PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI: STUDI KASUS INDUSTRI OTOMOTIF KOREA SELATAN DI BAWAH PARK CHUNG HEE (1962-1979) Zikry Auliya Ghifary dan Donni Edwin Program Sarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Abstrak Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol dalam pembangunan industri dengan mengambil studi kasus industri otomotif di Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dan menganalisa mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol untuk berpartisipasi dalam industri otomotif. Sebagaimana yang umumnya berlaku di negara industri baru yang belum tumbuh, para pebisnis besar di negara industri baru berada dalam kondisi kurang secara modal dan teknologi, peran negara yang besar dengan demikian menjadi sentral sebagai inisiator industrialisasi. Temuan penulis menunjukan bahwa daripada bermotif semata-mata ekonomis, untuk mempromosikan ekspor dan membangun sektor industri ini sebagai garda depan industri, tujuan pengembangan sektor otomotif lebih didasarkan pada faktor ekonomi politik. Begitu juga dengan kondisi para Chaebol yang berpartisipasi dalam industri otomotif, meskipun negara telah memberi kebebasan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam sektor industri, namun negara masih memperoleh kontrol kuat melalui instrumen kebijakan yang membatasi ruang gerak para Chaebol yang memungkinkan negara untuk mendesakan arah kebijakan. Kata Kunci; Chaebol; industrialisasi; industri otomotif; Korea Selatan; Peran Negara Abstract This Final Paper discusses the role of the state in emboldening the chaebol in bolstering industrial development which takes automobile industry in South Korea as case study. This research employs qualitative method and analyses the role of the state in encouraging the Chaebol to participate in automobile industry en masse. As generally prevailed in fledgling NIC's, South Korean conglomerates still lack both suffice capital and sophisticated technology. All in all, in such deplorable circumstances to economic growth the role of the state was pivotal as pioneer of industrialization. The finding of this research shows that the reason of the state to burgeon automobile industry was not solely on economic reason, that is to promote export and build this sector as spearhead in industrialization, as a matter of fact it was driven sheerly by political economic logic. So too the Chaebol which participated in automobile industry which was given freedom to participate in industrial sectors yet the state still harnessed them by means of policy instrument that made possible for the state ro exert pressure on policy direction. Keywords: automobile industry; Chaebol; industrialization; role of the state; South Korea 1
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
2 Latar belakang Korea Selatan adalah salah satu model dari negara industri baru yang akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Dalam waktu yang relatif singkat Korea Selatan dapat menyusul perekonomian negara-negara berkembang lain seperti yang terdapat di kawasan Amerika Latin. Penting untuk digarasibawahi sebelumnya bahwa pada periode pascaperang 1955-1959 Korea Selatan tergolong dalam negara yang belum berkembang dengan rata-rata tingkat pertumbuhan PDB sebesar 3,92% pertahun dan melonjak secara signifikan periode 1960-1969 dengan mencatat tingkat pertumbuhan sebesar 7,34% pertahun.1 Awal dekade 1972 telah menjadi peletak dasar baru bagi pendalaman industrialisasi di Korea Selatan. Sebagai langkah ke depan dalam industri, Park Chung Hee menggulirkan sebuah perencanaan industri kimia berat dan kimia atau yang kerap disebut sebagai HCI (Heavy dan Chemical Industries). Salah satu sektor industri yang menjadi titik perhatian utama dari rezim pembangunan Park Chung Hee sejak awal adalah pengembangan industri otomotif, bersama dengan industri berat lainnya seperti industri kimia, industri pertahanan dan industri perkapalan. Selain sebagai garda depan komoditas ekspor, pengembangan industri otomotif juga ditujukan untuk membuat sebuah proyeksi mobil nasional. Pembuatan mobil nasional tentu saja berbasiskan bukan pada sistem SKD (semi knock down) melainkan produksi mobil sendiri beserta komponennya. Melalui HCI intensifikasi industri otomotif semakin memperoleh tempat dalam perencanaan pembangunan. Begitu juga dengan pihak pengusaha besar yang cukup siap dengan menarik pihakpihak korporat asing untuk terlibat dalam joint venture demi mengembangkan korporasinya di sektor industri otomotif. 2
1
Dipendra Sinha, Patents, Innovations and Economic Growth in Japan and South Korea: Evidence from Individual Country and Panel Data. MPRA Paper No. 2547, posted 07. November 2007 / 02:33 diakses melalui http://mpra.ub.uni-muenchen.de/2547/ pada 02 Februari 2013 pukul 22:31 2 Penting untuk diingat bahwa pola pebisnis di Asia Timur memiliki pola diversifikasi ke sektor yang tidak berkaitan. lebih jauh mengenai strategi diversifikasi korporasi dalam konteks kelembagaan tertentu dapat melihat pada tulisan Kock, C. and Guillen, M., 2001. ‘Strategy and structure in developing countries: Business Groups as an Evolutionary Response to Opportunities for Unrelated Diversification’. Industrial and Corporate Change, 10(1): Hlm. 77–113 atau sebagai contoh kasus dapat mengacu pada Marleen Dieleman, The Ryhtm of Strategy: a Corporate Biography of the Salim Group of Indonesia (Amsterdam : Amsterdam University Press, 2007)
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
