MODEL KONSEP DAN MANAJEMEN KADASTER KELAUTAN DI INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN (WILAYAH STUDI: SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR)
Oleh:
YACKOB ASTOR
Mahasiswa Program Pascasarjana (S3) Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015
Alur Pikir Penelitian Secara Umum
Bab I
Bab III Bab IV
Bab II
Bab I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Kondisi Internal Negara Kesatuan Republik Indonesia Bentuk Negara Indonesia menurut UUD 1945: • Pasal 1(1): Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. • Pasal 18(1): Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. • Pasal 25: Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Implikasi Pasal 1(1), 18(1) dan 25 UUD 1945 dalam Perspektif Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Kelautan di Indonesia: 1. Laut di Indonesia dikelola oleh daerah otonom (UU No.22/1999 diamandemen UU No.32/2004 diamandemen UU No.23/2014). Sebanyak 324 dari 504 kabupaten/kota memiliki wilayah pesisir. (Kemendagri, 2010). Referensi lain: 319 kabupaten/kota berada di wilayah pesisir (KKP, 2014).
2. Munculnya UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (diamandemen UU No.1/2014) Dicabutnya seluruh pasal terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) berdasarkan putusan MKRI No. 3/PUU-VIII/2010 dikarenakan bertentangan dengan UUD1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
3. Permendagri No.1 Tahun 2006 (diamandemen Permendagri No.76 Tahun 2012) tentang Penegasan Batas Daerah. Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 mil untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota belum terwujud.
Wilayah pesisir dan laut di Indonesia juga dikelola berdasarkan peraturan perundangan sektoral yang sangat banyak dan beragam. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Peraturan perundangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Jumlah peraturan* Undang-undang Bidang Kelautan dan Perikanan 21 Peraturan Pemerintah 36 Peraturan dan Keputusan Presiden 13 Instruksi Presiden 2 Peraturan dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan 29 Peraturan dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 16 Peraturan dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 7 Peraturan dan Keputusan Menteri Perhubungan 3 Peraturan dan Keputusan Menteri Budaya dan Pariwisata 3 Peraturan dan Keputusan Menteri Perdagangan 3 12 Peraturan dan Keputusan Menteri Perindustrian Kementerian 4 Peraturan dan Keputusan Menteri Dalam Negeri 1 Peraturan dan Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional 2 Peraturan dan Keputusan Menteri Pertanian 1 Peraturan dan Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan 4 Peraturan dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum 5
*sampai dengan tahun 2011 *belum termasuk peraturan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota
Implementasi UU No.27/2007, UU No.32/2004, Permendagri No.76/2012 dan peraturan-peraturan sektoral di Wilayah Perairan Selat Madura 3. Sengketa Kepemilikan Pulau Galang antara Pemkab Gresik dengan Pemkot Surabaya
4. Konflik penambangan pasir untuk reklamasi Pelabuhan Teluk Lamong.
5. Ratusan Nelayan Kab.Pamekasan Kepung Pengeboran Minyak di Laut.
6. Konflik antara Pemprov Jatim, Pemkab Sumenep, dengan PT. Santos (Madura Offshore) PtyLtd
4 2 6
3 7
1
2. Konflik kabel listrik bawah laut PLN di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS)
5
7. Konflik nelayan Kab. Sampang vs PT. Santos. 1. Batas darat tergambarkan, sedangkan batas laut tidak
Google Earth
1. Batas laut wilayah antara kabupaten/kota yang berhadapan dan bersebelahan belum tergambarkan
Sumber: Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Timur (Lampiran Perda No.6/ 2012 tentang RZWP3K Prov Jatim 2012-2032) dibuat oleh: Kementerian Kelautan dan Perikanan Satuan Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur.
2. Konflik kabel listrik bawah laut PLN di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) Putusnya kabel PLN di dasar laut karena jangkar kapal merupakan peristiwa yang ketujuh kali sejak tahun 1994 hingga 2010 dan menyebabkan Madura gelap gulita. Dishub Jatim: ―tindakan PLN ini melanggar aturan UU No. 17/2008 tentang Pelayaran pasal 1 point 45, yakni, alur pelayaran harus aman dan selamat untuk dilayari‖. ―Penanaman kabel seharusnya 12 meter di bawah permukaan, tapi kabel itu tertanam sekitar 2 sampai 4 meter‖.
PLN: ―jika jangkar kapal menyangkut di kabel PLN jangkar tersebut harus dipotong‖. ―Sudah melakukan survey secara cermat hingga proses penanaman juga sudah sesuai dengan spek teknisnya, terkait adanya pendangkalan dalam kedalaman, itu di luar teknis‖.
Lokasi terputusnya saluran kabel bawah laut PLN Jawa–Madura akibat tersangkut jangkar kapal.
3. Sengketa Kepemilikan Pulau Galang antara Kab Gresik vs Kota Surabaya
• Pulau Galang merupakan tanah timbul (tanah oloran) hasil proses endapan lumpur dari Sungai Lamong sejak tahun 1960an. Mulai nampak tahun 1981 dan ditumbuhi tanaman bakau. Mempunyai luas sekitar 8 ha (1996) dan 15 ha (2003). • Tahun 2003 Pemkot Surabaya dan Pemkab Gresik saling klaim sebagai pemilik Pulang Galang . Hingga saat ini Pulau Galang status quo milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
4. Konflik penambangan pasir di Selat Madura untuk reklamasi Pelabuhan Teluk Lamong. Pada tahun 2012 konflik ini muncul karena telah terjadi penambangan pasir laut di kawasan Selat Madura dengan kedalaman 12 meter seluas 540 hektar di sekitar jembatan Suramadu yang dilakukan PT Gora Gohana, kontraktor PT Pelindo III dalam rangka reklamasi Teluk Lamong dekat Surabaya. Nelayan dan Tim Advokasi Nelayan Tradisional Selat Madura: ― PT Gora Gahana dianggap telah melanggar hakhak konstitusional nelayan dan Pasal 35 huruf (i) UU No.27 Tahun 2007.‖ PT Gora Gahana: ―tindak pidana setiap orang yang merintangi atau menggangu kegiatan usaha pertambangan dan pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 142 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. “
(Foto: Munir, 2012)
Nelayan menyandera kapal keruk pasir di Selat Madura-Oktober 2012
5. Ratusan Nelayan Pamekasan Kepung Pengeboran Minyak di Laut Ratusan nelayan dari dari Desa Ambat, Desa Kramat dan Desa Bandaran di Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, mengepung lokasi eksplorasi minyak dan gas (Migas) PT. Santos di perairan Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang. Aksi para nelayan itu sebagai bentuk protes kepada PT. Santos karena perusahaan ini tidak pernah memberikan kompensasi ganti rugi atas dilarangnya mencari ikan di area eksplorasi, tidak pernah melaksanakan program pemberdayaan kepada nelayan di tiga desa tersebut. Dibandingkan dengan desa-desa lain di Kabupaten Sampang yang berada di wilayah eksplorasi migas PT. Santos, mendapat kompensasi dan program dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) setiap tahun.
(Google Earth, 2014)
Lokasi eksplorasi minyak dan gas (Migas) PT. Santos yang dikepung oleh nelayan Kab.Pamekasan
6. Konflik Migas Blok Maleo antara Pemerintah Kabupaten Sumenep, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan PT. Santos (Madura Offshore) PtyLtd Terbitnya Permendagri No 8 Tahun 2007 tentang Provinsi Jawa Timur sebagai Daerah Penghasil Sumber Daya Alam Sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi, mengakibatkan: • Kabupaten Sumenep tidak bisa menikmati hasil migas yang sejatinya berada di wilayah perairan Kabupaten Sumenep. • Dana Bagi Hasil (DBH) dari Santos Madura Offshore tak pernah masuk ke kas Kab.Sumenep (masuk Pemprov Jawa Timur) dengan alasan perairan lepas pantai Blok Maleo tidak masuk wilayah Kab.Sumenep. • DPRD Sumenep mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA), dengan alasan Permendagri 8/2007 sangat bertentangan UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk sumber daya di wilayah laut tersebut. Lokasi eksplorasi migas di Pagerungan, Sumenep, Madura (Lintas Madura, 2014)
7. Konflik nelayan Sampang vs PT. Santos (Sampang) Pty.Lyd Ratusan nelayan dari Desa Camplong dan Tanjung, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, berunjuk rasa di depan kantor Bupati, Rabu, 2 November 2011. Aksi ini berawal dari tindakan PT Santos yang selalu mengusir nelayan yang melaut dekat lokasi pengeboran Blok Wortel. Mereka meminta pemerintah daerah Sampang menghentikan pengeboran minyak dan gas bumi di Blok Wortel oleh PT Santos. Nelayan juga menuntut ganti rugi atas rumpon atau sarang ikan milik nelayan yang rusak akibat aktivitas pengeboran di blok wortel. PT Santos membantah melakukan pengusiran, yang dilakukan hanya mengatur lalu lintas kapal dan perahu nelayan agar tidak bertabrakan. Soal ganti rugi rumpon yang hilang terseret kapal PT Santos, belum dapat memberikan kepastian sehingga memancing emosi nelayan (tempointeraktif.com, 2011).
BP Migas, 2013
Lokasi konflik antara nelayan Kabupaten Sampang dan PT. Santos di sekitar lokasi Blok Wortel Selat Madura
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di Wilayah Perairan Selat Madura Provinsi Jawa Timur menunjukan bahwa: Implementasi Asas Keterpaduan, Asas Kepastian Hukum, Asas Peran Serta Masyarakat dan Asas Disentralisasi di dalam UU No. 27/2007 (UU No. 1/2014) belum terwujud. Penjelasan Pasal 3 UU No.27/2007: Asas Keterpaduan digunakan untuk mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan pemerintah daerah. Asas Kepastian Hukum diperlukan untuk menjamin kepastian hukum yang mengatur pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara jelas dan dapat dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan, tidak memarjinalkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Asas Peran Serta Masyarakat dimaksudkan agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian.
Asas Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kondisi Eksternal Negara Kesatuan Republik Indonesia 1. Definisi Kadaster dari International Federation of Surveyors (FIG) 1995: A Cadastre is normally a parcel based, and up-to-date land information system containing a record of interests in land (e.g. rights, restrictions and responsibilities). It usually includes a geometric description of land parcels linked to other records describing the nature of the interests, the ownership or control of those interests, and often the value of the parcel and its improvements. It may be established for fiscal purposes (e.g. valuation and equitable taxation), legal purposes (conveyancing), to assist in the management of land and land use (e.g. for planning and other administrative purposes), and enables sustainable development and environmental protection.
Definisi Kadaster bersifat universal (dapat diimplementasikan oleh semua negara). Berbasis land parcel, definisi di atas disebut juga Kadaster Pertanahan (Land Cadastre). Memiliki konsep Rights, Restrictions, Responsibilities (3R). Pengembangan Kadaster terkait konsep 3R.
Definisi kadaster FIG 1995 ditempatkan dalam perspektif Indonesia sebagai Negara Kepulauan Luas wilayah: 7,9 juta km² • wilayah laut: 5,8 juta km²
(Peta NKRI-wordpress.com)
• wilayah darat: 2,1 juta km²
• Hanya 2,1 juta km² sumber daya alam (di darat/berbasis tanah) yang merupakan objek kadaster. • Bagaimana dengan 5,8jt km² sumber daya laut Indonesia? Melakukan perbandingan pengelolaan sumber daya kelautan melalui definisi kadaster kelautan yang ada di negara-negara maju non-kepulauan; Australia, Kanada, dan Amerika.
2. Adanya konsep Marine Cadastre (Kadaster Kelautan) di negara-negara non-kepulauan, yakni Australia, Kanada dan Amerika. Australia, ada 2 (dua) definisi Marine Cadastre: Definisi ke-1 (berdasarkan tahun perumusan definisi): Marine cadastre is a system to enable the boundaries of maritime rights and interests to be recorded, spatially managed and physically defined in relationship to the boundaries of other neighbouring or underlying rights and interests. (Hoogsteden, Robertson dan Benwell, 1999). Penjelasan definisi: 1. Kadaster kelautan didefinisikan sebagai suatu sistem. 2. Definisi ini lebih tertuju pada pencatatan, pendefinisian, pengelolaan dan hubungan antar batas-batas di laut.
Definisi ke-4 (berdasarkan tahun perumusan definisi): Marine cadastre is a spatial boundary management tool which describes, visualises and realises legally defined boundaries and associated rights, restrictions and responsibilities in the marine environment. (Binns, 2004). Penjelasan definisi: 1. Kadaster kelautan tidak lagi disebut sebagai sistem, melainkan sebagai tool. 2. Definisi ini bersifat teknis. 3. Merupakan pengembangan unsur-unsur dari definisi ke-1 tahun 1999, yakni: menjelaskan/describes— mengambarkan/visualises-dan mewujudkan/realises pendefinisian batas-batas.
Kanada Definisi ke-2 (berdasarkan tahun perumusan definisi): A marine cadastre is a marine information system, encompasisng both the nature and spatial extent of the interests and property rights, with respect to ownership and various rights and responsibilities in the marine jurisdiction. (Nichols, Monahan dan Sutherland, 2000).
Penjelasan definisi: 1. Kadaster kelautan didefinisikan sebagai suatu sistem informasi kelautan. 2. Merupakan satusatunya definisi yang tidak mencantumkan unsur batas laut (marine boundary).
Amerika Definisi ke-3 (berdasarkan tahun perumusan definisi): “The U.S Marine Cadastre is an information system, encompassing both nature and spatial extenet of interensts in property, value and use of marine areas. Marine or maritime boundaries share a common element with their land-based counterparts inthat, in order to map a boundary, one must adequately interpret the relevan law and its spatial context. Marine boundaries are delimited, not demarcated, and generally there is no physical evidence of the boundary.” (NOAA, 2002)
Penjelasan definisi: 1. Kadaster kelautan masih didefinisikan sebagai suatu sistem. 2. Definisi ini memiliki sedikit kemiripan dengan definisi dari Kanada, tetapi lebih menitikberatkan pada penetapan batas-batas di laut (marine boundaries). 3. Definisi ini sama sekali tidak mengkaitkan unsur-unsur kadaster (rights, restrictions, responsibilities).
Dari penjelasan 4 (empat) definisi kadaster kelautan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Definisi kadaster dan kadaster kelautan yang ada bersifat teknis. 2. Empat definisi kadaster kelautan strukturnya sudah jelas dan terbangun. 3. Definisi ke-1 bersifat general (sistem bersifat umum), definisi selanjutnya lebih ke implementasi sistem (sistem aplikasi). 4. Definisi ke-4 (Binns, 2004) menyatakan kadaster kelautan sebagai tool yang tetap merupakan bagian implementasi dari sistem.
