Nilai-nilai Konfusianisme dalam Pemerintahan Park Chung Hee dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Ekonomi Korea Selatan Tahun 1961-1979 Serly Kusumadewi, Zaini M Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas peranan nilai-nilai Konfusianisme sebagai pandangan fundamental bangsa Korea keseluruhan dalam pemerintahan Park Chung Hee secara khusus dan pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979. Pembahasan tersebut akan mengurai bagaimana pengaruh internal (nilai-nilai Konfusianisme) dan eksternal (pengaruh Amerika Serikat dan Jepang) berpengaruh kepada Park Chung Hee dan pemerintahannya. Penelitian akan dibuktikan dengan analisis kualitatif deskriptif atas nilai-nilai Konfusianisme yang terkandung dalam kepemimpinan Park Chung Hee, kebijakan-kebijakan pemerintahan Park serta resistensinya terhadap Konfusianisme dan pengaruh asing. Hasil studi ini membuktikan adanya hubungan antara nilai-nilai Konfusianisme dengan kepemimpinan Park Chung Hee tahun 1961-1979 dalam peranannya terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan. Kata kunci: Konfusianisme, Park Chung Hee, perkembangan ekonomi, Korea Selatan
Confucian Values in Park Chung Hee’s Era and Its Influences toward South Korea’s Economy Development 1961-1979
Abstract The focus of this study is to explain the role of Confucian values as Korean’s fundamental view in Park Chung Hee’s era specifically and its influences toward South Korea’s economy development 1961-1979. This study would describe how both internal factor (Confucian values) and external factor (USA and Japan) give influences toward Park Chung Hee himself and his government. This study will be conducted by descriptive-qualitative analysis of Confucian values on Park’s era, Park government’s policies, and also their resistance towards Confucianism itself and foreign influences. This study itself concludes that there is a correlation between Confucian values and Park Chung Hee’s era (1961-1979) due to its role toward South Korea’s economy development.
Key words: Confucianism, Park Chung Hee, Economy Development, South Korea.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
2
Pendahuluan Berger (1988), De Bary(1998), Helgesen(1998), Huntington (1996), Kim (1992), Koh (1996), Robinson (1986), Tu(1996), Weber (1951), dan Yang (1999) menyatakan bahwa Konfusianisme merupakan salah satu pusat tradisi budaya di Korea dan Asia Timur (Kwang&Chung, 2001:52). Konfusianisme yang berfokus pada nilai-nilai keluarga, melihat negara sebagai perpanjangan dari keluarga. Selain itu, hubungan-hubungan lainnya dan institusi-institusi pun terpola berdasarkan prinsip tersebut. Konsep kekeluargaan tersebut tentunya bertolak belakang dengan kapitalisme yang bersifat individualis. Perbedaan yang mendasar tersebut mempengaruhi pola pikir dan pandangan bangsa Korea terhadap peraihan keuntungan melalui cara-cara Kapitalis (Hahm, 1999:37). Dengan demikian, Weber (1951) menyimpulkan bahwa Konfusianisme merupakan hambatan terhadap perkembangan ekonomi pada masa puncak perkembangan ajaran Konfusianisme tersebut (Eckert, 1990:410). Di sisi lain, sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1960-an Korea Selatan mengalami perkembangan ekonomi yang signifikan pada masa pemerintahan presiden Park Chung Hee (1961-1979). Berbagai hal telah dicapai oleh presiden Park selama kurun waktu 18 tahun dia memerintah. Dalam perkembangan ekonomi Korea Selatan di tahun 1960-an tersebut terdapat sebuah indikasi khusus atas peran elemen budaya Konfusianisme dalam pertumbuhan ekonomi Korea Selatan. Diantara ajaran-ajaran yang berkembang di semenanjung Korea antara lain Konfusianisme, Shamanisme dan Budhisme, pengaruh Konfusianisme merupakan pengaruh terkuat dalam mendorong perkembangan ekonomi Korea Selatan. Berdasarkan pernyataan Swindler (1986) mengenai perubahan historis spesifik yang mengurangi kekuatan beberapa pola budaya dan meningkatkan yang lainnya, Kolonialisasi Jepang dan intervensi Amerika Serikat terhadap pemerintahan Korea Selatan juga layak diperhitungkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi corak pada kebiasaan dan pandangan hidup bangsa Korea. Penelitian kali ini akan meneliti sejauh mana pengaruh faktor internal dan eksternal tersebut terhadap Park Chung Hee secara individu serta pencapaiannya terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan. Penelitian ini difokuskan pada hubungan antara nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan pada tahun 1961-1979, dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana peran nilai-nilai Konfusianisme tersebut di dalam pemerintahan Park Chung Hee?; dan, Apa pengaruh nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee terhadap
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
3 perkembangan ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979? Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan hubungan antara nilai-nilai Konfusianisme dengan kepemimpinan Park Chung Hee tahun 1961-1979 dalam peranannya terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan.
