PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR
RIZAL BAHTIAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
x
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
Rizal Bahtiar C 451040051
x
RINGKASAN
RIZAL BAHTIAR. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan SUZY ANNA. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengkaji nilai depresiasi dan kerugian ekonomi sumberdaya perikanan, yang hilang sebagai akibat aktivitas produksi (tangkapan) dan non produksi (pencemaran). Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pencemaran memberikan pengaruh terhadap produksi sumberdaya perikanan melalui pendekatan model embedded. Nilai depresiasi yang dihitung antaranya tingkat produksi tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran, jumlah effort, tingkat produksi lestari baik tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran. Kemudian nilai yang diperoleh dipergunakan untuk menghitung tingkat depresiasi sumberdaya perikanan. Analisis interaksi antara perikanan dan pencemaran dilakukan melalui model embedded, dimana faktor pencemaran mengurangi pertumbuhan biomas, studi ini mengkaji nilai yang hilang akibat adanya pencemaran terhadap produksi lestari dan biomas. Jenis pencemaran yang dikaji dalam penelitian ini meliputi Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS). Untuk analisis laju degradasi pada penelitian ini menggunakan perhitungan dari modifikasi model Amman dan Durraipah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 1) Pengembangan model interaksi perikanan-pencemaran yang paling fit adalah model gompertz karena dirasa paling tepat dalam menghitung sumberdaya ikan demersal. 2) Jumlah load pencemaran yang masuk ke Selat Madura rata-rata setiap tahunnya untuk BOD sebanyak 1.634.681,61 ton/tahun, COD per tahun sebesar 2.407.614,75 ton/tahun dan TSS per tahun sebesar 1.486.880,25 ton/tahun. 3) Dari ketiga jenis pencemaran yang memberikan pengaruh terbesar terhadap kondisi biomas adalah TSS. 4) Sumberdaya ikan demersal di perairan Selat Madura telah mengalami gejala tangkap berlebih (overfishing). 5) Nilai depresiasi dalam kondisi baseline berkisar antara Rp.421,36 juta sampai Rp.58,45 milyar dan nilai present value rata-rata sebesar Rp.23,17 milyar per tahun ( δ 12,81%). Depresiasi berkisar antara Rp.510,17 juta sampai Rp.70,77 milyar dan nilai present value sebesar Rp.28,06 milyar per tahun ( δ 10,58%). Hasil perhitungan depresiasi sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran TSS berkisar antara Rp. 28,45 juta sampai Rp.954,72 juta dan nilai present value sebesar Rp.560,26 juta per tahun ( δ 12,81%) dan depresiasi berkisar Rp.34,44 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai present value sebesar Rp. 678,35 juta per tahun ( δ 10,58%). Implikasi kebijakan secara umum diperlukannya empat pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan perikanan dan pencemaran di Selat Madura yaitu Pendekatan ekosistem, Pendekatan sosial ekonomi dan budaya, Pendekatan sosial politik, dan Pendekatan hukum dan kelembagaan. Kata Kunci : Model Embedded, Interaksi Perikanan-Pencemaran, Depresiasi, Degradasi, Selat Madura, Perikanan Berkelanjutan, Kerugian ekonomi.
xi
ABSTRACT
RIZAL BAHTIAR. Valuation Of Fisheries Resources Depreciation In Madura Strait, East Java Province. Supervised by AKHMAD FAUZI and SUZY ANNA. The aim of the research are to study and account the value of depreciation and economic loss of fisheries resources causes of production (harvest) and non production (polution) activity. genarally objective of the research is knowing how far the influence of polution with harvest of fisheries resource use embedded model approach. Depreciation value accounted by production level with and without polution, number of effort, sustainable yield with and without polution, and the value using to account the depreciation of fisheries resource. Interaction analysis of fisheries and polution accounted by embedded model, where polution factor decrease the growth of biomass, it is to study the loss value causes by polution of sustainable yield and biomass. The polution studied in the research are Biological Oxygen Demand (BOD); Chemistry Oxygen Demand (COD); Total Suspended Solids (TSS). While the degradation rate analyzed by modification model of Amman and durraipah. Result of the research; 1) The suittable Fisheries-Polution interaction model development is gompertz model, because the model most accurate to account the demersal fisheries; 2) number of polution incoming to the strait of Madura average in annualy; BOD=1.634.681,61 ton per year, COD=2.407.614,75 ton per year, and TSS=1.486.880,25 ton per year. 3) from all of the pollution the most strenght polluter influences to biomass conditions is TSS; 4) demersal fisheries resource in Madura Strait show the overfishing condition; 5) Depreciation value in the baseline condition between Rp. 421,36,- million to Rp. 58,45- billion and average present value Rp. 23,17,- billion per year ( δ 12,81%). The depreciation is about Rp. 510,17,- million to Rp. 70,77,- billion and present value Rp. 28,06,- billion per year ( δ 10,58%). The result accounting of fisheries resources using polution varriable of TSS abaout Rp. 28,45,- million to Rp.954,72,- million and the present value Rp.560,26,- million per year ( δ 12,81%), and depreciation value about Rp.34,44,- million to Rp.1,15,- billion and present value Rp. 678,35,- million per year ( δ 10,58%). Generally implication of the policy need four approach to solve the problem of fisheries and polution in Madura Strait, they are ; ecosystem approach, social-economic and cultural approach, social-politcal approach, and law and institution approach. Key word : Embedded model, fisheries and polution interaction, sustainability fisheries approach, economic loss.
xii
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
xiii
PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR
RIZAL BAHTIAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
xiv
Judul Tesis
: Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur
Nama Mahasiswa
: Rizal Bahtiar
Nomor Pokok
: C 451040051
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi,M.Sc Ketua
Dr. Dra. Suzy Anna, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
Tanggal Ujian :
xv
PRAKATA
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Di Selat Madura Provinsi Jawa Timur”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini membahas tentang aspek sosial ekonomi dari degradasi sumberdaya perikanan akibat pencemaran. Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Provinsi Jawa Timur. Terima kasih kepada : Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Dra. Suzy Anna, M.Si selaku pembimbing. Serta Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS sebagai Ketua Program Studi dan Ir. Hj. Sri Hudyastuti Staf Ahli Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Kementerian Lingkungan Hidup yang
telah
banyak
membantu
selama
penyelesaian
studi,
terutama
memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmunya pada kondisi nyata.
Ucapan
yang
sebesar-besarnya
juga
saya
sampaikan
kepada
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT; yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat menerapkan ilmunya di bidang pendidikan di Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Disamping
itu,
penghargaan
penulis
sampaikan
kepada
teman-teman
mahasiswa Program Studi ESK Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya teman-teman ESK 2004, teman-teman satu kantor di Departemen Ekonomi sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang telah mendorong dan membantu penulisan dalam menyelesaikan penelitian ini. Pengorbanan yang luar biasa yang telah diberikan oleh orang-orang yang penulis cintai, Bapak H. Moh. Hasan dan Ibu Hj. Andawijah yang telah memberikan dorongan moril dan materil dan mbak Reni, mas Wiwin, bang Farid, mbak Dilli dan adik Rita, serta tak lupa kepada saudara sepupuh seperti adik Dani, Dina, Kukuh dan keluarga lainnya yang tidak dapat ditulis semuanya, apa yang mereka telah berikan kepada penulis selama ini tidak mungkin dapat terbalaskan. Penulis mengucapkan terima kasih atas dorongan moril dari adik
xvi
Lina Puspayanti yang dengan sabar terus-menerus memberikan semangat demi terselesainya tesis ini. Akhirnya semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pembaca, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan perikanan dan lingkungan, dan berguna bagi kemaslahatan hidup dimasa datang...Amien.
Bogor, September 2007
RIZAL BAHTIAR
xvii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 3 Juni 1980, sebagai anak ketiga dari 4 bersaudara dari Bapak Moh. Hasan dan lbu Andawiyah. Pada tahun 1999 penulis lulus SMA Negeri 1 Sumenep dan pada tahun yang sama penulis masuk di Universitas
Brawijaya
Malang.
Penulis
memilih
program studi Sosial Ekonomi Perikanan di Fakultas Perikanan. Selama mengikuti perkuliahan sejak strata satu, penulis aktif di Badan Eksekutif
Mahasiswa
Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya sebagai
Sekretaris Jenderal (Sekjend), Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan aktif diberbagai organisasi. Selain aktif di berbagai organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, penulis juga aktif sebagai asisten dosen di beberapa mata kuliah seperti Ichthyologi, Biologi Perikanan. Pada tahun 2003 penulis lulus Strata satu dan langsung diterima menjadi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan sebagai pengasuh mata kuliah pengolahan data perikanan, kemudian pada tahun 2004 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan program pascasarjana IPB melalui program Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS), pada program studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Tahun 2008 penulis diterima untuk menjadi staf pengajar di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan konsentrasi ilmu di bidang ekonomi sumberdaya. Pada saat ini penulis aktif meneliti berbagai permasalahan lingkungan baik bekerjasama dengan para konsultan maupun dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
xviii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................xvi I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 3 1.3. Hipotesis ..................................................................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4 1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 6 2.1. Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Pemanfaatannya .................. 6 2.2. Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi .......................................... 7 2.3. Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan ...................................................... 9 2.4. Optimasi Sumberdaya Perikanan ............................................................. 15 2.5. Pengertian Pencemaran ........................................................................... 17 2.6. Depresiasi Sumberdaya Perikanan........................................................... 19
III. KERANGKA PENDEKATAN MASALAH ......................................... 23 3.1. Kerangka Pendekatan Masalah ................................................................ 23
IV. METODE PENELITIAN ......................................................................... 25 4.1. Metode Penelitian ..................................................................................... 25 4.2. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 25 4.3. Metode analisis Data................................................................................. 26 4.3.1. Stadarisasi Alat Tangkap ................................................................. 26 4.3.2. Stadarisasi Biaya per Unit Upaya .................................................... 27 4.3.3. Estimasi Parameter.......................................................................... 27 4.3.4. Analisis Interaksi Perikanan-Pencemaran ....................................... 33 4.3.4.1. Pencemaran terhadap Biomas (x) ...................................... 33
V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ......................................... 38 5.1. Karakteristik Selat Madura ........................................................................ 38
x
5.2. Sumberdaya Ikan Selat Madura................................................................ 40 5.3. Karakteristik Nelayan di Selat Madura ...................................................... 45 5.4. Pencemaran di Selat Madura.................................................................... 49 5.5. Ekonomi Sektor Perikanan dan PDRB Jawa Timur .................................. 51 5.6. Kebijakan Provinsi Jatim Untuk Pencegahan Pencemaran ...................... 53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 58 6.1. Data Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap ............................................. 59 6.2. Standarisasi Unit Effort ............................................................................. 63 6.3. Estimasi Parameter Biologi ....................................................................... 66 6.4. Estimasi Parameter Pencemaran ............................................................. 70 6.5. Estimasi Sustainable Yeild........................................................................ 71 6.6. Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal (Baseline) ................................. 74 6.7. Estimasi Depresiasi Sumberdaya (Interaksi Perikanan-Pencemaran) ..... 78 6.8. Kebijakan dan Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 93
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 97 7.1. Kesimpulan ............................................................................................... 97 7.2. Saran......................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 100
xi
DAFTAR TABEL 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP...................... 7 2. Data dan Penggunaannya ............................................................................ 26 3. Sungai-Sungai Besar yang ada di Jawa Timur dan Bermuara di Selat Madura beserta Besaran Debit Air................................................................ 38 4. Wilayah Perairan Jawa Timur. ...................................................................... 39 5. Komposisi Ikan Pelagis Tahun 2005............................................................. 42 6. Komposisi Ikan Demersal Tahun 2005. ........................................................ 43 7. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura tahun 2001-2005 .................................................................... 46 8. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun 2001-2005 ............................. 47 9. Perkembangan Alat Tangkap Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut dari tahun 1991-2005........................................................................................... 49 10. Kriteria Mutu air (BOD dan COD) Berdasarkan Kelas .................................. 50 11. Analisis Data Produksi .................................................................................. 60 12. Effort untuk Alat Tangkap Jaring Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut Per Tahun ..................................................................................................... 65 13. Standarisasi Effort Alat Tangkap .................................................................. 66 14. Parameter Biologi tanpa Pencemaran .......................................................... 68 15. Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD .............................................. 69 16. Parameter Biologi dengan Pencemaran COD .............................................. 69 17. Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS ............................................... 69 18. Jumlah Pencemaran Yang Masuk Ke Selat Madura .................................... 71 19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari tanpa Pencemaran.................................................................................................. 72 20. Kondisi Sumberdaya saat MSY,MEY dan OA. ............................................. 74 21. Analisa Produksi Optimal Sumberdaya Ikan................................................. 77 22. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran......... 79 23. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran BOD ........... 80 24. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran COD ........... 82 25. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran TSS............ 83 26. Laju Depresiasi Tanpa Pencemaran, Dengan Pencemaran BOD, COD dan TSS ........................................................................................................ 84
xii
27. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal (baseline) ...................................................................................................... 87 28. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran BOD............................................................................ 88 29. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran COD............................................................................ 89 30. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran TSS............................................................................. 90
xiii
DAFTAR GAMBAR 1. Kurva Pengaruh tangkap terhadap stok (biomas) ........................................ 12 2. Kurva Gordon-Schaefer ................................................................................ 13 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock ikan ............................................. 20 4. Kerangka Pendekatan Masalah.................................................................... 23 5. Kurva Yield Dengan dan Tanpa Faktor Pencemaran ................................... 36 6. Alur Kerja Penelitian ..................................................................................... 37 7. Komposisi Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005 ...... 43 8. Komposisi Ikan Demersal di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005. ............................................................................................................. 44 9. Nilai Produksi Berdasarkan Wilayah Tangkapan Tahun 2005...................... 44 10. Perkembangan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Jawa Timur tahun 2000-2005 (Rp.1000).................................................................................... 45 11. Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura 2001-2005. ..................... 46 12. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun 2001-2005 ............................ 47 13. Perbandingan Pencemaran BOD, COD dan TSS yang Masuk Ke Perairan Selat Madura................................................................................................. 51 14. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Konstan 1993................................................................................................ 52 15. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Berlaku.......................................................................................................... 52 16. Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap di Selat Madura ............................... 61 17. Produksi Ikan Kerapu Berdasarkan Alat Tangkap ........................................ 62 18. Produksi Ikan Kakap Berdasarkan Alat Tangkap ......................................... 63 19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield fungsi Gompertz dan Schaefer................................................................................................. 73 20. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 12,81 persen ............................................................ 76 21. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 10,58 persen ............................................................ 77 22. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran ...................................... 80 23. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi dengan Pencemaran BOD............................ 81 24. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran COD)...................................................................... 82 25. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran TSS)....................................................................... 83 26. Koefisien atau Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap ......... 85
xiv
27. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 12,81%) ................................................................................................ 92 28. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 10,58%) ................................................................................................ 92
xv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................ 103 2. Data Produksi Ikan Kerapu dan Kakap Tahun 1991-2005 ......................... 104 3. Standarisasi Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut dan Trammel Net .......... 105 4. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) .............................................................................................. 106 5. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) ........................................................... 107 6. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran BOD. ........................................................................................................... 108 7. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran BOD .................................................. 109 8. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran COD. ........................................................................................................... 110 9. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran COD .................................................. 111 10. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran TSS........................................................................................ 112 11. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran TSS. .................................................. 113 12. Standarisasi Biaya Tangkapan ................................................................... 114 13. Bahan Perhitungan Discount Rate Model Kula (1984) ............................... 115 14. Analisis Discount Rate Model Kula (1984).................................................. 116 15. Analisis Bioeconomic dengan Softwere Maple 9.5 ..................................... 117 16. Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 12,81%.......................... 122 17. Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 10,58%.......................... 124
xvi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Semua negara yang mempunyai garis pantai sangat menginginkan adanya manajemen dari sumberdaya pantai, agar dapat menjaga sistem sumberdaya pantai yang ada. Tugas dari manajemen tersebut untuk dapat menjaga
sumberdaya
pantai
menyangkut:
utilitas
dari
keberlangsungan
sumberdaya yang multi species, menyangkut berbagai jasa dan barang-barang yang dihasilkan oleh sumberdaya pantai (Proses, Fungsi dan hubungan timbal balik antara sumberdaya pantai dengan manusia). Kesemua hal tersebut di atas nampak akan sangat sulit terwujud, hal ini dikarenakan konsekuensi adanya perubahan lingkungan global (Global Environmental Change (GEC)) (Turner R.K. et al 1999). Degradasi lingkungan saat ini terus saja terjadi di segala penjuru dunia juga termasuk di Indonesia. Terjadinya degradasi lingkungan ditimbulkan karena adanya aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan hidup (carrying capacity) itu sendiri, sehingga akibatnya berbagai bencana timbul dan pada akhirnya menurunkan kualitas lingkungan dan memberikan
dampak
terhadap
terjadinya
depresiasi
sumberdaya,
serta
terjadinya depresiasi sumberdaya yang juga diukur dengan timbulnya gejala perekonomian yang kurang membaik. Turunnya kualitas lingkungan dapat terjadi baik di daratan, udara dan perairan. Turunnya kualitas lingkungan salah satunya adalah diakibatkan oleh terjadinya pencemaran. Penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran tergantung terhadap kemampuan lingkungan untuk menyerap (absorptive capacity), sehingga semakin kecil kemampuan menyerap lingkungan terhadap pencemaran dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, dan semakin besar kemampuan lingkungan untuk menyerap pencemaran mengakibatkan rendahnya terjadinya kerusakan lingkungan. Menurut Yanney (1990), laut merupakan tempat bermuaranya berbagai saluran air termasuk sungai. Dengan demikian, laut akan menjadi tempat terkumpulnya zat-zat pencemar yang dibawah oleh aliran air. Banyak industri atau pabrik yang membuang limbah industrinya ke sungai tanpa penanganan atau mengelolah limbah terlebih dahulu dan juga kegiatan rumah tangga yang
1
membuang limbah ke sungai. Limbah-limbah ini terbawa ke laut selanjutnya mencemari laut . Selat Madura yang berada antara pulau Jawa dan Pulau Madura merupakan salah satu selat yang memiliki manfaat yang sangat banyak. Sampai saat ini pemanfaatan Selat Madura meliputi: pelabuhan penyeberangan SURAMADU (Surabaya-Madura), penangkapan ikan, dan eksploitasi gas bumi, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan tersebut menimbulkan berbagai dampak terhadap terjadinya pencemaran yang ada saat ini. Penyebab pencemaran menurut PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengedalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia
sehingga
kualitasnya
turun
sampai
ke
tingkat
tertentu
yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/ atau fungsinya. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Pencemaran air laut dapat ketahui melalui kondisi fisik dan kimiawi. Pencemaran Selat Madura secara fisik dapat diketahui bahwa Selat Madura tersebut telah mengalami pencemaran, hal ini dapat dipastikan dengan melihat perubahan warna air laut yang terjadi yang berwarna kecoklatan. Menurut Fauzi (2004), pencemaran dari perspektif ekonomi akan memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat karena pencemaran dapat menghilangkan nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa. Dampak ekonomi akibat pencemaran dalam perikanan telah diuji di dalam berbagai studi, dan kemajuannya telah membuat pemahaman yang penting bagi masyarakat
menyangkut
bahayanya
kerusakan
ekonomi
yang
mungkin
disebabkan oleh pelepasan unsur berbahaya atau beracun ke dalam tempat habitat ikan. (Cohen, 1995; Collins et al., 1998; Grigalunas et al., 1986 dan 1988; Hanemann dan Pantai, 1993; Kahn, 1987; Lipton dan Pantai, 1997; Montgomery dan Needelman, 1997; Opaluch, 1987; Pyo dan Pendudu, 1995 dalam Collins. A et al., 1998). Selain banyaknya bangunan yang berdiri baik itu industri, perumahan di pinggir sungai maupun di daerah pantai di sekitar Selat Madura memberikan dampak laju pencemaran yang semakin cepat, hal ini diakibatkan rusaknya
2
mangrove dan terumbu karang yang berfungsi untuk menahan abrasi pantai, akibat dari pencemaran yang terjadi di sungai dan menuju ke laut berakibat rusaknya ekosistem dan terdegradasinya sumberdaya. Secara langsung pengaruh pencemaran yang mengalir kelaut akan mempengaruhi sumberdaya ikan di Selat Madura, yang memiliki karakteristik ikan demersal. Kondisi sumberdaya ikan di Selat Madura yang memiliki karakteristik 60 persen ikan demersal sering kali terganggu oleh pencemaran yang terjadi. Saat ini kondisi sumberdaya ikan di Selat Madura terus menurun, dari hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), diperoleh estimasi bahwa untuk sumberdaya ikan demersal di Selat Madura atas dasar data tahun 1988-1992 diperoleh potensi lestari 28.256 ton per tahun sedangkan potensi ikan pelagis sebesar 71.397 ton per tahun. Penurunan stok selain disebabkan oleh terjadinya kegiatan tangkap berlebih juga diyakini bahwa penurunan stok juga diakibatkan oleh semakin menurunnya kualitas air laut. Oleh karena itu diharapkan dengan mengetahui seberapa besar pengaruh pencemaran dan aktivitas tangkapan terhadap jumlah stock ikan yang diperuntukkan bagi generasi mendatang, akan membuat para stakholders dapat mengambil suatu tindakan pengelolaan yang tepat untuk menjamin ketersediaan ikan untuk kepentingan kesejahteraan nelayan dalam jangka panjang (sustainable resource). 1.2 Perumusan Masalah Selat Madura yang memiliki aktivitas pemanfaatan yang sangat besar sering membuat para pengambil manfaat melupakan akan kelestarian dari pada sumberdaya yang dimiliki, seperti pemanfaatan ikan secara berlebih dan terjadinya pencemaran merupakan kasus yang timbul akibat kurang arifnya pengambil manfaat dari Selat Madura. Dengan memiliki potensi sumberdaya ikan demersal dan alat tangkap yang multi alat, dengan kasus yang ada hal ini akan berdampak terhadap terjadinya depresiasi sumberdaya akibat penangkapan berlebih dan pencemaran. Adapun permasalahan mengenai sumberdaya perikanan yang terjadi di Selat Madura sebagai berikut : 1) Bahwa telah terjadi depresiasi sumberdaya perikanan akibat produksi berlebih (overfishing) dan non produksi (pencemaran) di Selat Madura ? 2) Bagaimana pengaruh akibat pencemaran terhadap nilai biomas dan rente sumberdaya perikanan pada kondisi aktual dan optimum ?
3
3) Seberapa
besar
terjadinya
depresiasi
sumberdaya
perikanan
akibat
terjadinya pencemaran ? 4) Bagaimana kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan di Selat Madura yang terkait dengan pencemaran perairan ?
1.3. Hipotesis Pencemaran menurut Anna, S. (2003), hasil penelitiannya di Teluk Jakarta menyatakan bahwa pencemaran akan mempengaruhi pertumbuhan ikan yang ada. Sehingga akibat pencemaran tersebut akan berdampak terhadap depresiasi sumberdaya yang ada di Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat di tarik suatu hipotesis dari permasalahan yang ada di Selat Madura. Adapun hipotesis dari permasalahan yang ada di Selat Madura adalah sebagai berikut : 1) Diduga telah terjadi depresiasi sumberdaya perikanan di Selat Madura akibat produksi berlebih (overfishing) dan non produksi (pencemaran). 2) Diduga
bahwa
pencemaran
akan
menuunkan
nilai
rente
ekonomi
sumberdaya ikan di Selat Madura. 3) Diduga hingga saat ini belum adanya kebijakan yang dikeluarkan Pemeritah Daerah (PEMDA) Provinsi Jawa Timur untuk mengatasi pencemaran terhadap perikanan.
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada dan keinginan untuk membuktikan hipótesis penelitian ini maka akan didapatkan tujuan dari pada dilaksanakannya penelitian ini, adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1) Mengetahui pengaruh yang diberikan oleh aktivitas produksi dan non produksi (pencemaran) terhadap sumberdaya perikanan di Selat Madura. 2) Mengkaji kondisi dan potensi sumberdaya perikanan di Selat Madura. 3) Menghitung dan menganalisis seberapa besar depresiasi sumberdaya ikan akibat terjadinya pencemaran di Selat Madura. 4) Mengetahui kebijakan yang harus dilakukan untuk mengatasi terjadinya pencemaran di Selat Madura.
