Peningkatan Pemanfaatan Jaringan Produksi Global dan Perkembangan Kerjasama Industri Internasional
Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Industri Internasional 2016
DAFTAR ISI 1. Latar belakang 1. Dasar Hukum
2. Tujuan Kerjasama Internasional menurut UU 3/2014 2. Struktur Ditjen KPAII sesuai Permenperin No. 107 Tahun 2015 4. Indonesia Saat Ini dan Globalisasi Industri 5. Bagaimana Kebijakan Mendukung Upgrading dalam Global Value Change (GVC) Interaksi Bisnis dan Sistem Inovasi 6. Kerjasama Ditjen KPAII dengan Cbi 7. Perkembangan Kerjasama Industri Internasional
LATAR BELAKANG DITJEN KPAII
Kerja sama internasional bidang industri a.Pembukaan Akses dan Pengembangan Pasar Internasional; b.Pembukaan Akses Pada Sumber Daya Industri; c.Pemanfaatan Jaringan Rantai Suplai Global; d.Peningkatan Investasi e.Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri (Sumber: UU No 3 Tahun 2014 Pasal 91 100) Lingkup Kerja Sama Internasional Bidang Industri a. Pemanfaatan Akses Pasar Produk Industri; b. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Industri; c. Pemanfaatan Rantai Suplai Global; d. Peningkatan Investasi Industri; e. Pengolahan Data dari Kegiatan Industrial Intelligence negara mitra (Sumber: Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional)
STRUKTUR PENDEKATAN “FUNGSI” di Sektor Teknis dan fora internasional
STRUKTUR DITJEN KPAII (Sesuai Permenperin 107 Tahun 2015)
DIREKTORAT JENDERAL KETAHANAN DAN PENGEMBANGAN AKSES INDUSTRI INTERNASIONAL
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL
DIREKTORAT KETAHANAN INDUSTRI
DIREKTORAT AKSES PASAR NDUSTRI INTERNASIONAL
DIREKTORAT AKSES SUMBER DAYA INDUSTRI & PROMOSI INTERNASIONAL
Indonesia saat ini… • Kekuatan ekonomi semakin meningkat dan demokrasi dinamis • Negara terkemuka dalam ASEAN, APEC dan anggota dari G‐20 • Pertumbuhan ekonomi penurunan angka kemiskinan hampir 6% dalam lima tahun terakhir (SEADI 2013)
INDONESIA MEMAINKAN PERAN PENTING DI KANCAH INTERNASIONAL Negara berkembang (emerging economy) dengan pertumbuhan yang tinggi dan mampu mengatasi keterpurukan masa lalu
Tantangan Terbesar: Memanfaatkan keberadaan di forum-forum global dan regional tersebut sebesar-besarnya untuk kepentingan bangsa Tercantum dalam RPJMN 2005-2025
6
TINGKAT TARIF INDONESIA SUDAH RENDAH
Note: Data tahun 2013 GDP dalam juta USD
• Tarif rata-rata RI sudah lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang seperti China, Korsel, India, dan Brasil. Tarif RI sudah setara dengan negara-negara maju seperti negaranegara EU, Jepang, dan AS. • Tarif rata-rata MFN Indonesia sebesar 6,8 % . Di satu sisi, PDB RI lebih rendah dari negara-negara berkembang tersebut, apalagi dibandingkan dengan EU, Jepang dan AS. 6
Defisit Perdagangan Produk Industri Semakin Besar Penggunaan Preferensi Tarif oleh Negara Mitra
China (dalam Juta US$) 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
-5000 -10000
G. Ekspor: 10.8% G. Impor: 25.4%
-15000 -20000
-18,256
Korea 1000 0 -1000 -2000 -3000 -4000 -5000 -6000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
G. Ekspor: 8.8% G. Impor: 28 %
Pembukaan Akses Pasar Perlu Mempertimbangkan Resiko Membesarnya Defisit Perdagangan Produk Manufaktur
5207.214 424
Jepang 0.00 -5,000.00 -10,000.00
10,000.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 5,000.00
G. Ekspor: 4.1% G. Impor: 28.6%
-15,000.00
Sumber: BPS (2014), diolah DJ-KII Kemenperin
Australia
ASEAN
5,000.00
500 300
G. Ekspor: 8.4% G. Impor: 23.1%