Indonesia Kadaster Kelautan (Marine Cadastre) adalah penerapan prinsip-prinsip kadaster di wilayah laut, yaitu mencatat penggunaan ruang laut oleh aktifitas masyarakat dan pemerintah, ruang laut yang dilindungi, dikonservasi, taman nasional, taman suaka margasatwa, dan sebagainya, dan penggunaan ruang laut oleh komunitas adat. (Rais, 2002) Kadaster Kelautan adalah sistem penyelenggaraan administrasi publik yang mengelola dokumen legal dan administratif, baik yang bersifat spasial maupun tekstual, mengenai kepentingan berupa hak, kewajiban dan batasannya, termasuk catatan mengenai nilai, pajak, serta hubungan hukum dan perbuatan hukum yang ada dan berkaitan dengan penguasaan dan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan laut.(Tamtomo, 2006) --> definisi operasional.
Dua definisi kadaster kelautan diatas belum mengeksplisitkan secara tegas karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan Penelitian ini membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia berdasarkan definisi kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang dirumuskan menggunakan pendekatan definisi kadaster kelautan yang ada di negara non-kepulauan yakni Australia, Kanada dan Amerika.
I.2 Perumusan Masalah • Bagaimana merumuskan definisi kadaster kelautan dalam perspektif NKRI sebagai negara kepulauan? • Bagaimana membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia sebagai negara kepulauan berdasarkan definisi kadaster kelautan yang sudah dirumuskan?
I.3 Tujuan Penelitian Membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia sebagai negara kepulauan digunakan untuk mewujudkan asas desentralisasi, keterpaduan, kepastian hukum dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Model konsep kadaster kelautan dibangun berdasarkan definisi kadaster kelautan yang sudah dirumuskan.
I.4 Metodologi Penelitian
I.5 Kemanfaatan Penelitian 1. Aspek keilmuan, yakni memberikan kontribusi keilmuan dengan wujud model sintesis dari teori sistem, teori optimisasi, kerangka referensi dan koordinat, water boundaries, kadaster, dan hidrografi dalam membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Aspek kerekayasaan, yakni memberikan kontribusi menjadikan kegiatankegiatan pemanfaatan laut bersistem dan berintegrasi untuk mewujudkan asas desentralisasi, keterpaduan, kepastian hukum dan peran serta masyarakat.
I.6 Kebaharuan Penelitian Dibandingkan dengan penelitian yang sudah ada, penelitian ini membahas mengenai bagaimana merumuskan definisi kadaster kelautan dalam perspektif NKRI sebagai negara kepulauan menggunakan pendekatan komparasi definisi-definisi kadaster kelautan yang telah ada. Definisi kadaster kelautan yang telah dirumuskan selanjutnya digunakan untuk membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia sebagai negara kepulauan.
I.7 Asumsi 1. Objek materi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan di laut dalam rentang waktu yang relatif lama diasumsikan tetap. 2. Kegiatan-kegiatan di laut yang telah ada tidak dihilangkan (berlaku dalam waktu yang lama). 3. Unsur-unsur kementerian terkait perundangan yang digunakan di dalam penelitian diasumsikan tidak mengalami perubahan (yudicial review).
I.8 Hipotesis Kerja Menggunakan sintesis dari teori sistem, teori optimisasi, kerangka referensi dan koordinat, water boundaries, kadaster, dan hidrografi dapat digunakan untuk membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia sebagai negara kepulauan.
Bab II. Evaluasi Definisi-definsi Kadaster Kelautan di Negara Non-Kepulauan, yakni Australia, Kanada dan Amerika. 1. Evaluasi definisi-definisi kadaster kelautan berdasarkan unsur-unsur pembentuk definisi. 2. Identifikasi dan inventarisasi unsur-unsur utama dari definisi-definisi kadaster kelautan. 3. Evaluasi unsur-unsur utama definisi kadaster kelautan di negara nonkepulauan terhadap kondisi pemanfaatan laut di NKRI sebagai negara kepulauan. 4. Evaluasi Unsur-unsur Utama Definisi-definisi Kadaster Kelautan dari negara non-kepulauan ditempatkan dalam Perspektif Problematika Pemanfaatan Laut di NKRI sebagai negara kepulauan.
Tahap Kegiatan Evaluasi Definisi-definisi Kadaster Kelautan Karakteristik negara nonkepulauan
Evaluasi Definisi-definisi Kadaster Kelautan 1.
Evaluasi definisi-definisi kadaster kelautan berdasarkan unsur-unsur pembentuk definisi.
2.
Identifikasi dan inventarisasi unsur-unsur utama dari definisi-definisi kadaster kelautan.
Definisi Kadaster Kelautan Australia (1999)
3.
Evaluasi unsur-unsur utama definisi kadaster kelautan di negara non-kepulauan terhadap kondisi pemanfaatan laut di NKRI sebagai negara kepulauan.
Definisi Kadaster Kelautan Kanada (2000)
4.
Definisi Kadaster Kelautan Amerika (2002) Definisi Kadaster Kelautan Australia (2004)
Evaluasi Unsur-unsur Utama Definisi-definisi Kadaster Kelautan dari negara non-kepulauan ditempatkan dalam Perspektif Problematika Pemanfaatan Laut di NKRI sebagai negara kepulauan.
YA
?
Adopsi definisi TIDAK
Karakteristik NKRI sebagai negara kepulauan
Problematika Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia
Apakah definisi kadaster kelautan yang ada dapat menyelesaikan problematika pemanfaatan wilayah pesisir dan laut di Indonesia?
Merumuskan Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Hasil Evaluasi: 1. 2.
3.
Bahwa definisi kadaster kelautan yang telah ada di Australia, Kanada dan Amerika tidak dapat digunakan di Indonesia. Secara garis besar kadaster kelautan berkaitan dengan bagaimana suatu negara, khususnya Indonesia sebagai negara kepulauan dalam mengelola dan mengatur administrasi sumber daya laut. Kondisi inilah yang menyebabkan definisi-definisi kadaster kelautan dari negaranegara benua (non-kepulauan) seperti Amerika, kanada dan Australia tidak bisa diterapkan seutuhnya di wilayah perairan laut Indonesia. Diperlukan definisi kadaster kelautan keindonesiaan yang artinya sesuai karakteristik NKRI sebagai negara kepulauan.
Bab III. Membangun Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia sebagai Negara Kepulauan III.1 Arti dan Fungsi Definisi III.2 Cara Membangun Definisi III.3 Proses Membangun Definisi Kadaster Kelautan dalam Perspektif NKRI sebagai Negara Kepulauan III.3.1 Analisis Struktur Definisi Kadaster Kelautan III.3.2 Klasifikasi Unsur-unsur Utama dari Definisi-definisi Kadaster Kelautan III.3.3 Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia III.3.4 Sintesis Unsur-unsur Pembentuk Definisi Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia III.3.5 Pengembangan Kerangka Sintesis berdasarkan Pendekatan Teori Sistem untuk Menyelesaikan Permasalahan Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia III.4 Analisis Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia terhadap Persoalan Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia
III.1 Arti dan Fungsi Definisi • Definisi adalah suatu pernyataan yang memberikan arti pada sebuah kata atau frase (Solomon, hal.234). • Definisi merupakan kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses atau aktivitas. Peran penting dari definisi adalah memberikan batasan (arti), rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau penelitian. Pentingnya definisi-definisi kadaster kelautan di dalam penelitian ini Definisi-definisi kadaster kelautan yang telah ada dijadikan sebagai pendekatan di dalam membangun model konsep dan manajemen kadaster kelautan di Indonesia sebagai negara kepulauan. Mengapa harus mengacu pada definsi-definsi kadaster kelautan yang telah ada? Definisi-definisi kadaster kelautan yang ada bersifat internasional/global dan sudah diakui oleh beberapa negara di dunia sehingga definisi kadaster kelautan untuk Indonesia dapat ditempatkan di dalam globalisasi.
III.2 Cara Membangun Definisi Suatu definisi terdiri atas 2 (dua) bagian, yakni: 1. Definiendum, yaitu kata atau bagian pangkal yang harus dijelaskan. 2. Definiens, yaitu uraian tentang arti dari bagian pangkal, terdiri dari: a.Genera (genus)/ jenis. b.Differentia (difference)/ sifat pembeda. Syarat dalam membuat definisi yang baik (Noor M Bakry, 1996): 1. 2. 3. 4.
Definisi harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Definisi harus dimengerti oleh orang yang dituju. Definiens dan definiendum harus ekuivalen (setara). Definisi harus merupakan penjelasan arti definiendum, bukan hanya merupakan statement/ pernyataan tentang apa yang disebutkan dalam definiendum. 5. Definisi tidak boleh negatif, tapi harus dirumuskan secara positif.
III.3 Proses Membangun Definisi Kadaster Kelautan dalam Perspektif NKRI sebagai Negara Kepulauan
III.3.1 Analisis Struktur Definisi Kadaster Kelautan Dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur dan korelasi antar unsur di masing-masing definisi kadaster kelautan.
III.3.2 Klasifikasi Unsur-unsur Utama dari Definisi-definisi Kadaster Kelautan Dilakukan untuk mengetahui kesamaan unsur-unsur pembentuk definsi kadaster kelautan di Australia, Kanada dan Amerika.
III.3.3Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana unsur-unsur kadaster kelautan yang ada di Australia, Kanada dan Amerika dapat diterapkan di Indonesia untuk menyelesaikan persoalan pemanfaatan laut di Indonesia.
III.3.4 Sintesis Unsur-unsur Pembentuk Definisi Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia
III.3.5 Pengembangan Kerangka Sintesis berdasarkan Pendekatan Teori Sistem untuk Menyelesaikan Permasalahan Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia Keterkaitan penggunaan teori sistem di dalam konsep kadaster kelautan: 1.
Definisi Kadaster FIG 1995: A Cadastre is normally a parcel based, and up-todate land information system containing a record of interests in land (e.g. rights, restrictions and responsibilities).
2.
Definisi ke-1 dari Australia (Hoogsteden, Robertson dan Benwell, 1999): ―Marine cadastre is a system...... .”
3.
Definisi ke-2 dari Kanada (Nichols, Monahan dan Sutherland, 2000): ―A marine cadastre is a marine information system ........... .‖
4.
Definisi ke-3 dari Amerika (NOAA, 2002): ― Marine Cadastre is an informations system.....”
5.
Definisi ke-4 dari Australia (Binns, 2004): ―Marine cadastre is a spatial boundary management tool......”
Pendekatan teori sistem digunakan untuk menyelesaikan persoalan pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan di Indonesia yang dikelola oleh sistem sektoral (10 kementerian), sistem otonomi daerah (pemerintah provinsi dan kab/kota), dan sistem pengelolaan laut secara adat.
Berdasarkan 5 (tahap) kegiatan di atas, diperoleh:
Model fungsional definisi kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai negara kepulauan adalah: F[Teori Sistem (sistem kompleks dan dinamis), Rights, Restrictions, Responsibilities, Kedaulatan dan Marine Jurisdiction, Tata Ruang Geografik, Kepemerintahan (Pemerintah pusat, Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah daerah kota/kabupaten), Multikultural (adat), Marine boundaries (berdasarkan jenis kegiatan pemanfaatan laut, batas kewenangan laut daerah provinsi dan kota/kabupaten, batas kewenangan laut adat), Interests (pemerintah pusat/sektor-sektor, pemerintah daerah provinsi, kota/kabupaten, adat)] Definisi Kadaster Kelautan dalam Perspektif NKRI sebagai Negara Kepulauan sebagai berikut: Kadaster kelautan adalah operasional sistem kompleks dan dinamik dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut dalam lingkup penetapan batas laut wilayah (restriction), batas kewenangan (right/izin dan responsibility), yang membentuk keterpaduan antara wilayah administrasi skala nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten/kota dengan memperhatikan keberadaan masyarakat adat, serta keharmonisan dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
III.4 Analisis Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia terhadap Persoalan Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia 1.
Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia ditempatkan di dalam Persoalan Batas Laut Wilayah 1. Sebagai sistem operasional untuk melaksanakan UU No.32/2004 Pasal 18 mengenai penetapan batas kewenangan pengelolaan sumber daya laut sejauh 12 mil untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota yang belum dilaksanakan oleh seluruh provinsi dan kota/kabupaten yang ada. 2.
Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia mengandung unsur penetapan batas laut wilayah (restrictions) antara wilayah administrasi skala nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten/kota, sehingga persoalan penetapan batas laut untuk wilayah yang saling berdampingan maupun berhadapan yang dapat terselesaikan dan terwujud keharmonisan dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2.
Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia ditempatkan di dalam Persoalan Peraturan Perundangan yang bertampalan terkait Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut 1.
2.
Sebagai operasional sistem dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut dalam lingkup penetapan batas kewenangan (right/izin dan responsibility) yang membentuk keterpaduan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut antar sektor/ kementerian, maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Unsur sistem di dalam definisi kadaster kelautan untuk Indonesia yang terdiri dari sistem komplek dan dinamik digunakan untuk mengidentifikasi sistem pengelolaan laut yang digunakan di beberapa kementerian dan mensinergikan sistem-sistem telah ada, sehingga persoalan tumpang tindih kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut antar sektor, lintas sektor, lintas provinsi dan lintas kabupaten/kota dapat diminimalkan serta terwujud keharmonisan dan sinergi antar sektor/ kementerian maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
3.
Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia ditempatkan di dalam Persoalan Pemanfaatan Laut Adat 1.
Definisi kadaster kelautan untuk Indonesia memberikan pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut dalam lingkup penetapan batas laut (restriction) dan kewenangan (right/izin dan responsibility) secara adat, sehingga dapat terwujud keharmonisan antara masyarakat adat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Bab IV. Implementasi Definisi Kadaster Kelautan Indonesia
Mengapa perlu dilakukan implementasi definsi kadaster kelautan Indonesia? 1. Untuk membuktikan apakah unsur-unsur yang terdapat di dalam definisi kadaster kelautan yang telah dirumuskan sudah sesuai dengan karakteristik negara Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Definisi kadaster kelautan yang telah dirumuskan harus dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Di dalam penelitian ini implementasi definisi kadaster kelautan dilakukan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur sebagai wilayah studi.
Tahapan Implementasi Definisi Kadaster Kelautan Indonesia
Implementasi Unsur-unsur Utama Kadaster Kelautan terhadap Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di Selat Madura
Terkait batas laut wilayah (restrictions).
Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan sudah menerapkan unsur restriction di dalam kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan di Selat Madura. Walaupun restriction yang ditetapkan masih berupa zonasi yang bersifat 2 (dua) dimensi, tidak berdasarkan ruang laut yang terdiri dari permukaan laut, kolom air, dan dasar laut.
Penyelesaian Permasalahan Batas Laut Wilayah (Restrictions) di Wilayah Perairan Selat Madura Menentukan batas laut wilayah kabupaten/kota berdasarkan Lampiran Permendagri No. 76 Tahun 2012
Kekeliruan Teknis Penetapan Batas Laut Wilayah Provinsi Jatim (A) Peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jawa Timur 2010-2030
1 MIL= 1609,344 meter.
(B) Visualisasi penetapan batas laut wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang dilakukan di dalam penelitian. 1 MIL Laut = 1852 meter
1. Model Solusi Penyelesaian Sengketa Pulau Galang
Menentukan garis batas laut wilayah kabupaten/kota mengacu pada Lampiran Permendagri No. 76 Tahun 2012 menggunakan metode garis tengah (median line) untuk pantai yang saling berhadapan dan metode sama jarak (equidistance) pada dua daerah yang berdampingan.
