BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN WARIS MENURUT HUKUM ISLAM
2.1. Anak Yang Menyandang Cacat Mental Menurut Pasal 1 Ayat (7) UU No. 23 Thn 2002 tentang Perlindungan Anak. telah disebutkan pengertian anak cacat mental yaitu. “Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalamai hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar”. Anak yang menyandang cacat mental tersebut memang merupakan gangguan neurobiologis. artinya : sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem saraf, fisiologi dan hubungannya dengan perilaku manusia. Neurobiologis merupakan suatu pengetahuan yang mempelajari tentang sistem saraf24. yang menetap, gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Walaupun gangguan neurobiologis tidak bisa di obati, tetapi gejala-gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi, sampai awam tidak bisa membedakan mana anak yang normal, dan mana anak yang cacat mental25. Anak cacat mental tersebut tidak mampu dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain kecuali dengan orang yang paling dekat dengannya atau dengan temannya yang sesama menyandang cacat mental. _____________________________ 24 25
www.psychlogimania.com/2012/09/pengertian neurobiologi.html Mirza Maulana, Op cit, hal.20
30 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
31
meski yang kecerdasannya kurang masih bisa masuk sekolah luar biasa Sayangnya anak cacat mental ini tidak bisa mengikuti pendidikan formal, (SLB). Jadi anak cacat mental ini juga mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak tersebut agar bisa mandiri dsn perilakunya terarah serta mengenal sopan santun. Di sekolah anak cacat mental tersebut dilatih melakukan berbagai macam ketrampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomunikasi, berinteraksi, berbicara, dan seterusnya. Namun yang pertamatama perlu diterapkan adalah latihan kepatuhan, hal ini sangat penting agar mereka dapat mengubah perilaku seenaknya sendiri (misalnya memaksakan kehendak) menjadi perilaku yang lazim diterima oleh masyarakat, bila latihan ini tidak dijalankan secara konsisten, perilaku itu akan sangat sulit dirubah kelak sudah dewasa nanti, anak sesperti itu maka akan dikatakan kurang mengenal sopan santun. Permasalahan anak cacat mental disekolah umumnya menonjol antara lain kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, perilaku yang tidak patuh serta kesulitan bersosialisasi. Oleh sebab itu pada bulan pertama masuk sekolah masih memerlukan pendamping dikelas. Pendamping ini membantu guru mengendalikan perilaku si anak dan mengingatkan anak setiap kali perhatiannya beralih. Begitu si anak sudah mampu menyesuaikan diri didalam kelas maka pendamping itu sudah tidak diperlukan lagi. Anak cacat mental tersebut perilakunya semaunya sendiri, agresif, hiperaktif, dan tidak bisa berkosentrasi, memang anak cacat mental tersebut sulit ditampung disekolah umum. Ia menganggu tata tertib kelas. Baru setelah perilaku
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
32
tersebut diperbaiki dengan bantuan obat, anak bisa mengikuti proses belajar. Jadi hendaknya pengobatan selalu di bawah anjuran dokter. Orang tua seyogyanya menanyakan kegunaan setiap obat serta efek samping yang timbul. Kerjasama yang erat antara orang tua dan dokter yang menangani sangat penting, sebab ini merupakan kunci menuju kesembuhan si anak cacat mental tersebut. sesuai dengan pasal 51 UU No. 23 Thn 2002 yang bunyinya: “Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”. 2.2. Perlindungan Hukum Bagi Anak Cacat Mental Anak cacat mental mendapat perlindungan hukum dari aparat penegak hukum atau kepolisian untuk mendapatkan suatu kedamaian, ketertiban dan keadilan agar anak tersebut dapat hidup tentram dan aman. Disamping itu juga mendapat perlindungan baik dari keluarga, masyarakat, negara, yang memberikan perlindungan yang layak sebagai manusiawi sehingga hakhaknya terlindungi. Yang dimaksud perlindungan anak disini terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UU No.23 Thn 2002 : “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi,
secara
optimal
sesuai
dengan
harkat
dan
martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sedangkan perlindungan khusus bagi anak menyandang cacat terdapat dalam pasal 70 UU No. 23 Thn 2002 yaitu :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
33
Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui upaya : a. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak b. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus dan c. Memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu. 2.2.1 Perlindungan Anak Cacat Mental dari keluarga Perlindungan dari keluarga terutama perlindungan dari kedua orang tua Dimana orang tua bertanggung jawab atas keselamatan, kesehatan, pendidikan dan kasih sayang, kasih sayang tidak hanya cukup diucapkan saja tetapi dibuktikan berupa tindakan berupa perhatian dan bimbingan yang tulus dalam mendidik anak. Ucapan kasih sayang perlu diucapkan kepada anak agar mereka tahu bahwa kedua orang tuanya benar-benar sayang. Orang tua mmemiliki hubungan khusus yang sangat erat sekali karena jalinan emosional dan hubungan darah yang kuat sehingga komunikasi kasih sayangnya lebih tampak dalam kehidupan nyata. Orang tua sangat sayang sekali kepada anak-anaknya walau bagaimanapun kondisi anak, orang tua tetap selalu melindungi anaknya dan memberi kasih sayang yang sangat luar biasa besar harganya. Anak cacat mental juga berhak atas kesejahteraan, bimbingan, asuhan, berdasarkan kasih sayang dalam keluarganya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar berdasarkan UU No. 4 Thn 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Di samping kesejahteraan anak hubungan antara orang tua dan anak harus ada pendekatan komunikasi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
34
Ada beberapa pendekatan komunikasi yang dapat dilakukan antara orang tua dan anak antara lain sebagai berikut, Pertama, pendekatan emosional yaitu pendekatan sangat baik dilakukan karena secara emosional anak sangat dekat dengan orang tuanya, misalnya denga bercanda atau humor memeluk dan menciumnya serta memberikan
kata-kata
yang
mengandung
nasehat
atau
cerita