Tinjauan Teoritis Meski bukan pemerintahan Konfusian seperti masa kerajaan Joseon (1392-1910), dalam pemerintahan Park Chung Hee masih terdapat nilai-nilai Konfusianisme. Nilai-nilai Konfusianisme yang masih terasa pada masa pemerintahan Park Chung Hee merupakan sebuah warisan yang sulit dihilangkan. Hal tersebut dijelaskan oleh Kim Woon-Tai (2001) yang menuangkan pikirannya dalam salah satu bagian dalam buku Understanding Korean Politic: an Introduction bahwa ada tiga faktor yang dapat diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap budaya politik di Korea. Pertama adalah nilai-nilai tradisional dan evolusi sosial-budaya seperti shamanisme, Konfusianisme dan pengalaman historis. Kedua, pemerintahan kolonial Jepang juga menjadi salah satu faktor pembentuk pola budaya politik Korea. Ketiga, proses modernisasi telah mempercepat pergantian budaya dengan menyebarkan paham individualisme, konsumsi massa, dan nilai plural. Ajaran Konfusianisme sebagai Dasar Budaya Politik Korea Konfusianisme secara esensial merupakan sebuah manifestasi filosofi politik yang berasal dari Cina. Paham ini berkembang selama ratusan tahun di semenanjung Korea sejak Zaman Tiga Kerajaan1. Pengaruh Konfusianisme yang telah berkembang selama ratusan tahun di Korea merupakan basis politik ideal bagi bangsa Korea dan telah menjadi tendensi filosofi bangsa Korea pra-modern bahkan pengaruhnya pun masih terasa dalam masyarakat Korea sekarang (Hong,1973). Dalam buku Korean Politics, John (1999) berpendapat senada dengan Kim (2001) bahwa bangsa Korea mendapat pengaruh dari Konfusianisme dalam perkembangan pemerintahannya. Konfusianisme mengandung dua aspek utama yang secara simultan berkaitan satu sama lain, yakni, “pembinaan diri” (etika) dan “memerintah orang lain” (politik). Konfusianisme merupakan sistem yang mengintegrasi “pembinaan diri” yang harus dimiliki oleh cendekiawan, untuk nantinya “memerintah orang lain” (Kang, 2006).
1
Masa Tiga Kerajaan merujuk kepada tiga kerajaan besar yang menguasai semenanjung Korea sekitar abad ke-4 sampai dengan abad ke-7. Tiga kerajaan besar tersebut terdiri dari Koguryo, Baekje, dan Silla.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
4 Dalam ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea tersebut, terkandung beragam nilai seperti sikap positif terhadap peristiwa yang terjadi di dunia; gaya hidup teratur yang terbentuk dari disiplin dan pengembangan diri; penghormatan terhadap otoritas; dan kolektivisme keluarga merupakan karakteristik-karakteristik dari nilai Konfusianisme. (Kwang&Chung, 2001:52). Di antara pengaruh-pengaruh tersebut, kolektivisme keluarga merupakan sebuah konsep yang paling menonjol dalam tatanan masyarakat Korea. Konsep Keluarga dalam Konfusianisme Crane dalam bukunya Korean Patterns (1999) mengemukakan bahwa masyarakat Korea secara tradisional berfokus pada keluarga. Hubungan kekeluargaan tersebut masih menjadi dasar dan hal terpenting di semenanjung Korea. Dari lima hubungan utama2 yang dideskripsikan oleh Konfusius, tiga diantaranya merupakan hubungan yang berdasar pada keluarga. Kim Kyeong Il dalam bukunya Gongjaga Jugeoya Naraga Sanda (Konfusius harus mati agar negara bisa hidup) (1999) menyatakan bahwa kesadaran bersosialisasi dalam ajaran Konfusianisme berfokus pada hubungan bakti antara orang tua dan anak atau
(bakti). Dari
hubungan bakti tersebut, berkembanglah kesetiaan terhadap negara sebagai perpanjangan tangan dari keluarga. Dalam konteks tersebut, kesetiaan kepada negara dianggap sama dengan kesetiaan kepada orang tua. Berdasarkan uraian ini, kelompok masyarakat yang menganut pandangan tersebut memungkinkan pemegang kekuasaan pemerintahan mengatur hukum sesuai dengan kehendaknya. Hal itu dikarenakan bahwa pada hakikatnya, pemegang kendali dalam ruang antara bakti dan kesetiaan tersebut adalah pemegang kekuasaan pemerintahan dan orang-orang yang lebih tua. Weber (1951) dalam bukunya The Religion of China (Agama China) juga mengemukakan pendapat senada bahwa dalam negara patriarkat, struktur hukum yang berlaku juga bersifat patriarkat Hal tersebut didasari oleh aturan tak tertulis yang menyatakan bahwa pemegang kekuasaan prerogatif memiliki hak lebih tinggi daripada hukum yang berlaku. Weber menambahkan bahwa rasionalisme birokrasi yang dikonfrontasi dengan kekuatan tradisional direpresentasikan oleh dominasi pemegang kekuasaan yang berusia tua. Nilai keluarga dalam ajaran Konfusianisme tersebut juga mengakomodasi seseorang untuk
mendapatkan
kelompok
pendukung
dan
agen-agen
untuk
2
membantunya
Hubungan antara Raja dan bawahan, ayah dan anak laki-laki, suami dan istri, kakak dan adik, serta hubungan antar teman (Crane, 1999:32).