2. Penyelesaian Konflik Migas Blok Maleo: Penentuan batas laut wilayah Kabupaten Sumenep dan Provinsi Jawa Timur mengacu pada Lampiran Permendagri No. 76 Tahun 2012 menggunakan metode penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi, dan metode penarikan garis batas pada pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi. Lokasi Blok Maleo masuk ke dalam batas laut wilayah Kabupaten Sumenep.
Santos Pty Ltd
3. Penyelesaian Konflik antara Nelayan Kab. Pamekasan dan PT. Santos Setelah ditentukan batas laut wilayah Kab. Sampang dan Kab.Pamekasan, bahwa lokasi eksplorasi minyak dan gas PT. Santos masuk kedalam batas laut wilayah Kabupaten Sampang. Selanjutnya penyelesaian permasalahan mengacu Pasal 17 (2) UU No.32 Tahun 2004 tentang Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintah daerah. Atau Pasal 14 UU No.23 Tahun 2014 tentang bagi hasil daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil.
Google Earth
Lokasi eksplorasi minyak dan gas PT. Santos masuk kedalam batas laut wilayah Kabupaten Sampang
Penyelesaian Permasalahan Right dan Responsibility di Wilayah Perairan Selat Madura 1.
2.
3.
4.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri masih belum menerapkan dengan baik unsur right dan responsibility. Izin (right) dikeluarkan secara sektoral mengacu pada perundangan masing-masing sektor, sehingga tumpang tindih bahkan bertentangan. Maka unsur responsibility yang melekat pun menjadi tidak jelas. Permasalahan pengelolaan sumber daya kelautan terjadi karena laut hanya dipandang sebagai ruang, sehingga pengelolaannya (right dan responsibility) hanya sebatas zona-zona yang telah ditentukan. Padahal, permasalahan pengelolaan sumber daya kelautan antar sektor seringkali muncul akibat terganggu/tertutupnya jalur akses satu kegiatan oleh kegiatan sektor lain, sehingga dampak dari satu jenis kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan dapat merusak sumber daya kelautan yang lain (hubungan sebab akibat). Oleh karena itu diperlukan keterpaduan sistem di dalam pengelolaan sumber daya kelautan antar sektor maupun daerah
Visualisasi kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya kelautan saat ini
KET:
: Korelasi sudah diketahui
: Korelasi belum diketahui
Konsep sistem pengelolaan sumber daya kelautan terpadu • Dapat meningkatkan pendapatan negara, dan menghindari pelanggaran di wilayah laut. • Sejalan dengan hasil diskusi Divisi Pencegahan Korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasil Implementasi Definisi Kadaster Kelautan Indonesia 1. Definisi kadaster kelautan Indonesia dapat diimplementasikan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur untuk menyelesaikan permasalahan pengelolaan sumber daya kelautan yang terjadi. 2. Unsur Restriction dapat diimplementasikan dengan menentukan batas laut wilayah provinsi dan kabupaten/kota bersebelahan dan berhadapan mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No.76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. 3. Unsur Right dan Responsibility dapat diimplementasikan melalui konsep sistem pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut terpadu yakni: melakukan perubahan tata kelola dan kelembagaan laut/ aspek struktural, penerapan one map policy untuk penentuan batas laut wilayah dan semua kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan, memberlakukan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan, serta Perlindungan Lingkungan Laut. 4. Walaupun tidak terdapat eksistensi pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara adat di sepanjang perairan Selat Madura Provinsi Jawa Timur, unsur kultural merupakan unsur penting di dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut di Indonesia sebagai negara kepulauan.
Kadaster Kelautan ditempatkan di dalam Konsep Poros Maritim Berbeda dengan kondisi dan persoalan di wilayah Indonesia bagian barat, penyelenggaraan pemanfaatan laut di wilayah Indonesia bagian timur lebih sering dihadapkan pada eksistensi pengelolaan laut secara adat (ulayat laut). • 10.640 desa dari 69.249 desa adalah desa pesisir. (BPS, 2012). • Sekitar 92% desa pesisir di wilayah timur Indonesia adalah desa adat yang mempraktikkan pengelolaan sumber daya alam berbasis lokal. (Grand Desain Pembangunan Desa, 2009). Oleh karena itu, di dalam konsep Poros Maritim seharusnya bukan hanya membahas perubahan kelembagaan (aspek struktural) saja, tetapi juga harus membahas perubahan aspek kultural (aspek budaya maritim). Bagaimana membangun budaya maritim? Salah satunya dengan memberikan nama/ istilah kepada provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki pesisir. CONTOH: Provinsi Maritim Jawa Timur wajib memiliki visi maritim
Terima kasih Jakarta, 15 Januari 2014
+6285624407785
[email protected]
LAMPIRAN I Terkait Materi Evaluasi Definisi Kadaster Kelautan
1. Evaluasi definisi-definisi kadaster kelautan berdasarkan unsur-unsur pembentuk definisi
2. Identifikasi dan inventarisasi unsur-unsur utama dari definisidefinisi kadaster kelautan
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi unsur-unsur utama dari 4 (empat) definisi kadaster kelautan, tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi berdasarkan kesamaan unsur-unsur utama tersebut sehingga diperoleh hasil 9 (sembilan) unsur utama kadaster kelautan sebagai berikut: • Hak (right) • Pembatasan (restriction) • Tanggung jawab (responsibility) • Kepentingan (interest) • Batas-batas di laut (marine boundaries) • Sistem referensi geodetik (geodetic reference system) • Penggunaan wilayah laut (use of marine areas) • Kewenangan laut (marine jurisdiction) • Penyelenggara (institution)
3. Evaluasi unsur-unsur utama definisi kadaster kelautan di negara non-kepulauan terhadap kondisi pemanfaatan laut di NKRI sebagai negara kepulauan
Hasil evaluasi adalah bahwa beberapa unsur-unsur utama kadaster kelautan di negara Australia, Kanada dan Amerika memiliki kesamaan unsur-unsur dalam pemanfaatan laut di negara Indonesia sebagai negara kepulauan.
4. Evaluasi Unsur-unsur Utama Definisi-definisi Kadaster Kelautan dari negara non-kepulauan ditempatkan dalam Perspektif Problematika Pemanfaatan Laut di NKRI sebagai negara kepulauan
Evaluasi Definisi Kadaster Kelautan dalam Perspektif NKRI sebagai Negara Kepulauan
Kesimpulan: 1.
Definisi kadaster kelautan dari Australia dibangun berdasarkan batas yurisdiksi laut yang menetapkan adanya batas kewenangan pemanfaatan laut negara bagian (3 mil) dan laut federal. Dalam perspektif NKRI sebagai negara kepulauan, definisi yang dirumuskan oleh Hoogsteden, Robertson dan Benwell pada tahun 1999 mengandung konsep otonomi daerah dalam perspektif pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan definisi kadaster kelautan yang dirumuskan oleh Binns pada tahun 2004 mengandung konsep kegiatan lintas sektoral dalam perspektif nasional.
2.
Definisi kadaster kelautan dari Kanada dibangun berdasarkan batas yurisdiksi laut dan sangat dipengaruhi oleh kewenangan pemanfaatan laut secara federal, provinsi, kabupaten dan kota, walaupun batas kewenangan tersebut tidak ditetapkan berdasarkan jarak (mil laut). Dalam perspektif NKRI sebagai negara kepulauan, definisi ini mengandung konsep otonomi daerah dalam perspektif pengelolaan sumber daya alam.
3.
Definisi kadaster kelautan dari Amerika dibangun berdasarkan batas yurisdiksi laut yang menetapkan adanya batas kewenangan pemanfaatan laut federal dan negara bagian (3 mil, kecuali Texas dan Teluk Florida 9 mil). Dalam perspektif NKRI sebagai negara kepulauan, definisi ini mengandung konsep kepastian hukum untuk mengatasi konflik kegiatan di laut.
4.
Masing-masing definisi kadaster kelautan yang telah ada tidak dapat digunakan sepenuhnya di Indonesia. Diperlukan definisi kadaster kelautan yang tepat sesuai karakteristik NKRI sebagai Negara Kepulauan. Definisi kadaster kelautan di Indonesia harus memasukan unsur batas kewenangan laut provinsi (12 mil) dan kabupaten/kota (1/3 dari 12 mil) sesuai UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Tetap mengacu pada UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta memperhatikan eksistensi hukum laut adat yang diakui oleh pemerintah.
LAMPIRAN 2 Terkait Materi Membangun Definisi Kadaster Kelautan untuk Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Marine Cadastre di Australia
Marine Cadastre di Canada
Marine Cadastre di Amerika
Perbandingan secara umum penyelenggaraan marine cadastre di Australia, Kanada dan Amerika Marine Cadastre
Teknis
Hukum
Institusi
Australia
Perbedaan datum vertikal di beberapa negara bagian.
Dipengaruhi oleh hukum pemerintah negara bagian (state) dan federal
Tidak ada satu institusi yang mengelola hak-hak lepas pantai dan batas-batasnya
Kanada
Perbedaan datum vertikal di beberapa negara bagian.
Dipengaruhi oleh hukum pemerintah federal, provinsi, pemerintah lokal (kabupaten/ kota)
Tidak ada satu institusi yang mengelola hak-hak lepas pantai dan batas-batasnya
Amerika
Konsep MC lebih banyak diwujudkan dalam bentuk Sistem Informasi Geografis berbasis web.
Mempertimbangkan kebijakan pemerintah federal dan negara bagian (state).
Dikoordinasi oleh National Oceanic and Atmosheric Administration (NOAA)
Federal Waters vs State Waters
III.1 Analisis Struktur Definisi Kadaster Kelautan III.1.1 Definisi Kadaster Kelautan (1) dari Australia Definisi ke-1 dari Australia (Hoogsteden, Robertson dan Benwell, 1999)
Marine cadastre is a system to enable the boundaries of maritime rights and interests to be recorded, spatially managed and physically defined in relationship to the boundaries of other neighbouring or underlying rights and interests.
Terjemahan definisi:
Kadaster kelautan adalah sistem yang memungkinkan batas-batas laut dari suatu hak-hak dan kepentingan-kepentingan untuk dilakukan pencatatan, pendefinisian, pengelolaan secara spasial dan fisik, serta hubungan antar hak-hak, batas dan kepentingan dari batas laut yang bersebelahan atau yang mendasari hak-hak dan kepentingan.
Penjelasan definisi: 1. Kadaster kelautan didefinisikan sebagai suatu sistem.
2. Definisi ini lebih tertuju pada pencatatan, pendefinisian, pengelolaan dan hubungan antar batas-batas di laut.
Unsur-unsur pembentuk definisi:
1. Sistem (System) 2. Batas-batas laut (Boundaries of Maritime) 3. Hak-hak (Rights) 4. Kepentingan-kepentingan (Interests) 5. Pencatatan (Recorded) 6. Pengelolaan Spasial (Spatially managed) 7. Pengelolaan Fisik (Physically defined) 8. Batas Laut yang bersebelahan (Neighbouring boundaries) 9. Batas Laut berdasarkan Hak dan Kepentingan (boundaries of underlying rights and interests.)
Visualisasi Struktur Definisi Kadaster Kelautan (1) Australia (mengetahui unsur-unsur dan korelasi antar unsur):
III.1.2 Definisi Kadaster Kelautan (2) dari Australia Definisi ke-2 dari Australia Marine cadastre is a spatial boundary management tool (Binns, 2004). which describes, visualises and realises legally defined boundaries and associated rights, restrictions and responsibilities in marine environment.
(Binns, 2004).
Terjemahan definisi:
Kadaster kelautan adalah alat manajemen batas spasial yang menjelaskan, mengambarkan, dan mewujudkan pendefinisian batas-batas secara hukum dan terkait hak-hak, pembatasan dan tanggung jawab di lingkungan laut.
Penjelasan definisi:
1. Kadaster kelautan tidak lagi disebut sebagai sistem, melainkan sebagai tool. 2. Definisi ini bersifat teknis.
3. Definisi kadaster kelautan (2) dari Australia pada tahun 2002 merupakan pengembangan unsur-unsur dari definisi ke-1 tahun 1999, yakni: menjelaskan/describes— mengambarkan/visualises--dan mewujudkan/realises pendefinisian batas-batas.
Unsur-unsur pembentuk definisi:
1.Alat Manajemen Batas Spasial (Spatial boundary Management Tool) 2.Menjelaskan (Describes) 3.Menggambarkan (Visualises) 4.Mewujudkan (Realises) 5.Pendefinisian Batas secara Hukum (Legally defined Boundaries) 6.Hak-hak (Rights) 7.Pembatasan (Restrictions) 8.Tanggung jawab (Responsibilities) 9.Lingkungan Laut (Marine environtment)
Visualisasi Struktur Definisi Kadaster Kelautan (2) Australia
III.1.3 Definisi Kadaster Kelautan (3) dari Kanada Definisi ke-3 dari Kanada (Nichols, Monahan dan Sutherland, 2000).
A marine cadastre is a marine information system, encompassing both the nature and spatial extent of the interests and property rights, with respect to ownership, various rights and responsibilities in the marine jurisdiction.
Terjemahan definisi:
Kadaster kelautan adalah sistem informasi kelautan meliputi baik sifat dan luas spasial dari suatu kepentingan dan hak kekayaan terkait kepemilikan dan berbagai hak serta tanggung jawab di wilayah hukum laut.
Penjelasan definisi:
1. Kadaster kelautan didefinisikan sebagai suatu sistem informasi kelautan. 2. Merupakan satu-satunya definisi yang tidak mencantumkan unsur batas laut (marine boundary).
Unsur-unsur pembentuk definisi:
1.Sistem Informasi Kelautan (Marine Information System) 2.Sifat dan luas spasial (Nature and Spatial Extent) 3.Kepentingan (Interests) 4.Hak-hak Kekayaan (Property Rights) 5.Hak Milik (Ownership) 6.Hak-hak lain (Various Rights) 7.Tanggung jawab (Responsibilities) 8. Wilayah Hukum Laut (Marine Jurisdiction)
Visualisasi Struktur Definisi Kadaster Kelautan dari Kanada (mengetahui unsur-unsur dan korelasi antar unsur):
III.1.4 Definisi Kadaster Kelautan (4) dari Amerika Definisi ke-4 dari Amerika (NOAA, 2002).
The U.S. Marine Cadastre is an informations system, encompassing both nature and spatial extent of interests in property, value and use of marine areas. Marine or maritime boundaries share a common element with their land-based counterparts in that, in order to map a bounday, one must adequately interpret the relevant law and its spatial context. Marine boundaries are delimited, not demarcated, and generally there is no physical evidence of the boundary.