menggugah emosi anak menjadi pemberani dan periang. Kedua, pendekatan rasional yaitu dapat dilakukan setelah anak 7 – 11 tahun sehingga akan paham bersifat rasional. Ketiga, pendekatan pembiasaan cocok untuk anak balita (0 – 5 tahun), karena masa ini adalah masa emas atau (golden age) dimana kebiasaan yang dilakukan akan berdampak pada saat mereka menjelang remaja dan dewasa, namun usia 7 - 11 tahun pembiasaan kurang efektif. Keempat, pendekatan pengalaman sangat cocok untuk semua usia karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah suatu yang sudah dialami anak dalam kehidupannya, sehingga anak dapat merekontruksi darai masa lalu, memaknai masa sekarang dan mempredeksi masa depan. Disamping pendekatan terhadap anak dalam komunikasi ini ada pola yang
harus
diterapkan
yaitu
:
ada
tiga
pola,
pola
asah,
pola asih, dan pola asuh. Pola asah (aspek kognitif) didasari bahwa setiap anak memiliki kecerdasan dan karakterisik berbeda antara anak pertama, kedua dan ketiga dan seterusnya. Orang tua seharusnya memperhatikan mereka sesuai kemampuannya tanpa pilih kasih. Pola
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
35
asih yaitu orang tua dapat menerapkan pendekatan rasional misalnya mengajarkan bilangan yang berhubungan dengan kehidupan nyata. Pola asuh (afektif) pelaksanaan berhubungan dengan sikap dan kepribadian seseorang berkaitan dengan karakter yang harus dimiliki misalnya disiplin, tanggung jawab, toleransi, hemat, tekun dan sebagainya serta menghindari karakter buruk seperti : contoh, khianat, bohong, boros, egois dan lain-lain adapun pola asuh (aspek psikomotor) merupakan pola asuh dimana orang tua sebagai fasilator memberikan bimbingan kepada anak untuk terampil dalam keluarga, misalnya mengerjakan tugas-tugas untuk anak perempuan belajar masak, mencuci, menyapu, dan membuat kue. Sedangkan bagi anak laki-laki belajar berlari, berenang, dan hal-hal yang positif dan sebagainya26. Untuk kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua diatur dalam pasal 26 ayat 1 UU No, 23 Thn 2002 : Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. 2.2.2 Perlindungan Hukum Untuk Anak Cacat Mental Oleh Masyarakat Terdapat pada Pasal 25 Tentang kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dan Pasal 72 tentang peran masyarakat. Pasal 25 UU No. 23 Thn 2002 adalah : “Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran _________________________ 26
http ://www.agp.pgrijabar.net/index.php/dokumentasi-cetak/majalah-suara-daerah/128/komunikasikasih-sayang-orang-tua-terhadap-anak. di akses hari senin tanggal 18 Maret 2013 jam 13.14
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
36
masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak”.Pasal 72 UU No. 23 Thn 2002 adalah : Pasal 72 UU No.23 Tahun 2002 adalah : 1. 2.
Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud adalah ayat 1 dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. Peran masyarakat sangat dibutuhkan bagi anak cacat mental
dalam hal pendidikan, keterampilan, latihan, dan perlakuan-perlakuan yang baik. Disini masyarakat membentuk sebuah badan atau lembaga yang menampung dan memberi pelajaran serta menyalurkan bakat bagi anak cacat mental. Misal : ada sebuah badan yang bernama “Tari” (Terapi anak cacat mental) yang menampung anak-anak cacat mental untuk diajari keterampilan serta latihan-latihan dan menyalurkan bakatnya. Didalam lembaga Tari ini salah satu kegiatannya adalah memberi bimbingan dan keterampilan tujuannya untuk meningkatkan dan mengembangkan anak cacat mental secara optimal agar nantinya memperoleh kesejahteraan dan relatif layak dan menjadi orang yang bermanfaat, serta mampu memiliki keterampilan guna pelaksanaan kehidupannya.di dalam lembaga tari ini apabila anak tersebut mempunyai bakat menari maka didatangkan seorang ahli menari untuk dalam kontek dunia pendidikan, seni tari, termasuk bidang keterampilan dalam kontek dunia pendidikan, seni tari, termasuk bidang keterampilan mengajari anak-anak cacat mental yang mempunyai bakat menari. Di
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
37
dalam kontek dunia pendidikan, seni tari, termasuk bidang keterampilan yang di dalamnya mengandung nilai pendidikan mental27. Di dalam lembaga ini anak dilatih dan dibimbing tujuannya adalah agar anak mampu berkomunikasi, beradaptasi, mempunyai pengalaman
praktek,
sehingga
anak
mempunyai
kemampuan
berpartisipasi terhadap norma-norma dan lebih jauh terhadap kehidupan masyarakat. Sasaran bimbingan tujuannya adalah untuk meningkatkan komunikasi antara anak dan menjalin kerjasama yang lebih erat, mengembangkan partisipasi dan memanfaatkan lembaga-lembaga pelayanan sosial dan sebagainya. Harapan bagi orang tua yang mempunyai anak cacat mental agar lebih banyak lagi lembaga-lembaga yang tersedia menampung anak cacat mental demi kesejahteraan anak. Dengan adanya badan atau lembaga-lembaga yang menampung anak cacat mental maka anak cacat mental di dalam
lembaga
ini bisa bebas
beraksi,
bereaksi,
berkomunikasi serta berinteraksi dengan kelompoknya dan bisa mengatur hidupnya. Masyarakat dalam melindungi anak cacat mental diharapkan bersama-sama peduli dan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan sosial yang dialami oleh penyandang cacat mental saat ini. begitu juga baik dari pihak pemerintah maupun swasta dalam mengoptimalkan potensi anak dalam rangka memandirikan anak
27
M.Jazuli, Tari sebagai terapi bimbingan anak cacat mental Pdf. diakses hari senin tanggal 18 maret 2013 jam 13.00 WIB
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
38
sehingga keberadaan anak cacat mental menjadi setara dengan anggota masyarakat lainnya. Sebagaimana telah diketahui oleh penulis bahwa di beberapa daerah, terutama didaerah pedesaan masih banyak anak menyandang cacat mental yang belum terjangkau oleh pelayanan dan rehabilitasi sosial, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan pemerintah dalm memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial hingga keseluruh pelosok tanah air oleh karena itu peran masyarakat dan keluarga sangat penting dalam upaya memandirikan para penyandang cacat mental itu sendiri. Anak yang menyandang cacat mental itu memiliki kualitas sendiri dan mereka juga memiliki hak untuk menjadi diri mereka sendiri dan mengembangkan kualitas mereka. Tujuan penulis peduli dengan anak cacat mental agar anak cacat mental setara dengan anggota masyarakat lainnya dalam aspek sosial, kontak dan komunikasi, bermain dan
bergaul dengan anak-anak
lainnya.