100 -100
-
-300 2007 2008 2009 2010 2011 2012
(5,000.00)
231.59157 7
-500 (4,437.59) -700
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
G. Ekspor: 8.1% G. Impor: 4 % 7
Posisi Ekspor Terhadap Struktur Ekonomi Negara-Negara Negara Singapura Vietnam Malaysia Brunei Darussalam Thailand Korea Chili Filipina Indonesia India China Australia Jepang Amerika Serikat
Rasio Ekspor Populasi • Berdasarkan data tahun 2014, rasio thd GDP (%) (juta orang) ekspor Indonesia terhadap total PDB hanya sebesar 23,72%. 187,64 5,30 86,40 89,70 • Lebih lanjut, nilai rasio Indonesia sangat jauh dibandingkan negara73,85 29,30 negara ASEAN lainnya seperti 70,98 0,45 Singapura, Vietnam, Malaysia, 69,19 69,90 Brunei, dan Thailand yang diatas 50,64 48,60 50%. 33,78 17,40 • Dapat dilihat, negara-negara yang 28,66 96,50 memiliki rasio diatas 50%, memiliki 23,72 244,80 populasi relatif kecil dari Indonesia. 23,19 1.258,00 • Oleh karena itu negara-negara tersebut membutuhkan pasar 22,62 1.353,60 ekspor yang didukung oleh FTA. 20,90 22,90 Sementara Indonesia masih memiliki 18,18 126,40 pasar dalam negeri yang potensial. 13,25 315,00 8
2. Posisi Kementerian Perindustrian Dalam Kerjasama Internasional a. b. c. d.
Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Cooperation (AJCEP) Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Trans Pacific Partnership (TPP)
9
Permasalahan 11 Pos Tarif Otomotif dalam IJEPA • Pasca Penerbitan PMK No. 209/2012 (HS2012), Jepang menuduh Indonesia melanggar komitmen awal IJEPA (ilegal) untuk 11 pos tarif otomotif dan meminta Indonesia untuk mengubah kategori modalitas dari kategori B15 (Bertahap jadi 0% di 2023 dst) menjadi P14 (5% di 2016 dst). • BKF Kemenkeu telah menjelaskan bahwa Indonesia telah melibatkan Jepang dalam proses transposisi HS semenjak IJEPA diterapkan (PMK No. 95/2008 (HS2007)) dan Jepang tidak melakukan protes. Jepang juga telah menikmati preferensi yang diberikan Indonesia sejak IJEPA diimplementasikan.
Posisi Kementerian Perindustrian adalah menolak perubahan kategori modalitas 11 pos tarif otomotif IJEPA dengan pertimbangan utama : •
• •
Kendaraan CBU dengan tarif BM impor sebesar 5% berpotensi akan membuat harga jualnya lebih kompetitif dibandingkan dengan produk rakitan lokal, sehingga menimbulkan dampak negatif pada investasi di sektor industri perakitan lokal. Lebih lanjut hal ini akan menimbulkan dampak negatif pada pertumbuhan industri material, komponen dan pendukungnya. Produk impor dalam bentuk CBU memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang rendah.
Di satu sisi Indonesia mempunyai permasalahan yaitu General Review IJEPA yang seharusnya dilaksanakan tahun 2013 hingga saat ini belum ada kesepakatan terutama tentang peluang Indonesia mendapatkan akses pasar Jepang terutama produk di kategori R dan Q (Makanan dan Minuman). 10
ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) • Implementasi AJCEP tertunda karena masalah transposisi yang belum disepakati sejak tahun 2010. • Dalam pandangan Kemenperin, saat ini tersisa 105 pos tarif industri yang belum terselesaikan masalah transposisinya sehingga diperlukan negosiasi lebih lanjut dengan pihak Jepang agar dapat menerima posisi Indonesia. • Hasil tranposisi untuk 105 pos tarif tidak dapat dijustifikasi melalui opsi WTO karena termasuk produk-produk yang sensitif dan produk-produk prioritas yang masuk ke dalam program hilirisasi, program P3DN, dan program pendalaman produksi komponen kendaraan bermotor.