Terjemahan definisi:
Kadaster kelautan adalah sebuah sistem informasi meliputi baik sifat dan luas spasial dari suatu kepentingan properti, nilai dan penggunaan wilayah laut. Batas-batas laut atau lautan berbagi satu unsur yang sama dengan tanah, untuk memetakan suatu batas, salah satunya harus memadai dalam menafsirkan hukum yang terkait dan konteks spasial. Batas-batas laut dibatasi, tidak diberi tanda batas dan pada umumnya tidak ada bukti batas secara fisik.
Penjelasan definisi:
1. Kadaster kelautan masih didefinisikan sebagai suatu sistem. 2. Definisi ini memiliki sedikit kemiripan dengan definisi dari Kanada, tetapi lebih menitikberatkan pada penetapan batasbatas di laut (marine boundaries). 3. Definisi ini sama sekali tidak mengkaitkan unsur-unsur kadaster (rights, restrictions, responsibilities).
Unsur-unsur pembentuk definisi:
1.Sistem Informasi (Information System) 2.Sifat dan Luas Spasial (Nature and Spatial Extent) 3.Kepentingan Kekayaan (Interets in Property) 4.Nilai dan Penggunaan Wilayah Laut (Value and Use marine areas) 5. Batas-batas laut atau lautan (Marine or maritime boundaries): a. Dibatasi (Delimited) b. Tidak diberi Tanda Batas (Not Demarcated) c. Tidak ada bukti batas fisik (No Physical Evidence) 6.Tanah (Land) 7.Hukum (Law) 8.Konteks Spasial (Spatial Context)
Visualisasi Struktur Definisi Kadaster Kelautan dari Amerika (mengetahui unsurunsur dan korelasi antar unsur):
Model Fungsional Definisi Kadaster Kelautan yang ada
Model Fungsional Karakteristik NKRI sebagai Negara Kepulauan
F(Boundaries of maritime, Rights, Interests, Recorded, Spatial managed, Neighbouring boundaries, Boundaries of underlying rights and interests, Nature and spatial extent, Interests, Various Rights, Responsibilities, Marine Jurisdiction, Nature and spatial extent, Vulue and use marine areas, Marine or maritime boundaries, Law, Spatial Context, Spatial boundary, Describes,Visualises, Realises, Legally defined Boundaries, Rights, Restrictions, Responsibilities, Marine management tool, Environtment)
A
Kedaulatan, Tata Ruang Geografik, Kepemerintahan, Multikultural, Rawan Bencana)
B
Objek Materi
A
F( Boundaries of maritime, Rights, Interests, Neighbouring boundaries, Boundaries of underlying rights and interests, Interests, Various Rights, Responsibilities, Marine Jurisdiction, Marine or maritime boundaries, Law, Spatial boundary, Legally defined Boundaries, Rights, Restrictions, Responsibilities )
Kegiatan ( Recorded, Spatial managed, Nature and spatial extent, Nature and spatial extent, Vulue and use marine areas, Spatial Context , Marine management tool, Describes,Visualises, Realises) B
1. Marine Jurisdiction (Law), 2. Marine or maritime boundaries ( Spatial boundary, Legally defined Boundaries, Neighbouring boundaries, Boundaries of underlying rights and ) 3. Interests, 4. Rights, Restrictions, Responsibilities.
A1
Kedaulatan dan Marine Jurisdiction A1
• • • • • •
perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dasar laut, tanah di bawah laut, sumber daya alam.
Tata Ruang Geografik: • • • • •
wilayah darat, wilayah pesisir, wilayah lautan, pulau-pulau, gugusan pulau-pulau
Kepemerintahan: • • • •
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kota, pemerintah daerah kabupaten
B Multikultural: adat
Rawan Bencana: • • • •
letak geografis, jenis bencana, dampak/ resiko, mitigasi bencana
Marine boundaries: • Berdasarkan jenis kegiatan pemanfaatan laut • Batas kewenangan laut daerah provinsi dan kota/kabupaten • Batas kewenangan laut adat
Interests: • Pemerintah pusat (sektor-sektor) • Pemerintah daerah provinsi, kota/kabupaten • Adat
Rights, Restrictions, Responsibilities. • • • •
Berdasarkan kedaulatan Batas kewenangan laut daerah Jenis kegiatan pemanfaatan (sektoral) Kewenangan laut adat
Visualisasi gabungan struktur 4 (empat) definisi kadaster kelautan yang ada
III.3.2 Klasifikasi Unsur-unsur Utama dari Definisi-definisi Kadaster Kelautan
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi unsur-unsur utama dari 4 (empat) definisi kadaster kelautan, tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi berdasarkan kesamaan unsur-unsur utama tersebut sehingga diperoleh hasil 9 (sembilan) unsur utama kadaster kelautan sebagai berikut: 1. Hak (right) 2. Pembatasan (restriction) 3. Tanggung jawab (responsibility) 4. Kepentingan (interest) 5. Batas-batas di laut (marine boundaries) 6. Sistem referensi geodetik (geodetic reference system) 7. Penggunaan wilayah laut (use of marine areas) 8. Kewenangan laut (marine jurisdiction) 9. Penyelenggara (institution)
III.3.3Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia III.3.3.1 AustraliaIndonesia
III.3.3.2 KanadaIndonesia
III.3.3.3 AmerikaIndonesia
Hasil Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia Unsur-unsur Kadaster Kelautan 1.Marine Jurisdictions
Hasil Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia Konsep kadaster kelautan untuk Indonesia harus memasukkan unsur Perairan Kepulauan sebagai pembeda dengan Australia, Kanada dan Amerika sebagai negara pantai.
2.Authority
Perbedaan batas kewenangan pengelolaan laut antara Indonesia dengan Australia, Kanada dan Amerika. Konsep kadaster kelautan di Indonesia harus memasukkan unsur batas kewenangan laut daerah provinsi (12mil) dan kota/kabupaten (4mil).
3.Right
Hak-hak yang ada di Australia, Kanada dan Amerika dapat dijadikan sebagai masukan untuk merumuskan hak baru di Indonesia, dengan syarat harus memperhatikan batas kewenangan laut daerah.
4.Native Rights
Konsep kadaster kelautan untuk Indonesia harus memasukkan unsur Kepemilikan Laut Adat.
Unsur-unsur Kadaster Kelautan 5.Interests
Hasil Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia Interests yang ada di Australia, Kanada dan Amerika dapat diselenggarakan di Indonesia dengan memperhatikan batas kewenangan laut pemerintah daerah provinsi dan kota/kabupaten. Konsep kadaster kelautan di Indonesia harus memasukkan unsur Otonomi Daerah.
6.Restriction
Restrictions yang ada di Australia, Kanada dan Amerika tidak dapat diterapkan di Indonesia, disebabkan oleh unsur kedaulatan negara kepulauan, otonomi daerah dan kewenangan hukum laut adat yang berlaku di Indonesia.
7. Responsibility
Responsibilities yang ada di Australia, Kanada dan Amerika tidak dapat diterapkan di Indonesia, disebabkan oleh unsur kedaulatan negara kepulauan, otonomi daerah dan kewenangan hukum laut adat yang berlaku di Indonesia.
Unsur-unsur Kadaster Kelautan
Hasil Transformasi Unsur-unsur Kadaster Kelautan di Australia, Kanada dan Amerika terhadap Karakteristik Negara Kepulauan Indonesia
8.Marine Boundaries
Marine Boundaries di Australia, Kanada dan Amerika tidak dapat diterapkan di Indonesia, karena: Kedaulatan negara yang berbeda. Batas kewenangan laut provinsi dan kab/kota. Batas laut adat yang berlaku di Indonesia.
9. Geodetic Reference System
Sistem referensi geodetik di Australia, Kanada dan Amerika tidak dapat sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Diperlukan penggunaan sistem referensi geospasial yang sama untuk beragam kegiatan pemanfaatan di laut.
10. Institution
Konsep penyelenggaraan kadaster kelautan di Amerika dapat dijadikan sebagai pendekatan solusi penyelenggaraan pengelolaan laut di Indonesia.
LAMPIRAN 3 Terkait Materi Karakteristik NKRI
II.1 Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan F(Kedaulatan, Tata Ruang Geografik, Kepemerintahan, Multikultural, Keanekaragaman Hayati, Rawan Bencana, Pertahanan Keamanan) •Kedaulatan= F( 1.perairan pedalaman, 2.perairan kepulauan, 3.laut teritorial, 4. ruang udara di atas laut teritorial, 5.ruang udara di atas perairan kepulauan, 6.ruang udara di atas perairan pedalaman, 7.dasar laut, 8. tanah di bawah laut, 9.sumber daya alam) •Tata Ruang Geografik= F( 1.wilayah darat, 2.wilayah pesisir, 3.wilayah lautan, 4.pulau-pulau, 5.gugusan pulau-pulau) •Kepemerintahan= F( 1.pemerintah pusat, 2.pemerintah daerah provinsi, 3.pemerintah daerah kota, 4.pemerintah daerah kabupaten)
•Kebangsaan yang Multikultural=F( 1.suku, 2.bahasa, 3.agama, 4.budaya/ adat) • Sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayati=F( 1.sumber daya dapat pulih, 2.sumber daya tidak dapat pulih, 3.sumber daya ruang wilayah, 4.letak geografis) •Rawan Bencana=F( 1.letak geografis, 2.jenis bencana, 3.dampak/ resiko, 4.mitigasi bencana) •Pertahanan dan Keamanan=F( 1.wilayah udara, 2.wilayah darat, 3.wilayah laut, 4.pulau-pulau, 5.batas kedaulatan)
II.2 Persoalan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan di Indonesia sebagai Negara Kepulauan 1. Batas Laut Wilayah Bahwa batas laut wilayah baru dilakukan secara nasional, sedangkan untuk batas laut wilayah provinsi dan kabupaten/kota belum terwujud dalam satu sistem (belum terpadu). 2. Peraturan Perundangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan Banyaknya peraturan perundangan terkait pengelolaan wilayah pesisir dan laut seringkali terjadi overlap kebijakan, bahkan bertentangan. Menunjukkan bahwa bahwa sumber daya laut nasional dikelola secara parsial (berdasarkan sektoral), saling berdiri sendiri (tidak terintegrasi) dan diselenggarakan tanpa perencanaan bersama.
3. Pemanfaatan Laut Adat Berlakunya konsep eksklusivitas (penguasaan) wilayah laut secara tradisional, dimana penetapan batas-batasnya seringkali menimbulkan ketidakjelasan dan tumpang tindih batas, menyebabkan konflik antar desa adat maupun antara adat dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
LAMPIRAN 4 Terkait Materi Prosedur Kegiatan di empat kementerian, Asas Keterpaduan
Dari 12 kementerian yang terlibat di dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan laut, berikut prosedur kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut yang diselenggarakan oleh 4 (empat) kementerian:
1. Kementerian Kelautan dan Perikanan Prosedur Penangkapan dan Pengangkutan Ikan di Wilayah Republik Indonesia Per.3/Men/2009
F(izin kegiatan, wilayah tangkapan ikan, batas kewenangan daerah, jalur penangkapan ikan, informasi dinamika laut).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tata cara penetapan wilayah usaha pertambangan Permen No.12 Tahun 2011 Model Fungsional F(izin usaha, kegiatan pertambangan, lokasi kegiatan pertambangan, batas kewenangan daerah, informasi dinamika laut).
Kementerian Perhubungan UU No. 17 Tahun 2008 tentang prosedur kegiatan pelayaran di perairan laut Indonesia Model Fungsional F(izin pelayaran, alur pelayaran, kenavigasian, angkutan di perairan, informasi dinamika laut)
Kementerian Dalam Negeri Prosedur kegiatan penegasan batas daerah di laut, merupakan visualisasi dari Permendagri No.1 Tahun 2006. Model Fungsional
F(dokumen, batas, lokasi titik acuan, pengukuran titik acuan, peta batas, informasi dinamika laut).
Prosedur kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut yang diselenggarakan oleh 4 (empat) kementerian di atas menunjukkan bahwa tidak terlihat adanya koordinasi antar sektor/kementerian yang lain. Kondisi ini akan berdampak pada sistem sebagai operasional dari prosedur yang ditetapkan oleh masing-masing peraturan perundangan akan bersifat sektoral dan tidak terintegrasi.
Keterkaitan antar unsur Berdasarkan uraian masing-masing sektor, diperoleh suatu kesamaan unsur dalam model fungsional yang dibentuk berdasarkan variabel-variabel dominan yang digunakan oleh sektor-sektor tersebut di dalam melakukan kegiatan pemanfaatan laut, yakni variabel yang terkait dengan penentuan lokasi/ keruangan (geospasial), yang terdiri dari unsur-unsur: sistem koordinat, sistem proyeksi, datum horizontal dan vertikal serta skala peta. Tabel Sistem referensi geospasial yang digunakan oleh sektor perikanan, pertambangan, perhubungan dan otonomi daerah. Sistem referensi geospasial
Asas Keterpaduan Dalam perspektif UU Informasi Geospasial Asas keterpaduan dapat diwujudkan salah satunya dengan menggunakan sistem referensi geospasial nasional untuk kegiatan-kegiatan pemanfaatan di laut. (UU No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial). Yang dimaksud dengan sistem referensi geospasial adalah datum geodesi, sistem referensi koordinat dan sistem proyeksi. Sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem koordinat standar nasional. (Pasal 34 (a) UU No.4 Tahun 2011) Menggunakan sistem referensi geospasial yang sama bukan berarti bahwa semua sistem referensi geospasial yang berbeda harus disatukan, tetapi diperbolehkan dalam hal penggunaan sistem referensi geospasial yang berbeda, dengan ketentuan bahwa sistem referensi geospasial tersebut dapat ditransformasikan ke dalam sistem referensi geospasial nasional.
1. Visualisasi kegiatan pemanfaatan laut secara sektoral menggunakan sistem referensi geospasial yang berbeda
(Modifikasi dari Towards a Marine Cadastre, 2009)
2. Visualisasi keterpaduan kegiatan pemanfaatan laut dalam sistem koordinat nasional.
Asas Kepastian Hukum Asas Kepastian Hukum. Asas ini diperlukan untuk menjamin kepastian hukum yang mengatur pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara jelas dan dapat dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan; serta keputusan yang dibuat berdasarkan mekanisme atau cara yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak memarjinalkan masyarakat pesisir dan pulaupulau kecil (UU No. 27 Tahun 2007). Untuk menjamin kepastian hukum terkait kegiatan pemanfaatan di laut dapat dilakukan dengan menempatkan unsur-unsur kadaster (right, restriction dan responsibility) dari darat ke laut. Seluruh kegiatan pemanfaatan laut akan ditentukan right dan responsibility yang berlaku sesuai dengan unsur batas (restriction) yang telah ditetapkan.