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
5 mempertahankan posisinya dalam lingkungan organisasi dengan cara memposisikan orangorang di sekitarnya sebagai anggota keluarganya. Dalam konteks ini, nepotisme merupakan sebuah hal yang lumrah dalam masyarakat Korea. Hal tersebut didukung pula dengan nilai Konfusianisme yang beredar di masyarakat Korea mengenai pentingnya menjaga sebuah hubungan (Crane, 1999). Pengaruh Pemerintah Kolonial Jepang terhadap Korea Selatan Swindler (1986) dan Kim (2001) mengemukakan bahwa perubahan historis spesifik memiliki andil dalam pembentukan pola tindakan seseorang dan memberi corak pada budaya politik sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, periode penjajahan Jepang atas semenanjung Korea pada tahun 1876 sampai tahun 1945 merupakan salah satu periode penting bagi bangsa Korea. Pada tahun 1876, ketika Korea masih berada dalam sistem sino-sentris3, dimulailah sebuah transisi modernisasi. Diplomasi dan budaya Barat mulai menggeser sistem tradisional. Transisi ini didapatkan Korea secara tidak langsung melalui Jepang, tidak seperti negara Asia lainnya yang mendapatkan pengaruh Barat secara langsung dari bangsa Barat (Macdonald, 1990). Kolonialisasi pada dasarnya merupakan intensifikasi peningkatan rasa nasionalisme dengan memberikan batasan jelas antara pihak internal dan pihak asing di luar lingkaran keluarga. Pembatasan tersebut mendorong keinginan bangsa terjajah untuk bangkit dari keadaan pasca kolonialisme termasuk dari segi pencapaian ekonomi. Dalam konteks semenanjung Korea, posisi Jepang sebagai bangsa penjajah yang serumpun telah memberi kepercayaan diri kepada bangsa Korea untuk meniru kesuksesan ekonomi Jepang. Hal tersebut didasari anggapan bahwa kesamaan latar belakang budaya Jepang dengan Korea lebih mudah diterima dibandingkan bangsa Barat yang sama sekali asing bagi bangsa Korea (Eckert, 1990:408). Modernisasi Korea dan Resistansi Konfusianisme terhadap Modernisasi Menurut Rostow (1960), proses modernisasi merupakan proses transisi komunitas dari komunitas tradisional yang bermatapencaharian dari sektor pertanian menjadi komunitas yang berbasis perdagangan dan industri. Dalam konteks modernisasi Korea, Hong Yi-Sup (1973) dalam bukunya Korea’s Self Identity mengemukakan bahwa perlu diperhatikan dua hal dalam melihat modernisasi Korea, yakni proses modernisasi tersebut terjadi pada kondisi masyarakat 3
Sinosentris merupakan sistem hierarkial internasional yang tumbuh di Asia Timur sebelum masuknya sistem westphalian. Sinosentris mengacu kepada gagasan kuno bahwa China merupakan pusat budaya dunia.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
6 Korea saat itu yang masih berada di bawah pengaruh Konfusianisme; dan beberapa bentuk Konfusianisme yang masih aktif dalam beberapa kelompok masyarakat pra-modern. Ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea mengalami modernisasi seiring transformasi modern yang dialami bangsa Korea. Sebagian konsep Konfusianisme berasimilasi dengan pengaruh asing seperti Kapitalisme dan bertahan hingga masa modern sedangkan sebagian lainnya menjadi tidak aktif dalam tatanan masyarakat. Hal tersebut merupakan bentuk seleksi terhadap transformasi modern. Bentuk resistansi Konfusianisme terhadap modernisasi yang berhasil bertahan karena didukung oleh pengalaman historis yang panjang dan penanaman nilai-nilai Konfusianisme secara alami yang dimulai sejak pendidikan dasar dalam keluarga di Korea. Pengaruh Amerika Serikat Terhadap Korea Selatan Melalui penandatanganan Deklarasi Kairo pada November 1943, Amerika Serikat mulai memberi perhatian terhadap semenanjung Korea secara khusus sebagai bagian dari rencana pasca Perang Dunia II terkait kekaisaran Jepang. Kemudian pada Agustus 1945, semenanjung Korea terbagi dua dan Korea Selatan menjadi negara perwalian Amerika Serikat (Kim, 2007). Dominasi bantuan Amerika Serikat terhadap sektor finansial Korea Selatan membuat Amerika Serikat selama masa perwalian membuatnya memiliki hak pilih mayoritas atas Korea Selatan. Selain itu, kurangnya kekuatan Korea Selatan di berbagai bidang menjadikan Korea Selatan negara yang mudah diserang. Hal tersebut mengakibatkan Korea Selatan menjadi negara yang sangat bergantung kepada Amerika Serikat (Park, 1970). Meskipun demikian, masuknya Amerika Serikat ke semenanjung Korea telah memberikan jaminan keamanan yang secara langsung telah mengakomodasi lingkungan politik yang konduktif bagi perkembangan kapitalisme (Eckert, 1990:395). Ketergantungan Korea Selatan dan dominasi Amerika Serikat pada Korea Selatan merupakan penjelasan yang eksplisit atas krusialnya peran Amerika Serikat terhadap Korea Selatan. Pengenalan Park Chung Hee Park Chung Hee (
) lahir pada 14 November 1917 di sebuah desa kecil yang
terletak 69 mil dari barat laut Daegu. Dia merupakan anak termuda diantara 5 putra dan 3 putri dari Park Song Bin, seorang aktivisTonghak4. Dalam salah satu karyanya berjudul Minjokui Cheoryeok, Park mendedikasikan 40 halaman dari 44 halaman terhadap pergerakan 4
Tonghak adalah pergerakan akademik dalam Neo-Konfusianisme Korea yang didirikan oleh Choi Je-U sebagai reaksi dari munculnya Seohak (western learning). Tonghak merupakan pergerakan reformasi dan kebangkitan ajaran Konfusian.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
7 Tonghak. Beberapa pendapat menganggap bahwa Park meneruskan pemikiran ayahnya terhadap revolusi demokratik. Meskipun demikian, Park Chung Hee dikenal sebagai pemimpin yang otoriter selama masa pemerintahannya (Lee, 2012). Park merupakan produk elite dari sistem militer kolonial yang menguasai bahasa Jepang dan pemahaman serta emosinya terpengaruh secara mendalam oleh masa latihannya selama periode supremasi militer Asia milik Jepang. Dia cenderung tidak membutuhkan bujukan khusus untuk melanjutkan transformasi modern yang telah dimulai oleh Jepang di Korea Selatan setelah mengambil alih kekuasaan pemerintahan Korea Selatan di tahun 1961 (Eckert, 1990: 392). Kekaguman Park Chung Hee terhadap kekaisaran Jepang tak terbatas pada pasukan militernya namun juga restorasi Meiji. Restorasi tersebut membawa transformasi besar-besaran atas perkembangan Jepang menjadi bangsa yang kuat meskipun memiliki luas wilayah yang kecil (Lee, 2012). Ide-ide politik Park Chung Hee yang dituangkan dalam tiga karyanya, yakni, Chidojado(The Ways of a Leader), Uri Minjokui Nagal Kil (The Path for Our Nation), Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The Country, The Revolution and I), secara tersirat mengandung nilai-nilai dan pemikiran yang merupakan hasil dari pengalamannya sendiri. Pengalamannya dalam militer Jepang dan Korea memberikan kesempatan baginya untuk menyaksikan transformasi Manchuria dan juga dampak intervensi Amerika Serikat terhadap Korea (Lee, 2012); (Park, 1970).
