PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI PADA MASYARAKAT KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN CILANDAK, JAKARTA SELATAN) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
SITI AZIZAH NIM : 105044101387
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430 H/2009 M
PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI PADA MASYARAKAT KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN CILANDAK, JAKARTA SELATAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh :
SITI AZIZAH NIM : 105044101387
Di bawah Bimbingan Pembimbing
Dr. Jaenal Arifin, M.Ag NIP: 150 289 202
KONSENTERASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Pembagian Waris Masyarakat Betawi Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan)” telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at tanggal 12 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal AlSyakhshiyyah Konsentrasi Peradilan Agama. Jakarta, 19 Juni 2009 Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM NIP 150 210 422 PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA
(………………………)
NIP: 150 275 509 2. Sekretaris
: Kamarusdiana, S.Ag., M.Hum
(………………………)
NIP: 150 285 972 3. Pembimbing : Dr. Jaenal Arifin, M.Ag
(………………………)
NIP: 150 289 202 4. Penguji I
: Prof. Dr.H. M. Amin Suma,SH., MA., MM (………………………) NIP: 150 210 422
5. Penguji II
:Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag NIP: 150 275 509
(………………………)
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Juni 2009 M 25 Jumadi Tsani 1430 H
(Siti Azizah)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah bi ni’matillah rasa puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Pembagian Waris Masyarakat Betawi Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan)”. Shalawat dan salam teriring semoga selalu tercurah kepada junjungan Rasulullah Sayyidina Nabiyyina Muhammad SAW., karena atas ketauladannya dan keberkahannya penulis dapat melewati masa-masa tersulit dalam penulisan skripsi ini. Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi bagi penulis. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih, penghargaan yang sedalam-dalamnya dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal Al syakhshiyyah serta bapak Kamarusdiana, MA., Sekretaris
Program Studi Ahwal Al
syakhshiyyah. 3. Dr. Jaenal Arifin, M.Ag., Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta saran kepada penulis.
4. Kepala kantor kelurahan Lebak bulus Jakarta selatan yang telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian dan memperoleh informasi. 5. Pimpinan perpustakaan dan staf-stafnya yang telah memberikan fasilitas bagi penulis untuk mengadakan studi perpustakaan. 6. Ayahanda Syarif Hidayat dan Ibunda tercinta Sa’diah yang telah memberikan kasih sayang, do’a, semangat dan pengorbanan sepanjang masa hingga sampai sekarang ananda dapat menuntut ilmu hingga jenjang ini. Seluruh kakak-kakak dan keluarga besar yang telah mengorbankan seluruh jiwa raganya untuk penulis. 7. Sahabat-sahabat satu angkatan Konsentrasi Peradilan Agama kelas A dan B yang telah banyak membantu serta bertukar pikiran baik selama belajar hingga detikdetik pelaksanaan wisuda. 8. Sahabat-sahabat MAN 4 Model Jakarta angkatan 2005, khususnya jurusan bahasa Arab yang selalu memberikan motivasi dan semangatnya. 9. Kepada semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapatkan ganjaran yang setimpal serta selalu mendapat ridhaNya Allah SWT. dan berkahnya Rasulullah SAW. Jakarta, 19 Juni 2009 M 25 Jumadi Tsani 1430 H
(Siti Azizah)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………… ………………………….
iii
DAFTAR ISI…….……………….……………………….…………………
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………….………………………….
1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah…………………………..
6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian…………………………………
7
D. Review Studi Terdahulu …………….……………………….....
7
E. Metode dan Teknik Penulisan…………………………………...
9
F. Sistematika Penelitian …………………………………………..
10
BAB II KONSEP KEWARISAN ISLAM A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam …………………………… 12 B. Dasar Hukum Kewarisan Islam …..…………………………….. 14 C. Sejarah Hukum Kewarisan Islam ……………………………….
18
D. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam …...………………………..
23
E. Sebab-sebab Mewarisi..…..………………………......................
24
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG JAKARTA SELATAN (KELURAHAN
LEBAK
BULUS
KECAMATAN
CILANDAK) A. Kondisi Geografis dan Letak Wilayah..........................................
25
B. Keadaan Demografis.....................................................................
26
C. Karakteristik Responden...............................................................
32
BAB IV ANALISA
TRADISI
PEMBAGIAN
WARIS
MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM A. Pengetahuan Konsep Kewarisan dalam Hukum Islam………….. 36 B. Pengetahuan Masyarakat Tentang Hukum Kewarisan Islam dalam Aturan Kewarisan di Indonesia..........................................
43
C. Pengetahuan dan Pandangan Masyarakat Terhadap Hukum Kewarisan Betawi …...................................................................
52
D. Permasalahan Status Kewarisan Betawi Ditinjau dari Hukum Islam.............................................................................................
60
E. Analisa Atas Pembagian Waris Masyarakat Betawi…………….
69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA …………………………...……………………….. 74 LAMPIRAN
…………………………………………………………
76
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat. Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.1 Allah menjanjikan kemenangan kepada orang yang berpegang teguh kepada agama ini dengan baik, namun dengan syarat mereka harus mentauhidkan Allah, menjauhkan segala perbuatan syirik, menuntut ilmu syar’i dan mengamalkan amal yang shalih.2 Bagi setiap pribadi muslim
adalah wajib baginya melaksanakan kaidah-
kaidah atau aturan-aturan yang ditunjuk dengan jelas dalam nash-nash shahih. Setiap perbuatan yang wajib bagi tiap-tiap pribadi muslim, hal itu menandakan bahwa 1
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Islam adalah Agama yang Mudah”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://pustakaamanah.wordpress.com/2008/09/24/islam-adalah-agamayang-mudah. 2
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Agama Islam adalah Agama yang Haq (Benar) yang dibawa Oleh Nabi Muhammad”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://www.almanhaj.or.id/content/1490/slash/0
perbuatan baik dan memberi manfaat bagi kehidupannya. Sedangkan segala kaidah atau aturan-aturan yang dilarang untuk dikerjakan maka seorang muslim dilarang untuk melakukan perbuatan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan buruk dan dapat merusak kehidupan dirinya sendiri ataupun orang lain. Syariat Islam telah menetapkan peraturan-peraturan yang harus dijalankan oleh umat Islam, seperti peraturan dalam kekayaan. Bagi umat Islam melaksanakan peraturan-peraturan syariat yang telah ditentukan dalam nash-nash yang shahih, seperti halnya dalam soal kewarisan. Harta benda yang diberikan Allah kepada umat manusia, disamping berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya dalam upaya mengabdi kepada Yang Maha Pemberi, juga untuk perekat hubungan persaudaraan dan insaniyah.3 Hukum Kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Hal tersebut adalah merupakan suatu keharusan, selama peraturan tersebut telah ditunjuk oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidakwajibannnya. Padahal tidak ada nash yang demikian itu. Bahkan di dalam surat an-Nisaa’ ayat 13 dan 14, Allah akan menempatkan surga selama-lamanya orang-orang yang tidak memindahkannya. Ultimatum tersebut berbunyi :4 “Barang siapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam 3
Satria Effendi M Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.232. 4
Fatchur Rahman, Ilmu Waris (Bandung: AlMa’arif, 1975), h.34.
surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, Allah akan memasukkannya ke dalam neraka ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.”
Tidak hanya di dalam al-Qur’an, di dalam riwayat Muslim dan Abu Dawud Rasulullah saw juga memerintahkan agar umat muslim membagi harta warisan menurut kitab al-Qur’an. yang artinya “Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (al-Qur’an). Walaupun Islam merinci dan menjelaskan melalui Al-Qur'an Al-Karim bagian tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan didalam masyarakat.5 Masih ada sebagian pendapat yang mengemukakan bahwa harta warisan boleh tidak dilaksanakan dengan ketentuan pembagian yang terdapat dalam al-Qur’an yang pembagiannya dapat dilakasankan dengan jalan musyawarah antara keluarga. Pendapat ini didasarkan dengan pemahaman bahwa hukum itu memiliki sifat-sifat, antara lain :6 1. Hukum yang memaksa, yaitu apabila ketentuan hukum yang ada tidak dapat dikesampingkan, atau suatu perbuatan yang dilaksanakan dan apabila tidak
5
Muhammad Ali Ash-Shabuni, “ Pembagian Waris Menurut Islam” , artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://media.isnet.org/islam/Waris/Pengantar.html 6
Suhrawardi k. lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2004) Cet ke-4, h.4-5.
dilaksanakan maka hal tersebut dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum; 2. Hukum yang mengatur, yaitu ketentuan hukum yang dapat
dikesampingkan
(tidak dipedomani) dan apabila tidak dilaksanakan ketentuan hukum tersebut maka tidak dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum, sebab sifatnya hanya mengatur. Jadi dapat disimpulkan bahwa mereka yang mengatakan bahwa pembagian harta warisan boleh menyimpang dari ketentuan al-Qur’an dan Hadits. Menurut mereka bahwa hukum itu bersifat sebagai hukum yang mengatur atau hukum yang dapat dikesampingkan ( tidak dipedomani). Namun demikian kita sebagai umat muslim sepatutnya harus kembali lagi kepada 2 ( dua ) sumber pokok dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Telah jelas firman Allah SWT. dalam surat an-Nisaa : 13 dan 14, seperti juga hadits Rasulullah saw. yang dikemukakan di atas. Hal ini juga didasari ketentuan yang ada di dalam surat an-Nisaa ayat 29 yang artinya :“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil. Inilah syariat Islam yang telah menetapkan dan mengatur pembagian waris dengan bentuk yang sistematis, teratur dan sangat adil. Di dalamnya telah ditetapkan hak kepemilikan harta bagi manusia, baik itu laki-laki atau perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan harta seseorang yang sudah meninggal duania ( warisan ) kepada para ahli warisnya. Al-
Qur’an juga menjelaskan dan merinci hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Oleh karena itu, al-Qur’an merupakan acuan utama hukum dan penetuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa al-Qur’an sangat sedikit merinci suatu hukum secara detail, kecuali hukum waris. Hal demikian disebabkan karena kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan Allah SWT. di samping itu harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.7 Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa al-Qur’an telah mengatur tentang pembagian waris dengan secara terperinci, mulai dari ahli waris (siapa-siapa yang berhak mendapatkan waris), sebab-sebab seorang mendapatkan warisan dan bagian-bagian ahli waris. Akan tetapi, masih saja ada sebagian masyarakat yang melaksanakan pembagian waris tidak sesuai dengan sumber hukum Islam atau tidak memiliki sistem kewarisan yang jelas. Inilah yang terjadi pada masyarakat Betawi Jakarta Selatan (Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak). Para orang tua dalam membagikan waris sesuai dengan hukum adat yang dianutnya yakni hukum adat Betawi. Hukum adat yang sesuai dengan para leluhur mereka atau hukum yang mereka percayai secara turun temurun. Misalnya : membagi waris berupa sebidang
7
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Hukum Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1995)h.32.