Asas Peran Serta Masyarakat Asas Peran Serta Masyarakat dimaksudkan agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian; memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui kebijaksanaan pemerintah dan mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan tersebut; memanfaatkan sumber daya tersebut secara adil (UU No27 Tahun 2007). Asas Peran Serta Masyarakat dapat diwujudkan dengan cara mengidentifikasi dan memetakan kembali seluruh kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang diselenggarakan secara adat, lokal maupun tradisonal. Dari pemetaan tersebut akan diperoleh informasi mengenai batas kegiatan, hak dan kewajiban di dalamnya. Dengan diberikannya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak yang ada tersebut diharapkan dapat terselenggaranya pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang adil, merata dan berkelanjutan.
Asas Desentralisasi Asas Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No.27 Tahun 2007). Asas Desentralisasi dapat diwujudkan dengan cara menentukan terlebih dahulu, kemudian menetapkan batas-batas administrasi daerah otonom tersebut, termasuk batas kewenangan laut provinsi (12mil) maupun kota/kabupaten (1/3 dari batas kewenangan laut provinsi). Langkah selanjutnya adalah merumuskan right dan responsibility masing-masing daerah berdasarkan batas kewenangan laut daerah yang telah ditetapkan. Pengelolaan laut bersama antar daerah yang berhadapan maupun berdampingan dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah daerah dan kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing daerah otonom.
Asas Keterpaduan menurut UU No. 27/2007 amandemen UU No.1/2014 (PWPPPK) Asas Keterpaduan digunakan untuk mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan pemerintah daerah.
Asas Keterpaduan menurut UU No. 32 Tahun 2014 (Kelautan) Asas Keterpaduan menurut UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan adalah integrasi kebijakan kelautan melalui perencanaan berbagai sektor pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan pemerintah daerah. Asas Keterpaduan harus ditambahkan dengan Asas Kepastian Hukum, yang artinya seluruh pengelolaan dan pemanfaatan kelautan harus didasarkan pada ketentuan hukum.
LAMPIRAN 5 Terkait Materi Definisi KADASTER FIG 1995
Cadastre = F(land parcel, land information system, up to date, record, rights, restrictions, responsibilities, geometric description, nature of the interests, ownership, value, purpose ) No
Unsur
Keterangan
1
land parcel
Satuan objek kadaster pertanahan
2
land information system
Merupakan tahap pengembangan kadaster pertanahan
3
record
Kegiatan pencatatan objek dan subjek kadaster
4
up to date
Pembaharuan (perubahan, pengurangan dan penambahan) objek dan subjek kadaster.
5
rights
Terdiri dari private ownership, use rights, leases rights, dll.
6
restrictions
Batas/ pembatasan hak
7
responsibilities
Jenis tanggungjawab: state, private, shared public and private
8
geometric description
Objek kadaster diukur dan dipetakan, dilengkapi keterangan geodetic control, coordinated ground surveys, land area, historical records, dll.
9
nature of the interests
Jenis kepentingan: state, private, shared public and private
10
ownership
Merupakan hak tertinggi di dalam kadaster pertanahan
11
value
Nilai tanah sangat dipengaruhi oleh unsur lokasi (urban dan rural ; centralised dan decentralised)
12
purpose
Kadaster digunakan untuk: supporting taxation, conveyancing, land distribution, atau multipurpose land management activities.
Implementasi definisi kadaster FIG 1995 di beberapa negara Australia Tanah yang dapat dimiliki hanyalah permukaan bumi saja, sedangkan mineral yang ada dibawahnya adalah milik crown. Pembagian hasil mineral diatur oleh negara. Kanada hak kepemilikan tanah tidak termasuk lapisan tanah di dalamnya.
Amerika Pemilikan tanah meliputi juga pemilikan material di dalamnya, termasuk adanya hak atas ruang udara di atas tanah miliknya (air rights). (FIG, 1995.)
LAMPIRAN 6 Terkait Materi UNCLOS, Karakteristik, Bentuk Negara, Sistem Pemerintahan, Bentuk Pemerintahan dan Sustem Kadaster Tanah di Australia, Kanada, Amerika dan Indonesia
UNSUR-UNSUR PEMANFAATAN LAUT WILAYAH INDONESIA Di dalam penelitian ini pemanfaatan laut diidentifikasi memiliki 11 unsur utama sebagai berikut: No Unsur 1 Potensi Sumber Daya Laut
Keterangan Terdiri dari sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan.
2
Peraturan Perundangan
3
Institusi Penyelenggara
4
Anggaran
5
Sumber Daya Manusia
6
Sarana dan Prasarana
7
Metode
Terdiri dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan dan Keputusan Menteri hingga Peraturan Daerah. Terdiri dari pemerintah pusat melalui kementerian-kementerian, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota). Sebagai modal untuk menyelenggarakan kegiatan pemanfaatan laut. Mencakup kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah atau negara. Terkait erat dengan peralatan dan teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan laut. Cara dan prosedur yang digunakan dalam pemanfaatan laut.
8
Subjek Pemanfaatan Laut
Semua pelaku pemanfatan laut termasuk masyarakat adat.
9
Dinamika Laut
Pengaruh pasang surut air laut, arus, gelombang dan lainnya.
10
Kegiatan
11
Gangguan dan Kerusakan
Terkait dengan izin kegiatan, batas kegiatan, hak dan tanggung jawab dari kegiatan tersebut. Kerusakan oleh alam dan kerusakan oleh manusia.
II.3 Keterkaitan Kadaster Kelautan dengan UNCLOS 1982, Kadaster Pertanahan, Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan UNCLOS 1982 SOVEREIGNITY (Marine Jurisdictions, Rights, Restrictions, Responsiblities)
CADASTRE (Land Cadastre) 3R (Rights, Restrictions, Responsiblities
STATE MARINE CADASTRE
• State Form • Government System • Government Form • Characteristics
KEDAULATAN VS KEWENANGAN • Kedaulatan (Sovereignity) adalah kekuasaan tertinggi di mana negara memiliki batas-batas melebihi batas-batas yang dimiliki oleh warga negara terhadap dirinya sendiri, negara memiliki hak-hak dalam pengambilan keputusan tertinggi, dan di mana negara memiliki hak-hak dalam penegakan kewenangan. • Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Wewenang biasanya dihubungkan dengan kekuasaan.Wewenang merupakan kekuasaan yang dilembagakan (Robert Bierstedt ). • Yurisdiksi adalah kewenangan negara untuk melaksanakan hukum nasionalnya, baik terhadap orang, benda atau peristiwa hukum. Yurisdiksi merupakan perwujudan dari kedaulatan.
NEGARA KEPULAUAN (Archipelagic State) Negara kepulauan berarti suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Kepulauan berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulaupulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. (Pasal 46, UNCLOS 1982) Negara Pantai (Coastal State): all states that have oceans coast with adjacent territorial waters, exclusive economic zone and continental shelf (Borreson, 1994)
Konsepsi Negara Kepulauan (Archipelagic State) didasarkan pada konsepsi archipelago yang berarti laut dimana banyak terdapat pulau-pulau. Dalam archipelago tersebut rasio laut atau air adalah lebih besar daripada daratan (pulau), tetapi keduanya dianggap sebagai suatu kesatuan. Dengan demikian, pengertian yang paling penting dalam konsep archipelago adalah kesatuan antara laut dan darat (serta udara di atasnya), dimana rasio wilayah laut lebih besar dari rasio wilayah darat. (Djalal, 1979). Konsepsi geografis menjadi dasar bagi konsepsi archipelagic state yang terdiri dari satu atau beberapa archipelago, sedangkan tidak setiap archipelago menjadi archipelagic state atau tidak harus diperlakukan sebagai archipelagic state. Oleh karena itu terdapat 3 (tiga) jenis archipelago, yaitu: 1. Coastal Archipelago, yang terletak di sepanjang pantai dan yang pada umumnya berdekatan dengan pantai. Hal ini pada dasarnya telah diselesaikan oleh Konferensi Jenewa 1958 tentang laut wilayah yang memungkinkan negara pantai menarik garisgaris dasar dari archipelago yang terletak berdekatan di sepanjang pantai tersebut. 2. Mid-ocean archipelago yang terletak di tengah laut yang jauh dari pantai suatu negara. Pada dasarnya konsepsi Hukum Internasional mengenai archipelago berasal dari archipelago-archipelago semacam ini yang pada umumnya merupakan suatu gugusan pulau-pulau yang kompak dan yang jarak antar pulaunya tidak begitu besar. 3. Archipelagic State yaitu suatu gugusan pulau-pulau atau beberapa gugusan pulau-pulau yang menjadi suatu negara merdeka.
Ketentuan Pasal 46 Konvensi Hukum Laut 1982 apabila dikaitkan dengan realitas karakteristik Negara Kepulauan Indonesia, memperlihatkan bahwa di dalam Negara Kepulauan Indonesia terdapat daerah-daerah provinsi dengan karakteristik: 1. Coastal archipelago yaitu daerah-daerah provinsi yang mempunyai pulaupulau di sepanjang pantai utama: misalnya Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumetrea Barat, Provinsi Riau, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan lain-lain. 2. Mid-ocean archipelago yaitu daerah-daerah provinsi yang mempunyai pulau-pulau di tengah laut sebagai bagian dari wilayah daerah tersebut; misanya Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dan lain-lain. 3. Archipelagic Province atau daerah Provinsi Kepulauan yaitu daerah-daerah yang mempunyai pulau-pulau yang membentuk gugusan pulau; seperti Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Maluku.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa Negara Kepulauan (Archipelagic State) adalah suatu negara yang seharusnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Sebuah kepulauan akan dianggap sebagai satu kesatuan, sehingga perairan disekitar, diantara, dan yang menghubungkan pulau-pulau (terlepas dari luas dan dimensi yang berbeda) merupakan bagian dari perairan internal negara. Wujud suatu Negara Kepulauan ditentukan berdasarkan penentuan garis pangkal lurus kepulauan (archipelagic straight baseline) dan garis pangkal lain sepanjang tidak bertentangan dengan Konvensi 1982 (Pasal 5, 7(1) dan 47 (1)). Tidak semua negara kepulauan secara geografis dapat menetapkan dirinya sebagai negara kepulauan secara hukum (legal). Terdapat 5 (lima) negara berdaulat yang memperoleh persetujuan dalam Konvensi PBB tentang UNCLOS dan memenuhi syarat sebagai Negara Kepulauan yakni: Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Fiji, dan Bahama. Kelima negara kepulaian ini tetap menghormati perjanjian dengan negara lain dan harus mengakui hak-hak nelayan tradisional dan kegiatan lain yang sah dari negara-negara tetangga yang berbatasan langsung di daerah-daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan kondisi untuk pelaksanaan hak-hak dan kegiatan selanjutnya diatur dengan perjanjian bilateral antara negara.
HAK NEGARA KEPULAUAN Menurut UNCLOS 1982 • Negara Kepulauan dapat menarik garis pangkal kepulauan (archipelagic straight baseline). (Pasal 47) • Berdaulat atas Perairan Kepulauan (tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai) meliputi ruang udara di atasnya, dasar laut, tanah di bawahnya dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. (Pasal 49) • Negara Kepulauan dapat menangguhkan sementara lintas damai kapal asing di daerah tertentu di Perairan Kepulauan. (Pasal 52)
• Menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya. (Pasal 53)
KEWAJIBAN NEGARA KEPULAUAN Pasal 51 UNCLOS 1982 • Menghormati perjanjian dengan negara lain. • Mengakui hak perikanan tradisional dan • Kegiatan lain yang sah dengan negara tetangga yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang berada dalam Perairan Kepulauan. • Menghormati hak kabel laut yang dipasang oleh negara lain. • Menghormati Hak Lintas Damai. • Memberikan dan mengakomodasikan hak pelayaran melalui perairan kepulauan.
POTENSI PERMASALAHAN: Batas Kewenangan Laut Pemerintah Daerah vs Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) • Bukan tidak mungkin penarikan batas laut daerah (12mil untuk provinsi dan 4 mil untuk kabupaten/kota) akan memotong alur pelayaran dan akan berakibat pada terganggunya keselamatan pelayaran serta kepentingan masyarakat internasional yang tereliminasi. • Pemerintah perlu menentukan secara jelas batas antara zona-zona maritim agar memudahkan pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam di perairannya, termasuk juga kewajiban untuk menghormati hak dan kebebasan pelayaran kapal asing.
• Marine Cadastre di dalam konteks negara kepulauan dan negara pantai Kedaulatan negara kepulauan (Pasal 49 UNCLOS 1982) Negara Kepulauan (Archipelagic State)
Negara Pantai (Coastal State)
Indonesia
Australia, Kanada, Amerika
1. 2. 3. 4. 5.
perairan pedalaman perairan kepulauan laut teritorial ruang udara di atas laut teritorial ruang udara di atas perairan kepulauan 6. ruang udara di atas perairan pedalaman 7. dasar laut 8. tanah di bawah laut
1. 2. 3. 4.
perairan pedalaman laut teritorial ruang udara di atas laut teritorial ruang udara di atas perairan pedalaman 5. dasar laut 6. tanah di bawah laut
Kedaulatan suatu negara atas perairannya sangat penting untuk mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban yang dimilikinya, serta mekanisme yang dapat diterapkan untuk penegakan hukum (berkaitan dengan kewenangan) .
Marine Cadastre di dalam konteks negara pantai Marine cadastre digunakan sebagai sistem untuk pengelolaan laut termasuk dasar laut, tanah di bawah laut dan sumber daya laut yang terkandung di dalamnya, dari Territorial Sea Baseline ke arah laut menuju laut teritorial,
Marine Cadastre di dalam konteks negara kepulauan Marine Cadastre dipandang sebagai sistem untuk pengelolaan laut di perairan sekitar, antara dan yang menghubungkan pulau-pulau (terlepas dari luas dan dimensi yang berbeda) yang dianggap sebagai satu kesatuan dan merupakan bagian dari perairan internal negara.
NEGARA FEDERASI VS NEGARA KESATUAN (1) Negara serikat/federasi: • Terdiri dari beberapa negara bagian dengan satu pemerintah pusat yang memiliki kedaulatan. • Negara bagian memiliki wewenang konstitusi yang lebih besar dibandingkan dengan Pemerintah Daerah di Negara Kesatuan, yakni, membuat UUD sendiri, memiliki kepala negara, parlemen, dan kabinet sendiri untuk menjalankan pemerintahan di negara bagian. • Pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah negara bagian. Negara kesatuan (NKRI): • Indonesia adalah negara kesatuan bersistem disentralisasi. • Pemerintah pusat memiliki kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar. • Hanya ada satu UUD yang berlaku untuk seluruh wilayah negara.
Marine Cadastre di dalam konteks negara federal Marine Cadastre diselenggarakan berdasarkan batas kewenangan laut pemerintah federal dan kewenangan laut negara bagian (state) yang tidak selalu sama, sangat dipengaruhi oleh konstitusi yang berlaku di masing-masing negara bagian tersebut.
Marine Cadastre di dalam konteks negara kesatuan Marine Cadastre dipandang sebagai satu kesatuan sistem untuk pengelolaan laut di semua wilayah, dengan memperhatikan batas kewenangan laut pemerintah daerah provinsi (12 mil), kota dan kabupaten (4 mil). Penyelenggarannya sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat.
Perbandingan Bentuk Negara, Sistem Pemerintahan, Bentuk Pemerintahan, Karakteristik dan Sistem Kadaster Pertanahan di Australia, Kanada, Amerika dan Indonesia Australia
Kanada
Amerika
Indonesia
Karakteristik
Negara Pantai
Negara Pantai
Negara Pantai
Negara kepulauan
Bentuk Negara
Federasi
Federasi
Federasi
Kesatuan
Sistem Parlementer Kepemerintahan
Demokrasi Federal
Presidensial
Presidensil
Bentuk Pemerintahan
Monarki Konstitusional
Monarki Konstitusional
Republik Federasi
Republik
Sistem Kadaster Pertanahan
Pendaftaran Hak/ Title Registration
Sebagian besar Pendaftaran Hak/ Title Registration
Sebagian besar Pendaftaran Akta/ Deeds Registration
Pendaftaran Hak/Title Registration
• Marine Cadastre di dalam konteks negara kesatuan dan negara federal Negara Federal Australia
Kanada
1. • Federal Pelaksanaan • States (6) dan Pemerintahan Territories (2)
• • • •
2. Batas States: 0-3 mil Pengelolaan Federal:diluar Laut 3mil sd 12 mil
Tidak ditentukan berdasarkan jarak (mil laut)
Federal Propinsi (10) Teritori (3) Kotamadya (lokal atau regional).
Negara Kesatuan (Disentralisasi) Amerika
Indonesia
• Federal • States (50) dan District (1)
• Pemerintah Pusat • Provinsi (34) • Kota (98) dan Kabupaten (403) • Kecamatan (6.493) • Kelurahan/Desa (76.655)
State:3 mil (kecuali Texas dan T.Florida 9 mil). Federal: diluar 3mil sd 12 mil
Provinsi:12 mil Kota/Kab:1/3 dari provinsi.
Negara Federal Australia
Kanada
Negara Kesatuan (yang Disentralisasi) Amerika
3. Hak • Negara bagian memiliki ‗‘otonomi (Kewenangan) asli‘‘. • Masing-masing state memiliki kewenangan yang berbeda, bersifat lebih luas dan mandiri.
Indonesia • Pemberian dari pemerintah pusat. • Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang relatif sama dan terbatas.
4. Restriction
Dipengaruhi oleh kewenangan Sangat bergantung pada pemerintah federal dan kewenangan yang kebijakan pemerintah pusat. berbeda dari masing-masing states.
5. Responsibility
Pemerintah Federal, state, shared responsibility antara Pemerintah Federal dan state.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Shared Responsibility antara Pemerintah Pusat dan Daerah/
PERBEDAAN NEGARA FEDERAL AMERIKA/AUSTRALIA DENGAN KANADA Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan yang lain adalah salah satunya dengan melihat cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian, yakni:
• Negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal, dan kekuasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian. Contoh: Amerika Serikat, Australia, RIS (1949). • Negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh: Kanada dan India.
LAMPIRAN 7 Terkait Materi Masyarakat Adat
Berlakunya konsep eksklusivitas (penguasaan) wilayah laut secara tradisional, dimana penetapan batas-batasnya seringkali menimbulkan ketidakjelasan dan tumpang tindih batas, menyebabkan konflik antar desa adat maupun antara adat dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Berbeda dengan kondisi dan persoalan di wilayah Indonesia bagian barat, penyelenggaraan pemanfaatan laut di wilayah Indonesia bagian timur lebih sering dihadapkan pada eksistensi pengelolaan laut secara adat (ulayat laut). • 10.640 desa dari 69.249 desa adalah desa pesisir. (BPS, 2012). • Sekitar 92% desa pesisir di wilayah timur Indonesia adalah desa adat yang mempraktikkan pengelolaan sumber daya alam berbasis lokal. (Grand Desain Pembangunan Desa, 2009).
Persoalan pemanfaatan laut adat terletak pada berlakunya konsep eksklusivitas (penguasaan) wilayah laut yang secara tradisional dieksploitasi oleh kelompok-kelompok masyarakat adat setempat. Penetapan batas-batas eksklusivitas wilayah laut tersebut dilakukan secara adat setempat.
(Hernandi, A., Abdulharis, R., Hendriatiningsih, S., dan Ling, M, 2012)
Implikasi penetapan batas laut secara adat:
• Konflik batas laut adat antar Desa Tutrean dengan Desa Sather di Pulau Kei Besar. • Konflik batas laut adat Desa Dian dan Desa Debut perihal izin kontrak Pulau Oiwa kepada pengusaha mutiara PT. Pear Nusantara pada tahun 1994.
III. Unsur Masyarakat Adat Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintaan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 (33) UU No.1 Tahun 2014). Masyarakat Lokal adalah sekelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu. Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional .
Hasil survei identifikasi dan studi literatur diperoleh informasi bahwa tidak terdapat pemanfaatan laut secara adat di perairan Selat Madura.
Perbandingan Customary Marine Australia 1. 2. 3. 4. 5.
Tidak berlaku hak eksklusif untuk menempati, menggunakan dan menikmati air dengan mengesampingkan semua orang lain. Tidak berlaku hak eksklusif untuk memiliki perairan dengan mengesampingkan semua orang lain. Tidak berlaku hak pengembangan kepentingan mereka di wilayah pesisir laut. Hak adat harus memberi jalan kepada hak publik atau swasta jika terjadi ketidaksesuaian penyelenggaraannya. Hak-hak adat agar diakui keberadaannya harus melalui keputusan Native Title Tribunal.
Kanada Hak adat diakui dan ditegaskan dalam konstitusi Kanada, sehingga pengadilan Kanada mampu menjatuhkan undang-undang yang dapat meminimalkan hak-hak adat (kecuali untuk kegiatan konservasi sumber daya).
Indonesia 1. 2.
Adanya eksklusifitas wilayah perairan adat beserta sumber daya laut yang ada di wilayah tersebut. Adanya hak kepemilikan adat di wilayah pantai, laut dan pulau-pulau kecil.
LAMPIRAN 8 Terkait Materi Teori Sistem dan Networked Government
II.4 Teori Sistem Sistem adalah: (1) perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas: pencernaan makanan, pernapasan, dan peredaran darah dalam tubuh; (2) susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas: pemerintahan negara (demokrasi, totaliter, parlementer); (3) metode: pendidikan (klasikan, individual, dsb). (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Teori sistem didalam penelitian ini digunakan untuk: 1. Mengidentifikasi sistem pengelolaan laut yang digunakan di beberapa kementerian. 2. Mensinergikan sistem-sistem tersebut (sistem yang telah ada) terkait pengelolaan wilayah pesisir dan laut menggunakan sistem kompleks dan sistem dinamis. 3. Sistem kompleks dan sistem dinamis digunakan sebagai pendekatan operasional untuk menyelesaikan masalah pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang dikelola oleh sistem sektoral (10 kementerian), sistem otonomi daerah (pemerintah provinsi dan kab/kota), dan sistem pengelolaan laut secara adat.
II.5 Teori Sistem Sistem: suatu kumpulan objek yang saling berkaitan dan saling bergantungan secara tetap untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu lingkungan yang kompleks. Sistem Kompleks : sistem yang memiliki banyak tingkatan dan subsistem. Sistem Dinamis : sistem terbuka, bergerak terus menerus, berubah, memiliki banyak variasi, dipengaruhi hubungan sebab akibat, adanya umpan balik. Teori Sistem didalam penelitian ini digunakan untuk: 1. Identifikasi sistem pengelolaan laut di 10 kementerian 2. Mensinergikan sistem-sistem yang telah ada terkait pengelolaan wilayah pesisir dan laut. 3. Operasionalnya menggunakan sistem kompleks dan dinamis.
II.5 Konsep Networked Government dan Legislative Government Networked Government is a means of improving performance in government activities, and ultimately community welfare, by way of: 1. Improved cooperation between government agencies, 2. More active and effective consultation and engagement with citizens, and 3. In this globalised world, greater engagement at the international level, including through regional and less formal activities. (CAPAM, 2004)
Networked Government harus didasarkan pada maksud, tujuan dan stategi yang jelas dan memiliki struktur, proses, dan mekanisme yang tepat. Jaringan yang baik melibatkan koordinasi, kerjasama, dan konsultasi, tidak kompetisi internal antara lembaga. Serta diperlukan monitoring, evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus. Konsep Networked Government dan Legislative Government didalam penelitian ini digunakan untuk: 1. Memadukan kegiatan-kegiatan 10 kementerian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut. 2. Mengkaitkan kegiatan pengelolaan laut lintas provinsi dan lintas kabupaten/kota.
II.6 Konsep Networked Government dan Legislative Government Networked Government
• Jaringan dari pemerintah berdasarkan organisasi dan infrastruktur yang terikat bersama oleh teknologi informasi dan komunikasi. • Menghubungkan (membangun jaringan berupa sistem) berbagai tingkat dan lembaga pemerintah untuk memberikan layanan yang lebih terintegrasi. Legislative Government • Membangun badan/ institusi pembuat undang-undang/membuat hukum. Konsep Networked Government dan Legislative Government didalam penelitian ini digunakan untuk: 1. Memadukan kegiatan-kegiatan 10 kementerian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut. 2. Mengkaitkan kegiatan pengelolaan laut lintas provinsi dan lintas kabupaten/kota.
LAMPIRAN 9 Terkait Materi Tindakan Teknologis Sistem
Tindakan Teknologis
Model Konstruksi Integrasi Unsur-unsur Pemanfaatan Laut dalam Perspektif Kadaster Kelautan berbasis Definisinya
Tindakan Teknologis
Contoh perancangan sistem: (1) Sektor Perikanan
Tindakan Teknologis
Contoh perancangan sistem: (2) Sektor Pertambangan
Visualisasi gabungan struktur 4 (empat) definisi kadaster kelautan yang ada
Visualisasi sintesis struktur definisi kadaster kelautan untuk Indonesia sebagai negara kepulauan
LAMPIRAN 10 Terkait Materi Fenomena di Selat Madura
Fenomena
(Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2006)
Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur (dari berbagai sumber)
Walhi Jawa Timur
Selat Madura Provinsi Jawa Timur
Pemanfaatan ruang laut di Selat Madura Provinsi Jawa Timur untuk sektor pertahanan laut
(Sumber: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2006)
Latihan Gabungan (Latgab) TNI di Pantai Banongan, Situbondo, Rabu (4/6). Latgab TNI 2014 digelar di Situbondo.
Pemanfaatan ruang laut di Selat Madura Provinsi Jawa Timur untuk sektor perhubungan laut
Rute Pelayaran dari/ke Surabaya
Reklamasi Pelabuhan Teluk Lamong
Pondasi jalan akses ke Pelabuhan Teluk Lamong kabel
Pemanfaatan ruang laut di Selat Madura Provinsi Jawa Timur untuk sektor perikanan Pemanfaatan ruang laut untuk perikanan di sekitar Pulau Galang oleh masyarakat tradisional
Kondisi pada saat surut di selitar Pelabuhan Teluk Lamong
Pemanfaatan ruang laut di Selat Madura Provinsi Jawa Timur untuk sektor energi dan sumber daya mineral Peta Persebaran Kerja Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jawa Timur
Blok Sampang SANTOS ( SAMPANG ) PTY. LTD.
Blok Wortel SANTOS (MADURA) PTY. LTD.
LAMPIRAN 11 Terkait Materi Peraturan Perundangan
Undang-undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Undang-undang ini merupakan amandemen dari UU No. 27 Tahun 2007. Perubahan paling mendasar di dalam undang-undang ini adalah munculnya Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan untuk mengisi dan menggantikan seluruh pasal terkait Hak Pengusahaan Pengelolaan Pesisir (HP3) yang dinyatakan tidak berlaku berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 3/PUU-VIII/2010 dikarenakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil. Sedangkan Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.
Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Undang-undang ini diantaranya membahas mengenai pengelolaan ruang laut di atas 12 mil. Pengelolaan yang dimaksud terkait kegiatan Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Sumber Daya Nonkonvensional, Industri Kelautan, Wisata Bahari, Perhubungan Laut, dan Bangunan Laut; Pembentukan Bakamla untuk mengintegrasikan kewenangan pengamanan (pengawasan dan penindakan) laut; dan memasukan unsur perlindungan lingkungan laut sebagai unsur penting di dalam setiap penyelenggaraan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan.
UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Penetapan batas laut wilayah sebenarnya sudah diatur di dalam Pasal 3 UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa: Wilayah Daerah Propinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Terkait dengan batas laut wilayah, UU No.22/1999 hanya membahas batas wilayah laut provinsi saja (tidak membahas batas laut wilayah kabupaten/kota). UU No.22/1999 kemudian diamandemen oleh UU No.32/2004. Undang-undang ini mulai membahas mengenai batas laut wilayah provinsi dan kabupaten/kota, disebutkan dalam Pasal 18 (4) bahwa Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Peraturan operasional penetapan batas laut wilayah diatur di dalam Permendagri No.1 Tahun 2006 yang kemudian diamandemen Permendagri No. 76/2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Pada tahun 2014, UU No.32/2004 diamandemen oleh UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Terkait batas laut wilayah, UU No. 23/2014 ini tidak mengalami perubahan yang signifikan, artinya undang-undang ini tetap membahas dan mengatur batas laut wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Walaupun peraturan normatifnya sudah berubah, tetapi sampai saat ini peraturan operasional penetapan dan penegasan batas laut wilayah tetap mengacu ke Permendagri No.76/2012.
Pasal 17 (2) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yakni: Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintah daerah, meliputi: 1. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah. 2. Kerjasama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintah daerah. 3. Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfataan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Kini, setelah diamandemen oleh UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelesaian konflik dapat mengacu pada Pasal 14: 1. Penyelenggaan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi. 2. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan pemerintah pusat. 3. Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
LAMPIRAN 12 Terkait Materi Land Cadastre vs Marine Cadastre
II.2 Filosofi Land Cadastre dan Marine Cadastre
No
Land Cadastre
Marine Cadastre
1
Tanah bersifat private property resources, adanya kepemilikan (Hak Milik) atas bidang tanah.
Laut bersifat common property resources dan open access. Tidak ada Kepemilikan di laut, yang ada hanyalah izin pemanfaatan/ pengelolaan.
2
Objek kadaster meliputi tanah permukaan (2dimensi) maupun diatas atau dibawah tanah (3 dimensi)
Ruang laut terdiri dari permukaan laut, kolom air dan dasar laut (3 dimensi).
3
Tanah bersifat relatif statis (jika gelombang seismik = nol)
Laut bersifat dinamis (dipengaruhi oleh faktor astronomis dan non-astronomis)
I. Konsep Kadaster Kelautan di Australia I.1 Land Cadastre dan Marine Cadastre di Australia Land Cadastre •Tanah publik dianggap milik kerajaan (crown). Pemerintah mewakili crown memiliki 72% tanah di Australia. Aborigin 13% dan 15% pribadi (Cooray, 1995).
