibers in fermented milk containing probiotic bacteria. Food Microbiol. 25(1):13–21. Seneviratne KN, Kotuwegedara RT, Ekanayake S. 2011. Serum cholesterol and triglyceride levels of rats fed with consumer selected coconut oil blends. Int Food Res .8(4): 1303−1308. Sharma A, Yadav BS, Ritika B. 2008. Resistant starch: physiological roles and food applications. Food Rev Int. 24:193–234. Shepherd J. 2001. The role of the exogenous pathway in Hypercholesterolaemia. European Heart J Supp. 3 (Supplement E): E2–E5. Smaolin LA, Grosvenor MB. 1997. Nutrition: Science and Applications. 2nd edition. New York: Saunders College Publishing. Sihombing M, Raflizar. 2010. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit (Galur CBS_Swiss) dan Tikus Putih (Galur Wistar) di Laboratorium Hewan Percobaan Puslitbang Biomedia dan Farmasi. Media Libang Kesehatan, 10(1):33−40. Silalahi J. 2000. Hypocholesterolemic Factors in Foods: A Review. Indonesian Food Nutr Prog. 7(1): 26−35.
137 Simatupang A. 1997. Cholesterol, hypercholesterolemic and the drugs against it – a review. Cermin Dunia Kedokteran 116 :5−12 Sirait CH. 1986. Telur dan Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian dan pengembangan Peternakan Bogor. Sitepoe M. 1993. Kolesterol Fobia, Keterkaitannya dengan Penyakit Jantung. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Siwi BH, dan Darmadjati DS. 1986. Perkembangan dan kebijaksanaan produksi beras nasional. Konsultasi teknis pengembangan industri pengolahan beras non nasi. Kerjasama Proyek Penelitian, Badan Litbang Industri, Departemen Perindustrian dengan Pusbangtepa/FTDC-IPB. Jakarta 18 Maret. Slavin JL, Stewart M, Timm D, Hospattankar A. 2009. Fermentation patterns and short- chain fatty acid (scfa) profiles of wheat dextrin and other functional fibers. Di dalam: Proceedings of 4th International Dietary Fibre Conference. Vienna, Austria: International Association for Cereal Science and Technology. hlm 355−365. Slavin JL. 2005. Dietary fiber and body weight. Nutrition 21:411−418. Sparow CP, Burton CA, Hernandez M, Mundt S, Hassing H, Patel S, Rosa R, Hermanowski-Vosatka A, Wang P-R, Zhang D, Peterson L, Detmers PA, Chao Y-S, Wright SD. 2001. Simvastatin has anti-inflammatory and antiatheosclerotic activities independent of plasma cholesterol lowering. Arterioscl Thromb Vasc Biol. 21:115−121. Spicer. 2002. Effect of high-fat diet on body composition and hormone responses to glucose tolerance tests. Endocrinology. 19:327–332. Story, JA, Furumoto EJ, Buhman KK. 1997. Dietary fiber and bile acid metabolism an update. Adv Exp Med Biol. 427:259−266. Stryer L. 2000. Biokimia. Edisi 4, volume 2. Sadikin M, penerjemah; Zahir SS, Setiadi E, editor. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari Biochemistry. Streppel MT, Ocke MC, Boshuizen HC, Kok FJ, Kromhout D. 2008. Dietary fiber intake in relation to coronary heart disease and all-cause mortality over 40 y: The Zutphen Study. Am J Clin Nutr. 88:1119−1125. Subbulakshmi G. 2005. Dietary fiber in health and disease. Quarterly Med Rev. 56(4):1−31
