J. Sains Tek., April 2004, Vol. 10, No. 1
Peningkatan Sensitivitas Analisis N-Metilkarbamat secara HPLC dengan Derivatisasi Pasca Kolom Menggunakan O-Pthaldialdehida (OPA) Any Guntarti1, Noegrohati2, Izul Falah3 1 Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, 2 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, 3 Jurusan MIPA Kimia Universitas Gadjah Mada Abstract Carbamate is one of the pesticide groups widely used in Indonesia. Due to its relative persistence in soil, carbamate residues occur in the environment, so that any sensitive and specific analytical method should be developed. This work is aimed to evaluate the separation and detection of several carbamates (propoxur, carbaryl, BPMC). The separation was carried out in HPLC and the detection was done by UV detector (HPLCUV) and by fluoresence detector after on line post column derivation (HPLCfluoresence). The two methods were evaluated to obtain the best analytical method. The results showed that sensitivity was much higher in the fluoresence detection. The HPLC-UV for propoxur showed the slope of 3.29; carbaryl of 4.59 and BPMC of 0.82; while the HPLC-fluoresence for propoxur has a slope of 6.11x103, carbaryl of 2.69x103 and BPMC of 0.97x103. The HPLC-UV for propoxur showed a LOD of 44.56 ng; carbaryl of 11.56 ng and BPMC of 4653 ng; while the HPLC-fluoresence for propoxur showed a LOD of 0.59 ng, carbaryl of 1.71 ng and BPMC of 2.24 ng. The separation kinetic of HPLC-UV and HPLC-fluoresence is not significantly different. The HPLCUV value k’ : 6.47- 17.14; Rs : 24.32-66.11; HETP : (1.59-4.89) µm; and α : 1.39-1.72; while the HPLC-fluoresence value k’ : 7.86-18.76; Rs : 17.84-4.50; HETP : (1.58-4.50) µm; and α : 1.39-1.72. Keywords: carbamates, HPLC, post column derivation Pendahuluan Pestisida telah banyak digunakan dalam berbagai bidang pertanian, misalnya untuk pemberantasan hama dan gulma tanaman. Dalam bidang pasca penen hasil-hasil pertanian, pestisida digunakan untuk mencegah hasil-hasil pertanian dari serangan serangga, tikus atau untuk mencegah pertumbuhan jamur dalam hasil-hasil pertanian yang disimpan. Dalam bidang kesehatan, pestisida digunakan untuk pemberantasan nyamuk malaria dan beberapa serangga vektor lainnya1.
2004 FMIPA Universitas Lampung
Pestisida secara kimia dapat diklasifikasikan menjadi pestisida organik dan anorganik. Pestisida organik terdiri dari pestisida organik alam dan organik buatan. Pestisida organik buatan diklasifikasikan antara lain sebagai golongan organoklorin, dimana golongan ini di Indonesia sudah tidak digunakan lagi. Golongan organofosfat, karena banyak yang bersifat toksis maka hanya sebagian saja yang digunakan. Golongan yang banyak digunakan adalah pestisida golongan karbamat dan golongan piretroida. Salah satu contoh golongan karbamat yang sebagai insektisida adalah propoksur, karbaril, BPMC dan 2 karbofuran . 51
A. Guntarti, dkk., Peningkatan Sensitivitas Analisis
Kerja pestisida haruslah sangat spesifik untuk organisme yang ditargetkan untuk dibunuh dan tidak merusak organisme yang bukan sasarannya. Kenyataannya sebagian besar dari bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai pestisida tidaklah sangat selektif. Pada umumnya pestisida meracuni banyak spesies yang bukan sasaran yaitu meliputi manusia dan bentuk kehidupan lain di lingkungan2. Dengan semakin meluasnya penggunaan pestisida, dampak negatifnya juga semakin bertambah, terutama pestisida yang mempunyai kestabilan tinggi dan sulit diuraikan oleh lingkungan alam3. Akibatnya akan terjadi pencemaran lingkungan terutama pada sistem perairan. Residu pestisida dapat diartikan sebagai sisa-sisa penggunaan pestisida beserta hasil degradasinya (metabolit) yang beracun, yang terdapat pada bagian permukaan atau dibagian dalam suatu bahan pangan, tanaman, binatang serta lingkungan