3 Dalam memilih topik, tentu saja penulis memiliki preferensi tersendiri. Studi ini dipilih didasarkan pada tiga alasan, Pertama, sebagai bentuk dukungan dalam pembangunan industri berat dan kimia, negara secara selektif memerlukan sebuah sektor ekonomi yang dinilai paling unggul untuk memimpin garda depan pembangunan industrial, yaitu industri otomotif. Pilihan ini memuat konsekuensi ekonomis sekaligus politis. Alasan kedua terletak pada komposisi para Chaebol yang terlibat dalam sektor industri otomotif. Alasan ketiga, berbeda dari berbagai literatur yang membahas mengenai kedekatan antara para Chaebol dengan negara pada umumnya yang melihat bahwa negara menjadi seorang patron yang melindungi seluruh kepentingan Chaebol, dalam studi kasus Korea Selatan negara hanya membutuhkan Chaebol unggulan, mereka yang gagal di bawah payung kebijakan tidak memperoleh perhatian negara. Berdasarkan latar belakang ini, studi ini akan mencoba menganalisis peran negara dalam pembangunan industri dan membahas mengenai relasi yang terjadi antara negara dengan Chaebol dalam industrialisasi di bawah rezim pembangunan Park Chung Hee. Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan utama, yaitu; 'Bagaimana peran negara dalam mendorong tumbuhnya para Chaebol yang menjadi lokomotif industri otomotif di Korea Selatan di bawah Park Chung Hee (1962-1979)? Jika dilihat dari aspek konteks dan rentang waktu, lingkup penelitian dalam tulisan ini akan dibatasi pada dekade sejak awal Park Chung Hee berdiri hingga tumbangnya rezim Park sebagai dampak dari pembunuhan dirinya pada tahun 1979. Perhatian utama akan diberikan pada peran negara dalam mendorong chaebol dalam industri otomotif dibawah payung kebijakan HCI pada awal dekade 1970 hingga akhir dekade yang sama dan perhatian yang minor akan diberikan pada awal pertumbuhan industri otomotif di awal dekade 1960. Sebagai asumsi awal, penulis melihat bahwa telah terjadi sebuah subordinasi para Chaebol oleh negara. Argumen ini memperoleh dasarnya dari otonomi yang besar yang dimiliki oleh negara. Sebagai inisiator pembangunan, negara memperoleh posisi yang strategis dalam menentukan pilihan-pilihan kebijakan, hal ini semakin
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
4 diperkuat dengan bukti bahwa korporasi yang bergelut di bidang otomotif saat itu belum menguasai secara penuh, dalam artian secara modal, teknologi dan pengetahuan spesifik mengenai sektor yang digelutinya. Namun demikian, patut untuk dicatat bahwa kuatnya tekanan negara terhadap pebisnis sama sekali tidak menjamin keberhasilan kebijakan industri yang diinginkan selain itu juga hubungan yang berlangsung antara keduanya tidaklah satu arah sebagaimana yang diasumsikan oleh para pendukung developmental states , melainkan dua-arah, dimana sisi yang satu saling melengkapi yang lain membentuk sebuah simbiosis Tinjauan Teoritis Dekade 1980 telah membawa angin sejuk bagi pendekatan antara hubungan negara dengan pembangunan ekonomi. Salah satu pendekatan yang dominan dalam melihat fenomena tumbuh pesatnya negara industri baru (NIC) adalah pendekatan developmental states. Developmental states melihat bahwa suksesnya pelaksanaan kebijakan ekonomi di sebuah negara ditentukan dari seberapa besar peran negara dalam mengintervensi pasar, serta mengimplentasikan kebijakan yang efektif, fleksibel dan koheren.3 Peneliti yang paling tepat dalam meringkas ikhtisar dari developmental states adalah Eun Mee Kim. Namun demikian, developmental states kurang memberikan penjelasan mendalam mengenai interaksi antara pebisnis dan negara. Dalam bukunya Kim melihat bahwa negara pembangunan Korea Selatan memiliki tiga fungsi utama. Pertama, negara berperan sebagai perencana pembangunan ekonomi. Negara menjadi penentu strategis dari arah prioritas pembangunan industri. Kedua, negara berperan sebagai penyedia teknologi dan modal dan ketiga, negara berperan memberikan asistensi terhadap kelompok bisnis.4 Tujuan
ini
dicapai
melalui
instrumen
kebijakan,
dalam
konteks
developmental states yang memiliki sistem pemerintahan non demokratis dicapai melalui kondisi politik yang koersif, namun di sisi lain mendukung secara finansial kepada pihak swasta untuk terus tumbuh. Kondisi ini membawa kepada daya tawar kedua kelompok. Konsekuensi logis dari negosiasi daya tawar antara dua pihak 3
Dong-Myeon Shin, Social and Economic Policies in South Korea: Ideas, Networks and Linkages. (London : Routledge, 2003), Hlm. 52. 4 Eun Mee Kim, Big Business, Strong State Collusion and Conflict (New York : State University of New York Press, 1997), Hlm. 32.
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
5 adalah respon dari kelompok pebisnis untuk melakukan aksi kolektif untuk terlibat dalam sektor industri tertentu ataupun sebaliknya. Pola ini juga menyatakan secara tidak langsung bahwa hubungan antara pebisnis dan negara bersifat relasional, saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Hubungan pebisnis dan negara terdiri dari hubungan reward dan punishment;5 mereka yang dalam proses industrialisasi tampak kokoh, efisien dan patuh dengan manajemen yang baik lebih dipilih untuk memperoleh kontrak proyek dan pinjaman, begitupula terjadi sebaliknya dengan perusahaan yang kurang dikelola dengan baik dan dalam skala besar tidak memperoleh tempat dalam prioritas industri. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode kualitatif. Menurut Jane Ritchie salah satu klasifikasi dari penelitian kualitatif adalah berusaha untuk menjelaskan realitas sosial yang terjadi, menjelaskan sebuah permasalahan, menjelaskan unsur didalamnya dan bagaimana unsur di dalamnya saling berkaitan satu sama lain. Klasifikasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi secara kontekstual, penelitian ini berusaha untuk memahami konteks dan karakter dan pola dari realitas sosial yang terbentuk dari sebuah proses sosial.6 Bagi Jane Ritchie dan Jane Lewis penelitian kontekstual meliputi; pemetaan dimensi, elemen atau sebuah posisi dalam sebuah fenomena sosial, karakter atau unsur dari fenomena yang diamati, memberikan pemaknaan terhadap realitas yang terjadi dan mengidentifikasi dan menentukan tipologi.7 Penelitian ini menggunakan data-data yang dikumpulkan untuk membantu menjawab mengenai bagaimana peran negara dalam mendorong Chaebol untuk berpartisipasi dalam pembangunan industri otomotif. Penelitian ini mencoba untuk memberikan pemahaman baru dari sebuah teori yang ada sebelumnya dengan menekankan pada sektor industri sebagai fokus penelitian, dengan demikian tidak memiliki maksud untuk menguji sebuah teori.
