PENYELESAIAN PEMBAGIAN WARIS GHARRAWAIN MENURUT HUKUM ISLAM Drs. H. Ashfari, S.H., M.H.
1. Pengertian Gharrawain Kata Gharrawain,berasal dari kata Gharra Yagharru Gharraaran- Ghurratan artinya menjadi putih (bersinar).1 Dikatakan dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah:
ُ اا ان ُٕ ُٕ ِو ِ َِ ٌَ ّ أ َّيتِي يُ ْد َع ْٕ ٌَ يَ ْٕ َو انقِيَا َيح ِ ُغ ّرا ُي َح َّجهِيَُ ًٍِ ْ آ Artinya: “Sesungguhnya umatku besok di hari kiamat akan diseru/dipanggil dalam keadaan bersinar terang wajah dan kedua tangan sereta kakinya sebab bekas wudhunya.” (HR. lbnu Hibban)
Selanjutnya gharrawain dijadikan sebagai sebutan (laqab) bagi metode penyelesaian dua masalah kewarisan dalam Islam yang dicetuskan oleh Umar bin Khaththab berkaitan dengan bagian ibu ketika ia bersama dengan ayah dan (salah satu) istri/suami pewaris. Kata gharrawain merupakan bentuk isim mutsanna dari gharra‟ dan penyebutan gharrawain disebabkan karena dua masalah yang diselesaikan. Dengan cara tersebut sangat terkenal sehingga (kemasyhurannya) diibaratkan bagaikan bintang-bintang yang bersinar terang.2 Gharrawain juga mempunyai nama-nama lain sebagai berikut: Gharibatain, yakni dua kasus dalam kewarisan Islam yang langka. Gharimatain, yakni dua orang yang saling berperkara. Umariyatain, yakni dua masalah waris yang diselesaikan oleh Umar bin al-Khaththab.Dan dalam disiplin hukum waris, masalah ini lebih sering disebut dengan masalah Umariyatain karena dua masalah tersebut merupakan qadha Umar Umar bin al-Khaththab.3
1
Al Munjid fi Lughoh wa A'lam (Beirut: Dar Al-Masyreq, 2005), hal. 546. Wahbah al-Zuhayli,al-Fiqhal-lslam waAdillatuh, (Syiria: Darul Fikri, 1989), jilid8; hal. 326. 3 Ibid 2
1
Dja‟far Abd.Muchit, menjelaskan bahwa Gharrawain adalah pemecahan dua masalah waris yaitu kasus kewarisan ibu bersaama dengan ayah dan istri/suami yang adil sehingga diumpamakan bagaikan dua bintang yang cemerlang karena terang dan gamblang. 4 Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Pengertian Gharrawain adalah sebuah langkah penyelesaian perkara dalam kewarisan Islam yang terjadi dalam dua kasus perkara yaitu: -
Jika pewaris adalah seorang laki-laki dan ia hanya memiliki tiga orang ahli waris yang terdiri dari: istri, ibu, dan bapak; atau
-
Jika pewaris adalah seorang perempuan dan ia hanya memiliki 3 orang ahli waris yang terdiri dari suami, ibu, bapak
Dari dua perkara di atas, ibu diberikan bagian 1/3 sisa harta setelah harta itu diambil oleh istri/suami pewaris.
1.
Dasar Hukum Gharrawain Dalam pembagian harta warisan khususnya tentang masalah Garrawain tentunya
dalam hukum Islam terdapat dalil yang menjelaskan tentang penerapannya. Mayoritas Ulama‟ berpendapat berdasarkan pada firman Allah SWT dalam Alquran Surah An-Nisa‟[4]: 11.