4
1.5. Manfaat Penelitian Suatu penelitian haruslah memberikan suatu manfaat bagi daerah tempat penelitian, pembaca hasil penelitian dan peneliti itu sendiri, hal ini di karenakan penelitian tanpa adanya suatu manfaat yang diberikan maka penelitian tersebut akan terasa sia-sia, oleh karena itu adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut : 1) Sebagai Informasi terbaru mengenai kondisi sumberdaya perikanan di Selat Madura setelah terjadinya aktivitas produksi berlebih (over fishing) dan non produksi (pencemaran). 2) Memberikan informasi besarnya nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang terdepresiasi akibat pencemaran di Selat Madura. 3) Sebagai bahan acuan dalam melakukan penetapan kebijakan untuk pemulihan kembali sumberdaya yang terdepresiasi.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan Pemanfaatannya Untuk mempermudah pengelolaan perikanan tangkap maka dilakukan pembagian wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dalam 9 WPP, dengan mengeluarkan
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
Kep.10/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan yang tertuang dalam Bab III pasal 3 ayat 2, pada tanggal 28 april 2003. Adapun kesembilan WPP tersebut sebagai berikut: 1) Perairan Selat Malaka, 2) Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, 3) Perairan Laut Jawa dan Sunda, 4) Perairan Laut Flores dan Selat Makasar, 5) Perairan Laut Banda, 6) Perairan Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut Seram, 7) Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 8) Perairan Laut Arafura, dan 9) Perairan Samudera Hindia. Dengan berdasarkan pembagian WPP tersebut maka perairan Selat Madura berada pada WPP tiga. Berdasarkan taksonomi ikan dikelompokkan kepada ikan (pisces) dan non-ikan (crustacea, Moluska, Reptilia, Holoturaeda dan Mamalia). Ikan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan habitatnya yaitu ikan pelagis dan ikan demersal dan ikan karang (Aziz et al, 1998). Ikan pelagis adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada di kolom air. Ikan demersal adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada pada atau di dekat dasar perairan, dan ikan karang adalah ikan yang kehidupannya terikat dengan perairan karang (Wahyudin. Y, 2005). Dimana berdasarkan tempat habitatnya sumberdaya yang ada di Selat Madura didominasi oleh ikan demersal. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), (2005) diacu dalam Suseno (2007) didapatkan bahwa potensi lestari dari Sumberdaya Ikan (SDI) laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,408 juta ton/tahun, pelagis besar sekitar 1,165 juta ton per tahun, pelagis kecil sekitar 3,605 juta ton per tahun, demersal sekitar 0,145 juta ton per tahun dan udang, termasuk cumi-cumi sekitar 0,128 juta ton per tahun. Bila dilihat berdasarkan WPP maka, potensi SDI
6
sebesar terdapat di WPP 9 (Samudera Hindia), yaitu tercatat memiliki potensi SDI sebesar 1.076.890 ton per tahun. Kemudian diikuti WPP 2 (Laut Cina Selatan) sebesar 1.057.050 ton per tahun. Sedangkan potensi SDI terkecil terdapat di WPP 1 (Selat Malaka), yaitu hanya sebesar 267.030 ton per tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi SDI laut dan tingkat pemanfaatannya menurut WPP sebagai berikut:
Tabel 1. Potensi SDI Laut dan Tingkat Pemanfaatannya menurut WPP Potensi (1000 ton) 276,03
Produksi (1000 ton) 389,28
1.057,05
379,90
3) Laut Jawa
796,64
1.094,41
4) Selat Makassar dan Laut
929,72
655,45
Underfishing (70,50%)
5) Laut Banda
277,99
228,48
Underfishing (82,19%)
6) Laut Seram dan Teluk Tomini
590,82
197,64
Underfishing (33,46%)
7) Laut Sulawesi dan Samudera
632,72
237,11
Underfishing (37,47%)
771,55
263,37
Underfishing (34,14%)
9) Samudera Hindia
1.076,89
623,78
Underfishing (57,92%)
Total Nasional
6.409,21
4.069,42
Underfishing (63,49%)
WPP 1) Selat Malaka 2) Laut Cina Selatan
Status Pemanfaatan Overfishing (>100%) Underfishing (35,94%) Overfishing (>100%)
Flores
Pasifik 8) Laut Arafura
Sumber: DKP (2003) diacu dalam Suseno (2007)
Menurut Suseno (2007), pemanfaatan SDI menurut jenis SDI diperoleh, jenis ikan demersal dan pelagis besar telah dieksploitasi masing-masing 85 persen dan 63,17 persen dari potensi yang ada. Sementara itu, jenis pelagis kecil baru dimanfaatkan sekitar 49 persen, sedangkan jenis ikan karang dan udang peneid masih belum dapat dikonfermasi datanya. Berdasarkan hasil kajian stok maka ditetapkan JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) sebesar 80 persen dari MSY, penetapan JTB bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi sumberdaya untuk dapat pulih.
2.2 Pengertian Depresiasi, Deplesi dan Degradasi Hardin, G (1968) mengatakan tragedy of the common terjadi saat sumberdaya alam yang berada dalam rezim common property dengan akses yang terbuka (open access) akan menyebabkan hilangnya rente ekonomi optimal
7
(dissipated) dari yang semestinya diperoleh. Dengan mengacu sintesis yang dikemukakan oleh Hardin, G (1968), maka kondisi perikanan Indonesia yang menerapkan rezim common property, dan akses terbuka (open access) akan memberikan peluang terjadinya pemanfaatan berlebih (over fishing) sehingga akan mengakibatkan degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan. Kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (economic driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven). dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran di laut tidak sedikit. UNEP (badan PBB yang menangani masalah lingkungan hidup) memperkirakan bahwa kerugian ekonomi global dalam bentuk penyakit dan kematian yang diakibatkan oleh pencemaran laut telah mencapai lebih dari US$ 12,8 miliar per tahun. Nilai ini hampir mendekati separuh dari dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program konservasi global dalam rangka menjaga ekosistem dunia dalam kondisi yang sehat. (Fauzi, 2005). Menurut Carlisle. F.R. (1982), Pencemaran lingkungan diakibatkan oleh adanya Eksternalitas negatif yang di lakukan oleh pelaku ekonomi. Eksternalitas negatif adalah biaya yang dibebankan kepada seseorang akibat adanya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya atau penurunan barang publik seperti mutu air dan udara tercemar, sisa buangan, suara gaduh, dan pengurangan lain di dalam mutu hidup. Itu semua adalah eksternalitas negatif yang dapat mengurangi total kesejahteraan. Deplesi, degradasi dan depresiasi ketiga istilah ini sering diartikan salah atau bahkan mengartikan dari ketiga istilah tersebut dengan pengertian yang sama. Padahal ketiganya memiliki arti yang berbeda, walaupun nyaris sama. Deplesi diartikan sebagai tingkat/ laju pengurangan stok dari sumberdaya alam tidak dapat diperbaharukan (non-renewable resource). Degradasi mengacu pada penurunan
kualitas/
kuantitas
sumberdaya
alam
dapat
diperbaharukan
(renewable resource). Depresiasi sumberdaya lebih ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam. Depresiasi juga
8
dapar diartikan sebagai pengukuran deplesi atau degradasi yang dirupiahkan. (Fauzi, A dan Anna, S. 2005). Deplesi, degradasi maupun depresiasi sumberdaya pesisir dan laut disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun faktor manusia, faktor endogenous maupun eksogenous dan juga kegiatan yang bersifat produktif maupun non produktif. Secara umum ketiga hal tersebut disebabkan karena adanya
berbagai
gejala
kerusakan
lingkungan
(termasuk
pencemaran,
overfishing, abrasi pantai, kerusakan fisik habitat pesisir, konflik penggunaan ruang dan lain sebagainya) di kawasan-kawasan pesisir yang padat penduduk serta tinggi intensitas pembangunannya.(Fauzi, A dan Anna, S. 2004). Pemanfaaatan secara berkelanjutan (sustainable use) dan dengan kebijakan
pengelolaan
yang
tepat
akan
dapat
menghindari
terjadinya
pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berlebih. Pengelolaan perikanan yang keberlanjutan (sustainable) menurut Charles (2001), dengan mengatur pengelolaan perikanan yang meliputi: pengendalian input/ upaya (effort control), pengendalian output/ tangkapan (catch control), pengaturan teknis (technical measures), pengaturan berbasis lingkungan (ecologically based measures) dan instrumen ekonomi (economic intruments).
2.3 Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan Pada mulanya, pengelolaan sumberdaya ini banyak didasarkan pada faktor biologis semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable Yield (tangkapan maksimum yang lestari ) atau disingkat MSY. Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini di panen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable), (Fauzi. A, 2004). Menurut Fauzi.A (2004), kritik yang paling mendasar di antaranya adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam. Lebih jauh Conrad dan Clark (1987) diacu dalam Fauzi.A,
(2004) misalnya,
menyatakan
bahwa kelemahan
pendekatan MSY antara lain adalah: a). Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke pengurasan stok (stock depletion)
9
b). Didasarkan pada konsep steady state (keseimbangan) semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non-steady state c). Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen (imputed value) d). Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya e). Sulit diterapkan pada kondisi di mana perikanan memiliki ciri ragam jenis (multispecies) Menyadari kelemahan ini, pendekatan ekonomi pengelolaan sumberdaya ikan mulai dikembangkan pada awal tahun 1950-an. Titik tolak pendekatan ekonomi pengelolaan perikanan bermula dengan publikasi tulisan H.S. Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Dalam artikelnya, Gordon menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access. Tidak seperti sumberdaya alam lainnya, seperti pertanian dan peternakan yang sifat kepemilikannya jelas, sumberdaya ikan relatif bersifat terbuka. Siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Gordon menyatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak terkontrol ini. Salah satu cara menghitung surplus produksi yang sering dipakai adalah model Gordon-Schaefer. Model ini berawal saat Schaefer mengadopsi dan mengembangkan
model
Gordon
(1954),
sehingga
model
yang
di
kembangkannya saat ini lebih sering disebut model Gordon-Schaefer. Model Gordon-Schaefer ini digambarkan sebagai berikut: dimisalkan x adalah biomas dari stock yang diukur dalam besaran berat, r adalah laju pertumbuhan alami dari populasi (intrinsict growth) dan K adalah daya dukung maksimum lingkungan (enveronmental carrying capacity) atau keseimbangan alami dari ukuran biomas dengan tidak ada aktifitas penangkapan, maka untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perkembangan model Gordon-Shaefer tersebut sebagai berikut :
dx = f (x) dt
……………………………………………………………………..(2-1a)
dx x⎞ ⎛ = rx⎜1 − ⎟ ……………………………………………………………....(2-1b) dt ⎝ K⎠ Dengan adanya aktifitas penangkapan (h) atau produksi h=qxE, maka persamaan diatas menjadi :
10
dx x⎞ ⎛ = rx⎜1 − ⎟ − h …...…………………………………………………………..(2-2a) dt ⎝ K⎠
dx x⎞ ⎛ = rx⎜1 − ⎟ − qxE ………………………………………………………..(2-2b) dt ⎝ K⎠ Dengan demikian, dalam kondisi keseimbangan, persamaan berubah menjadi :
x⎞ ⎛ qxE = rx⎜1 − ⎟ ……………………………………………………………………(2-3) ⎝ K⎠ Sehingga persamaan diatas untuk x, akan diperoleh :
⎛ qE ⎞ x = K ⎜1 − ⎟ ………………………………………………………………………(2-4) r ⎠ ⎝
Kemudian dengan mensubstitusikan persamaan diatas ke dalam persamaan produksi (h) maka diperoleh tangkapan atau produksi lestari sebagai berikut :
⎛ qE ⎞ h = qKE ⎜1 − ⎟ ……………………………………………………………………(2-5) r ⎠ ⎝ (Fauzi, A. 2004) Persamaan di atas berbentuk kuadratik terhadap input. Dalam model bioekonomi, hal ini dikenal dengan istila Yield-Effort Curve. Namun, dengan membagi kedua sisi persamaan dengan input (E), akan diperoleh persamaan linear yang disederhanakan dalam bentuk:
⎛ q2K ⎞ h ⎟⎟ E ………………………………………………………………...(2-6) = qK − ⎜⎜ E ⎝ r ⎠
U = α − βE ………………………………………………………………………….(2-7)
11
U adalah produksi per satuan input, atau dikenal dengan CPUE (catch per unit effort), α = qK , dan β = q 2 K / r . (Fauzi, A dan Anna, S.2005) F(x) h=qxE3
h=qxE2
h=qxE1
h2 h3 h1
E
(Fauzi, A. 2004) Gambar 1. Kurva Pengaruh tangkap terhadap stok (biomas) Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa, pertama, pada saat tingkat upaya sebesar E1 di berlakukan, maka akan diperoleh jumlah tangkapan sebesar h1 (garis vertikal). Kemudian, jika upaya dinaikkan sebesar E2, dimana E2>E1, hasil tangkapan akan meningkat sebesar h2 (h2>h1). Dan bila upaya dinaikkan dari E3 (E3>E2>E3), akan terlihat bahwa tingkat upaya E3>E2 ternyata tidak menghasilkan tangkapan yang lebih besar (h3
x⎞ ⎛ h = rx⎜1 − ⎟ ……………………………………………………………………....(2-8) ⎝ K⎠
12
Dengan memasukkan komponen ekonomi maka penerimaan total dapat di tulis :
x⎞ ⎛ TR ( x) = pF ( x) = prx⎜1 − ⎟ ……………………………………………………...(2-9) ⎝ K⎠ Fungsi biaya adalah sebagai berikut :
TC = cE ………………………………………………………………………….…(2-10)
TC == c
TC =
h cF ( x) = …………………………………………………………….…(2-11) qx qx
c ⎧ x⎫ r ⎨1 − ⎬ ……………………………………………………………..……(2-12) q ⎩ K⎭
Rente dari sumberdaya (resource rent) adalah sebagai berikut :
π = TR − TC ………………………………………………………………………..(2-13) ⎛ ⎝
π = prx⎜1 −
x⎞ c ⎧ x⎫ ⎟ − r ⎨1 − ⎬ ………………………………………………..…...(2-14) K⎠ q ⎩ K⎭
Rp TC A ∏ max B
E* EMSY
TR
EOA
Input
Gambar 2. Kurva Gordon-Schaefer
13
Menurut Fauzi, A (2004), untuk mengembangkan model Gordon-Schaefer ini diperlukan asumsi yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Adapun asumsi-asumsi tersebut terdiri dari : a). Harga per satuan output, (Rp/Kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan siasumsikan elastis sempurna. b). Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan. c). Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal (single species). d). Struktur pasar bersifat kompetitif. e). Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya). Fauzi, A (2004) menyatakan bahwa mempelajari model sumberdaya ikan dalam rangka statik sangat berguna untuk mempelajari teori dasar pengelolaan ekonomi sumberdaya ikan. Menurutnya pendekatan ini cukup sederhana dan menarik serta telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam waktu yang cukup lama. Namun demikian, Fauzi, A (2004) menegaskan bahwa pendekatan statik memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Lebih lanjut Fauzi, A (2004) menegaskan pernyataan Clark (1985) bahwa pendekatan statik memiliki
kelemahan
serius
dan
dapat
menyebabkan
kesalahan
dalam
pemahaman realitas dan dinamika sumberdaya ikan. Cunnigham (1981) diacu dalam Fauzi, A (2004) menyatakan bahwa faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri dan pendekatan ini tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Lebih lanjut Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi, A (2004) menyebutkan bahwa tidak dimasukkannya faktor waktu dalam analisis sumberdaya terbarukan seperti ikan dapat menyebabkan akibat yang cukup serius dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Seperti diketahui bahwa sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya. Fauzi, A (2004) Menyebutkan bahwa pengembangan model dinamis dari pengelolaan sumberdaya ikan sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan dinamis dalam pengelolaan sumberdaya ikan menurut Fauzi, A (2004) mulai berkembang dan banyak digunakan sebagai analisis setelah publikasi artikel Clark dan Munro (1975). Clark dan Munro (1975) diacu dalam Fauzi, A (2004) menggunakan pendekatan kapital untuk memahami aspek
14
intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan, dimana sumberdaya ikan dianggap sebagai stok ikan dapat tumbuh melalui reproduksi alamiah.
2.4 Optimasi Sumberdaya Perikanan Model yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975) yang diacu dalam Fauzi, A (2004) Eksploitasi optimal sumberdaya perikanan sepanjang waktu, pada dasarnya dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori kapital ekonomi sumberdaya, dimana manfaat dari eksploitasi sumberdaya perikanan sepanjang waktu ditulis sebagai: ∞
max V ∫ π (h(t ), x(t ))e −δt dt …………………………………………………………(2-15) t =0
Dengan kendala :
∂x • = x = F ( x ) − h ( x, E ) …………………………………………………………..(2-16) ∂t 0 ≤ h ≤ hmax Dengan
menggunakan
solusi
Hamiltonian
dan
memberlakukan
Pontryagins Maximum Principle, maka dapat menyelesaikan persamaan diatas. Adapun persamaan Hamiltonian adalah sebagai berikut :
H = e −δt π ( x, h) + λe −δt [F ( x) − h] ………………………………………………...(2-17) Persamaan Hamiltonian di atas menggambarkan ”present value”. Dengan mengubah persamaan di atas menjadi ”current velue” Hamiltonian maka persamaan Present value Hamiltonian berubah menjadi :
~ H = e δt H = π ( x, h) + μ [F ( x) − h] ………………………………………………..(2-18) ~
Dimana μ = e −δt λ adalah current value shadow price, dan H adalah current value Hamiltonian. Pontryagins Maximum Principle dari persamaan di atas menjadi :
15
~ ∂H ∂π ( x, h) = − μ = 0 …………………………………………………………(2-19a) ∂h ∂h •
~ ⎡ ∂H ⎤ ⎥ ……………………………………………………………(2-19b) ⎣ ∂x ⎦
μ − δμ = − ⎢
•
∂F ⎤ ⎡ ∂π ( x, h) ………………………………………………(2-19c) −μ ∂x ⎥⎦ ⎣ ∂x
μ − δμ = − ⎢
•
x = F ( x) − h ……………………………………………………………………..(2-19d) •
Dalam kondisi steady state, maka
•
x =0 dan μ =0, sehingga dari
persamaan di atas dapat menghasilkan persamaan :
μ=
∂π ( x, h) ……………………………………………………………………(2-20a) ∂h
F ( x) = h …………………………………………………………………..(2-20b) Sehingga :
0=
∂π ( x, h) ⎡ ∂F ⎤ ∂π ( x, h) δ − ⎥− …………………………………………….....(2-21) ⎢ ∂h ⎣ ∂x ⎦ ∂x
Sehingga persamaan dapat disederhanakan sebagai berikut :
∂π ( x, h) ∂π ( x, h) ∂π ( x, h) ∂F =δ − ……………………………………………(2-22) ∂x ∂h ∂h ∂x Dengan mengalikan kedua sisi persamaan diatas maka persamaan dapat disederhanakan dan akan memperoleh Modified Golden Rule sebagai berikut :
16
∂F ∂π ( x, h) / ∂x + = δ ……………………………………………………………(2-23) ∂x ∂π ( x, h) / ∂h Dimana F(x) adalah pertumbuhan alami dari stok ikan, ∂π ( x, h) / ∂x adalah rente marjinal akibat biomass, ∂π ( x, h) / ∂h adalah rente marjinal akibat perubahan produksi. Parameter ekonomi dan biologi ditentukan oleh besaran c (biaya per unit effort), p (harga ikan), δ (discount rate) dan q merupakan koefisien tangkapan. ∂F / ∂x = F ' ( x) adalah produktivitas marjinal dari biomass yang merupakan turunan pertama dari F(x). Hasil dari persamaan diatas •
menghasilkan x (optimal) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat tangkapan dan upaya yang optimal. Dengan demikian maka dapat diketahui rente sumberdaya perikanan yang merupakan hasil dari perkalian antara harga produuk ikan dengan tangkapan optimal dikurangi biaya dari tingkat upaya optimal, atau : ∗
∗
∗
∗
x = p (h) h − c h …………………………………………………………………….(2-24)
2.5 Pengertian Pencemaran Menurut Conrad dan Clark (1987); Perman et al (1996) diacu dalam Fauzi.A
(2004)
mengatakan
bahwa
sebelum
tahun
1960-an,
masalah
eksternalitas dianggap hal kecil dan bisa diselesaikan melalui negosiasi. Namun, setelah tahun 1960-an, para ahli melihat bahwa masalah ekternalitas adalah masalah yang cukup serius dan tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi dari hukum termodinamika, sehingga pada periode inilah perhatian yang serius terhadap analisis ekonomi pencemaran. Menurut Parman (1996) diacu dalam Fauzi.A (2004) mengatakan bahwa perspektif secara biofisik, pencemaran diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan. Apakah residual ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive capacity). Selain itu, penting juga untuk membedakan antara pencemaran aliran (flow pollution) dan pencemaran stok (stock pollution). Pencemaran aliran merupakan pencemaran yang ditimbulkan oleh residual yang mengalir masuk ke
17
dalam lingkungan. Pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk ke dalam lingkungan, artinya jika aliran berhenti, pencemaran juga akan berhenti. Contoh nyata dari flow pollution ini adalah kebisingan udara. Jika sumber kebisingan dihentikan, yang berarti laju kebisingan juga berkurang, pencemaran kebisingan udara juga akan berhenti. Di sisi lain, pencemaran yang bersifat stok (stock pollution) terjadi jika kerusakan yang ditimbulkan merupakan fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif. Akumulasi ini terjadi jika jumlah bahan pencemar yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan. Bahanbahan logam berat yang masuk ke perairan, misalnya, akan terakumulasi dan menjadi stock pollution. Demikian juga sampah yang tidak bisa diurai oleh mikroba akan terakumulasi dan menjadi stock pollution (Fauzi, A. 2004). Sumber pencemaran yang mencemari perairan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) yang berasal dari darat (land-based pollution); (b)dari kegiatan laut (marine-based pollution); dan (c) sumber pencemaran yang berasal dari udara (atmospheric deposition). Sumber pencemaran yang berasal dari darat merupakan sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan yang dilakukan di darat seperti kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri, dan kegiatan pertanian. Kegiatan rumah tangga berasal dari perumahan, perkantoran, hotel, rumah sakit, dan lain-lain. Kegiatan ini menghasilkan limbah yang sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen, serta kandungan bahan organik. Limbah yang berasal dari kegiatan industri tidak hanya mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen, dan kandungan bahan organik saja tetapi juga mengubah struktur kimia air yang disebabkan masuknya zat-zat anorganik. Kegiatan pertanian juga merupakan salah satu sumber pencemaran yang berasal dari darat, limbah pertanian yang berasal dari sedimen akibat erosi lahan, unsur kimia limbah hewani atau pupuk (nitrogen dan fosfor), dan unsur kimia dari pestisida yang digunakan (Dahuri, R. 2005) Berbagai kegiatan yang dilakukan di laut juga merupakan dapat merupakan sumber pencemaran, salah satunya adalah kegiatan transportasi laut. Sedangkan pencemaran yang lain berasal dari udara berupa polusi yang disebabkan asap hasil pembakaran kegiatan industri, atau kendaraan bermotor. Pollutan dari udara ini sangat berbahaya karena bersifat toksik. Salah satu contoh adalah peristiwa revolusi industri di inggris yang menyebakan pencemaran bukan hanya dari limbah cair yang dihasilkan akan tetapi juga dari
18
asap hasil pembakaran kegiatan industri. Hal ini mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai di inggris (Dahuri, R. 2005). Menurut Fauzi. A (2005) mengatakan kerusakan lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem laut maupun ekosistem lainnya memang banyak dipicu oleh berbagai faktor. Namun, secara umum dua faktor pemicu yang cukup dominan adalah kebutuhan ekonomi (ekonomi driven) dan kegagalan kebijakan (policy failure driven). Dari sisi kebutuhan ekonomi, pola konsumsi yang tinggi telah memicu permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya environmental stress. Dari sisi kebijakan, Opschoor (1994) diacu dalam Fauzi. A (2005), melihat bahwa kerusakan lingkungan lebih dipicu oleh policy failure atau sering disebut sebagai
government
failure.
Kegagalan
ini
kemudian
melahirkan
mismanagement terhadap pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya laut. Kebijakan ekonomi yang mengarah ke rent seeking behavior (perilaku memburu rente) ditambah dengan inefisiensi birokrasi menyebabkan institusi publik tidak dapat diandalkan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan kegiatan ekonomi yang merusak lingkungan. Di era otonomi daerah, misalnya, dengan dalih untuk meningkatklan PAD, pemerintah daerah tidak jarang menerapkan kebijakan perpajakan yang distortif yang pada akhirnya justru menambah beban lingkungan, karena pelaku ekonomi yang terkena biaya ekonomi tinggi akan mengompensasi biaya tersebut dengan cara mengekstrak sumberdaya alam secara berlebihan dan tidak memikirkan kesinambungan sumberdaya alam itu sendiri (Fauzi. A, 2005).
2.6 Depresiasi Sumberdaya Perikanan Disaat stock ikan dilaut sedang menurun, Stock ikan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan lainnya (hubungan pemangsa dengan yang di mangsa) dan oleh perubahan lingkungan. Para stackholders perikanan sering menyalahkan kegiatan tangkap berlebih (over fishing) sebagai penyebab turunnya jumlah stock ikan. Rencana manajemen sering dianggap kurang tepat dan sudah waktunya dibuat ulang, yang bertujuan untuk mengurangi penangkapan dari kegiatan penangkapan komersil atau bertujuan untuk mengurangi kapasitas penangkapan ikan di laut, dengan melalui pembelian kapal hingga membuat ulang program yang telah ada. Walau bagaimanapun, ada banyak sumber atau faktor-faktor
19
yang memberikan pengaruh terhadap menurunnya populasi ikan di laut seperti pemanasan global, dan yang lainnya. Adapun faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada penurunan populasi ikan dapat dilihat pada Gambar 2.3 (JungHee Cho and John M. Gates, 2006).