tanah atau rumah tanpa menghitung perincian bagian ahli waris ( anak laki-laki mendapatkan 2 bagian dari anak perempuan ). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil masalah ini ke dalam penelitian yang berjudul PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi Pada Mayarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar ruang lingkupnya tidak luas. Maka penulis membatasi penelitian pembagian waris masyarakat Betawi (studi kasus di Jakarta Selatan) hanya ruang lingkup pada Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak. Masyarakat Betawi di sini adalah masyarakat Betawi penduduk asli Jakarta. 2. Perumusan masalah Dalam hukum kewarisan Islam terutama di dalam Fiqih telah ada ketentuan bahwa bagiam laki-laki adalah 2:1 dari bagian perempuan. Akan tetapi, kenyataan di luar berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat Betawi di Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak . Para orang tua dalam membagikan waris berlainan dengan hukum kewarisan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Adapun rumusan masalah tersebut di atas dapat dirincikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
a. Bagaimana tradisi pembagian waris menurut adat Betawi ? b. Bagaimana status kewarisan tersebut bila ditinjau dari hukum Islam ? c. Apakah pola pembagian waris tersebut menimbulkan masalah atau tidak ? d. Bagaimana mekanisme pembagian waris menurut adat Betawi ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui dengan jelas tradisi pembagian waris menurut adat Betawi. b. Untuk mengetahui status kewarisan tersebut bila ditinjau dari hukum Islam. c. Untuk dapat mengetahui pola pembagian waris tersebut menimbulkan masalah atau tidak. d. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang mekanisme pembagian waris menurut adat Betawi. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: a. Menambah wawasan pembaca tentang kewarisan dalam hukum Islam dan kewarisan adat khususnya adat Betawi. b. Sebagai satu bentuk kontribusi positif dalam rangka sosialisasi hukum yang berkaitan dengan kewarisan.
D. Review Studi Terdahulu Dalam review studi terdahulu, penelitian ini sekilas memiliki kesamaan dengan skripsi Adam Al-Anshari, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab Fikih yang berjudul ” Pelaksanaan Hibah Bagi Anak Pada Masyarakat Betawi (Study Kasus Terhadap Pembagian Harta Orang Tua Sebagai Solusi Pengganti Waris di Desa Pondok Kacang Barat)” tahun 2006. Pada skripsi tersebut dijelaskan bahwa sistem yang digunakan dalam pembagian harta pada masyarakat tersebut adalah hibah, sebab para pewaris membagi-bagikan hak waris kepada ahli warisnya ketika mereka masih hidup. Pada penyusunan skripsi tersebut membatasi masalah hanya pada pelaksanaan hibah untuk anak pada masyarakat Betawi di Desa Pondok Kacang Barat. Masyarakat Betawi yang dimaksud bukan masyarakat Betawi penduduk asli Jakarta, namun suatu komunitas masyarakat Betawi berbahasa Betawi di wilayah kabupaten Tanggerang.8 Jadi dapat disimpulkan dalam skripsi ini masyarakat adat Betawi di Desa Pondok Kacang Barat menganggap bahwa warisan itu dipersamakan dengan hibah. Pada penulisan ini, penulis mencoba untuk memberikan gambaran pemahaman tentang kewarisan yang sesuai dengan syariat Islam. Hukum waris Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. telah mengubah hukum waris Arab pra-Islam dan sekaligus merombak struktur
8
hubungan kekerabatannya, bahkan merombak
Adam al Anshari, Pelaksanaan Hibah Bagi Anak Pada Masyarakat Betawi (Study Kasus Terhadap Pembagian Harta Orang Tua Sebagai Solusi Pengganti Waris di Desa Pondok Kacang Barat).(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006), h.5.
sistem pemilikan masyarakat tersebut atas harta benda, khususnya harta pusaka. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab ketika itu, wanita tidak diperkenankan memiliki harta benda kecuali wanita dari kalangan elit bahkan wanita menjadi sesuatu yang diwariskan. Islam merinci dan menjelaskan melalui al-Qur’an al-Karim bagian tiaptiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat. Meskipun demikian, sampai kini persoalan pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga. Ternyata disamping karena keserakahan dan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan oleh kekurangtahuan ahli waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya. 9 Penulis juga mencoba untuk memaparkan kewarisan yang digunakan oleh masyarakat Betawi khususnya di kelurahan Lebak Bulus kecamatan Cilandak yang menggunakan hukum adat sebagai pedomannya yang bertentangan dengan ketentuan dan ketetapan yang telah ditetapkan oleh agama Islam.
E. Metode dan Teknik Penulisan 1. Pendekatan Sebagai suatu karya ilmiah, skrpsi ini dilakukan melalui pendekatan sosiologis, dengan mendeskripsikan masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Penulis
9
mencoba
mendeskripsikan masalah-masalah
Muhammad Ali Ash-Shabuni, “ Pembagian Waris Menurut Islam ”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://media.isnet.org/islam/waris/pengantar.html.
mengenai kewarisan yang terjadi di lingkungan kelurahan lebak bulus dan pengumpulan data penelitian ini melalui penyebaran kuisioner. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan ( field research) dan kepustakaan (library research) didasarkan guna memperoleh data primer maupun sekunder, yang memiliki korelasi pada pembahasan ini.
3. Data Penelitian Sumber data diperoleh dari sumber data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari penyebaran kuisioner ke warga masyarakat kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, al-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instruksi Presiden Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum Islam, buku-buku, kitab kuning, beberapa makalah dan data lainnya yang memuat keterangan tentang pembahasan ini yaitu pembagian waris masyarakat Betawi. Jenis datanya bersifat kualitatif yang merupakan metode penelitian yang berukur pada data-data berupa pandangan-pandangan tentang tradisi pembagian waris masyarakat Betawi. Teknik penulisan yang digunakan pada penelitian ini berpedoman pada buku ”Pedoman penulisan skripsi fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2007 cetakan pertama dengan pengecualian :
a. Kutipan dari al-Qur’an tidak diberi catatan kaki atau footnote, tetapi pada akhir ayat diberi nama surat dan ayat. b. Ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits ditulis dengan satu spasi.
F. Sistematika Penulisan BAB Pertama membahas pendahuluan yang menerangkan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan teknik penulisan, studi review terdahulu dan sistematika penulisan. BAB Kedua membahas tentang kewarisan yang berisi tentang konsep kewarisan Islam yang terdiri dari : pengertian hukum kewarisan Islam, dasar hukum kewarisan Islam, sumber hukum kewarisan Islam, syarat-syarat mewarisi serta sebabsebab mewarisi. BAB Ketiga Deskripsi umum tentang Jakarta Selatan (kelurahan Lebak Bulus kecamatan Cilandak) : kondisi geografis dan letak wilayah, keadaan demografis dan karakteristik responden. BAB Keempat Memuat tentang analisa pembagian waris masyarakat Betawi ditinjau dari hukum Islam: pengetahuan masyarakat tentang konsep kewarisan dalam hukum Islam, pengetahuan masyarakat tentang hukum kewarisan Islam dalam aturan kewarisan di Indonesia, pengetahuan dan pandangan masyarakat terhadap hukum kewarisan Betawi, permasalahan status kewarisan Betawi ditinjau dari hukum Islam dan analisa penulis atas pembagian waris masyarakat Betawi.
BAB Kelima berisi Penutup, berisi kesimpulan.
BAB II KONSEP KEWARISAN ISLAM A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam Dalam literatur hukum Islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan Islam. Seperti, faraidh, fiqh mawaris dan hukm al-waris. Perbedaan penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan. Raraidh merupakan jama’ dari faridhah yaitu suatu yang ditetapkan bagiannya secara jelas dikatakan bahwa faraidh didasarkan pada bagian yang diteria oleh waris. Adapun kata mawarits menitikberatkan harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup, sebab kata mawarits merupakan bentuk plural dari kata miwrats yang berarti mawrut, harta yang diwarisi. Dengan demikian arti kata warits yang dipergunakan dalam beberapa kata merujuk kepada orang yang menerima harta warisan. Sedangkan hukm al-waris memandang kepada orang yang berhak menerima harta warisan yaitu yang menjadi subjek dari hukum ini.10 Faraidh menurut bahasa lafal faridhah diambil dari kata
(al-fardh) yang
memiliki beberapa arti diantaranya : 1. (Al-qath’) berarti ketetapan atau kepastian; 2. (At-taqdir) berarti suatu ketentuan; 3. (Al-inzal) berarti menurunkan; 4. (At-tabyin) berarti penjelasan; 10
Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2005),cet ke 2,h. 6.
5.
(Al-ihlal) berarti menghalakan;
6.
(Al-‘atha’) berarti pemberian. Sedangkan secara terminology memiliki beberapa definisi pula diantaranya :
1.
Hak-hak kewarisan yang jumlahnya telah ditentukan
secara pasti dalam al-
Qur’an dan sunnah Nabi. 11 2.
Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian yang wajib dari harta peningggalan untuk setiap pemilik hak waris.12
3.
Pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan itu.13 Kewarisan merupakan bentuk dasar dari kata waris yang mendapatkan
imbuhan ke- dan akhiran –an. Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin di dalam bukunya hukum kewarisan Islam, hukum kewarisan Islam adalah “seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta
11
Amir Syarifuddin. Permasalahan dalam Pelaksanaan Faraidh (Padang: IAIN-IB Press,
1999),h. 6 12
Komite Fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Hukum Waris Terlengkap (Jakarta: CV Kuwait Media Gressindo), h.13 13
H. Suparman Usman dan Yusuf Somahinata. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),h. 15
atau berujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam.
B. Dasar Hukum Kewarisan Islam Dasar hukum kewarisan Islam menurut Jumhur ulama ada 3 (tiga) yaitu, alQur’an, al-Hadits dan Ijma’ :14 1. Al-Qur’an Sumber hukum yang pertama yaitu al-Qur’an ada beberapa ayat yang memuat tentang hukum waris diantaranya :
⌧)"*+ $☺&' !"# "-01"/23 4 ,- ". / ⌧)"*+ $☺&' !"# 56&7 4 8901"/23 4 ,- ". / A >?7⌧@ 44= 0<' :;* $☺' {7 : 4/ } اء.
14
Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan (Yogyakarta: Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h.4
Dalam ayat yang lainnya pun menjelaskan tentang bagian-bagian hak waris, Allah berfirman:
S NOPQR *44= KLM J F5GHI ,MX Y*U#Z3 VW ;U' ⌧@T *_N*\ ☯56^ $5@ -[*\ A "' *U?? $cd*\ ,MX"`"a/
Jika ketiga mereka itu berkumpul, maka bagi yang laki-laki seperdua harta dan bagi kedua anak perempuan seperdua pula. Sedangkan jika hanya laki-laki itu tunggal, maka ia menghabisi semua harta yang disebut sebagai ashobah. Jika anak perempuan lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga harta yang ditinggalkan. Ini merupakan ketetapan dari Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) tentang peraturan-peraturan yang diberikan-Nya kepada mereka; artinya Dia tetap bersifat bijaksana dalam semuanya itu. Begitu pun ayat yang lainnya yang menjelaskan bagian-bagian para ahli waris. Seperti dalam surat An-nisaa ayat 12 berikut ini:
⌧)"*+ "' !# NOP* 4 $cT 5G"I T -e NOP. 4/4= p* 4 c* "-zQ -[*\ A p* 4 A vQ"*+ $☺'
01 OPd*\ 8XHI BwYH 4 R?"1 @' c* 4 A =/y 44= c1 NOT -e 02/@"*+ $☺'
01 NOP* "-zQ -[*\ A pR* 4 NO5GT P"I $☺' ☺tU $cd*\ p* 4 BwYH 4 R?"1 @&' A i5Q"*+ -e 4 G =M/y 44= c1 89H?+ 44= * dzQ a rI u; r 89⌧@ ugv= 44= 4= Eo=* 4 uh4="/' ☺c7&' BRd. 4 ,V;5G*\
>*7Q4= S K0#zQ -[*\ A m:Rn LM m5zQ >P fgc*\ B.* ' BwYH 4 R?"1 @' A l?tZ
>N⌧ M/y 44= wkx Ap6 I G v&' <wYH 4 A rz' {12 : 4/ } اء. " J 4 Artinya : “ Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” Al-Qur’an juga menerangkan tentang pewaris yang tidak memiliki ahli waris, sebagaimana firman Allah SWT.,:
J ,;? B"#02/E"`h ,-e A * d*G/ LM NOPY2/EI p* 4 o0* /* Bd S "mN "' !# cd*\ ugv= Eo=* 4 NOT -e c?"I ? 4 A ⌧)"*+ "2"#⌧@ -[*\ A p* 4 h 5G"I ,-*U?tU ☺cd*\ ,MX"2
Kalalah ialah seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak
mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
2. Al-Hadits
*و%+ ,& +, اءض ه#$ا ا%&' ا: ل: ا س ر ا ا ص م 16
(رى3 ا4 )روا.# ذآ/0ر
Artinya : “Dari Ibnu abbas RA. Bahwasannya Nabi Muhammad SAW. bersabda: Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dan keturunan laki-laki yang terdekat.
3. Ijma dan Ijtihad Ijma dan ijtihad para sahabat, imam-imam mazhab dan mujtahid-mujtahid kenamaan mempunyai peranan yang tidak kecil sumbangannya terhadap penelitianpenelitian terhadap masalah mawaris yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang sharih. Seperti halnya masalah aul atau radd dan lain sebagainya. 17 Ijma yaitu kesepakatan para ulama atau para sahabat sepeninggal Rasulullah SAW. Tentang ketentuan warisan yang dalam al-Qur’an karena telah disepakati oleh para sahabat dan ulama. Maka ijma, dijadikan sebagai sumber dan referansi hukum. 18
16 17
18
Shahih bukhari IV. (Cairo, Daar Wa Mathba’ al-Sya’biy) h. 181 Suparman Usman dan Yusuf Soma Wirafa. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam. h.21
Tengku Muhammad Hasby Ash-Shidiqy, Fiqh Mawaris (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999) cet ke-1. h. 303
Ijtihad yaitu pemikiran para sahabat atau ulama dalam menyelesaikan hal-hal pembagian waris yang belum atau tidak disepakati. Maksudnya ialah ijtihad dalam menerapkan istinbath hukum, bukan untuk mengubah pemahaman atau ketentuan yang sudah ada.19
C. Sejarah Hukum Kewarisan Islam 1. Kewarisan pada masa pra-Islam Pada zaman jahiliyah, bangsa Arab memiliki hobi mengembara dan berperang, kehidupannya
bergantung pada hasil perniagaan rempah-rempah dan
harta rampasan perang. Mereka beranggapan bahwa kaum laki-laki yang sudah dewasa saja yang mampu, memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam pemeliharaan harta kekayaan. Itulah sebabnya harta warisan hanya diberikan kepada kaum laki-laki tidak diberikan kepada perempuan dan anak-anak, dan harta warisan ini juga diberikan kepada orang-orang yang mempunyai perjanjian prasetya dan orang-orang yang diadopsi. Pada zaman jahiliyah hanyalah orang yang memiliki ikatan-ikatan berikut ini yang mendapatkan harta warisan yaitu :20 a. Adanya pertalian kerabat; b. Adanya ikatan janji prasetia; c.
Adanya pengangkatan anak (adopsi). 19
Aep Saifullah, Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007) 20 Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan, h.15.
2. Kewarisan pada masa awal Islam Pada masa awal Islam, kekuatan kaum muslimin masih sangat lemah dikarenakan jumlah umat Islam masih sangat lemah. Setelah menerima perintah dari Allah SWT. Rasulullah SAW. Bersama sejumlah sahabat besar meninggalkan kota Mekkah menuju Madinah. Kedatangan Rasulullah SAW. Dan pengikutnya (kaum muhajirin) disambut gembira oleh masyarakat Madinah (kaum anshor), untuk memperteguh dan menjadikan persaudaraan kaum muhajirin dan kaum anshor. Rasulullah SAW menjadikan ikatan persaudaraan tersebut sebagai salah satu sebab untuk saling mewarisi. Pada masa ini ditetapkan sebab-sebab seseorang memperoleh harta warisan yaitu :21 a. Adanya pertalian kerabat, nasab; b. Adanya janji prasetia; c. Adanya pengangkatan anak; d. Adanya hijrah; e. Adanya muakhkhah (persaudaraan).22 Dasar hukum dari hijrah dan muakhkhah sebagai sebab mewarisi yaitu :
S <"' 5 vIT :-e S 4Rc 4 S 4 4 LM NOk PE#4= 4 c. /'41 S 4 4 5 "MyT 4 ,;Y B *4= S E40>6 "#:4 21
22
H. Suparman Usman dan Yusuf Somahinata. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h.4-6
Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan, h. 16
A ¢£?"1 m5 Y44= NOjk ⌫?"1 NO* 4 S <"' 5 "MyT 4 &' 15G* "' S 4 wk0R Api ~5p⌧ &' Ok☺ Y * 4 ,-e 4 A S 4 wk0R ,MyR LM NO5@40>6
:< OP/Yd?*\ u¨ *U&' O <n"1 4 NO5Gh7n"1 ¦§N* . u> !"1 "-?☺?*+ ☺1 J 4 G {72 : 8 / ل$} ا*ﻥ Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin) mereka itu satu sama lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. 3. Kewarisan pada masa kesempurnaan Islam Pada masa kesempurnaan Islam ini, telah ada kesempurnaan hukum-hukum Islam diantaranya :23 a. Pencabutan sebab saling mewarisi karena hijrah dan persaudaraan. Firman Allah SWT. :
ALd¢44= p¢:< NOk PE#4= f' 8X<'*☺/1 G NOjk0☺ c:'= Eo0. 4/4= 4 S NOjk ⌫?"1 §"dNr23 S 54= 4 "2 Q LM ¢£?"B1 A©d¢44= 8X<'*☺/ v' -4= {e "Myª c☺/ 4 O5G« 44= Ld¢e S K??/E*+ LM B.* 89zQ A l\4?:' {6 : 33 / اب:} ا*ﺡ. 7r5}"' "` / 23
Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan., h17-19
Artinya : “ Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu Telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” b. Pencabutan sebab-sebab saling mewarisi. Sebagaimana yang tercantum dalam Firman Allah SWT. surat an-Niasaa ayat 7; c. Pencabutan sebab saling mewarisi dengan alasan janji prasetia;
R?"1 _' S <"' 5 "MyT 4 NO5G?"' S 4Rc 4 S 4 4 S 54= 4 A 5G<' B *4*\ ALd¢44= NOjk ⌫?"1 §"dNr23 :-e G "2@ LM ¢£?"B1 {75 : 8 / ل$} ا*ﻥ. Bi
" ~5p⌧ ,V;5G1 T Artinya : “ Dan orang-orang yang beriman sesudah itu Kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). orangorang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” d. Pencabutan sebab saling mewarisi dengan alasan pengangkatan anak (adopsi).