Marine Cadastre • Laut dikelola berdasarkan batas kewenangan laut federal (3-12 mil) dan negara bagian/state (03mil)
•Tanah yang dapat dimiliki hanyalah permukaan bumi saja, sedangkan mineral yang ada dibawahnya adalah milik crown. Pembagian hasil mineral diatur oleh negara.
• Pemanfaatan laut dilakukan di permukaan, kolom, dan dasar laut (termasuk mineral yang ada dibawah laut). Pembagian hasil pemanfaatan diatur oleh kebijakan pemerintah federal, state dan pihak ketiga.
Land Cadastre Marine Cadastre •Tanah dapat dimiliki pribadi atau • Laut dikelola penduduk setempat, golongan dalam arti bukan pemerintah dan adat. Tidak ada kepemilikan mutlak, hanya izin sistem freehold, yang ada hanyalah penguasaan tanah dari crown dalam leasehold oleh negara kepada bentuk freehold maupun leasehold. swasta/ kelompok, contoh: oil and gas development rights. •Terkait dengan tanah adat, benua • Sama halnya dengan di darat, suku Australia dahulu dinyatakan terra Aborigin harus dapat membuktikan nullius (lahan kosong) dan disita bahwa mereka adalah kelompok dari masyarakat Aborigin tanpa yang pernah hidup di tempat itu kompensasi. Sehingga suku dan memiliki tanggung jawab Aborigin harus dapat membuktikan terhadap laut tersebut. bahwa mereka adalah kelompok yang pernah hidup di tempat itu dan memiliki tanggung jawab terhadap tanah tersebut.
Land Cadastre Marine Cadastre • Menganut sistem pendaftaran hak • Belum ada istilah untuk sistem (Torrens System) pendaftaran hak di laut. Kegiatan pemanfaatan laut selama ini dilakukan berdasarkan jenis hak dan kepentingan. Namun konsep pencatatan/ recorded hak (rights), kepentingan (interests), batas (boundaries), tanggung jawab (responsibilities) di dalam Sistem Torrens digunakan sebagai dasar untuk merumuskan definisi kadaster kelautan di Australia.
I.2 Operasional Konsep Marine Cadastre di Australia 1.Marine Jurisdictions
1. 2. 3. 4.
2. Kewenangan Pengelolaan (Authority)
1. State (0-3mil) 2. Federal (diluar 3 mil sd 12 mil)
3. Right
1. Oil and gas develompent rights. 2. Traditional fishing rights. 3. Aboriginal rights 4. Coastal property rights (including riparian rights): rights for public navigation, recreation, and access.
4. Native Rights
Perairan pedalaman Laut teritorial Dasar laut Tanah di bawah laut
Tidak berlaku eksklusifitas wilayah dan hak kepemilikan laut secara adat.
5. Interests
6. Restriction
1. Shipping lanes 2. Geophysical exploration. 3. Oil and gas extraction 4. Defence 5. Fisheries 6. Conservation: Marine Protected Area, Heritage. 7. Tourism and recreation. 8. Cable and pipelines. 9. Aquaculture leases. 10.Mineral and energy 11.Native title. 12.Ocean waste disposal. Berdasarkan: 1. 2. 3. 4.
UNCLOS 1982 Kewenangan pemerintah Federal Kewenangan State Jenis kepentingan (type of interests)
7.Responsibility
Mengacu pada: 1.UNCLOS 1982 2.Kewenangan pemerintah Federal 3.Kewenangan State 4.Jenis Hak dan Kepentingan
8. Marine Boundaries
Berdasarkan: 1.Marine Jurisdictions negara pantai 2.Kewenangan pemerintah federal dan state 3.Jenis Hak dan Kepentingan
9. Geodetic Reference System
1.Geodetik dan geosentris. 2.Sistem proyeksi: UTM, Map grid of Australia 3.Datum Horizontal: GDA 94, WGS‘84. 4.Datum vertikal: Low Water Mark (LWM), .Lowest Astronomical Tide (LAT). 5.Australia Spatial Data Infrastructure (ASDI)
10. Institution
Banyak institusi yang terlibat di dalam mengelola batas dan hak-hak lepas pantai.
II. Konsep Kadaster Kelautan di Kanada II.1 Land Cadastre dan Marine Cadastre di Kanada Land Cadastre • Sekitar 89% dari luas daratan Kanada adalah crown land yang dikelola oleh pemerintah federal 41%, provinsi 48%, dan 11% dimiliki pribadi atau perusahaan.
• Hak kepemilikan tanah meliputi semua lapisan tanah termasuk mineral, minyak atau gas alam yang berada dibawah tanah (Dominion Lands Act 1871). Diamandemen tahun 1900: hak kepemilikan tanah tidak termasuk lapisan tanah di dalamnya.
Marine Cadastre • Terdapat kewenangan laut provinsi dan federal yang batas-batasnya tidak ditentukan berdasarkan jarak (mil laut). Beberapa provinsi (British Columbia) memiliki kewenangan laut yang berbeda yakni kewenangan laut untuk local government (municipal dan regional). • Pemanfaatan laut dilakukan di permukaan air (water surface), kolom air (water column), dan lapisan tanah (subsoil).
Land Cadastre Marine Cadastre • Tanah dapat dimiliki pribadi atau • Laut dikelola penduduk setempat, golongan dalam arti bukan pemerintah dan adat. Tidak ada sistem kepemilikan mutlak. Setiap orang freehold yang ada hanyalah leasehold berhak menggunakan dan oleh negara kepada individu maupun menikmati property. kelompok. • Berbeda dengan di Australia, bahwa • Berdasarkan keputusan pengadilan Kanada mengakui masyarakat adat bahwa pemerintah maupun pengusaha sudah ada dan memiliki klaim wajib berkonsultasi dengan masyarakat sebelumnya. asli sebelum melakukan aktivitas di daerah (perairan) tradisional mereka. • Sebagian besar provinsi di Kanada • Belum ada istilah untuk sistem menganut sistem pendaftaran hak pendaftaran hak di laut. Kegiatan (Torrens System) pemanfaatan laut selama ini dilakukan berdasarkan jenis hak dan kepentingan.
II.2 Operasional Konsep Marine Cadastre di Kanada 1. Marine Jurisdictions
1. 2. 3. 4.
perairan pedalaman laut teritorial dasar laut tanah di bawah laut
2. Kewenangan Pengelolaan (Authority)
1. 2. 3. 4.
Federal Propinsi Teritori Kotamadya (lokal atau regional).
3. Right
1. Public access rights. 2. Navigation rights. 3. Riparian rights. 4. Fishing rights. 5. Development rights. 6. Mineral rights. 7. Seabed use rights.
4. Native Rights
Tidak berlaku eksklusifitas wilayah dan hak kepemilikan laut secara adat.
5. Interests
6. Restriction
7. Responsibility
1.Navigation (shipping) 2.Fishing. 3.Minerals and energy. 4.Development. 5.Marine Protected Areas. 6.Defence. 7.Cable and pipeline areas Berdasarkan: 1.UNCLOS 1982 2.Kewenangan pemerintah Federal 3.Kewenangan Propinsi 4.Kewenangan Teritori 5.Kewenangan Kotamadya (lokal atau regional) 6.Jenis kepentingan (type of interests) Mengacu pada: 1.UNCLOS 1982 2.Kewenangan pemerintah Federal 3.Kewenangan Propinsi 4.Kewenangan Teritori 5.Kewenangan Kotamadya (lokal atau regional) 6.Jenis Hak dan Kepentingan
8. Marine Boundaries
Berdasarkan:
1.Marine Jurisdictions negara pantai 2.Kewenangan pemerintah federal, Propinsi, Teritori, Kotamadya (lokal atau regional) 3.Jenis Hak dan Kepentingan 9. Geodetic Reference System
1.Sistem koordinat geodetik dan geosentris. 2.Sistem proyeksi: UTM. 3.Datum Horizontal: NAD27, NAD83, WGS‘84. 4.Datum vertikal: Lower Low Water Large Tide (LLWLT) dan Lowest Normal Tide (LNT). 5.Marine Geospatial Data Infrastructure dan Canadian Geospatial Data Infrastructure.
10. Institution
Banyak institusi yang terlibat di dalam mengelola batas dan hak-hak lepas pantai.
III. Konsep Kadaster Kelautan di Amerika III.1 Land Cadastre dan Marine Cadastre di Amerika Land Cadastre Marine Cadastre • Berbeda dengan Australia dan Kanada, • Terdapat kewenangan laut state (03mil, kecuali Texas dan T.Florida 0di Amerika tidak terdapat kepemilikan 9mil), perairan federal (semua perairan crown land. laut diluar 3 mil atau 9mil). • Menganut azas pelekatan mutlak, • Pemanfaatan laut dilakukan di air yakni pemilikan tanah meliputi juga column, water surface, water column, pemilikan material di dalamnya seabed, subsurface. termasuk adanya hak atas ruang udara • Laut dapat dikelola (dengan cara di atas tanah miliknya (air rights). disewa) oleh pribadi atau golongan Dapat dimiliki pribadi atau golongan meliputi ruang diatasnya dan tubuh dalam arti kepemilikan mutlak. Namun bumi dibawahnya. Namun negara juga negara juga memiliki hak untuk memiliki hak untuk mengambil atau mengambil kepemilikan pribadi untuk membatasi ruang pribadi untuk kegunaan publik. kegunaan publik.
Land Cadastre Marine Cadastre • Pemindahan masyarakat adat dari • Berdasarkan keputusan mahkamah konstitusi sering kali hukum adat harus tanah mereka ke reservation untuk mengalah jika dihadapkan dengan bangsa Indian di Amerika Serikat. kegiatan pemanfaatan laut untuk kepentingan negara. • Walaupun sebagian besar negara bagian • Sebagian besar negara bagian menganut sistem pendaftaran tanah akta, menganut sistem pendaftaran akta. kegiatan pengelolaan laut tetap Hanya 11 negara bagian yang didasarkan pada jenis hak dan menganut Sistem Torrens. kepentingan.
III.2 Operasional Konsep Marine Cadastre di Amerika 1. Marine Jurisdictions
1. 2. 3. 4.
Perairan pedalaman Laut teritorial Dasar laut Tanah di bawah laut
2. Kewenangan Pengelolaan (Authority)
1. State: 0-3mil (kecuali Texas dan T.Florida 9 mil). 2. Federal (diluar 3 mil sd 12 mil) 3. Adanya istilah revenue sharing (6mil).
3. Right
1. Public access rights. 2. Navigation rights. 3. Riparian rights. 4. Fishing rights. 5. Development rights. 6. Mineral rights. 7. Seabed use rights.
4. Native Rights
Tidak berlaku eksklusifitas wilayah dan hak kepemilikan laut secara adat.
5. Interests
1.Alternative energy. 2.Ocean planning. 3.Habitat conservation. 4.Human use/recreation 5.Environmental protection/ Marine Protected Area 6.Aquaculture 7.Navigation 8.Submerged cultural resources 9.Undersea cables 10.Offshore aquaculture 11.National security
6. Restriction
Berdasarkan: 1. UNCLOS 1982 2. Kewenangan pemerintah Federal 3. Kewenangan State 4. Jenis kepentingan (type of interests)
7. Responsibility
Mengacu pada: 1. UNCLOS 1982 2. Kewenangan pemerintah Federal 3. Kewenangan State 4. Jenis Hak dan Kepentingan
8. Marine Boundaries
Berdasarkan: 1. Marine Jurisdictions negara pantai 2. Kewenangan pemerintah federal dan state 3. Jenis Hak dan Kepentingan
9. Geodetic Reference System
1 Sistem koordinat geodetik dan geosentris. 2.Sistem proyeksi: UTM, Outer Continental Shelf (OCS) grid system. 3.Datum Horizontal: NAD27, NAD83, WGS‘84. 4.Datum vertikal:MLLW. 5. Cadastral Data Content Standard for the National Spatial Data Infra-stucture:Coastal and Marine Habitat Classification Standard.
10. Institution
Banyak institusi yang terlibat, penyelenggaraan dikoordinasi oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Hasil Analisis: Perbedaan Struktur Definisi-definisi Kadaster Kelautan • Definisi kadaster kelautan dari Amerika merupakan satu-satunya definisi yang tidak memasukkan unsur 3R (Right, Restriction Responsibility). Mengapa?
• Sebaliknya, definisi kadaster kelautan dari Australia pada tahun 2002 merupakan satu-satunya definisi yang memasukan unsur 3R. • Definisi Kadaster Kelautan dari Kanada merupakan satu-satunya definisi yang tak mencantumkan unsur batas laut (marine boundary). Mengapa? • Hanya definisi kadaster kelautan dari Kanada yang memasukkan unsur OWNERSHIP. Mengapa?
Kesimpulan Keterkaitan Land Cadastral System dengan Konsep Marine Cadastre di Kanada (1) • Sama halnya dengan Australia, sistem pendaftaran tanah yang dianut di Kanada (sebagian besar provinsi menggunakan sistem pendaftaran hak /Torrens System) sangat mempengaruhi definisi kadaster kelautan di Kanada, yakni menitikberatkan pada unsur rights,interests dan responsibilities. • Hak Milik dijamin oleh negara dan tercantum dalam konstitusi (Piagam Kanada Hak dan Kebebasan). Konsep setiap orang berhak menggunakan dan menikmati property di dalam kepemilikan tanah, muncul di dalam definisi kadaster kelautan sebagai ownership, property rights dan various rights. Ownership yang diadopsi dari Piagam Kanada Hak dan Kebebasan di dalam Definisi Kadaster Kelautan diartikan bukan kepemilikan mutlak, tetapi setiap orang berhak menggunakan dan menikmati property.
Keterkaitan Land Cadastral System dengan Konsep Marine Cadastre di Kanada (2) • Satu-satunya definisi kadaster kelautan yang sama sekali tidak mengkaitkan unsur batas (boundaries). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi dimana batas-batas kewenangan laut federal, provinsi/ teritori, kotamadya tidak ditentukan berdasarkan jarak (mil laut).
Kesimpulan Keterkaitan Land Cadastral System dengan Konsep Marine Cadastre di Amerika • Definisi kadaster kelautan di Amerika sangat dipengaruhi oleh azas pelekatan mutlak dalam kepemilikan tanah. Hal ini dapat dilihat dari lingkup spasial yang lebih luas dibandingkan dengan konsep kadaster kelautan dari Australia dan Kanada, yakni meliputi ruang udara (air column) diatas laut hingga dibawah dasar laut (subsurface). • Sistem pendaftaran tanah yang dianut di Amerika (sebagian besar menggunakan sistem pendaftaran akta) sangat mempengaruhi definisi kadaster kelautan di Amerika, yakni satu-satunya definisi kadaster kelautan yang sama sekali tidak mengkaitkan rights, restrictions dan responsibilities. Definisi ini lebih menitikberatkan pada konsep kepastian hukum (serupa dengan konsep pendaftaran tanah-akta).
