Implementasi AEC dalam Peningkatan Jaringan Produksi Regional Asean: Studi Kasus Industri Otomotif Enggar Furi Herdianto Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia
[email protected]
Abstract ASEAN Economic Community (AEC) is one of bog changes that is being done by ASEAN on its attempt in integrating the region. One of this community vision is to bring ASEAN on becoming one regional production network, where ASEAN would not be seen as separate entity, instead ASEAN would be seen as one integrated area of investment. In this paper, automotive industry is chosen because of its history in the region as one of sector that has been developed for a long time and always have full support from the domestic government. This paper will try to analyze the effectiveness of AEC implementation in developing regional production network of automotive industry, and how far each of domestic government are willing to push this integration effort. Keyword: Automotive Industry; ASEAN Economic Community; Regional Production Network
organisasi
Latar belakang Ekonomi merupakan darah baru bagi roda
kehidupan
ASEAN.
Perubahan
paradigma organisasi merupakan suatu hal mutlak di tengah perubahan keadaan
sosial
budaya
di
Asia
Tenggara), namun tidak dapat dipungkiri ekonomi merupakan salah satu pengikat terkuat untuk tetap dapat mempertahankan eksistensi roda kehidupan organisasi ini.
global. Dengan menghilangnya bipolaritas
Perubahan fokus tersebut diperkuat
kekuatan global, tentu saja menjadi salah
dengan disepakatinya cita-cita bersama
satu
meningkatkan
menuju ASEAN Vision 2020. Visi ini
sebelumnya
merupakan target yang lebih ambisius, di
pendorong
bidang-bidang
dalam
lain
yang
terbengkalai. Walau memang ekonomi
mana
bukanlah
mengintegrasikan lebih dalam kegiatan
satu-satunya
aspek
yang
ASEAN
berupaya
kawasan,
untuk
dikembangkan oleh ASEAN (ASEAN
perekonomian
masih mempertahankan posisinya sebagai
mendorong pembebasan pergerakan akan
organisasi politik regional, yang mana juga
barang, jasa, kapital, dan program-program
berupaya mengembangkan diri sebagai
pembangunan
lainnya.
ASEAN
dengan
Vision
inilah yang menjadi cikal bakal munculnya
AEC terhadap basis produksi regional
ASEAN
industri otomotif di Asia Tenggara. Hal ini
Community
yang
kemudian
dimajukan implementasinya menjadi akhir
mengingat
2015
Tenggara memiliki fokus lebih dalam
lalu.
Program-program
ASEAN
beberapa
negara
Asia
Vision sendiri telah terintegrasi dalam
pengembangan
salah satu pilar ASEAN Community, yaitu
nasionalnya, namun di sisi lain juga
pilar ASEAN Economic Community(AEC).
menghadapi liberalisasi dari dijalankannya
Di sini, salah satu sektor ekonomi yang dianggap mampu menjadi jembatan dalam mendorong pertumbuhan ini adalah sektor otomotif. Hal ini bukanlah tanpa sebab,
mengingat
industri
industri
di
otomotif
AEC di kawasan. Tinjauan Teoritis Value Chain dan Global Production Network
otomotif
memiliki keterkaitan yang sangat erat
Value Chain merupakan konsep yang
dengan banyak sektor industri lainnya.
menjelaskan tentang keterkaitan semua
Industri baja, karet, hingga elektronik
rantai yang berkaitan dengan kegiatan yang
adalah beberapa industri yang terkait pada
mengantarkan produk jadi ke tangan
industri otomotif. Hal tersebut juga belum
konsumen. Konsep ini mengaitkan segala
termasuk dengan nilai sentimental lain
kegiatan tersebut melalui konsep rantai, di
yang menyertainya, di mana masih banyak
mana setiap kegiatan merupakan satu fase
yang beranggapan bahwa penguasaan atau
mata rantai produksi yang mana saling
pengembangan industri otomotif di suatu
berkaitan dengan mata rantai kegiatan
negara
pencapaian
produksi yang lain (mulai dari ekstraksi
tinggi negara tersebut karena mampu
bahan mentah, pengumpulan komponen-
menunjukkan
komponen
merupakan
sebuah
penguasaan
kemampuan
bahan
dan
suku
cadang,
mandiri dalam penguasaan teknologi dan
perangkaian/pengolahan bahan produksi,
besarnya sektor industri yang dimiliki.
pengiriman produk ke konsumen, dan
Dari
bahkan hingga pada rantai pengelolaan
fakta
ini,
kemudian
muncul
pertanyaan: Bagaimana efektivitas dari
limbah
produk
upaya implementasi AEC sebagai dasar
(Kaplinsky dan Morris, 2002: 4). Rantai
regional production network di sektor
produksi
industri otomotif?
hirarkis, di mana setiap kali produk
ini
pasca
pemakaiannya)
dikoordinasikan
secara
berpindah ke mata rantai berikutnya, akan Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak perkembangan dari implementasi
terjadi pertambahan nilai akan produk itu sendiri. Proses penambahan nilai ini terus
bertambah hingga produk tersebut menjadi
GPN terletak pada: a) pengakuan terhadap
produk jadi.
keterlibatan aktor-aktor non-perusahaan,
Konsep Value Chain ini hampir senada dengan konsep Global Production Network (GPN), di mana keduanya sama-
serta b) pentingnya perbedaan nasional terhadap pembentukan konteks jaringan produksi global itu sendiri.
sama menekankan atas hubungan rantai
Konsep GPN sendiri memiliki tiga
produksi suatu produk. Keduanya menilai
kategori
bahwa hubungan antar rantai merupakan
produksi. Yang pertama adalah Value atau
hubungan mendasar dan saling keterkaitan,
nilai
di mana tingkat hubungan dan value yang
peningkatan
didapatkan bergantung pada level rantai
keberhasilannya dalam pasar, atau dengan
tersebut. Meski begitu, ada satu pandangan
kata lain meneliti jaringan rantai produksi
yang tidak dimiliki Value Chain namun
dan
dimiliki oleh GPN, yaitu faktor keterkaitan
tersebut. Yang kedua adalah Power atau
kegiatan produksi dengan aktor lain seperti
kekuatan,
negara.
perusahaan, institusi, maupun oleh aktor
Berbeda dengan Value Chain, konsep GPN memandang bahwa kegiatan produksi tidaklah sebatas mata rantai ekonomi secara utuh, namun di dalam kegiatan tersebut juga turut serta berpengaruh aktoraktor lain yang turut menentukan pola kegiatan produksi tersebut. Konsep GPN menekankan pada keterkaitan aktor-aktor
sosial,
teritorial,
mulai
menganalisis
kegiatan
dari
pembuatan
produk,
akan
produk,
maupun
memetakan
dimensi
yang
mana
nilai
rantai
dimiliki
oleh
kolektif, guna menggambarkan tata kelola hubungan antar rantai tersebut. Sedangkan yang ketiga adalah keterikatan,
yang
embeddednessatau mana
merupakan
keterikatan baik secara teritorial maupun secara
jaringan
mempengaruhi
yang
bentuk
kemudian
dari
jaringan
produksi itu sendiri (ibid.).