َّ َِّللاُ فِي أَْٔ ال ِد ُك ْى ن َّ صي ُك ُى ك َ ق ْاآَُتَ ْي ٍِ فَهَٓ ٍَُّ آُهُثَا َيا تَ َر َ َْٕهذ َك ِر ِي ْث ُم َحظِّ األ َْثَيَ ْي ٍِ فَإ ِ ٌْ ُك ٍَّ َِ َساو ف ِ ُٕي ْ َََٔ ِ ٌْ َكا ُ ْت َٔا ِحدَج فَهََٓا انُِّص ك ِ ٌْ َكاٌَ نَُّ َٔنَ ٌد فَإ ِ ٌْ نَ ْى َ ف َٔألتَ َٕ ْي ِّ نِ ُك ِّم َٔا ِح ٍد ِي ُُْٓ ًَا ان ُّس ُدسُ ِي ًَّا تَ َر ُ ُيَ ُك ٍْ نَُّ َٔنَ ٌد َٔ َٔ ِاآَُّ أَتَ َٕاُِ فَأل ِّي ِّ انثُّه صي ِ ُٕصيَّ ٍح ي ِ َٔ ث فَإ ِ ٌْ َكاٌَ نَُّ ِ ْخ َٕجٌ فَأل ِّي ِّ ان ُّس ُدسُ ِي ٍْ تَ ْع ِد َّ ٌَّ ِ َِّللا َّ ٍَضح ِي َّللاَ َكاٌَ َعهِيًا َ تَِٓا أَْٔ َد ْي ٍٍ تَا ُؤ ُك ْى َٔأَ ْتَُا ُؤ ُك ْى ال تَ ْدأٌَُ أَيُُّٓ ْى أَ ْق َربُ نَ ُك ْى ََ ْفعا فَ ِري َح ِكيًا Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separuh harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.Ini adalah 4
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/MAKALAH%20REAKTUALISASI%20UMAR%20BIN%20KHATAB.pdf
2
ketetapan dari Allah.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” QS. AnNisa‟[4]: 11. Berdasarkan petunjuk ayat tersebut Jumhur Ulama‟ mengatakan, bahwasannya hak ibu harus ditakwilkan (interpretasikan lebih lanjut) yaitu 1/3 sisa harta bila ahli waris terdiri dari suami atau istri bersama dengan ayah dan ibu, bukan 1/3 keseluruhan harta yang di warisi oleh ibu. Alasan mereka adalah jika tidak dilakukan demikian maka ibu akan menerima bagian lebih besar dari pada ayah. Demikianlah ketentuan ilmu faraidh yang menyatakan bahwa bagian laki-laki itu dua kali bagian perempuan, kecuali pusaka bagi Waladul Ummi.5 Tetapi ulama zahiri mengatakan bahwa ibu tetap menerima 1/3 dari keseluruhan harta baik ahli waris terdiri dari suami, ibu dan ayah atau istri, ibu dan ayah. Alasan mereka adalah pengamalan terhadap zahir Alquran dalam Surah An-Nisa‟:11.6 3 Pandangan Ulama Terhadap Gharrawain Persoalan Gharrawain ini pada dasarnya terletak pada bagian ibu yang lebih besar dari pada bagian ayah.Untuk menghilangkan kejanggalan ini, haruslah diselesaikan secara khusus, yaitu penerimaan ibu bukanlah 1/3 harta peninggalan, melainkan hanya 1/3 sisa harta peninggalan. Akan tetapi dalam penafsiran terhadap ayat di atas para sahabat dan fuqaha berbeda pendapat dalam masalah ini, tidak seluruhnya menetapkan sama terhadap perolehan ibu dalam menerima harta warisan (1/3 sisa harta), pada garis besarnya ada tiga pendapat: Pendapat Pertama, adalah ibu mendapat 1/3 sisa harta peninggalansetelah harta warisan diambil oleh suami atau istri. Hal ini dipelopori oleh sahabat Umar bin Khattab, yang kemudian diikuti para sahabat, seperti Utsman, Zaid bin Tsabit, serta Ibnu Mas‟ud,7 dan para Fuqaha, seperti Al-Hasan, Sufyan Al-Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan Syafi‟i.8 Alasan yang mereka kemukakan adalah: ُ ُ( ”فَأل ِّي ِّ انثُّهmaka ibunya mendapatkan sepertiga) dalam firman Allah di Rangkain kalimat “ ث atas maksudnya sepertiga harta peninggalan yangdiwarisi oleh kedua orang tuanya, baik seluruh harta peninggalan atau sebagian harta peninggalan. Sebab kalau tidak diartikan demikian, niscaya firman Allah “ ُِ ” َٔ َٔ ِاآَُّ أَتَ َٕاtidak ada perlunya.9