11
Sektor Jumlah Hasil Hutan Perkebunan (HHP) 1 Otomotif (IATD) 69 Elektronika (IET) 7 Logam (IMDL) 17 Kimia Dasar (KIMDAS) 1 Kimia Hilir (KIMHIL) 3 Makanan (Mak) 1 Minuman Tembakau (Mintem) 0 Mesin (MS) 4 Tekstil Aneka (TA) 2 Total 105
Regional Comprehensive Economic Partnership • Kementerian Perindustrian sendiri sudah menyiapkan initial offer sebanyak 4.919 pos tarif atau 49.06% dengan rekapitulasi sebagai berikut: No.
1 2 3 4 5 6
Kategori A (penghapusan tarif pada saat implementasi - entry into force, EIF) A+ (penghapusan tarif pada saat implementasi entry into force, EIF dengan syarat seluruh pihak melakukan penghapusan) B (penghapusan tarif dalam waktu 10 tahun sejak implementasi - entry into force, EIF) B+ (penghapusan tarif dalam waktu 10 tahun sejak implementasi - entry to force, EIF dengan syarat seluruh pihak melakukan penghapusan) B* (penghapusan tarif dalam waktu (x) tahun sejak implementasi - entry into force, EIF) B*+ (penghapusan tarif dalam waktu (x) tahun sejak implementasi - entry into force, EIF dengan syarat seluruh pihak melakukan penghapusan) Jumlah
Jumlah HS
% dari Total HS
2268
22,6%
1
0%
991
9.8%
20
0.19%
1385
13.8%
254
2.5%
4919
49,06%
• Ditambah dengan produk binaan kementerian teknis lain menjadi 5910 atau 58.9%.
1
Peningkatan Offer Kemenperin Dalam RCEP: • Mempertimbangkan efek negatif yang akan dialami oleh sektor industri jika harus menambah offer, sektor industri mengusulkan adanya insentif harga gas dari kerja litbang dalam rangka meningkatkan daya saing. • Insentif tersebut hendaknya sebanding dengan insentif yang diberikan oleh negara-negara anggota RCEP lainnya untuk sektor industrinya seperti 17% tax rebate on export product (China). • Dengan demikian diharapkan dapat tercipta standing point atau level of playing field yang setara dengan negara-negara lain untuk bersaing di RCEP.
13
Trans Pacific Partnership (TPP) • TPP Agreement merupakan Perjanjian Perdagangan Bebas yang ambisius, komprehensif dan berstandar tinggi yang disepakati pada 4 Oktober 2015 oleh 12 (dua belas) negara yaitu Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Peru, Chile, Jepang, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru. • TPP Agreement selanjutnya akan ditanda tangani tahun 2016 dan diratifikasi oleh negara anggotanya (proses ratifikasi dinegara anggota diperkirakan akan memelurkan waktu dua tahun sejak perjanjian tersebut ditandatangani). • Dari 30 isu yang tercakup dalam perjanjian TPP, terdapat beberapa isu yang terkait dengan sektor industri, antara lain: Government Procurement, State Owned Enterprises, Trade in Goods, Services, Investment, SMEs, IPR, Textile and Apparel, ROO, SPS, TBT dan Cooperation .
14
Beberapa Isu TPP Terkait Kementerian Perindustrian • Perdagangan Barang (Trade in Goods), Tingkat liberalisasi untuk akses pasar barang setiap negara anggota rata-rata mencapai sekitar 98% dari seluruh pos tarif perdagangan. • Perdagangan Jasa dan Investment. tidak ada diskriminasi terhadap penanam modal atau pemasok jasa asing. • Government Procurement, kewajiban memberikan kesempatan kepada pemasok-pemasok dari seluruh anggota TPP untuk dapat mengikuti tender-tender yang diadakan oleh negara anggota TPP dengan batasan tiap negara berdasarkan hasil negosiasi. • State Owned Enterprise (BUMN), pembatasan intervensi pemerintah terhadap BUMN-BUMN yang dimilikinya dengan pengecualian berdasarkan hasil negosiasi.
