PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR
RINDRA RI KI WIJAYANTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN RINDRA RIZKI WIJAYANTI. Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA. Keberadaan KRB sebagai pusat konservasi tumbuhan yang mengkoleksi beragam jenis tumbuhan tropis terbesar di dunia, saat ini menjadi semakin disadari pentingnya baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi. Dilihat dari segi ekologi keberadaan KRB sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, daerah peresapan air, nilai estetika, pencipta keseimbangan dan keserasian fisik kota serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Secara ekonomi, keberadaan KRB mempunyai andil dalam usaha meningkatkan pendapatan negara serta menambah pendapatan daerah Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi KRB, dilihat dari kemampuannya melakukan proses penyerapan gas pencemar udara, mengetahui nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di KRB serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di KRB. KRB memiliki potensi dalam menghasilkan oksigen sebesar Rp 1.657.500.000,00 per hari atau setara dengan Rp 596.700.000.000,00 per tahun. Potensi KRB dalam melakukan penyerapan gas-gas pencemar udara melalui pendekatan biaya kesehatan diperoleh sebesar Rp 9.570.457.800,00. Nilai ini dapat menjadi patokan bagi besarnya subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak pencemaran udara yang terjadi di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. Penilaian tanaman langka di KRB dengan pendekatan biaya pengganti diperoleh sebesar Rp 217.620.080,00. Penilaian tanaman dihitung berdasarkan harga jual per bibit tanaman langka, hasil kayu per tanaman serta hasil lainnya (non-kayu). Nilai ini sebenarnya lebih besar, karena dalam perhitungan ini tidak semua jenis tanaman dihitung. Namun, yang terpenting adalah bila keberadaan tanaman langka ini terus dipertahankan kelestariannya baik itu melalui upaya reintroduksi maupun konservasi, masyarakat maupun pemerintah tidak hanya mendapatkan manfaat dari segi ekonomi juga dari segi ekologis, biologis, dan sosial. KRB dengan sumberdaya alam yang dimilikinya memiliki nilai pemanfaatan atau kegunaan sebagai obyek wisata yang nilainya dapat diestimasi dengan pendekatan biaya perjalanan (TCM), dengan pendekatan ini juga dapat dianalisis permintaan terhadap wisata KRB. Permintaan wisata KRB dimodelkan dalam bentuk regresi linear berganda. Permintaan wisata KRB (frekuensi kunjungan seseorang ke KRB) dipengaruhi secara negatif oleh faktor biaya perjalanan, jenis kelamin, status pernikahan dan waktu tempuh serta secara positif dipengaruhi oleh faktor jarak tempuh, pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat usia dan waktu di lokasi. Surplus konsumen pengunjung KRB sebesar Rp 18.260,87 per kunjungan dan nilai manfaat/nilai ekonomi KRB sebagai tempat wisata adalah sebesar Rp 13.643.152.174,00 per tahun.
PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR
RINDRA RI KI WIJAYANTI H44053131
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul skripsi : Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Nama
: Rindra Rizki Wijayanti
NRP
: H44053131
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc NIP. 19480601 197301 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP. 19620421 198603 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2009
Rindra Rizki Wijayanti H44053131
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 8 Desember 1987. Penulis merupakan putri sulung dari dua bersaudara pasangan Bapak Drs. Eddy Widjajanto (Alm) dan Ibu Hj. Esnik Wuryaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1999 di SD Negeri 005 Bukit Raya Pekanbaru. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SLTP Negeri 1 Bengkulu pada tahun 2002 dan pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Negeri 5 Kota Bogor. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005, dan pada tahun 2006 masuk pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis terlibat dalam berbagi kepanitiaan dan aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM sebagai staf perekonomian dan kewirausahaan periode 2006-2007 dan di himpunan kemahasiswaan
Ekonomi
Sumberdaya
dan
Lingkungan
Resources
and
Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai staf internal development periode 2008-2009. Selama menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa POM pada tahun 2005-2007 dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2008-2009.
KATA PENGANTAR Segala puja dan puji bagi Allah SWT, Dzat penguasa semesta alam atas limpahan nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis. Kucuran rahmat, taufik dan hidayah-Nya merupakan kekuatan utama bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dibimbing oleh Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini mengulas mengenai manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di Kebun Raya Bogor serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di Kebun Raya Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pada kemajuan ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat, pengelola kawasan konservasi (khususnya dalam mengelola dan mengapresiasi nilai sumberdaya yang mereka kelola), pemerhati lingkungan maupun bagi aparat pemerintah pusat dan daerah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Bogor, Agustus 2009
Penulis
UCAPAN TERI A KASIH Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya yang tak terhingga sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja,
.Sc sebagai dosen pembimbing
skripsi yang dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan ketelitian memberi bimbingan, arahan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji utama atas segala pertanyaan, kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Bapak Novindra, SP sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi, kritikan dan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Dr.Ir.Ahyar Ismail, M.Agr sebagai pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama menjalankan studi di Depertemen ESL, IPB. 5. Staf Departemen ESL Mba Nuva, Mba tuti, Mba Sofi, Mba Santi, P Basir, Husein dan P Dayat. 6. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Hj. Esnik Wuryaningsih dan Bapak Drs. Eddy Widjajanto (Alm) atas cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian, motivasi serta doa yang tiada henti diberikan dalam setiap langkah hidup penulis. 7. Adikku tercinta Irawati Agustina serta seluruh keluarga atas bantuan dan doa untuk keberhasilan penulis.
8. Bapak Sujati, Ibu Rismita, Bapak
ujahidin dan seluruh keluarga besar PKT
KRB yang telah memberi banyak dukungan, bantuan dan kemudahan selama penulis melakukan penelitian. 9. Keluarga besar UPD Puskesmas Kecamatan Bogor Tengah dan UPD Puskesmas Kecamatan Bogor Barat atas bantuan dan kemudahan selama penulis melakukan penelitian. 10. Teman-teman ESL Ratih, Ata, Nani, Dhibo, Ganis, Mpe, Yoe, Rethna, Tri, Atung, Cici, Indra,
ega, Gita dan semua sahabat seperjuangan di ESL 42
atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. 11. Teman-teman KKP Aufa, Kala, Hafsah dan Tri atas kebersamaan dan kekompakannya di Desa Sadeng Kolot.
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN................................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii PERNYATAAN KEORISINILAN............................................................ iv RIWAYAT HIDUP .................................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ....................................
ix
.......
... xii xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv I.
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................ Manfaat Penelitian ...................................................................... Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian........................................
1 6 10 10 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 13 2.1 Jasa Lingkungan.......................................................................... 13 2.2 Konservasi Sumber Daya Alam .................................................. 14 2.3 Pencemaran Udara ...................................................................... 15 2.4 Pariwisata.................................................................................... 16 2.5 Permintaan dan Penawaran Rekreasi ........................................... 17 2.6 Obyek Wisata Alam Sebagai Barang Publik ................................ 19 2.7 Surplus Konsumen ...................................................................... 20 2.8 Penelitian Terdahulu ................................................................... 21 III. KERANGKA PEMIKIRAN............................................................... 25 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
Penilaian Ekonomi Lingkungan................................................... Keinginan Membayar (Willingness to Pay)................................ Pendekatan Biaya Kesehatan. .. Pendekatan Biaya Pengganti (Replacement Cost)....................... Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)......................... Variabel yang Mempengaruhi Permintaan Kunjungan Wisata ke Kebun Raya Bogor ............................................................... 3.6.1 Biaya Perjalanan.............................................................. 3.6.2 Tingkat Usia .................................................................... 3.6.3 Pendapatan ......................................................................
25 26 27 27 28 32 32 32 33
3.6.4 Tingkat Pendidikan.......................................................... 3.6.5 Waktu dan Jarak Tempuh ................................................ 3.6.6 Waktu yang Ingin Dihabiskan di Lokasi Wisata............... 3.6.7 Jenis dan Status Pernikahan ............................................. 3.7 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 3.8 Hipotesis Penelitian.....................................................................
33 34 34 34 35 37
IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 38 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 38 4.2 Metode Penentuan Responden..................................................... 38 4.3 Pengambilan Data ....................................................................... 39 4.3.1 Kemampuan Kebun Raya Bogor Dalam Menyerap Karbondioksida ............................................................... 39 4.3.2 Penilaian Ekonomi Tanaman Langka yang Terdapat di Kebun Raya Bogor...................................................... 40 4.3.3 Penentuan Permintaan Rekreasi dan Nilai Ekonomi Wisata............................................................................. 40 4.4 Pengolahan Data ......................................................................... 41 4.4.1 Kemampuan Kebun Raya Bogor Dalam Menyerap Karbondioksida ............................................................... 41 4.4.2 Penilaian Ekonomi Tanaman Langka yang Terdapat di Kebun Raya Bogor...................................................... 42 4.4.3 Penentuan Permintaan Rekreasi dan Nilai Ekonomi Wisata............................................................................. 43 4.5 Regresi........................................................................................ 45 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................... 48 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7
Sejarah ........................................................................................ Letak dan Luas ............................................................................ Visi dan Misi Kebun Raya Bogor ................................................ Tujuan dan Sasaran Kebun Raya Bogor....................................... Struktur Organisasi...................................................................... Flora dan Fauna........................................................................... Tanaman dan Bangunan yang Menarik di Kebun Raya Bogor .....
48 50 50 51 51 52 53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 58 6.1 Manfaat Kebun Raya Bogor dalam Mereduksi Gas Pencemar Udara Melalui Pendekatan Biaya Kesehatan.............................. 58 6.2 Penilaian Ekonomi Dari Tanaman Langka yang Terdapat Di Kebun Raya Bogor.. ........ 64 6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Rekreasi Serta Nilai Ekonomi Wisata dari Kebun Raya Bogor.. 70 6.3.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden ................................ 70 6.3.2 Penilaian Responden Terhadap Kondisi Kebun Raya Bogor . 78 6.3.3 Fungsi Permintaan Rekreasi Kebun Raya Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rekreasi Individu ......................... 82
6.3.4 Pendugaan Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Wisata Kebun Raya Bogor .............................................. 88 6.3.5 Analisis Pengelolaan Kebun Raya Bogor......................... 89 VII. KESIMPULAN dan SARAN ............................................................ 92 7.1 Kesimpulan................................................................................ 92 7.2 Saran ......................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 95 LAMPIRAN ............................................................................................... 95
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Statistik Kunjungan Wisatawan di Indonesia Tahun 2000 2007
2
Kunjungan Wisatawan Kebun Raya Bogor Tahun 2004-2008
6
3
Dampak Negatif Pelaksanaan Wisata di Kebun Raya Bogor
8
4
Pengujian Autokorelasi Menggunakan Durbin-Watson (DW)...................
5
6
7
8
9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1
... 4
4 6
Pengaruh Gas Pencemar Dari Emisi Kendaraan Bermotor Bagi 5 Kesehatan 9 Manusia ...................... 6 Persentase Jumlah Warga yang Terkena Dampak Pencemaran Udara di Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Bogor Barat 2 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat 7 Usia ............................. 1 . 7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat Pendidikan ........................... 2 7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jenis Pekerjaan ..... 2 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat 7 Pendapatan .. 3 . 7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Biaya Perjalanan 4 7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jarak Tempuh ....................... 5 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Waktu 7 Tempuh 5 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Cara 7 Kedatangan . 6 . 7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tujuan Kunjungan ... 6
6
7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jenis Kendaraan yang Digunakan ............ 7
1
Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Frekuensi 7
Kunjungan Terakhir
1
7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Waktu yang Dihabiskan Di Lokasi Wisata 8
8 1 9 2 0 2 1 2 2
dalam
Setahun 7
7
7 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Daya Tarik Obyek Wisata yang Disukai ...................... 9 8 Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Penilaian Terhadap Kondisi Lokasi ............................ 2 Hasil Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 8 Frekuensi Kunjungan ke Kebun Raya 5 Bogor .. 9 Daftar Laporan Keuangan Program Kegiatan Kebun Raya Bogor Tahun 2008 0
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Kurva Surplus Konsumen
.. 21
2
Klasifikasi Penilaian Non-market
3
Alur Kerangka Pemikiran Operasional
4
Bagan Struktur Organisasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya 52 Bogor ..........................
.............. 26 .. 36
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
2
3
4
5
6
7
8
Halaman Kuesioner Penelitian Pendugaan Bogor
.. Daya
Serap
Total
Kebun
Raya
.....
99
102
Jenis Penyakit dan Biaya Pengobatan Warga pada UPD Puskesmas Bogor Barat dan UPD Puskesmas Bogor 103 Tengah ................................. Jumlah Kunjungan Warga Akibat Pencemaran Udara di UPD Puskesmas Bogor Tengah dan UPD Puskesmas Bogor Barat 104 Tahun 20042008 .. Kebun Raya Bogor dari Tiket Penerimaan 105 Masuk Plot Distribusi Normal Residual dan Homoskedastisitas Model Regresi Linear 106 Berganda . Olahan Data Regresi Linear 107 Berganda .. Penerimaan Langka
Produksi ............
Tanaman
108
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan tipe hutan bervariasi yang tersebar diseluruh tanah air. Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire yang memiliki hutan tropik sebagai salah satu pusat mega biodiversiti di dunia. Hasil survei World Conservation Monitoring Committee (1994) dan Bappenas (1993) mencatat kekayaan bumi Indonesia mencakup 27.500 spesies tumbuhan berbunga (10% dari seluruh spesies
tumbuhan berbunga di dunia), 25% jenis ikan di dunia, 17% jenis burung di dunia, 12% mamalia di dunia dan 1.539 spesies reptil dan amphibi (16% dari seluruh spesies reptil di dunia). Keanekaragaman hayati tersebut merupakan potensi alamiah bagi Indonesia yang harus terus dapat dipertahankan kelestariannya. Sebagai salah satu negara pemilik hutan tropik terbesar ketiga di dunia membuat Indonesia menjadi negara penghasil oksigen terbesar yang sangat dibutuhkan oleh semua negara di dunia. Kebanggaan ini harus tetap dijaga dan dipelihara,
yaitu
dengan melestarikan
hutan-hutan asli
yang ada dan
menghutankan kembali hutan-hutan yang sebelumnya rusak. Hakekatnya hutan merupakan salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan makhluk hidup, termasuk dalam hal ini manusia, hewan, dan tumbuhan. Hutan mempunyai pengaruh terhadap daur air, yaitu terhadap hujan, peresapan, dan aliran sungai. Di samping memiliki fungsi hidrologis, hutan juga berfungsi sebagai penyimpan sumberdaya genetis dan menjaga keseimbangan proses fotosintetis yang menghasilkan oksigen untuk kelangsungan hidup manusia (Soemarwoto, 1983).1 Perlu disadari bahwa kedepan tantangan penyelamatan hutan ataupun plasma nutfah terutama flora dari kepunahannya akan semakin besar. Hal ini sudah berlangsung sejak ratusan juta tahun yang lalu sebagai akibat dari penebangan hutan secara besar-besaran, pengalihan fungsi hutan alam heterogen menjadi hutan tanaman homogen, pemanfaatan yang berlebihan oleh masyarakat yang hidup di sekitar hutan, pertambahan penduduk dan kemajuan zaman serta faktor alam berupa bencana alam dan serangan hama penyakit.
1
Potret Hutan Indonesia. http:// walhi.or.id/ kampanye/hutan/shk/070528_htn_indo_cu/ Diakses tanggal 21 April 2009.
Ancaman kerusakan hutan akibat penebangan liar dan perambahan akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa, sebagai akibat adanya efek domino dari hutan yang hilang terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai nilai fungsi ekologis dan biodiversiti besar. Akibat dari kejadian ini tidak hanya menyebabkan hilangnya suatu kawasan hutan yang dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misal kebutuhan akan air, oksigen, kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasilan (hasil hutan non kayu dan kayu), penyerapan karbon (carbon sink), pangan dan obat-obatan akan tetapi juga berakibat pada hilangnya biodiversiti titipan generasi mendatang. Oleh karena itu, diperlukan upaya konservasi dalam rangka menjaga dan melestarikan jenis-jenis yang ada. Konservasi merupakan salah satu upaya untuk menjaga keberadaan plasma nutfah terutama flora dari kepunahannya. Upaya konservasi ini dapat berupa konservasi in situ (ekosistem) dan ex situ, yang dapat memberikan banyak manfaat baik itu yang bersifat tangible (manfaat yang dapat diukur) maupun intangible (manfaat yang sulit diukur). Manfaat tangible dapat berbentuk material yang dapat diraba yang dapat bersifat ekonomis, seperti kayu, rotan, damar, dan sebagainya, sedangkan manfaat intangible dapat berbentuk immaterial atau tidak dapat diraba seperti rekreasi, pendidikan, fungsi hidrologis, dan sebagainya. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan konservasi ekosistem baik in situ maupun ex situ ialah sebagai tempat untuk menjaga kelestarian tumbuhan dari kepunahan di masa kini maupun di masa mendatang. Dengan adanya kawasan konservasi ekosistem in situ, tumbuhan dapat tetap lestari pada habitat aslinya, sedangkan pada kawasan konservasi ex situ tumbuhan
dapat tetap lestari dengan membuat hutan buatan yang tentunya dengan tumbuhan yang diambil dari habitat aslinya dan bukan merupakan tumbuhan hasil budidaya. Di Indonesia, terdapat empat kebun raya yang digunakan sebagai kawasan konservasi ex situ, diantaranya: 1) Kebun Raya Bogor (KRB) yang memiliki tanaman khas ekosistem hutan hujan tropis dari seluruh dunia, 2) Kebun Raya Cibodas (KRC) terkenal untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub-tropis, 3) Kebun Raya Purwodadi di Jawa Timur terkenal untuk koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis dan 4) Kebun Eka Karya di Bedugul Bali terkenal untuk koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering. Keberadaan dari kawasan konservasi ekosistem ex situ juga memberikan manfaat lain yaitu sebagai wahana rekreasi. Penggunaan kawasan konservasi sebagai wahana rekreasi memperlihatkan konsep integritas antara pariwisata yang mendukung upaya pelestarian lingkungan dengan partisipasi masyarakat. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara melalui penerimaan devisa. Pemerintah sangat tertarik untuk mengembangkan sektor pariwisata, karena adanya pembangunan pada sektor ini maka beberapa masalah sosial yang selama ini menjadi masalah nasional seperti pemasukan devisa, mengurangi pengangguran serta memperluas lapangan pekerjaan dapat tertanggulangi. Kontribusi pariwisata bagi perekonomian, tercermin dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia serta rata-rata pengeluaran per orang dalam satu kali kunjungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai peringkat
struktur ekspor Indonesia selama delapan tahun terakhir, dari data statistik kunjungan wisatawan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai tahun 2007. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan di Indonesia Tahun 2000–2007 Rata-Rata Pengeluaran Rata-Rata Penerimaan Jumlah Wisatawan Per Orang (USD) Lama Tahun Devisa Mancanegara Tinggal Per (Juta USD) Per Hari (Hari) Kunjungan 2000 5.064.217 1.135,18 92,59 12,26 5.748,80 2001 5.153.620 1.053,36 100,42 10,49 5.396,26 2002 5.033.400 893,26 91,29 9,79 4.305,56 2003 4.467.021 903,74 93,27 9,69 4.037,02 2004 5.321.165 901,66 95,17 9,47 4.797,88 2005 5.002.101 904,00 99,86 9,05 4.521,89 2006 4.871.351 913,09 100,48 9,09 4.447,98 2007 5.505.759 970,98 107,70 9,02 5.345,98 Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia2
Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun 2000-2006 jumlah penerimaan devisa yang diterima Indonesia cukup besar, walaupun masih fluktuatif. Hal ini dikarenakan kondisi perkonomian serta pertahanan dan keamanan Indonesia pada tahun tersebut berada dalam keadaan yang tidak stabil. Namun, sejak tahun 2007 hingga saat ini pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kembali perolehan devisa negara dengan berbagai cara, seperti menjaga kestabilan perekonomian negara, meningkatkan pertahanan dan keamanan negara, serta mempromosikan pariwisata Indonesia di luar negeri melalui program Visit Indonsia Year (Tahun Kunjungan Indonesia). Pada Tabel 1 terlihat dengan adanya program Visit Indonesia Year jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tahun 2007 mengalami peningkatan yang disertai dengan peningkatan pada penerimaan devisa negara.
2
Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia. www.budpar.go.id Diakses tanggal 21 April 2009.
Kota Bogor, dimana terdapat salah satu Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT KRB) yang mengkoleksi tumbuh-tumbuhan tropis terbesar di dunia, merupakan salah satu contoh hutan kota yang terletak di tengah-tengah kota. Keberadaan KRB sebagai hutan kota ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, karena berfungsi sebagai penjaga dan memperbaiki kualitas iklim mikro dengan menyerap gas karbondioksida serta gas pencemar lainnya melalui proses fotosintesis yang kemudian menghasilkan gas oksigen. Keberadaan KRB selain sebagai penjaga dan memperbaiki kualitas iklim mikro, juga sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ yang didalamnya menyimpan sumberdaya genetika tanaman sekitar 13.684 spesimen yang terdiri dari 3.423 jenis (species) yang mewakili 1.257 marga (genus) dari 222 suku (familia). Keberadaan KRB saat ini menjadi semakin disadari pentingnya baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi. Dilihat dari segi ekologi keberadaan KRB sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, daerah peresapan air, nilai estetika, pencipta keseimbangan dan keserasian fisik kota serta mendukung pelestarian
keanekaragaman
hayati.