yang ada sebagai agen ekonomi baik oleh hubungan
dalam
Meski begitu, bukan berarti konsep ini
maupun
tidak memiliki kelemahan. Beberapa kritik
dikarenakan jaringan yang dimiliki. Aktor
mengatakan bahwa kelemahan dari konsep
yang terkait pun tidak hanya perusahaan,
ini
namun juga non-perusahaan, dengan level
deskriptif. Konsep ini hanya berupaya
power yang bisa saja tidak setara bagi
menjabarkan bagaimana hubungan antar
aktor-aktor yang terlibat di dalamnya
aktor sehingga memunculkan jaringan
(Wilson, 2013: 14-23). Dengan begitu,
produksi
perbedaan utama antara Value Chain dan
seberapa jauh institusi nasional dan aktor
adalah
sifatnya
global.
yang
cenderung
Pertanyaan
seperti
pemerintah mampu memainkan perannya
bukanlah sesuatu yang dapat ditemukan
sebagai salah satu kontributor di dalam
begitu saja melalui riset ilmiah dan
jaringan
dijelaskan dengan teori ilmiah. Teori ini
produksi
ini,
merupakan
pertanyaan yang sulit untuk dijawab oleh
lebih
konsep GPN (ibid.). Untuk membantu
ide/pemikiran
memahaminya, di sini penulis berupaya
kebijakan/perilaku sosial. Hal ini tercermin
untuk
analisis
dari pendapat Alexander Wendt yang
menggunakan paradigma konstruktivisme
menyatakan ‘anarchy is what state makes
guna membantu menjelaskan bagaimana
of it’, atau kondisi anarki itu dibuat oleh
negara
negara sendiri (Jackson dan Sørensen,
menambahkan
atau
pemerintah
juga
turut
memainkan peranannya di dalam proses pembentukan jaringan produksi, terutama di negaranya.
sebagai
dari penentu
2013: 211-125). Di dalam proses interaksinya, salah
adalah konsep identitas. Identitas atau
Paradigma
konstruktivisme
sendiri
merupakan salah satu paradigma yang tergolong baru di dalam ilmu hubungan internasional. Paradigma ini merupakan salah satu kritik terhadap realisme dan liberalisme yang telah lama menjadi pakem dalam keilmuan hubungan internasional. Apabila realisme dan liberalisme lebih menekankan kepada hal-hal materialisme dan kondisi hubungan internasional adalah yang
given,
konstruktivisme
memiliki konsep yang berbeda dengan mendasarkan
pengaruh
satu hal mendasar dalam konstruktivisme
Konstruktivisme
sesuatu
menekankan
pada
logika
kesadaran
manusia dan peranannya dalam kehidupan
pemahaman diri aktor merupakan salah satu kunci yang mempengaruhi bagaimana aktor bertindak. Sementara tindakan itu sendiri merupakan berdasarkan hasil dari kepentingan dicapai,
atau
di
tujuan
mana
yang
ingin
pembentukannya
dikarenakan oleh identitas yang dimiliki aktor itu sendiri. Dengan kata lain, identitas menentukan kepentingan aktor, yang mana kemudian kepentingan tersebut tercermin melalui tindakan yang diambil aktor
tersebut.
Di
dalam
perkembangannya, tindakan yang diambil oleh aktor tersebut juga berdampak bagi identitasnya, yang bisa saja dipertahankan,
sosial.
dimodifikasi, atau bahkan dirubah sama Menurut konstruktivisme, dunia sosial
sekali (Rosyidin, 2015: 44-49). Hal inilah
bukanlah sesuatu yang bersifat given, atau
yang menjadi dasar analisa paradigma
sudah
tercipta
begitu
saja
dengan
kondisinya saat ini. Dunia sosial juga
konstruktivis dalam melihat fenomena
perlu waktu lebih untuk penyesuaian).
sosial dan politik yang terjadi.
Tidak hanya pengurangan bea tarif masuk, ASEAN berupaya untuk meningkatkan pembatasan kuantitatif perdagangan intraASEAN,
dan
dorongan
liberalisasi
perdagangan kawasan lainnya(Than, 2001:
Metode Penelitian
51-52). Di dalam penelitian ini, penulis berupaya menggunakan metode penelitian kualitatif, mengingat obyek penelitian yang mengarah langsung pada interaksi sosial dan politik kawasan. Sedangkan di dalam metode pengambilan data, penulis memilih untuk mengambil sumber data sekunder
Perkembangan berikutnya lah yang menjadi perhatian besar bagi seluruh anggota ASEAN. Implementasi ASEAN Community
pada
akhir
2015
lalu
merupakan fase baru integrasi kawasan Asia Tenggara. Di samping pilar ASEAN Political-Security Community (APSC) dan pilar ASEAN Socio-Cultural Community
yang diperoleh melalui studi pustaka.
(ASCC), pilar yang saat ini banyak Hasil Penelitian Integrasi
mendapat sorotan adalah pilar ASEAN
dalam
ASEAN
Economic
Economic
Community
(AEC)
yang
dianggap merupakan babak baru rezim
Community
ekonomi kawasan yang jauh lebih liberal Kerjasama
ekonomi
di
ASEAN
semakin gencar pasca berakhirnya era Perang
Dingin.
pencanangan Preferential
Dimulai
dengan
skemaCommon
Effective
Tariff
(CEPT)
yang
di
daripada
sebelumnya
yang
hanya
mengandalkan perdagangan saja. AEC sendiri merupakan perwujudan final
dari
liberalisasi Dikenal
perekonomian
dalamnya turut terdapat ASEAN Fre Trade
regional.
dengan
Area (AFTA) pada tahun 1992 yang
prinsipnya, yaitu 1) free flow of goods, 2)
merupakan salah satu pilar awal pendorong
free flow of services, 3) free flow of
integrasi ekonomi kawasan. Program ini
investment, 4) free flow of capital, dan 5)
mendorong penurunan tarif perdagangan
free flow of skilled labors. Tujuan dari
menjadi 0 - 5% pada tahun 2008, yang
implementasi
kemudian dimajukan menjadi 2002 dan
selain untuk meliberalisasi perdagangan
dimajukan kembali menjadi tahun 2000
kawasan guna menggenjot perdagangan
(kecuali negara Indo-China yang dianggap
intra-ASEAN, yaitu juga untuk mendorong
prinsip-prinsip
prinsip-
tersebut
perwujudan ASEAN sebagai satu regional
memperbaiki kondisi nasionalnya. Pada
production network, sesuai dengan yang
awal era 1950, Filipina merupakan salah
dijelaskan pada blueprint AEC sendiri
satu negara yang cukup berani dalam
(ASEAN, 2008: 6-15). Penyatuan jaringan
menerapkan strategi Industri Substitusi
produksi
mampu
Impor (ISI). Filipina melarang segala jenis
pengembangan
impor terhadap barang jadi (termasuk
industri dan teknologi kawasan serta
kendaraan yang diimpor utuh). Dengan
mendorong pertumbuhan dan pemerataan
ketatnya kontrol terhadap impor dan
ekonomi di seluruh penjuru Asia Tenggara.