Ocean current
Global warming
Strength of upwelling
Others factors
FISH
Fisherman
Temperatur
Marine Pollution
Predators
Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock ikan
Banyaknya sumberdaya perikanan di berbagai kawasan yang telah mengalami depresiasi, dapat dilihat dari semakin menurunnya tangkapan para nelayan di suatu kawasan. Sejauh ini belum diketahui seberapa besar nilai depresiasi sumberdaya perikanan yang telah terdegradasi di berbagai kawasan di Indonesia. Dalam penilaian sumberdaya perikanan, hal terpenting yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan, yang idealnya dilakukan pada setiap spesies ikan (stock-by-stock basis) (Fauzi, A dan Anna, S. 2002). Masuknya (penangkapan)
pencemaran
memberikan
ke
laut
dampak
dan
adanya
terjadinya
aktivitas
degradasi
ekonomi
sumberdaya
perikanan. Bila fungsi produksi lestari dari sumberdaya ikan adalah sebagai berikut :
hat = qKE exp
−
qE r
…………………………………………………………………(2-25)
20
Dimana : = Produksi aktual pada periode t = Catchability coeffisien = Carrying capacity = Pertumbuhan alami = Input
hat q K r E
(Fauzi, A dan Anna, S. 2005) Dimana
untuk
laju
degradasi
secara
matematis
dapat
dihitung
berdasarkan hasil riset Anna, S. (2003) sebagai berikut :
φD =
1 1+ e
hδ h0
………………………………………………………………………(2-26)
Dimana :
φD hδ h0
= Koefisien laju degradasi = Produksi lestari = Produksi aktual Laju depresiasi pada dasarnya sama dengan laju degradasi, hanya
dalam laju depresiasi menggunakan parameter ekonomi, sebagai berikut :
φD =
1 1+ e
π δ ………………………………………………………………………(2-27) π0
Dimana :
φD πδ π0
= Koefisien laju depresiasi = Rente sustainable = Rente aktual
Selain penurunan ekonomi yang di akibatkan oleh pencemaran, pencemaran sendiri juga akan memberikan pengaruh langsung kepada ikan dan lingkungan hidup ikan itu sendiri, seperti : 1) Migrasi ikan 2) Tempat hidup 3) Perilaku mencari makan
21
4) Agresivitas ikan 5) Perilaku beristirahat 6) Perilaku reproduksi 7) Interaksi dengan makhluk yang lainnya. (Elliott, M. et all, 2003)
22
III. KERANGKA PENDEKATAN MASALAH
3.1. Kerangka Pendekatan Masalah Agar terpenuhinya tujuan penelitian, maka secara sistematis pendekatan masalah penelitian mengikuti alur kerangka pendekatan sistem sebagai berikut :
Limbah Rumah Tangga
Beban Pencemaran
Limbah Industri
Pertumbuhan Alami
Ikan
Produksi
Biaya
harga
Depresiasi
Usaha
Nelayan
Gambar 4. Kerangka Pendekatan Masalah Pemahaman utama dalam penelitian ini adalah bahwa penurunan jumlah stock ikan yang terjadi di Selat Madura diakibatkan oleh dua faktor yaitu adanya kegiatan tangkap berlebih (over fishing) dan terjadinya pencemaran. Pencemaran air laut akan memberikan dampak terhadap ikan baik itu melalui daya dukung lingkungan (Carrying Capacity) ataupun berpengaruh terhadap pertumbuhan
alamiah
(Natural
Growth)
masuknya
pencemaran
yang
mempengaruhi kedua unsur pertumbuhan ikan akan mempengaruhi jumlah ketersedian ikan di laut. Pada penelitian ini akan kita lihat pengaruh pencemaran terhadap pertumbuhan alamiah ikan saja. Pada saat ini air laut di Selat Madura telah mengalami pencemaran hal ini dapat dipastikan dengan kondisi fisik atau warna air laut. Faktor yang kedua adalah terjadinya over fishing di Selat Madura yang juga memberikan dampak terhadap penurunan jumlah stock ikan, jumlah
23
tangkapan atau produksi dipengaruhi oleh dua hal yaitu biaya operasi penangkapan (cost) dan harga jual dari ikan (price), dari kedua hal tersebut akan memberikan pengaruh terhadap jumlah produksi dan jumlah stock ikan setelah kegiatan penangkapan. Dari kedua faktor tersebut yaitu pencemaran dan adanya over
fishing
akan
memberikan
dampak
terhadap
terjadinya
depresiasi
sumberdaya ikan di laut.
24
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Maxfield dalam Nasir (1998), studi kasus adalah status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang. Sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan hal yang bersifat umum.
4.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data mengunakan teknik purposive atau judgement sampling adalah pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti dan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi struktur biaya dari usaha penangkapan ikan antar fleet serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dari dengan teknik wawancara kepada nelayan dan juragan kapal. Data struktur biaya dibagi kedalam beberapa kelas fleet yang kemudian dilakukan pembobotan untuk memperoleh rataan tertimbang (weighted average). Dengan jumlah sampel yang diambil sesuai dengan penentuan formula sebagai berikut :
s=
NZ 2 (0.25) ………………………………….……………………(4-1) d 2 ( N − 1) + Z 2 (0.25)
{
} {
}
Dimana : s N Z d
= Jumlah sample diambil = Jumlah populasi = Jumlah standar deviasi (dari table statistik) = Tingkat ketelitian
Penelitian ini banyak menggunakan data sekunder yang urut waktu (time series) yang meliputi data landing (produksi) dan input yang digunakan (effort),
25
harga per unit output (harga ikan per kg per tahun), indeks harga konsumen (consumers price index), load pencemaran yang terdiri dari Biological Oxygen Demand
(BOD);
Chemistry
Oxygen
Demand
(COD);
Total
Suspended
Solids (TSS), gross domestic regional product (PDRB) wilayah Jawa Timur dan data penunjang lainnya. Data sekunder ini diperoleh dari penelitian dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan pengelolaan dan penelitian perikanan dan pencemaran di Selat Madura.
Tabel 2. Data dan Penggunaannya Jenis Data Untuk Analisis Model 1. produksi actual, • Gordon-Schaefer • Data series produksi lestari, • Exel produksi dan • produksi dengan • Alogoritma Maple • effort th pencemaran 1989-2004 Parameter Load pencemaran • Model Anna, • Pencemaran interaksi • pencemaran dan perikanan • Alogoritma Maple Harga dan Produksi aktual, • Gordon-Schaefer • biaya produksi lestari, • Alogoritma Maple produksi dengan • Model Anna, pencemaran interaksi pencemaran dan perikanan
Hasil K,q,r Grafik produksi Kurva yeild effort Kurva Produksi Kurva yeild effort
Kurva yeild effort
4.3 Metode analisis Data 4.3.1. Stadarisasi Alat Tangkap Mengigat beragamnya alat tangkap yang beroprasi di wilayah Selat Madura, maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standarisasi effort antar alat dengan teknik standarisasi sebagai berikut :
E jt = ϕ jt D jt ………………………………………………………………………..(4-2a)
Dimana untuk:
ϕ=
U jt U std
……………………………………………………………………………(4-2b)
26
Keterangan:
E jt
= Effort alat tangkap j pada waktu t yang distadarisasi
ϕ jt
= Nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t
D jt
= Jumlah hari laut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t
U jt
= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t
U st
= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis Standarisasi
4.3.2. Stadarisasi Biaya per Unit Upaya Standarisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini mengikuti pola standarisasi yang dipergunakan Anna, S. (2003) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
⎡ n TC i ⎢1 C et = ⎢ ∑ n E ⎢⎣ i =1 ∑ t
1 ⎤ t =n ⎞ ⎛ n h CPI ⎥ it t ⎟ ⎜∏ ⎥ …………………………………...(4-3) ⎜ t =1 ∑ (h + h ) ⎟ 100 i j ⎠ ⎝ ⎥⎦
Dimana,
C et TC i Ei hit
= Biaya per unit standardized effort pada periode t = Biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2 = Total standardized effort untuk alat tankap i = Produksi alat tangkap i pada waktu t
∑ (h
i
n CPI t
+ ht )
= Total produksi ikan untuk seluruh alat tangkap = Jumlah alat tangkap = Indeks harga konsumen pada periode t
4.3.3. Estimasi Parameter Titik tolak pendekatan pengelolaan perikanan bermula dari publikasi tulisan HS. Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Gordon memulai analisisnya berdasarkan asumsi konsep produksi biologi kuadratik yang dikembangkan oleh Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian diterapkan untuk perikanan oleh sorang ahli biologi perikanan, Schaefer, pada tahun 1957. (Fauzi, 2004).
27
Dimana fungsi pertumbuhan secara matematik sederhana di modelkan sebagai berikut :
xt +1 − xt = F ( xt ) …………………………………………………………………....(4-4) Dalam bentuk fungsi kontiyu persamaan di atas di tulis :
∂x = F ( x) ……………………………………………………………………………(4-5) ∂t Dimana F(x) adalah :
x⎞ ∂x ⎛ = F ( x) = rx⎜1 − ⎟ …………………………………………………………….(4-6) ∂t ⎝ K⎠ Keterangan : x r K
= Stok ikan = Pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate) = Daya dukung lingkungan (carrying capacity) Persamaan di atas merupakan persamaan pertumbuhan stok secara
alamiah, akan tetapi kondisi saat ini pertumbuhan stok dipengaruhi juga oleh adanya kegiatan produksi (h). Dimana persamaan fungsi pertumbuhan dengan memasukkan variabel kegiatan produksi adalah sebagai berikut :
∂x = F ( xt ) − ht ……………………………………………………………………..(4-7) ∂t Kegiatan produksi stok ikan dipengaruhi oleh fungsi dari upaya (E), stok ikan (x), dan catchability coeficient atau kemampuan tangkapan (q) sehingga persamaan dapat ditulis :
x⎞ ∂x ⎛ = rx⎜1 − ⎟ − qxE ………………………………………………………………(4-8) ∂t ⎝ K⎠
28
Dengan demikian dalam keadaan kondisi keseimbangan didapatkan persamaan :
x⎞ ⎛ qxE = rx⎜1 − ⎟ ……………………………………………………………………(4-9) ⎝ K⎠ Maka akan di dapatkan nilai stok (x) sebagai berikut :
⎛ qE ⎞ x = K ⎜1 − ⎟ …………………………………………………………………….(4-10) r ⎠ ⎝ Maka dengan memasukkan ke persamaan h = qxE , maka akan di dapatkan nilai produksi sebagai berikut :
⎛ qE ⎞ h = qKE ⎜1 − ⎟ ………………………………………………………………….(4-11) r ⎠ ⎝ Seperti diketahui bahwa terdapat dua model pertumbuhan yang dapat menggambarkan stok ikan, dimana persamaan di atas merupakan persamaan Gordon-Schaefer atau model Logistik dan model pertumbuhan satunya merupakan model pertumbuhan Gompertz. Dimana model Gompertz adalah sebagai berikut :
∂x ⎛K⎞ = rx ln⎜ ⎟ …………………………………………………………………….(4-12) ∂t ⎝x⎠ Maka dengan memasukkan fungsi produksi adalah sebagai berikut :
∂x ⎛K⎞ = rx ln⎜ ⎟ − qxE ……………………………………………………………..(4-13) ∂t ⎝x⎠ Sehingga diperoleh persamaan nilai stok sebagai berikut :
x = Ke
⎛ qE ⎞ ⎜− ⎟ ⎝ r ⎠
………………………………………………………………………...(4-14)
29
Dengan memasukkan persamaan nilai stok di atas ke dalam persamaaan
h = qxE , maka di peroleh nilai produksi: ⎡ − qE ⎤ ⎢ r ⎥ ⎦
h = qKEe ⎣
……………………………………………………………………..(4-15)
Untuk memperoleh estimasi parameter r,q dan K untuk kedua persamaan pertumbuhan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear. Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h (q, K, E) tersebut dengan E (Ut=ht/ Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditranformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas. Dengan memasukkan nilai parameter r,q dan K ke dalam persamaan fungsi logistik dan fungsi Gompertz maka kita akan memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Adapun nilai produksi (h) dan tingkat upaya (E) saat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sebagai berikut :
hMSY =
rK rK (Logistik) dan hMSY = (Gompertz)……………………………(4-16a) 4 e
E MSY =
r r (Logistik) dan E MSY = (Gompertz)…………………………….(4-16b) 2q q
Sedangkan kondisi sumberdaya pada level open access akan diperoleh pada saat TR=TC, dimana keuntungan yang di peroleh sama dengan nol (π = 0) . Bila TR = ph dan TC = cE, maka akan diperoleh persamaan keundungan sebagai berikut :
π = TR − TC ……………………………………………………………………...(4-17a)
π = ph − cE ……………………………………………………………….……...(4-17b) π = pqxE − cE …………………………………………………………………..(4-17c)
30
Bila keuntungan sama dengan nol (π = 0) maka dapat diartikan bahwa keuntungan tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya tangkap (q) atau dapat ditulis seperti persamaan di bawah ini :
xOA =
c …………………………………………………………………………...(4-18) pq
Dengan
mengsubstitusikan
persamaan
di
atas
ke
dalam
persamaan
pertumbuhan fungsi logistik maka akan diperoleh persamaan produksi sebagai berikut :
hOA =
rc ⎡ c ⎤ ………………………………………………………………(4-19) 1− ⎢ pq ⎣ pqK ⎥⎦
Sedangkan tingkat upaya pada kondisi open access adalah sebagai berikut :
⎛ r ⎞ x = K ⎜⎜1 − E ⎟⎟ …………………………………………………………………….(4-20) ⎝ q ⎠
Maka dengan mengsubstitusikan xOA =
c ke dalam persamaan di atas maka pq
akan diperoleh persamaan upaya sebagai berikut :
EOA =
r⎡ c ⎤ 1− ………………………………………………………………..(4-21) ⎢ q ⎣ pqK ⎥⎦ Estimasi untuk Maximum Economic Yield (MEY) akan mengunakan
asumsi bahwa :
h( x) = F ( x) ………………………………………………………………………..(4-22)
31
Maka rente sumberdaya sebagai berikut :
π = pF ( x) −
cF ( x) ………………………………………………………………..(4-23) qx
Persamaan di atas di sederhanakan maka akan diperoleh :
⎛
c ⎞
⎝
⎠
π = ⎜⎜ p − ⎟⎟ F ( x) …………………………………………………………………(4-24) qx Dengan memasukkan persamaan di atas ke persamaan fungsi pertumbuhan logistik, maka akan diperoleh rente ekonomi lestari sebagai berikut :
⎛
c ⎞ ⎛ ⎠ ⎝
x⎞ ⎠
π = ⎜⎜ p − ⎟⎟rx⎜1 − ⎟ …………………………………………………………..(4-25) qx K ⎝
Dengan menurunkan persamaan di atas terhadap x, maka akan diperoleh :
∂π ⎛ 2 x ⎞ cr = 0 ………………………………………………………(4-26) = pr ⎜1 − ⎟ + K ⎠ qK ∂x ⎝ Persamaan di atas dapat dipecahkan untuk mendapatkan tingkat biomas yang optimal ( x MEY ) , maka akan diperoleh :
x MEY =
K⎛ c ⎞ ⎟ ……………………………………………………………...(4-27) ⎜⎜1 + pqK ⎟⎠ 2⎝ Dengan diketahuinya nilai optimal biomass dan dengan disubstitusikan
kembali ke fungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal dan nilai upaya optimal, maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
hMEY =
rK ⎛ c ⎞⎛ c ⎞ ⎟ ……………………………………………….(4-28a) ⎟⎟⎜⎜1 − ⎜⎜1 + pqK ⎠⎝ pqK ⎟⎠ 4 ⎝
32
EMEY =
r ⎛ c ⎞ ⎟ ……………………………………………………....……(4-28b) ⎜⎜1 − pqK ⎟⎠ 2q ⎝
4.3.4. Analisis Interaksi Perikanan-Pencemaran 4.3.4.1. Pencemaran terhadap Biomas (x) Pada awalnya model bioeconomic hanya memperkenalkan hubungan antara ketersediaan stock dengan aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan. Setelah adanya pengkajian yang secara mendalam bahwa menurunnya stock bukan hanya disebabkan oleh adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya saja, melainkan masih banyak faktor yang mempengaruhinya salah satu contoh adalah pencemaran. Saat ini banyak para pakar peneliti yang memasukkan faktor pencemaran ke dalam model bioeconomic yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas penangkapan dan pencemaran terhadap ketersediaan stock ikan. Pencemaran yang memberikan pengaruh terhadap ketersediaan stock ikan pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap perekonomian nelayan di sekitar wilayah terjadinya pencemaran. Hal ini dapat dilihat dengan semakin sedikitnya jumlah sumberdaya ikan yang ada dan semakin jauhnya wilayah tangkapan (fishing ground) yang pada akhirnya akan berdampak semakin besarnya biaya produksi yang dikeluarkan. Pada penelitian yang dilakukan di Selat Madura ini didasarkan kepada daerah pendaratan ikan di sekitar Selat Madura yang lautnya mengalami pencemaran. Dan asumsi yang diambil
adalah
bahwa
pencemaran
memberikan
pengaruh
terhadap
pertumbuhan intrinsik ikan. Analisis
interaksi
antara
perikanan
dengan
pencemaran
dimana
pencemaran mempengaruhi terhadap jumlah biomas (x), pada penelitian ini akan didasarkan kepada hasil penelitian
Anna, S. (2003), yang secara matematis
dimana γP adalah pengaruh pencemaran terhadap pertumbuhan pertumbuhan biomass : Model pertama pencemaran pada fungsi logistik :
∂x = rx(1 − x / K − γP ) − qxE ……………………………………………………..(4-29) ∂t
33
Kemudian dengan memindahkan dan menurunkan persamaan di atas terhadap nilai x maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
rx = r − qE − rγP …………………………………………………………………(4-30) K Sehingga didapatkan persamaan nilai biomass (x) :
⎞ ⎛ q x = K ⎜1 − E − γP ⎟ ………………………………………………………………(4-31) ⎠ ⎝ r Dengan pengsubstitusian persamaan nilai biomass kepada persamaan nilai produksi akan mendapatkan persamaan nilai produksi baru sebagai berikut :
h = qxE …………………………………………………………………………….(4-32)
⎞ ⎛ q h = qKE ⎜1 − E − γP ⎟ ………………………………………………………….…(4-33) ⎠ ⎝ r Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan effort maka akan diperoleh persamaan linier yang disederhanakan sebagai berikut :
h ⎛ q ⎞ = qK ⎜1 − E − γP ⎟ ……………………………………………………………(4-34) E ⎝ r ⎠
U = qK −
q2 KE − qKγP …………………………………………………….……(4-35) r
dimana jika disederhanakan persamaan di atas menjadi :
U = α − βE − qKγP ………………………………………………………………(4-36)
34
Dimana:
α = qK ……………………………………………………………………………(4-37a)
β = −qKγP −
q2 K ………….……………………………………………………(4-37b) r
Sedangkan persamaan Gompertz dengan faktor pencemaran masuk didalam persamaan sebagai berikut :
∂x ⎛K⎞ = rx ln⎜ ⎟ − γP − qxE ……………………………………………………….(4-38) ∂t ⎝x⎠ Kemudian dengan memindahkan dan menurunkan persamaan di atas terhadap nilai x maka akan didapatkan persamaan :
⎛K⎞ qE = r ln⎜ ⎟ − γP ………….……………………………………………………..(4-39) ⎝x⎠ Kemudian persamaan tersebut disederhanakan maka akan mendapatkan nilai biomass (x) sebagai berikut :
x = K exp
⎛ qE ⎞ −⎜ +γP ⎟ ⎝ r ⎠
…………….…………………………………………………….(4-40)
Dengan mengsubstitusikan persamaan nilai biomass (x) kepada persamaan nilai produksi akan mendapatkan persamaan nilai produksi baru (h) dengan fungsi Gompertz sebagai berikut :
h = qxE ……………………………………………………………………………(4-41a)
h = qKE exp
⎛ qE ⎞ −⎜ +γP ⎟ ⎝ r ⎠
………………………………………………………………(4-41b)
35
Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan effort maka akan diperoleh persamaan linier yang disederhanakan sebagai berikut :
⎛ qE ⎞ +γP ⎟ r ⎠
−⎜ h = qKE exp ⎝ E
…………….……………………………………………….(4-42a)
ln U = α − βE ………………………….…………………………………………(4-42b) Dimana :
α = ln qK …………………………………………………………………………(4-43a) q r
β = − − γP ……………………………………………………………………...(4-43b)
Dengan dimikian akan didapatkan grafik produksi dan effort non pencemaran dengan pencemaran sebagai berikut :
Yield
Tanpa Pencemaran
Dengan Pencemaran
Effort
Gambar 5. Kurva Yield Dengan dan Tanpa Faktor Pencemaran
36
Bentuk dan Jenis Standart
Biologis
Carrying Capacity
Catchability Coefficient
Intrinsic Growth Rate
Produksi Lestari
Fish Economic
Price
Cost Simulated in Exel and Maple
Fisherman and Market
Pollution
COD
BOD
Produksi Aktual
Depreciation
TSS Yes Produksi Dengan Pencemaran
Water
Finish No
Saran Strategi Kebijakan Pengelolaan
Gambar 6. Alur Kerja Penelitian
37
V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Karakteristik Selat Madura Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa dengan posisi geografis 110°54 - 115°57 BT dan 5° 371 - 8°48 LS, Sebagian besar Provinsi Jawa Timur dilewati oleh dua aliran sungai yaitu Begawan Solo dan Kali Brantas, untuk Kali Brantas aliran airnya akan bermuara di Selat Madura, Dimana sebelumnya Sungai Brantas membelah menjadi dua sungai besar yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah 157.922 Km2 dan memiliki luas perairan mencapai 110.000 Km2 dengan jumlah pulau sebanyak 74 pulau. Selat Madura merupakan salah satu wilayah perairan provinsi Jawa Timur yang memiliki lokasi diapit oleh dua pulau yaitu Pulau Jawa dan Pulau Madura. Dan ada 11 kabupaten/ kota yang memiliki akses pemanfaatan di Selat Madura yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo.
Tabel 3. Sungai-Sungai Besar yang ada di Jawa Timur dan Bermuara di Selat Madura beserta Besaran Debit Air. Debit Air No Nama Sungai Kota/ Kabupaten (m3/dt) 1 Kali Surabaya Surabaya 36,294 2 Kali Porong Sidoarjo 5 3 Kali Rejoso Pasuruan 14,148 4 Kali Kramat Perbatasan Pasuruan-Probolinggo 51,644 5 Kali Pekalen Condong Probolinggo 10,031 6 Kali Rondo Ningo Probolinggo 0,949 7 Kali Sampean Bondowoso 12,836 8 Kali Kemuning Pamekasan 7,2683 Total Debit Air 138,1703 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, 2005
Karakteristik oceanografi, Selat Madura memiliki ombak yang relative tenang, dan aliran ombak perairan Selat Madura memiliki pola aliran air dari timur ke barat dan sebaliknya, sehingga daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi baik untuk daerah penangkapan ikan atau pun untuk transportasi laut Internasional. Berdasarkan karakteristik sumberdaya perikanan, faktor oseanografis dan ekologis status sumberdaya dan nelayan, maka
38
pengelolaan sumberdaya perikanan di Provinsi Jawa Timur dibedakan dalam 4 area, yaitu : 1) Wilayah Perairan Laut Jawa 2) Wilayah Perairan Selat Madura 3) Wilayah Perairan Selat Bali, dan 4) Wilayah Perairan Samudera Indonesia (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005) Berdasarkan perwilayahan daerah tangkapan di Propinsi Jawa Timur tersebut di atas maka Selat Madura termasuk dalam pengelolaan wilayah 2 (dua). Dengan posisi yang sangat strategis dan kondisi lingkungan yang mendukung maka secara
langsung
Selat
Madura
memberikan
peranan
penting
dalam
perekonomian Jawa Timur dari segi sumberdaya yang dipunyai, selain itu juga Selat Madura memberikan konstribusi dalam sektor transportasi baik itu penyeberangan dari dan ke Surabaya-Madura dan daerah-daerah lain di Indonesia, Selat Madura selama ini juga di manfaatkan sebagai sarana transportasi ekspor-impor Indonesia dari wilayah Jawa Timur. Besarnya pemanfaatan Selat Madura memicu degradasi lingkungan yang ada semakin besar. Saat ini terjadinya pencemaran di perairan Selat Madura menjadi kendala bagi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan peta wilayah BAKOSURTANAL dengan skala area 0-4 mil maka didapatkan bahwa luas Selat Madura sebesar 6.622 km2. Adapun untuk luas wilayah berdasarkan skala 4-12 mil sebesar 4.341 km2, dan luas wilayah berdasarkan skala 0-12 mil sebesar 36.027 km2. Adapun luas wilayah perairan di Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan sebagaimana Tabel 4. Wilayah Perairan Jawa Timur Berikut ini : Tabel 4. Wilayah Perairan Jawa Timur. NO 1 2 3
LUAS AREA (km2) 0 – 4 mil 4 – 12 mil 0 – 12 mil Laut Jawa 8.376 27.650 36.027 Selat Madura 6.622 4.341 10.962 Propinsi bagian selatan 5.042 6.494 11.536 Total = 20.040 38.485 58.525 Proporsi luas 4/12 mil = 34,2% WILAYAH PERAIRAN
Sumber : Dianalisi dari peta dasar perairan laut BAKOSURTANAL sheet No. 49 Jawa Timur dan Sheet No.50 Bali (Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, 2001)
39
Wilayah perairan Selat Madura saat ini mengalami tekanan berat atau terjadi degrdasi lingkungan akibat dampak pembangunan di sekitar Selat Madura. Besarnya
eksploitasi sumberdaya di pesisir Selat Madura serta
pesatnya laju pencemaran yang terjadi, yang secara teknis masuknya pencemaran dipengaruhi oleh masukan limbah baik domestik atau dari penduduk setempat maupun industri yang ada di sekitar Selat Madura, sehingga hal tersebut mengakibatkan penurunan kualitas fisik lingkungan perairan dan produktivitas
ekosistem
dapat
turun
ke
titik
terendah
(environmental
degradation). Saat ini yang timbul dalam kehidupan masyarakat sekitar Selat Madura
terjadinya
penurunan
kondisi
sosial-ekonomi
masyarakat
yang
menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya alam di Selat Madura. Indikasi terjadinya penurunan sosial-ekonomi dapat dilihat dengan semakin menurunya tangkapan para nelayan dan seringnya terjadi konflik antar nelayan antar daerah. Padatnya jumlah penduduk di pesisir Selat Madura juga memberikan dampak yang kurang baik saat ini, pembuangan limbah domestik tampak melakukan proses daur ulang menimbulkan percepatan terhadap proses pencemaran di Selat Madura. Perairan Selat Madura secara fisiografis bisa digambarkan sebagai perairan yang berbentuk setengah cawan (setengah cekungan). Hasil penelitian Puslitbang Geologi Kelautan di perairan Selat Madura (1995) diacu dalam Salahuddin.M (2007), kondisi perairannya mempunyai bentuk fisiografi yang landai, dengan dicirikan mulai dari kedalaman 10 m, 20 m, 30 m menerus ke arah timur hingga mencapai kedalaman 90 m, kemudian dilanjutkan ke tepian laut dalam di Laut Bali dengan kedalaman mulai dari 200 m.
5.2. Sumberdaya Ikan Selat Madura Sumberdaya ikan di Selat Madura semakin tahun semakin menurun, hal ini dikarenakan besarnya penangkapan yang dilakukan dan pencemaran yang terjadi di Selat Madura yang masuk melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di Selat Madura. Daerah yang memiliki kategori pencemaran adalah perairan di Selat Madura sekitar Kota Surabaya dan Pasuruan. Berdasarkan hasil penelitian Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur (2005) didapatkan bahwa estimasi Maximum Sustainable Yeild (MSY) untuk ikan demersal adalah 27.734,53 ton per tahun, sedangkan untuk ikan pelagis MSY sebesar 101.120 ton per tahun. Hasil penelitian juga didapatkan bahwa baik itu
40
ikan demersal maupun ikan pelagis telah mengalami kegiatan tangkap berlebih (over fishing). Ikan Pelagis di Selat Madura banyak di dominasi dari jenis ikan lemuru dan ikan tembang, dari hasil produksi tahun 2005 didapatkan bahwa produksi ikan lemuru sebanyak 17.968,8 Ton atau sebesar 18,09 persen dari total produksi ikan pelagis dan Ikan Tembang sebanyak 15.197,3 Ton atau sebesar 15,30 persen dari total produksi ikan pelagis. adapun komposisi ikan pelagis berdasarkan produksi nelayan pada tahun 2005 sebagai berikut ini :
41
Tabel 5. Komposisi Ikan Pelagis Tahun 2005. Komposisi Ikan Pelagis Tahun 2005 Jenis Ikan
Produksi (Ton)
%
Cucut
1114,5
1,122109
Layang
8056,3
8,111303
Selar
3501,5
3,525406
Tetengkek
114,4
0,115181
Dau Bambu/ Talang-talang
140,6
0,14156
4,6
0,004631
135,4
0,136324
1338,3
1,347437
340
0,342321
Teri
4925,2
4,958826
Japuh
7361,1
7,411356
Tembang
15197,3
15,30106
Lemuru
17968,8
18,09148
Golok-golok
98,8
0,099475
Terubuk
86,3
0,086889
13342,3
13,43339
Tengiri Papan
1339,5
1,348645
Tengiri
3607,5
3,632129
Cakalang
1006,3
1,01317
10520,4
10,59223
73,3
0,0738
9049,5
9,111284
99321,9
100
Sungir Ikan Terbang Belanak Julung-julung
Kembung
Tongkol Alu-alu Ikan Lainnya Total
Sumber : Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Tahun 2005
42
Cucut Layang Selar Tetengkek Dau Bambu/ Talang-talang Sungir Ikan Terbang Belanak Julung-julung Teri Japuh Tembang Lemuru Golok-golok Terubuk Kembung Tengiri Papan Tengiri Cakalang tongkol Alu-alu Ikan Lainnya
Gambar 7. Komposisi Ikan Pelagis di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005 Tabel 6. Komposisi Ikan Demersal Tahun 2005. Komposisi Ikan Demersal Tahun 2005 Jenis Ikan Produksi (Ton) 531
% 1,741509
164,4
0,539179
1,6
0,005247
7676,9
25,17776
2281
7,480945
1888,9
6,194983
Biji Nangka
493,1
1,617209
Gerot-gerot
585
1,918612
1027,8
3,370853
Kerapu
828,4
2,716885
Lencam
473,6
1,553255
Kakap
962,3
3,156034
Kurisi
2690,9
8,825285
595,7
1,953704
Ekor Kuning
2037,6
6,682671
Tiga Waja/ Gulama
2680,7
8,791832
Pari
1165,8
3,823448
Bawal Hitam
655,5
2,149829
Bawal Putih
417,9
1,370577
Kuwe
303,6
0,99571
Kuro/ Senangin
140,6
0,461123
Layur
2888,5
9,473349
Total
30490,8
100
Sebelah Lidah Nomei Peperek Manyung Beloso
Merah/ Bambangan
Swanggi
Sumber : Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Tahun 2005
43
Sebelah Lidah Nomei Peperek Manyung Beloso Biji Nangka Gerot-gerot Merah/ Bambangan Kerapu Lencam Kakap Kurisi Swanggi Ekor Kuning Tiga Waja/ Gulama Pari Bawal Hitam Bawal Putih Kuwe Kuro/ Senangin Layur
Gambar 8. Komposisi Ikan Demersal di Wilayah Perairan Selat Madura Tahun 2005. Nilai produksi pada tahun 2005 dari sektor perikanan tangkap di Jawa Timur mencapai 2,1 trilyun rupiah dan penyumbang sektor terbesar dari wilayah Selat Madura yang mencapai 1,4 trilyun rupiah. Adapun perkembangan nilai produksi dari perikanan tangkap Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :
11% 22%
Selat Madura Pantai Utara Jawa Pantai Selatan Jawa 67%
Gambar 9. Nilai Produksi Berdasarkan Wilayah Tangkapan Tahun 2005.
44
2500000000 Pantai Utara Jawa
Tahun
2000000000
Pantai Selatan Jawa
1500000000
Selat Bali
1000000000
Kepulauan
500000000
TOTAL
0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Rupiah
Gambar 10. Perkembangan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Jawa Timur tahun 2000-2005 (Rp.1000). Besarnya nilai produksi dari perikanan tangkap di Selat Madura, tidak diimbangi dengan kesadaran para nelayan dengan adanya kebijakan untuk menekan terjadinya kegiatan tangkap berlebih. Terus meningkatnya hasil produksi per tahun memberikan tekanan terhadap keberlangsungan sumberdaya ikan yang ada. Saat ini frekwensi upaya tangkapan terus meningkat dimana pada tahun 2000 frekwensi upaya tangkapan mencapai 3.609.775 trip dari berbagai alat tangkap yang ada dan meningkat hampir dua pada tahun 2005 menjadi 5.745.210 trip dari seluruh alat tangkap yang ada di Selat Madura.
5.3. Karakteristik Nelayan di Selat Madura Nelayan yang berada di pesisir Selat Madura, memiliki karakteristik yang hampir sama, sebagian besar berasal dari satu suku yang sama yaitu Suku Madura. Pantangan melaut setiap malam Jum’at merupakan salah satu budaya yang ada di kehidupan nelayan di pesisir Selat Madura, dan kebiasaan lain yang mencerminkan bahwa nelayan di pesisir Selat Madura memiliki karakteristik yang sama seperti bahasa yang dipergunakan yang merupakan bahasa madura, dan adanya tradisi “nyader” atau bahasa lainnya “petik laut” merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menyambut datangnya musim tangkap dan kegiatan tersebut dilaksanakan di semua daerah yang ada di pesisir madura. Kondisi laut yang keras memberikan dampak terhadap emosional para nelayan yang ada di Selat Madura, seringnya terjadinya konflik baik itu perebutan wilayah tangkapan ataupun konflik sesama nelayan sesama daerah sering di selesaikan dengan jalan kekerasan menjadi identik dikehidupan para nelayan yang ada di Selat Madura. Tingkat emosional yang relatif tinggi menjadikan
45
identitas tersendiri bagi nelayan di Selat Madura dan dengan rendahnya pendidikan yang dipunyai dan rendahnya kesadaran hukum di tingkat nelayan Selat Madura, merupakan salah satu penyebab seringnya terjadinya konflik yang ada. Jumlah Nelayan di Selat Madura dari tahun ke tahun terus meningkat saat ini jumlah nelayan yang ada di pesisir Selat Madura pada tahun 2005 sebanyak 127.505 orang yang terdiri nelayan tetap, nelayan sambilan, nelayan kadang-kadang dan nelayan andon. Adapun perkembangan jumlah nelayan di pesisir Selat Madura dari tahun 2001-2005 sebagaimana Tabel-7 Perkembangan Jumlah nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura Tahun 2001-2005 dan Gambar-11 Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura tahun 2001-2005 berikut ini : Tabel 7. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Selat Madura tahun 2001-2005 Tahun
Rumah Tangga Perikanan (RTP)
Tetap
Nelayan Laut Sambilan Kadang-2
Andon
Jumlah
2001
62000
79558
8948
7539
3722
99767
2002
71207
90011
9104
10548
2391
112054
2003
67532
89494
13462
11848
2603
117407
2004
66161
95808
13722
11437
2625
123592
2005
30123
96735
15683
12462
2625
127505
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
140000 120000 100000 orang
Nelayan Tetap
80000
Nelayan Sambilan
60000
Nelayan Kadang-Kadang
40000
Nelayan Andon
20000
Total
0 2001
2002
2003
2004
2005
tahun
Gambar 11. Perkembangan Jumlah Nelayan di Selat Madura 2001-2005.
46
Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) pada tahun 2005 menurun tajam menjadi 30123 RTP dibandingkan pada tahun 2004 yang berjumlah 66161 RTP. RTP pada tahun 2005 didominasi oleh kapal motor dengan tipe 0-5 GT, banyaknya Jenis Armada dengan tipe 0-5 GT yang dipergunakan di perairan Selat Madura dengan demikian pemanfaatan sumberdaya ikan di Selat Madura masih secara tradisional, walaupun pada saat ini telah ada beberapa peningkatan seperti semakin meningkatnya jumlah kapal yang memiliki kemampuan > 5 GT. Adapun perkembangan kemampuan kapal motor dari tahun 2001-2005 disajikan pada tabel 8. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun 2001-2005 dan gambar 12. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun 20012005 berkut ini :
Tabel 8. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari tahun 2001-2005 Kapal Motor (GT) Tahun
0-5
6-10
11-20
21-30
>30
2001
208
145
255
2909
1811
2002
4250
82
374
417
363
2003
5045
163
84
403
110
2004
3749
289
350
318
292
2005
2167
1278
1105
698
238
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
6000 5000 4000
KM 0-5 GT KM 6-10
3000
KM 11-20 KM 21-30
2000
KM >30 GT
1000 0 2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 12. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun 2001-2005
47
Kebiasaan nelayan di Selat Madura pada umumnya melakukan kegiatan one day fishing, yaitu nelayan melakukan kegiatan menangkap ikan baik pergi dan pulang dalam satu hari. Nelayan di perairan ini biasanya melaut saat sore hari sekitar pukul 15.00 WIB dan pulang pada pagi hari sekitar jam antara 03.00 06.00 WIB. Alat tangkap yang dipergunakan di perairan Selat Madura adalah multigear, ada 225.436 alat tangkap dengan berbagai jenis alat tangkap yang ada di Selat Madura. Alat tangkap trammel net dan payang (lampara) merupakan alat tangkap yang paling banyak dipergunakan di perairan ini. Perkembangan alat tangkap Trammel net setiap tahunnya terus meningkat, dimana pada tahun 1991 jumlah alat tangkap trammel net berjumlah 1.245 buah dan terus meningkat hingga pada tahun 2005 terdapat 5.921 alat tangkap
trammel
net.
Alat
tangkap
jaring
insang
hanyut
mengalami
kecendrungan penurunan setiap tahunnya dimana pada tahun 1991 terdapat sebayak 9.450 buah alat tangkap dan pada tahun 2005 menurun menjadi 2.493 alat tangkap jaring insang hanyut. Meningkatnya alat tangkap trammel net di karenakan alat tangkap ini memiliki efektifsitas penangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan jaring insang hanyut. Dari jenis sumberdaya ikan yang tertangkap dari kedua alat jaring tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alat tangkap tersebut merupakan alat tangkap untuk sumberdaya ikan demersal. Dengan terbatasnya sumberdaya ikan di Selat Madura dan banyaknya jumlah dan jenis alat tangkap yang beredar di perairan ini, sering menjadi pemicu terjadinya konflik antar nelayan di perairan ini. Adapun perkembangan alat tangkap trammel net dan jaring insang hanyut dari tahun 1991 hingga 2005 seperti pada Tabel-9:
48
Tebel 9. Perkembangan Alat Tangkap Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut dari tahun 1991-2005. Tahun
Jaring Trammel Net
Jaring Insang Hanyut
1991
1245
9450
1992
1546
10037
1993
1688
6005
1994
851
3444
1995
1208
3203
1996
1219
4484
1997
1825
3930
1998
1743
3247
1999
1633
3822
2000
1061
3247
2001
1204
2522
2002
5684
2352
2003
7399
3456
2004
4511
2860
2005
5921
2493
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
5.4. Pencemaran di Selat Madura Kondisi perairan Selat Madura saat ini semakin parah hal ini ditandai secara fisik dengan terjadinya perubahan warna dari air laut yang ada yang berwarna coklat, dan ada juga bagian air laut yang berwarna kehitaman yang dikarenakan pembuangan pencucian mesin kapal. Padatnya lalu lintas kapal di perairan ini memberikan dampak sering terjadinya pengadukan air laut, dengan kondisi dasar perairan yang merupakan lumpur dan kedalam tak lebih dari 100 m maka akan memberikan dampak teraduknya lumpur sehingga air laut menjadi berwarna coklat. Pencemaran secara fisik tak seluruhnya perairan Selat Madura berwarna coklat masih ada sebagian perairan yang masih berwarna biru, untuk perairan secara fisik berwarna biru untuk daerah Pulau Madura di mulai dari Kabupaten Sampang perbatasan dengan Kabupaten Pamekasan ke arah timur hingga Kabupaten Sumenep, sedangkan untuk daerah di Pulau Jawa dimulai dari Kabupaten Pasuruan perbatasan dengan Kabupaten Probolinggo hingga ke timur sampai dengan Kabupaten Situbondo. Sedangkan untuk arah ke barat hingga Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan perairannya sangatlah tidak
49
baik secara fisik terutama banyaknya sampah dan pembuangan oli bekas pencucian mesin kapal di perairan. Secara kimiawi perairan dapat dikatakan tercemar atau tidak bila telah dilakukan pengujian air laut di laboratorium mengenai kandungan yang ada di dalamnya. Perairan dikatakan tercemar bila kandungan yang ada di dalam sampel air melebihi dari baku mutu air yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun yang menjadi standar baku mutu air BOD, COD adalah berikut ini:
Tabel 10.Kriteria Mutu air (BOD dan COD) Berdasarkan Kelas Parameter
Satuan
Kelas I
II
III
IV
Keterangan
BOD
mg/L
2
3
6
12
Angka Batas Minimum
COD
mg/L
10
25
50
100
Angka Batas Minimum
Sumber : PP RI No:82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kementerian Lingkungan Hidup.
Kelasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu sebagai berikut ini: 1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Adapun mengenai besar beban pencemaran yang masuk ke pairan Selat Madura dapat dilihat pada Gambar-13 berikut ini:
50
4500000.00 4000000.00 3500000.00 Tahun
3000000.00
BOD
2500000.00
COD
2000000.00
TSS
1500000.00 1000000.00 500000.00
19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
0.00
Ton
Gambar 13. Perbandingan Pencemaran BOD, COD dan TSS yang Masuk Ke Perairan Selat Madura Dari gambar-13 di atas, didapatkan bahwa kondisi pencemaran yang masuk ke perairan Selat Madura melalui beberapa muara sungai, bahwa beban pencemaran tertinggi untuk BOD terjadi pada tahun 1992 yang sebesar 2.869.585,98 ton sedangkan beban pencemaran terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar 1.179.782,58 ton. Sedangkan untuk beban pencemaran COD yang tertinggi terjadi pada tahun 1992 sebesar 3.920.889,87 ton dan beban pencemaran COD terendah terjadi pada tahun 1991 sebesar 2.055.133,43 ton dan beban pencemaran TSS terbesar terjadi pada tahun 1992 sebesar 2.431.442,82 ton dan terendah terjadi pada tahun 1994 sebesar 1.108.417,07 ton.
5.5. Ekonomi Sektor Perikanan dan PDRB Jawa Timur Pembangunan ekonomi merupakan amanat Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD’45) yang harus diwujudkan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi nasional Indonesia mempunyai tujuan jangka pendek untuk memulihkan stabilitas ekonomi, meningkatkan kualitas hidup dan menyediakan lapangan kerja, sedangkan tujuan jangka panjang pembangunan nasional diarahkan pada pertumbuhan ekonomi (growth), pemerataan (equity) dan keberlanjutan lingkungan (sustainability). Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan pemberdayaan dan pemanfaatan secara optimal sumberdaya yang dimiliki seperti sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Sektor kelautan dan perikanan memiliki peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dari
51
indikator sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB dan dimasukkannya sektor perikanan dan kelautan kepada sektor primer yang terus diperhatikan oleh pemerintah daerah provinsi Jawa Timur. Adapun pada tahun 2003 sumbangan sektor perikanan terhadap PDRB Jawa Timur berdasarkan atas harga konstan tahun 1993 sebesar Rp.872,69 Milyar sedangkan sumbangan sektor ini terhadap PDRB atas harga berlaku adalah sebesar Rp.4.424,54 Milyar. Besarnya sumbangan yang diberikan oleh sektor kelautan dan perikanan kepada PDRB haruslah terus terjaga dengan baik dengan melakukan
pembangunan
di
sektor
ini
secara
berkelanjutan.
Adapun
perkembangan sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sebagaimana pada Gambar-14 dan Gambar 15: 900 800
820.23 748.45
700
705.01 719.35
872.69
756.09
600 Milyar Rupiah
500 400
Series1
300 200 100 0 1998
1999
2000
2001
2002
2003
Tahun
Gambar 14. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Konstan 1993. 4424.54 4500 3847.42 4000 3500 3303.4 3000 2538.49 Milyar 2500 2047.672204.37 Rupiah 2000 1500 1000 500 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun
Gambar 15. Sumbangan Sektor Perikanan Terhadap PDRB Jawa Timur Atas Harga Berlaku.
52
Perkembangan sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Propinsi Jawa Timur memiliki tren yang positif, hal ini menandakan bahwa pengembangan sektor perikanan dan kelautan oleh Pemprov JATIM melalui Dinas Kelautan dan Perikanan baik provinsi dan kabupaten memiliki hasil yang sangat baik. Perkembangan sektor kelautan dan perikanan akan terus meningkat bila tidak ada kendala, seperti permasalahan kegiatan tangkap berlebih, konflik area tangkapan atau kendala kelestarian lingkungan yaitu pencemaran.
5.6. Kebijakan Provinsi Jatim Untuk Pencegahan Pencemaran Semakin pesatnya pembangunan yang ada di wilayah pesisir, yang kurang memberikan perhatian terhadap kelestarian dari pada daya dukung sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup telah mengakibatkan terjadinya kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut, terutama di wilayah Pantai Utara Jawa Timur. Saat ini Kondisi ekosistem hutan mangrove yang ada di Jawa Timur berdasarkan pengelompokan kondisi sebanyak : a) yang baik ± 37.237 Ha, b) rusak ± 11.124 Ha dan c) tanah kosong yang yang ideal ditanami ± 5.242 Ha. Sedangkan menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Jawa Timur tahun 2005-2009, luas hutan mangrove yang ideal adalah seluas 45.000 Ha. Sedangkan kondisi ekosistem terumbu karang di perairan laut bervariasi antara 30 - 80 persen yang tersebar antara lain di Situbondo, P. Sabunten, P. Sesiil, P. Gili Raja, P. Raas dan P. Mamburit. Rusaknya habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut tersebut telah mengakibatkat erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Pencemaran lingkungan yang terjadi di Jawa Timur, baik pada medium air, udara maupun tanah telah menjadikan kualitas lingkungan hidup semakin menurun. Sumber-sumber pencemar dari industri, domestik, pertanian maupun yang lainnya, harus dapat diatasi dalam bentuk pencegahan maupun pengendalian. Berdasarkan data dari RPJM Jatim tahun 2005-2009 diperoleh data, dimana pada tahun 2003, telah tercatat pencemaran air dari industri sebanyak 14 kasus, sedangkan tahun 2004 tercatat 5 kasus ditambah dengan kualitas air sungai yang buruk pada masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama di bagian hilir. Hal ini juga diakibatkan oleh penggunaan peptisida yang tidak terpantau. Pada tahun 2005 Triwulan I, kualitas air Sungai Brantas pada posisi hulu (Jembatan Pendem) untuk nilai COD mencapai 15,5 mg/l dan BOD 4,2 mg/l,
53
sedangkan pada posisi hilir (Bendungan Lengkong Baru) untuk nilai COD mencapai 23,0 mg/l dan BOD 4,9 mg/l. Selanjutnya, Daerah Kali Surabaya (posisi Bambe Tambangan) untuk nilai COD mencapai 26,5 mg/l dan BOD 9,6 mg/l. Adapun nilai COD dan BOD yang ditetapkan, yaitu nilai COD 10 mg/l dan BOD 6 mg/l. Hal ini berarti kualitas Kali Surabaya melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Berdasarkan permasalahan di atas maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur menentukan 7 prioritas dalam pembangunan, dimana permasalahan lingkungan
masuk
kedalam
prioritas
pembangunan
yaitu
optimalisasi
pengendalian sumberdaya alam, pelestarian lingkungan hidup dan penataan ruang. Sumberdaya alam Provinsi Jatim saat ini dimanfaatkan dalam rangka untuk
memacu
kemakmuran
masyarakat,
dengan
tetap
memperhatikan
kelestarian dari pada sumberdaya dan lingkungan hidup itu sendiri. Dengan demikian sumberdaya alam yang dimiliki oleh Provinsi Jatim memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resources based economy) dan sekaligus sebagai penupang sistem kehidupan (life support system). Peranan sumberdaya alam dan lingkungan terutama sumberdaya ikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menopang perekonomian Provinsi Jawa Timur, dimana pada tahun 2003 seperti dijelaskan di Bab sebelumnya bahwa perikanan memberikan konstribusi terhadap PDRB Jawa Timur sebesar Rp.4.424,54 Milyar dimana kondisinya naik setiap tahunnya. Berdasarkan permasalahan dan kelebihan dari sumberdaya laut yang ada, maka Provinsi Jawa Timur selain menetapkan prioritas pembangunan, juga menetapkan sasaran yang ingin dicapai dari prioritas pembangunan itu sendiri. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari prioritas yang sudah di tetapkan, berdasarkan RPJM Provinsi Jatim tahun 2005-2009 adalah : 1. Kelestarian kawasan konservasi. 2. Terwujudnya Minimnya pelanggaran dan perusakan sumberdaya pesisir dan laut. 3. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. 4. Mengurangi luas hutan mangrove yang rusak seluas sekitar 100 Ha per tahun. 5. Tercapainya kualitas air sungai, yaitu 20 persen dari nilai parameter kunci baku mutu.
54
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, arah kebijakan yang akan ditempuh dalam perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut adalah sebagai berikut : 1) Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat. 2) Meningkatkan upaya konservasi pesisir dan laut serta merehabilitasi ekosistem yang rusak seperti mangrove dan terumbu karang. 3) Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut dan perairan tawar. 4) Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. 5) Meningkatkan
eksploitasi
dengan
selalu
memperhatikan
aspek
pembangunan berkelanjutan. 6) Mengarusutamakan
(mainstreaming)
prinsip-prinsip
pembangunan
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. 7) Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. 8) Meningkatkan upaya penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar lingkungan. 9) Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. 10) Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai control sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup. 11) Mengoptimalkan peran Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah. 12) Mendorong pemerataan pembangunan dengan percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah. Untuk
mencapai
perbaikan
pengelolaan
sumberdaya
alam
dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut, berikut ini disusun program-program pembangunan yang meliputi : (1) Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam Program ini bertujuan untuk melindungi sumberdaya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin kualitas
55
ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik. (2) Program Rehabilitasi dan Pemulihan Sumberdaya Alam Program ini bertujuan untuk merehabilitasi alam yang telah rusak dan mempercepat pemulihan sumberdaya alam, sehingga selain berfungsi sebagai
penyangga
sistem
kehidupan
juga
memiliki
potensi
untuk
dimanfaatkan secara berkelanjutan. (3) Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik (good governance) berdasarkan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas yang diarahkan untuk seluruh Jawa Timur (4) Program Penataan Ruang Program ini ditujukan untuk: (1) memantapkan struktur ruang wilayah Provinsi Jawa Timur dengan mempertahankan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan lindung, (2) mendorong pelaksanaan pemanfaatan ruang secara konsisten sesuai dengan peruntukannya, (3) mengendalikan pemanfaatan ruang yang efektif dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan keseimbangan pembangunan antar fungsi; (4) meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam
pengendalian
pemanfaatan
ruang;
serta
(5) mengoptimalkan peran penataan ruang sebagai media koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan antar sektor dan antar wilayah. Program ini antara lain diarahkan pada wilayah Metropolitan Gerbangkertosusilo dan kota besar Malang Raya, wilayah strategis, Kawasan Andalan Tuban dan sekitarnya dan Probolinggo dan sekitarnya, kawasan prospektif (Pantura dan Kaki Jembatan Suramadu), wilayah tertinggal (wilayah Selatan dan Madura Kepulauan) serta kawasan perbatasan antar Kabupaten./Kota maupun antar Provinsi. (5) Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam dan perlindungan pelestarian lingkungan hidup yang diarahkan di Jawa Timur.
56
(6) Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah pencemaran lingkungan hidup baik di darat, perairan tawar dan laut, maupun udara sehingga masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
57
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini didapatkan beberapa data yang telah dikumpulkan baik itu data primer maupun sekunder. Untuk data primer di peroleh melalui wawancara terhadap beberapa nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan di Selat Madura seperti di daerah Desa Lekok Kabupaten Pasuruan, Kenjeran Surabaya, dan Mayangan Kabupaten Sampang. Data primer pada penelitian ini didapatkan dari beberapa instansi diantaranya adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), PT. Pelabuhan Indonesia (PT.Pelindo III), Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Timur, Biro Pusat Statistik, Bapeldalda Jawa Timur, dan Badan Meteriologi dan Geofisika Maritim Perak Surabaya. Dari hasil penelitian didapatkan data time Series produksi perikanan dan effort selama 15 tahun (1991-2005). Sebenarnya data yang tersedia di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur mulai tahun 1985, namun sehubungan tidak tersedianya data mengenai pencemaran mulai tahun tersebut dan hanya didapatkan data pencemaran time series selama 15 tahun (1991-2005) maka diputuskan, hanya mengambil data sesuai dengan banyak tahun data pencemaran. Dari data yang dikumpulkan kemudian dilakukan pengkajian alat tangkap untuk menentukan 2 alat tangkap yang paling efektif dalam penangkapan ikan kakap dan kerapu, dengan demikian maka didapatkan 2 alat tangkap yaitu jaring insang hanyut dan jaring trammel net. Kemudian dari hasil data sekunder dicocokkan dengan kondisi lapang, maka juga didapatkan bahwa kedua alat tangkap tersebut memang memiliki efektivitas yang tinggi dalam melakukan penangkapan ikan kerapu dan kakap di Selat Madura. Penentuan kedua jenis ikan tersebut didasarkan karena kedua jenis ikan tersebut memiliki mobilitas yang terbatas, sehingga diharapkan akan dapat diketahui seberapa besar pengaruh pencemaran terhadap kedua jenis ikan tersebut. Hasil wawancara didapatkan bahwa nelayan di Selat Madura melakukan penangkapan ikan dengan 1 kali sehari untuk melaut (one day fishing) dimana waktu penangkapan berkisar pukul 06.00 sampai jam 14.00 bila pagi hari melaut dan bila malam hari dimulai pukul 18.30 sampai jam 03.00, sedangkan jumlah pekerja setiap kapal disesuaikan dengan alat tangkap yang digunakan. Untuk
58
kedua jenis alat tangkap tersebut rata-rata 6 orang. Armada kapal yang digunakan rata-rata di bawah >30 Gross Tonage (GT). Setelah didapatkan beberapa data yang didapatkan dari hasil wawancara seperti besar biaya melaut, lama melaut, daerah tangkapan dan harga ikan kakap dan kerapu. Kemudian dilakukan beberapa standarisasi baik itu standarisasi produksi, standarisasi effort dan biaya untuk mendapatkan hasil data yang sesuai.
6.1 Data Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap Untuk mendapatkan nilai produksi kakap dan kerapu yang sebenarnya maka dilakukan standarisasi produksi, dimana produksi kakap dan kerapu terhadap total tangkapan dari alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net, adapun standarisasi ini di adopsi dari Anna. S (2003), sebagai berikut :
1
⎡ h it ⎤ n −1 hi = ∏ ⎢ ⎥ t -1 ⎣ ⎢ h ht − h pt ⎦⎥ m
i = 1,2 .………………………………………………(6-1)
Setelah diketahui proporsi produksi ikan kakap dan kerapu, maka akan diketahui data terhadap kedua spesies tersebut terhadap total alat tangkap. Proses dekomposisi untuk menentukan produksi ikan demersal di Selat Madura dilakukan dengan perhitungan persamaan di bawah ini :
h ijt = φij h it …………….……………………………………………………………(6-2a) 1
⎡ h ij ⎤ n -1 φij = ∏ ⎢ ⎥ ……..………………………………………………………….(6-2b) h t =1 ⎢ ⎥⎦ ∑ i ⎣ 3
Maka produksi spesies i oleh alat tangkap j pada periode t adalah :
h ijt
1 ⎡ 3 ⎤ n -1 ⎡ ⎤ h ij ⎢ ⎥ = ⎢∏ ⎢ ⎥ ⎥ * h it …………..……………………………………………..(6-3) h ⎢⎣ t =1 ⎢⎣ ∑ i ⎥⎦ ⎥⎦
59
Kemudian didapatkan total produksi perikanan demersal setelah dilakukan dikomposisi adalah :
hD t = ∑∑ h ijt ……………………….…………………………………………….(6-4) i
j
Adapun penjelasan dari persamaan di atas adalah sebagai berikut: dimana dimisalkan bahwa catch dari jenis ikan i oleh alat tangkap j pada periode t sebagai hijt. Dimana hijt adalah proporsional terhadap jumlah spesies i yang diproduksi secara total pada periode t. Untuk menentukan proporsi yang tepat, maka digunakan rataan geometrik antara rasio dari produksi jenis ikan i oleh alat tangkap j dengan total produksi dari jenis ikan i, sehingga nantinya akan didapatkan nilai total produksi ikan demersal pada tahun ke t dimana di peroleh dari jumlah produksi dari jenis ikan i oleh seluruh alat tangkap j. Maka dari hasil penelitian didapatkan untuk produksi ikan kerapu dan kakap dengan alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net, dan dilakukan standarisasi maka diperoleh total produksi seperti pada Tabel-11 berikut:
Tabel 11. Analisis Data Produksi Produksi (Ton)
Share Trammel Net (Ton)
Tahun Kerapu
Kakap
Kerapu
Kakap
Total Produksi
Share Jaring Insang Hanyut (Ton) Total Kerapu Kakap Produksi
Grand Total
1991
277,00
309,40
3,26
27,50
30,76
23,50
42,40
65,90
96,66
1992
492,90
474,80
15,50
35,20
50,70
75,10
72,30
147,40
198,10
1993
569,20
905,10
0,10
95,10
95,20
0,40
385,90
386,30
481,50
1994
292,90
703,60
11,70
1,00
12,70
4,90
79,40
84,30
97,00
1995
264,10
281,80
4,50
22,30
26,80
119,30
87,10
206,40
233,20
1996
1420,80
444,10
14,90
20,90
35,80
0,00
127,80
127,80
163,60
1997
1651,10
174,80
620,40
13,00
633,40
4,80
60,00
64,80
698,20
1998
2660,20
237,10
961,80
23,00
984,80
7,80
109,80
117,60
1102,40
1999
34,20
153,80
0,00
5,20
5,20
54,40
104,00
158,40
163,60
2000
503,00
713,60
16,30
3,60
19,90
42,50
162,60
205,10
225,00
2001
1850,20
932,60
136,50
15,20
151,70
33,20
94,50
127,70
279,40
2002
120,30
259,90
26,50
0,00
26,50
62,80
223,90
286,70
313,20
2003
348,40
506,10
26,50
0,00
26,50
59,10
121,50
180,60
207,10
2004
405,00
386,30
31,00
3,80
34,80
25,20
111,30
136,50
171,30
2005
828,40
962,30
0,00
1,90
1,90
128,20
23,60
151,80
153,70
11717,70
7445,30
1868,96
267,70
2136,66
641,20
1806,10
2447,30
4583,96
Total
Sumber data : diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
Hasil standarisasi produksi didapatkan bahwa produksi jenis ikan kakap dan kerapu memiliki trend produksi dari tahun 1991-2005 yang terus menurun
60
dari hasil tangkapan kedua alat alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net, dimana pada tahun 1998 produksi mengalami lonjakan kenaikan yang tertinggi selama 15 tahun terakhir sebesar 1102,40 ton setelah tahun tersebut trend terjadinya penurunan sumberdaya ikan kakap dan kerapu. Dari hasil standarisasi juga didapatkan bahwa jaring insang hanyut memiliki efektifitas penangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan jaring trammel net dalam melakukan penangkapan jenis ikan kakap dan kerapu.
3000.00 2500.00 Ton
2000.00 1500.00 Ikan Kerapu
1000.00
Ikan Kakap
500.00
05 20
03 20
20
01
99 19
97 19
95 19
93 19
19
91
0.00
Tahun
Gambar 16. Produksi Ikan Kerapu dan Ikan Kakap di Selat Madura Produksi secara keseluruhan dari jenis alat tangkap yang beroprasi di Selat Madura di dapatkan tend produksi yang berfluktuasi dan kecenderungan mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir. Ada dua kali lonjakan produksi yang besar ikan kerapu yakni di tahun 1998 sebanyak 2660.20 ton dan tahun 2001 sebanyak 1850,20 ton. Produksi ikan kerapu pada tahun 2005 sebesar 828,40 ton. Produksi ikan kakap mengalami fluktuasi, dimana produksi terbesar terjadi pada tahun 2005 sebanyak 962,30 ton. Bila dilihat dari grafik bahwa alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net per tahun, maka didapatkan bahwa dari kedua alat tangkap tersebut spesies yang lebih dominan ditangkap adalah ikan kakap bila dibandingkan dengan ikan kerapu. Total produksi ikan dari periode 1991-2005, bila dibandingkan antara total produksi ikan kerapu dan ikan kakap maka akan diperoleh bahwa produksi ikan kerapu lebih banyak dibandingkan ikan kakap, dimana produksi total ikan kerapu sebesar 11.717,70 ton sedangkan total produksi ikan kakap sebesar 7.445,30 ton. Untuk
61
mengetahui jumlah produksi ikan kerapu per alat tangkap dapat dilihat pada Gambar-17 berikut ini :
1200.00 1000.00 Share Produksi Jaring Insang Hanyut Share Produksi Trammel Net
Ton
800.00 600.00 400.00 200.00
19 91 19 93 19 95 19 97 19 99 20 01 20 03 20 05
0.00 Tahun
Gambar 17. Produksi Ikan Kerapu Berdasarkan Alat Tangkap Dari Grafik-17 produksi ikan kerapu berdasarkan alat tangkap didapatkan bahwa produksi ikan kerapu dengan alat tangkap jaring insang hanyut selama 15 tahun memiliki efektifitas penangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan alat tangkap jaring trammel net. Sedangkan untuk alat tangkap trammel net mengalami lonjakan produksi terbesar pada tahun 1998 sebesar 961,80 ton dan pada tahun 2005 tidak ada produksi ikan kerapu dari alat tangkap jaring trammel net. Alat tangkap jaring insang hanyut pada tahun 1996 tidak menghasilkan produksi ikan kerapu, sedangkan produksi ikan kerapu tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebanyak 128,20 ton. Untuk trend tangkapan ikan kerapu untuk alat tangkap jaring trammel net kecenderungan mengalami penurunan, walaupun pada tahun 1998 sempat mengalami lonjakan produksi yang tertinggi, sedangkan untuk alat tangkap jaring insang hanyut trend produksi kecenderungan mengalami kenaikan. Produksi ikan kakap berdasarkan alat tangkap dapat dilihat pada Gambar-18 berikut ini :
62
Share Produksi Jaring Insang Hanyut Share Produksi Jaring Trammel Net
19 91 19 93 19 95 19 97 19 99 20 01 20 03 20 05
Ton
450.00 400.00 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00
Tahun
Gambar 18. Produksi Ikan Kakap Berdasarkan Alat Tangkap Produksi ikan kakap berdasarkan alat tangkap, didapatkan bahwa efektifitas alat tangkap jaring insang hanyut lebih baik dari pada jaring trammel net. Hal ini dibuktikan dengan tingkat produksi jaring insang hanyut yang lebih baik dari pada jaring trammel net. Produksi tertinggi dari kedua alat tersebut terjadi pada tahun 1993, untuk produksi ikan kakap dengan alat tangkap jaring insang hanyut sebanyak 385,9 ton dan produksi jaring trammel net sebanyak 95,1 ton. Untuk trend produksi ikan kakap didapatkan bahwa produksi mengalami gejala penurunan produksi. Untuk hasil produksi tahun 2005 dimana untuk jaring insang hanyut sebanyak 23,6 ton dan produksi jaring trammel net sebanyak 1,9 ton.
6.2 Standarisasi Unit Effort Standarisasi effort dilakukan, hal ini dikarenakan yang pertama alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net tidak hanya menangkap jenis ikan kakap dan kerapu saja, karena banyaknya jenis ikan (multi species) yang dihasilkan oleh kedua alat tangkap yang akan membuat bias effort yang didapatkan. Kedua data yang tersedia di Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur tidak tersedia data effort yang berdasarkan alat tangkap dan jenis ikan. Oleh karena itu maka di butuhkan modifikasi pendekatan permasalahan agar mendapatkan effort yang diinginkan. Menurut Smith (1996) dalam Fauzi (1998), agregasi effort adalah merupakan satu-satunya cara pengukuran effort yang dapat diandalkan pada perikanan multi-spesies.
63
Sebelum melakukan standarisasi effort alat tangkap maka terlebih dahulu melakukan pemilihan alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan di teliti. Dari hasil data yang diperoleh dan mencocokkan dengan kondisi lapang maka didapatkan bahwa alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring trammel net merupakan dua alat tangkap yang efektif menangkap kedua jenis ikan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan juga kedua alat tangkap tersebut memiliki jumlah yang cukup banyak yang beroprasi di Selat Madura. Dalam penelitian ini pengukuran fishing effort menggunakan unit trip, hal ini dikarenakan data yang didapatkan hanya merupakan data effort dalam jumlah trip. Banyak para pakar yang mengatakan bahwa jumlah hari melaut memiliki tingkat ketepatan yang lebih baik dibandingkan dengan effort dalam jumlah trip, namun hal tersebut tidak menjadi permasalahan, hal ini dikarenakan bahwa kedua alat tangkap tersebut melakukan penangkapan dalam satu kali sehari (one day fishing), sehingga banyaknya jumlah effort dalam jumlah trip sama dengan jumlah melaut yang dilakukan oleh para nelayan. Berdasarkan data effort yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan didapatkan bahwa data yang dihimpun diperkirakan tidak sesuai dengan kondisi di lapang yang melakukan kegiatan one day fishing, sehingga pada penelitian ini untuk jumlah effort dilakukan perhitungan tersendiri dengan metode :
∑T = ∑ G ∑ D t
jt
t
……………….………………………………………………..(6-5)
Dimana jumlah Tt trip per tahun diperoleh dengan mengalikan jumlah Gjt jenis alat tangkap per tahun dengan jumlah Dt hari melaut dalam setahun. Dalam penelitian ini diasumsikan berdasarkan data wawancara mengenai rata-rata jumlah hari penangkapan didapatkan bahwa nelayan Selat Madura melakukan penangkapan sebanyak 298 hari dalam setahun. Maka besar effort untuk masing-masing alat tangkap pertahunnya seperti Tabel-12 berikut ini :
64
Tabel 12. Effort untuk Alat Tangkap Jaring Trammel Net dan Jaring Insang Hanyut Per Tahun Tahun
Effort Trammel Net
Effort Jaring Insang Hanyut
1991
371010
2816100
1992
460708
2991026
1993
503024
1789490
1994
253598
1026312
1995
359984
954494
1996
363262
1336232
1997
543850
1171140
1998
519414
967606
1999
486634
1138956
2000
316178
967606
2001
358792
751556
2002
1693832
700896
2003
2204902
1029888
2004
1344278
852280
2005
1764458
742914
Sumber : diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur
Setelah
didapatkan
jumlah
effort
per
tahunnya
maka
dilakukan
standarisasi effort dari jaring insang hanyut (JIH) dan jaring trammel net (JTN) dengan baseline alat tangkap jaring insang hanyut, dengan demikian akan didapatkan nilai total standar effort per tahunnya sebagai berikut :
65
Tabel 13. Standarisasi Effort Alat Tangkap Tahun
Effort JTN
JIH
Indeks JTN
Standar Effort
Total Standar
JTN
Effort (trip)
1991
371010
2816100
3,542937
1314464,89
4130564,89
1992
460708
2991026
2,233083
1028799,31
4019825,31
1993
503024
1789490
0,876704
441002,97
2230492,97
1994
253598
1026312
0,609691
154616,40
1180928,40
1995
359984
954494
0,344283
123936,24
1078430,24
1996
363262
1336232
1,030420
374312,25
1710544,25
1997
326231
391731
11,737249
3829048,97
4220779,90
1998
519414
967606
15,600037
8102877,46
9070483,46
1999
486634
1138956
0,076834
37389,97
1176345,97
2000
316178
967606
0,296930
93882,79
1061488,79
2001
358792
751556
2,488360
892803,80
1644359,80
2002
1693832
700896
0,038247
64784,60
765680,60
2003
2204902
1029888
0,068538
151118,67
1181006,67
2004
1344278
852280
0,161637
217284,57
1069564,57
2005
1764458
742914
0,005270
9298,66
752212,66
Sumber : data diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur.
6.3 Estimasi Parameter Biologi Ada beberapa model estimasi yang telah dikembangkan oleh para pakar, seperti model yang dikembangkan Walter-Hilborn (1976), Schnute (1977) dan Clarke,Yoshimoto dan Pooley (1992). Adapun dalam estimasi biologi baik estimasi biologi tanpa pencemaran dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Walter-Hilborn (1976), sedangkan estimasi biologi dengan pencemaran menggunakan model yang dikembangkan oleh Anna.S (2003). Adapun model untuk mengestimasi biologi tanpa pencemaran sebagai berikut ini:
U t +1 r −1 = r − U t − qEt …………………………………………………………(6-6) Ut qK Dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) akan diperoleh persamaan sebagai berikut :
y t = β 0 + β1 x1 + β 2 x 2 + ε ………….………………………………………………(6-7)
66
Dimana : yt
= (Ut+1/Ut)-1………………………………………………………………...(6-8a)
β0
= r…………………………………………………………………………...(6-8b)
β1
= r/Kq……………………………………………………………………….(6-8c)
β2
= q ………………………………………………………………………….(6-8d)
Maka masing-masing variabel bebas adalah x1=Ut, x2=Et. Model yang digunakan untuk mengestimasi biologi dengan pencemaran dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Anna.S (2003), yang mengasumsikan bahwa beban pencemaran pada periode t (Pt) mengurangi pertumbuhan biomas x. Adapun model secara lengkap sebagai berikut :
∂x = rx(1 − x / K − γP ) − qxE ……….………………………………………………(6-9) ∂t Model ini dapat dikembangkan ke dalam model diskrit sehingga besaran parameter γ dapat diketahui melalui teknik OLS. Dalam model diskrit persamaan menjadi :
⎛ x ⎞ xt +1 = x1 + rxt ⎜1 − t − γPt ⎟ − qxt Et ……………………………………………...(6-10) K ⎝ ⎠ Dengan mengikuti teknik yang dikembangkan oleh Walter-Hilborn (1976), dan dengan menggunakan notasi yang sama untuk catch per unit effort sebagai Ut=Ht/Et, maka biomass (xt) dapat ditulis sebagai Ut/q, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai :
U t +1 U t rU t = + q q q
⎛ Ut ⎞ ⎜⎜1 − − γP ⎟⎟ − U t Et ………………………………………….(6-11) ⎝ Kq ⎠
67
Dengan mengalikan persamaan di atas dengan q/Ut dan menyederhanakannya, maka persamaan akan menjadi sebagai berikut :
U t +1 r −1 = r − U t − rγPt − qEt ………………………………………………...(6-12) Ut Kq Maka koefisien pada persamaan akan dapat diduga dengan OLS dimana :
y t = β 0 + β 1 x1 + β 2 x 2 + β 3 x3 + ε ………………………………………………..(6-13) Dimana :
yt
= (Ut+1/Ut)-1……………………………………………………………….(6-14a)
β1
= r/Kq……………………………………………………………………...(6-14b)
β2
= r γ …………………………………………………………………….....(6-14c)
β3
= q…………………………………………………………………………(6-14d)
Masing-masing variabel bebas adalah x1=Ut, x2=Pt dan x3=Et. Dengan menggunakan kedua model di atas maka kita akan dapat mengetahui nilai biologi parameter pertumbuhan (r), Carrying capacity (K) dan koefisien
daya
tangkap
(q)
saat
tanpa
pencemaran
maupun
dengan
pencemaran, adapun nilai biologi tanpa pencemaran sebagai berikut :
Tabel 14. Parameter Biologi tanpa Pencemaran Parameter Biologi Tanpa Pencemaran Parameter Nilai a 1,931738369 b -8863,918372 c -4,11502E-08 r=a 1,931738369 q=c 4,11502E-08 K=r/(q*b) 5296,028092
68
Parameter
biologi
dengan
pencemaran
BOD,
COD
dan
TSS
dengan
menggunakan model Anna.S (2003) sebagai berikut :
Tabel 15.Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD Parameter Biologi dengan Pencemaran BOD Parameter Nilai a= 0,641654784 b= -6136,273127 c= 1,23433E-06 d= -6,80622E-08 r=a 0,6416548 q=-d -6,81E-08 k=-r/(q*b) -1,54E+03 P=-c/r (0,0000019236644) Tabel 16. Parameter Biologi dengan Pencemaran COD Parameter Biologi dengan Pencemaran COD Parameter Nilai a= -0,244215976 b= -8045,086177 c= 1,38643E-06 d= -1,23138E-07 r=a (0,2442160) q=-d -1,23E-07 k=-r/(q*b) 2,47E+02 P=-c/r 0,0000056770601 Tabel 17. Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS Parameter Biologi dengan Pencemaran TSS Parameter Nilai a= 0,130361392 b= -5853,513316 c= 1,76615E-06 d= -1,3149E-07 r=a 0,1303614 q=-d -1,31E-07 k=-r/(q*b) -1,69E+02 P=-c/r (0,0000135480783) Pada penelitian ini dihasilkan parameter BOD, COD dan TSS seperti di atas, yang memberikan pengaruh terhadap sumberdaya ikan di perairan Selat Madura.
69
6.4 Estimasi Parameter Pencemaran Data time series untuk pencemaran hanya tersedia dari tahun 1991-2005, data yang di peroleh merupakan data konsentrasi pencemaran di beberapa muara yang mengalir ke Selat Madura. Data pencemaran diperoleh dari beberapa
instansi
terkait
seperti
Balai
Teknik
Kesehatan
Lingkungan,
PT.Pelindo III, Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur, dan Bapeldalda Jawa Timur. Data dikumpulkan dari berbagai instansi dikarenakan belum terarsip dengan baik, perlunya pengambilan data dari berbagai instansi yang memiliki perhatian terhadap dan pernah melakukan pengukuran kualitas air di muara-muara sungai di Selat Madura. Data pencemaran yang diperoleh kemuadian diolah sehingga diperoleh jumlah beban pencemaran (load) pertahunya yang masuk ke Selat Madura. Adapun load dari masing-masing bahan pencemaran dihitung dengan menggunakan rumus :
BL = Q x C……………………………………………………………………….....(6-15)
Dimana : BL
= beban pencemaran yang berasal dari satu sungai ton/tahun
Q
= Debit Sungai M3/th
C
= Konsentrasi bahan pencemar mg/l
Dengan demikian total beban pencemaran yang masuk ke Selat Madura dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
n
TBL = ∑ BL ……………………………………………………………………….(6-16) i =1
Dimana : TBL
= Total Beban Limbah
n
= Jumlah sungai
i
= Beban limbah sungai ke i
Model perhitungan load sebagai parameter seperti di atas juga dilakukan oleh Hufschmidt et al (1986). Dari hasil analisis didapatkan bahwa kondisi pencemaran di Selat Madura yang mempengaruhi kondisi stok ikan hanya BOD, COD dan TSS. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah pencemaran yang masuk ke Selat Madura dapat
70
dilihat pada Tabel-18. Berdasarkan Tabel-18 didapatkan bahwa jumlah rata-rata bahan pencemaran BOD pertahun yang masuk ke perairan Selat Madura sebesar 1634681.61 ton/tahun. Jumlah rata-rata bahan pencemaran COD pertahun sebesar 2407614.75 ton/tahun dan jumlah rata-rata bahan pencemaran TSS per tahun sebesar 1486880.25 ton/tahun. Besarnya pencemaran yang masuk ke perairan membuat kondisi stok setiap tahun terus berubah mengikuti jumlah bahan pencemaran yang masuk ke perairan. Tabel 18. Jumlah Pencemaran Yang Masuk Ke Selat Madura BOD COD TSS Tahun (Ton/Tahun) (Ton/Tahun) (Ton/Tahun) 1991 1981525,82 2055133,43 1714588,02 1992
2869585,98
3920889,87
2431442,82
1993
1589041,79
2077595,14
1126043,19
1994
1754444,26
2200146,77
1108417,07
1995
1916179,12
2641244,87
1210588,02
1996
1410826,54
2321072,73
1304307,68
1997
1281979,48
2227140,10
1739069,81
1998
1475880,55
2497789,22
1510489,26
1999
1195170,94
2149876,65
1552594,82
2000
1179782,58
2108502,67
1419728,00
2001
1413808,46
2510767,57
1817304,84
2002
1400271,12
2497216,84
1135905,20
2003
1610093,55
2262382,93
1214963,94
2004
1592774,18
2109136,89
1494748,99
2005
1848859,74
2535325,53
1523012,06
Sumber : BTKL, PU Pengairan Jawa Timur, PT.Pelindo III,Bapeldal Jawa Timur
6.5 Estimasi Sustainable Yeild Setelah tahapan awal sebelumnya dengan mengetahui terlebih dahulu parameter biologi, dengan menggunakan parameter biologi tersebut maka kita dapat mengetahui nilai tangkapan lestari serta melakukan perbandingan dengan hasil tangkapan aktual. Adapun perbandingan produksi aktual dengan produksi lestari tanpa pencemaran dapat dilihat pada Tabel-19 di bawah ini :
71
Tabel 19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari tanpa Pencemaran Effort/Trips
Sus Yield/mt
Sus Yield/mt
(Gompertz)
(Schafer)
Tahun
Produksi/mt
1991
96,66
4130564,89
824,36
820,98
1992
198,10
4019825,31
804,16
801,03
1993
481,50
2230492,97
463,54
463,00
1994
97,00
1180928,40
250,97
250,89
1995
233,20
1078430,24
229,69
229,63
1996
163,60
1710544,25
359,44
359,20
1997
698,20
4220779,90
840,75
837,14
1998
1102,40
9070483,46
1629,44
1594,80
1999
163,60
1176345,97
250,02
249,94
2000
225,00
1061488,79
226,16
226,10
2001
279,40
1644359,80
346,02
345,81
2002
313,20
765680,60
164,17
164,15
2003
207,10
1181006,67
250,99
250,90
2004
171,30
1069564,57
227,84
227,78
2005
153,70
752212,66
161,33
161,30
Sumber data diolah dari : Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur.
Dari Tabel-19 didapatkan bahwa sebagian besar nilai produksi aktual masih berada di bawah nilai sustainable yield dengan fungsi Gompertz dan Schaefer. Hal ini berarti bahwa nilai produksi tidak melebihi produksi lestari yang juga berarti bahwa produksi untuk ikan kakap dan kerapu tidak mengalami kegiatan tangkap berlebih (over fishing). Namun ada beberapa tahun yang produksi aktual telah melebihi dari pada produksi lestari yaitu pada tahun 1993, 1995 dan 2002, dimana untuk tahun 1993 produksi aktual sebesar 481,50 ton atau melebihi produksi lestari yang sebesar 463,54 ton untuk fungsi Gompertz dan produksi lestari sebesar 463,00 ton untuk fungsi Schaefer. Produksi aktual pada tahun 1995 sebesar 233,20 atau melebihi produksi lestari dari fungsi Gompertz yang sebesar 229,69 ton dan fungsi Schaefer sebesar 229,63 ton, sedangkan pada tahun 2002 produksi aktual sebesar 313,20 ton atau melebihi dari produksi lestari dengan fungsi Gompertz yang sebesar 164,17 ton dan fungsi Schaefer sebesar 164,15 ton. Produksi aktual tertinggi terjadi pada tahun 1998 dimana produksi aktual pada saat itu berjumlah 1102,40 ton, sedangkan untuk produksi lesatri fungsi Gompertz sebesar 1629,44 ton dan produksi lestari fungsi Schaefer sebesar 1594,80 ton.
72
Dari Tabel-19 dan Gambar-19 didapatkan bahwa produksi aktual mengalami fluktuasi dan kecenderungan produksi aktual mengalami penurunan pada tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2005 produksi aktual turun menjadi 153,70 ton dari tahun 2004 sebelumnya yang sebesar 171,30 ton. Kebijakan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur pada saat ini memfokuskan agar di perairan Selat Madura tingkat over fishing dapat ditekan seminimal mungkin walaupun ada beberapa tahun yaitu tahun 1993, 1995 dan 2002 masih mengalami
over
fishing.
Perhitungan
estimasi
tersebut
masih
belum
memasukkan dampak pencemaran yang terjadi di Selat Madura, sehingga perhitungan tersebut masih perlu dilengkapi dengan faktor pencemaran yang terjadi di Selat Madura. Pencemaran yang terjadi di Selat Madura diperkirakan akan memberikan dampak terhadap produksi ikan, terutama terhadap tingkat pertumbuhan dari pada ikan, stok ikan dan carrying capacity yang ada, yang kesemuanya merupakan faktor biologi dari pada ikan untuk dapat berkembang biak. Dari tabel dan grafik juga tergambarkan bahwa produksi aktual terus menurun, sedangkan effort terus meningkat dari kedua alat tangkap yaitu jaring trammel net dan jaring insang hanyut. Menurunnya hasil tangkapan berdasarkan hasil wawancara bahwa stok ikan yang ada di perairan semakin berkurang, hal ini ditandai dengan beberapa hal seperti: semakin menurunnya hasil tangkapan dan semakin jauh area tangkapan (fishing ground) nelayan.
Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield Gomperts dan Schaefer 1200.00
MT
1000.00 800.00
Produksi Aktual
600.00
Sus Yield (Gomperts)
400.00
Sus Yield (Schaefer)
200.00
20 05
20 03
20 01
19 99
19 97
19 95
19 93
19 91
0.00
Tahun
Gambar 19. Perbandingan Produksi Aktual dengan Sustainable Yield fungsi Gompertz dan Schaefer Hasil perhitungan berdasarkan tiga rezim pengelolaan yaitu pada saat Maximum Sustainable Yield (MSY), Open Acces (OA) dan Maximum Economic Yield (MEY) maka diperoleh hasil sebagai berikut:
73
Tabel 20. Kondisi Sumberdaya saat MSY,MEY dan OA. Solusi Bioekonomik Tanpa Pencemaran Keterangan MEY Open Access MSY Effort (Trip)
12.913.785,11
25.827.570,21
23.471.798,06
Produksi (Ton)
2.040,14
2.531,87
2.557,64
Biomass (Ton)
3.839,14
2.382.24
2.648,01
TR (Juta Rupiah)
55.965,55
69.454,80
70.161,73
TC (Juta Rupiah)
34.727,42
69.454,80
63.119,75
Rente (Juta Rupiah)
21.238,13
0
7.041,98
Sumber data diolah dari : Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur.
Berdasarkan
Tabel-20
di
atas
maka
didapatkan
bahwa
kondisi
sumberdaya ikan saat MSY effort sebanyak 23.471.798,06 trip dan produksi MSY sebesar 2.557,64 Ton sedangkan rente saat MSY sebesar Rp. 7.041,98 juta. Saat kondisi MEY, dimana untuk effort sebesar 12.913.785,11 trip dan kondisi produksi sebanyak 2.040,14 ton dan rente saat MEY sebesar Rp. 21.238,13 juta. Dalam kondisi open access maka diperoleh nilai effort sebesar 25.827.570,21 trip dan produksi sebanyak 2.531,87 ton dan rente saat open access sebesar Rp. 0 artinya bahwa nelayan akan terus menangkap ikan hingga tidak mendapatkan keuntungan. Saat kondisi open access jumlah produksi melebihi dari pada jumlah biomass yang ada di perairan Selat Madura, dimana jumlah biomass saat open access sebesar 2.382,24 ton.
6.6 Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal (Baseline) Sumberdaya
perikanan
merupakan
aset
kapital
yang
dalam
pengelolaannya secara optimal juga memerlukan pendekatan kapital. Dengan demikian dibutuhkan pertimbangan aspek intertemporal dalam analisisnya. Pada pendekatan kapital, biaya korbanan (oppurtunity cost) untuk mengeksploitasi sumberdaya pada saat ini diperhitungkan melalui perhitungan rente ekonomi optmal (optimal rent) yang seharusnya didapat dari sumberdaya perikanan, jika sumberdaya tersebut dikelola secara optimal (Anna. S,2003). Dalam penelitian ini pengelolaan sumberdaya ikan secara optimal didekati dengan menggunakan persamaan-persamaan yang juga digunakan dalam penelitian Anna. S, 2003. Dengan memberlakukan Pontryagins Maximum Principle, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal diperoleh dari Modified Golden Rule sebagai berikut :
74
∂F ( x) ∂π ( H , x, E ) / ∂x + = δ ……………………………………………………(6-17) ∂x ∂π ( H , x, E ) / ∂H Adapun secara eksplisit ditulis sebagai :
∂F ( x) cF ( x) …………………………………………………………(6-18) + ∂x x[qxp(F ( x) ) − c ] Dimana F(x) adalah pertumbuhan alami dari stok ikan, ∂π ( H , x, E ) / ∂x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, ∂π ( H , x, E ) / ∂H rente marjinal akibat perubahan produksi. Parameter ekonomi dan biologi ditentukan oleh besaran c (biaya per unit effort), p (harga ikan), δ (discount rate) dan q yang merupakan koefisien penangkapan. F’(Xt) adalah produktivitas marjinal dari biomass yang merupakan turunan pertama F(x) terhadap x. Persamaan di atas menghasilkan x (optimal) yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat tangkapan dan upaya yang optimal. Model di atas akan dapat membantu untuk mengetahui rente dari sumberdaya perikanan yang merupakan hasil dari perkalian antara harga produk ikan dengan tangkapan optimal dikurangi biaya dari tingkat upaya optimal, atau :
π * = Pt* ( H ) H t* − ct* Et* ……………………………………………………………(6-19) Dengan menggunakan fungsi biologi Gompertz, diperoleh nilai optimal dari sumberdaya perikanan melalui persamaan berikut ini :
r ln(k / x) − r +
cr ln(k / x) − δ = 0 ……………………………………………….(6-20) x{pqx − c}
Dengan mengunakan asumsi market discount rate sebesar 12,81persen maka dapat dilakukan perhitungan mengenai kondisi optimal sumberdaya dengan menggunakan alat analisis Maple 9.5, maka akan diperoleh nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut x* = 4857,54 ton, h*= 810,97 ton dan E*= 4.057.107,38 trip. Dari hasil analisis dengan discount rate yaitu 12,81 persen sepanjang tahun diperoleh sebagai berikut :
75
1800.00 1600.00
Ton
1400.00 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Produksi Aktual
Produksi Lestari
Produksi Optimal 12.81%
Gambar 20. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 12,81 persen Dari Gambar-20 dapat dilihat bahwa produksi aktual rata-rata masih berada di bawah produksi optimal, hanya ada satu tahun produksi aktual berada di atas produksi optimal yaitu tahun 1998, sedangkan produksi lestari terhadap produksi optimal didapatkan ada tiga tahun dimana produksi lestari berada di atas produksi optimal yaitu tahun 1991, 1997 dan 1998, dan rata-rata produksi lestari terhadap produksi optimal masih berada dibawah produksi optimal. Perhitungan produksi optimal dengan discount rate 10,58 persen, diperoleh nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut berikut x* = 4872,05 ton, h*= 785,33 ton dan E*= 3.917.127,40 trip. Berdasarkan Gambar-21 diperoleh hasil, bahwa produksi aktual dari tahun 1991-2005 rata-rata masih berada dibawah produksi optimal dengan discount rate 10,58 persen, hanya ada satu tahun yaitu tahun 1998 dimana produksi aktual berada di atas produksi optimal. Berdasarkan gambar yang sama juga didapatkan bahwa rata-rata produksi lestari masih berada dibawah produksi optimal, hanya ada empat tahun dimana produksi lestari berada di atas produksi optimal yaitu tahun 1991,1992, 1997 dan 1998. Perbandingan antara nilai produksi aktual, produksi lestari dan produksi optimal dengan discount rate 10,58 persen sebagai berikut:
76
1800.00 1600.00
Ton
1400.00 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Produksi Aktual
Produksi Lestari
Produksi Optimal 10.58%
Gambar 21. Perbandingan Produksi Aktual, Produksi Lestari dan Produksi Optimal dengan Discount Rate 10,58 persen
Tabel 21. Analisa Produksi Optimal Sumberdaya Ikan Tahun
Produksi/mt
1991
96.66
1992
Prod.
Produksi Opt 12.81%
Produksi Opt 10.58%
824.36
810.97
785.33
198.10
804.16
810.97
785.33
1993
481.50
463.54
810.97
785.33
1994
97.00
250.97
810.97
785.33
1995
233.20
229.69
810.97
785.33
1996
163.60
359.44
810.97
785.33
1997
698.20
840.75
810.97
785.33
1998
1102.40
1629.44
810.97
785.33
1999
163.60
250.02
810.97
785.33
2000
225.00
226.16
810.97
785.33
2001
279.40
346.02
810.97
785.33
2002
313.20
164.17
810.97
785.33
2003
207.10
250.99
810.97
785.33
2004
171.30
227.84
810.97
785.33
2005
153.70
161.33
810.97
785.33
Lestari
Sumber : diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan
Dari Tabel-21 Perbandingan penggunaan discount rate dengan nilai 12,81 persen dan 10,58 persen, dimana untuk nilai biomass optimal penggunaan discount rate 10,58 persen mendapatkan nilai yang lebih besar yaitu x* = 4872,05 ton sedangkan untuk discount rate 12,81 persen yaitu x* = 4857,54
77
ton. Produksi optimal saat discount rate 12,81 persen sebesar h*= 810,97 ton sedangkan untuk discount rate 10,58 persen diperoleh h*= 785,33 ton dan untuk nilai effort optimal didapatkan nilai discount rate 12,81 persen lebih besar dari discount rate 10,58 persen dimana untuk discount rate 12,81 persen nilai E*= 4.057.107,381 trip dan discount rate 10,58 persen nilai E*= 3.917.127,395 trip. Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai discount rate, maka akan mengakibatkan produksi semakin besar dan stok semakin menurun dan effort semakin meningkat artinya discount rate yang besar akan mengakibatkan sumberdaya ikan semakin besar diekploitasi dan pada akhirnya sumberdaya semakin cepat terdegradasi.
6.7 Estimasi Depresiasi Sumberdaya (Interaksi Perikanan-Pencemaran) Estimasi depresisi sumberdaya ikan dilakukan untuk melihat kondisi depresiasi sumberdaya ikan kakap dan kerapu tanpa pencemaran dan kondisi depresiasi sumberdaya dengan pencemaran BOD dan COD. Estimasi ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh yang di berikan oleh load terhadap laju depresiasi ikan kerapu dan kakap. Laju degradasi sumberdaya ikan tanpa beban pencemaran didapatkan bahwa degradasi rata-rata pertahunnya sebesar 0,19. Nilai ini menunjukkan bahwa ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura masih belum mengalami tekanan yang cukup besar atau tidak mengalami degradasi sumberdaya. Nilai terbesar laju depresiasi sumberdaya terjadi pada tahun 2002 sebesar 0,37 dan pada tahun 2005 nilai laju depresiasi sumberdaya sebesar 0,26. Tabel-22 berikut ini menunjukkan fluktuasi laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap pada tahun 1991-2005 di perairan Selat Madura.
78
Tabel 22. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran Tahun
Produksi Aktual
Produksi Lestari
Laju Degradasi
(Ton)
(Ton)
(φD )
1991
96.66
824.36
0.00
1992
198.10
804.16
0.02
1993
481.50
463.54
0.28
1994
97.00
250.97
0.07
1995
233.20
229.69
0.27
1996
163.60
359.44
0.10
1997
698.20
840.75
0.23
1998
1102.40
1629.44
0.19
1999
163.60
250.02
0.18
2000
225.00
226.16
0.27
2001
279.40
346.02
0.22
2002
313.20
164.17
0.37
2003
207.10
250.99
0.23
2004
171.30
227.84
0.21
2005
153.70
161.33
0.26
Jumlah
2.89
Rata-rata
0.19
Sumber diolah dari data : Dinas Kelautan dan Perikanan Prop.Jatim. Keterangan : φ D adalah koefisien laju degradasi. Suatu sumberdaya dikatakan belum
terdegradasi jika hanya jika nilai koefisien laju degradasinya ( φ D ) berada diantara nilai 0 - 0,50 (0 ≤ φ D ≤ 0,50).
Gambar-20 menunjukkan trakjektori koefisien laju degradasi sumberdaya ikan kakap dan kerapu di perairan Selat Madura pada tahun 1991-2005. dari gambar didapatkan bahwa laju degradasi sumberdaya tanpa pencemaran berfluktuasi dan kecenderungan laju degradasi terus meningkat dari tahun 1991-2005. laju degradasi terus meningkat seiring dengan semakin tingginya aktivitas kegiatan penangkapan sumberdaya ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura dengan di tandai dengan tingkat effort. Dari gambar didapatkan bahwa laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura masih berada di bawah treshold koefisien laju degradasi yang sebesar 0,50. untuk lebih jelasnya perbandingan nilai laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap terhadap nilai treshold koefisien laju degradasi pada Gambar-22 dibawah ini:
79
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
Nilai Koefisien
0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi
teta
Gambar 22. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Tanpa Pencemaran Tabel 23. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran BOD Laju Tahun
Produksi Aktual
Sus Yield/mt (Gompertz) BOD
(Ton)
(Ton)
1991
96.66
1992
198.10
1993
481.50
1994
97.00
1995
233.20
1996
163.60
1997
698.20
1998
1102.40
1999
163.60
2000
225.00
2001
279.40
2002
313.20
2003
207.10
2004
171.30
2005
153.70
Degradasi (φD )
39.06
0.40
56.20
0.43
46.41
0.48
30.07
0.42
59.61
0.44
45.18
0.43
36.05
0.49
70.87
0.48
40.45
0.44
27.57
0.47
46.08
0.46
21.80
0.48
27.65
0.47
27.41
0.46
40.28
0.43
Jumlah Rata-rata Sumber diolah dari data : Dinas Kelautan dan Perikanan Prop.Jatim
6.78 0.45
80
Dari hasil analisis laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran BOD didapatkan bahwa laju degradasi pertahunnya sebesar 0,45. Laju degradasi ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap saat tanpa pencemaran yang sebesar 0,24. Meningkatnya laju degradasi selain dikarenakan aktifitas tangkapan juga dikarenakan tingkat pencemaran BOD yang masuk ke perairan Selat Madura. Laju degradasi tertinggi terjadi pada tahun 1997 dimana nilai degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap sebesar 0,49. untuk lebih jelasnya mengenai fluktuasi laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap pada tahun 1991-2005 di perairan Selat Madura dapat dilihat pada Tabel-23.
Nilai Koefisien
0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
0.00
Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi
teta
Gambar 23. Grafik Trajektori Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Kondisi dengan Pencemaran BOD Dari hasil analisis menunjukkan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran COD didapatkan bahwa laju degradasi rata-rata pertahunnya sebesar 0,48. Laju degradasi ini meningkat dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap saat tanpa pencemaran yang sebesar 0,24, dan juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju degradasi saat pencemaran BOD. Tingginya nilai degradasi sebanding dengan masukkanya pencemaran COD ke laut melaui muara sungai. Tingkat pencemaran COD di Selat Madura cenderung disebabkan oleh banyaknya limbah domestik dan pabrik, hal ini terlihat dengan banyaknya busa air di setiap pintu air muara sungai. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai koefisien laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap di perairan Selat Madura saat kondisi pencemaran COD dapat di lihat pada Tabel-24 berikut ini:
81
Tabel 24. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran COD
1991
Produksi Aktual (Ton) 96.66
1992
198.10
1993
481.50
1994
97.00
1995
233.20
1996
163.60
1997
698.20
1998
1102.40
1999
163.60
2000
225.00
2001
279.40
2002
313.20
2003
207.10
2004
171.30
2005
153.70
Sus Yield/mt(Gompertz) COD (Ton)
Laju Degradasi (φD )
13.09
0.47
19.98
0.47
15.95
0.49
9.76
0.47
21.44
0.48
15.46
0.48
11.95
0.50
26.48
0.49
13.62
0.48
8.87
0.49
15.82
0.49
6.86
0.49
8.89
0.49
8.81
0.49
13.55
0.48
Jumlah
7.25
Rata-rata
0.48
05 20
03 20
01 20
99 19
97 19
95 19
19
19
93
0.51 0.50 0.49 0.48 0.47 0.46 0.45 0.44
91
Nilai Koefisien
Tahun
Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi
teta
Gambar 24. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran COD) Hasil perbandingan antara laju degradasi sumberdaya ikan dan treshold koefisien laju degradasi, didapatkan bahwa kondisi sumberdaya ikan kerapu dan kakap tidak mengalami degradasi. Namun dilihat dari pola grafik yang dihasilkan
82
bahwa setiap tahunnya degradasi sumberdaya akibat pencemaran COD terus meningkat bahkan telah menyentuh nilai treshold koefisien laju degradasi di tahun 1997 dan 1998. Tabel 25. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap di Perairan Selat Madura dengan Kondisi Pencemaran TSS Produksi Aktual (Ton)
Tahun
Laju Degradasi
Sus Yield/mt(Gompertz) TSS (Ton)
(φD )
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
96.66 198.10 481.50 97.00 233.20 163.60 698.20 1102.40 163.60 225.00
11.51 18.95 14.49 8.24 20.64 13.97 10.37 26.74 12.05 7.40
0.47 0.48 0.49 0.48 0.48 0.48 0.50 0.49 0.48 0.49
2001 2002 2003 2004 2005
279.40 313.20 207.10 171.30 153.70
14.35 5.58 7.43 7.35 11.98
0.49 0.50 0.49 0.49 0.48
Jumlah
7.28
Rata-rata
0.49
Nilai Koefisien
0.51 0.50 0.49 0.48 0.47 0.46
19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
0.45
Tahun Treshold Koefisien Laju Degradasi
Teta
Gambar 25. Koefisien Atau Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Demersal Fungsi Gompertz (pencemaran TSS) Laju degradasi sumberdaya dengan pencemaran TSS di peroleh hasil bahwa laju degradasi terbesar terjadi pada tahun 1997 dan 2002 yang sebesar
83
0,50 atau sama dengan laju treshold degradasi. Adapun masuknya pencemaran TSS telah membuat sumberdaya telah mengalami degradasi di tahun 1997 dan 2002, dan rata-rata laju degradasi setiap tahunnya sebesar 0,49 atau meningkat bila
dibandingkan
dengan
laju
degradasi
tanpa
pencemaran,
dengan
pencemaran BOD maupun dengan pencemaran COD. Adapun laju degradasi setiap tahunnya sebagai berikut : Tabel 26. Laju Depresiasi Tanpa Pencemaran, Dengan Pencemaran BOD, COD dan TSS Laju Laju Laju Depresiasi Laju Depresiasi Depresiasi Depresiasi Dengan Dengan Tahun Dengan Tanpa Pencemaran Pencemaran Pencemaran Pencemaran BOD COD TSS 1991 0,27862 0,26970 0,27004 0,27006 1992
0,27903
0,27125
0,27184
0,27185
1993
0,26853
0,27859
0,27924
0,27927
1994
0,27867
0,27306
0,27428
0,27437
1995
0,26852
0,28807
0,29189
0,29197
1996
0,28140
0,27616
0,27791
0,27799
1997
0,27205
0,28257
0,28304
0,28307
1998
0,28149
0,29104
0,29190
0,29190
1999
0,28810
0,29311
0,29776
0,29803
2000
0,26923
0,31020
0,31340
0,31365
2001
0,27997
0,30205
0,30570
0,30588
2002
0,20180
0,35964
0,36247
0,36270
2003
0,29594
0,34361
0,34882
0,34922
2004
0,28705
0,30720
0,31129
0,31161
2005
0,27215
0,30891
0,31651
0,31693
Jumlah
4,10256
4,45517
4,49610
4,49851
Rata-rata
0,27350
0,29701
0,29974
0,29990
Hasil perhitungan analisis depresiasi sumberdaya periode 1991-2005 didapatkan bahwa kondisi depresiasi sumberdaya saat tanpa pencemaran di dapatkan bahwa lahu rata-rata pertahunnya sebesar 0,27 dan laju depresiasi tertinggi antara periode ini sebesar 0,29 yang terjadi pada tahun 2002, dan laju depresiasi sumberdaya terkecil sebesar 0,26. Sedangkan laju depresiasi sumberdaya dengan pencemaran BOD rata-rata pertahunnya sebesar 0,29 atau
84
meningkat dibandingkan dengan laju depresiasi sumberdaya dengan kondisi tanpa pencemaran, dimana laju depresiasi sumberdaya terbesar terjadi pada tahun 2002 sebesar 0,35 dan laju depresiasi sumberdaya terkecil sebesar 0,26. Meningkatnya laju depresiasi sumberdaya dengan kondisi pencemaran BOD dikarenakan masuknya pencemaran BOD ke perairan Selat Madura yang berakibat terhadap menurunnya produksi sumberdaya ikan. Sedangkan laju depresiasi sumberdaya dengan pencemaran COD didapatkan rata-rata per tahun sebesar 0,29, dan nilai tertinggi laju depresiasi sumberdaya sebesar 0,36 pada tahun 2002 dan nilai terkecil depresiasi sumberdaya dengan pencemaran COD sebesar
0,27.
Nilai
depresiasi
dengan
pencemaran
COD
lebih
tinggi
dibandingkan dengan nilai depresiasi sumberdaya tanpa pencemaran maupun dengan pencemaran hal ini dikarenakan banyaknya bahan pencemaran jenis COD yang masuk ke perairan Selat Madura seperti penggunaan detergen, pestisida pertanian dan lainnya. Sedangkan laju depresiasi sumberdaya dengan pencemaran TSS rata-rata sebesar 0,29 dengan laju depresiasi sebesar 0,36 yang terjadi pada tahun 2002 dan laju depresiasi sebesar 0,27. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel-26.