Secara
ekonomi,
keberadaan
KRB
mempunyai andil dalam usaha meningkatkan pendapatan negara yaitu dari kunjungan wisatawan asing setiap tahunnya serta menambah pendapatan daerah Kota Bogor melalui kontribusinya dari penerimaan tiket masuk. Perkembangan kunjungan wisatawan KRB tahun 2004-2008, dapat dilihat penjelasannya pada Tabel 2. Tabel 2. Kunjungan Wisatawan Kebun Raya Bogor Tahun 2004-2008 Tahun Jumlah Wisatawan 2004 870.667 2005 892.974 2006 855.180
2007 2008
903.914 747.125
Sumber: Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor
Tabel 2 menunjukkan tingkat kunjungan wisatawan KRB tahun 2004-2008 cukup besar, walaupun masih fluktuatif. Keunikan yang dimiliki KRB, seperti wahana konservasi tumbuhan, arena bermain anak yang sangat luas serta memberikan kesan kesejukan dan keindahan bagi pengunjungnya membuat obyek wisata ini sangat menarik untuk dikunjungi dan dijaga kelestariannya. 1.2. Perumusan Masalah Hutan merupakan sumberdaya alam yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan ekosistem bagi kelangsungan hidup manusia secara lintas generasi, serta keberadaannya bersifat lintas sektoral dan multidimensi baik dalam konteks ekonomi, maupun ekologi. Saat ini jumlah hutan yang tersedia di dunia semakin berkurang, akibatnya jumlah karbondioksida di udara pun meningkat sehingga berdampak pada perubahan iklim dan pemanasan global serta kestabilan ekosistem. Berkurangnya kemampuan hutan menyerap karbon di udara, diakibatkan oleh menurunnya luasan hutan yang tersedia akibat penebangan, kebakaran dan konversi hutan menjadi pemukiman, industri dan sejenisnya. Peningkatan kadar karbondioksida di udara dapat dikendalikan salah satunya dengan melakukan pembangunan kawasan konservasi sumberdaya alam baik berupa in situ seperti taman nasional, hutan lindung, atau suaka margasatwa, maupun ex situ dengan membangun kebun raya. Kawasan konservasi in situ maupun ex situ, sangat efektif untuk mengendalikan atau mengurangi kadar karbondioksida di udara, karena pepohonan yang terdapat di dalam kawasan
konservasi dapat berfungsi sebagai penyerap karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen melalui proses fotosintesis. KRB sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ keberadaannya memberikan manfaat yang positif bagi lingkungan, yaitu sebagai pereduksi pencemaran udara melalui proses fotosintetis. Peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk menjaring karbondioksida dan melepas oksigen kembali ke udara. Proses metabolisme tumbuhan memberikan berbagai fungsi untuk kebutuhan makhluk hidup yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan menurunkan suhu udara di sekitar lingkungan. Fungsi KRB selain sebagai pereduksi pencemaran udara ialah sebagai reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka dari ancaman kepunahannya di masa kini maupun di masa mendatang. Perlu kita sadari bahwa keberadaan tanaman tersebut akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat maupun pemerintah, yaitu sebagai penyedia ekonomis, ekologis, biologis serta sosial. Penilaian ekonomi terhadap keberadaan tanaman langka tersebut dapat dihitung salah satunya dengan menggunakan pendekatan biaya pengganti. Pendekatan biaya pengganti merupakan pendekatan yang digunakan untuk menghitung manfaat bersih yang timbul dari sistem alami dari sumberdaya yang dilestarikan untuk rentang waktu yang tak terbatas di masa yang akan datang. Penggunaan KRB sebagai wahana rekreasi yang menyajikan daya tarik utamanya berupa pemandangan alam yang indah dengan koleksi aneka flora yang telah berusia ratusan tahun, akan berakibat pada terganggunya kelestarian ekosistem. Hal ini dapat dilihat penjelasannya pada Tabel 3 mengenai dampak negatif pelaksanaan wisata di KRB.
Tabel 3. Dampak Negatif Pelaksanaan Wisata di Kebun Raya Bogor Dampak Negatif Penyebab Polusi suara Kepadatan pengunjung, lalu lintas menuju KRB Polusi udara
Lalu lintas menuju KRB
Polusi air
Pembuangan sampah ke bantaran sungai Ciliwung
Masalah sampah Perusakan vasilitas Hilangnya habitat vegetasi dan satwa liar Erosi tanah
Pengunjung yang tidak membuang sampah pada tempatnya Vandalisme Pembangunan fasilitas wisata Pembangunan fasilitas wisata
Sumber : Diadaptasi dari Tisdel (1996) dalam Ardianti (2005)
Tabel 3 menjelaskan bahwa dengan adanya penggunaan KRB sebagai sarana wisata menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem dan sumberdaya alam yang ada seperti pada air, udara, dan tumbuhan. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya fungsi KRB sebagai penyimpan manfaat ekologis maupun penyumbang manfaat ekonomi bagi Kota Bogor. Oleh karena itu, peran pengelola sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran pengunjung dalam menjaga kualitas sumberdaya KRB. KRB merupakan obyek wisata alam yang bersifat sebagai barang publik, yang apabila dikonsumsi oleh individu tidak akan mengurangi konsumsi individu lainnya terhadap barang tersebut. Obyek wisata ini memberikan manfaat yang tidak nyata (intangible), dimana manfaat ekonomi tidak dapat dikuantifikasikan secara langsung karena tidak adanya pasar untuk barang tersebut sehingga penilaian ekonomi terhadap barang publik sering dinyatakan sebagai barang bebas yang membutuhkan suatu pendekatan tertentu. Kesulitan dalam penilaian ekonomi obyek wisata ini dapat didekati dengan menduga fungsi permintaan terhadap rekreasi. Pendugaan dapat diperoleh dari
seberapa jauh pemakai barang publik secara rasional bersedia untuk membayarnya (Willingness to Pay). Salah satu teknik yang dianggap telah berhasil untuk menilai manfaat kualitas lingkungan dalam bentuk rekreasi alam adalah metode biaya perjalanan (travel cost method) dimana biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam (rekreasi) digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari rekreasi tersebut. Pendekatan tersebut kemudian digunakan untuk mengestimasi besarnya permintaan, manfaat serta variabel ekonomi lainnya. Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam uraian diatas kemudian timbul beberapa pertanyaan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, diantaranya sebagai berikut: 1.
Berapakah manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, dilihat dari kemampuannya melakukan proses penyerapan gas pencemar udara?
2.
Berapakah nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di Kebun Raya Bogor?
3.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan berapa nilai ekonomi wisata di Kebun Raya Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui manfaat kesehatan yang diperoleh masyarakat yang bermukim disekitar kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, dilihat dari kemampuannya melakukan proses penyerapan gas pencemar udara.
2.
Mengetahui nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di Kebun Raya Bogor.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di Kebun Raya Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.
Akademisi penelitian, khususnya dalam menilai keberadaan suatu kawasan konservasi melindungi flora langka, mereduksi/menyerap pencemaran udara, serta menilai permintaan wisata.
2.
Institusi lingkungan dan sumberdaya di dalam memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan, khususnya terhadap keberlangsungan sumberdaya hayati dari pencemaran lingkungan.
3.
Mahasiswa secara umum terkait dengan pemahaman pentingnya menilai penyerapan karbon, keberadaan suatu kawasan konservasi dalam melindungi flora langka serta menilai permintaan wisata.
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini meliputi penilaian jasa lingkungan yang terdapat di Kebun Raya Bogor (KRB), yaitu penilaian ekonomi tanaman langka, penilaian terhadap serapan karbon, dan penilaian jasa pariwisata. Untuk lebih memperjelas, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa ruang lingkup dan batasan penelitian, yaitu: 1.
Pendugaan nilai permintaan ekonomi wisata menggunakan pendekatan biaya perjalanan berdasarkan aplikasi regresi linier berganda;
2.
Pendugaan nilai ekonomi tanaman langka yang terdapat di KRB, menggunakan pendekatan biaya pengganti;
3.
Pendugaan nilai penyerapan karbon menggunakan pendekatan biaya kesehatan;
4.
Penilaian penyerapan karbon dihitung melalui kemampuan KRB sebagai penghasil oksigen dan mereduksi gas-gas pencemar udara;
5.
Perhitungan dampak akibat pencemaran udara hanya dihitung dari sisi pengobatan tidak dari sisi penurunan/peningkatan produktivitas;
6.
Nilai ekonomi tanaman langka dihitung dari produksi bibit tanaman, kayu, dan non kayu sesuai harga pasar;
7.
Nilai manfaat rekreasi adalah nilai ekonomi kuantitatif (termasuk surplus konsumen) dari permintaan manfaat rekreasi;
8.
Biaya perjalanan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pengunjung untuk melakukan kegiatan rekreasi, meliputi biaya transportasi, biaya konsumsi rekreasi yang dikurangi biaya konsumsi harian apabila tidak melakukan rekreasi, biaya dokumentasi, biaya parkir dan biaya lainnya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan rekreasi;
9.
Responden
adalah
pengunjung
domestik
yang
dianggap
mewakili
karakteristik pengunjung dan telah memiliki informasi atau preferensi mengenai KRB; 10. Kurva permintaan manfaat rekreasi adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah kunjungan rekreasi pada berbagai tingkat biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung;
11. Pengunjung memperoleh manfaat total yang sama dari tempat wisata serta memberikan respon yang sama terhadap perubahan harga karcis masuk dan jumlah biaya perjalanan; 12. KRB merupakan satu-satunya lokasi yang dituju oleh pengunjung pada saat melakukan perjalanan wisata dan pelayanannya belum mencapai kapasitas maksimum.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jasa lingkungan Jasa lingkungan merupakan produk sumberdaya hayati dan ekosistem alamiah yang berupa manfaat langsung (tangible) maupun tidak langsung (intangible) seperti: jasa wisata alam atau rekreasi, jasa perlindungan, tata air atau hidrologi, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. 3 Millennium
Ecosystem
Assesment
(MEA)
dalam
Drakel
(2008)
menyatakan ada empat klasifikasi jasa lingkungan, diantaranya: 1) Jasa penyediaan: sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah, sumberdaya genetik, kayu bakar, serat, air, mineral dan lain-lain. 2) Jasa pengaturan: fungsi menjaga kualitas udara, pengaturan iklim, pengaturan air, kontrol erosi, penjernihan air, pengelolaan sampah, kontrol penyakit manusia, kontrol biologis, pengurangan resiko dan lain-lain. 3) Jasa kultural: identitas dan keragaman budaya, nilai-nilai religius dan spiritual, pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi nilai estetika, hubungan sosial, nilai peningkatan pustaka, rekreasi dan lain-lain. 4) Jasa pendukung: produksi utama, formasi tanah, produksi oksigen, ketahanan tanah, ketersediaan habitat, siklus gizi dan lain-lain. Jasa lingkungan yang paling banyak dibayarkan adalah penyerapan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan DAS, dan keindahan lanskap. Pembayaran jasa lingkungan bisa menjadi sebuah strategi untuk meningkatkan pendapatan dari aktivitas produk sumberdaya hayati dengan membuatnya lebih kompetitif dari alternatif lainnya (Jalal, 2008).4 2.2. Konservasi Sumberdaya Alam 3
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan hutan serta Pemanfaatan hutan. http:// google.com. Diakses tanggal 17 juli 2009. 4 Jalal. Payments for Environmental Services: Apa dan Bagaimana? Peran Pemerintah dan Perusahaan. http://csrindonesia.com. Diakses tanggal 14 Februari 2008.
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Rijksen dalam Widada (2001) menyatakan bahwa konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dahulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat kini. Konservasi dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.5 Menurut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 Bab 1 Pasal 1 Ayat 15 konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.6 2.3. Pencemaran Udara Pencemaran udara merupakan proses adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Sedangkan udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, 5
Widada. Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Upaya Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. http:// google.com. Diakses tanggal 30 Januari 2009. 6
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup. http:// google.com. Diakses tanggal 1 September 2008.
tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya. Dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil, dan ozon untuk menahan sinar ultraviolet (Wardhana, 2001). Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam yaitu: 1) faktor internal (secara alamiah), seperti debu yang berterbangan akibat tiupan angin, abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik, dan proses pembusukan sampah organik. 2) Faktor eksternal (karena ulah manusia), seperti hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu/serbuk dari kegiatan industri, dan pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara (Soedomo, 2001). Dampak pencemaran udara menurut studi Bank Dunia tahun 1994 ialah sebagai pembunuh kedua bagi anak balita di Jakarta, 14% bagi seluruh kematian balita Indonesia dan 6% bagi seluruh angka kematian penduduk Indonesia. Dampak pencemaran bagi kesehatan akan terakumulasi dari hari ke hari, sehingga dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru.7 Pencemaran udara juga berakibat pada peningkatan suhu permukaan bumi yang akan berdampak pada pemanasan global. Hal ini terjadi akibat meningkatnya volume emisi dari zat-zat pencemar seperti karbondioksida, metan dan oksida nitrat di udara. Karbondioksida dan zat pencemar lanilla berkumpul di atmosfer membentuk lapisan tebal yang menghalangi panas matahari dan menyebabkan pemanasan planet dengan efek gas rumah kaca.8 2.4. Pariwisata 7 8
Sumber:http://walhi.or.id/kampanye/cemar/udara/penc_udara. Diakses tanggal 4 Februari 2009. Sumber: http://udarakota.bappenas.go.id. Diakses tanggal 4 Februari 2009.
Pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan, dimana di tempat yang dikunjungi tersebut mereka tidak mendapatkan penghasilan dan justru sebagai konsumen (Yoeti, 2006). Undang-Undang Kepariwisataan Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 Bab I Pasal I mendefinisikan pariwisata sebagai berikut: 9 1)
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata;
2)
Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata;
3) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut; 4) Kepariwisataan
adalah
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata; 5) Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. 2.5. Permintaan dan Penawaran Rekreasi Permintaan didefinisikan sebagai hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen pada periode waktu tertentu dengan harga komoditi itu. Permintaan rekreasi merupakan banyaknya kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran keseluruhan partisipasi 9
Undang-Undang Republik Indonesia No.9 tahun 1990 Tentang : Kepariwisataan. http://google.com. Diakses tanggal 1 September 2008.
masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat diharapkan, bila fasilitas-fasilitas yang tersedia cukup memadai dan dapat memenuhi keinginan masyarakat (Douglas, 1970). Permintaan rekreasi dapat berupa benda bebas (free goods) yang didapat tanpa membelinya, tapi menjadi daya tarik bagi wisatawan sebagai obyek pariwisata, misalnya: pemandangan yang indah, cahaya matahari, cuaca, pantai, danau, taman rekreasi buatan dan sebagainya (Yoeti, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi menurut Clawson dan Knetsch (1975), yaitu: 1) Faktor individu atau faktor yang berhubungan dengan konsumsi potensial, terdiri atas: a) Jumlah individu yang berada di sekitar tempat rekreasi; b) Distribusi (penyebaran) geografis daerah konsumen potensial yang berkaitan dengan kemudahan atau kesulitan untuk mencapai areal wisata; c) Karakteristik sosial ekonomi, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidikan; d) Pendapatan per kapita rata-rata, distribusi pendapatan dari masing-masing individu untuk keperluannya; e) Rata-rata waktu luang dan alokasinya; f) Pendidikan khusus, pengalaman, dan pengetahuan yang berhubungan dengan rekreasi. 2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi, yaitu: keindahan dan daya tarik lokasi, intensitas dan sifat pengelolaannya, alternatif pilihan tempat rekreasi lain, kapasitas akomodasi untuk keperluan potensial, karakteristik iklim dan cuaca tempat rekreasi.
3) Hubungan konsumen potensial dengan tempat rekreasi, yaitu: a) Lama waktu perjalanan yang diperlukan dari tempat tinggal ke tempat rekreasi; b) Kesenangan (kenyamanan) dalam perjalanan; c) Biaya yang diperlukan untuk berkunjung ke tempat rekreasi; d) Meningkatkan permintaan rekreasi sebagai atribut promosi menarik. Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas dari barang-barang ekonomi yang ditawarkan dengan semua harga yang mungkin dapat dicapai pada waktu tertentu (Nicholson, 2002). Penawaran rekreasi dalam kepariwisataan meliputi seluruh daerah tujuan yang ditawarkan kepada wisatawan. Douglas (1970) mengemukakan bahwa penawaran rekreasi yang unsur-unsurnya terdiri dari ketersediaan (avability) dan keterjangkauan (accessibility) dapat mempengaruhi rekreasi di alam terbuka. Menurut Prof. Salah Wahab (1976) dalam Yoeti (2006), unsur-unsur penawaran dalam industri pariwisata yang berasal dari alam maupun yang dibuat atau disediakan oleh manusia diantaranya: 1) Natural Amenities (yang bersumber dari alam) diantaranya adalah: cuaca, tata letak tanah dan pemandangan alam, hutan-hutan lebat dan pohon-pohon langka, flora dan fauna yang aneh, unik, langka dan beragam serta pusat-pusat kesehatan. 2) Man-Made Supply a) Historical, Cultural and Religious yang masuk dalam kelompok ini diantaranya adalah: monumen-monumen dan peninggalan-peninggalan bersejarah peradaban masa lalu, museum, prasasti dan sebagainya.
b) Infrastruktur seperti: airport, hotel, agen perjalanan, land and sea sporting facilities and equipment dan sebagainya. c) People s way of Life diantaranya: Ngaben di Bali, Sekaten di Yogyakarta, Turun Mandi di Padang, Tabot di Bengkulu dan sebagainya. 2.6. Obyek Wisata Alam Sebagai Barang Publik Obyek wisata merupakan bentuk rekreasi yang memanfaatkan sumberdaya alam sebagai obyek rekreasi. Keindahan alam dan potensi alam serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas pelayanan (sarana dan prasarana) membuat obyek wisata memiliki nilai ekonomi penting bagi kegiatan rekreasi. Obyek wisata alam merupakan sumberdaya alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan serta yang ditujukan untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun pembudidayaan. Kodhyat dan Ramaini (1992) menyatakan bahwa bentuk rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli (alami) maupun perpaduan hasil kehasan disebut wisata alam. Obyek wisata alam pada umumnya tergolong sebagai barang publik yang bersifat non-rivalry dan non-excludability. Sifat non-rivalry yang dimiliki berarti setiap konsumen dapat memperoleh kepuasan tanpa mengurangi kepuasan konsumen lain. Permasalahan dari non-rivalry goods adalah pasar tidak dapat menentukan harga efisien barang dan jasa. Sifat non-excludability berarti setiap orang bisa menikmati wisata alam tersebut tanpa dibatasi. Walaupun pengelolaan barang publik melakukan pembatasan agar seseorang tidak dapat menikmati manfaat barang publik tanpa membayar, namun pembatasan ini tidak sepenuhnya dapat membatasi seseorang
menikmati manfaat dari obyek wisata tersebut. Sifat ini menyebabkan tidak ada insentif bagi konsumen untuk menunjukkan preferensi atau berapa harga manfaat wisata alam bagi mereka. Sifat lainnya dari wisata alam ialah congestible. Sifat congestible dari obyek wisata alam berarti setiap wisatawan akan berkurang kepuasannya apabila tercapai keadaan penuh pengunjung sehingga seorang wisatawan akan mengatur dirinya sendiri, keluar dari kawasan wisata tersebut atau akan membatalkan rekreasi di kawasan tersebut walaupun tidak dipungut biaya (Bahruni, 1993). 2.7. Surplus Konsumen Surplus merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumberdaya alam. Surplus konsumen merupakan manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumberdaya alam dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut. Green dalam Fauzi (2004), memandang bahwa penggunaan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumberdaya alam merupakan pengukuran yang tepat karena pemanfaatan sumberdaya dinilai berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya. Pendekatan surplus konsumen dapat digunakan untuk mengukur keinginan membayar dari masyarakat terhadap barang yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Secara diagramatis, surplus konsumen akan ekuivalen dengan area A ditambah daerah yang dibatasi oleh P1FEP0.
Rp S A
F
P1
E
P0 D X1
X0
X
Gambar 1. Kurva Surplus Konsumen 2.8. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Asyrafy (2008) mengenai Valuasi Ekonomi Hutan Kota Taman Margasatwa Ragunan menggunakan pendekatan biaya kesehatan, diketahui potensi kemampuan Hutan Kota TMR dalam menurunkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor untuk gas CO sebesar Rp 9.094.004,21 (µg/jam). Nilai ekonomi yang diberikan Hutan Kota TMR sebagai manfaat dalam penyehatan lingkungan akibat pencemaran udara sebesar Rp 1.519.475.000,00/tahun atau Rp 1.400.466.084,00 per tahun. Pembangunan Hutan Kota TMR menjadi rasional karena dengan korbanan (biaya pembangunan) yang dikeluarkan sebesar Rp 194.345.728,00 mendapatkan manfaat delapan kali lipat atau setara dengan Rp 1,3 miliar dari segi kesehatan yang diduga akibat pencemaran udara. Ibrahim (2006) menduga permintaan dan nilai manfaat kunjungan rekreasi dengan pendekatan trend kuadrat terkecil di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor/LIPI. Dari hasil penelitian diketahui pengunjung bersedia membayar harga tiket masuk sampai pada tingkat harga Rp 27.500,00. Pada tingkat harga tiket masuk Rp 0 pengunjung akan menikmati surplus konsumen sebesar sama dengan total WTP dari pengunjung yaitu sebesar Rp 6.817.786.250,00 sedangkan
pada tingkat harga tiket masuk sebesar Rp 30.000,00 pengunjung tidak memperoleh surplus dari rekreasi. Mahesi (2008) dalam penelitiannya yang dilakukan di Kebun Raya Cibodas (KRC), menduga nilai ekonomi KRC berdasarkan jasa lingkungan, nilai sumberdaya hayati, dan nilai manfaat kunjungan rekreasi dengan pendekatan biaya perjalanan (TCM). Nilai ekonomi wisata dari sisi permintaan wisata sebesar Rp 109.326.386.400,00 per tahun. Surplus konsumen wisata per individu sebesar Rp 22.727,00 sedangkan kesediaan membayar tiap individu sebesar Rp 12.218,00. Nilai
kemampuan
KRC
dalam
menghasilkan
oksigen
sebesar
Rp
3.174.138.558.432,00 per hari. Sedangkan nilai dari KRC dalam mereduksi gasgas pencemar udara berdasarkan pendekatan biaya kesehatan adalah sebesar Rp 270.944.045.741,00 per tahun. Nilai ekonomi dari pelestarian tanaman yang terdapat di KRC adalah sebesar Rp 71.243.500,00 nilai ini sebenarnya lebih besar, karena ada beberapa tanaman yang tidak diketahui harga atau nilainya dan tidak untuk diperjualbelikan. Sari (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Air Panas Gunung Salak Endah dengan pendekatan biaya perjalanan. Dari hasil penelitian diketahui nilai ekonomi obyek wisata Air Panas GSE, yaitu sebesar Rp 150.897.500,00. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Sari (2007), diketahui jumlah kunjungan wisata dipengaruhi positif oleh variabel pendapatan responden, daya tarik obyek wisata, lama mengetahui lokasi rekreasi, dan dipengaruhi negatif oleh variabel biaya perjalanan bagi individu yang mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan, biaya perjalanan bagi individu yang tidak mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan, dan waktu diskret.