ditambah dengan tingginya bea tarif masuk
mendorong
itu
diharapkan
perluasan
barang pada perkembangannya berhasil Awal KemunculanIndustri Otomotif Asia Tenggara
mendorong pertumbuhan sektor industri nasional di masa itu. Hal ini tentu saja
Industri otomotif bukanlah hal baru
berdampak pada industri otomotif nasional,
Tenggara.
di mana memaksa prinsipal otomotif untuk
Tercatat industri ini mulai bergulir bahkan
mendirikan basis produksi di negara
sebelum Perang Dunia II. Tercatat bahwa
tersebut, walau pada perkembangannya
Indonesia telah memiliki basis perakitan
produk yang dihasilkan masih belum dapat
kendaraan milik General Motors (GM) di
memenuhi target kandungan lokal yang
tahun 1938, di mana kendaraan GM sudah
diinginkan pemerintah (Ofreneo, 2015: 1-
banyak digunakan di Indonesia sejak 1920-
2).
bagi
an
negara-negara
meski
kemudian
Asia
penjualan
terus
menyusut hingga akhirnya ditutup pada 1950-an (Kasali, 1998: 74-77). Kondisi serupa juga dihadapi oleh pasar dan industri otomotif di kawasan, mengingat Asia Tenggara juga terkena dampak akan PD II dan dengan kemerdekaan negaranegara
setelahnya
menimbulkan
instabilitas ekonomi dan politik yang berdampak luas bagi segala sektor. Kondisi tersebut mulai berubah sejalan
Kebijakan ketat juga dijalankan oleh Malaysia,
di
mana
negara
tersebut
mengarah ke kebijakan yang lebih ekstrim, yaitu
dengan
pengembangan
industri
otomotif secara mandiri. Pengembangan ini terlihat dari pengembangan perusahaan otomotif
Proton
yang
pengembangannya Mitsubishi
untuk
teknologi
ke
Pengembangan
awal
menggandeng melakukan negara
industri
transfer tersebut.
tersebut
tidak
dengan perubahan arah kebijakan masing-
berhenti pada jalur produksi saja, namun
masing negara
hingga pengembangan komponen dan suku
yang berupaya untuk
cadang
kendaraan
guna
memastikan
memiliki
kemiripan
kemandirian industrinya. Malaysia bahkan
pembangunan
mendirikan perusahaan otomotif kedua
antara
yang
pemerintah,
di
berfokus
untuk
bernama
meningkatkan
Perodua
untuk
kompetitivitasan
produk
otomotif nasionalnya (Rosli, 2006: 92-94).
dengan
Thailand.
keduanya
program
Perbedaan
terletak mana
pada
di
fokus
bila
Thailand
tidak
akan
mengembangkan sektor industri yang telah dikelola swasta, Indonesia lebih berfokus
Kebijakan
yang
lebih
diimplementasikan
bersahabat
oleh
Thailand.
Pemerintah Thailand mulai membuka diri terhadap investor asing pada awal 1960 melalui Program Pembangunan Ekonomi dan Sosial pertamanya (1961-1966). Salah satu pernyataan menarik di dalam program tersebut
adalah
tertulisnya
komitmen
pemerintah untuk tidak mengembangkan industri
yang
dikembangkan
telah oleh
didirikan
pihak
dan
swasta(The
National Economic Development Board, 1967).
Hal
ini
menunjukkan
adanya
perbedaan pendekatan yang dilakukan Thailand
dibandingkan
dua
negara
sebelumnya. Dengan kebijakan tersebut dan ditambah dengan disinsentif berupa tarif impor yang sangat tinggi bagi importasi kendaraan bermotor akhirnya membuat banyak prinsipal otomotif yang mendirikan basis produksinya di negara ini.
pada penjaminan tidak akan adanya lagi pengambilan alih perusahaan swasta oleh pemerintah seperti yang pernah dilakukan oleh
rezim
pemerintahan
sebelumnya
(Departemen
Keuangan
Republik
Indonesia 1967). Meski begitu, Indonesia pun tetap menganut norma yang umum diimplementasikan
negara
berkembang
pada periode tersebut: pelarangan impor kendaraan
utuh
perkembangan nasional.Serupa
guna
mendorong
industri
otomotif
dengan
negara
Asia
Tenggara lainnya, para produsen otomotif pun mulai mendirikan basis produksinya di negara ini guna memenuhi ketentuan pemerintah. Indonesia
Yang juga
berbeda sempat
adalah berupaya
mendirikan perusahaan otomotif nasional, seperti yang dilakukan oleh Malaysia. Prototype berupa mobil Maleo
yang
didesain oleh Prof. Habibie merupakan pionir pengembangan kendaraan pribadi
sendiri,
pertama secara mandiri di Indonesia, walau
pembukaan pasar industri Indonesia baru
pada akhirnya Presiden Soeharto pada
terbuka lebar pada era Presiden Soeharto
masa itu memilih strategi lain dengan
melalui
Lima
menggunakan perusahaan Timor yang
Tahun/Repelita (1966-1974), yang mana
menggunakan basis kendaraan KIA Sephia
Sedang
untuk
program
Indonesia
Pembangunan
dari Korea Selatan untuk kemudian dirakit
kendaraan dikarenakan skala ekonomi
dan diperjualbelikan di pasar domestik.
yang sangat kecil bagi prinsipal otomotif
Strategi ini sempat mendapatkan sambutan
untuk mengembangkan industri otomtotif
hangat
hingga
di sana. Tercatat hanya beberapa prinsipal
akhirnya harus terhenti dikarenakan krisis
yang memutuskan untuk mendirikan pusat
1997
untuk
perakitan kendaraan dengan keseluruhan
dikarenakan
komponen yang masih diimpor (kecuali
dari
pasar
serta
domestik
peranan
menghentikan
WTO
operasinya
ketidakadilan perlakuan yang diberikan
Vietnam
yang
telah
mulai
pada Timor yang tidak diberikan pada
mengembangkan industri komponen dan
prinsipal otomotif lainnya (Sachari, 2007:
suku cadang kendaraan). Namun walau
110).
untuk Vietnam sekalipun masih memiliki skala keekonomian yang cukup rendah
Di
sini,
Singapura
merupakan
pengecualian dalam sejarah perkembangan industri
otomotif
kawasan.