5
Tidak menutup kemungkinan juga bahwa selain melalui bentuk insentif kebijakan atau pinjaman kredit, reward juga dapat berbentuk rent yang membawa konsekuensi pada aktivitas rent seeking. 6 Jane Ritchie and Jane Lewis, Qualitative Research Practice : a Guide for Social Science Students and Researcher (London : Sage Publication, 2003), Hlm. 26. 7 Ibid Hlm. 27
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
6 Hasil Penelitian Strategi Pemerintah Park dalam Mengembangkan Industri Otomotif Langkah pertama yang dilakukan oleh Park untuk mengembangkan industri otomotif adalah meniru model eks koloninya, yaitu Jepang dengan mengubah hubungan antara supplier dan assembler dalam industri otomotif. Langkah yang dilakukan adalah mendorong para supplier komponen untuk berafiliasi baik secara horizontal maupun vertikal atau yang disebut sebagai kyeyolhwa dengan assembler, tanpa afiliasi perbisnis komponen akan sulit menemukan pasar komponen karena assembler bisa saja mencari komponen yang berasal dari luar negeri. Strategi ini diambil berdasarkan kondisi supplier saat itu, supplier otomotif di Korea bersifat independen sejak awal tanpa memiliki keterikatan dengan assembler dalam proses produksi. Pada dekade 1970 perusahaan supplier berjumlah sebanyak 800 produsen, namun demikian hanya kurang dari sepuluh produsen yang memiliki jumlah saham dalam perusahaan assembler. Ini menunjukkan bahwa tidak ada ikatan yang kuat antara assembler dengan supplier. Disisi lain, hal lain yang perlu untuk ditelisik adalah kurangnya modal dan terbatasnya kemampuan teknologi yang dimiliki oleh assembler, selain kecilnya skala produksi otomotif dari assembler. Dasar inilah yang membuat assembler tidak ingin mengadakan satu subcontract dengan supplier. Untuk tujuan itulah negara sengaja melakukan pengintegrasian antara assembler dan supplier. Selain itu juga pengintegrasian ini sengaja untuk menciptakan koordinasi antara supplier-assembler, supplier tidak terikat pada satu assembler melainkan menyuplai kepada banyak
assembler yang sengaja untuk
menciptakan economies of scale.8 Strategi ini juga diambil untuk menyiasati pasar domestik Korea Selatan yang masih kecil. Pengintegrasian ini, menurut penulis,
digunakan oleh Park untuk
menghindari impor terhadap komponen otomotif. Dengan demikian usaha ini ditujukan, disisi lain, untuk melindungi perusahaan supplier dalam negeri. Sejalan 8
Istilah ini dapat disebut sebagai peningkatan efisiensi produksi sebagai hasil dari peningkatan jumlah produksi. Sebagai hasil dari peningkatan produksi maka perusahaan akan menurunkan harga biaya perunit. Selain itu economies of scale membuka peluang bagi pebisnis untuk beroperasi dalam wilayah geografis yang lebih luas. Definisi ini diperoleh dari http://www.investopedia.com/terms/e/economiesofscale.asp diakses pada 23 April 2013 pukul 09:33
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
7 dengan ini, tindakan lain yang dilakukan adalah membuat kompleks industri milik Hyundai yang terletak di Ulsan. Pemilihan Ulsan sebagai pusat industri otomotif didasarkan oleh dua faktor; secara geografis dipilih sebagai wilayah industrialisasi karena letaknya yang berdekatan dengan Pohang, pusat aglomerasi industri baja yang didalamnya juga terdapat industri baja pemerintah. Faktor lainnya adalah kedekatan Ulsan dengan Pusan yang tergolong sebagai kota pelabuhan yang merupakan gerbang utama perdagangan Korea Selatan dengan Jepang. Pengaturan terhadap modal asing adalah salah satu strategi lain yang digunakan Park untuk membatasi kekuasaan modal asing. Perlu untuk diketahui bahwa sudah menjadi gejala umum bahwa perusahaan multinasional umumnya menentukan sendiri lokasi industri dan skala produksi, model mobil yang diinginkan dan terutama berorientasi maksimalisasi profit, terutama jika dilihat dari kepentingan kantor pusat mereka, mereka menjadikan negara-negara lain sebagai kantor cabang perakitan untuk memperoleh target penjualan secara global. Namun demikian, pada periode itu datangnya perusahaan multinasional di Korea Selatan justru membawa resiko yang besar karena ukuran pasar domestik yang kecil. Namun,
meskipun
perusahaan
multinasional
menjadi
pihak
yang
diunggulkan, berbdaning dengan kondisi para produsen otomotif di tingkat domestik, bukan berarti bahwa ambisi Park untuk membuat proyeksi mobil nasional menjadi gagal, yang dimaksudkan sebagai mobil nasional adalah pembuatan komponen dan bagian diproduksi secara lokal dan dengan menggunakan modal pengusaha domestik. Diantara banyak produsen, hanya Hyundailah yang dapat dimasukan dalam kategori mobil nasional karena kepatuhannya terhadap instruksi pemerintah.9 Pola di Korea Selatan agaknya cukup berbeda dengan pola-pola yang terjadi di negara lain seperti Brazil, Jepang, dan Taiwan dalam mengembangkan industri otomotif. Pola khusus yang ditemukan yang ditemukan adalah pemberian kredit secara selektif dengan menunjuk perusahaan tertentu yang dinilai mampu untuk mendorong sektor ekspor bukan memberikan bantuan secara khusus pada satu sektor
9
penting diberikan catatan bahwa dalam memproduksi mobil secara utuh dengan label "mobil nasional" proses yang dilalui adalah adanya integrasi antara supplier barang-barang otomotif dan perusahaan assembler atau perakitan.
