PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK
Oleh: Ref Fitri YentiZ 110120130011
Komisi Pembimbing : Dr. Tarsisius Murwadji, S.H.,M.H. Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H. TESIS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis
PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2015
A. Latar Belakang Lembaga perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian, disebabkan salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis, maka bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Salah satu jasa lembaga perbankan adalah bank garansi yang mendorong aktivitas dunia usaha, diamanatkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) disebutkan bahwa: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”1 Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang dapat memobilisasi dana masyarakat secara efektif, yaitu sebagai penghimpun dana dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk pembiayaan kegiatan yang produktif bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut
1
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Bab I Pasal 1 Ayat 2
menunjukkan bahwa bank merupakan suatu lembaga keuangan yang sangat penting dalam menjalankan perekonomian dan perdagangan. Dengan semakin banyak di Indonesia, semakin banyak pula produk atau jasa bank yang ditawarkan kepada masyarakat. Hal ini merupakan tanda persaingan antar bank semakin meluas, sehingga masyarakat harus memilih berdasarkan kelebihan dari produk-produk terbaik yang ditawarkan bank tersebut. Bank garansi merupakan salah satu jasa bank yang ditawarkan oleh bank disamping jasa-jasa lainnya. Penerbitan bank garansi oleh bank merupakan salah satu cara untuk menunjang pembangunan yang dilakukan oleh sektor swasta, khususnya di bidang konstruksi, dimana Bank Garansi itu diterbitkan dengan tujuan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pembangunan suatu proyek dari mulai terjadinya tender sampai dengan penyelesaian proyek tersebut. Bank garansi merupakan perjanjian penanggungan yang diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata. Istilah bank garansi berasal dari bahasa inggris guarantee atau guaranty yang berarti menjamin atau jaminan.2 Menjamin atau jaminan dalam perjanjian garansi dimaksudkan sebagai tindakan dari pihak garantor untuk menjamin jika seseorang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dijanjikan, misalnya tidak membayar hutang-hutangnya, si garantor tersebutlah
yang akan
melaksanakan atau mengambil alih kewajiban tersebut, jadi apabila bank 2
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2005, Hlm.157
yang menjadi garantor, maka banklah yang akan melaksanakan atau mengambil alih kewajiban tersebut.3 Bank garansi diberikan oleh bank kepada nasabahnya yang akan melakukan suatu tugas yang sangat terbatas dan terpilih, namun tidak membutuhkan fasilitas kredit secara langsung dari bank. 4 Fasilitas pemberian kredit yang dimaksudkan adalah semua fasilitas yang disediakan oleh bank, baik yang langsung dapat digunakan maupun fasilitas yang setiap saat dapat ditarik serta pemberian fasilitas pemberian garansi dan penyertaan bank pada perusahaan yang bersangkutan.5 Secara sederhana bank garansi dapat diartikan sebagai jaminan untuk memenuhi suatu kewajiban nasabah, apabila nasabah yang dijamin oleh bank tersebut kemudian hari tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sebagaimana yang telah dijanjikan. Berdasarkan risiko pemberian bank garansi, Bank Indonesia sebagai pembina perbankan nasional, menggunakan ketentuan tentang Batas Minimun Pemberian Kredit (BMPK) dan Kewajiban Pemenuhan Modal Maksimum (KPMM) kepada bank penerbit bank garansi.6 Setiap pemberian bank garansi, bank terlebih dahulu meminta kepada nasabah yang akan dijaminkannya untuk memberikan jaminan lawan atau kontragaransi. Kontragaransi ini nilai tunainya sekurang-
3
Ibid, Hlm 158 Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pusataka Utama, Jakarta, 1993,
4
Hlm.59 5
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, 1997, Hlm.78 6 Ibid, Hlm.78
