eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 267-276 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
RESPON PEMERINTAHAN PARK GEUN HYE TERHADAP PROVOKASI NUKLIR KOREA UTARA (2012-2015) Ike Ria Resti Fariyza1 Nim. 0802045150 Abstract This research explain the relationship between Korea since the leadership of Park Geun Hye. until now the two Koreas have not been reconciled, they just signed a ceasefire agreement in 1953. The nuclear threat of North Korea is one of the serious problems facing today's South Korea as North Korea's closest neighbors countries. The focus this study is about responses of Park Geun Hye governments toward provocation nuclear from North Korea in 2012-2015. The purpose of this research is to understand how responses of Park to North Korean nuclear provocations. This study found that Park Geun Hye actively respond to any North Korean nuclear provocations, Park be firm but flexible towards North Korea. Parks create a new policy that Trustpolitik policy, this policy based on dialogue to build trust between Korea in resolving the conflict. Therefore, Parks continued to show friendship with North Korea and make a variety of policies related to the security of South Korea's defense in the form of cooperation between the countries, especially the United States, to conduct peace efforts against North Korea. Keywords : Provocation North Korean, Responses South Korea Pendahuluan Park Geun-Hye merupakan presiden perempuan pertama Korea Selatan yang terpilih pada desember 2012, Ia memasuki masa jabatannya dengan menghadapi masalah terburuk yang pernah dialami pemimpin saat ini dalam sejarah Korea Selatan, hal ini dikarenakan di awal masa jabatan Park Geun Hye sebagai Presiden Korea Selatan, Korea Utara dengan pemimpin barunya yaitu Kim Jong Un kembali melakukan provokasi dengan melakukan serangan altileri ke pulau Yoenpyeong, akibatnya 60-70 rumah terbakar, melumpuhkan sumber tenaga listrik di Pulau Yeonpyeong serta terdapat korban jiwa. Hal ini diperparah dengan adanya deklarasi dari pihak Korea Utara pada tanggal 30 Maret 2013 yang menyatakan perang dengan Korea Selatan dengan membatalan gencatan senjata. Bulan Maret 2014 Korea Utara melakukan pemboman artileri di perbatasan lepas pantainya dengan Korea Selatan, Korea Utara menembakkan 500 peluru, yang 100 di antaranya jatuh di dalam wilayah perairan Korea Selatan. (Korut memasuki “kondisi perang” melawan Korsel, dalam http://www3.nhk.or.jp/indonesian/ top/news02.html) 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:267-276
Ketegangan hubungan antar Korea ini kembali meningkat sejak lima tahun kepemimpinan Presiden Korea Selatan Lee Myung Bak dan terus berlanjut hingga pada pemerintahan berikutnya yaitu pemerintahan Park Geun Hye. Hal ini di sebabkan pemerintahan Lee menerapkan kebijakan keras terhadap Korea Utara yaitu kebijakan bebas nuklir dan pintu terbuka 3000 dimana Korea Selatan akan menyediakan bantuan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan perkapita Korea Utara hingga 3000 dolar, hanya jika Korea Utara mau melumpuhkan semua program nuklirnya. (Korea Utara melakukan serangan verbal terhadap korsel, dalam http://rki.kbs.co.kr/vietnamese/news/news_issue_detail.htm). Kebijakan tersebut mendapat reaksi keras dari Korea Utara dengan melakukan aksi provokasi nuklir untuk menunjukan ketidaksenangannya terhadap sikap dari Presiden Korea Selatan Lee Myung Bak. Pemerintahan Lee kemudian memutuskan menghentikan bantuan kemanusiaan ke Korut, sebagai respon atas provokasi Korut. Lee memprotes program nuklir, penenggelaman kapal perang Korsel oleh Korut dan peluncuran rudal Korut yang telah menewaskan 50 warga Korsel pada 2010. (Mentri pertahanan Jepang dan kepala staf gabungan As bersama Korea Selatan meningkatkan kordinasi 3 arah, dalam http://www3.nhk.or.jp/nhkworld/indonesian/top/news02.html.) Meskipun demikian Park Geun-hye bertekad akan memulai hubungan baik dengan Korut dan berjanji meninggalkan kebijakan garis keras Lee Myung Bak. Dalam menghadapi Korea Utara Park Geun-Hye besikap tegas namun tetap fleksibel terhadap Korea Utara hal ini dapat terlihat dari kebijakan Dresden yang dibuatnya. Inilah yang menjadi alasan penulis memilih untuk menganalisis ”Respon Pemerintahan Park Geun Hye Terhadap Provokasi Nuklir Korea Utara (2012-2015)”. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konstruktivisme Konstruktivisme atau sosial konstruktivisme dapat dikatakan merupakan sebuah perspektif yang paling baru di studi Hubungan Internasional. Secara ontologis, konstruktivisme dibangun atas tiga proposisi utama. Pertama, struktur sebagai pembentuk prilaku aktor sosial dan politik, baik individu maupun negara, tidak hanya terdiri memiliki aspek material, tetapi juga normatif dan ideasional. Kedua, kepentingan (sebagai dasar bagi tindakan atau perilaku politik) bukan menggambarkan rangkaian preferensi yang baku, yang telah dimiliki oleh aktor- aktor politik, melainkan sebagai produk dari identitas aktor-aktor tersebut. konstruktivisme lebih menekankan pada sumber-sumber munculnya kepentingan, yakni bagaimana aktor-aktor politik mengembangkan kepentinagan-kepentingan mereka. Ketiga, struktur dan agen saling menentukan satu sama lain. Artinya, meskipun sangat memenentukan identitas (dan oleh karnanya juga kepentingan) aktor-aktor politik, struktur ideasional atau normatif tidak akan muncul tanpa adanya tindakan-tindakan aktor politik. (Konstruktivisme dalam kajian HI dalam http://www.portal-hi.net/). Alexander Wendt secara jelas mengatakan bahwa,’identities are the basis of interests’. Konstruktivisme memberikan perhatian sebagai produk yang dapat di bentuk dari konstruktivisme tentang negara, tindakan memberikan pengaruh terhadap bentuk
268
pada kepentingan dan identitas negara proses sejarah yang khusus. Asumsi dasar negara dalam pandangan konstruktivisme sistem internasional, sebaliknya sistem
Respon Pemerintahan Park Geun Hye Terhadap Provokasi Nuklir Korea Utara (Ike Ria RF)
tersebut juga memberikan pengaruh pada perilaku negara-negara. Menurut Wendt, Konstruktivisme memandang bahwa anarki bukan sesuatu yang terjadi secara alami, tetapi dimunculkan oleh negara-negara yang berinteraksi dalam hubungan internasional itu sendiri. (Broto Wardoyo, 2015) Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat dilihat bahwa paradigma konstruktivisme dapat membantu menjelaskan fenomena-fenomena internasional, seperti dinamika hubungan antar bangsa, menelaah situasi keamanan internasional karena dalam ranah kebijakan keamanan, konstruktivisme menilai bahwa identitas dan norma masyarakat yang ada dalam suatu negara menentukan sikap negara tersebut dalam merespon anacaman. Identitas dan norma juga mempengaruhi persepsi suatu negara terhadap negara lain, termasuk bagaimana negara tersebut menentukan negara yang di anggap sebagai kawan maupun lawan. Regional Security Compleks Menurut Buzzan Regional Security Complex di gambarkan sebagai suatu set unit utama dalam proses keamanan atau sebaliknya yang dimana keduanya saling terkait bahwa untuk meneyelesaikan masalah keamanan mereka tidak bisa dianalisis terpisah satu dengan yang lainnya. Konsep ini juga melihat bahwasanya ancaman dari jarak yang lebih dekat akan sering datang di banding dari jarak yang jauh.