Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
CENDAWAN Peronosclerospora sp. PENYEBAB PENYAKIT BULAI DI JAWA TIMUR Surtikanti Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Penyakit bulai pada tanaman jagung disebabkan oleh terjadinya infeksi cendawan Peronosclerospora sp., Cendawan ini dapat menginfeksi apabila ada cairan gutasi pada tanaman. Oleh karena itu mulai terjadinya infeksi pada tanaman jagung umur muda, dan akan terlihat gejala serangan setelah 1-2 minggu. Di Kediri pada tahun 2008, ada 6 kecamatan yang tanaman jagungnya terserang bulai dan pada tahun 2009 telah terjadi penurunan serangan bulai disebabkan karena para petani telah melakukan pengendalian sesuai petunjuk. Tahun 2011 telah terjadi resistensi penyakit bulai terhadap metalaksil walaupun telah digunakan 7,5 g/kg benih jagung. Di Blitar pada tahun 2008 ada enam kecamatan pertanaman jagung yang terserang bulai, dan pada tahun 2009 terjadi penambahan daerah yang terserang bulai. Di Probolinggo (KP Muneng) diduga telah terjadi resistensi terhadap pemakaian metalaksil dan bila dipupuk lebih tinggi serangan bulai juga tinggi. Kata kunci: jagung, penyakit bulai, Peronosclerospora sp., metalaksil
PENDAHULUAN Kebutuhan akan jagung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan industri pakan. Namun produksi jagung nasional belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga
volume impor
jagung cenderung
meningkat dari tahun ke tahun (Pusat Data Pertanian 2001) Untuk hal tersebut diperlukan produktivitas jagung yang cukup tinggi. Hambatan untuk mencapai hal itu, disebabkan karena berbagai faktor diantaranya serangan hama dan penyakit. Penyakit yang paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan adanya cendawan Peronosclerospora sp. Patogen tersebut sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 100% atau puso. Ada beberapa faktor yang mendorong percepatan perkembangan penyakit bulai diantaranya suhu udara yang relatif tinggi disertai kelembaban tinggi, dan cendawan kian subur apabila pengairan di areal tanam juga banyak. Penyakit bulai masih mendominasi penyebab kegagalan panen pada pertanaman jagung. Akhir-akhir ini banyak dilaporkan terjadinya ledakan penyakit bulai pada tanaman jagung seperti yang terjadi di Kediri (Jawa Timur), Belitar (Jawa Timur), Simalungun (Sumatera Utara), dan Bengkayang (Kalimantan Barat). Penyakit bulai 57
Surtikanti: Cendawan Peronosclerospora sp. ….
yang sudah mewabah akan menyebabkan kehilangan hasil minimal 30% bahkan tanaman tidak akan menghasilkan sama sekali (Anonim) http://balitsereal.litbang. deptan.go.id (Diakses Januari 2011). Pada fase vegetatif (0 – 14 hari setelah tanam) adalah masa riskan pada tanaman jagung diserang bulai. Di Indonesia ada 2 jenis cendawan yang dapat menyebabkan penyakit bulai yaitu P. maydis (Rac.) Shaw di Jawa dan P. philippinensis (Westo) Shaw di Minahasa (Semangun 2004). Namun pada tahun 2003 telah ditemukan P. sorghi di Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara (Wakman dan Hasanuddin 2003).
GEJALA BULAI PADA TANAMAN JAGUNG 1.
Ada bercak berwarna klorotik memanjang searah tulang daun dengan batas yang jelas
2.
Adanya tepung berwarna putih pada bercak tersebut (terlihat jelas pada pagi hari)
3.
Daun yang kena bercak menjadi sempit dan kaku
4.
Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat bahkan tidak dapat bertongkol
5.
Tanaman muda yang terserang biasanya akan mati
6.
