NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR
Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
1
I.
I.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pada milenium ketiga, salah satu industri utama yang berkembang di dunia
adalah kepariwisataan terutama di kawasan Asia Pasifik (Tisdell, 1996). Perkembangan industri kepariwisataan diperlihatkan oleh besarnya nilai kegiatan turisme. World Tourism Organization (WTO, 2000) menyatakan bahwa pada tahun 2000, 698 juta orang berwisata ke negara asing dan menghabiskan AS$ 575 milyar, menjadikan turisme industri penghasil terbesar selain automotif, kimia, minyak dan gas serta bahan pangan. WTO juga menyatakan bahwa turisme adalah salah satu penghasil devisa terbesar bagi 83% negara dan penghasil devisa utama bagi 38% negara di dunia. Perkembangan industri kepariwisataan ditandai pergeseran orientasi dari pariwisata massal (mass tourism) menuju ke arah pariwisata alternatif (alternative tourism). Perubahan orientasi ini mengarah kepada pola wisata yang menekankan kepada aspek penghayatan dan penghargaan yang lebih pada aspek kelestarian alam, lingkungan dan budaya (enviromentally and cultural sensitivities). Indikator keberhasilan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan tidak hanya diukur dari perspektif ekonomi yaitu meningkatnya devisa dan lamanya waktu kunjungan (lenght of stay), tetapi harus dilandasi dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta penghargaan pada nilai- nilai sosiokultural masyarakat.
1
2
Salah satu bentuk pariwisata alternatif adalah ekoturisme atau ekowisata. The Ecotourism Society (TES) mendefinisikan ekoturisme sebagai suatu perjalanan bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan
meningkatkan
kesejahteraan
penduduk
setempat.
Definisi
tersebut
memperlihatkan konsep integratif antara pariwisata yang mendukung upaya pelestarian lingkungan dengan partisipasi masyarakat baik dalam upaya mengelaborasi alam maupun melestarikannya.
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dimana kekayaan alam tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kedua di dunia setelah Brazil dalam hal keanekaragaman hayati atau biodiversity. Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi serta didukung oleh kondisi alam dan budaya yang beragam, Indonesia yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekoturisme. Potensi ekoturisme yang dimiliki Indonesia dapat berupa keanekaragaman hayati, keindahan bentang alam dan gejala alam serta peninggalan sejarah dan budaya tradisional. Keseluruhan potensi tersebut merupakan sumber daya ekonomi dan sumber plasma nutfah yang bernilai tinggi dan berfungsi sebagai media pendidikan dan pelestarian lingkungan.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia sangat mendukung pengembangan ekoturisme di Indonesia. Dukungan pemerintah Indonesia untuk pengembangan kegiatan ekoturisme dikarenakan ekoturisme merupakan konsep wisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah - kaidah keseimbangan dan kelestarian alam dimana konsep ekoturisme tersebut sesuai dengan
Garis-
2
3
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 yang menyatakan bahwa pengembangan pariwisata haruslah melalui pendekatan sistem yang utuh terpadu bersifat interdisipliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan. Tidak hanya dikarenakan konsep ekoturisme sesuai dengan tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia, dukungan pemerintah Indonesia untuk pengembangan ekoturisme juga didasarkan fakta bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pendapatan negara.
Salah satu bentuk kawasan ekoturisme adalah kebun raya. Indonesia memiliki empat kebun raya dengan ciri khasnya masing- masing : Kebun Raya Bogor dan Cibodas di Jawa Barat, Kebun Raya Purwodadi di Jawa Timur dan Kebun Raya Eka Karya di Bedugul, Bali. Keempatnya memiliki koleksi tanaman ya ng penting bagi dunia internasional terlebih mengingat Indonesia adalah daerah asal dari hampir 10% spesies tumbuhan dunia. Jika Kebun Raya Bogor memiliki tanaman khas ekosistem hutan hujan tropis dari seluruh dunia, maka Kebun Raya Cibodas terkenal karena koleksinya yang menakjubkan dari tanaman dataran tinggi sedangkan Kebun Raya Purwodadi memiliki jenis tanaman yang sesuai dengan iklim musim kering hujan yang khas Jawa Timur.