Dengan
keterbatasan geografis dan penduduk yang dimilikinya, tentulah tidak ideal untuk mengembangkan industri tersebut. Bahkan Singapura
cenderung
warganegaranya
untuk
dibandingkan negara-negara ASEAN-5. Walau begitu negara-negara ini tidaklah bisa dipandang sebelah mata mengingat grafik
pertumbuhan
ekonomi
dan
penjualan produk otomotif terus meningkat di sana (Kobayashi dan Jin, 2015: 1-8).
mendorong tidak
membeli
Perbedaan-perbedaan
kebijakan
itu
kendaraan melalui kebijakan pajak tinggi
pada perkembangannya menjadi salah satu
bagi
faktor pembentuk keunikan pasar dan
kepemilikan kendaraan bermotor
untuk
menghindari
lalu
industri otomotif Asia Tenggara. Keunikan
lintas dan polusi. Walau begitu, bukan
yang pertama adalah dorongan produsen
pemandangan yang asing dalam melihat
otomotif
kendaraan mewah berkeliaran di jalanan
kendaraan tertentu sesuai dengan karakter
Singapura
konsumen
ekonomi
permasalahan
mengingat yang
cukup
pertumbuhan tinggi
untuk
di
memproduksi
masing-masing
tipe
negara.
mampu
Beberapa contohnya adalah basis produksi
meningkatkan daya beli masyarakatnya
di Indonesia akan cenderung digunakan
(Tay, 2013).
untuk
merakit
MPV
(Multi-Purpose
Vehicle), sedang perakitan di Malaysia Lalu
bagaimana
dengan
kawasan
Indochina? Sebagian besar negara di kawasan tersebut masih tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan akan
cenderung
digunakan
untuk
merakit
kendaraan kecil, dan Thailand cenderung digunakan untuk merakit pick-up truck.
Hal ini bukan berarti basis produksi di
mengingat masih tidak adanya kewajiban
negara tersebut hanya dikhususkan pada
terhadap pemenuhan standar global dan
satu
masih dininya adaptasi teknologi industri
tipe
saja,
namun
tidak
dapat
dipungkiri bahwa sebagian tipe yang
ini di masing-masing negara.
diproduksi di basis produksi di masingmasing negara akan lebih ditujukan untuk produk yang paling banyak diterima oleh pasar domestik (Kobayashi, 2013: 5-8). Keunikan
kedua
adalah
walau
dinamika yang cukup bervariasi, namun dalam perkembangannya industri ini malah mampu menciptakan jaringan supplier secara
dimungkinkan
mandiri.
karena
Hal
adanya
Setelahnya Krisis 1997 merupakan salah satu
perkembangan industri ini mengalami
komponen
Industri Otomotif di Era Krisis Asia dan
ini masa
proteksi industri yang sangat kuat di masing-masing negara. Dengan sulitnya mengimpor utuh kendaraan, para prinsipal otomotif dipaksa untuk membuka jaringan supplier komponen dan suku cadang bagi
pukulan keras bagi perekonomian kawasan Asia Tenggara. Tidak hanya menghadapi krisis
ekonomi,
mengalami
bahkan
krisis
memperburuk Kondisi
ini
tersebut
untuk
Indonesia
politik
yang
kondisi
domestiknya.
memaksa
negara-negara
memangkas
anggaran,
melakukan pengetatan keuangan, hingga beberapa memerlukan asistensi dari IMF guna
membantu
pemulihan
kondisi
perekonomian negara. Industri otomotif secara otomatis juga
pasar domestik. Walau di satu sisi strategi
terdampak
ini
dari
krisis
ini.
Penjualan
terlihat
bagus,
namun
perlu
domestik jatuh bebas dikarenakan jatuhnya
digarisbawahi
dengan
kecilnya
pasar
nilai tukar mata uang dan pertumbuhan
domestik tentu saja akan membuat skala
ekonomi domestik. Hal ini memaksa para
keekonomian ideal akan sulit tercapai.
supplier komponen dan suku cadang untuk
Dengan pasar domestik yang terbatas,
menurunkan
tentu akan membuat biaya dan harga
bahkan menutup jalur produksi sama
produk komponen meningkat. Hal ini
sekali.
kemudian berimbas pada saya jual produk
perakitan
komponen tersebut yang secara langsung
beberapa diantaranya tidak dapat bertahan
menjadi tidak kompetititf untuk diekspor.
di kondisi tersebut.
Hal ini belum termasuk rendahnya kualitas produk yang dihasilkan pada masa itu
level
Tidak pun
produksinya,
atau
hanya
supplier,
basis
juga
terdampak
dan
Walau begitu, pada kenyataannya
dan
Filipina
sebagai
basis
produksi
negara ASEAN 5 mampu bertahan dari
transmisi. Basis produksi kendaraan pun
krisis tersebut. Hal menarik yang terjadi
disesuaikan dengan basis pasar masing-
adalah strategi untuk bertahan adalah
masing negara. Indonesia sebagai basis
dengan
ini
pasar MPV didaulat memproduksi Innova,
ditunjukkan terutama oleh Thailand dan
sedang Thailand sebagai basis pasar pick-
Indonesia yang secara harfiah dipaksa
up truck memproduksi Hilux dan Fortuner
membuka
(Toyota Global, 2011).
meliberalisasi
pasarnya
pasar.
Hal
melalui
skema
asistensi IMF. Malaysia yang pada saat itu memilih untuk tidak bekerja sama dengan IMF juga menjalankan strategi serupa dengan pengurangan tarif impor (walau kemudian
diikuti
dengan
peningkatan
Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian regional, industri otomotif juga merasakan dampak positif. Tidak hanya dari membaiknya kondisi penjualan dan produksi dari sektor ini saja, namun
pajak bagi kendaraan impor).
prospek positif tersebut juga mendorong Liberalisasi itu sendiri juga mulai
investasi
lebih
lanjut
dari
prinsipal
mendapat sambutan positif dari industri
otomotif ke kawasan ini. Bahkan insiasi
otomotif.
Toyota
satu
upaya penggabungan ASEAN menjadi satu
produsen
otomotif
Asia
jaringan
sebagai terbesar
salah di
produksi
regional
telah
Tenggara juga mulai mengintegrasikan
dimanfaatkan dengan cukup baik oleh
jaringan produksinya di Asia Tenggara
sektor ini dengan memanfaatkan skema
menjadi satu jaringan produksi regional.
AFTA
Sesaat setelah AFTA dimulai pada tahun
komponen dan suku cadang ke masing-
2000, Toyota mengumumkan proyek IMV
masing basis produksi menjadi lebih
(Innovative Multi-Purpose Vehicle) pada
efisien.
untuk
membuat
distribusi
2002. Proyek ini memungkinkan beberapa jenis kendaraan untuk berbagi platform (dalam kasus ini Toyota Innova, Fortuner,
Menghadapi AEC: Gerak Mundur? Implementasi liberalisasi pasar di
dan Hilux) dengan didukung kegiatan
masing-masing
produksi komponen berbasis keuntungan
menunjukkan pergeseran positif baik di
komparatif regional. Di sini contohnya
berbagai sektor ekonomi. Terlebih pasca
pabrik di Thailand akan difokuskan untuk
implementasi AFTA yang mendorong
produksi mesin diesel, pabrik Indonesia
negara ASEAN untuk lebih membuka lagi
difokuskan untuk produksi mesin bensin,
pasarnya
negara
untuk
memang
perdagangan
telah
intra-
ASEAN. Dengan begitu, strategi regional
Asia Tenggara telah memutuskan untuk
production network akan lebih mudah
berhenti dan memindahkan semua kegiatan
dicapai.
untuk
produksinya ke basis produksi Ford di
memperdalam kerjasama tersebut salah
Thailand yang notabene jauh lebih besar
satunya adalah melalui AEC. Meski begitu,
dan lebih efisien. Vietnam juga menjadi
ternyata respon masing-masing negara
salah satu negara yang merasakan ancaman
cukup
tersebut, mengingat sebagai negara yang
Di
sini,
berbeda
Apabila
di
dari
masa
masing-masing terhadap
upaya
perkiraan
berjalannya
negara
liberalisasi
awal. AFTA
membuka pasar,
mengejar
Vietnam
juga
ketertinggalannya
masih
memiliki
skala
masa
produksi yang sangat kecil dan jauh dari
persiapan menuju AEC kebanyakan malah
negara-negara besar lainnya (tidak hanya
berupaya
membentengi
pada produksi kendaraan, namun juga pada
perekonomian masing-masing, termasuk di
komponen dan suku cadang) (Adriano,
sektor industri otomotif.