Kadang-kadang terbentuk anakan yang banyak, daun menggulung dan terpulir (Maspary 2010)
TEKNOLOGI MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI 1. Tidak menanam jagung di daerah dingin dan lembab 2. Gunakan varietas tahan 3. Tanam serempak 4. Pergiliran tanaman beda famili 5. Mencabut, membakar tanaman yang terserang bulai 6. Menggunakan fungisida (Maspary 2010) Di Kediri Di Kediri pada tahun 2008 ada 8,97 ha tanaman jagung mengalami puso diserang bulai, pada lima kecamatan yaitu Gampang rejo, Kandangan, Kayen Kidul, Papar dan Pagu (Tabel 1) (Warsono 2008). Di lima titik tersebut penyakit bulai menyerang secara serentak dan rata-rata umur tanaman 15 hari.
58
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Tabel 1. Luas pertanaman jagung yang terserang bulai pada lima kecamatan di Kabupaten Kediri, MT. 2008 6 Kecamatan di Kediri Pagu Gampang rejo Kandangan Kayen Kidul Papar
Luasan Pertanaman jagung (ha) 16 66 274 75 305
Luasan pertanaman yang terserang bulai (ha) 1,35 0,28 0,28 0,71 6,35
Sumber: Warsono, 2008
Hasil pengamatan Soenartiningsih dan Talanca (2008), setiap varietas bervariasi intensitas serangannya. Pada NK 22 intensitas serangan bisa mencapai 3090% tergantung umur tanaman dan pada bulan apa dilakukan penanaman, kalau penanaman jagung setelah panen padi maka serangannya terlihat lebih rendah, galur Pioneer x 5A205 umur 21 hari setelah tanam (HST) tingkat serangannya antara 1050%, Pioneer x 4B147 tingkat serangannya 0-20% dan Pioneer x 5B210 tingkat serangannya 20-50%, sedangkan Pioneer 12 pada 21 HST belum terserang. Pada tahun 2009 terjadi penurunan intensitas serangan bulai. Menurut Soenartiningsih dan Talanca (2010) bahwa penurunan produksi jagung di kabupaten Kediri karena serangan penyakit bulai yang disebabkan Peronoclerospora maydis dan terjadi penurunan intensitas serangan yaitu 5–30% (Tabel 2). Hal ini diduga karena beberapa daerah di Kediri telah menerapkan cara penekanan penyakit bulai: 1) menanam varietas jagung yang tahan bulai misalnya menanam jagung bersari bebas yaitu Lagaligo, Sukmaraga dan varietas hibrida P12, P10, P9, dan P5 (Balitsereal), 2) menghilangkan sumber inokulum dengan mengubah waktu tanam sehingga terdapat periode bebas pertanaman jagung antara musim tanam I dan musim tanam II minimal selang 2 minggu (Balitsereal), 3) menanam jagung secara serempak dalam areal yang luas, 4) dilakukan pencabutan (eradikasi) pada tanaman jagung yang terserang penyakit bulai kemudian dilakukan pemusnahan.
59
Surtikanti: Cendawan Peronosclerospora sp. ….