lainnya4. Pencemaan pestisida ternyata telah menimbulkan pula permasalahan yang cukup rumit dalam analisis kimia. Kimia analisis merupakan bagian penting dalam kegiatan pemantauan residu pestisida yang berfungsi sebagai pemberi informasi, baik kualitatif maupun kuantitatif. Banyak eksperimen telah dilakukan menunjukkan bahwa pemisahan sejumlah metabolit yang mempunyai sifat fisika kimia yang sangat mirip dengan senyawa induknya, merupakan pekerjaan yang sulit. Berdasarkan alasan ini, tenik pemisahan secara kromatografi biasanya menjadi pilihan dalam kegiatan analisis residu pestisida5. Karena sifat racunnya yang dapat membahayakan lingkungan dan kehidupan manusia, analisis kimia terhadap senyawa karbamat yang merupakan salah satu contoh pestisida yang banyak digunakan di Indonesia menarik perhatian ahli
52
kimia. Metoda analisis residu pestisida karbamat yang telah dikembangkan antara lain kromatografi gas (GLC) dengan menggunakan derivat 1-fluoro2,4-dinitrobenzen, detektor ECD6. Kelemahan dengan metode ini, karbamat merupakan senyawa yang bersifat thermolabil, sehingga mudah mengalami degradasi. Keterbatasan metoda analisis karbamat dengan GLC telah mengundang minat para ahli untuk mengembangkan metode lain7. Telah dikembangkan metode kromatografi cair tekanan tinggi (HPLC) sebagai metode analisis. Tehnik analisis yang dipilih didasarkan pada hidrolisis katalitik yang kemudian hasil hidrolisis direaksikan dengan reagen derivatisati dan selanjutnya dideteksi dengan detektor fluoresen. Selektivitas dan sensitivitas metode analisis ini cukup baik8. Berdasarkan permasalahan yang timbul dalam analisis pestisida di atas penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari pemisahan senyawa N-metilkarbamat dalam kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) secara kualititatif. Dalam kromatografi, pemisahan terjadi karena perbedaan distribusi senyawa dalam fasa diam dan fasa gerak, sehingga apabila suatu campuran dilewatkan melalui kedua fasa tersebut akan terjadi perbedaan kecepatan migrasi dan pemisahan akan terjadi. Secara kuantitatif, koefisien distribusi dapat disajikan sebagai berikut : K = Cs / Cm K = koefisien partisis Cs = Konsentrasi komponen dalam fasa diam Cm = Konsentrasi komponen dalam fasa gerak Disamping pengamatan visual atas bentuk puncak kromatogram, untuk mengevaluasi pemisahan, ada beberapa 2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2004, Vol. 10, No. 1
parameter yang perlu diperhatikan. Parameter tersebut ialah harga N (jumlah plat teoritik), HETP, Rs (resolusi) , k’ (kapasitas kolom) dan α (selektivitas kolom). Idealnya, puncak kromatogram berbentuk kurva Gauss dengan dasar pita yang sempit. Adanya puncak kromatogram yang mengekor atau melebar akan menimbulkan kesulitan dalam analisis kuantitatif8.
98,81 %, standar BPMC dengan kemurnian 98,11 % . Bahan yang digunakan berkualitas p.a. dari E. Merck, meliputi : metanol, natrium tetraborat, merkaptoetanol, natrium hidroksida, aseton, aquabides, ortophtaldialdehida (OPA), contoh tanah, larutan buffer standar pH 4.
Pada pelaksanaan analisis dengan HPLC, kemungkinan banyak sekali senyawasenyawa yang tidak dapat dianalisis dengan mudah, karena detektor yang digunakan tidak memberikan respon terhadap senyawa yang dianalisis. Keadaan ini disebabkan karena senyawa tersebut memberikan absorbansi pada panjang gelombangnya diluar daerah UVVis, atau senyawa yang akan ditentukan dengan detektor fluoresen ternyata senyawa tersebut tidak berfluoresensi7.
Seperangkat HPLC Shimadzu LC-6A, 2 buah pompa HPLC merck Shimadzu, 2 buah pompa korteks K-35 D, seperangkat alat ekstraksi Soxhlet, detektor spetkrofotometer UV-Vis SPD-6AV, detektor spektrofluorometer Shimadzu RF-535, pengatur temperatur reaktor TC 1900 ICI, rekorder Shimadzu C-R 36A, koil hidrolisis 593 cm dan koil derivatisasi OPA 137 cm.