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
8 industri sebagaimana yang akan dijelaskan dalam sub-bab selanjutnya. Produk mobil dijual kurang dari setengah harga di pasar domestik atau dumping. Korea Selatan melakukan politik dumping dengan mengizinkan para pengusaha untuk membuat standar harga, harga domestik dan harga ekspor. Bagaimanapun juga, harga ekspor jauh lebih murah dibandingkan dengan harga domestik yang dapat mencapai sepuluh kali lipat harga domestik untuk menciptakan tingkat kompetitif.10Masalah lain yang muncul adalah, selain pasar domestik yang kecil, beban pajak yang sangat besar bagi pengguna kendaraan yaitu pematokan pajak sebesar 300 persen dari bensin kendaraan,11pajak pembangunan jalan, dan 40 persen pajak terhadap pembelian kendaraan mobil.12 Dengan demikian, semakin masuk akal jika pemerintah cenderung memilih politik dumping dengan memaksimalisasi ekspor. Pembangunan Industri otomotif, disisi lain juga terdiri dari tahapan-tahapan tertentu. Dalam penjabaran di bawah dipaparkan mengenai tahapan-tahapan yang dilalui oleh industri otomotif di Korea Selatan. Tahapan pertama karena minimnya teknologi maka sistem semi knock down dimana sebagian dari komponen diimpor dan kemudian dirakit dengan komponen lainnya. Tahapan Kedua adalah complete knock down dimana seluruh komponen kendaraan mobil diimpor dan dirakit di satu lokasi yang sama. Sementara itu fase terakhir adalah fase peningkatan konten lokal atau produksi sendiri komponen-komponen oleh pengusaha domestik lalu kemudian dirakit menjadi mobil dengan konten lokal atau 'mobil nasional'.
10
Dong-Ok Lee, Keunchul Lee, Jae-Jin Kim and Gill-Chin Lim, The Korean Automobile Industry: Challenges and Strategies in the Global Market. Journal of International Marketing, Vol. 4, No. 4 (1996), Hlm. 89 11 patut diingat bahwa pajak yang besar dari minyak terutama disebabkan oleh adanya krisis minyak dunia yang terjadi di pertengahan dekade 1970. 12 John Ashdown, South Korea: The Entrepreneurial State. Economic and Political Weekly, Vol. 14, No. 11 (Mar. 17, 1979), pp. 587
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
9 Tabel 1 Tahapan Industri Otomotif di Korea Selatan Tahap pertama, Semi- Tahap kedua, Complete Tahap ketiga, Produksi Knock Down (1962-1967)
Knock Down (1968-1974)
masal dengan muatan lokal (1975-1981)
Hanya ada dua pemain Daewoo mulai masuk ke Peningkatan
secara
dalam industri otomotif: dalam
industri
melalui substansial dalam GNP
Kia dan Hyundai
venture
dengan per kapita
joint
General Motors Konten lokal yang masih Hyundai mendekati nol persen
Cortina
merakit dengan
Ford Konten lokal meningkat konten mencapai 85%
lokal sebesar 21 persen Teknologi dan komponen Kia mulai memproduksi Teknik
produksi
mobil diperoleh melalui Brisa
mulai
lisensi asing dan joint
seperti
venture
masal Toyota
masal
diperkenalkan teknik
produksi
Pembahasan Hubungan Pebisnis Domestik dan Negara dalam Membangun Industri Mobil Indigenous. Dalam sub-bab ini ingin ditunjukkan bahwa dalam negara dengan pola developmental states seperti Korea selatan, negara memang berperan penuh dalam membangun industri, namun negara hanya memilih korporasi yang menjadi jawara di sektor digelutinya. Dalam pembahasan ini, sebagai contoh kasus akan dibahas mengenai bagaimana hubungan antara negara, Hyundai dan General Motors dalam menciptakan proyek mobil nasional. Hyundai, sebagai perusahaan raksasa terbesar dalam industri otomotif awalnya memulai partisipasi dalam bisnis otomotif dengan mengandalkan pada CKD melalui kerjasama berdasarkan lisensi teknolologi dan perakitan dengan Ford pada tahun 1968 ketika Pemerintah Park menghilangkan monopoli produksi pada Sinjin Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