( Buzan, Barry and Wæver, Ole, 2003:41) Berbicara mengenai keamanan regional, satu prinsip yang tidak boleh dilupakan adalah pentingnya pola relasi Amity dan Enmity antar negara. Menurut Buzzan Amity adalah hubungan antar negara yang terjalin berdasarkan mulai dari rasa persahabatan sampai pada ekspektasi (expectation) akan mendapatkan dukungan (support) atau perlindungan satu samalainnya. Implementasi dari perlindungan dapat dilihat dari terbentuknya aliansi, sedangkan dukungan lebih cenderung kepada statement-statement politik yang mendukung kebijakan negara lain. Sedangkan enmity oleh Buzan digambarkan sebagai suatu hubungan antar negara yang terjalin atas dasar kecurigaan (suspicion) dan rasa takut (fear) satu sama lain. Implementasi dari rasa saling curiga dapat diwujudkan dengan cara pembentukan aliansi tandingan. Amity dan enmity ada dalam bentuk sub global, maksudnya adalah dilihat dari keadaan geografisnya, sistem keamanan regional menimbulkan ketergantungan satu sama lain. Biasanya hubungan amity dan enmity ada karena munculnya ketakutan dari apa yang dilakukan oleh negara tetangganya serta kuatnya interaksi keamanan di sektor militer, politik, sosial dan lingkungan regional itu sendiri. (Barry Buzan, 1991:19) Barry Buzan dan Ole Weaver dalam teori security compleks di kawasan, menyatakan bahwa kondisi permusuhan bukan sebuah kondisi yang bersifat abadi. Permusuhan antar negara dikawasan dapat diubah menjadi persahabatan melalui serangkaian proses transformasi. Proses transformasi bisa dilakukan dengan menjalankan dialog antar negara dalam suatu kawasan, atau melakukan dialog dengan negara lain di luar kawasan. Proses transformasi melalui pendekatan dialog dan kerjasama yang dapat di
269
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:267-276
lakukan melaui dua jalur, yaitu melalui dialog antar negara dan dapat di juga di lakukan dengan melibatkan negara lain. (Barry Buzan dan Ole Waefer, 2003:43-44) Keamanan Nasional Dalam sebuah Kerjasama Pertahanan untuk mewujudkan rasa aman, negara-negara cenderung bekerjasama dalam mewujudkan keamanan bersama (Collective Security) di suatu kawasan untuk menghadapi musuh bersama. Menurut Frank N. Trager dan F.N Simonie dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa keamanan nasional difokuskan pada upaya mengatasi berbagai ancaman terhadap vitalitas kelangsungan negara serta menentukan obyek yang dapat menjadi acuan guna melindungi kepentingan keamanan nasional dalam mengukur perkembangan keamanan yang terjadi dalam lingkungan eksternal dan arah tindakan serta sarana yang dapat dimanfaatkan untuk menjamin keamanan nasional. (Richard Ulman, 1983:133) Metode Penelitian Tipe penelian dari penelitian ini adalah deskriptif yang digunakan penulis untuk menggambarkan tentang tindakan atau reaksi yang dilakukan oleh Korea Selatan terhadap Provokasi yang dilakukan oleh Korea Utara di masa pemerintahan Park Geun-Hye. Sebagai analisa untuk melihat bagaimana sebuah negara yang terlibat konflik saling mempengaruhi dan mempersiapkan diri dalam mempertahankan eksistensi negaranya jika sewaktu-waktu mendapat serangan dari lawan. Jenis data sekunder, teknik pengumpulan data menggunakan metode telaah pustaka (library research) dan media internet, teknik analisis yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Dalam menganalisis permasalahan peneliti berusaha menggambarkan fakta-fakta yang ada dan mengaplikasikan teori kedalam situasi sebenarnya kemudian data yang diperoleh disusun secara sitematis untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan kualitas data. Sehingga dapat menghasilkan analisa yang sesuai dengan penelitian yang diangkat yaitu Respon Pemerintahan Park Geun Hye Terhadap Provokasi Nuklir Korea Utara (2012-2015). Hasil Penelitian Setelah Perang Dunia II berakhir, Korea menjadi daerah yang dipersengketakan, dimana sejak Jepang kalah pada Perang Dunia II penduduk Korea menginginkan terbentuknya negara merdeka yang bersatu namun pembebasan mereka tidak sertamerta membawa kemerdekaan. Hal ini dikarenakan adanya perebutan pengaruh antar Amerika Serikat dan Uni Soviet yang menyebabkan perbedaan ideologi dan akhirnya membuat