5
Hasanain, Al-Mawarits fis-Syari‟atil Islamiyyah, h, 55 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 112 7 Dian khairul Umam, Fikih Mawaris, h. 190 8 Ibn Hazm, Al-Muhalla, h. 330 9 Fathur Rahman, Ilmu Waris, h. 238 6
3
Hal yang sama juga diungkapkan oleh khairul umam, beliau menambahkan bahwa maksud ayat tersebut 1/3 keeluruhan harta peninggalan bila diwarisi oleh kedua orang tuanya. Kalau tidak demikian akan kehilangan maknanya. Ketika Allah menerangkan bahwa jika yang mewarisi itu hanya kedua orang tuanya saja, maka pada saat yang sama Allah menjelaskan bagian ibu yaitu 1/3, artinya 1/3 dari keseluruhan harta peninggalan yang diwarisi oleh ibu bapak tersebut.10 Dapat pahami bila ahli warisnya hanya terdiri dari ayah dan ibu saja, maka ibu mendapatkan 1/3 keseluruhan harta dan bapak menerima sisanya (ashabah) yaitu: 2/3. Makna tersebut sesuai dengan nash al-Qur‟an. Sehingga perbandingan bagian ibu dan bapak sama dengan kandungan ayat: ٍِ نِه َّذ َك ِر ِي ْث ُم َحظِّ األ َْثَيَ ْيyaitu 1:2 antara ibu dan bapak. Keadaan seperti ini hendaknya tetap berlaku.Akan tetapi, ketentuan ini tidak berlaku bila ibu dan ayah mewarisi bersama-sama dengan salah seorang suami-istri. Kalau ketentuan ini dijalankan yaitu bagian ibu tetap mendapat 1/3 keseluruhan harta, maka bagian ibu tentunya akan melebihi dari separuh bagian ayah.11 Dalam masalah pertama ini ibu mendapatkan 1/3 dari asal masalah 6=2, sedangkan ayah hanya mendapatkan sisanya, yaitu asal masalah 6-3(bagian suami)-2= 1 saham. Dalam masalah kedua, ibu menerima 1/3 dari asal masalah 12= 4, sedangkan ayah menerima sisanya dari asal masalah 12-3(bagian istri) -4 = 5 saham.12 Jadi, perbandingan penerimaan saham ibu dengan ayah dalam masalah pertama = 2:1 dan perbandingan saham ibu dengan ayah dalam masalah kedua = 4:5, yang demikian ini bertentangan dengan nash. Oleh karena itu, bila ibu dan ayah bersama-sama dengan salah seorang suami-istri, maka bukan keseluruhan harta yang diwarisi, melainkan sisa harta setelah sebelumnya diberikan kepada salah seorang dari suami-istri.Dengan demikian, ibu hanya memperoleh 1/3 sisa harta.13 Jumhur sahabat dan kemudian diikuti oleh para ulama mazhab menetapkan bahwa ibu mendapat 1/3 warisan (an-Nisa„: 11), adalah 1/3 sisa setelah dikeluarkan saham ahli waris zawil furudh yang lain, yaitu suami atau istri.14 Alasan yang dikemukan mereka diatas bahwa memberikan 1/3 bagian ibu menjadi 1/3 sisa harta adalah untuk menghindari lebih besarnya bagian ibu ketimbang bagian ayah.Bahkan Ibnu Qudamah dalam bukunya menyatakantidak diperbolehkannya ibu lebih 10
Dian khairul Umam, Fikih Mawaris, hal. 191. Lihat juga karangan Mukarram, Fiqh Mawaris II, h. 36 Fathur Rahman, Ilmu Waris, h. 239 12 Hasanain, al-mawarits fis-Syari‟atil Islamiyyah, h. 55 13 Mukarram, Fiqh Mawaris II, h. 36 14 Al Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab, h. 148 11
4