2012).
untuk
di
diri
sedang
Tindakan tersebut cukup beralasan.
Bahkan ketakutan yang sama juga
Negara dengan skala produksi yang rendah
dirasakan oleh negara produsen otomotif
pasti
besar
secara
langsung
akan
merasa
lainnya,
seperti
Malaysia.
akan menggeser kegiatan produksi ke
memusatkan
lokasi yang jauh lebih efisien. Liberalisasi
kendaraan MPV, sementara sebagian besar
melalui skema AFTA sendiri sebenarnya
jenis
sudah memakan satu korban, yaitu industri
Apabila kondisi ini terus belanjut, akan
otomotif Filipina yang semakin lama
muncul kekhawatiran munculnya defisit
semakin
perdagangan di produk otomotif mengingat
dan
ditinggalkan.
ini
dan
terancam, mengingat integrasi tersebut
terpuruk
Selama
Indonesia
produksinya
kendaraan
hanya
masih
pada
diimpor.
Dengan skala produksi yang cukup rendah
Indonesia
yang
kendaraan sedang ekspor MPV tidak akan
tidak
memungkinkannya
terus
lain
Indonesia
begitu
keekonomian
ketertarikan pasar global terhadap MPV.
sesuai,
tidak
Indonesia
perakitan
mengimpor
mengembangkan kembali mobil nasional,
komponen yang dibutuhkan. Bahkan Ford
baik yang digagas oleh pemerintah maupun
yang sejak lama menjadikan Filipina
oleh pihak swasta (Apinino, 2015). Namun
sebagai salah satu basis produksinya di
dalam perkembangannya upaya ini mulai
untuk
terus
rendahnya
membutuhkan waktu lama bagi basis Filipina
juga
karena
impor
memproduksi komponen dengan skala yang
membantu
melakukan
berupaya
meredup, mengingat posisi pemerintah
berpindahnya aktor industri otomotif ke
tidak
mendukung
negara lain. Mulai dari ancaman bencana
pengembangannya secara penuh. Malaysia
alam banjir yang sering melanda basis
juga
yang
produksi di Thailand, di mana yang
sebelumnya mampu memberikan proteksi
terparah mampu menghentikan kegiatan
perusahaan otomotif nasionalnya pada
produksi hingga 6 bulan (Mukai, dkk.,
akhirnya harus membuka pasarnya dan
2011). Hal tersebut diperparah dengan
melihat produk asing memasuki jalanan
kondisi
Malaysia dengan lebih mudah. Apalagi
cenderung tidak stabil akibat kudeta dan
hingga saat ini kendaraan Malaysia masih
pemerintahan militer yang masih berjalan.
belum bisa menunjukkan grafik penjualan
Dalam kondisi seperti ini, Thailand melihat
yang memuaskan di luar negaranya yang
Indonesia sebagai produsen terbesar kedua
membuatnya
saat
menjadi ancaman baginya karena kondisi
bersaing langsung dengan merk global,
Indonesia yang lebih stabil dan dengan
baik di pasar regional maupun global.
supplier komponen yang cukup memadai.
begitu
mengalami
nasib
kurang
serupa,
kompetitif
politik
negara
tersebut
yang
Dengan kecilnya pasar domestik, bahkan kedua perusahaan otomotif nasional harus berebut
pasar
demi
keberlangsungan
masing-masing (Rosli, 2006: 97-101). Kedua negara ini melihat Thailand adalah salah
satu
ancaman
keberlangsungan
industri otomotifnya, mengingat Thailand telah mampu menjadi produsen otomotif terbesar di Asia Tenggara dengan berbagai infrastruktur dan jaringan supplier yang
Walaupun tidak memungkinkan untuk menutup pasar seperti sebelumnya, namun berbagai cara dilakukan untuk menarik lebih banyak rantai produksi masuk ke dalam masing-masing negara. Thailand dan Indonesia menjalankan strategi yang hampir sama, yaitu dengan mengeluarkan skema investasi bagi kendaraan bermesin ramah
lingkungan.Untuk
Indonesia
kebijakan ini disebut dengan LCGC (PP
sangat memadai.
No.41 Tahun 2013), sedang di Thailand Thailand sebagai produsen otomotif
dengan
eco-car(Thailand
Board
of
terbesar di Asia Tenggara juga tidak luput
Investment, 2007). Keduanya memberikan
dari ancaman yang sama. Walau saat ini
skema kemudahan pengajuan perijinan dan
Thailand telah memiliki infrastruktur dan
pengurangan pajak yang cukup signifikan
kesediaan supplier yang sangat memadai,
bagi investasi yang mampu memenuhi
namun faktor-faktor di luar kegiatan
syarat jumlah produksi minimal per tahun
produksi
dan presentase kandungan lokal yang
lah
yang menjadi
ancaman
cukup tinggi. Filipina juga memiliki skema
KeterkaitanNegara
dalam
Production
yang hampir sama, walau di sini Filipina
Network Industri Otomotif ASEAN
tidak membatasi jenis kendaraan dan jenis industri
yang
berinvestasi
masih berkaitan dengan industri otomotif) (Executive Order No. 182, s. 2015). Sedang Malaysia memiliki strategi yang agak berbeda, di mana Malaysia seperti kembali menggunakan formula awalnya, yaitu dengan skema keringanan bagi investasi
produksi
jenis
ASEAN
(sepanjang
kendaraan
teknologi baru (hybrid maupun listrik)
telah
membuktikan
diri
sebagai kawasan yang mampu merubah sistem jaringan produksi yang ada di wilayahnya. Bilamana sebelumnya negaranegara ASEAN lebih condong ke strategi ISI, dalam perkembangannya ASEAN mulai
menunjukkan
menarik
investasi
kemampuannya guna
menjadikan
kawasan ini di bawah satu jaringan produksi. Industri otomotif menjadi salah
(MITI Malaysia, 2014).
satu contohnya, yang mana telah berhasil Kebijakan yang dijalankan tersebut
menjadikan negara-negara di ASEAN
memang sepintas terlihat untuk mendorong
sebagai
basis
produksi
komponen
inovasi produksi. Namun apabila dilihat
sekaligus perakitan hingga menjadi produk
lebih jauh akan terlihat akan adanya
jadi.
ketakutan terhadap persaingan yang akan dihadapi begitu AEC berjalan. Skema yang mewajibkan kandungan lokal yang tinggi sama saja dengan memutus rantai produksi regional dan menggantikannya dengan rantai produksi di dalam negeri. Strategi ini tentu saja seperti kembali ke strategi awal berkembangnya
industri
otomtotif
di
kawasan ini. Alih-alih menjadikan ASEAN sebagai
jaringan
produksi
regional
(regional production network), masingmasing negara berupaya untuk kembali menarik investasi bagi individu masingmasing.