Suharti (2007) menduga permintaan dan nilai manfaat kunjungan rekreasi menggunakan pendekatan biaya perjalanan (TCM) di Kebun Wisata Pasirmukti. Surplus konsumen yang diperoleh pengunjung sebesar Rp 7.478,00. Dengan menggunakan jumlah kunjungan selama satu tahun, yaitu sejak penelitiannya berlangsung diperoleh surplus konsumen total sebesar Rp 674.582.902,00. Nilai lokasi dihitung menggunakan WTP sebesar Rp 1.667.964.410,00 dan nilai ratarata WTP sebesar Rp 18.490,00. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Suharti (2007), diketahui bahwa biaya perjalanan, usia, jumlah rombongan, tempat rekreasi alternatif, dan jenis kelamin responden berpengaruh negatif dan nyata terhadap frekuensi kunjungan. Sedangkan variabel yang bernilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf 15% adalah pendapatan, jarak tempuh, pengetahuan responden terhadap kebun wisata pasirmukti, jumlah rekreasi selama satu tahun, daya tarik lokasi dan status hari. Supriyatna (2004) menduga permintaan dan surplus konsumen dari Taman Wisata Danau Lido sebagai tempat rekreasi dengan pendekatan kontingensi dan biaya perjalanan. Dari hasil penelitiannya diketahui surplus konsumen yang diperoleh dari pendekatan biaya perjalanan sebesar Rp 38.462,00 dan dengan menggunakan pendekatan kontingensi sebesar Rp 2.288,00. Nilai manfaat rekreasi yang diperoleh menggunakan pendekatan biaya perjalanan sebesar Rp 1.473.094.600,00 dan dengan pendekatan kontingensi sebesar Rp 202.530.400,00. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Supriyatna (2004), diketahui bahwa tingkat pendidikan dan usia merupakan variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar. Variabel biaya perjalanan, waktu tempuh,
kesediaan membayar dan rasio kunjungan wisata berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian merupakan struktur pelaksanaan penelitian yang mengaitkan setiap tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. 3.1. Penilaian Ekonomi Lingkungan Sumberdaya alam merupakan salah satu barang publik yang dapat menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung. Selain menghasilkan manfaat secara langsung maupun tidak langsung, sumberdaya alam juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan (services) yang
memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya manfaat amenity seperti keindahan, ketenangan, dan sebagainya (Fauzi, 2004). Manfaat
fungsi
ekologis
seperti
jasa
lingkungan
sering
tidak
terkuantifikasi dalam perhitungan nilai sumberdaya alam, karena dalam hal ini manfaat tersebut tidak memiliki nilai pasar. Permasalahan ini menjadi dasar pemikiran lahirnya konsep penilaian ekonomi, khususnya penilaian non-pasar (non-market valuation). Penilaian ekonomi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan baik atas nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam. Tujuan dari penilaian ekonomi ialah untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi, sehingga dapat dijadikan sebagai suatu peralatan penting dalam peningkatan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan itu sendiri. Penilaian ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) teknik penilaian yang mengandalkan harga implisit di mana Willingness to Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut dengan revealed preference approach, meliputi: Travel Cost, Hedonic Pricing, dan Random Utility Model. 2) Teknik penilaian yang didasarkan pada survei di mana keinginan membayar atau Willingness to Pay diperoleh dari responden. Teknik ini sering disebut
dengan stated preference approach, meliputi: Contingent Valuation, Random Utility Model, dan Contingent Choice. Penilaian Non-Market
Revealed Preference Approach
Stated Preference Approach
• Hedonic Pricing • Travel Cost • Random Utility model
• Contingent Valuation • Random Utility model • Contingent Choice
Gambar 2. Klasifikasi Penilaian Non-Market 3.2. Keinginan Membayar (Willingness to Pay) Keinginan membayar merupakan besarnya kemampuan seseorang dalam membayar jasa-jasa alam dan lingkungan yang diterimanya. Besar kecilnya biaya yang mau dibayarkan tergantung persepsi dari penerima jasa tersebut. Nilai ekologis ekosistem dengan menggunakan pengukuran kesediaan membayar, bisa diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi melalui nilai moneter barang dan jasa. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indifferent terhadap perubahan eksogenus (perubahan harga akibat kualitas sumberdaya makin langka atau karena perubahan kualitas sumberdaya). Kesediaan membayar diartikan juga sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2004). 3.3. Pendekatan Biaya Kesehatan Pendekatan biaya kesehatan digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan seseorang menderita sakit. Total
biaya dihitung baik secara lansung maupun tidak langsung. Biaya langsung dihitung berdasarkan pengukuran biaya yang harus disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi: perawatan pada rumah sakit, perawatan selama penyembuhan, pelayanan kesehatan yang lain dan pembelian obat-obatan. Sedangkan biaya tidak langsung dihitung berdasarkan pengukuran nilai kehilangan produktivitas akibat seseorang menderita sakit. Biaya tidak langsung diukur melalui penggandaan upah oleh kehilangan waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit yang diderita dan biaya penderitaannya. Umumnya pendekatan ini digunakan untuk menilai dampak polusi udara terhadap morbiditas (Dewi, E.S, 2006). 3.4. Pendekatan Biaya Pengganti (Replacement Cost) Pendekatan Biaya Pengganti merupakan pendekatan yang mengukur nilai lingkungan dengan menghitung biaya produksi ulang dari suatu manfaat. Teknik berdasarkan biaya pengganti akan menghasilkan nilai untuk manfaat dari barang dan jasa dengan menduga biaya penggantian manfaat dengan alternatif barang dan jasa lainnya atau dengan kata lain pendekatan ini berdasarkan pada biaya penggantian atau pemulihan asset yang mengalami degradasi. Nilai dari fungsi sumberdaya didekati dari biaya penggantian/pembuatan kembali sumberdaya yang rusak, sehingga fungsinya terpulihkan kembali atau berdasarkan biaya penggantian fungsi sumberdaya yang rusak dengan alternatif barang/jasa lainnya.10 3.5. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)
10
Nurfatriani,Fitri. http:// google.com. Dalam jurnal yang berjudul Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya hutan. Diakses tanggal 27 Februari 2008.
Menurut Fauzi (2004) Travel Cost Method dapat dikatakan sebagai metode tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung. Metode ini diturunkan dari pemikiran yang dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1931, yang kemudian secara formal diperkenalkan oleh Wood dan Trice (1958) serta Clawson dan Knetsch (1966). Metode ini umumnya digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu, hiking dan sebagainya. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat rekreasi. Dengan mengetahui pola expenditure dari konsumen, kita dapat mengkaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumberdaya alam dan lingkungan. Metode biaya perjalanan dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi, penambahan tempat rekreasi baru, perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi dan penutupan tempat rekreasi yang ada (Fauzi, 2004). Tujuan dari perhitungan sumberdaya menggunakan metode biaya perjalanan adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam tersebut. Asumsi mendasar yang digunakan pada metode biaya perjalanan adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktifitas bersifat dapat dipisahkan (separable). Haab dan McConnel (2002) menyatakan bahwa dalam melakukan penilaian menggunakan pendekatan biaya perjalanan, ada dua tahap kritis yang
harus dilakukan, yaitu menentukan perilaku model itu sendiri atau menentukan pilihan lokasi. Penerapan metode biaya perjalanan (Travel Cost method) menurut Davis dan Johnson dalam Dewi (2006) didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Para konsumen memberikan respon yang sama terhadap perubahan harga tiket dan jumlah biaya perjalanan yang harus dikeluarkan. 2) Utilitas perjalanan bukan faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi. 3) Tempat-tempat rekreasi sejenis mempunyai kualitas yang sama dalam memberikan kepuasan kepada pengunjung. 4) Pengunjung dengan tujuan rekreasi yang banyak diketahui sebelumnya. 5) Tempat rekreasi belum mencapai kapasitas maksimum sehingga tidak ada pengunjung yang ditolak. Pengunjung dari zona yang berbeda dianggap mempunyai selera, preferensi, dan pendapatan yang relatif sama. Biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung untuk kegiatan rekreasi dalam satu kali kunjungan. Biaya tersebut merupakan penjumlahan dari biaya transportasi, biaya dokumentasi, biaya konsumsi selama rekreasi dikurangi biaya konsumsi harian ditambah dengan biaya parkir dan biaya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan rekreasi satu hari kunjungan. Secara sederhana fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut: Bpt = Btr + Bdk + (Bkr – Bkh) + Bp + Bl........................................... (1) Keterangan: Bpt : biaya perjalanan untuk satu kali kunjungan (rupiah) Btr : biaya transportasi (rupiah) Bdk : biaya dokumentasi (rupiah)
Bkr : biaya konsumsi selama rekreasi (rupiah) Bkh : biaya konsumsi harian (rupiah) Bp : biaya parkir (rupiah) Bl
: biaya lainnya (rupiah)
Pengeluaran untuk tarif masuk tidak dimasukkan ke dalam perhitungan biaya perjalanan karena merupakan konstanta. Penentuan fungsi permintaan untuk kunjungan ke tempat wisata (pendekatan biaya perjalanan individu) menggunakan teknik ekonometrika seperti regresi linier berganda. Hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan (travel cost diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif). Fungsi permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut: Vij = f (Cij,Tij,Qij,Sij,Mi) ....................................................................... (2)
Keterangan: Vij : jumlah kunjungan individu i ke tempat j Cij : biaya perjalanan yang dikeluarkan individu i untuk mengunjungi lokasi j Tij : biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Qij : persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang dikunjungi Sij : karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain Mi : income (pendapatan) dari individu i
Agar penilaian terhadap sumberdaya alam melalui metode biaya perjalanan tidak bias, Haab dan McConnel (2002) menyatakan bahwa fungsi permintaan harus dibangun dengan asumsi dasar, yaitu: 1) Biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari rekreasi. 2) Waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas. 3) Perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips). Penilaian ekonomi obyek wisata menggunakan metode biaya perjalanan memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
1) metode biaya perjalanan
menggunakan teknik empiris konvensional yang digunakan oleh para ahli ekonomi untuk menaksir nilai-nilai ekonomi berdasarkan harga pasti, 2) metode biaya perjalanan didasarkan pada sikap dan tindakan yang pengunjung lakukan saat itu, 3) metode ini relatif lebih mudah untuk diterapkan, 4) survey di tempat menyediakan peluang untuk mendapatkan ukuran contoh yang besar, sebab pengunjung cenderung tertarik untuk mengambil bagian dan relatif lebih mudah untuk diinterpretasikan dan dijelaskan (King,M.D. dan Mazotta,2005 dalam Puspita, 2007). Meski dianggap sebagai suatu pendekatan yang praktis, metode biaya perjalanan memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1) di bangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju, 2) tidak membedakan individu yang memang datang dari kalangan pelibur dan mereka yang datang dari wilayah setempat, 3) masalah pengukuran nilai dari waktu (value of time). Dalam teori ekonomi mikro, variabel
waktu memiliki nilai intrinsik tersendiri yang dinyatakan dalam bentuk biaya korbanan (Fauzi, 2004). 3.6. Variabel yang Mempengaruhi Permintaan Kunjungan Wisata ke Kebun Raya Bogor 3.6.1. Biaya Perjalanan Biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan seseorang selama melakukan rekreasi pada suatu tempat wisata tertentu yang terdiri dari biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya parkir dan biaya bahan bakar, biaya dokumentasi dan biaya lainnya, kecuali tiket masuk. Harga tiket masuk tersebut tidak dihitung, karena sifatnya yang konstan atau sama untuk tiap pengunjung sehingga dalam pengolahan data variabel yang bersifat konstan tidak diikut sertakan dalam pengolahan data. Dalam pendugaan fungsi permintaan rekreasi, jumlah biaya perjalanan yang diinformasikan oleh responden nantinya akan dihitung sebagai rata-rata biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh setiap orang (Hufschmidt, 1987).
3.6.2. Tingkat Usia Tingkat usia diduga sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan rekreasi. Hal ini dikarenakan usia dapat menggambarkan kemampuan fisik seseorang, kemampuan hidup, kebutuhan, dan lain-lain. Rekreasi merupakan suatu kegiatan yang dibutuhkan oleh segala usia, dari mulai anak-anak sampai orang dewasa dan lanjut usia. Pada usia dini atau anak-anak, biasanya mereka hanya bermain dan menuntut ilmu maka rekreasi sangat digemari pada usia ini. Pada usia remaja atau pemuda, mereka dapat berekreasi bersama orang tua
maupun pergi bersama teman-teman seusia. Seiring bertambahnya usia dan kesibukan pekerjaan atau rutinitas, seseorang akan semakin membutuhkan rekreasi untuk memulihkan pikiran atau kejenuhan akibat rutinitas tersebut. Pada usia lanjut, kegiatan rekresi luar ruangan masih tetap dibutuhkan, walaupun intensitasnya berkurang akibat penurunan kemampuan fisik (Supriyatna, 2004). 3.6.3. Pendapatan Tingkat pendapatan berhubungan erat dengan kemampuan seseorang untuk memutuskan tujuan rekreasi. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka keinginan untuk melakukan rekreasi semakin tinggi. Selain itu, murahnya harga tiket masuk dengan penawaran pemandangan yang cukup indah dapat menjadi salah satu tujuan rekreasi yang ideal yang dapat dinikmati oleh seseorang yang berpendapatan rendah maupun tinggi (Suharti, 2007). 3.6.4. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi keinginan seseorang dalam melakukan kegiatan wisata. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi, biasanya tingkat kepenatan dan kejenuhan yang dimilikinya akibat rutinitas sehari-hari semakin tinggi. Sehingga kegiatan wisata pun akan sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk menyegarkan pikiran dan menjauhkan diri sementara waktu dari kepenatan akibat kegiatan rutinitas setiap harinya (Supriyatna, 2004). 3.6.5. Waktu dan Jarak Tempuh Waktu tempuh dihitung berdasarkan waktu yang digunakan seseorang untuk menempuh perjalanan dari lokasi asal hingga ke lokasi wisata dan kembali lagi ke tempat tujuan. Sedangkan jarak tempuh menunjukkan jarak yang ditempuh seseorang dari daerah asal keberangkatan sampai ke lokasi wisata dan kembali
lagi ke daerah asal mereka. Seseorang yang berasal dari lokasi yang dekat dengan lokasi wisata akan melakukan kunjungan wisata lebih banyak dibandingkan dengan seseorang yang berasal dari lokasi yang jauh (Hufschmidt, 1987). 3.6.6. Waktu yang Ingin Dihabiskan di Lokasi Wisata Waktu yang ingin dihabiskan oleh pengunjung di tempat tujuan wisata, merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi jumlah kunjungan wisata dalam satu tahun terakhir. Semakin lama waktu yang diinginkan seseorang berada pada tempat wisata tersebut, akan mencerminkan keindahan, kesejukan, ketenangan dan manfaat lainnya dari tempat wisata tersebut. Sehingga hal ini akan membuat pengunjung bersedia untuk menghabiskan waktunya dalam waktu yang cukup lama dan bersedia untuk berkunjung kembali ke tempat wisata tersebut pada waktu yang akan datang. 3.6.7. Jenis Kelamin dan Status Pernikahan Laki-laki sebagai kepala keluarga, pada umumnya setiap hari selalu disibukan oleh kegiatan untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Kepenatan dan kejenuhan akibat rutinitas setiap hari membuatnya membutuhkan kegiatan rekreasi di setiap akhir pekan. Sedangkan untuk status pernikahan, pada umumnya kegiatan rekreasi dilakukan oleh mereka yang belum memiliki ikatan pernikahan. Seseorang yang belum menikah memiliki waktu berlibur yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang telah menikah. 3.7. Kerangka Pemikiran Operasional Langkah awal dalam penelitian ini ialah menentukan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai obyek penelitian. KRB sebagai kawasan konservasi ex situ dapat dijadikan sebagai wahana penelitian, budidaya, pelatihan dan pendidikan
lingkungan hidup serta sarana rekreasi yang memiliki fungsi sebagai lembaga penelitian dan pelestarian sumberdaya hayati, penyedia lapangan pekerjaan serta penyumbang pendapatan terbesar bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor melalui jasa rekreasi. Selain itu, KRB juga memberikan manfaat ekologis yang tidak ternilai, yaitu sebagai paru-paru kota, regulator iklim setempat, komponen siklus air dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat dari penyerapan karbon yang diberikan KRB terhadap kesehatan masyarakat sekitar, menilai secara ekonomis tanaman langka yang terdapat di KRB, kemudian melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi dan menilai permintaan ekonomi wisata di KRB. Data yang digunakan merupakan hasil dari observasi, wawancara, data sekunder dan hasil pengisian kuesioner yang akan diolah untuk mengetahui manfaat yang diperoleh dari kawasan rekreasi tersebut. Penentuan KRB dalam menyerap karbon, didekati dengan pendekatan biaya kesehatan yaitu dari kemampuannya menghasilkan oksigen dan menyerap atau mereduksi gas-gas pencemar udara. Sedangkan untuk mengetahui nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di KRB menggunakan pendekatan biaya pengganti dengan menghitung penerimaan dari produksi bibit tanaman, kayu serta non kayu. Nilai ekonomi wisata diketahui dari pengeluaran rata-rata responden untuk melakukan kunjungan wisata dalam satu tahun ke KRB, yaitu dengan melakukan identifikasi berdasarkan karakteristik pengunjung, seperti: tingkat usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan individu, jarak tempuh, waktu tempuh, lama di lokasi wisata dan biaya perjalanan.
Kebun Raya Bogor (KRB) Kawasan konservasi ex-situ
Manfaat ekonomis: - Penyedia lapangan pekerjaan - Sumber pendapatan daerah, dan - Lain-lain
Penyerap Karbon Observasi Data sekunder
1. Penyedia Oksigen 2. Pereduksi gas-gas
pencemar udara Pendekatan Biaya Kesehatan
Manfaat ekologis: - Konservasi SDA - Paru-paru kota - Regulator iklim setempat - Komponen siklus air, dan lain-lain
Nilai Sumberdaya Hayati
Nilai Ekonomi Wisata Wawancara kuesioner
Data sekunder
1. Nilai ekonomis tanaman langka yang memiliki harga pasar
Pendekatan Biaya Pengganti
1. Biaya rata-rata perkunjungan wisata
Pendekatan Biaya Perjalanan Individu (ITCM)
Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan PKT KRB Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 3.8. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat nilai kesehatan yang diterima oleh masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan kebun raya akan lebih besar bila dibandingkan dengan manfaat nilai kesehatan masyarakat yang tempat tinggalnya berada jauh dari kebun raya. Keberadaan kebun raya dalam hal ini sebagai filter alam dalam menyerap gas-gas pencemar udara dan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis.
2. Nilai ekonomi yang dimiliki tanaman langka, akan lebih kecil bila dibandingkan dari manfaat ekologis yang dimilikinya bagi lingkungan. Bila keberadaannya dapat dipertahankan baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. 3. Biaya perjalanan, jarak tempuh, waktu tempuh berpengaruh negatif terhadap kunjungan di KRB. Tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, lama di lokasi wisata berpengaruh positif terhadap kunjungan ke KRB. Tingkat Usia, jenis kelamin, dan status perkawinan berpengaruh nyata terhadap kunjungan wisata ke KRB.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di obyek wisata Kebun Raya Bogor yang merupakan kawasan konservasi ex situ, terletak di antara 1060 30 -106052 00 LU dan 6030 30 -6041 00 LS pada ketinggian 235-260 m di atas permukaan laut (mdpl). KRB termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan KRB
merupakan salah satu lokasi rekreasi alam terbuka yang keberadaannya tetap dipertahankan sejak ratusan tahun yang lalu hingga saat ini. Kegiatan penelitian lapang dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Maret Mei 2009. Selama jangka waktu penelitian, dilakukan pengambilan data yang dibutuhkan baik primer maupun sekunder. 4.2. Metode Penentuan Responden Pengambilan contoh (responden) dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu pengambilan responden sesuai dengan keadaan yang dikehendaki peneliti. Obyek penelitian adalah para pengunjung yang melakukan rekreasi di KRB sehat jasmani dan rohani, mampu berkomunikasi dengan baik serta cukup dewasa yaitu telah berusia 17 tahun. Pengunjung yang datang berkelompok atau rombongan dipilih beberapa orang untuk menjadi responden. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian, diperoleh melalui pendekatan Slovin (Umar, 2005), yaitu: Dimana : N = ukuran populasi n = ukuran sampel e = derajat toleransi Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah jumlah wisatawan bulan
n=
N 1+Ne2
April 2008 sampai Maret 2009. Berdasarkan data pengelola KRB, diperoleh jumlah wisatawan 747.125 orang. Penentuan ukuran sampel responden ialah: n=
747.125 1 + 747.125 (0.1)2
= 99.98662
100
Jumlah responden yang akan diambil dalam penelitian ini ialah sebanyak 100 orang, dengan persen toleransi yang digunakan sebesar 10%.