kurangnya harus sama dengan jumlah yang ditetapkan sebagai jaminan yang tercantum dalam perjanjian bank garansi. Jaminan ini dapat berupa uang tunai atau simpanan giro, deposito, surat-surat berharga atau harta kekayaan barang-barang bergerak atau tidak bergerak.7 Kasus yang terjadi dalam penolakan pencairan bank garansi adalah sebagai berikut: PT Arena Agro Utama (pemilik proyek) melakukan pertemuan untuk rencana melakukan perjanjian kerjasama dengan PT.Pradipta Surya Gemilang (Kontraktor) untuk pembuatan gudang pupuk PT.Arena Agro Utama. Dalam perjanjian ini pemilik proyek mensyaratkan adanya bank garansi. Dalam perjanjian bank garansi telah dijelaskan bahwa pengerjaan proyek dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor. Akan tetapi pemilik proyek meminta adanya penambahan daya listrik baru, kemudian pihak kontraktor tidak memenuhi permintaan pemilik proyek, dikarenakan tidak ada tercantum dalam perjanjian kerjasama. Pihak pemilik proyek mengajukan pencairan bank garansi ke bank nagari dan bank nagari menolak untuk mecairkan bank garansi tersebut. Adapun mengenai penelitian dalam kaitannya dengan bank garansi sebagai jaminan yang diberikan oleh bank telah diangkat dan dibahas sebelumnya oleh Hapsari Putri mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jurusan Hukum dalam tesis yang berjudul Pelaksanaan Kontra Bank Garansi (KBG) di PT. Asuransi Kredit Indonesia (Persero)
7
Thomas Suyatno, op.cit, Hlm.99
Berdasarkan Prinsip Hukum Asuransi dan Prinsip Hukum Perbankan dengan fokus tentang varivikasi klaim/ pre claim treatment yang dilakukan oleh Askrindo terhadap surat pemutusan kerjasama yang menjadi dasar wanprestasi Principal dan menjadi hak Obligee dalam mengajukan tuntutan klaim pencairan bank garansi kepada Bank BRI dan I Putu Taruna Yoga Sanjaya, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, dengan judul “Pelaksanaan Kontra Bank Garansi Sebagai Jaminan Lawan Atas Diterbitkannya Bank Garansi yang diberikan terhadap pemilik proyek (oblige) dikaji dengan prinsip-prinsip hukum jaminan, perbankan, asuransi, dan hukum perjanjian Adapun perbedaan dengan tesis penulis terletak pada objek penelitian yang penulis angkat yaitu penolakan pencairan bank garansi terkait dengan wanprestasinya pemilik proyek Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan mengangkat mengenai permasalahan pemberian bank garansi oleh Bank Nagari dalam bentuk tesis yang berjudul: PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK B. Indentifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pencairan Bank Garansi terkait dengan wanprestasinya terlebih dahulu dari pemilik proyek? 2. Bagaimana proses pencairan Bank Garansi yang menjamin kepastian hukum dalam hal perjanjian kerjasama antara kontraktor dan pemilik proyek , terkait dengan wanprestasi pemilik proyek? Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pencairan bank garansi adalah dengan penerapan kontra garansi atau jaminan lawan dari nasabah dan bank juga harus mengetahu secara pasti dan jelas bagaimana perjanjian kerjasama antara pihak kontraktor dengan pemilik proyek. Hal ini dilakukan oleh bank, agar dalam pencairan klaim garansi tidak ada kesalahpahaman atau kekeliruan yang terjadi dan pihak bank juga tidak dirugikan. Pemberian bank garansi ini timbul karena adanya kehendak dari pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian bank garansi. Akibat hokum dari perjanjian tersebut bank berkewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan, apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Dengan demikian pemberian bank garansi tersebut terdiri dari tiga pihak, yaitu pihak bank, terjamin dan penerima jaminan. Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskiriptif analisis, dimana untuk menganalisis objek penelitian dengan memaparkan situasi dan masalah untuk memperoleh gambaran mengenai situasi dan keberadaan objek penelitian dengan cara pemaparan data yang diperoleh sebagaimana adanya, yang kemudian dilakukan analisis yang menghasilkan beberapa kesimpulan. Metode
pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif, yaitu mengutamakan pencairan data sekunder dengan bahan hokum primer, sekunder, tersier atau dititik beratkan pada data sekunder dibidang hokum perbankan. Proses pencairan bank garansi yang menjamin kepastian hukum bahwa pihak penerima jaminan harus dapat melampirkan surat perjanjian kerjasama dan surat yang menyatakan bahwa pihak kontraktor atau nasabah telah wanprestasi. Sebelum adanya pernyataan wanprestasi ini, pihak penerima jaminan (pemilik proyek) harus telah melakukan somasi sebanyak tiga kali kepada pihak kontraktor. Apabila hal ini ini belum dilakukan oleh pemilik proyek, maka bank garansi tidak dapat dicairkan oleh bank.