Metode Penelitian Bahasan dalam penelitian dibatasi pada pemaparan pengaruh nilai Konfusianisme pada kepemimpinan Park Chung Hee dari tahun 1961 hingga tahun 1979 dan pengaruhnya terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan. Pemaparan tersebut dibatasi pada kepemimpinan Park Chung Hee agar dapat menunjukkan pengaruh nilai-nilai Konfusianisme terhadap perkembangan ekonomi Korea Selatan secara spesifik. Metode yang digunakan dalam penyusunan tulisan ini adalah metode kualitatif bersifat deskripsi analisis dengan memfokuskan
pada
hubungan
korelasional
antara
latar
belakang
budaya
yang
direpresentasikan oleh nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan Park Chung Hee dan perkembangan ekonomi Korea Selatan tahun 1961-1979.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
8 Konfusianisme dalam Kepemimpinan Park Chung Hee Latar belakang Park yang berasal dari keluarga petani miskin dan seorang anak pemberontak Tonghak, menanamkan nilai-nilai tradisional terhadap karakter Park. Kemudian, latar belakang pendidikan militernya juga berperan membentuk karakter otoriter Park Chung Hee. Pengalamannya dalam militer Jepang dan Korea memberikan kesempatan baginya untuk menyaksikan transformasi Manchuria dan juga dampak intervensi Amerika Serikat terhadap Korea (Lee, 2012); (Park, 1970). Akumulasi pengalaman tersebut melahirkan ide-ide politik Park yang secara tersirat mengandung nilai-nilai dan pemikiran yang merupakan hasil dari pengalamannya sendiri. Hal tersebut pada akhirnya turut mempengaruhi berbagai rencana kebijakannya dalam membangun Korea. .Konfusianisme merupakan sistem nilai tradisional Korea yang berperan besar dalam memberikan arah filosofi dan standar moral bangsa Korea. Salah satu aspek utama ajaran Konfusianisme adalah mengenai politik atau memerintah orang lain. Hal tersebut menyiratkan pentingya peranan seorang pemimpin dalam memerintah orang lain. Dengan menitikberatkan pada hierarki dan peranan masing-masing kedudukan, Konfusianisme juga menyodorkan kriteria pemimpin ideal bagi sebuah pemerintahan. Seorang pemimpin dianggap merupakan sosok yang senantiasa memegang prinsip kebenaran dan keadilan dalam memerintah. Park Chung Hee merupakan pemimpin Korea yang memiliki latar belakang yang berbeda dari kedua presiden sebelumnya. Park yang lahir dari keluarga miskin dan tumbuh besar dengan pendidikan militer dari pemerintah kolonial Jepang, mendapat pengaruh kuat terhadap pemahamannya mengenai otoritas dan birokrasi. Hal tersebut membentuk pola pikir dan pandangannya terhadap tata cara pemerintahan dan gagasan politiknya. Sebagian besar pendidikan Jepang yang diterimanya tidak jauh berbeda dari nilai-nilai Konfusianisme yang mengakar di Korea. Pasca kudeta 16 Mei 1961, Park yang mengambil alih pemerintahan mulai menunjukkan kepemimpinannya yang otoriter. Kepemimpinan Park yang otoriter tersebut sedikit banyak mendapat pengaruh dari latar belakang kehidupannya. Pendidikan militer dan penanaman nilai tradisi sejak kecil membuat gaya kepemimpinannya mengandung nilai-nilai Konfusian meski pemerintahan Park bukanlah pemerintahan Konfusian murni. Corak Konfusianisme tersebut tergambar dalam ide-ide politiknya yang dituangkan melalui tulisan. Ketiga karyanya, Chidojado (The Path of Our Leader), Uri Minjokui Nagal Kil (The Path of Our Nation), dan Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The Country, The Revolution, and I),
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
9 merupakan bukti autentik mengenai nilai Konfusianisme yang dimilikinya. Ide-ide politik Park tertuang dalam setiap karyanya sebagai berikut: 1. Pada buku Chidojado (The Ways of a Leader), Park mengemukakan bahwa ia percaya bahwa kualifikasi untuk seorang pemimpin haruslah sadar akan persahabatan, kemampuan untuk menilai dan memecahkan masalah, visioner, berdedikasi terhadap prinsip atau memiliki karakter yang hati-hati, tegas, percaya terhadap demokrasi, teguh pendirian, tulus dan bersemangat, serta terpercaya (Oh: 1968). 2. Pada buku Uri Minjokui Nagal Kil (The Path of Our Nation), Park menghimbau kesadaran terhadap “musuh yang berada di dalam dan di luar.” Dalam hal ini, kata “musuh” menyoroti kepada paham komunisme dan kelemahan internal bangsa Korea. Dalam rangka menghadapi musuh tersebut, diperlukan adanya kebangkitan nasional yang mengarah kepada eliminasi karakter negatif nasional. Menyadari hal tersebut, Park menegaskan perlunya sebuah reformasi (Oh, 1968:134). 3. Pada buku Gukkawa Hyeokmyeonggwa Na (The country, the revolution and I), Park menekankan kembali perlunya revolusi untuk membawa kekuatan baru di masa depan. Revolusi tersebut berfokus pada pembentukan generasi baru untuk mengambil alih negeri. Dengan kata lain, regenerasi bangsa (Oh, 1968:137). Dalam buku tersebut, Park juga kembali menegaskan bahwa revolusi yang dibawanya bersifat egaliter dengan dilakukannya penghapusan hak-hak khusus kelompok tertentu. Melalui uraian di atas, dapat diketahui adanya persamaan antara ide-ide politik Park dan nilai-nilai Konfusianisme. Posisi seorang pemimpin sebagai pengatur merupakan posisi penting untuk menjaga jalannya alur pemerintahan. Sikap tegas, bertanggung jawab, terpercaya, kecekatan, dll sangat dibutuhkan dalam menjalankan peran tersebut. Konsep hierarki dan sistem otoriter-birokratis di dalam Konfusianisme dapat dijalankan beriringan dengan cara kerja militer yang terorganisir dan cenderung bersifat top-to-bottom. Kedudukan yang tidak setara dalam sistem hirarki Konfusianisme menuntut adanya kepatuhan dan kesetiaan dari bawahannya demi menciptakan keharmonisan (Analects 2.3 dan 17.6). Hal tersebut juga didukung oleh Robinson (1991) yang mengemukakan bahwa ideologi Konfusianisme pada dasarnya merefleksikan masyarakat hierarkis yang menempatkan otoritas secara top to bottom dan dikukuhkan dengan kesetiaan yang terus menerus dan ketundukan rakyat terhadap pemerintah. Nilai-nilai Konfusian mengenai kesetiaan dan bakti merupakan