138 Sudha MR, Chauhan P, Dixit, Babu S, Jamil K. 2009. Probiotics as complementary therapy for hypercholesterolemia. Biology and Medicine. 1(4): Rev4. Suryani A, Hambali E, Rivai M. 2004. Membuat Aneka Selai. Jakarta : Penebar Swadaya. hlm. 20−49. Suyatna FD. 2009. Hipolipidemik. Di dalam Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Edisi kelima. Jakarta: Universitas Indonesia Pr. hlm.373−388. Suzuki T, Nakai K, Yoshi Y, Shirai T, Hirano T. 1993. Effect of sodium alginates rich in guluronic and mannuronic acids on cholesterol levels and digestive organs of high-cholesterol-fed rats. Nippon Suisan Gakkaishi. 59:545−551. Takano R, Hayasi K, Hara S. 1995. Highly methylated agars with high gelmelting point from the red seaweed, Gracilaria Euchumoides. Phytochemistry. 95: 487−91. Tapsell LC. 2004. Diet and metabolic syndrome: where does resistant starch fit in? J Assoc Anal Chem Int. 87(3):756–60. Teixeira SR, Potter SM, Weigel R, Hannum S, Erdman JWJ Hasler CM. 2000. Effects of feeding 4 levels of soy protein for 3 and 6 week on blood lipids and apolipoproteins in moderately hypercholesterolemic men. Am J Clin Nutr. 71: 1077−1084. Thomsen A, Hansen H, Christiansen C, Green H, Berger A. 2004. Effect of free plant sterols in low-fat milk on serum lipid profile in hypercholesterolemic subjects. Eur J Clin Nutr. 58: 860−870. Tharanathan RN, Mahadevamma S. 2003. Grain legumes: a boon to human nutrition. Trends Food Sci Technol. 14:507–18. Theuwissen E, Mensink RP. 2008. Water soluble dietary fibers and cardiovascular disease. Phys Behav. 94:285–92. Tobacman JK. 2001. Review of Harmful Gastrointestinal Effects of Carrageenan in Animal Experiments. Environ Health Perspec. 109:983–994. Topping DL, Bajka BH, Bird AR, Clarke JM, Cobiac L, Conlon MA, Morell MK, Toden S. 2008. Resistant starches as a vehicle for delivering health benefits to the human large bowel. Microbial Ecology Health Disease. 20(2):103–8.
139 Thomas C , Auwerx J , Schoonjans K. 2008. Bile acids and the membrane bile acid receptor TGR5–connecting nutrition and metabolism. Thyroid. 18:167–174. Tsuji S. Kuzuya H. 2004. The Significance of Lifestyle as a Risk Factor for The Metabolic Syndrome. Nippon Rinsho. 62(6):1047−52. van Bennekum AM, Nguyen DV, Schulthess G. 2005. Mechanisms of cholesterol-lowering effects of dietary insoluble fibres: relationships with intestinal and hepatic cholesterol parameters. British J Nutr. 94:331–337. van der Velde AE , Vrins CL , van den O K , Kunne C , Oude Elferink RP , Kuipers F , Groen AK. 2007. Direct intestinal cholesterol secretion contributes significantly to total fecal neutral sterol excretion in mice . Gastroenterology. 133 : 967–975. Venugopal V. 2009. Marine Products for Healthcare. Functional and Bioactive Nutraceutical Compounds from the Ocean. USA: CRC Press. hlm. 297−332. Verd JC, Peris C, Alegret M, Díaz C, Hernández G, Vázquez M, Adzet T, Laguna JC, Sánchez RM. 1999. Different effect of simvastatin and atorvastatin on key enzymes involved in VLDL synthesis and catabolism in high fat/cholesterol fed rabbits. British J Pharmacol. 127: 1479−1485. Vergara-Jimenez M, Conde K, Erickson SK. 1998. Hypolipidemic mechanisms of pectin and psyllium in guinea pigs fed high fat-sucrose diets: alterations on hepatic cholesterol metabolism. J Lipid Res. 39:1455–1465. van Bennekum AM, Nguyen DV, Schulthess G. 2005. Mechanisms of cholesterol-lowering effects of dietary insoluble fibres: relationships with intestinal and hepatic cholesterol parameters. British J Nutr. 94:331–337. Vaughan CJ, Goto AM and Basson CT. 2000. The evolving role of statins in the management of atheosclerosis. J Am Col Cardiol. 35:1−10. Wang Y. 2001 Croos-National comparison of chihood obesity : The epidemic and the relationship between obesity and socioeconomic status. Int J Epidemiol. 30:1129−1136 Wang DQ , Paigen B , Carey MC. 2001. Genetic factors at the enterocyte level account for variations in intestinal cholesterol absorption efficiency among inbred strains of mice. J Lipid Res. 42:1820–1830. Wagstaff LR, Mitton MW, Arvik BM, Doraiswamy PM. 2003. Statin-associated memory loss: analysis of 60 case reports and review of the literature. Pharmacotherapy. 23(7):871−80. PMID:12885101
140 Wassmann S, Faul A, Hennen B, Scheller B, Bohm M, Nickenig G. 2003. Rapid effect of 3-hidroxy-3-methylglytaryl Coenzime A reductase inhibition on coronary endothelial function. Circulations. 93:e98−e103. Williams SR. 1973. Nutrition and Diet Therapy. Second Ed. Saint Louis: The CV. Mosby Company. Wilson T, Nicolosi R, Delaney B, Chadwell K, Moolchandani V, Kotyla T, et al. 2004. Reduced and high molecular weight barley-glucans decrease plasma total and non-HDLcholesterol in hypercholesterolemic Syrian golden hamsters. J Nutr. 134: 2617−2622. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : MBrio Press. hlm. 41−55. Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. hlm. 58−71. Wiradimadja R. 2007. Dinamika status kolesterol puyuh Jepang (Cortunix cortunix japonica) diberi daun katuk (Sauropus androgynus L Merr) dalam ransum. Bogor. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Tidak dipublikasi. Wolf G. 1996. High fat, high cholesterol diet raises plasma HDL cholesterol: Studies on the Mechanism of this effect. Nut Rev. 54:34−35. Wong JM, Jenkins DJ. 2007. Carbohydrate digestibility and metabolic effects. J Nutr. 137:2539S−2546S. Woods SC, Seeley RJ, Rushing PA, D’Alessio D, Tso P. 2003. A controlled highfat diet induces an obese syndrome in rats. J Nutr. 133:1081–1087. World Health Organization (WHO). 2006. Mortality Country Fact Sheet 2006. Avalaible from: World Health Statistic 2006 World Health Organization (WHO). 2008. Safety Evaluation of Certain Food Additves and Contaminants. FAO/WHO, JECFA. Rome. International Programme On Chemical Safety. hlm. 65−82. World Health Organization. 2000. Kardio and Stroke Interactive. Jakarta: Yayasan Peduli Jantung dan Stroke. Ylitalo R, Lchtinen S, Wuolijoki E, Ylitalo P. 2002. Cholesterol lowering properties and safety of chitosan. Arzneimittelforschung. 52:1−7. Yu SJ, Derr J, Etherton TD, Kris-Eltherton PM. 1995. Plasma cholesterol predictive equations demonstrate that stearic acid is neutral and mono unsaturated fatty acids are hypocholesterolemia. Am J Clin Nutr. 61:1129−1139.
141 Yunizal. 2002. Teknologi Ekstraksi Agar-agar dari Rumput Laut Merah (Rhodophyceae). Jakarta : Balai Riset Kelautan dan PerikananDepartemen Kelautan dan Perikanan. hlm. 63. Zimber A , Gespach C. 2008. Bile acids and derivatives, their nuclear receptors FXR, PXR and ligands: role in health and disease and their therapeutic potential . Anticancer Agents Med Chem. 8:540–563. Zhang JX, Lundin E, Hallmans G, Adlercreutz H, Andersson H, Bosaeus I, Aman P, Stenling R, Dahlgren S. 1994. Effect of Rye Bran on Excretion of BileAcids, Cholesterol, Nitrogen, and Fat in Human-Subjects with Ileostomies. Am J Clin Nutr.59:389−394.
Zhou K, Xia W, Zhang C, Yu L. 2006. In vitro binding of bile acids and triglycerides by selected chitosan preparation and their physicochemical properties LWT. Food Sci Technol. 39:1087−1092.
142 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisis statistik RAL faktorial bobot badan mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 15 1058.595315 70.573021 13.84 <.0001 Galat 64 326.268960 5.097952 Total 79 1384.864275 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 6.043333 2.257865 37.36125 0.764404 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Waktu 3 287.2992450 95.7664150 18.79 <.0001 Kadarlemak 3 597.9800250 199.3266750 39.10 <.0001 Waktu*Kadarlemak 9 173.3160450 19.2573383 3.78 0.0007 __________________________________________________________________
Lampiran 2. Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. __________________________________________________________________ Sumber keragaman KT F-hit Pr > F DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 15 52457.50119 3497.16675 24.44 <.0001 Galat 64 9156.24792 143.06637 Total 79 61613.74911 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.851393 10.20265 11.96104 117.2346 __________________________________________________________________ Sumber DB Anova KT F-hit Pr > F keragaman __________________________________________________________________ Waktu 3 22078.24674 7359.41558 51.44 <.0001 Kadarlemak 3 22138.67390 7379.55797 51.58 <.0001 Waktu*Kadarlemak 9 8240.58056 915.62006 6.40 <.0001 __________________________________________________________________
143 Lampiran 3. Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 15 5487.49455 365.83297 2.11 0.0205 Galat 64 11103.40912 173.49077 Total 79 16590.90367 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.330753 16.05496 13.17159 82.04063 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Waktu 3 3407.213754 1135.737918 6.55 0.0006 Kadarlemak 3 1789.082294 596.360765 3.44 0.0219 291.198501 32.355389 0.19 0.9949 Waktu*Kadarlemak 9 __________________________________________________________________
Lampiran 4. Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. __________________________________________________________________ JK KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB __________________________________________________________________ Perlakuan 15 784.219970 52.281331 1.10 0.3744 64 3041.058156 47.516534 Galat Total 79 3825.278126 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.205010 11.55278 6.893224 59.66723 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Waktu 3 34.3012603 11.4337534 0.24 0.8677 Kadarlemak 3 357.4213275 119.1404425 2.51 0.0668 Waktu*Kadarlemak 9 392.4973822 43.6108202 0.92 0.5157 __________________________________________________________________
144 Lampiran 5. Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 15 43034.23507 2868.94900 29.87 <.0001 Galat 64 6147.53046 96.05516 Total 79 49181.76553 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.875004 23.81194 9.800774 41.15908 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Waktu 3 19133.16432 6377.72144 66.40 <.0001 Kadarlemak 3 15415.47471 5138.49157 53.50 <.0001 9 8485.59604 Waktu*Kadarlemak 942.84400 9.82 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 6. Hasil analisis statistik RAL faktorial konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi diet hiperkolesterolemik pada kadar lemak dan hari pemberian diet berbeda. _________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F _________________________________________________________________ Perlakuan 15 3359.713660 223.980911 5.25 <.0001 Galat 64 2732.451810 42.694560 Total 79 6092.165470 _________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.551481 11.18116 6.534107 58.43854 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Waktu 3 1139.046024 379.682008 8.89 <.0001 Kadarlemak 3 1777.928938 592.642979 13.88 <.0001 Waktu*Kadarlemak 9 442.738698 49.193189 1.15 0.3406 __________________________________________________________________
145 Lampiran 7. Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 46.0773500 11.5193375 3.82 0.0183 Galat 20 60.3002500 3.0150125 Total 24 106.3776000 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.433149 4.619750 1.736379 37.58600 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 46.07735000 11.51933750 3.82 0.0183 __________________________________________________________________
Lampiran 8. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 40886.01538 10221.50385 86.77 <.0001 20 2356.10696 117.80535 Galat Total 24 43242.12234 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.945514 5.943936 10.85382 182.6032 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 40886.01538 10221.50385 86.77 <.0001 __________________________________________________________________
146 Lampiran 9. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 13588.77104 3397.19276 13.76 <.0001 Galat 20 4937.27554 246.86378 Total 24 18526.04658 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.733495 10.32918 15.71190 152.1118 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ 4 13588.77104 3397.19276 13.76 <.0001 Perlakuan __________________________________________________________________
Lampiran 10. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 4 17173.13330 4293.28332 21.34 <.0001 Galat 20 4023.37932 201.16897 Total 24 21196.51262 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.810187 13.09466 14.18340 108.3144 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 17173.13330 4293.28332 21.34 <.0001 __________________________________________________________________
147 Lampiran 11. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). _________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F _________________________________________________________________ Perlakuan 4 22939.35754 5734.83939 87.75 <.0001 Galat 20 1307.13656 65.35683 Total 24 24246.49410 _________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.946090 18.86541 8.084357 42.85280 _________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F _________________________________________________________________ Perlakuan 4 22939.35754 5734.83939 87.75 <.0001 _________________________________________________________________
Lampiran 12. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). _________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F _________________________________________________________________ Perlakuan 4 2082.844744 520.711186 6.66 0.0014 Galat 20 1563.066200 78.153310 Total 24 3645.910944 _________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.571282 17.24398 8.840436 51.26680 _________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F _________________________________________________________________ Perlakuan 4 2082.844744 520.711186 6.66 0.0014 _________________________________________________________________
148 Lampiran 13. Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 0.91097544 0.22774386 4.64 0.0082 Galat 20 0.98197840 0.04909892 Total 24 1.89295384 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.221583 1.258920 0.481245 17.60102 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 0.91097544 0.22774386 4.64 0.0082 __________________________________________________________________
Lampiran 14. Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi agar (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi agar (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi agar 5% (AG10), 12% (AG12), dan 18% (AG14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 6.09646424 1.52411606 43.57 <.0001 Galat 20 0.69962600 0.03498130 Total 24 6.79609024 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.897055 14.45922 0.187033 1.293520 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 6.09646424 1.52411606 43.57 <.0001 __________________________________________________________________
149 Lampiran 15. Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 28.5064640 7.1266160 1.39 0.2745 Galat 20 102.8506400 5.1425320 Total 24 131.3571040 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 6.111254 2.267715 37.10720 0.217015 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 28.50646400 7.12661600 1.39 0.2745 __________________________________________________________________
Lampiran 16. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 4 35314.23098 8828.55774 32.82 <.0001 Galat 20 5380.57088 269.02854 Total 24 40694.80186 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.867782 9.323734 16.40209 175.9176 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 35314.23098 8828.55774 32.82 <.0001 __________________________________________________________________
150
Lampiran 17. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 13396.33194 3349.08298 17.40 <.0001 Galat 20 3849.89308 192.49465 Total 24 17246.22502 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.776769 11.61857 13.87424 119.4144 __________________________________________________________________ Anova KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB __________________________________________________________________ Perlakuan 4 13396.33194 3349.08298 17.40 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 18. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 21975.37494 5493.84374 36.62 <.0001 Galat 20 3000.39080 150.01954 Total 24 24975.76574 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.879868 10.63984 12.24825 115.1168 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 21975.37494 5493.84374 36.62 <.0001 __________________________________________________________________
151
Lampiran 19. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 11614.26794 2903.56699 44.96 <.0001 Galat 20 1291.72228 64.58611 Total 24 12905.99022 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.899913 22.16050 8.036549 36.26520 __________________________________________________________________ F-hit Pr > F Sumber keragaman DB Anova KT Perlakuan 4 11614.26794 2903.56699 44.96 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 20. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 4 53.528960 13.382240 0.24 0.9100 20 1097.895240 54.894762 Galat Total 24 1151.424200 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.046489 17.94145 7.409100 41.29600 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 53.52896000 13.38224000 0.24 0.9100 __________________________________________________________________
152
Lampiran 21. Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 2.17796056 0.54449014 9.21 0.0002 Galat 20 1.18203200 0.05910160 Total 24 3.35999256 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.648204 18.47664 0.243108 1.315760 __________________________________________________________________ F-hit Pr > F Sumber keragaman DB Anova KT __________________________________________________________________ 2.17796056 0.54449014 9.21 0.0002 Perlakuan 4 __________________________________________________________________
Lampiran 22. Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi karagenan (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi karagenan (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi karagenan 15% (KR10), 30% (KR12), dan 46% (KR14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 6.77095120 1.69273780 62.41 <.0001 Galat 20 0.54248280 0.02712414 Total 24 7.31343400 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.925824 12.68439 0.164694 1.298400 _________________________________________________+_______________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 6.77095120 1.69273780 62.41 <.0001 __________________________________________________________________
153
Lampiran 23. Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 55.46797600 13.86699400 15.92 <.0001 Galat 20 17.41680000 0.87084000 Total 24 72.88477600 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.761037 2.597500 0.933188 35.92640 __________________________________________________________________ Anova KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB __________________________________________________________________ Perlakuan 4 55.46797600 13.86699400 15.92 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 24. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 24446.70414 6111.67603 34.06 <.0001 Galat 20 3588.95088 179.44754 Total 24 28035.65502 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.871986 7.788511 13.39580 171.9944 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 24446.70414 6111.67603 34.06 <.0001 __________________________________________________________________
154 Lampiran 25. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 26419.43266 6604.85817 12.78 <.0001 Galat 20 10339.75812 516.98791 Total 24 36759.19078 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 22.73737 135.2008 0.718716 16.81748 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 26419.43266 6604.85817 12.78 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 26. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 4 10610.57306 2652.64326 21.96 <.0001 Galat 2415.46748 120.77337 20 Total 24 13026.04054 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.814566 9.944668 10.98969 110.5084 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 10610.57306 2652.64326 21.96 <.0001 __________________________________________________________________