Dalam perhitungan jasa lingkungan KRB sebagai penyerap gas-gas pencemar udara, jumlah penduduk yang digunakan ialah penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Bogor Tengah dan sebagai pembandingnya ialah penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Bogor Barat. Alasan pemilihan Kecamatan Bogor Tengah dikarenakan lokasinya yang berada paling dekat dengan KRB, sehingga warga yang bertempat tinggal di sekitar lokasi paling banyak merasakan manfaat adanya kawasan KRB sebagai penyerap gas-gas pencemar udara. 4.3. Pengambilan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: 4.3.1.Kemampuan KRB Dalam Menyerap Karbon Pengambilan data mengenai nilai ekonomi dari KRB dalam menyerap karbon, digunakan data sekunder yang berasal dari penelitian terdahulu serta data dari Puskesmas Bogor Tengah. Data yang diambil dari Puskesmas ditujukan untuk mengetahui jumlah warga yang melakukan pengobatan akibat penyakit yang diduga disebabkan oleh pencemaran udara serta mengetahui besarnya biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh warga hingga mereka kembali dalam keadaan sehat. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan ke dalam bentuk tabel. 4.3.2. Penilaian Ekonomi Tanaman Langka yang Terdapat di KRB Pengambilan data mengenai nilai ekonomi dari tanaman langka yang terdapat di KRB, digunakan data sekunder yang diperoleh dari pihak pengelola KRB, Departemen Kehutanan, studi literatur dan fasilitas internet. Data sekunder
tersebut mengenai jenis-jenis tanaman langka serta kisaran harga dari tanaman tersebut. 4.3.3. Penentuan Permintaan Rekreasi dan Nilai Ekonomi Wisata Pengambilan data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi dan nilai ekonomi wisata dari KRB, data yang digunakan berasal dari data primer yang diperoleh dari: 1. Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder mengenai karakteristik obyek wisata dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Observasi dengan cara mengamati dan mencatat hasil pengamatan di lapangan. 3. Wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh data yang dianggap penting. Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik sosial ekonomi pengunjung, seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan beberapa atribut lainnya seperti jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah anggota rombongan, lama mengetahui lokasi, tempat rekreasi alternatif, motivasi kunjungan, daya tarik lokasi, jumlah rekreasi dalam satu tahun dan intensitas rekreasi pada periode tertentu. 2. Kesediaan membayar dari masing-masing responden dalam menikmati peningkatan kualitas dan fasilitas rekreasi. 3. Data biaya perjalanan dari pengunjung untuk menuju lokasi wisata dan data lainnya yang menunjang.
4. Penilaian pengunjung terhadap kawasan dan kualitas pelayanan seperti kemudahan mencapai lokasi, keindahan alam, masalah kebersihan, fasilitas rekreasi, keamanan dan pelayanan. 4.4. Pengolahan Data Dalam penelitian ini data yang telah diperoleh, dikumpulkan, dan diolah menggunakan bantuan komputer. 4.4.1. Kemampuan KRB Dalam Menyerap Karbon Untuk mengetahui nilai ekonomi dari KRB dalam menyerap karbon, data yang diambil kemudian dipilih, dikumpulkan, dan diolah sesuai dengan jenis penyakit yang diduga disebabkan karena gas pencemar udara. Dari jenis penyakit tersebut kita dapat mengetahui biaya kesehatan/pengobatan dan pengaruh KRB terhadap kesehatan warga di sekitar KRB. Pendekatan biaya kesehatan digunakan untuk memperkirakan biaya pengobatan akibat perubahan yang menyebabkan seseorang menderita sakit. Biaya dihitung berdasarkan pengukuran biaya yang harus disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi: Perawatan pada rumah sakit, Perawatan selama penyembuhan, Pelayanan kesehatan yang lain, dan Obat-obatan. Nilai penyerapan karbon dapat didekati dari kemampuan suatu sumberdaya, dalam hal ini kemampuan KRB dalam menghasilkan oksigen. Pendugaan non use value, yaitu kemampuan KRB dalam menghasilkan oksigen dapat digunakan rumus sebagai berikut: UV O2 = CoP * PoO2 * Q ..................................................................... (3) Keterangan: UV (indirect) : use value (rupiah)
CoP
:Capability of plant, dalam hal ini berapa besar kemampuan tanaman dalam menghasilkan oksigen (liter/hari)
PoO2
: price of oxygen (rupiah/liter)
Q
: jumlah pohon Perhitungan jasa lingkungan sebagai penyerap gas-gas pencemar udara,
menggunakan pendekatan biaya kesehatan. Data mengenai kemampuan jenis pohon yang mampu mereduksi pencemaran udara seperti menyerap timbal, debu, SO2, NO2 dan CO diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwaningsih (2007). Perhitungannya adalah sebagai berikut: UV gas pencemar = xa * Rp c ............................................................. (4) Keterangan: UV (indirect) : use value (rupiah) Xa
:
penyerapan gas pencemar di KRB
Rp c
: manfaat nilai kesehatan warga di Kecamatan Bogor Tengah
4.4.2. Penilaian Ekonomi Tanaman Langka yang Terdapat di KRB Data yang telah diperoleh dari pihak pengelola kemudian dikumpulkan dan diolah menggunakan pendekatan biaya pengganti. Hal ini ditujukan untuk mengetahui manfaat yang kita peroleh dari keberadaan tanaman tersebut bila keberadaannya masih dapat dipertahankan di masa kini maupun di masa yang akan datang. Penilaian dari sumberdaya hayati tersebut khususnya tanaman langka menggunakan harga aktual (harga pasar), yaitu dengan harga bibit dari tanaman atau harga jual tanaman langka yang dikalikan dengan kemampuan pohon
menghasilkan anakan bibit serta penerimaan dari produk kayu dan non kayu. Perhitungannya adalah sebagai berikut: NEt = P1 * T1 + P2 * V2 + P3 * B3 ........................................................ (5) Keterangan: NEt
: nilai ekonomi tanaman langka (Rp)
P1
: harga bibit tanaman (Rp)
T1
: jumlah bibit tanaman yang dihasilkan tiap pohon
P2
: harga kayu (Rp/m3)
V2
: volume kayu (m3)
P3
: harga non kayu (Rp/kg)
B3
: berat produk (kg)
4.4.3. Penentuan Permintaan Rekreasi dan Nilai Ekonomi Wisata Penilaian terhadap nilai ekonomi wisata dilakukan dengan mengumpulkan biaya rata-rata yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan kunjungan wisata. Pendugaan kunjungan wisata ke KRB dilakukan dengan pendekatan biaya perjalanan individu per tahun kunjungan, yaitu: Vi = b0 - b1TC + b2I + b3A + b4E + b5W + b6Jk - b7M - b8T +b9Tr + b10Sp............................................................................................ (6) Keterangan: Vi : jumlah kunjungan/trip tahunan individu i ke KRB dalam satu tahun terakhir TC : biaya perjalanan individu ke lokasi KRB, yang terdiri dari biaya konsumsi, transportasi, dan biaya lainnya yang dikeluarkan responden selama melakukan kunjungan di lokasi wisata (rupiah) I
: pendapatan responden (rupiah per bulan)
A : usia responden (tahun)
E : tingkat pendidikan responden, dihitung berdasarkan tahun mengenyam pendidikan (tahun) W : jenis
pekerjaan
responden,
dihitung
berdasarkan
kemampuannya
menghasilkan pendapatan setiap bulannya Jk : jenis kelamin responden M : jarak tempuh responden ke KRB, dihitung dari titik keberangkatan (Km) T : waktu tempuh dari rumah menuju lokasi (jam) Tr : waktu yang ingin dihabiskan responden di KRB (jam) Sp : status perkawinan b0
:
konstanta
bi : koefisien regresi
Setelah mengetahui fungsi permintaan, kita dapat mengukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai Willingness to Pay terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen tersebut dapat diukur melalui formula: WTP ≈ CS = −
N2 ............................................................................... (7) 2α i
Keterangan: N
: jumlah kunjungan yang dilakukan individu i : koefisien dari biaya perjalanan Pendugaan permintaan individu untuk rekreasi, dilakukan melalui
perhitungan penilaian rekreasi dengan pendekatan nilai ekonomi wisata alam. Nilai ekonomi total wisata alam dari Kebun Raya Bogor merupakan total surplus konsumen pengunjung. 4.5. Regresi Istilah regresi dikemukakan pertama kali oleh Francis Galton, dalam artikelnya yang berjudul Family Likeness in Stature pada tahun 1886. Studinya ini
menghasilkan hukum regresi universal mengenai distribusi tinggi suatu masyarakat tidak mengalami perubahan yang besar sekali antargenerasi. Kemudian hukum regresi yang disampaikan oleh Francis Galton diperkuat oleh temannya yang bernama Karl Person. Saat ini, istilah regresi memiliki makna yang jauh berbeda dari yang dimaksudkan oleh Galton. Analisis regresi diartikan sebagai suatu analisis tentang ketergantungan suatu variabel, yaitu variabel tak bebas (dependent variabel) pada satu atau lebih variabel lain yaitu variabel bebas (independent variabel), dengan tujuan membuat estimasi atau prediksi dari nilai rata-rata (mean) atau rata-rata dari variabel tak bebas yang dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap dari variabel tak bebas. Pada hakikatnya, analisis regresi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) analisis regresi sederhana (simple regression analysis), yang mempelajari ketergantungan satu variabel tak bebas hanya pada satu variabel bebas, 2) analisis regresi berganda (multiple regression analysis), yang mempelajari ketergantungan suatu variabel tak bebas pada lebih dari satu variabel bebas. Dalam melakukan analisis menggunakan regresi, asumsi-asumsi dasar harus terpenuhi jika hal ini tidak terpenuhi akan berakibat pengujian yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat menjadi bias.
Asumsi tersebut antara lain: 1) E ( i|xi) = 0, i= 1,2,3, Nilai bersyarat
i
.,n
yang diharapkan adalah sama dengan nol di mana syarat
yang dimaksud tergantung kepada nilai X. 2) Cov ( i, j) = 0 i
j.
Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi antara serangkaian data menurut waktu (time series) atau menurut ruang (cross section). Kemungkinan terjadinya autokorelasi disebabkan oleh tidak diikutsertakannya seluruh variable bebas yang relevan dalam model regresi yang diduga, kesalahan menduga model matematis yang digunakan, pengolahan data yang kurang baik, dan kesalahan spesifikasi variabel gangguan. Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 4. Pengujian Autokorelasi Menggunakan Durbin-Watson (DW) Untuk Bila DW
>0
Untuk Bila (4
dU
DW)
<0
dU
Tidak ada autokorelasi pada model.
Tidak ada autokorelasi pada model
Bila DW
Bila (4
dL
DW)
dL
Ada autokorelasi positif pada model.
Ada autokorelasi positif pada model.
Bila dL < DW < dU
Bila dL < (4
Pengujian hasilnya tidak konklusif, sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model.
Pengujian hasilnya tidak konklusif, sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model.
DW) < d U
3) E(xi| i) = Cov (xi i) Asumsi ini akan dipenuhi bila gangguan i dan variabel bebas X tidak berkorelasi (saling tidak tergantung).
4) Var ( i|xi) =
2
, untuk setiap i.
Asumsi ini menyatakan bahwa varians nilainya sama dengan
2
i
untuk tiap xi konstan positif yang
. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas,
atau varians sama. Jika asumsi ini tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan terjadi
penyimpangan
atau
yang
disebut
dengan
heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas terjadi dikarenakan sifat variabel yang diikutsertakan ke dalam model dan sifat data yang digunakan dalam analisis. 5) Tidak ada multikolinearitas. Asumsi ini menyatakan tidak terdapatnya hubungan linearitas yang pasti di antara variabel bebas. Multikolinearitas terjadi disebabkan oleh kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang dipergunakan serta terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model regresi.
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Sejarah Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari samida (hutan buatan atau taman buatan) pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu
Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda, sebagaimana tertulis dalam prasasti Batutulis. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka.
Gambar 4. Lokasi Penelitian Kebun Raya Bogor Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun London's Kew Garden, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula KRB dalam bentuknya sekarang. Ide pendirian kebun raya bermula dari seorang ahli biologi yaitu Abner yang menulis surat kepada Komisaris Jenderal G.S.G.P. Van Der Capellen. Dalam surat itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lain. Pada tahun 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Van Der Capellen secara resmi mendirikan KRB dengan nama s'Lands Plantentuinte Buitenzorg. Pendiriannya diawali dengan menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran sebagai pertanda dibangunnya pembangunan kebun itu, yang pelaksanaannya dipimpin oleh Reinwardt sendiri, dibantu oleh James Hooper dan W. Kent. Sekitar 47 hektar tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida
dijadikan lahan pertama untuk kebun botani. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari 1817 sampai 1822. Kesempatan ini digunakannya untuk mengumpulkan tanaman dan benih dari bagian lain Nusantara. Dengan segera Bogor menjadi pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Pada masa itu diperkirakan sekitar 900 tanaman hidup ditanam di kebun tersebut. Tahun 1822 Reinwardt kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr. Carl Ludwig Blume yang melakukan inventarisasi tanaman koleksi yang tumbuh di kebun. Ia juga menyusun katalog kebun yang pertama berhasil dicatat sebanyak 912 jenis (species) tanaman. Pelaksanaan pembangunan kebun ini pernah terhenti karena kekurangan dana tetapi kemudian dirintis lagi oleh Johanes Elias Teysmann (1831), seorang ahli kebun istana Gubernur Jenderal Van den Bosch. Dengan dibantu oleh Hasskarl, ia melakukan pengaturan penanaman tanaman koleksi dengan mengelompokkan menurut suku (familia). Teysmann kemudian digantikan oleh Dr. Scheffer pada tahun 1867 menjadi direktur, dan dilanjutkan kemudian oleh Prof. Dr. Melchior Treub. Pendirian
KRB
bisa
dikatakan
mengawali
perkembangan
ilmu
pengetahuan di Indonesia. Dari sini lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), Museum dan Laboratorium Zoologi (1894). Sepanjang perjalanan sejarahnya KRB mempunyai berbagai nama dan julukan, seperti s'Lands Plantentuin, Syokubutzuer (zaman Pendudukan Jepang), Botanical Garden of Buitenzorg, Botanical Garden of Indonesia, Kebun Gede dan Kebun Jodoh. 5.2. Letak dan Luas
Kebun Raya Bogor adalah sebuah kebun penelitian besar yang terletak di Kota Bogor, Indonesia. Luasnya mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Terletak antara 1060 30 -106052 00 6030 30 -6041 00
LU dan
LS. KRB terletak pada ketinggian 235-260 m di atas
permukaan laut (mdpl), serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 m, maksimal 350 m. Jarak dari Jakarta kurang lebih 60 km. Secara administrasi KRB termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Batas-batas KRB meliputi: §
Sebelah utara dibatasi oleh Jalan Jalak Harupat
§
Sebelah selatan dibatasi oleh Jalan Otto Iskandardinata
§
Sebelah timur dibatasi oleh Jalan Pajajaran
§
Sebelah barat dibatasi oleh Jalan Ir. H Djuanda
5.3. Visi dan Misi Kebun Raya Bogor Visi dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT KRB) adalah menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan dan pariwisata. Misi dari PKT KRB adalah: 1) melestarikan tumbuhan tropika, 2) mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika, 3) mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan, 4) meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. 5.4. Tujuan dan Sasaran Kebun Raya Bogor Tujuan dari PKT KRB adalah: 1) mengkonservasi tumbuhan Indonesia khususnya dan tumbuhan tropika umumnya, 2) melakukan reintroduksi atau
pemulihan tumbuhan langka, 3) memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex situ tumbuhan, 4) meningkatkan jumlah dan mutu terhadap konservasi dan pendayagunaan tumbuhan, 5) menyiapkan bahan untuk perumusan kebijakan bidang konservasi ex situ tumbuhan, 6) meningkatkan pendidikan lingkungan dan 7) meningkatkan pelayanan jasa dan informasi perkebunrayaan. Sasaran dari PKT KRB ialah: 1) terkoleksinya jenis-jenis tumbuhan tropika, 2) terlaksananya reintroduksi atau pemulihan (recovery) tumbuhan langka, 3) terbangunnya kawasan-kawasan konservasi ex situ tumbuhan yang baru, 4) tersedianya bahan kebijakan bidang konservasi ex situ tumbuhan, 5) terpublikasinya karya tulis ilmiah di bidang konservasi tumbuhan, 6) terekrutnya sumberdaya manusia terdiri dari peneliti dan non peneliti dan 7) terlayaninya pengunjung wisata, pelajar dan kunjungan lainnya (termasuk pelajar dan mahasiswa praktek). 5.5. Struktur Organisasi Struktur organisasi dan tata kerja di lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 103 Tahun 2001 serta Keputusan Ketua LIPI Nomor 1151/M/2001 tentang Organisasi dan tata kerja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Struktur organisasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor berdasarkan Surat Keputusan tersebut, yaitu sebagai berikut: Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor
Bidang Konservasi Ex Situ
Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi Sub Bidang Registrasi Koleksi
Kelompok Jabatan Fungsional
Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Kepegawaian Sub Bagian Keuangan Sub Bagian
5.6. Flora dan Fauna Luas KRB mencakup areal 87 ha. Jumlah koleksi terakhir tercatat sekitar 13.684 spesimen. Berdasarkan data bulan April tahun 2008, koleksi tanaman hidup yang ditanam di kebun berjumlah 3.423 jenis yang mewakili 1.257 marga (genus) dari 222 suku (familia). Koleksi anggrek yang dipelihara di kamar kaca tercatat berjumlah 9.748 spesimen terdiri dari 519 jenis dan 120 marga. Selain anggrek alam, koleksi lain yang cukup menarik, lengkap dan menonjol adalah polong-polongan
(Fabaceae),
pinang-pinangan
(Aracaceae),
talas-talasan
(Araceae) dan getah-getahan (Apocynaceae). Disamping itu berbagai jenis koleksi bambu menarik pula untuk dilihat mengingat perannya yang sangat penting dalam kehidupan sosial budaya kita. KRB selain sebagai tempat koleksi flora, juga merupakan tempat bernaung berbagai jenis fauna seperti serangga, laba-laba, suit, burung dan sebagainya.
Sebuah pulau kecil di tengah kolam gunting dekat istana, sejak lama dihuni kawanan burung merandai (Acridotheres javanicus) pemakan ikan. Adapula kepodang hitam (Oriolus chinensis), burung raja udang berkerah putih (Halycon chloris). Jenis reptilian seperti ular dan biawak, mamalia (tupai dan musang, bahkan berang-berang juga menghuni KRB). Paling banyak dijumpai adalah kalong (Pteropus vampyrus), mamalia terbang paling besar ini bersarang dan bergelantungan di ranting dan cabang pohon-pohon tinggi. 5.7. Tanaman dan Bangunan yang Menarik di Kebun Raya Bogor Dari segi botani semua tanaman yang ada di KRB bernilai ilmiah yang tinggi namun ada jenis-jenis tanaman dan bangunan yang akan memberikan kesan tersendiri bagi mereka yang melihatnya. Tanaman dan bangunan itu diantaranya sebagai berikut: 1. Teratai raksasa (Victoris amazonica (poepp.) Sowerby.) Tumbuhan air ini dikenal sebagai teratai raksasa, berasal dari daerah Amazon di Brazilia. Didatangkan pertama kali melalui Kebun Raya Leiden Belanda pada tahun 1860. Daunnya bergaris tengah 1-1.5 m, bunganya berwarna putih yang berubah menjadi merah jambu setelah 2-3 hari. Termasuk famili Nymphaceae. 2. Anggrek raksasa (Grammatophyllum speciosum BI.) Tumbuhan ini sering disebut anggrek raksasa, karena tandan bunganya yang panjang dapat mencapai 1-1.5 m dan menghasilkan bunga mencapai 100 kuntum lebih pertandannya. Bunganya berwarna kuning berbintik-bintik coklat mirip macan. Berasal dari Kalimantan dan di KRB anggrek ini ditanam di pohonpohon kenari dan pohon saputangan.