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
10 salah satu unsur yang berkontribusi dalam etos sosial yang membantu pencapaian stabilitas dan keadaan yang dapat diprediksi (Kihl, 2004: 126-127). Hal tersebut tentunya memberikan keleluasaan bagi penguasa untuk menjalankan rencananya tanpa perlawanan berarti dari bawahannya. Dalam hal ini, pemerintah mendapat kemudahan dalam menjalankan kebijakankebijakannya tanpa protes yang berarti dari pihak oposisi. Kemudian, pengalaman Park Chung Hee terhadap transformasi dan modernisasi yang dilihatnya sendiri ketika dia berada di Manchuria dan Jepang, membuatnya berpikir kritis atas perubahan nasional yang dibutuhkan bangsanya. Begitu pula pandangannya terhadap nilainilai tradisional yang menghambat bangsanya menuju “kebangkitan nasional” (Lee, 2012). Dalam kutipan di atas dapat terlihat resistensi Park terhadap nilai-nilai tradisional tersebut. Dia menganggap kaum-kaum ekstrimis dan kurangnya nasionalisme, serta ketergantungan terhadap latar belakang kelompok merupakan sikap negatif yang menghambat reformasi. Dengan demikian, Konfusianisme lebih cenderung bersifat sistem yang berorientasi terhadap status quo daripada sistem bersifat dinamis yang diperlukan dalam modernisasi (Kihl, 2004:127). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Park secara eksplisit mengakui bahwa nilainilai tradisional tersebut telah berperan dalam penentuan gagasan-gagasan politiknya. Selain itu, tujuan utama dalam kebangkitan nasional yang diinginkannya adalah reformasi manusia, sebuah perubahan dari masyarakat Konfusian yang terpaku pada nilai-nilai kolektif menuju masyarakat industri yang modern. “Kebangkitan nasional” dalam kesejahteraan yang disebutkan dalam kutipan di atas, merupakan manifestasi konsep liberasi dari kemiskinan dan invasi pengaruh asing yang populer pada akhir masa Joseon. Selain itu, konsep yang dibawa oleh Park lebih bersifat egaliter dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Park juga menegaskan bahwa tanpa “persamaan ekonomi”, demokrasi politik tak lebih dari sekedar konsep abstrak dan tak berguna (Oh, 1999: 51). Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa revolusi yang ditawarkan Park secara umum mengandung konsep egaliter dan menuntut adanya regenerasi pemimpin bangsa. Jika sebelumnya negara dipimpin oleh kelas tertentu saja, Park menginginkan adanya perubahan bagi sistem tersebut. Dia menekankan bahwa modernisasi dan kepuasan ekonomi bukanlah hak salah satu kelas semata, tapi hak setiap warga negara. Park mencoba memajukan kelas petani dan nelayan untuk dapat berkompetisi dan mengambil alih perekonomian negara. Dari tujuan tersebut dapat terlihat kesesuaian dengan pemberontakan Tonghak yang menuntut
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
11 persamaan manusia dan dilakukan oleh kelas petani (Park, 1970). Latar belakang Park yang lahir dari keluarga petani miskin dan merupakan anak dari pemberontak Tonghak, mempengaruhi jalan pikirannya terhadap revolusi tersebut. Kemiskinan yang mengajarinya tentang pentingnya stabilitas ekonomi dan pandangan ayah Park Chung Hee yang seorang pemberontak Tonghak sedikit banyak mempengaruhi karakter dan pandangan Park Chung Hee terhadap revolusi demokratik. Tonghak merupakan salah satu perwujudan dari unsur-unsur konsep kemerdekaan yang populer pada akhir masa Joseon mengenai kebangkitan dan reformasi ajaran Konfusian seperti persamaan derajat, ide-ide kedaulatan dan ketahanan, hak sipil serta reformasi. Nilai Konfusianisme dalam Kebijakan-Kebijakan Era Park Chung Hee dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ekonomi Korea Selatan Dalam perumusan kebijakan, Anderson (2006) dalam bukunya Public Policy Making: An Introduction mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan, yaitu: (1) nilai-nilai yang dianut baik oleh organisasi, profesi, individu, kebijakan maupun ideologi; (2) afiliasi partai politik; (3) kepentingan konstituen; (4) opini publik; (5) penghormatan terhadap pihak lain; serta (6) aturan kebijakan (Anderson, 2006:127-137). Ajaran Konfusianisme yang berkembang di Korea membentuk ideologi, cara pandang, dan karakteristik pola pikir bangsa Korea. Nilai-nilai Konfusianisme tumbuh menjadi salah satu bagian dari identitas bangsa Korea. Dengan demikian, keterlibatan serta peranan Konfusianisme sangat diperlukan sebagai salah satu faktor utama perumusan kebijakan. Hal tersebut disadari oleh Park Chung Hee bahwa kesadaran terhadap persamaan-persamaan yang dimiliki bangsa sangat diperlukan untuk dapat menyamakan semangat nasional. Hal itu dilakukan agar Korea dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi yang dialaminya saat itu (Park, 1970:165-171). Dengan demikian, karakteristik Konfusianisme dapat terlihat dalam kebijakankebijakan populer Park Chung Hee selama pemerintahannya tahun 1961-1979. Diantara kebijakan-kebijakan tersebut, penulis mencoba menganalisis beberapa diantaranya, yakni, 1. Pembentukan Economic Planning Board (EPB) atau Badan Perencanaan Ekonomi. Fakta bahwa pembentukan EPB berawal di masa pemerintahan militer Park di tahun 1961, menguatkan indikasi adanya peranan dari latar belakang militer Park. Latar belakang kehidupan Park yang didominasi oleh karir militer menawarkan
