JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak — Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu daerah yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal RI. Indikasi ketertinggalan ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang ada dari segi sosial, lingkungan, dan ekonomi. Berdasarkan RPJMN 2010-2014, pembangunan daerah tertinggal diarahkan untuk melakukan percepatan pembangunan dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur dan pelayanan dasar. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar yang dianut dalam konsep pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk menilai keberlanjutan pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai daerah tertinggal sebagai upaya mengejar ketertinggalan yang dimiliki. Kata Kunci — Ekonomi, Daerah tertinggal, Infrastruktur, Lingkungan, Pembangunan berkelanjutan, sosial
K
I. PENDAHULUAN
abupaten Bangkalan adalah salah satu daerah tertinggal yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal RI Nomor: 6/PER/M-PDT/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal tahun 20102014. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah, kegiatan ekonomi yang belum berkembang, rendahnya pelayanan prasarana dan sarana, serta kondisi lingkungan yang rawan terjadi bencana merupakan indikator - indikator yang menjadikan Kabupaten Bangkalan sebagai salah satu daerah tertinggal menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal RI. Kualitas sumberdaya manusia secara umum dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimana IPM Kabupaten Bangkalan pada tahun 2011 adalah sebesar 65,01. berada di urutan lima terbawah IPM kabupaten/kota se-Jawa Timur [1]. Kegiatan ekonomi Kabupaten Bangkalan secara keseluruhan dapat dilihat dari kondisi ekonomi makro yaitu Produk Domestik Regional Bruto. Pada tahun 2010 PDRB Kabupaten Bangkalan adalah sebesar 3.557 (miliar rupiah) dan berada pada peringkat ke-25 dari 38 kab/kota di Provinsi Jawa Timur [1]. Rendahnya perekonomian di Kabupaten Bangkalan juga dicerminkan dari besarnya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bangkalan. Pada tahun 2011, 26,22% penduduk Kabupaten Bangkalan tergolong dalam penduduk miskin [1].
Kondisi pelayanan infrastruktur di Kabupaten Bangkalan juga terbilang rendah. Dari 273 desa yang ada di Kabupaten Bangkalan, terdapat 68 desa yang memiliki fasilitas kesehatan dengan jarak lebih dari 5 km. Hal ini dapat disebabkan karena aksesibilitas yang tidak baik sehingga harus mencari jalan yang lebih jauh atau juga dapat disebabkan keterbatasan jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Bangkalan. Kondisi lingkungan Kabupaten Bangkalan juga menjadi salah satu penyebab yang menjadikan Kabupaten Bangkalan menjadi daerah tertinggal. Kabupaten Bangkalan memiliki 49.780,79 ha lahan kritis atau sebesar 43,49% dari luas wilayah Kabupaten Bangkalan secara keseluruhan [2]. Hal ini menjadikan Kabupaten Bangkalan sulit dalam memproduksi hasil-hasil pertanian. Selain itu kondisi tanah di Kabupaten Bangkalan juga rawan terjadi tanah longsor. Hal ini dilihat dari peningkatan karakteristik Kabupaten Bangkalan dari segi bencana tanah longsor yaitu pada tahun 2008 memiliki karakteristik 1,78% dan pada tahun 2011 menjadi 3,56% [1] Pembangunan daerah tertinggal diarahkan untuk melakukan percepatan pembangunan dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur dan pelayanan dasar [3]. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dasar yang dianut dalam konsep pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang berjalan dengan memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang didukung oleh kekuatan suatu lembaga. Pembangunan daerah tertinggal memiliki keterkaitan dengan pembangunan berkelanjutan dimana dalam melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal diperlukan program-program pembangunan dengan prinsip berkelanjutan [4]. Selain itu pilar-pilar pembangunan berkelanjutan dapat dijadikan sebagai acuan keberhasilan pada pembangunan daerah tertinggal jika pilar-pilar tersebut berjalan bersinergi dan berkesesuaian dengan segala sumberdaya yang ada di daerah tersebut [5]. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk menilai keberlanjutan pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai daerah tertinggal. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan variabel prioritas dalam merumuskan rekomendasi pembangunan yang tepat diterapkan di Kabupaten Bangkalan guna mengejar ketertinggalan yang dimiliki.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) II. METODE PENELITIAN II.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan positivistik. Penelitian ini melihat suatu realitas yang dikendalikan oleh aturan atau mekanisme yang pasti. Sehingga segala sesuatu yang terjadi atau semua fenomena yang terjadi harus dibuktikan dengan data-data yang dapat dibuktikan. II.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan survey sekunder. Pengumpulan data sekunder adalah melakukan survey pada instansi-instansi terkait untuk memperoleh dokumen-dokumen yang memuat data-data yang dibutuhkan. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi instansi-instansi yang terkait dengan pembangunan di Kabupaten Bangkalan untuk mengejar ketertinggalan yang dimiliki seperti Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bangkalan. Data yang digunakan pada penelitian adalah dokumen yang merepresentasikan kondisi eksisting pada tahun 2011. II.3 Metode Analisa Metode analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan skoring. Teknik skoring adalah metode pemberian skor pada masing-masing variabel sesuai parameter yang digunakan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai tingkatan atau status keberlanjutan, dengan menggunakan metode analisa yang berbeda para peneliti mengklasifikasikan tingkat keberlanjutan menjadi empat yaitu buruk (tidak berkelanjutan); kurang (kurang berkelanjutan); cukup (cukup berkelanjutan); dan baik (sangat berkelanjutan). Dengan mengadapatasi pada penelitian yang sudah dilakukan maka skor dan klasifikan keberlanjutan yang digunakan pada penelitian ini adalah: Tabel 1 Skor dan Klasifikasi Keberlanjutan Pembangunan Skor Kategori 1 buruk (tidak berkelanjutan) 2 kurang (kurang berkelanjutan) 3 cukup (cukup berkelanjutan) 4 baik (sangat berkelanjutan) sumber: Hasil Adaptasi Nurmalina, 2008
Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu positivistik maka parameter yang digunakan merupakan standar-standar nilai yang dapat diakui secara matematis. Standar nilai tersebut dijadikan landasan dalam pemberian skor pada masing-masing variabel. Skor atau bobot inilah yang digunakan untuk menentukan tingkat keberlajutan pembangunan di Kabupaten Bangkalan (lampiran). III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan survei sekunder yang telah dilakukan maka diperoleh data-data terkait variabel penelitian. Nilai tersebut diberikan skor sesuai dengan standar masing-masing. Datadata yang digunakan untuk menilai pada penelitian ini adalah data tahun 2011 sehingga hasil yang nantinya dikeluarkan dari analisa ini adalah status keberlanjutan
2
Kabupaten Bangkalan pada tahun 2011. Berdasarkan data yang diperoleh dengan parameter yang ditentukan maka hasil skor pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut. Proporsi penduduk hidup di bawah garis kemiskinan 4 3 2 1 0 Indeks Pembangunan Manusia
Indeks gini
Gambar 1 Keberlanjutan Pembangunan Aspek Sosial
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa tidak ada variabel yang menyandang status sangat berkelanjutan. Jumlah penduduk miskin merupakan variabel dengan nilai skor cukup atau berada pada status cukup berkelanjutan. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bangkalan adalah sebesar 26% dari jumlah penduduk keseluruhan. Angka ini masih di atas standar yang ditetukan oleh pemerintah dimana pada suatu daerah hanya boleh terdapat 15%. Seperti yang telah banyak diperbincangkan bahwa ada banyak hal yang menjadi penyebab dan menjadi dampak dari kemiskinan. Seperti yang tertera pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan bahwa penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) dan kemiskinan sementara (transient poverty). Kemiskinan kronis disebabkan oleh (1) sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif; (2) keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian; dan (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat. Kemiskinan sementara disebabkan oleh (1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan. Banyaknya penyebab maupun dampak yang disebabkan oleh kemiskinan inilah sampai akhirnya banyak disebut dengan mata rantai kemiskinan. Masih tingginya jumlah penduduk miskin dari standar yang ditentukan mengindikasikan bahwa mata rantai kemiskinan masih sangat kuat keberadaannya di Kabupaten Bangkalan. Beberapa contoh mata rantai kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Bangkalan adalah beban ketergantungan dan tingkat kematian bayi. Berdasarkan gambaran umum diketahui bahwa angka beban ketergantungan dan jumlah kematian bayi masih tergolong tinggi yaitu berada di kisaran angka 50. Hal ini berarti setiap 100 orang penduduk produktif di Kabupaten Bangkalan harus menanggung beban 50 orang yang tidak produktif dan setiap kelahiran 100 bayi terdapat 50 bayi yang meninggal. Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bangkalan berada pada status kurang berkelanjutan. Rendahnya IPM
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) mengindikasikan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. IPM mengandung tiga indeks pembangunan sosial sekaligus yaitu pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi. Berdasarkan nilai pada masing-masing komponen pendukung IPM diketahui kemampuan daya beli masyarakat masih tergolong rendah. Berdasarkan data yang ada pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat 60% digunakan untuk konsumsi makanan. Dari segi pendidikan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bangkalan hanya berkisar 5 - 6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk hanya menamatkan sekolah sampai pada jenjang Sekolah Dasar. Pada segi kesehatan diketahui bahwa ratarata umur maksimal yang dimiliki oleh penduduk Kabupaten Bangkalan adalah sekitar 63 tahun. Hal ini masih belum memenuhi standar yang ditentukan yaitu angka harapan hidup di suatu daerah adalah 65 tahun. Masih rendahnya AHH masyarakat mengindikasikan bahwa Kabupaten Bangkalan belum memiliki pelayanan kesehatan yang baik untuk masyarakat. Indeks gini di Kabupaten Bangkalan tergolong cukup bagus yaitu berada pada status cukup berkelanjutan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bangkalan tergolong cukup rata. Tidak ada ketimpangan status sosial di masyarakat meskipun memang terjadi ketimpangan distribusi pelayanan infrastruktur pada beberapa kecamatan. Berdasarkan penjelasan dan gambar 1 dapat diketahui bahwa kondisi sosial di Kabupaten Bangkalan masih belum merata. Ada variabel dengan status cukup berkelanjutan namun juga ada variabel yang masih tidak berkelanjutan. Hal mengakibatkan status keberlanjutan pembangunan pada aspek sosial di Kabupten Bangkalan adalah kurang berkelanjutan dengan nilai skor 2,6.
Pendapatan Asli Daerah
PDRB per kapita 4 3 2 1 0
3
mencapai 50% adalah sektor primer (pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan). Pendapatan Asli Daerah dan PDRB per kapita di Kabupaten Bangkalan memiliki nilai skor 1 dengan status tidak berkelanjutan. PAD yang dihasilkan oleh Kabupaten Bangkalan hanya menyumbangkan sekitar 6% dari APBD Kabupaten Bangkalan keselurahan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan di Kabupaten Bangkalan masih sangat bergantung pada pendanaan dari luar seperti sumbangan pemerintah pusat ataupun provinsi. Begitu juga dengan PDRB per kapita yang hanya mencapai 2% dari PDRB per kapita provinsi Jawa Timur. Berdasarkan penjelasan dan gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa pada aspek ekonomi Kabupaten Bangkalan ternyata memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini terlihat dari nilai laju pertumbuhan PDRB dan jumlah penduduk bekerja dengan kondisi sangat berkelanjutan. Meskipun hal tersebut masih belum dapat meningkatkan PDRB per kapita masyarakat dan tingkat kemandirian daerah yang masih tidak berkelanjutan. Ketimpangan nilai antar variabel ini akhirnya juga menjadikan aspek ekonomi Kabupaten Bangkalan menjadi kurang berkelanjutan dengan nilai 2,5.