&' ;" J z;? :' z;? "' 4 A ¬\N LM X"B\* r T O5G. 4/4= A N15G` c:'= $jkl' "-4c *P?+ NO5@ 5 4= z;? "' 4 O5G5N* NO5G.* A NO5@ 5h7N14= Pe"I J 4 S NO5G. /\41 . z;Y Rfc"I ? 4 :¨*/
? NOc«"1¤ NO? NOT -[*\ A R< 5 6/4= NO? 5"1 5 S K☺d?*+ ,MyV LM NOP0#. v[*\ NOP/Yd" /* 4 A NO5GY. "' 4 ¬1 ?+\*}v4= ☺Y\ p <
A NO5G01?? fOR$☺?*+ :' G * 4 / اب: } ا*ﺡ. ☺r 7rPE⌧ J "-zQ 4 {5 -4 : 33 Artinya : “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar24 itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).{5} Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maula25mu dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Keistimewaan
yang terdapat dalam kewarisan pada masa kesempurnaan
Islam, antara lain :26 a. Menyerahkan harta warisan kepada kerabat-kerabat yang berhak; b. Tidak melarang kepada bapak, seterusnya ke atas (leluhurnya) dan istri; c. Memberikan harta warisan kepada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.
D. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam
24
zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda). 25
Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang Telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah.
26
Fatur Rahman. Ilmu Waris, h. 22
Dalam masalah pembagian harta waris ini terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, diantaranya yaitu : 1. Rukun kewarisan a. Muwarits yaitu orang yang meninggal dunia memiliki harta yang dapat diwarisi kepada ahli waris (pewaris); b. Warits yaitu orang yang memiliki hubungan dengan muwarits (pewaris), seperti: hubungan kekerabatan dan perkawinan; c. Mauruts yaitu harta benda yang ditinggalkan oleh muwarits (pewaris) yang diwarisi kepada warits (ahli waris). 2. Syarat kewarisan a. Dalam masalah muwarits para ulama membedakan atas 3 macam yaitu: 1) Mati haqiqi yaitu kematian yang nyata disaksikan oleh panca indera (mati sejati); 2) Mati hukmy yaitu kematian atas dasar keputusan atau vonis hakim atas dasar beberapa sebab, seperti: orang yang hilang; 3) Mati taqdiri yaitu kematian berdasarkan dugaan keras, seperti: kematian bayi dalam perut ibunya karena ibunya minum racun atau terjadi pemukulan atas ibunya. b. Hidupnya ahli waris di saat kematian muwarits (pewaris) c. Tidak ada pengahalang untuk mewarisi. 27
27
Fatur Rahman. Ilmu Waris, h.50
E. Sebab-sebab Mewarisi Adapun sebab-sebab seseorang menerima harta warisan yaitu :28 1. Perkawinan 2. Kekerabatan yaitu hubungan kekeluargaan antara ahli waris dengan muwarits (nashobah hakiki), kekerabatan ini terdiri atas : a. Ashabul furud yaitu ahli waris yang menerima bagian tertentu dari harta warisan; b. Ashobah ushubah nasabiyah yaitu ahli waris yang menerima bagian yang tidak tertentu; c. Dzawil arham yaitu ahli waris yang tidak termasuk ke dalam dua kelompok tersebut di atas; d. Ashobah ‘ushubah sababiyah yaitu ahli waris yang terikat oleh ushubah sababiyah (kekerabatan yang ditentukan berdasar hukum). Kekerabatan yang berdasar hukum diantaranya : 1) Seseorang membebaskan budak; 2) Adanya perjanjian untuk tolong-menolong saling setia antara seseorang dengan yang lain.
28
Asymuni A. Rahman dkk. Ilmu Fiqh 3 (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Departemen Agama, 1986), h. 34-35
BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG JAKARTA SELATAN (KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN CILANDAK)
A. Kondisi Geografis dan Letak Wilayah Wilayah lebak bulus merupakan salah satu daerah yang berada di kecamatan Cilandak Jakarta selatan yang memiliki luas wilayah 411,40 ha. Batasan maksimal suhu volume udara wilayah ini adalah 21ºC dan batasan minimal 24ºC.
Wilayah
yang memiliki bentuk wilayah tanah datar berombak 15-20 m dengan curah hujan 16mm/tahun ini memiliki batasan-batasan wilayah yaitu:29 1. Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Pondok pinang; 3. Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Cilandak barat; 4. Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Pondok labu/desa Pangkalan jati; 5. Sebelah barat berbatasan dengan kali pesanggrahan, desa Cirendeu. Jarak kelurahan ke ibu kota kecamatan, kotamadya dan propinsi adalah sebagai berikut :30 1. Jarak dari pusat pemerintahan provinsi DKI Jakarta 22 km; 2. Jarak dari pusat pemerintahan kotamadya 12 km; 3. Jarak dari kecamatan 3 km. 29
Sumber : Data monografi Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan tahun 2009
30
Ibid.
B. Keadaan Demogafis 1. Penduduk Kelurahan lebak bulus memiliki Jumlah penduduk di wilayah ini mencapai 21.793 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) 6811 KK dengan perincian data sebagai berikut :31
Jenis Kelamin
Tabel 1 Jumlah jiwa berdasarkan jenis kelamin Jiwa Persentase (%)
Laki-laki
9.040
41.4%
Perempuan
12.759
58.6%
Jumlah
21.793
100%
Sumber : monografi 2009
Tabel 2 Jumlah jiwa berdasarkan jenis usia32 Jiwa
Persentase (%)
0-5
2.258
10.3%
6-10
2.381
11%
11-17
2.394
11%
18-24
3.472
16%
25-30
3.965
18%
Jenis Usia
31
Ibid.
32
Ibid.
31-40
3.302
15%
41-50
2.482
12%
51-60
775
3.5%
61-70
361
1.6%
71-keatas
332
1.5%
21.793
100%
Jumlah
Sumber : monografi 2009
Tabel 3 Jumlah jiwa berdasarkan kewarganegaraan33 Kewarganegaraan Jiwa Presentase (%) WNI
21.732
99.7%
WNA
7
0.03%
Jumlah
21.793
100%
Sumber : monografi 2009
2. Pendidikan Jika dilihat dari pendidikannya, terlihat tabel dibawah ini ternyata mayoritas masyarakat kelurahan Lebak bulus berpendidikan SLTA/sederajat, dengan perincian data sebagai berikut :34
33
Ibid.
34
Ibid.
Tabel 4 Jumlah jiwa berdasarkan tingkat pendidikan35 Tingkat Pendidikan Jiwa Tamat SD/sederajat
274
SD/sederajat
883
Tamat SLTP/sederajat
824
SLTP/sederajat
5652
Tamat SLTA/sederajat
373
SLTA/sederajat
5567
Tamat Akademi
538
Akademi
786
Tamat Universitas
964
S1
371
S2
284
S3
189 Sumber : monografi 2009
Guna untuk mendukung pendidikan formal pemerintah membangun sarana pendidikan dari taman bermain (playgroup) sampai dengan tingkat akademi, dari
35
Ibid.
sekolah negeri sampai dengan sekolah swasta. Diantara sekolahan-sekolahan tersebut yaitu :36
Tabel 5 Jumlah sarana pendidikan negeri Sarana Pendidikan SD
7
SLTA
1
Jumlah
8 Sumber : monografi 2009
Tabel 6 Jumlah sarana pendidikan swasta37 Sarana Pendidikan Taman bermain(playgroup) Taman Kanak-kanak (TK)
1 9
SLTP
2
SLTA
4
Akademi
3
Jumlah
19 Sumber : monografi 2009
36
Ibid.
37
Ibid.
Di samping pendidikan formal di wilayah lebak bulus juga telah ada sarana pendidikan non formal yang bergerak di bidang keagamaan, seperti: taman pendidikan al-Qur’an (TPA) untuk anak-anak dan majlis ta’lim dari tingkat remaja sampai dengan tingkat orang tua. Manfaat TPA dan majlis ta’lim selain tempat forum silaturrahim juga bermanfaat untuk menunaikan kewajiban tholabul ilmi38 yang berguna sebagai solusi bagi hukum yang tidak diketahui oleh warga masyarakat. Jumalah majlis ta’lim di lebak bulus ini sebanyak 22 buah majlis ta’lim. 3. Keagamaan Mayoritas agama di kelurahan Lebak bulus adalah agama Islam mencapai 82% dengan jumlah jiwa 17.893 jiwa dan agama lain yang ada di kelurahan Lebak bulus diantaranya Kristen mencapai 14%, agama Budha dan Hindu masing-masing berjumlah 2%.39
Agama
Tabel 7 Jumlah keagamaan40 Jiwa
Islam
17.893
Kristen
2.995
38
Tholabul ilmi adalah menuntut ilmu
39
Sumber : Data monografi Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan tahun 2009
40
Ibid.
Hindu
523
Budha
328
Aliran kepercayaan lainnya Jumlah
21.739
Sumber : monografi 2009
4. Ekonomi Mata pencaharian warga masyarakat di wilayah lebak bulus lebih dominan warga bermata pencaharian sebagai karyawan swasta dan pegawai negri sipil (PNS). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan warga lebak bulus dapat dikatakan cukup tinggi yakni antara SLTA, akademi hingga universitas. Perincian datanya sebagai berikut :41
Tabel 8 Jumlah Mata Pencaharian Mata Pencaharian
41
Ibid.