10 dengan mengeluarkan model Ford-Hyundai Cortina dengan muatan komponen lokal sebesar 21%. Namun demikian hubungan ini tidak berlangsung lama. Sebagai perusahaan multinasional Ford ingin menjadikan Korea Selatan sebagai cabang dari perusahaan Ford di Korea Selatan. Merek Ford haruslah yang menjadi keutamaan, alasan inilah yang membuat pihak Ford menuntut untuk memperoleh peran besar dalam manajemen. Ketidaksepakatan membuat kontrak Hyundai dan Ford berhenti. Disisi lain, perusahaan besar lainnya adalah Sinjin yang telah mencuri start sebelumnya dengan bekerjasama dengan Toyota. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas hubungan dengan Toyota tidak berlangsung lama. Kosongnya posisi mitra membuat manajemen Sinjin harus memutar otak untuk mencari pengganti Toyota. Bagaimanapun juga, atas saran Park Sinjin sepakat untuk mengundang General Motors sebagai mitra dengan proporsi 3% royalti dari proporsi total penjualan, harus membayar sebesar 750,000 $ untuk keterlibatan pihak General Motors dalam manajemen per tahunnya. Pemilihan General Motors sebagai mitra bukan tanpa pertimbangan secara politis, dipilihnya salah satu perusahaan Amerika diharapkan dapat membawa perubahan terhadap sikap Amerika Serikat untuk memberikan bantuan pertahanan di Korea Selatan. Sebelumnya industri otomotif tidak pernah betul-betul dilirik sebagai ranah potensial oleh negara. Namun demikian, dengan digulirkannya The Long Term Plan for Promotion of Automobile Industry pada tahun 1973 oleh EPB dan Ministry of Trade
dan
Industry
telah
menunjukkan
sikap
keseriusan
negara
untuk
mengembangkan industri otomotif. Dasar ini jugalah yang membuat negara menunjuk empat korporasi terkemuka yang bergelut di bidang industri, Kia, Asia Motors, General Motors Korea (kemudian berubah menjadi Daewoo) dan Hyundai. Keempatnya ditekan oleh negara untuk segera meluncurkan rencana pembangunan industri otomotif di bawah payung HCI. Ini, tentu saja bukanlah tugas mudah mengingat konteks ekonomi politik dunia saat itu sedang mengalami resesi ekonomi sebagai dampak dari oil boom. Park dalam konteks ini memiliki instruksi yang cukup spesifik dengan menyuruh korporasi dibawahnya untuk melakukan pergesaran fokus dalam industri otomotif dari SKD menjadi CKD. Selain itu juga kriteria lain yang diberlakukan oleh Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
11 Park adalah menyuruh para assembler untuk memproduksi model asli atau produk nasional Korea Selatan dengan konten lokal tidak kurang dari 95%, mobil kecil berpenumpang dengan menggunakan mesin kapasitas 1500 cc dan harga dibawah 2000$.13 Melalui rencana ini juga, bila ada korporasi yang berhasil dalam mengembangkan modelnya maka akan diberikan hak monopoli atas produksi kendaraan bermotor dengan memproteksi mobil impor dan dengan membatasi perusahaan otomotif lainnya dengan sebatas peran sebagai assembler.14 Dengan demikian cukup adil untuk mengatakan bahwa instruksi ini telah meletakan dasar legitimasi bagi negara dan Chaebol untuk mengembangkan model mobil indigenous. Bagaimanapun juga, pertanyaan perlu dilayangkan pada Hyundai karena kesigapannya dalam melaksanakan instruksi Presiden Park. Berdasarkan salah satu sumber dari John Ravenhill, Hyundai telah mengajukan terlebih dahulu proposal pembangunan industri model mobil nasional. Bagaimanapun juga ini menjadi salah satu indikasi bahwa hubungan Hyundai dan negara begitu dekat sehingga usul Hyundai dapat diinstruksikan sebagai kebijakan oleh negara. Kedekatan ini juga yang membuat para Chaebol yang berhasil memperoleh perilaku khusus negara merasa perlu untuk menyumbangkan 'donasi' kedalam yayasan ataupun program kebijakan presiden seperti Saemaul Undong.15 Sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel di bawah, Hyundai menjadi penyumbang donasi nomor satu dibandingkan dengan Chaebol yang lain. Hyundai paling tidak telah menyumbangkan uang sebanyak 9,9 milyar won hanya dalam periode pemerintahan Park. Disisi lain General Motors menyumbangkan sebesar 5,15 selama Park berada di posisi kekuasaan. Perlu untuk dipahami bahwa dengan menyajikan data dalam tabel bukan berarti penulis menyimpulkan bahwa semakin besar donasi yang diberikan oleh chaebol maka memberi pengaruh terhadap perlakuan spesial negara terhadap chaebol
13
Seung-Ho Kwon and Michael O'Donnell, The Chaebol and Labor in South Korea: the Development of Management Strategy in Hyundai (New York : Routledge, 2001), Hlm. 59. 14 Ibid 15 David C. Kang, Crony Capitalism : Corruption and Development in South Korea and The Phillipines (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), Hlm. 103.
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
12 Tabel 2 Kontribusi dan donasi finansial pebisnis untuk Presiden Park
Sumber David C. Kang, Crony Capitalism : Corruption dan Development in South Korea dan The Phillipines (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), Hlm. 103.