Indeks rawan bencana
Luas hutan yang dapat dimanfaatkan 4 3 2 1 0
Persentase lahan kritis
Luas hutan yang dilindungi Gambar 3 Keberlanjutan Pembangunan Aspek Lingkungan
Jumlah penduduk yang bekerja
Laju pertumbuhan PDRB Gambar 2 Keberlanjutan Pembangunan Aspek Ekonomi
Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa laju pertumbuhan PDRB dan jumlah penduduk yang bekerja di Kabupaten Bangkalan memiliki skor yang baik dan berada pada status sangat berkelanjutan. Laju pertumbuhan PDRB berada pada status sangat berkelanjutan disebabkan laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Bangkalan dapat mencapai angka lebih dari 6% atau melebihi target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Begitu juga untuk jumlah penduduk Kabupaten Bangkalan yang bekerja. Jumlah penduduk yang bekerja mencapai 96% dari angkatan kerja yang ada. Angka ini melebihi standar yang ditetapkan pemerintah yaitu 94%. Berdasarkan gambaran umum diketahui bahwa mayoritas penduduk bekerja pada sektor primer yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian. Hal ini terlihat dari sektor lapangan usaha terbesar yang menyerap angkatan kerja
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa kekayaan hutan dan indeks rawan bencana di Kabupaten Bangkalan memiliki nilai skor yang buruk dan berada pada status tidak berkelanjutan. Status tidak berkelanjutan pada luas hutan yang dapat dimanfaatkan menunjukkan bahwa kekayaan hutan yang dimiliki Kabupaten Bangkalan hanyalah sedikit. Sehingga pemanfaatan dan pengelolaan harus sangat diperhatikan agar kelestarian sumberdaya hutan masih dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Indeks rawan bencana yang tidak berkelanjutan mengindikasikan banyaknya intensitas kejadian bencana dan besarnya kerugian yang telah disebabkan. Seperti yang telah dijelaskan pada gambaran umum bahwa kejadian bencana yang sering terjadi di Kabupaten Bangkalan adalah bencana banjir. Hal ini menunjukkan bahwa kerugian yang disebabkan oleh banjir sangat besar sehingga bencana banjir ini tidak boleh dianggap remeh. Luas hutan yang dilindungi di Kabupaten Bangkalan berada pada nilai skor buruk dengan status tidak berkelanjutan. Hal ini disebabkan hutan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan di Kabupaten Bangkalan hanya seluas 0,6% dari luas keseluruhan. Angka ini masih di bawah standar yang ditetapkan yaitu 30%.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui bahwa kondisi aspek lingkungan di Kabupaten Bangkalan masih belum merata. Ada variabel dengan status cukup berkelanjutan namun ada juga variabel dengan status tidak berkelanjutan. Hal ini mengakibatkan secara keseluruhan nilai skor pada aspek lingkungan adalah 1,8 dengan status tidak berkelanjutan. Persentase pengguna internet 4 Nilai SMP aksesibilitas ketersediaan fasilitas pendidikan dasar ketersediaan fasilitas kesehatan
3 2 1 0
di Kabupaten Bangkalan memiliki nilai 2,2 atau berada pada status kurang berkelanjutan. Aspek Sosial 4 2.6 3 2 Aspek Infrastruktur
1 2.2
Persentase pengguna saluran telepon Persentase populasi yang mendapat air minum Persentase rumah tangga tanpa saluran listrik
Gambar 4 Keberlanjutan Pembangunan Aspek Infrastruktur