besar dibanding bagian ayah. Disamping itu, mereka memperkuat alasan ini dengan pernyataan ibnu mas‟ud yang diriwayatkan oleh Sufyan Al-Tsauri: ”Allah tidak memperlihatkan kepada saya kelebihan ibu dari pada ayah”.15Begitu juga pendapat Ibnu Qayyim yang menguatkan penalaran Jumhur, sesungguhnya ketentuan faraidh menyatakan bahwa bagian laki-laki itu dua kali bagian ayah, kecuali harta warisan bagi Waladul Ummi.16 Lebih lanjut beliau menuliskan diskusi yang terjadi antara Ibn Abbas dan Zaid.Ibn Abbas bertanya kepada Zaid, dari mana bahwa dalam Al-Qur‟an ibu hanya berhak atas 1/3 sisa.Zaid menjawab, tidak ditemukan dalam Qur‟an bahwa ibu harus mendapat 1/3 warisan, bahkan dalam Qur‟an Allah mencegah ibu untuk mendapat 1/3 ketika bersama salah seorang suami atau istri. Kalau Qur‟an ingin memberikan 1/3 keseluruhan harta warisan ketika ada suami (istri) ayat tersebut seharusnya berbunyi:
ُ ُفَإ ِ ٌْ نَ ْى يَ ُك ٍْ نَُّ َٔنَ ٌد فَأل ِّي ِّ انثُّه ث Di pihak lain, kalau diberikan 1/3 keseluruhan harta, maka penjelasan “ ُِ” َٔ َٔ ِاآَُّ أَتَ َٕا tidakmempunyai makna.17 Mengikuti pendapat tersebut di atas, dalam kasus ibu-bapak bersama dengan suami, kelihatannya prinsip yang digunakan mereka Zaid, Ibn Mas‟ud dan diikuti oleh jumhur Ulama‟ dengan metode atau pola ta‟lili, menerapkan prinsip laki-laki harus mendapatkan dua kali perempuan apabila mereka sederajat.Lalu untuk konsistensi prisnsip ini diterapkan juga ketika ayah dan ibu didampingi oleh istri, walaupun saham ibu disini lebih sedikit dari pada saham ayah.18
Pendapat Kedua, ibu mendapatkan 1/3 keseluruhan harta baik ahli warisnya suami bersama ibu dan ayah atau istri bersama ibu dan ayah. Argumentasi ini disponsori oleh Ibnu Abbas dan diikuti golongan dhahiriyah, syiah. Argumentasi yang beliau kemukakan adalah sebagai berikut: a. Ibu dalam kasus ini tetap menerima 1/3 keseluruhan harta sesuai dengan zahir ayat Q. S. An-Nisa‟ [4]: 11:19
َّ َِّللاُ فِي أَْٔ ال ِد ُك ْى ن َّ صي ُك ُى ك َ ق ْاآَُتَ ْي ٍِ فَهَٓ ٍَُّ آُهُثَا َيا تَ َر َ َْٕهذ َك ِر ِي ْث ُم َحظِّ األ َْثَيَ ْي ٍِ فَإ ِ ٌْ ُك ٍَّ َِ َساو ف ِ ُٕي ْ َََٔ ِ ٌْ َكا ُ ْت َٔا ِحدَج فَهََٓا انُِّص ك ِ ٌْ َكاٌَ نَُّ َٔنَ ٌد فَإ ِ ٌْ نَ ْى َ ف َٔألتَ َٕ ْي ِّ نِ ُك ِّم َٔا ِح ٍد ِي ُُْٓ ًَا ان ُّس ُدسُ ِي ًَّا تَ َر ُ ُيَ ُك ٍْ نَُّ َٔنَ ٌد َٔ َٔ ِاآَُّ أَتَ َٕاُِ فَأل ِّي ِّ انثُّه ثق 15
Ibnu Hazm, Al-Muhalla, h. 331 Hasanain, Al-Mawarits fis-Syari‟atil Islamiyyah, h. 55 17 Ibnu Qayyim, I‟lam al-Muwaqqi‟in „an rabb al-„Alamin, h. 273-274 18 Al Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah, h. 149 19 Moh. Anwar, Fara‟idl Hukum Waris Dalam Islam dan Masalah-Masalahnya,h. 115 16
5
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separuh harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga… (QS. An-Nisa‟[4]: 11).
ُ ُانثُّه Ayat di atas dalam kalimat “ ث
ِّ ”فَأل ِّيmaksudnya 1/3 keseluruhan harta warisan, sebab kalimat tersebut di-athaf-kan pada kalimat “ ك َ ”فَهَٓ ٍَُّ آُهُثَا َيا تَ َرsebagaimana kalimat ُ ْ ”فَهََٓا انُِّصjuga di-athaf-kan padanya,sehingga mempunyai arti “ ”َصف يا تَ َرك. Dengan “ف ُ ُ ”فَأل ِّي ِّ انثُّهlengkapnya adalah “ ثيا تَ َرك ُ ُ”فَأل ِّي ِّ انثُّهyang berarti “maka demikian kalimat “ ث 20 ibunyamendapat sepertiga harta peninggalan”.