Tabel 2. Luas pertanaman jagung yang terserang penyakit bulai dengan intensitas serangan yang bervariasi pada beberapa desa di Kabupaten Kediri, MT. 2009. No
Desa
1 Bogo kidul 2 Ngino 3 Kayen Lor 4 Wonokerto 5 Banjarjo 6 Mejono 7 Mojokerep 8 Mojoayu 9 Sukoharjo 10 Ringinpitu 11 Puhjarak 12 Sidowarek 13 Payaman 14 Tegowangi 15 Langenharjo 16 Plemahan 17 Sebet Jumlah
Luas tanaman yang terserang penyakit bulai (ha) 0,5 – 0,1 0,1 – – – 0,3 – 0,2 – – 0,1 – – 0,7 0,5 2,5
Intensitas serangan (%) 0–20 – 10 – 20 0–5 – – – 10 – 30 0–5 5 – 10 – – 0 – 10 – – 10 –30 10 – 20
Sumber : Soenartiningsih dan Talanca (2010)
Hasil pengamatan Burhanuddin tahun 2009 di Kediri menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit bulai di Kecamatan Kayen Kidul sekitar 25% pada varietas DK 979 umur 35 HST. Di desa Cangkring Kecamatan Pare intensitas serangan penyakit bulai sebesar 50% pada varietas Bisi-2 umur 21 HST. Selanjutnya di desa Langenharjo Kecamatan Plemahan 1 intensitas serangan penyakit bulai mencapai 95% pada varietas Bisi-816 umur 30 HST dan 33% pada varietas NK-22 umur 40 HST di Plemahan 3. Sedangkan intensitas serangan penyakit bulai hanya 15% pada varietas PAC 988 di lokasi yang sama (Plemahan 2). Tingkat serangan penyakit bulai pada lima lokasi di kabupaten Kediri menunjukkan angka yang dapat meresahkan petani di daerah tersebut, karena tanaman-tanaman yang terserang penyakit bulai akan menjadi sumber inokulum untuk pertanaman selanjutnya. Salah satu penyebab timbulnya penyakit bulai di daerah tersebut adalah pola tanam petani yang tidak teratur. Petani menanam jagung setiap saat pada suatu hamparan sehingga dalam satu hamparan terdapat berbagai variasi umur tanaman. Kondisi yang demikian akan memicu perkembangan penyakit bulai
60
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
sepanjang tahun karena sumber inokulum selalu tersedia setiap saat dan siap menyerang pertanaman yang baru ditanam di sekitarnya. Tabel 3. Hasil pengamatan serangan penyakit bulai pada tanaman Jagung di Kabupaten Kediri Jawa Timur, 1-2 April 2010 No. Sampel 1 2 3 4 5
Desa/Kecamatan Sekaran /Kayen Kidul Cangkring / Pare Langenharjo/Plemahan 1 Langenharjo/Plemahan 2 Langenharjo/Plemahan 3
Jenis Varietas DK.979 Bisi-2 Bisi-816 PAC.988 NK-22
Umur Tanaman (HST) 35 21 30 22 40
Int. Serangan (%) 25 50 95 15 33
Sumber: Burhanuddin, 2010
Di Kediri pada tahun 2011, cendawan P. maydis telah resisten terhadap fungisida metalaksil, dapat dilihat pada perlakuan dengan takaran 7,5 g saromil/kg benih tingkat serangan penyakit bulai dapat mencapai 78% (Highlight Balitsereal 2011). Di Blitar Pada tahun 2008 di Blitar ada 6 kecamatan pertanaman jagung yang terserang bulai sekitar 28,45 ha, sedangkan pada tahun 2009 terjadi penambahan daerah yang terserang bulai sampai daerah bagian selatan Blitar sekitar 44,96 ha (9 kecamatan). Hasil laporan Dinas Pertanian mengenai penyebaran penyakit bulai di Kabupaten Blitar pada tahun 2008, yang banyak terserang adalah di daerah Blitar bagian barat. Ada 6 kecamatan yang terserang penyakit bulai yaitu Ponggok 8,4 ha, Wonodadi 1,75 ha, Srengat 0,5 ha, Udanawu 15,86 ha, Wates 0,8 ha, dan Sutojayan 0,14 ha dengan intensitas serangan penyakit bulai di petani bervariasi antara 20 – 50%. Akibat serangan tersebut diperkirakan akan kehilangan produksi jagung sekitar 18.000 ton (Tabel 4).
61
Surtikanti: Cendawan Peronosclerospora sp. ….