3. Bunga bangkai (Amorphophallus titanium Becc.) Tumbuhan ini dikenal dengan nama bunga bangkai, tergolong suku Araceae (talas-talasan), berasal dari Sumatra. Pertama kali ditemukan oleh Beccari seorang botanis asal Itali tahun 1878. Berbunga tiga tahun sekali, bunganya sangat indah, berwarna aneka ragam, violet, kuning, merah darah dan hijau kekuning-kuningan, berpadu menjadi satu dengan yang lainnya sehingga mempesona setiap orang yang melihat. Dibalik keindahannya itu, bunganya menghasilkan bau yang tidak sedap seperti bnagkai tikus, oleh karena itu kebanyakan orang menyebutnya dengan bunga bangkai. Di KRB pernah berbunga setinggi lebih dari 3 m. 4. Kayu raja (Koompassia excels (Becc.) Taub.) Pohon yang berasal dari Kalimantan ini bentuknya menarik sekali, berbatang lurus berwarna putih dan berakar banir yang besar. Pohon ini di daerah asalnya disebut kayu raja, biasanya disenangi lebah untuk membuat sarang madu pada dahannya. Tingginya bisa mencapai 50 m, kayunya sangat bagus untuk bahan furniture dan perabotan rumah tangga. Mempunyai daun majemuk yang gugur setiap bulan Mei dan Juni. Bunganya kecil berwarna kuning, bisaanya berbunga pada bulan Nopember. Di KRB ditanam pada tahun 1914. 5. Jalan Kenari Jalan ini kiri-kanannya ditanami pohon-pohon kenari (Canarium Indicum L.) yang berasal dari Maluku. Kini pohon-pohon kenari itu usianya sudah lebih dari seratus tahun. Di KRB terdapat dua Jalan Kenari, yaitu Jalan Kenari I mulai dari pintu masuk utama sampai ke ujung jalan dekat belakang Istana Bogor, Jalan Kenari II terletak disebelah timur sungai Cilliwung. Karena pohon-pohon kenari
inilah kita dapat menjumpai dan membeli cinderamata yang dibuat dari tempurung buahnya dengan berbagai bentuk yang menarik. 6. Pohon tarzan (Entada phaseoloides (L.) Merr.) Tumbuhan merambat ini berasal dari Kalimantan dan Maluku. Di KRB tanaman ini merambat pada pohon-pohon kenari yang satu ke pohon yang lainnya. Di Jalan Kenari II, batangnya tampak bergelantungan menyebrangi jalan. Sungguh mengagumkan dan menarik perhatian. Banyak wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara menjulukinya dengan sebutan pohon tarzan. 7. Monumen Peringatan Isteri Raffles Bangunan ini bukan kuburan tetapi sebuah monumen peringatan yang dibangun oleh Stamford Raffles tahun 1814, untuk mengenang isterinya (Lady Olivia Marianne) yang meninggal tahun 1814. Pada waktu itu Raffles menjadi Letnan Gubernur di Pulau Jawa tahun 1811-1816. 8. Pohon lici (Litchi chinensis Sonn.) Tanaman ini dikenal dengan Lici, berasal dari China. Termasuk famili rambutan (Sapindaceae). Buahnya sangat lezat seperti rambutan. Di KRB, Lici merupakan pohon tertua, ditanam pada tahun 1823. Pertumbuhannya subur dan sehat. Karena tanaman ini sudah tua, sekarang sudah tidak berbuah lagi. 9. Taman Meksiko Materi koleksi taman ini sebagian besar dikumpulkan dari Meksiko, seperti kaktus, agave, yucca, kamboja, pohon lilin, dan sebagainya. 10. Taman Teysmann Taman ini dibangun pada tahun 1884 oleh M. Treub. Di taman ini dibuat pula sebuah tugu peringatan J.E.Teysmann, untuk mengenang jasa-jasanya.
Teysmann menjabat direktur KRB tahun 1831-1867. Taman ini berbentuk formal garden (yang lazimnya dibuat di Eropa), ditanami pohon-pohon yang dibentuk secara khusus, misalnya berbentuk piramida atau bundar. 11. Jalan Astrid Berupa jalan kembar yang dibangun untuk memperingati kunjungan Ratu Astrid dari Belgia pada tahun 1929. Ditengah-tengah jalan kembar ini ditanami bunga tasbih (Canna hybrida) yang berbunga merah dan kuning serta berdaun coklat. Dari kejauhan warna-warna ini melambangkan warna bendera Belgia. Di kiri-kanan jalan ditanami pohon dammar (Agathis dammara (Lamb.) L.C.Rich), sehingga daerah ini kelihatan indah dan nyaman. 12. Pohon Jodoh Di lokasi ini tumbuh dua jenis pohon besar berdampingan. Pohon di sebelah kanan adalah sejenis beringin atau Ficus albipila termasuk famili Moraceae, dengan kulit licin berwarna coklat hijau. Diduga pohon ini merupakan specimen satu-satunya di Indonesia. Pohon di sebelah kiri adalah meranti bunga atau Shorea leprosula termasuk famili Dipterocarpaceae, ditanam pada tahun 1870, mempunyai kulit kasar berwarna gelap. Melihat perbedaan bentuk dan warna kulitnya, menggambarkan sepasang pengantin, sehingga banyak orang menyebutnya pohon jodoh. 13. Lain-lain Selain bangunan dan tanaman tersebut di atas, masih banyak lagi tempat dan tanaman yang menarik untuk diketahui, seperti: Laboratorium Treub cikal bakal penelitian botani di Indonesia, jembatan gantung, taman bhineka, dan lain sebagainya.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Manfaat Kebun Raya Bogor dalam Mereduksi Gas Pencemar Udara Melalui Pendekatan Biaya Kesehatan Peningkatan kadar karbondioksida di udara dapat terbentuk secara alamiah, seperti dari asap kebakaran hutan, gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut. Selain itu, peningkatan kadar karbondioksida di udara juga bisa berasal dari manusia, sebagai akibat dari aktivitas transportasi, industri
dan pembuangan sampah (baik itu sebagai akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga). Peningkatan kadar karbondioksida tersebut bila tidak segera ditanggulangi dapat menggangu kestabilan ekosistem. Di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan. Zat-zat berbahaya tersebut diantaranya seperti: timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox). Salah satu dampak negatif akibat pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor ialah terganggunya kesehatan manusia. Beberapa penelitian menyatakan pengaruh gas yang tercemar terhadap kesehatan manusia adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Pengaruh Gas Pencemar Dari Emisi Kendaraan Bermotor Bagi Kesehatan Manusia Jenis Pencemar Pengaruh Terhadap Manusia Dapat menyebabkan penyakit kanker, memperberat Debu (TSP) penyakit jantung, batuk, iritasi kerongkongan, sesak napas, iritasi mata, ISPA. Memperberat penyakit jantung dan pernapasan, serta iritasi NO2 paru-paru. SO2
Memperberat penyakit saluran pernapasan, melemahkan pernapasan dan iritasi mata.
Timbal (Pb)
Kerusakan jaringan hati dan ginjal, jantung koroner, hipertensi, kelemahan berfikir, penurunan IQ, dan penyebab kanker.
CO
Menurunkan kemampuan darah membawa oksigen, melemahkan kemampuan berfikir, pusing, kelelahan dan kematian.
Sumber: Depkes RI 2007
Dampak negatif akibat pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor, dapat dikendalikan salah satunya dengan pembangunan hutan kota. Hutan kota sebagai salah satu kawasan ruang terbuka hijau (RTH), merupakan pendekatan dan penerapan salah satu atau beberapa fungsi hutan dalam kelompok vegetasi di perkotaan untuk mencapai tujuan proteksi, rekreasi, estetika, dan kegunaan fungsi lainnya bagi kepentingan masyarakat perkotaan. Satu hektar ruang terbuka hijau (RTH) yang dipenuhi pohon besar mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen untuk 1.500 penduduk per hari, menyerap 2,5 ton karbondioksida per tahun (enam kg karbondioksida per batang per tahun), menyimpan 900 m3 air tanah per tahun, mentransfer air 4.000 liter per hari, menurunkan suhu 5-80C, meredam kebisingan 25-80%, dan mengurangi kekuatan angin 75-80%.111 Pusat Konservasi Tumbuhan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2004) dalam Muis (2005), menyatakan satu batang pohon dengan diameter tajuk lebih kurang dua meter dapat menghasilkan pasokan oksigen yang cukup untuk tiga sampai empat orang. Ketua Umum Ikatan Artitek Lansekap Indonesia Jawa Barat menyatakan dalam satu hari pohon yang tumbuh subur di atas tanah mampu menyerap 1,8 kg karbondioksida dan melepaskan 1,2 kg oksigen yang setara dengan 1,56 liter oksigen.112
11
Sumber: http:// kompas.com Diakses tanggal 10 Februari 2008. Sumber: http:// kompas/internet/Save Babakan Siliwangi City Park.htm. Diakses tanggal 1Juli 2009.
112
KRB sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ juga sebagai kawasan hutan kota, memiliki manfaat yang cukup besar bagi Kota Bogor, yaitu sebagai habitat bagi beragam makhluk hidup, memproduksi oksigen, menyerap karbondioksida, menyaring gas polutan, meredam kebisingan, perlindungan terhadap angin dan sinar matahari, menurunkan suhu kota dan sebagai pembersih udara dari partikel dan debu serta bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan. Luas lahan KRB sekitar 87 ha dengan 92% dari luasnya (80 ha) ditumbuhi pohon-pohonan. Pendugaan jumlah pohon di areal KRB dilakukan dengan pendekatan luas dan jarak antar pohon. Jarak antar pohon sekitar empat meter, sehingga pendugaan jumlah pohon yang terdapat di KRB dalam satu hektarnya sebanyak 625 pohon atau setara dengan 50.000 pohon dalam 80 ha. Seperti yang telah dijelaskan diatas, sebuah pohon mampu menghasilkan 1,56 liter oksigen per hari dengan harga oksigen saat ini (current price) ialah Rp 21.250,00 per liter. Sehingga potensi KRB dalam menghasilkan oksigen yang sudah langsung dinilai ke dalam satuan moneter ialah: UV O2
= CoP * PoO2 * Q = 1,56 liter/pohon/hari * Rp 21.250,00/liter * 50.000 pohon = Rp 1.657.500.000,00 per hari Dari perhitungan diatas, jika dihitung ke nilai moneter, kawasan rekreasi
KRB dapat menghasilkan oksigen sebesar Rp 1.657.500.000,00 per hari atau setara dengan Rp 596.700.000.000,00 per tahun. Perhitungan kemampuan KRB dalam mereduksi gas pencemar udara, menggunakan pendekatan biaya kesehatan yang datanya diperoleh dari
penelusuran data di UPD Puskesmas Bogor Tengah dan sebagai pembandingnya digunakan data yang diperoleh dari UPD Puskesmas Bogor Barat. Besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat untuk biaya pengobatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 4 tahun 2006 Bab 5 Pasal 6, mengenai tarif retribusi pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk satu kali kunjungan pengobatan dasar ditetapkan sebesar Rp 3.000,00. Berdasarkan
hasil
penelusuran
data
mengenai
total
kunjungan
pasien/warga di UPD Puskesmas Bogor Tengah maupun UPD Puskesmas Bogor Barat tahun 2008, jenis penyakit yang banyak dikeluhkan oleh warga akibat pencemaran udara diantaranya: Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), Tuberkulosis Paru (TB paru), Dermatittis (radang kulit), Pneumonia, Pharingitis (radang tenggorokan), Conjungtivitis (mata merah), Bronchitis, Tonsilitis (radang tonsil) dan Asma. Penyakit tersebut merupakan beberapa jenis penyakit yang berkaitan dengan kualitas udara yang buruk. Adapun jenis penyakit dan jumlah warga yang terkena dampak pencemaran udara di Kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Barat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Warga yang Terkena Dampak Pencemaran Udara di Wilayah Kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Barat Tahun 2008 Kecamatan Jenis Penyakit ISPA TB Paru Dermatittis Pneumonia Pharingitis Asma Conjungtivitis Bronchitis
Bogor Barat Orang 1325 87 723 467 4604 204 201 228
Bogor Tengah Orang 864 125 988 26 615 335 218 89
Tonsilitis Total
571 8.410
67 3.327
Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2009
Jumlah warga yang berobat ke UPD Puskesmas Bogor Barat akibat terkena dampak pencemaran udara sebanyak 8.410 pasien dari total populasi penduduk 170.664 jiwa. Sedangkan jumlah warga yang berobat ke UPD Puskesmas Bogor Tengah akibat terkena dampak pencemaran udara sebanyak 3.327 pasien dari total populasi penduduk 92.855 jiwa. Dari data diatas diperoleh persentase warga yang berobat ke UPD Puskesmas Bogor Barat sebesar 4,93% dan persentase warga yang berobat ke UPD Puskesmas Bogor Tengah sebesar 3,58%. Selisih persentase diatas menjelaskan manfaat keberadaan KRB di bidang penyehatan lingkungan. Besarnya penyerapan gas-gas pencemar udara yang diberikan oleh KRB, berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Purwaningsih (2007) terhadap Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di KRB dapat dilihat pada Lampiran 2, yaitu sebesar 115.312,022 g/jam atau setara dengan 996,3 ton/tahun. Total biaya pengobatan warga di UPD Puskesmas Bogor Tengah tahun 2008 adalah sebesar Rp 9.606.000,00. Dengan menggunakan persamaan (4), maka dapat diduga penilaian KRB dalam menyerap gas-gas pencemar udara berdasarkan pendekatan biaya kesehatan ialah: UV gas pencemar
= xa * Rp. c = 996,3 ton/tahun * Rp 9.606.000,00 = Rp 9.570.457.800,00
Nilai yang diperoleh dari penyerapan gas-gas pencemar udara yang dilakukan oleh KRB melalui pendekatan biaya kesehatan diperoleh sebesar
Rp 9.570.457.800,00. Nilai ini dapat menjadi patokan bagi besarnya subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak pencemaran udara yang terjadi di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. Besarnya biaya atau subsidi ini mungkin lebih kecil bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang letaknya jauh dari KRB. Mekanisme penyerapan karbon dan gas pencemar di udara oleh tajuk pepohonan di KRB, mampu mengurangi efek pencemaran udara yang terdapat dalam udara bebas. Luas dan rapatnya tajuk pohon memberikan andil yang besar dalam mereduksi pencemaran yang terjadi. Sutrian (1992) menyatakan bahwa luasan daun dan ketebalan daun juga berpengaruh terhadap kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbondioksida. Ketebalan daun menentukan absorbsi cahaya, pada daun yang tebal memiliki kloroplas yang lebih banyak per satuan luas daun, sehingga pada daun yang tebal akan memiliki kapasitas mengintersepsi energi cahaya dan mereduksi gas karbondioksida yang lebih tinggi daripada daun yang tipis, karena semakin aktif melakukan fotosintesis (Sitompul dan Guritno, 1995). Gandasari et al. (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanaman yang sangat efektif dalam melakukan penyerapan gas pencemar udara ditentukan oleh ukuran, kerapatan, dan bentuk trikoma daun. Daun yang berambut atau bertrikoma mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap partikel dibandingkan daun yang tidak bertrikoma. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrullah et al. (2001) menyatakan bahwa pohon yang memiliki serapan tinggi dalam menyerap gas pencemar udara diantaranya dadap kuning, kaliandra, kenanga, melinjo, flamboyan, kembang merak, asam kranji, kapuk, galinggem, bunga lampion, trembesi, cempaka, jambu
biji, hujan mas dan nangka. Tanaman semak/penutup tanah yang memiliki serapan tinggi ialah jacobiana merah, kihujan, akalia merah, lollipop kuning, nusa indah, daun mangkokan, bugenvil ungu, kaca piring, hanjuang merah, azalea, lantana ungu dan akalipa putih. Tanaman ini sangat disarankan untuk dipakai dalam mengisi lanskap pada sumber polutan seperti pada jalan, jalur hijau penyangga pada kawasan industri dan power plan yang difungsikan untuk mengurangi polusi udara. Beberapa jenis tanaman yang terdapat di KRB yang mampu menghasilkan oksigen, menyerap karbondioksida serta sebagai tanaman peneduh dan penghijauan diantaranya: daun kupu-kupu, trengguli, flamboyan, trembesi, seputih janten, kenari, kapuk randu, meranti merah, rasamala, resak, kiburahol, tanjung, mahoni dan sebagainya. 6.2. Penilaian Ekonomi Dari Tanaman Langka yang Terdapat Di Kebun Raya Bogor Indonesia merupakan negara yang unggul di dunia dan dianggap sebagai salah satu pusat keanekaragaman tanaman ekonomi di dunia. Dengan adanya keanekargaman hayati yang kita miliki, tentunya banyak keuntungan yang dapat kita ambil. Beberapa keuntungan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1) sebagai sumber pangan, perumahan, dan kesehatan, 2) sebagai sumber pendapatan atau devisa negara, 3) sebagai sumber plasma nutfah, 4) manfaat ekologi, 5) manfaat keilmuan, dan 6) manfaat keindahan. Dewasa ini, walaupun bukan merupakan satu-satunya faktor, namun pertambahan penduduk dunia yang cenderung meningkat pesat merupakan pemicu kepunahan keanekaragaman hayati. Pertambahan penduduk dunia menyebabkan manusia meningkatkan penggunaan kekayaan alam untuk mencukupi kebutuhannya. Kegiatan manusia terkadang menimbulkan berbagai
tindakan yang mengancam keberadaan keanekaragaman hayati, tindakan tersebut diantaranya: perusakan habitat, fragmentasi habitat, gangguan pada habitat, penggunaan sumberdaya secara berlebihan, masuknya jenis-jenis eksotis, dan adanya penyebaran penyakit. Faktor lain yang menjadi penyebab kepunahan spesies dan kerusakan habitat ialah berkembangnya industri dan masyarakat modern yang materialistik yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan sumberdaya alam (Widada et al, 2006). Sumberdaya alam dikatakan langka bila suatu spesies secara keseluruhan ditemukan dalam jumlah sedikit, hanya ditemukan di suatu tempat (endemik) meskipun terdapat dalam jumlah yang banyak, dan jika spesies ditemukan di berbagai tempat, namun pada setiap tempat tersebut jumlahnya sedikit. Status kelangkaan mempunyai kaitan yang erat dengan status kerawanan suatu spesies terhadap bahaya punah. Meskipun belum benar-benar punah, namun bisa saja suatu spesies berada pada kondisi terancam punah. Status keterancaman ini dirumuskan dalam konsep kelangkaan. IUCN pada tahun 1994 mengeluarkan kriteria ancaman yang menjadi bahan rujukan secara global. Kategori keterancaman tersebut dibedakan menjadi delapan, yaitu punah (extinct), punah di alam (extinct in the wild), kritis (critically endangered), genting (endangered), rentan (vulnerable), resiko relatif rendah (lower risk), kurang data (data deficient) dan tidak dievaluasi (not evaluated). Menyadari
ancaman
akan menyusutnya
keanekaragaman
hayati
Indonesia, maka pemerintah berupaya agar laju penyusutan dapat dikurangi dengan jalan menyisihkan areal hutan alam untuk kawasan pelestarian. Upaya pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan
usaha pengendalian atau pembatasan dalam memanfaatkan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa mendatang. Untuk menjamin agar persediaan sumberdaya alam tidak habis dalam waktu singkat, maka pemanfaatan sumberdaya alam perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan secara bijaksana. Pemanfaatan yang demikianlah yang disebut dengan konservasi. Kegiatan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya merupakan suatu upaya yang tepat dalam mengantisipasi kemungkinan merosotnya daya dukung alam. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Bab V Pasal 22 menyebutkan bahwa Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama yaitu pengembangbiakan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Disamping itu, konservasi juga berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan. Lembaga konservasi dapat berbentuk Kebun Binatang, Musium Zoologi, Taman Satwa Khusus, Pusat Latihan Satwa Khusus, Kebun Botani, Herbarium dan Taman Tumbuhan Khusus. KRB sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ, memiliki luas lahan sekitar 87 ha dengan koleksi tanaman berjumlah 14.354 spesimen, diantaranya 3.443 jenis (species) mewakili 1.267 marga (genus) dari 219 suku (famili). KRB sebagai salah satu kawasan konservasi ex situ menyimpan banyak koleksi flora langka yang bila dijaga kelestariannya akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi generasi saat kini maupun generasi mendatang.