Anak
yang
menyandang cacat mental juga mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti warga Indonesia lainnya. Hak tersebut antara lain adalah hak hidup dan partisipasi dalam pembangunan secara layak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari adanya perlakuan diskriminasi. Namun pada kenyataannya dalam banyak hal, anak yang menyandang cacat terutama anak cacat mental, sering kali mendapat perlakuan diskriminasi dan terabaikan dalam masyarakat dan lingkungan sosialnya serta kurang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
39
mendapat akses untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, ketenagakerjaan dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Hal tersebut sangat memerlukan dukungan dari orang tua dan keluarga dalam kehidupan mereka karna orang tua merupakan peran utama dalam kehidupan keluarga. Begitu pentingnya peran masyarakat dalam membantu perkembangan anak, dimana masyarakat harus bersikap tidak mengucilkan anak penyandang anak cacat mental dan menghargai anak cacat mental, begitu juga masyarakat harus melapor kepada tokoh masyarakat (RT/RW), LSM, instansi yang terkait seperti forum komunikasi keluarga dengan anak cacat (FKKDAC) jika menemukan anak penyandang cacat mental yang tidak mendapat pelayanan selayaknya, seperti anak dipasung, dikurung, atau disembunyikan, biasanya ini terjadi di pedesaan-pedesaan yang jauh dari keramaian. 2.2.3 Perlindungan Hukum Oleh Negara Terhadap Anak Cacat Mental Dalam
rangka
menyelenggarakan
perlindungan
anak
pemerintah dan negara bertanggumg jawab atas hak-hak azazi anak tanpa membedakan agama, suku dan jenis kelamin baik anak kondisi cacat fisik atau mental dan pemerintah memberi dukungan sarana dan prasarana penyelenggaraan perlindungan anak dan menjamin hak anak dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasannya Ini semua di atur dalam Pasal 21 – 24 UU No. 23 Tahun 2002.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
40
Di
dalam
meningkatkan
efektifitas
penyelenggaraan
perlindungan anak, Undang-Undang Perlindungan anak membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonsesia yang bersifat independen. Pasal 76 UU No. 23 Thn 2002 Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas sebagai berikut : a.
b.
Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Menurut Undang-Undang No. 4 Thn 1997 tentang penyandang
cacat, penyandang cacat di klasifikasikan dalam tiga jenis kecacatan yaitu
cacat fisik, cacat mental, serta cacat fisik dan mental (cacat
ganda). Kecacatan menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan yang
mempengaruhi keleluasan aktifitas
fisik,
kepercayaan dan harga diri, hubungan antar manusia maupun dengan lingkungannya. Para penyandang cacat tersebut merasa perlu memiliki sarana dan prasarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya termasuk terhadap pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang cacat. Negara dan pemerintah dalam melindungi anak cacat mental atau cacat fisik yaitu mendirikan sekolahan-sekolahan antara lain YPAC, SLB dan sejenisnya disetiap kota-kota, pemerintah juga memberikan
bantuan
lembaga-lembaga
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
swasta
yang
bersedia
41
menampung anak cacat yaitu berupa mengirimkan guru ke lembaga tersebut. Dengan adanya sekolah luar biasa atau YPAC maka anak penyandang cacat mendapat pendidikan dan latihan serta keterampilan secara khusus para penyandang cacat mental mampu memiliki keterampilan guna melaksanakan hidupnya secara layak. Negara dan pemerintah juga memberikan bea siswa kepada anak cacat dan juga kepada guru yang berprestasi dibidang pembinaan anak-anak cacat. Apabila didalam sekolahan anak-anak cacat tersebut memiliki bakat-bakat, misalnya berenang, melukis, dan lain-lain maka anak tersebut diikutkan dalam lomba sesama anak cacat sehingga anak tersebut tidak merasa dikucilkan. Pemerintah juga membuka lapangan kerja melalui bakatnya masing-masing. Contoh anak cacat mental yang mempunyai bakat renang : (menceritakan sedikit tentang Melani yang mempunyai bakat berenang) nama Melani Putri asal pekanbaru, Melani memiliki cacat mental dia hanya memiliki IQ 64 – dibawah anak normal, dimasukkan sekolahan SLB. Melani mendapat prestasi berenang pada tahun 2012 Rekor ASEAN Paralimpik Games dengan kecepatan waktu berenang 47, 42 detik. Melani yang dengan IQ dibawah anak normal ini sewaktu diwawancarai wartawan dia tidak bisa menjawab hanya tersenyum saja selain itu dia kalau berjalan agak jauh sedikit tidak bisa pulang (dia tidak bisa menghafal jalan meskipun sering dilewati) oleh karena itu dia pergi kemanapun selalu didampingi orang tuanya. Berkat kesabaran dari orang tuanya Melani berhasil
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
42
dalam meraih medali emas28. Contoh anak menyandang cacat fisik yang mempunyai bakat melukis (menceritakan tentang Agus Yusuf) penyandang cacat fisik yang tidak mempunyai tangan tapi pandai melukis dengan mulut, denga lukisannya yang sangat indah ini maka lukisan tersebut dapat dijual sampai ke negara Swiss laku dengan harga Rp 6 juta ( $ 600). Hal ini menunjukkan kesungguhan pemerintah di dalam memberikan pelayanan kepada penyandang cacat. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak maka apabila ada seseorang yang dengan sengaja menelantarkan anak akan dikenakan hukuman atau sanksi hukum yang sesuai pasal 77 (b) UU RI No. 23 Thn 2002 sebagai berikut : “Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan yang mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Berakhirnya perlindungan terhadap anak cacat mental apabila si anak sudah dapat melakukan perbuatan hukum, jadi si anak tersebut mendapat perlindungan hukum sebagai anak normal bukan sebagai anak cacat mental. Sedangkan berakhirnya perlindungan bagi anak normal apabila anak tersebut sudah dewasa.
28 news.detik.com/read/2012/10/09/121711/2058140/608/Melanie-atlet-renang—tuna-grahita-yang-berprestasi. diakses hari selasa tanggal 19 Maret 2013 Jam 22.06 WIB
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
43
2.2.4 Bagian Waris yang diterima Anak Cacat Mental Hukum Kewarisan menurut hukum islam sebagai salah satu bagian dari hukuman kekeluargaan (Al-ahwalus) sangat penting dipelajari agar supaya dalam pelaksanaan pembagian harta warisan tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan islam maka bagi umat islam, akan dapat menunaikan hak-haknya yang berkenan dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh muwaris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan demikian seseorang dapat terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya. Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagi berikut : yang artinya : “............sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat (dan) sesudah dibayar hutangnya”. (Surat An-Nisa ayat 11). Sesudah itu, wajiblah dibagikan hartanya diantara ahli warisnya menurut Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil”. (Surat Al-Baqarah ayat 188)29. Sebelum ahli waris membagi dan menerima warisannya terlebih dahulu ahli waris melakukan kewajibannya terhadap pewaris menurut ketentuan pasal 175 KHI adalah Sebagai berikut : a. b. c.
Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang. Menyelasaikan wasiat pewaris
29 Moh Rifa’i, Op cit, hal.513
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
44
d.
Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak. Masalah waris malwaris dikalangan umat islam Indonesia,
secara jelas diatur dalam Pasal 147 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan baik ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang : 1.
Perkawinan
2.
Kewarisan, Wasiat, dan Hibah yang dilakukan berdasar hukum islam.
3.
Wakaf dan sedekah Didalam pembagian harta anak cacat mental sama dengan anak
normal atau anak sehat, waris menurut islam pembagiannya bisa dibagi sendiri atau diselesaikan secara kekeluargaan30. apabila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui tentang pembagian tersebut maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama hal ini berdasar pada Pasal 188 KHI. Yang bunyinya : Para ahli waris baik secara bersamasama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan. Pembagian Waris untuk anak perempuan adalah : 30 Wawancara dengan Bapak Sulaiman M.Hum ketua Majelis Hakim di Pengadilan Agama Surabaya, hari Kamis, tanggal 3 Januari 2013 Jam 10.00 WIB
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
45
1.
Seorang anak perempuan mendapat ½ bagian, apabila tidak bersama-sama saudaranya
2.
Dua anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 bagian, apabila tidak mempunyai anak laki-laki
3.
Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki, maka bagiannya dua banding satu (anak laki-laki mendapat dua bagian dan anak perempuan mendapat satu bagian), hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya : “Jika anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.
Pembagian waris untuk anak laki-laki adalah : 1.
Apabila hanya seorang laki-laki saja, maka ia mengambil semua warisan.
2.
Apabila anak laki-laki dua orang atau lebih, dan tidak ada anak perempuan maka ia membagi harta warisan itu namun jika anak perempuan maka dibagi dua banding satu. Berdasarkan Surat AnNisa ayat 11 dan ayat 12. Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya : “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
46
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika orang yang meninggal tidak mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah Maha Mengetahui Lagi Maha bijaksana. Surat An-Nisa ayat 12 yang Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang dditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutanghutangmu. Jika seseorang mati. Baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja) maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
47
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. 2.2.5 Pembagian Waris Menurut Al-Qur’an ada 6 : a.
½ (setengah)
b.
¼ (seperempat)
c.
1/8 (seperdelapan)
d.
1/3 (sepertiga)
e.
2/3 (dua pertiga)
f.
1/6 (seperenam)
Keterangan : a.
Yang mendapat setengah harta (1/2) : ada 4 orang yaitu : 1.
Anak perempuan apabila hanya seorang diri, tidak mempunyai saudara. Firman Allah dalam Al-Qur’an yaitu : “dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta”
2.
Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan), apabila hanya seoramg diri, tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
48
3.
Saudara perempuan yang seibu sebapak, jika hanya seorang diri, dan tidak ada yang tersebut No. 1, 2, dan 3 Firman Allah dalam Al-Qur’an : “.............jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka baik saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkan”. (AnNisa : 176)
4.
Suami, jika tidak ada anak, atau tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki. Firman Allah dalam Al-Qur’an : “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak”.(An-Nisa 12).
b.
Yang mendapat ¼ harta : 1. Suami,
apabila
istrinya
yang
meninggal
dunia
itu
meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan. 2.
Istri, baik hanya satu orang ataupun berbilang, jika suami tidak meninggalkan anak (baik anak laki-laki maupun anak perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik lakilaki maupun perempuan). Maka apabila istri berbilang, seperempat itu dibagi rata antara mereka.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
49
Firman Allah Swt : “Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak”. (AnNisa : 12). c.
Yang mendapat 1/8 harta : Istri, baik satu ataupun berbilang, mendapat pusaka dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan. Firman Allah Swt : “Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan”. (An-Nisa : 12).
d.
Yang mendapat 2/3 harta : 1.
Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki. Berarti apabila anak perempuan berbilang, sedangkan anak laki-laki tidak ada, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh bapak mereka. Firman Alla Swt : “Dan jika kamu anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan”. (An-Nisa :11).
2.
Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila anak perempuan tidak ada, berarti anak perempuan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
50
dari anak laki-laki yang berbilang itu, mendapat pusaka dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta. Hal itu beralasan pada qias, yaitu diqiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati. 3.
Saudara perempuan yang seibu sebapak apabilaaaa berbilang (dua atau lebih). Firman Allah Swt : “Jika saudara perempuan itu dua orang. Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal”. (An-Nisa : 176).
4.
Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih. Keterangannya adalah surat An-Nisa ayat 176 yang tersebut diatas, karena yang dimaksud dengan saudara dalam ayat tersebut ialah saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada.
e.
Yang mendapat 1/3 harta : 1.
Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki ataupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja atau seibu saja. Firman Allah Swt : “Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
51
mempunyai
beberapa
saudara,
maka
ibunya
mendapat
seperenam”.(An-Nisa : 11). 2.
Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah Swt : “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”. (An-Nisa : 12).
f.
Yang mendapat 1/6 harta : 1.
Ibu, apabila ia beserta anak, dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak saja, atau seibu saja. Firman Allah : “Dan untuk dua orang ibu bapak bagi masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak”. (An-Nisa : 11).
2.
Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki.(keterangannya yaitu surat An-Nisa ayat 11 diatas).
3.
Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada. Hal ini beralasan pada hadits yang diriwayatkan dari Zaid, yaitu : “Sesungguhnya Nabi Saw. Telah menetapkan bagian nenek seperenam dari harta.
4.
Cucu perempuan dari pihak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki). Mereka mendapat seperenam dari harta, baik
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
52
sendiri ataupun berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak mendapat pusaka. “Nabi Saw, telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari anak laki-laki yang beserta seorang anak perempuan”. (Riwayat Bukhari). 5.
Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada. (Keterangannya berdasarkan ijma’ ulama).
6.
Untuk seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah Swt : “Dan apabila si mayat mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta”. (An-Nisa : 12).
7.
Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka. (Alasannya berdasarkan ijma’ ulama)31.
Seperti dalam contoh penetapan ahli waris dalam pembagian bagi anak cacat mental Sebagai berikut :
31 Sulaiman Rasjid, Op cit, hal.356-360
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
53
1. Seorang laki-laki bernama putus agama islam bertempat tinggal di wiyung RT 03 RW 06 kelurahan wiyung kecamatan wiyung surabaya telah meninggal dunia di surabaya pada maret tahun 1947. 2. Semasa hidupnya putus pernah menikah dengan saringah, dari pernikahan ini dikaruniai 5 (lima) orang anak, anak ke I ngatari, anak ke II mariyam, anak ke III sami, anak ke IV umar, anak ke V pranti. 3. Kemudian istri almarhum putus yang bernama saringah meninggal dunia pada februari tahun 1948. 4. Anak kandung yang I ngatari menikah dengan alim tidak dikaruniai anak, suaminya yang bernama alim meninggal dunia pada tahun 1963 sedangkan ngatari meninggal tahun 2005. 5. Anak kandung yang ke II mariyem telah meninggal dunia tahun 1964. 6. Anak kandung ke V pranti meninggal dunia pada tahun 1982, semasa hidupnya anak bernama uripah (mengalami cacat mental), joko meninggal tahun 1967. 7. Anak kandung yang ke III bernama sami dan dan anak kandung yang ke IV bernama umar msih hidup. 1.
Di mana ahli waris putus dan saringah adalah ngatari, mariyem, sami, umar, pranti.
2.
Ahli waris dari pranti adalah uripah (mengalami cacat mental) Untuk mendapatkan harta waris anak yang mengalami cacat mental ini perlu adanya seorang wali, di sini yang menjadi wali
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
54
pamannya (umar) memohon kepada Pengadilan Agama untuk ditetapkan sebagai wali dari keponakannya (uripah) yang mengalami cacat mental. Pengadilan agama mengabulkan permohonan
pemohon,
mengabulkan
seorang
perempuan
bernama uripah dibawah perwalian pemohon atau pamannya sendiri dengan surat penetapan nomor 941/Pdt.P/2011/PA.Sby tanggal 19 Oktober 2011 (surat penetapan dari pengadilan agama terlampir). Harta waris putus dan saringah adalah Rp 60.000.000 Bagian untuk laki-laki dua bagian, sedangkan untuk anak perempuan satu bagian. Jumlah anak 4 perempuan 1 lakilaki. Harta waris Rp 60.0000.0000 : 6 = Rp 10.000.000.Bagian dari anak perempuan yang ke IV Rp 1/6 x 60.000.000 = Rp 10.000.000 bagian dari anak laki-laki yang ke III Rp 2/6 x 60.000.000 = Rp 20.000.000. Karena ada dua anak perempuan yang meninggal dunia maka bagian dari dua anak perempuan yang meninggal dunia tersebut diberikan kepada anak laki-laki yaitu : Rp 20.000.000 bagian dari anak perempuan yang meninggal dunia diberikan kepada anak laki-laki, jadi anak lakilaki tersebut (umar) mendapat 20.000.000 + 20.000.000 (bagiannya sendiri) = 40.000.000, Bagian anak perempuan ke V (pranti) yang meninggal dunia diberikan kepada (jatuh kepada) anaknya yang cacat mental (sebagai ahli waris pengganti) yaitu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
55
1/6 x 60.000.000 = Rp 10.000.000. Jadi bagian waris anak cacat mental mendapat adalah Rp 10.000.000. Dengan datangnya paman dari anak cacat mental yang datang ke Pengadilan Agama untuk memohon penetapan sebagai ahli waris dari orang tuanya dan juga memohon menetapkan anak cacat mental sebagai ahli waris dari orang tuanya (sebagai ahli waris pengganti) ini merupakan suatu tindakan yang tepat bagi paman, karena anak cacat mental ini mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, maka tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli warisnya, apabila nantinya harta waris dari pewaris yang akan dibagi agar bagian dari harta waris anak cacat mental tidak jatuh ke tangan orang lain. Karena ahli waris beragama islam maka ahli waris ini minta nasehat kepada Pengadilan Agama untuk membagi harta waris secara hukum islam supaya tidak terjadi ketidakpuasan atau terjadi perselisihan pembagian harta waris dikemudian hari. Dengan adanya surat penetapan dari Pengadilan Agama 398/Pdt.P/2011/PA.Sby tentang penetapan sebagai ahli waris, maka anak cacat mental ini telah sah menjadi ahli waris dari orang tuanya. Dan tidak akan bisa ada orang lain untuk menggugatnya tentang harta waris tersebut. Karena anak cacat mental ini tidak bisa bertindak melakukan perbuatan hukum
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
56
dalam menerima warisan maka dari pihak keluarga yang dekat disini
adalah
Pengadilan
pamannya
memohon
permohonan
kepada
Agama untuk ditetapkan sebagai wali dari
keponakannya (anak cacat mental) dalam menerima harta warisannya supaya harta anak tersebut selamat dan aman untuk digunakan keperluan hidup si anak cacat mental. Dengan disertai bukti-bukti dan saksi-saksi yang kuat maka Pengadilan Agama mengabulkan permohonan pemohon dan menetapkan paman dari anak cacat mental untuk menjadi wali dari keponakannya yang cacat mental tersebut. Dengan demikian paman sebagai wali adalah orang yang mampu dan cakap untuk dibebani tanggung jawab sebagai seorang wali, baik terhadap diri anak cacat mental itu sendiri maupun terhadap harta-harta yang menjadi hak anak cacat mental tersebut. Pemohon atau (paman) juga ditetapkan sebagai kuasa untuk menjual salah satu harta waris almarhum (dalam hal ini ibu kandung anak cacat mental) karena kepentingan anak yang menghendaki untuk biaya kepentingan sekolah dan biaya-biaya lain sesuai kebutuhan si anak cacat mental tersebut sesuai pasal 52 Jo 48 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Peristiwa ini dapat dijadikan tauladan bagi warga negara indonesia yang lain yang mengalami hal yang sama supaya mendapatkan ketetapan yang sah dan mempunyai kekuatan hukum agar orang lain tidak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
57
sewenang-wenang melakukan perbuatan hukum terhadap anak cacat mental, baik terhadap diri anak cacat mental maupun terhadap hartanya karena ini sudah mendapatkan perlindungan dari negara.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