Tabel 4. Luas pertanaman jagung yang terserang penyakit bulai pada enam kecamatan di Blitar, MT. 2008 6 Kecamatan Blitar Ponggok Wonodadi Srengat Udanawu Wates Sutojayan
Luasan Pertanaman jagung (ha) 14,50 9,50 10,80 17,50 1,50 3,50
Luasan pertanaman yang terserang bulai (ha) 8,40 1,75 0,50 15,86 0,80 0,14
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Blitar (2008)
Pada tahun 2009 intensitas serangannya melebar ke Blitar bagian timur dan selatan, kecamatan yang terserang diantaranya adalah kecamatan Udanawu, Wates, Bakung, Wonodadi, Wonotirto, Sutojayan, Panggungrejo, Binangun dan Kademangan total lahan yang terserang hingga akhir Juni 2009 adalah 44,96 ha (Tabel 5). Hasil pengamatan Burhanuddin (2009) pertanaman jagung yang terserang penyakit bulai terjadi pada 9 kecamatan dan menyebar ke kabupaten Blitar bagian selatan dengan intensitas bervariasi. Intensitas serangan penyakit bulai pada setiap daerah dari 9 kecamatan antara 0-80%. Hal ini disebabkan karena perbedaan waktu tanam dan penanaman jagung yang dilakukan terus menerus sehingga intensitas penyakit bulai cukup tinggi dan selalu ada di daerah tersebut. Tingginya intensitas serangan penyakit bulai dipengaruhi adanya sumber inokulum yang banyak dari pertanaman jagung sebelumnya dan penggunaan varietas peka.
Tabel 5. Hasil survey serangan penyakit bulai pada beberapa daerah di Blitar, 2009
Kecamatan Blitar Udanawu Wates Bakung Wonodadi Wonotirto Sutojayan Panggungrejo Binangun Kademangan
Luasan pertanaman yang terserang bulai (ha) 9,20 2,50 1,60 12,75 4,90 2,05 3,45 2,65 5,86
Sumber : Soenartiningsih (2010)
62
Intensitas serangan penyakit bulai (%) 10-40 50-80 20-30 5-20 25-50 40-50 5-20 10-50 60-80
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Di Probolinggo (KP. Muneng) Hasil penelitian Surtikanti dan Efendi (2009) yang dilakukan di KP. Muneng dapat dilihat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa daya tumbuh dari entri yang diuji cukup tinggi, yaitu ≥ 90%, tetapi varietas hibrida Bima 3 mempunyai daya tumbuh rendah yaitu ≤ 89%. Selama penelitian berlangsung dari bulan Agustus hingga Desember 2009, hujan hampir tidak pernah turun, sehingga
kebutuhan air dipenuhi dari air
pengairan. Hal ini berpengaruh terhadap pertumbuhan selanjutnya yang teramati pada tinggi tanaman dan tinggi tongkol seperti pada varietas hibrida Bima 3 yang lebih rendah dari varietas hibrida Bima 1. Dalam deskripsi, varietas Bima 3 lebih tinggi daripada Bima 1 (Syuryawati et al. 2007). Pertumbuhan entri yang diuji tidak berbeda nyata dengan pertumbuhan varietas hibrida Bima 1 dan berbeda nyata dengan varietas Gumarang. Hal tersebut terlihat jelas pada tinggi tanaman, tinggi tongkol, panjang daun an lebar daun (Tabel 6). Tabel 6. Perkecambahan dan pertumbuhan entri yang diuji, KP. Muneng, Probolinggo, 2009
Entri 19/Mr4 27/Mr4 36/Mr4 37/Mr4 40/Mr4 Bima 1 Bima 3 Gumarang
Tanaman Tumbuh (%) 100,0 a 95,8 a 99,8 a 95,5 a 93,0 a 91,0 a 78,3 b 98,5 a
Tinggi (cm) Tanaman
Tongkol
145,5 a 143,3 a 138,9 ab 144,4 a 143,6 a 141,9 a 130,5 bc 126,3 c
57,4 ab 64,2 a 57,6 ab 63,2 a 59,8 ab 55,3 ab 50,3 bc 44,9 c
Panjang daun (cm) 74,3 dc 76,2bc 83,2 a 80,6 ab 81,1 ab 77,7 abc 76,3 bc 69,9 d
Lebar daun (cm) 10,0 a 9,8 a 9,3 ab 9,8 a 10,1 a 9,8 a 9,5 a 8,4 b
Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan Sumber: Surtikanti dan Efendi (2011)
Di Probolinggo (KP. Muneng) diduga telah terjadi resistensi penyakit bulai terhadap metalaksil. Tingkat serangan penyakit bulai secara alami terlihat pada pengamatan 30 HST cukup berat, meskipun semua entri telah diberi perlakuan metalaksil dengan dosis 2,5 g/kg benih. Intensitas serangan antar entri berkisar antara 37,0% sampai 63,4%. Tingkat serangan bulai secara analisa statistika tidak berbeda nyata antar entri, kecuali varietas Bima 3 yang tingkat serangannya nyata lebih rendah dibanding entri-entri lain. Pada pengamatan 50 HST tingkat serangan bulai tiap entri meningkat dan berkisar dari
63
Surtikanti: Cendawan Peronosclerospora sp. ….