Derivatisasi senyawa analit pada HPLC bertujuan untuk mengatasi keadaan tersebut, dengan jalan mereaksikan senyawa yang dianalisis dengan zat tertentu, sehingga akan terjadi pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih panjang (pergeseran batokromik). Cara lain yaitu dengan mereaksikan dengan zat tertentu sehingga akan menghasilkan senyawa yang berfluorosen. Tehnik derivatisasi ini dapat dilakukan sebelum (pre) atau sesudah (post) kolom tetapi sebelum detektor. Salah satu reagen derivatisasi pasca-kolom adalah orhto pthaldialdehida (OPA)9.
Pelaksanaan percobaan terdiri atas 4 langkah sebagai berikut. 1) Melakukan optimasi terhadap sistem HPLC dengan detektor UV yang meliputi pemilihan fasa gerak dan fasa diam. 2) Hasil optimasi sistem HPLC dengan detektor UV, digunakan untuk menentukan kondisi optimum terhadap sistim HPLC derivativasi pasca-kolom dengan OPA menggunakan detektor fluorocensi. Kondisi optimum tersebut meliputi temperatur hidrolisis, konsentrasi NaOH, kecepatan alir NaOH, kecepatan alir OPA dan lamanya waktu hidrolisis di dalam koil hidrolisis. 3) Melakukan evaluasi terhadap hasil optimasi yang meliputi penentuan sensitivitas dengan uji batas deteksi (LOD) serta linieritas, komparasi proses pemisahan dengan dan tanpa derivatisasi pasca-kolom dengan OPA. 4) Melakukan uji pungut ulang (recovery) terhadap contoh tanah.
Metode Penelitian Bahan Standar karbaril dengan kemurnian 99,50 %, standar propoksur dengan kemurnian
2004 FMIPA Universitas Lampung
Alat
Prosedur Penelitian
53
A. Guntarti, dkk., Peningkatan Sensitivitas Analisis
Hasil dan Pembahasan Optimasi fasa gerak dan fasa diam dengan HPLC detektor UV adalah menggunakan C18 dengan panjang kolom 20 cm, ukuran partikel 5 µm dan diameter dalam 0,4 mm. Optimasi fasa gerak menggunakan program elusi gradien dengan metanol 50 % selama 15 menit, kemudian secara gradien konsentrasi metanol dinaikkan hingga 70 % pada menit ke-30 dan dibiarkan 70 % sampai menit ke-40. Kecepatan alir yang digunakan 1 ml/menit. Kondisi optimum ini, digunakan untuk mengoptimumkan HPLC derivatisasi pasca-kolom dengan detektor fluoresenci. Kondisi optimum dengan HPLC derivatisasi pasca-kolom menggunakan OPA yaitu, panjang gelombang eksitasi maksimum 336 nm, emisi maksimum 455 nm, konsentrasi NaOH 0,05 N, laju alir NaOH 0,3 ml/menit, laju lair OPA 0,2 ml/menit, temperatur hidrolisis 95° C, panjang koil hidrolisis 593 cm dan panjang koil derivatisasi 137 cm. Sistem deteksi yang digunakan adalah detektor UV dan fluorosenci. Sensitivitas adalah kenaikkan respon analitik setiap satu satuan konsentrasi. Untuk mengetahui peningkatan sensitivitas, dinyatakan dengan kenaikkan slope dan penurunan batas deteksi (LOD). Tabel 1 dan Tabel 2 menyajikan harga slope dan harga LOD dari kedua sistem deteksi. Dari Tabel 1 terlihat adanya peningkatan sensitivitas yang digambarkan sebagai (b ± Sb), yaitu pada HPLC derivatisasi 54
dengan detektor fluorocen sampai 103 . Semakin tinggi harga (b ± Sb), maka sensitivitasnya semakin baik. Linieritas dengan harga R > 0,99 dicapai dengan HPLC detektor UV pada kisaran berat (17,5 – 87,5) mg untuk propoksur dan karbaril, sedangkan BPMC (125 – 138) mg. Sedangkan dengan HPLC derivatisasi kisaran beratnya semakin lebar. Kisaran berat semakin lebar menunjukkan linieritas semakin baik. Metode determinasi selain sensitivitas dan linieritas, dapat juga dinyatakan dengan perhitungan harga LOD (limit of Detection). Semakin rendah harga LOD, maka metode itu semakin sensitif. Dari Tabel 2 terlihat peningkatan sensitivitas pada HPLC derivatisasi dengan detektor fluorocen. Harga LOD senyawa propoksur menurun 100x, karbaril 10x dan BPMC sampai 2000x. Tambahan reaktor OPA pasca-kolom dapat mempengaruhi kinetika pemisahan. Tambahan pereaksi NaOH dan OPA dapat mengakibatkan pemisahan (Rs) menjadi lebih rendah, karena terjadinya pelebaran pita kromatogram. Oleh karena itu perlu dilakukan komparasi parameter pemisahan tanpa adanya reaktor OPA pasca-kolom. Komparasi antara kromatogram sebelum derivatisasi dan kromatogram setelah mengalami derivatisasi pasca-kolom (HPLC derivatisasi dengan OPA), meliputi harga Rs (resolusi0, k’ (kapasitas kolom) , HETP (efisiensi kolom) dan α (selektivitas kolom). Harga Rs, k’ , HETP dan α disajikan pada Tabel 3.