15
Langkah-langkah Kementerian Perindustrian Menyikapi TPP • Sebagai langkah awal, Kementerian Perindustrian telah mengadakan dua kali workshop pada tahun 2015 untuk memberikan pemahaman mengenai substansi TPP kepada asosiasi industri dan internal Kementerian Perindustrian.
• Sebagai tindak lanjut pada tahun 2016, Kemenperin akan melakukan serangkaian Workshop untuk membahas masing-masing isu TPP (article by article) yang terkait langsung dengan kepentingan Kementerian Perindustrian. • Kemenperin pada tahun 2016-2017 akan melakukan kajian terkait keuntungan-kerugian (cost-benefit) di sektor industri.
16
Tentatif Kerangka Waktu Indonesia Terkait Keikutsertaan Dalam TPP Tahapan TPP disepakati oleh 12 negara TPP ditandatangani oleh Kepala Negara anggota Batas akhir ratifikasi TPP oleh 12 negara anggota TPP entry into force Pengusulan keinginan Indonesia bergabung TPP Proses negosiasi dengan seluruh negara anggota TPP Proses ratifikasi oleh Indonesia Indonesia Entry into Force TPP
Okt-15 Feb-16 Feb-18 Mei-18 2019 2020 2021 2022 2023 2024
Catatan: Indonesia memiliki waktu kurang lebih sembilan tahun untuk: 1. Melakukan kajian komprehensif perihal cost-benefit terkait keikutsertaan dalam TPP 2. Mempersiapkan daya saing sektor industri, 3. Kebijakan pendukung, 4. Perubahan Undang-Undang (apabila diperlukan), 5. Menentukan negosiator yang dapat memperjuangkan kepentingan seluruh sektor, dan 17 6. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
17
Pengamanan
external push
KETAHANAN INDUSTRI DALAM GLOBALISASI
Penyelamatan
Pengamanan equilibrium 1
Internal pull
equilibrium
Antisipasi (preparedness) Mitigasi (Mitigation)
waktu
Pemulihan (Recovery) Respon, adaptasi (Response)
Peran Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten Kota dalam Mempertahankan dan Meningkatkan Daya Saing
Tingkatkan Inovasi
Tingkatkan Mutu Produk
Daya Saing Industri Dalam Negeri Tingkatkan Nilai Tambah
Ketersediaan konektivitas & ICT
Ketersediaan fasilitasi perdagangan
Dalam rangka pencapaian RPJP dan Pembangunan Industri Nasional sesuai dengan UU no.17/2007, peraturan dan Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Provinsi dan Kabupaten/kota semaksimal mungkin mendukung upaya peningkatan daya saing industri dalam negeri.
STRATEGI KETAHANAN INDUSTRI Pengamanan dan Penyelamatan Industri Dalam Negeri • Monitoring peningkatan Impor dan penurunan Ekspor melalui Sistem Peringatan Dini • Advokasi dan Pendampingan Pengamanan dan Penyelamatan Industri Dalam Negeri • Harmonisasi Industri Hulu dan Industri Hilir untuk penguatan Rantai Supply
Globalisasi dan Industri: Rantai Nilai Global (Gereffi, 2005)
upgrading
1. Kompleksitas transaksi 2. Kodefikasi transaksi 3. Kemampuan supply-base: kapabilitas teknologi & pembelajaran • Kajian rantai nilai global dapat berguna untuk alat kebijakan yang efektif yang berhubungan dengan upgrading industri, pembangunan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Bagaimana Kebijakan Mendukung Upgrading dalam GVC: Interaksi Bisnis dan Sistem Inovasi tata kelola Determinants Market Kompleksitas rendah Kodefikasi tinggi Kompetensi pemasok tinggi Modular Kompleksitas tinggi Kodefikasi tinggi
Systems of innovation Lembaga MSTQ penting Organisasi pendidikan dan pelatihan penting Lembaga MSTQ penting
Sistem yang terstruktur dengan baik, lengkap dan lancar :1-2-3. 4-5 : sistem terfragmentasi lebih buruk. Chain leader dapat mengkompensasi kelemahan sistem, tetapi membatasi upgrade
Kompetensi pemasok Organisasi pendidikan dan tinggi pelatihan penting Relational Kompleksitas tinggi System lokal & pengetahuan tambahan penting Kodefikasi rendah Lembaga MSTQ kurang penting