Kebun Raya Bogor (KRB) adalah kebun raya pertama dan terutama di Indonesia. Kebun Raya Bogor juga tercatat sebagai kebun botani terbaik no. 6 di dunia dan no. 1 di Asia Tenggara. Sebagai suatu kawasan konservasi, Kebun Raya Bogor memiliki peranan penting bagi dunia pengetahuan karena Kebun
3
4
Raya Bogor merupakan lembaga penelitian dan pelestarian sumber daya hayati yang selama bertahun-tahun terus berkembang. Bagi kota Bogor, KRB merupakan sebuah bagian penting, karena selain memberikan lapangan pekerjaan dan menambah pemasukan pendapatan daerah melalui jasa rekreasi, Kebun Raya Bogor juga banyak memberikan manfaat ekologis yang tidak ternilai sebagai paru-paru kota, regulator iklim setempat, komponen sikus air serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.
1.2
Perumusan Masalah
Kebun Raya Bogor mempunyai fungsi utama sebagai taman penelitian dan pendidikan sesuai dengan tugasnya sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan. Akan tetapi budaya menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai taman penelitian dan pendidikan masihlah rendah selama ini masyarakat atau pengunjung lebih melihat KRB sebagai taman rekreasi (LIPI,2004). Hal tersebut menjadi masalah, karena pelaksanaan fungsi wisata di KRB tidak hanya memberikan dampak positif seperti memberikan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah namun juga memberikan dampak negatif bagi KRB sebagi sebuah kawasan konservasi.
Dampak negatif yang ditimbulkan karena penggunaan KRB sebagai kawasan wisata terbagi 3 yaitu dampak negatif terhadap sumber daya alam seperti air, udara, tumbuhan dan satwa liar; dampak negatif terhadap ekosistem dan dampak negatif terhadap lingkungan sosial ekonomi. Adapununtuk lebih jelasnya, dampak negatif yang mungkin timbul dari pelaksanaan fungsi wisata di KRB antara lain:
4
5
5
6
Tabel 1. Dampak Negatif Pelaksanaan Turisme di Kebun Raya Bogor Dampak Negatif
Penyebab
Polusi Suara
Kepadatan pengunjung, lalu lintas menuju KRB
Polusi Udara
Lalu lintas menuju KRB
Pulusi Air
Pembungan sampah ke bantaran sungai Ciliwung
Masalah Sampah
Pengunjung yang tidak membuang sampah pada tempatnya Vandalisme
Perusakan Fasilitas Hilangnya habitat vegetasi dan satwa liar Erosi tanah
Pembangunan fasilitas wisata Pembangunan fasilitas wisata
Sumber: Diadaptasi dari Tisdel, 1996
Salah satu solusi yang dapat meningkatkan fungsi pendidikan dan penelitian di Kebun Raya Bogor sekaligus meminimalkan dampak negatif wisata adalah pelaksanaan pola wisata ekoturisme. Dengan ekoturisme, diharapkan fungsi pendidkan dan penelitian KRB dapat ditingkatkan dengn tetap memberikan jasa rekreasi bagi masyarakat. Pelaksaan ekoturisme di KRB juga diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif wisata yang dapat merusak atau bahkan menghancurkan karakter KRB sebagai sebuah kawasan konservasi.
Akan tetapi, pengelolaan Kebun Raya Bogor sebagai objek wisata eko haruslah berkesinambungan. Pengelolaan secara berkesinambungan memerlukan informasi yang akurat agar arah kebijakan sesuai dengan fungsi dan peruntukan Kebun Raya Bogor sebagai objek wisata eko. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kunjungan ekowisata ke Kebun Raya Bogor serta penilaia n pengunjung terhadap atribut KRB sangat penting untuk
6
7
diketahui, sebagai dasar dalam penentuan arah dan kebijakan pengelolaan KRB kedepannya.