Korea menjadi dua yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Pecahnya Korea menjadi dua dan berdirinya pemerintahan terpisah pada tanggal 15 Agustus 1948 di Korea Selatan dengan presiden pertama Rhee Syngman dan Korea Utara pada tanggal 9 September 1948 dengan Kim Il Sung sebagai perdana menteri dan kedua pemerintah saling berlawanan menyebabkan terjadinya perang saudara, yakni perang Korea. Pasukan Korea Utara melewati garis paralel 38 dan menyerang Korea Selatan pada tanggal 25 Juni 1950. Konflik di Semenanjung Korea berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. (Hendarsah, A. 2007:100)
270
Respon Pemerintahan Park Geun Hye Terhadap Provokasi Nuklir Korea Utara (Ike Ria RF)
Pasca perjanjian genjatan senjata Korea Selatan dan Korea Utara terlibat konfrontasi Perang Dingin. Namun sejak pemerintahan Korea Selatan bergabung dengan PBB pada Agustus 1991 bersama dengan Korea Utara, memberi harapan tinggi adanya rekonsiliasi pada awal tahun 1990-an. Namun suasana rekonsiliasi segera berakhir ketika Korea Utara memicu krisis nuklir pertama dengan menarik diri dari perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada bulan Maret 1993. (Layanan Informasi dan Kebudayaan Korea Kementerian Budaya, Olahraga dan Pariwisata, Korea dulu & sekarang, 2012:275) Hubungan antar Korea mulai membaik ketika pemerintahan Korea Selatan Kim Daejung (1998-2003) hingga pemerintahan Roh Moo-hyun (2003-2008) membuat kebijakan yang berdasarkan dialog untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara dan hubungan kembali memburuk ketika pemerintahan Korea Selatan Lee Myungbak menerapkan kebijakan keras kepada Korea Utara yang menimbulkan provokasi nuklir oleh Korea Utara sebagai protes atas ketidak senangan mereka terhadap kebijakan Lee, provokasi ini terus berlanjut hingga pada pemerintahan Park Geun hye dan untuk memperbaiki hubungan antar Korea, Park kembali membuat kebijakan yang berdasarkan dialog namun tetap tegas terhadap Korea Utara. Dalam melakukan aksi provokasi dimasa presiden Korea Selatan Park Geun hye, Korea Utara melakukan provokasi secara verbal dan non verbal seperti berikut: 1. Provokasi verbal (tidak langsung, ancaman melalui media massa atau tulisan), pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengumumkan rencana serangan nuklir yang ditujukan tidak hanya kepada Korea Selatan namun juga Amerika Serikat dan Jepang. melalui media Korut KCNA pihak Korea Utara juga mengancam untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata dengan Korea Selatan. Bersamaan dengan itu Korea Utara mengancam akan menghentiakan secara keseluruhan misi perwakilan Panmoonjeom, termasuk memutuskan jaringan komunikasi antar militer kedua Korea di Panmoonjeom. (Korea Utara Bermaksud Menerapkan Kembli Kebijakn Militer,dalam http://world.kbs.co.kr/indonesian/program_koreatoday_detail .htm). Presiden Korea Selatan Park Geun Hye juga menerima ancaman yang sangat serius hampir setiap hari dari Korea Utara, seperti ancaman yang menyatakan bahwa pihak Korea Utara akan membuat Korea Selatan dan Amerika serikat menjadi lautan api, dan akan melakukan penyerangan terhadap pangkalan militer Amerika di Korea Selatan. 2. Provokasi non verbal (langsung, tidak melalui tulisan atau media massa), diakhir Desember 2012 Korea Utara melakukan serangan artileri ke arah Pulau Yeonpyeong Korea Selatan yang menimbulkan korban jiwa, bulan Februari 2013 Korea Utara kembali melakukan provokasi dengan melakukan uji coba nuklir ke3, Agustus 2013 pemerintahan Korea Utara Kim Jong-Un kembali mengaktifkan fasilitas`nuklir yang terletak di Yongbyon, provinsi Pyongyang Utara. Menarik lebih dari 50.000 pekerja keluar dari kompleks industri Gaeseong dan melarang tenaga kerja asal Korea Selatan memasuki kawasan industri Gaesong serta menutup industri tersebut. Hal ini dilakukan oleh Korea Utara untuk menunjukan pada rakyat Korea Utara maupun dunia internasional bahwa Korea Utara dapat melawan Korea Selatan bahkan Amerika dengan rudalnya dan sekaligus