58
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS HARTA WARIS ANAK CACAT MENTAL Di dalam keluarga yang apabila mempunyai anak penyandang anak cacat mental hendaknya hak-haknya harus diperhatikan karena anak tersebut tidak bisa melakukan perbuatan hukum, di mana hak-hak yang harus diperhatikan adalah hak untuk hidup, hak kasih sayang, hak perlakuan anak secara manusiawi, hak memperoleh perlakuan yang sama dengan anak yang lain, termasuk memberikan hak waris atas anak tersebut. Disamping anak tersebut mengalami cacat mental, kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Jadi hak waris dari anak tersebut harus benar-benar diperhatikan dan diberikan agar hak warisnya dapat dipergunakan untuk kelangsungan hidupnya. Hak-hak waris atas anak cacat mental dalam menerima bagian warisan sama dengan anak normal atau anak sehat32, tidak ada perbedaan antara anak cacat dengan anak yang normal yang ada hanya perbedaan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Untuk anak penyandang cacat mental dalam menerima waris juga mempunyai hak untuk perwalian atau pengampuan, anak tersebut berhak mendapat wali baik dari keluarga maupun putusan hakim atau putusan pengadilan agar anak tersebut bisa menerima harta waris secara utuh dan tidak diabaikan, lagi pula mendapat perlindungan hukum. karena pada jaman _________________________ 32
Wawancara dengan bapak Sulaiman M.Hum ketua Majelis Hakim di Pengadilan Agama Surabaya, hari kamis, tanggal 3 januari 2013 jam 10.00 WIB
58 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
59
sekarang ini banyak hak waris dari anak cacat mental yang tidak diberikan oleh para pihak, karena dipikir anak cacat mental tersebut tidak mengerti dan tidak bisa apa-apa, jadi mudah untuk dibohongi sehingga bagian dari harta warisnya dipakai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, oleh karena itu dari pihak keluarga hendaknya menunujuk seorang wali yang kemudian disahkan oleh pengadilan untuk kebaikan dan untuk melindungi anak tersebut dari segala bentuk kejahatan. 3.1. Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Harta Waris Anak Cacat Mental Untuk anak penyandang cacat mental sebagai ahli waris dari orang tuanya diperlukan seorang wakil atau pendamping yang dapat dipercaya, karena anak tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum. di dalam hukum islam wakil atau pendamping anak cacat atau anak yang tidak mampu dalam melakukan perbuatan hukum di sebut wali. Sesuai pasal 184 Kompilasi Hukum Islam yaitu bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan hakim atas usul anggota keluarga. Perwalian terhadap pribadi anak adalah dalam bentuk mengurus kepentingan diri si anak, mulai dari mengasuh, memelihara, serta memberi pendidikan dan bimbingan agama, dan juga mencakup pemberian pengobatan bila si anak sakit dan pemenuhan segala kebutuhan hidup lainnya33. sesuai pasal 110 Kompilasi Hukum Islam. ________________________ 33
Artikel Anda dan Hukum dalam Keseharian -78 Penerbit Harian Indonesia dengan IDLO, Penulis, Drs. H.Abdul Mannan Hasyim, Op cit
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
60
Pada dasarnya perwalian merupakan hal terpenting bagi kelangsungan hidup anak cacat mental atau anak yang masih belum bisa mengurus dirinya sendiri baik dalam mengurus harta kekayaan maupun mengurus lingkungannya sendiri atau dengan kata lain yaitu anak yang masih belum cakap dalam bertindak hukum atau melakukan hukum. Oleh karena itu perlulah ada seorang atau sekelompok orang yang dapat dan dapat memelihara juga membimbing anak yang masih belum ada walinya atau belum ada yang mengurus demi keselamatan anak dan harta. Di dalam pasal 433 KUHperdata juga mengatur mengenai siapa saja yang dimaksud dibawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang dungu atau idiot, sakit otak atau sakit gila ingatan, mata gelap, atau orang yang tidak dapat mengendalikan emosi, boros. Hukum perdata merupakan serangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan. Yang bersumber pada kitab Undang-Undang Hukum Perdata sedangkan didalam hukum perdata islam di indonesia bersumber pada Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian baik hukum perdata maupun hukum perdata islam tidak akan terlepas pembahasannya mengenai perwalian, oleh sebab itu sehubungan dengan perwalian yang mengatur kepentingan seseorang dan termasuk dalam hukum perdata maka perlu untuk diketahui konsep dari pada perwalian baik dari hukum perdata maupun dari perdata islam. Didalam hukum perdata terdapat istilah pengampuan (curatele). Orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut Undang-Undang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
61
harus ditaruh di bawah pengampuan (curatele)34. Kedudukan seorang yang ditaruh dibawah curatele sama seperti orang yang belum dewasa, ia tidak dapat lagi melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah35. Tujuannya baik perwalian maupun pengampuan kedua-duanya sama-sama mewakili subyek hukum yang belum atau tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Untuk perwalian mewakili anak dibawah umur atau anak cacat mental sedangkan pengampuan mewakili orang dewasa yang menderita sakit ingatan atau cacat mental. Untuk menjadikan seseorang wali atau pengampu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan wali tersebut sedapat mungkin diambil dari keluarga terdekat, misalnya kakeknya, pamannya. Hal ini sesuai dengan surat An-Nisa 34 dan pasal 51 ayat (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan pasal 107 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan : wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum. Disini yang menjadi wali atau pengampu dari anak cacat mental adalah pamannya sendiri yang dekat dengan anak cacat mental tersebut karena pamannya sudah mengerti dan mengetahui keadaan dari keponakannya itu maka paman tersebut menjadi wali dengan kemauannya sendiri untuk melindungi anak cacat mental beserta hartanya.