Menurut Yusuf Musa yang juga cenderung terhadap pendapatnya Ibnu Abbas r.a yang diikuti oleh pula fuqaha‟ Syi ‟ah Imamiyah, dan Zhahiriyah, setelah beliau mengungkapkan panjang lebar argumentasi yang dikemukakakn oleh Ibn Hazm, diantaranya, bahwa keberatan Jumhur untuk menerima bagian ibu lebih besar dari pada bagian ayah disanggah oleh beliau dengan menyebutkan, sungguh tidak mungkin kita mengingkari hadits Rasulullah yang mengutamakan ibu dari pada ayah dalam hadits nabi tentang pertanyaan seseorang sahabat kepada Nabi: Siapa yang paling berhak menerima kebaikan pengkhidmatan (suhbati)ku. Dalam pertanyaan yang sama Nabi menjawab sampai tiga kali “Ibumu”. Kali keempat baru dijawab Nabi “Ayahmu”. Disisi lain beliau (Ibnu Hazm) mengungkapkan bahwa dalam Al-Qur‟an itu sendiri menyamakan kedudukan ayah dan ibu dalam ketentuan hak waris. Hal tersebut tidak ada perbedaan pendapat.Alasan beliau bahwa hak mereka (ayah dan ibu) itu sudah ditetapkan dalan nashyang sharih, yaitu mereka mendapatkan bagian 1/6 ketika bersama-sama dengan anak.21 Sedangkan menurut golongan Imamiyah yang membela pendapat Ibn Abbas mengatakan, ibu menerima bagian 1/3 keseluruhan harta, dan bukan 1/3 sisa harta, baik dia bersama-sama dengan salah seorang diantara suami atau istri maupun tidak. Sebab, ayat al20
Fathur Rahman, Ilmu Waris, h. 239
21
M. Yusuf Musa, At-Tirkah Wal-Mirats fil –Islamiy, h. 227
6
ُ ُ”فَأل ِّي ِّ انثُّه, maka lahiriahnya menunjukkan 1/3 keseluruhan harta yang Qur‟an yang berbunyi “ث ditinggalkan pewaris, dan hal itu tidak dibatasi oleh tidak adanya salah seorang diantara suami atau istri. Hukum syara‟ tidak dapat ditetapkan hanya berdasarkan akal, dan tidak pula dibangun hanya atas dasar istib‟ad, menganggap jauh dari maksud sebenarnya.22 b. Semua macam fardh yang disebutkan dalam al-Qur‟an itu disandarkan kepada pokok harta peninggalan yang dibagi. Misalnya: fardh½ artinya ½ harta peninggalan, fardh¼ artinya ¼ harta peninggalan, dan seterusnya setelah dilunaskan atau dilaksanakannya wasiat dan hutang-hutang orang yang meninggal(pewaris). Seandainya fardhibu 1/3 sisa harta peninggalan itu tidak ditunjuk oleh nash, maka harusdiartikan dengan 1/3 seluruh harta peninggalan.23 c. Ibu termasuk ahli wariszawil furudh dan ayah termasuk ahli waris ashabah binafsi (dalam masalah tersebut), sehingga sesuai dengan sabda nabi yang berbunyi:
عٍ اتٍ عثاس ا ي،ّ عٍ أتي، حدآُا اتٍ طأس: حدآُا ْٔية:حدآُا يٕسى تٍ سًاعيم فَ ًَا تَقِ َى فَ ْٓ َٕ ألَْٔ نَى، ض تِأ َ ْْهَِٓا َ ِ أَ ْن ِحقُٕا ْانفَ َرائ:َّللا عًُٓاعٍ انُثي صهى انهٓعهيّ ٔسهى قال َا ُ ٍم َ َك ٍر Artinya: “Musa bin Isma‟il telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Wahib, Ibn Thawus telah menceritakan pada kami dari ayahnya dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda: serahkanlah warisan-warisan itu kepada ahlinya, adapun sisanya, bagi ahli waris laki-laki yang terdekat”. (HR. al-Bukhari). Oleh karena itu, hendaknya ibu diberikan fardh-nya secara sempurna, kemudian sisanya sedikit banyak diberikan kepada ayah.24Dengan pembagian seperti ini, maka bagian bapak terkadang dapat bagian lebih dari ibu dan terkadang dapat kurang dari ibu.25 Pendapat Ketiga, menurut Ibn Sirin dan Abu Saur mengatakan bahwa dalam masalah ُ ُ ”فَأل ِّي ِّ انثُّهyaitu pertama, suami bersama-sama dengan ibu dan ayah maka ibu dalam lafazh “ ث ibunya mendapat 1/3, harus dipahami ibu mendapat 1/3 sisa harta, karena kalau tidak dipahami begitu, ibu akan menerima lebih banyak dari apa yang didapat ayah. Dalam masalah ini beliausependapat dengan jumhur ulama‟.