2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2004, Vol. 10, No. 1
Tabel 1. Persamaan regresi linier dan kisaran linieritas senyawa N-metilkarbamat Nama Pestisida
Persamaan garis regresi : y = (a ± Sa ) + (b ± Sb) x HPLC detektor UV HPLC derivatisasi OPA R Kisaran (b ± Sb) (a ± Sa )x (b ± Sb) (a ± Sa ) x (102) Berat (µg) (102) (103)
Kisaran berat (µg) Propoxur 17.5 – 87.5 0.60±0.04 Karbaril 17.5 – 87.5 3.25±0.20 BPMC 125– 138 a.1.27±0.1 b.3.59±0.04
3.29±0.07 4.59±0.35 a.0.82±0.05 b.0.96±0.57
0.999 0.08-0.34 -4.17±0.84 6.11±0.37 0.992 0.21-0.84 -5.13±1.18 2.69±0.21 0.995 0.79-26.1 14.85±5.66 0.97±0.05 0.996
R
0.995 0.991 0.996
Tabel 2. Hasil perhitungan LOD senyawa N-metilkarbamat Nama Pestisida
Persamaan garis regresi : y = (a ± Sa ) + (b ± Sb) x HPLC detektor UV HPLC derivatisasi OPA
LOD (ng) Propoxur 44.56 Karbaril 11.56 4653 BPMC
(a ± Sa )
(b ± Sb)
-15.5±1.07 46.04±1.44 0.22±0.24 32.12±2.18 9.75±1.28 1.24±0.09
R 0.998 0.993 0.993
LOD (a ± Sa ) (b ± Sb) (ng) (103) 0.59 -10.72±0.82 1.82±0.04 1.71 0.37±1.25 1.81±0.13 2.24 -0.44±0.08 0.06±0.002
R 0.999 0.992 0.998
Tabel 3. Komparasi Proses Pemisahan Dengan dan Tanpa Reaktor OPA Pasca-Kolom . Komparasi Proses Pemisahan Dengan dan Tanpa Reaktor OPA Pasca-Kolom Pestisida Parameter sebelum Derivatisasi Parameter Setelah Derivatisasi Rs K’ α HETP Rs K’ α HETP P-K 24.32±0.69 1.39±0.01 17.84±1.54 1.38±0.01 K-B 66.11±1.06 1.76±0.04 43.65±4.23 1.72±0.02 P 6.47±0.05 2.55±0.05 7.86 ± 0.09 2.55±0.05 K 9.21±0.02 1.59±0.34 10.88±0.01 1.58±0.34 B 17.1±0.02 4.94±0.06 18.76±0.02 4.50±0.03
2004 FMIPA Universitas Lampung
55
A. Guntarti, dkk., Peningkatan Sensitivitas Analisis
Tabel 4. Hasil Uji Pungut Ulang Senyawa N-metilkarbamat pada Derivatisasi OPA Pasca-Kolom Pe
Pe yang di +kan (mg) 12,57
Pe yang Luas Area (mV) % Uji Pungut diperoleh (mg) Ulang P 10,68 12628,760 84,96 10,97 12986,776 87,29 K 18,77 16,99 8612,945 90,51 13,77 6881,167 73,33 B 41,57 34,50 8176,383 83,80 34,96 8264,720 84,92 Ket. Pe = pestisida, P = propoksur, K = karbaril, B = BPMC Dari Tabel 3 terlihat bahwa harga Rs pada HPLC setelah derivatisasi lebih kecil, ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan proses difusi diantara fasa gerak, solut, reagen hidrolisis (NaOH) dan reagen derivatisasi (OPA), sehingga akan memperlebar pita dasar kromatogram HPLC derivatisasi, akibat-nya harga Rs akan turun. Pemisahan solut di dalam kolom sangat dipengaruhi oleh kepadatan, jenis partikel pengisi kolom dan eluent yang digunakan. Efisiensi kolom dinyatakan dengan harga HETP (tinggi plat teoritik). Harga HETP tidak berbeda jauh, hal ini mudah dimengerti karena reaktor ditempatkan setelah kolom, sehingga tidak terlalu merubah harga HETP-nya. Untuk mengetahui selektivitas kolom dinyatakan dengan harga α . Harga α juga tidak jauh berbeda. Karena kedua komponen mengalami perubahan (dalam kondisi yang sama), maka hasilnya tidak berbeda. Kapasitas kolom dinyatakan dengan harga k’. Harga k’ tergantung pada volume fasa diam dan fasa gerak. Masuknya reagen hidrolisis dan reagen derivatisasi ke dalam sistem aliran pascakolom, menimbulkan (sedikit) hambatan pada laju alir fasa gerak dalam kolom dan dalam pipa kapiler, sebagai akibatnya volume fasa gerak menurun dan harga k’ akan meningkat. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 3. 56