Kembali ke pembahasan Hyundai, menyikapi proposal yang diajukan oleh negara, Hyundai mencari partner luar negeri untuk mengembangkan model dari Hyundai. Hyundai pada akhirnya melibatkan Mitsubishi sebagai partner joint venture¸ perusahaan ini dipilih karena telah menjadi mitra sebelumnya dalam sektor bisnis lain yaitu industri pembuatan kapal. Selain perusahaan Jepang, Hyundai juga melibatkan sebanyak 25 perusahaan asing lain untuk menutupi kekurangan teknologi seperti perusahaan asal Italia dipilih sebagai perancang desain mobil, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat untuk komponen lain seperti mesin.16 Pada akhirnya Hyundai meluncurkan sebuah model Hyundai Pony. Jika Hyundai menempuh strategi bisnis dengan mengandalkan pada orientasi ekspor, sebagaimana yang diinstruksikan oleh negara dalam HCI, disisi lain, rival utamanya General Motors Korea menekankan fokus pada pasar domestik. Bagaimanapun juga, cukup unik jika melihat keberanian GMK untuk menaruh 16
Larissa Ritter, The Rise and Competitiveness of South Korean Automobile Manufacturers : a Comparative Study with German Auto Producers. Dissertation at Auckland University of Technology Hlm. 40 diakses melalui http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/handle/10292/1025/RitterL2.pdf;jsessionid=E9F56721F66 1C07103E62F1BA4E6FDEB?sequence=4 pada 12 Maret 2013 pukul 09:34
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
13 kesempatan pada peluang di tingkat domestik yang masih kecil, namun akan menjadi cukup aneh jika General Motors mengikuti strategi industrialisasi ekspor mengingat posisi General Motors sebagai raksasa perusahaan otomotif dunia. Meskipun demikian pilihan strategi yang diambil cukup masuk akal, tidak ada kepentingan bagi perusahaan asing untuk melakukan ekspor dari sebuah negara ke pasar dunia, karena pasar dunia telah dikelola oleh kantor pusat General Motors di Amerika Serikat, dengan demikian yang perlu dilakukan adalah mensupplai terhadap kebutuhan pasar domestik. Alasan ini jugalah yang membuat General Motors Korea selangkah di bawah Hyundai. Tabel 3 Share Pasar Domestik Mobil Berpenumpang Year
Hyundai (%)
Daewoo (%)
1970
19.6
71.4
1972
30.1
45.2
1974
80.7
19.0
1976
57.0
14.9
1978
62.8
15.6
1980
68.6
31.4
Myung-Oc Wo, Export Promotion in the New Global Division of Labor: The Case of the South Korean Automobile Industry. Sociological Perspectives, Vol. 36, No. 4 (Winter, 1993), pp. 335-357
Dalam tabel dapat dilihat bahwa sebelum tahun 1974, General Motors (Daewoo) berhasil menguasai pasar domestik dalam posisi yang dominan meskipun tren dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa domestic market share berada dalam kondisi penurunan yang tajam. Posisi dominan market share General Motors mengalami penurunan secara gradual terutama ketika Hyundai berhasil menggaet Mitsubishi sebagai partner dan terutama sekali ketika Hyundai telah berhasil membuat model mobil berpenumpang Hyundai Pony dengan kapasitas mesin 1500 cc dengan bodi mobil yang cukup ramping dengan muatan lokal sebesar 96%. Berbdaning terbalik dengan Chevrolet 1700 cc yang memiliki bodi mobil sedikit lebih besar yang diproduksi dengan nama lokal Carmina. Peningkatan dalam penjualan dapat dilihat dalam tabel di bawah dalam grup HMC (Hyundai Motor Company) terhitung sejak dikeluarkannya model Hyundai Pony (1974) penjualan Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
14 Hyundai meroket secara drastis hampir lima kali lipat dari 179 menjadi 930 pada tahun 1977 dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1978.17 Pemerintah Park memang sengaja mendorong entry dan exit policy, yaitu kebijakan yang memudahkan produsen manapun untuk memasuki ranah industri dengan mudah dan mudah untuk keluar, yang memudahkan produsen otomotif untuk mencapai economy of scale dengan cepat.18 Siapa produsen yang mampu mencapai target, maka ialah yang akan ditunjuk oleh pemerintah Park untuk memperoleh semakin banyak loans dan insentif. Dalam kasus Hyundai kenyataan menunjukkan bahwa paling tidak pemerintah sedikit berpihak terlihat dengan mudahnya Hyundai melesat sebagai juara nasional, meskipun Hyundai juga menempuh cara yang juga tidak mudah. Ini dapat dilihat dari alasan pemerintah untuk membangun Ulsan sebagai basis industri Hyundai yang berdekatan dengan Pohang Steel & Iron Company milik pemerintah. Dapat dikatakan bahwa pemerintah ingin mengintegrasikan salah satu perusahaan milik negara dengan Hyundai dengan peran sebagai mitra penyuplai material baja. Selain itu bantuan melalui pinjaman luar negeri selalu memperoleh persetujuan dari MoF dan EPB, ini dapat ditunjukan dengan ketergantungan Hyundai dengan pinjaman asing sebesar 70%. Pada tahun 1976 modal likuid yang diterima oleh Hyundai mencapai 61,2 juta dollar AS melalui pinjaman dari Suez Bank (Perancis), Barclays (Inggris) dan Mitsubishi Bank (Jepang) yang semuanya harus melalui persetujuan negara.19 Menurut penulis, kemudahan Hyundai terletak pada kepercayaan pemerintah terhadap Hyundai dalam melakukan bisnis. Hyundai, sebelum terjun di bidang industri otomotif telah lama terjun dalam bisnis industri berat dan konstruksi. namun demikian, sebagaimana yang penulis jelaskan di atas trust tidak mencukupi tanpa adanya insentif lain yaitu aktivitas rente meskipun dalam skala kecil. Salah satu alasan kuat dari kemudahan Hyundai dalam menerima approval dari pemerintah
17
Historical Development of Korean Capitalism: The Hyundai Business Group, 1940s-1990s . School of Industrial Relation and Organisational Behaviour. Working Paper Series 115, 97. Hlm. 40 18 Tentu saja mereka yang keluar dari industri karena kalah dalam persaingan tidak memperoleh perhatian negara. 19 Nae-Young Lee, op cit., Hlm. 313