Captive
Kemungkinan dinamika
Kompetensi pemasok Organisasi pendidikan dan tinggi pelatihan penting Kompleksitas tinggi Kodefikasi tinggi Lembaga MSTQ penting
Kompetensi pemasok rendah Hierarchy Kompleksitas tinggi Organisasi R&D local dapat mengambil manfaat dari interaksi Kodefikasi rendah Kompetensi pemasok GVCdiharapkan dapat rendah meningkatkanketerampilan teknis
5 & 4 ke 2: peningkatanMSTQ 5 & 4 ke 3: perbaikan sistem lokal 5 & 4 ke 2 & 3:sistem inovasi mendukung perkembangan pemasok dan kompetensi rantai nilai global
GPN: Goals, Strategy & Activities Goals: Strengthening the competitive capacity of Indonesian producers/manufactures in international market/GPN
Strategy: Global Production Network: Sectors Selections
GPN Analysis and Business Case Development
Implementati on
Activities: Planning & Strategy •GPN: Sectors Selections •GPN Analysis and Business Case Development
Monitoring & Evaluation •Monitoring and •Evaluation
Capacity Building for Industries •Program Implementation
Monitoring and Evaluation
GPN: Goals, Strategy & Activities Planning & Strategy Monitor ing and Evaluati on
•GPN: Sectors Selections •GPN Analysis and Business Case Development
Recom mendat ions
GPN : Sectors Selection s GPN : Analysis and Business Case Developme nt
Monitoring & Evaluation •Monitoring and •Evaluation
Understanding constraints, identifying solutions, developing vision
Capacity Building for Industries •Program Implementation
inputs
Coaching/ Visits by Expert Export Marketing Workshop
Study Tours
Market Access Requirements
Selling Mission Buying Mission
Certification
Profiling/ Business Audit
Market Entry
Socializations
Profiling and Action Plan
Trade Fairs held by Partners
Workshops, etc
Business Development & Export Capacity Building
Identifying the most promising value chains
Trade/ Industrial Policies •CEPA, Preferential Tariff, etc •Regulations
KERJASAMA DJ KPAII - CBI Kerjasama antara Kemenperin dengan CBI – MOFA Belanda, 2013 – 2016 - Export Coaching Program - 2 Sectors (Food Ingredients & Engineering) - 12 industries joining the Engineering ECP - 14 industries joining the FI ECP
MoI - CBI * Kerjasama CEPA menjadi peluang untuk membuka akses industri thd RSG di negara tsb (EU dan EFTA)
MoI – SIPPO
*International Trade Centre (ITC); Belgian Development Agency (BTC); Chamber Trade Sweden; Virke, the Enterprise Federation of Norway; Import Promotion Desk (IPD), German; Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), German Finnpartnership; Switzerland Global Enterprise, S-GE; CBI MoFA Netherlands.;Canadian International Development Agency (CIDA)
Upaya Kemenperin menjawab tantangan
28
BINAAN KPAII dalam GPN
Pasar Asia Pacific
Siemens
Coating & Assembling of Hearing Aid Company Langenzenn, Germany & Batam Area
High Precision Part, Mold & Dies Company Yogyakarta, Indonesia
Assembling
Mold making
Wohlrub Germany
Toolcraft
PT. YPTI
High Precision Part, Mold & Dies Company Spalt, Germany
Tool Design
• Dalam rangka mengisi pasar ASIA PACIFIC untuk Siemens Hearing Aid, PT. YPTI Yogyakarta ikut berperan dalam membuat cetakan/ mold presisi bagi bagian utama dari hearing aid. • YPTI menjadi Tier ke 3 dari Siemens.
Program 5 Tahun Kedepan Untuk Sektor Industri Andalan
Industri Pangan
Industri Pembangkit Energi
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
Industri Hulu Agro
Industri Alat Transportasi
Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam
Industri Elektronika dan Telematika (ICT)
Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara Industri Prioritas 2015 - 2035
THANKS
31