Secara ekonomi penilaian tanaman di KRB khususnya tanaman (flora) langka yang memiliki harga pasar didekati melalui pendekatan biaya pengganti. Dengan menggunakan persamaan (5), yaitu dengan menjumlahkan penerimaan dari penjualan bibit tanaman, penerimaan dari kayu bulat serta penerimaan dari non-kayu berupa gubal gaharu, kemedangan, dan abu gaharu diperoleh nilai ekonomi tanaman langka sebesar Rp 217.620.080,00 (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8). Nilai ini sebenarnya lebih besar, karena dalam perhitungan ini tidak semua jenis tanaman dihitung. Namun, yang terpenting adalah bila keberadaan tanaman (flora) langka ini terus dipertahankan kelestariannya baik itu melalui upaya reintroduksi maupun konservasi, masyarakat maupun pemerintah tidak hanya akan mendapatkan manfaat dari segi ekonomi juga dari segi ekologis, biologis, dan sosial. Manfaat tersebut diantaranya: •
Fungsi layanan jasa lingkungan atau ekologis Sebagai kawasan konservasi sumberdaya alam khususnya pada tanaman
(flora) langka, keberadaan KRB tidak terlepas dari manfaatnya sebagai penghasil jasa lingkungan atau ekologis. Setiap tanaman langka merupakan unsur ekosistem alam yang dapat menjadi key species atau kunci bagi keseimbangan alam. Manfaat ekologis tersebut antara lain: melindungi sumber-sumber air (memelihara daur hidrologi, mengatur dan menstabilkan aliran permukaan dan menjaga air tanah), membentuk dan melindungi tanah, menyimpan dan mendaur zat-zat hara, menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar, ikut menstabilkan iklim (khususnya ditingkat mikro), memelihara berbagai ekosistem dan memulihkan kondisi akibat
bencana yang tidak terduga (seperti banjir, kebakaran, angin topan dan berbagai penyakit akibat ulah manusia). •
Fungsi biologis Fungsi biologis yang dapat diberikan oleh keberadaan tanaman (flora)
langka ialah dapat digunakan sebagai pemasok berbagai kebutuhan hidup, antara lain: sebagai sumber makanan, gudang gen (seperti untuk persediaan makanan dan obat-obatan), gudang pengendali biologis (seperti pestisida dan herbisida alami), sumber bahan bangunan dan industri (serat, penyamak, keratin, bahan perekat, minyak, enzim), sumber kayu (bangunan, pulp, kayu bakar) dan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang. •
Fungsi sosial Selain sebagai penyedia jasa lingkungan dan biologis, keberadaan tanaman
(flora) langka tersebut memberikan manfaat lain dalam bidang sosial. Manfaat sosial tersebut antara lain: menyediakan berbagai fasilitas penelitian, pendidikan dan pemantauan (sebagai laboratorium hidup untuk studi pemanfaatan sumberdaya yang lebih baik, dan cara memelihara sumber-sumber genetis dari berbagai sumberdaya hayati yang dipanen), sebagai fasilitas rekreasi dan pariwisata serta sebagai sumber nilai budaya. Adapun beberapa jenis tanaman langka di KRB yang keberadaannya memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya baik di masa kini maupun di masa mendatang, antara lain: a. Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis merupakan jenis tanaman yang tersebar di hutan alam Sumatera dan Kalimantan. Tanaman ini terkenal sebagai penghasil gubal
gaharu yang disebut juga agarwood, eaglewood, dan aloewood, yaitu sebutan untuk hasil hutan non kayu yang berupa damar harum (aromatic resin), bernilai ekonomi tinggi, terjadi melalui fenomena patologis yang unik. Gaharu banyak digunakan sebagai bahan dasar ,minyak wangi, dupa bakaran, dan obat tradisional di Asia Timur (Yagura et al, 2005 dalam Santoso et al, 2007). b. Alstonia scholaris Alstonia scholaris (kayu pulai) merupakan jenis kayu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kayu pulai termasuk kelas awet V, mudah diserang jamur biru dan bubuk kayu kering. Daya tahan kayu pulai terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light termasuk kelas III. Kayu pulai dapat digunakan untuk peti, korek api, cetakan beton dan barang kerajinan seperti kelom, wayang golek, topeng dan lain-lain (Martawijaya et al, 2005). c. Gonystylus bancanus Gonystylus bancanus (kayu ramin) merupakan jenis kayu yang banyak terdapat di wilayah Sumatera Utara, Riau (Bengkalis), Sumatera Selatan, Jambi dan seluruh Kalimantan. Kayu ramin banyak dimanfaatkan untuk konstruksi ringan di bawah atap, rangka pintu dan jendela, mebel, kayu lapis, moulding, mainan anak-anak, barang bubutan, tangkai alat-alat yang tidak dipergunakan untuk memukul. Kayu yang mengandung gaharu bisa dipergunakan untuk wangi-wangian dan obat (Martawijaya et al, 2005). d. Instia bijuga Instia bijuga (kayu merbau) merupakan jenis kayu yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Kayu ini umum dipakai untuk membuat parket (flooring), furniture, decking dengan finger joints, panel,
musik instrumen dan lainnya. Kayu ini masuk kategori kayu keras dan dengan tekstur yang dimilikinya membuat Merbau menjadi sebuah simbol eklusifitas dalam interior (Martawijaya et al, 2005). e. Shorea leprosula Shorea leprosula (kayu meranti) merupakan jenis kayu yang banyak tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Maluku. Kayu meranti secara umum termasuk kelas awet III V dengan daya tahan kayu terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light termasuk kelas III. Kayu meranti terutama digunakan untuk venir dan kayu lapis, di samping itu dapat juga digunakan untuk bangunan perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu dan jendela, dinding, lantai dan sebagainya (Martawijaya et al, 2005). 6.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Rekreasi Serta Nilai Ekonomi Wisata dari Kebun Raya Bogor 6.3.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Jumlah pengunjung KRB yang dipilih sebagai responden sebanyak 100 orang, yang terdiri atas 64% responden perempuan dan sisanya sebanyak 36% responden laki-laki, dengan 67% dari responden diantaranya telah menikah dan sisanya 33% belum menikah.
a. Tingkat Usia Tingkat usia diduga cukup mempengaruhi keputusan pengunjung untuk melakukan kegiatan rekreasi, karena usia dapat menggambarkan kondisi fisik seseorang, kemampuan hidup, kebutuhan, dan sebagainya. Sebaran responden pengunjung KRB menurut tingkat usia, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat Usia Tahun 2009 Tingkat usia Persentase Responden (%) 17 27 tahun 28 38 tahun 39 49 tahun > 49 tahun Jumlah
37 37 15 11 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
Responden pengunjung KRB paling banyak berada pada tingkat usia 17-27 tahun dan 28-38 tahun, yaitu sebanyak 37% serta responden pengunjung yang berada pada tingkat usia 39-49 tahun sebanyak 15%. Responden pengunjung yang berada pada tingkat usia 28-38 tahun serta 39-49 tahun sebagian besar telah berkeluarga dan bekerja, sehingga rekreasi sangat dibutuhkan untuk berlibur bersama keluarga juga untuk memulihkan kondisi fisik dari kejenuhan terhadap aktivitas rutin sehari-hari. Jumlah responden pengunjung KRB pada tingkat usia lebih dari 49 tahun sebanyak 11%. Hal ini mengindikasikan semakin bertambahnya usia dan terjadi penurunan kemampuan fisik, kegiatan rekreasi luar ruangan (outdoor recreation) semakin berkurang. b. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan diduga cukup mempengaruhi keputusan pengunjung untuk melakukan kegiatan rekreasi. Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi biasanya lebih membutuhkan rekreasi untuk menyegarkan pikiran dan menghilangkan kejenuhan dari aktivitas rutin sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden yang berkunjung ke KRB, umumnya memiliki tingkat pendidikan cukup tinggi, yaitu lulusan akademi dan perguruan tinggi 58%, lulusan SMU dan sederajat 35%, lulusan SMP 5% dan lulusan SD 2%. Sebaran responden pengunjung KRB menurut tingkat pendidikan, dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009 Tingkat Pendidikan Persentase Responden (%) SD SMP SMA Akademi dan Perguruan Tinggi Jumlah
2 5 35 58 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
c. Jenis Pekerjaan Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar responden pengunjung bekerja sebagai pegawai swasta, yaitu sebanyak 32% dan sisanya 68% bekerja sebagai: pelajar/mahasiswa 18%, pegawai negeri 13%, ABRI 2%, wiraswasta 7%, ibu rumah tangga 19% dan lainnya yaitu sebagai pensiunan dan tenaga sukarelawan 9%. Sebaran responden pengunjung KRB berdasarkan jenis pekerjaannya, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2009 Jenis Pekerjaan Persentase Responden (%) Pelajar/mahasiswa Pegawai negeri Pegawai swasta Pengusaha/wiraswasta ABRI Ibu rumah tangga Lainnya Jumlah
18 13 32 2 7 19 9 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
d. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan memiliki hubungan erat dengan kemampuan seseorang untuk memutuskan tujuan rekreasi. Responden di KRB umumnya memiliki tingkat pendapatan antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 3.000.000,00 perbulan, yaitu sebanyak 42%. Responden yang memiliki pendapatan kurang dari
Rp 1.000.000,00 perbulan ada sebanyak 26%. Pada tingkat pendapatan ini, umumnya
merupakan
responden
yang
bermata
pencaharian
sebagai
pelajar/mahasiswa dimana pendapatan yang diperoleh dihitung berdasarkan pengeluaran selama satu bulan. Responden yang berpendapatan sebesar Rp 3.010.000,00 sampai Rp 5.000.000,00 perbulan ada sebanyak 18%. Pendapatan responden paling tinggi berada pada kisaran lebih dari Rp 5.000.000,00 per bulan, yaitu sebanyak 14%. Harga tiket masuk yang murah, dengan pemandangan yang cukup indah serta arena yang luas untuk bermain anak-anak menjadi salah satu tujuan rekreasi yang ideal yang dapat dinikmati oleh responden yang berpendapatan rendah maupun tinggi. Sebaran responden pengunjung KRB berdasarkan tingkat pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tahun 2009 Tingkat Pendapatan Persentase Responden (%) < 1 juta 1 3 juta 3.01 5 juta > 5 juta Jumlah
26 42 18 14 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
e. Biaya Perjalanan, Jarak Tempuh, dan Waktu Tempuh Biaya perjalanan yang dikeluarkan responden pengunjung KRB adalah biaya yang dikeluarkan selama melakukan rekreasi, yang terdiri atas biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya parkir, biaya dokumentasi dan biaya lainnya, kecuali tiket masuk. Harga tiket masuk tidak dihitung karena sifatnya konstan atau sama untuk setiap tingkat pengunjung sehingga dalam pengolahan data variabel yang bersifat konstan tidak diikutsertakan dalam pengolahan data. Biaya rekreasi
yang dikeluarkan responden berkisar antara Rp 9.000,00 sampai Rp 58.000,00 per orang dengan rata-rata Rp 27.545,00 per orang per kunjungan. Tabel 11. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Biaya Perjalanan Tahun 2009 Biaya Perjalanan (Rp) Persentase Responden (%) 9000 20000 49 20001 31000 70 31001 42000 66 >42000 10 Jumlah 100 Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
Tabel 11 menjelaskan bahwa kelompok terbesar adalah responden pengunjung yang mengeluarkan biaya perjalanan antara Rp 20.001,00 sampai Rp 31.000,00 per kunjungan sebesar 70% dan biaya perjalanan antara Rp 31.001,00 sampai Rp 42.000,00 per orang per kunjungan sebesar 66%. Jarak tempuh responden dari daerah asal keberangkatan sampai ke KRB dan kembali lagi ke daerah asal mereka, dapat dilihat pada Tabel 12. Sebagian besar responden menempuh jarak antara 0-50 km sebesar 46%, jarak tempuh antara 51-101 km sebesar 15%, jarak tempuh antara 102-152 km sebesar 33% dan jarak tempuh antara 153-204 km sebesar 6%. Sebaran responden pengunjung KRB menurut jarak tempuh, dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jarak Tempuh Tahun 2009 Jarak Tempuh (km) Persentase Responden (%) 0 50 51 101 102 152 153 204
46 15 33 6
Jumlah
100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
Waktu tempuh dihitung berdasarkan waktu yang digunakan responden untuk menempuh perjalanan dari lokasi asal hingga ke lokasi wisata dan kembali lagi ke tempat lokasi asal responden. Responden yang menempuh waktu antara 1-2 jam sebesar 46%. Responden yang menempuh waktu perjalanan sekitar 2,1-3 jam sebesar 24%, sedangkan responden yang menghabiskan waktu perjalanan 3,1-4 jam sebesar 15%. Responden yang mengalami waktu perjalanan kurang dari satu jam sebesar 12% dan yang menempuh jarak lebih dari empat jam sebesar 3%. Sebaran responden pengunjung KRB berdasarkan waktu tempuh, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Waktu tempuh Tahun 2009 Waktu Tempuh (jam) Persentase Responden (%) < 1,0 1,0 2,0 2,1 3,0 3,1 4,0 > 4,0 Jumlah
12 46 24 15 3 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
f. Cara Kedatangan Cara kedatangan erat kaitannya dengan tujuan kunjungan. Responden yang datang ke KRB bersama dengan keluarga sebanyak 45%, responden yang datang bersama dengan teman sebanyak 30%, responden yang datang bersama rombongan sebanyak 19% dan responden yang datang seorang diri sebanyak 6%. Persentase sebaran responden pengunjung KRB menurut cara kedatangan, dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Cara Kedatangan Tahun 2009 Cara Kedatangan Persentase Responden (%) Sendiri Teman Keluarga Rombongan Jumlah
6 30 45 19 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
Sebagian besar responden pengunjung datang untuk berekreasi (84%) termasuk didalamnya menikmati pemandangan, udara sejuk, mencari ketenangan, manfaat ekologis dan historis. Selain itu ada juga responden pengunjung datang ke KRB untuk pendidikan (6%), penelitian (2%) dan untuk kepentingan lainnya (8%), yaitu karena kebetulan lewat. Persentase sebaran responden pengunjung KRB menurut tujuan kedatangan, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Tujuan Kunjungan Tahun 2009 Tujuan Kunjungan Persentase Responden (%) Berekreasi Pendidikan Penelitian Lainnya Jumlah
84 6 2 8 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
Jenis kendaraan yang digunakan pengunjung yang datang ke KRB, sebagian besar menggunakan angkutan umum (53%), seperti angkutan kota (angkot) dan kereta api, menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor (45%) serta sisanya menggunakan angkutan sewa (2%). Sebaran responden berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan Tahun 2009 Jenis Kendaraan Persentase Responden (%)
Pribadi Sewa Umum Jumlah
45 53 2 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
g. Frekuensi Kunjungan Frekuensi pengunjung merupakan variabel dependen pada penelitian ini dalam pendugaan fungsi permintaan rekreasi. Selama satu tahun terakhir (termasuk waktu penelitian), sebagian responden menyatakan sudah sering berkunjung ke KRB. Responden pengunjung yang menyatakan dalam satu tahun terakhir telah berkunjung ke KRB sebanyak satu kali ada 13%, responden yang menyatakan telah berkunjung sebanyak dua kali ada 34%, responden yang menyatakan telah berkunjung sebanyak tiga kali ada 41% dan responden yang menyatakan telah berkunjung sebanyak empat kali ada 12%. Sebaran responden berdasarkan frekuensi kunjungan, dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Frekuensi Kunjungan dalam Setahun Terakhir Tahun 2009 Frekuensi Kunjungan Persentase Responden (%) 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Jumlah
13 34 41 12 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
Kegiatan rekreasi ke KRB merupakan kegiatan rekreasi harian, yaitu pengunjung pada umumnya melakukan kunjungan kurang dari satu hari. Lamanya responden berada di lokasi sebagian besar selama 2-4 jam yaitu sebanyak 67%. Responden yang menghabiskan waktu di lokasi selama lebih dari empat jam sebanyak 31% dan responden yang menghabiskan waktu di lokasi selama kurang
dari dua jam sebanyak 2%. Sebaran responden menurut waktu yang dihabiskan responden di KRB, dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Responden Pengunjung Menurut Waktu yang Dihabiskan di Lokasi Wisata Kebun Raya Bogor Tahun 2009 Waktu Berada di Lokasi (Jam) Persentase Responden(%) < 2.0 2.0 4.0 > 4.0 Jumlah
2 67 31 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
6.3.2 Penilaian Responden Terhadap Kondisi Kebun Raya Bogor Penilaian yang diberikan oleh responden pengunjung terhadap kondisi KRB meliputi: keamanan, penyediaan fasilitas, pelayanan petugas, penyediaan informasi, masalah kebersihan, kebisingan dan pencemaran udara. a. Daya Tarik Obyek Wisata yang Disukai Lokasi KRB yang berjarak tidak jauh dari Ibukota Jakarta dengan kualitas udara yang cukup baik dan sejuk menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung untuk berwisata. Sebagai salah satu kawasan konservasi yang juga menawarkan wahana rekreasi membuat KRB ramai dikunjungi pengunjung baik hari libur maupun hari kerja. Dari hasil wawancara diketahui bahwa alasan responden berkunjung ke KRB ialah karena udara sejuk yang dimilikinya (48%), taman yang indah (23%), diajak oleh teman atau keluarga (6%), karena ramai pengunjung sehingga membuat responden tertarik untuk melakukan wisata di KRB (4%) dan alasan lainnya (19%), seperti biaya rekreasi murah, tempat rekreasi paling dekat dengan tempat tinggal, menyimpan nilai historis tersendiri bagi responden, ketenangan jiwa, dan tempat yang sangat luas untuk arena bermain anak. Sebaran responden berdasarkan daya tarik obyek wisata, dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Daya Tarik Obyek Wisata yang Disukai Tahun 2009 Daya Tarik Obyek Wisata Persentase Responden (%) Udara sejuk Taman yang indah Diajak oleh teman/keluarga Ramai pengunjung Lainnya Jumlah
48 23 6 4 19 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
b. Kemudahan Mencapai Lokasi Wisata Letak KRB yang berada di tengah kota, serta ditunjang dengan tersedianya fasilitas angkutan umum maupun sarana jalan yang memadai, sehingga sangat memudahkan responden untuk mencapai lokasi. Responden pengunjung menyatakan sangat mudah untuk mencapai lokasi sebanyak 39%, responden menyatakan mudah untuk mencapai lokasi sebanyak 54%, dan responden yang menyatakan sulit untuk mencapai lokasi sebanyak 7%. Sebaran responden berdasarkan kemudahan mencapai lokasi wisata, dapat dilihat pada Tabel 20. c. Masalah Kebersihan Kebersihan lingkungan terutama sampah di lokasi KRB perlu mendapat perhatian dan kerjasama dari semua pihak, baik pengunjung maupun pengelola. Pada kenyataannya, di lokasi wisata menunjukkan bahwa pengelola dan pengunjung belum menyadari manfaat dari kebersihan. Hal ini terlihat dari kurang memadainya ketersediaan tong sampah dan petugas kebersihan di KRB serta kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Jika hal ini tidak segera ditanggulangi, maka akan berpengaruh negatif bagi keberlangsungan KRB sebagai tempat konservasi tumbuhan. Dari 100 responden pengunjung diantaranya menyatakan masalah kebersihan di KRB
masih perlu perhatian (54%), sedang terhadap masalah kebersihan (36%), dan tidak ada masalah terhadap masalah kebersihan (10%). Sebaran responden berdasarkan masalah kebersihan yang terjadi di KRB, dapat dilihat pada Tabel 20. d. Pencemaran Udara dan Tingkat Kebisingan Penilaian lainnya adalah mengenai pencemaran udara dan tingkat kebisingan di KRB. Sebagian besar responden menyatakan tidak ada masalah dengan pencemaran udara (57%). Hal ini terkait dengan kemampuan tanaman dalam menyerap gas pencemar udara dan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis, sehingga membuat sebagian responden menyatakan tidak ada masalah dengan pencemaran udara di dalam KRB, 41% diantaranya menyatakan sedang dan sisanya 2% menyatakan pencemaran udara di KRB tinggi. Pencemaran udara terjadi akibat sering terjadinya kemacetan di sekitar lokasi serta letak KRB yang berada di tengah kota, membuat responden yang berada dekat dengan jalan menyatakan pencemaran udara tinggi. Tingkat kebisingan di KRB umumnya responden menyatakan tidak ada masalah sebanyak 59%, menyatakan sedang 39% dan sisanya 2% menyatakan tingkat kebisingan yang terjadi di KRB tinggi. Masalah kebisingan di KRB disebabkan oleh suara kendaraan bermotor disekitarnya, serta adanya pengunjung yang menggunakan pengeras suara sehingga membuat pengunjung lainnya terganggu. Sebaran responden berdasarkan tingkat pencemaran udara dan tingkat kebisingan yang terjadi di KRB, dapat dilihat pada Tabel 20. e. Keamanan di Lokasi Wisata Masalah keamanan di lokasi wisata, sebagian besar responden menyatakan aman, yaitu sebanyak 81%, sangat aman sebanyak 10%, dan sisanya 9%
menyatakan kurang aman. Rasa kurang aman dikeluhkan oleh responden terkait dengan areal parkir yang tidak tersedia di lokasi wisata. Sebaran responden berdasarkan tingkat keamanan di lokasi wisata, dapat dilihat pada Tabel 20. f. Penyediaan Fasilitas Penyediaan fasilitas di KRB dinilai oleh responden pengunjung sebanyak 54% memadai, sebanyak 42% kurang memadai dan sisanya 4% menyatakan sangat memadai. Responden umumnya mengusulkan sarana bermain anak, tempat berteduh atau shelter, tempat sampah, toilet, tempat ibadah, tempat makan, mobil keliling dan lokasi parkir yang besar. Sebaran responden berdasarkan penyediaan fasilitas di KRB, dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Penilaian Terhadap Kondisi Lokasi Tahun 2009 Kriteria Persentase Jumlah Responden (%) No
1
2
3
4
5
6
Kemudahan Mencapai Lokasi • Sangat mudah • Mudah • Sulit Jumlah Masalah Kebersihan • Perlu perhatian • Sedang • Tidak bermasalah Jumlah Pencemaran Udara • Tinggi • Sedang • Tidak bermasalah Jumlah Tingkat Kebisingan • Tinggi • Sedang • Tidak bermasalah Jumlah Keamanan di Lokasi Wisata • Sangat aman • Aman • Kurang aman Jumlah Penyediaan Fasilitas • Sangat memadai • Memadai • Kurang memadai Jumlah
39 54 7 100 54 36 10 100 2 41 57 100 2 39 59 100 10 81 9 100 4 54 42 100
Sumber: Dikumpulkan Oleh Penulis dari Survei, 2009
6.3.3 Fungsi Permintaan Rekreasi Kebun Raya Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rekreasi Individu Metode biaya perjalanan (TCM) merupakan suatu metode yang memperkirakan kurva permintaan rekreasi dan surplus konsumen dengan melakukan observasi antara jumlah kunjungan ke KRB dengan harga (dalam hal ini biaya perjalanan). Selain itu, Metode Biaya Perjalanan Individual (ITCM) juga mengidentifikasi suatu tempat rekreasi dengan mengumpulkan data biaya perjalanan ke tempat rekreasi dan karakteristik sosial ekonomi melalui survei
pengunjung KRB. Penelitian ini membatasi kepada sepuluh faktor yang diduga mempengaruhi permintaan pengunjung terhadap kunjungan ke KRB, yaitu: biaya perjalanan, jenis pekerjaan, jenis kelamin, pendapatan, tingkat usia, pendidikan, jarak tempuh, waktu tempuh, waktu di lokasi dan status pernikahan. Pengujian persamaan regresi linier berganda akan dikatakan efisien dan kesimpulan yang didapat tidak bias, bila asumsi-asumsi dasar telah terpenuhi. Adapun asumsi-asumsi dasar tersebut ialah: 1) ragam tersebar secara normal; 2) tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi; 3) varians sama atau homoskedastisitas; 4) tidak ada multikolinearitas. Uji Kenormalan Menurut Iriawan dan Astuti (2006) pada plot kenormalan residual apabila titik residual yang dihasilkan telah sesuai atau mendekati garis lurus yang ditentukan berdasarkan data (residual), maka residual dapat dikatakan telah mengikuti distribusi normal. Pada Lampiran 6, memperlihatkan output uji kenormalan residual. Residual yang terbentuk hampir mendekati garis lurus sehingga dari grafik, kita bisa menduga bahwa residual model regresi yang dibuat telah mengikuti distribusi normal sehingga model regresi bisa digunakan. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi di antara faktor gangguan (Firdaus, 2004). Pengujian ada tidaknya autokorelasi yang paling banyak digunakan adalah Uji Durbin Watson (Uji DW). Pada pengujian model diperoleh nilai DW sebesar 1.85019 dengan nilai du = 1,826 dan d l = 1,528. Oleh karena nilai DW > d u menunjukkan pada model yang digunakan tidak terdapat autokorelasi.