Sebagai kawasan wisata eko, pengelolaan Kebun Raya Bogor harus lah memenuhi prinsip ekoturisme. Salah satu prinsip ekoturisme menyatakan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ekoturisme haruslah mendapat manfaat, artinya LIPI sebagai pengelola; Pemerintah dan masyarakat kota Bogor serta para pengunjung haruslah mendapat manfaat dari pengelolaan Kebun Raya Bogor sebagai kawasan wisata eko.
Manfaat dari pengelolaan KRB sebagai kawasan ekoturisme berupa nilai yang dirasakan langsung dan tidak langsung, namun yang menjadi masalah percerminan nilai manfaat ekoturisme di KRB tidak begitu terlihat. Pencerminan nilai tersebut tidak begitu terlihat dikarenakan yaitu sifat Kebun Raya Bogor sebagai barang publik (public goods) dan kesulitan pengukuran nilai ekonomi ekoturisme. Sebagai barang publik, KRB memiliki sifat joint consumption dan non exclusion. Sifat joint consumption berarti KRB adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh seorang individu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang tersebut. Sifat non exclusion berarti bahwa KRB sebagai objek ekoturisme dapat dinikmati setiap orang tanpa batasan. Kedua sifat tersebut menyebabkan kurangnya insentif dan kompensasi dari pengunjung untuk menunjukkan preferensi mereka terhadap manfaat ekoturisme di KRB. Selain itu, KRB sebagai daerah tujuan ekoturisme yang memberikan banyak manfaat tidak memiliki harga atau nilai dalam mekanisme pasar yang dapat mencerminkan manfaat total dari pelaksanaan ekoturisme. Hal tersebut disebabkan karena masih
7
8
terbatasnya informasi mengenai manfaat ekoturisme itu sendiri. Keterbatasan informasi mengenai ekoturisme disebabkan karena ekoturisme adalah sebuah konsep baru yang tidak memiliki definisi yang diterima secara universal serta tidak tersedianya definisi ekoturisme yang bersifat kuantitatif.
Mengingat bahwa ekoturisme berdenotasi sebagai pariwisata berwawasan lingkungan
yang
tujuannnya
adalah untuk
meningkatkan
pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran akan lingkungan hidup dan sekaligus diharapkan mampu mewujudkan perilaku ramah lingkungan, maka pengetahuan mengenai pemahaman pengunjung akan nilai ekologis Kebun Raya Bo gor akan sangat dibutuhkan sebagai bahan evaluasi pencapaian tujuan kegiatan ekoturisme di KRB.
Dengan melihat latar belakang di atas, maka penelitian ini akan mengangkat tiga pertanyaan utama, yaitu :
1. Bagaimanakah pencerminan nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor? 2. Bagaimanakah pemahaman pengunjung akan fungsi ekologis KRB? 3. Faktor – faktor sosial ekonomi apa sajakah yang mempengaruhi kunjungan ekoturisme ke Kebun Raya Bogor ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi manfaat pemakaian dan keberadaan
8
9
pelaksanaan ekoturisme di Kebun Raya Bogor yang dapat diperjelas sebagai berikut :
1. Menganalisis nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor. 2. Menganalisis fungsi ekologis Kebun Raya Bogor. 3. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke Kebun Raya Bogor.
I.4
Kegunaan Penelitian
1.
Bahan masukan untuk Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pengelola dalam pemformulasian dan implementasi aturan dan kebijakan pengelolaan kegiatan ekoturisme di Kebun Raya Bogor.
2.
Bentuk dukungan terhadap upaya konservasi yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor dan para konservasionis yang terkait.
3.
Sebagai upaya penyadaran masyarakat dan pemerintah kota Bogor akan nilai dan kontribusi Kebun Raya Bogor.
9