Petani
82
Buruh
485
Pedagang
1251
Karyawan Swasta
4847
PNS
2238
ABRI
1072
Pensiun
2166
Swasta lainnya
354 Sumber : monografi 2009
C. Karakteristik Responden Populasi responden yang dijadikan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang responden. Dalam bab karakteristik responden ini memuat tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan responden. Penggambaran secara rinci adalah sebagai berikut :
Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin42
Laki-laki
47% 53%
Perem puan
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Seperti terlihat data di atas, bahwa responden berjenis kelamin laki-laki jumlahnya
42
yaitu 53%. Sedangkan untuk responden berjenis kelamin perempuan
Observasi di Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan, 20 Mei-2 Juni 2009
berjumlah 47%. Walaupun terjadi perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Jika dilihat dari jumlah keseluruhan maka terjadi perbedaan. Jumlah responden laki-laki lebih banyak dibanding jumlah responden perempuan. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah keseluruhan warga masyarakat kelurahan Lebak bulus yang jumlah perempuannya lebih banyak dari laki-laki. Sedangkan gambaran karakteristik responden berdasarkan jenjang pendidikan adalah sebagai berikut :43
Tabel 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan44 4%
19%
SD/MI
20%
SMP/MTs SMA/MA PT
57%
Sumber : Data lapangan tahun 2009 Gambaran tabel di atas adalah gambaran karakteristik responden dilihat dari jenjang pendidikannya. Bahwa SMA/MA menempati posisi paling atas yaitu 57%, responden yang berpendidikan SMP/MTs 20%, responden berpendidikan PT
43
Ibid.
44
Ibid.
(perguruan tinggi) 19% dan responden yang berpendidikan SD/MI sebanyak 4 %. Jika dikaitkan dengan standar pendidikan maka pendidikan responden cukup tinggi yakni
hampir
57%
berpendidikan
SMA/MA
Banyaknya
responden
yang
berpendidikan SMA/MA menunjukan bahwa pendidikan responden cukup tinggi. Jika dikaitkan dengan pendidikan masyarakat kelurahan Lebak bulus, hal ini sebanding atau hampir sama dengan jenjang pendidikan responden yakni sama-sama berpendidikan SMA/MA. Gambaran karakteristik responden dilihat dari jenis pekerjaannya yaitu :45
Tabel 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan46
6%
PNS Wirasw asta
48%
41%
Dagang Lainnya
5%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
45
Ibid.
46
Ibid.
Sebagaimana tabel yang terlihat di atas, bahwa responden yang bekerja sebagai dagang yaitu 5%, PNS sebanyak 6%, wiraswasta 41% dan posisi yang paling banyak adalah lainnya
menempati posisi paling banyak yakni 48%. Hal ini
dikarenakan buruh, ibu rumah tangga dan pekerjaan lainnya yang tidak termasuk pada daftar diatas masuk pada kolom lainnya. Karakteristik responden yang terakhir yaitu dilihat dari gambaran responden berdasarkan status pernikahan. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :47
Tabel 12 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan48 3% Menikah
27%
Belum Menikah Duda/Janda
70%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Seperti terlihat tabel di atas, ternyata responden yang sudah memiliki status menikah menunjukkan jumlah yang paling banyak yaitu 70% . Sedangkan yang
47
Ibid.
48
Ibid.
belum menikah sebanyak 27%. Responden yang memiliki status duda/janda hanya sedikit yaitu 3%.
BAB IV ANALISA TRADISI PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
A. Pengetahuan Konsep Kewarisan Dalam Hukum islam Tabel 13 Pengetahuan Responden Tentang Hukum Waris49 Tahu Kurang Tahu Tidak Tahu
6% 20%
74%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Pengetahuan responden tentang hukum waris, bahwa hampir 74% responden mengetahui tentang hukum waris, banyaknya responden yang mengetahui tentang hukum waris ini merupakan hal yang wajar, sebab masalah kewarisan ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena masalah ini berkaitan dengan harta kekayaan. Responden yang kurang tahu sebanyak 20%, kekurangtahuan responden mengenai masalah hukum waris mungkin hanya dikarenakan kurangnya pemahaman
49
Observasi di Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan, 20 Mei-2 Juni 2009
responden mengenai masalah kewarisan ini. Sedangkan responden tidak tahu hanya minoritas yakni 6%.
Tabel 14 Sumber Informasi Responden Tentang Hukum Waris50 Buku Media Ustadz/kyai Tidak tahu 8% 36%
41% 15%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Sumber informasi mengenai masalah hukum waris yang berasal dari ustadz/kyai merupakan pengetahuan mayoritas yakni mencapai 41%, hal ini dikarenakan responden lebih memanfaatkan ustadz/kyai sebagai media pembelajaran tidak hanya mengenai masalah hukum waris tetapi masalah yang lainnya. Responden yang menjawab buku hampir seimbang dengan ustadz kyai yakni 36%, ternyata responden masih memanfaatkan buku sebagai bahan pembelajaran. Sedangkan responden yang menjawab media hanya 15%. Responden yang menjawab tidak tahu 8%. 50
Ibid.
Tabel 15 Arti Hukum Waris Menurut Responden51
Pembagian harta kekayaan sebelum orang tua meninggal
9% 20%
41%
Pembagian harta kekayaan setelah orang tua meninggal Pembagian harta kekayaan setelah pewaris meninggal Tidak tahu
30%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Ketidaktahuan responden mengenai arti hukum waris mencapai 9%. Sedangkan mengenai arti hukum waris lebih banyak memilih jawaban pembagian harta kekayaan setelah pewaris meninggal yakni 41%, pembagian harta kekayaan setelah orang tua meninggal sebanyak 30% dan 20% untuk jawaban pembagian harta kekayaan sebelum orang tua meninggal. Pembagian harta kekayaan sebelum orang tua meninggal dapat dikatakan sebagai hibah. Cukup
banyak responden yang
memilih jawaban ini hal ini disebabkan responden masih menyamakan antara waris dengan hibah. Hibah adalah berasal dari bahasa Arab diambil dari kata-kata "hubuubur riih" artinya "nuruuruha" yang berarti perjalan angin, yang juga berarti "kebaikan atau keutamaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain berupa harta 51
Ibid.
atau bukan.52 Dalam kompilasi hukum Islam dikatakan hibah adalah suatu pemberian benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
Tabel 16 Tanggapan Responden Tentang Aturan Hukum Waris Di dalam Islam53 Ya Tidak 8%
Tidak Tahu
18%
74%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Pada umumnya responden mengetahui tentang aturan hukum kewarisan yang terdapat di dalam ajaran agama Islam. Responden yang mengetahui aturan kewarisan di dalam agama Islam sebanyak 74%, sedangkan responden yang memilih jawaban tidak tahu 18% dan responden yang menjawab tidak hanya 8%.
52
Asymuni A. Rahman DKK "Ilmu Fiqh 3", Penerbit : Departemen Agama
53
Observasi, 20 Mei-2 Juni 2009
Tabel 17 Pengetahuan Responden Tentang Dasar Hukum Waris54
7%
al-Q ur'an al-Hadi ts Lainnya Tidak tahu
18%
5% 70%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Dasar hukum sangatlah penting untuk mengetahui suatu aturan yang akan digunakan seperti dasar hukum dalam aturan hukum waris. Pengetahuan responden mengenai dasar hukum dalam aturan kewarisan mencapai 70% yang mengetahui bahwa al-Qur’an merupakan dasar hukum dari kawarisan, responden yang menggunakan hak suaranya untuk menjawab lainnya mencapai 18%, yang termasuk dalam jawaban ini yaitu kebanyakan responden mengetahui kewarisan didasari pada fiqih. Al-Hadits sebagai dasar hukum aturan kewarisan mencapai 5%. Sedangkan responden yang tidah tahu aturan dasar hukum kewarisan yakni 7%.
54
Ibid.
Tabel 18 Pengetahuan Responden Tentang Ayat-ayat al-Qur’an yang Mengatur Hukum Waris55 Tahu Kurang tahu Tidak tahu 34%
36%
30%
Sumber : Data lapangan tahun 2009 Seperti terlihat di tabel atas, bahwa persentase pengetahuan masyarakat mengenai masalah aturan ayat al-Qur’an yang mengatur hukum waris memiliki persentase yang hampir sama. Mayoritas responden tahu tentang aturan hukum waris yang terdapat di dalam ayat al-Qur’an yakni sebanyak 34%, 36% responden menjawab tidak tahu tentang ayat al-Qur’an yang mengatur masalah kewarisan. Sedangkan 30% responden menjawab kurang tahu. Tabel 19 Pengetahuan Responden Tentang Dasar Hukum Waris Selain al-Qur’an56 al-Hadits Ijma Ijtihad
5%
9%
Tidak jawab
10%
76%
Sumber : Data lapangan tahun 2009 55
Ibid.
56
Ibid.
Dari data di atas, ternyata responden hampir menjawab al-Hadits sebagai dasar hukum waris selain al-Qur’an yakni 76%, responden yang menjawab ijma 10% dan ijtihad 5%. Responden pun juga ada yang tidak menjawab sebanyak 9%.
Tabel 20 Tanggapan Responden Tentang Aturan Kewajiban Membagikan Harta Waris yang Tercantum Dalam al-Qur’an57 Ya Kurang tahu Tidak tahu 5% 20%
75%
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Responden yang memilih jawaban bahwa ayat-ayat al-Qur’an memiliki kewajiban membagikan kewarisan sebanyak 75%, kurang tahu 20% dan 5% untuk jawaban responden yang tidak memberi jawabannya.
57
Ibid.
B. Pengetahuan Masyarakat Tentang Konsep hukum Kewarisan Islam dalam Aturan Kewarisan di Indonesia Tabel 21 Pengetahuan Responden Tentang Aturan Hukum Waris di Indonesia58 Tahu 100%
Kurang tahu 90% Tidak tahu
80% 60% 40% 20%
6%
4%
0%
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Data di atas menunjukan bahwa 45% responden menyatakan mengetahui aturan hukum waris yang berlaku di Indonesia, 27% responden menyatakan kurang tahu mengenai aturan hukum waris ini.