Uji Homoskedastisitas Homoskedastisitas pada suatu fungsi regresi terjadi bila variabel dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain (Gujarati, 1978). Pada Lampiran 5, ei2 dipetakan terhadap Yi, Yi yang ditaksir dari regresi digunakan untuk mengetahui apakah nilai rata-rata yang ditaksir dari Y secara sistematis berhubungan dengan kuadrat residual. Pada Lampiran 6 grafik residuals versus fitted values menggambarkan tidak adanya pola yang sistematis antara dua variabel, sehingga dapat kita simpulkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas dalam model yang digunakan. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan hubungan linear yang sempurna atau eksak di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Dalam regresi, apabila ada korelasi antarvariabel prediktor, maka akan ada ketidaksesuaian model yang telah dibuat. Hal ini bisa dilihat dari nilai VIF yang lebih dari 5 atau 10. Pada Lampiran 7 menunjukkan dari model yang digunakan tidak ditemukan nilai VIF > 5, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi berganda sudah tepat. Dalam penelitian yang berkaitan dengan barang-barang lingkungan selang kepercayaan yang digunakan dapat ditolerir hingga 15% (P<0,15)113. Setelah dilakukan pengujian pada sepuluh faktor yang diduga mempengaruhi permintaan jumlah kunjungan ke KRB, diperoleh sembilan faktor yang sangat baik yang dapat menerangkan permintaan jumlah kunjungan ke KRB, yaitu biaya perjalanan, jarak tempuh, pendapatan, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status pernikahan, tingkat usia, waktu di lokasi dan waktu tempuh sedangkan untuk 113
Pada penelitian mengenai sosial ekonomi dengan responden manusia yang memiliki keberagaman karakteristik yang sangat tinggi, taraf 15% sudah dianggap baik sebagai tolak ukur mengenai berpengaruh atau tidaknya suatu variabel independen terhadap variabel dependennya.
tingkat pendidikan tidak nyata pada taraf pengujian 15%. Persamaan fungsi permintaan kunjungan rekreasi ke KRB dapat ditulis sebagai berikut: V = 3.16 - 0.000069 Tc + 0.00335 M + 0.224 I - 0.625 Jk + 0.461 W - 0.648 Sp + 0.0257 A + 0.0798 Tr - 0.0773 T - 0.0037 E Berdasarkan tanda dari koefisien regresi dan nilai Phitung setiap variabel bebasnya, dilakukan penafsiran yang berkaitan dengan jumlah kunjungan per individu per tahun. Jika tanda koefisien negatif maka peningkatan variabel akan menurunkan rata-rata frekuensi kunjungan responden, sedangkan bernilai positif berarti peningkatan setiap variabel akan meningkatkan rata-rata frekuensi kunjungan ke KRB. Hasil analisis regresi linier berganda pada sepuluh faktor yang diuji menggunakan metode biaya perjalanan individu dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel
21. Hasil Regresi Linear Berganda Faktor-Faktor Mempengaruhi Frekuensi Kunjungan ke KRB
Predictor Coef Pvalue VIF Constant 3,1628 0,000 Biaya Perjalanan (Tc) -0,00006855 0,000* 1,3 Jarak Tempuh (M) 0,003352 0,004** 1,4 Pendapatan (I) 0,22390 0,002** 2,1 Jenis Kelamin (Jk) -0,6245 0,000* 1,3 Jenis Pekerjaan (W) 0,4613 0,001** 1,9 Status Pernikahan (Sp) -0,6481 0,000* 2,2 Tingkat Usia (A) 0,025687 0,000* 2,0 Waktu di Lokasi (Tr) 0,07978 0,091*** 1,1 Waktu Tempuh (T) -0,07726 0,093*** 1,3 Tingkat Pendidikan (E) -0,00373 0,886 1,9 R-Sq = 71,6% R-Sq (adj) = 68,5% Dw = 1,85019
yang
Keterangan:
*Nyata pada taraf uji 1% **Nyata pada taraf uji 5% ***Nyata pada taraf uji 10%
Sumber: Data Primer Diolah, 2009
Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan tersebut diperoleh sebesar 71,6%, yang artinya 71,6% dari keragaan permintaan jumlah kunjungan ke KRB dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya dan sisanya sebesar 28,4%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai P value sebesar 0,000 ( =0,15) menunjukkan bahwa model tersebut cukup baik untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel bebasnya dengan tingkat permintaan rekreasi sebagai variabel tak bebasnya. Hasil analisis regresi untuk biaya perjalanan rata-rata secara statistik signifikan pada taraf uji 1% dan mempunyai nilai koefisien regresi yang bertanda negatif, artinya semakin besar biaya perjalanan rata-rata akan mengurangi peluang rata-rata individu untuk berkunjung ke KRB. Frekuensi seseorang dalam melakukan kunjungan ke KRB sangat dipengaruhi oleh besar dan kecilnya biaya yang dikeluarkan, karena biaya merupakan faktor penting hingga kegiatan rekreasi dapat dilaksanakan. Jarak tempuh secara statistik signifikan pada taraf uji 5% dan memiliki koefisien positif. Tanda koefisien positif pada jarak tempuh tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin jauh tempat tinggal responden maka semakin besar biaya perjalanan yang dikeluarkan sehingga semakin jarang permintaan mereka untuk melakukan kunjungan ke KRB. Hal ini diduga disebabkan oleh sebagian besar responden pengunjung yang datang ke KRB bukan pengunjung yang datang dari wilayah sekitar melainkan dari luar wilayah Bogor seperti Jakarta, Depok, Bekasi dan sebagainya. Faktor pendapatan secara statistik berpengaruh nyata pada taraf uji 5% dan memiliki koefisien positif. Koefisien pendapatan sejalan dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan diharapkan semakin tinggi konsumsi dan seseorang akan cenderung mengalokasikan pendapatannya untuk rekreasi dan memenuhi kebutuhan tersiernya. Hal ini sesuai
dengan koefisien pendapatan responden pengunjung KRB yang bertanda positif, maka diketahui bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan responden maka semakin besar peluang rata-rata frekuensi kunjungan ke KRB. Faktor jenis kelamin secara statistik signifikan pada taraf uji 1% dan memiliki koefisien negatif. Tanda koefisien negatif pada jenis kelamin menunjukkan bahwa permintaan rekreasi untuk individu lebih didominasi oleh perempuan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa perempuan lebih cenderung menyukai kegiatan rekreasi yang halus, seperti duduk sambil menikmati pemandangan. Pernyataan tersebut sesuai dengan konsep yang dimiliki KRB. Faktor Jenis pekerjaan secara statistik signifikan pada taraf uji 5% dan mempunyai koefisien positif, yang artinya bahwa pekerjaan seseorang ditinjau dari kemampuannya menghasilkan uang setiap bulannya sangat mempengaruhi permintaan rekreasi. Status pernikahan secara statistik signifikan pada taraf uji 1% dan memiliki koefisien negatif. Tanda koefisien negatif pada faktor status pernikahan menunjukkan bahwa seseorang yang belum menikah lebih cenderung untuk meningkatkan kunjungan wisata ke KRB. Hal ini mungkin terkait dengan julukan KRB sebagai kebun jodoh. Tingkat usia secara statistik berpengaruh nyata pada taraf uji 1% dan memiliki koefisien positif. Tanda koefisien positif pada tingkat usia menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia akan meningkatkan jumlah rata-rata frekuensi kunjungan individu ke KRB.
Waktu di lokasi secara statistik signifikan pada taraf uji 10% dan memiliki koefisien positif. Artinya semakin lama seseorang berada di lokasi lebih dipengaruhi oleh kegiatan yang dilaksanakan di lokasi tersebut sehingga akan meningkatkan peluang rata-rata frekuensi seseorang untuk berkunjung. Waktu tempuh secara statistik signifikan pada taraf uji 10% dan memiliki koefisien negatif. Hal ini diduga karena semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai di lokasi wisata, maka permintaan rekreasi akan semakin rendah. Sebagian besar responden pengunjung berasal dari luar Bogor, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menempuh perjalanan hingga sampai ke KRB. Tingkat pendidikan secara statistik tidak signifikan pada taraf uji 15%. Hal ini dikarenakan rekreasi bukan monopoli sekelompok responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Rekreasi merupakan kebutuhan untuk melepas kepenatan atau kejenuhan, mencari udara sejuk, dan sebagainya tanpa melihat tingkat pendidikan seseorang. 6.3.4. Pendugaan Surplus Konsumen dan Nilai Ekonomi Wisata Kebun Raya Bogor Pendekatan biaya perjalanan merupakan dasar untuk menduga besarnya surplus konsumen. Surplus konsumen merupakan kelebihan yang diterima konsumen dikarenakan harga yang terjadi di pasar lebih rendah dibandingkan nilai kemauan membayarnya. Pendugaan surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai willingness to pay terhadap lokasi rekreasi, yakni negatif kunjungan kuadrat dibagi dua kali koefisisen biaya perjalanan (Fauzi, 2004). Dengan menggunakan rumus yang telah disebutkan diperoleh surplus konsumen atau nilai WTP pengunjung sebesar Rp 18.260,87 per kunjungan.
Nilai ekonomi wisata KRB merupakan total surplus konsumen yang diterima pengunjung dalam satu periode waktu, yaitu dengan mengalikan surplus konsumen per kunjungan dengan jumlah kunjungan dalam satu tahun selama periode April 2008 sampai Maret 2009 sebesar 747.125 orang. Berdasarkan data diatas, diperoleh nilai ekonomi wisata KRB, sebesar Rp 13.643.152.174,00. 6.3.5. Analisis Pengelolaan Kebun Raya Bogor KRB sebagai pusat konservasi tumbuhan juga menyediakan wahana wisata bagi masyarakat Kota Bogor dan sekitarnya. Sebagai wahana wisata KRB memiliki nilai ekonomi wisata yang cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 13.634.152.174,00 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan KRB memiliki potensi yang cukup besar dalam menambah pemasukan daerah sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. Namun, agar keberadaan KRB tetap lestari baik di masa kini maupun di masa mendatang dibutuhkan pengelolaan yang optimal dari pengelola maupun dari partisipasi masyarakat. Penentuan strategi pengelolaan KRB yang optimal ialah dengan membandingkan penerimaan KRB, dalam hal ini nilai ekonomi wisata KRB yang diperoleh dari surplus konsumen sebagai proxy dari nilai willingness to pay terhadap lokasi rekreasi dengan biaya pengelolaan KRB. Strategi pengelolaan KRB dikatakan optimal jika nilai ekonomi wisata lebih besar dari biaya pengelolaan sebaliknya, jika nilai ekonomi wisata lebih kecil dari biaya pengelolaan maka strategi pengelolaan KRB belum optimal. Untuk meminimumkan kerugian KRB akibat belum optimalnya pengelolaan, pengelola dapat mengupayakan dengan menaikkan tarif masuk KRB atau dengan menambah wahana permainan yang dapat menarik minat pengunjung.
Tabel 22. Daftar Laporan Keuangan Program Kegiatan KRB Tahun 2008 No. Program Kegiatan Dana (Rp) 1 Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan a. Pembayaran gaji, lembur, honorarium dan vakasi 10.219.880.667 b. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan 1.170.857.412 Perkantoran 2 3 4
Peningkatan Jasa Pelayanan LITBANG IPTEK (PNBP) Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pelaksanaan Riset Tematis
2.666.631906 3.057.214.650
a. Administrasi kegiatan b. Pengadaan meubelair c. Pengadaan alat pengolah data
1.403.163.850
Jumlah Seluruhnya
115.280.000 72.600.000 18.705.628.485
Sumber: Laporan Subbagian Keuangan KRB, Tahun 2008
Tabel 24 menunjukkan pengeluaran KRB pada tahun 2008 sebesar Rp 18.705.628.485,00 sedangkan nilai ekonomi wisata yang diperoleh KRB pada periode April 2008 sampai Maret 2009 sebesar Rp 13.643.152.174,00. Biaya pengelolaan KRB lebih besar dari nilai ekonomi wisata KRB, dengan selisih perhitungan sebesar Rp 5.062.476.311,00. Selisih ini menunjukkan kerugian yang dialami KRB sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelolaan KRB belum mencapai optimal. Kegiatan yang dapat diupayakan untuk mengurangi kerugian KRB akibat tingginya pengeluaran KRB ialah dengan menaikkan harga tiket masuk. Harga tiket masuk KRB dapat dinaikan hingga tingkat maksimum keinginan membayar pengunjung, yaitu dari harga tiket yang berlaku saat ini sebesar Rp 9.500,00 menjadi Rp 11.219,39 sampai Rp 18.260,87. Nilai Rp 11.219,39 diperoleh dari keinginan membayar riil responden sedangkan nilai Rp 18.260,87 diperoleh dari
keinginan membayar responden yang didapatkan dari penurunan rumus. Upaya pencapaian
pengelolaan
yang
optimal
dapat
pula
dilakukan
dengan
mengembangkan KRB sebagai arena yang sangat nyaman untuk bermain anakanak dan tempat berkumpul keluarga dengan penambahan wahana bermain (seperti arena outbound), memperhatikan dan menjaga kondisi kebersihan KRB dengan memperbanyak tempat sampah, memberikan fasilitas guide (pemandu wisata) serta kereta keliling dan lain-lain.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor , dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain: 1.
Nilai manfaat ekonomi secara nyata di bidang penyehatan lingkungan, yang
menunjukkan bahwa KRB mampu melindungi warga yang tinggal di sekitarnya (Kecamatan Bogor Tengah) dari dampak pencemaran yang lebih besar, yaitu sebesar Rp 9.570.457.800,00. Nilai ini dapat menjadi patokan bagi besarnya subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak pencemaran udara yang terjadi di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. 2.
Nilai ekonomi tanaman langka yang terdapat di KRB dihitung dengan
pendekatan biaya pengganti diperoleh sebesar Rp 217.620.080,00. Keberadaan tanaman langka tersebut bila dapat dipertahankan kelestariannya baik itu melalui upaya reintroduksi maupun konservasi, masyarakat maupun pemerintah tidak hanya akan mendapatkan manfaat dari segi ekonomi juga dari segi ekologis, biologis, dan sosial. 3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap rekreasi ialah biaya
perjalanan, jarak tempuh, pendapatan, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status pernikahan, tingkat usia, waktu di lokasi dan waktu tempuh. Surplus konsumen pengunjung KRB adalah sebesar Rp 18.260,87 per kunjungan. Sebagai tempat rekreasi yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan, KRB memiliki nilai manfaat/ekonomi sebesar Rp 13.643.152.174,00.
7.2. Saran Penyempurnaan penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh hasil yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu keputusan. Oleh karena itu, diperlukan saran yang dapat menyempurnakan penelitian dan pengelolaan KRB di masa mendatang. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: 1.
Bagi Pemerintah: Pembangunan KRB sebagai hutan kota ataupun
pemeliharaannya menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan daerah, khusunya Kota Bogor. Selain sebagai filter alam yang mampu memberikan manfaat ekonomi yang besar dari segi kesehatan, keberadaan KRB sebagai hutan kota juga dapat diandalakan sebagai habitat bagi beragam makhluk hidup, daerah peresapan air, dan sebagainya. 2.
Bagi
Pengelola:
Nilai
manfaat/ekonomi wisata
KRB
yang
tinggi
mengimplikasikan bahwa KRB memiliki potensi yang cukup besar dalam menambah pemasukan daerah sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut, namun hal ini belum cukup untuk mengimbangi biaya pengelolaan KRB. Kegiatan yang dapat diupayakan untuk mengurangi kerugian KRB akibat tingginya pengeluaran KRB, yaitu dengan menaikkan harga tiket masuk hingga tingkat maksimum keinginan membayar pengunjung, yaitu dari harga tiket masuk yang berlaku saat ini sebesar Rp 9.500,00 menjadi Rp 11.219,39 sampai Rp 18.260,87. Peningkatan tarif masuk dapat disertai dengan penambahan wahana bermain bagi anak-anak maupun orang dewasa namun tetap menciptakan unsur kelestarian dan keindahan alam KRB sebagai pusat konservasi tumbuhan.
3.
Bagi Pengelola: Sebagai wahana wisata, pembangunan sarana dan prasarana
KRB sebaiknya lebih ditingkatkan guna menarik minat wisatawan untuk melakukan permintaan wisata. Fasilitas yang perlu ditingkatkan oleh pengelola KRB seperti: toilet umum, tempat ibadah, shelter (tempat teduh), tempat pembuangan sampah, rambu-rambu penunjuk jalan, kereta keliling dan arena outbond. 4.
Bagi Peneliti: Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai Penilaian
Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor secara
menyeluruh,
khususnya
dari
segi
keuntungan
ekonomi
akibat
meningkatnya produktivitas seseorang (masyarakat) yang bermukim disekitar kawasan konservasi KRB. 5.
Bagi Peneliti: Keberadaan keanekaragaman hayati, selain memberikan
manfaat dari segi ekonomi dan ekologis, juga memberikan manfaat dari segi sosial. Berdasarkan kesimpulan nomor satu dan dua mengenai manfaat KRB dari segi ekonomi maupun ekologis, peneliti menyarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai manfaat keanekaragaman hayati dari segi sosial, seperti penyerapan tenaga kerja dan sosial ekonomi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianti, N.T. 2005. Nilai Ekonomi Ekoturisme Kebun Raya Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asyrafy. 2008. Valuasi Ekonomi Hutan Kota Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Clawson, M. and J.L.Knetsch. 1975. Economic of Outdoor Recreation. The John Hopkins University Press. Baltimore. Dewi, E.S. 2006. Analisis Ekonomi Manfaat Ekoturisme Terumbu Karang di Pulau Ternate Provisnsi Maluku Utara. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Douglas, J.R. 1970. Forest Recreation. McGraw Hill Book Company. New York. Drakel, A. 2008. Analisis Kemauan Membayar Masyarakat Perkotaan Untuk Jasa Perbaikan Lingkungan, Lahan, dan Air (Studi Kasus DAS Citarum Hulu). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ernah. 2004. Analisis Permintaan dan Nilai Manfaat Ekonomi Taman Wisata Alam Laut Gili Matra Nusa Tenggara Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Faad, H dan F.D.Tohuteru. 2007. Hutan Indonesia Nasibmu Kini. Debut Wahana Sinergi. Yogyakarta. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Gandasari, D., S. Nurisyah, dan Y. C. Sulistyaningsih. 2000. Identifikasi Arsitekturis dan Kerapatan Trikoma pada 75 Jenis Pohon untuk Lanskap tepi Jalan. Buletin Tanaman dan Lanskap Indonesia. Vol. 3. no. 1: 2-6 Garrod, G and Kenneth G.W. 1999. Economic Valuation of the Environment. Edward Elgar Publitions. USA. Haab, T.C and K.E. McConnel. 2002. Valuing Environmental and Natural Resources: The Econometrics of Non-Market Valuation. Edward Elgar Publitions. USA. Hanley, N and C.L.Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and the Environmental. Edward Elgar Publishing. UK.
Hariyadi, F.P. 2008. Kajian Daya Rosot CO2 pada Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hufschmidt, et. al. 1987. Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan Pedoman Penilaian Ekonomis (dalam bahasa inggris). Diterjemahkan oleh: Reksohadiprodjo, Sukanto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lains, A. 2003. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. Ibrahim, Y. 2006. Studi Permintaan Manfaat Rekreasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irwan, Z.D. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Cetakan Kedua. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Kartasujana, I. dan A. Martawijaya. 1979. Kayu Perdagangan Indonesia Sifat dan Kegunaannya Cetakan Keempat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Mahesi, V. 2008. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Kebun Raya Cibodas. Jurusan Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Martawijaya, et. al. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I, II, III Cetakan Ketiga (Edisi Revisi). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Muis, B. A. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air di Kota Depok Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasrullah, N. et. al. 2001. Seleksi Tanaman Lanskap yang Berpotensi Tinggi Menyerap Polutan Gas NO2 dengan Menggunakan Gas NO2 Bertanda 15N. Buletin Tanaman dan Lanskap Indonesia. Vol. 4. no. 1: 1-5 Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya (Bayu Mahendra dan Abdul Azis, Penterjemah), Jilid Pertama, Edisi ke-8. Erlangga. Jakarta. Pratiwi, et. al. 2000. Jenis-Jenis Pohon Andalan Setempat di Pulau Jawa dan Sumatera Bagian Selatan. Info hutan Visi dan Misi P3H dan KA no. 123 11-20. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Purwaningsih, S. 2007. Kemampuan Serapan Karbon Dioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ramaini dan H. Kodhyat. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Grasindo. Jakarta. Sari, D.P. 2007. Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Obyek Wisata Air Panas Gunung Salak Endah dengan Metode biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso, E., I.R. Sitepu, dan M. Turjaman. 2007. Efektivitas Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu pada Aquilaria Sp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam IV (b): 543-551. Pusat Penelitian dan Pengembangan hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Penerbit: ITB. Bandung. Suharti, F. 2007. Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Kebun Wisata Pasirmukti dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan di Kebun Raya Bogor. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriyatna, I.A. 2004. Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Taman Wisata Danau Lido Sebagai Tempat rekreasi dengan Metode Kontingensi dan Biaya Perjalanan. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutrisno, M. Esti. 2007. Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI Tahun Anggaran 2007. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Bogor. Umar, H. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Usman, H. dan R. Purnomo. 2003. Pengantar Statistika, Cetakan Ketiga. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (edisi revisi). Penerbit: Andi. Yogyakarta. Widada, Mulyati, S., dan Kobayashi, H. 2006. Sekilas tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ditjen PHK JICA. Jakarta.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian: Penilaian Ekonomi dan Jasa Lingkungan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Oleh: Rindra Rizki Wijayanti (H44053131). Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. 2009
Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban untuk setiap pertanyaan dengan memberi tanda (X) pada bagian yang tersedia. Apabila jawaban Anda tidak terdapat pada pilihan jawaban maka isilah pada bagian yang tersedia. A.