Nilai Koefisien
0.60000 0.50000 0.40000 0.30000 0.20000 0.10000 0.00000 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Laju Depresiasi Tanpa Pencemaran
Laju Depresiasi Dengan Pencemaran BOD
Laju Depresiasi Dengan Pencemaran COD
Laju Depresiasi Dengan Pencemaran TSS
Trajektori Laju Depresiasi
Gambar 26. Koefisien atau Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Kerapu dan Kakap Dengan melihat grafik trajektori laju depresiasi saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran didapatkan dimana laju depresiasi sumberdaya tanpa dan dengan pencemaran masih di bawah garis treshold koefisien laju depresiasi, artinya dimana sumberdaya ikan kerapu dan kakap tidak mengalami depresiasi di Selat Madura. Namun demikian bahwa akibat pencemaran yang masuk ke
85
perairan Selat Madura mengakibatkan laju depresiasi meningkat. Kendati dibawa batas toleransi namun pencemaran memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai laju depresiasi sumberdaya. Secara grafis nilai depresiasi sumberdaya cenderung meningkat di akhir periode 1991-2005.
86
Tabel 27. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal (baseline) Prod Lest (ton) 824.36 804.16 463.54 250.97 229.69 359.44 840.75 1629.44 250.02 226.16 346.02 164.17 250.99 227.84 161.33
PVSRa (Rp.Juta)
PVSRb (Rp.Juta)
DPVSRa (Rp.Juta)
DPVSRb (Rp.Juta)
1991 96.66 4130564.89 1.42 1167.40 21.31 1146.09 8946.84 1992 198.10 4019825.31 1.77 1420.32 21.46 1398.86 10920.05 1993 481.50 2230492.97 1.53 706.99 13.74 693.25 5411.80 1994 97.00 1180928.40 2.58 647.64 8.37 639.28 4990.45 1995 233.20 1078430.24 3.83 880.35 7.21 873.14 6816.06 1996 163.60 1710544.25 4.39 1577.87 14.48 1563.39 12204.45 1997 698.20 4220779.90 4.02 3383.36 117.16 3266.20 25497.23 1998 1102.40 9070483.46 6.35 10354.87 60.23 10294.64 80364.10 1999 163.60 1176345.97 11.28 2819.31 12.06 2807.25 21914.48 2000 225.00 1061488.79 11.08 2506.46 11.20 2495.26 19479.02 2001 279.40 1644359.80 12.27 4245.58 18.19 4227.39 33000.74 2002 313.20 765680.60 12.95 2126.54 9.20 2117.33 16528.76 2003 207.10 1181006.67 26.43 6634.11 14.18 6619.93 51677.83 2004 171.30 1069564.57 16.20 3691.39 12.93 3678.47 28715.58 2005 153.70 752212.66 16.83 2715.06 10.48 2704.59 21113.08 Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58%
10832.61 13221.72 6552.48 6042.31 8252.71 14776.85 30871.41 97302.85 26533.51 23584.71 39956.47 20012.61 62570.23 34768.11 25563.19
8946.84 1973.21 -5508.25 -421.36 1825.61 5388.39 13292.78 54866.87 -58449.62 -2435.47 13521.72 -16471.98 35149.07 -22962.25 -7602.50
10832.61 2389.12 -6669.25 -510.17 2210.41 6524.13 16094.56 66431.44 -70769.34 -2948.80 16371.76 -19943.86 42557.62 -27802.12 -9204.92
Tahun
Prod (ton)
Std Effort (000 trip)
Harga (Rp.Juta)
Sus Rev (Rp.Juta)
TC (Rp.Juta)
Sus Rent (Rp.Juta)
87
Tabel 28. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran BOD Prod Std Effort Harga Prod Lest Sus Rev TC Sus Rent PVSRa (ton) (000 trip) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) 1991 96.66 4130564.89 1.42 39.06 55.32 21.31 34.00 265.45 1992 198.10 4019825.31 1.77 56.20 99.26 21.46 77.80 607.31 1993 481.50 2230492.97 1.53 46.41 70.78 13.74 57.04 445.26 1994 97.00 1180928.40 2.58 30.07 77.60 8.37 69.24 540.48 1995 233.20 1078430.24 3.83 59.61 228.49 7.21 221.27 1727.35 1996 163.60 1710544.25 4.39 45.18 198.31 14.48 183.83 1435.06 1997 698.20 4220779.90 4.02 36.05 145.09 117.16 27.93 218.01 1998 1102.40 9070483.46 6.35 70.87 450.40 60.23 390.17 3045.84 1999 163.60 1176345.97 11.28 40.45 456.11 12.06 444.05 3466.43 2000 225.00 1061488.79 11.08 27.57 305.57 11.20 294.37 2297.97 2001 279.40 1644359.80 12.27 46.08 565.33 18.19 547.14 4271.18 2002 313.20 765680.60 12.95 21.80 282.39 9.20 273.19 2132.61 2003 207.10 1181006.67 26.43 27.65 730.90 14.18 716.72 5595.02 2004 171.30 1069564.57 16.20 27.41 444.04 12.93 431.11 3365.44 2005 153.70 752212.66 16.83 40.28 677.90 10.48 667.42 5210.15 Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58%
Tahun
PVSRb (Rp.Juta) 321.40 735.32 539.11 654.40 2091.44 1737.53 263.96 3687.83 4197.07 2782.33 5171.44 2582.11 6774.31 4074.79 6308.31
DPVSRa (Rp.Juta) 265.45 341.87 -162.05 95.22 1186.87 -292.29 -1217.05 2827.84 420.59 -1168.46 1973.21 -2138.57 3462.41 -2229.58 1844.70
DPVSRb (Rp.Juta) 321.40 413.92 -196.21 115.29 1437.04 -353.90 -1473.57 3423.87 509.23 -1414.74 2389.11 -2589.33 4192.20 -2699.52 2233.52
88
Tabel 29. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran COD Prod Std Effort Harga Prod Lest Sus Rev TC Sus Rent PVSRa (Ton) (000 trip) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) Tahun 1991 96.66 4130564.89 1.42 13.09 18.53 21.31 -2.78 -21.72 1992 198.10 4019825.31 1.77 19.98 35.29 21.46 13.83 107.95 1993 481.50 2230492.97 1.53 15.95 24.33 13.74 10.59 82.65 1994 97.00 1180928.40 2.58 9.76 25.18 8.37 16.81 131.23 1995 233.20 1078430.24 3.83 21.44 82.19 7.21 74.97 585.28 1996 163.60 1710544.25 4.39 15.46 67.87 14.48 53.39 416.82 1997 698.20 4220779.90 4.02 11.95 48.09 117.16 -69.08 -539.23 1998 1102.40 9070483.46 6.35 26.48 168.28 60.23 108.05 843.48 1999 163.60 1176345.97 11.28 13.62 153.54 12.06 141.48 1104.42 2000 225.00 1061488.79 11.08 8.87 98.25 11.20 87.05 679.53 2001 279.40 1644359.80 12.27 15.82 194.09 18.19 175.90 1373.16 2002 313.20 765680.60 12.95 6.86 88.91 9.20 79.71 622.25 2003 207.10 1181006.67 26.43 8.89 235.07 14.18 220.89 1724.38 2004 171.30 1069564.57 16.20 8.81 142.69 12.93 129.76 1012.94 2005 153.70 752212.66 16.83 13.55 228.06 10.48 217.58 1698.54 Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58%
PVSRb (Rp.Juta) -26.30 130.70 100.07 158.88 708.65 504.68 -652.88 1021.26 1337.21 822.75 1662.59 753.41 2087.84 1226.44 2056.55
DPVSRa (Rp.Juta) -21.72 129.67 -25.30 48.58 454.06 -168.46 -956.05 1382.71 260.94 -424.89 693.63 -750.90 1102.13 -711.44 685.60
DPVSRb (Rp.Juta) -26.30 157.00 -30.63 58.82 549.76 -203.97 -1157.56 1674.15 315.95 -514.45 839.83 -909.18 1334.43 -861.39 830.11
89
Tabel 30. Perubahan Rente Ekonomi (depresiasi) Sumberdaya Ikan Demersal dengan Pencemaran TSS Prod Std Effort Harga Prod Lest Sus Rev TC Sus Rent PVSRa (Ton) (000 trip) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) (Rp.Juta) Tahun 1991 96.66 4130564.89 1.42 11.51 16.30 21.31 -5.01 -39.14 1992 198.10 4019825.31 1.77 18.95 33.47 21.46 12.01 93.76 1993 481.50 2230492.97 1.53 14.49 22.11 13.74 8.37 65.31 1994 97.00 1180928.40 2.58 8.24 21.26 8.37 12.90 100.68 1995 233.20 1078430.24 3.83 20.64 79.12 7.21 71.90 561.29 1996 163.60 1710544.25 4.39 13.97 61.34 14.48 46.87 365.85 1997 698.20 4220779.90 4.02 10.37 41.73 117.16 -75.43 -588.87 1998 1102.40 9070483.46 6.35 26.74 169.96 60.23 109.73 856.61 1999 163.60 1176345.97 11.28 12.05 135.88 12.06 123.82 966.61 2000 225.00 1061488.79 11.08 7.40 82.04 11.20 70.84 553.00 2001 279.40 1644359.80 12.27 14.35 176.12 18.19 157.93 1232.85 2002 313.20 765680.60 12.95 5.58 72.30 9.20 63.10 492.57 2003 207.10 1181006.67 26.43 7.43 196.36 14.18 182.18 1422.21 2004 171.30 1069564.57 16.20 7.35 119.06 12.93 106.13 828.48 2005 153.70 752212.66 16.83 11.98 201.69 10.48 191.21 1492.65 Keterangan : Sus Rev : Sustainable Revenue (penerimaan lestari) TC : Total Cost (Biaya Total) PVSRa : Present Value Sustainable Rent dengan δ market = 12,81% PVSRb : Present Value Sustainable Rent dengan δ Kula = 10,58% DPVSRa : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ market = 12,81% DPVSRb : Perubahan Present Value Sustainable Rent (depresiasi) dengan δ Kula = 10,58%
PVSRb (Rp.Juta) -47.40 113.52 79.08 121.90 679.60 442.96 -712.99 1037.17 1170.34 669.56 1492.71 596.40 1721.97 1003.11 1807.26
DPVSRa (Rp.Juta) -39.14 132.90 -28.45 35.37 460.61 -195.44 -954.72 1445.48 109.99 -413.61 679.86 -740.28 929.63 -593.72 664.17
DPVSRb (Rp.Juta) -47.40 160.91 -34.44 42.83 557.69 -236.64 -1155.95 1750.15 133.18 -500.79 823.15 -896.31 1125.57 -718.87 804.15
90
Dari Tabel-27 didapatkan bahwa dengan market discount rate sebesar 12,81%, sumberdaya ikan demersal di Selat Madura, mengalami depresiasi pada tahun 1993, 1994, 1999, 2000, 2002, 2004, dan 2005 dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp.421,36 juta sampai Rp.58,45 milyar. Sedangkan nilai present value dari rente sumberdaya ikan demersal rata-rata sebesar Rp.23,17 milyar dalam periode 1991-2005. Perhitungan rente sumberdaya perikanan dengan menggunakan discount rate kula (10,58%), maka sumberdaya ikan demersal di Selat Madura mengalami depresiasi yang sama dengan discount rate 10,58% yaitu pada tahun 1993, 1994, 1999, 2000, 2002, 2004 dan 2005. Dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp.510,17 juta sampai Rp.70,77 milyar. Sedangkan nilai present value dari rente sumberdaya ikan demersal rata-rata sebesar Rp.28,06 milyar dalam periode pengamatan (1991-2005). Hasil perhitungan perubahan rente (depresiasi) sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran BOD (lihat Tabel-28) dan dengan menggunakan market discount rate (12,81%), didapatkan bahwa depresiasi terjadi pada tahun 1993, 1996, 1997, 2000, 2002, dan 2004, dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp. 162,05 juta sampai Rp.2,22 milyar dan nilai present value rata–rata pertahun sebesar Rp.2,31 milyar. Sedangkan perhitungan berdasarkan dengan discount rate kula 10,58% didapatkan depresiasi terjadi pada tahun yang sama dengan kondisi dengan menggunakan market discount rate, besaran depresiasi berkisar antara Rp.196,21 juta sampai dengan Rp.2,69 milyar dan nilai present value rata-rata per tahun sebesar Rp. 2,79 Milyar. Sedangkan hasil perhitungan rente sumberdaya (depresiasi) sumberdaya ikan demersal dengan variabel pencemaran COD (lihat Tabel-29), dengan menggunakan market discount rate 12,81% didapatkan bahwa depresiasi sumberdaya ikan demersal terjadi pada tahun 1991, 1993, 1996, 1997, 2000, 2002, dan 2004, besaran depresiasi yang terjadi berkisar antara Rp.21,72 juta sampai Rp.956,05 juta, dengan nilai present value rata-rata pertahun sebesar Rp.654,78 juta. Sedangkan Perhitungan rente sumberdaya perikanan dengan menggunakan discount rate kula (10,58%), didapatkan bahwa terjadinya depresiasi sumberdaya ikan demersal sama dengan kondisi saat penggunaan market discount rate 12,81%, besaran depresiasi berkisar antara Rp.26,30 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai present value rata-rata per tahun sebesar Rp.792,79 milyar.
91
Hasil perhitungan perubahan rente (depresiasi) sumberdaya perikanan dengan variabel pencemaran TSS (lihat Tabel-30) dan dengan menggunakan market discount rate (12,81%), didapatkan bahwa depresiasi terjadi pada tahun 1991, 1993, 1996, 1997, 2000, 2002, dan 2004, dengan besaran depresiasi berkisar antara Rp. 28,45 juta sampai Rp.954,72 juta dan nilai present value rata–rata pertahun sebesar Rp.560,26 juta. Sedangkan perhitungan berdasarkan dengan discount rate kula 10,58% didapatkan depresiasi terjadi pada tahun yang sama dengan kondisi dengan menggunakan market discount rate, besaran depresiasi berkisar antara Rp.34,44 juta sampai dengan Rp.1,15 milyar dan nilai
Rp. Juta
present value rata-rata per tahun sebesar Rp. 678,35 juta.
90000.00 80000.00 70000.00 60000.00 50000.00 40000.00 30000.00 20000.00 10000.00 0.00 -10000.00 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Tanpa Pencemaran
Dengan Pencemaran BOD
Dengan Pencemaran COD
Dengan Pencemaran TSS
Gambar 27. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 12,81%) 120000.00 100000.00 Rp. Juta
80000.00 60000.00 40000.00 20000.00 0.00 -20000.00 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Tanpa Pencemaran
Dengan Pencemaran BOD
Dengan Pencemaran COD
Dengan Pencemaran TSS
Gambar 28. Present Value Tanpa Pencemaran dan Dengan Pencemaran (Discount Rate 10,58%)
92
Dari Gambar-27 dan Gambar-28 didapatkan bahwa akibat faktor pencemaran, sumberdaya ikan demersal di perairan Selat Madura mengalami depresiasi. Berdasarkan kedua gambar di atas dan dengan perhitungan menggunakan discount rate 12,81% dan 10,58%, didapatkan bahwa terjadi penurunan present value saat tanpa pencemaran dengan present value dengan faktor pencemaran BOD, COD dan TSS. Sedangkan present value terendah diakibatkan oleh adanya faktor pencemaran TSS, hal ini berarti bahwa pencemaran TSS memberikan pengaruh yang lebih tinggi dari pada pencemaran BOD dan COD. Dari kedua gambar diatas juga memperlihatkan bahwa besaran depresiasi dengan discount rate 12,81% dan 10,58%, saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran BOD meningkat 718,41%. Sedangkan peningkatan besaran depresiasi saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran COD meningkat sebesar 2532,56 %. Peningkatan besaran depresiasi saat tanpa pencemaran dan dengan pencemaran TSS meningkat sebesar 2959,83 %. 6.8
Kebijakan
dan
Implikasi
Kebijakan
Pengelolaan
Sumberdaya
Perikanan Kekayaan sumberdaya dan letak yang strategis perairan Selat Madura mendorong berbagai pihak terkait (stakeholders) memanfaatkan semua potensi yang ada secara berlebihan. Konflik antar nelayan merupakan salah satu akibat semakin tertekannya perairan Selat Madura karena banyaknya pemanfaatan di perairan ini. Konflik yang menjadi bahaya laten di perairan ini terus berlangsung dan dapat berakibat terhadap degradasi lingkungan. Degradasi sumberdaya pesisir di Selat Madura, telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, antara lain: deforestasi hutan mangrove, rusaknya terumbu karang, kegiatan tangkap ikan berlebih (overfishing), meningkatnya laju pencemaran, berkembangnya erosi pantai, semakin luasnya reklamasi pantai yang mengorbankan habitat pantai. Tingginya pencemaran yang mengakibatkan naiknya laju degradasi dan depresiasi dari sumberdaya ikan yang ada di Selat Madura perlu ditekan. Banyaknya kepentingan akan pemanfaatan ruang di perairan Selat Madura merupakan pemicu terhadap banyaknya tingkat pencemaran yang masuk ke Perairan Selat Madura. Banyaknya tingkat pencemaran yang cenderung meningkat setiap tahunnya memberikan dampak terhadap menurunya jumlah stok ikan di perairan.
93
Dilihat dari sumber pencemaran berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan bahwa pemicu pencemaran yang masuk ke perairan selat Madura berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri, kegiatan transportasi, dan kegiatan pertanian. Dari kegiatan rumah tangga kondisi perairan Selat Madura terjadi di seluruh Kabupaten pesisir di Selat Madura, hal ini terlihat dari banyaknya kondisi perairan di setiap pintu air tiap-tiap muara terutama di Kota Surabaya yang berbusa yang merupakan tanda bahwa kondisi perairan mengandung banyak detergen. Kegiatan industri sering mengakibatkan tercemarnya perairan dari limbah yang dihasilkan terutama di Kota Surabaya. Hal ini terlihat dari banyaknya temuan dari para petugas penyidik pegawai negeri sipil lingkungan. Banyak metode atau teknik yang dilakukan oleh para industri nakal dalam membuang limbah yang di hasilkan ke perairan seperti membuang langsung limbah industri ke perairan pada malam hari, membocorkan tempat penambungan limbah agar limbah dapat merembes dan masuk keperairan dan membuat saluran langsung menuju ke perairan. Kompleksnya permasalahan pencemaran di Selat Madura dan untuk menjaga agar kondisi sumberdaya ikan di perairan tersebut tetap lestari, maka diperlukan beberapa pendekatan dalam menangi permasalahan, menurut Kusumastanto.T (2005) ada 4 pendekatan yaitu Pendekatan ekosistem, Pendekatan Sosial Ekonomi dan Budaya, Pendekatan Sosial Politik, dan Pendekatan Hukum dan Kelmbagaan. Adapun pendekatan-pendekatan dalam menyelesaikan masalah di selat Madura adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Ekosistem •
Melakukan reboisasi hutan mangrove di sepanjang pesisir Selat Madura
sebagai upaya penanggulangan pencemaran secara
alamiah. •
Melakukan
upaya
pencegahan
dengan
pengurangan
beban
pencemaran dengan cara, pembuatan tempat pengolahan limbah bagi industri dan rumah tangga. •
Melakukan kegiatan Prokasih (Program kali Bersih) untuk mengurangi pencemaran.
•
Tidak melakukan pembuangan limbah pencucian mesin kapal ke laut.
•
Melakukan monitoring kondisi kualiatas air di DAS (daerah aliran sungai) secara berkala.
94
•
Pemantauan jumlah tangkapan ikan sesuai dengan JTB yang sudah ditetapkan.
•
Tidak melakukan reklamasi pantai yang mengorbankan habitat pesisir.
•
Tidak melakukan pembuangan air lumpur panas PT. Lapindo Brantas ke laut tanpa pengolahan (water treatment) terlebih dahulu (Kasus dan Kondisi Terkini).
2. Pendekatan Sosial Ekonomi dan Budaya •
Melakukan penerapan instrumen ekonomi seperti pajak kepada industri yang akan membuang limbah ke perairan. Dimana pajak yang dipungut
dari
industri
di
peruntukkan
untuk
pembiayaan
penanggulangan pencemaran dengan membuat tempat pengolahan limbah terpadu. •
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan untuk masyarakat di kawasan pesisir Selat Madura, sehingga dapat menimbulkan kepedulian masyarakat akan lingkungan pesisir.
•
Menanamkan pemahaman akan pentingnya perairan Selat Madura dari potensi yang dimiliki dengan melalui nilai-nilai budaya yang sudah ada di masyarakat pesisir.
•
Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan yang ada.
•
Melakukan terjadinya
pembagian konflik
yang
wilayah dapat
tangkapan
untuk
mengakibatkan
menghindari
terdegradasinya
sumberdaya ikan.
3. Pendekatan Sosial Politik •
Penyusunan perencanaan pembangunan pesisir secara terpadu antara daratan dan laut.
•
Penyusunan
kebijakan
pengelolaan
tangkapan
ikan
dengan
mempertimbangkan faktor-faktor pencemaran dan faktor yang lain yang dapat memberikan pengaruh agar mendapat data stok ikan yang sesuai dan kebijakan yang tepat.
95
•
Penyusunan perencanaan pembangunan Propinsi Jawa Timur dengan mengintegrasikan antar sektor dan wilayah.
4. Pendekatan Hukum dan Kelembagaan •
Menjalankan hukum yang telah ditetapkan dengan baik untuk menunjang pembangunan wilayah pesisir di Selat Madura.
•
Pembentukan kelembagaan yang tediri dari berbagai perwakilan sektor yang memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan perairan Selat Madura dan memiliki tujuan memberikan perhatian yang lebih serius akan kondisi perairan di Selat Madura.
96
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa informasi penting tentang kondisi sumberdaya perikanan di Selat Madura yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya dan kondisi pencemaran, kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Pengembangan model interaksi perikanan-pencemaran pada dasarnya dapat dilakukan dengan meng-embedded-kan variabel pencemaran ke dalam model standar bioekonomi perikanan, pada penelitian ini variabel pencemaran digunakan dalam model Gompertz. Permodelan Gompertz diambil sebagai alat menghitung sumberdaya karena dirasa paling tepat dalam menghitung sumberdaya ikan kerapu dan kakap yang merupakan jenis ikan demersal. (2) Jumlah load pencemaran yang masuk ke Selat Madura rata-rata setiap tahunya untuk BOD sebanyak 1634681,61 ton/ tahun. Sedangkan untuk jumlah rata-rata bahan pencemaran COD pertahun sebesar 2407614,75 ton/ pertahun dan jumlah rata-rata bahan pencemaran TSS per tahun sebesar 1486880,25 ton. (3) Hasil penelitian menunjukkan bahwa load pencemaran Total Suspended Solids (TSS) mempengaruhi kondisi stok ikan kerapu dan kakap di Selat Madura lebih tinggi dibandingkan dengan pencemaran Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemistry Oxygen Demand (COD). (4) Hasil kajian terhadap kondisi sumberdaya ikan kerapu dan kakap tanpa memasukkan variabel pencemaran didapatkan bahwa sumberdaya ikan telah mengalami gejala tangkap berlebih (overfishing), hal ini didasarkan atas perbandingan kondisi produksi aktual dengan produksi lestari. (5) Kondisi
sumberdaya
berdasarkan
rezim
pengelolaan
Maximum
Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield diperoleh, untuk effort MSY sebanyak 23.471.798,06 trip dan produksi MSY sebesar 2.557,64 ton, sedangkan rente saat MSY sebesar Rp. 7,04 milyar. Sedangkan untuk effort MEY sebesar 12.913.785,11 trip dan kondisi produksi MEY sebanyak 2.040,14 ton dan rente saat MEY sebesar Rp. 21,24 milyar. Sedangkan kondisi produksi saat Open Access (OA)
97
sebanyak 2.531,87 ton, dengan effort sebesar 25.827.570,21 trip dan rente sebesar Rp.0. (6) Hasil perhitungan Sumberdaya yang optimal dengan asumsi market discount rate sebesar 12,81% maka diperoleh nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut x* = 4857,54 ton, h*= 810,97 ton dan E*= 4.057.107,38 trip. Sedangkan dengan discount rate 10,58% maka nilai optimal biomass, produksi dan input yang optimal sebagai berikut berikut x* = 4872,05 ton, h*= 785,33 ton dan E*= 3.917.127,40 trip. (7) Analisa estimasi degradasi sumberdaya didapatkan bahwa laju degradasi sumberdaya ikan tanpa beban pencemaran rata-rata pertahunnya sebesar 0,19. Dan dari hasil analisis laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran BOD didapatkan bahwa laju degradasi
pertahunnya
sebesar
0,45.
Sedangkan
Hasil
analisis
menunjukkan laju degradasi sumberdaya ikan kerapu dan kakap dengan pencemaran
COD
didapatkan
pertahunnya
sebesar
0,48.
bahwa
sedangkan
laju laju
degradasi degradasi
rata-rata dengan
pencemaran TSS sebesar 0,49. (8) Hasil perhitungan didapatkan bahwa selain depresiasi sumberdaya ikan di Selat Madura disebabkan oleh overfishing, depresiasi sumberdaya ikan juga dikarenakan oleh adanya pencemaran perairan. Load pencemaran TSS merupakan pencemaran yang paling memberikan pengaruh yang tertinggi dibandingkan dengan pencemaran BOD dan COD terhadap depresiasi sumberdaya ikan demersal di Selat Madura.
7.2. Saran Berdasarkan uraian dan kesimpulan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1
Perlunya
adanya
pengaturan
dalam
pemanfaatan
(tangkapan)
sumberdaya ikan di Selat Madura, sehingga dapat mencegah terjadinya over fishing. 2
Perlunya adanya kerjasama lintas sektor dalam pemanfatan perairan Selat Madura agar terhindarinya kegiatan yang dapat merugikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
98
3
Perlunya kebijakan atau aturan antar sektor yang terintegrasi dalam memanfaatkan perairan Selat Madura untuk mencegah terjadinya pencemaran perairan.
4
Perlunya tindakan tegas terhadap para pelaku pencemaran perairan di Selat
Madura,
sehingga
dapat
mencegah
terjadinya
depresiasi
sumberdaya ikan. 5
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam analisis pengaruh pencemaran perairan terhadap kesejahteraan para nelayan akibat menurunnya hasil tangkapan.
99
DAFTAR PUSTAKA
Anna, S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi PerikananPencemaran. Desertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Aziz KA, Boer M, Widodo J, Naamin N, Amarullah MH, Hasyim B, Djamali A, dan Prioyono BE. 1998. Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. (Komnas Kajiskanlut) Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut - (PKSPL-IPB) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor – (FPIK-IPB) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Carlisle. F.R. 1982. Positive Incentives for Pollution Control in North Carolina : A Policy Analysis. Prepared for the "Pollution Prevention Pays" Symposium, sponsored by the N.C. Governor's Waste Management Board, Winston-Salem, N.C.,May 26-27, 1982. Charles, A. 2001. Sustainable Fishery System. New York: Blackwell Science. UK. Clarke RP, Yoshimoto SS, dan Pooley SG.1992. A Bioeconomic Analysis of the North-Western Hawaiian Island Lobster Fishery. Marine Resource Economic 7(2):65-82. Collins. A et al., 1998. Fishery-Pollution Interactions, Price Adjustment and Effort Transfer in Adjacent Fisheries: a Bioeconomic Model. Paper prepared for presentation at the First World Congress of Environmental and Resource Economists, Venice, Italy, June 24-27, 1998. Dahuri R. 2005. Akar Permasalahan Pencemaran Teluk Jakarta Dan Strategi Penanggulangannya. Prosiding Diskusi Panel ”Penanganan dan Pengelolaan Pencemaran Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu Jakarta 31 Maret 2005. (PPLH-IPB) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor – (PKSPL-IPB) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor – Bina Bahari Mandiri. Departemen Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satker Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Selat Madura TA. 2005 Elliott, M. et all, 2003. Effects of Pollution on Fish. Blackwell. USA Fauzi, A. 1998. The Management of Competing Multi Species Fisheries : A Case of A Small Pelagic Fishery on the North Coast of Central Java. Thesis. Departemen of economic, Simon Fraser University, Vancouver, Canada
100
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A dan Anna, S. 2002. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Perikanan. IPB. Bogor. Fauzi, A dan Anna, S. 2004. Analisis Deplesi dan Degradasi Sumber Daya Pesisir dan Laut. Paper disampaikan pada Temu Karya Nasional Pemetaan, Pontianak 13 Oktober 2004. Fauzi, A dan Anna, S. 2005. Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gordon, H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resource: The Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142. Hardin, G. 1968. The Tragedy of The Commons. Science 152:1243–1247. Hufschmidt,M.M., J. A. Dixon., Y. Hanayama., and I. Sano. 1986. Valuation of losses of Marine Product Resource Caused by Coastal Development of Tokyo Bay. In Dixon, J. A. and M.M. Hufschmidt (eds), Economic Valuation Techniques for the Environment: A Case Study Workbook. John Hopkins University Press. London. Kusumastanto T. 2005. Pendekatan Integrated Coastal Zone and River Basin Management (ICARM) untuk Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Prosiding Diskusi Panel ”Penanganan dan Pengelolaan Pencemaran Wilayah Pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu Jakarta 31 Maret 2005. (PPLH-IPB) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor – (PKSPLIPB) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor – Bina Bahari Mandiri. Jung-Hee Cho and John M. Gates. 2006. Environmental Factors and Natural Resource Stock : Atlantic Herring Case Department of Environmental and Natural Resource Economics University of Rhode Island Kingston, RI 02881 USA. Nasir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementerian Lingkungan Hidup 2002. Jakarta. Schnute J. 1977. Improved Estimates from the Schaefer Production model : Theoretical Considerations. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 34 : 583-603. Suseno. 2007. Menuju Perikanan Berkelanjutan. Pustaka Cidesindo. Jakarta.
101
Salahuddin M, M.Widjadjanegara, E. Usman, D. Arifin dan J. P. Hutagaol, 2005.Tinjauan Umum Dinamika Pesisir Jawa Timur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung. . Turner R.K. et all. 1999. ANALYSIS Managing Nutrient Fluxes And Pollution In The Baltic: An Interdisciplinary Simulation Study. Ecological Economics 30 (1999) 333–352. Wahyudin Y. 2005. Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan Di Perairan Teluk Palabuhanratu. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Walter C and Hillborn R. 1976. Adaptive Control of Fishing-systems. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 33 : 145-159. Yenny. 1990. Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung.
102
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
103
Lampiran 2. Data Produksi Ikan Kerapu dan Kakap Tahun 1991-2005 Produksi (Ton)
Share Trammel Net (Ton)
Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Total
Kerapu
Kakap
Kerapu
Kakap
277.00 492.90 569.20 292.90 264.10 1420.80 1651.10 2660.20 34.20 503.00 1850.20 120.30 348.40 405.00 828.40 11717.70
309.40 474.80 905.10 703.60 281.80 444.10 174.80 237.10 153.80 713.60 932.60 259.90 506.10 386.30 962.30 7445.30
3.26 15.50 0.10 11.70 4.50 14.90 620.40 961.80 0.00 16.30 136.50 26.50 26.50 31.00 0.00 1868.96
27.50 35.20 95.10 1.00 22.30 20.90 13.00 23.00 5.20 3.60 15.20 0.00 0.00 3.80 1.90 267.70
Total Produksi 30.76 50.70 95.20 12.70 26.80 35.80 633.40 984.80 5.20 19.90 151.70 26.50 26.50 34.80 1.90 2136.66
Share Jaring Insang Hanyut (Ton) Total Kerapu Kakap Produksi 23.50 42.40 65.90 75.10 72.30 147.40 0.40 385.90 386.30 4.90 79.40 84.30 119.30 87.10 206.40 0.00 127.80 127.80 4.80 60.00 64.80 7.80 109.80 117.60 54.40 104.00 158.40 42.50 162.60 205.10 33.20 94.50 127.70 62.80 223.90 286.70 59.10 121.50 180.60 25.20 111.30 136.50 128.20 23.60 151.80 641.20 1806.10 2447.30
Grand Total 96.66 198.10 481.50 97.00 233.20 163.60 698.20 1102.40 163.60 225.00 279.40 313.20 207.10 171.30 153.70 4583.96
104
Lampiran 3. Standarisasi Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut dan Trammel Net Jaring Trammel Net Tahun
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 TOTAL
Produksi 30.76 50.70 95.20 12.70 26.80 35.80 633.40 984.80 5.20 19.90 151.70 26.50 26.50 34.80 1.90 2136.66
Effort 371010 460708 503024 253598 359984 363262 326231 519414 486634 316178 358792 1693832 2204902 1344278 1764458 11326305
CPUE 0.000082909 0.000110048 0.000189255 0.000050079 0.000074448 0.000098551 0.001941572 0.001895983 0.000010686 0.000062939 0.000422808 0.000015645 0.000012019 0.000025888 0.000001077 0.004993906
Jaring Insang Hanyut Produksi 65.90 147.40 386.30 84.30 206.40 127.80 64.80 117.60 158.40 205.10 127.70 286.70 180.60 136.50 151.80 2447.3
Effort
CPUE
Indeks Trammel Net
Std Effort Trammel Net
Total Std Effort
2816100 2991026 1789490 1026312 954494 1336232 391731 967606 1138956 967606 751556 700896 1029888 852280 742914 18457087
0.000023401 0.000049281 0.000215872 0.000082139 0.000216240 0.000095642 0.000165420 0.000121537 0.000139075 0.000211966 0.000169914 0.000409048 0.000175359 0.000160159 0.000204331 0.002439382
3.542937 2.233083 0.876704 0.609691 0.344283 1.030420 11.737249 15.600037 0.076834 0.296930 2.488360 0.038247 0.068538 0.161637 0.005270 39.11021803
1314464.89 1028799.31 441002.97 154616.40 123936.24 374312.25 3829048.97 8102877.46 37389.97 93882.79 892803.80 64784.60 151118.67 217284.57 9298.66 16835621.53
4130564.89 4019825.31 2230492.97 1180928.40 1078430.24 1710544.25 4220779.90 9070483.46 1176345.97 1061488.79 1644359.80 765680.60 1181006.67 1069564.57 752212.66 35292708.47
Total Produksi 96.66 198.10 481.50 97.00 233.20 163.60 698.20 1102.40 163.60 225.00 279.40 313.20 207.10 171.30 153.70 4583.96
CPUE
0.00002340 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433 0.00243938
105
Lampiran 4. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) Year 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Catch 96.66 198.10 481.50 97.00 233.20 163.60 698.20 1102.40 163.60 225.00 279.40 313.20 207.10 171.30 153.70
Effort 4130564.89 4019825.31 2230492.97 1180928.40 1078430.24 1710544.25 4220779.90 9070483.46 1176345.97 1061488.79 1644359.80 765680.60 1181006.67 1069564.57 752212.66
CPUE(U) 0.00002340 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
Ln Ut+1 -9.917977051 -8.440826951 -9.407100487 -8.439120603 -9.254897729 -8.707024885 -9.015291223 -8.880499132 -8.459082594 -8.68021724 -7.801678423 -8.648675975 -8.739345776 -8.495771705
ln Ut -10.66272507 -9.917977051 -8.440826951 -9.407100487 -8.439120603 -9.254897729 -8.707024885 -9.015291223 -8.880499132 -8.459082594 -8.68021724 -7.801678423 -8.648675975 -8.739345776 -8.495771705
Et+Et+1 8150390.196 6250318.281 3411421.37 2259358.635 2788974.487 5931324.152 13291263.36 10246829.43 2237834.756 2705848.585 2410040.397 1946687.268 2250571.243 1821777.232
106
Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP (Tanpa Pencemaran) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.42642879 R Square 0.181841513 Adjusted R Square 0.033085424 Standard Error 0.501801092 Observations 14 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 11 13
Coefficients 7.487219027 0.119642219 -4.7253E-08
SS 0.615618249 2.769847693 3.385465942
MS 0.307809125 0.251804336
F 1.222413918
Significance F 0.331593431
Lower 95%
Standard Error
t Stat
P-value
1.841075257 0.213080146 4.18881E-08
-4.066764245 0.561489287 -1.128079122
0.001861646 0.585721545 0.283290306
-11.53939834 -0.349344019 -1.39448E-07
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
-3.435039711 0.588628457 4.4942E-08
-11.53939834 -0.349344019 -1.39448E-07
-3.435039711 0.588628457 4.4942E-08
107
Lampiran 6. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran BOD. Year 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Catch 96.66 198.1 481.5 97 233.2 163.6 698.2 1102.4 163.6 225 279.4 313.2 207.1 171.3 153.7
Ut+1/Ut 2.105911 4.380444 0.380498 2.632621 0.442295 1.72957 0.73472 1.144299 1.524119 0.801609 2.40738 0.4287 0.913319 1.275801
Ut+1 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
CPUE (U) 0.00002340 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
BOD 1981525.82 2869585.98 1589041.79 1754444.26 1916179.12 1410826.54 1281979.48 1475880.55 1195170.94 1179782.58 1413808.46 1400271.12 1610093.55 1592774.18 1848859.74
Effort 4130564.89 4019825.31 2230492.97 1180928.40 1078430.24 1710544.25 4220779.90 9070483.46 1176345.97 1061488.79 1644359.80 765680.60 1181006.67 1069564.57 752212.66
108
Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran BOD SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.816806203 R Square 0.667172374 Adjusted R Square 0.567324086 Standard Error 0.728302976 Observations 14 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2 X Variable 3
3 10 13
SS 10.63268276 5.304252245 15.93693501
MS 3.544227588 0.530425224
F 6.681860938
Significance F 0.009393583
Coefficients 0.641654784 -6136.273127 1.23433E-06 -6.80622E-08
Standard Error 1.153506623 2573.975753 5.21223E-07 9.67939E-08
t Stat 0.556264499 -2.383966951 2.368136853 -0.703166655
P-value 0.59025935 0.03835174 0.039402334 0.497995528
Lower 95% -1.928518128 -11871.44848 7.29702E-08 -2.83732E-07
Upper 95% 3.211827695 -401.0977722 2.39569E-06 1.47608E-07
Lower 95.0% -1.928518128 -11871.44848 7.29702E-08 -2.83732E-07
Upper 95.0% 3.211827695 -401.0977722 2.39569E-06 1.47608E-07
109
Lampiran 8. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran COD. Year 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Catch 96.66 198.1 481.5 97 233.2 163.6 698.2 1102.4 163.6 225 279.4 313.2 207.1 171.3 153.7
Ut+1/Ut 2.105911 4.380444 0.380498 2.632621 0.442295 1.72957 0.73472 1.144299 1.524119 0.801609 2.40738 0.4287 0.913319 1.275801
Ut+1 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
CPUE (U) 0.00002340 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
COD 2055133.43 3920889.87 2077595.14 2200146.77 2641244.87 2321072.73 2227140.10 2497789.22 2149876.65 2108502.67 2510767.57 2497216.84 2262382.93 2109136.89 2535325.53
Effort 4130564.886 4019825.309 2230492.972 1180928.399 1078430.236 1710544.25 4220779.90 9070483.456 1176345.97 1061488.786 1644359.8 765680.5971 1181006.671 1069564.571 752212.6601
110
Lampiran 9. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran COD SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.902889336 R Square 0.815209153 Adjusted R Square 0.759771898 Standard Error 0.542678517 Observations 14 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2 X Variable 3
3 10 13
SS 12.99193528 2.944999726 15.93693501
Coefficients -0.244215976 -8045.086177 1.38643E-06 -1.23138E-07
Standard Error 0.87450149 1750.087016 3.25775E-07 7.33596E-08
MS 4.330645094 0.294499973
F 14.70507809
Significance F 0.000536454
t Stat -0.279263076 -4.596963523 4.255792397 -1.678554395
P-value 0.785733482 0.000984688 0.001674118 0.124165053
Lower 95% -2.192726714 -11944.52304 6.60558E-07 -2.86594E-07
Upper 95% 1.704294761 -4145.649318 2.1123E-06 4.03173E-08
Lower 95.0% -2.192726714 -11944.52304 6.60558E-07 -2.86594E-07
Upper 95.0% 1.704294761 -4145.649318 2.1123E-06 4.03173E-08
111
Lampiran 10. Bahan Analisis Regresi Dengan Model Estimasi CYP dengan Pencemaran TSS. Year 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Catch 96.66 198.1 481.5 97 233.2 163.6 698.2 1102.4 163.6 225 279.4 313.2 207.1 171.3 153.7
Ut+1/Ut 2.105911 4.380444 0.380498 2.632621 0.442295 1.72957 0.73472 1.144299 1.524119 0.801609 2.40738 0.4287 0.913319 1.275801
Ut+1 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
CPUE (U) 0.00002340 0.00004928 0.00021587 0.00008214 0.00021624 0.00009564 0.00016542 0.00012154 0.00013907 0.00021197 0.00016991 0.00040905 0.00017536 0.00016016 0.00020433
TSS 1714588.02 2431442.82 1126043.19 1108417.07 1210588.02 1304307.68 1739069.81 1510489.26 1552594.82 1419728.00 1817304.84 1135905.20 1214963.94 1494748.99 1523012.06
Effort 4130564.89 4019825.31 2230492.97 1180928.40 1078430.24 1710544.25 4220779.90 9070483.46 1176345.97 1061488.79 1644359.80 765680.60 1181006.67 1069564.57 752212.66
112
Lampiran 11. Hasil Analisis Regresi untuk Sumberdaya Ikan Demersal dengan Model Estimasi CYP Dengan Pencemaran TSS. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.845152623 R Square 0.714282956 Adjusted R Square 0.628567842 Standard Error 0.674792855 Observations 14 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2 X Variable 3
3 10 13
SS 11.38348104 4.553453967 15.93693501
Coefficients 0.130361392 -5853.513316 1.76615E-06 -1.3149E-07
Standard Error 1.138635318 2382.032228 6.17458E-07 9.25547E-08
MS 3.79449368 0.455345397
F 8.333220688
Significance F 0.004497554
t Stat 0.114489152 -2.457361091 2.860352436 -1.420673347
P-value 0.911116185 0.033828916 0.016946659 0.185833321
Lower 95% -2.406676186 -11161.01185 3.90365E-07 -3.37715E-07
Upper 95% 2.667398971 -546.0147847 3.14193E-06 7.47347E-08
Lower 95.0% -2.406676186 -11161.01185 3.90365E-07 -3.37715E-07
Upper 95.0% 2.667398971 -546.0147847 3.14193E-06 7.47347E-08
113
Lampiran 12. Standarisasi Biaya Tangkapan Tahun
cost/yr/vess
Total Catch 1552.2 1649.98 6439.3 9015.6 5420.3 5622.9 9491 9810.5 5687 8639.2 9660.8 7623.1 9638.6 6570.2 6295.4 adjusted factor of fleet
Share 0.062272903 0.120062061 0.074775208 0.010759129 0.043023449 0.029095307 0.073564429 0.1123694 0.028767364 0.026044078 0.028921 0.041085648 0.021486523 0.026072266 0.024414652 0.017686873 total cost
total effort
trammel net
87700000
4511
395,614,700,000
370365.36
Jaring I. Hanyut
48900000
2860
139,854,000,000
68300000
3685.5
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Cost
Demersal 96.66 198.1 481.5 97 233.2 163.6 698.2 1102.4 163.6 225 279.4 313.2 207.1 171.3 153.7
251,719,650,000 370365.36 total cost of standardized effort adjusted cost 0.01768687 adjusted cost
cost/effort
679652.2463
12020.92299 0.012020923
114
Lampiran 13. Bahan Perhitungan Discount Rate Model Kula (1984) Jumlah Penduduk
Konsumsi/Kapita/Tahun (Rp/Kapita/Tahun)
t
18.09
28,115,864.70
1
0
17.15184
35,318,692
18.26
28,465,856.00
2
0.693147
17.16422
56,856,520.71
34,783,640
17.81
29,111,807.56
3
1.098612
17.18665
2001
58,750,180.22
35,633,392
17.44
28,754,016.54
4
1.386294
17.17429
2002
60,754,056.19
35,930,459
17.22
29,116,935.23
5
1.609438
17.18683
2003
63,252,166.46
36,206,060
16.84
29,419,563.55
6
1.791759
17.19717
Tahun
PDRB
1998
54,398,896.74
35,000,739
1999
55,058,970.46
2000
Porsi Konsumsi (% PDRB)
LN T
LN C
115
Lampiran 14. Analisis Discount Rate Model Kula (1984) SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.920587663 R Square 0.847481646 Adjusted R Square 0.809352057 Standard Error 0.007306553 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
SS 0.00118657 0.000213543 0.001400113
Coefficients 17.1513418 0.023247792
Standard Error 0.006175394 0.004931143
MS 0.00118657 5.33857E-05
F 22.22635174
Significance F 0.009209079
t Stat 2777.368153 4.714483189
P-value 1.00836E-13 0.009209079
Lower 95% 17.13419615 0.009556744
Upper 95% 17.16848744 0.036938841
Lower 95.0% 17.13419615 0.009556744
Upper 95.0% 17.16848744 0.036938841
116
Lampiran 15. Analisis Bioeconomic dengan Softwere Maple 9.5 > restart; > r:=1.931738369;K:=5296.028092;q:=4.11502E08;p:=27.43221292;c:=0.002689174; r := 1.931738369
K := 5296.028092 -8
q := 4.11502 10
p := 27.43221292
c := 0.002689174 > f(x):=r*x*(1-x/K); f(x) := 1.931738369 x (1 - 0.0001888207507 x) > plot(f(x),x=0..5500,growth=0..3000);
> h:=q*x*E;
h := 4.11502 10-8 x E > g:=solve(f(x)=h,x); g := 0., 5296.028092 - 0.0001128168383 E > y:=q*E*(K*(1-q/r*E));
117
y := 0.0002179326152 E (1 - 2.130216010 10-8 E) Perhitungan tingkat maximum sustainable yeild mengikuti solusi clark (1985) yaitu: > MSY:=r*K/4;EMSY:=r/2/q;xMSY:=MSY/q/EMSY; MSY := 2557.635168
EMSY := 2.347179806 10
7
xMSY := 2648.014047 > plot({y,MSY},E=0..50000000,yield=0..3000);
Berikut ini hasil perhitungan bioeconomic pada kondisi open access (OA) dan pada kondisi sole owner (SO): > TC:=c*E; TC := 0.002689174 E > TR:=p*y;
TR := 0.005978373902 E (1 - 2.130216010 10-8 E) > plot ({TR},E=0..50000000,Revenue=0..80000);
118
> plot({TR,TC},E=0..50000000,Revenue=0..80000);
119
> xOA:=c/p/q;
xOA := 2382.243279 > EOA:=solve(TR-TC=0,E);
EOA := 0., 2.582757021 107 > hOA:=q*xOA*EOA;
hOA := 0., 2531.871216 > MR:=diff(TR,E);
MR := 0.005978373902 - 2.547045560 10
-10
E
> MC:=diff(TC,E);
MC := 0.002689174 > ESO:=solve(MR-MC=0,E);
ESO := 1.291378511 10
7
> TRSO:=p*q*ESO*(K*(1-q/r*ESO)); TRSO := 55965.42552 > TCSO:=c*ESO;
TCSO := 34727.41516 > RentSO:=TRSO-TCSO;
RentSO := 21238.01036
120
> hSO:=q*ESO*(K*(1-q/r*ESO)); hSO := 2040.135285 > xSO:=hSO/q/ESO;
xSO := 3839.135686
121
Lampiran 16. Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 12,81% > restart; > r:=1.572569819;k:=1199.56929;q:=1.68815E07;p:=26.43221292;c:=0.001199569;i:=0.1281; r := 1.572569819
k := 1199.56929 q := 1.68815 10
-7
p := 26.43221292 c := 0.001199569 i := 0.1281 > f(x):=r*ln(k/x)-r+(c*r*ln(k/x)/(x*(p*q*x-c)))=i;
1199.56929 ö 0.001886406005 lnæ ç ÷ x æ1199.56929 ö è ø f(x) := 1.572569819 lnç - 1.572569819 + = 0.1281 ÷ x x (0.000004462154024 x - 0.001199569) è ø > solve(f(x),x);
408.8360980 > g(x):=ln(k/x)-1-(i/r)+(c*r)/(p*q*x)+(c*i)/(p*q*r*x)=0; 1199.56929 ö 444.6555884 =0 g(x) := lnæ ÷ - 1.081459022 + ç x x ø è > a:=fsolve(g(x),x);
a := 741.1543360 > optx:=a;
optx := 741.1543360 > h:=r*optx*ln(k/optx);
h := 561.2068521 > E:=h/(q*optx);
E := 4.485421683 106 > go(y):=q*k*y*exp((-q/r)*y);
go(y) := 0.0002025052897 y e
(-1.073497647 10-7 y)
> plot(go(y),y=0...80000000);
122
> Lo(y):=q*k*y-(q^2*k/r)*y^2;
Lo(y) := 0.0002025052897 y - 2.173889519 10
-11 2
y
> plot (Lo(y),y=0...9999999);
123
Lampiran 17. Analisis Biomass Optimal dengan Discount Rate 10,58% > restart; > r:=1.572569819;k:=1199.56929;q:=1.68815E07;p:=26.43221292;c:=0.001199569;i:=0.1058; r := 1.572569819
k := 1199.56929 q := 1.68815 10-7 p := 26.43221292 c := 0.001199569
i := 0.1058 > f(x):=r*ln(k/x)-r+(c*r*ln(k/x)/(x*(p*q*x-c)))=i;
1199.56929 ö 0.001886406005 lnæ ÷ ç x ø è æ1199.56929 ö = 0.1058 f(x) := 1.572569819 lnç ÷ - 1.572569819 + x x (0.000004462154024 x - 0.001199569) è ø > solve(f(x),x);
414.5396224 > g(x):=ln(k/x)-1-(i/r)+(c*r)/(p*q*x)+(c*i)/(p*q*r*x)=0; 1199.56929 ö 440.8433890 g(x) := lnæ =0 ç ÷ - 1.067278412 + x x è ø > a:=fsolve(g(x),x);
a := 745.3704923 > optx:=a;
optx := 745.3704923 > h:=r*optx*ln(k/optx);
h := 557.7503299 > E:=h/(q*optx);
E := 4.432580247 10
6
> go(y):=q*k*y*exp((-q/r)*y);
go(y) := 0.0002025052897 y e
(-1.073497647 10-7 y)
> plot(go(y),y=0...80000000);
124
> Lo(y):=q*k*y-(q^2*k/r)*y^2;
Lo(y) := 0.0002025052897 y - 2.173889519 10
-11 2
y
> plot (Lo(y),y=0...9999999);
125