_________________________ 34 35
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit PT Intermasa cetakan 33 Jakarta, Oktober 1985 hal.56 ibid, hal.57
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
62
Contoh Penetapan Pengadilan Agama nomor 941/Pdt.P/2011/PA.Sby tentang perwalian anak yang diajukan oleh Pemohon bernama Umar bin Putus. Pemohon datang ke Pengadilan Agama Surabaya untuk ditetapkan sebagai wali dari seorang anak perempuan bernama Uripa. menerangkan bahwa perkawinan Joko dan Pranti di karuniai anak bernama Uripa, hubungan antara Pemohon dengan almarhum Pranti adalah saudara kandung, hubungan antara Pemohon dengan Uripa adalah sebagai keponakan. Menyatakan bahwa Joko dan Pranti meninggal dunia sehubungan dengan hal tersebut diatas anak yang bernama Uripa mengalami cacat mental maka pemohon mengajukan hak perwalian anak untuk mengurus ahli waris. Setelah hakim memeriksa bukti-bukti dan suratsurat pemohon serta saksi-saksi dari keluarga yang kuat, berdasarkan buktibukti yang mengikat dinyatakan terbukti bahwa Uripa anak sah dari almarhum Joko dan almarhum Pranti. Sekarang anak tersebut (Uripa) ikut Pemohon yaitu pamannya dalam keadaan baik-baik. Menimbang bahwa anak yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum mesti harus dalam kekuasaan perwalian seseorang atau badan hukum, karena membiarkan anak tersebut tidak dalam kekuasaan perwalian orang tuanya atau badan hukum maka berarti sama saja dengan berbuat dholim karena menelantarkan diri pribadi anak serta harta-harta yang menjadi hak-haknya. Menimbang bahwa Pemohon sebagai paman dari anak perempuan yang bernama Uripa dikenal sebagai orang yang baik dan senantiasa berkelakuan baik dan telah memenuhi ketentuan didalam pasal 51 ayat (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 jo pasal 107 ayat (4) dan pasal 109 Kompilasi Hukum Islam maka Pengadilan Agama mengabulkan permohonan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
63
Pemohon dan menetapkan anak bernama Uripa binti Joko dibawah perwalian Pemohon yaitu pamannya (Umar bin Putus) dan menetapkan Pemohon sebagai wali untuk melakukan perbuatan hukum baik didalam maupun diluar Pengadilan. Berdasarkan surat An-Nisa ayat 34 yang artinya : kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka............ dan sesuai pasal 51 (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Jo pasal 107 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam maka unsur-unsur/pihak-pihak yang menjadi wali untuk waris bagi anak cacat mental sebaiknya diambil dari keluarga laki-laki karena laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, yaitu : 1. kakek 2. saudara laki-laki 3. paman 4. keputusan hakim (sesuai pasal 184 Kompilasi Hukum islam) 3.2. Masa Berlakunya Perwalian Dalam Hukum Islam Pada umumnya terjadinya perwalian pada anak cacat mental disebabkan oleh karena anak tersebut tidak mempunyai orang tua sedang keadaan anak tersebut mengalami cacat mental atau masih dibawah umur 18 tahun. Di dalam hukum islam masa berlakunya perwalian tidak disebutkan tetapi yang ada hanya mulai berlakunya perwalian dan berakhirnya perwalian. Mulai berlakunya perwalian terdapat pada pasal 108 Kompilasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
64
Hukum Islam yang mengatakan : orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalian atas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia. Sedangkan di dalam pasal 331 a kitab Undang-Undang hukum perdata, perwalian mulai berlaku : 1. Jika seorang wali diangkat oleh hakim dan pengangkatan itu terjadi dalam kehadirannya, pada saat itu dilakukan, dan jika terjadi tidak dalam kehadirannya, pada saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya. 2. Jika seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tuanya, pada saat pengangkatan itu karena meninggalnya yang mengangkat memperoleh kekuatan untuk berlaku dan si yang di angkat menyatakan kesanggupannya menerima pengangkatan itu. Jadi perwalian atau pengampuan mulai berlaku saat kedua orang tua meninggal dunia dan telah ditunjuk wali atas putusan hakim atau pengadilan. Pengampuan mulai berlaku mulai saat putusan pengadilan diucapkan. Kedudukan seorang yang telah ditaruh dibawah pengampuan, adalah seperti seorang yang belum dewasa. Dia tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum secara sah36. Dengan adanya putusan hakim kedudukan wali menjadi kuat maka wali harus mengemban amanah dari anak cacat mental tersebut, harus melindungi dan memelihara anak dan hartanya sebaik-baiknya. Sesuai pasal 110 Kompilasi Hukum Islam : Ayat (1) : Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannnya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban membrikan bimbinngan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada di bawah perwalian nya. ______________________________ 36
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat, Penerbit Sinar Grafika Jakarta, 1992 Hal.54
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
65
Ayat (2) : Wali dilarang mengikatkan, membebani dan mengasingkan harta yang di bawah perwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di perwalian yang tidak dapat dihindarkan. Ayat (3) : Wali bertanggung jawab terhadap harta yang berada di bawah Perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat Kesalahan atau kelalaiannya. Ayat (4) : dengan tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam pasal 51 ayat (4) Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Pertanggung jawaban wali tersebut ayat (3) harus dibuktikan dengan pembukuan yang di tutup satu tahun satu kali. Sebab – Sebab Perwalian Berakhir : 1. Si anak sudah dewasa, berdasarkan pasal 111 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam : wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bila yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah. 2. Perselisihan antara wali dan anak yang dibawah perwaliannya, berdasarkan pasal 111 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam : apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepadanya. 3. Pemecatan hak perwalian seseorang dari Pengadilan Agama, karena wali berkelakuan buruk. Berdasarkan pasal 109 Kompilasi Hukum Islam : Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan menindahkannya kepada pihak laian atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya. Di sini dapat disimpulkan masa berlakunya perwalian adalah mulai pengangkatan wali oleh hakim Pengadilan sampai wali diberhentikan atau dipecat oleh anggota keluarga atau oleh hakim Pengadilan. Di dalam contoh
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
66