Dalam
penciptaan
rantai
produksi kawasan tersebut, terlihat bahwa aktor perusahaan bukanlah satu-satunya yang berperan dalam pergeseran ini. Peran aktor negara juga terlibat aktif guna memungkinkan penciptaan rantai produksi kawasan ini berjalan. Hal ini terutama dapat dilihat dari arah kebijakan yang dikeluarkan
oleh
Pemerintah
guna
mendorong arah pengembangan jaringan produksi
sesuai
dengan
perencanaan
negara ke depannya. Meskipun sekilas tampak mirip, namun perlu diingat bahwa kebijakan
Pembahasan
upaya
dan
implementasi
masing-
masing negara jelas berbeda antara satu dengan lainnya.
Bila kita melihat Thailand, kebijakan
dijalankan pemerintah memang hampir
yang dijalankan oleh negara tersebut
sama dengan apa yang dijalankan di
merupakan
untuk
Thailand. Indonesia sama-sama melarang
menjadikan Thailand sebagai hub dari
impor kendaraan di awal perkembangan
industri otomotif. Kebijakan mulai dari
awal
awal berdirinya industri otomotif di negara
kebijakan LCGC yang dikeluarkan pun
tersebut
mirip dengan kebijakan eco-car yang
sebanyak
upaya
adalah
Thailand
untuk
mungkin
mendatangkan
otomotifnya.
Bahkan
untuk
dijalankan terlebih dahulu di Thailand.
supplier
Namun, perlu diingat bahwa semangat
komponen dan suku cadang dalam negeri,
yang dimiliki Indonesia sedikit berbeda.
sehingga
produksi
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang
otomotif di Thailand menjadi efisien. Hal
bangga atas nasionalitasnya, di mana akan
serupa juga ingin dicapai melalui kebijakan
banyak
eco-car yang baru saja dijalankan, di mana
kemampuan bangsanya. Salah satunya
Thailand berupaya menarik investasi lebih
adalah
lanjut pada jenis kendaraan baru sehingga
secara mandiri yang berhasil diwujudkan
industri otomotif dapat lebih berkembang,
oleh
tidak hanya dalam level produksi namun
kepmimpinannya
juga pada level supplier komponen dan
proyek pengembangan mobil nasional
suku cadang yang dimilikinya. Thailand
Maleo, walau pada akhirnya proyek ini
juga merupakan salah satu negara di
tidak dilanjutkan kembali. Tidak terhitung
kawasan yang berhasil mengembangkan
juga upaya-upaya pengembangan mobil
industri otomotifnya tanpa melahirkan
nasional baik dari pemerintah (pusat
hasrat untuk mengembangkan perusahaan
ataupun
otomotif nasional sendiri. Hal ini sedikit
menunjukkan kebesaran bangsa Indonesia.
unik dibandingkan negara tetangganya
Hal
yang bertindak sebaliknya, namun hal
pemerintah
inilah yang membuat Thailand menjadi
sepenuhnya
semakin menarik bagi investor karena
industri otomotif mengingat Indonesia
tidak adanya ancaman persaingan atau
terjepit antara dua realita: 1) keberhasilan
ketidakadilan perlakuan dari pemerintah.
industri otomotif di bawah prinsipal asing
mengembangkan
membuat
investasi
industri
jumlah
kegiatan
upaya
hasrat
untuk
pengembangan
Prof.
Habibie.
daerah)
inilah
membuktikan
yang
Di
pula
bawah
dipercayakan
serta
swasta
membuat
Indonesia
pesawat
kebijakan
nampak
mendukung
untuk
tidak
liberalisasi
dan 2) semangat pengembangan produk Hal yang agak berbeda terlihat di Indonesia. Sebenarnya, kebijakan yang
secara mandiri.
Bila
dilihat
dari
pengembangan
sektor ini. Meski begitu, ternyata Filipina
otomotif secara mandiri, Malaysia lebih
masih
terus
berupaya
meningkatkan
menunjukkan konsistensinya. Sejak awal
kinerja industri otomotifnya, termasuk
pemerintah Malaysia telah sepenuhnya
dengan kebijakan CARS yang berupaya
memberi dukungan bagi pengembangan
membangkitkan kembali industri otomotif
Proton dan Perodua agar dapat mengejar
yang seolah mati suri di negara tersebut.
ketertinggalan di bidang pengembangan dan inovasi teknologi, mulai dari dukungan kebijakan untuk proteksi pasar domestik hingga finansial dan asistensi. Prestasi tersebut terlihat dari jumlah penjualan kendaraan domestik yang hingga saat ini didominasi oleh Proton dan Perodua, meski hingga saat ini Malaysia belum sukses
dalam
meluaskan
dominasi
pasarnya keluar batas negaranya. Pada perkembangannya, Malaysia sendiri malah mulai
membuka
meningkatkan
pasarnya
untuk
kompetitivitasan
industri
Untuk Vietnam, negara ini tidaklah terlalu gencar dalam mendorong secara khusus
industri
otomotifnya.
Walau
memang saat ini industri otomotif mulai menggeliat di negara tersebut, namun hal tersebut
karena
secara
keseluruhan
perekonomian Vietnam tumbuh dengan cukup pesat. Bila dilihat secara skala produksi
pun
Vietnam
masih
jauh
tertinggal dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Apapun strategi yang dijalankan oleh
otomotifnya dan turut memberikan insentif
masing-masing
bagi
dipungkiri bahwa perbedaan kebijakan
pengembangan
jenis
kendaraan
negara,
tidak
dapat
teknologi baru. Meski begitu, bukan berarti
tersebutlah
Malaysia
perusahaan
jaringan produksi di kawasan ASEAN.
otomotif nasionalnya, mengingat hingga
Dimulai dari strategi yang dijalankan oleh
saat ini yang memanfaatkan kebijakan
masing-masing negara, hal inilah yang
tersebut masih dilakukan oleh perusahaan
memulai munculnya bibit industri otomotif
nasional.
yaitu supplier komponen dan suku cadang.
menelantarkan
Hal berbeda dirasakan oleh Filipina. Meski negara tersebut merupakan salah satu pionir manufaktur otomotif, namun pada perkembangannya fakta berkata lain. Filipina masih saja kesulitan mengejar Indonesia, Malaysia, dan Thailand dalam
yang
menciptakan
pola
Tanpa adanya supplier, akan sangat sulit untuk
menjalankan
kegiatan
produksi
secara efisien. Keberadaan supplier ini jugalah yang pada akhirnya mempermudah proses integrasi jaringan produksi regional otomotif di Asia Tenggara, yaitu dengan saling melengkapi kebutuhan komponen
dan suku cadang satu sama lain. Dengan
mencapai
kata lain, apa yang terjadi pada jaringan
Malaysia dalam waktu singkat, mengingat
produksi otomotif kawasan sudah sejalan
Malaysia
dengan visi AEC untuk mengintegrasikan
strateginya selama bertahun-tahun. Contoh
ASEAN dalam jaringan produksi regional.