271
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:267-276
mengimplementasikan kebijakannya yang tetap berorientasi pada nuklir yaitu, kebijakan pengembangan ekonomi dan kekuatan nuklir secara bersama-sama. Semenanjung Korea merupakan sebuah tempat dimana hanya dua negara saja yang berada didalamnya, karena sejatinya negara Korea adalah satu. Kedekatan jarak teritorial, serta Kondisi sistem gencatan senjata yang tidak stabil membuat posisi perbatasan menjadi area yang sangat potensial bagi terjadinya konflik-konflik bersenjata dan akan memicu tindakan provokasi nuklir yang terus berulang oleh Korea Utara. Anarki di Semenanjung Korea tampak dari tidak adanya saling percaya diantara kedua negara, berdasarkan konsep konstruktivisme menurut Wendt, anarki tidak muncul secara alami, namun dari hasil interaksi negara-negara dalam hubungan internasional. Hubungan antar Korea selalu dalam keadaan saling mencurigai dan bermusuhan. Ini terjadi karena faktor sejarah kedua negara yang saling berperang dan tidak ada kesepakatan untuk berdamai akibatnya baik Korea Selatan maupun Korea Utara sama-sama merasa terancam atas keberadaan masing-masing negara. Korea Utara dengan pemimpin barunya Kim Jong-Un memiliki pandangan politik yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya dimana dalam kebijkannya, presiden Korea Utara Kim Jong Un ingin menciptakan pengembangan ekonomi dan pembangunan kekuatan nuklir secara bersama, dan arah kebijakan tersebut menandai tekat kuat Korea Utara untuk tetap memiliki nuklir, tentu saja hal tersebut membuat negaranegara di sekitar Semenanjung Korea harus tetap waspada terhadap nuklir Korea Utara. Dalam konsep konstruktivisme juga menjelaskan bahwa ide merefleksikan dan membentuk keyakinan dan kepentingan serta membentuk pemahanan negara dalam merespon kondisi disekitarnya. Dimana keputusan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang tetap mempertahankan nuklirnya membuat negara-negara disekitar Semenanjung Korea memandang Korea Utara sebagai ancaman yang harus diwaspadai. Permasalahan yang terjadi di Semenanjung Korea, membuat situasi keamanan di Korea tidak dapat diprediksi. Sikap Korea Utara yang tidak stabil dan kerap kali memicu permusuhan dengan melakukan provokasi terhadap Korea Selatan inilah yang membuat Korea Selatan melakukan kerjasama dengan Amerika Serikat untuk mengimbangi perkembangan nuklir Korea Utara dan meningkatkan keamanan nasionalnya. Namun untuk menjaga kestabilan keamanan regional di kawasan Semenanjung Korea, Korea Selatan tetap membutuhkan Korea Utara. Dalam hal ini hubungan anatar Korea menjadi semakin kompleks sebab di satu sisi Korea Selatan menempatkan Korea Utara sebagai musuh karena provokasi nuklir yang dilakukanya dan disisi lain Korea Selatan juga menempatkan Korea Utara sebagai teman untuk menjaga dan menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea. Oleh karena itu, melalui kebijakan ‘’trust building process‟ Presiden Korea Selatan Park Geun Hye menindak lanjuti dan menormalisasi hubungan antar Korea. Dengan kebijakan tersebut Korea Selatan berusaha untuk menjaga perdamaian dengan membangun postur keamanan yang solid dan tidak mentolerir provokasi bersenjata yang ditimbulkan oleh Korea Utara, serta mendorong Korea Utara mengambil jalan membangun kepercayaan untuk membuat perdamaian abadi. Untuk itu dalam merespon provokasi nuklir Korea Utara Park Geun Hye melakukan dua hal pertama,
272
Respon Pemerintahan Park Geun Hye Terhadap Provokasi Nuklir Korea Utara (Ike Ria RF)