46,5% sampai 71,5%. Varietas hibrida Bima 3 tingkat serangan bulainya masih lebih rendah secara nyata dengan entri-entri lain (Tabel 7). Tabel 7. Persentase serangan bulai di, KP. Muneng, Probolinggo 2009
Entri 19/Mr4 27/Mr4 36/Mr4 37/Mr4 40/Mr4 Bima 1 Bima 3 Gumarang
Serangan Penyakit Bulai (%) (30 HST) (50 HST) 58,50 ab 66,30 ab 61,40 ab 61,90 ab 60,30 ab 67,80 ab 44,00 ab 49,80 ab 63,40 a 71,50 a 66,30 a 69,70 a 37,00 b 46,50 b 55,10ab 63,50 ab
Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan Sumber: Surtikanti dan Efendi (2011)
Hasil penelitian Surtikanti dan Efendi (2009), didapatkan juga bahwa tanaman jagung dengan pemberian pupuk yang lebih banyak mendapatkan serangan bulai lebih tinggi (Tabel 8). Tabel 8. Persentase serangan bulai pada takaran N dan 50% N optimum, KP. Muneng, Probolinggo 2009 Takaran N N optimum 50% N optimum
Serangan Penyakit Bulai (%) (30 HST) (50 HST) 55,73 a 62,12 a 37,99 b 47,07 b
Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan Sumber : Surtikanti dan Efendi (2011)
Penyebab utama wabah penyakit bulai di Kabupaten Kediri dan Blitar, Jawa Timur adalah penerapan pola tanam yang tidak teratur. Pola tanam yang diterapkan petani selama ini menanam jagung sepanjang tahun, dan tidak serempak. Tanaman jagung pada satu hamparan terdapat variasi umur tanaman yang berbeda. Hal seperti ini menyebabkan sumber inokulum penyakit bulai selalu tersedia di lapangan yang siap menginfeksi pertanaman muda yang baru ditanam. Petani menanam jagung secara individu tergantung dari waktu yang mereka miliki dan ditunjang oleh pengairan teknis yang dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman jagung. Selain itu
64
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
petani beranggapan bahwa dengan menanam secara serempak produksi akan melimpah menyebabkan harga jagung menurun. Penyebab lain wabah penyakit bulai ini diduga akibat telah terjadi resistensi P. maydis terhadap metalaksi di kabupaten Kediri Jawa Timur, seperti yang terjadi di Bengkayang Kalimantan Barat (Wakman et al. 2007). Fungisida Ridomil 35SD yang berbahan aktif metalaksil pada tahun 80-an masih efektif mengendalikan penyakit bulai (Semangun 2004). Penggunaan fungisida yang berbahan aktif metalaksil hingga saat ini telah berjalan lebih dari 20 tahun, sejak tahun 1980-an (Jasis et al. 1981). Aplikasi pestisida secara terus menerus dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya resistensi pada organisme pengganggu tanaman (OPT), termasuk cendawan penyebab penyakit bulai. PEMECAHAN MASALAH Salah satu cara menanggulangi penyakit bulai yaitu dengan menanam varietas tahan, karena lebih mudah, dan aman. Hasil penelitian Wakman et al. (2007) didapatkan beberapa varietas jagung yang tahan penyakit bulai antara lain Bisi 816, BMD 2, Bima 3 Bantimurung, Lagaligo, dan Bisma. Pada Tabel 9, memperlihatkan beberapa varietas jagung hibrida yang tahan penyakit bulai. Enam varietas jagung hibrida yaitu Bima 2, Bima 4, Bima 5, Bima 6, Bima 9 dan Bima 10 mempunyai reaksi tahan terhadap penyakit bulai, sehingga varuetas-varuetas ini dapat digunakan sebagai benih untuk pertanaman jagung terutama di daerah endemik bulai. Tabel 9. Rata-rata intensitas serangan penyakit bulai pada beberapa varietas jagung hibrida Varietas Bima-2 Bima-4 Bima-5 Bima-6 Bima-9 Bima 10 Bima 11
4 MST 0 2 2 4 5 1 10
Persentase seramgan (%) 6MST Karegori 7 Sangat tahan 13 Tahan 7 Sangat tahan 15 Tahan 11 Tahan 10 Sangat tahan 32 Agak tahan
Sumber: Highlight Balitsereal (2011)
65
Surtikanti: Cendawan Peronosclerospora sp. ….