lainnya adalah Filipina, yang mana meski
Hal ini seharusnya secara tidak langsung
terus menunjukkan kemunduran di industri
juga
bisa
menjadi
posisi
yang
sendiri
telah
telah
dicapai
menjalankan
jawaban
terhadap
otomotifnya, namun negara tersebut tetap
negara-negara
tersebut
bersikeras untuk tetap mendukungnya dan
dikhawatirkan
menjaga agar industri tersebut tidak hilang
muncul setelah AEC berjalan. Namun, dari
dari negaranya. Hal ini tentu saja tidak
titik
memunculkan
sebanding dengan pengembangan sektor
pertanyaan baru: lalu mengapa negara-
lain yang jelas-jelas lebih berpotensi bagi
negara tersebut berupaya kembali berfokus
Filipina.
kekhawatiran terhadap
rivalitas
ini
ke
yang
kemudian
domestik
kembali
ketika
strategi
integrasi ini terbukti menguntungkan dan mampu mengangkat keterpurukan bersama akibat krisis 1997, ditambah saat ini AEC
Strategi
kesulitan
langkah yang dilakukan oleh beberapa negara memang terlihat tidak sejalan dengan
kepentingannya.
Indonesia
dengan
Bila
melihat
kebijakannya
yang
berupaya mendorong investasi asing dalam industri otomotif di satu sisi, namun juga tetap
terus
industri
berupaya
otomotifnya
mengembangkan sendiri.
Industri
otomotif yang baru tentu saja akan kalah dari banyak hal, mulai dari pengalaman, penguasaan teknologi, jaringan pemasaran, hingga kepercayaan konsumen terhadap produknya.
Akan
sangat
sulit
untuk
dalam yang
menjelaskan
dijalankan
oleh
negara-negara tersebut. Sebut saja seperti Filipina
Apabila diperhatikan secara sekilas,
masing-
teori yang bersifat given. Konsep liberal
kecenderungan Identitas Sebagai Penggerak Kepentingan
dilakukan
masing negara akan sulit dijelaskan dengan
akan
pun sudah berjalan secara penuh?
yang
yang
terus
berupaya
mempertahankannya walau jelas akan lebih menguntungkan Filipina apabila berkonsentrasi ke sektor lain yang lebih menjanjikan baginya. Begitu pula dengan sikap Indonesia yang walau mendukung penuh
liberalisasi
pasar
otomotifnya,
namun di sisi lain terus berupaya untuk membangkitkan
perusahaan
otomotif
nasionalnya. Begitu pula dengan ikut campur
pemerintah
dalam
mempertahankan perusahaan nasional di Malaysia persaingan
walau yang
terus ketat
mendapatkan dari
prinsipal
otomotif asing. Di sini, Thailand terlihat
Malaysia
sudah
lebih mendekati konsep liberal tersebut
mengembangkan industri otomotif secara
mengingat Thailand telah lama membuka
mandiri dan hal tersebut masih bertahan
diri dan tidak terlalu ikut campur dalam
hingga sekarang. Begitu pula dengan
pengembangannya.
Filipina yang berpegang teguh untuk tetap mempertahankan
Untuk dapat memahami tindakan yang diambil
tersebut,
perlu
dilakukan
berkomitmen
industri
untuk
otomotifnya,
mengingat Filipina merupakan salah satu pionir industri ini di kawasan.
pemahaman kembali akan identitas yang negara.
Dari berbagai identitas yang dimiliki
Dimulai dari Thailand, negara ini terbukti
masing-masing negara, kebijakan yang
merupakan yang paling fleksibel di dalam
dikeluarkan menjadi terlihat lebih dapat
menjalankan strateginya. Sebagai negara
diterima. Refleksi kepentingan masing-
yang
masing
terbentuk
di
tidak
masing-masing
berusaha
industrinya
pada
nasional,
menggantungkan
perusahan
Thailand
otomotif
negara
mempertahankan
terlihat
jelas
industri
bahwa otomotif
menunjukkan
merupakan hal yang diutamakan. Arah
identitasnya sebagai negara yang pragmatis
kebijakan ini sempat berbalik arah dengan
di mana ia berupaya untuk menjalankan
membuka diri terhadap liberalisasi pasar.
strategi
Namun seperti yang terlihat bahwa yang
yang
mampu
memberikan
keuntungan terbesar, dan hal tersebut
terjadi
terbayarkan
sebagai
mengingat keadaan masing-masing pada
Asia Tenggara.
saat itu yang kurang memungkinkan untuk
dengan
produsen terbesar di
posisinya
Berbeda dengan Indonesia yang terlihat berupaya
untuk
mempertahankan
dua
identitas
yang
berseberangan.
Satu
identitas yang dipegang adalah sebagai lokasi yang tepat bagi investasi prinsipal otomotif asing dikarenakan supplier lokal yang memadai, namun identitas lainnya adalah sebagai produsen otomotif yang
adalah
bersifat
sementara,
menjalankan strategi awalnya. Dengan
teridentifikasinya
identitas
masing-masing
negara,
maka
langkah
berikut
melihat
pola
jaringan
untuk
produksi di kawasan ASEAN semakin jelas. Keunikan tersebut pada akhirnya menjadi faktor pendorong terbentuknya jaringan produksi yang walaupun saat ini
mandiri.
sudah mulai diitegrasikan, namun elemen Malaysia
konsisten
yang masuk di dalam jaringan produksi
dalam
regional tersebut hanya sebagian kecil saja.
mempertahankan identitasnya. Sejak awal
Kebijakan proteksi yang diterapkan di awal
dibanding
terlihat
dengan
lebih Indonesia
munculnya
industri
kawasan
Dengan value yang dimiliki oleh masing-
membuat masing-masing negara telah
masing pasar yang memiliki karakteristik
mengembangkan
tersendiri dan power pemerintah yang turut
komponen
ini
di
supplier-supplier
yang
dibutuhkan
dalam
membentuk karakteristik jaringan produksi
produksinya. Hanya komponen-komponen
domestik, maka keterkaitan dari kedua
penting yang kesulitan diproduksi (baik
faktor
secara teknologi maupun capaian efisiensi)
produksi
saja yang masih diimpor. Selebihnya,
merupakan
komponen-komponen
lebih
masing value dan power yang berperan di
sederhana hampir dapat dipastikan akan
dalamnya. ASEAN masihlah belum bisa
masuk ke dalam rantai produksi dalam
dikatakan sebagai jaringan produksi yang
negeri masing-masing.
sepenuhnya
yang
tersebut
menciptakan
regional
yang
kompensasi
terintegrasi
jaringan
unik dari
yang
masing-
karena
masih
adanya tendensi untuk mempertahankan Perilaku ini juga turut berpengaruh pada pemanfaatan skema AEC oleh negara ASEAN. Penurunan drastis hambatan tarif bagi produk otomotif tentu saja merupakan angin
positif
bagi
negara
produsen.