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
15 adalah hubungan dekat Park dengan pemilik Hyundai. Sebagaimana yang ditulis oleh David Kang, kecenderungan unik dalam sektor otomotif adalah kecenderungan EPB untuk tidak mengawasi proposal proyek-proyek yang masuk yang diajukan oleh chaebol yang sangat besar pengaruh ekonominya dan memiliki hubungan erat dengan Park. Dengan demikian, perusahaan besar dapat langsung melakukan bypass terhadap proyek-proyek . Disisi lain, perusahaan lain seperti General Motors dengan Sinjin sebagai mitra domestik kurang memiliki pengaruh secara politik terutama sekali karena masih barunya usia General Motors menjejakan kakinya dalam bisnis otomotif di Korea Selatan selain memang tidak ada keterikatan antara General Motors Korea dengan para supplier domestik yang mungkin mampu membawa posisi tawar lebih. Bagaimanapun juga, berlakunya gejala kartelisasi di Korea Selatan bukan berarti tidak menunjukan indikasi bahwa terdapat kompetisi yang ketat antar pengusaha. Promosi ekspor adalah tujuan utama dari pengembangan industri otomotif. Menurut Yasheng Huang promosi ekspor dan akselerasi untuk mencapai EOS memiliki keterkaitan dalam dua cara; Pertama pemerintah Korea Selatan sengaja mengikuti contoh Jepang untuk mencegah terjadinya kompetisi berlebihan diantara produsen dan mempromosikan kartelisasi ekspor untuk memposisikan perusahaan Korea di tingkat internasional. Disisi lain, promosi ekspor juga dibutuhkan untuk mempercepat terjadinya economic of scale. Selain
itu
sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa pasar domestik Korea terlalu kecil maka dibutuhkan ekspor untuk meningkatkan kualitas produk. Bagi Hsen melalui ekspor dapat diperoleh kriteria objektif untuk mengukur performa perusahaan yang berdasarkan prestasi ekonomi dibandingkan dengan alokasi politik saja.20 Kedua, di sisi lain, kontestasi antar perusahaan dibutuhkan oleh pemerintah untuk mendorong ekspor. Perusahaan mana yang mampu mengekspor lebih banyak dan memproduksi lebih banyak, maka semakin memperoleh posisi untuk memperoleh perlakuan spesial melalui pemberian pinjaman oleh negara. Pola hubungan yang terjadi juga berubah, meskipun negara pada tahun 1973 20
Yasheng Huang, Between Two Coordination Failures: Automotive Industrial Policy in China with a Comparison to Korea. Review of International Political Economy, Vol. 9, No. 3 (Aug., 2002) Hlm. 557
Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
16 menggulirkan konstitusi Yushin Constituion sebagai bentuk legitimasi negara untuk menuntut kepatuhan kekuatan sosial yang ada di bawah negara, termasuk kekuatan dari pebisnis. Sebagaimana yang bisa diamati bahwa sebelum dekade 1970 pemerintah cenderung memiliki kekuatan untuk mendesak para Chaebol, meskipun pasca dekade 1970 pun negara masih memiliki pengaruh, namun demikian hubungan yang terjalin menjadi dari dominasi menuju pada partner yang saling berkooperasi. Bukan berarti juga bahwa pengaruh negara sepenuhnya hilang, negara secara sengaja maupun tidak telah berhasil menumbuhkan chaebol terbesar yang membuat daya tawar chaebol terbesar semakin meningkat berhadapan dengan negara, di sisi lain negara juga diberikan keuntungan dengan lompatan yang luar biasa yang ditunjukan oleh chaebol. Namun demikian negara tetap memiliki posisi kunci karena kemampuannya mengalokasikan policy loan yang menjadi sumber penghidupan utama chaebol bagi ekspansi industrinya, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya selain memang ada kelemahan inheren yang melekat pada chaebol yaitu debt equity ratio yang mencapai 6:1 sebagai dampak dari kebiasaan umum para chaebol untuk memperoleh pinjaman dalam jumlah besar. Satu hal yang penting untuk diberikan perhatian besar disini adalah hubungan antara pemerintah dan negara dalam industri otomotif Korea Selatan tidak berlangsung satu arah; dimaksudkan bahwa negara terus menerus melakukan tindakan yang diperlukan bagi kelompok bisnis untuk dapat berkembang demi kemajuan pembangunan nasional. Bagaimanapun juga hal ini tidak sepenuhnya benar, terutama bagi kalangan developmentalist yang terlalu menekankan bahwa negara bersifat steril dari kepentingan aktor-aktor politik yang terlibat, dengan demikian mengabaikan core dari ekonomi politik itu sendiri yaitu kecenderungan aktor untuk melalukan akumulasi modal primitif, selain itu juga penaksiran berlebihan mengenai peran birokrasi yang terinsulasi KESIMPULAN Bab kesimpulan ini akan menjabarkan temuan-temuan inti penulis dalam penelitian ini. Pertama, dalam temuan penulis sektor industri otomotif tidaklah menggambarkan hubungan yang sangat kooperatif harmonis sebagaimana yang Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
17 digambarkan oleh Johnson ataupun peran negara yang sangat dominan yang digambarkan oleh Alice Amsden . Ada beberapa temuan penting yang membantu mendukung penulis dalam menjawab rumusan masalah mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol dalam industri otomotif. Pertama, temuan penulis menunjukkan bahwa untuk mendorong produktifitas di antara chaebol, negara sengaja menciptakan kondisi kompetitif dalam memperoleh hak monopoli untuk menciptakan Chaebol unggulan, yang salah satu indikatornya dapat diukur berdasarkan market share, jumlah ekspor dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan prasyarat khusus yang diciptakan oleh negara seperti kewajiban mereka untuk membuat kendaraan dengan muatan lokal.