memperkuat keamanan dan pertahanan Korea Selatan, kedua, meningkatkan hubungan dengan Korea Utara. Memperkuat Pertahanan dan Keamanan Korea Selatan. Dalam menjaga pertahanan dan keamanan nasionalnya, Korea Selatan mempunyai strategi dasar dalam melaksanakan tujuan keamanan nasional, yaitu memelihara aliansinya dengan Amerika Serikat, memperkuat postur keamanan dan meningkatkan persahabatan, hubungan dan kerjasama dengan negara-negara di dalam maupun di luar kawasan sembari mencari koeksistensi damai dengan pihak Korea Utara. Oleh karena itu, untuk merespon tindakan provokasi nuklir yang di lakuakn oleh Korut, dalam rangka memperkuat pertahanan dan keamanan negaranya, Park melakukan berbagai cara seperti: 1. Meningkatkan aliansi dan kerjasama militer dengan Amerika Serikat. Untuk mengimbangi kemampuan nuklir Korea Utara, Korea Selatan melaksanakan program latihan militer bersama tahunan antara Korsel dan Amerika Serikat pada 11 Maret 2013 yang diberi nama "Key Resolve 2013". Latihan militer tersebut di gelar di perbatasan utara kedua negara tepatnya di wilayah daratan pulau Cheolwon Korea Selatan. Disamping latihan Key Resolve tersebut, latihan militer lain “Foal Eagel” telah digelar terlebih dahulu pada tanggal 1 maret 2013, di laut timur atau laut Jepang di lepas pantai kota Pohang, sebelah tenggara ibu kota Seoul. Latihan bersama tahunan ini digelar selama dua minggu yang dimulai tak lama setelah Korut melakukan uji coba nuklir ketiga. (Latihan militer bahari bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat digelar baru-baru ini dan Korea Utara meresponnya dalam http://world.kbs.co.kr/indonesian/program/program_koreatoday_detail.htm) Selai n itu, Korea Selatan dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian kerja sama militer baru untuk menghadapi serangan Korea Utara. Berdasarkan kesepakatan tersebut Korea Selatan dan Amerika Serikat sepakat mengadakan rencana operasi gabungan terhadap potensi provokasi oleh Korea Utara hal itu akan dipimpin oleh Korea Selatan dan di dukung oleh Amerika Serikat. Kesepakatan tersebut dapat dipandang sebagai tekad kedua aliansi untuk memperbarui respon terhadap adanya kemungkinan ancaman baru dari Korea Utara. 2. Meminta Menteri Pertahanan Kim Kwan-jin untuk menjabat kembali. pada tanggal 22 Maret 2013 Park Geun Hye meminta Menteri Pertahanan sebelumnya Kim Kwan-jin pejabat lama saat pemerintahan mantan Presiden Lee myung-bak untuk menjabat kembali menggantikan Menteri Pertahan yang merupakan pilihan pertamanya yaitu, Kim Byung-kwan yang mengundurkan diri akibat tuduhan melanggar etika, dan Ini adalah pertama kali dalam sejarah Korea Selatan ada presiden baru yang meminta menteri pertahanan sebelumnya untuk menjabat kembali. 3. Memerintahkan militer Korea Selatan untuk sigap dalam merespon setiap tindakan provokasi Korea Utara. Instruksi ini disampaikan Park Geun hye kepada para jendral senior Korsel usai mengelar rapat pengarahan kebijakan keamanan tahunan bersama Menteri Pertahanan Kim Kwan-jin pada 1 April 2013, sebagai respon atas sikap bermusuhan dan tindakan Kim Jong un yang menyatakan bahwa Semenanjung Korea telah kembali pada kondisi perang. 4. Mengurangi intensitas latihan militer bersama dengan AS, karena reaksi dari Korea Utara terhadap latihan militer bersama antara Korea Selatan dan Amerika
273
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:267-276
Serikat tersebut selalu sama ditiap tahunnya maka untuk mengurangi tingkat ketegangan di Semenanjung Korea akibat dari latihan militer tersebut pada tahun 2014 dan 2015 Park Geun Hye mengurangi intensitas dari latihan itu dengan hanya melaksanakan latihan selama 3 hari saja, biasanya latihan militer tersebut dilaksanakan selama 1 sampai 2 minggu. Jika melihat kemampuan persenjataan nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara, maka wajar saja negara-negara yang memiliki hubungan buruk terhadap Korea Utara merasa cemas dan selalu waspada jika sewaktu-waktu kedua Korea terlibat perang. Untuk melindungi penduduk Korea Selatan, vitalitas kelangsungan negara serta kepentingan keamanan nasionalnya dari ancaman Korea Utara maka Korea Selatan memperkuat jumlah personil militer yang didukung dengan system persenjataan modern dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki serta di tambah dengan kehadiran militer Amerika di negara tersebut. Meningkatkan Hubungan Dengan Korea Utara. Untuk menindak lanjuti hubungan antar Korea Presiden Park menyadari kebutuhan mendesak untuk melibatkan Korea Utara dan dia juga memahami perlunya membangun, mempertahankan, dan memulihkan secara positif hubungan dengan Korea Utara dalam menemukan dan mendapatkan keseimbangan yang tepat untuk memenangkan kepercayaan dan kerjasama dari para pemimpin Korea Utara. Menurut Barry Buzan regional security compleks, digambarkan sebagai suatu set unit utama dalam proses keamanan dimana keduanya saling terkait, dan untuk meneyelesaikan masalah keamanan mereka tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Ini berarti untuk menjaga keamanan di kawasan Semenanjung Korea, Korea Selatan harus tetap melibatkan Korea Utara, oleh karena itu Presiden Korea Selatan Park Geun Hye menggunakan dialog dan mempromosikan kerjasama untuk menyelesaikan masalah dengan Korea Utara. Dalam teori regional security compleks, Barry Buzan juga menyebutkan perihal transformasi untuk merubah permusuhan (enmity) menjadi persahabatan (anmity), salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan dialog. Sesuai dengan kebijakan Park Geun Hye terhadap Korea Utara yang berlandaskan prinsip “kepercayaan” dengan mengedepankan dialog hingga diharapkan dapat mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan hubungan antar Korea serta menstabilkan kondisi Semenanjung Korea Presiden Korea Selatan Park Geun Hye melakukan berbagai cara yaitu: 1. Pengiriman bantuan kemanusian untuk warga miskin Korea Utara. Untuk meredam ketegangan akibat provokasi nuklir tersebut Park Geun hye menyetujui pengiriman bantuan pertama pada tanggal 22 Maret 2013 di tengah meningkatnya ancaman serangan nuklir terhadap Korea Selatan dan Amerika serikat. Park menyetujui bantuan pertama ke desa-desa di Korea Utara untuk mengirim obatobatan bagi penyakit TBC senilai US$ 560.000 ke Korea Utara. 2. Mengadakan dan meningkatkan dialog antar Korea, Korea Selatan segera mengirim Utusan khusus ke Korea Utara dalam rangka mengadakan dialog untuk menyelamatkan kompleks industri Gaesong yang mengalami penutupan total dan mencegah terjadinya perang. Setelah hampir 4-5 bulan penutupan total akhirnya,
274
Respon Pemerintahan Park Geun Hye Terhadap Provokasi Nuklir Korea Utara (Ike Ria RF)
kompleks industri Gaeseong dapat di buka kembali di bawah kesepakatan yang menyatakan bahwa kompleks ini akan terbuka bagi investor asing, hal ini akan membuat Korea Utara semakin sulit untuk secara sepihak menutupnya lagi. Perusahaan Korea Selatan juga akan dibebaskan dari pajak hingga akhir tahun, sebagai bagian dari imbalan kerugian yang didapat saat kompleks ini tutup. Kemudian kesepakatan ini juga memastikan agar Korea Utara tidak akan melakukan penutupan kawasan industri Gaesong dan penarikan karyawan dari area itu terulang kembali. Kedua delegasi juga menyepakati bahwa kedua pemerintahan tidak akan menjadikan kawasan itu dipengaruhi oleh situasi politik yang kini masih membelit kedua negara. 3. Mempromosikan kerjasama ekonomi, Korea Selatan kini sedang mempromosikan kerja sama ekonomi yang dilandasi oleh prinsip timbal-balik, seperti proyek RajinKhasan akan dibuka sebagai rute logistik di darat dan laut, dan Kawasan Industri Gaseong akan dioperasikan sebagai basis Kerja sama antar-Korea. Kementerian Unifikasi Seoul juga mengeluarkan rencana menguji pengoperasian kereta api trans-semenanjung Korea dan trans Siberia. 