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
12 kebaikan pemeliharaan hubungan kepatuhan antara penguasa dan bawahan dalam militer, yang merupakan representasi perpanjangan konsep dari kepatuhan anak kepada ayahnya, dalam melancarkan pelaksanaan kebijakan. Melalui nilai kepatuhan tersebut, pembentukan EPB sebagai salah satu manifestasi sentralisasi komando diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi. 2. Manajemen personil pemerintahan. Park yakin bahwa birokrasi yang efektif akan membawa kesuksesan pada revolusi. Pemerintahan militer yang berjalan sementara saat itu merupakan jembatan bagi reformasi birokrasi pemerintahan. Park yang mengagumi keberhasilan Jepang dalam hal reformasi pemerintahan, telah mempelajari restorasi Meiji secara keseluruhan dan menyimpulkan bahwa birokrasi
pemerintahan
yang
solid
merupakan
faktor
terpenting
untuk
menggerakkan revolusi (Kim, 2007:105). Oleh karena itu, Park mulai melakukan pengaturan terhadap manajemen personil pemerintahan. Nilai Konfusianisme dalam kebijakan tersebut diperlihatkan oleh Park dalam upayanya mewujudkan reformasi birokrasi agar lebih efektif dan solid. Pandangan Park terhadap karakter militer sejalan dengan nilai Konfusian yang tergambar dalam hubungan samgang oryun, yakni sifat vertikal, hierarkial, ketat, hubungan yang tidak setara, dan kepatuhan. Pengaruh pendidikan militer Jepang dan paparan konsep pembagian tugas pun mengambil peranan penting dalam perwujudan keputusannya. Pembagian tugas yang dianjurkan doleh Park ditawarkan setelah pelaksanaan program manajemen birokrat pemerintahan tersebut memiliki pola yang sama dengan ajaran Konfusianisme dalam hal pengembangan diri agar dapat menyadari perannya masing-masing sehingga dapat mengatur orang lain (Kang, 2006). Hal ini dikarenakan dalam sistem Konfusian, moral dan politik atau memerintah orang lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki hubungan yang esensial antara diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara (Kihl, 2004:128). 3. Pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun. Rencana pembangunan lima tahun ini merupakan hasil akhir manifestasi kedua kebijakan sebelumnya dengan tujuan yang sama dalam mengembangkan perekonomian Korea. Hasil dari sentralisasi komando oleh Park melalui EPB dan manajemen personil yang baik menghasilkan kesuksesan rencana pembangunan lima tahun. Dengan pola yang sama mengenai
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
13 kepatuhan dan efisiensi hubungan hierarkial birokratis, Park telah menyukseskan program repelita pertama serta repelita-repelita sesudahnya. 4. Penguatan grup Chaebol. Sebagai kelanjutan dari program repelita, jiwa kewirausahaan bangsa Korea mulai ditingkatkan melalui penguatan grup Chaebol5. Hubungan antara pemerintah-Chaebol tersebut merupakan perwujudan hubungan berdasarkan pola hierarkial Konfusian, antara penguasa dan bawahan (Eckert, 1990: 409). Dengan menjaga kewajiban tiap peran, maka akan membawa harmoni. Keefektifan pola tersebut dibuktikan dengan kesuksesan ekonomi yang dibuktikan oleh kemajuan ekonomi Korea Selatan. Selain itu, keefektifan manipulasi elemen budaya Konfusianisme dalam rangka menguatkan grup chaebol merupakan indikasi kuat peranan Park sebagai pemegang kendali pemerintahan. Sebagai penggagas dan penggerak transformasi tersebut, Park memanipulasi berbagai faktor yang dimilikinya baik nilai Konfusianisme dan juga hasil pengalaman hidupnya sebagai produk elite militer Jepang. 5. Program Saemaul Undong 6 . Orientasi sebagian masyarakat Korea terhadap pertanian merupakan peninggalan nyata sebagai bagian dari masyarakat pascaKonfusian. Upaya Park yang mencoba untuk mengembalikan kembali posisi sektor pertanian dalam kebijakan Saemaul Undong dapat dilihat sebagai salah satu upaya mengembalikan keadaan masyarakat Konfusian kepada bangsa Korea. Secara implisit, Park juga terlihat seperti mengakui keberadaan agrikultur dalam masyarakat Konfusian sebagai faktor pembentuk harmoni antara kemajuan dan tradisi. Pembangunan desa-desa sebagai pusat lahan agrikultur merupakan upaya nyata yang dilakukan Park untuk mewujudkan keseimbangan antara industri dan pemeliharaan tradisi. Rangkaian kebijakan dalam pemerintahan Park Chung Hee tersebut bila dilihat dari ajaran Konfusianisme menunjukkan perwujudan sentralisasi kontrol dan pengaplikasian sistem hubungan hierarkial birokratis. Tak hanya secara sistem, semangat dan mental nasional juga terbentuk berdasarkan nilai-nilai Konfusian. Meskipun demikian, seiring peningkatan
5
Chaebol didefinisikan oleh Yoo &Lee (1987), sebagai kelompok bisnis yang memiliki perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga atau kerabat dengan are bisnis yang beragam (Kim, 2001: 144). 6 Saemaul Undong atau dikenal juga dengan New Village Movement merupakan salah satu program kebijakan pemerintahan Park yang diresmikan pada musim dingin tahun 1971-1972. Kebijakan pembangunan daerah pertanian dan pedesaan ini dilakukan dalam rangka mengatasi dampak yang timbul akibat industrialisasi seperti urbanisasi dll (Eckert, 1990:367).