% Rata-Rata 86,13±1,65 81,92±9,68 84,36±079
Untuk memperkirakan ketepatan suatu metoda, dilakukan uji pungut ulang (recovery). Uji pungut ulang dilakukan dalam contoh tanah. Hasil uji pungut ulang disajikan pada Tabel 3. Dalam uji pungut ulang menggunakan metode ekstraksi. Uji ini hanya dilakukan pada HPLC derivatisasi OPA pascakolom. Pada Tabel 4, hasil uji pungut ulang pada ketiga jenis senyawa Nmetilkarbamat didapatkan lebih dari 80 %. Berarti metode ini dapat digunakan untuk analisis karbamat dalam contoh tanah. Semakin mendekati 100 % maka ketepatannya semakin baik, begitu pula sebaliknya. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1. Optimasi fasa gerak dan fasa diam dengan HPLC detektor UV adalah menggunakan C18 dengan panjang kolom 20 cm, ukuran partikel 5 µm dan diameter dalam 0,4 mm. Optimasi fasa gerak menggunakan program elusi gradien dengan metanol 50 % selama 15 menit, kemudian secara gradien konsentrasi metanol dinaikkan hingga 70 % pada menit ke-30 dan dibiarkan 70 % sampai menit ke-40. Kecepatan alir yang
2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., April 2004, Vol. 10, No. 1
digunakan 1 ml/menit. Kondisi optimum ini, digunakan untuk mengoptimumkan HPLC derivatisasi pascakolom dengan detektor fluoresen.
3. Connel, D.W. dan Miller, G.J., 1984, Chemistry and Toxicology of Pollution, John Willey and Sons Inc., ew York.
2. Kondisi optimum dengan HPLC derivatisasi pasca-kolom menggunakan OPA yaitu, panjang gelombang eksitasi maksimum 336 nm, emisi maksimum 455 nm, konsentrasi NaOH 0,05 N, laju alir NaOH 0,3 ml/menit, laju lair OPA 0,2 ml/menit, temperatur hidrolisis 95° C, panjang koil hidrolisis 593 cm dan panjang koil derivatisasi 137 cm.
4. Chau, A.S.Y., 1981, Analysis of Pesticides in Water, Vol.III, CRC Press., Inc., Florida.
3. Hasil uji pungut ulang (recovery) contoh tanah senyawa Nmetilkarbamat diatas 80 %. Daftar Pustaka 1. Sastrawidjaya, T., 1991, Pencemaran Lingkungan, Cetakan Pertama, Rineka Cipta Press., Jakarta. 2. Kuhr, R.J. dan Dorough, H.W., 1976, Carbamate Insecticides : Chemistry, Biochemistry and Toxicology, CRC Press., Ohio.
2004 FMIPA Universitas Lampung
5. Noegrohati dan Narsito, 1997, Pedoman Pengujian Residu Pestisida Dalam Hasil Pertanian, Dir. Perlindungan Tanaman Pangan, Dep.Pertanian, R.I. 6. Grob, R.L., 1995, Modern Practise of Gas Chromatography, 3rd ed., John Willey and Sons Inc., New York. 7. Smith, R.M., 1988, Gas and Liquid Chromatography in Analytical Chemistry, John Willey and Sons Inc., New York. 8. Snyder, L.R., Kirkland, J.J. dan Glajh, J.L., 1997, Practical HPLC Method Development, 2nd ed., John Willey and Sons Inc., New York. 9. Poole, C.F. dan Poole, S.K., 1991, Chromatography Today, Elsevier Science Publishers, Amsterdam.
57