di Pengadilan Agama yang menjadi wali adalah pamannya sendiri. Di sini anak penyandang cacat mental merupakan keadaan kemampuan mental di bawah normal yang tidak dapat disembuhkan, tetapi hanya bisa di peringankan melalui pendidikan, bimbingan, latihan, dan perlakuanperlakuan yang khusus. Oleh karena itu meskipun si anak cacat mental tersebut sudah berumur 21 tahun atau sudah dewasa, wali atau paman dari anak cacat mental tidak dapat menyerahkan hartanya kepada anak tersebut, karena anak tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum. jadi anak cacat mental ini masih tetap di dalam perwalian pamannya sampai anak tersebut meninggal dunia, jadi yang bertanggung jawab atas harta waris dan diri pribadi anak cacat mental adalah walinya dalam hal ini yang menjadi wali adalah pamannya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
67
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV PENUTUP 4.1. KESIMPULAN a. Perlindungan hukum bagi anak cacat mental dalam pembagian harta waris menurut hukum islam. Anak cacat mental mendapat perlindungan hukum dari keluarga misalnya, mendapat kasih sayang, mendapat pendidikan, memelihara, serta menggali bakat anak sesuai kemampuannya. Mendapat perlindungan hukum dari masyarakat terhadap anak cacat mental, yaitu masyarakat membentuk suatu lembaga atau badan hukum untuk menampung anak cacat mental, di dalam lembaga ini anak cacat mental diberi pelajaran keterampilan-keterampilan misalnya, membuat kerajinan, di latih menari, lari, melukis, dan sebagainya sesuai bakat dan dan kemampuannya. Mendapat perlindungan dari negara, negara melindungi anak cacat mental yaitu dengan mendirikan sekolah-sekolah SLB dan sejenisnya, di setiap kota-kota, pemerintah memberikan beasiswa kepada anak cacat mental dan guru yang berprestasi. Pembagian waris yang diterima anak cacat mental, bagian waris untuk anak perempuan yaitu : 1. Seorang anak perempuan mendapat ½ bagian, apabila tidak ada saudara 2. Dua anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 bagian, apabila tidak ada saudara laki-laki
67 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
68
3. Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki maka bagiannya dua banding satu (laki-laki mendapat dua bagian, perempuan mendapat satu bagian. Bagian waris untuk anak laki-laki : 1. Apabila hanya seorang laki-laki saja maka mengambil semua warisannya 2. Apabila dua anak laki-laki atau lebih maka bagiannya dibagi rata, apabila ada anak perempuan maka pembagiannya dua banding satu. b. Pihak yang bertanggung jawab atas harta waris anak cacat mental menurut hukum islam. Apabila anak cacat mental tidak mempunyai kedua orang tua maka pihak keluarga mengambil seorang wali untuk mengurus diri anak dan harta anak cacat mental yang di ambil dari keluarga terdekat dan di sahkan oleh Pengadilan misalnya, mengangkat pamannya atau saudara laki-lakinya atau kakeknya apabila ke semuanya tidak ada maka di ambil dari keputusan hakim pengadilan. Masa berlakunya perwalian yaitu mulai diangkatnya wali oleh pengadilan sampai wali diberhentikan oleh keluarga atau oleh hakim pengadilan. 4.2. SARAN 1. Bagi orang tua yang mempunyai anak yang menyandang cacat mental tidak boleh malu karena anak adalah titipan Allah yang harus di asuh sebaik-baiknya. Supaya si anak bisa mandiri hendaknya di sekolahkan di sekolahan SLB, atau YPAC atau yang sejenisnya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
69
2. Bagi anggota keluarga yang memiliki anak cacat mental yang tidak mempunyai orang tua dan sekaligus menjadi ahli warisnya hendaknya pihak keluarga menunjuk seorang wali yang kemudian disahkan oleh pengadilan. Penunjukan seorang wali guna untuk mengurus diri anak dan hartanya agar terlindungi secara hukum dan hartanya dapat digunakan oleh anak tersebut. 3. Bagi masyarakat agar turut membantu melindungi anak cacat mental dari perlakuan-perlakuan yang tidak baik, misal kejahatan, diskriminasi terhadap anak, hendaknya masyarakat tidak mengucilkan anak tersebut dan menghargai harkat dan martabatnya. 4. Bagi negara hendaknya meningkatkan lagi perhatiannya terhadap anak cacat mental yang memiliki bakat-bakat, misal bakat berenang, lari, melukis dan lain-lain untuk di ikutkan dalam lomba sehingga mempunyai prestasi yang baik.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Mirza Maulana, Anak Autis, mendidik anak autis dan gangguan mental lain menuju anak Cerdas dan sehat Penerbit Kata Hati, Jogjakarta, 9 Maret 2007. Yulis Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Sinar grafika, Jakarta, Juni 2004. Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam,Adat, dan BW, Penerbit Refika Aditama Bandung, Maret 1985. Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris Menurut BW, Penerbit Refika Aditama, Surabaya Oktober 2011. Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris Di Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan Keempat, Jakarta Februari 2006. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris di susun berdasarkan kurikulum terbaru nasional Perguruan tingga agama islam, Penerbit CV. Pustaka Setia, Cetakan Ke 1 Bandung 2009. Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Penerbit CV. Toha Putra Semarang, Mei 1978. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Indonesia(UI-Press) Jakarta, 2010.
Hukum, Penerbit, Universitas
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung, Cetakan Ke 40 Thn 2007. Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, Penerbit PT Raja Grafindo Persada Rajawali Pers, Jakarta Maret 1985. Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum Perdata Barat/BW,Hukum Islam, dan Hukum Adat ,Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 1992. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit PT Intermasa Cetakan 33 Jakarta, Oktober 1985.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN R. Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta April 1985. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003. Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bandung, Januari 2012. WEBSITE Mahmud 09-Kumpulan Makalah Blogspot.com/2011/01/Intellegence-quotion-iqhtml. Id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2051346-pengertian-ahli-waris/ Julia Perez Kawin Lari, http: /blog.bestlagu.com/arti-perlindungan-hukum, Motivasi Pahlawan. Vollmar,H.F.A. Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I, Grafindo Perdata Jakarta Thn, 1996 hal.180 Pdf. Balianzahab.wordpres.com makalah-hukum-islam/perwalian-menurut-kuhperdata. Joys.inspiration.blogspot.com/2011/02/pengertian-anak cacat mental-.html. http://www.agp-pgrijabar.net/index.php/dokumentasi-cetak/majalah-suaradaerah/128-komunikasi-kasih-sayang-orang-tua-terhadap-anak. http://dhekazone.blogspot.com/2013/01/tata-cara-pembagian-warisanmenurut.html#ixzz0VPdjddg. WWW.Psychlogimania.com/2012/09/Pengertian neurobiologi.html. media.isnet.org/islam/waris definisi.html. M. Jazuli, Tari sebagai terapi bimbingan bagi anak cacat mental Pdf. News.detik.com/read/2012/10/09/121711/2058140/608/Melani-atlet-renang-tunagrahita-yang-berprestasi. Sumber digital_122658_PKI2087.194-Perwalian anak-Kesimpulan.Pdf (secured).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Lain-lain Artikel Anda dan Hukum Keseharian.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.