Hal ini menggambarkan bahwa cukup
banyak responden yang mengetahui aturan hukum kewarisan ini. Dapat dikatakan ternyata sosialisasi hukum tersebut cukup baik ke masyarakat. Akan tatapi ketidaktahuan responden tentang aturan hukum waris ini juga cukup tinggi yakni mencapai 28%.
58
Ibid.
Tabel 22 Pengetahuan Responden Tentang Sumber Hukum yang Mengatur Tentang Hukum Waris59
UU No.1 Tahun 1974 100%
90%
KHI (Kompi lasi Hukum Isl am)
80%
Tidak tahu
60% 40% 20%
6%
4%
0%
UU No.1 Tahun KHI (Kompilasi 1974 Hukum Islam)
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Ketidaktahuan responden tentang aturan sumber hukum nasional yang ada di Indonesia mencapai 55%. Sedangkan responden yang menjawab UU No. 1 Tahun 1974 yakni 13%. Sedangkan responden yang menjawab KHI (kompilasi hukum Islam) sebagai sumber hukum nasional yang mengatur hukum waris yakni 19%. Ternyata responden cukup mengetahui aturan yang ada di dalam KHI mengenai hukum waris.
59
Ibid.
Tabel 23 Sumber Informasi Responden Tentang Aturan Hukum Waris yang Berlaku60 Buku Medi a
60%
O rang l ai n
45%
Ti dak tahu
40%
28% 19%
20%
8%
0% Buku
Medi a
O rang l ai n
Ti dak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Pengetahuan responden terhadap sumber hukum yang mengatur hukum waris lebih banyak didapat dari buku yakni 45%, dibandingkan yang didapat dari media 8% atau mengetahui dari orang lain 19%. Ini menunjukkan bahwa buku mempunyai peran penting dalam penyebaran pengetahuan kepada masyarakat. Tabel 24 Pengetahuan Responden Tentang Syarat-syarat Mendapatkan Warisan61 100%
Tahu
90%
Kurang tahu Ti dak tahu
50% 6%
4%
0%
Tahu
60
Ibid.
61
Ibid.
Kurang tahu
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Data di atas menunjukkan bahwa hampir 65% responden mengetahui syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang ingin mendapatkan warisan, 15% responden menyatakan kurang tahu. Ternyata responden yang menyatakan tidak tahu tentang syarat-syarat mendapatkan warisan mencapai 20%. Kenyataan demikian ditujukkan juga dengan jawaban responden tentang syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi, perinciannya sebagai berikut :
Tabel 25 Pengetahuan Responden Tentang Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi62 60%
Karena adanya persetujuan dari ahli waris
55%
Karena nasab/keturunan
50%
Karena perkawinan
40% 30%
Tidak tahu
25%
17%
20% 10%
3%
0% Karena adanya persetujuan dari ahli waris
Karena nasab/keturunan
Karena perkawinan
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Responden menyatakan syarat yang harus dipenuhi yaitu karena adanya persetujuan dari ahli waris sebanyak 55%, sedangkan untuk jawaban karena 62
Ibid.
nasab/keturunan responden yang memberi jawaban hampir 25% dan responden yang memilih syarat mendapatkan waris itu haru berdasar karena perkawinan hanya 3%. Selain itu, ada pula responden yang tidak memberi jawaban atau tidak tahu sebanyak 17%.
Tabel 26 Tanggapan Responden Tentang Aturan Islam Mengenai Bagian Ahli Waris63
90%
85%
80% 70% 60% Ya
50%
Tidak
40%
Tidak tahu
30% 20%
12% 3%
10% 0% Ya
Tidak
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Data di atas menggambarkan bahwa responden yang mengetahui tentang Islam mengatur bagian-bagian ahli waris sebanyak 85%, responden menyatakan bahwa Islam tidak mengatur bagian-bagian ahli waris yakni 3%. Sedangkan responden yang tidak mengetahui 12%.
63
Ibid.
Tabel 27 Tanggapan Responden Tentang Perbedaan Pembagian Antara Anak laki-laki dan Perempuan64
100%
Ada Ti dak ada Ti dak tahu
90%
80% 60% 40% 20%
3%
7%
0% Ada
Ti dak ada
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Data di atas menunjukkan ternyata responden yang menyatakan bahawa ada perbedaan pembagian antara anak laki-laki dan anak perempuan hampir 90%, dan responden yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pembagian antara anak lakilaki dan anak perempuan yakni 3%. Hal ini menyatakan ternyata responden cukup mengetahui bahwa dalam ajaran Islam terdapat perbedaan pembagian waris antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan mengenai perbedaan pembagian tersebut. 64
Ibid.
7% responden menjawab tidak tahu
Tabel 28 Pengetahuan Responden Tentang Bagian Satu Anak Laki-laki Tanpa Anak Perempuan65
60%
55% Satu pe r dua
50%
Ashobah 40% Satu pe r ti ga 30% 20%
20%
17%
Tidak tahu
8%
10% 0% Satu pe r dua
Ashobah
Satu pe r ti ga
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Data di atas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan bahwa bagian anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan mendapatkan ½ bagian sebanyak 55%, sedangkan yang menyatakan mendapat bagian ashobah 20% dan 8% responden menyatakan 1/3 bagian. Sedangkan 17% responden menyatakan tidak tahu
65
Ibid.
Tabel 29 Pengetahuan Responden Tentang Bagian Satu Perempuan Tanpa Anak Laki-laki66
40%
39%
Satu pe r dua Dua pe r ti ga
35%
Satu pe r tiga
30%
26%
25%
Ti dak tahu
20%
20%
15%
15% 10% 5% 0% Satu pe r dua
Dua pe r tiga
Satu pe r ti ga
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Bagian dari satu anak perempuan tanpa anak laki-laki, responden yang menyatakan mendapat bagian 1/3 yakni 39%, 26% untuk responden yang menyatakan bahwa mendapatkan ½ bagian. Sedangkan responden yang manyatakan mendapat bagian 2/3 sebanyak 20%.
66
Ibid.
Tabel 30 Pengetahuan Responden Tentang Bagian Anak Perempuan Lebih Dari Satu Orang67 Satu per dua
47%
50%
Dua per tiga Satu per tiga
40%
31%
Tidak tahu
30%
17%
20% 10%
5%
0% Satu per dua
Dua per tiga
Satu per tiga
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Pengetahuan responden mengenai bagian anak perempuan lebih dari satu orang, hampir 47% responden menyatakan mendapatkan 2/3. hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan mengenai pembagian ini. Sebanyak 31% responden menyatakan bahwa mendapatkan bagian 1/3. 5% responden menyatakan bahwa mendapat bagian ½ .
67
Ibid.
C. Pengetahuan dan Pandangan Masyarakat terhadap Hukum Waris Betawi
Tabel 31 Pengetahuan Responden Tentang Hukum Waris Selain Hukum Waris Islam68
60%
56%
50% 40%
29%
30% 20%
Ada Tidak ada Tidak tahu
15%
10% 0% Ada
Ti dak ada
Ti dak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Tabel di atas menunjukkan 56% responden menyatakan bahwa ada hukum waris selain hukum waris Islam. Sedangkan hampir 29% responden menyatakan tidak tahu dan 15% responden menyatakan tidak ada hukum waris selain hukum waris Islam.
68
Ibid.
Tabel 32 Pengetahuan Responden Tentang Hukum Waris yang Diketahui Selain Hukum Waris Islam69 58%
60% 40%
35%
Hukum waris barat Hukum W ari s adat Lainnya Tidak tahu
20% 0%
4%
3% Hukum waris barat
Hukum Wari s adat
Lainnya
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 58% responden menyatakan bahwa hukum waris adat merupakan hukum waris selain hukum waris Islam, 3% responden menyatakan bahwa hukum waris barat merupakan hukum waris selain hukum waris Islam. Sedangkan hampir 35% responden menyatakan tidak tahu. Tabel 33 Tanggapan Responden Tentang Hukum Waris Adat yang Diketahui70
69
Ibid.
70
Ibid.
50%
Hukum wari s adat betawi Hukum wari s adat sunda Hukum wari s adat jawa Ti dak tahu
40%
34%
60%
57%
30% 20% 10%
5%
4%
0% Hukum wari s Hukum waris Hukum wari s adat be tawi adat sunda adat jawa
Ti dak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Tanggapan responden mengenai hukum waris adat yang diketahui hampir 42% responden menyatakan hukum waris adat yang diketahui adalah hukum waris adat Betawi. Banyaknya responden yang menyatakan hal tersebut dikarenakan hampir 60% masyarakat kelurahan Lebak bulus adalah warga Betawi. Jadi tidak menutup kemungkinan responden lebih mengetahui hukum waris adat Betawi. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan responden yang hukum waris adat yang lainnya , seperti hukum waris adat jawa (4%) dan hukum waris adat sunda (5%)
Tabel 34 Pembagian Waris menurut Adat Betawi71
71
Ibid.
59%
60% 50% 40%
Ada
30%
25%
20%
Tidak ada Tidak tahu
16%
10% 0% Ada
Tidak ada
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan ada pembagian waris menurut adat Betawi yakni 59%, 16% responden menyatakan tidak ada pembagian waris menurut adat Betawi dan 25% responden menyatakan tidak tahu. Tabel 35 Pengetahuan Responden Tentang Aturan yang Mengatur Hukum Waris Betawi72 100%
90%
80% Ada Tidak ada Tidak tahu
60% 40% 20%
6%
4%
Tidak ada
Tidak tahu
0% Ada
Sumber : Data lapangan tahun 2009
72
Ibid.
Pengetahuan responden tentang aturan yang mengatur hukum waris Betawi, responden menyatakan bahwa hampir 90% responden menyatakan bahwa ada aturan hukum yang mengatur hukum waris Betawi, 6% menyatakan tidak ada dan 4% tidak tahu tentang aturan hukum waris Betawi. Tabel 36 Tanggapan Responden Tentang Dasar Hukum Aturan Waris Betawi73 40%
36%
35%
30% 22% 20% 10%
7%
Kese pakatan Adat i stiadat Lai nnya Ti dak tahu
0% Kese pakatan
Adat i sti adat
Lainnya
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Tabel di atas menunjukkan tentang dasar hukum aturan waris Betawi, 36% responden menyatakan dasar hukum waris Betawi didasarkan pada kesepakatan. Pernyataan responden ini juga hampir seimbang dengan aturan yang berdasarkan adat istiadat yakni 35%. Tabel 37 Tanggapan Responden Pembagian Waris Betawi Menimbulkan Konflik74
73 74
Ibid. Ibid.
100%
90%
80% Ya Kurang tahu Ti dak tahu
60% 40% 20%
6%
4%
0% Ya
Kurang tahu
Ti dak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Pada umumnya hampir 61% responden menyatakan bahwa pembagian waris Betawi dapat menimbulkan konflik antara anggota keluarga. Jika telah terjadi konflik/masalah antara anggota keluarga, maka dilakukanlah penyelesaian dengan jalan musyawarah keluarga ataupun pengadilan agama. Adapun perincian data mengenai penyelesaiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 38 Tanggapan responden Tentang Penyelesaian Jika Menimbulkan Konflik75
75
Ibid.
80% 70%
71%
Musyawarah keluarga Pengadilan agama
60%
Lainnya…
50%
Tidak tahu
40% 30% 20%
13%
10%
13% 3%
0% Musyawarah keluarga
Pengadilan agama
Lainnya…
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Responden yang menyatakan bahwa penyelesaian masalah waris Betawi jika terjadi konflik/masalah dapat dilakukan dengan musyawarah keluarga. Ini meupakan jawaban mayoritas yang dipilih responden yakni 71%. Sedangkan penyelesaian melalui jalur pengadilan agama hanya 13%. Hal nini menunjukkan bahwa masyarakat masih berkeyakinan bahwa musyawarah akan mendatangkan mufakat. Walaupun hukum waris telah mendatangkan masalah atau konflik antara anggota keluarga. Masih saja masyarakat menganggap bahwa pembagian waris Betawi dianggap baik oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan data berikut :
Tabel 39 Tanggapan Responden Terhadap Masyarakat yang Melakasanakan Hukum waris Betawi76 76
Ibid.
50%
49%
Baik Kurang baik
45% 40%
Tidak baik
36%
35%
Tidak tahu
30% 25% 20% 15% 10%
7%
8%
Tidak baik
Tidak tahu
5% 0% Baik
Kurang baik
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Responden menyatakan hampir 49% menganggap bahwa pelaksanaan hukum kewarisan adalah baik, 36% responden menyatakan kurang baik dan hanya 7% responden yang menyatakan bahwa hukum waris Betawi tidak baik dan selebihnya responden menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih melaksanakan hukum waris Betawi sebagai bentuk penyelesaian hukum waris. Masyarakat yang lebih memilih hukum waris Betawi memiliki alasan-alasan tersendiri, seperti terlihat data di bawah ini :
Tabel 40 Tanggapan Responden
Tentang Alasan Masyarakat Melaksanakan Hukum Waris Betawi77
Tidak sulit pembagiannya
59%
60% 50%
Karena telah ada kesepakatan keluarga Karena telah dilakukan secara turun temurun Tidak tahu
40% 27%
30% 20% 10%
10% 4%
0% Tidak sulit pembagiannya
Karena telah ada Karena telah dilakukan kesepakatan keluarga secara turun temurun
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Pengetahuan responden tentang alasan masyarakat lebih memilih hukum waris Betawi karena tidak sulit pembagiannya sebanyak 4%, karena telah ada kesepakatan keluarga sebanyak 27% dan pernyataan yang mayoritas dengan alasan karena dilakukan secara turun temurun ykni sebanyak 59%.
D. Permasalahan Status Kewarisan Betawi Ditinjau dari Hukum Islam 77
Ibid.
Tabel 41 Pernyataan Responden Tentang Hukum Waris Betawi Merupakan Salah Satu Ajaran Agama Islam78
Setuju Tidak Setuju Tidak tahu
100% 80% 60% 40%
90%
20% 0% Se tuju
6%
4%
Ti dak Se tuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Tabel di atas menunjukkan bahwa 39% responden menyatakan setuju bahwa hukum waris Betawi merupakan salah satu ajaran agama Islam. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman masyakat mengenai hukum kewarisan Islam. 37% tidak setuju dan 24% responden menyatakan tidak tahu.
Tabel 42 Pernyataan Responden 78
Ibid.
Hukum Waris Betawi Merupakan Aturan yang Dibuat Oleh Manusia79 Setuju Tidak Setuju Tidak tahu
60% 50% 40% 30% 20%
57% 31%
10% 0%
12%
S etuju
Tidak S etuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Dari data di atas 57% responden menyatakan setuju bahwa hukum waris beatwi adalah aturan yang dibuat oleh manusia. Sedangkan 31% responden menyatakan tidak setuju dan 12% tidak tahu. Tabel 43 Pernyataan Responden Tentang Hukum Waris Betawi Merupakan Hukum Waris Adat
100% 80% Setuju
60% 40%
Tidak Setuju
90%
Tidak tahu
20% 0% Setuju
6%
4%
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
79
Ibid.
78% responden menyatakan setuju bahwa hukum waris Betawi termasuk ke dalam hukum waris adat. Sedangkan 8% menyatakan tidak setuju, 14% responden tidak tahu bahwa hukum waris Betawi merupakan hukum waris adat.
Tabel 44 Pernyataan Responden Tentang Pelaksanaan Hukum Waris Betawi Dilakukan Secara Turun temurun80
80% 70% 60% 50% 40% 30%
Setuju Tidak Setuju
73%
Tidak tahu
20% 10%
17%
10%
0% Setuju
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas , ternyata 73% responden menyatakan bahwa setuju jika pelaksanaan hukum waris dilakukan secara turun temurun dan 17% menyatakan tiak setuju jika hukum waris dilaksanakan secara turun temurun. Sedangkan hampir 10% responden tidak tahu.
80
Ibid.
Tabel 45 Pernyataan Responden Tentang Pelaksanaan Hukum Waris Atas Dasar Kesepakatan Keluarga81 Setuju 100% Tidak Setuju 80% Tidak tahu 60% 40%
78%
20% 17%
0% Setuju
Tidak Setuju
5% Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Tabel di atas menunjukkan lebih dari separoh yakni 78%
responden
menyatakan setuju dan 17% responden menyatakan tidak setuju bila pelaksanaan hukum waris atas dasar kesepakatan keluarga. Tabel 46 Pernyataan Responden Tentang Pembagian Hukum Waris Betawi Dilaksanakan Setelah Pewaris Meninggal Dunia82 70%
Setuju
60%
Tidak Setuju
50%
Tidak tahu
40% 30%
61%
20%
35%
10%
4%
0% Setuju
Tidak Setuju
Sumber : Data lapangan tahun 2009 81
Ibid.
82
Ibid.
Tidak tahu
Tabel di atas menunjukkan bahwa 61% responden menyatakan setuju bahwa pembagian hukum waris Betawi dilaksanakan setelah pewaris meninggal. Hal ini menunjukkan bahwa hukum waris Betawi dengan hukum waris Islam tidak ada perbedaan dalam hal waktu pembagian yakni setelah pewaris meninggal. Akan tetapi 35% responden menyatakan tidak setuju bila pembagian waris dilaksanakan setelah pewaris meninggal dunia.
Tabel 47 Pernyataan Responden Tentang Bagian Anak Laki-laki dan Perempuan Mendapat Bagian yang Seimbang83 Setuju 70%
Tidak Setuju
60%
Tidak tahu
50% 40%
62%
30% 20% 10%
21%
17%
0% Setuju
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Responden hampir lebih dari setengah yakni 62% menyatakan bahwa tidak setuju bila pembagian waris anak laki-laki dan perempuan mendapatkan bagian yang sama rata. Hanya 17% responden yang menyatakan setuju bila pembagiannya
83
Ibid.
harus sama rata, alasannya agar timbul keadilan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Jumlah yang cukup banyak pula responden menyatakan tidak tahu yakni 21%.
Tabel 48 Pernyataan Responden Tentang Bagian Anak Laki-laki Mendapat Hak Waris Yang Lebih Besar84 90%
Setuju
80%
Tidak Setuju
70%
Tidak tahu
60% 50% 40%
79%
30% 20% 10% 0% Setuju
9%
12%
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Dari data di atas dapat diketahui, ternyata hampir 79% responden menyatakan setuju jika anak laki-laki mendapatkan hak waris yang lebih besar dibanding anak perempuan. Hal ini sebanding dengan pernyataan tabel sebelumnya bahwa anak lakilaki tidak mendapatkan bagian yang sama rata dengan anak perempuan. Sedangkan yang tidak setuju hanya 9%. Selebihnya responden menyatakan tidak tahu.
84
Ibid.
Tabel 49 Pernyataan Responden Tentang Bagian Anak Pertama Mendapatkan Hak Waris yang Lebih Besar85 Setuju 50%
Tidak Setuju
40%
Tidak tahu
30% 20%
47% 34%
10%
19%
0% Setuju
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009 Responden menyatakan bahwa hampir 47% tidak setuju bila anak pertama mendapatkan hak waris yang lebih besar, hanya 34% responden yang setuju bila anak pertama mendapatkan hak waris yang paling besar. Tabel 50 Pernyataan Responden Tentang Bagian Anak Terakhir Mendapat Hak Waris yang Paling Besar86 Setuju 60%
Tidak Setuju
50%
Tidak tahu
40% 30%
51%
20% 10%
30%
19%
0% Setuju
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009 85
Ibid.
86
Ibid.
Dapat dilihat dari tabel di atas ternyata responden tidak setuju bila anak terakhir mendapatkan hak yang paling besar yakni sebanyak 51%, sedangkan 19% responden menyatakan setuju apabila anak terakhir mendapatkan hak waris yang paling besar. Jumlah yang cukup besar juga hampir 30% responden tidak tahu. Tabel 51 Pernyataan Responden Tentang Mekanisme Pembagian Waris Betawi Sesuai Kesepakatan Keluarga87 Setuju Tidak Setuju Tidak tahu
80% 70% 60% 50% 40%
75%
30% 20% 10%
17%
0% Setuju
Tidak Setuju
8% Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Responden menyatakan setuju bila mekanisme pembagian waris Betawi dilaksanakan sesuai kesepakatan keluarga yakni hampir 75%, sedangkan 17% tidak setuju tentang jika mekanisme pembagian waris sesuai kesepakatan keluarga.
87
Ibid.
Tabel 52 Pernyataan Responden Tentang Pembagian Waris Betawi Menimbulkan Masalah Antara Para ahli waris88 Setuju
80%
Tidak Setuju 60%
Tidak tahu
40% 58% 20%
31% 11%
0% Setuju
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009
Mayoritas
responden
menyatakan
bahwa
pembagian
waris
Betawi
menimbulkan masalah antara para ahli waris yakni hampir 58%, sedangkan responden yang tidak setuju 31% dan responden yang menyatakan tidak tahu 11%
Tabel 53 Pernyataan Responden Tentang Hukum Waris Betawi Tidak Disyariatkan Dalam Islam89
34%
Setuju
33%
Tidak Setuju Tidak tahu
32% 33%
31% 31%
31%
30% Setuju
Tidak Setuju
Tidak tahu
Sumber : Data lapangan tahun 2009 88
Ibid.
89
Ibid.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, ternyata hampir 33% responden menyatakan tidak setuju bila hukum waris Betawi tidak disyariatkan dalam Islam. Sedangkan hampir 36% tidak tahu dan 31% responden menyatakan setuju hukum waris Betawi tidak disyariatkan dalam Islam.
E. Analisa Atas Pembagian Waris Masyarakat Betawi Sebagaimana hasil jawaban-jawaban angket kuisioner analisa bahwa
di atas, diperoleh
pada prinsipnya masyarakat kelurahan Lebak bulus kecamatan
Cilandak mengetahui tentang masalah hukum kewarisan baik hukum kewarisan Islam ataupun hukum kewarisan adat. Hukum adat yang dimaksud oleh penulis adalah hukum yang dilakukan secara turun temurun oleh sekelompok masyarakat. Hukum kewarisan adat yang dimaksud adalah hukum kewarisan Betawi. Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat kelurahan Lebak bulus masih sangat minim. Hal ini dilatarbelakangi dengan proses sosialisasi hukum yang tidak sampai kepada masyarakat, kurangnya proses sosialisasi yang dilakukan, seperti aturan-aturan produk hukum yang telah dihasilkan tetapi hasil produk hukum itu tidak sampai kepada masyarakat. Padahal masyarakat memiliki peranan penting. Aturan produk hukum tersebut tidak hanya proses sosialisasi yang menjadi penyebab kurangnya pemahaman masyarakat. Selain itu, penyebab lainnya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang masalah kewarisan.
Secara umum memang masyarakat mengetahui tentang hukum kewarisan Islam. Pengetahuan yang diperoleh masyarakat berasal dari ustadz/kyai. Ternyata masyarakat masih berkeyakinan ustadz/kyai sebagai media pembelajaran. Sedangkan sumber informasi aturan kewarisan Betawi berasal dari kebiasaan keluarga yang dilakukan secara turun temurun, karena alasan inilah masyarakat lebih memilih menggunakan hukum kewarisan dibanding hukum kewarisan Islam. Mekanisme pembagian waris yang dilakukan oleh masyarakat berbeda-beda, ada sekelompok masyarakat melakukan pembagian waris secara rata antara laki-laki dan perempuan, ada pula sekelompok masyarakat lebih mengutamakan hak waris anak pertama dan anak terakhir. Selain
itu, ada pula sekelompok masyarakat yang
lain menggunakan system hukum kewarisan yang hampir sama dengan hukum waris Islam yakni memberikan hak waris yang lebih besar kepada laki-laki. Akan tetapi, pembagian tersebut dilakukan tidak melalui aturan perhitungan, seperti hukum waris Islam. Akibat pelaksanaan hukum waris Betawi, mungkin saja menimbulkan masalah. Hal ini dengan anggapan masyarakat yang menganggap bahwa pembagian waris Betawi menimbulkan konflik/masalah intern keluarga. Meskipun hukum waris Betawi menimbulkan permasalahan keluarga, tetap saja masyarakat melaksanakan hukum waris Betawi dan menganggap hukum waris Betawi baik untuk dilaksanakan.
Adapun mengenai perbedaan antara hukum waris Betawi dengan hukum waris Islam di antaranya: hukum waris Betawi pelaksanaannya atas dasar kesepakatan keluarga dan tidak ada aturan khusus yang mengatur aturan tersebut, sedangkan hukum waris Islam telah ada dasar hukum yang mengatur mengenai aturan hukumnya yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Selain itu hukum waris telah mengatur bagian-bagian hak waris yang didapat oleh ahli waris.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Masyarakat kelurahan Lebak bulus mayoritas pendidikannya adalah pendidikan SMA/MA. Akan tetapi, pengetahuan mengenai hukum waris terutama hukum waris Islam masih sangat minim. Mereka masih sangat meyakini tradisi pembagian waris Betawi, alasan masyarakat menggunakan tradisi waris Betawi karena tradisi ini telah mengakar dan mendarah daging, sehingga masyarakat masih meyakininya. Hal ini terbukti dengan 73% responden menyatakan bahwa alasan masyarakat Lebak bulus masih melaksanakan pembagian waris Betawi sesuai aturan adat istiadat yang dilakukan secara turun temurun. 2. Status kewarisan Betawi bila ditinjau dari hukum Islam, hampir 33% responden beranggapan bahwa hukum waris Betawi disyariatkan dalam ajaran agama Islam. Akan tetapi, jika ditelusuri lebih dalam lagi bahwa hukum waris Islam itu telah ada aturan-aturan mengenai masalah-masalah hukum waris seperti: menjelaskan siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan warisan, bagian-bagian para ahli waris dan syarat-syarat mendapatkan warisan sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan telah tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai dasar utama hukum waris Islam.
3. Dampak akibat pelaksanaan hukum waris Betawi yakni pola pembagian waris Betawi menimbulkan masalah. Hal ini berdasarkan responden
pernyataan hampir 58%
menyatakan setuju bahwa pola pembagian waris Betawi ini
menimbulkan masalah/konflik. Masalah ini disebabkan adanya pembagianpembagian yang tidak memiliki aturan khusus yang mengaturnya. Berbeda dengan hukum waris Islam yang telah memiliki dasar hukum sebagai patokan penyelesaian hukum waris yakni al-Qur’an dan al-Hadits. Selain itu, hukum nasional pun membahas tentang masalah kewarisan sebagaimana yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam (KHI). 4. Adapun persoalan mekanisme pembagian waris yang dilakukan oleh masyarakat Betawi, pada prinsipnya pembagian waris Betawi dilaksanakan setelah pewaris meninggal. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pembagian waris dilakukan sebelum pewaris meninggal dunia. Hal ini terbukti dengan 35% responden menyatakan tidak setuju bila pembagian waris dilaksanakan sebelum pewaris meninggal. Selain itu ada pula pelaksanaan kewarisan yang sama dengan hukum waris Islam yakni laki-laki mendapat bagian yang lebih besar. Mekanisme pembagian waris Betawi yang membedakan yaitu bahwa anak pertama mendapatkan bagian yang paling besar begitupun dengan anak terakhir. Akan tetapi, anak terakhir mendapatkan bagian waris berupa rumah utama yang ditempati oleh orang tua sang anak. Berbeda dengan hukum waris Islam yang telah ada ketetapan aturan di dalam ajaran agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim Abta, Ashari dkk. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan. Yogyakarta: Pustaka Hikmah Perdana, 2005 Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta : Akademika Pressindo, 2004 AlAnshari, Adam. Pelaksanaan Hibah Bagi Anak Pada Masyarakat Betawi (Study KasusTerhadap Pembagian Harta Orang Tua Sebagai Solusi Pengganti Waris di Desa Pondok Kacang Barat). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006. Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pemabagian Waris Menurut Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004 --------- “ Pembagian Waris Menurut Islam” artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://media.isnet.org/islam/Waris/Pengantar.html Ash-Shidiqy, Tengku Muhammad Hasby, Fiqh Mawaris. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999. cetakan kesatu Bukhari, Shahih . Cairo: Daar Wa Mathba’ al-Sya’biy. Cetakan keeempat Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : Lubuk Agung, 1989 Effendi M Zein, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah. Jakarta: Prenada Media, 2004. Komite Fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Hukum Waris Terlengkap. Jakarta: CV Kuwait Media Gressindo. Lubis, Suwardi K. dkk. Hukum Waris Islam. Jakarta : Sinar Grafika, 2004. Cetakan keempat
Qadir Jawas, Yazid bin Abdul, “Islam adalah Agama yang Mudah”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://pustakaamanah.wordpress.com/2008/09/24/islam-adalah-agama-yangmudah. -----------, “Agama Islam adalah Agama yang Haq (Benar) yang dibawa Oleh Nabi Muhammad”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://www.almanhaj.or.id/content/1490/slash/0 Rahman, Fatchur. Ilmu Waris. Bandung : AlMa’arif, 1975 Rahman, Asymuni A dkk.. Ilmu Fiqh 3. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Departemen Agama, 1986 Saifullah, Aep. Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 Syarifuddin, Amir. Permasalahan dalam Pelaksanaan Faraidh. Padang: IAIN-IB Press, 1999 ---------, Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana, 2005. cetakan kedua Tim Penyusun. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007. Tim Penyusun. Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997 Usman, Suparman dkk. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997