LAMPIRAN 13 Terkait Materi Semantik Judul
1. Model= deskripsi struktur suatu fenomena 2. Sistem= fenomena yang sudah diketahui strukturnya 3. Struktur= unsur-unsur pembentuk fenomena dan hubungan saling mempengaruhi atau pola keterkaitan yang ada diantara unsur-unsur pembentuk fenomena tersebut. 4. Sintesis= memadukan konsep-konsep menjadi suatu kesatuan sehingga membentuk konsep baru. 5. Logika= berfikir secara valid (dilakukan dengan benar) 6. Merancang= merumuskan bagaimana cara membentuk struktur tersebut. 7. Konsep= definisi dari apa yang perlu diamati, menentukan variabel-variabel yang diinginkan. 8. Teori= pengetahuna ilmiah yang mencakup penjelasan, terdapat hukum-hukum. 9. Prinsip= pernyataan yang berlaku secara umum. 10. Asumsi= pengandaian mengenai objek-objek empiris (diamati panca indera). Asumsi menentukan arah penelitian.
Ada 3 asumsi: - Menganggap objek-objek tertentu memiliki keserupaan satu dengan lain (konsep klasifikasi). - Tidak mengalami perubahan dalam waktu tertentu. - Menganggap tiap gejala bukan suatu kebetulan. Tiap gejala memiliki pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. 11. Hipotesis= rumusan yang menyatakan hubungan antara variabelvariabel yang berpengaruh terhadap objek materi yang diteliti. 12. Logika Induktif= penarikan kesimpulan dari kasus individual nyata menjadi kesimpulan umum. 13. Metode Ilmiah= prosedur untuk mendapatkan pengetahuan yang dinamakan ilmu. 14. Metode= suatu prosedur/cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematik. 15. Metodologi= suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan yang terdapat dalam metode.
16. Ontologi= penentuan batas/ruang lingkup yang menjadi objek penelitian (apa yang diteliti). 17. Epistimologi= cara kegiatan keilmuan/ metodologi penelitian 18. Aksiologi= kemanfaatan penelitian 19. Asas dalam penelitian: - Logiko= mempercayai cara berfikir rasional - Hipotetiko= mempercayai argumen secara objektif - Verifikasi= sikap kritis dalam menarik kesimpulan
MANAJEMEN Manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien (Ricky W. Griffin ) Suatu instrumen untuk mengatasi berbagai persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut. 1. Berkaitan dengan semua hukum dan perundangan terkait pengelolaan pesisir dan laut. 2. Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut oleh 1o kementerian (menghasilkan berbagai macam persoalan) 3. Manajemen dibangun oleh 3 unsur: spsial, sektoral, organisasional 4. Menggunakan Networked Government 5. Menggunakan Legislative Government 6. Otonomi daerah (problem batas laut wilayah).
INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Sistem referensi tunggal berbasis UU Informasi Geospasial
LAMPIRAN 14 Penelitian Sejenis Sebelumnya
Tabel Penelitian sebelumnya di Indonesia dan negara lain
Riset Kadaster Laut Selat Madura
Tim Peneliti Gunardi Kusumah, MT Abdul Wakhid, M.Pi Hadiwijaya L. Salim, S.Si Aris W. Widodo, ST Langgeng Nurdiansah, M.Si Hari Prihatno, ST
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati
Badan Riset Kelautan dan Perikanan
PEMANfAATAN RUANG SELAT MADURA
LEGENDA : DAERAH BEBAS RANJAU
DAERAH LATIHAN TNI-AL
DAERAH RANJAU
DAERAH TERBATAS
MATRIKULASI KONFLIK DI SELAT MADURA No
RENCANA PENGEMBANGAN
KONFLIK
DAERAH
OLEH
1
Perkembangan Pelabuhan Tg. Perak ke arah Teluk Lamong, akibat kapasitas pelabuhan sekarang yang melampaui batas
Teluk Lamong dijadikan daerah konservasi, budidaya
Teluk Lamong
Kota Surabaya dan PT. Pelindo III
2
Pembangunan Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya (pantai Tambak Wedi) dan Madura (Kamal/Bangkalan)
Angkutan penyebrangan dari dan ke Madura lewat Tg Perak yang mengandalkan ASDP mendapat alternatif baru
Pantai Tambak Wedi (Surabaya) dan Ujung Kamal Bangkalan
Pemerintah Pusat, Prov. Jatim dan Kab. Bangkalan
3
Tanah oloran yang ada di pantai-pantai Surabaya makin meluas
Kontraproduktif dengan upaya rehabilitasi lingkungan dan kepemilikan tanah
Daerah pantai utara dan timur Surabaya
Pengembang perumahan/masyarak at/pejabat pemda
4
Daerah daratan tumbuh akibat sedimentasi
Konflik kewilayahan antar pemangku kewenangan
Pulau Galang
Pemda Gresik Kota Surabaya
5
Pembuatan fishing ground oleh Pemda Sumenep di daerah latihan militer dan kapal selam
Konflik pemanfaatan wilayah dan keamanan
Kepulauan Selatan Kab. Sumenep
Kab. Sumenep dan TNI AL
dan
No
RENCANA PENGEMBANGAN
KONFLIK
6
Daerah penangkapan ikan di Selat Madura (perlu sosialisasi UU No. 31 Th 2004 tentang Perikanan)
Nelayan antar daerah sering menganggap daerah penangkapan sebagai daearah kewenangan/kekuass aan
Selat Madura
Nelayan-Nelayan Tradisional daerah Selat Madura + Lamongan dan Tuban
7
Alur Pelabuhan dan Lokasi Pelabuhan yang berada di daerah Ranjau
Keamanan dan keselamatan pelayaran kurang memadai
Selat Madura
PT. Pelindo III dan KapalKapal pemakai Pelabuhan di Selat Madura
8
Peletakan Kabel dan pipa dasar laut di areal alur pelabuhan yang tidak disertai posisi dan kedalaman yang akurat
Keamanan Pelayaran serta Konsumen pemakai Kabel dan Pipa menjadi terganggu bila terjadi insiden kecelakaan.
Alur Pelabuhan Tg. Perak
PT Pertamina, PT PLTU Gresik, PT Pelindo III, Kapal Pengguna Pelabuhan di Selat Madura.
Batas (Sidoarjo Pasuruan)
Wilayah Kalianyar
Kab. Sidoarjo dan Kab. Pasuruan
Laut wilayah Probolinggo dan Pasuruan
Kab. Pasuruan dan Kab. Probolinggo.
Konflik tentang ikan
wilayah dan
Nelayan pencarian
DAERAH
OLEH
Kerangka Pikir Abiotik deskriptif
Biotik
Skenario Zonasi Pemanfaatan
Pemanfaatan Laut
AHP
Prioritas Pemanfaatan Laut Regulasi
deskriptif
Sosial Kelembagaan
Usulan Model Pemanfaatan Wilayah Selat Madura
Analisa Tahapan Analisa yang Dilakukan : • Menganalisis prioritas pemanfaatan laut secara kuantitatif dengan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process), sebagai masukkan bagi peta rencana pemanfaatan wilayah laut • Mengkaji status regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pemanfaatan laut Selat Madura secara deskriptif-kualitatif • Menggabungkan faktor-faktor biotik, abiotik, sosial-kelembagaan, serta regulatif sebagai masukkan terhadap peta prioritas pemanfaatan, secara deskriptif Analisis prioritas pemanfaatan wilayah laut
• Penggunan lahan di wilayah pesisir selat madura sangat bervariasi tetapi dalam kajian ini dianalisa 4 (empat) kategori pemanfaatan, yaitu : kawasan lindung (A), kawasan wisata pantai (B), kawasan budidaya (C), dan kawasan industri (D). • Parameter yang digunakan untuk menetukan tingkat kepentingan dari masing- masing pemanfaatan lahan tersebut berdasarkan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Dari aspek lingkungan parameter yang digunakan pencemaran, aspek ekonomi parameter yang digunakan adalah PAD, dan peningkatan kesejahtreraan masyarakat sedangkan dari aspek sosial adalah kesempatan kerja.
Analisa (4)… a. Struktur hirarki yang dibuat adalah sebagai berikut: Prioritas Pemanfaatan Wilayah Laut (Faktor Lingkungan serta Ekonomi sebagai Batasan
Beban Pencemaran
Pendapatan Asli Daerah
Kawasan Lindung
Kawasan Wisata
Kesejahteraan Masyarakat
Penyerapan Tenaga Kerja
Kawasan Budidaya
Kawasan Industri/ Pelabuhan
b. Matriks data mentah : mengisi matriks pairwise comparison, selanjutnya diperoleh nilai geomentric mean dan di normalisasikan Pencemaran
A
B
C
D
A
1
1/3
1/7
1/9
B
3
1
0,4
0,3
C
7
7/3
1
7/9
D
9
3
9/7
1
Total
20
8/3
10/7
8/9
Pencemaran
A
B
C
D
Total
Bobot
A
0,05
0,05
0,05
0,05
0,20
0,05
B
0,15
0,15
0,15
0,15
0,60
0,15
C
0,35
0,35
0,35
0,35
1,40
0,35
D
0,45
0,45
0,45
0,45
1,80
0,45
Analisa (5)…
A
c. Matriks Data Normal dari setiap kriteria Kriteria
Pencemaran
PAD
Kesejahteraan Masyarakat
Penyerapan Tenaga Kerja
A
0,05
0,608
0,61
0,597
B
0,15
0,122
0,2
0,119
C
0,35
0,203
0,07
0,199
D
0,45
0,068
0,12
0,085
B C D
d. LEVEL 2 (Vektor bobot prioritas) Pencemaran
PAD
Kesejahteraan Masyarakat
Penyerapan Tenaga Kerja
JUMLAH
RATA2
Pencemaran
0,1
0,1
0,1
0,1
0,4
0,1
PAD
0,3
0,3
0,3
0,3
1,2
0,3
Kesejahteraan Masyarakat
0,1
0,1
0,1
0,1
0,4
0,1
Penyerapan Tenaga Kerja
0,5
0,5
0,5
0,5
2,0
0,5
Kriteria
Selanjutnya akan dibuat suatu peta overlay dari peta-peta tematik pemanfaatan laut berdasarkan data hasil analisis
0,05
0,608
0,61
0,597
0,1
0,15
0,122
0,2
0,119
0,35
0,203
0,07
0,199
0,1
0,45
0,068
0,12
0,085
0,5
X
0,3
0,55 =
0,13 0,2 0,12
e. Hasil: pemanfaatan lahan sebagai kawasan lindung (A) merupakan prioritas yang terpenting, diikuti oleh pemanfaatan sebagai kawasan budidaya (C), kawasan wisata (B) dan kawasan industri (D)
Kabupaten Gresik Tumpang tindih pemanfaatan laut
Pembahasan (2) Kab. Gresik … Penjelasan
Industri vs Konservasi/ Lindung
- Pemberian Izin Lokasi suatu Kawasan Industri dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan Pemerintah Daerah setempat (Keppres no. 98/1993 Pasal 5 (2)) - Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung (Keppres no. 32/1990 pasal 37)
Budidaya // Lindung
- Syarat kawasan budidaya, sesuai kajian dan definisi : pemanfaatan ruang (bagi budidaya) harus berdasarkan pada prioritas kegiatan yang memberikan keuntungan terbesar pada masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup - Perlu adanya greenbelt : …disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya (Keppres no. 32/1990 pasal 26)
Alur Pelayaran vs Pipa/Kabel Laut
- Pemerintah mengamankan jaringan telekomunikasi yang dapat berupa kabel laut, kabel tanah, kabel udara, transmisi satelit, transmisi terestrial, dan mengadakan langkah terpadu untuk mencegah terjadinya gangguan atas jaringan telekomunikasi tersebut (PP 37/1991 Pasal 9(1)) - Ayat (2): Kegiatan pengamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri melalui koordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab dibidangnya masing-masing - Untuk menjamin keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran dan telekomunikasi pelayaran ditetapkan zonazona keamanan dan keselamatan di sekitar instalasi dan bangunan tersebut. (PP no.81/2000 Pasal 7 (1))
Kabupaten Gresik Tumpang tindih pemanfaatan laut
Pembahasan (3) Kab. Gresik… Penjelasan
- Untuk kepentingan keselamatan berlayar setiap pendirian dan/atau perubahan bangunan atau instalasi di perairan harus : a. memenuhi persyaratan penempatan, pemendaman dan penandaan; b. mempertimbangkan pengembangan pelayaran; c. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi lain yang telah ada.(PP81/2000 Pasal 20 (1)) Alur Pelayaran vs Kawasan Ranjau
- Selain PP 37/1991 Pasal 9 ayat(1) dan (2) - Penetapan alur laut kepulauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan : a. pertahanan dan keamanan; b. keselamatan berlayar; c. eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam; d. jaringan kabel dan pipa dasar laut; e. konservasi sumber daya alam dan lingkungan; f. rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional; g. tata ruang kelautan; h. rekomendasi organisasi internasional yang berwenang. (PP no.81/2000 Pasal 19 (2))
Karakteristik perairan Fisik:: Kontur Batimetri rata2 1 – 15 meter, dasar laut bermorfologi landai; kualitas air yang rata2 di ambang batas
• Kebutuhan jalur hijau (bakau) sepanjang pantai u/ menahan sedimen dari darat dan menangkap sedimen serta menahan abrasi dari laut
Biotik: SD perikanan over fishing,
• Budidaya alternatif (tambak) • Budidaya lain yang ramah lingkungan
Kabupaten Bangkalan
Pembahasan (5) Kab. Bangkalan…
Tumpang tindih pemanfaatan laut
Penjelasan
Budidaya vs Industri (Kec. Kwanyar, Bangkalan, Kamal)
• Prioritas pada kawasan budidaya, bila dapat memberikan keuntungan terbesar pada masyarakat • Jenis Industri diprioritaskan yang dapat mendukung budidaya • Keduanya harus memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
Budidaya // Lindung (sempadan)
• Keppres no. 32/1990: - Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai (pasal 13) - Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya (pasal 26) • Kawasan budidaya masih diijinkan sepanjang dapat memberikan keuntungan terbesar pada masyarakat serta memperhatikan kelestarian lingkungan hidup
Alur pelayaran kapal besar vs tradisional
Khususnya di pintu masuk selat: • Tanda (di laut) yang lebih jelas bagi alur kapal besar • Waktu-waktu tertentu bagi kapal kecil/ nelayan Action Pelindo dan pemda (dishubla) setempat
Karakteristik perairan Fisik (pantai Barat-Selatan) Kontur Batimetri 5 – 15 meter, dasar laut bermorfologi landai; kualitas air yang rata2 di ambang batas
• Kebutuhan jalur hijau (bakau) sepanjang pantai u/ menahan sedimen dari darat dan menangkap sedimen serta menahan abrasi dari laut
Biotik: SD perikanan over fishing,
• Budidaya alternatif