Pada gambar di atas dapat dilihat persentase pengguna internet, pengguna saluran telepon, populasi yang mendapat air minum, dan nilai SPM aksesibilitas memiliki nilai buruk yaitu tidak berkelanjutan. Hal ini dikarenakan semua variabel tersebut masih berada di bawah standar yang telah ditetapkan. Sedangkan variabel persentase rumah tangga tanpa saluran listrik, ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan berada pada status yang beragam. Persentase pengguna internet dan pengguna saluran di Kabupaten Bangkalan berada pada kisaran 5% - 7%. Angka ini masih jauh dari standar yang ditetapkan yaitu jumlah penduduk yang dapat mengakses saluran internet dan saluran telepon adalah 30%, untuk dapat mengentas suatu daerah dari status ketertinggalan yang dimiliki. Persentase populasi yang mendapat air minum di Kabupaten Bangkalan memiliki nilai skor buruk dengan status tidak berkelanjutan. Berdasarkan gambaran umum diketahui bahwa jumlah penduduk yang mendapat layanan air oleh saluran PDAM hanya sebesar 7%. Angka ini jauh dari SPM yang ditentukan yaitu 55%-75% penduduk yang terlayani oleh saluran air. Mayoritas penduduk di Kabupaten Bangkalan memenuhi kebutuhan air dengan menggunakan air sumur. Namun ada juga penduduk yang membeli air untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya. Hal ini disebabkan jauhnya lokasi dari sumber-sumber air dan bencana kekeringan yang sering kali datang. Ketersediaan jaringan jalan di Kabupaten Bangkalan juga masih minim. Dari 721 km rencana panjang jalan yang digunakan untuk menghubungkan pusat-pusat kegiatan lokal, masih 245 km atau 34% yang sudah terbangun. Ketersediaan fasilitas pendidikan di Kabupaten Bangkalan sudah memiliki nilai baaik dengan status sangat berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sekolah yang digunakan untuk melayani kebutuhan pendidikan dasar di Kabupaten Bangkalan sudah memenuhi SPM yang ditetapkan. Kondisi infratruktur di Kabupaten Bangkalan yang masih belum merata ini menyebabkan pembangunan infrastruktur
4
0
2.5
Aspek Ekonomi
1.8 Aspek Lingkungan Gambar 5 Keberlanjutan Pembangunan Masing-masing Aspek
Berdasarkan gambar 4.23 dapat dilihat aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek infrastruktur di Kabupaten Bangkalan memiliki nilai-nilai yang tidak terpaut jauh yaitu berada di antara status kurang berkelanjutan dan cukup berkelanjutan. Namun untuk pembangunan pada aspek lingkungan memiliki nilai yang buruk dengan status tidak berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di Kabupaten Bangkalan harus lebih memperhatikan aspek lingkungan. Pembangunan di Kabupaten Bangkalan harus lebih memperhatikan pengelolaan sumberdaya alam yang dimiliki, kemampuan daya dukung lingkungan, dan penangan bencana. Meskipun kekayaan sumberdaya hutan yang dimiliki sedikit namun jika dapat dikelola dengan baik dan didukung dengan penanganan masalah lingkungan dari segi lain tentu status keberlanjutan pada aspek lingkungan dapat lebih ditingkatkan lagi. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Kabupaten Bangkalan merupakan daerah yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Berdasarkan permasalahanpermasalahan yang dihadapi ternyata memiliki persamaan prinsip dengan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu diketahui tingkat keberlanjutan pembangunan di Kabupaten Bangkalan untuk mengejar ketertinggalan yang dimiliki. Berdasarkan hasil analisa dengan teknik skoring diketahui bahwa terjadi ketimpangan antara pembangunan aspek sosial, ekonomi, dan infrastruktur terhadap pembangunan aspek lingkungan. Dimana pembangunan pada aspek sosial, ekonomi, dan infrastruktur berada pada status kurang berkelanjutan. Sedangkan pembangunan pada aspek lingkungan berada pada status tidak berkelanjutan. Hendaknya pemerintah memberikan perhatian yang sama pada pembangunan aspek lingkungan untuk menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan. V. LAMPIRAN No 1