4. Melakukan pertukaran dan kerjasama dibidang sosial, budaya. Di bidang non politik kedua pihak melakukan proyek penggalian situs istana kerajaan kuno yang disebut Manwoldae di Gaeseong, Korea Utara dan melakukan pertukaran olahraga. Kemudian sejumlah pejabat dari sebuah kelompok sipil Korea Selatan yang didedikasikan untuk bantuan Korea Utara, mengunjungi negara komunis itu pada 28 April 2015 melalui jalur darat untuk memberikan pupuk guna membangun proyek rumah kaca di Korea Utara. Tahun 2015 perbaikan hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara semakin meningkat. Presiden Korea Selatan Park Geun-hye dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengungkapkan tekad mereka untuk memperbaiki hubungan antara dua Korea. Korea Utara menyampaikan niatan untuk berdialog dengan Korea Selatan, untuk itu pemerintah Korea Selatan telah siap membawa langkah konkret bagi unifikasi. Korea Selatan juga agresif mencari solusi penuntasan ketegangan hubungan bilateral, dengan menawarkan proposal untuk menggelar pertemuan antar-Korea yang berfokus pada seluruh isu. Kesimpulan Dalam merespon provokasi nuklir Korea Utara Park Geun Hye menerapkan kebijakan yang berdasarkan dialog namun tetap tegas terhadap Korea Utara untuk mengubah Semenanjung Korea dari zona konflik menjadi zona kepercayaan. Oleh karena itu Park Geun-hye melakukan 2 hal pertama, memperkuat pertahanan dan keamanan Korea Selatan, Kedua meningkatkan hubungan dengan Korea Utara. Meskipun apa yang di lakukan Park membawa kemajuan pada hubungan antar Korea namun kebijakan trust building process belum efektif karena Korea Utara lebih tertarik pada perkembangan ekonominya. Daftar Pustaka Buku A, Hendarsah, 2007, 11 Macan Asia Musuh Amerika. Yogyakarta: Galangpress.
275
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016:267-276
Buzan, Barry and Wæver, Ole. 2003. Regions and Powers: The Structer of International Security. London : Cambrige University Press. Buzan, Barry, 1991, People, States, and Fear . London: Harvester Wheatsheaf Diterbitkan Layanan Informasi dan Kebudayaan Korea Kementerian Budaya, Olahraga dan Pariwisata, Korea dulu & sekarang, 2012, Seoul. Ulman Richard,1983,“ Redefining Security”, in the International Security. Vol.1. Wardoyo, Broto, 2015, Perkembangan, paradigma, dan konsep keamanan internasional dan relevansinya untuk Indonesia, Nugra Media, Jawa tengah,Indonesia. Internet Korea Utara Bermaksud Menerapkan Kembli Kebijakn Militer, dalam http://world.kbs.co.kr/indonesian/program/program_koreatoday_detail.htm diakses tanggal 12 April 2014 Korea
Utara melakukan serangan verbal terhadap korsel, Dalam http://rki.kbs.co.kr/vietnamese/news/news_issue_detail.htm ?No=12413/korea-utara-melakukan-serangan verbal-terhadap-korsel/ di akses pada tanggal 1 Januari 2015, 05.30 pm
Korut
memasuki “kondisi perang” melawan Korsel, dalam http://www3.nhk.or.jp/indonesian/ top/news02.html. Di akses pada tanggal 31 Maret 2013, jam 07.03 pm.
Konstruktivisme dalam kajian HI dalam http://www.portal-hi.net/konstruktivismedalam-kajian-hi/ diakses pada 12 April 2015 Latihan militer bahari bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat digelar baru-baru ini dan Korea Utara meresponnya dalam http://world.kbs.co.kr/indonesian/program/program_koreatoday_detail.htm?N o=1465 diakses pada tanggal 18 April 2014 Mentri pertahanan Jepang dan kepala staf gabungan As bersama Korea Selatan meningkatkan kordinasi 3 arah, dalam http://www3.nhk.or.jp/nhkworld/indonesian/top/news02.html. Di akses pada tangga l2 januari 2015, jam 10.15 pm. Presiden Korsel Park Geun-hye tetap mantap di jalur pemerintahannya dalam http://www.google.com/search?q=kebijakan+korea+selatan+terhadap+provok asi+korea+utara&client=firefox-a&rls di akses 7 Januari 2015
276