KESIMPULAN Disimpulkan bahwa penyakit bulai di Kabupaten Kediri, Blitar dan Probolinggo Jawa Timur dapat meresahkan petani jagung sehingga perlu penanganan yang tepat. Pola tanam yang diterapkan petani selama ini perlu dibenahi dengan menanam secara serempak pada satu hamparan yang luas dengan menggunakan varietas unggul jagung yang tahan terhadap penyakit bulai. Penggunaan saromil tidak dapat mengatasi pengendalian penyakit ini walaupun konsentrasi fungisida sudah ditingkatkan. Pengendalian yang terbaik yaitu dengan menerapkan komponen teknologi pengendalian secara terpadu. Di Probolinggo (KP Muneng) penggunaan metalaksil sebagai seed treatment perlu ditingkatkan pada pertanaman jagung
dan perlu duji cobakan. Diduga telah
terjadi resistensi cendawan Peronosclerospora sp.terhadap fungisida metalaksil.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Mengendalikan penyakit bulai blogspot.com/2010/06). Diakses Jan. 2011.
pada.
html
http://gerbangtani.
Anonim (http://balitsereal.litbang.deptan. go.id (Diakses Januari 2011). Balitsereal. Waspadai penyakit bulai dan infeksi aflatoksin pada tanaman jagung http://balitsereal-litbang. deptan.go.id (Diakses April 2011). Burhanuddin. 2010 Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Hal.183-187. Burhanuddin. 2010.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Hal. 375-378. Hightlight Balitsereal. 2011; Hama dan Penyakit. Hal. 19-23. Jasis, S. Alimoeso, dan A.W. Hamid. 1981. Beberapa hasil pengujian pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung tahun 1979-1981. Maspary. 2010. http://gerbangtani.blogspot. com. Diakses Januari 2011. Pusat Data Pertanian. 2001. Data Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pusat Data Pertanian. Jakarta. Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Cetakan ketiga. 449 hal.
66
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Soenartiningsih dan Talanca,A. H. 2010.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010 . Hal42-46 Soenartiningsih . 2010.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010 . Hal.100-106. Surtikanti dan Roy Efendi. 2011. Prosiding Seminar Nasional Serealia, Maros, 27-28 Juli 2010.. Hal. 363-367. Surtikanti dan Roy,E. 2012. Intensitas Serangan Penyakit Bulai Pada Tingkat Takaran Pupuk Nitrogen. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XXl Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 1 April 2012. Hal. 76 – 78. Syuryawati, C. Rapar dan Zubachtiroddin. 2007. Deskripsi varietas unggul jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, p.113,115. Warsono,,T.H. 2008. Diserang bulai, Lahan Jagung (http://economy.okezone.com), diakses Januari 2011.
Kediri
Puso.
Wasmo.W., A.H. Talanca, Surtikanti dan Azri. 2007. Pengamatan Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung Di Lokasi Prima Tani Di Kab. Bengkayang Provinsi KalBar Pada Tanggal 26-27 Juni 2007. Disampaikan Pada Seminar Prima Tani Di BPTP KalBar. 6 hal.
67