Tabel 2 Parameter Skor dan Klasifikasi Variabel Parameter Aspek Sosial Proporsi penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
1: 100% - 71% 2: 70% - 42% 3: 41% - 13% 4: ≤ 12%
Sumber
Program kerja Bappenas target tahun 2015
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2
Indeks gini
3
Indeks Pembangunan Manusia
1: > 0,50 2: 0,46 – 0,50 3: 0,40 – 0,45 4: < 0,40 1: < 50 2: 50 – 66 3: 67 - 80 4: > 80
World bank
17
Jumlah fasilitas Pendidikan dasar
1: 0% - 33% < SPM 2: 34% - 66% < SPM 3: 67% - 99% < SPM 4: ≥ SPM fasilitas
United Nations Development Programme, 2013
18
Nilai SPM aksesibilitas
1: ≤ 33% 2: 34% - 66% 3: 67% - 99% 4: 100%
1: 0% - 33% < Provinsi Jatim 2: 34% - 66% < Provinsi Jatim 3: 67% - 99% < Provinsi Jatim 4: ≥ Provinsi Jatim 1: ≤ 31% 2: 32% - 62% 3: 63% - 93% 4: ≥ 94% 1: ≤ 1 % 2: 2% - 3% 3: 4% - 5% 4: ≥ 6 1: nilai minimum s.d nilai kuartil 1 2: nilai kuaril 1 s.d nilai kuartil 2 3: nilai kuartil 2 s.d nilai kuartil 3 4: nilai kuartil 3 s.d nilai max.
Hasil Kajian, 2014
1: < 10% 2: 10% - 19% 3: 20% - 29% 4: ≥ 30% 1: 76% - 100% 2: 51% - 75% 3: 26% - 50% 4: 0% - 25% 1: < 10% 2: 10% - 19% 3: 20% - 29% 4: ≥ 30% 1: skor 36 - 139 2: 21 – 35 3: skor 6 – 20 4: skor 5
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 Hasil Kajian, 2014
1: < 10% 2: 10% - 19% 3: 20% - 29% 4: ≥ 30% 1: < 10% 2: 10% - 19% 3: 20% - 29% 4: ≥ 30% 1: < 55% 2: 55% - 64% 3: 65% - 74% 4: ≥ 75%
Peraturan Menteri Nomor 6/PER/MPDT/I/2010
Aspek Ekonomi 4
5
PDRB per kapita
Jumlah penduduk yang bekerja
6
Laju pertumbuhan PDRB
7
Pendapatan Asli Daerah
Aspek Lingkungan 8
Luas hutan yang dapat dimanfaatkan
9
Persentase lahan kritis
10
Luas hutan yang dilindungi
11
Indeks rawan bencana Aspek Infrastruktur
12
Persentase pengguna internet
13
Persentase pengguna saluran telepon
14
Persentase populasi yang mendapat air minum
15
Persentase rumah tangga tanpa saluran listrik
16
Jumlah fasilitas kesehatan
5
1: nilai kuartil 3 s.d nilai max. 2: nilai kuartil 2 s.d nilai kuartil 3 3: nilai kuaril 1 s.d nilai kuartil 2 4: nilai minimum s.d nilai kuartil 1 1: 0% - 33% < SPM 2: 34% - 66% < SPM 3: 67% - 99% < SPM 4: ≥ SPM
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
RPJMN tahun 2010 – 2014 Target Bank Indonesia, 2011 Hasil Kajian, 2014
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011
Peraturan Menteri Nomor 6/PER/MPDT/I/2010 Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Hasil Kajian, 2014
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010
[3] [4] [5]
Badan Pusat Statik Provinsi Jawa Timur. Indikator Sosial Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Badan Lingkungan Hidup. Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009 RPJM Nasional 2010 – 2014 Edy, Muhammad Lukman. 2007. Menguak Ketertinggalan Meretas Jalan Baru Hardi, Ode Sofyan. 2010. Implementasi Model Pembangunan Perdesaan Dalam Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal