Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Penyakit Bulai di Pulau Madura Jawa Timur Burhanuddin dan J. Tandiabang
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 247 Maros, Sulawesi Selatan
Abstrak Pulau Madura, termasuk salah satu daerah penghasil jagung di propinsi Jawa Timur. Jagung merupakan makanan pokok masyarakat di daerah ini, selain itu juga digunakan sebagai bahan pakan ternak serta bahan industri. Produksi jagung di Pulau Madura rata-rata 150.244 ton pipilan kering per tahun dengan rata-rata luas panen 72,414 ha/tahun. Namun, produktivitasnya masih sangat rendah 1,78 t/ha, lebih rendah dari rata-rata produsi jagung Jawa Timur (3,70 t/ha) dan rata-rata produksi jagung nasional (3,37 t/ha). Kendala utama di daerah ini adalah gangguan hama dan penyakit. Salah satu penyakit utama pada tanaman jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh cendawan Pheronosclerospora spp. Sampai saat ini informasi tentang penyakit bulai di Pulau Madura masih sangat terbatas, meskipun dilaporkan bahwa secara umum Jawa Timur termasuk daerah endemis penyakit bulai. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sebaran penyakit bulai di Pulau Madura, Jawa Timur. Survei dilaksanakan di Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit bulai telah tersebar luas di semua kabupaten dan umumnya petani masih menggunakan varietas local, sehingga pengendalian sejak dini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya outbreak penyakit bulai di daerah tersebut. Kata kunci : jagung, Pheronoscelpspora maydis, sebaran
tahun dengan produktivitasnya masih sangat rendah yaitu 1,78 t/ha, lebih rendah dari ratarata produsi jagung Jawa Timur (3,70 t/ha) maupun rata-rata produksi jagung nasional (3,37 t/ha) selama 10 tahun periode tahun 2000-2009. Peluang peningkatan produksi jagung di daerah ini masih terbuka dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian, dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) produksi dan produktivitas jagung dapat ditingkatkan. Kendala utama budi daya jagung adalah gangguan hama dan penyakit, salah satu penyakit utama pada tanaman jagung yaitu penyakit bulai yang disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. Tanaman jagung yang terinfeksi cendawan Peronosclerospora spp menimbulkan gejala sistemik (Semangun, 1993), gejala sistemik pada tanaman jagung yang terinfeksi apabila infeksinya mencapai titik tumbuh tanaman maka gejala
Pendahuluan Pulau Madura, termasuk salah satu daerah penghasil utama jagung di Jawa Timur. Jagung tidak hanya sebagai makanan pokok masyarakat di daerah ini, tetapi juga dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak serta bahan baku industri. Di Indonesia, jagung termasuk bahan pangan pokok kedua setelah beras, selain sebagai sumber karbohidrat juga merupakan sumber protein Menurut Widodo et al. (2006), jagung kaya akan komponen pangan fungsional termasuk serat, asam lemak esensial, isoflavon, mineral (Fe, Ca, Mg, Na, K), antosianin, -karoten (pro vitamin A), dan asam amino esensial. Pulau Madura memberikan kontribusi rata-rata produksi jagung 150.244 ton pipilan kering per tahun atau sekitar 3,58% terhadap total produksi di Jawa Timur (Tabel 1). Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa rata-rata luas panen jagung di Pulau Madura 72,414 ha/ 358
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Rata-rata luas tanam, produksi dan produktivitas jagung di pulau Madura periode tahun 2000-2009 Kabuapten,
Luas Panen
Produksi
Produktivitas
Propinsi dan Nasional
(ha)
(t)
(t/ha)
Sumenep
116,941
266,805
2.10
Sampang
70,725
132,019
1.55
Bangkalan
68,039
129,114
1.62
Pemekasan
33,950
73,037
1.83
Rata-rata
72,414
150,244
1.78
Jawa Timur
1,165,043
4,200,685
3.70
Nasional
3,468,322
11,606,577
3.37
Sumber : Deptan (www. deptan.go.id), diolah
dapat terjadi pada seluruh daun. Gejala awal mempelihatkan gejala bercak klorotis yang kecil-kecil, kemudian bercak tersebut berkembang membentuk garis sejajar dengan tulang daun, kemudian cendawan berkembang kebagian pangkal daun. Daun-daun yang terbentuk setelah itu, memperlihatkan gejala klorotis atau garis-garis merata di permukaan daun. Gejala ini sangat jelas kelihatan pada pagi hari sebelum matahari bersinar terutama pada sisi bagian bawah daun yaitu adanya lapisan seperti tepung berwarna putih yang merupakan kumpulan konidiofor dan konidium jamur. Daun-daun menjadi kaku agak menutup dan lebih tegak dari daun normal, akar tanaman kurang terbentuk sehingga tanaman mudah rebah dan biasanya tidak membentuk tongkol terutama pada tanaman yang terinfeksi pada umur masih sangat muda. Tanaman yang terinfeksi pada umur yang lebih tua biasanya tangkai tongkol lebih panjang daripada tongkol normal.
Sampai saat ini informasi tentang penyakit bulai di Pulau Madura masih sangat terbatas, meskipun sudah dilaporkan secara umum Jawa Timur termasuk daerah endemis penyakit bulai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui sebaran penyakit bulai dan berbagai alternatif cara pengendalian terhadap penyakit bulai.
Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan melalui survei langsung di Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep Propinsi Jawa Timur pada tanggal 29 September 2010. Data yang dikumpulkan di lapangan meliputi jenis varietas yang ditanam petani, umur tanaman dan gejala serangan penyakit bulai secara visual.
359
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
secara umum cendawan penyebab penyakit bulai di Jawa Timur adalah Peronoslerospora maydis, Kecuali di Batu Malang adalah Peronoslerospora sorghi (Wakman (2004a). Pengelolaan penyakit bulai pada tanaman jagung idealnya dilakukan secara terpadu. Di Indonesia, pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung terpadu telah lama dirintis seperti mencari varietas tahan terhadap penyakit bulai, cara bercocok tanam, dan perlakuan benih dengan fungisida sistemik (Tantera, 1975). Untuk mengendalikan penyakit bulai (P. maydis) pada tanaman jagung Semangun (1993) menganjurkan empat langkah yang perlu dilakukan yaitu : 1) menanam jenis-jenis jagung yang tahan terhadap penyakit bulai; 2) penanaman jagung yang dilakukan pada musim hujan di lahan tegalan dilakukan agak lebih awal secara serentak untuk suatu areal/hamparan yang luas. Penanaman jagung setelah jagung atau penanaman yang terlambat dari pertanaman jagung lainnya akan mendapat serangan bulai yang tinggi (Triharso, et al., 1976). 3), sehingga diperlukan tindakan pencabutan tanaman jagung yang menunjukkan gejala serangan penyakit bulai, agar tidak menjadi sumber infeksi bagi tana-
Hasil dan Pembahasan Hasil pengamatan serangan penyakit bulai di Pulau Madura disajikan pada Tabel2. Gejala penyakit bulai ditemukan pada pertanaman jagung di petani yang menanam varietas lokal dengan variasi umur antara 4 – 6 minggu setelah tanam (MST). Gejala ini ditemukan pada lima kabupaten yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pemakasan dan Kabupaten Sumenep. Data ini menunjukkan bahwa penyakit bulai telah tersebar luas di Pulau Madura sehingga perlu penanganan secara dini untuk menghindari kemungkinan terjadinya ledakan penyakit bulai (outbreak) di daerah tersebut. Walaupun gejala serangan penyakit bulai yang ditemukan sifatnya masih spot-spot tetapi tanaman yang sudah terinfeksi tersebut akan menjadi sumber inokulum yang dapat menyebar dengan cepat ke pertanaman jagung lainnya bila dibiarkan tanpa pengendalian lebih dini. Pada penelitian ini belum diidentifikasi spesies cendawan penyebab penyakit bulai (Peronoslerospora) sehingga disarankan untuk kegiatan selanjutnya dapat dilakukan identifikasi cendawannya. Namun Wakman (2000) dan Burhanuddin (2010) melaporkan bahwa
Tabel 2. Sebaran penyakit bulai di Pulau Madura Jawa Timur Kabupaten
Kecamatan
Desa
1. Bangkalan
Blega
Tobungan
Lokal
Umur tanaman (mst) 3
2. Sampang
Camplong
Banyuanyar
Lokal
4
+
Camplong
Taddan
Lokal
4
+
3. Pamekasan
Galis
Tobungan
Lokal
6
+
4. Sumenep
Pragaan
Sendang
Lokal
6
+
Keterangan : + = gejalah serangan penyakit bulai
360
Varietas
Gejala serangan bulai +
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
man yang ada di sekitarnya, terutama bagi tanaman yang masih muda dan benih dengan fungisida metalaksil sesuai dosis anjuran. Paket teknologi pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung telah tersedia dan direkomendasikan untuk penerapannya seperti penggunaan varietas jagung tahan penyakit bulai (Wakman et al, 1999; Wakman, 2000; Wakman dan Kontong, 2000). Varietas jagung tahan bulai antara lain Pioneer-4, Pioneer-12, Bisi-4, Bisi-816, BMD, BIMA-2, BIMA-3 Bantimurung, BIMA-4, Motor GTO, Bisma, CPI-21, Semar-7, dan Lagaligo (Wakman dan Kontong, 2000; Wakman et al., 2008; Burhanuddin, 2010b). Varietas-varietas tersebut telah teruji dapat menekan serangan penyakit bulai walaupun pada kondisi kepadatan sumber inokulum yang tinggi di lapangan. Pada umumnya petani di Pulau Madura menanam varietas jagung lokal, alasannya rasa nasinya enak dan sudah terbiasa mengkonsumsi jagung lokal secara turun temurun. Eradikasi atau menghilangkan tanaman jagung yang terinfeksi bulai bertujuan untuk menghilangkan sumber inokulum penyakit sehingga penyebaran penyakit dapat ditekan. Apabila ditemukan tanaman yang memperlihatkan gejala penyakit bulai di antara pertanaman jagung maka segera dicabut kemudian dibakar atau dibenamkan ke dalam tanah. Jangan hanya dibuang saja disekitar pertanaman karena akan menjadi sumber inokulum penyakit ke pertanaman yang masih ada (Khaeruni, 2009). Cara pengendalian seperti ini sangat tepat diterapkan saat ini di Pulau Madura karena gejala serangan penyakit bulai sifatnya masih spot-spot sehingga mudah dilakukan. Jika serangan bulai sudah meluas dengan tingkat serangan berat, maka diperlu-
kan periode bebas jagung satu musim tanam untuk menghilangkan sumber inokulum di lapangan. Penomena dasar menghindari serangan penyakit terhadap tanaman adalah mengadakan periode bebas tanaman jagung pada waktu tertentu (Tantera, 1975). Metode pelaksanannya yaitu penanaman jagung di-mulai pada minggu I – II bulan Oktober dan dipanen pada bulan Januari tahun berikutnya. Periode bebas jagung pertama pada bulan berikutnya yaitu Pebruari samapai Maret. Kemudian penanaman jagung berikutnya dapat dilakukan pada bulan April dan dipanen pada bulan Juli sehingga periode bebas tanaman jagung kedua terjadi pada bulan Agustus sampai September, bertepatan dengan musim kemarau (MK). Fungisida Ridomil 35 SD yang berbahan aktif metalaksil pada tahun 80-an masih efektif mengendalikan penyakit bulai (Wakman dan Kontong, 1986). Di Indonesia hingga saat ini penggunaan fungisida metalaksil telah berjalan lebih dari 20 tahun, sejak tahun 1980-an (Jasis et al., 1981). Aplikasi pestisida secara terus menerus dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya resistensi pada organisme penggagu tanaman (OPT). Kasus seperti ini telah terjadi di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan Barat (Wakman, 2008) dan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur (Burhanuddin, 2010a).
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa penyakit bulai telah tersebar luas pada tanaman jagung di semua kabupaten yang di Pulau Madura yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep jawa Timur. Tindakan pengendalian sejak dini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya 361
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
outbreak, ledakan penyakit bulai di daerah ini dapat dilakukan seperti menanam varietas uggul jagung tahan bulai serta mencabut dan membakar tanaman yang terinfeksi penyakit bulai. Untuk program jangka menegah perlu dilakukan uji daya hasil dari varietas/galur jagung yang tahan bulai di Pulau Madura, untuk dapat diketahui oleh petani penanam jagung, agar dapat memilih sendiri varietas yang akan ditanam.
Press. Yogyakarta. 449 p. Sudjono, M.S. 1988. Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. Jagung. Puslitbangtan Bogor. Tantera, D. M. 1975. Cultural practices to decrease loses to corn downy mildew. Proc. Symposium on Downy Mildew of Maize. Trop. Agric, Jepan: 165-175. Triharso, T. Martorejo, and L. Kusdiarti. 1979. Recent problems and studies on downy mildew of mayze in Indonesia. The Kasetsar Journal. Vol. 10, No.2:101 -105. Thailand.
Daftar Pustaka Burhanuddin, 2010. Poses sporulasi Peronosclerospora philippinensis pada tanaman jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan UPTD Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Prop. Sulawesi Selatan, Maros, 30 Nopember 2010. Hal.365369.
Wakman, W. dan M. Said K. 1986. Penggunaan fungisida ridomil untuk pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Agrikam 1(2):41-44. Wakman, W., M. S. Kontong, dan S. Rahamma. 1999. Perbedaan ketahanan terhadap penyakit bulai dan kehilangan hasil 12 varietas/galur jagung. Prosididng. Seminar Nasional Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian: 57-62.
Burhanuddin, 2010a. Fungisida metalaksil tidak efektif menekan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) di Kalimantan Barat. 7 hlm. (Belum dipublikasikan).
Wakman, W. 2000. Sebaran dua spesies cendawan Peronosclerospora berbeda morfologi konidianya di Indonesia. 9 hal. (Belum dipublikasikan).
Burhanuddin, 2010b. Penampilan beberapa varietas/galur jagung terhadap penyakit bulai. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan UPTD Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Prop. Sulawesi Selatan, Maros, 30 Nopember 2010. Hal.375-379.
Wakman, W. 2004. Penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung, tanaman inang lain, daerah sebaran dan pengendaliannya. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat, 23 Juli 2004. Wakman, W., A.H. Talanca, dan Surtikanti,. 2008. Penyakit bulai jagung di Kabupaten Bengkayang Prop. Kalbar. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel Makassar, 24 Nopember 2007. Hal. 174-178.
Jasis, S. Alimoeso, dan A.W. Hamid. 1981. Beberapa hasil pengujian pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung tahun 1979-1981. Khaeruni, A. 2009. Penyakit bulai sang penyebar teror hingga radius belasan kilometer. Majalah Pertanian ABDI TANI, Wahana Informasi Pertanian. Vol. 10 No. 3 Edisi XXXVI, Juli-September 2009. Hal. 12-14.
Widowati, S., B. A. Susilo Santosa dan Suarni. 2006. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung. Prosiding dan Lokakarya Nasional 2005. Puslibangtan. Makassar, 29-30 September 2005. Hal. 343-350.
Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan. Gadjah Mada University 362