155 Lampiran 27. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 8745.13874 2186.28469 22.99 <.0001 Galat 20 1901.89208 95.09460 Total 24 10647.03082 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 9.751646 34.44520 0.821369 28.31061 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 8745.138744 2186.284686 22.99 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 28. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ JK KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB __________________________________________________________________ Perlakuan 4 297.350920 74.337730 1.47 0.2488 20 1011.796280 50.589814 Galat Total 24 1309.147200 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.227133 15.66249 7.112652 45.41200 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 297.3509200 74.3377300 1.47 0.2488 __________________________________________________________________
156
Lampiran 29. Hasil analisis statistik RAL kolesterol hati mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 2.60251744 0.65062936 22.66 <.0001 Galat 20 0.57416400 0.02870820 Total 24 3.17668144 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.819257 17.04028 0.169435 0.994320 __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB Anova __________________________________________________________________ Perlakuan 4 2.60251744 0.65062936 22.66 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 30. Hasil analisis statistik RAL kolesterol feses mencit jantan yang diberi pakan normokolesterol tanpa suplementasi bekatul (K-), mencit hiperkolesterolemia yang tidak disuplementasi bekatul (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah disuplementasi bekatul 15% (BT10), 30% (BT12), dan 46% (BT14). __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 4 0.48675520 0.12168880 5.25 0.0047 Galat 20 0.46351080 0.02317554 Total 24 0.95026600 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.512230 20.96903 0.152235 0.726000 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 0.48675520 0.12168880 5.25 0.0047 __________________________________________________________________
157 Lampiran 31. Hasil analisis statistik RAL bobot badan mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 101.3956500 25.3489125 4.85 0.0068 Galat 20 104.6070000 5.2303500 Total 24 206.0026500 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 6.242142 2.286996 36.63800 0.492206 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 101.3956500 25.3489125 4.85 0.0068 __________________________________________________________________
Lampiran 32. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol total serum mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 25281.05741 6320.26435 30.11 <.0001 Galat 20 4197.69711 209.88486 Total 24 29478.75452 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.857603 9.623123 14.48740 150.5478 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 25281.05741 6320.26435 30.11 <.0001 __________________________________________________________________
158 Lampiran 33. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi trigliserida mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). _________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 7270.94933 1817.73733 4.36 0.0107 Galat 20 8341.94661 417.09733 Total 24 15612.89594 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 20.19485 20.42296 101.1296 0.465702 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 7270.949335 1817.737334 4.36 0.0107 __________________________________________________________________
Lampiran 34. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi HDL mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB JK __________________________________________________________________ Perlakuan 4 11070.34011 2767.58503 21.52 <.0001 Galat 2572.39996 128.62000 20 Total 24 13642.74006 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.811446 12.46319 11.34108 90.99656 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 11070.34011 2767.58503 21.52 <.0001 __________________________________________________________________
159 Lampiran 35. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi LDL mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 18926.31970 4731.57992 44.06 <.0001 Galat 20 2147.61245 107.38062 Total 24 21073.93215 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 26.35061 10.36246 39.32532 0.898092 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 18926.31970 4731.57992 44.06 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 36. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi glukosa mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 720.356493 180.089123 2.73 0.0582 Galat 20 1319.773950 65.988698 Total 24 2040.130443 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.353093 16.30495 8.123343 49.82132 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 720.3564930 180.0891233 2.73 0.0582 __________________________________________________________________
160
Lampiran 37. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol hati mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 0.98343536 0.24585884 20.40 <.0001 Galat 20 0.24099160 0.01204958 Total 24 1.22442696 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.803180 14.33111 0.109771 0.765960 __________________________________________________________________ KT F-hit Pr > F Sumber keragaman DB Anova __________________________________________________________________ Perlakuan 4 0.98343536 0.24585884 20.40 <.0001 __________________________________________________________________
Lampiran 38. Hasil analisis statistik RAL konsentrasi kolesterol feses mencit jantan normokolesterolemia (K-), mencit hiperkolesterolemia (K+), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi simvastatin (P1), mencit hiperkolesterolemia setelah diberi atorvastatin (P2), mencit hiperkolesterolemikemia setelah diberi serat pangan (P3). __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB JK KT F-hit Pr > F __________________________________________________________________ Perlakuan 4 6.65779384 1.66444846 38.16 <.0001 Galat 20 0.87245840 0.04362292 Total 24 7.53025224 __________________________________________________________________ R2 Koef Var Akar MSE Rerata 0.884140 15.36285 0.208861 1.359520 __________________________________________________________________ Sumber keragaman DB Anova KT F-hit Pr > F Perlakuan 4 6.65779384 1.66444846 38.16 <.0001 __________________________________________________________________