Data Responden
1.
Jenis kelamin
: Laki/laki/Perempuan
2.
Umur
:
3.
Status perkawinan
: Menikah
4.
Pendidikan terakhir : SD
5.
Asal kedatangan
6.
Pekerjaan saat ini:
..Tahun Belum menikah
SLTP
: Jakarta
SLTA
Bandung
Bogor
Pelajar/mahasiswa
Lainnya
Pegawai negeri
Pengusaha/wiraswasta 7.
Akademi/PT ... ABRI
Pegawai swasta
Ibu Rumah Tangga
Lainnya
..
Pendapatan per bulan, dalam rupiah (jika pelajar, berdasarkan pengeluaran selama sebulan) Rp
8.
Jarak dari tempat tinggal ke tempat rekreasi: Kurang dari 5 Km
5Km sampai 20Km
20Km sampai 35Km
35Km sampai 50Km Lebih dari 50Km B. Informasi Tentang Motivasi Kunjungan 1.
Apakah Anda sudah mengetahui tempat ini sebelumnya? (Ya/Tidak)
2.
Anda mengetahui tempat ini dari: Teman/keluarga
Surat kabar/majalah
Brosur
Media informasi
Lainnya
(Sebutkan) 3.
Kedatangan anda ke tempat ini merupakan: Tujuan utama
Tempat persinggahan
Jika tempat ini merupakan persinggahan, kemana tempat tujuan anda?............ 4.
Apa tujuan utama Anda datang ke tempat ini? Berekreasi
5.
Penelitian
Pendidikan
Lainnya(sebutkan)
Apakah sebelumnya Anda pernah datang ke tempat ini? (Ya/Tidak), jika ya berapa kali Anda sudah datang?..............kali
6.
Pemilihan tempat rekreasi disini karena: Udara yang sejuk
Taman yang indah
Ramai dan banyak pengunjung
Diajak teman/keluarga
Lain-lain (sebutkan)
.
7.
Berapa lama waktu yang Anda habiskan di tempat ini?.........jam
8.
Dalam satu tahun berapa kali Anda berkunjung ke tempat ini?..........kali
9.
Apakah ada tempat rekreasi lain yang ingin Anda kunjungi selain tempat ini? (Ya/Tidak)
10. Apakah Anda berkeinginan untuk kembali ke tempat ini pada waktu yang akan datang? (Ya/Tidak) 11. Jika ya, apa yang menyebabkan Anda ingin datang kembali ke tempat ini: Letaknya dekat dari tempat tinggal Biaya rekreasinya murah
Tidak ada tempat lain
Tempatnya indah dan menarik
Lainnya
...
12. Apakah sumberdaya rekreasi di tempat ini sudah sesuai dengan apa yang Anda harapkan? (Ya/Tidak) C. Informasi Tentang Biaya Perjalanan 1.
Kedatangan Anda ke tempat ini? Sendiri
2.
Rombongan/Keluarga/Teman ( .orang)
Jenis kendaraan yang Anda gunakan ke tempat ini? Pribadi
Sewa
Kendaraan umum
Lainnya
.
3.
Berapakah waktu yang Anda butuhkan dari rumah menuju tempat ini?.......jam
4.
Apakah Anda mempunyai biaya alokasi untuk berekreasi? Ya
5.
Menurut Anda biaya rekreasi di tempat ini tergolong: Murah
6.
Berapa biaya yang Anda keluarkan untuk berekreasi? (dalam rupiah) Transportasi
:
Dokumentasi
:
Konsumsi rekreasi
:
Biaya parkir
:
Souvenir
:
Lainnya
Tidak Sedang
Mahal
: Total
Jika tidak melakukan rekreasi,berapakah biaya konsumsi yang biasanya Anda keluarkan sehari-hari? Rp
.
D. Penilaian Responden Terhadap Pelayanan, Kualitas Lingkungan, Sarana dan Prasarana di KRB Kriteria Penilaian Pelayanan KRB Keamanan obyek wisata
Sangat aman
Aman
Kurang aman
Tidak aman
Penyediaan fasilitas rekreasi
Sangat Memadai
Memadai
Kurang Memadai
Tidak Memadai
Penerimaan pengunjung
Sangat baik
Baik
Kurang baik
Tidak baik
Sangat memadai
Memadai
Kurang memadai
Tidak memadai
Tinggi
Sedang
Tidak ada
(keramahan petugas) Penyediaan informasi (petunjuk,buku, dll) Keberadaan pemandu wisata Sangat tinggi
Kriteria
Penilaian kualitas lingkungan
Tingkat kebersihan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Perlu Perhatian
Pencemaran udara
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Tidak bermasalah
Tingkat Kebisingan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Tidak bermasalah
Kriteria
Penilaian sarana dan prasarana
Keragaman dan kelengkapan
Sangat
jenis tanaman
bervariasi
Kemudahan mencapai lokasi
Sangat mudah
Kondisi jalan di dalam KRB
Bervariasi
Kurang
Tidak
bervariasi
bervariasi
Mudah
Sulit
Sangat sulit
Sangat baik
Baik
Kurang baik
Tidak baik
Sangat baik
Baik
Kurang baik
Tidak baik
Sangat baik
Baik
Kurang baik
Tidak baik
Keberadaan fasilitas umum/penunjang (Toilet, Mushola, Tempat makan,dll) Failitas mobil keliling
• Sarana/fasilitas apa yang perlu ditambah/ditingkatkan menurut Anda? • Kesan dan saran Anda mengenai objek wisata ditempat ini adalah?
E. Willingness to Pay Dengan segala fasilitas dan kenyamanan (udara yang bersih, kualitas lingkungan, dan lain-lain) yang Anda nikmati, berapakah kira-kira Anda bersedia membayar agar dapat menikmati kembali semua fasilitas yang ada di tempat ini? Rp
..
-Terima Kasih-
Lampiran 2. Pendugaan daya serap total karbondioksida Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan median yang dilakukan oleh Purwaningsih (2007). Pendugaan Daya Serap Total Karbondioksida Kebun Raya Bogor No
Nama Jenis
Daya Serap Karbondioksida/Pohon
Jumlah Pohon
Daya Serap Total (g/jam)
1
Cassia
1280
10
12800
2
Beringin
622
3
1866
3
Pingku
99,3
3
297,9
4
Trembesi
66,3
6
397,8
5
Sirsak
25,5
5
127,5
6
Kenanga
22,6
15
339
7
Krey Payung
11,8
5
59
8
Saga
7,4
13
96,2
9
Matoa
7,18
4
28,72
10
Kempas
4,97
4
19,88
11
Nangka
3,41
10
34,1
12
Johar
2,75
1
2,75
13
Mahoni
2,5
15
37,5
14
Sawo Kecik
1,84
5
9,2
15
Flamboyan
1,43
3
4,29
16
Bunga Merak
0,743
5
3,715
17
Khaya
0,605
7
4,235
18
Merbau Pantai
0,356
8
2,848
19
Asam Keranji
0,218
5
1,09
20
Angsana
0,217
20
4,34
21
Dadap
0,136
10
1,36
22
Asam
0,118
1
0,118
23
Sapu Tangan
0,107
20
2,14
24
Tanjung
0,102
5
0,51
25
Rambutan
0,064
10
0,64
193
16140,84
Jumlah Total Daya serap tanaman lain
10011,182
Total Daya Serap
115312,022
Lampiran 3. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 4 tahun 2006 Bab 5 Pasal 6, besarnya tarif retribusi pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk satu kali kunjungan pengobatan dasar ditetapkan sebesar Rp 3.000,00. Untuk tindakan pengobatan laboratorium dan tindakan medis lainnya (rontgen, ambulance, dan sebagainya) besarnya biaya ditetapkan sesuai dengan peraturan yang telah ada. Jenis Penyakit serta Biaya Pengobatan Warga Sebagai Akibat dari Pencemaran Udara, UPD Puskesmas Bogor Tengah Tahun 2008 Biaya Pengobatan Jumlah No Jenis Penyakit Total Biaya per Orang (Rp) per Kunjungan Penderita 1 Ispa 3000 864 2.592.000 2
TB Paru
0
125
0
3
Dermatittis
3000
988
2.964.000
4
Pneumonia
3000
26
78.000
5
Pharingitis
3000
615
1.845.000
6
Asma
3000
335
1.005.000
7
Conjungtivitis
3000
218
654.000
8
Bronchitis
3000
89
267.000
9
Tonsilitis
3000
67
201.000
3.327
9.606.000
Total Sumber: Laporan Tahunan UPD Puskesmas Bogor Tengah, 2008
Jenis Penyakit serta Biaya Pengobatan Warga Sebagai Akibat dari Pencemaran Udara, UPD Puskesmas Bogor Barat Tahun 2008 Biaya Pengobatan Jumlah No Jenis Penyakit Total Biaya per Orang (Rp) per Kunjungan Penderita 1 Ispa 3000 3.975.000 1.325 2
TB Paru
0
87
0
3 4
Dermatittis
3000
723
2.169.000
Pneumonia
3000
467
1.401.000
5
Pharingitis
3000
4.604
13.812.000
6
Asma
3000
204
612.000
7
Conjungtivitis
3000
201
603.000
8
Bronchitis
3000
228
684.000
9
Tonsilitis
3000
571
1.713.000
8.410
24.969.000
Total Sumber: Laporan Tahunan UPD Puskesmas Bogor Barat, 2008
Lampiran 4. Jumlah Kunjungan Warga yang Berobat Akibat Pencemaran Udara, UPD Puskesmas Bogor Tengah Tahun 2004-2008 No Jenis Penyakit 2004 2005 2006 2007 2008 1
Ispa
1.573
1.184
1.099
1.239
864
2
TB Paru
75
24
16
12
125
3
Dermatittis
1.585
313
1.014
1.290
988
4
Pneumonia
151
83
76
39
26
5
Pharingitis
136
249
365
437
615
6
Asma
159
200
228
60
335
7
Conjungtivitis
461
220
239
130
218
8
Bronchitis
41
53
82
43
89
9
Tonsilitis
87
199
174
63
67
3.313
3.416
Total 4.268 2.525 3.293 Sumber: Laporan Tahunan UPD Puskesmas Bogor Tengah, 2008
Jumlah Kunjungan Warga yang Berobat Akibat Pencemaran Udara, UPD Puskesmas Bogor Barat Tahun 2004-2008 No Jenis Penyakit 2004 2005 2006 2007 2008 1
Ispa
-
-
-
-
1.325
2
TB Paru
-
-
-
-
87
3
Dermatittis
-
-
-
-
723
4
Pneumonia
-
-
-
-
467
5
Pharingitis
-
-
-
-
4.604
6
Asma
-
-
-
-
204
7
Conjungtivitis
-
-
-
201
8
Bronchitis
-
-
-
-
228
9
Tonsilitis
-
-
-
-
571
Total Sumber: Laporan Tahunan UPD Puskesmas Bogor Barat, 2008
-
8410
Lampiran 5. Rekap Penjualan Karcis Masuk Kebun Raya Bogor Tahun 2008-2009
Tahun
2008
2009
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April
Hari Kerja Per orang 20869 12465 10227 20804 26026 30264 45476 25672 12559 13782 18573 24595 27148 15239 19071 24768
Kolektif 602 510 1122 928 816 2201 1021 855 96 331 527 696 625 451 1039 914
Hari Libur Per orang 22719 10089 26817 15108 28947 21559 25178 29348 3367 92788 15988 23271 26652 6382 23538 14596
Kolektif 317 266 684 266 656 738 581 776 30 1345 308 375 342 114 462 279
Jumlah Karcis
Mobil
Motor
52778 30314 65104 47852 69693 81213 86674 71330 17186 123330 42911 58576 63470 27271 57619 51294
2361 1442 2447 2387 2960 3403 4889 3196 1624 1353 2272 2802 2982 1943 2591 3222
1025 474 849 958 1134 1338 1594 1493 499 656 1125 1198 1377 846 1238 1475
Sumber: Data Tidak Diterbitkan dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Penerimaan Kebun Raya Bogor Dari Penjualan Karcis Masuk Tahun 2008-2009 Tahun
Bulan Jumlah Karcis*9500 Mobil*15500 Motor*3000 Total Penerimaan Januari 501391000 36595500 3075000 541061500 Februari 287983000 22351000 1422000 311756000 Maret 618488000 37928500 2547000 658963500 April 454594000 36998500 2874000 494466500 Mei 662083500 45880000 3402000 711365500 Juni 771523500 52746500 4014000 828284000 2008 Juli 823403000 75779500 4782000 903964500 Agustus 677635000 49538000 4479000 731652000 September 163267000 25172000 1497000 189936000 Oktober 1171635000 20971500 1968000 1194574500 November 407654500 35216000 3375000 446245500 Desember 556472000 43431000 3594000 603497000 Januari 602965000 46221000 4131000 653317000 Februari 259074500 30116500 2538000 291729000 2009 Maret 547380500 40160500 3714000 591255000 April 487293000 49941000 4425000 541659000 Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2009
Lampiran 6. Plot Distribusi Normal Residual Model Regresi Linear Berganda
Probability Plot of RESI1 Normal 99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
95 90
-5.03375E-15 0.4634 100 0.069 >0.150
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-1.5
-1.0
-0.5
0.0 RESI1
0.5
1.0
1.5
Plot Hipotesis Residual yang Ditaksir Terhadap V
Residuals Versus the Fitted Values (response is RESI1) 0.75
Residual
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50 0.25
0.30
0.35
0.40 Fitted Value
0.45
0.50
0.55
Lampiran 7. ————— 7/10/2009 8:11:03 AM ——————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help. Regression Analysis: V versus Tc, M, I, Jk, W, Sp, A, Tr, T, E The regression equation is V = 3.16 - 0.000069Tc + 0.00335M + 0.224I - 0.625Jk + 0.461W - 0.648Sp + 0.0257A + 0.0798Tr - 0.0773T - 0.0037E Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 3.1628 0.3746 8.44 0.000 Tc -0.00006855 0.00000542 -12.64 0.000 M 0.003352 0.001134 2.96 0.004 I 0.22390 0.07026 3.19 0.002 Jk -0.6245 0.1159 -5.39 0.000 W 0.4613 0.1352 3.41 0.001 Sp -0.6481 0.1536 -4.22 0.000 A 0.025687 0.006162 4.17 0.000 Tr 0.07978 0.04665 1.71 0.091 T -0.07726 0.04556 -1.70 0.093 E -0.00373 0.02591 -0.14 0.886
1.3 1.4 2.1 1.3 1.9 2.2 2.0 1.1 1.3 1.9
S = 0.488735 R-Sq = 71.6% R-Sq(adj) = 68.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 10 53.7013 5.3701 22.48 0.000 Residual Error 89 21.2587 0.2389 Total 99 74.9600 Source DF Seq SS Tc 1 34.3578 M 1 4.6955 I 1 2.2371 Jk 1 3.0652 W 1 1.9981 Sp 1 1.6767 A 1 4.4049 Tr 1 0.5763 T 1 0.6848 E 1 0.0050 Unusual Observations Obs Tc V Fit SE Fit Residual St Resid 8 17200 4.0000 3.0875 0.1791 0.9125 2.01R 64 14000 2.0000 2.9705 0.1923 -0.9705 -2.16R 79 47000 2.0000 1.0815 0.1710 0.9185 2.01R R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1.85019
Lampiran 8. Hasil Perbanyakan Tanaman Langka Untuk Tiap Pohon No 1 2 3
Jenis Tanaman
Alstonia scholaris (Pulai) Aquilaria malacensis (Gaharu) Diospyros celebica (Eboni/kayu hitam) Diospyros macrophylla (Kicalung/kayu 4 malam) 5 Dryobalanops aromatic (Kapur peringgi) 6 Dryobalanops beccarii (Kapur merah) 7 Dryobalanops lanceolata (Kapur tanduk) 8 Gonystylus bancanus (Ramin) 9 Gyrinops versteeghi (Merkaras putih) 10 Hopea odorata (Cengal) 11 Intsia bijuga (Merbau) 12 Pterocarpus indicus (Angsana) 13 Shorea leprosula (Meranti tembaga) 14 Shorea pinanga (Tengkawang amung) 15 Shorea seminis (Tengkawang air) 16 Vatica pauciflora (Resak) Total Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2009
20.000 50.000 75.000
Biaya Pemeliharaan (Rp) 4.715 4.715 4.715
Harga Bersih (Rp) 15.285 45.285 70.285
7.581.360 9.057.000 11.807.880
0.5 - 1
12.000
4.715
7.285
1.143.745
0.5 - 1 0.5 - 1 0.5 - 1 0.5 - 1 0.5 -1 0.5 - 1 1.5 - 2 0.5 - 1 1.5 - 2 1.5 - 2 1.5 - 2 0.5 1
15.000 15.000 15.000 25.000 20.000 10.000 20.000 30.000 35.000 30.000 30.000 15.000
4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715 4.715
10.285 10.285 10.285 20.285 15.285 5.285 15.285 25.285 30.285 25.285 25.285 10.285
1.007.930 1.429.615 1.861.585 13.144.680 3.209.850 597.205 5,410,890 3.590.470 19.897.245 12.743.640 8.192.340 1.357.620 102.033.055
Bibit
Tinggi (m)
Harga (Rp/Btg)
496 200 168
1.5 - 4 1.5 - 2 1.5 - 2
157 98 139 181 648 210 113 354 142 657 504 324 132
Penerimaan dari Produksi Non-Kayu Tanaman Langka No Jenis Tanaman Hasil Berat (kg) 1 Aquilaria - Gubal gaharu 2 malacensis - Kemedangan 10 - Abu gaharu 10 Total Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2009
Harga (Rp/kg) 10.000.000 2.000.000 200.000
Total (Rp) 20.000.000 20.000.000 2.000.000 42.000.000
Total
Penerimaan dari Produksi Kayu Tanaman Langka (HargaRp/m3 Berdasarkan Harga Jual Kayu Bulat) No Jenis Tanaman Nama Daerah Volume (m3) Harga(Rp/m3) Total (Rp) 1 Alstonia scholaris Pulai 8,478 800.000 6.782.400 2 Diospyros celebica Eboni 2,512 2.500.000 6.280.000 3 Diospyros macrophylla Kayu malam 0,7065 500.000 353.250 6,869 4 Dryobalanops aromatic Kapur peringgi 850.000 5.838.650 6,869 5 Dryobalanops beccarii Kapur merah 825.000 5.666.925 6,869 6 Dryobalanops lanceolata Kapur tanduk 800.000 5.495.200 7 Gonystylus bancanus Ramin 2,826 1.150.000 3.249.900 8 Gyrinops versteeghi Merkaras putih 4,906 500.000 2.453.000 9 Hopea odorata Cengal 3,768 700.000 2.637.600 10 Intsia bijuga Merbau 8,478 1.750.000 14.836.500 11 Pterocarpus indicus Sonokembang 4,239 1.500.000 6.358.500 8,478 12 Shorea leprosula Meranti tembaga 700.000 5.934.600 13 Shorea pinanga Tengkawang amung 3,768 700.000 2.637.600 14 Shorea seminis Tengkawang air 5,887 700.000 4.120.900 15 Vatica pauciflora Resak 1,884 500.000 942.000 Total 73.587.025 Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2009 Keterangan: • Penyebaran jenis kayu dinyatakan dengan kunci dibawah ini: 1. Sumatra 3. Kalimantan 5. Maluku 7. Irian Jaya 2. Jawa 4. Sulawesi 6. Nusa Tenggara • Kegunaan kayu dinyatakan sebagai berikut: 1. Bangunan 8. Bahan pembungkus 15. Pulp 2. Kayu lapis 9. Alat olah raga dan musik 16. Alat gambar 3. Mebel 10. Tiang listrik dan telepon 17. Potlot 4. Lantai 11. Perkapalan 18. Arang 5. Papan dinding 12. Patung, ukiran, dan kerajinan tangan 19. Obat-obatan 6. Bantalan 13. Finir mewah 20. Moulding 7. Rangka pintu dan jendela 14. Korek api
Penyebaran 1,2,3,4,5,6,7 4,5 4,5 1,3 1,3 1,3 1,3 1,5 1,2 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6 1,3,4,5 1,3,4,5 1,3,4,5 1,3,5,7
Kegunaan 2,8,12,14,15,16,20 3,12,13 3,12,13 1,2,3,4,5,6,7,11 1,2,3,4,5,6,7,11 1,2,3,4,5,6,7,11 1,2,3,4,5,7,20 1,2,4,6,7,11 1,2,3,4,5,6,7,11 1,4,5,6,10,11 1,3,4,5,12,13 1,2,3,4,5,8,15 1,2,3,4,5,8,15 1,2,3,4,5,8,15 1,2,4,6,7,11
Rincian Biaya Pemeliharaan Bibit Tanaman Langka Pengeluaran KRB Dalam Pemeliharaan Bibit Tanaman (Perhitungan untuk 1000 Bibit Tanaman) Kegiatan Satuan Besaran Biaya(Rp)
No. 1
Total (Rp)
Tenaga Kerja a. Penyemaian
1 HOK
2
50.000
100.000
b. Transplanting
10 HOK
2
50.000
1.000.000
c. Repotting
10 HOK
4
50.000
2.000.000
1) Pemupukan
4 HOK
1
50.000
200.000
2) Penyiangan
12 HOK
1
50.000
600.000
3) HPT
2 HOK
1
50.000
100.000
Biji
1100
50
55.000
Kg
30
5.000
150.000
2) Kompos
Truk
1
100.000
100.000
3) Pupuk Kandang
30 Kg
7.000
210.000
10 kg
20.000
200.000
d. Perawatan
2
Bahan a. Biji b. Media 1) Sekam
3
Polybag
Total Biaya untuk 1000 Bibit Tanaman Total Biaya untuk satu Bibit Tanaman Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2009
4.715.000 4.715