22
M. Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 589 Fathur Rahman, Ilmu Waris, h. 239 24 Fathur Rahman, Ilmu Waris, h. 240 25 A. Hasan, Al-Fara‟id, h. 40 23
7
Adapun dalam masalah kedua, istri bersama-sama dengan ibu dan ayah, maka ibu dalam kasus ini tetap mendapat 1/3 keseluruhan harta peninggalan.Dan dalam kasus ini beliau sependapat dengan pendapatnya Ibnu Abbas.26 Sedangkan dalam satu riwayat Ibnu Hazm pernahmengatakan, dalam riwayat tersebut mempertegas pendapat diatas, bahwa Muhammad bin Siirin berkata: ketika seorang suami meninggal dunia, dan meninggalkan ahli waris istri, ibu dan ayah, maka istri mendapat bagian ¼, ibu mendapat bagian 1/3 keseluruhan harta, dan ayah mendapatkan bagian sisanya („ashabah). Dan ketika seorang istri meninggal dunia, dan meninggalkan ahli waris suami, ibu dan ayah, maka suami mendapat bagian ½, ibu mendapat bagian 1/3 sisa harta dan ayah mendapatkan bagian sisanya(„ashabah).27 Alasan yang mereka kemukakan untuk memperkuat pendapatnya adalah andaikata dalam masalah pertama, ibu diberi 1/3 keseluruhan harta, maka bagian ibu akan melebihi bagian ayah, hal itu tidak boleh terjadi. Akan tetapi, dalam masalah kedua, bagian ibu tidak melebihi bagian ayah.28 4. Sistematika Penyelesaian Masalah Gharrawain Penyelesaian kasus dalam masalah Gharrawain tidaklah seperti penyelesaian kasus kewarisan pada umumnya. Adapun penyelesaiannya sebagai berikut: Kasus Pertama, pewaris adalah seorang perempuan, meninggalkan ahli waris: suami, ibu; dan ayah, maka hasil perhitungannya diketahui sebagai berikut: Istri meninggal dunia, meninggalkan ahli waris: AHLI WARIS
BAGIAN
ASAL MASALAH
SAHAM
KETERANGAN
1/2 x 6 = 3
Terlihat bahwa
1/3 sisa
1/3 x (6-3) = 1
bagian ayah
Ashabah Binafsih
6–4=2
SUAMI
1/2
IBU AYAH
6
Jumlah
2 : l bagian ibu
6
Kasus Kedua, Suami meninggal dunia, meninggalkan ahli waris:
AHLI WARIS ISTRI
BAGIAN 1/4
ASAL MASALAH 12
SAHAM 1/4 x 12 = 3
KETERANGAN Terlihat bahwa
26
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 111-112 Ibnu Hazm, Al-Muhalla, h. 330 28 Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, h. 194 27
8
IBU
1/3 sisa
1/3 x (12-3) = 3
bagian ayah 2 : l
AYAH
Ashabah Binafsih
12 – 6 = 6
bagian ibu
Jumlah
12
Pendapat Umar yang diikuti jumhur ulama ini hingga kini menjadi pendapat mayoritas. Pendapat jumhur ini pula yang akhirnya diadopsi ke dalam Qanun Al-Mawaris (Kitab Undang-Undang Hukum Waris) Nomor 77 Tahun 1943 di Mesir pada Pasal 14, serta Qanun al-Ahwal
al-Shakhsiyah
al-
Syuriya(Undang-Undang
Personal
Status tahun
1953)pasal 14, dan juga ke dalam Buku Kedua dari Kompilasi Hukum Islam di Indonesia pada Pasal 178 ayat (2).
وهللا أعلم ُ بالـصـواب
9