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
14 kualitas hidup dan modernisasi yang dijalankan pemerintahan Korea, resistansi terhadap pengaruh-pengaruh yang berkembang di Korea mulai tampak secara eksplisit. Bentuk-bentuk resistansi tersebut bermuara pada konsep kemerdekaan dari ajaran ortodoks Konfusianisme dan pelepasan diri dari pengaruh asing yang dikemukakan oleh Keum (2000). Akan tetapi, resistansi yang ditunjukkan oleh Park dan pemerintahannya tersebut tidak ditujukan untuk menentang keseluruhan konsepsi mengenai Konfusianisme dan pengaruh asing tersebut. Resistansi yang ditunjukkan olehnya merupakan bentuk resistansi parsial yang menentang sebagian konsepsi yang dirasa tak sejalan dengan nilai kebenaran yang dimiliki bangsa Korea. Seperti dalam hal penggabungan tujuan peraihan keuntungan sebanyak-banyaknya dalam paham kapitalisme dengan efisiensi sentralisasi komando ala Konfusian dalam rangka pencapaian kesuksesan ekonomi yang dituangkan dalam tujuan pendirian EPB dan pelaksanaan repelita; pemanipulasian konsep-konsep hubungan hierarkial yang terkandung dalam hubungan birokrat pemerintah dan konsep hierarkial-birokratis ala militer modern dalam manajemen personil pemerintahan;
penyesuaian konsep kapitalis
mengenai kaum borjuis dengan konsep nilai keluarga dalam penguatan grup chaebol; dan bentuk resistansi terhadap modernisasi yang ditunjukkan dengan pemeliharaan sektor pedesaan sebagai bentuk manifestasi Konfusianisme yang masih aktif dalam tatanan masyarakat Korea dalam program saemaul undong. Kesimpulan Berdasarkan sistem moral Konfusian yang berpusat pada nilai-nilai kolektif keluarga, negara dianggap perpanjangan tangan dari keluarga (Keum, 2000). Dengan demikian, seorang pemimpin negara dianggap sebagai perpanjangan konsep ‘ayah’ dan rakyat dianggap sebagai perpanjangan konsep ‘anak’. Dalam hubungan ketidaksetaraan tersebut, dituntut adanya kesetiaan dan kepatuhan rakyat terhadap penguasa sebagaimana kesetiaan dan kepatuhan anak kepada ayahnya (Crane, 1999). Sebaliknya, penguasa juga dituntut untuk menjunjung tinggi prinsip kebenaran dan keadilan dalam memerintah dan bermurah hati kepada rakyat atau bawahan (Analects). Berdasarkan tradisi ini, pemerintah cenderung lebih mudah untuk membuat serta merencanakan perkembangan ekonomi dengan mengalokasikan sumber daya ke sektor-sektor industri dan juga untuk kepentingan bisnis lainnya tanpa resistansi khusus dari massa. Otoritas negara seperti ini membuat pemerintah dapat merencanakan kebijakan ekonomi secara mendetail secara leluasa tanpa harus bergantung kepada sektor swasta dan mekanisme
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
15 pasar. Kestabilan politik dan mulusnya pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut tentu memudahkan pencapaian tujuan kebangkitan perekonomian nasional (Hahm, 1999:47). Pemerintahan otoriter dan terpusat milik Park bertujuan untuk membasmi korupsi, meningkatkan kekuatan dan kemampuan otonomi masyarakat, serta menyelenggarakan keadilan sosial. Selama pemerintahannya tersebut, Park telah berhasil mencapai kebangkitan ekonomi Korea Selatan melalui kebijakan-kebijakannya. Hal tersebut dilakukannya dengan tidak meninggalkan nilai tradisional Konfusianisme, namun justru menggunakan elemen budaya tersebut dan memanipulasinya untuk mewujudkan tujuan kebangkitan nasional Korea dalam bidang ekonomi.
Daftar Pustaka Sumber Buku 김, 경일. (1999). 공자가죽어야나라가산다 (Konfusius Harus Mati Agar Negara Bisa Hidup).서울: 바다출판사. 이, 승환. (2004). 유교담론의지형학 (Geomorfologi dari teori Konfusianisme).파주: (주)도서출판푸른숲. 홍, 사항. (2005). 주식회사대한민국 CEO 박정희(Park Chung Hee, CEO PT.Korea Selatan). 서울: 국일미디어. Anderson, James E. (2006). Public Policymaking: An Introduction, 6th ed. Boston: Houghton Brazinsky, Gregg. (2007). Nation Building in South Korea: Koreans, Americans, and The Making of a Democracy. North Carolina: The University of North Carolina Press. Cheng, Tien-His. (1947). China Moulded by Confucius. London: Stevens&Sons ltd. Chung, Chong-Sik & Ro, Jae-Bong. (1979). Nationalism in Korea. Seoul: Research Center for Peace and Unification. Chung, Chulhee&Kwang, Yeong Shin. (2001). Cultural Tradition and Democracy in South Korea. Korean Studies at The Dawn of Milenium, 2nd Biennial Conference Korean Studies Association of Australia 2001, hal 51-65. Australia: Monash University. Crane, Paul S. (1999). Korean Patterns. Seoul: Seoul Press. Creel, H.G. (1951). Confucius: The Man and The Myth. London: Routledge&Kegan Paul Ltd. Eckert, C.J., Lee, K.B., Lew, Y.I., Robinson, M., Wagner, E.W. (1990). Korea Old and New A Hystory. Seoul: Ilchokak Publisher. Ellis, Ralph D. (1998). Just Results: Ethical Foundations for Policy Analysis. Washington, DC: Georgetown University Press.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