Meskipun peran negara memang dominan, namun Chaebol pun
memiliki pengaruh terutama karena peran mereka sebagai penggerak roda perekonomian. Hubungan keduanya tidak kaku atau bersifat satu arah sebagaimana yang diasumsikan oleh Amsden, melainkan berlaku dua arah, di satu sisi pemerintah atau khususnya elit tertinggi seperti Presiden Park memperoleh 'insentif' untuk dan di sisi lain para pebisnis memperoleh perlakuan khusus melalui insentif kebijakan pemerintah, dapat dikatakan bahwa sifat rente ini menggugurkan thesis developmental states Chalmers Johnson. Kedua, birokrasi yang disebut sebagai faktor pendorong akselerasi pembangunan tidak sepenuhnya terjadi. Ini dapat dilihat dari kecenderungan EPB sebagai salah satu lembaga yang berperan sebagai implementator dan pengawas pembangunan tidak menjalankan fungsinya sebagai mestinya ketika melihat proposal perusahaan-perusahaan otomotif raksasa dapat dengan mudah memperoleh persetujuan dari EPB tanpa memperoleh pengawasan dalam hal kelayakan. Hal ini cukup masuk akal mengingat segala keputusan tetap diambil oleh Park, bukan dari elit EPB. Ketiga, negara sengaja membuat kondisi dimana peran perusahaan multinasional kurang memiliki peran besar dalam industrialisasi di Korea Selatan. Analisis triple aliance Peter Evans misalnya, tidak tampak dalam kasus Korea Selatan karena negara memiliki komitmen terhadap pembentukan industri nasional yang termasuk juga industri mobil nasional, namun demikian di sisi lain, restriksi terhadap kepemilikan modal asing juga dapat disebut sebagai salah satu alasan. Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
18 Sebagai tambahan, perusahaan multinasional juga cenderung enggan untuk mematuhi instruksi pemerintah untuk melakukan integrasi dengan supplier lokal yang membuat pengaruh politik perusahaan multinasional sangat kecil selain karena singkatnya waktu perusahaan multinasional menanamkan modalnya di Korea Selatan Dengan demikian, penulis ingin kembali menegaskan bahwa meskipun pada awalnya negara hanya bersifat setengah hati dalam menumbuhkan industri otomotif, yaitu untuk fundraising, namun secara umum di tahun selanjutnya peran negara dalam industri otomotif di Korea Selatan semakin memperoleh posisi yang sentral. Terutama disebabkan oleh posisi negara yang strategis dalam menentukan arah pembangunan industri. Beranjak dari sini negara menciptakan iklim yang sesuai untuk mendorong para chaebol untuk saling berkompetisi secara ketat satu sama lain, dan di saat yang sama negara mendorong mereka melalui insentif finansial yang sangat berguna bagi kemajuan industri. Pada saat yang hampir bersamaan, dengan posisi perusahaan multinasional yang kurang kuat, karena proteksi dan kurangnya strategi adaptasi yang baik di Korea Selatan, membuat keuntungan bagi dua sisi, negara dan pemerintah, untuk membatasi ruang gerak perusahaan multinasional.
DAFTAR PUSTAKA Buku :
Dieleman, Marleen. The Ryhtm of Strategy: a Corporate Biography of the Salim Group of Indonesia. Amsterdam : Amsterdam University Press, 2007. Kang, David C. Crony Capitalism : Corruption dan Development in South Korea and The Phillipines. Cambridge: Cambridge University Press, 2004. Kim, Eun Mee. Big Business, Strong State Collusion dan Conflict. New York : State University of New York Press, 1997. Kwon, Seung-Ho dan Michael O'Donnell, The Chaebol dan Labor in South Korea: the Development of Management Strategy in Hyundai. New York : Routledge,
2001.
Ritchie, Jane dan Jane Lewis, Qualitative Research Practice : a Guide for Social Science Students dan Researcher (eds). London : Sage Publication, 2003. Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
19 Sumber Jurnal :
Ashdown, John. South Korea: The Entrepreneurial State. Economic dan Political Weekly, Vol. 14, No. 11 (Mar. 17, 1979), Hlm. 586-588 Huang, Yasheng. Between Two Coordination Failures: Automotive Industrial Policy in China with a Comparison to Korea. Review of International Political Economy, Vol. 9, No. 3 (Aug., 2002), Hlm. 538-573 Kock, C. dan Guillen, M., 2001. ‘Strategy dan structure in developing countries: Business Groups as an Evolutionary Response to Opportunities for Unrelated Diversification’. Industrial dan Corporate Change, 10(1): Hlm. 77–113 Lee, Dong-Ok , Keunchul Lee, Jae-Jin Kim dan Gill-Chin Lim, The Korean Automobile Industry: Challenges dan Strategies in the Global Market. Journal of International Marketing, Vol. 4, No. 4 (1996), Hlm. 85-96 NN. Historical Development of Korean Capitalism: The Hyundai Business Group, 1940s-1990s . School of Industrial Relation dan Organisational Behaviour. Working Paper Series 115, 97. Hlm. 40
Sumber Internet :
http://www.investopedia.com/terms/e/economiesofscale.asp diakses pada 23 April 2013 pukul 09:33
Ritter, Larissa. The Rise dan Competitiveness of South Korean Automobile Manufacturers : a Comparative Study with German Auto Producers. Dissertation at Auckldan University of Technology Hlm. 40 diakses melalui http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/hdanle/10292/1025/RitterL2.pdf;jsessionid=E9F5 6721F661C07103E62F1BA4E6FDEB?sequence=4
pada 12 Maret 2013 pukul 09:34
Sinha, Dipendra. Patents, Innovations dan Economic Growth in Japan dan South Korea: Evidence from Individual Country dan Panel Data. MPRA Paper No. 2547, posted 07. November 2007 / 02:33 diakses melalui http://mpra.ub.unimuenchen.de/2547/ pada 02 Februari 2013 pada pukul 22:31 Universitas Indonesia
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013