Masing-masing negara akan dengan bebas mengekspor produknya ke negara-negara tetangga. Namun hal ini juga dapat menjadi
penyulut
membentengi
jaringan
untuk
lebih
produksi
yang
industri domestik masing-masing. Namun, bukan berarti jaringan tersebut tidak terbentuk sama sekali, mengingat masingmasing masih membutuhkan komponen dari negara anggota lainnya dikarenakan masih adanya komponen yang masih belum dapat diproduksi secara efisien di negaranya. Kesimpulan
sudah berjalan di negaranya. Masingmasing
negara
mendapatkan
juga
keuntungan
pasti
maksimal
dengan menarik sebanyak mungkin rantai produksi ke dalam negeri agar negara mampu maksimum
AEC merupakan babak baru integrasi
ingin
mendapatkan
keuntungan
dikarenakan
penghilangan
penghalang perdagangan.
ekonomi ASEAN. Namun, bukan berarti integrasi ekonomi tersebut akan secara efektif diimplementasikan guna mencapai visi
jaringan
produksi
regional
oleh
masing-masing negara anggota. Identitas masing-masing negara yang bangga akan kepemilikan industri otomotif tidak bisa
Pada akhirnya dinamika tersebutlah
dipungkiri sebagai salah satu penghalang
yang menyebabkan keunikan jaringan
akan berjalannya integrasi secara efektif.
produksi di kawasan Asia Tenggara.
Hal ini diperkuat dengan kesepakatan
bersama
untuk
otomotif
ke
penghilangan
memasukkan
dalam
daftar
penghalang
produk
terdampak perdagangan
kawasan di mana masing-masing akan lebih mudah menjual produknya secara langsung, sebuah hal yang sulit dilakukan di masa lampau mengingat proteksi yang ketat. Dengan fokus untuk kembali ke individu negara, hal ini berdampak pada perkembangan jaringan produksi regional ASEAN sendiri yang semakin sulit untuk terwujud,
setidaknya
otomotif.
Selama
untuk
sektor
masing-masing
berpegang teguh dengan identitas masingmasing sebagai produsen otomotif, maka selama itu pula integrasi penuh tidak akan
relations: Theories and Approaches. Oxford: Oxford University Press Kaplinsky, Raphael, and Mike Morris. 2002. A Handbook for Value Chain Research. IDRC. Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar indonesia: Segmentasi, Targeting, Positioning. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Ozawa, Terutomo. 2007. Institutions, Industrial Upgrading, and Economic Performance in Japan: The 'Flying Geese' Paradigm of Catch-Up Growth. Cheltenham: Edward Elgar Publishing Rosyidin, Mohammad. 2015. The Power of Ideas: Konstruktivisme dalam Studi Hubungan Internasional. Sleman: Tiara Wacana Sachari, Agus. 2007. Budaya Visual Indonesia: Membaca makna Perkembangan Gaya Visual Karya Desain di indonesia Abad ke-20. Jakarta: Erlangga
terjadi. Membangun jaringan produksi regional
bukanlah
hal
yang
dapat
dilakukan tanpa adanya komitmen penuh anggota. Tanpa adanya dukungan tersebut, maka strategi jaringan produksi regional hanya menjadi visi yang tidak akan pernah tercapai.
Daftar Referensi Book ASEAN. 2008. ASEAN Economic Community Blueprint. Jakarta: ASEAN Secretariat Jackson, Robert, dan Georg Sørensen. 2013. Introdution to International
Than, Mya. 2001. ASEAN Beyond the Regional Crisis: Challenges and Initiatives. Singapore: ISEAS Wilson, Jeffrey D. 2013. Governing Global Production: Resource Networks in the Asia-Pacific Steel Industry. New York: Palgrave MacMillan Journal Kobayashi, H. and Y. Jin .2013. The CLMV Automobile and Auto Parts Industry, dalam Waseda University (ed.), Automobile and Auto Components Industries in ASEAN: Current State and Issues. ERIA Research Project Report 2013-7, pp.40-49. Diakses dari http:/www.eria.org/RPR_FY2013_No.7_C hapter_4.pdf Kobayashi, Hideo. 2014. Current State and Issues of the Automobile and Auto Parts
Industries in ASEAN, dalam Waseda University (ed.), Automobile and Auto Components Industries in ASEAN: Current State and Issues. ERIA Research Project Report 2013-7, pp.1-24. Diakses dari http://www.eria.org/RPR_FY2013_No.7_C hapter_1.pdf Ofreneo, Rene E. 2015. Auto and Car Parts Production: Can the Philippines Catch Up with Asia?. ERIA Discussion Paper Series 2015, 09. Diakses dari http://www.eria.org/ERIA-DP-2015-09.pdf Rosli, Mohd.. 2006. The Automotive Industry and Performance of Malaysian Auto Production. Journal of Economic Cooperation 27, I (2006). Diakses dari http://www.library.sesrtcic.org/files/article /28.pdf
Online
Mukai, Anna, dkk. (1 November 2011). Thai Floods Disrupting Japanese Car Production Worldwide: Cars. Diakses dari http://www.bloomberg.com/news/articles/2 011-10-31/thai-floods-disruptingjapanese-car-production-worldwide-cars MITI Malaysia. 2014. National Automotive Policy (NAP) 2014. Diakses dari http://www.miti.gov.my/miti/resources/fileu pload/Kenyataan%20Media%20Polisi%20 NAP%202014.pdf Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013. Diakses dari http://peraturan.go.id/inc/view/11e44c4f11 a757108a4e313231383430.html Tay, Cheryl. 2013. Cars in Singapore to Become a Greater Luxury. February 28. Diakses dari https://sg.news.yahoo.com/blogs/fit-topost-autos/cars-singapore-becomegreater-luxury-031012569.html
Adriano, Joel. D. (19 Juli 2012). Ford Reverses from Philippines. Diakses dari http://www.atimes.com/atimes/Southeast_A sia/NG19Ae01.html
Thailand Board of Investment. 2007. BOI Drive the Eco-Car forward. Thailand Investment review, Vol. 7 (7). Diakses dari http://www.boi.go.th/tir/issue_content.php ?issueid=30;page=0
Aprinino, Rio. (15 Agustus 2015). Deretan Mobil Produksi Putra-Putri Indonesia. Diakses dari http://otomotif.liputan6.com/read/2294434 /deretan-mobil-produksi-putra-putriindonesia
Toyota Global. IMV Project Commenced. Diakses dari http://www.toyotaglobal.com/company/history_of_toyota/75y ears/text/leaping_forward_as_a_global_co rporation/chapter4/section3/item1_b.html
Departemen Keuangan Republik Indonesia. 1967. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967. Diakses dari http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/ UU_1967_1.pdf Government of Philippines. 2015. Executive Order No. 182, s. 2015. Diakses dari http://www.gov.ph/2015/05/29/executiveorder-no-182-s-2015/