16 Graham, Edward M. (2003). Reforming Korea's Industrial Conglomerates. Washington, DC: Institute for International Economics. Hahm, Shaibong. “The Confucian Tradition and Economic Reform." Mo, Jongryn and Moon, Choong-In. Democracy and the Korean Economy. Standford: Hoover Intitution Press, 1999. Hal 35-54. Hong, Yi-Sup. (1973). Korea's Self Identity. Seoul: Yonsei University Press. Huang, Yu-ling. (2009). The Population Council and Population Control in Postwar East Asia. Binghamton: State University of New York. Jin, Duk-Kyu. (2005). Historical Origins of Korean Politics. Seoul: Jisik-sanup Publications Co., Ltd. Kang, Jae-eun. (2006). The Land of Scholars : Two Thousand Years of Korean Confusianism (Suzanne Lee, penerjemah). Korea: Hangilsa Publishing Co., Ltd. Keum, Jang-Tae. (2000). Confusianism and Korean Thoughts. Seoul: Jimoondang Publishing Company. Khaled, Mortuza. (2007). Park Chung Hee’s Industrialization Policy and its Lessons for Developing Countries. A paper for the world Congress for Korean Studies 2007. Busan:-. Kihl, Young whan. (2004). The Legacy of Confucian Culture and South Korean Politics and Economics: An Interpretation. Anthology of Korean Studies, Vol VI. Seoul: Hollym International Corp. Kim, Chong-Shin. (1967). Seven Years with Korea’s Park Chung Hee. Seoul: Hollym Corp. Kim, Choong-Nam. (2007). The Korean Presidents: Leadership for nation building. Norwalk: EastBridge. Kim, Youngok. (2001). Determinants of Financial Reporting System: The Case of South Korea. Korean Studies at The Dawn of Milenium, 2nd Biennial Conference Korean Studies Association of Australia 2001, hal 139-154. Australia: Monash University. Koh, Byong-ik. (2004). Confucianism and Its Modern Transformation in East Asia. Anthology of Korean Studies, Vol VI. Seoul: Hollym International Corp. Kramers,R.P. (1950). K’ung Tzu Chia Yu: The School Sayings of Confucius. Leiden: E.J. Brill. Kye, Seung B. (2008). Confucian Perspective on Egalitarian Thought in Traditional Korea. International Journal of Korean HistoryVol.12 August 2008, hal 57-88. Lee, Chong-Sik. (2012). Park Chung Hee, From Poverty to Power. Palos Verdes: The KHU Press. Limongi, Adam Przeworski and Fernando. (1997). "Modernization: Theories and Facts." World Politics 49.2, 155-183. Macdonald, Donald Stone. (1990). The Koreans : contemporary politics and society. Colorado: Westview Press.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
17 Mas'oed, Mohtar and Yang, Seung-Yoon. (2010). "Sejarah Politik Korea." Syamsudin, Mukhtasar dkk. Politik dan Pemerintahan Korea. Yogyakarta: INAKOS dan Pusat Studi Korea UGM, 23-38. Moon, Soong Hoom Kil&Chung-in. (2001). Understanding Korean Politics : An Introduction. New York: State University of New York Press, Albany. Nak-Chung, Paik. (2005). “How to Think about the Park Chung Hee Era”. Korea Focus MayJune 2005, Vol.13, No.3, 116-124. Oh, John Kie-Chiang. (1968). Korea: Democracy on Trial. New York: Cornell University. Oh, John Kie-Chiang. (1999). Korean Politics. USA: Cornell University Press. Park, Chung-Hee. (1970). The Country, the Revolution and I. Seoul: Hollym Corporation. Rostow, W.W. (1960). The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto. Cambridge: Cambridge Press. Roxborough, Ian. (1979). Theories of underdevelopment. London: The Macmillan Press ltd. Sabarguna, H. Boy S. (2004). Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: UI-Press. Shin, Gi-wook. (2006). Ethnic Nationalism in Korea: Genealogy, Politics, and Legacy. Standford: Standford University Press. Shin, Yong Ha. (1990). Formation and Development of Modern Korean Nationalism. Seoul: Dae Kwang Munhwasa. Soong, Hoom-Kil and Moon, Chung-In. (2001). Understanding Korean Politics, An Introduction. New York: State University of New York Press.
Sumber Artikel Jurnal Suryabrata, Suryadi. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Sutrisno, Gaya Nitiya. (2012). “Paternalisme dalam pemerintahan Syngman Rhee dan Pengaruhnya terhadap Nilai-nilai Demokrasi di Korea” Skripsi. Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB UI. Depok: Universitas Indonesia. Swidler, Ann. (1986). Culture in Action: Symbols and Strategies. American Sociological Review, Vol. 51, No. 2, hal 273-286. USA: American Sociological Association. Weber, Max. (1951). The Religion of China Confucianism and Taoism (diterjemahkan dan diedit oleh Hans H.Gerth). Illinois: The Free Press. Yi-Sup, Hong. (1973). Korea's Self Identity. Seoul: Yonsei University Press.
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013
18 Sumber Internet Communitarianism. (t.t). Encyclopedia Britannica online. Diakses tgl. 12 Mei 2013.
Kim, Terri. Confucianism, Modernities, and Knowledge: China, South Korea, and Japan. (t.t). Academia. Diakses tgl. 14 Mei 2013. Legge, James. (t.t). The Chinese ClassicsVolume One: Confucian Analects. Diakses tgl 21 April 2013. < http://gutenberg.net> Konfucius. (2012). The Analects of Confucius. Translated Version by R.Eno. Diakses tgl 21 April 2013. Setiawan, Ebta. (2010-2012). KBBI Offline versi 1.4 freeware. Diunduh 29 April 2013. Wolf, Charles Jr. (1962). Economic Planning in Korea. Diakses tanggal 22 April 2013. Won-soon, Park. (2010). Korea-Japan Treaty, Breakthrough for Nation Building. 19 Maret 2010. Korea Times, diakses tanggal 22 April 2013. .
Nilai-Nilai Konfusianisme ..., Serly Kusumadewi, FIB UI, 2013